Trio Detektif - Misteri Pulau Tengkorak(1)



MISTERI PULAU TENGKORAK


Awas! Berhenti Dulu! Hati-hati!


Kata-kata di atas ditujukan pada pembaca yang tergolong cepat gugup dan langsung merasa panas dingin apabila menghadapi bahaya dan ketegangan. Pokoknya mereka yang cepat merasa cemas, lebih baik ikuti saja nasihat itu. Tapi yang senang membaca kisah yang dibumbui kedua hal itu. jadi membaca cerita petualangan yang diselubungi misteri, silakan terus!




Dalam kisah berikut. Trio Detektif terlibat dalam petualangan yang benar-benar mencengkam. Tapi sebaiknya mereka kuperkenalkan saja dulu di ini. pada pembaca yang mungkin belum kenal.


Trio berarti Tiga. Dan Trio Detektif memang terdiri dari tiga orang remaja, yaitu Jupiter Jones. Pete Crenshaw dan Bob Andrews. Ketiga-tiganya tinggal di Rocky Beach suatu kota kecil di tepi samudra Pasifik, hanya beberapa kilometer saja lari Hollywood. Mereka beberapa waktu yang lalu mendirikan biro penyelidik, yang mereka beri nama Trio Detektif. Jupiter Jones. Penyelidik Pertama, merupakan lak tiga serangkai itu. Sedang Pete Crenshaw. Penyelidik Kedua, bertubuh jangkung dan kekar, ia hebat dalam hal-hal yang menyangkut kegiatan jasmani. Bob Andrews yang paling tekun di antara mereka bertiga. Karena itu ia bertugas menangani Catatan dan Riset.


Nah - kini silakan ikut bertualang bersama Trio Detektif - ke Pulau Tengkorak!


Alfred Hitchcock


Bab 1 TUGAS UNTUK TRIO DETEKTIF


"Kalian bisa menyelam dengan scuba?" tanya Alfred Hitchcock.


Pertanyaan itu ditujukan pada Trio Detektif yang duduk di depannya, di seberang meja tulis besar dalam kantornya di World Studios. Jupiter Jones, Pete Crenshaw dan Bob Andrews menatapnya dengan penuh minat. Ketiganya tahu yang maksudkan dengan scuba yaitu alat bernapas dalam air berupa tabung zat asam yang hubungkan dengan slang ke mulut. Pertanyaan sutradara film termasyhur itu dijawab oleh Pete.


"Kami baru saja kemarin dulu menjalani tes penghabisan, Sir," katanya. "Kami dibawa pelatih kami menyelam di teluk. Kemudian kami dinyatakan lulus."


"Kami belum begitu berpengalaman, tapi kami tahu apa yang harus dikerjakan dan kami juga hafal semua peraturan yang ada," tambah Jupiter. "Kami memiliki masker dan sirip renang. Sedang tabung oksigen dan alat napas kami sewa. jika kami ingin menyelam."


"Bagus," kata Mr. Hitchcock. "Kalau begitu kurasa kalian benar-benar cocok untuk melakukan tugas itu."


Tugas? Apakah yang dimaksudkan itu tugas menyelidiki suatu misteri? Mr. Hitchcock mengangguk ketika Bob menanyakannya.


"Ya, betul," kata sutradara itu. "Ditambah dengan main film sedikit."


"Main film?" Pete nampak agak sangsi. "Kami bukan aktor. Sir-walau Jupiter pernah bermain dalam TV ketika ia masih kecil."


"Yang diperlukan memang bukan aktor berpengalaman." kata Mr Hitchcock menenangkan. "Kami memerlukan beberapa remaja pria yang biasa-biasa saja - yang kelihatan wajar. Kau tahu kan, Pete - ayahmu saat ini sedang berada di Timur, bekerja dengan sutradara Roger Denton membuat film tegang berjudul Chase Me Faster."


"Betul, Sir." kata Pete. Ayahnya tenaga teknik perfilman yang sangat berpengalaman dan sering melanglang buana. "Saat ini ia sedang di Philadelphia."


"Salah!" Mr. Hitchcock kelihatannya senang melihat Pete heran. "Saat ini ia berada di suatu pulau di Teluk Atlantik, di pesisir tenggara Amerika Serikat. Ia datang ke situ untuk membangun kembali suatu taman hiburan yang sudah rusak. Tempat itu diperlukan untuk lokasi pengambilan adegan penutup film yang sedang dibuat. Pulau itu namanya Skeleton Island."


"Pulau Tengkorak! Huh!" seru Bob "Kedengarannya seperti tempat persembunyian bajak laut!"


"Memang - pulau itu dulunya sarang bajak laut," kata Mr. Hitchcock "Pulau Tengkorak! Nama yang aneh dan menyeramkan. Kabarnya pulau itu ada hantunya. Kerangka manusia bertebaran di sana tertimbun pasir Kadang-kadang, apabila laut sedang menggelora, ada mata uang emas kuno terdampar didorong ombak ke pantai. Tapi sebelum kalian bersorak gembira, lebih baik langsung saja kukatakan sekarang bahwa di pulau itu tidak ada harta karun. Itu sudah dibuktikan orang. Kalau di dasar teluk mungkin ada harta sedikit yang terserak. Tapi di Pulau Tengkorak sendiri sama sekali tidak ada!"


"Dan Anda menghendaki agar kami pergi ke sana?" tanya Jupiter Jones bersemangat "Kata Anda tadi, di sana ada misteri yang perlu diselidiki?"


"Soalnya begini," Mr. Hitchcock merapatkan ujung jari kedua tangannya. "Seperti kukatakan tadi, ayahmu saat ini sedang ada di sana. Pete - bersama beberapa orang lagi. Dengan bantuan tenaga tukang setempat mereka sedang membetulkan bagian dari taman hiburan yang ada di sana, untuk lokasi pemutaran adegan-adegan penutup film yang sebagian besar berlokasi di Philadelphia.


"Saat ini mereka mengalami kesulitan. Berbagai peralatan tahu-tahu hilang dicuri orang. Malam hari ada yang mengutik-utik perahu-perahu mereka. Sudah disewa seorang penduduk setempat sebagai penjaga, tapi gangguan masih tetap terjadi - hanya tidak begitu sering lagi.


"Pemandangan di Pulau Tengkorak sangat menarik. Perairan di sekitarnya dangkal. Menurut Roger Denton sementara ia sibuk membuat film di situ, asistennya yaitu Harry Norris bisa membuat suatu film pendek mengenai tiga orang remaja yang sedang berlibur di situ. Ceritanya mereka iseng, menyelam untuk mencari harta karun."


"Ya, ide itu sangat bagus," kata Jupiter.


"Tambahan biaya untuk film pendek itu sama sekali tidak banyak. Di perusahaan film itu bekerja seseorang bernama Jeff Morton. Ia penyelam yang berpengalaman. Pekerjaannya juru potret bawah air. Nah - sekarang aku sampai pada tugas kalian. Kalian main film menjadi ketiga remaja petualang itu. Kemampuan kalian menyelam dengan Scuba rasanya sudah cukup untuk pembuatan film itu. Lalu saat-saat kalian tidak beraksi di depan kamera kalian berkeliaran di sana. mencari petunjuk-petunjuk yang bisa menjelaskan kasus pencurian misterius itu. Tidak akan kami katakan bahwa kalian ini penyelidik, agar jangan sampai ada yang merasa curiga.


"Kedengarannya asyik!" kata Bob bersemangat Tapi belum tentu keluarga kami mau mengizinkan kami pergi.


"Kurasa itu tidak menjadi persoalan, karena Mr. Crenshaw juga ada di sana." kata Mr Hitchcock. "Tentu saja ada kemungkinan bahwa misteri itu sebetulnya kejadian sepele belaka Tapi mengingat prestasi kalian selama ini. siapa tahu mungkin misteri yang terbongkar nanti ternyata lebih besar dari sangkaan kami sekarang.


"Kapan kami berangkat ke sana?" tanya Pete.


"Begitu aku selesai membereskan urusan dengan Mr. Denton serta ayahmu, Pete." kata Alfred Hitchcock. "Sekarang kalian pulang dan berkemas dulu. Bersiaplah untuk terbang besok ke Timur. Bob, kau kan yang menangani catatan dan riset. Mungkin kau ingin meneliti artikel-artikel ini. Semuanya mengenai Pulau Tengkorak! Bagaimana pulau itu ditemukan, bajak laut yang dulu pernah bersarang di situ, serta banyak lagi keterangan menarik mengenainya. Sebaiknya kau pelajari saja semuanya. Kurasa perjalanan kali ini akan merupakan pengalaman menarik bagi kalian."


Bab 2 SAMBUTAN LUAR BIASA


"Itu dia-Pulau Tengkorak!" seru Bob Andrews.


"Mana? Mana? Coba kulihat sebentar!" seru Jupiter dan Pete berebut-rebut. Mereka mendesakkan diri di depan Bob yang duduk paling dekat ke jendela pesawat, karena ingin melayangkan pandangan ke luar.


Pesawat kecil langsing berwarna keperakan yang mereka tumpangi saat itu meluncur turun di atas sebuah teluk sempit yang memanjang. Itulah Teluk Atlantik Bob menuding sebuah pulau kecil yang letaknya hampir tepat di bawah posisi terbang pesawat itu. Pulau itu aneh bentuknya. Mirip tengkorak!


"Aku mengenali bentuknya dari peta yang di diberikan Mr. Hitchcock," kata Bob menjelaskan.


Ketiga remaja itu memperhatikan dengan bergairah. Pulau Tengkorak pernah menjadi sarang bajak laut Tapi itu dulu. lebih dari tiga ratus tahun yang lalu. Mr. Hitchcock mengatakan, di situ tidak ada harta karun yang disembunyikan perompak. Tapi siapa tahu - mungkin saja ia keliru! Mungkin di situ ada harta bajak laut yang tersembunyi. Begitulah harapan ketiga remaja itu dalam hati. Tapi pokoknya, di pulau itu ada misteri yang hendak mereka selidiki sampai terbongkar.


Ketiga remaja yang masih memandang dari balik jendela pesawat kemudian melihat sebuah pulau lain. Pulau itu ukurannya jauh lebih kecil dan yang pertama mereka lihat.


"Itu mestinya pulau yang dinamakan Tangan!" kata Jupiter.


"Dan itu Tulang Belulang," sambung Pete. Ia menuding sejumlah beling karang sempit yang berserakan di perairan antara Pulau Tengkorak dan Tangan. "Bukan main! Bayangkan - kita tadi berangkat dari Rocky Beach sehabis makan siang, dan sekarang menjelang makan malam sudah sampai di sini."


"Lihatlah." kata Bob. "Pulau yang namanya Tangan itu kelihatannya memang menyerupai tangan. Jari-jarinya terumbu yang terbenam itu. lapi dari atas sini kelihaian jelas sekali."


Mudah-mudahan nanti kita ada kesempatan untuk datang ke Tangan." kata Jupiter. "Aku kepingin melihat liang sembur yang katanya ada di situ. Seumur hidup aku belum pernah melihatnya. Menurut artikel dalam majalah yang diberikan Mr. Hitchcock, apabila ada badai, air menyembur ke atas dari liang itu. Persis seperti ikan paus."


Sementara itu pesawat mereka sudah melewati gugus pulau-pulau itu. Mereka juga melewati desa kecil bernama Fishingport yang terletak di daratan. Desa itulah tujuan mereka yang pertama nanti. Untuk mereka sudah dipesankan sebuah kamar di suatu losmen desa itu.


Pesawat kini mulai merendah. Di sisi kanan muncul sebuah kota berukuran sedang. Itulah Melville. Pesawat akan melandas di pelabuhan udara kota itu. Beberapa menit kemudian ketiga remaja itu sudah sibuk membuka sabuk pengaman, sementara pesawat mereka meluncur menghampiri bangunan terminal udara dan akhirnya berhenti di depannya.


Jupiter, Pete dan Bob bangkit lalu menuruni tangga pesawat. Ketiganya memandang berkeliling, memperhatikan kerumunan orang yang menunggu di balik pagar kawat.


"Kita dijemput ayahmu atau tidak, Pete?" tanya Bob.


"Katanya ia akan berusaha datang sendiri - tapi kalau ternyata tidak bisa, ia akan mengirim orang," jawab Pete. "Aku tidak melihatnya di sini."


"Itu ada orang datang - kelihatannya seperti mencari kita." kata Bob dengan suara pelan. Seorang laki-laki bertubuh pendek gemuk datang menghampiri. Hidungnya merah.


"Hai," sapanya. "Mestinya kalian ketiga detektif remaja yang datang dari Hollywood, ya? Aku disuruh menjemput kanan." Orang itu menatap mereka. Matanya kecil, membayangkan watak yang licin. "Kalian tidak kelihatan seperti detektif," sambungnya. "Kukira kalian sudah lebih dewasa."


Bob merasa sikap Jupiter menegang.


"Kami datang untuk ikut main dalam film," katanya. "Apa sebabnya Anda mengira kami ini detektif?"


Laki-laki itu mengedipkan mata sambil nyengir. "Aku ini biasa tahu banyak." katanya. "Sekarang ikut saja dulu. Aku membawa mobil. Barang-barang kalian nanti diangkut dengan mobil lain. Banyak barang yang datang dari Hollywood dengan pesawat ini. Tidak mungkin semuanya mual dalam mobilku." Ia berpaling, lalu berjalan mendului ke luar lewat gerbang, menuju sebuah mobil kombi yang tidak baru lagi.


"Masuklah, Anak-anak." ajaknya. "Perjalanan kita ini memakan waktu sekitar setengah jam - dan kelihatannya sebentar lagi akan datang badai."


Bob mendongak, memandang langit. Matahari masih nampak, rendah di ufuk barat. Tapi dari arah sana datang awan hitam bergulung-gulung, sekali-sekali diterangi sambaran kilat. Ya - kelihatannya sebentar lagi memang akan ada badai. Dan nampaknya tidak setengah-setengah!


Bob dan kedua kawannya duduk di bangku belakang, sementara laki-laki yang menjemput mereka mengambil tempat di belakang setir. Mobil mulai bergerak meninggalkan pelabuhan udara, menuju utara.


"Maaf, Mr. -" kata Jupiter, tapi langsung dipotong oleh laki-laki itu.


"Sebut saja Sam," kata orang itu. "Aku biasa dipanggil Sam, oleh siapa saja."


Sambil bicara ia menekan pedal gas. Mobil meluncur semakin laju. Matahari menghilang di balik gumpalan awan. Tiba-tiba keadaan sekeliling menjadi gelap, hampir seperti malam.


"Maaf. Mr. Sam," kata Jupiter lagi, "Anda juga bekerja di perusahaan film itu?"


"Hanya kadang-kadang saja," jawab Sam. "Aku menjemput kalian ini juga karena dimintai tolong saja. Wah. coba lihat awan badai itu. Malam seperti begini aku takkan heran jika hantu korsel muncul. Malam ini aku tidak kepingin ada di Pulau Tengkorak!"


Bob merasakan bulu romanya menegak. Hantu korsel! Dari artikel-artikel majalah yang sudah mereka pelajari sebelum berangkat, ketiga remaja itu sudah tahu segala-galanya tentang hantu yang katanya ada di Pulau Tengkorak. Menurut cerita, hantu itu arwah seorang wanita muda yang cantik tapi keras kepala. Namanya Sally Farrington.


Dua puluh lima tahun yang lalu, suatu malam Sally bersenang-senang naik korsel. Tiba-tiba datang badai Dengan segera korsel dihentikan. Semua orang turun - kecuali Sally. Ia tidak mau beranjak dari kuda-kudaan kayu yang ditungganginya. Menurut cerita orang, ia berseru dengan lantang bahwa biar badai pun tidak bisa menghalanginya naik korsel sampai selesai.


Sementara orang yang menjalankan komidi putar itu masih sibuk bertengkar dengan Sally. tiba-tiba kilat menyambar dari langit dan mengenai tiang besi yang merupakan sumbu korsel. Orang-orang kaget setengah mati ketika melihat Sally tahu-tahu sudah tidak bernyawa lagi. Rupanya kena sambaran kilat.


"Aku tidak takut pada badai yang seperti apa pun dahsyatnya dan aku belum mau turun dari korsel sebelum putarannya selesai." Kata orang, itulah kata-katanya yang terakhir sebelum disambar kilat.


Semua yang hadir waktu itu sependapat, kematiannya disebabkan karena kesalahannya sendiri. Tapi tak ada seorang pun yang menduga kejadian yang menyusul kemudian. Beberapa minggu setelah kematian Sally. suatu malam cuaca buruk ketika tak ada seorang pun di Taman Hiburan yang saat itu ditutup, orang-orang di daratan melihat lampu-lampu korsel tiba-tiba menyala terang. Mereka mendengar bunyi musik pengiringnya, dibawa angin yang berhembus kencang.


Bersama beberapa orang lagi pemilik tempat hiburan itu, seseorang yang bernama Wilbur rintang menyeberang dengan perahu untuk memeriksa. Ketika sudah cukup dekat ke pulau, mereka melihat korsel yang berputar serta sesosok tubuh berpakaian serba putih menunggang salah satu kuda-kudaannya.


Tahu-tahu semua lampu padam dan bunyi musik menghilang. Ketika rombongan yang datang memeriksa tiba, ternyata di tempat hiburan itu tidak ada siapa-siapa. Tapi mereka menemukan selembar sapu tangan wanita yang basah kuyup tak di tanah, di samping korsel. Sapu tangan itu dihiasi sulaman berupa dua huruf. "S.F." Orang langsung mengenali bahwa itu milik Sally Farrington.


Rasa takut mencengkam penduduk kota. Dengan cepat tersebar desas-desus bahwa arwah Sally dalang lagi untuk menyelesaikan putaran korsel yang terhenti ketika ia mati. Orang menjadi segan datang ke Taman Hiburan di Pulau Tengkorak, karena takut hantu. Musim panas tahun berikutnya tempat pelancongan itu tidak dibuka kembali. Semua alat hiburan yang ada di situ dibiarkan terbengkalai, lapuk dan dimakan karat selama tahun-tahun yang menyusul kemudian.


Tapi dengan begitu kisah hantu Sally Farrington tidak lantas lenyap. Para nelayan ada yang mengatakan pernah melihatnya gentayangan di pulau, terutama saat-saat malam bercuaca buruk. Selama tahun-tahun terakhir saja ada sekitar sepuluh kali tersiar kabar bahwa ada orang melihatnya. Yang melihat itu kadang-kadang berdua, atau bahkan lebih. Penduduk setempat umumnya percaya bahwa arwah Sally Farrington kena kutukan dan harus terus menghantui pulau itu. menunggu kesempatan untuk mengakhiri putaran korsel yang waktu itu terputus. Sedang korsel kini sudah rusak, tidak bisa berputar lagi. Jadi arwah Sally akan selama-lamanya menunggui Pulau Tengkorak.


Itulah sebabnya kenapa pulau itu sejak bertahun-tahun sepi terus. Tidak ada yang menarik orang untuk datang ke situ selelah Taman Hiburan ditutup. Paling-paling untuk berpiknik musim panas. Tapi itu pun jarang sekali, mengingat keseraman yang menyelubungi.


"Kudengar orang-orang film itu hendak membetulkan korsel tua itu lagi," kata Sam pada ketiga remaja yang duduk di belakangnya. "Arwah Sally pasti akan senang, kalau kabar itu betul. Jika korsel jalan lagi, mungkin ia akan bisa menyelesaikan putarannya yang belum selesai waktu itu."


Sam tertawa kecil. Tapi setelah itu ia memusatmu perhatian ke jalan, karena angin kencang pengawal badai mulai menerjang mobil.


Daerah yang dilewati kelihatannya berawa-rawa dan tidak didiami orang. Setengah jam kemudian mereka sampai di suatu simpang tiga. Jalan yang selama itu ditelusuri membelok ke kiri. Diterangi sinar lampu mobil nampak papan menunjuk ke arah kiri dengan tulisan: Fishingport, 2 mil. Tapi Sam bukannya membelokkan mobil ke kiri, melainkan ke kanan. Memasuki jalan yang tidak bertanda dan yang tidak lama kemudian sudah berubah wujud menjadi dua jalur bekas roda kendaraan di atas pasir.


"Kenapa kita lewat jalan ini, Mr. Sam?" tanya Pete heran. "Menurut papan tanda tadi, untuk ke Fishingport kita harus lewat jalan yang satunya."


"Ini perlu," kata Sam tanpa menoleh. "Soalnya ada krisis. Mr. Crenshaw menginginkan kalian langsung datang ke pulau malam ini juga - tidak menginap dulu di losmen Mrs Barton di desa itu."


"Oh. begitu," kata Pete. Ia tidak bertanya lagi. Tapi dalam hati ketiga remaja itu sibuk menduga-duga, krisis apa yang dimaksudkan oleh Sam. Mungkin ada kejadian yang benar-benar serius!


Mobil akhirnya berhenti, setelah beberapa mil tergoncang-goncang melalui jalan pasir. Sorotan lampu depan menerangi suatu pangkalan reyot di tepi air. Sebuah perahu nelayan berukuran kecil dan kelihatannya bobrok terikat ke situ


"Sekarang keluar!" seru Sam. "Cepatlah sedikit! Badai sudah hampir datang!"


Ketiga remaja itu bergegas turun dari mobiL Mereka agak heran, apa sebabnya perusahaan film itu sarana pengangkutannya tidak lebih baik dan itu. Tapi mungkin juga perahu itu milik Sam sendiri.


"Apakah barang-barang kami nanti disusulkan?" tanya Jupiter pada Sam yang datang menggabungkan diri.


"Barang-barang kalian aman," kata Sam. "Sekarang naik saja ke perahu. Kita masih harus berlayar lagi."


Jupiter serta kedua kawannya naik ke perahu. Sam berdiri membungkuk dekat mesin. Diputarnya sebuah tombol. Seketika itu juga mesin hidup. Tidak lama kemudian perahu sudah bergerak mengiris ombak, sementara ketiga remaja penumpangnya berpegang kuat-kuat. Tubuh perahu terombang-ambing.


Kemudian hujan turun. Mula-mula berupa percikan halus bercampur butir-butir es seukuran kerikil. Setelah itu menyusul tetesan air yang besar-besar. Dengan cepat ketiga remaja yang meringkuk di bawah tutup kain terpal yang tipis sudah basah kuyup.


"Kami perlu mantel hujan!" seru Pete pada Sam. "Kalau tidak, nanti kami menjadi remaja-remaja pertama yang mati tenggelam di atas air di Teluk Atlantik!"


Sam mengangguk. Setelah mengencangkan sisi roda kemudi dengan tali, ia pergi ke sebuah lemari kecil dan mengambil empat lembar jas hujan plastik berwarna kuning, lengkap dengan tudung kepala. Satu dipakainya sendiri, sedang yang tiga lagi disodorkannya pada anak-anak.


"Pakai saja ini," serunya mengalahkan deru angin. "Aku menyediakannya untuk rombongan yang memancing dengan perahuku." Jas hujan yang dipakai Jupiter terlalu sempit, sehingga tidak bisa dikancingkan. Sedang yang dipakai Bob terlalu panjang. Tapi setidak-tidaknya cukup untuk menahan air hujan.


Sam kembali ke kemudi. Sementara itu langit sudah gemuruh dengan bunyi guntur bertalu-talu. Perahu kecil itu sampai miring-miring dilanda ombak membukit. Anak-anak sudah ngeri saja. jangan-jangan setiap saat perahu terbalik.


Setelah rasanya lama sekali berlayar, mereka melihat daratan di haluan, diterangi cahaya kilat yang menyambar. Tapi sama sekali tak nampak dermaga atau pangkalan. Mereka tercengang, ketika Sam mengemudikan perahunya menyisi sebuah batu datar yang menonjol agak ke tengah.


"Ayo cepat- meloncat ke batu!" seru orang itu.


Walau merasa heran, ketiga remaja itu meloncat seperti disuruh.


"Anda tidak turut, Mr. Sam?" seru Jupiter, ketika dilihatnya perahu bergerak menjauh.


"Tidak bisa," balas Sam sambil berseru pula. "Ikuti saja jalan setapak menuju perkemahan. Kalian tidak perlu khawatir."


Sam mempercepat putaran mesin. Sesaat kemudian perahunya sudah lenyap, ditelan kegelapan malam badai.


Jupiter serta kedua kawannya menundukkan kepala, untuk melindungi muka dari tamparan air hujan.


"Kita cari saja jalan yang dikatakannya itu!" seru Pete. Jupiter mengangguk.


Tiba-tiba Bob mendengar bunyi aneh - kedengarannya seperti napas serak seekor binatang raksasa.


"Whuu-wisss! Whuuu-wisss!"


"Suara apa itu"5'" serunya kaget. "Dengarlah!"


Suara aneh itu terdengar lagi.


"Whuu-wisss! Whuuu-wisss!"


"Datangnya dari arah darat tempat ini." kata Jupiter. "Kita coba saja mencari letaknya nanti jika ada kilat lagi."


Ketiga remaja itu memicingkan mata. memandang sambil membelakangi air. Ketika kilat menyambar lagi, mereka melihat bahwa mereka berada di sebuah pulau kecil. Melihat dari ukurannya, tidak mungkin itu Pulau Tengkorak.


Pulau itu seluruhnya terdiri dari batu dengan sebuah busut di sebelah tengah serta beberapa batang pohon terpencar di sana sini. Mereka sama sekali tidak melihat ada jalan atau perkemahan di situ. Dan sebelum langit kembali menghitam mereka juga masih sempat melihat ada air menyembur ke atas dari busut. Semburannya tinggi, teriring bunyi yang sudah beberapa kali terdengar sebelumnya.


"Semburan air!" seru Jupiter. "Rupanya di situ ada liang sembur. Kita ternyata bukan di Pulau tengkorak, melainkan di Tangan."


Ketiga remaja itu saling berpandangan dengan kecut. Entah kenapa, mereka ternyata didamparkan oleh Sam di Pulau Tangan, malam-malam di tengah badai. Dan sama sekali tak ada kemungkinan bagi mereka untuk pergi dan situ. Atau minta tolong.



Bab 3 HANTU KORSEL


Jupiter, Bob dan Pete membungkuk di bawah batu besar yang sebelah atasnya agak mencuat ke depan. Tempat mereka itu tidak kering. Tapi setidak-tidaknya mereka terlindung dari serangan hujan dan angin. Selama beberapa menit sebelumnya mereka masih sempat menjelajahi pulau itu. untuk meyakinkan bahwa itu memang Pulau Tangan - dan bahwa di situ sama sekali tidak ada orang ataupun perahu.


Mereka juga sempat memperhatikan semburan air yang tahu-tahu muncul dari tengah bagian datar busut batu. Jupiter. yang selalu besar rasa ingin tahunya, menjelaskan bahwa di tengah batu pasti ada retakan yang masuk sampai jauh ke dasar pulau. Ombak badai mendesakkan air ke dalamnya, yang kemudian menyembur ke atas lewat liang sembur.


Tapi ketiga remaja itu tidak berlama-lama meneliti liang itu. karena mereka masih harus mencari tempat berteduh. Setelah beberapa lama mencari sambil tersaruk saruk mereka menemukan celah di batu. Dan di situlah mereka kini berlindung.


"Sam sengaja mendamparkan kita!" kata Pete lengan jengkel, sambil mengusap air hujan yang membasahi muka. "Apa yang menyebabkan ia berbuat begitu? Itulah yang ingin kuketahui!"


"Mungkin ia tadi keliru. Disangkanya ini Pulau tengkorak," kata Bob.


"Tidak," kata Jupiter sambil menggeleng, "Ia sengaja membawa kita kemari. Terus terang saja aku tidak bisa menebak alasan tindakannya. Aku juga bingung tadi ketika ia ternyata tahu bahwa kita ini penyelidik. Ada sesuatu yang aneh di sini."


"Ini bukan aneh lagi namanya," kata Pete menggerutu. "Mudah-mudahan saja kita belum mati kelaparan di pulau ini apabila kemudian datang pertolongan."


"Besok kita pasti sudah tertolong," kata Jupiter. Pasti ada perahu nelayan nanti yang melihat kita di sini. Kita harus bertahan malam ini saja."


Tapi di ujung Teluk Atlantik sebelah sini sama nekati tidak ada perahu nelayan," sela Bob dengan cemas. "Kalian tidak ingat artikel-artikel yang dipinjamkan Mr. Hitchcock pada kita? Tiram di perairan sini terserang sejenis parasit kecil berwarna merah. Para nelayan karenanya semua pindah ke Melville di ujung selatan, di mana kerangnya masih aman untuk dimakan. Fishingport sekarang sudah hampir kosong sama sekali, sebagai akibat penyakit yang menyerang tiram."


"Pasti akan ada orang melihat kita," kata Jupiter. "Begitu diketahui kita hilang, orang pasti akan langsung mencari. Dan setidak-tidaknya kita sudah melihat liang sembur bekerja tadi."


Setelah itu mereka terdiam, karena rasanya tidak ada lagi yang masih bisa dibicarakan. Untung hawa di pulau itu tidak terlalu dingin, sedang badai mulai mereda. Satu satunya yang bisa mereka lakukan, hanya menunggu besok Ketegangan langsung berkurang, begitu hal itu sudah diputuskan. Tidak lama kemudian ketiganya sudah terlena.


Tiba-tiba Pete terbangun. Selama beberapa detik ia bingung. Kemudian barulah ia ingat lagi apa yang terjadi, dan di mana ia saat itu berada. Dilihatnya badai sudah berlalu. Bintang-bintang gemerlapan di langit malam. Dan sekitar seratus meter dari tempatnya nampak cahaya bersinar di air.


Pete meloncat bangun lalu berteriak-teriak. Dengan segera Bob dan Jupiter ikut terjaga. Dalam keadaan setengah mengantuk mereka berdiri.


Cahaya yang nampak di air berputar ke arah mereka. Kelihatannya seperti jari yang bergerak meraba, mencari-cari. Pete bergegas membuka jas hujannya yang berwarna kuning, lalu melambai-lambaikannya dengan bersemangat.


"Sini! Sini!" serunya.


Cahaya itu langsung berhenti bergerak, begitu menerangi jas hujan yang menggelembung d tangan Pete Pemegang sumber cahaya itu sudah melihat mereka!


Kemudian cahaya terang itu digerakkan ke atas menerangi layar sebuah perahu kecil. Setelah itu berpindah merayapi garis pantai. Di suatu pantai sempit berhenti lagi. Cahaya itu bergerak naik turun, mengikuti irama perahu yang bergerak-gerak.


"Ia akan mendarat di situ," kata Pete. Ia ingin kita menyongsongnya ke situ."


Untung di langit sudah nampak bintang-bintang lagi," kata Jupiter sambil memandang ke atas. "Tapi walau begitu agak repot juga kita berjalan. Terpaksa sambil meraba-raba."


"Lihatlah!" seru Bob "Orang itu berusaha membantu kita."


Sinar terang itu kini sebentar-sebentar disorotkan ke tanah antara ketiga remaja itu dengan pantai menunjukkan jalan yang harus dilewati.


Mereka berjalan secepat yang mungkin dilakukan di tempat gelap itu. Mereka sempat tersandung sampai jatuh. Pete terbarut lututnya. Ketika akhirnya tiba di pantai, perahu layar kecil itu sudah dinaikkan ke atas pasir, sedang layarnya sudah diturunkan. Seorang anak laki-laki yang mengenakan jaket penahan angin serta celana panjang yang tergulung sampai ke lutut berdiri di situ.


Dengan senternya ia menerangi wajah ketiga remaja itu sekejap. Setelah itu arah sinar dibalik menerangi mukanya sendiri. Jupiter dan kedua kawannya melihat wajah seorang remaja yang tersenyum ramah. Warna kulitnya coklat terbakar matahari, sedang rambutnya ikal dan hitam. Sepasang mata hitam pekat menatap mereka dengan pancaran sinar riang.


"Ahoy!" sapanya dengan gaya pelaut. Logat suaranya terdengar seperti orang asing. "Kalian ketiga detektif itu, ya?"


Kelihatannya setiap orang tahu siapa mereka.


"Kami Trio Detektif," kata Jupiter. "Untung kau menemukan kami."


"Kurasa aku tahu di mana harus mencari kalian," kata remaja itu. Tingginya hampir sama dengan Pete. hanya lebih kurus. Tapi dada dan lengannya kekar. "Namaku Chris Markos. Lengkapnya Christos Markos. Tapi sebut saja Chris, oke?"


"Oke, Chris." kata Pete. Dengan segera ia serta kedua kawannya merasa senang pada remaja periang yang selalu tersenyum itu. yang datang menyelamatkan mereka. "Bagaimana kau bisa tahu di mana harus mencari kami?"


"Ceritanya panjang," kata Chris. "Naiklah ke perahuku, kita akan berlayar ke kota. Orang-orang film sudah gelisah sekali. Kita akan membuat mereka lega. melihat kalian muncul."


"Kau ini tidak termasuk rombongan film Chases Me Faster?" tanya Bob sementara mereka beramai-ramai masuk ke perahu kecil itu.


"Tidak, aku tidak," kata Chris. Ia mendorong perahu turun dari pasir pantai, lalu mengarung di air menyusulnya dan naik ke buritan, ia duduk sambil memegang tongkat kemudi. Sesaat kemudian layar sudah menangkap angin, dari perahu kecil itu mulai bergerak mengiris air. Di kejauhan nampak cahaya lampu-lampu desa Fishingport.


Begitu perahu sudah berlayar. Chris Markos mulai menuturkan kisah mengenai dirinya, ia dilahirkan di Yunani, di pesisir Laut Tengah. Di situ ia tinggal bersama ayahnya, pencari sepon. Ibunya sudah lama meninggal dunia. Pencari sepon di Yunani biasa menyelam sampai dalam sekali untuk mencari sepon di dasar laut Mereka menyelam tanpa peralatan apa-apa, kecuali sebongkah batu besar pemberat badan supaya bisa cepat sampai di dasar.


Ayah Chris yang termasuk penyelam yang paling berani, suatu hari mengalami kejang urat karena terlalu cepat naik ke permukaan. Sebagai akibatnya ia tidak bisa meneruskan pekerjaan sebagai pencari sepon. Ia menjadi orang cacat. Tapi kemudian seorang sepupunya yang mencari nafkah sebagai nelayan tiram di Fishingport mengirimkan uang supaya ia bisa datang ke Amerika Serikat bersama Chris.


"Selama beberapa tahun kehidupan kami lumayan di sini," kata Chris. "Tapi kemudian tiram-tiram di perairan sini terserang penyakit, berupa kuman merah yang masuk ke dalam tubuhnya. Usaha pencarian tiram di sekitar sini tamat riwayatnya. Saudara sepupu ayahku terpaksa menjual perahunya. Kemudian ia pindah ke New York. Di sana ia bekerja di sebuah restoran. Tapi ayahku, kesehatannya tidak mengizinkan. Keadaannya menjadi bertambah parah, karena terlalu banyak berpikir. Kini ia hampir selalu terkapar saja di tempat tidur. Aku berusaha sebisa-bisaku merawatnya. Tapi tidak gampang bagiku mendapat pekerjaan. Kemudian kudengar ada rombongan pembuat film datang ke desa. Mungkin saja mereka memerlukan penyelam. Akui penyelam yang baik. Sewaktu aku masih anak-anak, aku dulu sudah berlatih untuk menjadi pencari sepon seperti ayahku. Tapi orang-orang film itu menolak lamaranku. Mereka tidak suka padaku. Semuanya curiga, karena aku orang asing. Yah - siapa tahu. mungkin nasibku sebentar lagi berubah."


Perahu meluncur laju di atas air. Terdengar bunyi ombak memecah serta percikan buih memutih di sebelah kiri mereka.


"Di mana kita sekarang?" tanya Pete. "Bagaimana kau bisa tahu jalan, apabila tidak bisa melihat apa yang ada di depan? Nanti jangan-jangan menabrak beling karang."


"Aku tahu dengan telingaku," kata Chris dengan riang. "Begitu terdengar bunyi ombak memecah, dengan segera aku tahu di sebelah sana ada beting karang. Itu yang oleh sementara orang disebut Tulang Belulang. Pulau Tengkorak ada di depan, agak ke kiri dari kita."


Jupiter dan kedua rekannya memicingkan mata berusaha mengenali wujud Pulau Tengkorak. Mereka hafal sekali sejarahnya, hasil mempelajari artikel-artikel yang dipinjamkan Mr. Hitchcock pada mereka.


Pulau Tengkorak ditemukan oleh Kapten White, seorang nakhoda kapal bangsa Inggris tahun 1965. Ia menjelajahi pulau itu sebentar, ia berhasil mengetahui bahwa tempat itu dijadikan pekuburan yang dikeramatkan oleh suku-suku Indian yang hidup di daratan. Karena orang Indian tidak mau repot-repot menggali kuburan yang dalam, banyak sekali kerangka yang ditemukan. Karena itu, ditambah lagi oleh bentuknya yang mirip tengkorak, pulau itu lantas diberi nama Pulau Tengkorak oleh Kapten White. Ia juga mendatangi Pulau Tangan. Nama itu diberikannya setelah melibat beting-beting karang yang menimbulkan kesan seperti tangan. Setelah itu ia berlayar lagi meninggalkan tempat itu.


Selama tahun-tahun sesudah itu bajak laut merajalela di sepanjang pesisir tenggara Amerika Serikat. Pulau Tengkorak mereka pergunakan sebagai sarang selama musim dingin. Mereka biasa pergi ke daratan untuk menghambur-hamburkan uang. Blackbeard perompak yang sangat ditakuti jaman itu juga pernah tinggal selama satu musim dingin di Pulau Tengkorak.


Tapi kemudian pemerintah Inggris yang berkuali waktu itu mulai mengambil sikap keras terhadap bajak laut Tahun 1717. ketika Blackbeard sudah mati, di daerah situ masih tinggal seorang perompak saja lagi yang tersohor kekejamannya, ia dijuluki Kapten One-Ear. karena telinganya tinggal satu.


Suatu malam sepasukan Inggris melakukan serangan tiba-tiba terhadap markasnya di Pulau Tengkorak Anak buah Kapten One-Ear habis semuanya dalam pertempuran yang terjadi. Tapi bajak laut itu sendiri berhasil melarikan diri dengan sampan, sambil membawa peti-peti hartanya. Komandan pasukan Inggris dengan segera memerintahkan pengejaran. Di samping menumpas bajak laut, ia juga ingin merampas kembali harta dari tangan One-Ear.


Kapten One-Ear ketika menyadari bahwa tidak bisa melepaskan diri dari kejaran, akhirnya bertahan di Tangan. Di situ anak buahnya yang masih tersisa habis terbunuh semuanya, ia sendiri tertangkap dalam keadaan luka parah. Tapi peti-peti yang begitu diingini pasukan Inggris yang mengejar, ketika dibuka setelah jatuh ke tangan mereka ternyata kosong semua. Hartanya sudah tidak ada lagi. One-Ear tidak mungkin menguburkannya di Pulau Tangan, karena seluruh permukaannya terdiri dari batu melulu. Orang Inggris, tidak berhasil menemukan tempat harta disembunyikan. Semua pertanyaan yang diajuk selalu dijawab sambil tertawa oleh Kapten One-Ear.


"Uang emasku semua sekarang sudah ada dalam cengkeraman Setan Laut. Ia akan terus menguasainya, sampai ia sendiri memutuskan untuk mengembalikannya. Kalian boleh menunggu sampai Hari Kiamat!"


Ia tidak mau memberi keterangan lebih lanjut juga ketika ia digantung. Karenanya komandan pasukan Inggris tidak jadi memperoleh bagian dari harta rampasan itu. Kapten One-Ear jelas telah melemparkannya ke laut hanya untuk mengecewakan para pengejarnya. Kini harta itu pasti berserakan di dasar laut, tanpa ada kemungkinan bisa ditemukan lagi oleh siapa pun.


Jupiter serta kedua kawannya menajamkan mata, dengan harapan akan bisa melihat bentuk Pulau Tengkorak yang banyak diceritakan orang itu. Tapi mereka tidak melihat apa-apa. karena malam terlalu gelap.


"Jika kau bisa mengenali posisimu lewat bunyi saja, tentunya kau sering berlayar di perairan sini," kata Jupiter pada Chris.


"Memang!" kata Chris. "Di sini aku berlayar ke mana-mana. Kadang-kadang juga menyelam - mencari emas. Kau tahu, banyak emas berserakan di dasar teluk sini."


"Ya, kami tahu," kata Bob. "Dengan cara begitu, sampai sekarang sudah banyak keping uang emas yang ditemukan orang. Mungkin itu berasal dari harta karun yang dilempar Kapten One-Ear ke dalam laut."


"Kau pernah menemukan sesuatu?" tanya Pete. Chris ragu sebentar sebelum menjawab.


"Ya, aku pernah menemukan sesuatu." katanya kemudian. "Tidak besar-tapi pokoknya ada."


"Bagaimana kau menemukannya, Chris?" tanya Jupiter.


"Aku menemukannya baru minggu lalu," kata Chris. "Cuma barang kecil saja - tapi siapa tahu, mungkin lain kali lebih banyak lagi yang akan kutemukan. Tapi aku tidak bisa menceritakan di mana. Rahasia merupakan rahasia, jika yang tahu satu orang saja. Kalau yang tahu dua orang itu bukan rahasia lagi namanya. Sedang rahasia yang diketahui tiga orang, sama saja dengan pengetahuan yang disebarluaskan ke seluruh dunia. Ini peribahasa kuno. Tundukkan kepala kalian - kita akan berubah haluan."


Anak-anak menunduk, sementara layar terayun ke sisi yang lain. Perahu miring ke arah berlawanan, lalu bergerak mengikuti arah haluan baru. Langsung menuju cahaya yang menunjukkan posisi Fishingport.


"Pulau Tengkorak kini letaknya lurus di belakang kita." kata Chris. "Tapi kita menuju kota."


Anak-anak kembali menajamkan mata. berusaha melihat pulau itu. Tiba-tiba terdengar napas Bob tersentak.


"Lihat - ada cahaya!" serunya.


Tiba-tiba di tengah kegelapan malam muncul sinar berbentuk lingkaran, seperti lampu-lampu penghias korsel. Bunyi musik terdengar di atas air - musik korsel! Lampu-lampu yang muncul dengan sekonyong-konyong itu mulai berputar. Mula-mulanya pelan, tapi makin lama semakin cepat. Sesaat kemudian muncul sosok tubuh samar, yang bergerak di antara kuda-kuda kayu di atas korsel.


"Hantu korsel!" seru Pete kaget. "Pasti itu dia - gadis bergaun putih!"


"Balikkan haluan, Chris!" pinta Jupiter. "Ini perlu kita selidiki!"


"Tidak mau!" seru Chris ketakutan. "Memang itu ia hantunya, ia datang kembali untuk menyelesaikan putarannya, karena korsel sudah dibetulkan lagi oleh orang-orang film. Kita harus pergi dari ini. Coba perahuku bermotor, supaya bisa lebih cepat!"


Haluan perahu tetap diarahkannya lurus menuju Fishingport. Bob dan Pete merasa lega karenanya. Tapi Jupiter kecewa, karena ia ingin sekali melihat hantu yang benar-benar hantu dari dekat. Mereka semakin menjauhi Pulau Tengkorak di mana korsel masih berputar terus, dengan lampu-lampunya yang bersinar terang di tengah kegelapan. Arwah Sally Farrington hendak menyelesaikan putarannya yang terakhir, dua puluh lima tahun setelah ia mati! Bob bergidik karenanya.


Tapi tahu-tahu bunyi musik terhenti. Lampu-lampu padam Korsel serta sosok tubuh putih di atasnya lenyap lagi. Karena salah satu sebab, Sally Farrington yang malang itu tidak bisa menyelesaikan putarannya yang penghabisan.


Jupiter mendesah karena merasa kecewa. Setengah jam kemudian mereka sudah sampai dengan selamat di tempat penginapan Mrs, Barton di Fishingport. Wanita pemilik losmen itu sibuk menelepon ke sana dan kemari, menyebarkan berita bahwa ketiga remaja itu sudah ditemukan.


Bob, Pete dan Jupiter disuruhnya mandi air panas. Setelah itu langsung masuk ke tempat tidur.


Ketiga remaja itu sama sekali tidak menolak. Mereka sudah capek sekali. Tapi sebelum terlena. Jupiter masih terdengar menggumam.


"Aku tadi sebetulnya kepingin sekali bisa melihat hantu itu dari jarak yang lebih dekat lagi!"


"Itu pendapatmu sendiri," kata Pete yang sudah hampir tidur.


Bab 4 KE PULAU TENGKORAK


Bob merasa heran ketika terbangun. Di alas kepalanya nampak langit-langit kamar yang miring, dilapisi kertas dinding dengan pola garis. Sesaat kemudian barulah ia ingat bahwa ia tidak berada di rumahnya sendiri. Saat itu ia di suatu kota kecil bernama Fishingport, tiga ribu mil dari Rocky Beach. Di Teluk Atlantik.


Bob duduk, lalu memandang berkeliling. Ternyata ia berada di tingkat atas tempat tidur dua tingkat. Pete masih tidur nyenyak di tingkat bawah. Sedang Jupiter Jones juga belum bangun, ia berbaring di tempat tidur lain.


Bob merebahkan dirinya kembali. Ingatannya melayang ke kejadian-kejadian aneh yang dialami malam sebelumnya. Saat itu terdengar pintu diketuk dari luar.


"Bangun! Sarapan sudah siap!" Ternyata yang datang itu Mrs Barton pemilik losmen yang periang dan berbadan gemuk. "Mr. Crenshaw ada di bawah. Kalau kalian dalam waktu lima menit belum turun juga. sarapan akan dibawa ke belakang!"


"Kami datang!" Bob meloncat turun dari tempat tidur atas. Pete dan Jupiter yang terbangun karena suara orang berbicara itu dengan segera berpakaian. Setelah itu mereka bergegas turun ke bawah. Sarapan sudah menunggu mereka di kamar makan yang dindingnya dicat kuning cerah. Berbagai alat pelayaran ada di situ sebagai penghias ruangan. Dua orang laki-laki duduk di meja makan. Sambil minum kopi. mereka berbincang-bincang dengan suara pelan.


Mr. Crenshaw, ayah Pete, bergegas berdiri dari kursinya ketika ketiga remaja itu masuk.


"Pete!" seru laki-laki bertubuh tinggi kekar itu. Dirangkulnya pundak anaknya, sambil menyalami Bob dan Jupiter. "Lega sekali perasaanku tadi malam, ketika kudengar bahwa kalian sudah ditemukan dalam keadaan selamat. Kemudian ketika kalian sudah tidur, aku cepat-cepat kembali ke Pulau Tengkorak. Sekarang ini kami harus setiap saat waspada, menjaga perbekalan dan alat-alat. Tapi itu nanti saja - sekarang aku ingin mendengar kisah pengalaman kalian."


Sambil makan, ketiga anggota Trio Detektif silih berganti menceritakan kejadian yang mereka alami malam sebelumnya. Orang yang satu lagi, ternyata kepala polisi setempat dan bernama Nostigon. Orang biasa menyebutnya Chief. sesuai dengan kedudukannya, ia mendengarkan dengan kepala terangguk-angguk, sambil mengisap pipa pendek. Ketika kisah sampai pada lelaki yang bernama Sam, Mr. Crenshaw berpaling padanya.


"Sam itu - Anda kenal dia?" tanya ayah Pete.


"Kedengarannya seperti Sam Robinson," kata kepala polisi. Mada suaranya agak kesal. "Kalau betul dia, aku kenal baik. Sudah beberapa kali keluar masuk penjara. Mau melakukan apa saja asal dibayar. Senang mempermainkan orang. Mungkin saja ia tadi malam hendak berbuat iseng lagi! Kurasa ia perlu kuperiksa sedikit."


"Itu bukan perbuatan Iseng!" sergah Mr. Crenshaw. "Aku juga ingin mengajukan beberapa pertanyaan padanya. Satu, dari mana ia tahu anak-anak ini akan datang. Dua, dari mana ia tahu mereka penyelidik Lalu tiga, apa sebabnya mereka ditinggal olehnya di pulau itu. Coba mereka tidak diselamatkan Chris, mungkin saja kita baru hari ini atau besok menemukan mereka!"


"Itu betul," kata kepala polisi. "Ketika kami mendengar bahwa kalian lenyap setelah turun dari pesawat terbang, kami langsung mencari. Tapi di darat sampai beberapa mil di sekitar ini mobil-mobil kami hentikan untuk diperiksa."


"Aku ingin tahu, bagaimana anak yang namanya Chris itu sampai bisa menemukan kalian dengan begitu mudah," kata Mr Crenshaw. "Menurut keterangannya, bagaimana?"


Jupiter dan kedua kawannya terpaksa mengatakan bahwa mereka lupa menanyakan hal itu. Mereka sebenarnya sudah berniat - tapi kemudian lupa lagi, setelah melihat korsel yang tahu-tahu muncul dalam gelap serta sosok tubuh wanita yang nampak di situ.


"Kalian melihat hantu itu?" seru Mr. Crenshaw. "Tapi itu mustahil! Hantu korsel itu kan cuma takhyul penduduk setempat saja."


"Nanti dulu," sela Chief Nostigon. "Penduduk daerah sini sangat percaya akan adanya hantu itu selama beberapa tahun belakangan ini ada beberapa nelayan yang pernah melihatnya malam-malam di Pulau Tengkorak. Kejadiannya selalu apabila sedang ada badai. Kini boleh dibilang tak ada lagi yang mau mendekati pulau itu.


"Bukan itu saja, tapi saat itu seluruh desa sibuk membicarakan hantu naik korsel kemarin malam. Banyak yang mendengar bunyi musik. Di antara mereka ada yang meneropong ke Pulau Tengkorak, dan mereka melihat sesosok tubuh berpakaian serba putih. Persis seperti yang diceritakan anak-anak ini. Aku bukan hendak mengatakan bahwa aku ini percaya pada hantu. Tapi orang di sini semua percaya betul, arwah Sally Farrington tadi malam hendak naik korsel."


Ayah Pete menggeleng-geleng. Seluruh bagian film ini dihinggapi kesialan lupanya! Aku berani bertaruh, hari ini pasti takkan ada tukang yang muncul."


"Dan mungkin juga besok," kata Chief Nostigon. "Yah, Mr. Crenshaw, sebaiknya kuciduk saja Sam Hobinson untuk ditanyai sedikit. Tapi kita masih tetap belum tahu, bagaimana anak yang bernama Chris itu bisa menemukan anak-anak ini kemarin malam."


"Aku curiga sekali," kata Mr. Crenshaw. "Anak itu selama ini selalu merongrongku, minta pekerjaan. Tapi namanya tidak baik di sekitar sini. Banyak yang mengatakan, ia itu maling cilik yang licin. Aku takkan heran apabila nanti ternyata bahwa ia ada hubungannya dengan segala kesulitan yang kami alami."


"Kalau menurut kami. Chris sama sekali tidak bertampang pencuri, Yah." sela Pete. "Ia memberi kesan anak yang baik-baik. Ia harus membantu ayahnya yang sakit. Kerjanya berlayar ke mana-mana, mencari harta karun yang terdampar. Tapi itu kan bukan kejahatan."


"Katanya benar," ujar Chief Nostigon sependapat. "Aku tahu, reputasi Chris tidak baik. Tapi itu sebenarnya tidak aneh. Orang di desa sini sangat tertutup, sedang Chris orang asing. Mereka cepat sekali percaya kalau ada hal-hal buruk yang dikatakan tentang orang asing."


"Walau begitu aku tetap merasa curiga padanya." kata Mr. Crenshaw berkeras. "Kalau kupikir-pikir sekarang, bisa saja yang mencuri peralatan kami itu seorang anak. Mungkin ia berharap akan menjualnya, untuk menolong ayahnya."


Mr. Crenshaw bangkit dari kursinya.


"Kita pergi saja sekarang, Anak-anak. Mr. Denton menunggu kita di pulau. Kita bertemu lagi nanti, Chief. Sementara itu mudah-mudahan saja Anda berhasil menciduk Sam Robinson itu dan mengurungnya."


Beberapa menit kemudian para anggota Trio Detektif sudah berada dalam perahu motor yang laju. meluncur menuju Pulau Tengkorak. Mereka sebetulnya masih ingin melihat-lihat dulu di Fishingport, tapi untuk itu tidak ada waktu lagi. Banyak sekali dermaga dan pangkalan mereka lihat di situ. Tapi perahu yang ada hanya beberapa buah. Mereka mendapat keterangan bahwa nelayan kebanyakan sudah pindah ke ujung selatan Teluk Atlantik, di mana penangkapan tiram masih diperbolehkan karena tidak membahayakan kesehatan. Fishingport menunjukkan kesan desa nelayan yang kecil dan sangat miskin.


Sementara perahu motor yang mereka tumpangi melaju terus di atas air, ketiga remaja itu memandang pulau yang terletak di depan mereka dengan penuh minat. Pulau itu panjangnya satu mil. penuh dengan hutan serta ada bukitnya yang tidak begitu tinggi di ujung sebelah utara. Bekas-bekas Taman Hiburan hanya nampak samar, karena terlindung pepohonan. Dulu banyak sekali perahu yang hilir mudik melintasi perairan yang lebarnya satu mil itu, membawa para pelancong yang hendak bersenang-senang di sana. Tahu masa itu sudah lama lampau.


Perahu diperlambat jalannya, lalu berlabuh di sisi sebuah pangkalan yang kelihatan sudah tua di ujung selatan Pulau Tengkorak Pete menambatkan tali pengikat perahu. Di pangkalan sudah tertambat sebuah perahu motor lain. Perahu itu lebar, dengan tangga khusus terpasang di sisinya. Perahu jenis begitulah yang biasanya dipakai untuk rombongan penyelam dengan alat napas.


Mr. Crenshaw berjalan mendului, menyusur jalan setapak yang kelihatan jelas batas-batasnya. Dengan segera mereka sudah sampai di suatu tempat terbuka Di situ ada dua buah karavan. Beberapa tenda besar seperti kepunyaan tentara terpasang pula di situ.


"Itu Mr. Denton," kata ayah Pete. "Ia datang kemarin dari Philadelphia untuk menghadiri perembukan, lalu akan langsung kembali lagi ke sana."


Seorang laki-laki yang masih muda. berkaca mata dengan bingkai tebal, datang menghampiri mereka. Di belakangnya nampak menunggu tiga orang laki-laki lagi. Seorang di antaranya sudah agak beruban rambutnya. Setelah diperkenalkan, anak-anak tahu bahwa ia bernama Harry Morris, asisten sutradara. Yang dua lagi. masing-masing bernama Jeff Morton dan Tom Farraday. Jeff Morton juga masih muda, berambut pirang yang dipotong pendek sekali. Sedang Tom Farraday berbadan besar dengan dada bidang. Lengannya yang kiri cacat, tidak bisa digerakkan. Di pinggangnya tergantung pistol, ia penjaga di situ.


"Ini perkemahan kita sekarang." kata Mr. Crenshaw menjelaskan. "Karavan-karavan itu serta segala peralatan diseberangkan dengan tongkang. Untuk sementara tenda-tenda itu sudah cukup, sampai rombongan utama tiba. Saat itu kita akan memerlukan penambahan karavan."


Ia menunjukkan orang-orang yang lain pada anak-anak, sambil menyebutkan nama-nama mereka. Setelah itu ia berpaling pada Roger Denton, sutradara Film yang sedang dibuat.


"Maaf kami agak terlambat. Mr. Denton." katanya. "Saya tadi mampir sebentar, untuk menjemput anak-anak ini.""


"Bagus." kata Roger Denton. Ia kelihatannya agak tidak enak. "Baru saja Harry Morris bercerita tentang segala keterlambatan yang terjadi di sini. Itu merepotkan bagiku. Jika nanti ternyata bahwa coaster masih juga belum bisa berjalan dalam waktu seminggu, kita lupakan saja Pulau Tengkorak ini. Tempat ini hebat untuk dijadikan lokasi adegan yang kita inginkan, tapi kita mungkin bisa menghemat biaya dengan jalan menyewa sebuah coaster di California, lalu membuatnya kelihatan tua. Kita bisa saja merekam latar belakang di sini, yang akan memberikan kesan tua dan terbengkalai."


"Saya yakin kita akan bisa membetulkan coaster tua itu," kata Mr. Crenshaw. "Saya sudah menyebarkan berita bahwa kita mencari tukang kayu."


"Aku sangsi apakah akan ada yang mau," kata Roger Denton dengan nada suram. "Kurasa tidak mungkin, sejak seluruh desa tahu bahwa hantu itu nampak naik korsel tadi malam."


"Lagi-lagi hantu itu!" tukas Mr. Crenshaw. "Aku benar-benar bingung memikirkannya."


Tom Farraday yang berdiri beberapa meter dan situ, mendehem dengan sikap agak malu.


"Maaf, Mr. Crenshaw." katanya, "tapi - yah, hantu yang dilihat orang tadi malam - itu sebenarnya saya."


Bab 5 TENGKORAK BERBICARA


"Kejadiannya begini," sambung penjaga itu sementara semua berpaling padanya. "Kemarin malam saya seorang diri menjaga di sini, sementara Anda semua pergi ke daratan untuk mencari anak-anak ini. Ketika datang badai, saya berlindung ke sebuah karavan. Setelah badai reda kembali, saya merasa seperti mendengar bunyi perahu motor. Saya langsung pergi memeriksa ke luar karena siapa tahu ada pencuri datang. Saya merasa seperti melihat ada orang mengendap-endap di belakang korsel. Saya datang ke situ. Saat itu saya melihat ada orang lari.


"Saya khawatir, jangan-jangan orang itu mengutik-utik motornya, padahal baru saja Anda betulkan. Karenanya saya lantas menyalakan lampu-lampu dan menghidupkan mesin. Tentu saja musik langsung bermain, dan korsel berputar. Saya berjalan di atasnya untuk meyakinkan bahwa tidak ada yang rusak. Setelah itu korsel saya hentikan lagi."


"Tapi - hantu itu!" seru Mr. Crenshaw


"Yah -" Tom Farraday nampak merasa kikuk saat itu saya memakai jas hujan berwarna kuning. Dilihat dari kejauhan, mungkin saja saya dalam keadaan begitu kelihatannya seperti seseorang bergaun putih, sehingga orang lantas mengira - yah, Anda tahu sendiri."


"Ya ampun!" keluh ayah Pete. "Tom, Anda nanti harus ke darat untuk menjelaskan duduk perkara sebenarnya pada orang-orang di sana."


"Baik, Sir," kata penjaga bertubuh kekar itu.


"Kita ini seolah-olah belum cukup terlibat kesulitan," kata Mr. Crenshaw sambil mengeluh. "Yah, kita sewa saja dua penjaga lagi, Tom. Anda cari dua orang yang baik. Jangan nelayan brengsek yang nanti pura-pura menjaga peralatan kita padahal dia sendiri yang mencuri! Cari yang jujur!"


"Baik, Sir."


"Gagasan untuk menugaskan ketiga anak ini untuk melakukan penyelidikan secara diam-diam untuk kita kini tidak bisa dijalankan lagi," kata Mr. Crenshaw pada Roger Denton. "Setiap orang di desa kelihatannya sudah tahu bahwa mereka penyelidik. Misalnya saja orang yang bernama Sam Robinson itu - walau aku tidak mengerti bagaimana ia bisa sampai mengetahuinya."


"Saya rasa itu juga bisa saya jelaskan. Sir," sela Tom Farraday. "Ketika Anda bersama Mr. Denton sedang memperbincangkan gagasan itu dengan Mr. Hitchcock di Hollywood - yah,. jaringan telepon di sini kebanyakan masih merupakan saluran bersama. Pembicaraan yang sedang berlangsung bisa ikut didengarkan oleh orang lain. Anda tahu sendiri, bagaimana keadaannya di kota kecil. Orang-orang di sini senang mencampuri urusan pihak lain. Berita itu mungkin sudah disebar ke mana-mana. begitu Anda selesai berbicara."


Mr. Crenshaw mengerang. "Begitu rupanya keadaan di sini," katanya. "Aku akan senang sekali apabila sudah kembali berada di Hollywood. Gagasan Pulau Tengkorak ini hanya bawa kesialan saja."


"Kita bisa membuat sejumlah rekaman indah di sini, apabila Anda berhasil membetulkan coaster itu," kata Mr. Denton. "Yah, sekarang aku harus ke daratan lagi untuk kembali ke Philadelphia. Bisakah Anda menyeberangkan aku sebentar, Jeff?"


"Tentu saja, Mr. Denton," jawab lelaki muda yang berambut pirang. Keduanya lantas menuju ke pangkalan.


Mr. Crenshaw mengalihkan perhatiannya pada Jupiter serta kedua kawannya.


"Sebaiknya kalian kuajak saja dulu melihat-lihat di sini, sementara Jeff pergi sebentar." katanya. Nanti begitu ia kembali, ia bisa meneliti kemampuan kalian menyelam."


"Asyik, Yah!" kata Pete.


Mereka menuju suatu pagar yang sudah reyot yang terdapat tidak jauh dari tempat mereka berdiri lidi. Pagar itu merupakan batas kompleks Taman Hiburan, yang benar-benar sudah bobrok. Kios-kios tempat menjual makanan dan minuman banyak yang sudah ambruk. Berbagai alat hiburan yang ada di situ sudah berkarat dan lepas di sana sini. Roda raksasa sudah tumbang dilanda badai. Bekas-bekasnya berserakan di tanah. Sebuah coaster yang kelihatan kuno masih tegak, tapi kayu-kayu kerangkanya sudah ada yang lepas.


Saat itu anak-anak paling tertarik pada korsel yang sudah tua Alat hiburan itu besar ukurannya, Kelihatannya menakutkan walau saat itu siangi Catnya sudah terkelupas. Papan-papan yang masih baru menampakkan bagian-bagian yang sudah dibetulkan anak buah Mr. Crenshaw.


Ayah Pete menjelaskan bagaimana korsel itu akan dipakai dalam film.


Film yang sedang dibuat sekarang, ceritanya tentang seseorang yang tanpa bersalah dituduh melakukan suatu kejahatan dan karenanya lantas mencari penjahat yang sebenarnya. Judul Chases Me Faster diambil dan situ - karena orang itu harus semakin cepat mengejar si penjahat! Akhirnya penjahat itu bersembunyi di sini - di Pulau Tengkorak. Sejumlah muda-mudi datang berpiknik kemari. Mereka mencoba korsel tua ini sementara penjahat memperhatikan mereka dari tempatnya bersembunyi.


"Wah, kedengarannya asyik." kata Pete.


"Lalu apa peranan korsel di dalamnya. Sir?" tanya Jupiter


"Jagoan dalam cerita itu melacak jejak penjahat sampai ke sini. Si penjahat yang merasa terdesak menculik dua orang gadis yang turut dalam rombongan piknik. Mereka dipaksanya naik ke sebuah kereta coaster. Sewaktu polisi datang mengepung, si penjahat mengancam akan melempar kedua gadis itu ke bawah. Pemeran utama berhasil menyelinap naik ke kereta itu. Di bagian akhir terjadi perkelahian seru, sementara coaster meluncur dengan cepat, naik turun dan berputar-putar."


"Hebat," kata Bob. "Dan taman hiburan tua yang angker ini benar-benar asyik. Aku tidak sabar lagi. Ingin menontonnya."


"Itu jika kami jadi merekam adegan itu di sini," Kota Mr. Crenshaw dengan murung. "Yah - kita lihat sajalah nanti. Kalian melihat-lihat dulu di sini. Tapi setengah jam lagi kembali ya! Mestinya saat itu Jeff Morton tentu sudah kembali dan daratan."


Mr. Crenshaw beranjak hendak pergi. Tapi rupanya ia teringat pada sesuatu hal, lalu berpaling sebentar.


"Apa pun yang kalian lakukan, tapi jangan sampai menemukan harta karun!" Ayah Pete mengatakannya dengan nada bercanda. Tapi juga agak serius. "Ingat - jangan sampai kalian menemukan harta karun. Tempat ini dulunya kan sarang bajak laut!"


"Ya, Sir." Jawab Bob. "Kami sudah banyak membaca tentang mereka, begitu pula tentang harta karun serta peristiwa tertawannya Kapten One-Ear."


"Orang-orang kelihatannya tidak pernah putus asa," kata Mr. Crenshaw sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Sejak saat itu ada barangkali dua puluh rombongan besar yang melakukan penggalian di pulau sini. Untungnya selama lima puluh tahun terakhir tidak pernah ditemukan lagi uang emas kuno di sini. Jadi mestinya harta karun itu sudah habis. Tapi aku kenal kalian. Jadi akui tidak heran, jika nanti terjadi apa-apa. Bahkan juga apabila kalian menemukan harta karun - yang mestinya tidak ada lagi!"


"Bolehkah kami masuk ke dalam gua yang di sana itu untuk menjelajahinya sebentar?" tanya Bob. Ia menuding satu-satunya bukit yang terdapat di pulau itu. "Menurut peta kuno, di puncak bukit itu ada gua. Ceritanya gua itu dulu dipakai bajak laut untuk mengurung tawanan yang sengaja diculik untuk memperoleh tebusan. Tapi kalau harta, belum pernah ada yang ditemukan di situ."


"Ya. kalian boleh saja mengadakan eksplorasi dalam gua itu," kata Mr. Crenshaw, "tapi setengah jam lagi kembali, ya!"


Ia berpaling lalu pergi, sementara ketiga remaja itu memandang berkeliling, menatap bekas-bekas Taman Hiburan.


"Di sini memang menyeramkan rasanya," kata Pete. "Tapi adegan di atas coasfer itu pasti hebat nantinya. Sekarang saja aku sudah merinding membayangkannya."


"Kau kenapa diam saja, Jupe," kata Bob. "Ada yang sedang kaupikirkan rupanya?"


Penyelidik Pertama itu kelihatannya memang seperti sedang sibuk berpikir.


"Ayahmu, Pete, tapi juga yang lain-lain kelihatannya beranggapan bahwa tindakan-tindakan pencurian yang terjadi di sini dilakukan oleh orang dari kalangan nelayan," katanya. "Motivasinya bisa karena iseng, atau mungkin juga karena ingin mencari barang berharga. Tapi pendapatku tidak begitu."


"Kalau begitu apa sebabnya?" tanya Pete.


"Penyabotan terhadap perahu-perahu dan pencurian peralatan kelihatannya dilakukan untuk membuat rombongan film merasa muak terhadap Pulau Tengkorak, lalu membuat bagian penutup di tempat lain." kata Jupiter. "Pulau ini sudah lima tahun lamanya tidak pernah didatangi orang lagi. Menurut kesimpulanku, ada orang yang ingin agar adaannya tetap begitu, dan karenanya dengan sengaja melakukan berbagai rongrongan supaya Denton menghentikan kegiatannya di sini dan pindah ke tempat lain."


"Menghendaki agar rombongan film pergi?" tanya Pete bingung. "Apa alasannya?"


"Itulah yang menjadi teka-teki," kata Jupiter. "Yuk, kita ke gua itu sekarang."


Sepuluh menit mereka berjalan mendaki bukit, menyusur pepohonan yang tumbuh gersang. Akhirnya sampai di gua yang letaknya dekat puncak bukit berbatu-batu itu. Lubang masuknya sempit. Sebelah dalamnya gelap. Tapi mereka masih bisa melihat bahwa gua itu lapang dan menjorok jauh ke belakang. Bentuknya menyempit ke belakang.


Tanah dasarnya longgar. Kelihatannya sudah sering dilakukan penggalian di situ. Jupiter merogoh segenggam tanah, lalu menganggukkan kepala.


"Banyak orang yang pernah datang kemari untuk menggali harta karun." Katanya. "Kurasa setiap jengkal di sini sudah beberapa kali diperiksa selama seabad yang lalu. Tapi bajak laut yang cerdik takkan mau menyembunyikan hartanya di sini. Pasti dicari tempat yang tidak begitu mudah ketahuan."


"Ya," kata Pete sependapat "Aduh, sayang kita tidak membawa senter. Aku sebetulnya ingin memeriksa ke sebelah belakang sana."


"Kau rupanya bukan penyelidik sebaik sangkaanku Pete," kata Jupiter sambil nyengir. "Kau juga Bob. Coba lihat aku."


Kedua anak itu menoleh dengan heran sementara Jupiter mengambil senter yang tergantung di ikat pinggangnya.


"Ini alat yang paling utama bagi penyelidik," kata Jupiter dengan nada angkuh. "Tapi kuakui bahwa aku memang ingat gua ini dan sudah berniat untuk memeriksanya apabila ada kesempatan. Kalau tidak begitu, mungkin saja aku juga lupa membawa senter."


Disorotkannya sinar senternya ke bagian belakang gua yang rendah langit-langitnya. Di situ a beberapa batu datar yang licin permukaan atasnya. Mungkin dulu dijadikan tempat berbaring oleh orang-orang yang ditawan di situ. Cahaya senter yang dipegang Jupiter bergerak-gerak menerangi ah celah dan tonjolan batu. Tiba-tiba sinar itu berhenti, menerangi suatu tempat yang letaknya sekitar satu meter delapan puluh di atas dasar gua.


Anak-anak melihat suatu benda keputih-putihan di situ, terletak d pinggir tonjolan batu. Benda itu berbentuk hampir bundar. Bob menelan ludah karena kaget. Disadarinya bahwa benda itu tengkorak manusia.


Tengkorak itu seolah-olah sedang meringis, Bob menenangkan dirinya sendiri. Itu kan hanya tulang belaka sisa jaman bajak laut yang menyeramkan dulu kala. Tapi saat itu terdengar suara seseorang. Tengkorak itu yang berbicara!


"Pergi dari sini," desah suara itu dengan logat orang asing yang menurut Bob kedengarannya seperti Spanyol. "Biarkan aku beristirahat. Di sini tidak ada harta. Yang ada cuma tulang belulangku saja."



Bab 6 KEPING UANG KUNO


Tanpa sempat berpikir lagi, tahu-tahu Bob sudah bergerak ke mulut gua. Sekejap kemudian ia sudah dulu-mendului keluar bersama Pete, sementara Jupiter menyusul tidak jauh di belakang mereka. Di mulut gua Bob dan Pete saling bertubrukan dan jatuh terkapar.


Tapi Jupiter tidak datang menghampiri, ia sudah berpaling, kembali ke tempat semula. Dipungutnya senter yang terjatuh ke tanah, lalu disorotkannya ke arah tengkorak.


"Tengkorak tidak mungkin bisa bicara, karena tidak punya lidah dan tenggorokkan," katanya pada tengkorak itu. "Jadi mustahil kau yang bicara tadi."


Bob dan Pete yang saat itu sedang berusaha berdiri lagi di mulut gua, tiba-tiba mendengar suara tertawa terpingkal-pingkal. Dengan perasaan heran dan agak malu. keduanya masuk kembali ke dalam.


Mereka melihat Chris Markos, anak laki-laki yang kemarin malam menolong mereka turun dari sebuah relung di dinding gua batu itu.


"Hai," sapanya, sambil mencampakkan tengkorak ke belakangnya. "Masih ingat padaku?"


"Tentu saja masih," kata Jupiter. "Aku bahkan sudah menarik kesimpulan bahwa yang bicara itu kau, karena tadi sewaktu kemari aku melihat ada perahu layar di depan perahu kami. Kelihatannya seperti perahumu. Kecuali itu suara yang berbicara tadi kedengarannya terlalu muda bagi orang dewasa."


"Aku menyebabkan kalian takut, ya?" kata Chris sambil nyengir. "Kalian mengira yang bicara itu arwah bajak laut"


"Kau menyebabkan aku kaget," kata Jupiter membetulkan. "Tapi Pete dan Bob, mereka memang ketakutan."


Bob dan Pete nampak merasa kikuk.


"Bukan aku yang ketakutan, tapi kakiku," kata Bob. "Tahu-tahu mereka sudah lari. sebelum aku sempat menyadarinya."


"Aku juga begitu," kata Pete. "Apabila ada tengkorak yang tahu-tahu bicara, kakiku ini langsung ingin pergi ke tempat lain."


"Haha, lucu." kata Chris sambil tertawa. "Tapi kalian tidak marah, kan? Aku cuma main-main saja tadi."


"Tidak, kami tidak marah. Kami memang ingin bicara sedikit denganmu. Yuk, kita keluar - ke tempat terang," Jupiter mendului keluar. Keempat anak itu lalu duduk dengan kaki terjulur, sambil menyandarkan punggung ke sebuah batu besar.


"Bagaimana kau bisa tahu-tahu ada di sini?" tanya Jupiter pada Chris. "Maksudku, menunggu dalam gua."


"Gampang saja," jawab anak Yunani kawan baru mereka. "Tadi aku sedang berlayar, lalu kulihat perahu membawa kalian ke dermaga. Dengan segera kukitari pulau ke sisi seberangnya, lalu kutarik perahuku ke atas pantai Aku menyelinap di sela pepohonan, dan kulihat kalian berada dekat korsel. Kudengar kalian mengatakan hendak memeriksa gua sebentar. Aku tahu jalan pintas kemari jadi aku bisa lebih dulu sampai. Kemudian timbul keinginanku untuk mempermainkan kalian dengan tengkorak tadi, yang kuketahui ada di atas salah satu tonjolan batu. Aku lantas memanjat dan bersembunyi, menunggu kalian dalang."


Dengan begitu kejadian tadi sudah jelas. Tapi Bob masih ingin tahu, apa sebabnya Chris tidak menampakkan diri. Kenapa tidak langsung saja datang dan menyapa?


"Soalnya penjaga itu," jawab Chris. "Tom Farraday itu, ia selalu mengusir begitu aku muncul. Semua selalu mengusirku."


Tampang anak Yunani itu berubah, tidak tersenyum lagi.


"Aku tidak disukai orang di desa," katanya lambat-lambat "Orang beranggapan aku ini pencuri, karena aku dan ayahku orang miskin. Dan lain. Datang dari negara asing. Di desa ada beberapa orang yang berwatak buruk. Mereka suka mencuri, lalu menimpakan kesalahan pada si Chris, anak Yunani. Padahal bukan aku yang mencuri."


Anak-anak mempercayai kata-katanya. Mereka mengenal kebiasaan begitu, melemparkan segala kesalahan pada orang luar.


"Kami percaya bahwa kau anak jujur. Chris," kata Pete. "Tapi ada yang membingungkan kami, yaitu bagaimana kau bisa begitu cepat menemukan kami kemarin malam."


"Ah, itu," kata Chris. Ia sudah nyengir kembali. "Aku bekerja di suatu rumah makan, namanya Bill's Tavern. Di situ kerjaku menyapu dan mencuci piring, dengan upah dua dollar sehari. Dengan uang itulah kami hidup, aku dan ayahku. Pemilik rumah makan itu, Mr. Bill, orangnya baik hati."


"Dua dollar sehari!" kata Bob kaget. "Mana mungkin bisa hidup dengan uang yang cuma sebegitu?"


"Kami tinggal di sebuah gubuk nelayan yang sudah tua dan ditinggalkan penghuninya yang dulu. Jadi kami tidak perlu membayar sewa," kata Chris menjelaskan. "Kami makan buncis dan roti melulu, dengan lauk ikan yang kutangkap sendiri. Tapi ayahku sakit, ia memerlukan makanan bergizi. Jadi setiap saat luangku aku berlayar berputar teluk, dengan harapan bisa menemukan harta karun yang banyak. Tapi kurasa perbuatanku itu konyol. Di dasar teluk memang ada harta. Tapi mana mungkin Chris Markos akan bisa menemukannya dalam jumlah banyak?"


"Kemungkinanmu untuk itu sama seperti siapa saja!" kata Pete. "Tapi kau tadi hendak mengatakan bagaimana kau bisa tahu di mana harus mencari kami."


"O ya, betul juga. Kemarin aku sedang mencuci piring, ketika kudengar beberapa orang berbicara di tempat paling belakang. Seorang di antaranya berkata. ‘Jadi tiga detektif remaja, ya? Yah - akan kuberi mereka buah tangan yang tidak disangka-sangka. Mereka akan mendapat buah tangan yang akan lama mereka kenang!’ Orang-orang itu tertawa semua."


Jupiter mencubit-cubit bibir bawahnya.


"Coba kauingat-ingat Chris." katanya, "ketika orang yang berbicara itu menyebutkan ‘tangan' apakah ia melakukannya dengan tekanan tertentu?"


"Maksudnya, apakah orang itu mengatakan tangan dengan suara berubah," kata Bob menjelaskan, karena dilihatnya Chris agak bingung.


"O ya, betul," kata anak Yunani itu. "Setiap kali ia mengatakan ‘tangan', suaranya terdengar jelas dan berat. Jadi ketika kudengar kabar bahwa ada tiga anak laki-laki hilang, aku lantas berpikir-pikir. Di mana ketiga anak itu mungkin disembunyikan. Lalu aku teringat pada cara istimewa orang itu menyebutkan perkataan ‘tangan'."


"Dan kau langsung menarik kesimpulan, orang itu pasti memaksudkan pulau yang diberi nama Tangan!" kata Jupiter.


"Ya, begitulah jalan pikiranku. Karenanya aku langsung berangkat dengan perahuku, begitu badai sudah reda. Dan ternyata aku menjumpa kalian di sana, di atas Tangan. Sialnya -" tampan Chris nampak suram lagi, "sekarang orang-orang film beranggapan bahwa aku ada sangkut-pautnya dengan kejadian itu. Orang tidak pernah mau percaya yang baik-baik mengenai diriku."


"Kami mempercayaimu, Chris," kata Bob dengan tegas. Chris tersenyum.


"Karena kalian mempercayai diriku, sekarang aku akan menunjukkan sesuatu pada kalian."


Ia merogoh ke balik pullovernya, mengambil sebuah kantong kecil terbuat dari kulit yang kelihatannya sering dipegang-pegang. Chris melonggarkan tali pengencang ujung kantong yang bisa dibuka.


"Ulurkan tangan kalian, dan pejamkan mata," kitanya. "Jangan melihat sebelum kusuruh."


Anak-anak yang lain menurut. Mereka merasa ada sesuatu yang berat dan hangat diletakkan di atas telapak tangan. Ketika mereka membuka mata kembali, ternyata di telapak tangan masing-masing terletak sekeping uang emas kuno! Bob mengamat-amati mata uang yang sudah agak aus tapi masih berkilat itu.


"Tahun enam belas lima belas!" serunya.


"Uang dublun Spanyol!" kata Jupiter dengan mata bersinar gembira. "Ini benar-benar harta bajak laut!"


"Astaga!" kata Pete kagum. "Di mana kau menemukannya?"


"Dalam air, tergeletak di pasir. Dalam teluk banyak sekali harta berserakan. Kapten One-Ear dulu melemparkan seluruh hartanya ke dalam laut. Tapi kini sudah terserak ke mana-mana. Menemukannya sulit sekali. Berulang kali aku menyelam. Satu kutemukan dekat ujung sebelah sana pulau ini, dekat bangkai sebuah perahu pesiar yang bagus. Tapi dua kutemukan sekaligus di sebuah teluk kecil, di mana kurasa aku akan -"


Perkataannya terpotong oleh seruan seseorang yang marah-marah.


"He! Kau, Chris! Mau apa kau kemari?"


Anak-anak menoleh dengan kaget. Tom Farraday. penjaga yang biasanya peramah itu, nampak mendengus-dengus mendaki jalan bukit menuju ke tempat mereka duduk. Mukanya merah padam.


"Sudah kukatakan waktu itu jika kulihat kau berkeliaran lagi di sini, kau akan kuhajar habis-habisan!" teriaknya. "Itu perintahku, dan -"


Ia berhenti berteriak. Anak-anak berpaling mengikuti arah tatapan penjaga itu. Ternyata Chris Markos sudah menghilang dengan diam-diam balik sebongkah batu besar.


Bab 7 BAHAYA DALAM AIR


"Mau apa anak itu tadi?" tanya Tom Farraday. "Apa sebabnya kalian dibawa olehnya ke atas sini?"


"Ia tidak mau apa-apa," kata Jupiter menjawab pertanyaan penjaga itu. "Dan bukan dia yang mengajak kami kemari. Kami datang sendiri, karena ingin melihat-lihat gua."


"Kalian perlu tahu, si Chris itu bukan anak baik," kata Tom Farraday. "Jika sampai sekarang ia belum pernah ketahuan mencuri, itu karena ia licin sekali. Ikutilah nasihatku - jauhi anak itu. Sekarang ikut aku - Jeff Morton sudah kembali dan ia hendak menyelam sebentar dengan kalian."


Mereka menuruni bukit. Sementara itu sikap Tom sudah menjadi agak ramah lagi.


"Kurasa kalian tentunya tadi berharap akan menemukan harta di gua itu," katanya. "Yah - di sana ia tidak ada, dan memang tidak pernah ada. Harta karun yang masih tersisa, terserak di dasar teluk. Sekali-sekali ada juga yang terbawa arus sampai ke pantai. Tapi orang sudah bosan mencari harta yang begitu, karena terjadinya begitu jarang-jarang."


Tom Farraday terkekeh.


"Jika Setan Laut sudah mengambil sesuatu, jarang sekali ia mau mengembalikan lagi. Kalian tahu, baru sepuluh tahun yang lalu ia mengambil seratus ribu dollar uang Amerika yang sekarang? Ya. betul - uang tunai sebanyak itu diambil dan tidak dikembalikannya lagi. Karena uang seratus ribu dollar itu lengan kiriku menjadi cacat. Beginilah keadaanku sejak itu, hanya melakukan pekerjaan serabutan."


Ia menggerakkan lengan kirinya yang kaku untuk memperjelas maksudnya. Anak-anak mendesaknya untuk menceritakan kisah itu. Den senang hati Tom menuruti permintaan mereka.


"Begini kisahnya," katanya memulai. "Dulu kerjaku mengawal mobil berlapis baja milik perusahaan Dollar Delivery Company. Salah tugas kami waktu itu menjemput uang tunai bank-bank kecil di sekitar sini dan membawa ke bank negara yang besar di Melville.


"Kami tidak pernah mengalami kesulitan, kami juga sama sekali tidak memperkirakannya. Soalnya, kami tidak pernah dua kali berturut-turut mengambil jalan yang sama. Kami juga tidak pernah mendatangi bank-bank dua kali berturut-turut pada waktu yang tepat sama. Tapi walau begitu, suatu hari -"


Suatu hari sekitar sepuluh tahun yang lalu, mobil penjemput uang itu mampir di Fishingport untuk mengambil uang dari bank di situ. Kemudian mereka makan siang, sementara mobil diparkir luar restoran. Tentu saja dengan pintu-pintu terkunci semua. Tom beserta pengemudi mengambil tempat di dalam, dari mana mereka bisa melihat mobil mereka.


Tapi ketika mereka sudah selesai makan dan berjalan menuju mobil, tiba-tiba dua orang bertopeng muncul dari sebuah sedan tua dan langsung menembak kaki pengemudi mobil uang. Tom masih berusaha menerjang kedua penjahat itu. Tapi kepala dan bahunya dipukul dengan gagang pistol, sehingga ia jatuh pingsan.


Setelah itu para penjahat mengambil kunci mobil dari kantongnya, lalu pergi dengan kendaraan yang berisi uang itu. Tapi Nostigon, kepala polisi Fishingport yang waktu itu masih polisi rendahan yang bertugas patroli mendengar bunyi tembakan lalu segera lari menghampiri, ia masih sempat melepaskan tembakan ke arah kedua penjahat, saat mereka masuk ke mobil uang yang mereka curi. Ia berhasil mengenai lengan salah seorang penjahat itu.


Tentu saja dengan segera polisi bertindak. Semua jalan di dekat situ dijaga ketat. Menjelang malam mobil uang ditemukan dalam sebuah tempat penyimpanan perahu yang letaknya berapa mil dari situ. Bagian dalamnya berlumuran darah. Tapi kendaraan itu sudah kosong. Rupanya para penjahat melarikan diri lewat laut.


Malam itu juga kapal patroli Penjaga Pantai lihat ada perahu motor yang sudah tua terapung-apung di teluk. Rupanya mengalami kerusakan mesin. Ketika kapal patroli bergerak mendekat, nampak dua orang yang ada di dalamnya melemparkan beberapa buah bungkusan ke air. Barang-barang itu langsung tenggelam.


Ketika para petugas Penjaga Pantai datang ke perahu itu. kedua penjahat langsung menyerah. Mereka bernama Bill dan Jim Ballinger Seorang dari mereka yang bernama Jim, lengannya luka kena tembakan. Tapi sedikit pun tak ada uang yang ditemukan baik saat itu maupun kemudian.


"Semuanya sudah mereka campakkan dengari begitu saja ke dalam air," kata Tom Farraday. "Sama seperti yang dilakukan One-Ear beberapa abad yang lalu, ketika bajak laut itu melihat bahwa ia sudah hampir tertangkap orang Inggris. Uang itu langsung turun sampai ke dasar teluk lalu terbenam dalam lumpur, sehingga tidak bisa temukan lagi. Karena merupakan uang kertas, cepat sekali musnah dalam air."


"Bukan main!" kata Pete. "Hebat sekali pengalaman itu. Mr. Farraday. Apakah kedua Ballinger itu kemudian dihukum?"


"Tentu saja," kata Tom Farraday. "Mereka tidak berdaya lagi, mengingat lengan Jim yang luka kena tembakan Chief Nostigon. Mereka dijatuhi hukuman penjara dua puluh tahun. Tapi kemudian dikurangi menjadi sepuluh tahun karena berkelakuan baik. Mereka baru dibebaskan beberapa minggu yang lalu. Aku kepingin sekali melakukan pembalasan pada mereka, karena menyebabkan lengan kiriku cacat," kata Tom dengan geram. "Sejak itu hampir tak ada gunanya lagi - sekarang aku cuma bisa melakukan pekerjaan yang kecil-kecil saja. Nah, kita sudah sampai dan itu Mr. Crenshaw."


Ayah Pete berdiri di pangkalan bersama Jeff Morton, sibuk memasukkan peralatan ke perahu motor yang besar. Mr. Crenshaw meluruskan tegaknya ketika anak-anak datang menghampiri.


"Nah-Jeff sekarang sudah siap untuk menguji kemampuan kalian berenang di bawah air," katanya, "Ia ahlinya, dan di sini tersedia alat-alat yang mutakhir. Nanti ia akan menjelaskan segalanya."


Setelah itu ayah Pete pergi, sementara anak-anak naik ke perahu motor yang lebar dan lapang itu.


"Oke, sekarang coba kalian katakan selaman yang bagaimana saja telah kalian lakukan," kata Jeff.


Pete memaparkan pelajaran yang pernah mereka ikuti di kolam renang di kota mereka. Mereka sudah biasa berenang di bawah air dengan alat snorkel. Lalu sebelum berangkat ke Timur, mereka juga sudah diuji kemampuan menyelam dengan scuba oleh pelatih mereka.


"Baiklah," kata Jeff. Ia tersenyum ramah, untuk membesarkan hati. "Sekarang kita lihat saja, sampai seberapa jauh pengetahuan kalian."


Ia menghidupkan mesin. Perahu itu dikemudikannya sampai jauh ke tengah teluk. Dekat sebuah pelampung kecil berwarna kuning ia melabuhkan jangkar.


"Di bawah kita ada bangkai kapal," katanya. "Bukan, bukan kapal harta. Di perairan sini, kapal layar Spanyol yang kuno pasti sudah lama pecah berantakan Yang ada di bawah sebuah yacht kecil yang tenggelam dalam badai beberapa tahun yang lalu. Letaknya di dasar sekitar delapan meter di wah permukaan air. Itu berarti kita bisa menyelam ke situ, tanpa perlu memikirkan soal perbedaan tekanan."


Mula-mula diperiksanya dulu masker dan sirip renang anak-anak. Semuanya beres. Setelah itu ia mengeluarkan tabung-tabung udara dari sebuah lemari peralatan yang lengkap isinya, ia juga mengeluarkan siang-siang serta pending selam yang diberi pemberat.


"Ini peralatan mutakhir, dan boleh dibilang aman seratus persen," katanya. "Kita tidak perlu memakai pakaian renang, karena air di sini tidak dingin. Pakai celana renangmu, Bob. Kau yang pertama-tama melakukan selaman percobaan bersamaku. Ingat kalau menyelam kita selalu berpasang-pasangan."


Anak-anak melepaskan pakaian mereka dan mengenakan celana renang. Dengan cermat Bob memasang peralatan yang disodorkan Jeff ke tubuhnya. Paling penghabisan ia melilitkan pending selam ke pinggangnya. Pending itu nanti dilepaskan, apabila ia terpaksa harus cepat-cepat naik ke permukaan.


Jeff memeriksanya dengan teliti, lalu mengangguk tanda semua telah dilakukan secara benar.


Kemudian ia bersiap-siap untuk menjatuhkan diri ke air. Bob menyusul, dengan mempergunakan tangga khusus.


Ketika sudah berada dalam air. Bob menendangkan kakinya yang telah bersalut sirip renang, ia melesat ke bawah. Bob senang sekali berenang. Sudah bertahun-tahun ia sering berenang, untuk menambah kekuatan tungkainya yang pernah patah ketika ia masih kecil. Kini ia bisa meluncur turun seperti ikan dan bernapas dengan leluasa karena memakai scuba. Ia merasa dirinya enteng dan bebas, menjadi satu dengan alam yang lain dan yang ada di atas.


Di bawahnya nampak bayangan gelap. Itulah yacht yang karam di situ. Bob berenang menuju bangkai kapal itu. didampingi oleh Jeff.


Yacht itu tergeletak miring di dasar teluk. Pada bagian haluannya nampak lubang besar menganga. Ketika sudah lebih dekat, nampak oleh Bob bahwa tubuh kapal itu tertutup rumput laut. Kawanan ikan yang kecil-kecil berenang menggerombol di sekelilingnya.


Jeff berenang mendului. Bob mengikutinya, dengan hanya menggerak-gerakkan kakinya saja untuk mendorongnya maju. Begitulah cara yang benar, menurut pelatih. Dengan gerakan lincah Jeff mengubah arah geraknya, menuju ke buritan yacht.


Bob bergerak hendak menyusul. Tapi saat itu, juga perhatiannya tertarik melihat dua ekor udang laut besar yang berenang mundur ke bawah buritan. Bob berenang mendekati kapal tenggelam


Tiba-tiba geraknya terhenti. Ada sesuatu yang mencengkeram pergelangan kakinya di sebelah kanan.


Bab 8 "JANGAN CERITA PADA SIAPA-SIAPA"


Baru sekali itu Bob mengalami kesulitan saati berenang di bawah air. Kengerian mencengkeram tubuhnya, ia menendang kuat-kuat untuk membebaskan diri. Tapi pergelangan kakinya terasa dicengkeram semakin kuat. Ia merasa bahwa dirinya ditarik ke belakang.


Dengan gugup ia berpaling, untuk melihat apa yang menangkapnya itu. Karena bergerak secara mengejut, lengannya menyenggol masker. Tahu-tahu ia tidak bisa melihat apa-apa lagi. Air masuk ke dalam masker, sehingga mengaburkan penglihatan. Sesaat ia sama sekali lupa bagaimana caranya mengeluarkan air itu.


Kemudian ia merasa ada yang mencengkeram bahunya. Sesaat Bob merasa yakin bahwa ada monster menyerangnya. Tapi tiga ketukan pelan pada tabung udaranya memberi tahu bahwa Jeff Morton yang datang kembali untuk menyelamatkannya.


Jeff memegang bahu Bob kuat-kuat untuk menenangkan anak itu. Ketegangan Bob pelan-pelan berkurang. Dan bersamaan dengan pulihnya ketenangan, cengkeraman pada pergelangan kakinya pun berkurang pula kencangnya, walau ia masih tetap belum bisa membebaskan diri.


Dipaksanya dirinya untuk bernapas dengan tenang. Dipalingkannya kepala ke kanan, lalu dibukanya sisi kiri maskernya sedikit Kemudian ia menghembuskan napas lewat hidung. Udara terdorong keluar dari masker, bersama air yang ada di situ. Penglihatannya bebas kembali.


Yang pertama-tama dilihatnya Jeff Morton. Orang itu menggeleng-geleng sambil menuding ke bawah. Bob menunduk, untuk melihat apakah yang memegangi kakinya. Ternyata tali berbentuk jerat!


Bob menekuk tubuhnya, lalu melepaskan jerat itu dari kakinya yang memakai sirip renang, ia marah pada dirinya sendiri, kenapa tadi panik, ia melesat maju beberapa meter lalu menunggu. Disangkanya Jeff akan langsung mengakhiri penyelaman.


Tapi dilihatnya orang itu mengacungkan tangan dengan jempol dan telunjuk membentuk lingkaran, tanda bahwa semuanya beres. Setelah itu Jeff berenang mendului lagi. Bob menyusulnya. Tapi kini berenangnya sambil menjaga jarak terhadap tubuh kapal yang tenggelam itu.


Mereka berenang sepanjang sisi kapal, lalu mengitarinya. Ikan-ikan yang dijumpai bergerak menepi, seolah-olah menganggap mereka hanya dua ekor ikan biasa yang lebih besar.


Bob melihat beberapa ekor udang laut lagi berlindung di bawah yacht Ia merasa pasti bisa berhasil memperoleh udang seekor atau dua, jika saat itu membawa senapan tombak.


Mereka berenang terus sampai Bob sudah tenang dan senang lagi kelihatannya. Setelah itu Jeff bergerak menuju permukaan dengan gerakan santai. Di atas nampak dasar perahu motor yang dilabuhkan jangkarnya. Sesaat kemudian keduanya muncul di sampingnya. Muka mereka yang bermasker muncul dari dalam air seperti moncong dua makhluk aneh.


Jeff berenang menghampiri tangga di sisi perahu, lalu memanjat masuk. Bob mengikutinya.


"Bagaimana tadi?" tanya Pete bersemangat, sambil membantunya masuk. Bob menggeleng.


"Tidak begitu baik," katanya. "Aku tadi panik, karena kakiku tersangkut tali."


Jeff Morton juga mengatakan. Bob tadi tidak begitu baik. Ia memberi kuliah singkat agar kalau berenang jangan terlalu dekat ke bangkai kapal yang kelihatannya kacau balau. Lalu disusul dengan petuah agar jangan langsung bingung kalau menghadapi situasi yang tak terduga-duga. Sikap begitu paling membahayakan diri penyelam. Tapi kemudian Jeff tersenyum.


"Mungkin ada baiknya hal itu terjadi sekarang," katanya. "Itu pelajaran yang tidak berbahaya, tapi bermanfaat. Bob cepat pulih ketenangannya tadi. Aku yakin, lain kali ia pasti tetap tenang. Oke. Pete - sekarang giliranmu."


Dengan cepat Pete sudah siap Dan sesaat kemudian kedua penyelam itu sudah menghilang dalam air meninggalkan Bob dan Jupiter dalam perahu yang terayun pelan.


Bob mengisahkan pengalamannya tadi dengan lebih panjang lebar pada Jupiter.


"Kurasa kalau aku lain kali menyelam lagi, aku akan lebih bersikap yakin," tambahnya. "Sekarang aku tahu bahwa jika perlu aku bisa menenangkan perasaan dan membersihkan ruangan dalam masker."


Ketika Jupiter hendak menjawab, tiba-tiba terdengar suara memanggil mereka. Mereka melihat perahu layar kecil kepunyaan Chris Markos, kira-kira seratus meter lebih jauh. Perahu layar itu meluncur dengan tenang menghampiri.


Chris mengemudikan perahu layarnya sampai mendampingi perahu motor. Setelah itu diturunkannya layar. Anak Yunani itu memandang mereka sambil nyengir. Nampak giginya yang putih, menyolok di tengah wajah coklat terbakar sinar matahari.


"Tom Farraday pasti menceritakan yang bukan-bukan mengenai diriku," katanya. Senyumnya lenyap. "Mudah-mudahan saja kalian tidak percaya."


"Tidak," kata Bob dengan gigih, "kami tidak terpengaruh olehnya. Menurut kami kau anak baik, Chris."'


"Syukurlah," kata Chris. Dipegangnya sisi perahu motor, untuk meneguhkan duduk perahunya.


Matanya menatap berbagai alat selam yang ada dalam perahu motor dengan perasaan kepingin. Tapi ia berbicara dengan nada tak acuh.


"Kenapa kalian memerlukan segala tetek bengek itu untuk menyelam ke kapal tenggelam? Aku bisa menyelam sejauh itu dengan begini saja. Tanpa peralatan sama sekali!"


"Betulkah para pencari sepon di Yunani sanggup menyelam lebih dalam dari tiga puluh meter tanpa peralatan?" tanya Bob.


"Pasti - itu gampang saja," jawab Chris menyombong. "Ayahku, sewaktu masih muda dulu. biasa menyelam sampai lebih dari enam puluh meter hanya dengan batu untuk bisa turun dengan cepat, serta seutas tali untuk menariknya ke atas lagi. Ia bisa sampai tiga menit dalam air. tanpa bernapas."


Saat itu wajah Chris berubah, nampak suram.


"Tapi ia terlalu lama menyelam," katanya lagi. "Karena itu ia sekarang sakit. Tapi suatu hari kalau aku berhasil menemukan harta karun akan kuajak ayahku pulang ke Yunani. Di sana aku akan menjadi nelayan. Akan kubeli sebuah perahu kecil."


Chris tersenyum kembali.


"Aku harus pergi lagi sekarang. Aku harus terus mencari, jika ingin berhasil menemukan harta," katanya. Setelah ragu sejenak, ia menambahkan, "Mungkin besok kalian bisa kuajak, kalau kalian mau. Pasti asyik, juga apabila tidak ada yang kita temukan."


"Tentu saja kami mau!" kata Bob. "Tapi itu jika kami tidak ada tugas."


"Mungkin kami harus melakukan sesuatu untuk perusahaan film," tambah Jupiter. "Atau berlatih menyelam lagi."


Tahu-tahu ia bersin, ia sendiri kaget karenanya.


Begitu pula Bob dan Chris.


"Kau terserang pilek, Jupe?" tanya Bob.


"Kalau pilek, jangan menyelam!" kata Chris memperingatkan. "Nanti telingamu sakit sekali. Nah-sekarang aku harus sibuk lagi. Mungkin kita bertemu lagi, besok"


Ia melepaskan tepi perahu motor, lalu mengangkat layar. Sesaat kemudian perahu layar kecil itu sudah meluncur pergi di atas permukaan air dalam teluk yang berkilauan kena sinar matahari.


Beberapa menit kemudian Pete dan Jeff Morton muncul di permukaan, lalu naik ke dalam perahu. Pete melepaskan peralatannya sambil tersenyum lebar.


"Payah tadi," katanya. "Aku mengalami sedikit kesulitan dengan telingaku. Salurannya tersumbat. Tapi langsung bebas kembali ketika aku menelan kuat-kuat. Sekarang giliranmu, Jupe."


Jupiter bersiap-siap. Tapi tidak begitu bersemangat seperti kedua kawannya tadi. Jupiter bukan potongan atlet sejati. Kesenangannya berenang hanya biasa-biasa saja. Akhirnya ia siap. Setelah diperiksa oleh Jeff Morton dan dinyatakan beres, ia mengikuti pengujinya masuk ke dalam air.


"Bob!" kata Pete bergairah, ketika kedua penyelam sudah menghilang dalam air. "Mau tahu tidak?"


"Mau tahu apa?" tanya Bob.


"Kurasa aku tadi melihat sesuatu yang menarik. Ketika kami berpaling untuk naik lagi. terlihat olehku sesuatu yang berkilat-kilat di pasir, sekitar lima belas meter dari bangkai kapal. Aku berani bertaruh, benda itu keping uang emas kuno. Jika kita menyelam lagi, aku ingin mencoba mencarinya!"


"Wow! Kau yakin?"


"Yakin sih tidak. Hanya sekilas saja aku melihat sesuatu yang berkilat-kilat. Tapi mungkin saja itu keping uang emas. Semua orang mengatakan di dasar teluk ini ada harta karun yang terserak ke mana-mana."


Bob hendak mengatakan sesuatu, tapi tidak jadi - karena saat itu Jeff Morton sudah muncul lagi ke permukaan bersama Jupiter. Jeff kelihatan membantu Jupiter yang berenang secara gelagapan, sementara maskernya terdorong ke samping.


"Ada apa?" tanya Bob.


"Tidak apa-apa." jawab Jeff, "hanya entah bagaimana, tahu-tahu masker Jupiter terlepas. Untung saat itu kami belum jauh ke bawah, dan ia tidak kehilangan slang saluran udaranya."


Kedua penyelam itu naik ke perahu. Jupiter nampak sengsara.


"Ketika turun tadi telingaku tahu-tahu terasa sakit." katanya. "Aku berusaha menelan, untuk membebaskan saluran ke gendang telinga. Tapi saat itu timbul rangsangan hendak bersin. Kulepaskan bagian slang yang ada di mulut dan kupegang. Tapi masker terpaksa kubuka agar bisa bersin. Sewaktu hendak kupasang kembali, tidak bisa! Yah - kurasa prestasiku tidak baik," katanya lesu.


Ia bersin lagi.


"Kau kena pilek," kata Jeff dengan nada ketus. "Kau sebetulnya tidak boleh mencoba menyelam. Untung kita tadi baru turun sedikit. Beberapa hari mendatang ini kau tidak boleh lagi ikut menyelam!"


"Ya, kurasa memang tidak bisa." kata Jupiter dengan nada pelan. "Dalam pesawat kemarin dingin sekali. Ditambah pula dengan berada di tengah badai kemarin malam - yah, kurasa aku sekarang memang kena pilek."


"Jangan sekali-sekali menyelam jika tubuh tidak benar-benar berada dalam kondisi sempurna," kata Jeff. "Apalagi jika sedang pilek atau batuk! Yah - aku ditugaskan melatih kalian menyelam. Aku bisa meneruskannya dengan Bob dan Pete. Tapi jika kau tidak bisa karena sakit, mungkin rencana kita harus diubah sedikit.


Selama beberapa jam berikutnya. Bob dan Pete silih berganti melakukan latihan menyelam. Keduanya semakin lama disuruh bertahan dalam air. Akhirnya sore itu mereka merasa capek sekali. Tapi mereka yakin akan sanggup melakukan selaman biasa yang mungkin ditugaskan nanti.


Setiap kali turun ke bawah. Bob menyalangkan mata untuk menemukan benda berkilat yang dilihat Pete. Tapi tidak berhasil. Tapi sekembali dari selamannya yang penghabisan sore itu. Pete muncul dengan tangan kanan tergenggam, ia cepat-cepat naik ke perahu, lalu membuka masker dan melepaskan slang dari mulutnya.


"Lihatlah!" katanya bergairah.


Dibukanya tangan yang tergenggam. Sekeping uang emas yang besar dan berat terletak di telapaknya. Permukaannya sudah agak aus, tapi nampak berkilat-kilat.


"Astaga!" seru Jeff. "Itu kan dublun. uang Spanyol kuno!" Ditelitinya keping uang itu dengan cermat. "Ini ada tulisan tahun 1712. Ini memang uang Spanyol. Pete - jangan sampai ada orang lain tahu tentang hal ini ya. Maksudku, kecuali kita sendiri serta ayahmu."


"Kenapa begitu?" tanya Pete heran. "Maksud Anda, mungkin nanti ada orang yang berusaha merampasnya?"


"Bukan begitu. Kau menemukannya di dasar laut terbuka, jadi itu milikmu. Tapi orang sini gila harta karun. Mereka sebenarnya tahu sendiri bahwa di Pulau Tengkorak sama sekali tidak ada emas. Tapi jika sampai tersiar berita bahwa kau menemukan sesuatu, para pemburu harta pasti akan langsung membanjir ke sana. Dengan begitu peluang kita yang ada untuk menyelesaikan pembuatan film akan buyar sama sekali!"


Bab 9 MRS. BARTON CURIGA


Malam itu anak-anak cepat sekali masuk ke kamar tidur. Pete dan Bob capek sehabis menyelam berulang kali, sedang Jupiter merasa dirinya lesu karena pilek.


Sebelumnya mereka makan malam bersama ayah Pete. Mr. Crenshaw kelihatan gelisah, memikirkan perkembangan pekerjaan yang harus diselesaikan di Pulau Tengkorak.


"Kisah tentang munculnya hantu korsel sudah tersebar ke mana-mana sekarang!" tukasnya. "Padahal Tom Farraday sudah memaparkan kejadian sebenarnya. Tapi orang sini rupanya lebih percaya pada hantu! Yah - bagaimana juga kita harus berusaha terus. Besok kita bertemu lagi. Sekarang aku masih harus berusaha memperoleh beberapa tukang kayu untuk menggantikan yang tidak muncul."


Begitu Mr. Crenshaw pergi, anak-anak langsung masuk ke kamar tidur. Di situ mereka silih berganti meneliti keping uang emas kuno yang ditemukan Pete. Mereka merasa asyik memegang sekeping harta bajak laut, walau mereka sadar bahwa selain itu mungkin tak ada lagi yang nanti bisa dilihat. Setelah puas meneliti. Pete menaruhnya di bawah bantal.


Malam itu mereka tidur nyenyak, sampai Mrs. Berton memanggil keesokan paginya.


"Sarapan sudah siap. Anak-anak!" seru wanita itu dengan riang dari tingkat bawah. "Pete, ayahmu ada di sini. Sebelum pergi, ada yang hendak dikatakannya sebentar pada kalian bertiga."


Anak-anak bergegas mengenakan pakaian lalu turun ke bawah. Mr. Crenshaw menunggu mereka! Ia kelihatannya terburu-buru.


"Anak-anak." katanya, "kalian hari ini terpaksa mencari kesibukan sendiri. Aku nanti repot sekail karena ada sejumlah pekerja yang akan datang. Untuk sementara penyelaman dihentikan, sampai sudah diatur rencana baru. Lagi pula kata Jeff kau pilek, Jupiter, sehingga selama beberapa hari tidak bisa menyelam."


"Betul, Sir." kata Jupiter. Ia bersin, keras sekali. "Maaf. Sir." Ia membersihkan hidungnya yang kelihatan merah. "Saya tidak bisa menahannya!"


"Ya, tentu saja." Mr. Crenshaw mengamat-amatinya. "Kau perlu beristirahat selama sehari dua. Pergi ke dokter pagi ini juga. Namanya Dokter Wilbur. Orangnya baik. Ngomong-ngomong, ia pemilik Pulau Tengkorak. Akan kutelepon dia sementara kalian sarapan."


Anak-anak duduk menghadapi meja makan, sementara Mrs. Barton bergegas masuk membawa setumpuk kue dadar serta sosis. Mr. Crenshaw pergi sebentar untuk menelepon. Kemudian ia kembali untuk mengatakan bahwa Dokter Wilbur menunggu kedatangan Jupiter menjelang makan siang, saat mana ada waktu luang sedikit. Dituliskannya alamat tempat praktek Dokter Wilbur. Setelah itu ia bergegas pergi.


"Aduh, sayang kau harus beristirahat, Jupe," kata Pete dengan nada ikut menyesal "Padahal aku berniat hendak meminjam perahu motor, lalu mengadakan eksplorasi sedikit."


"Dengan begini aku punya waktu untuk berpikir," kata Jupiter sambil memaksa diri untuk bersikap biasa. "Banyak yang perlu direnungkan. Misalnya saja rahasia Pulau Tengkorak. Aku yakin ada rahasia yang tersembunyi di situ, tapi aku tidak bisa membayangkan apa rahasia itu."


"Pulau Tengkorak!" seru Mrs. Barton. yang saat itu masuk lagi membawa tambahan kue dadar. "Tempat seram itu! Tahukah kalian, malam kemarin dulu hantu tempat itu nampak lagi sedang naik korsel?"


"Ya," jawab Jupiter. "tapi tentang itu ada penjelasannya." Diceritakannya apa yang sebetulnya terjadi malam itu.


"Ya, itu mungkin saja." kata Mrs. Barton. Tapi nampak jelas bahwa ia belum yakin. "Tapi semua mengatakan di sana ada hantu. Aku selalu berpendapat, takkan ada asap tanpa api."


Setelah itu ia ke luar lagi. Jupiter mendesah.


"Mrs. Barton itu contoh jelas, betapa sulitnya meyakinkan orang itu melepaskan kepercayaan yang sudah mendarah daging," katanya.


Saat itu terdengar bunyi kaca jendela diketuk-ketuk. Mereka berpaling, dan melihat wajah seseorang berkulit coklat memandang ke dalam menatap mereka.


"Itu Chris!" seru Bob, lalu bergegas ke pintu.


"Aku sudah siap untuk pergi berburu lagi," kata Chris. "Kalian mau ikut?"


"Tentu dong!" seru Bob. "Aku dan Pete bisa ikut. Tapi Jupiter tidak - ia terserang pilek berat."


"Sayang," kata Chris. "Tapi perahuku juga kecil sekali, mungkin tidak bisa dimuati empat orang. Kutunggu kalian di pelabuhan. Jangan lupa membawa celana renang!"


Anak itu pergi lagi dengan cepat sementara Bob menceritakan untuk apa Chris datang. Wajah Peta langsung bersinar-sinar mendengar bahwa mereka diajak berburu harta karun.


"Asyik!" katanya. "Mungkin aku nanti bisa menemukan dublun lagi. Yuk, kita mengambil celana renang kita, Bob!"


"Ayolah," jawab Bob. "Sayang kau tidak bisa ikut Jupe."


Dari air mukanya nampak bahwa Jupiter merasa kecewa. Tapi ia tidak mengatakannya.


"Yah, kalau tidak bisa, ya tidak bisa," katanya dengan tabah. "Kalian berdua pergi saja sekarang - nanti kita bertemu lagi."


"Saat makan siang kami pasti sudah kembali."


Bob dan Pete mengambil celana renang mereka dari dalam kamar, lalu bergegas pergi ke pelabuhan di mana Chris menambatkan perahunya pada sebuah pangkalan yang sudah tua dan reyot Mereka meloncat masuk ke perahu, yang langsung berangkat. Bob dan Pete memulai perburuan mereka untuk pertama kali, mencari harta karun.


Jupiter yang ditinggal sendiri mendesah beberapa kali, untuk melampiaskan kekecewaannya. Kemudian diputuskannya untuk mengisi waktu dengan pekerjaan yang berguna, ia naik ke tingkat atas untuk meneliti catatan Bob serta membaca artikel-artikel majalah yang dibawa mengenai Pulau Tengkorak.


Ketika ia masuk ke kamar, dilihatnya Mrs. Barton sedang sibuk membenahi tempat tidur.


"Tadi kupikir sebaiknya aku naik dan membereskan kamar, sementara kalian sedang sarapan," katanya. "Aku - astaga! Apa ini?"


Sambil berbicara tadi ia mengangkat bantal Pete. Dan di bawahnya terletak keping uang emas di atas kasur.


"Masya Allah!" seru wanita itu. "Ini kan uang emas Spanyol kuno. Harta karun!"


Ia menatap Jupiter dengan mata terbelalak. "Kalian pasti menemukannya kemarin, di Pulau Tengkorak," katanya. "Betul, kan?"


"Pete yang menemukannya," kata Jupiter. Ia teringat pesan Jeff Morton, agar jangan menceritakan penemuan itu pada siapa pun. Tapi kini - nasi sudah menjadi bubur!


"Tapi ia menemukannya bukan di pulau itu, melainkan di dasar teluk. Jauh dari pulau," kata Jupiter lagi.


"Bukan main," kata Mrs. Barton sambil tersenyum kecil. Diselesaikannya membereskan tempat tidur itu. "Dan itu pada hari pertamanya di sini!"


Mrs. Barton melirik ke arah Jupiter.


"Kau tahu, banyak orang mengatakan bahwa urusan membuat film di Pulau Tengkorak itu sebenarnya hanya - yah, cuma alasan saja. Kata orang, kalian sebenarnya hendak mencari harta Kapten One-Ear, yang sampai sekarang belum ditemukan. Kata orang, kalian memiliki peta baru dan entah apa lagi."


"Mungkin itu penjelasannya, kenapa perusahaan dirongrong terus," kata Jupiter sambil merenung. "Jika orang mengira ada peta harta, bisa saja mereka yang datang menyelinap dengan harapan akan bisa menemukannya. Dan mungkin juga mereka yang berusaha mengusir rombongan film supaya setelah itu bisa bebas mencari harta." Setelah itu ia berpaling lagi menatap Mrs. Barton. "Tapi kami sebetulnya sama sekali tidak tahu menahu tentang urusan harta karun, Sungguh, Mrs. Barton! Kami datang ini hanya karena ingin merekam adegan-adegan untuk suatu film. Ceritakanlah itu pada orang-orang."


"Baiklah." jawab Mrs. Barton. "Tapi aku sangsi apakah mereka akan mau percaya. Orang sini jika sudah meyakini sesuatu, sulit bisa diubah pikirannya."


"Ya, itu memang betul." kata Jupiter sependpat. "Seperti kepercayaan mereka bahwa di Pulau Tengkorak ada hantu. Bolehkah aku bertanya sedikit, Mrs. Barton? Anda sudah sejak dulu bertempat tinggal di sini - jadi mungkin banyak yang bisa Anda ceritakan."


"Boleh saja," kata wanita itu sambil tertawa, "tapi biar kuselesaikan membenahi kamar ini dulu. Setelah itu aku turun. Sementara aku minum kopi, kau boleh mengajukan pertanyaan semaumu."


Jupiter mendului turun, sambil membawa berkas catatan Bob untuk dibaca-baca sebentar. Tidak lama kemudian Mrs. Barton datang, sambil menghirup secangkir kopi tanpa susu. "Sekarang kau boleh bertanya, Nak," katanya.


"Tolong ceritakan bagaimana sampai di Pulau Tengkorak dikatakan ada hantunya, Mrs. Barton," kata Jupiter membuka percakapan. Tentu saja ia betulnya sudah mengenal kisahnya. Tapi ia ingin mengetahui apakah cerita wanita itu sama dengan kisah yang sudah diketahui.


Mrs. Barton mulai bercerita dengan bersemangat. Ternyata mirip sekali dengan yang sudah dibaca Jupiter. Tapi masih ada tambahannya. Menurut Mrs. Barton, setelah taman hiburan di pulau itu ditutup, hantunya - menghilang. Tapi berapa tahun yang lalu, tahu-tahu muncul lagi. Bukan hanya sekali saja, tapi beberapa kali setahun.


"Para nelayan yang melihatnya - apakah mereka orang-orang yang bisa dipercayai?" tanya Jupiter. Ia mencubit cubit bibir bawahnya, tanda bahwa ia sibuk berpikir.


"Yah - kalau soal itu, aku tidak begitu yakin," kata Mrs. Barton. Keningnya agak berkerut. "Di antara para nelayan di sini, ada beberapa yang tidak bisa digolongkan orang baik-baik. Tapi di pihak lain, apa gunanya mengada-ada, mengaku melihat hantu?"


Pertanyaan itu tidak bisa dijawab Jupiter, karena ia juga tidak tahu. Tapi walau demikian ia tetap bertanya-tanya dalam hati, apakah tidak mungkin begitulah kenyataannya - bahwa ada orang yang mengada-ada saja.


"Kapan kira-kiranya kejadian itu?" tanyanya.


Mrs. Barton tidak begitu ingat saatnya yang tepat. Tapi begitulah - sekitar sepuluh tahun yang lalu. Atau mungkin lima belas. Pokoknya saat saat itulah, ia hanya ingat bahwa sejak waktu itu Pulau Tengkorak memperoleh nama buruk, dan jarang ada yang datang lagi ke sana.


"Sampai tahu-tahu kalian dari Hollywood muncul di sini," kata Mrs. Barton mengakhiri penuturannya. Ditatapnya Jupiter dengan pandangan menyelidik. "Dan hantu kembali naik korsel, lalu seorang dari kalian menemukan sekeping uang emas dan kalian mengatakan ada yang mencuri peralatan kalian. Dan - macam-macam lagi. Jika kau mau tahu pendapatku, ada sesuatu yang sangat misterius di sini - sesuatu yang sama sekali tidak kita ketahui."


Jupiter sependapat dengannya. Instingnya sebagai penyelidik mengatakan bahwa ada sesuatu yang aneh sedang terjadi di situ. Tapi apa? Itulah yang membingungkannya.
Lanjut ke Bagian 2