Trio Detektif - Misteri Danau Siluman(2)


 Bab 11 ORANG YANG TAK DIUNDANG

"Tolong! Tolong!" teriak Cluny, sambil meringkuk, berusaha menjauhkan diri dari hantu yang nampak mengancam.
"Ada apa?" Pete datang berlari-lari, menembus kabut.
"Hantu siluman itu!" seru Cluny sambil menunjuk. "Itu, di situ!"
Pete terbeliak. Ia bergerak mundur, menjauhi sosok aneh itu. Mata siluman yang hanya satu nampak seperti bergerak, mengikutinya.
Kemudian Profesor Shay datang, diikuti Jupiter dan Bob dengan napas terengah-engah. Sementara mereka semua menatap ke arah bentuk menyeramkan itu, tahu-tahu kabut menipis.
"Itu kan pohon!" seru Bob.
"Ya - salah satu pohon sipres yang meliuk bentuk batangnya karena angin!" kata Profesor Shay menimpali.
Sosok siluman berpunggung bungkuk itu ternyata hanya sebatang pohon sipres kerdil, yang dahan-dahannya bengkok dan terjulur seperti lengan. Sedang yang semula disangka kepala rupanya bonggol batang yang berlubang. Kabut yang bergerak-gerak di belakang lubang itu, menyebabkan timbulnya kesan seolah-olah itu mata.
Cluny mendesah lega.
"Tadi kelihatannya benar-benar seperti hantu!" katanya.
Tiba-tiba Jupiter berseru,
"Memang itu hantunya, Teman-teman! Ya kan pasti itulah tanda Angus Tua!"
"Tanda?" Pete belum menangkap
Jupiter.
"Benarkah itu, Jupe?" tanya Bob.
Profesor Shay memicingkan matanya yangi tersembunyi di balik lensa kaca matanya yang tak berbingkai.
"Ya - kurasa Jupiter benar!" kata ilmuwan itu. "Periksa tempat di sekeliling pohon itu, Anak-anak
- barangkali di situ ada tempat penyembunyian! Mungkin saja harta itu ada di situ!"
"Aku mencari di sebelah kiri!" kata Cluny.
"Dan aku ke kanan!" kata Bob menimbrung.
"Kau naik ke atas, Jupiter," kata Profesor Shay. "Aku akan mencari di sekitar dasar busut itu!"
Pete ditinggal sendiri, sementara yang lain-lain memencar untuk mencari di sekitar pohon kerdil berbentuk aneh itu. Pete memandang ke kanan. Lalu ke kiri. Ia menoleh ke belakang, lalu menatap ke atas busut.
"He, Teman-teman," katanya dengan suara pelan. Tapi teman-temannya tidak ada yang mendengar. Atau mungkin juga mendengar, tapi tidak mengacuhkan. Mereka semua sibuk mencongkel-congkel lapisan tanah tipis di sekitar pohon, dan membalik-balik setiap batu yang mereka jumpai. Profesor Shay menyodok-nyodokkan sebatang ranting panjang ke dalam suatu celah.
"Teman-teman," kata Pete sekali lagi, "kurasa kalian takkan menemukan apa-apa di situ."
Jupiter berhenti mengorek-ngorek.
"Apa? Kenapa begitu, Dua?"
"Tolong kami mencari, Pete!" desak Cluny.
Tapi Pete menggeleng.
"Kurasa Angus Tua takkan memakai pohon itu sebagai tanda," katanya.
"Sudah, jangan mengoceh saja, Pete!" tukas Profesor Shay. "Kenapa tidak kau bantu kami
"Lihatlah ke sana." Pete menuding ke arah kanan. "Itu - di atas lereng - itu kelihatannya seperti dua hantu lagi!"
Dua sosok seperti hantu nampak samar di tengah kabut.
"Dan di sana -" Pete menuding ke belakangnya. "Itu ada tiga hantu lagi!"
Sementara kabut tebal mulai menipis tertiup angin, semakin banyak nampak pohon-pohon kerdil. Semua berhenti menggali. Semua memandang ke arah pohon-pohon itu. Profesor Shay mengeluh. Dicampakkannya ranting yang tadi dipakai untuk mengorek-ngorek.
"Semuanya pohon sipres!" kata Pete. "Jika dilihat dan sudut yang cocok, hampir semuanya nampak seperti hantu!"
"Pete memang benar." Jupiter mengangguk sedih. "Angus Tua takkan memilih pohon yang ini sebagai tanda, karena di sini terlalu banyak pohon yang serupa dengannya. Atau mungkin juga "
"Apa, Jupe?" tanya Pete.
"Mungkin juga Angus salah Iangkah - memilih salah satu pohon yang ada di sini sebagai petunjuk tempat harta," kata Jupiter. "kalau benar begitu, bisa berbulan-bulan kita sibuk menggali di sekitar pohon-pohon ini! Dan itu pun, belum tentu kita berhasil!"
"Kurasa kita terpaksa menyerah, Anak-anak." kata Profesor Shay.
"Tapi itu hanya jika Angus Tua menyembunyikan harta itu dipulau ini," kata Jupiter. "Tapi -"
Kalimatnya terputus, karena tiba-tiba kerikil dan batu-batu kecil jatuh berguguran dan lereng. Jupiter mendongak. Kabut sudah hampir lenyap sama sekali. Ia melihat suatu sosok lagi, berdiri di puncak bukit.
"Itu juga pohon sipres!" kata Cluny sambil tertawa.
"Tapi pohon mana bisa menyebabkan batu berguguran," kata Jupe, "Kecuali -"
"Kecuali jika bisa bergerak!" sambung Pete.
"Sosok itu bergerak!" seru Profesor Shay. "Itu bukan pohon - tapi manusia! He, kau - jangan lari!"
Sosok tadi menghilang. Terdengar langkah orang berlari di balik bukit.
"Cepat - kejar orang itu!" seru Profesor Shay. Ia lari mendaki bukit, disusul oleh anak-anak. Sampai di puncak, dilihatnya seseorang lari di kejauhan. Orang itu mengarah ke kanan. Kelihatannya seperti hendak mengambil jalan mengitar, menuju ke teluk.
"Ia pasti punya perahu," kata Profesor Shay. Napasnya tersengal-sengal. "Potong haluannya!"
Semua berbalik, lalu lari menuruni bukit, menuju ke teluk Dengan cepat Pete dan Cluny sudah mendului yang lain-lainnya. Beberapa menit kemudian kedua remaja itu sudah sampai di teluk. Tapi orang yang lari tadi tidak kelihatan di situ!
"Ia di sana!" seru Jupiter, yang saat itu baru tiba di tempat yang agak tinggi di belakang Pete dan Cluny. "Di sebelah kiri!"
Orang yang lari tadi saat itu menghilang di balik punggung bukit yang letaknya di utara teluk. Pete dan Cluny bergegas mengejar ke sana, sementara Bob dan Profesor Shay membelok ke arah punggung bukit itu. Jupiter tidak mampu lari secepat yang lain-Iainnya. Ia tertinggal jauh di belakang. Napasnya mendengus-dengus.
Bob dan Profesor Shay paling dulu sampai di tempat tinggi itu, disusul tidak lama kemudian oleh Pete dan Cluny. Di bawah mereka terbentang
pantai pasir yang sempit. Orang yang lari tadi sementara itu sudah masuk ke perahu motornya. Mesin dihidupkan, dan haluan perahu diarahkan menjauhi pulau. Anak-anak melihat wajahnya. ketika orang itu menoleh sebentar ke arab mereka.
"Itu orang yang naik VW hijau!’ seru Bob.
Profesor Shay memandang laki-laki muda bertubuh kurus dan berkumis serta berambut gondrong itu.
"Eh," katanya, "itu kan Stebbins! Jangan lari, Penjahat!"
Perahu motor itu semakin menjauh.
"Bandit!" teriak Profesor Shay dengan marah,"Cepat, ke perahuku!"
Semua lari lagi, kini menuju ke teluk. Di tengah jalan mereka berpapasan dengan Jupiter, yang masih berlari menuju punggung bukit yang menaungi pantai sempit. Remaja bertubuh montok itu memandang mereka dengan lesu, sementara yang lain-lain lari menuju arah yang berlawanan.
"Aduh -" keluhnya. Ia berbalik, lalu lari menyusul dengan napas mendengus-dengus.
Tali pengikat dilepaskan dengan cepat. Mesin bantu dihidupkan. Pete sudah siap memegang kemudi ketika Jupiter akhirnya tiba di tempat itu. Ia langsung menghenyakkan tubuh ke lantai perahu. Pete mengarahkan haluan menuju ke tengah. Perahu motor yang akan dikejar hanya beberapa ratus meter saja di depan mereka.
"Kecepatan maksimum, Pete! Kejar orang itu!" desak Profesor Shay. Ia mengacung-acungkan kepalan tinjunya ke arah perahu motor yang di depan. "Kau pencuri, Stebbins!"
Jupiter meluruskan sikap duduknya, dengan napas masih tersengal-sengal.
"Anda kenal orang itu, Profesor?" tanyanya. Pemuda yang naik VW itu? Siapakah dia?"
"Itu Stebbins - bekas asistenku," kata Profesor Shay sambil marah-marah. "Ia mahasiswa miskin dan Universitas Ruxton - di tingkat pasca sarjana. Aku hendak menolongnya - tapi kebaikan hatiku malah disalahgunakan olehnya! Ia berusaha menjual benda-benda sejarah yang berharga dari museum Lembaga Sejarah. Aku terpaksa memecatnya, dan ia kemudian dijatuhi hukuman penjara satu tahun!"
Sementara itu perahu motor yang dikejar semakin menjauh. Jarak yang memisahkan kini sudah hampir setengah mil.
"Kita takkan mungkin bisa mengejarnya," kata Pete. "Perahu ini kalah laju."
Pnofesor menatap dengan marah ke arah perahu motor yang semakin menjauh.
"Kau pernah menyatakan keherananmu, Jupiter - apa sebabnya Java Jim tahu begitu banyak tentang harta karun serta keluarga Gunn," kata ilmuwan itu. "Di depan itulah jawaban atas pertanyaanmu! Sekarang aku ingat lagi, Stebbins sangat tertarik pada riwayat Argyll Queen dan Angus Gunn! Ia rupanya berhasil minggat dan penjara, atau dilepaskan dengan bersyarat. Dan kini ia mulai lagi dengan kebiasaannya yang lama. Kemungkinannya ia bekerja sama dengan Java Jim. Stebbins itu penjahat muda yang sangat berbahaya!"
"Mestinya Stebbins pula yang memotret halaman-halaman buku harian di markas kita tadi malam," kata Bob.
"Ya, betul," kata Jupiter sependapat. "karena itu ia tahu tentang pulau tadi. Tapi ia tidak berhasil menemukan apa-apa. Sebab jika ada yang ditemukannya, ia takkan berlama-lama ada di tempat itu, mengintai kita."
"Jadi kita impas - karena kita pun tidak menemukan apa-apa," kata Bob.
Setelah itu tidak ada yang berbicara lagi. Profesor Shay menatap ke arah perahu motor yang sudah tidak nampak lagi. Ketika mereka merapat di dermaga perahu layar, anak-anak tidak melihat Stebbins di situ. Begitu pula perahu motor, atau mobil VW-nya.
"Akan kuadukan penjahat itu pada polisi dengan segera," kata Profesor Shay. Ia marah-marah. "Ia kan tadi malam memasuki kantor kalian secara paksa."
"Saya tidak melihat apakah orang yang memotret itu benar-benar dia, Sir," kilah Jupiter.
"Tapi kau tahu orang itu pasti dia! Dan tidak ada jeleknya jika aku memberi tahu polisi, agar mereka mengamat-amati bandit muda itu!"
"Hari ini benar-benar keterlaluan!" keluh Pete.
"Kita membiarkan seorang penjahat lolos, dan kita juga tidak berhasil menemukan harta itu."
Profesor Shay menggeleng lambat-lambat.
"Apa boleh buat - tapi perburuan harta karun ini nampaknya sia-sia belaka," katanya. "Mungkin waktu seratus tahun memang terlalu lama,"
" Ya - harus diakui, tidak banyak kemajuan yang berhasil dicapai," kata Jupiter.
"Tapi kan masih lebih dari sebulan yang tersisa di dalam buku harian yang kedua, Teman-teman,"’ seru Cluny. "Kita jangan berhenti sekarang!"
"Wah, sayang," kata Profesor Shay dengan nada sedih, "jika kalian masih hendak melanjutkan pencarian, kalian terpaksa sendiri saja. Aku tidak bisa ikut, karena pekerjaanku tidak bisa kubengkalaikan. Tapi aku ingin sekali mendengar jika kalian nanti ternyata menemukan sesuatu."
Ilmuwan itu menuju ke mobilnya, diikuti dengan pandangan anak-anak. Ketika ia sudah pergi, Cluny memandang ketiga temannya dengan sikap harap-harap cemas.
"Kita kan belum menyerah, Jupe?" kata Pete.
"Sebaiknya kita makan siang saja dulu," kata Jupe dengan lesu. "Aku perlu berpikir-pikir dulu. Setelah itu kita ke Phantom Lake. Di sana kita mengambil keputusan." Ia mendesah. "Ada sesuatu dalam urusan ini yang selalu terlepas dari penataranku."
Keempat remaja itu menaiki sepeda masing-masing, untuk pulang ke rumah.

Bab 12 BAHAYA BARU

Bob baru saja selesai makan siang, ketika ibunya memberi tahu bahwa Jupiter menelepon.
"Kurasa dugaan kita selama ini keliru sama sekali, Bob!" kata Jupiter bersemangat. "Aku kini memperoleh pandangan yang betul-betul baru mengenai teka-teki Angus Tua!"
Bob tertawa nyengir. Gaya Jupiter berbicara, sedikit pun tidak lagi membayangkan kelesuan.
"Kita bertemu di perusahaan!" kata Jupiter. "Aku punya rencana baru!"
Selesai berbicara, Bob bergegas mengambil sepedanya. Ketika tiba di perusahaan, dilihatnya Jupe dan Pete berdiri di dekat mobil pick-up, bersama Hans. Jupiter menyuruh Bob menaikkan sepedanya ke bak kendaraan angkut itu. Kemudian ketiga remaja itu masuk ke kabin depan, di sisi Hans yang memegang kemudi.
"Tadi kukatakan pada Paman Titus bahwa di tempat Mrs. Gunn ada barang-barang tua yang mungkin hendak dijualnya. Dan itu tidak bohong, kan," kata Jupiter menjelaskan.
Tapi hanya itu saja yang dikatakannya. Pete dan Bob tahu, percuma saja bertanya-tanya lebih jauh. Pemimpin mereka yang bertubuh montok itu tidak pernah membeberkan rahasia dan kesimpulannya sebelum waktu yang dianggapnya tepat.
Ketika kendaraan yang mereka tumpangi memasuki pekarangan rumah keluarga Gunn, Cluny sudah menunggu di tangga depan. Jupiter
menyatakan ingin bertemu dengan Mrs. Gunn. Remaja berambut merah itu membawa mereka ke belakang rumah, ke sebuah gudang tua yang ada di situ. Mrs. Gunn ada di dalam, sedang sibuk memindahkan perdu kembang sepatu yang besar ke sebuah bak besar yang terbuat dan kayu.
"Ma’am," kata Jupiter dengan segera, "selama ini kita semua beranggapan, muatan yang ada di perahu Angus sewaktu pergi ke pulau itu sesuatu yang diangkutnya ke sana. Tapi setelah menyimak kembali catatan di dalam buku hariannya, saya kini yakin bahwa muatan itu barang yang dibawanya dari sana! Menurut perasaan Anda, adakah sesuatu di sini yang mungkin berasal dari sana?"
Mrs. Gunn tersenyum.
"Wah, Jupiter - bagaimana aku bisa mengetahuinya? Aku waktu itu kan tidak ada di sini, dan menurutku ia bisa membeli apa saja dan pemilik Pulau Cabrillo itu."
Jupiter mengangguk. Kelihatannya ia sudah mengira bahwa Mrs. Gunn takkan tahu.
"Coba Anda ingat baik-baik, Mrs. Gunn." katanya. "Tapi sementara itu saya sudah memperoleh penafsiran yang sama sekali baru tentang catatan Angus Gunn. Ia menulis, Telusuri haluanku yang terakhir, baca apa yang terbentuk oleh hari-hariku untukmu. Ia mengatakan ‘hari-hari’, dan bukan cuma satu hari saja.
Saya rasa, maksudnya seluruh haluannya. Keseluruhan tindakannya, jika kita gabungkan akan membentuk semacam pesan tertentu. Seperti unsur-unsur teka-teki gambar! Kita memerlukan seluruh unsur itu sekaligus!"
"Wow!" seru Pete. "Itulah sebabnya kenapa kita tidak beroleh penjelasan apa pun juga dari penyelidikan kita di kota hantu, dan di pulau!’
"Kalau begitu apa langkah kita selanjutnya, Jupe?" tanya Cluny.
"Ada dua langkah lagi, Cluny," kata Jupiter. Dikeluarkannya buku harian yang tipis. "Tanggal 21 November 1872 Angus menulis, Ada pesan dari Ortega Bersaudara bahwa pesananku sekarang sudah selesai. Untuk itu kuperlukan gerobak yang besar. Lalu keesokan harinya ia menulis, Kembali dari Rocky Beach dengan pesanan yang sudah diselesaikan Ortega Bersaudara. Pekerjaan mereka sangat rapi, semuanya dengan ukuran seperti yang kuminta - suatu keajaiban, di daerah baru yang masih serba kacau ini! Lalu sampai langkah berikut, hanya ada catatan-catatan serba singkat tentang ‘pekerjaan berlanjut sesuai dengan rencana’ - ditambah dua catatan yang menarik"
Jupiter memandang berkeliling sebentar, lalu meneruskan membaca.
"Tanggal 23 November - Ada dua orang tak dikenal berkeliaran. Dua orang pelaut. Lalu tanggal 28 November - Mereka pergi lagi. Mungkin untuk melapor pada nahkoda."
"Saat itu rupanya ia sadar, bahwa ia diama-tamati," kata Bob.
Jupiter mengangguk.
"Bisa kubayangkan keadaannya saat itu, Teman-teman," katanya. "Seorang diri di sini, menunggu kedatangan istri dan anaknya. Tidak bisa lari - dan mungkin juga sudah bosan lari terus ! Mungkin saat itu ia sudah mendapat firasat bahwa ia takkan bisa melarikan diri lagi, dan karenanya memutuskan untuk menyembunyikan harta itu. Waktunya tidak banyak lagi. Karena itu dipakainya apa yang sedang dibangunnya untuk Laura sebagai petunjuk bagi istrinya itu."
"Kau tadi mengatakan, tinggal satu langkah lagi," kata Cluny mengingatkan.
"Tanggal 5 Desember Angus Gunn menulis," sambung Jupiter, "Ke Santa Barbara untuk membereskan bagian terakhir dari hadiah untuk Laura. Aku berhasil menemukan yang bagus. Harganya juga murah, karena toko yang menjualnya belum lama berselang mengalami kebakaran. Bencana yang menimpa seseorang, sering merupakan kemujuran bagi orang lain. Aku ingin tahu apakah ketika menulis kalimat ini, Angus Tua berpikir tentang kapal yang tenggelam, serta harta karun itu."
Buku harian yang tipis itu ditutup kembali olehnya.
"Tadi malam aku sudah sempat mencari keterangan, siapa Ortega Bersaudara itu. Menurut keterangan di dalam buku daftar perusahaan, mereka itu pemilik suatu perusahaan terkenal yang berdagang batu bangunan di Rocky Beach. Jadi Angus mestinya membeli batu - atau mungkin juga bata - untuk keperluan hadiah yang sedang dibangunnya. Sekarang pun perusahaan bahan bangunan itu masih ada. Mungkin di tempat itu masih tersimpan catatan-catatan lama!"
"Kalau begitu kita perlu ke sana!" seru Cluny bersemangat.
"Ya, memang," kata Jupiter, "tapi kita harus membagi tugas. Kita juga harus ke Santa Barbara. Kita harus cepat-cepat, karena bukankah Stebbihs sudah memotret halaman-halaman buku harian ini! Bob, kau dan Pete saja yang mendatangi Perusahaan Ortega di Rocky Beach. Sedang aku dan Cluny ke Santa Barbara, diantar Hans. Jika kita bisa mengetahui apa yang dibeli Angus Tua di sana, mungkin Cluny akan mengenalinya."
"Bolehkah Hans mengantarmu, Satu?" tanya Bob. "Paman Titus rnengizinkanmu’?"
"Ia pasti akan mengizinkan - untuk menyenangkan hati Mrs. Gunn," kata Jupiter sambil nyengir. Ia menoleh ke arah ibu Cluny. "Mrs. Gunn - jika Anda bersedia menjual beberapa barang tua yang ada di sini, dan sebagal imbalan meminta Hans agar Cluny diantar ke Santa Barbara."
"Akalmu ada-ada saja, Anak muda," kata Mrs. Cunn sambil tertawa. "Tapi baiklah - ada beberapa barang di sini, yang kemungkinannya disukai pamanmu itu. Tapi dengan satu syarat - kalian membawakan bak berisi kembang sepatu ini ke depan! Aku tadi hendak minta tolong pada Rory yang ada di dalam. Tapi kalian ada di sini, jadi -"
"Baik!" kata Jupiter dengan segera. "Yuk, Teman-teman!"
Bak berisi perdu kembang sepatu itu sangat berat. Karenanya anak-anak meletakkannya di atas dua batang kasau panjang yang mereka temukan di dalam gudang tua itu. Dengan tandu itu mereka menggotong bak berat itu ke depan, dan di sana diletakkannya di atas jenjang yang ditunjukkan oleh Mrs. Gunn. Saat itu terdengar bunyi mobil yang datang dengan kecepatan tinggi. Ternyata Profesor Shay yang datang.
"Aku kemari untuk memberi tahu kalian, Anak-anak," kata Profesor Shay, sambil bergegas menghampiri keempat remaja itu. "Aku sudah melaporkan Stebbins pada Chief Reynolds. Dengan segera data tentang pemuda itu diteliti. Ternyata Stebbins telah dibebaskan dengan bersyarat enam bulan yang lalu. Jadi jika ia memang memasuki tempat kalian secara paksa, itu berarti ia melanggar persyaratan pembebasan dirinya! Dan itu pasti diketahui oleh Stebbins. Jadi ia berbahaya sekali - karena jika tertangkap, itu berarti ia harus kembali ke penjara!"
"Enam bulan yang lalu?" kata Pete. "Mulai saat itu di sini beberapa kali terjadi pencurian. Ya kan, Jupe?"
"Betul, Dua," kata Jupiter. "kurasa -"
Ia tidak meneruskan kalimatnya. Tiba-tiba sinar matanya memancarkan kewaspadaan. Ia mengendus-endus."He - kalian mencium sesuatu tidak, Teman-teman? Aku -"
Pete ikut mengendus-endus.
"Asap! Ada sesuatu yang terbakar!"
"Datangnya dari arah belakang rumah!" seru Cluny.
Semua berlari ke belakang. Sesampai di sana mereka melihat asap mengepul, keluar dan gudang tua.
"Gudang terbakar, Anak-anak!" seru Mrs. Gunn dengan gugup.
Jupiter Iangsung menepuk-nepuk kantung jaket dan celananya. Lalu memandang kedua belah tangannya. Ia seakan-akan heran, bahwa ia tidak memegang apa-apa. Matanya kini membayangkan perasaan gugup.
"Buku harian itu!" serunya. "Aku tadi menaruhnya di salah satu tempat., ketika kita harus menggotong bak berisi tanaman ke depan! Jangan-jangan kutaruh di dalam gudang!"

Bab 13 PENGEJARAN

SEMUA berlari ke gudang itu. Sementara itu asap semakin menebal. Tapi tidak nampak api berkobar ke luar. Gudang tua itu terbuat dari batu. Jadi tidak gampang terbakar.
"Hanya kayu yang ada di dalam saja yang terbakar!" kata Pete berteriak
Cluny datang bergegas-gegas, membawa alat pemadam api. Pete dan Bob buru-buru melepaskan jaket masing-masing, lalu masuk dengan berhati-hati ke dalam gudang yang terbakar, didului oleh Cluny.
"Apinya di dalam tumpukan papan itu!" seru Cluny.
Jupiter yang tinggal di luar bersama Mrs. Gunn dan Profesor Shay mendengar desis busa yang
disemprotkan dan alat pemadam api, serta bunyi jaket dipukul-pukulkan ke api. Tidak lama kemudian asap mulai menipis, dan akhirnya hanya tinggal sisa-sisanya saja. Pete melangkah ke luar dengan sikap menang. Ia mengacungkan buku harian yang tipis.
"Cuma hangus sedikit saja, Jupe!" serunya.
"Untung saja, padahal tadi dekat sekali ke api." Jupiter mengambil buku harian itu lalu membalik-balik halamannya, untuk meyakinkan bahwa memang tidak apa-apa.
Saat itu semua yang ada di situ mendengar Iangkah orang datang berlari-lari. Orang itu Rory! Ia berlari sambil berseru-seru, serta menuding ke arah belakang gudang.
"Di sana! Di sebelah belakang! Aku melihatnya, tidak sampai semenit yang lalu!"
"Kita masih bisa mencegatnya!" seru Profesor Shay.
Semua memburu ke belakang gudang, menuju belukar rimbun di ujung lembah. Rory lari paling depan.
"Itu - ia menyelinap ke tengah pepohonan!’ seru Rory. "Ia hendak lari ke jalan!"
Para pengejar memencar. Menerobos belukar. Profesor Shay bergerak di sebelah kanan. Ia hendak memotong jalan pembakar gudang yang hendak melarikan diri itu. Rory ada di depan. Jupiter dan Bob agak tertinggal. Keduanya berhenti sejenak, untuk mengamat-amati belukar lebat yang menyebar di bawah pepohonan ek yang tumbuh di situ.
Tahu-tahu keadaan menjadi sunyi senyap, seolah-olah semua yang mengejar berhenti untuk memasang telinga. Di depan terdengar suara orang menggumam, mengatakan bahwa bajingan itu pasti bersembunyi. Bob dan Jupiter bergerak maju lagi, dengan hati-hati. Ketika sudah limapuluh meter lebih jauh memasuki hutan belukar, tiba-tiba terdengar bunyi ranting patah!
"Bob!" bisik Jupiter, sambil memandang berkeliling dengan waspada.
Teriakan itu datang dari sebelah kanan Jupiter. Seseorang menerpanya dari dalam semak. Jupiter jatuh terbanting. Keadaan menjadi ribut. Kaki dan tangan bersimpang siur, disertai teriakan-teriakan.
"Aku berhasil menyergapnya! Tolong, Teman-teman!" seru Pete.
"Tolong!" teriak Jupiter.
"Pete - ini kan kami!" keluh Bob. "Itu Jupiter, yang kausergap!"
Jupiter terkejap, memandang Pete yang menindihnya.
"Wah - !" kata Pete. "Kusangka... maksudku, tadi kudengar..."
"Jangan tindih aku!" tukas Jupiter, sambil berusaha bangkit. Ia mengibas-ngibaskan pakaiannya yang kotor. "Lain kali lihat-lihat dulu sebelum menyergap, Dua!"
Pete meringis.
"Tapi kau tadi kan juga mengira aku inilah penjahat itu! Ya, kan?"
"Kalian berdua tadi kocak sekali kelihatannya!" kata Bob.
Ketiga remaja itu terkekeh-kekeh, saat Profesor Shay, Row, dan Cluny yang kembali dengan langkah gontai menjumpai mereka. Mata Profesor benkilat-kilat marah di balik kaca matanya. Mukanya yang bundar nampak hampir-hampir kocak karena jengkel. Rory mendelik.
"Sialan ia berhasil lolos," kata pria Skotlandia itu. "Tapi aku sempat melihatnya dengan jelas. Dan keterangan kalian tentang Java Jim, orang itu tadi pasti dia."
Tapi Profesor Shay tidak sependapat.
"Maksud Anda Stebbins, McNab," katanya. "Aku melihatnya -"
"Jangan ngaco!" tukas Rory McNab. "Aku tadi melihat orang berjanggut dan berpakaian pelaut - persis seperti yang dikatakan anak-anak!"
"Bukan berjanggut, tapi berkumis," kata Profeson Shay berkeras. "Anda pasti terkecoh karena rambut hitam -"
"Anda kira aku tidak bisa mengenali apakah itu Stebbins atau bukan?"
"Tapi -" Profesor Shay merenung sebentar, lalu meneruskan, "Yah, mungkin juga aku yang keliru. Aku tadi hanya melihat sekilas saja."
"Sedang aku melihat dengan jelas," kata Rory. "Aku sedikit pun tidak ragu."
"Kalau begitu kita tidak bisa membuang-buang waktu lagi," kata Jupiter dengan tegang. "Jika Java Jim tadi berusaha memusnahkan buku harian ini, maka artinya cuma ada satu - yaitu ia merasa sudah mengetahui apa-apa yang perlu diketahui untuk menemukan harta itu! Kita harus bertindak dengan cepat sekarang!"
Jupiter berjalan mendului, menerobos belukar, kembali ke rumah tua yang besar. Mrs. Gunn berdiri di situ, menunggu dengan sikap gugup. Hans ada di sampingnya. Ia meninggalkan truk, untuk melihat kenapa di situ terdengar suara ribut.
"Bajingan itu lolos" tukas Rory dengan geram. "Coba aku tadi semenit lebih cepat datang dari rumah, pasti aku berhasil membekuknya."
"Anda tadi di dalam rumah, Mr. McNab?" tanya Jupiter.
"Ya! Aku mencium bau kebakaran."
"Tindakan pembakaran begini harus dilaporkan pada polisi," kata Profesor Shay. "Aku tadi sebenarnya datang hanya untuk memberi tahu kalian bahwa Stebbins itu narapidana yang melanggar persyaratan pembebasannya - dan kini aku harus kembali. Tapi aku akan mampir di kantor polisi sebentar, untuk melaporkan tentang Java Jim, serta perbuatan jahat yang baru saja terjadi di sini."
"Ya, itu memang perlu," kata Rory sependapat. Suara orang Skotlandia yang selalu masam itu terdengar bernada agak ramah ketika ia melanjutkan, "Aku harus minta maaf pada kalian, anak-anak! Aku masih tetap berpendapat bahwa cerita tentang harta karun itu omong kosong, tapi sekarang aku tahu bahwa ada orang-orang lain yang berpendapat serupa dengan kalian." Rory menggeleng-gebeng. "Orang-orang itu berbahaya. Polisi yang harus menghadapi mereka. Ini bukan urusan anak-anak!"
Profesor Shay mengangguk.
"Ya - memang, kurasa memang begitu," katanya.
"Mungkin -" kata Mrs. Gunn, dengan sikap sangsi.
"Kami tidak dalam bahaya, Mrs. Gunn," kata Jupiter cepat-cepat. "Sudah jelas, Java Jim beranggapan sudah memperoleh semua yang diperlukannya. Ia tadi tidak berusaha menyerang kami. Dan ketika di pulau, Stebbin malah lari. Harta karun itu yang mereka kejar-kejar, dan yang paling baik bagi kita ialah mendului mereka menemukan harta itu! Bob dan Pete biasa bertindak dengan hati-hati, sedang saya dan Cluny ditemani Hans."
"Aku masih tetap tidak setuju," kala Rory berkeras.
"Aku yakin, anak-anak ini takkan bertindak ceroboh," kata Mrs. Gunn dengan suara pelan. "Mereka sudah cukup besar."
"Terima kasih, Bu." Cluny memandang ibunya dengan wajah berseri-seri.
Profesor Shay tersenyum.
"Saya juga yakin bahwa mereka pasti akan bertindak dengan bijaksana, Mrs. Gunn. Tapi sekarang saya harus kembali, karena masih ada pekerjaan yang menunggu. Tapi jangan lupa memberi tahu jika ada perkembangan baru, ya, Anak-anak?"
Setelah itu ia pergi dengan mobilnya. Dengan sikap segan, Rory membantu Hans menaikkan sejumlah barang ke atas truk. Barang-barang itulah yang dilepaskan oleh Mrs. Cunn, untuk dijual pada Paman Titus. kemudian Rory menuju ke mobil Ford tua milik Mrs. Gunn.
"Kalian mungkin bisa membuang-buang waktu, tapi aku tidak," kata Rory menggerutu. "Api tadi membakar generator kecil yang ada di dalam gudang. Sekarang aku harus membetulkannya."
Rory mengemudikan mobil Ford tua itu ke belakang, ke gudang yang terbakar. Bob dan Pete menurunkan sepeda mereka.
"Kalian harus benan-benar waspada," kata Jupiter memperingatkan, sebelum kedua temannya itu bersepeda kembali ke Rocky Beach. "Yang kita hadapi sekarang ini dua langkah terakhir yang dilakukan dulu oleh Angus Gunn!"
Setelah itu diajaknya Cluny naik ke mobil, duduk di samping Hans. Mesin dihidupkan, dan truk itu bergerak ke arah utara, menuju Santa Barbara.

Bab 4 LAGI-LAGI JAVA JIM

TRUk melaju menuju utara, ke arah Santa Barbara. Jupiter tidak bisa duduk tenang.
"Tambah kecepatan, Hans,"desaknya. "Kita harus lebih dulu tiba di sana!"
"Tenang sajalah, Jupe," kata Hans dengan santai. "Kalau terburu-buru, nanti malah tidak sampai."
Jupiter menyandarkan punggung ke belakang, sambil menggigit-gigit bibir. Cluny mengangkat kepala. Ia nampak bingung. Selama itu ia asyik menekuni buku harian Angus Gunn yang terakhir.
"Jupiter, dalam catatan tentang Santa Barbara tidak tertulis ke mana Angus pergi! Ke mana kita nanti, jika sudah sampai di sana?"
Hans mendengus.
"Santa Barbara bukan kota kecil," katanya.
"Ya, cukup besar untuk memiliki arsip yang dipelihara dengan rapi," kata Jupiter. Sikapnya agak menampakkan kepuasan. "kita nanti akan mencari keterangan tentang ke mana Angus waktu itu pergi, dengan mempergunakan satu-satunya fakta penting yang diungkapkannya."
"Fakta yang mana, Jupe?" tanya Cluny.
"Ia kan menulis bahwa ia membeli sesuatu di toko yang belum lama sebelum itu dimusnahkan api kebakaran!" kata Jupiter dengan bangga. "Tahun 1872 kota Santa Barbara pasti belum sebesar sekarang. Jadi berita tentang kebakaran sudah pasti akan dimuat di dalam surat kabar setempat!"
Menjelang sore mereka sampai di pinggiran kota Santa Barbara, lalu men uju ke kantor harian Sun Press. Bangunannya yang meniru gaya Spanyol terletak di De La Cuerra Plaza. Petugas penerima tamu menyuruh mereka mendatangi seseorang yang bernama Mr. Pidgeon, di tingkat dua. Ternyata orang itu seorang editor, berbadan kurus, dan selalu tersenyum.
"Tahun 1872?" kata Mr. Pidgeon menanggapi pertanyaan Jupiter. "Waktu itu surat kabar kami belum ada. Tapi ada satu koran lokal! Dan kau benar, peristiwa kebakaran waktu itu pasti dimuat di dalamnya."
"Di mana kami bisa menemukan arsip koran tua itu, Sir?" tanya Jupiter.
"Kami mengambil alih keseluruhan milik koran itu, termasuk arsipnya," kata Mr. Pidgeon lagi, "tapi sayangnya, berkas-berkas yang berasal dan masa sebelum tahun 1900 semuanya musnah ketika terjadi gempa bumi dan kebakaran."
Jupiter nengeluh.
"Semuanya, Mr. Pidgeon?"
"Sayang, ya," kata editor itu. Ia berpikir-pikir sejenak, lalu menyambung, "Tapi kurasa mungkin ada jalan keluar bagimu. Aku kenal seseorang yang pernah bekerja untuk koran itu, lebih dari enam puluh tahun yang lalu. Aku tidak tahu pasti, tapi rasanya ia memiliki koleksi pribadi dan koran itu. Itu bisa dibilang hobinya."
"Dan orang itu sekarang ada di Santa Barbara, Sir?" Semangatnya bangkit kembali.
"Ya, tentu saja." Mr. Pidgeon membuka sebuah tempat penyimpanan alamat yang ada di atas mejanya. "Nama orang itu Jesse Widmer. Tinggalnya di Anacapa Street Nomor 1600. Aku yakin, ia pasti menyambut kedatangan kalian dengan gembira."
Jupiter buru-buru minta diri, lalu keluar. Truk yang dikemudikan oleh Hans meluncur lagi, kini menuju Anacapa Street Nomor 1600 ternyata sebuah rumah kecil berdinding batu bata. Letaknya di ujung jalan masuk yang panjang, di belakang sebuah rumah yang lebih besar. Jupiter dan Cluny bergegas-gegas menuju rumah kecil itu, sementara Hans menunggu di dalam truk. Tiba-tiba Jupiter berhenti berjalan.
Kedua remaja itu mendengar bunyi pintu ditutup dengan keras di salah satu tempat, disusul langkah orang berlari. Datangnya dan arah belakang rumah kecil.
"Lihatlah, Jupe!" seru Cluny.
Pintu depan rumah kecil itu terbuka sedikit Sementara kedua remaja itu masih tentegun, mereka mendengar suara teriakan lemah. Datangnya dan dalam rumah.
"Tolong!"
Lalu sekali lagi, agak lebih nyaring,
"Tolong!"
"Ada orang dalam kesulitan di situ!" seru Jupe, lalu bergerak maju dengan cepat, diikuti oleh Cluny. Hans meloncat dari dalam truk, lalu lari menyusul.
Di balik pintu depan terdapat sebuah ruang duduk yang kecil dan rapi. Ruangan itu penuh dengan buku yang diatur berderet-deret di dalam rak sepanjang dinding, serta halaman-halaman depan koran-koran tua yang diberi bingkai.
"Tolong!"
Teriakan itu datang dan salah satu kamar sebelah dalam, di sisi kiri. Jupe, Cluny, dan Hans bergegas mendatangi suara itu. Mereka memasuki sebuah ruang kerja yang penuh depgan tumpukan majalah dan koran kuno. Sebuah mesin ketik nampak di alas meja. Di sampingnya ada kotak berisi berhelai-helai kertas yang sudah ada ketikannya. Nampaknya seakan-akan ada orang sedang menyusun naskah untuk buku.
Seorang pria yang sudah tua tergeletak di lantai. Matanya menatap hampa ke arah anak-anak yang masuk. Darah mengalir dan mulutnya. Mukanya memar, seperti kena pukul.
"Ya, Tuhan," kata Hans dalam bahasa Jerman, ketika melihat keadaan laki-laki tua itu. Diangkatnya orang itu dengan hati-hati, dan didudukkannya di sebuah kursi beralas empuk. Cluny pergi mengambilkan segelas air. Laki-laki tua itu meneguknya dengan cepat. Kelihatan ia sangat haus.
"Seorang laki-laki berjanggut," kata laki-laki tua itu. "Ia memakai jaket biru tebal, model pelaut. Ada bekas luka memanjang di mukanya. Tapi. kalian ini siapa?"
"Itu Java Jim!" seru Cluny.
Jupiter menjelaskan identitas mereka.
"Mr. Pidgeon dan Sun Press yang menyuruh kami mendatangi Anda - itu jika Anda Jesse Widmer."
Laki-laki tua itu mengangguk.
"Akulah orang itu," katanya. "Tapi kalian tadi mengatakan Java Jim? ltukah nama orang yang tadi menyerangku?"
"Betul, Mr. Widmer," kata Jupiter.
"Mau apa dia?"
Mr. Widmer berulang kali menarik napas dalam-dalam, sementara Hans merawat luka-luka di mukanya dengan hati-hati. Laki-laki tua itu tersenyum, untuk menunjukkan bahwa luka-lukanya itu tidak serius.
"Ia datang tanpa ada orang di Sun Press menyuruhnya kemari. Tahu-tahu masuk, dengan begitu. saja. Ia ingin tahu tentang peristiwa kebakaran di sebuah toko. Kejadiannya sekitar bulan November, tahun 1872," kata laki-laki tua itu. "Harta karun dan Argyll Queen - kaukatakan orang berjanggut itu ingin memperolehnya? Jadi harta karun itu benar-benar ada?"
"Anda menaruh minat pada harta yang berasal dan kapal itu?" tanya Cluny
Jesse Widmer mengangguk.
"Ya, sejak lama," katanya. "Sudah bertahun-tahun aku melakukan penelitian. Banyak guntingan berita mengenainya dalam arsip pribadiku."
"Apa yang Anda katakan tadi pada Java Jim, Sir?" tanya Jupiter.
"Aku tidak mengatakan apa-apa. Aku tidak suka padanya. Aku lantas dipukul olehnya. Ia menggeledah lemari arsipku. Kurasa ia berhasil menemukan apa yang dicari, lalu ia lari ke luar," kata laki-laki tua itu. "Ia membawa selembar guntingan koran."
Jupiter mengeluh.
"Apa isi kliping itu, Sir? Saya perlu mengetahuinya, karena penting bagi kami."
Jesse Widmer menjawab dengan gelengan kepala.
"Aku tidak tahu, katanya, "tapi bisa kuselidiki - jika kau menginginkannya."
"Anda bisa?" seru Cluny.
"Betul," kata Jesse Widmer.
"Seluruh isi arsipku sudah direkam pada mikrofilm. Coba tolong ambilkan kotak yang di meja itu. "
Cluny mengambil kotak panjang dan langsing itu, lalu menyerahkannya pada Mr. Widmer. Laki-laki yang sudah berumur itu mencari-cari sebentar di dalamnya, lalu mengeluarkan sebuah kotak berisi mikrofilm.
"Ini dia - arsip tahun 1872. Masukkanlah ke alat baca yang di sana itu."
Jupiter duduk menghadap alat itu, lalu mulai membaca kumpulan kliping yang sudah direkam pada mikrofilm. Ia mulai dengan bulan September 1872. Gulungan film itu diputarnya lambat-lambat.
"Nah - mungkin ini!" seru Jupiter kemudian. ‘Tanggal 15 November! Di perusahaan ‘Wright and Sons’ yang bergerak di bidang perdagangan perbekalan kapal terjadi kebakaran besar yang memusnahkan gudang mereka."
"‘Wright and Sons?" kata Mr. Widmer. "Perusahaan itu sekarang pun masih ada. Tempatnya di dekat pelabuhan."
"Kalau begitu lekas-lekas saja kita ke sana!" desak Cluny.
"Kurasa kita perlu memanggil dokter dulu, untuk merawat Mr. Widmer," kata Hans.
Tapi laki-laki tua itu menggeleng.
"Jangan! Tidak usah aku tidak apa-apa. Nanti kupanggil saja dokter Ianggananku. Kalian kejar orang berjanggut itu. Itu obat terbaik bagiku saat ini. Ayo, cepat kejar!"
Jupiter masih sangsi. Tapi hanya sebentar saja. Kemudian dipandangnya Mr. Widmer sambil nyengir, lalu bergegas keluar bersama Hans dan Cluny. Hans membawa mereka ke arah pelabuhan. Mereka menemukan toko ‘Wright and Sons, Pedagang Perbekalan Kapal’ di suatu jalan samping yang letaknya tidak jauh dan tepi laut. Toko itu menampakkan kesan kuno.
Seorang pria yang sudah berumur dan berpenampilan sopan datang menyongsong mereka.
"Barangkali saya bisa membantu kalian?" katanya.
"Anda punya catatan penjualan tahun 1872?" kata Cluny cepat-cepat.
"Kami ingin mengetahui -" kata Jupiter. Tapi kalimatnya langsung dipotong oleh pria itu.
"Jika kalian ini kawanan laki-laki berjanggut tidak tahu adat yang baru saja kemari tadi," kata pria itu dengan ketus, "ayo keluar, sekarang ini juga!"
"kami bukan kawanannya, Sir," kata Jupiter. Dijelaskannya dengan singkat maksud kedatangan mereka.
"Tentang Angus Gunn, ya?" kata pria berumur itu. "Wah, sayang - seperti sudah kukatakan pada laki-laki kasar tadi, seluruh arsip kami yang lama sudah musnah ketika terjadi gempa bumi."
Jupiter langsung lesu.
"Jadi kalau begitu tidak ada kemungkinan bagi kami untuk mengetahui apa yang dibeli oleh Angus Gunn di sini tahun 1872 itu?"
Pria tua itu menggeleng.
"Kecuali... coba tunggu sebentar di sini. Silakan melihat-lihat. Lima sampai sepuluh menit lagi aku akan kembali."
Kemudian orang itu menaiki tangga, menuju sebuah pintu di mana terpasang tulisan "Pribadi". Hans mempunyai kegemaran yang serupa dengan Paman Titus. Ia pun menyukai barang-barang yang tidak lumrah. Karenanya ia langsung melihat-lihat segala barang keperluan pelayaran yang ada di dalam toko itu. Cluny pergi ke sebelah depan, untuk melihat sebuah kapal dalam bentuk model. Sedang Jupiter menunggu dengan perasaan tidak sabar. Tahu-tahu pandangan Cluny beralih. Ia menatap ke luar, lewat jendela toko.
"Jupiter!" desis anak berambut merah itu. Nada suaranya menyebabkan Jupiter buru-buru datang.
"Ada apa, Cluny?"
"Ada orang di luar, yang memperhatikan toko ini!"
"Mana dia?" Jupiter memperhatikan jalanan di depan.
"Itu - di ujung sana! Sewaktu aku memandang ke arahnya, ia cepat-cepat bersembunyi ke balik gedung yang di ujung itu. Mungkin Java Jim!"
Jupiter menoleh ke belakang. Laki-laki tua tadi belum muncul lagi. Sedang Hans nampak asyik memperhatikan sebuah jam kapal yang sudah tua.
Jupiter menggamit Cluny. Kedua remaja itu pergi ke luar.
"Kita lihat saja, apakah bisa memergokinya," kata Jupiter.
Mereka berjalan menyelinap menuju pelabuhan, sambil merapatkan diri ke dinding bangunan-bangunan yang dilewati. Sesampai di sudut jalan, mereka mengintip ke balik bangunan di situ. Cluny berseru dengan suara tertahan,
"Jupiter! Volkswagen hijau!"
Mobil kecil itu diparkir di seberang jalan pelabuhan yang lebar. Dan di belakangnya nampak seorang pemuda berkumis dan bertubuh kecil yang sedang bergegas-gegas melintasi pantai berpasir basah, menuju sebuah tongkang tua dan kayu. Tongkang itu didaratkan ke tepi air,
"Itu bukan Java Jim, tapi Stebbins!" kata Jupiter.
Kedua remaja itu memperhatikan pemuda berambut gondrong itu menghilang di balik tongkang yang sebagian lunasnya terbenam di dalam pasir. Mulutnya nampak bergerak-gerak, seperti sedang berbicara.
"Ia menemui seseorang di situ, Cluny!"
"Barangkali Java Jim," kata Cluny menebak.
"Ikuti aku," kata Jupiter. Sikapnya serius.
Remaja bertubuh montok itu menyeberangi jalan yang lebar, lalu menghampiri tongkang tadi dan samping.
"Kalau yang dijumpai Stebbins itu benar Java Jim," bisik Jupiter sambil berjalan, "mungkin kita bisa ikut mendengarkan percakapan mereka. kita selidiki apa yang sedang mereka rencanakan. Dan aku juga ingin tahu, dari mana Java Jim sampai bisa langsung mendatangi Jesse Widmer."
Ia memberi isyarat, menyuruh Cluny jangan bicara. Sesampainya di sisi tongkang ia berhenti, lalu memasang telinga. Tapi tidak terdengar orang berbicara di balik perahu itu.
"Jaraknya terlalu jauh," bisik Cluny. "Kita lihat saja ke belakang situ."
"Jangan, nanti ketahuan," balas Jupiter. "Kita mengintip saja dari atas."
Ia menunjuk ke sebuah tangga panjat yang ada di sisi tongkang. Agak sulit juga memanjat tangga itu, karena tongkang terbaring miring ke arah air. Namun Jupiter berhasil juga naik ke atas, disusul oleh Cluny. Mereka menyelinap dengan hati-hati melintasi geladak, menuju sisi seberang. Tapi tahu-tahu terdengar bunyl kayu pecah. Lantai kayu dan geladak yang sudah lapuk tidak kuat memikul beban, dan kedua remaja itu terjeblos ke dalam sebuah lubang gelap.
Jupiter mendengus. Ia terperosok ke dalam sesuatu yang empuk dan basah.
"Karung-karung tua," kata Cluny. Napasnya sesak. "kita jatuh ke dalam tumpukan karung!"
Keduanya berdiri, setelah napas mereka biasa lagi. Mereka berdiri di atas Iantai yang miring, sambil memandang berkeliling. Mereka berada di dalam ruang palka tongkang itu. Tempat itu gelap dan licin karena lumut. Lantai tempat mereka berpijak sudah agak lapuk Sinar samar masuk sedikit lewat celah-celah papan lambung - serta dan lubang lewat mana mereka terperosok tadi. Lubang itu tiga sampai empat meter di atas kepala mereka!
"Cari sesuatu yang bisa kita pergunakan sebagai tumpuan untuk mencapai lubang di atas itu," kata Jupiter.
Mereka berkeliling palka berlantai licin itu. Tapi tidak ada apa-apa di situ, selain karung-karung tadi. Tidak ada kotak, atau papan, atau tali. Apalagi tangga! Sesuatu yang kecil melintas di salah satu sudut. Tikus!
Cluny memandang Jupiter.
"Tidak ada jalan keluar dan sini, Jupe!"
"Kita periksa sekali lagi! Dan ujung ke ujung!" desak Jupiter.
Mereka menuju ke pinggir lantai yang paling rendah letaknya - dan terasa ada air mengenai kaki. Jupiter kaget.
"Lihat ke dinding, Cluny," katanya. Suaranya agak bergetar. "Nampak bekas batas air di situ. Jika... jika nanti pasang tinggi, palka yang berlubang-lubang ini hampir seluruhnya tenbenam!"
Keduanya bergegas kembali, lalu berdiri di bawah lubang tempat mereka terperosok tadi.
"Kita berteriak minta tolong!" kata Cluny.
Saat itu lubang di alas mereka menjadi gelap. Jupe dan Cluny mendongak Mereka melihat muka seseonang yang memandang ke bawah, ke arah mereka. Muka seorang pemuda yang berkumis!
"Percuma saja berteriak," kata Stebbins dengan geram. "Saat musim dingin sekarang ini tidak ada orang kemari! Dan orang-orang di jalan raya takkan bisa mendengar suara kalian, karena dikalahkan keramaian lalu lintas!"
Jupiter dan Cluny memandang pengemudi VW hijau itu, yang masih terus menatap mereka dengan mata berkilat-kilat.
"Aku perlu bicara sebentar dengan kalian?" katanya .

Bab 15 TERLANJUR

MENJELANG sore, Bob dan Pete dengan sepeda masing-masing memasuki pekarangan toko bahan-bahan bangunan milik keluarga Ortega. Seorang laki-laki berwajah coklat saat itu sedang sibuk memuat batu bata ke sebuah truk. Pete dan Bob mengatakan bahwa mereka mencari keterangan tentang Ortega Bersaudara, pemilik perusahaan yang pertama-tama. Laki-laki berkulit coklat itu menyeka keringat yang membasahi keningnya. Ia tertawa nyengir.
"Ya, Ortega Bersaudara yang kenamaan! Masa itu mereka tukang batu paling hebat di seluruh California! Yang satu moyangku langsung, sedang yang satu lagi saudaranya. Aku Emiliano Ortega." Laki-laki berwajah ramah itu mendesah. "Sekarang akulah tukang batu yang paling baik, tapi tidak ada lagi yang menginginkan hasil pekerjaan yang terbaik. Terlalu mahal!"
"Kalau begitu, Anda mestinya tahu segala-galanya tentang Ortega Bersaudara itu, ya?" kata Bob.
"Tentu saja. Apakah yang ingin kalian ketahui, muchachos?"
"Mereka tanggal 22 November tahun 1872 menjual barang segerobak pada seseorang bernama Mr. Angus Gunn. Kami ingin tahu, barang apa yang mereka jual itu."
"Caramba!" Emiliano Ortega berseru kaget. "Kalian ingin tahu apa yang dibeli seseorang tahun 1872? Seratus tahun yang lalu?"
"Apakah itu sudah terlalu lama?" tanya Pete.
"Jadi Anda tidak bisa membantu kami?" kata Bob dengan kecewa.
"Seratus tahun!" Mr. Ortega mengatakannya sambil membeliakkan mata. Tapi setelah itu ia tertawa, dengan mata berkilat-kilat. "Tentu saja aku bisa membantu. Keluarga Ortega memiliki arsip catatan yang paling beres di daerah kita ini. Yuk!"
Mr. Ortega mengajak anak-anak masuk ke kantor perusahaan itu. Ia langsung menghampiri sebuah lemari arsip yang sudah tua, terbuat dari kayu. Ia mencari-cari sebentar di bagian belakang, di antara map-map yang sudah nampak usang. Akhirnya ia mengeluarkan sebuah map. Sambil nyengir ke arah anak-anak, ditiupnya debu yang menempel. Map itu diletakkannya di atas meja, lalu dibuka.
"Kalian tadi mengatakan tanggal 22 November, Angus Gunn. Oke, kita lihat saja apa yang - nah, ini dia!" Ia membacakan, ‘Angus Gunn, Phantom Lake, pesanan khusus; satu ton potongan batu granit. pembayaran tunai dan langsung diangkut sendiri."
"Satu ton batu granit?" kata Pete dengan heran. "Granit macam apa? Maksudku, batu yang seperti bagaimana?"
"Di sini tidak ditulis - yang ada cuma bobotnya saja," kata Mr. Ortega sambil menggeleng. "Pembelian itu merupakan pesanan khusus, dan kalau melihat harganya, pasti bukan batu biasa saja. Tapi cuma itu saja yang bisa kuketahui."
"Pesanan khusus macam apa saja yang mungkin ada waktu itu, Mr. Ortega?" tanya Bob. "Apakah yang dimaksudkan dengan pesanan khusus?"
"Yah -" Mr. Ortega mengusap-usap dagunya. "Pesanan khusus bisa berarti bukan cuma bongkah-bongkah batu biasa dan tempat penggalian kami. Batu berukuran tertentu - atau bentuknya yang spesial. Pokoknya, yang memerlukan pengerjaan lebih lanjut. Bahkan mungkin pula dipoles. Tapi kalau dipoles rasanya tidak mungkin - karena terlalu murah. Barangkali Angus Gunn waktu itu membuat kaki lima?"
Pete melongo.
"Kaki lima?" katanya mengulangi.
"Untuk itu dulu bisa dipakai batu - batu-batu besar dan pipih."
"Sepanjang pengetahuan kami, tidak," kata Bob.
"Yah - kalau begitu bisa batu berukuran yang seberapa saja. Besar, tapi mungkin juga kecil. Untuk membangun rumah, pondasi, lantai, dinding, atau apa saja." Mr. Ortega mengangkat bahu. "Pentingkah kalian ketahui ukuran dan bentuk batu-batu itu, Anak-anak?"
"0, ya!" seru Bob dan Pete serempak.
Mr. Ortega mengangguk
"Baiklah, kalau begitu," katanya. "Pada catatan penjualan tertulis nomor pesanannya. Batu-batu itu kemungkinannya berasal dan tempat penggalian kami yang lama, di perbukitan. Sekarang jarang dipakai lagi. Cuma seorang penjaga saja yang kami tempatkan di situ. Dan formulir spesifikasi pesanan itu, mungkin saja masih tersimpan di kantor tempat penggalian itu."
"Wah," kata Bob bersemangat, "bolehkah kami ke sana?"
"Tentu saja boleh," kata Mr. Ortega. Dijelaskannya lokasi tempat penggalian yang dimaksudkannya.
"Itu kan cuma beberapa mil saja di sebelah sana Phantom Lake!" kata Bob. "Sebelum ke sana, kita mampir sebentar untuk melihat apakah Jupe dan Cluny sudah kembali!"

*

Saat itu Jupe dan Cluny sedang mendongak, menatap wajah Stebbins yang berkumis. Pemuda berambut gondrong itu memandang ke bawah, lewat lubang di lantai geladak
"Kami tidak mau mengatakan apa-apa padamu!" kata Cluny dengan ketus. "Kami tahu, kau itu siapa!"
Stebbins kelihatan kaget.
"Apa yang kalian ketahui?"
"Kami tahu kau pencuri, yang oleh Profesor Shay terpaksa dilaporkan sehingga kau dihukum penjara," kata Jupiter dengan sengit. "Dan kau sekarang melanggar persyaratan pembebasanmu sebelum waktunya, dengan maksud mencuri harta karun Angus Gunn!"
"Polisi juga sudah tahu!" kata Cluny.
Stebbins mengangkat kepalanya. Ia memandang ke sekitar geladak sebentar. Setelah itu menunduk kembali, menatap ke arah Jupe dan Cluny.
"Jadi itu yang dikatakan Profesor Shay pada kalian, ya?" kata Stebbins. "Apa sebabnya kalian sampai membantu orang itu?"
"Ia yang membantu kami," kata Jupiter membantah. "Kami yang menemukan buku harian yang satu lagi - yang kemudian kaupotret "
"Kalian menemukan -" Stebbins nampak ragu sesaat, lalu menyambung, "Keterangan apa yang kauperoleh di toko tadi itu?"
"Kau menyangka kami akan mau mengatakannya padamu?" kata Cluny.
"Kenapa tidak kautanyakan saja pada kawanmu, Java Jim!" balas Jupiter.
"Java Jim? Apa yang kalian ketahui tentang dia?"
"Kami tahu, kalian berdua mengejar-ngejar harta karun itu!" seru Cluny. "Tapi kalian takkan berhasil merampasnya! Kami akan mendului."
"Kalian akan mendului aku?" potong Stebbins. "Kalau begitu, kalian, belum tahu di mana tempatnya, ya? Profesor Shay belum tahu? Tapi kalian beranggapan, Java Jim sudah tahu?"
"Barangkali Java Jim tidak mengatakan semua yang diketahuinya padamu," kata Jupiter, lalu tersenyum. "Kehormatan tidak berlaku sesama pencuri, Stebbins!"
"Pencuri?’ kata Stebbins mengulangi, "Jika kukatakan -" Ia menggeleng, tanpa meneruskan kalimatnya. "Tidak, kalian takkan ---"
Pemuda berambut gondrong itu masih menatap mereka sebentar. Kemudian matanya nampak berkilat-kilat lagi.
"Kalian kan berempat. Mana yang dua lagi?"
"Kau tentu ingin tahu!" kata Cluny dengan sikap menantang.
Jupiter tertawa,
"Kan sudah kami katakan, kami pasti bisa mendului!"
"Mendului aku?" kata Stebbins lagi. Tiba-tiba ia tersenyum. "Jadi mereka sekarang melacak langkah terakhir, ya? Perusahaan batu bangunan Ortega - ya, ke sanalah mereka sekarang! Terima kasih, Anak-anak"
Jupiter mengeluh. Ternyata ia sudah terlanjur bicara. Kini Stebbins tahu, ke mana Bob dan Pete pergi. Stebbins tersenyum ke arah kedua remaja yang ada di bawah, lalu ia pergi. Jupe dan Cluny mendengar langkah pemuda itu bergegas-gegas melintasi geIadak meloncat turun ke pasir, lalu pergi menjauh dengan cepat.
Jupiter dan Cluny sendiri lagi sekarang. Mereka memperhatikan air yang semakin meninggi di dalam ruang palka. Mereka mulai berteriak-teriak.

*
Hari sudah sore ketika Bob dan Pete sampai lagi di rumah keluarga Gunn yang terletak di tepi Phantom Lake. Mrs. Gunn bergegas menyongsong mereka.
"Tidak - Jupiter dan Cluny belum kembali, Anak-anak," katanya menjawab pertanyaan mereka.
Bob dan Pete melaporkan hasil penyelidikan mereka di perusahaan Ortega.
"Satu ton batu tertentu?" Mrs. Gunn berpikir-pikir. "Astaga, untuk apa itu. Anak-anak? Mungkin untuk dijadikan pondasi rumah ini?"
"Bukan, Ma’am. Rumah ini waktu itu sudah selesai" kata Pete mengingatkan.
"Barangkali Anda bisa mengingat-ingat, apalagi di sini yang juga dibuat dan batu?" tanya Bob.
Mrs. Gunn berpikir. Tapi kemudian menggeleng.
"Tidak - aku tidak tahu."
"Tapi mesti ada sesuatu!" kata Pete berkeras, "Angus Tua mesti - "
Saat itu terdengar bunyl mobil datang dengan cepat, dan jalan raya. Hans dengan truknya? Kemudian mereka melihat, kendaraan yang datang itu ternyata mobil Ford milik Mrs. Gunn. Mobil itu menuju ke rumah. Sesampainya di situ, Rory bergegas meloncat ke luar. Ia membawa generator kecil yang tadi dibawa olehnya untuk dibetulkan,
"Zaman sekarang ini sudah hampir tidak adalagi orang yang bisa bekerja dengan beres," katanya menggerutu. "Sepanjang siang aku terpaksa menunggu barang ini dibetulkan,"
"Rory,’ kata Mrs. Gunn, "kau ingat tidak, apakah di sini ada sesuatu yang terbuat dan batu? Batu yang beratnya satu ton? Di samping rumah ini, serta gudang yang di belakang?"
"Batu?" Kening Row berkerut, "Satu ton?"
Bob dan Pete mengulangi keterangan Mr. Ortega pada mereka.
"Sepanjang ingatanku, tidak ada," kata Row. "Kata kalian tadi, orang di tempat penggalian mungkin bisa memberi keterangan lebih jauh tentang bentuk dan ukuran batu-batu itu?"
Bob mengangguk
"Tapi hari sudah petang. Dengan sepeda, kami takkan mungkin sampai di sana sebelum gelap."
"Kuantar kalian ke sana dengan mobil," kata Rory. "Aku masih perlu pergi sekali lagi ke arah sana. Kalian nanti kuturunkan di situ, dan kembalinya kalian bisa dengan sepeda sendiri."
Bob menaruh sepedanya di tempat barang mobil Ford itu, sedang Pete menyelipkan kendaraannya di tempat kaki di depan jok belakang. Mereka berdua duduk di jok depan di samping Rory. Mobil itu langsung berangkat.
Ketika mereka sampai di jalan masuk ke tempat penggalian batu yang sudah tidak dipakai lagi itu, hari masih cukup terang. Bob dan Pete menurunkan sepeda masing-masing dan atas mobil. Setelah itu Rory pergi meneruskan penjalanan.
Tempat penggalian itu berupa lubang yang lebar dan dalam. Lebarnya sekitar dua ratus meter, sedang dasarnya digenangi air sedikit. Batu-batu bertonjolan di mana-mana, nampak benkilat-kilat kena sinar matahani petang. Seluruh sisi gunung di situ menampakkan bekas-bekas penggalian. Bentuknya berteras-teras melingkar, seperti jenjang. Jauh di seberang, pada bagian yang menjauh dan gunung, tempat penggalian itu terbuka. Teras-teras di situ tidak banyak jumlahnya. Di dekat dasar lubang terdapat sebuah pondok yang nampak kokoh, dibangun di atas teras berdasan batu yang sisinya merupakan dinding gunung yang rendah. Di dalam pondok itu ada lampu yang menyala. Sebuah truk diparkir di dekat bangunan itu.
"Penjaganya masih ada!" kata Pete
Kedua remaja itu bengegas menuruni lubang, lalu menyusur teras di mana pondok itu berada. Mereka baru separuh jalan ke situ, ketika lampu di dalam pondok padam. Seorang laki-laki ke luar, lalu naik ke truk.
Pete dan Bob berseru memanggil-manggil. Tapi jarak antara mereka dengan orang itu terlalu jauh. Suara mereka dikalahkan bunyi mesin truk yang sementara itu sudah dihidupkan. Mereka berlari mengejar. Tapi truk itu ternyata mengambil jalan belakang. Dengan cepat kendaraan itu sudah tidak kelihatan lagi. Pondok yang dihampiri sudah gelap. Dan digembok!
"Terlambat!" kata Pete sambil mengeluh.
Bob memperhatikan pondok itu. Jendelanya ada empat. Semuanya berdaun jendela kayu, dan diamankan dan luar dengan palang-palang dan papan yang kokoh.
"Mungkin kita bisa masuk ke dalam, untuk mencari catatan yang kita perlukan. Mr. Ortega kan tahu bahwa kita kemari."
Pete mengangkat palang yang menahan salah satu daun jendela.
"He, Bob!" katanya bersemangat. "Jendela ini tidak dikunci.’
"Kita bernasib mujur," kata Bob. "Yuk, kita masuk !"

Kedua remaja itu memanjat jendela, masuk ke dalam pondok. Bangunan itu ternyata merupakan kantor, dengan lemari-lemari arsip dan perabot tua yang terbuat dan kayu. Pete menemukan sebuah lemari dengan tulisan, "1870-1900". Dibukanya lemani itu, lalu diperiksanya arsip yang ada di dalam. Dikeluarkannya sebuah map dengan tulisan 1872", lalu diletakkannya di atas meja. Bob berdiri di belakangnya, karena ingin ikut melihat isi map itu.
Saat itu terdengar langkah orang berjalan dengan hati-hati di luar.
"Siapa itu?" Bob berpaling dengan cepat. Daun jendela yang terbuka, ditutup dengan cepat. Terdengar bunyi papan palang dipasang di tempatnya, sehingga jendela tidak bisa dibuka lagi dari dalam. Kemudian terdengar langkah menjauh.
Bob dan Pete terkurung di dalam pondok!

Bab 16 BUNYI MENCURIGAKAN

MATAHARI petang memancarkan sinarnya yang miring, memasuki lubang pada lantai geladak di mana Jupiter dan Cluny tadi terperosok ke dalam palka. Suara kedua remaja itu sudah serak, karena berteriak-teriak. Kini mereka duduk pada sisi lantai palka yang lebih tinggi, sambil bersandar ke dinding lembah. Keduanya memperhatikan air pasang yang makin lama makin tinggi, merayap ke arah mereka.
"Menurutmu, masih berapa lama lagi kita punya waktu, Jupiter?" tanya Cluny dengan suara pelan.
"Sekitar dua jam," kata Jupiter. "Sebentar lagi pasti akan ada orang datang."
"Sampai sekarang belum ada yang mendengar suara kita berteriak-teriak," kata Cluny dengan lesu.
"Tapi nanti pasti ada. Hans mestinya sudah lama menyadari bahwa kita hilang."
"Tapi ia tidak tahu, kita berada di dalam tongkang ini. Ia takkan mencari kemari"
"Sebentar lagi kita mulai berteriak-teriak kembali. Pasti akan ada yang mendengar."
"Ya. tentu saja," kata Cluny. Tapi nada suaranya sangsi.
Beberapa menit sudah berlalu. Tapi Jupiter belum juga mulai berteriak lagi. Ia nampaknya seperti sedang menatap sesuatu.
"Cluny," katanya, "lemari yang di sana itu - terpasang ke dinding, tapi mungkin kita bisa merenggutnya sehingga terlepas. Kelihatannya sudah lapuk."
Cluny menggeleng.
"Percuma - untuk dipanjati, terlalu rendah! Biar berdiri di atasnya. kita takkan bisa meraih lubang di atas itu, Jupiter."
"Maksudku bukan untuk dipanjati, tapi dijadikan semacam rakit," kata Jupiter menjelaskan maksudnya. "Jika kita bisa melepaskannya dan dinding, dan ternyata bisa terapung, kita akan bisa mengambang mengikuti air yang naik sambil berpegangan ke situ."
Kedua remaja itu berdiri, lalu mengarungi air yang semakin tinggi, menuju lemari itu. Perabot itu menempel ke dinding sekat palka. Kaki-kakinya dipakukan ke lantai. Jupiter dan Cluny mencari-cari sesuatu yang bisa dipakai sebagai alat untuk mencongkel.
Saat itu terdengar langkah kaki seseorang bertubuh berat. Datangnya dari atas, dan geladak. Orang itu melangkah dengan pelan, seakan-akan tidak ingin ketahuan.
"Jupiter!" seru Cluny. "Ada orang di -"
"Sssst!" desis Jupiter. "Kita tidak tahu siapa dia. Sudah agak lama kita tidak berteriak-teriak lagi. Jadi tidak mungkin orang itu datang untuk memeriksa, karena mendengar suara kita."
Cluny mengangguk gugup. Kedua remaja itu menahan napas, sambil mendengarkan baik-baik. Langkah-langkah berat itu bergerak dengan berhati-hati di alas geladak, menuju bagian yang papan-papannya jebol. kemudian orang itu berhenti. Di atas tidak terdengar apa-apa lagi.
"Jupiter?" seru seseorang bersuara berat. "Cluny?"
Ternyata orang yang di atas itu Hans!
"Hans" seru Jupiter. "Kami di sini - di bawah!" Jupe dan Cluny mengarungi air, lalu berdiri di bawah lubang yang menganga di lantai geladak.
"Tolong kami keluar dari sini," seru Cluny sambil mendongak.
"Tunggu - nanti akan kutolong kalian," seru Hans dari atas.
Mereka mendengarnya berjalan di geladak, disusul bunyi kayu patah. Sesaat kemudian tangga panjat yang mulanya terdapat di sisi tongkang, diturunkan ke bawah. Jupe dan Cluny bergegas naik ke geladak.
"Wah - senang rasanya melihatmu, Hans," kata Cluny sambil mendesah lega.
"Aku tadi sudah mencari ke mana-mana, sesudah kulihat kalian tidak ada lagi di toko," kata Hans dengan serius. "Kalian sebenarnya jangan ke mana-mana, jika tidak dengan aku."
"Bagaimana kau akhirnya bisa menemukan kami?" tanya Jupiter.
"Aku tadi mencari di berbagai jalan, di tempat-tempat penjualan es krim, pokoknya ke mana-mana," kata Hans. "Kemudian kembali lagi ke toko penjual perbekalan kapal. Di situ aku disapa seorang anak laki-laki. Ia mengatakan melihat kalian berdua di atas tongkang. Karenanya aku kemari."
"Ada anak melihat kami?" tanya Jupiter. Keningnya berkerut.
"Kalau begitu, kenapa tidak dia sendiri yang menolong kami?" tanya Cluny. Ia merasa heran.
"Ya, betul," kata Jupiter sambil merenung. "Masih adakah dia di toko itu?"
"Tidak, sudah pergi! Ia Iangsung lari, setelah menunjukkan tongkang ini." kata Hans. "0 ya, hampir saja lupa! Ada pesan dan Mr. Wright untuk kalian. Ia tadi pergi untuk berbicara dengan ayahnya. Mr. Wright yang tua mengatakan, tidak ada kemungkinan untuk mengetahui apa yang dibeli Angus Gunn tahun 1872 itu. Tapi di rumah keluarga Gunn, mungkin ada."
"0, ya? Bagaimana caranya?" tanya Jupiter bersemangat
"Pak tua itu mengatakan, semua barang yang dijual masa itu oleh toko mereka, selalu dilengkapi dengan pelat dan kuningan dengan tulisan "Wright and Sons," kata Hans. "Jadi kalian harus mencari barang yang ada pelat kuningannya."
"Yuk, kita pulang, Jupiter!" desak Cluny. "Kita cari pelat itu!"
"Ya, kita harus cepat-cepat," kata Jupiter. "Aku juga lupa - Stebbins tahu ke mana Pete dan Bob pergi! Mungkin mereka dalam bahaya!"

*

Sinar penerangan pohon Natal nampak terang lewat jendela-jendela rumah keluarga Gunn, ketika Hans memarkir truk di jalan masuk. Cluny dan Jupiter bergegas turun dan kendaraan itu, lalu lari ke dalam rumah. Hans menyusul dengan lebih tenang. Ia langsung menelepon Paman Titus, untuk menyampaikan laporan. Mrs. Gunn ada di ruang duduk. Ia seorang diri saja di situ, sementara api di pendiangan berkobar untuk melawan hawa dingin.
"Ibu!" seru Cluny pada ibunya, sambil berlari masuk. "Adakah sesuatu di sini dengan pelat kuningan, yang ada tulisan ‘Wright and Sons’?"
Dengan terburu-buru diceritakannya keterangan yang diperoleh di Santa Barbara.
"Jadi kalian tidak berhasil mengetahui apa yang dibeli Angus Tua?" kata Mrs. Gunn. Keningnya berkerut. "Dan pelat kuningan, katamu tadi? Yah, barang-barang milik Angus, banyak yang ditempeli pelat begitu - karena memang begitu kelazimannya zaman dulu. Tapi sepanjang ingatanku, tidak ada yang bertulisan ‘Wright and Sonst.'
"Coba ingat-ingat lagi," desak Cluny.
"Bob dan Pete sudah kembali?" tanya Jupiter menyela.
"Sudah. Mereka mampir sebentar untuk mengatakan bahwa Angus Tua membeli satu ton batu granit dan perusahaan Ortega Bersaudara," kata Mrs. Gunn. "Tapi mereka tidak berhasil mengetahui batu untuk apa, begitu pula ukuran serta bentuknya. Jadi Rory kemudian mengantar mereka ke bekas tempat penggalian batu perusahaan Ortega. Mereka diturunkan di tempat itu, karena Rory masih punya urusan lain. Tapi -"
"Mereka belum kembali lagi sampai sekarang?" kata Jupiter, sambil melirik ke jam besar yang ada di situ. Saat itu sudah hampir pukul tujuh.
"Ya, dan Rory pun belum pulang," kata Mrs. Gunn. "Tapi -"
Tiba-tiba terdengar bunyi aneh di luar. Kedengarannya seperti dan suatu tempat yang jauh, di belakang rumah. Saat itu Hans masuk ke ruang duduk. Ia ikut mendengarkan, bersama yang lain-lainnya.
Bunyi itu seperti ada yang memukul-mukul dengan godam, di kejauhan. Bunyinya berdenting-denting, seperti logam membentur batu.
"Nah, itu!" kata Mrs. Gunn. "Itulah yang sejak tadi hendak kukatakan pada kalian. Sudah lebih dan sejam bunyi itu kudengar. Aku ngeri mendengarnya. Bunyi apa itu?"
"Kedengarannya seperti ada yang sedang merobohkan dinding," kata Hans.
"Dinding? Tapi tidak ada rumah lain di dekat-dekat sini. Tidak ada apa-apa di arah itu, kecuali " Mrs. Gunn tdlak melanjutkan kalimatnya.
"Kecuali apa, Bu?" tanya Cluny. "Menurutku, di arah sana sama sekali tidak ada apa-apa."
"Mungkin kau belum pernah melihatnya. Di belakang sana ada sebuah rumah tempat pesalaian yang sudah tua. Sejak ayahmu masih anak-anak, pesalaian itu tidak pernah dipergunakan lagi. Aku juga sudah tidak ingat lagi, sampai tadi.
"Pesalaian?" kata Jupiter. "Rumah asap? Terbuat dan batu?"
"Mungkin saja dan batu, Bangunan itu diselubungi tumbuhan menjalar ketika aku pertama kali melihatnya, dan sejak itu belum pernah benar-benar kuperhatikan."
"Hans!" seru Jupiter. "Tolong ambilkan senter dan truk!"
Hans bergegas mengambilkan benda yang diminta. Kemudian Mrs. Gunn berjalan mendului ke belakang, menyusur jalan setapak yang sudah tua dan tertutup belukar. Hawa malam bulan Desember itu dingin, untuk daerah California Selatan. Mereka menyusur jalan setapak itu sampai hampir setengah mil. Akhirnya mereka lewat di depan sebuah pondok tua, terbuat dan kayu.
"Pondok pekerja, dan zaman Kakek Gunn," kata Mrs. Gunn menjelaskan. "Itulah sebabnya kenapa pesalaian itu dibuat di tempat ini."
"Angus Tua-kah yang membangun rumah asap itu, Ma am?" tanya Jupiter.
"Aku tidak tahu pasti. Tapi menurutku, mestinya kakek Gunn - putra Angus Tua." Ia memandang ke tempat gelap. "Di sekitar sinilah mestinya letak bangunan itu."
Sementara itu bunyi yang tadi sudah tidak terdengar lagi. Mrs. Gunn mendului meninggalkan jalan setapak, merintis belukar lebat-tapi saat itu sudah tercerabut dan terinjak-injak. Mereka menerobos terus, menuju pesalaian. Tapi yang ditemukan, ternyata hanya tumpukan batu belaka!
"Ada yang merobohkannya!" kata Mrs. Gunn.
"Untuk mencari harta karun itu!" seru Cluny. "Kurasa ini pasti perbuatan Stebbins," kata Jupiter.
"Dan barangkali juga Java Jim! Mereka bendua mungkin sudah berjam-jam kembali dari Santa Barbara. Tapi bagaimana mereka sampai bisa tahu tentang rumah asap ini?"
Hans mengangkat sebuah palu besar yang terletak di tanah.
"Gagangnya masih hangat, bekas dipegang."
Semua memasang telinga, mendengarkan baik-baik. Tapi mereka tidak mendengar apa-apa di tempat gelap itu. Dengan diterangi sinar senter, Jupiter meneliti reruntuhan rumah asap itu.
"Dinding bangunan ini kelihatannya terbuat dari batu," katanya lambat-lambat. "Dan melihat keadaan bata pelapis sebelah dalam, kurasa tidak ada apa-apa disembunyikan di dalam ruang perapian. Di mana-mana ada sarang labah-labah."
Ia memandang berkeliling. "Tidak nampak bekas-bekas benda diseret"
Cluny mengorek-ngorek di tengah batu-batu yang berserakan.
"He, Jupe." serunya dengan tiba-tiba. "Ini ada batu yang ditulisi!"
Hans datang membawakan senter. Jupiter membersihkan tanah yang melekat ke batu itu, lalu membaca tulisan yang dilihat oleh Cluny.
"C. Gunn, 1883."
"Itu nama Kakek. Nama depannya juga Cluny," kata Mrs. Gunn.
"Kalau begitu, bukan Angus Tua yang membangun rumah asap ini," kata Jupiter. "Kita kembali saja ke rumah, karena harta itu tidak mungkin disembunyikan di sini".
Sesampainya di rumah, mereka melihat mobil Profesor Shay di depan, di sebelah truk. Profesor itu sendiri ada di tangga. Ia gemetar kedinginan, karena hanya memakai setelan tipis.
"Tidak biasanya hawa sedingin ini," katanya, lalu tersenyum lebar. "Aku kemari karena ingin tahu apa yang berhasil kalian ketahui hari ini, Anak-anak. Cepat, ceritakanlah!"
Di ruang duduk yang hangat, dengan api yang berkobar di pendiangan dan dengan hiasan pohon Natal, Jupiter menuturkan hasil penyelidikan di Santa Barbara.
"Pelat kuningan? Dan Java Jim serta Stebbins juga muncul di sana?"Profesor Shay merenung, lalu menyambung, "Lalu kalian menemukan pelat kuningan itu di sini?"
"Belum," jawab Cluny. "Tapi kami juga belum bersungguh-sungguh mencari."
"Kami masih menunggu Bob dan Pete," kata Jupiter menjelaskan. Diceritakannya tentang kepergian kedua teman itu ke perusahaan Ortega, yang disambung dengan penyelidikan ke tempat penggalian batu. Kemudian ia melirik ke arah jam, dengan sikap gelisah. "Rory yang mengantar mereka ke sana - tapi... Nah, itu mereka datang!"
Saat itu memang terdengar bunyi mesin mobil Ford yang datang, lalu berhenti di depan rumah. Rory turun dan kendaraan itu. Ia masuk ke rumah, sambil menggosok-gosok tangan. Tapi ia sendiri.
"Mana Bob dan Pete?" tanya Mrs. Gunn.
"Pasti masih di tempat tadi - di tambang batu," kata Rory dengan ketus. Ia memandang Cluny. "Dan apa yang kautemukan dalam pencarian sia-siamu ke Santa Barbara?"

Cluny menuturkan pengalamannya dengan terburu-buru, lalu menyambung,
"Selama ini kami belum mencari pelat kuningan itu di sini karena Bob dan Pete sampai sekarang belum kembali, dan karena tadi ada orang merobohkan rumah asap yang di belakang."
"Rumah asap?" Kening Rory berkerut "Ya, betul - aku sampai lupa bahwa di belakang ada rumah asap."
Kini Rory juga memandang ke arah jam.
"Jadi anak-anak itu sampai sekarang belum kembali? Mestinya sudah sejam yang lalu."
"Rumah asap dari batu?" Profesor Shay nampak kaget "Tapi bagaimana mungkin ada orang tahu tentang batu-batu yang diangkut Angus Tua, jika bukan -"
"Karena berhasil mengetahuinya dari Bob dan Pete," kata Cluny.
"Atau mendatangi perusahaan Ortega," kata Jupiter menimpali.
Diceritakannya, bagaimana ia terlanjur berbicara, sehingga Stebbins bisa menarik kesimpulan. "Tapi yang kukhawatirkan sekarang," sambungnya dengan wajah suram, "bahwa Stebbins dan Java Jim kemungkinannya juga tahu tentang tambang batu tua itu. Mungkin saja satu dan mereka membuntuti Pete dan Bob ke sana!"
"Apa" Dengan cepat Profesor Shay bergerak ke pintu. "Kalau begitu, ada kemungkinan Pete dan Bob saat ini berada dalam bahaya, Anak-anak - dan mungkin mengalami cederal Cepat!"
Semua yang ada di situ lari menuju mobil. Hanya Mrs. Gunn saja yang tetap tinggal di dalam ruangan, dengan wajah cemas.

Bab 17 PETUNJUK TERAKHIR

TEMPAT penggalian batu yang sudah ditinggalkan itu berkilau samar keperak-perakan diterangi cahaya bintang-bintang di langit. Lubangnya semakin gelap ke arah bawah, memberikan kesan seolah-olah tidak ada dasarnya. Mobil-mobil diparkir di gerbang masuk, di tempat Roiy menurunkan Bob dan Pete. Tidak nampak sinar cahaya sama sekali di tambang.
"Cari jejak mereka!" kata Jupiter.
Semua memencar, mencari di sisi atas lubang tambang. Dengan segera Rory sudah menemukan kedua sepeda Bob dan Pete.
"Di sinilah mereka kuturunkan tadi sore," kata pria Skotlandia itu. "Mereka mestinya turun ke bawah. Kalau pergi ke tempat lain, sepeda-sepeda ini pasti mereka bawa." -
Dengan berhati-hati rombongan pencari itu menuruni lubang tambang. Diterangi sinar senter-senter mereka, teras-teras di situ nampak seperti jenjang raksasa. Genangan air di dasar lubang memantulkan sinar senter. Kelihatannya menyeramkan. Profesor Shay memandang air yang kelihatannya dingin, jauh di bawah.
"Jika mereka terpeleset -" katanya sambil bergidik.
"Aduh - jangan bicara tentang kemungkinan itu, Profesor," kata Cluny ketakutan.
Jupiter mengamat-amati permukaan batu dinding teras-teras yang dilewati. la mencari-cari gambar tanda tanya yang dibuat dengan kapur tulis. Tapi tanda itu sama sekali tidak ada di situ.
"Jika mereka dibuntuti, jelas mereka tidak menyadarinya," kata Jupiter. "Sebab kalau tahu, mereka pasti meninggalkan gambar tanda tanya
- supaya aku tahu lewat mana mereka melarikan diri. Kami selalu membawa kapur tulis, ke mana pun kami pergi."
"Wah - kalau begitu kemungkinannya tidak menyenangkan, Jupiter," kata Profesor Shay. "Itu berarti mereka disergap dengan tiba-tiba."
Tidak ada yang mengomentari dugaan itu. Sambil membisu, mereka meneruskan langkah menyusur suatu teras, separuh jalan ke dasar. Mereka menyorotkan sinar senter-senter ke atas dan ke bawah. Tapi di mana-mana hanya teras-teras batu saja yang kelihatan, serta pohon- pohon tua dan kerdil yang menyempil di dekat dinding di celah-celah, serta tumpukan batu-batu yang berjatuhan.
Terdengar bunyi berbagai binatang kecil lari bersembunyi di dalam kegelapan. Dua kali ada ular memotong jalan, lalu menyusup ke bawah tumpukan batu. Di kejauhan terdengar lolongan anjing hutan. Seekor burung yang mestinya besar terbang mengepak-ngepak di antara pepohonan, naik ke pinggir atas lubang tambang. Mungkin sedang mengintai mangsa.
Tapi rombongan pencari masih tetap belum berhasil menemukan jejak Bob dan Pete. Hanya suara satwa liar saja yang terdengar di tengah kegelapan malam. Jupiter serta yang lain-lainnya sudah hampir sepenuhnya mengitari lubang tambang sampai ke sisi seberang, ketika tiba-tiba -
"He - dengar itu!" bisik Hans.
Tidak jauh di depan mereka terdengar bunyi logam berdenting.
"Anda bisa melihat?" bisik Cluny.
"Tidak," jawab Profesor Shay dengan suara pelan.
Terdengar lagi bunyi itu - bunyi kayu mengenai kayu dan logam.
"Itu, di sana!" seru Jupiter dengan suara tertahan. "Di bawah ada pondok!" karena gerak perasaannya saat itu, suaranya menjadi lebih lantang dari yang sebenarnya dikehendaki olehnya. Di dekat pondok tendengar bunyi gemerincing, disusul langkah orang lari. Ray mengarahkan sorotan senternya ke tempat itu, menerangi seseorang yang lari menuju sebuah mobil kecil yang diparkir di dekat situ.
"Itu Stebbins!" seru Profesor Shay. "Sekali ini ia tidak boleh lolos!"
"Bob! Pete!" seru Jupiter memanggil.
"Kalian ini semuanya goblok!" teriak Rory marah-marah "Cepat, cegat dia!"
"Stebbins! Jangan lari!" seru Profesor Shay. Pemuda bertubuh langsing itu sampai di mobil Volkswagennya. Ia buru-buru masuk. Sedetik kemudian kendaraan itu sudah melesat pergi dengan cepat lewat jalan tanah di sebelah belakang, sebelum orang-orang yang mengejar sampai di pondok gelap itu.
"Ia lolos!" seru Profesor Shay dengan perasaan getir. "Penjahat!"
Tapi Jupiter tidak memikirkan Stebbins.
"Mana Bob dan Pete?" tanyanya. "Diapakankah mereka olehnya tadi?"
Cluny meneguk ludah, sementara ketiga orang dewasa yang menyertai membisu. Jupiter memandang berkeliling di tempat gelap itu.
"Bob! Pete!" serunya memanggil.
Suaranya menggema berkali-kali, dipantulkan dinding tinggi tempat penggalian batu itu - dan tahu-tahu berubah kata-katanya. Atau setidak-tidaknya begitulah kesan yang diperoleh.
"Tolong! Jupe - kami ada di sini!"
Semua terkejut mendengar seruan itu.
"Itu mereka!" seru Cluny.
Teriakan tadi terdengar sekali bagi.
"Di sini, Jupe?"
"Lihat - di dalam pondok ada cahaya!" Profesor Shay.
Tiba-tiba nampak berkas sinar memancar ke luar, lewat celah-celah dinding pondok tua itu, menampakkan bentuk sebuah pintu serta beberapa jendela. Jupe bergegas turun ke teras tempat pondok itu, diikuti oleh yang lain-lainnya. Ia lari ke pintu, lalu mengguncang-guncang gembok penguncinya. Dan dalam terdengar suara Pete berseru,
"Jendela sebelah depan, Satu! Angkat palangnya!"
Dengan cepat Rory menghampiri jendela itu. Diangkatnya palang yang menahan daun jendela, yang kemudian dipentangkan olehnya. Bob dan Pete memandang ke luar sambil nyengir.
"Wah," kata Pete, "kami tadi sudah menyangka akan terkurung di sini semalaman - kalau tidak bahkan lebih gawat lagi!"
"Tadi ada orang berusaha masuk!" kata Bob dengan gugup. "Itu sebabnya kami memadamkan lampu. Ia mulanya berusaha membuka gembok, lalu hendak mengangkat palang penghalang daun jendela."
"Stebbins itu benar-benar penjahat!" kata Profesor Shay dengan geram.
"Mestinya dialah yang mengurung kalian di sini," kata Rory dengan nada pasti. "Dan tadi kembali - entah untuk mengapakan kalian, ketika kami tahu-tahu muncul"
"Keluarlah," kata Hans pada Bob dan Pete.
Tapi Bob menggeleng.
"Tidak, kalian saja yang masuk!" balasnya.
"Kami menemukan petunjuk yang penghabisan di sini."
Para pencari masuk satu demi satu lewat jendela, dengan perasaan ingin tahu. Hans yang bertubuh tinggi besar, nyaris saja tidak bisa masuk. Ketika semua sudah berada di dalam, Bob dan Pete memperlihatkan map arsip yang terbuka di atas meja.
"Pesanan khusus nomor 143," ucap Jupiter membacakan tulisan yang tertera di situ. "Untuk A. Gunn, sepuluh batu monumen seragam persegi empat. Granit. Diambil sendiri." Jupiter memandang yang lain-lain. "Sepuluh bongkah batu rnonumen?"
"Seluruhnya berbobot satu ton," kata Pete. "Jadi tiap bongkah, seratus kilo. Untuk apa Angus Tua memesan .sepuluh buah batu yang besar-besar begitu? Apakah ia membangun semacam monumen?"
Jupiter menggeleng bingung.
"Di Phantom Lake sama sekali tidak ada monumen," kata Rory.
"Barangkali di tempat lain?" tanya Profesor Shay.
"Monumen yang dibangun untuk Laura, di salah satu kota?" kata Cluny berusaha menebak.
"Tidak," kata Jupiter lambat-lambat. "Aku yakin, hadiah yang secara diam-diam dibuat untuk Laura itu pasti di Phantom Lake - di salah satu tempat. Melihat cara pemaparan Angus di dalam buku hariannya, tafsirannya tidak mungkin lain dari begitu. la selalu pulang, untuk melanjutkan membuat kejutan untuk Laura itu."
"Kalau begitu barang yang dibuatnya itu pasti tersembunyi tempatnya, Anak-anak," kata Profesor Shay. "Ya - pasti itulah jawabannya! Tersembunyi dengan begitu baik di Phantom Lake, sehingga selama ini belum pernah ada orang menemukannya!"
"Atau tempatnya begitu menyolok, sehingga kita malah tidak memperhatikan," kata Bob. "Mungkin selama ini kita sudah sering memandangnya - tapi justru karena itu tidak menarik perhatian!"
"Pasti ada sesuatu yang belum kita ketahui," kata Profesor Shay dengan getir.
"Ada satu hal yang belum kita ketahui dengan pasti," kata Pete. "Sekarang sudah malam, dan aku sudah lapar sekali. Yuk - kita pulang untuk makan, Teman-teman!"
Semua tertawa.
"Kita makan ramai-ramai di rumahku saja, Teman-teman," kata Cluny mengajak. "Dari situ kalian bisa menelepon untuk memberi tahu. Masakan ibuku enak, dan sambil makan kita bisa berusaha memecahkan teka-teki ini."
"Itu saran yang baik," kata Profesor Shay sambil tersenyum. "Mudah-mudahan saja Mrs. Gunn tidak berkeberatan memberi makan seorang pencari harta karun yang sudah lewat umur."
"Pasti tidak, Profesor," kata Cluny dengan yakin. Mereka keluar, mengitari tepi teras bawah, lalu naik menuju mobil-mobil serta sepeda-sepeda di gerbang masuk. Bob dan Pete menaikkan sepeda-sepeda mereka ke atas truk. Setelah itu keempat remaja itu menyusul naik. Ketika kendaraan itu mulai bergerak pergi, tiba-tiba Pete berbicara lagi.
"Ada lagi yang kuketahui, Satu," katanya pada Jupiter. "Kau pernah mengatakan, kasus yang kita hadapi ini seperti teka-teki gambar - semua bagian, jika disusun akan membentuk jawaban yang dicari." Ia tertawa nyengir. "Nah - sekarang kurasa semua bagiannya sudah kita temukan. Jadi tinggal memasangnya saja, dengan cara yang benar!"


Bab 18 JUPITER TAHU!

MRS. Gunn sibuk meladeni rombongan yang terdiri dan empat remaja dan tiga pria dewasa itu. Sesudah semuanya kenyang, barulah ia mengizinkan mereka pergi ke ruang duduk untuk berembuk. Profesor Shay berjalan mondar-mandir di dalam ruangan besar itu.
"Kita harus berhasil memecahkan teka-teki itu, Anak-anak," katanya. "Kalau tidak, harta karun itu akan dicuri oleh Stebbins dan Java Jim. Kini sudah jelas bahwa mereka bersekongkol."
"Itu belum terbukti, Sir," kata Jupiter sambil merenung. "Tapi saya sependapat, kita harus berusaha memecahkan teka-teki ini. Bagian-bagiannya kini sudah kita ketahui semuanya - segala perjalanan yang tercatat di dalam buku harian, serta isi surat itu - dan saya yakin, Angus Tua merencanakan teka-teki yang bisa dipecahkan oleh Laura."
"Ya," kata Rory, "kuakui, kau mungkin benar tentang hal itu - tapi teka-tekinya diperuntukkan bagi seseorang saja, dan itu sudah seabad yang lalu. Kalian sudah berusaha, Anak-anak - tapi seperti sudah kukatakan dan semula, teka-teki itu
tidak mungkin bisa dipecahkan lagi sekarang?"
"Anda sepertinya tidak ingin kami menemukan harta itu, Rory!" tukas Cluny dengan sengit.
"Kalau begitu terserah - carilah sendiri kalau mau!" balas Rory dengan masam.
Jupiter menggelar surat Angus Gunn di pangkuannya, lalu membuka buku harian yang tipis. Bob, Pete, dan Cluny ikut berkerumun di dekatnya.
"Keempat langkah dalam haluan terakhir yang ditempuh Angus Tua kini sudah kita ketahui - yaitu hari-hari yang membangun hadiah untuk Laura," kata Jupiter menarik kesimpulan. "Yang harus kita kerjakan sekarang ialah berusaha mengetahui ke mana arah petunjuk-petunjuk itu, serta pertaliannya dengan rahasia Phantom Lake
- atau tepatnya, legenda hantu siluman. Dan kita harus menyelidiki, apa hubungan cermin dengan rahasia itu."
"Ya, cuma itu saja," kata Pete sambil mengeluh.
Jupiter tidak mengacuhkannya.
"Mula-mula Angus pergi ke Powder Gulch untuk membeli kayu untuk saluran air, kayu penyangga, serta mengontrak pekerja-pekerja tambang. Kita sudah menarik kesimpulan bahwa yang direncanakannya merupakan pekerjaan besar, berdasarkan jumlah bekal makanan yang dibeli.
Kemudian ia pergi ke Pulau Cabcillo. Di sana ia mengajukan saran yang diterima pemilik pulau itu, lalu berangkat lagi dengan mengangkut muatan. Ia membawa sesuatu dan pulau itu kemari.
Langkah ketiga - ia membeli sepuluh bongkah batu monumen berbentuk persegi empat yang beratnya masing-masing seratus kilo dan perusahaan Ortega Bersaudara, lalu mengangkutnya dengan gerobak kemari.
Akhirnya, kangkah keempat. Ia membeli sesuatu dan perusahaan ‘Wright and Sons’ di Santa Barbara. Itu sentuhan terakhir dalam pembuatan hadiah secara diam-diam untuk Laura. Kemungkinannya barang itu sesuatu yang lazimnya ada di atas kapal - karena waktu itu perusahaan ‘Wright and Sons’ hanya berdagang perbekalan kapal. Sesuatu yang dipasangi pelat kuning dengan nama perusahaan itu di atasnya."
Jupiter berhenti. Rory yang duduk di dekat salah satu jendela depan tertawa.
"Kesemuanya itu kalian rangkumkan," kata pria Skotlandia itu, "dan setelah itu mengejar-ngejar hantu yang tidak ada! Jika kalian berhasil menangkapnya, bilang padanya agar melihat ke dalam cenmin!"
"Wah," kata Bob. Mukanya memerah. "Kedengarannya memang agak -"
Mrs. Gunn menatap Rory dengan kening berkerut, lalu berpaling ke arah Jupiter.
"Aku tadi sudah mencari-cari sementara kalian pergi ke tempat penggalian batu. Tapi aku tidak menemukan apa pun juga di sini, yang ada pelat kuningan dengan tulisan nama perusahaan ‘Wright and Sons’ di atasnya. Tidak bisa kutebak, barang apa itu."
Jupiter menggelengkan kepala dengan air muka suram.
"Apa pun juga benda itu, saya yakin bahwa semua yang dibeli Angus, dalam keseluruhannya pasti membentuk sesuatu yang tertentu. Seluruh benda-benda itu dengan salah satu cara menjadi hadiah yang tidak disangka-sangka bagi Laura. Dan hadiah itu ada hubungannya dengan yang sangat disukai Angus di kampung halamannya, seperti yang ditulis di dalam suratnya. Tapi -" sambungnya dengan lesu, "barang apakah itu’
"Sesuatu yang mestinya berukuran besar," kata Cluny berharap.
"Apakah yang dilakukan oleh Angus dengan segala kayu untuk saluran air, serta pekerja-pekerja itu?" tanya Profesor Shay. "Ke mana perginya kayu-kayu sebanyak itu?"
"Dan di manakah ditaruhnya batu-batu besar yang satu ton itu?" kata Bob menimbrung. "Maksudku, sepuluh bongkah batu monumen - itu kan tidak gampang disembunyikan!"
"He!" seru Pete. "Pekerja tambang - apakah yang paling bisa mereka lakukan? Jupe - kau kan selalu mengatakan, kita harus selalu memikirkan jawaban yang paling sederhana. Hal yang paling bisa dilakukan pekerja tambang ialah - menggali! Mereka menggali sebuah lubang besar, lalu kayu-kayu saluran mereka pergunakan sebagai penopang- dan batu-batu besar itu juga untuk keperluan yang serupa. Barangkali sebuah ruangan bawah tanah!"
Mendengar ucapan Pete yang terakhir, Profesor Shay yang selama itu mondar-mandir terus, menghentikan langkahnya.
"Lubang besar? Dalam tanah?"
"Kenapa tidak?" kata Pete berkeras. "Itu kan tempat yang baik untuk menyembunyikan harta karun. Mungkin Angus Tua membeli pegangan pintu dan kuningan di toko ‘Wright and Sons’ - atau sebuah lentera untuk ditempatkan di dalam ruangan tersembunyi itu!"
"Tapi kalau begitu, apa yang diperlukannya dari Pulau Cabnillo?" tanya Jupiter. "Dan kurasa ruang
bawah tanah yang tersembunyi takkan merupakan hadiah yang terlalu tidak disangka-sangka bagi Laura. Jangan lupa - sepanjang pengetahuan kita, Angus pertama-tama merencanakan pembuatan hadiah itu, baru menyertakan harta karun ke situ."
Profesor Shay masih selalu tertegun, sejak Pete rnengemukakan perkiraan tentang lubang besar di dalam tanah. Kini ilmuwan itu menghampiri Rory, yang duduk di dekat salah satu jendela depan.
"Anda pernah melihat sesuatu yang kelihatannya seperti ruangan tersembunyi, Mr. McNab?" tanyanya.
"Tidak, tidak pernah," tukas Rory. "Omong kosong belaka!"
Profesor Shay memandang ke luar lewat jendela, ke arah telega kecil serta pepohonan yang nampak gelap. Tiba-tiba ia berpaling. Matanya bersinar-sinar.
"Wah - kurasa Pete tadi benar!" serunya. "Di daerah pedataran tinggi Skotlandia memang banyak gua dan rongga bawah, tanah yang tersembunyi letaknya. Mrs. Gunn, di dalam surat itu dikatakan agar diingat ape yang sangat disukai Angus di Skotlandia. Tapi Anda tidak tahu apa itu. Bagaimana jika itu -"
"Gua tersembunyi di bawah tanah, tempat mereka biasa bertemu semasa muda mereka!" kata Jupiter menyela. "Sesuatu yang hanya Laura saja yang mungkin tahu!"
"Dan yang tiruannya dibuat oleh Angus di sini," sambung Profesor Shay. "Barang yang dibawanya dan Pulau Cabrillo itu mungkin saja perabot Spanyol kuno serta hamparan, sebagai perlengkapan untuk ruang bawah tanah yang tersembunyi itu!"
"Serta sebuah cermin!" kata Bob menambahkan.
Profesor Shay mengangguk dengan bersemangat.
"Kurasa kita sudah berhasil menebaknya, Anak-anak! Ruangan itu rupanya sangat tersembunyi letaknya, sedang jalan masuk ke situ setelah lewat masa satu abad, kini sudah tertimbun. Tapi kita pasti berhasil menemukannya! Besok kita akan langsung memeriksa setiap jengkal tanah di sekitar Phantom Lake!"
"Kenapa tidak malam ini saja!" kata Pete. "kita kan punya penerangan."
Tapi Profesor Shay menggeleng.
"Aku yakin takkan banyak yang bisa kita temukan dalam gelap begini. Di samping itu, kita semua sudah capek. Setelah tidur semalam, besok pergi kita pasti akan jauh lebih segar."
"Harta itu takkan lari, Anak-anak," kata Mrs. Gunn tegas. "Cluny sekarang ini juga harus masuk ke tempat tidur."
"Tapi kita kan tahu, Stebbins saat ini berkeliaran di sini," kate Cluny mencoba membantah. "Dan mungkin juga Java Jim!"
"Kurasa mereka pun takkan bisa menemukan apa-apa saat malam hari," kata Profesor Shay. "Kita harus mengambil risiko - tapi kurasa risikonya tidak besar."
Semua mengangguk, walau dengan perasaan tidak enak. Mereka tahu ucapan Profesor Shay benar. Tapi malam itu akan terasa lama sekali, karena mereka harus menunggu.
"Kurasa kita takkan bisa tidur tenang malam ini," kata Pete.
"Kalau begitu pikirkan saja segala kemungkinan yang ada tentang cara menyembunyikan ruangan bawah tanah," kate Profesor Shay, "lalu besok kita berkumpul lagi di sini, dan langsung mulai mencari."
"Carilah sendiri," sela Rory dengan tandas. "Aku tidak mau ikut campur dengan urusan omong kosong ini."
Setelah itu Prolesor Shay pergi dengan station wagon-nya. Pete, Bob, dan Jupiter membantu Hans menaikkan perabotan yang telah dipilihkan Mrs. Gunn untuk dijual pada Paman Titus. Setelah itu mereka naik ke bak belakang. Hans mengemudikan kendaraan itu ke jalan besar, dan dari sana menuju ke Rocky Beach.
Selama beberapa waktu, ketiga remaja yang duduk di belakang truk sama-sama membisu.
Kemudian Jupiter bertanya,
"Menurut perkiraan kalian, dengan cara bagaimana ruangan bawah tanah bisa ditandai letaknya?"
Pete berpikir-pikir.
"Barangkali dengan penumpukan batu-batu besar itu, supaya kelihatan wajar - tapi bagi Laura merupakan petunjuk?"
"Atau," kata Bob, "menanam sebatang pohon? Pohon tertentu, seperti yang tumbuh di kampung halaman mereka di Skotlandia?"
"Ya," sambut Jupiter, "itu mungkin saja, Bob."
"Atau mungkin juga dengan cermin!" seru Pete. "Diletakkan di tanah, atau dipasang pada sebatang pohon, agar nampak oleh Laura dan salah satu tempat tertentu!"
"Dan jendela, tempat ia biasa duduk ketika masih di rumah," kata Jupiter. "Atau dari puncak menara rumah mereka!"
"Wah," kata Pete, "semuanya itu mungkin! Kurasa salah satu di antaranya merupakan jawaban yang tepat, Jupe!"
Jupiter rnengangguk, lalu menatap ke luar - ke arah rumah-rumah pertama yang mulai nampak dari pinggiran kota Rocky Beach.
"Cuma ada satu hal yang kurasakan agak mengganggu," kata pernimpin Trio Detektif itu. "Dalam surat Angus Gunn dikatakan agar diingat rahasia Phantom Lake - hantu siluman yang mengintai musuh yang mungkin akan datang ke danau. Ruangan yang tersembunyi di bawah tanah, tidak sesuai dengan legenda itu."
"Mungkin jika ruangan itu sudah kita temukan, kita akan melihat pertaliannya," kata Pete.
"Ya, mungkin kau benar, Dua," kata Jupiter lagi.
Hans mengantar Bob dan Pete sampai ke rumah masing-masing. Setelah itu barulah pulang ke perusahaan. Sesampai di rumah, Jupiter tidak langsung tidur. Perasaannya terlalu haru-biru. Sambil minum coklat panas, diceritakannya pada Bibi Mathilda dan Paman Titus pengalaman mereka hari itu. Paman Titus langsung bergegas ke luar, untuk memeriksa perabotan yang dikirim Mrs. Gunn padanya. Bibi Mathilda mengatakan bahwa lubang besar yang tersembunyi di bawah tanah, cocok sekali sebagai jawaban teka-teki itu.
"Aku yakin, besok pagi kalian pasti akan berhasil menemukannya," katanya. "Tapi sekarang kau harus langsung masuk ke tempat tidur, Anak muda! Pikiranmu akan bisa jernih kembali, jika sudah cukup lama beristirahat. Ayo cepat tidur!"
Lama juga Jupiter berbaring dengan mata terbuka, menatap lampu-lampu penerangan Natal yang menghiasi kota Rocky Beach. Tapi akhirnya ia terlelap juga, sementara pikirannya masih sibuk dengan ruangan tersembunyi, batu-batu besar, kayu saluran air, serta Pulau Cabrillo yang didatangi Angus Gunn untuk mengambil ...
Jupiter terduduk dengan cepat.
Matanya terkejap-kejap, karena masih separuh tidur. Di luar jendela gelap. Tapi jamnya menunjukkan waktu hampir pukul delapan pagi. Kemudian baru didengarnya bunyi bertalu-talu di atas atap. Barulah disadarinya bahwa saat itu sedang hujan deras di luar.
Tapi ia tidak berpikir tentang hujan.
la duduk di tempat tidur, sambil menatap dinding. Kini ia sudah tahu. Seluruh jawaban teka-teki Angus sudah diketahuinya!


Bab 19 PEMECAHAN TEKA-TEKI

JUPITER cepat-cepat berpakaian, lalu menelepon Bob dan Pete untuk mengatakan agar berkumpul di perusahaan dalam waktu lima belas menit. Ia sudah berhasil menemukan jawaban atas teka-teki itu!
"Aku bodoh selama ini," keluhnya. "Seharusnya sudah sejak lama aku melihatnya. Cepat!"
Setelah itu diteleponnya Cluny di Phantom Lake.
"Kurasa aku tahu tempat harta itu, Cluny," kata Jupiter pada anak itu, yang terdengar masih mengantuk.
"Siapkan linggis dan sekop serta mantel hujanmu, lalu tunggu kami. Hans akan mengantar kami ke sana."
Setelah itu ia bergegas ke bawah untuk sarapan sekadarnya. Saat ia sedang meneguk susu, telepon berdering. Ternyata Profesor Shay yang menelepon.
"Jupiter?" kata ilmuwan itu. "Aku tidak bisa tidur karena terus memikirkan soal ruangan tersembunyi itu. Dan kini kurasa aku bisa menduga cara Angus Tua menandai tempatnya! Hantu Siluman -"
"Ruang tersembunyi itu ternyata sama sekali tidak ada, Profesor," kata Jupiter memotong. "Saya yakin, jawabannya sudah saya ketahui sekarang."
Seru Profesor Shay. Terdengar jelas bahwa ia kaget "Tidak ada ruang tersembunyi? Jadi... cepat - ceritakan, Jupiter!"
"Nanti saja, di danau. Temui kami di sana."
"Aku akan dengan segera berpakaian!"
Sepuluh menit kemudian, ketiga anggota Trio Detektif sudah menunggu di tengah hujan, di perusahaan. Pete dan Bob tidak bisa menahan rasa ingin tahu. Ketika Hans akhirnya tiba dengan truk, mereka cepat-cepat naik ke bak belakang yang bertutup, lalu memandang Jupiter.
"Apa jawaban teka-teki itu, Satu?" tanya Bob.
"Ya, katakanlah," desak Pete.
"Baiklah," kata Jupiter, sambil nyengir dengan sikap yang menjengkelkan. "Sementara aku tidur, pikiranku rupanya bekerja terus. Teori tentang ruang yang tersembunyi masih mengganggu terus - dan kemudian rupanya ada sesuatu yang dikatakan oleb Bob dalam perjalanan pulang kemarin malam, dengan tiba-tiba melintas dalam ingatanku. Seketika itu juga kuketahui jawabannya!"
Pete mengeluh, karena kesal.
"Lalu apa yang dikatakan oleh Bob?" katanya.
"la mengatakan," kata Jupiter dengan serius, sesuai dengan kesenangannya mempertegang suasana, "mungkin Angus Tua menanam suatu pohon tertentu di Phantom Lake. Dan memang itulah yang dilakukan olehnya!"
"Pohon?" Pete melongo.
"Tapi bukan pohon yang dikenalnya semasa masih di Skotlandia - seperti yang diduga Bob," kata Jupiter meneruskan penuturan, "tapi pohon yang akan menyebabkan Laura terkenang pada kampung halaman. Angus pergi ke Pulau Cabrillo dan membeli salah satu pohon sipres kerdil yang kelihatannya seperti hantu itu! Ia menanam hantu siluman di Phantom Lake!"
"Wow!" seru Bob. "Jadi kita kini tinggal mencari pohon sipres yang sudah tua di Phantom Lake!"
"Tapi ke mana kita harus mencari?" bantah Pete. "Di sana kan banyak sekali pepohonan."
"Itu akan diberi tahu oleh sisa teka-teki," kata Jupiter. Wajahnya berseri-seri. "Kalian ingat kembali langkah-langkah dan teka-teki itu. Pertama, para pekerja tambang dan kayu saluran air, dan Powder Gulch. Dugaan Pete ternyata seratus persen tepat - para pekerja tambang memang paling ahli kalau disuruh menggali, dan mereka memang menggali sebuah lubang besar. Lalu ada satu fakta penting tentang kayu saluran itu yang tidak kita perhatikan. Apa sebabnya Angus Tua memerlukan kayu untuk saluran air? Bukan kayu yang biasa-biasa saja, atau kayu untuk tambang - tapi kayu khusus?"
"Kenapa, Jupe?" tanya Pete sambil mendesah, karena tidak sabar lagi.
"Karena kayu begitu diolah secara khusus, untuk menahan agar air tidak bisa lewat!" kata Jupiter. "Saluran menahan air supaya tidak bisa merembes ke luar, tapi Angus memakainya untuk menahan air agar jangan masuk!"
Bob terbelalak.
"Masuk ke mana, Jupe?" katanya bingung.
"Masuk ke lubang besar dan panjang, yang digalikan para pekerja tambang untuknya," kata Jupiter menjelaskan. "Ia harus mengusahakan agar jangan sampai masuk, sementara lubang itu sedang digali. Kemudian ía membeli sepuluh bongkah batu yang besar-besar, untuk dijadikan pijakan. Ia membeli sebatang pohon sipres dari Pulau Cabrillo. Dan yang dibelinya dan perusahaan ‘Wright and Sons’, sebuah lentera kapal!"
"Pulau yang di telaga!" seru Bob dan Pete serempak.
"Tepat!" kata Jupiter dengan perasaan puas. "Angus Tua membuat pulau kecil yang di Phantom Lake itu! Itulah hadiahnya untuk Laura. Semua selama ini mengira bahwa Angus menemukan telaga yang ada pulau di tengah-tengahnya, seperti di kampung halamannya. Tapi ternyata dugaan itu keliru. Ia yang membuat pulau itu!
"Semula, mestinya ada semacam tanjung kecil yang menjorok ke tengah telaga. Angus membangun penghalang yang dibuat dan kayu saluran air pada kedua belah sisinya, lalu membuat semacam saluran memotong tanjung itu. Kemudian ditempatkannya batu-batu besar yang dibelinya, dijadikan Pijakan Hantu. Setelah itu sekat penghalang disingkirkan. Kini tanah yang semula merupakan tanjung, berubah menjadi pulau. Lentera kapal dan ‘Wright and Sons’ dipasangnya di atas sebuah tonggak, dijadikan semacam rambu. Ia juga menanam sebatang sipres, untuk menampilkan kembali legenda hantu siluman!
"Ia membangun tiruan berukuran kecil dan apa yang sangat dicintainya di kampung halamannya - yaitu pemandangan ke arah teluk sempit ltulah hadiah yang dibangunnya dengan diam-diam untuk Laura." Jupiter berhenti sebentar, untuk mengatur napas. "Kemudian, ketika nahkoda Argyll Queen datang bersama anak buahnya, Angus memanfaatkan pulaunya itu sebagai tempat penyembunyian harta karun itu. Sebagai penunjuk, ditinggalkannya surat serta buku harian yang kedua!"
Bob dan Pete tidak mengatakan apa-apa. Mereka mengagumi kecanggihan teka-teki yang disusun oleh Angus Tua, serta kemampuan Jupiter menguraikannya.
"Tidak ada yang tahu bahwa pulau itu bikinan manusia?" tanya Bob setelah beberapa saat.
"Tidak ada, kecuali Angus sendiri - serta para pekerja tambang yang melakukan penggalian," kata Jupiter- "Mereka zaman itu kebanyakan kaum pengembara dan bahkan ada juga buronan. Ketika orang mulai mencari-cari harta karun itu, para pekerja itu kemungkinannya sudah pergi lagi ke tempat lain. Keluarga Angus menduga bahwa pulau di tengah telaga itu memang sejak semula sudah ada. Mereka tidak tahu-menahu tentang para pekerja tambang, karena tidak pernah membaca catatan di dalam buku harian yang kedua!"
"Tapi kita menemukannya, dan kini kita akan menemukan harta itu!" kata Pete bersemangat.
"Ya, begitulah keyakinanku!" kata Jupiter dengan mantap.
"Tapi ada satu hal yang masih membuat aku bingung, Satu," kata Bob. "Apakah yang dimaksudkan oleh Angus Tua dengan, ‘temukan rahasia di dalam cermin’?"
"Mungkin telaga itu diibaratkannya sebuah cerrnin?" kata Pete berusaha menduga-duga.
"Kurasa itu juga bisa kujelaskan," kata Jupiter.
"Tapi mula-mula aku ingin ke telaga itu dulu, lalu -"
Sementara itu truk yang dikemudikan oleh Hans sudah memasuki jalan samping yang menuju ke Phantom Lake. Tahu-tahu Hans menginjak rem, sehingga anak-anak terdorong ke depan. Begitu berhasil menguasai diri kembali, mereka berlompatan ke luar. Hans sudah lebih dulu turun. Ia bergegas-gegas ke arah depan.
Mereka berada di tikungan terakhir sebelum sampai di rumah keluarga Gunn. Dari situ rumah itu belum kelihatan. Mobil Profesor Shay nampak diparkir di pinggir jalan, di balik sekelompok pohon tusam. Pintu depan mobil itu terbuka. Profesor Shay duduk di pinggir jok depan, sementara Cluny berdiri sambil membungkuk memperhatikan dirinya.
"Anda tidak apa-apa, Herr Professor?" tanya Hans.
"Ya... rasanya aku tidak apa-apa," kata ilmuwan yang ditanyai, sambil menggerak-gerakkan rahangnya. Dipandangnya anak-anak yang berlarian mendekat. "Aku baru saja datang beberapa menit yang lalu - dan tiba-tiba kulihat Java Jim! Aku masih berusaha menyergapnya, tapi aku diserang olehnya - lalu ia lari ke tengah pepohonan!"
"Java Jim?" seru Jupiter. "Kalau begitu kita harus beraksi dengan segera! Cepat, Cluny - ambil peralatan kita!"

Bab 20 RAHASIA HANTU SILUMAN
MRS. Gunn memperhatikan mereka pergi di tengah siraman hujan. Mereka menuju ke telaga. Peralatan yang diperlukan dibawa oleh Hans dan Profesor Shay.
"Hati-hati," seru ibu Cluny. "Dan jangan sampai kalian basah kuyup,"
Anak-anak mengangguk tanda mengerti, lalu bergegas menerobos belukar, menuju tepi telaga.
Batu-batu besar yang merupakan Pijakan Hantu nampak berkilat basah, terletak memanjang di selat yang sempit. Rombongan kecil itu bergerak beriringan, meloncat dan batu ke batu, menyeberang ke pulau kecil yang ditumbuhi pohon tusam. Lebar pulau itu tidak sampai tiga puluh meter, dengan dua bukit kecil yang tingginya sekitar sepuluh meter.
"Menurut legendanya, hantu siluman itu berdiri di atas suatu tebing yang terjal, mengamati selat sempit di bawahnya untuk mengintai perampok bangsa Viking yang mungkin datang," kata Jupiter. "Jadi kita harus mencari sebatang pohon kerdil yang bengkok-bengkok di tempat tinggi di sisi seberang pulau!"
Mereka mengitari pulau itu ke sisi seberangnya. Air hujan mengucur dan tepi topi, membasahi tengkuk Mereka memanjat bukit kecil yang menghadap ke tengah telaga. Lentera rambu terpasang pada sebatang tonggak di atasnya. Pete memperhatikan lentera itu.
"Jupe memang benar!" seru Penyelidik Dua Trio Detektif itu. "Pada, lentera itu terpasang pelat kuningan - dengan tulisan ‘Wright and Sons’!"
"Kita harus mencari pohon sipres yang bengkok-bengkok batangnya," kata Jupiter memperingatkan.
Mereka ternyata tidak perlu jauh-jauh mencari.
"Itu dia!" seru Profesor Shay.
Pohon itu tidak sampai lima meter jauhnya dan rambu yang di atas bukit. Sebatang pohon sipres kerdil dan bengkok-bengkok, serupa seperti yang terdapat di Pulau Cabrillo. Di tengah hujan, pohon itu nampak menyerupai sosok siluman - dengan kepala benjol-benjol, serta lengan panjang dan kurus yang menuding ke arah telaga. Kelihatannya seperti hantu yang selalu memandang ke arah laut, mengintai orang Viking yang mungkin akan datang menyerbu.
"Lihatlah," kata Pete. Ia menuding ke belakang, ke arah rumah besar di seberang selat yang dibuat oleh Angus Tua. "Dari rumah, sipres itu sama sekali tidak nampak, karena terlindung di balik pepohonan yang Iebih besar. Dari tepi situ juga tidak terlihat. Pantas kita selama ini tidak melihatnya."
Jupiter mengangguk.
"Kemungkinannya sewaktu ditanam oleh Angus masih kelihatan jelas - tapi cemara kerdil memang sangat lambat pertumbuhannya.’ katanya. "Mungkin pertambahan tingginya tidak sampai setengah meter selama seratus tahun yang lalu, sementara pohon-pohon yang lain tumbuh jauh lebih cepat."
"Peduli amat pohon-pohon, Satu" kata Pete dengan tidak sabar. "Kita mulai saja menggali sekarang!"
Bob memperhatikan tanah di seberang pohon sipres itu.
"Java Jim belum kemari, Jupe," katanya kemudian. "Di sini tidak nampak bekas-bekas penggalian."
"Ayo, Pete," desak Cluny, sambil meraih linggis dari tangan Hans. "Kita gali sekeliling -"
"Tidak," kata Jupiter. "Bukan di sini kita menggali."
Semua menoleh ke arahnya.
"Tapi dalam surat Angus Tua kan dikatakan, agar diingat rahasia Phantom Lake," kata Profesor Shay. "Itu berarti kita harus mencari di tempat hantu siluman."
"Tapi juga ditulis agar melihat rahasia di dalam cermin," kata Jupiter mengingatkan. "Angus mengatakan, lihat siluman itu di dalam cermin."
"Di sini tidak ada cermin, Satu," kata Pete membantah.
"Memang tidak ada - dan itu juga diketahui oleh Angus," kata Jupiter sependapat. "Jadi yang dimaksudkannya, pasti seolah-olah melihat di dalam cermin! Cermin kan membalikkan letak segala yang nampak di dalamnya! Jadi untuk menemukan harta itu, Angus menyuruh kita membalikkan sosok siluman!"
Ditatapnya pohon tua yang kerdil itu.
"Sosok siluman itu memandang dan menuding ke arah telaga. Kita harus membalikkannya -jadi memandang ke arah yang berlawanan dengan tudingannya!"
Jupiter melakukannya. Ia berdiri di depan sipres pendek itu. Membidik sepanjang dahan kurus yang seperti lengan, tapi ke arah kebalikannya. Bob ikut-ikut membidik.
"Oh - tidak banyak yang bisa kulihat di tengah hujan deras mi," katanya. "Terlalu gelap!"
"Coba kemarikan sentermu, Cluny!" kata Jupiter.
Diletakkannya senter bersinar terang itu menempel ke dahan pohon yang dijadikan pembidik, lalu dinyalakan. Pancaran sinar terang menembus tirai hujan - dan menerangi suatu kerumunan belukar rendah. Jupiter kaget.
"Cepat, Teman-teman!" serunya.
Semua bergegas menuruni lereng bukit tempat rambu, lalu berlari-lari menghampiri kerumunan belukar yang disoroti sinar senter. Tempat itu kelihatannya masih utuh, tidak nampak tanda-tanda bahwa di situ terkubur harta karun. Tapi ketika belukar itu diterobos - Semua melongo, menatap lubang yang menganga di tengah tengah belukar yang tercerabut
"Tidak ada lagi!" seru Cluny,
"Ada orang yang lebih dulu menduga kemungkinan ini, Jupe," keluh Pete.
Profesor Shay membungkuk, memungut sebuah kancing jas yang terbuat dan kuningan.
"Java Jim! Karena ini rupanya aku diserang olehnya, dan sesudah itu ia lari! Ia berhasil menemukan harta itu!"
"Kita harus memberi tahu polisi!" kata Hans. Mereka cepat-cepat kembali ke rumah, lewat Pijakan Hantu. Jupiter meminta pada Mrs. Gunn agar menelepon Chief Reynold dan kepolisian Rocky Beach, untuk melaporkan bahwa Trio detektif memerlukan bantuan! Java Jim harus dicegat, jangan sampai bisa melarikan diri!
"Sekarang kita periksa tempat Anda tadi diserang olehnya, Profesor Shay!" kata Jupiter dengan tegas. "Mungkin dan jejak-jejak di situ, kita akan bisa mengetahui ke mana ia lari!"
Mereka mendatangi tempat mobil Profesor Shay dihentikan di tepi jalan, di balik tikungan terakhir sebelum sampai di rumah keluarga Gunn. Di situ mereka memeriksa tanah, dengan bantuan sinar senter. Kerikil yang terhampar di sekitar mobil tidak menampakkan apa-apa. Profesor Shay menuding ke arah sebidang tanah terbuka, tidak jauh dan tempat mobil berhenti. Tanah di situ becek. Nampak jejak sepatu bot melintasinya, lurus ke arah jalan besar. Profesor Shay mendesah.
"Rupanya ia tadi memarkir mobilnya di jalan raya. la berhasil meloloskan diri, Anak-anak!"
Jupiter meneliti jejak sepatu bot yang nampak di tanah yang becek.
"Jejak ini tidak begitu dalam," katanya menarik kesimpulan "ketika Java Jim tadi menyerang Anda, apakah ia tidak membawa apa-apa, Profesor?"
"Ya, betul! Rupanya harta itu sebelumnya ditaruh di mobilnya - lalu karena sesuatu hal, ia kembali lagi. Kurasa ia sudah lari sekarang."
"Mungkin," kata Jupiter lambat-lambat, sementara mereka semua kembali ke mobil Profesor Shay. Tiba-tiba ia memandang berkeliling, mencari-cari. "Mana Rory?"
"Rory?" kata Cluny "Aku belum melihatnya pagi ini, Jupe. Ia suka jalan-jalan saat pagi-pagi benar."
Mata Jupiter nampak berkilat-kilat. "Cluny, kau mengatakan Rory baru setahun ada di sini. Bagaimana ia bisa datang kemari?"
Cluny agak terbata-bata menjawab pertanyaan yang tak tersangka-sangka itu.
"Ia tahu-tahu saja muncul, membawa surat dan kenalan kami di Skotlandia, Jupe," katanya. "Ia tahu semua tentang keluarga dan kampung halaman kami!"
"Itu bisa saja diselidiki oleh siapa pun juga!" kata Pete menyela. "kau menduga Rory bersekongkol dengan Java Jim, Jupe? Atau mungkin pula ialah Java Jim?"
"Ukuran tubuhnya sama," kat,a Jupiter. "Ia sejak awal sudah berusaha mencegah, agar kita jangan mencari harta itu. Ia tidak ada di Phantom Lake pada kedua kesempatan ketika Java Jim mencoba merampas buku harian itu dari tangan kita, dan sewaktu di kota hantu ia cepat sekali muncul setelah Java Jim lari!"
Bob ikut mencampuri pembicaraan.
"la tahu aku dan Pete ada di tempat penggalian batu, karena ia yang mengantar kami ke sana! Ia yang paling dulu kita beri tahu tentang batu satu ton yang diangkut dan perusahaan Ortega. Ia yang mungkin mengurung kami di dalam pondok itu, lalu kembali kemari untuk membongkar rumah asap. Saat itu ia belum tahu, batu-batu itu berukuran besar!"
"Tapi kita semua melihat Stebbins berada di pondok itu," kata Profesor Shay menyela.
"Betul," kata Jupiter, "tapi saat itu Stebbins sedang mengguncang-guncang gembok yang mengunci pintu. Itu takkan dilakukannya jika ia yang mengurung Pete dan Bob! Jika itu perbuatannya, ia pasti tahu pintu terkunci. Dan..."
Jupiter berpikir sebentar, lalu menyambung,
"Teman-teman - sewaktu gudang yang di belakang terbakar, dan ketika kita mengejar orang yang ada di sana, adakah di antara kita yang benar-benar melihat orang itu?"
Keempat remaja itu berpandang-pandangan. Ternyata tak seorang pun benar-benar melihat orang itu.
"Kita mengejar, karena Rory mengatakan ia melihat Java Jim di balik gudang itu," kata Jupiter lagi. "Tapi aku kini ingin tahu, betulkah Rory melihat seseorang di situ? Itu jika benar-benar ada orang di situ."
"Maksudmu, Rory yang menimbulkan kebakaran di dalam gudang itu?" tanya Bob. "Lalu ia cuma pura-pura saja melihat Java Jim? Karena ialah sebenarnya Java Jim?"
Cluny menyela pembicaraan.
"Profesor Shay melihat orang itu lari!" katanya.
"Dan menyangka orang itu Stebbins," kata Jupiter menyambut. Ia menoleh ke arah Profesor Shay. "Anda waktu itu benar-benar melihat seseorang di sana, Profesor? Atau hanya merasa seperti melihat?"
"Saat itu Stebbins yang terlintas di dalam pikiranku," kata Profesor Shay lambat-lambat. "Tapi setelah kautanyakan sekarang - kurasa waktu itu aku sebenarnya tidak melihat siapa-siapa! Rory mengatakan, ia melihat Java Jim. Aku tahu... eh, maksudku, aku menyangka seperti melihat Stebbins."
"Rory-lah pencurinya!" kata Pete cepat-cepat "Rory yang mengambil -"
Tiba-tiba terdengar suara seseorang menyela. "Apa yang diambil Rory, hahh?!"
Pria Skotlandia itu tahu-tahu sudah berdiri di tengah jalan. Ia menatap anak-anak dengan wajah masam.
Jupe terteguk, karena kaget. Untuk menenangkan diri, ia menopangkan tangan ke kap depan mobil Profesor Shay. Senter yang dipegangnya terlepas, jatuh ke tanah. Jupiter membungkuk, untuk memungut senter itu.
"Hans!" seru Profesor Shay dengan cepat. "Pegang, Rory, jangan sampai Ia melarikan diri!"
Sementara itu Jupiter sudah meluruskan sikapnya kembali. Air mukanya nampak aneh. Mobil Profesor Shay dipegangnya sekali lagi. Ia kelihatan heran. Tapi hanya sebentar saja.
"Tidak," kata pemimpin Trio Detektif itu dengan tiba-tiba, "Tidak, Hans - bukan Rory yang harus kautahan. Aku ternyata keliru!"

Bab 21 HARTA KARUN DARI ARGYLL QUEEN

HANS nampak sangsi. Ia berdiri di jalan yang tensiram hujan, sambil memandang Jupiter.
"Jangan jauh-jauh dari McNab, Hans!" seru Profesor Shay dengan nada memerintah, lalu dipandangnya Jupiter. "Ada apa lagi, Jupiter? Baru saja kau membuktikan bahwa Rory yang bersalah!"
"Ia yang mengurung kami di dalam pondok di tambang batu, Jupe!" kata Pete.
"Ia yang menimbulkan kebakaran di dalam gudang, serta merobohkan rumah asap!" seru Bob "Kau sudah membuktikan hal itu, Satu!"
Air muka Rory berubah, nampak pucat.
"Apa?" tukasnya. "Kalian menuduh aku -"
"Jangan bergerak," kata Hans dengan tenang, lalu memegang lengan pria Skotlandia itu.
Jupiter menggeleng.
"Rory yang membakar gudang, mengurung Bob dan Pete, serta mengobrak-abrik rumah asap. Ia berusaha mencegah kita mencari harta itu. Tapi ia bukan Java Jim - dan bukan dia pula yang mengambil harta itu."
"Kalau begitu, maksudmu yang mengambil Stebbins dan Java Jim?" tanya Profesor Shay ingin tahu.
"Ya - kalau Java Jim, tapi Stebbins tidak," kata Jupiter. "Stebbin tidak menginginkan harta itu. Kurasa ía sebenarnya hendak membantu. Ketika ia malam-malam memasuki markas itu, ia bukan hendak mencuri buku harian serta mencegah usaha pencarian kita. Ia cuma memotret isi buku itu. Dan yang paling penting, kita biasanya melihat dia, hanya setelah Java Jim muncul. Ia membuntuti Java Jim, dan juga kita! Sewaktu di Santa Barbara, kurasa ia hanya ingin berbicara - tapi kita menyebabkan ia takut pada kita. Kurasa Stebbins yang menyuruh anak laki-laki itu mendatangi Hans, dengan maksud agar Hans menolong kita keluar dan dalam palka tongkang. Dan sewaktu di tambang batu, Ia sebenarnya hendak berusaha membebaskan Bob dan Pete."
"Jadi maksudmu, selama ini Java Jim selalu beraksi seorang diri?" tanya Pete.
"Ya, dan juga tidak, Dua," kata Jupiter pelan,
"Apa lagi maksudmu, Jupiter?" tanya Cluny dengan heran. "Bagaimana ia bisa -"
"Java Jim itu orang yang aneh," kata Jupiter melanjutkan penjelasan. "Ia kelihatannya orang asing, tapi banyak yang diketahuinya tentang Iingkungan sini. Ia muncul di perusahaan Paman Titus, segera setelah kedatangan Bob ke Lembaga Sejarah. la masuk dengan diam-diam ke gedung itu sewaktu kita sedang ke Pulau Cabrillo. Tapi untuk apa? Ia tidak pertama-tama mendatangi kantor redaksi Sun Press dulu untuk mencari keterangan mengenai arsip berita-berita lama tentang Santa Barbara, seperti yang kita lakukan. Tidak- ia Iangsung mendatangi Mr. Widmer. Dari mana ia bisa tahu tentang arsip pribadi orang tua itu?"
"Wah - benar juga katamu itu," kata Bob. "Dan mana Java Jim mengetahuinya, ya?"
"Ia tahu tentang Mr. Widmer, karena orang itu ahli tentang sejarah daerah sini, Bob!" kata Jupiter. Ia kini menatap Profesor Shay. "Rory bukan satu-satunya yang waktu itu muncul di kota hantu, segera setelah Java Jim lari. Profesor Shay juga tahu-tahu datang! Ilmuwan kita ini ahli tentang sejarah setempat. Dialah Java Jim - dan dia yang mencuri harta karun itu tadi pagi!"
Profesor Shay tertawa.
"Itu kan omong kosong, Jupiter! Aku tidak merasa tersinggung karenanya, tapi kau keliru seratus persen! Aku kan bertubuh kecil, mana mungkin aku penjahat itu!"
"Tidak, Sir- bukan terlalu kecil, tapi hanya lebih kurus! Tapi itu disebabkan karena Java Jim memakai jaket pelaut yang tebal!"
"Dan bagaimana aku mungkin mencuri harta itu tadi pagi, sementara aku masih berbaring di tempat tidurku di rumah?"
"Kemarin malam," kata Jupiter dengan tenang, "ketika Pete mengutarakan dugaannya tentang lubang di dalam tanah, Anda ternyata lebih dulu dari saya menduga kenyataan yang sebenarnya. Lalu tadi malam Anda kembali kemari dan menemukan tempat harta itu - mungkin dengan mempergunakan senter yang ditaruh ke dahan pohon sipres, seperti yang saya lakukan tadi. Hari sudah pagi ketika Anda akhirnya berhasil menemukan harta di dalam lubang yang Anda gali. Lalu Anda membawanya pergi. Saat itu Anda mendengar telepon berdering di dalam rumah keluarga Gunn. Untuk memastikan bahwa yang menelepon tidak menyampaikan berita yang membahayakan diri Anda, Anda menyelinap ke arah rumah lalu ikut mendengarkan pembicaraan.
"Anda mendengar Cluny mengatakan bahwa kami telah berhasil menemukan jawaban atas teka-teki yang dihadapi dan bahwa kami akan datang kemari. Anda Iangsung mengatur rencana. Jika Anda lari dan kami menemukan lubang yang tidak berisi apa-apa, ada kemungkinannya kami kemudian akan mencurigai Anda. Tapi jika Anda berpura-pura, seolah-olah Java Jim yang sebenarnya tidak ada itulah yang mengambil harta karun, takkan ada yang mencurigai Anda kemudian. Polisi akan terus mencari-cari Java Jim!
"Anda lantas menyelinap masuk ke dalam rumah, lalu menelepon saya dengan berpura-pura masih ada di rumah Anda. Setelah itu Anda keluar, menunggu kedatangan kami. Anda sendiri yang membuat jejak sepatu di tanah becek itu, serta berpura-pura baru saja diserang oleh Java Jim."
Kini semua memandang ke arah Profesor Shay.
Di kejauhan terdengar lengking sirene mobil polisi yang datang dan arah jalan raya.
"Dan kesemuanya itu kau rasa bisa kaubuktikan?" kata Profesor Shay sambil tersenyum.
"Bisa, Sir. karena Anda melakukan suatu kesalahan besar," jawab Jupiter. "Anda mengatakan pukul delapan tadi pagi masih ada di rumah, dan baru saja tiba di sini tidak lama sebelum kami muncul. Tapi hujan lebat sudah turun sejak lama sebelum pukul delapan."
"Hujan?" Profesor Shay tertawa. "Aku tidak melihat hubungannya dengan -"
"Tanah di bawah mobil Anda kering," kata Jupiter. "Dan kap mobil Anda dingin. Jadi Anda mestinya sudah ada di sini, lama sebelum pukul delapan pagi."
Sambil berteriak marah, Profesor Shay berbalik dengan cepat. Ia lari menuju jalan raya. Bunyi sirene mobil polisi terdengar mendekat di jalan itu. Shay membelok, menuju ke pepohonan yang gelap. Tapi tahu-tahu seseorang bertubuh kurus meloncat dari tengah belukar yang basah, menyergap ilmuwan itu! Mereka bergumul. Sementara itu mobil polisi sudah tiba, lalu berhenti dengan cepat. Dua petugas polisi meloncat ke luar, dan meringkus Profeson Shay serta orang yang menyerangnya.
Anak-anak berlari-lari mendekati, diikuti oleh Hans dan Rory. Chief Reynolds yang ternyata ikut datang, nampak seperti bingung. Ia menatap Shay - dan Stebbins!
"Ada apa di sini, Anak-anak?" tanya kepala polisi itu. "Pemuda yang berkelahi dengan Profesor Shay itukah pencurinya? Diakah Stebbins?"
"Betul, aku Stebbins," teriak pemuda berambut acak-acakan itu, "tapi aku bukan pencuri! Shay itulah yang pencuri!"
"Katanya itu benar, Chief!" kata Jupiter. "Profesor Shay itulah yang mencuri!"
Dengan cepat dipaparkannya hasil kesimpulannya. "Saya rasa, Stebbins tidak pernah melakukan pencurian. Saya rasa niat Profesor Shay yang berusaha menguasai harta karun itu ketahuan olehnya - dan karena itu ia lantas difitnah oleh Profesor Shay, sehingga dipenjarakan!"
"Ya, itu betul!" kata Stebbins sambil mengangguk "Lalu ketika aku dibebaskan sebelum waktunya dengan persyaratan karena berkelakuan baik selama di dalam penjara, aku kembali kemari untuk mengintai tindak-tanduk Profesor Shay, serta membuktikan bahwa aku tidak bersalah!"
Chief Reynolds memandang Profesor Shay. Sikapnya galak.
"Jika harta itu kini ada pada Anda, Profesor, kusarankan agar Anda mengatakan di mana tempatnya sekarang ini juga. Itu akan meringankan posisi Anda nanti."
"Baiklah," kata Profesor Shay, sambil mengangkat bahu. "Aku mengaku kalah. Jok belakang mobilku berlubang. Harta itu kutaruh di situ."
Dua petugas polisi membongkar jok belakang mobil ilmuwan itu. Mereka mengeluarkan selembar jaket tebal, sebuah topi pet pelaut, sepatu bot berlumur lumpur, celana dan kain tebal - serta sebuah topeng plastik. Itulah tampang Java Jim, lengkap dengan janggut hitam, serta bekas luka yang memanjang!
"Dengan topeng ini, ditambah dengan topi pet, jaket, serta suara yang diubah - Ia menjadi Java Jim," kata Chief Reynolds. Tapi tidak ada yang memperhatikan kata-katanya. Semua menatap harta karun yang kemilau, di bawah tempat jok yang sudah diangkat. Ada cincin, gelang, kalung, pisau, dan kotak bertatah intan, serta beratus-ratus keping uang emas. Harta karun hasil rampasan perompak Laut Cina Selatan!
"Wow!" desah Pete. "Nilainya pasti berjuta-juta!"
"Fantastik," kata Chief Reynolds.
"Aku takkan percaya, kalau tidak melihat sendiri," kata Rory terkagum-kagum.
"Semuanya itu milikku," kata Profesor Shay tiba-tiba. Suaranya mengiba-iba. "Pencurinya bukan aku - tapi Angus Gunn! Ia mencuri harta ini dari moyangku! Aku ini keturunan nakoda Argyll Queen!"
"ltu urusan pengadilan nanti," kata Chief Reynolds. "Setelah lewat waktu seabad, saya menyangsikan bahwa Anda akan bisa membuktikan kebenaran tuntutan Anda atas harta ini kapten moyang Anda itu juga mencurinya - dan para perampok. Sedang mereka memperolehnya juga dengan cara melanggar hukum. Kalau menurut saya, harta ini kini menjadi milik Mrs. Gunn.
Tentang Anda bukan pencuri - mungkin itu benar, tapi Anda bisa dipenjarakan karena memasuki rumah orang tanpa izin. Ditambah lagi dengan perbuatan Anda menyerang orang lain!"
"Dan memfitnah Stebbins!" kata Bob.
Chief Reynolds mengangguk, tanda sependapat.
"Bawa profesor ini!" perintahnya pada anak buahnya.
Profesor Shay digiring ke mobil polisi. Chief Reynolds ikut masuk ke rumah, mengambil peti untuk tempat harta karun itu, yang untuk sementara waktu ditahan polisi sebagai barang bukti. Cluny bercerita dengan terburu-buru pada ibunya, tentang segala kejadian yang baru saja dialami. Mrs. Gunn hanya bisa tercengang saja.
"Kalau begitu harta itu memang benar-benar ada, dan kalian berhasil menemukannya?" tanyanya kagum.
"Dan harta itu milik kita, Bu." seru Cluny. "kita kaya sekarang!"
Mrs. Gunn tersenyum.
"Tentang itu kita lihat saja nanti - tapi aku harus mengucapkan terima kasih pada kalian, Anak-anak. Kalian ternyata penyelidik yang hebat!"
Jupiter dan kedua temannya berseri-seri mendengar pujian itu.
"Jupe," kata Pete kemudian dengan nada pelan. "Ada satu hal yang masih belum kumengerti. Java Jim itu ternyata Profesor Shay - yang sudah sejak lama menguber-uber harta karun itu. Tapi katamu, Rory yang menimbulkan kebakaran di dalam gudang, dan ia pula yang mengurung kami di dalam pondok di tambang. Ia berusaha mencegah, agar kita tidak berhasil menemukan harta itu. Untuk apa ia melakukan itu semua?"
Jupiter menatap Rory sambil tertawa nyengir. "Aku tidak tahu pasti sebabnya, Dua - tapi kurasa aku bisa menduganya. Menurutku, Rory ingin Mrs. Gunn mau menjadi istrinya, dan ia khawatir jika ibu Cluny sudah kaya, nanti tidak memerlukan bantuannya lagi!"
Mrs. Cunn menoleh ke arah Rory dengan sikap heran. Pria Skotlandia itu menjadi merah padam.
"Wah - itu sama sekali tak kuduga, Rory," kata Mrs. Gunn sambil tersenyum.
Wajah Rory bertambah merah, sementara semua memandangnya sambil tersenyum lebar.

Bab 22 ALFRED HITCHCOCK MENGUCAPKAN SELAMAT
ALFRED Hitchcock mendesah. Ia duduk di belakang meja tulisnya, dihadapi oleh Trio Detektif yang datang lagi dengan membawa laporan yang nyaris tidak masuk akal.
"Jadi setelah waktu seratus tahun berlalu, kini ternyata bahwa harta karun itu memang benar-benar ada - dan kalian berhasil menemukannya, walau menghadapi berbagai kesulitan yang luar biasa," kata sutradara film yang kenamaan itu. "Baiklah, akan kutulis kata pengantar untuk kisah petualangan kalian ini. Kegigihan kalian pantas dihargai."
"Terima kasih, Sir!" kata Bob dan Pete serempak.
"Kami juga mendapat penghargaan, berupa beberapa benda dan harta itu," kata Jupiter. "Mrs. Gunn yang menghadiahkan pada kami. Kami juga diperbolehkan memiliki cincin yang kami temukan di dalam sekat tersembunyi di sisi peti pelaut itu. Cincin itu ternyata cukup berharga. Kami kira Anda mungkin mau menerima ini sebagai kenang-kenangan, Sir."
Disodorkannya sebilah keris pada Mr. Hitchcock.
"Untuk melengkapi koleksi Anda, Mr. Hitchcock. Ini senjata perompak. Juga termasuk kumpulan harta karun itu."
"Terima kasih, Jupiter," kata Mr. Hitchcock. "Tapi aku sebenarnya mungkin lebih tertarik pada kisahnya. Mungkin bisa dijadikan cerita untuk film. Bagaimana - apakah Profesor Shay benar-benar keturunan nakoda kapal Argyll Queen?"
"Ya, Sir," jawab Jupiter. "Ia juga benar-benar ahli sejarah. Semasa mudanya pernah menjadi pelaut. Minatnya pada sejarah serta hal-hal yang bertalian dengan lautlah yang mendorongnya untuk mengadakan penelitian tentang keluarganya sendiri. Dan dalam penyelidikan itu ia menemukan kisah tentang harta karun perompak yang direbut moyangnya. Ia kemudian bekerja di sini, dengan maksud hendak mencari harta karun itu. Niat tersembunyinya itu ketahuan oleh Stebbins. Profesor Shay lantas memfitnah Stebbins, sehingga pemuda itu dipenjarakan. Ketika Mrs. Gunn menghibahkan buku harian Angus Gunn yang pertama pada Lembaga Sejarah, cocok dengan dugaan saya, Profesor Shay memang melihat adanya luang waktu dua bulan antara catatan terakhir dalam buku harlan itu, serta saat Angus mati terbunuh. Ia menduga bahwa pasti ada buku harian yang lain.
"Ia beberapa kali memasuki rumah keluarga Gunn secara diam-diam, untuk menggeledah barang-barang peninggalan Angus Tua. Ia juga melacak jejak barang-barang yang dijual Mrs. Gunn. Ketika ada yang mendahului membeli peti pelaut di San Francisco, disusulnya barang itu ke museum yang di pinggir jalan raya, tempat ia berjumpa dengan kami. Mr. Acres, pemilik museum itu, sudah pernah melihatnya sebelum itu. Shay tidak ingin orang menduga bahwa ia menguber-uber harta karun. Karenanya ia lantas memakai samaran sebagai Java Jim. Tokoh pelaut itu diciptakannya, untuk mencegah dugaan orang bahwa ia menginginkan harta karun itu.
"Kemudian ía menggabungkan diri dengan kami. Ia menghendaki kami percaya bahwa Java Jim benar-benar ada. Karenanya dikarangnya cerita bahwa Java Jim memasuki gedung Lembaga Sejarah dengan niat jahat. Itu merupakan kekeliruan di pihaknya, karena begitu saya menduga bahwa Shay mungkin saja pencurinya, seketika itu juga ceritanya ternyata bohong. Tidak ada alasan bagi Java Jim untuk masuk secara diam-diam ke Lembaga Sejarah."
"Yah - begitulah jalan pikiran kriminal," kata Mr. Hitchcok. "Selalu ingin lebih pintar, sehingga akhirnya salah langkah."
"Ia sebenamya bukan penjahat, Sir," kata Bob menyela. "Perbuatannya itu hanya karena terdorong nafsu tamak belaka. Katanya, ia menyesal sekarang. Mrs. Gunn berpendapat bahwa ilmuwan itu memang memiliki hak yang sah atas harta karun itu, dan karenanya Profesor Shay mendapat bagian sepertiga. Bagiannya itu akan dipergunakan untuk membiayai ongkos pembelaan di pengadilan. sedang bagian terbesar dan sisanya akan dihibahkan pada Lembaga Sejarah, untuk dipamerkan."
"Mrs. Gunn rupanya sangat murah hati," kata Altred Hitchcock. "Mungkin saja Profesor Shay bisa berpaling ke jalan yang benar. Apakah ia akan dipenjarakan?"
"Mrs. Gunn tidak berniat mengajukan tuntutan. Kami juga tidak," kata Jupiter. "Tidak ada bukti bahwa ia pernah secara diam-diam masuk ke umah keluarga Gunn. Tapi ia akan diajukan ke pengadiIan untuk tindak kejahatannya yang terberat - yaitu fitnah serta sumpah palsu, yang menyebabkan Stebbins sampai dipenjarakan."
Mr. Hitchcock mengangguk dengan sikap serius.
"Jadi pemuda Stebbins itu membuntuti Profesor Shay, hanya untuk membuktikan bahwa ia tidak bersalah?"
"Ya, betul," kata Pete. "Dan ia ingin sekali mengetahui, apa sebenarnya rencana Shay. Ia melihat profesor itu dalam samarannya sebagai Java Jim lari dari penusahaan paman Jupiter sambil membawa sampul buku harian, yang kemudian dibuang setelah ternyata isinya tidak ada. Saat itu Stebbins lantas sadar bahwa pasti ada satu lagi buku harian. Tapi ketika itu ia belum tahu bahwa buku harian itu ada pada kami. Karenanya ia memasuki rumah keluarga Gunn, untuk mencarinya. Rory melihatnya, lalu mengejar."
"Kemudian Stebbins melihat buku itu ada pada kalian," kata Mr. Hitchcock menyimpulkan. "Ia masuk ke markas kalian dan memotret isinya, agar ia bisa mengetahui apa sebetulnya yang sedang berlangsung. Ia sebenarnya berniat menolong kalian. Tapi ia takut bahwa tidak ada yang mau mempercayai kata-katanya, jika dihadapkan dengan Profesor Shay."
"Ya, memang begitulah kenyataannya!" kata Bob. "Ia takut kami akan mempercayai semua yang dikatakan oleh Profesor Shay. Karenanya ia hanya terus membuntuti kami, dengan harapan akan menemukan salah satu bukti yang bisa dipakai dalam menghadapi Shay - serta menolong kami jika terjadi kesulitan."
"Nama baiknya sementara ini sudah sepenuhnya dipulihkan," kata Jupiter menambah. "Ia diterima lagi di Lembaga Sejarah, dengan pekerjaannya yang lama!"
"Bagus!" kata Mr. Hitchcock "Lalu bagaimana dengan Rory, pria yang dirundung cinta itu?"
"Yah " kata Jupiter sambil tersenyum, "ia mengaku bahwa ia menginginkan Mrs. Gunn menjadi istrinya. Ia berusaha merintangi kami, karena takut wanita itu kalau sudah kaya tidak mau lagi menikah dengan dia - yang tidak berharta."
"Dan bagaimana sikap wanita itu, mengenal keinginan Roty?"
"Mrs. Gunn mengatakan akan berpikir-pikir dulu," kata Pete sambil nyengir.
"Ah, kalau begitu ia pasti mau menikah dengan Rory," kata sutradara kenamaan itu. "Kalian sudah bekerja dengan baik sekali, Anak-anak Selamat!"
Mr. Hitchcock berdiri sebagai tanda bahwa pembicaraan sudah selesai. Tapi kemudian ditatapnya Jupiter dengan pandangan bertanya.
"Penalaranmu baik sekali, Jupiter," ujarnya. "Tapi terlintas dalam pikiranku kemungkinan adanya penjelasan lain tentang apa sebabnya tanah di bawah mobil Profesor Shay tidak basah. Yaitu Java Jim - kita anggap saja orang itu benar-benar ada - menaruh mobilnya di situ, sebelum Profesor Shay datang. Sedang mesin mobil cepat dingin saat hujan."
"Itu memang benar," kata Jupiter. "Tapi ketika timbul dugaan dalam hati saya bahwa Java Jim sebenarnya Profesor Shay sendiri, saya lantas teringat pada satu kekeliruan Iebih besar yang dibuat oleh ilmuwan itu."
Kening Mr. Hitchcock berkerut.
"Kekeliruan yang mana?"
"Ketika Rory menimbulkan kebakaran di dalam gudang," kata Jupiter menjelaskan, "ia pura-pura melihat Java Jim. Tapi Profesor Shay berkeras mengatakan bahwa ia melihat Stebbins Ian. Tentu saja ia sebenarnya tidak melihat siapa-siapa. Tapi walau begitu ia berkeras mengatakan bahwa yang lari bukan Java Jim, karena -"
"Karena ia tahu, Rory tidak mungkin melihat Java Jim," kata Mr. Hitchcock menyela. "Karena ia sendirilah Java Jim! Bukan main!"
"Ya, Sir." Jupiter tersenyurn. "Dan ia nyaris saja melakukan kekeliruan serupa, beberapa saat sebelum saya melihat bahwa tanah di bawah mobilnya kering. Memang dialah Java Jim."
Ketika ketiqa remaja itu sudah pergi, Mr. Hitchcock mendesah. Nyaris saja Ia merasa kasihan pada penjahat-penjahat yang harus menghadapi Jupiter Jones!