Trio Detektif - Misteri Tambang Jebakan Maut(2)



 Bab 10 EMASKAH YANG MENGKILAT ITU?

­PAMAN Harry memarkir mobilnya di samping kantor perusahaan titipan kilat di Lordsburg.


"Aku- memesan tiga kotak bibit pohon dari San Jose," katanya. "Setelah itu kuambil, aku masih harus ke perusahaan bahan bangunan untuk membeli beberapa barang yang kuperlukan. Pukul satu nanti kita berkumpul di sini, lalu makan siang sebelum pulang."

"Aku ikut dengan mereka," kata Allie.

"Baiklah, asal jangan macam-macam nanti," kata pamannya memperingatkan. "Tapi sebetulnya tidak ada alasan bagiku untuk merasa waswas. Di sini kan tidak ada tambang, yang bisa kaumasuki."

Setelah itu Paman Harry meninggalkan mereka, masuk ke kantor perusahaan titipan kilat.

"Sekarang apa dulu yang kita kerjakan?" tanya Allie bersemangat.

"Kita memeriksakan batu itu, yuk," ajak Pete. "Pasti takkan makan waktu lama. Apakah nanti sewaktu menunjukkan batumu itu pada ahli permata, kita katakan di mana kita menemukannya, Jupe?"

­"Rasanya lebih baik jangan," kata Jupe. "Kita tidak ingin lebih banyak lagi orang-orang iseng berkeliaran di sana, dan jika alur mengkilat di batu itu ternyata memang emas, ada kemungkinan itu akan menyebabkan mereka membanjir datang ke Twin Lakes. Tapi serahkan saja urusan itu padaku, nanti pasti akan kutemukan apa yang harus kukatakan."

Dua blok dari kantor perusahaan titipan kilat, keempat remaja itu menemukan sebuah toko kecil yang memajang sejumlah jam dan anting-anting di etalasenya. Pada sebuah papan tertulis bahwa pemilik toko itu, J.B. Atkinson, membeli barang-barang antik dari emas dan perak.

"Ini dia, yang kita cari." Jupiter membuka pintu toko, lalu anak-anak masuk ke dalam.

Seorang pria bertubuh montok duduk di sebuah kursi tinggi, di balik sekat dari kaca. Air mukanya segar kemerah-merahan, seperti bayi. Orang itu sedang memperbaiki sebuah arloji. Matanya yang sebelah tersembunyi di balik lensa tukang jam. Di meja pajangan, anak-anak melihat beberapa benda perak yang sudah usang tapi indah, serta sejumlah peniti dan cincin emas yang antik dan bagus-bagus.

"Mr. Atkinson?" sap a Jupiter.

Pria yang duduk di balik sekat kaca itu menaruh sebuah obeng yang sangat kecil ke meja kerjanya, melepaskan lensa yang terselip ke rongga mata yang sebelah, lalu tersenyum.

Jupe mengulurkan batu temuannya.

"Saat ini kami sedang berlibur di rumah teman, dekat Silver City," katanya pada pria itu. "Kemarin kami pergi berjalan-jalan ke perbukitan, dan di sana kami berjumpa dengan seorang pria tua. Katanya, ia pencari logam mulia,"

Pria yang bernama Atkinson itu mengangguk. "Memang, sekarang pun masih ada beberapa orang di daerah sini," katdnya

"Orang itu mengatakan, ia perlu uang," sambung Jupiter. "Katanya, ini udah lama sekali disimpannya, tapi pada kami ia menjual menjualnya."

Sambil berkata begitu, Jupe menyodorkan batunya pada Atkinson.

Atkinson memandang batu itu dengan mata terpicing, lalu menggosok-gosoknya dengan jari. Sementara itu ia tetap tersenyum.

"Berapa kalian bayar untuk ini?" katanya dengan nada bertanya.

"Lima dolar," jawab Jupe.

"Aslikah itu?" tanya Allie.

"Kalau batunya memang asli," kata Atkinson. "Apakah yang mengkilat ini emas atau bukan, kita lihat sajalah dulu." Pria itu membuka sebuah laci, lalu mengeluarkan kikir kecil serta sebuah botol yang juga kecil, berisi semacam cairan. Dengan kikir dibuatnya takikan pada alur yang mengkilat di batu, lalu diteteskannya sedikit cairan dari dalam botol ke dalam takikan itu. "Cairan ini asam nitrat," katanya menjelaskan. "Hampir semua logam bereaksi dengannya, kecuali emas."

­Sesaat kemudian ia mengangguk. "Ya, nampaknya ini memang emas."

"Seringkah ada emas murni di tanah?" tanya Jupe.

"Biasanya ditemukan bercampur dengan logam-logam lain," kata ahli permata itu. "Ini kelihatannya tinggi mutunya. Di mana orang itu menemukannya?"

"Itu tidak diceritakannya," jawab Jupe.

"Rasanya itu juga tidak penting," Atkinson mengembalikan batu yang sudah diteliti pada Jupe. "Mungkin di salah satu tambang yang sudah tidak menghasilkan lagi, di daerah California. Masih cukup banyak yang bisa ditemukan para pencari emas untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, dengan jalan mendulang di sungai-sungai dekat tambang-tambang tua."

Jupe mengantungi batu itu.

"Kata Anda tadi, kandungan emas di tanah biasanya bercampur dengan logam-logam lain. Bagaimana, adakah perak dalam emas di batu ini?" tanyanya.

"Tidak. Warnanya kemerah-merahan, dan itu berarti mungkin ada sedikit tembaga di dalamnya. Perak menyebabkan emas berwarna kehijauan."

Ia mengambil sebuah peniti yang kelihatannya sudah sangat tua dari lemari pajangan. Peniti itu berbentuk daun, dan terbuat dari emas yang berwarna agak kehijau-hijauan. "Inilah yang disebut emas hijau. Kandungan perak di dalamnya dua puluh lima persen. Itu berarti, ini emas delapan belas karat. Cincin-cincin kecil di dalam lemari itu lebih murni lagi. Itu cincin-cincin bayi, yang dulu biasa dihadiahkan pada anak-anak sewaktu dibaptis. Emasnya lebih dari dua puluh karat. Itulah sebabnya kenapa beberapa di antaranya nampak sudah sangat aus. Karena emasnya lunak! Kadang-kadang ada juga orang yang masih membeli, karena iseng ingin memiliki barang langka. Dan batumu itu serupa dengan cincin-cincin ini. Cendera mata, kenang-kenangan masa silam, sewaktu orang membanjir datang ke daerah Barat karena ingin menjadi kaya-raya karena emas."

"Lalu berapa nilainya? Lima dolar?" tanya Pete.

"Begitulah, kurang lebih," jawab Atkinson. "Dewasa ini, sesuatu yang dibuat dari plastik mungkin lebih mahal harganya. Tapi simpan saja batu itu baik-baik. Jika kapan-kapan ingin dijadikan peniti untuk dasi atau perhiasan lainnya, datanglah kemari lagi."

Anak-anak mengucapkan terima kasih, lalu meninggalkan tempat itu.

"Emas asli" kata Pete bergairah, setelah berada di luar. "Ternyata ada emas dalam tambang itu."

"Emas, dan juga tembaga," kata Jupe dengan sikap merenung. "Tapi emas di batu ini tidak, mengandung perak. Aneh, jika diingat bahwa Tambang Jebakan Maut dulu merupakan tambang perak. Aku tahu bahwa emas dan perak sering ditemukan dalam tambang yang sama - tapi emas, perak, dan tembaga!"

"Menarik, kan?" kata Allie. "Thurgood yang menyebalkan itu menemukan jalur kandungan logam yang selama ini tidak diketahui adanya oleh orang lain. Ayahnya dulu bekerja di tambang itu. Mungkin dia yang menemukan jalur itu, lalu menceritakannya pada Thurgood. Kemudian Thurgood mengarang-ngarang cerita tentang kerinduannya pada kota asalnya, dan kemudian membeli Tambang Jebakan Maut. Sekarang ia melakukan penggalian di situ."

Jupiter mengerutkan keningnya. "Jika itu benar - jika ayahnya memang pernah bercerita tentang adanya jalur emas yang tidak diketahui orang lain - kenapa Thurgpod tidak datang dari dulu-dulu? Umurnya sekarang paling sedikit empat puluh tahun. Mestinya kan selama dua puluh tahun belakangan ini ia bisa melakukan penelitian secara diam-diam untuk mengecek kebenaran cerita itu, dan kemudian membeli tambang dengan harga murah. Bisa., saja ketika masih muda ia belum berminat. Tapi mestinya minat itu timbul beberapa tahun yang lalu, sewaktu harga emas menanjak. Kenapa bukan waktu itu Thurgood muncul di sini?"

"Dari mana kita bisa tahu bahwa ia tidak muncul?" kata Allie berkeras. "Dari mana kita bisa tahu bahwa ia tidak ada di sini lima tahun yang lalu, ketika Gilbert Morgan jatuh ke dalam lubang itu? Mungkin saja mereka berdua mulanya patner yang kemudian bertengkar, lalu Thurgood mendorong Morgan sehingga terjerumus ke dalam lubang. "

"Wah, terlalu jauh dugaanmu itu, Allie!" kata Bob. "Untuk apa seorang pengusaha real estate yang kaya-raya sampai mau berbuat begitu? Sama sekah tidak ada alasan bagi dia, Katakanlah di dalam tambang tua itu memang ada emas dan itu diketahui oleh Thurgood ia kan sama sekali tidak memerlukan patner. Tidak seorang pun bertanya-tanya ketika ia tahu-tahu membeli tambang itu. Ya, kan? Tapi ngomong-ngomong tentang Morgan... apakah tidak sebaiknya kita mulai saja dengan pelacakan jejaknya? Kubacakan saja apa yang kita ketahui tentang dirinya."

Bob mengambil buku catatannya, lalu mulai membaca.

"Gilbert Morgan, buronan karena tidak menaati. peraturan pembebasan bersyarat. Nama-nama lain yang juga dipakai olehnya: George Milling, Glenn Mercer, dan George Martins. Setelah dibebaskan dari penjara San Quentin, diam-diam dia pergi dari San Francisco lima tahun yang lalu, mungkin akhir bulan Januari, atau awal Februari. Tiba di Twin Lakes mungkin pada bulan Mei tahun itu juga, dengan sebuah mobil yang dicuri di Lordsburg."

"Ringkasanmu itu bagus, Bob," kata Jupiter.

"Nama apa pun yang dipakainya, huruf-huruf awalnya selalu G.M," kata Bob melanjutkan. "Yah, .cuma itulah yang bisa kita jadikan pegangan. Jika dulu ia pernah selama beberapa waktu berada di Lordsburg, ada kemungkinan ia meninggalkan suatu jejak tentang dirinya. Bagaimana jika kita mencoba di perpustakaan umum? Di situ pasti ada buku telepon, penunjuk alamat, serta koran-koran setempat edisi lama."

Allie menunjukkan jalan ke perpustakaan. Pada seorang petugas di situ Jupe mengatakan bahwa ia sedang berlibur di daerah situ, dan ingin menemukan seorang paman yang sudah lama tidak ada kabar beritanya.

"Lima tahun yang lewat ia mengirim kartupos pada ibu saya, dari Lordsburg," kata Jupe. "Beberapa kali kami berkirim surat padanya setelah itu, tapi semuanya dikembalikan karena kami tidak memiliki alamatnya yang pasti. Saya berjanji pada Ibu, untuk mencarinya."

Petugas perpustakaan yang terkesan melihat sikap Jupe yang begitu bersungguh-sungguh, kemudian mengambilkan buku-buku telepon dan petunjuk alamat yang diterbitkan selama lima tahun belakangan. Setelah itu anak-anak mengambil tempat duduk di sebuah meja panjang, lalu mulai mencari dalam buku-buku petunjuk itu.

"Cari nama yang huruf-huruf depannya G.M," kata Jupe. "Nama yang hanya muncul dalam satu buku telepon atau petunjuk alamat saja - keluaran lima tahun yang lalu."

Mereka tidak perlu lama-lama mencari. Dalam sepuluh menit mereka sudah mengecek nama enam belas orang dengan huruf-huruf depan G.M., dibandingkan dengan buku-buku petunjuk terbitan tahun berikutnya. Ternyata semuanya saat itu masih tinggal di Lordsburg, kecuali seorang. Orang itu bernama Gilbert Maynard.

Dalam beberapa buku petunjuk alamat selanjutnya tidak tertera namanya. Tapi dalam edisi terbaru, ada lagi.

"Rupanya ia pindah selama beberapa waktu" kemudian datang lagi," kata Jupe. "Ia kembali ke alamatnya yang lama."

"Kalau begitu tidak mungkin dia buronan yang kita cari," kata Pete. "Baiklah. Jadi kemungkinannya, Morgan memang pernah mampir di sini tanpa melakukan hal-hal yang biasa dilakukan orang lain, seperti memasang telepon atau bekerja, atau melapor pada dinas kependudukan."

"Ia cuma beberapa bulan saja di sini, dan itu pun kalau ia memang tinggal di sini," kata Bob.

"Bagaimana, berhasil?" tanya petugas perpustakaan.

"Tidak," jawab Jupe. "Kelihatannya paman saya itu dulu tidak menetap di sini. " Ia memasang tampang, seolah-olah merasa malu. "Paman Geoffrey itu punya kebiasaan yang... yah, hm... yah, menarik perhatian, begitulah! Mungkin koran-koran terbitan tahun itu...."

"O, orang seperti itu rupanya pamanmu itu, ya?" Petugas perpustakaan itu menggeleng-geleng. Tapi ia mau juga menunjukkan ruangan tempat penyimpanan surat kabar. Setelah itu ditinggalkannya mereka sendiri, untuk mencari-cari di antara sekian banyak surat kabar terbitan Lordsburg yang dijilid rapi. Tapi anak-anak tidak menemukan apa-apa. Tidak ada satu berita pun yang mungkin ada pertaliannya dengan buronan yang sudah mati itu - sampai mereka menemukan surat kabar terbitan 10 Mei, lima tahun yang lalu.

"Tambang Jebakan Maut Akan Ditutup," demikianlah bunyi kepala berita yang dibacakan Bob. "Jadi hal itu ternyata diberitakan koran kota ini, Mungkinkah ini ada sangkut-pautnya dengan kematian orang kita itu?"

"Mungkin saja," kata Jupe sambil mengangkat bahu. "Bisa saja ia membaca berita surat kabar yang kaupegang itu, lalu karena salah satu alasan tertentu kemudian memutuskan untuk datang ke Twin Lakes dan memeriksa tambang itu. Kapan kejadiannya, mobil yang dicuri dari tempat parkir di pasar waktu itu?"

Bob meneliti catatannya. ,

"Bulan Mei, tanggal sebelas," katanya. "Itu satu hari setelah berita penutupan tambang dimuat dalam harian Lordsburg ini, dan tiga hari sebelum tambang ditutup. Mungkin saja memang ada hubungannya. "

"Tapi hubungan yang mana?" kata Allie. "Penjahat itu membaca berita tentang tambang yang akan ditutup, lalu ia begitu ingin cepat-cepat ke sana sehingga mencuri mobil dan pergi dengannya ke Twin Lakes, di sana ia lari masuk ke tambang, jatuh ke dalam lubang sehingga lehernya patah dan sejak itu tidak ada kabar beritanya lagi selama lima tahun! Apa arti semuanya itu? Sekarang begini: bagaimana jika ia dan Thurgood sudah merencanakan akan bertemu..."

"Allie!" hardik Pete. "Tidak bisakah kau semenit saja melupakan Thurgood?"

"Kita sekarang masih belum jauh dari posisi semula," kata Bob. "Kita tahu bahwa Gilbert Morgan mungkin pernah berada di Lordsburg, dan mungkin mencuri mobil yang kemudian dipakainya untuk pergi ke Twin Lakes, tapi semuanya itu tidak bisa kita buktikan. Ini perlu kita periksa, walau kemungkinan untuk berhasil sangat kecil."

"Waktu kita pagi ini tidak terbuang dengan percuma saja," kata Jupe. "Kini ada satu hal yang sudah kita ketahui dengan pasti." Ia mengeluarkan batunya dari dalam kantung, "Kita sekarang ini tahu bahwa dalam Tambang Jebakan Maut tempat mayat Morgan ditemukan ada emas, setidak-tidaknya sebanyak yang terkandung dalam batu kecil ini. Aku yakin, ini pasti ada artinya - walau apa tepatnya, aku belum tahu!"

Bab 11 PENCURI YANG LAPAR

­HARI sudah menjelang sore, ketika mereka tiba kembali di perkebunan pohon pinus. Anak-anak membantu Paman Harry menurunkan barang-barang dari mobil, menaruh kotak-kotak bibit pohon di luar dekat gudang lalu menyiraminya dengan mempergunakan selang. Ketika Paman Harry kemudian masuk ke rumah, Jupe memandang ke arah tempat tinggal Mrs. Macomber di seberang jalan.

"Kelihatannya tetangga kalian di depan itu paling banyak tahu tentang Tambang Jebakan Maut jika dibandingkan dengan kebanyakan penduduk di sini, ya?" kata Jupe. '

"Mrs. Macomber, maksudmu? Ya, memang," kata Allie.

"Yuk, kita ke sana sebentar," ajak Jupe.

Teman-temannya langsung mau. Mereka pergi ke seberang jalan, lalu mengetuk pintu rumah Mrs. Macomber. Wanita yang hidup menjanda itu berseru dari dalam, menyuruh mereka masuk. Allie membuka pintu, dan anak-anak langsung masuk ke dapur yang kecil dan ditata rapi.

"Sibuk?" tanya Allie pada M­s. Macomber.

­Wanita itu tersenyum, menyebabkan kerutan di sudut matanya semakin nampak jelas.

"Sekarang ini tidak banyak lagi yang bisa membuat aku sibuk," katanya. "Tapi aku akan senang sekali jika satu dari kalian bertiga yang laki-laki mau pergi ke trukku sebentar, mengambilkan kotak kardus yang add di bak belakang. Aku harus segera menyimpan belanjaanku, karena kalau tidak, bahan makanan yang beku akan jadi lumer nanti."

"Aku sajalah," kata Pete. Mobil pick-up kecil milik Mrs. Macomber diparkir di jalan masuk beralas tanah yang terdapat di samping rumah. Di bak belakang kendaraan itu ada sebuah kotak kardus besar, penuh berisi kantung-kantung kertas berwarna coklat. Pete membawa kotak besar itu ke dapur, lalu menaruhnya di salah satu meja, ­

"Terima kasih," kata Mrs. Macomber. "Sekarang aku sudah tidak mampu lagi melakukan segala hal yang dulu biasa kukerjakan." Ia mengeluarkan sayur-mayur, roti, serta bungkusan-bungkusan berisi makanan yang dibekukan, dan menumpukkan semuanya di atas meja.

Tiba-tiba terdengar dentuman samar. Mrs. Macomber menghampiri sebuah jendela.

"Wesley Thurgood mulai iseng lagi di tambangnya," katanya. "Bunyi itu sedikit-banyak sudah kutunggu-tunggu. Aku melihatnya datang dengan mobilnya setengah jam yang lalu, bersama salah seorang tamunya yang berpotongan orang kota."

­"Kelihatannya ia benar-benar mengolah tambangnya," kata Jupiter.

"Kedengarannya memang begitu," kata Mrs. Macomber sependapat. "Bahwa ia menyulut bahan peledak di dalam tambang, itu sudah pasti. Aku dilahirkan di sini, dan bunyi tadi itu kukenal baik. Aku dulu tinggal di rumah ini, ketika mendiang suamiku menjadi pengawas tambang di sini. Dinamit yang diledakkan dalam liang tambang khas sekali bunyinya, tidak mungkin kita bisa salah dengar. Tapi Thurgood tidak terus-menerus mengoperasikan tambangnya itu. Ia hanya melakukan peledakan apabila ada yang datang bersama dia. Kurasa ia mau pamer pada kawan-kawannya yang kaya dari Los Angeles."

:Hobi aneh," kata Bob.

"Masih ada hobi yang lebih aneh-aneh lagi," Mrs. Macomber tersenyum. "Aku pernah mendengar tentang seseorang yang membeli sebuah lokomotif tua yang sudah tidak dipakai lagi. Orang itu memasang jalur rel sepanjang tiga ratus meter di kebun belakang rumahnya, lalu dijalankannya lokomotifnya di situ, bolak-balik, bolak-balik. Setiap kali bermain kereta-keretaan, ia memakai seragam kondektur. Asyik sekali. bermainnya! Begitulah kalau orang kelebihan uang. Mungkin Wesley Thurgood punya gambaran samar tentang masa sewaktu ayahnya masih bekerja di tambang dan ia rindu pada masa itu. Hobi yang tidak berbahaya."

­"Kalau mendengar cerita Anda ini, Thurgood itu seakan-akan orang baik," kata Allie.

"Jangan suka memperumit keadaan," kata Mrs. Macomber menasihati. "Alasan sebenarnya kenapa kau mencari-cari kesalahan Thurgood, ialah karena kau pernah didampratnya. Aku bisa mengerti perasaanmu. Orangnya memang tidak bisa dibilang ramah, dan aku lega melihat ia sudah memasang, pagar di sekeliling tempatnya. Aku tidak suka anjingnya itu berkeliaran ke mana-mana . Tapi aku tidak berhak memaksanya bersikap ramah, dan anjing seperti apa yang boleh dipelihara olehnya."

Dari arah tambang terdengar lagi bunyi dentuman.

"Mrs. Macomber," kata Jupiter, "adakah kemungkinan Thurgood mengoperasikan tambangnya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan?"

Wanita yang sudah berumur itu menggeleng.

"Tambang Jebakan Maut sudah kering. Benar-benar kering. Kandungan perak di dalamnya sudah habis, empat puluh tahun yang lalu. Tentang itu, aku tahu pasti, Kami - maksudku aku dan mendiang suamiku -mengalami masa-masa yang sulit, setelah tambang ditutup, sehingga akhirnya kami terpaksa pergi dari sini. Kausangka kami mau pindah, jika masih ada kemungkinan untuk tetap tinggal di sini? Kemudian, setelah Henry meninggal dunia - karena serangan jantung, dua puluh dua tahun yang lalu - dari uang asuransi pertanggungan jiwa yang kuterima, aku membuka toko di Phoenix. Aku berjualan perhiasan dan sepatu mokasin buatan orang Indian dengan harapan bisa menarik minat wisatawan. Tapi akhirnya aku bangkrut. Aku memang tidak berbakat jadi pedagang. Aku terpaksa menjual segala-galanya, kemudian bekerja di toko yang semula milikku itu. Sepanjang hari sibuk terus, sambil hidup sehemat-hematnya agar bisa menabung sedikit-sedikit."

Wajahnya yang murung ketika menuturkan kata-kata itu, tiba-tiba menjadi lembut. "Aku ingin menjalani hari tuaku di sini," katanya melanjutkan. "Aku ingin kembali ke tempat di mana aku pernah hidup berbahagia, dan aku mengucap syukur sekarang bahwa niatku itu kulaksanakan. Mungkin Thurgood juga punya keinginan seperti aku. Aku ingat bagaimana dia semasa kecilnya, dengan muka yang selalu kotor, berkeliaran sambil menjilati permen loli. Waktu itu pun ada sesuatu yang aneh pada anak itu... tapi aku tidak bisa ingat apanya...."

"Tapi tambang..." kata Allie, yang masih belum puas.

"Yah, tambang itu yang membuat Twin Lakes waktu itu berkembang," kata Mrs. Macomber. "Tapi aku tidak merasa perlu memilikinya, untuk membangkitkan kembali kenangan indah. Mungkin saja Wesley Thurgood merasa perlu. Barangkali ia merasa bahwa untuk membangkitkan kenangan pada masa silam, ia harus benar-benar menjadi pekerja tambang, seperti ayahnya dulu."

"Dan menurut Anda, tidak mungkinkah ada sesuatu yang masih bisa diambilnya dari tambang itu?" desak Jupe.

"Tidak, itu tidak mungkin. Di situ tidak ada apa-apa lagi yang bisa diambil."

"Kalaupun kandungan peraknya sudah habis sama sekali," kata Jupe lagi, "mungkinkah di situ ada emas? Perak dan emas, sering ditemukan di tempat yang sama."

"Di Tambang Jebakan Maut, tidak."

"Bagaimana dengan tembaga?" kata Jupe.

"Juga tidak. Yang ada di situ cuma perak, dan perak itu sudah habis." Mrs. Macomber menggeleng-gelengkan kepala dengan keras seakan hendak mengenyahkan pikiran yang tidak menyenangkan. "Sudah, kita hentikan saja pembicaraan tentang itu. Ketika tambang masih bekerja, Twin Lakes ini kota yang ramai dan kehidupan kami di sini menyenangkan. Sekarang aku memiliki sebagian dari kota yang dulunya begitu ramai. Jika kota ini pada suatu waktu nanti akan kembali mengalami masa makmur, kelima rumah milikku bisa kuperbaiki lalu kusewakan, dan pada hari tuaku aku bisa menjadi kaya. Yuk, kita melihat-lihat sebentar rumah-rumah milikku itu."

Mrs. Macomber mengajak anak-anak keluar.

"Ketika baru pindah kemari, aku mulanya berniat mengamankan pintu-pintu dengan gembok," katanya. "Tapi sampai ada kemungkinan orang datang kemari - biar cuma gelandangan saja - aku harus meletakkan uang perak berjejer-jejer dari jalan besar, sebagai petunjuk jalan," katanya. "Maksudku, siapa sih yang mau datang ke tempat yang tidak ada apa-apanya ini? Setidak-tidaknya begitulah perasaanku, sampai Allie menemukan mayat buronan di dalam tambang. Sejak itu banyak orang luar berkeliaran di sini. Tentang parang pamanmu yang hilang diambil orang itu, Allie, apakah sudah ditemukan kembali?"

"Belum," jawab Allie.

"Mungkin akan ditemukan juga di salah satu tempat di atas bukit, dan sudah berkarat," kata Mrs. Macomber. Ia menuju sebuah rumah tua dari papan, yang letaknya di sebelah utara tempat tinggalnya. "Ini dulu milik keluarga McKestry," katanya pada anak-anak yang mengiringi. "Dia itu dulu kasir di tambang."

Mrs. Macomber mendorong pintu depan rumah itu. Pintu itu terbuka dengan bunyi berdecit-decit karena agak macet. Allie dan ketiga temannya mengikuti wanita tua itu masuk ke dalam. Mereka melihat perabotan yang nampak sudah lama tidak dipakai, plesteran dinding yang retak-retak, serta lemari-lemari dengan pintu yang menganga karena rusak engselnya, menampakkan beberapa barang pecah-belah yang sudah tidak utuh lagi.

"Banyak orang yang pergi dengan meninggalkan berbagai barang" kata Mrs. Macomber. ­"Rupanya barang-barang yang menurut anggapan mereka tidak ada gunanya dibawa pindah."

"Banyak .yang perlu Anda kerjakan untuk membereskan tempat ini, sebelum bisa disewakan," kata Allie padanya.

"Ya, memang! Di rumahku sendiri pun banyak yang harus kukerjakan dulu, sebelum bisa kutempati lagi. Tapi itu malah mengasyikkan!"

Di rumah-rumah tua milik Mrs. Macomber yang mereka datangi, tercium bau debu berbaur bau barang-barang lapuk. Atap bocor di beberapa rumah menyebabkan air hujan bisa masuk, dan itu nampak berupa bercak-bercak basah di langit-langit.

Di sebuah rumah, setumpuk koran yang sudah menguning kertasnya dionggokkan dekat sebuah tungku yang mempergunakan bahan bakar kayu. Tungku itu sudah karatan.

Bob berjongkok, dan secara sambil lalu membalik-balik tumpukan koran tua itu.

"Sewaktu Anda membeli rumah ini sudah adakah koran-koran ini di sini, Mrs. Macomber?" tanyanya. "Maksud saya, ketika Anda kembali kemari lima tahun yang lalu?"

"Kurasa sudah," kata Mr­. Macomber.. "Ah, tentu saja seharusnya sudah ada. Kalau belum waktu itu, lalu dari mana datangnya?"

"Hm, menarik," kata Bob. "Boleh saya minta?"

"Mau kauapakan tumpukan koran tua begitu?" tanya Mrs. Macomber.

"Dia memang gila koran!" kata Allie sambil tertawa. "Tapi di lain pihak dia juga besar peranannya dalam usaha kami mencari keterangan tentang kejadian-kejadian di sini lima tahun yang lewat. Setelah kami menemukan mayat di dalam tambang, kami mendatangi kantor Twin Lakes Gazette untuk melihat kalau-kalau kami bisa mengetahui apa yang mungkin dilakukan Gilbert Morgan di situ. Banyak juga yang berhasil kami ketahui, tapi - "

Sementara Jupe memandang Allie dengan tatapan marah, Bob cepat-cepat memotong,

"Ayah saya orang koran," katanya. "Karena dia, saya lantas tertarik pada koran-koran lama. Bolehkah saya minta ini semua?"

Mrs. Macomber nampak bingung sejenak.

"Yah, kenapa tidak," katanya kemudian.

Dengan hati-hati Bob mengangkat tumpukan koran tua itu lalu mengepitnya, Setelah itu semuanya keluar. Sementara itu hari sudah petang.

"He, kalian mau minum air soda?" tanya Mrs. Macomber menawarkan. "Atau itu akan merusak selera makan kalian nanti?"

"Tidak ada yang bisa mengganggu selera makan Jupiter!" kata Allie sambil tertawa.

"Baiklah. Aku masih punya beberapa botol air soda dengan rasa jeruk."

Mereka kembali ke rumah Mrs. Macomber yang mungil. Tapi di dalam lemari pendingin ternyata tidak ada air soda. Mrs. Macomber memeriksa lemari persediaan, lalu sepen yang letaknya di sebelah dapur. Hasilnya sama saja.

"Apa-apaan ini?" kata Mrs. Macomber dengan nada bingung. "Padahal aku yakin sekali aku masih punya beberapa botol. Aku tahu pasti, bukan aku yang meminumnya."

Jupiter yang selalu cermat, memandang barang-barang belanjaan yang masih tergeletak di atas meja.

"Di sini tadi juga ada roti sebatang, dan ikan sardin beberapa kaleng," katanya. "Tapi sekarang, tidak ada lagi"

Mrs. Macomber menatap Jupe dengan bingung, seakan tidak mengerti maksudnya.

Kemudian ia terkesiap, lalu bergegas ke beranda, memandang ke kiri dan ke kanan, seolah-olah akan melihat ada orang lari membawa persediaan makanannya.

Bob menaruh tumpukan koran yang ditentengnya, lalu memungut puntung rokok yang basah dari bak tempat cuci piring yang bersih mengkilat.

"Mrs. Macomber," katanya sambil menunjukkan puntung yang dijepit dengan dua jarinya, "Anda kan tidak merokok?"

Wanita itu menatap benda yang ditemukan Bob.

"Tentu saja tidak," jawabnya. Sementara itu ia sudah pulih dari kekagetannya. "Aku tidak mengerti, kenapa ada orang yang mau-maunya mencuri di sini," katanya. "Padahal kalau ingin makanan, tinggal minta saja padaku!"

"Tapi nyatanya, itu tidak dilakukannya," kata Pete. "Mungkin bukan cuma makanan saja yang diinginkannya. Lebih baik kita periksa saja seluruh rumah. "

Mrs. Macomber mengangkat bahu, lalu mendului keluar dari dapur. Mereka memeriksa setiap kamar dan lemari yang ada dalam rumah kecil tapi rapi itu. Mereka tidak menjumpai orang bersembunyi di bawah perabot, dan tidak satu pun dari sekian banyak benda hiasan yang kecil-kecil serta benda kenang-kenangan yang ada di rumah itu kelihatan tergeser atau beralih tempat.

"Aku tidak memiliki barang mahal," kata Mrs. Macomber. "Kecuali yang tadi, tidak ada lagi lainnya yang hilang."

"Kurasa ada baiknya Anda beli saja gembok-gembol itu, Mrs. Macomber," kata Jupiter. "Dan kunci baik-baik rumah ini, setiap kali Anda meninggalkannya. "

"Tapi di sini tidak ada yang mengunci rumah," kata Mrs. Macomber dengan nada kurang setuju.

"Belakangan ini bermunculan orang-orang dari luar di sekitar sini," kata Jupiter menjelaskan alasannya. "Orang-orang aneh, yang tertarik karena ditemukannya mayat buronan di dalam tambang. Jika salah seorang dari mereka itu yang mengambil makanan Anda - ada kemungkinan ia akan kembali lagi!"

­Bab 12 KECURIGAAN BARU

­B­BERAPA menit kemudian, Allie dan ketiga anggota Trio Detektif menyeberang jalan lagi, kembali ke rumah Harrison Osborne. Bob berjalan sambil menenteng tumpukan korannya.

"Mau kau apakan kertas-kertas bulukan itu?" kata Pete sambil menuding koran-koran. "Mereka mengandung arti sejarah yang besar, ya?"

"Dan kenapa kalian di sana tadi menyuruh aku diam?" tukas Allie.

Bob menggeser tangannya, sehingga anak-anak yang lain bisa melihat surat kabar yang paling atas.

"Koran-koran ini, sebagian besar adalah Twin Lakes Gazette," katanya. "Edisi-edisi yang sudah lama sekali, lebih dari empat puluh tahun yang ­alu. Rupanya dulu ditinggal oleh penghuni rumah itu sebelum t­ambang ditutup. Tapi koran yang paling atas ini terbitan Phoenix. Tanggalnya dari lima tahun yang lalu - tanggal sembilan Mei. Coba kalian baca kepala berita di halaman pertama ini!"

"Kurasa sebaiknya kita cari dulu tempat yang tenang, di mana tidak ada yang akan mengganggu kita," kata Jupe. "Lalu kita baca artikelnya dengan cermat."

­Keempat remaja itu bergegas menuju ke gudang di belakang rumah lalu masuk ke situ. Bob meletakkan tumpukan korannya dekat mobil Ford model T yang antik. Anak-anak berlutut di lantai, lalu Bob membentangkan surat kabar terbitan Phoenix dengan kepala berita yang tertulis dengan huruf-huruf tebal.

­MOBIL BAJA DIRAMPOK

KAWANAN BERTOPENG MELARIKAN $250.000!

­Pukul 3 siang hari ini, sebuah mobil berlapis baja milik perusahaan pengangkut uang dan kertas berharga, Securities Transport Corporation, dirampok di depan gedung bank Phoenician Savings and Loan Company l North Indian Head Road. Tiga orang laki-laki memakai topi pemain ski yang dibenamkan sebagal topeng penutup muka serta bersenjata senapan baru yang digergaji larasnya memaksa pengemudi Thomas Serrano dan pengawal Jose Ardmore masuk ke bagian belakang mobil pengangkut mereka. Setelah mengikat dan menyumbat mulut Serrano dan Ardmore, kawanan perampok melarikan diri dengan membawa surat-surat berharga yang tidak disebutkan nilainya, ditambah uang tunai sebanyak kurang lebih $250.000.

Menurut seorang saksi mata yang tidak mau disebut namanya, para perampok masuk ke dalam sebuah mobil sedan merek Chrysler yang diparkir dekat mobil pengangkut yang dirampok, lalu meringkuk di lantai kendaraan itu. Kemudian seorang wanita muncul dari sebuah toko alat-alat tulis yang ada di dekat situ. Ia langsung duduk di belakang setir mobil Chrysler yang kemudian dilarikannya ke arah utara. Polisi tidak memperoleh keterangan jelas mengenai ciri-ciri para perampok. Tapi wanita yang membawa mobil dikatakan berumur antara 55 dan 60 tahun, berpotongan langsing, rambut agak beruban, dengan warna kulit segar kecokelatan. Tingginya ditaksir sekitar 1.70 m, dengan berat badan kira-kira 60 kg. Ia memakai celana panjang berwarna gelap, dan baju kaus putih berkerah bulat. Menurut saksi mata tadi, wanita. itu memakai kalung Indian yang sangat besar, terbuat dari perak dan batu pirus.

­"Wow!" seru Pete. "Seperempat juta dolar, amblas!"

"Tanggal sembilan Mei," ujar Jupe sambil berpikir. "Koran itu terbitan lima tahun yang lalu. tanggal sembilan Mei. He, Bob, bukankah itu sehari sebelum penutupan Tambang Jebakan Maut diberitakan dalam koran Lordsburg itu?"

"Betul," kata Bob. "Dan tanggal sebelas Mei lima tahun yang lalu, sebuah mobil dicuri di kota itu. "

­"Waktu itu," sambung Jupiter, "rumah-rumah yang kini menjadi milik Mrs. Macomber masih kosong semua, karena baru bulan Oktober ia kembali ke Twin Lakes dan membeli rumah-rumah itu. Tapi seseorang yang berada di Phoenix pada tanggal sembilan Mei pernah datang kemari, dan meninggalkan koran itu di salah satu rumah yang kini merupakan milik Mrs. Macomber."

"Gilbert Morgan, buronan yang mati itu!" seru Pete.

"Itu mungkin saja, karena Phoenix tidak begitu jauh dari Lordsburg," kata Jupe. "Seperempat juta dolar dirampok, hanya beberapa hari sebelum Tambang Jebakan Maut ditutup.... Lalu sebuah mobil yang dicuri di Lordsburg dibawa ke Twin Lakes, dan lima tahun kemudian mayat seorang buronan ditemukan dalam tambang yang sudah ditutup itu.... Ya, mungkin saja Morgan pada tanggal sembilan Mei itu ada di Phoenix - di mana la merampok sebuah mobil yang mengangkut uang - lalu setelah itu dengan segera pergi ke Lordsburg, dan dari sana terus ke Twin Lakes. Kurasa kita bisa mereka-reka, apa sebetulnya yang dilakukan olehnya di sini."

"Untuk bersembunyi!" kata Pete mantap.

"Bukan, bukan untuk bersembunyi," kata Jupe. "Takkan ada orang mau bersembunyi di tempat seperti Twin Lakes ini. Di sini, kehadiran orang asing pasti mencolok. Tapi katakanlah, Morgan memang ikut dalam perampokan itu, lalu mencari-cari tempat yang aman untuk menyembunyikan uang hasil perampokan yang merupakan bagiannya. Tempat apa yang bisa lebih aman dari pada tambang yang akan ditutup?"

"Tapi jika disembunyikan dalam tambang yang ditutup, lalu bagaimana cara mengeluarkannya lagi?" kata Allie dengan sikap bingung.

"Kurasa terali besi yang biasa-biasa saja tidak merupakan masalah bagi penjahat kawakan," kata Bob.

"Kalau begitu, uang itu ada di tangan Thurgood sekarang!" seru Allie bersemangat. "Jika disembunyikan di dalam tambang, sekarang pasti sudah diambil Thurgood! Pantas ia berlagak tidak tahu bahwa di dalamnya ada mayat. Mungkin ia berniat menyingkirkannya secara diam-diam, supaya tidak ada yang menduga bahwa uang itu ada padanya. Tapi sebelum niatnya kesampaian, kita sudah lebih dulu tahu!"

"Kemungkinan itu memang ada," kata Jupiter. "Tapi janganlah kita pikirkan dulu tentang ke mana larinya uang itu, untuk sementara ini. Masih ada satu kemungkinan lain. kenapa Gilbert Morgan memutuskan untuk datang ke Twin Lakes. "

"Bagaimana maksudmu?"

"Kita andaikan saja, Gilbert Morgan tahu lebih banyak tentang Tambang Jebakan Maut, daripada sekadar apa yang bisa dibacanya dalam koran terbitan Lordsburg itu. Misalnya saja, ia mengenal seseorang yang pernah bercerita padanya tentang tambang yang sudah tidak menghasilkan lagi - serta segala harta benda milik perusahaan tambang yang dibiarkan terbengkalai. Dan katakanlah, orang yang bercerita itu termasuk kawanannya dalam perampokan!"

"Kau ini mau bilang apa sebenarnya?" desak Allie.

"Setelah sekian tahun bekerja di sebuah toko kecil di Phoenix, Mrs. Macomber kemudian kembali ke Twin Lakes - beberapa bulan setelah peristiwa perampokan. Ia pulang membawa uang yang cukup banyak untuk membeli tanah dan rumah-rumah yang pasti masih lumayan harganya. Jangan-jangan dia itu salah seorang dari kawanan Morgan!"

"Kau sinting!" seru Allie.

"Ah, kurasa tidak," jawab Jupe enteng. "Bob, coba kaubacakan lagi, tentang pengemudi mobil yang dipakai kawanan perampok untuk melarikan diri ini."

Bob menyimak berita di koran itu sebentar.

"Astaga!" seru Bob. "Seorang wanita berumur antara 55 dan 60 tahun, rambut agak beruban, warna kulit segar kecokelatan. Tingginya ditaksir sekitar 1.70 m, dan berat badan kira-kira 60 kilo. Dan ia mengenakan perhiasan Indian!"

"Bagaimana, ada di antara kenalan kita yang penampilannya cocok dengan ciri-ciri itu?" tanya Jupiter.

"Tapi... tapi mestinya kan ada jutaan orang yang ciri-cirinya seperti itu,'. kata Allie berkeras. "Lagi pula, Mrs. Macomber orang baik hati."

­"Baik hati atau tidak, bukan itu persoalannya," balas Jupe. "Sewaktu perampokan terjadi, ia masih bertempat tinggal di Phoenix. Hartanya sudah habis, dan waktu itu ia bekerja dengan gaji yang tidak mungkin besar. Walau begitu, tidak lama setelah peristiwa perampokan, ia punya uang cukup banyak untuk membeli tanah dan rumah-rumah di sini, dan sekarang ia hidup nyaman - tanpa perlu - bekerja. Mrs. Macomber itu gesit, tenang, dan kepercayaan pada kemampuannya sendiri cukup tebal. Semuanya itu perlu dimiliki oleh orang yang hendak ikut berperan dalam perampokan yang nekat. Dan keterangan mengenai ciri-ciri pengemudi mobil yang dipakai kawanan perampok untuk minggat, cocok sekali dengan dirinya!"

"Memangnya kenapa, kalau cocok?" bentak Allie. "Jupe, kau sedikit pun tidak punya bukti nyata bahwa orang itu Mrs. Macomber!"

"Memang," kata Jupe mengaku. "Tapi aku melihat banyak sekali persesuaian yang menimbulkan pertanyaan. Sedang tentang bukti, itu bisa kita cari," Ia melirik Allie. "Masih ada lagi kemungkinan lain, yang juga perlu kita pertimbangkan. Jika memang betul Mrs. Macomber ikut berperan dalam perampokan terhadap mobil pengangkut uang itu..." Ia tidak meneruskan kalimatnya.

"Ayo, teruskan," desak Allie.

"Maka ada kemungkinan, Gilbert Morgan tidak sendirian datang ke Twin Lakes. Mungkin... mungkin ia sama sekali tidak sempat menyembunyikan uangnya.... "

"Maksudmu, sebelumnya ia didorong Mrs. Macomber ke dalam lubang itu sehingga mati?" jerit Allie. "Kau ini benar-benar sudah sinting, Jupiter Jones! Aku tidak sudi lagi mendengar ocehanmu!" Gadis remaja itu berdiri dengan cepat, lalu lari meninggalkan gudang.

Bob memandang Jupiter.

"Kau kan tidak sungguh-sungguh menduga bahwa Mrs. Macomber membunuh Morgan, dan merampas uang hasil perampokan yang merupakan bagian buronan itu?"

"Tidak," kata Jupiter, "aku cuma tidak bisa menahan diri mengatakan kemungkinan itu pada Allie. Tapi aku takkan heran, apabila nanti ternyata bahwa Mrs. Macomber ada sangkut-pautnya dengan perampokan itu!"

­Bab 13 JANDA ITU MENGHILANG

KEESOKAN paginya ketika sudah selesai sarapan, tinggal Allie beserta ketiga temannya yang ada di dapur. Jupiter makan tanpa sedikit pun berbicara, seperti ada yang sedang dipikirkan. Ketika selesai, sesaat ia masih menatap piringnya yang sudah kosong, lalu menyapa Allie,

"Apa nama toko di Phoenix, yang menurut Mrs. Macomber tempat ia bekerja? Kau tahu tidak?"

"Meskipun itu bukan urusanmu," jawab Allie dengan ketus, "tapi nama toko itu Teepee. Mrs. Macomber sering bercerita mengenai toko itu. Seorang wanita bernama Mrs. Harvard membeli toko itu darinya, dan ia tetap dipertahankan sebagai tenaga pramuniaga di situ. Mrs. Harvard itu benar-benar pelit orangnya! Mrs. Macomber pernah mengatakan, wanita itu takkan segan-segan membayar para pembantunya dengan uang yang tidak laku lagi, jika itu dimilikinya."

"O, ya?" kata Jupe menanggapi. "Kalau begitu semakin menarik saja kenyataan bahwa Mrs. Macomber mampu mengumpulkan uang begitu banyak untuk membeli rumah-rumah yang sekarang dimilikinya di sini. Nah, bagian yang ini dari riwayat hidupnya bisa kita teliti."

­"Jupiter Jones! Awas kalau kau berani mengutik-utik urusan pribadi Mrs. Macomber!" seru Allie dengan marah. "Dia itu baik hati! Aku suka padanya!"

"Dan kau tidak suka pada Wesley Thurgood," kata Jupe. "Tapi itu tidak lantas berarti Wesley Thurgood itu penjahat, dan Mrs. Macomber bukan. Kalau kau mau tahu, aku sendiri juga suka pada Mrs. Macomber. Tapi selaku detektif, aku tidak bisa membiarkan perasaan pribadiku mempengaruhi penalaranku."

"Ahh, sudahlah!" tukas Allie. "Penalaranmu ngawur, titik! Mencurigai Mrs. Macomber sebagai perampok. Huhh! Ngawur!"

Jupe mendesah.

"Begini, Allie," katanya. "Aku tidak tahu, apakah Mrs. Macomber benar-benar berbuat sesuatu atau tidak. Tapi aku tahu ia tinggal di Phoenix ketika seorang wanita yang sangat mirip dengan dia ikut berperan dalam suatu perampokan. Dan seorang buronan yang pernah dipenjara karena merampok ditemukan dalam sebuah tambang yang dikenal baik oleh Mrs. Macomber. Hal-hal seperti itu perlu diselidiki - karena ada kemungkinan bukan cuma kebetulan saja. Sebagai awalnya, kita setidak-tidaknya bisa memastikan apakah Mrs. Macomber- benar-benar- selama sekian tahun itu bekerja di toko yang kausebutkan tadi."

"Kenapa udak kautelepon saja ke Phoenix?" kata Allie dengan nada menantang. "Nanti akan ­kaudengar sendiri bahwa Mrs. Macomber tidak bohong, dan dengan begitu penyelidikanmu sedikit pun tidak mengalami kemajuan."

"Kemungkinan, itu memang ada," kata Jupe mengakui Diikuti teman-temannya, ia pergi ke pesawat telepon yang terdapat di ruang duduk.

Nomor telepon Toko Teepee diperolehnya dari baglan penerangan di Phoenix. Setelah memutar nomor yang disebutkan, ia berbicara dengan suara diberat-beratkan.

"Teepee?... Saya ingin bicara dengan Mrs. Harvard. "

Setelah menunggu sebentar, Jupe berbicara lagi.

"Mrs. Harvard?" katanya dengan gaya serius.

"Di sini Emerson Foster, dari Toserba Bon Ton, di Lordsburg, New Mexico. Ada seorang wanita melamar pekerjaan di tempat kami, namanya Mrs. Henry Macomber. Sebagai referensi, dalam surat lamarannya ia menuliskan nama Anda. Menurut data di sini, ia berhenti bekerja di Teepee sekitar lima tahun yang lalu. Mrs. Macomber mengatakan pada kami bahwa ia minta berhenti dan-"

Jupe berhenti berbicara, sementara dari pesawat telepon terdengar suara orang berbicara. Tapi apa yang dikatakan tidak tertangkap oleh anak-anak yang lain.

"Setelah lima belas tahun?" kata Jupe kemudian.

­"Apa kataku?" bisik Allie menanggapi. "Dia jujur, kan?"

Tapi Jupe sedang sibuk mendengarkan teman bicaranya di telepon. Wajahnya sangat serius.

"Wah... itu benar-benar luar biasa!" katanya.

"Ya. Y a, baiklah! Terima kasih atas keterbukaan Anda. Sungguh, kami sangat menghargainya. Terima kasih."

Ia mengembalikan gagang telepon ke tempatnya.

"Apa katanya?" tanya Pete.

"Mrs. Macomber bekerja selama lima belas tahun di Teepee," kata Jupe. "Ia pergi dari sana pada musim semi, lima tahun yang lalu. Bulan April atau Mei, kata Mrs. Harvard. Waktunya yang tepat, ia tidak ingat lagi. Tapi Mrs. Macomber tidak minta berhenti."

"Jadi dipecat," kata Allie. "Lantas kenapa, kalau begitu?"

"Bukan dipecat," kata Jupe. "Tahu-tahu ia tidak muncul lagi. Bahkan menelepon untuk memberi tahu saja pun tidak! Dan ketika salah seorang wanita teman kerjanya di toko datang ke apartemennya untuk melihat apa sebenarnya yang terjadi, Mrs. Macomber ternyata sudah tidak ada lagi di situ. Sudah pindah, tanpa meninggalkan alamat yang baru."

Allie terperangah.

Bob yang selama itu duduk bermalas-malasan di sofa, kini meluruskan duduknya.

"Lima tahun yang lalu, pada musim semi," katanya. "Itu berarti sekitar saat mobil pengangkut uang dirampok. Jupe, mungkin kau benar. Mungkin saja dia yang mengemudikan mobil perampok itu, lalu setelah itu melarikan diri. Aku ingin tahu, di mana ia berada selama sekian bulan antara saat tidak muncul lagi di Teepee, dan kedatangannya kembali di Twin Lakes."

"Mungkin bersembunyi?" ujar Pete.

"Kita tidak boleh terlalu cepat menarik kesimpulan," kata Jupe. "Mungkin ada penjelasan lain mengenai hal itu. Kenapa kita tidak mendatanginya saja sekarang? Barangkali nanti kita bisa memancingnya untuk bercerita tentang Phoenix dan apa yang terjadi pada waktu itu."

"Pemeriksaan secara tidak langsung," kata Pete. "Jupe, untuk urusan begitu kaulah yang paling ahli. Yuk, kita ke sana!"

"Kalian ini semuanya brengsek!" tukas Allie.

"Baiklah, kalau begitu jangan ikut," kata Pete.

"Tidak, aku ikut. Aku ingin melihat tampang kalian nanti, setelah ternyata bahwa kecurigaan kalian sama sekali tak beralasan."

Tapi ketika anak-anak sudah ke seberang jalan, ternyata pemeriksaan secara tidak langsung tidak bisa dilakukan. Mobil pick-up milik Mrs. Macomber tidak ada di samping rumahnya, dan tidak terdengar jawaban ketika mereka mengetuk pintu depan.

"Mungkin sedang ke kota," kata Allie "Tapi sebaiknya kita bereskan saja urusan ini. Akan kutinggalkan surat di meja dapurnya, mengundang dia makan siang di rumah. Magdalena takkan keberatan."

Ia membuka pintu lalu langsung menuju ke dapur, diikuti oleh anak-anak yang lain.

"Mrs. Macomber?" seru Allie. Setelah ternyata tidak ada yang menjawab, gadis remaja itu masuk ke ruang duduk, mencari secarik kertas. Jupe, Bob dan Pete menunggu di dapur, yang saat itu sama sekali tidak serapi satu hari sebelumnya. Panci-panci yang belum dicuci masih ada di atas kompor, dan bak tempat cuci piring penuh dengan perabot makan yang kotor, yang nampaknya sudah ada di situ sejak kemarin.

"He, kurasa Mrs. Macomber akan pergi ke luar kota," seru Allie.

"Kenapa kau sampai berpikir begitu?" tanya Jupe, sambil masuk ke ruang duduk.

Allie menuding ke kamar tidur Mrs. Macomber yang pintunya terbuka. Di tempat tidur ada sebuah koper kecil, dengan berapa potong pakaian terserak di sampingnya.

Jupe menghampiri pintu kamar tidur.

"Kurasa ia sudah pergi," ujarnya, setelah mengamat-amati kamar itu sejenak.

"Haa?" kata Pete, yang datang menyusulnya.

Jupe menunjuk ke lemari yang terbuka.

"Semua pakaiannya sudah dikeluarkan," katanya. "Dan coba lihat laci-laci yang ditarik keluar dari bufet itu! Semuanya kosong. Ia sudah pergi, kawan-kawan - dan kurasa perginya tergesa-gesa!"

­"Apa maksudmu?" tanya Allie.

"Kesemuanya ini menandakan keberangkatan yang terburu-buru," jawab Jupe. "Kau kemarin kan melihat keadaan di sini. Segala-galanya, teratur rapi. Apakah Mrs. Macomber itu jenis orang yang pergi dengan membiarkan laci-laci terbuka, pakaian yang kelebihan serta sebuah koper tergeletak begitu saja, serta piring-piring kotor bertumpuk di bak cuci? Tidak - kecuali jika ia benar-benar terdesak waktu. Atau karena tidak bisa berbuat lain."

"Ia diculik!'­ seru Allie. "Orang yang mengambil persediaan makanannya kemarin... mungkin Mrs, Macomber melihat orangnya, dan karena itu..."

"Orang itu menculiknya, tapi sebelumnya masih sempat mengemaskan pakaiannya dulu?" kata Jupe menyambung. "Itu tidak masuk akal."

"Barangkali Mrs. Macomber pergi berlibur," kata Pete.

"Kemungkinan itu juga kecil," kata Jupe. "Ia takkan tega meninggalkan rumahnya dalam keadaan begini. Lagi pula, kemarin ia sama sekali tidak menyinggung-nyinggung rencana akan berlibur. "

"Mungkin ada urusan keluarga yang sangat penting," kata Bob. "Bisa saja ia menerima telepon, setelah kita pergi dari sini."

Jupe berpikir, sambil menarik-narik bibir bawahnya.

"Itu dugaan yang paling baik sejauh ini, Bob! Tapi masih ada satu kemungkinan lain. Mungkin saja ia memutuskan untuk lekas-lekas pergi, karena kau menemukan koran Phoenix itu."

"Tapi ia kan tidak tahu, berita apa yang ada dalam koran itu," kata Allie. "Ia kan mengatakan, tumpukan koran itu sudah ada ketika ia membeli tempat ini."

"Itu mungkin saja," kata Jupe mengakui. "Tapi jika ia terlibat dalam perampokan itu, dan kemarin sempat sekilas melihat kepala berita di koran Phoenix itu, maka ia pasti tahu apa isi beritanya. Dan ia pun langsung tahu bahwa posisinya berbahaya, karena kau, Allie, karena kau tidak bisa menahan diri! Kau bercerita padanya bahwa kita sedang mengusut masa silam buronan yang mati di tambang itu! Ia takkan memerlukan waktu lama untuk menyadari bahwa ada kemungkinan kita berhasil menarik kesimpulan yang benar, lalu mengajukan berbagai pertanyaan yang memojokkan dirinya. Dan kalau begitu, kau tahu apa yang kemudian dilakukannya?"

"Minggat!" kata Pete dengan nada yakin.

"Kalau memang begitu sangkaan kalian, kalian juga harus berani bertindak!" tantang Allie. "Beri tahu Sheriff!"

"Untuk melaporkan apa?" balas Jupiter dengan nada bertanya. "Bahwa Mrs. Macomber meninggalkan rumahnya? Itu kan haknya. Kita tidak punya bukti bahwa ada hubungan antara dirinya dengan Morgan, atau dengan kasus perampokan itu, Semuanya cuma dugaan belaka."

Jupiter pergi ke luar, lalu menuju ke jalan besar lewat jalan mobil yang pendek dan beralas tanah. Kemudian ia berhenti, membungkuk, lalu meneliti jejak ban mobil yang nampak di tanah. Pada teman-temannya yang datang mendekat, ia menuding ke jejak terbaru yang menindih jejak-jejak ban yang selebihnya. Dari jejak yang baru itu dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah mobil pengangkut bergerak mundur untuk keluar dari pekarangan rumah Mrs. Macomber, lalu menuju ke tanah milik Wesley Thurgood.

"Aneh, tidak menuju ke kota," kata Jupiter Jones. "Ia pergi ke arah yang berlawanan."

"Itu jika jejak yang nampak itu berasal dari ban mobil pick-up-nya," kata Allie.

"Yang jelas, sama dengan semua jejak ban yang ada di jalan mobil di rumahnya," kata Jupe. ­

Keempat remaja itu menelusuri jejak ban yang nampak di atas jalan yang berdebu. Kelihatannya mobil Mrs. Macomber terus berjalan, lewat di depan pintu pagar tanah milik Wesley Thurgood. Ketika anak-anak melewati tempat itu, anjing penjaga yang besar menyerbu ke pagar lalu menerjangnya sambil menggonggong-gonggong dengan galak. Anjing itu sudah tidak dirantai lagi, setelah pagar kawat selesai dipasang. Thurgood sendiri yang tidak kelihatan, begitu pula kedua pekerjanya yang orang Meksiko.

Beberapa ratus meter setelah tanah Wesley rhurgood dilewati, anak-anak melihat ke mana jejak ban mobil yang mereka ikuti membelok, masuk ke suatu lintasan yang rusak berat, sehingga tidak cocok dinamakan jalan. Lintasan itu berkelok-kelok tajam, mendaki bukit.

"Wah... ia masuk ke jalan lama yang menuju ke Hambone," kata Allie kaget.

"Hambone?" tanya Jupe.

Allie menunjuk ke atas bukit. "Di sana, di sebelah atas punggung bukit itu ada sebuah desa tua yang sudah lama ditinggalkan penghuninya. Nama desa itu Hambone. Dulu di sana juga ada tambang, tapi sudah tidak ada apa-apanya lagi - seperti Tambang Jebakan Maut juga. Desa itu kemudian mati, karena di sana tidak ada perusahaan penggergajian yang bisa menyelamatkannya. Aku sendiri belum pernah ke sana. Keadaan jalannya sangat parah. Untuk bisa ke sana, kita perlu memakai jip atau kendaraan lain dengan gardan rangkap."

"Mobil pick-up Mrs. Macomber dilengkapi dengan gardan rangkap," kata, Jupiter, "dan ia jelas-jelas menuju ke sana."

"Kenapa kita tidak ikut naik saja?" kata Pete bersemangat. "Kita ikuti jejak bannya, untuk melihat mengapa ia ke sana. Allie, pamanmu kan punya pick-up dengan gardan rangkap, jadi...."

"Tapi aku hanya boleh mengendarainya di dalam pekarangan," kata Allie mengingatkan. Tiba-tiba ia tersenyum lebar. "Kita bisa menggunakan kuda," serunya. "Kuda sanggup naik ke atas. Dan kurasa kita perlu ke atas. Jika Mrs. Macomber mengalami kecelakaan di tengah jalan, atau jika mobilnya rusak, ia pasti memerlukan pertolongan. Kita katakan saja pada Paman Harry, kita hendak melihat-lihat sebuah kota yang benar-benar sudah mati. Kota hantu sejati! Kita bawa bekal, untuk makan siang!"

"Kau yang mengatakan padanya. Allie," kata Pete. "Dibandingkan dengan kami bertiga, kau jauh lebih jago kalau disuruh mengarang-ngarang cerita!"

Bab 14 DI UJUNG JEJAK

­MAGDALENA menyiapkan bekal makanan yang banyak untuk Allie serta teman-temannya. Mereka menaruhnya dalam kantung pelana kuda-kuda yang akan mereka tunggangi.

"Hati-hati dengan api nanti, jika kalian memanggang sosis," kata Magdalena dari beranda. "Jangan sampai terjadi kebakaran." Ia melambai ketika anak-anak berangkat.

Allie menunggang Indian Queen, kuda Appaloosa-nya yang bagus. Jupe mengendarai seekor kuda betina yang bertubuh tegap. Sikap duduknya agak canggung, dan tubuhnya agak berkeringat.

Lain halnya dengan Pete. Ia duduk dengan santai di atas seekor kuda kebiri yang kekar. Sedang Bob menunggang kuda Paman Harry yang ketiga, seekor kuda tunggang dengan bulu bertotol-totol. Anak-anak menderapkan kuda-kuda mereka melewati pintu pagar Thurgood, dan menyebabkan anjing penjaga menggonggong-gonggong. Kedua pekerja Meksiko yang saat itu sedang mengecat pondok majikan mereka, berhenti bekerja sebentar untuk memandang anak-anak yang lewat.

­Allie berada pada posisi paling depan, ketika mereka mulai mendaki bukit. Jupe dekat sekali di belakangnya dengan kuda betina tunggangannya. Kuda itu lebih tertarik menggigiti rumput yang tumbuh di tepi lintasan, daripada mendaki ke atas lereng. Sekali Allie membalikkan kudanya, lalu menyentakkan tali kendali kuda Jupe,

"Kepalanya jangan kau bolehkan menunduk!" kata gadis itu mengomel. "Ayo, jangan buang-buang waktu!"

Wajah Jupe memerah. Disentakkannya tali kendali, dan itu menyebabkan kuda betina tunggangannya mempercepat langkah. Tapi kemudian kembali lagi melangkah dengan santai, setapak. demi setapak.

"Kalau begini terus, bisa nanti malam kita baru sampai!" seru Allie jengkel.

"Ayo, maju!" Jupe membentur-benturkan pahanya yang gempal ke rusuk kudanya. Tapi tunggangannya itu tetap saja melangkah terkantuk-kantuk.

"Takkan ada orang yang akan mengira kau ini Lone Ranger, pembela keadilan daerah Barat yang gagah perkasa," kata Bob menertawakan Jupiter. Tapi ia sendiri menunggang kudanya dengan sikap kaku, sambil sebentar-sebentar ia memandang ke bawah lereng yang terjal dan berbatu-batu. "Aku tidak kepingin jatuh di sini," gumamnya.

Keempat remaja itu terus menanjak dengan kuda-kuda mereka. Sekali-sekali nampak bekas ban mobil Mrs. Macomber, di bagian-bagian lintasan yang ada pasirnya. Pohon-pohon pinus yang tumbuh di kiri-kanan menghalangi pandangan ke samping. Pukul satu lewat, akhirnya mereka sampai di puncak bukit yang gundul. Dan tidak lama kemudian mereka sudah berkuda dengan santai di jalan utama yang berdebu di desa Hambone. Di sekeliling nampak rumah-rumah kayu yang kering-kerontang dengan jendela-jendela yang sudah rusak, serta papan-papan dinding yang tidak dicat dan sudah melengkung, terlepas dari tiang-tiang penopang. Kerangka per tempat tidur yang sudah berkarat tercampak di jalan, di antara kaleng-kaleng bekas, perabot rusak, serta serpihan kaca pecah.

Allie turun dari kudanya. Ia menambatkannya ke sandaran pagar serambi depan sebuah bangunan kayu, yang dulunya merupakan kedai serba ada di desa itu Anak-anak yang lain ikut turun. Dengan gerak-gerik kaku karena tidak biasa menunggang kuda, mereka menambatkan tunggangan masing-masing ke sandaran yang sama.

"Suram," Pete celingukan, seakan-akan memperhitungkan bahwa sebuah kota hantu mestinya betul-betul ada hantunya.

"Menurut Paman Harry, beginilah jadinya kota yang sama sekali ditinggalkan penghuninya," kata Allie. "Orang-orang iseng berdatangan, lalu merusak dan mencampakkan barang-barang lewat jendela, sehingga kaca berantakan." Ia menuding sebuah bangunan besar di jalan utama itu juga. Bangunan itu mirip dengan yang terdapat di tanah .Wesley Thurgood. Dinding dan atapnya dari seng bergelombang yang sudah berkarat, dan lubang-lubang besar yang menganga menampakkan ruang sebelah dalamnya yang gelap. "Mestinya, itulah tempat mereka dulu mengolah hasil penggalian tambang," katanya.

Anak-anak menuju ke bangunan besar itu.

"Hati-hati berjalan," kata Allie memperingatkan. "Dan jangan pungut lembaran-lembaran seng itu. Ular giring-giring yang sangat berbisa suka menyusup-nyusup ke bawah apa saja untuk menghindari sengatan matahari, dan jika ular itu dikagetkan... "

"Kami tahu apa yang akan terjadi, jika ular giring-giring dikagetkan!" kata Pete memotong. "Kau tidak perlu khawatir, kami memang tidak berniat mencongkel-congkel apa pun juga di sini. "

Sesampainya di ambang pintu pabrik pengolahan hasil tambang, keempat remaja itu berhenti. Daun pintu di situ sudah lama terlepas dari engselnya. Anak-anak memandang ke dalam bangunan gelap itu.

"Tahankah lantai itu jika kita berjalan di atasnya?" kata Bob dengan nada ingin tahu.

"Jangan-jangan sudah lapuk!"

"Itu juga tidak penting, karena kita kemari ini bukan cuma untuk melihat -lihat kota yang sudah tidak ada penghuninya," kata Jupe. "Mobil itu tidak ada di sini." Ia pergi ke tengah-tengah jalan, untuk memeriksa sepasang jalur bekas ban mobil yang nampak di situ. "Yang jelas, Mrs. Macomber tadi sampai di atas sini," katanya. "Kalau tidak, tentu sudah kita jumpai di tengah jalan tadi."

Ditelusurinya bekas ban mobil yang kelihatan, sampai di sudut bangunan.

"Aha!" serunya.

"Ada apa?" Allie bergegas menyusul, diikuti oleh Bob dan Pete.

Di belakang bangunan yang sudah rusak itu nampak mobil pick-up Mrs. Macomber.

"Mrs. Macomber!" seru Allie memanggil, sambil lari ke mobil. "Mrs. Macomber! Ini aku, Allie!"

Gadis itu sudah hampir sampai di mobil, ketika tiba-tiba terdengar bunyi desiran menyeramkan.

"Berhenti, Allie! Jangan bergerak!" teriak Jupe.

Allie berusaha menahan gerak larinya dan melompat ke belakang. Tapi sial, ia terpeleset lalu jatuh. Suatu sosok menyeramkan nampak seakan-akan melayang keluar dari bawah mobil.

Allie cepat-cepat membanting tubuhnya ke samping; kepala makhluk menyeramkan itu, dengan rahang menganga lebar menampakkan sepasang taring maut, menyambar tempat kosong, di mana Allie berada sekejap sebelum itu.

Allie berbaring tanpa bergerak.

Tubuh ular berbisa itu terjulur sesaat. Kemudian, teriring desiran seram, binatang melata itu kembali mengerutkan tubuhnya membentuk gulungan.

­"Jangan bergerak!" bisik Pete. Ia memungut sebuah batu yang agak besar, membidik, lalu melemparkannya ke arah ular giring-giring itu

"Tepat!" seru Bob. "Persis kena kepalanya!" Ia mendesah. "Wah, tadi itu benar-benar nyaris!"

Allie cepat -cepat berdiri lagi, lalu memandang ular yang menggeliat-geliat sekarat itu dengan tatapan mata ngeri.

"Trims." Hanya itu saja yang dapat dikatakannya pada Pete. Wajahnya lesi, sedang sekujur tubuhnya gemetar.

"Setiap pandu yang terlatih baik, pasti juga bisa," kata Pete merendah. Ia berjongkok untuk mengintip ke kolong mobil, tapi tanpa maju terlalu dekat. "Rupanya cuma ular ini saja yang tadi ada di situ," katanya.

Anak-anak yang lain mengitari bangkai ular tadi, lalu menghampiri mobil Mrs. Macomber untuk memeriksanya. Kendaraan itu kosong. Tidak ada apa-apa di dalamnya. Kunci starter juga tidak terselip di lubangnya.

"Jika ia pergi karena ada urusan keluarga yang penting, mobil takkan ditinggalkannya di sini," kata Bob.

"Aneh," kata Allie. "Ke mana perginya Mrs, Macomber, dan mana barang-barangnya?" .

"Mungkin ia bersembunyi di dekat-dekat sini," kata Pete.

Keempat remaja itu mencari-cari ke segala penjuru desa yang lengang itu, mengintip ke balik jendela, dan membukai pintu-pintu yang sudah berkarat engselnya, tapi tidak ada yang mereka jumpai, selain perabotan yang sudah rusak serta sampah bertumpuk-tumpuk. Di sana-sini nampak jejak kaki. Tapi Mrs. Macomber tidak mereka temukan.

"Tapi ada orang kemari, dan bukan cuma seorang saja," kata Jupe. Anak-anak kembali ke mobil, lalu memperhatikan keadaan tanah di situ. Mereka melihat sejumlah jejak sepatu. Beberapa di antaranya berasal dari mereka sendiri. Tapi selebihnya, jejak kaki orang-orang lain. Sekitar dua puluh meter dari pick-up yang ditinggal pemiliknya itu, nampak lagi jejak ban mobil. Mobil lain.

"Ada orang lain kemari, dengan jip atau pick-up," kata Pete. Mereka mengikuti jejak kendaraan itu. Jejak itu menuju ke pinggir desa. Di situ ada jalan. Jalan sempit, tapi keadaannya masih lumayan. Arahnya menuju ke balik bukit.

Jupiter merenung sejenak.

"Bisa saja ia berjanji dengan seseorang untuk berjumpa di sini," katanya. "Ya... itu dia jawabannya! Ia kemari dengan mobilnya, memindahkan barang-barang bawaannya ke mobil yang satu lagi, lalu pergi. Mobilnya sendiri ditinggal di sini. Allie-jalan ini menuju ke mana?"

"Aku tidak tahu," kata Allie terus terang, "aku belum pernah ke tempat ini. Tapi aku tahu, di seberang bukit ini ada gurun pasir yang luas."

Dari arah lereng di bawah mereka nampak debu mengepul ke atas pepohonan. Anak-anak mendengar bunyi mesin mobil yang merangkak naik.

"Ia kembali!" seru Pete.

Tapi ternyata yang datang bukan Mrs. Macomber. Sebuah jip muncul, terlambung-lambung sedikit dan terpeleset-peleset mendaki jalan yang berkerikil. Pengemudinya seorang pria setengah baya, memakai topi jerami bertudung lebar. Seorang wanita bergaun dari bahan katun duduk di sampingnya.

"Halo!" Sambil tertawa lebar, pria itu menghentikan kendaraannya.

"Halo," balas Pete.

"Kalian sendirian saja di sini?" tanya orang itu.

Pete mengangguk.

"Mencari botol, ya?" kata orang itu lagi.

"Botol?" tanya Bob dengan heran.

"Untuk itulah kami kemari," kata wanita yang menemani pria tadi. "Kami terus naik mobil dari Casa Verde kemari, mendatangi kota-kota tua di perbukitan sini. Jika sedang mujur, di tempat-tempat seperti ini bisa ditemukan botol-botol tua yang bagus-bagus. Tapi kita perlu hati-hati. Jangan sentuh apa pun juga, kalau tidak memakai alat, seperti ranting, misalnya. Di tempat-tempat seperti ini banyak ular."

"Ya, kami tahu," kata Jupiter. "Apakah Anda... banyakkah orang yang datang kemari?"

"Mungkin saja," kata pria itu. "Jalan mendaki bukit ke Hambone sini boleh dibilang lumayan. Meskipun tidak menemukan botol, desa-desa tua seperti ini cukup menarik untuk didatangi. Minggu lalu aku menemukan lentera minyak di sebuah kota hantu. Masih seperti baru!"

Jip dijalankannya lagi, lalu diparkir dekat bangunan yang dulunya toko,

"Sekarang kita sudah tahu, dari mana asalnya jejak ban mobil yang satunya tadi," kata Bob.

"Mungkin kendaraan seseorang yang datang untuk berjumpa dengan Mrs. Macomber, tapi bisa juga kendaraan orang yang gemar mencari-cari barang antik."

"Tapi itu sebenarnya juga tidak penting," kata Jupe sambil mendesah. "Mrs. Macomber tadi memang kemari, tapi sekarang tidak ada lagi di sini. Jejaknya berakhir di sini."

­Bab 15 ANJING PENJAGA DIBUNGKAM.

­SEHABIS makan sosis yang mereka panggang sendiri, anak-anak naik lagi ke punggung kuda masing-masing. Perjalanan kembali ke Twin Lakes berlangsung lambat. Kuda-kuda berjalan saling berdekatan, melangkah dengan hati-hati menuruni lereng yang terjal.

"Aku takkan percaya kalau tidak mengalaminya sendiri," kata Jupe. "Mrs. Macomber itu tenang sekali penampilannya, tapi kini kelihatannya ia panik, lalu lari."

"Itu cuma dugaanmu saja," kata Allie. "Kita tidak tahu segala-galanya yang terjadi dengan dirinya. Mungkin saja ada penjelasan lain."

"Kelihatannya cuma ada satu penjelasan," kata Jupiter. "Ketika ia tahu bahwa kita melakukan penyelidikan tentang apa yang terjadi di sini lima tahun yang lewat, ia ketakutan lalu melarikan diri. Mungkin di Hambone, ia mengadakan pertemuan dengan salah seorang anggota komplotannya. Bahkan mungkin pula seorang anggota lain dari kawanan perampok itu berkeliaran secara sembunyi-sembunyi di Twin lakes, selama beberapa hari belakangan ini. Kita masih belum menemukan penjelasan, siapa sebenarnya orang tak dikenal yang mengambil parang dari gudang Paman Harry."

Pete langsung menanggapi.

"He, mungkin saja orang itu anggota kawanan perampok," katanya. "Mungkin ia disembunyikan oleh Mrs. Macomber, ketika Sheriff mencari-cari malam itu."

"Dan bagaimana dengan makanan dan minuman itu... serta puntung rokok?" kata Bob menimpali.

"Memangnya kenapa barang-barang itu?" kata Allie.

"Dengarlah dulu sebentar, " kata Bob. "Kita andaikan saja memang benar Mrs. Macomber menyembunyikan orang itu - kita katakan saja, orang itu anggota kawanan perampok. Mungkin saja ketika kita mengunjungi Mrs, Macomber kemarin, orang itu ada di dekat-dekat situ. Mungkin kemudian ia lapar lalu cepat-cepat mengambil makanan, sementara kita sedang melihat -lihat rumah-rumah Mrs, Macomber. Ingat, yang paling dulu mengatakan bahwa makanan itu tidak ada lagi bukan dia, tapi Jupe."

"Itu penalaran yang bagus, Bob," kata Jupe memuji.

"Kalian ini semuanya sinting!" tukas Allie.

"Jangan buru-buru marah, Allie," kata Jupe. "Jangan lupa, kita ini cuma menduga-duga saja. Sekarang ini ada beberapa hal yang menarik perhatian. Kita menemukan mayat seseorang yang mungkin - tapi mungkin juga tidak - terlibat dalam perampokan yang terjadi lima tahun yang lalu. Selanjutnya ada seorang janda yang mungkin ikut terlibat di dalamnya - dan kini menghilang secara misterius, Lalu ada orang tak dikenal yang mencuri parang, dan dia ini mungkin – tapi mungkin juga tidak - merupakan teman sekomplotan janda kita tadi, atau teman sekomplotan orang yang mati di dalam tambang. Kemudian ada tambang, tambang perak yang sudah tidak menghasilkan lagi, tapi kini kelihatannya dioperasikan oleh seorang pengusaha real estate yang kaya dari Los Angeles. Lalu ada pula batu mengandung emas yang kutemukan di dalam tambang itu. Menurut Mrs. Macomber, tidak pernah ada emas biar sedikit pun juga di situ."

"Bisa saja Mrs. Macomber bohong," kata Pete.

"Apa pun pertalian yang ada antara dia dan si mati, tidak ada alasan baginya untuk berbohong tentang emas itu!" kata Jupiter. "Kelihatannya ia sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan Wesley Thurgood, kecuali bahwa ia masih ingat kalau Thurgood itu lahir di Twin Lakes sini.."

"Jangan lupa uang hasil perampokan," kata Pete mengingatkan. "Jika betul pernah ada di sini, apakah kemudian diambil oleh Thurgood? Atau Mrs. Macomber, lima tahun yang lalu?"

Selama perjalanan selanjutnya, keempat remaja itu membisu. Ketika mereka sampai di kaki bukit, hari sudah menjelang petang. Ketika lewat di depan tanah Wesley Thurgood mereka melihat bahwa mobil merahnya yang besar sudah tidak ada lagi di situ. Di dekat pondok Thurgood nampak beberapa kaleng cat. Kedua orang Meksiko yang tadi bekerja di situ tidak kelihatan lagi. Namun pekerjaan mereka belum selesai. Anjing penjaga yang besar berbaring di tanah, tidur di tempat yang disinari matahari.

Keempat ekor kuda yang ditunggangi anak-anak lewat di depan pintu pagar yang tertutup dan digembok. Tapi anjing itu tidak bangun mendengar bunyi langkah keempat hewan tunggangan itu.

"Aneh," kata Jupiter. "Biasanya ia langsung datang menerjang ke pagar, ingin menyerang kita "

Sesampainya di padang rumput berpagar di kebun Harrison Osborne, anak-anak melepaskan pelana dari kuda-kuda tunggangan mereka. Pintu depan rumah dijumpai dalam keadaan tak terkunci. Di meja dapur ada surat yang ditujukan pada mereka:

"Aku mengantar Magdalena ke Silver City, karena saudara perempuannya memerlukan bantuannya. Baru larut malam nanti kami pulang. Ambil saja daging untuk makan malam kalian, dan jangan nakal! Salam, Paman Harry."

"Wah, untung!" Wajah Jupe yang semula serius, kini berseri-seri.

"Untung, katamu? Bagaimana jika saudara perempuan Magdalena jatuh sakit? Kau ini bagaimana sih, Jupiter Jones?" tanya Allie dengan ketus.

"Kita doakan saja semoga saudara perempuan Magdalena tidak sakit," kata Jupe. "Yang kumaksudkan dengan kata 'untung' tadi, kita beruntung karena di sini tidak ada siapa-siapa. Mrs. Macomber tidak ada. Mobil Thurgood tidak ada di tempatnya, begitu pula kedua pekerjanya. Pamanmu juga pergi,. bersama Magdalena. Kita sekarang bisa dengan leluasa menyelidiki satu-satunya kejadian misterius yang belum kita teliti, yaitu adanya emas dalam tambang perak yang sudah tidak menghasilkan lagi."

Jupe mengeluarkan batu yang selama itu dikantunginya, melambungkannya, lalu memandang teman-temannya.

"Ayo, kita berangkat - mumpung ada kesempatan," katanya bersemangat. "Kita harus menyelidiki, apa sebetulnya yang sedang berlangsung di tambang."

"Kau rupanya lupa pada anjing penjaga," kata Pete. "Anjing itu ada di sana, dan tidak dalam keadaan terikat."

"Tentang itu, jangan khawatir!" Allie lari ke lemari pendingin, lalu cepat-cepat mengeluarkan sisa paha anak domba yang kemarin dihidangkan untuk makan malam. "Ini masih banyak dagingnya, ditambah tulang yang lezat untuk dikunyah-kunyah. Anjing itu pasti akan asyik sendiri selama beberapa waktu!"

Beberapa menit kemudian mereka sudah bergegas-gegas melintasi kebun pohon pinus menuju ke tambang, Sesampainya di pinggir tanah Paman Harry mereka memandang ke balik pagar. Anjing penjaga itu masih tetap tidur.

"He!" seru Pete memanggil. "He, Rex! Rover! Yuhu, Rover!"

Anjing itu tidak bereaksi.

"Nih, ada makanan enak untukmu, ‘Njing!" seru Allie sambil melambai-lambaikan paha domba yang dipegangnya.

Anjing itu tetap tidak berkutik.

Sekali lagi Pete mencoba, memanggil-manggil. Ketika anjing itu tetap saja tidak bereaksi, anggota Trio Detektif yang jangkung itu memanjat pagar kawat, lalu melompat masuk ke pekarangan seberang.

"Hati-hati," kata Bob.

"Lemparkan tulang itu kemari," kata Pete. "Jika anjing itu terbangun. nanti kulemparkan padanya. "

Allie melemparkan tulang itu ke arah Pete, yang sedang memperhatikan anjing yang tidur itu.

"Seperti mati saja kelihatannya," katanya.

"Yuk, kita manfaatkan peluang baik ini," kata Allie. Gadis bandel itu memanjat pagar yang tingginya lebih dari tiga meter, lalu meloncat dari atas ke tanah. Bob mengikutinya, untunglah Jupe juga berhasil memindahkan tubuhnya ke seberang, meski dengan susah payah.

Kemudian mereka menghampiri anjing penjaga itu, dengan sikap waspada. Allie tidak hentinya berbicara pada binatang itu.

­"Tenang, tenang sajalah," katanya dengan suara lembut.

"Hati-hati!" desis Jupiter.

Allie membungkuk. Disentuhnya si anjing. Binatang itu terkejat-kejat sambil mendengking pelan, seperti sedang bermimpi

"Dia cuma tidur," kata Allie, "Tapi kenapa tidak bangun-bangun sejak tadi?"

Jupiter melihat sebuah piring kaleng di dekat pagar. Diambilnya benda itu, lalu diendusnya sisa-sisa daging mentah yang menempel di situ.

"Aku tidak mencium bau apa-apa, tapi mungkin saja anjing ini dibius orang," katanya. "Mungkin oleh orang yang ingin bisa beraksi dengan tenang!"

Anak-anak yang lain celingukan. Tapi selain mereka berempat, tidak ada orang di situ.

"Ke mana ya, orang-orang Meksiko itu?" Tanpa menyadarinya, Bob berbicara dengan suara berbisik.

"Hei!" seru Pete. "Ada orang di sini?"

Gema suaranya memantul dari lereng bukit, berulang-ulang.

"Diam!" bentak Allie. "Sudah jelas ada yang membius anjing itu, dan tidak ada siapa-siapa di ­ini." Ia mengeluarkan senter yang diselipkan dalam kantung belakang. "Kita harus buru-buru, sebelum ada orang datang."

Ia melangkah ke jalan masuk ke tambang yang gelap, karena matahari sudah menghilang di balik bukit. Sebentar lagi hari sudah senja.

Di belakang jalan masuk ada beberapa buah sekop dan sebuah gerobak sorong. Allie menyorotkan senternya ke dinding terowongan, dan ke balok-balok yang menopang langit-langit di atas.

"Apakah yang mereka lakukan selama ini di sini?" katanya. "Aku sama sekali tidak melihat bekas-bekas ledakan."

"Kita belum cukup jauh masuk ke dalam," kata Jupe. "Bunyi ledakan waktu itu kan sangat samar. Yuk, kita ke tempat aku menemukan batu itu."

Diambilnya senter dari tangan Allie, lalu berjalan mendului menuju ke tempat terowongan bercabang ke kanan dan ke kiri. Tanpa ragu, ia masuk ke cabang sebelah kiri.

"Tempatnya sekitar lima belas meter dari sini," katanya sambil terus berjalan dengan cepat.

Di dasar terowongan kini terdapat onggokan batu besar-kecil yang lebih tinggi. Di sebelah atasnya menganga lubang bekas. dinding yang diledakkan, Nampak sesuatu yang kemilau di pinggir lubang itu.

"Lihat, itu kan emas!" seru Pete.

Jupe melangkah maju, lalu mendekatkan senter yang menyala ke dinding terowongan. Sinarnya menerangi bintik-bintik yang mengkilat.

"Luar biasa!" kata Jupe. Dengan kaku dicongkelnya secuil logam kuning mengkilat dari tanah yang keras, lalu disorotinya dengan senter. Pandangannya terpaku pada logam itu.

"Ternyata Mrs, Macomber keliru!" kata Allie. "Di tambang ini ada emas!"

Tiba-tiba mereka terkejut.

Mereka mendengar bunyi yang mungkin tembakan, tapi mungkin juga berasal dari knalpot mobil. Kedengarannya sangat samar, dan datang dari salah satu tempat di luar.

"Ada orang datang!" bisik Pete.

"Cepat, lari!" kata Allie. "Aku tidak ingin tertangkap basah lagi di sini!"

Jupiter mengantungi emas secuil yang dicongkelnya tadi, lalu anak-anak bergegas menuju ke terowongan utama. Jalan masuk yang dibatasi kerangka balok kini hanya dapat dikenali berupa bentuk persegi empat yang remang-remang.

Begitu jalan masuk itu sudah nampak, dengan segera Jupiter memadamkan senter. Anak-anak berjalan dengan meraba-raba menuju udara segar di luar, sambil tersaruk-saruk menyusur lantai terowongan yang agak mendaki. Sesampainya di ujung depan, Jupiter menyuruh mereka berhenti.

Anjing penjaga masih tetap berbaring di tempat yang terbuka, nyaris tidak kelihatan lagi di tengah keremangan senja. Sebuah mobil datang, lalu direm dengan tiba-tiba di luar pagar. Anak-anak melihat dua orang laki-laki turun dari kendaraan itu.

"Oke, Gasper," kata seorang di antaranya. "Ambil batu atau apa saja, lalu kita singkirkan gembok pengunci pintu pagar."

­"Kenapa repot-repot, Manny," kata temannya, dengan suara parau. "Kutembak saja, beres!"

"Kau ini gila, ya?!" tukas pria yang pertama. "Kalau ada yang mendengar, dengan segera sheriff jagoan itu pasti akan muncul di sini. Ambil batu, kataku!"

Dari tempat mereka mengintai, anak-anak mendengar napas Gasper yang terengah-engah.

"Jupe!" bisik Pete. "Kaudengar bunyi napas itu? Dia itulah orang yang masuk ke gudang waktu itu! Orang yang menyerang aku dengan parang! Bunyi napasnya persis seperti itu!"

Anak-anak mundur, masuk lebih jauh ke dalam terowongan.

"Bagaimana sekarang?" bisik Allie. "Jika mencoba lari, kedua orang itu pasti akan melihat kita - dan kurasa mereka kemari pasti bukan untuk bermain-main! Tidak ada siapa-siapa malam ini di sini - begitu pula di rumah!"

Anak-anak mendengar kesibukan orang yang bernama Gasper menghantam gembok yang terpasang di pintu pagar. Gembok itu jatuh ke tanah, lalu pintu didorong sehingga terbuka.

"Jika masih ada di sini, kemungkinannya di dalam rumah," kata Gasper dengan suaranya yang parau.

Kedua laki-laki itu melintasi tempat yang terbuka, menuju ke pondok Thurgood.

"Mungkin juga bukan di sini," kata laki-laki yang satu lagi. "Banyak waktunya ketika itu untuk menyembunyikannya di tempat lain."

­"Jika tidak ditemukan di sini, masih bisa kita cari di dalam tambang," kata Gasper.

"Dan jika di sana juga tidak kita temukan," balas Manny, "kita tunggu sampai si Konyol datang lagi, lalu kita paksa dia untuk mengatakan apa yang ia lakukan dengannya!"

Sambil tertawa jelek, kedua laki-laki itu masuk ke pondok tempat tinggal Thurgood,

Allie nyaris saja menjerit.

"Kita pasti akan ketahuan nanti," serunya dengan suara tertahan. "Kita harus berusaha lari pulang. Dari sana kita bisa menelepon Sheriff"

"Jangan nekat, Allie!" desis Pete. "Kedua orang itu bersenjata!"

"Tapi Allie benar," kata Bob. "Kita harus berbuat sesuatu!"

Jupiter merangkak ke. ujung depan terowongan, lalu memandang ke luar. Ia melihat sebuah ember di samping gubuk reyot yang beberapa hari sebelumnya digembok oleh Thurgood. Ember itu berisi cairan. Jupiter mendatangi ember itu dengan merangkak-rangkak, lalu mengendus isinya. Setelah itu dipandangnya gubuk yang dindingnya terbuat dari papan yang sudah kering-kerontang.

Ia menyelinap kembali ke terowongan "Pekerja-pekerja Meksiko itu meninggalkan seember minyak pengencer cat di samping gubuk itu," katanya pada teman-teman . "Jika gubuk itu kita siram dengan cairan itu lalu kita bakar seseorang di kota pasti akan meliat kobaran api, ­lalu memberi 'tahu dinas pemadam kebakaran. Dengan segera mereka, dan mungkin juga Sheriff, akan datang kemari - dan kedua penjahat itu terjebak. Pete, tadi waktu kita ke Hambone, k­u kan mengantungi korek api. Sekarang masih kaubawa?"

Pete mengeluarkan sebuah kotak korek api dari kantungnya, lalu diikutinya Jupe ke luar. Mereka merangkak ke gubuk. Jupe mengangkat ember yang berisi minyak pengencer cat, lalu menyiramkannya ke dinding gubuk itu. Pete menyalakan sebatang korek api, lalu mencampakkannya ke arah bangunan reyot itu. Dalam sekejap mata kobaran api sudah menjalar, melahap kayu dinding yang sangat kering. Gubuk reyot Itu terbakar.

"Hebat!" kata Pete. "Nyalanya pasti kelihatan."

Tiba-tiba Jupiter terkejut, lalu berseru. "Itu sudah pasti! Cepat, kembali ke dalam tambang. Kurasa aku tahu apa yang disimpan Thurgood di dalam gubuk itu!"

Pete dan Jupe cepat-cepat lari ke tambang. Anak-anak bergegas masuk lebih ke dalam lagi.

"Rebah!" teriak Jupe.

Keempat remaja itu menjatuhkan diri ke lantai terowongan. Detik itu juga terdengar dentuman menggelegar. Gubuk reyot itu hancur berantakan.

­Bab 16 MELARIKAN DIRII

LEDAKAN demi ledakan terjadi, susul-menyusul. Dentuman membahana bertubi-tubi, memekakkan telinga. Dan-akhirnya berhenti, tinggal gemanya saja yang masih bergulung-gulung, terpantul di lereng-lereng bukit. Allie dan teman-temannya terhuyung- huyung keluar dari dalam tambang. Sisa-sisa gubuk terbakar dan serpih-serpihan kayu yang menyala berserakan di samping lubang tambang.

Pete melongo.

"Padahal kita cuma ingin ada nyala api sedikit saja!" katanya.

"Seharusnya aku sudah bisa menduga bahwa Thurgood menyimpan dinamit di dalam gubuk itu!" kata Jupiter.

Kejadian-kejadian yang menyusul, berlangsung dengan cepat sekali. Pintu bangunan tempat pengolahan hasil penggalian terpentang lebar, dan kedua orang Meksiko pekerja di tempat itu menghambur ke luar. Mereka tergopoh-gopoh memanjat pagar kawat, lalu lari menghilang di sela batu-batu besar yang berserakan di lereng sebelah atas tambang. Manny dan Gasper muncul dengan limbung dari dalam pondok, sementara ­mobil merah milik Thurgood datang dengan laju, lalu membelok masuk ke pekarangan lewat pintu pagar yang menganga.

"Mr. Thurgood!" seru Pete sambil lari menyongsong. "Awas! Kedua orang itu membawa senjata! Mereka membongkar rumah Anda!"

Sementara Gasper berbalik lalu mendekati Pete dengan sikap mengancam, Thurgood melompat keluar dari mobilnya, sambil menarik senapan burunya.

"Jangan bergerak!" teriaknya. "Jika kalian berdua berani maju selangkah lagi, habis riwayat kalian!"

Tapi Gasper ternyata lebih cepat reaksinya. Sementara Thurgood bergerak mengacungkan senapannya, penjahat itu melompat ke arah Pete lalu mencengkeram bahu anak itu. Pete terhuyung. Ia merasa ada sesuatu disodokkan ke pinggangnya.

"Buang senapanmu," kata Ga­per pada Thurgood. "Kalau tidak, kutembak anak ini!"

Thurgood menurunkan arah laras senapannya dengan pelan, lalu dicampakkannya senjata itu ke tanah. Manny cepat-cepat lari menghampiri, lalu dipungutnya senapan itu. Cengiran jahat nampak pada mukanya yang lebar. Pandangannya beralih dengan cepat, ke arah ketiga anak lainnya yang berada di dekat jalan masuk ke tambang.

"Kau, yang perempuan!" hardiknya. "Cepat, ke sini!"

­"Jangan, tunggu!" Bob berusaha melindungi Allie.

"Minggir!" bentak Manny. Sambil mengancam dengan senapan, orang itu lari mendatangi lalu menyentakkan lengan Allie dan memilinnya ke belakang punggung gadis itu. "Sekarang jalan!"

Tiba-tiba terdengar bunyi sirene meraung-raung. Itu mobil barisan pemadam kebakaran yang datang dari Twin Lakes.

Manny dan Gasper berpandang-pandangan, lalu Pete dan Allie yang dijadikan sandera mereka cengkeram lebih erat.

"Jalan itu..." Manny menggerakkan kepalanya, menunjuk lintasan jalan yang hancur yang menuju ke Hambone, "bisa ke mana kita lewat situ?"

"Cuma... cuma ke sebuah desa tua yang tidak ada penghuninya lagi," kata Allie, karena dia yang ditanya.

"Ada apa di balik bukit-bukit ini."

"Cuma gurun." Allie kelihatan ketakutan. Tapi sikapnya tetap tegar.

Gasper memberi isyarat ke arah mobil Thurgood dengan gerakan kepalanya.

"Dengan itu pasti bisa, karena tenaganya lebih besar dari mobil biasa,"

"Kalian takkan berhasil!" teriak Allie.

"Tutup mulut!" hardik Gasper,

Kini sudah terdengar deru mobil pemadam kebakaran. Sekali lagi sirene dibunyikan.

"Cepat, naik ke mobil!" Manny mendorong-dorong Allie, lalu menolakkannya sehingga anak itu terjerembab ke jok belakang mobil Thurgood. Lalu laki-laki kasar itu menyusul masuk. Pete didorong masuk ke sebelah depan, di samping Gasper yang duduk di belakang setir. Jupe, Bob, dan juga Thurgood hanya memandang saja tanpa bisa berbuat apa-apa. Mobil merah itu meninggalkan pekarangan dengan tersendat-sendat, lalu mulai mendaki lintasan yang menuju ke Hambone, teriring bunyi persneling yang dipindahkan giginya dengan kasar.

Jupe dan Bob lari ke pintu pagar, mengejar mobil itu. Gasper mengemudikannya tanpa menyalakan lampu. Dengan segera kendaraan itu sudah tidak kelihatan lagi, lenyap di tengah pohon-pohon pinus yang tumbuh di lereng bukit.

Di arah yang berlawanan, lampu-lampu merah mobil pemadam kebakaran muncul di kejauhan. Sementara sirene masih terus meraung-raung, kendaraan besar itu masuk ke pekarangan Thurgood beberapa menit kemudian; disusul oleh mobil Sheriff Tait yang kemudian direm dengan mendadak.

Sheriff Tait turun dari mobilnya. Dipandangnya sekilas bekas gubuk, yang kini tinggal seonggok puing-puing yang masih terbakar di sana-sini.

"Kelihatannya kita terlambat untuk urusan ini, Sam," kata polisi itu pada orang yang mengemudikan mobil pemadam kebakaran. Setelah itu dihampirinya Wesley Thurgood.

­"Apakah yang terjadi di sini?n katanya. "Dari kota, kedengarannya seakan-akan bukit di sini ' runtuh. "

Dengan cepat Jupiter melangkah maju.

"Saya yang membakar gubuk itu," katanya. "Tadi ada dua orang menerobos masuk ke pondok Mr. Thurgood, dan karenanya saya ingin memberi tanda supaya ada yang datang - tapi saat ini, itu tidak penting! Kedua orang itu menyandera Allie Jamison dan Pete Crenshaw! Mereka lari lewat lintasan yang menuju ke Hambone, dengan mobil milik Mr. Thurgood. Mereka bersenjata... dan nampaknya tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan!"

Sheriff Tait memandang ke arah bukit yang saat itu sudah diselubungi kegelapan.

"Allie diculik?" katanya.

"Ya, dan juga teman kami, Pete Crenshaw," kata Jupiter. "Mereka ditodong!"

Sheriff mengusap-usap dagu dengan tangannya yang kekar. Wajahnya masam.

"Sudah berapa lama mereka pergi?"

"Baru saja beberapa menit yang lalu. Anda masih bisa mengejar, jika buru-buru. Mereka tidak menyalakan lampu, jadi tidak mungkin bisa ngebut."

"Itu pasti akan mereka lakukan, apabila nampak lampu mobilku di belakang mereka. Jadi ada risiko kecelakaan. Itu berbahaya, karena ada kedua anak itu bersama mereka."

"Kalau begitu Anda hadang saja mereka di balik bukit," kata Jupe mendesak "Mereka takkan berhenti sampai di Hambone saja. Jika jalan di balik bukit diblokir..."

"Jalan yang mana?" kata Sheriff Tait.

Jupiter melongo.

"Ada lebih dari satu?"

"Jika mereka berhasil sampai di Hambone, Nak dari situ mereka bisa memilih salah satu dari sekitar selusin lintasan. Semuanya bercabang dari jalan utama di desa itu, dan menuju ke berbagai pondok serta beberapa tambang tua, dan dari situ turun sampai ke gurun. Kalau mau, orang-orang itu bisa selama berminggu-minggu bersembunyi di atas bukit."

"Tapi itu tidak boleh sampai terjadi!" seru Bob. "Allie dan Pete kan ada di tangan mereka!"

Sheriff Tait pergi ke mobilnya, lalu mengambil corong mikrofon radionya.

"Aku bisa memanggil helikopter dinas patroli jalan raya," katanya. "Dalam waktu tidak sampai sejam, mereka sudah akan ada di sini. Aku juga akan minta pada mereka untuk mengirim mobil patroli, mengawasi sisi seberang bukit-bukit ini. Kita doakan saja, semoga tidak timbul pikiran pada bandit-bandit itu bahwa mereka akan bisa lebih cepat jika para sandera disingkirkan!"

­Bab 17 MOGOK

JIM HOOVER, pilot helikopter dinas patroli jalan raya tertawa lebar menanggapi permintaan Jupe dan Bob, agar diperbolehkan ikut mencari kedua penjahat yang melarikan diri. Ia mengangguk.

"Aku tidak setuju," kata Sheriff Tait, "karena mungkin bisa berbahaya." Tapi ia menepi juga sedikit, agar Jupe dan Bob bisa masuk ke dalam helikopter yang sempit itu. Mereka berlutut di belakang kedua tempat duduk yang tersedia untuk pilot serta seorang penumpang. Sheriff Tait duduk di kursi penumpang. Senapan yang dilengkapi dengan teleskop dilintangkannya di atas lutut.

"Semuanya siap?" tanya Hoover, lalu menggerakkan tongkat kemudi. Helikopter itu bergerak naik, membubung meninggalkan tempatnya mendarat di jalan dekat tambang Thurgood.

Hoover menekan sebuah sakelar. Seketika itu juga nampak jalur sinar lampu sorot yang menyilaukan, menembus kegelapan malam. "Arahnya bisa dikendalikan dengan tuas ini," kata Hoover pada Sheriff Tait, sambil menunjuk sebuah tuas yang terdapat di depan tempat duduk polisi itu.

Sheriff Tait menggerakkan tubuhnya ke depan.

­"Rupanya mereka masih tetap tidak menyalakan lampu," katanya. Ia menggerakkan tuas kendali, dan sorotan lampu pencari mulai menyapu lereng bukit di bawah mereka. Nampak batu-batu besar, yang ketika diterangi sinar lampu pencari menimbulkan bayang-bayang aneh, bergerak-gerak. Nampak di bawah, lintasan jalan berkelok-kelok yang menuju Hambone kelihatan nyaris putih di tengah kegelapan pohon-pohon pinus yang tumbuh merapat pada .kedua sisinya.

"Mereka harus terus menyusur lintasan yang di bawah itu, setidak-tidaknya sampai di Hambone," kata Hoover. "Lain halnya jika mereka memutuskan untuk meneruskan lari tanpa mobil."

Helikopter bergerak miring, mendekati bukit. Jupiter merasa seakan-akan perutnya terangkat ke atas. Napasnya tersentak.

"Tenang-tenang sajalah," kata pilot pesawat itu. "Anggap saja kau sedang berada dalam lift yang bergerak ke samping, dan bukan naik-turun seperti biasa."

"Aku tidak apa-apa," kata Jupe. "Sungguh, tidak apa-apa!"

Helikopter itu melayang, menelusuri setiap jengkal lintasan mulai dari bawah bukit sampai ke Hambone. Tapi mobil merah yang dicari, tidak kelihatan.

"Wah, rupanya mereka ngebut, sehingga sekarang sudah melewati lintasan tadi," kata Sheriff Tait, sementara helikopter melayang di atas puncak bukit. "Dan itu tanpa menyalakan lampu!"

Betulkah Manny dan Gasper berhasil melewati lintasan tadi, pikir Bob. Atau mungkinkah mobil selip dalam kegelapan? Bagaimana keadaan Allie dan Pete sekarang? Jangan-jangan mereka terkapar di bawah, tertindih mobil yang terbalik! Jangan-jangan mereka cedera!

Sheriff Tait rupanya merasa bahwa Bob merasa cemas melihat sikapnya yang tegang,

"Jangan cemas, Nak," katanya ramah. "Asistenku serta satu orang lagi akan naik ke lintasan Itu dengan jip. Jika terjadi sesuatu dengan mobil itu, mereka pasti akan menemukannya."

Jim Hoover merendahkan helikopternya, melayang di atas atap bangunan-bangunan di Hambone. Jalur sinar lampu pencari yang terang menelusuri tempat -tempat terbuka di antara bangunan-bangunan tua yang sudah lapuk itu.

"Apa itu?" seru Sheriff. "Ada pick-up di bawah sana... di belakang bekas pabrik tambang itu!"

Jupiter mengulurkan kepala ke depan, memandang ke bawah.

"Itu mobil Mrs. Macomber," katanya. "Kami menemukannya tadi siang di situ. Tapi tanpa Mrs. Macomber. Kami tidak tahu, di mana ia sekarang berada. "

"Apa sebetulnya yang sedang terjadi di sini?" tanya Sheriff Tait.

"Saya rasa, lebih baik nanti saja hal itu diterangkan," kata Jupe. "Sekarang Allie dan Pete lebih penting!"

"Yah, jika mereka berhasil sampai di Hambone, kini mestinya mereka sudah ada di sisi barat, melewati salah satu jalan kecil yang ada di situ," kata Sheriff. "Aku sendiri tidak tahu jalan mana yang akan kuambil, jika aku melarikan diri dengan membawa dua orang anak sebagai sandera."

"Hanya ada satu jalan untuk mengetahuinya," kata Jim Hoover, lalu menerbangkan helikopternya ke arah barat, meninggalkan Hambone yang kembali ditelan kegelapan malam.

Allie dan Pete duduk dalam mobil, di samping Manny dan Gasper. Mereka mendengar bunyi helikopter yang melayang-layang di atas kepala.

Sinar lampu pencari bergerak-gerak, menyapu pucuk pepohonan dan lintasan lengang yang menuju ke desa mati di atas bukit. Sesaat sinar terangnya menyentuh pohon-pohon pinus di sisi lintasan yang saat itu sedang dilewati mobil yang dikemudikan oleh Gasper.

Allie menahan napas. Dipusatkannya seluruh pikiran, berusaha memaksa pilot ltlelikopter untuk melihat mereka.

"Lihatlah kami!" doanya dalam hati. "Ayo, lihat! Kami ada di sini, tepat di bawah kalian! Masak tidak kelihatan?"

Deru mesin helikopter menjauh, lalu lenyap. Gasper terkekeh.

"Kita jalan lagi sekarang!" katanya sambil memindahkan persneling. Mobil bergetar dan menderum-derum, keluar dari parit di sisi jalan. Mereka merayap lagi naik, menuju ke Hambone. Lampu tetap tidak dinyalakan.

­"Jika kita berhasil lolos, aku tidak mau lagi kembali ke sini," ujar Gasper dengan sebal. "Toh takkan ada manfaatnya bagi kita. Jika Thurgood sialan itu belum menemukannya, sekarang ia, pasti akan mencarinya. Orang tidak perlu jenius untuk bisa menebak bahwa kita mencari sesuatu yang besar."

"Seberapa besar bagian Gilbert Morgan dari seperempat Juta dolar itu?" kata Allie dengan tiba-tiba.

Seketika itu juga Gasper menginjak rem, sehingga mobil langsung berhenti.

"Siapa yang bicara tentang seperempat juta dolar?" hardik orang itu. Allie diam saja. Gasper merogoh kantung, mengambil sebatang rokok, lalu menyalakannya. "Kedua anak ini perlu kita singkirkan," katanya pada Manny. "Di suatu tempat yang tidak mungkin ditemukan orang lain. "

Allie terbatuk-batuk. Tangannya dikibas-kibaskan, menyingkirkan asap rokok yang terhembus ke mukanya.

"Merokok itu kebiasaan buruk," katanya. "Bisa mengganggu pernapasan - mungkin Anda belum menyadarinya - dan merusak suara. Dan takkan ada gunanya bagi Anda menyingkirkan kami. Kami tahu tentang perampokan di Phoenix -lima tahun yang lalu itu. Pelakunya empat orang, tiga pria dan seorang wanita. Salah seorang dari mereka Gilbert Morgan, kan? Dan Anda kedua laki-laki lainnya. Itu kami tahu, Bob dan Jupe juga tahu."

Manny mengerang.

"Aduh, kedua anak tadi! Dan kita biarkan mereka tinggal di bawah!"

"Tolol, ya?" kata Allie. Tapi ia langsung bungkam, begitu Manny menodongkan senjatanya. Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di Hambone, lalu menuruni jalan menuju ke balik bukit. Gasper membiarkan mobil meluncur sendiri, dengan persneling pada gigi satu. Setelah beberapa saat, mereka sampai di suatu tempat di mana jalan utama membelok ke kanan, dan sebuah lintasan yang lebih sempit dan rusak mengarah ke kiri. Gasper memadamkan rokoknya yang tinggal puntung di asbak yang sudah penuh sekali, lalu menunjuk ke arah jalan utama.

"Ke mana kita kalau lewat situ?" tanyanya pada Allie.

"Entah," kata Allie, sambil menyingkirkan asap rokok dengan tangannya. "Ke gurun, barangkali."

"Ambil jalan yang ke kiri," kata Manny. "Kurasa saat ini pasti sudah ada sekitar seratus polisi menunggu kita di ujung jalan utama."

Gasper hanya mendengus, lalu membelokkan mobil memasuki jalan yang lebih sempit. Sebetulnya tidak pantas disebut jalan, karena wujudnya tidak lebih dari dua jalur bekas ban mobil yang berkelok-kelok di sela pepohonan. Mobil terguncang dan terbanting-banting ketika melewatinya. Tapi dengan mengerahkan segenap tenaga, Gasper mampu menguasai gerak kendaraan itu. Rokok yang baru dinyalakan dicampakkannya ke luar Jendela, lalu digenggamnya setir dengan kedua belah tangan.

"Jika hutan terbakar karena api rokok yang Anda buang itu, dengan sekejap mata kita akan ditemukan patroli jalan raya!" tukas Allie. Gasper tidak menjawab, karena terlalu sibuk mengendalikan mobil.

Pete da­ Allie merasa perjalanan itu seperti tidak habis-habisnya. Kadang-kadang mereka melihat pondok di bawah pepohonan, gelap dan misterius. Mereka melewati sebuah desa yang lebih kecil dari pada Hambone, dan lebih parah keadaannya. Seekor coyote menyelinap pergi, sambil tetap sembunyi di kegelapan bayang-bayang.

Beberapa kali nampak kembali sinar lampu pencari dari helikopter yang terbang mendekat: dan itu menyebabkan Gasper langsung meminggirkan mobil, menunggu sampai sinar terang yang mencari-cari sudah pergi lagi. Pete dan Allie - berusaha tidur, tapi setiap kali mereka tersentak bangun karena gerak mobil yang liar.

Selama beberapa waktu, rasanya mereka semakin tinggi saja mendaki. Tapi akhirnya lintasan yang dilewati mulai menurun, berkelok-kelok menyusur lereng.

"Kurasa kita sudah berhasil." Gasper menggenggam kemudi erat-erat dengan kedua tangannya. Sementara itu bulan sudah terbenam. Hanya sinar redup ribuan bintang di langit saja yang masih ada untuk menunjukkan jalan. Lintasan yang benjol-benjol mulai melebar dan menjadi semakin datar. Mereka sudah sampai di kaki bukit. Di depan mata terhampar jalan raya beraspal licin. Di seberangnya, gurun yang luas.

Mobil dihentikan oleh Gasper. Dengan sikap waspada, ia memandangi ke kanan dan ke kiri.

Manny tertawa kecil.

"Tidak ada polisi," katanya. "Seperti sudah kusangka, mereka semua menunggu kita di ujung jalan utama."

"Bukan cuma di situ saja, di setiap tempat juga mungkin." Gasper menarik napas dalam-dalam. Ia terbatuk "Kita tidak akan mengambil jalan itu," katanya memutuskan, sambil mengangguk ke arah jalan raya yang beraspal. Persneling dimasukkannya ke gigi satu, lalu dikemudikannya mobil keluar dari bawah pepohonan, memotong jalan raya, lalu memasuki gurun. Mobil itu berjalan terlambung-lambung di situ.

"Aduh!" teriak Allie, ketika ban mobil membentur legokan sehingga ia terlempar ke depan. "Takkan mampu mobil ini."

"Tutup mulutmu!" bentak Gasper. Dengan gerakan gugup dimatikannya rokok yang baru saja dinyalakannya. "Jika kita terus saja di sini, nanti pasti akan sampai juga di salah satu jalan lain! Dan kita mencari yang tidak diawasi polisi."

Bintang-bintang terakhir yang masih nampak di langit, akhirnya memudar. Pete menoleh ke belakang. Dilihatnya sinar samar di balik perbukitan. Ketika akhirnya matahari muncul di atas bukit, mereka sudah jauh sekali meninggalkan jalan raya yang tadi.

"Tidak lama lagi mestinya ada jalan lagi," gumam Gasper, "yang tidak menghubungkan -"

Kalimatnya terputus, karena saat itu ban mobil membentur sebuah lubang yang dalam, dan keempat penumpangnya terbanting ke samping.

Terdengar suara mendesis. Uap dan asap yang berasal dan cairan pendingin mesin membuat napas mereka sesak.

"Sialan!" umpat Gasper. Ia mematikan mesin meloncat ke luar, lalu bergegas ke bagian depan mobil. Dengan mata melotot ditatapnya ban-ban kendaraan itu, sementara genangan air kecokelatan menyebabkan pasir putih di bawah mobil berubah warna, menjadi gelap.

"Ada, apa?" tanya Manny dengan tegang

"Radiator pecah," kata Gasper. "Dan as patah!"

Manny mengerang.

"Dasar goblok!"

Gasper pe­gi ke samping mobil, lalu mengacungkan senjatanya ke arah Allie dan Pete

"Ayo keluar! Kita terus, berjalan kaki!"

"Mana mungkin?!" seru Allie.

"Diam! Ayo, jalan!" bentak Gasper, Allie dan Pete turun dari mobil, diikuti Manny. Ia memandang ke seberang daerah tandus itu.

"Ke sana," katanya sambil menuding ke depan "Kita berjalan menuju ke arah sana, membelakangi daerah perbukitan. Kapan-kapan, kita pasti akan sampai di suatu tempat."

"Tidak!" kata Allie. "Biar berjalan sampai kapan pun, bisa saja kita tidak sampai ke mana-mana. Dan apabila matahari nanti sudah tinggi, suhu di daerah sini akan menjadi panas sekali. Seperti dipanggang rasanya. Kita harus tetap tinggal di mobil."

"Kalau itu kita lakukan, kita pasti mati," kata Manny.

"Kita juga akan mati kalau pergi dari sini," kata Allie berkeras.

"Jangan banyak bicara! Ayo jalan!" teriak Gasper.

"Tidak!" Allie duduk di tanah. "Tembak saja kalau mau, tapi aku tetap tinggal di sini. Lebih baik ditembak daripada mati kepanasan, atau menjadi gila karena tidak kuat menahan haus!" Ditatapnya Manny dan Gasper dengan mata melotot.

Pete ragu-ragu sebentar, lalu ikut duduk di samping mobil.

Gasper menatap mereka dengan sikap mengancam, sementara jari-jarinya semakin kencang menggenggam senjatanya. Tapi tahu-tahu Manny berbalik, lalu mulai berjalan, menjauhi mobil.

Gasper memandang Pete dan Allie, lalu beralih menatap sosok temannya yang pergi dengan langkah pasti. Akhirnya ia menyusul Manny.

Allie dan Pete memperhatikan terus, sampai kedua penjahat itu sudah jauh sekali. Matahari menanjak terus merambati langit. Permukaan gurun mulai kelihatan bergelombang, karena hawa panas yang mengambang di atasnya.

"Bagaimana jika orang-orang yang mencari kita menganggap usaha mereka takkan bisa berhasil, lalu pencarian dihentikan?" kata Pete. Suaranya parau karena cemas. "Kita bisa mati kehausan di sini."

Bab 18 TERDAMPAR DJ TENGAH GURUN

JAUH tinggi di atas, Bob dan Jupit­r memperhatikan daerah perbukitan menjadi kemerah-merahan kena sinar matahari saat fajar. Sherrif Tait menguap. Dipadamkannya lampu sorot helikopter. Pencarian semalam suntuk menyebabkan mata mereka merah dan terasa pedih. Jim Hoover, pilot pesawat itu mengubah sikap duduknya. Dibelokkannya arah helikopter, untuk sekali lagi melayang di atas bukit-bukit.

"Aku tidak mengerti, bagaimana mereka bisa melewati punggung bukit tanpa terlihat oleh kita," kata Sheriff Tait. "Tapi aku berani bertaruh, mereka pasti sudah tidak ada lagi di bawah sana. Setiap jengkal sudah kita teliti."

"Tapi kalau tidak di situ, di mana lagi mereka mungkin berada?" tanya Bob. "Jika turun lewat jalan utama, pasti sudah disergap mobil-mobil patroli yang menghadang di sana. Dan pilot helikopter yang satu lagi, tadi kan mengatakan bahwa jalan raya sudah diperiksa olehnya.

"Mungkin mereka memang berniat tetap tinggal bukit" kata Jupe. "Di bawah sana banyak juga desa-desa yang sudah tidak berpenghuni lagi, ­serta pepohonan untuk tempat menyembunyikan mobil di bawahnya."

"Mungkin kau benar, Jupiter," kata Sheriff.

"Tapi menurutku, mereka turun ke bawah lewat salah satu jalan yang tidak biasa dilewati orang, lalu memotong jalan lewat gurun. Jangan lupa, mereka tidak membawa bekal. Mereka tidak bisa lama-lama bersembunyi tanpa bekal makanan."

"Kalau mereka mencoba melintasi gurun, bisakah kita menemukan mereka?" tanya Bob.

"Bisa saja, asal kita cukup lama mencari," jawab Sheriff Tait "Gurun ini luas, tapi setidak-tidaknya datar. Kita coba saja mencari ke arah sana. "

Jim Hoover mengangguk, lalu membelokkan helikopter ke arah barat, menuju ke tengah gurun.

Allie menarik sapu tangan dari kantung jeansnya, lalu mengusap kening yang berkeringat dengannya. Matahari memancarkan sinarnya yang terik. Allie sudah capek sekali. Tapi rasa gelisah menyebabkan ia tidak bisa tidur. Ia berdiri, lalu berjalan mengelilingi mobil, untuk kesekian kalinya pagi itu, lalu menjatuhkan diri di samping Pete yang duduk di balik bayangan mobil yang semakin memendek.

"Hari semakin siang," kata Allie "Mestinya sudah menjelang tengah hari. Kenapa kita belum juga ditemukan oleh mereka?"

Pete mengangguk. Wajahnya suram. "Dan kita belum makan lagi sejak kemarin siang, sewaktu piknik di Hambone. Perutku lapar sekali!"

"Bisa-bisanya kau memikirkan makan!" bentak Allie. "Tenggorokanku kering sekali - seperti kaktus mati rasanya!"

"Jika radiator tadi tidak pecah, kita bisa minum air yang ada di dalamnya," kata Pete.

"Ih," kata Allie, lalu meringkukkan punggung. Tiba-tiba ia berseru, "Astaga! Bagaimana sih, ­ aku ini?"

Pete kaget melihat perubahan sikap Allie.

"Apa maksudmu?" katanya.

Allie buru-buru berdiri, lalu mengambil kunci mobil dari tombol starter. Dibukanya tempat barang yang besar di hadapan jok penumpang sebelah depan, merogoh-rogoh, lalu mengeluarkan kotak pertolongan pertama. Diambilnya gunting dari dalam kotak itu.

"Apa yang hendak kaulakukan dengan gunting itu?" tanya Pete, sementara Allie mengacungkan alat itu dengan bangga.

Allie menunjuk ke arah sebatang kaktus yang ada di dekat mereka.

"Kita bisa memotong sebagian dari batang kaktus yang di sana itu," katanya. "Batangnya selalu mengandung air, yang diserap pada saat hujan, sebagai persediaan untuk musim kering. Aneh - kenapa baru sekarang hal itu terpikir olehku!"

"Lebih baik baru sekarang, daripada sama sekali tidak ingat!" kata Pete. "Wah, sudah kepingin sekali rasanya mencicip sesuatu yang basah." Diambilnya gunting dari tangan Allie, lalu ia lari mendatangi kaktus itu. Ditusuk-tusukkannya gunting itu ke batang tanaman itu, sampai diperolehnya dua bongkah daging batang yang berair. Sebongkah diberikannya pada Allie, lalu dibenamkannya giginya ke bongkah yang satu lagi, diikuti oleh Allie. Kedua remaja itu langsung mengernyitkan muka.

"Aku tidak tahu mana yang lebih tidak enak," kata Pete, "mati kehausan... atau ini!"

Allie mengunyah lambat-lambat, untuk mengisap seluruh cairan yang terkandung dalam daging batang kaktus. Setelah habis, diludahkannya ampas yang tersisa.

Sementara itu matahari sudah tepat di atas kepala.

"Kita berlindung saja di bawah mobil," kata Allie. "Jika helikopter itu masih meneruskan pencarian, mereka pasti bisa melihat kendaraan ini."

Keduanya merangkak ke kolong mobil yang teduh.

"Di sini memang tidak begitu panas," kata Pete. Ia merebahkan diri, siap untuk menunggu.

Karena tubuh sudah terasa lebih segar, Allie dan Pete kini bertambah waspada. Mereka mendengar suara samar seekor burung gurun, dan melihat kepala seekor tikus gurun tersembul sekejap dari liangnya, lalu cepat-cepat menghilang kembali. Beberapa ekor kadal berkeliaran dekat mobil, mencari makanan. Dataran gurun di sekeliling mereka nampak seperti bergelombang ditimpa sinar matahari terik. Beberapa waktu kemudian, yang bagi kedua remaja itu rasanya seperti sudah berjam-jam, Pete mengangkat kepalanya. Ia memasang telinga. Kemudian Allie pun ikut memperhatikan.

"Aku juga mendengarnya!" katanya. Samar-samar terdengar bunyi helikopter yang sedang terbang. Tidak salah lagi, itu memang suara helikopter.

"Mereka datang!" seru Allie. Bersama Pete, ia bergegas keluar dari kolong mobil, lalu lari ke tempat yang terbuka. Tapi bunyi bergeletar samar yang terdengar tadi sudah lenyap lagi. Kedua anak itu mencari-cari sambil mendongak. Tapi hanya langit biru saja yang nampak. .

"Aku tahu pasti, tadi itu suara helikopter," kata Allie.

Keduanya memasang telinga, ­Tapi tidak ada apa-apa lagi yang terdengar.

"Aduh kenapa mereka tidak datang-datang juga?" seru Allie. "Kita bisa mati di sini, jika mereka tidak lekas muncul."

"Jangan begitu, Allie," kata Pete. "Mereka pasti akan menemukan kita - tentang itu aku yakin seyakin-yakinnya." Tapi suaranya tidak mendukung kata-katanya.

Kemudian mereka mendengarnya lagi. Bunyi helikopter yang terbang di kejauhan. Pete dan Allie melonjak-lonjak, melambai-lambai sambil menjerit-jerit.

"Kami ada di sini!" jerit Allie. "Di sini, di bawah sini."

­Rupanya pilot helikopter sekarang melihat mereka, karena pesawat itu berbelok, lalu melayang ke arah mereka. Pete dan Allie lari menyongsong sementara helikopter merendah lalu mencecah tanah. Kedua anak itu lari membungkuk, untuk menghindari baling-baling yang berputar.

Sheriff Tait bergegas turun.

"Kalian tidak apa-apa?" tanyanya.

"Kami baik-baik saja," jawab Allie. "Sungguh!"

Pete menuding ke arah barat, ke tengah gurun. "Penjahat-penjahat itu lari ke sana - berjalan kaki." katanya

"Mereka memutuskan untuk meneruskan usaha melarikan diri dengan jalan kaki, setelah mobil mogok di sini," kata Allie menambahkan. Sheriff Tait tertawa.

"Pasti mereka menyesal sekarang."

Bob dan Jupiter sebenarnya ingin menghambur ke luar dari helikopter, untuk menyambut kedua teman mereka. Tapi tidak sempat, karena Sheriff buru-buru kembali ke tempat duduknya di depan, sambil mengatakan sesuatu pada pilot helikopter, yang masih tetap Jim Hoover. Pilot itu mengangguk, lalu berbicara lewat radio. Setelah itu ia menjulurkan kepala ke luar, lalu berseru ­pada Pete dan Allie. Jim Hoover berteriak keras-keras untuk mengalahkan deru pesawat.

"Kalian tidak bisa kubawa, karena di sini tidak cukup tempat, " serunya. "Tapi aku sudah menghubungi .satu di antara helikopter-helikopter pencari yang lain. Dalam lima menit, kalian sudah akan dijemput. Kami sekarang hendak mengejar kedua penculik kalian!" Ia menyodorkan sekaleng minuman pada Pete, lalu helikopter dibubungkannya lagi ke atas dan diarahkan ke barat, mencari Manny dan Gasper yang lari ke arah sana.

Pete dan Allie berpandang-pandangan sambil nyengir.

"Kedua penjahat itu pasti belum terlalu jauh," kata Allie dengan nada puas.

­Bab 19 RAHASIA JUTAWAN

­ALLIE ternyata memang benar. Sejam kemudian Manny dan Gasper sudah berhasil ditemukan oleh salah satu helikopter yang mengejar. Lalu dengan dijaga oleh seorang asisten Sheriff Tait, kedua penjahat itu diangkut ke Twin Lakes dan diturunkan di tempat terbuka dekat pondok Wesley Thurgood. Kedua penjahat itu sudah kehabisan tenaga. Kulit mereka merah dan pecah-pecah tersengat sinar matahari di gurun. Keduanya nampak sangat sebal. Mereka hanya mampu berjalan sejauh beberapa kilometer saja melintasi gurun, tapi akhirnya ambruk karena kepanasan.

Allie dan Pete, yang sudah lebih dulu diangkut kembali ke Twin Lakes dengan helikopter, tertawa lebar ketika melihat kedua penjahat itu digiring turun dari pesawat dengan tangan diborgol.

Sesaat kemudian, Sheriff Tait tiba bersama Jupe dan Bob. Kedua remaja itu dengan riang menghampiri Pete dan Allie yang datang menyongsong, serta menyapa Paman Harry yang nampak lega. Magdalena juga ada di situ, sibuk membagi-bagikan sandwich serta mengurus kedua pekerja yang berkebangsaan Meksiko.

Kedua orang itu malam sebelumnya kembali lagi ­ke tambang, dan kini duduk mencangkung di undak-undakan pintu pondok Thurgood, Keduanya nampak lesu dan ketakutan, dan tidak mau diajak bicara oleh siapa pun juga. Anjing penjaga peliharaan Thurgood dirantai di samping pondok.

Lidah binatang itu terjulur ke luar. Ia terengah-engah, tapi tidak berbuat apa-apa. Thurgood sendiri ada di dekat situ. Ia kelihatan tegang, bercampur bingung.

"Setelah semua kembali," katanya, "kuharap ada yang sudi mengatakan, siapakah sebenarnya orang-orang ini -" Ia menganggukkan kepala ke arah kedua penjahat yang diborgol, "- dan apa sebetulnya yang terjadi di sini?"

Tanpa mempedulikan pertanyaan Thurgood,

Allie berpaling pada Jupe sambil berkata, "Ternyata dugaan kita tentang Gilbert Morgan benar! Ia memang terlibat dalam kasus perampokan di Phoenix lima tahun yang lalu - dan kedua orang ini merupakan komplotannya! Itu mereka akui kemarin malam, ketika kami menyeberangi bukit. "

"Kami tidak mengatakan apa-apa waktu itu," bantah Manny.

"O ya, Anda mengakuinya," kata Allie. "Ketika kukatakan kami tahu tentang peristiwa perampokan itu, Anda lantas mengatakan kami berdua sebaiknya disingkirkan saja. Itu kan sama saja artinya dengan mengaku!"

Jupiter tersenyum puas. "Jadi ternyata rekonstruksi kita benar" katanya. ­"Kini segala-galanya mulai nampak bentuknya,"

"Kau ini bicara tentang apa?" tanya Sheriff Tait.

"Ya, mungkin sebaiknya kauberikan penjelasan, Jupe," kata Paman Harry. "Aku pun sama bingungnya seperti yang lain-lain."

"Bisa saja kucoba," kata Jupiter. Ia buru-buru menghabiskan sandwichnya, lalu menarik napas dalam-dalam. Kelihatan sekali bahwa ia menikmati saat itu.

"Ketika diketahui bahwa orang yang ditemukan mati di dalam tambang itu ternyata bekas narapidana yang menjadi buronan karena melanggar keharusan melapor setelah dibebaskan dengan syarat - ia dihukum karena merampok - kami lantas bertanya-tanya pada diri sendiri, apa sebetulnya yang dicari orang seperti dia di Twin Lakes yang letaknya begini terpencil. Apa yang menyebabkan ia masuk ke Tambang Jebakan Maut? Kami memeriksa edisi-edisi lama koran Twin. Lakes Gazette, dan menemukan beberapa peristiwa menarik yang terjadi di sini lima tahun yang lalu.

"Misalnya saja, Tambang Jebakan Maut ditutup jalan masuknya waktu itu, sementara Gilbert Morgan ada di dalamnya, dalam keadaan sudah mati. Pada hari itu juga, sebuah mobil yang dicuri di Lordsburg kemudian ditemukan dekat tambang itu. Kami hanya bisa menduga bahwa Morgan datang kemari dengan mobil itu. Kami lantas melacak jejaknya ke Lordsburg, tapi yang kami temukan di sana cuma sebuah berita dalam koran terbitan Lordsburg, tentang akan ditutupnya Tambang Jebakan Maut.

"Lima tahun yang silam, Mrs. Macomber pulang ke Twin Lakes, dan di sini dibelinya tanah dan rumah-rumah yang sekarang menjadi miliknya. Dalam salah satu rumahnya yang masih kosong, kami menemukan koran terbitan Phoenix lima tahun yang lalu. Dalam koran itu ada berita tentang peristiwa perampokan di kota itu - perampokan yang menghasilkan paling sedikit seperempat juta dolar bagi para pelakunya yang terdiri dari empat orang - tiga pria dan seorang wanita. Koran itu diterbitkan hanya beberapa hari sebelum tambang ditutup, dan beberapa bulan sebelum Mrs. Macomber membeli rumah-rumah di sini. Nampaknya ada kemungkinan Gilbert Morgan yang membawa koran itu kemari -dan mungkin juga ia yang masuk ke rumah di mana surat kabar itu kami temukan, sebelum kemudian masuk ke dalam tambang. Kami lantas menduga, mungkin saja Gilbert Morgan itu salah seorang dari kawanan yang melakukan perampokan di Phoenix. Sekarang kami tahu bahwa itu memang benar - dan kalian berdua kawanannya." Sambil tersenyum, dipandangnya Manny dan Gasper.

"Ketika mayat Morgan ditemukan di dalam tambang minggu lalu, orang-orang yang suka pada sensasi kemudian berdatangan kemari," kata Jupiter meneruskan penjelasannya. "Anda, Gasper, datang kemari pada waktu itu juga - yaitu setelah mendengar kabar tentang ditemukannya mayat Gilbert Morgan. Anda memasuki gudang Harrison Osborne, lalu ketika kami memergoki Anda di sana, Anda menyerang Pete dengan parang. Tapi karena Anda mencari-cari sesuatu Anda terpaksa tetap berada di sekitar sini. Mungkin Anda waktu itu bersembunyi di - salah satu rumah milik Mrs. Macomber, Aku yakin, Anda yang mencuri makanan dari dapurnya, dan juga yang meninggalkan puntung rokok di bak cuci piring di situ. Atau mungkin wanita itu sendiri yang memberi makanan itu pada Anda?"

Gasper tidak menjawab.

"Tapi itu juga tidak begitu penting," sambung Jupe. "Mungkin Manny juga ada di sekitar sini waktu itu, tapi kami tidak pernah menemukan jejaknya. Kurasa Anda yang bertugas sebagai pengintai, Gasper. Kemarin siang, keadaan di sekitar sini nampaknya aman bagi kalian berdua, karena semua sedang tidak ada. Anda lantas membius anjing penjaga Thurgood dengan daging yang sudah diberi obat bius, lalu pergi menjemput Manny. Setelah itu kalian berdua kemari, untuk mencari bagian Morgan dari hasil perampokan kalian."

Kini Jupiter memandang Wesley Thurgood. ­

"Dan Anda, Mr. Thurgood, Anda menemukan uang itu di dalam tambang, kan?"

"Sayang," kata Thurgood sambil menggeleng, "sekali ini kau salah terka. Kuakui, setelah rintangan yang menutup tambang dibuka, aku tidak langsung memeriksa tambang itu dengan teliti. Tapi Sheriff melakukannya kemudian, setelah mayat buronan itu ditemukan di dalam. Tidak ada apa-apa di dalam tambangku."

"Tidak ada apa-apa, Mr. Thurgood?" kata Jupiter. Dikeluarkannya batu yang mengandung jalur emas dari kantungnya, lalu dilambungkannya ke atas. "Emas juga tidak?"

Thurgood terkejut.

"Emas?" kata Sheriff Tait. "Belum pernah ditemukan emas di Tambang Jebakan Maut."

"Tapi sekarang ada," kata Jupiter. "Batu ini kupungut di dalam tambang, pada hari Allie menemukan mayat Morgan. Kemudian kutunjukkan pada seorang ahli permata di Lordsburg. Orang itu mengatakan, logam mengkilat berwarna kuning kemerahan yang ada di batu ini emas-emas dengan kadar tembaga yang tinggi."

Sheriff Tait tercengang.

"Tapi... jika di Tambang Jebakan Maut ada emas, kenapa sebelumnya tidak pernah diketahui?"

Jupe merogoh kantungnya lagi, lalu menyodorkan bongkah kecil logam mengkilat yang satu lagi pada Sheriff Tait.

"Itu karena ketika Mr. Thurgood membeli tambangnya, emas itu memang belum ada," kata Jupiter. "Ketika kemarin malam kami masuk ke situ, aku menemukan logam ini di permukaan dinding terowongan. Kecuali ini, masih ada beberapa butir lagi di situ. Jika Anda periksa baik-baik, akan nampak bahwa emas ini kehijau-hijauan warnanya - jadi mungkin emas yang banyak mengandung perak." Jupe menggoyang-goyangkan tubuhnya.

"Ketika sedang mencari-cari Pete dan Allie kemarin malam, aku berpikir-pikir tentang kedua jenis emas yang kutemukan. Aku tahu, emas sering ditemukan bercampur dengan logam-logam lain - seperti tembaga, atau perak. Tapi aku sangsi, apakah mungkin terdapat dua jenis campuran yang begitu lain. Aku juga lantas berpikir-pikir tentang bunyi ledakan di dalam tambang yang pernah kami dengar beberapa hari yang lalu... serta ledakan yang terjadi berulang kali. Aku lantas memperhatikan emas yang kehijau-hijauan dengan lebih cermat lagi. Jika itu Anda lakukan, Sheriff Tait, Anda akan melihat bahwa emas itu tidak.. selalu sudah ada di dinding terowongan Tambang, Jebakan Maut."

Sheriff Tait mendekatkan logam itu ke matanya.

"Eh... emas ini berbentuk tertentu!" katanya dengan heran.

Jupiter mengangguk dengan sikap yakin. "Ya, bentuk kembang jeruk Emas itu berasal dari sebuah cincin kawin!"

Thurgood melangkah maju.

"Di mana kau menemukannya?" tukasnya dengan nada bertanya. "Di mana kau sesungguhnya menemukan emas itu? Jangan kaukatakan, di dalam tambangku. Aku tidak percaya!"

"Itu tak perlu kukatakan lagi," balas Jupe, "Aku yakin, jika Anda begitu ceroboh sehingga menggunakan potongan-potongan emas yang berasal dari perhiasan dalam usaha penipuan yang Anda lakukan, masih ada potongan-potongan lain di dinding terowongan itu yang nanti bisa diteliti dari mana asalnya. Sheriff tinggal ke sana saja, untuk memeriksa."

Jupiter berpaling, memandang Sheriff Tait.

"Mr. Thurgood ini melakukan siasat penipuan yang sudah sangat kuno," katanya. "Ia membumbui tambang yang sudah tidak ada apa-apanya lagi. Ia mengisi senapan burunya dengan potongan emas yang kecil-kecil, lalu menembakkannya ke dinding terowongan sehingga butir-butir emas itu menempel di situ. Kemudian diajaknya orang-orang yang berminat, untuk menyaksikan sendiri emas yang katanya ditemukannya. Kedua pekerjanya disuruhnya meledakkan dinamit setiap kali ia datang kemari dengan membawa orang-orang yang hendak ditipu. Dengan begitu orang-orang itu mendapat kesan, seolah-olah tambang di sini ini benar-benar dioperasikan. Kurasa orang-orang yang mau saja ditipu itu datang ke Lordsburg dengan pesawat terbang, dan di sana dijemput oleh Thurgood lalu dibawa kemari, untuk dibujuk agar mau menanamkan modal dalam usaha pertambangannya."

"Ada sesuatu yang tidak kumengerti di sini," kata Paman Harry menyela. "Wesley Thurgood kan sudah kaya, berkat usaha tanah dan rumahnya. Kenapa masih mau-maunya melakukan penipuan kuno seperti ini?"

"Jawabannya gampang saja - aku takkan mau!" kata Thurgood sambil mencibir. "Untuk apa?" .

"Tapi jika kita masuk ke dalam tambang, nanti akan kita lihat..." kata Jupe, Tapi Thurgood cepat-cepat memotong.

"Jangan masuk!" bentaknya. Mukanya merah padam karena marah, sementara matanya melirik sekilas ke arah tambang. "Aku hendak menghubungi pengacara hukumku dulu. Siapa pun juga yang masuk ke tambangku, kuanjurkan untuk membawa surat perintah untuk itu. Kalau tidak, dia akan kutuntut!"

"Anda boleh .saja menelepon pengacara Anda nanti, dari tempat tahanan,­' kata Sheriff Tait. Tatapan matanya dingin. "Saat ini bukti-bukti yang ada sudah cukup banyak untuk menahan Anda - dan untuk meminta surat perintah penggeledahan tambang Anda."

"Anda percaya pada ocehan anak sinting ini?" seru Thurgood.

"Menurutku, dia sama sekali tidak kelihatan sinting," jawab Sheriff.

"Terima kasih, Sheriff Tait," kata Jupe. "Sekarang masih ada satu hal lagi yang perlu dijelaskan." Ia berpaling pada kedua penjahat yang diborgol.

"Mana Mrs. Macomber?" desaknya. "Apakah ia menunggu kalian di salah satu tempat tertentu?"

­"Mrs. Macomber?" kata Manny. Nada suaranya mengandung keheranan.

"Itu, wanita tua pemilik rumah-rumah yang di seberang jalan," kata Gasper menjelaskan.

"Namanya Macomber."

Kini Jupiter yang tercengang.

"Kalau begitu... Anda tidak kenal padanya?" katanya. "Sungguh-sungguh tidak kenal?"

Manny hanya mengangkat bahu.

Jupiter menarik-narik bibirnya yang sebelah bawah.

"Selama ini kami mencurigai Mrs. Macomber, bahwa ia sebenarnya anggota keempat dari kawanan perampok di Phoenix itu. Tapi kami tidak punya bukti-bukti nyata yang menghubungkan dirinya dengan kasus itu, kecuali bahwa ciri-cirinya cocok dengan penampilan wanita yang mengemudikan mobil yang dipakai para perampok untuk melarikan diri. Segala-galanya cocok! Lagi pula, ia tahu-tahu pergi dengan begitu saja dari Phoenix, pada saat yang kurang lebih sama dengan peristiwa perampokan itu. Kemudian, setelah tahu bahwa kami sedang melacak jejak Morgan, tahu-tahu ia menghilang lagi"

"Sudah kukatakan tadi, anak ini sinting!" teriak Thurgood. "Masak, mencurigai Mrs. Macomber terlibat dengan bandit-bandit ini!" Tanpa disadarinya, sekali lagi matanya melirik ke arah mulut tambang.

"Kalau aku sinting, kenapa Anda berkeringat, Thurgood?" tukas Jupiter.

­Tiba-tiba ia menepuk keningnya sendiri

"Aku inii benar-benar tolol!" serunya "Kusangka Mrs. Macomber menghilang, karena terlibat dalam kasus perampokan itu. Tapi bukan itu alasan sebenarnya - bukankah begitu Thurgood. Ia lenyap, karena mengenali Anda. Ia mengetahui sesuatu tentang Anda, yang ingin Anda sembunyikan dari orang lain. Apakah yang terjadi dengan Mrs. Macomber, Thurgood? Di mana dia sekarang?"

Thurgood meneguk ludah.

"Mana aku tahu?" Ia beringsut-ingsut ke arah tambang. Jupe berbalik dengan cepat, lari ke mobil Shenff untuk mengambil sebuah senter yang terang sinarnya. Setelah itu ia berlari, masuk ke dalam tambang.

"Awasi orang ini!" seru Sheriff Tait pada asistennya sambil menuding Thurgood, lalu menyusul Jupe ke dalam tambang, diikuti oleh Allie, Paman Harry, Pete, dan Bob.

Sementara itu Jupe sudah jauh masuk ke dalam. Yang lain-lain lari tersandung-sandung dengan berpedoman pada cahaya senter yang nampak di depan. Sampai di tempat terowongan utama bercabang, Jupiter lari ke lorong yang mengarah ke kiri. Dilewatinya bagian dinding di mana nampak butir-butir emas yang kemilau sekejap ketika kena sinar senter.

Bob dan Pete sudah hampir menyusulnya, ketika Jupe kemudian berbelok memasuki liang yang terdapat di sisi lorong. Di dalam liang itulah Allie menemukan mayat buronan yang terkapar di ­dalam sebuah lubang. Sesampai di ujung liang, anak-anak berhenti lalu memandang ke dalam lubang itu. Di dalamnya nampak wanita tua yang selama itu lenyap – meronta-ronta, dalam keadaan terikat dan mulut tersumbat.

­Bab 20 DI MANAKAH UANG ITU?

MATA Mrs. Macomber bersinar-sinar ketika me­lihat banyak orang muncul di pinggir atas lubang. Sheriff Tait cepat-cepat mengambil tangga, lalu turun ke tempat wanita itu.

"Aku sudah nyaris putus asa," kata Mrs. Macomber, begitu penyumbat mulutnya dilepaskan. "Kusangka takkan mungkin ada orang kemari."

Ketika ikatan sudah dibuka, wanita itu bangkit dengan tenang, membersihkan debu yang melekat di pakaiannya, lalu memanjat tangga ke atas, tanpa dibantu. Sheriff menyusulnya ke atas, membawa kopor yang tadinya tergeletak di dasar lubang.

"Mana manusia jahat itu?" tanyanya dengan galak.

"Maksud Anda, Wesley Thurgood?" tanya Jupe.

"Orang itu bukan Wesley Thurgood!" tukas Mrs. Macomber. "Aku akhirnya ingat lagi, apa sebetulnya yang aneh pada diri Wesley, ketika ia masih bayi. Matanya coklat ketika ia dilahirkan. Kita, orang kulit putih, jarang sekali punya mata coklat sejak dilahirkan. Kebanyakan bayi orang kulit putih matanya berwarna biru, dan kemudian baru terjadi perubahan - ada yang menjadi coklat, hijau, kelabu tapi ada pula yang tetap biru. Tapi mata Wesley Thurgood sejak lahir sudah berwarna coklat, dan warnanya tetap begitu. Sedang orang yang mengaku W­esley Thurgood, matanya biru! Jadi jelas, orang itu penipu!"

"Dan itu kemudian Anda katakan padanya," kata Jupiter.

"Aku bertanya padanya, apa sebenarnya yang dimauinya. Tahu-tahu aku ditodongnya dengan senapan, lalu dipaksanya masuk ke lubang itu. Tidak lama kemudian ia datang lagi dengan membawa koperku, yang dicampakkannya ke bawah. Mana orang itu sekarang?"

"Di luar," kata Sheriff, "dan sebentar lagi ia akan meringkuk di penjara."

"Penjara masih terlalu enak bagi orang seperti dia!" tukas Mrs. Macomber.

"Memang, tapi hanya itu saja yang bisa kita lakukan terhadapnya saat ini."

Setelah itu Sheriff Tait pergi membawa Wesley Thurgood ke penjara, bersama Manny dan Gasper.

Sorenya, Sheriff Tait datang ke perkebunan Harrison Osborne. Paman Harry sedang pergi ke Hambone bersama Magdalena, untuk mengambil mobil Mrs. Macomber. Sedang Mrs. Macomber sendiri duduk-duduk di ruang duduk Paman Harry, menghadapi secangkir teh.

"Nah?" sapa Mrs. Macomber, begitu Sheriff Tait muncul di ambang pintu.

­Sheriff membalas dengan cengiran, lalu memandang anak-anak sambil tetap tersenyum.

"Ternyata kalian benar," katanya pada empat remaja itu, "Kedua penjahat itu akhirnya mengaku, bahwa memang mereka yang merampok mobil pengangkut uang lima tahun yang lalu Tapi mengaku atau tidak, mereka tetap akan dihukum, karena ternyata juga dicari-cari di empat negara bagian dengan tuduhan serupa, merampok! Kami di sini akan memperkarakan mereka dengan tuduhan penculikan. Dan tepat seperti kesimpulan kalian, Gilbert Morgan memang termasuk kawanan mereka."

"Tapi bagaimana dengan Thurgood gadungan itu?" desak Mrs. Macomber.

"Saat ini ia sedang menunggu kedatangan pengacara hukumnya. Dan nanti ia memang memerlukannya. Sementara ini kami sudah mengirimkan sidik jarinya ke pusat pendataan di Washington. Menurut dugaanku, dia itu penipu profesional, dan mungkin sudah pernah berurusan dengan polisi. Mereka umumnya pernah ditahan, biar bagaimana licinnya mereka beraksi. Dan tentu saja ia bukan We­ley Thurgood. Aku sudah menelepon ke Los Angeles. dan berbicara dengan Wesley Thurgood yang asli."

"Dari semula aku sudah tahu, orang itu penipu!" kata Allie dengan sikap menang. "Kalian mestinya mau percaya padaku - apalagi setelah ia berbohong, mengatakan bahwa mobil antiknya dipakai dalam film The Fortune Hunters."

­"Sudahlah, jangan diributkan urusan yang sudah lewat," kata Sheriff Tait. "Aku sekarang membawa surat perintah untuk menggeledah rumah dan tambangnya."

"Anda mencari bukti-bukti tambahan?" tanya Bob.

"Betul! Dan aku juga hendak mencari uang, sebanyak seperempat juta dolar" kata Sheriff.

Ditunggunya sebentar reaksi anak-anak, lalu meneruskan, "Menurut Manny Ellis dan Gasper - yang nama sebenarnya Charlie Lambert-Gilbert Morgan dan seorang wanita bernama Hannah Troy juga terlibat dalam perampokan di Pho­nix itu. Hannah Troy itulah yang mengemudikan mobil sewaktu mereka lari setelah merampok. Sekarang ia mendekam di penjara. Coba kalau tidak, mungkin ia juga akan ada di sini, bersama Ellis dan Lambert. Sehabis merampok, mereka berempat langsung pergi ke Lordsburg, lalu menyembunyikan diri di sebuah hotel kecil di pinggir kota. Tapi keesokan harinya Morgan diam-diam pergi dengan menggondol seluruh uang hasil rampokan. Seperempat juta dolar! Sejak itu Ellis dan Lambert tidak pernah mendengar apa-apa lagi tentang Morgan, sampai orang itu ditemukan di dalam tambang, dalam keadaan sudah menjadi mayat. Mereka lantas, datang kemari dengan perkiraan bahwa uang itu pasti masih ada di sini. Perkiraanku juga begitu. Uang seperempat juta dolar itu pasti masih ada di sekitar sini."

"Tapi bagaimana Anda bisa tahu bahwa Thurgood tidak menemukannya, lalu disembunyikan di tempat lain?" tanya Pete.

"Kemungkinan itu kecil sekali," kata Jupe. "Jika ia menemukan uang itu, untuk apa ia masih tetap berada di sini? Untuk apa ia masih repot-repot ­mengambil risiko dengan penipuannya? Coba pikirkan: setelah mayat Morgan ditemukan, banyak sekali pencari sensasi berdatangan ke sana. Sheriff Tait bolak-balik muncul. Tapi Thurgood. gadungan tetap saja mengambil dua orang Meksiko untuk bekerja di tambangnya, mendatangkan calon-calon penanam modal, serta melakukan ledakan-ledakan di dalam tambangnya. Jika aku menemukan uang seperempat juta dolar, aku takkan menunggu lama-lama lagi. Aku pasti akan segera kabur dengan uang itu!"

"Aku juga," kata Sheriff Tait. "Itulah sebabnya kenapa aku menarik kesimpulan, uang itu pasti masih ada di sekitar sini. Tapi masalahnya sekarang, di mana? Bahwa bukan di dalam tambang, itu aku tahu pasti, karena tempat itu sudah kuperiksa seteliti-telitinya. setelah mayat Morgan ditemukan di dalamnya. Tapi mungkin saja Morgan menyembunyikannya dalam salah satu bangunan yang dulunya termasuk kompleks, tambang - yang waktu itu berada dalam keadaan kosong."

"He, kalau begitu mungkin disembunyikannya dalam salah satu rumah yang kemudian dibeli Mrs. Macomber," kata Allie.

"Wow!" seru Pete, "Yuk, kita mulai saja mencari. Bayangkan, seperempat juta dolar!"

Dengan segera mereka mulai mencari. Mula-mula segenap rumah milik Mrs. Macomber diperiksa. Dalam satu di antaranya mereka menemukan parang yang dicuri dari gudang Paman Harry, disembunyikan di bawah sebuah sofa. Tapi tidak ada uang di situ. Setelah itu mereka menyuruk-nyuruk ke setiap sudut bangunan besar ­bekas pabrik tambang, dilanjutkan dengan pencarian di pondok yang selama itu didiami Wesley Thurgood gadungan. Segala benda milik orang itu digeledah. Mereka menemukan catatan-catatan tentang uang yang disimpan di bank, serta daftar nama orang-orang beserta alamat mereka. Mungkin calon-calon penanam modal yang hendak ditipunya. Tapi tidak ditemukan apa-apa yang bisa dijadikan petunjuk adanya harta tersembunyi bernilai seperempat juta dolar.

"Tinggal satu kemungkinan lagi." Jupiter menunjuk ke arah gudang Paman Harry, yang nampak di seberang kebun pohon pinus. Itu satu-satunya bangunan yang lima tahun yang lalu juga sudah ada, ketika Gilbert Morgan datang kemari. Gasper pernah mencoba secara diam-diam mencari di sana, tapi ketahuan oleh kita. Bisa saja Morgan menyembunyikan uang itu di tempat lain, atau menguburkannya di dalam tanah. Tapi tidak ada salahnya jika kita mencari di gudang itu."

­Dilihat sepintas lalu, tidak banyak tempat di situ yang layak dijadikan tempat menyembunyikan uang. Dinding bangunan itu papan-papan biasa, yang dipakukan ke tiang-tiang penopang tegak lurus, Lantainya tanah yang dipadatkan, sedang di loteng hanya ada debu dan sarang labah-labah.

Allie masuk ke mobil Ford model T yang antik, lalu mencari-cari di situ dengan sikap asal saja.

"Jangan-jangan Morgan sama sekali tidak membawa . uang itu kemari." katanya.

Air mukanya berubah ketika kemudian ia duduk di dalam mobil kuno itu. Ia menggerak-gerakkan tubuhnya.

"Jok ini rasanya seperti lepas," katanya.

"Lepas?" seru Jupiter. "Coba turun sebentar Allie."

"Astaga!" Gadis remaja itu cepat-cepat melompat ke luar. Dengan cepat Jupe dan Pete mengangkat jok yang tadi diduduki Allie, lalu melemparkannya ke bangku belakang.

"Itu dia!" seru Jupe dengan gembira.

Sheriff Tait menghampiri kendaraan antik itu. Dalam rongga di bawah jok yang sudah disingkirkan nampak berlusin-lusin bungkusan berlapis plastik. Sheriff Tait mengambil satu di antaranya. Dan membuka bungkusan itu -lalu menatap nanar, memandang setumpuk uang kertas yang masing-masing bernilai dua puluh dolar. Semua kelihatan masih baru, licin mengkilat.

­"Berapa lama ya, waktu yang diperlukan untuk menghitung uang seperempat juta dolar?" kata Pete.

"Pasti lumayan lamanya," kata Sheriff Tait. "Dan aku berniat menghitungnya pelan-pelan!"

Bab 21

KENANG-KENANGAN UNTUK MR. HITCHCOCK

­KETIKA Jupe, Bob, dan Pete masuk ke ruang kantor Alfred Hitchcock beberapa hari kemudian, setelah mereka kembali ke California. sutradara film yang terkenal itu menyambut mereka dengan senyuman geli.

"Sewaktu menelepon kemari, kalian mengatakan baru kembali dari memangkas pohon-pohon pinus di sebuah perkebunan di New Mexico," katanya. "Tapi karena kalian juga mengatakan ingin lekas-lekas bertemu karena ada urusan penting, maka aku lantas menarik kesimpulan bahwa kesibukan masa libur itu berhasil kalian jelmakan menjadi petualangan di tengah-tengah pohon pinus."

Bob tersenyum, lalu menyodorkan sebuah map pada sutradara itu,

"Aha!" kata Mr. Hitchcock, lalu langsung meneliti catatan yang disusun Bob mengenai kejadian-kejadian yang bertalian dengan Tambang Jebakan Maut. Begitu selesai, ditatapnya Jupiter Jones dengan sikap menyesali.

"Kau tentu merasa malu sekarang," kata Mr. Hitchcock, "menduga yang tidak-tidak tentang Mrs. Macomber! Tapi ngomong-ngomong, ­di manakah dia sebenarnya antara saat pergi dari toko tempatnya bekerja di Phoenix, sampai kemunculannya kemudian di Twin Lakes? Dan dari mana asalnya uang yang dipakainya untuk membeli rumah-rumah itu?"

"Itu uang warisan," kata Jupiter. "Seorang bibinya yang sudah sangat tua tiba-tiba jatuh sakit, lalu meminta dia datang. Panggilan itu begitu mendesak, sehingga Mrs. Macomber tidak sempat lagi memberi tahu majikannya. Kecuali itu ia memang juga tidak begitu berminat untuk memberi penjelasan panjang-lebar, sebab ia tidak suka pada majikannya itu. Dari bulan Mei sampai September ia berada di El Paso, merawat bibinya. Akhirnya bibi itu meninggal dunia, karena memang sudah uzur. Dan seluruh hartanya diwariskan pada Mrs. Macomber."

Mr. Hitchcock mengangguk.

"Senang rasanya mendengar kebajikan dihargai Mrs. Macomber itu kedengarannya berwatak menarik, dan tidak gampang bingung. Ketenangannya begitu cepat pulih, setelah terkurung dalam tambang yang pasti gelap. Dan orang yang mengaku Wesley Thurgood itu, mestinya kemudian diajukan ke pengadilan, ya?"

"Betul, dan dengan berbagai dakwaan," kata Jupiter. "Seperti sudah diduga oleh Sheriff Tait, orang itu ternyata penipu yang berpengalaman. Namanya yang sebenarnya John Manchester. Keistimewaannya melakukan penipuan dalam perdagangan saham palsu. Sejumlah korbannya yang termakan rayuannya untuk membeli saham Tambang Jebakan Maut adalah orang-orang berharta dari kota Dallas. Mereka berkenalan dengan Manchester di kota itu, di sebuah klub tempat berkumpul orang-orang kaya. Manchester memperkenalkan diri dengan nama Wesley Thurgood. Ia berhasil meyakinkan para hartawan itu bahwa ia menemukan kandungan emas yang sangat memberikan harapan di sebuah tambang tua, yaitu Tambang Jebakan Maut itulah. Dengan dokumen-dokumen yang dipalsukan, ia berhasil memperoleh kepercayaan Harrison Osborne serta sebuah bank di Lordsburg. Setelah itu mulailah dia dengan aksi penipuannya. menjual surat-surat saham yang dipalsukan pada orang-orang yang berhasil dirayunya untuk datang melihat tambangnya.

"Manchester sendiri hanya sedikit saja menanam uang dalam Tambang Jebakan Maut. Ia membayar uang muka sebanyak seribu dolar untuk memperoleh tambang itu, ditambah dengan surat utang senilai dua puluh lima ribu dolar yang akan dibayarnya secara cicilan. Padahal ia sedikit pun tidak berniat melunasi utang itu. Begitu para korban sudah menyetor modal padanya, akan diambilnya seluruh uang itu dari bank, lalu cepat-cepat menghilang. Begitulah cara kerjanya, yang sudah berulang kali dipraktekkannya."

Kini Bob yang menyambung cerita.

"Tapi pada titik itu rencananya terganggu oleh Mrs. Macomber" katanya. "Setelah ia dituduh penipu oleh Mrs, Macomber. dipaksanya wanita itu-dengan todongan senjata-masuk ke lubang di dalam tambang, Sedang mobil Mrs. Macomber dibawanya naik ke atas bukit, lalu ditinggal di Hambone. Ia sendiri kemudian kembali ke Twin Lakes, berjalan kaki. Semuanya itu dilakukannya, agar orang lain menyangka Mrs, Macomber pergi berlibur. Itulah sebabnya kenapa ia juga mengemaskan koper wanita itu. Tapi menurut kami, Manchester tidak berniat terlalu lama menawan Mrs. Macomber di dalam tambang. atau mencederainya. Ia hanya memerlukan waktu sedikit lagi untuk menggolkan aksi penipuannya. Tapi itu tidak sempat lagi dilakukannya. karena kemudian terjadi berbagai peristiwa secara beruntun. Dan itu disebabkan oleh Manny dan Gasper!"

"Bagaimana dengan kedua pekerja yang orang Meksiko itu?" tanya Mr. Hitchcock. "Mereka pasti tidak ada sangkut-pautnya dengan aksi penipuan yang direncanakan Manchester."

"Memang tidak," kata Jupiter. "Manchester memerlukan beberapa pekerja, agar timbul kesan seolah-olah ia sudah mulai mengolah hasil tambang. Kedua orang itu disuruhnya memasang pagar dan mengecat pondoknya, supaya orang-orang mengira ia hendak menetap di Twin Lake Kedua orang Meksiko itu masuk ke Amerika secara gelap. Jadi tentu saja mereka tidak berani bicara dengan siapa pun juga. Dan memang itulah yang dikehendaki oleh Manchester."

"Tapi kisah kedua orang itu berakhir dengan menyenangkan bagi mereka," kata Bob. "Paman Harry – Harrison Osborne, maksud saya – membereskan urusan mereka dengan pihak berwajib dan kini mereka sudah mendapat izin resmi untuk tetap tinggal di Twin Lakes, sebagai tenaga kerja pemangkas pohon-pohon pinus di perkebunan Paman Harry. Anjing penjaga yang galak itu diambil alih urusan pemeliharaannya oleh Magdalena. Anjing itu diberi makan begitu banyak sampai perutnya bundar. Kini jinaknya bukan main. Tidurnya saja di samping tempat tidur Magdalena."

"Syukurlah, kalau begitu," kata Mr. Hitchcock, lalu duduk menyandar. "Kasus yang sangat menarik," katanya merenung. "Tapi sayang, takkan mungkin bisa diselesaikan sampai tuntas."

"Apa maksud anda?" tanya Pete. "Kami kan sudah menyelesaikannya!"

"Urusannya yang penting-penting, ya," kata Mr. Hitchcock mengiakan. "Tapi rasanya takkan ada yang mengetahui dengan pasti apa sebetulnya yang terjadi ketika Gilbert Organ datang di Twin Lakes lima tahun yang lalu, dan apa sebabnya uang hasil rampokan itu disembunyikannya dalam mobil ford kuno itu."

"Memang, kedua hal itu takkan bisa dijelaskan lagi," kata Jupe sependapat. "Mungkin saja Morgan menganggap mobil itu tempat penyembunyian sementara, lalu ia masuk ke dalam tambang untuk mencari tempat yang lebih aman. Masih hidupkah dia ketika tambang kemudian ditutup dengan terali besi, atau sudah mati? Itu takkan pernah bisa kita ketahui. Tapi kami yakin, Manchester sudah menemukan mayat orang itu sewaktu tambang dibukanya lagi. Mungkin kemudian ia berniat meledakkan lorong agar lubang itu tertimbun, karena sudah jelas ia tidak ingin menarik perhatian orang-orang pada dirinya sendiri. Dan itu pasti akan terjadi, jika ia melaporkan menemukan mayat di dalam tambang miliknya. Pantas ia marah sekali, ketika dia tahu Allie masuk ke dalam Tambang Jebakan Maut. Dan karena tambang itu mengandung kisah yang begitu menarik, untuk Anda kami bawakan kenang-kenangan dari sana." Sambil berkata begitu, Jupiter menyodorkan sebutir batu pada Mr. Hitchcock. Sutradara itu mengamat-amati pemberian itu dengan penuh minat.

"Emas mentah!" katanya dengan gembira. "Terima kasih. Akan kusimpan cendera mata ini baik-baik, karena jarang ada orang. yang punya emas mentah langsung dari tambang dan yang di permukaannya ada ukiran kembang jeruk."

"Allie juga punya," kata Pete.

"Sudah selayaknya ia juga memilikinya," kata Mr. Hitchcock,.

"Ya, memang. Anak itu baik, dan firasatnya tajam. Maksud saya, ia punya perasaan tajam tentang watak orang. Cuma, dia itu begitu... begitu..."

"Bersemangat?" kata Mr. Hitchcock.

"Dibilang begitu juga bisa. Tetapi bisa juga dikatakan, bergaul dengan dia sama menyenangkan seperti – yah, seperti terperosok ke dalam sarang semut api!"

Selesai