Dewi Ular - Misteri Bencana Kiamat(3)

SISCA berambut lebat sepanjang punggung. Badannya
sekal dan tergolong tinggi. Wajahnya cantik, tapi
memiliki mata lebar bertepian hitam maskara. Dadanya
tidak semontok dada Tante Firda.
Ketika ia datang, rambutnyatak teratur. Masih ada sisa
darah di sudut bibirnya Tapi tangan dan bagian mulut
lainnya sudah bersih dari darah. Entah di mana dia
mencuci tangannya. Mata yang lebar itu memandang
hampa. Kosong tapi menaku'tkan. Semua orang,
termasuk polisi yang menangani kasus kematian istri
Hervan merasa ngeri memandang mata itu. Mereka
menjauhi Sisca meskipun pihak kepolisian ada yang
mengeluarkan pistol secara diam-diam, sekedar untuk
beijaga-jaga. "Pembunuh biadaaaab... !!"
Semua orang terkejut mendengar suara teriakan
histeris yang meledak secara tiba-tiba. Teriakan histeris
itu datang dari Utha, adik kandungnya istri Hervan,
cowok berbadan kurus semi preman. Utha muncul dari
balik tanaman perdu, menyerang Sisca dengan sebilah
badik di tangan.
Amukan Utha tidak mengejutkan Sisca. Tapi ekspresi
wajah Sisca berubah menjadi bengis. Hujaman badik
berhasil ditangkis dengan kibasan tangan Sisca. Plaaak ..!
badik terlempar seketika. Utha menjerit histeris sambil
sempoyongan. "Aaaaaaaaaaaahhkk...!!"
"Hahh .."!" semua orang terperangah kaget dan ngeri
melihat tangan Utha hangus terbakar dari batas
pergelangan sampai mendekati siku. Bagian itulah yang
tadi terkena tepisan telapak tangan Sisca. Dan, melihat
penyerangnya kesakitan, Sisca segera menyambar baju
Utha, ia mengayunkan telapak tangannya ke dada Utha.
Bapat dibayangkan, dada itu pasti akan jebol seperti
yang dialami almarhumah istri Hervan.
"Hentikan...!"
Suara tegas itu menggema ke mana-mana. Menggetarkan 
setiap hati orang yang mendengarnya.
Membuat gerakan Sisca berhenti secara tiba-tiba. Seperti
tidak bisa bergerak untuk beberapa detik.
Si pemilik suara aneh itu tak lain adalah Kumala Dewi
la segera menghampiri Sisca. Menarik tangan Utha yang
tidak terluka dan melemparkan tubuh kurus itu ke
belakangnya, seperti melemparkan boneka kapas.
Wuusss ..! Utha memang jatuh terkapar di depan kaki
petugas polisi, namun dia selamat dari hantaman tangan
Sisca yang sangat berbahaya itu. Kini pandangan mata
Sisca tertuju pada Kumala dengan tajam dan buas.
"Kau bukan Sisca!" tegas suara Kumala, tidak
menggema seperti saat memerintahkan untuk berhenti
tadi. "Aku Sisca...! Kau siapa, hah"!"
"Kau pasti mengenaliku. Kau bukan Sisca! Pergi kau
dari raganya!"
"Keparat!" gumam Sisca sambil segera melakukan
penyerangan. Kedua tangannya seperti hendak mencakar, 
mencabik-cabik tubuh Kumala. Secepatnya
Kumala melayang mundur dengan kedua kaki mengambang 
di udara, 20 centimeter dari permukaan
tanah. Suuuuut....!
"Haaaarrggggghhh...!!" Sisca pun melayang seperti
terbang. Kumala sedikit merendahkan badan, lalu jarinya
menyentil di udara depannya. Teesss ..! Sentilan itu
mengeluarkan cahaya hijau sebesar kelereng. Zlaaap...!
Cahaya itu tepat mengenai ketiak Sisca. Desss!
"Aaahhhkk...!!" Sisca memekik panjang lajatuh
tersungkur dan tak sadarkan diri lagi. Kumala Dewi
berdiri tegak kembali, napasnya menghembus panjang
pertanda merasa lega.
"Apakah dia...?"
"Dia pingsan," sahut Kumala kepada Rayo yang
tampak ragu untuk mendekati Sisca. Kumala pun
menambahkan kata setelah melihat ada asap putih
keluar dari punggung Sisca Ialu lenyap dalam tempo
singkat. "Kekuatan gaib hitam telah lenyap dari dirinya. 
Dia bergerak bukan atas kehendak pribadinya. Dia 
ditumpangi kekuatan iblis atau sejenisnya, yang
membuat dia menjadi tak sadar atas segala tindakannya,
dan memiliki kekuatan maut yang mematikan."
Kumala Dewi segera mengobati lengan Utha. Tidak
sampai dua menit, luka yang menyakitkan dan sangat
parah itu dapat pulih seperti sedia kala. Bahkan setelah
itu dia minta izin kepada Hervan untuk menyusul jenazah
istri Hervan ke rumah sakit. Menurutnya, jenazah tidak
perlu diotopsi lagi.
"Kamu ikut aku bersama Rayo. Aku butuh bertemu
dengan jenazah istrimu," katanya setelah ia ingat
sesuatu yang sejak tadi ia lupakan. Petugas dari
kepolisian pun ada yang ikut dalam mobil BMW nya
Kumala. Petugas itu adalah teman baiknya Sersan
Burhan, yang sudah lama mengenal Kumala Dewi
sebagai konsultan di kepolisian.Sementara itu, petugas
polisi yang lain segera mengamankan Sisca untuk dibawa
ke kantor poltsi, karena dikhawatirkan akan menjadi
korban pelampiasan dendam bagi para keluarga istri
Hervan. Sisca sendiri ketika siuman merasa bingung,
mengapa ia sudah berada di rumah, dan dia tidak
mengetahui apa saja yang telah terjadi di rumah
tersebut. la sempat menjerit sedih ketika diberitahu istri
Hervan, alias iparnya, tewas dalam keadaan mengerikan.
la menyangkal keras ketika dikatakan sebagai pembunuh
tunggal iparnya.
Kumala Dewi dan rombongan tiba di rumah sakit. la
langsung menemui dokter yang menangani otopsi mayat
istri Hervan. Tentu saja jenazah belum diapa- apakan.
Diam-diam tangan Kumala menyentuh mayat tersebut.
Kekuatan maha gaib mengalir dalam diri Kumala, yang
membuat luka parah di dada mayat menjadi merapat
kembali. Dan yang paling fantastis bagi mereka adalah
melihat istri Hervan hidup kembali. Segar bugar seperti
tak pernah kehilangan jantung.
Sandhi tidak terlalu heran melihat hal itu karena ia
tahu, di dalam diri Kumala terdapat kekuatan gaib dari
sebuah pusaka tua yaitu Pedang Equador. Kekuatan
keramat pedang pusaka itulah yang membuat Kumala
dapat menghidupkan orang mati selama kematiannya
masih disebabkan oleh hal-hal yang bersifat mistik atau
gaib, bukan kematian kodrat. (Baca serial Dewi Ular
daiam episode: "M1STERI RONA ASMARA").
Ring tone HP terdengar, khas ring tone dari HPnya
Kumala. Segera Kumala menyambut dering telepon itu
karena di layar HP muncul nama Niko.
"Kenapa, Nik?"
"Danny... hmmm, aku... aku baru dari rumah Danny."
"Ada kejadian apa di sana" Suaramu tegang sekali."
"Danny makan jantung mamanya... hmm, maksudku..."
"Aku tahu," jawab Kumala pelan, seperti merasa
sangat prihatin. Tapi ia tidak terlalu terkejut karena
sudah menduga akan mendapat kabar seperti itu.
"Sekarang di mana Danny-nya" A da di situ?"
"Nggak ada. Dia... dia entah kemana... adiknya yang
perempuan juga tewas. Jantungnya dimakan. Ooh,
mengerikan sekali, Dewi..."
"Aku akan ke situ sama Rayo. Di mana alamatnya,
atau... kamu bicara dulu sama Rayo, aku mau bicara
dengan dokter dan petugas polisi yang ada di sini."
Kumala menyerahkan HP-nya kepada Rayo.
"Niko punya kabar serupa. Cari tahu di mana alamat
korban yang jelas, kita akan ke sana. Aku mau bicara
dulu dengan dokter Wika."
Sandhi ikut terperanjat mendengar kabar bahwa
teman Niko baru saja membunuh ibu dan adiknya, lalu
kedua korban jantungnya dimakan. Maka, segera saja ia
simpulkan bahwa orang yang pulang dari pondok Umat
Pilihan pasti akan membunuh dan memakan jantung
orang lain. "Okey, kita langsung ke rumah Danny, temui 
Niko dulu!" kata Kumala dengan langkah tergesa-gesa
memasuki mobilnya, Tapi sebentar kemudian dia keluar
lagi. Pindah ke mobilnya Rayo.
"Aku ikut mobilmu saja."
"Kenapa?"
"Emang nggak boleh aku kangen kamu," jawabnya
seraya menahan senyum. Berlagak ketus. Tapi hatinya
terbius. Ya, terbius oleh tawa lirih Rayo yang terasa
menghangat di hatinya. Ciuman kecil diberikan Rayo di
pipi Kumala. Malam bagaikan berbunga indah Semerbak
wangi cinta membungkus jiwa-jiwa mereka .
Sayang sekali kemesraan yang begitu romantis cukup
hanya sesaat saja. Kumala tidak mau larut dalam
kehangatan cinta sementara di sisi lain masih banyak
manusia yang harus diselamatkan. Oleh karena itulah,
Kumala segera kembali fokus pada persoalan yang
sedang dihadapi, yang menyangkut keselamatan umat
manusia dibumi.
"Kalau Sisca begitu, Danny begitu, berarti Ringgo pun
mengalami hal yang sama."
"Siapa Ringgo itu?"
Secara singkat Kumala menceritakan kehadiran Tante
Firda dan persoalan yang dihadapi janda kaya itu. Ia
menaruh curiga pada keselamatan Tante Firda.
"Jangan-jangan Tante Firda juga dimakan jantungnya
oleh Ringgo?" gumam Kumala bernada cemas.
"Hubungi saja teleponnya kalau kau punya," saran
Rayo, dan Kumala mengikuti saran kekasihnya. Ia
menghubungi nomor telepon rumah Tante Firda. Sampai
lama berdering tidak ada yang menyambut. Ia juga
menghubungi nomor HP-nya janda kaya itu. Tapi juga
tidak ada yang menerima teleponnya. Kecurigaan
semakin bertambah besar.
Dewi Ular segera melakukan hubungan gaib dengan
asistennya, yaitu Buron. Dalam posisi duduk bersandar
santai, ia bicara pelan, dan Rayo mengetahui
pembicaraannya itu bukan ditujukan padanya. Rayo
sudah terlalu sering melihat Kumala melakukan
hubungan gaib dengan Buron sehingga tidak merasa
aneh lagi. Justru ikut membantu dengan cara
membungkam diri, tidak ikut bicara sepatah kata pun.
"Kamu tahu rumah Tante Firda, kan?"
Terdengar suara gaib Buron di telinga batin Kumala.
"Nggak tahu."
Rayo tidak mendengar suara Buron.
"Cari energi gaib besar di komplek perumahan Griya
Cendana. Kalau kau temukan energi besar di sana,dekati
dia. Itu energi gaib hitamnya Ringgo. Kemungkinan besar
Tante Firda jadi korbannya."
"Baik. Aku akan ke sana."
"Di mana pun kau temukan energi gaib yang dapat
sampai menusuk ulu hatimu, itulah energi gaib sesat dari
Opa. Temui orang itu dan hancurkan energi gaibnya, tapi
selamatkan orangnya"
"Akan kucoba!" tegas Buron, selalu siap menerima
perintah dan tugas berbahaya seperti itu.
"Aku melihat kelemahan mereka ada di ketiak. Hantam
ketiaknya."
"Ketiak kanan atau kiri?"
"Salah satu kau hantam, lumpuh semuanya "
"Baik. Aku paham, Kumala."
"Berangkat sekarang juga!"
"Aku berangkat!"
Napas panjang dihembuskan, pertanda Kumala telah
selesai melakukan hubungan gaib dengan asistennya.
Jika sudah begitu barulah Rayo berani bicara atau
bertanya pada kekasihnya.
"Untung kamu bisa cepat mengetahui titik kelemahan
Sisca tadi. Bagaimana cara mengetahuinya?"
"Dengan mata batin. Aku melihat cahaya merah kecil
di ketiaknya. Biasanya bayangan cahaya seperti itu
adalah titik kelemahan dari kekuatan gaib yang ada pada
diri orang tersebut."
"Lalu...," kata-kata Rayo terputus lantaran HP Kumala
berdering. "Apa, Nik?"
Oh, rupanya Niko yang menelepon. Suaranya masih
gugup seperti saat meneleponnya tadi.
"Aku dapat kabar lain. Saudaranya temanku,
mengalami hal yang sama. Orang itu juga baru saja
membunuh pelayannya, dimakan jantungnya. Dia juga
pengikut sekte Umat Pilihan, sama dengan Danny"
"Okey, kita bicarakan nanti. Nggak sampai lima menit
lagi aku tiba di alamat rumah Danny."
Sekali lagi Kumala menghembuskan napas panjang
karena merasa sangat prihatin dan sedih atas kejadian
yang dialami oleh para korban. Ia juga sedih lantaran
pelakunya tidak menyadari apa yang telah diperbuat
olehnya. Maka, terdengar suara Kumala menggeram
jengkel sambil matanya menerawang jauh ke depan.
"Kalau benar semua ini perbuatan paman Dewa
Chonggunata, aku akan menuntut pihak Kahyangan agar
membuang Dewa Chong keluar dari Kahyangan.
Memalukan sekali!"
Bidadari cantik jelita itu memendam kejengkelan.
Maka, ketika ia tiba di TKP atas kematian mamanya
Danny, ia langsung mengerahkan kesaktiannya, mengundang 
balik Danny seperti yang dilakukan kepada
Sisca. Dan, ketika pemuda itu datang dengan sisa darah
masih melumuri sebagian tangannya, Kumala langsung
menghantam. Melumpuhkan tanpa ampun lagi. Ia juga
menghidupkan kembali mayat mama dan adiknya Danny.
Malam itu kota Jakarta menjadi heboh. Di mana-mana
terjadi kasus pembunuhan yang memakan jantung
korban. Rupanya para pengikut Opa menyebar ke mana-mana, 
sehingga pihak kepolisian pun dibuat kalang kabut
dengan munculnya kasus seperti itu secara serempak.
Mau tak mau Kumala Dewi dan Buron bekeija keras
untuk menghentikan teror yang mulai meresahkan
masyarakat ibukota.
Tapi anehnya, Buron menemukan Ringgo dan Tante
Firda dalam keadaan baik-baik saja. Menurut pengakuan
Buron kepada Kumala yang menyusul ke rumah Tante
Firda, ketika Buron berhadapan dengan Ringgo, ia
memang melihat dan merasakan getaran energi gaib
berbahaya pada diri Ringgo. Buron sempat berkeiahi
dengan Ringgo, dan berhasil melumpuhkan energi gaib
itu dengan pukulan bercahaya di bawah ketiak Ringgo.
Ringgo pingsan sesaat. Tante Firda nyaris mengamuk
pada Buron Tapi setelah Buron menjelaskan tindakannya
atas perintah Kumala, kemarahan Tante Firda pun reda.
Ketika Kumala tiba di rumah Tante Firda, keadaan Ringgo
sudah siuman. Setiap kali orang yang habis kehilangan
energi gaibnya, pingsan, sadar, dan merasa linglung
sesaat. Sepertinya ia tidak menyadari apa yang ia
lakukan selama kembali ke rumah. Tapi mereka masih
ingat apa saja yang mereka lakukan di pondoknya Opa.
Begitu pula dengan Ringgo, ia dapat menjelaskan banyak
hal yang diingatnya tentang suasana di pondok .
"Kamu ingat, aku pemah berada di antara kalian di
pondok?" tanya Buron yang berdiri di samping Kumala.
"O, ya... sekarang aku baru ingat. Kamu yang
berkelahi melawan Opa, dan Opa menjadi harimau, lalu
kamu babak belur, ooh... ya, ya, sekarang aku jadi ingat
betul tentang kamu."
"Babak belurnya nggak usah disebut," gumam Buron
sedikit bersungut-sungut.
"Ringgo," kata Kumala dengan suara lembutnya. "...
boleh aku tahu, kenapa kamu tidak memakan jantung
Tante Firda seperti Sisca memakan jantung iparnya, atau
Danny yang memakan jantung mama serta adiknya?"
"Pesan Opa memang begitu."
"Apa pesannya?"
"Untuk menjadi Umat Pilihan yang dapat selamat dari
datangnya kiamat, dan yang kelak akan menguasai dunia
baru, masing-masing dari kami harus memakan sepuluh
jantung manusia. Jantung yang dipilih adalah jantung
manusia sesat..."
"Dalam pengertian bagaimana yang dimaksud manusia
sesat itu?"
"Manusia sesat adalah manusia yang menolak saat
diajak untuk bergabung dengan kelompok kami, dan
merendahkan martabat serta kesucian Umat Pilihan.
Orang seperti itulah yang harus dimakan jantungnya.
Dirobek dadanya, dan diambil jantungnya."
"Darimana kalian bisa merobek dada manusia dengan
mudah?" "Nggak tahu. Tapi kami diberi kekuatan oleh Opa,
yang menurutnya disebut kekuatan Ajidewa."
Buron menatap Kumala Dewi.
"Aku seperti pernah dengar kekuatan Ajidewa itu."
"Kesaktian milik paman Chonggunata," kata Kumala.
Kemudian ia kembali bertanya kepada Ringgo.
"Apakah semua pengikut Opa dibekali Ajidewa?"
"Ya. Semuanya. Opa berubah menjadi seekor harimau,
yang pemah bertarung dengan dia...," Ringgo menuding
Buron."... lalu masing-masing tangan kami dijilat oleh
lidah harimau itu. Katanya, dengan cara begitu maka
kami sudah dibekali kekuatan Ajidewa yang dapat untuk
merogoh jantung manusia sesat dengan mudah."
"Bukan itu saja," sahut Kumala. "Tapi jiwa kalian juga
telah dirasuki oleh jiwa jahat, dan kesadaran kalian telah
dibekukan. Air liur harimau membuat seluruh gerak dan
kesadaran kalian mudah dikendalikan dari jauh. Tentu
saja oleh Opa sebagai pengendalinya."
"Kekuatan air liur itukah yang bersumber di ketiak?"
tanya Buron kepada Kumala, dan Kumala hanya
menganggukkan kepala.
"Lalu, kenapa kau tidak memakan jantung Tante
Firda?" "Tante bersedia menjadi pengikut Umat Pilihan. Tante
menerima tawaranku untuk ikut ke pondok dan menjadi
anggota kami. Jadi, aku tidak boleh memakan
jantungnya. Justru harus memberi perlindungan, serta
melayani segala keinginan Tante Firda. Kami diwajibkan
menjadikan orang-orang seperti Tante sebagai saudara,
bilamana perlu diperlakukan sebagai majikan kami.
Maka, ketika Tante menyatakan kesediaannya ikut
denganku ke pondok, aku harus melayani semua
keinginan Tante."
"Pantas ditelepon tidak mau angkat, rupanya mereka
sedang asyik bercinta habis-habisan," pikir Kumala.
Bibirnya menyunggingkan senyum kecil dan tipis sekali.
Tante Firda sendiri berkata, "Pada dasarnya aku tidak
ingin kehilangan Ringgo lagi. Karena itulah, apa yang ia
inginkan dariku aku penuhi. Dia tawarkan aku untuk ikut
menjadi anggota Umat Pilihan, aku bersedia asal aku
jangan kehilangan dia. Aku harus merebut dia dan
ancaman cinta Sisca."
"Ya, saya memahami kondisi Tante saat ini," ujar
Kumala pelan sambil manggut-manggut kecil.
"Pelayanku juga ditawari untuk ikut menjadi anggota
Umat Pilihan oleh Ringgo, dia iya-iya saja. Nggak
menolak." "Maka dari itu saya nggak boleh menyakiti pelayan
Tante," timpal Ringgo dengan polosnya.
"Berapa jumlah pengikut Opa sebenarnya?" kali ini
pertanyaan datang dari mulut Rayo yang sejak tadi
menjadi pendengar yang baik.
"Seingat saya... ada 38 orang, termasuk tiga di
antaranya remaja belasan tahun: Wawan, Johan, dan
Tika. Mereka bertiga masih tergolong ABG."
"Kenapa bisa ikut bergabung dalam kelompok itu"'
"Mereka mengikuti orang tua, hmm... setahuku kalau
yang bernama Tika, dia ikut karena ajakan kakaknya;
Yesnia." Kumala Dewi segera memandang Buron.
"Apakah tadi kau temukan tiga remaja itu?"
Buron menggeleng.
"Yang berhasil kulumpuhkan tadi sepertinya... dewasa
semua. Beberapa di antaranya sudah cukup umur"
"Kalau begitu ketiga remaja itu juga berbahaya dan
harus segera dilumpuhkan sebelum menelan 30 korban "
Buron manggut-manggut.
"Berangkat sekarang, dan carilah mereka. Beritahu
aku di mana posisi para korban."
"Baik," jawab Buron, kemudian tanpa malu-malu lagi,
meski pun di depan Tante Firda dan Ringgo, ia berubah
menjadi sinar kuning, lalu melesat menembus langitlangit 
ruang tamu.
Tante Firda agak terkejut dan tampak takut. Tapi
Ringgo tidak, karena Ringgo pernah melihat hal seperti
itu ketika Buron bertarung dengan harimau jelmaan Opa.
Malam semakin larut. Kumala tidak mau menunda
masalah itu. Ia harus segera menuntaskan. Ancaman
maut yang dihadapi manusia itu bukan masalah yang
bisa ditunda-tunda.
"Ringgo," kata Kumala lagi,"... sebenarnya kau sangat
beruntung, karena tanganmu tidak sempat berlumuran
darah Tante Firda Paling tidak, rasa penyesalan tidak
seperti yang dialami oleh Sisca dan yang lainnya. Tapi
apakah sekarang kamu masih punya niat untuk kembali
ke pondok Umat Pilihan?"
Ringgo menggelengkan kepala, lalu menarik napas
dalam-dalam. "Sekarang aku sudah menyadari kebodohanku. 
Aku juga menyesal, mengapa aku bisa terpedaya dan sangat
mengagungkan Opa, waktu itu. Doktrin yang diajarkan
sangat kuat dan cepat merasuki jiwa kami. Cepat
membuat diriku meyakini semua yang dikatakannya."
"Ia bukan hanya sekedar menycbarkan doktrin pada
kalian, tapi juga memiliki pengaruh kuat, menyebarkan
pengaruh semacam sihir atau hipnotis kepada kalian.
Bisa melalui pandangan matanya, bisa lewat getaran
gelombang suaranya."
"Memang matanya sungguh menakutkan kalau dipikirpikir. 
Setiap orang beradu pandang dengannya, terasa
jantungnya dicengkeram Aku sendiri kalau terlalu lama
memandang matanya, terasa sekujur tubuhku menjadi
lemas. Tak memiliki daya untuk berbuat apapun selain
patuh padanya."
Rayo berbisik pada Kumala, "Apakah pamanmu
memiliki kekuatan semacam itu?"
"Untuk hal ini aku nggak tahu."
Tante Firda berkata kepada Ringgo, "Sebaiknya kamu
jangan kembali lagi ke sana deh, Ring. Aku takut kalau
kamu menjadi sesat."
"Seandairtya aku harus kembali ke pondok pun aku
nggak tahu jalannya, Tante."
"O, jadi kamu nggak ingat lagi di mana pondok itu
berada?" tanya Kumala Dewi.
Ringgo menggeleng lugu.
"Aku nggak ingat. Tapi kalau rumah pertama kami
berkumpul, aku masih ingat. Rumah berdinding abu-abu
itu ada di daerah barat. Daerah rawan banjir. Tapi dari
situ kami dipindahkan ke pondok."
"Secara gaib pemindahannya?"
" Ya. Menggunakaacahaya menyilaukan."
"Ya, ya... aku sudah pernah dengar ceritanya dari
Buron. Lalu, pondok itu sendiri di mana, kamu nggak
ingat?" "Nggak tahu jalannya."
"Apakah benar set el ah di pondok kalian segera
dipindahkan, di bawa ke Kahyangan?"
"Hmmmm, menurut Opa sih begitu. Kami dipindahkan
ke Kahyangan untuk menerima kekuatan Ajidewa. Dan,
lagi-lagi kami dibawa dengan kendaraan berupa cahaya
menyilaukan. Cahaya itu muncul dari dalam tanah, lalu...
tahu-tahu kami sudah berada di tempat lain, bukan
pondok berkayu jati."
"Seperti apa tempat itu?"
"Indah sekali.. Seperti sebuah istana berlantai tiga.
Memiliki taman yang teduh, indah, bunga-bunga
semerbak mewangi, tapi semuanya serba berwarna
jingga." "Serbajingga?" gumam Tante Firda.
"Iya. Pohon, rumput, batu, semuanya serba jingga.
Hanya beberapa bunga kecil yang punya warna lain.
Ranting dan dahan pohon pun warnanya jingga. Bagus
sekali." "Itu bukan Kahyangan!" potong Kumala.
Rayo menatapnya, "Bukan Kahyangan" Lalu...?"
"Alam lain, entah kekuasaan siapa, tapi yang jelas
bukan alam di Kahyangan Warna jingga tidak menjadi
dominan di Kahyangan."
"Jadi, maksudmu... Opa itu bukan pamanmu?"
"Seandainya dia pamanku, memang bisa saja dia
membawa mereka ke alam lain. Yang jelas bukan
Kahyangan."
"Lalu, mengapa kami dibawa ke pondok dari rumah
pertama" Mengapa tidak langsung dibawa ke alam itu
saja?" tanya Ringgo yang merasa janggal dengan proses
pemindahan tersebut.
"Barangkali mulanya Opa ingin mengukuhkan kalian di
pondok, tapi karena pondok kemasukan penyusup, yaitu
Buron, dia tidak mau aktivitas kalian terganggu oleh
kedatangan penyusup-penyusup berikutnya, karena
itulah ia pindahkan kalian ke alam lain. Yaitu, suatu
tempat yang tidak mudah dijangkau oleh manusia biasa."
"Kamu dan Buron sempat mencarinya, ya?"
"Ya, dan kami tidak menemukan jejak mereka, Ray.
Tempat itu jelas tempat yang tersembunyi dari
jangkauan kekuatan gaib siapa pun, kecuali kekuatan
gaibnya Opa dan mungkin para sekutunya."
Tiba-tiba Ringgo bicara lagi dari masa bungkamnya
sekitar hampir satu menit itu.
"Tapi seingatku Opa memang mengaku sebagai Dewa
Chong, penghuni Kahyangan, yang ditugaskan menyelamatkan 
kami sebagai Umat Pilihan "
"Apakah kau pernah melihat sosok penampilannya
yang asli, yang bukan sebagai Opa maupun bukan
sebagai harimau?"
"O, ya... pernah. Yaitu ketika kami berada di alam
serba jingga."
"Seperti apa bayangandari penampilan sosoknya?"
"Jenggot dan kumisnya hitam tapi panjang selewat
dada. Ia mengenakan topi, semacam kopia .. memiliki
untaian manik-manik indah. Seperti memiliki sepasang
telinga panjang pada topinya..."
"Hmmm,terus...?"
"Dia memakai jubah merah panjang, pada jubahnya
ada hiasan seperti bordir gambar naga, hiasan itu di
tengah jubah. Wajahnya dingin dan bersih."
Kumala diam termenung beberapa saat. Ketika Ringgo
selesai menceritakan ciri-ciri penampilan Opa yang
sebenarnya, Kumala pun mendapat bisikan dari Rayo.
"Kau mengenali ciri penampilan seperti itu?"
"Ya. Itu ciri penampilan Paman Dewa Chonggunata.
Aku pernah jumpa beliau dulu, waktu di perbatasan
Kahyangan. Tapi... apa sih sebenarnya yang membuat
paman Chong jadi seganas itu kepada manusia?"
Tentunya bukan hanya Dewi Ular, tapi Rayo pun ingin
tahu sebabnya. 
PUKUL 2 kurang, malam semakin sunyi. Kumala Dewi
masih menunggu kabar dari Buron. la dan Rayo masih di
rumah Tante Firda. Sandhi juga ikut ada di sana. Niko di
rumah Hervan, sesekali ia menelepon Kumala menyampaikan 
kabar baru.
Ketika Kumala ingin pamit pulang, akan menunggu
laporan dari Buron di rumahnya saja, tiba-tiba HP-nya
berdering. "Kumala, ini aku..."
"Audy..." Kau pakai nomor baru?"
"Ya. Nomor khusus untuk kamu "
"Ke mana saja kau, dari kemarin kuhubungi mailbox
terus?" "Aku baru datang dari Cirebon. Baru saja sampai di
apartemen. Temyata di sini ada kejadian mengerikan,
Kumala" "O, ya" Kejadian apa?"
"Salah satu dari Satpam penjaga apartemenku tewas
di tempat parkir. Dadanya bolong. Jantungnya hilang."
"Ooh..."!" keluh Kumala dengan nada sedih. "Pasti itu
perbuatan salah satu dari ketiga remaja itu "
"Hey, rupanya kamu sudah tahu, ya" Memang
menurut keterangan Satpam yang lainnya, tadi ada anak
ABG nyasar kemari. A nak gadis. Oleh si korban ia dibawa
ke tempat parkir. Entah itu anak menanyakan tentang
apa. Tahu-tahu, anak itu pergi tak jelas ke mana
arahnya. Satpam yang satunya menemukan korban
setengah jam kemudian. Keadaan korban sangat
mengerikan."
"Audy... lacak energi gaib yang ada di sekitarmu. Pasti
anak itu belum jauh. Tarik kembali dia dengan
kekuatanmu. Hantam di bagian ketiaknya Dia penganut
aliran sesat yang sekarang sedang mencari korban, harus
memakan sepuluh jantung orang yang menolak menjadi
anggota sekte tersebut."
"Oh..."! Rupanya ada kasus yang cukup berat,ya?"
"Lakukan saja. Aku akan menuju ke apartemenmu.
Jangan pindahkan mayat korban. Aku akan mencoba
untuk menolongnya."
Sebagai teman dekat, Kumala tahu persis kekuatan
Audy Dulu, dia bermusuhan dengan Audy, karena Audy
sebenarnya jelmaan dari mahluk alam gaib, yang
bernama Nyimas Kembangdara. Dia termasuk pengawal
kepercayaannya Dewa Kegelapan. Tapi karena merasa
dikhianati oleh pihak Dewa Kegelapan, dan Kumala
berhasil melumpuhkannya, maka kini ia berpihak pada
Kumala dan hidup sebagai manusia biasa, cantik, sexy
serta doyan bercinta, dengan nama Audy, (Baca serial
Dewi Ular dalam episode: "KUPU-KUPU 1BL1S").
Dalam mendapatkan pusaka Pedang Equador, Audy
juga turut berperan membantu Kumala. Dia bukan hanya
memiliki kesaktian tinggi, tapi juga memiliki akal dan
kecerdasan yang cukup. Dia mahluk yang cerdik dan
pemberani. Remaja ABG yang berhasil menyantap jantung 
Satpam itu dapat dipastikan dialah yang disebut Ringgo bernama
Tika. Karena hanya dialah remaja putri yang ikut dalam
kelompok Umat Pilihan. Masalahnya, kenapa Buron tidak
berhasil menemukan anak itu, dan sampai sekarang
belum ada kabarnya" Apakah dua remaja lainnya sudah
berhasil dilumpuhkan oleh Buron di suatu tempat"
"Buron... di mana kamu?" Kumala melakukan
komunikasi gaib di saat ia meluncur ke apartemennya
Audy bersama Rayo. la berada dalam mobil Rayo,
sementara Sandhi mengikuti dari belakang dengan BMWnya. 
Yang ada di dalam mobil Sandhi bukan hanya
Ringgo, tapi Tante Firda ikut juga. Ringgo ikut karena
ingin membantu Kumala meyakinkan orang-orang yang
butuh keterangan murni tentang Opa. Ringgo juga
bersedia memberi penjelasan kepada Kumala sewaktuwaktu 
ada yang perlu ditanyakan padanya.
"Buroooon...! Heey, kenapa nggak nyahut!"
Tidak ada kabar, tidak ada jawaban, tidak ada tandatanda 
yang pasti tentang keberadaan Buron. Hal ini
membuat Kumala menjadi cemas. Tapi kecemasannya
harus ditunda karena ia sudah dekat dengan
apartemennya Audy Di sana orang banyak sudah
berkumpul. Seorang polisi berpakaian preman yang
sudah kenal akrab dengannya juga sudah menunggu.
Sersan Burhan. Ganteng, gagah dan masih lajang.
"Selamat malam, Bang," sapa Kumala pelan, agar
yang lain tak mendengar kalau dia memanggil Sersan
Burhan dengan sebutan Bang. Dalam keadaan formil,
Kumala tetap memanggil Sersan Burhan dengan sebutan
Pak, atau Bapak. Karena, memang dengan cara begitulah
Kumala menghargai dan menghormati seorang sahabat
di mana saja ia berada.
"Mayat korban masih di tempat. Audy melarang kami
untuk membawanya pergi," kata Sersan Burhan sambil
mengiringi langkah Kumala dari mobil sambil menuju
tempat di mana mayat Satpam itu berada.
"Di mana Audy sekarang?"
"Di balkon kamarnya, lihat itu...!" Sersan Burhan
menuding ke atas, ke kamar Audy yang di lantai 8.
Tampak Audy sedang berdiri dengan kedua tangan
dilipat di dada. Ia diam saja, memandang kearaah jauh.
Ia tak hiraukan kesibukan orang-orang yang ada di
bawah balkonnya.
"Hm, rupanya iabelum berhasil menarik kembai.' gadis
ABG yang memakan jantung korban itu" kata Kumala
dalam hati. Lalu, ia mengirimkan suara gaib kepada
Audy. "Tarik keulu hatimu energinva, kunci di situ!"
Suara batin itu didengar oleh Audy Terbukti gadis
cantik dan sangat sexy itu tampak menganggukkan
kepala. Pendek. Tapi jelast erlihat oleh Kumala: Lalu,
saran itu ia lalukan dengan tetap tanpa suara.
Hanya saja, kini salah satu tangan Audy diangkat ke
atas. Seperti sedang meradar suatu kekuatan gaib yang
ada di tempat jauh. Hal itu ia lakukan hingga beberapa
saat lamanya. Tetap tidak mempedulikan kesibukan
orang-orang yang menangani mayat Satpam di tempat
parkir, bawah balkonnya itu.
"Bang," bisik Kumala. "Aku minta bantuan, singkirkan
orang-orang ini supaya nggak mengerumuni tempat kita.
Aku nggak mau mereka tahu apa yang kulakukan pada
mayat itu nanti. Aku nggak mau ada kesan arogan atau
pamer kekuatan."
"Ya, ya.. aku ngerti," Sersan Burhan menganggukkan
kepala. Lalu, dengan dibantu anak
buahnya, ia menyuruh orang-orang menyingkir jauh
dari tempat tersebut. Kumala tidak ingin dilihat orang
saat ia menghidupkan mayat Satpam. Karena, ia takut
dinilai sombong dan pamer kesaktian di depan orang
banyak. Dengan sentuhan lembut, Satpam itu berhasil
dihidupkan kembali Jantungnya yang hilang dapat
kembali lagi. Lukanya merapat dan lenyap. Ia hanya bisa
terbengong-bengong bingung, seakan tak tahu apa yang
sudah terjadi atas dirinya.
"Aku berhasil..." Kumala mendengar suara Audy bicara
lewat jalur gaib.
"Bagus. Aku akan menyambutnya dari bawah."
"Dia sedang menuju kemari. Berlari-lari."
Kumala segera bicara dengan Sersan Burhan.
"Bang, sekali lagi aku minta bantuan Abang... tolong
amankan tempat ini, terutama pintu masuk kemari. Tapi
jangan ada yang menyentuh dia. Dia berbahaya, Bang.
Dia dapat membunuh dengan tangan kosong . ."
"Okey, okey... akan kuperintahkan anak buahku untuk
mengamankan pintu gerbang itu..."
Tak berapa lama seorang gadis remaja bercelana
pendek dengan blus ketat muncul. Rambutnya pendek,
badannya agak gemuk. Tapi terkesan kekar. Mungkin
memang hobi berolahraga. Gadis itu adalah Tika, yang
tangannya masih berlumuran darah, narnun sudah ada
yang terhapus, sebagian tampak mengering di tangan.
"Itu dia anaknya! Ya, itu pembunuhnya!" seru Satpam
teman korban.
Ia mencabut pentungnya. Tapi gerakannya segera ditahan 
oleh anak buah Sersan Burhan Satpam itu ditenangkan 
walau naluri balas dendam demi membela teman satu 
korp masih menggebu-gebu "Hhhrrrrrkkh...!"
Tika menyeringai dengan mengeluarkan suara mengerang, 
menyeramkan. Semua orang menjadi
merinding dan mundur menjauhi tempat mereka. Tika
tampak panik melihat orang banyak sudah berkumpul di
situ. Nalurinya menangkap adanya bahaya, sehingga ia
mulai menyeringai dan siap-siap menghadapi bahaya
tersebut. "Tenang, Tika... tenang. .," bujuk Kumala yang
melangkah menghampirinya tanpa rasa takut sedikit pun.
"Siapa yang mengundangku datang kemari, hahrr..."!"
"Kami cuma ingin kau pergi dari raga Tika."
"Aku Tika!"
"Bukan. Kau bukan Tika! Kau pecundangnya Opa!"
"Haaaggrrrhh...!!"Tiba-tiba Tika melompat seperti
harimau ingin menerkam mangsanya. Kumala Dewi
sudah siap, tapi ternyata ada yang lebih siap lagi.
Seberkas sinar merah berbentuk seperti mata pisau
melesat dari atas. Claaap...! Langsung mengenai ketiak
Tika, Deess...!
"Aaaaahhhkkk ..!!"
Tika memekik lengking dan panjang. Ia jatuh
tersungkur. Menyedihkan sekali. Ia mengalami kejang
sesaat, seperti halnya Sisca, kemudian terkulai lemah
tanpa daya lagi. Ia pingsan. Asap tipis mengepul dari
punggung Tika. Lenyap dalam sekejap.
"Tepat sekali tindakanmu," ujar Kumala pelan, sangat
pelan. Tapi matanya melirik keatas Balkon. Pasti katakata 
itu ditujukan untuk Audy. Karena, sinar merah tadi
datang dari tangan Audy .
Wanita berdada montok itu lenyap dari balkon. Sedetik
kemudian sudah berada di belakang Kumala tanpa
disadari oleh orang-orang yang sibuk dan heboh sendiri
terhadap apa yang dilihatnya tadi. Kumala tidak terkejut
karena ia sudah menduga Audy akan menyusulnya turun
dan menghampirinya.
"Kenapa anak itu memiliki Ajidewa " Bukankah itu
milik pamanmu Dewa Chonggunata?" bisik Audy.
Kemudian ia mengikuti langkah Kumala. Mereka berada
di tempat yang sepi. Tidak teiganggu oleh suasana
heboh di seberang sana. Tempat sepi itu adalah
pinggiran lapangan tenis yang bercahaya remangremang. 
"Kau mengenali energi yang ada pada diri anak itu,
rupanya?" "Dari caranya menyimpan energi di ketiak, aku sangat
mengenali kesaktian itu sebagai kesaktian Ajidewa, milik
pamanmu. Aku pernah berhadapan dengan beliau, tapi
kalah. Aku bukan tandingannya."
"Pantas kau mengenalinya."
"Sebenarnya apa sih yang teijadi di Jakarta ini?"
"Apakah selama kamu di Cirebon kamu nggak lihat
ada awan jingga yang mengandung racun tinggi?"
"Ya, aku melihatnya. Tapi bukankah sudah ada yang
melumpuhkan racun itu" Kau pasti yang melumpuhkan.
Iya, kan?"
"Dibantu oleh Argon "
"O, dewa romantis itu" Terus?"
"Awan itu menjadi modal isu datangnya kiamat dalam
waktu dekat ini. Isu itu yang membuat seorang lelaki tua
yang akrab dipanggil Opa merekrut anggota untuk sekte
sesatnya yang bemama Umat Pilihan."
Kumala Dewi menjelaskan duduk perkara sebenarnya
kepada Audy. Agaknya selama beberapa hari ini Audy
sibuk bercinta dengan pria asal Cirebon, sehingga ia tidak
mengikuti perkembangan kabar tentang kehidupan mistis
di ibukota. Oleh karenanya, ia sangat antusias
mendengarkan penjelasan dari Kumala, seperti seorang
murid menyimak ajaran dari gurunya.
"Dilihat dari ciri-ciri kesaktiannya, juga penampilan
yang diceritakan oleh.. siapa tadi" Ringgo?"
"Ya, Ringgo."
"Nah, dilihat dari keterangan itu semua, memang aku
sependapat bahwa dia adalah Dewa Chong, penguasa
binatang buas. Tetapi setahuku Dewa Chonggu nggak
jahat kok. Khususnya untuk manusia dan sesama
penghuni Kahyangan, dia nggak sejahat itu."
"Aku juga berpendapat begitu. Tapi bukti dan
keterangan para saksi mengarah ke situ, A udy."
"Apakah pamanmu merasa dikecewakan oleh pihak
Kahyangan, sehingga ia bikin ulah kayak gitu"
Menyebarkan isu kiamat dan sebagainya" Mungkinkah
demikian?"
"Kemungkinan selalu saja bisa terjadi. Tapi naluriku
mengatakan, tindakan yang dilakukan Opa itu bukan
tindakan kesatriadari Kahyangan. Cenderung naluri iblis
yang berbuat demikian."
"Yaaah, benar juga sih. Tapi..."
"Sekarang aku mau tanya ama kamu, selain paman
Dewa Chonggu, mungkinkah ada pihak Iain yang
memiliki kesaktian seperti itu?"
Audy diam sesaat. Berpikir keras. Tiba-tiba wajahnya
ceria. "Nah, iya... aku ingat, ada pihak lain yang selalu iri
dengan kesaktian pamanmu."
"Siapa?"
"Adik tiri Dewa Chonggu... Dewa Changka. Dalam
sejarahnya, Dewa Changka selalu berselisih dengan
Dewa Chonggu sejak kecil. Ia merasa iri dan selalu ingin
lebih unggul dari Dewa Chonggu. Akibatnya, menjelang
dewasa Dewa Changka diusir dari Kahyangan karena
melakukan kesalahan besar, dan namanya dicoret dari
daftar para dewa penghuni Kahyangan. Changka
akhirnya bergabung dengan Dewa Kegelapan, si
Lokapura. Dia menjadi penasihat. Salah satu dari sekian
banyak penasihat istananya Lokapura adalah Changka.
Aku juga pernah berselisih dengannya sewaktu aku
menjadi pelindung para selirnya Lokapura. Ilmunya
tinggi, aku sempat dibuatnya babak belur kala itu. Tapi
aku belum kalah. Cuma, segera dilerai oleh Lokapura
sendiri." "Hmmm... kurasa dialah yang mengaku-aku 
sebagai Dewa Chonggu."
Kumala Dewi manggut-manggut sambil menggumam.
"Pasti dia datang ke bumi membawa misi dari
Lokapura tuh."
"Ya, kurasa begitu. Dia akan mengacaukan kehidupan
manusia, merekurt manusia agar mau jadi pengikut
Lokapura, membunuh yang menolak menjadi pengikutnya 
dan... ya, ya... aku ingat pesan Argon,
bahwa Lokapura mengirim utusan ke bumi, tapi tidak
diketahui dengan jelas, siapa yang diutus. Kurasa Dewa
Changka itulah utusan Lokapura."
"Utusan di awal kedatangan kiamat, maksudnya.
Sebab, mereka mengistilahkan akibat terjadinya Perang
Maha gaib nanti adalah kiamat total bagi umat manusia
dibumi" "Kalau begitu, aku harus..."
Kata-kata Kumala terhenti akibat suara menderu dari
kejauhan. Suara itu seperti deru suara hujan dari arah
timur. Tapi makin lama makin jelas dan menyerupai
suara banjir besar. Bergemuruh. Bahkan bumi mulai
bergetar, seakan ada gempa yang melanda alam
sekitamya. Angin pun berhembus makin lama semakin
kuat. Bulu lftjduk setiap orang jadi merinding. Mereka
yang berkumpul di pintu gerbang Apartemen mulai
bergegas masuk ke lobby. Mereka dicekam perasaan
takut. Tika yang sudah siuman dibimbing Sersan Burhan
ke lobby juga. "Lala...!" seru Rayo mencemaskan kekasihnya. 
Ia melambaikan tangan menyuruh Kumala masuk ke lobby.
Tapi Kumala dan Audy tetap tenang di tempat. Mereka
memandang ke sana-sini, terutama ke atas.
Menyadari hal itu Rayo segera masuk ke lobby.
Agaknya-Kumala dan Audy sedang mencari sumber
datangnya suara gemuruh menyeramkan itu. Sersan
Burhan dan yang lainnya juga tidak berani menyuruh
Kumala masuk ke lobby, karena pada umumnya mereka
tahu kedua wanita cantik itu saiing memiliki kesaktian
untuk menghadapi bahaya apapun.
Pagar lapangan tenis bergetar, seperti ada yang
mengguncang-guncangnya
dengan kuat. Suaranya gaduh sekali. "Ada yang mau 
datang kayaknya," gumam Kumala.
"Aku merasakan hawa panas dari timur " bisik Audy.
"Mungkin...," Kumala berhenli bicara, karena tiba-tiba
ia melihat seberkas sinar merah kebiru-bir lan. Sinar itu
meluncur jatuh di tengah lapangan tenis Buuummm...!
Seluruh tempat terguncang. Seperti ada benda besar
jatuh di tengah lapangan tenis. Satpam yang bertugas
malam itu, yang bukan menjadi korban tadi, segera
menyalakan Iampu di lapangan tenis, karena dia ingin
tahu benda apa yang jatuh di sana hingga menggetarkan
seluruh bangunan.
"Lihat, orangmu itu...!" sentak Audy.
Kumala juga terkejut melihat Buron terkapar dalam
keadaan sekujur tubuhnya nyaris hancur. Yang lebih
mengerikan lagi, Buron bukan berswujud manusia, tapi
menggunakan wujud aslinya, yaitu Jin Layon. Ukuran
badannya sangat besar, tinggi 7 meter dan sangat
mengerikan. Namun tubuh besar itu sekarang terkapar
nyaris tanpa gerakan sama sekali. Ia tak ubahnya seperti
seonggok sampah yang menjijikkan, karena lukanya
teramat banyak.
Tak jauh dari Jin Layon tampak seraut wajah dingin
beijenggot panjang dan berkumis panjang juga,
mengenakanjubah merah. Ia berdiri di udara lepas tanpa
alas berpijak. "Changka...!!"
seru Audy dengan geram kemurkaannya. Ia menembus 
pagar lapangan tenis yang
tcrbuat dari anyaman besi itu. Kumala Dewi pun
menembus pagar tersebut seperti asap. Tak mengakibatkan 
getaran Blaaasss... ! "Biar aku yang menghapinya!" kata Audy. 
"Aku masih punya dendam pribadi padanya."
"Hati-hati..."
Changka melayang-layang mengelilingi tubuh Jin
Layon yang tak bergerak dan mengucurkan cairan hijau
kehitam-hitaman.
Baunya busuk. Suara Changka menggema menandakan 
kemurkaannya yang besar.
"Aku tidak punya urusan denganmu, Nyimas
Kembangdara! Urusanku dengan gadis keparat itu!" Ia
menuding Kumala Dewi yang tetap tampak tenang.
Meskipun tenang tapi Kumala diam-diam mempelajari.
keadaan musuhnya, sekaligus memperhatikan keadaan
asisten gaibnya itu.
"Kau berhadapan denganku dulu, Changka! Sebelum
kau berurusan dengan Dewi Ular, kita masih punya
hutang dendam. Selesaikan dulu!"
"Urusanmu itu gampang! Menghancurkan congormu
semudah membalikkan telapak tanganku! Tapi aku harus
menuntut tanggung jawab dari anak Permana itu! Semua
pengikutku dihancurkan olehnya, dan dua pengikut
remajaku dihancurkan oleh begundal jin busuk ini!"
"Maaf, Paman... apakah Paman yang bernama Dewa
Chonggunata" " Kumala menyapa dengan lemah lembut
dan sangat tenang.
"Benar! Aku adalah pamanmu, Dewi Ular!"
"Paman tiri!" sahut Audy.."Paman Sesat yang tak patut
ditiru tingkah lakunya!"
"Tutup mulutmu!"
Seeet...! Changka seperti melemparkan sesuatu, dan
tiba-tiba Audy kehilangan mulutnya, seperti yang pemah
dialami Buron. ia kebingungan tak dapat bicara. Ia
kerahkan kesaktiannya untuk mengembalikan mulutnya,
namun agaknya ia tidak berhasil Hal itu membuatnya
menjadi sangat marah, lalu mpnyerang Changka dengan
puktulan bersinar petir. claaap !
Bluuuuuubbb...!
Satu kali kibasan lengan jubahnya yang panjang,
Changka berhasil meredam pukulan petirnya Audy. Tak
ada ledakan selain letupan berasap abu-abu. Audy
semakin berang. la terbang seperti kupu-kupu dengan
kedua tangan direntangkan Dari kedua lengannya keluar
cahaya berbentuk menyerupai sayap kupu-kupu. 
Wuuurrrrtt...! Ia menerjang Changka yang sedang
melayang-layang di udara. Namun, sebelum mencapai
jarak dua meter Changka sudah mengibaskan jubahnya
dengan gerakan memutar. Wuuunng...! Dan angin
sangat besar, padat, menerjang tubuh Audy Buu'uuhhk...! 
Gubraaasss...! Audy terlempar, jatuh
terbanting ke belakang. Ia tak dapat berteriak karena tak
memiliki mulut.
Akibat dari sapuan angin jubah, Audy mengeluarkan
darah dari lubang hidung dan telinganya. Seandainya ia
punya mulut, maka ia akan memuntahkan darah segar
dari mulutnya. Sebab, dada Audy merasa seperti dijebol
dengan kekuatan sangat besar. Ia memvgangi dadanya
dengan mata terpejam menahan sakit. Kumala Dewi
segera hienyentilkan jarinya. Teesss.. ! Cahaya hijau
bening, kecil, melesat dari senti lan jarinya, mengenai
dada Audy. Dalam bebferapa kejap saja rasa sakit Audy
hilang. Bahkan kini mulutnya mulai tampak kembali.
Cahaya hijau kecil itu telah memudarkan kekuatan
sihimya Changka.
"Gadis keparat!" geram Changka. "Jangan pamer
kesaktian di depanku kau, hah"! Terimalah ini...!"
Wuuuussst...! Cahaya bola api dilemparkan dari tangan Changka.
Kumala Dewi baru berpaling menatapnya, tahu-tahu
sudah diserang cahaya bola api. Ia tak sempat
menghindar, sehingga harus menahannya dengan sinar
hijau yang membentang di depan tubuhnya. Sinar itu
muncul dari kibasan tangan kirinya. Sinar itu yang
menjadi perisai dan dihantam oleh cahaya bola api.
Bleeegaaaarrr...!
Dentuman hebat terjadi. Pagar lapangan tenis yang
tinggi bergetar hebat. Ternyata tubuh Kumala pun
terpental jauh hingga membentur pagar kawat tersebut.
Braaazzkk...!! "Kau hancurkan pekerjaanku, maka kuhancurkan
hidupmu, Dewi keparat! Hhlirrrggghh... !"
Changka menyerang kembali dengan kilatan cahaya
biru dari tiap ujung jarinya. Kumala Dewi menghadang
dengan cahaya hijau dari kedua matanya. Terjadi
dentuman dahsyat lagi akibat benturan kedua cahaya
sakti itu, dan membuat Kumala terlempar ke atas, lalu
jatuh terbanting dengan sangat menyedihkan.
Brrrukk...! "Uuhk...!" Kumala mengerang kesakitan. Ia jatuh tak
jauh dari Audy. Lalu. Audy segerar mendekat dengan
satu kali merangkak.
"Hantam tepat di pusarnya!"
Wuuusss...! Angin besar datang dari pukulan Changka
berikutnya. Angin besar itu membuat Kumala dan Audy
terdorong keras dan berguling-guling hingga membentur
sisi pagar lapangan yang lain. Changka terus menghujani
Kumala dengan pukulan mautnya. Tapi sejauh ini Kumala
masih bisa menahan diri, walau tak diberi kesempatan
untuk membalas.
Dari luar lapangan tenis terdengar suara Rayo berseru.
"Bangkit, Lala...! Lumpuhkan dia...!"
Suara itu terdengar jelas di telinga Kumala dan
membuat semangat Kumala terbakar. Dalam sekejap
saja ia melambung ke atas dan bersalto di udara. Ketika
turun tangannya sudah mengeluarkan cahaya hijau
seperti laser yang langsung menghantam perut Changka.
Claaap...! Deeessss ..!
Bluummmmm....!!
"Aaahhk...!!" Changka mendelik, terdorong mundur
hingga membentur pagar lapangan tenis. Mulutnya yang
ternganga mengeluarkan busa. Belum sempat kaki
Changka menapak ke tanah, Kumala segera melepaskan
pukulan serupa dan sasarannya pada bagian perut lagi.
Tepat mengenai pusar Changka Claaap, bluuummm ..!
"Aaaakkhhhrrr...!" Changka kelojotan, seperti tersiram
air panas. Matanya terbeliak-beliak dan mulutnya
menyemburkan busa biru. Ia jatuh terkapar di lantai
lapangan tenis. Kumala Dewi menarik napas, menutup
rasa sakitnya dengan hawa murni.
"Eaaaahhkk...!"
Audy rrienjerit, ternyata ia menghantam Changka dengan 
pukulan bersinar merah
seperti cakram. Blaaanr.. !
Changka mengerang dengan suara menggema.
Tubuhnya melambung ke atas akibat pukulan itu. Namun
di pertengahan jaraknya yang mau turun ke bawah, tiba-tiba 
ia merapatkan kedua tangan, lalu lenyap bagaikan
ditelan udara malam. Yang tersisa hanya gema suaranya,
besar dan menyebar ke mana-mana .
"Akan kubalas kau, Dewi Ular ,.! Akan kuhancurkan
kau Kembangdara...! Tunggu kedatanganku yang kedua
bersama kiamat besar nanti!"
Gema suara itu lenyap ditelan malam. Di kejauhan
terdengar suara ayam berkokok. Ternyata mereka sudah
berada di ambang fajar. Kumala Dewi segera
menyentuhkan tangannya di dahi Jin Layon. Seketika itu
juga sekujur tubuh Jin Layon bercahaya hijau fosfor, tapi
lama-lama menciut, dan akhirnya berubah menjadi wujud
Buron. Seluruh lukanya hilang. Kesehatan Buron pun
pulih. "Aku berhasil melumpuhkan kedua anak itu, tapi tiba-tiba 
aku dihajar oleh bangsat itu tadi tanpa diberi
kesempatan untuk membalasnya," Buron mengadu
kepada Kumala seperti anak kecil. Audy mencibir,
menertawakannya.
"Sudah, sekarang sudah saatnya kita pulang," kata
Kumala. "Coba ingat-ingat ... berapa jumlah mereka yang
kau lumpuhkan " Aku sudah melumpuhkan 21 orang,
bersama si Tika barusan. Kau berapa?"
"Aku... tujuh belas orang yang berhasil kulumpuhkan,
termasuk dua anak muda itu tadi, di daerah timur sana."
"Berarti sudah genap 38 orang pengikut Opa yang
telah kita selamatkan dari bencana kiamat muda. Artinya
belum waktunya kiamat mereka sudah termakan isu akan
datangnya kiamat. Kasihan sekali."
"Syukurlah kalau sudah terselamatkan semuanya,"
kata Rayo yang kini berada di samping Kumala, ia
tampak lega dan senang melihat keberhasilan kekasihnya
menangkal bencana kiamat muda itu.
"Kau pasti keberatan kalau kiamat datang beneran,"
sambil Kumala tersenyum memandangi kekasihnya.
"Aku hanya menyayangkan cinta kita yang baru
bertunas akan hancur. Bagiku itulah kiamat yang
kutakuti, Lala."
Kemudian, Kumala membiarkan dirinya dipeluk oleh
Rayo Pasca. Fajar menyingsing, membawa cahaya
kehangatan bagi terpautnya dua hati yang terbungkus
cinta dan kasih sayang.
Pada saat itu, setiap orang ikut merasakan hangatnya
cinta dan saling ingin hidup dalam selimut kemesraan .
SELESAI