Dewi Ular - Terjerat Asmara Mistik(2)


BOCAH sakti berwajah boneka itu adalah gadis kecil yang ditemukan oleh Kumala Dewi di alam aneh, yaitu ruang hampa gaib. Ketika sang Dewi Ular berhasil lobos dari alam itu, bocah tersebut ikut dibawanya hingga ia berada di alam kehidupan manusia.

Bocah berwajah boneka itu telah kehilangan ingatannya. Mengalami amnesia. Ia tak tahu siapa namanya, dan siapa orang tuanya.

Oleh karena itu Kumala Dewi memberinya nama: Barbie.

Memang pantas jika Barbie dikatakan sebagai bocah sakti, karena ia mempunyai kekuatan giab yang sungguh menakjubkan. Dalam usia sekitar 6 tahun dia sudah mampu membuat MakAyu terpéntal sampai kira-kira 30 meter jauhnya.

Ia juga bukan saja mampu membuat dada Mak Ayu berlubang, tapi juga mampu menangkal kekuatan gaib yang dikirimkan Mak Ayu untuk merebut kandungan dari perut Rayo Pasca.

Dalm kisah PARIT KEMATIAN disebutkan bahwa Rayo yang sedang hamil itu tiba-tiba perutnya merasa sakit sekali. Ia mengerang hingga terbungkuk-­bungkuk dan bergulingall di sofa panjang.

Seumur hidupnya Rayo belum pernah menyeringai kesakitan sedemikian rupa. Bahkan keringat dingin Rayo mengucur semua akibat menahan sakit yang luar biasa.

Pada waktu itu, gadis kecil berambut panjang yang bagian depannya diponi rata itu berada di sampingnya. Ia bertanya berkali-kali tapi tak mampu dijawab oleh Rayo.

Saat itu Rayo meringkuk di sofa panjang sambil mengerang kesakitan. Kadang tubuhnya mengejang demi menahan rasa sakit yang seharusnya dilampiaskan dengan teriakan keras-keras.

"Kak...? Kak Ray...?" suara Barbie tak terhiraukan lagi. Kayo sibuk menahan rasa sakit itu. Tapi nada suara Barbie ternyata makin lama makin meninggi.

"Kak Ray... ?! Kenapa perut Kakak jadi_ besar... ?! Kak... lihat tuh, perut Kakak jadi besar... !"

Rayo sibuk melawan rasa sakit, Barbie kebingungan sendiri meliha.t perut Rayo makin membengkak dan terus membengkak.....

Rayo terkapar di sofa. Kedua tangan berpegangan sisi pinggir sofa. Ia mengejang menahan sakit dan menahan suara erangannya jangan Sampai berubah menjadi teriakan histeris.

Pada saat itu Barbie juga kebingungan dan tegang melihat perut Rayo semakin membengkak besar. Anak itu memegangi perut Rayo sambil bersuara ketakutan.

"Kakak... perutnya besar. Kak Ray... kenapa ini? Kakak... bertahanlah. Bertahanlah, Kak... !"

Suara erangan Rayo semakin berkurang. Dalam waktu relatif singkat Rayo merasakan hawa sejuk pada bagian perut yang dipegangi tangan Barbie.

Semakin sejuk semakin hilang rasa sakitnya. Rayo pun tak lagi mengerang. Flanya napasnya yang masih terengah-engah seperti mengalami kelelahan yang luar biasa. Badan pun terasa lemas.

"Kakak... perut Kakak kenapa?" Barbie seperti mau menangis.

"Aku nggak tahu, perut Kakak jadi sakit begini. Nanti Kak Mala marah padaku. Aku kan disuruh jaga Kak Ray. Tapi aku nggak tahu kenapa perut Kak Ray jadi sakit begini..."

Benar. Anak itu sudah hampir mengeluarkan air mata. Rayo yang sudah tidak merasakan sakit sedikit pun itu segera meraih dan memeluk Barbie. Ia menenangkan anak itu.

"Nggak apa-apa; Sayang... Kakak sudah nggak sakit lagi kok. Rasa sakitnya hilang sejak..."

Kata-kata itu terputus secara Kaarena pada saat itu Rayo segera menyadari bahwa perutnya sudah tidak bengkak lagi. Semakin diperhatikan dengan mata melebar, semakin jelas bahwa perutnya sudah tidak membuncit. Sekarang perut itu datar dan normal seperti sediakala. Tentu saja hal itu sangat mengejutkan.

"Barbie, coba lihat perut kakak sudah nggak bengkak lagi tuh?!"

Barbie keluar dari pelukan Rayo. Ia memandangi perut Rayo dengan mata beningnya. Mata itu tak sempat mengeluarkan air mata, sehingga sudah pasti ia dapat melihat jelas keadaan perut Rayo.

"Ohh, perut Kakak sudah kempes?"

"Aaneh... aneh sekali kan?! Aneh sekali ini,Bie?!"

"He,eh... aneh. Berarti Kakak sudah sembuh, ya?" wajah anak itu berseri-seri. Ikut merasa lega melihat perut Rayo sudah kempes.

"Jangan-jangan aku sudah melahirkan?" pikir Rayo, lalu memeriksa keadaan sekelilingnya.-Sampai kolong meja dan- sekeliling sofa diperiksa semua. Ternyata ia tidak menemukan tanda-tanda melahirkan. Setetes darah pun tak ditemukan di lantai maupun di jok sofa.

"Rasa-rasanya... rasa-rasanya isi dalam perutku juga sudah nggak ada? Kehamilanku... hilang tuh?!" sambil perut Rayo dikempiskan berkali-kali.

Menarik napas lebih dari lima kali. la coba meraba dengan sedikit memberi tekanan. Ternyata tak ada tanda-tanda kehamilan lagi dalam perutnya.

"'Hilang ... ?!"

"Apanya yang hilang, Kak?" tanya Barbie. .

"Bayinya hilang?!" jawab Rayo sepontan.

"Bayi...?"

"Hmm, ehh... maksud perut kakak sudah tidak seperti orang sedang mengandung bayi. Sudah tidak ada rasa mengganjal di ulu hati. Oooh, berarti kakak sudah sembuh, Bie. Kakak sudah normal lagi."

Rayo Pasca yang ganteng dan gagah itu mulai tersenyum. Wajahnya berseri-seri setelah merasa yakin betul bahwa tanda-tanda kehamilan tidak ia rasakan lagi.

Barbie pun ikut tertawa. Tawanya cekikikan ,sambil menuding-nuding Rayo.

"Anak ini seperti menertawakan diriku?!" pikir Rayo curiga.

Lalu, tawa Barbie yang berkepanjangan itu dihentikan dengan tepukan pelan di lengan anak itu.

"Hey, kenapa ketawamu sampai terpingkal-­pingkal begitu?"

"Kakak lucu, hhi, hii, hii, lucu sekali... hii, hii, hhiii. ."

"Apanya yang lucu? Mukaku lucu, begitu?"

"He, eh. Luiu mukanya Kakak, hihihihii... "

"Masa' lucu sih? Orang heran dan bingung ya begini mukanya, Bie. Kamu ini ada-ada aja, ah."

"Kakak mencari bayi?"

"Hminm, memangnya kenapa kamu tanya begitu?"

"Hii, hii, bayi di dalam perut Kakak tadi aku umpetin, hiiaak, haak, haak, haak... !" tawa anak itu sampai terbahak-bahak.

Rayo berkerut dahi dengan semakin heran.

"Karnu umpetin?! Maksudmu diumpetin bagaimana, Bie?!"

Berbie menghabiskan tawanya. Diam sebentar, kemudian menjawab pertanyaan Rayo.

"Tadi waktu kupegang perut Kakak, aku merasakan ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Jangan-jangan ini yang bikin Kak Ray sakit perut, kataku dalam hati. Teruuuuss... kuambil kehidupan di dalam perut Kakak tadi. Sekarang kusembunyikan deh. Biar dia nggak ganggu Kakak lagi."

"Bayinya kamu sembunyikan? !" Rayo makin mendekati Barbie.

Anak itu mengangguk pasti. Rayo berlutut memegangi kedua pundak Barbie. Menatapnya dalam-dalam dengan dahi masih berkerut tajam.

"Kau sembunyikan di mana bayi itu, Bie?! Kau taruh dimana kandungan:yang tadi kau ambil itu? Katakan... !"

. "Di tempat yang aman deh pokoknya. Kakak nggak perlu khawatir, nggak akan aku sia-siakan kok."

"Nggak bisa. Kak Mala bisa marah kalau bayi itu nggak ada di perut Kakak. Katakan, di mana kau sembunyikan bayi itu?"

Akhirnya gadis kecil itu menjawab pendek, "Niiih .... Tapi sambil menepuk perutnya sendiri."

"Hahhh... ??!" Rayo terpekik kaget setelah tahu maksudnya. "Ja... jadi.... Bayi itu kau sembunyikan dalam perutmu, begitu?!"

Barbie mengangguklugu.

"He,eh... !"

Tersentak hati Rayo, "Mati aku! Anak sekecil dia akan hamil kalau bayi itu dibiarkan di dalam perutnya?!"

Barbie mencoba menjelaskan alasannya.

"Kalau di dalam perutku dia nggak bikin sakit, Kak. Kalau di dalam perut Kakak, dia bisa-bikin sakit kayak tadi."

Begitu polos ia berkata, hingga Rayo tertegun dengan mulut sedikit ternganga.Pandangan mata tak beringsut sedikit pun dari raut wajah Barbie yang mungil, cantik dan lucu itu. Rayo tak dapat membayangkan apa kata dunia jika anak sekecil Barbie temyata sudah bisa hamil, dan orang pasti akan bertanya-tanya, "siapa yang menghamili anak itu?'.

Rayo segera menelepon ke rumah Kumala Dewi. Ia tahu Kumala belum kembali dari Kahyangan. Tapi ia butuh bicara dengan Sandhi atau Buron mengenai hal ini .

"Sandhi, tolong kau kemari sekarang juga."

"Sekarang? Udah lewat tengah malam aku harus ke Puncak? Yang bener aja, Ray?!"

"Aku butuh bantuanmu. Atau Buron saja yang kemari."

"Memangnya ada masalah apa sih?"

"Kandunganku telah hilang."

"Hah .... ! Bisa hilang ? Ooh, berarti Kumala sudah bertemu dengan Dewa Jenaka, dan Dewa Jenaka sudah mengembalikan kepada ptinilik kandungan itu Yang sebenarnya."

"Bukan begitu ceritanya!" sahut Rayo sedikit keras, karena ia dalam keadaan panik. Sandhi diam terbungkam. Rayu melanjutkan penjelasannya dengan nada tegas.

"Barbie berhasil mengarnbilnya..."

"Anak itu... ?! W ah, hebat, hebat..."

"Hebat bagaimana?! Bayi dalam kandungan itu sekarang dia sembunyikan di dalam perutnya, tahu ?!"

"Hahh... ?! Berarti... berarti sekarang anak itu yang hamil?!"

"Eeehhmm... aku nggak tahu persisnya begaimana. Tapi, aku juga menyimpulkan begitu. Makanya, coba Buron kasih tahu soal ini dan suruh dia ke sini. Kamu yang jaga rumah deh."

Pada akhirnya Rayo memutuskan untuk mengundang Buron. Mengapa justru Buron yang diminta datang? Karena, Buron adalah jelmaan dari Jin Layon.. Buron mempunyai kesaktian dapat berada di tempat yang jauh dalam waktu singkat tanpa menggunakan kendaraan apapun.

Dan, sebagai jelmaan Jin Layon, tentunya Buron dapat menggunakan mata batinnya untuk melihat isi perut Barbie; benarkah ada bayi di dalam perut Barbie, atau- semua itu hanya semata-mata kekonyolan Barbie saja?

"Gila!" sentak Buron saat diberitahu Sandhi. "Lu serius nih, San?!"

"Ya, ampuun... ngapain gue bo'ong ama elu untuk urusan genting kayak gini sih, Ron! Kalau nggak percaya, Tu telepon aja sendiri ke Rayo , Buruan sana!"

Jelmaan jin saja kaget mendengar kabar itu, apalagi manusia biasa seperti Sandhi. Bagaimana pun juga keraguan tetap ada dalam hati mereka. Sebab, mereka mendengar sendiri ucapan Dewa Bahakara alias Dewa Jenaka kepada Kumala Dewi, bahwa siapa pun tidak akan ada yang bisa mengusik kandungan dalam perut Rayo.

Sang dewa sudah mengikatnya dengan kekuatan gaib sejenis mantera sakti. Bahkan gelombang hawa gaibnya dialirkan ke tubuh Dewa Jenaka, sehingga jika ia dipukul berkali-kali maka kandungan Rayo akan • semakin besar dan proses kelahiran akan semakin cepat.

Maka, tanpa menunggu lama lagi, Buron segera menggunakan kesaktiannya untuk pergi ke villa, tempat pengasingart Rayo.

Claap... !

Ia berubah menjadi seberkas sinar kuning kecil, berbentuk seperti meteor. Sinar itunielesat depgan cepat, menembus atap rumah tanpa suara dan tanpa getaran sedikit pun. Dalam hitungan detikjelmaan Jin Layon sudahtiba di kawasan Puncak yang berudara dingin.

"Huuwwwrrr... !" Buroh menggigil. "Sialan, gue lupa kalau di sini udaranya dingin sekali. Mestinya gue tadi pake jaket dulu,,ya?" gerutu Buron saat sudah menjelma menjadi sosok pemuda berambut kucai.

"Tapi kalau aku pake jaket, lalu dalam perjalanan kemari bertemu dengan roh halus atau bangsa jin juga, nanti apa kata mereka? Jin kok pake jaket. Sok gaul. Sok trandy. Aaah, macam-macamlah komentar makhluk-makhluk kuper itu."

Buron berdiri di ruang tamu tak jauh dari kamarnya Rayo. Ruang tamu itu kosong, lampunya sudah padam. Buron clingak-clinguk sambil mendekap kedua tangannya sendiri.

"Bego amat aku ini?! Kenapa nggak kugunakan saja Aji Jala Geni, sekedar buat melawan hawa dingin kan bisa-bisa aja?! Huuuh... !"

Ia mengecam dirinya sendiri, dan segera mengerahkan Aji Jala Geni, namun tak sampai dilempaskan lewat tangannya. Energi dari kesaktian Aji Jala Geni berhasil melawan udara dingin, sehingga ia tak perlu memeluk kedua tangannya lagi. Tak perlu menggigil dengan gigi gemeretuk.

"Di mana Rayo dan anak setan itu berada?" pikirnya sambil clingak-clinguk.

Kemudian hawa saktinya digunakan lewat mata. Bola matanya seperti dilapisi lensa infra merah. Ia dapat menemukan energi panas dari darah Rayo.

Bayang-bayang merah terlihat olehnya di dalam salah satu kamar. Tak salah lagi, di dalam kamar itulah Rayo berada.

Setelah pintu itu diketuk pelan, suara memanggil pun dilakukan dengan pelan, maka Rayo pun bergegas keluar dari kamamya.

"Apo benar yang dibilang Sandhi tadi, Ray?"

"Ya, benar," suara Rayo membisik. "Masuklah...," sambil memberi jalan masuk untuk Buron.

"Tapi perutmu sudah..."

"Ssst, jangan kerasnkeras.. Anak itu bare saja tidur."

Maka, langkah kaki Buron pun dilakukan dengan sangat hati-hati. Ia tak perlu terlalu dekat dengan ranjang. Dari jarak empat langkah Buron sudah bisa melihat Barbie sedang tertidur nyenyak, dengan tangan kiri masih memegangi boneka Panda.

Buron menatap perut Barbie dengan tatapan tak berkedip. Penglihatan gaibhya sebagai jin berhasil menembus perut Barbie.

"Waduh ?!" Buron terperanjat seraya berpaling menatap Rayo.

“Bagaimana?"

Buron membawa Rayo ke pintu dan bicara di sana dengan suara tak perlu mendesis-desis.

"Aku melihatnya, Ray. Melihat jelas sekali. Gila tuh anak!"

"Melihat... maksudmu melihat bagaimana?"

"Melihat ada janin hidup di dalam perutnya!"

"Oo, my God... !" Rayo mengeluh lemas.

Rayo mengajaknya keluar dari kamar supaya bisa bicara lebih bebas lagi. Di ruang tengah Rayo menceritakan secara singkat mengenai kemunculan seorang wanita yang mendesak ingin masuk ke dalam untuk mencari siapa yang hamil di villa itu. Perempuan tersebut terkesan menginginkan sesuatu dari kehamilan Rayo. Tapi berhasil disingkirkan oleh Barbie.

"Mungkin dia menghendaki janin yang waktu itu dalam kandunganmu, Ray. Buat jimat, atau,buat apalah... nggak tahu. Tapi jelas dia menginginkan janin itu."

"Nah, setelah itu perutku jadi sakiiiit... sekali. Luar biasa sakitnya sampai mau ambil napas aja susah banget, Ron."

"Kekuatan gaib si perempuan tadi sedang berusaha mengambil janin dalam kandunganmu.Barangkali begitu."

Seandainya mereka bisa melihat kejadian di alam sana, mungkin mereka punya kesimpulan lain. Bahwa kandungan itu dibuat sedemikian oleh Dewa Jeriaka sehingga selalu berhubungan dengan dirinya. Jika ia dipukul atau dihantam berkali-kali maka kandungan itu akan semakin cepat membesar.

Dan, bertepatan dengan lenyapnya Mak Ayu dari villa tersebut, di alam sana Dewa Jenaka terkena pukulan beberapa kali dari lawannya, sehingga Berimbas pada kehamilan Rayo. Barbie sendiri yang melihat perut Rayo semakin besar dan semakin seperti ingin melahirkan.

Siapa -sebenarnya lawan Dewa Jenaka pada waktu itu? Pak Tua berjubah coklat dan bermata cekung mengaku tidak tahu menahu tentang pertarungan tersebut.

Kumala Dewi juga tidak dapat memperkirakan siapa lawan tersebut, karena tidak ada jejak gaib yang ditinggalkan di sekitar bekas pertarungan.

Ketika putri tunggal Dewa Permana itu menemukan Dewa-Jenaka, keadaan sang dewa sungguh sangat mengenaskan. Sudah tidak memiliki kesadaran lagi. Istilah medisnya, dalam keadaan koma. Tak sadar , Jubahnya mengalami rusak akibat terbakar dan tercabik-cabik. Separoh lebih dari wajahnya menjadi him memar. Dewa Jenaka dalam keadaan terkapar di atas tanah kering, di wilayah Hutan Kutukan.

Seperti keterangannya Baronggo semula, Dewa Jenaka dalam keadaan tak bertenaga, tanpa kesaktian, dan sedang menjalani proses kematian secara pelan-pelan.

Sangat tersiksa sekali. Sebab, di atas perut sang dewa terdapat sebongkah batu yang besarnya hanya seukuran kepala bayi. Seharusnya, meski tanpa kesaktian, batu itu dapat disingl4rkan dengan mudah. Tetapi ternyata batu itu sangat biasa beratnya, seolah-olah mengandung energi gaib berkekuatan tinggi.

Jangankan Dewa Jenaka, sedangkan Pak Tua Baronggo saja berkali-kali mencoba menyingkirkan batu itu namun tak pernah berhasil. Menurut Baronggo, batu itu beratnya sama dengan sebuah gunung yang puncaknya menjulang tinggi.

Agaknya sang lawan menghendaki Dewa Jenaka mati pelan-pelan dengan cara seperti digencet sebuah gunung. Ketika tiba di situ, Kumala Dewi segera menyingkirkan batu tersebut. Namun ia juga tidak berhasil Bahkan sempat terpelanting dan hampir saja menduduki wajahnya Dewa Jenaka.

"Bukankah tadi aku sudah bilang, batu itu memang kelihatannya kecil, tapi beratnya sama dengan sebuah gunung, Nyai," ujar Baronggo mengingatkan.

"Kita harus bisa menyingkirkan batu ini selagi paman dewa masih punya harapan untuk tertolong jiwanya."

"Bukankah beliau sudah..."

"Belum! Dia belum mati. Aku dapat merasakan denyut nadi dewaninya yang lemah sekali. Sebentar lagi denyut nadi dewani itu akan berhenti dan itu artinya beliau sudah tidak bisa tertolong lagi! Ayo, bantu aku menyingkirkan batu ini, Pak Tua... !"

Satu kali mereka mengangkat bersama, batu itu tetap kokoh. Dua kali mereka mendorong bersama, batu itu tidak bergeming.

Maka, tertegunlah sang Dewi Ular setelah menyadari betapa sulitnya menyingkirkan batu sekecil itu. Ia mendeteksi batu tersebut, namun tak menemukan getaran gaib di dalamnya. Batu itu sepertinya batu biasa yang tidakmemiliki isi energi apapun, kecuali energi alam.

"Kalau aku bisa hancurkan batu itu, sudah kuhancurkan pada saat pertama kali kutemukan dia di sini, Nyai. Sampai hampir habis tenagaku, tapi batu itu tidak berhasil kuhancurkan. Jadi, bagaimana kalau sekarang Nyai Dewi Ular yang menghancurkan batu itu. Nyai Dewi bisa menggunakan kesaktian penghancur yang paling dahsyat, tentunya."

Kecantikan yang sekarang sedang dibalut duka itu sedikit memancarkan kegeraman pada Baronggo.

"Kalau kugunakan kekuatan penghancurku, maka bukan batu itu saja yang hancur, tapi paman Dewa juga ikut hancur!"

"Oo, iya...," Baronggo manggut-manggut. Mengelus jenggotnya yang menggerombol mirip brokoli itu.

Tapi sempat pula Kumala Dewi mencoba menggunakan energi kesaktiannya berupa sinar hijau mirip laser yang keluar dari Ujung jari telunjuknya.

Claaap, zuuuuuut... !

Sinar hijau itu mengenai batu di atas perut Dewa Jenaka, tapi tetap tak bergeming. Pecah tidak, terpental tidak, bergeser sedikit pun tidak.

"Luar biasa... !" geram Kumala menghembuskan napas.

Kemudian ia bertanya, "Pak Tua, apakah menurutmu batu kecil itu juga termasuk batu yang kena kutukan?"

"Ah, menurutku... tidak. Batu itu memang batu biasa. Artinya, bukan tercipta dari kekuatan kutukan. Tapi kalau batu-batu besar yang di sana, sana, dan sana itu memang tercipta karena kutukan."

Dewi Ular diam lagi. Berpikir keras sambil memandangi sekelilingnya. Batu, pohon, tanah, bahkan awan hitam yang menggantung di langit abu-abu itu juga menjadi sasaran pandangan matanya. Hanya sepintas. Lalu, pandangan mata itu beralih pada sosok raga Dewa Jenaka yang membuat hatinya semakin ternyuh.

Pada saat itu Kumala Dewi merasakan denyut nadinya Dewa Jenaka semakin lemah. Hanya dalam hitungan menit, habis sudah riwayat Dewa Jenaka. Akan menguap menjadi asap wangi sebagaimana kematian para dewa lainnya. Itu berarti Kumala harus cepat-cepat ambil tindakan yang tepat, untuk selamatkan jiwa Dewa Jenaka.

"Akan kucoba... !" tiba-tiba Kumala dewi berkata demikian.

Baronggo berkerut dahi.

"Apa lagi yang mau ia lakukan?" pikir Baronggo setelah melihat Kumala Dewi mundur beberapa langkah. Rasa was-was membuat Baronggo pun mundur menjauhi Dewa Jenaka.

Detik berikutnya Baronggo tersentak kaget, langsung kabur menjauh, karena tiba-tiba saja Kumala Dewi berubah menjadi seekor naga berukuran besar sekali.

Wuuuuzzzz !

Naga hijau itu bersisik emas dengan mahkota indah di kepalanya. Panjangnya tak bisa diperkirakan, karena Baronggo tak dapat melihat di mana ekor naga itu.

Baronggo hanya bisa menggigil di balik salah satu pohon dan memperhatikan secara sembunyi-sembunyi.

Naga besar jelmaan Kumala Dewi itu bergerak maju.

Zeeeeehhhg... !

Hutan Kutukan terguncang seperti dilanda gempa. Ketika gerakan naga berhenti maka guncangan itu pun hilang. Mulut naga bertaring itu terbuka, Baronggo merasakan hawa panas menyengat kulit tubuhnya, menembus jubah tebalnya yang lusuh itu. Badannya rnengkerut sebentar, menahan hawa panas yang timbul akibat napas naga keluar dari mulut tanpa semburan.

Lidah naga pun terjulur cepat. Langsung melilit batu di atas perut Dewa Jenaka.

Zzzlllaaap...!

zzeeerrrt... !

Lidah naga segera menyentak ke atas, dan batu itu pun akhirnya dapat terangkat.

Wuuut... !

Di atas sana lidah naga memperkuat lilitannya hingga batu itu pun pecah,

prrraaak... ! Blegaaaarrr-... ! Bleeduuuuuuuung ! !

Pak Tua terpental dari persembunyiannya akibat gelombang ledakan dahyat yang terjadi saat pecahnya batu itu. Ia juga sempat melihat cahaya merah darah memercik bagaikan darah muncrat ke mana-mana.

Tapi cahaya merah itu bukan berasal dari batu yang pecah. Cahaya merah itu dilihatnya keluar dari gugusan awan hitam yang mennggantung di langit berwarna hitam. Gugusan awan hitam itu buyar seketika. Lenyap tanpa bekas lagi.

Dentum ledakan dua kali itu juga berasal dari pecahnya awan hitam yang menyerupai mendung, yang sejak tadi menaungi tempat itu.

Dentuman dahsyat tersebut mengguncangkan Hutan Kutukan hingga beberapa pohon nyaris tumbang, dan batu-batu hasil kutukan masa lalu itu pun mengalami keretakan, bahkan ada yang terbelah menjadi dua atau tiga bagian.

Zzzclaaap... !

Naga besar bermahkota itu berubah-menjadi sinar hijau; kemudian sinar itu lenyap dalam sekejap. Pak Tua yang masih menggigil ketakutan itu kini bisa mêlepaskan napas panjangnya, karena ia melihat jelas sekali bahwa yang berdiri di sana bukan lagi seekor naga, melainkan gadis cantik dan sexy yang tak lain adalah Kumala Dewi, alias Dewi Ular.

Hal pertama yang dilakukan Dewi Ular setelah berubah menjadi sosok Kumala Dewi adalah mendongak ke atas, memperhatikan langit abu-abu yang sudah tak menggantungkan mendung lagi di atas kepala mereka.

Ketika dilihatnya Pak Tua mendekat dengan terbungkuk-bungkuk, Kumala pun berkata sambil kembali memandang ke langit.

"Pantas saja batu itu tadi tak dapat disingkirkan, tapi juga tak terisi hawa gaib apapun. Rupanya hawa gaib itu digantungkan di dalam gumpalan awan hitam di atas sana, Pak Tua."

"Yaah, itu benar. Tadi... tadi sebenarnya aku juga akan memberitahu Nyai Dewi tentang... tentang awan hitam itu. Karena... karena aku curiga kenapa ada awan hitam yang kalau ditarik garis lurus ke bawah tepat berada di atas batu tadi. tapi ... tapi aku takut disangka menggurui Nyai Dewi jadi aku diam saja, he,he, he, he... !"

Dewi Ular tak sepenuhnya mempercayai kata-­kata Baronggo, yang sekedar mencari pengakuan setelah terjadi penyelesaian.

Kini perhatian Dewi Ular tertuju pada Dewa Jenaka. Ia harus segera memulihkan keadaan Dewa Jenaka. Namun, ternyata denyut nadi dewani semakin lebih lemah lagi.

Mau tak mau Kumala Dewi segera menyalurkan hawa saktinya melalui kedua jari tangannya yang ditusukkan ke ulu hati sang paman dewa. Hawa sakti. itu bukan hawa sakti seperti biasanya, namun memiliki kekuatan yang lebih tinggi, dan yang disebut-sebut sebagai energi roh kehidupan.

Dengan mengalirnya energi roh kehidupan itu, maka denyut nadi dewani menjadi lebih kuat, bertambah kuat, dan mulai normal kembali. Tetapi agaknya butuh waktu yang panjang bagi Kumala untuk memulihkan keadaan Dewa Jenaka.

Ibarat pesawat televisi, sudah terlanjur rusak parah onderdilnya,Kumala butuh tempat untuk melakukan pemulihan energi hawa sakti. Sebab, dari `deteksinya Kumala memperoleh kesimpulan bahwa energi sakti milik Dewa Jenaka itu menjadi beku dan keras sekali. Sama kerasnya dengan gumpalan besi baja.

Energi itu harus dicairkan agar dapat berfungsi seperti semula.

"Pak Tua... apakah kau bisa carikan tempat untuk..."

Kumala tak jadi melanjutkan kata-katanya. Pak Tua yang tadi ada di belakangnya, ternyata sekarang sudah tidak ada. Kumala mencari dengan pandangan matanya, namun tetap tak berhasil menemukan bayangan bungkuk berjubah coklat lusuh itu.

"Kenapa dia kabur?!" pikir Kumala dengan curiga. "Apakah dia sengaja kabur supaya aku tidak sempat berterima kasih padanya? Dengan begitu aku masih berhutang jasa padanya? Atau, dia kabur karena....." -

Ketika teringat sesuatu, tangan.. Kumala segera meraba pinggangnya dan seketika itu is ter­sentak tegang.

"Hahh ... ?! ... Kipas ? !" terbelalak mata Dewi Ular setelah menyadari kipas milik Dewa Jenaka yang sejak tadi diselipkan di pinggangnya ternyata sudah raib.

Siapa lagi pencurinya kalau bukan si bungkuk Baronggo yang memang terkenal sebagai Durjana Sesat itu.

Kumala sempat bimbang menentukan langkahnya; mengejar Baronggo demi menyelamatkan kipas pusaka, atau menyerahkan Dewa Jenaka kepada pihak Kahyangan dalam keadaan seperti sekarang ini?

oooOOooo

SETIAP sebulan sekali, tepatnya Jumat minggu terakhir, di kantor tempatnya Fardan bekerja ada acara makan siang bersama bagi para manager dan stafnya.

Acara itu selalu diadakan di restoran besar bertaraf international. Jumat siang ini acara lunch break diadakan di Venetian Food, yaitu sebuah restoran Venesia yang megah dan sering dikunjungi para pengusaha, selebritis maupun pejabat papas atas Restorip yang dibangun dengan gaya arsitekrut Venesia itu memiliki dua lantai. Masing­-masing lantai marnpu menampung 50 orang tamu lebih .

Sayangnya, siang itu Fardan terlihat kehilangan sacra makan. la tidak kehhatan lahap seperti biasanya. Hal itu membuat Samon yang duduk di sampingnya segera menegur dengan suara pelan.

"Aku tahu kamu sedang stress mikirin musibah istrimu, tapi demi kesehatanmu, makanlah yang banyak.. Katanya, orang yang makannya banyak otaknya jadi cerdas. Bisa memecahkan masalah seperti yang sedang kamu hadapi itu."

Fardan tersenyum harnbar. la juga jadi pendiam dan sering tampak murung, setidaknya dari sejak pagi sampai siang ini, Samon sudah 5 kali menemukan Fardan melamun di meja kerjanya.

"Hey, nanti malam kau ikut aku, okey?"

Fardan melirik mendengar tawaran itu.

"Ikut kemana?"

"Ke rumah temanku yang terkenal sebagai paranormal cantik dan sangat piawai itu. Kumala Dewi, namanya. Siapa tahu dia sudah pulang. Aku yakin dia bisa bantu mengatasi kasusmu itu."

"Nanti malam aku mau temui Mak Ayu dulu."

"Mak Ayu? Siapa itu Mak Ayu?"

"Orang pintar juga, yang katanya sanggup mengembalikan kandungan istriku."

"Dukun? Oooh... yang pemah kamu ceritakan tempo hari itu? Aah, udahlah, Far... dukun macam begitu cuma mau ngerjain kita doang .jangan percaya sama yang kayak gitu deh , mendingan kita temui Kumala saja , kujamin nggak bakal kecewa deh ".

Percakapan itu berlanjut walaupun keduanya sudah selesai makan. Beberapa tamu yang baru datang terpaksa hams langsung ke lanai atas, karena table lantai bawah sudah penuh.

Ketika sedhng serius-seriusnya Fardan rnenyirnak cerita Samon tentang keajaiban-keajaiban yang dila­kukan Kumala Dewi dalam menangani kasus misteri, tiba-tiba wajah Fardan tersentak dengan tatapan mata tertuju pada tiga orang tamu yang baru saja datang. Ketiga-tamu dipersilakan naik ke lantai atas oleh chief restoran.

"Maak... !" panggil Fardan sambil cepat-ce­pat bangkit dan bergegas meninggalkan tempat­nya.

Tangannya segera disambar oleh Samon yang juga sempat ikut memandang ke arah tiga orang tamu itu.

"Eeh, mau ke mana kau?!"

"Itu... Mak Ayu... ! Dukun yang aku ceritakan "

"Yang... yang mengenakan blazer hitam itu?!"

"Iya. Kamu kenal dia?!"

"Wah, gawat kamu, Far!" ekspresi wajah Samon tampak serius sekali, sehingga Fardan penasaran dan bersedia menunda niatnya. la sempat perhatikan sekali lagi langkah Mak Ayu yang siang ini tampil seperti wanita karir bersama dua orang wanita sebayanya.

"Jadi... orang pintar yang kamu andalkan selama ini adalandia? Yang kamu sebut Mak Ayu, Mak Ayu... dia toh, Far?!"

"Iya. Kenapa?"

"Jujur saja," Samon berbisik. "Aku pernah ketemu dia beberapa waktu yang lalu. Namanya bukan Mak Ayu, tapi Mbak Ajeng."

"Ah, bukan kali... ! Dia namanya Mak Ayu kok." Samon semakin mendekat dan bicara tepat di termga Fardan.

"Kamu pemah diajak tidur dengannya, bukan?!"

"Ah, ngaco aja kamu ini!"

"Jujur saja, aku pemah."

Fardan menarik wajahnya. Terperanjat men­dengar pengakuan tegas Samon yang sekarang menggoyahkan hatinya sendiri.

"Swear! Aku pernah diajak tidur dengannya. Dan, aku pernah hampir dibuatnya ketagihan. Kamu tahu, Far.., perempuan itu memang punya kekuatan supranatural: Tapi dia selalu minta syarat... kepuasan bercinta. Terutama bagi lelaki seusia kita, dia selalu beralasan bahwa ritual yang akan dilakukan membutuhkan mahar!"

Fardan sama sekali tak bisa bicara. Dalam hati ia , mengakui bahwa apa yang dikatakan Samon memang benar mahar dan kepuasan Berarti pengakuan tadi pun bukan pengakuan pancirrgan, tapi memang benar bahwa Samon pernah tidur dengan Mak Ayu.

Samon menceritakan sekilas tentang kasus gaib yang menggemparkan penduduk komplek perumahan tempat tinggalnya. Akhirnya, Samon bertemu dengan Mak Ayu, yang waktu itu mengaku bernama Mbak Ajeng dan punya usaha warung tenda nasi uduk di pinggir jalan.

Mbak Ajeng memang berhasil menangani kasus misteri itu, tapi sebagai maharnya adalah kepuasan bercumbu bersama Samon, (Baca serial Dewi Ular dalam episode: "Lorong Tembus Kubur").

Bahkan setelah kasus itu lewat, Mbak Ajeng sempat dua kali datang ke rumah Samon pada malam hari. Dan, Samon tidak pernah bisa menolak tantangan mesranya. Hampir saja Samon terjerat asmara mistik seandainya ia tak mendapat tugas ke Surabaya selama seminggu. Karena selama seminggu di Surabaya membuat Samon mulai jarang berpikir tentang Mbak Ajeng dan akhirnya menyadari bahwa dirinya telah terjerat dalama smara mistik.

"Sewaktu aku pulang dari Surabaya, aku sempat bertemu seorang tetangganya, dan dia bilang Mbak Ajeng sudah diusir oleh warga setempat, karena sering terlihat membawa tamu lelakinya bermalam di rumah kontrakannya. Sekarang dia pindah ke mana, tetangga itu tidak pernah tahu, dan aku sendiri tidak pernah ingin mengetahuinya"

Fardan tertegun dalam kegundahan. Pada akhimya ia memang mengaku di depan Samon, bahwa ia juga pemah terjerat asmara mistiknya Mak Ayu. Tapi karena hatinya terlalu duka atas hilangnya calon anak pertama itu, maka jerat asmara mistik tak sempat menghadirkan rindu yang berkepanja ngan.

"Jadi begitu keadaan dia sebenamya, ya? " Fardan mulai tampak menggeram menahan kemarahan dalam hatinya, sekaligus menahan penyesalan yang amat menjengkelkan.

"Lalu, menurutmu ...," kata Fardan lagi. "Sebaiknya, apa yang harus kulakukan sekarang ini? Apakah aku nggak perlu mengharapkan bantuannya lagi ?"

"Jangan terlalu berharap. Nanti akan kumintakan pendapat temanku itu, Kumala Dewi. Dia juga merasa bersaing dengan Kumala. Aku disuruh mencari tahu di mana kelemahan Kumala. Tentu saja aku nggak mau dong. Tapi, hal ini belum kusampaikan pada Kumala. Aku nggak berani ngomong begitu. Takutnya disangka aku mengadu domba atau sejenisnya."

"Oo, ya... !" cetus Fardan cepat. "Aku baru ingat sekarang. Aku pernah ditanya oleh dia, apakah aku kenal dengan seorang dukun yang bernama Kumala? Waktu itu aku jawab, nggak tahu. Sebab aku memang belum pernah mendengar nama itu. Dan, aku pun nggak terlalu memikirkan untuk apa dia bertanya begitu. Aku lupakan pertanyaan itu, sampai sekarang baru ingat lagi."

"Menurutku, ilmu yang dimiliki dia belum ada sekuku hitamnya dengan kesaktiannya Kumala Dewi. Dukunmu itu bisa digulung habis oleh Kumala. Sungguh itu, Far! Jadi nggak ada salahnya kalau kamu tinggalkan dia dan percayakan masalahmu itu kepada Kumala. Pasti akanditangani sampai tuntas."

Fardan tertegun merenungkan saran Samon yang membuatnya bertanya-tanya dalam hati: benarkah teman Samoa itu lebih hebat ilmunya dari MakAyu ? Bagaimana kalau temyata sebaliknya ?

"Mungkin yang lebih baik adalah mendesaknya," pikir Fardan saat sudah berada di kantor.

"Aku akan mendesak dia membuktikan janjinya. Kalau sampai gagal dia akan malu dan kuhina habis-­habisan! Tapi, aku juga harus waspada dengan jerat asmara mistiknya."

Persoalannya sekarang adalah, apakah Fardan mampu melawan jerat asmara mistiknya Mak Ayu, sementara dia adalah manusia biasa, yang tidak punya jimat atau energi gaib apapun dalam dirinya ? .

*****

Ada pertimbangan lain yang membuat Dewi Ular mengurungkan niatnya membawa Dewa Jenaka ke Kahyangan. Para dewa senior di Kahyangan pasti akan semakin mengecamnya sebagai bidadari paling mbalelo, karena Kumala Dewi telah menolak dinobatkan sebagai Senopati Perang.

Bukan tugas itu yang ditolak,melainkan upacara penobatannya yang terlalu mengagungkan dirinya merupakan sesuatu yang dihindari. la tak ingin tersandung akibat sering tersanjung.

"Kehadiranku kesana hanya akan membuatku terjerat oleh hujukan dan desakan para eyang dewa, soal upacara penobatan itu. Jadi,sebaiknya kuhindari dulu Kahyangan biar aku nggak semakin tambah pusing."

Dengan memanggul tubuh Dewa Jenaka yang masih dalam keadaan koma itu, Dewi Ular akhimya meluncur kembali ke bumi, menembus batas dimensi yang selarna ini tidak mudah diterobos oleh setiap orang. Tempat yang dituju bukan rumahnya sendiri.

Sebab, ia butuh tempat khusus yang hening dan tenang untuk memulihkan kesaktian Dewa Jenaka. Maka, sasaran idealnya adalah villa milik Niko yang sedang"dibooking" untuk tempat pengasingan dan perawatan sang kekasih; Rayo Pasca.

Pada saat itu, Buron dan Sandhi sedang berada di villa tersebut. Mereka membicarakan tentang janin bayi yang bisa pindah ke dalam perut Barbie. Mereka khawatir hal itu akan menimbulkan kemarahan Kumala Dewi, karena mereka tahu bahwa Kumala-sangat sayang kepada gadis berwajah boneka itu.

Satu persatu dari mereka mencoba membujuk Barbie yang tetap berpenampilan polos, lugu, dan kekanak-kanakan sekali.

'Barbie, kalau kamu bisa memindahkan bayi dari perut Kak Ray ke perutmu, berarti kamu juga bisa memindahkan lagi bayi itu ke tempat lain dong? Bisa kan?" bujuk Sandhi.

"Bisa "

"Nah, sekarang coba kamu pindahkan bayi dalam perutmu ke...," Sandhi melirik ke sana-sini mencari tempat yang layak.... ke atas meja itu, misalnya. Ayo, coba pindahkan, Sayang..."

"Tapi aku lupa cara mernindahkannya, Bang."

"Lho, kok lupa...? Katanya bisa."

"Bisa, tapi lupa. Apa aku nggak boleh lupa?!" sentaknya kesal.

Lalu, wajahnya cemberut. Dan, jika wajah sudah begitu, mereka yang dewasa harus segera mengalah. Jangan sampai Barbie semakin sewot. Bisa-­bisa dia bikin ulah dengan kesaktiannya yang sangat barbahaya bagi keselamatan orang lain.

Rayo segera meredakan kejengkelan Barbie dengan caranya sendiri. Sebab, selama Barbie berada bersama Rayo, ternyata kebandelan anak itu sangat berkurang.

"0, iya Bie... Kak Ray kok haus sekali, ya? Kamu ambilkan minum Kakak mau kan? Pasti mau dong, kan Barbie sayang sama Kak Ray. Iya kan...? Sana, ambilkan Kak Ray air putih aja deh."

Barbie berteriak dari tempatnya, "Bibiii... !Kak Ray minta ambilin minum. Buruaaann ...!!"

"Iya, iya... sebentar, Non!" seru Bibi, pelayan kurus yang selama ini bekerja di villa itu.

"Lho, kok malah suruhan Bibi. Kak Ray maunya Barbie yang ambilin minumannya."

"Aku lagi males," jawab Barbie dengan ketus.

Rayo, Sandhi dan Buron mulai cemas. Mereka sangat khawatir kalau anak itu benar-benar marah dan bikin ulah membahayakan. Buron sudah tidak berani membujuk lagi setelah tadi dibentak oleh Barbie yang membuat ia menyeringai menahan sakit di dadanya. Bentakan suara Barbie bisa membuat dada Buron seperti ditendang kaki orang dewasa.

Pelayan villa yang setiap harinya hanya dikenal dengan nama panggilan Bibi itu datang membawa kan segelas air. Mau tak mau Rayo menerima pelayanan perempuan kums berkebaya yang usianya sudah sekitar 50 tahun itu.

"Aku mau main sama Bibi aja..!" kata Barbie seraya lompat turun dari kursi. "Main di sini nggak enak! Ayo, Bi kita main di ayunan... !"

"Non, ini sudah maghrib, bentar lagi gelap," kata Bibi dengan hati-hati sekali.

"Nggak apa-apa, Bibi... ! Kalau nggak mau gelap, ya bawa lampu minyak, kayak orang-orang kampung yang kemarin kita lihat di sana!"

"Bi...," bisik Buron. "Udah, sana turuti dulu kemauannya. Daripada ntar dia ngamuk, bisa kalang kabut semua kita."

"Ayooo, Biii... !" serua Barbie dengan suara semakin tinggi.

"Iya, iya... tapi sebentar aja, ya Non? Bibi belum cuci piring tuh"

Perempuan berkebaya biru berpola bunga kuning itu ternyata juga takut pada Barbie, karena ia sering melihat Barbie melakukan hal-hal aneh yang membuatnya tercengang atau ketakutan.

Misalnya, ia melihat Barbie berlari-larian di suatu siang hari, ke­luar-masuk menembus tembok dengan mudahnya. la sempat gemetar saat itu dan menyangk aBarbie anak. jurik, alias anak setan.

"Coba lihat, perut anak itu semakin kelihatan membengkak kan?" kata Rayo samba memandang dari dinding kaca. "Apa kata orang kalau sampai tahu anak sekecil dia sudah hamil, coba?"

"Alaaa, itu nggak usah telalu di khawatirkan," kata Sandhi "Di sini kan nggak ada tetangga. Nggak akan ada komentar yang heboh. Kecuali dia tinggal di Jakarta. Kasus kecil aja bisa bikin orang heboh sekampung. Di sini nggak gitu kok."

"Berarti dia harus tinggal di sini terus, begitu maksudmu?"

"Lha, iya-lah...."

Tiba-tiba Buron berkata,"Aku punya ide bagus. Bagaimana kalau kita bawa Barbie ke dokter ahli kandungan, lalu kita minta dokter menggugurkan kandungannya Barbie?!"

"Husy!" sentak Sandhi. "Bukan ide bagus itu. Ide sesat."

Rayo menimpali, "Itu kandungan orang. Masa kita mau seenaknya saja menggugurkannya?"

"Aku kan curna lemparkan gagasan aja," sambil Buron garuk-garuk kepala.

"Kalau tindakan seperti itu dibenarkan, Kumala pasti sudah izinkan aku melakukannya dari kemarin."

Tanpa terasa petang mulai datang. Pembicaraan mereka masih berlanjut di ruang tamu yang tergolong lebar, dengan dua set meble berseberangan arah. Gordyn kaca tetap dibuka, sehingga mereka bisa memantau Barbie yang sedang bermain ayunan dengan Bibi di samping teras tepat di bawah pohon rindang yang teduh pada siang hari.
Triiiing .... !

"Suara apa tuh?!" sentak Sandhi.

"Kayak logam atau botol jatuh," gumam Rayo.

"Sepertinya dari dalam kamarmu, Ray. Coba periksa!" kataBuron.

"Kamu aja yang periksa sana!"

Buron bergegas menghempiri kamar tidur. Tapi baru dua langkah terpaksa berhenti, karena pintu kamar dibuka dari dalam. Semua terperanjat tegang. Hampir saja Buron melompat dengan suatu gerakan cepat, menerjang pintu itu dengan tujuan menyerang lebih dulu.

Karena ia paling besar kecurigaannya, menyangka ada seseorang yang sengaj a masuk ke kamar tersebut.

Beruntung sekali seraut wajah cepat muncul dari balik pintu, sehingga Baron menahan gerakkan nya. Mereka pun menghembuskan napas lega sambil tertawa geli bercampur senang. Tak ada yang tak ceria menyambut kedatangan Kumala Dewi di awal gelapnya malam itu.

"Aaaaah, gue kirain maling, nggak tahunya kamu... !" ujar Baron.

"Bagaimana keadaanmu, Lala? Baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja, Sayang," bisik Kumala. sewaktu mendapat ciuman selamat datang di pipinya dari sang kekasih.

Tapi pintu kamar yang terbuka membuat mata mereka menaruh perhatian ke arah dalam. Mereka melihat sepasang kaki berbaring di atas ranjang.

"Siapa itu?" tanya Rayo menunjuk kearah dalam.

"Oo, ya... aku temukan paman Dewa Jenaka dalam keadaan koma. Dia masih belum sadarkan diri ...." lalu Kumala menceritakan secara singkat apa yang telah dialaminya di alam sana.

"Wah, makin gawat nih kayaknya, San," kata Buron. "Dia kehilangan kesaktiannya, terus siapa yang akan mengembalikan kandungan itu, ya?"

"Aduuuh, iya! Gawat nih!" Sandhi baru sadar bahwa Dewa Jenaka yang bisa meng­ambil dan mengembalikan kandungan tersebut. Tapi jika sang dewa kehilangan kesaktian, lan­tas bagaimana nasib janin yang sudah terlanjur berada di perut Barbie itu.

"Lho, Ray... perutmu udah kempes, ya?"

Rayo terpaksa menceritakan saat itu juga apa yang terjadi sebenamya. Dewi Ular terperanjat sa­ngat kaget hingga kedua mata indahnya itu ter­belalak lebar.

"Barbie ... !! " serunya sambil bergegas ke teras setelah tahu Barbie bermain ayunan dengan Bibi.

Tapi sebelum langkah Kumala sampai di pintu, Barbie sudah menyapa lebih dulu dan mengejutkan mereka, karena anak itu tahu-tahu sudah muncul di ruang tengah.

"Kakaaaaak ..... !!"

Barbie merentangkan kedua tangannya. Bukan berlari menghampiri Kumala tapi melayang di udara dengan cepat.

Wuuust... !

Kumala Dewi segera menangkapnya dalam pelukan dan menciumi dengan tawa kerinduan yang tercurah keduanya..

Kumala melirik perut Barbie, juga mendeteksi dengan getaran gaibnya. Dalam hati, ia langsung mengeluh panjang karena mengetahui bahwa janin itu memang benar ada di dalam perut Barbie.

"Ooohhh... kenapa ini harus terjadi ... !! " raut wajahnya seketika itu juga berubah menjadi sedih.

"Kenapa, Kak?" tanya Barbie.

Kumala Dewi buru-buru menyembunyikan kesedihannya.

"Ehmm, eeh...nggak apa-apa kok. Hmmm, kakak kangen sama kamu, Berbie. Kangeeeen... sekali!" Anak itu dihujani ciuman berkali-kali.

Kumala Dewi ingin membicarakan masalah kandungan itu, tapi tidak didepan Barbie. Bahasa isyarat mata digunakan oleh Kumala dan ketiga lelaki itu mengerti maksudnya.

Bibi masuk dan berkata, "Non, ayo main ayunan lagi ...! "

"Kak, Barbie man main ayunan lagi sama Bibi,ya ..!"

"Iya, Sayang... sana... kakak juga mau bicara dulu sama Kak Ray"

Barbie pun berlari menghampiri Bibi, lalu digandeng keluar oleh Bibi sambil tertawa-tawa. Kumala Dewi duduk dengan lemas di salah satu sofa. Wajah sedihnya tampak jelas. Rayo dan yang lainnya segera menghampiri, siap menghibur dengan berbagai macam kata-kata yang menenangkan .

"Aku harus ketja keras. Harus cepat kupulihkan keadaan parnan Dewa Jenaka itu, supaya..."

Tiba-tiba ucapan itu terhenti. Wajah cantik itu menjadi tegang sekali Duduknya yang semula bersandar kini terseetak tegak.

"Berbieee !!!" seru Kumala.

"Ada apa? Kenapa, Mala?!" Buron ikut menjadi tegang.

"Orang yang membawanya tadi bukan Bibi pelayan di sini?!"

"Apa ... ?!" sentak mereka serempak.

"Dia tidak punya aura!" seru Kumala, kemudian segera berlari keluar. Yang lain pun ikut berhamburan keluar.

"Barbieeee ... !! Barbiee ... " panggilnya keras‑keras begitu melihat ayunan kosong.

"Lha, itu dia si Bibi terkapar di sebelah sana!" kata Sandhi.

Buron, Rayo dan Sandhi sendiri segera menghampiri Bibi yang terkapar di rerumputan.

"Itu yang asli yang tadi bukan!" sera Kumala. Buron yang berwajah sangar menemukan yang
dicari.

"Itu dia, menuju pintu gerbang!"

Kumala Dewi melihat Barbie digandeng orang yang serupa dengan Bibi pelayan. Mereka hampir hilang dari pandangan mata. Bukan karena gelap dan bukan karena akan terhalang dinding, tapi karena ingin memasuki lapisan dimensi lain.

Berbie mau dibawa kabur menembus lapisan dimensi. Tampak udara di depan mereka sudah berubah menjadi seperti sehelai kain yang robek dari atas ke bawah.

Melihat keadaan seperti itu, Dewi Ular segera berkelebat mengejarnya menggunakan kesaktian geraknya yang melebihi kecepatan cahaya itu.

Zlaaaap„ .!

Disambamya Barbie dengan tangan kiri,

wuuut... !

Tangan kanan mencengkeram rambut perempuan misterius itu dan melemparkannya ke belakang.

Wuutaisst, Wuuueerr...!

"Tangkap dia, Ron... !" seru Kumala sambil melayang turun ke tanah dalam keadaan memeluk Barbie.

"Kenapa, Kak .. ?! " Barbie tampak kebingungan sekali.

Kumala memeluknya erat-erat.

"Diam saja kamu, ya! Jangan lepas dari pelukan kakak. Diam, diam... diam, Sayang..."

Bibi palsu jatuh terbanting tepat di depan Baron.

Ketika Baron ingin menghajarnya„ Bibi palsu melepaskan pukulan bersinar merah-dalam posisi telentang. Claap... ! Dengan sigap Buron menghindar. Sinar merah itu melesat ke langit malam yang gelap.

"Keparaaat, siapa kau sebenamya, haaah ... ! " Buron berteriak marah sambil menyerang lawannya.

Berkali-kali lawan diserang namun masih bisa menghindar atau bales menyerangnya. Tapi ketika terkena pukulan sinar kuningnya Buron yang berbentuk seperti cakra itu, Bibi paLsu memekik dan melambung ke belakang.

"Aahhk ....... !!"

Seketika itu ia berubah menjadi perempuan berambut ikal, berperawakan sekal, dan beralis tebal.

"Itu dia perempuan yang pernah datang kemari!" sentak Rayo sambil menghampiri Kumala Dewi yang berdiri di teras sambil mendekap Barbie.

Rayo hanya bisa menjelaskan bahwa perempuan itu pernah datang mau mengganggu kandungannya, tapi Rayo tidak bisa jelaskan bahwa perempuan itu sebenamya adalah Mak Ayu atau Mbak Ajeng yang masih penasaran ingin melakukan pembalasan kepada Barbie.

Mak Ayu punya cara sendiri. Ia menutup jalur gaibnya sehingga getaran hawa gaib tak dapat dirasakan oleh pihak lawan." la juga berhasil menjinakkan hati Barbie, sehingga menuruti ajakannya. Rupanya, Mak Ayu sudah memper­hatikan sejak awal petang tadi keadaan Barbie yang bermain dengan Bibi pelayan. Ketika melihat ada peluang bagus, ia melumpuhkan Bibi dan menyaru sebagai pelayan itu.

Tapi, ia tak tahu di dalam ada Kumala Dewi yang sedang selama ini dicari-cari titik kelemahannya.

Mak Ayu merasa sudah terlanjur masuk dan mendapatkan anak itu, sehingga ia nekat melakukan rencananya,- menculik Barbie dengan spekulasi tinggi. Ia tak ingin segera kabur, supayat ak menimbulkan kecurigaan. Tapi, ia lupa bahwa Kumala dapat melihat aura tiap manusia, dan Mak Ayu tidak memiliki aura.

Kumala merasa lega berhasil mencegah tindakan itu, walau pun hampir saja terlambat. Kini ia sengaja diam saja di teras semata-mata menjaga ketat keamanan Barbie. Pekerjaan selanjutnya ia serahkan kepada Buron karena ia yakin Buron bisa mengatasi lawannya.

Buron bahkan berseru kepada lawannya, "Kau tak akan bisa mengelabuhi mataku, Keparat. Aku masih mengenalimu, Sekar Cumbu!"

"Kau memang jin biadab... ! Hiaaah...!"

Seberkas sinar dilepaskan dari tangan Mak Ayu yang ternyata bernama Sekar Cumbu itu. Tetapi Buron sengaja menghantam sinar itu sebelum terlalu jauh lepas dari tangan lawannya. Buron menghajamya dengan sinar kuning berbintik-bintik merah.

Blegggaaaarrrr ...!!! Bleeeeeuuunngg .. !!

Dentuman dahysat terjadi. Sekar Cumpu terlempar ke atas hingga tersangkup pada sebatang pohon tinggi. Suara pekikannya terdengar nyaring dan menggema ke mana-mana.

Mak Ayu terluka parah, terbukti suara erangannya tak berkesudahan. Sementara itu, Buron sempat terkapar di rerumputan, wajahnya merah matang akibat hawa panas dari dentuman tadi.

Namur, ia masih bisa segera bangkit dan ingin mengejar lawannya, terbang ke atas pohon sana.

Tapi, Kumala Dewi segera berseru mencegahnya

"Jangankejar.. ! "

Buron tidak jadi melesat ke atas.

"Itu sudah cukup membuatnya terluka parah," sambung Kumala.

Lalu, terdengar suara Mak Ayu yang dikenal Buron sebagai Sekar Cumbu. Suaranya bercampur erangan yang menggema kemana-mana.

"Kau akan berhadapan denganku lagi, Jin busuk! Ingat, kau akan berhadapan dengankuuu... aaahhkkerrr !!" Claaap ! Seberkas sinar merah melesat dari pohon itu. Suara ancaman pun lenyap.

Mak Ayu melarikan diri, tak sanggup menghadapi Buron. Ia juga memperhitungkan keberadaan Kumala Dewi di situ, sehingga memilih untuk pergi, menunda dendam,daripada memaksakan diri tak urung akan dihancurkan oleh Kumala Dewi.

"Siapa dia sebenamya, Ron?" tanya Kumala.

"Dia ... Sekar Cumbu, muridnya... Nyai Jalangayu, Ratu Tanah Mistik. Aku pemah..."

"Oooh, dia muridnya Jalangayu?!" Kumala agak kaget.

"Kau kenal dengannya?"

"Aku baru bertemu dengan Jalangayu dan sempat kubuat beku dia sampai beberapa waktu baru akan mencair lagi."

Dewi Ular membawa masuk Barbie. Mereka pun ikut masuk. Kesepakatan yang terjadi pada malam itu adalah mempercepat proses pemulihan DewaJenaka, supaya kandungan yang ada di dalam perut Barbie dapat dikembalikan kepada pemilik sebenamya.

Sampai berapa lamakah Barbie sanggup menanggung kehamilan itu?
Dan, berhasilkah Kumala memulihkan kesaktian Dewa Jenaka?
Seandainya kesaktian sang dewa tidak berhasil dikembalikan, lalu apa akan dilakukan oleh Kumala Dewi untuk menyelamatkan Barbie dari bencana kehamilan dini itu?

Masih adakah pria yang akan terjerat asmara mistik, jika Mak Ayu sudah ke Tanah Ladang Mistik?
Dalam kisah berikutnya semua itu akan terjawab.

Selesai .

Selanjutnya : Bocah Berdarah Hitam .