Hoax Dalam Al-Qur’an




Hoax Dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an menyebut hoax, antara lain berikut ini:


Hadist al-Ifki (Berita Bohong). Misalnya diketemukan dalam QS. Al-Nur (24) ayat 11-12, sebagai berikut:

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ…….(11) ……. وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ .

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.”

“Faahisyah” (Berita Keji), sesuatu yang teramat keji, bahkan, terbilang dosa besar. Misalnya diketemukan dalam QS. Al-Nur (24) ayat 19 :

إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ   [النور/19:24 ،]

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.”

Qaul al-Zuur (Perkataan Dusta). Misalnya Firman Allah SWT dalam QS. Al-Hajj (22) ayat 30, di mana dalam ayat ini Allah menggandengkan dua larangan; ………

…….فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ (30)  [الحج/30]

Artinya: “…..maka jauhilah olehmu (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta.”

Berdasarkan QS. Al-Hajj ayat ke-30  ini,  dosa penyebar HOAX berada sedikit di bawah (atau sejajar) dosa syirik. Tuhan sangat murka terhadap  penyebar berita hoax,  baik di dunia ini maupun  akhirat kelak.

……لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ   [النور/19،]

Hoax Dalam Al-Hadis

Selain terdapat dalam Al-Qur’an, ancaman akibat menyebarkan hoax itu juga dinyatakan NabiShallalahu Alaihi Wasallam, misalnya tergambar dalam beberapa riwayat hadis sebagai berikut :

Hadis Riwayat Al-Bukhari

صحيح البخاري – (ج 21 / ص 238)

جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِمَا الْكَبَائِرُ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ ثُمَّ عُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْيَمِينُ الْغَمُوسُ

Artinya: Apa yang dikategorikan  dosa besar? Nabi saw menjawab, “Mempersekutukan Allah, durhaka pada kedua orang tua, dan perkataan (persaksian) dusta (/palsu).

 Hadis Riwayat Imam Muslim

صحيح مسلم – (ج 9 / ص 109)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلَاثًا فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ

Artinya; “Sesungguhnya Allah meridhai bagi kalian tiga perkara dan membenci kalian tiga perkara. Dia meridhai kalian agar beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutuka-Nya dengan sesuatu pun, kalian berpegang teguh dengan tali Allah, dan agar kalian tidak berpecah belah. Dan dia membenci bagi kalian qiila wa qaala, banyak bertanya, dan membuang-buang harta.”

Di antara deretan kalimat di atas, ada satu istilah yang mungkin perlu penjelasan tersendiri. Yakni, kata qiila wa qaala. Karena itu, beberapa ulama memberikan keterangan khusus istilah itu dalam hadis tersebut. Imam Al-Nawawi dalam kitabnya, “Syarah Shahih Muslim” mendefinisikan qiila wa qaala sebagai berikut; turut campur dalam kabar orang lain, menyampaikan informasi yang tidak diketahui sendiri, dan menceritakan semua yang didengar tanpa klarifikasi terlebih dulu. Secara teknis, istilah itu dapat diartikan mengabarkan informasi tanpa verifikasi atau menyebarkan desas-desus yang sumir. Pada akhir penjelasannya, Imam Al-Nawawi menambahkan peringatan dari hadis sebagai berikut:

صحيح مسلم – (ج 1 / ص 15)

عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى

اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

Artinya: “Cukuplah seseorang dikatakan pendusta tatkala menceritakan semua yang ia dengarkan.(tanpa klarifikasi).”

Perlu arahan, bimbingan, dan regulasi yang pasti, agar umat Islam dan rakyat Indonesia cerdas dalam bermedsos, terutama menerima dan menyebarkan berita atau informasi dari sumber yang tidak jelas kredibilitasnya. Umat Islam perlu didorong untuk membiasakan diri melakukan klarifikasi terhadap semua berita atau informasi. Apalagi kalau informasi itu datangnya dari orang-orang fasiq, wajib klarifikasi dan uji telaah akurasi dan validitas berita. Allah mengingatkan dalam firman-Nya, Q.S. Al-Hujurat (49) ayat 6, sebagai berikut :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (6)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu.”

Terakhir, yang harus dicamkan, stop memproduksi dan mem-forward hoax. Memproduksi dan menyebarluaskan hoax merupakan dosa besar, berakibat memicu memantik api fitnah yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara, serta termasuk:

تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa menjaga dan menunjukkan kita ke jalan yang lurus dan diridlai Allah Subhanahu Wa Ta’ala.Aamiin.


(www.pustakaislami.com)