Warok Ponorogo 9 - Kemilau Asap Kematian(1)

1
JURAGAN GENDUT 


JURAGAN Markhoni, yang dikenal dengan nama 
akrab sebagai Juragan Gaplek karena 
memiliki usaha yang bergerak dalam bidang gaplek. 
Pengusaha yang memiliki pabrik gaplek ini sangat beken 
di kampungnya, di daerah Balong Ponorogo Selatan, 
adalah termasuk orang kayanya di daerah tersebut. 
Memiliki perkebunan singkong, kebun tembakau, 
kebun tebu, kebun cabe, kebun jahe, persawahan padi 
yang luas, dan lain-lain yang mempekerjakan banyak 
buruh tani sampai ke pelosok-pelosok kampung 
tetangga-tetangganya. 


Sebagai orang yang merasa masih keturunan bang- 
sawan, entah bangsawan mana yang dimaksudkan tidak 
ada orang lain yang tahu, hanya dia yang mengerti 
pokalnya itu, Juragan Markhoni ini kemana-mana sering 
mencantumkan nama kebesarannya, Raden Mas Sumodirdjo 
Markhoni. Lantaran tubuhnya yang gemuk pendek dan 
ak buncit, maka orang-orang kampung pun sering 
memberi julukan dengan paraban Juragan Njenduk.

 
Selain sebagai pengusaha gaplek ia pun membuka usaha 
sebagai bandar judi. Kegiatan ini yang sering membuat 
repot penguasa Kadipaten Ponorogo. Karena sebenarnya 
tidak ada izin resmi dari penguasa kadipaten. Namun 
cilakanya para petugas kadipaten yang ditugasi mem- 
bubarkan kegiatan judi ini selalu mengalami jalan buntu. 
Kalau tidak berurusan dengan para pengawal yang 
galak-galak, biasanya diselesaikan dengan jalan damai 
alias pemberian keuntungan kepada oknum petugasnya, 
dan membayar upeti kepada penguasa kadipaten sebagai 
sumber pendapatan tidak resmi penguasa kadipaten. 


Usaha perjudian yang ramai dikunjungi oleh banyak 
orang setiap malamnya di daerah Ponorogo selatan itu, 
membawa populer nama Juragan Njenduk di kalangan 
penjudi-penjudi kelas kakap yang suka datang ke daerah 
ini hanya perlu mau berjudi. Tidak saja bagi kalangan 
masyarakat Ponorogo, bahkan banyak pedagang dari 
Trowulan, pusat Kerajaan Majapahit kala itu yang sudi 
menghabiskan uangnya untuk berjudi di daerah 
Ponorogo selatan ini. Suasana tersebut telah membawa 
keberuntungan bagi Juragan Njenduk yang namanya 
makin termashur saja. Kekayaannya sebagai bandar judi 
semakin berlimpah-ruah dan kekuasaannya terhadap 
masyarakat sekitar makin menjadi-jadi. Hal itulah yang 
menjadikan diri Juragan Njenduk makin pongah 
tingkahnya bak seorang raja yang maunya selalu dituruti 
kemauannya. 


Demikian juga, selain usaha maksiatnya yang berkem- 
bang pesat itu, Juragan Njenduk juga membuka semacam 
usaha "pegadaian gelap" yang sering meminjamkan 
uangnya kepada petani-petani gurem, pedagang-pedagang 
pengecer, warung-warung, toko-toko, pemilik kios-kios 
di pasar yang kemudian dikenai rente yang amat tinggi. 
Kelakuan ini sering mencekik orang-orang yang beru- 
rusan pinjam-meminjam uang dengan Juragan Njenduk 
dan membuat makin mundur usahanya. Entah dengan 
alasan apa, banyak orang yang tidak tahu. Namun 
agaknya orang-orang itu tidak pernah ada kapok- 
kapoknya berurusan dengan Juragan Njenduk yang 
mata duwitan dan sering membuat celaka orang lain itu. 


Para anak buahnya yang menjadi juru tagih sering 
memperlakukan secara kejam kepada pemimjam- 
peminjam yang tidak segera dapat melunasi hutangnya 
yang sudah jatuh tempo. Kekejaman dan kesewenangan 
yang dilakukan itu bertujuan untuk mengeruk keuntungan 
yang sebesar-besarnya. Ia bertindak sebagai lintah darat, 
praktek renternir, memeras orang yang tidak berdaya, 
dan memperlakukan kekerasan kepada siapa saja yang 
berani menentang kehendaknya. Konon di balik 
keangkuhannya itu, ia memiliki pengawal-pengawal 
pilihan yang merupakan hasil persekongkolannya dengan 
gerombolan Bledeg Ampar yang tersohor kejam bila 
menganiaya orang. 


Juragan Njenduk ini secara rutin memberikan upetinya 
kepada gerombolan Bledeg Ampar. Sebaliknya 
anak buah Bledeg Ampar memberikan perlindungan 
kekuatan kepada Juragan Njenduk yang rakus ini. Dengan 
cara kerjasama kemitraan usaha ini nampaknya selama 
ini tidak ada orang yang berani mengganggu beroperasinya 
usaha-usaha bisnis yang dijalankan oleh Juragan Njenduk 
di daerah Balong selatan ini. 


Para petani yang tidak bisa membayar utang kepada 
Juragan Njenduk, jangan ditanya lagi dosanya, pasti 
akan berhadapan langsung dengan para juru tagihnya 
yang kejam menakutkan itu. Demikian juga kalau ia 
sedang menghendaki seorang perempuan yang mau 
dipinang untuk dijadikan isterinya, jangan coba-coba 
orang tua perempuan itu berani menolak pinangannya. 
Mereka akan menghadapi kesengsaraan, menerima per- 
lakuan kasar dari anak buah Juragan Njenduk yang tidak 
mengenal belas kasihan itu. 


Para juru kepruk ini sengaja disewa oleh Juragan Njenduk, 
dibayar khusus untuk melakukan kekerasan itu. Dengan 
demikian Juragan Njenduk dapat mengeruk keuntungan 
yang sebesar-besarnya dan mampu memberikan upeti 
yang tinggi kepada pemimpin gerombolan Bledeg Amper 
sebagai pelindung keamanannya. Sebenarnya telah banyak 
laporan mengenai kebrutalan praktek usaha Juragan 
Njenduk ini yang disampaikan masyarakat kevada 
penguasa kadipaten. Akan tetapi nampaknya penguasa 
kadipaten tidak bisa berbuat banyak mengatasinya, 
Entah apa sebabnya, apakah mungkin kejelian Juragan 
Njenduk dalam memberikan alasan yang susah dibantah, 
atau kelihaiannya dalam melakukan pendekatan 
terhadap para petugas dengan menggunakan kekuatan 
kekuangannya. Tidak ada orang yang tahu tentang itu. 


Juragan Njenduk juga termasuk sebagai pelanggan tetap 
warung- warung berlampu merah, terutama paling suka 
kalau mendatangi Warung Randil. Warung yang amat 
beken yang sebenarnya terletak jauh dari kampungnya 
itu, berada di daerah Ponorogo Barat, toh ia tidak ambil 
pusing jauh-jauh pergi ke warung lampu merah itu untuk 
menyalurkan hasratnya yang suka "jajan" itu. Mbah 
Durjo, laki-laki tua yang doyan perempuan muda, 
walaupun rambutnya sudah memutih semua penuh 
uban itu, salah satu anak buahnya yang dulu ditugasi 
menjadi mandor tebu ketika Juragan Njenduk punya 
perkebunan tebu yang luas di daerah Randil. Daerah 
Ponorogo sebelah barat. Namun sejak ditutupnya 
Warung Randil itu, mulai jarang rombongan Juragan 
Njenduk datang-datang lagi ke daerah Randil karena ia 
mulai banyak musuh di sana. 


Selain suka "jajan" di warung lampu merah, Juragan 
Njenduk yang berperut buncit ini juga mempunyai 
kesenangan menyimpang, suka kawin-cerai. Suka 
mengumpulkan banyak isteri. Perempuan-perempuan 
muda yang cantik dipeliharanya untuk tujuan senang- 
senang. Kalau menemukan perempuan cantik yang 
menarik hatinya, tidak banyak cing-cong, tidak perlu 
bertanya ini dan itunya, langsung segera dilamar, 
dikawininya. Kemudian isteri tuanya diceraikan, diberi 
pesangon sebuah warung untuk modal hidup. Pada 
waktu bersamaan sering terlihat isteri-isterinya itu bunting 
berbarengan. Anaknya sudah terhitung hampir 90 anak 
dan banyak yang meninggal, dari hasil 81 isterinya yang 
berganti-ganti terus tiap tahun itu. 


Kalau ia menceraikan isterinya, anak-anak yang dila- 
hirkan itu selalu diserahkan untuk dibawa isterinya 
yang telah diceraikan. Jadi tidak ada satu pun anaknya 
yang dipeliharanya, kecuali anak yang masih menjadi 
isterinya. Semua tinggal jadi satu atap dalam rumah 
yang ukurannya paling besar dan mewah di kampung 
itu. Nasibnya memang selalu beruntung, rejekinya 
nomplok, nampak terus mengalir. Orang-orang kampung 
sering membicarakan kejelekannya yang tidak kepalang 
tanggung itu. 

"Mungkin karena kegemaranya kawin itu. Suka perempuan 
itu lho Kang, yang membuat rejekinya nampak terus 
sempulur, Kang", kata Kartijo seorang petani di dusun 
Dukuh Balong kepada teman sesama petani pada suatu 
sore di ladang garapannya. 

"Huss, ngawur saja kamu. Nanti kedengaran orangnya 
kita bisa celaka," jawab teman bicaranya yang bernama 
Kang Bejo itu 

"Dia itu kan memelihara jin sama Tuyul, Kang," kata 
Kertijo lagi. 

"Apa benar, Di," kata Kang Bejo lagi. 

"Tanya saja sama Ki Sutar yang ahli dalam soal gaib-gaib 
begitu. Mana mungkin kekayaannya terus berdatangan 
begitu kalau tidak ada bantuan dari para lelembut." "Ach, 
masak, Di" kata Kang Bejo nampak terheran. 


"Kalau begitu benar juga dugaanku tadi, Kang. Dia itu 
kan, suka pelihara isteri banyak, tidak lain untuk tujuan 
dianggremi, agar punya anak banyak." 
"Apa kata kamu itu. Dianggremi. Seperti ternak saja 
nganggremi telurnya." 

"Lho, sekarang apa bedanya Juragan Njenduk itu dengan 
binatang ternak. Wong dia itu kalau melihat perempuan 
tidak bisa membedakan mana isterinya yang syah, atau 
perempuan itu isterinya orang lain. Tidak hanya 
perawan, atau janda, tetapi juga perempuan yang masih 
bersuami pun ia makan. Kan sudah banyak kejadian, dia 
itu paling suka menggoda isteri orang lain. Kalau ada 
keributan dengan suaminya, paling banter para anak 
buahnya yang menakutkan itu yang turun tangan. Jalan 
damai diselesaikan dengan menggunakan uangnya 
yang banyak itu. Urusan jadi beres. Jadi aku rasa dia itu 
sudah bertingkah laku seperti layaknya seekor binatang. 
Sudah tidak waras lagi. Tidak ada aturan sama sekali, 
Kang," 


"Ya, kalau kamu punya pendapat demikian jangan 
diomongkan kesana kemari. Nanti kamu lupa ngomong 
di sembarang tempat. Kalau sampai kedengaran dia atau 
anak buahnya, bisa membuat repot kamu, Di." Kata 
Kang Bejo mencoba berpikiran arif. 


"Coba dengar, Kang. Sepertinya ada hubungannya antara 
isterinya yang banyak, anaknya yang banyak, dan 
kehidupan dunia lelembut. Anak yang banyak dan 
kemudian banyak yang mati. Itu semua untuk tumbal 
para Jin dan Tuyul itu. Lihat itu isteri-isterinya yang 
selalu terus bunting tidak ada henti-hentinya tiap tahun. 
Baru berapa bulan melahirkan sudah pada bunting lagi. 
Dan itu lihat anak-anaknya, banyak yang mati tidak jelas 
apa sakitnya. Itu semua pasti syaratnya untuk memberi 
makan kepada para jin dan tuyul peliharaannya itu, 
Kang." 

"Kalau soal isteri bunting terus-menerus tiap tahun itu 
sudah biasa, Di. Tidak ada yang aneh. Bisa saja terjadi 
pada orang lain. Tiap orang juga bisa begitu. Wong 
namanya orang kawin, jejodohan. Tiap kali ya 
berhubungan kelamin. Perempuannya terus bunting, 
dan pada waktunya melahirkan anak. Ibaratnya sawah 
ladang kalau ditanami terus menerus kan menghasilkan. 
Tampang seperti Juragan Njenduk itu ya itu tadi gemar 
menanam benih kepada banyak sawah ladang itu. Ini 
perumpamaannya demikian itu. Tapi soal anak-anaknya 
banyak yang mati karena untuk makanan Jin dan Tuyul 
itu, nanti dulu. Jangan menuduh begitu kalau kita belum 
bisa membuktikan. Apalagi ini soal yang tidak kasat 
mata." 


"Jangan-jangan yang membuntingi isteri-isterinya itu 
juga para Jin peliharaannya itu, Kang." 


"Huss, ngawur saja omongan kamu itu. Mana ada Jin 
bisa urusan bunting-membunting dengan manusia. 
Alamnya sudah lain. Apalagi anak-anaknya dikor- 
bankan untuk makanan Jin, itu pikiran ngawur saja 
kamu. 


"Lalu apa yang membikin dia kaya itu, Kang." 


"Ya karena dia kerjanya memeras orang yang lagi susah 
itu.” 


"Ach, aku belum bisa menerima pemikiranmu itu, Kang. 
Aku lebih percaya kepada persoalan Jin dan Tuyul itu. 
Pasti semua kejadian itu ada hubungannya. Antara 
kelakuan jahat Juragan Njenduk yang sering memeras 
orang. Isteri-isterinya yang suka terus-menerus bunting. 
Anak-anaknya banyak yang mati. Kekayaannya yang 
terus melimpah. Semua itu pasti ada kaitannya dengan 
Jin dan Tuyul." 

"Wah, Di. Sampeyan ini nekad saja kalau punya pendapat." 

Pembicaraan orang-orang kampung seperti ini sering 
terdengar di mana-mana. Tetapi tidak ada seorang pun 
yang berani berlaku tidak sopan dihadapan Juragan 
Njenduk. Walaupun ia sering kurang ajar terhadap 
mereka. Bertindak seenak perutnya sendiri. Akan tetapi 
orang-orang kampung itu sering membiarkan begitu 
saja kelakuan Juragan Njenduk itu meskipun diiringi 
dengan perasaan mendongkol. 


2
KENA BATUNYA 


PADA suatu hari, Juragan Njenduk pernah kena 
es Ia mendapat nasib naas. Tatkala siang hari 
bolong, ia ketahuan sedang mengintip perempuan yang 
sedang berak di kali. Melihat bokong perempuan yang 
bulat menyembul setengah tertutup kain yang sedang 
berjongkok di batu pinggir kali itu, timbul birahinya. Ia 
berusaha mengendap-endap mendekati perempuan itu 
dari arah belakang. Rupanya nafsu laki-lakinya sudah 
tidak tertahan lagi melihat paha perempuan yang ter- 
buka di atas air sungai mengalir itu. Ia sudah tidak bisa 
membedakan, apakah perempuan itu isterinya sendiri 
ataukah isteri orang lain. Langsung saja perempuan itu 
dirangkulnya dari arah belakang. Mau diperkosanya. 
Merasa ada orang yang membelenggu dari belakang 
lehernya, perempuan yang sedang asyik-asyik 
melepaskan hajat itu dibuat kaget setengah mati. Lalu 
menjerit ketakutan berusaha melepaskan diri dari 
terkaman Juragan Njenduk. Begitu dilihatnya, laki-laki 
yang akan menidurinya itu seseorang yang bertubuh 
gendut besar, spontan saja perempuan itu berontak 
sejadinya minta tolong. Namun usahanya itu rupanya 
sia-sia. Hanya teriakannya yang terus meraung-raung 
lepas di udara bebas. Juragan Njenduk itu sudah 
melepas celananya, dan nafsu syahwatnya sudah sampai 
ubun-ubun. Rupanya sudah tak tertahankan lagi. Nafasnya 
mendengus tajam, begitu rakusnya. Darahnya seakan 
mengalir cepat begitu mencium bau keringat perem- 
puan yang sedang meronta-ronta keras itu, membuat 
nafsu birahinya semakin menjadi-jadi. Sudah kebelet 
berat. 


Bersamaan waktu itu, kebetulan Warok Surodilogo 
sedang lewat di kampung itu dari bepergian jauhnya 
dengan mengendarai kuda. Ia semula sengaja ingin sing- 
gah mencari warung makan di dekat kampung ini. 
Ketika ia melewati daerah dekat sungai itu ia terperanjat, 
seperti mendengar suara orang minta tolong. "Ada 
perempuan teriak, meronta-ronta minta tolong," pikirnya 
dalam hati. Warok Surodilogo kemudian berusaha 
mencari arah datangnya suara itu. Ketika sudah dekat, 
ja melihat ada laki-laki gendut yang berusaha meniduri 
perempuan setengah baya yang sedang memberikan 
perlawanan keras. Segera saja Warok Surodilogo 
mendekati laki-laki gendut yang sudah tidak memakai 
celana itu kemudian dipeganglah manuk laki-laki gendut 
itu dari arah belakang. Kemudian manuk orang itu di- 
tarik keras-keras. Juragan Njenduk yang merasa 
manuknya ada yang memlintir dari belakang, berteriak 
kesakitan. Seketika itu juga ia pun terjatuh terpental ke 
belakang sambil kedua tangannya memegang 
manuknya yang lecet itu. 


"Aduh mak ampun,” keluh Juragan Njenduk kesakitan. 


"Syokor kamu. Dasar laki-laki bau babi. Doyan perem- 
puan," teriak perempuan itu dengan muka bersungut- 
sungut sambil buru-buru membetulkan kainnya yang 
kedodoran mau copot yang hampir saja mendapatkan 
perkosaan dari Juragan Njenduk itu. Kemudian segera 
berlalu menjauhkan diri dari Juragan Njenduk, mening- 
galkan tempat becek itu untuk mencari selamat. 


"Hae, bedebah. Kamu siapa. Kurang ajar. Berani meng- 
ganggu aku," teriak Juragan Njenduk kepada laki-laki 
setengah baya yang telah berani-befaninya memencet 
burung perkutut Juragan Njenduk itu. 


"Namaku Surodilogo. Kepala pengamanan daerah 
Dawuan." 


"Kamu orang Dawuan. Apa urusan kamu mengganggu 
kesenangan orang di kampung sini. Ini tidak termasuk 
daerah kekuasaanmu, bukan." 


"Aku hanya ingin menolong Ibu ini dari nafsu hewanmu 
itu. Ini bukan soal urusan penguasaan daerah." 


"Kurangajar. Rasakan pukulanku ini orang sok lancang," 
teriak Juragan Njenduk itu langsung menyerang Warok 
Surodilgo dengan geramnya. Beberapa pukulan diarahkan 
ke muka Warok Surodilogo, tetapi dengan mudah dapat 
dihindarkan. Juragan Njenduk terjungkal beberapa 
kali ke depan terdorong oleh tenaganya sendiri yang 
keras penuh nafsu itu. Namun ia terus menghantam 
membabi buta terhadap posisi berdiri Warok 
Surodilogo yang hanya menghindar ke kiri dan ke 
kanan dengan enteng mudah dielakkan oleh Warok 
Surodilogo, dan sekali tendang dikenakan tepat tengah 
pas menghantam manuk juragan gendut yang gelan- 
tungan itu. 


"Aduh, kurang ajar kamu," teriak juragan Njenduk itu 
sambil menahan sakit memegangi manuknya itu. 


"Di tempat manukmu itu bersarang banyak lelembut, 
banyak setan yang membuat nafsu hewanmu itu 
memuncak terus. Maka akulah yang akan mengha- 
jarmu," kata Warok Surodilogo setelah menyarangkan 
tendangan ringannya tepat di pangkal kemaluan Juragan 
Njenduk itu. , 


Berbarengan dengan itu terdengar teriakan anak-anak 
kecil pada tertawa cekikikan bersurak gembira menyak- 
sikan Juragan Njenduk yang berkelahi tidak memakai 
celana itu. Rupanya adegan pertarungan yang tidak 
imbang itu sempat mengundang tawa anak-anak kampung 
yang sedang bermain di sawah itu sebagaimana melihat 
tontonan gratis. Dianggap sebagai lelucon yang meng- 
gelikan. Orang-orang dewasa yang melihatnya 
justeru tidak ada yang berani mentertawakan, takut di 
kemudian hari kena getahnya berurusan dengan anak 
buah Juragan Njenduk yang terkenal bengis-bengis itu. 


Mendengar suara cekikikan anak-anak itu, Juragan 
Njenduk baru menyadari dirinya. Ia menjadi merasa 
malu dan berusaha mencari celananya yang ternyata 
tidak ada. Menghilang entah dimana. Nampaknya 
celana itu telah disembunyikan oleh anak-anak itu. Maka 
tanpa pikir panjang ia berlari tampa celana dengan telanjang 
sambil badannya penuh kotoran. Rupanya ketika tadi 
ingin memperkosa perempuan yang sedang berak itu, ia 
tidak melihat kotoran yang baru dikeluarkan perem- 
puan itu, sehingga mengenai tubuh Juragan Njenduk itu. 
Lagipula perempuan itu belum cebok, sehingga kotorannya 
mengenai pangkal paha Juragan Njenduk yang keburu 
nafsu itu. 


Ketika Juragan Njenduk itu berlari-lari tanpa celana 
melewati kampung, semua orang yang melihatnya pada 
heran, lalu ketawa terbahak-bahak, sambil menyuraki. 
Sesampainya di rumah yang besar itu, isteri-isterinya 
yang mendengar kegaduhan diluar rumah pada berlari 
keluar halaman ingin mengetahui ada apa gerangan 
orang-orang kampung pada gaduh. Alangkah kagetnya 
mereka, ketika begitu melihat suaminya, Juragan Njenduk, 
yang berlari tergopoh-gopoh dari kejauhan tanpa celana 
dan badannya penuh kotoran manusia itu. 


Sejak peristiwa itu, isteri-isteri Juragan Njenduk minta 
cerai berbarengan. Sedangkan harta gono-gininya diminta 
dibagi rata kepada semua isterinya. Para isterinya itu 
menuntut agar Juragan Njenduk, tidak mendapatkan 
pembagian apa-apa, begitu menurut keputusan Kyai 
Naip yang memutuskan terhadap perkara gugatan cerai 
ita di pengadilan Kadipaten Ponorogo. Akhirnya Juragan 
Njenduk jatuh miskin. Anak buahnya pada meninggalkan 
Juragannya yang bangkrut itu. Dan semua perem 
menjauh darinya.” 


Para penduduk kampung yang selama ini sering 
mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari para anak 
buah Juragan Njenduk pada senang atas kejatuhan 
martabat dan usaha Juragan Njenduk yang terkenal kejam 
itu. Mereka kini sering mengejek Juragan Njenduk 
seenaknya sendiri tanpa takut-takut lagi karena ia tidak 
lagi diikuti oleh serombongan pengawal yang biasanya 
waktu dulu selalu menyertai kemana Juragan Njenduk 
itu pergi. 


Hanya saja waktu ada kejadian naas di kali itu, karena 
Juragan Njenduk pengin sendirian mau menggoda 
perempuan yang sudah lama diincarnya , maka ia tidak 
mau membawa pengawal agar tidak ketahuan orang. 
Dan perempuan yang diincarnya sedang berak di pingir 
kali itu tidak mengetahui kedatangan Juragan Njenduk 
yang datang mengintip seorang diri itu. Dan cilakanya 
pula, biasanya penduduk di dukuh itu tidak ada yang 
berani melawan terhadap juragan Njenduk walaupun ia 
sering berbuat tidak senonoh terhadap isteri orang. Namun 
kali itu ia sedang bernasib naas, kena batunya, kebetulan 
Warok Surodilogo orang perantauan yang sedang lewat 
dukuh itu dari bepergian memergokinya, maka hal itu 
telah mengubah suratan nasib bagi Juragan Njenduk. 
Sekarang ini ia mendapatkan julukan baru sebagai Juragan 
Bangkrut. 


MENYONGSONG KEMATIAN 


SUDAH lama tidak terdengar lagi berita mengenai 
kegiatan Begal Bledeg Ampar yang dahulu di masa 
pemerintahan Kanjeng Raden Adipati Sampurnoaji 
Wibowo Mukti dikenal sebagai perusuh ulung, pembuat 
onar, perampok, dan tukang begal Tetapi sejak Warok 
Sawung Guntur membuat kesepakatan damai dengan 
Bledeg Ampar atas restu Kanjeng Adipati, maka tidak 
terdengar lagi kerusuhan yang dilakukan oleh gerombolan 
Bledeg Ampar ini. Ia rupanya tiap bulan mendapatkan 
tunjangan keuangan dari Penguasa Kadipaten yang 
diatur lewat Warok Sawung Guntur untuk menjalankan 
missi pencarian tombak pusaka peninggalan Kerajaan 
Wengker itu. Oleh karenanya sejak saatitu gerombolannya 
berhenti melakukan kegiatan pengacauan di daerah 
Ponorogo, entah kalau melakukan di luar daerah lain, 
tidak ada yang tahu. 

Begal Bledeg Ampar nampaknya mulai mengarahkan 
perhatiannya khusus untuk kegiatan pencarian tombak 
pusaka itu sejak ia telah menerima surat pengampunan 
dari penguasa Kadipaten. Ja tidak lagi dinyatakan sebagai 
buron. Sudah dihapuskan dari daftar penjahat yang 
harus ditangkap. Surat pengampunannya itu telah 
ditandatangani sendiri oleh Kanjeng Adipati yang baru, 
yaitu sebagai pengganti Kanjeng Raden Adipati 
Sampurnoaji Wibowo Mukti, sekarang putranya yang 
menjabat menjadi Adipati bernama Kanjeng Adipati 
Raden Mas Sumboro Wibowo Mukti yang ketika masih 
muda bernama Raden Mas Sumboro, Oleh karena itu 
sejak saat itu Bledeg Ampar begitu merdeka dan leluasa 
muncul di tengah-tengah masyarakat karena bukan lagi 
menjadi penjahat buronan. 

Melihat perilaku Bledeg Ampar yang simpatik sehari- 
harinya, maka ia di mata masyarakat sekeliling tempat 
tinggalnya, di kampung halamannya dinilai sebagai 
orang baik yang berilmu tinggi. Daerah Pulung yang 
menjadi tempat tinggalnya menjadi aman tenteram tidak 
ada orang yang berani mengganggu. Bahkan Bledeg 
Ampar sering menolong orang yang lagi susah. Melihat 
penampilan Bledeg Ampar yang begitu simpati di depan 
masyarakat sekeliling itu, maka kemudian ia mendapatkan 
predikat sebagai Warok Bledeg Ampar. 


Namun, apa yang sesungguhnya terjadi pada diri Warok 
Bledeg Ampar ini, diam-diam ia mengembangkan 
model usahanya bukan secara terang-terangan menjadi 
lain di luar daerah kediamannnya. Sehingga hamanya 
tetap harum dihadapan masyarakat sekelilingnya sebagai 
sosok warok yang disegani. 

Pengusaha lintah darat seperti Juragan Njenduk itu 
orang yang memang dipasang oleh Warok 
Bledeg Ampar sebagai sumber penghasilannya. Tetapi
ia tidak pernah tampil, yang muncul para anak buahnya
yang nampak sudah terorganissasi rapi dan angat loyal
kepada pemimpin mereka, Warok Bledeg Anmpar itu. 


Ketika berita mengenai kebangkrutan Juragan Njenduk 
itu sampai ke telinga Warok Bledeg Ampar, membuat ia 
marah besar. Apalagi mendengarkan laporan dari para 
anak buahnya yang mengatakan bahwa kebangkrutan 
Juragan Njenduk itu akibat polah Warok Surodilogo 
yang berani-beraninya usaha dagang Juragan 
Njenduk sebagai mitra usahanya. 


Sumber pendapatan keuangan bagi Warok Bledeg Ampar 
juga ikut terganggu sejak kebangkrutan Juragan 
Njenduk itu, lantaran tidak adanya setoran upeti dari 
Juragan Njenduk. Sehingga membuat kesulitan keuangan 
Warok Bledeg Ampar untuk mengurusi hidup para
pengikutnya. Padahal selama ini sebagian besar pengha-
silannya diperoleh dari operasi usaha yang dijalankan
oleh Juragan Njenduk jtu. Oleh karena itu, kejadian 
yang menimpa Juragan Njenduk itu telah menimbulkan 
kemarahan besar bagi pemimpin perusuh Bledeg Ampar 
Ia segera memerintahkan kepada para anak buah
andalannya untuk menghadapi Warok Surodilogo.

 
"Supar, Tarmo,,Proba, kalian semua bersiaplah mem 
bawa anak buah kalian yang tangguh-tanggguh untuk  
segera berangkat Ke. Dukuh-Dawaian memberiKan 
pelajaran kepada Si Surodilogo yang angkuh penguasa 
daerah itu. Orang itu telah berani-beraninya, meng 
ganggu pekerja si Juragan Njenduk. Aku tidak suka 
kejadian ini menimpa si Njenduk itu. Ini berarti juga
menampar mukaku. Akan mengurangi penghasilan
kita," kata Warok Bledeg Ampar yang terkenal memiliki 
anak buah tersebar dimana-mana itu dengan pandangan 
sorot matanya yang berapi-api tanda kemarahannya 


Para anak buah yang dikirim untuk menghadapi Warok
Surodilogo ternyata tidak ada satu orang pun yang dapat 
mengalahkan Warok Surodilogo yang perkasa itu. 


"Hayo habiskan tenaga kalian, Sobat. Ilmumu belum 
seberapa,” ejek Warok-Surodilogo ketika berhasil 
membabat pertahanan pengeroyok yag tidak diundang
itu. 


Namun rupanya para suruhan Warok Bledeg Ampar itu ' 
tidak tinggal diam segera mereka mengerahkan 
kekuatannya untuk terus menyerang Waro Surodilogo 
yang tersohor memiliki kesaktian tinggi itu. Akhirnya
karena kesal, Warok Surodilogo menangkap salah  
seorang laki-laki pengeroyok itu. 


"Hae bajingan siapa namamu, dari mana asalmu, dan 
siapa pemimpinmu," bentak Warok Surodilogo setelah 
menangkap salah seorang laki-laki yang sudah terkapar 
itu. 


"Hayo ngaku, kalau tidak ingin aku bunuh. Jawab 
pertanyaanku." 


"Ak...ak...aku bernama Supar. Asal Pulung...," jawab 
laki-laki yang tertangkap tidak berkutik itu. 

"Siapa pemimpinmu." 

"Aku tid...tidak...punya pemimpin." 

"Bohonggg. Hayo jawab kalau tidak pingin mati," bentak 
Warok Surodilogo sudah menunjukkan amarahnya 
yang memuncak sambil membenturkan kepala Supar 
pemimpin rombongan itu di atas kayu balok besar. 


"Ad...aduhhh sakitttt...." 
"Hayo jawab, siapa pemimpinmu." 
"An..anu...War...Warok Bledeg Ampar." 


"Bagus." Kata Warok Surodilogo sambil melemparkan 
tubuh Si Supar yang babak belur itu. 


"Hae, kalian. Bajingan. Katakan kepada pemimpin 
kalian si Bledeg Ampar itu. Kalau dia mau bikin 
gara-gara sama aku jangan kirim orang cecunguk 
macam kalian ini. Datang sendiri secara jantan kalau 
memang sekarang dia sudah punya panggilan warok. 
Sampaikan kepada pemimpin kalian pesanku ini. Hayo, 
sekarang bubarrrrr." Teriak Warok Surodilogo keras 
dengan amarah yang tidak tertahan menyuruh pergi 
semua orang yang baru saja mengeroyoknya itu. Mereka 
dengan kaki pincang, dan menahan sakit di bagian- 
bagian tubuhnya dengan susah payah berusaha pergi 
meninggalkan Warok Surodilogo yang sudah kalap itu. 


Mendengar laporan para anak buahnya mengenai 
kekalahannya menghadapi Warok Surodilogo itu, maka 
tidak ada jalan lain, akhirnya Warok Bledeg Ampar 
dibantu oleh anak buah andalannya, turun tangan 
sendiri menantang tarung Warok Surodilogo. 


"Kurang ajar si Suro. Ini sama saja menantang aku," 
teriak Warok Bledeg Ampar menunjukkan ketidak- 
senangannya menerima pesan yang disampaikan 
melalui anak buahnya itu. Keesokan harinya mereka 
kemudian berangkat kembali mencari Warok 
Surodilogo untuk menghadapi adu tanding. 


Pertarungan sengit antara Warok Bledeg Ampar dan 
Warok Surodilogo itu akhirnya tidak terhindarkan lagi. 
Berlangsung seru di lembah Kedokan Kali Jenes. Warok 
Bledeg Ampar meloncat menerjang posisi Warok 
Surodilogo yang nampak sedari tadi sudah siap 
memasang kuda-kuda untuk menghadapi segala 
sesuatunya. "Pranggg", terdengar suara keras kedua 
motek jagoan itu beradu keras. Dengan sigap pula Warok 
Surodilogo memutar-mutarkan motek senjata golok khas 
Ponorogo yang siap menerima serangan dari Bledeg 
Ampar yang nampak menyerang dari segala arah dengan 
penuh variasi jurus-jurus yang mematikan itu. 


Serangan Warok Bledeg Ampar itu secara bertubi-tubi 
dapat dipatahkan oleh gerakan-gerakan lincah Warok 
Surodilogo yang sudah banyak makan garamnya 
pertarungan dahsyat. Warok Bledeg Ampar nampak 
mulai terdesak mundur oleh serangan balasan yang di- 
lancarkan Warok Surodilogo yang kelihatan penuh 
perhitungan matang itu. Warok Surodilogo kelihatannya 
mulai berhasil memojokkan terus posisi Warok Bledeg 
Ampar yang terus mengambil gerakan mundur sampai 
beberapa langkah jauh ke belakang. 


Dalam beberapa langkah mundur yang dilakukan 
Warok Bledeg Ampar nampak ia makin sulit menandingi 
kehebatan jurus-jurus serang yang dilancarkan oleh 
Warok Surodilogo yang nampak dengan cekatan meng- 
hantam tubuh Warok Bledeg Ampar yang gempal itu 
bertubi-tubi mengenai tengkuk, dada, pelipis, dan perutnya. 
Dalam keadaan terdesak terus itu tiba-tiba terdengar 
suara parau yang jelas tajam yang datangnya dari Warok 
Bledeg Ampar yang maksudnya memberi isyat perintah 
menyerbu kepada para anak buahnya agar menyerang 
serentak ke arah posisi Warok Surodilogo. Tidak berapa 
lama beberapa sosok laki-laki perkasa menyerang posisi 
Warok Surodilogo secara buas dan brutal Melihat gelagat 
yang menyulitkan itu Warok Surodilogo berusaha 
melepaskan jurus-jurus mautnya sampai beberapa 
gerakan beruntun. Ia kemudian menggeser langkahnya 
mundur kembali untuk menata irama jurus-jurus 
bertahannya. Dalam menghadapi serangan bertubi- 
tubi yang dilancarkan serentak dari berbagai jurusan 
oleh para anak buah Warok Bledeg Ampar yang 
mengeroyoknya itu, Warok Surodilogo mengem- 
bangkan jurus bunga teratai menundukkan tangkai 
yang melambai-lambai luwes sehinga banyak sabetan 
senjata tajam lawan itu terlepas dari sasarannya. Dalam 
gerakan mundur sambil melepaskan serangan itu ternyata 
dua orang anak buah Warok Bledeg Ampar itu ada yang 
terkena sabet motek Warok Surodilogo. 


Melihat situasi yang demikian itu, sisa para anak buah 
Warok Bledeg Ampar itu kemudian melakukan gerakan 
surut ke belakang untuk menata posisi serang kembali 
secara beruntun. Namun kemudian Warok Bledeg Ampar 
yang sedari tadi mengamati. gerak para anak buahnya 
itu, kini ia kembali masuk ke arena pertarungan yang 
langsung menyerang kembali posisi Warok Surodilogo 
sambil memberi isyarat kepada para anak buahnya 
untuk mundur meningalkan arena pertarungan. 


Warok Bledeg Ampar sebenarnya cukup kerepotan 
melawan Warok Surodilogo, karena ternyata ia lebih 
unggul daripadanya, namun ia mempunyai banyak tipu 
muslihat yang bisa mengecoh gerakan-gerakan Warok 
Surodilogo sehingga ia kemakan oleh tenaganya sendiri 
yang begitu dahsyat itu. Namun tidak berapa lama 
Warok Surodilogo mengeluarkan jurus andalannya 
patukan gagak, sehingga sempat mengubah posisi tanding 
yang bergeser pada keunggulan kedudukan Warok 
Surodilogo. 


Melalui pecahan jurus patukan gagak yang sulit 
ditangkap indera telah berhasil mendorong Warok 
Bledeg Ampar mundur kembali. Untuk menghindari 
cidera akibat serangan bertubi itu, Warok Bledeg Ampar 
mencoba memberikan perlawanan imbalan dengan 
melayangkan jurus gebrakan yang menjadi andalannya, 
kilatan bledeg yang menyambar-nyambar kian kemari 
dengan gesit. Namun sebelum jurus bledeg itu mengenai 
sasaran, agaknya gebrakan serangan itu arahnya telah 
diketahui Warok Surodilogo yang segera mengem- 
bangkan jurus-jurus ular kelibat, disusul dengan jurus 
terjangan cupit urang yaitu jurus untuk menyerang 
bagian tengkuk dan menerjang bagian leher sehingga 
menimbulkan getaran hebat. Namun tidak disangka, 
ternyata Warok Bledeg Ampar mempunyai gerakan 
tipuan yang mampu mengelabuhi indera Warok 
Surodilogo yang semula sudah merasa di atas angin. 
Warok Surodilogo lengah, sebuah sambaran tendangan 
balik yang rupanya telah dilambari dengan tenaga 
dalam yang sangat kuat telah menerjang tepat pada ulu 
hati Warok Surodilogo yang kosong dari pertahannya, 
sehingga membuatnya ia terjungkal ke belakang. 
"Bruggggg" suara keras terdengar berbarengan terhim- 
pitnya tubuh Warok Surodilogo mengenai padas keras 
di gundukan kerikil tajam itu. 

Tanpa memberikan kesempatan lebih lanjut, Warok 
Bledeg Ampar dengan cekatan segera memutar tubuhnya 
yang kekar itu kemudian mendekati posisi Warok 
Surodilogo dan dengan tiba-tiba ia melakukan gerakan 
tipuan menyapu posisi kuda-kuda Warok Surodilogo 
yang kelihatan lengah ketika ia sedang berusaha mau 
berdiri tanpa mengindahkan dukungan kepada kedua 
telapak kakinya itu. Kali ini, gerakan sapuan Warok 
Bledeg Ampar untuk kedua kalinya mampu berobohkan 
kedudukan kuda-kuda Warok Surodilogo. Gerakan 
Warok Bledeg Ampar ini membuat Warok Surodilogo 
terguling ke samping kiri kehilangan lantaran keseim- 
bangan tubuhnya. Ketika Warok Surodilogo hendak 
berusaha bangkit kembali, segera Warok Bledeg Ampar 
menyarangkan tendangan kaki kanannya tepat 
mengenai tengkuk Warok Surodilogo yang kemudian 
kembali jatuh sempoyongan ke belakang. Belum puas 
dengan gerakannya itu, Warok Bledeg Ampar sekali lagi 
melepaskan tendangan samping yang diarahkan ke leher 
Warok Surodilogo. Rupanya gerak samping Warok 
Bledeg Ampar itu kali ini segera dapat ditangkap oleh 
Warok Surodilogo sehinga dengan cepat Warok 
Surodilogo meliukkan tubuhnya menggeser beberapa 
langkah menghindari serangan tendangan samping 
Warok Bledeg Ampar itu yang kemudian ia melakukan 
gerak putaran disusul oleh jurus tendangan membabit 
sengit yang membuat kewalahan Warok Bledeg Ampar 
yang tidak mengira datangnya serangan balasan yang 
begitu cepat itu. Namun rupanya serangan Warok 
Bledeg Ampar itu tidak datang sekali, ia kemudian 
menyusuikan jurus gerakan tipuan untuk mengelabui 
pandangan mata Warok Surodilogo yang didahului dengan 
serangan tangan yang menyambar kian kemari. Di balik 
sambaran serangan tangan itu disusul dengan melepas 
tendangan pengkalan kuda binal begitu menyulitkan 
posisi gerak Warok Surodilogo. Beberapa tendangan 
maut yang dilepaskan Warok Bledeg Ampar itu telah 
membuat kebingungan Warok Surodilogo yang makin 
terpojok mundur terus ke belakang berusaha menjauh 
secepatnya dari terjangan ujung kaki Warok Bledeg Ampar 
yang datang tidak diduga sebelumnya. Untung Warok 
Surodilogo berhasil menghindarkan dari terjangan 
tendangan maut yang hampir saja mengenai 
tengkuknya itu. Untuk menghentikan datangnya serangan 
yang bertubi-tubi itu, Warok Surodilogo kehabisan 
taktik bertahannya, dan satu-satunya untuk meng- 
hadapi serangan beruntun itu, Warok Surodilogo 
berusaha pula membuka serangan tandingan dengan 
jurus gebrakan maut. "Glaarrrr" terdengar suara beradu 
keras antara siku kaki kanan Warok Surodilogo dengan 
telapak kaki Warok Bledeg Ampar. Kedua jagoan yang 
perkasa itu terpental keras beberapa langkah surat ke 
belakang, namun tidak sampai terjatuh. Mereka sama- 
sama dapat mengatur keseimbangan kedudukan kuda- 
kudanya kembali sehingga masih mampu berdiri tegak. 
Agaknya Warok Bledeg Ampar tidak terlalu merasakan 
sakit akibat benturan keras itu. Warok Bledeg Ampar 
sekali lagi berusaha menerjang kembali dengan mem- 
buka serangan buaya kelibat yang disusul dengan jurus 
singa jantan menerjang mangsa. Nampaknya Warok 
Surodilogo pun telah menerima isyarat gelagat yang 
kurang beres akan menimpa dirinya, maka ia mencoba 
memasang jurus perangkap teratai mengembang. Ketika 
tiba-tiba Warok Bledeg Ampar melepas serangan- 
serangannya yang bertubi mengarah pada pelipis sebelah 
kiri Warok Surodilogo, kemudian disusul dengan 
tendangan putar.yang diarahkan ke kening dengan 
diikuti serangan patuk ular sanca yang diarahkan ke 
kedua mata Warok Surodilogo , hampir saja membawa 
celaka bagi Warok Surodilogo apabila ia tidak segera 
mengembangkan pertahanan untuk membabat 
kedudukan kuda-kuda Warok Bledeg Ampar dengan 
menggunting kedua kaki Warok Bledeg Ampar yang 
kokoh itu. Rupanya jurus sambaran yang menggunting 
itu berhasil merobohkan kedudukan kuda-kuda Warok 
Bledeg Ampar, sehingga membuatnya terguling ke 
samping kiri sambil terus berusaha surut ke belakang 
menjauh. Maka kembali kedua jagoan itu berhadapan 
dalamposisisemula, dan keduanya belum memperlihatkan 
kelelahan walaupun telah sekian lama berbagai jurus- 
jurus silatnya dilontarkan. Mereka berdua itu nampak 
masih memperlihatkan keuletan serta kekayaan perben- 
daharaan jurus-jurus yang mereka miliki masing-masing 
jagoan itu. Nampaknya kedua jagoan ini telah banyak 
mengerahkan daya upaya untuk menjatuhkan lawannya. 


Nampak keringat deras membasahi sekujur tubuh dua 
jagoan itu. Kaki bertemu kaki, tangan beradu dengan 
tangan, atau sebaliknya kaki ditangkis dengan tangan, 
dan sabetan kaki yang terus menukik kian kemari 
mencari sasaran yang melemahkan lawan, Gerakan 
liukan-liukan untuk menghindar dari serangan lawan, 
berputar kesamping kiri, balik ke kanan, maju menyerang, 
mundur menghindar, dan berbagai variasi gerak yang 
kadang sulit ditangkap indera mata bagi orang awam 
lantaran begitu cepat gerakannya yang terus berubah- 
ubah. Senjata andalan usus-usus lawe yang dimiliki 
Warok Surodiligo itu sudah beberapa kali digunakan 
untuk menyerang dan bertahan oleh masing-masing 
warok itu, suara benturan antar usus-usus late itu sering 
terdengar keras di udara. Warok Bledeg Ampar 
mencoba mengembangankan serangan bertubi dengan 
jurus andalannya sambaran gagak hitam. Tubuhnya 
meliuk-liuk berputar cepat mendekati lawannya, sambil 
kedua tangannya tertelungkup memberikan juluran 
patukan yang mematikan bila mampu menerkam mang- 
sanya. Melihat gelagat datangnya serangan Warok 
Bledeg Ampar yang makin memanas, Warok Surodilogo 
segera membuka jurus terjangan naga puyuh yang 
melingkar menyambar dengan kelebat juluran kaki ber- 
tubi-tubi mengejar letak detak jantung musuh. Kilatan 
cahaya yang berwarna-warni berkeliaran di panggung 
sebagai tanda kedua warok jagoan itu telah sama-sama 
mengerahkan tenaga dalamnya. Tiba-tiba terdengar 
"Jegarrr" dua sinar tajam ungu dan merah menyala itu 
beradu di permukaan kedua sosok jagoan itu, rupanya 
kedua warok itu telah melemparkan kekuatan aji-aji 
tarungannya untuk segera mengalahkan lawannya. 
Namun belum ada tanda-tanda yang lebih unggul di 
antara dua petarung yang makin nampak emosional dan 
terkuras tenaganya itu. Warok Bledeg Ampar agaknya 
tidak lagi sudi memberi kesempatan pada Warok 
Surodilogo, segera membangun kedudukan kuda-kuda 
barunya. Dengan menggunakan aji-aji Buron Gunung 
yang dihujankan ke arah perut Warok Surodilogo yang 
tidak siap menerima serangan maut itu. Blugggg suara 
menggelegar telah membuat tubuh Warok Surodilogo 
terkapar kaku. Warok Surodilogo terkena sambaran aji- 
aji Buron Gunung milik Warok Bledeg Ampar yang 
terkenal sakti mandraguna itu sehingga lapisan susuk 
yang dipasang dalam tubuh Warok Surodilogo itu tidak 
mampu menahan badai serangan mautnya Warok 
Bledeg Ampar itu. Pertempuran maut ini akhirnya telah 
membawa kematian bagi Warok Surodilogo. 


4
WAROK WULUNGGENI, GALAU


5. kematian Warok Surodilogo telah sampai ke 
telinga Warok Wulunggeni. Mendengar berita 
kematian itu, perasaan Warok Wulunggeni jadi galau, 
antara senang dan sedih. Senangnya, karena musuh 
bebuyutnya itu kini telah tiada. Sedihnya, kematian 
Warok Surodilogo itu tidak mati ditangannya. "Mengapa 
musti si Bledeg Ampar yang mencabut nyawa si Surodilogo, 
bukannya aku." Keluhnya dalam hati. 


Warok Wulunggeni agak menyesal karena selama ini ia 
terlalu banyak pertimbangan untuk menantang adu 
tanding ulang dengan Warok Surodilogo. Akhirnya 
sampai ajal Warok Surodilogo itu, Warok Wulunggeni 
belum sempat memperkenaikan kemajuan ilmu bela 
dirinya akhir-akhir ini, terutama ilmu menggunakan 
aji-aji macan loreng yang kini menjadi senjata andalannya. 
Beberapa bulan sudah direncanakan untuk menebus 
hutang kekalahannya dalam adu tanding yang pernah 
terjadi beberapa tahun yang lalu, ia akari menantang adu 
loreng itu. Kini impian itu musna bersama ajal kematian 
Warok Surodilogo ditangan Warok Bledeg Ampar. 


Kemudian, Warok Wulunggeni mengirim utusan untuk 
menemui Warok Bledeg Ampar dengan maksud hendak 
mengucapkan selamat atas kemenangannya melawan 
Warok Surodilogo lawan beratnya di masa lalu itu. Dan 
ia menawarkan kemitraan, kerjasama menggalang 
kekuatan. Permintaan Warok Wulunggeni untuk 
bersatu melawan penguasa Kadipaten itu ditolak mentah- 
mentah oleh Warok Bledeg Amper, lantaran ia masih 
merasa mempunyai perjanjian tersendiri dengan Warok 
Sawung Guntur yang selama ini mengabdi kepada 
penguasa Kadipaten, menjaga kewibawaan Karjeng 
Adipati di Keraton Kadipaten Ponorogo. 

Warok Sawung Guntur telah berjanji akan memberikan 
upah besar dan pengampunan kepadanya kalau dapat 
mendapatkan Tombak Pusaka peninggalan kerajaan 
Wengker yang hingga kini belum jelas keberadaannya 
itu. Ia tidak bisa ingkar janji untuk memusuhi 
Kadipaten Ponorogo tanpa sebab-sebab yang jelas. 
Bahkan pekerjaannya yang lama sebagai begal dan 
perampok telah lama ditinggalkan, berganti pekerjaan 
sebagai backing yang melindungi pemeras-pemeras atau 
pengusaha siluman seperti Juragan Njenduk itu. 


Dengan cara memeliharan hubungan kemitraan ber- 
sama para penguasaha siluman seperti Juragan Njenduk 
itu, Warok Bledeg Ampar mendapatkan penghasilan 
besar untuk membiayai para anak buahnya yang 
berjumlah cukup banyak tersebar dimana-mana. 


Penolakan oleh Warok Bledeg Ampar terhadap ajakan 
Warok Wulunggeni untuk penggalangan kekuatan itu, 
tidak membuat amarah Warok Wulunggeni, ia bahkan 
tetap menjaga persahabatan dengan Warok Bledeg 
Ampar yang dianggapnya suatu saat kelak pasti bisa 
diajak kompromi apabila keadaan memungkinkan. 


"Tunggu saja pada saatnya nanti, si Bledeg itu pasti akan 
mau menerima ajakan penggalangan kekuatan ini," pikir 
Warok Wulunggeni dalam hati. 

Warok Bledeg Ampar bahkan menyempatkan diri 
menemui Warok Wulunggeni seorang diri. Mereka 
bertemu di pinggir hutan. Ketika Warok Bledeg Ampar 
mengunjungi rumah Warok Wulunggeni di Dukuh 
Jabung, mendapat berita dari isteri Warok Wulunggeni 
kalau Warok Wulunggeni sedang mencari daun-daun di 
hutan untuk bahan racikan pengobatan. Lalu, Warok 
Bledeg Ampar menyusulnya dan ketemu di jalan. 


"Wah, wah, yang datang ini kan Bledeg Ampar," tegur 
Warok Wulunggeni ketika melihat yang berlalu di situ 
Warok Bledeg Ampar. 


"Hae, Wulung. Wah, wah, rajin amat kamu. Kerja terus 
cari rejeki. Seharian kamu berada di hutan kok betah," 
kata Warok Bledeg Ampar sambil. menambatkan 
kudanya di bawah pohon aren. Lalu kedua warok itu 
bersalaman ramah, kemudian duduk-duduk di atas 
rumput. Sambil udud, membagi rokok tengwe, terus 
jagongan nampak guyub. 


"Kepriye kabarmu, Bledeg. Apa selamat saja," kata Warok 
Wulunggeni membuka pembicaraan. 


"Ya, selamat. Ini begini Iho, Wulung. Aku sudah terima 
suratmu. Aku perlukan datang kemari menemui kamu 
karena kepengin menjelaskan kepada kamu agar kamu 
tidak salah paham, tidak sakit hati atas ketidaksediaanku 
membantu kamu. Soalnya, aku ini baru mendapat surat 
pengampunan dari Kanjeng Adipati. Aku sudah lama 
tidak jadi buron lagi. Lah, apa aku ini jadinya, wong 
sudah dikasih hati. Diberi pengampunan secara baik- 
baik, kok aku berkhianat mau melawan dia. Aku ini 
nanti apa tidak dicap orang yang tidak benar. Jadi, 
sebenarnya aku setuju-setuju saja kalau kamu 
bermusuhan dengan penguasa kadipaten, tapi jangan 
ajak-ajak aku. Soalnya aku tidak enak sama kebaikan 
mereka akhir-akhir ini. Itu saja penjelasanku, Wulung." 


"Achhhhhh, tidak apa kok, Bledeg. Aku tidak sakit hati 
sama kamu. Aku hanya perlu mau bermitra sama kamu 
saja kok, Bledeg. Jangan pikiran soal itu. Kita coba cari 
hubungan lain yang dapat membuat kesejahteraan kita 
bersama. Itu Ihoooo yang penting kan begitu tho, Bledeg, 
Orang-orang sudah menjelang tua macam kita ini apa 
yang dicari kalau bukan ketenteraman." 


"Ach, kalau begitu aku akur saja dengan pendapatmu, 
Wulung. Selama ini aku sudah mendengar perihal 
kamu. Aku juga butuh orang semacam kamu Iho, Wulung." 


Kedua warok yang duduk-duduk nglesot di atas tanah 
berumput itu kemudian terdengar tawa lepasnya tarida 
keakraban mereka. 


"Ngomong-ngomong, Wulung, Aku dengar menantumu 
itu jadi Senopati di Kadipaten. Apa itu tidak merepotkan 
kamu, padahal kamu memusuhi orang-orang kadipaten." 


"Itu sudah terlanjur, Bledeg. Waktu kawin dengan 
anakku aku sedang tidak ada di Ponorogo. Baru tahu 
ketika aku pulang. Ya, mau bagaimana. Wong anakku 
sudah terlanjur hidup sebagai suami-isteri. Sebagai 
orang tua akhirnya kan hanya bisa tut wuri handayani. 
Walaupun ini membuat repot aku." 


"Ya, sudahlah. Kita ambil baiknya saja," kata Bledeg 
Ampar sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. 


"Aku pun bersikap begitu. Aku memusuhi kadipaten 
bukan terhadap orang-orangnya, tetapi kepada 
keberadaan kekuasaan kadipaten itu. Wong orang tidak 
adajuntrungnya, tidah ada trah turun raja kok berkuasa 
terhadap rakyat Ponorogo. Mengatur kita semua ini. 
Hanya itu yang aku persoalkan. Selebihnya aku tidak 
ada kepentingannya." 


"Aku akur sama pandangamu itu, Wulung. Tetapi 
maafkan aku tidak bisa berbuat banyak untuk mendukung 
pertentanganmu soal keberadaan kekuasaan kadipaten. 
Itu, aku ini orang bodoh, bekas penjahat, jadi tidak tahu 
soal politik-politikan, tidak seperti kamu yang rajin berguru, 
mendalami macam-macam ilmu. Yang bisa aku pikirkan 
hanya mencari makan, cari duwit, dapat upahan, dan 
senang-senang: Begitu lho aku ini, Wulung, 
ha...ha...ha..." kata Warok Bledeg Ampar yang disambut 
ketawanya yang didikuti tawa Warok Wulunggeni pula. 


"Wah, sampeyan ini mikirnya yang pendek-pendek 
saja." 

"Ha...ha...habis bagaimana lagi tho, Wulung. Aku 
memang adanya ya begini ini ha...ha...". 


"Ya, aku senang saja sama kamu, Bledeg. Memang semua 
orang punya pandangan hidup sendiri-sendiri, mem- 
punyai cara sendiri-sendiri pula, jadi kita tidak bisa 
mencampuri urusan pribadi masing- masing." 


"Ya. Aku senang kita bisa berbincang agak lama dengan 
kamu, Wulung. Selain itu Wulung, aku mau merepotkan 
kamu." 


"Repot bagaimana, Bledeg." 

"Aku mau titip orangku. Ia dulu itu pengusaha sukses. 
Orang ini dulu sebagai sumber penghasilanku yang 
utama. Melalui orang ini aku mendapat uang banyak 
untuk membiayai hidup anak buahku. Nah, lantaran 
orang ini sekarang sedang bangkrut, dan aku dengar 
kamu orangnya pandai berdagang, banyak kenalan 
pedagang-pedagang. Aku titip, tolong ajaklah orangku 
ini untuk bergabung dengan usahamu. Kalau orang ini 
bisa berhasil bangkit lagi, aku kan ikut sempulur." 


"Siapa orangmu itu, Bledeg." 



"Namanya Juragan Markhoni. Berhubung bentuk tubuh 
orang itu gemuk pendek, bulat. Banyak orang mengasih 
parapan dengan sebutan Juragan Njenduk atau Si 
Gendut." 


"Ha...ha...ha....ada-ada saja. Orang dari mana dia itu." 
"Aslinya dari Dukuh Balong." 
"Ya, bolehlah. Suruh menemui aku, nanti bisa kita atur." 


"Terima kasih sebelumnya atas kebaikanmu, Wulung. 
Nah, sekarang karena hari hampir sore, aku mau minta 
pamit dulu, Wulung," kata Warok Bledeg Ampar dengan 
muka cerah merasa mendapatkan kecocokan dengan 
sahabat barunya itu. 


"Terima kasih, Bledeg atas kesediaanmu datang kemari." 
"Ya, sama-sama, aku juga terima kasih sama kamu." 


Kemudian kedua warok perkasa itu saling bersalaman. 
Dan masing-masing menaiki kudanya menuju arah yang 
berlawanan pulang ke rumah sendiri-sendiri. 


5
KEMITRAAN 


SEPENINGGAL Warok Surodilogo, keadaan perim- 
ngan kekuatan di Dukuh Dawuan bergeser 
kembali. Kalau semula sangat didominasi oleh 
kekuatan Warok Surodilogo dan kelompok bisnisnya. 
Kini Warok Wulunggeni yang masih mempunyai rumah 
di Dukuh Dawuan itu merencanakan untuk membangun 
kembali dan mengaktifkan kembali jaringan dagangnya 
di perkampungan yang ramai ini. Ia bahkan telah 
berusaha merintis jalur perdagangan antara Dukuh 
Dawuan dengan kota Trenggalek melalui perkampungan 
Dukuh Sawo dimana di situ berada rumah mitranya, 
Warok Tanggorwereng, sebagai kota perantaranya. 


Kesulitan keamanan melalui jalur perjalanan panjang ini 
yang selama ini merupakan halangan bagi para peda- 
gang yang ingin menjalin hubungan dagang dengan 
kota Trenggalek. Namun kini telah diusahakan oleh 
Warok Wulunggeni untuk diatasi. Soal pengamanannya 

dapat diatur melalui jasa pengawalan milik Warok 
Wulunggeni yang kelihatan mulai berkembang kembali 
itu. 

Bekas kenalan lamanya, Raden Mas Poerboyo yang 
orang asli Trenggalek itu, kini setelah dihubungi 
kembali oleh Warok Wulunggeni. Ia nampaknya juga 
mulai tertarik terhadap ajakan Warok Wulunggeni untuk 
mengembangkan usaha dagangnya bergabung bersama 
dengan para pedagang di Ponorogo. Ia merasa aman di 
perjalanannya setelah mengontrak jasa pengamanan 
dengan usaha yang dirintis kembali oleh Warok 
Wulunggeni itu Apalagi orang seperti Warok Tang- 
gorwereng dan gerombolannya itu yang mempunyai 
daerah operasi di sekitar hutan menuju Blitar, Tu- 
lungagung, dan Trenggalek bisa diajak damai oleh 
Warok Wulunggeni. Bagi para pedagang yang 
mengenakan tanda pengenal dari usaha jasanya Warok 
Wulunggeni biasanya akan aman selama di perjalanan. 
Selamat sampai tujuan. Terutama akan terbebas dari 
gangguan gerombolan para anak buah Warok Tang- 
gorwereng yang berkeliaran dimana-mana. 


Sejak saat itu hubungan dagang antara daerah Ponorogo 
dan Trenggalek menjadi ramai. Selain Raden Mas Poerboyo 
kenalan lama Warok Wulunggeni itu, masih terdapat 
pedagang-pedagang lainnya yang ikut-ikutan 
mengikuti jejak keberhasilan Raden Mas Poerboyo itu. 
Demikian juga bagi Warok Wulunggeni makin dapat 
mengembangkan daerah Dukuh Dawuan ini menjadi 
daerah pasar yang ramai. 1a pun ikut mendapatkan 
untungnya, selain jasa pengawalannya yang makin laris 
dibutuhkan oleh para pedagang itu, ia juga memperda- 
gangkan ramuan racikan bahan-bahan pengobatan dari 
dedaunan, terutama untuk pengobatan luka-luka yang 
sangat dibutuhkan oleh para penduduk daerah 
Ponorogo yang suka bertarung, dan sering terjadi 
keributan perkelahian yang membawa luka oleh goresan 
benda-benda tajam senjata mereka. 


Juragan Njenduk yang sudah bangkrut itu, ikut 
tertolong nasibnya kembali. Ramainya perdagangan 
antara Dukuh Dawuan dan Trenggalek itu telah mem- 
bawa perubahan suasana perdagangan antara dua 
daerah itu yang juga tidak ketinggalan ikut dimanfaatkan 
oleh Juragan Njenduk yang berpengalaman berdagang. 
Apalagi ia kini sangat ditolong oleh hubungan kemitraan 
antara Warok Bledeg Ampar yang belakangan ini 
berhubungan baik dengan Warok Wulunggeni. 


Atas perantaraan Warok Wulunggeni, Juragan Njenduk 
dapat berkenalan dengan Raden Mas Poerboyo pedagang 
beken dari Trenggalek itu. Ia kemudian bangkit kembali 
membangun usahanya. Atas perlindungan Warok 
Bledeg Ampar yang telah merintis hubungan kemitraan 
usaha dengan Warok Wulunggeni yang memiliki 
pandangan yang luas dalam bidang usaha, keilmuan 
pengobatan, dan juga menguasai ilmu kanuragan tinggi, 
kemajuan usaha Juragan Njenduk ikut terbantu. Namun 
ia masih belum bisa menghilangkan kebiasaan 
buruknya, selalu memelihara isteri banyak. Hal ini 
yang sering mendapat peringatan keras dari Warok 
Wuluggeni seorang warok sejati yang tidak mudah 
berhubungan dengan perempuan. Seorang warok yang 
sangat menghormati martabat perempuan. 


"Hae, Njenduk", kata Warok Wulunggeni pada suatu 
hari, "Aku sebenarnya tidak ingin mencampuri urusan 
pribadimu. Tetapi kali ini aku ingin memberi peringatan 
keras kepada kamu. Tinggalkan tabiat burukmu itu. 
Memperlakukan perempuan seenak perutmu sendiri. 
Itu perbuatan tidak baik yang harus kamu tinggalkan." 


"Saya ini kan cuma kepengin menikmati hidup secara 
penuh tho, Kangmas Wulung," jawab Juragan Njenduk 
sambil senyum-senyum dikulum merasa tidak bersalah 
dihadapan Warok Wulunggeni orang yang disegani itu. 


"Menikmati hidup caranya bukan begitu. Mentang- 
mentang kamu banyak uang, banyak harta, banyak untung, 
kamu menjajakan untuk perempuan semau wudelmu 
dewe. Dasar gendut. Doyan perempuan," ujar Warok 
Wulunggeni mengata-ngatai mitra usahanya si Juragan 
Njenduk itu sejadi-jadinya. Orang yang dikata-katai 
Cuma tertawa cengengesan tidak berani marah dihadapan 
warok yang terkenal sakti ini 

"Kalau kamu punya isteri, cukup satu saja. Perlakukan 
dengan baik. Jangan punya isteri banyak. Masih juga 
doyan jajan diluar lagi. Itu perutmu yang gendut itu 
kempeskan dulu, biar nafsu hewarmu itu tidak liar begitu." 

"Kang Wulung ini ada-ada saja. Biar gendut begini, 
tetapi kan rejeki sempulur tho Kang." 

"Sempulur endasmu itu. Dasar laki-laki mata bangkong, 
Kalau mata keranjang saja masih lumayan, tetapi kamu 
itu sudah mata bangkong. Tahu tidak. Suka ganggu 
perempuan dimana-mana. Hanya itu saja yang aku tidak 
sukai sama kamu," kata Warok Wulunggeni dengan 
geram karena sering menerima laporan yang tidak 
mengenakkan dari masyarakat sekeliling soal kelakuan 
Juragan Njenduk yang gemar meniduri perempuan itu, 
walaupun perempuan itu kemudian diambil isteri dan 
tidak begitu lama diceraikan lagi. 


"Saya tidak mau mengganggu perempuan kok, Kangmas 
Wulung. Tetapi mereka yang butuh aku. Aku mengawini 
dengan baik-baik. Memberikan nafkah hidup secukupnya. 
Dan mereka senang kawin dengan aku. Jadi apa aku 
yang salah," bela Juragan Njenduk masih dengan muka 
cengar-cengir. ` 

"Kamu katanya suka main paksa. Mana ada perempuan 
butuh kamu. Kamu saja yang kurang ajar. Kalau kamu 
pengin selamat hidup. Hentikan kebiasaan jelekmu itu, 
Ndut. Itu peringatan sebagai teman baikmu agar engkau 
selamat dan kita bisa memajukan usaha. Kemitraan kita 
pun bisa langgeng." 


"Yah. Akan aku usahakan, Kangmas Wulung." 


"Lha. Begitu. Itu namanya akan membuat tenteram 
orang, dan juga membuat tenteram bagi diri kamu 
sendiri. Baru aku senang berkawan sama kamu. Kalau 
tabiat jelek kamu yang satu itu kamu ubah, aku rasa kita 
bisa berkawan lama. Sebenarnya tidak ada orang yang 
melarang terhadap orang yang pengin kawin. Tidak ada 
larangan kalau ada laki-laki tertarik sama perempuan. 
Yang tidak mengenakkan bagi orang lain, kalau kamu 
memperlakukan perempuan seperti barang mainan. Itu 
saja pesanku, Ndut” 


"Ya, Kang. Akan aku usahakan," jawab Juragan Njenduk 
itu sambil masih cengar-cengir cengengesan, "Tapi apa 
bisa ya, Kang. Namanya saja sudah kesenangan." 


"Kesenangan, gundulmu apek. Dasar gendut," bentak 
Warok Wulunggeni nampak sudah gemes terhadap 
mitra usahanya yang satu ini, "Aku sebenarnya risih 
bermitra kerja sama kamu, Ndut. Aku tidak suka sama 
tabiat jelekmu itu. Kalau ini semua karena bukan atas 
pertimbangan untuk hubungan baikku sama Si Bledeg 
Ampar, sahabatku dan pelindungmu itu, aku tidak sudi 
berurusan sama kamu Bisa-bisa aku kena getahnya 
gara-gara kelakuan burukmu itu. Bisa membawa nama 
baikku merosot lantaran ulahmu." 


"Ya, maafkan saya, Kangmas Wulung. Sebenarnya 
Kangmas Bledeg juga sudah weling wanti-wanti sama 
saya untuk mengubah tabiatku ini dan menghormati 
Kangmas Wulung. Jadi maafkan saya, kalau ada yang 
tidak berkenan, Kangmas Wulung," 


"Saya dengar kamu juga suka menggoda isteri Kangmas 
Raden Poerboyo pedagang Trenggalek itu." 


"Ach, siapa yang bilang. Aku justeru sangat menaruh 
hormat sama beliau, isteri Kangmas Raden Poerboyo itu. 
Perempuan secantik Ajeng Sarimbi yang tidak ada 
duanya itu perlu dihormati tho Kangmas. Mana aku 
berani ganggu. Wong Kangmas Poerbaya sahabat dekat 
Kangmas Wulung." 


"Ya, hati-hati kamu. Awas kalau kamu berani ganggu 
isteri sahabat-sahabat dekatku. Akan aku puntir batang 
lehermu sampai mati. Ingat-ingat pesanku ini. Jangan 
coba main-main sama perempuan isteri teman-temanku. 
Terutama Mbakyu Ajeng Sarimbi, isteri Kangmas Raden 
Poerboyo itu. Perempuan yang satu ini harus kamu 
hormati benar-benar, Keluarga Poerboyo ini pernah 
berbuat baik sama aku ketika aku dulu pernah tinggal 
di Trenggalek. Jadi aku harus balas kebaikan keluarga 
ita. Ingat itu, Ndut. Jangan main sembrono sama 
mereka." 


"Aku akan selalu ingat pesan Kangmas Wulung," jawab 
Juragan Njenduk nampak patuh. 


Sejak saat itu memang, Juragan Njenduk selalu berusaha 
mentaati nasehat sahabat barunya yang sakti ini, Warok 
Wulunggeni. Apalagi Warok Wulunggeni bersahabat 
dekat dengan Warok Bledeg Ampar satu-satunya orang 
yang diagul-agulkan sebagai pelindung utamanya. 
Sebab ia tahu betul, kalau sampai berani melanggar 
aturan Warok Wulunggeni, dan sampai keluar 
amarahnya bisa mampus dia. Bisa-bisa hanya lantaran 
kekecewaan Warok Wulunggeni kepadanya, akan tega 
membunuhnya. Warok Wulunggeni yang disegani banyak 
orang ini tidak bisa dianggap remeh. Oleh sebab itu 
nampaknya Juragan Njenduk tidak berani main-main 
sama rr yang digariskan oleh Warok Wulunggeni 
mitra kerjanya sekarang ini.