Dewi Ular - Racun Kecantikan(2)

4
TERLAMBAT Musibah yang merusak wajah itu terpaksa
harus di alami oleh Tante Cristy.
Kumala Dewi tidak bisa memulihkan wajah yang telah rusak
seperti yang diderita Nyonya Ivone. Seandainya waktu itu
Tante Cristy tidak mengutamakan kecemburuannya,
seandainya saat itu ia dan Brion segera menemui Kumala,
maka musibah misterius itu tidak akan menghancurkan
kecantikan Tante Cristy. Kini setelah semuanya terjadi, Kumala
Dewi hanya bisa memberi sedikit pertolongan pada Tante
Cristy. Membuat luka itu kering, proses pengelupasan terhenti,
dan warna wajah tidak hitam iagi, coklat tua. Namun tetap
saja perempuan itu kehilangan nilai kecantikarinya Tak
memiliki dayatarik lagi. Yang ada hanya seraut wajah
menyeramkan dan kemungkinan besar akan ditakuti oleh
orang banyak.
Hati bidadari yang telah membaur dengan manusia itu
tetap merasa sedih dan kecewa. Ia masih diliputi penasaran,
karena kegagalannya mengobati luka aneh di wajah Tante
Cristy. Peristiwa yang kedua kalinya itu telah membuatnya
merasa semakin dipermainkan oleh suatu kekuatan gaib yang
menggunakan racun udara.
Menurut Kumala, Tante Cristy menjadi korban keganasan
racun udara. Entah siapa yang memiliki racun udara itu, yang
jelas pihak tersebut sedang bei'ada di Kepulauan Seribu juga.
Kumala sulit melacak getaran gaib si pemilik racun udara.
Repotnya, di depan Brion, di belakang Kumala, perempuan
pengusaha jasa rekreasi itu memiliki persepsi lain. Dia
menyangka musibah yang dideritanya itu berasal dari Kumala
Dewi.
”Gadis itu mengguna-guna diriku, merusak kecantikanku,
dan semua itu bertujuan untuk merebut dirimu dari

pelukanku, Brion! Dia herpura-pura baik pada kita, padahal dia
punya maksud keji dan licik di balik kepura-puraannya itu.
Jauhi dia!"
"Tante terlalu naif. Jangan berpandangan senegatif itu
kepadanya. Dari raut muka dan penampilan kharismatiknya,
saya yakin Kumala tidak punya niat sejahat dugaan Tante."
"Mata batinmu sudah ditutup. dengan ilmu santetnya,
sehinggakamu selalu membela dia, Brion! Kamu telah kena
guna-guna ilmu peletnya, tahu?" geram Tante Cristy tetap tak
mau kalah.
"Manusia tak tahu diuntung!" hanya dalam hati Brion berani
menggeram demikian. Ia bukan saja merasa tidak s impati lagi
kepada perempuan itu, tapi juga merasa tak betah berlamalama
bersamanya. Secara fisik Tante Cristy sama sekali sudah
tak memiliki daya tarik. Kulit tubuh lainnya ikut kusam dan
berkerut-kerut, sehingga tak dapat memancing gairah mesum
bagi lawan jenisnya, seperti Brion. Hanya uangnya yang masih
menarik perhatian lawan jenisnya, sehingga Brion masih raguragu
untuk meninggalkan begitu saja.
Tetapi agaknya pemuda itu mudah berubah pikiran
Terbukti sewaktu Kumala Dewi dan keluarga Pramuda kembali
ke Jakarta dengan menggunakan kapal wisata, pemuda itu
ternyata juga ada di antara para penumpang kapal. Ia
bertemu Kumala di sebuah dek dekat haluan.
"Kenapa kau tinggalkan tantemu yang tersayang itu?" sindir
Kumala dengan kesan berseloroh. Brion tersipu sendiri.
"Dia memang perempuan yang tak tahu berterima kasih
Aku kurang tertarik dengan perempuan seperti itu."
"Karena wajahnya sudah tidak menarik tentunya."
"Ah, nggak juga," Brion berusaha berkelit dari tuduhan
nyata. "Yang jelas aku tidak mau dijadikan sasaran kemarahan

dia terus-terusan. Jenuh juga bersama perempuan yang egois
macam dia itu."
"Apa dia tahu kalau kau ikut kapal ini?"
"Nggak. Yang dia tahu, musibah yang dideritanya adalah
akibat permainan santet dari kamu. Kamu dituduh merusak
kecantikannya demi merebut diriku darinya. Brengsek kan itu
namanya?!"
Kumala hanya tersenyum kalem. Tak merasa tersinggung
sedikitpun.
"Wajar saja orang berpendapat begitu, karena rasa
cemburu yang berlebihan. Kalau dia tahu yang sesungguhnya,
dia tidak akan menyalahkan diriku dan tidak akan
berpandangan seburuk itu terhadapku."
Brion membatin, "Kenapa dia nggak marah, dan nggak
merasa kesal mendengar kabar itu? Bijak sekali cara
berpikirnya."
"Percayalah, dia masih membutuhkan bantuanmu. Suatu
saat dia pasti akan menghubungi kamu dan menanyakan
diriku."
"Maksudmu, Tante Cristy masih mengancam kamu dan
irigin membuat suatu pembalasan, begitu?"
Kumala menggeleng kalem "Dia akan datang padaku untuk
minta tolong atas keburukan wajahnya itu. Dia akan
menyadari bahwa semua itu bukan karena santet dariku, tapi
karena suatu hal yang saat ini belum ia sadari "
"Begitukah?" Brion diam sesaat kemudian berkata lagi,
"Apakah menurutmu musibah kecantikannya itu disebabkan
oleh polusi udara? Maksudku, polusi udara yang mengandung
racun?"

"Semacam itu. Tapi racun udara itu bukan berasal dari
sebuah pabrik atau limbah, melainkan dari energi gaib alamlain
"
"Oh, begitu?! Kau tahu tentang dunia gaib, rupanya?"
"Yaah, tahu sedikit," jawab Kumala merendah.
"Wah, kalau begitu ternyata aku berhadapan dengan
seorang paranormal nih. Benar begitu?"
"Berhadapan dengan seorang teman, itu yang benar"
Kumala menyunggingkan senyum manis. Brion terpesona
dalam hatinya. Tapi sayang sekali senyuman indah itu cepat
berlalu, karena tiba-tiba perhatian Kumala tertuju pada
seorang wanita muda yang sedang berdiri di pinggiran dek
bersama kekasihnya. Ia tak mengenal kedua orang itu, tapi ia
buru-buru menghampiri dengan kesan mencurigakan bagi
Brion.
Bahkan, Brion pun mengikuti langkah Kumala. Temyata pria
muda yang bersama gadis itu adalah kenalan Brion. Dia
seorang anggota kelompok musik yang sering menghibur di
cafe tak jauh dari cottage-nya Tante Cristy.
"Kamu kenal sama John, Kumala?" bisik Brion.
"John...? Yang mana?"
"Cowok yang mau kamu dekati itu. Dia kenalanku."
"Oh, kalau begitu... kebetulan sekali. Kenalin aku dengan
dia."
"Tapi dia kan udah punya pacar, Kumala," bisik Brion
sambil memperlambat langkah.
"Aku mau bicara dengan ceweknya, bukan dengan
cowoknya itu."
Brion menyapa John lebih dulu. Tegur sapa itu terkesan
ramah dan bersahabat. Kemudian Brion memperkenalkan

Kumala kepada mereka. Gadis yang ingin dihampiri Kumala itu
bernama Chevi. Kumala langsung saja mengakrabkan diri
dengan Chevi, yang memiliki kecantikan dan postur tubuh
selayaknya seorang top model.
Chevi sedikit kaget mendengar kata-kata Kumala.
Pandangan matanya yang berbulu lentik itu terkesan
menyimpan kecurigaan terhadap kehadiran Kumala Dewi yang
menurutnya bicara aneh itu.
"Aku ingin bicara berdua, empat mata denganmu. Kira-kira
kamu bersedia nggak, Cha?"
"Empat mata?! Memangnya ada apa sih?"
"Tidak. Cuma urusan wanita kok. Tapi nantinya John dan
Brion juga boleh tahu. Hmmm, kita bicara di bawah tiang sana
yuk?"
Setelah dipertimbangkan secara singkat, Chevi akhirnya
menerima ajakan itu. Ia ingin menolak, tapi sulit sekali
mulutnya mengatakan penolakannya. Mungkin Kumala telah
mempengaruhi jiwanya sehingga Chevi sulit menolak. Hanya
bisa patuh dan menurut saja apa kata Kumala. Gadis
keturunan bidadari itu sering berbuat demikian demi kebaikan
seseorang yang ingin diselamatkan dari bahaya.
Sementara Kumala dan Chevi menjauh, John dan Brion
memandanginya dengan perasaan heran. John sempat
bertanya kepada Brion tentang siapa Kumala Dewi itu, tapi
penjelasan Brion biasa-biasa saja. Brion belum mengatakan
bahwa Kumala punya kekuatan istimewa semacam seorang
paranormal. Kini mereka berdua hanya bisa memandangi dari
tempat mereka berdiri.
"Sorry, aku bukan bermaksud sok tahu, Cha. Aku hanya
ingin tahu tentang sesuatu yang mungkin kau ketahui."
"Soal s i John, maksudmu7"

"Bukan Kalau soal itu, kurasa urusan pribadimu deh. Aku
nggak perlu tahu. Yang ingin kuketahui, apakah kau pernah
merasa hawa aneh sebelum berada di kapal ini?"
"Hawa aneh macam apa sih?' kerutan dahi Chevi semakin
kuat.
"Udara aneh maksudku. Udara panas, udara dingin, udara
lembab, atau angin yang menerpamu kurang enak di badan.
Mungkin juga kamu merasakan diterpa angin yang aneh
dihirup di paru-parumu?"
Chevi tertawa sinis. Terkesan menganggap konyol
pertanyaan itu. Kumala Dewi bersikap sabar dan tetap dalam
keramahannya yang anggun.
"Aku memaklumi kalau sikapmu begitu, Cha Tapi ini
menyangkut nasib kecantikkanmu. Terus terang, aku melihat
auramu buram, seperti mengandung racun udara. Kamu
sudah terkontaminasi oleh racun udara itu dan akan merusak
kecantikanrnu, cepat atau lambat."
"Kau ini bicara-apa .sebenarnya, Kumala?" Chevi semakin
menyepelekan kata-kata Dewi Ular.
Dengan tetap sabar Kumala menceritakan musibah
kecantikan yang dialami Tante Cristy, juga sedikit cerita
tentang kecantikan Nyonya Ivone yang sampai sekarang
masih belum dapat dipulihkan seperti sediakala Cerita itu
menimbulkan kecemasan kecil di hati Chevi. Kecemas- an itu
memancing rasa ingin tahu dalam keragu-raguannya,
sehingga Chevi merasa perlu menanyakan kebenarannya
kepada Brion. Mau tak mau kedua gadis itu akhimya
bergabung lagi dengan John dan Brion.
"Apa yang dikatakan dia memang benar," kata Brion
kepada John dan Chevi. "Aku melihat sendiri keadaan Tante
Cristy, dan sangat mengerikan. Seandainya kalian."

Brion tak jadi menyelesaikan kata-katanya. Ada sesuatu
yang lebih menarik perhatiannya pada saat itu Rupanya,
rencana busuknya kabur dari sisi Tante Cristy sudah tercium
oleh naluri perempuan itu. Dalam perhitungan Tante Cristy,
Brion akan pergi bersamaan jadwal kapal yang berangkat ke
Jakarta siang itu. Dugaan dan perhitungan itu cukup tepat.
Maka, diam-diam Tante Cristy pun menyusup di antara para
penumpang kapal dengan pakain serba hitam, mengenakan
topi lebar bercadar hitarn pula.
Setelah kapal itu mencapai separoh perjalanannya, Tante
Cristy akhimya menemukan Brion di samping Kumala, John
dan Chevi. Kemunculan Tante Cristy sangat mengejutkan hati
Brion, sehingga Brion menjadi gelagapan dan tak tahu harus
berbuat bagaimana saat itu.
"Manusia laknat kau ini, Brion!" geram Tante Cristy dalam
keadaan wajah masih tertutup cadar yang menyatu dengan
topinya Cadar berwarna hitam menyerupai jaring kecil itu
segera disingkapkan. Brion semakin menggeragap dan salah
tingkah. Tapi Chevi dan John sangat terkejut. Bahkan menjadi
takut. Mereka ngeri melihat wajah Tante Cristy yang sangat
menyeramkan sekaligus menjijikkan itu.
"Biadab..." geramnya semakin dalam. Tante Cristy yang
merasa dikhianati oleh Brion segera menyerang dengan kedua
tanganya. Ia hendak mendorong Brion agar terjungkal ke laut.
Tetapi Brion bertahan dan suasana menjadi tegang.
Kekacauan terjadi karena teriakan marah Tanta Cristy berbaur
dengan seruan Brion atas pembelaan dirinya. Beberapa
penumpang kapal segera memusatkan perhatiannya ke arah
mereka. Dua petugas keamanan kapal itu bergegas
menghampiri. Tapi sebelum keduanya bertindak keributan
sudah berhasil dihentikan oleh Kumala Dewi. Gadis cantik
jelita yang dari tadi menjadi pusat incaran mata kaum lelaki itu
ternyata dengan mudah melerai pertengkaran tersebut.

"Hentikan!" Hanya dengan satu bentakan lembut seperti
itu, maka Tante Cristy dan Brion sama-sama menghentikan
aksinya. Suara Kumala Dewi seperti petir yang menyambar
hati mereka Seperti halilintar yang menggelegar ke dalam
sanubari mereka. Tak satu pun dari mereka berani
melanjutkan aksinya. Bahkan beberapa orang yang berada di
sekeliling mereka merasa seperti kehilangan seluruh
kebeianiannya untuk berbuat sesuatu. Rasa takut mencekam
kuat di sanubari mereka. Takut yang penuh rasa hormat. Dan,
hanya kekuatan gaib dewani saja yang dapat mengeluarkan
suara seperti itu. Gelombang suara tersebut seolah-olah
meruntuhkan seluruh kekuatan batinpihak yang
mendengamya dalam radius sekitar lima meter.
"Maaf, Tante... persoalan yang Tante hadapi tidak cukup
diselesaikan dengan memusuhi Brion saja. Harus ada jalan
keluar lain. Lebih baik Tante ikut saran saya demi ketenangan
batin Tante sendiri. Paham, ya?"
"Ya," jawabnya lirih sekali sambil menunduk. ”Terserah
kamu saja," seraya menutupkan kembali cadar yang tadi
disingkapkan.
"Ada apa, Kumala?" Pramuda menghampiri
"Nggak ada apa-apa. Bisa kuatasi."
"Tapi perempuan itu..."
"Ya. Dia korban seperti Nyonya Ivone juga "
"Kasihan," Emafie, istri Pramuda menggumam sedih sambil
menyeringai ngeri la sendiri cemas kalau-kalau dirinya akan
mengalami nasib seperti itu. Emafie memang mantan top
model, wajar jika ia sangat mengkhawatiikan kecantikannya
Ketika mengetahui bahwa Chevi juga akan mengalami hal
serupa, Emafie berkasak-kusuk dengan Chevi. Meyakinkan
bahwa apa yang dikatakan Kumala Dewi adalah benar. Bahkan
Emafie menyarankan agar Chevi segera memohon

perlindungan Kumala agar kecantikannya tidak mengalami
musibah seperti itu
"Kalau memang benar aku terancam begitu, tolong lakukan
sesuatu untuk menyelamatkan wajahku, Kumala," Chevi
memohon dengan bayang-bayang kecemasan membias di
wajahnya.
Jawaban yang diterimanya hanya seulas senyum manis
penuh persahabatan. Kumala Dewi segera membawa Chevi ke
bagian buritan kapal. Di sana suasananya tidak seramai di
bagian lain. Hanya ada dua pasangan muda-mudi yang
sedang menikmati keindahan buih laut yang dibelah lajunya
kapal tersebut. Tapi keberadaan Kumala dan Chevi tak luput
dari perhatian Brion, John, Emafie, Pramuda dan Prasetya
bersama istrinya. Mak Bariah pun memperhatikan dari sisi lain
sambil menjaga anaknya Pramuda.
Angin laut berhembus menaburkan helai-helai rambut
indahnya Dewi Ular, juga membuat gaun yang dikenakan
Chevi berkibar bagaikan bendera alam model. Mereka berdua
berdiri berhadapan dalam jarak sekitar satu meter. Mereka
saling diam tanpa bicara, saling memandang dengan mata
menyipit. menahan hembusan angin.
"Sebentar." tiba-tiba Chevi melakukan pencegahan.
Kumala membiarkan Chevi menggaruk keningnya. Kemudian
mengambil posisi bersiaga kembali. Ketika tangan Kumala
hendak diangkat, Chevi memecah kebisuan kembali.
"Tunggu, tunggu.." Dia menggaruk-garuk rahang kirinya.
"Sorry..."
Kumala urung mengangkal tangannya. Menatap dengan
sedikit kerutan heran di dahinya Belum sempat Kumala
melakukan sesuatu, Chevi kembali menggaruk dagunya. Hal
itu menimbulkan kecurigaan di hati Kumala Dewi.
"Ada apa? Gatal?"

"He, eh! Sekarang udah nggak kok. Okey, bisa dilanjutkan,"
katanya Tapi ternyata belum lima detik berhenti bicara Chevi
sudah menggaruk pipinya dengan suara desah keluhan.
"Aduh, kok mukaku jadi gatal sekali sih?!" Ia menggaruk
lebih lama dari sebelumnya. Kumala Dewi mulai semakin
curiga dan memahami keadaan yang akan terjadi nanti.
"Aduh, aduh kok gatalnya jadi banyak begini s ih?!"
"Dia telah bereaksi, rupanya!" gumarn hati Kumala Dewi
melihat Chevi bertambah kebingungan menghadapi rasa gatal
di wajah, juga di kedua lengannya yang perlu digaruk secara
bergantian.
"Hentikan garukan tanganmu, Che."
"Nggak tahan nih !" Chevi semakin kebingungan. Brion dan
John bergegas menghampiri dengan menyimpan kecemasan
tersendiri.
"Racun itu mulai bereaksi. Kalau kau garuk terus, kau bisa
terluka dan menjadi seperti Tante Cristy tadi!"
"Terus, gimana ini dong?! Auuh, gatal banget, Kumala!"
Chevi taiupak semakin panik danketakutan.
Kumala menggerakkan tangan kirinya dengan cepat,
seperti ingin menampar Chevi dengan dua jari ke arah pelipis.
Bersamaan dengan itu tangan kanannya pun bergerak serupa
ke arah pelipis Chevi. Namun kedua tangannya itu tak sampai
menyentuh pelipis Chevi. Dari kedua tangan yang memiliki dua
jari mengejang lurus itu terpancar percikan bunga api
berwarna hijau. Menyerupai lompatan arus listrik yang mengisi
pelipis Chevi, Mereka; yang berada dalam jarak dekat
dengannya dapat melihat percikan cahaya hijau itu.
"Auhk... !" Chevi tersentak dengan tubuh kaku. Mengejang
dalam keadaan seperti ingin tumbang ke belakang. Mulutnya
ternganga dan matanya terbelalak lebar. Pada saat itu tubuh
Chevi segera diliputi kabut hijau samar-samar. Kabut yang

ditimbulkan dari percikan hawa saktinya Dewi Ular itu memiliki
percikan lain berwarna orange. Percikan itu berlarian
mengelilingi sekujur tubuh Chevi. Menimbuikan suara gaduh
hampir mirip petasan kecil berhamburan. Chevi sendiri
menyerupai patung yang tak dapat tumbang oleh gerakan
kapal maupun hembusan angin kencang.
"Daaar..." Terdengar suara ledakan cukup keras yang
memancing perhatian hampir sebagian besar penumpang
kapal itu. Sepasang muda-mudi yang tadi berada tak jauh dari
situ segera berlari menjauh setelah ketakutan melihat
keanehan yang dialami Chevi tadi.
"Celaka! Diapakan pacar gue itu, Bri?! Waaah... "
"Ssst...! Tunggu. Diamkan dulu!" sambar Brion seraya
mencekal pundak John yang tampak sangat mengkhawatirkan
keselamatan Chevi. Brion sendiri juga sangat tegang karena
ledakan tadi menimbulkan semburan cahaya yang menyerang
dada Kumala Dewi. Tapi dengan sigap Kumala seperti
menangkap cahaya merah yang ingin menghantam dadanya.
Teep... ! Tangan Kumala menggenggam cahaya merah dari
kumpulan percikan sinar orange tadi. Kini ia melempaikan
cahaya merah itu ke tengah lautan.
Wut...! Semua orang memandang dengan mulut
terbengong. Karena, cahaya merah itu melesat sangat jauh,
seperti ditembakkan dari laras meriam. Dan, anehnya,
semakin jauh semakin tampak besar seperti bola api. Chevi
sendiri segera tumbang. Pingsan di kaki Kumala dalam
keadaan sudah tanpa kabut hijau dan tanpa cahaya apa-apa
lagi.
Perhatian John memang semula tertuju pada Chevi, tapi
kemudian ikut memandang cahaya merah yang menyerupai
bola api itu. Karena, ketika cahaya itu jatuh ke permukaan
laut, ia menyerupai bom yang memiliki daya ledak cukup
dahsyat.

Blegaaaarrr... ! Air laut seperti hendak terbelah Ombaknya
menjulang tinggi. Terbagi menjadi beberapa tempat, dan laju
kapal pesiar itu pun mengalami gangguan yang sangat
mengkhawatirkan semua penumpangnya.
Badai lautan datang akibat dentuman besar tadi. Kapal
terombang-ambing, bagaikan kehilangan kemudinya. Mesin
kapal sendiri mengalami gangguan yang merepotkan seluruh
awak kapal. Posisi kapal mulai miring ke kiri dan terseret
hembusan badai ke kiri. Jeritan kepanikan para
penumpangnya terjadi di sana-sini. Suasana panik pun sangat
mencekam mereka. Hanya Pramuda, Prasetya dan
keluarganya yang bisa sedikit tenang menghadapi keganjilan
alam tersebut, karena mereka sudah terbiasa menghadapi hal
seperti itu. Brion dan John sendiri ikut panik karena John
sempat terlempar ke arah kiri, nyaris tercebur ke laut.
"Bawa dia ke kabin!" seru Kumala kepada Brion yang baru
saja membantu menahan tangan John hingga John tak jadi
terlempar ke lautan. Kumala Dewi segera melompati tubuh
Chevi dan berusaha berdiri di ujung haluan. Chevi segera
diangkat oleh John dan Brion, sementara Kumala Dewi
merentangkan kedua tangannya. Dalam hitungan ke sepuluh
badai pun reda dengan sendirinya. Semua orang tahu, gadis
cantik di ujung haluan itulah yang meredakan amukan badai
tadi. Semua orang memandang kagum dan terheran-heran
melihat air laut tenang kembali. Ombaknya normal lagi, dan
laju kapal itu pun kembali seperti semula. Tetapi buat sang
Dewi Ular pandangan kagum mereka tak digubrisnya, karena
ia menangkap adanya sesuatu yang lebih pantas mendapat
perhatian darinya.
Tempat di mana bola api tadi jatuh mengalami perubahan
yang cukup mengkhawatirkan. Di sana muncul pusaran air
yang membuat ombak setempat makin lama semakin tinggi.
Bahkan lingkar pusaran air itu tampak semakin melebar,
sehingga dipastikan dapat menyedot kapal mana pun yang

lewat di dekatnya. Kecepatan putaran air itu pun menimbulkan
gemuruh yang sangat menakutkan. Pelebaran lingkar
putarnya hampir menyusul kecepatan laju kapal pesiar
tersebut.
"Pusaran air menyerang kita, Kumala!" seru Pramuda dari
dek kanan sambil berpegangan besi pagar dek tersebut
Wajahnya tampak tegang. Rupanya ia tahu persis akan
datangnya bahaya kedua.
"Pram, suruh mereka menjauhi sisi kanan kapal! Jangan
ada yang di dek kanan!" seru Kumala Dewi. Suaranya
memang merdu, namun mengandung getaran aneh yang
meluluhkan hati sekeras apapun. Dengan demikian maka siapa
pun yang mendengamya, tanpa harus disuruh oleh Pramuda
sudah bergerak ke arah lain. Mencari tempat berlindung
dengan sendirinya.
Hanya Kumala Dewi yang tampak berlari-lari kecil menuju
ke dek samping kanan, mengambil posisi di pertengahan
lambung kapal la menunggu sesuatu dari gerakan air yang
berputar mendekati kapal tersebut; la merasa bertanggung
jawab atas seluruh keselamatan para awak kapal, sehingga
harus berjaga-jaga menghadapi bahaya yang akan datang la
hadapi semuanya dengan sendirian.
Beberapa detik setelah berdiri di tempatnya, Dewi Ular
tampak melemparkan sesuatu dari genggaman tangannya
Seett ! Seperti sinar hijau tapi berbentuk anak panah
berbintik-bintik.
Energi kesaktiannya itu begitu menyentuh permukaan air,
maka seluruh air laut berubah menjadi hijau bening seperti
agar-agar. Gerakan air yang berputar menjadi lambat. Radius
putaran pusar air itu pun menyempit secara bertahap. Laju
kapal mulai normal lagi. Tak terlalu cepat, namun tak
mengalami gangguan yang mencemaskan.

"Siapa gadis itu sebenarnya?!" gumam beberapa orang
yang belum mengenal Kumala
"Dia punya kekuatan sihir yang sungguh mengagumkan."
"Luarbiasa, memang. Lihat. Dia tenang sekali dari tadi.
Cuma dia yang sejak tadi kelihatan nggak panik sedikitpun."
"Aku yakin dia bukan anak manusia biasa."
"Ya, aku juga yakin. Dia pasti bukan gadis biasa ."
"Cantiknya seperti bidadari, ya?".
"Jangan-jangan dia memang bidadari yang turun dari
Kahyangan?"
"Ah, ngaco aja luh!"
"Hey, lihat itu, lihat, air laut jadi datar sekali?!"
"Busyet! Kita seperti berada di genangan agar-agar. Kapal
ini seperti membelah permukaan agar-agar?!"
"Warnanya jadi bagus sekali. Hijau bening. Iih... benarbenar
suatu fenomena yang sulit dipahami dengan logika,
ya?!"
"Tapi langit kenapa jadi mendung, ya?"
Beberapa orang mendongak ke atas.
"Wah, iya ... ! Dari mana datangnya mendung setebal itu?!
Tadi kayaknya nggak ada awan hitam”
Memang serba mengherankan. Langit tiba-tiba dilapisi
awan hitam.. Tebal dan bergulung-gulung. Matahari nyaris
kerepotan menembus gumpalan awan hitam itu dengan
cahayanya yang tadi masih terang benderang. Anehnya lagi,
mendung itu makin lama makin melebar. Nyaris menutupi
semua permukaan langit yang teijangkau dalam jarak
pandang mereka di tengah lautan.

Kumala Dewi ikut memandang ke langit. Dia tetap tenang.
Tapi dia punya perhitungan sendiri tentang mendung aneh
tersebut. Pramuda yang menghampirinya sempat menyatakan
kecemasannya tentang mendung aneh tadi Tapi Kumala
menanggapi dengan kalem.
"Nggak apa-apa. Semua akan kuhadapi."
"Ada apa sebenarnya?"
"Pemilik racun yang tadi kukeluarkan dari raganya Chevi
akan bikin perhitungan sendiri denganku. Dia tahu kalau
racunnya telah kuhancurkan. Dia marah. Pasti dia akan
muncul dari gumpalan mendung itu untuk menyerangku "
"Lalu, kapal ini bagaimana kalau kau diserang?"
"Aku akan tinggalkan kapal ini untuk sementara, supaya
tidak menjadi korban salah sasaran."
"Terus, jiwa-jiwa di sini bagaimana kalau kau tinggalkan?"
"Justru akan selamat. Jangan khawatir. Aku hanya
mengalihkan perhatian si pemilik racun iblis itu agar tidak
merusak kapal ini!"
Kumala Dewi tidak mau pamer kekuatan di depan umum.
Dia masuk ke salah satu kabin. Pintu kabin ditutupnya. Tapi
ketika kapten kapal menyusulnya masuk ingin bicara
dengannya, ternyata di dalam kabin itu tidak ada siapa-siapa.
Kabin dalam keadaan kosong. Kapten kapal itu kebingungan.
Ia tak tahu bahwa Kumala Dewi telah berubah menjadi cahaya
hijau kecil seperti seekor naga yang meleset menembus
dinding dan lenyap ke ketinggian langit sana.
Nyaris tidak seorang pun yang mengetahui lenyapnya
seberkas sinar hijau menyerupai naga kecil itu, kecuali Mak
Bariah, Brion, dan Tante Cristy yang berada di antara
kerumunan orang.

Matanya secara kebetulan melihat kilatan cahaya yang
keluar dari dinding kabin, menyerupai naga kecil berwarna
hijau. Tapi Tante Cristy tidak tahu bahwa itulah sosok
penjelmaan dari si Dewi Ular yang sedang menggunakan
tingkat kesaktiannya sebagai anak Dewa.
Chevi siuman. Ia bingung mengapa ada di antara orang
banyak. Ia tidak merasakan gatal-gatal lagi. Malahan mengaku
merasa sehat dan badannya lebih segar dari sebelumnya.
John menjelaskan keanehan yang tadi terjadi, sehingga
ingatan Chevi mulai kembali tentang apa yang dialami dan apa
yang dilakukan Kumala sebelum ia jatuh pingsan tadi.
"Sekarang di mana dia? Di mana Kumala?"
"Entah," hanya'itu jawaban John.
Brion juga diam Dia hanya memandang ke arah langit
kembali. Sepertinya lidah Brion sulit untuk menjelaskan bahwa
ia menduga Kumala berubah menjadi sinar hijau yang
sekarang sedang melesat ke arah langit, menembus ketebalan
awan hitam.
Dugaan hati kecil Brion semakin kuat, karena langit segera
bergemuruh. Awan hitam semakin bergulung-gulung dengan
sesekali mengeluarkan percikan cahaya petir yang
menggelegar berkali-kali. Hanya Mak Bariah yang tahu persis
tentang apa yang terjadi di langit hitam sana.
Karena pada saat ia berada di samping Pramuda, ia sempat
berbisik dengan suara lemah.
"Terjadi pertarungan keras di atas sana, ya Tuan?"
"Kurasa... ya, dia memang, nggak pernah tanggungtanggung
kalau memberesi lawannya"
"Duuuh, gimana nasib Non Mala, ya? Dia cuma sendirian di
atas sana, Tuan. Melihat mendung begitu hitam, sepertinya

Non Mala berhadapan dengan lawan yang tidak ringan.
Mungkin lebih dari satu".
"Moga-moga dia masih bisa selamat," bisik Pramuda penuh
kecemasan.

5
BUKAN hanya Tante Cristy, Nyonya Ivone atau Chevi saja
yang dilanda racun kecantikan.
Ternyata banyak wanita lainnya yang mengalami nasib
serupa. Kecantikannya hancur dan daya tariknya pun hilang.
Mereka yang semula cantik menarik, kini berubah menjadi
buruk dan mengerikan. Sebagian orang mengatakan, para
korban kini memiliki wajah yang menjijikkan. Hitam, penuh
luka, dan berbau busuk. Umumnya bagi mereka yang tidak
tertolong oleh hawa saktinya Kumala Dewi memiliki aroma
kebusukan yang memualkan perut. Dua di antara para korban
sampai ada yang bunuh diri karena mengalami tingkat stress
sangat tinggi.
"Untung saya nggak punya wajah cantik, jadi saya nggak
ikut rusak kayak mereka," ujar seorang pelayan tetangga
rumah Kumala. Dan, memang demikian keadaannya. Para
wanita yang wajahnya tidak secantik foto model memang
patut merasa bersyukur, sebab wajahnya tidak ikut rusak
seperti para korban lainnya. Agaknya racun kecantikan itu
hanya mengincar para wanita yang memang memiliki raut
muka cantik, menarik dan menggiurkan lawan jenisnya.
"Aku ingin ketemu Kumala. Mana dia? Ada di rumah?"
desak seorang gadis berusia sekitar 27 tahun berwajah cantik.
http//zheraf.mywapblog.com
Rambutnya yang panjang disemir pirang sehingga penampilan
dan wajahnya itu mengingatkan seorang artis penyanyi bule
Jessica Simpson. Dan, kebetulan nama gadis itu adalah Jessica,
tanpa Simpson. Dia berani mendesak begitu karena
sudah lama kenal keluarga Kumala. Dia ditemukan oleh Buron
dalam sebuah rumah ketika hendak melakukan bunuh diri
akibat patah hati. Oleh sebab itu, ia memang . terkesan lebih
akrab dengan Buron ketimbang dengan yang lainnya, (Baca
serial Dewi Ular dalam episode: "GADIS PENUNGGU
JENAZAH").

"Kenapa kamu cari Kumala? Kenapa nggak cari aku saja?"
Buron masih berusaha menggoda dengan canda yang
bersahabat. Jessica tampak tegang dan tak terpengaruh oleh
candanya sijelmaan JinLayon itu. Ia bergegas masuk ke ruang
tamu, meninggalkan Buron di teras.
"Aku butuh pertolongannya. Aku harus ketemu dia
sekarang juga!"
"Hey, hey... tunggu dulu," Buron segera mencegahnya.
"Apa kau bisa melakukannya, Buron?! Kau tahu kan,
sekarang sedang tersebar wabah perusak kecantikan dan .."
"Sudah banyak yang datang kemari," potong Bui on. "Tapi
mereka terpaksa harus pulang dengan kecewa."
"Kenapa? Apakah Kumala nggak ada di rumah?" cecarnya.
"Kulihat mobilnya ada di garasi. Sandhi lagi nyuci mobil di
sana kan?"
"Kumala memang baru saja pulang dari berlibur. Baru
kemarin sore dia tiba. Tapi sekarang pun dia belum bisa
diganggu. Maksudku, dia belum bisa ditemui siapa-siapa."
"Masa' tamu seperti aku nggak diterima? Aku kan udah
lama kenal dengan kalian? Gimana sih?!"
"Benar, tapi... hmmm, sini... duduklah dulu. Duduk dulu."
"Keadaannya sangat..."
"Akan kujelaskan keadaan yang sebenarnya!" sahut Buron
seraya sedikit menarik lengan Jessica. Bagi gadis cantik itu,
pegangan tangan Buron ke lengannya bukan sesuatu yang
tidak sopan. Ia tidak merasa tersinggung mengingat
nyawanya dulu pernah diselamatkan oleh Buron. Oleh sebab
itu ia menganggap Buron adalah teman dekatnya sendiri yang
tidak perlu basa-basi dalam etika pergaulan mereka.
"Kumala sedang sakit, Jess. Dia belum bisa terima tamu"

"Sakit?! Sakit apa?!" Jessica tampak cemas.
"Entahlah. Yang jelas, dia melarang kami masuk
kamarnya."
"Apakah dia juga mengalami musibah kecantikan, seperti
yang di alami oleh dua rekanku dan kakakku sendiri, Luiza?"
Buron berkerut dahi agak tajam. "Kakakmu juga kena?"
"Justru aku kemari karena Luiza mengalamri kejadian
seperti yang dialami oleh dua rekanku. Seorang tetangga kami
juga menderita gatal-gatal di wajahnya dan kini wajahnya
rusak mengerikan. Kakakku sudah memiliki tanda-tanda
seperti itu; wajahnya mulai memerah dan berbintik-bintik
seperti gejala cacar. Gatal dan panas rasanya. Makanya aku
kemari mau minta tolong Kumala untuk obati kakakku dan...
dan melindungi kecantikanku dengan kesaktiannya. Aku nggak
ingin kehilangan kecantikanku, Buron. Aku takut mengalami
hal serupa dengan yang lain. Bukankah di teve dan di korankoran
sudah diberitakan bahwa Jakarta sedang dilanda wabah
kecantikan yang..."
"Ya, ya... kita semua tahu, Jess. Kita tahu!" potong Buron
menahan diri untuk tetap sabar menghadapi kata-kata Jessica
yang bersifat memberondong seperti senapan mesin itu.
"Aku takut sekali, Buron. Takut sekali...!"
"Kau bisa tinggal di sini untuk sementara, supaya racun
kecantikan itu tidak menghampirimu dan merusak wajahmu."
"Tapi bagaimana dengan kakakku?! Dua jam yang lalu dia
sudah kebingungan karena wajahnya merah dan gatal."
Buron menarik napas. Bingung juga menghadapinya.
Kumala Dewi memang sakit Sejak pulang dari kepulauan
Seribu ia mengurung diri di dalam kamarnya. Buron dan
Sandhi sempat terkejut ketika menyambut kepulangan
Kumala. Gadis cantik itu menderita luka yang menyedihkan.

Sekujur tubuhnya penuh dengan luka sayatan. Seperti habis
disayat-sayat dengan seribu pedang. Kecantikannya pun
rusak. Namun ia tidak mengalami kehangusan kulit seperti
yang lain. Ia tetap putih kulitnya. Hanya penuh luka sayatan
yang tidak mengeluarkan darah. Raut wajahnya hancur
bagaikan dicabik-cabik dengan seribu mata silet. Hampir saja
Buron dan Sandhi tak mengenalinya. Luka itu tak
mengeluarkan bau busuk seperti para korban lainnya. Hanya
saja, jelas wajah itu sudah tak sedap lagi di pandang mata.
Sudah tidak mempesona seperti biasanya.
Kasihan.
Konon, luka-luka yang merusak kecantikannya itu akibat
pertarungannya di balik awan hitam. Dalam cerita singkatnya
Kumala mengatakan, di balik-awan hitam ada ratusan ribu
cahaya merah menyerupai kunang-kunang. Cahaya merah itu
memiliki ketajaman yang luar biasa. Ketika menyerang
Kumala, ia merasa dihujani ribuan mata pisau yang sulit
dipatahkan.
Cahaya-cahaya merah mirip kunang-kunang itu bisa
beterbangan dengan gesit dan lincah. Satu dihancurkan,
seratus tumbuh kembali. Kumala terpaksa melarikan diri dari
pertarungan tak seimbang itu. Jika tidak, ia yakin tubuhnya
akan terpotong-potong oleh ketajaman cahaya-cahaya merah
kecil itu. Seandainya ia bukan anak Dewa yang memiliki
kesaktian tersendirt, mungkin ia sudah hancur sejak kemarin.
Lukanya pun akan mengalami kebusukan seperti korban yang
lain. Tapi karena dari tubuh anak Dewa itu memiliki aroma
keharuman tersendiri, ditambah berbagai energi
kesaktianyang luar biasa, maka ia tak mengalami pembusukan
dan tak sampai hangus kulitnya. Yang ia rasakan hanya rasa
perih luar biasa di sekujur tubuh dengan luka tanda merah.
Luka sayatan itu menjadi lebih perih lagi apabila terkena udara
atau angin. Oleh sebab itu, AC di kamarnya dimatikan.

"Jangan ada yang menemuiku dulu sebelum aku keluar
sendiri dari kamar. Aku harus mengobati diriku lebih dulu agar
aku bisa menangkal wabah racun kecantikan itu," pesannya
kepada Buron, Sandhi dan yang lain.
Waktu itu Pramuda sekeluarga ikut mengantarnya sampai
rumah, sehingga mereka pun mendengar pesan tersebut. Kini
Pramuda sudah pulang. Penjagaan diserahkan kepada Sandhi,
Buron dan Mak Bariah. Itulah sebabnya Kumala menolak
beberapa tamu yang dari kemarin sudah datang. Buron dan
Sandhi yang bertugas menolak tamu dengan memberi
penjelasan sebisa mungkin. Pada umumnya para tamu
menyadari atas keadaan Kumala. Tapi Jessica terkesan ngotot
ingin segera kasusnya ditangani oleh Kumala. Buron agak
kewalahan memberi penjelasan pada gadis cantik itu. la tahu,
sebentar lagi pasti kecantikan Jessica juga akan menjadi
korban seperti yang lain.
"Kusarankan sebaiknya kau jangan pulang," kata Sandhi
kepada Jessica. "Sebab, barusan kuterima telepon dari Sersan
Burhan, ada tiga mayat yang menjadi korban racun
kecantikan. Mereka menggaruk wajahnya secara kesetanan,
sampai akhirnya mereka mati dalam keadaan kulit wajahnya
terkelupas."
"Ohh...??"
"Seorang mati terkelupas wajahnya akibat jatuh dari lantai
empat di kantornya. Seorang lagi tak sengaja tersengat aliran
listrik karena kebingungan menggaruk rasa gatalnya, dan
seorang lagi tewas dalam kecelakaan mobil akibat panik
menggaruk wajahnya secara membabibuta."
"Rasa gatal itu mempengaruhi jiwa seseorang hingga lupa
bahaya di sekelilingnya," tambah Buron dengan nada suara
yang datar, seakan ia bicara pada diri sendiri sambil dalam
keadaan melamun. Hal itu semakin menegangkan hati Jess ica.
Yang terpikir olehnya adalah keadaan kakaknya; Luiza. Ia

bermaksud ingin pulang mendampingi kakaknya, tapi Sandhi
dan Buron berusaha mencegahnya.
"Angin dapat menjadi penghantar maut bagi wanita cantik
sepertimu. Dalam perjalananmu dari sini sampai ke rumah
bisa saja racun itu hinggap di wajahmu dan menyerangmu.
Jadi, lebih baik kau tetap di sini saja."
"Kakakku bagaimana dong?!"
"Suruh aja dia datang kemari. Suruh suaminya yang
mengantar," kata Buron tegas-tegas.
"Suaminya sedang dinas di Kalimantan. Sudah seminggu
ini."
Sandhi melirik Buron. Lirikan mata Sandhi mengandung arti
yang dapat dipahami Buron secepatnya. Pemuda berambut
kucai itu akhirnya menganggukkan kapala.
"Okey-lah... biar aku yang jemput dia!" katanya setelah
menarik napas dalam-dalam. Buron juga kenal baik dengan
Luiza, terutama sejak ia menyelamatkan nyawa Jessica dulu.
Bukan hal sulit bagi Buron untuk menemui Luiza walau pun ia
menggunakan jalur gaibnya. Tiba-tiba jasadnya menghilang
dari pandangan mata Sandhi dan Jessica. Lenyap dan berubah
menjadi sinar kuning kecil seperti meteor. Bleass. .! Sinar itu
menembus dinding dan melesat entah ke mana. Yang jelas,
punya misi membawa Luiza dari tempat tinggalnya ke rumah
Kumala.
Telepon berdering nyaris tiada putus-putusnya. Sandhi
yang bertugas menerima telepon dari siapa saja Umumnya
mereka adalah kenalannya Kumala yang terancam racun
kecantikan, yang cemas akan dirinya, dan yang sudah mulai
mengalami gejala gatal gatal di tubuhnya Bahkan ada yang
menangis di telepon karena sekujur tubuhnya telah mengalami
luka aneh, terutama di bagian wajahnya.

Hampir pukul delapan malam, Sandhi dan Jessica yang ada
di ruang tengah mendengar pintu kamar Kumala dibuka. Klik...
! Secepatnya mereka memandang ke arah sana. Temyata
gadis cantik dari Kahyangan itu muncul dengan wajah masih
tak seperti semula.
"Kumala ... ?! Bagaimana?!" sergah Sandhi buru-buru
menghampiri dengan pandangan mata masih penuh
kecemasan.
"Lumayan," jawab Kumala dengan tenang sekali. "Oh, kau
datang juga rupanya, Jess?"
"Hmm, iya... iya. Aku... aku takut mengalami kerusakan
wajah seperti kakakku; Luiza. Tapi... wajahmu sendiri kenapa
begini, Kumala? Apakah kau belum bisa menemukan
penangkal racun itu?"
Meditasi yang dilakukan Kumala memang tidak sia-sia
sekali. Ada hasilnya. Tapi tidak sempurna. Luka sayatan di
sekujur tubuh dan wajah Kumala sudah tidak menimbulkan
rasa perih seperti semula. Tapi luka itu masih membekas
hitam. Wajah cantiknya si Dewi Ular kini penuh garis-garis
hitam. Seperti luka sayat yang mengering. Agaknya kesaktian
Kumala Dewi hanya mampu membuat luka-lukanya mengering
dan merapat. Tapi belum bisa menghilangkan bekas garis
hitamnya. Meski demikian, ia merasa sudah cukup baik,
sehingga tak perlu khawatir untuk keluar dari kamarnya.
"Mana Buron?"
"Sedang menjemput kakaknya Jessica," jawab Sandhi.
"Kumala, aku takut mengalami kerusakan wajah. Sungguh
aku takut sekali, Kumala."
"Apakah kau dalam bulan ini pernah menghadiri seminar
kecantikan yang bertemakan: 'Perawatan Kecantikan Abadi'?
Kalau nggak salah pembicaranya yang bernama: Zus
Pretisya?"

"Nggak Aku nggak pernah menghadiri kecantikan, eeh...
seminar kecantikan macam itu. Tapi kalau nggak salah,
kakakku minggu lalu pernah bilang mau menghadin seminar
kecantikan di sebuah hotel berbintang. Dia mendapat
undangan gratis dari rekannya satu club senam."
"Kalau begitu kau tak perlu khawatir sekali dengan
kecantikanmu, Jessica. Untuk sampai saat ini aku yakin kau
masih aman."
"Apa maksudmu bertanya tentang seminar macam itu,
Kumala?"
Karena saat itu yang bertanya Sandhi, maka pandangan
mata jernihnya Kumala pun tertuju pada sopir pribadinya itu.
"Chevi menceritakan tentang keikut sertaannya dalam
seminar yang bertujuan memelihara kecantikan, agar orang
dapat memelihara kecantikannya dan tetap awet muda
sekaligus awet cantik tapi ia sendiri justru nyaris menjadi
korban racun kecantikan. Pada saat Chevi menceritakan hal
itu, T ante Cristy menyambung kata, bahwa ia pun hadir dalam
seminar tersebut. Dari mereka berdua aku mendengar kabar
bahwa seminar itu diadakan di berbagai tempat dalam waktu
yang berbeda, dan pembicara utamanya adalah seorang
doktor ahli kecantikan yang bernama Zus Pretisya. Aku segera
menghubungi Nyonya Ivone melalui teleponnya. Ternyata
Nyonya Ivone juga mengaku pernah diundang secara
langsung oleh Zus Pretisya dalam seminar tersebut. Tapi dia
tak hadir pada saatnya. Cuma, dia mengaku merasa aneh
sejak bertemu dengan Zus Pretisya di sebuah klinik
kecantikan."
"Ada kesamaan nama dan acara sepertinya."
"Benar. Dan, aku mencurigai wanita cantik yang bernama
Zus Pretisya itu. Aku ingin tahu, siapa dia sebenarnya. Apakah
benar dia adalah orang yang menjadi penyebab munculnya
wabah racun kecantikan ini. Jika benar, berarti dia bukan

manusia biasa. Racun kecantikan ini adalah kekuatan gaib
kelas tinggi yang bukan dimiliki oleh manusia. Hanya iblis
betina atau sejenisnya yang memiliki racun kecantikan seperti
ini. Ketika berada di dalam kabut hitam tempo hari, aku
memerangi racun-racun itu. Ternyata mereka memiliki
kekuatan yang sulit ditaklukkan. Mereka bisa bergerak sendiri,
seperti memiliki nyawa yang punya naluri merusak semua
bentuk kecantikan."
"Siapa pemilik racun itu sebenarnya, Kumala?"
Dewi Ular menggelengkan kepala. "Aku nggak tahu. Aku
belum bisa menemukan siapa yang beraksi sebagai dalang di
balik kasus ini. Dan, aku juga belum menemukan penangkal
racun yang sebenarnya. Pengobatan yang kulakukan hanya
bersifat sementara saja."
"Tapi katamu kemarin, kau telah berhasil menyelamatkan
Chevi?"
"Ya. Itu karena dia belum tercemar keseluruhan fisiknya.
Aku bisa mengangkat energi racun itu dari auranya, walau pun
racun-racun itu akan menghimpun kekuatan untuk beraksi
kembali sebagai luapan kemarahannya atas tindakanku. Tapi
bagi mereka yang sudah terkontaminasi racun secara fisik, aku
ternyata belum dapat menyembuhkan secara total. Kau lihat
sendiri, kukerahkan kekuatanku sehari semalam untuk
mengobati lukaku, tapi ternyata hanya sampai batas begini
saja kan? Aku belum punya formula untuk memulihkan
kecantikanku sendiri seperti aslinya. Itu tandanya racun itu
memiliki kekuatan yang luar biasa dan sulit ditaklukkan."
"Apakah racun itu akan mengganas dan merusak
kecantikan pada wanita yang habis berkencan, seperti
ceritanya Nyonya Ivone itu, Kumala?" tanya Sandhi lagi.
"Nggak. Bukan karena kencannya yang merusak
kecantikan, tapi kondisi fisiknya Racun itu akan merusak
kecantikan pada saat stamina si calon korban mengalami

penurunan Biasanya orang yang kelelahan, capek habis
melakukan aktivitas, maka dia akan langsung merasakan
gatal-gatal dan racun itu menyerang jaringan tubuhnya. Orang
dalam kondisi stress tinggi pun kayaknya bisa langsung
terkena kerusakan wajah, seperti yang dialami Chevi."
"Jadi, orang yang sudah mulai terkontaminasi racun itu
pada auranya, jika ia dalam keadaan sehat, tidak kecapekan,
maka reaksi racunnya akan lamban. Begitu maksudmu?"
"Kira-kira begitu Sebab...," kata-katanya pun terhenti,
karena tiba-tiba seberkas sinar masuk ke dalam rumah. Sinar
kuning itu membias di ruang tamu.
Blaaap...! Padam seketika. Dan, ternyata itulah tanda
kembalinya Buron bersama seorang wanita cantik yang lebih
tua dari Jessica. Wanita cantik berambut pendek itu tak lain
adalah kakak Jessica sendiri. Luiza.
"Luii... !" pekik Jessica dengan tegang, karena ternyata
keadaan Luiza sudah nyaris mengalami kerusakan pada wajah
dan sekitar bagian lengan dan dadanya. Leher Luiza telah
mengalami luka sayatan yang mengeluarkan cairan darah
kental hitam.
Kumala Dewi segera menangani keadaan Luiza dengan
menyalurkan hawa saktinya. Berkat penanganan Kumala yang
cukup cekatan itu, luka aneh yang muncul sendiri dalam setiap
garukkan jari Luiza itu dapat dibendung. Namun wajah Luiza
masih tetap tak secantik semula. Lukanya masih ada. Kering.
Tapi tidak tertutup rapat membentuk bekas hitam seperti
Kumala. Luka itu lebih parah dan lebih mengerikan jika
dibandingkan lukanya Kumala. Tapi lebih lumayan jika
dibandingkan lukanya Nyonya Ivone dan Tante Cristy.
"Kalian tinggal di sini dulu. Jangan pergi ke mana-mana,"
kata Kumala. "Aku akan melakukan beberapa tindakan di luar
sana. Udara di sekeliling kita dapat menjadi penyebab
terjangkitnya wabah seperti yang dialami Luiza."

"Tapi bagaimana dengan anak-anakku. Mereka pasti
mencariku. Mereka tidak tahu kalau aku dibawa kemari oleh...
Buron."
Sandhi melirik Buron lagi.
"Kasihan anak-anak itu kalau tak dibawa kemari juga, Ron."
Buron tarik napas panjang. "Okey, okey... gue yang jalan
lagi jemput mereka!" ujarnya bernada keluh. Sandhi menahan
geli dalam hatinya. Buron tak berani menolak tugas seperti itu
selama ada di depan Kumala Dewi. Ia takut pada kemarahan
Kumala.
Luiza mengaku pernah menghadiri seminar kecantikan
dengan pembicara tunggal Doktor Pretisya. Tiga hari yang lalu
ia menghadiri seminar tersebut. Mestinya hari ini para peserta
seminar dijadwalkan untuk bertemu lagi di tempat yang sama.
Tetapi sampai tadi sore Luiza belum menerima undangan atau
kabar dari telepon, seperti yang dijanjikan.
"Dia bilang, hari ini kami akan diundang lagi untuk
menerima pembagian cream pembersih kulit wajah. Katanya,
cream tersebut adalah obat yang akan membuat kami tetap
awet muda dan awet cantik. Meski usia kami mencapai 70
tahun, maka wajah tetap tampak cantik, muda dan tidak akan
berkerut sedikit pun. Di samping menerima cream secara
gratis kami juga akan mendapatkan perawatan kecil di wajah
kami berupa uap pengawet kulit: Peralatan uap itu
didatangkan dari Paris, berisi ramuan alami yang tidak
mengandung bahan kimia sedikit pun. Tapi... nyatanya sampai
malam begini belum ada kabar yang kuterima dari pihak
penyelenggara seminar tersebut."
"Apakah alat penghasil uap itu tempo hari sudah
dipamerkan di depan peserta seminar?"
"Belum. Katanya sih, alat itu masih berada di tempat lain,
karena belum selesai digunakan dalam seminar di tempat
tersebut."

"Cream yang akan diberikan kepada peserta seminar sudah
diperlihatkan contohnya?"
"Hanya berupa poster. Dia bilang, cream tersebut sedang
dalam perjalanan. Karena hari itu penyelenggara seminar
belum mendapat jatah obat tersebut untuk dibagikan di
tempat kami."
"Jadi, apa saja yang dilakukan dalam seminar itu?"
Kumala menyelidik lebih dalam lagi.
"Yaah... hanya semacam ceramah atau penjelasan
mengenai rencana Zus Pretisya mengawetkan semua
kecantikan kaum wanita di dunia "
"Tidak ada demo apa-apa?"
"Nggak ada. Dia hanya memberi contoh dua wanita yang
berwajah cantik dan muda, yang menurutnya sudah berusia
58 tahun. Tapi kedua wanita itu seperti masih berusia 25
tahun. Tentunya kami semua kagum dan kepingin seperti
kedua wanita tersebut."
Dewi Ular menarik napas panjang, membiarkan saasana
lengang beberapa detik. Setelah itu terdengar kembali
suaranya yang lembut dan tetap merdu sepeiti biasanya.
"Persis seperti keterangan dari Chevi. Dijanjikan cream
pengencang kulit abadi. Tante Cristy dan Nyonya Ivone pun
mengaku demikian. Tapi menurut Tante Cristy ada keganjilan
dalam suasana seminar tersebut: Apakah kau juga merasakan
suatu keganjilan dalam suasana seminarmu itu, Kak Lui?"
"Keganjilan?!" Luiza berpikir sejenak, kemudian
menyambung kata-katanya lagi.
"Satu-satunya hal yang dianggap ganjil barangkali adalah
ruangan yang digunakan sebagai tempat seminar itu,
menurutku."

”Ruangan itu bagaimana?" desak Jessica yang sejak tadi
diam menyimak pembicaraan tersebut.
"Ruangan yang kami tempati untuk berkumpul itu nggak
begitu besar Cukup menampung sekitar 50 orang, mungkin
kurang dari 50. Memang tergolong eksklusif tempat itu. Tapi
kami mencium bau aneh dalam ruang pertemuan itu."
"Bau aneh macam apa?"
"Seperti... bau parfum tapi aromanya nggak enak Mual di
perut, wanginya wangi aneh sekali, nggak bisa diomongin deh.
Bukan wangi bunga, bukan wangi kayu, busa, daun atau yang
lainnya. Tapi kayak bau debu. Makin lama makin tajam bau
itu. Naah... mirip kalau kamu masuk dalam gudang yang
sudah lama nggak kena udara luar. Lembab dan berdebu.
Makin sering Zus Pretisya ngomong, makin tajam baunya."
"Itulah racun!" potong Kumala Dewi. Semua menatapnya
dengan dahi berkerut tajam. Kumala tetap tenahg dalam
menyampaikan penjelasan berikutnya.
"Chevi sempat bilang padaku tentang aroma tanah basah
yang tercium dalam ruang seminar tersebut. Menurutnya,
semakin ia berada di dekat Zus Pretisya, atau berhadapanhadapan,
semakin tajam bau tak sedap itu tercium olehnya.
Terutama pada saat Zus Pretisya sedang bicara dalam jarak
dua meter darinya Menurutku, racun Itulah yang menyebarkan
aroma tak sedap, dan dikeluarkan dari mulut atau napas
Doktor Pretisya."
"Sudah pasti begitu?!" sela Sandhi.
"Yaah... memang belum pasti. Tapi aku punya keyakinan...
90 persen keyakinanku itu benar Kita lihat. saja nanti kalau
aku sudah bisa berhadapan muka dengan yang bernama
Doktor Pretisya itu "
"Di mana bisa menemui orang tersebut, Lui?"tanya Jessica
seakan mewakili rasa ingin tahunya Kumala.

"Kabarnya sih dia tinggal dari hotel ke hotel, karena dia
harus melakukan pelayanan kecantikan semacam itu keliling
kota, keseluruh Indonesia. Tapi di hotel mana atau di mana
alamat tempat tinggal yang sebenarnya, aku nggak tahu."
"Penyelenggaranya? Mungkin kita bisa tanyakan kepada
pihak penyelenggara seminar tersebut," kata Jessica lagi.
"Sebuah yayasan yang aku sendiri kurang jelas, apa nama
yayasan itu dan di mana alamatnya. Tapi mungkin kita bisa
dapatkan keterangan dari pihak hotel tempat yayasan itu
menyelenggarakan seminar tersebut, Kumala," sambil Luiza
berpaling dari menatap adiknya menjadi memandang Kumala
Dewi.
Dewi Ular tidak mau kehilangan jejak wanita misterius yang
mengaku ahli kecantikan tingkat dunia itu. Ia segera
menghubungi pihak hotel yang dipakai sebagai tempat
menyelenggarakan seminar tersebut.
Tetapi sungguh tak disangka-sangka oleh siapa pun,
termasuk oleh Luiza, bahwa pihak hotel mengaku tidak
menyewakan tempat untuk seminar kecantikan pada hari yang
disebutkan Luiza. Pihak hotel pun menjelaskan, seharian ini
sudah puluhan penelepon yang menanyakan tentang
penyelenggaraan seminar kecantikan lanjutan dari yang
diadakan tiga hari yang lalu. Tetapi pihak hotel selalu
menjelaskan hal yang sama. Tiga hari yang lalu tidak ada
seminar.
"Mereka menanyakan alamat Yayasan Rona Saka
sementara kami benar-benar tidak pernah bekerjasama
dengan yayasan tersebut. Kami baru dengar nama Yayasan
Rona Saka hari ini!" tambah pihak hotel yang memberi
penjelasan kepada Kumala Dewi.
Tentang nama yayasan itu, Luiza akhirnya membenarkan
setelah ia ingat kop surat yang tertera dalam undangannya
tempo hari. Tapi tentang penyangkalan pihak hotel, Luiza

justru kebingungan, mengapa pihak hotel harus
menyangkalnya. Padahal menurutnya, jelas sekali seminar
tersebut diadakan di hotel itu di lantai dua. Pihak hotel pun
mempersilakan Kumala memeriksa lantai dua, sebab di sana
tidak ada ruang pertemuan aiau tempat yang layak untuk
seminar. Lantai dua hotel itu hanya berisi kamar-kamar untuk
tamu yang bermalam di situ.
"Chevi, ini aku... Kumala."
"Oh, syukurlah kau menelepon lebih dulu. Kebetulan, aku
mau datang ke rumahmu, Kumala. Aku butuh bantuanmu
untuk..."
"Di mana kau menghadiri seminar waktu itu?"
"Di Romanda Hotel. Kenapa?"
"Sekedar mau klarifikasi aja."
Kumala segera menghubungi Romanda Hotel Tapi
pengakuan pihak hotel tersebut juga aneh. Romanda Hotel
pada tanggal sekian tidak menyewakan meeting room-nya
untuk seminar dan mereka tidak mengenal nama Yayasan
Rona Saka. Tapi pihaknya mengaku banyak orang yang
menanyakan tentang yayasan tersebut dan merasa pernah
seminar di hotel itu. Katanya, pihak kepolisian telah
melakukan pemeriksaan langsung ke hotel dan memeriksa
beberapa berkas administrasi di sana, bahwa ternyata pada
hari tersebut meeting room digunakan untuk pertemuan dari
sebuah perusahaan asing yang bergerak di bidang asuransi.
Bukan di pakai oleh Yayasan Rona Saka.
"Semakin jelas sekarang," kata Kumala kepada yang lain.
"Pretisya bukan wanita biasa Dia mampu menciptakan tempat
fiktif untuk seminar dengan mengcopy tempat-tempat yang
sudah ada dan sudah dikenal oleh masyarakat. Aku harus
melacak orang yang bernama Pretisya itu!"
"Ke mana kau akan melacaknya?" tanya Jessica.

Kumala diam berpikir la sendiri belum tahu, ke mana harus
melacak wanita misterius itu.
6
NIKO MADAWI, presenter sebuah acara di televisi swasta
yang dulu hampir menjadi pacarnya Kumala, kini datang
menemui putri tunggal Dewa Permana dan Dewi Nagadini itu.
Tentu saja Niko sangat terkejut melihat wajah Kumala rusak,
nyaris kehilangan seluruh kecantikannya. Sementara Niko
sendiri datang dalam suasana menyimpan ketegangan.
Setelah mengetahui penyebab munculnya garis-garis hitam
yang merusak wajah Kumala, Niko pun menjelaskan bahwa ia
telah mendapat kabar dari berbagai pihak tentang musibah
kecantikan kaum wanita di dunia.
"Di Jakarta sendiri sudah ada 14 wanita yang mati bunuh
diri karena malu, stress, depresi, menghadapi kerusakan pada
wajahnya. Kabarnya di Malaysia dan beberapa negara
tetangga lainnya sudah puluhan wanita yang mati bunuh diri
karena hal yang sama. Jumlah wanita yang wajahnya rusak
serta kehilangan kecantikannya, mencapai puluhan ribu di
seluruh Asia. Aku mendapatkan data dari internet mengenai
hal ini, disamping itu juga dari beberapa rekanku lainnya."
"Sekarang mungkin lebih banyak lagi," kata Kumala tetap
tenang.
"Sepertinya di Indonesia, kota pertama yang dilanda wabah
racun kecantikan adalah Jakarta. Setelah itu, mungkin di kotakota
besar lainnya akan menyusul."
"Ya, aku juga sudah punya perhitungan begitu."
"Apakah kau akan tinggal diam saja menghadapi wabah
misterius ini, Dewi?"
"Itu pertanyaan bodoh. Tapi tak apa, aku juga kadang
menjadi bodoh jika berada dalam ketegangan jiwa."
"Cuma kamu yang bisa menghentikan wabah ini,
menurutku."

"Semoga saja begitu Tapi apakah kau tahu kesulitanku?"
"Tentu saja kamu lebih tahu."
"Coba kamu can informasi tentang perempuan yang
bernama Doktor Pretisya, pakar kecantikan kelas dunia,
kaianya."
"Kalau nggak salah nama itulah yang mengadakan seminar
beberapa hari yang lain di... di..."
"Benar. Tapi dia wanita misterius dan tempat yang
digunakan untuk seminar adalah fiktif. Dia ciptakan sendiri
dengan kekuatan gaibnya."
"Terus, dia sendiri sekarang ada di mana?"
"Kalau aku tahu kenapa aku harus tanya padamu?"
"Kenapa kamu tidak gunakan kekuatan maha dewamu
untuk melacaknya? Bukankah kau memiliki radar gaib yang
mampu mendeteksi...."
"Sudah kulakukan, Nik. Sudah!" sahut Kumala kalem.
"Buron pun sudah kutugaskan melacak energi gaibnya, tapi
dia juga gagal. Aku nggak bisa menemukan energi gaib
perempuan itu yang menurufku bukan berasal dari alam ini."
Niko Madawi terbungkam, karena tak tahu harus bilang apa
lagi jika Kumala sudah mengakui kegagalannya. Siang itu yang
di rumah Kumala bukan hanya Niko Madawi, tapi juga Sersan
Burhan, rekannya yang dinas di kepolisian bagian reserse,
didampingi oleh seorang polwan cantik yang akrab dengan
Kumala, yaitu Letnan Merina Swastika. Tante Christy dan
Chevi datang juga. Brion dan John ikut hadir dalam waktu
yang tidak bersamaan. Bahkan Nyonya Ivone dan beberapa
wanita yang menjadi korban racun kecantikan juga datang di
rumah itu. Mereka seolah-olah mendesak Kumala untuk
segera bertindak menghentikan wabah racun kecantikan yang
diperkirakan akan menghabiskan seluruh kecantikan yang ada
di muka bumi ini.

"Kudengar kau pernah mendapat julukan sebagai Gadis
Penyelamat Bumi," kata Nyonya Ivone.
"Darimana Nyonya mendengar kabar itu?"
"Setelah kuceritakan kemampuanmu mengobatiku yang
setengah sembuh ini kepada beberapa rekanku. Ternyata
mereka ada yang mengenalmu dan mengatakan bahwa kau
pernah mendapat julukan Gadis Penyelamat Bumi. Tapi
sekarang wajah bumi dirusak oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab. Kalau kau tak bisa menyelamatkan wajah
bumi, yaitu menyelamatkan kecantikan-kecantikan kami ini,
maka tanggalkan gelarmu sebagai gadis penyelamat bumi. Itu
tak pantas kau sandang"
Tajam, ketus, dan menyakitkan bagi hati manusia biasa.
Buron menggeram dalam hati Begitu pula Sandhi dan
beberapa orang dekatnya Kumala Mereka mengecam katakata
Nyonya Ivone yang bersifat mengancam harga diri
Kumala sebagai Gadis Penyelamat Bumi. Tapi buat Kumala
kata-kata tajam itu tak perlu ditanggapi dengan berat hati. Ia
hanya tersenyum manis dan tetap kalem menyikapinya.
"Barangkali ucapan Nyonya Ivone memang ada benamya.
Saya sendiri sebenarnya tidak membutuhkan julukan atau
gelar semacam itu. Saya kepingin disejajarkan dengan
Nyonya, Tante Christy dan wanita lainnya. Tapi meski begitu,
dan tanpa ucapan seperti itu, saya tetap akan berusaha
menyelamatkan kecantikan kaum wanita di muka bumi ini.
Saya tidak akan membuktikan apa-apa, tapi saya hanya
menghimbau agar Nyonya sabar menunggu dan mengikuti
perkembangan berikutnya."
Menjelang maghrib beberapa dari mereka pulang. Brion
tetap tinggal di situ. Ia tidak mau mendampingi Tante Christy
yang terkesan memihak pendapat Nyonya Ivone. John pulang
juga menemani Chevi. Sersan Burhan pergi bersama anak
buahnya karena ada panggilan tugas di tempat lain,
sepertinya masalah kerusakan wajah juga. Yang tinggal di s itu

hanya Jessica dan kakaknya, serta Brion dan Niko. Di samping
Niko duduk wanita cantik yang tidak berpakaian dinas, yaitu
Letnan Merina Swastika, yang akrab dipanggil Mbak Mer.
"Mak Bariah," seru Kumala. "Tolong siapkan makan malam
untuk para tamu kita ini. Sebentar lagi petang akan tiba, Mak."
"Baik, Non!"
"Makan malam itu nggak perlulah," kata Mbak Mer. "Yang
kami perlukan adalah tindakan menyelamatkan kecantikan
bumi ini, Kumala."
"Ya. Tapi jika kita lakukan dengan panik maka hasilnya
akan nihil juga, Mbak. Kita harus tenang dalam..."
"Astaga Aduh... ada yang kulupa!" sentak suara Buron
mengejutkan semua pihak. Wajah Buron menegang.
Sepertinya takut terhadap teguran atau kemarahan Kumala. Ia
agak gugup ketika bicara dengan Kumala.
"Maaf, Kumala... ada sesuatu yang kulupa dan itu
sebenarnya sangat penting. Iya, kan San...?!'
"Apaan sih?!" Sandhi justru tampak bingung.
"Ada pesan yang harus kusampaikan padamu, Kumala."
"Oooo, iya, iya... benar!" Sandhi sepeiti mau memekik
karena sekarang ia mgat sesuatu yang bant saja diingat
Buron.
"Apa maksud kalian ini'?! Jangan bikin kami tegang begini.
ah!"
"Ada pesan yang haius kusampaikan padamu, Kumala" '
"Pesan dari siapa?!"
Sandhi yang menjawab, "Dewa Perang!" Buron menimpali,
"Benar Sang Hyang Dewa Nathalaga datang menemui aku dan
Sandhi sewaktu kamu masih berlibur. Kami lupa

menyampaikan pesan penting ini karena kamu datang dalam
keadaan terluka dan menegangkan."
"Eyang Nathalaga datang?!" gumam Kumala Dewi seperti
bergumam.
"Kau diminta menemuinya secepatnya, Kumala." Sandhi
menimpali, "Barangkali pesan ini ada hubungannya dengan
kasus wabah racun kecantikan yang tadi kita bicarakan."
Kini semua diam. Semua saling berpandangan satu dengan
yang lain. Di benak Jessica dan Luiza masih menyangsikan
kebenaran ucapan Buron dan Sandhi. Terutama Luiza yang
tidak tahu banyak tentang siapa jati diri Buron, ia menduga
kata-kata itu hanya bualan Buron untuk mendramatisir kasus
yang sedang berkembang. Tapi bagi Kumala itu bukan hal
yang mustahil. la hanya merasa heran, apa perlunya dewa
penguasa peperangan itu turun ke bumi mencari dirinya
"Di mana aku harus menemui beliau?" tanya Kumala Sandhi
yang menjawab, "Beliau menunggu di Taman Padmanagari"
Mbak Mer berkerut dehi, "Mana ada Taman Padmanagari di
Jakarta ini? Mungkin maksudnya di alam lain, begitu?"
"Entahlah."
"Mungkin yang dimaksud dekat Taman Lawang," sela
Jessica.
"Husy! Taman Lawang itu tempat bencong-bencong
mangkal. Masa' Dewa Perang 'ngetem' di sana sih?!" sahut
Buron. "Nggak mungkin!"
Setelah diam sesaat, Kumala Dewi berkata, "Aku tahu...!"
Semua mata tertuju padanya.
"Padma itu artinya bunga. Nagari artinya negara.
Padmanagari adalah Bunga Negara. Taman Bunga Negara tak
ada lain kecuali Taman Pahlawan. Bunga Negara bisa diartikan
sebagai Pahlawan."

"Kalibata!" sahut Sandhi cepat.
"Tapi apa mungkin Dewa Perang ada di Taman Pahlawan,
di Kalibata sana? Ngapain dia?"
"Di sana kan ada mall. Mungkin beliau dagang di sana,"
kata Sandhi terkesan berseloroh Kumala menatap tanpa
berkedip. Sandhi salah tingkah sendiri. Merasa bersalah telah
membuat suasana seperti itu menjadi bahan candaan.
"Mbak Mer, aku butuh freepass untuk masuk ke Taman
Pahlawan." kata Kumala "Sebagai Dewa Perang, Eyang
Nathalaga menyukai tempat-tempat seperti itu."
"Wah, izin masuk ke sana nggak mudah diperoleh,
Kumala."
"Mbak Mer yang berlugas mengusahakan secepatnya. Aku
akan masuk lebih dulu mencari Eyang Nathalaga!"
Mbak Mer bingung menjawab. Tapi sebelum petang
berubah malam, Kumala sudah bergegas masuk ke mobilnya.
Mau tidak mau Mbak Mer ikut masuk ke dalam BMW hijau giok
yang menjadi ciri khas mobil Dewi Ular itu. Dia harus
mendampingi Kumala jika terjadi sesuatu yang bersifat formal
di Taman Pahlawan nanti Buron tidak diizinkan ikut, karena ia
ditugaskan menjaga rumah bersama isinya; termasuk Jessica
dan Luiza serta anak Luiza. Brion, Niko, menggunakan mobil
lain. Ikut mengantar Kumala menuju Taman Pahlawan. Niko
menyiapkan kamera handycam untuk merekam kejadiankejadian
gaib yang dapat dijadikan materi penayangan
acaranya: Lorong Gaib. Mbak Mer sibuk menghubungi
beberapa orangnya melalui handphone.
Jalanan macet Ada kejadian yang cukup menghebohkan di
dekat lampu merah sana. Sandhi menurunkan kaca samping,
menyempatkan bertanya kepada seorang pedagang asongan
yang kebetulan melintas di trotoar samping kanannya.
"Ada apa di depan sana, Jang?!"

"Ribut, Bung."
"Ribut apaan? Siapa yang ribut?"
"Tahu tuh perempuan-perempuan pada menjerit histeris di
dalam mobil. Ada yang berlarian keluar kayak orang gila
Mukanya digarukin sampai kulitnya terkelupas, Bang. Seram
deh!"
"Mukanya digarukin?!" Sandhi menatap Kumala ke
belakang. Pedagang asongan yang sempat membungkuk
untuk melihat isi mobil mewah itu berkata lagi dengan nada
tegang.
"Wah, sebaiknya jangan lewat ke sana deh, Bang. Ntar
nona-nona cantik ini ikut diserang kuman gatal-gatal lho.
Wajahnya bisa rusak seperti mereka."
"Ya, makasih atas saranmu, Jang!" potong Sandhi lalu
segera menutup kaca kembali. Suara gaduh di luar teredam
oleh kerapatan kaca.
"Bagaimana nih?" tanya Sandhi seraya melirik spion untuk
memandang Kumala Dewi yang duduk di jok belakang
bersama Mbak Mer.
"Tabrak mobil depan!"
"Apa?! Kau gila?!" sergah Mbak Mer, tak setuju dengan
perintah itu. Tapi sebagai gopir pribadi Dewi Ular yang sudah
sekian lama ikut berpetualang, Sandhi sudah cukup paham
dengan perintah itu. Maka, mobil pun dijalankan kembali.
Mbak Mer sempat mencegah Sandhi agar jangan menuruti
perintah Kumala. Tapi Sandhi tetap nekat. Dan, ternyata
ketika BMW hijau itu bergerak maju, Mbak Mer tak merasakan
adanya benturan apapun. Mobil itu seperti menembus
gumpalan kabut.
Mobil-mobil yang ditabraknya tidak mengalami kerusakan
sedikit pun. Mereka tetap utuh. Maka, Mbak Mer pun
terperangah setelah menyadari bahwa Kumala telah

menggunakan kesaktiannya, yang membuat mobil meteka
berubah seperti bayangan. Tak dapat disentuh atau
menyentuh benda apapun Tak ada satu getaran pun yang
berarti.
Blees, blees, wuuusst...! Lancar dan mulus.
"Stop...!" perintah Kumala mendadak.
Sandhi pun menghentikan mobil. Tahu-tahu semua orang,
termasuk petugas lalulintas yang sedang berusaha
menenangkan suasana di situ, menjadi terkejut melihat
sebuah sedan mewah telah berada di tengah perempatan
jalan. Kumala tak pedulikan sama sekali keheranan mereka. la
langsung turun dari mobil. Mbak Mer turun juga, menghampiri
petugas lalulintas yang bermaksud menegur sandhi. Petugas
lalulintas itu justru buru-buru memberi hormat kepada Mbak
Mer. Lalu, mereka bicara entah apa yang dibicarakan. Sandhi
ikut turun dari mobil. Tapi tidak berjalan seperti Kumala. Ia
hanya berdiri di samping mobil dengan pintu mobil masih
terbuka Ia memandangi Kumala yang segera menghampiri
sekelompok orang. Di sana terdengar jeritan kepanikan yang
sangat menggaduhkan suasana.
"Kumala....!" seru seorang pria dari arah lain. Ia berlari-lari
menghampiri Kumala. Setelah dekat baru Kumala mengenali
pria itu yang ternyata adalah Sakom, pasangan kencannya
Nyonya Ivone. Tapi agaknya sejak peristiwa yang
menghancurkan kecantikan Nyonya Ivone, Sakom tidak lagi
akrab dengan perempuan itu Ada perempuan lain yang
diakrabinya dan sekarang sedang bersamanya.
"Oh, kau di sini, Sa?"
"Kumala ... tolong, Dibba ada di mobil. Dia mengalami
gejala-gejala seperti yang dialami Nyonya Ivone. Sama
dengan mereka yang berteriak-teriak di sini! Tolonglah,
Kumala"

"Zus Dibba?! Ooh, dia juga terkena racun kecantikan?!"
Kumala berkata sambil bergegas menghampiri mobil merah
yang ada di sisi lain. Di dalam mobil itu tampak Zus Dibba
sedang menggaruk wajahnya dalam kepanikan. Rasa gatal tak
tertahankan lag. Luka aneh mulai bermunculan di wajah Zus
Dibba. Guru senam itu pun mengerang dan meratap-ratap
minta ditolong begitu ia tahu Kumala ada di samping mobil.
Kumala segera membuka pintu mobil dan menarik keluar
Dibba.
Dengan cepat Dewi Ular mengeluarkan cahaya hijau dari
telapak tangannya yang disentakkan ke arah kepala Dibba.
Waktu itu Dibba berlutut tanpa sadar karena rasa gatal yang
luar biasa di sekujur tubuhnya. Cahaya hijau itu segera
membungkus tubuh Dibba. Kemudian dengan satu tarikan
napas dan gerakan tangan ke atas Kumala berhasil
mengangkat seluruh gumpaian kabut dan cahaya hijau yang
menyelimuti tubuh Dibba.
Wuuusst...! Kini di kedua tangan Kumala Dewi. terdapat
gumpaian kabut dan cahaya yang sudah tidak berwarna hijau
lagi, melainknn merah seperti bola api. Dibba jatuh pingsan.
Nyawanya seperti tercabut. Tapi Kumala tak mengkhawatirkan
Dibba. la tahu gadis itu hanya pingsan. Yang menjadi
persoalan sekarang adalah ke mana membuang gumpaian
kabut dan cahaya merah yang menyerupai bola api itu.
Cahaya itu merupakan kumpulan dari racun kecantikan yang
berhasil dihisap dengan kesaktiannya. Walau pun di tubuh dan
wajah Dibba masih membekas luka kering, tapi ia telah bebas
dari racun.
"Lukanya masih ada, Kumala," seru Sakom
"Biar. Tapi racunnya sudah tak ada. Kau lihat wajahku ini
Aku juga sedang mencari cara untuk memulihkan
kecantikanku. Tapi sekarang yang terpenting adalah
membuang racun ini."
"Buang saja ke selokan sana!"

"Berbahaya. Akibatnya akan mengenai orang lain," kata
Kumala sambil teringat saat ia membuang racun seperti itu
dari atas kapal pesiar. Sementara itu, di sisi lain semakin
banyak wanita yang menjerit histeris karena mengalami reaksi
keracunan secara serentak. Kumala yakin, pasti ada penyebab
utama yang membuat mereka keracunan secara serentak.
Akhirnya gumpalan kabut dan cahaya merah racun itu
dilemparkan keatas.
Weeess. Kecepatan bola pijar itu sangat luar biasa,
sehingga dalam waktu singkat menjadi sangat jauh dan
mengecil. Ketika sudah kelihatan tinggal sebesar telur ayam.
Kumala Dewi melepaskan sinar seperti laser berwarna hijau
bening .
Claaap...! Sinar panjang itu bergerak lebih cepat lagi dan
akhirnya menghantam bola pijar tadi di angkasa sana.
Blegaaarr... !!
Dentumannya luar biasa hingga membuat pepohonan dan
tiang-tiang listrik bergetar. Nyaris terjadi korstliting listrik.
Untung Kumala segera meredakan getaran itu dengan
merentangkan kedua tangannya. Lalu, bagaimana dengan
para korban yang lain, yang berlarian keluar dari mobil, atau
bertingkah dalam kepanikan yang sangat menakutkan
masyarakat lainnya itu? Dewi Ular mengambil tindakan
spekulatif dan memang sedikit atraktif. Bukan maksudnya
untuk pamer kesaktian kepada masyarakat awam, tapi
semata-mata dilakukan lantaran terdesak dan harus segera
menyelesaikan persoalan saat itu. Dengan kekuatan ilmunya
gadis berambut panjang yang kala itu mengenakan celana
kulot serta sweater tak dikancingkan segera melesat ke udara.
Wuuut. .! Lalu berhenti di udara bebas, tepat di
pertengahan simpang empat itu. Sekujur tubuhnya
memancarkan cahaya hijau bening yang berpendar-pendar,

sehingga semua orang terpancing perhatiannya untuk
menatap dengan penuh kekaguman.
"Gile! Setan mana itu?!" teriak seseorang.
"Lihat, dia seperti kunang-kunang besar!"
"Jangan-jangan makhluk planet lain tuh!"
"Ada UFO...! Lihat tuh, UFO .!"
"Mungkin dia penyebab virus gatal-gatal ini?!"
"Serang dia, serang !" Mereka yang tidak tahu-menahu
siapa Kumala Dewi segera melempari dengan batu, potongan
kayu, atau apapun yang dapat dilemparkan. Sandhi berteriakteriak
dengan panik sendiri, begitu pula Niko dan Brion.
"Hentikan...! Hentikaaan...!"
"Dia bukan orang jahaat...! Jangan lempari dia !"'
Mbak Mer mengeluarkan pistol simpanannva, lalu memberi
tembakan peringatan ke udara.
Taaar taaar, taarr...!
Tapi mereka tetap melempari dengan berbagai macam
benda. Mereka baru berhenti melempar setelah sadar bahwa
batu atau potongan kayu yang mereka lemparkan ternyata
tidak pernah sampai pada sasaran. Waktu itu Kumala dalam
ketinggian sekitar 10 meter dari permukaan aspal. Mestinya
batu-batu tersebut bisa sampai mengenai tubuhnya. Ternyata
batu-batu itu diam dan mengambang di udara dalam jarak
dua meter dari tempatnya. Benda-benda yang dilemparkan itu
seperti kehilangan gaya gravitasi bumi, sehingga tak dapat
jatuh kembali atau naik ke atas. Hanya bergerak lamban
mengelilingi Kumala Dewi.
Brion dalam keadaan semakin terkagum-kagum. la semakin
yakin bahwa Kumala ternyata memang memiliki kesaktian
tinggi dan layak disebut-sebut sebagai anak dewa. Namun

Brion belum tahu sejarah jati dirinya Kumala Dewi yang
sebenarnya.
Kedua tangan Dewi Ular saat itu terentang ke samping.
Dari tiap jari-jarinya mengeluarkan cahaya menyerupai jaring
laba-laba. Ada orang yang menyangka dia adalah Spiderman,
ada pula yang menyangka lain lagi. Yang jelas, cahaya hijau
yang menyerupai jaring laba-laba itu menyinari seluruh tempat
dalam radius hampir 1 kilometer. Semua benda, termasuk
manusia, menjadi hijau bening.
Kejap berikutnya sinar itu seperti ditarik ke asalnya. Tapi
warnanya sudah berubah. Warna kehijauan menipis dan
berganti kemerah-merahan. Seluruh sinar terkumpul ke
arahnya dan menjadi berwarna orange. Dalam sekejap saja
Kumala Dewi sudah terbungkus oleh sinar orange yang
sebenarnya adalah unsur racun dari para korban. Ia sengaja
membiarkan dirinya terbungkus racun gaib sementara para
wanita yang tadi menjerit-jerit kegatalan saling jatuh pingsan
di tempatnya masing-masing. Mereka telah kehilangan racun
yang berarti bebas dari pengaruh kekuatan gaib yang akan
menghancurkan kecantikan mereka.
"Celaka! Dia tak dapat keluar dari gumpalan kabut cahaya
merah itu," seru Niko kepada Brion.
Agaknya Brion juga ikut merasa tegang dan kasihan
melihat Kumala terbungkus energi racun itu, sehingga ia
berlari menghampiri Mbak Mer dan Sandhi agar melakukan
sesuatu untuk mcmbebaskan Kumala. Sementara Niko meski
pun khawatir akan keselamatan Kumala, ia tetap
mengarahkan kamera handycamnya untuk merekam kejadian
langka tersebut
"Apa yang harus kita lakukan?! Melemparkan sesuatu pun
tak bisa sampai ke arahnya kan?!" kata Sandhi.

"Benar. Aku nggak akan bisa memecahkan bola besar yang
membungkusnya itu, karena peluruku juga nggak bisa sampai
ke sana!" ujar Mbak Mer dengan kebingungan.
Dalam keheningan cahaya yang membentuk bola besar dan
mengurung Kumala itu semua orang dapat melihat keadaan
Kumala yang sangat tersiksa. Ia seperti kehabisan napas. Ia
berusaha mendobrak dinding bola dengan berbagai cara,
dengan melepaskan cahaya hijaunya, namun tetap tak
berhasil merusak pembungkus dirinya itu. Kecantikannya yang
sudah rusak menjadi semakin rusak lagi, karena kulit tubuh
Dewi Ular saat itu menjadi merah bagaikan kepiting rebus.
"Lihat, bola besar itu semakin mengecil!" teriak Brion.
"Gawat! Kumala makin tergencet dari berbagai arah!"
geram Sandhi sangat panik. Ia bernapsu sekali uniuk turun
tangan menyelamatkan majikan cantiknya. Namun ia tak
dapat berbuat apapun karena yang di hadapi adalah sesuatu
yang super gaib.
Ruang gerak Dewi Ular memang semakin sempit. Ia
terpaksa menggunakan kesaktian tingkat tinggi, walau
sebenarnya selalu ia sembunyikan dari depan masyarakat
umum.
Claaap...! Ia berubah menjadi sinar hijau kecil berbentuk
seperti seekor naga.
"Wwwwooooww...!!"
Semua orang bergumam semakin kagum dan terheranheran.
Namun mereka tetap tak dapat berkata apa-apa lagi
karena ter pukau dengan tegang melihat nagakecil itu
berusaha keluar dari gumpalan racun yang transparan itu.
Naga tersebut bergerak dengan sangat cepat. Zig-zag.
Blegaaarr....! Dentuman dahsyat pun terjadi. Semua listrik
di sekitar tempat itu menjadi padam. Lampu-lampu mobil
banyak yang pecah akibat getaran gelombang ledakan tadi.

Bola merah yang mengurungnya pun pecah menyebar ke
berbagai arah.
Weesst...! Namun secepat kilat pecahan sinar itu kembali
ke tempat semula.
Wuuzzt...! Duubs...! Mengurung naga kecil itu kembali
seperti semula. Dewi Ular bergerak lagi dengan zig-zag seperti
tadi.
Blegaaar! Pecahlah kurungannya, namun dalam sekejap
sudah kembali menyergapnya. Menjadi semakin lebih kecil dari
ukuran semula.
"Habis sudah! Habis riwayat Kumala kalau begini
caranya...!" Sandhi mengeluh, seperti ingin menangis. Ia tak
tega melihat Kumala kewalahan menghadapi lawannya yang
tak jelas dari mana asalnya itu.
Tiba-tiba semua orang terperangah ketakutan mendengar
suara yang menggema di setiap penjuru. Gema suara itu
seolah-olah telah ikut membuat setiap jantung manusia
bergetar dan terdesak sakit.
"Hiaaahhk, haaak, haaahk, hhaaahkk...! Kau tak akan bisa
lepas dari jeratanku sekarang, Dewi Ular! lnilah saat-saat
terakhirmu melihat kehidupan di alam manusia! Sebentar lagi
kau akan hancur untuk menebus kekalahan anak-anakku!
haaahk, haaahk, haaahk...!"
"Suara siapa itu?!" geram Mbak Mer sambil bersiap-siap
mengarahkan pistolnya. Suara itu berasal dari atas, tapi tak
diketahui di mana tempat kedudukan si pemilik suara. Mereka
juga tak melihat seperti apa wajah si pemilik suara
mengerikan itu. Yang mereka tahu, suara tersebut adalah
suara wanita yang memiliki gelombang getaran menyakitkan
telinga.

"Tamat sudah riwayatmu, Dewi keparat! Tapi anak-anakku
harus menyaksikan kehancuranmu. Tunggu, kupanggil mereka
dulu...! Hiaak, haaaahk, haaahhk, haaahk...!"
"Anak-anakku?!" gumam Sandhi. Ia segera ingat musuhmusuh
Kumala selama ini. Venoz, Amapola, Bahorok dan yang
lainnya adalah anak-anaknya Dewa kegelapan yang disebutsebut
dengan nama Lokapura. Tapi menurutnya Lokapura
bukan makhluk betina. Berarti suara wanita itu adalah suara
istrinya si Lokapura.
"Dewi... Dewi Penguasa... hmmm... yaah, aku tahu suara
siapa itu!" tapi Sandhi masih bingung menyebutkan nama jelas
yang dimaksud.
Dugaannya dibenarkan oleh munculnya suara lelaki yang
menggema lebih menakutlcan lagi.
"Mau ke mena kau Pretisyanawa .. .?!!"
Claaaap, byaaaak...! Seberkas sinar perak terang sekali
melesat dari arah barat. Menghantam kegelapan malam di
atas sana Lalu, menimbulkan dentuman dahsyat yang
menggetarkan seluruh permukaan tanah setempat
Blegaaaaarrrrr...!!"
"Sebelum pergi kau harus berhadapan denganku lebih dulu,
Dewi Penguasa Birahi Iblis...!!" gema suara lelaki yang
menakutkan itu semakin memperjelas dugaan Sandhi.
Dentuman besar tadi membuat alam seolah-olah mendadak
sontak menjadi seperti s iang hari.Terang sekali. Dari atas bola
yang masih membungkus Kumala Dewi tampak sesosok
bayangan berpakaian seperti ratu yang melayang-layang
diikuti dengan nyala api di sekelilingnya. Bayangan itulah yang
tadi bersuara mengerikan dan sekarang menjerit-jerit
kesakitan.
"Aaaaaasa ... !! Biadab kau, Nathalaga.. ! Aaaaa. ouu!
Lepaskan aku...! Lepaskaaann...!!"

Blaaar, blegaaarrrrr...! Terdengar dentuman keras lagi yang
membuat bayangan Dewi Penguasa Birahi Iblis itu terlempar
bersama gumpalan api Jauh dan jauh sekali, hingga
menembus lapisan langit malam yang waktu itu menjadi
seperti senja hari.
Zzzzuuup...! Terangnya cahaya yang menyerupai siang
menjadi redup. Lalu, beberapa orang di bawah melihat
sesosok lelaki berjubah putih berdiri di atas gumpalan awan
perak. Lelaki berambut panjang, berjenggot dan berkumis
abu-abu itu tak lain adalah Dewa Nathalaga yang terpaksa
turun tangan melihat Kumala dalam bahaya.
Dengan kekuatan saktinya, cahaya merah yang
membungkus seekor naga kecil bentuk cahaya itu disedotnya
ke dalam tangan kanan sekali sedot semuanya terhisap dan
lenyap, sehingga cahaya hijau berbentuk naga kecil itu
terbebas dari kekangan, lalu berubah dalam wujud Kumala
Dewi yang dilapisi cahaya hijau seperti semula.
"Eyang Nathalaga... ?!" Kumala terengah-engah dan
melayang labil.
"Mestinya kau temui aku dulu baru melawan kekuatannya!"
Dewa Nathalaga menyambar tubuh Kumala dengan
tangkas.
Wuusst....! Tangan kiri memegangi tubuh Kumala tangan
kanannya menyebarkan sesuatu ke alam sekitarnya.
Zlaaaap...! Seperti cahaya kecil atau bunga api yang
berwarna biru kehijauan menyebar dan nenghunjani mereka
secara keseluruhan. Bahkan angin yang ditimbulkan dari
gerakannya membawa hujan bunga api itu menyebar ke
seluruh Jakarta.
Udara mendadak sontak menjadi dingin sekali. banyak
orang yang menggigil. Tetapi udara itulah yang membuat
luka-luka akibat racun kecantikan menjadi kering, yang pada

akhirnya lenyap dari wajah mereka. Maka, kecantikan mereka
pun kembali seperti sediakala dalam waktu yang relatif
singkat. Semua orang saling gemuruh membicarakan
pemulihan kecantikan itu, tanpa menghiraukan ke mana
Kumala Dewi dibawa pergi oleh Dewa Nathalaga. Hanya
Sandhi, Niko dan Mbak Mer yang memperhatikan Kumala
sedang dibawa oleh Dewa Nathalaga ke atas sebuah gedung
bertingkat 14. Hanya Kumala yang tahu apa yang dikatakan
Dewa Nathalaga diatas sana.
"Lokapura sudah mengerahkan pasukannya untuk
menyerang bumi. Kalau istri sahnya itu tadi gagal rnenangkap
atau menghancurkan dirimu, dia akan menyerang bumi dan
menghancurkan. Dia sendiri yang akan memimpin
penyerangan besan-besaran itu. O leh sebab itulah aku datang
kemari atas izin Hyang Maha Dewa. Tugasku membendung
serangan mereka dan memimpin peperangan dari sini. Kau
yang kupilih untuk menjadi senopati peperangan nanti, Dewi
Ular"
"Eyang Nathalaga," kata Kumala penuh hormat. "Aku siap
menjadi komandan perang nanti asalkan Eyang
mendampingiku. Sebab, tanpa didampingi Eyang, maka
kesaktianku akan tidak sebanding dibandingkan dengan
kesaktiannya Dewa Kegelapan itu."
"Justru aku kemari untuk memberimu bekal dalam
menghadapi mereka nanti. Tapi kau telat menemuiku. Kau
justru melakukan tindakan yang kurang tepat dengan
melawan si Pretisyanawa alias Dewi Penguasa Birahi lblis itu."
"Eyang, aku harus melakukan perlawanan sekuat apapun
dirinya, karena tugasku menyelamatkan kehidupan umat
manusia di bumi."
"Ya, ya... sekarang aku memaklumi tindakanmu,
Pretisyanawa sengaja ingin menghancurkan semua kecantikan
di muka bumi karena dengan begitu ia akan memperoleh

energi kecantikan yang akan membuat dirinya menjadi lebih
cantik lagi dari yang sekarang."
"Pantas dia menyamar sebagai ahli kecantikan bergelar
Dokter Pretisya "
"Racunnya dikeluarkan lewat napasnva. Racun itu bisa
dikendalikan olehnya dari jauh, bisa juga bekerja dengan
sendirinya di saat si calon penderita mengalami kelemahan
raga, alias kecapekan. Rupanya dia tadi mengendalikan
kekuatan racunnya di sekitar tempat ini, sehingga semua
wanita yang sudah menghirup hawa napasnya mengalami
kehancuran wajah, seperti yang kau lihat tadi."
"Untung Eyang Nathalaga cepat turun tangan. Terima kasih
sekali atas bantuannya, Eyang!"
"Ya. Sekarang kembalilah dan bersiaplah untuk menerima
bekal dariku, buat menghadapi pertempuran melawan si Dewa
Kegelapan itu!"
Dewa tua agak eksentrik tapi terkesan galak itu lenyap
begitu saja. Tanpa mau berbasa-basi lagi. Ia tinggalkan
Kumala di atas gedung yang tinggi. Tapi hal itu bukan sesuatu
yang perlu disedihkan oleh Kumala. Ia tahu bagaimana
caranya turun dan kembali bergabung dengan Mbak Mer dan
yang lainnya.
Ia perhatikan sekujur tubuhnya sudah bersih dari luka yang
semula menggores hitam di bagian wajah serta lengannya. Ia
sudah kembali cantik seperti sediakala.
Kini yang ia siapkan adalah waktu dan dirinya sendiri. Ia
harus mengurangi aktivitas manusiawinya untuk mulai
menerima bekal dari Dewa Perang. Ia harus menemui Dewa
Perang itu di Taman Pahlawan. Tentu saja dalam dimensi lain
yang berbatasan tipis dengan alam sekelilingTaman Pahlawan
itu.

"Tolong kejadian ini jangan diliput dalam acaramu,"
katanya kepada Niko Madawi.
"Sayang sekali kalau tidak ditayangkan. Ini materi paling
bagus buat acaraku. Semua orang yang mengalami kerusakan
di wajahnya sudah menjadi cantik kembali seperti sediakala.
Ini pun harus diberitakan kepada yang lain."
"Itu tidak mungkin," kata Kumala. "Memang, gelombang
cahayanya Eyang Nathalaga tadi menyebar bukan hanya
seluruh Jakarta, tapi ke seiuruh dunia, sehingga semua wanita
yang sudah terlanjur menderita karena racun kecantikan itu
dapat pulih kembali seperti sediakala. Tetapi kau tak akan bisa
menyiarkan adegan-adegan tadi, Niko."
"Kenapa begitu?"
"Film yang ada dalam handycammu lkut hangus, ikut netral
kembali, seperti belum pernah digunakan."
"Apa... ?" pekik Niko Madawi. Lalu, ia memeriksa hasil
rekaman kameranya. Ternyata benar. T idak ada satu gambar
pun yang terekam oleh kamera itu.
"Yaaaah.... siaaaal... !" Niko terkulai lemas, sementara
Kumala tersenyum geli, dan Sandhi serta yang lain menertawakannya.

SELESAI