Dewa Arak 61 - Raja Iblis Tapa Tanding(2)



Kening Melati jadi berkerut ketika tidak men- 
jumpai adanya Wintari. Padahal, jelas-jelas tadi gadis 
berpakaian kuning itu menerobos bagian semak-semak 
yang lebat, karena tertutup akar gantung pohon berin- 
gin. Melati merayapi sekitarnya yang banyak ditumbu- 
hi semak dan pepohonan di sana-sini. 

Kembali Melati mengedarkan pandangan ke se- 
keliling. Namun tetap saja tidak melihat keberadaan 
Wintari. Mustahil gadis itu bisa lenyap demikian cepat. 
Tak jauh di depannya melintang sebuah sungai. Se- 
mentara kanan-kirinya penuh pohon-pohon berduri. 
Melati yakin, jika Wintari terus melarikan diri jelas 
akan terlihat. Jadi kesimpulannya, gadis itu sengaja 
menyembunyikan diri! 

Yakin akan dugaannya, Melati segera memu- 
satkan perhatian pada pendengarannya. Dia yakin, 
apabila Wintari masih berada di situ, setidak-tidaknya 
akan terdengar desah napasnya. 

Sebentar saja, Melati sudah mendengar desa- 
han napas yang asalnya dari..., atas pohon! Kenyataan 
ini tidak mengejutkan hati Melati, kalau saja desah 
napas yang didengarnya hanya dari satu orang. Dan 
kenyataannya paling sedikit ada tiga desahan napas 
yang berasal dari tiga orang. 

Penasaran akan pendengarannya, membuat 
Melati mengarahkan pandangan ke arah pohon tempat 
suara desah napas berasal. Tapi baru saja menenga- 
dah.... 

Brrr! 

Debu-debu halus menyambar ke arah wajah 
Melati. Seketika gadis berpakaian putih ini membuang 
mukanya ke samping, dan melindungi bagian wajah 
dengan kedua tangan. 

Belum lagi Melati sempat berbuat sesuatu, hi- 
dungnya mencium bau amis yang memualkan perut. 
Bahkan membuat kepala pening dan seluruh tubuh 
lemas. Jelas, debu yang disebarkan bukan sembaran- 
gan. 

"Racun...," desis Melati penuh perasaan geram. 
"Manusia-manusia licik" 

Tapi Melati tidak bisa terus-terusan marah, ka- 
rena tangannya masih terasa sakit. Malah rasa pusing 
dan lemas membuatnya terhuyung-huyung ke sana 
kemari. 

Jliggg! 

Ketika Melati masih terhuyung-huyung, penye- 
rang-penyerang gelap yang mengirimkan benda-benda 
beracun itu berlompatan ke tanah. 

Ketika akhirnya berhasil berdiri, meskipun ti- 
dak tegak, Melati berusaha melebarkan sepasang ma- 
tanya. Dia ingin tahu, orang-orang yang telah membo- 
kong dirinya. 

Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Melati 
ketika ternyata tidak mampu melihat jelas para penye- 
rangnya. Wajah mereka tampak hanya terlihat samar- 
samar. Bahkan jumlah mereka pun sukar dihitung. 

"Celaka," desis Melati dalam hati. Disadari ka- 
lau hal itu terjadi akibat pengaruh racun orang-orang 
itu. Dan hal ini membuat Melati cemas. Apalagi ketika 
tubuhnya terasakan semakin melemas. 

Perasaan penasaran mendorongnya untuk 
mengerahkan tenaga dalam. Tapi, hasilnya malah 
membuat kecemasannya bertambah. Rasa pusing yang 
melanda semakin membesar. Keadaan di sekitarnya 
seperti berputar, sehingga tanpa sadar gadis berpa- 
kaian putih itu memegangi kepalanya. 

"Ha ha ha...! Lihat! Kuda betina liar yang ini 
pun sudah hampir jinak." 

Terdengar salah seorang dari para pembokong- 
nya berbicara, yang langsung disambut suara tawa re- 
kan-rekannya. 

"Betapa beruntungnya kita. Yang diburu singa 
yang telah ompong giginya, tapi yang didapat malah 
dua ekor kuda betina liar! Ha ha ha...!" sambung suara 
lain. 

Ucapan-ucapan para pembokongnya membuat 
Melati mengerti, mengapa Wintari bisa raib begitu saja. 
Rupanya, gadis itu telah ditangkap oleh gerombolan 
pembokong yang berada di atas pohon. 

Sementara itu para pembokong Melati yang ter- 
nyata berjumlah tiga orang, terus menghampiri. Sikap 
mereka tampak tidak terburu-buru, dan tanpa kewas- 
padaan sama sekali. Hal ini menandakan kalau mere- 
ka sudah tidak menganggap Melati sebagai gadis yang 
berbahaya. Ketiga orang yang rata-rata berpakaian 
coklat dan berwajah mirip satu sama lain, memang 
merasa telah yakin akan keampuhan racun yang dimi- 
liki. 

Memang, pada kenyataannya semakin lama 
keadaan Melati semakin parah. Bahkan gadis ber- 
pakaian putih itu sudah tidak mampu berdiri tegak la- 
gi. Tubuhnya oleng ke kanan dan ke kiri. Sudah dapat 
dipastikan, tanpa diserang pun tak lama lagi dia akan 
roboh sendiri, melihat pengaruh racun yang merasuki 
tubuhnya. Dan tiba-tiba.... 

"Manusia-manusia keji! Lepaskan wanita- 
wanita itu!" 

Di saat kesadaran yang dimilikinya mulai mele- 
nyap, Melati masih sempat mendengar bentakan keras. 

Dengan pandangan yang telah semakin menga- 
bur, Melati mencoba mengenali pemilik suara. 

Dan kalau menilik dari ucapannya orang itu 
bermaksud menolong dirinya dan Wintari. Tapi Melati 
tidak mampu memastikan wajah orang itu. Yang terli- 
hat hanyalah sosok tubuh tidak jelas berwarna kehi- 
taman. Tak lama kemudian semuanya gelap pekat. 
Dan Melati sudah tak ingat apa-apa lagi. 

Sementara, sosok bayangan hitam itu telah ber- 
diri berhadapan dengan tiga orang berpakaian coklat 
yang memiliki wajah dan potongan tubuh mirip kera. 

"Rupanya kau, Singa Hitam Tangan Sepuluh!" 
kata salah seorang dari tiga sosok berpakaian coklat. 
Orang ini mempunyai sebuah tahi lalat besar di da- 
hinya. "Mimpi apa kami semalam, sehingga bisa men- 
dapat keberuntungan yang bertubi-tubi ini." 

Usai berkata demikian, laki-laki bertahi lalat di 
dahi itu meletakkan di tanah, tubuh Wintari yang se- 
jak tadi dibopong dengan kedua tangan. Baru setelah 
itu perhatiannya dialihkan lagi ke arah Singa Hitam 
Tangan Sepuluh. 

Sosok bayangan coklat itu memang tidak lain 
dari Singa Hitam Tangan Sepuluh. Dengan sorot mata 
garang, ditatapnya tiga sosok di hadapannya. 

"Sama sekali tidak kusangka kalau Tiga Kera 
dari Akherat adalah penjahat-penjahat hina yang 
hanya berani pada wanita tidak berdaya," geram Singa 
Hitam Tangan Sepuluh sambil merayapi tubuh Melati 
dan Wintari. 

"Tutup mulutmu, Singa Hitam! Apakah kau 
hendak mengatakan kalau dirimu lebih baik dari ka- 
mi?!" bentak salah satu yang bergigi tonggos, marah. 

"Memang aku bukan orang baik-baik. Tapi 
sampai mati pun, aku tidak sudi berbuat hina seperti 
yang kalian lakukan!" tandas Singa Hitam Tangan Se- 
puluh, tegas. 

"Keparat! Bersiaplah untuk menerima kema- 
tianmu, Singa Hitam. Raja Iblis Tanpa Tanding men- 
ginginkan kepalamu!" tegas Kera Akherat yang bertahi 
lalat 

"Aku ragu, apakah kalian mampu melakukan- 
nya! Setahuku, perbuatan yang bisa kalian lakukan 
hanyalah menjilat pantat Raja Iblis Tanpa Tanding!" 
ejek Singa Hitam Tangan Sepuluh, keras. 

"Keparat! Mampuslah kau!" 

Tiga Kera dari Akherat yang bergigi tonggos ru- 
panya sudah tidak bisa menahan sabar lagi. Dia cepat 
melompat ke depan. Dan dengan bertumpu pada ke- 
dua tangan, tubuhnya bergulingan di tanah. Lalu.... 

Wuttt! 


*** 


Ketika telah berada dekat dengan Singa Hitam 
Tangan Sepuluh, lelaki bergigi tonggos itu berhenti 
berguling. Langsung dilancarkannya serangan berupa 
sapuan kaki kanan. 

Benar-benar mengagumkan serangan ini 
meskipun kakinya kecil, tapi kekuatan yang terkan- 
dung di dalam sapuan laki-laki tonggos itu sanggup 
mematahkan batang pohon yang besarnya tidak ku- 
rang dari dua pelukan orang dewasa! Bisa dibayang- 
kan, bagaimana akibatnya kalau kaki manusia yang 
dijadikan sasaran. 

Singa Hitam Tangan Sepuluh pun tahu kedah- 
syatan serangan lawan. Itulah sebabnya, dia tak berani 
bertindak main-main. Buru-buru kakinya dijejakkan 
sehingga tubuhnya melayang ke atas. Hingga, seran- 
gan lawan menyambar tempat kosong. 

Tapi lelaki bergigi tonggos telah memperhitung- 
kannya. Maka ketika Singa Hitam Tangan Sepuluh 
mengelak seperti itu langsung saja dikirimkan se- 
rangan susulan berupa tendangan lurus ke atas mem- 
pergunakan kaki kiri. 

Zebbb! 

Singa Hitam Tangan Sepuluh tercekat melihat 
serangan lanjutan ini. Apalagi ketika mengetahui kalau 
bagian yang terancam adalah selangkangan. Padahal, 
saat itu tubuhnya tengah berada di udara. Rasanya, 
sulit baginya untuk dapat mengelak. Hanya ada satu 
jalan yang dapat menyelamatkan nyawanya, menang- 
kis serangan. Maka.... 

"Hih!" 

Singa Hitam Tangan Sepuluh menghentakkan 
kakinya ke bawah. 

Blakkk! 

Seketika benturan antara dua telapak kaki 
yang sama-sama dialiri tenaga dalam kuat tidak bisa 
dielakkan lagi. Akibatnya, kedua batang kaki itu sama- 
sama terhentak balik 

"Hup!" 

Begitu kedua kaki Singa Hitam Tangan Sepuluh 
mendarat di tanah, lelaki bergigi tonggos pun telah 
berhasil memperbaiki kedudukannya. Dan tanpa me- 
nunda-nunda lagi, diterjangnya Singa Hitam Tangan 
Sepuluh kembali. 

Tapi dalam serangan kali ini, lelaki bergigi tong- 
gos itu tidak bertangan kosong. Di tangan kanannya 
telah tergenggam sebuah pedang pendek berwarna hi- 
tam kelam. Dan dengan senjata di tangan, Singa Hitam 
Tangan Sepuluh dilabrak habis-habisan. 

Melihat lawan telah menggunakan senjata, Si- 
nga Hitam Tangan Sepuluh tidak berani bertindak ge- 
gabah. Disadari kalau kepandaian lawan belum tentu 
berada di bawah tingkatannya. Itulah sebabnya, dia 
pun mencabut senjata andalannya yang berupa se- 
buah tombak pendek hitam. 

Maka kini pertarungan yang terjadi jauh lebih 
mendebarkan. Bunyi decit angin tajam dari udara yang 
terobek oleh setiap gerakan dua senjata itu, menyema- 
raki berlangsungnya pertarungan. Beberapa kali bunyi 
berdentang nyaring yang diiringi berpercikannya bunga 
api terjadi manakala senjata-senjata itu berbenturan. 
Dan benturan itu selalu mengakibatkan anggota Tiga 
Kera dari Akherat ini terhuyung-huyung ke belakang, 
karena kalah tenaga. Tak aneh kalau dalam lima belas 
jurus, Singa Hitam Tangan Sepuluh berhasil mende- 
saknya 

Kenyataan ini membuat sisa dari Tiga Kera dari 
Akherat khawatir. Kedua orang ini tahu, kalau dibiar- 
kan, kemungkinan besar Singa Hitam Tangan Sepuluh 
akan berhasil merobohkan saudara mereka. Diiringi 
pekikan yang menyakitkan telinga, keduanya terjun 
dalam kancah pertarungan. Bahkan langsung meng- 
gunakan senjata andalan masing-masing, berupa se- 
buah pedang pendek! 

Terjunnya dua anggota Tiga Kera dari Akherat 
yang tersisa langsung merubah keadaan. Sebaliknya 
Singa Hitam Tangan Sepuluh jadi kelabakan. 

Memang menghadapi seorang dari Tiga Kera 
dari Akherat, dia bisa di atas angin. Tapi menghadapi 
tiga orang? Apalagi mereka dapat bekerja sama dengan 
saling isi dan melindungi. Maka hanya dalam sepuluh 
jurus, Singa Hitam Tangan Sepuluh sudah terdesak. 

Gulungan sinar senjata cakar Singa Hitam Ta- 
ngan Sepuluh yang semula luas dan mengungkungi 
sekujur tubuhnya laksana sebuah benteng, kini perla- 
han mulai menyempit. Dan itu sudah menjadi tanda 
kalau keadaan Singa Hitam Tangan Sepuluh semakin 
terjepit! 

Serangan-serangan Singa Hitam Tangan Sepu- 
luh semakin berkurang. Sebaliknya, elakan-elakan dan 
tangkisan-tangkisan yang dilakukannya semakin ber- 
tambah. Dan dia hanya bertarung mundur. Sudah da- 
pat dipastikan apabila dibiarkan terus, Singa Hitam 
Tangan Sepuluh akan roboh. 

Kini pertarungan telah menginjak jurus kedua 
puluh. Dan sekarang, Singa Hitam Tangan Sepuluh 
sama sekali tidak mampu mengirimkan serangan bala- 
san. Lagi pula bagaimana lelaki bermuka singa ini da- 
pat mengirimkan serangan kalau sudah kerepotan 
sendiri menghadapi serangan-serangan silih berganti 
yang ditujukan padanya. 

Begitu asyiknya mereka bertarung, sehingga 
tak menyadari kalau di tempat itu hadir seseorang. 

Semula orang itu hanya memperhatikan jalan- 
nya pertarungan. Tapi ketika melihat sosok tubuh 
ramping berpakaian putih yang tergolek di tanah, sege- 
ra perhatiannya dialihkan. Dan dengan sekali ayunkan 
kaki, sosok yang tak lain Arya alias Dewa Arak telah 
berada di dekat tubuh Melati. Padahal, jarak antara 
Dewa Arak dengan kekasihnya semula tak kurang dari 
sepuluh tombak. 

Sementara itu, begitu telah berada di dekat ke- 
kasihnya, Dewa Arak langsung saja membungkuk. Dan 
dengan tarikan wajah penuh perasaan khawatir, dipe- 
riksanya keadaan Melati. 

Tidak berapa lama Dewa Arak memeriksa kea- 
daan Melati. Dan kini sorot kecemasan sudah tidak 
terlihat lagi di wajahnya karena mengetahui Melati sa- 
ma sekali tidak menderita luka yang berarti. Ke- 
kasihnya itu hanya terkena racun pembius yang mem- 
buatnya tidak sadar diri untuk beberapa lama. Dan 
hanya dengan dorongan hawa murni, racun itu bisa 
diusir keluar. 

Dewa Arak sendiri tidak terburu-buru dalam 
menyembuhkan Melati. Kini pandangannya dialihkan 
kembali ke arah pertarungan. Beberapa saat matanya 
terpaku di sana dengan dahi berkernyit. Tampaknya, 
dia tengah berpikir keras. 

Memang ada sesuatu yang mengganggu benak 
Dewa Arak, melihat pertarungan yang tengah berlang- 
sung. Pemuda berambut putih keperakan ini rupanya 
tengah menebak pihak mana yang menjadi kawan dan 
mana lawan. 

Sempat juga pemuda berambut putih keperak- 
an itu melihat tubuh Wintari yang tergolek di tempat 
yang terpisah agak jauh darinya. Arya tidak khawatir 
terhadap Wintari, karena dipastikannya Wintari pasti 
masih hidup. Kini Dewa Arak kembali memperhatikan 
jalannya pertarungan 

Sementara itu, keadaan Singa Hitam Tangan 
Sepuluh semakin bertambah gawat dan sudah se- 
makin terpojok! Bahkan beberapa kali ujung pedang 
pendek lawan berhasil menggores kulitnya. Sehingga 
cukup membuat darah keluar membasahi pakaiannya. 
Dan karena luka-luka yang tercipta cukup banyak, se- 
kujur tubuh Singa Hitam Tangan Sepuluh dibanjiri ali- 
ran darah! 

Sebenarnya, luka-luka yang diderita Singa Hi- 
tam Tangan Sepuluh tidak parah. Tapi karena lelaki 
bermuka singa ini tidak mempunyai kesempatan 
menghentikan aliran darahnya, tenaganya jadi berku- 
rang cepat, karena kehilangan banyak darah. 

Sebagai akibatnya, perlawanan yang diberikan 
pun mengendur. Sebaliknya, lawan-lawannya semakin 
bersemangat melihat keadaan Singa Hitam Tangan Se- 
puluh yang semakin payah. Tidak sampai tiga jurus 
lagi, lelaki bermuka singa ini akan roboh di tangan la- 
wan. 

"Sebentar lagi nyawamu akan kami kirim ke ne- 
raka, Singa Hitam. Ha ha ha...!" ejek lelaki bergigi 
tonggos penuh bernada kemenangan. 

Ucapan dan tawa lelaki bertubuh kecil ini se- 
gera disambut oleh tawa bergelak dari kedua rekannya, 
menyuarakan nada kemenangan. Masih dengan tawa 
yang belum putus, mereka terus merangsek Singa Hi- 
tam Tangan Sepuluh. 

Dari kata-kata laki-laki bergigi tonggos itu, De- 
wa Arak kini tahu pihak yang harus dibantu. Maka 
tanpa membuang-buang waktu lagi, Dewa Arak lang- 
sung melesat ke arah pertarungan. Jarak antara pen- 
dekar muda yang menggemparkan dunia persilatan ini 
dengan kancah pertarungan, tidak kurang dari tujuh 
tombak. Namun hanya sekali genjot dan berjumpalitan 
di udara, dia telah berhasil menjangkau kancah perta- 
rungan. 

Dari atas, laksana seekor burung garuda yang 
tengah menerkam mangsa, Dewa Arak meluruk ke 
arah Tiga Kera dari Akherat. Kebetulan saat itu, keti- 
ganya tengah merangsek Singa Hitam Tangan Sepuluh 
yang telah semakin terpojok. 

Wuttt! 

Deru angin keras mengawali tibanya serangan 
Dewa Arak. Akibatnya Tiga Kera dari Akherat menya- 
dari akan adanya ancaman bahaya, terpaksa memba- 
talkan serangan terhadap Singa Hitam Tangan Sepu- 
luh. Dan sebagai gantinya, pedang pendek di tangan 
mereka digunakan untuk memapak serangan Dewa 
Arak 

Wut, wut, wuttt! 

Tak, tak, takkk! 

Tubuh Tiga Kera dari Akherat langsung terhu- 
yung-huyung ke belakang ketika senjata mereka ber- 
benturan dengan tangan Dewa Arak. Tangan-tangan 
mereka pun terasa sakit-sakit, dan seperti lumpuh. 
Sehingga, hampir saja cekalan terhadap senjata itu ter- 
lepas. 

Berbeda dengan Tiga Kera dari Akherat yang 
terhuyung-huyung dengan mulut menyeringai kesaki- 
tan, Dewa Arak malah dengan enaknya hinggap di de- 
pan Singa Hitam Tangan Sepuluh. 

"Beristirahatlah sebentar, Kisanak. Biar aku 
yang menghadapi mereka. Dan...." 

Dewa Arak tidak bisa meneruskan ucapannya 
lagi, karena Tiga Kera dari Akherat sudah keburu me- 
lancarkan serangan. Tiga lelaki setengah tua bertubuh 
cebol ini meluncurkan pedang pendek ke bagian- 
bagian tubuh Dewa Arak yang mematikan. 

Sing, sing, sing! 

Bunyi berdesing nyaring mengiringi tibanya se- 
rangan. Namun, Dewa Arak tetap bersikap tenang. Di- 
tunggunya serangan itu hingga dekat. Baru setelah itu, 
dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya, 
dia menyelinap di antara kelebatan senjata lawan. 
Laksana bayangan, tubuhnya berkelebat di antara ke- 
lebatan sinar pedang. 

Lima jurus lamanya Dewa Arak hanya menge- 
lak dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh 
tanpa sekali pun balas menyerang. Seketika itu pula, 
tubuhnya lenyap dari pandangan. Sementara tiga la- 
wannya kelabakan. Dan sebelum mereka sadar, tahu- 
tahu tubuh mereka telah menjadi lemas. 




"He he he...! Kau beruntung sekali, Singa Hi- 
tam. Ada orang tak tahu penyakit berani menolong- 
mu." 

Terdengar suara begitu tubuh Tiga Kera dari 
Akherat jatuh tertotok. Meskipun hanya Singa Hitam 
Tangan Sepuluh yang ditegur, tapi Dewa Arak pun ikut 
mengalihkan perhatian ke arah asal suara. Diam-diam 
pemuda berambut putih keperakan ini terkejut bukan 
kepalang. Begitu lihaikah orang itu sehingga kedatan- 
gannya pun tidak tertangkap telinga. 

"Ah...!" 

Jeritan kaget itu keluar dari mulut Singa Hitam 
Tangan Sepuluh. Tampak di salah satu cabang pohon 
yang besarnya tak lebih dari ibu jari kaki, duduk bersi- 
la sesosok tubuh tinggi besar dengan wajah cerah. Ca- 
bang pohon itu sampai melengkung karena tak kuat 
menahan beban tubuhnya yang kekar berotot. Tapi 
anehnya, dia enak saja duduk hampir di ujung cabang! 

"Dedemit Tawa...," desah Singa Hitam Tangan 
Sepuluh, bernada kaget. Tarikan wajah dan sorot ma- 
tanya menyiratkan kekhawatiran yang sangat. 

Wajah Dewa Arak berubah begitu mendengar 
julukan Dedemit Tawa disebut. Meskipun belum per- 
nah bertemu, tapi telah kerap didengar kalau Dedemit 
Tawa adalah salah satu dari empat datuk kaum sesat. 
Apakah tokoh ini pun telah menjadi anak buah Raja 
Iblis Tanpa Tanding? Kalau menilik ucapannya terha- 
dap Singa Hitam Tangan Sepuluh, rasanya dugaan itu 
tidak salah. 

"Ha ha ha...!" 

Sosok yang duduk di atas cabang pohon, yang 
memang Dedemit Tawa itu, membuka mulutnya. 

Suara tawanya mula-mula biasa. Tapi sesaat 
kemudian, tawanya semakin keras. Dan seiring se- 
makin mengerasnya tawa itu, Singa Hitam Tangan Se- 
puluh mulai merasakan pengaruhnya. 

Tawa yang mula-mula hanya menyakitkan te- 
linga itu mulai mempengaruhi kepala dan dadanya 
yang menjadi pusing dan dada sesak! Singa Hitam 
Tangan Sepuluh buru-buru menutup telinganya itu. 
Bahkan Dewa Arak pun diam-diam mulai mengerah- 
kan tenaga dalam untuk melawannya. 

Dewa Arak untuk sementara membiarkan tin- 
dakan Dedemit Tawa. Dia ingin tahu, sampai di mana 
serangan tawa tokoh ini. Tapi ketika melihat keadaan 
Singa Hitam Tangan Sepuluh yang sampai duduk ber- 
sila dalam mengerahkan seluruh kemampuan untuk 
melawan pengaruh tawa, Dewa Arak mulai bertindak. 
Maka tenaga dalamnya segera dipusatkan. Kemudian 
dikeluarkannya lewat siulan! 

Sesaat kemudian, terjadi pertarungan mene- 
gangkan yang mengandalkan kekuatan tenaga dalam! 
Tawa dari Dedemit Tawa dan siulan Dewa Arak, saling 
berusaha tindih-menindih. 

Luar biasa! Siulan Dewa Arak ternyata mampu 
mengimbangi tawa Dedemit Tawa. Meskipun tidak da- 
pat menindihnya, siulan itu mampu membuat tawa 
Dedemit Tawa kehilangan pengaruhnya. Dan ini mem- 
buat Singa Hitam Tangan Sepuluh dapat menarik na- 
pas lega kembali. 

Namun Dedemit Tawa, tertawa bukan orang 
bodoh. Begitu tahu kalau tawanya tidak dapat dian- 
dalkan lagi, dia memutuskan untuk melompat dari ca- 
bang yang didudukinya. 

Laksana daun kering jatuh di tanah, Dedemit 
Tawa mendarat di tanah. 

"He he he...! Rupanya kau memiliki sedikit ke- 
pandaian, Anak Muda! Tapi jangan harap dapat men- 
gungguli Dedemit Tawa! He he he...!" 

Terdengar jelas ada nada meremehkan dalam 
kata-kata Dedemit Tawa. Tapi Dewa Arak tidak mem- 
pedulikannya, dan tetap bersikap tenang. 

"Dedemit Tawa...! Aku tidak mengenalmu. Dan 
mungkin pula sebaliknya. Tapi, tindakan kejimu telah 
lama kudengar. Dan demi menjaga ketenangan dunia 
persilatan, terpaksa kau akan kulenyapkan!" kata De- 
wa Arak, tegas. 

"Ha ha ha...!" 

Dedemit Tawa tertawa terbahak-bahak. 

"Luar biasa! Betapa sombongnya! Rupanya kau 
belum mengenal siapa aku, Anak Muda?!" 

"Siapa yang tidak mengenal julukan Dedemit 
Tawa? Datuk sesat yang amat sakti, tapi memiliki wa- 
tak keji!" jawab Dewa Arak lantang. 

"He he he...! Kau benar, Anak Muda. Ha ha 
ha...! Tak pernah kusangka akan ada seorang pemuda 
yang selihai dan seberani dirimu! Eh, tunggu dulu! 
Aku juga mendengar kalau sekarang ini telah muncul 
seorang tokoh sakti yang masih muda. Dia berjuluk 
Dewa Arak. Ciri-cirinya..., ah sama denganmu. Jadi, 
rupanya kau Dewa Arak.... He he he.... Sama sekali ti- 
dak kusangka akan bertemu denganmu. Mari, Dewa 
Arak. Ingin kubuktikan kebenaran berita yang telah 
menggembar-gemborkan julukanmu itu!" 

Usai berkata demikian, Dedemit Tawa mulai 
bersiap-siap melancarkan serangan. Dia berteriak den- 
gan sepasang mata terpejam. Sementara, kedua tan- 
gannya disilangkan di depan dada. 

kkk 


Melihat sikap Dedemit Tawa, Dewa Arak pun ti- 
dak berani bertindak gegabah. Buru-buru diambilnya 
guci arak yang tergantung di punggung, kemudian di- 
tuangkannya ke mulut 

Gluk.... Gluk... Gluk...! 

Bunyi tegukan terdengar ketika arak itu mele- 
wati tenggorokan Dewa Arak, dalam perjalanannya 
menuju lambung. Sesaat kemudian, terasa hawa han- 
gat mulai merayap naik ke kepala, sehingga membuat 
kaki Dewa Arak tidak menapak secara tetap di tanah. 
Tubuh pemuda berambut putih keperakan itu oleng 
sana oleng sini. 

Namun justru pada saat seperti inilah Dewa 
Arak berada dalam puncak kemampuannya. Semua ci- 
ri-ciri ini menunjukkan kalau ilmu 'Belalang Sakti' an- 
dalan Dewa Arak, siap dipergunakan. 

Dedemit Tawa sempat tertegun melihat ilmu 
yang dikeluarkan Dewa Arak. Tapi hanya sekejap saja 
dia terkejut, karena buru-buru dibuangnya. Lalu.... 

"Hiyaaat..!" 

Diawali teriakan keras yang membuat sekitar 
tempat itu tergetar hebat, Dedemit Tawa melompat 
menerjang Dewa Arak! Di saat tubuhnya tengah berada 
di udara dengan jari setengah mengepal, tangan kanan 
dihantamkannya ke ubun-ubun Dewa Arak. 

Wuttt! 

Dedemit Tawa kecelik! Serangannya langsung 
mengenai tempat kosong, karena tubuh Dewa Arak 
sudah tidak berada lagi di situ. Karuan saja hal itu 
membuatnya heran bukan kepalang. Kelihatan kalau 
Dewa Arak tidak mengelak. Bahkan justru dengan 
langkah seperti akan jatuh, Dewa Arak malah me- 
nyambut serangan. Tapi, mengapa malah serangannya 
tidak mengenai sasaran? 

Hanya sebentar saja pertanyaan itu bergayut di 
benak Dedemit Tawa. Sesaat kemudian, sebagai datuk 
sesat yang telah mempunyai pengalaman luas, lang- 
sung diketahui kalau Dewa Arak menggunakan sebuah 
ilmu aneh. 

Meskipun demikian, dia tidak menjadi putus 
asa. Dikeluarkan seluruh kemampuan yang dimili- 
kinya untuk mencecar Dewa Arak. Tapi, selalu saja se- 
tiap serangannya mengenai tempat kosong. Sebalik- 
nya, setiap serangan balasan Dewa Arak membuat De- 
demit Tawa kelabakan! Sungguhpun demikian, kakek 
tinggi besar ini mampu memberi perlawanan berarti. 

Seru dan menarik bukan kepalang pertarungan 
berlangsung. Masing-masing pihak mengeluarkan se- 
luruh kemampuan. Dewa Arak menggunakan ilmu 
'Belalang Sakti'-nya. Dan perpaduan serangan kedua 
tangan, guci, dan semburan araknya menjadi satu ke- 
satuan yang dapat menggilas habis pertahanan lawan! 

Tapi lawan yang dihadapinya adalah seorang 
datuk yang amat sakti! Malah, kali ini Dedemit Tawa 
mengeluarkan ilmu andalannya jurus 'Macan Tutul'! 

Jurus demi jurus berlalu cepat karena kedua 
belah pihak sama-sama memiliki gerakan cepat. Bah- 
kan tempat di sekitar pertarungan menjadi tak karuan. 
Tanah terbongkar di sana-sini. Pohon-pohon bertum- 
bangan, mendapat pukulan nyasar. Debu pun menge- 
pul tinggi di udara. 

Tak terasa pertarungan telah menginjak seratus 
lima jurus. Dan sampai pada jurus ini, Dedemit Tawa 
mulai terdesak dan terhimpit! 

Dedemit Tawa menggeretakkan giginya. Rasa 
penasaran yang amat sangat langsung menggelora da- 
lam dada ketika menyadari kenyataan kalau lawannya 
jauh lebih unggul. Terpaksa senjata andalannya yang 
berupa sepasang kecer dikeluarkan. 

Blammm, blammm! 

Bunyi berdentam keras langsung terdengar be- 
gitu Dedemit Tawa membenturkan sepasang kecernya. 
Keras bukan kepalang laksana ledakan halilintar. Se- 
hingga, mampu membuat Singa Hitam Tangan Sepu- 
luh yang telah berdiri tegak untuk menyaksikan perta- 
rungan jadi terkulai lemas. 

Dan kini, pertarungan kembali berlangsung le- 
bih seru, dan sengit. Karena, sekarang Dedemit Tawa 
telah menggunakan senjata andalan. 

Kembali jurus demi jurus berlangsung cepat. 
Tak terasa, empat puluh lima jurus lagi telah berlalu. 
Dan kalau dihitung dari pertama kali bertempur, me- 
reka telah menghabiskan seratus lima puluh jurus. 
Sampai jurus ini, Dewa Arak mulai menguasai perta- 
rungan. Malah beberapa kali Dedemit Tawa dibuat ter- 
huyung-huyung ketika benturan terjadi. Dedemit Tawa 
yang merajai wilayah utara itu sebenarnya memang 
kalah tenaga. 

Di jurus keseratus enam puluh satu, Dedemit 
Tawa menyerang kepala Dewa Arak dengan kedua ke- 
cernya yang saling diadukan. 

Blammm...! 

Untuk yang kesekian kalinya serangan Dedemit 
Tawa mengenai tempat kosong, karena Dewa Arak te- 
lah merendahkan tubuhnya. Kedua kecer itu saling 
berbenturan beberapa jari di atas kepala, menimbul- 
kan bunyi keras memekakkan telinga. 

Namun Dewa Arak tidak mempedulikannya. 
Saat itu banyak celah-celah terbuka dalam pertahanan 
Dedemit Tawa. Maka kesempatan itu dipergunakan se- 
baik-baiknya oleh Dewa Arak. Secepat kilat, kedua 
tangannya dihentakkan ke dada Dedemit Tawa. 

Wuttt! 

Hembusan angin dahsyat menderu, seiring me- 
luncurnya kedua tangan Dewa Arak menuju sasaran. 

Dedemit Tawa terkejut bukan kepalang, melihat 
serangan Dewa Arak yang mengandung ancaman be- 
sar. Maka dengan sebisa-bisanya dicoba untuk menge- 
gos. Tapi, terlambat. Karena.... 

Bukkk! 

"Aaa...!" 

Jeritan menyayat keluar dari mulut Dedemit 
Tawa seiring melayang tubuhnya ke belakang, ketika 
kedua tangan Dewa Arak mendarat telak di sasaran. 
Darah segar kontan menyembur deras dari mulut, hi- 
dung, dan telinga Dedemit Tawa. Sehingga, membasahi 
tanah sepanjang tubuhnya meluncur. 

Brukkk! 

Diiringi bunyi berdebuk keras, tubuh Dedemit 
Tawa jatuh ke tanah setelah melayang-layang sejauh 
beberapa tombak. Datuk sesat yang cukup terkenal itu 
tewas dengan tulang dada hancur berantakan! 

"Hhh...!" 

Dewa Arak menghembuskan napas lega. Dita- 
tapnya tubuh Dedemit Tawa sebentar, sebelum men- 
gayunkan langkah menghampiri Melati. 

Tapi baru juga beberapa langkah, ayunan ka- 
kinya berhenti. Karena, Singa Hitam Tangan Sepuluh 
telah menghadang langkahnya. 

"Kuucapkan terima kasih atas bantuan yang 
kau berikan, Dewa Arak. Tanpa bantuanmu mungkin 
aku sudah tewas di tangan Dedemit Tawa," ucap lelaki 
bermuka singa itu. 

"Lupakanlah, Singa Hitam. Ng... bolehkah ku- 
tahu, mengapa dia mengejar-ngejarmu? Apa urusan- 
nya dengan Raja Iblis Tanpa Tanding?!" Arya mengelu- 
arkan uneg-uneg yang mengganjal hatinya. 

"Panjang ceritanya, Dewa Arak," jawab Singa 
Hitam Tangan Sepuluh. 

"Kalau begitu, biar kusadarkan mereka dulu." 

Arya menghampiri tubuh Melati, kemudian 
langsung duduk bersila. Kedua telapak tangannya di- 
tempelkan di punggung kekasihnya. Pemuda berambut 
putih keperakan ini akan mengusir hawa beracun yang 
berada dalam tubuh Melati dengan dorongan tenaga 
dalamnya. 

Berkat tenaga dalamnya yang memang amat 
kuat, tak berapa lama hawa beracun itu sudah terusir 
pergi. Asap hitam mulai mengepul dari atas kepala Me- 
lati, hingga akhirnya lenyap sama sekali. Hal yang sa- 
ma dilakukan Dewa Arak pada Wintari. 

Semua kejadian itu disaksikan Singa Hitam Ta- 
ngan Sepuluh dengan penuh kagum. Dia tahu, untuk 
melakukan apa yang diperbuat Dewa Arak, apalagi da- 
lam waktu yang demikian singkat, memang membu- 
tuhkan tenaga dalam kuat! 

Di saat Dewa Arak tengah sibuk mengusir hawa 
beracun di tubuh Melati, Singa Hitam Tangan Sepuluh 
sadar. Sesaat sepasang matanya terpaku pada Dewa 
Arak, tapi kemudian segera berpaling ke arah sosok 
tubuh ramping berpakaian kuning! 

"Singa Hitam," ucap Wintari begitu sadar. 

"Benar, Wintari Kau baik-baik saja?" Singa Hi- 
tam Tangan Sepuluh balas bertanya setelah terlebih 
dulu menyunggingkan senyum pahit 

Wintari mengangguk. Sementara, Dewa Arak 
dan Melati berdiri diam memperhatikan, tanpa mengu- 
sik urusan kedua orang itu. 

"Aku membawa berita yang tidak menyenang- 
kan untukmu, Wintari," ujar Singa Hitam Tangan Se- 
puluh setelah beberapa kali menghela napas berat. 
"Sebenarnya, aku takut menyampaikannya. Tapi ini 
harus kukatakan agar hatiku tenang." 

"Apakah mengenai ayahku?" terka Wintari. 

Wajah Singa Hitam Tangan Sepuluh berubah. 
Tapi dengan pasti walaupun lambat-lambat, kepala di- 
anggukkan untuk membenarkan dugaan itu. 

Seketika itu pula, Wintari kalap! Dicekalnya ke- 
dua tangan Singa Hitam Tangan Sepuluh dan digun- 
cang-guncangkannya. Sementara lelaki bermuka singa 
ini malah menundukkan kepala. 

"Katakan, Singa Hitam! Apa yang terjadi pada 
ayahku?!" seru Wintari kalap. "Katakan!" 

Meskipun belum dikemukakan, tapi menilik si- 
kap Singa Hitam Tangan Sepuluh, Wintari sudah bisa 
memperkirakan berita yang akan diterimanya. 

"Ayahmu..., telah tewas, Wintari," akhirnya ke- 
luar juga jawaban itu. 

"Apa?!" 

Sepasang mata gadis berpakaian kuning itu 
terbelalak. Tarikan wajah dan sorot matanya menyi- 
ratkan ketidakpercayaan, Walaupun sudah menduga 
sebelumnya, tetap saja berita itu mengejutkannya. 

"Ayah..., tewas...?" ucap Wintari lemah, seperti 
kehilangan semangat. 

Singa Hitam Tangan Sepuluh mengangkat wa- 
jah dan mengangguk. Kemudian secara jelas semua 
kejadiannya diceritakan. 

"Semua ini salahku, Wintari. Hukumlah aku! 
Kalau aku tidak singgah, mungkin ayahmu tidak akan 
tewas," ujar Singa Hitam Tangan Sepuluh menutup ce- 
ritanya. 

Tapi tak ada tanggapan apa-apa dari Wintari 
atas ucapan itu. Dia terpaku kaku, dengan air mata 
bercucuran. Tampak jelas kalau gadis ini amat terpu- 
kul. Kemudian disertai keluhan panjang, tubuhnya ro- 
boh. Kalau saja Singa Hitam Tangan Sepuluh tidak bu- 
ru-buru menyangga, tentu kepalanya akan terbentur 
tanah. 




Siang baru saja merambat menuju senja, ketika 
sosok bayangan ungu dan putih berkelebat cepat me- 
nyusuri jalan tanah berdebu. Kedua sosok ini terus 
berlari dengan kecepatan tinggi. 

"Aku yakin kita belum terlambat, Kang?" tanya 
sosok bayangan putih yang tak lain Melati tanpa 
menghentikan larinya. 

"Berharap saja demikian, Melati. Mudah- 
mudahan saja, Raja Iblis Tanpa Tanding dan gerombo- 
lannya lebih memusatkan perhatian pada Singa Hitam 
Tangan Sepuluh," jawab Arya alias Dewa Arak kalem. 

Sampai di sini, pembicaraan terhenti. Sepasang 
anak muda itu baru memperlambat larinya ketika 
mendekati bangunan dengan beberapa anak bangunan 
yang berhalaman luas. Pagar dari kayu bulat kokoh 
kuat tampak mengelilingi kelompok bangunan dan ha- 
laman itu. Di atas pintu gerbang terpampang sebuah 
papan tebal yang berukir indah. Di situ tertulis huruf- 
huruf yang berbunyi 'Perguruan Lembah Dewa'! 

Dewa Arak dan Melati menghentikan larinya, 
dua tombak di depan pintu gerbang Perguruan Lem- 
bah Dewa. Kemudian dihampirinya dua penjaga yang 
berdiri di kanan kiri pintu gerbang dengan sikap was- 
pada. Penjaga-penjaga ini memang sudah sejak tadi 
memperhatikan Dewa Arak dan Melati. 

"Maaf, Kisanak. Bisa kami bertemu Ki Ran- 
cang?" tanya Arya sopan. "Ada hal sangat penting yang 
perlu dibicarakan. Namaku Arya. Dan kawanku ini, 
Melati." 

Dua penjaga pintu gerbang tidak langsung 
menjawab permintaan itu. Dirayapinya sekujur tubuh 
Dewa Arak dan Melati. 

"Silakan menunggu sebentar. Kami akan lapor 
dulu," ucap penjaga yang berambut kecoklatan. 

Usai berkata demikian, dia berlari ke dalam. 
Tak lama kemudian kembali lagi keluar. 

"Ki Rancang bersedia menerima kedatangan ka- 
lian berdua. Mari kuantarkan!" 

"Terima kasih," ucap Arya, gembira. Kemudian 
bersama penjaga berambut kemerahan itu, Dewa Arak 
dan Melati masuk ke dalam. Mereka melewati halaman 
yang luas, menuju sebuah bangunan yang paling be- 
sar. 

"Silakan menunggu di sini sebentar," ujar pen- 
jaga berambut kemerahan itu. Kemudian dia berlari 
cepat ke dalam bangunan tanpa menunggu tanggapan 
sepasang pendekar yang diantarnya. 

Dewa Arak dan Melati patuh, berdiri menung- 
gu. Pandangan mereka beredar ke sekeliling tempat 
itu. Sunyi sepi. Tidak tampak seorang pun tengah ber- 
latih. 

"Waspadalah, Melati," bisik Arya, "Perasaanku 
tidak enak" 

"Jangan-jangan kita dijebak, Kang," tukas Me- 
lati, "Barangkali saja gerombolan Raja Iblis Tanpa 
Tanding telah merebut tempat ini!" 

Belum sempat Dewa Arak memberi tangga- 
pan.... 

Sing! Sing! Sing! 

Bunyi berdesing nyaring yang menyakitkan te- 
linga terdengar seiring melesatnya ratusan anak panah 
ke arah Dewa Arak dan Melati. Serangan yang datang 
dari segala penjuru ini, mengarah pada sepasang pen- 
dekar muda yang berada di tengah-tengah halaman. 

Dewa Arak dan Melati langsung mengadu 
punggung. Kemudian dengan tangan telanjang, dipa- 
paknya hujan anak panah itu dengan pengerahan te- 
naga dalam. Sehingga, telapak tangan mereka tidak 
sampai terluka. 

Tak, tak, tak! 

Bunyi berdetak keras terdengar, ketika anak- 
anak panah itu berjatuhan dalam keadaan patah- 
patah, setelah dihantam tangan sepasang pendekar 
itu. Malah sebagian di antaranya roboh sebelum sem- 
pat tertangkis! 

Tapi hujan anak panah itu ternyata tidak ber- 
henti sampai di situ. Tapi untung saja semuanya dapat 
dikandaskan Dewa Arak dan Melati. 

Sadar kalau serangan dengan anak panah tidak 
berarti, para penyerang pun keluar dari tempatnya. 
Dan dengan senjata di tangan, mereka menyerbu se- 
raya mengeluarkan teriakan-teriakan keras. Dan ter- 
nyata, mereka memang anak buah Raja Iblis Tanpa 
Tanding. 

Namun orang yang dihadapi kali ini adalah De- 
wa Arak dan Melati! Menghadapi serangan semacam 
itu sama sekali mereka tidak menjadi gugup. 

Tak, tak! 

Detak keras seperti dua logam kuat berbentu- 
ran, terdengar ketika serangan tokoh-tokoh aliran hi- 
tam itu dipapak sepasang tangan Dewa Arak. Yang le- 
bih gila lagi, mata senjata-senjata itu malah berpata- 
han. Itu pun masih diselingi jerit kesakitan dari mulut 
tokoh-tokoh aliran hitam itu. Bahkan tangan yang 
menggenggam pedang terasa sakit bukan kepalang. 
Beberapa di antaranya malah tak kuat menggenggam 
senjata hingga terjatuh! 

Meskipun demikian, tokoh-tokoh aliran hitam 
lain tidak menjadi gentar. Diiringi pekikan nyaring 
yang memekakkan telinga, mereka menerjang Dewa 
Arak dan Melati dalam jumlah yang lebih banyak. Hal 
ini disebabkan anak buah Raja Iblis Tanpa Tanding 
yang lain telah berdatangan, begitu mendengar keribu- 
tan. 

Tapi tindakan tokoh-tokoh aliran hitam itu tak 
ubahnya segerombolan semut menerjang api. Mereka 
semua roboh tanpa daya, sebelum sempat menyarang- 
kan sebuah serangan pun. 

Suara desing senjata menyambar dan dentang 
senjata berbenturan, menyemaraki jalannya perta- 
rungan. Itu pun masih ditingkahi jerit kesakitan dan 
juga berjatuhannya tubuh tokoh-tokoh aliran hitam ke 
tanah. Sudah dapat dipastikan, semua tokoh aliran hi- 
tam akan berhasil dirobohkan Dewa Arak dan Melati. 

Tapi sebelum hal itu terjadi.... 

"Menyingkir semua...!" 

Sebuah bentakan keras menggelegar seketika 
terdengar, sehingga membuat suasana di sekitar tem- 
pat itu bergetar keras. Tampaknya, bentakan itu dike- 
luarkan disertai pengerahan tenaga dalam. 

Maka seketika tokoh-tokoh aliran hitam yang 
masih tersisa langsung menghentikan serangan. Me- 
reka tahu, orang yang membentak itu adalah pimpinan 
mereka. 

Tapi ternyata orang yang membentak adalah 
Dewa Sesat Pemetik Bunga! Sementara di belakangnya 
berdiri belasan orang tokoh hitam berpakaian seragam. 
Rupanya, datuk pendek gemuk ini telah mendengar 
adanya keributan. 

"Kiranya Dewa Arak! Ha ha ha...! Betapa ga- 
gahnya tindakanmu dengan menjatuhkan tangan pada 
tokoh-tokoh rendahan! Ha ha ha.... Hebat! Hebat!" lan- 
jut Dewa Sesat Pemetik Bunga, penuh ejekan. 

Datuk wilayah timur ini sebenarnya memendam 
penasaran pada Dewa Arak, karena dirinya telah di- 
buat malu ketika dikalahkan oleh Dewa Arak beberapa 
waktu lalu. Ingin dicobanya sekali lagi kesaktian pe- 
muda berambut putih keperakan itu. 

"Ah! Betapa gagahnya ucapanmu, Dewa Sesat! 
Apakah kau ingin dibuat terjerembab lagi oleh Dewa 
Arak?!" ejek Melati. 

"Tutup mulutmu, Wanita Liar!" maki Dewa Se- 
sat Pemetik Bunga, geram. "Atau aku yang akan menu- 
tupnya dengan kekerasan!" 

"Hihihi...!" 

Hanya tawa mengikik dari Melati yang me- 
nyambuti ancaman Dewa Sesat Pemetik Bunga. Tam- 
pak jelas kalau gadis berpakaian putih itu tidak men- 
ganggap ancaman datuk pendek gemuk itu sebagai 
suatu ancaman. 

"Kau akan menutup mulutku dengan kekeras- 
an?! Hi hi hi...! Apakah aku tidak salah dengar? Ingin 
kulihat, bagaimana kau membuktikan ucapanmu, 
Kerbau Pendek Gemuk?!" 

"Mampus kau, Wanita Sombong!" 

Belum juga gema ucapan itu lenyap, Dewa Se- 
sat Pemetik Bunga telah melancarkan serangan pada 
gadis berpakaian putih itu. Serangannya dimulai den- 
gan sebuah tendangan kaki kanan lurus ke arah perut. 
Agar serangan yang dikirimkan dapat mencapai sasa- 
ran, terpaksa Dewa Sesat Pemetik Bunga bergerak 
mendekat terlebih dahulu. 

Wuttt! 

Serangan Dewa Sesat Pemetik Bunga hanya 
mengenai tempat kosong, karena Melati telah lebih du- 
lu melompat menghindar, seraya melancarkan seran- 
gan berupa sampokan ke arah pelipis. 

Cittt! 

Deru angin tajam terdengar dari udara yang te- 
robek oleh sampokan tangan Melati yang berbentuk 
cakar. Dari sini saja sudah bisa diperkirakan kedah- 
syatan serangannya yang disertai pengerahan tenaga 
dalam. 

Dewa Sesat Pemetik Bunga yang sudah bisa 
membaca kekuatan gadis itu, tidak berani membuang- 
buang waktu. Apalagi serangan itu datangnya terlalu 
tiba-tiba. Apabila terlambat sedikit saja akan gawat 
akibatnya. 

Karena kesempatan yang tidak memungkinkan 
inilah Dewa Sesat Pemetik Bunga hanya sempat mena- 
rik kepalanya ke belakang sambil mendoyongkan tu- 
buh. Meskipun hanya demikian, tapi cukup membuat 
serangan itu mengenai tempat kosong. Sampokan ca- 
kar Melati hanya lewat beberapa jari di depan wajah 
Dewa Sesat Pemetik Bunga. 

Namun tak urung rambut dan sekujur pakaian 
Dewa Sesat Pemetik Bunga berkibaran keras. Dari sini 
saja sudah bisa diketahui betapa kuatnya tenaga da- 
lam yang terkandung dalam serangan itu. 

Melati jadi geram karena penasaran melihat la- 
wannya berhasil mengelakkan serangan. Dan seiring 
munculnya perasaan itu, diputuskan untuk semakin 
memperhebat serangannya. 

Tapi, ternyata Dewa Sesat Pemetik Bunga bu- 
kan termasuk lawan yang mudah dirobohkan. Setiap 
serangan Melati berhasil dipatahkan. Bahkan datuk 
pendek gemuk ini mampu mengirimkan serangan ba- 
lasan yang tidak kalah dahsyat. Maka kini pertarungan 
sengit tidak bisa dielakkan lagi. 

Karena masing-masing memiliki gerakan cepat, 
maka dalam waktu sebentar saja lima belas jurus telah 
terlewati. Dan selama itu, belum nampak tanda-tanda 
ada yang menang. 

Agaknya pertarungan itu disaksikan penuh 
perhatian oleh Dewa Arak dan anak buah Raja Iblis 
Tanpa Tanding. Tapi tentu saja di antara mereka se- 
mua, hanya Dewa Arak yang dapat melihat jelas perta- 
rungan yang tengah berlangsung. 

Memang, kecepatan gerak Melati dan Dewa Se- 
sat Pemetik Bunga tidak dapat tertangkap oleh pan- 
dangan mata anak buah Raja Iblis Tanpa Tanding 

Yang terlihat hanyalah kelebatan bayangan hitam dan 
putih dalam bentuk tidak jelas, yang saling belit dan 
kadang-kadang saling pisah. 

•kifk 


Dengan penuh perhatian Dewa Arak menyaksi- 
kan jalannya pertarungan antara Melati melawan Dewa 
Sesat Pemetik Bunga yang berlangsung semakin seru. 
Apalagi ketika masing-masing telah mengeluarkan il- 
mu andalan. Lima puluh jurus telah terlewat, namun 
selama itu belum nampak adanya tanda-tanda yang 
bakal jadi pemenang. 

Kini alis Dewa Arak berkernyit. Disadarinya ka- 
lau pertarungan akan berjalan alot. Jelas sudah kalau 
Dewa Sesat Pemetik Bunga memang lawan tangguh 
bagi Melati! 

Kontan perasaan cemas melilit hati Dewa Arak. 
Menghadapi Dewa Sesat Pemetik Bunga saja, Melati 
sudah dibuat kewalahan. Padahal di tempat ini masih 
ada dua orang lagi yang memiliki kesaktian tinggi pula. 
Bahkan satunya memiliki kepandaian menggiriskan! 
Dan orang itu adalah Raja Iblis Tanpa Tanding. 

Itulah yang membuat gelisah Dewa Arak. Yang 
dicemaskannya kini hanyalah Melati! Paling tidak, ga- 
dis itu harus diajak keluar dari sini! 

Tapi sebelum Dewa Arak melaksanakan mak- 
sudnya. ... 

"Ha ha ha...!" 

Terdengar suara tawa bergelak, yang membuat 
sekitar tempat itu bergetar hebat. Tawa siapa lagi ka- 
lau bukan Raja Iblis Tanpa Tanding? Tampak tokoh 
sesat itu tertawa dari dalam bangunan paling besar, 
bersama Siluman Pencabut Nyawa. 

"Pucuk dicinta ulam tiba!" kata kakek bermata 
mengerikan itu setelah menghentikan tawanya. "Sama 
sekali tidak kusangka! Tanpa bersusah payah mencari, 
kau datang ke hadapanku, Dewa Arak! Ha ha ha...! Be- 
rarti, pertarungan kita yang belum selesai dapat dilan- 
jutkan." 

Setelah berkata demikian, Raja Iblis Tanpa 
Tanding mengibaskan tangan kanannya. 

"Ringkus wanita itu! Dia bahan yang baik sekali 
untuk penyempurnaan ilmu yang kumiliki!" 

"Baik," kata Siluman Pencabut Nyawa, cepat. 
Kemudian kakinya terayun menghampiri kancah per- 
tarungan antara Melati dan Dewa Sesat Pemetik Bun- 
ga- 

Dewa Arak terkejut bukan kepalang mendengar 
perintah Raja Iblis Tanpa Tanding. Dan ini berarti ke- 
selamatan Melati tengah terancam! 

"Tunggu!" cegah Dewa Arak cepat sambil mele- 
sat maju. 

Hanya sekali lesatan saja, Dewa Arak telah ber- 
ada di hadapan Siluman Pencabut Nyawa yang tengah 
menuju kancah pertarungan antara Melati dan Dewa 
Sesat Pemetik Bunga. 

Siluman Pencabut Nyawa terpaksa menghenti- 
kan langkahnya, karena Dewa Arak berdiri mengha- 
dang jalan. 

"Raja Iblis Tanpa Tanding! Persoalan sebenar- 
nya adalah antara kau dan aku! Bukan dengan gadis 
itu. Lepaskan gadis itu. Dan, mari bertarung sampai di 
antara kita ada yang menggeletak tanpa nyawa!" tan- 
tang Dewa Arak. 

Pemuda berambut putih keperakan ini menco- 
ba membuat Raja Iblis Tanpa Tanding merubah kepu- 
tusannya. 

"He he he...! Tidak usah mengajariku, Dewa 
Arak. Sekalipun tidak ada urusan, kalau aku mau sia- 
pa yang berhak melarang?! Apalagi gadis itu! Dia telah 
banyak menanam persoalan denganku. Telah cukup 
banyak anak buahku yang terluka olehnya. Kau men- 
gerti?! Kini berhati-hatilah, kalau kau tidak ingin mati 
percuma di tanganku!" 

Seiring selesainya ucapan itu, Raja Iblis Tanpa 
Tanding bergerak menghampiri Dewa Arak dengan 
langkah satu-satu. Terlihat jelas kalau sikapnya sangat 
waspada, karena telah merasakan sendiri kelihaian 
pemuda berambut putih keperakan itu. 

Tepat ketika Raja Iblis Tanpa Tanding bergerak 
menghampiri Dewa Arak, Siluman Pencabut Nyawa 
melanjutkan maksudnya yang tertunda. Datuk tinggi 
kurus ini kembali menghampiri kancah pertarungan 
antara Melati dan Dewa Sesat Pemetik Bunga. 

Tentu saja semua ini tak luput dari pengawa- 
san Dewa Arak. Dan dalam waktu yang hanya sekejap 
saja, pemuda berambut putih keperakan ini memutar 
otak untuk memperhitungkan tindakan yang harus di- 
lakukannya. 

"Hih!" 

Dewa Arak seketika menjejakkan kakinya. Se- 
saat kemudian tubuhnya melayang, menuju kancah 
pertarungan yang terjadi antara Melati dan Dewa Sesat 
Pemetik Bunga. 

"Melati! Cepat pergi!" 

Di saat tubuhnya tengah meluruk ke dalam 
kancah pertarungan, Dewa Arak menyerukan perintah 
pada kekasihnya. 

Karuan saja seruan Dewa Arak membuat Melati 
kaget, karena perhatiannya tengah terpusat untuk 
mengalahkan Dewa Sesat Pemetik Bunga. Sehingga 
gadis berpakaian putih ini tidak tahu apa yang terjadi 
di sekelilingnya. Namun meskipun demikian, Melati ti- 
dak berani membantah perintah Dewa Arak. Dia tahu, 
Arya memberi perintah seperti itu pasti berdasarkan 
alasan kuat. 

Maka, tanpa ragu-ragu lagi, Melati segera me- 
lempar tubuh ke belakang, menjauhi kancah perta- 
rungan. Tubuhnya yang ramping berputaran di udara, 
dalam usahanya menjauhi lawan. 

Tentu saja Dewa Sesat Pemetik Bunga tidak 
mau memberi kesempatan pada gadis itu. Maka tu- 
buhnya pun melesat mengejar. Sekarang, Melati benar- 
benar berada dalam bahaya besar. Ini karena maksud- 
nya dilaksanakan saat keadaannya tidak mengun- 
tungkan. 

Tapi sebelum Dewa Sesat Pemetik Bunga sem- 
pat melancarkan serangan, Dewa Arak telah lebih dulu 
melesat memotong jalur lompatannya. Bahkan pemuda 
berambut putih keperakan itu juga langsung me- 
layangkan kedua tangannya untuk memapak serangan 
Dewa Sesat Pemetik Bunga. Kali ini, Arya tidak ragu- 
ragu lagi mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. 

Akibatnya, benturan antara dua pasang tangan 
yang sama-sama mengandung tenaga dalam kuat pun 
tidak terelakkan lagi. Dan.... 

Plakkk, plakkk! 

"Aih...!" 

Terdengar jeritan tertahan dari mulut Dewa Se- 
sat Pemetik Bunga ketika tubuhnya melayang deras ke 
belakang. Kedua tangannya kontan terasakan sakit- 
sakit. Bahkan dadanya pun terasa sesak bukan kepa- 
lang. Kini datuk pendek gemuk itu baru menyadari ka- 
lau tenaga dalamnya kalah jauh dibanding Dewa Arak. 

Meskipun demikian, Dewa Sesat Pemetik Bunga 
masih bisa menunjukkan kelihaiannya selaku seorang 
datuk golongan hitam pada orang-orang yang menyak- 
sikan. Dan tanpa menemui kesulitan, kekuatan yang 
membuat tubuhnya melayang ke belakang dipatah- 
kan ny a. Lalu.... 

"Hup!" 

Dengan gerakan indah dan manis, Dewa Sesat 
Pemetik Bunga menjejak tanah. Sementara Dewa Arak 
sudah sejak tadi berada di tanah, karena hanya terja- 
jar beberapa langkah ke belakang. 

Dan belum sempat Dewa Arak berbuat sesuatu, 
tiba-tiba Siluman Pencabut Nyawa telah meluruk ke 
arahnya. Datuk yang bertubuh tinggi kurus ini melan- 
carkan serangan berupa tendangan ke arah perut! 

Terpaksa Dewa Arak melompat mundur. Na- 
mun sebelum sempat berbuat sesuatu, Dewa Sesat 
Pemetik Bunga telah membantu Siluman Pencabut 
Nyawa. Tak pelak lagi, Dewa Arak pun sibuk meng- 
hadapi dua pengeroyok yang berkepandaian amat tinggi!

Sementara itu baru saja kedua kaki Melati 
hinggap di tanah, 

"He he he....'" 

Terdengar sebuah suara tawa bergetar yang 
mengandung pengerahan tenaga dalam. Dan ini mem- 
buat Melati terjingkat bagai disengat ular berbisa. Ce- 
pat kepalanya menoleh ke kanan, tempat suara tawa 
terkekeh itu berasal. 

Melati terkejut bukan kepalang ketika pandan- 
gannya tertumbuk pada sepasang mata Raja Iblis Tan- 
pa Tanding yang bersorot aneh. Terang menyilaukan, 
mengandung pengaruh mengerikan! 

"He he he...!" 

Raja Iblis Tanpa Tanding kembali terkekeh me- 
lihat Melati terkesima. Dan belum juga Melati sadar 
dari keterpakuannya, tokoh sesat mengerikan itu me- 
lesat melepaskan totokan ke arah dada. Begitu cepat 
gerakannya, sehingga. 

Tuk! 

Tuk! 

Melati kontan ambruk tak berdaya di tanah. 
Sementara, Dewa Arak sebenarnya ingin menolong Me- 
lati. Tapi apa daya, dia sendiri juga sedang melayani 
serangan lawan-lawannya. Untung saja dia cepat men- 
dapat kesempatan. Sehingga pemuda berambut putih 
keperakan ini melesat ke tempat Melati. 

Dewa Sesat Pemetik Bunga dan Siluman Pen- 
cabut Nyawa tentu saja tidak membiarkan Dewa Arak 
meloloskan din dari kepungan. Maka begitu melihat 
pemuda berambut putih keperakan itu melesat, mere- 
ka juga melesat untuk mencegah. Dan di antara kedu- 
anya, hanya Siluman Pencabut Nyawa yang mempu- 
nyai peluang lebih baik untuk menghadang Dewa 
Arak. 

Menyadari kalau Dewa Arak merupakan se- 
orang lawan yang amat tangguh, Siluman Pencabut 
Nyawa tidak berani bertindak main-main. Segera di- 
uraikan cambuk berujung dua yang semula membelit 
pinggang. Lalu, cambuk itu dilecutkan ke arah Dewa 
Arak 

Siuttt, siuttt! 

Diiringi berkesiutan nyaring, ujung-ujung cam- 
buk itu meluncur. Begitu mengagumkan gerakan mas- 
ing-masing ujung cambuk itu. Yang satu menuju ke 
arah ubun-ubun, sedangkan yang satu lagi ke bawah 
hidung. 

Pada saat yang bersamaan dengan meluncur- 
nya serangan Siluman Pencabut Nyawa, Dewa Sesat 
Pemetik Bunga meluruk ke arah Dewa Arak. 

Hambatan ini membuat Dewa Arak geram se- 
tengah mati. Kalau menuruti perasaan, ingin ditang- 
kapnya ujung-ujung cambuk yang tengah meluncur ke 
arahnya. Dia tahu, dengan kelebihan tenaga dalam 
yang dimiliki, cambuk itu dapat ditangkapnya tanpa 
harus terluka. 

Namun Dewa Arak tidak mau terlarut oleh pe- 
rasaan. Pengalaman demi pengalaman telah mengajar- 
kan kepadanya kalau kebanyakan senjata tokoh golon- 
gan hitam mengandung racun mematikan. 

Karena khawatir akan kebenaran dugaannya, 
Dewa Arak tidak mau menangkap cambuk itu. Dan da- 
lam waktu yang hanya sedikit itu, diambilnya guci 
arak yang tergantung di punggungnya. Kemudian, dis- 
ampoknya lecutan cambuk itu. 




Ctarrr, ctarrr! 

Ledakan keras seperti sambaran halilintar ter- 
dengar, ketika ujung-ujung cambuk itu beradu dengan 
badan guci milik Dewa Arak. Maka kesudahannya, le- 
satan Dewa Arak jadi terhambat. Dan... 

"Hup!" 

Pemuda berambut putih keperakan itu menda- 
ratkan kedua kakinya di tanah. Sementara, Siluman 
Pencabut Nyawa sendiri terhuyung-huyung ke be- 
lakang. Hal ini saja cukup menjadi bukti kalau tenaga 
dalam Siluman Pencabut Nyawa berada di bawah Dewa 
Arak. 

Tapi sebelum Dewa Arak meneruskan maksud- 
nya serangan Dewa Sesat Pemetik Bunga telah tiba. 
Terpaksa perhatian Dewa Arak beralih. 

Dewa Sesat Pemetik Bunga melancarkan se- 
rangan berupa sampokan tangan kanan dengan jari- 
jari terkembang, ke arah pelipis Dewa Arak. Tepat pada 
saat yang sama ujung-ujung cambuk Siluman Penca- 
but Nyawa meluncur ke arah ulu hati! 

Wuttt! 

Pemuda berambut putih keperakan itu meren- 
dahkan tubuhnya. Untuk menghindari sampok Dewa 
Sesat Pemetik Bunga sedangkan guci yang sejak tadi 
terpegang di tangan, langsung dipalangkan di depan 
dada untuk mematahkan serangan Siluman Pencabut 
Nyawa. 

Wuttt! Blangngng! 

Rentetan kejadian berlangsung demikian cepat. 
Sampokan tangan Dewa Sesat Pemetik Bunga yang 
hanya menyambar angin di atas kepala Dewa Arak, 
dan cambuk Siluman Pencabut Nyawa membentur gu- 
ci berlangsung dalam selisih waktu yang demikian 
singkat 

Tapi kesudahannya, baik Siluman Pencabut 
Nyawa maupun Dewa Arak sama-sama terhuyung ke 
belakang. Hanya saja, Siluman Pencabut Nyawa ter- 
huyung tiga langkah, sementara Dewa Arak hanya sa- 
tu langkah. Itu pun sebagian besar disebabkan karena 
kedudukan pemuda berambut putih keperakan itu 
yang kurang menguntungkan. 

Belum juga Dewa Arak sempat memperbaiki 
kedudukannya, kembali datang serangan Dewa Sesat 
Pemetik Bunga dari arah belakang. Sedangkan cam- 
buk Siluman Pencabut Nyawa kembali mematuk- 
matuk ke arah ubun-ubun. Kali ini, Dewa Arak 
diserang dari dua arah. 

"Hih!" 

Dewa Arak melompat ke kanan. Dan selagi tu- 
buhnya berada di udara, guci yang sudah kembali ter- 
sampir di punggung diambilnya. Kemudian diangkat- 
nya ke atas kepala.... 

Gluk... Gluk... Gluk...! 

Suara tegukan terdengar ketika arak itu mele- 
wati tenggorokan Dewa Arak dalam perjalanannya me- 
nuju ke perut. Sesaat kemudian, terasa hawa hangat 
berputar di dalam perut. Lalu, merayap naik ke atas 
kepala. 

"Hup!" 

Tubuh Dewa Arak limbung ke kanan dan ke ki- 
ri ketika mendarat di tanah. Ini menjadi pertanda ka- 
lau ilmu 'Belalang Sakti' telah siap dipergunakan. 

Siluman Pencabut Nyawa dan Dewa Sesat Pe- 
metik Bunga langsung tertegun ketika melihat tingkah 
laku Dewa Arak. Sehingga untuk sementara mereka 
menghentikan pertarungan. Kedua datuk golongan hi- 
tam ini benar-benar merasa heran melihat tingkah 
Dewa Arak Padahal, mereka telah mendengar tentang 
ilmu 'Belalang Sakti' milik Dewa Arak. Tapi begitu me- 
lihat sendiri, tetap saja merasa heran. 

Untung, hanya sebentar saja Siluman Pencabut 
Nyawa dan Dewa Sesat Pemetik Bunga tertegun. Selan- 
jutnya, mereka kembali melancarkan serangan. 


kkk 


Sementara itu di arena lainnya, Melati benar- 
benar telah tak berdaya sehabis tertotok oleh Raja Iblis 
Tanpa Tanding. Dia terbujur lemas tak berdaya, dalam 
keadaan mata terpejam. 

"Ha ha ha...!" 

Seketika tawa Raja Iblis Tanpa Tanding mele- 
dak. Nada kemenangan dan kegembiraan tampak da- 
lam suaranya. Kemudian, Raja Iblis Tanpa Tanding 
sama sekali tidak mempedulikan Melati lagi. Pandan- 
gannya dialihkan ke arah pertarungan yang berlang- 
sung antara Dewa Arak menghadapi Dewa Sesat Peme- 
tik Bunga dan Siluman Pencabut Nyawa. 

Dengan penuh perhatian, Raja Iblis Tanpa Tan- 
ding menyaksikan jalannya pertarungan itu. Sepasang 
matanya yang bersinar kehijauan hampir tidak pernah 
berkedip sama sekali. Beberapa kali kepalanya terang- 
guk-angguk. 

"Ternyata berita yang terdengar di dunia persi- 
latan tentang keanehan dan kedahsyatan ilmu 
'Belalang Sakti', tidak berlebihan. Ilmu itu benar-benar 
dahsyat...," desah Raja Iblis Tanpa Tanding bernada 
kekaguman, setelah memperhatikan jalannya perta- 
rungan beberapa saat. 

Kekaguman Raja Iblis Tanpa Tanding atas ke- 
pandaian Dewa Arak memang beralasan. Tokoh muda 
yang menggemparkan itu dikeroyok dua datuk golon- 
gan hitam. Namun tidak tampak kalau pemuda be- 
rambut putih keperakan itu berada di pihak yang ter- 
desak. Padahal, pertarungan telah berlangsung lebih 
dari lima puluh jurus! 

Sementara itu, orang yang dikagumi Raja Iblis 
Tanpa Tanding tengah memusatkan seluruh perhatian 
untuk menghadapi lawan-lawannya. Segenap kemam- 
puannya dikerahkan, karena serbuan gabungan dari 
lawan-lawannya memang dahsyat bukan kepalang. 

Kepandaian masing-masing dua datuk golong- 
an hitam itu saja sudah demikian hebat. Dan kini, me- 
reka secara berbarengan maju menghadapi Dewa Arak. 

Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan gabun- 
gan itu. Tambahan lagi kedua datuk ini mampu saling 
mengisi. Sehingga meskipun terlihat jelas kalau mere- 
ka terdiri dari dua orang, tapi seperti dikendalikan sa- 
tu pikiran. Dengan demikian kedahsyatan serangan 
mereka pun semakin bertambah. 

Dan kedahsyatan serangan itu dirasakan Dewa 
Arak. Pemuda berambut putih keperakan ini merasa- 
kan tekanan yang amat kuat dari setiap serangan la- 
wan. Bahkan datangnya silih berganti dan bertubi- 
tubi. Tentu saja Dewa Arak tidak mempunyai kesem- 
patan untuk melancarkan serangan balasan 

Hanya sesekali Dewa Arak mendapat kesempa- 
tan melancarkan serangan balasan. Dan itu pun selalu 
berhasil dikandaskan lawan-lawannya yang bekerja 
sama dengan baik. 

Namun itu bukan berarti Dewa Arak tidak ber- 
daya. Meskipun kelihatannya kerepotan, tapi sebe- 
narnya pemuda berambut putih keperakan itu sama 
sekali tidak terdesak. Dan ini pun diketahui Raja Iblis 
Tanpa Tanding. Sehingga kekagumannya semakin me- 
nebal ketika melihat tingkah tokoh muda yang meng- 
gemparkan itu. 

Di kancah pertarungan itu Raja Iblis Tanpa 
Tanding melihat betapa Dewa Arak masih sempat me- 
minum araknya! Padahal, serangan demi serangan da- 
tang bertubi-tubi. Yang lebih gila lagi, beberapa kali 
sewaktu serangan tengah meluncur, Dewa Arak malah 
dengan seenaknya menenggak araknya! Baru ketika 
serangan hampir mengenai sasaran, dia mengelak 
dengan gerakan seperti orang akan jatuh. Maka..., se- 
rangan itu pun lolos! 

Karuan saja hal itu membuat lawan-lawan De- 
wa Arak semakin kalap! Dan akibatnya, serangan- 
serangan yang dilancarkan pun semakin dahsyat. 

Menginjak jurus keenam puluh lima, Dewa 
Arak mulai kewalahan. Tak bisa dipungkiri kalau la- 
wan-lawan yang dihadapi Dewa Arak adalah tokoh- 
tokoh utama dunia persilatan. Itu sebabnya dia kete- 
ter. 

Jurus demi jurus berlalu cepat. Dan seiring se- 
makin lamanya pertarungan, semakin terlihat jelas 
keadaan Dewa Arak yang terus dihimpit. Sudah bisa 
diketahui kalau pertarungan terus berlanjut, keadaan 
Dewa Arak akan semakin sulit. 

"Ha ha ha...!" 

Raja Iblis Tanpa Tanding tertawa terbahak- 
bahak melihat perubahan pada jalannya pertarungan. 
Sebagai seorang tokoh persilatan tingkat tinggi, tentu 
saja dia bisa menilai akhir dari sebuah pertarungan se- 
telah memperhatikannya, baik sebentar maupun agak 
lama. 

"Sekarang kau baru tahu kelihaian kami, Dewa 
Arak! Jangan coba-coba menentang tingkah kami. Ka- 
rena siapa pun yang mencoba menghambat, akan han- 
cur! Ha ha ha...!" 

Raja Iblis Tanpa Tanding mengakhiri ucapan 
bernada kemenangannya dengan sebuah tawa keras 
menggelegar. Rupanya kakek bermata mengerikan ini 
merasa gembira, karena yakin betul Dewa Arak akan 
roboh. Walaupun demikian, di hati kecilnya timbul pe- 
rasaan kagum terhadap Dewa Arak. Sukar dipercaya 
orang semuda Dewa Arak, mampu menghadapi dua 
datuk golongan hitam sekaligus! Bahkan hingga berta- 
rung sekian lamanya. Padahal, dia sendiri tidak yakin 
akan mampu! 


kkk 


Tapi di saat-saat menentukan itu, tiba-tiba ter- 
dengar teriakan-teriakan keras yang disusul berkeleba- 
tan nya banyak sosok tubuh ke dalam bangunan Per- 
guruan Lembah Dewa ini. 

Tentu saja hal ini mengejutkan Raja Iblis Tanpa 
Tanding dan anak buahnya. Apalagi ketika mengetahui 
jumlah penyerbu yang demikian banyak. Dan yang le- 
bih mengejutkan lagi ketika melihat sosok-sosok yang 
menjadi pimpinan penyerbu mereka adalah Ki Ran- 
cang, Ki Cupang, dan masih ada tiga orang lagi yang 
merupakan ketua-ketua partai besar golongan putih. 

Raja Iblis Tanpa Tanding pun seketika gentar! 
Betapa tidak? Satu di antara mereka saja, memiliki ke- 
pandaian tak berada di bawah datuk-datuk sesat yang 
menjadi anak buahnya. Dan lagi, bagaimana mereka 
bisa bersatu? Disadari kalau keadaan sudah tidak 
menguntungkan pihaknya. Meskipun demikian, dipu- 
tuskan untuk mengadakan perlawanan lebih dulu! 

"Sambut mereka...!" seru Raja Iblis Tanpa Tan- 
ding pada anak buahnya! 

Seketika itu pula, anak buah Raja Iblis Tanpa 
Tanding yang berjumlah tak kurang dari seratus 
orang, menyambut kedatangan para penyerbu. Dan 
penyerbu yang berjumlah lebih dari seratus orang itu 
memiliki gerakan gesit. Dan mereka langsung merang- 
sek, sehingga pertempuran besar-besaran pun berko- 
bar! 

Tiga di antara lima kakek yang menjadi pemim- 
pin para penyerbu segera melesat ke arah Raja Iblis 
Tanpa Tanding dan mengurungnya. 

"Kau harus mempertanggungjawabkan kekejian 
tindakanmu, Lakadewa! Nyawa murid-muridku harus 
ditebus dengan nyawamu!" bentak salah seorang dari 
tiga kakek berpakaian putih dengan jenggot panjang 
sampai ke perut! Dialah Ki Rancang, Ketua Perguruan 
Lembah Dewa. Sedangkan dua orang di sebelahnya 
adalah adik-adik seperguruannya. 

"Ha ha ha...!" 

Raja Iblis Tanpa Tanding yang ternyata berna- 
ma Lakadewa tertawa tergelak, untuk menutupi kegen- 
taran hatinya. Apalagi ketika melihat anak buahnya 
kocar-kacir. Disaksikannya pula betapa Dewa Sesat 
Pemetik Bunga dan Siluman Pencabut Nyawa belum 
juga berhasil merobohkan Dewa Arak. Malah, pemuda 
berambut putih keperakan itu terlihat masih segar- 
bugar, seakan-akan tenaganya tidak pernah habis. 
Keadaan benar-benar tidak menguntungkan pihaknya! 

"Tidak pernah kusangka kalau kau akan ber- 
tindak seperti ini, Lakadewa! Apakah sekarang kau 
akan membunuh kami, yang juga kakak-kakak seper- 
guruanmu?!" ucap Ki Rancang lagi. 

Sepasang mata Raja Iblis Tanpa Tanding yang 
ternyata adik seperguruan Ki Rancang, seperti menyi- 
narkan api. Sesaat kemudian.... 

"Diam...!" 

Raja Iblis Tanpa Tanding membentak keras bu- 
kan kepalang, penuh kekuatan aneh. Akibatnya benar- 
benar dahsyat! Bukan hanya Ki Rancang saja yang 
terdiam. Semua tokoh-tokoh yang bertempur pun ter- 
diam pula. 

Kesempatan yang hanya sekejap itu diperguna- 
kan sebaik-baiknya oleh Raja Iblis Tanpa Tanding. 
Hanya sekali menggenjot kakinya tubuhnya telah me- 
lesat! Datuk sesat yang menggiriskan ini kabur! 

Saat itulah Ki Rancang dan dua adik sepergu- 
ruannya yang telah memiliki tenaga dalam tinggi, lang- 
sung sadar dari pengaruh ilmu sihir Raja Iblis Tanpa 
Tanding. Mereka segera melesat mengejar. Namun, La- 
kadewa yang sudah memperhitungkannya segera men- 
gibaskan tangannya. Langsung dilemparkannya debu- 
debu beracun ke arah tiga orang kakak seperguruan- 
nya. 

Ki Rancang dan dua adik seperguruannya tidak 
berani bertindak gegabah. Buru-buru tubuhnya dilem- 
parkan ke samping kanan dan bergulingan. Tapi ketika 
keduanya bangkit, tubuh Raja Iblis Tanpa Tanding te- 
lah jauh. Tidak mungkin dikejar lagi. 

Sambil menghela napas berat, ketiganya kem- 
bali ke tempat semula. 

Sekarang ini tempat pertarungan pun telah 
bergeser, dan sudah tidak terbagi-bagi lagi. Tapi terli- 
hat kalau kelompok yang dibawa Ki Rancang berada di 
atas angin. Maka tiga Pimpinan Perguruan Lembah 
Dewa dan dua kakek lainnya pun tidak ikut campur. 
Mereka kemudian hanya menyaksikan jalannya perta- 
rungan antara Dewa Arak menghadapi dua lawannya 
yang telah berlangsung hampir dua ratus dua puluh 
lima jurus. 

"Mampuslah kau, Dewa Arak!" 

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Siluman Pen- 
cabut Nyawa langsung menerjang Dewa Arak! Se- 
rangannya dibuka dengan sebuah tendangan kaki ka- 
nan miring ke arah leher, selagi Dewa Arak terhuyung 
selangkah akibat beradu tenaga dengan Dewa Sesat 
Pemetik Bunga yang terhuyung lima langkah. Ter- 
huyungnya Dewa Sesat Pemetik Bunga karena me- 
mang telah lelah bukan kepalang! 

Wuttt! 

Sementara, pemuda berambut putih keperakan 
itu tidak berani bertindak sembrono. Buru-buru ka- 
kinya ditarik ke belakang sambil mendoyongkan tu- 
buh. Sehingga, kaki Siluman Pencabut Nyawa hanya 
mengenai tempat kosong. 

Tapi tindakan Dewa Arak tidak hanya berhenti 
sampai di situ saja. Begitu serangan lawan berhasil di- 
kandaskan, tangan kirinya diluncurkan untuk me- 
nangkap pergelangan kaki Siluman Pencabut Nyawa 
yang belum sempat ditarik kembali! 

Tappp! 

Tangkapan Dewa Arak mengenai tempat ko- 
song, karena Siluman Pencabut Nyawa telah lebih dulu 
menarik kakinya. Saat itu, Dewa Arak cepat menghen- 
takkan tangan kirinya ke arah Dewa Sesat Pemetik 
Bunga yang tengah melompat menerjang. 

Wusss! 

Deru angin keras berhawa panas menyengat 
memapak serangan Dewa Sesat Pemetik Bunga. Datuk 
wilayah timur ini kaget bukan kepalang. Sedapat- 
dapatnya diusahakan untuk mengelak, tapi terlambat. 
Karena.... 

Bresss! 

"Aaa...!" 

Dewa Sesat Pemetik Bunga memekik memilu- 
kan, ketika pukulan jarak jauh Dewa Arak bersarang 
tepat di dadanya. Seketika itu pula tubuhnya melayang 
jauh ke belakang, dan jatuh berdebuk di tanah dalam 
keadaan tubuh hangus. Dewa Sesat Pemetik Bunga 
tewas, tanpa sempat bergerak sedikit pun. 

Karuan saja hal ini membuat Siluman Pencabut 
Nyawa geram. Maka seluruh kemampuan yang dimiliki 
dikerahkan untuk mengadu nyawa! 

"Haaat..!" 

"Hiyaaat...!" 

Ternyata pada jurus kedua ratus sepuluh, baik 
Siluman Pencabut Nyawa maupun Dewa Arak sama- 
sama saling terjang. Dan begitu berada di udara, Silu- 
man Pencabut Nyawa langsung melecutkan cambuk- 
nya. 

Wuttt..! 

Dengan deras, cambuk itu meluncur ke arah 
pelipis Dewa Arak. Namun kali ini dia mengambil tin- 
dakan berbahaya. Dengan perhitungan matang seo- 
rang tokoh silat tingkat tinggi, ditangkisnya sabetan 
cambuk Siluman Pencabut Nyawa dengan guci di tan- 
gan kiri. 

Tappp! Rrrttt! 

Cambuk Siluman Pencabut Nyawa membelit di 
guci Dewa Arak. Namun lilitan pada guci arak itu tidak 
terlalu erat. Dan di saat itulah Dewa Arak menghan- 
tamkan guci araknya ke dada Siluman Pencabut Nya- 
wa. 

Wuttt, Bukkk! 

Telak dan keras sekali dada Siluman Pencabut 
Nyawa terhantam guci Dewa Arak. Kontan tubuhnya 
melayang ke belakang disertai semburan darah segar 
dari mulut, hidung, dan telinganya. Begitu ambruk di 
tanah nyawa Siluman Pencabut Nyawa melayang seke- 
tika itu pula. 

Ringan laksana daun kering Dewa Arak menda- 
rat di tanah. Kemudian langsung disambarnya tubuh 
Melati dan dibawanya kabur meninggalkan tempat itu. 

Dewa Arak tidak merasa heran atas munculnya 
bala bantuan itu, karena memang sudah direncana- 
kannya bersama Singa Hitam Tangan Sepuluh. 

Dari cerita Singa Hitam Tangan Sepuluh itu pu- 
la Dewa Arak tahu, mengapa lelaki bermuka singa itu 
dikejar-kejar. Singa Hitam Tangan Sepuluh yang men- 
genal Raja Iblis Tanpa Tanding, sebenarnya berasal da- 
ri perguruan yang sama yang bernama Perguruan 
Lembah Dewa. Hanya saja Singa Hitam Tangan Sepu- 
luh murid biasa, dan Raja Iblis Tanpa Tanding adalah 
murid utama. Kedua orang itu ternyata jatuh cinta pa- 
da putri Ketua Perguruan Lembah Dewa. Dan persain- 
gan itu menimbulkan perselisihan yang dalam. Hingga 
ketika mereka berdua diusir dari perguruan, Raja Iblis 
Tanpa Tanding berniat melenyapkan Singa Hitam Tan- 
gan Sepuluh. Dan dendam itu terus dibawa oleh Raja 
Iblis Tanpa Tanding sampai nanti bertemu Singa Hitam 
Tangan Sepuluh kembali. 


SELESAI 
Ikuti episode selanjutnya
Perempuan Pembawa Maut