1
JURAGAN GENDUT
JURAGAN Markhoni, yang dikenal dengan nama
akrab sebagai Juragan Gaplek karena
Pengusaha yang memiliki pabrik gaplek ini sangat beken
di kampungnya, di daerah Balong Ponorogo Selatan,
adalah termasuk orang kayanya di daerah tersebut.
Memiliki perkebunan singkong, kebun tembakau,
kebun tebu, kebun cabe, kebun jahe, persawahan padi
yang luas, dan lain-lain yang mempekerjakan banyak
buruh tani sampai ke pelosok-pelosok kampung
tetangga-tetangganya.
Sebagai orang yang merasa masih keturunan bang-
sawan, entah bangsawan mana yang dimaksudkan tidak
ada orang lain yang tahu, hanya dia yang mengerti
pokalnya itu, Juragan Markhoni ini kemana-mana sering
mencantumkan nama kebesarannya, Raden Mas Sumodirdjo
Markhoni. Lantaran tubuhnya yang gemuk pendek dan
ak buncit, maka orang-orang kampung pun sering
memberi julukan dengan paraban Juragan Njenduk.
Selain sebagai pengusaha gaplek ia pun membuka usaha
sebagai bandar judi. Kegiatan ini yang sering membuat
repot penguasa Kadipaten Ponorogo. Karena sebenarnya
tidak ada izin resmi dari penguasa kadipaten. Namun
cilakanya para petugas kadipaten yang ditugasi mem-
bubarkan kegiatan judi ini selalu mengalami jalan buntu.
Kalau tidak berurusan dengan para pengawal yang
galak-galak, biasanya diselesaikan dengan jalan damai
alias pemberian keuntungan kepada oknum petugasnya,
dan membayar upeti kepada penguasa kadipaten sebagai
sumber pendapatan tidak resmi penguasa kadipaten.
Usaha perjudian yang ramai dikunjungi oleh banyak
orang setiap malamnya di daerah Ponorogo selatan itu,
membawa populer nama Juragan Njenduk di kalangan
penjudi-penjudi kelas kakap yang suka datang ke daerah
ini hanya perlu mau berjudi. Tidak saja bagi kalangan
masyarakat Ponorogo, bahkan banyak pedagang dari
Trowulan, pusat Kerajaan Majapahit kala itu yang sudi
menghabiskan uangnya untuk berjudi di daerah
Ponorogo selatan ini. Suasana tersebut telah membawa
keberuntungan bagi Juragan Njenduk yang namanya
makin termashur saja. Kekayaannya sebagai bandar judi
semakin berlimpah-ruah dan kekuasaannya terhadap
masyarakat sekitar makin menjadi-jadi. Hal itulah yang
menjadikan diri Juragan Njenduk makin pongah
tingkahnya bak seorang raja yang maunya selalu dituruti
kemauannya.
Demikian juga, selain usaha maksiatnya yang berkem-
bang pesat itu, Juragan Njenduk juga membuka semacam
usaha "pegadaian gelap" yang sering meminjamkan
uangnya kepada petani-petani gurem, pedagang-pedagang
pengecer, warung-warung, toko-toko, pemilik kios-kios
di pasar yang kemudian dikenai rente yang amat tinggi.
Kelakuan ini sering mencekik orang-orang yang beru-
rusan pinjam-meminjam uang dengan Juragan Njenduk
dan membuat makin mundur usahanya. Entah dengan
alasan apa, banyak orang yang tidak tahu. Namun
agaknya orang-orang itu tidak pernah ada kapok-
kapoknya berurusan dengan Juragan Njenduk yang
mata duwitan dan sering membuat celaka orang lain itu.
Para anak buahnya yang menjadi juru tagih sering
memperlakukan secara kejam kepada pemimjam-
peminjam yang tidak segera dapat melunasi hutangnya
yang sudah jatuh tempo. Kekejaman dan kesewenangan
yang dilakukan itu bertujuan untuk mengeruk keuntungan
yang sebesar-besarnya. Ia bertindak sebagai lintah darat,
praktek renternir, memeras orang yang tidak berdaya,
dan memperlakukan kekerasan kepada siapa saja yang
berani menentang kehendaknya. Konon di balik
keangkuhannya itu, ia memiliki pengawal-pengawal
pilihan yang merupakan hasil persekongkolannya dengan
gerombolan Bledeg Ampar yang tersohor kejam bila
menganiaya orang.
Juragan Njenduk ini secara rutin memberikan upetinya
kepada gerombolan Bledeg Ampar. Sebaliknya
anak buah Bledeg Ampar memberikan perlindungan
kekuatan kepada Juragan Njenduk yang rakus ini. Dengan
cara kerjasama kemitraan usaha ini nampaknya selama
ini tidak ada orang yang berani mengganggu beroperasinya
usaha-usaha bisnis yang dijalankan oleh Juragan Njenduk
di daerah Balong selatan ini.
Para petani yang tidak bisa membayar utang kepada
Juragan Njenduk, jangan ditanya lagi dosanya, pasti
akan berhadapan langsung dengan para juru tagihnya
yang kejam menakutkan itu. Demikian juga kalau ia
sedang menghendaki seorang perempuan yang mau
dipinang untuk dijadikan isterinya, jangan coba-coba
orang tua perempuan itu berani menolak pinangannya.
Mereka akan menghadapi kesengsaraan, menerima per-
lakuan kasar dari anak buah Juragan Njenduk yang tidak
mengenal belas kasihan itu.
Para juru kepruk ini sengaja disewa oleh Juragan Njenduk,
dibayar khusus untuk melakukan kekerasan itu. Dengan
demikian Juragan Njenduk dapat mengeruk keuntungan
yang sebesar-besarnya dan mampu memberikan upeti
yang tinggi kepada pemimpin gerombolan Bledeg Amper
sebagai pelindung keamanannya. Sebenarnya telah banyak
laporan mengenai kebrutalan praktek usaha Juragan
Njenduk ini yang disampaikan masyarakat kevada
penguasa kadipaten. Akan tetapi nampaknya penguasa
kadipaten tidak bisa berbuat banyak mengatasinya,
Entah apa sebabnya, apakah mungkin kejelian Juragan
Njenduk dalam memberikan alasan yang susah dibantah,
atau kelihaiannya dalam melakukan pendekatan
terhadap para petugas dengan menggunakan kekuatan
kekuangannya. Tidak ada orang yang tahu tentang itu.
Juragan Njenduk juga termasuk sebagai pelanggan tetap
warung- warung berlampu merah, terutama paling suka
kalau mendatangi Warung Randil. Warung yang amat
beken yang sebenarnya terletak jauh dari kampungnya
itu, berada di daerah Ponorogo Barat, toh ia tidak ambil
pusing jauh-jauh pergi ke warung lampu merah itu untuk
menyalurkan hasratnya yang suka "jajan" itu. Mbah
Durjo, laki-laki tua yang doyan perempuan muda,
walaupun rambutnya sudah memutih semua penuh
uban itu, salah satu anak buahnya yang dulu ditugasi
menjadi mandor tebu ketika Juragan Njenduk punya
perkebunan tebu yang luas di daerah Randil. Daerah
Ponorogo sebelah barat. Namun sejak ditutupnya
Warung Randil itu, mulai jarang rombongan Juragan
Njenduk datang-datang lagi ke daerah Randil karena ia
mulai banyak musuh di sana.
Selain suka "jajan" di warung lampu merah, Juragan
Njenduk yang berperut buncit ini juga mempunyai
kesenangan menyimpang, suka kawin-cerai. Suka
mengumpulkan banyak isteri. Perempuan-perempuan
muda yang cantik dipeliharanya untuk tujuan senang-
senang. Kalau menemukan perempuan cantik yang
menarik hatinya, tidak banyak cing-cong, tidak perlu
bertanya ini dan itunya, langsung segera dilamar,
dikawininya. Kemudian isteri tuanya diceraikan, diberi
pesangon sebuah warung untuk modal hidup. Pada
waktu bersamaan sering terlihat isteri-isterinya itu bunting
berbarengan. Anaknya sudah terhitung hampir 90 anak
dan banyak yang meninggal, dari hasil 81 isterinya yang
berganti-ganti terus tiap tahun itu.
Kalau ia menceraikan isterinya, anak-anak yang dila-
hirkan itu selalu diserahkan untuk dibawa isterinya
yang telah diceraikan. Jadi tidak ada satu pun anaknya
yang dipeliharanya, kecuali anak yang masih menjadi
isterinya. Semua tinggal jadi satu atap dalam rumah
yang ukurannya paling besar dan mewah di kampung
itu. Nasibnya memang selalu beruntung, rejekinya
nomplok, nampak terus mengalir. Orang-orang kampung
sering membicarakan kejelekannya yang tidak kepalang
tanggung itu.
"Mungkin karena kegemaranya kawin itu. Suka perempuan
itu lho Kang, yang membuat rejekinya nampak terus
sempulur, Kang", kata Kartijo seorang petani di dusun
Dukuh Balong kepada teman sesama petani pada suatu
sore di ladang garapannya.
"Huss, ngawur saja kamu. Nanti kedengaran orangnya
kita bisa celaka," jawab teman bicaranya yang bernama
Kang Bejo itu
"Dia itu kan memelihara jin sama Tuyul, Kang," kata
Kertijo lagi.
"Apa benar, Di," kata Kang Bejo lagi.
"Tanya saja sama Ki Sutar yang ahli dalam soal gaib-gaib
begitu. Mana mungkin kekayaannya terus berdatangan
begitu kalau tidak ada bantuan dari para lelembut." "Ach,
masak, Di" kata Kang Bejo nampak terheran.
"Kalau begitu benar juga dugaanku tadi, Kang. Dia itu
kan, suka pelihara isteri banyak, tidak lain untuk tujuan
dianggremi, agar punya anak banyak."
"Apa kata kamu itu. Dianggremi. Seperti ternak saja
nganggremi telurnya."
"Lho, sekarang apa bedanya Juragan Njenduk itu dengan
binatang ternak. Wong dia itu kalau melihat perempuan
tidak bisa membedakan mana isterinya yang syah, atau
perempuan itu isterinya orang lain. Tidak hanya
perawan, atau janda, tetapi juga perempuan yang masih
bersuami pun ia makan. Kan sudah banyak kejadian, dia
itu paling suka menggoda isteri orang lain. Kalau ada
keributan dengan suaminya, paling banter para anak
buahnya yang menakutkan itu yang turun tangan. Jalan
damai diselesaikan dengan menggunakan uangnya
yang banyak itu. Urusan jadi beres. Jadi aku rasa dia itu
sudah bertingkah laku seperti layaknya seekor binatang.
Sudah tidak waras lagi. Tidak ada aturan sama sekali,
Kang,"
"Ya, kalau kamu punya pendapat demikian jangan
diomongkan kesana kemari. Nanti kamu lupa ngomong
di sembarang tempat. Kalau sampai kedengaran dia atau
anak buahnya, bisa membuat repot kamu, Di." Kata
Kang Bejo mencoba berpikiran arif.
"Coba dengar, Kang. Sepertinya ada hubungannya antara
isterinya yang banyak, anaknya yang banyak, dan
kehidupan dunia lelembut. Anak yang banyak dan
kemudian banyak yang mati. Itu semua untuk tumbal
para Jin dan Tuyul itu. Lihat itu isteri-isterinya yang
selalu terus bunting tidak ada henti-hentinya tiap tahun.
Baru berapa bulan melahirkan sudah pada bunting lagi.
Dan itu lihat anak-anaknya, banyak yang mati tidak jelas
apa sakitnya. Itu semua pasti syaratnya untuk memberi
makan kepada para jin dan tuyul peliharaannya itu,
Kang."
"Kalau soal isteri bunting terus-menerus tiap tahun itu
sudah biasa, Di. Tidak ada yang aneh. Bisa saja terjadi
pada orang lain. Tiap orang juga bisa begitu. Wong
namanya orang kawin, jejodohan. Tiap kali ya
berhubungan kelamin. Perempuannya terus bunting,
dan pada waktunya melahirkan anak. Ibaratnya sawah
ladang kalau ditanami terus menerus kan menghasilkan.
Tampang seperti Juragan Njenduk itu ya itu tadi gemar
menanam benih kepada banyak sawah ladang itu. Ini
perumpamaannya demikian itu. Tapi soal anak-anaknya
banyak yang mati karena untuk makanan Jin dan Tuyul
itu, nanti dulu. Jangan menuduh begitu kalau kita belum
bisa membuktikan. Apalagi ini soal yang tidak kasat
mata."
"Jangan-jangan yang membuntingi isteri-isterinya itu
juga para Jin peliharaannya itu, Kang."
"Huss, ngawur saja omongan kamu itu. Mana ada Jin
bisa urusan bunting-membunting dengan manusia.
Alamnya sudah lain. Apalagi anak-anaknya dikor-
bankan untuk makanan Jin, itu pikiran ngawur saja
kamu.
"Lalu apa yang membikin dia kaya itu, Kang."
"Ya karena dia kerjanya memeras orang yang lagi susah
itu.”
"Ach, aku belum bisa menerima pemikiranmu itu, Kang.
Aku lebih percaya kepada persoalan Jin dan Tuyul itu.
Pasti semua kejadian itu ada hubungannya. Antara
kelakuan jahat Juragan Njenduk yang sering memeras
orang. Isteri-isterinya yang suka terus-menerus bunting.
Anak-anaknya banyak yang mati. Kekayaannya yang
terus melimpah. Semua itu pasti ada kaitannya dengan
Jin dan Tuyul."
"Wah, Di. Sampeyan ini nekad saja kalau punya pendapat."
Pembicaraan orang-orang kampung seperti ini sering
terdengar di mana-mana. Tetapi tidak ada seorang pun
yang berani berlaku tidak sopan dihadapan Juragan
Njenduk. Walaupun ia sering kurang ajar terhadap
mereka. Bertindak seenak perutnya sendiri. Akan tetapi
orang-orang kampung itu sering membiarkan begitu
saja kelakuan Juragan Njenduk itu meskipun diiringi
dengan perasaan mendongkol.
2
KENA BATUNYA
PADA suatu hari, Juragan Njenduk pernah kena
es Ia mendapat nasib naas. Tatkala siang hari
bolong, ia ketahuan sedang mengintip perempuan yang
sedang berak di kali. Melihat bokong perempuan yang
bulat menyembul setengah tertutup kain yang sedang
berjongkok di batu pinggir kali itu, timbul birahinya. Ia
berusaha mengendap-endap mendekati perempuan itu
dari arah belakang. Rupanya nafsu laki-lakinya sudah
tidak tertahan lagi melihat paha perempuan yang ter-
buka di atas air sungai mengalir itu. Ia sudah tidak bisa
membedakan, apakah perempuan itu isterinya sendiri
ataukah isteri orang lain. Langsung saja perempuan itu
dirangkulnya dari arah belakang. Mau diperkosanya.
Merasa ada orang yang membelenggu dari belakang
lehernya, perempuan yang sedang asyik-asyik
melepaskan hajat itu dibuat kaget setengah mati. Lalu
menjerit ketakutan berusaha melepaskan diri dari
terkaman Juragan Njenduk. Begitu dilihatnya, laki-laki
yang akan menidurinya itu seseorang yang bertubuh
gendut besar, spontan saja perempuan itu berontak
sejadinya minta tolong. Namun usahanya itu rupanya
sia-sia. Hanya teriakannya yang terus meraung-raung
lepas di udara bebas. Juragan Njenduk itu sudah
melepas celananya, dan nafsu syahwatnya sudah sampai
ubun-ubun. Rupanya sudah tak tertahankan lagi. Nafasnya
mendengus tajam, begitu rakusnya. Darahnya seakan
mengalir cepat begitu mencium bau keringat perem-
puan yang sedang meronta-ronta keras itu, membuat
nafsu birahinya semakin menjadi-jadi. Sudah kebelet
berat.
Bersamaan waktu itu, kebetulan Warok Surodilogo
sedang lewat di kampung itu dari bepergian jauhnya
dengan mengendarai kuda. Ia semula sengaja ingin sing-
gah mencari warung makan di dekat kampung ini.
Ketika ia melewati daerah dekat sungai itu ia terperanjat,
seperti mendengar suara orang minta tolong. "Ada
perempuan teriak, meronta-ronta minta tolong," pikirnya
dalam hati. Warok Surodilogo kemudian berusaha
mencari arah datangnya suara itu. Ketika sudah dekat,
ja melihat ada laki-laki gendut yang berusaha meniduri
perempuan setengah baya yang sedang memberikan
perlawanan keras. Segera saja Warok Surodilogo
mendekati laki-laki gendut yang sudah tidak memakai
celana itu kemudian dipeganglah manuk laki-laki gendut
itu dari arah belakang. Kemudian manuk orang itu di-
tarik keras-keras. Juragan Njenduk yang merasa
manuknya ada yang memlintir dari belakang, berteriak
kesakitan. Seketika itu juga ia pun terjatuh terpental ke
belakang sambil kedua tangannya memegang
manuknya yang lecet itu.
"Aduh mak ampun,” keluh Juragan Njenduk kesakitan.
"Syokor kamu. Dasar laki-laki bau babi. Doyan perem-
puan," teriak perempuan itu dengan muka bersungut-
sungut sambil buru-buru membetulkan kainnya yang
kedodoran mau copot yang hampir saja mendapatkan
perkosaan dari Juragan Njenduk itu. Kemudian segera
berlalu menjauhkan diri dari Juragan Njenduk, mening-
galkan tempat becek itu untuk mencari selamat.
"Hae, bedebah. Kamu siapa. Kurang ajar. Berani meng-
ganggu aku," teriak Juragan Njenduk kepada laki-laki
setengah baya yang telah berani-befaninya memencet
burung perkutut Juragan Njenduk itu.
"Namaku Surodilogo. Kepala pengamanan daerah
Dawuan."
"Kamu orang Dawuan. Apa urusan kamu mengganggu
kesenangan orang di kampung sini. Ini tidak termasuk
daerah kekuasaanmu, bukan."
"Aku hanya ingin menolong Ibu ini dari nafsu hewanmu
itu. Ini bukan soal urusan penguasaan daerah."
"Kurangajar. Rasakan pukulanku ini orang sok lancang,"
teriak Juragan Njenduk itu langsung menyerang Warok
Surodilgo dengan geramnya. Beberapa pukulan diarahkan
ke muka Warok Surodilogo, tetapi dengan mudah dapat
dihindarkan. Juragan Njenduk terjungkal beberapa
kali ke depan terdorong oleh tenaganya sendiri yang
keras penuh nafsu itu. Namun ia terus menghantam
membabi buta terhadap posisi berdiri Warok
Surodilogo yang hanya menghindar ke kiri dan ke
kanan dengan enteng mudah dielakkan oleh Warok
Surodilogo, dan sekali tendang dikenakan tepat tengah
pas menghantam manuk juragan gendut yang gelan-
tungan itu.
"Aduh, kurang ajar kamu," teriak juragan Njenduk itu
sambil menahan sakit memegangi manuknya itu.
"Di tempat manukmu itu bersarang banyak lelembut,
banyak setan yang membuat nafsu hewanmu itu
memuncak terus. Maka akulah yang akan mengha-
jarmu," kata Warok Surodilogo setelah menyarangkan
tendangan ringannya tepat di pangkal kemaluan Juragan
Njenduk itu. ,
Berbarengan dengan itu terdengar teriakan anak-anak
kecil pada tertawa cekikikan bersurak gembira menyak-
sikan Juragan Njenduk yang berkelahi tidak memakai
celana itu. Rupanya adegan pertarungan yang tidak
imbang itu sempat mengundang tawa anak-anak kampung
yang sedang bermain di sawah itu sebagaimana melihat
tontonan gratis. Dianggap sebagai lelucon yang meng-
gelikan. Orang-orang dewasa yang melihatnya
justeru tidak ada yang berani mentertawakan, takut di
kemudian hari kena getahnya berurusan dengan anak
buah Juragan Njenduk yang terkenal bengis-bengis itu.
Mendengar suara cekikikan anak-anak itu, Juragan
Njenduk baru menyadari dirinya. Ia menjadi merasa
malu dan berusaha mencari celananya yang ternyata
tidak ada. Menghilang entah dimana. Nampaknya
celana itu telah disembunyikan oleh anak-anak itu. Maka
tanpa pikir panjang ia berlari tampa celana dengan telanjang
sambil badannya penuh kotoran. Rupanya ketika tadi
ingin memperkosa perempuan yang sedang berak itu, ia
tidak melihat kotoran yang baru dikeluarkan perem-
puan itu, sehingga mengenai tubuh Juragan Njenduk itu.
Lagipula perempuan itu belum cebok, sehingga kotorannya
mengenai pangkal paha Juragan Njenduk yang keburu
nafsu itu.
Ketika Juragan Njenduk itu berlari-lari tanpa celana
melewati kampung, semua orang yang melihatnya pada
heran, lalu ketawa terbahak-bahak, sambil menyuraki.
Sesampainya di rumah yang besar itu, isteri-isterinya
yang mendengar kegaduhan diluar rumah pada berlari
keluar halaman ingin mengetahui ada apa gerangan
orang-orang kampung pada gaduh. Alangkah kagetnya
mereka, ketika begitu melihat suaminya, Juragan Njenduk,
yang berlari tergopoh-gopoh dari kejauhan tanpa celana
dan badannya penuh kotoran manusia itu.
Sejak peristiwa itu, isteri-isteri Juragan Njenduk minta
cerai berbarengan. Sedangkan harta gono-gininya diminta
dibagi rata kepada semua isterinya. Para isterinya itu
menuntut agar Juragan Njenduk, tidak mendapatkan
pembagian apa-apa, begitu menurut keputusan Kyai
Naip yang memutuskan terhadap perkara gugatan cerai
ita di pengadilan Kadipaten Ponorogo. Akhirnya Juragan
Njenduk jatuh miskin. Anak buahnya pada meninggalkan
Juragannya yang bangkrut itu. Dan semua perem
menjauh darinya.”
Para penduduk kampung yang selama ini sering
mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari para anak
buah Juragan Njenduk pada senang atas kejatuhan
martabat dan usaha Juragan Njenduk yang terkenal kejam
itu. Mereka kini sering mengejek Juragan Njenduk
seenaknya sendiri tanpa takut-takut lagi karena ia tidak
lagi diikuti oleh serombongan pengawal yang biasanya
waktu dulu selalu menyertai kemana Juragan Njenduk
itu pergi.
Hanya saja waktu ada kejadian naas di kali itu, karena
Juragan Njenduk pengin sendirian mau menggoda
perempuan yang sudah lama diincarnya , maka ia tidak
mau membawa pengawal agar tidak ketahuan orang.
Dan perempuan yang diincarnya sedang berak di pingir
kali itu tidak mengetahui kedatangan Juragan Njenduk
yang datang mengintip seorang diri itu. Dan cilakanya
pula, biasanya penduduk di dukuh itu tidak ada yang
berani melawan terhadap juragan Njenduk walaupun ia
sering berbuat tidak senonoh terhadap isteri orang. Namun
kali itu ia sedang bernasib naas, kena batunya, kebetulan
Warok Surodilogo orang perantauan yang sedang lewat
dukuh itu dari bepergian memergokinya, maka hal itu
telah mengubah suratan nasib bagi Juragan Njenduk.
Sekarang ini ia mendapatkan julukan baru sebagai Juragan
Bangkrut.
3
MENYONGSONG KEMATIAN
SUDAH lama tidak terdengar lagi berita mengenai
kegiatan Begal Bledeg Ampar yang dahulu di masa
pemerintahan Kanjeng Raden Adipati Sampurnoaji
Wibowo Mukti dikenal sebagai perusuh ulung, pembuat
onar, perampok, dan tukang begal Tetapi sejak Warok
Sawung Guntur membuat kesepakatan damai dengan
Bledeg Ampar atas restu Kanjeng Adipati, maka tidak
terdengar lagi kerusuhan yang dilakukan oleh gerombolan
Bledeg Ampar ini. Ia rupanya tiap bulan mendapatkan
tunjangan keuangan dari Penguasa Kadipaten yang
diatur lewat Warok Sawung Guntur untuk menjalankan
missi pencarian tombak pusaka peninggalan Kerajaan
Wengker itu. Oleh karenanya sejak saatitu gerombolannya
berhenti melakukan kegiatan pengacauan di daerah
Ponorogo, entah kalau melakukan di luar daerah lain,
tidak ada yang tahu.
Begal Bledeg Ampar nampaknya mulai mengarahkan
perhatiannya khusus untuk kegiatan pencarian tombak
pusaka itu sejak ia telah menerima surat pengampunan
dari penguasa Kadipaten. Ja tidak lagi dinyatakan sebagai
buron. Sudah dihapuskan dari daftar penjahat yang
harus ditangkap. Surat pengampunannya itu telah
ditandatangani sendiri oleh Kanjeng Adipati yang baru,
yaitu sebagai pengganti Kanjeng Raden Adipati
Sampurnoaji Wibowo Mukti, sekarang putranya yang
menjabat menjadi Adipati bernama Kanjeng Adipati
Raden Mas Sumboro Wibowo Mukti yang ketika masih
muda bernama Raden Mas Sumboro, Oleh karena itu
sejak saat itu Bledeg Ampar begitu merdeka dan leluasa
muncul di tengah-tengah masyarakat karena bukan lagi
menjadi penjahat buronan.
Melihat perilaku Bledeg Ampar yang simpatik sehari-
harinya, maka ia di mata masyarakat sekeliling tempat
tinggalnya, di kampung halamannya dinilai sebagai
orang baik yang berilmu tinggi. Daerah Pulung yang
menjadi tempat tinggalnya menjadi aman tenteram tidak
ada orang yang berani mengganggu. Bahkan Bledeg
Ampar sering menolong orang yang lagi susah. Melihat
penampilan Bledeg Ampar yang begitu simpati di depan
masyarakat sekeliling itu, maka kemudian ia mendapatkan
predikat sebagai Warok Bledeg Ampar.
Namun, apa yang sesungguhnya terjadi pada diri Warok
Bledeg Ampar ini, diam-diam ia mengembangkan
model usahanya bukan secara terang-terangan menjadi
lain di luar daerah kediamannnya. Sehingga hamanya
tetap harum dihadapan masyarakat sekelilingnya sebagai
sosok warok yang disegani.
Pengusaha lintah darat seperti Juragan Njenduk itu
orang yang memang dipasang oleh Warok
Bledeg Ampar sebagai sumber penghasilannya. Tetapi
ia tidak pernah tampil, yang muncul para anak buahnya
yang nampak sudah terorganissasi rapi dan angat loyal
kepada pemimpin mereka, Warok Bledeg Anmpar itu.
Ketika berita mengenai kebangkrutan Juragan Njenduk
itu sampai ke telinga Warok Bledeg Ampar, membuat ia
marah besar. Apalagi mendengarkan laporan dari para
anak buahnya yang mengatakan bahwa kebangkrutan
Juragan Njenduk itu akibat polah Warok Surodilogo
yang berani-beraninya usaha dagang Juragan
Njenduk sebagai mitra usahanya.
Sumber pendapatan keuangan bagi Warok Bledeg Ampar
juga ikut terganggu sejak kebangkrutan Juragan
Njenduk itu, lantaran tidak adanya setoran upeti dari
Juragan Njenduk. Sehingga membuat kesulitan keuangan
Warok Bledeg Ampar untuk mengurusi hidup para
pengikutnya. Padahal selama ini sebagian besar pengha-
silannya diperoleh dari operasi usaha yang dijalankan
oleh Juragan Njenduk jtu. Oleh karena itu, kejadian
yang menimpa Juragan Njenduk itu telah menimbulkan
kemarahan besar bagi pemimpin perusuh Bledeg Ampar
Ia segera memerintahkan kepada para anak buah
andalannya untuk menghadapi Warok Surodilogo.
"Supar, Tarmo,,Proba, kalian semua bersiaplah mem
bawa anak buah kalian yang tangguh-tanggguh untuk
segera berangkat Ke. Dukuh-Dawaian memberiKan
pelajaran kepada Si Surodilogo yang angkuh penguasa
daerah itu. Orang itu telah berani-beraninya, meng
ganggu pekerja si Juragan Njenduk. Aku tidak suka
kejadian ini menimpa si Njenduk itu. Ini berarti juga
menampar mukaku. Akan mengurangi penghasilan
kita," kata Warok Bledeg Ampar yang terkenal memiliki
anak buah tersebar dimana-mana itu dengan pandangan
sorot matanya yang berapi-api tanda kemarahannya
Para anak buah yang dikirim untuk menghadapi Warok
Surodilogo ternyata tidak ada satu orang pun yang dapat
mengalahkan Warok Surodilogo yang perkasa itu.
"Hayo habiskan tenaga kalian, Sobat. Ilmumu belum
seberapa,” ejek Warok-Surodilogo ketika berhasil
membabat pertahanan pengeroyok yag tidak diundang
itu.
Namun rupanya para suruhan Warok Bledeg Ampar itu '
tidak tinggal diam segera mereka mengerahkan
kekuatannya untuk terus menyerang Waro Surodilogo
yang tersohor memiliki kesaktian tinggi itu. Akhirnya
karena kesal, Warok Surodilogo menangkap salah
seorang laki-laki pengeroyok itu.
"Hae bajingan siapa namamu, dari mana asalmu, dan
siapa pemimpinmu," bentak Warok Surodilogo setelah
menangkap salah seorang laki-laki yang sudah terkapar
itu.
"Hayo ngaku, kalau tidak ingin aku bunuh. Jawab
pertanyaanku."
"Ak...ak...aku bernama Supar. Asal Pulung...," jawab
laki-laki yang tertangkap tidak berkutik itu.
"Siapa pemimpinmu."
"Aku tid...tidak...punya pemimpin."
"Bohonggg. Hayo jawab kalau tidak pingin mati," bentak
Warok Surodilogo sudah menunjukkan amarahnya
yang memuncak sambil membenturkan kepala Supar
pemimpin rombongan itu di atas kayu balok besar.
"Ad...aduhhh sakitttt...."
"Hayo jawab, siapa pemimpinmu."
"An..anu...War...Warok Bledeg Ampar."
"Bagus." Kata Warok Surodilogo sambil melemparkan
tubuh Si Supar yang babak belur itu.
"Hae, kalian. Bajingan. Katakan kepada pemimpin
kalian si Bledeg Ampar itu. Kalau dia mau bikin
gara-gara sama aku jangan kirim orang cecunguk
macam kalian ini. Datang sendiri secara jantan kalau
memang sekarang dia sudah punya panggilan warok.
Sampaikan kepada pemimpin kalian pesanku ini. Hayo,
sekarang bubarrrrr." Teriak Warok Surodilogo keras
dengan amarah yang tidak tertahan menyuruh pergi
semua orang yang baru saja mengeroyoknya itu. Mereka
dengan kaki pincang, dan menahan sakit di bagian-
bagian tubuhnya dengan susah payah berusaha pergi
meninggalkan Warok Surodilogo yang sudah kalap itu.
Mendengar laporan para anak buahnya mengenai
kekalahannya menghadapi Warok Surodilogo itu, maka
tidak ada jalan lain, akhirnya Warok Bledeg Ampar
dibantu oleh anak buah andalannya, turun tangan
sendiri menantang tarung Warok Surodilogo.
"Kurang ajar si Suro. Ini sama saja menantang aku,"
teriak Warok Bledeg Ampar menunjukkan ketidak-
senangannya menerima pesan yang disampaikan
melalui anak buahnya itu. Keesokan harinya mereka
kemudian berangkat kembali mencari Warok
Surodilogo untuk menghadapi adu tanding.
Pertarungan sengit antara Warok Bledeg Ampar dan
Warok Surodilogo itu akhirnya tidak terhindarkan lagi.
Berlangsung seru di lembah Kedokan Kali Jenes. Warok
Bledeg Ampar meloncat menerjang posisi Warok
Surodilogo yang nampak sedari tadi sudah siap
memasang kuda-kuda untuk menghadapi segala
sesuatunya. "Pranggg", terdengar suara keras kedua
motek jagoan itu beradu keras. Dengan sigap pula Warok
Surodilogo memutar-mutarkan motek senjata golok khas
Ponorogo yang siap menerima serangan dari Bledeg
Ampar yang nampak menyerang dari segala arah dengan
penuh variasi jurus-jurus yang mematikan itu.
Serangan Warok Bledeg Ampar itu secara bertubi-tubi
dapat dipatahkan oleh gerakan-gerakan lincah Warok
Surodilogo yang sudah banyak makan garamnya
pertarungan dahsyat. Warok Bledeg Ampar nampak
mulai terdesak mundur oleh serangan balasan yang di-
lancarkan Warok Surodilogo yang kelihatan penuh
perhitungan matang itu. Warok Surodilogo kelihatannya
mulai berhasil memojokkan terus posisi Warok Bledeg
Ampar yang terus mengambil gerakan mundur sampai
beberapa langkah jauh ke belakang.
Dalam beberapa langkah mundur yang dilakukan
Warok Bledeg Ampar nampak ia makin sulit menandingi
kehebatan jurus-jurus serang yang dilancarkan oleh
Warok Surodilogo yang nampak dengan cekatan meng-
hantam tubuh Warok Bledeg Ampar yang gempal itu
bertubi-tubi mengenai tengkuk, dada, pelipis, dan perutnya.
Dalam keadaan terdesak terus itu tiba-tiba terdengar
suara parau yang jelas tajam yang datangnya dari Warok
Bledeg Ampar yang maksudnya memberi isyat perintah
menyerbu kepada para anak buahnya agar menyerang
serentak ke arah posisi Warok Surodilogo. Tidak berapa
lama beberapa sosok laki-laki perkasa menyerang posisi
Warok Surodilogo secara buas dan brutal Melihat gelagat
yang menyulitkan itu Warok Surodilogo berusaha
melepaskan jurus-jurus mautnya sampai beberapa
gerakan beruntun. Ia kemudian menggeser langkahnya
mundur kembali untuk menata irama jurus-jurus
bertahannya. Dalam menghadapi serangan bertubi-
tubi yang dilancarkan serentak dari berbagai jurusan
oleh para anak buah Warok Bledeg Ampar yang
mengeroyoknya itu, Warok Surodilogo mengem-
bangkan jurus bunga teratai menundukkan tangkai
yang melambai-lambai luwes sehinga banyak sabetan
senjata tajam lawan itu terlepas dari sasarannya. Dalam
gerakan mundur sambil melepaskan serangan itu ternyata
dua orang anak buah Warok Bledeg Ampar itu ada yang
terkena sabet motek Warok Surodilogo.
Melihat situasi yang demikian itu, sisa para anak buah
Warok Bledeg Ampar itu kemudian melakukan gerakan
surut ke belakang untuk menata posisi serang kembali
secara beruntun. Namun kemudian Warok Bledeg Ampar
yang sedari tadi mengamati. gerak para anak buahnya
itu, kini ia kembali masuk ke arena pertarungan yang
langsung menyerang kembali posisi Warok Surodilogo
sambil memberi isyarat kepada para anak buahnya
untuk mundur meningalkan arena pertarungan.
Warok Bledeg Ampar sebenarnya cukup kerepotan
melawan Warok Surodilogo, karena ternyata ia lebih
unggul daripadanya, namun ia mempunyai banyak tipu
muslihat yang bisa mengecoh gerakan-gerakan Warok
Surodilogo sehingga ia kemakan oleh tenaganya sendiri
yang begitu dahsyat itu. Namun tidak berapa lama
Warok Surodilogo mengeluarkan jurus andalannya
patukan gagak, sehingga sempat mengubah posisi tanding
yang bergeser pada keunggulan kedudukan Warok
Surodilogo.
Melalui pecahan jurus patukan gagak yang sulit
ditangkap indera telah berhasil mendorong Warok
Bledeg Ampar mundur kembali. Untuk menghindari
cidera akibat serangan bertubi itu, Warok Bledeg Ampar
mencoba memberikan perlawanan imbalan dengan
melayangkan jurus gebrakan yang menjadi andalannya,
kilatan bledeg yang menyambar-nyambar kian kemari
dengan gesit. Namun sebelum jurus bledeg itu mengenai
sasaran, agaknya gebrakan serangan itu arahnya telah
diketahui Warok Surodilogo yang segera mengem-
bangkan jurus-jurus ular kelibat, disusul dengan jurus
terjangan cupit urang yaitu jurus untuk menyerang
bagian tengkuk dan menerjang bagian leher sehingga
menimbulkan getaran hebat. Namun tidak disangka,
ternyata Warok Bledeg Ampar mempunyai gerakan
tipuan yang mampu mengelabuhi indera Warok
Surodilogo yang semula sudah merasa di atas angin.
Warok Surodilogo lengah, sebuah sambaran tendangan
balik yang rupanya telah dilambari dengan tenaga
dalam yang sangat kuat telah menerjang tepat pada ulu
hati Warok Surodilogo yang kosong dari pertahannya,
sehingga membuatnya ia terjungkal ke belakang.
"Bruggggg" suara keras terdengar berbarengan terhim-
pitnya tubuh Warok Surodilogo mengenai padas keras
di gundukan kerikil tajam itu.
Tanpa memberikan kesempatan lebih lanjut, Warok
Bledeg Ampar dengan cekatan segera memutar tubuhnya
yang kekar itu kemudian mendekati posisi Warok
Surodilogo dan dengan tiba-tiba ia melakukan gerakan
tipuan menyapu posisi kuda-kuda Warok Surodilogo
yang kelihatan lengah ketika ia sedang berusaha mau
berdiri tanpa mengindahkan dukungan kepada kedua
telapak kakinya itu. Kali ini, gerakan sapuan Warok
Bledeg Ampar untuk kedua kalinya mampu berobohkan
kedudukan kuda-kuda Warok Surodilogo. Gerakan
Warok Bledeg Ampar ini membuat Warok Surodilogo
terguling ke samping kiri kehilangan lantaran keseim-
bangan tubuhnya. Ketika Warok Surodilogo hendak
berusaha bangkit kembali, segera Warok Bledeg Ampar
menyarangkan tendangan kaki kanannya tepat
mengenai tengkuk Warok Surodilogo yang kemudian
kembali jatuh sempoyongan ke belakang. Belum puas
dengan gerakannya itu, Warok Bledeg Ampar sekali lagi
melepaskan tendangan samping yang diarahkan ke leher
Warok Surodilogo. Rupanya gerak samping Warok
Bledeg Ampar itu kali ini segera dapat ditangkap oleh
Warok Surodilogo sehinga dengan cepat Warok
Surodilogo meliukkan tubuhnya menggeser beberapa
langkah menghindari serangan tendangan samping
Warok Bledeg Ampar itu yang kemudian ia melakukan
gerak putaran disusul oleh jurus tendangan membabit
sengit yang membuat kewalahan Warok Bledeg Ampar
yang tidak mengira datangnya serangan balasan yang
begitu cepat itu. Namun rupanya serangan Warok
Bledeg Ampar itu tidak datang sekali, ia kemudian
menyusuikan jurus gerakan tipuan untuk mengelabui
pandangan mata Warok Surodilogo yang didahului dengan
serangan tangan yang menyambar kian kemari. Di balik
sambaran serangan tangan itu disusul dengan melepas
tendangan pengkalan kuda binal begitu menyulitkan
posisi gerak Warok Surodilogo. Beberapa tendangan
maut yang dilepaskan Warok Bledeg Ampar itu telah
membuat kebingungan Warok Surodilogo yang makin
terpojok mundur terus ke belakang berusaha menjauh
secepatnya dari terjangan ujung kaki Warok Bledeg Ampar
yang datang tidak diduga sebelumnya. Untung Warok
Surodilogo berhasil menghindarkan dari terjangan
tendangan maut yang hampir saja mengenai
tengkuknya itu. Untuk menghentikan datangnya serangan
yang bertubi-tubi itu, Warok Surodilogo kehabisan
taktik bertahannya, dan satu-satunya untuk meng-
hadapi serangan beruntun itu, Warok Surodilogo
berusaha pula membuka serangan tandingan dengan
jurus gebrakan maut. "Glaarrrr" terdengar suara beradu
keras antara siku kaki kanan Warok Surodilogo dengan
telapak kaki Warok Bledeg Ampar. Kedua jagoan yang
perkasa itu terpental keras beberapa langkah surat ke
belakang, namun tidak sampai terjatuh. Mereka sama-
sama dapat mengatur keseimbangan kedudukan kuda-
kudanya kembali sehingga masih mampu berdiri tegak.
Agaknya Warok Bledeg Ampar tidak terlalu merasakan
sakit akibat benturan keras itu. Warok Bledeg Ampar
sekali lagi berusaha menerjang kembali dengan mem-
buka serangan buaya kelibat yang disusul dengan jurus
singa jantan menerjang mangsa. Nampaknya Warok
Surodilogo pun telah menerima isyarat gelagat yang
kurang beres akan menimpa dirinya, maka ia mencoba
memasang jurus perangkap teratai mengembang. Ketika
tiba-tiba Warok Bledeg Ampar melepas serangan-
serangannya yang bertubi mengarah pada pelipis sebelah
kiri Warok Surodilogo, kemudian disusul dengan
tendangan putar.yang diarahkan ke kening dengan
diikuti serangan patuk ular sanca yang diarahkan ke
kedua mata Warok Surodilogo , hampir saja membawa
celaka bagi Warok Surodilogo apabila ia tidak segera
mengembangkan pertahanan untuk membabat
kedudukan kuda-kuda Warok Bledeg Ampar dengan
menggunting kedua kaki Warok Bledeg Ampar yang
kokoh itu. Rupanya jurus sambaran yang menggunting
itu berhasil merobohkan kedudukan kuda-kuda Warok
Bledeg Ampar, sehingga membuatnya terguling ke
samping kiri sambil terus berusaha surut ke belakang
menjauh. Maka kembali kedua jagoan itu berhadapan
dalamposisisemula, dan keduanya belum memperlihatkan
kelelahan walaupun telah sekian lama berbagai jurus-
jurus silatnya dilontarkan. Mereka berdua itu nampak
masih memperlihatkan keuletan serta kekayaan perben-
daharaan jurus-jurus yang mereka miliki masing-masing
jagoan itu. Nampaknya kedua jagoan ini telah banyak
mengerahkan daya upaya untuk menjatuhkan lawannya.
Nampak keringat deras membasahi sekujur tubuh dua
jagoan itu. Kaki bertemu kaki, tangan beradu dengan
tangan, atau sebaliknya kaki ditangkis dengan tangan,
dan sabetan kaki yang terus menukik kian kemari
mencari sasaran yang melemahkan lawan, Gerakan
liukan-liukan untuk menghindar dari serangan lawan,
berputar kesamping kiri, balik ke kanan, maju menyerang,
mundur menghindar, dan berbagai variasi gerak yang
kadang sulit ditangkap indera mata bagi orang awam
lantaran begitu cepat gerakannya yang terus berubah-
ubah. Senjata andalan usus-usus lawe yang dimiliki
Warok Surodiligo itu sudah beberapa kali digunakan
untuk menyerang dan bertahan oleh masing-masing
warok itu, suara benturan antar usus-usus late itu sering
terdengar keras di udara. Warok Bledeg Ampar
mencoba mengembangankan serangan bertubi dengan
jurus andalannya sambaran gagak hitam. Tubuhnya
meliuk-liuk berputar cepat mendekati lawannya, sambil
kedua tangannya tertelungkup memberikan juluran
patukan yang mematikan bila mampu menerkam mang-
sanya. Melihat gelagat datangnya serangan Warok
Bledeg Ampar yang makin memanas, Warok Surodilogo
segera membuka jurus terjangan naga puyuh yang
melingkar menyambar dengan kelebat juluran kaki ber-
tubi-tubi mengejar letak detak jantung musuh. Kilatan
cahaya yang berwarna-warni berkeliaran di panggung
sebagai tanda kedua warok jagoan itu telah sama-sama
mengerahkan tenaga dalamnya. Tiba-tiba terdengar
"Jegarrr" dua sinar tajam ungu dan merah menyala itu
beradu di permukaan kedua sosok jagoan itu, rupanya
kedua warok itu telah melemparkan kekuatan aji-aji
tarungannya untuk segera mengalahkan lawannya.
Namun belum ada tanda-tanda yang lebih unggul di
antara dua petarung yang makin nampak emosional dan
terkuras tenaganya itu. Warok Bledeg Ampar agaknya
tidak lagi sudi memberi kesempatan pada Warok
Surodilogo, segera membangun kedudukan kuda-kuda
barunya. Dengan menggunakan aji-aji Buron Gunung
yang dihujankan ke arah perut Warok Surodilogo yang
tidak siap menerima serangan maut itu. Blugggg suara
menggelegar telah membuat tubuh Warok Surodilogo
terkapar kaku. Warok Surodilogo terkena sambaran aji-
aji Buron Gunung milik Warok Bledeg Ampar yang
terkenal sakti mandraguna itu sehingga lapisan susuk
yang dipasang dalam tubuh Warok Surodilogo itu tidak
mampu menahan badai serangan mautnya Warok
Bledeg Ampar itu. Pertempuran maut ini akhirnya telah
membawa kematian bagi Warok Surodilogo.
4
WAROK WULUNGGENI, GALAU
5. kematian Warok Surodilogo telah sampai ke
telinga Warok Wulunggeni. Mendengar berita
kematian itu, perasaan Warok Wulunggeni jadi galau,
antara senang dan sedih. Senangnya, karena musuh
bebuyutnya itu kini telah tiada. Sedihnya, kematian
Warok Surodilogo itu tidak mati ditangannya. "Mengapa
musti si Bledeg Ampar yang mencabut nyawa si Surodilogo,
bukannya aku." Keluhnya dalam hati.
Warok Wulunggeni agak menyesal karena selama ini ia
terlalu banyak pertimbangan untuk menantang adu
tanding ulang dengan Warok Surodilogo. Akhirnya
sampai ajal Warok Surodilogo itu, Warok Wulunggeni
belum sempat memperkenaikan kemajuan ilmu bela
dirinya akhir-akhir ini, terutama ilmu menggunakan
aji-aji macan loreng yang kini menjadi senjata andalannya.
Beberapa bulan sudah direncanakan untuk menebus
hutang kekalahannya dalam adu tanding yang pernah
terjadi beberapa tahun yang lalu, ia akari menantang adu
loreng itu. Kini impian itu musna bersama ajal kematian
Warok Surodilogo ditangan Warok Bledeg Ampar.
Kemudian, Warok Wulunggeni mengirim utusan untuk
menemui Warok Bledeg Ampar dengan maksud hendak
mengucapkan selamat atas kemenangannya melawan
Warok Surodilogo lawan beratnya di masa lalu itu. Dan
ia menawarkan kemitraan, kerjasama menggalang
kekuatan. Permintaan Warok Wulunggeni untuk
bersatu melawan penguasa Kadipaten itu ditolak mentah-
mentah oleh Warok Bledeg Amper, lantaran ia masih
merasa mempunyai perjanjian tersendiri dengan Warok
Sawung Guntur yang selama ini mengabdi kepada
penguasa Kadipaten, menjaga kewibawaan Karjeng
Adipati di Keraton Kadipaten Ponorogo.
Warok Sawung Guntur telah berjanji akan memberikan
upah besar dan pengampunan kepadanya kalau dapat
mendapatkan Tombak Pusaka peninggalan kerajaan
Wengker yang hingga kini belum jelas keberadaannya
itu. Ia tidak bisa ingkar janji untuk memusuhi
Kadipaten Ponorogo tanpa sebab-sebab yang jelas.
Bahkan pekerjaannya yang lama sebagai begal dan
perampok telah lama ditinggalkan, berganti pekerjaan
sebagai backing yang melindungi pemeras-pemeras atau
pengusaha siluman seperti Juragan Njenduk itu.
Dengan cara memeliharan hubungan kemitraan ber-
sama para penguasaha siluman seperti Juragan Njenduk
itu, Warok Bledeg Ampar mendapatkan penghasilan
besar untuk membiayai para anak buahnya yang
berjumlah cukup banyak tersebar dimana-mana.
Penolakan oleh Warok Bledeg Ampar terhadap ajakan
Warok Wulunggeni untuk penggalangan kekuatan itu,
tidak membuat amarah Warok Wulunggeni, ia bahkan
tetap menjaga persahabatan dengan Warok Bledeg
Ampar yang dianggapnya suatu saat kelak pasti bisa
diajak kompromi apabila keadaan memungkinkan.
"Tunggu saja pada saatnya nanti, si Bledeg itu pasti akan
mau menerima ajakan penggalangan kekuatan ini," pikir
Warok Wulunggeni dalam hati.
Warok Bledeg Ampar bahkan menyempatkan diri
menemui Warok Wulunggeni seorang diri. Mereka
bertemu di pinggir hutan. Ketika Warok Bledeg Ampar
mengunjungi rumah Warok Wulunggeni di Dukuh
Jabung, mendapat berita dari isteri Warok Wulunggeni
kalau Warok Wulunggeni sedang mencari daun-daun di
hutan untuk bahan racikan pengobatan. Lalu, Warok
Bledeg Ampar menyusulnya dan ketemu di jalan.
"Wah, wah, yang datang ini kan Bledeg Ampar," tegur
Warok Wulunggeni ketika melihat yang berlalu di situ
Warok Bledeg Ampar.
"Hae, Wulung. Wah, wah, rajin amat kamu. Kerja terus
cari rejeki. Seharian kamu berada di hutan kok betah,"
kata Warok Bledeg Ampar sambil. menambatkan
kudanya di bawah pohon aren. Lalu kedua warok itu
bersalaman ramah, kemudian duduk-duduk di atas
rumput. Sambil udud, membagi rokok tengwe, terus
jagongan nampak guyub.
"Kepriye kabarmu, Bledeg. Apa selamat saja," kata Warok
Wulunggeni membuka pembicaraan.
"Ya, selamat. Ini begini Iho, Wulung. Aku sudah terima
suratmu. Aku perlukan datang kemari menemui kamu
karena kepengin menjelaskan kepada kamu agar kamu
tidak salah paham, tidak sakit hati atas ketidaksediaanku
membantu kamu. Soalnya, aku ini baru mendapat surat
pengampunan dari Kanjeng Adipati. Aku sudah lama
tidak jadi buron lagi. Lah, apa aku ini jadinya, wong
sudah dikasih hati. Diberi pengampunan secara baik-
baik, kok aku berkhianat mau melawan dia. Aku ini
nanti apa tidak dicap orang yang tidak benar. Jadi,
sebenarnya aku setuju-setuju saja kalau kamu
bermusuhan dengan penguasa kadipaten, tapi jangan
ajak-ajak aku. Soalnya aku tidak enak sama kebaikan
mereka akhir-akhir ini. Itu saja penjelasanku, Wulung."
"Achhhhhh, tidak apa kok, Bledeg. Aku tidak sakit hati
sama kamu. Aku hanya perlu mau bermitra sama kamu
saja kok, Bledeg. Jangan pikiran soal itu. Kita coba cari
hubungan lain yang dapat membuat kesejahteraan kita
bersama. Itu Ihoooo yang penting kan begitu tho, Bledeg,
Orang-orang sudah menjelang tua macam kita ini apa
yang dicari kalau bukan ketenteraman."
"Ach, kalau begitu aku akur saja dengan pendapatmu,
Wulung. Selama ini aku sudah mendengar perihal
kamu. Aku juga butuh orang semacam kamu Iho, Wulung."
Kedua warok yang duduk-duduk nglesot di atas tanah
berumput itu kemudian terdengar tawa lepasnya tarida
keakraban mereka.
"Ngomong-ngomong, Wulung, Aku dengar menantumu
itu jadi Senopati di Kadipaten. Apa itu tidak merepotkan
kamu, padahal kamu memusuhi orang-orang kadipaten."
"Itu sudah terlanjur, Bledeg. Waktu kawin dengan
anakku aku sedang tidak ada di Ponorogo. Baru tahu
ketika aku pulang. Ya, mau bagaimana. Wong anakku
sudah terlanjur hidup sebagai suami-isteri. Sebagai
orang tua akhirnya kan hanya bisa tut wuri handayani.
Walaupun ini membuat repot aku."
"Ya, sudahlah. Kita ambil baiknya saja," kata Bledeg
Ampar sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Aku pun bersikap begitu. Aku memusuhi kadipaten
bukan terhadap orang-orangnya, tetapi kepada
keberadaan kekuasaan kadipaten itu. Wong orang tidak
adajuntrungnya, tidah ada trah turun raja kok berkuasa
terhadap rakyat Ponorogo. Mengatur kita semua ini.
Hanya itu yang aku persoalkan. Selebihnya aku tidak
ada kepentingannya."
"Aku akur sama pandangamu itu, Wulung. Tetapi
maafkan aku tidak bisa berbuat banyak untuk mendukung
pertentanganmu soal keberadaan kekuasaan kadipaten.
Itu, aku ini orang bodoh, bekas penjahat, jadi tidak tahu
soal politik-politikan, tidak seperti kamu yang rajin berguru,
mendalami macam-macam ilmu. Yang bisa aku pikirkan
hanya mencari makan, cari duwit, dapat upahan, dan
senang-senang: Begitu lho aku ini, Wulung,
ha...ha...ha..." kata Warok Bledeg Ampar yang disambut
ketawanya yang didikuti tawa Warok Wulunggeni pula.
"Wah, sampeyan ini mikirnya yang pendek-pendek
saja."
"Ha...ha...habis bagaimana lagi tho, Wulung. Aku
memang adanya ya begini ini ha...ha...".
"Ya, aku senang saja sama kamu, Bledeg. Memang semua
orang punya pandangan hidup sendiri-sendiri, mem-
punyai cara sendiri-sendiri pula, jadi kita tidak bisa
mencampuri urusan pribadi masing- masing."
"Ya. Aku senang kita bisa berbincang agak lama dengan
kamu, Wulung. Selain itu Wulung, aku mau merepotkan
kamu."
"Repot bagaimana, Bledeg."
"Aku mau titip orangku. Ia dulu itu pengusaha sukses.
Orang ini dulu sebagai sumber penghasilanku yang
utama. Melalui orang ini aku mendapat uang banyak
untuk membiayai hidup anak buahku. Nah, lantaran
orang ini sekarang sedang bangkrut, dan aku dengar
kamu orangnya pandai berdagang, banyak kenalan
pedagang-pedagang. Aku titip, tolong ajaklah orangku
ini untuk bergabung dengan usahamu. Kalau orang ini
bisa berhasil bangkit lagi, aku kan ikut sempulur."
"Siapa orangmu itu, Bledeg."
"Namanya Juragan Markhoni. Berhubung bentuk tubuh
orang itu gemuk pendek, bulat. Banyak orang mengasih
parapan dengan sebutan Juragan Njenduk atau Si
Gendut."
"Ha...ha...ha....ada-ada saja. Orang dari mana dia itu."
"Aslinya dari Dukuh Balong."
"Ya, bolehlah. Suruh menemui aku, nanti bisa kita atur."
"Terima kasih sebelumnya atas kebaikanmu, Wulung.
Nah, sekarang karena hari hampir sore, aku mau minta
pamit dulu, Wulung," kata Warok Bledeg Ampar dengan
muka cerah merasa mendapatkan kecocokan dengan
sahabat barunya itu.
"Terima kasih, Bledeg atas kesediaanmu datang kemari."
"Ya, sama-sama, aku juga terima kasih sama kamu."
Kemudian kedua warok perkasa itu saling bersalaman.
Dan masing-masing menaiki kudanya menuju arah yang
berlawanan pulang ke rumah sendiri-sendiri.
5
KEMITRAAN
SEPENINGGAL Warok Surodilogo, keadaan perim-
ngan kekuatan di Dukuh Dawuan bergeser
kembali. Kalau semula sangat didominasi oleh
kekuatan Warok Surodilogo dan kelompok bisnisnya.
Kini Warok Wulunggeni yang masih mempunyai rumah
di Dukuh Dawuan itu merencanakan untuk membangun
kembali dan mengaktifkan kembali jaringan dagangnya
di perkampungan yang ramai ini. Ia bahkan telah
berusaha merintis jalur perdagangan antara Dukuh
Dawuan dengan kota Trenggalek melalui perkampungan
Dukuh Sawo dimana di situ berada rumah mitranya,
Warok Tanggorwereng, sebagai kota perantaranya.
Kesulitan keamanan melalui jalur perjalanan panjang ini
yang selama ini merupakan halangan bagi para peda-
gang yang ingin menjalin hubungan dagang dengan
kota Trenggalek. Namun kini telah diusahakan oleh
Warok Wulunggeni untuk diatasi. Soal pengamanannya
dapat diatur melalui jasa pengawalan milik Warok
Wulunggeni yang kelihatan mulai berkembang kembali
itu.
Bekas kenalan lamanya, Raden Mas Poerboyo yang
orang asli Trenggalek itu, kini setelah dihubungi
kembali oleh Warok Wulunggeni. Ia nampaknya juga
mulai tertarik terhadap ajakan Warok Wulunggeni untuk
mengembangkan usaha dagangnya bergabung bersama
dengan para pedagang di Ponorogo. Ia merasa aman di
perjalanannya setelah mengontrak jasa pengamanan
dengan usaha yang dirintis kembali oleh Warok
Wulunggeni itu Apalagi orang seperti Warok Tang-
gorwereng dan gerombolannya itu yang mempunyai
daerah operasi di sekitar hutan menuju Blitar, Tu-
lungagung, dan Trenggalek bisa diajak damai oleh
Warok Wulunggeni. Bagi para pedagang yang
mengenakan tanda pengenal dari usaha jasanya Warok
Wulunggeni biasanya akan aman selama di perjalanan.
Selamat sampai tujuan. Terutama akan terbebas dari
gangguan gerombolan para anak buah Warok Tang-
gorwereng yang berkeliaran dimana-mana.
Sejak saat itu hubungan dagang antara daerah Ponorogo
dan Trenggalek menjadi ramai. Selain Raden Mas Poerboyo
kenalan lama Warok Wulunggeni itu, masih terdapat
pedagang-pedagang lainnya yang ikut-ikutan
mengikuti jejak keberhasilan Raden Mas Poerboyo itu.
Demikian juga bagi Warok Wulunggeni makin dapat
mengembangkan daerah Dukuh Dawuan ini menjadi
daerah pasar yang ramai. 1a pun ikut mendapatkan
untungnya, selain jasa pengawalannya yang makin laris
dibutuhkan oleh para pedagang itu, ia juga memperda-
gangkan ramuan racikan bahan-bahan pengobatan dari
dedaunan, terutama untuk pengobatan luka-luka yang
sangat dibutuhkan oleh para penduduk daerah
Ponorogo yang suka bertarung, dan sering terjadi
keributan perkelahian yang membawa luka oleh goresan
benda-benda tajam senjata mereka.
Juragan Njenduk yang sudah bangkrut itu, ikut
tertolong nasibnya kembali. Ramainya perdagangan
antara Dukuh Dawuan dan Trenggalek itu telah mem-
bawa perubahan suasana perdagangan antara dua
daerah itu yang juga tidak ketinggalan ikut dimanfaatkan
oleh Juragan Njenduk yang berpengalaman berdagang.
Apalagi ia kini sangat ditolong oleh hubungan kemitraan
antara Warok Bledeg Ampar yang belakangan ini
berhubungan baik dengan Warok Wulunggeni.
Atas perantaraan Warok Wulunggeni, Juragan Njenduk
dapat berkenalan dengan Raden Mas Poerboyo pedagang
beken dari Trenggalek itu. Ia kemudian bangkit kembali
membangun usahanya. Atas perlindungan Warok
Bledeg Ampar yang telah merintis hubungan kemitraan
usaha dengan Warok Wulunggeni yang memiliki
pandangan yang luas dalam bidang usaha, keilmuan
pengobatan, dan juga menguasai ilmu kanuragan tinggi,
kemajuan usaha Juragan Njenduk ikut terbantu. Namun
ia masih belum bisa menghilangkan kebiasaan
buruknya, selalu memelihara isteri banyak. Hal ini
yang sering mendapat peringatan keras dari Warok
Wuluggeni seorang warok sejati yang tidak mudah
berhubungan dengan perempuan. Seorang warok yang
sangat menghormati martabat perempuan.
"Hae, Njenduk", kata Warok Wulunggeni pada suatu
hari, "Aku sebenarnya tidak ingin mencampuri urusan
pribadimu. Tetapi kali ini aku ingin memberi peringatan
keras kepada kamu. Tinggalkan tabiat burukmu itu.
Memperlakukan perempuan seenak perutmu sendiri.
Itu perbuatan tidak baik yang harus kamu tinggalkan."
"Saya ini kan cuma kepengin menikmati hidup secara
penuh tho, Kangmas Wulung," jawab Juragan Njenduk
sambil senyum-senyum dikulum merasa tidak bersalah
dihadapan Warok Wulunggeni orang yang disegani itu.
"Menikmati hidup caranya bukan begitu. Mentang-
mentang kamu banyak uang, banyak harta, banyak untung,
kamu menjajakan untuk perempuan semau wudelmu
dewe. Dasar gendut. Doyan perempuan," ujar Warok
Wulunggeni mengata-ngatai mitra usahanya si Juragan
Njenduk itu sejadi-jadinya. Orang yang dikata-katai
Cuma tertawa cengengesan tidak berani marah dihadapan
warok yang terkenal sakti ini
"Kalau kamu punya isteri, cukup satu saja. Perlakukan
dengan baik. Jangan punya isteri banyak. Masih juga
doyan jajan diluar lagi. Itu perutmu yang gendut itu
kempeskan dulu, biar nafsu hewarmu itu tidak liar begitu."
"Kang Wulung ini ada-ada saja. Biar gendut begini,
tetapi kan rejeki sempulur tho Kang."
"Sempulur endasmu itu. Dasar laki-laki mata bangkong,
Kalau mata keranjang saja masih lumayan, tetapi kamu
itu sudah mata bangkong. Tahu tidak. Suka ganggu
perempuan dimana-mana. Hanya itu saja yang aku tidak
sukai sama kamu," kata Warok Wulunggeni dengan
geram karena sering menerima laporan yang tidak
mengenakkan dari masyarakat sekeliling soal kelakuan
Juragan Njenduk yang gemar meniduri perempuan itu,
walaupun perempuan itu kemudian diambil isteri dan
tidak begitu lama diceraikan lagi.
"Saya tidak mau mengganggu perempuan kok, Kangmas
Wulung. Tetapi mereka yang butuh aku. Aku mengawini
dengan baik-baik. Memberikan nafkah hidup secukupnya.
Dan mereka senang kawin dengan aku. Jadi apa aku
yang salah," bela Juragan Njenduk masih dengan muka
cengar-cengir. `
"Kamu katanya suka main paksa. Mana ada perempuan
butuh kamu. Kamu saja yang kurang ajar. Kalau kamu
pengin selamat hidup. Hentikan kebiasaan jelekmu itu,
Ndut. Itu peringatan sebagai teman baikmu agar engkau
selamat dan kita bisa memajukan usaha. Kemitraan kita
pun bisa langgeng."
"Yah. Akan aku usahakan, Kangmas Wulung."
"Lha. Begitu. Itu namanya akan membuat tenteram
orang, dan juga membuat tenteram bagi diri kamu
sendiri. Baru aku senang berkawan sama kamu. Kalau
tabiat jelek kamu yang satu itu kamu ubah, aku rasa kita
bisa berkawan lama. Sebenarnya tidak ada orang yang
melarang terhadap orang yang pengin kawin. Tidak ada
larangan kalau ada laki-laki tertarik sama perempuan.
Yang tidak mengenakkan bagi orang lain, kalau kamu
memperlakukan perempuan seperti barang mainan. Itu
saja pesanku, Ndut”
"Ya, Kang. Akan aku usahakan," jawab Juragan Njenduk
itu sambil masih cengar-cengir cengengesan, "Tapi apa
bisa ya, Kang. Namanya saja sudah kesenangan."
"Kesenangan, gundulmu apek. Dasar gendut," bentak
Warok Wulunggeni nampak sudah gemes terhadap
mitra usahanya yang satu ini, "Aku sebenarnya risih
bermitra kerja sama kamu, Ndut. Aku tidak suka sama
tabiat jelekmu itu. Kalau ini semua karena bukan atas
pertimbangan untuk hubungan baikku sama Si Bledeg
Ampar, sahabatku dan pelindungmu itu, aku tidak sudi
berurusan sama kamu Bisa-bisa aku kena getahnya
gara-gara kelakuan burukmu itu. Bisa membawa nama
baikku merosot lantaran ulahmu."
"Ya, maafkan saya, Kangmas Wulung. Sebenarnya
Kangmas Bledeg juga sudah weling wanti-wanti sama
saya untuk mengubah tabiatku ini dan menghormati
Kangmas Wulung. Jadi maafkan saya, kalau ada yang
tidak berkenan, Kangmas Wulung,"
"Saya dengar kamu juga suka menggoda isteri Kangmas
Raden Poerboyo pedagang Trenggalek itu."
"Ach, siapa yang bilang. Aku justeru sangat menaruh
hormat sama beliau, isteri Kangmas Raden Poerboyo itu.
Perempuan secantik Ajeng Sarimbi yang tidak ada
duanya itu perlu dihormati tho Kangmas. Mana aku
berani ganggu. Wong Kangmas Poerbaya sahabat dekat
Kangmas Wulung."
"Ya, hati-hati kamu. Awas kalau kamu berani ganggu
isteri sahabat-sahabat dekatku. Akan aku puntir batang
lehermu sampai mati. Ingat-ingat pesanku ini. Jangan
coba main-main sama perempuan isteri teman-temanku.
Terutama Mbakyu Ajeng Sarimbi, isteri Kangmas Raden
Poerboyo itu. Perempuan yang satu ini harus kamu
hormati benar-benar, Keluarga Poerboyo ini pernah
berbuat baik sama aku ketika aku dulu pernah tinggal
di Trenggalek. Jadi aku harus balas kebaikan keluarga
ita. Ingat itu, Ndut. Jangan main sembrono sama
mereka."
"Aku akan selalu ingat pesan Kangmas Wulung," jawab
Juragan Njenduk nampak patuh.
Sejak saat itu memang, Juragan Njenduk selalu berusaha
mentaati nasehat sahabat barunya yang sakti ini, Warok
Wulunggeni. Apalagi Warok Wulunggeni bersahabat
dekat dengan Warok Bledeg Ampar satu-satunya orang
yang diagul-agulkan sebagai pelindung utamanya.
Sebab ia tahu betul, kalau sampai berani melanggar
aturan Warok Wulunggeni, dan sampai keluar
amarahnya bisa mampus dia. Bisa-bisa hanya lantaran
kekecewaan Warok Wulunggeni kepadanya, akan tega
membunuhnya. Warok Wulunggeni yang disegani banyak
orang ini tidak bisa dianggap remeh. Oleh sebab itu
nampaknya Juragan Njenduk tidak berani main-main
sama rr yang digariskan oleh Warok Wulunggeni
mitra kerjanya sekarang ini.
Emoticon