1
MERAJALELA KEJAHATAN
DAWUAN. nama sebuah dukuh yang terletak di bagian
selatan kota Kadipaten Ponorogo, sudah lama tersohor,
buas-buas Jarang orang yang berani lewat daerah ini
pada malam hari, kalau bukan seorang warok yang ber-
ilmu tinggi sudah dapat dipastikan akan jadi korban para
Begal Sayangnya, daerah Dawuan ini tempat berte-
munya beberapa jalan penghubung dari lima jurusan,
sehingga untuk cepatnya menempuh perjalanan, maka
banyak orang yang memilih melewati dukuh Dawuan
itu daripada harus melingkar jauh melalui daerah pede-
saan lainnya. Khususnya pada siang hari. banyak
orang yang berani melewati dukuh Dawuan lantaran
banyak teman dan ramai
Para pedagang yang kemalaman di pasar, terpaksa tidak
berani pulang kembali ke daerah asalnya kalau harus
melalu: dukuh Dawuan ini. Sudah dapat dipastikan,
barang dagangan dan uang hasil perolehan berdagangnya
akan ludes dirampas oleh para begal yang mencegat di
pinggir jalan itu.
Atas banyaknya keluhan penduduk mengenai rawannya
daerah dukuh Dawuan ini, sehingga telah menimbulkan
keresahan masyarakat, laporan itu telah sampai kepada
penguasa Kadipaten. Maka Kanjeng Adipati telah
memerintahkan petugas pengamanan, dengan
mengirim punggawa yang terlatih baik guna men-
Jaga daerah rawan begal itu.-
Pada saat penjagaan punggawa Kadipaten itu diadakan,
memang jarang terdengar adanya operasi begal-begal itu.
Namun lambat laun para punggawa Kadipaten itu juga
saling kenal dengan para Begal itu. Lama-lama mereka
berkawan akrab. Tidak lama kemudian punggawa yang
seharusnya bertugas mengamankan daerah itu,
justeru terus ikut-ikutan bersama para begal itu
menyingkir ke keramaian desa terdekat. Se-
hingga dukuh Dawuan yang seharusnya tiap
malam dijaga, menjadi kosong dari penjagaan.
Para punggawa banyak yang kena sogok para Begal, dan
tiap malam menghabiskan uang dari hasil sogokan itu
untuk mencari hiburan di desa Kembang tidak jauh dari
daerah dukuh Dawuan yang tersohor banyak berkeliaran
perempuan cantik-cantik penari Gambyong. Lantaran
godaan perempuan cantik, dan mendapat sogokan
bayaran dan para Begal, akhimya membuat mabuk tuak
para punggawa Kadipaten yang mengindahkan pada
tugas pengamanan daerah tersebut. Dengan lengahnya
penjagaan itu, maka para Begal dapat beroperasi kembali.
Berita santer makin ganasnya begal-begal itu ramai lagi
dibicarakan masyarakat. Mereka menganggap para pung-
gawa itu tidak mampu lagi menghadapi kesaktian para
begal yang merajalela itu. Sehingga masyarakat menjadi
was-was dibuatnya. Bagi para pedagang, makin tidak
bisa berkutik mengembangkan daerah operasi penye-
baran dagangannya karena sering dibegal di jalan oleh
para begal yang ganas itu.
Timbul inisiatif dari beberapa pimpinan Begal itu yang
agaknya identitas namanya belum dikenal masyarakat.
Setiap sore mereka berkumpul di tempat terminal gero-
bak sapi dan dokar kuda untuk menawarkan jasa
pengawalan keamanan menyeberangi daerah
dukuh Dawuan. Ada beberapa pedagang yang nekat
untuk menggunakan jasa pengawalan para jagoan pasar
itu dengan tawar-menawar harga yang dianggap pantas.
Atas jasa pengawalan para jago itu ternyata selama di
perjalanan mereka aman dari gangguan para begal.
Agaknya para begal juga sudah pada mengenal
kawan-kawan mereka yang bekerja menjual jasa
pengamanan itu, sehingga tidak enak menggang-
gunya sebab juga kecipratan bagian.
Lama-lama usaha jasa pengawalan itu makin ramai, dan
dianggap cara terbaik untuk memecahkan kesulitan para
pedagang selama ini. Maka tidak sedikit jumlahnya para
jagoan pasar ini yang kemudian menjadi berkembang
pesat makin besar anggotanya. Para juragan jasa
pengawalan yang dulu merintis usaha jasa pengawalan
ini, kini ia hidup santai tinggal di rumah yang mewah di
kota-kota kecamatan daerah sekitar dukuh Dawuan itu.
Akhirnya timbullah persaingan antar pemilik perusahaan
jasa pengawalan itu. Ujung-ujungnya terjadilah per-
musuhan antar jagoan yang semula adalah teman akrab,
kini mereka jadi saling berebut rejeki. Ada dua kubu yang
sama-sama dipimpin jagoan masing-masing yang oleh
masyarakat sekarang dikenal sebagai Warok Surodilogo
dan Warok Wulunggeni, yang sama-sama mempunyai
pengikut, sama-sama mendirikan perguruan ilmu bela
diri, sama- sama memiliki kemampuan olah kanuragan,
dan kekuatan tenaga dalam. Kedua jagoan itu bersaing
ketat untuk berebut pasar, serta penguasaan daerah
kekuasaan operasinya di daerah dukuh Dawuan ini.
Berita mengenai persaingan dua warok dan pengikutnya
itu sampai ke telinga Kanjeng Adipati. Kemudian kedua
warok sebagai pemimpin masyarakat itu diminta datang
bermusyawarah ke Kadipaten.
"Dengar Suro dan Wulung”, kata Kanjeng Adipati mem-
buka pertemuan musyawarah penghulu Kadipaten pada
siang hari bolong itu, "Kamu ‘berdua sudah dikenal
masyarakat sebagai warok. Jagoan yang memiliki keung-
gulan keilmuan kanuragan tinggi. Pandai bertarung.
Apalagi kalian berdua sudah lama saling mengenal dan
berteman baik. Oleh karena itu tidak baik bagi kalian
berdua berseteru untuk berebut rejeki di daerah yang
sama dukuh Dawuan”, ujar Kanjeng Adipati berwibawa
memimpin musyawarah antar kedua warok itu.
"Kanjeng Adipati", kata Warok Surodilogo, "Hamba
mendirikan jasa pengaman kepada para pedagang itu
dengan tujuan benar-benar ingin menolong pengamanan
mereka dari gangguan para begal di tengah jalan dengan
imbalan ala kadarnya. Tidak pernah kami menetapkan tarif
khusus. Tetapi pokal Wulunggeni macam-macam.
Orang-orang yang bekerja untuk dia itu sebenarnya ya
para begal yang bikin gangguan di jalan-jalan itu. Para
begal itu sebelumnya adalah juga terdiri dari orang-orang
dia sendiri itu. Para pedagang yang mau bayar mahal
kepada dia akan selamat di jalan. Jelas saja wong yang
selama ini membikin gangguan di jalan juga orang-orang
dia. Jadi ini namanya akal-akalan saja. Kejadian seperti
ini membuat diri hamba tidak terima, kemudian hamba
menghimpun para jagoan setempat dengan maksud untuk
memberikan perlindungan pengawalan secara bayaran
ala kadarnya. Tetapi si Wulung int malah marah kepada
anak buah hamba. Akhirnya hamba pun ikutturun tangan
untuk merantasi masalah ini", ujar Warok Surodilogo
mantab.
"Apa benar demikian, Warok Wulunggeni", tanya Kan-
jeng Adipati.
"Sama sekali tidak benar kata-kata si Suro itu, Kanjeng
Adipati. Ia itu yang mau bikin gara-gara. Dia itu mau
merebut usaha saya dengan cara membikin kenbutan
ini", jawab Warok Wulunggeni kelihatan berangasan.
"Jadi siapa yang sebenarnya memulai keributan ini",
tanya Kanjeng Adipati itu.
"Ya, Si Suro itu yang memulai bikin ribut. Dia yang
semula jadi Jogoboyo kelurahan, belakangan ikut-ikutan
bikin usaha tandingan saya. Mau menyaingi usaha saya.
Begitu lo ceritera yang sebenarnya, Kanjeng Adipati",
ujar Warok Wulunggeni memperlihatkan sikap tidak
senangnya kepada Warok Surodilogo.
“Bukan saya Kanjeng Adipati. Dia yang mengusir dan
mengganggu orang-orang saya", kata Warok Surodilogo
menyela.
“Baik kalau demikian. Supaya adil, aku akan tetapkan
pembagian daerah operasi kalian menurut kediaman
kalian masing-masing. Kamu nanti akan mempunyai
daerah operasi masing-masing", kata Kanjeng Adipati
berusaha mencarikan jalan pemecahan, "Suro, karena
rumah kamu di daerah kulon, maka kamu hanya boleh
beroperasi di pasar kulon beserta tempat mangkal
gerobak ketutuk dan dokar di situ. Sedangkan kamu,
Wulung, karena rumah tinggal kamu berada di daerah
wetan, maka kamu hanya boleh beroperasi di sebelah
pasar wetan saja. Masing-masing tidak boleh melanggar
daerah yang sudah aku tetapkan ini”.
"Matur nuwun, Kanjeng Adipati. Hamba setuju dengan
pembagian ini", jawab Warok Surodilogo bersemangat.
Kanjeng Adipati agaknya kurang menguasai masalah, sebab
yang menjadi pangkal perseteruan antara kedua warok itu
adalah lantaran memperebutkan para pedagang yang ban-
yak mangkal di pasar kulon, sebabnya pasarnya lebih
besar, dan ramai, juga langsung menuju jalan ke arah
dukuh Dawuhan, sehingga banyak mengeruk peng-
hasilan bagi para jasa pengawalan itu. Maka, keputusan
Kanjeng Adipati itu segera mendapat protes keras dari
Warok Wulunggeni.
"Saya rasa keputusan Kanjeng Adipati kurang adil. Se-
bab, saya adalah orang yang pertama kali merintis usaha
ini sebelum si Surodilogo ikut-ikutan membuka usaha
ini, dan dulu saya memulai operasi dari pasar kulon itu.
Kemudian, Surodilogo ikut-ikutan mengerahkan orang-
orangnya untuk mencampuri urusan saya di situ. Selain
itu, usaha saya juga tidak liar. Saya sudah lapor dan minta
izin kepada Penggede Pasar yang Kanjeng Adipati tun-
juk untuk daerah itu. Malahan saya mendapatkan tempat
mangkal ruangan sebelah kantor Penggede Pasar. Jadi
saya masih menganggap itu adalah menjadi urusan saya.
Dan kalau si Suro mau ikut buka usaha, sebaiknya tidak
bersaing dengan usaha yang sudah saya rintis dan jalanı
ini. Tapi cukup bergabung dengan saya, menjadi anak
buah saya saja. Akan saya bayar dia dari penghasilannya
ikut membantu usaha saya. Demikian, kan baik, Kanjeng
Adipati", kata Warok Wulunggeni mengakhiri kalimat-
nya nampak geram.
"Walsh... walah...wadalah, ketiwasan pisan, Leeee. Kamu
mau menjadikan aku anak buahmu, begituuuuu. Apa bisa
kamu ngatur aku, Leeee.” komentar Warok Surodilogo
merasa tersinggung dengan ucapan terakhir Warok Wu-
lunggeni yang meremehkan akan menjadikan dia anak
buahnya.
Kanjeng Adipati rupanya kesulitan untuk mengambil
Keputusan mengenai pemecahan rebutan rejeki ini.
Setelah merundingkan dengan para pengggede Kadipaten
lainnya, akhirnya Kanjeng Adipati, mengeluarkan kepu-
tusannya.
"Setelah aku rundingkan dengan para penggede Kadi-
paten, dan setelah aku mendengar pula uraian kalian
berdua. Nampaknya kalian masing-masing tidak ada
yang mau mengalah dan merasa benar sendiri-sendiri.
Maka tidak ada jalan lain. Penyelesaiannya, menggu-
nakan jalan tengah dengan cara Adu Tanding. Dengan
ketentuan, siapa yang kalah, atau menyatakan kalah,
maka para pengikut yang kalah harus juga bersedia
menyerah dan tidak ada permusuhan berlanjut antar
pengikut. Kita mengenai tradisi, yang berselisih hanya
pemimpinnya, maka yang menanggung risiko ya juga
pemimpinnya itu sendiri. Anak buah tidak perlu ikut
menanggung risiko, alias tidak perlu menjadi korban
kesalahan pemimpinnya. Apa kalian semua sudah
mengerti yang aku uraikan ini. Mengerti semuaaaa", be-
gitu Kanjeng Adipati mengakhiri wejangannya dengan
berwibawa.
"Mengertiiii, Kanjeng Gusti", jawab semua yang hadir
hampir serentak.
"Sedangkan mengenai, waktu dan tempat pelaksanaan
Adu Tanding akan ditentukan dan diatur oleh Kyai Patih
Brojosento", begitu Kanjeng Adipati mengakhiri pembi-
caraannya, dan nampak yang hadir pada memanggut-
manggutkan kepala tanda maklum.
Setelah diambil kemufakatan oleh Patih Brojosento.
Maka semua yang hadir kemudian diperbolehkan pulang
ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan diri
menghadapi acara adu tanding yang akan datang.
2
ADU TANDING
PAGI hari ini, udara masih terasa segar. Suasana alun-alun
Kadipaten Ponorogo tidak sebagaimana mestnya. Kalau bi-
asanya sepi, dan hanya sekali-kali dilewati orang yang ber-
jalan kaki, tapi sekarang banyak orang datang
berbondong-bondong. Tidak terkecuali laki-laki, banyak para
perempuan, anak-anak, yang menyukai pertunjukan seperti
ini di daerah ini. Banyak orang berkerumun di keteduhan
pepohonan, untuk menyaksikan peristiwa yang jarang terjadi.
Pertarungan antar Warok yang ingin mengadu kedigdayaan-
nya masing-masing.
Dalam peristiwa seperti ini, dianggap sebagai kejadian
langka. Merupakan kesempatan yang baik untuk ikut
mengadu untung. Bertaruh untuk menjagokan salah
satu dari Warok yang diunggulkan, Pertaruhan ini seperti
lazimnya permainan judi, atau pertaruhan menyak-
sikan adu ayam jago yang sedang bersabung di arena
pertarungan.
Sebutan Warok bagi masyarakat Ponorogo dikenal se-
bagai sosok laki-laki jantan, tinggi besar, kumis tebal,
mata melotot lebar memancar, jampang panjang melin-
tang, alis hitam, kepala diikat dengan udeng , berpakaian
serba hitam, celana hitam gombyor, baju bagian dadanya
terbuka terlihat bulu dadanya yang lebat, dengan disertai
kolor putih panjang yang disebut usus-usus welang
kira-kira sebesar lengan diujungnya dipasang gombyok
menggelantung, mengandung kesaktian untuk sênjata
bela diri. Penampilan mereka ini merupakan perwujudan
yang diidentikkan sebagai jagoan silat yang memiliki
kemampuan ilmu kanuragan tinggi, dan keteguhan bathin
yang mendalam.
Hari ini akan diadakan adu tanding antara Warok
Surodilogo melawan Warok Wulunggeni. Kedua warok
itu sebenarnya semula masih bersahabat dekat, akan
tetapi kemudian masing-masing mempunyai pendirian
sendiri-sendiri. Warok Wulunggeni lebih berpribadi ren-
dah hati, hormat kepada penguasa pemerintahan Kadi-
paten Ponorogo, dan pernah bekerja menjadi pengawal
Kadipaten, atau lebih tepatnya sebagai mantan punggawa
Kadipaten yang kemudian mengundurkan diri.
Warok Surodilogo, masih tergolong lebih muda usia,
berwatak 'brangasan', kurang ‘unggah-ungguh’, hidup
bebas di masyarakat, menghimpun banyak jagoan-jagoan
yang ditaklukkan untuk menjadi pengikutnya dan
memiliki perguruan silat, di daerah luar kota, di
pedesaan masih termasuk daerah Ponorogo Selatan.
Di kampungnya dikena! sebagai jagoan yang dian-
dalkan dan ditakuti. Ja terbiasa mengumpulkan
upeti dari penduduk untuk membiayai para jago-
jago silat yang dikumpulkan itu.
Penonton sudah berjubel memenuhi sekeliling arena.
Banyak orang berteriak-teriak menjagokan pilihan-
nya. Suasana gaduh di antara penonton yang berebut
cari lawan untuk diajak bertaruh dalam jumlah be-
sar maupun kecil-kecilan. Perimbangan suara seim-
bang, tidak ada yang berani memberikan tawaran
esktra rata-rata 1 banding 1 untuk memberi nilai
masing-masing jagonya.
Suasana yang gemuruh oleh suara orang yang berkeru-
mun tidak karuan itu, tiba-tiba menjadi sunyi-senyap,
ketika dari kejauhan, muncul di pendopo kadipaten
seorang tua yang masih terlihat perkasa, meskipun ram-
butnya mulai memutih, keluar dari dalam serambi kera-
ton diiringi oleh para penggede dan punggawa, ia sudah
sangat dikenal penduduk sebagai Patih Brojosento yang
dikenal memiliki kesaktian, sanggup melawan musuh
yang mengeroyoknya cukup hanya menggunakan sen-
jata pedang pendek yang dinamakan motek , senjata
khas orang-orang Ponorogo.
Setelah Patih Brojosento naik di atas panggung, segera
berbicara lantang dengan suaranya yang menggelegar
"Hai para warga Kadipaten. Dengarkan aku. Hari ini,
kalian kumpul di sini akan mendapat tontonan seperti
yang sudah kalian ketahui, akan bersabung dua orang
warok andalan di daerah Kadipaten ini yaitu, Warok
Surodilogo melawan Warok Wulunggeni. Kedua jago
ini diunggulkan oleh para kawulo untuk diputuskan adu
tanding, karena ada masalah yang tidak bisa diselesaikan
secara kekeluargaan. Sudah dimusyawarahkan tetapi ti-
dak membawa hasil damai. Jadi, karena masyarakat kita
mempunyai cara untuk menyelesaikan perkara yang ti-
dak bisa dimusyawarahkan, atau mengalami jalan
buntu. Maka satu-satunya cara, bagi kedua orang yang
berperkara itu harus di adu tanding. Sabung. Bebas
menggunakan kekuatan masing-masing. Bebas
mengeluarkan keunggulan ilmunya sendiri-sendiri.
Begitulah. Apakah kalian sudah jelas.” kalimat pen- ,
dek Patih Brojosento itu mengakhiri uraiannya yang
terdengar lantang ke seluruh pelosok alun-alun.
"Jelasss", disambut keras pula secara berbarengan oleh
orang- orang yang berkerumun di alun-alun itu.
"Apa kalian ada yang mau tanya”, kata Kyai Patih Bro-
josento.
Suasana hening, tidak ada suara yang menyahut. Tiba-
tiba, di tengah kerumunan itu ada orang yang mengangkat
tangannya sambil berkata "Mau tanya Kyai Patih".
"Yah. Mau tanya apa", Jawab Kyai Patih Brojosento.
"Apakah adu tanding ini akan sampai mati bagi yang
or tanya orang itu.
"Mati atau tidak, yang akan memutuskan mereka sendiri
yang akan bertanding. Aku sebagai pamong hanya akan
memutuskan bagi yang kalah sudah mengaku kalah, ber-
arti ia itu sudah kalah, dan lawannya jelas saja yang
menang. Tetapi kalau terus-terusan tidak ada yang berani
mengaku kalah, mengakui secara jantan keunggulan
lawannya, ya nasibnya ia sendiri yang menentukan.
Apakah ia akan cari mati, atau masih pengin hidup, bukan
aku yang putuskan, tapi mereka sendiri yang bertanding
itu. Aku hanya akan hentikan adu tanding ini, kalau
salah satu di antara mereka sudah ada yang mengaku
kalah. Begitu. Jadi, apa masih kurang jelas pen-
jelasanku ini. Dan apa kamu bukan orang dari warga
Kadipaten, kok belum tahu peraturan adu tanding di
sini". Kata Kyai Patih Broj osento dengar keras
menggelegar.
"Sudah jelas Kyai Patih, dan terima kasih”, jawab orang
itu agak gemetaran.
"Ya, sudah. Apa masih ada yang mau tanya. Mumpung
adu tarling belum dimulai". Tanya Kyai Patih Bro-
josento kembali. Dan nampaknya sudah tidak ada orang
yang mau tanya lagi. "Kalau sudah tidak ada yang mau
tanya, baiklah adu tanding bisa segera dimulai. Kamu
Warok Surodilogo , dan kamu Warok Wulunggeni, naik-
lah ke atas panggung”. Kata Kyai Patih Brojosento mem-
beri perintah kepada dua warok yang sedari tadi sudah
bersiap diri di bawah panggung dikerumuni oleh pen-
dukungaya masing-masing
Setelah kedua warok itu berdiri berhadapan di atas pang-
gung, Kyai Patih Brojosento memberi isyarat kepada
kedua jagoan itu untuk bersap diri mengadu kedig-
dayaannya. Kyai Patih Brojosento memben aba-aba
kepada punggawa yang memegang "Bende" untuk mem-
bunyikan tiga kali pukulan.
Gung...gung...gung.
Suara bende menggeletar memecahkan kesunyian.
Kedua jagoan yang sedari tadi matanya saling menatap
tajam kepada lawannya, segera memberi hormat kepada:
Kyai Patih Brojosento, masing-masing segerd memasang
kuda-kuda untuk memperkuat kedudukan bagi dasar per-
tahanan bela dirinya, dan siap melancarkan serangan.
Satu dua langkah telah digerakkan, tetapi belum ada yang
memulai membuka serangan. Mereka masih saling putar
memutar panggung, mencari posisi serang
Warok Wulunggeni mulai memutar-mutar tubuhnya
yang kekar itu sambil mengambil jarak untuk memasang
kembangan dengan cekatan mylai mendekati posisi
Warok Surodilogo yang masih terus memperbaiki posisi
kuda-kudanya dengan menyalurkan daya tahan di telapak
kakinya.
Dan rupanya Warok Wulunggeni sudah tidak
sabar lagi, segera memulai serangan setelah melem- `
parkan tipuah gerak langkah bajing loncat, kaki kanannya
melepas tendangan samping yang diarahkan ke lambung
Warok Surodilogo.
Rupanya gerak tipu bangau meliuk
Warok Wulunggeni yang. kemudian disusul oleh jurus -
tendangan berputar itu terbaca oleh Warok Surodilogo,
maka dengan cepat pula Surodilogo meliukkan tubuhnya
menggeser beberapa langkah menghindari serangan ten-
dangan Warok Wulunggeni. Namun rupanya serangan
'Wargk Wulunggeni itu tidak datang sekali, disusul
dengan jurus baju! lompat berentet, gerakan tipuan
untuk mengelabui pandangan lawan yang didahului
dengan serangan tangan yang menyambar kian kemari.
Di balik sambaran serangan tangan itu disusul dengan
melepas tendangan gajulan lurus menjulur ke depan men-
garah keulu hati lawan. Menghadapi serangan tendangan
maut itu membuat Surodilogo makin terpojok surut be-
berapa langkah ke belakang berusaha menjauh secepat-
nya dari terjangan ujung kaki Warok Wulunggeni yang
datang tidak diduga sebelumnya. Untung Warok
Surodilogo berhasil menghindarkan dari terjangan ten-
dangan maut yang hampir saja mengenai ulu hatinya itu.
Untuk menghentikan datangnya serangan yang bertubi- -
tubi itu: Warok Surodilogo kehabisan taktik. bertahan-
nya, dan satu-satunya untuk menghadapi serangan
beruntun itu, Warok Surodilogo berusaha pula mem-
buka serangan tandingan dengan jurus benturan naga
intan. "Biaerr" terdengar suara beradu keras antara siku
kaki kanan Warok Surodilogo dengan telapak kaki
Warok Wulunggeni. Keduanya terpental keras beberapa
langkah surut ke belakang, namum tidak sampai terjatuh.
Mereka sama-sama dapat mengatur keseimbangan '
kedudukan. kuda-kudanya kembali sehingga masih
mampu berdiri tegak.
Agaknya Warok Wulimggeni tidak terlalu senken
“sakit akibat benturan yang keras itu, ia dengan cekatan
berusaha menerjang kembali dengan serangan kembang
setaman yang disusul dengan jurus harimau menerjang
mangsa. Dan pada saat itu pula, Warok Surodilogo juga
telah siap dengan jurus perangkapnya bangau berkelit.
Maka ketika serangan Warok Wulunggeni berusaha
menyerang pelipis kanan Warok Surodilogo, kemudian
disusul dengan tendangan putar yang diarahkan ke ulu
hati dengan diikuti serangan patuk ular sanca yang diarahkan
ke kedua mata Warok Surodilogo , hampir saja membawa
celaka bagi Warok Surodilogo apabila ia tidak segera
mengembangkan pertahanan untuk membabat
kedudukan kuda-kuda Warok Wulunggeni dengan meng-
gunting kedua kaki Warok Wulunggeni.
Dan rupanya :
jurus sambaran elang menukik itu berhasil merobohkan
kedudukan kuda-kuda Warok Wulunggeni, sehingga
membuatnya terguling ke samping kin sambil terus
berusaha surut ke belakang menjauh. Maka kembali
kedua jagoan itu berhadapan dalam posisi semula, dan
belum memperlihatkan kelelahan keduanya walaupun
telah sekian lama berbagai jurus-jurus silatnya dilon-
tarkan.
Penonton bersorak-sorai melihat ketangguhan atraksi
adu tanding yang memperlihatkan keyletan serta
kekayaan perbendaharaan jurus- jurus yang dimiliki
masing-inasing jagoan itu. Nampaknya kedua warok
andalan ini telah banyak mengerahkan daya upaya untuk
menjatuhkan lawannya. Nampak keringat deras mem-
basahi sekujur tubuh dua jagoan itu. Kaki bertemu kaki,
tangan beradu dengan tangan, atau sebaliknya kaki di-
tangkis dengan tangan, dan. sabetan kaki yang terus
menukik kian kemari mencan sasaran yang melemahkan
lawan. Gerakan liukan-liukan untuk menghindar dari
serangan lawan, berputar ke samping kiri, balik ke kanan,
maju menyerang, mundur menghindar, dan berbagai vari-
asi gerak yang kadang sulit ditangkap indera mata
bagi orang awam lantaran begitu cepat gerakannya yang
terus berubah-ubah.
Senjata andalan usus-usus lawe juga
sudah beberapa kali digunakan untuk menyerang dan
bertahan oleh masing-masing warok itu, suara benturan
antar usus-usus lawe itu sering terdengar keras di udara.
Warok Wulunggeni mencoba mengembangkan serangan
bertubi dengan jurus andalannya patukan ular keling, tubuh-
nya meliuk-tiuk berputar cepat mendekati lawannya, sambil
kedua tangannya tertelungkup memberikan juluran patukan
yang mematikan bila mampu menerkam mangsanya.
Melihat gelagat datangnya serangan Warok Wulunggeni yang
makin memanas, Warok Surodilogo segera membuka ju-
rus terjangan naga puyuh yang melingkar menyambar
dengan kelebat juluran kaki bertubi-tubi mengejar letak
detak jantung musuh. Kilatan cahaya yang berwarna-wami
berkeliaran di panggung sebagai tanda kedua warok jagoan
itu telah sama-sama mengerahkan tenaga dalamnya.
Tiba-tiba terdengar "Bla" dua sinar tajam ungu dan merah
menyala itu beradu di permukaan kedua sosok jagoan itu,
rupanya kedua warok itu telah melemparkan kekuatan aji-aji
tarungannya untuk segera mengalahkan lawannya. Namun
belum ada tanda-tanda yang lebih unggul di antara dua
petarung yang makin nampak emosional dan terkuras tena-
ganya itu sama sakti tidak tedas bacok. Perkelahian model
warok srudak srudukan.
Jurus andalan patukan gagak sempat mengubah posisi
tanding bergeser pada keunggulan kedudukan Warok
Surodilogo . Melalui pecahan jurus patukan gagak yang
sulit ditangkap indera telah berhasil mendorong Warok
Wulunggeni terjepit ke sudut arena. Untuk menghindari
cidera akibat serangan bertubi itu, Warok Wulunggeni
mencoba memberikan perlawanan imbalan dengan
melayangkan jurus gebrakan yang menjadi andalannya,
kilatan beledek.
Namun sebelum jurus itu dipasang,
agaknya rencana itu telah diketahui Warok Surodilogo
yang segera mengembangkan jurus-jurus ular kelibat,
disusul dengan jurus terjangan cupit urang yaitu jurus
untuk menyerang bagian tengkuk dan menerjang bagian
leher sehingga menimbulkan sengatan panas. Percikan
api seketika keluar dari tubuh Warok Wulunggeni.
"Achhhhhh aduh...mat...mati aku..." teriak Warok Wu-
lunggeni kesakitan. Kemudian disusul percikan darah,
terlihat darah merah muncrat dari lehernya. Tubuh Warok
Wulunggeni terjungkal ke belakang. "Blukkk" suara
keras terdengar berbarengan terhimpitnya tubuh Warok
Wulunggeni mengenai papan kayu panggung yang se-
mula nampak kokoh itu kini pecah berantakan.
Warok Surodilogo agaknya tidak lagi sudi memberi
kesempatan untuk segera Warok Wulunggeni mem-
bangun kedudukan kuda-kuda barunya. Dengan meng-
gunakan aji-aji samodro sumpyur dihujankan ke arah
perut Warok Wulunggeni yang tidak siap menerima
serangan maut itu. 'Blarrrr” suara menggelegar telah
membuat tubuh Warok Wulunggeni terlempar sampai ke
luar panggung pertandingan. Jatuh terhempas jauh di
tengah-tengah penonton. Warok Wulunggeni sudah tidak
nampak bergerak lagi di kerumunan penonton. Kyai Patih
Brojosento segera memberi isyarat menghentikan per-
tarungan, dan memerintahkan Dukun Ki Sentono San-
tanu, ahli pengobatan Kadipaten agar memeriksa kondisi
Warok Wulunggeni. Dalam beberapa saat didapat berita
Warok Wulunggeni terkena luka parah, dalam keadaan
pingsan, tapi untung belum mati.
Suara penonton gemuruh menyaksikan atraksi berbahaya
yang baru saja lewat itu dengan berdebar-debar. Dan
tidak lama kemudian muncul Ki Patih Brojosento di atas
panggung.
"Para warga Kadipaten Ponorogo, seperti telah kita sak-
sikan bersama jalannya adu tanding antara Warok Wu-
lunggeni dan Warok Surodilogo. Dan setelah dilakukan
pemeriksaan Dukun Ki Sentono mengenai keadaan
Warok Wulunggeni, maka mengingat parahnya luka-
luka di tubuhnya, dan sampai sekarang belum sadar,
maka aku mengambil keputusan, adu tanding ini di-
menangkan oleh Warok Surodilogo", begitu selesai
pengumuman Ki Patih Brojosento itu, suara penonton
riuh memenuhi alun-alun Ponorogo.
Agaknya mereka telah melakukan transaksi antar
mereka yang bertaruh. Yang jagonya kalah harus bayar,
dan yang menang menerima pembayaran bersorak gembira.
Setelah beberapa saat terdengar suara bende berbunyi
sepuluh kali Gung...gung:..gung.... gung....... tanda acara
adu tanding telah dibubarkan. Penonton yang riuh me-
madati alun-alun itu mulai terlihat bergerak sedikit demi
sedikit meninggalkan alun-alun yang luas itu. Di per-
jalanan pembicaraan ramai antar para penonton itu
masih terus terdengar.
3
KEKERASAN DI LEMBAH DANGKAL
KEJADIAN naas yang menimpa Warok Wulunggeni
telah menimbulkan pergeseran dalam situasi perniagaan
para penjajajasa pengamanan di daerah dukuh Dawuan.
Warok Surodilogo makin naik pamornya. Ia kini yang
memiliki kewenangan lebih luas atas pengamanan
daerah dukuh Dawuan itu.
Sedangkan nasib Warok Wulunggeni setelah beberapa bu-
lan menjalani pengobatan yang dilakukan oleh Dukun Sang-
guling yang terkenal ahli dalam ketabiban tradisional di daerah
dukuh Dawuan itu. Dukun itu berusaha keras untuk menyem-
buhkan segala macam luka, baik luka luar maupun dalam pada
diri Warok Wulunggeni akibat benturan dalam perkelahian, juga
sebagian terkena tenung, guna-guna, dan sebagainya, yang
disebar di arena pertarungan oleh para pengikut setia
Warok Surodilogo.
Untung juga bagi Warok Wulunggeni, ia sebelumnya
pernah belajar ilmu pengogatan secara Cina dari Koh
Tiong pemilik rumah makan Kangkung Ca yang ke-
mudian bersahabat baik dengannya waktu itu. Oleh
karena itu selama ia berbaring sakit, ia dapat bertukar
pandangan mengenai pengobatan dengan Dukun Sang-
guling, sehingga dengan cepat dapat membantu proses
penyembuhan Warok Wulunggeni yang nyaris tewas di
tangan Warok Surodilogo yang amat terkenal bertarung
amat buas itu.
Sejak peristiwa kekalahan Warok Wulunggeni
dalam adu tanding dengan Warok Surodilogo itu,
Warok Wulunggeni lebih banyak berdiam diri, ting-
gal di rumah. Ia merasa malu, namanya tercemar
sebagai jagoan yang diagul-agulkan pengikutnya,
harus mengakui kalah tanding dengan musuhnya
Warok Surodilogo. Dalam hati ia memendam den-
dam kesumat kepada Warok Surodilogo yang
merasa telah merebut tempat kerjanya yang se-
lama ini merupakan sarana untuk mencari rejeki.
Ja pun juga dendam kepada Kanjeng Adipati yang
telah memutuskan untuk adu tanding di muka umum
sehingga telah menjatuhkan martabat dirinya itu.
Timbul niat pada diri Warok Wulunggeni, pada suatu saat
nanti ia akan berontak terhadap kepemimpinan Kanjeng
Adipan dan menantang kembali adu tanding Warok
Surodilogo yang telah mempermalukannya itu. Namun
sejahat-jahatnya dia, masih tersimpan juga jiwa
waroknya, sebagai warok sejati ia harus bersikap
: ksatria. Dalam hati kecilnya ia tetap harus mengakui
keunggulan musuhnya itu, dan bersedia menyerahkan
lapangan kerja yang dirintisnya itu kepada musuh yang
memenangkan adu tanding terhadapnya itu. Karena telah
dinyatakan kalah, maka ia pun bersedia menyingkir.
Para anak buah Warok Wulunggeni banyak yang
meninggalkannya. Mereka yang meninggalkan
dia itu terpaksa dilepaskan juga tanpa harus dian-
cam agar mau terus menjadi pengikutnya. Sebab
bagi mereka, kalau pimpinannya tidak bisa diandalkan
lagi, mereka pun bisa bebas pindah mengabdi kepada
warok iain yang lebih digdaya daripada warok se-
belumnya. Akan tetapi masih ada juga beberapa di
antara pengikutnya yang memberikan kesetiannya
kepada warok yang diagul-agulkan itu walaupun
ilmunya masih kalah daripada warok lainnya.
Setelah kekuatan fisiknya pulih kembali, diam-diam
Warok Wulunggeni meningalkan kampung-halamannya
tu, untuk pergi mencari keunggulan ilmu kanuragaan
kepada guru yang dipandang memiliki simpanan banyak
ilmu dari daerah lain. Tujuannya untuk mempertahankan
pamornya sebagai warok sejati yang diagung- agungkan
penduduk setempat. Warok Wulunggeni selama ini
dikenal sebagai warok yang menjalani hidup wajar.
Artinya ilmu kanuragan yang dianutnya tidak meng-
haruskan berpantangan untuk tidak punya istri. Ia hidup
berkeluarga, beranak istri dan menjauhi gemblakan.
Hanya memang ia sangat menghindari bermain dengan
perempuan pelacur agar ilmu kanuragannya tidak punah.
Setelah berpamitan dengan isterinya, Mbok Rukmini, 18
seorang diri pergi berkelana menuju ke timur. Tujuannya
mengarah ke daerah Blitar Selatan, berada di sekitar
pesisir laut kidul. Bersambung.
Emoticon