1
"Mari kita bermain-main dulu. Kak," ajak Suri sambil
bangkit dan menarik-narik tangan Lanang. Sepasang matanya yang
Larang meratap wajah Suri sesaat. Pemuda pesolek itu
sebenarnya merasa jijik dan muak. Tapi, keinginan yang besar untuk
mendapatkan kesaktian membuatnya menyembunyikan perasaan
itu. Dia bahkan menyunggingkan seulas senyum.
"Aku mau saja bermain-main, Suri. Tapi, aku malas untuk
berdiri."
"Kau tidak perlu bangkit. Kak. Aku yang akan membawamu
ke tempat kita bermain," sambut Suri sambil mengikik. Gadis
kurang waras ini gpmbira melihat tanggapan Lanang.
Senyum yang tersungging di mulut Larang semakin
melebar. Pemuda ini memang hendak menguji teragu dalam Suri.
Kendati sebelumnya telah disaksikan sendiri kehebatan gadis
berpakaian kembang-kembang itu. (Untuk lebih jelasnya mengprai
tokoh-tokoh ini, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode
"Misteri Gadis Gila").
Larang segpra mengerahkan seluruh tenaga dalamnya
untuk memberatkan tubuh. Pemuda ini merasa yakin bobot
tubuhnya sekarang tidak kalah beratnya dengan seekor gajah!
Suri tertawa mengikik. Otaknya yang tidak beres
membuatnya menganggap Larang sedang mengajaknya bermain-
main. Maka, sambil tersenyum-senyum dicekalnya pangkal lengan
kanan Lanang, lalu ditariknya ke atas. Senyumnya semakin lebar
ketika mengetahui tubuh pemuda itu tidak bergpming dari
tempatnya. Larang seperti menempel dengan bumi!
"Rupanya kau pintar mencari permainan yang menarik.
Kak," ujar Suri gpmbira.
Semula gadis berpakaian kembang-kembang ini tidak
mengerahkan tenaga dalam Tapi, setelah tahu Lanang mengajaknya
bermain dia pun mengpluarkan tenaga dalam.
Lanang merasakan kekuatan dahsyat memaksa tubuhnya
naik ke atas. Pemuda ini bersikeras bertahan Wajahnya sampai
merah padam. Tapi, perlawanan Lanang hanya berlangsung
sebentar. Betapapun ia berusaha bertahan tubuhnya tetap terangkat
naik Masih dalam posisi duduk bersila tubuh Lanang terbawa ke
atas.
Lanang sadar dia telah dikalahkan. Dia pun menurunkan
kedua kakinya dan berdiri di tanah.
Lanang memperhatikan wajah Suri. Terkejut dia ketika
mengetahui keadaan gadis itu biasa-biasa saja. Tidak terlihat tanda-
tanda Suri telah bertarung tenaga dalam dengannya! Padahal,
Lanang sampai berkeringat. Wajahnya pun masih merah.
"Bagpimana, Kak? Perlukah kau kubawa sampai ke tempat
kita bermain?" tanya Suri. Kelihatan betul gpdis ini amat menyukai
Lanang. Ia ingin selalu menyenangkan hati pemuda pesolek itu.
"Tidak usah. Suri." Lanang menggelengkan kepala.
"Kalau begitu, mari kita keluar." Suri cepat menyambar
pe rgjla n g) n tangan Lanang dan dibawanya berlari.
Tentu saja Lanang tidak ingin terseret-seret Ilmu lari
cepatnya segera dikerahkan. Namun, lagi-lagi pemuda pesolek ini
menerima kenyataan pahit. Ilmu lari cepatnya tidak berarti sama
sekali. Lanang tercecer di belakang.
Kenyataan ini membuat Lanang mengambil keputusan lain
Dia tidak berlari lagi. Pemuda itu membiarkan Suri membawanya
berlari. Suri baru menghentikan larinya ketika tiba di tepi sebuah
hutan kecil.
"Di sinilah tempat kita bermain, Kak," ujar g^dis berpakaian
ke mbang-ke mbang itu. Pegangan tangannya dilepaskan.
"Bennain apa. Suri?" tanya Lanang setelah mengedarkan
pandangan memperhatikan suasana di sekitarnya.
"Terserah Kakak. Bermain apa pun aku mau," jawab Suri
sambil menunduk malu-malu.
Kalau menuruti perasaan, tentu Lanang sudah meludahi
gadis itu. Meski sebenarnya jika tengah malu-malu seperti itu Suri
tidak terlihat seperti gadis yang kurang waras.
"Aku tidak begitu mengptahui jenis-jenis permainan. Suri.
Kaulah yang tentukanjenis permainannya. Bagaimana? Kausetuju?"
Sambil menggigit jari telunjuknya. Suri mengpngguk-
anggukkan kepala. Tapi, jumlah angguk arinya teria lu banyak.
"Bagpimara kalau kita bermain petak umpet?" usul Suri.
Sepasang alisnya mengprnyit tampak lucu.
"Boleh," sahut Larang dengan hati dongkol Dia sudah
dewasa. Bermain petak umpet adalah permainan anak-anak kecil.
"Siapa yang jaga lebih dulu?"
"Harus sut supaya adil," beritahu Suri dengan sepasang
mata berbinar. "Kalau aku merang, kau yang harus jagp. Tapi bila
kau yang menang, aku yang akan sembunyi. Adil bukan?"
Lanang hampir saja mengangguk Tapi anggukannya
tertahan ketika kalimat Suri dicernanya. Perjanjian curang. Suri terus
beruntung. Lanang hampir saja membantah. Tapi ketika teringat de¬
ngan siapa dia berhadapan, kata-katanya ditelan kembali
"Aku setuju," ucap Larang pelan.
***
Lanang membalikkan tubuh sambil membuka matanya.
Seruan-seruan yang dikeluarkan sejak dia menghadap pada
sebatang pohon besar sambil memejamkan mata tidak mendapat
sambutan lagi. Suri telah bersembunyi.
Larang mengpdarkan pandangan ke sekitarnya. Dengpn
menajamkan pendengarannya pemuda pesolek ini mencoba mencari
tempat persembunyian Suri. Biasanya Larang memang mampu
mengetahui sumber suatu suara hanya denganmendengprnya. Tapi,
hal itu ternyata tidak berlaku untuk Suri. Gadis itu sulit untuk
diketahui jejaknya. Dengan ilmunya yang tinggi Suri dapat
membuat suaranya seperti muncul dari segpnap penjuru.
Larang mengayunkan kaki meninggalkan pohon tempat
penjagaannya, segpra menggelarkan pandanggn. Dia tidak ingin
ke colongan. Bila Suri sampai lolos dari pengamatannya dan tiba di
pohon yang dijaga, itu berarti Larang harus berjaga lagi.
Baru beberapa langkah meninggalkan tempat penjagaannya.
Larang mengpmyitkan alis. Dia merasakan getaran keras pada
tanah yang dipijaknya. Getaran yang hebat ini layaknya terjadi bila
seekor gajah le wat
Perhatian Larang jadi terpecah. Pemuda pesolek ini
mempunyai kecerdikan yang luar biasa. Ia bisa memperkirakan
kalau yang menimbulkan gptaran hebat itu bukan gajah. Hutan kecil
seperti ini mara mungkin ditinggali gajah? Larang yakin bunyi
seperti itu disebabkan oleh tenaga dalam yang amat kuat!
Jantung Larang berdetak kencang. Orang yang mampu
menimbulkan bunyi demikian pasti memiliki teragp dalam tinggi.
Dia sendiri tidak mampu melakukannya. Padahal, bunyi getaran
yang berirama menunjukkan orang itu tengah berjalan. Senantiasa
mengerahkan teragu untuk menggetarkan tanah dalam setiap
langkah merupakan sesuatu yang amat sulit! Larang tidak mampu
melakukan hal itu.
Rasa penasaran mendorong Larang mendekati tempat yang
menjadi sumber bunyi. Baru beberapa langkah, pemuda pesolek ini
berseru kaget Larang terlonjak ke belakang bagpi orang menginjak
ular berbisa!
Sepasang mata pemuda itu tertuju lurus ke depan.
Hamparan rumput setinggi setengah tombak yang berada kira-kira
sepuluh tombak di depannya menguak ke kanan dan ke kiri,
membentuk jalan kecil. Pemandangpn ini sangat mengpjutkan La-
nang.
Sebelum perasaan kaget yang melanda hatinya lenyap,
muncul sesosok tubuh pendek gp muk. Sosok itu berada hampir
dua puluh tombak dariLanang.
Sekarang Larang mengprti mengapa hamparan rumput
seperti menyibak memberi jalan. Sosok pendek gpmuk itulah
penyebabnya. Sosok itu tidak terlihat melakukan tindakan apa pun.
la hanya beijalan lurus. Tapi, mengipa rumput-rumput itu
menyiba k me mbe ri ja la n?
"Horeee...!"
Seruan gpmbira yang melengking nyaring membuat Lanang
teringat dengpn permainannya. Lanang hafal betul pemilik suara itu.
Pemuda pesolek ini menoleh ke belakang.
Di pohon yang harus dijagpnya berdiri dengpn gembira Suri.
Gadis berpakaian kembang-kembang itu berhasil memenangkan
permainan. Lanang harus berjaga lagi.
Tapi Lanang hanya sebentar menoleh. Gepat pandangannya
dialihkan lagi ke depan. Dilihatnya sosok pendek ggmuk semakin
mendekat. Sekarang Lanang baru melihat jelas penyebab
pemandangan aneh itu.
Semakin dekat sosok pendek g.'muk itu dengan rumput,
keadaan rumput semakin kacau jelas, penyebab semua itu adalah
sosok pendek g.'muk. Lanang yang cerdik segera tahu di sekitar
tubuh sosok pendek gemuk berhembus angin keras yang menerpa
rumput-rumput. Pameran tenaga dalam tingkat tinggi yang sangat
menga gumkan!
Lanang merasa amat tertarik. Ia memperhatikan sosok
pendek gpmuk hingga melintasi hamparan rumput Kembali Lanang
melihat pemandangan yang menakjubkan. Begitu sosok pendek
gemuk keluar dari hamparan rumput, tanaman-tanaman itu kembali
berdiri teggk seperti semula!
Lanang terbengong-bengong saking takjubnya. Pemuda
pesolek ini merasa yakin sedang bertemu dengan seorang tokoh
sakti. Bahkan, dia yakin sosok pendek gemuk yang ternyata seorang
kakek berkepala botak memiliki kepandaian di atas bekas ayahnya.
Naga Sakti Berwajah Hitam.
Kakek berkepala botak yang menjadi pusat perhatian
Lanang tampak bersikap tidak peduli. Wajahnya tetap berseri-seri
dan penuh senyum. Kaki-kaki bulat dan pendek itu terus terayun
mantap.
Larang tercekat merasakan tarah yang dipijaknya semakin
bergetar hebat. Bunyi berdebam keras seperti langkah seekor gajah,
terdengar.
Larang semakin merasa pasti kakek itu me-mang orang
sakti. Dilihatnya jelas kakek pendek gemuk melangkah biasa, tidak
dijejakkan. Namun akibatnya demikian menakjubkan!
"He he he...!"
Kakek pendek ggmuk terkekeh ketika jaraknya tinggal dua
tombak dari Larang. Langkah kakinya dihentikan. Masih dengpn
senyum diperhatikannya sekujur tubuh bekas putra Na g) Sakti
Berwajah Hitam.
"Luar biasa anehnya dunia ini. Belum lama aku bertemu
seorang pemuda gag^h dan kuat laksana batu karang dan seorang
kakek gila berpakaian terbalik, sekarang aku bertemu dengan seo¬
rang banci. He he he...!"
Wajah Larang merah padam. Sudah dua kali dia dimaki
sebagai banci. Pertama oleh Jumini. Kali ini oleh kakek pendek
gemuk. Padahal kendati pesolek. Larang paling benci bila dianggap
perempuan. Apalagi banci.
"Sayang sekali aku tengah mempunyai urusan penting.
Kalau tidak, aku akan senang sekali bermain-main denganmu," ujar
kakek pendek gemuk sambil melangkah maju. Kali ini tidak ada
getaran pada tarah. Tapi Larang merasakan dorongan angin keras
keluar dari tubuh kakek itu.
Larang terkejut bukan main. Dia seggra bertindak cepat.
Seluruh tenaganya dikerahkan untuk membuat kakinya menjejak
bumi. Larang berhasil mencegah dorongan angin keras tidak
membuat tubuhnya terhuyung. Namun itu terjadi ketika kakek
pendek gpmuk melangkah dua tindak. Pada langkah ketiga
dorongan itu demikian kuat Larang bersikeras untuk bertahan.
Wajahnya sampai merah padam Di langkah keempat, pemuda
pesolek ini tidak mampu bertahan lagi. Larang terdorong ke
belakang sejauh tiga tombak! Tarah tergurat cukup dalam ketika
tubuh pemuda pesolek itu terseret
Kakek pendek gemuk terus saja melangkah. Lanang yang
merasa penasaran mengirimkan serangpn. Pemuda pesolek itu
menghentakkan kedua tangpn terbuka ke depan. Sebuah serangpn
jarak jauh dilancarkan
Serangkum angin keras meluruk ke arah kakek berkepala
botak. Hembusan angin yang mampu menghancurkan sebongkah
batu sebesar gpjah. Kakek pendek gemuk tahu akibat serangan itu.
Tapi, dia bersikap tidak peduli. Baru ketika serangan menyambar
dekat, dia melakukan gerak meniup!
Lanang terperanjat. Pukulan jarak jauhnya lenyap begitu
saja bagai tertelan sesuatu. Keterkejutannya membesar ketika
melihat kakek itu kembali meniup.
Lanang mencoba mengelak. Tapi, kakek pendek gemuk
cepat bertindak. Dia bersiul pelan dengan mempergunakan ibu jari
dan jari tengah. Akibatnya sungguh mengagumkan. Lanang
merasakan sekujur tubuhnya mendadak lemas. Tenagpnya lenyap
entah ke mana. Otot-otot tubuhnya seakan lumpuh!
Lanang tercekat ketakutan. Maut berada di hadapannya.
Tiupan kakek pendek gpmuk tidak kalah dengan hantaman tongkat
pusaka! Cukup untuk mengirim nyawanya melayang ke alam baka.
Di saat gpnting bagi keselamatan nyawa bekas putra Nagp
Sakti Berwajah Hitam itu, suatu kekuatan dahsyat menarik
tubuhnya ke belakang! Lanang yang tengah tidak berdaya tidak
mampu mencegahnya. Tubuhnya tertarik dengpn deras. Tapi, justru
inilah yang menyelamatkan nyawa pemuda itu Serangpn kakek
pendek gpmuk tidak mengpnai sasaran. Lewat beberapa jengkal di
depan tubuhnya. Kekuatan dahsyat itu membuat Lanang
terjengkang!
"He he he...!"
Kakek pendek gpmuk terkekeh gembira. Wajahnya makin
berseri-seri. Sepasang matanya pun berbinar-binar. Padahal, sekejap
tadi memancarkan sinar maut ketika serangpnnya kandas akibat
campur fangpn orang.
"Rupanya aku tengah laris. Ada lagi yang ingin mengajakku
bermain-main ini!"
"Tutup mulutmu. Manusia Aneh! Siapa yang sudi bermain
dengan orang sepertimu? Jijik aku! Kau ini orang atau bola? Sudah
jelek masih berani mengajak calon suamiku bermain-main. Benar-
benar tidak tahu diri! Cepat pergi sebelum aku memecahkan
kepalamu yang mirip batu itu!"
Di depan kakek botak, membelakangi Lanang yang
sekarang telah berdiri tegak, berdiri gadis berpakaian kembang-
kembang. Suri. Gadis ini marah bukan main Kedua tangannya
ditaruh di pinggang.
"He he he.J"
Kakek pendek gemuk malah tertawa.
Lanang memperhatikan kedua orang yang berdiri
berhadapan dan siap bertarung itu dengan hati berdebar tegang.
Tingkah laku kakek botak mengingatkannya pada seorang tokoh tua
yang telah lama meninggalkan dunia persilatan. Naga Sakti Ber¬
wajah Hitam telah banyak menceritakan tentang tokoh-tokoh besar.
Salah seorang di antaranya mempunyai silat seperti kakek pendek
gemuk ini. Lanang yakin kakek itu tokoh yang dimaksud bekas
ayahnya. Dialah Setan Gila!
"Mulutmu tajam sekali. Gadis Gila! Aneh-aneh saja orang
yang kujumpai. Aku ingin bermain-main den g) n m u. Suaramu tidak
kalah buruknya dengan suara katak. Maka, aku akan bertepuk
tangan. Biaraku mengiringinya dengpnnyanyian!"
Tanpa menunggu persetujuan Suri, kakek pendek gemuk
yang bukan lain Setan Gila, mulai bertepuk tangan Tak terlalu keras
tapi terdengar berirama.
Sebenarnya irama yang dibuat Setan Gila cukup merdu.
Tapi, tidak demikian yang dialami Lanang. Pemuda pesolek ini
merasa tersiksa bukan main Setiap kali terdengpr bunyi tepukan
dirasakan dadanya seperti dipukul. Nyeri bukan main.
Bekas putra Naga Sakti Berwajah Hitam ini tahu tepukan
tangan Setan Gila bukan tepukan biasa. Tepukan itu mengandung
serangan yang ditujukan pada Suri. Kendati demikian, Lanang ikut
terkena pengaruhnya.
Larang tidak ingin celaka, la menarahkan tenaga dalam
untuk melindungi bagian dalam dadanya. Mula-mula memang
menampakkan hasil. Tapi, lama-kelamaan Larang mulai tersiksa.
Bunyi tepukan tetap menyakitkan dada. Di telinganya bagpi
berdengung puluhan ekor nyamuk.
2
Berbeda dengan Larang, Suri yang menjadi sasaran
serangan tidak tersiksa sedikit pun. Gadis ini malah tersenyum-
senyum sendiri. Tangannya menggaruk-garuk kepala. Entah karena
gatal atau iseng saja.
Setan Gila meski tetap tersenyum lebar di dalam hati merasa
geram. Sikap Suri membuatnya sangat tersinggung. Dia merasa
diremehkan. Di samping perasaan itu muncul pula rasa kagum dan
heran. Orang semuda Suri memiliki tenaga dalam yang demikian
tinggi. Hingga, serangannya tidak berarti apa-apa.
Setan Gila memperhebat serangannya. Suri mengetahui.
Tapi, gadis kurang waras ini tidak melakukan tindakan apa pun.
Suri malah terkikik kegirangan.
Kembali Setan Gila menerima kenyataan yang menyakitkan.
Tawa Suri bukan tawa sembarangpn. Tawa itu mengandung getaran
tenaga dalam yang membendung pengaruh bunyi tepukannya. Dua
gelombang tenaga dalam tinggi saling beradu. Kedengarannya
seperti paduan irama yang saling mendukung. Padahal, bunyi itu
sebenarnya tangan-tangan maut! Yang kalah kuat akan mendapat
karcis untuk pergi ke alam baka.
Wajah Suri dan Sefan Gila telah dibanjiri peluh Malah, dari
atas kepala Setan Gila mengepul uap putih. Tampaknya kakek ini
mengerahkan tenaga dalam yang melampaui batas.
Lanang terlihat terang. Pemuda pesolek ini menghentikan
pengprahan tenaga dalamnya. Suara tawa Suri telah menolongnya.
Kini dia hanya memperhatikan jalannya pertarungan
Larang memang tahu Suri memiliki tenaga dalam dahsyat.
Namun, sungguh tidak disangka akan seperti ini. Setan Gila seorang
datuk golongpn hitam yang menurut penuturan Naga Sakti
Berwajah Hitam memiliki kepandaian sejajar dengan dirinya. Tapi,
kenyataannya Setan Gila kewalahan menghadapi Suri. Keinginan
untuk mendapatkan Telur Elang Perak semakin membara di hati
Larang. Suri sampai bisa sesakti ini karena telur binatang langka itu.
Wajah Larang berubah ketika melihat Setan Gila terhuyung-
huyung seraya memuntahkan darah segpr. Dia tak bisa menghadapi
tawa Suri yang semakin meninggi.
Dengan tawa yang tidak putus Suri melompat memburu
lawannya. Bagai seekor gpruda yang menerkam mangsa, gadis ini
melesat! Kedua tangannya terbuka hendak mencengkeram ulu hati
dan pusar Setan Gila!
Sepasang mata Setan Gila membelalak lebar. Bukan karena
serangpn mautyang tertujuke arah-nya. Tapi, melihat gerakan Suri.
'"Ilmu Camar Hitam'...," desis kakek pendek gp muk.
Namun, rasa kaget terlihat tidak bisa merubah sorot
wajahnya yang berseri-seri. Ketika serangan Suri menyambar ke
arahnya, kakek pendek g.'muk mampu menunjukkan kelihaiannya
sebagai seorang datuk kaum sesat
Dengan jari-jari terbuka dipapakinya serangpn Suri.
Beberapa jari sebelum dua pasang tangpn itu saling berbenturan,
tangan Suri berputar ke atas. Ia merubah arah serangpnnya. Kali ini
menga nca m ke pa la.
Sefan Gila tercekat. Perubahan itu terlalu mendadak,
membuat dia tidak mempunyai kesempatan untuk memapaki.
Kakek itu berusaha untuk menyelamatkan nyawanya dengpn
melempar tubuh ke belakang.
Prat, prattt!
Tindakan untung-untungan yang dilakukan Setan Gila
berhasil membuat serangan Suri tidak mendarat di sasaran Jari-jari
tangan gadis itu menghantam dua pangkal lengannya, hingga
hancur.
"Hihihi...!"
Suri terkikik dengan kedua tangan berkacak pinggang.
Matanya berputaran liar menatap Setan Gila yang tergolek di tanah.
Kakek itu terluka dalam yang amat parah! Ditambah lagi dengpn
luka pada kedua tangpnnya. Luka itu tidak hanya menghancurkan
tulang. Tapi, juga melukai bagian dalam tubuhnya.
"Sudah kukatakan tadi orang sepertimu seharusnya bermain
dengan anjing. Tapi, kau tidak percaya. Sekarang kau baru
merasakan sendiri akibatnya."
Setan Gila terkekeh. Batuk-batuk yang memercikkan darah
mengiringi tawanya. "Gadis Gila, bukankah gerakan yang kau
pergunakan tadi salah satu jurus 'Ilmu Camar Hitam!?" tanya kakek
itu dengan agak tersenda t karena luka yang dideritanya.
"Hi hi hi...! Rupanya kau memiliki mata yang awas kendati
kepalamu mirip batok kura-kura."
"Apa hubunganmu dengan Begawan Narasoma...?" desak
Setan Gila penuh gairah
"Beliau adalahayahku. Gundul Bodoh!" tandas Suri.
"Tidak mungkin! Kau mengada-ada. Gila! Begawan
Narasoma hanya mempunyai seorang anak perempuan Tapi, dia
tidak semuda kau. Lagi pula dia telah lama meninggal. Mati
dibunuh musuh-musuh menantu Begawan Narasoma. He he he.J
Kau tidak bisa menipuku. Gila. IVfeski tidak mempunyai rambut,
tapi otakku banyak. Kau tak bisa menipuku He he he...!"
"Siapa yang menipumu. Katak Botak! Aku memang putri
Begawan Narasoma. Namaku Raden Ajeng Suri Kencuri Dasar
botak! Di samping tidak mempunyai rambut, kau pun tidak
mempunyai kepercayaan atas ucapan orang lain. Menjijikkan!"
Dengan tingkah orang yang benar-benar merasa jijik Suri
membuang ludah. IVfemang tidak ditujukan pada Setan Gila. Tapi,
karena kakek itu berada di bawah, pencikan yang menjijikkan itu
mencipratinya. Rasa tegang karena tengah menghadapi persoalan
membuatkakek pendek gemuk tidak mempedulikan.
"Aku memang telah mati. Tapi, oleh ayahku aku diberikan
Telur Elang Perak. Aku pun hidup kembali. Bahkan, menjadi jauh
lebih muda dari usia sesungguhnya," jelas Suri tanpa pikir panjang
lagi.
Lanang memperhatikan dengpn penuh perhatian
percakapan itu. Diam-diam dia memaki Suri dalam hati Dasar
orang tak waras, benda pusaka yang menjadi incaran tokoh-tokoh
dunia persilatan enak saja diberitahukan.
"Telur Elang Perak?!" Setan Gila yang telah di ambang maut
bergumam dengan suara bergptar. Apa yang dicarinya ternyata
berada di depan hidung. "Kau bohong, Gila! Gendeng! Telur Elang
Perak telah jatuh ke fangpn Iblis Buta! Apakah kau hendak
mengatakan kalau ayahmu. Begawan Narasoma, telah
merampasnya dari orang buta itu!"
"Hi hi hi.J Botak! Gundul! Kau pun berhasil tertipu juga.
Tak kusangka orang-orang demikian bodoh sehingga bisa ditipu
ayahku Iblis Buta itu sebenarnya ayahku Beliau menyamar sebagpi
Iblis Buta! Dasar orang bodoh. Hanya dengan tipuan kecil seperti itu
saja bisa kena. Hi hihi.J"
Bukan hanya Setan Gila yang kagpt Lanang pun demikiau
Hanya, keterkejutan mereka berbeda. Lanang kagpt karena tidak
menyangka Suri akan memberikan keterangan demikian jelas. La-
nangkhawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Meski di sekitar
tempat ini sepi-sepi saja, tapi orang-orang persilatan sering kali
mendengar berita yang menurut perhitungpn tidak akan tersebar!
Lanang khawatir sisa telur mukjizat itu jatuh ke tangan orang laiu
Suri memang benar-benar ggndeng!
Keterkejutan Setan Gila lain lagi. Dia tidak menyangka Iblis
Buta yang dicari-carinya adalah samaran dari Begawan Narasoma!
Pantas saja Peramal Gendeng tidak bisa menemukannya. Bagaimana
mungkin mencari orang yang tidak ada?
"Sekarang aku mengprti mengapa tokoh yang berjuluk Iblis
Buta tidak ketahuan berdiri di golongan mana. Tindakan yang
dilakukannya hanya untuk membalas dendam Akh.J"
Setan Gila menghentikan ucapannya sebelum berhasil
diselesaikan. Nyawanya telah melayang ke alam baka. Kakek ini
mati penasaran. Keinginannya tidak terkabul, la mati tepat ketika
jawaban bagi teka-teki yang melingkupi kemisteriusan masalahnya
terungkap.
"Suri," Lanang buru-buru mendekati gadis berpakaian
kembang-kembang yang tertawa sambil berkacak pinggang di
de pan maya t Se tan Gila.
"Ada apa. Kak?" tanya Suri. Gadis ini kelihatan patuh bukan
main pada Lanang.
"Mari kita tinggaIkan tempat ini. Kita harus segera menemui
kakek. Aku khawatir Telur Elang Perak keburu diambil orang. Bila
itu terjadi, kau tidak akan mempunyai seorang suami. Apakah kau
mau hal itu terjadi?!" gprtak Lanang. Pemuda ini tidak merasa
khawatir ancamannya tidak membuahkan hasil Suri amat
mencintainya. Gadis itu pun memiliki otak kurang waras.
"Tentu saja tidak. Kak. Kau harus menjadi suamiku. Ayo,
kita pergi menemui Kakek!" sambut Suri cepat penuh rasa khawatir.
Sikap gilanya lenyap karena takut kehilangan Lanang.
Lanang tertawa dalam ha h. Tapi dia tidak menampakkan
kegembiraannya. Dia berlari mendahului Suri. Dalam waktu singkat
gadisedan itu berhasil menyusulnya. Me reka berlari berjajar menuju
gua tempat tinggal Iblis Buta alias Begawan Narasoma.
***
"Ah...!"
Seruan kaget dikeluarkan seorang pemuda berpakaian
ungu. Pemuda itu tengah merayap dengan susah-payah melewati
hamparan tanah yang ditumbuhi rumput-rumput pendek dan onak
duri. Rayaparmya terhenti. Mulutnya me nye ringp i menahan sakit
yang cukup hebat. Wajah pemuda itu tampak pucat bag^i kertas.
Kelihatannya dia tengah terluka dalam yang parah.
"Hukh!"
Pemuda berambut putih keperakan itu terbatuk. Percikan
darah seg^r keluar dari mulutnya.
"Naga Sakti Berwajah Hitam benar-benar hebat," desis
pemuda berpakaian ungu. "Kalau tidak ada penolong tak nampak
itu, mungkin nyawaku fe la h me layang...."
Wajah pemuda itu yang semula tertuju ke tanah tiba-tiba
dikerahkan ke depan. Telinganya yang memiliki pendengaran
sangattajam mendengar bunyi mencurigakan dari arah depan.
Semakin lama bunyi itu semakin jelas tertangkap k' 1 i n gp n ya.
Tampaknya ada orang yang tengah menuju ke arahnya. Dari
langkah-langkah yang terdengar, pemuda ini memperkirakan orang
yang tengah menuju ke arahnya adalah dua orang.
Pemuda berambut putih keperakan itu tidak ingin
keberadaannya diketahui. Meski keadaannya tidak memungkinkan,
dipaksakannya meninggalkan tempat itu. Pemuda itu merayap ke
sebelah kiri Disana terdapat semak-semak yang cukup lebat
Pemuda itu ternyata merayap dengan mempergunakan
kedua kaki dan badan. Kedua tangannya yang seharusnya
menyangga tubuhnya tidak dipergunakan. Tulang lengpn si pemuda
telah terlepas dari sambungannya.
Sebenarnya, jarak pemuda berambut putih keperakan
dengan semak-semak yang ditujunya tak lebih dari enam tombak.
Tapi, keadaan si pemuda yang tidak memungkinkan membuat jarak
yang ditempuhnya terasa amatjauh.
Sebelum pemuda berpakaian ungu tiba di semak-semak,
terdengar bunyi berkerosokan yang disusul dengan munculnya dua
sosok tubuh.
Pemuda berpakaian ungu menghentikan gerakannya.
Wajahnya dipalingkan ke arah dua sosok yang baru muncul Pada
saat yang bersamaan dua sosok itu tengah menatap ke arahnya. Tig^
pasang mata saling berpandang^ n dengan penuh selidik.
"Dewa Arak...!"
Dua sosok itu berseru kagpt.
Pemuda berpakaian ungu yang memang Dewa Arak hanya
tersenyum pahit. Dua sosok itu dikenalnya. Lelaki pendek kekar
berkulit merah dengpn bulu-bulu halus di sekujur tubuhnya adalah
Singa Berbulu Merah. Yang lain kurus kering seperti cecak
kelaparan. Dia adalah si Pengais Nyawa. Dua di antara tiga tokoh
sesat yang terluka dalam akibat campur tangan Dewa Arak. (Untuk
lebih jelasnya, silakan baca serial Dewa Arak dalam episode:
"Sengketa Guci Pusaka").
"Ha ha ha...!" Sing^ Berbulu Merah tertawa bergplak. la
kelihatan gembira sekali. "Kau lihat, Pengpis Nyawa? Orang yang
usilan terhadap kita sekarang tengah sekarat. Dia tak lebih dari
anjing lumpuh!"
"Benar! Sekarang orang usilan ini harus merasakan akibat
silat sombongnya yang selalu mencampuri urusan orang." Pengais
Nyawa menyambung. "Kau akan rasakan akibat kelancanganmu
berurusan dengan kami. Dewa Arak! Kami akan menyiksamu!"
Pengais Nyawa memandang Dewa Arak dengan tatapan penuh
dendam
Lelaki kurus kering ini mengeluarkan senjata andalannya.
Ganco. Benda yang terlihat mengprikan itu diayun-ayunkan di atas
ke pala. Ke mudian, diturunkan pe lan-pe lan ke de pat wajah Arya.
"Kau akan menyesali kelancanganmu seumur hidup. Dewa
Arak. Kau tahu apa yang akan kulakukan terhadap dirimu?" tanya
Pengais Nyawa dengan nada menyeramkan. Ia mengoleskan bagian
ganco yang tidak tajam di wajah Arya.
"Aku tahu," jawab Arya tenang. Tidak terlihat kegpnfaran
pada wajah pucat itu. "Yang akan kuterima adalah kematian! Itu
sudah akibat yang harus kutanggung bagi orang sepertiku Sejak
dulu aku sudah tahu, Pengais Nyawa!"
"Ha ha ha...!" tawa Pengais Nyawa meledak. "Jangan kau
kira aku akan membunuhmu. Dewa Arak! Terlalu enak bagimu.
Sudah kukatakan, aku akan membuatmu menyesal seumur hidup.
Aku hanya akan mencungkil kedua matamu! Ha ha ha...!"
Arya tercekat. Pengpis Nyawa benar-benar keji Betapapun
berani dan tabahnya Dewa Arak, tapi tindakan yang akan dilakukan
Peng^is Nyawa benar-benar mengprika n! Arya bergidik. Namun de¬
ngan pandainya dia berhasil menjembunyikan perasaan itu.
Singa Berbulu Merah ikut tertawa bergglak. "Kau
seharusnju berterima kasih padaku. Dewa Arak. Aku tidak sekejam
Pengp is Nyawa. Siksaan yang akan kuberikan ringan saja. Ha nya...,
yahhh... menghancurkan tulang-tulang pangkal lengpn dan
kakimu!"
Pengp is Nyawa tertawa berelak mendengpr ucapan
rekannya. Lelaki pendek kekar itu hendak mengpjek Arya. Sing^
Berbulu Merah tak kalah keji dengan dirinya. Bahkan, siksaan yang
katanya ringan itu sebenarnya tak kalah mengp r ikan! Bila itu sampai
terjadi. Dewa Arak akan menjadi orang yang lemah untuk
selamanya. Dia tidak akan dapatbennain silatlagi.
Dewa Arak tersenyum lebar. Tidak tampak kecemasan pada
wajahnya, meski sebenarnya batin pemuda ini terguncang. Siksaan
yang didengarnya terlalu mengerikan dan tidak pernah terpikirkan.
"Kalian kira aku takut kalian keliru besar bila menjangka
demikian! Aku sudah memperkirakan sebelumnya. Ayo, tunggu apa
lagi? Segera lakukan ancaman kalian itu!"
Singa Berbulu Me ra h dan Pengais Nyawa saling
berpandangan. IVfereka kecewa melihat Dewa Arak tidak terlihat
takut dan cemas. Padahal, keduanya ingin melihat pendekar yang
tersohor itu merasa ngeri agar mereka bisa lebih nikmat melakukan
penyiksaan.
"Baik!" gpram Singa Berbulu Merah, kesal. "Kau pikir kami
hanya menggertak saja! Akan kupenuhi permintaanmu! Lebih dulu
sepasang tanganmu kuremukkan!"
Wukkk!
Angin keras menderu ketika Singa Berbulu Merah
mengayunkan gada berdurmya ke pangkal lengpn Arya yang tengah
terlepas dari sambungan.
Dewa Arak tetap bersikap tenang. Sebentar lagi tulang-
tulang pangkal lengannya akan hancur luluh Dia tidak melakukan
tindakan apa pun. IVtemang, tidak ada yang mampu diperbuatnya
se la in me nunggu.
Trikkk!
Singa Berbulu Merah memekik tertahan. Seleret sinar gplap
meluncur dengan kecepatan luar biasa memapak ayunan gfida
berdurinya. Senjata mengprikan itu hampir saja mengenai sasaran.
Gada berduri Singa Berbulu Merah terlepas dari pegpngan,
saking kuatnya benturan yang terjadi. Tangpn lelaki pendek kekar
itu terasa sakit dan lumpuh sebentar.
Pengpis Nyawa menggeram melihat kegpgalan rekannya.
Ada seseorang yang telah menolong Dewa Arak. Orang itu memiliki
tenagp dalam amat kuat. Gada Singa Berbulu Merah sampai
terlempar dari cekalan. Benda berwarna gplap yang dipergunakan
untuk menangkis adalah sebuah tengkorak manusia. Benda itu
mampu membuat gada yang besar dan berat terlepas dari pegpngan
Pengpis Nyawa maupun Singa Berbulu Me ra h tidak tampak
merasa gentar. Keduanya tidak yakin penolong Dewa Arak memiliki
kepandaian tinggi. Keberhasilannya menjatuhkan gpda dengpn
sebuah tengkorak tidak bisa dijadikan ukuran kepandaiannya. Saat
itu tenaga dalam Singa Berbulu Merah, seperhjuga Pengpis Nyawa,
be lum pulih be na r.
"Tikus-tikus tak tahu diri hendak membokong Dewa Arak?
Benar-benar mencari penyakit..!"
Suara yang melengking nyaring dan penuh kemarahan
menggema di sekitar tempat itu. Suara itu dikirim dari jarak cukup
jauh. Tapi, belum juga gpmanya lenyap angin bertiup pelan Di
sebelah Dewa Arak telah berdiri sesosok tubuh berpakaian serba
putih. Sikapnya terlihat penuh ancaman
3
Pengais Nyawa dan Singa Berbulu Me rah saling
berpandangan. Dalam sinar mata mereka terkandung pertanyaan
tentang sosok ramping berpakaian putih.
Berbeda dengan mereka. Dewa Arak menggnal sosok
ramping itu. Bahkan amat mengpnalnya. Arya sudah tahu begitu
mendengar suaranya. Suara yang amat dekat di hatinya dan selama
ini dirindukan. Hampir saja pemuda berambut putih keperakan itu
meneriakkan nama sosok ramping berpakaian putih
"Ayo, mengapa kalian diam saja? Tidakkah kalian berniat
mengulangi tindakan pengpcut ini? Tanganku sudah gatal untuk
melenyapkan orang-orang seperti kalian!" kata sosok berpakaian
putih pada Pengais Nyawa dan Singa Berbulu Merah yang masih
berdiri terpaku.
Teguran bernada tantangan itu b a g) i seember air yang
diguyurkan pada orang yang tengah tertidur. Singa Berbulu Merah
danPengais Nyawa teringat kembali akan niat semula.
"Kau terlalu memaksa kami. Wanita Liar! Jangan salahkan
kalau kau tewas di tangan kami. Tapi, kami bersedia
membiarkanmu dan tidak memperpanjang urusan apabila kau mau
meninggalkan tempat ini. Kami tidak mempunyai urusan
denganmu Pergilah sebelum kami berubah pikiran! Kau tengah
berhadapan dengan Singa Berbulu Merah dan Pengais Nyawa!
Tokoh-tokoh besar dunia persilatan! Sekali kami turun tangan, tak
akan ada nyawa menempel di badan! Pergilah oepat!"
Gertakan itu dikeluarkan Singa Berbulu IVferah. Tokoh ini
memang cerdik bukan main Dia tahu sosok ramping yang ternyata
seorang gadis canrik itu bukan orang sembarangan Gadis ini
tampaknya berkepandaian tinggi. Padahal, dia dan Pengais Nyawa
masih belum pulih kemampuannya. Dicobanya mengusir gadis itu
tanpa melalui pertarungan yang sudah pasti akan merugikan
pihaknya.
"Tidak ada gunanya berbasa-basi. Aku tidak akan pergi dari
sini sebelum kalian mengantarkan nyawa! Tindakan kalian telah
cukup menjadi alasan bagiku untuk membunuh Bersiaplah,
sebelum mati percuma di tanganku!" sahut gadis berpakaian putih.
"Keparat!" Pengais Nyawa menggeram gusar. "Rupanya,
kausudah pingin melihat neraka. Terimalahajalmu!"
Lelaki kurus kering ini mengayunkan ganconya. Dasar
orang berwatak keji, serangan itu ditujukan pada wajah. Pengais
Nyawa ingin merusak wajah lawannya. Seorang wanita muda,
apalagi cantik, wajah merupakan segplanya. Untuk menghancurkan
hati gadis berpakaian putih bagian itulah yang harus ditujunya.
Pada saat yang hampir bersamaan, Singp Berbulu Merah
mengirimkan hantaman ga d a ke arah dada! Tapi, seperti jugp
Pengpis Nyawa, lelaki pendek kekar ini tidak mengprahkan seluruh
tenagpnya. Bila itu dilakukan, luka dalam mereka akan kambuh.
Gadis be r praka ia n putih tersenyum mengpjek. Dia berdiri
tenang di tempatnya. Baru ketika serangpn-serangan menyambar
dekat, gadis ini menggeliatkan tubuh. Pedang yang tersampir di
punggung mencelat ke atas bagpi dilemparkan.
Gadis berprakaian putih itu melompat ke atas. Tangpn
kanannya menangkap pedang. Kemudian, langsung dibabatkan ke
bawah di mana Singa Berbulu Merah dan Pengpis Nyawa belum
sempat melakukan tindakan apa pun setelah serangan mereka
menge na i te mpa t kosong.
Singa Berbulu Tvferah dan Pengais Nyawa hanya bisa
mengeluarkan keluhan tertahan Tubuh mereka ambruk ke tanah
dengpn nyawa melayang meninggalkan badan. Babatan pedang
gadis berprakaian putih telah merobek leher keduanya!
Kedua tokoh hitam yang sial itu tidak sempat lagi melihat
gadis be r praka ia n putih menyimpan pedangnya. Gepat bukan main
gerakan si gadis. Pedang telah lebih dulu masuk sarung sebelum
kedua kakinya menjejak tanah. Gadis be r praka ia n putih tidak
mempedulikan mayat korbannya. Tubuhnya segpra dibalikkan
menghadap Arya yang meski masih tertelungkup di tanah tapi
memperhatikan semua kejadian itu dengpn jelas.
"Kakang Arya...," sapa si gadis dengan suara bergptar.
Sepasang matanya yang bening indah menatap pemuda berpakaian
ungu dengan sorot mata menyiratkan kerinduan
"Melati...," Arya menyebutkan nama gadis itu. Suaranya
sarat dengan kerinduan
"Apa yang terjadi terhadapmu, Kakang? IVfengfipa bisa
seperti ini? Jangan katakan dua orang itu yang melakukannya!" ucap
gadis berpakaian putih yang memang Melati, kekasih Dewa Arak
Gadis itu menekuk lutut dan duduk di depan Arya.
"Cukup panjang ceritanya. Melati," jawab Arya sambil
tersenyum. Pemuda ini ggrnbira bukan main bertemu lagi dengan
kekasihnya. "Aku tidak dilukai mereka. Kau sendiri mengapa bisa
berada di sini? Aku mencari-carimu."
"Aku pun mencarimu, Kakang!" sergah IVfelati cepat.
Senyumnya menghias bibir. Mereka berdua rupanya saling mencari
"Kau berada di sini hanya sekadar lewat atau memang
mencariku?" tanya Arya ingin tahu
"Mencarimu, Kakang. Aku yakin kau pas h berada di daerah
ini."
"Kau menduga demikian karena Telur Elang Perak yang
menggemparkan itu kan?"
Melati mengangguk.
"Walau mungkin bukan untuk memperebutkannya, tapi kau
tidak akan membiarkan benda mukjizat itu jatuh ke tangan orang
yang tidak bertanggung jawab,"jelas IVfelati.
"Kau memang pintar," puji Arya tersenyum lebar, membuat
mulut Melati meruncing. Tapi, di dalam hati gpdis ini merasa girang
sekali. "Obrolan kita bisa dilanjutkan nanti. Melati," sambung Arya.
"Aku ingin mengobati luka dalamku. Nanti akan kuceritakan
semuanya yang terjadi padaku"
"Tanganmu harus diobati, Kakang. Mungkin harus
didahulukan ag^r kau bisa mengobati luka dalammu." IVfelati
kemudian mengangkat tubuh Arya dan menggendongnya.
***
"Masih jauhkah tempat tinggal Naga Sakti Berwajah Hitam,
Jari Maut?" tanya seorang kakek berkulit hitam kecoklatan Pada
kakek berwajah tirus yang berlari di sebelahnya.
Kakek berkulit hitam kecoklatan memiliki tubuh tegap dan
berpakaian sederhana. Sebuah caping bambu menutup kepalanya.
Rambutnya yang panjang dan berwarna putih terurai hingga ke
pinggang. DialahPetani Berambut Putih.
Kakek berwajah tirus yang disapa dengpn panggilan Jari
Maut dan sebenarnya berjuluk Pendekar Jari Maut, menoleh.
Ditatapnya Petani Berambut Putih.
"Tidak. Begitu kita tiba di kelokan, akan terlihat batu
berbentuk seekor naga. Sekitar sepuluh tombak dari situlah tempat
tinggal Nage Sakti Berwajah Hitam," jawab Pendekar Jari Maut
Petani Berambut Putih tidak bertanya lagi. Matanya
memandang ke depan Dia melihat kelokan yang dimaksud
Pendekar Jari Maut Di sebelah kiri kelokan membentang jurang
yang dalam, sedang di kanannya dinding batu menjulang tinggi. Di
antara kedua sisi ini terdapat jalan selebar satu tombak
"Hey...! Tunggu...! Kalian tidak boleh ke sana...!"
Seruan keras yang menggema ke sekitar tempat itu
membuat Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut
menghentikan larinya dan menoleh ke belakang.
Belasan tombak dari kedua kakek itu tampak sesosok tubuh
teng)h melesat ke arah yang ditempuh Petani Berambut Putih dan
Pendekar Jari Maut Mereka segpra membalikkan tubuh dan berdiri
menunggu. Ingin diketahui siapa sosok yang mengeluarkan seruan
itu.
Dalam sekejapan saja sosok yang bergprak mendatangi telah
berada di depan Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut.
Ternyata dia seorang pemuda tampan berpakaian hitam bergaris-
garis putih. Ia berdiri dua tombak di hadapan ke dua kakek itu.
"Siapa kau. Anak Muda? Mengapa mencegah kami? Apakah
kau mempunyai hubungan dengpn orang yang hendak kami
datangi?" tanyaPetani Berambut Putih dengan ramah.
"Sebenarnya, akulah yang harus mengajukan pertanyaan.
Tapi mengingat usia kalian, biarlah aku yang muda mengplah,"
sahut pemuda yang mempunyai tahi lalat besar di bawah mata
kanan.
Pendekar Jari Maut yang memiliki watak kurang sabar jadi
melotot Kakek ini merasa tersinggung. Sedangkan Petani Berambut
Putih hanya tersenyum kecil mendengarnya.
"Namaku Brawijaya. Aku putra orang yang tinggal di sana,"
jawab pemuda berpakaian hitam bergaris-garis putih. Tangannya
menuding ke tempat yang akan didatangi Petani Berambut Putih
dan Pendekar Jari Maut.
"Kau putra Naga Sakti Berwajah Hitam?!" tanya Petani
BerambutPuhh tanpa menyembunyikan rasa kagptnya.
Pendekar Jari Maut yang telah diberifahu mengpnai nasib
putrinya olehPetani BerambutPuhh ikut terkejut (Mengpnai halitu,
silakan baca serial Dewa Arak dalamepisode "Iblis Buta").
"Benar! Kakek berdua mengpnalayahku...?"
"Naga Sakti Berwajah Hitam memiliki beberapa orang
anak!" ujarPendekar Jari Maut agpk keras.
Brawijaya menatap lekat-lekat kakek berwajah tirus. "Apa
maksudmu, Kek? Aku tidak mengerti Apakah kau pernah berjumpa
dengpn orang yang mengpku sebagai putra ayahku?"
Pendekar Jari Maut tersenyum sinis.
"Tanyakanlah pada ayahmu Kenalkah dia dengan dua
orang muda yang beberapa hari lalu datang ke tempat ini? Salah
satu di antara mereka adalah putriku. Ayahmu dengan dibantu
putranya itu telah menawan putriku!"
"Fitnah!" Brawijaya kagpt bercampur geram mendengpr
tuduhan yang ditimpakan pada ayah-nya. "Belum pernah ada orang
yang datang kemari Apalagi bertemu ayahku dan beliau
menahannya. Kauhanya mengada-ada, Kek!"
Pendekar Jari Maut menatap wajah Petani Berambut Putih.
Dia menyerahkan jawabannya pada kakek berambut putih. Dari
kakek itulah dia mendapatkan berita ini.
"Jaga mulutmu, Brawijaya! Muridku tidak pernah
berbohong. Kalau dia tidak berlaku cerdik dengan memberitahuku,
mungkin dia pun menjadi tahanan ayahmu!"
Wajah Brawijaya merah padam. Dia tersinggung bukan
main Dengan mata mendelik ditatapnya Petani BerambutPuhh dan
Pendekar Jari Maut Sinar matanya penuh kemarahan
"Semula kukira kalian orang baik-baik. Tak tahunya
penjahat-penjahat keji! Sebelum kesabaranku habis, menyingkirlah
dari tempat ini!"
"Manusia sombong!" sambut Pendekar Jari Maut tak kalah
keras. "Lancang sekali mulutmu! Ayahmu sendiri tidak akan berani
berkata demikian padaku. Aku sudah menjadi pendekar pembela
keadilan sebelum kau lahir. Pemuda Sombong! Tarik kembali kata-
katamu sebelum aku mewakili ayahmu memberikan pelajaran
padamu!"
"Jangan harap. Kakek Jahat! Aku lebih suka mati daripada
menarik ucapan yang telah kukeluarkan Majulah! Kau kira aku
takut padamu?!" Brawijaya melangkah mundur dua langkah untuk
menjaga jarak. Sikapnya telah siap bertarung.
"Semakin lancang kau! Kalau tidak kuberi pelajaran, kau
akan menginjak kepalaku!"
Pendekar Jari Maut bersiap untuk melancarkan serangan.
Tapi, Petani BerambutPuhh telah memegang pergplang^n tangan
kirinya. Kakek kecil kurus yang tengah marah itu menoleh.
"Kurasa ada hal tidak wajar di sini. Tidak sepatutnya
menuruti perasaan. Jari Maut." Petani BerambutPuhh menoleh ke
arah Brawijaya. "Dan kau Brawijaya. Kami berdua bukan orangjahat
seperti perkiraanmu. Kawanku ini sahabat baik ayahmu. Aku
berjuluk Petani BerambutPuhh. Sedangkan dia Pendekar Jari Maut"
"Ah...!”
Brawijaya berseru kaget. Sekujur tubuhnya mendadak lemas
begitu mengptahui siapa orang-orang yang berdiri di hadapannya.
Ayahnya, Naga Sakh Berwajah Hitam telah menceritakan tentang
tokoh-tokoh ini.
"Maafkan saya, Kek," ucap Brawijaya terbata. "Bukan
maksud saya bertindak kurang ajar. Saya tidak mengpnal Kakek
berdua. Saya rela menerima hukuman atas kelancangpn sikap saya
ta di...."
"Lupakanlah, Brawijaya," sambut Pendekar Jari Maut.
Amarah yang melanda hatinya pupus melihat sikap pemuda bertahi
lalat ini. Pendekar Jari Maut memang memiliki watak agpk ganjil.
Betapapun marahnya, apabila orang yang bersangkutan telah
meminta maaf, amarahnya akan pupus. "Tidak ada yang perlu
dimaafkan Kau tidak bersalah. Hanya kesalahpahaman saja. Jadi,
tidak perlu ada hukuman."
Petani Berambut Putih tersenyum. Brawijaya merasa lega.
Kekagumannya kepada kedua kakek ini semakin membesar.
"Kalau begitu, tunggu apa lagi, Brawijaya? Tamu-tamu
agung telah datang, mengapa kau tidak persilakan mereka masuk?"
Seruan yang tidak keras tapi terdengar jelas oleh ketiga
orang itu cukup mengpjutkan Ketiganya tidak tahu ada orang lain
yang mengp tahui keributan itu.
Wajah Brawijaya merah karena malu. Dia kenal betul suara
itu. Suara ayahnya. Naga Sakti Berwajah Hitam
"Ayahku benar. Mari silakan masuk, Kek. Maaf, aku
ternyata bukan seorang tuan rumah yang baik."
Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut saling
berpandangan. Diam-diam mereka mengpgumi kemampuan Nag^
Sakti Berwajah Hitam. Kedua kakek ini tahu Naga Sakti Berwajah
Hita m tida k me ningga lka n te mpa t ke dia ma nnya.
Dengan langkah tenang namun hati berdebar tegang, Petani
Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut mengikuti Brawijaya yang
mendahului menuju ke tempat ke diaman ayahnya.
Kalau saja tidak sedang menghadapi masalah. Petani
Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut akan merasa senang
mengunjungi Naga Sakti Berwajah Hitam.
Baru beberapa langkah, kedua kakek ini saling bertatapan
kembali Dalam adu pandang itu mereka bersepakat untuk
menentang Nagp Sakti Berwajah Hitam, kalau perlu mengadu
nyawa, apabila tokoh itu benar telah melakukan tindakan seperti
yang diceritakan Dirgantara!
4
Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut sedikit pun
tidak tersenyum kendati seorang kakek berpakaian kulit ular dan
berwajah hitam mengpmbangkan senyum lebar. Kakek itu duduk di
lantai teras pondoknya yang cukup luas. Sehelai tikar dari daun
pandan dibentangkan sebagpialas.
Brawijajn memberi hormat pada Naga Sakti Berwajah
Hitam lalu segpra duduk di belakang kakek itu. Pendekar Jari Maut
dan Petani Berambut Putih tetap berdiri tegak. 14' d u a kakek ini
berdiri di de pan teras.
"Tamu-tamu agung, mengapa masih tetap berdiri? Di antara
kawan haruskah ada peradatan? Atau, aku harus mempersilakan
kalian? Kau kawanku Pendekar Jari Maut, mengapa wajahmu
ditutupi mendung?" Nag^ Sakti Berwajah Hitam tetap
mengembangkan senyum lebar. Dia seperti tidak melihat
ketegangan yang menyelimuti wajah kedua kakek yang berdiri di
hadapannju.
"Naga Hitam," Pendekar Jari Maut membuka suara.
Wajahnya tampak kaku. Sinar matanya dingin. "Kita telah lama
bersahabat. Bahkan, kita mempunyai perjanjian yang akan
mengekalkan persahabatan itu. Maka, maukah kau menjawab
pertanyaanku dengan jujur?"
"Katakanlah, Jari Maut. Aku tetap sahabatmu. Akuberianji
akan menjawab pertanjaanmu dengan jujur. Tapi dengan syarat.
asal aku mampu menjawabnya," sahut Na gp Sakti Berwajah Hitam
dengan tersenyum.
Kakek berwajah hitam ini sebenarnya telah bisa menduga
dua tokoh besar dunia persilatan itu datang dengan membawa
masalah yang tidak menyenangkan. Dia telah mendengar sedikit
keributan yang terjadi di antara muridnya dengan kedua kakek itu.
Tapi Nagp Sakti Berwajah Hitam ingin mengetahui langsung dari
kedua tamunya.
"Apakah kau telah bertarung dengpn dua orang muda
kemudian menawan seorang di antara mereka? Asal kau tahu saja,
orang yang tertawan itu adalah putri tunggalku Namanya Jumini?"
tanya Pendekar Jari Maut
"Tidak, Jari Maut. Jangankan bertempur, bertemu orang lain
pun aku belum pernah," jawab Naga Sakti Berwajah Hitam dengan
sungguh-sungguh.
Pendekar Jari Maut dan Petani Berambut Putih bertukar
pandang sesaat. Naga Sakti Berwajah Hitam tidak berkata bohong.
Mereka merasakan nada kesungguhan dalam ucapan kakek
berwajah hitam itu
"Apakah kau tidak mempunyai anak lain lagi? Maksudku,
seorang pemuda selain Brawijaya?" Petani Berambut Putih ikut
berbicara.
Naga Sakti Berwajah Hitam menggeleng. "Brawijaya adalah
anak tunggalku"
"Bagpimana ini. Petani?" tanya Pendekar Jari Maut penuh
tuntutan. Dia ikut-ikutan menjatuhkan tuduhan pada Nag^ Sakti
Berwajah Hitam karena pengaduan kakek berambut putih itu.
"Muridku tidak mungkin berbicara sembarang^n," tandas
Petani Berambut Putih, membela diri. Naga Sakti Berwajah Hitam
tersenyum lebar.
"Aku yakin hal itu. Petani. Kurasa aku tahu penyebab
kesalahpahaman ini. Kalian lebih baik duduk dulu. Kita berbincang-
bincang dengan nyaman. Aku ingin menceritakan sesuatu pada
kalian. Aku yakin cerita yang akan kuutarakan ini merupakan
jawaban atas kesalahpahaman ini."
Dengan sedikit malu karena sikap lancang mereka. Petani
Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut memenuhi ajakan kakek
berwajah hitam. Kedua kakek ini tidak mempunyai pilihan lain.
"Nah! Bukankah begini lebih enak?" seloroh Nagp Sakti
Berwajah Hitam, begitu Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari
Maut duduk bersila di depannya. Petani Berambut Putih dan
Pendekar Jari Maut hanya tersenyum masam
"Sekarang, ceritakan semua kejadiannya dengan jelas. Aku
berhak mendengarnya. Bukankah aku yang terkena fitnah itu?"
Naga Sakti Berwajah Hitam kembali membuka percakapan.
Petani Berambut Putih tanpa ragu-ragu menceritakan
semuanya. Persis seperti yang diceritakan Dirgantara kepadanya.
Tidak ada yang ditambahatau dikurangi.
Naga Sakti Berwajah Hitam dan Brawijaya mendengarkan
dengpn penuh minat. Pendekar Jari Maut bersikap tidak peduli.
Kakek ini telah mendengar cerita itu sebelumnya.
"Hhh.J"
Naga Sakti Berwajah Hitam menghela napas berat ketika
Petani BerambutPutih menyelesaikan ceritanya.
"Sebenarnya, aku tidak ingin menceritakan hal ini. Tapi,
karena ada masalah ini hal yang seharusnya kurahasiakan terpaksa
kuungkapkan Kaupunboleh ikut mendengarnya, Brawijaya." Nagp
Sakti Berwajah Hitam menoleh ke arah Brawijaya.
Tidak ada yang menanggapi ucapan Naga Sakti Berwajah
Hitam. Petani Berambut Putih, Pendekar Jari Maut maupun
Brawijaya hanya membisu dan bersikap sebagai pendengpr yang
baik.
"Aku mempunyai seorang saudara kembar. Dia bernama
Guntar. Aku sendiri bernama Gundar. Sayang, Guntar menempuh
jalan yang salah. Dia memang memiliki watak yang kurang baik.
Puluhan tahun lalu bersama adik seperguruannya dia mengpcaukan
dunia persilatan Julukan mereka Sepasang Iblis Penghilang Nyawa.
Mereka merajai daerah timur dan selatan."
Petani Berambut Putih dan Pendekar Jari Maut kelihatan
terkejut mendengar julukan yang disebutkan Nagp Sakti Berwajah
Hitam. Julukan itu adalah tokoh-tokoh tingkat tinggi dunia hitam
yang tidak kalah tenar dengan Setan Gila atau Jerangkong Penjagal
Nyawa. Sungguh tidak disangka salah seorang dari Sepasang Iblis
Penghilang Nyawa adalah saudara Nag^ Sakti Berwajah Hitam
"Kemenangan demi kemenangan membuat Sepasang Iblis
Penghilang Nyawa tinggi hati Mereka menyatroni Begawan
Narasoma untuk mengadu kesaktian Kali ini mereka menelan
kenyataan pahit Begawan Narasoma terlalu kuat Mereka berhasil
dikalahkan" Nag^ Sakti Berwajah Hitam menuturkan ceritanya
dengan penuh penyesalan "Sejak saat itu nama besar Sepasang Iblis
Penghilang Nyawa lenyap. Tidak kusangka kalau kemudian Guntar
tinggal di gunung ini. Bahkan, memakai julukanku. Semakin lama
Guntar tampaknya semakin tersesat.."
Petani Berambut Putih, Pendekar Jari Maut, dan Brawijaya
terpaku mendengar akhir cerita Naga Sakti Berwajah Hitam. Dua
kakek itu sekarang baru sadar mengapa julukan Sepasang Iblis
Penghilang Nyawa lenyap begitu saja.
Naga Sakti Berwajah Hitam tersenyum pahit Dengan sinar
mata sayu ditatapnya wajah Petani Berambut Putih dan Pendekar
Jari Maut berganti-ganti.
"Meskipun bukan aku yang melakukan tindakan seperti
yang kalian tuduhkan, tapi sebagai saudara Guntar aku ikut
be rtanggung j awab."
"Sekarang aku tidak bisa mengharapkan terwujudnya
perjanjian kita dulu. Jari Maut Kalau kau hendak membatalkannya,
aku rela," ujar Nag^ Sakti Berwajah Hitam.
"Omongan macam apa itu, Nag^ Hitam!" sergah Pendekar
Jari Maut "Apa pun yang terjadi, seandainya putriku selamat
perjodohanantara putriku dan putra mu tetap akan kupenuhi"
"Terima kasih atas pengertianmu. Jari maut," ujar kakek
be rwaja h hifa m.
Naga Sakti Berwajah Hitam maupun Pendekar Jari Maut
tidak menduga kalau percakapan mereka yang terakhir membuat
Petani Berambut Putih dan Brawijaya merasakan bumi bagfii
berguncang.
Brawijaya tidak tahu dirinya telah dijodohkan. Bagaimana
mungkin dia menikah dengan seorang gadis yang belum pernah
dilihatnya? Bagaimana kalau dia tidak suka? Ngeri hati Brawijaya
memba yangka nnya.
Petani Berambut Putih tak kalah gplisahnya. Semula dia
sudah bermaksud mengajukan perjodohan antara putri Pendekar
Jari Maut dengan muridnya, Dirgpntara. Bukankah perjodohan
antara Pendekar Jari Maut dan Naga Sakti Berwajah Hitam terancam
bubar? Sungguh tidak disangka kenyataannya akanseperh ini!
"Maafkan aku. Jari Maut, Petani. Bukannya hendak
mengusir kalian, tapi saat ini aku ingin menyendiri. Berita yang
kalianbawa terlalu menggjutkan. Kuharap kalian...."
"Tak perlu khawatir. Naga Hitam. Kami menggrti," potong
Pendekar Jari Maut, buru-buru.
"Benar. Lagi pula kami ingin mencari saudaramu itu."Petani
BerambutPuhh tak mau ketinggalan.
"Syukurlah kalau demikian Brawijaya, kau ikut mereka
membebaskan calon istrimu dari tahanan pamanmu Hati-hatilah.
Jangan segan-segpn meminta petunjuk pada mereka berdua," pesan
Naga Sakti Berwajah Hitam pada putranya. "Hanya ini yang dapat
kulakukan. Jari Maut!"
"Lalu.., bagaimana dengpn Ayah? Siapa yang akan
menemani Ayah nanti?" Brawijaya mencoba mengutarakan
keberatannya!
"Tidak usah kau pikirkan hal itu. Kau tidak usah khawatir.
Apa pun yang terjadi kau harus pergi! Orang yang ditahan oleh
pamanmu adalah calon istrimu"
"Tapi, Ayah." Brawijaya masih mencoba membantah.
"Tidak ada alasan lagi, Brawijaya. Sekarang juga kau harus
pergi!" tandas Naga Sakti Berwajah Hitam, tegas.
Brawijaya tidak berani membantah lagi. Dia merasakan
ucapan ayahnya tidak menghendaki bantahan. Meski berat, mau
tidak mau tugas itu harus dilaksanakannya.
"Cepatlah berkemas, Brawijaya. Aku sudah ingin
menyendiri," Nag^ Sakti Berwajah Hitam tidak sabar melihat
pemuda berpakaianhilam gpris-garis masih duduk di tempatnya.
"Kalau begitu kami akan segera mencari Guntar, Nagp
Hitam. Maaf atas kesalahpahaman yang telah terjadi." Pelani
Berambut Puhh mohon diri.
"Akulah yang seharusnya minta maaf. Pelani." Naga Sakti
Berwajah Hifam tersenyum pahit.
Petani Berambut P uhh dan Pendekar Jari Maut be rgpgas
meninggalkan tempat itu. Tak lama kemudian, Brawijaya menyusul.
Pemuda ini mendapat tugas dari ayahnya untuk menye lama Ikan
calon istri yang belum pernah dikenal wajahnya.
***
"Aku akan memenuhi janjiku. Kau akan kujadikan manusia
sakti. Bahkan, tersakti di kolong langit," ujar Begawan Narasoma
tanpa semangat. Batin kakek ini dipenuhi rasa duka yang sangat
Lanang tidak berkala apa-apa. Perasaan gembira yang
sangat melanda hatinya. Maksud hatinya untuk menjadi orang sakti
sebentar lagi akan terkabul. Betapa menyerangkan. Sungguh pun
demikian sikapnya terlihat biasa. Dia duduk bersila di depan
Begpwan Narasoma.
Kakek sakti yang ternyata ayah Suri itu duduk bersila di
sebongkah batu setinggi tiga kaki. Suri berdiri di salah satu sisi
ruangpn sambil tersenyum-senyum ganjil Sepasang matanya
berputar liar.
"Mungkin sedikit perlu kuberitahu padamu, Lanang," kata
Begpwan Narasoma lagi. "Kemampuan yangakan kau miliki berada
di atas Suri. Telur Elang Perak khasiatnya lebih besar bila
dipergunakan oleh lelaki. Tubuhmu tidak akan mampu dilukai
senjata apa pun Tenaga dalammu meningkat pesat. Segpla macam
racun tidak akan mempan terhadapmu. Kau pun akan awet muda.
Tapi ingat, kau harus menjadisuami Suri Menggrti?!"
"Mengprti, Kek." Meski di dalam hatinya tidak setuju,
Lanang menganggukkan kepala.
"Bagus! Sekarang kau bersiap menerima anugerah ini."
"Boleh saya mengajukan pertanyaan, Kek?" tanya Larang
hati-hati. Pemuda ini tidak berani bertindak terlalu lancang.
Khawatir Begawan Narasoma memiliki silat aneh! Bisa saja karena
perasaan tidak serang kakek itu membunuhnya. Me ma n g, rasa cinta
Suri cukup untuk menjadi jaminan. Tapi, siapa tahu?
"Hmh.J" Begawan Narasoma menggumam Tarikan
wajahnya menyiratkan perasaan tidak senang. "Katakan cepat
sebelum aku berubah pikiran!"
Larang merasakan tenggorokannya tercekik mendapat
sambutan yang datar dan penuh rasa tidak serang.
"Kalau hanya demikian kehebatan Telur Elang Perak, tetap
saja aku tidak akan bisa menjadi jago nomor satu di dunia
persilatan!" ujar Larang memberanikan diri
"Apa alasanmu sehingga bisa mengambil kesimpulan dungu
seperti itu. Pemuda Dungu?!" suara Begpwan Narasoma mulai
meninggi.
"Bukankah hanya itu saja yang kudapat? Tanpa ilmu silat
tinggi, bagaimana mungkin aku dapat mengalahkan lawan yang
tangguh? Atau, aku harus terus mengadu teragu dalam, berkelahi
seperti babi dan banteng yang hanya mengandalkan kekuatan?"
"Memang hanya demikian khasiat Telur Elang Perak. Tapi,
apabila mau berusaha kauakan menjadi tokoh tak terkalahkan!"
"Aku mulai tidak mengerti dengan keteranganmu, Kek?"
Larang mengernyitkan dahi Bingung.
"Dengar, Pemuda Bodoh! Khasiat Telur Elang Perak masih
ada lagi. Ini tak kalah penting dengan yang kusebut sebelumnya.
Setelah menelan sebutir telur, kau akan memiliki ingatan luar biasa
tajam. Hanya dengan sekali lihat kau bisa langsung halal dan terus
mengingatnya. Bahkan, sampai bertahun-tahun! Dengan
keistimewaan ini dan ilmu meringpnkan tubuh serta teragu dalam
yang telah meningkat pesat, ilmu apa pun dapat kau pelajari dalam
waktu singkat!"
Larang termangu. Pemuda pesolek ini tidak me n ya n gka
khasiatTelur Elang Perakakan demikian menakjubkan!
"Kau ingin segpra menelan telur ini atau terus mengajukan
pertanyaan?!" Ketus dan dingin ucapan yang dikeluarkan Begpwan
Narasoma.
"Telur itu, Kek. Pertanyaanku sudah tidak ada lagi," jawab
Larang cepat dengan suara bergetar. Karena perasaan tegang sebab
sebentar lagi akan mendapat kesaktian juga karena perasaan gentar
melihat sikapayah Suri.
"Tangkap ini! Pecahkan kulitnya dan telan semua isinya!"
Begpwan Narasoma melemparkan sebuah benda bulat
panjang berwarna perak. Benda itu diambil dari saku bajunya yang
besar dan lebar.
Dengan jantung berdetak amat cepat Larang mengulurkan
tangan menyambuti. Tahu kalau Begpwan Narasoma bukan orang
sembarangan, pemuda pesolek ini menggrahkan seluruh tenagp
dalamnya. Larang tidak berani memandang remeh kendati kakek
itu melemparkannya dengpn sembarangpn.
"Ah...!"
Larang tanpa sadar mengeluarkan seruan kaget. Dia seperti
bukan merangkap sebuah benda kecil, melainkan sebongkah batu
sebesar gajah! Tubuh Larang terjengkang ke belakang dan terguling-
guling. Tadi ketika menyambuti telur itu, Lanang berdiri dengpn
mempe rgunakan ke dua lututnya.
Keringpt dingin membasahi wajah Larang yang ternyata
arak pungut Guntar. Hampir saja benda pusaka berkhasiatbesar itu
hancur. Beruntung, meskipun terguling-guling Lanang masih ingat
untuk mengpngkat tangannya yang menggenggam telurajaib tinggi-
tinggi hingga tidak tergiling tubuhnya.
Keinginan yang besar untuk menjadi tokoh sakti tanpa
tanding membuat Larang berbuat apa pun demi terwujudnya cita-
cita itu Dengpn sepasang mata melotot seperti hendak keluar dan
tangan gpmetar dilubanginya kulittelur.
Telur itu ternyata mempunyai kulit yang luar biasa keras.
Tak kalah keras dengpn batu! Mungkin tak akan pecah bila jatuh ke
tanah! Lanang terpaksa mengerahkan tenaga dalam untuk bisa
melubangi kulit telur.
Sekarang Larang tahu mengapa Begawan Narasoma berani
melemparkan telur. Bukan karena yakin Lanang mampu
merangkapnya, namun karena tahu telur itu lak pecah kendati
jatuh!
Seluruh perhatian Larang kini dicurahkan pada Telur Elang
Perak. Dengan penuh semangat dan tanpa mempedulikan bau amis
yang m e nye rua k, Lanang menelan isi telur. Dalam sekejap, isi telur
telah berpindah ke perut Larang. Semula tidak terjadi apa. Tapi
sesaat kemudian, pemuda pesolek ini merasakan golakan keras pada
perutnya. Seakan di dalam perut ada sesuatu yang ingin keluar! Se¬
makin lama golakannya semakin hebat! Hawanya pun berganti-
ganti. Sebentar paras sebentar dingin.
Larang kelabakan! Dia khawatir bukan main. Tidak
salahkah Begawan Narasoma? Siapa tahu telur ini bukan telur
mukjizat melainkan racun mematikan!
Semakin lama rasa yang diderita Larang semakin
menghebat! Golakan itu terlihat jelas. Aneh dan mengprikan! Daging
dan kulitnya terangkat naik turun bagfii ada makhluk yang tengph
merayap di bawah kulit. Itu terjadi di seluruh tubuh Larang! Tidak
hanya di perut. Bukan itu saja yang terjadi. Kulit tubuh Larang
memerah! Semakin lama semakin merah seperti udang direbus!
Warna itu sampai ke matanya. Sekujur tubuh Lanang mengppulkan
uap tipis!
Ketika Larang hampir tidak kuat bertahan, perlahan-lahan
hawa panas dalam tubuhnya menurun dan kembali seperti
sediakala. Setelah itu, hawa dingin yang ganti menyerang. Tidak
hanya sampai membuat kulit Lanang menghijau, tapi juga pemuda
pesolek itu bersedakap untuk lebih menghangatkan badan! Bunyi
bergemeletukan terdengar ketika gigi arak pungut Guntar beradu
satu sama lain.
Larang meratap Begawan Narasoma dengan sorot
memohon pertolongan. Tapi, kakek itu berdiam diri bagpi patung.
Semua kejadian itu disaksikannya dengan tatapan dan wajah dingin.
Akhirnya, setelah beberapa saat lamanya tersiksa, Lanang tidak kuat
bertahan. Pemuda pesolek ini jatuh pinggan!
Begpwan Narasoma tidak melakukan tindakan apa pun.
Larang dibiarkan tergpletak di tarah. Suri yang merasa khawatir
dan ingin mendekati Larang jadi mengurungkan maksudnya.
Begpwan Narasoma membentaknya. Suri dilarang ikut campur.
5
"Ayahmu memiliki kepandaian tinggi. Suri."
Ucapan itu dikeluarkan Larang ketika pemuda pesolek itu
teng)h berjalan-jalan bersama Suri. Mereka berada cukup jauh dari
te mpa t hngga 1 Be gawa n Na raso ma.
"Hi hi hi...! Tentu saja. Kak" Suri cengengesan. "Aku yakin
beliau jago nomor satu di dunia persilatan!"
"Tentu a ya h m u memiliki banyak ilmu tinggi," ujar Larang
lagi, la ingin mencari keuntungan dengan mengpjukan pe rta n ya a n
itu.
Suri mengangguk dengan lagak yang membuat Larang
menjadi muak.
"Apakah ilmu-ilmunya yang tinggi telah kau miliki?" tanya
Larang pada pokok permasalahan.
Suri menghentikan langkah. Matanya yang memiliki sorot
orang kurang waras menyapu wajah Lanang penuh selidik. Ada
sinar kecurigaan dalam tatapannya.
Suri merasa curiga. Itu memang sudah diperhitungkan.
Pemuda pesolek itu tahu Suri meskipun gila masih memiliki
kesadaran. Gadis ini masihbisa mengptahui maksud seseorang!
"Apa maksud pertanyaanmu, Kak?" tanya Suri tajam. "Tentu
saja aku menguasai semua ilmu yang dimiliki Ayah. Beliau
mewariskannya padaku karena akulah putri satu-satunya."
"Aku hanya ingin mengetahui. Suri. Maukah kau
memainkannya di depanku? Aku ingin sekali melihatnya."
"Tapi, Kak, ilmu-ilmu itu milik keluarga. Tidak boleh
dipelajari orang lain!" bantah Suri Ia tidak segpra memenuhi
keinginan Lanang seperti biasanya.
"Aku hanya ingin melihatnya. Suri. Aku ingin tahu sampai
di mana kedahsyatannya." Lanang yang memiliki kecerdikan luar
biasa segera memperbaiki kata-katanya. "Tapi, yang lebih penting
aku ingin melihatmu memainkan ilmu-ilmu itu. Orang semanis dan
secantik kau tentu dapat memainkannya dengan indah. Kau akan
terlihat lebih menawan karenanya."
Sikap tegpng Suri berkurang. Malah, wajahnya bersemu
merah karena perasaan malu dan bangga. Wanita mana yang tidak
senang dipuji? Apalagi Suri. Sudah memiliki otak kurang waras,
kemudian dipuji oleh orang yang disukainya. Hidungnya kembang
kempis dan wajahnya tertunduk menekuri tanah.
"Benarkah itu. Kak?" tanya Suri tanpa berani mengangkat
wajah. Kaki kanannya digprakkan menggurat-gurat tanah.
Lanang tersenyum penuh kemenangan. Dia yakin siasatnya
akan berhasil. 'Tentu saja. Suri. Mana mungkin aku berbohong pada
gadis secantik kau?"
Perasaan Suri semakin melambung ke awang-awang.
"Tapi, Kak, aku takut dimarahi Ayah. Bukankah kau
mempunyai kemampuan luar biasa setelah makan Telur Elang
Perak? IVfeski hanya melihat kau akan langsung dapat menguasai"
Suri membantah lagi ketika teringat ayahnya. Tapi, bantahan yang
dilakukannya sangat lemah. Jauh berbeda dengan sebelumnya.
"Kita usahakan jangan sampai ayahmu tahu. Lagjpula, aku
kan sebenarnya bukan orang lain Aku calon suamimu. Itu berarti
aku termasuk anggota keluarga. Dengan memiliki ilmu keluarga,
bukankah aku akan dapat melindungimu dari bahaya? Sekarang aku
belum merasa tenang. Orang secantik dirimu pasti menjadi incaran
banyak orang. Bagaimana nanti aku menyelamatkanmu dari
mereka?"
Suri semakin bimbang.
"Kalau kau benar mencintaiku dan mengharapkanku
menjadi suamimu, pasti kau akan meluluskan permintaanku. Suri.
Atau, kau sebenarnya tidak mencintaiku?" Lanang mengeluarkan
gebrakan terakhir dari siasatnya yang telah diatur rapi.
"Tentu saja aku mencintaimu. Kak!" tandas Suri, mantap dan
cepat
"Kalau benar demikian, tunggu apa lagi?" sambut Lanang
yang sudah me mperhitungkan jawaban itu.
Suri terdiam sejenak. Akhirnya, kepalanya dianggukkan
juga. Terlihat lambat dan sedikit ragu-ragu.
Lanang tahu pasti Suri masih merasa berat. Tapi, tanggapan
yang diberikan putri Begawan Na ras oma itu menggembirakan
hatinya. Otaknya yang cerdik langsung mengambil ke putusan untuk
menghilangkan beban batin Suri.
Dengan menekan rasa muaknya Lanang men-hampiri Suri.
Dipegangnya kedua pergelangan tangan gfidis itu. Kemudian, tubuh
Suri dipeluknya. Suri mengpluarkan keluhan tertahan. Gadis itu
menyambut pelukan Lanang denganerat.
"Biarlah, Kak. Biarlah Ayah marah padaku Asal, kau
mencintaiku," ucap Suri kemudian
Lanang tersenyum dalam hati. Jalan untuknya menjadi
orang sakti telah membentang lebar. Pemuda pesolek ini
mempunyai calon korban apabila keinginannya tercapai. Dewa
Arak! Pemuda yang tela h membuat rencananya berantakan!
"Kurasa saatnya sudah tiba. Suri," bisik Lanang mesra di
telinga gadis berpakaian kembang-kem-bang itu. "Masih banyak
waktu untuk kita untuk bermesraan."
Suri merenggangkan pelukannya. Dengan wajah berseri-seri
dan sepasang mata berbinar-binar ditatapnya wajah Lanang. Tidak
ada lagi keraguan di hatinya untuk memenuhi permintaan pemuda
pesolek itu. Masih dengan senyum mengpmbang di bibir Suri
memainkan ilmu-ilmu keluarganya. Lanang memperhatikan dengpn
mata tidak berkedip. Lanang harus mengakui ilmu-ilmu yang
dimainkan Suri memang luarbiasa. Tidak sia-sia dia menekan segala
perasaan muaknya! Semua gerakan Suri dicatat dengan otaknya
yang telah memiliki daya ingpt sangat tinggi.
***
"Tunggu sebentar, Kakang. Aku ingin mencari kayu untuk
menyangga tulang lenganmu yang terlepas. " Melati menurunkan
tubuh Arya di dekat kerimbunan batang bambu. Sebuah tempat
yang tersembunyi. Melati tidak ingin terjadi hal-hal yang tak
diinginkan terhadap kekasihnya.
"Terangkanlah hatimu. Melati Tidak akan terjadi apa-apa
terhadapku!" Arya berusaha menerangkan gadis berpakaian putih
itu.
Melati tersenyum manis, la segpra mengayunkan kaki
meninggalkan tempat itu. Arya meratapnya hingga tubuh
kekasihnya hilang tertutup kerimbunan pohon. Arya tersenyum
mengingat pertemuannya dengpn Me la ti. Rasa sakit yang mendera
tubuh tidak dipedulikannya. Tidak sabar ditunggunya kemunculan
gadis itu.
Waktu berlalu demikian lambat. Vfenunggu memang
pekerjaan yang paling membosankan. Vfelati tidak kunjung kembali.
Arya mulai gplisah.
"Ke mara saja IVfelah?" gumam Arya, khawatir. "Tidak
mungkin mencari kayu saja demikian lamanya." Hati Arya merasa
tidakerak. Dia khawatir terjadi sesuatu atas diri kekasihnya.
Ingin rasanya Arya meninggalkan tempat itu dan mencari
Melati. Tapi, itu tidak bisa dilakukan. Lukanya terlalu parah. Arya
hanya dapatmenunggu dengan gelisah.
Bunyi langkah yang tertangkap telinganya menimbulkan
harapan di hati pemuda berambut putih keperakan ini. Dahinya
berkemyit ketika mendengar lebih jelas. Ada dua pasang kaki
be rge rak me nde ka h.
Arya tidak punya pilihan lain kecuali diam dan menunggu.
Dia berharap orang-orang yang datang tidak berniat jahat.
"Arya...!"
Pemuda berambut putih keperakan itu menoleh. Seseorang
menyapa dirinya. Nadanya melengking tinggi. Suara perempuan
Rasanya dia mengp nalnya.
Arya menoleh. Dua pemilik langkah itu memang
perempuan. Dua-duanya dikenal Arya. Linggar danjumpena alias
Jumini!
Bagai berlomba, Linggar dan Jumini melesat ke arah Arya.
Kedua gadis itu tampak kagpt melihat keadaan pemuda berambut
putih keperakan itu.
"Apa yang terjadi, Arya? Kau terluka oleh Naga Sakti
Berwajah Hitam?" tanya Jumini yang sempat melihat pertempuran
Dewa Arak dengpn tokoh yang sebenarnya bernama Guntar itu.
Linggar yang mempunyai perasaan lain terhadap Arya
segpra memeriksa luka pemuda itu. Linggar tidak merasa risih
se dikit pun me liha t hngka h Jumini ya ng ke liha fa n a krab.
"Benar." Pemuda berambut putih keperakan itu
mengangguk "Kau sendiri, bagaimana bisa berada di sini dan
bersama Nona Linggar? Bukankah kau bersama pemuda pesolek
itu?"
"Berkat Kak Linggar aku bebas dari cengkeraman manusia
jahat itu!"jawab Jumini dengpn sikapnya yangbiasa, lincah.
Arya menatap Linggar. Gadis berpakaian hitam itu masih
berdiri satu tombak dari Arya. Jumini sudah berjongkok memeriksa
keadaan dirinya.
Arya mengpluh dalam hati. Dia melihat wajah Linggar tidak
seperti biasanya. Pandangpn Arya yang tajam bisa mengptahui kalau
Linggar merasa tidak senang terhadap Jumini Tatapan gp d i s berpa¬
kaian hitam itu telihat penuh rasa iri. Adakah ini mempunyai
hubungan dengan sikap Jumini terhadapnya? Bila itu benar, berarti
Linggar ada hati terhadapnya. Arya tidak menginginkan hal itu.
"Mungkin kau mau berkenalan dengan Kak Linggar, Arya,"
celoteh Jumini.
Arya tersenyum. Linggar pun demikian Sungguh lucu,
mereka yang telah saling kenal sebelumnya hendak diperkenalkan
oleh Jumini. Jumini tersenyum lebar. Dia melihat Arya tersenyum
dan mengira pemuda berambut putih keperakan itu merasa
gembira.
"Kau senang, Arya? Tentu saja senang, bukan? Siapa yang
tidak gembira berkenalan dengan seorang gadis secantik Kak
Linggar? Tapi ingp t, Arya. Mencintainya boleh saja. Kalau kau
sampai mengecewakan dan menyakiti hatinya, kau akan
berhadapan denganku! Tak seorang pun kubiarkan menyakiti hati
Kak Linggar!" tandas Jumini dengansuara bersungguh-sungguh.
Ucapan Jumini membuat Arya dan Linggar menjadi salah
tingkah. Bagi Linggar ucapan Jumini mengenai sasaran denggn
telak. Sedang Dewa Arak merasa tak enak. Pemuda ini khawatir
Linggar salah terima dan mengira ia menyukai gadis itu
"Kami sudah saling menggnal sebelumnya, Jumini," jawa
Arya, pelan. Dia tidak menyalahkan sikap Jumini yang ceplas-
ce plos.
Wajah Jumini berubahhebat. Dia tampak gpmbira sekali.
"Benarkah demikian. Kak Linggar?" tanya Jumini sambil
membalikkan tubuh "IVfengppa sejak tadi kau tidak bicara? Ah!
Maafkan tindakanku. Kau pasti cemburu tidak kebagian memeriksa
luka kenalanmuini Silakan kau mengobatinya. Kak."
Jumini bangkit berdiri. Ditariknya fangpn Linggar untuk
berjongkok dan memeriksa luka Arya. Wajah Linggar dan Arya
merah padam
"Kau ini memang pintar menggoda orang, Jumini," ucap
Linggar masih dengan wajah merah. Sinar matanya tidak
menyiratkan rasa tidak suka lagi.
"Bersenang-senanglah kalian berdua, aku ingin mencari
sesuatu yang dapat kita makan." Tanpa memberi kesempatan pada
Arya dan Linggar untuk memberi jawaban, Jumini melesat
meninggalkan tempat itu.
Sepeninggal Jumini suasana menjadi hening. Godaan Jumini
membuat Arya dan Linggar merasa canggung.
"Bagaimana kau bisa menolong Jumini, Linggar?" Arya
membuka percakapan untuk menghilangkan perasaan tidak enak.
Suaranya terdengpr agpk serak
"Hanya kebetulan saja, Arya." Linggar mengangkat
kepalanya yang sejak tadi ditundukkan Ditatapnya sekujur wajah
Arya dengpn penuh perasaan kagum.
Arya mcngfingguk-anggukkan kepala. Sinar mata Linggar
membuatnya merasa jengah. Diam-diam pemuda berambut putih
keperakan ini gplisah. Mela t i sejak tadi belum juga kembali. Apa
yang te rj a di de ngannya?
Ingat akan Mela t i membuat Arya bingung. Dia ingin Melati
cepat datang agar bisa diketahui gadis itu selamat. Di lain pihak,
Arya pun ingin kedafangpn Vfelati agpk terlambat Apabila gadis
yang berwatak keras itu melihat keberadaan Linggar di dekatnya
dan dalam suasana yang demikian intim, perasaan cemburunya
akan muncul.
"Ada apa, Arya? Kau kelihatan gelisah. Kau tidak suka aku
berada di dekatmu?" tanya Linggar yang sejak tadi mengawasi
gerak-gerik Arya. "Kalaubegitu aku akan menjauh."
"Tidak, Linggar!" Arya buru-buru menanggapi. Khawatir
terjadi salah paham. Kendati Linggar memiliki watak yang tenang
dan tidak bisa disamakan dengpn Jumini yang hanya menuruti
perasaan, Arya tetap bersikap hati-hati. Watak perempuan sukar
untuk diselami
"Kenapa kau kelihatan gelisah sekali, Arya?" kejar Linggar
tak mau menjerah.
"Aku..., aku merasa tidak nyaman dengpn luka-lukaku ini"
Arya berhasil j ugp menemukan jawaban asal-asalan
Lingga r be rse ru ka gp t.
"Maaf. Aku sampai lupa dengpn keadaanmu!" Gadis
berpakaian hitam ini mencari dua batang kayu. Kemudian tanpa
ragu-ragu lagi Linggar melepas sabuknya.
"Tahan sedikit, Arya. Aku ingin menarik tulang yang patah
dan menempatkannya pada sambungannya."
"Silakan, Linggar."
Linggar segera melakukan tugasnya. Menarik tulang yang
terlepas dan menempatkannya pada sambungan. Kemudian, dia
memasang dua batang kayu di sisi kanan dan kiri mengikatnya
untuk menjaga agar tulang tidak bergprak-gprak.
"Bagpimana rasanya, Arya? Sakit?" tanya Linggar dengan
mulut menyunggingkan senyum
"Sedikit." Arya menggeleng.
"Tak lama lagi ikatan itu akan kubuka kembali. Obat yang
kubalurkan akan membuat tulang-tulangmu cepat tersambung. Obat
itu pemberian guruku," jelas Linggar tanpa diminta.
Arya hanya tersenyum. Dia tahu Linggar tidak berdusta.
Hal yang lumrah bagi tokoh persilatan memiliki obat-obat mujarab.
Dirasakan hawa sejuk dan nyaman meresap dari bagian yang
dibalurkan obat.
Suasana menjadi hening. Linggar maupun Arya tidak
berbicara lagi. Masing-masing tenggelam dalam alun pikirannya.
Tambahan lagi, bahan untuk diperbincangkan belum mereka
ke temukan
"Kurasa sudah waktunya membuka ikatan itu." Linggar
memecahkan keheningan yang menyeli-muti. Dengpn cepat
dilakukannya apa yang diucapkannya itu.
"Apa yang tengah kau lakukan, Linggar?!"
Linggar sampai terjingkat kaget ketika baru saja
menyingkirkan potongan kayu dari tangan Arya. Dikenalinya betul
suara itu Suara yang dikeluarkan dengan nada kemarahan.
Linggar menoleh ke arah asal teguran. Wajahnya benibah
melihat sosok yang amat dikenalnya. Sosok itu menatapnya dengan
sinar mata berapi-api!
6
Arya yang juga mendengar seruan ikut mengilihkan
perhatian. Wajah pemuda berambut putih keperakan itu langsung
berubah. Sosok itu mengenakan pakaian longgar merah. Wajahnya
tidak terlihat karena tertutup selubung kain merah. Tangannya pun
terbungkus sarung tangan merah. Yang terlihat hanya sepasang
matanya.
Kehadiran sosok ini saja sudah cukup mengejutkan Arya.
Terlebih teguran yang dikeluarkan sosok itu. Sosok yang bukan lain
Tengkorak Darah ini mengpnal Linggar! Sepertinya ada hubung)n
era t antara mereka.
"Guru...!" Linggar bangkit dan memberi hormat
Arya menghela napas berat Dugaannya tidak meleset
Linggar ternyata murid Tengkorak Darah. Arya tidak merasa heran
jika Tengkorak Darah murka. Pasti karena pertolong n Linggar
terhadapnya. Arya yakin Tengkorak Darah merasa sakit hati atas
campur tangannya ketika menolong Jumini dan Dirgantara. (Untuk
jelasnya mengpnai hal ini silakan baca episode "Iblis Buta").
Tengkorak Darah mendengus. Tenaga dalamnya
dikerahkan Bunyi berkerotokan bagfii tulang-tulang berpatahan
langsung terdengar. Pakaian longgar yang dikenakan Tengkorak
D arah bergelombang keras. Angin yang luar biasa keras berhembus
ke arah Linggar.
Linggar terpekik kecil ketika tubuhnya terjengkang ke
belakang dan jatuh terguling-guling. Ketika berhasil bangkit wajah
gadis berpakaian hitam ini dipenuhi perasaan heran.
"Ada apa. Guru? Apakah Guru marah padaku?" tanya
Linggar tidak mengerti.
"Mengapa?!" Tengkorak Darah mengulang sebagian
perkataan Linggar. "Kau ini memang bodohatau sengaja mengolok-
olokku, Linggar?!"
"Apa maksudmu. Guru? Aku benar-benar tidak mengprti,"
ta nya Lingga r ha ti-ha ti
Tengkorak Darah menggertakkan gigi. Tokoh sesat yang
memiliki kepandaian tinggi ini hampir tidak kuat menahan
amarahnya.
"Apakah kau tidak i n gp t mengppa aku menyuruhmu turun
gunung?!" tanya Tengkorak Darah dengan suara menggeledek
"Tentu saja aku ingat Guru. Aku tengah berusaha
melaksanakan perintah Guru."
"Kau ingpt, Linggar?!" Semakin meninggi suara Tengkorak
Darah. "Aku tidak yakin dengan jawabanmu! Coba katakan tugas
yang kubebankan padamu!"
"Mencari putra Guru dan membalas sakit hati Guru pada
Dewa Arak!" tandas Linggar, mantap.
"Begitukah?!" sambut Tengkorak Darah dengan nada
melecehkan "Sekarang, apa yang tengah kaulakukan?!"
"Mengobati kawan baikku. Guru Dia pernah menolongku
Jadi, aku berkewajiban membalas budi baiknya. Ini bukan berarti
aku melalaikan tugas. Setelah menyelesaikan ini, aku akan
berangkat untuk memenuhi perintahmu," janji Linggar.
"Kawan baikmu?! Orang usilan ini kawan baikmu?!"
Tengkorak Darah menggeram. "Dengpr, Linggar, orang yang kau
katakan kawan baikmu ini adalah orang yang kusuruh kau untuk
mencarinya!"
Wajah Linggar berubah hebat. Benaknya segera diputar.
Sebentar kemudian, dengan tatapan tidak percaya dipandangnya
Tengkorak Darah. Lalu, dialihkan pada Arya.
Linggar memperhatikan Arya penuh selidik. Matanya yang
bening indah beberapa kali berhenti pada rambut dan pakaian Arya.
Baru sekarang Linggar teringpt ciri-ciri yang dimiliki Arya sesuai
dengpn yang diceritakan gurunya. Selama ini tidak terpikirkan oleh
Linggar karena gadis ini telah terpikat ketampanan dansikap Arya.
"Jadi... dia... Dewa Arak..?!" tanya Linggar dengpn
tenggorokan seperti tercekik.
"Siapa lagi kalau bukan dia?! Dasar matamu saja yang telah
lamur! Ayo, tunggu apa lagi?! Bunuh dia!" Tengkorak Darah
meme rinta h de nga n s ua ra dingin
Linggar tidak segera melakukan perintah itu. Dia berdiri
terpaku di tempatnya dengpn wajah membiaskan perasaan galau
Gadis ini seperti orang linglung.
"Linggar!" Tengkorak Darah membentak keras. Geram
melihat gadis berpakaian hitam itu tidak segpra melaksanakan
perintahnya. "Apakah kau hendak menjadi murid murtad?!"
Linggar sadar dari terkesimanya. Tapi, perintah Tengkorak
Darah tetap tidak segera dilaksanakan
"Bagpimana mungkin aku membunuhnya. Guru? Dia telah
menyelamatkan jiwaku. Mana mungkin kubalas kebaikannya
dengpn tindakan keji itu?" Linggar mengajukan alasan dengpn suara
lemah.
"Mengppa tidak mungkin?! Bagiku, semua mungkin saja.
Bahkan, aku sering membunuh orang yang menolongku. Kau
muridku, Linggar. Yang menjadi panutan bagimu adalah aku!
Bunuh Dewa Arak! Persetan dengpn segpla pertolongannya!" Keras
dan tinggi ucapan Tengkorak Darah.
Linggar menatap Arya. Gadis ini berada dalam kedudukan
yang sulit. Ia ingin berbakti kepada gurunya. Tapi, hatinya tidak
mengizinkan melakukan tindakan keji terhadap Dewa Arak.
"Maafkan aku. Guru. Bukannya aku tidak mau berbakti, tapi
aku tidak mampu melakukannya...."
"Murid murtad! Manusia tidak pandai membalas budi!
Sedari kecil kupelihara dan kudidik setelah besar kau
mendurhakaiku. Inikah balasanmu, Linggar?!"
Linggar tidak memberikan tanggapan. Wajahnya
ditundukkan menekuri tanah. Gadis ini sadar dirinya telah
mengecewakan gurunya.
"Baik!" Tengkorak Darahberkafa penuh kegpraman. "Karena
kau tidak mampu membunuhnya, aku sendiri yang akan
melakukan!"
Tanpa mempedulikan Linggar. Tengkorak Darah
mengalihkan perhatian pada Dewa Arak. Sakit hatinya semakin
bertumpuk mengingat Linggar lebih berat pada pemuda itu
dibanding padanya.
"Kita bertemu lagi. Dewa Arak. Pertemuan kita ini adalah
pertemuan terakhir. Kau akan tewas di tanganku! Bersiaplah
menemui malaikat maut. Dewa Arak!"
Tengkorak Darah melambaikan tangan Sabuk Linggar yang
masih tergolek di tanah bagai hidup dan bermata. Benda itu
melayang ke arah Tengkorak Darah. Sosok berpakaian merah itu
menangkapnya dengan ringan
"Kau akan mati seperti binatang kena perangkap. Dewa
Arak!"
Tengkorak Darah menutup ucapannya dengan lemparan
sabuk. Sabuk itu meluncur ke arah Arya. Yang hanya berdiam diri.
Sabuk melilit ke dua kaki Arya. Lalu, membuat simpul erat
Arya tidak kelihatan gpnfar. Sebaliknya, Linggar yang
kebingungan. Dia menatap Tengkorak Darah dan Arya bergantian.
Tengkorak Darah yang tengah sibuk ingin membalas dendam, tidak
memperhatikan tingkah Linggar. Sambil terkekeh girang tangan
kirinya dikibaskan
Bagai diangkat dan dilemparkan tangpn tak nampak tubuh.
Dewa Arak melayang ke atas menuju sebatang pohon besar dan
tinggi. Begitu melalui cabang yang cukup besar, ujung sabuk yang
tidak membelit kaki Arya membelit cabang dan menyimpul erat!
Tengkorak Darah terkekeh gpmbira melihat Dewa Arak tergantung
dengan kepala di bawah.
"Dengan luka dalam yang kau derita keadaan ini akan
membuatmu mati perlahan-lahan. Dewa Arak! Pembuluh darah di
kepalamu tak akan sanggup menampung derasnya aliran darah. Ha
ha ha...!"
Tengkorak Darah tertawa terbahak-bahak. Apalagi, ketika
melihat wajah Arya mulai memerah pertanda darah telah banyak
mengalir ke kepala. Linggar semakin gglisah. Sampai-sampai telapak
tangannya berkeringat!
Ketika wajah Arya semakin merah, Linggar tidak mampu
lagi menahan diri. Rasa cintanya terhadap Arya tidak mengizinkan
membiarkan pemuda berambut putih keperakan itu mati. Linggar
melompat ke tempat Arya tergantung.
Tawa Tengkorak Darah langsung terhenti. Pendengarannya
yang tajam menangkap desir angin. Dia menoleh ke belakang. Tapi,
yang dilihatnya hanya kelebatan bayangan hitam. Tengkorak Darah
tidak sempat bertindak!
Tasss!
Hanya dengan babatan tangannya Lingga r berhasil
memutuskan sabuk. Sebelum tubuh Arya terbanting ke tanah, gadis
itu telah lebih dulu menangkapnya. Lingga r menjejak tanah dengan
tubuh Dewa Arak dalam bopongannya.
Tengkorak Darah menggeram keras. Sorot matanya seperti
hendak menelan Lingga r bulat-bulat. Hawa maut memancar di sana!
"Rupanya kau ingin mampus, Linggar?! Kau tidak hanya
berani membantah perintahku. Kau juga telahberani menentangku!
Kali ini jangan harap nyawamu kuampuni! Kau sudah terpikat
ketampanan pemuda usilan itu Atau, kau telah menyerahkan
kegadisanmu padanya hingga takut anak yang akan kau lahirkan
tidak mempunyai ayah?!"
"Aku tidak serendah itu, Guru!"jawab Linggar dengan suara
bergetar. "IVfemang, kuakui aku mencintainya. Salahkah itu?"
"Kau masih tidak mau mengaku telah sering tidur dengan
pemuda usilan itu. Murid Murtad?! Gadis Penjinah?!" Tengkorak
Darah yang tahu perkataannya menyakiti perasaan Linggar terus
mencecarnya.
"Aku bukan orang seperti itu!" Linggar membantah keras
setelah meletakkan tubuh Arya di tanah.
"Bersiaplah untuk mati. Gadis Penjinah!"
Tanpa merasa kasihan lagi. Tengkorak Darah
menghentakkan tangan kanannya. Se rangkum angin keras
berhembus ke arah Linggar. Gadis berpakaian hitam itu tahu bahaya
maut tengah mengancamnya. Tapi, dia sengaja tidak mengelak
***
Bresss!
Kerimbunan semak-semak yang berada di belakang Linggar
langsung porak-poranda terkena hantaman pukulan jarak jauh
Tengkorak Darah. Beberapa saat sebelum pukulan menghantam
Linggar, sesosok bayangpn kuning melesat cepat dari samping dan
menubruk tubuh gp d i s berpakaian hitam Linggar dan sosok
bayangpn kuning itu terguling-guling di tanah
"Kau tidak apa-apa. Kak Linggar?"
Begitu bangkit dengan sigapnya sosok bayangan kuning
bukan lain Jurnini segpra mengajukan pertanyaan.
"Tidak." Linggar menggpleng. 'Terima kasih atas
pertolonganmu, Jurnini. Kukira, lebih baik tinggalkan tempat ini.
Bawalah Dewa Arak pergi."
Sepasang mata Jurnini melotot.
"Kau kira aku orang macam apa?! Mati bagiku bukan
masalah! Mari kita hadapi dia bersama-sama. Dia memang iblis
jahat. Dengan bergabung mungkin kita akan mudah
mengalahkannya!" ujar Jurnini, gagph.
Linggar menggeleng.
"Kau tidak tahu siapa dia, Jurnini"
"Aku tahu!" sergah Jurnini yang memiliki watak tidak
sabaran "Iblis jahat itu memang lihai. Aku bersama kawanku
hampir tewas kalau Dewa Arak tidak datang menolong. Tapi, aku
tidak takut! Kau jauh lebih pandai dari kawanku. Jadi, keadaan kita
lebih kuat Aku jakin kita akan menang..."
"Aku tidak bisa, Jurnini" Linggar menggeleng dengan tanpa
semangat.
Jurnini tertegun melihat sambutan Linggar.
Tengkorak Darah yang semula merasa geram bukan main
melihat usahanya kembali menemui kegagalan, menjadi gembira
ketika melihat Jurnini. Beberapa saat dia sempat terpana melihat
Jurnini. Ia yakin pernah melihat sebelumnya. Sikap Jurnini
membuatnya teringat siapa gfidis berpakaian kuning ini.
"Jadi, kau yang dulu menjamar sebagai banci itu. Gadis
Kurang Ajar?! Kau putri Pendekar Jari Maut, bukan? Bagus!
Sekarang juga semua dendam kesumat akan kutuntaskan. Kau akan
menemani Dewa Arak dan murid murtad itu mati di sini!"
Jumini yang sudah bersiap untuk memaki menahan
ucapannya yang telah berada di ujung lidah. Murid murtad? Siapa
yang dimaksud Tengkorak Darah? Jumini menoleh ke arah Linggar.
Gadis berpakaian hitam itu menundukkan kepala. Putri Pendekar
Jari Maut ini pun bisa me n d u gp. Linggar murid Tengkorak Darah!
Sama sekali tidak disangkanya.
Sekarang Jumini mengprti mengapa Linggar tidak ingin
bertarung denganTengkorak Darah Bukan karena tokoh berpakaian
merah itu lihai bukan main, tapi karena Tengkorak Darah adalah
gurunya!
Kendati demikian, Jumini yang memiliki watak keras hati
tidak menjadi gpnfar. Pedangnya dihunus. Kemudian, sambil
mengeluarkan teriakan nyaring, gadis berpakaian kuning ini
melancarkan serangan Pedangnya dibabatkan ke leher Tengkorak
Darah.
Tengkorak Darah mendengus dengan nada merendahkan.
Sekali tenaga dalamnya dikerahkan, pakaian yang longgar serta
panjang itu terangkat ke atas bagfii disingkapkan fangpn. Bagian
bawah pakaian sampai melewati leher.
Tindakan Tengkorak Darah membuat mata pedang Jumini
berbenturan dengan pakaian Terdengar bunyi berdentang nyaring
seperti dua benda logam beradu. Jumini merasakan tangannya
tergptar hebat Kendati demikian, pedang yang tergenggam di
tangan tidak terlepas.
Tengkorak Darah mengibaskan tangan kiri Angin yang luar
biasa keras berhembus ke arah Jumini. Saat itu gpdis berpakaian
kuning tengah berada di udara. Dia tidak mempunyai pijakan untuk
mempertahankan diri Akibatnya, tubuhnya terhempas ke belakang.
Nasib baik rupanya masih berpihak pada Jumini. Tengkorak
Darah tidak ingin langsung membinasakannya. Serangan yang
dilancarkan tidak ditujukan untuk membunuh atau melukai,
melainkan hanya untuk melemparkan tubuh gadis itu.
Jumini menjejak tanah dengan kedua kaki lebih dulu. Gadis
ini langsung menyilangkan pedang di depan dada. Sikapnya terlihat
gagah bukan main!
"Kau memang pemberani. Bangsat Kecil! Tapi,
keberanianmu sebentar lagi akan berakhir. Tadi hanya pennulaan
saja. Sekarang kau akan benar-benar pergi ke alam baka!" desis
Tengkorak Darah penuhancaman.
"Tidak usah banyak bicara seperti nenek-nenek bawel! Kau
kira aku takut dengpn ancamanmu?!" sambut Jumini denganberani.
Pedang di tangannya digptarkan hingga terdengar bunyi me n ga u n g.
"Mampuslah...!"
Tengkorak Darah melompat menerjang. Tangan kanannya
meluncur cepat menuju wajah Jumini Tokoh sesat ini ingin
membuat wajah gpdis berpakaian kuning cacat.
Jumini tidak membiarkan malapetaka itu terjadi.
Disambuhnya serangpn dengpn tusukan pedang. Kalau Tengkorak
Darah meneruskan maksudnya, sebelum jari-jari tangpn itu bertemu
dengpn wajah Jumini, akan terlebih dulutertusuk pedang.
Tapi, Tengkorak Darah tidak mempedulikan hal itu.
Serangpnnya tetap diteruskan. Ketika hampir berbenturan dengpn
ujung pedang, jari-jari tangpn Tengkorak Darah digerakkan
mencengke ra m.
Krakkk!
Jumini memekik tertahan. Ujung pedangnya hancur.
Padahal, senjata itu terbuat dari baja pilihan. Ketika bertemu dengpn
jari-jari Tengkorak Darah tak ubahnya daun kering! Hancur dalam
sekali remas saja!
Serangpn Tengkorak Darah tidak berhenti sampai di situ.
Kaki kanannya mengirimkan tendangan lurus ke arah pusar.
Tendangpn maut yang dapat membuat nyawa putri tunggal
Pendekar Jari Maut me layang ke alam baka!
Serangpn itu berlangsung demikian cepat. Jumini masih
mampu menunjukkan dirinya sebagpi anak Pendekar Jari Maut yang
tersohor. Dia melempar tubuhnya ke belakang dan bergulingpn
menjauh!
Tengkorak Darah benar-benar sudah berniat ingin
menghabisi nyawa Jumini. Tanpa memberi kesempatan sedikit pun
dikejarnya Jumini Lalu, dihujamnya dengan serangan-serangpn
mematikan.
Jumini tidak mempunyai pilihan lain kecuali
menggulingkan tubuh. Dia tidak diberi kesempatan untuk bangkit.
Terjadilah pertarungpn yang unik. Jumini yang terus bergulingpn
dan Tengkorak Darah yang mengpjarnya dengan tusukan-tusukan
maut!
Jumini tercekat ketika gulingan tubuhnya membentur
sebatang pohon. Dia ingin bangkit tapi saat itu Tengkorak Darah
telah meluruk ke arahnya dengan sebuah terkaman yang
mematikan.
Jumini yang tidak dapat berbuat sesuatu hanya bisa
menatap dengpn sepasang mata membelalak lebar. Putri Pendekar
Jari Maut ini menunggu datangnya ajal dengan mata terbuka.
7
Sing, sing, singng.J
Bunyi berdesing nyaring terdengar. Tengkorak Darah
terkejut dan menoleh. Dilihatnya belasan batang pisau mengkilat
meluncur cepat ke berbagai bagian tubuh
Tengkorak Darah tidak berani bertindak gpgabah. Dari
bunyi yang terdengar bisa diketahui betapa kuat tenaga dalam orang
yang melemparkannya. Serangpnnya terhadap Jumini terpaksa
diurungkan. dua tangannya dikibaskan ke arah datangnya pisau-
pisau!
Akibat kibasan fanganTengkorak Darah sungguh luar biasa!
Meski jarak pisau-pisau itu masih dua tombak, semua runtuh ke
tanah bagfii membentur dinding tidak nampak.
Kesempatan yang tercipfa akibat serangan-serangan pisau
hanya sesaat. Tapi, itu telah cukup bagi Jumini. Gadis berpakaian
hitam ini melompat ke samping dan bergulingan menjauh.
"Dirga.J"
Jumini berseru keras tanpa menyembunyikan perasaan
gembiranya. Sosok yang muncul dan telah menolongnya dengpn
lemparan pisau-pisau memang Dirgantara. Pemuda bertubuh kokoh
dan terlihat kuat, la pernah menjadi kawan seperjalanannya.
Dirgantara menyambuh seruan Jumini dengan sikap dingin.
Karuan saja hal ini membuat ga d i s berpakaian kuning merasa heran
Apalagi ketika melihat keadaan pemuda berpakaian kulit harimau
itu. Dirgantara kelihatan kusut. Ia seperti orang yang tidak
mengurus dirinya.
Tidak hanya Jumini saja yang merasa heran Tengkorak
Darah pun demikian. Tokoh sesat itu termanggu-manggu. Dia
seperti terkesima melihat kehadiran Dirgantara.
"Dirga! Apa yang telah terjadi denganmu...?" Jumini tak
dapat lagi menahan rasa ingin tahunya.
Tapi, lagi-lagi pertanyaan Jumini tidak mendapatkan
sambutan semestinya. Bahkan, kali ini Dirgantara menoleh pun
tidak. Apalagi sampai memberikan jawaban Seakan pertanyaan
Jumini tidak didengarnya. Dirgantara malah menunjukan perh-
tiannya pada Tengkorak Darah.
"Iblis jahat! Beraninya jangan hanya pada seorang
perempuan. Kalau kau benar-benar jantan, hadapi aku! Kita
bertarung sampai salah seorang diantara kita ada yang mati!"
Dirgantara menutup ucapannya dengan mencabut senjata
andalannya. Sepasang bambu yang tersampir di punggung. Pemuda
berpakaian kulit harimau ini memutar senjatanya di depan dada
hingga terdengar bunyi meng^ung keras.
Arya, Jumini, dan Linggar merasa heran melihat tidak
adanya tanggapan sedikit pun atas tantangan yang diajukan
Dirgantara. Padahal, biasanya Tengkorak Darah tidak pernah
membiarkan orang bertindak kurang ajar terhadapnya. Itu cukup
menjadi alasan bagi Tengkorak Darah untuk membunuhnya.
Mengapa sekarang tokoh ini kehilangpn kegarangannya?
Keheranan Arya, Jumini, dan Linggar semakin menjadi-jadi
ketika Tengkorak Darah mengpluarkan keluhan panjang, keluhan
putus asa atas kenyataan pahit yang membuat hatinya terpukul.
Ketiga orang muda itu, tak terkecuali Dirgantara, tertegun kehe¬
ranan ketika Tengkorak Darah malah membalikkan tubuh dan
berlari cepat meninggalkan tempatitu.
Dirgantara ingin mengpjar. Tapi baru beberapa tindak
sesosok bayangan kuning berkelebat. Di hadapannya telah berdiri
Jumini dengan tarikan wajah menyiratkan rasa penasaran.
Dirgantara membuang muka. Tubuhnya segera dibalikkan.
Sikapnya menunjukkan rasa tidak senang. Jumini tidak bisa
membendung kemarahannya lagi melihat sikap Dirgantara.
"Tak kusangka kau berubah seperti ini, Dirga! Kau telah gila.
Apa yang terjadi terhadap dirimu?"
Secepat kilat Dirgantara membalikkan tubuh dan menatap
Jumini dengan sinar mata jijik dan sakithati.
"Tidak usah sok suci, Jumini! Aku telah tahu kartumu Kau
tak lebih dari seorang pelacur! Di depanku saja kau berpura-pura
suci. Tapi, di belakangku dengpn tak tahu malu berjinah dengpn
orang lain! Sungguh menjijikkan! Menyesal sekali aku bertemu
wanita bejat sepertimu!"
Kalau Arya dan Linggar saja yang mendengar ucapan
Dirgantara sangat terkejut apalagi, Jumini! Gadis ini sampai
terkesima saking kagetnya. Dia berdiri bagai patung dengan mulut
terbuka lebar.
"Keparat! Mulutmu kotor sekali. Dirgantara. Kau rupanya
bukan manusia! Kau orang hutan! Inikah balasanmu atas
pe r tolong) n yang kuberikan? Kalau tidak ada aku, mungkin
nyawamu telah melayang di tangan Setan Gila dan Jerangkong
Penjagal Nyawa!"
Dirgantara mendengus sinis.
"Kau mengungkit-ungkit pertolongan itu. Pelacur? Coba kau
ingat, apakah aku meminta tolong padamu? Tidak kan?! Lagi pula
aku baru saja telah menyelamatkan nyawamu Hutang di antara kita
sudah lunas. Dan, tidak ada hubungan lagi antara kau danaku!"
"Siapa yang sudi mempunyai hubungan dengan orang
hutan sepertimu!" tandas Jumini seraya membanting kaki.
Kemudian, membalikkan tubuh meninggalkan tempat itu.
Dirgantara tidak mau kalah. Pemuda kekar ini pun segpra
membalikkan tubuh pula dan meninggalkan tempat itu Arahnya
berlawanan dengan yang ditempuh Jumini.
"Jumini...!" Linggar berteriak memanggil ketika melihat
gadis berpakaian kuning itu terus saja melangkah pergi. IVfeski
berjalan biasa, tapi langkahnya lebar-lebar.
"Aku tidak sudi berteman denganmu lagi, Linggar! Tidak
kusangka kau murid tokoh yang sangat kejam itu. Gurumu
beberapa kali hampir membunuhku!" timpal Jumini keras tanpa
membalikkan tubuh.
Linggar langsung diam. Ucapan Jumini memang benar.
Gadis berpakaian hitam ini menundukkan kepala. Dia tidak bisa
menyalahkan Jumini. Murid seorang tokoh sesat sepertinya tidak
pantas berteman dengan Jumini yang merupakan putri tokoh besar
golongan putih yang memiliki nama harum
"Tidak usah kau pikirkan ucapan Jumini, Linggar," sebuah
suara halus membuat murid Tengkorak Darah mengangkat kepala.
Dengan sorot mata penuh selidik ditatapnya pemuda berambut
putih keperakan itu Gadis ini ingin mencari kesungguhan dalam
ucapan Arya.
"Apakah kau tidak merasa jijik padaku setelah tahu siapa
guruku, Arya?" Linggar masih juga mengajukan pertanyaan kendati
telah dilihatnya sendiri kesungguhan sikap Arya. Linggar agaknya
ingin meminta kepastian Mau mendengar langsung dari mulut
Arya.
"Mengapa harus jijik? Kau berbeda dengan gurumu.
Linggar, aku tidak pernah menilai seseorang dari guru atau
orangtuanya. Yang penting adalah orang yang bersangkutan. Berapa
banyak orang yang guru atau o ra n gtu a n ya tokoh golongan putih,
tapi dia sendiri yang berwatak jahat. Aku justru merasa bangga
terhadapmu, Linggar. Dalam didikan seorang sesat seperti gurumu,
kau bisa tumbuh menjadi seorang pendekar g^gah. Kau patut
mendapat acungpn jempoL Jangan pedulikan pandangan orang
lain!" urai Arya, panjang lebar.
"Terima kasih, Arya. Kau memang pantas menyandang
nama besarmu. Kepandaianmu tidak saja tinggi, kaujuga bijaksana."
Sepasang mata Linggar berkaca-kaca. Terharu mendengar kata-kata
Arya yang sangat membesarkan hatinya.
"Kau mau berjanji tidak mempedulikan siapa gurumu,
Linggar? Ingat yang penting ada la h dirimu sendiri!”
Linggar mengpngguk.
"Akankuingpt kata-katamu, Arya."
"Syukurlah kalau kau telah menyadarinya. Sekarang kau
hendak ke mana?"
Linggar menggelengkan kepala. "Entahlah, Arya. Aku tidak
punya tujuan lagi. Kau sendiri hendak ke mana?"
"Sementara ini aku belum tahu, Linggar," jawab Arya jujur.
"Yang jelas, sekarang aku ingin mengobati luka dalamku dulu."
Linggar mengangguk-angguk. Gadis ini teringpt kembali
dengpn keadaan Arya.
"Bolehaku bertanya, Arya?"
Arya tersenyum.
"Mengppa kau bisa berada di tempat ini? Hanya kebetulan
saja atau kau memang mempunyai tujuan?"
"Aku datang ke tempat ini memang dengan satu tujuan,"
Arya tak ragu-ragu lagi untuk berterus terang. "Aku tengah mencari
seorang tokoh yang berjuluk Iblis Buta."
Linggar tanpa sadar mundur selangkah Jawaban Arya
sangat mengejutkan hatinya. Ditatapnya Arya dengpn sinar mata
tajam.
"Haruskah kau hancurkan kebanggaanku terhadapmu,
Arya?"
"Jangan terlalu cepat menarik kesimpulan, Linggar," jawab
Arya bernada menasihati. Pemuda ini tahu mengapa murid
Tengkorak Darah itu berkata demikian.
"Aku tahu tujuan o rang-o r a ng mencari Iblis Buta, Arya."
Arya tersenyum pahit.
"Memang kuakui, aku mencari Iblis Buta berkenaan dengan
benda mukjizat yang didapatkannya, yaitu Telur Elang Perak. Tapi
percayalah, Linggar. Aku tidak berniat sedikit pun mendapatkan
benda itu. Aku hanya tidak menginginkan benda mukjizat itu jatuh
ke tangan orang-orang jahat"
"Tidak usah kau khawatirkan hal itu, Arya. Telur Elang
Perak akan aman di tangan Iblis Buta. Di samping tokoh itu
memiliki kesaktian cukup tinggi, tempat tinggalnya pun tidak
diketahui orang. Hanya kau yang telah berhasil memperkirakan
te mpa t ke dia ma rtnya."
"Kau keliru, Linggar," cela Arya. "Bukan aku saja yang
mengetahui Tokoh-tokoh persilatan lainnya jugp. Entah bagaimana
caranya, yang jelas keberadaan Iblis Buta di gunung ini telah
diketahui orang-orang persilatan."
"Benarkah itu, Arya? Bisakah kau beritahukan beberapa
orang di antaranya?"
"Hanya dua orang yang kutahu pasti. Tapi, aku yakin tak
lama lagi tokoh-tokoh lainnya akan tahu Dua orang yangkumaksud
itu adalah Setan Gila danjerangkongPenjagal Nyawa."
"Ah...!" Linggar memekik tertahan. Dia memang telah
mendengar siapa tokoh-tokoh itu. "Kalau benar demikian, ini
berbahaya sekali!"
"Kelihatannya kau sangat mengkhawatirkan keselamatan
Iblis Buta, Linggar. Apakah kau mengenalnya?" tanya Arya penuh
se lidik.
Linggar tidak segera memberikan jawaban. Dia tercenung
seperti memikirkan sesuatu.
"Sebenarnya ini rahasia, Arya. Tapi mengingat gawatnya
masalah ini danaku percaya padamu, terpaksa kuberitahukan. Aku
sendiri belum pernah melihat Iblis Buta. Aku banyak mendengpr
tentang tokohitu dari guruku." Lingga r memulai ceritanya.
Arya merasakan jantungnya berdebar tegang. Rahasia besar
yang menyelimuti Iblis Buta sebentar lagi akan terungkap. Dia tidak
merasa heran jika Tengkorak Darah mengetahui rahasia Iblis Buta.
Bukankah kabarnya Tengkorak Darah lenyap dari dunia persilatan
setelah bertemu dengpn Iblis Buta?
"Menurut penuturan guruku. Iblis Buta seorang tokoh
persilatan yang amat sakti. Beliaulah yang memiliki Telur Elang
Perak yang kabarnya didapa-kan dari puncak sebuah pegunungpn
yang amat tinggi. Iblis Buta me nga mbilnya dari sarang burung
Elang Perak. Suatu jenis binatang yang amat langka. Bertelurnya
puluhan tahun sekali. Dan sekali bertelur paling banyak hanya tiga
butir."
Arya mendengprkan dengpn perasaan tertarik. Baru kali ini
didengprnya cerita yang cukup jelas mengenai telur Elang Perak.
"Menurut cerita guruku. Iblis Buta sebenarnya samaran
seorang tokoh yang tidak ingin diketahui jati dirinya. Aslinya, Iblis
Buta adalah seorang petapa suci. Dia telah menjauhi kerasnya dunia
persilatan Namanya amat tenar! Mungkin kau pernah
mendengarnya, Arya, Begawan Narasoma!"
"Ah...!"
Dewa Arak tersentak kaget baga i disengat kalajengking.
Tentu saja dia pernah mendengar nama petapa yang amatsakti itu.
Jadi, begawan luar biasa itu yang telah menjadi Iblis Buta? Pantas
saja Tengkorak Darah mengptakan bahwa Iblis Buta seorang tokoh
yang memiliki kepandaian tidak ada taranya.
"Begpwan Narasoma yang menjadi Iblis Buta? Rasanya tidak
mungkin! Mengppa petapa suci itu melakukan pembunuhan-
pembunuhan? Rasanya tidak masuk di akal!" bantah Arya tidak
menela n bulat-bulat cerita Linggar.
"Aku bisa memaklumi ketidakpercayaanmu, Arya. Tapi,
kelanjutan cerita ini mungkin bisa menambah rasa percayamu."
Linggar tidak merasa tersinggung melihat sikap Arya yang
meragukan ceritanya. "Begpwan Narasoma mempunyai seorang
putri yang bernama Raden Ajeng Suri Kencuri Putrinya itu telah
menikah dengan seorang pendekar muda yang tidak kuketahui
namanya. Pasangan ini hidup berbahagia. Ketika lahir seorang putra
yang menjadi buah cinta mereka, malapetaka itu datang. Suami
Raden Ajeng Suri Kencuri disatroni musuh. Dia disiksa habis-
habisan. Dalam keadaan setengah mati laki-laki itu dipaksa
menyaksikan kekejian yang dilakukan musuh-musuhnya. Raden
Ajeng Suri Kencuri diperkosa bergantian hingga menemui ajal.
Anaknya dikuliti dan dibunuh. Saat anak itu disiksa dan terus
menangis menjerit-jerit didengar oleh suami Raden Ajeng Suri
Kencuri. Baru setelah anak itu tewas suami Raden Ajeng Suri
Kencuri dicungkil kedua matanya. Kaki dan tangpnnya dibuntungi.
Setelah itu ditinggal pergi."
"Biadab!" desis Arya, gpram bukan main Cerita Linggar
membangkitkan kemarahannya.
"Mereka memang biadab. Seorang tetangga yang melihat
keadaan suami Raden Ajeng Suri Kencuri, keesokan harinya, segpra
pergi menemui Begawan Narasoma yang menyepi tak jauh dari tem¬
pat tinggal anak dan menantunya. Petapa itu segpra datang.
Menantunya menceritakan semua yang terjadi. Juga tentang mayat
Raden Ajeng Suri Kencuri yang dibawa pimpinan gprombolan
musuh-mu suhnya, yang ternyata murid Setan Gila "
"Untuk apa murid Setan Gila membawa mayat Suri?" tanya
Arya, heran.
"Untuk menyiksa hati suami Raden Ajeng Suri Kencuri dan
untuk memenuhi kebiasaan anehnya," jawab Linggar dengan wajah
bersemu merah. "Kebiasaan aneh? Kebiasaanapa, Linggar?"
"Bercumbu dengan mayat" jawab Linggar dengan suara
hampir tidak terdengar.
Arya merasa wajahnya panas, la malu dan risih
"Untuk menyiksa hati suami Raden Ajeng Suri Kencuri,
murid Setan Gila itu mengatakan maksudnya membawa mayat
Suri," tambah Linggar.
"Bagpimana tindakan Begpwan Narasoma? Langsung
menyamar dan mengpjar gerombolan itu?"
"Tidak!" bantah Linggar. "Begawan Narasoma membawa
menantunya ke tempat penyepiannya. Setelah itu, tidak terdengpr
lagi berita mengpnai mereka. Beberapa waktu kemudian, muncul
tokoh sakti yang berjuluk Iblis Buta. Tokoh ini merajalela di dunia
persilatan dengpn tangan besinya. Dia membunuhi tidak hanya
tokoh-tokoh golongan hitam. Tokoh-tokoh persilatan sampai tidak
bisa memasukkan Iblis Buta ke dalam satu golongpn. Vfereka tidak
tahu Iblis Buta bertindak demikian untuk membalas dendam.
Akhirnya, murid Setan Gila berhasil ditemukan dan dibunuh oleh
Begpwan Narasoma. Mayat Raden Ajeng Suri Kencuri pun di¬
temukan. Mayat itu tidak membusuk karena murid Setan Gila
mengawetkannya. Untuk menghidupkan putrinya ini. Iblis Buta
mencari Telur Elang Pera k."
"Bagpimana hasilnya?" tanya Arya, semakin tertarik dengpn
cerita Linggar.
"Raden Ajeng Suri Kencuri berhasil dibangkitkan dari
kematiannya. Entah karena perlakuan yang diterima menjelang
kematiannya. Raden Ajeng Suri Kencuri tidak pulih seperti sedia
kala...."
"Maksudmu bagaimana, Linggar?"
"Dia tidak waras."
"Ohhh.J" Arya mengeluarkan keluhan tertahan.
"Malang nian nasib Begawan Narasoma. Batin kakek itu
terguncang hebat. Menurut guruku, wataknya jadi berubah. Dia
sekarang memiliki silat yang aneh."
"Bisa kau beritahu di mana tempat tinggalnya sekarang?"
tanya Arya setelah tercenung cukup lama. Gerita yang didengpr
pemuda berambut putih keperakan ini mengpnaskan hahnya.
"Di lereng sebelah utara gunung ini. Tempatnya sulit untuk
didaki. Hampir tidak pernah ada tokoh persilatan yang melalui
lereng itu."
Arya mengangguk-angguk. Entah, apa arti anggukannya.
Mungkin mengprh dengpn keterangpn yang diberikan Linggar.
"Terima kasih atas keterangan yang kau berikan, Linggar
Aku tidak pernah menduga akan mendapat keterangan demikian
lengkapnya. Tapi, aku heran mengapa gurumu bisa mengp tahui
semua ini Kalau tidak mempunyai hubungan erat dengan Begawan
Narasoma, rasanya tidak mungkin Tengkorak Darah
menge tahuinya
"Aku pun merasa heran, Arya. Guruku tidak berminat
sedikit pun terhadap Telur ElangPerak. Padahal, biasanya dia amat
suka terhadap benda-benda pusaka. Guruku memang aneh dan
penuh rahasia. Aku sendiri tidak mengptahui apakah dia
perempuan atau lelaki. Aku belum pernah melihat wajahnya."
Linggar tampak keheranan ketika menceritakan tentang gurunya.
Arya mengernyitkan alias. Sebentar kemudian, tiba-tiba
wajahnya terlihat berseri-seri. Linggar yang melihat jadi ingin tahu
"Kau menemukan jawabannya, Arya?" tanya Linggar.
"Tidak. Aku hanya menemukan keganjilan dalam sikap
gurumu. Kau ingat bagaimana sikapnya terhadap Dirgantara?"
Linggar mengangguk. Dia tahu orang yang dimaksudkan
Arya.
"Memanganeh sekali Dia tidak marah sedikit pun. Padahal,
pemuda itu telah mencampuri urusannya. Malah, menantangnya.
Tengkorak Darah tidak akan membiarkan orang berbuat seperti itu
pada dirinya."
"Aku telah melihat keanehan itu dua kali," jelas Arya.
"Ah, mengapa aku demikian pelupa?" Linggar menepuk
dahinya sendiri. Arya segpra menatapnya menunggu jawaban.
"Dirgantara pasti anak guruku. Ciri-ciri yang diceritakannya cocok
semua. Aku benar-benar pikun"
"Pantas, kalau begitu." Arya mengerti sekarang duduk
masalahnya. "Kurasa sudah saatnya aku mengobati luka dalamku,
Linggar," ucap Arya kemudian setelah terdiam beberapa saat
"Silakan, Arya. Aku akan menjagamu."
Arya tidak menyahut Pemuda itu lalu duduk bersila. Sesaat
kemudian, dia sudah tenggelam dalam keheningan semadi.
Kesempatan itu dipergunakan Linggar untuk memperhatikan wajah
Arya.
8
Dirgantara berlari bag)i dikejar setan Sepasang matanya
yang sayu menatap lurus ke depan. Tak ada sinar kehidupan di
dalamnya. Pertemuannya yang terakhir dengan Jumini benar-benar
membuat pemuda ini kehilangan semangat hidup.
Dirgantara tidak mempedulikan medan yang ditempuhnya.
Semak-semak berduri yang menghadang diterabas. Pemuda yang
sedang patah hati itu terus berlari kencang.
"Ukh...!”
Dirgantara mengpluh tertahan. Tubuhnya terjungkal ke
depan Kakinya seperti tersandung sesuatu. Dirgpntara tidak segpra
berusaha bangkit. Tubuhnya tertelungkup di tanah. Dirgantara tidak
mempe dulika n ha 1 a ne h ya ng dia laminya!
Kalau pikirannya tidak sedang kalut, pemuda berpakaian
kulit harimau ini tentu akan merasa heran. Seorang tokoh persilatan
seperti dirinya dapat jatuh terjerembab karena tersandung, betapa
anehnya.
"Guntara...," sapaan yang dikeluarkan dengan lembut dan
penuh kasih sayang itu membuat tubuh Dirgantara menggigil hebat.
Panggilan seperti itu hanya diucapkan oleh satu orang!
Dirgantara khawatir tengah bermimpi. Wajahnya yang tadi
ditempelkan ke tanah perlahan-lahan diangkat ke atas. Mula-mula
yang terlihat hanya sepasangkaki Dekat sekali denganwajahnya.
"Ibu...!"
Dirgantara berseru kagpt ketika melihat wajah pemilik
sepasang kaki. Seorang wanita berusia empat puluh lima tahun dan
berwajah cukup cantik. Sayang, kecantikannya tertutup oleh sorot
mata yang begitu dingin.
"Dirgantara, Anakku..," wanita itu mengpmbangkan
senyum gpmbira.
"Ibu...!"
Dirgantara bangkit dari tertelengkupnya dan memeluk
kedua kaki wanita berwajah dingin.
"Anakku, Dirgantara.... Tak kusangka kau akan seperti ini."
Wanita itu mengplus-elus kepala Dirgantara. "Bangkitlah,
Dirgantara. Tidak pantas seorang lelaki bersikap cengeng. Buang
kesedihanmu. Ceritakan pada Ibu mengapa kau jadi begini."
Dirgantara pun bangkit berdiri.
"Sekarang aku mengprti mengppa bisa terjatuh. Pasti kau
yang melakukannya. Betulkah dugaanku. Ibu?" dug^ Dirgpnfara
ketika teringat keanehan yang tadi dialaminya.
Wanita berwajah dingin itu tersenyum. Dia menganggukkan
kepala membenarkan dugaan putranya. "Kalau tidak dengan cara
demikian, bagaimana aku bisa menghentikan tindakanmu yang
bodoh itu?"
"Jadi, Ibu sejak tadi membuntutiku?"
"Tidak. Kebetulan saja kulihat kau berlari bagpi dikejar
setan. Dengan pukulan jarak jauh yang tidak membahayakan,
kubuat kau roboh."
"Kau memang cerdik. Ibu," puji Dirgantara.
"Kau telah menjadi pemuda tampan dan gpgah, Dirga.
Ayahmu pasti bangga padamu."
Wajah Dirgantara yang semula berseri-seri karena bertemu
dengan ibunya, tampak kembali muram Ucapan wanita berwajah
dingin membuarnya teringpt keadaan dirinya. Betapa tidak
berartinya dia. Tidak heran kalau Jumini lebih suka pada Lanang.
Putra tunggal Nag^ Sakti Berwajah Hitam.
"Mengppa, Dirga? Kau tidak senang Ibu membicarakan
ayahmu. Mengapa?"
"Lebih baik Ibu ceritakan mengapa rumah kita kosong.
Bahkan, banyak jebakan di sana?" Dirgpntara mengilihkan
persoalan.
"Aku tidak kerasan lagi tinggal di sana setelah kau tidak
ada, D i rgp. Aku sekarang tinggal di Gunung Cikuray ini. Jika tetap
tinggal di rumah hanya akan mencari penyakit. Ayahmu banyak
mempunyai musuh. Aku tidak ingin mati konyol!"
"Kasihan kau. Ibu. Gara-gara Ayah kau jadi terlunta-lunta
dan dimusuhi banyak orang," desah Dirgantara, terharu
"Sekarang giliranmu menceritakan pengalaman yang telah
kau dapat, Dirga."
Setelah menghela napas berat seperti tengah membuang
beban di dadanya. Dirgantara mulai bercerita. Semua yang
dialaminya. Mulai dari selesai belajar denganPetani BerambutPutih
sampai pertengkaran dengan Jumini, gpdis yang dicintainya.
"Tindakanmu benar, Dirgp. Gadis seperti itu tidak pantas
mendapatkan cintamu. Lupakan saja dia! Lebih baik kau ikut
dengpnku menemui ayahmu. Kau berhak mendapatkan benda
pusaka itu."
"Apakah yang Ibu maksudkan Telur Elang Perak?" tanya
Dirgantara.
"Benar, Dirgp." Wanita berwajah dingin itu mengpngguk.
Semula, dikiranya Dirgpnfara akan sangpt gembira. Tapi, tanggapan
pemuda itu biasa-biasa saja. "Apakah kau tidak ingin mendapatkan
Telur Elang Perak?"
"Tentu saja ingin. Ibu. Hanya, aku merasa tidak nyaman
bertemu dengan Ayah,"jelas Dirgpntara sejujurnya.
Wanita berwajah dingin itu menggpleng-gelengkan kepala.
"Ayahmu sebenarnya bukan tokoh golongpn hitam.
Keadaanlah yang membuatnya jadi seperti ini Dulu dia seorang
yang baik hati. Gerita selengkapnya akan kuutarakan nanti di
perjalanan. Aku ingin kau seggra memperoleh Telur Elang Perak.
Yang penting, kau perlu tahu kalau ayahmu sebenarnya adalah
Begpwan Narasoma."
Kenyataan bahwa ayahnya Begpwan Narasoma membuat
Dirgantara gembira bukan main Dia ternyata memiliki ayah yang
tidak kalah tenar dengan Lanang dan Jumini Nama Begpwan
Narasoma sejajar dengan Pendekar Jari Maut dan Nagp Sakti
Berwajah Hitam. Dirgantara mengptahui tentang Begawan
Narasoma dari cerita a ya h angkatnya.
Ibu dan anak itu pun melesat meninggalkan tempat itu.
Tempat yang amat bersejarah bagi Dirgantara. Di tempat itu dia
bertemu ibunya dan mengetahui kalau ayahnya adalah Begawan
Narasoma!
* **
"Kakak Nara...!"
Wanita berwajah dingin itu berdiri di depan pintu gua.
Sepasang matanya membelalak lebar menatap sesosok tubuh
berpakaian putih yang tergolek di tanah.
Dirgantara yang berdiri di sebelah ibunya ikut berdiri
terpaku Kakek berpakaian putih itukah ayahnya? Iblis Buta alias
Begpwan Narasoma? Mengapa tergolek di tanah seperti orang yang
tengah terluka?
"Dialah ayahmu, Dirg^. Begawan Narasoma atau yang
selama ini kau ketahui sebagai Iblis Buta." Wanita berwajah dingin
itu kemudian melesatmemasuki gua.
"Ayaaah...!" Dirgpntara berseru keras, la ikut menghambur
ke arah tubuh yang tergolek.
"Kakak Narasoma...!" Ibu Dirgpntara telah lebih dulu tiba di
dekat tubuh Begawan Narasoma. Wanita ini langsung berjongkok
dan meme riksa keadaannya.
"Apa yang terjadi terhadap Ayah, Ibu?" tanya Dirgpntara
yang tiba belakangan. Sepasang mata pemuda ini menyapu sekujur
tubuh Begawan Narasoma.
"Entahlah, Dirga. Wanita berwajah dingin menggeleng.
"Ayahmu tampaknya telah bertarung dan berhasil dikalahkan.
Denyut jantung dan detak nadinya tidak ada lagi"
Dirgantara termangu. Baru saja dia membayangkan dapat
bertemu dengan ayahnya, ternyata orang yang dimaksud telah
mene mui a ja lnya.
"Aku tidak dapat membayangkanbetapa tinggi kepandaian
orang yang menjadi lawan ayahmu Beliau sendiri sudah memiliki
kepandaian sangat tinggi." desis ibu Dirgantara dengan wajah
mena mpa kka n ke ngp ria n.
"Lalu bagaimana dengan Telur Elang Perak itu. Ibu?"
tanya Dirgantara. "Jangan-jangan orang yang telah membunuh Ayah
s uda h menga mb ilnya
Wanita berwajah dingin menatap Dirgpntara sesaat Dia
tidak menyalahkan Dirgantara yang tidak merasa bersedih dengpn
ke matian ayahnya. Pemuda berpakaian kulit harimau ini semenjak
kecil memang tidak pernah melihat wajah ayahnya. Bagaimana
mungkin dia bisa bersedih dengan kejadian ini? Hubungan akrab
antara ayah dan anak belum terjalin.
Tiba-tiba Dirgantara berseru keras. Jari telunjuknya
menunjuk-nunjuk tubuh Begpwan Narasoma.
"Ibu! Lihat! Jari-jari tangpn Ayah bergprak-gerak. Ayah
belum mati!"
Wanita berwajah dingin mengalihkan perhatiannya ke arah
yang ditunjuk putranya. Wajahnya seketika berseri ketika melihat
kebenaran ucapan Dirgantara. Jari-jari tangan Begawan Narasoma
bergerak-gerak. Wanita itu lalu memeriksa kembali detak jantung
dan nadi Begpwan Narasoma. Ibu Dirgantara ini kelihatan heran
melihat apa yang terjadi. Begpwan Narasoma membuka mata. Yang
pertama kali dilihatnya adalah wanita berwajah dingin. Kakek ini
mengembangkan senyum tipis.
"Kau datang lagi, Tulini," bisik Begawan Narasoma, lemah.
Kata ia tanya ditutup dengan batuk-batuk kecil. Perakan darah
keluar dari mulutnya ketika dia terbatuk.
Wanita berwajah dingin yang ternyata bernama Tulini,
tersenyum pahit
"Kau lihat siapa yang berdiri di sebelahku ini?" Tulini
memalingkan kepalanya menatap Dirgantara.
Begpwan Narasoma memandangke arah Dirgantara.
"Apa maksudmu membawanya kemari, Tulini? Kau
membawa orang luar ke tempat ini. Tidakkah kau tahu aku tidak
ingin ada orang asing di tempat ini," Begpwan Narasoma kelihatan
tidak senang.
"Singkirkan dulu rasa tidak senangmu. Kak Nara. Pemuda
gagah yang bersamaku ini bukan orang lain. Dia anakku. Anak kita.
Kak Nara," suara Tulini terdengar bergptar karena perasaan gpmbira
yang meluap-luap.
Terlihat jelas sorot keheranan di matanya. "Anak kita? Aku
tidak menggrti, Tulini?!" Begawan Narasoma mengpmyitkan
se pasa ng a lis nya.
"Dirgantara anak kita. Mengapa kau begini pelupa. Kak
Nara?" Tulini mengedip-ngpdipkan sebelah matanya, memberi
isyarat
Begawan Narasoma merasa heran. Tapi, sebentar
kemudian dia mengerti maksud isyarat Tulini.
"Jadi..., ini Dirgantara? Anak kita, Tulini? Ahhh...!
Sudah demikian besar. Benar namamu Dirgantara?"
Begawan Narasoma tersentak kaget.
Pemuda berpakaian kulit harimau itu mengangguk.
"Benar, Ayah. Apa yang terjadi terhadapmu? Mengapa
Ayah kelihatan tidak senang dengan kehadiranku?"
"Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan, Dirga."
Begawan Narasoma setengah mencela. Di dalam hati kate k
ini ia memuji kepekaan perasaan Dirgantara. Bagaimana
mungkin dia merasa gembira? Dirgantara bukan anaknya!
"Bukannya aku tidak suka dengan kehadiranmu. Aku hanya
menyesalkan kedatanganmu yang terlambat!"
"Terlambat?! Tulini mengulang perkataan itu. Dengan
rasa heran ditatapnya wajah Begawan Narasoma tajam. "Apa
maksudmu, Kak Nara?"
Begawan Narasoma menghela napas berat.
"Ini semua akibat ulah Suri," keluh kakek itu.
"Beberapa hari yang lalu dia datang membawa
seorang pemuda pesolek bernama Lanang."
"Lanang?!" Dirgantara setengah menjerit.
"Kau kenal dia, Dirga?" tanya Begawan Narasoma,
ingin tahu.
"Benar, Ayah." Dirgantara mengangguk. "Dia putra
Naga Sakti Berwajah Hitam. Seperti juga ayahnya, Lanang
memiliki watak yang amat jahat. Dia sangat keji!"
Begawan Narasoma dan Tulini saling berpandangan.
Alis mereka berkerut dalam.
"Aku setuju kalau kau mengatakan Lanang jahat dan
keji. Aku sendiri telah membuktikannya. Tapi, penilaianmu
terhadap Naga Sakti Berwajah Hitam keliru besar. Dia
seorang tokoh golongan putih. Dia tidak jahat, Dirga. Apalagi
keji!"
"Aku telah membuktikan sendiri kejahatannya, Ayah!"
Dirgantara mencoba membantah.
"Aku tidak menyalahkan mu, Dirga. Tapi percayalah
padaku, orang yang kau maksudkan itu pasti bukan Naga
Sakti Berwajah Hitam. Dia mempunyai saudara kembar.
Guntar namanya. Guntar adalah salah seorang dari Sepasang
Iblis Penghilang Nyawa. Aku tahu karena pernah berhadapan
dengan mereka. Lanang pun kuyakin bukan putra Nagp Sakti
Berwajah Hitam. Mungkin putra Guntar."
"Tidak, Kak Nara. Guntar tidak pernah menikah Dia tidak
menyukai wanita. Aku yakin Lanang muridnya. Atau, anak
angka tnya."Tulini ikut berbicara.
"Ibu mengenalnya?" Dirgantara kelihatan tidak percaya.
"Mengpnalnya? Tulini tertawa kedi. "Bagpirnana mungkin
aku tidak mengenalnya. Aku saudara seperguruannya. Tapi, aku
tidak bertualang bersamanya. Justru kawan bertualang Guntar tidak
satu perguruan. Dia telah tewas di tangan ayahmu."
Dirgantara mengangguk-angguk. Dia tidak berani
membantah lagi. Ayah dan ibunya jauh lebih mengetahui tentang
Naga Sakti Berwajah Hitam daripada dirinya.
"Tadi kau mengptakan telah membuktikan sendiri kejahatan
Lanang. Apakah semua ini karena perbuatannya. Kak Nara?" tanya
Tulini pada Begpwan Narasoma. Ibu Dirgantara ini tidak percaya
jika Lanang mampu melukai Begpwan Narasoma. Ayah Lanang saja
tidak mampu mengungguli kakek berpakaian putih ini, apalagi
Lanang?
Begpwan Narasoma menganggukkan kepala dengan wajah
memerah menahan malu
"Memang memalukan, Tulini. Tapi, itulah kenyataannya.
Aku berhasil dibodohi orang yang pantas menjadi cucuku"
Dengan singkat. Begawan Narasoma menceritakan kejadian
yang telah menimpanya. Dirgantara dan Tulini mendengarkan
dengpn penuh perhatian Beberapa kali Dirgantara yang memang
tidak menyukai Lanang mengppal tinju mendengar keberuntungan
pemuda pesolek itu.
"Suri telah kularang memperlihatkan ilmu-ilmunya pada
Larang. Aku khawatir pemuda yang kuragukan kebenaran hatinya
itu dapat menguasai ilmu-ilmuku. Aku ingin mewariskan semua
ilmu yang kumiliki hanya padamu dan Suri, Dirgantara." Begawan
Narasoma meratap dalam-dalam wajah pemuda berpakaian kulit
harimau
"Keparat Larang!" desis Dirgantara gpram. "Ke mana pun
kau pergi akan kucari! Hanya kau atau aku yang berhak untuk
hidup!"
Begawan Narasoma menghela napas berat. Dia tahu
Dirgantara hanya akan mengantarkan nyawa sia-sia. Larang yang
sekarang tidak bisa disamakan dengan Larang beberapa hari yang
lalu
"Lanang rupanya berhasil memperdaya Suri. Suri
memperlihatkan semua ilmu-ilmunya. Dengan kepandaian yang
dimilikinya Suri berhasil dibunuh Dia juga ingin membunuhku
Kami bertarung. Telur Elang Perak membuat semua seranganku
tidak berarti Aku terdesak hebat. Beberapa serangannya mengprai
diriku. Aku sadar tak akan mungkin menang. Maka, kupergunakan
ilmu yang tidak pernah kugunakan. Ilmu 'hfelepas Roh'. Larang
mengira aku tewas. Dia pun pergi meninggalkanku dengan hati
puas!"
"Sekarang aku mengprti mengapa kau tadi tidak bernapas
lagi. Jantungmu berhenti berdetak dan nadimu tidak berdenyut.
Rupanya, saat itu rohmu telah kau keluarkan" Tulini mengangguk-
angguk mengerti.
"Kau memang cerdik, Tulini. IVfeski usiamu semakin menua,
kecerdikanmu tidak berkurang," puji Begawan Narasoma.
Tulini memonyongkan mulurnya. Dirgantara yang melihat
hal ini jadi merasa gpli.
"Aku bersyukur kalian tidak datang lebih cepat. Bila itu
terjadi, korban yang j a tuh akan bertambah."
"Justru sebaliknya, aku menyesal mengapa datang
terlambat. Ayah Aku sudah tidak sabar ingin segpra mengirim
Lanangke akhirat!" tandas Dirgantara berapi-api.
Begawan Narasoma tersenyum.
"Aku bangga dengan sikapmu, Dirga. Kau tidak takut mati.
Tapi, kusarankan lebih baik kaujauhi Lanang. Pemuda licik itu tidak
akan mampu ditahan oleh siapa pun Aku sendiri tidak habis pikir
mengapa semudah itu menjerahkan Telur ElangPerak padanya."
"Tidak ada gunanya menyesali diri Semua sudah terjadi.
Kak Nara. Yang lalu biarkan berlalu Sekarang, bagaimana caranya
melenyapkan pemuda keparat itu!" hibur Tulini
"Sayang sekali, Tulini." Begawan Narasoma menggelengkan
kepala. "Lanang tidakakanbisa dikalahkan Kecuali...."
"Kecuali apa. Ayah?" sambut Dirgantara cepat
"Lupakanlah! Tidak ada artinya. Itu hanya dongpng belaka."
Begawan Narasoma memperbaiki kata-katanya yang telanjur keluar.
Tangannya dikibaskan pertanda tidak mau memperpanjang
pembicaraan itu
"Dirgantara benar. Kak Nara. Katakan saja apa yang hendak
kau bicarakan Toh tidak ada ruginya." Tulini mendukung
pernyataan Dirgantara.
"Baiklah." Begawan Narasoma mengalah. "Begini, menurut
cerita yang pernah kudengar dan petunjuk yang kudapat ketika aku
menyepi, pada waktu-waktu tertentu muncul ke dunia seekor ular
besar. Ular yang sisiknya berwarna kuning bagai emas. Ular ini
dinamakan Ular Emas. Mustika dari binatang ini dapat
memunahkan pengaruh yang ditimbulkan ilmu hitam. Di samping
itu, mustika ini membuat pemegangnya dapat berbahasa ular dan
dianggap sebagai raja binatang melata itu. Tentu saja khasiatnya
tidak hanya itu. Masih banyak lagi. Lain waktu akan kuceritakan
pada kalian setelah keadaanku sudah baik."
Dirgantara mendesah kecewa. 'Di manakah munculnya Ular
itu. Ayah?" tanya pemuda berpakaiankulitharimau itu, tidaksabar.
"Tidak ada yang tahu kapan dan di mana munculnya,
Dirga," jawab Begawan Narasoma seraya tersenyum lebar untuk
menyerangkan hati Dirgantara. "Kebenarannya saja aku belum
yakin Kononapabila Ular Emas itu keluar langit dan akan berwarna
keemasan. Apa hubungpnnya, aku tidak mengerti. "
Dirgantara langsung membalikkan tubuh dan melesat
menuju mulut gua.
"Dirga.J'Tulini terkejut melihat rindakan Dirgantara.
"Sebentar, Ibu. Aku hanya ingin melihat langit!" teriak
pemuda berpakaiankulitharimau itu tanpa menoleh.
Begpwan Narasoma menggpleng-gelengkan kepala melihat
tingkah Dirgantara yang demikian percaya dengan ceritanya
barusan Tapi, belum juga perasaan gpli itu lenyap pasangan suami-
istri ini telah dikejutkan oleh seruan Dirgantara.
"Ayah....! Ibu...! Coba kemari...!"
Tulini dan Begpwan Narasoma sating berpandangan Heran
meieka merasakan rada paksaan dalam seruan Dirgpntara. Tulini
jadi ingin tahu. Apakah }ang telah menyebabkan Dirgpntara
demikian tertarik?
Sambil membopong tubuh Begawan Narasoma, Tulini
melesat keluar gua. Ketika mereka tiba di sisi Dirgantara, pemuda
itu langsung berbisik pe-lan tapi penuh gptar perasaan
"Ayah, Ibu, lihat...!"
Begpwan Narasoma dan Tulini mengikuti arah telunjuk
Dirgantara. Suami-isteri itu langsung terpaku di tempatnya. Di atas
meieka langit tidak berwarna biru cerah, melainkan kuning
keemasan!
Inikah pertanda Ular Emas telah muncul ke dunia ramai?
SELESAI
Tunggu serial Dewa Arak selanjutnya:
LORONG BATAS DUNIA
Emoticon