Pendekar Pedang Matahari 1 - Kelabang Ireng


Pagi yang cerah tiba-tiba berubah jadi mencekam menyelimuti Desa Watu Abang. 
Sekelompok manusia berkuda datang dari arah Bukit Watu Ireng menuju Desa Watu 
Abang dengan kecepatan cukup tinggi. Para penduduk desa yang sedang menjalankan 
aktifitasnya seperti biasa tiba-tiba jadi lari tunggang langgang karena sekelompok orang 
berkuda langsung menyerbu desa dengan brutal. Orang-orang berkuda yang rata-rata 
berpakaian serba hitam dan bersenjatakan golok langsung mengobrak-abrik bahkan 
membunuh penduduk desa yang terlihat. Rumah-rumah di bakar. Harta benda di jarah 
dan wanita-wanita desa diculik. Kekejaman orang-orang berkuda itu sungguh sangat 
mengerikan. Dalam waktu sekejap saja Desa Watu Abang sudah porak poranda menjadi 
puing-puing saja. Mayat-mayat berserakan di sudut desa sehingga bau anyir begitu sangat 
menyengat hidung, Desa Watu Abang kini hanya tinggal nama saja. 

Berita musnahnya Desa Watu Abang telah tersebar luas di daerah Bukit Watu Ireng 
apalagi kini muncul gerombolan perampok yang mengatas namakan diri Partai Kelabang 
Ireng. Konon kabarnya Partai Kelabang Ireng tengah membentuk suatu kekuatan besar 
untuk menguasai rimba persilatan. Banyak para pendekar golongan hitam yang 
bergabung dengan Partai Kelabang Ireng dan ini membuat dunia persilatan menjadi 
gempar dan goyah. Dalam kurun waktu satu tahun Partai Kelabang Ireng sudah menjadi 
sebuah partai besar dan bahkan sudah berhasil menaklukan sebuah kerajaan di Gunung 
Puting yaitu Kerajaan Merakmati. Tidak ada yang berani berurusan dengan Partai 
Kelabang Ireng karena kekuatan mereka sangat kuat apalagi Ketua Partai Kelabang Ireng 
yang sekarang menduduki singgasana Kerajaan Merakmati yaitu Prabu Arya Mahendra. 

Kini dunia persilatan dalam ambang bahaya bahkan kerajaan-kerajaan di sekitar 
Gunung Puting juga was-was karena bisa saja Partai Kelabang Ireng menyerang kerajaan 
mereka. Para raja kerajaan bersiaga penuh memperkuat barisan pasukan tempurnya guna 
mempertahankan kedaulatan kerajaan mereka. 

—0O0— 

Pagi itu di sungai dekat Desa Randu Acir tampak para wanita desa melakukan 
kesibukan mereka. Ada yang mandi, mencuci dan sekedar bermain air. Mereka tidak 
menyadari bahaya sedang mengintai mereka. Dari semak-semak tak jauh dari tempat para 
wanita berada tampak ada lima orang berseragam hitam yang di dada kiri bergambar 
kelabang dalam lingkaran sedang mengintip para wanita di sungai. Tatapan mata lima 
orang yang ternyata anggota Partai Kelabang Ireng itu penuh nafsu melihat kemolekan 
tubuh wanita Desa Randu Acir yang sedang asik di sungai. 

“Kakang Ludira, lihat para gadis-gadis itu. Tubuh mereka bikin gairahku jadi naik. 
Kita cicipi dulu mereka. Bagaimana, Kakang?” ucap pria dengan rambut agak keriting. 

Orang yang di panggil Ludira hanya meleletkan lidahnya karena tergiur kemolekan 
para gadis kampung itu. 

“Betul katamu Adi Tarjo. Kita nikmati dulu tubuh mereka sebelum kita kembali ke 
markas. Ayo cepat Adi Tarjo.” ucap Ludira setuju dengan usul Adi Tarjo. 

Kelima orang dari Partai Kelabang Ireng itu segera keluar dari tempat mengintip 
mereka. Dengan gerakan cepat mereka melompat ke arah para gadis desa yang lagi asik 
di sungai. Kontan saja kedatangan kelima orang anggota Partai Kelabang Ireng membuat 
para gadis desa itu terkejut. Gadis-gadis desa itu berteriak ketakutan dan berusaha lari 
tapi mereka terlambat karena kelima orang anggota Kelabang Ireng itu telah lebih cepat 
menangkap mereka dan menotok urat besar mereka. 

Kelima orang anggota Kelabang Ireng itu tertawa keras penuh kegirangan melihat 
delapan gadis desa itu terdiam karena kena totokan. Salah satu anggota Kelabang Ireng 
yaitu Ludira segera mendekati seorang gadis kecil yang berumur kurang lebih 13 tahun. 
Dengan agk kasar Ludira merobek kain yang menutupi tubuh gadis kecil itu. Si gadis 
malang itu cuma bisa teriak dan menangis karena insting kewanitaannya merasakan 
bahaya bakal menimpa dirinya. 

Ludira dengan ganas menggagahi gadis kecil itu tanpa ada belas kasihan. Si gadis 
kecil cuma bisa menangis merasakan perih diperkosa orang-orang bejat. Dengan penuh 
nafsu Ludira terus menggagahi gadis belia itu. Tak ubahnya dengan yang lain. Para gadis 
desa mengalami nasib yang sama dengan si gadis kecil. Mereka diperkosa dengan sangat 
brutal dan tanpa ampun lagi. Benar-benar suatu perbuatan yang keji dan kejam sekali apa 
yang di lakukan kelima anggota Partai Kelabang Ireng tersebut. Bahkan setelah puas 
menggagahi para gadis desa yang malang itu, kelima anggota Kelabang Ireng itu dengan 
santai pergi begitu saja tanpa memandang nasib para gadis-gadis desa yang malang itu. 

—0O0— 

Seorang pemuda tampan berbaju putih bergambar sembilan matahari di punggung 
bajunya tengah berjalan menyusuri jalan setapak yang menuju ke sebuah goa di Gunung 
Lima Warna atau lebih di kenal Gunung Gede. Tampak sebuah pedang di punggungnya 
yang juga berukir sembilan matahari. Begitu tiba di mulut goa, pemuda tampan itu 
langsung masuk ke dalam goa. Semakin jauh masuk ke dalam goa ruangan dalam goa 
tampak menyempit dan ini membuat pemuda itu jadi berjalan agak merunduk tapi begitu 
tiba di ujung goa, ruangan goa jadi luas. Tampak di tengah ruangan goa itu ada kolam 
dengan air yang sangat jernih. Tanpa pikir panjang pemuda tampan itu langsung terjun ke 
dalam kolam itu. 

Ternyata kolam itu ada lorong yang menghubungkan ke ruangan lain dari goa itu. 
Pemuda tampan itu naik ke atas dan melihat ruangan yang dia datangi itu. Tampak 
sebuah ruangan yang cukup luas terbentang di hadapan si pemuda. 

Pemuda tampan itu melihat susunan batu yang ada di dekatnya. Terlihat juga di 
Batu Delapan Unsur itu tertancap pedang di masing-masing batu tapi setelah di 
perhatikan dengan teliti ternyata ada tiga pedang yang telah lepas dari warangkanya. 
Yaitu Pedang Naga Langit, Pedang Rajawali Sakti dan Pedang 9 Bulan. 

“Hmmm agaknya ada suatu kekuatan maha besar yang telah menarik tiga Pedang 8 
Unsur ... ” ucap pemuda tampan itu pelan. “Agaknya ada seseorang yang berhasil 
mempelajari inti sari tiga pedang itu. Tapi kenapa tiga pedang itu sampai terlepas dari 
warangkanya? Ini aneh sekali. Ada apa sebenarnya yang terjadi?” gumam pemuda itu 
menelaah semua keganjilan yang terjadi pada tiga Pedang 8 Unsur itu. 

Pemuda tampan itu kemudian memeriksa sekitar ruangan dengan perlahan. Setelah 
di perhatikan dengan teliti akhir pemuda itu tahu apa penyebab yang terjadi dengan 
misteri hilangnya tiga Pedang 8 Unsur tersebut. 

“Hmmmm, jadi begitu. Pantas saja tiga Pedang 8 Unsur bisa terlepas dari warangka 
di Batu Pembalik Waktu ... ” ucap pemuda itu pelan sambil manggut-manggut tanda 
paham. “Batu Mustika Lima Warna. Siapa gerangan orang yang telah membuat Lima 
Batu Mustika itu. Aku harus segera menyatukan Lima Batu Mustika tersebut. Amat 
sangat berbahaya sekali jika batu-batu itu jatuh di tangan orang jahat. Bisa kacau dunia 
ini.” lanjut pemuda itu sedikit berupa mimik mukanya. 

“Aku harus kembali ke masa lampau lagi.” pemuda itu duduk bersila di atas batu 
wama keemasan kemudian pemuda itu mencabut pedang di punggungnya. 

Sriiiiiing! 

Tampak sinar kuning keemasan memancar dari pedang itu, dengan cepat sekali 
pemuda itu menancapkan ujung pedang di lubang yang ada di atas batu tempat pemuda 
itu duduk. 

Dengan tenang pemuda itu merapal suatu mantra dan tak berapa lama ada sinar biru 
dan merah menyelimuti tubuh pemuda itu lalu dalam sekejap itu pula sinar merah biru 
lenyap bersama si pemuda tampan itu. 

Siapakah pemuda tampan itu?! 

Dialah Surya Barata yang bergelar Pangeran Matahari!! 

—oOo— 

Pagi yang cerah tiba-tiba berubah gaduh ketika seorang gadis cantik berteriak keras 
sekali karena sedang di keroyok tiga orang berpakaian serba hitam. Tampak pakaian si 
gadis sudah robek di sana-sini terkena sabetan senjata dari pengeroyoknya. Namun si 
gadis tidak mau menyerah meski dia tahu tidak akan mungkin menang melawan tiga 
orang pengeroyoknya. Menghadapi satu orang saja sulit apa lagi sampai dikeroyok tiga 
orang itu yang rata-rata memiliki tingkat kepandaian silat yang cukup tinggi. Dengan 
sekuat tenaga gadis cantik itu mempertahankan diri. Pedangnya nampak bergerak cepat 
menangkis setiap serangan yang datang. 

“Hiaaaattt!” 

Dengan satu teriakan keras si gadis membabatkan pedangnya ke arah leher lawan 
tapi serangan itu dengan cepat dapat di hindari lawan dan malah dengan gerakan gesit 
lawan berhasil mendaratkan satu tendangan di perut si gadis, akibatnya si gadis 
tersungkur jatuh dengan muntah darah dari mulutnya. Ketika hendak bangkit ternyata 
lawan sudah menodongkan ujung pedangnya ke leher si gadis. Mau tidak mau gadis itu 
menyerah kalah. 

Ketiga orang berpakaian hitam itu tertawa keras karena berhasil menundukkan si 
gadis. 

“Sebaiknya kita apakan gadis ini, Boncel?” kata pria dengan wajah penuh brewok 
di wajahnya. 

“Mendapat durian runtuh kenapa kita tidak nikmati saja dulu!” seru pria yang lain 
dengan mata tertutup satu cepat. 

“Hahaha. Betul katamu, Mata Satu. Kita bersenang dulu dengan gadis ini. Aku 
ingin merasakan nikmatnya surga dunia dengan gadis cantik ini. Hahahaha!” seru pria 
yang di panggil Boncel tadi keras. 

Ketiga orang itu sama-sama tertawa dengan keras sekali. 

“Dasar biadab! Lebih baik kalian bunuh saja aku dari pada harus melayani nafsu 
setan kalian!” seru si gadis memaki karena dia tahu apa yang ada di otak ketiga pria 
mesum itu. 

Tapi belum sempat gadis itu bicara lagi, tiba-tiba salah seorang pria itu sudah 
menindih tubuhnya. Dengan nafsu setan yang sudah merasuk ke dalam hati si pria 
menggumuli si gadis yang hanya bisa teriak-teriak memaki-maki. 

Dua orang teman pria itu malah tertawa-tawa penuh kegirangan melihat si gadis 
lagi kerjain teman mereka. 

Tiba-tiba dari atas melesat satu bayangan merah biru menghantam pria yang tengah 
hendak menyalurkan nafsu setannya. 

Bukkk! 

Aaarggkh ...! 

Terdengar teriakan keras yang di iringi melayangnya tubuh pria yang tadi menindih 
si gadis. 

Bruaakkk! 

Tubuh pria itu menabrak pohon kemudian diam tak bergerak lagi alias tewas. 
Kejadian yang hanya sekejap itu membuat dua orang pria teman orang yang tewas tadi 
jadi tesentak kaget sekali. Bahkan belum sempat mereka menyadari apa yang terjadi 
barusan, sebuah bayangan merah biru sudah bergerak dengan cepat menghantam dua 
orang itu. Sama seperti tadi, dua orang itu terpental menabrak pohon kemudian diam tak 
bergerak lagi alias tewas seketika. 

—0O0— 

“Aku Mayang. Namamu siapa Kisanak?” kata seorang gadis cantik yang berpakaian 
kuning hijau. Suaranya sangat halus dan enak di dengar. 

“Aku Surya.” ucap pemuda tampan yang berakaian putih dengan ikat kepala putih 
juga. Sebilah pedang berukir gambar matahari berjumlah sembilan di sarung pedang. 

“Ouh, Surya. Sekali lagi aku ucapkan terima kasih banyak atas pertolonganmu tadi. 
Kalau tidak ada kamu entah bagaimana jadinya nasibku ini tadi,” kata Mayang agak 
gregetan karena ingat kejadian tadi yang hampir saja dia diperkosa tiga orang. 

“apa yang sebenarnya terjadi. Kok kamu bisa berurusan dengan tiga orang tadi dan 
siapa mereka sebenarnya.” tanya Surya tenang. 

Mayang akhirnya menceritakan semua yang telah terjadi. Mendengar cerita Mayang 
itu Surya hanya manggut-manggut saja. Ternyata dia berada di jaman yang tengah 
kondangnya Partai Kelabang Ireng. Mendengar semua penuturan dari Mayang itu Surya 
berpendapat kalau ada dalang di balik rentetan kejadian yang tengah melanda dunia 
persilatan ini. 

“Kemana sekarang tujuanmu Mayang?” kata Surya sambil menatap lembut Mayang. 

“Aku berniat ke Gunung Bromo untuk menemui nenekku. Tapi ... ” Mayang 
menghentikan ucapannya. Nampak kesenduan terlihat di wajahnya. 

“Tapi apa?” tanya Surya hati-hati. 

Mayang menatap Surya sejenak kemudian dia tersenyum simpul saja. 

“Kamu sendiri mau kemana?” tanya Mayang balik. 

Surya menghela nafas pelan. 

“Entahlah Mayang. Aku sendiri juga bingung mau kemana. Tak ada tujuan pasti 
aku sekarang ini.” ucap Surya apa adanya. 

“Gitu ya. Hmmm ... bagaimana kalau kamu ikut aku ke Gunung Bromo? Dari pada 
kamu tidak ada tujuan mau kemana. Bagaimana?” tanya Mayang cepat. 

Sebenarnya itu hanya alasan Mayang saja karena dalam hati Mayang sudah merasa 
senang kalau Surya bisa terus di dekatnya. 

Surya setuju dengan ajakan Mayang itu karena dia memang bingung hendak 
kemana dulu guna mencari Batu Mustika Lima Wama dan tiga Pedang 8 Unsur. Ada 
baiknya dia melihat situasi dunia persilatan masa ini... akhirnya Surya dan Mayang pergi 
ke timur yaitu ke arah Gunung Bromo. 

-0O0— 

Gunung Bromo tampak sangat indah pagi menjelang siang itu. Dengan langkah 
yang mantap Mayang dan Surya berjalan menyusuri jalan setapak di lereng Gunung 
Bromo itu. Menjelang siang hari mereka tiba di depan sebuah pondok dengan pelataran 
yang cukup luas. Mayang segera belari kecil ke pondok itu. 

“Eyang, Eyang!” panggil Mayang dengan agak berteriak. 

Tiba-tiba ada tiga bayangan kuning menyerang ke arah Surya. Kontan saja ini 
membuat Surya jadi kaget mendapat serangan yang begitu tiba-tiba itu tapi dengan 
tenang Surya menghindari setiap serangan yang datang ke arahnya. Dengan 
menggunakan jurus ‘9 Langkah Ajaib’ yang memiliki gerakan unik itu Surya mampu 
membuat para penyerang jadi keheranan karena setiap serangan yang mereka lancarkan 
hanya mengenai tempat kosong saja. 

“Ada apa ini kenapa kalian menyerangku?” seru Surya kebingungan. 

“Anak-anak serang dengan jurus ‘Bidadari Memetik Bunga’!” teriak seseorang dari 
arah samping pondok. 

Mendengar perintah itu, tiga orang penyerang Surya yang ternyata gadis-gadis yang 
seumuran dengan Mayang langsung merubah rangkaian jurus mereka menjadi jurus 
‘Bidadari Memetik Bunga’. Gerakan jurus ‘Bidadari Memetik Bunga’ sangat sedap di 
Pandang mata. Itulah daya tarik jurus itu yang mampu membuat lawan terlena dan akan 
menjadi mudah dirobohkan. 

Surya yang dengan cepat menyadari keunikan jurus lawan dengan cepat menambah 
tingkatan jurus ‘9 Langkah Ajaib’-nya. Sehingga Surya dengan tenang dapat menghindari 
setiap serangan yang mematikan dari jurus ‘Bidadari Memetik Bunga’. 

“Eyang.” Mayang dengan cepat menghampiri orang tua di samping pondok tadi. 
“Eyang, hentikan pertarungan. Dia bukan musuh!” 

Orang tua dengan jubah kuning keemasan yang di panggil Eyang oleh Mayang itu 
memberi isyarat agar Mayang diam. 

“Tapi Eyang!?” bantah Mayang cepat. 

“Siapa pemuda itu Mayang? Jurus-jurusnya sangat unik dan belum pernah aku lihat 
sebelumnya.” tanya orang tua berjubah kuning yang ternyata neneknya Mayang yang 
bernama Nini Prameswari atau di dunia persilatan lebih di kenal Bidadari Pemetik Bunga. 
Beliau cukup di segani kawan maupun lawan pada masa jayanya. 

“Pemuda itu bernama Surya, Eyang. Dia telah menolongku dari kebiadaban orang- 
orang Kelabang Ireng. Dia bukan musuh Eyang.” ucap Mayang cepat. 

Nini Prameswari yang mendengar itu jadi terkejut sekali. Beliau menatap Mayang 
seolah-olah meyakinkan diri dengan apa yang beliau dengar barusan. 

“Partai Kelabang Ireng?” ucapnya lirih. ”Anak-anak berhenti.” teriak Nini 
Prameswari keras. 

Maka seketika itu juga pertarungan langsung berhenti. Ketiga gadis murid Nini 
Prameswari mundur ke tempat gurunya berada. 

Mayang bernafas lega melihat akhirnya pertarungan berhenti, tapi tiba-tiba Nini 
Prameswari melompat cepat menyerang Surya yang mengira kesalahpahaman telah usai 
jadi terkejut sekali. 

Pertarungan antara Surya dengan Nini Prameswari berlangsung sengit karena Nini 
Prameswari yang terkenal dengan gelar Bidadari Pemetik Bunga itu telah menggunakan 
jurus-jurus andalannya. Surya terpaksa meladeni dengan menggunakan rangkaian jurus 
‘Matahari’-nya di tingkat tiga. Hanya dengan mengerahkan seperempat tenaga dalam saja 
Surya sudah mampu mengimbangi tenaga dalam Nini Prameswari. Tiba-tiba Surya 
melompat tinggi dan langsung membentuk jurus ‘Naga Langit Meluruk Bumi’. 

Gerakan Surya yang cepat itu tak bisa di hindari Nini Prameswari maka mau tidak 
mau Nini Prameswari harus memapaki terjangan Surya. Maka terjadilah adu tenaga 
dalam di antara dua pendekar digdaya tersebut. 

“Aaaaahk!” teriak Nini Prameswari kalah dalam adu tenaga dalam. Beliau terpental 
tiga tombak ke belakang namun sebelum tubuhnya jatuh ke tanah sebuah bayangan putih 
telah menyambarnya agar tidak jatuh. 

“Nisanak tidak apa apa?” tanya bayangan putih itu yang ternyata Surya. 

Nini Prameswari langsung semedi guna memulihkan tenaga dalamnya. 

“Eyang!” seru Mayang dengan tiga orang murid Nini Prameswari cepat berlari ke 
tempat Nini Prameswari dan Surya berada. 

Perlahan-lahan Nini Prameswari berdiri setelah memulihkan tenaga dalamnya. 
Beliau menatap Surya tajam. 

“Anak muda, apa hubunganmu dengan Pendekar Naga Putih?” tanya beliau 
penasaran. 

Surya yang mendengar pertanyaan Nini Prameswari malah heran dan mengerutkan 
keningnya. 

“Apa maksud Nisanak?” tanya Surya tidak mengerti. 

“Jurus ‘Naga Langit Meluruk Bumi’ adalah salah satu dari rangkaian jurus ‘Naga 
Sakti’ yang hanya di miliki seorang pendekar dan itu adalah Pendekar Naga Putih.” ucap 
Nini Prameswari cepat. 

Surya semakin mengerutkan keningnya tidak mengerti. 

“Pendekar Naga Putih? Siapa itu Pendekar Naga Putih?” tanya Surya kalem. 

“Kau tidak mengenal Pendekar Naga Putih?” seru Nini Prameswari heran. 

Surya cuma menggeleng saja. 

“Siapa namamu anak muda dan dari mana kau berasal?” tanya Nini Prameswari 
penuh selidik. 

“Eyang, Surya. Kalian tidak apa apa?” ucap Mayang cepat karena cemas setelah 
melihat pertempuran yang terjadi. 

“Eyang baik-baik saja cucuku.” ucap Nini Prameswari tenang menatap Mayang. 

“Syukurlah Eyang.” ucap Mayang langsung memeluk neneknya itu. Nini 
Prameswaripun mengusap punggung Mayang dengan penuh kasih sayang. 

“Sudah Mayang, Eyang tidak apa-apa. O ya siapa sebenarnya pemuda itu ... ” Nini 
Prameswari menghentikan ucapannya karena ketika mau melihat Surya ternyata Surya 
sudah tidak ada di tempatnya atau telah hilang. 

“Kemana anak muda tadi?” seru Nini Prameswari heran. 

Kontan saja semua jadi kebingungan karena Surya hilang tanpa di ketahui oleh 
mereka. 

“Kakang Surya.” teriak Mayang keras memanggil Surya. 

“Mohon maaf saya pergi tanpa permisi. Sampai jumpa lagi.” terdengar suara Surya 
dari empat penjuru. 

Nini Prameswari langsung menggunakan tenaga dalamnya untuk mengetahui dari 
mana asal suara itu. Tapi beliau tetap tidak bisa menebak dari mana asal suara tersebut. 

“Ilmu Pemecah Suara anak muda itu sangat sempurna dan suara itu di kirim dari 
jarak yang sangat jauh. Hmmmm, siapa sebenarnya pemuda itu. Ilmu tenaga dalamnya 
luar biasa sempurna. Hampir sejajar dengan tenaga dalam yang di miliki Pendekar Naga 
Putih mau pun Pendekar Rajawali Sakti. Sungguh masih misteri siapa sebenarnya 
pemuda itu.” ucap Nini Prameswari dalam hati. 

—0O0— 

Perkampungan di kaki Gunung Bromo tampak ramai sekali hari ini. Tampak para 
penduduk desa tengah menjalankan aktifitas harian mereka tetapi ada yang nampak lain 
hari ini yaitu terlihat banyak pendekar yang berdatangan di kampung itu. Di antara orang- 
orang itu nampak seorang pemuda sedang berjalan ke arah kedai makan. Dengan pakaian 
serba putih dan pedang di punggungnya bergambar matahari. Pemuda itu tak lain adalah 
Surya. Dengan tenang Surya masuk ke sebuah kedai dan pesan makan. 

Tak lama ada lima orang masuk ke dalam kedai, tiga pria dan dua wanita. Mereka 
duduk tak jauh dari tempat Surya berada. 

“Pendekar Naga Putih ...” ucap salah orang di antara mereka. 

“Panggil Panji saja, Paman.” potong pemuda berjubah putih cepat. Pemuda ini 
memiliki perawakan yang bagus dan tampang serta gagah. 

Surya yang mendengar orang itu menyebut Pendekar Naga Putih membuat dia 
langsung menengok cepat. 

“Pedang Naga Langit!” seru Surya kaget begitu melihat pedang yang berada di 
punggung orang berjubah putih. Surya tidak sadar kalau keterkejutannya membuat 
kelima orang ada di dekatnya jadi melihat ke arah Surya. 

“Ekh?! Maaf ... maaf!” ucap Surya cepat menyadari itu. 

Kelima orang itu kembali meneruskan pembicaraan mereka. Diam-diam Surya 
mendengarkan pembicaraan kelima orang tersebut. 

“Lima Kelabang Ireng, hmmmm ...” ucap Panji bergumam. “Lima Kelabang Ireng 
menurut kabar adalah murid dari pertapa di Pulau Ular yang juga di kenal dengan sebutan 
Datuk Sesat.” lanjut Panji. 

“Benar, nak Panji. Lima Kelabang Ireng memang murid dari Datuk Sesat di Pulau 
Ular. Menurut nak Panji sebaiknya apa yang harus kami lakukan?!” ucap orang separuh 
baya bernama Ki Mundira. 

Panji diam sejenak kemudian menatap empat orang lainnya kalem. 

“Jujur saya juga tidak tahu Paman. Melihat sepak terjang Partai Kelabang Ireng 
yang sudah menduduki Kerajaan itu artinya kekuatan mereka sudah setaraf militer 
perang.” ujar Panji pelan sambil menghela nafas pelan. 

Tampak empat orang itu juga menghela nafas berat. Melawan Partai Kelabang 
Ireng memang suatu hal yang mustahil bagi mereka, walaupun seluruh padepokan di 
wilayah timur ini bergabung itu juga sangat tidak mungkin untuk menghancurkan Partai 
Kelabang Ireng. 

“Bagaimana kalau kita minta para padepokan silat wilayah timur ini untuk bersatu 
melawan Partai Kelabang Ireng, Kakang?” tanya seorang gadis muda berpakaian hijau. 

“Itu juga percuma Nimas Kenanga. Walaupun seluruh padepokan wilayah timur ini 
bergabung tetap sulit menghancurkan Partai Kelabang Ireng.” ucap Ki Munding lemah. 

“Itu benar Nimas apa yang Ki Munding bilang. Lawan kita memiliki pengikut 
sangat besar apa lagi para pendekar golongan hitam juga banyak yang bergabung dengan 
Partai Kelabang Ireng, itu makin membuat kita kesulitan melawan mereka!” seru Ki 
Sudira cepat. 

“Tapi apa kita hanya akan diam saja. Lebih baik mati membela kebenaran dari pada 
hanya diam melihat mereka semakin merajalela!” seru Kenanga cepat. 

Panji segera menyentuh pundak gadis cantik itu lembut sambil tersenyum lembut. 

“Tenanglah Kenanga. Sebaiknya kita bicarakan ini dengan tenang,” kata Panji 
menenangkan kekasihnya itu. 

Kenanga diam saja dan hanya cemberut mendengar itu. 

“Melawan Lima Kelabang Ireng yang jadi pimpinan Partai Kelabang Ireng saja 
mungkin sulit apa lagi kalau sampai guru mereka si Datuk Sesat ikut pasti makin 
membuat kita kewalahan.” ujar Panji tenang. 

Semua mengangguk membenarkan kata Panji itu. Kalau sampai Datuk Sesat ikut 
serta maka dapat di pastikan para pendekar golongan putih wilayah timur ini pasti akan 
kesulitan. 

“Ya sudah kita ke tempat pertemuan saja sekarang. Hari sudah menjelang siang. 
Mari Paman,” kata Panji kalem. 

Mereka segera berlalu dari kedai makan tersebut guna menuju ke tempat pertemuan 
yang diadakan di Perguruan Macan Putih. Nampak para pendekar yang lain pun juga 
pergi menuju ke arah kaki Gunung Bromo dimana Perguruan Macan Putih berdiri. 

—0O0— 

Sore ini Surya tengah berdiri tenang di atas batu besar memandang air terjun kecil 
di bawahnya. 

“Partai Kelabang Ireng hmmmm ... Sekuat apa sebenarnya mereka sampai-sampai 
para pendekar golongan putih jadi gentar dengan mereka.” gumam Surya pelan. 

Surya duduk bersila di atas batu besar dekat sungai. Pandangannya lurus ke depan 
menerawang jauh. 

“Hmmmm ... Hari sebentar lagi malam, aku harus mencari penginapan di desa 
terdekat.” gumam Surya pelan. 

Surya segera beranjak dari atas batu. Tapi tiba-tiba entah dari mana tiba-tiba ada 
bayangan biru gemerlapan menghadang Surya yang hendak beranjak pergi dari atas batu. 
Bayangan biru gemerlap itu ternyata seorang wanita yang sangat cantik bagai bidadari 
dari khayangan. 

Surya agak menyipitkan matanya untuk melihat wanita berpakaian serba biru 
gemerlap bagai ada cahaya warna biru di tubuh wanita cantik bagai bidadari itu. 

Wanita itu tersenyum manis ke Surya lalu dia mengulurkan tangannya 
menyerahkan sesuatu. 

“Pakailah.” ucap gadis itu merdu sekali suaranya. 

“Siapa kau Nisanak?” ucap Surya tenang setelah menerima pemberian dari wanita 
itu. 

Wanita cantik itu tersenyum lembut kemudian mengusap pipi Surya penuh sayang. 

“Surya. Suatu saat pasti kamu akan tahu siapa aku.” tutur lembut wanita itu. 
“Sampai ketemu lagi.” wanita cantik itu perlahan-lahan menghilang dari hadapan Surya. 

“Ekh?! Dewi! Dewi!” kata Surya coba menangkap bayangan biru gemerlap yang 
lama-lama memudar dan hilang. “Dewi! Dewi!” teriak Surya mencoba mencari wanita 
misterius tadi. 

Surya melihat benda yang di kasih bidadari cantik tadi. Ternyata sebuah topeng 
tipis dan sebuah cincin warna biru merah. 

“Topeng dan cincin. Apa maksudnya?” kata Surya dalam hati. 

Setelah merenung agak lama akhirnya Surya memakai topeng dan cincin itu. Surya 
merasa seluruh tubuhnya sangat ringan sekali bagai kapas. Surya kemudian berlalu dari 
tempat itu. 

—0O0— 

“Tolooooong ...” teriak keras seorang wanita. 

Tampak wanita itu tengah belari di kejar oleh tiga orang pria bertampang angker. 
Dalam waktu sebentar saja si wanita sudah berhasil di tangkap tiga pria itu. Si wanita 
meronta ronta coba melawan tapi sayangnya dia kalah tenaga dengan tiga pria itu. 

“Hahahaha. Mau kemana kau Gusti Putri Roro Ayu. Sekarang kau akan kami 
serahkan kepada Gusti Mahendra,” kata salah seorang dari tiga priya itu. 

“Oh tidak. Jangan, tolong lepaskan aku. Aku tidak mau menjadi istri orang biadab 
itu. Tolong lepas aku. Lepaskan,” kata gadis itu merengek. 

“Hahahaha. Dasar wanita goblok. Bila kamu jadi istri Gusti Mahendra maka 
hidupmu akan senang. Hahaha!” seru orang bersenjata trisula. 

“Sudah ayo Subarga kita bawa wanita ini kepada Gusti Mahendra. Kita pasti bakal 
dapat hadiah melimpah. Hahahaha!” seru pria berbaju hitam merah. 

“Kamu benar Sudiran. Ayo!” kata Subarga cepat. 

Mereka bertiga segera membawa gadis malang itu untuk di serahkan pada tuan 
mereka. 

“Berhenti!!” teriak seseorang yang baru saja datang dengan tegas. 

Tiba-tiba di hadapan tiga orang itu telah berdiri seseorang memakai topeng perak 
tipis dengan berkacak pinggang. 

“Lepaskan gadis itu!” kata orang itu penuh tekanan. 

Ketiga orang yang membawa gadis itu kaget karena kedatangan orang bertopeng itu 
tidak di ketahui. Tiba-tiba saja muncul di depan mereka bagai hantu. 

“Siapa kau? Berani sekali menghadang jalan kami,” kata Subarga tegas sekali. 

“Hai kau manusia bertopeng. Jika kau masih sayang nyawa cepat pergi dari sini!” 
seru Sudiran cepat. 

“Aku Pendekar Pedang Matahari tidak takut mati. Kalian orang-orang Partai 
Kelabang Ireng akan aku musnahkan dari muka bumi,” kata orang bertopeng yang 
menamakan dirinya Pendekar Pedang Matahari. 

“Pendekar Pedang Matahari? Hahahaha. Kami belum pemah mendengar gelarmu 
Kisanak. Pasti kau baru turun gunung sehingga tidak tahu dalamnya lautan.” ucap 
Subarga meremehkan. 

“Biar aku yang memberi pelajaran pada manusia tak tahu diri ini,” kata Sudiran 
tenang sambil maju ke depan. “Bersiaplah kau Kisanak. Hiaaaatt.” 

Dengan teriakan keras Sudiran menerjang orang bertopeng tadi yang ternyata 
adalah Surya. Mereka melancarkan serangan yang sangat mematikan. Tapi Surya 
sepertinya tidak mau main-main lagi maka dengan kecepatan yang sukar di lihat mata 
tahu-tahu Sudiran sudah terkapar dengan dada remuk. Hal ini membuat dua orang teman 
Sudiran jadi marah melihat teman mereka telah tewas. Dengan cepat dua orang itu 
menyerang Surya menggunakan senjata. Pertarungan tampak berlangsung seru tapi tiba- 
tiba datang rombongan orang berkuda. 

“Bunuh manusia bertopeng itu.” perintah orang berkuda dengan sulaman gambar 
Kelabang Ireng di dadanya. 

Orang-orang yang baru datang itu langsung menyerang Surya dengan cepat sekali. 

Surya melompat tinggi dengan salto di udara menjauh dari serangan orang-orang 
yang baru datang. 

“Gusti Mahendra!” seru Subarga cepat menghadap orang yang paling tinggi 
kedudukannya di orang-orang yang datang itu. 

“Subarga, apa yang terjadi? Siapa manusia bertopeng itu?” kata Mahendra penuh 
tekanan. Ternyata Mahendra adalah salah satu dari Lima Kelabang Ireng yaitu pemimpin 
Partai Kelabang Ireng. 

“Ampun Gusti. Orang itu bergelar Pendekar Pedang Matahari. Dia telah merebut 
Gusti Roro Ayu yang hendak hamba serahkan kepada Gusti,” kata Subarga takut-takut. 

“Keparat! Tangkap orang bertopeng itu dan bawa kepalanya untuk di jadikan 
gantungan pohon!” teriak Mahendra lantang karena marah. 

Surya menatap orang-orang yang kurang lebih ada 50 orang yang telah 
mengepungnya dan tidak mungkin bisa lolos lagi. Begitu orang-orang itu menyerang 
maka dengan cepat Surya mengerahkan jurus ‘Matahari Mendorong Awan’, lima puluh 
penyerang itu tiba-tiba terpental jauh dan langsung pingsan. 

“Bangsat! Hadapi aku bocah setan!” teriak Mahendra keras. 

“Majulah!” seru Surya tenang. 

Dengan cepat Mahendra menyerang Surya dengan jurus adalannya yaitu ‘Kelabang 
Ireng Mengamuk’. Pertarungan kelihatan sengit dan seimbang hingga memasuki jurus 
jurus 35 Mahendra merubah jurusnya dengan jurus pamungkasnya yaitu jurus ‘Kelabang 
Ireng Menerjang Mangsa’ maka gerakan mereka semakin sulit di ikuti mata biasa. 
Dengan jurus ‘Rajawali Menari’ Surya mampu membuat lawan jadi terdesak. Tiba-tiba 
Mahendra melompat ke belakang sejauh dua tombak. 

“Terimalah Pukulan ‘Kelabang Ireng’-ku bocah!” seru Mahendra cepat. Mahendra 
melakukan gerakan mengeluarkan pukulan jarak jauhnya yang terkenal ganas. 

“Pukulan ‘Kelabang Ireng’. Hiaaatt!” teriaknya keras. 

Tampak dari tangan Mahendra melesat sinar hitam mengerikan dengan cepat ke 
arah Surya. 

“Pukulan ‘Pembalik Matahari’!” teriak Surya lantang. 

Seketika itu juga sinar hitam Pukulan ‘Kelabang Ireng’ terpental balik ke arah 
Mahendra. Ini tidak di sangka oleh Mahendra kalau pukulannya akan berbalik ke arahnya. 
Maka Mahendra tidak sempat untuk menghindar lagi. 

Duaaarrg ... ! 

Mahendra terpental ke udara lalu meledak hancur berkeping-keping. 

Dengan kalahnya Mahendra ini membuat yang lain jadi leleh nyalinya. Dengan 
cepat orang-orang Kelabang Ireng yang masih hidup menyerah dan berlutut di depan 
Surya. 

“Kami minta ampun Tuan Pendekar. Mohon ampuni kami,” kata lima orang yang 
tersisa. 

“Pergilah sebelum aku berubah pikiran!” seru Surya tegas. 

Kelima orang itu kontan langsung lari ketakutan. 

—0O0— 

Berita tewasnya Mahendra salah satu dari Lima Kelabang Ireng telah tersebar luas 
di kalangan persilatan dan ini membuat geger para tokoh golongan hitam maupun 
golongan putih. Bahkan Partai Kelabang Ireng pun dibuat geram dengan tewasnya 
Mahendra. Sontak saja nama Pendekar Pedang Matahari jadi terkenal dan selalu 
dibicarakan dimana-mana. Semua pada penasaran dengan sosok Pendekar Pedang 
Matahari itu 

“Paman, apa Paman sudah mendengar tentang berita Pendekar Pedang Matahari 
yang telah menewaskan Mahendra salah satu dari Lima Kelabang Ireng?” tanya seorang 
pemuda berjubah putih. 

“Sudah Nakmas Panji.” sahut orang setengah baya yaitu Ki Mundira kalem. 

“Siapakah gerangan yang di juluki Pendekar Pedang Matahari itu. Apa Paman bisa 
menduga siapa adanya orang tersebut.” tanya Panji cepat. 

Ki Mundira diam sejenak untuk berpikir siapa adanya orang yang di juluki 
Pendekar Pedang Matahari itu. 

“Entahlah Nakmas Panji. Kujuga tidak bisa menduga siapa adanya Pendekar 
Pedang Matahari itu.” ucapnya pelan. 

“Hmmmm, Pendekar Pedang Matahari.” gumam orang tua berjubah coklat. 
“Sepertinya aku tidak asing dengan nama itu.” ucap orang tua itu kalem. Beliau ini di 
dunia persilatan bergelar Telapak Malaikat Maut yang cukup di hormati. Beliau juga guru 
besar Padepokan Telapak Maut. 

“Apa maksud Ki Jarot?” seru Ki Mundira cepat. 

“Kalian pasti pernah dengar tentang cerita jaman dulu sewaktu Kerajaan Tapak Suci 
jaya. Cerita itu bagai dongeng tapi itu benar terjadi adanya,” kata Ki Jarot kalem. 

“Maksud Ki Jarot ... Pangeran Matahari? Manusia yang luar biasa tinggi ilmunya 
yang konon melebihi dewa sekalipun!” seru Ki Mundira. 

“Benar,” kata Ki Jarot sambil mengusap jenggot putihnya. 

“Tapi, apa hubungannya dengan Pendekar Pedang Matahari, Ki?” tanya Panji 
menimpali karena penasaran. 

“Dahulu kala Kerajaan Tapak Suci berdiri kokoh karena ada Pedang 8 Unsur yaitu 
langit, udara, air, tanah, kayu, petir, bulan dan matahari. Kemudian 8 pedang itu hilang 
bersama 8 orang tokoh utama pendiri Aliran Tapak Suci,” kata Ki Jarot kalem. “Tahukah 
kamu Nakmas Panji, salah satu Pedang 8 Unsur itu adalah Pedang Naga Langit 
milikmu?” tanya Ki Jarot menatap Panji tajam. 

“Apa?!” seru Panji terkejut sekali. 

“Maaf Guru, para pendekar telah menunggu di bukanya pertemuan ini,” kata orang 
yang baru saja datang. 

Akhirnya mereka bersama sama keluar menuju aula utama padepokan. 

* 2 * 

“Surya,” kata seorang gadis cantik berpakaian biru gemerlapan bagai cahaya. Gadis 
cantik itu berupa bayangan saja. 

“Apa yang tengah kamu pikirkan?” ucap gadis itu lembut sekali tutur katanya 
sambil mengusap rambut Surya penuh sayang. Sudah berkali-kali gadis cantik itu datang 
menemui Surya, nama gadis itu adalah Dewi Sekarwati. 

Surya menghela nafas pendek kemudian memandang gadis cantik di sampingnya 
yang tiap hari selalu hadir menemaninya. 

“Aku bingung Dewi.” ucap Surya lirih. 

Gadis cantik di samping Surya itu tersenyum lembut sekali. 

“Tak usah kau bingung. Mungkin memang sudah takdirku harus hidup dengan 
menjadi bayang-bayang seperti ini.” 

Dewi Sekarwati tersenyum kembali namun matanya menunjukkan kedukaan yang 
sangat dalam. 

“Bukan itu yang aku pikirkan Dewi.” sahut Surya cepat. 

“Aku sudah janji padamu akan membebaskan mu dari kutukan Datuk Sesat itu. 
Sampai mati pun aku akan tetap menolongmu Dewi,” kata Surya menghibur Dewi 
Sekarwati. 

Dewi Sekarwati tampak terharu lalu meneteskan air mata haru mendengar kata-kata 
Surya itu. 

“Terima kasih Surya.” isak Dewi memeluk lengan Surya erat. 

Surya mengusap kepala Dewi lembuh sekali. 

“Hmmmm ... Partai Kelabang Ireng mulai bertindak tidak wajar setelah salah satu 
anggota Lima Kelabang Ireng berhasil kutewaskan. Menurutmu apa yang harus aku 
lakukan Dewi?” kata Surya pelan. 

Dewi Sekarwati mengusap air matanya. 

“Ke empat murid Datuk Pulau Ular itu pasti sedang memburumu Kakang. Jadi 
berhati-hatilah dalam bertindak.” 

Surya mengangguk pelan. “Aku paham Dewi.” 

“Lalu apa yang kamu bingungkan?” 

“Hmmm. Dimana aku harus mencari Batu Lima Warna itu. “ Surya nampak 
menghela nafas panjang. 

“Kamu sabar saja ya. Aku yakin Batu Mustika Lima Wama itu pasti akan kamu 
dapatkan.” 

Surya mengangguk pelan setelah menatap wajah cantik gadis yang tengah 
bersandar di bahunya itu lembut, senyum Surya tampak merekah senang mendengar 
ucapan Dewi Sekarwati. 

—0O0— 

“Maaf Kisanak. Apakah Kisanak tahu dimana Perguruan Macan Putih?” ucap 
seorang pemuda tampan berompi putih. Terlihat di punggung pemuda tampan itu terdapat 
sebuah pedang berkepala burung rajawali. Di sebelah pemuda tampan itu berdiri seorang 
gadis cantik berbaju serba biru, di ikat pinggang si gadis terdapat kipas dari baja yang 
terselip. Di punggung si gadis terdapat sebuah pedang bergagang kepala naga. 

Surya yang sedang bersandar pada sebuah pohon itu hanya mengamati dua orang 
yang ada di depannya itu. Tampak tatapan Surya sangat tajam kepada si pemuda karena 
Surya kaget dengan pedang yang terdapat di punggung pemuda itu. 

“Pedang Rajawali Sakti dan itu Pedang Naga Geni,” kata Surya dalam hati. 

“Kisanak. Maaf jika kami mengganggu ketenangan Kisanak,” kata pemuda tampan 
ramah dan tersenyum. 

“Saya Rangga dan ini Pandan Wangi. Kisanak siapa kalau boleh kami tahu?” 

Surya tetap diam saja dan tetap menatap tajam pada dua orang itu yang bernama 
Rangga dan Pandan Wangi. Dalam dunia persilatan Rangga di kenal dengan gelar 
Pendekar Rajawali Sakti sedang Pandan Wangi di kenal dengan si Kipas Maut. 

“Kisanak, apa kamu bisu di tanya orang baik-baik tidak menghargai sama sekali!” 
seru Pandan Wangi mulai hilang kesabarannya dengan sikap Surya itu. 

“Sabar Pandan. Jangan bersikap tidak sopan kepada orang lain,” kata Rangga 
menenangkan Pandan Wangi. 

Surya cuma tersenyum sinis saja melihat sikap mereka. 

“Rupanya pengaruh liar Pedang Naga Geni masih menguasai gadis bernama Pandan 
Wangi itu. Akan kulihat sampai dimana mahkluk yang mendekam dalam pedang itu bisa 
menguasai gadis itu,” kata Surya dalam hati. 

Di mata Surya, Pedang Naga Geni menjelma menjadi naga besar yang menatap 
dirinya tajam seolah-olah ingin menelannya bulat-bulat. Sedang Pedang Rajawali Sakti 
menjelma menjadi burung rajawali bermata biru namun sorot matanya sayu dan 
kepalanya merunduk hormat pada Surya. 

“Naga Geni tampak murka melihatku. Apa gerangan yang terjadi dengan Naga 
Geni ini?” ucap Surya dalam hati. “Rajawali Putih tampak sayu matanya. Apa yang 
terjadi dengan burung sakti itu?” katanya dalam hati. 

“Mau apa kalian ke Perguruan Macan Putih?” ucap Surya tajam. Surya sengaja 
berkata tajam untuk memancing mereka berdua. Dalam hati Surya ingin menolong 
mereka karena mereka tidak sadar akan perasaan dua mahkluk yang mendekam di pedang 
pusaka mereka. 

“Aku harus melihat reaksi dua binatang gaib itu dalam melindungi tuannya.” batin 
Surya. 

“Kami hanya sekedar berkunjung saja Kisanak,” kata Rangga coba tersenyum 
meskipun Rangga merasakan nada bicara Surya tidak bersahabat. Sebagai pendekar besar 
Rangga harus bisa menekan emosinya. 

“Kalau begitu kalian harus mati di sini!” seru Surya tajam penuh tekanan. 

“Kurang ajar! Biar ku kasih pelajaran manusia gila ini, Kakang!” seru Pandan 
Wangi marah. 

“Pandan, tahan!” seru Rangga cepat tapi Pandan Wangi keburu menerjang Surya. 
Rangga hanya angkat bahu saja dan menonton pertarungan mereka. 

Surya tersenyum tipis melihat pancingannya berhasil mengena. Dengan tenang 
sekali Surya meladeni serangan Pandan Wangi malah Surya terkesan bermain-main dan 
ini membuat Pandan Wangi merasa diremehkan maka dengan cepat dia mencabut Kipas 
Mautnya. 

Srabb! 

Kipas baja putih terkembang di depan dada Pandan Wangi. 

“Hahaha. Hanya kipas rongsokan saja apa hebatnya. Kenapa tidak kau keluarkan 
saja Pedang Naga Geni mu itu,” kata Surya meledek. 

“Apa katamu!? Rasakan kipasku, manusia sombong!” teriak Pandan Wangi geram. 

Pertarungan semakin berjalan sengit sekali, serangan Pandan Wangi begitu cepat 
dan sangat berbahaya. Tapi Surya malah mempermainkan Pandan Wangi. Dengan 
kecepatan tinggi Surya merubah jurusnya menjadi ‘Naga Langit Melilit Bulan’ maka 
susah payah Pandan Wangi menghindari serangan yang datang sehingga dengan cepat 
Pandan Wangi mencabut Pedang Naga Geninya. Pamor dahsyat keluar dari Pedang Naga 
Geni. 

“Pandan jangan gunakan Pedang Naga GeniM” teriak Rangga cepat. 

Rangga merasa cemas kalau Pandan sampai mencabut Pedang Naga Geni maka 
dapat dipastikan Pandan Wangi akan kehilangan kontrol dirinya. Lawanpun bisa 
melayang nyawanya terkena pedang sakti itu. Selama ini hanya Pedang Rajawalinya saja 
yang dapat meredam keangkeran Pedang Naga Geni. 

Surya tersenyum melihat Pedang Naga Geni keluar dari sarungnya. 

“Hmmm. Akan kulihat Naga Geni apa masih liar setelah melihat Naga Suci 
pasangannya itu.” batin Surya. 

Pandan Wangi mengibaskan Pedang Naga Geninya dengan menggunakan ‘Ajian 
Naga Wisa’ dengan tenaga penuh. Kibasan pedang yang di iringin suara mencicit itu 
bergerak cepat sekali ke arah leher Surya. Namun kurang jarak sejengkal Pedang Naga 
Geni sampai ke leher Surya, tiba-tiba Pandan Wangi terpental ke belakang dan menabrak 
pohon hingga tumbang. Darah segar keluar dari mulut Pandan Wangi sedang Pedang 
Naga Geni tampak melayang berputar-putar di udara. 

“Pandan!!” seru Rangga cepat menghambur ke arah Pandan Wangi. Namun 
gerakannya kalah cepat dengan Surya yang melompat lebih dulu ke arah Pandan Wangi. 

Begitu menyambar tubuh Pandan Wangi, Surya langsung melesat cepat sekali 
menghilang dari tempat itu. 

“Pandan. Pandan. Pandaaaan!!” teriak Rangga keras sekali. 

Rangga teriak-teriak bagai orang kesurupan mencari cari Pandan Wangi yang di 
bawa kabur oleh Surya. 

“Pandaaaan!” Rangga berlutut lemah di tanah. Dia tidak menyangka kalau Pandan 
Wangi akan dengan mudah di kalahkan oleh orang yang baru saja Rangga temui. 

“Hahahaha. Kekasihmu ada padaku Pendekar Rajawali Sakti. Bila ingin kekasihmu 
selamat maka carilah aku purnama depan. Hahaha!” suara Surya terdengar di empat 
penjuru mata angin. 

“Kembalikan Pandan Wangi manusia kurang ajar. Akan ku kejar kau sampai ke 
ujung dunia jika terjadi apa-apa dengan Pandan Wangi.” teriak Rangga keras sekali yang 
di barengi tenaga dalam penuh. Sehingga pohon-pohon di tempat itu bergetar hebat. 
Namun suara Surya sudah tidak terdengar lagi. 

—0O0— 

Satu per satu para petinggi Partai Kelabang Ireng tewas di tangan Pendekar Pedang 
Matahari bahkan Lima Kelabang Ireng yang jadi pimpinan Partai Kelabang Ireng kini 
cuma tinggal dua orang saja karena tiga Kelabang Ireng yang lain telah tinggal nama saja. 
Ini membuat Partai Kelabang Ireng jadi berang sekaligus waspada karena bisa saja 
mereka yang jadi korban kesaktian Pendekar Pedang Matahari. Di pihak lain ini menjadi 
berkah para tokoh golongan putih karena mereka bagai di beri kekuatan dengan 
munculnya Pendekar Pedang Matahari yang sampai saat ini masih misteri siapa sosok asli 
Pendekar Pedang Matahari tersebut. 

“Pendekar Pedang Matahari semakin merajalela membasmi orang-orang dari Partai 
Kelabang Ireng. Konon kabar yang aku dengar, kesaktian orang itu sungguh luar biasa 
sekali. Siapa sebenarnya Pendekar Pedang Matahari itu?” kata seorang pria berpakaian 
coklat dengan kumis tipis di wajahnya. 

”Sampai saat ini sosok Pendekar Pedang Matahari masih misteri dan belum ada 
orang yang melihat orangnya kecuali orang-orang yang pemah bertarung dengan 
pendekar itu.” ucap pria berbaju kuning biru. 

“Menurut kabar yang aku dengar sendiri dari orang yang kebetulan menyaksikan 
pertarungan Pendekar Pedang Matahari dengan orang-orang Partai Kelabang Ireng. Ciri 
ciri Pendekar Pedang Matahari itu ialah berpakaian putih agak ketat menutupi seluruh 
tubuhnya, memakai topeng perak dan memiliki pedang bergagang matahari di hulu 
gagang pedang tersebut serta sarung pedang itu berukir matahari berjumlah sembilan, 
begitu yang aku dengar,” kata pria berbaju putih dengan sebilah pedang berkepala burung 
di punggungnya. 

“Benarkah itu. Adi Sanjaya?” seru pria berbaju coklat. 

”Benar, Kakang Palawa.” ucap Sanjaya mantap. 

Tak berapa lama ada orang berpakaian putih agak ketat dan bertopeng perak serta 
bersenjata pedang bergagang matahari masuk ke dalam kedai yang ramai orang-orang 
lagi makan. Melihat ciri-ciri orang itu siapa lagi kalau bukan Surya atau Pendekar Pedang 
Matahari yang lagi ramai jadi bahan berita saat ini. Dengan tenang sekali Surya duduk 
dan pesan makanan, tampak orang-orang memerhatikan dia termasuk tiga orang yang tadi 
ngobrol bicarakan Surya. 

Salah seorang dari mereka ada yang jail mencoba kemampuan Surya yaitu dengan 
cara menahan gelas yang ada di depan Surya dengan ilmu tenaga dalamnya. Ini bertujuan 
untuk mengetahui seberapa tinggi tenaga dalam Surya. 

Surya tersenyum tipis saja mengetahui kalau ada orang yang sedang 
mempermainkan dirinya, maka Surya sengaja tidak menyentuh gelasnya dan langsung 
minum dari kendi. Setelah selesai makan maka Surya beranjak keluar dari kedai itu. Ini 
membuat orang yang coba ngerjain Surya jadi penasaran, maka dia bersama temannya 
coba mengikuti Surya, selain orang-orang tadi. Ada lagi yang mengikuti Surya yaitu 
Sanjaya dengan dua temannya. 

Mereka terus mengikuti Surya hingga keluar dari desa dan ketika sampai di daerah 
lapang mereka jadi kebingungan karena orang yang mereka ikuti tiba-tiba hilang bagai di 
telan bumi. Mereka celingukan merayapi setiap sudut tempat tersebut. Setelah lama di 
cari ternyata tidak ketemu juga akhirnya mereka berpisah dan hanya Sanjaya dengan dua 
temannya yang masih di tempat itu. 

“Kemana hilangnya orang tersebut. Padahal tadi jelas-jelas dia menuju ke tempat 
ini tapi kenapa dia tidak ada. Aneh.” ucap Sanjaya masih merayapi tempat itu. 

“Apa kalian mencariku, Kisanak?” ucap Surya yang tiba-tiba berada di belakang 
tiga orang yang mengikutinya. 

Tiga orang itu terkejut bukan main karena orang yang mereka ikuti tiba-tiba muncul 
di belakang mereka tanpa mereka sadari kehadirannya. Ini menunjukkan betapa tinggi 
sekali ilmu meringankan tubuh orang yang mereka ikuti itu. 

“Apa kalian ada urusan dengan aku Kisanak bertiga?” ucap Surya tenang sekali. 

Tiga orang itu saling pandang saja. Kemudian Palawa orang yang tertua membuka 
suara. 

“Maafkan kami Kisanak yang telah lancang mengikutimu. Aku Palawa dan mereka 
adikku Sanjaya dan Bagaskoro.” 

Surya mengangguk sambil tersenyum ramah. 

“Maaf Kisanak, dengan siapakah saya bicara ini jika kami boleh tahu?” 

“saya Surya.” Surya berjalan menuju ke bawah pohon yang cukup rindang. “Ada 
apakah gerangan Paman bertiga mengikuti saya?” 

Tiga orang itu kemudian ikut duduk tak jauh dari tempat Surya. 

“Kami tidak bermaksud mengikuti Nakmas Surya tapi ... ” Palawa menghentikan 
ucapannya. 

“Kami hanya penasaran dengan Nakmas. Maaf apakah Nakmas yang bergelar 
Pendekar Pedang Matahari?” ucap Bagaskoro. 

Surya tersenyum lembut kemudian mengangguk pelan. “Benar, Paman.” 

“Oh rupanya dugaan kami tidak meleset. Rupanya benar Kisanak adalah Pendekar 
Pedang Matahari yang saat tengah menjadi buah bibir dimana-mana. Sungguh suatu 
kehormatan bagi kami dapat bertemu dengan pendekar besar yaitu Nakmas,” kata Palawa 
hormat. 

“Paman terlalu berlebihan, aku tidaklah seperti apa yang orang bicarakan. Saya 
hanya manusia biasa saja Paman,” kata Surya merendah. 

“Hahahaha. Benar-benar pendekar besar,” kata Sanjaya kagum dengan sifat 
merendah Surya. “Oya Nakmas, lusa para pendekar akan menyerbu Partai Kelabang 
Ireng. Kami harap Nakmas sudi bergabung dengan kami. Kami akan sangat senang jika 
Nakmas ikut berjuang bersama kami.” ucap Sanjaya. 

“Benar, Nakmas. Dengan adanya Nakmas maka kami sangat yakin dapat 
menumpas Partai Kelabang Ireng.” imbuh Palawa mantap. 

Surya terdiam mendengar itu. Dia kemudian berdiri. 

“Maaf Paman saya harus pergi. Permisi.” ucap Surya cepat. 

“Tunggu Nakmas ... ” seru Palawa cepat. 

Tapi Surya keburu hilang bagai di telan bumi. Tak ada yang tahu kemana Surya 
pergi, gerakan Surya bagai kilat saja yang tiba-tiba hilang dalam kejapan mata. 

“Pemuda yang luar biasa.” puji Sanjaya pelan. 

“Ilmu meringankan tubuhnya sangat sempurna sekali. Bahkan bayangannyapun 
tidak kelihatan.” ucap Palawa kagum. 

“Sebaiknya kita kembali ke penginapan, Kakang. Hari sudah hampir sore.” ucap 
Sanjaya cepat. 

Mereka segera beranjak dari tempat itu menuju ke arah desa dimana mereka tadi 
datang. 

Sementara itu Surya yang tengah menuju ke sebuah goa di lereng Gunung Bromo 
dimana dia selalu singgah. Begitu dia sampai di mulut goa, maka dengan cepat dia masuk 
ke dalam goa tersebut. 

“Dewi Sekarwati, apa gadis itu sudah mau makan?” kata Surya begitu sampai di 
samping gadis cantik yaitu Dewi Sekarwati. 

“Kakang ... ” ucap Dewi Sekarwati senang melihat Surya sudah kembali. “Gadis itu 
baru saja selesai makan obat yang Kakang beri.” imbuh Dewi. 

Surya menatap gadis berpakaian biru muda bersabuk kuning emas yang sedang 
duduk bersila di atas sebuah batu. Surya melangkah mendekati gadis itu yang tak lain 
adalah Pandan Wangi kekasih Rangga Pendekar Rajawali Sakti. 

“Pandan Wangi.” ucap Surya pelan sambil menyentuh bahu kanan Pandan. 

Perlahan-lahan Pandan Wangi membuka matanya lalu melihat Surya. 

“Bagaimana semedimu? Apa sudah berhasil?” tanya Surya pelan. 

“Belum. Masih sulit buatku untuk merubah elemen ilmuku ke elemen Dingin. Ini 
sangat bertentangan dengan ilmu yang aku miliki.” ucap Pandan Wangi. 

“Lebih fokuslah. Karena jika kamu berhasil menguasai elemen itu maka sebuah 
Pedang Sakti Naga Suci akan menjadi milikmu.” 

“Tapi berapa lama aku harus bertapa?” tanya Pandan Wangi bimbang. 

Surya tersenyum simpul. 

“Bila kamu fokus dan niat maka dalam waktu 21 hari kamu akan bisa merubah sifat 
dasar ilmu yang kamu miliki sekarang. Ilmu ’Naga Sewu’ yang terkandung dalam 
Pedang Naga Geni sangat berbahaya buatmu. Ilmu itu dapat membuat kesadaran 
penggunanya jadi hilang dan itu menyebabkan si pengguna sama dengan iblis. Apa kamu 
mau seperti itu?” kata Surya serius. 

Pandan Wangi menggeleng cepat. 

“Tapi itu ilmu warisan dari guruku ... ” 

“Nanti kamu akan tahu sendiri setelah menyelesaikan tapamu. Sekarang 
bebaskanlah segala pikiranmu dari dunia dan kosentrasilah dalam semedimu.” 

“Baik.” 

Pandan Wangi mengangguk pelan kemudian dia mengambil nafas lalu 
menghembuskannya pelan-pelan. Dengan dua tangan merapat di depan dada Pandan 
Wangi memulai semedinya. 

Surya melangkah menjauh dan menghampiri Dewi Sekarwati. 

“Untuk sementara kamu jagalah Pandan Wangi di sini,” kata Surya lembut. 

Surya kemudian berlalu dari goa itu. 

~o0o— 

Pergolakan besar dunia persilatan akhirnya pecah juga dimana golongan putih 
bersatu menggempur Partai Kelabang Ireng yang di bantu golongan hitam. Di Bukit 
Tandur pertempuran hidup dan mati antara golongan putih melawan golongan hitam 
berlangsung sangat sengit. Korban tidak bisa di elakan lagi, banyak sekali korban di 
kedua belah pihak tapi agaknya Partai Kelabang Ireng mulai terdesak sejak pasukan 
Kerajaan Giliwarna ikut bergabung menyerbu Partai Kelabang Ireng. 

Dengan penuh semangat pelahan-lahan golongan putih berhasil masuk ke dalam 
Istana. Tampak di tengah pertarungan itu Pendekar Naga Putih tengah melawan pimpinan 
Partai Kelabang Ireng yaitu Suro Gandring. Pertarungan dua orang sakti itu membuat 
tanah bagai tergetar dan hembusan angin silih berganti menyapu tempat pertempuran itu. 
Puluhan jurus telah mereka kerahkan dan belum ada yang terdesak hingga Pendekar Naga 
Putih merubah jurusnya menjadi jurus ‘Naga Langit Meluruk Bumi’ . Ini adalah satu 
jurus simpanan yang luar biasa dahsyat. Hampir tiada lawan yang mampu menghadapi 
jurus itu. 

Dengan teriakan keras bagai naga murka Pendekar Naga Putih mencabut Pedang 
Naga Langit dari punggungnya, tampak sinar merah darah terpancar mengerikan dari 
Pedang Naga Langit, pamor pedang yang sanggup melumerkan nyali lawan. 

Di dahului teriakan yang melengking tinggi Pendekar Naga Putih menyerang 
dengan jurus ‘Naga Langit Meluruk Bumi’ ke arah pimpinan Partai Kelabang Ireng. 
Dengan kecepatan yang luar biasa sekali Panji alias Pendekar Naga Putih menyabetkan 
Pedang Naga Langitnya ke arah leher pimpinan Partai Kelabang Ireng namun belum 
sempat Pedang Naga Langit membelah leher lawan, tiba-tiba ada bayangan hitam 
memapaki Pedang Naga Langit. 

Triiiiiiiing ... ! 

Akibatnya sungguh di luar dugaan. Panji yang merasa ada suatu tenaga yang sangat 
besar menghadangnya jadi terpental dua tombak ke belakang. Dapat di bayangkan betapa 
tingginya tenaga dalam orang yang memapaki serangan Panji tadi. Beruntung 
Tenaga ’Gerhana Bulan’ mampu mengurangi terjadinya luka dalam pada Panji. 

“Datuk Pulau Ular!” seru beberapa orang yang mengenali bayangan hitam yang 
baru saja memapaki Panji. 

“Datuk Pulau Ular?” ucap Panji lirih sambil menyeka darah yang keluar dari 
mulutnya. “Akhirnya guru Kelabang Ireng muncul juga. Aku harus hati-hati tenaga 
dalamnya sempurna sekali.” Panji berdiri menatap tajam ke arah Datuk Sesat. 

“Hehehehe. Jurus ‘Naga Langit Meluruk Bumi’. Kau pasti yang di juluki Pendekar 
Naga Putih, hai, bocah. Hehehe!” kata orang tua berjubah hitam dan memegang tongkat 
kuning berkepala ular kobra. 

Janggut putih tumbuh di dagu agak panjang. Suaranya sedikit berat namun sangat 
menggetarkan hati. 

“Aku kenal dengan pemilik jurus itu bocah dan aku tahu kelemahan jurus itu. 
Hehehehe.” 

Panji jadi terkejut mendengar ucapan orang tua di depannya yang di juluki Datuk 
Sesat. 

“Dari mana orang tua itu tahu nama jurus andalan ku bahkan dia tahu kelemahan 
jurus itu.” batin Panji waspada. 

“Hehehehe. Pedang Naga Langit. Serahkan pedang itu padaku bocah maka aku 
akan mengampuni selembar nyawa mu.” 

“Heh! Meski kau pendekar digdaya tiada tanding aku tidak akan menyerah, lebih 
baik aku mengadu nyawa denganmu!” seru Panji tandas. 

“Kurang ajar. Rupanya kau memilih mampus bocah. Hiaaatt!” 

Datuk Pulau Ular atau Datuk Sesat menerjang Panji dengan Tongkat Ularnya. 
Kilatan cahaya kuning beradu dengan kilatan cahaya merah darah. Sungguh luar biasa 
dahsyat pertarungan itu, namun memasuki jurus ke seratus dua puluh Panji terdesak hebat 
dan bahkan sudah dapat dipastikan akan kalah di tangan Datuk Sesat. Di saat yang sangat 
genting itu tiba-tiba ada bayangan putih menyambar tubuh Panji yang hampir tertusuk 
tongkat Datuk Sesat. 

“Kisanak tidak apa-apakan?” ucap seorang pemuda bertopeng setelah menurunkan 
Panji. 

“Terima kasih.” ucap Panji pelan. 

Pemuda bertopeng yang tak lain adalah Surya atau Pendekar Pedang Matahari 
menatap tajam ke arah Datuk Sesat, senyum sinisnya terlihat di bibirnya. 

“Hemh ... Datuk Sesat.” 

“Siapa kau berani menghalangi aku membunuh bocah itu,” kata Datuk Sesat berang 
melihat orang bertopeng di depannya. 

“Pendekar Pedang Matahari!” seru Palawa senang begitu mengenali siapa yang 
datang menolong Panji. 

Surya menoleh ke arah Palawa. 

“Maaf, Paman. Saya terlambat.” 

“Tidak apa-apa Nakmas. Kami senang Nakmas datang.” sahut Palawa. 

“Pendekar Pedang Matahari?!” seru semua orang yang ada di tempat itu terkejut. 

Rupanya pendekar yang tengah ramai di bicarakan semua orang kini muncul di 
hadapan mereka. 

“Pendekar Pedang Matahari?! Oh, rupanya kau yang bergelar Pendekar Pedang 
Matahari yang telah membunuh tiga muridku. Hari aku akan membalas dendam tiga 
muridku. Bersiaplah. Hiaaaaatt!” teriak Datuk Sesat keras sekali. 

Dengan jurus ’Ular Merah Menangkap Mangsa’, Datuk Sesat menerjang Surya. 
Dengan sikap yang tenang sekali Surya meladeni jurus-jurus Datuk Sesat bahkan sesekali 
Surya mengejek Datuk Sesat, ini membuat Datuk Sesat semakin berang maka di jurus ke 
delapan puluh lima Datuk Sesat melompat tinggi ke belakang. 

“Bocah, tahan pukulanku ini. Huuupz ... Pukulan ‘Ular Hitam’!” seru Datuk Sesat 
lantang. 

Pukulan ‘Ular Hitam’ adalah pukulan beracun yang sangat mematikan. Pukulan ini 
yang jadi andalan Datuk Sesat dan tak ada lawan yang sanggup melawan pukulan sesat 
itu. Jelas ini sangat mencemaskan buat keselamatan Surya, tapi dengan senyum sinis 
melihat pukulan sesat itu. Dengan gerakan lambat Surya membuka telapak tangannya ke 
depan. 

Pukulan ‘Pembalik Matahari’! 

Pukulan ‘Pembalik Matahari’ adalah jenis pukulan pertahanan yang memanfaatkan 
tenaga lawan yang dapat membuat pukulan lawan berbalik ke pemiliknya. 

Sinar hitam pekat yang melesat keluar dari tangan Datuk Sesat langsung menerjang 
Surya tapi begitu sampai di depan Surya secara tiba-tiba sinar hitam Pukulan ‘Ular 
Hitam’ itu terpental berbalik ke arah Datuk Sesat. 

Begitu melihat Pukulan ‘Ular Hitam’nya berbalik ke arahnya maka Datuk Sesat 
melompat tinggi guna menghindari pukulan yang berbalik ke arahnya itu. 

“Bangsat! Ilmu apa yang di miliki orang bertopeng itu?! Dia sanggup membali kk an 
Pukulan ‘Ular Hitam’-ku. Agaknya kali aku harus hati-hati dengan orang bertopeng itu. 
Dia sedikit pun tidak cidera dan terdorongpun juga tidak. Padahal aku melepaskan 
pukulan itu dengan tenaga dalam penuh. Siapa sebenarnya orang bertopeng itu, ilmunya 
sukar sekali di ukur. Aku yakin dia belum mengerahkan seluruh kemampuannya. Lebih 
baik aku cari cara bagaimana melarikan diri dari tempat celaka ini.” batin Datuk Sesat 
sambil matanya berputar-putar cari celah untuk melarikan diri. 

Surya mengetahui akal licik Datuk Sesat yang ingin melarikan diri setelah gentar 
dengan dirinya. 

“Heh, Datuk Sesat! Jangan harap kau dapat pergi dari tempat ini. Aku tahu akal 
licikmu yang mau melarikan diri!” seru Surya tandas. 

“Bangsat! Dia tahu apa yang kupikirkan. Mau tidak mau aku harus melawan dia.” 
Batin Datuk Sesat. “Siapa yang mau pergi hai, bocah setan. Aku belum kalah. Jangan 
sombong kau bocah mentang-mentang dapat mematahkan Pukulan ‘Ular Hitam’-ku.” 
teriak Datuk Sesat keras sekali. 

“Hehhh, kalau begitu majulah.” tantang Surya. 

“Makan tongkatku, Bocah!” teriak Datuk Sesat sambil menusukkan Tongkat 
Ularnya ke arah dada Surya. 

“Ilmu ’Pencengkram Raga’!” ucap Surya sambil membentangkan telapak tangan 
kirinya ke arah Datuk Sesat. Tak di duga oleh semua orang tubuh Datuk Sesat seperti di 
tahan sesuatu di udara. Rupanya Ilmu ’Pencengkram Raga’ Surya adalah jenis pukulan 
yang dapat membuat lawan bagai di cengkram tangan-tangan gaib raksasa. 

“Hari ini kejahatanmu selama puluhan tahun harus kuakhiri,” kata Surya lantang. 

Surya kemudian melakukan gerakan bagai merunduk berlutut satu kaki. 

“Ajian ’Merengkah Gunung’!” teriak Surya. 

Dari dalam tubuh Surya melesat bayangan putih yang bergerak luar biasa cepat 
menabrak tubuh Datuk Sesat. Maka tak ayal lagi tubuh Datuk Sesat langsung meledak 
hancur menjadi asap. 

Semua orang yang menyaksikan itu jadi terpana takjub dengan keganasan jurus 
yang Surya keluarkan. Tak berapa lama sorak sorai terdengar riuh karena Partai Kelabang 
Ireng telah berhasil dimusnahkan. Tanpa di sadari orang lain, Surya beranjak 
meninggalkan tempat itu tapi ada satu orang yang memperhatikan kepergian Surya. 

“Sungguh orang yang luar biasa tinggi ilmunya. Ternyata benar adanya bahwa di 
atas langit masih ada langit.” batin Panji dalam hati. 

“Kakang tidak apa apa?” ucap gadis cantik berbaju hijau pelan. 

“Aku baik-baik saja. Mari kita pergi Kenanga,” kata Panji seraya menggenggam 
tangan gadis cantik kekasihnya itu untuk pergi dari Bukit Tandur tersebut. 

-TAMAT- 

SEGERA TERBIT PENDEKAR PEDANG MATAHARI DALAM EPISODE 

“MISTERI BATU MUSTIKA”