Bagaimana Kualitas Sholat Kita ?

Bgmn Kualitas Sholat Kita ? (Agar Shalat Ngefek)

Shalat tidak hanya memiliki demensi ritual dan spritual, tapi juga ada dimensi moral dan sosial, dimana shalat bisa membawa dampak atau memiliki pengaruh positif bagi pelakunya, yaitu membangun keshalehan ritual atau personal dan juga keshalehan sosial. Shalat bisa menjadi benteng moral, dan bisa menjadi spirit atau energi untuk melakukan perilaku yg terpuji. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala:

وَأَقِمِ الصَّلاةَ إِنَّ الصَّلاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ [العنكبوت:45].

“Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat mencegah perbuatan keji (fahsya) dan mungkar”.

Imam Baidhawi mengungkapkan sehubungan dgn ayat diatas : “Shalatnya akan menjadi sebab untuk menghentikan maksiat-maksiat, ketika dia sibuk dengan shalatnya atau sibuk dengan selainnya dari amalan yang mengingatkan kepada Allah dan mewariskan atau menumbuhkan  kepada pelakunya rasa "Khosyah", takut kepada-Nya. Lihat Tafsir Al Baidhawi.

Perintah shalat dgn menggunakan ungkapan  “أَقِيمُوا۟” yang artinya “dirikanlah“, atau “tegakkanlah“. Bukan “lakukanlah”.
Pengertiannya, bahwa sholat bukan hanya sebatas kegiatan ritual atau aktifitas fisik semata. Mendirikan shalat melibatkan seluruh jiwa & raga kita. Sehingga nilai-nilai sholat (rasa takut dan merasa diawasi Allah, Khosyah & Muraqabah) menjadi komitmen, sikap, karakter, prinsip dan pedoman hidup ketika diluar shalat. Nilai-nilai dalam shalat selalu kita aplikasikan dan hadirkan dalam setiap aktifitas kehidupan sehari-hari. Tutur kata, tindak-tanduk, sikap dan perbuatan kita semuanya mencerminkan nilai-nilai shalat. Itulah ma'na mendirikan shalat.

Syekh Musthafa As Siba’i dalam kitabnya, Sirah Nabawiyah, Durus wa ‘Ibar (jilid 1 halaman 54) menjelaskan bahwa Nabi dalam mu'jizatnya berupa isra’ dan mi’raj yg dilakukan dengan ruh dan jasadnya, maka demikian juga seorang Muslim menjadikan shalatnya  sebagai mi’roj kepada Allah SWT lima kali sehari dengan ruh dan jasadnya, jiwa dan hatinya hadir, shalat yg khusyu’. Sesuai sabda Nabi :
الصلاة معراج المؤمن

Dengan shalat yang khusyu’, akan tumbuh rasa merasa diawasi dan takut terhadap Allah SWT ( Muraqabah & Khasyah) sehingga muncul juga rasa malu untuk menuruti syahwat atau hawa nafsu, malu untuk berkata kotor, malu untuk mencaci orang lain, malu untuk berdusta, dan sebaliknya lebih senang dan mudah untuk memperbanyak amal kebaikan. Sebagai manifestasi  mengagungkan Allah dan selalu mencari ridho Allah (keikhlasan).

Shalat momentum berkomunikasi dan beraudensi dengan Allah, karenanya aktifitas yg dilakukan bukan sebatas gerakan tubuh, ucapan lisan, akan tetapi juga hadirnya hati (shalat khusyu'). Hati yg penuh  perhatian, ketundukan dan penghormatan terhadap Allah. Hati dan fikiran fokus dan tertuju kpd Allah semata. Dan ini perlu diupayakan dengan sungguh².

Sehubungan dengan ini Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin menjelaskan proses awal  untuk itu :  

ولكن الضعيف لا بد وأن يتفرق به فكره وعلاجه قطع هذه الأسباب بأن يغض بصره أو يصلى في بيت مظلم أو لا يترك بين يديه ما يشغل حسه ويقرب من حائط عند صلاته حتى لا تتسع مسافة بصره ويحترز من الصلاة على الشوارع وفي المواضع المنقوشة المصنوعة وعلى الفرش المصبوغة

"Akan tetapi bagi orang yang “lemah”, tentu (penglihatan dan pendengarannya) itu yang membuat pikirannya tidak fokus. Solusinya adalah melepaskan diri dari segala bentuk penyebab tidak fokusnya. Misalnya dengan cara menundukkan penglihatan, sembahyang di tempat gelap, menyingkirkan sesuatu di hadapan kita yang bisa menganggu pikiran, mengambil posisi sembahyang yang dekat dengan dinding agar jarak pandang terbatas. Dan perlu menghindari posisi sembahyang di tempat yang dekat dengan jalan, di tempat yang terdapat ukiran atau lukisan, dan di atas sajadah yang dicelup (bergambar atau ada warnanya)."

Selanjutnya Imam Ghazali juga menyebutkan pentingnya "hudhurul Qalbi" menghadirkan hati sebagai ruh shalat. Minimal harus ada pada saat takbiratul ihram. Semakin meningkat kehadiran hati, semakin bertambah pula ruh tersebut ada dalam setiap bagian shalat. 
Jika ruh shalat tidak ada, maka tak ubahnya seperti orang mati. Shalatnya hampa tidak bermakna, tidak berpengaruh. Demikian pula orang yang lalai dalam seluruh pelaksanan shalat kecuali pada waktu takbiratul ihram. Bagaikan orang hidup yang tidak punya daya, lemah tidak bergaerah. Dalam shalat ada enam poin yg  perlu diupayakan selalu ada ; Kehadiran hati, Tafahhum (memahami & menghayati bacaan), Ta'dzim (merasakan keagungan Allah), Haibah, Raja' dan Haya'. 
Semoga kita bisa  mengupayakan dan meraih shalat khusyu'.
💧Disampaikan dlm Acr Refleksi Isra' Mi'raj.
Semoga bermanfaat