RAHASIA SILUMAN RAGAKACA
Cetakan Pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Pengolah Cerita oleh S. Pranowo
Hak Cipta Pada Penerbit
Dilarang Mengcopy atau
Memperbanyak
Sebagian atau Seluruh Isi Buku
Ini
Tanpa Izin Tertulis dari
Penerbit
Serial Pengemis Binal
Dalam Episode :
Rahasia Siluman Ragakaca
112 Hal
Di Edit oleh : mybenomybeyes
1
Di bawah siraman cahaya rembulan
temaram, dua orang lelaki
berdiri
mematung dalam kesunyian.
Tatapan mereka
sama-sama tertuju ke sosok
bayangan
merahyang berkelebat di balik
pepohonan.
Setelah si bayangan lenyap dari
pandangan, kedua orang lelaki
ini
menarik napas lega bersamaan.
Hingga beberapa lama, mereka
tetap
berdiri mematung. Hembusan angin
dingin
malam tak mereka pedulikan sama
sekali.
Sementara, lamat-lamat terdengar
lolongan serigala. Sesekali
disahuti
tekur burung hantu dan suara
binatang
malam lainnya. Mencekam....
Sepi!
Usia kedua lelaki itu terpaut
cukup
jauh. Yang satu seorang pemuda
remaja
berwajah tampan dan mengenakan
pakaian
putih penuh tambalan. Sedang
yang
satunya lagi seorang kakek cacat
tak
punya tangan, mengenakan rompi
dan
celana kuning. Di kepalanya
melingkar
ikat kepala yang terbuat dari
besetan
kulit pohon kasar berduri, Kumis
dan
jenggotnya yang putih panjahg
terayun-ayun manakala hembusan
angin
mempermainkan.
"Kakek Peramal
Buntung...," sebut
si remaja yang menyelipkan
sebatang
tongkat butut di ikat
pinggangnya. "Raja
Angin Barat telah pergi
meninggalkan
kita. Semula, dia datang membawa
segudang amarah. Apakah amarah
pemilik
Lembah Makam Pelangi itu masih
bersemayam di hatinya
kini?"
Kakek cacat yang disebut sebagai
Peramal Buntung menatap wajah si
remaja
sekilas. Setelah menarik napas
panjang,
dia menengadah dengan pandangan
lurus ke
atas. "Seperti kemarin,
kulihat rembulan
dan bintang masih mengambang di
bawah
langit. Seperti kemarin, malam
ini pun
terasa sunyi, Hembusan angin
juga dingin
seperti kemarin," ujarnya.
"Di sini, aku
tak melihat perubahan apa-apa.
Aku tak
merasakan perubahan apa-apa.
Semuanya
tetap berjalan seperti
kemarin."
"Hmmm…Kalau tidak salah aku
menebak, ucapan Kakek
menyiratkan bahwa
isi hati Raja Angin Barat tetap
tak
berubah seperti yang kuharapkan.
Berarti, dalam dada Raja Angin
Barat
masih tersimpan api amarah yang
berkobar-kobar,." sahut si
remaja,
bernada sedih. "Andai
amarah itu tetap
ditujukan kepadaku, maka
patutlah aku
menyayangkan. Kenapa tokoh tua
yang
sudah matang pengalaman macam
Raja Angin
Barat begitu mudah terjerumus
dalam
nafsu rendah? Kenapa mesti
menuruti hawa
amarah kalau diri sendiri bakal
terkena
getahnya juga?"
"Begitulah Raja Angin Barat
saat
ini, Tuan Muda Suropati,"
tegas Peramal
Buntung. "Rasa cinta memang
bisa membuat
buta. Buta mata dan buta hati.
Ketika
cinta berubah jadi rasa
kehilangan, maka
buta pula akal pikiran. Raja
Angin Barat
adalah contoh yang tepat Dia
telah
kehilangan seorang putri yang
sangat
dicintainya. Saat ini, sulit
bagi Raja
Angin Barat untuk dapat
membedakan mana
yang salah dan mana yang
benar."
Remaja tampan yang tak lain si
Pengemis Binal Suropati tak
menyahuti
ucapan Peramal Buntung. Dalam
hati, dia
mengucap seribu kata syukur.
Bersyukur
karena Raja Angin Barat tak jadi
menjatuhkan tangan maut
terhadapnya.
Namun, benarkah Raja Angin Barat
pergi dan melupakan urusannya
dengan
Suropati? Ternyata tidak! Sebuah
teriakan serak parau tiba-tiba
memecah
keheningan malam....
"Suropati keparat! Kalau
aku tidak
merenggut jiwamu, sama artinya
dengan
aku membunuh putriku
sendiri!"
Pengemis Binal dan Peramal
Buntung
membelalakkan mata. Mereka
terhantam
keterkejutan melihat sesosok
bayangan
berkelebat dan menghadirkan seorang
kakek berjubah merah yang tak
lain Raja
Angin Barat
"Untuk apa kau kembali, sahabatku
Raja Angin Barat?" selidik
Peramal
Buntung, menahan jantungnya yang
berdegup kencang.
"Aku tak punya urusan
denganmu,
Peramal Buntung!" bentak
Raja Angin
Barat, keras menggelegar.
"Pergilah dan,
biarkan aku menyelesaikan urusan
dengan
bocah gemblung bernama Suropati
itu!"
"Rupanya, hawa amarah
benar-benar
telah menutupi akal sehatmu,
Sahabat.
Bila Siluman Raga kaca melihat
sikapmu
ini, dia akan tertawa senang
karena
merasa menang. Bukankah kau
telah dapat
diperalatnya, sahabatku Raja
Angin
Barat?"
"Jangan banyak cakap,
Peramal
Buntung! Kau boleh mengatakan
aku telah
diperalat Siluman Raga kaca.
Tapi,
setidaknya dia tak akan
mencelakakan
putriku kalau aku berhasil
membunuh
bocah gemblung itu!"
Mendengus gusar Pengemis Binal
mendengar dua kali dirinya
disebut
sebagai bocah gemblung. Tapi
mengingat
jalan pikiran Raja Angin Barat
yang tak
lagi normal, Pengemis Binal
mencoba
bersabar. Ditariknya napas
panjang
beberapa kali.
"Pak Tua...,"
sebutnya. "Aku turut
menyesal atas kejadian yang
menimpa
putrimu. Aku tak akan mengelak
dari
kesalahan. Karena sedikit
banyak, Narita
berhasil disekap Siluman Raga
kaca,
memang ada sangkut pautnya
dengan
diriku. Tapi...."
"Aku tak butuh ucapanmu,
Bocah
Gemblung!" sela Raja Angin
Barat "Yang
kubutuhkan saat ini hanyalah
nyawamu!"
"Uts! Kau jangan keburu
nafsu dulu,
Sahabat!" sergap Peramal
Buntung
"Minggir kau!"
Sambil membentak keras, mendadak
Raja Angin Barat mengibaskan
ujung
lengan jubahnya. Serangkum angin
pukulan
meluruk deras kearah Peramal
Buntung!
Wusss...!
Sengaja Peramal Buntung tak
menghindar. Udara di
paru-parunya dia
keluarkan lewat mulut dengan
disertai
aliran tenaga dalam. Sesaat
kemudian,
terdengar suara gemuruh bagai
ada badai
yang datang menerjang. Raja
Angin Barat
menggeram marah melihat angin
pukulannya
dapat dihalau dengan mudah.
"Hmmm..... Walau malam ini cukup
gelap, tapi aku dapat melihat
warna
mukamu yang semakin merah padam,
sahabatku Raja Angin
Barat," ujar Pe-
ramal Buntung. "Apa yang
kulakukan tadi
hanyalah satu usaha untuk
membela diri.
Kau jangan salah sangka,
Sahabat. Aku
tidak sedang pamer kepandaian di
hadapanmu. Tapi yang harus kau
ketahui,
aku tak bisa membiarkan perbuatan
membabi buta berlangsung di
depan
mataku! Aku akan membela Tuan
Muda Su-
ropati walau terpaksa aku harus
memutuskan tali
persahabatan...."
"Kek..!" tegur
Pengemis Binal.
Sebaiknya kau menyingkir. Urusan
ini
tidak ada sangkut pautnya
denganmu.
Biarlah aku selesaikan diri
dengan orang
tua keras kepala yang sok jago
itu!"
"Tapi..., Tuan
Muda...,"
"Sudahlah. Bila kau turuti
kata-kataku, aku akan senang dan
sangat
berterima kasih kepadamu,"
Melihat kesungguhan Suropati,
Peramal Buntung mengerutkan kening
rapat-rapat Peramal Buntung
ingat
janjinya untuk menjadi budak
pengiring
setia selama seumur hidup. Tapi
bila
Suropati memberi perintah untuk
menyingkir, haruskah dia menolak
perintah itu? Haruskah Peramal
Buntung
menutup mata ketika tahu ada
orang yang
hendak berbuat sewenang-wenang
terhadap
junjungannya?
Selagi Peramal Buntung bingung
untuk segera menentukan pilihan
dalam
bertindak, tiba-tiba melesat
selarik
sinar biru tipis dari kegelapan.
Sinar
itu melesat luar biasa cepat dan
sama
sekali tak mengeluarkan suara.
Di lain
kejap, beberapa jalan darah di
tubuh
bagian belakang Peramal Buntung
telah
kena totok!
"Kakek...!" seru
Pengemis Binal
dalam keterkejutannya. Pemimpin
Perkumpulan Pengemis Tongkat
Sakti ini
juga tak dapat mengetahui
lesatan sinar
biru. Beruntung, totokan jarak
jauh itu
tidak ditujukan kepadanya. Andai itu
terjadi, bagaimana mungkin dia
bisa
menghadapi Raja Angin Barat
yangsangat
bernafsu untuk membunuhnya?
Melihat tubuh Peramal Buntung
yang
tiba-tiba jatuh ke tanah dalam
keadaan
lemas tanpa tenaga, Raja Angin
Barat
turut terkejut. Dia tak tahu
siapa yang
telah melancarkan totokan jarak jauh
terhadap Peramal Buntung. Tapi
menilik
tindakannya, penyerang gelap itu
kemungkinan besar berada di
pihaknya.
Tapi, tindakan merobohkan
Peramal
Buntung dari belakang itu malah
membuat
Raja Angin Barat mendengus
gusar. Dia
tersinggung dan marah melihat
perbuatan
yang jauh dari sifat ksatria,
Terlebih
lagi. Raja Angin Barat merasa
didahului
sementara dia belum melakukan
apa-apa.
Maka, menggeram keraslah Raja
Angin
Barat.
"Jahanam! Kiranya, ada
cecunguk
yang mencoba pamer kepandaian di
hadapanku. Walau maksudmu hendak
membantuku, tapi sungguh aku tak
suka!"
Begitu ucapan Raja Angin Barat
lenyap dari pendengaran, dari
kejauhan
terdengar suara tawa keras
menggelegar.
"Ha ha ha...! Kau jangan
salah mengerti,
Sahabat! Siapa yang hendak
membantumu?
Apa yang kulakukan adalah satu
cara untuk
menyelesaikan urusanku dengan
Peramal
Buntung!"
Suropati yang tengah berusaha
membebaskan pengaruh totokan di
tubuh
Peramal Buntung tampak
terkesiap. Dia
seperti telah rnengenal warna
suara si
pembokong itu, tapi siapa? Suropati
berusaha memeras otak untuk
mengingat-ingat. Dia pun
bertambah yakih
bila pernah mengenal warna suara
yang
baru didehgarnya. Tapi hingga
beberapa
lama berpikir, otaknya malah
terasa
buntu.
"Ah Persetan dengan
pengecut licik
itu! Aku harus segera melepas
pengaruh
totokan di tubuh Kakek Peramal
Buntung
ini," kata hati Pengemis
Binat kemudian.
Namun, keterkejutan kembali
menghantam. Waktu memeriksa,
Suropati
mendapati tubuh Peramal Buntung
telah
dingin seperti mayat. Kelopak
mata dan
mulutnya terbuka lebar. Tarikan
napas
dan detak jantungnya terasa amat
lamban.
Amat tergesa-gesa Suropati
mengeluarkan seluruh daya
kemampuan yang
pernah dipelajarinya dari si
Wajah
Merah. Tapi hingga beberapa lama
dia
berusaha, pengaruh totokan di
tubuh
Peramal Buntung tak dapat
dilepaskannya.
Totokan jarak jauh yang
dilancarkan si
penyerang gelap itu benar-benar
lihai!
Maka, mengelamlah paras Pengemis
Binal. Rasa khawatir, bingUng,
dan kalut
bercampuraduk jadi satu. Membuat
jalan
napas Pengemis Binal terasa
buntu. Tanpa
terasa, keringat dingin keluar
bercucuran. Apa-lagi, Raja Angin
Barat,
tampaknya sudah tak sabaran
untuk segera
menjatuhkan tangan maut!
"Tinggalkan orang tua naas
itu,
Bocah Gemblung!"
Seruan Raja Angin Barat membuat
Pengemis Binal melonjak kaget.
Dia sadar
jika harus segera meladeni tantangan
Raja Angin Barat Tapi, bagaimana
dengan
Peramal Buntung? Haruskah orang
tua itu
ditinggalkan begitu saja,
sementara
tubuhnya masih dalam pengaruh
totokan
yang amat lihai? Tidakkah hal
itu akan
membuatnya celaka?
Dengan hati berdebar-debar tak
karuan, Pengemis Binal menatap
wajah
Peramal Buntung yang menyiratkan
siksaan
hebat Sementara, Raja Angin
Barat tampak
rnenautkan gigi rapat-rapat dan
mengeluarkan suara menggerendeng,
pertanda dia sudah bersiap sedia
untuk
mengawali pertempuran.
Tiba-tiba....
"Hadapi Raja Angin Barat!
Relakan
kepergian Peramal Buntung!"
Dari kejauhan terdengar suara
dingin yang ditujukan kepada
Pengemis
Binal. Sesaat kemudian, Pengemis
Binal
merasakan tiupan angin dingin.
Sebelum
dia menyadari apa yang tengah
terjadi,
mendadak tubuh Peramal Buntung
terangkat
satu depa dari permukaan tanah.
Tubuh
kakek berompi kuning itu lalu
melesat
cepat karena terhisap bleh
kekuatan yang
tak tampak!
"Kakek...!" pekik
Suropati ketika
tahu tubuh Peramal Buntung
menghilang
dari hadapannya.
Raja Angin Barat turut terkejut.
Pemilik Lembah Makam Pelangi ini
sempat
melihat bagaimana tubuh Peramal
Buntung
terangkat dan melesat, lalu
menghilang
di kegelapan malam. Tubuh Peramal
Buntung telah dilarikan orang.
Tapi
siapa orang itu, Raja Angin
Barat tak
tahu. Demikian pula dengan si
Pengemis
Binal Suropati!
***
"Penjahat culas! Kembalikan
Mustika
Batu Merpati kepadaku!"
Mendengar teriakan itu, seorang
wanita cantik berpakaian merah
kuning
terkesiap. Tanpa sadar,
langkahnya
terhenti. Dengan penuh
kewaspadaan, dia
memutar badan seraya mengedarkan
pandangan. Wanita cantik
berambut putih
meletak dan mengenakan mahkota
emas ini
tersurut mundur satu langkah
saat me-
lihat seekor anjing hitam
berjalan
tenang di balik keremangan
malam.
Moncong anjing yang nyaris
sebesar kuda
itu terus mengeluarkan lolongan
panjang.
Sementara, di punggungnya
bertengger
seorang wanita gemuk bundar
mengenakan
pakaian serba putih. Rupa si
wanita gemuk
tak seberapa sedap dipandang
mata.
Hidungnya pesek, bibirnya pun
tebal
berwarna hitam. Lebih buruk
lagi,
kepalanya gundu! tanpa sehelai
rambut
pun!
"Putri Impian...!"
desis wanita
cantik berambut putih.
Bibir tebal si wanita gemuk
menyungging senyum ejekan.
Matanya
berkilat, menatap lurus ke
depan.
"Berhenti dan diamlah kau,
Sona
Langit!" perintah si wanita
gemuk yang
tak lain Putri Impian, salah
seorang dari
penghuni Istana Langit yang
mempunyai
kedudukan sebagai Ratu Istana
Dalam.
Mendengar perintah tuannya,
anjing
besar hitam menghentikan
lolongannya.
Langkahnya terhenti pula. Wanita
cantik
berambut putih menatap dengan
hati
berdebar kencang.
"Apa maksud kedatanganmu
ini, Putri
Impian?" tanyanya.
"Hmmm.... Kau mengajukan
pertanyaan
yang telah kau ketahui
jawabannya,
Melati Putih," sahut Putri
Impian.
"Dengan akal bulusmu, kau
telah
mengelabui si Pengemis Binal
Suropati.
Kau telah melarikan Mustika Batu
Merpati. Kedatanganku ini tentu
saja
untuk meminta kembali batu
mustika
pemberianku itu!"
Wanita cantik yang tak lain
Melati
Putih atau Bidadari Pulau Penyu
melempar
senyum aneh. Tarikan bibimya
lebih tepat
disebut ringis kesakitan. Dan,
Putri
Impian tampaknya mengetahui
keanehan
itu.
"Kulihat ada luka bakar di
pinggang
kananmu, Melati Putih,'"
ujar Putri
Impian. "Aku tahu kau
tengah tersiksa
oleh hawa panas yang menjalar
dari luka
bakar di pinggang kananmu itu.
Oleh
karenanya, aku mau berbaik hati
kepadamu. Aku tak akan
menjatuhkan
hukuman apa-apa kepadamu asal
kau
kembalikan Mustika Batu Merpati
kepadaku!"
Bidadari Pulau Penyu menekap
pinggang kanannya. Diam-diam dia
salurkan hawa dingin lewat telapak
tangannya. Tapi luka bakar akibat
pancaran 'Sinar Merah Penghancur
Segala'
ketika bentrok dengan Iblis Mata
Satu itu
tetap saja terasa panas. Bahkan,
terasa
makin panas, hingga sekujur
tubuh
Bidadari Pulau Penyu bermandi
keringat.
(Tentang luka yang didapat
Bidadari
Pulau Penyu ini, silakan simak
serial
Pengemis Binal dalam episode:
"Bidadari
Pulau Penyu").
"Uh! Sekujur tubuhku terasa
panas
luar biasa...," keluh
Bidadari Pulau
Penyu dalam hati. "Dengan keadaan
terluka seperti ini, dapatkah
aku
menghadapi perempuan gembrot
itu? Apakah
tidak lebih baik Mustika Batu
Merpati
kuserahkan saja kepadanya?
Tapi...,
bukankah aku mempunyai sebuah
rencana
besar? Rencana itu hanya dapat
kuwujudkan kalau aku memiliki
Mustika
Batu Merpati! Hmmm.... Lebih
baik aku
mencari akal agar dapat
melolOskan diri
dari tempat ini...."
"Hei! Kenapa kau diam saja,
Kuntilanak!" hardik Putri
Impian.
"Kulihat wajahmu makin
pucat. Kau
harus segera mendapat
pertolongan Oleh
karena itu, cepat serahkan
Mustika Batu
Merpati, lalu pergilah sejauh
mungkin
sebelum aku berubah
pikiran!"
"Kau jangan keburu nafsu,
Putri
Impian...," sahut Bidadari
Pulau Penyu
dengan suara lembut, walau
wanita
bertubuh sintal ini mesti
meredam
perasaan yang
menghentak-hentak tak
karuan. "Aku bukan orang
serendah
dugaanmu. Aku tak pernah menipu
Suropati, bahkan berpikir begitu
pun
tidak. Aku memang membawa
Mustika Batu
Merpati, tapi...."
"Cukup!" potong Putri
Impian dengan
suara keras menggelegar. Dengan
sinar
mata berkilat tajam, wanita
gemuk bundar
ini meloncat dari punggung satwa
tunggangannya yang bernama Sona
Langit.
"Aku tahu kelanjutan
ucapanmu itu Melati
Putih. Kau hanya akan mengumbar
kata-kata untuk dapat
membujukku. Kau
salah! Kau salah menduga, Melati
Putih!
Aku bukanlah orang yang mudah
kau bujuk!
Aku tahu persis siapa kau! Aku
tahu benar
perangai buruk dan sifat
licikmu...!"
"Sebentar...," sela
Bidadari Pulau
Penyu mendengar ucapan Putri
Impian yang
nyerocos panjang. "Kau
boleh berbuat apa
saja terhadapku, tapi aku mohon
dengarlah dulu
penjelasanku...."
"Aku tak butuh
penjelasanmu!
Serahkan Mustika Batu Merpati!
Atau,
kulumatkan tubuhmu yang sudah
terluka
itu!"
Mendengar ancaman Putri Impian,
Bidadari Pulau Penyu menggeragap
kaget
seperti baru dibangunkan dari
tidur
panjang. Di balik keremangan
malam,
kedua bola mata Putri Impian
tampak
melotot besar dan memancarkan
cahaya
biru kemerahan. Sementara, bola
mata
Sona Langit pun demikian pula.
Moncong
anjing yang tubuhnya hampir
sebesar kuda
itu terbuka lebar,
memperlihatkan
taring-taring tajam putih
berkilat.
Putri Impian dan Sona Langit
sama-sama
menatap Bidadari Pulau Penyu
bagai aua
makhluk berlainan wujud yang
haus darah!
Cepat Bidadari Pulau Penyu
mengerahkan kekuatan hawa sakti
untuk
melindungi tubuhnya manakala
merasakan
sentakan-sentakan aneh yang
menyerang
seluruh persendian.
Tulang-tulang tubuh
Bidadari Pulau Penyu terasa hendak
tanggal dari sambungannya!
"Hmmm.....Perempuan gembrot
dan
satwa tunggangannya itu telah
mengeluarkan 'Sinar Mata Pemisah
Tulang'...," gumam Bidadari
Pulau Penyu.
"Aku bisa mati konyol kalau
berdiam diri
saja. Aku harus berbuat
sesuatu!"
Mengikuti pikiran di benaknya,
Bidadari Pulau Penyu mengerahkan
hawa
sakri sampai ke puncak. Dari
kepalanya
mengepul asap tipis. Begitu
sentakan-sentakan aneh itu
berkurang
kekuatannya, dia berkata,
"Putri Impian, cobalah kau
tarik
dulu 'Sinar Mata Pemisah
Tulang'-mu ini.
Bila kau nekat mengikuti hawa
amarahmu,
kau pasti akan menyesal!"
"Apa maksudmu?" tanya
Putri Impian,
dibarengi dengus kegusaran.
"Saat ini juga kau bisa
membunuhku,
tapi sampai langit runtuh pun
kau tak
akan mendapatkan, batu mustika
yang kau
inginkan!"
Melihat kesungguhan Bidadari
Pulau
Penyu, mau tak mau Putri Impian
mesti
melepas pancaran 'Sinar Mata
Pemisah
Tulang'. Seperti dapat membaca
pikiran
tuannya, Sona Langit pun berbuat
serupa.
Dan begitu sentakan-sentakan
aneh
yang menyerang persendian
tulang-tulangnya tak terasa
lagi,
Bidadari Pulau Penyu menarik
napas
lega..Sekilas, senyum tipis
tersungging
di bibirnya yang merah ranum.
"Cepat katakan apa maksud
ucapanmu
tadi, Melati Putih!" sentak
Putri
Impian.
Seperti sengaja mengulur waktu,
Bidadari Pulau Penyu diam dan
tampak
berpikir pikir. Beberapa kali
dia
mendesah sambil
menggeleng-gelengkan
kepala. Tentu. saja sikap
Bidadari Pulau
Penyu ini membuat jengkel dan
gemas hati
Putri Impian.
“Jangan coba-coba menipuku Setan
Alas! Jika kau tak segera
menyerahkan
Mustika Batu Merpati, kau akan
kusiksa!
Akan kubuat tulang-tulang
tubuhmu
bercerai-berai!"
Usai berkata, kedua bola mata
Putri
Impian tampak memancarkan sinar
biru
kemerahan lagi. Namun sebelum
'Sinar
"Mata Pemisah Tulang'
datang menyerang,
bergegas Bidadari Pulau Penyu
mengangkat
tangan kanannya. Gerakannya agak
kaku
karena rasa panas yang menjalar
dari
pinggang kanannya belum hilang,
bahkan
terasa amat menyiksa.
"Uts! Tahan amarahmu dulu,
Putri
Impian...!" cegahnya. "Dalam keadaan
terluka seperti ini, aku memang
tak akan
sanggup melawan 'Sinar Mata
Pemisah
Tulang' -mu. Apalagi, kau
dibantu satwa
tungganganmu yang bernama Sona
Langit
itu. Tapi ketahuilah, Putri
Impian...,
sudah kukatakan di depan, kau
bisa
membunuhku, tapi kau hanya akan
melihat
mayatku tanpa mendapatkan
Mustika Batu
Merpati...."
"Apa maksudmu?" sentak
Putri
Impian, terbawa rasa penasaran.
Agaknya,
wanita gemuk bundar ini termakan
siasat
Bidadari Pulau Penyu.
Dan begitu sinar biru kemerahan
di
bola mata Putri Impian meredup
lagi,
Bidadari Pulau Penyu.
mengibaskan
telapak tangan kanannya ke
depan!
Wusss...!
Terkejut tiada terkira Putri
Impian. Dari telapak tangan
Bidadari
Pulau Penyu melesat
berpuluh-puluh
bayangan tangan yang merupakan
wujud
serangan dari ilmu 'Tangan Ganda
Pemakan
Roh'!
Jangankan tubuh manusia yang
terdiri dari tulang dan daging
empuk,
bongkahan batu karang sebesar
gajah pun
akan nancur lebur menjadi debu
bila
tertimpa ilmu 'Tangan Ganda
Pemakan Roh'
itu. Maka sambil mengumpat
panjang
pendek, Putri Impian meloncat ke
sana-sini agar dapat menghindari
maut
Dan pada waktu inilah Bidadari
Pulau
Penyu mengeluarkan lempengan
batu
sebesar uang logam hijau dari balik
lipatan bajunya. Lempengan batu
yang tak
lain dari Mustika Batu Merpati
itu lalu
ditempelkan kelidah! Bidadari
Pulau
Penyu bermaksud melarikan diri
dengan
menggunakan kekuatan gaib
Mustika Batu
Merpati seperti yang pernah
dilakukannya
ketika berhadapan dengan Iblis
Mata Satu
di Graha Kenikmatan.
Namun tiba-tiba Sona Langit
menggerung,
"Hungngng...!" Terbawa
nalurinya
yang tajam, anjing besar berbulu
hitam
legam ini meloncat ke depan!
Karena tak menyangka akan
datangnya
serangan, Bidadari Pulau Penyu
menjerit
kaget. Tubuhnya berhasil
diterkam oleh
Sona Langit Dan pada saat inilah
kekuatan
gaib Mustika Batu Merpati
bekerja!
Splash...!
Putri Impian yang telah berhasil
berkelit dari serbuan
bayang-bayang
tangan tampak menggedrukkan kaki
ke
tanah beberapa kali. Bidadari
Pulau
Penyu telah lenyap dari
pandangannya.
Demikian pula Sona Langit satwa
tunggangannya.
"Jahanam kau, Melati
Putih!" umpat
Putri Impian dengan darah
mendidih naik
ke ubun-ubun "Sebelum
Mustika Batu
Merpati kudapatkan kembali,
sampai ke
ujung langit pun, kau akan
kukejar!"
***
2
Kalau saja Raja Angin Barat
tidak
menghalangi, ingin rasanya
Suropati
mengejar orang yang telah
menculik
Peramal Buntung. Selama beberapa
hari
melakukan perjalanan bersama
kakek cacat
itu, telah timbul perasaan suka
dalam
diri Suropati. Apalagi,
berkali-kali
sudah Peramal Buntung menunjukkan
kesetiaannya sebagai seorang
budak
pengiring, walau sebenarnya
Suropati tak
pemah meminta. Dan kalau
sekarang kakek
cacat itu dilarikan orang yang tidak
jelas apa maksudnya, haruskah
Suropati
diam saja? Tentu saja tidak!
Tapi mau apa
lagi, Raja Angin Barat
telah berdiri
tegak menantang dengan kuda-kuda
terpasang! Terpaksa Suropati
harus
melayani kalau tidak ingin
dikatakan
pengecut.
"Lupakan Peramal Buntung!
Kau harus
bertempur dengan penuh
kesungguhan,
Bocah Gemblung!" seru Raja
Angin Barat.
"Keluarkah seluruh ilmu
kesaktianmu agar
kau tak menyesal nantinya!"
"Sebenarnya, dalam diriku
tak
pernah terbersit setitik pun rasa
permusuhan denganmu, Pak
Tua...," sahut
Pengemis Binal. "Kalaupun
sekarang aku
bersedia bertempur denganmu, ini
kulakukan hanya karena
terpaksa...."
"Ha ha ha...! Orang gagah
memang
nolak tantangan! Hidup atau
mati itu
urusan nanti. Tapi yang jelas,
aku ingin
membawa kepalamu untuk
kuhadapkan kepada
Siluman Raga kaca! Agar, aku dapat
menyelamatkan Narita…."
Mendadak, air muka Raja Angin
Barat
yang semula garang berubah keruh
dan
menyiratkan rasa sedih. Waktu
mengucapkan nama putrinya, suara
pemilik
Lembah Makam Pelangi ini terdengar
bergetar. Dengan mata
berkaca-kaca, dia
menggeleng-gelengkan kepala
seperti
hendak mengusir perasaan hatinya
yang
galau.
"Pak Tua, aku tahu jiwamu
terpukul.
Tidakkah lebih baik kau
menenteramkan
pikiran agar tak salah kau
melangkah,
agar tak keliru kau
berbuat..," ujar
Pengemis Binal.
"Tutup mulutmu! Aku tahu
apa yang
harus kulakukan!" hardik
Raja Angin
Barat dengan air muka berubah
garang
lagi.
Di ujung kalimatnya, kakek
berjubah
merah ini menarik napas panjang
seraya
memutar-mutar kedua tangannya di
depan
dada. Di lain kejap, timbul
suara gemuruh
dahsyat. Daun-daun kering dan
batu yang
berserakan di tanah berhamburan
ke
segala penjuru.
Pengemis Binal tersurut mundur
satu
langkah. Kedua pergelangan
tangan Raja
Angin Barat tampak dilapisi
sinar putih
berkeredapan Sinar itu amat
terang dan
cukup untuk menyilaukan mata.
Hingga,
keremangan malam tersibak. Dan
perlahan
namun pasti, kedua pergelangan
tangan
Raja Angin Barat mulai bertambah
ukuran.
Membesar!
"Bersiaplah kau untuk
menerima
ajalmu, Bocah Gemblung! Dengan
ilmu
'Tangan Langit', akan kuremukkan
tubuhmu!" seru Raja Angin
Barat sewaktu
kedua pergelangan tangannya telah
membesar puluhan kali dari
ukuran
normal.
Suropati yang pernah merasakan
kehebatan ilmu 'Tangan Langit'
cepat
menghimpun seluruh kekuatan
tenaga dalam
beserta kekuatan batinnya.
Remaja tampan
ini hendak mengeluarkan ilmu
'Kalbu Suci
Penghempas Sukma' wejangan
Bayangan
Putih dari Selatan. Sengaja
Suropati tak
mengeluarkan ilmu pukulan 'Salju
Merah'
karena ilmu yang diturunkan Nyai
Catur
Asta itu tak mampu menghadapi
kedahsyatan ilmu 'Tangan Langit'
Raja
Angin Barat. (Baca serial
Pengemis Binal
dalam episode: "Sepasang
Racun Api").
Tampak kemudian, Pengemis Binal
mementangkan kedua tangannya ke
samping,
dijulurkan lurus ke atas, lalu
perlahan-lahan diturunkan di
depan dada.
Dengan bersedekap dan mata
terpejam
rapat, tibuh Suropati bergetar.
Dari
getaran itu. memancar cahaya
kebiru-kebiruan. Suropati telah
berhasil menghimpun kekuatan
semesta!
Ilmu 'Kalbu Suci Penghempas
Sukma'
diperoleh dari penyatuan tenaga
dalam
tingkat tinggi dengan kekuatan
batin
yang suci bersih. Dari penyatuan
ke-
kuatan yang berbeda itu,
kekuatan
semesta yang maha dahsyat
berhasil
dihimpun. Dan benda berwujud apa
pun yang
menyentuh cahaya kebiru-biruan
yang
memancar dari sekujur tubuh
Suropati
akan hancur berkeping-keping!
Tak
terkecuali, tubuh manusia yang
mempunyai
ilmu kesaktian tinggi!
Namun..., mampukah ilmu 'Tangan
Langit' yang telah disempurnakan
Raja
Angin Barat meredam kedahsyatan
ilmu
'Kalbu Suci Penghempas Sukma'?
"Tangan Langit Penghancur
Arwah'!"
seru Raja Angin Barat.
Sambil berteriak lantang, tangan
kanan Raja Angin Barat
berkelebat ke
depan. Kelima jarinya siap
meremas tubuh
Pengemis Binal! Namun....
Blarrr...!
"Wuahhh...!" Raja
Angin Barat
memekik kesakitan tatkala
jari-jari
tangan kanannya membentur inti
kekuatan
ilmu 'Kalbu Suci Penghempas
Sukma' yang
melindungi tubuh Pengemis Binal.
Sinar
putih yang melapisi pergelangan
tangan
Raja Angin Barat kontan lenyap.
Di lain
kejap, tangan raksasa itu
mengecil lagi.
Hingga hanya tangan kirinyalah
yang
masih berwujud tangan raksasa.
Kaki Raja Angin Barat tampak
melangkah gontai ke belakang.
Jari-jari
tangan kanannya yang telah mengecil
terasa panas hiar biasa. Namun
sebagai
tokoh tua yang cukup punya nama
di Negeri
Pasir Luhur, Raja Angin Barat
pantang
mundur pada gebrakan pertama.
Usai
menggerendeng panjang, dia
memutar-mutar tangan kanannya di
depan
dada. Sekali lagi timbul suara
gemuruh
dahsyat. Putaran tangan pemilik
Lembah
Makam Pelangi ini menimbulkan
tiupan
angin kencang.
Beberapa pohon kecil
tampak tercabut dari akarnya,
lalu
terlontar sejauh ratusan tombak!
Pergelangan tangan kanan Raja
Angin
Barat yang telah membesar lagi
diangkat
lurus ke atas, Tangan kirinya
mengikuti.
Dan ketika Raja Angin Barat
menggembor
keras, sinar putih yang melapisi
kedua
pergelangan tangannya berubah
kuning
kemerahan yang amat menyilaukan
mata!
"Blarrr...!
Kedua telapak tangan Raja Angin
Barat menepuk di atas kepala.
Bersamaan
dengan timbulnya ledakan keras,
melesat
seberkas sinar kuning kemerahan.
Meluncur deras ke tubuh Pengemis
Binal
yang diseiubungi cahaya
kebiru-biruan!
Luar biasa! Seberkas sinar
kuriing
kemerahan yang mempunyai daya
penghancur
amat dahsyat itu lenyap tanpa
bekas
kerika membentur cahaya
kebiru-biruan
yang merupakan inti kekuatan
dari ilmu
'Kalbu Suci Penghempas Sukma'!
Tak dapat digambarkan lagi
betapa
terkejutnya Raja Angin Barat Dua
tingkatan ilmu 'Tangan
Langit'nya dapat
dipatahkan dengan mudah oleh Pengemis
Binal yang tengah mengetrapkan
salah
satu ilmu andalannya.
"Hmmm... tak kusangka bocah
gemblung itu memiliki ilmu yang
sangat
ampuh...," ujar Raja Angin
Barat dalam
hati.
"Ilmu 'Tangan Langit'
tingkat
pertama yang bernama 'Tangan
Langit
Penghancur Arwah' dapat
dimentahkannya.
Begitu pula ilmu 'Tangan Langit'
tingkat
kedua yang bernama 'Sinar Tangan
Langit
Pelebur Sukma'. Sungguh dia
seorang
pemuda yang mempunyai kesaktian
luar
biasa. Andai Narita putriku
tidak dalam
sekapan Siluman Ragakaca,
sehingga aku
harus membunuh pemuda itu, ingin
rasanya
aku mendekatkan Narita
kepadanya.
Kasihan Narita. Seumur hidupnya
dia
selalu dirundung sepi karena tak
punya
teman...."
Beberapa saat, Raja Angin Barat
menatap Pengemis Binal yang
tengah
berdiri bersedekap dengan
tatapan aneh.
Melihat keteduhan yang tersirat
dari
raut wajah Pengemis Binal,
tiba-tiba
Raja Angin Barat menitikkan air
mata.
Ingatannya melayang ke wajah jenaka
Narita.
"Narita putriku...,"
desah Raja
Angin Barat, penuh kesedihan.
"Maafkan
kesalahan ayahmu ini, Nak...
Walau aku
bermaksud baik, tapi
kenyataannya aku
telah memenjarakanmu di Lembah
Makam
Pelangi yang sunyi sepi.
Kini..., kau
pasti lebih tersiksa lagi dalam
sekapan
Siluman Ragakaca. Tapi,
tunggulah
beberapa saat lagi, Narita
putriku
sayang. Aku akan membawamu
pulang. Aku
akan menebusmu dengan...
dengan...."
Mendadak, Raja Angin Barat
menggeleng-gelengkan kepalanya
dengan
cepat. Timbul tiupan angin yang
mengeluarkan suara bersiut
nyaring.
Seperti orang lupa ingatan,
kakek
berjubah merah ini tertawa.
bergelak-gelak. Suaranya keras
menggelegar dan menggema ke
empat
penjuru angin. Dan begitu
tawanya
berhenti, dia menatap Pengemis
Binal
dengan bola mata memerah seperti
darah!
"Aku harus membunuhmu! Aku
harus
membunuhmu, Bocah
Gemblung!" geram Raja
Angin Barat. Sepuluh jari tangan
raksasanya meremas-remas sebagai
wujud
hawa amarah yang tiba-tiba
menutupi akal
sehatnya lagi.
Sementara, Suropati masih saja
berdiri tegak dengan tangan bersedekap.
Dengan kelopak mata tertutup
rapat,
wajah pemimpin Perkumpulan
Pengemis
Tongkat Sakti ini terlihat
begitu teduh
seperti wajah bayi yang tak
punya dosa.
Karena nalurinya memberitahukan
bahwa masih ada bahaya yang
mengancam,
ilmu 'Kalbu Suci Penghempas
Sukma'
masih. terus melindungi. Hingga
sampai
beberapa waktu lamanya, tubuh
Pengemis
Binal tetap terselubungi cahaya
kebiru-biruan yang mempunyai
daya
tolakan amat dahsyat!
"Tangan Langit Perontok
Jiwa'!"
seru Raja Angin Barat kemudian.
Kedua
tangan raksasanya yang dilapisi
sinar
kuning kemerahan berubah jadi
bayangan
tangan raksasa berwarna hijau yang
mengeluarkan hawa panas luar
biasa.
“Tangan langit Perontok Jiwa'
adalah tingkatan ketiga atau
puncak dari
kedahsyatan ilmu 'Tangan Langit'
Raja
Angin Barat. Balok baja yang
amat keras
pun akan lumer apabila tersentuh
tangan
raksasa kakek berjubah merah
ini. Tapi,
mampukah dia menghalau inti
kekuatan
ilmu 'Kalbu Suci Penghempas
Sukma' milik
Pengemis Binal?
Tampak kemudian, kedua bayangan
tangan raksasa Raja Angin Barat
berkelebat ke depan secara
bersamaan.
Sementara, Suropati yang berdiri
bersedekap dengan kelopak mata
tertutup
rapat, sama sekali tak bergeming
dari
tempatnya!
Wusss….!
"Haya...!"
Tubuh Pengemis Binal yang
terselubungi cahaya
kebiru-biruan
berhasil digenggam oleh sepuluh
bayangan
jari raksasa. Raja Angin Barat.
Timbul
suara ... mendesis seperti bara
api
tersiram air. Raja Angin Barat
memekik
parau ketika merasakan sepuluh
jari
tangannya yang berhawa panas
seperti
menyentuh bongkahan es yang amat
dingin,
ratusan kali dinginnya bila
dibanding
dengan hawa dingin es yang
sebenarnya.
Tapi walau Raja Angin Barat
merasa
kesakitan di mana tubuhnya
terasa bagai
ditimbun di dalam
gumpalan-gumpalan es
yang berhawa dingin luar biasa,
dia tak
mau melepaskan tubuh Suropati
yang
berada dalam genggaman sepuluh
bayangan
jari tangan raksasanya.
Kemudian sambil menggembor
keras,
Raja Angin Barat mengangkat
+ubuh
Pengemis Binal tinggi-tinggi,
lalu
disambitkan ke bawah dengan
kekuatan
penuh. Tak ayal lagi, tubuh Pengemis
Binal melesat cepat untuk segera
membentur permukaan tanah keras!
Slaps…!
Sewaktu meluncur deras ke bawah,
sinar kebiru-biruan yang
menyelubungi
tubuh Pengemis Binal tiba-tiba
lenyap.
Itu berarti tubuh Pengemis Binal
tak lagi
terlindungi oleh kekuatan ilmu
'Kalbu
Suci Penghempas Sukma'. Rupanya,
ilmu
'Tangan Langit’ tingkat ketiga
mampu
meredam kedahsyatan salah satu
ilmu
andalan remaja tampan itu!
Dan agaknya Suropati pun belum
menyadari bila malaikat kematian
segera
akan menjemput nyawanya. Tanpa
perlindungan apa-apa, tubuh remaja
berpakaian putih penuh tambalan
ini
terus meluncur ke bawah.
Sementara
permukaan tanah keras telah siap
untuk
menyambut luncuran tubuhnya!
Namun tiba-tiba, permukaan tanah
oi
mana tubuh Pengemis Binal akan
mendarat
mengekiarkan suara
berderak-derak Di
lain kejap, beberapa bagian di
permukaan
tanah itu retak, lalu membuka,
hingga
muncul sebuah lubang bergaris tengah
satu depa!
Wusss...!
"Aaa...!"
Diiringi jeritan panjang yang
sangat menyayat hati, tubuh
Pengemis
Binal terhisap masukke lubang
yang
tiba-tiba muncul di permukaan
tanah itu.
Lalu secepat kilat, permukaan
tanah
menyatu lagi dengan mengeluarkan
suara
berderak amat keras.
Akibatnya tubuh
Pengemis Binal lenyap. Benar-benar
tertelan tanah!
"Astaga...!" kesiap
Raja Angin
Barat.
Kakek berjubah merah ini sama
sekali
tak menduga akan kejadian yang
menimpa
diri Suropati. Dia tak tahu
kekuatan apa
yang tiba-tiba muncul dari dalam
tanah,
untuk kemudian menghisap tubuh
Suropati.
Setelah melepas ilmu 'Tangan
Langit'nya, Raja Angin Barat
meloncat
sejauh lima tombak. Diperiksanya
permukaan tanah yang baru saja menelan
tubuh Suropati. Namun, pemilik
Lembah
Makam Pelangi ini segera tampak
menggeleng-gelengkan kepala
dalam
perasaan heran.
Permukaan tanah yang tadi tampak
membuka lalu menelan tubuh
Suropati
hanya memperlihatkan bekas
retakan
sepanjang satu depa. Sementara,
tubuh
Suropati pun sudah tak terlihat
lagi.
Raja Angin Barat mengucak-ucak
matanya
beberapa kali. Kakek berjubah
merah ini
seperti tak percaya pada
penglihatannya
sendiri. Bagaimana mungkin
permukaan
tanah bisa membuka lalu menutup
lagi
setelah menghisap tubuh seorang
anak
manusia?
Untuk beberapa saat, Raja Angin
Barat berdiri memarung
memikirkan
peristiwa aneh yang baru saja
dilihatnya. Setelah angin dingin
malam
berhembus kencang dan mengibarkan
kain
jubahnya, barulah kakek yang
rambutnya
dikuncir ini menyadari keadaan.
"Hmmm.... Tubuh bocah
gemblung itu
benar-benar telah tertimbun di
dalam
tanah. Mustahil dia dapat
bertahan
hidup...," pikir Raja Angin
Barat.
"Walau tidak secara langsung,
tapi aku
telah membunuhnya. Itu berarti
aku bisa
menemui Siluman Ragakaca untuk
meminta
kembali Narita putriku...."
Diiringi desau angin malam, Raja
Angin Barat tertawa panjang
penuh
kepuasan. Lalu sambil tetap
tertawa-tawa, dia berkelebat...
Tapi,
benarkah si Pengemis Binal
Suropati
telan menemui ajalnya?
***
Bila sang Penguasa Jagat
berkehendak, maka sesuatu yang
dikendaki-Nya itu pasti akan
terjadi.
Tanpa ada satu kekuatan pun yang
mampu
menghalangi. Dan, kehendak-Nya
sering
kali di luar akal pikiran
manusia. Satu
misal adalah peristiwa yang
dialami si
Pengemis Binal Suropati kali
ini.
Antara sadar dan tidak, Pengemis
Binal merasakan tubuhnya
terhisap oleh
kekuatan dahsyat yang tak tampak
pleh
mata. Dia merasakan tubuhnya terus
meluncur ke bawah, tanpa mau
memberikan
perlawanan sedikit pun. Akal
pikiran
Pengemis Binal jadi gelap,
segelap
matanya yang tak dapat melihat
apa-apa
Beberapa tarikan napas kemudian,
luncuran tubuh Suropati
berkurang.
Suropati pun merasakan tubuhnya
amat
ringan. Mendadak, kegelapan yang
menyelimuti pandangannya lenyap.
Sebagai gantinya muncul pancaran
cahaya
putih. Karena silau, cepat
Suropati
memejamkan mata. Dan pada saat
Suropati
memejamkan mata inilah terdengar
suara
dingin menyeramkan..,.
"Bocah gendeng! Bocah
geblek yang
sok pintar! Seharusnya aku
biarkan kau
mati, tapi aku kasihan melihatmu
mati
karena keangkara murkaan Siluman
Ragakaca. Bolehlah kali ini kau
kutolong!"
Pengemis Binal tak tahu suara
yang
didengarnya itu dari mana. Tapi
telinga
remaja tampan ini cukup jelas
menangkap
makna ucapannya.
Pengemis Binal terkesiap
manakala
merasakan tubuhnya mengambang di
udara.
Pancaran cahayaputih pun tak lagi
menyilaukan, hingga remaja
tampan ini
bisa mengedarkan pandangan
dengan
leluasa.
Kembali Pengemis Binal
terkesiap.
Ternyata, tubuhnya ditahan oleh
serat-serat xahaya putih ysng
memancar
dari bawah. Serat-serat cahaya
ituiah
yang membuat tubuh remaja tampan
ini
tidak sampai jatuh berdebam.
Saat kesadarannya benar-benar
telah
pulih, Pengemis Binal
menggerakkan
otot-otot tubuhnya seraya
meloncat.
Begitu mendarat, heran tiada
terkira
Pengemis Binal. Sambil
garuk-garuk
kepala, remaja yang sering
berperilaku
konyol ini terus mengedarkan
pandangan.
Namun, apa yang dilihatnya tetap
tak
berubah. Di sekitar tempatnya
berdiri
hanya tampak dinding-dinding
tanah kapur
berwarna putih.
"Hmmm.... Kiranya, aku
berada di
sebuah gua bawah tanah,"
pikir Suropati.
"Aneh! Benar-benar aneh!
Aku masih ingat
dan dapat melihat dengan jelas
ketika
tubuhku dilemparkan oleh tangan
raksasa
Raja Angin Barat, permukaan
tanah
tiba-tiba membuka, tubuhku
terhisap
masuk mustahil kalau ini semua
karena
kekuatan alam biasa. Tapi,
mungkinkah
ada manusia yang sanggup membuka
permukaan tanah lalu menyedot
tubuhku,
dan menempatkanku di gua , bawah
tanah
ini?"
" Terbawa rasa herannya,
beberapa
kali Suropati mendongak, melihat
kekanan
kiri, memeriksa permukaan tanah
kapur
tempatnya berpijak, lalu
garuk-garuk
kepala!
Di bagian atas, Suropati hanya
melihat tonjoian-tonjolan-tanah
kapur.
Begitu pula di bagian kanan
kirinya yang
berupa dinding kasar. Tempatnya
berpijak
pun berupa tanah kapur.
Permukaannya tak
rata diseraki batu-batu kapur,
yang
semuanya berwarna putih
meletak.
Ruangan gua bawaah tanah yang
cukup
luas ini menjadi terang
benderang karena
di salah satu sudutnya terdapat
gumpalan
cahaya. Suropati tak tahu
gumpalan
cahaya itu berasal dari benda
atau dari
sesuatu yang berwujud apa.
Namun,
beberapa kali Suropati melonjak
kaget.
Gumpalan cahaya yang dilihatnya,
pancarannya dapat berubah-ubah.
Kadang
menguat, hingga terlihat
menyilaukan
mata, Kadang melemah, dan hanya
mampu
memberi penerangan gua
secukupnya.
"Aneh!" mungkinkah
gumpalan cahaya
itu berasal dari kekuatan panas
bumi?"
tanya Pengemis Binal dalam hati.
"Tapi,
kenapa pancarannya tidak terasa
panas?
Bahkan, aku yakin bila gumpalan
cahaya
itulah yang telah menahan luncuran
tubuhku waktu terjatuh ke dalam
gua ini.
Hmmm... kekuatan panas bumi
tidak akan
sehebat itu, Cahaya panasnya
pasti akan
membakar hangus tubuhku. Tapi,
gumpalan
cahaya itu tidak demikian. Pasti
ada
apa-apa di balik
keanehannya...."
Selagi Pengemis Binal larut
dalam
pikiran di benaknya, mendadak
gumpalan
cahaya yang berada di salah satu
sudut
ruangan tampak menguat
pancarannya.
Karena silau dan merasa pedih,.
cepat
Pengemis Binal menutup kelopak
matanya.
Namun tiba-tiba...,
Krash...!
Srattt...!
Batu-batu kapur yang berserakan
di
dekat gumpalan cahaya tampak
melayang.
Lalu dengan kecepatan tinggi dan
mengandung daya penghancur luar
biasa,
menyerbu Pengemis Binal!
"Ya Tuhan...," sebut
Suropati.
Walau kelopak matanya tertutup
rapat,
tapi indera pendengaran Suropati
dapat
bekerja dengan baik. Dia tahu
bila ada
bahaya yang mengancam jiwanya.
Maka
tanpa pikir panjang lagi, sambil
tetap
menutup kelopak mata, Suropati
meloloskan tongkat butut yang
terselip
di ikat pinggangnya!
Wuttt...! Wuttt...!
Bletakkk...!
"Ih...!"
Pengemis "Binal menjerit
kaget
Batang tongkat yang diputarnya
di depan
tubuh untuk membentuk perisai,
tiba-tiba
patah menjadi tiga bagian.
Batang
tongkat yang telah dialiri
tenaga dalam
tingkat tinggi ternyata tak
mampu
menahan gempuran batu-batu
kapur!
"Kadal bunting! Setan
comberan!"
Sambil mengumpat-umpat, Pengemis
Binal
melentingkan tubuhnya ke
sana-sini.
Susah payah dia berusaha
menghindari
hujan batu kapur. Tapi untunglah
hujan
batu itu tidak berlangsung lama.
Hingga
Pengemis Binal dapat bernapas
lega.
"Uh! Ada-ada saja!
Peristiwa apa
ini?!"
Sambil berkata-kata seorang
diri,
Suropati garuk-garuk kepala
seraya
mengedarkan pandangan untuk kesekian
kalinya. Kini terlihat hampir
seluruh
permukaan dinding jadi
berlubang-lubang. Agaknya batu-batu
kapur yang berlesatan tadi telah
menancap dan amblas ke dalam
dinding gua.
"Hmmm.,.. Mataku memang tak
dapat
melihat apa-apa, tapi aku
tahu yang
telah dengan sengaja menyerangku,..,"
ujar Pengemis Binal dengan suara
menggeram. "Walau kau
berwujud
kuntilanak dekil ataupun setan
comberan
bau, segera tampakkan batang
hidungmu!"
Tiba-tiba....
"Ha ha ha...! Bocah
gendeng! Bocah
geblek yang sok pintar! Bibirmu
tipis,
hingga mulutmu jadi sangat
ceriwis! Kau
punya nyali besar, tapi kau tak
sadar
bila kepandaianmu belumlah dapat
diandalkan!"
Suropati terkejut mendengar
suara
yang menyahuti ucapannya.
Bergegas dia
memutar tubuh untuk mencari
siapa yang
telah berkata-kata itu. Namun
hingga
kepalanya terasa tengkleng, tak
ada
sosok manusia lain yang tampak
di dalam
gua. Sementara, gumpalan cahaya
terus
menguat dan melemah pancarannya.
Tanpa
sadar, Suropati telah terserang
rasa
takut. Tubuhnya tiba-tiba menggigil,
dan keringat dingin pun
bercucuran!
***
3
Semburat cahaya jingga di langit
menandakan hari telah
menyingsing fajar.
Seiring dengan terusirnya gelap
malam,
wajah sang candra terlihat memucat
Kedipan bintang pun melemah.
Namun
suasana di dataran tanah luas
berbatu-batu ini tetap lengang.
Tak
berkutik melawan cengkeraman
sepi.
Satwa-satwa malas beranjak dari
sarangnya. Karena hawa dingin masih
terasa menusuk tulang. Tapi sepi
tak lagi
berkuasa manakala melesat
seberkas
Cahaya putih dari langit,
dibarengi
jerit ngeri seorang wanita dan
lolongan
panjang seekor anjing!
"Wuaaahhh...!"
"Huuung...!"
Begitu seberkas cahaya yang
melesat
dari langit itu menerpa tanah,
muncul
sesosok tubuh manusia yang
tengah
bergumul dengan seekor anjing
yang
nyaris sebesar kuda!
Sosok manusia berpakaian merah
kuning ini tak lain Melati Putih
atau
Bidadari Pulau Penyu. Dan anjing
besar
berbulu hitam legam yang tengah
menggumulinya adalah Sona
Langit, satwa
tunggangan Putri Impian!
Sampai beberapa saat lamanya,
tubuh
kedua makhluk berlainan wujud
ini terus
bergumul dan bergulingan di
permukaan.
tanah berbatu. Bidadari Pulau
Penyu
berusaha sekuat tenaga untuk
dapat
melepaskan diri dari cengkeraman
dan
gigitan Sona Langit Namun karena
Sona
Langit mempunyai kekuatan luar
biasa,
puluhan kali lipat bila
dibanding dengan
anjjng biasa, tak mudah bagi
Bidadari
Pulau Penyu untuk dapat
meloloskan diri
dari intaian maut. Tubuh sintal
Bidadari
Pulau Penyu terus
terbanting-banting,
Pakaiannya yang indah gemerlap
bak
seorang ratu telah robek di
sana-sini.
Kulitnya yang halus mulus pun mulai
terluka dan mengucurkan darah
segar!
Sebenarnya kemampuan Bidadari
Pulau
Penyu tidak berada di bawahnSona
Langit.
Tapi karena dia menderita luka
di
pinggang kanan akibat terkena
pancaran
'Sinar Merah Penghancur Segala'
sewaktu
bertempur dengan Iblis Mata Satu
di Graha
Kenikmatan, maka kekuatan
Bidadari Pulau
Penyu jadi berkurang setengah
bagian.
Dan itu dimanfaatkan benar oleh
Sona
Langit, seekor anjing piaraan
Putri
Impian yang memiliki naluri
tajam. Sona
Langit tahu bila Bidadari Pulau
Penyu
telah melarikan Mustika Batu
Merpati
milik tuannya. Oleh karena itu,
Sona
Langit berma-sud membunuh
sekaligus
merebut kembali Mustika Batu
Merpati
yang merupakan satu-satunya
benda yang
dapat menembus Pesanggrahan
Pelangi!
Pertempuran antara Bidadari
Pulau
Penyu dengan Sona Langit terus
berlangsung sampai pagi datang
menjelang. Keadaan Bidadari
Pulau Penyu
benar-benar telah berada di
ambang pintu
akhirat. Tenaganya yang lemas
dan telah
terkuras tak mampu menandingi
keganasan
Sona Langit!
"Huuung...!"
Diiringi lolongan panjang, salah
satu kaki Sona Langit berkelebat
cepat,
menyepak dada! Akibatnya tubuh
Bidadari
Pulau Penyu terlempar jauh, lalu
bergulingan dan terbentur-bentur
batu
yang berserakan di tanah.
Pandangan Bidadari Pulau Penyu
jadi
kabur. Rasa sakit merejam
sekujur
tubuhnya. Tulang belulangnya pun
terasa
amat ngilu bagai telah remuk redam.
Namun
dengan napas megap-megap, wanita
cantik
berambut putih ini berusaha
bangun.
"Aku tak boleh mati! Aku
harus tetap
hidup!" seru Bidadari Pulau
Penyu dalam
hati. "Aku' harus
mewujudkah cita-cita
dulu! Lagi pula aku tak boleh
mati dengan
nama kotor tercoreng seperti
ini! Aku
harus tetap hidup!"
Dengan menguatkan hatinya,
Bidadari
Pulau Penyu merangkak bangun.
Tak dia
pedulikan rasa sakit yang
merejam
tubuhnya. Namun karena tenaganya
benar-benar telah terkuras, dia
jatuh
terduduk. Dan pada saat inilah
Sona
Langit melolong panjang seraya
meloncat
sebat ke depan! Moncongnya yang
terbuka
memperlihatkan taring-taring
runcing
bagai pisau belari, siap
menerkam leher
jenjang Bidadari Pulau Penyu!
"Huuungngng...!"
"Hiahhh...!"
Bidadari Pulau Penyu menjerit
hgeri
melihat kelebatan tubuh Sona
Langit yang
meluncur ke arahnya. Dia hendak
berkelit
menghindar, tapi keadaan
tubuhnya yang
lemah sudah tak memungkinkan
lagi untuk
diajak meloloskan diri dari
lubang maut.
Bidadari Pulau Penyu cuma dapat
duduk
terpaku dengan bola mata melotot
besar
dan mulut terbuka lebar. Wanita
yang
tubuhnya sudah berlumuran darah
ini pun
tak tahu apakah Mustika Batu Merpati
masih menempel di lidahnya atau
telah
terlempar keluar.
Namun sebelum malaikat kematian
benar-benar menjemput nyawa
Bidadari
Pulau Penyu, dari kejauhan
terdengar
suara genderang dipukul
bertalu-talu..,.
Dung! Blang!'
Dung! Blang!
Luar biasa! Getaran suara
genderang
itu mampu menahan luncurah tubuh
Sona
Langit, Bahkan di lain kejap, tubuh
anjing besar berbulu hitam legam
ini
terlontar balik, lalu jatuh
berdebam dan
melesak ke dalam tanah keras!
"Huuungngng...!"
Sona Langit melolong panjang.
Getaran suara genderang tadi
sebenarnya
sudah sanggup untuk meremukkah
tubuh
seekor gajah. Tapi karena Sona
Langit
memiliki daya tahan luar biasa,
dia tak
menderita luka sedikit pun.
Bahkan satwa
piaraan Putri Impian ini
langsung
melompat tegak. Lalu dengan
pandangan
berkilat-kilat, dia berusaha
mencari
seseorang yang telah
menggagalkan
niatnya untuk menghabisi riwayat
Bidadari Pulau Penyu.
Sekitar lima tombak di belakang
Bidadari Pulau Periyu yang
tengah duduk
mendeprok di tanah, tampak
seorang kakek
kate berdiri dengan kedua tangan
memegang kayu pemukul. Bentuk
tubuhnya
yang hanya menyamai anak-anak
sepuluh
tahunan dibuhgkus dengan pakaian
ketat
merah hitam. Kepalanya yang
gundul
diikat dengan sehelai kain
kuning.
Sementara, di depan kakinya yang
dialasi
sepatu kulit kerbau tergeletak
sebuah
genderang besar. Melihat penam
pilan-kakek kate ini, siapa lagi
dia
kalau bukan Hakim Neraka!
"Huuungngng...!!” lolong Sona
Langit penuh ke-marahan Anjing
besar ini
melangkah satu depa ke depan,
lalu
meloncat dengan kecepatan melebihi
luncuran anak panah lepas dari
busur.
Bidadari Pulau Penyu yang sudah
tiada daya, menutup kelopak mata
rapat-rapat. Walau wanita cantik ini
masih punya semangat hidup yang
menyala-nyala, tapi kalau
seluruh
tenaganya sudah terkuras habis,
apa lagi
yang dapat dilakukannya untuk
menghindari kematian?
Wusss...!
Bulu kuduk Bidadari Pulau Penyu
kontan berdiri ketika merasakan
hembusan
angin dingin lewat di atas
kepalanya.
Namun, wanita cantik yang
pernahbmenjadi
ratu kecil di Pulau Penyu ini dapat
menarik napas lega. Terkaman
Sona Langit
tidak ditujukan kepada dirinya,
melainkan kepada Hakim Neraka!
Tapi ketika terkaman Sona Langit
kurang satu tombak untuk mencapai
sasaran, secepat kilat Hakim
Neraka
mengangkat tangan kanannya yang
memegang
kayu pemukul. Pennukaan
genderang pun
bergetar....
Dung...!
"Httuung…!"
Sona Langit melolong panjang.
dalam
kegusaran ketika tubuhnya
membentur
getaran suara genderang. Karena
getaran
suara itu mengandung kekuatan
dahsyat,
tak ayal lagi tubuh Sona Langit
terlontar
balik untuk kedua kalinya.
Bahkan,
lontaran tubuh Sona Langit kali
ini lebih
cepat dan lebih jauh!
Wusss...!
Mata Bidadari Pulau Penyu
terbelalak lebar saat melihat
tubuh Sona
Langit meluncur di atas
kepalanya.
Berkali-kali wanita bertubuh
sintal ini
menarik napas lega karena tahu
ada orang
yang bermaksud menolongnya.
Sementara, tubuh Sona Langit
terus
meluncur jauh diiringi lolongan
yang
parau panjang. Setelah mencapai
jarak
sekitar tiga puluh tombak, tubuh
satwa
piaraan Putri Impian ini jatuh
berdebam
di tanah, dan amblas ke dalam,
memperdengarkan suara gemuruh
yang
memekakkan gendang telinga.
Dan sebelum Sona Langit meloncat
dari kubangan yang terbentuk
oleh
lontaran tubuhnya sendiri, Hakim
Neraka
memukul lagi genderangnya!
Dung! Blang!
Dung! Blang!
Tampak kemudian, bongkahan batu
besar kecil yang bertebaran di
permukaan
tanah melayang, lalu menghujani
tubuh
Sona Langit Hanya dalam satu
tarikan
napas, tubuh Sona Langit sudah
menghilang dari pandangan karena
tertimbun ratusan bongkah batu!
Kini suasana di tanah luas
berbatu-batu ini kembali sepi.
Hanya
desau angin yang tertangkap oleh
indera
pendengaran. Hakim Neraka tampak
geleng-geleng kepala, lalu menyelipkan
kedua tongkat kayu pemukul ke ikat
pinggangnya.
Dengan langkah sedikit
melompat-lompat, Hakim Neraka
menghampiri Bidadari Pulau
Penyu. Namu,
tubuh wanita cantik ini telah
tergeletak
dalam keadaan pingsan. Rupanya
Bidadari
Pulau Penyu tak kuasa lagi
menahan rasa
sakit akibat luka-luka di
tubuhnya.
"Kasihan kau, Melati Putih...,"
desis Hakim Neraka.
"Setelah geleng-geleng
kepala lagi,
Hakim Neraka memungut mahkota
emas yang
tergeletak tak seberapa jauh
dari tubuh
Bidadari Pulau Penyu.
"Kau tampak kurang cantik
kalau
tidak memakai mahkota ini,"
ujar Hakim
Neraka seraya mengenakan mahkota
emas di
kepala Bidadari Pulau Penyu.
"Nah!
Sekarang, kecantikanmu
benar-benar
tampak luar biasa...."
Dengan lembut dan penuh kasih,
Hakim
Neraka menghapus percikan darah
bercampur debu yang menempel di
wajah
Bidadari Pulau Penyu. Sejenak,
Hakim
Neraka menatap kecantikan wajah
Bidadari
Pulau Penyu tanpa berkedip.
Telunjuk
jari tangan kanannya yang kecil
mungil
menelusuri dahi, pipi, dan bibir
wanita
yang baru ditolongnya ini.
"Tempat ini tak bagus untuk
tempat
tidur wanita secantik kau,
Sayang...."
Di ujung kalimatnya, Hakim
Neraka
mengangkat tubuh Bidadari Pulau
Penyu.
Walau tubuh Bidadari Pulau Penyu
hampir
dua kali lipat besar tubuhnya
sendiri,
tapi Hakim Neraka sama sekali
tak
mendapat kesulitan untuk
membopong.
Sesaat kemudian, tubuh Bidadari
Pulau
Penyu telah dibaringkan di atas
genderang besar.
"Hmmm.... Kau memang
memiliki
kecantikan yang sempurna,
sayangku
Melati Putih...," desis
Hakim Neraka
seraya mendaratkan kecupan di
kening
Bidadari Pulau Penyu yang masih
belum sadar dari pingsannya.
Hakim Neraka lalu tertawa
bergelak.
Ringan sekali kedua tangannya
menyambar
genderang besar tempat Bidadari
Pulau
Penyu terbaring pingsan, lalu
dipanggulnya seraya dibawa
berkelebat.
Sampai beberapa saat, tawa
panjang Hakim
Neraka masih terdengar di
hamparan tanah
luas berbatu-batu ini....
***
"Ouw...!"
Si Pengemis Binal Suropati
melonjak
kaget. Gumpalan cahaya yang
berada di
salah satu sudut gua tiba-tiba
lenyap.
Sebagai gantinya, muncul seorang
kakek
yang paling tidak telah berumur
seratus
tahun. Anehnya, kulit wajahnya
yang
keriputan benvarna putih seperti
kapur.
Kulit tubuhnya juga demikian.
Bahkan,
tampak seperti tanpa pori-pori!
Tanpa sadar Suropati tersurut
mundur dua langkah. Sebagai
manusia
biasa yang memiliki perasaan
takut,
remaja tampan ini menatap dengan
penuh
rasa giris. Apalagi wajah si
kakek yang
tiba-tiba muncul di hadapannya
sungguh
terlihat mengerikan. Dahinya
lebar
dengan bentuk mata bulat hijau
seperti
buah kedondong muda. Sementara
batang
hiduhgnya yang melesak ke dalam,
hingga
hanya dua lubangnya yang
terlihat. Yang
tampak lebih mengerikan. adalah
dua
taring sepanjang satu jengkal
yang
mencuat dari sudut bibirnya.
Kalau saja Suropati belum pernah
melihat wujud Iblis Mata Satu
yang juga
tampak mengerikan, dia pasti
sudah
berdiri terkencing-kencing!
Ketika Suropati memperhatikan
lebih
seksama, ternyata kedua
pergelangan kaki
si kakek sangat pendek. Tak
lebih dari
setengah jengkal!
"Si... siapa kau...?"
tanya
Pengemis Binal, geragapan.
Kakek berambut putih panjang tak
memperdengarkan suara. Kedua bola
matanya yang berwarna hijau
menatap.
Penuh selidik.
"Apakah kau yang memiliki
gua ini?"
tanya Suropati lagi memberanikan
diri.
"Kau jugakah yang telah
menolongku?"
Kakek bertampang mengerikan
menyeringai dingin. Walau
sekejap,
Suropati sempat melihat rongga
mulut si
kakek yang berwarna putih,
termasuk
lidahnya.
"Bocah gemblung! Bocah
geblek yang
sok pintar!" sebutsi kakek
dengan suara
serak parau. "Aku memang
telah
menolongmu dari tangan maut Raja
Angin
Barat. Tapi, aku memberi
pertolongan
hanya sekali ini saja. Lain
kali, kau
harus pandai-pandai mengurus
nyawamu
sendiri!"
"Kalau begitu, aku yang
bernama
Suropati ini layak mengaturkan
terima
kasih."
Waktu melihat Pengemis Binal
membungkuk dalam ke arahnya,
kakek
berkaki pendek tertawa
bergelak.
"Ha ha ha...Walau geblek,
tapi kau
tahu peradatan juga. Ha ha
ha...! Dari
getaran tubuhmu, aku tahu kau
punya bakat
luar biasa untuk mendalami ilmu
kesaktian. Karena sekarang ini
kau punya
kewajiban untuk meredam
keangkara
murkaan Siluman Ragakaca, bersediakah
kau menerima beberapa ilmu
kesaktian
dariku?"
Melengak heran Pengemis Binal
Kenapa tiba-tiba si kakek
memberikan
pujian dan bahkan menawarkan
jasa baik?
Bukankah tadi dia mengumpat-umpat
sekaligus menyebut Pengemis
Binal
sebagai 'bocah gemblung' dan
'bocah
geblek yang sok pintar'? Apakah
ini bukan
sebuah pancingan yang
menjerumuskan?
"Maafkan aku, Kek...,"
ujar
Suropati kemudian. "Kakek
belum tahu
siapa aku, apakah aku ini orang
baik atau
jahat, tapi kenapa Kakek hendak
memberi-
kan ilmu kesaktian
kepadaku?"
Mendengar kata-kata Suropati
yang
terasa menyelidik, si kakek
tertawa
bergelak lagi. "Ha ha
ha...! Kau
benar-benar bocah gemblung!
Bocah geblek
yang berlaku sok pintar!
Sepertinya, kau
hendak menolak tawaran
baikku...."
"Bukan begitu,
Kek...," sahut
Pengemis Binal.
"Bukan begitu apa?!"
sentak si
kakek, menggeram.
Untuk kedua kalinya, Pengemis
Binal
tersurut mundur. Mendapat
bentakan
sedemikian rupa, tiba-tiba otak
remaja
tampan ini jadi linglung. Entah
sadar
entah tidak, Pengemis Binal
tampak
garuk-garuk kepala. Bola matanya
melirik
ke kanan kiri. Ruangan gua bawah
tanah
yang ditempatnya ini tidak gelap
gulita
karena ada seberkas cahaya yang
cukup
memberi penerangan. Namun,
segera
Pengemis Binal berseru kaget.
Seberkas
cahaya yang menerangi ruangan
gua
ternyata berasal dari tubuh si
kakek yang
berwarna putih seperti kapur.
"Uh! Ada-ada saja! Di alam
mimpikah
aku ini?" kata Pengemis
Binal dalam hati.
"Bagaimana mungkin tubuh
kakek buruk
rupa itu bisa memancarkan cahaya
terus
menerus? Apakah dia sedang
mengetrapkan
salah satu ilmu kesaktiannya? Tapi
kurasa kakek itu tidak sedang
mengetrapkan suatu ilmu
kesaktian.
Tubuhnya benar-benar bisa
memancarkan
cahaya....."
"Hei! Kenapa kau malah
terlongong
bengong seperti itu?!"
sentak kakek
bertubuh putih seperti kapur.
"Eh..., apa, Kek?"
kesiap Pengemis
Binal.
Si kakek mendelikkan matanya
yang
besar seperti buah kedondong,
lalu
berkata denan suara keras
lantang.
"Katakan kenapa kau menolak tawaran
baikku?!"
Suropati yang diliputi rasa
curiga
melihat sikap kasar si kakek
tampak
nyengir kuda sejenak. Lalu
sambil
menggaruk kepalanya yang tak
gatal, dia
berkata, "Aku bukan menolak
tawaran
Kakek yang kedengarannya memang
baik,
tapi kurasa kita belum saling
mengenal.
Aku tak tahu siapa Kakek sebenarnya.
Demikian pula sebaliknya. Oleh
karena
itu, sungguh terdengar aneh
kalau
tiba-tiba Kakek hendak
menurunkan ilmu
kesaktian kepadaku...."
"Dasar kau berbibir tipis!
Mulutmu
amat ceriwis!" sahut si
kakek, garang.
"Katakan saja kalau menaruh
curiga
kepadaku! Kau pasti sudah tahu
bila hujan
batu kapur yang menyerbu tubuhmu
tadi
adalah ulahku! Benar begitu,
bukan?! Ha
ha ha...! Ketahuilah..., itu
tadi
kulakukan karena aku ingin
menguji
kemampuanmu! Dasar bocah geblek
yang tak
bisa menggunakan otak dengan
benar"
Mendengar ucapan kasar si kakek
yang
berkali-kali menyebutnya 'bocah
geblek’, ingin rasanya Pengemis
Binal
balas mencaci untuk menumpahkan
seluruh
rasa dongkolnya. Tapi itu tak
dilakukannya karena Pengemis
Binal sadar
benar bila si kakek memiliki
kesaktian
luar biasa. Kalau si kakek
tersinggung,
bukan mustahil Pengemis Binal
akan
mendapat celaka.
"Kek...,"
sebut"Suropati, berusaha
melembutkan ucapannya walau
hatinya
benar-benar amat kesal.
"Kau menyerangku
dengan hujan batu kapur setelah
membawa
tubuhku masuk
ke gua ini, tentu ada
maksud yang tersembunyi, tidak
sekadar
hendak menguji kemampuanku...."
Begitu Pengemis Binal selesai
berucap, mendadak bola mata si
kakek
melotot besar seperti hendak
keluar dari
rongganya. Kulit wajahnya yang
berwarna
putih tambah memutih. Bahunya
terlihat
naik turun dengan dengus napas
memburu.
Agaknya, kakek ini tengah
menahan
kemarahan. Walau, ucapan
Suropati
terdengar lembut, tapi mampu menusuk
perasaannya!
"Kau... kau...!" seru
si kakek, tak
jelas apa maksudnya.
Melihat keadaan yang tak
menguntungkan, cepat Pengemis
Binal
menyadari kekeliruannya. Walau
sebenarnya Pengemis Binal bukan
seseorang yang bernyali kecil,
tapi
mengetahui bila si kakek telah
menolongnya dari tangan maut
Raja Angin
Barat, maka dia mau mengalah dan
menunjukkan sikap merendah.
"Maafkan aku, Kek...,"
ujar
Suropati. "Sekali lagi
kukatakan, bukan
aku menolak tawaran Kakek yang
hendak
menurunkan ilmu kesaktian
kepadaku. Aku
hanya memperlihatkan rasa heran,
kenapa
Kakek yang jelas-jelas belum
pernah
bertatap muka denganku sebelum
ini,
hendak menurunkan ilmu
kesaktian? Namun
andai tawaran itu memang
tercetus dari
lubuk hati Kakek yang paling
dalam, siapa
yang akan menolak tawaran sebaik
ini?"
"Ha ha ha...!"
mendadak si kakek
tertawa panjang. Hilang sudah hawa
amarahnya mendengar penjelasan
Pengemis
Binal. "Tepat! Dan, memang
tak salah apa
yang kau katakan, Bocah
Gemblung!"
katanya dengan suara lantang.
"Sebelum
ini, kita memang belum pernah
bertatap
muka. Tapi, aku tahu benar siapa
kau!"
"Benarkah itu?"
"Aku tahu riwayat hidupmu
dari bayi
sampai kau sebesar ini. Bukankah
ketika
bayi kau diasuh oleh seorang
penjual
obat? Dan ketika penjual obat
itu mati,
hidupmu jadi terlantar, hingga
kau jadi
gelandangan di Kota Kadipaten
Bumiraksa!"
Terkejut Suropati mendengar
kata-kata si kakek yang mampu
menyebut
asal-usulnya cukup jelas.
"Ketika kau berumur sepuluh
tahun,
banyak tokoh rimba persilatan yang
berkeinginan mengangkatmu
sebagai
murid. Karena, selain memiliki
tulang
dan susunan otot bagus yang
menjadikanmu
punya bakat kuat untuk
mempelajari ilmu
silat, kau juga mempunyai
kekuatan batin
luar biasa, hingga kau pun
berbakat untuk
mendalami ilmu sihir dan ilmu
kesaktian
lainnya...," lanjut si
kakek. "Oleh
karena itulah, kau selalu jadi
incaran
tokoh-tokoh sakti di rimba
persilatan.
Beruntung, kau diambil murid
oleh
Pragolawulung atau Periang
Bertangan
Lembut yang berjiwa luhur.
Sayang, tokoh
pandai yang pernah menjabat
sebagai
penasihat Kerajaan Anggarapura
itu mesti
mati di tangan Brajadenta yang
bergelar
Dewa Maut di Bukit
Parahyangan...."
"Sebentar, Kek...,"
potong Pengemis
Binal. "Kenapa Kakek dapat
mengatakan
riwayat hidupku dengan sangat
rinci?"
Si kakek cuma mendehem.
Pertanyaan
Pengemis Binal sama sekali tak
diperhatikannya. Dengan suara
tetap
lantang, dia lanjutkan
kata-katanya.
"Kau lalu diambil murid
oleh Gede
Panjalu yang lebih dikenal sebagai
Pengemis Tongkat Sakti. Bersama
kakek
bongkok itu, dan dengan dukungan
teman-temanmu sesama gelandangan dan
pengemis, kau mendirikan Perkumpulan
Pengemis Tongkat Sakti. Dan kau
diangkat
sebagai pemimpin.... Tapi, dasar
bocah
geblek! Walau telah jadi
pemimpin, kau
tetap saja geblek!”
***
Emoticon