Dewa Arak 81 - Mustika Ular Emas



"Mari kita bermain-main dulu. Kak," ajak Suri sambil 
bangkit dan menarik-narik tangan Lanang. Sepasang matanya yang 
liar terlihat berbinar-binar ceria. 

Larang meratap wajah Suri sesaat. Pemuda pesolek itu 
sebenarnya merasa jijik dan muak. Tapi, keinginan yang besar untuk 
mendapatkan kesaktian membuatnya menyembunyikan perasaan 
itu. Dia bahkan menyunggingkan seulas senyum. 

"Aku mau saja bermain-main, Suri. Tapi, aku malas untuk 
berdiri." 

"Kau tidak perlu bangkit. Kak. Aku yang akan membawamu 
ke tempat kita bermain," sambut Suri sambil mengikik. Gadis 
kurang waras ini gpmbira melihat tanggapan Lanang. 

Senyum yang tersungging di mulut Larang semakin 
melebar. Pemuda ini memang hendak menguji teragu dalam Suri. 
Kendati sebelumnya telah disaksikan sendiri kehebatan gadis 
berpakaian kembang-kembang itu. (Untuk lebih jelasnya mengprai 
tokoh-tokoh ini, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode 
"Misteri Gadis Gila"). 

Larang segpra mengerahkan seluruh tenaga dalamnya 
untuk memberatkan tubuh. Pemuda ini merasa yakin bobot 
tubuhnya sekarang tidak kalah beratnya dengan seekor gajah! 

Suri tertawa mengikik. Otaknya yang tidak beres 
membuatnya menganggap Larang sedang mengajaknya bermain- 
main. Maka, sambil tersenyum-senyum dicekalnya pangkal lengan 
kanan Lanang, lalu ditariknya ke atas. Senyumnya semakin lebar 
ketika mengetahui tubuh pemuda itu tidak bergpming dari 
tempatnya. Larang seperti menempel dengan bumi! 

"Rupanya kau pintar mencari permainan yang menarik. 
Kak," ujar Suri gpmbira. 

Semula gadis berpakaian kembang-kembang ini tidak 
mengerahkan tenaga dalam Tapi, setelah tahu Lanang mengajaknya 
bermain dia pun mengpluarkan tenaga dalam. 

Lanang merasakan kekuatan dahsyat memaksa tubuhnya 
naik ke atas. Pemuda ini bersikeras bertahan Wajahnya sampai 
merah padam. Tapi, perlawanan Lanang hanya berlangsung 
sebentar. Betapapun ia berusaha bertahan tubuhnya tetap terangkat 
naik Masih dalam posisi duduk bersila tubuh Lanang terbawa ke 
atas. 

Lanang sadar dia telah dikalahkan. Dia pun menurunkan 
kedua kakinya dan berdiri di tanah. 

Lanang memperhatikan wajah Suri. Terkejut dia ketika 
mengetahui keadaan gadis itu biasa-biasa saja. Tidak terlihat tanda- 
tanda Suri telah bertarung tenaga dalam dengannya! Padahal, 
Lanang sampai berkeringat. Wajahnya pun masih merah. 

"Bagpimana, Kak? Perlukah kau kubawa sampai ke tempat 
kita bermain?" tanya Suri. Kelihatan betul gpdis ini amat menyukai 
Lanang. Ia ingin selalu menyenangkan hati pemuda pesolek itu. 

"Tidak usah. Suri." Lanang menggelengkan kepala. 

"Kalau begitu, mari kita keluar." Suri cepat menyambar 
pe rgjla n g) n tangan Lanang dan dibawanya berlari. 

Tentu saja Lanang tidak ingin terseret-seret Ilmu lari 
cepatnya segera dikerahkan. Namun, lagi-lagi pemuda pesolek ini 
menerima kenyataan pahit. Ilmu lari cepatnya tidak berarti sama 
sekali. Lanang tercecer di belakang. 

Kenyataan ini membuat Lanang mengambil keputusan lain 
Dia tidak berlari lagi. Pemuda itu membiarkan Suri membawanya 
berlari. Suri baru menghentikan larinya ketika tiba di tepi sebuah 
hutan kecil. 

"Di sinilah tempat kita bermain, Kak," ujar g^dis berpakaian 
ke mbang-ke mbang itu. Pegangan tangannya dilepaskan. 

"Bennain apa. Suri?" tanya Lanang setelah mengedarkan 
pandangan memperhatikan suasana di sekitarnya. 

"Terserah Kakak. Bermain apa pun aku mau," jawab Suri 
sambil menunduk malu-malu. 

Kalau menuruti perasaan, tentu Lanang sudah meludahi 
gadis itu. Meski sebenarnya jika tengah malu-malu seperti itu Suri 
tidak terlihat seperti gadis yang kurang waras. 

"Aku tidak begitu mengptahui jenis-jenis permainan. Suri. 
Kaulah yang tentukanjenis permainannya. Bagaimana? Kausetuju?" 

Sambil menggigit jari telunjuknya. Suri mengpngguk- 
anggukkan kepala. Tapi, jumlah angguk arinya teria lu banyak. 

"Bagpimara kalau kita bermain petak umpet?" usul Suri. 
Sepasang alisnya mengprnyit tampak lucu. 

"Boleh," sahut Larang dengan hati dongkol Dia sudah 
dewasa. Bermain petak umpet adalah permainan anak-anak kecil. 
"Siapa yang jaga lebih dulu?" 

"Harus sut supaya adil," beritahu Suri dengan sepasang 
mata berbinar. "Kalau aku merang, kau yang harus jagp. Tapi bila 
kau yang menang, aku yang akan sembunyi. Adil bukan?" 

Lanang hampir saja mengangguk Tapi anggukannya 
tertahan ketika kalimat Suri dicernanya. Perjanjian curang. Suri terus 
beruntung. Lanang hampir saja membantah. Tapi ketika teringat de¬ 
ngan siapa dia berhadapan, kata-katanya ditelan kembali 

"Aku setuju," ucap Larang pelan. 


*** 


Lanang membalikkan tubuh sambil membuka matanya. 
Seruan-seruan yang dikeluarkan sejak dia menghadap pada 
sebatang pohon besar sambil memejamkan mata tidak mendapat 
sambutan lagi. Suri telah bersembunyi. 

Larang mengpdarkan pandangan ke sekitarnya. Dengpn 
menajamkan pendengarannya pemuda pesolek ini mencoba mencari 
tempat persembunyian Suri. Biasanya Larang memang mampu 
mengetahui sumber suatu suara hanya denganmendengprnya. Tapi, 
hal itu ternyata tidak berlaku untuk Suri. Gadis itu sulit untuk 
diketahui jejaknya. Dengan ilmunya yang tinggi Suri dapat 
membuat suaranya seperti muncul dari segpnap penjuru. 

Larang mengayunkan kaki meninggalkan pohon tempat 
penjagaannya, segpra menggelarkan pandanggn. Dia tidak ingin 
ke colongan. Bila Suri sampai lolos dari pengamatannya dan tiba di 
pohon yang dijaga, itu berarti Larang harus berjaga lagi. 

Baru beberapa langkah meninggalkan tempat penjagaannya. 
Larang mengpmyitkan alis. Dia merasakan getaran keras pada 
tanah yang dipijaknya. Getaran yang hebat ini layaknya terjadi bila 
seekor gajah le wat 

Perhatian Larang jadi terpecah. Pemuda pesolek ini 
mempunyai kecerdikan yang luar biasa. Ia bisa memperkirakan 
kalau yang menimbulkan gptaran hebat itu bukan gajah. Hutan kecil 
seperti ini mara mungkin ditinggali gajah? Larang yakin bunyi 
seperti itu disebabkan oleh tenaga dalam yang amat kuat! 

Jantung Larang berdetak kencang. Orang yang mampu 
menimbulkan bunyi demikian pasti memiliki teragp dalam tinggi. 
Dia sendiri tidak mampu melakukannya. Padahal, bunyi getaran 
yang berirama menunjukkan orang itu tengah berjalan. Senantiasa 
mengerahkan teragu untuk menggetarkan tanah dalam setiap 
langkah merupakan sesuatu yang amat sulit! Larang tidak mampu 
melakukan hal itu. 

Rasa penasaran mendorong Larang mendekati tempat yang 
menjadi sumber bunyi. Baru beberapa langkah, pemuda pesolek ini 
berseru kaget Larang terlonjak ke belakang bagpi orang menginjak 
ular berbisa! 

Sepasang mata pemuda itu tertuju lurus ke depan. 
Hamparan rumput setinggi setengah tombak yang berada kira-kira 
sepuluh tombak di depannya menguak ke kanan dan ke kiri, 
membentuk jalan kecil. Pemandangpn ini sangat mengpjutkan La- 
nang. 

Sebelum perasaan kaget yang melanda hatinya lenyap, 
muncul sesosok tubuh pendek gp muk. Sosok itu berada hampir 
dua puluh tombak dariLanang. 

Sekarang Larang mengprti mengapa hamparan rumput 
seperti menyibak memberi jalan. Sosok pendek gpmuk itulah 
penyebabnya. Sosok itu tidak terlihat melakukan tindakan apa pun. 
la hanya beijalan lurus. Tapi, mengipa rumput-rumput itu 
menyiba k me mbe ri ja la n? 

"Horeee...!" 

Seruan gpmbira yang melengking nyaring membuat Lanang 
teringat dengpn permainannya. Lanang hafal betul pemilik suara itu. 
Pemuda pesolek ini menoleh ke belakang. 

Di pohon yang harus dijagpnya berdiri dengpn gembira Suri. 
Gadis berpakaian kembang-kembang itu berhasil memenangkan 
permainan. Lanang harus berjaga lagi. 

Tapi Lanang hanya sebentar menoleh. Gepat pandangannya 
dialihkan lagi ke depan. Dilihatnya sosok pendek ggmuk semakin 
mendekat. Sekarang Lanang baru melihat jelas penyebab 
pemandangan aneh itu. 

Semakin dekat sosok pendek g.'muk itu dengan rumput, 
keadaan rumput semakin kacau jelas, penyebab semua itu adalah 
sosok pendek g.'muk. Lanang yang cerdik segera tahu di sekitar 
tubuh sosok pendek gemuk berhembus angin keras yang menerpa 
rumput-rumput. Pameran tenaga dalam tingkat tinggi yang sangat 
menga gumkan! 

Lanang merasa amat tertarik. Ia memperhatikan sosok 
pendek gpmuk hingga melintasi hamparan rumput Kembali Lanang 
melihat pemandangan yang menakjubkan. Begitu sosok pendek 
gemuk keluar dari hamparan rumput, tanaman-tanaman itu kembali 
berdiri teggk seperti semula! 

Lanang terbengong-bengong saking takjubnya. Pemuda 
pesolek ini merasa yakin sedang bertemu dengan seorang tokoh 
sakti. Bahkan, dia yakin sosok pendek gemuk yang ternyata seorang 
kakek berkepala botak memiliki kepandaian di atas bekas ayahnya. 
Naga Sakti Berwajah Hitam. 

Kakek berkepala botak yang menjadi pusat perhatian 
Lanang tampak bersikap tidak peduli. Wajahnya tetap berseri-seri 
dan penuh senyum. Kaki-kaki bulat dan pendek itu terus terayun 
mantap. 

Larang tercekat merasakan tarah yang dipijaknya semakin 
bergetar hebat. Bunyi berdebam keras seperti langkah seekor gajah, 
terdengar. 

Larang semakin merasa pasti kakek itu me-mang orang 
sakti. Dilihatnya jelas kakek pendek gemuk melangkah biasa, tidak 
dijejakkan. Namun akibatnya demikian menakjubkan! 

"He he he...!" 

Kakek pendek ggmuk terkekeh ketika jaraknya tinggal dua 
tombak dari Larang. Langkah kakinya dihentikan. Masih dengpn 
senyum diperhatikannya sekujur tubuh bekas putra Na g) Sakti 
Berwajah Hitam. 

"Luar biasa anehnya dunia ini. Belum lama aku bertemu 
seorang pemuda gag^h dan kuat laksana batu karang dan seorang 
kakek gila berpakaian terbalik, sekarang aku bertemu dengan seo¬ 
rang banci. He he he...!" 

Wajah Larang merah padam. Sudah dua kali dia dimaki 
sebagai banci. Pertama oleh Jumini. Kali ini oleh kakek pendek 
gemuk. Padahal kendati pesolek. Larang paling benci bila dianggap 
perempuan. Apalagi banci. 

"Sayang sekali aku tengah mempunyai urusan penting. 
Kalau tidak, aku akan senang sekali bermain-main denganmu," ujar 
kakek pendek gemuk sambil melangkah maju. Kali ini tidak ada 
getaran pada tarah. Tapi Larang merasakan dorongan angin keras 
keluar dari tubuh kakek itu. 

Larang terkejut bukan main. Dia seggra bertindak cepat. 
Seluruh tenaganya dikerahkan untuk membuat kakinya menjejak 
bumi. Larang berhasil mencegah dorongan angin keras tidak 
membuat tubuhnya terhuyung. Namun itu terjadi ketika kakek 
pendek gpmuk melangkah dua tindak. Pada langkah ketiga 
dorongan itu demikian kuat Larang bersikeras untuk bertahan. 
Wajahnya sampai merah padam Di langkah keempat, pemuda 
pesolek ini tidak mampu bertahan lagi. Larang terdorong ke 
belakang sejauh tiga tombak! Tarah tergurat cukup dalam ketika 
tubuh pemuda pesolek itu terseret 

Kakek pendek gemuk terus saja melangkah. Lanang yang 
merasa penasaran mengirimkan serangpn. Pemuda pesolek itu 
menghentakkan kedua tangpn terbuka ke depan. Sebuah serangpn 
jarak jauh dilancarkan 

Serangkum angin keras meluruk ke arah kakek berkepala 
botak. Hembusan angin yang mampu menghancurkan sebongkah 
batu sebesar gpjah. Kakek pendek gemuk tahu akibat serangan itu. 
Tapi, dia bersikap tidak peduli. Baru ketika serangan menyambar 
dekat, dia melakukan gerak meniup! 

Lanang terperanjat. Pukulan jarak jauhnya lenyap begitu 
saja bagai tertelan sesuatu. Keterkejutannya membesar ketika 
melihat kakek itu kembali meniup. 

Lanang mencoba mengelak. Tapi, kakek pendek gemuk 
cepat bertindak. Dia bersiul pelan dengan mempergunakan ibu jari 
dan jari tengah. Akibatnya sungguh mengagumkan. Lanang 
merasakan sekujur tubuhnya mendadak lemas. Tenagpnya lenyap 
entah ke mana. Otot-otot tubuhnya seakan lumpuh! 

Lanang tercekat ketakutan. Maut berada di hadapannya. 
Tiupan kakek pendek gpmuk tidak kalah dengan hantaman tongkat 
pusaka! Cukup untuk mengirim nyawanya melayang ke alam baka. 

Di saat gpnting bagi keselamatan nyawa bekas putra Nagp 
Sakti Berwajah Hitam itu, suatu kekuatan dahsyat menarik 
tubuhnya ke belakang! Lanang yang tengah tidak berdaya tidak 
mampu mencegahnya. Tubuhnya tertarik dengpn deras. Tapi, justru 
inilah yang menyelamatkan nyawa pemuda itu Serangpn kakek 
pendek gpmuk tidak mengpnai sasaran. Lewat beberapa jengkal di 
depan tubuhnya. Kekuatan dahsyat itu membuat Lanang 
terjengkang! 

"He he he...!" 

Kakek pendek gpmuk terkekeh gembira. Wajahnya makin 
berseri-seri. Sepasang matanya pun berbinar-binar. Padahal, sekejap 
tadi memancarkan sinar maut ketika serangpnnya kandas akibat 
campur fangpn orang. 

"Rupanya aku tengah laris. Ada lagi yang ingin mengajakku 
bermain-main ini!" 

"Tutup mulutmu. Manusia Aneh! Siapa yang sudi bermain 
dengan orang sepertimu? Jijik aku! Kau ini orang atau bola? Sudah 
jelek masih berani mengajak calon suamiku bermain-main. Benar- 
benar tidak tahu diri! Cepat pergi sebelum aku memecahkan 
kepalamu yang mirip batu itu!" 

Di depan kakek botak, membelakangi Lanang yang 
sekarang telah berdiri tegak, berdiri gadis berpakaian kembang- 
kembang. Suri. Gadis ini marah bukan main Kedua tangannya 
ditaruh di pinggang. 

"He he he.J" 

Kakek pendek gemuk malah tertawa. 

Lanang memperhatikan kedua orang yang berdiri 
berhadapan dan siap bertarung itu dengan hati berdebar tegang. 
Tingkah laku kakek botak mengingatkannya pada seorang tokoh tua 
yang telah lama meninggalkan dunia persilatan. Naga Sakti Ber¬ 
wajah Hitam telah banyak menceritakan tentang tokoh-tokoh besar. 
Salah seorang di antaranya mempunyai silat seperti kakek pendek 
gemuk ini. Lanang yakin kakek itu tokoh yang dimaksud bekas 
ayahnya. Dialah Setan Gila! 

"Mulutmu tajam sekali. Gadis Gila! Aneh-aneh saja orang 
yang kujumpai. Aku ingin bermain-main den g) n m u. Suaramu tidak 
kalah buruknya dengan suara katak. Maka, aku akan bertepuk 
tangan. Biaraku mengiringinya dengpnnyanyian!" 

Tanpa menunggu persetujuan Suri, kakek pendek gemuk 
yang bukan lain Setan Gila, mulai bertepuk tangan Tak terlalu keras 
tapi terdengar berirama. 

Sebenarnya irama yang dibuat Setan Gila cukup merdu. 
Tapi, tidak demikian yang dialami Lanang. Pemuda pesolek ini 
merasa tersiksa bukan main Setiap kali terdengpr bunyi tepukan 
dirasakan dadanya seperti dipukul. Nyeri bukan main. 

Bekas putra Naga Sakti Berwajah Hitam ini tahu tepukan 
tangan Setan Gila bukan tepukan biasa. Tepukan itu mengandung 
serangan yang ditujukan pada Suri. Kendati demikian, Lanang ikut 
terkena pengaruhnya. 

Larang tidak ingin celaka, la menarahkan tenaga dalam 
untuk melindungi bagian dalam dadanya. Mula-mula memang 
menampakkan hasil. Tapi, lama-kelamaan Larang mulai tersiksa. 
Bunyi tepukan tetap menyakitkan dada. Di telinganya bagpi 
berdengung puluhan ekor nyamuk. 


Berbeda dengan Larang, Suri yang menjadi sasaran 
serangan tidak tersiksa sedikit pun. Gadis ini malah tersenyum- 
senyum sendiri. Tangannya menggaruk-garuk kepala. Entah karena 
gatal atau iseng saja. 

Setan Gila meski tetap tersenyum lebar di dalam hati merasa 
geram. Sikap Suri membuatnya sangat tersinggung. Dia merasa 
diremehkan. Di samping perasaan itu muncul pula rasa kagum dan 
heran. Orang semuda Suri memiliki tenaga dalam yang demikian 
tinggi. Hingga, serangannya tidak berarti apa-apa. 

Setan Gila memperhebat serangannya. Suri mengetahui. 
Tapi, gadis kurang waras ini tidak melakukan tindakan apa pun. 
Suri malah terkikik kegirangan. 

Kembali Setan Gila menerima kenyataan yang menyakitkan. 
Tawa Suri bukan tawa sembarangpn. Tawa itu mengandung getaran 
tenaga dalam yang membendung pengaruh bunyi tepukannya. Dua 
gelombang tenaga dalam tinggi saling beradu. Kedengarannya 
seperti paduan irama yang saling mendukung. Padahal, bunyi itu 
sebenarnya tangan-tangan maut! Yang kalah kuat akan mendapat 
karcis untuk pergi ke alam baka. 

Wajah Suri dan Sefan Gila telah dibanjiri peluh Malah, dari 
atas kepala Setan Gila mengepul uap putih. Tampaknya kakek ini 
mengerahkan tenaga dalam yang melampaui batas. 

Lanang terlihat terang. Pemuda pesolek ini menghentikan 
pengprahan tenaga dalamnya. Suara tawa Suri telah menolongnya. 
Kini dia hanya memperhatikan jalannya pertarungan 

Larang memang tahu Suri memiliki tenaga dalam dahsyat. 
Namun, sungguh tidak disangka akan seperti ini. Setan Gila seorang 
datuk golongpn hitam yang menurut penuturan Naga Sakti 
Berwajah Hitam memiliki kepandaian sejajar dengan dirinya. Tapi, 
kenyataannya Setan Gila kewalahan menghadapi Suri. Keinginan 
untuk mendapatkan Telur Elang Perak semakin membara di hati 
Larang. Suri sampai bisa sesakti ini karena telur binatang langka itu. 

Wajah Larang berubah ketika melihat Setan Gila terhuyung- 
huyung seraya memuntahkan darah segpr. Dia tak bisa menghadapi 
tawa Suri yang semakin meninggi. 

Dengan tawa yang tidak putus Suri melompat memburu 
lawannya. Bagai seekor gpruda yang menerkam mangsa, gadis ini 
melesat! Kedua tangannya terbuka hendak mencengkeram ulu hati 
dan pusar Setan Gila! 

Sepasang mata Setan Gila membelalak lebar. Bukan karena 
serangpn mautyang tertujuke arah-nya. Tapi, melihat gerakan Suri. 

'"Ilmu Camar Hitam'...," desis kakek pendek gp muk. 

Namun, rasa kaget terlihat tidak bisa merubah sorot 
wajahnya yang berseri-seri. Ketika serangan Suri menyambar ke 
arahnya, kakek pendek g.'muk mampu menunjukkan kelihaiannya 
sebagai seorang datuk kaum sesat 

Dengan jari-jari terbuka dipapakinya serangpn Suri. 
Beberapa jari sebelum dua pasang tangpn itu saling berbenturan, 
tangan Suri berputar ke atas. Ia merubah arah serangpnnya. Kali ini 
menga nca m ke pa la. 

Sefan Gila tercekat. Perubahan itu terlalu mendadak, 
membuat dia tidak mempunyai kesempatan untuk memapaki. 
Kakek itu berusaha untuk menyelamatkan nyawanya dengpn 
melempar tubuh ke belakang. 

Prat, prattt! 

Tindakan untung-untungan yang dilakukan Setan Gila 
berhasil membuat serangan Suri tidak mendarat di sasaran Jari-jari 
tangan gadis itu menghantam dua pangkal lengannya, hingga 
hancur. 

"Hihihi...!" 

Suri terkikik dengan kedua tangan berkacak pinggang. 
Matanya berputaran liar menatap Setan Gila yang tergolek di tanah. 
Kakek itu terluka dalam yang amat parah! Ditambah lagi dengpn 
luka pada kedua tangpnnya. Luka itu tidak hanya menghancurkan 
tulang. Tapi, juga melukai bagian dalam tubuhnya. 

"Sudah kukatakan tadi orang sepertimu seharusnya bermain 
dengan anjing. Tapi, kau tidak percaya. Sekarang kau baru 
merasakan sendiri akibatnya." 

Setan Gila terkekeh. Batuk-batuk yang memercikkan darah 
mengiringi tawanya. "Gadis Gila, bukankah gerakan yang kau 
pergunakan tadi salah satu jurus 'Ilmu Camar Hitam!?" tanya kakek 
itu dengan agak tersenda t karena luka yang dideritanya. 

"Hi hi hi...! Rupanya kau memiliki mata yang awas kendati 
kepalamu mirip batok kura-kura." 

"Apa hubunganmu dengan Begawan Narasoma...?" desak 
Setan Gila penuh gairah 

"Beliau adalahayahku. Gundul Bodoh!" tandas Suri. 

"Tidak mungkin! Kau mengada-ada. Gila! Begawan 
Narasoma hanya mempunyai seorang anak perempuan Tapi, dia 
tidak semuda kau. Lagi pula dia telah lama meninggal. Mati 
dibunuh musuh-musuh menantu Begawan Narasoma. He he he.J 
Kau tidak bisa menipuku. Gila. IVfeski tidak mempunyai rambut, 
tapi otakku banyak. Kau tak bisa menipuku He he he...!" 

"Siapa yang menipumu. Katak Botak! Aku memang putri 
Begawan Narasoma. Namaku Raden Ajeng Suri Kencuri Dasar 
botak! Di samping tidak mempunyai rambut, kau pun tidak 
mempunyai kepercayaan atas ucapan orang lain. Menjijikkan!" 

Dengan tingkah orang yang benar-benar merasa jijik Suri 
membuang ludah. IVfemang tidak ditujukan pada Setan Gila. Tapi, 
karena kakek itu berada di bawah, pencikan yang menjijikkan itu 
mencipratinya. Rasa tegang karena tengah menghadapi persoalan 
membuatkakek pendek gemuk tidak mempedulikan. 

"Aku memang telah mati. Tapi, oleh ayahku aku diberikan 
Telur Elang Perak. Aku pun hidup kembali. Bahkan, menjadi jauh 
lebih muda dari usia sesungguhnya," jelas Suri tanpa pikir panjang 
lagi. 

Lanang memperhatikan dengpn penuh perhatian 
percakapan itu. Diam-diam dia memaki Suri dalam hati Dasar 
orang tak waras, benda pusaka yang menjadi incaran tokoh-tokoh 
dunia persilatan enak saja diberitahukan. 

"Telur Elang Perak?!" Setan Gila yang telah di ambang maut 
bergumam dengan suara bergptar. Apa yang dicarinya ternyata 
berada di depan hidung. "Kau bohong, Gila! Gendeng! Telur Elang 
Perak telah jatuh ke fangpn Iblis Buta! Apakah kau hendak 
mengatakan kalau ayahmu. Begawan Narasoma, telah 
merampasnya dari orang buta itu!" 

"Hi hi hi.J Botak! Gundul! Kau pun berhasil tertipu juga. 
Tak kusangka orang-orang demikian bodoh sehingga bisa ditipu 
ayahku Iblis Buta itu sebenarnya ayahku Beliau menyamar sebagpi 
Iblis Buta! Dasar orang bodoh. Hanya dengan tipuan kecil seperti itu 
saja bisa kena. Hi hihi.J" 

Bukan hanya Setan Gila yang kagpt Lanang pun demikiau 
Hanya, keterkejutan mereka berbeda. Lanang kagpt karena tidak 
menyangka Suri akan memberikan keterangan demikian jelas. La- 
nangkhawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Meski di sekitar 
tempat ini sepi-sepi saja, tapi orang-orang persilatan sering kali 
mendengar berita yang menurut perhitungpn tidak akan tersebar! 
Lanang khawatir sisa telur mukjizat itu jatuh ke tangan orang laiu 
Suri memang benar-benar ggndeng! 

Keterkejutan Setan Gila lain lagi. Dia tidak menyangka Iblis 
Buta yang dicari-carinya adalah samaran dari Begawan Narasoma! 
Pantas saja Peramal Gendeng tidak bisa menemukannya. Bagaimana 
mungkin mencari orang yang tidak ada? 

"Sekarang aku mengprti mengapa tokoh yang berjuluk Iblis 
Buta tidak ketahuan berdiri di golongan mana. Tindakan yang 
dilakukannya hanya untuk membalas dendam Akh.J" 

Setan Gila menghentikan ucapannya sebelum berhasil 
diselesaikan. Nyawanya telah melayang ke alam baka. Kakek ini 
mati penasaran. Keinginannya tidak terkabul, la mati tepat ketika 
jawaban bagi teka-teki yang melingkupi kemisteriusan masalahnya 
terungkap. 

"Suri," Lanang buru-buru mendekati gadis berpakaian 
kembang-kembang yang tertawa sambil berkacak pinggang di 
de pan maya t Se tan Gila. 

"Ada apa. Kak?" tanya Suri. Gadis ini kelihatan patuh bukan 
main pada Lanang. 

"Mari kita tinggaIkan tempat ini. Kita harus segera menemui 
kakek. Aku khawatir Telur Elang Perak keburu diambil orang. Bila 
itu terjadi, kau tidak akan mempunyai seorang suami. Apakah kau 
mau hal itu terjadi?!" gprtak Lanang. Pemuda ini tidak merasa 
khawatir ancamannya tidak membuahkan hasil Suri amat 
mencintainya. Gadis itu pun memiliki otak kurang waras. 

"Tentu saja tidak. Kak. Kau harus menjadi suamiku. Ayo, 
kita pergi menemui Kakek!" sambut Suri cepat penuh rasa khawatir. 
Sikap gilanya lenyap karena takut kehilangan Lanang. 

Lanang tertawa dalam ha h. Tapi dia tidak menampakkan 
kegembiraannya. Dia berlari mendahului Suri. Dalam waktu singkat 
gadisedan itu berhasil menyusulnya. Me reka berlari berjajar menuju 
gua tempat tinggal Iblis Buta alias Begawan Narasoma. 


*** 

"Ah...!" 

Seruan kaget dikeluarkan seorang pemuda berpakaian 
ungu. Pemuda itu tengah merayap dengan susah-payah melewati 
hamparan tanah yang ditumbuhi rumput-rumput pendek dan onak 
duri. Rayaparmya terhenti. Mulutnya me nye ringp i menahan sakit 
yang cukup hebat. Wajah pemuda itu tampak pucat bag^i kertas. 
Kelihatannya dia tengah terluka dalam yang parah. 

"Hukh!" 

Pemuda berambut putih keperakan itu terbatuk. Percikan 
darah seg^r keluar dari mulutnya. 

"Naga Sakti Berwajah Hitam benar-benar hebat," desis 
pemuda berpakaian ungu. "Kalau tidak ada penolong tak nampak 
itu, mungkin nyawaku fe la h me layang...." 

Wajah pemuda itu yang semula tertuju ke tanah tiba-tiba 
dikerahkan ke depan. Telinganya yang memiliki pendengaran 
sangattajam mendengar bunyi mencurigakan dari arah depan. 

Semakin lama bunyi itu semakin jelas tertangkap k' 1 i n gp n ya. 
Tampaknya ada orang yang tengah menuju ke arahnya. Dari 
langkah-langkah yang terdengar, pemuda ini memperkirakan orang 
yang tengah menuju ke arahnya adalah dua orang. 

Pemuda berambut putih keperakan itu tidak ingin 
keberadaannya diketahui. Meski keadaannya tidak memungkinkan, 
dipaksakannya meninggalkan tempat itu. Pemuda itu merayap ke 
sebelah kiri Disana terdapat semak-semak yang cukup lebat 

Pemuda itu ternyata merayap dengan mempergunakan 
kedua kaki dan badan. Kedua tangannya yang seharusnya 
menyangga tubuhnya tidak dipergunakan. Tulang lengpn si pemuda 
telah terlepas dari sambungannya. 

Sebenarnya, jarak pemuda berambut putih keperakan 
dengan semak-semak yang ditujunya tak lebih dari enam tombak. 
Tapi, keadaan si pemuda yang tidak memungkinkan membuat jarak 
yang ditempuhnya terasa amatjauh. 

Sebelum pemuda berpakaian ungu tiba di semak-semak, 
terdengar bunyi berkerosokan yang disusul dengan munculnya dua 
sosok tubuh. 

Pemuda berpakaian ungu menghentikan gerakannya. 
Wajahnya dipalingkan ke arah dua sosok yang baru muncul Pada 
saat yang bersamaan dua sosok itu tengah menatap ke arahnya. Tig^ 
pasang mata saling berpandang^ n dengan penuh selidik. 

"Dewa Arak...!" 

Dua sosok itu berseru kagpt. 

Pemuda berpakaian ungu yang memang Dewa Arak hanya 
tersenyum pahit. Dua sosok itu dikenalnya. Lelaki pendek kekar 
berkulit merah dengpn bulu-bulu halus di sekujur tubuhnya adalah 
Singa Berbulu Merah. Yang lain kurus kering seperti cecak 
kelaparan. Dia adalah si Pengais Nyawa. Dua di antara tiga tokoh 
sesat yang terluka dalam akibat campur tangan Dewa Arak. (Untuk 
lebih jelasnya, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode: 
"Sengketa Guci Pusaka"). 

"Ha ha ha...!" Sing^ Berbulu Merah tertawa bergplak. la 
kelihatan gembira sekali. "Kau lihat, Pengpis Nyawa? Orang yang 
usilan terhadap kita sekarang tengah sekarat. Dia tak lebih dari 
anjing lumpuh!" 

"Benar! Sekarang orang usilan ini harus merasakan akibat 
silat sombongnya yang selalu mencampuri urusan orang." Pengais 
Nyawa menyambung. "Kau akan rasakan akibat kelancanganmu 
berurusan dengan kami. Dewa Arak! Kami akan menyiksamu!" 
Pengais Nyawa memandang Dewa Arak dengan tatapan penuh 
dendam 

Lelaki kurus kering ini mengeluarkan senjata andalannya. 
Ganco. Benda yang terlihat mengprikan itu diayun-ayunkan di atas 
ke pala. Ke mudian, diturunkan pe lan-pe lan ke de pat wajah Arya. 

"Kau akan menyesali kelancanganmu seumur hidup. Dewa 
Arak. Kau tahu apa yang akan kulakukan terhadap dirimu?" tanya 
Pengais Nyawa dengan nada menyeramkan. Ia mengoleskan bagian 
ganco yang tidak tajam di wajah Arya. 

"Aku tahu," jawab Arya tenang. Tidak terlihat kegpnfaran 
pada wajah pucat itu. "Yang akan kuterima adalah kematian! Itu 
sudah akibat yang harus kutanggung bagi orang sepertiku Sejak 
dulu aku sudah tahu, Pengais Nyawa!" 

"Ha ha ha...!" tawa Pengais Nyawa meledak. "Jangan kau 
kira aku akan membunuhmu. Dewa Arak! Terlalu enak bagimu. 
Sudah kukatakan, aku akan membuatmu menyesal seumur hidup. 
Aku hanya akan mencungkil kedua matamu! Ha ha ha...!" 

Arya tercekat. Pengpis Nyawa benar-benar keji Betapapun 
berani dan tabahnya Dewa Arak, tapi tindakan yang akan dilakukan 

Peng^is Nyawa benar-benar mengprika n! Arya bergidik. Namun de¬ 
ngan pandainya dia berhasil menjembunyikan perasaan itu. 

Singa Berbulu Merah ikut tertawa bergglak. "Kau 
seharusnju berterima kasih padaku. Dewa Arak. Aku tidak sekejam 
Pengp is Nyawa. Siksaan yang akan kuberikan ringan saja. Ha nya..., 
yahhh... menghancurkan tulang-tulang pangkal lengpn dan 
kakimu!" 

Pengp is Nyawa tertawa berelak mendengpr ucapan 
rekannya. Lelaki pendek kekar itu hendak mengpjek Arya. Sing^ 
Berbulu Merah tak kalah keji dengan dirinya. Bahkan, siksaan yang 
katanya ringan itu sebenarnya tak kalah mengp r ikan! Bila itu sampai 
terjadi. Dewa Arak akan menjadi orang yang lemah untuk 
selamanya. Dia tidak akan dapatbennain silatlagi. 

Dewa Arak tersenyum lebar. Tidak tampak kecemasan pada 
wajahnya, meski sebenarnya batin pemuda ini terguncang. Siksaan 
yang didengarnya terlalu mengerikan dan tidak pernah terpikirkan. 

"Kalian kira aku takut kalian keliru besar bila menjangka 
demikian! Aku sudah memperkirakan sebelumnya. Ayo, tunggu apa 
lagi? Segera lakukan ancaman kalian itu!" 

Singa Berbulu Me ra h dan Pengais Nyawa saling 
berpandangan. IVfereka kecewa melihat Dewa Arak tidak terlihat 
takut dan cemas. Padahal, keduanya ingin melihat pendekar yang 
tersohor itu merasa ngeri agar mereka bisa lebih nikmat melakukan 
penyiksaan. 

"Baik!" gpram Singa Berbulu Merah, kesal. "Kau pikir kami 
hanya menggertak saja! Akan kupenuhi permintaanmu! Lebih dulu 
sepasang tanganmu kuremukkan!" 

Wukkk! 

Angin keras menderu ketika Singa Berbulu Merah 
mengayunkan gada berdurmya ke pangkal lengpn Arya yang tengah 
terlepas dari sambungan. 

Dewa Arak tetap bersikap tenang. Sebentar lagi tulang- 
tulang pangkal lengannya akan hancur luluh Dia tidak melakukan 
tindakan apa pun. IVtemang, tidak ada yang mampu diperbuatnya 
se la in me nunggu. 

Trikkk! 

Singa Berbulu Merah memekik tertahan. Seleret sinar gplap 
meluncur dengan kecepatan luar biasa memapak ayunan gfida 
berdurinya. Senjata mengprikan itu hampir saja mengenai sasaran. 

Gada berduri Singa Berbulu Merah terlepas dari pegpngan, 
saking kuatnya benturan yang terjadi. Tangpn lelaki pendek kekar 
itu terasa sakit dan lumpuh sebentar. 

Pengpis Nyawa menggeram melihat kegpgalan rekannya. 
Ada seseorang yang telah menolong Dewa Arak. Orang itu memiliki 
tenagp dalam amat kuat. Gada Singa Berbulu Merah sampai 
terlempar dari cekalan. Benda berwarna gplap yang dipergunakan 
untuk menangkis adalah sebuah tengkorak manusia. Benda itu 
mampu membuat gada yang besar dan berat terlepas dari pegpngan 

Pengpis Nyawa maupun Singa Berbulu Me ra h tidak tampak 
merasa gentar. Keduanya tidak yakin penolong Dewa Arak memiliki 
kepandaian tinggi. Keberhasilannya menjatuhkan gpda dengpn 
sebuah tengkorak tidak bisa dijadikan ukuran kepandaiannya. Saat 
itu tenaga dalam Singa Berbulu Merah, seperhjuga Pengpis Nyawa, 
be lum pulih be na r. 

"Tikus-tikus tak tahu diri hendak membokong Dewa Arak? 
Benar-benar mencari penyakit..!" 

Suara yang melengking nyaring dan penuh kemarahan 
menggema di sekitar tempat itu. Suara itu dikirim dari jarak cukup 
jauh. Tapi, belum juga gpmanya lenyap angin bertiup pelan Di 
sebelah Dewa Arak telah berdiri sesosok tubuh berpakaian serba 
putih. Sikapnya terlihat penuh ancaman 



Pengais Nyawa dan Singa Berbulu Me rah saling 
berpandangan. Dalam sinar mata mereka terkandung pertanyaan 
tentang sosok ramping berpakaian putih. 

Berbeda dengan mereka. Dewa Arak menggnal sosok 
ramping itu. Bahkan amat mengpnalnya. Arya sudah tahu begitu 
mendengar suaranya. Suara yang amat dekat di hatinya dan selama 
ini dirindukan. Hampir saja pemuda berambut putih keperakan itu 
meneriakkan nama sosok ramping berpakaian putih 

"Ayo, mengapa kalian diam saja? Tidakkah kalian berniat 
mengulangi tindakan pengpcut ini? Tanganku sudah gatal untuk 
melenyapkan orang-orang seperti kalian!" kata sosok berpakaian 
putih pada Pengais Nyawa dan Singa Berbulu Merah yang masih 
berdiri terpaku. 

Teguran bernada tantangan itu b a g) i seember air yang 
diguyurkan pada orang yang tengah tertidur. Singa Berbulu Merah 
danPengais Nyawa teringat kembali akan niat semula. 

"Kau terlalu memaksa kami. Wanita Liar! Jangan salahkan 
kalau kau tewas di tangan kami. Tapi, kami bersedia 
membiarkanmu dan tidak memperpanjang urusan apabila kau mau 
meninggalkan tempat ini. Kami tidak mempunyai urusan 
denganmu Pergilah sebelum kami berubah pikiran! Kau tengah 
berhadapan dengan Singa Berbulu Merah dan Pengais Nyawa! 
Tokoh-tokoh besar dunia persilatan! Sekali kami turun tangan, tak 
akan ada nyawa menempel di badan! Pergilah oepat!" 

Gertakan itu dikeluarkan Singa Berbulu IVferah. Tokoh ini 
memang cerdik bukan main Dia tahu sosok ramping yang ternyata 
seorang gadis canrik itu bukan orang sembarangan Gadis ini 
tampaknya berkepandaian tinggi. Padahal, dia dan Pengais Nyawa 
masih belum pulih kemampuannya. Dicobanya mengusir gadis itu 
tanpa melalui pertarungan yang sudah pasti akan merugikan 
pihaknya. 

"Tidak ada gunanya berbasa-basi. Aku tidak akan pergi dari 
sini sebelum kalian mengantarkan nyawa! Tindakan kalian telah 
cukup menjadi alasan bagiku untuk membunuh Bersiaplah, 
sebelum mati percuma di tanganku!" sahut gadis berpakaian putih. 

"Keparat!" Pengais Nyawa menggeram gusar. "Rupanya, 
kausudah pingin melihat neraka. Terimalahajalmu!" 

Lelaki kurus kering ini mengayunkan ganconya. Dasar 
orang berwatak keji, serangan itu ditujukan pada wajah. Pengais 
Nyawa ingin merusak wajah lawannya. Seorang wanita muda, 
apalagi cantik, wajah merupakan segplanya. Untuk menghancurkan 
hati gadis berpakaian putih bagian itulah yang harus ditujunya. 

Pada saat yang hampir bersamaan, Singp Berbulu Merah 
mengirimkan hantaman ga d a ke arah dada! Tapi, seperti jugp 
Pengpis Nyawa, lelaki pendek kekar ini tidak mengprahkan seluruh 
tenagpnya. Bila itu dilakukan, luka dalam mereka akan kambuh. 

Gadis be r praka ia n putih tersenyum mengpjek. Dia berdiri 
tenang di tempatnya. Baru ketika serangpn-serangan menyambar 
dekat, gadis ini menggeliatkan tubuh. Pedang yang tersampir di 
punggung mencelat ke atas bagpi dilemparkan. 

Gadis berprakaian putih itu melompat ke atas. Tangpn 
kanannya menangkap pedang. Kemudian, langsung dibabatkan ke 
bawah di mana Singa Berbulu Merah dan Pengpis Nyawa belum 
sempat melakukan tindakan apa pun setelah serangan mereka 
menge na i te mpa t kosong. 

Singa Berbulu Tvferah dan Pengais Nyawa hanya bisa 
mengeluarkan keluhan tertahan Tubuh mereka ambruk ke tanah 
dengpn nyawa melayang meninggalkan badan. Babatan pedang 
gadis berprakaian putih telah merobek leher keduanya! 

Kedua tokoh hitam yang sial itu tidak sempat lagi melihat 
gadis be r praka ia n putih menyimpan pedangnya. Gepat bukan main 
gerakan si gadis. Pedang telah lebih dulu masuk sarung sebelum 
kedua kakinya menjejak tanah. Gadis be r praka ia n putih tidak 
mempedulikan mayat korbannya. Tubuhnya segpra dibalikkan 
menghadap Arya yang meski masih tertelungkup di tanah tapi 
memperhatikan semua kejadian itu dengpn jelas. 

"Kakang Arya...," sapa si gadis dengan suara bergptar. 
Sepasang matanya yang bening indah menatap pemuda berpakaian 
ungu dengan sorot mata menyiratkan kerinduan 

"Melati...," Arya menyebutkan nama gadis itu. Suaranya 
sarat dengan kerinduan 

"Apa yang terjadi terhadapmu, Kakang? IVfengfipa bisa 
seperti ini? Jangan katakan dua orang itu yang melakukannya!" ucap 
gadis berpakaian putih yang memang Melati, kekasih Dewa Arak 
Gadis itu menekuk lutut dan duduk di depan Arya. 

"Cukup panjang ceritanya. Melati," jawab Arya sambil 
tersenyum. Pemuda ini ggrnbira bukan main bertemu lagi dengan 
kekasihnya. "Aku tidak dilukai mereka. Kau sendiri mengapa bisa 
berada di sini? Aku mencari-carimu." 

"Aku pun mencarimu, Kakang!" sergah IVfelati cepat. 
Senyumnya menghias bibir. Mereka berdua rupanya saling mencari 

"Kau berada di sini hanya sekadar lewat atau memang 
mencariku?" tanya Arya ingin tahu 

"Mencarimu, Kakang. Aku yakin kau pas h berada di daerah 

ini." 

"Kau menduga demikian karena Telur Elang Perak yang 
menggemparkan itu kan?" 

Melati mengangguk. 

"Walau mungkin bukan untuk memperebutkannya, tapi kau 
tidak akan membiarkan benda mukjizat itu jatuh ke tangan orang 
yang tidak bertanggung jawab,"jelas IVfelati. 

"Kau memang pintar," puji Arya tersenyum lebar, membuat 
mulut Melati meruncing. Tapi, di dalam hati gpdis ini merasa girang 
sekali. "Obrolan kita bisa dilanjutkan nanti. Melati," sambung Arya. 
"Aku ingin mengobati luka dalamku. Nanti akan kuceritakan 
semuanya yang terjadi padaku" 

"Tanganmu harus diobati, Kakang. Mungkin harus 
didahulukan ag^r kau bisa mengobati luka dalammu." IVfelati 
kemudian mengangkat tubuh Arya dan menggendongnya. 


*** 


"Masih jauhkah tempat tinggal Naga Sakti Berwajah Hitam, 
Jari Maut?" tanya seorang kakek berkulit hitam kecoklatan Pada 
kakek berwajah tirus yang berlari di sebelahnya. 

Kakek berkulit hitam kecoklatan memiliki tubuh tegap dan 
berpakaian sederhana. Sebuah caping bambu menutup kepalanya. 
Rambutnya yang panjang dan berwarna putih terurai hingga ke 
pinggang. DialahPetani Berambut Putih. 

Kakek berwajah tirus yang disapa dengpn panggilan Jari 
Maut dan sebenarnya berjuluk Pendekar Jari Maut, menoleh. 
Ditatapnya Petani Berambut Putih. 

"Tidak. Begitu kita tiba di kelokan, akan terlihat batu 
berbentuk seekor naga. Sekitar sepuluh tombak dari situlah tempat 
tinggal Nage Sakti Berwajah Hitam," jawab Pendekar Jari Maut 

Petani Berambut Putih tidak bertanya lagi. Matanya 
memandang ke depan Dia melihat kelokan yang dimaksud 
Pendekar Jari Maut Di sebelah kiri kelokan membentang jurang 
yang dalam, sedang di kanannya dinding batu menjulang tinggi. Di 
antara kedua sisi ini terdapat jalan selebar satu tombak 

"Hey...! Tunggu...! Kalian tidak boleh ke sana...!" 

Seruan keras yang menggema ke sekitar tempat itu 
membuat Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut 
menghentikan larinya dan menoleh ke belakang. 

Belasan tombak dari kedua kakek itu tampak sesosok tubuh 
teng)h melesat ke arah yang ditempuh Petani Berambut Putih dan 
Pendekar Jari Maut Mereka segpra membalikkan tubuh dan berdiri 
menunggu. Ingin diketahui siapa sosok yang mengeluarkan seruan 
itu. 

Dalam sekejapan saja sosok yang bergprak mendatangi telah 
berada di depan Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut. 
Ternyata dia seorang pemuda tampan berpakaian hitam bergaris- 
garis putih. Ia berdiri dua tombak di hadapan ke dua kakek itu. 

"Siapa kau. Anak Muda? Mengapa mencegah kami? Apakah 
kau mempunyai hubungan dengpn orang yang hendak kami 
datangi?" tanyaPetani Berambut Putih dengan ramah. 

"Sebenarnya, akulah yang harus mengajukan pertanyaan. 
Tapi mengingat usia kalian, biarlah aku yang muda mengplah," 
sahut pemuda yang mempunyai tahi lalat besar di bawah mata 
kanan. 

Pendekar Jari Maut yang memiliki watak kurang sabar jadi 
melotot Kakek ini merasa tersinggung. Sedangkan Petani Berambut 
Putih hanya tersenyum kecil mendengarnya. 

"Namaku Brawijaya. Aku putra orang yang tinggal di sana," 
jawab pemuda berpakaian hitam bergaris-garis putih. Tangannya 
menuding ke tempat yang akan didatangi Petani Berambut Putih 
dan Pendekar Jari Maut. 

"Kau putra Naga Sakti Berwajah Hitam?!" tanya Petani 
BerambutPuhh tanpa menyembunyikan rasa kagptnya. 

Pendekar Jari Maut yang telah diberifahu mengpnai nasib 
putrinya olehPetani BerambutPuhh ikut terkejut (Mengpnai halitu, 
silakan baca serial Dewa Arak dalamepisode "Iblis Buta"). 

"Benar! Kakek berdua mengpnalayahku...?" 

"Naga Sakti Berwajah Hitam memiliki beberapa orang 
anak!" ujarPendekar Jari Maut agpk keras. 

Brawijaya menatap lekat-lekat kakek berwajah tirus. "Apa 
maksudmu, Kek? Aku tidak mengerti Apakah kau pernah berjumpa 
dengpn orang yang mengpku sebagai putra ayahku?" 

Pendekar Jari Maut tersenyum sinis. 

"Tanyakanlah pada ayahmu Kenalkah dia dengan dua 
orang muda yang beberapa hari lalu datang ke tempat ini? Salah 
satu di antara mereka adalah putriku. Ayahmu dengan dibantu 
putranya itu telah menawan putriku!" 

"Fitnah!" Brawijaya kagpt bercampur geram mendengpr 
tuduhan yang ditimpakan pada ayah-nya. "Belum pernah ada orang 
yang datang kemari Apalagi bertemu ayahku dan beliau 
menahannya. Kauhanya mengada-ada, Kek!" 

Pendekar Jari Maut menatap wajah Petani Berambut Putih. 
Dia menyerahkan jawabannya pada kakek berambut putih. Dari 
kakek itulah dia mendapatkan berita ini. 

"Jaga mulutmu, Brawijaya! Muridku tidak pernah 
berbohong. Kalau dia tidak berlaku cerdik dengan memberitahuku, 
mungkin dia pun menjadi tahanan ayahmu!" 

Wajah Brawijaya merah padam. Dia tersinggung bukan 
main Dengan mata mendelik ditatapnya Petani BerambutPuhh dan 
Pendekar Jari Maut Sinar matanya penuh kemarahan 

"Semula kukira kalian orang baik-baik. Tak tahunya 
penjahat-penjahat keji! Sebelum kesabaranku habis, menyingkirlah 
dari tempat ini!" 

"Manusia sombong!" sambut Pendekar Jari Maut tak kalah 
keras. "Lancang sekali mulutmu! Ayahmu sendiri tidak akan berani 
berkata demikian padaku. Aku sudah menjadi pendekar pembela 
keadilan sebelum kau lahir. Pemuda Sombong! Tarik kembali kata- 
katamu sebelum aku mewakili ayahmu memberikan pelajaran 
padamu!" 

"Jangan harap. Kakek Jahat! Aku lebih suka mati daripada 
menarik ucapan yang telah kukeluarkan Majulah! Kau kira aku 
takut padamu?!" Brawijaya melangkah mundur dua langkah untuk 
menjaga jarak. Sikapnya telah siap bertarung. 

"Semakin lancang kau! Kalau tidak kuberi pelajaran, kau 
akan menginjak kepalaku!" 

Pendekar Jari Maut bersiap untuk melancarkan serangan. 
Tapi, Petani BerambutPuhh telah memegang pergplang^n tangan 
kirinya. Kakek kecil kurus yang tengah marah itu menoleh. 

"Kurasa ada hal tidak wajar di sini. Tidak sepatutnya 
menuruti perasaan. Jari Maut." Petani BerambutPuhh menoleh ke 
arah Brawijaya. "Dan kau Brawijaya. Kami berdua bukan orangjahat 
seperti perkiraanmu. Kawanku ini sahabat baik ayahmu. Aku 
berjuluk Petani BerambutPuhh. Sedangkan dia Pendekar Jari Maut" 

"Ah...!” 

Brawijaya berseru kaget. Sekujur tubuhnya mendadak lemas 
begitu mengptahui siapa orang-orang yang berdiri di hadapannya. 
Ayahnya, Naga Sakh Berwajah Hitam telah menceritakan tentang 
tokoh-tokoh ini. 

"Maafkan saya, Kek," ucap Brawijaya terbata. "Bukan 
maksud saya bertindak kurang ajar. Saya tidak mengpnal Kakek 
berdua. Saya rela menerima hukuman atas kelancangpn sikap saya 
ta di...." 

"Lupakanlah, Brawijaya," sambut Pendekar Jari Maut. 
Amarah yang melanda hatinya pupus melihat sikap pemuda bertahi 
lalat ini. Pendekar Jari Maut memang memiliki watak agpk ganjil. 
Betapapun marahnya, apabila orang yang bersangkutan telah 
meminta maaf, amarahnya akan pupus. "Tidak ada yang perlu 
dimaafkan Kau tidak bersalah. Hanya kesalahpahaman saja. Jadi, 
tidak perlu ada hukuman." 

Petani Berambut Putih tersenyum. Brawijaya merasa lega. 
Kekagumannya kepada kedua kakek ini semakin membesar. 

"Kalau begitu, tunggu apa lagi, Brawijaya? Tamu-tamu 
agung telah datang, mengapa kau tidak persilakan mereka masuk?" 

Seruan yang tidak keras tapi terdengar jelas oleh ketiga 
orang itu cukup mengpjutkan Ketiganya tidak tahu ada orang lain 
yang mengp tahui keributan itu. 

Wajah Brawijaya merah karena malu. Dia kenal betul suara 
itu. Suara ayahnya. Naga Sakti Berwajah Hitam 

"Ayahku benar. Mari silakan masuk, Kek. Maaf, aku 
ternyata bukan seorang tuan rumah yang baik." 

Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut saling 
berpandangan. Diam-diam mereka mengpgumi kemampuan Nag^ 
Sakti Berwajah Hitam. Kedua kakek ini tahu Naga Sakti Berwajah 
Hita m tida k me ningga lka n te mpa t ke dia ma nnya. 

Dengan langkah tenang namun hati berdebar tegang, Petani 
Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut mengikuti Brawijaya yang 
mendahului menuju ke tempat ke diaman ayahnya. 

Kalau saja tidak sedang menghadapi masalah. Petani 
Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut akan merasa senang 
mengunjungi Naga Sakti Berwajah Hitam. 

Baru beberapa langkah, kedua kakek ini saling bertatapan 
kembali Dalam adu pandang itu mereka bersepakat untuk 
menentang Nagp Sakti Berwajah Hitam, kalau perlu mengadu 
nyawa, apabila tokoh itu benar telah melakukan tindakan seperti 
yang diceritakan Dirgantara! 




Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut sedikit pun 
tidak tersenyum kendati seorang kakek berpakaian kulit ular dan 
berwajah hitam mengpmbangkan senyum lebar. Kakek itu duduk di 
lantai teras pondoknya yang cukup luas. Sehelai tikar dari daun 
pandan dibentangkan sebagpialas. 

Brawijajn memberi hormat pada Naga Sakti Berwajah 
Hitam lalu segpra duduk di belakang kakek itu. Pendekar Jari Maut 
dan Petani Berambut Putih tetap berdiri tegak. 14' d u a kakek ini 
berdiri di de pan teras. 

"Tamu-tamu agung, mengapa masih tetap berdiri? Di antara 
kawan haruskah ada peradatan? Atau, aku harus mempersilakan 
kalian? Kau kawanku Pendekar Jari Maut, mengapa wajahmu 
ditutupi mendung?" Nag^ Sakti Berwajah Hitam tetap 
mengembangkan senyum lebar. Dia seperti tidak melihat 
ketegangan yang menyelimuti wajah kedua kakek yang berdiri di 
hadapannju. 

"Naga Hitam," Pendekar Jari Maut membuka suara. 
Wajahnya tampak kaku. Sinar matanya dingin. "Kita telah lama 
bersahabat. Bahkan, kita mempunyai perjanjian yang akan 
mengekalkan persahabatan itu. Maka, maukah kau menjawab 
pertanyaanku dengan jujur?" 

"Katakanlah, Jari Maut. Aku tetap sahabatmu. Akuberianji 
akan menjawab pertanjaanmu dengan jujur. Tapi dengan syarat. 
asal aku mampu menjawabnya," sahut Na gp Sakti Berwajah Hitam 
dengan tersenyum. 

Kakek berwajah hitam ini sebenarnya telah bisa menduga 
dua tokoh besar dunia persilatan itu datang dengan membawa 
masalah yang tidak menyenangkan. Dia telah mendengar sedikit 
keributan yang terjadi di antara muridnya dengan kedua kakek itu. 
Tapi Nagp Sakti Berwajah Hitam ingin mengetahui langsung dari 
kedua tamunya. 

"Apakah kau telah bertarung dengpn dua orang muda 
kemudian menawan seorang di antara mereka? Asal kau tahu saja, 
orang yang tertawan itu adalah putri tunggalku Namanya Jumini?" 
tanya Pendekar Jari Maut 

"Tidak, Jari Maut. Jangankan bertempur, bertemu orang lain 
pun aku belum pernah," jawab Naga Sakti Berwajah Hitam dengan 
sungguh-sungguh. 

Pendekar Jari Maut dan Petani Berambut Putih bertukar 
pandang sesaat. Naga Sakti Berwajah Hitam tidak berkata bohong. 
Mereka merasakan nada kesungguhan dalam ucapan kakek 
berwajah hitam itu 

"Apakah kau tidak mempunyai anak lain lagi? Maksudku, 
seorang pemuda selain Brawijaya?" Petani Berambut Putih ikut 
berbicara. 

Naga Sakti Berwajah Hitam menggeleng. "Brawijaya adalah 
anak tunggalku" 

"Bagpimana ini. Petani?" tanya Pendekar Jari Maut penuh 
tuntutan. Dia ikut-ikutan menjatuhkan tuduhan pada Nag^ Sakti 
Berwajah Hitam karena pengaduan kakek berambut putih itu. 

"Muridku tidak mungkin berbicara sembarang^n," tandas 
Petani Berambut Putih, membela diri. Naga Sakti Berwajah Hitam 
tersenyum lebar. 

"Aku yakin hal itu. Petani. Kurasa aku tahu penyebab 
kesalahpahaman ini. Kalian lebih baik duduk dulu. Kita berbincang- 
bincang dengan nyaman. Aku ingin menceritakan sesuatu pada 
kalian. Aku yakin cerita yang akan kuutarakan ini merupakan 
jawaban atas kesalahpahaman ini." 

Dengan sedikit malu karena sikap lancang mereka. Petani 
Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut memenuhi ajakan kakek 
berwajah hitam. Kedua kakek ini tidak mempunyai pilihan lain. 

"Nah! Bukankah begini lebih enak?" seloroh Nagp Sakti 
Berwajah Hitam, begitu Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari 
Maut duduk bersila di depannya. Petani Berambut Putih dan 
Pendekar Jari Maut hanya tersenyum masam 

"Sekarang, ceritakan semua kejadiannya dengan jelas. Aku 
berhak mendengarnya. Bukankah aku yang terkena fitnah itu?" 
Naga Sakti Berwajah Hitam kembali membuka percakapan. 

Petani Berambut Putih tanpa ragu-ragu menceritakan 
semuanya. Persis seperti yang diceritakan Dirgantara kepadanya. 
Tidak ada yang ditambahatau dikurangi. 

Naga Sakti Berwajah Hitam dan Brawijaya mendengarkan 
dengpn penuh minat. Pendekar Jari Maut bersikap tidak peduli. 
Kakek ini telah mendengar cerita itu sebelumnya. 

"Hhh.J" 

Naga Sakti Berwajah Hitam menghela napas berat ketika 
Petani BerambutPutih menyelesaikan ceritanya. 

"Sebenarnya, aku tidak ingin menceritakan hal ini. Tapi, 
karena ada masalah ini hal yang seharusnya kurahasiakan terpaksa 
kuungkapkan Kaupunboleh ikut mendengarnya, Brawijaya." Nagp 
Sakti Berwajah Hitam menoleh ke arah Brawijaya. 

Tidak ada yang menanggapi ucapan Naga Sakti Berwajah 
Hitam. Petani Berambut Putih, Pendekar Jari Maut maupun 
Brawijaya hanya membisu dan bersikap sebagai pendengpr yang 
baik. 

"Aku mempunyai seorang saudara kembar. Dia bernama 
Guntar. Aku sendiri bernama Gundar. Sayang, Guntar menempuh 
jalan yang salah. Dia memang memiliki watak yang kurang baik. 
Puluhan tahun lalu bersama adik seperguruannya dia mengpcaukan 
dunia persilatan Julukan mereka Sepasang Iblis Penghilang Nyawa. 
Mereka merajai daerah timur dan selatan." 

Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut kelihatan 
terkejut mendengar julukan yang disebutkan Nagp Sakti Berwajah 

Hitam. Julukan itu adalah tokoh-tokoh tingkat tinggi dunia hitam 
yang tidak kalah tenar dengan Setan Gila atau Jerangkong Penjagal 
Nyawa. Sungguh tidak disangka salah seorang dari Sepasang Iblis 
Penghilang Nyawa adalah saudara Nag^ Sakti Berwajah Hitam 

"Kemenangan demi kemenangan membuat Sepasang Iblis 
Penghilang Nyawa tinggi hati Mereka menyatroni Begawan 
Narasoma untuk mengadu kesaktian Kali ini mereka menelan 
kenyataan pahit Begawan Narasoma terlalu kuat Mereka berhasil 
dikalahkan" Nag^ Sakti Berwajah Hitam menuturkan ceritanya 
dengan penuh penyesalan "Sejak saat itu nama besar Sepasang Iblis 
Penghilang Nyawa lenyap. Tidak kusangka kalau kemudian Guntar 
tinggal di gunung ini. Bahkan, memakai julukanku. Semakin lama 
Guntar tampaknya semakin tersesat.." 

Petani Berambut Putih, Pendekar Jari Maut, dan Brawijaya 
terpaku mendengar akhir cerita Naga Sakti Berwajah Hitam. Dua 
kakek itu sekarang baru sadar mengapa julukan Sepasang Iblis 
Penghilang Nyawa lenyap begitu saja. 

Naga Sakti Berwajah Hitam tersenyum pahit Dengan sinar 
mata sayu ditatapnya wajah Petani Berambut Putih dan Pendekar 
Jari Maut berganti-ganti. 

"Meskipun bukan aku yang melakukan tindakan seperti 
yang kalian tuduhkan, tapi sebagai saudara Guntar aku ikut 
be rtanggung j awab." 

"Sekarang aku tidak bisa mengharapkan terwujudnya 
perjanjian kita dulu. Jari Maut Kalau kau hendak membatalkannya, 
aku rela," ujar Nag^ Sakti Berwajah Hitam. 

"Omongan macam apa itu, Nag^ Hitam!" sergah Pendekar 
Jari Maut "Apa pun yang terjadi, seandainya putriku selamat 
perjodohanantara putriku dan putra mu tetap akan kupenuhi" 

"Terima kasih atas pengertianmu. Jari maut," ujar kakek 
be rwaja h hifa m. 

Naga Sakti Berwajah Hitam maupun Pendekar Jari Maut 
tidak menduga kalau percakapan mereka yang terakhir membuat 
Petani Berambut Putih dan Brawijaya merasakan bumi bagfii 
berguncang. 

Brawijaya tidak tahu dirinya telah dijodohkan. Bagaimana 
mungkin dia menikah dengan seorang gadis yang belum pernah 
dilihatnya? Bagaimana kalau dia tidak suka? Ngeri hati Brawijaya 
memba yangka nnya. 

Petani Berambut Putih tak kalah gplisahnya. Semula dia 
sudah bermaksud mengajukan perjodohan antara putri Pendekar 
Jari Maut dengan muridnya, Dirgpntara. Bukankah perjodohan 
antara Pendekar Jari Maut dan Naga Sakti Berwajah Hitam terancam 
bubar? Sungguh tidak disangka kenyataannya akanseperh ini! 

"Maafkan aku. Jari Maut, Petani. Bukannya hendak 
mengusir kalian, tapi saat ini aku ingin menyendiri. Berita yang 
kalianbawa terlalu menggjutkan. Kuharap kalian...." 

"Tak perlu khawatir. Naga Hitam. Kami menggrti," potong 
Pendekar Jari Maut, buru-buru. 

"Benar. Lagi pula kami ingin mencari saudaramu itu."Petani 
BerambutPuhh tak mau ketinggalan. 

"Syukurlah kalau demikian Brawijaya, kau ikut mereka 
membebaskan calon istrimu dari tahanan pamanmu Hati-hatilah. 
Jangan segan-segpn meminta petunjuk pada mereka berdua," pesan 
Naga Sakti Berwajah Hitam pada putranya. "Hanya ini yang dapat 
kulakukan. Jari Maut!" 

"Lalu.., bagaimana dengpn Ayah? Siapa yang akan 
menemani Ayah nanti?" Brawijaya mencoba mengutarakan 
keberatannya! 

"Tidak usah kau pikirkan hal itu. Kau tidak usah khawatir. 
Apa pun yang terjadi kau harus pergi! Orang yang ditahan oleh 
pamanmu adalah calon istrimu" 

"Tapi, Ayah." Brawijaya masih mencoba membantah. 

"Tidak ada alasan lagi, Brawijaya. Sekarang juga kau harus 
pergi!" tandas Naga Sakti Berwajah Hitam, tegas. 

Brawijaya tidak berani membantah lagi. Dia merasakan 
ucapan ayahnya tidak menghendaki bantahan. Meski berat, mau 
tidak mau tugas itu harus dilaksanakannya. 

"Cepatlah berkemas, Brawijaya. Aku sudah ingin 
menyendiri," Nag^ Sakti Berwajah Hitam tidak sabar melihat 
pemuda berpakaianhilam gpris-garis masih duduk di tempatnya. 

"Kalau begitu kami akan segera mencari Guntar, Nagp 
Hitam. Maaf atas kesalahpahaman yang telah terjadi." Pelani 
Berambut Puhh mohon diri. 

"Akulah yang seharusnya minta maaf. Pelani." Naga Sakti 
Berwajah Hifam tersenyum pahit. 

Petani Berambut P uhh dan Pendekar Jari Maut be rgpgas 
meninggalkan tempat itu. Tak lama kemudian, Brawijaya menyusul. 
Pemuda ini mendapat tugas dari ayahnya untuk menye lama Ikan 
calon istri yang belum pernah dikenal wajahnya. 


*** 


"Aku akan memenuhi janjiku. Kau akan kujadikan manusia 
sakti. Bahkan, tersakti di kolong langit," ujar Begawan Narasoma 
tanpa semangat. Batin kakek ini dipenuhi rasa duka yang sangat 

Lanang tidak berkala apa-apa. Perasaan gembira yang 
sangat melanda hatinya. Maksud hatinya untuk menjadi orang sakti 
sebentar lagi akan terkabul. Betapa menyerangkan. Sungguh pun 
demikian sikapnya terlihat biasa. Dia duduk bersila di depan 
Begpwan Narasoma. 

Kakek sakti yang ternyata ayah Suri itu duduk bersila di 
sebongkah batu setinggi tiga kaki. Suri berdiri di salah satu sisi 
ruangpn sambil tersenyum-senyum ganjil Sepasang matanya 
berputar liar. 

"Mungkin sedikit perlu kuberitahu padamu, Lanang," kata 
Begpwan Narasoma lagi. "Kemampuan yangakan kau miliki berada 
di atas Suri. Telur Elang Perak khasiatnya lebih besar bila 
dipergunakan oleh lelaki. Tubuhmu tidak akan mampu dilukai 
senjata apa pun Tenaga dalammu meningkat pesat. Segpla macam 
racun tidak akan mempan terhadapmu. Kau pun akan awet muda. 
Tapi ingat, kau harus menjadisuami Suri Menggrti?!" 

"Mengprti, Kek." Meski di dalam hatinya tidak setuju, 
Lanang menganggukkan kepala. 

"Bagus! Sekarang kau bersiap menerima anugerah ini." 

"Boleh saya mengajukan pertanyaan, Kek?" tanya Larang 
hati-hati. Pemuda ini tidak berani bertindak terlalu lancang. 
Khawatir Begawan Narasoma memiliki silat aneh! Bisa saja karena 
perasaan tidak serang kakek itu membunuhnya. Me ma n g, rasa cinta 
Suri cukup untuk menjadi jaminan. Tapi, siapa tahu? 

"Hmh.J" Begawan Narasoma menggumam Tarikan 
wajahnya menyiratkan perasaan tidak senang. "Katakan cepat 
sebelum aku berubah pikiran!" 

Larang merasakan tenggorokannya tercekik mendapat 
sambutan yang datar dan penuh rasa tidak serang. 

"Kalau hanya demikian kehebatan Telur Elang Perak, tetap 
saja aku tidak akan bisa menjadi jago nomor satu di dunia 
persilatan!" ujar Larang memberanikan diri 

"Apa alasanmu sehingga bisa mengambil kesimpulan dungu 
seperti itu. Pemuda Dungu?!" suara Begpwan Narasoma mulai 
meninggi. 

"Bukankah hanya itu saja yang kudapat? Tanpa ilmu silat 
tinggi, bagaimana mungkin aku dapat mengalahkan lawan yang 
tangguh? Atau, aku harus terus mengadu teragu dalam, berkelahi 
seperti babi dan banteng yang hanya mengandalkan kekuatan?" 

"Memang hanya demikian khasiat Telur Elang Perak. Tapi, 
apabila mau berusaha kauakan menjadi tokoh tak terkalahkan!" 

"Aku mulai tidak mengerti dengan keteranganmu, Kek?" 
Larang mengernyitkan dahi Bingung. 

"Dengar, Pemuda Bodoh! Khasiat Telur Elang Perak masih 
ada lagi. Ini tak kalah penting dengan yang kusebut sebelumnya. 
Setelah menelan sebutir telur, kau akan memiliki ingatan luar biasa 
tajam. Hanya dengan sekali lihat kau bisa langsung halal dan terus 
mengingatnya. Bahkan, sampai bertahun-tahun! Dengan 
keistimewaan ini dan ilmu meringpnkan tubuh serta teragu dalam 
yang telah meningkat pesat, ilmu apa pun dapat kau pelajari dalam 
waktu singkat!" 

Larang termangu. Pemuda pesolek ini tidak me n ya n gka 
khasiatTelur Elang Perakakan demikian menakjubkan! 

"Kau ingin segpra menelan telur ini atau terus mengajukan 
pertanyaan?!" Ketus dan dingin ucapan yang dikeluarkan Begpwan 
Narasoma. 

"Telur itu, Kek. Pertanyaanku sudah tidak ada lagi," jawab 
Larang cepat dengan suara bergetar. Karena perasaan tegang sebab 
sebentar lagi akan mendapat kesaktian juga karena perasaan gentar 
melihat sikapayah Suri. 

"Tangkap ini! Pecahkan kulitnya dan telan semua isinya!" 

Begpwan Narasoma melemparkan sebuah benda bulat 
panjang berwarna perak. Benda itu diambil dari saku bajunya yang 
besar dan lebar. 

Dengan jantung berdetak amat cepat Larang mengulurkan 
tangan menyambuti. Tahu kalau Begpwan Narasoma bukan orang 
sembarangan, pemuda pesolek ini menggrahkan seluruh tenagp 
dalamnya. Larang tidak berani memandang remeh kendati kakek 
itu melemparkannya dengpn sembarangpn. 

"Ah...!" 

Larang tanpa sadar mengeluarkan seruan kaget. Dia seperti 
bukan merangkap sebuah benda kecil, melainkan sebongkah batu 
sebesar gajah! Tubuh Larang terjengkang ke belakang dan terguling- 
guling. Tadi ketika menyambuti telur itu, Lanang berdiri dengpn 
mempe rgunakan ke dua lututnya. 

Keringpt dingin membasahi wajah Larang yang ternyata 
arak pungut Guntar. Hampir saja benda pusaka berkhasiatbesar itu 
hancur. Beruntung, meskipun terguling-guling Lanang masih ingat 
untuk mengpngkat tangannya yang menggenggam telurajaib tinggi- 
tinggi hingga tidak tergiling tubuhnya. 

Keinginan yang besar untuk menjadi tokoh sakti tanpa 
tanding membuat Larang berbuat apa pun demi terwujudnya cita- 
cita itu Dengpn sepasang mata melotot seperti hendak keluar dan 
tangan gpmetar dilubanginya kulittelur. 

Telur itu ternyata mempunyai kulit yang luar biasa keras. 
Tak kalah keras dengpn batu! Mungkin tak akan pecah bila jatuh ke 

tanah! Lanang terpaksa mengerahkan tenaga dalam untuk bisa 
melubangi kulit telur. 

Sekarang Larang tahu mengapa Begawan Narasoma berani 
melemparkan telur. Bukan karena yakin Lanang mampu 
merangkapnya, namun karena tahu telur itu lak pecah kendati 
jatuh! 

Seluruh perhatian Larang kini dicurahkan pada Telur Elang 
Perak. Dengan penuh semangat dan tanpa mempedulikan bau amis 
yang m e nye rua k, Lanang menelan isi telur. Dalam sekejap, isi telur 
telah berpindah ke perut Larang. Semula tidak terjadi apa. Tapi 
sesaat kemudian, pemuda pesolek ini merasakan golakan keras pada 
perutnya. Seakan di dalam perut ada sesuatu yang ingin keluar! Se¬ 
makin lama golakannya semakin hebat! Hawanya pun berganti- 
ganti. Sebentar paras sebentar dingin. 

Larang kelabakan! Dia khawatir bukan main. Tidak 
salahkah Begawan Narasoma? Siapa tahu telur ini bukan telur 
mukjizat melainkan racun mematikan! 

Semakin lama rasa yang diderita Larang semakin 
menghebat! Golakan itu terlihat jelas. Aneh dan mengprikan! Daging 
dan kulitnya terangkat naik turun bagfii ada makhluk yang tengph 
merayap di bawah kulit. Itu terjadi di seluruh tubuh Larang! Tidak 
hanya di perut. Bukan itu saja yang terjadi. Kulit tubuh Larang 
memerah! Semakin lama semakin merah seperti udang direbus! 
Warna itu sampai ke matanya. Sekujur tubuh Lanang mengppulkan 
uap tipis! 

Ketika Larang hampir tidak kuat bertahan, perlahan-lahan 
hawa panas dalam tubuhnya menurun dan kembali seperti 
sediakala. Setelah itu, hawa dingin yang ganti menyerang. Tidak 
hanya sampai membuat kulit Lanang menghijau, tapi juga pemuda 
pesolek itu bersedakap untuk lebih menghangatkan badan! Bunyi 
bergemeletukan terdengar ketika gigi arak pungut Guntar beradu 
satu sama lain. 

Larang meratap Begawan Narasoma dengan sorot 
memohon pertolongan. Tapi, kakek itu berdiam diri bagpi patung. 
Semua kejadian itu disaksikannya dengan tatapan dan wajah dingin. 

Akhirnya, setelah beberapa saat lamanya tersiksa, Lanang tidak kuat 
bertahan. Pemuda pesolek ini jatuh pinggan! 

Begpwan Narasoma tidak melakukan tindakan apa pun. 
Larang dibiarkan tergpletak di tarah. Suri yang merasa khawatir 
dan ingin mendekati Larang jadi mengurungkan maksudnya. 
Begpwan Narasoma membentaknya. Suri dilarang ikut campur. 




"Ayahmu memiliki kepandaian tinggi. Suri." 

Ucapan itu dikeluarkan Larang ketika pemuda pesolek itu 
teng)h berjalan-jalan bersama Suri. Mereka berada cukup jauh dari 
te mpa t hngga 1 Be gawa n Na raso ma. 

"Hi hi hi...! Tentu saja. Kak" Suri cengengesan. "Aku yakin 
beliau jago nomor satu di dunia persilatan!" 

"Tentu a ya h m u memiliki banyak ilmu tinggi," ujar Larang 
lagi, la ingin mencari keuntungan dengan mengpjukan pe rta n ya a n 
itu. 

Suri mengangguk dengan lagak yang membuat Larang 
menjadi muak. 

"Apakah ilmu-ilmunya yang tinggi telah kau miliki?" tanya 
Larang pada pokok permasalahan. 

Suri menghentikan langkah. Matanya yang memiliki sorot 
orang kurang waras menyapu wajah Lanang penuh selidik. Ada 
sinar kecurigaan dalam tatapannya. 

Suri merasa curiga. Itu memang sudah diperhitungkan. 
Pemuda pesolek itu tahu Suri meskipun gila masih memiliki 
kesadaran. Gadis ini masihbisa mengptahui maksud seseorang! 

"Apa maksud pertanyaanmu, Kak?" tanya Suri tajam. "Tentu 
saja aku menguasai semua ilmu yang dimiliki Ayah. Beliau 
mewariskannya padaku karena akulah putri satu-satunya." 

"Aku hanya ingin mengetahui. Suri. Maukah kau 
memainkannya di depanku? Aku ingin sekali melihatnya." 

"Tapi, Kak, ilmu-ilmu itu milik keluarga. Tidak boleh 
dipelajari orang lain!" bantah Suri Ia tidak segpra memenuhi 
keinginan Lanang seperti biasanya. 

"Aku hanya ingin melihatnya. Suri. Aku ingin tahu sampai 
di mana kedahsyatannya." Lanang yang memiliki kecerdikan luar 
biasa segera memperbaiki kata-katanya. "Tapi, yang lebih penting 
aku ingin melihatmu memainkan ilmu-ilmu itu. Orang semanis dan 
secantik kau tentu dapat memainkannya dengan indah. Kau akan 
terlihat lebih menawan karenanya." 

Sikap tegpng Suri berkurang. Malah, wajahnya bersemu 
merah karena perasaan malu dan bangga. Wanita mana yang tidak 
senang dipuji? Apalagi Suri. Sudah memiliki otak kurang waras, 
kemudian dipuji oleh orang yang disukainya. Hidungnya kembang 
kempis dan wajahnya tertunduk menekuri tanah. 

"Benarkah itu. Kak?" tanya Suri tanpa berani mengangkat 
wajah. Kaki kanannya digprakkan menggurat-gurat tanah. 

Lanang tersenyum penuh kemenangan. Dia yakin siasatnya 
akan berhasil. 'Tentu saja. Suri. Mana mungkin aku berbohong pada 
gadis secantik kau?" 

Perasaan Suri semakin melambung ke awang-awang. 

"Tapi, Kak, aku takut dimarahi Ayah. Bukankah kau 
mempunyai kemampuan luar biasa setelah makan Telur Elang 
Perak? IVfeski hanya melihat kau akan langsung dapat menguasai" 
Suri membantah lagi ketika teringat ayahnya. Tapi, bantahan yang 
dilakukannya sangat lemah. Jauh berbeda dengan sebelumnya. 

"Kita usahakan jangan sampai ayahmu tahu. Lagjpula, aku 
kan sebenarnya bukan orang lain Aku calon suamimu. Itu berarti 
aku termasuk anggota keluarga. Dengan memiliki ilmu keluarga, 
bukankah aku akan dapat melindungimu dari bahaya? Sekarang aku 
belum merasa tenang. Orang secantik dirimu pasti menjadi incaran 
banyak orang. Bagaimana nanti aku menyelamatkanmu dari 
mereka?" 

Suri semakin bimbang. 

"Kalau kau benar mencintaiku dan mengharapkanku 
menjadi suamimu, pasti kau akan meluluskan permintaanku. Suri. 
Atau, kau sebenarnya tidak mencintaiku?" Lanang mengeluarkan 
gebrakan terakhir dari siasatnya yang telah diatur rapi. 

"Tentu saja aku mencintaimu. Kak!" tandas Suri, mantap dan 

cepat 

"Kalau benar demikian, tunggu apa lagi?" sambut Lanang 
yang sudah me mperhitungkan jawaban itu. 

Suri terdiam sejenak. Akhirnya, kepalanya dianggukkan 
juga. Terlihat lambat dan sedikit ragu-ragu. 

Lanang tahu pasti Suri masih merasa berat. Tapi, tanggapan 
yang diberikan putri Begawan Na ras oma itu menggembirakan 
hatinya. Otaknya yang cerdik langsung mengambil ke putusan untuk 
menghilangkan beban batin Suri. 

Dengan menekan rasa muaknya Lanang men-hampiri Suri. 
Dipegangnya kedua pergelangan tangan gfidis itu. Kemudian, tubuh 
Suri dipeluknya. Suri mengpluarkan keluhan tertahan. Gadis itu 
menyambut pelukan Lanang denganerat. 

"Biarlah, Kak. Biarlah Ayah marah padaku Asal, kau 
mencintaiku," ucap Suri kemudian 

Lanang tersenyum dalam hati. Jalan untuknya menjadi 
orang sakti telah membentang lebar. Pemuda pesolek ini 
mempunyai calon korban apabila keinginannya tercapai. Dewa 
Arak! Pemuda yang tela h membuat rencananya berantakan! 

"Kurasa saatnya sudah tiba. Suri," bisik Lanang mesra di 
telinga gadis berpakaian kembang-kem-bang itu. "Masih banyak 
waktu untuk kita untuk bermesraan." 

Suri merenggangkan pelukannya. Dengan wajah berseri-seri 
dan sepasang mata berbinar-binar ditatapnya wajah Lanang. Tidak 
ada lagi keraguan di hatinya untuk memenuhi permintaan pemuda 
pesolek itu. Masih dengan senyum mengpmbang di bibir Suri 
memainkan ilmu-ilmu keluarganya. Lanang memperhatikan dengpn 
mata tidak berkedip. Lanang harus mengakui ilmu-ilmu yang 
dimainkan Suri memang luarbiasa. Tidak sia-sia dia menekan segala 
perasaan muaknya! Semua gerakan Suri dicatat dengan otaknya 
yang telah memiliki daya ingpt sangat tinggi. 


*** 


"Tunggu sebentar, Kakang. Aku ingin mencari kayu untuk 
menyangga tulang lenganmu yang terlepas. " Melati menurunkan 
tubuh Arya di dekat kerimbunan batang bambu. Sebuah tempat 
yang tersembunyi. Melati tidak ingin terjadi hal-hal yang tak 
diinginkan terhadap kekasihnya. 

"Terangkanlah hatimu. Melati Tidak akan terjadi apa-apa 
terhadapku!" Arya berusaha menerangkan gadis berpakaian putih 
itu. 

Melati tersenyum manis, la segpra mengayunkan kaki 
meninggalkan tempat itu. Arya meratapnya hingga tubuh 
kekasihnya hilang tertutup kerimbunan pohon. Arya tersenyum 
mengingat pertemuannya dengpn Me la ti. Rasa sakit yang mendera 
tubuh tidak dipedulikannya. Tidak sabar ditunggunya kemunculan 
gadis itu. 

Waktu berlalu demikian lambat. Vfenunggu memang 
pekerjaan yang paling membosankan. Vfelati tidak kunjung kembali. 
Arya mulai gplisah. 

"Ke mara saja IVfelah?" gumam Arya, khawatir. "Tidak 
mungkin mencari kayu saja demikian lamanya." Hati Arya merasa 
tidakerak. Dia khawatir terjadi sesuatu atas diri kekasihnya. 

Ingin rasanya Arya meninggalkan tempat itu dan mencari 
Melati. Tapi, itu tidak bisa dilakukan. Lukanya terlalu parah. Arya 
hanya dapatmenunggu dengan gelisah. 

Bunyi langkah yang tertangkap telinganya menimbulkan 
harapan di hati pemuda berambut putih keperakan ini. Dahinya 
berkemyit ketika mendengar lebih jelas. Ada dua pasang kaki 
be rge rak me nde ka h. 

Arya tidak punya pilihan lain kecuali diam dan menunggu. 
Dia berharap orang-orang yang datang tidak berniat jahat. 

"Arya...!" 

Pemuda berambut putih keperakan itu menoleh. Seseorang 
menyapa dirinya. Nadanya melengking tinggi. Suara perempuan 
Rasanya dia mengp nalnya. 

Arya menoleh. Dua pemilik langkah itu memang 
perempuan. Dua-duanya dikenal Arya. Linggar danjumpena alias 
Jumini! 

Bagai berlomba, Linggar dan Jumini melesat ke arah Arya. 
Kedua gadis itu tampak kagpt melihat keadaan pemuda berambut 
putih keperakan itu. 

"Apa yang terjadi, Arya? Kau terluka oleh Naga Sakti 
Berwajah Hitam?" tanya Jumini yang sempat melihat pertempuran 
Dewa Arak dengpn tokoh yang sebenarnya bernama Guntar itu. 

Linggar yang mempunyai perasaan lain terhadap Arya 
segpra memeriksa luka pemuda itu. Linggar tidak merasa risih 
se dikit pun me liha t hngka h Jumini ya ng ke liha fa n a krab. 

"Benar." Pemuda berambut putih keperakan itu 
mengangguk "Kau sendiri, bagaimana bisa berada di sini dan 
bersama Nona Linggar? Bukankah kau bersama pemuda pesolek 
itu?" 

"Berkat Kak Linggar aku bebas dari cengkeraman manusia 
jahat itu!"jawab Jumini dengpn sikapnya yangbiasa, lincah. 

Arya menatap Linggar. Gadis berpakaian hitam itu masih 
berdiri satu tombak dari Arya. Jumini sudah berjongkok memeriksa 
keadaan dirinya. 

Arya mengpluh dalam hati. Dia melihat wajah Linggar tidak 
seperti biasanya. Pandangpn Arya yang tajam bisa mengptahui kalau 
Linggar merasa tidak senang terhadap Jumini Tatapan gp d i s berpa¬ 
kaian hitam itu telihat penuh rasa iri. Adakah ini mempunyai 
hubungan dengan sikap Jumini terhadapnya? Bila itu benar, berarti 
Linggar ada hati terhadapnya. Arya tidak menginginkan hal itu. 

"Mungkin kau mau berkenalan dengan Kak Linggar, Arya," 
celoteh Jumini. 

Arya tersenyum. Linggar pun demikian Sungguh lucu, 
mereka yang telah saling kenal sebelumnya hendak diperkenalkan 
oleh Jumini. Jumini tersenyum lebar. Dia melihat Arya tersenyum 
dan mengira pemuda berambut putih keperakan itu merasa 
gembira. 

"Kau senang, Arya? Tentu saja senang, bukan? Siapa yang 
tidak gembira berkenalan dengan seorang gadis secantik Kak 
Linggar? Tapi ingp t, Arya. Mencintainya boleh saja. Kalau kau 
sampai mengecewakan dan menyakiti hatinya, kau akan 
berhadapan denganku! Tak seorang pun kubiarkan menyakiti hati 
Kak Linggar!" tandas Jumini dengansuara bersungguh-sungguh. 

Ucapan Jumini membuat Arya dan Linggar menjadi salah 
tingkah. Bagi Linggar ucapan Jumini mengenai sasaran denggn 
telak. Sedang Dewa Arak merasa tak enak. Pemuda ini khawatir 
Linggar salah terima dan mengira ia menyukai gadis itu 

"Kami sudah saling menggnal sebelumnya, Jumini," jawa 
Arya, pelan. Dia tidak menyalahkan sikap Jumini yang ceplas- 
ce plos. 

Wajah Jumini berubahhebat. Dia tampak gpmbira sekali. 

"Benarkah demikian. Kak Linggar?" tanya Jumini sambil 
membalikkan tubuh "IVfengppa sejak tadi kau tidak bicara? Ah! 
Maafkan tindakanku. Kau pasti cemburu tidak kebagian memeriksa 
luka kenalanmuini Silakan kau mengobatinya. Kak." 

Jumini bangkit berdiri. Ditariknya fangpn Linggar untuk 
berjongkok dan memeriksa luka Arya. Wajah Linggar dan Arya 
merah padam 

"Kau ini memang pintar menggoda orang, Jumini," ucap 
Linggar masih dengan wajah merah. Sinar matanya tidak 
menyiratkan rasa tidak suka lagi. 

"Bersenang-senanglah kalian berdua, aku ingin mencari 
sesuatu yang dapat kita makan." Tanpa memberi kesempatan pada 
Arya dan Linggar untuk memberi jawaban, Jumini melesat 
meninggalkan tempat itu. 

Sepeninggal Jumini suasana menjadi hening. Godaan Jumini 
membuat Arya dan Linggar merasa canggung. 

"Bagaimana kau bisa menolong Jumini, Linggar?" Arya 
membuka percakapan untuk menghilangkan perasaan tidak enak. 
Suaranya terdengpr agpk serak 

"Hanya kebetulan saja, Arya." Linggar mengangkat 
kepalanya yang sejak tadi ditundukkan Ditatapnya sekujur wajah 
Arya dengpn penuh perasaan kagum. 

Arya mcngfingguk-anggukkan kepala. Sinar mata Linggar 
membuatnya merasa jengah. Diam-diam pemuda berambut putih 
keperakan ini gplisah. Mela t i sejak tadi belum juga kembali. Apa 
yang te rj a di de ngannya? 

Ingat akan Mela t i membuat Arya bingung. Dia ingin Melati 
cepat datang agar bisa diketahui gadis itu selamat. Di lain pihak, 
Arya pun ingin kedafangpn Vfelati agpk terlambat Apabila gadis 
yang berwatak keras itu melihat keberadaan Linggar di dekatnya 
dan dalam suasana yang demikian intim, perasaan cemburunya 
akan muncul. 

"Ada apa, Arya? Kau kelihatan gelisah. Kau tidak suka aku 
berada di dekatmu?" tanya Linggar yang sejak tadi mengawasi 
gerak-gerik Arya. "Kalaubegitu aku akan menjauh." 

"Tidak, Linggar!" Arya buru-buru menanggapi. Khawatir 
terjadi salah paham. Kendati Linggar memiliki watak yang tenang 
dan tidak bisa disamakan dengpn Jumini yang hanya menuruti 
perasaan, Arya tetap bersikap hati-hati. Watak perempuan sukar 
untuk diselami 

"Kenapa kau kelihatan gelisah sekali, Arya?" kejar Linggar 
tak mau menjerah. 

"Aku..., aku merasa tidak nyaman dengpn luka-lukaku ini" 
Arya berhasil j ugp menemukan jawaban asal-asalan 

Lingga r be rse ru ka gp t. 

"Maaf. Aku sampai lupa dengpn keadaanmu!" Gadis 
berpakaian hitam ini mencari dua batang kayu. Kemudian tanpa 
ragu-ragu lagi Linggar melepas sabuknya. 

"Tahan sedikit, Arya. Aku ingin menarik tulang yang patah 
dan menempatkannya pada sambungannya." 

"Silakan, Linggar." 

Linggar segera melakukan tugasnya. Menarik tulang yang 
terlepas dan menempatkannya pada sambungan. Kemudian, dia 
memasang dua batang kayu di sisi kanan dan kiri mengikatnya 
untuk menjaga agar tulang tidak bergprak-gprak. 

"Bagpimana rasanya, Arya? Sakit?" tanya Linggar dengan 
mulut menyunggingkan senyum 

"Sedikit." Arya menggeleng. 

"Tak lama lagi ikatan itu akan kubuka kembali. Obat yang 
kubalurkan akan membuat tulang-tulangmu cepat tersambung. Obat 
itu pemberian guruku," jelas Linggar tanpa diminta. 

Arya hanya tersenyum. Dia tahu Linggar tidak berdusta. 
Hal yang lumrah bagi tokoh persilatan memiliki obat-obat mujarab. 
Dirasakan hawa sejuk dan nyaman meresap dari bagian yang 
dibalurkan obat. 

Suasana menjadi hening. Linggar maupun Arya tidak 
berbicara lagi. Masing-masing tenggelam dalam alun pikirannya. 
Tambahan lagi, bahan untuk diperbincangkan belum mereka 
ke temukan 

"Kurasa sudah waktunya membuka ikatan itu." Linggar 
memecahkan keheningan yang menyeli-muti. Dengpn cepat 
dilakukannya apa yang diucapkannya itu. 

"Apa yang tengah kau lakukan, Linggar?!" 

Linggar sampai terjingkat kaget ketika baru saja 
menyingkirkan potongan kayu dari tangan Arya. Dikenalinya betul 
suara itu Suara yang dikeluarkan dengan nada kemarahan. 

Linggar menoleh ke arah asal teguran. Wajahnya benibah 
melihat sosok yang amat dikenalnya. Sosok itu menatapnya dengan 
sinar mata berapi-api! 




Arya yang juga mendengar seruan ikut mengilihkan 
perhatian. Wajah pemuda berambut putih keperakan itu langsung 
berubah. Sosok itu mengenakan pakaian longgar merah. Wajahnya 
tidak terlihat karena tertutup selubung kain merah. Tangannya pun 
terbungkus sarung tangan merah. Yang terlihat hanya sepasang 
matanya. 

Kehadiran sosok ini saja sudah cukup mengejutkan Arya. 
Terlebih teguran yang dikeluarkan sosok itu. Sosok yang bukan lain 
Tengkorak Darah ini mengpnal Linggar! Sepertinya ada hubung)n 
era t antara mereka. 

"Guru...!" Linggar bangkit dan memberi hormat 

Arya menghela napas berat Dugaannya tidak meleset 
Linggar ternyata murid Tengkorak Darah. Arya tidak merasa heran 
jika Tengkorak Darah murka. Pasti karena pertolong n Linggar 
terhadapnya. Arya yakin Tengkorak Darah merasa sakit hati atas 
campur tangannya ketika menolong Jumini dan Dirgantara. (Untuk 
jelasnya mengpnai hal ini silakan baca episode "Iblis Buta"). 

Tengkorak Darah mendengus. Tenaga dalamnya 
dikerahkan Bunyi berkerotokan bagfii tulang-tulang berpatahan 
langsung terdengar. Pakaian longgar yang dikenakan Tengkorak 
D arah bergelombang keras. Angin yang luar biasa keras berhembus 
ke arah Linggar. 

Linggar terpekik kecil ketika tubuhnya terjengkang ke 
belakang dan jatuh terguling-guling. Ketika berhasil bangkit wajah 
gadis berpakaian hitam ini dipenuhi perasaan heran. 

"Ada apa. Guru? Apakah Guru marah padaku?" tanya 
Linggar tidak mengerti. 

"Mengapa?!" Tengkorak Darah mengulang sebagian 
perkataan Linggar. "Kau ini memang bodohatau sengaja mengolok- 
olokku, Linggar?!" 

"Apa maksudmu. Guru? Aku benar-benar tidak mengprti," 
ta nya Lingga r ha ti-ha ti 

Tengkorak Darah menggertakkan gigi. Tokoh sesat yang 
memiliki kepandaian tinggi ini hampir tidak kuat menahan 
amarahnya. 

"Apakah kau tidak i n gp t mengppa aku menyuruhmu turun 
gunung?!" tanya Tengkorak Darah dengan suara menggeledek 

"Tentu saja aku ingat Guru. Aku tengah berusaha 
melaksanakan perintah Guru." 

"Kau ingpt, Linggar?!" Semakin meninggi suara Tengkorak 
Darah. "Aku tidak yakin dengan jawabanmu! Coba katakan tugas 
yang kubebankan padamu!" 

"Mencari putra Guru dan membalas sakit hati Guru pada 
Dewa Arak!" tandas Linggar, mantap. 

"Begitukah?!" sambut Tengkorak Darah dengan nada 
melecehkan "Sekarang, apa yang tengah kaulakukan?!" 

"Mengobati kawan baikku. Guru Dia pernah menolongku 
Jadi, aku berkewajiban membalas budi baiknya. Ini bukan berarti 
aku melalaikan tugas. Setelah menyelesaikan ini, aku akan 
berangkat untuk memenuhi perintahmu," janji Linggar. 

"Kawan baikmu?! Orang usilan ini kawan baikmu?!" 
Tengkorak Darah menggeram. "Dengpr, Linggar, orang yang kau 
katakan kawan baikmu ini adalah orang yang kusuruh kau untuk 
mencarinya!" 

Wajah Linggar berubah hebat. Benaknya segera diputar. 
Sebentar kemudian, dengan tatapan tidak percaya dipandangnya 
Tengkorak Darah. Lalu, dialihkan pada Arya. 

Linggar memperhatikan Arya penuh selidik. Matanya yang 
bening indah beberapa kali berhenti pada rambut dan pakaian Arya. 
Baru sekarang Linggar teringpt ciri-ciri yang dimiliki Arya sesuai 
dengpn yang diceritakan gurunya. Selama ini tidak terpikirkan oleh 
Linggar karena gadis ini telah terpikat ketampanan dansikap Arya. 

"Jadi... dia... Dewa Arak..?!" tanya Linggar dengpn 
tenggorokan seperti tercekik. 

"Siapa lagi kalau bukan dia?! Dasar matamu saja yang telah 
lamur! Ayo, tunggu apa lagi?! Bunuh dia!" Tengkorak Darah 
meme rinta h de nga n s ua ra dingin 

Linggar tidak segera melakukan perintah itu. Dia berdiri 
terpaku di tempatnya dengpn wajah membiaskan perasaan galau 
Gadis ini seperti orang linglung. 

"Linggar!" Tengkorak Darah membentak keras. Geram 
melihat gadis berpakaian hitam itu tidak segpra melaksanakan 
perintahnya. "Apakah kau hendak menjadi murid murtad?!" 

Linggar sadar dari terkesimanya. Tapi, perintah Tengkorak 
Darah tetap tidak segera dilaksanakan 

"Bagpimana mungkin aku membunuhnya. Guru? Dia telah 
menyelamatkan jiwaku. Mana mungkin kubalas kebaikannya 
dengpn tindakan keji itu?" Linggar mengajukan alasan dengpn suara 
lemah. 

"Mengppa tidak mungkin?! Bagiku, semua mungkin saja. 
Bahkan, aku sering membunuh orang yang menolongku. Kau 
muridku, Linggar. Yang menjadi panutan bagimu adalah aku! 
Bunuh Dewa Arak! Persetan dengpn segpla pertolongannya!" Keras 
dan tinggi ucapan Tengkorak Darah. 

Linggar menatap Arya. Gadis ini berada dalam kedudukan 
yang sulit. Ia ingin berbakti kepada gurunya. Tapi, hatinya tidak 
mengizinkan melakukan tindakan keji terhadap Dewa Arak. 

"Maafkan aku. Guru. Bukannya aku tidak mau berbakti, tapi 
aku tidak mampu melakukannya...." 

"Murid murtad! Manusia tidak pandai membalas budi! 
Sedari kecil kupelihara dan kudidik setelah besar kau 
mendurhakaiku. Inikah balasanmu, Linggar?!" 

Linggar tidak memberikan tanggapan. Wajahnya 
ditundukkan menekuri tanah. Gadis ini sadar dirinya telah 
mengecewakan gurunya. 

"Baik!" Tengkorak Darahberkafa penuh kegpraman. "Karena 
kau tidak mampu membunuhnya, aku sendiri yang akan 
melakukan!" 

Tanpa mempedulikan Linggar. Tengkorak Darah 
mengalihkan perhatian pada Dewa Arak. Sakit hatinya semakin 
bertumpuk mengingat Linggar lebih berat pada pemuda itu 
dibanding padanya. 

"Kita bertemu lagi. Dewa Arak. Pertemuan kita ini adalah 
pertemuan terakhir. Kau akan tewas di tanganku! Bersiaplah 
menemui malaikat maut. Dewa Arak!" 

Tengkorak Darah melambaikan tangan Sabuk Linggar yang 
masih tergolek di tanah bagai hidup dan bermata. Benda itu 
melayang ke arah Tengkorak Darah. Sosok berpakaian merah itu 
menangkapnya dengan ringan 

"Kau akan mati seperti binatang kena perangkap. Dewa 

Arak!" 

Tengkorak Darah menutup ucapannya dengan lemparan 
sabuk. Sabuk itu meluncur ke arah Arya. Yang hanya berdiam diri. 
Sabuk melilit ke dua kaki Arya. Lalu, membuat simpul erat 

Arya tidak kelihatan gpnfar. Sebaliknya, Linggar yang 
kebingungan. Dia menatap Tengkorak Darah dan Arya bergantian. 
Tengkorak Darah yang tengah sibuk ingin membalas dendam, tidak 
memperhatikan tingkah Linggar. Sambil terkekeh girang tangan 
kirinya dikibaskan 

Bagai diangkat dan dilemparkan tangpn tak nampak tubuh. 
Dewa Arak melayang ke atas menuju sebatang pohon besar dan 
tinggi. Begitu melalui cabang yang cukup besar, ujung sabuk yang 
tidak membelit kaki Arya membelit cabang dan menyimpul erat! 
Tengkorak Darah terkekeh gpmbira melihat Dewa Arak tergantung 
dengan kepala di bawah. 

"Dengan luka dalam yang kau derita keadaan ini akan 
membuatmu mati perlahan-lahan. Dewa Arak! Pembuluh darah di 
kepalamu tak akan sanggup menampung derasnya aliran darah. Ha 
ha ha...!" 

Tengkorak Darah tertawa terbahak-bahak. Apalagi, ketika 
melihat wajah Arya mulai memerah pertanda darah telah banyak 
mengalir ke kepala. Linggar semakin gglisah. Sampai-sampai telapak 
tangannya berkeringat! 

Ketika wajah Arya semakin merah, Linggar tidak mampu 
lagi menahan diri. Rasa cintanya terhadap Arya tidak mengizinkan 
membiarkan pemuda berambut putih keperakan itu mati. Linggar 
melompat ke tempat Arya tergantung. 

Tawa Tengkorak Darah langsung terhenti. Pendengarannya 
yang tajam menangkap desir angin. Dia menoleh ke belakang. Tapi, 
yang dilihatnya hanya kelebatan bayangan hitam. Tengkorak Darah 
tidak sempat bertindak! 

Tasss! 

Hanya dengan babatan tangannya Lingga r berhasil 
memutuskan sabuk. Sebelum tubuh Arya terbanting ke tanah, gadis 
itu telah lebih dulu menangkapnya. Lingga r menjejak tanah dengan 
tubuh Dewa Arak dalam bopongannya. 

Tengkorak Darah menggeram keras. Sorot matanya seperti 
hendak menelan Lingga r bulat-bulat. Hawa maut memancar di sana! 

"Rupanya kau ingin mampus, Linggar?! Kau tidak hanya 
berani membantah perintahku. Kau juga telahberani menentangku! 
Kali ini jangan harap nyawamu kuampuni! Kau sudah terpikat 
ketampanan pemuda usilan itu Atau, kau telah menyerahkan 
kegadisanmu padanya hingga takut anak yang akan kau lahirkan 
tidak mempunyai ayah?!" 

"Aku tidak serendah itu, Guru!"jawab Linggar dengan suara 
bergetar. "IVfemang, kuakui aku mencintainya. Salahkah itu?" 

"Kau masih tidak mau mengaku telah sering tidur dengan 
pemuda usilan itu. Murid Murtad?! Gadis Penjinah?!" Tengkorak 
Darah yang tahu perkataannya menyakiti perasaan Linggar terus 
mencecarnya. 

"Aku bukan orang seperti itu!" Linggar membantah keras 
setelah meletakkan tubuh Arya di tanah. 

"Bersiaplah untuk mati. Gadis Penjinah!" 

Tanpa merasa kasihan lagi. Tengkorak Darah 
menghentakkan tangan kanannya. Se rangkum angin keras 
berhembus ke arah Linggar. Gadis berpakaian hitam itu tahu bahaya 
maut tengah mengancamnya. Tapi, dia sengaja tidak mengelak 


*** 


Bresss! 

Kerimbunan semak-semak yang berada di belakang Linggar 
langsung porak-poranda terkena hantaman pukulan jarak jauh 
Tengkorak Darah. Beberapa saat sebelum pukulan menghantam 
Linggar, sesosok bayangpn kuning melesat cepat dari samping dan 
menubruk tubuh gp d i s berpakaian hitam Linggar dan sosok 
bayangpn kuning itu terguling-guling di tanah 

"Kau tidak apa-apa. Kak Linggar?" 

Begitu bangkit dengan sigapnya sosok bayangan kuning 
bukan lain Jurnini segpra mengajukan pertanyaan. 

"Tidak." Linggar menggpleng. 'Terima kasih atas 
pertolonganmu, Jurnini. Kukira, lebih baik tinggalkan tempat ini. 
Bawalah Dewa Arak pergi." 

Sepasang mata Jurnini melotot. 

"Kau kira aku orang macam apa?! Mati bagiku bukan 
masalah! Mari kita hadapi dia bersama-sama. Dia memang iblis 
jahat. Dengan bergabung mungkin kita akan mudah 
mengalahkannya!" ujar Jurnini, gagph. 

Linggar menggeleng. 

"Kau tidak tahu siapa dia, Jurnini" 

"Aku tahu!" sergah Jurnini yang memiliki watak tidak 
sabaran "Iblis jahat itu memang lihai. Aku bersama kawanku 
hampir tewas kalau Dewa Arak tidak datang menolong. Tapi, aku 
tidak takut! Kau jauh lebih pandai dari kawanku. Jadi, keadaan kita 
lebih kuat Aku jakin kita akan menang..." 

"Aku tidak bisa, Jurnini" Linggar menggeleng dengan tanpa 
semangat. 

Jurnini tertegun melihat sambutan Linggar. 

Tengkorak Darah yang semula merasa geram bukan main 
melihat usahanya kembali menemui kegagalan, menjadi gembira 
ketika melihat Jurnini. Beberapa saat dia sempat terpana melihat 
Jurnini. Ia yakin pernah melihat sebelumnya. Sikap Jurnini 
membuatnya teringat siapa gfidis berpakaian kuning ini. 

"Jadi, kau yang dulu menjamar sebagai banci itu. Gadis 
Kurang Ajar?! Kau putri Pendekar Jari Maut, bukan? Bagus! 
Sekarang juga semua dendam kesumat akan kutuntaskan. Kau akan 
menemani Dewa Arak dan murid murtad itu mati di sini!" 

Jumini yang sudah bersiap untuk memaki menahan 
ucapannya yang telah berada di ujung lidah. Murid murtad? Siapa 
yang dimaksud Tengkorak Darah? Jumini menoleh ke arah Linggar. 
Gadis berpakaian hitam itu menundukkan kepala. Putri Pendekar 
Jari Maut ini pun bisa me n d u gp. Linggar murid Tengkorak Darah! 
Sama sekali tidak disangkanya. 

Sekarang Jumini mengprti mengapa Linggar tidak ingin 
bertarung denganTengkorak Darah Bukan karena tokoh berpakaian 
merah itu lihai bukan main, tapi karena Tengkorak Darah adalah 
gurunya! 

Kendati demikian, Jumini yang memiliki watak keras hati 
tidak menjadi gpnfar. Pedangnya dihunus. Kemudian, sambil 
mengeluarkan teriakan nyaring, gadis berpakaian kuning ini 
melancarkan serangan Pedangnya dibabatkan ke leher Tengkorak 
Darah. 

Tengkorak Darah mendengus dengan nada merendahkan. 
Sekali tenaga dalamnya dikerahkan, pakaian yang longgar serta 
panjang itu terangkat ke atas bagfii disingkapkan fangpn. Bagian 
bawah pakaian sampai melewati leher. 

Tindakan Tengkorak Darah membuat mata pedang Jumini 
berbenturan dengan pakaian Terdengar bunyi berdentang nyaring 
seperti dua benda logam beradu. Jumini merasakan tangannya 
tergptar hebat Kendati demikian, pedang yang tergenggam di 
tangan tidak terlepas. 

Tengkorak Darah mengibaskan tangan kiri Angin yang luar 
biasa keras berhembus ke arah Jumini. Saat itu gpdis berpakaian 
kuning tengah berada di udara. Dia tidak mempunyai pijakan untuk 
mempertahankan diri Akibatnya, tubuhnya terhempas ke belakang. 

Nasib baik rupanya masih berpihak pada Jumini. Tengkorak 
Darah tidak ingin langsung membinasakannya. Serangan yang 
dilancarkan tidak ditujukan untuk membunuh atau melukai, 
melainkan hanya untuk melemparkan tubuh gadis itu. 

Jumini menjejak tanah dengan kedua kaki lebih dulu. Gadis 
ini langsung menyilangkan pedang di depan dada. Sikapnya terlihat 
gagah bukan main! 

"Kau memang pemberani. Bangsat Kecil! Tapi, 
keberanianmu sebentar lagi akan berakhir. Tadi hanya pennulaan 
saja. Sekarang kau akan benar-benar pergi ke alam baka!" desis 
Tengkorak Darah penuhancaman. 

"Tidak usah banyak bicara seperti nenek-nenek bawel! Kau 
kira aku takut dengpn ancamanmu?!" sambut Jumini denganberani. 
Pedang di tangannya digptarkan hingga terdengar bunyi me n ga u n g. 

"Mampuslah...!" 

Tengkorak Darah melompat menerjang. Tangan kanannya 
meluncur cepat menuju wajah Jumini Tokoh sesat ini ingin 
membuat wajah gpdis berpakaian kuning cacat. 

Jumini tidak membiarkan malapetaka itu terjadi. 
Disambuhnya serangpn dengpn tusukan pedang. Kalau Tengkorak 
Darah meneruskan maksudnya, sebelum jari-jari tangpn itu bertemu 
dengpn wajah Jumini, akan terlebih dulutertusuk pedang. 

Tapi, Tengkorak Darah tidak mempedulikan hal itu. 
Serangpnnya tetap diteruskan. Ketika hampir berbenturan dengpn 
ujung pedang, jari-jari tangpn Tengkorak Darah digerakkan 
mencengke ra m. 

Krakkk! 

Jumini memekik tertahan. Ujung pedangnya hancur. 
Padahal, senjata itu terbuat dari baja pilihan. Ketika bertemu dengpn 
jari-jari Tengkorak Darah tak ubahnya daun kering! Hancur dalam 
sekali remas saja! 

Serangpn Tengkorak Darah tidak berhenti sampai di situ. 
Kaki kanannya mengirimkan tendangan lurus ke arah pusar. 
Tendangpn maut yang dapat membuat nyawa putri tunggal 
Pendekar Jari Maut me layang ke alam baka! 

Serangpn itu berlangsung demikian cepat. Jumini masih 
mampu menunjukkan dirinya sebagpi anak Pendekar Jari Maut yang 
tersohor. Dia melempar tubuhnya ke belakang dan bergulingpn 
menjauh! 

Tengkorak Darah benar-benar sudah berniat ingin 
menghabisi nyawa Jumini. Tanpa memberi kesempatan sedikit pun 
dikejarnya Jumini Lalu, dihujamnya dengan serangan-serangpn 
mematikan. 

Jumini tidak mempunyai pilihan lain kecuali 
menggulingkan tubuh. Dia tidak diberi kesempatan untuk bangkit. 
Terjadilah pertarungpn yang unik. Jumini yang terus bergulingpn 
dan Tengkorak Darah yang mengpjarnya dengan tusukan-tusukan 
maut! 

Jumini tercekat ketika gulingan tubuhnya membentur 
sebatang pohon. Dia ingin bangkit tapi saat itu Tengkorak Darah 
telah meluruk ke arahnya dengan sebuah terkaman yang 
mematikan. 

Jumini yang tidak dapat berbuat sesuatu hanya bisa 
menatap dengpn sepasang mata membelalak lebar. Putri Pendekar 
Jari Maut ini menunggu datangnya ajal dengan mata terbuka. 




Sing, sing, singng.J 

Bunyi berdesing nyaring terdengar. Tengkorak Darah 
terkejut dan menoleh. Dilihatnya belasan batang pisau mengkilat 
meluncur cepat ke berbagai bagian tubuh 

Tengkorak Darah tidak berani bertindak gpgabah. Dari 
bunyi yang terdengar bisa diketahui betapa kuat tenaga dalam orang 
yang melemparkannya. Serangpnnya terhadap Jumini terpaksa 
diurungkan. dua tangannya dikibaskan ke arah datangnya pisau- 
pisau! 

Akibat kibasan fanganTengkorak Darah sungguh luar biasa! 
Meski jarak pisau-pisau itu masih dua tombak, semua runtuh ke 
tanah bagfii membentur dinding tidak nampak. 

Kesempatan yang tercipfa akibat serangan-serangan pisau 
hanya sesaat. Tapi, itu telah cukup bagi Jumini. Gadis berpakaian 
hitam ini melompat ke samping dan bergulingan menjauh. 

"Dirga.J" 

Jumini berseru keras tanpa menyembunyikan perasaan 
gembiranya. Sosok yang muncul dan telah menolongnya dengpn 
lemparan pisau-pisau memang Dirgantara. Pemuda bertubuh kokoh 
dan terlihat kuat, la pernah menjadi kawan seperjalanannya. 

Dirgantara menyambuh seruan Jumini dengan sikap dingin. 
Karuan saja hal ini membuat ga d i s berpakaian kuning merasa heran 
Apalagi ketika melihat keadaan pemuda berpakaian kulit harimau 
itu. Dirgantara kelihatan kusut. Ia seperti orang yang tidak 
mengurus dirinya. 

Tidak hanya Jumini saja yang merasa heran Tengkorak 
Darah pun demikian. Tokoh sesat itu termanggu-manggu. Dia 
seperti terkesima melihat kehadiran Dirgantara. 

"Dirga! Apa yang telah terjadi denganmu...?" Jumini tak 
dapat lagi menahan rasa ingin tahunya. 

Tapi, lagi-lagi pertanyaan Jumini tidak mendapatkan 
sambutan semestinya. Bahkan, kali ini Dirgantara menoleh pun 
tidak. Apalagi sampai memberikan jawaban Seakan pertanyaan 
Jumini tidak didengarnya. Dirgantara malah menunjukan perh- 
tiannya pada Tengkorak Darah. 

"Iblis jahat! Beraninya jangan hanya pada seorang 
perempuan. Kalau kau benar-benar jantan, hadapi aku! Kita 
bertarung sampai salah seorang diantara kita ada yang mati!" 

Dirgantara menutup ucapannya dengan mencabut senjata 
andalannya. Sepasang bambu yang tersampir di punggung. Pemuda 
berpakaian kulit harimau ini memutar senjatanya di depan dada 
hingga terdengar bunyi meng^ung keras. 

Arya, Jumini, dan Linggar merasa heran melihat tidak 
adanya tanggapan sedikit pun atas tantangan yang diajukan 
Dirgantara. Padahal, biasanya Tengkorak Darah tidak pernah 
membiarkan orang bertindak kurang ajar terhadapnya. Itu cukup 
menjadi alasan bagi Tengkorak Darah untuk membunuhnya. 
Mengapa sekarang tokoh ini kehilangpn kegarangannya? 

Keheranan Arya, Jumini, dan Linggar semakin menjadi-jadi 
ketika Tengkorak Darah mengpluarkan keluhan panjang, keluhan 
putus asa atas kenyataan pahit yang membuat hatinya terpukul. 
Ketiga orang muda itu, tak terkecuali Dirgantara, tertegun kehe¬ 
ranan ketika Tengkorak Darah malah membalikkan tubuh dan 
berlari cepat meninggalkan tempatitu. 

Dirgantara ingin mengpjar. Tapi baru beberapa tindak 
sesosok bayangan kuning berkelebat. Di hadapannya telah berdiri 
Jumini dengan tarikan wajah menyiratkan rasa penasaran. 

Dirgantara membuang muka. Tubuhnya segera dibalikkan. 
Sikapnya menunjukkan rasa tidak senang. Jumini tidak bisa 
membendung kemarahannya lagi melihat sikap Dirgantara. 

"Tak kusangka kau berubah seperti ini, Dirga! Kau telah gila. 
Apa yang terjadi terhadap dirimu?" 

Secepat kilat Dirgantara membalikkan tubuh dan menatap 
Jumini dengan sinar mata jijik dan sakithati. 

"Tidak usah sok suci, Jumini! Aku telah tahu kartumu Kau 
tak lebih dari seorang pelacur! Di depanku saja kau berpura-pura 
suci. Tapi, di belakangku dengpn tak tahu malu berjinah dengpn 
orang lain! Sungguh menjijikkan! Menyesal sekali aku bertemu 
wanita bejat sepertimu!" 

Kalau Arya dan Linggar saja yang mendengar ucapan 
Dirgantara sangat terkejut apalagi, Jumini! Gadis ini sampai 
terkesima saking kagetnya. Dia berdiri bagai patung dengan mulut 
terbuka lebar. 

"Keparat! Mulutmu kotor sekali. Dirgantara. Kau rupanya 
bukan manusia! Kau orang hutan! Inikah balasanmu atas 
pe r tolong) n yang kuberikan? Kalau tidak ada aku, mungkin 
nyawamu telah melayang di tangan Setan Gila dan Jerangkong 
Penjagal Nyawa!" 

Dirgantara mendengus sinis. 

"Kau mengungkit-ungkit pertolongan itu. Pelacur? Coba kau 
ingat, apakah aku meminta tolong padamu? Tidak kan?! Lagi pula 
aku baru saja telah menyelamatkan nyawamu Hutang di antara kita 
sudah lunas. Dan, tidak ada hubungan lagi antara kau danaku!" 

"Siapa yang sudi mempunyai hubungan dengan orang 
hutan sepertimu!" tandas Jumini seraya membanting kaki. 
Kemudian, membalikkan tubuh meninggalkan tempat itu. 

Dirgantara tidak mau kalah. Pemuda kekar ini pun segpra 
membalikkan tubuh pula dan meninggalkan tempat itu Arahnya 
berlawanan dengan yang ditempuh Jumini. 

"Jumini...!" Linggar berteriak memanggil ketika melihat 
gadis berpakaian kuning itu terus saja melangkah pergi. IVfeski 
berjalan biasa, tapi langkahnya lebar-lebar. 

"Aku tidak sudi berteman denganmu lagi, Linggar! Tidak 
kusangka kau murid tokoh yang sangat kejam itu. Gurumu 
beberapa kali hampir membunuhku!" timpal Jumini keras tanpa 
membalikkan tubuh. 

Linggar langsung diam. Ucapan Jumini memang benar. 
Gadis berpakaian hitam ini menundukkan kepala. Dia tidak bisa 
menyalahkan Jumini. Murid seorang tokoh sesat sepertinya tidak 
pantas berteman dengan Jumini yang merupakan putri tokoh besar 
golongan putih yang memiliki nama harum 

"Tidak usah kau pikirkan ucapan Jumini, Linggar," sebuah 
suara halus membuat murid Tengkorak Darah mengangkat kepala. 
Dengan sorot mata penuh selidik ditatapnya pemuda berambut 
putih keperakan itu Gadis ini ingin mencari kesungguhan dalam 
ucapan Arya. 

"Apakah kau tidak merasa jijik padaku setelah tahu siapa 
guruku, Arya?" Linggar masih juga mengajukan pertanyaan kendati 
telah dilihatnya sendiri kesungguhan sikap Arya. Linggar agaknya 
ingin meminta kepastian Mau mendengar langsung dari mulut 
Arya. 

"Mengapa harus jijik? Kau berbeda dengan gurumu. 
Linggar, aku tidak pernah menilai seseorang dari guru atau 
orangtuanya. Yang penting adalah orang yang bersangkutan. Berapa 
banyak orang yang guru atau o ra n gtu a n ya tokoh golongan putih, 
tapi dia sendiri yang berwatak jahat. Aku justru merasa bangga 
terhadapmu, Linggar. Dalam didikan seorang sesat seperti gurumu, 
kau bisa tumbuh menjadi seorang pendekar g^gah. Kau patut 
mendapat acungpn jempoL Jangan pedulikan pandangan orang 
lain!" urai Arya, panjang lebar. 

"Terima kasih, Arya. Kau memang pantas menyandang 
nama besarmu. Kepandaianmu tidak saja tinggi, kaujuga bijaksana." 
Sepasang mata Linggar berkaca-kaca. Terharu mendengar kata-kata 
Arya yang sangat membesarkan hatinya. 

"Kau mau berjanji tidak mempedulikan siapa gurumu, 
Linggar? Ingat yang penting ada la h dirimu sendiri!” 

Linggar mengpngguk. 

"Akankuingpt kata-katamu, Arya." 

"Syukurlah kalau kau telah menyadarinya. Sekarang kau 
hendak ke mana?" 

Linggar menggelengkan kepala. "Entahlah, Arya. Aku tidak 
punya tujuan lagi. Kau sendiri hendak ke mana?" 

"Sementara ini aku belum tahu, Linggar," jawab Arya jujur. 
"Yang jelas, sekarang aku ingin mengobati luka dalamku dulu." 

Linggar mengangguk-angguk. Gadis ini teringpt kembali 
dengpn keadaan Arya. 

"Bolehaku bertanya, Arya?" 

Arya tersenyum. 

"Mengppa kau bisa berada di tempat ini? Hanya kebetulan 
saja atau kau memang mempunyai tujuan?" 

"Aku datang ke tempat ini memang dengan satu tujuan," 
Arya tak ragu-ragu lagi untuk berterus terang. "Aku tengah mencari 
seorang tokoh yang berjuluk Iblis Buta." 

Linggar tanpa sadar mundur selangkah Jawaban Arya 
sangat mengejutkan hatinya. Ditatapnya Arya dengpn sinar mata 
tajam. 

"Haruskah kau hancurkan kebanggaanku terhadapmu, 

Arya?" 

"Jangan terlalu cepat menarik kesimpulan, Linggar," jawab 
Arya bernada menasihati. Pemuda ini tahu mengapa murid 
Tengkorak Darah itu berkata demikian. 

"Aku tahu tujuan o rang-o r a ng mencari Iblis Buta, Arya." 

Arya tersenyum pahit. 

"Memang kuakui, aku mencari Iblis Buta berkenaan dengan 
benda mukjizat yang didapatkannya, yaitu Telur Elang Perak. Tapi 
percayalah, Linggar. Aku tidak berniat sedikit pun mendapatkan 
benda itu. Aku hanya tidak menginginkan benda mukjizat itu jatuh 
ke tangan orang-orang jahat" 

"Tidak usah kau khawatirkan hal itu, Arya. Telur Elang 
Perak akan aman di tangan Iblis Buta. Di samping tokoh itu 
memiliki kesaktian cukup tinggi, tempat tinggalnya pun tidak 
diketahui orang. Hanya kau yang telah berhasil memperkirakan 
te mpa t ke dia ma rtnya." 

"Kau keliru, Linggar," cela Arya. "Bukan aku saja yang 
mengetahui Tokoh-tokoh persilatan lainnya jugp. Entah bagaimana 
caranya, yang jelas keberadaan Iblis Buta di gunung ini telah 
diketahui orang-orang persilatan." 

"Benarkah itu, Arya? Bisakah kau beritahukan beberapa 
orang di antaranya?" 

"Hanya dua orang yang kutahu pasti. Tapi, aku yakin tak 
lama lagi tokoh-tokoh lainnya akan tahu Dua orang yangkumaksud 
itu adalah Setan Gila danjerangkongPenjagal Nyawa." 

"Ah...!" Linggar memekik tertahan. Dia memang telah 
mendengar siapa tokoh-tokoh itu. "Kalau benar demikian, ini 
berbahaya sekali!" 

"Kelihatannya kau sangat mengkhawatirkan keselamatan 
Iblis Buta, Linggar. Apakah kau mengenalnya?" tanya Arya penuh 
se lidik. 

Linggar tidak segera memberikan jawaban. Dia tercenung 
seperti memikirkan sesuatu. 

"Sebenarnya ini rahasia, Arya. Tapi mengingat gawatnya 
masalah ini danaku percaya padamu, terpaksa kuberitahukan. Aku 



sendiri belum pernah melihat Iblis Buta. Aku banyak mendengpr 
tentang tokohitu dari guruku." Lingga r memulai ceritanya. 

Arya merasakan jantungnya berdebar tegang. Rahasia besar 
yang menyelimuti Iblis Buta sebentar lagi akan terungkap. Dia tidak 
merasa heran jika Tengkorak Darah mengetahui rahasia Iblis Buta. 
Bukankah kabarnya Tengkorak Darah lenyap dari dunia persilatan 
setelah bertemu dengpn Iblis Buta? 

"Menurut penuturan guruku. Iblis Buta seorang tokoh 
persilatan yang amat sakti. Beliaulah yang memiliki Telur Elang 
Perak yang kabarnya didapa-kan dari puncak sebuah pegunungpn 
yang amat tinggi. Iblis Buta me nga mbilnya dari sarang burung 
Elang Perak. Suatu jenis binatang yang amat langka. Bertelurnya 
puluhan tahun sekali. Dan sekali bertelur paling banyak hanya tiga 
butir." 

Arya mendengprkan dengpn perasaan tertarik. Baru kali ini 
didengprnya cerita yang cukup jelas mengenai telur Elang Perak. 

"Menurut cerita guruku. Iblis Buta sebenarnya samaran 
seorang tokoh yang tidak ingin diketahui jati dirinya. Aslinya, Iblis 
Buta adalah seorang petapa suci. Dia telah menjauhi kerasnya dunia 
persilatan Namanya amat tenar! Mungkin kau pernah 
mendengarnya, Arya, Begawan Narasoma!" 

"Ah...!" 

Dewa Arak tersentak kaget baga i disengat kalajengking. 
Tentu saja dia pernah mendengar nama petapa yang amatsakti itu. 
Jadi, begawan luar biasa itu yang telah menjadi Iblis Buta? Pantas 
saja Tengkorak Darah mengptakan bahwa Iblis Buta seorang tokoh 
yang memiliki kepandaian tidak ada taranya. 

"Begpwan Narasoma yang menjadi Iblis Buta? Rasanya tidak 
mungkin! Mengppa petapa suci itu melakukan pembunuhan- 
pembunuhan? Rasanya tidak masuk di akal!" bantah Arya tidak 
menela n bulat-bulat cerita Linggar. 

"Aku bisa memaklumi ketidakpercayaanmu, Arya. Tapi, 
kelanjutan cerita ini mungkin bisa menambah rasa percayamu." 
Linggar tidak merasa tersinggung melihat sikap Arya yang 
meragukan ceritanya. "Begpwan Narasoma mempunyai seorang 
putri yang bernama Raden Ajeng Suri Kencuri Putrinya itu telah 
menikah dengan seorang pendekar muda yang tidak kuketahui 
namanya. Pasangan ini hidup berbahagia. Ketika lahir seorang putra 
yang menjadi buah cinta mereka, malapetaka itu datang. Suami 
Raden Ajeng Suri Kencuri disatroni musuh. Dia disiksa habis- 
habisan. Dalam keadaan setengah mati laki-laki itu dipaksa 
menyaksikan kekejian yang dilakukan musuh-musuhnya. Raden 
Ajeng Suri Kencuri diperkosa bergantian hingga menemui ajal. 
Anaknya dikuliti dan dibunuh. Saat anak itu disiksa dan terus 
menangis menjerit-jerit didengar oleh suami Raden Ajeng Suri 
Kencuri. Baru setelah anak itu tewas suami Raden Ajeng Suri 
Kencuri dicungkil kedua matanya. Kaki dan tangpnnya dibuntungi. 
Setelah itu ditinggal pergi." 

"Biadab!" desis Arya, gpram bukan main Cerita Linggar 
membangkitkan kemarahannya. 

"Mereka memang biadab. Seorang tetangga yang melihat 
keadaan suami Raden Ajeng Suri Kencuri, keesokan harinya, segpra 
pergi menemui Begawan Narasoma yang menyepi tak jauh dari tem¬ 
pat tinggal anak dan menantunya. Petapa itu segpra datang. 
Menantunya menceritakan semua yang terjadi. Juga tentang mayat 
Raden Ajeng Suri Kencuri yang dibawa pimpinan gprombolan 
musuh-mu suhnya, yang ternyata murid Setan Gila " 

"Untuk apa murid Setan Gila membawa mayat Suri?" tanya 
Arya, heran. 

"Untuk menyiksa hati suami Raden Ajeng Suri Kencuri dan 
untuk memenuhi kebiasaan anehnya," jawab Linggar dengan wajah 
bersemu merah. "Kebiasaan aneh? Kebiasaanapa, Linggar?" 

"Bercumbu dengan mayat" jawab Linggar dengan suara 
hampir tidak terdengar. 

Arya merasa wajahnya panas, la malu dan risih 

"Untuk menyiksa hati suami Raden Ajeng Suri Kencuri, 
murid Setan Gila itu mengatakan maksudnya membawa mayat 
Suri," tambah Linggar. 

"Bagpimana tindakan Begpwan Narasoma? Langsung 
menyamar dan mengpjar gerombolan itu?" 

"Tidak!" bantah Linggar. "Begawan Narasoma membawa 
menantunya ke tempat penyepiannya. Setelah itu, tidak terdengpr 
lagi berita mengpnai mereka. Beberapa waktu kemudian, muncul 
tokoh sakti yang berjuluk Iblis Buta. Tokoh ini merajalela di dunia 
persilatan dengpn tangan besinya. Dia membunuhi tidak hanya 
tokoh-tokoh golongan hitam. Tokoh-tokoh persilatan sampai tidak 
bisa memasukkan Iblis Buta ke dalam satu golongpn. Vfereka tidak 
tahu Iblis Buta bertindak demikian untuk membalas dendam. 
Akhirnya, murid Setan Gila berhasil ditemukan dan dibunuh oleh 
Begpwan Narasoma. Mayat Raden Ajeng Suri Kencuri pun di¬ 
temukan. Mayat itu tidak membusuk karena murid Setan Gila 
mengawetkannya. Untuk menghidupkan putrinya ini. Iblis Buta 
mencari Telur Elang Pera k." 

"Bagpimana hasilnya?" tanya Arya, semakin tertarik dengpn 
cerita Linggar. 

"Raden Ajeng Suri Kencuri berhasil dibangkitkan dari 
kematiannya. Entah karena perlakuan yang diterima menjelang 
kematiannya. Raden Ajeng Suri Kencuri tidak pulih seperti sedia 
kala...." 

"Maksudmu bagaimana, Linggar?" 

"Dia tidak waras." 

"Ohhh.J" Arya mengeluarkan keluhan tertahan. 

"Malang nian nasib Begawan Narasoma. Batin kakek itu 
terguncang hebat. Menurut guruku, wataknya jadi berubah. Dia 
sekarang memiliki silat yang aneh." 

"Bisa kau beritahu di mana tempat tinggalnya sekarang?" 
tanya Arya setelah tercenung cukup lama. Gerita yang didengpr 
pemuda berambut putih keperakan ini mengpnaskan hahnya. 

"Di lereng sebelah utara gunung ini. Tempatnya sulit untuk 
didaki. Hampir tidak pernah ada tokoh persilatan yang melalui 
lereng itu." 

Arya mengangguk-angguk. Entah, apa arti anggukannya. 
Mungkin mengprh dengpn keterangpn yang diberikan Linggar. 

"Terima kasih atas keterangan yang kau berikan, Linggar 
Aku tidak pernah menduga akan mendapat keterangan demikian 
lengkapnya. Tapi, aku heran mengapa gurumu bisa mengp tahui 
semua ini Kalau tidak mempunyai hubungan erat dengan Begawan 
Narasoma, rasanya tidak mungkin Tengkorak Darah 
menge tahuinya 

"Aku pun merasa heran, Arya. Guruku tidak berminat 
sedikit pun terhadap Telur ElangPerak. Padahal, biasanya dia amat 
suka terhadap benda-benda pusaka. Guruku memang aneh dan 
penuh rahasia. Aku sendiri tidak mengptahui apakah dia 
perempuan atau lelaki. Aku belum pernah melihat wajahnya." 
Linggar tampak keheranan ketika menceritakan tentang gurunya. 

Arya mengernyitkan alias. Sebentar kemudian, tiba-tiba 
wajahnya terlihat berseri-seri. Linggar yang melihat jadi ingin tahu 

"Kau menemukan jawabannya, Arya?" tanya Linggar. 

"Tidak. Aku hanya menemukan keganjilan dalam sikap 
gurumu. Kau ingat bagaimana sikapnya terhadap Dirgantara?" 

Linggar mengangguk. Dia tahu orang yang dimaksudkan 
Arya. 

"Memanganeh sekali Dia tidak marah sedikit pun. Padahal, 
pemuda itu telah mencampuri urusannya. Malah, menantangnya. 
Tengkorak Darah tidak akan membiarkan orang berbuat seperti itu 
pada dirinya." 

"Aku telah melihat keanehan itu dua kali," jelas Arya. 

"Ah, mengapa aku demikian pelupa?" Linggar menepuk 
dahinya sendiri. Arya segpra menatapnya menunggu jawaban. 
"Dirgantara pasti anak guruku. Ciri-ciri yang diceritakannya cocok 
semua. Aku benar-benar pikun" 

"Pantas, kalau begitu." Arya mengerti sekarang duduk 
masalahnya. "Kurasa sudah saatnya aku mengobati luka dalamku, 
Linggar," ucap Arya kemudian setelah terdiam beberapa saat 

"Silakan, Arya. Aku akan menjagamu." 

Arya tidak menyahut Pemuda itu lalu duduk bersila. Sesaat 
kemudian, dia sudah tenggelam dalam keheningan semadi. 
Kesempatan itu dipergunakan Linggar untuk memperhatikan wajah 
Arya. 




Dirgantara berlari bag)i dikejar setan Sepasang matanya 
yang sayu menatap lurus ke depan. Tak ada sinar kehidupan di 
dalamnya. Pertemuannya yang terakhir dengan Jumini benar-benar 
membuat pemuda ini kehilangan semangat hidup. 

Dirgantara tidak mempedulikan medan yang ditempuhnya. 
Semak-semak berduri yang menghadang diterabas. Pemuda yang 
sedang patah hati itu terus berlari kencang. 

"Ukh...!” 

Dirgantara mengpluh tertahan. Tubuhnya terjungkal ke 
depan Kakinya seperti tersandung sesuatu. Dirgpntara tidak segpra 
berusaha bangkit. Tubuhnya tertelungkup di tanah. Dirgantara tidak 
mempe dulika n ha 1 a ne h ya ng dia laminya! 

Kalau pikirannya tidak sedang kalut, pemuda berpakaian 
kulit harimau ini tentu akan merasa heran. Seorang tokoh persilatan 
seperti dirinya dapat jatuh terjerembab karena tersandung, betapa 
anehnya. 

"Guntara...," sapaan yang dikeluarkan dengan lembut dan 
penuh kasih sayang itu membuat tubuh Dirgantara menggigil hebat. 
Panggilan seperti itu hanya diucapkan oleh satu orang! 

Dirgantara khawatir tengah bermimpi. Wajahnya yang tadi 
ditempelkan ke tanah perlahan-lahan diangkat ke atas. Mula-mula 
yang terlihat hanya sepasangkaki Dekat sekali denganwajahnya. 

"Ibu...!" 

Dirgantara berseru kagpt ketika melihat wajah pemilik 
sepasang kaki. Seorang wanita berusia empat puluh lima tahun dan 
berwajah cukup cantik. Sayang, kecantikannya tertutup oleh sorot 
mata yang begitu dingin. 

"Dirgantara, Anakku..," wanita itu mengpmbangkan 
senyum gpmbira. 

"Ibu...!" 

Dirgantara bangkit dari tertelengkupnya dan memeluk 
kedua kaki wanita berwajah dingin. 

"Anakku, Dirgantara.... Tak kusangka kau akan seperti ini." 
Wanita itu mengplus-elus kepala Dirgantara. "Bangkitlah, 
Dirgantara. Tidak pantas seorang lelaki bersikap cengeng. Buang 
kesedihanmu. Ceritakan pada Ibu mengapa kau jadi begini." 

Dirgantara pun bangkit berdiri. 

"Sekarang aku mengprti mengppa bisa terjatuh. Pasti kau 
yang melakukannya. Betulkah dugaanku. Ibu?" dug^ Dirgpnfara 
ketika teringat keanehan yang tadi dialaminya. 

Wanita berwajah dingin itu tersenyum. Dia menganggukkan 
kepala membenarkan dugaan putranya. "Kalau tidak dengan cara 
demikian, bagaimana aku bisa menghentikan tindakanmu yang 
bodoh itu?" 

"Jadi, Ibu sejak tadi membuntutiku?" 

"Tidak. Kebetulan saja kulihat kau berlari bagpi dikejar 
setan. Dengan pukulan jarak jauh yang tidak membahayakan, 
kubuat kau roboh." 

"Kau memang cerdik. Ibu," puji Dirgantara. 

"Kau telah menjadi pemuda tampan dan gpgah, Dirga. 
Ayahmu pasti bangga padamu." 

Wajah Dirgantara yang semula berseri-seri karena bertemu 
dengan ibunya, tampak kembali muram Ucapan wanita berwajah 
dingin membuarnya teringpt keadaan dirinya. Betapa tidak 
berartinya dia. Tidak heran kalau Jumini lebih suka pada Lanang. 
Putra tunggal Nag^ Sakti Berwajah Hitam. 

"Mengppa, Dirga? Kau tidak senang Ibu membicarakan 
ayahmu. Mengapa?" 

"Lebih baik Ibu ceritakan mengapa rumah kita kosong. 
Bahkan, banyak jebakan di sana?" Dirgpntara mengilihkan 
persoalan. 

"Aku tidak kerasan lagi tinggal di sana setelah kau tidak 
ada, D i rgp. Aku sekarang tinggal di Gunung Cikuray ini. Jika tetap 
tinggal di rumah hanya akan mencari penyakit. Ayahmu banyak 
mempunyai musuh. Aku tidak ingin mati konyol!" 

"Kasihan kau. Ibu. Gara-gara Ayah kau jadi terlunta-lunta 
dan dimusuhi banyak orang," desah Dirgantara, terharu 

"Sekarang giliranmu menceritakan pengalaman yang telah 
kau dapat, Dirga." 

Setelah menghela napas berat seperti tengah membuang 
beban di dadanya. Dirgantara mulai bercerita. Semua yang 
dialaminya. Mulai dari selesai belajar denganPetani BerambutPutih 
sampai pertengkaran dengan Jumini, gpdis yang dicintainya. 

"Tindakanmu benar, Dirgp. Gadis seperti itu tidak pantas 
mendapatkan cintamu. Lupakan saja dia! Lebih baik kau ikut 
dengpnku menemui ayahmu. Kau berhak mendapatkan benda 
pusaka itu." 

"Apakah yang Ibu maksudkan Telur Elang Perak?" tanya 
Dirgantara. 

"Benar, Dirgp." Wanita berwajah dingin itu mengpngguk. 
Semula, dikiranya Dirgpnfara akan sangpt gembira. Tapi, tanggapan 
pemuda itu biasa-biasa saja. "Apakah kau tidak ingin mendapatkan 
Telur Elang Perak?" 

"Tentu saja ingin. Ibu. Hanya, aku merasa tidak nyaman 
bertemu dengan Ayah,"jelas Dirgpntara sejujurnya. 

Wanita berwajah dingin itu menggpleng-gelengkan kepala. 

"Ayahmu sebenarnya bukan tokoh golongpn hitam. 
Keadaanlah yang membuatnya jadi seperti ini Dulu dia seorang 
yang baik hati. Gerita selengkapnya akan kuutarakan nanti di 
perjalanan. Aku ingin kau seggra memperoleh Telur Elang Perak. 
Yang penting, kau perlu tahu kalau ayahmu sebenarnya adalah 
Begpwan Narasoma." 

Kenyataan bahwa ayahnya Begpwan Narasoma membuat 
Dirgantara gembira bukan main Dia ternyata memiliki ayah yang 
tidak kalah tenar dengan Lanang dan Jumini Nama Begpwan 
Narasoma sejajar dengan Pendekar Jari Maut dan Nagp Sakti 
Berwajah Hitam. Dirgantara mengptahui tentang Begawan 
Narasoma dari cerita a ya h angkatnya. 

Ibu dan anak itu pun melesat meninggalkan tempat itu. 
Tempat yang amat bersejarah bagi Dirgantara. Di tempat itu dia 
bertemu ibunya dan mengetahui kalau ayahnya adalah Begawan 
Narasoma! 


* ** 


"Kakak Nara...!" 

Wanita berwajah dingin itu berdiri di depan pintu gua. 
Sepasang matanya membelalak lebar menatap sesosok tubuh 
berpakaian putih yang tergolek di tanah. 

Dirgantara yang berdiri di sebelah ibunya ikut berdiri 
terpaku Kakek berpakaian putih itukah ayahnya? Iblis Buta alias 
Begpwan Narasoma? Mengapa tergolek di tanah seperti orang yang 
tengah terluka? 

"Dialah ayahmu, Dirg^. Begawan Narasoma atau yang 
selama ini kau ketahui sebagai Iblis Buta." Wanita berwajah dingin 
itu kemudian melesatmemasuki gua. 

"Ayaaah...!" Dirgpntara berseru keras, la ikut menghambur 
ke arah tubuh yang tergolek. 

"Kakak Narasoma...!" Ibu Dirgpntara telah lebih dulu tiba di 
dekat tubuh Begawan Narasoma. Wanita ini langsung berjongkok 
dan meme riksa keadaannya. 

"Apa yang terjadi terhadap Ayah, Ibu?" tanya Dirgpntara 
yang tiba belakangan. Sepasang mata pemuda ini menyapu sekujur 
tubuh Begawan Narasoma. 

"Entahlah, Dirga. Wanita berwajah dingin menggeleng. 
"Ayahmu tampaknya telah bertarung dan berhasil dikalahkan. 
Denyut jantung dan detak nadinya tidak ada lagi" 

Dirgantara termangu. Baru saja dia membayangkan dapat 
bertemu dengan ayahnya, ternyata orang yang dimaksud telah 
mene mui a ja lnya. 

"Aku tidak dapat membayangkanbetapa tinggi kepandaian 
orang yang menjadi lawan ayahmu Beliau sendiri sudah memiliki 
kepandaian sangat tinggi." desis ibu Dirgantara dengan wajah 
mena mpa kka n ke ngp ria n. 



"Lalu bagaimana dengan Telur Elang Perak itu. Ibu?" 
tanya Dirgantara. "Jangan-jangan orang yang telah membunuh Ayah 
s uda h menga mb ilnya 

Wanita berwajah dingin menatap Dirgpntara sesaat Dia 
tidak menyalahkan Dirgantara yang tidak merasa bersedih dengpn 
ke matian ayahnya. Pemuda berpakaian kulit harimau ini semenjak 
kecil memang tidak pernah melihat wajah ayahnya. Bagaimana 
mungkin dia bisa bersedih dengan kejadian ini? Hubungan akrab 
antara ayah dan anak belum terjalin. 

Tiba-tiba Dirgantara berseru keras. Jari telunjuknya 
menunjuk-nunjuk tubuh Begpwan Narasoma. 

"Ibu! Lihat! Jari-jari tangpn Ayah bergprak-gerak. Ayah 
belum mati!" 

Wanita berwajah dingin mengalihkan perhatiannya ke arah 
yang ditunjuk putranya. Wajahnya seketika berseri ketika melihat 
kebenaran ucapan Dirgantara. Jari-jari tangan Begawan Narasoma 
bergerak-gerak. Wanita itu lalu memeriksa kembali detak jantung 
dan nadi Begpwan Narasoma. Ibu Dirgantara ini kelihatan heran 
melihat apa yang terjadi. Begpwan Narasoma membuka mata. Yang 
pertama kali dilihatnya adalah wanita berwajah dingin. Kakek ini 
mengembangkan senyum tipis. 

"Kau datang lagi, Tulini," bisik Begawan Narasoma, lemah. 
Kata ia tanya ditutup dengan batuk-batuk kecil. Perakan darah 
keluar dari mulutnya ketika dia terbatuk. 

Wanita berwajah dingin yang ternyata bernama Tulini, 
tersenyum pahit 

"Kau lihat siapa yang berdiri di sebelahku ini?" Tulini 
memalingkan kepalanya menatap Dirgantara. 

Begpwan Narasoma memandangke arah Dirgantara. 

"Apa maksudmu membawanya kemari, Tulini? Kau 
membawa orang luar ke tempat ini. Tidakkah kau tahu aku tidak 
ingin ada orang asing di tempat ini," Begpwan Narasoma kelihatan 
tidak senang. 

"Singkirkan dulu rasa tidak senangmu. Kak Nara. Pemuda 
gagah yang bersamaku ini bukan orang lain. Dia anakku. Anak kita. 
Kak Nara," suara Tulini terdengar bergptar karena perasaan gpmbira 
yang meluap-luap. 

Terlihat jelas sorot keheranan di matanya. "Anak kita? Aku 
tidak menggrti, Tulini?!" Begawan Narasoma mengpmyitkan 
se pasa ng a lis nya. 

"Dirgantara anak kita. Mengapa kau begini pelupa. Kak 
Nara?" Tulini mengedip-ngpdipkan sebelah matanya, memberi 
isyarat 

Begawan Narasoma merasa heran. Tapi, sebentar 
kemudian dia mengerti maksud isyarat Tulini. 

"Jadi..., ini Dirgantara? Anak kita, Tulini? Ahhh...! 
Sudah demikian besar. Benar namamu Dirgantara?" 

Begawan Narasoma tersentak kaget. 

Pemuda berpakaian kulit harimau itu mengangguk. 

"Benar, Ayah. Apa yang terjadi terhadapmu? Mengapa 
Ayah kelihatan tidak senang dengan kehadiranku?" 

"Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan, Dirga." 
Begawan Narasoma setengah mencela. Di dalam hati kate k 
ini ia memuji kepekaan perasaan Dirgantara. Bagaimana 
mungkin dia merasa gembira? Dirgantara bukan anaknya! 
"Bukannya aku tidak suka dengan kehadiranmu. Aku hanya 
menyesalkan kedatanganmu yang terlambat!" 

"Terlambat?! Tulini mengulang perkataan itu. Dengan 
rasa heran ditatapnya wajah Begawan Narasoma tajam. "Apa 
maksudmu, Kak Nara?" 

Begawan Narasoma menghela napas berat. 

"Ini semua akibat ulah Suri," keluh kakek itu. 

"Beberapa hari yang lalu dia datang membawa 
seorang pemuda pesolek bernama Lanang." 

"Lanang?!" Dirgantara setengah menjerit. 

"Kau kenal dia, Dirga?" tanya Begawan Narasoma, 
ingin tahu. 

"Benar, Ayah." Dirgantara mengangguk. "Dia putra 
Naga Sakti Berwajah Hitam. Seperti juga ayahnya, Lanang 
memiliki watak yang amat jahat. Dia sangat keji!" 

Begawan Narasoma dan Tulini saling berpandangan. 
Alis mereka berkerut dalam. 

"Aku setuju kalau kau mengatakan Lanang jahat dan 
keji. Aku sendiri telah membuktikannya. Tapi, penilaianmu 
terhadap Naga Sakti Berwajah Hitam keliru besar. Dia 
seorang tokoh golongan putih. Dia tidak jahat, Dirga. Apalagi 
keji!" 

"Aku telah membuktikan sendiri kejahatannya, Ayah!" 
Dirgantara mencoba membantah. 

"Aku tidak menyalahkan mu, Dirga. Tapi percayalah 
padaku, orang yang kau maksudkan itu pasti bukan Naga 
Sakti Berwajah Hitam. Dia mempunyai saudara kembar. 
Guntar namanya. Guntar adalah salah seorang dari Sepasang 
Iblis Penghilang Nyawa. Aku tahu karena pernah berhadapan 
dengan mereka. Lanang pun kuyakin bukan putra Nagp Sakti 
Berwajah Hitam. Mungkin putra Guntar." 

"Tidak, Kak Nara. Guntar tidak pernah menikah Dia tidak 
menyukai wanita. Aku yakin Lanang muridnya. Atau, anak 
angka tnya."Tulini ikut berbicara. 

"Ibu mengenalnya?" Dirgantara kelihatan tidak percaya. 

"Mengpnalnya? Tulini tertawa kedi. "Bagpirnana mungkin 
aku tidak mengenalnya. Aku saudara seperguruannya. Tapi, aku 
tidak bertualang bersamanya. Justru kawan bertualang Guntar tidak 
satu perguruan. Dia telah tewas di tangan ayahmu." 

Dirgantara mengangguk-angguk. Dia tidak berani 
membantah lagi. Ayah dan ibunya jauh lebih mengetahui tentang 
Naga Sakti Berwajah Hitam daripada dirinya. 

"Tadi kau mengptakan telah membuktikan sendiri kejahatan 
Lanang. Apakah semua ini karena perbuatannya. Kak Nara?" tanya 
Tulini pada Begpwan Narasoma. Ibu Dirgantara ini tidak percaya 
jika Lanang mampu melukai Begpwan Narasoma. Ayah Lanang saja 
tidak mampu mengungguli kakek berpakaian putih ini, apalagi 
Lanang? 

Begpwan Narasoma menganggukkan kepala dengan wajah 
memerah menahan malu 

"Memang memalukan, Tulini. Tapi, itulah kenyataannya. 
Aku berhasil dibodohi orang yang pantas menjadi cucuku" 

Dengan singkat. Begawan Narasoma menceritakan kejadian 
yang telah menimpanya. Dirgantara dan Tulini mendengarkan 
dengpn penuh perhatian Beberapa kali Dirgantara yang memang 
tidak menyukai Lanang mengppal tinju mendengar keberuntungan 
pemuda pesolek itu. 

"Suri telah kularang memperlihatkan ilmu-ilmunya pada 
Larang. Aku khawatir pemuda yang kuragukan kebenaran hatinya 
itu dapat menguasai ilmu-ilmuku. Aku ingin mewariskan semua 
ilmu yang kumiliki hanya padamu dan Suri, Dirgantara." Begawan 
Narasoma meratap dalam-dalam wajah pemuda berpakaian kulit 
harimau 

"Keparat Larang!" desis Dirgantara gpram. "Ke mana pun 
kau pergi akan kucari! Hanya kau atau aku yang berhak untuk 
hidup!" 

Begawan Narasoma menghela napas berat. Dia tahu 
Dirgantara hanya akan mengantarkan nyawa sia-sia. Larang yang 
sekarang tidak bisa disamakan dengan Larang beberapa hari yang 
lalu 

"Lanang rupanya berhasil memperdaya Suri. Suri 
memperlihatkan semua ilmu-ilmunya. Dengan kepandaian yang 
dimilikinya Suri berhasil dibunuh Dia juga ingin membunuhku 
Kami bertarung. Telur Elang Perak membuat semua seranganku 
tidak berarti Aku terdesak hebat. Beberapa serangannya mengprai 
diriku. Aku sadar tak akan mungkin menang. Maka, kupergunakan 
ilmu yang tidak pernah kugunakan. Ilmu 'hfelepas Roh'. Larang 
mengira aku tewas. Dia pun pergi meninggalkanku dengan hati 
puas!" 

"Sekarang aku mengprti mengapa kau tadi tidak bernapas 
lagi. Jantungmu berhenti berdetak dan nadimu tidak berdenyut. 
Rupanya, saat itu rohmu telah kau keluarkan" Tulini mengangguk- 
angguk mengerti. 

"Kau memang cerdik, Tulini. IVfeski usiamu semakin menua, 
kecerdikanmu tidak berkurang," puji Begawan Narasoma. 

Tulini memonyongkan mulurnya. Dirgantara yang melihat 
hal ini jadi merasa gpli. 

"Aku bersyukur kalian tidak datang lebih cepat. Bila itu 
terjadi, korban yang j a tuh akan bertambah." 

"Justru sebaliknya, aku menyesal mengapa datang 
terlambat. Ayah Aku sudah tidak sabar ingin segpra mengirim 
Lanangke akhirat!" tandas Dirgantara berapi-api. 

Begawan Narasoma tersenyum. 

"Aku bangga dengan sikapmu, Dirga. Kau tidak takut mati. 
Tapi, kusarankan lebih baik kaujauhi Lanang. Pemuda licik itu tidak 
akan mampu ditahan oleh siapa pun Aku sendiri tidak habis pikir 
mengapa semudah itu menjerahkan Telur ElangPerak padanya." 

"Tidak ada gunanya menyesali diri Semua sudah terjadi. 
Kak Nara. Yang lalu biarkan berlalu Sekarang, bagaimana caranya 
melenyapkan pemuda keparat itu!" hibur Tulini 

"Sayang sekali, Tulini." Begawan Narasoma menggelengkan 
kepala. "Lanang tidakakanbisa dikalahkan Kecuali...." 

"Kecuali apa. Ayah?" sambut Dirgantara cepat 

"Lupakanlah! Tidak ada artinya. Itu hanya dongpng belaka." 
Begawan Narasoma memperbaiki kata-katanya yang telanjur keluar. 
Tangannya dikibaskan pertanda tidak mau memperpanjang 
pembicaraan itu 

"Dirgantara benar. Kak Nara. Katakan saja apa yang hendak 
kau bicarakan Toh tidak ada ruginya." Tulini mendukung 
pernyataan Dirgantara. 

"Baiklah." Begawan Narasoma mengalah. "Begini, menurut 
cerita yang pernah kudengar dan petunjuk yang kudapat ketika aku 
menyepi, pada waktu-waktu tertentu muncul ke dunia seekor ular 
besar. Ular yang sisiknya berwarna kuning bagai emas. Ular ini 
dinamakan Ular Emas. Mustika dari binatang ini dapat 
memunahkan pengaruh yang ditimbulkan ilmu hitam. Di samping 
itu, mustika ini membuat pemegangnya dapat berbahasa ular dan 
dianggap sebagai raja binatang melata itu. Tentu saja khasiatnya 
tidak hanya itu. Masih banyak lagi. Lain waktu akan kuceritakan 
pada kalian setelah keadaanku sudah baik." 

Dirgantara mendesah kecewa. 'Di manakah munculnya Ular 
itu. Ayah?" tanya pemuda berpakaiankulitharimau itu, tidaksabar. 

"Tidak ada yang tahu kapan dan di mana munculnya, 
Dirga," jawab Begawan Narasoma seraya tersenyum lebar untuk 
menyerangkan hati Dirgantara. "Kebenarannya saja aku belum 
yakin Kononapabila Ular Emas itu keluar langit dan akan berwarna 
keemasan. Apa hubungpnnya, aku tidak mengerti. " 

Dirgantara langsung membalikkan tubuh dan melesat 
menuju mulut gua. 

"Dirga.J'Tulini terkejut melihat rindakan Dirgantara. 

"Sebentar, Ibu. Aku hanya ingin melihat langit!" teriak 
pemuda berpakaiankulitharimau itu tanpa menoleh. 

Begpwan Narasoma menggpleng-gelengkan kepala melihat 
tingkah Dirgantara yang demikian percaya dengan ceritanya 
barusan Tapi, belum juga perasaan gpli itu lenyap pasangan suami- 
istri ini telah dikejutkan oleh seruan Dirgantara. 

"Ayah....! Ibu...! Coba kemari...!" 

Tulini dan Begpwan Narasoma sating berpandangan Heran 
meieka merasakan rada paksaan dalam seruan Dirgpntara. Tulini 
jadi ingin tahu. Apakah }ang telah menyebabkan Dirgpntara 
demikian tertarik? 

Sambil membopong tubuh Begawan Narasoma, Tulini 
melesat keluar gua. Ketika mereka tiba di sisi Dirgantara, pemuda 
itu langsung berbisik pe-lan tapi penuh gptar perasaan 

"Ayah, Ibu, lihat...!" 

Begpwan Narasoma dan Tulini mengikuti arah telunjuk 
Dirgantara. Suami-isteri itu langsung terpaku di tempatnya. Di atas 
meieka langit tidak berwarna biru cerah, melainkan kuning 
keemasan! 

Inikah pertanda Ular Emas telah muncul ke dunia ramai? 

SELESAI 
Tunggu serial Dewa Arak selanjutnya: 
LORONG BATAS DUNIA