Dewa Arak 56 - Sumpah Sepasang Harimau


Hari sudah siang. Sang Suiya sudah melewati titik tengahnya kctika dua sosok tubuh 
melangkah perlahan menyusuri jalan berdebu. Beruntung saat itu langit tertutup awan, 
hingga suasana di persada tidak terlalu panas. 

Dua sosok tubuh itu adalah seorsng lakilaki dan seorang wanita. Mereka berpakaian 
dari kulit harimau. Usia kedua orang itu tidak muda lagi, kurang lebih tiga puluh tahun. Yang 
lelaki bertubuh tegap dan kekar. Sebilah pedang bergagang kepala harimau menyembul dari 
balik punggungnya. 

Sedangkan yang wanita berwajah cantik jelita. Apalagi dengan tatanan rambut yang 
dibiarkan teruraHepas. Namun sayang, tarikan wajahnya tampak dingin tanpa perasaan. 
Sehingga kecantikannya terlihat mengerikan. Seperti juga lelaki bertubuh kekar, dari balik 
punggung wanita bertubuh ramping menawan itu tersembul sebilah pedang bergagang kepala 
harimau. Tapi bentuknya agak kecil dan lebih pendek. 

Dan dengan tarikan wajah dingin, serta langkah mantap penuh kepercayaan diri, 
sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu mengayunkan kaki. Arah yang mereka tuju 
kelompok bangunan sederhana yang dikelilingi pagar kayu bulat tinggi. 

"Itukah perguruannya, Harimau Jantan?" tanya wanita bertahi lalat seraya menoleh. 

"Benar, Harimau Betina. Itulah Perguruan Kapak Sakti!" jawab lelaki bertubuh kekar 
datar tanpa menolehkan wajahnya. Pandangannya tetap tertuju ke depan. Ke arah kelompok 
bangunan berpagar kayu bulat tinggi. 

Wanita bertahi lalat di pipi kiri yang dipanggil dengan julukan Harimau Berina itu, 
hanya menganggukkan kepala saja. 

"Kalau begitu, kita harus bergegas! Aku sudah tidak sabar ingin segera 
menghancurkan kepala si keparat Dewa Arak!" tandas Harimau Jantan. Terdengar jelas nada 
kegeraman yang sangat dalam dari suara lelaki bertubuh kekar itu. Meskipun wajahnya tidak 
menggambarkan perasaan itu, namun sorot matanya seperti mengeluarkan api. 

"Bukan hanya kau saja yang mempunyai dendam pada Dewa Arak si manusia 
terkutuk itu, Harimau Jantan! Aku pun demikian! Kau ingat sumpahku? Aku hanya akan 
menyanggul rambutku apabila telah mengeramasinya dengan darah Dewa Arak!" ujar 
Harimau Betina. 

"Aku pun bersumpah seperti itu, Harimau Betina!" tandas Harimau Jantan tak mau 
kalah. "Aku tidak akan pernah makan daging binatang dan mati meram sebelum mengunyah 
jantung si keparat Dewa Arak!" 

Suasana seketika hening ketjka Harimau Jantan menghentikan ucapannya. Karena 
Harimau Betina tidak menyambut. Mereka menghampiri tempat yang dituju tanpa 
bercakapcakap. Tapi keheningan itu tidak berlangsung lama. 

"Kau benar, Harimau Jantan! Lihat...?!" Harimau Betina menudingkan jari telunjuknya 
ke sebuah papan agak lebar dan berukir yang terdapat di atas pintu gerbang. 

Tanpa berkata apa pun, Harimau Jantan mengarahkan pandangan ke arah yang 
ditunjuk rekannya. Tampak di atas papan itu tertera tulisan dengan huruf-huruf indah 
berbunyi Perguruan Kapak Sakti. 

Langkah sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu terus terayun menuju pintu 
gerbang Perguruan Kapak Sakti yang pintunya terbuka lebar. Tindakan mereka membuat dua 
orang murid Perguruan Kapak Sakti yang bertugas menjaga pintu gerbang tidak bisa berdiam 
diri. Bergegas dan serempak keduanya mengayunkan langkah menghadang sepasang manusia 
berpakaian kulit harimau itu. 

"Maaf, Kisanak, Nisanak. Tidak seorang pun boleh sembarangan masuk ke dalam. 
Harap menyebutkan maksud dan tujuan kalian," ucap salah seorang murid Perguruan Kapak 
Sakti yang bertubuh pendek kekar. Pelan dan sopan namun mengandung ketegasan yang 
tidak dapat dibantah. Sementara rekannya, seorang lelaki tinggi kurus, sudah menggenggam 
gagang kapak yang terselip di pinggangnya. Sebuah kapak kecil berwarna hitam mengkilat. 





Langkah sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu seketika terhenti. Sepasang 
mata mereka menyiratkan kcmarahan ketika menatap dua murid Perguruan Kapak Sakti. 
Tapi hanya sesaat, kemudian kembali seperti semula. Dingin tanpa gambaran perasaan 
sedikit pun. 

"Tunjukkan di mana Dewa Arak kalau kalian masih ingin hidup!" ujar Harimau Jantan 

datar. 

"Hehhh...?!" 

Dua murid Perguruan Kapak Sakti terpekik kaget mendengar sambutan yang tidak 
terdugaduga itu. Mereka saling berpandangan dengan wajah menyiratkan keheranan. Satu 
pertanyaan bergayut di benak keduanya. Apakah mereka tengah berhadapan dengan orang 
gila? Ditanya baik-baik malah mengajukan pertanyaan berbau ancaman?! 

Rupanya murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh pendek kekar tidak bisa 
menahan diri. Dengan kapak di tangan, ditudingnya wajah Harimau Jantan. 

"Apakah kalian sudah gila?! Cepat menyingkir dari sini sebelum kami kehilangan 
kesabaran, dan mengusir kalian dengan kekerasan!" 

Seterika itu pula terdengar bunyi gemeretak dari mulut Harimau Jantan. Sepasang 
matanya berkilat memandang murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh pendek kekar. 

"Tak seorang pun boleh mengucapkan perkataan seperti itu kepada Harimau Jantan 
Berkuku Emas!" ucap lelaki bertubuh kekar. 

Usai berkata, Harimau Jantan yang ternyata mempunyai julukan lengkap Harimau 
Jantan Berkuku Emas segera bertindak. Tangan kanannya yang membentuk cakar diulurkan 
ke arah ubun-ubun murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh pendek kekar. 

Gerakan Harimau Jantan Berkuku Emas membuat kedua murid Perguruan Kapak 
Sakti heran bukan main. Jarak antara mereka terpisah tak kurang dari satu tombak. Suatu 
hal yang mustahil untuk dapat menjangkau sasaran meskipun tangan dijulurkan sebisanya. 

Pendapat itu menyebabkan lelaki pendek kekar tetap bersikap tenang. Dugaan kalau 
sepasang manusia berpakaian kulit harimau yang berdiri di hadapannya adalah orang-orang 
gila semakin menguat. 

Tapi kenyataan yang mengejutkan segera teijadi. Tangan Harimau Jantan Berkuku 
Emas tetap meluncur ke arahnya. Padahal, jelasjelas dilihatnya lelaki bertubuh kekar itu tidak 
melangkah maju. Lelaki pendek kekar tidak sempat memikirkan mengapa tangan itu tetap 
meluncur ke arahnya. Yang dipikirkan murid Perguruan Kapak Sakti itu adalah 
menyelamatkan selembar nyawanya seoepat mungkin. 

Rasa gugup karena tidak menyangka akan teijadi hal seperti itu membuat lelaki 
pendek kekar segera memutuskan untuk memapaki serangan. Untung kapak yang 
merupakan senjata andalannya, telah sejak tadi tergenggam di tangan. Maka tanpa menunggu 
lebih lama, diayunkan kapak itu ke arah tangan Harimau Jantan Berkuku Emas! 


Wuttt! Trakkk! 

"Hih!" 

Crokkk! 

"Aaakh...!" 

Rentetan kejadiannya berlangsung demikian cepat. Sukar untuk dapat dilihat dengan 
jelas. Bahkan oleh murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh tinggi kurus. Yang diketahui, 
rekannya tahu-tahu terjengkang ke belakang dengan darah mengucur deras dari ubun-ubun! 
Lelaki pendek kekar itu jatuh di tanah dan menggelepar-gelepar sesaat. Lalu tidak bergerak 
lagi untuk selamanya. 

"Linting...!" seru murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh tinggi kurus. Sorot mata 
lelaki itu menyiratkan ketidakpercayaan akan kenyataan yang dilihatnya. 

Hanya Harimau Berina yang melihat dengan jelas rentetan kejadian itu. Dia tahu 
ketika murid Perguruan Kapak Sakti yang bertubuh pendek kekar memapaki serangan, 
rekannya mencengkeram mata kapak kemudian membetotnya. Ternyata lelaki pendek kekar 
kalah tenaga. Tubuhnya terhuyung deras ke arah Harimau Jantan Berkuku Emas. Saat itulah 




cakar Harimau Jantan Berkuku Emas meluncur ke arah ubun-ubunnya! Dan akibatnya 
seperti yang telah teijadi. 

Sementara itu, tanpa mempedulikan korbannya lagi, Harimau Jantan Berkuku Emas 
mengayunkan langkah 1$ arah pintu gerbang. Dilewatinya lelaki tinggi kurus yang masih 
meratapi nasib rekannya. Harimau Betina tidak mau ketinggalan. Dijajarinya langkah 
Harimau Jantan Berkuku Emas. 

TetapHelaki kurus itu tidak terlalu lama tenggelam dalam alun kesedihannya. Begitu 
perasaan itu lenyap, yang timbul dalam hatinya adalah rasa dendam. Dengan sorot mata 
penuh nafsu membunuh, pandangannya dilayangkan ke arah sepasang manusia berpakaian 
kulit harimau. 

"Tunggu, Manusia Biadab!" 

Seiring keluarnya seruan itu lelaki tinggi kurus bangkit berdiri. Lalu kakinya 
dijejakkan. Sesaat kemudian tubuhnya telah melesat 1$ atas melewati kepala Harimau Jantan 
Berkuku Emas dan Harimau Betina dengan bersalto beberapa kali di udara. Dan.... 

Jliggg! 

Dengan mantap murid Perguruan Kapak Sakti mendaratkan kedua kakinya tepat di 
ambang pintu gerbang, satu tombak di depan kedua tamu tak diundang itu. Hingga langkah 
keduanya terhenti. 

"Jangan harap dapat lolos dari kematian setelah membunuh kawanku!" seru lelaki 
tinggi kurus geram. 

Wuk, wuk! 

Bunyi menderu terdengar kerika lelaki tinggi kurus mencabut sepasang kapak yang 
terselip di pinggang dan memutarmutamya di depan dada. 

"Hiyaaat...!" 

Diawali teriakan melengking nyaring, lelaki tinggi kurus melompat menerjang Harimau 
Jantan Berkuku Emas. Dan selagi tubuhnya berada di udara, kedua kapaknya diayunkan 
bersamaan ke arah kepala lawan. 

"Hmh!" 

Dengusan pendek menghina keluar dari hidung Harimau Jantan Berkuku Emas. Tidak 
ada tindakan apa pun yang dilakukannya. Lelaki itu tetap berdiam diri, tidak berusaha 
mengelak atau menangkis bahaya maut yang meluncur ke arahnya. Mendadak.... 

Sratrt! Crattt! Trekkk! 

"Aaakh...!" 

Brukkk! 

Diawali teriakan menyayat, tubuh murid Perguruan Kapak Sakti ambruk ke tanah. 
Sepasang matanya membelalak lebar seperti tidak percaya akan kejadian yang menimpanya. 
Lelaki tinggi kurus itu mati penasaran. Sampai nyawanya melayang meninggalkan raga dia 
tidak tahu mengapa bagian depan tubuhnya robek! 

Yang diketahui murid Perguruan Kapak Sakti itu sebelum bagian depan tubuhnya, 
mulai dari pusar sampai ke dada robek, tampak sinar terang menyilaukan mata dan Harimau 
Jantan Berkuku Emas memasukkan pedang ke sarungnya. Dia tidak tahu bahwa dengan 
kecepatan yang luar biasa, Harimau Jantan Berkuku Emas telah mencabut pedang dan 
menyabetkan ke perutnya, lalu memasukkan kembali ke sarungnya. 

"Manusia tidak tahu diri...!" desis Harimau Jantan Berkuku Emas seraya 
mengayunkan langjcah meninggalkan tempat itu. Tidak ditoleh sekilas pun mayat korbannya. 
Hal yang sama juga dilakukan Harimau Berina. 

Dalam beberapa langkah ambang pintu gerbang telah mereka lewati. Terlihatlah 
keadaan yang tidak tampak darHuar karena tertutup pagar kayu bulat tinggi. Bangunan- 
bangunan cukup besar dan megah, meskipun hanya terbuat dari kayu, bertebaran di sana- 
sini. Di depannya terbentang halaman luas. 

Secercah senyuman sinis tersungging di bibir Harimau Jantan Berkuku Emas dan 
Harimau Betina. Bukan karena bangunan-bangunan atau halamannya. Tapi karena melihat 
beberapa sosok tubuh bertelanjang dada tengah berlatih di halaman. Mereka adalah murid- 
murid Perguruan Kapak Sakti. Murid-murid itu tidak mengetahui kehadiran orang yang tidak 



diundang dalam perguruan mereka. Murid-murid Perguruan Kapak Sakti berdiri 
membelakangi pintu gerbang. 

Untungnya tidak semua murid Perguruan Kapok Sakti memunggungi pintu gprbang. 
Ada satu orang yang berdiri menghadapi pintu gerbang. Dia adalah murid kepala Perguruan 
Kapak Sakti yang sedang bertugas melatih. Dan kebetulan di saat Harimau Jantan Berkuku 
Emas dan Harimau Betina melangkah masuk, murid kepala yang bercambang bauk lebat itu 
melihatnya. Tentu saja dia merasa heran. Dia tidak mengenal kedua orang itu. 

Serentetan pertanyaan muncul di benaknya. "Siapa sepasang manusia berpakaian 
kulit harimau ilu? Mengapa dapat masuk kemari? Bukankah di depan pintu gerbang ada dua 
orang murid Perguruan Kapak Sakti yang bertugas menjaga? Mengapa mereka tidak memberi 
tahu kedatangan kedua orang itu? Jangan-jangan..." 

Sampai di sini murid kepala Perguruan Kapak Sakti menghentikan alun pikirannya. 
Lelaki bercambang bauk itu tidak berani membayangkan hal-hal buruk telah menimpa kedua 
adik seperguruannya. 

Meskipun harus diakui kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi. 


•k-k-k 


"Teruskan latihan kalian! Ulangi jurus-jurus yang kuajarkan!" 

Usai berkata demikian, murid kepala Perguruan Kapak Sakti meninggalkan adik-adik 
seperguruannya. Arah yang ditujunya tempat Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau 
Betina berdiri. 

"Maaf, boleh kutahu siapa kalian?!" tanya lelaki bercambang bauk itu. Ramah, tapi 
tetap tidak menyembunyikan rasa curiga. 

"Lebih baik kau panggil Ki Gelagar kemari! Katakan padanya, Harimau Jantan 
Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak datang mencarinya!" sahut Harimau 
Betina yang ternyata mempunyai julukan lengkap Harimau Betina Berkuku Perak. 

Murid kepala Perguruan Kapak Sakti mengernyitkan alis. Perasaan tidak senang 
langsung menyeruak di hatinya melihat sikap wanita bertahi lalat yang terlihat jelas 
memandang remeh dirinya. Namun meskipun begitu, untuk menimbulkan kesan tuan rumah 
yang baik ditekannya perasaan itu. 

Bahkan secercah senyum dipersembahkan. 

"Sayang sekali, Harimau Betina," tanpa canggung murid kepala Perguruan Kapak Sakti 
menyebut julukan wanita bertahi lalat itu "Aku tidak bisa memenuhi permintaanmu. Saat ini 
guru kami, Ketua Perguruan Kapak Sakti, tidak bisa diganggu. Beliau berpesan bila ada 
urusan apa pun aku yang mengurusnya!" 

"Anjing buduk tak tahu penyakit!" desis Harimau Betina Berkuku Perak dengan mata 
berkilat-kilat marah. "Berani kau mengajari Harimau Betina Berkuku Perak?! Kuperintahkan 
sekalHagi, Anjing Huduk! Panggil gurumu kemari, atau... kau tidak bisa melihat matahari 
esok pagi!" 

Wajah murid kepala Fterguruan Kapak SaktHangsung berubah, sebentar pucat 
sebentar merah. Lelaki bercambang lebat itu murka bukan main. Seumur hidupnya baru kali 
ini dia mendapat perlakuan seperti itu Padahal dia telah berbicara baik-baik. Tapi tanggapan 
yang diterimanya sangat menyakitkan. 

"Rupanya watakmu tidak berbeda dengan julukanmu, Wanita Liar! Asal kau ketahui di 
sini bukan hutan. Ini adalah markas Perguruan Kapak Sakti. Jadi kau tidak boleh 
sembarangan bertindak. Ada aturan yang harus kau ikuti, aturan Perguruan Kapak Sakti. 
Kalau kau tidak sudi menuruti peraturan ini, silakan keluar dari sini sebelum aku terpaksa 
mengusir kalian dengan kekerasan!" 

Lantang dan penuh wibawa murid kepala Perguaian Kapak Sakti mengucapkannya. 
Apalagi sewaktu mengucapkan kalimat terakhir diiringi dengan tudingan jari telunjuknya ke 
pintu gerbang. 

Harimau Berina Berkuku Perak seperti juga Harimau Jantan Berkuku Emas adalah 
tokoh berwatak aneh. Mereka mudah tersinggung. Terlebih bila yang diinginkan tidak dituruti. 



Tak aneh kalau penolakan tegas murid kepala Perguruan Kapak Sakti membuat Harimau 
Betina Berkuku Perak naik pitam. 

Bunyi berkerotokan teras seperti tulang-tulang Harimau Betina Berkuku Perak 
berpatahan terdengar. Padahal, saat itu dia tidak melakukan gerakan apa pun. Itu terjadi 
akibat tenaga dalamnya yang bergolak sendiri. Sungguh suatu hal yang luar biasa! 

Perasaan kaget yang sangat membayang di wajah murid kepala Perguruan Kapak 
Sakti. Sepasang matanya terbelalak. Saat itu pula disadari kalau wanita bertahi lalat ini 
bukan tokoh sembarangan. Maka, dia pun bersikap waspada. Dirabanya gagang sepasang 
kapak yang terselip di pinggangnya. 

Pada saat yang bersamaan, murid-murid Perguruan Kapak Sakti yang tengah berlatih 
menghentikan latihannya. Mereka mengalihkan perhatian pada kakak seperguruannya yang 
sedang bersitegang dengan sepasang manusia berpakaian kulit harimau. Memang, suara- 
suara keras dari ucapan kedua orang itu sampai ke telinga mereka. Bahkan seperti 
diperintah, dengan perlahan kaki mereka diayunkan menghampiri tempat terjadinya 
ketegangan itu. Sementara Harimau Betina Berkuku Berak sudah tidak kuasa menahan 
kemarahannya lagi! 

"Ingin kutahu, apakah tua bangka itu tetap tidak mau keluar dari semadinya bila 
semua muridnya kubinasakan!" desis wanita bertahi lalat itu penuh ancaman. Lalu.... 

"Auuum...!" 

Suara auman seperti keluar dari mulut seekor harimau terdengar kerika Harimau 
Berina Berkuku Perak membuka mulutnya. 

Seluruh murid-murid Perguruan Kapak Sakti, tak terkecualHelaki bercambang lebat, 
merasakan dada mereka terguncang hebat. Kedua lutut mereka terasa lemas. Tanpa dapat 
dicegah lagi mereka jatuh berlutut. Kejadian itu membuat murid Perguruan Kapak Sakti 
terkejut bukan main. 

Kini murid kepala Perguruan Kapak Sakti tahu mengapa wanita bertahi lalat itu 
mempunyai julukan demikian mengeramkan. Ternyata dia memang mampu mengeluarkan 
auman yang dapat melumpuhkan lawan, sepertHayaknya harimau. Binatang buas itu pun 
mengaum untuk melumpuhkan calon korbannya! 





Harimau Betina Berkuku Perak tersenyum mengejek memandang lawan-lawannya. 
Kemudian dengan sorot mata penuh ancaman, dihampirinya lelaki bercambang lebat yang 
telah menimbulkan kemarahannya. Sementara Harimau Jantan Berkuku Emas tidak 
memberikan tanggapan sedikit pun. Dia berdiam diri dengan kedua tangan terlipat di depan 
dada. 

"Mulutmu terlalu lancang, Anjing Buduk!" desis Harimau Betina Berkuku Perak ketika 
telah berada di dekat lelaki bercambang lebat. "Aku tidak pernah membiarkan orang 
meremehkan diriku. Akan kau rasakan mengapa aku sampai mendapat julukan Harimau 
Betina Berkuku Perak!" 

Sejenak wanita bertahi lalat itu menghentikan ucapannya. Diperhatikannya wajah 
murid kepala Perguruan Kapak Sakti. Ingin dilihatnya lelaki bercambang lebat itu ketakutan 
karena ancamannya. Tapi, harapannya sia-sia. Laki-laki bercambang lebat itu tetap berdiam 
diri. Tidak tampak ada rasa takut atau gentar sedikit pun. Hingga wanita itu penasaran bukan 
main. 

"Rupanya kau pikir aku main-main, heh...?!" dengus Harimau Betina Berkuku Perak, 

bengis. 

Usai berkata demikian, tubuhnya dibungkukkan. Kemudian tangan kanannya 
diulurkan. 

"Lihat baik-baik, Anjing Buduk!" ujar Harimau Betina Berkuku Perak seraya 
mempertunjukkan tangan kanannya di depan wajah murid kepala Perguruan Kapak Sakti. 

Hingga mau tidak mau lelaki bercambang lebat melihatnya juga. Sebuah tangan berjari 
indah dengan kulit putih dan halus. Tapi mendadak... 

Trakkk! 

Entah dengan cara bagaimana tiba-tiba pada ujung-ujung jari itu tumbuh kuku-kuku 
panjang dan runcing, agak melengkung, dan berwarna hitam. Benar-benar tak beda dengan 
kuku harimau! 

"Glekkk!" 

Murid kepala Perguruan Kapak Sakti menelan air liur dengan susah payah. Fterasaan 
ngeri mencekam hatinya. Sekarang dia tahu kalau lawannya memiliki ilmu mengerikan. 

Untungnya seiring dengan perasaan ngeri itu, mungkin karena keinginan untuk 
menyelamatkan diri, lelaki bercambang lebat berhasil memulihkan semangatnya kembali. 
Meskipun demikian, dengan cerdiknya dia berpura-pura masih tidak berdaya. Ditunggunya 
saat yang tepat untuk bertindak. 

Di lain pihak, Harimau Betina Berkuku Fterak masih sibuk dengan tindakannya. 
Kelihatannya dia memang bermaksud menyiksa perasaan lelaki bercambang lebat itu. 

"Kau sudah melihatnya bukan?! Aku akan merobek mulutmu yang lancang dengan 
kuku ini! Baru setelah itu kurobek-robek seluruh tubuhmu!" geram Harimau Betina Berkuku 
Perak dengan suara yang membuat bulu kuduk merinding. 

Tanggapan atas pernyataan Harimau Betina Herkuku Perak adalah.... 

"Hih!" 

Wuttt! Wuttt! 

Secara mendadak dan tidak terduga-duga lelaki bercambang lebat itu mengayunkan 
sepasang kapaknya kc arah perut wanita itu. Inilah yang ditunggu murid kepala Perguruan 
Kapak Sakti itu sejak tadi. Sudah terbayang di benaknya wanita bertahi lalat itu akan 
terjengkang dengan perut robek. 

Bukkk! Bukkk! 

"Ah!" 

Murid kepala Perguruan Kapak Sakti memekik kaget mendapatkan kenyataan di luar 
perkiraannya. Dilihatnya dengan jelas mata kedua kapaknya meluncur menghantam sasaran. 
Tapi tidak terdengar jeritan Harimau Betina Berkuku Perak, atau darah menyembur deras 




dari bagian yang terluka. Kedua kapaknya seperti menghantam benda kenyal. Hingga kedua 
tangannya terasa lumpuh karena ayunan kapaknya membalik. 

"Jangan kau kira akan semudah itu melukai Harimau Betina Berkuku Fterak, Anjing 
Buduk! Sekarang rasakan hukumanmu! Hih!" 

Harimau Betina Berkuku Perak mengayunkan tangan kanannya. Lelaki bercambang 
lebat yang melihat adanya ancaman berusaha mengelak sebisanya. Tapi.... 

Brettt! 

"Auuukh!" 

Jeritan menyayat terdengar ketika tangan Harimau Betina Berkuku Perak mengenai 
sasaran. Merobek kedua sisi mulut murid kepala Perguruan Kapak Sakti yang malang. 

"Hi hi hi...!" 

Harimau Betina Berkuku Perak tertawa mengikik penuh kegembiraan melihat lelaki 
bercambang lebat bergulingan di tanah seraya memegangi mulutnya yang robek. Darah 
mengucur deras dari bagian yang terluka. 

Kejadian itu disaksikan murid-murid Perguruan Kapak Sakti. Rasa ngeri menjalari hati 
mereka. Sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu, terutama Harimau Betina Berkuku 
Perak, ternyata memiliki watak yang demikian kejam. 

Meskipun begitu, mereka tidak menjadi gentar. Bahkan sebaliknya, marah melihat 
kakak sepergumannya menerima nasib demikian. Kalau saja mampu bergerak, tentu sudah 
mereka teijang wanita bertahi lalat itu. 

Keinginan yang besar untuk menobng kakak seperguruannya membuat murid-murid 
Perguruan Kapak Sakti berusaha membebaskan diri dari kungkungan rasa lemas. Perhatian 
mereka dipusatkan untuk membangkitkan tenaga dalam. 

Sementara tawa Harimau Betina Berkuku Perak terus mengikuti lelaki bercambang 
lebat yang bergulingan karena rasa sakit yang mendera. Ceceran darah membasahi tanah 
sepanjang tubuh murid kepala Perguruan Kapak Sakti itu bergulingan. 


•k-k-k 


"Hhh...!" 

Harimau Jantan Berkuku Emas yang sejak tadi mengawasi tindakan tekannya dengan 
sinar mata dingin dan tak peduli menghembuskan napas berat. 

Kedua tangannya yang terlipat diturunkan. 

"Hentikan permainanmu, Harimau Betina! Lebih cepat kita temukan Dewa Arak lebih 
baik! Ingat! Urusan kita yang terpenting adalah mencari Dewa Arak sebelum semuanya 
terlambat!" 

Tawa Harimau Betina Berkuku Perak langsung terhenti. Kepalanya ditolehkan ke arah 
Harimau Jantan Berkuku Emas. 

"Tidak perlu mengajariku, Harimau Jantan! Aku sudah tahu, meskipun aku adik 
seperguruanmu, tapi tidak berati kau seenaknya menekanku!" terasa jelas nada 
ketidaksenangan dalam sambutan wanita bertahi lalat itu. 

Sepasang mata Harimau Jantan Berkuku Emas berkilat sejenak mendengar tanggapan 
tidak ramah itu. Kemudian meredup kembali seperti semula. Dingin dan tanpa perasaan. Lalu 
tanpa berkata apa-apa kakinya dilangkahkan menuju salah satu bangunan di hadapannya. 

Tapi Harimau Betina Berkuku Perak tidak mempedulikan hal itu. Perhatiannya tetap 
ditujukan pada murid kepala Perguruan Kapak Sakti. Hanya kali ini dia tidak mengikuti ke 
mana tubuh lelaki bercambang lebat itu terguling. 

"Hih!" 

Derrr! 

Tanah bergetar hebat ketika Harimau Betina Berkuku Perak menghentakkan kaki 
kanannya ke tanah. Tubuh murid kepala Perguruan Kapak Sakti yang tengah bergulingan 
langsung terpental ke atas. Dan arah lontarannya adalah tempat wanita bertahi lalat itu 
berdiri. 



Kejadian itu sangat mengejutkan murid kepala Fterguruan Kapak Sakti. Tapi apa 
dayanya? Mana mungkin dia berbuat sesuatu di saat tubuhnya berada di udara? Maka yang 
dilakukannya hanya pasrah pada keadaan. 

"Sekarang kau rasakan kedahsyatan racunku, Anjing Buduk!" seru Harimau Betina 
Berkuku Perak seraya mengayunkan tangannya ke arah punggung murid kepala Perguruan 
Kapak Sakti. 

Wukkk! Brettt! 

"Akh!" 

Kembali lelaki bercambang bauk itu menjerit kesakitan. Cakar Harimau Betina 
Berkuku Perak unat mengenai sasaran. Pakaian lelaki itu koyak. Demikian pula kulit 
punggungnya. Guratan merah bekas cakaran nampak pada bagian yang tersampok! 

Brukkk! 

Terdengar bunyi berdebuk keras. Tubuh murid kepala Perguruan Kapak Sakti 
menimpa tanah. Dan seringai kesakitan tampak di bibirnya. Sesaat kemudian.... 

"Whuaaa...!" 

Jeritan keras keluar dari mulut murid kepala Fterguruan Kapak Sakti. Karena keadaan 
mulutnya yang sudah tidak wajar, jeritan itu jadi mirip geraman. Seiring keluarnya jeritan itu, 
murid kepala Perguruan Kapak Sakti menggeliat-geliat kesakitan. Kedua tangannya 
diusahakan sekuat tenaga untuk menggapai bagian punggungnya yang tercakar. 

Memang mengerikan akibat cakaran Harimau Betina Berkuku Perak! Bagian yang 
tergurat melepuh dan mengeluarkan asap. Seakan punggung lelaki bercambang lebat bukan 
kena cakar, tapi terkena siraman cairan besi panas. 

Tapi semua itu tidak dipedulikan Harimau Betina Berkuku Fterak. Selesai 
menyampokkan tangan, tubuhnya segera dibalikkan dan melangkah mengikuti Harimau 
Jantan Berkuku Emas. Hanya murid-murid Perguruan Kapak Sakti yang menyaksikan derita 
kakak seperguruan mereka. Tapi, apa yang dapat mereka lakukan? Mereka sendiri berada 
dalam keadaan yang tidak berdaya. 

Sementara itu murid kepala Perguruan Kapak Sakti tengah disibukkan oleh rasa sakit 
yang mendera. Juga rasa gatal dan panas yang amat sangat. Untung saja luka itu di 
punggung, sehingga lelaki bercambang lebat tidak dapat melihatnya. Kalau tidak, mungkin dia 
akan dicekam kengerian yang menggelegak. Kulit dagingnya melumer seperti lilin dibakar! 

Mula-mula bagian yang tergurat saja. Tapi makin lama semakin lebar. Nasib murid 
kepala Perguruan Kapak Sakti itu sudah dapat dipastikan. Dia akan tewas dengan cara yang 
mengenaskan. 


•k-k-k 


Lolong kesakitan lelaki bercambang lebat rupanya terdengar sampai ke seluruh 
markas Perguruan Kapak Sakti. Dari dalam bangunan-bangunan yang ada di situ melesat 
sosok-sosok tubuh dengan gerakan yang cukup gesit, menandakan kalau mereka memiliki 
ilmu meringankan tubuh yang lumayan. Tidak hanya dari dalam bangunan saja sosok-sosok 
berdatangan. Tapi juga dari bagian belakang. 

Kembali gerak maju sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu terhadang. Sebab 
sebagian dari sosok-sosok yang berdatangan berasal dari dalam bangunan yang akan mereka 
masuki. Hanya dalam sekejapan Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina 
Berkuku Perak telah terkurung di tengah-tengah. 

Sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu menggeram. Terlihat jelas mereka 
merasa tidak senang dengan hambatan yang menghadang. Tanpa menolehkan kepala, 
Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Fterak memperhatikan sosok- 
sosok yang mengelilingi. Hanya sekilas saja hal itu dilakukan. Tapi kedua orang itu bisa 
mengetahui jumlah mereka tak kurang dari dua belas orang. 

Dan sesaat kemudian, jumlah mereka bertambah menjadi dua kali lipat. Murid-murid 
Perguruan Kapak Sakti terkulai lemas karena pengaruh auman Harimau Betina Berkuku 
Perak ternyata telah pulih kembali. Mereka segera bergabung dengan rekan-rekannya. 



Sebelum itu, salah seorang di antara mereka membebaskan kakak seperguruannya 
dari derita dengan cara membunuhnya. 

"Rupanya kalian benar-benar tidak tahu diri. Sebenarnya kami merasa jijik membunuh 
kalian. Tapi, apa boleh buat kalian lebih suka membuka mulut bila dikasari!" desis Harimau 
Jantan Berkuku Emas. 

Lelaki bertubuh kekar itu mengarahkan pandangannya kc arah sosok yang berdiri 
tepat di hadapannya. Sosok itu adalah seorang gadis berambut panjang, berpakaian merah 
menyala. Seperti pada yang lainnya, sepasang tangan gadis ini menggenggam sepasang kapak 
hitam. Hanya saja bentuknya lebih kecil dan indah. 

"Siapa kalian?! Betapa beraninya mengacau disini. Apakah kalian memiliki nyawa 
rangkap?! Tidak tahukah kalian siapa ayahku?!" seru gadis berpakoian merah dengan suara 
melengking tinggi. 

"Tidak ada satu tempat pun di dunia ini yang ditakuti Harimau Jantan Berkuku 
Emas!" ujar Harimau Jantan Berkuku Emas lantang. 

"Dan Harimau Betina Berkuku Perak!" sampling wanita bertahi lalat, tak mau kalah. 

"Keparat!" gpram gadis berpakaian merah. "Kuakui julukan kalian seram. Tapi, jangan 
harap ukan membuatku gentar. Aku, Puspa Rani, bukan orang pengecut! Hih!" 

Gadis berpakaian merah itu membuka serangan dengan sebuah tendangan terbang. 
Tubuhnya meluncur cepat ke arah Harimau Jantan Berkuku Emas yang berada lebih dekat 
darinya (Untuk lebih jelasnya mengenai tokoh ini, silakan baca serial Dewa Arak dalam 
episode "Tiga Macan Lembah Neraka"). 

"Kepandaian seperti ini berani kau pamerkan di hadapanku?!" dingin ucapan Harimau 
Jantan Berkuku Emas seraya mengulurkan tangan. 

Kelihatan sembarangan saja gerakan lelaki ber tubuh kekar itu. Tapi kejadian 
selanjutnya benar benar mengejutkan. 

Kreppp! 

"Hey!" 

Puspa Rani tak kuat menahan jeritannya karena rasa kaget yang mencekam. 
Pergelangan kaki kanannya tahu-tahu telah kena cekal. Dan sekali Harimau Jantan Berkuku 
Emas bergerak mengayunkan, tubuh gadis berpakaian merah itu telah melayang jauh. 

Melihat putri ketua meieka dikandaskan, murid-murid Perguruan Kapak Sakti tidak 
menjadi gpntar. Bahkan sebaliknya. Mereka menyerang dengan lebih menggebu-gebu. 
Puluhan mata kapak meluncur ke berbagai bagian tubuh sepasang manusia berpakaian kulit 
harimau itu. Bunyi menderu-deru seperti angin ribut mengiringi tibanya serangan mereka. 

Namun meskipun serangan kapak itu meluncur bagai hujan, Harimau Jantan Berkuku 
Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak tetap tenang. Padahal keduanya terkurung di 
tengah-tengah. Menurut perhitungan, rasanya sulit untuk meloloskan diri dari serangan- 
serangan itu. 

Tapi tidak demikian dengan Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina 
Berkuku Perak. Dengan tenang mereka menunggu hingga semua serangan menyambar dekat. 
Baru setelah itu mereka memapaki dengan tangan telanjang. Jari-jari meieka terkembang 
membentuk cakar harimau! 

Trakkk trakkk trakkk! 

Terdengar bunyi berdetak teras logam beradu ketika kapakkapak itu berbenturan 
dengan sepasang tangan Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak. 
Tangan sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu tidak apa-apa! Jangankan buntung, 
tergores pun tidak. Agaknya berkat pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi, tangan yang 
terdiri dari kulit dan daging itu jadi tak kalah kuat dengan besi. Tapi sebaliknya kejadian yang 
menimpa murid-murid Perguruan Kapak Sakti Tangan mereka terasa sakit. Bahkan separo 
tubuhnya seperti lumpuh. Mereka terhuyung-huyung ke belakang. 

Meskipun demikian, keberanian murid-murid Perguruan Kapak Sakti tidak luntur. 
Sungguhpun mereka tahu kalau lawan-lawan yang dihadapinya tokoh-tokoh tingkat tinggi, 
mereka tidak gentar. Dengan hati tabah perlawanan terus dilakukan. Dan sambutan hangat 
sepasang manusia berpakaian kulit harimau mereka dapatkan. Tak pelak lagi, pertarungan 
pun berlangsung. 



Sayang pertarungan itu sangat tidak seimbang. Padahal, murid-murid Perguruan 
Kapak Sakti telah mengerahkan seluruh kemampuannya. Tapi tetap saja pertarungan yang 
teijadi tak ubahnya segerombolan semut yang menerjang api. Roboh sia-sia! 

Setiap serangan mereka dengan mudah dikandaskan kedua lawannya. Sebaliknya, 
setiap kali Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak melancarkan 
serangan balasan, selalu saja ada murid-murid Perguruan Kapak Sakti yang roboh! 

Memang hebat dan menggiriskan tindakan sepasang manusia berpakaian kulit 
harimau itu. Cara mereka bertempur tak ubahnya harimau. Baik cara melompat, mengelak, 
maupun melancarkan serangan. Malah mereka lebih ganas. Sebab dalam kuku Harimau 
Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak terkandung racun. Akibatnya, 
setiap kali cakar mereka berkelebat dan mendarat di sasaran, si korban tak mampu 
melanjutkan pertarungan. Dia sibuk dengan rasa sakit yang dideritanya. 

Tak sampai sepuluh jurus, tak ada lagi satu pun murid-murid Perguruan Kapak Sakti 
yang masih berdiri tegak. Semuanya berada di tanah, melolong-lolong menunggu ajal! Dan 
seperti juga kejadian sebelumnya, sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu tidak 
mempedulikan korban-korbannya. Dengan tenang kakinya diayunkan meninggalkan arena 
pertarungan. 

"Akan terlalu banyak membuang tenaga bila kita memeriksa bangunan-bangunan itu, 
Harimau jantan!" ucap Harimau Berina Berkuku Perak setaya menghentikan langkahnya. 

"Jumlah bangunan di sini cukup banyak. Belum lagi pada setiap bangunan terdapat 
banyak kamar. Tenaga dan waktu kan terbuang sia-sia!" 

Langkah Harimau Jantan Berkuku Emas terhenti. Lelaki bertubuh kekar itu 
merasakan ada kebenaran dalam ucapan rekannya. 

"Apa kau kira aku akan melakukan perbuatan bodoh itu, Harimau Betina?!" sentak 
Harimau Jantan Berkuku Emas tanpa mengalihkan pandangan dari bangunan-bangunan 
yang ada. "Aku tidak bermaksud demikian!" 

Harimau Betina Berkuku Perak mencibirkan bibir. Wanita itu tahu kalau rekannya 
berpura-pura karena takut dianggap tidak berotak. Padahal, telah dikenalnya betul siapa 
Harimau Jantan Berkuku Emas. Seorang lelaki yang mempunyai otak kurang cerdas, 
meskipun berkepandaian tinggi. 

"Lalu..., apa tindakan yang akan kau lakukan?!" kejar Harimau Betina Berkuku Perak 
tanpa menyembunyikan nada mengejek dalam ucapan maupun tarikan wajahnya. 

"Tentu saja memaksanya keluar!" tandas Harimau Jantan Berkuku Emas setelah 
termenung sejenak. "Akan kugunakan siasat memancing harimau keluar dari sarangnya! 
Akan kubakar semua bangunan itu. Ingin kutahu apakah Ki Gelagar masih bertahan di 
dalam!" 

Harimau Betina Berkuku Fterak tidak memberikan tanggapan. Bahkan wajah dan 
sikapnya tidak memperlihatkan gambaran perasaan apa pun. Padahal, di dalam hatinya 
wanita bertahi lalat ini diam-diam terkejut karena tidak menyangka rekannya dapat 
mengeluarkan pikiran demikian cemerlang. 

Harimau Jantan Berkuku Emas tidak mempedulikan sikap rekannya. Dengan agak 
bergegas dikumpulkannya batang-batang obor yang ada di sekitar tempat itu. Lalu, dengan 
beberapa kali gosok dia berhasil membuat api. Dan kayu-kayu yang menyala itu dilemparkan 
ke semua bangunan yang ada. Maka.... 

Brrrlll! 

Api pun berkobar. Mula-mula kecil, dan dalam waktu sekejap berkembang menjadi 
besar. Bahan-bahan bangunan yang terbuat dari benda-benda mudah terbakar, suasana di 
persada yang cukup panas, dan cukup kerasnya hembusan angin membuat api cepat 
membesar. Dalam waktu singkat Perguruan Kapak Sakti telah menjadi lautan api! 

Di saat api berkobar dahsyat melalap semua yang dapat dijadikan korbannya, Harimau 
Jantan Herkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak dengan tenang memperhatikan 
semua itu. Mereka menunggu Ki Gelagar keluar dari tempat menyepinya. 

Begitu kobaran api semakin membesar, sehingga menciptakan asap tebal dan hitam 
yang bergumpal-gumpal ke angkasa dengan diselingi asap merah dan letupan-letupan, dari 



dalam bangunan yang tadi akan dituju Harimau Jantan Berkuku Emas melesat sesosok 
bayangan! 

"Hup!" 

Bagai sehelai daun kering, sosok bayangan itu mendaratkan kedua kakinya dalam 
jarak dua tombak dari tempat Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku 
Perak berdiri. Gambaran kekagetan yang amat sangat membayang di wajah sosok yang baru 
datang ketika melihat murid-murid Perguruan Kapak Sakti bergeletakan dalam keadaan yang 
menggiriskan hati. 

"Keparat! Siapa kalian?! Apakah kalian yang telah melakukan semua kekejian ini?!" 
tanya sosok yang baru datang, yang ternyata seorang lelaki setengah baya bertubuh sedang. 
Rajahan kapak terlihat pada punggung kedua tangannya. Inilah Ki Gelagar, Ketua Perguruan 
Kapak Sakti. 

"Benar, Ki Gelagar!" Harimau Jantan Berkuku Emas mengangguk. Dia merasa yakin 
kalau sosok yang berada di hadapannya adalah Ki Gelagar. "Kamilah yang melakukan semua 
ini. Kau pun akan mengalami nasib serupa bila tidak bersedia menunjukkan di mana Dewa 
Arak berada!" 

"Persetan dengan urusan kalian!" sentak Ki Gelagar dengan suara bergetar. "Kalian 
harus mempertanggungjawabkan semua kekejian ini. Untuk menebus semuanya, nyawa 
kalian pun masih belum cukup. Bersiaplah, Iblis Keji!" 

Usai berkata demikian, Ketua Perguruan Kapak Sakti mencabut sepasang kapak hitam 
berkilat yang terselip di pinggangnya. Lalu.... 





Wung, wung! 

Bunyi mengaung seperti segerombolan tawon murka langsung terdengar ketika Ki 
Gelagar memutar sepasang kapaknya hingga lenyap bentuknya. Ketua Perguruan Kapak Sakti 
itu sudah bersiap melancarkan serangan. 

Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas tetap tenang. Sikap, sorot mata, dan tarikan 
wajahnya memperlihatkan sikap merendahkan. Hingga Ki Gelagar semakin kalap. 

"Cepat cabut senjata kalian! Atau..., terpaksa kalian akan mati penasaran di ujung 
kapakku!" geram Ki Gelagar, penuh kemarahan. 

"Lebih baik kau simpan senjatamu, Ki Gelagar," jawab Harimau Jantan Berkuku Emas 
tenang. Sikap yang diperlihatkan seperti tengah berhadapan dengan seorang anak nakal. 

"Beritahukan di mana Dewa Arak. Maka, kau tidak akan mengalami nasib seperti yang 
lainnya. Tidak usah mungkir lagi. Aku tahu Dewa Arak pernah singgah di tempat ini, dan 
menolong perguruanmu dari amukan Macan Tutul Lembah Neraka!" 

"Keparat! Mampuslah kau, Iblis!" 

Seiring keluar ucapan itu, Ki Gelagar melompat menerjang Harimau Jantan Berkuku 
Emas. Kedua kapaknya dibolang-balingkan di depan dada. Kemudian dilayangkan ke arah 
lawan. Susul menyusul bagai gelombang lautan. 

Tapi, tanpa menemui kesulitan sedikit pun Harimau Jantan Berkuku Emas mengelak. 
Dengan melangkahkan kakinya ke kanan dan memiringkan tubuhnya. 

Kegagalan serangan perdana ini membuat Ki Gelagar semakin geram. Akibatnya 
serangan-serangan susulannya semakin dahsyat. Namun semua itu dapat dikandaskan 
Harimau Jantan Berkuku Emas dengan mudah. 

Meskipun demikian, Ki Gelagar tidak putus asa. Serangan-serangannya terus 
dilancarkan. Tentu dengan kemarahan yang semakin berlipat ganda. Gejolak rasa geram 
membuat Ki Gelagar tidak menyadari lawan memiliki tingkat kepandaian jauh di atasnya. 

Sampai sepuluh jurus tidak satu pun serangan Ki Gelagar mengenai sasaran. Padahal, 
selama itu Harimau Jantan Berkuku Emas tidak melakukan perlawanan. Sikap teras kepala 
Ketua Fterguruan Kapak Sakti itu membuat Harimau Jantan Berkuku Emas tidak bisa 
menahan sabar. Diputuskan untuk melakukan perlawanan. Dan itu dilakukannya dengan 
segera. 

"Hih!" 

Di saat Ki Gelagar mengayunkan kapaknya bertubi-tubi ke arah pinggang, Harimau 
Jantan Berkuku Emas melompat ke atas melewati kepala lawan. Tubuhnya diputar di udara 
seraya menyampokkan kedua tangannya ke belakang kepala lawan. 

Wuttt! Crokkk! 

"Akh!" 

Ki Gelagar memekik tertahan. Sampokan Harimau Jantan Berkuku Emas tepat 
mendarat di sasaran, Kepalanya langsung pecah. Dan darah menjembur deras dari bagian 
yang terluka. Seketika itu pula tubuh Ketua Perguruan Kapak Sakti terhuyung ke depan. 

Brukkk! 

Tanpa sempat menggelepar lagi, nyawa Ki Gelagar melayang ke alam baka! 

Jliggg! 

Harimau Jantan Berkuku Emas mendaratkan Kedua kaki di tanah. Lalu.... 

"Mari kita tinggalkan tempat ini!" ucap lelaki bertubuh kekar itu pada Harimau Betina 
Berkuku Perak tanpa menolehkan kepala. 

Harimau Berina Berkuku Fterak segera menjejakkan kaki. Dalam beberapa kali lesatan 
dia telah berada di luar markas Perguruan Kapak Sakti, menyusul Harimau Jantan Berkuku 
Emas yang telah melesat lebih dulu. Sesaat kemudian, tubuh sepasang manusia berpakaian 
kulit harimau itu telah lenyap di kejauhan. 




"Hih!" 

Di saat Ki Gelagar mengayunkan kapaknya bertubi-tubi ke a rah pinggang. Harimau 
Jangan Berkuku Emas melompat melewati kepala lawan. Tubuhnya berputar di udara seraya 
menyampokkan kedua tangannya ke belakang kepala lawan 
Wuttt! Crokkk! 





Yang tinggal hanya jeritan-jeritan menyayat murid-murid Perguruan Kapak Sakti, yang 
tengah bergulat dengan maut akibat racun kuku Harimau Berina Berkuku Perak. Diselingi 
dengan gemeretaknya api membakar bangunan-bangunan Perguruan Kapak Sakti. 


•k-k-k 


"Ah...!" 

Jeritan kaget itu dikeluarkan seorang pemuda berpakaian ungu. Sepasang matanya 
membelalak lebar menatap jauh ke depan. 

Pemuda itu bertubuh kekar. Rambutnya yang panjang dan berwarna putih keperakan 
dibiarkan melambai-lambai ditiup angin. Sebagian menutupi benda bulat yang tergantung di 
punggungnya. Benda itu adalah sebuah guci arak terbuat dari perak. Dia adalah Arya Buana, 
yang lebih dikenal berjuluk Dewa Arak. 

"Kebakaran?!" gumam Dewa Arak masih dilanda rasa kagpt. Pandangannya tertumbuk 
pada sekumpulan asap hitam yang bergumpal-gumpal membubung tinggi ke angkasa. 
Sesekali terlihat cahaya merah meletup-letup. "Apa aku tidak salah lihat?! Bukankah tempat 
kebakaran itu Perguruan Kapak Sakti?! Apa yang terjadi di sana?!" 

Pemuda berambut putih keperakan itu melesat cepat menuju 1$ arah asal asap yang 
bergumpal-gumpal. Cepat bukan main gerakannya, seperti lesatan sebuah bayangan. Kedua 
kakinya seakan tidak menginjak tanah. 

"Terkutuk! Biadab...!" 

Makian itu terlontar ketika Dewa Arak telah berada dalam jarak dua tombak dari asal 
asap hitam itu. Asap itu memang berasal dari markas Perguruan Kapak Sakti. Dan teriakan 
geram Dewa Arak keluar ketika melihat dua sosok tubuh tergeletak di depan pintu gerbang. 

Kedua sosok itu mengenakan pakaian hitam, ciri khas kelompok Perguruan Kapak 
Sakti. Keadaan mereka telah memberikan keterangan pada pemuda berambut putih 
keperakan itu akan apa yang teijadi. Seseorang atau sekelompok orang telah menyerbu 
Perguruan Kapak Sakti! 

Hanya dalam sekejap, Dewa Arak telah berada di dekat dua sosok tubuh itu. Mereka 
adalah penjaga-penjaga pintu gerbang. Tanpa perlu memperhatikan lebih seksama, Dewa Arak 
tahu kedua murid Perguruan Kapak Sakti itu telah tewas. Maka buru-buru kakinya 
melangkah ke dalam. 

"Hugh!" 

Pemuda berambut putih keperakan itu mengeluh melihat pemandangan di 
hadapannya. Banyak bergeletakan sosok-sosok yang tidak pantas disebut mayat Karena 
hampir semuanya sudah tidak mempunyai kulit dan daging. Tinggal tulang belulang belaka! 

"Iblis dari mana yang melakukan tindak kekejian ini?" tanya Aiya setengah mengeluh 
seraya menghampiri sosok-sosok itu. 

Kemudian pemuda itu membungkukkan tubuh memeriksa kerangka-kerangka 
manusia yang bergeletakan di situ. Dewa Arak tidak berani bertindak gegabah. Karena itu dia 
tidak berani menyentuhnya. Hingga hanya dipandanginya saja. Aiya merasakan ada 
ketidakwajaran pada sosok-sosok yang lelah menjadi tulang belulang itu. 

"Hhh...!" 

Dewa Arak menghembuskan napas berat seraya menegakkan tubuhnya kembali. 
Berbagai pertanyaan bergayut di benaknya. "Apa yang telah menyebabkan sosok-sosok itu 
menjadi tulang belulang? Racunkah?" 

Aiya memang telah beberapa kali menjumpai racun yang mempunyai daya keija 
sangat mengerikan. Di antaranya dapat mencairkan daging dan tulang bagai lilin terkena api. 
Karena itu dia menduga sosok-sosok itu telah terkena racun. 

Kemudian Dewa Arak mengayunkan kaki mendekati sesosok tubuh yang tergolek 
utuh. Dalam arti masih memiliki daging dan kulit. Agaknya, sosok itu mengalami nasib 
berbeda dengan yang lainnya. 

"Ah...!" 

Dewa Arak terpekik kaget ketika telah beijongkok di sebelah sosok tubuh itu. Aiya 
tahu siapa sosok itu. 



"Ki Gelagar...!" 

Bunyi gemeretak keras terdengar dari mulut Arya. Karena perasaan geram yang sangat 
dalam dadanya. 

"Siapa pun pelaku tindak kekejian ini, tak akan kubiarkan! Dia harus dilenyapkan dari 
muka bumi!" desis Aiya penuh kemarahan. 

Mendadak Dewa Arak teringat sesuatu. Bukankah Ki Gelagar mempunyai seorang 
putri? Kalau tidak salah namanya Puspa Rani? Di mana gadis Itu? Apakah dia ikut tewas? 

"Rasanya Puspa Rani pun telah tewas. Mungkin dia termasuk salah satu di antara 
mayatmayat yang telah menjadi tulang belulang," jawab Dewa Arak dalam hati. Mendadak... 

Brakkk! 

"Hih!" 

Cepat Dewa Arak melempar tubuhnya ke belakang seraya memasang sikap waspada. 
Seluruh otot-otot dan urat syarafnya menegang. Tapi sebentar kemudian mengpndur kembali 
ketika melihat penyebab timbulnya bunyi gemuruh itu. 

Ternyata kegaduhan itu akibat runtuhnya salah satu tiang bangunan yang telah habis 
dilalap api. Sekarang api telah hampir padam. Yang tinggal hanya asap tipis mengepul di 
sanasini. Aiya mengedarkan pandangan berkeliling untuk memastikan tidak ada orang lain di 
sekitar tempat itu. Baru kemudian memutuskan untuk mengurus mayat murid-murid dan 
Ketua Fterguruan Kapak Sakti. 


•k-k-k 


"Huh! Ke mana perginya Harimau Jantan dungu itu?! Mengapa lama sekali? Kalau 
tahu begini, lebih baik aku yang mencari makanan." 

Wanita cantik berpakaian kulit harimau itu menggerutu tak senang. Wajahnya yang 
dingin semakin terlihat angker. Meskipun demikian, tidak menjadikan kecantikannya hilang. 
Namun kecantikan wanita bertahi lalat di pipi kiri ini mengandung sesuatu yang mengerikan! 

Sambil mengomel tak henti-hentinya, wanita itu berjalan mondar mandir di depan 
sebuah gundukan ranting yang telah disusun menjadi api unggun. 

"Harimau Jantan gila!" 

Entah untuk yang keberapa kali Harimau Betina Berkuku Fterak mengeluarkan 
makian. Dan seiring selesainya ucapan itu, pantatnya dihempaskan pada akar sebatang 
pohon yang menyembul dari dalam tanah. Rupanya, dia lelah juga berjalan bolak-balik seperti 
itu. 

"Sudah semalaman perut tidak diisi. Eh..., sekarang masih harus menunggu Harimau 
Jantan gila itu! Keparat!" 

Harimau Betina Berkuku Fterak mengarahkan pandangan ke langit sebelah timur. Di 
sana sang Surya tengah memancarkan sinarnya yang sudah tidak terasa lembut lagi. Saat itu 
hari memang sudah tidak pagi. Mendada... 

"Uhk, uhk, uhk!" 

Harimau Betina Berkuku Fterak terkejut bukan main. Sebagai seorang tokoh tingkat 
tinggi, dia segera tahu kalau suara batuk itu tidak terjadi secara wajar. Pemiliknya sengaja 
memberitahukan kehadirannya. 

Mengapa dia tidak mendengarnya? Betapapun dirinya tengah tidak memusatkan 
perhatian pada pendengaran, Harimau Betina Berkuku Perak yakin sebelum mendekat 
keberadaan orang itu telah diketahuinya. Jelas, pemilik batuk itu seorang tokoh pandai. 

Maka Harimau Betina Berkuku Perak segera berdiri dan memasang sikap waspada. 
Siap menghadapi segala kemungkinan. Wajahnya dipasang segarang mungkin. Harimau 
Betina Berkuku Fterak bermaksud melampiaskan kekesalannya yang bertumpuk-tumpuk 
kepada si pemilik batuk! 

Tapi kegarangan di wajahnya langsung lenyap. Berganti dengan keterkejutan. Bahkan 
meskipun samar terlihat sorot kegsntaran pada sepasang matanya. 

"Kaget?!" tanya si pemilik batuk yang berdiri tenang dalam jarak tiga tombak di 
hadapan Harimau Betina Berkuku Perak 



Dia adalah seorang kakek kecil kurus dan berpakaian coklat. Wajahnya dipenuhi 
kumis, jenggot, dan cambang lebat. Dan yang aneh sepasang alisnya melintang seperti kumis. 

"Tidak menyangka kita akan berjumpa di sini?!" tanya kakek kecil kurus itu lagi. 

Harimau Betina Berkuku Fterak tidak menjawab. Tarikan wajahnya memancarkan 
perasaan gentar. Dengan perlahan kakinya melangkah ke belakang. 

"Kau..., kau.., Eyang Wali Sidapaksi...." 

Harimau Betina Berkuku Perak menyebut sebuah nama dengan penuh perasaan 
gugup. Nama seorang tokoh yang sangat ditakutinya. Dia tahu kakek beralis melintang ini 
memiliki kepandaian jauh di atasnya. 

"He he he...! Rupanya kau masih ingat padaku, Pengkhianat! Kau kira akan dapat lolos 
dari tanganku?! Katakan, di mana Jala Tunggara?!" 

Seraya mengajukan pertanyaan bernada ancaman, Eyang Wali Sidapaksi melangkah 
maju. Tapi gerak majunya mengikuti langkah Harimau Betina Berkuku Fterak. Setiap kali 
wanita bertahi lalat itu mundur selangkah, kakek berkumis melintang maju selangkah. 
Dengan demikian jarak mereka tidak berubah. 

Pertanyaan Eyang Wali Sidapaksi menimbulkan semangat dalam hati Harimau Betina 
Berkuku Perak. Memang diakui secara perorangan dia maupun Harimau Jantan Berkuku 
Emas merasa gentar. Tapi kalau menghadapi berdua, rasanya mereka akan dapat 
mengalahkannya. Mudah-mudahan Harimau Jantan Berkuku Emas cepat kembali. Harapan 
itu membuat Harimau Berina Berkuku Perak bermaksud mengulur-ulur waktu, hingga 
Harimau Jantan Berkuku Emas tiba. 

"Sekarang dia memang tidak berada di sini," jawab Harimau Berina Berkuku Perak 
dengan suara sedikit tenang. "Tapi, aku yakin dia akan segera datang." 

"He he he...!" Eyang Wali Sidapaksi terkekeh. "Kau tidak usah menggertakku, 
Pengkhianat Busuk! Asal kau tahu saja, si tolol Jala Tunggara tengah berada jauh dari sini! 
Itu sebabnya aku menyatronimu sekarang. Jadi, tidak usah berangan-angan Jala Tunggara 
akan datang kemari!" 

Harimau Betina Berkuku Perak menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya 
yang mendadak kering. Sungguh tidak disangkanya kalau Eyang Wali Sidapaksi telah 
memperhitungkan semuanya dengan cerdik. 

"Sekarang bersiaplah, Pengkhianat! Aku akan memberikan hukuman yang setimpal 
atas perbuatan yang kalian lakukan terhadapku!" 

Belum lagi gema ucapannya lenyap, kakek beralis melintang itu telah melesat 
menerjang Harimau Betina Berkuku Fferak. Gerakannya cepat bukan main seperti bayangan. 
Eyang Wali Sidapaksi membuka serangan dengan sebuah tendangan lurus ke arah dada. 

Wuttt! 

Deru angin teras mengiringi datangnya serangpn. Melihat hal ini, Harimau Betina 
Berkuku Perak tidak berani bertindak gegabah. Dia tahu betul betapa dahsyatnya serangan 
itu. Sebatang pohon besar dan kuat pun akan tumbang bila terhantam, apalagi dadanya. 

Harimau Betina Berkuku Perak segera melemparkan tubuhnya ke belakang. Hingga 
serangan Eyang Wali Sidapaksi mengenai tempat kosong. Karena orang yang akan dijadikan 
sasaran sudah tidak berada di situ lagi. 

Tindakan Harimau Betina Berkuku Fterak ternyata tidak berhenti sampai di situ. 
Begitu berada di udara, tubuhnya dijungkirbalikkan. Bersamaan dengan itu kedua tangannya 
dikibaskan. Dan.... 

Sing, sing, sing! 

Bunyi berdesing nyaring menyakitkan telinga terdengar ketika beberapa benda 
berkilat-kilat meluncur ke arah Eyang Wali Sidapaksi. Rupanya saat tengah berada di udara 
wamta bertahi lalat itu mengambil senjata rahasianya! 





"Hmh!" 

Eyang Wali Sidapaksi mengeluarkan dengusan menghina. Dia tahu betapa berbahaya 
benda-benda berkilat yang tidak lain logam berbentuk bintang bersegi tiga. Senjata rahasia itu 
telah direndam dalam cairan racun yang sangat ganas. Tak aneh jika warna putihnya jadi 
bersemu kehijauan. 

Hingga meskipun dengusan menghina dikeluarkan, tak urung ia menjadi gentar. 
Dengan bergegas tubuhnya ditekukkan. Logam-logam berbentuk segi tiga itu pun meluncur di 
atas kepalanya. 

Masih dalam keadaan merunduk, lelaki beralis melintang itu meluruk ke arah Harimau 
Betina Berkuku Perak yang baru mendaratkan kaki di tanah. Kakek itu menyerang dengan 
mempergunakan kepalanya! 

Memang aneh serangan yang dilancarkan Eyang Wali Sidapaksi. Tapi, Harimau Betina 
Berkuku Perak tidak berani memandang rendah. Kakek itu merupakan lawan yang sangat 
tangguh. Maka walaupun belum mengetahui kedahsyatan ilmu itu, dia tidak berani 
menanggung akibatnya. 

Sayang, serangan itu tiba demikian cepat. Padahal, saat itu Harimau Betina Berkuku 
Perak baru mendarat. Mengelakkannya jelas tidak mungkin. Jadi tidak ada jalan lain untuk 
menyelamatkan nyawanya selain memapaki serangan itu. Itulah yang dilakukan Harimau 
Betina Berkuku Perak. 

"Hih!" 

Sambil menggertakkan gigi untuk mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, Harimau 
Betina Berkuku Perak mencabut pedang yang tergantung di punggung. Dan menggenggamnya 
dengan kedua tangan. Lalu bersiap memapaki serangan Eyang Wali Sidapaksi dengan 
bacokan pedangnya! 

Namun sebelum Harimau Berina Berkuku Fterak sempat melaksanakan maksudnya, 
kenyataan lain menghadangnya. Deru angin dahsyat menerpa Harimau Berina Berkuku 
Perak. Luar biasa deru angin yang mengiringi tibanya serudukan Eyang Wali Sidapaksi. Batu 
dan debu beterbangan seperti diamuk topan. 

Tapi masih lebih dahsyat yang dialami Harimau Betina Berkuku Perak Rambut dan 
pakaiannya berkibaran keras. Bahkan kalau saja wanita bertahi lalat itu tidak mengerahkan 
tenaga dalam pada kedua kakinya, mungkin tubuhnya sudah terhempas jauh ke belakang. 

Semakin Eyang Wali Sidapaksi mendekat, terpaan angin yang melanda semakin 
menggila. Namun meskipun begitu, wanita bertahi lalat itu tetap bersikeras untuk bertahan. 
Usaha Harimau Betina Berkuku Perak tidak sia-sia. Berkat pengerahan tenaga dalam, kedua 
kakinya seperti berakar di bumi, Betapapun keras terpaan angin yang melanda, tubuhnya 
tidak bergeming sedikit pun. 

Dan ketika serangan menyambar semakin dekat, Harimau Betina Berkuku Perak 
mengayunkan pedangnya. Sasaran yang dituju adalah kepala Eyang Wali Sidapaksi! Sudah 
terbayahg di benaknya kepala kakek beralis melintang itu terbelah menjadi dua. 

Wuttt! Banggg 

"Aaakh...!" 

Teriakan ngpri keluar dari mulut Harimau Betina Berkuku Perak. Wanita bertahi lalat 
itu merasakan betapa ayunan pedangnya membentur sebuah kekuatan raksasa yang tidak 
nampak! 

Akibatnya sangat menggiriskan! Tubuh Harimau Betina Berkuku Perak melayang 
deras ke belakang seperti daun kering dihempaskan angin. Dari mulutnya mengalir darah 
membasahi tanah sepanjang tubuhnya melayang. Jelas, Harimau Betina Berkuku Perak 
menderita luka dalam yang parah! 

Srakkk! 



Setelah melayang-layang beberapa tombak, tubuh wanita bertahi lalat itu jatuh di 
kerimbunan semak-semak yang cukup lebat. Suatu keuntungan baginya. Hingga nyawanya 
tidak melayang ke alam baka saat itu juga. 

Harimau Berina Berkuku Perak berusaha bangkit. Dia harus segera meninggalkan 
tempat itu sebelum Eyang Wali Sidapaksi mengirimkan serangan susulan. 

"Huakh!" 

Harimau Betina Berkuku Perak memuntahkan darah segar ketika baru berhasil 
mengangkat bagian atas tubuhnya. Tapi wanita itu tetap berusaha bangkit. Tapi sebelum 
niatnya tercapai, dilihatnya Eyang Wali Sidapaksi menghampirinya dengan langkah perlahan. 
Tampaknya kakek beralis melintang itu ingin menyiksa perasaan Harimau Betina Berkuku 
Perak! 

Kenyataan ini membuat Harimau Betina Berkuku Perak semakin kalap. Tanpa 
mempedulikan luka dalam yang dideritanya, terus diusahakan bangkit berdiri. Tiba-tiba.... 

"Tidak usah memaksakan diri, Nisanak. Lebih baik kau beristirahat. Biar aku yang 
menghadapinya." 

Sebuah suara pelan tapi berwibawa membuat Harimau Betina Berkuku Perak 
menghentikan gerakannya. Kepalanya didongakkan untuk melihat orang yang mengeluarkan 
ucapan itu 

Samar-samar, karena pengaruh lukanya, Harimau Betina Berkuku Perak melihat 
sesosok tubuh berdiri membelakanginya. Dialah yang telah berbicara tadi. Sayang, Harimau 
Betina Berkuku Perak tidak bisa melihat wajah penolongnya. Yang diketahuinya orang itu 
berpakaian ungu dan berambut putih keperakan. Sebuah guci tergantung di punggungnya. 

Harimau Betina Berkuku Fterak tidak bisa memperhatikan lebih jauh. Rasa pusing 
yang melanda sudah tak tertahankan. Maka dengan pasrah tubuhnya dibaringkan. Wanita itu 
tahu nyawanya tak mungkin tertolong lagi. Meskipun sosok berpakaian ungu bermaksud 
menolongnya, tapi dia tidak akan mampu menghadapi Eyang Wali Sidapaksi yang sangat 
tinggi ilmunya. Penolongnya hanya akan mengantarkan nyawa sia-sia! 

Patut dipuji 1$besaran hati Harimau Berina Berkuku Perak. Meskipun tahu nyawanya 
tidak mungkin dapat diselamatkan, waktu yang masih dimiliki dipergunakan untuk mengobati 
luka dalamnya dengan jalan mengatur pemapasan. Sebagai tokoh tingkat tinggi, Harimau 
Betina Berkuku Perak tidak harus mengambil sikap duduk bersila dan bersemadi. Sambil 
berbaring, pengaturan napasnya dilakukan. 

Sementara itu, Eyang Wali Sidapaksi terpaksa menghentikan langkahnya ketika 
melihat sesosok berpakaian ungu menghadang di depannya. Tampaknya sosok itu bermaksud 
menghalangi tindakannya. Kakek beralis tebal itu pun murka. 

"Menyingkiriah sebelum terlambat, Anjing Kecil! Kalau tidak, jangan salahkan jika aku 
menghajarmu sampai mati!" sem Eyang Wali SidapaksHantang. 

"Sayang sekali aku tidak berkeinginan untuk menyingkir, Anjing Besar! Tapi, tentu 
saja tak akan kubiarkan kau memukuliku!" sambut sosok berpakaian ungu yang tidak lain 
Dewa Arak, tidak mau kalah memaki lawan. 

"Keparat!" Eyang Wali Sidapaksi menggeram keras. "Kalau demikian, mampuslah kau! 

Hih!" 

Tak kuat lagi menahan rasa amarah, Eyang Wali Sidapaksi melancarkan serangan 
bertubi-tubi. 

Jari-jari kedua tangannya menegang kaku, dan dengan sikap jari seperti itu secara 
bertubi-tubi ditusukkan ke arah dada Dewa Arak. 

Cit, cit, cit! 

Bunyi berdecit nyaring mengiringi luncuran kedua tangan Eyang Wali Sidapaksi. Dewa 
Arak tidak berani bertindak ceroboh. Dari bunyi berdecit nyaring yang mengiringi tibanya 
serangan, dapat diperkirakan kedahsyatan serangan lawan. Tusukan tangan itu mampu 
melubangi batu yang paling keras sekalipun! 

Namun pemuda berambut putih ke pera kan itu tidak gpntar. Ditunggunya hingga 
serangan menyambar dekat. Lalu kakinya melangkah ke kanan seraya mendoyongkan tubuh. 
Serangan lawan menyambar di sebelah kiri tubuhnya. 



Tindakan seperti itu merupakan kebiasaan Dewa Arak. Pemuda berambut putih 
keperakan itu selalu mengelakkan serangan lawan pada gebrakan pertama. Itu dilakukan 
untuk mengetahui kekuatan tenaga dalam lawan. Dengan demikian, kekuatan tangkisan yang 
akan diberikan nanti tidak terlalu sedikit atau sebaliknya. 

Eyang Wali Sidapaksi menggeram keras bagai banteng terluka. Serangannya dapat 
dielakkan lawan dengan demikian mudah. Kenyataan ini membuktikan lawannya seorang 
tokoh pandai. Karena hanya tokoh-tokoh tingkat tinggi yang berani mengelakkan serangan 
lawan tanpa berpindah jauh! 

Tentu saja hasil gebrakan pertama ini tidak membuat kakek beralis melintang itu 
gentar. Malah amarahnya semakin berkobar. Karena itu, scrangpnnya scgera disusuli dengan 
babatan sisi tangan kiri ke arah pelipis Dewa Arak! 

Cepat dan tiba-tiba meluncurnya serangan susulan itu. Namun Aiya tidak menjadi 
gugup. Dengan perhitungan matang seorang tokoh yang telah kenyang makan garam di dunia 
persilatan, tubuhnya dirundukkan. Hingga.... 

Wuttt! 

Bacokan sisi tangan lawan meluncur di atas kepala Dewa Arak. Karena kuatnya tenaga 
dalam yang terkandung dalam serangan itu, rambut dan pakaian Dewa Arak berkibaran 
keras. Dan sebelum pemuda berambut putih keperakan itu sempat menarik napas lega, 
serangan lanjutan Eyang Wali Sidapaksi kembali meluncur. Kali ini tendangan kaki kanan 1$ 
arah dada! 

Tidak ada kesempatan lagi bagi Dewa Arak untuk mengelak. Kedudukannya tidak 
memungkinkan. Terlebih lagi serangan susulan itu meluncur demikian cepat. Hampir tidak 
berselisih waktu dengan serangan sebelumnya. 

Hanya ada satu kesempatan bagi Aiya untuk menyelamatkan nyawanya. Menangkis! 
Bila hal itu tidak dilakukan, tulang-tulang dadanya akan hancur berantakan terhantam kaki 
Eyang Wali Sidapaksi yang disaluri tenaga dalam dahsyat! 

"H ih!" 

Dewa Arak memapaki tendangan itu dengan kedua tangan yang saling disilangkan di 
depan dada. Sadar akan kedahsyatan tenaga dalam Eyang Wali Sidapaksi, pemuda berambut 
putih keperakan itu mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. 

Plakkk! 

Bunyi keras seperti benturan logam-logam keras langsung terdengar ketika tangan dan 
kaki yang dialiri tenaga dalam kuat itu beradu. Akibatnya mereka teijajar mundur dua 
langkah. 

Namun dengan gerakan sederhana baik Eyang Wali Sidapaksi maupun Dewa Arak 
berhasil mematahkan daya dorong tubuh mereka. Saat itu juga pertarungan terhenti. 
Keduanya saling berpandangan dalam jarak lima tombak. 

"Pantas kau berani menentangku, Anjing Kecil! Ternyata kau memiliki sedikit 
kepandaian!" ucap Eyang Wali Sidapaksi mengangguk-angguk. "Tapi jangan besar kepala 
dulu. Yang kukeluarkan tadi belum apa-apa!" 

"Aku percaya, Ki. Kau memang tangguh!" puji Dewa Arak sejujurnya. 

Wajah Eyang Wali Sidapaksi langsung merah padam. Sepasang matanya berkilat-kilat 
menyiratkan kemarahan. Dianggapnya pemuda berambut putih keperakan itu mengejek 
dirinya. 

"Sombong!" seru kakek beralis melintang itu keras. "Bersiap-siaplah, Anjing Kecil! 
Keluarkan seluruh kemampuanmu kalau tidak ingin mati konyol di tanganku!" 

Belum lagi gema ucapannya lenyap, Eyang Wali Sidapaksi menyilangkan kedua 
tangannya di depan leher. Jari-jari tangannya yang terbuka menegang kaku. Demikian pula 
tangannya. Tampak menegang penuh kekuatan. 

Beberapa saat lamanya Eyang Wali Sidapaksi bersikap demikian. Getaran pada tangan 
dan tubuhnya semakin teras. Kakek beralis melintang itu seperti orang terserang demam 
tinggi! 


kkk 



Dewa Arak mengernyitkan dahi tidak mengerti dengan tindakan lawan. Tapi 
kewaspadaannya tidak ditinggalkan. Sekujur urat syaraf dan otot tubuhnya menegang. Siap 
menghadapi kemungkinan yang tidak diharapkan. 

Sementara itu keadaan Eyang Wali Sidapaksi semakin terlihat mengerikan. Urat-urat 
di tubuhnya bertonjolan keluar. Demikian pula pada wajahnya. Agaknya seluruh tenaga 
dalam Eyang Wali Sidapaksi tengah menyebar ke berbagai bagian tubuhnya. Apa yang hendak 
dilakukan kakek beralis melintang itu? Tiba-tiba.... 

Brrrlll! 

"Ah!" 

Dewa Arak mengeluarkan seruan kagst melihat kejadian yang terpampang di 
depannya. Pakaian Eyang Wali Sidapaksi robek-robek. Kekuatan tenaga dalam yang tengah 
menyebar itu membuat pakaiannya tidak kuat menahan. 

"Ha ha ha...!" Eyang Wali Sidapaksi tertawa bergelak. "Sekarang terimalah 
kematianmu, Anjing Kecil! Hiyaaa...!" 

Kakek beralis melintang mengawali serangannya dengan sebuah terkaman. Tindakan 
yang dilakukannya mirip harimau menerkam mangsa. 

Wusss! 

Dewa Arak bertindak hati-hati. Meskipun belum membuktikan sendiri, dia yakin 
lawannya telah mengeluarkan ilmu andalan. Kalau tidak, mengapa untuk menggunakannya 
demikian repot sampai harus menghancurkan pakaian?! Sayang pemuda berambut putih 
keperakan itu belum tahu di mana letak kehebatannya. 

"Hih!" 

Dengan kecepatan dan ketepatan seorang tokoh tingkat tinggi, Dewa Arak 
menjatuhkan tubuhnya ke tanah hingga jatuh telentang. Hingga terkaman Eyang Wali 
Sidapaksi mengenai tempat kosong, lewat beberapa jari di atas sasaran. 

Di saat tubuh lawan tepat berada di atasnya Dewa Arak bertindak. Kaki kanannya 
mencuat mengancam dada Eyang Wali Sidapaksi! Ini memang sudah diperhitungkan masak- 
masak oleh pemuda berambut putih keperakan itu. Dan hasilnya seperti yang diperkirakan 
Dewa Arak. 

Bukkk! 

Telak dan keras kaki kanan Dewa Arak mendarat di sasaran. Luncuran tubuh Eyang 
Wali Sidapaksi terlihat semakin deras. Arah tendangan Dewa Arak memang searah dengan 
luncuran tubuh kakek beralis melintang itu. 

"Ikh!" 

Dewa Arak menyeringai merasakan kakinya terasa sakit. Terutama pada bagian yang 
berbenturan dengan dada Eyang Wali Sidapaksi. Ngilu dan sakit bukan main. Sepertinya yang 
dihantam segundukan baja yang sangat keras. 

Kenyataan itu mengejutkan Dewa Arak. Rasa curiganya segpra timbul. Pemuda itu 
tidak yakin Eyang Wali Sidapaksi menderita luka akibat tendangannya. 

Pemuda berambut putih keperakan itu memang tidak perlu menunggu terlalu lama 
untuk membuktikan kebenaran dugaannya. Begitu dia bangkit dan membalikkan tubuh, 
dilihatnya Eyang Wali Sidapaksi bersalto di udara untuk mematahkan kekuatan luncuran. 
Kemudian dengan indah dan manis mendarat di tanah dengan kedua kaki lebih dahulu. 

"Ha ha ha...!" 

Eyang Wali Sidapaksi mengumandangkan tawa teras. Terasa jelas nada ejekan dalam 
suara tawanya. 

"Bagaimana, Dewa Arak?!" 

Dewa Arak tidak menanggapi ejekan itu. Dugaannya ternyata tidak salah. Eyang Wali 
Sidapaksi tidak menderita luka sedikit pun. Sikapnya menunjukkan tendangan yang 
dilakukan Dewa Arak dengan sepenuh tenaga tidak berarti apa-apa baginya. 

Sekarang Dewa Arak mengetahui keistimewaan ilmu Eyang Wali Sidapaksi. Ilmu yang 
peragaannya membuat pakaian hancur itu ternyata mengakibatkan kulit tubuhnya kuat! 
Sehingga tendangan Dewa Arak yang mampu menghancurkan baru karang sebesar rumah 
tidak berarti apa-apa. Bahkan sebaliknya, Dewa Arak yang merasa kesakitan. 

"Kau hebat, Ki," dari lubuk hatinya yang paling dalam, Dewa Arak memberikan pujian. 



"Tapi, bukan berarti aku kalah." 

"Ha ha ha...!" Eyang Wali Sidapaksi tergelak. Tawa gembira penuh kemenangan. 

"Bagus! Aku justru senang dengan orang yang tidak mudah putus asa. Keluarkan 
seluruh kemampuanmu, Dewa Arak!" 

Usai berkata, Eyang Wali Sidapaksi berdiam diri tidak melakukan penyerangan. 
Tampaknya dia memberi kesempatan pada Dewa Arak untuk mengeluarkan ilmu andalan. 
Tentu saja kesempatan itu tidak disia-siakan Dewa Arak. Diambilnya guci yang tersampir di 
punggung, kemudian dituangkan ke mulutnya. 

Gluk... Gluk.... Gluk...! 

Terdengar bunyi tegukan ketika arak itu melewati tenggorokan Dewa Arak. Sesaat 
kemudian, hawa hangat menjalari bagian dalam perutnya. Fte riah an-lahan hawa hangat itu 
menyebar ke atas. 

Sampai akhirnya, kedua kaki pemuda berambut putih keperakan itu tidak menapak 
dengan mantap lagi di tanah. Oleng ke kanan dan kiri. 

Kelakuan Dewa Arak tidak lepas dari pandangan Eyang Wali Sidapaksi. Dahi kakek 
beralis melintang itu kelihatan berkemyit heran. Ilmu apa yang akan dikeluarkan pemuda 
berambut putih keperakan itu? Eyang Wali Sidapaksi tak habis pikir. 

Kakek beralis tebal itu tidak tahu Dewa Arak tengah mengeluarkan ilmu andalan yang 
telah membuat julukannya menggemparkan dunia persilatan. Ditakuti lawan dan disegani 
kawan. 

Itu sebabnya, meskipun Dewa Arak dengan langkah terhuyung-huyung seperti akan 
jatuh bergerak menghampiri, Eyang Wali Sidapaksi masih belum memberikan tanggapan. Apa 
yang dapat dilakukan orang yang tengah mabuk? Jangankan bertarung, melangkah saja sulit! 





Pandangan meremehkan Eyang Wali Sidapaksi langsung pupus ketika Dewa Arak 
mulai melancarkan serangan. Kekagetan dan keheranan melanda hatinya. Gerakan Dewa 
Arak yang meliuk-liuk seperti tanpa tenaga, mendadak keras dan penuh kekuatan. 

Pemuda berambut putih keperakan itu membuka serangan dengan pukulan punggung 
tangan kanannya, ciri khas ilmu 'Belalang Sakti'. Serangan itu ditujukan ke arah dada Eyang 
Wali Sidapaksi! 

Serangan inilah yang membuka mata Eyang Wali Sidapaksi kalau tingkah laku aneh 
Dewa Arak tidak bisa dianggap remeh. Terasa ada tekanan dahsyat dari serangan Dewa Arak. 
Tekanan itu mengingatkan Eyang Wali Sidapaksi pada terpaan gelombang laut! 

Namun, sekalipun telah mengetahui kedahsyatan serangan itu, Eyang Wali Sidapaksi 
tidak melakukan tindakan apa pun untuk mematahkan serangan lawan. Lelaki berkumis 
melintang itu tetap berdiam diri di tempatnya. Tidak tampak tanda-tanda dia akan menangkis 
atau mengplak. Maka.... 

Bukkk! 

Telak dan keras serangan Dewa Arak mendarat di sasaran. Tubuh Eyang Wali 
Sidapaksi terjajar ke belakang. Tapi, tidak terlihat serangan itu berpengaruh terhadap dirinya. 

Diam-diam Dewa Arak terkejut melihat serangannya tidak menimbulkan akibat sedikit 
pun pada lawan. Tangannya seperti menghantam benda kenyal, yang membuat tenaganya 
membalik! Meskipun demikian, Dewa Arak tidak jera. Serangan-serangan susulannya segera 
dikirimkan. 

Tapi kali ini Eyang Wali Sidapaksi tidak berdiam diri. Kalau setiap serangan lawan 
dibiarkan, pertarungan tak akan pernah usai. Agar cepat berakhir, harus diberikan 
perlawanan. Dan keputusan itu segera dilakukan. 

Sungguh menarik pertarungan yang berlangsung. Satu pihak memiliki gerakan yang 
berubah-ubah. Terkadang lemas tak bertenaga, tapi mendadak menegang penuh kekuatan. 
Sementara di pihak lain gerakan-gerakannya terlihat agak lambat, namun mengandung 
kedahsyatan yang tidak terperikan. 

Jalannya pertarungan sudah dapat ditebak. Berkali-kali serangan Dewa Arak baik 
pukulan, tendangan, tamparan, totokan, maupun hantaman guci bersarang dengan telak di 
berbagai bagian tubuh Eyang Wali Sidapaksi. Namun, semua itu tidak menimbulkan 
pengaruh apa pun. Bahkan membuat amukan Eyang Wali Sidapaksi semakin dahsyat. 

Tapi betapapun teras kakek itu mengamuk, tetap tidak mencapai hasil yang 
diharapkan. Setiap serangan yang dikirimkan selalu dapat dipunahkan Dewa Arak dengan 
jurus 'Delapan Langkah Belalang'nya! 

"Keparat!" 

Eyang Wali Sidapaksi menggertakkan gigi ketika untuk yang kesekian kali 
serangannya hanya mengenai tempat kosong. Padahal jelas terlihat pemuda berambut putih 
keperakan itu memapaki dengan tubuhnya, seperti sengaja membiarkan untuk dijadikan 
sasaran. Tapi, mengapa selalu meleset?! Eyang Wali Sidapaksi tidak mengerti. Tapi 
kebingungan itu tidak berlangsung lama. Setelah berulang kali, dia tahu Dewa Arak memiliki 
ilmu langkah ajaib! 

Jurus demi jurus berlalu. Kini pertarungan memasuki jurus kedua puluh lima. Belum 
nampak tanda-tanda pihak yang akan keluar sebagai pemenang. Pertarungan masih 
berlangsung seimbang. Mendadak Eyang Wali Sidapaksi mengeluarkan jeritan kaget. 
Kemudian, tubuhnya dilemparkan ke belakang menjauhi kancah pertarungan. Dewa Arak 
yang tidak mau memanfaatkan kesempatan itu membiarkan saja tindakan lawannya. Pemuda 
itu berdiam diri menunggu. Sebuah dugaan lawan akan mempergunakan ilmu simpanan yang 
lain muncul. 

Tapi ternyata dugaan pemuda berambut putih keperakan itu meleset. Begitu kedua 
kakinya menjejak tanah, Eyang Wali Sidapaksi tidak mempersiapkan diri untuk mengeluarkan 
ilmu lainnya. Kakek itu melayangkan pandangan ke satu arah. Belakang Dewa Arak! 



Melihat hal itu Dewa Arak segera teringat pada seorang wanita yang berada di 
belakangnya. Yakin kalau Eyang Wali Sidapaksi tidak akan membokong, kepalanya ditolehkan 
untuk mengetahui apa yang terjadi. Tapi pemuda itu tetap memasang sikap waspada. Siapa 
tahu Eyang Wali Sidapaksi ingin melancarkan siasat licik. 

Ternyata tidak! Kakek itu tidak bermaksud menipu. Di belakangnya sudah tidak ada 
seorang pun. Harimau Betina Berkuku Perak telah kabur di saat mereka sibuk bertarung! 

"Sayang sekali... aku tidak bisa menemanimu lebih lama, Anjing Kecil! Masih ada 
urusan yang harus kuselesaikan. Selamat tinggal!" 

Eyang Wali Sidapaksi melesat cepat meninggalkan tempat itu, mencari Harimau Betina 
Berkuku Perak. Dalam sekali lesatan tubuhnya sudah tidak terlihat lagi. Lenyap di balik 
kerimbunan semak dan pepohonan lebat. 

Dewa Arak mengangkat bahu tidak peduli. Kemudian gucinya disampirkan ke 
punggung. Dan kakinya diayunkan meninggalkan tempat itu. 

kkk 


Dewa Arak berlari tanpa tujuan. Dibiarkan saja sepasang kakinya melangkah sendiri. 
Pemuda itu memang tidak tahu ke mana harus menuju. Sedapat mungkin akan 
diusahakannya menemukan orang yang telah mengacau Perguruan Kapak Sakti. Tapi 
bagaimana mungkin itu dapat dipenuhi? Semuanya masih gelap. Jangankan menangkap, 
pelakunya saja belum diketahui. 

Dewa Arak terus berlari tanpa memperhatikan suasana di sekelilingnya. Dia tidak tahu 
kalau langkah kakinya membawanya masuk ke dalam hutan. Entah berapa lama berlari Dewa 
Arak tidak tahu. Langkahnya baru dihentikan ketika sayup-sayup tertangkap bunyi dentang 
senjata. Agaknya di sekitar tempat itu tengah terjadi pertarungan. 

Perasaan ingin iahu mendorong Dewa Arak mengayunkan langkah menuju asal suara. 
Tanpa kesulitan berarti, pemuda itu berhasil menemukannya. Ternyata benar. Bunyi gaduh 
itu tercipta karena pertarungan dua pihak yang berbeda jumlahnya. 

"Ah!" 

Dewa Arak berseru kagri ketika mengenali salah satu pihak yang bertarung. Karena 
sosok itu adalah.... 

"Puspa Rani...," gumam pemuda berambut putih keperakan itu menyebut nama putri 
Ki Gelagar. 

Salah satu pihak yang tengah bertarung itu memang Puspa Rani. Gadis itu sedang 
berjuang keras menghadapi lawan-lawannya. Meskipun sendirian, sedangkan lawannya lima 
orang, Puspa Rani mampu mengadakan perlawanan sengit. Sepasang kapaknya berkelebat 
cepat ke sana kemari mencari sasaran. 

Sebenarnya kalau dihitung perorangan, tingkat kepandaian putri ketua Perguruan 
Kapak Sakti itu berada cukup jauh di atas lawan-lawannya. Tapi karena mereka terdiri dari 
orang-orang kasar dan berjumlah lebih banyak, Puspa Rani kewalahan. 

Perlahan-lahan gadis itu terdesak. Ini karena putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu 
belum berpengalaman luas dalam bertarung. Sementara lawan-lawannya kelihatan telah 
memiliki pengalaman bertarung yang cukup. 

Sekali lihat saja Dewa Arak tahu keadaan Puspa Rani tidak menguntungkan. Kalau 
dibiarkan gadis berpakaian merah itu akan roboh di tangan lawan-lawannya. Pemuda 
berambut putih keperakan itu pun memutuskan untuk ikut campur. Dan Dewa Arak 
mendapatkan kesempatan itu. Saat itu salah seorang lawan Puspa Rani berhasil mengait kaki 
gadis itu hingga jatuh telentang. 

Kesempatan ini tidak disia-siakan yang lainnya. Sebelum Puspa Rani sempat bangkit, 
sebuah tendangan dari dua orang lawannya telah membuat kapak yang tergenggam di tangan 
putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu terpental jatuh! Tidak hanya itu. Sisa pengeroyoknya 
mengirimkan totokan, hingga tubuhnya terkulai lemas. 

"He he he...! Akhirnya kau dapat juga kami lumpuhkan, Kuda Binal!" ucap salah 
seorang dari mereka, yang berwajah totol-totol bekas luka. Usai berkata, lelaki itu menindih 
tubuh Puspa Rani. Dengan kasar diciuminya wajah gadis berpakaian merah itu. 



"Ha ha ha...!" 

Empat orang kawan lelaki berwajah totol-totol hitam tertawa bergelak. Apalagi ketika 
mendengar Puspa Rani memakimaki karena ngeri menyadari kejadian yang akan dialaminya. 

"Biadab!" teriak Dewa Arak dengan suara bergetar. Kemudian tubuhnya melayang ke 
arah gerombolan orang kasar itu. 

"Hih!" 

Di saat tubuhnya masih berada di udara, Dewa Arak mengibaskan kedua tangannya. 

"Ah!" 

"Aaa...!" 

Jeritan kaget bercampur ngeri keluar dari mulut lima orang lelaki kasar itu. Tubuh 
mereka melayang deras ke belakang karena hembusan angin keras dari kibasan kedua tangan 
Dewa Arak. 

Namun hanya lima orang itu saja. Puspa Rani tidak! Tubuh putri Ketua Perguruan 
Kapak Sakti itu tidak bergeming, seolah di tempat itu tidak terjadi apa-apa. Dewa Arak tengah 
mempertunjukkan kemampuannya. Pemuda berambut putih keperakan itu mampu mengatur 
serangan jarak jauhnya, sehingga hanya mengenai orang-orang yang dituju! 

Srakkk, brukkk! 

Bunyi berdebuk dan berkerosakan teras terdengar ketika tubuh kelima orang kasar itu 
berjatuhan di tanah dan semak-semak. Sial bagi yang terjatuh di tanah. Mereka menyeringai 
kesakitan. Tapi sesaat kemudian mereka sudah bangkit. Dengan mata berkilat-kilat penuh 
ancaman, mereka menatap Dewa Arak. 

Sementara itu, Dewa Arak sudah berdiri di dekat Puspa Rani. Ftemuda itu tidak 
mempedulikan kelima lelaki kasar itu. Padahal, Arya tahu mereka tengah bersiap untuk 
melancarkan serangan. 


•k-k-k 


"Dewa Arak...!" seru Puspa Rani ketika melihat sosok yang berdiri di hadapannya. 
Terdengar jelas nada kegembiraan dalam suaranya. 

Dewa Arak menyunggingkan senyum lebar. Kemudian tanpa berkata, tangannya 
diulurkan. Dengan sekali sentuh, totokan yang membelenggu Puspa Rani dapat dipunahkan. 
Dan baru saja Dewa Arak berdiri tegak... 

"Hiyaaat! Haaat...!" 

Sing, sing! 

Sinar terang menyilaukan mata berkilau ketika lima orang kasar mencabut senjatanya, 
kemudian mengayunkan ke berbagai bagian tubuh Dewa Arak Tapi pemuda berambut putih 
keperakan itu tetap tenang. Tidak terlihat Dewa Arak akan memberikan perlawanan. Aiya 
seperti pasrah dengan kejadian yang akan menimpanya. 

Kenyataan ini membuat kelima orang kasar itu menjadi gembira. Mereka menyangka 
Dewa Arak tidak mengetahui adanya serangan. Terbayang di benak mereka pemuda itu 
menjerit dan menggeliat menjelang ajal ketika senjata mereka mendarat di sasaran. 

Tak, tak, takkk! 

"Ah!" 

"Uh!" 

Jeritan-jeritan kaget terlontar dari mulut kelima lelaki kasar ketika melihat hasil 
serangan mereka. Senjata mereka seperti membentur segundukan baja. Akibatnya, senjata- 
senjata itu terpental balik dan rasa sakit mendera tangan! 

Keterkejutan itu semakin menjadi-jadi ketika melihat mata golok mereka gompal! 
Dengan pandang mata tak percaya, ditatapnya Dewa Arak dan senjata yang tergenggam 
berganti-ganti. Sementara itu Dewa Arak sudah membalikkan tubuh. Ditatapnya wajah kelima 
orang kasar itu. 

"Orang-orang seperti kalian tidak pantas dibiarkan hidup. Banyak orang tak berdosa 
akan menjadi korban bila kalian masih tinggal di dunia!" 

Tenang ucapan Dewa Arak, tapi di dalamnya terkandung ancaman maut. Itu dirasakan 
oleh lima orang lawannya. Sayang gerombolan orang kasar itu terlalu menurutkan 



kemarahan. Kalau saja mereka mau menggunakan pikiran, meskipun hanya sedikit, 
kenyataan yang diterima telah menjadi bukti Dewa Arak terlalu tangguh untuk dihadapi. Tapi, 
sikap keras kepala telah membuat pikiran mereka buntu. 

Meskipun Dewa Arak telah mengeluarkan ancaman, kelima orang kasar itu tidak 
menjadi gentar. Mereka bergerak menghampiri pemuda itu. lalu dengan diawali teriakan- 
teriakan nyaring memekakkan telinga, mereka melancarkan serangan. 

Kali ini Dewa Arak memutuskan untuk mengadakan perlawanan. Maka ditunggunya 
hingga serangan lawan menyambar dekat. Kemudian tanpa merubah kedudukan, kedua 
tangannya digerakkan dengan cepat. 

Tak, tak, takkk! 

Buk, buk, bukkk! 

"Akh!" 

"Aaa...!" 

Rentetan kejadiannya berlangsung demikian cepat. Tertangkisnya serangan golok 
kelima orang kasar itu dan kedua tangan Dewa Arak yang menghantam tubuh mereka terjadi 
hampir bersamaan. Tahu-tahu tubuh kelima pengeroyoknya terlempar ke belakang dan jatuh 
bergulingan. 

Ketika kekuatan yang membuat tubuh mereka bergulingan lenyap, luncuran tubuh itu 
terhenti. Tapi, tidak ada satu pun yang bergerak bangkit. Semuanya telah tewas di saat tubuh 
mereka melayang. 

"Hhh...!" 

Arya menghela napas berat. Ada rasa sesal yang selalu bergayut di hati pemuda 
berambut putih keperakan itu setiap kali membunuh lawan. Jauh di lubuk hatinya Dewa Arak 
tidak mau melakukan pembunuhan. Tapi, itu harus dilakukan. Bila tidak, korban-korban 
kelima orang kasar itu akan terus berjatuhan. 

Setelah menatap mayat kelima lawannya, Dewa Arak mengalihkan perhatian ke arah 
Puspa Rani. Ternyata gadis berpakaian merah itu tengah menatapnya. Hingga dua pasang 
mata mereka saling bertemu. 

"Kukira kau mengalami nasib yang sama dengan ayah dan saudara-saudara 
seperguruanmu, Puspa Rani," ucap Dewa Arak pelan dan bernada keluhan. 

Wajah putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu langsung berubah muram. Pertanyaan 
itu menyebabkannya teringat kembali akan musibah yang menimpa perguruan ayahnya. 





"Jadi..., kau... kau telah melihatnya...?" tanya Puspa Rani terbata-bata. 

"Hhh...!" Aiya menghembuskan napas berat. "Secara tidak sengaja aku melihatnya, 
Puspa Rani. Semula memang aku berniat mengunjungi ayahmu. Tapi itu kulakukan setelah 
berziarah ke makam kakek guruku. Tujuan utamaku kembali 1$ tempat ini adalah 
mengunjungi makam beliau. Sungguh tidak kusangka akan menemui kenyataan ini. 
Hancurnya perguruanmu, dan kejadian yang menimpa dirimu..." 

Puspa Rani terdiam. Di benaknya kembali terbayang nasib yang menimpa ayah dan 
saudara-saudara seperguruannya. 

"Apa kau berada di sana sewaktu peristiwa itu teijadi, Puspa Rani?" tanya Dewa Arak 
ingin tahu. Agak aneh kalau gadis berpakaian merah ini dapat lolos dari kcmatian, sementara 
ayah dan seluruh saudara-saudara seperguruannya habis dibantai. 

Puspa Rani mengangguk. 

"Lalu..., mengapa kau dapat selamat dari maut Puspa Rani?" desak Aiya. 

Putri Ketua Perguruan Kapak Sakti itu menelan ludah untuk membasahi 
tenggorokannya yang kering. 

"Hanya sebuah kebetulan yang membuatku selamat, Dewa Arak," jawab Puspa Rani. 
"Sewaktu aku melancarkan tendangan, manusia iblis itu dengan mudah menangkap kakiku. 
Kemudian melemparkannya. Kuat sekali tenaga lontarannya sampai kepalaku menumbuk 
dinding pagar." 

Puspa Rani menghentikan ceritanya sejenak untuk mengambil napas. 

"Aku langsung tak sadarkan diri. Begitu bangun... kulihat... Ayah dan semua saudara- 
saudara seperguruanku... ahhh.... Manusia-manusia keji itu telah membunuhnya!" Puspa 
Rani menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan karena rasa sedih dan ngeri. 

"Tenanglah, Puspa Rani. Biarkan mereka pergi dengan tenang. Sekalipun kau 
mengeluarkan tangis darah, mereka tidak akan hidup kembali," hibur Aiya, menenangkan 
gadis itu. 

Pemuda berambut putih keperakan itu tidak menanyakan mengapa Puspa Rani bisa 
berada di tempat ini. Mengapa gadis berpakaian merah itu tidak mengubur mayat ayah dan 
saudara-saudara seperguruannya? Dewa Arak tahu jawabannya. Batin Puspa Rani terguncang 
hebat. Dia belum siap menerima kenyataan itu. Lari meninggalkan perguruannya adalah cara 
yang paling mungkin! 

Tapi hiburan yang diberikan Aiya tidak mampu menghilangkan kesedihan Puspa Rani. 
Putri Ketua Fterguruan Kapak Sakti itu tetap tenggelam dalam kesedihannya. Wajahnya masih 
ditekapkan dengan kedua telapak tangan. 

"Tadi... kau katakan orangyang melakukan tindakan itu adalah pembunuh-pembunuh 
keji. Berarti jumlah mereka lebih dari satu. Bisa kau memberitahukan ciri-ciri mereka? Biar 
aku yang akan membalaskan kekejian ini! Ayo, Puspa Rani. Beritahukanlah padaku!" 

Puspa Rani segera mengangkat wajahnya. Ucapan Dewa Arak membuatnya melupakan 
kesedihan harinya. Wajah gadis berpakaian merah itu merah padam. Sepasang matanya 
berkilat-kilat memancarkan dendam. Tampaknya dia tengah dilanda kemarahan yang amat 
sangat. 

"Memang, iblis-iblis keji itu tidak hanya seorang, Aiya! Mereka berdua. Lelaki dan 
wanita!" beri tahu Puspa RanHantang penuh dendam. Kemudian dengan singkat diuraikannya 
ciri-ciri pelaku pembunuhan keji itu. 

Aiya mendengarkan penuh perhatian. Wajah dan sorot mata pemuda berambut putih 
keperakan itu tetap tenang. Padahal hatinya terguncang! Pemuda itu teringat akan wanita 
yang telah ditolongnya dari tangan maut Eyang Wali Sidapaksi. Jadi... wanita itu salah 
seorang dari dua pembunuh keji itu?! 



Itulah kehebatan Dewa Arak. Dia mampu menyembunyikan perasaan. Meskipun 
hatinya dilanda perasaan kaget, tarikan wajahnya tetap biasa. Hingga Puspa Rani tidak 
mengetahuinya. 

"Kini aku tahu siapa yang telah membunuh ayah dan saudara-saudara 
seperguruanmu. Akan kucari mereka setelah berziarah ke makam kakek guruku," ujar Aiya. 

"Aku ikut, Aiya!" Puspa Rani setengah terpekik. "Aku ingin melihat mereka tewas 
dengan mata kepalaku sendiri!" 

Dewa Arak tercenung mendengarnya. Pemuda itu tidak segera menjawab. 
Dipikirkannya lebih dulu sebelum kepalanya mengangguk. 

"Terima kasih, Dewa Arak. Aku yakin kau akan memenuhi permintaanku." 

"Simpan saja terima kasihmu, Puspa Rani," tolak Aiya halus. "Lebih baik sekarang kita 
berangkat. Aku khawatir mereka keburu kabur." 

Sesaat kemudian, Dewa Arak dan Puspa Rani telah meninggalkan tempat itu. 
Meninggalkan lima mayat yang bergeletakan di tanah. Mayat lima orang kasar yang tewas di 
tangan Dewa Arak. 


•k-k-k 


"Hhh... hhh... hhh...!" 

Desah napas memburu mengiringi langkah seorang wanita cantik berpakaian kulit 
harimau yang berlari terhuyung-huyung. Dia tidak lain Harimau Betina Berkuku Perak! 

Srakkk! 

"Akh!" 

Brukkk! 

Diawali pekikan kaget, Harimau Betina Berkuku Perak terjerembab ke tanah ketika 
kaki kanannya terkait akar pohon yang menjalar ke luar. 

Namun wanita itu cepat berusaha bangkit Harimau Betina Berkuku Perak berhasil 
mengangkat dadanya. Tapi, tampak jelas seringai kesakitan di bibirnya. Dan sebelum wanita 
bertahi lalat itu berhasil berdiri tegak... 

"Harimau Betina...?!" 

Sebuah seruan kagpt membuat Harimau Betina Berkuku Perak menoleh. Ada perasaan 
lega dalam hatinya. Dia kenal betul dengan suara itu. Dari sebelah kanannya melesat sesosok 
bayangan. Dan begitu dia berhasil berdiri tegak, sosok bayangan itu telah berada di 
sebelahnya. Sosok itu adalah Harimau Jantan Berkuku Emas! 

"Apa yang teijadi, Harimau Betina?!" tanya Harimau Jantan Berkuku Emas seraya 
melontarkan dua ekor kelinci yang tergenggam di tangan kanannya. 

Blukkk! 

Kelinci-kelinci yang sudah mati itu terhempas di tanah. Sementara Harimau Jantan 
Berkuku Emas menatap penuh selidik pada Harimau Betina Berkuku Perak. 

"Kau... kau terluka, Harimau Betina?!" kembali Harimau Jantan Berkuku Emas 
mengajukan pertanyaan. Terdengar jelas nada keheranan dan kekhawatiran dalam suaranya. 

Harimau Betina Berkuku Perak tersenyum untuk mengeraskan hati. Wanita itu tidak 
ingin kelihatan cengeng di hadapan rekannya. Tapi, karena saat itu dia tengah kesakitan, 
senyumnya tampak lebih mirip seringai. 

"Sulit kupercaya ada yang bisa berbuat seperti ini kepadamu. Katakan, Harimau 
Betina. Siapa yang telah melakukan semua ini?!" desak Harimau Jantan Berkuku Emas 
sangat geram. 

"Bagaimana kalau kita cari dulu tempat yang enak, Harimau Jantan?!" usul Harimau 
Betina Berkuku Perak khawatir, bila Eyang Wali Sidapaksi menemukan meieka. 

"Baiklah," jawab Harimau Jantan Berkuku Emas tanpa pikir panjang lagi. "Aku tahu 
sebuah tempat yang letaknya agak tersembunyi. Mari kita ke sana. Kau bisa mengobati luka- 
lukamu di tempat itu." 

Lalu, seraya menuntun Harimau Betina Berkuku Perak, Harimau Jantan Berkuku 
Emas melesat menuju tempat yang dikatakannya. Karena letaknya tidak jauh, dalam waktu 




singkat sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu telah berada di dalamnya. Sebuah 
goa cukup besar yang letaknya tertutup semak-semak dan pepohonan lebat. 

"Sekarang ceritakanlah semuanya hingga kau bisa seperti ini, Harimau Betina." 

Harimau Jantan Berkuku Emas segera mengajukan pertanyaan begitu dirinya dan 
Harimau Betina Berkuku Perak telah duduk di dalam goa. Rekannya tidak cepat menjawab. 
Ditatapnya wajah Harimau Jantan Berkuku Emas lekat-lekat 

"Mungkin kau tidak percaya, Harimau Jantan," ujar Harimau Betina Berkuku Perak 
memulai ceritanya. 

Jangan membuat teka-teki, Harimau Betina," bantah Harimau Jantan Berkuku Emas 
tidak sabar. "Ceritakanlah dulu. Mengenai percaya atau tidak dengan ceritamu itu urusan 
nanti." 

"Baiklah," desah Harimau Betina Berkuku Perak. "Dengar baik-baik, Harimau Jantan. 
Orang yang membuatku seperti ini adalah... Elyang Wali Sidapaksi!" 

"Apa?!" 

Seruan kaget penuh ketidakpercayaan keluar dari mulut Harimau Jantan Berkuku 
Emas. Keras bukan main sehingga dinding dan langit-langit goa bergetar hebat. Seruan itu 
dikeluarkan dengan pengerahan tenaga dalam. 

"Mustahil! Aku yakin kau salah lihat, Harimau Betina! Bukankah Eyang Wali Sidapaksi 
telah tewas?!" 

Secercah senyum tersungging di bibir Harimau Betina Berkuku Perak. 

"Apa kau yakin Elyang Wali Sidapaksi memang telah tewas, Harimau Jantan?! 
Bukankah kita tidak membuktikan sendiri kematiannya?!" 

Harimau Jantan Berkuku Emas terdiam mendengar bantahan itu. Agaknya dia 
terpengaruh oleh bantahan wanita bertahi lalat itu. 

"Memang aku tidak melihat sendiri kematiannya. Tapi..., bukankah Pedang Selaksa 
Racun tidak pernah lalai mengambil nyawa korbannya? Tergores sedikit saja sudah cukup 
untuk mengantarkan nyawanya ke neraka. Sedangkan dia...? Pedang Selaksa Racun 
kutancapkan di perutnya," urai Harimau Jantan Berkuku Emas. 

"Tapi kenyataannya bagaimana, Harimau Jantan?! Dengan mata kepalaku sendiri 
kulihat Elyang Wali Sidapaksi di depanku. Kemudian kami bertarung. Dan... inilah hasilnya!" 
sergah Harimau Betina Berkuku Perak seraya menudingkan jari telunjuk ke dadanya sendiri. 

"Barangkali dia bukan Elyang Wali Sidapaksi, Harimau Betina?!" Harimau Jantan 
Berkuku Emas menduga-duga. "Kalau benar dia E)yang Wali Sidapaksi, mana mungkin kau 
bisa lolos dari tangannya?! Dia tidak akan mengampunimu!" 

"Apa yang kau katakan memang benar, Harimau Jantan! Elyang Wali Sidapaksi tidak 
akan membiarkanku hidup. Dia tahu aku bersekongkol denganmu! Tapi perlu kau ketahui, 
masih hidupnya aku sampai saat ini bukan karena kemurahan hati Elyang Wali Sidapaksi!" 

"Hm.... Lalu bagaimana, Harimau Betina? Jangan katakan kau berhasil melobskan diri 
di saat telah terluka berat seperti itu!" 

"Memang tidak demikian!" jawab Harimau Betina Berkuku Perak cepat. "Di saat 
nyawaku hampir melayang, muncul seseorang menghadang maksud Elyang Wali Sidapaksi. 
Ternyata orang itu memiliki kepandaian amat tinggi. Dia mampu menandingi Elyang Wali 
Sidapaksi. Dan kesempatan itu kugunakan untuk mengobati luka dalamku. Ketika telah lebih 
baik, aku kabur dari situ," urai Harimau Betina Berkuku Perak. 

"Kalau benar demikian katamu," ucap Harimau Jantan Berkuku Emas pelan setelah 
termenung beberapa saat. "Mulai sekarang kita harus bersikap waspada. Dan harus selalu 
bersama. Kalau tidak, dengan mudah Elyang Wali Sidapaksi akan mengganyang kita. Kau tahu 
sebabnya, Harimau Betina?!" 

Harimau Betina Berkuku Perak mengangguk. "Kepandaian Elyang Wali Sidapaksi 
berada di atas kita," jawab wanita bertahi lalat itu. 

Harimau Jantan Berkuku Emas tidak memberikan tanggapan. Lelaki bertubuh kekar 
itu tercenung dengan dahi berkemyit dalam, seakan ada sesuatu yang tengah dipikirkannya. 

"Apa yang tengah kau pikirkan, Harimau Jantan?!" tanya Harimau Betina Berkuku 
Perak ingin tahu. 

"Orangyang telah menolongmu." 



"Maksudmu?" kejar Harimau Betina Berkuku Perak. 

"Apa kau tahu siapa dia? Keberhasilannya menahan Eyang Wali Sidapaksi sampai kau 
dapat melarikan diri menunjukkan dia memiliki kepandaian tinggi. Barangkali kau kenal dia?" 

"Tidak, Harimau Jantan," jawab Harimau Betina Berkuku Perak seraya menggelengkan 
kepala. "Dia berdiri membelakangiku. Yang kutahu, dia mengenakan pakaian ungu, rambut 
panjang putih. Dan di punggungnya tergantung sebuah guci." 

"Jadi..., kau tidak melihat wajahnya?" tanya Harimau Jantan Berkuku Emas 
menegaskan. Harimau Betina Berkuku Perak menggeleng. "Tapi..., aku yakin tidak sulit 
mencarinya. Seorang kakek dengan pakaian ungu dan guci di punggung. Kurasa tidak banyak 
orang mempunyai ciri-ciri seperti itu." 

Harimau Jantan Berkuku Emas mengangguk. Ada kebenaran yang tidak bisa dibantah 
dalam ucapan rekannya. 

"Tidak ada lagi yang ingin kau ceritakan, Harimau Betina?! Kalau tidak lebih baik kau 
obati lukamu. Sebab makam kakek guru Dewa Arak tidak jauh lagi. Dan aku yakin saat ini 
Eyang Wali Sidapaksi tengah mencari-cari kita. Ahhh...! Sungguh tidak kusangka akan terjadi 
seperti ini," ucap Harimau Jantan Berkuku Emas mengeluh. 

Harimau Betina Berkuku Perak diam saja. Wanita bertahi lalat itu telah tenggelam 
dalam semadinya. Dia berusaha mengobati luka dalamnya. 


•k-k’k 


Dua sosok bayangan melesat di jalan utama Desa Jawi. Cepat bukan main gerakan 
mereka. Hingga yang terlihat hanya dua sosok bayangan yang tidak jelas bentuknya. 

"Aku haus, Harimau Jantan. Lebih baik kita ke kedai dulu," ucap salah satu di antara 
dua sosok bayangan itu tanpa menolehkan kepala dan mengendurkan kecepatan larinya. 

"Usul yang baik, Harimau Betina!" sambut Harimau Jantan Berkuku Emas tidak 
memberikan jawaban pasti. Tapi, agaknya usul itu disetujui. Harimau Betina Berkuku Perak 
mengetahuinya. Wanita itu mengarahkan tujuannya ke sebuah kedai yang berada di dekat 
situ. 

"Hup!" 

Dua tombak dari pintu kedai, sepasang manusia berpakaian kulit harimau itu 
menghentikan larinya. Kemudian berjalan menghampiri kedai. Tapi, tepat di ambang pintu 
langkah mereka terhenti. Dangan wajah dingin, keduanya mengedarkan pandangan kc 
seluruh isi kedai. 

Kedai itu ternyata cukup ramai pengunjung. Hampir semua bangku dan meja telah 
terisi. Hanya tinggal beberapa buah saja yang masih kosong. Dan sepasang manusia 
berpakaian kulit harimau mengayunkan kaki ke sana. 

"Mau pesan apa, Den?" tanya seorang lelaki bertubuh kecil kurus seraya 
membungkuk. Dia adalah pemilik kedai. 

"Beri kami arak dan jagung rebus!" seru Harimau Jantan Berkuku Emas dengan suara 
keras hingga dinding dan atap ruangan itu tergetar. Lelaki itu menarahkan tenaga dalam 
pada teriakannya. 

Pemilik kedai bukan orang bodoh! Dia segera tahu pengunjungnya ini seorang yang 
terbiasa bertindak kasar. Suatu tindakan berbahaya jika pesanannya tidak segera dilayani. 

"Baik... baik, Den. Harap tunggu sebentar." Usai berkata demikian, lelaki kecil kurus 
itu bergegas ke dalam untuk menyiapkan pesanan. Sesaat kemudian, dia telah kembali seraya 
membawa pesanan kedua tamunya di sebuah baki yang cukup besar. 

"Ini pesanannya, Den," ujar lelaki kecil kurus itu seraya meletakkan pesanan Harimau 
Jantan Berkuku Emas dan Harimau Berina Berkuku Perak satu persatu di atas meja. 

"Keparat!" 

Harimau Jantan Berkuku Emas menggeram keras begitu lelaki kecil kurus selesai 
menyajikan pesanannya. Sekali mengulurkan tangan, leher baju pemilik kedai berhasil 
dicengkeramnya. Dan ketika tangannya digerakkan ke atas, tubuh pemilik kedai itu terbawa 
naik! 




"Mengapa lama sekali, Cecak Kurus?! Apa kau sudah bosan hidup?! Sungguh berani 
me mpe rmainkanku!" 

"Ti... tidak, Den. Mana aku berani...," jawab pemilik kedai itu terbata-bata. Di samping 
takut, juga karena keadaan tubuhnya tidak memungkinkan. 

"Keparat! Hih!" 

Seiring keluarnya makian itu, Harimau Jantan Berkuku Emas melemparkan tubuh 
pemilik kedai yang sial itu. 

Wuttt! 

"Aaakh...!" 

Lelaki kecil kurus itu mengeluarkan jeritan memilukan ketika tubuhnya melayang- 
layang di udara. Sudah terbayang di benaknya kejadian yang akan dialaminya. 



33 


Brakkk! 

Bunyi riuh rendah langsung terdengar ketika tubuh pemilik kedai jatuh di salah satu 
meja. Hingga hidangan yang tersedia di atasnya berhamburan ke sana kemari. Untung tiga 
orang yang memesan hidangan itu buru-buru melesat meninggalkan tempatnya. 

Meskipun tidak terkena akibatnya, ketiga orang yang mengenakan pakaian serba putih 
itu murka. Kesenangan mereka terganggu. Dengan sorot mata penuh kemarahan, mereka 
menatap orang yang telah menyebabkan terjadinya peristiwa itu. 

"Keparat!" 

Salah seorang di antara mereka, yang berdahi lebar, memaki dengan geram. Kemudian 
dengan langkah lebar dan napas memburu kakinya diayunkan menuju tempat Harimau 
Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak duduk. Menilik sikap mereka 
sudah dapat dipastikan peristiwa yang akan terjadi. 

Semua pengunjung kedai pun menyadarinya. Sebagian di antara mereka yang 
khawatir terbawa-bawa segera beranjak pergi setelah meninggalkan uang pembayaran. 

Berbeda dengan mereka, Harimau Berina Berkuku Perak dan Harimau Jantan 
Berkuku Emas tetap tenang. Seakanakan tidak terjadi sesuatu. Sepasang manusia berpakaian 
kulit harimau itu menyantap hidangan yang mereka pesan. Bahkan sampai ketiga lelaki 
berpakaian putih itu tiba di dekat meja mereka, sepasang manusia itu tetap berpura-pura 
tidak tahu. 

"Hey, Macan Ompong! Sungguh berani kau mengganggu kesenangan kami. Apa kau 
telah mempunyai nyawa rangkap?!" seru lelaki berdahHebar keras. 

Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak tetap tidak 
peduli. Masih dengan tenang, tangannya diulurkan mengambil sebonggol jagung, lalu 
menggeragoti bijinya. Kelakuan sepasang manusia berpakaian kulit harimau ini membuat 
ketiga orang berpakaian putih semakin kalap. 

"Tidak ada gunanya berbasa-basi, Kakang Jo'ang! Beri mereka pelajaran biar tahu 
siapa kita!" usul lelaki yang ujung hidungnya melengkung mirip burung kakak tua. 

"Benar! Aku setuju dengan usul Kakang Jo'ang. Tidak ada gunanya berbicara dengan 
macan ompong yang tuli ini. Kita hajar saja mereka biar tahu siapa Tiga Jalak Hutan Kaling!" 
sambut lelaki yang telinganya berujung runcing. 

Rupanya lelaki berdahi lebar yang bernama Jo'ang terpengaruh dengan usul rekan- 
rekannya. Hingga ketika Harimau Jantan Berkuku Emas mengulurkan tangan hendak 
mengambil jagung lagi, Jo'ang bergerak menangkap. 

Tappp! 

Pergelangan tangan kanan Harimau Jantan Berkuku Emas berhasil dicekalnya. 
Kemudian ditariknya untuk memaksa Harimau Jantan Berkuku Emas berdiri. Tapi, Jo'ang 
kaget ketika mengetahui tangan Harimau Jantan Berkuku Emas sedikit pun tidak bergeming. 
Dia bagaikan menarik sebuah gunung. Betapa pun telah dikerahkan seluruh tenaganya, tetap 
tidak terpengaruh. 

Mendadak, entah dengan cara bagaimana, Harimau Jantan Berkuku Emas berhasil 
melepaskan cekalan tangan Jo'ang. Padahal, saat itu Jo'ang tengah mengerahkan seluruh 
tenaganya untuk menarik. Akibatnya, tubuh Jo'ang teriengkang ke belakang terbawa tenaga 
tarikannya sendiri. 

Pada saat yang bersamaan, Harimau Jantan Berkuku Emas mengambil bonggol jagung 
yang telah dimakan bijinya. Kemudian dilemparkan ke arah Jo'ang. Bagian yang dituju adalah 
mulutnya! 

Wuttt! 

Tepat sekali bonggol jagung itu masuk ke dalam mulut Jo'ang yang memang terbuka 
karena hendak berteriak! 

"Kakang Jo'ang!" 




Ketika Harimau Jantan Berkuku Emas mengulurkan tangan hendak mengambil 
jagung lagi, Jo’ang bergerak menangkapnya. 

Tappp! 

Pergelangan tangan Harimau Jantan berhasil dicekal. Kemudia ditariknya dengan 
keras. Tapi, Jo’ang sangat terkejut ketika tangan lelaki di hadapannya itu sama sekali tidak 
bergeming! 



Hampir berbareng To'ang dan Bo'ang berseru kaget. Tapi Jo’ang ternyata bukan 
seorang tokoh yang mudah dipecundangi. Dengan gerakan sederhana, dia berhasil 
mematahkan kekuatan yang membuat tubuhnya terhuyung. 

"Keparat!" maki Jo’ang setelah membuang bonggol jagung yang menyumbat mulutnya. 

"Kucincang kalian! Hih!" 

Jo’ang mencabut pisau yang terselip di ikat pinggangnya. Lalu.... 

"Hiyaaat...!" 

Diawali teriakan teras yang menggetarkan seisi kedai, Jo’ang menerkam Harimau 
Jantan Berkuku Emas. Pisau yang tergenggam di tangan kanan ditusukkan ke arah leher 
Harimau Jantan Berkuku Emas. 

"Hmh!" 

Harimau Jantan Berkuku Emas mendengus. Ditunggunya hingga serangan 
menyambar dekat Kemudian, tanpa menoiehkan kepala tangan kirinya diulurkan. 

Tappp! 

Pergelangan tangan Jo’ang berhasil dicekalnya. Dan.... 

"Pruhhh!" 

Harimau Jantan Berkuku Emas menyemburkan arak yang berada di mulutnya. 
Laksana jarum-jarum baja, percikan-percikan arak menyambar wajah Jo’ang. 

"Wuaaa...!" 

Jo’ang menjerit sekuatnya ketika dengan telak percikan-percikan arak mengenai 
sasaran. Sebagian arak itu mengenai matanya. Tak pelak lagi, kedua bola mata Jo’ang hancur! 
Dan darah mengalir deras dari luka-luka di wajahnya. 

Tindakan Harimau Jantan Berkuku Emas tidak terhenti sampai di situ. Dengan tangan 
kirinya yang masih mencekal pergelangan tangan Jo’ang, lelaki bertubuh kekar itu memutar 
tubuh lawannya. 

"Kakang Jo’ang!" 

Lagi-lagi To'ang dan Bo'ang berteriak kaget. Mereka hampir tidak percaya dengan 
kejadian itu. Jo'ang seperti anak ayam menghadapi seekor musang. Dipermainkan ke sana 
kemari tanpa daya! 

To'ang dan Bo'ang tidak bisa berdiam diri lagi. Keadaan Jo'ang sangat gawat. Kalau 
dibiarkan nyawanya bisa melayang. Maka diputuskan untuk memberikan pertolongan. 

Srat, srattt! 

Sinar terang langsung berkilau ketika To'ang dan Bo'ang mencabut pisau. Tanpa ragu- 
ragu, keduanya menusukkan senjatanya ke arah leher dan pelipis Harimau Jantan Berkuku 
Emas. 

Dua anggota Tiga Jalak Hutan Kaling itu tahu Harimau Jantan Berkuku Emas seorang 
tokoh yang sangat pandai. Itu sebabnya, meieka melakukan penyerangan secara bersamaan. 
Apalagi saat itu keadaan Jo'ang sangat mengkhawatirkan. 

Amat berbahaya serangan kedua orang itu. Di samping dilancarkan dari jarak yang 
demikian dekat, sasaran yang dituju pun merupakan bagjanbagian berbahaya di tubuh 
manusia! 

Tapi lagi-lagi Harimau Jantan Berkuku Emas bersikap tenang. Dan sewaktu ujung 
kedua pisau itu hampir mengenai sasaran, dengan kecepatan yang mengejutkan kakinya 
bergerak dua kali berturut-turut! 

"Pergilah kalian ke neraka, Anjing-anjing Cilik!" 

Buk, bukkk! 

"Akh, aaakh...!" 

To'ang dan Bo'ang mengeluarkan jerit memilukan. Kaki Harimau Jantan Berkuku 
Emas telak mengenai dada. Bunyi gemeretak keras menjadi pertanda hancurnya tulang-tulang 
dada mereka. Nyawa kedua orang itu hilang seiring dengan melayangnya tubuh mereka. 

Di saat tubuh To'ang dan Bo'ang meluncur deras, Harimau Jantan Berkuku Emas 
melepaskan cekalannya pada pergelangan tangan Jo'ang. Seketika itu pula tubuh lelaki 
berdahi lebar itu melayang mengikuti tubuh kedua rekannya. 

"Mari kita pergi, Harimau Betina!" Kemudian tanpa menunggu jawaban rekannya, 
Harimau Jantan Berkuku Emas bangkit dari kursi. Kakinya dilangkahkan menuju pintu 



kedai. Tak dipedulikannya sorot kegsntaran yang membayang di mata tokoh-tokoh persilatan 
yang ada di dalam kedai. 

Ketika Harimau Jantan Berkuku Emas tiba di dekat meja Tiga Jalak Hutan Kaling, 
pemilik kedai bergegas bangkit dan berusaha kabur. 

Tapi dengan sekali mengulurkan tangan, Harimau Jantan Berkuku Emas telah 
membuat pemilik kedai tidak bisa menjauh. Padahal, lelaki bertubuh kekar itu hanya 
meletakkan telapak tangannya di atas kepala lelaki kurus itu. Kemudian, dengan memutar 
telapak tangannya, Harimau Jantan Berkuku Emas membalikkan tubuh pemilik kedai. 

"Tunjukkan di mana kuburan Ejrang Tapakjati berada. Cepat katakan sebelum 
kuhancurkan tubuhmu!" 

Tubuh lelaki kurus itu menggigil keras menyadari malaikat maut telah berada di 
dekatnya. 

"Di... di lereng Gunung Jawi.... Cari sebuah pondok yang ada di sana. Pondok itu ada 
di bagian lereng di sebuah hamparan tanah lapang luas," jelas pemilik kedai dengan suara 
terbata-bata. 

"Hmh!" 

Sambil mendengus Harimau Jantan Berkuku Emas melepaskan tangannya dari kepala 
pemilik kedai. Kemudian membalikkan tubuh dan berialan keluar kedai. Tepat di belakangnya 
berjalan Harimau Betina Berkuku Perak. 

Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Perak tidak tahu kalau 
sepeninggal mereka tubuh pemilik kedai langsung ambruk. Kedua kakinya yang menggigil 
keras tidak kuat menunjang berat tubuhnya. 

Cukup lama juga lelaki kecil kurus itu berada dalam keadaan seperti itu. Tak seorang 
pengunjung kedai pun yang mempunyai pikiran memberikan pertolongan. Mereka masih 
terkesima dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Saat itulah dua sosok tubuh melangkah 
memasuki kedai. Tapi begitu berada di ambang pintu, langkah keduanya langpung terhenti. 

"Apa yang terjadi, Ki?!" tanya salah seorang di antara mereka. Dia seorang gadis 
berpakaian merah. Puspa Rani! Seraya mengajukan pertanyaan, putri Ketua Perguruan Kapak 
Sakti itu menghambur ke arah pemilik kedai. Dengan hati-hati ditariknya bangun lelaki kurus 
itu. 

Sementara sosok yang satunya lagi, Dewa Arak, mengedarkan pandangan ke sekeliling 
isi kedai. Sepasang alisnya berkerut ketika melihat keadaan yang agak berantakan. Dan 
kerutan alisnya semakin dalam ketika melihat tiga sosok berpakaian putih tergeletak di lantai. 

Sekali lihat saja pemuda berambut putih keperakan itu tahu mereka telah tewas. 

Dewa Arak lalu mengalihkan perhatian pada Puspa Rani yang tengah sibuk dengan 
pemilik kedai. Pemuda itu tidak merasa aneh jika Puspa Rani dan pemilik kedai saling 
mengenal. Perguruan Kapak Sakti sangat terkenal sampai ke beberapa desa. Tidak heran 
kalau Puspa Rani dikenal pemilik kedai dan sebaliknya. 

"Ada dua orang datang ke sini, Puspa Rani. Mereka marah-marah dan membuat 
keributan. Lalu pergi setelah menanyakan makam Eyang Tapakjati. Dan...." 

"Apa?!" 

Seruan kaget Arya membuat pemilik kedai menghentikan ucapannya. Dan sebelum dia 
menyadari apa yang terjadi, Dewa Arak telah berada di dekatnya. Padahal, dia tidak melihat 
pemuda berambut putih keperakan itu melangkahkan kaki. 

"Apa kau tidak salah, Ki?! Mereka mencari makam Eyang Tapakjati?!" tanya Dewa Arak 
dengan suara bergetar. 

"Benar, Anak Muda. Mereka menanyakan makam Ejrang Tapakjati," jawab pemilik 
kedai, yakin. 

"Kau tahu maksud mereka menanyakan makam itu, Ki?!" tanya Arya penasaran. 
Pemilik kedai menggeleng. 

"Kalau secara pasti aku tidak tahu, Anak Muda. Tapi... melihat sikapnya, sepertinya 
mereka bermaksud tidak baik!" 

"Ah!" seru Arya penuh rasa khawtir. Ftemuda itu teringat akan mimpinya beberapa 
waktu yang lalu. Mimpi yang datang berrurut-turut. Dalam mimpi itu kakek gurunya, Eyang 



Tapakjati, mendatangi dan memberitahukan bahwa tempat peristirahatannya akan 
dihancurkan orang! 

Karena mimpi itu datangnya berturut-turut dan isinya sama, Dewa Arak memutuskan 
untuk melihat kebenarannya. Semula dia pergi bersama Melati. Tapi di tengah perjalanan, 
serombongan pasukan Kerajaan Bojong Gading mencegat mereka, dan meminta kehadiran 
gadis berpakaian putih itu untuk mengatasi kemelut yang melanda di wilayah kerajaan itu. 
Maka, Dewa Arak pergi sendiri menengok makam kakek gurunya. 

Teringat akan mimpinya Dewa Arak merasa khawatir bukan main. Secepat kilat 
pemuda itu melesat kc luar. Hanya dengan sekali lesatan tubuhnya telah berada belasan 
tombak di depan. Tindakan Dewa Arak mengejutkan Puspa Rani. 

"Dewa Arak! Tunggu...!" seru Puspa Rani seraya melesat cepat menyusul Arya. 

Namun Dewa Arak tidak menghentikan larinya. Pemuda berambut putih keperakan itu 
terus melesat dengan kecepatan tinggi. Meskipun demikian pemuda itu berpesan pada Puspa 
Rani melalui ilmu mengirimkan suara dari jauh. 

"Lebih baik kau tunggu saja di kedai ini, Puspa Rani. Aku harus bergegas sebelum 
mereka menghancurkan makam kakek guruku!" 

Ucapan itu bergema di telinga Puspa Rani. Tapi, gadis itu tidak mau menuruti. Putri 
Ketua Perguruan Kapak Sakti itu tetap mengayuhkan kaki. Meski semakin lama jaraknya 
dengan Dewa Arak semakin jauh dia tidak peduli. Yang penting letak makam Eyang Tapakjati 
telah diketahuinya. Jadi, walaupun tertinggal jauh dia akan bertemu Dewa Arak di sana. 





Sadar akan sedikitnya waktu yang dimiliki, Dewa Arak mengerahkan seluruh 
kemampuan lari cepatnya. Ftemuda berambut putih keperakan itu adalah seorang pendekar 
muda yang memiliki ilmu meringankan tubuh tingkat sempurna. Kedua kakinya bagai tidak 
menjejak tanah. Bahkan sosok tubuhnya hampir tidak terlihat. Yang kelihatan hanya 
sekelebatan bayangan ungu dalam bentuk yang tidak jelas dan melesat cepat. 

Entah berapa lama berlari, Dewa Arak tidak tahu. Yang diyakininya dengan pasti kedai 
di kaki Gunung Jawi telah jauh ditinggalkannya. Sekarang Dewa Arak tengah menempuh 
lereng Gunung Jawi. Jantungnya berdetak kencang ketika melihat dua benda hitam sebesar 
ibu jari bergerak di depannya. Dewa Arak yakin titik-titik hitam di kejauhan itu orang-orang 
yang diceritakan pemilik kedai. 

Semangat Dewa Arak semakin besar untuk segera menyusul dua sosok di depannya. 
Sebentar lagi kedua orang itu akan segera tiba di makam Eyang Tapakjati. Tapi betapapun 
Dewa Arak telah mengerahkan seluruh ilmu lari cepatnya, tetap saja sulit baginya menyusul 
kedua sosok itu. Sebab, letak makam Eyang Tapakjati sudah dekat. 

Dan memang, dua sosok yang tidak lain Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau 
Betina Berkuku Perak telah berhasil tiba di dekat makam Eyang Tapakjati. Padahal saat itu 
Dewa Arak masih berada tiga puluh tombak di belakang mereka. 

Dewa Arak sadar kalau dia terus berlari, sebelum berhasil tiba makam kakek gurunya 
akan lebih dulu rusak. Maka diputuskan menggunakan cara lain. 

"Hey...! Pengecut-pengscut busuk...!" 

Dewa Arak berseru dengan mengerahkan tenaga dalam. Itu dilakukannya agar dapat 
terdengar jelas oleh sepasang manusia berpakaian kulit harimau. 

Usaha pemuda berambut putih keperakan itu memang tidak percuma. Harimau 
Jantan Berkuku Emas dan Harimau Betina Berkuku Fterak mendengar teriakan itu. Mereka 
membalikkan tubuh ke arahnya. Pandangan mata kedua orang itu langsung tertumbuk pada 
sesosok bayangan ungu yang melesat ke arah mereka. Wajah sepasang manusia berpakaian 
kulit harimau itu berubah ketika melihat betapa cepatnya Dewa Arak melesat. 

Namun, dengan pandainya Harimau Jantan Berkuku Emas dan Harimau Berina 
Berkuku Perak berhasil menyembunyikan rasa kaget mereka. Wajah keduanya kembali seperti 
biasa. Sementara dalam beberapa lesatan, Dewa Arak telah berada tiga tombak di depan 
mereka. Arya menghentikan langkahnya. 

"Siapa kau, Monyet Tua?!" tanya Harimau Jantan Berkuku Emas. "Cepat katakan, 
sebelum kesabaranku hilang dan kau kubunuh!" 

"Seharusnya akulah yang bertanya seperti itu. Kalian berada di makam kakek guruku. 
Sekarang katakan siapa dan apa tujuan kalian ke tempat ini?!" Dewa Arak balik bertanya. 

"Ooo.... Kiranya begitu?! Jadi... Eyang Tapakjati adalah kakek gurumu...," Harimau 
Jantan Berkuku Emas mengangguk-anggukkan kepala. "Kalau begitu, kau... Dewa Arak!" 

"Apa yang kau katakan sedikit pun tidak salah, Kisanak. Akulah Dewa Arak," jawab 
Arya seraya mengangguk. 

"Keparat!" 

Harimau Jantan Berkuku Emas menggeram keras. Wajah dan sorot matanya 
menyiratkan kemarahan yang menggelora. 

"Mampuslah kau!" 

Seiring keluarnya makian itu, Harimau Jantan Berkuku Emas melesat menerjang 
Dewa Arak. Kedua tangannya yang terkembang membentuk cakar harimau diluncurkan ke 
arah dada Dewa Arak. Bertubi-tubi dan susul-menyusul. 

Cit, cit, cit! 

Bunyi berdecit nyaring mengiringi tibanya serangan, menandakan kekuatan tenaga 
dalam yang terkandung di dalamnya. 

Dewa Arak menyadari kedahsyatan serangan itu. Tapi walaupun begitu, dia tetap 
tenang. Pemuda berambut putih keperakan itu telah memutuskan untuk melenyapkan 



sepasang manusia berpakaian kulit harimau. Kedua orang inilah yang telah menyebar maut di 
Perguruan Kapak Sakti. 

Meskipun sikapnya kelihatan tenang, Dewa Arak tetap memasang kewaspadaan 
penuh. Diperhatikannya kedua tangan lawan untuk memeriksa barangkali ada hal-hal yang 
mencurigakan, seperti warna aneh karena mengandung racun. 

Tapi Dewa Arak tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Kedua tangan lawan 
tetap berwarna biasa. Sungguhpun demikian, Dewa Arak tidak berani bertindak gegabah. Dia 
tidak segera memapaki serangan itu. Dan memang, bukan sifat pemuda berambut putih 
keperakan itu untuk bertindak demikian, 

"Hih!" 

Dewa Arak menggenjotkan kaki. Sesaat kemudian tubuhnya melayang ke atas 
melewati kepala lawan. Serangan Harimau Jantan Berkuku Emas mengenai tempat kosong, 
lewat jauh di bawah kaki Dewa Arak. 

Tidak hanya sampai di situ. Di saat tubuhnya berada tepat di atas kepala lawan, cakar 
kedua tangannya disampokkan. Dewa Arak masih tidak tega untuk menjatuhkan tangan 
jahat. Maka serangan itu ditujukan pada kedua bahu Harimau Jantan Berkuku Emas. 

Wut, wut! 

Sampokan Dewa Arak hanya mengenai angin. Harimau Jantan Berkuku Emas telah 
lebih dulu merundukkan tubuh ketika merasakan hembusan angin dari belakangnya. 

Jliggg! 

Pada saat yang bersamaan dengan mendaratnya Dewa Arak di tanah, Harimau Jantan 
Berkuku Emas berhasil memperbaiki kedudukan. Kedua tokoh itu kembali saling berhadapan. 
Kali ini tak segera melancarkan serangan. Masing-masing mengukur kekuatan lawan melalui 
adu tatapan mata. Mendadak... 

"Hiyaaat...!" 

Diawali teriakan keras yang menggetarkan tempat itu, Harimau Jantan Berkuku Emas 
bergerak melancarkan serangan. Seperti juga sebelumnya, serangan kali ini pun mengerahkan 
seluruh tenaga dalamnya. Dewa Arak menyambut dengan hangat. Pertarungan sengit pun 
tidak bisa dihindari lagi. 


•k-k-k 


Harimau Jantan Berkuku Emas benar-benar harus menguras seluruh 
kemampuannya. Jurus 'Harimau' andalannya dikerahkan sampai ke puncak. 

Dalam penggunaan ilmu itu, Harimau Jantan Berkuku Emas tak ubahnya seekor 
harimau. Sambil mengeluarkan geraman teras, kedua tangannya yang berbentuk cakar 
diluncurkan bertubi-tubi ke berbagai bagian tubuh Dewa Arak. 

Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas salah kalau mengira dengan ilmu andalannya 
akan dapat mengalahkan Dewa Arak dengan mudah. Malah sebaliknya, lelaki bertubuh kekar 
itu mendapat perlawanan sengit. Padahal, Dewa Arak baru mengeluarkan ilmu 'Sepasang 
Tangan Penakluk Naga' dan ilmu 'Delapan Cara Menaklukkan Harimau'. 

Dengan ilmu itu, Dewa Arak berhasil membuat Harimau Jantan Berkuku Emas 
beijuang keras untuk dapat mendesaknya. 

Jurus demi jurus berlalu cepat. Dalam waktu singkat tiga puluh jurus telah berlalu. 
Namun belum nampak tanda-tanda pihak yang akan keluar sebagai pemenang. 

Memang, beberapa kali Dewa Arak terlihat terdesak. Itu karena kehebatan ilmu lawan 
di atas ilmu-ilmunya. Tapi berkat kekuatan tenaga dalam dan kecepatan geraknya yang lebih 
unggul, Harimau Jantan Berkuku Emas sulit untuk mendesaknya. Beberapa kali ketika 
tangan atau kaki mereka berbenturan, Harimau Jantan Berkuku Emas terhuyung-huyung 
sambil menyeringai kesakitan. 

Kenyataan ini pun disadari Harimau Jantan Berkuku Emas. Maka ketika memasuki 
jurus ketiga puluh lima, lelaki itu melempar tubuhnya ke belakang meninggalkan kancah 
pertempuran. Sebenarnya, saat itu merupakan kesempatan baik bagi Dewa Arak untuk 
mendesak lawan Tapi, pemuda itu tidak mau melakukannya. 



Dewa Arak sudah memperkirakan maksud Harimau Jantan Berkuku Emas. Apalagi 
kalau bukan mempergunakan ilmu lainnya? Maka dibiarkan saja. Ingin diketahuinya ilmu 
yang akan dikeluarkan Harimau Jantan Berkuku Emas. 

Jliggg! 

Begitu kedua kakinya menjejak tanah, Harimau Jantan Berkuku Emas menggeram 
keras seperti harimau murka. Bersamaan dengan itu, kedua tangannya didorongkan ke depan 
perlahanlahan tapi penuh tenaga. Jari-jari tangannya terkembang membentuk cakar. Tiba- 
tiba.... 

Trikkk! 

Pada ujung-ujung jari Harimau Jantan Berkuku Emas mencuat kuku-kuku runcing, 
agak melengkung dan berwarna kuning seperti emas. Dewa Arak terkejut bercampur heran. 
Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Kuku-kuku muncul dari dalam daging dan berwarna 
kuning emas! 

Dewa Arak baru mengerti mengapa lelaki bertubuh kekar ini mempunyai julukan 
Harimau Jantan Berkuku Emas. Ternyata dia memang memiliki kuku-kuku yang mirip emas. 

"Auuum...!" 

Diawali suara mengaum keras, Harimau Jantan Berkuku Emas melompat menerkam 
Dewa Arak. Semula Dewa Arak bermaksud memapaki serangan itu. Tapi niatnya diurungkan, 
karena begitu serangan Harimau Jantan Berkuku Emas semakin dekat, pemuda itu mencium 
bau amis yang memualkan. 

Rupanya kuku-kuku itu mengandung racun ganas. 

Dewa Arak teringat kembali pada nasib orang-orang Perguruan Kapak Sakti. Kejadian 
mengerikan yang menimpa mereka disebabkan oleh racun yang terkandung dalam kuku emas 
Harimau Jantan Berkuku Emas?! 

"Hih!" 

Dewa Arak segara mengelakkan serangan itu dengan sebuah lompatan harimau ke 
kanan. Kemudian dengan bertelekan pada kedua tangan, tubuhnya digulingkan. Dewa Arak 
berhasil menyelamatkan diri dari maut. 

Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas tidak mau membiarkan Dewa Arak selamat. 
Cepat dikejarnya Dewa Arak. Kemudian menghujani dengan serangan-serangan dahsyat. 
Namun, bukan Dewa Arak kalau mengalami kesulitan menghadapi serangan-serangan itu. 
Meskipun agak kerepotan, semua serangan itu berhasil dikandaskan! 

Suasana pertarungan langsung berubah. Hanya dalam beberapa gebrakan, Harimau 
Jantan Berkuku Emas berhasil menekan Dewa Arak. Pemuda berambut putih keperakan itu 
kini didesak terus. Ffenjebabnya adalah Dewa Arak terus-menerus mengelak. Sebab kalau 
melakukan tangkisan pasti akan celaka. Tangan lawan, terutama kuku-kukunya, 
mengandung racun yang mengerikan. 

Dewa Arak segera menyadari ilmu-ilmu yang digunakannya tidak berdaya lagi. Maka 
diputuskan menggunakan ilmu 'Belalang Sakti'. Untuk itu Dewa Arak mulai mencari jalan 
menjauhkan diri dari arena pertarungan. Namun, pemuda berambut putih keperakan itu 
tidak menunjukkan secara terang-terangan. Kalau Harimau Jantan Berkuku Emas tahu, 
tentu akan dengan sekuat tenaga menghalangi maksudnya. 

"Hih!" 

Di jurus keempat puluh dua Dewa Arak berhasil mendapatkan kesempatan bagus. 
Tubuhnya segera dilentingkan. Di saat berada di udara, diambilnya guci arak dan dituangkan 
ke mulutnya. 

Gluk.... Gluk... Gluk...! 

Terdengar bunyi tegukan ketika arak itu melewati tenggorokan Dewa Arak. Hawa 
hangat yang berputar di perut Aiya naik ke atas. Dan.... 

Jliggg! 

Dewa Arak mendarat di tanah dalam keadaan terhuyung ke sana kemari. Tampaknya 
ilmu 'Belalang Sakti'nya telah siap dipergunakan. 

Pada saat itulah, Harimau Jantan Berkuku Emas melancarkan serangan susulan. 
Lelaki bertubuh kekar itu bersikap masa bodoh, walaupun dilihatnya Dewa Arak melakukan 



tindak-tanduk aneh. Yang ada di benaknya hanya satu, secepat mungkin membunuh Dewa 
Arak! 

Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas harus menerima kekecewaan. Dewa Arak berhasil 
mengelakkan serangannya dengan mudah. Harimau Jantan Berkuku Emas tidak tahu Dewa 
Arak menggunaka langkah-langkah ajaib jurus 'Delapan Langkah Belalang'. 

Memang luar biasa jurus 'Delapan Langka Belalang'. Harimau Jantan Berkuku Emas 
sen " sampai terkagum-kagum. Beberapa kali, lelaki bertubuh kekar itu mengeluarkan seruan 
kaget. 

Serangan-serangannya yang semula diperkirakan akan mendarat di sasaran, di saat- 
saat terakhir mengenai tempat kosong. Yang lebih membuat Harimau Jantan Berkuku Emas 
penasaran adalah cara mengplak Dewa Arak yang seperti mengpjeknya. 

Kekagetan Harimau Jantan Berkuku Emas semakin bertambah ketika Dewa Arak 
mulai melakukan serangan balasan. Ada tekanan kuat ketika Dewa Arak melancarkan 
serangan. Tak heran kalau dalam waktu tak lama, Harimau Jantan Berkuku Emas terdesak. 
Setiap serangannya selalu kandas. Sebaliknya setiap serangan lawan selalu membuatnya 
kelabakan. 

Betapapun Harimau Jantan Berkuku Emas mengeluarkan seluruh kemampuannya, 
termasuk dengan menghunus pedang, tetap saja terus terdesak. Guci, tangan, dan arak Dewa 
Arak menjadi satu kesatuan yang menggilas setiap serangan dan pertahanan lawan. 

Di saat itulah Harimau Jantan Berkuku Emas teringat pada tekannya. Ke mana 
perginya Harimau Betina Berkuku Perak? Mengapa sejak tadi tidak turun tangan? Dalam 
sebuah kesempatan, dengan ekor mata diliriknya tempat rekannya berada. 

Hati Harimau Jantan Berkuku Emas langsung tercekat ketika melihat Harimau Betina 
Berkuku Perak tengah termenung. Sepasang matanya menyorot tajam ke arah pertempuran. 
Tapi Harimau Jantan Berkuku Emas tahu yang diperhatikan bukanlah dirinya! 

Pertanyaan pun bergayut di benak lelaki bertubuh kekar itu. Mengapa Harimau Betina 
Berkuku Perak tidak segera turun tangan? Apakah wanita bertahi lalat itu tidak tahu keadaan 
dirinya tidak menguntungkan? Jelas, lambat laun Dewa Arak dapat merobohkan dirinya! 

Karena merasakan tekanan-tekanan Dewa Arak semakin berat, sedangkan Harimau 
Betina Berkuku Fterak tidak menunjukkan tanda-tanda akan memberikan bantuan, Harimau 
Jantan Berkuku Emas menjadi kalap! 

"Harimau Betina! Tunggu apa lagi...?! Cepat bantu aku...! Lupakah kau akan 
sumpahmu?!" 

Teriakan Harimau Jantan Berkuku Emas itu keras bukan kepalang. Masalahnya, lelaki 
bertubuh kekar ini marah karena Harimau Betina Berkuku Fterak tidak segera membantunya. 
Sehingga dikerahkan tenaga dalam pada teriakannya. 

Harimau Betina Berkuku Fterak tersentak kaget. Memang, sejak tadi dia tenggelam 
dalam pikirannya. Itu teijadi sewaktu dia melihat Dewa Arak! Seraut wajah tampan dan 
jantan serta berkesan matang. 

Saat itu pula rasa suka muncul di hatinya. Dewa Arak ternyata mempunyai daya tarik 
yang luar biasa. Rasa senang itu semakin bertambah ketika didengarnya Dewa Arak 
berbicara. Suara Dewa Arak dikenalnya sebagai suara orang yang telah menyelamatkannya 
dari tangan Eyang Wali Sidapaksi! 

Karena rasa sayang terhadap Dewa Arak, Harimau Betina Berkuku Perak tidak sampai 
hati membantu Harimau Jantan Berkuku Emas untuk mengeroyoknya. Dia hanya berdiam 
diri. Dan ketika bentakan Harimau Jantan Berkuku Emas menggelegar, wanita itu baru sadar. 
Seketika itu pula timbul perasaan malu. Apalagi ketika Harimau Jantan Berkuku Emas 
mengungkit-ungkit sumpahnya. 

Harimau Betina Berkuku Fterak menggertakkan gigi. Harimau Jantan Berkuku Emas 
benar. Dia tidak boleh mengingkari sumpah yang telah diucapkannya sendiri. Dewa Arak 
harus dibunuhnya! Dia tidak ingin menjadi orang yang mengkhianati sumpahnya. Maka 
dengan rasa berat, wanita itu melompat ke dalam kancah pertarungan dan menggempur Dewa 
Arak. 

Dengan terjunnya Harimau Betina Berkuku Perak, keadaan langsung berubah. 
Harimau Jantan Berkuku Emas tidak lagi terdesak hebat. Pertarungpn mulai berlangsung 




seimbang. Harimau Betina Berkuku Fterak dan Harimau Jantan Berkuku Emas mampu saling 
mengisi dan saling melindungi. Hingga Dewa Arak mengalami kesulitan untuk mendesak 
mereka. 

Tapi ternyata bukan hanya Dewa Arak yang mengalami kesulitan. Sepasang manusia 
berpakaian kulit harimau itu pun demikian. Meskipun mereka telah mengerahkan seluruh 
kemampuannya, tetap sulit untuk mendesak Dewa Arak apalagi mengalahkannya! 

Harimau Jantan Berkuku Emas akhirnya menyadari kalau keadaan ini dibiarkan terus 
sulit untuk mencapai kemenangan. Andaikata dapat pun membutuhkan waktu yang lama. 
Lelaki kekar itu tidak sabar menunggu saat itu. Harus dilakukannya terobosan baru! 

"Harimau Betina...! Siapkan jurus 'Sepasang Harimau Masuk ke Goa'...!" 

Wajah Harimau Betina Berkuku Perak langsung berubah. Dia mengenai betul jurus 
yang disebutkan Harimau Jantan Berkuku Emas. Jurus itu adalah jurus maut. Hampir dapat 
dikatakan jurus mengadu nyawa. Digunakan secara bersama-sama untuk menghadapi lawan 
yang amat tangguh. Kerugian pada pihak mereka lebih kecil. Namun tetap mengandung 
bahaya. 

"Siap, Harimau Berina!" Usai berkata demikian, Harimau Jantan Berkuku Emas 
melompat ke atas. Dan bersalto beberapa kali sebelum menukik 1$ bawah. Pedang di 
tangannya digprakkan sedemikian rupa hingga terlihat berjumlah banyak, lalu ditusukkan 1$ 
arah tenggorokan Dewa Arak. 

Hampir pada saat yang bersamaan, Harimau Betina Berkuku Perak menggulingkan 
tubuh mendekati Dewa Arak. Wanita itu bermaksud melancarkan serangan dari bawah! 

Hebat bukan main serangan gabungan ini. Dewa Arak pun mengetahuinya. Dirasakan 
ada pengaruh aneh yang membuatnya sulit untuk mengelak. Dalam waktu yang demikian 
singkat, Dewa Arak memutar benaknya. Disadarinya kalau menangkis sangat berbahaya. 
Karena kedua serangan itu tibanya berturut-turut. Maka Dewa Arak mengambil keputusan 
untuk mengirimkan serangan pula. 

"Hih!" 

Wusss! 

Deru angin teras berhawa panas menyembur dari kedua telapak tangan Dewa Arak. 
Inilah jurus 'Pukulan Belalang'. Dan.... 

Bresss! 

"Aaakh...!" 

Harimau Jantan Berkuku Emas menjerit memilukan. Pukulan jarak jauh itu mengenai 
tubuhnya dengan telak. Saat itu juga dia tewas dengan sekujur tubuh hangus. 

Bersamaan dengan Dewa Arak melancarkan jurus 'Pukulan Belalang', sebenarnya 
Harimau Betina Berkuku Perak bisa menusukkan pedangnya ke perut Dewa Arak. Tapi, 
wanita bertahi lalat itu tidak melakukannya. Pedangnya malah dihunjamkan ke tanah. 
Sementara kedua tangannya didekapkan ke wajah. 

Tentu saja kejadian ini diketahui Dewa Arak. Pemuda itu kelihatan heran bukan main. 

"Mengapa kau tidak meneruskan seranganmu, Nisanak?!" tanya Dewa Arak. 

"Aku... aku tidak sanggup membunuhmu...! Kau... kau telah menyelamatkan 
nyawaku...," ujar Harimau Betina Berkuku Perak terbata-bata. 'Tapi tindakanku ini 
membuatku mengingkari sumpah yang telah kubuat sendiri. Maka tidak ada gunanya lagi aku 
hidup!" 

"Mengapa kalian berdua begitu bernafsu ingin membunuhku?" tanya Dewa Arak, ingin 

tahu. 

Memang, pemuda berambut putih keperakan itu belum tahu, mengapa sepasang 
manusia berpakaian kulit harimau itu berniat membunuhnya. 

Harimau Betina Berkuku Perak tersenyum getir. 

"Kau ingat Ki Jayus, Kepala Desa Pucung?" wanita bertahi lalat di pipi itu malah balas 
bertanya. 

Dewa Arak tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Dia tercenung untuk 
memikirkannya. Baru sesaat kemudian dia teringat. Ki Jayus adalah nama lain dari Brajageni. 
Dan tokoh ini tewas di tangannya (Untuk jelasnya, silakan baca serial Dewa Arak dalam 
episode "Keris Peminum Darah"). 



Perlahan-lahan Dewa Arak mengangguk. Tanpa penjelasan lebih jauh pun dia bisa 
memperkirakan kalau sepasang manusia berpakaian kulit harimau ini mempunyai hubungan 
dengan Brajageni alias Ki Jayus. Dan ternyata dugaannya tidak salah. Ini terbukti sesaat 
kemudian. 

"Beliau adalah ayah Harimau Jantan Berkuku Emas. Sedangkan aku adalah 
keponakannya. Ibuku adalah adik ayahnya," beritahu Harimau Betina Berkuku Perak 

Setelah berkata demikian, wanita bertahi lalat itu mengangkat kedua tangannya. 
Harimau Betina Berkuku Perak bermaksud menghantam kepalanya dengan tangannya 
sendiri. Melihat hal itu, Dewa Arak berusaha mencegah... 

"Tahan, Nisanak...!" 

T api.. 

Prokkk! 

Bunyi berderak keras terdengar ketika kepala Harimau Betina Berkuku Perak terkulai. 
Wanita bertahi lalat itu tewas menyusul rekannya. 

"Hhh...!" 

Dewa Arak menghela napas berat melihat akhir semua ini. Sementara tanpa diketahui 
pemuda itu, di kejauhan Eiyang Wali Sidapaksi membalikkan tubuh dan melesat pergi begitu 
melihat kejadian dua orang bekas muridnya. 

Dan jauh di sana, sesosok bayangan merah melesat cepat menuju tempat Dewa Arak 
berada. Sosok itu adalah Puspa Rani, putri Ketua Perguruan Kapak Sakti. 

SELESAI 
Ikuti episode selanjutnya
Perguruan Kera Emas