Trio Detektif - Misteri Kelompok Penyihir(1)

THE MYSTERY OF THE MAGIC CIRCLE
by Alfred Hitchcock Text by M.V. Carey

TRIO DETEKTIF MISTERI KELOMPOK PENYIHIR
Alihbahasa: Hendarto Setiadi
Penerbit: PT Gramedia, Cetakan kedua, Agustus 1988


SEPATAH KATA DARI ALFRED HITCHCOCK
Selamat berjumpa, Para penggemar misteri,
Sekali lagi saya memperoleh kehormatan untuk memperkenalkan Trio Detektif kepada kalian. Mereka adalah detektif-detektif muda yang berkecimpung dalam hal-hal yang berbau misteri, semakin aneh semakin baik. Dalam petualangan kali ini, mereka menyelidiki kasus seorang penyihir wanita yang mengucilkan diri dari lingkungan sekelilingnya, karena terus-menerus dihantui oleh sebuah kecelakaan yang terjadi di masa lampau. Tapi apakah peristiwa itu benar-benar suatu kecelakaan? Mungkin saja kekuatan gaib ikut berperan dalam peristiwa itu!
Bila kalian belum pernah bertemu dengan Trio Detektif, maka saya akan memperkenalkan mereka satu per satu. Jupiter Jones, seorang pemuda berperawakan pendek gemuk, adalah pemimpin kelompok itu. Ia sangat cerdas dan berotak encer. Pete Crenshaw, penyelidik kedua, merupakan seorang pemuda yang gesit dan atletis, sementara Bob Andrews menggunakan bakatnya dalam hal riset untuk membantu memecahkan persoalan-persoalan yang mereka hadapi.
Anak-anak itu tinggal di Rocky Beach, suatu kota kecil di California yang berdekatan dengan Hollywood. Sekian dulu perkenalan kalian dengan Trio Detektif. Silakan buka Bab 1, dan selamat menikmati petualangan ini.
-Alfred Hitchcock-

Bab 1
KEBAKARAN!

"SEDANG apa kalian di sini?" tanya Horace Tremayne dengan ketus. Ia berdiri di ambang pintu ruangan administrasi perusahaan penerbitan Amigo Press, dan melotot dengan marah ke arah Jupiter Jones, Bob Andrews, dan Pete Crenshaw.
"Sedang apa?" Pete mengulangi pertanyaan itu dengan gugup. "Kami... kami baru saja hendak memeriksa surat-surat mana saja yang harus segera dibawa ke kantor pos."
"Jangan bohong!" bentak Tremayne. Wajahnya yang biasanya ramah kali ini kelihatan gusar. "Kurang ajar betul! Kalian rupanya hanya pura-pura cari pekerjaan untuk mengisi waktu liburan. Cepat, katakan siapa yang menyuruh kalian untuk menyelidiki perusahaanku!"
Jupiter, Bob, dan Pete hanya terbengong-bengong. Ketiga anak itu tidak tahu apa yang harus mereka katakan. Geli melihat kebingungan yang tergambar pada wajah mereka, Horace Tremayne-laki-laki muda yang biasa dipanggil Beefy oleh semua orang-tertawa senang. "Kalian memang detektif, bukan?" ujarnya kemudian.
Ketegangan yang tadinya dirasakan oleh ketiga pemuda itu sirna seketika.
"Wah," Pete berkata dengan lega, "aku pikir Anda benar-benar marah."
Bob Andrews tersenyum. "Bisnis kami lagi sepi," katanya menerangkan. "Oleh karena itu kami memutuskan untuk menambah pengalaman dengan bekerja di kantor ini."
"Tapi bagaimana Anda tahu siapa kami sebenarnya?" tanya Jupiter Jones. Wajahnya yang bulat memancarkan keheranan.
"Semalam Paman Will mengajakku menghadiri sebuah pertunjukan perdana di Hollywood. Agar dapat tampil lebih 'wah', ia menyewa sebuah sedan mewah," Beefy Tremayne bercerita. "Mobil yang disewanya adalah sebuah Rolls Royce berlapis emas. Pengemudi kendaraan itu seorang Inggris bernama Worthington."
"Oh, pantas Anda tahu siapa kami sebenarnya," kata Jupiter sambil tertawa.
Worthington memang kenalan lama mereka. Beberapa waktu lalu Jupiter pernah mengikuti suatu sayembara yang diadakan oleh sebuah perusahaan penyewaan mobil. Ternyata ia keluar sebagai pemenang pertama, sehingga berhak menggunakan Rolls Royce tadi selama 30 hari. Kebetulan Worthington bertugas sebagai pengemudi waktu itu.
"Worthington menyinggung nama-nama kalian ketika bercerita tentang langganan-langganannya," ujar Beefy lebih lanjut. "Ketika mendengar bahwa kalian sedang bekerja di sini ia memperingatkan saya agar bersiap-siap menghadapi keramaian yang bakal ditimbulkan kalian. Ada saja peristiwa aneh yang terjadi di sekitar kalian katanya!"
"Peristiwa-peristiwa aneh itu tidak terjadi begitu saja," kata Pete sambil tersenyum lebar. "Jupiter-lah yang selalu cari gara-gara."
"Dan kemudian kami terpaksa membantunya," tambah Bob Andrews.
Jupiter mengeluarkan sebuah kartu nama dari dompetnya dan menyerahkannya pada Beefy.

TRIO DETEKTIF
"Kami Menyelidiki Apa Saja"
???
Penyelidik Satu - Jupiter Jones
Penyelidik Dua - Pete Crenshaw
Data dan Riset - Bob Andrews

"Wah, rupanya kalian betul-betul profesional," kata Beefy. "Tapi, apa maksud ketiga tanda tanya itu?" Jupiter tersenyum lebar. Ketiga tanda tanya itu memang sengaja ia ciptakan untuk menarik minat calon langganannya.
"Tanda tanya merupakan lambang ketidaktahuan manusia," ujarnya bersemangat. "Hal-hal yang tidak kita ketahui selalu menggugah rasa ingin tahu."
"Benar," kata Beefy menyetujui ucapan Jupe. "Seandainya suatu waktu saya membutuhkan jasa detektif, maka saya akan minta bantuan kalian saja. Worthington mengatakan bahwa kalian sangat hebat."
"Kami telah berhasil menyelesaikan sejumlah kasus yang sangat menarik," kata Jupiter membanggakan diri. "Keberhasilan kami disebabkan oleh keyakinan bahwa tidak ada yang tidak mungkin terjadi."
"Dengan demikian kalian tidak terpaku pada prasangka-prasangka yang belum terbukti kebenarannya," ujar Beefy mencoba menarik kesimpulan. "Hal itu memang amat membantu dalam mengadakan penyelidikan. Sayang sekali di kantor ini tidak ada yang perlu diselidiki."
Pembicaraan mereka terpotong ketika tiba-tiba terdengar suara langkah kaki menuju ke ruang administrasi. Beefy, yang masih berdiri di ambang pintu, menengok ke belakang untuk melihat siapa yang baru datang.
"Paman Will!" serunya. "Kenapa baru datang?"
Seorang laki-laki berperawakan tinggi besar, dengan wajah dihiasi kumis tipis, muncul di samping Beefy. Laki-laki berambut pirang itu adalah William Tremayne, paman Beefy. Seperti biasanya ia berpakaian perlente. Ia mengenakan sebuah celana panjang berwarna coklat muda dan sebuah jas berwarna coklat tua. Sekilas ia memandang ke ruang administrasi, namun tidak menegur Jupe, Pete, dan Bob yang sedang bekerja di ruangan itu.
"Aku baru saja dari bengkel. Mobilku perlu diservis," katanya pada keponakannya. "Ternyata bengkel itu tidak menyediakan kendaraan pengganti yang dapat dipakai oleh para langganan selama mobil mereka diperbaiki. Akhirnya aku terpaksa naik taksi. Payah, pelayanannya sama sekali tidak memuaskan. Jangan harap aku kembali lagi ke bengkel itu lain kali!"
"Sudahlah, Paman, lupakan saja," kata Beefy dengan gaya cerianya. "Hari ini Marvin Gray akan membawa naskah itu. Apakah Paman ingin bertemu dengannya?"
"Marvin Gray?" tanya William Tremayne acuh tak acuh. Kelihatannya ia sedikit bingung.
"Paman pasti masih ingat," kata Beefy. "Marvin Gray adalah manajer Madeline Bainbridge. Dialah yang mengadakan pembicaraan dengan kita mengenai buku Miss Bainbridge itu." "Oh, ya," ujar William Tremayne. "Maksudmu si sopir itu?"
"Gray memang bekas sopir Bainbridge," kata Beefy dengan nada jengkel, "tetapi sekarang ia telah menjadi manajernya. Mungkin saja naskah yang dibawanya merupakan naskah paling menarik yang pernah kita baca. Jangan lupa bahwa Madeline Bainbridge pernah menjadi bintang film terkenal, dan bahwa ia mengenal semua bintang Hollywood yang sezaman dengannya. Tunggu saja sampai para wartawan mengetahui bahwa Miss Bainbridge akan menerbitkan otobiografinya!"
"Aku yakin penerbitan buku itu akan menggemparkan," kata William Tremayne mengejek. "Heran aku, di mana sih letak daya tarik para bekas bintang film itu? Tetapi sebagai orang bisnis aku tidak akan ragu-ragu untuk mengeruk keuntungan dari daya tarik itu."
"Miss Bainbridge bukanlah sekadar bekas bintang film," Beefy memprotes.
"Lalu sebutan apa yang kauanggap cocok bagi seseorang yang telah 30 tahun tidak bermain dalam sebuah film pun?" tanya pamannya.
"Menurut pendapatku ia merupakan pemain film legendaris," jawab Beefy.
"Apa bedanya?" tanya William Tremayne sambil meninggalkan keponakannya itu. Sesaat kemudian terdengar suara langkah kakinya mendaki tangga menuju lantai dua, di mana ruang kantornya berada.
Beefy termenung-menung. Wajahnya murung, seperti biasanya kalau kalah berdebat dengan pamannya.
"Apakah Anda sudah pernah bertemu dengan Madeline Bainbridge?" tanya Jupiter memecahkan keheningan.
"Kau pernah mendengar namanya?" tanya Beefy dengan heran. "Saya kira remaja-remaja zaman sekarang hanya tertarik pada Madonna dan Tom Cruise!"
"Saya penggemar film dan teater," Jupiter menjelaskan. "Saya pernah membaca beberapa artikel mengenai Miss Bainbridge. Pada masa mudanya ia sangat cantik, dan saya yakin bahwa ia seorang pemain film yang sangat berbakat. Namun ia memang kurang dikenal sekarang, soalnya baik di bioskop maupun di TV, film-filmnya tidak pernah diputar lagi."
"Sebetulnya, saya juga belum pernah bertemu langsung dengannya," kata Beefy. "Madeline Bainbridge tidak pernah meninggalkan rumahnya di dekat Malibu, dan ia juga tidak menerima tamu. Satu-satunya orang yang berhubungan langsung dengannya adalah Marvin Gray. Semua urusannya ditangani oleh manajernya itu.
"Apa yang kalian dengar dari Paman Will memang betul. Marvin Gray adalah bekas sopir Miss Bainbridge, tetapi sekarang ia sudah naik pangkat. Kelihatannya sih ia cukup menguasai persoalan-persoalan yang harus ia tangani.
"Kembali ke Madeline Bainbridge. Ketika berhenti sebagai pemain film 30 tahun yang lalu ia membeli semua negatif film-filmnya dari para bekas produsernya. Sekarang negatif-negatif itu disimpan di suatu tempat khusus di rumahnya. Marvin Gray pernah menyinggung bahwa Miss Bainbridge merencanakan untuk menjual negatif-negatif itu pada TV dalam waktu dekat ini. Kalau film-film itu jadi dijual, maka otobiografinya itu mungkin akan menjadi buku paling laris tahun ini."
Beefy tersenyum lebar ketika membayangkan kemungkinan itu. Ia meninggalkan ruangan administrasi dan segera menuju ke tangga. Jupe, Bob, dan Pete baru saja hendak meneruskan pekerjaan masing-masing, ketika mereka tiba-tiba dikejutkan oleh suara benturan yang disusul suara mengaduh.
"Pasti Beefy tersandung lagi," komentar Pete sambil tertawa geli. "Orangnya gagah, tapi sayang gerak-geriknya tidak terkoordinasi dengan baik."
Tak ada yang membantah pendapatnya itu. Anak-anak itu telah bekerja selama 3 minggu di kantor Amigo Press, dan mereka sudah mengetahui bahwa Beefy selalu saja tersandung ketika naik tangga.
Beefy memang berbadan tegap dan kekar. Dengan bahunya yang lebar, ia lebih cocok sebagai atlit daripada sebagai pemimpin perusahaan penerbitan. Namun sayang proporsi badannya kurang bagus. Anggota-anggota tubuhnya kelihatan agak tidak cocok satu sama lainnya. Kakinya agak pendek, sehingga kelihatan tidak seimbang dengan dadanya yang bidang. Hidung Beefy-yang memang sudah kecil-pernah patah, sehingga kelihatan pesek dan sedikit bengkok. Rambutnya yang pirang dipotong pendek, namun tetap berkesan berantakan. Pakaiannya selalu bersih dan disetrika dengan rapi, tetapi kelihatan agak kumal kalau dikenakannya. Beefy berpenampilan sederhana, namun enak dipandang. Ketiga pemuda itu menyukainya.
Setelah Beefy meninggalkan ruangan tadi, ketiga anak itu kembali melanjutkan pekerjaan mereka. Ketiga remaja itu bekerja pada sebuah meja panjang yang terdapat di salah satu sisi ruang administrasi. Mereka menyusun surat-surat menjadi tumpukan-tumpukan rapi.
Ketika mereka sedang sibuk bekerja, seorang pria berambut putih terburu-buru memasuki ruangan itu.
"Selamat pagi, Mr. Grear," kata Jupiter.
"Pagi, Jupe," balas pria itu. "Selamat pagi, Pete, Bob."
Mr. Grear adalah kepala bagian administrasi. Ia langsung menuju ke ruang kerjanya yang bersebelahan dengan tempat kerja anak-anak itu.
"Apakah Mr. William Tremayne sudah datang?" tanyanya. "Sudah," jawab Jupe. "Ia baru saja naik ke ruang kerjanya." "Saya harus segera menemuinya," ujar Mr. Grear sambil mengeluh.
Mr. Grear tidak menyukai William Tremayne. Bahkan kelihatannya seluruh staf Amigo Press tidak menyukainya. William Tremayne dianggap merampas kekuasaan atas perusahaan itu secara tidak sah dari tangan Beefy.
Amigo Press didirikan oleh ayah Beefy. Namun sebuah kecelakaan tragis mengakibatkan anak itu menjadi yatim-piatu ketika baru berumur 19 tahun. Sejak itu William Tremayne-lah yang menjalankan Amigo Press. Menurut
ketentuan pada surat ahli waris yang dibuat oleh ayahnya, Beefy baru berhak memimpin perusahaan itu setelah ia berumur 30 tahun. Sampai saat itu Amigo Press berada di bawah kekuasaan pamannya.
"Aku rasa ayahnya hanya bermaksud melindungi Beefy dan warisannya," Mr. Grear bercerita pada Jupiter, Pete dan Bob. "Pada waktu itu Beefy memang masih belum tahu apa-apa tentang dunia penerbitan. Malah dulu tidak ada yang menyangka kalau ia bakal tertarik untuk meneruskan usaha ayahnya.
"Ternyata Beefy memiliki bakat terpendam dalam bidang ini. Ia tahu betul jenis buku apa yang sedang digemari masyarakat. Saya yakin di bawah pimpinannya perusahaan ini akan maju pesat.
"Tetapi untuk sementara waktu kita terpaksa harus menerima kehadiran pamannya itu-setidak-tidaknya sampai bulan April mendatang, saat Beefy merayakan ulang tahunnya yang ke-30. Saya sebenarnya sudah tidak tahan dengan keadaan ini. Semua pengeluaran uang perusahaan harus mendapat persetujuan William Tremayne terlebih dahulu. Bayangkan, untuk membeli sejumlah pensil saja aku harus minta izin padanya!"
Mr. Grear nampak gusar. Ia selalu menjadi kesal jika bercerita mengenai William Tremayne. Begitu juga kali ini. Ketika Pete berangkat untuk mengantar surat-surat, Mr. Grear masih saja termangu-mangu di ruang kerjanya. Dengan murung ia menatap kertas-kertas di atas mejanya.
Amigo Press berkedudukan di Amigos Adobe, suatu bangunan berlantai dua yang bersejarah. Bangunan itu berada di Santa Monica, suatu kota kecil di California. Amigos Adobe terletak di pinggir Pacifica Avenue yang ramai, dan diapit oleh bangunan-bangunan perkantoran dan pertokoan yang lebih modern. Gedung itu dibangun sewaktu California masih berada di bawah kekuasaan Meksiko.
Bangunan yang terbuat dari tanah liat itu mempunyai dinding-dinding yang amat tebal, sehingga semua ruangan di dalamnya tetap sejuk, walaupun matahari musim panas bersinar terik. Terali besi dengan berbagai motif yang dipasang pada semua jendela di lantai dasar menjadikan penampilan bangunan itu sangat menarik.
Ketika Pete mengantar surat-surat, pertama-tama ia mampir di bagian pembukuan. Ruang tersebut berseberangan dengan ruang administrasi. Seorang pria setengah baya yang selalu berwajah masam mengepalai bagian ini. Ia mengawasi dua wanita yang bekerja dengan muka cemberut. Mereka sedang sibuk memencet tombol-tombol mesin hitung.
"Selamat pagi, Mr. Thomas," tegur Pete sambil meletakkan sejumlah surat pada meja kerja pria tadi.
Mr. Thomas merengut. "Letakkan surat-surat itu di meja sebelah sana!" hardiknya. "Sudah berulang kali saya beri tahu, tempat surat ada di sebelah sana! Kenapa belum mengerti juga, sih?"
"Sudah, biarkan saja, Thomas," sebuah suara berkata dari belakang Pete. Ternyata itu suara Mr. Grear. Ia berdiri di ambang pintu dan memandang ke arah Thomas. "Aku yakin Pete sudah mengerti. Jangan lupa, akulah yang bertanggung jawab atas pekerjaan anak ini. Kalau pekerjaannya tidak becus, lapor saja padaku. Biar aku yang menegurnya!"
Cepat-cepat Pete meninggalkan ruang itu. Ketika melewati Mr. Grear, ia mendengar bosnya menggerutu,
"Brengsek! Si Thomas itu selalu saja cari perkara. Dia takkan lama bekerja di sini. Aku heran, bagaimana dia bisa bertahan selama 5 tahun di perusahaan obat-obatan itu dulu."
Pete tidak berkomentar. Ia segera mengantar sejumlah surat untuk penerima tamu yang bekerja di ruang depan. Setelah menyampaikan surat-surat itu, Pete naik ke lantai dua. Ruang-ruang di situ dipergunakan oleh para editor, staf bagian produksi, dan staf artistik.
Akibat kejadian tadi, Mr. Grear dan Mr. Thomas tidak saling menegur sampai sore harinya, ketika mesin fotokopi yang ditempatkan di suatu sudut ruang administrasi tiba-tiba macet. Kejadian itu menimbulkan perdebatan sengit di antara mereka. Mr. Thomas dengan tegas minta agar mesin diperbaiki saat itu juga, sedangkan Mr. Grear mencoba menjelaskan bahwa tukang reparasi tidak mungkin datang sebelum besok pagi.
Kedua orang itu masih saling berdebat ketika Jupiter naik ke lantai dua untuk mengumpulkan surat-surat yang hendak dikirim. Sewaktu ia berhenti di depan meja kerja Nyonya Paulson, sekretaris Beefy itu menatapnya sambil tersenyum. Wanita itu berperawakan gemuk dan berwajah halus. Ia jauh lebih tua daripada Beefy. Sebelumnya ia sudah bekerja sebagai sekretaris ayah Beefy. Setelah menyerahkan sejumlah amplop pada Jupiter, wanita tadi mengalihkan pandangannya ke arah tangga, karena mendengar langkah seseorang yang sedang naik ke lantai dua.
"Anda sudah ditunggu-tunggu dari tadi," kata Nyonya Paulson pada pria yang kemudian muncul. "Silakan masuk," tambahnya sambil menunjuk ke arah pintu ruang kerja Beefy.
Jupiter menengok ke belakang. Seorang pria kurus berambut gelap, yang mengenakan stelan jas yang terbuat dari bahan gabardin, melewatinya dan masuk ke kantor Beefy.
"Itu Marvin Gray," Nyonya Paulson berkata dengan lembut. "Ia mengantarkan naskah Madeline Bainbridge." Wanita itu mendesah. "Seluruh hidupnya ia lewatkan dengan mengabdi pada Madeline Bainbridge. Romantis sekali, bukan?"
Sebelum Jupiter sempat berkomentar, Beefy telah melangkah keluar dan ruang kerjanya sambil membawa setumpuk kertas.
"Oh, Jupe, kebetulan sekali kau ada di sini," katanya. "Tolong bawa kertas-kertas ini dan buatkan fotokopinya. Karena ditulis dengan tangan, dan belum ada salinannya, maka Mr. Gray khawatir kalau terjadi apa-apa dengan naskah ini."
"Maaf, mesin fotokopinya lagi ngadat," kata Jupe. "Tapi saya bisa membawa naskah ini ke tempat fotokopi." Gray muncul di samping Beefy. "Jangan!" katanya dengan tegas. "Saya keberatan kalau naskah ini dibawa ke tempat fotokopi. Lebih baik disimpan di sini saja."
"Kami akan menjaganya dengan baik," ujar Beefy berjanji.
Gray mengangguk. "Baiklah," katanya. "Anda sudah menerima naskah itu. Apakah saya bisa menerima cek pembayarannya sekarang? Saya sedang terburu-buru karena masih ada urusan lain." "Cek?" tanya Beefy. "Maksudnya uang muka?"
"Ya, betul," jawab Gray. "Menurut perjanjian, Miss Bainbridge akan memperoleh $25.000,- pada saat naskahnya diserahkan pada Anda."
Beefy kelihatan bingung. "Mr. Gray, kami harus membaca naskah ini terlebih dahulu sebelum menyerahkan uang muka. Cek untuk Miss Bainbridge sama sekali belum kami siapkan."
"Oh, begitu," kata Marvin Gray, "tidak apa-apalah, tapi saya harap cek itu dapat disampaikan melalui pos." Tanpa berkata apa-apa lagi, Gray melangkah pergi dan menuruni tangga.
"Kelihatannya ia sudah tidak sabar menunggu uang muka itu diserahkan," kata Nyonya Paulson. "Ah, aku rasa ia hanya belum memahami seluk-beluk dunia penerbitan," ujar Beefy. "Mungkin ia tidak membaca kalimat tentang persyaratan penerimaan naskah pada kontrak kita."
Beefy kembali masuk ke ruang kerjanya, dan Jupiter pun turun ke ruang administrasi.
"Apakah kalian bersedia bekerja lembur malam ini?" tanya Mr. Grear ketika Jupiter memasuki ruangan itu. "Bagian penerbitan baru saja menyerahkan brosur-brosur yang harus dikirim pada langganan-langganan kita. Tapi sebelumnya, brosur-brosur itu masih harus dimasukkan ke dalam amplop-amplop. Besok pagi kiriman itu sudah harus dibawa ke kantor pos."
Ketiga remaja itu gembira karena memperoleh kesempatan untuk mendapatkan uang tambahan. Mereka menelepon ke rumah masing-masing di Rocky Beach untuk memberitahukan bahwa mereka akan pulang malam. Ketika para pegawai lain satu per satu mulai meninggalkan kantor, anak-anak itu langsung sibuk melipat-lipat dan memasukkan brosur-brosur itu ke dalam amplop-amplop. Pukul enam kurang seperempat Mr. Grear berangkat ke kantor pos untuk mengantar surat-surat yang harus dikirim hari itu juga.
"Nanti kalau pulang dari kantor pos saya akan membawakan beberapa potong ayam untuk makan malam kalian," katanya menjanjikan.
Setelah ia pergi, anak-anak kembali bekerja dengan giat. Angin sejuk berhembus memasuki ruangan melalui jendela yang terbuka. Tiba-tiba pintu ruangan itu terhempas dengan keras akibat tiupan angin tadi. Ketiga pemuda itu tersentak kaget, namun segera meneruskan pekerjaan mereka.
Pukul enam lewat seperempat, Bob berhenti bekerja sejenak karena mencium bau sesuatu. "Baunya seperti ada yang terbakar," katanya singkat.
Pete menatap pintu yang kini tertutup. Dalam keheningan di ruangan itu mereka dapat mendengar keramaian lalu lintas di Pacifica Avenue dengan jelas. Tapi di samping itu masih ada bunyi lain, suara gemuruh yang teredam oleh tembok-tembok tanah liat yang tebal itu.
Jupe mengerutkan dahi. Ia mendekati pintu tadi dan meraba-raba permukaannya. Kayunya terasa hangat. Ia menyentuh pegangan pintu, yang ternyata panas. Dengan hati-hati Jupe membuka pintu.
Seketika suara gemuruh tadi menjadi bertambah keras, sampai nyaris memekakkan telinga mereka.
"Astaga!" seru Pete terkejut.
Dengan segenap kekuatannya Jupiter mendorong pintu itu sampai menutup, lalu berbalik menghadap ke teman-temannya.
"Seluruh ruangan depan terbakar," katanya dengan wajah pucat pasi.
Dalam waktu singkat asap telah mulai menyusup masuk ke dalam ruangan melalui celah-celah di sekeliling pintu. Jupe berpegangan pada terali besi yang terpasang pada lubang jendela.
"Tolong!" ia berteriak dengan keras sambil mengguncangkan terali itu dengan sekuat tenaga. "Tolong, kebakaran!" Namun tak seorang pun mendengarnya. Terali besi itu pun tidak bergerak sama sekali.
Bob mengangkat sebuah kursi yang terbuat dari logam, dan menyorongkan kaki kursi itu melalui terali besi. Berdua dengan Pete ia mencoba untuk membengkokkan penghalang itu, namun tidak berhasil. Kursinya ternyata kalah kuat dengan terali besi itu!
"Percuma saja!" Jupiter berseru dari ruang kerja Mr. Grear. "Teleponnya juga mati, dan di sekitar sini tidak ada orang yang bisa mendengar teriakan kita."
Dengan terburu-buru ia menghampiri pintu yang menuju ke ruang depan. "Kita harus keluar dari sini, dan satu-satunya jalan adalah melalui pintu ini."
Ia berjongkok di depan pintu dan membukanya pelan-pelan. Gumpalan asap tebal segera memasuki ruangan itu. Bob dan Pete terbatuk-batuk. Kedua pemuda itu berlutut di belakang Jupiter, yang sedang berusaha mengintip ke ruang depan.
Ia hanya melihat asap tebal yang nyaris menghalangi pandangan. Asap itu bergulung-gulung dan memantulkan cahaya kemerah-merahan yang dipancarkan oleh lidah api yang menari-nari.
Untuk sesaat Jupiter berpaling dari pemandangan itu. Dengan susah payah ia berusaha menghirup udara. Sambil menahan napas ia lalu mencoba bergerak maju. Tetapi sebelum ia berhasil melewati ambang pintu, hembusan udara panas telah mendorongnya kembali. Serta-merta Jupe bergerak mundur dan membanting pintu.
"Tidak bisa," bisiknya pelan. "Tak seorang pun dapat melewati api itu. Kita terperangkap di sini!"

Bab 2
USAHA PENYELAMATAN

UNTUK beberapa saat ketiga remaja itu terdiam. Perasaan putus asa mulai muncul. Akhirnya Pete membuka suara.
"Aku yakin ada orang yang melihat gumpalan asap ini," katanya menghibur diri. Namun nada suaranya menunjukkan bahwa ia sendiri meragukan kebenaran ucapannya itu.
Dengan panik Jupe memandang ke sekelilingnya. Tiba-tiba ia melihat sesuatu yang mungkin dapat menjadi jalan keluar. Di bawah meja panjang tempat mereka melipat-lipat brosur-brosur tadi, ternyata terdapat sebuah pintu kolong.
"Pintu itu menuju ke suatu ruang bawah tanah," katanya sambil menunjuk ke arah kolong meja. "Mudah-mudahan udaranya lebih baik di situ."
Langsung saja mereka berusaha menarik meja itu menjauhi dinding. Dengan sekuat tenaga Pete mencoba membuka pintu tadi. Di bawahnya ternyata terdapat sebuah ruangan yang gelap-gulita. Lantai ruangan itu berada sekitar dua setengah meter di bawah lubang pintu. Udara di dalam ruangan itu terasa pengap dan lembab.
Anak-anak itu tidak berpikir lama-lama. Dengan berpegangan pada tepi lubang, Pete turun ke dalam ruangan itu. Setelah melepaskan pegangannya ia mendarat di bawah dengan selamat. Kedua rekannya segera mengikuti contohnya. Sesudah semuanya sampai di ruang bawah tanah, Bob memanjat ke bahu Pete dan menarik daun pintu sampai menutup.
Ketiga pemuda itu berdiri dalam kegelapan dan mencoba mendengarkan apa yang terjadi di atas. Gemuruh kobaran api tetap terdengar dengan jelas. Untuk sementara waktu mereka aman di dalam ruangan bawah tanah, namun bagaimanapun juga mereka harus secepatnya keluar dari bangunan yang sedang terbakar itu.
Dalam hati Jupe membayangkan bagaimana api menghanguskan seluruh lantai dua, kemudian mulai melahap atap bangunan itu. Seandainya atap itu runtuh, mereka bisa terkubur hidup-hidup di dalam ruangan bawah tanah itu.
Perasaan ngeri semakin mencekam mereka.
"He!" seru Pete tiba-tiba sambil menggenggam lengan Jupiter. "Kaudengar bunyi itu?" Raungan sirene mobil pemadam kebakaran terdengar di kejauhan. "Akhirnya datang juga," kata Bob.
"Mudah-mudahan mereka tidak terlambat sampai di sini," ujar Pete. "Lagi pula, apakah mereka tahu bahwa kita terperangkap di sini?"
Raungan sirene semakin mendekat. "Tolong!" pekik Pete. "Tolong!"
Dengan hati berdebar-debar ketiga remaja itu menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Rasanya mereka telah menunggu selama bertahun-tahun ketika akhirnya terdengar bunyi logam berderit dari ruangan di atas mereka. "Terali besi itu!" seru Bob. "Mereka sedang mencabut terali besi itu!"
Sesaat kemudian anak-anak itu mendengar semburan air mengenai lantai di atas mereka. Air kotor mulai mengalir dengan deras melalui celah-celah antara papan-papan lantai ruang atas, dan jatuh mengenai anak-anak yang terperangkap di ruang bawah tanah itu.
"Ya, Tuhan!" pekik Pete. "Kita bisa mati tenggelam! Stop, berhenti! Kami ada di bawah sini!"
Rupanya teriakannya itu terdengar oleh salah seorang petugas pemadam kebakaran, karena segera sesudahnya aliran air mulai berhenti.
"Cepat, bukakan pintu!" teriak Bob.
Tidak lama kemudian terdengar suara kayu yang saling bergesekan. Dalam sekejap pintu itu terbuka, dan seorang petugas pemadam kebakaran muncul di lubang pintu.
"Mereka ada di sini!" serunya pada petugas-petugas yang lain. "Aku telah menemukan mereka!"
Petugas tadi melompat ke bawah. Langsung saja ia mengangkat Bob dan mendorongnya menuju lubang pintu. Seorang petugas lain segera menarik tangan anak itu. Dalam sekejap Bob telah berada di atas.
"Cepat, lari ke jendela," perintah petugas yang telah menolongnya. Bob segera menurutinya.
Dugaan Bob ternyata tidak meleset. Terali besi pada salah satu jendela itu telah dicopot oleh para petugas pemadam kebakaran. Dua buah selang air dimasukkan lewat lubang jendela itu. Cepat-cepat Bob melompat keluar, ke gang sempit yang memisahkan Amigos Adobe dengan bangunan di sebelahnya.
Ia baru saja mencoba menghirup udara segar di luar bangunan, ketika Jupiter menyusulnya. Sesaat kemudian Pete muncul, diikuti oleh kedua petugas yang menolong mereka tadi.
"Jangan berhenti di sini!" seru salah seorang petugas. "Cepat lari, atap bangunan ini sebentar lagi akan runtuh!"
Anak-anak bergegas menuju jalan raya yang ternyata telah diblokir oleh mobil-mobil dinas pemadam kebakaran. Selang-selang air tergeletak di mana-mana.
"Mereka selamat!" seru Mr. Grear ketika Jupe, Pete, dan Bob muncul dijalan raya bersama kedua petugas itu. Ia segera berlari menyambut mereka. Tangannya masih menggenggam sebuah kantung kertas berisi ayam goreng.
"He, awas!" teriak seorang petugas. "Cepat mundur."
Mr. Grear mundur kembali ke massa penonton yang telah mulai berkumpul di sekitar tempat kejadian. Ketiga pemuda yang baru saja terlepas dari ancaman maut mengikutinya.
"Petugas-petugas itu tidak mengizinkanku untuk masuk mencari kalian," kata Mr. Grear dengan suara serak. "Aku telah menjelaskan bahwa kalian terperangkap di dalam, tetapi petugas-petugas itu tetap melarangku untuk masuk!"
"Jangan khawatir, Mr. Grear," kata Jupiter berusaha menenangkannya. "Kami semuanya selamat dan tidak cedera sedikit pun."
Jupe mengambil kantung kertas yang dipegang oleh Mr. Grear dan membimbing laki-laki itu menuju sebuah bangku di seberang jalan.
"Mr. Grear! Mr. Grear!" seseorang tiba-tiba memanggil.
Ketiga remaja itu menengok ke belakang dan melihat Mr. Thomas yang sedang berusaha menembus kerumunan penonton dengan susah payah.
"Mr. Grear, apa yang terjadi?" Mr. Thomas bertanya setelah berhasil menyusul. "Saya kebetulan sedang makan malam di suatu restoran yang tidak jauh dari sini, ketika melihat gumpalan asap. Saya merasa curiga dan langsung saja kemari. Apakah sudah diketahui dari mana api itu berasal?"
Sebelum Mr. Grear sempat menjawab, Beefy Tremayne datang dengan berlari, diikuti oleh pamannya. Agak tertinggal di belakang, Mrs. Paulson menyusul mereka.
"Mr. Grear, Anda cedera?" tanya Beefy dengan napas tersengal-sengal. "Dan bagaimana dengan kalian, ada yang terluka?" ujarnya kemudian, setelah melihat pakaian ketiga pemuda yang kotor dan basah.
"Tidak," jawab Pete. "Kami tidak mengalami cedera."
"Saya tidak sempat menghubungi Anda," kata Mr. Grear. "Soalnya saya tadi begitu cemas memikirkan nasib anak-anak ini."
"Saya mengerti," kata Beefy. "Kami melihat kepulan asap dari rumah, dan langsung saja datang kemari."
Tiba-tiba massa penonton berseru kaget. Para petugas pemadam kebakaran terlihat berlari menjauhi Amigos Adobe. Beberapa detik kemudian atap bangunan itu runtuh dengan suara gemuruh.
Walaupun Amigos Adobe masih berdiri dengan kokoh, namun para petugas kebakaran tidak lagi memperhatikan bangunan itu. Mereka kini mengarahkan selang-selang air pada dinding dan atap bangunan-bangunan di sekitar gedung kantor milik Beefy itu.
Ketika Jupe menatap wajah Mrs. Paulson, ia melihat bahwa wanita itu sedang menangis.
"Jangan terlalu terbawa emosi," kata Beefy dengan lembut. "Yang penting tidak ada yang cedera."
"Tapi bangunan itu merupakan peninggalan ayah Anda," kata Mrs. Paulson dengan tersedu-sedu. "Beliau begitu membanggakannya."
"Saya tahu," jawab Beefy dengan tenang. "Tapi bagaimanapun juga kita hanya kehilangan gedung kantor kita. Kita masih beruntung tidak ada korban jiwa." Pengusaha muda itu berhenti berbicara dan menatap ketiga pemuda itu dengan pandangan bertanya-tanya.
"Kamilah yang terakhir berada di kantor," Bob menjelaskan. "Tidak ada yang mengalami cedera."
"Itulah yang terpenting," kata Beefy sambil berusaha tersenyum. "Peristiwa ini tidak berarti bahwa Amigo Press harus gulung tikar. Kita masih punya percetakan serta gudang yang penuh dengan buku-buku yang siap dijual. Bahkan naskah Miss Bainbridge juga selamat!"
"Bagaimana mungkin?" tanya Mrs. Paulson seakan-akan tak percaya.
"Aku membawa pulang naskah itu karena ingin membacanya," jawab Beefy. "Untung saja, kalau tidak..." Ia tidak meneruskan kalimat itu. Tiba-tiba Beefy melihat seorang pria menyeberang jalan sambil membawa sebuah kamera video.
"Wah," kata Beefy melanjutkan pembicaraan. "Rupanya TV ikut meliput kebakaran ini. Kalau begitu saya harus cepat-cepat cari telepon umum."
"Untuk apa?" tanya William Tremayne dengan heran.
"Saya harus segera menelepon Marvin Gray," jawab keponakannya itu. "Saya harus memberi tahu dia bahwa naskah Miss Bainbridge tidak ikut terbakar, sebelum berita mengenai kebakaran ini disiarkan." Langsung saja Beefy berjalan menuju telepon umum yang terdapat dekat sebuah pompa bensin-tidak jauh dari tempat itu.
"He, kenapa orang itu?" tanya Jupiter tiba-tiba, ketika melihat seorang pria mendekati mereka dengan langkah gontai. Wajah orang itu amat pucat. Darah segar mengalir dari luka di dahinya.
Jupiter segera bergegas mendekat ketika melihat pria itu jatuh pingsan dan terjerembab di jalanan. Sambil berlari, Jupe memanggil seorang petugas pemadam kebakaran.
Petugas itu langsung memberikan pertolongan pertama. Dua petugas polisi membantunya. Dengan hati-hati mereka membalikkan badan pria tadi sehingga terlentang dan dengan cekatan memeriksa lukanya.
"Saya kenal orang ini," kata seorang wanita yang berdiri di antara orang-orang yang dengan cepat berkumpul di sekitar tempat itu. "Ia bekerja di gedung itu," lanjutnya sambil menunjuk ke arah Film Craft Laboratoryyang berdiri di samping sisa-sisa Amigos Adobe. "Saya sering melihatnya keluar-masuk bangunan itu."
Salah seorang polisi berdiri dan berkata pada rekannya,
"Saya akan memanggil ambulans, kemudian kita akan memeriksa laboratorium itu. Kelihatannya ada yang tidak beres. Sayang orang ini tidak bisa memberikan keterangan apa-apa."

Bab 3
BENCANA BERUNTUN

PERISTIWA kebakaran yang menimpa Amigos Adobe ternyata hanya disinggung secara singkat dalam siaran berita terakhir malam itu. Jupiter menonton acara itu bersama-sama Bibi Mathilda dan Paman Titus. Ia memang tinggal bersama paman dan bibinya itu.
Besoknya Jupe bangun pagi-pagi. Ia segera menuju pesawat TV dan menghidupkannya untuk menyaksikan acara Los Angeles Now, suatu mata acara yang menyajikan sari berita dari peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam 24 jam terakhir di sekitar kota Los Angeles.
"Belum puas juga kau melihat berita mengenai kebakaran itu?" tanya Bibi Mathilda sambil geleng-geleng. "Kalian hampir celaka tadi malam."
Jupe duduk di depan pesawat TV dan mereguk air jeruk yang telah disediakan oleh bibinya.
"Mungkin ada berita mengenai pria itu," jawabnya singkat.
"Maksudmu pria yang pingsan di jalanan itu?" tanya Bibi Mathilda. "Ya, aku juga ingin tahu siapa dia sebenarnya."
Wajah Fred Stone, pembawa acara Los Angeles Now, muncul di layar TV. Ia nampak serius ketika menyampaikan laporan mengenai peristiwa kebakaran itu.
"Dua peristiwa menghebohkan telah terjadi di Santa Monica kemarin malam," katanya. "Kebakaran besar terjadi di Amigos Adobe, suatu bangunan bersejarah yang terletak di Pacifica Avenue. Api yang mulai berkobar sekitar pukul 18.00 menghabiskan bangunan yang dipergunakan sebagai kantor perusahaan Amigo Press beserta seluruh isinya."
Wajah penyiar itu menghilang dari layar TV, digantikan oleh pemandangan reruntuhan Amigos Adobe yang masih berasap.
Suara Fred Stone kembali terdengar.
"Pada saat kebakaran berlangsung, semua pegawai Amigo Press telah meninggalkan kantor itu, kecuali tiga karyawan muda yang terperangkap di suatu ruangan bawah tanah. Ketiga pemuda itu dapat diselamatkan oleh petugas pemadam kebakaran, sehingga peristiwa tersebut tidak menimbulkan korban jiwa. Kerugian yang diderita Amigo Press ditaksir sekitar setengah juta dolar.
"Pada saat yang sama telah terjadi pencurian pada perusahaan Film Craft Laboratories, yang bergerak dalam bidang perbaikan film-film kuno. Perusahaan tersebut menempati suatu gedung perkantoran yang bersebelahan dengan Amigos Adobe.
"Para perampok memasuki bangunan perkantoran itu antara pukul 17.00 dan 18.00 kemarin sore. Mereka berhasil membawa hampir seratus gulungan film berisi negatif-negatif dan semua film yang pernah dibintangi oleh Madeline Bainbridge. Miss Bainbridge, bekas bintang film terkenal itu, baru saja menjual negatif-negatif tersebut pada perusahaan Video Enterprises, yang antara lain juga memiliki stasiun TV swasta ini, yaitu KLMC."
Wajah Stone kembali muncul pada layar TV.
"Seorang pegawai laboratorium itu sampai saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Santa Monica. John Hughes sedang bekerja lembur ketika pencuri-pencuri itu beraksi. Ia menderita luka-luka pada kepala akibat penganiayaan para penjahat, namun masih sanggup keluar ke jalan raya, di mana ia akhirnya jatuh pingsan. Hughes akan dimintai keterangan oleh polisi, segera setelah kondisinya mulai membaik.
"Sampai saat ini belum diketahui apakah kedua peristiwa tersebut saling berkaitan, namun dinas kepolisian Santa Monica sudah mulai mengadakan penyelidikan."
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki di teras. Sesaat setelah itu sebuah bel berdering. Dengan gesit Jupiter bangkit dari tempat duduknya dan bergegas menuju pintu. Ternyata Pete dan Bob yang datang.
"Kau lagi nonton TV?" tanya Pete setelah dipersilakan masuk. "Aku lihat siaran berita pertama tadi pagi. Para penjahat yang menghajar orang itu ternyata membawa sejumlah film dari laboratorium itu."
"Film-film yang dibintangi oleh Madeline Bainbridge," tambah Bob. "Aneh sekali, bukan?"
"Aku rasa kedua kejadian itu saling berkaitan," ujar Jupiter mengemukakan pendapatnya sambil berjalan menuju tempat duduknya di depan pesawat TV, di mana Fred Stone telah kembali muncul. Ia sedang melaporkan perkembangan terakhir dari peristiwa pencurian film itu.
"Pagi ini seorang penelepon gelap telah menghubungi Charles Davie, pemilik perusahaan Video Enterprises," kata Stone. "Orang itu memberitahunya bahwa film-film itu hanya akan dikembalikan apabila pemiliknya menyediakan uang tebusan sebesar seperempat juta dolar. Sampai saat ini Charles Davie belum memberikan pernyataan mengenai kesediaan perusahaannya untuk menebus film-film yang oleh para kritikus seni dianggap sebagai tak ternilai itu."
"Hebat!" seru Pete. "Para penjahat itu ternyata minta uang tebusan!"
Fred Stone meneruskan siarannya.
"Menyusul peristiwa perampokan itu, stasiun TV KLMC segera mengirim seorang reporter untuk mewawancarai Marvin Gray, yang telah bertahun-tahun bekerja sebagai manajer Miss Bainbridge. Berikut ini Anda akan menyaksikan rekaman wawancara itu."
Fred Stone menghilang dari layar TV. Sesaat kemudian Jupiter dan teman-temannya menyaksikan seorang pria setengah baya muncul pada layar TV. Pria itu sedang duduk di depan sebuah tempat perapian sambil memegang sebuah mikrofon dengan tangan kanannya.
"Selamat malam, Para pemirsa," katanya sambil menatap ke arah kamera. "Di sini Jefferson Long, reporter kriminal stasiun TV KLMC. Saya sedang berada di kediaman Madeline Bainbridge di dekat Malibu.
"Malam ini Marvin Gray, teman lama dan orang kepercayaan Madeline Bainbridge, akan memberi komentar mengenai film-film yang hilang dalam kasus pencurian di perusahaan Film Craft Laboratories. Mungkin juga kita akan mendengar sedikit penjelasan mengenai Madeline Bainbridge dan karya-karyanya, yang saya yakin belum dilupakan sampai saat ini."
Kamera berputar dan kini penonton dapat melihat Marvin Gray. Ia nampak kurang meyakinkan di samping Jefferson Long yang berbadan tinggi besar. Walaupun demikian, Gray tersenyum terus-menerus, seakan-akan meremehkan lawan bicaranya itu.
"Saya yakin Anda belum melupakan Miss Bainbridge," kata Gray membuka percakapan. "Kalau tidak salah, Anda dulu juga seorang pemain film. Anda pernah berperan sebagai Cotton Mather dalam film yang berjudul The Salem Story, film terakhir yang dibintangi oleh Madeline Bainbridge. Itu peran Anda yang pertama, bukan?"
"Eh, betul," jawab Jefferson Long dengan gugup. "Tapi..."
"Juga peran Anda yang terakhir," ujar Gray memotong kalimat lawan bicaranya.
"Ah, kenapa ia harus mengemukakan hal-hal pribadi seperti itu?" tanya Bibi Mathilda yang ikut menyaksikan acara itu. "Aku mendapat kesan manajer Miss Bainbridge itu tidak menyukai Jefferson Long." "Siapa tahu memang begitu," kata Jupiter.
Jefferson Long nampak gelisah di layar TV. Tanpa berbasa-basi lagi ia memulai wawancaranya dengan Marvin Gray.
"Saya yakin bahwa Miss Bainbridge sangat terkejut ketika mengetahui peristiwa pencurian itu," katanya, "namun sebenarnya kami berharap dapat bertemu langsung dengannya."
"Miss Bainbridge tidak ingin diwawancarai," jawab Marvin Gray. "Ia memang sangat terpukul oleh kabar buruk itu. Dokter mengharuskannya untuk beristirahat."
"Tentu saja," kata Long. "Mr. Gray, sejak Miss Bainbridge mengundurkan diri dari dunia perfilman, karya-karyanya tidak pernah dipertontonkan lagi di depan publik. Apa yang kini mendorongnya untuk menjual film-film itu pada TV?"
Marvin Gray tersenyum.
"Tiga puluh tahun yang lalu, para produser tidak menyadari bahwa film-film bioskop akan dapat menarik minat penonton apabila disiarkan melalui TV," katanya menjelaskan. "Tetapi Madeline Bainbridge telah menyadari hal itu. Sejak dulu ia telah yakin bahwa TV mempunyai masa depan yang gemilang."
"Apakah Miss Bainbridge sering menyaksikan acara-acara di TV?" tanya Long.
"Tidak. Ia tidak tertarik pada acara-acara itu. Tetapi tiga puluh tahun yang lalu, Miss Bainbridge telah meramalkan bahwa TV akan berkembang dengan pesat. Karena itu ia membeli semua film yang pernah dibintanginya, dengan rencana untuk menjualnya kembali pada suatu waktu. Tiga minggu lalu Miss Bainbridge memutuskan bahwa saatnya telah tiba. Ia menandatangani suatu perjanjian dengan Video Enterprises, dan menyerahkan hak-hak atas film-film itu pada perusahaan tersebut. Pihak Video Enterprises telah mengambil negatif-negatif itu tadi pagi, untuk kemudian diperiksa dan diperbaiki apabila perlu."
"Berarti sebenarnya stasiun TV KLMC yang rugi kalau film-film itu tidak dapat diperoleh kembali," ujar Long.
"Betul, tetapi sebenarnya peristiwa pencurian itu merupakan suatu kerugian besar bagi dunia seni. Anda tentu sependapat bahwa Miss Bainbridge merupakan salah seorang aktris terbaik sepanjang zaman. Ia telah memainkan sejumlah peranan yang patut dikenang sepanjang masa, antara lain Cleopatra, Joan d'Arc, Catherine The Great, dan Helen of Troy. Semuanya akan hilang untuk selama-lamanya apabila film-film tersebut tidak dapat diperoleh kembali."
"Hal tersebut akan merupakan suatu bencana," kata Long. "Dan ini semua disebabkan oleh suatu tindak kejahatan yang nekat. Saya berharap agar kedua pelaku kejahatan itu dapat ditangkap secepat mungkin, dan agar film-film itu dapat diperoleh kembali dalam keadaan utuh."
Kamera kini mendekati Jefferson Long yang sedang memandang ke arah penonton.
"Para pemirsa yang terhormat, demikianlah wawancara kami dengan Marvin Gray, manajer Madeline Bainbridge. Kita semua mengharapkan agar film-film itu dapat ditemukan kembali dalam waktu singkat. Terima kasih atas perhatian Anda, dan selamat malam."
Wajah Long menghilang dari layar, dan Jupiter segera mematikan pesawat TV itu.
"Aku curiga rangkaian peristiwa yang telah terjadi hanya merupakan suatu rencana yang telah disusun oleh Marvin Gray," kata Jupiter sambil mengerutkan dahi. "Pemberitaan bertubi-tubi ini merupakan iklan gratis bagi otobiografi Madeline Bainbridge yang akan diterbitkan oleh Amigo Press.
"Tetapi anehnya, Marvin Gray sama sekali tidak menyinggung buku itu dalam wawancara TV tadi, padahal dengan demikian ribuan penonton akan mengetahui bahwa otobiografi Miss Bainbridge akan segera beredar. Lagi pula pegawai laboratorium film itu benar-benar terluka."
Sebelum Jupiter dapat menarik suatu kesimpulan, semua orang yang berada dalam ruangan TV dikejutkan oleh suara gaduh yang berasal dari teras.
Segera saja Jupe berlari ke pintu. Ketika membukanya, ia melihat Beefy Tremayne sedang menggosok-gosok tulang keringnya.
"Maaf, Jupe," katanya sambil meringis menahan sakit. "Aku tersandung pot bunga itu."
Dengan langkah pincang Beefy memasuki ruang tamu.
"Jupe, aku membutuhkan bantuan kalian," katanya dengan suara serak.
Jupiter segera melihat lingkaran-lingkaran hitam di bawah mata tamunya itu.
"Aku membutuhkan jasa detektif," ujar Beefy lebih lanjut. "Worthington mengatakan bahwa kalian hebat. Mudah-mudahan kalian dapat membantuku. Masalahnya, Paman Will tidak mau mengeluarkan uang untuk menyewa detektif."
Bob dan Pete memandang Beefy dengan rasa ingin tahu. "Ada apa sebenarnya?" tanya Jupiter.
"Naskah Miss Bainbridge," jawab Beefy dengan lemas. "Naskah itu hilang dicuri!"

Bab 4
PENCURIAN AJAIB

BEEFY langsung saja mengajak Trio Detektif untuk pergi ke Los Angeles, di mana ia bersama pamannya menempati sebuah apartemen. Tempat tinggalnya itu berada di lantai sembilan sebuah gedung pencakar langit yang amat modern. Ketika mereka memasuki apartemennya itu, William Tremayne sedang tidur-tiduran di sofa sambil mengisap cerutu. Dengan gaya acuh tak acuh ia mengepulkan asap, seakan-akan tidak mengetahui kehadiran keponakannya bersama ketiga remaja itu. Baru setelah semuanya terdiam untuk beberapa saat, William Tremayne membuka suara.
"Pokoknya aku tidak mau membuang-buang waktu untuk mengurusi naskah itu," katanya dengan kesal. "Aku yakin bahwa kau lupa di mana kau menyimpan naskah itu. Naskah itu pasti masih ada di sini. Coba kaucari dengan sungguh-sungguh!"
"Baiklah, kuakui bahwa aku memang sering kali bertindak ceroboh," jawab Beefy Tremayne. "Aku memang sering menjatuhkan atau menyenggol barang tanpa sengaja. Tetapi dalam hal-hal yang menyangkut pekerjaan, aku cukup teliti. Aku tidak mungkin menghilangkan naskah itu begitu saja!"
"Pokoknya aku tetap berpendapat bahwa kita tidak memerlukan gerombolan detektif amatiran ini," tambah Paman Will, "mereka hanya akan mengotori rumah saja dengan peralatan-peralatan mereka yang aneh-aneh!"
"Kami tidak menggunakan peralatan yang aneh-aneh," sergah Jupiter.
"Syukurlah kalau begitu," kata William Tremayne sambil menghembuskan asap cerutunya. Kemudian ia melanjutkan,
"Eh, Beefy, sewaktu kau menjemput teman-temanmu ini, seorang petugas asuransi datang kemari. Ia mencari keterangan mengenai peristiwa kebakaran di Amigos Adobe. Sikapnya betul-betul menjengkelkan. Rupanya ia menduga bahwa akulah yang mendalangi kebakaran itu untuk memperoleh uang ganti rugi dari perusahaan asuransi!"
"Tapi, Paman, orang itu hanya menjalankan tugasnya!" kata Beefy.
"Memang, tapi itu bukan alasan untuk bersikap seakan-akan aku hendak merampas uang mereka!" jawab William Tremayne dengan ketus. "Mudah-mudahan saja tidak ada masalah dalam pembayaran uang ganti rugi. Kita memerlukan uang banyak untuk mencari gedung kantor baru dan mulai bekerja lagi."
"Sebenarnya sekarang juga aku bisa mulai bekerja," ujar Beefy, "asal saja naskah itu dapat kutemukan."
"Maka dari itu cari dong!" tukas pamannya.
"Sudah kucari di mana-mana, tapi tidak ada!"
"Beefy, apakah kau keberatan kalau kami mencari naskah itu sekali lagi?" tanya Jupiter. "Bukannya kami tidak percaya, tetapi tidak ada salahnya kalau kami meyakinkan diri, bukan?"
"Silakan, jangan ragu-ragu," jawab Beefy. Ia duduk dan memandang ke arah pamannya. Ketiga pemuda itu memeriksa setiap sudut dalam apartemen itu, namun tanpa hasil.
"Ternyata memang tidak ada di sini," kata Jupiter akhirnya. "Kalau begitu, mari kita mulai dari awal. Kapan kau terakhir kali melihat naskah itu?"
Bob duduk di samping Beefy dan mengeluarkan buku catatannya.
"Kemarin malam," jawab Beefy setelah berpikir sejenak, "sekitar pukul 21.30. Aku mengeluarkan naskah itu dari tas dan membacanya. Namun peristiwa kebakaran itu terus saja terbayang, sehingga aku tidak dapat berkonsentrasi. Untuk menenangkan pikiran, akhirnya aku memutuskan untuk berenang saja. Aku meletakkan naskah itu di atas meja makan, ganti pakaian, lalu pergi ke kolam renang di bawah."
"Apakah Anda berada di rumah pada saat itu?" tanya Jupe pada William Tremayne.
Paman Beefy itu menggeleng, kemudian berkata,
"Saya main kartu dengan beberapa teman saya tadi malam. Baru sekitar pukul 02.00 saya kembali ke rumah."
"Dan ketika kau kembali dari kolam renang, naskah itu sudah tidak ada." Jupe kembali berkata pada Beefy. "Apakah kau mempunyai kebiasaan meninggalkan apartemen ini tanpa mengunci pintu?"
"Tidak," jawab Beefy. "Aku bisa memastikan bahwa pintunya dalam keadaan terkunci waktu aku pergi berenang. Sebab ketika selesai berenang, aku terpaksa memanggil petugas pengurus bangunan untuk membukanya agar bisa masuk, soalnya aku lupa membawa kunci."
Jupe berjalan menuju pintu itu dan membukanya. Dengan cermat ia mengamati kunci pintu itu.
"Tidak ada tanda-tanda bahwa pintu ini dibuka dengan paksa," katanya sambil mengerutkan dahi. "Apartemen ini berada di lantai sembilan, jadi tidak mungkin orang bisa masuk dengan cara memanjat melalui jendela yang terbuka. Oleh karena itu aku menarik kesimpulan bahwa maling itu juga memiliki kunci untuk membuka pintu ini."
Beefy menggeleng dan berkata,
"Tidak ada yang mempunyai kunci lain kecuali petugas pengurus bangunan itu, tetapi aku tidak percaya bahwa dia terlibat dalam kejadian ini. Orang itu sudah bertahun-tahun bekerja di sini, dan selama itu tidak pernah ada kasus pencurian."
Bob berhenti menulis sejenak.
"Jadi hanya kau, pamanmu, dan petugas itu yang memegang kunci?" tanyanya.
"Sebenarnya masih ada satu kunci lagi," jawab Beefy. "Aku menyimpannya di laci meja tulisku di kantor, sebagai cadangan kalau kehilangan kunci. Tetapi aku rasa kunci itu ikut terbakar tadi malam."
"Barangkali," gumam Jupe. Ia menutup pintu apartemen itu, lalu berjalan menuju jendela yang terbuka. Dengan hati-hati ia melihat ke arah kolam renang yang berada jauh di bawah. "Seseorang telah memasuki apartemen ini, suatu hal yang tidak mudah dilakukan, karena pintunya terkunci. Ia melihat naskah Madeline Bainbridge tergeletak di atas meja makan, mengambilnya, lalu keluar dari sini tanpa diketahui oleh siapa pun juga. Pertanyaannya sekarang, bagaimana hal itu dapat dilakukannya?"
Pete mendekati Jupiter yang masih berdiri di dekat jendela.
"Aku tahu," katanya setelah mengamati keadaan di luar, "orang itu mendarat di atap bangunan ini dengan menggunakan sebuah helikopter kecil. Dengan menuruni tali yang diikatkan pada suatu benda di atap, maling itu berhasil memasuki apartemen melalui jendela terbuka. Itulah satu-satunya jawaban yang masuk akal!"
"Kenapa tidak pakai sapu terbang sekalian?" tanya Paman Will mengejek. "Itu cocok dengan dugaan kalian bahwa maling itu masuk melalui jendela. Lagi pula dengan demikian kita bisa memastikan bahwa pencurian itu hanya mungkin dilakukan oleh seorang tukang sihir! Jadi kasus ini bisa kita anggap selesai, mudah bukan?"
Mendengar ucapan pamannya itu, Beefy tiba-tiba bangkit dari kursinya.
"Tukang sihir!" serunya dengan keras. "Ini betul-betul aneh!"
"Apanya yang aneh?" tanya pamannya. "Apakah kau lebih percaya pada teori helikopter itu?"
"Bukan, bukan itu maksudku," jawab Beefy cepat-cepat. "Aku hanya tiba-tiba teringat sesuatu. Sebelum turun ke kolam renang tadi malam, aku sudah sempat membaca sebagian naskah itu. Ternyata Miss Bainbridge bercerita mengenai kejadian-kejadian aneh yang berhubungan dengan orang-orang Hollywood pada zamannya. Pada salah satu bab ia menceritakan suatu jamuan malam yang diadakan oleh Alexander de Champley, seorang sutradara terkemuka pada masa itu. Menurut Miss Bainbridge, de Champley itu seorang dukun sihir ilmu hitam. Miss Bainbridge juga menulis bahwa sutradara itu memakai sebuah kalung keramat milik Simon Magnus."
Beefy mengambil sebuah bolpen dari kantung bajunya dan membuat sebuah sketsa pada secarik kertas.
"Di dalam naskah Miss Bainbridge ada gambar kalung itu," katanya. "Bentuknya menyerupai sebuah bintang bergigi lima. Menurut Miss Bainbridge, kalung itu terbuat dari emas dan dikelilingi oleh batu-batu permata. Aku pernah mendengar nama Simon Magnus itu. Ia adalah seorang dukun sihir pada zaman Romawi Kuno. Menurut kepercayaan orang-orang pada masa itu, ia memiliki kemampuan untuk terbang."
"Luar biasa," ujar Paman Will. "Jadi teman lama Miss Bainbridge itu mengenakan kalung keramat milik Simon Magnus, terbang melalui jendela ini, dan mengambil naskah itu supaya kita tidak mengetahui bahwa ia seorang tukang sihir yang jahat."
"Seandainya memang ada yang dapat melakukannya, maka orang itu pasti bukan Alexander de Champley," kata Jupe dengan gaya menggurui. "De Champley telah meninggal lebih dari 10 tahun yang lalu." Sambil berpaling pada Beefy, penyelidik pertama itu kembali bertanya, "Apakah masih ada cerita-cerita serupa dalam naskah itu?" Beefy menggeleng.
"Aku tidak tahu," jawabnya, "aku baru baca sampai di situ. Tapi mungkin saja Miss Bainbridge menceritakan rahasia-rahasia orang-orang terkenal dalam naskah otobiografinya itu."
"Mungkin itu sebabnya naskah itu tiba-tiba hilang," kata Jupe. "Salah seorang yang disebut dalam naskah itu ingin mencegah agar jangan sampai diterbitkan!"
"Tapi bagaimana orang itu tahu bahwa aku membawa pulang naskah itu?" tanya Beefy heran.
"Mudah saja," jawab Jupe. Ia berjalan mondar-mandir sambil mengerutkan dahi. Teman-temannya segera mengerti bahwa ia sedang berkonsentrasi penuh.
"Beefy, semalam kau menelepon Marvin Gray untuk memberitahukan bahwa naskah itu selamat. Tentu saja ia kemudian menceritakan hal itu pada Miss Bainbridge. Jadi sekurang-kurangnya ada dua orang selain kita yang tahu bahwa naskah itu tidak ikut terbakar. Mungkin saja salah seorang di antara mereka kemudian menceritakan hal itu pada seorang temannya, bukan?"
"Aku dapat memastikan bahwa bukan Miss Bainbridge yang menyebarkan berita itu," kata Beefy. "Menurut Marvin Gray, wanita itu tidak pernah menggunakan telepon. Tetapi mungkin saja Gray memberi tahu orang lain tanpa memikirkan akibat-akibat yang mungkin terjadi. Oh ya, selain Gray, masih ada sekretaris pribadi Miss Bainbridge. Namanya Clara Adams. Mungkin dialah yang memberitahukan hal itu pada orang lain."
"Mungkin saja," kata Jupe. "Beefy, apakah kau dapat menghubungi Miss Bainbridge untuk mengadakan wawancara? Kita perlu tahu siapa saja yang disebut dalam naskah itu."
"Aku rasa hal itu tidak mungkin," ujar Beefy. "Madeline Bainbridge tidak pernah menerima tamu. Selama ini aku hanya berurusan dengan Marvin Gray."
"Kalau begitu hubungi Gray saja," desak Jupiter. "Ia pasti sudah membaca naskah itu."
Beefy mengeluh panjang, kemudian berkata,
"Tapi aku tidak mau menemui Gray sekarang-sekarang ini. Ia pasti akan menagih uang mukanya, tetapi aku tidak bisa memberikannya sebelum membaca naskah itu. Lagi pula kalau Gray tahu bahwa naskah itu hilang, bisa-bisa ia kena serangan jantung! Masalahnya, naskah itu belum sempat difotokopi."
"Ya jangan singgung soal itu," kata Jupe memberikan nasihat. "Katakan saja bahwa cerita-cerita mengenai orang-orang terkenal dalam naskah itu mungkin akan menimbulkan kesulitan. Mereka bisa saja menuntut karena merasa nama baik mereka dicemarkan. Karena itu kau harus berkonsultasi dulu dengan pengacaramu. Tanyakanlah apakah Miss Bainbridge memiliki bukti-bukti yang dapat memperkuat ceritanya itu, dan apakah ia masih berhubungan dengan teman-teman lamanya."
"Aku tidak sanggup," kata Beefy. "Aku pasti salah omong. Gray pasti langsung tahu bahwa ada yang tidak beres." "Kalau begitu ajak Jupe saja," usul Pete. "Ia sangat ahli dalam memperoleh informasi dari lawan bicaranya. Orang-orang itu bahkan tidak menyadari bahwa Jupe sedang mengorek keterangan dari mereka." Beefy memandang Jupiter dengan mata terbelalak. "Kau dapat melakukan hal itu?" tanyanya seakan-akan tidak percaya. "Biasanya tidak ada kesulitan," jawab anak itu. "Baiklah kalau begitu."
Beefy mengeluarkan sebuah buku catatan kecil dan berjalan menuju pesawat telepon.
"Kau mau menelepon siapa?" tanya pamannya.
"Marvin Gray! Aku dan Jupe akan mengunjunginya nanti sore!"

Bab 5
PEPOHONAN ANGKER

"WORTHINGTON bercerita bahwa kalian selalu membagi-bagi tugas," kata Beefy pada Jupiter, sambil melarikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Mereka berdua sedang melaju ke arah utara di Coast Highway, suatu jalan bebas hambatan yang menyusuri garis pantai.
Sambil menyalip sebuah truk, Beefy kembali berkata,
"Worthington bilang bahwa Bob ahli dalam melakukan riset, dan bahwa Pete menangani tugas-tugas yang membutuhkan tenaga besar. Dan kau, katanya, mampu memecahkan sebuah kasus berdasarkan beberapa petunjuk saja. Ia juga mengatakan bahwa pengetahuan umummu sangat luas."
"Aku memang suka membaca," kata Jupiter, "dan untungnya, aku dapat mengingat sebagian besar dari semua yang pernah kubaca."
"Kau memang beruntung," kata Beefy. "Jarang ada yang memiliki bakat seperti itu."
Beefy mengurangi kecepatan mobilnya dan keluar dari Coast Highway. Ia lalu mengarahkan kendaraannya menuju suatu jalan kecil yang melewati Malibu, suatu daerah permukiman mewah yang terletak di lereng bukit dan menghadap ke laut.
Dengan cekatan Beefy memindahkan gigi persneling ketika jalanan mulai menanjak. Sambil berkonsentrasi penuh, ia mengemudikan mobilnya melewati tikungan-tikungan tajam. Lima menit kemudian ia kembali mengerem. Mereka meninggalkan jalan aspal yang berkelok-kelok tadi, dan memasuki suatu jalan berkerikil. Setelah meneruskan perjalanan sejauh kurang lebih 1/2 kilometer, mereka tiba di sebuah gerbang antik. Sebuah papan nama yang terpasang di atas pintu gerbang itu menunjukkan bahwa mereka telah mencapai Halfmoon Ranch tempat kediaman Madeline Bainbridge.
"Ternyata tempat tinggal Miss Bainbridge tidak semewah yang kukira," kata Beefy.
"Bayanganku tentang rumahnya juga keliru," Jupe menimpali. "Selama ini, aku menduga bahwa semua bintang film hidup dalam istana-istana mewah yang dipagari tembok setinggi 3 meter, tapi coba lihat ini, gerbangnya saja tidak terkunci!"
Dengan sigap Jupe turun dari mobil dan membuka pintu gerbang itu. Setelah kendaraan Beefy melewati pintu, ia menutupnya kembali, dan naik ke mobil lagi. Dengan pelan Beefy mengemudikan mobilnya menuju rumah Miss Bainbridge, melewati pohon-pohon jeruk yang tumbuh di kiri-kanan jalur mobil.
"Janggal rasanya bahwa Gray tidak menyinggung soal penjualan film-film Miss Bainbridge ketika ia menyerahkan naskah itu kemarin," kata Jupe.
Beefy mengangguk.
"Memang," jawab pengusaha muda itu. "Padahal penjualan film itu akan sangat mempengaruhi minat orang-orang terhadap otobiografi Madeline Bainbridge."
"Apakah Gray yang memilih Amigo Press untuk penerbitan buku itu?"
"Aku tidak tahu pasti," jawab Beefy. "Ketika Gray menghubungiku kira-kira 6 minggu yang lalu, ia hanya mengatakan bahwa Miss Bainbridge hendak menerbitkan otobiografinya. Tetapi aku tidak bertanya mengapa ia memilih Amigo Press sebagai penerbit."
Mobil Beefy telah melewati pohon-pohon jeruk tadi. Mereka kini mendekati sebuah rumah besar berwarna putih. Marvin Gray telah menanti di teras.
"Selamat sore," sapa Gray sewaktu Beefy turun dari mobilnya. Ketika Jupiter menyusul, Gray menatap anak itu dengan pandangan curiga.
"Saudara siapa?" tanyanya dengan nada tidak senang.
Buru-buru Beefy menyampaikan cerita karangan yang telah dipersiapkan oleh Jupiter untuknya.
"Mr. Gray, perkenalkan, ini Jupiter Jones, saudara sepupu saya," katanya dengan wajah yang mulai memerah. Kelihatan sekali bahwa Beefy tidak biasa berbohong. Dengan gugup ia menambahkan,
"Anda telah bertemu dengannya sewaktu datang ke kantor kemarin. Ia sedang mempelajari liku-liku dunia penerbitan. Di samping itu, Jupiter juga seorang penggemar film-film kuno. Anda tidak keberatan bahwa saya mengajaknya kemari, bukan?"
"Tidak," jawab Gray singkat. "Tetapi terus terang saya agak terkejut ketika mendengar bahwa Anda hendak datang ke sini. Bukankah masih banyak urusan yang lebih penting setelah kebakaran semalam itu?"
"Daripada duduk-duduk sambil menyesali nasib, lebih baik saya menyibukkan diri," kata Beefy.
Gray mengangguk. Ia berbalik dan mengajak tamunya masuk ke dalam rumah. Namun kemudian ia berubah pikiran dan mempersilakan mereka untuk mengambil tempat duduk di teras.
"Mr. Gray," kata Beefy mengawali pembicaraan, "saya menghubungi Anda karena ada kemungkinan bahwa pembayaran uang muka untuk naskah Miss Bainbridge terpaksa kami undur. Soalnya ketika saya membaca naskah itu, saya menemukan sejumlah cerita yang melibatkan orang-orang terkenal. Pada salah satu bagian, misalnya, Miss Bainbridge bercerita tentang seorang sutradara film terkemuka di Hollywood, yang disebutnya sebagai dukun sihir. Saya tahu bahwa orang itu telah lama meninggal, tetapi ahli warisnya mungkin saja keberatan dengan cerita itu. Saya khawatir bahwa cerita-cerita semacam itu akan menimbulkan persoalan di kemudian hari."
Beefy menarik napas panjang lalu kembali berkata,
"Untuk mencegah hal-hal seperti itu, saya telah minta bantuan pengacara saya untuk memeriksa naskah itu. Atas anjurannya, saya hendak menemui Miss Bainbridge untuk menanyakan siapa-siapa saja yang dapat memperkuat cerita-cerita di dalam naskahnya."
"Maaf, tetapi saya khawatir bahwa hal tersebut tidak mungkin," kata Marvin Gray. "Miss Bainbridge sejak lama sudah tidak berhubungan lagi dengan orang-orang yang terlibat dalam peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam naskah itu."
"Kalau begitu mungkin Anda tahu bagaimana kami dapat menghubungi beberapa orang di antara mereka?" tanya Beefy dengan gelisah. Ia lalu kembali berkata, "Saya yakin Anda telah membaca naskah itu, jadi..."
"Tidak," sela Gray dengan tegas, "saya belum pernah membacanya. Di samping itu, teman-teman lama Miss Bainbridge bukanlah teman-teman saya! Anda tentu tahu bahwa pada waktu itu saya hanya bertugas sebagai sopir."
"Bagaimana dengan sekretaris Miss Bainbridge?" ujar Beefy penuh harap. "Apakah ia dapat membantu kami?"
"Clara Adams?" Gray balik bertanya. "Wanita itu telah bertahun-tahun tidak meninggalkan rumah ini. Ia selalu menemani Miss Bainbridge."
Kali ini Beefy kehilangan akal. Untung saja Jupiter segera membantunya.
"Apakah Miss Bainbridge bersedia menemui kami?" tanyanya dengan nada polos.
"Beliau tidak ingin diganggu," jawab Gray dengan dingin. "Miss Bainbridge sangat terpukul oleh berita pencurian filmnya itu. Beliau sekarang sedang beristirahat di atas. Oleh karena itu saya akan sangat berterima kasih seandainya Saudara tidak berbicara keras-keras."
"Oh, maaf," kata Jupe sambil mengamati sekelilingnya dengan cermat. "Miss Bainbridge betul-betul hidup menyendiri," ujarnya kemudian. "Apakah tidak ada pelayan di rumah ini?"
"Cara hidup kami sangat sederhana," balas Gray. "Kami tidak memerlukan pelayan."
"Saya melihat Anda di TV tadi pagi," Jupe kembali berkata. "Apakah betul bahwa Miss Bainbridge tidak pernah menonton acara TV?"
"Betul, sayalah yang menyaksikan acara-acara di TV, kemudian saya menceritakan semua hal yang kira-kira menarik perhatian beliau," jawab Gray.
"Wah, saya tidak akan betah hidup dengan cara itu," kata Jupiter terus terang. "Apakah Anda tidak pernah bosan tinggal di sini, terputus dari dunia luar? Dan bagaimana dengan Clara Adams-apakah ia tidak keberatan dengan cara hidup seperti ini?"
"Saya kira tidak," ujar Gray. "Saya memang kurang menyukai keramaian. Mengenai Clara Adams, ia sangat setia pada Miss Bainbridge, begitu juga saya, tentunya."
Jupe berpaling pada Beefy. Sambil tersenyum lebar ia berkata,
"Nah, kaulihat sendiri sekarang, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, bukan?"
Dengan pandangan heran Gray menatap wajah Beefy.
"Apa yang Anda khawatirkan?" tanyanya.
"Ketika kami sedang menuju kemari, Beefy memberitahuku bahwa ia agak gelisah memikirkan keselamatan naskah Miss Bainbridge," jawab Jupe sebelum Beefy bisa membuka mulut. "Seandainya seseorang mengetahui bahwa naskah itu berada di tangan Amigo Press, maka mungkin saja ia akan mencoba mencurinya lalu meminta uang tebusan, seperti yang dilakukan para pencuri film-film itu. Seandainya Anda memberi tahu seseorang..."
"Apa untungnya kalau saya menceritakan hal itu pada orang lain?" tanya Gray.
"Saya percaya bahwa Anda tidak akan menceritakan hal itu pada orang lain," ujar Jupe, "tetapi mungkin seorang teman menelepon Anda, lalu..."
"Nomor telepon kami tidak tercantum dalam buku telepon," jawab Gray dengan ketus. "Jadi tidak ada yang bisa menelepon kemari. Kami menggunakan telepon hanya kalau betul-betul mendesak saja!"
Menyadari bahwa lawan bicaranya sudah mulai tidak sabar, Jupe segera mengalihkan arah pembicaraan,
"Wah, teman-teman di sekolah tidak akan percaya bahwa saya berkunjung ke kediaman Madeline Bainbridge," katanya sambil bangkit dari tempat duduknya. "Maaf, apakah saya boleh mencuci tangan?" tanyanya kemudian.
"Tentu saja," jawab Gray sambil menunjuk ke arah pintu rumah. "Masuk saja ke dalam. Kamar mandi ada di sebelah kiri tangga."
"Terima kasih," ujar Jupe. Dengan gesit ia memasuki rumah itu.
Keadaan di dalam ternyata jauh lebih gelap dibandingkan dengan keadaan di teras yang bermandikan cahaya matahari. Jupe membutuhkan beberapa saat agar matanya terbiasa dengan cahaya remang-remang itu.
Untuk mencapai kamar mandi, Jupe harus melalui sebuah gang yang menuju ke dapur. Di sebelah kiri gang itu terdapat ruang tamu. Tidak ada perabot selain sejumlah kursi kayu. Berseberangan dengan ruang tamu terdapat ruang makan. Di dalam ruangan itu hanya ada sebuah meja kayu dan sebuah bangku panjang tanpa sandaran.
Jupe menemukan kamar mandi di sebelah kiri tangga, seperti yang telah dikatakan oleh Marvin Gray. Setelah mencuci tangan ia keluar dari kamar mandi, dan menuju ke dapur. Dengan heran ia mengamati perabot dan perlengkapan yang sudah usang serta ketinggalan zaman itu.
Sejumlah stoples berisi bumbu-bumbu dapur berjejer pada sebuah rak yang terdapat di dekat tempat cuci piring. Ketika membaca label-label nama yang tertempel pada botol-botol kaca itu, Jupe menemukan bahwa salah satunya berisi daun-daunan yang mengandung racun.
Di ujung rak itu terdapat sebuah stoples besar berisi kotak-kotak korek api. Jupe mengambil lalu mengamati beberapa kotak. Ternyata semuanya berasal dari berbagai restoran.
Jupe berpaling ke jendela. Ujung matanya telah menangkap sebuah gerakan di luar rumah. Ia melihat dua wanita berjalan menuju sekelompok pohon di belakang rumah Miss Bainbridge. Jupiter menduga bahwa umur pohon-pohon itu telah mencapai puluhan tahun. Daun-daun pepohonan itu begitu rimbun, sehingga sinar matahari tidak dapat menembus ke tanah.
Kedua wanita itu berambut panjang. Mereka mengenakan gaun panjang berwarna gelap dan menyentuh tanah. Seekor anjing doberman berjalan di belakang mereka.
Ketika Jupiter sedang memperhatikan mereka, salah seorang dari kedua wanita itu tiba-tiba berbalik dan menghadap ke arah anak itu. Jupe kaget sekali. Walaupun hanya mengenal Madeline Bainbridge dari foto-foto di
dalam majalah-majalah, Jupe yakin bahwa wanita yang sedang menatap ke arahnya adalah bekas pemain film termasyhur itu. Rambutnya yang dulu pirang kini seluruhnya telah beruban. Namun wajahnya yang cantik tidak memperlihatkan usianya yang sebenarnya.
Sesaat kemudian Madeline Bainbridge kembali berjalan ke arah semula. Jupe menduga bahwa wanita itu tidak melihatnya.
Jupiter melangkah ke arah jendela. Bulu kuduknya berdiri. Pemandangan tadi telah menimbulkan perasaan tidak enak pada dirinya. Tiba-tiba seseorang menegurnya. "Sudah selesai cuci tangan?" tanya Marvin Gray.
Jupe tersentak kaget. Ia menengok lalu berkata, "Maaf, saya sedang mengamati pepohonan di belakang rumah itu. Pohon-pohon itu membuat suasana di luar menjadi suram."
"Memang," kata Gray setuju. "Seorang petani tua yang pernah tinggal di sekitar sini mengatakan bahwa tempat itu angker. Dulu ada kuburan di bawah pohon-pohon itu, sebuah tempat pemakaman pribadi milik keluarga yang tinggal di Halfmoon Ranch sebelum kami. Kuburan itu dibongkar ketika Miss Bainbridge membeli tempat ini. Tetapi sampai sekarang tempat itu masih menimbulkan kesan suram."
Gray menatap wajah Jupe dan berkata,
"Sebenarnya saya datang untuk mencarimu. Saudara sepupumu sudah mau pulang."
Jupe berjalan mengikuti Gray menuju teras. Beberapa menit kemudian, ia bersama Beefy telah melaju menjauhi Halfmoon Ranch.
"Huh, kunjungan kita ternyata sia-sia," keluh Beefy dengan kesal. "Kita belum juga memperoleh petunjuk mengenai pencuri naskah itu!"
"Tapi aku menemukan beberapa keganjilan," jawab Jupe. "Misalnya?"
"Gray berbohong ketika mengatakan bahwa Madeline Bainbridge sedang beristirahat di atas. Aku melihatnya di belakang rumah itu, bersama-sama seorang wanita lain-Clara Adams mungkin. Kecuali itu, aku juga menemukan sejumlah kotak korek api di dapur. Kotak-kotak itu berasal dari berbagai restoran. Mungkin saja Gray lebih sering keluar rumah daripada yang diakuinya."
"Tapi untuk apa ia membohongi kita?" tanya Beefy.
"Barangkali ia hendak melindungi Miss Bainbridge," kata Jupe. "Aktris itu memang agak aneh. Ia bersama Clara Adams mengenakan jubah-jubah panjang ketika aku melihat mereka tadi. Di dapurnya, ia menyimpan daun-daunan beracun, dan pekarangan belakang rumahnya adalah bekas kuburan. Menurut Gray, bekas kuburan itu angker. Kalau melihat tempatnya, aku takkan heran apabila benar-benar ada hantu di sana!"

Bab 6
KELOMPOK PENYIHIR

KETIGA penyelidik itu sedang berkumpul di markas besar mereka, yang berupa sebuah karavan. Karavan itu telah mereka rombak, dan diperlengkapi dengan berbagai peralatan kantor modern.
Pete dan Bob baru saja kembali dari perpustakaan. Secara singkat Jupe melaporkan hasil kunjungannya bersama Beefy ke kediaman Miss Bainbridge.
"Tidak biasanya orang menyimpan daun-daunan beracun bersama dengan bumbu dapur," katanya. "Aku pernah membaca bahwa jenis daun yang disimpan di dapur Miss Bainbridge itu sering digunakan untuk upacara-upacara mistik."
"Madeline Bainbridge itu betul-betul orang yang aneh," kata Pete. "Bayangkan saja, di dapurnya ia menyimpan racun, dan di pekarangan belakangnya ada tempat pemakaman!"
"Kuburan itu sekarang sudah dibongkar," kata Jupe membetulkan ucapan temannya itu. "Tapi suasana di tempat itu tetap saja menyeramkan!"
"Kuburan dan daun-daunan aneh," kata Bob sambil berpikir. "Wah, hal itu cocok sekali dengan apa yang kutemukan di perpustakaan!" Bob membuka buku catatannya.
"Nah, ini dia," katanya ketika ia berhasil menemukan halaman yang dicarinya.
"Di perpustakaan tadi aku tiba-tiba teringat bahwa Miss Bainbridge menyinggung-nyinggung soal ilmu sihir di dalam naskahnya. Karena itu aku mencari informasi mengenai ilmu sihir dan kekuatan gaib. Ternyata ada berbagai macam tukang sihir. Yang pertama adalah nenek-nenek sihir seperti yang sering kita temui dalam cerita-cerita komik. Kemudian ada dukun sihir ilmu hitam yang jahat. Mereka sering melakukan hal-hal yang mengerikan. Dukun sihir ini adalah pemuja setan. Menurut kepercayaan zaman dulu, kekuatan seseorang menjadi tanpa batas apabila ia dibantu oleh setan."
Pete nampak kesal. Dengan ketus ia berkata,
"Aku bukannya takut, tapi tolong keteranganmu itu dipersingkat saja. Aku tidak suka berbicara mengenai hal-hal semacam itu!"
"Tenang saja," jawab Bob. "Aku sudah hampir selesai. Di samping kedua macam tukang sihir tadi, masih ada satu jenis penyihir lain, yaitu para penganut suatu aliran kepercayaan bernama Old Religion. Orang-orang itu mengatakan bahwa kepercayaan ini telah ada sejak zaman dahulu. Para penganut aliran itu percaya bahwa mereka dapat mempengaruhi kehidupan orang lain dengan kekuatan yang mereka miliki. Para penganut aliran itu membentuk kelompok-kelompok beranggotakan 13 orang. Mereka bertemu di tempat-tempat khusus, misalnya di persimpangan jalan atau di tempat pemakaman. Cocok, bukan?
"Apabila berkumpul, mereka makan bersama kemudian menyembah Selena, dewi bulan. Mereka selalu melakukan upacara pada waktu malam, bukan karena bertujuan jahat, tetapi untuk menghindari gosip para tetangga. Upacara-upacara itu dapat diselenggarakan setiap malam, namun dalam satu tahun ada empat perayaan istimewa yang disebut Sabbat, yaitu pada tanggal tiga belas April, satu Agustus, tiga puluh satu Oktober, dan dua Februari. Upacara itu wajib dihadiri oleh setiap penganut aliran itu."
Bob menutup buku catatannya. "Inilah yang kudapatkan hari ini. Masih ada beberapa sumber lain di perpustakaan. Kalau memang perlu, aku bisa meminjam buku-buku itu."
"Kupikir orang yang mencuri naskah itu mungkin pernah terlibat dengan salah satu aliran ilmu sihir," Bob melanjutkan. "Barangkali salah seorang tokoh perfilman pernah menjadi pemuja setan, dan kini ia tidak ingin hal itu diketahui umum."
Pete merinding.
"Kalau memang kita terpaksa berurusan dengan seorang penyihir, aku harap bahwa ia seorang penganut Old Religion. Aku sama sekali tidak berminat untuk berurusan dengan para pemuja setan itu!" Jupe mengangguk.
"Para penganut setan itu sering bertindak di luar kesadaran mereka," katanya. "Mereka itu orang-orang yang berbahaya. Tapi apa hasil kerja penyelidikanmu, Pete?"
"Aku mencari informasi mengenai Madeline Bainbridge," jawab Pete. "Aku memeriksa arsip mikrofilm di perpustakaan."
Penyelidik kedua itu mengeluarkan beberapa lembar kertas dari sakunya dan mulai membacakan catatan yang telah ia buat.
"Madeline Bainbridge lahir di Fort Wayne, di negara bagian Indiana. Ia pindah ke California ketika berumur 18. Pada waktu itu ia memenangkan sebuah kontes kecantikan, dan hadiah pertamanya adalah sebuah tiket pesawat ke Hollywood. Ketika sedang mengikuti sebuah tur di kota itu, Madeline Bainbridge bertemu dengan Alexander de Champley, sutradara terkenal itu. Tiga minggu kemudian ia telah menandatangani sebuah kontrak dengan Film Art Studio, di mana ia memperoleh peran sebagai Ratu Mary dari Skotlandia."
Pete menatap teman-temannya. "Semua cerita mengenainya mengatakan bahwa ia amat cantik."
"Sampai sekarang kecantikannya masih kelihatan," kata Jupe. "Aku telah melihatnya tadi sore. Masih ada lagi, Pete?"
"Sabar dong," ujar anak itu. "Madeline Bainbridge sejak dulu memang pendiam. Ia tidak pernah terlibat dalam skandal-skandal seperti umumnya para bintang film. Ia selalu memainkan peran-perannya dengan baik. Hampir semua filmnya bersifat sejarah, misalnya Cleopatra dan Katerina Agung dari Rusia. Lawan mainnya selalu aktor-aktor terkenal, namun hubungannya dengan mereka selalu terbatas pada pembuatan film saja. Ia tidak pernah punya teman
banyak, karena memang suka menyendiri. Namanya hampir tidak pernah muncul dalam koran-koran gosip, kecuali sehubungan dengan Ramon Desparto, seorang pemain film yang tidak terkenal." "Ada apa dengan orang itu?" tanya Bob.
"Desparto meninggal tidak lama setelah menyelesaikan film The Salem Story. Film itu bercerita tentang pengejaran orang-orang yang dituduh sebagai dukun sihir di Salem dan-" "Nah, soal itu muncul lagi," kata Jupe memotong.
"Benar. Tapi film itu tidak berhasil. Alur ceritanya terlalu aneh. Bainbridge berperan sebagai seorang gadis yang dituduh sebagai dukun sihir. Untuk menyelamatkan diri dari tiang gantungan, ia lari bersama seorang prajurit Indian, yang diperankan oleh Ramon Desparto.
"Aktor itu bertunangan dengan Bainbridge beberapa saat sebelum pembuatan film tadi dimulai. Gosip mengenai pertunangan itu segera beredar luas di kalangan perfilman. Banyak orang berpendapat bahwa Desparto hanya bermaksud mencari ketenaran melalui pertunangan itu, sebab Madeline Bainbridge pada saat itu sudah merupakan bintang film terkenal.
"Tidak lama setelah pembuatan film The Salem Story itu rampung, Ramon Desparto meninggal dalam suatu kecelakaan. Peristiwa itu terjadi seusai Desparto menghadiri suatu pesta di kediaman Madeline Bainbridge. Kejadian itu mengakibatkan Bainbridge menderita tekanan batin. Ia tidak pernah bermain film lagi setelah kecelakaan itu. Miss Bainbridge membeli semua filmnya dari para produser, dan kemudian menghilang selama 30 tahun."
"Apakah ia memang sengaja berusaha menghindari teman-teman lamanya?" tanya Jupe.
"Kelihatannya teman lamanya tidak banyak," kata Pete. Ia mengeluarkan fotokopi sebuah foto kuno dan menyerahkannya pada Jupiter.
"Foto ini dibuat pada malam pemberian Academy Award, beberapa minggu sebelum Desparto meninggal," kata Pete menjelaskan. "Orang-orang yang nampak di foto itu adalah teman-teman dekat Madeline Bainbridge. Jumlah mereka tidak terlalu banyak, bukan? Perhatikan, Marvin Gray tidak kelihatan pada foto itu!"
"Waktu itu Gray masih bertugas sebagai sopir," ujar Jupe mengingatkan. Ia mengamati foto itu dengan seksama, kemudian membaca keterangan di bawahnya. Madeline Bainbridge bersama Ramon Desparto yang ganteng duduk di ujung meja. Di sebelah kiri bintang film itu duduk Jefferson Long, yang kelihatan masih muda dan tampan. Keterangan di bawah foto itu mengatakan bahwa seorang pria bernama Elliot Farber merupakan juru kamera yang paling disukai oleh Bainbridge. Charles Goodfellow, seorang aktor, duduk di samping seorang aktris bernama Estelle DuBerry. Seorang penulis skenario bernama Nicholas Fowler berada di antara orang-orang yang nampak pada foto itu, begitu juga Clara Adams yang duduk bersebelahan dengan seorang pemain watak bernama Ted Finley. Janet Pierce disebut sebagai penata kostum untuk film The Salem Story, sementara Lurine Hazel dan Marie Alexander merupakan pemain figuran. Seorang gadis bernama Gloria Gibbs menatap tepat ke arah kamera. Ia disebut sebagai sekretaris Ramon Desparto.
"Menarik sekali," kata Jupiter Jones. "Tepat seperti kelompok yang dibentuk oleh para penganut aliran Old Religion. Jumlah anggotanya adalah 13, angka yang dianggap sebagai angka pembawa sial, kecuali bagi seorang penyihir!"
Jupe menatap kedua rekan penyelidiknya. "Aku jadi ingin tahu apakah Miss Bainbridge pernah memiliki kekuatan gaib, dan apakah ia kini masih memiliki kekuatan itu.
"Bob, kau tadi mengatakan bahwa tanggal 1 Agustus merupakan salah satu hari istimewa bagi kelompok penganut aliran Old Religion, bukan? Kalau begitu hanya ada satu cara untuk membuktikan apakah Miss Bainbridge terlibat dalam aliran itu atau tidak! Siapa yang berminat ikut ke Malibu nanti malam?"
"Wah, kau pasti main-main!" seru Pete, namun kemudian ia tersenyum lebar. "Jam berapa kita berangkat?"

Bab 7
MAKHLUK SERAM DI KEGELAPAN MALAM

HARI sudah gelap ketika ketiga penyelidik itu mencapai titik perpotongan antara jalan sempit dan berkerikil yang menuju kediaman Madeline Bainbridge dengan jalan yang menuju Coast Highway. Jupe menghentikan sepedanya dan beristirahat sejenak. Pete dan Bob mengikutinya.
Penyelidik Pertama itu menunjuk ke arah jalan sempit dan berkata,
"Rumah Miss Bainbridge ada di ujung jalan ini. Aku telah memeriksa peta daerah ini. Di sekitar sini ada beberapa tempat yang dapat digunakan sebagai tempat pertemuan Sabbat, jika Bainbridge memperhatikan ketentuan yang berlaku. Salah satunya ada di persimpangan jalan ini. Satu lagi di pepohonan di belakang rumah Miss Bainbridge- tempat yang dulu merupakan kuburan. Dan yang terakhir terletak kira-kira setengah kilometer ke sebelah utara rumah Miss Bainbridge. Tempat itu merupakan titik pertemuan dua jalan setapak. Aku mengusulkan untuk berpencar agar kita yakin benar, tidak akan kehilangan Miss Bainbridge jika ia keluar dari rumahnya."
Jupiter merogoh ransel yang ia ikatkan pada setang sepedanya.
"Miss Bainbridge memelihara seekor anjing penjaga, jadi kita tidak bisa dekat-dekat ke rumahnya," ia lalu berkata memperingatkan teman-temannya. "Agar kita bisa berhubungan dengan mudah, aku bawa semua walkie-talkie kita."
Ia mengeluarkan tiga buah walkie-talkie dari ranselnya dan menyerahkan pada Bob dan Pete. Alat-alat itu ia rakit sendiri di bengkel elektronik yang terdapat di markas besar Trio Detektif.
"Aku akan berjaga di dekat bekas kuburan itu," lanjut Jupe kemudian. "Bob, kau bersembunyi di antara pohon-pohon jeruk yang tumbuh di kiri-kanan jalan yang menuju rumah Bainbridge, dan kau, Pete, mengawasi bagian utara rumah itu. Dengan cara ini kita pasti dapat melihat Madeline Bainbridge, seandainya ia keluar rumah nanti malam. Amati setiap mobil yang lewat, dan juga orang-orang yang berjalan di sekitar tempat ini. Mereka mungkin saja sedang menuju ke tempat pertemuan Sabbat itu."
Pete dan Bob menyetujui rencana Jupiter. Setelah menyimpan walkie-talkie masing-masing, ketiga pemuda itu menyusuri jalan berkerikil itu dengan sepeda-sepeda mereka, sampai akhirnya tiba di depan pintu gerbang Halfmoon Ranch. Di tempat itu mereka menyembunyikan sepeda masing-masing di antara semak-semak yang tumbuh di pinggir jalan, lalu berpencar. Bob menghilang di antara pohon-pohon jeruk. Pete terus menyusuri jalan itu menuju ke bagian utara tanah Bainbridge. Jupe menyelinap di antara pepohonan di belakang rumah bekas bintang film itu, dan bersembunyi di balik batang pohon yang besar. Tanpa mengeluarkan suara ia mengambil walkie-talkienya.
"Di sini Satu," bisiknya pelan. "Masuk, Dua."
Jawaban Pete segera terdengar,
"Di sini Dua, aku berada di suatu ladang di sebelah utara rumah Bainbridge. Lampu-lampu di bagian belakang rumah menyala. Aku melihat sejumlah orang di sana, tetapi tidak dapat melihat apa yang sedang mereka kerjakan, ganti."
"Amati terus," kata Jupe, "dan bagaimana dengan kau, Bob?"
"Aku dapat melihat bagian depan rumah itu dari tempat persembunyianku, semuanya gelap, ganti." "Oke, kita tunggu saja kelanjutannya," kata Jupe mengakhiri pembicaraan melalui walkie-talkienya. Jupe bersandar pada batang pohon itu dan mengamati pepohonan yang sama sekali menutupi pandangan ke rumah Miss Bainbridge. Suasana malam yang sepi menyebabkan tempat itu menjadi semakin menyeramkan. Walkie-talkie di tangan Jupe berbunyi.
"Di sini Dua," kata Pete. "Lampu-lampu di dalam rumah baru saja dimatikan. Sekarang aku melihat cahaya redup di belakang rumah. Ganti."
Cahaya kedap-kedip kini terlihat di antara pepohonan.
"Aku rasa mereka sedang menuju ke bekas kuburan itu," ujar Jupe dengan pelan. "Aku dapat melihat cahaya lilin yang mereka bawa."
Ia menunggu. Cahaya lilin itu bergerak di antara batang-batang pohon, dan akhirnya berhenti tidak jauh dari tempat ia bersembunyi. Jumlah lilin yang dinyalakan bertambah banyak.
"Aku akan mendekat," kata Jupe. "Untuk sementara kalian tunggu saja di tempat masing-masing."
Jupe mematikan walkie-talkienya dan dengan hati-hati bergerak mendekati cahaya tadi. Sambil bersembunyi di balik semak-semak, ia berusaha mengintip kegiatan yang sedang berlangsung.
Untuk sesaat cahaya itu menyilaukan mata Jupe. Lusinan lilin yang membentuk suatu lingkaran telah dihidupkan. Tiba-tiba seorang wanita muncul di antara pohon-pohon. Ia adalah Madeline Bainbridge. Rambutnya yang panjang dibiarkan jatuh terurai. Suatu rangkaian bunga menghiasi kepalanya. Dengan pelan ia melangkah ke tengah-tengah lingkaran lilin itu.
Seorang wanita lain mengikuti Miss Bainbridge. Ia membawa baki berisi buah-buahan. Jupiter menduga bahwa ia adalah Clara Adams. Wanita itu memasuki lingkaran lilin, dan meletakkan baki berisi buah-buahan pada sebuah meja yang ditutupi dengan sepotong kain berwarna hitam.
Marvin Gray akhirnya muncul dari kegelapan malam. Wajahnya memantulkan cahaya lilin yang menari-nari. Jupe sempat heran karena kepala Gray seolah-olah mengambang, tetapi setelah ia memperhatikan orang itu dengan cermat, Jupe menyadari bahwa Gray mengenakan sebuah jubah berwarna hitam. Jubah serupa juga dikenakan oleh kedua wanita tadi. Di samping wajah serta rangkaian bunga yang menghiasi kepala masing-masing, ketiga orang itu nyaris tidak terlihat di kegelapan malam.
"Saya yang akan menggambar lingkarannya," kata Gray dengan suara berat. Tangan-tangannya bergerak dengan cepat. Sebuah belati berkilau-kilau memantulkan cahaya lilin.
Jupe mundur dan menjauhi ketiga orang itu. Setelah yakin bahwa suaranya tak akan dapat didengar oleh mereka, ia segera menghidupkan walkie-talkienya.
"Pete? Bob? Aku berada dekat pepohonan di balik rumah Bainbridge. Aku yakin bahwa mereka sedang mempersiapkan pertemuan Sabbat di bekas kuburan itu." "Aku akan segera ke sana," kata Bob singkat. "Aku juga," ujar Pete.
Dalam beberapa menit Pete telah muncul di samping Jupe. Tidak lama kemudian Bob menyusul.
"Mereka hanya bertiga, tetapi kelihatannya mereka sedang mempersiapkan suatu upacara," kata Jupe menjelaskan situasi pada teman-temannya. "Marvin Gray membawa belati."
"Aku telah mencari keterangan mengenai persiapan upacara itu," kata Bob. "Gray akan membuat sebuah lingkaran pada tanah dengan pisaunya. Kepercayaan yang dianutnya mengatakan bahwa lingkaran itu akan menambah kekuatan sihir mereka."
"Sebaiknya kita mengintip mereka lagi," kata Jupe.
Tanpa mengeluarkan suara, Bob dan Pete mengikutinya menembus kegelapan malam. Dengan gelisah mereka memandang ke arah cahaya redup yang terlihat berkedip-kedip di kejauhan. Upacara aneh macam apa yang akan mereka saksikan? Setelah cukup dekat, mereka melihat tiga orang berwajah pucat berdiri di tengah-tengah lingkaran lilin. Jupe, Pete, dan Bob tertegun ketika menyaksikan Madeline Bainbridge mengangkat sebuah cangkir tinggi-tinggi. Matanya terpejam, seakan-akan sedang berdoa.
Tiba-tiba Pete memekik tertahan. Suatu makhluk seram telah muncul di sampingnya secara mendadak. Anak itu merasakan napas panas makhluk itu mengenai wajahnya. Pete mencoba menengok, tetapi ia segera membatalkan niatnya ketika makhluk tadi mulai menggeram secara mengerikan.

Bab 8
PENYIHIR MERANGKAP PEMBUNUH?

"SIAPA itu?" seru Marvin Gray.
Ketiga anak itu tak berani bergerak. Geraman itu terus saja terdengar.
Dengan terkejut Clara Adams memandang ke sekelilingnya. Madeline Bainbridge tidak bereaksi. Ia nampak berdiri mematung di tengah-tengah lingkaran lilin.
Dengan gesit Marvin Gray mengeluarkan sebuah senter dari jubahnya. Sambil menyalakannya, ia bergegas menuju arah geraman tadi. Kini Jupiter dapat melihat bahwa makhluk di samping Pete adalah anjing doberman yang telah ia lihat sore tadi. Rupanya binatang itu dilatih untuk membuat tamu-tamu tak diundang menjadi tidak berdaya-tetapi tanpa mencederai mereka.
"Mau apa kalian di sini?" Gray bertanya dengan ketus.
Semangat Jupe lenyap seketika. Ia menyangka bahwa Gray akan segera mengenalinya. Bukankah ia baru tadi sore berjumpa dengan manajer Madeline Bainbridge itu? "Siapa itu, Marvin?" tanya Miss Bainbridge.
"Segerombolan anak-anak, mungkin datang dari Malibu," kata Gray. "Aku akan memanggil polisi, biar mereka ditahan!"
Detak jantung Jupe bertambah cepat. Mungkinkah Gray tidak mengenalinya? "Maaf," kata Jupe. "Tolong anjingnya dulu!" "Bruno, sini!" perintah Gray.
Anjing itu berhenti menggeram dan mendekati pemiliknya.
"Sekarang saya mau tanya, apa maksud kalian datang ke sini?" kata Gray. "Apakah kalian tidak tahu bahwa ini tanah milik pribadi?"
"Kami tidak melihat tanda pemberitahuannya," jawab Jupe seenaknya. "Sebenarnya kami hanya sedang jalan-jalan, namun ketika hari mulai gelap, kami tersesat. Karena melihat cahaya lilin ini, kami menuju kemari."
"Marvin!" Miss Bainbridge memanggil laki-laki yang sedang menanyai Trio Detektif itu. "Biarkan saja anak-anak itu, kau hanya buang-buang waktu saja!"
Jupiter memandang ke arah wanita itu. Kemudian ia melirik ke arah Gray, yang nampak bingung. Rupanya pria itu tidak bisa memutuskan apa yang harus ia lakukan.
Jupiter melangkah mendekati Miss Bainbridge.
"Maaf, kami betul-betul menyesal," katanya. "Kami sama sekali tidak bermaksud mengganggu." "Awas!" pekik Clara Adams. "Kau melanggar lingkaran kami!"
Seakan-akan tidak mendengar seruannya, Jupe tetap saja mendekati kedua wanita yang berdiri di dekat meja itu. Sambil berjalan ia mengulangi permintaan maafnya.
Kedua wanita itu tidak melihat walkie-talkie yang dibawa Jupe. Ketika anak itu telah berada di dekat meja, ia pura-pura terpeleset dan jatuh terlentang, sehingga kepala dan bahunya masuk ke kolong meja.
"Marvin!" teriak Madeline Bainbridge.
Untuk sesaat tangan Jupe menghilang ke bawah meja itu. Kemudian ia menariknya kembali dan berusaha untuk berdiri.
"Maaf," katanya sekali lagi. "Saya kurang berhati-hati. Kami tidak bermaksud untuk mengejutkan Anda. Seandainya Anda dapat memberitahukan arah menuju jalan besar..." "Marvin, tolong anak-anak ini," kata Madeline Bainbridge. "Terima kasih," ujar Jupe.
Gray membawa anak-anak itu keluar dari pepohonan. Ia menunjuk ke arah jalan yang menuju ke jalan raya. "Terus saja ke sana," kata Gray. "Dan jangan kembali lagi!" "Terima kasih banyak," kata Pete.
Gray tetap berdiri di tempat itu dan memperhatikan Trio Detektif berjalan menerobos ilalang. "Ia takkan kembali ke tempat upacara sebelum yakin bahwa kita sudah betul-betul pergi," Bob meramalkan. "Aku tidak menyalahkannya," kata Jupe. "Kau tentu keberatan juga kalau ada orang asing yang mengintip upacara rahasia di halamanmu, bukan? Mudah-mudahan Gray tidak memeriksa kolong meja dan menemukan walkie-talkieku." "Oh, jadi itu sebabnya kau tiba-tiba jatuh tadi!" seru Pete.
"Mungkin ada gunanya kalau kita bisa mendengar pembicaraan mereka," ujar Jupe. "Tapi kita tidak boleh pergi terlalu jauh dari tempat mereka, soalnya daya pancar walkie-talkie itu terbatas."
Dalam waktu singkat mereka telah mencapai jalan kecil yang berkerikil itu. Bob menengok ke belakang. Ternyata Marvin Gray tidak terlihat lagi.
"Ia sudah pergi," kata Bob sambil mengikuti Jupiter dan Pete yang berjalan menuju semak-semak di pinggir jalan.
"Hidupkan walkie-talkie, Bob," kata Jupe. "Coba kita dengar apa yang sedang mereka bicarakan."
Bob segera menghidupkan walkie-talkienya.
"...sudah pergi," mereka mendengar Gray berkata. "Anak-anak itu tidak akan kembali. Mereka pasti ketakutan setelah dicegat oleh Bruno."
"Anjing brengsek!" gumam Jupe dengan kesal. Suara Gray terdengar kembali.
"Sebetulnya kita tidak boleh membiarkan mereka pergi begitu saja," katanya. "Lalu apa yang seharusnya kita lakukan?" tanya Madeline Bainbridge. "Melempar mereka dari tebing!" kata Gray menggerutu.
"Marvin!" terdengar seruan seorang wanita. Suara itu bukan milik Madeline Bainbridge. Rupanya Clara Adams yang terkejut mendengar usul itu.
"Aku tidak suka kalau ada anak-anak kecil berkeliaran di sini, apalagi kalau kita sedang mempersiapkan upacara!" kata Gray dengan ketus. "Setelah pulang ke rumah nanti, anak-anak itu pasti akan menceritakan kejadian tadi pada orang tua mereka. Setelah itu wartawan dan juru foto akan berbondong-bondong datang kemari. Aku sudah bisa membayangkan judul berita utama di koran-koran: Upacara Rahasia di Kediaman Bintang Film! Sesudah itu polisi akan datang dan-"
"Aku rasa kita tidak perlu mengkhawatirkan kedatangan polisi," kata Madeline Bainbridge. "Kita tidak melanggar hukum."
"Sekarang memang belum!" cetus Gray.
"Dan untuk selamanya tidak akan pernah!" balas bintang film itu.
"Jadi kau menginginkan polisi untuk datang ke sini?" tanya Gray. "Seharusnya kaupergunakan kekuatanmu, seperti yang kaulakukan ketika Desparto mengalami kecelakaan dulu!"
"Aku tidak pernah berbuat apa-apa terhadap Ramon," aktris itu memekik. "Bahkan ketika ia mengkhianatiku, aku diam saja!"
"Oh, tentu," jawab Gray dengan nada mengejek. "Kau mendoakan agar ia panjang umur dan selalu bahagia." "Marvin, berhenti," pinta Clara Adams.
"Kau selalu saja menyinggung kejadian itu," kata Miss Bainbridge dengan suara serak. Kedengarannya ia betul-betul marah. "Selalu kauulang-ulang. Memang benar, ketika itu aku benar-benar kesal terhadap Ramon. Tetapi aku tidak mencelakakannya. Aku tidak pernah menggunakan kekuatanku untuk berbuat jahat terhadap siapa pun juga, dan kau tahu itu bukan?"
"Madeline!" suara Clara Adams terdengar memelas.
"Baiklah," gumam Gray. "Tidak ada gunanya melanjutkan upacara. Kita kembali ke rumah saja. Bruno, sini!" "Mungkin lebih baik kalau anjing itu tetap di luar," usul Clara Adams. "Siapa tahu anak-anak itu datang lagi." "Mereka takkan kembali ke sini," kata Gray dengan yakin. "Lagi pula kalau kita membiarkan Bruno di luar, ia pasti akan ribut minta masuk nanti. Huh, anjing penjaga macam apa ini?!"
Percakapan terhenti sampai di situ. Setelah beberapa saat Jupe menarik napas panjang.
"Gray menginginkan agar Bainbridge menggunakan kekuatannya untuk mencelakakan kita, seperti yang pernah ia lakukan terhadap Desparto," katanya. "Aku jadi ingin tahu apa yang Miss Bainbridge perbuat terhadap aktor itu."
"Menurut pengakuannya ia tidak berbuat apa-apa," kata Bob. "Ia tidak pernah menggunakan kekuatannya untuk merugikan orang lain."
"Desparto meninggal dalam suatu kecelakaan mobil," kata Pete menjelaskan. "Rem mobilnya blong ketika ia pulang setelah menghadiri pesta di rumah Bainbridge suatu malam."
"Suatu pesta atau mungkin suatu upacara seperti yang kita saksikan tadi?" ujar Jupiter. "Kita sekarang sudah bisa memastikan satu hal, Madeline Bainbridge itu memang mempunyai kekuatan gaib, setidak-tidaknya ia sendiri percaya bahwa ia mempunyai kekuatan itu. Bainbridge yakin dirinya seorang penyihir."
"Apakah ia dapat menggunakan kekuatannya untuk... untuk membunuh seseorang?" tanya Pete.
"Pembunuhan dengan ilmu gaib, maksudmu?" ujar Bob sambil menggeleng. "Tidak mungkin."
"Aku tak tahu pasti," kata Jupe. "Yang pasti, Madeline Bainbridge merasa bersalah karena kecelakaan itu. Ia tidak akan menyangkal tuduhan Gray dengan marah seperti tadi, seandainya tidak yakin bahwa ia mempunyai kekuatan untuk mencelakakan seseorang."
"Tetapi kenapa Marvin Gray mengungkit-ungkit cerita lama itu?" tanya Pete. "Sepertinya ia sengaja ingin membuat Miss Bainbridge jadi marah."
"Barangkali Gray hendak memperalatnya," kata Jupe. "Gray mungkin hendak menguasai Miss Bainbridge."
"Aku tidak menyukai orang itu," ujar Pete.
"Aku juga tidak," Jupe menyetujui pendapat temannya. "Apalagi setelah mendengar ucapannya melalui walkie-talkie. Orang itu sangat kasar. Mungkin saja selama ini ia sering berbohong untuk melindungi kehidupan pribadi Miss Bainbridge, atau malah kehidupan pribadinya sendiri!"
"Jupe," kata Bob, "apa ada kemungkinan bahwa Gray terlibat dalam pencurian naskah itu?"
Jupe mengangkat bahu.
"Aku tidak melihat bahwa ia mempunyai alasan untuk melakukan kejahatan itu. Lagi pula bagaimana caranya? Ketika naskah itu dicuri, Gray sedang diwawancarai oleh Jefferson Long. Ia juga tidak dapat menarik keuntungan dari pencurian itu. Bahkan sebaliknya, sebagai manajer Madeline Bainbridge ia ikut rugi apabila bekas bintang film itu tidak menerima uang muka untuk pembayaran naskahnya. Tapi, mungkin ia atau Miss Bainbridge pernah memberi tahu seseorang tentang rencana penerbitan buku itu. Setelah apa yang kita dengar tadi, aku merasa yakin bahwa kunci semua kejadian ini ada di masa lampau Miss Bainbridge, di sekitar teman-teman lamanya yang termasuk dalam kelompok penyihir."
Jupe bangkit dan berdiri. "Aku rasa cukup untuk malam ini. Aku akan kembali ke tempat upacara dan mengambil walkie-talkieku. Kalian duluan saja, kita akan bertemu di tempat penyembunyian sepeda. Besok... besok kita akan menyelidiki teman-teman lama Miss Bainbridge itu."

Bab 9
TOKOH PEMBERANTAS KEJAHATAN

"KAU tentu main-main!" kata Beefy Tremayne. "Madeline Bainbridge betul-betul mempunyai kekuatan gaib?"
Beefy sedang mengemudikan mobil sportnya menyusuri Santa Monica Boulevard. Jupe duduk di sampingnya, sementara Pete dan Bob berdesak-desakan di belakang.
"Ia memang seorang penyihir," ujar Jupiter, "dan barangkali ia telah menjadi penyihir sejak dulu-sejak masa ia masih menjadi bintang film terkenal. Kami menduga bahwa Bainbridge pernah menjadi ketua suatu kelompok penyihir. Mungkin kini salah seorang dari bekas anggota kelompok itu hendak mencegah penerbitan buku riwayat hidup Miss Bainbridge itu.
"Kami akan mewawancarai semua bekas teman dekat Madeline Bainbridge, untuk melihat apakah salah seorang di antara mereka pernah menerima kabar dari bekas bintang film itu dalam beberapa hari terakhir ini. Kami harus menemukan seseorang yang mengetahui bahwa naskah itu kaubawa pulang."
"Tapi seandainya memang salah seorang di antara teman-teman lama Miss Bainbridge yang mencuri naskahnya, maka orang itu tentu tidak akan mengaku bahwa ia mengetahui kalau naskah itu kubawa pulang," kata Beefy mengemukakan pendapatnya.
"Itu tergantung pada cara mengajukan pertanyaan," jawab Jupiter. "Untuk pertama-tama kami hanya ingin tahu siapa saja yang masih berhubungan dengan Madeline Bainbridge, atau sering mendengar kabar tentangnya. Aku yakin tidak akan ada yang merasa keberatan untuk bercerita mengenai hal itu."
Beefy membelok ke arah utara, dan menyusuri La Brea Avenue menuju Hollywood. Lalu lintas dijalan itu cukup padat.
"Dan sekarang kalian akan mendatangi Jefferson Long?" tanyanya. "Sang tokoh pemberantas kejahatan itu? Kalau muncul di layar TV, ia kelihatan begitu berwibawa dan jujur. Aku tak dapat membayangkan bahwa ia mungkin terlibat dalam suatu perkumpulan ilmu gaib."
"Sewaktu masih muda, Long sama sekali tidak membayangkan diri sebagai tokoh pemberantas kejahatan," ujar Jupe mengemukakan fakta-fakta yang telah ia pelajari. "Pada masa itu, ia adalah seorang pemain film, yang kebetulan juga memegang peranan dalam film terakhir Madeline Bainbridge. Ia pasti mengenal Ramon Desparto.
"Di samping itu, Long adalah bekas teman dekat Bainbridge yang paling mudah kita hubungi. Ia bekerja di kantor Video Enterprises, perusahaan yang memiliki stasiun TV KLMC. Kantornya berada di Fountain Street, tidak jauh dari Hollywood Boulevard. Aku telah meneleponnya tadi pagi dan ia telah menyatakan kesediaannya untuk menemuiku siang ini."
"Apakah Long tahu maksud kedatanganmu?" tanya Beefy.
"Tidak. Aku mengatakan bahwa aku sedang membuat laporan untuk majalah sekolah," jawab Jupe. "Rupanya Long senang publisitas," Pete berkomentar.
"Semua orang yang bergerak dalam bidang komunikasi massa membutuhkan publisitas," ujar Jupe. Kemudian ia berpaling pada Beefy. "Terima kasih atas kebaikanmu untuk mengantar kami," katanya. "Sebenarnya kami juga bisa naik kendaraan umum."
"Tidak apa-apa kok," jawab Beefy. "Malah kalau tinggal di rumah, aku hanya akan pusing memikirkan perusahaanku. Kecuali itu, aku juga mengagumi keberanian kalian. Aku tidak akan berani menemui orang macam Jefferson Long."
"Jupe memang tidak pernah gentar," kata Bob sambil tertawa.
"Dan bagaimana kalian akan mencari anggota-anggota lain kelompok itu?" tanya Beefy. Kali ini Pete yang menjawab.
"Ayahku bekerja di sebuah studio film. Ia akan mencari alamat orang-orang itu melalui arsip serikat pekerja film."
Dengan hati-hati Beefy mengemudikan kendaraannya menembus kepadatan lalu lintas di Hollywood Boulevard. Akhirnya ia membelok ke Fountain Street dan berhenti di muka sebuah gedung berbentuk kubus. Dinding luar bangunan itu seluruhnya terbuat dari kaca berwarna gelap.
"Kami akan parkir di sini dan menunggu sampai kau kembali," kata Beefy ketika Jupe turun dari mobil. "Kau tidak perlu terburu-buru."
"Oke," balas Jupe. Ia menutup pintu mobil dan masuk ke dalam bangunan itu.
Ruang tunggu di dalamnya berhawa sejuk. Petugas penerima tamu mengarahkan Jupe menuju elevator. Anak itu kemudian naik ke lantai empat.
Ruang kerja Jefferson Long sangat modern. Perabotnya menampilkan kesan mewah. Sejumlah jendela menghadap ke utara, ke arah Hollywood Hills. Pemilik ruangan itu duduk di belakang sebuah meja tulis yang terbuat dari kayu jati. Ia membelakangi pemandangan tadi, dan tersenyum ketika Jupe masuk.
"Apa yang bisa saya bantu?" tanya wartawan kriminal itu sewaktu Jupe mengambil tempat duduk di hadapannya. "Saya selalu bersedia membantu anak-anak sekolah."
Jupiter memperoleh kesan bahwa Long hanya berbasa-basi. Penyelidik pertama itu merasa yakin bahwa setiap tamu memperoleh sambutan yang serupa.
"Terima kasih banyak atas kesediaan Anda untuk menemui saya," kata Jupiter dengan merendah. Sambil tersenyum cerah ia menatap Jefferson Long.
"Saya menyaksikan wawancara Anda dengan manajer Madeline Bainbridge di TV tempo hari," ujarnya. "Saya betul-betul terkejut, selama ini saya tidak pernah tahu bahwa Anda pernah menjadi bintang film dan bahkan mengenal Madeline Bainbridge."
Raut muka Jefferson Long berubah seketika. Senyumnya tiba-tiba menghilang.
"Saya telah melakukan banyak hal yang lebih bermanfaat daripada menjadi pemain film dan mengenal Madeline Bainbridge," katanya dengan nada kurang senang. Ia memutar kursinya dan menunjuk ke arah rak-rak yang terdapat pada salah satu sisi ruangan itu. "Para penegak hukum pasti akan menyetujui pendapat saya."
Jupe bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah rak-rak tadi. Berpuluh-puluh piagam dan medali penghargaan dipajang dengan rapih. Ia juga melihat foto Long bersama dengan sejumlah kepala dinas kepolisian dari berbagai kota besar dan kecil di California, Nevada, dan Arizona. Di samping itu masih ada sebuah piagam yang diberi bingkai indah. Piagam itu menyatakan bahwa Long diangkat sebagai anggota kehormatan persatuan petugas kepolisian.
"Wah!" seru Jupe pura-pura terkesan. Lalu ia berkata, "Seorang teman saya pernah bercerita bahwa Anda sedang membuat laporan tentang penyalahgunaan narkotika. Tugas itu pasti sangat menarik."
"Memang," jawab Long. Wajahnya yang tampan memerah. "Bayangkan saja, bahkan orang-orang yang bekerja di bidang industri obat-obatan ikut terlibat dalam penjualan narkotika secara gelap. Tetapi laporan itu tidak akan disiarkan. Beberapa orang di gedung ini berpendapat bahwa sejumlah film kuno lebih penting daripada sebuah film dokumenter tentang suatu masalah besar seperti penyalahgunaan narkotika itu."
"Oh," kata Jupiter. Ia segera dapat menebak arah pembicaraan Long. "Film-film Madeline Bainbridge itu pasti sangat mahal."
"Apalagi setelah dicuri," tambah Long.
"Tetapi penyiaran film-film kuno itu mungkin akan menguntungkan Anda. Mungkin saja seorang produser melihat bakat terpendam dalam diri Anda. Bukankah Anda ikut main dalam salah satu film yang hilang itu?"
"The Salem Story itu sebuah film yang sangat buruk," Jefferson Long menerangkan. "Setelah pemutaran perdananya, saya tidak pernah menerima tawaran untuk bermain film lagi. Akhirnya saya menemukan karir yang lebih memberikan kepuasan dalam bidang pemberantasan kejahatan."
"Tetapi Madeline Bainbridge kini sudah tidak main film lagi," kata Jupiter ngotot. "Tante saya, yang merupakan penggemar setianya, mengatakan bahwa dari dulu selalu ada suasana misterius di sekitar Madeline Bainbridge. Katanya orang-orang sering berbicara mengenai suatu perkumpulan ilmu gaib yang diikuti oleh Miss Bainbridge dan teman-temannya."
"Perkumpulan ilmu gaib?" tanya Long. Sikapnya tiba-tiba berubah menjadi waspada. Sambil tersenyum kaku, ia berkata, "Maksudmu sebuah perkumpulan penyihir? Yang benar saja!"
"Tapi Anda dulu pernah bekerja sama dengan Miss Bainbridge," kata Jupiter mendesak. "Apakah perkumpulan itu betul-betul ada?"
"Tentu saja tidak!" cetus Jefferson Long. "Sejauh saya tahu, tidak ada perkumpulan semacam itu. Teman-teman Madeline Bainbridge itu hanya sekadar rekan seprofesi, tidak lebih dari itu." "Apakah Anda mengenal mereka?" tanya Jupiter. "Ya, tentu saja, saya pernah bekerja sama dengan mereka"
"Hmm," Jupe bergumam. "Kalau begitu mungkin mereka mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Anda. Apakah Anda masih berhubungan dengan mereka? Atau mungkin Anda dapat memberi tahu di mana saya dapat menemui mereka? Lebih baik lagi kalau Anda bisa menghubungkan saya dengan Madeline Bainbridge."
"Tidak!" seru Long. "Saya tidak pernah berhubungan lagi dengan orang-orang itu. Teman-teman saya kini adalah para penegak hukum. Saya tidak pernah berjumpa dengan Miss Bainbridge selama lebih dari tiga puluh tahun. Dulu ia menganggap dirinya sebagai pemain film yang paling hebat, padahal ketika itu ia tidak lebih dari seorang anak ingusan yang tidak tahu aturan. Ia hampir sama brengseknya dengan tunangannya, si Desparto itu! Orang itu betul-betul tidak berbakat sebagai aktor!"
"Kalau tidak salah ia meninggal setelah menghadiri pesta di rumah Madeline Bainbridge?"
"Ya," jawab Long. Matanya sayu seakan-akan teringat suatu peristiwa yang tidak menyenangkan. "Memang, setelah menghadiri pesta..."
"Tapi kejadian itu telah lama berlalu," lanjutnya kemudian. "Saya tidak pernah mengingat-ingat lagi masa itu. Tidak ada gunanya terlalu memikirkan masa lampau. Lagi pula mengapa kau begitu gencar menanyakan Madeline Bainbridge? Bukankah kau datang karena merasa tertarik dengan program pemberantasan kejahatan?"
"Saya datang untuk mencari informasi mengenai Madeline Bainbridge," kata Jupe singkat. "Saya sedang membuat karya tulis mengenai bekas bintang film itu. Kalau karangan saya cukup baik, maka tulisan itu akan dimuat di majalah sekolah."
Jefferson Long nampak kecewa. "Mudah-mudahan kau berhasil," katanya dingin. "Sekarang saya mohon dimaafkan, saya masih ada janji lain. Saya tidak punya waktu lagi untukmu."
"Baiklah," kata Jupe. Setelah berterima kasih ia segera meninggalkan ruangan itu. "Bagaimana?" tanya Beefy ketika Jupiter kembali ke mobil.
"Jefferson Long tidak menyukai Madeline Bainbridge, dan ia tidak senang bahwa film-film Bainbridge akan diputar di TV," Jupe melaporkan. "Soalnya karena itu perusahaan Video Enterprises tidak akan membiayai pembuatan film dokumenter tentang penyalahgunaan narkotika yang direncanakan oleh Long. Dana yang tadinya disediakan untuk itu telah dipakai untuk membeli film-film Miss Bainbridge.
"Menurut pengakuan Long, ia sudah lebih dari tiga puluh tahun tidak berjumpa dengan Madeline Bainbridge, dan ia juga tidak berhubungan lagi dengan kalangan perfilman. Long juga menyangkal bahwa kelompok penyihir itu pernah ada. Aku yakin bahwa ia berbohong mengenai hal terakhir itu. Orang itu agak aneh, tetapi aku belum tahu apa yang menimbulkan kesan itu."
"Kau pasti akan menemukan penyebabnya," kata Pete yang duduk di belakang. "Oh ya, aku memperoleh informasi tambahan. Sewaktu kau menemui Long, aku menelepon ayahku di tempat kerjanya. Ia sudah memperoleh sebuah alamat yang dapat kita datangi. Elliot Farber adalah juru kamera favorit Madeline Bainbridge, ia juga berada di antara orang-orang di sekitar Bainbridge pada foto yang ditemukan Bob di perpustakaan itu. Ia sudah tidak bekerja sebagai
juru kamera sekarang. Menurut keterangan yang diperoleh ayahku, Farber sekarang membuka bengkel elektronik di daerah Melrose. Sebaiknya kita menemuinya sekarang."
Edit by: zhe (zheraf.wapamp.com)
http://www.zheraf.net


Lanjut ke bagian 2