Dewi Ular - Makhluk Seberang Zaman(1)

1
MENJELANG pukul 4 sore, langit menjadi keruh. Sinar
matahari berusaha menerobos ketebalan mendung hitam.
Gagal. Bumi pun mulai tampak tua akibat suasana mejadi
remang-remang.
Beberapa orang menyalakan lampu yang semestinya
dinyalakan pada malam hari. Mereka yakin semakin senja
semakin lebih gelap lagi sang bumi dikuasai oleh mendung
tebal. Mungkin juga hujan akan turun deras dan mempergelap
permukaan bumi juga.
Beberapa pekerja bangunan mulai gelisah, tapi hati mereka
cerah. Lima belas menit lagi mereka akan berhenti bekerja,
kecuali yang mau lembur. Mereka berharap agar hujan jangan
turun dulu sebelum mereka tiba di rumah masing-masing.
Bahkan beberapa penggali yang bekerja dalam proyek
pemasangan kabel bawah tanah, tampak mulai membersihkan
peralatan galinya. Proyek itu ditangani oleh 35 kuli penggali
dengan 3 mandor dan 2 orang pengawas proyek.
Tiba-tiba saja dari ujung selatan terdengar beberapa orang
kuli. berseru sambil berlari-lari menyebar arah.
"Ulaaar...! Ular besar...! Hooi, ada ular besar...!"
"Ular?! Di mana...?! Mana ularnya?!"
"Itu di dalam gorong-gorong pabrik!"
"Kenapa nggak digebuk aja?! Mana dia...?! Mana,
mana.,.?!"
Ada yang ketakutan, ada yang sok berani, tapi ada yang
diam saja memperhitungkan langkahnya. Sebagian kuli
berhamburan ke tempat itu membawa peralatan tajam atau
apa saja yang bisa mereka gunakan untuk membunuh seekor
ular besar. Namun ketika mereka melihat dengan mata kepala
sendiri wujud ular itu, mereka langsung angkat kaki mundur.

Wajah mereka tegang dengan mata membelalak lebar. Sangat
ketakutan.
Seekor ular jenis phiton telah keluar dari gorong-gorong
saluran pembuangan limbah, milik sebuah pabrik kimia. Ular
itu berwarna hitam kehijau-hijauan. Tapi bukan warna dan
jenisnya yang membuat orang-orang ketakutan, melainkan
karena bentuk dan ukurannya yang menyeramkan;
"Ular itu memang jalannya lambat," tutur seorang kuli
dengan berapi-api. Beberapa orang yang bukan kuli ikut
mendengarkan dengan penuh antusias. Termasuk para
pengendara motor yang melintasi jalan arteri dan
menyempatkan berhenti untuk mencari informasi tentang
peristiwa yang menghebohkan dalam waktu s ingkat itu. Tentu
saja jalanan pun menjadi macet Semua orang ingin
mengetahuinya.
"Tapi biar jalannya lambat, rupanya mengerikan," lanjut
kuli bertubuh kurus itu. "Kepalanya sebesar kepala bayi,
malahan kayaknya sih lebih besar kepala ular itu. Badannya
bersisik keras, seperti kulit kerang. Besar badannya anak sapi
yang baru lahir, tapi panjang. Panjang sekali deh. Sekitar
tujuh meter lebih. Dan yang lebih mengerikan lagi, di kepala
ular itu mempunyai tanduk. Satu tanduk di tengah keningnya."
"Seperti cula badak?!"
"Ya! Besar, seperti cula badak. Kulit wajahnya juga berlipatlipat
seperti kulit wajah seekor badak!"
Tak sampai setengah jam, berita itu menjadi sesuatu yang
menggemparkan separuh kota Jakarta, Kemunculan ular aneh
yang ternyata mempunyai empat kaki seperti cakar bebek itu,
sangat mengundang rasa ingin tahu bagi siapa pun yang
mendengarnya, baik melalui telepon maupun melalui mulut
teman-temannya. Ular aneh itu bergerak lambat mendaki
selokah besar untuk sampai ke daratan beraspal. Beberapa
orang melemparinya dengan batu dari jarak jauh. Tak ada

yang berani mendekat. Namun lemparan batu itu tidak
membuat binatang aneh tersebut merasa kesakitan. Ternyata
kulit binatang itu setebal kulit seekor badak. Batu yang
membenturnya hancur, terbelah atau terpental ke arah lain.
Informasi kuli bertubuh kurus itu kurang tepat. Kepala ular
bertanduk satu itu bukan sebesar kepala bayi, tapi sebesar
kepala anak sapi. Dari mulutnya keluar gigi panjang
menyerupai taring, tapi letaknya di bagian tengah. Panjangnya
melebihi mulut bila terkatup. Gigi runcing itu berjumlah satu
pasang. Yang lebih mengerikan lagi adalah bentuk rriatanya.
Mata ular aneh itu berwarna merah kebiru-biruan, besarnya
seukuran telur'ayam kampung. Mata itu tidak terbenam semua
di balik kelopaknya, melainkan tersembul keluar separuh
bagian.
Mobil dan kendaraan lainnya yang kebetulan melintas di
jalan arteri itu terpaksa berhenti atau mundur, atau bahkan
nekat mencari jalan putar, kalau perlu masuk ke halaman
rumah orang. Ketegangan dan kepanikan itu terjadi akibat ular
besar berkaki lebar telah sampai di jalanan beraspal, dan
menggeliat lamban di sana, seperti sedang mengincar mangsa
yang sedang dipilih sesuai selera hatinya.
Guntur menggelegar di langit hitam. Cuaca semakin buruk.
Suasana semakin tegang. Ekor ular itu rnulai bergerak naik.
Besarnya seukuran tiang listrik model lama. Di ujung ekornya
ada sekumpulan sisik keras yang menyerupai sirip terbentuk
kipas. Siapa pun yang memandang dari kejauhan akan
berusaha semakin menjauhi, sebab mereka khawatir jika ekor
ular itu mengibas ke kiri atau ke kanan, pasti akan
menimbulkan bahaya yang dapat menimbulkan korban nyawa.
"Panggil pawang ular! Lekas panggil pawang ular dari mana
saja!" usul beberapa orang.
"Kalau tidak segera dijinakkan, ular ini akan menelan
korban nyawa, terutama anak-anak!"

"Ini sih bukan ular...!" seru salah seorang. "Menurutku itu
yang dinamakan naga. Ya, lihat saja keempat kakinya, mirip
kaki seekor naga dalam komik dan film-film yang pernah
beredar!"
Ekor yang tadi dinaikkan itu kini sengaja dijatuhkan.
Blumm! Jalanan beraspal retak, tanah di sekeliling tempat itu
bergetar. Suara hentakannya seperti menjebolkan dada orangorang
yang berada dalam jarak 20 meter. Debu dari keretakan
aspal dan tanah menyebar ke mana-mana.
"Dia mulai ganas tuh! Awas, hati-hati...! Dia mulai ganas!"
Perut ular yang semula menempel tanah, kini mulai
bergerak naik pelan-pelan. Rupanya keempat kaki lebarnya itu
mulai digunakan untuk menopang badannya, la menjadi
seperti atlet maraton yang bersiap-siap untuk lari. Karuan saja
semua orang semakin berhamburan menjauh dengan suara
dan jerit yang kian menggemparkan, dan membuat masingmasing
jiwa dihinggapi kepanikan tingkat tinggi. Bahkan
seorang bocah sempat jatuh dan terinjak-injak beberapa
orang. Untung ia segera ditolong dan tidak sampai mati.
Seorang petugas keamanan bersenjata api . yang secara
tak sengaja terhadang oleh kerumunan orang banyak segera
mengambil tindakan. Demi keamanan massa setempat,
petugas itu mencabut pistolnya dan menempakkar. ke arah
ular tersebut. Taar, taarr...! Dua peluru sengaja diarahkan ke
badan ular. Tapi peluru itu tak sanggup menembus atau
melukai tubuh ular bertanduk satu .
Taar, taaar...!
Tembakan berikutnya diarahkan ke kepala ular. Namun
anehnya, kepala ular tidak pecah, juga tidak terluka sedikit
pun, melainkan justru menjadi tampak mengembang. Menjadi
lebih besar dari ukuran semula. Ular itu menggeliat, seolaholah
terpaling kepada si penembak. Mulutnya yang semula
terbungkam, kini menjadi mulai terbuka dan bersuara aneh,

seperti suara.yang ditimbulkan dari dua lembar almunium atau
seng yang saling bergesekan kuat.
"Krrrreeeeehhhhhhhzzzzz...!!"
Tentu saja petugas bersenjata tadi segera melarikan diri,
karena ia sadar bahwa binatang tersebut tidak mampu
ditembus peluru. Binatang itu semakin mengalami keanehan
yang mengerikan. Bukan saja kepalanya menjadi lebih besar,
tapi di sisi kanan-kiri kepala tumbuh sesuatu yang
mengembang seperti kipas.
Zrraaakb...!
"Astaghfirullaah al'adlim...!" seorang kyai yang sempat
berada di lokasi tersebut menggumam ber-istighrar, menahan
rasa takut. Beberapa orang lainnya juga melakukan hal seperti
Pak Kyai itu.
"Ini sih bukan ular biasa.... Ini binatang akhir zaman!"
"Kalau begitu tanda-tanda kiamat akan tiba sudah mulai
muncul. Mungkinkah sebentar lagi bumi ini akan dilanda
kiamat yang mengerikan itu, Pak Kyai?!"
"Mungkin saja, Nak. Sebaiknya kita semua mulailah
bertobat dari sekarang juga dan...."
"Awas, Pak Kyai...! Cepat lari, hewan itu bergerak kemari!"
seru salah seorang sambil berhamburan menjauhi tempat itu
bersama yang lainnya.
Pihak kepolisian menurunkan pasukan pengaman massa.
Sejumlah petugas berseragam dan bersenjata lengkap turun
dari dua buah truk yang mengangkut mereka. Sebagian
bertugas mendesak massa agar lebih menjauh lagi dari tempat
itu, sebagian lagi bersiap-siap membidikkan senjata kelas
berat ke arah binatang aneh itu Tak lama kemudian serangkai
tembakan terdengar semakin menghebohkan suasana. Pelurupeluru
type M-16 berhamburan menghujani tubuh binatang
tersebut. Tapi tak satu pun ada yang berhasil menggores kulit

binatang itu. Bahkan peluru-peluru itu berlompatan ke
berbagai arah karena terpental setelah menyentuh kulit ular
yang keras. Sekeras baja .
"Krrrreeeeehhhzzz...!!" binatang itu menyeringai sambilbergerak
mendekati para penembak. Anehnya, tubuh dan
kepala binatang itu menjadi lebih membesar lagi. Sepertinya
setiap ia marah tubuh dan kepalanya menjadi bertambah
besar dan semakin ganas gerakannya. Ekor yang dikibaskan
ke samping menghantam pohon, dan pohon itu pun retak
dalam keadaan tumbang. Sebagian dahannya pecah,
batangnya terbelah-belah.
Team penembak pertama segera mundur. Beberapa
petugas yang tergabung dalam team kedua segera maju, siap
menghadapi binatang aneh itu dengan menggunakan peluncur
granat. Komandan berteriak memberi aba-aba siap tembak.
Binatang itu melangah semakin mendekati mereka. Tiap
langkahnya menimbulkan suara berdentam dan membuat
tanah bergetar.
"Tahaaaan...!!" tiba-tiba terdengar suara orang berseru di
luar rombongan team pelontar granat itu. Semua mata tertuju
kepada orang yang berseru dengan suara lantang dan
sepertinya menggetarkan hati siapa pun yang mendengarnya.
Ternyata orang tersebut adalah gadis cantik jelita yang
sepertinya masih berusia sekitar 24 tahun. Kecantikannya
amat memukau siapa saja yang memandangnya. Meski
mengenakan pakaian kantor yang dilengkapi dengan jas dan
bros di dadanya, tapi gadis itu tampak berani sekali berdiri di
depan pasukan yang sudah siap melontarkan granat ke arah
binatang aneh tersebut.
Rupanya komandan para bintara muda itu mengenali gadis
cantik yang menyebarkan aroma wangi cendana bercampur
pandan. Siapa lagi gadis cantik yang mempunyai getaran
suara dapat menundukkan hati orang banyak dalam sekejap
kata, kalau bukan si anak bidadari yang terbuang dari

Kahyangan dan bidup sebagai manusia biasa dengan nama
Kumala Dewi, alias si Dewi Ular. Suara seruannya tadi bukan
hanya menyentak di hati para petugas keamanan setempat,
namun juga membuat ular besar itu menghentikan langkahnya
dan membungkam mulutnya yang tadi mengeluarkan erangan
serak perusak gendang telinga manusia.
"Jangan buang-buang peluru lagi, Pak Komandan!"
"Nona Kumala...?!"
"Tarik mundur pasukan Anda, Pak Komandan. Saya akan
menjinakkan binatang itu, tanpa harus menimbulkan korban
nyawa di antara kita yang ada di sini."
"Kau... kau yakin dapat menjaga diri sendiri, Nona
Kumala?!"
"Tentu saja, Pak," tegas Kumala, tapi punya kesan ramah
tersendiri yang membuat sang komandan, anak buah Mayor
Johan, kenalan dekat Kumala Dewi itu, terpaksa menyerahkan
suasana tegang itu kepada si anak Dewa Permana dan Dewi
Nagadini itu.
Seorang pemuda bertampang pas-pasan sejak tadi
mengikuti Kumala walau dengan mata tegang dan kesan
ketakutan melihat binatang jenis rular aneh itu. Pemuda
tersebut adalah sopir pribadi si. Dewi Ular yang sudah
dianggap seperti saudara sendiri, yaitu Sandhi, st mantan
sopir taksi yang bernasib mujur.
"Binatang itu ganas sekali tampaknya. Kamu nggak usah
mendekat ke sana, Kumala!" Sandhi mengingatkan majikan
ayunya dengan rasa cemas, khawatir sang majikan cantik
mendapat luka atau mengalami bencana yang lebih
mengerikan lagi.
Tapi gadis cantik bertubuh sexy itu kelihatan tidak
mempunyai kecemasan sedikit pun. la tampak tenang saat
berjalan mendekati binatang aneh berkaki empat yang kini

kepalanya terjulur maju dengan mulut menyeringai buas.
Semua orang yang menyaksikan adegan itu dari kejauhan
saling berkasak-kusuk menyayangkan langkah gadis cantik
yang dianggap sok berani itu. Mereka tidak tahu bahwa
Kumala adalah putri tunggalnya Dewi Naga-dini, si penguasa
binatang melata „di seluruh alam jagat raya ini. Dewi Ular pun
mempunyai kharisma dan kesaktian yang sangat ditakuti oleh
seluruh binatang melata. Segala macan jenis ular, tunduk
kepadanya.
Apakah ular aneh menyerupai naga raksasa itu juga tunduk
kepada Dewi Ular ? Yang jelas binatang itu segera
merendahkan keempat kakinya yang tadi telah menjadi tegak,
siap untuk berlari. Perut ular besar itu mulai menempel di
jalanan beraspal. Kepalanya mulai mengecil dengan sendirinya
saat Kumala Dewi, mendekatinya Semakin gadis itu mendekat,
semakin berubah keadaan ular aneh itu. la menjadi lebih kecil
lagi. Sayap di kanan-kiri kepalanya itu menutup rapat.
Mulutnya tak berani terbuka lagi.
"Lihat! Ular aneh itu tampaknya takut sekali kepada gadis
cantik yang mendekatinya!" celetuk beberapa orang di sanasini.
"Wah, hebat juga gadis itu?! I lmunya pasti lebih tinggi dari
si pawang ular yang tadi lari terbirit-birit begitu ular tersebut
mengeluarkan suara brisik tadi!"
Alam semakin gelap. Kilatan cahaya petir masih
membayang-bayangi cuaca yang kian buruk. Suara gelegar di
langit tak dihiraukan oleh Dewi Ular. Ia tetap mendekati
binatang tersebut, sampai akhitnya berhadap-hadapan dalam
jarak tiga meter. Binatang itu merebahkan kepalanya di tanah,
seolah-oleh tak berani mengangkat kepala di depan gadis
cantik tersebut. Tapi mata binatang itu masih tertuju ke arah
gadis di depannya.
Dari kejauhan, Sandhi melihat bibir Kumala bergerak-gerak
pertanda sedang bicara dengan binatang itu. Sayang sekali

suara Kumala tidak bisa didengar dari tempatnya, sehingga
Sandhi tidak tahu apa yang dikatakan Kumala pada saat itu.
Yang jelas, ular aneh itu mengerang lirih. Seperti suara bayi
menangis. Makin lama suara erangan tersebut semakin kecil.
Ukuran panjang badannya semakin mengkerut Lama-lama
menjadi lebih pendek dari ukuran semula. Besar tubuhnya pun
semakin mengurus, dan akhirnya ular itu hanya sebesar talang
air di teras rumah Kumala. Panjangnya sekitar 2 meter.
Bahkan ketika Dewi Ular menudingnya dengan telunjuk
tangan kanan, ular itu tiba-tiba menggeliat sambil
mengeluarkan cahaya putih. Cahaya itu sangat menyilaukan,
menyebar kemana-mana. Daya pancarnya mencapai 25 meter.
Orang yang berada dalam jarak 40 meter saja masih merasa
disilaukan oleh cahaya putih yang membuat ular itu tak
terlihat lagi bentuknya.
Ketika jari telunjuk Kumala ditarik kembali, cahaya
menyilaukan itu padam dengan cara penyusutan yang agak
lama. Akhirnya semua orang dibuat tercengang tanpa bisa
bicara apa pun, sebab hilangnya cahaya putih menyilaukan itu
membuat ular aneh tadi juga ikut hilang. Lenyap tanpa bekas
sisik yang tertinggal.Hanya bekas telapak kakinya dan bekas
goresan perutnya saat merayap dari gorong-gorong saja yang
tampak di mata semua orang dan menjadi pusat perhatian,
menjadi topik pembicaraan tiada habisnya.
Komandan pasukan pengendali dan pengaman massa
mengulurkan tangannya dengan senyum bangga, mengajak
berjabatan tangan sambil mengucapkan selamat kepada Dewi
Ular.
"Anda memang dari dulu masih tetap luar biasa. Penuh
sensasi yang sangat fantastis, Nona Kumala."
"Terima kasih. Simpan saja sanjungan itu untuk istri dan
anak-anak Anda di rumah. Pak Komandan," senyum Kumala

pun tersungging tipis, tapi membuat suasana menjadi manis,
ketegangan makin menipis.
Hujan belum sempat turun ketika Kumala meninggalkan
tempat itu. Sopirnya yang dari tadi dengan setia
mendampinginya sejak pulang kantor, kini merasa perlu
bertanya agar rasa penasarannya tidak lagi meresahkan hati.
"Ular apa itu sebenarnya? Kenapa sampai bisa seaneh itu?
Apakah dia termasuk jelmaan iblis dari alam kegelapan?"
"Bukan. Ular itu memang binatang biasa. Bukan siluman."
"Tadi kulihat kau bicara dengannya. Apakah kau kenal dia?"
"Dia yang memperkenalkan diri padaku dengan rasa takut.
Dia bernama Danggo, dari rumpun Giants."
Sandhi berkerut dahi menatap Kumala sebentar.
"Rumpun Giants...?!"
"Salah satu rumpun yang hidup di dalam perut bumi."
"Astaga...?!" Sandhi terbelalak. Dilihatnya sang majikan
cantik itu bicara dengan serius, walau berkesan dingin. Tapi
Sandhi hafal betu! karakter majikannya, jika bicara dengan
sikap seperti itu, berarti apa yang dikatakannya adalah benar.
Serius. Bukan main-main secara konyol.
Sandhi baru tahu bahwa di dalam perut bumi ini ternyata
ada kehidupan lain yang berbeda dengan kehidupan di atas
permukaan bumi. Anak dewa itu agaknya banyak mengetahui
kehidupan di dalam perut bumi yang menurutnya bernama
Hades atau Tartarus.
Seperti apa suasana di tempat yang bernama Tartarus itu
sebenarnya? Pasti bukan hanya Sandhi saja yang ingin tahu.
Pasti ada pihak lain yang ingin mendengar penjelasan tentang
Tartarus dari mulut Dewi Ular. Namun dalam pertimbangan
gadis cantik jelita itu, haruskah ia ceritakan kehidupan di
dalam perut bumi yang dihuni oleh makhluk-makhluk
semacam Danggo itu ?
Memang kemunculan Danggo itu sempat diliput oleh tiga
orang wartawan yang kebetulan sedang dalam perjalanan
pulang dari kantornya, seperti halnya Kumala waktu itu. Tak
heran jika peristiwa aneh itu cepat tersebar ke seluruh pelosok
nusantara, bahkan pers luar negeri pun mengutip beritatersebut
untuk kepentingan jurnalistiknya.
Banyak para jurnal yang kecewa karena tidak sempat
mengabadikan kemunculan makhluk aneh itu dengan
kameranya sendiri Salah satu orang yang kecewa terhadap
keterlambatannya dalam meliput kemunculan ular bertanduk
itu adalah Niko Madawi, reporter dan pembawa acara 'Lorong
Gaib' yang selalu muncul di teve setiap malam Jumat Niko
menyesal sekali tak dapat meliput peristiwa gaib itu, padahal
peristiwa tersebut adalah materi yang sangat cocok untuk
ditayangkan dalam acara 'Lorong Gaib'-nya.
Namun karena nama Kumala Dewi disebut-sebut dalam,
rangkaian kejadian aneh ttu, Niko merasa sedikit tenang.
Setidaknya ia bisa memperoleh informasi lebih lengkap lagi
dari Kumala, sebab ia mempunyai hubungan pribadi dengan
gadis itu. Hubungan pribadi tersebut sedang mereka bina
bersama, walau belum saling terang-terangan tentang
tumbuhnya bunga cinta di hati masing-masing.
Mantan peragawan yang namanya semakin dikenal lewat
acara 'Lorong Gaib' itu terpaksa datang ke rumah Dewi Ular
bersama seorang teman pria. Sang teman yang akrab
dipanggilnya: Johan itu, mendesak Niko agar dibawa ke rumah
Kumala Dewi. Sebab Johan mendengar, sekaligus melihat
sendiri, binatang aneh itu berhasil dilenyapkan oleh gadis
cantik bernama Kumala Dewi. Johan pun tahu, bahwa Niko
sedang melakukan pendekatan pribadi kepada Kumala Dewi,

dan sudah lebih dari separuh jalan berhasil mendapatkan
simpati dari s i cantik jelita berambut panjang itu.
"Ada beberapa hal yang penting kutanyakan padanya,
khususnya berkaitan dengan keselamatan orang-orangku, Bisa
nggak bisa kamu harus izinkan aku ikut denganmu ke rumah
gadis itu!" kata Johan, terang-terangan mendesak Niko.
"Aku ke sana cuma mau pacaran. Bukan mau mengupas
masalah kemunculan binatang aneh itu! Masa ada orang mau
pacaran kok diikuti?! Mau jadi juri kamu, ya?!"
"Mau jadi apa saja terserah. Yang penting, aku punya
kepentingan pribadi dengannya. Aku nggak tahu rumahnya
dan nomor teleponnya. Jadi aku harus numpang kamu, dan
kamu harus jadi pemanduku untuk sampai di rumah gadis
itu!"
"Brengsek luh!" sambil Niko tertawa, dan akhirnya
berangkat berdua bersama Insinyur Johan Bahari. Niko
terpaksa harus memaklumi niat Johan tersebut, sebab ia tahu
bahwa Insinyur Johan adalah supervisor control development
di proyek penanaman kabel yang diteror oleh kemunculan ular
aneh tersebut. Selama dua hari proyek itu nyaris berhenti total
karena para tenaga penggali tidak berani bekerja di lokasi
tersebut. Mereka takut akan kemunculan ular aneh lagi dan
khawatir jiwanya akan menjadi korban.
"Setidaknya aku butuh keterangan yang dapat kupakai
untuk meyakinkan orang-orangku, bahwa kadaan sudah aman
dan binatang itu nggak akan muncul lagi. Dengan begitu maka
orang-orangku akan bekerja lebih tenang lagi, Nik. Soalnya,
sejak peristiwa itu telah beredar isu di sekitar proyek, bahwa
ular aneh itu adalah wujud dari makhluk halus yang siap
mencari tumbal bagi kepentingan perusahaanku! Itu kan
konyol namanya?!"
Niko hanya tertawa mendengar Johan bicara dengan agak
ngotot dan kesal hati. Emosi Johan memang sering meletupTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
letup jika pihaknya dituduh melakukan sesuatu yang
sebenarnya sama sekali tidak dilakukannya, Niko kenal sifat
perangai Johan sejak sama-sama satu kampus dulu.
Pria berusia 30 tahun itu berperawakan tegap, gagah,
ganteng dan punya penampilan yang rapi. Kulitnya berwarna
sawo matang, dengan raut muka menyerupai aktor film India.
Saat berjabatan tangan dengan Kumala, senyum yang
dipamerkan oleh Johan membuat Kumala tahu bahwa pria itu
masih membujang. Tapi ia tergolong petualang cinta kelas
eksekutif, di mana pacar-pacarnya kebanyakan dari golongan
orang berada, punya nama dan, lebih disukai yang berjiwa
tomboy, seperti Kumala sendiri .
"Hati-hati, dia jago rayu. Playboy cap tikus!" bisik Niko
dalam satu kesempatan, sebelum Johan mengawali keluhan
tentang para pekerja di proyeknya.
"Aku tahu bagaimana dengan dia. Kamu nggak usah
khawatir. Aku nggak akan terpikat oleh rayuan dan
kegantengannya itu,"
"Ah, yang benar...?!" hati Niko mengembang bangga.
"Berdoa saja supaya aku tetap berpendirian begitu,"
tambah Kumala dalam bisikannya. "Tapi bagaimanapun juga
aku cuma salut dengan temanmu yang satu ini. Dia punya
rasa tanggung jawab sangat besar terhadap apa pun yang
dilakukan dan dikerjakannya. Kelak kalau dia sudah
berkeluarga, dia akan sangat bertanggung jawab terhadap
istri dan anak-anaknya. Kerakusan cintanya akan berhenti
setelah dia berkeluarga."
Waktu Itu, Johan berdiri di halaman samping, sedang
menerima telepon yang masuk ke handphone-nya. Ketika ia
kembali ke tempat duduknya, kasak-kusuk Niko dan Kumala
pun buru-buru dihentikan, dan Niko seolah-olah sedang
membicarakan tentang kemunculan makhluk aneh menyerupai
ular itu. Johan pun segera hanyut dalam keseriusan. Ia

kelihatan sangat antusias menyimak penjelasan Dewi Ular
tentang siapa Danggo sebenarnya dan dari mana asalnya.
Niko sendiri merasa tertarik sekali dengan penjelasan
tersebut, sebab selama ia kenal Kumala, gadis itu belum
pernah menceritakan padanya tentang kehidupan di perut
bumi. Kumala juga menceritakan tentang mitologi Yunani
Kuno yang ada kaitannya dengan sekumpulan dewa-dewa dan
kekuasaannya.
"Dewa-dewa yang dipuja orang Yunani Kuno, sebenarnya
sama juga dengan dewa-dewa yang dipuja oleh Mesir Kuno,
orang Roma dan orang Phoeniclans. Hanya saja, ada beberapa
dari dewa mereka yang berbeda nama dan istilahnya."
"Yang kutahu," sela Niko. "Yunani mempunyai Dewa Zeus
yang bersemayam di Gunung Olympus."
"Jauh sebelum mereka menghuni Gunung Olympus, telah
terjadi suatu peristiwa besar, peperangan yang
mengguncangkan seluruh alam jagat raya ini. Dalam masa itu,
Uranus dan istrinya: Galea, melahirkan dua belas anak raksasa
yang mengerikan. Sampai-sampai Uranus sendiri ketakutan.
Untuk itu, Uranus terpaksa memenjarakan anak-anaknya itu
ke sebuah lubang gelap di dasar bumi yang dinamakan
Tartarus, atau Hades!"
Ada pihak lain yang ikut manggut-manggut bersama Niko
dan Johan, yaitu Sandhi. Diam-diam Sandhi ikut
mendengarkan cerita tersebut dari ruang tengah yang
mempunyai pintu tembus ke serambi samping, tempat Kumala
menerima kedua tamunya.
"Kedua belas raksasa itulah yang disebut Titans, yang
berarti: 'sangat besar'..."
"Ooo... pantas ada kapal besar sekali pada zamannya dan
diberi nama Tltanic?" sela Johan.
"Mungkin diambil dari kata Titans itu tadi, ya?"

"Benar," sahut Kumala. "Nah, pada suatu saat, kedua belas
raksasa itu ada yang bisa lolos dari penjara perut bumi atau
Tartarus. Anak yang bisa lolos itu bernama Cronus, sehingga
habislah riwayat hidup Uranus, dikalahkan oleh Cronus.
Cronus mempunyai anak dari Rhea, tapi anak-anak itu selalu
ditelan habis oleh Cronus, sebab Cronus takut kekuasaannya
digulingkan oleh anak-anaknya. Tapi ada satu anak yang
disembunyikan oleh Rhea pada waktu itu. Anak tersebut diberi
nama Zeus. Ketika Zeus sudah dewasa, Cronus pun
digulingkan. Zeus pun berkuasa, tapi wilayah kekuasaannya
dibagi-bagi kepada para Titans."
”Para raksasa itu tadi?"
"Ya, Lalu... peperangan masih sering terjadi dengan alasan
perebutan kekuasaan. Sampai akhirnya Zeus diserang oleh
lawannya dari rumpun Giants. Rumpun ini sebenarnya juga
keturunan dari Uranus yang mempunyai perawakan
mengerikan. Mereka mempunyai kaki seperti naga dan kepala
ular."
"Seperti binatang yang tempo hari, muncul di proyekku
itu?" sahut Johan.
"Ya. Dia memang dari rumpun Giants dan bernama
Danggo. Penjara perut bumi yang dinamakan Tartarus itu
memang dihuni oleh mereka, termasuk sebagian rumpun
Titans. Makhluk-makhluk yang dibuat didalam Tartarus itu
memang dibuat dan dilahirkan dengan bantuan kekuatan iblis
yang menamakan dirinya Satan, maka timbul sebutan 'setan'
bagi makhluk yang ganas dan berkekuatan ilmu hitam tinggi."
"Lalu, apa maksudnya si Danggo itu muncul ke permukaan
bumi?" tanya Niko.
"Dia tersesat karena sedang memburu musuhnya. "
"Apakah musuhnya lari ke permukaan bumi?"

"Mungkin ke permukaan bumi, mungkin juga ke luar
angkasa."
"Bisa sampai ke sana?!" Niko terheran-heran. "Lalu, siapa
musuh si Danggo itu? Ada di mana dia sebenarnya, menurut
teropong gaibmu?"
Kumala Dewi diam beberapa saat untuk
mempertimbangkan, apakah pertanyaan itu perlu dijawab atau
tidak.

2
INSINYUR muda yang merasa masih enak tinggal sendiri di
rumah mungilnya itu ternyata punya tendensi lain dari
maksudnya menemui Dewi Ular. Secara pribadi Johan sering
mengalami kejadian aneh yang sulit diterima akal sehat.
Kejadian aneh itu memang tidak pernah dibicarakan kepada
siapa pun, kecuali kepada pelayannya yang bernama Porong.
"Demi Tuhan, Den. Saya berani sumpah, saya tidak
menaruh kalung berlian di meja kamar Aden lagi pula, mana
mungkin saya punya kalung bertakhta berlian sebagus itu.
Kalau saya punya kalung semahal itu, waah... sudah saya
pakai buat melamar Surtini, Den. Betul!"
"Aneh...?! Lalu siapa yang menaruh kalung berlian sebagus
itu di mejaku?!" gumam Johan dengan terheran-heran.
Ia juga menanyakan kepada adik perempuannya yang
tinggal berlainan rumah. Herlin, adik perempuannya yang
sudah berumah tangga itu, juga merasa tidak pernah
mempunyai kalung berlian dengan liontin sebesar biji nangka
papat dibayangkan alangkah mahalnya harga kalung tersebut
jika benar berlian itu adalah berlian asli.

"Jangan-jangan ini bukan, berlian asli, Den?" kata Porong
mulai sangsi. Sebab menurut pemuda berusia 24 tahun, anak
dari Mang Harus, pelayan di rumah mamanya Johan itu,
mustahil sekali ada seorang wanita yang sengaja
meninggalkan kalung berlian asli sebesar itu. Hanya
perempuan bodoh yang mau meninggalkan kalung berliannya
di kamar Johan. Sementara itu, Johan sendiri sadar betul
bahwa dirinya tidak pernah membawa pulang seorang
perempuan dalam satu bulan belakangan ini.
Johan juga penasaran dengan keaslian berlian tersebut.
Maka, ia pun segera membawanya kepada seorang
kenalannya yang memang berbisnis batuan permata. Tante
Lonny, namanya, la juga punya alat yang dapat dipakai untuk
menguji keaslian sebuah batu berlian, termasuk kadar
kemurniannya.
"Waaow...? Besar sekali berlian ini?!" Tante Lonny
terperanjat kagum. "Liontinnya sebesar ini?! Gila! Belum lagi
untaian batu yang mengelilingi sepanjang rantainya, waah...
kayaknya sih berlian asli semua ini, Jo!"
"Cobalah diuji dulu keasliannya. Tolong Tante periksa
secermat-cermatnya, Tante."
"Kalau memang asli, akan kau jual padaku, begitu? Wah,
mana mungkin aku mampu membelinya untuk saat ini.
Setidaknya butuh waktu lima hari buat ngumpulin uangku.
Tapi. kalau kamu mau jual dengan harga di bawah Standard
sih, boleh juga. Bisa kubayar hari ini," sambil perempuan
berusia 41 tahun itu tersenyum-senyum dengan lirikan mata
yang bersifat membujuk hasrat Johan agar mau menjual
kalung tersebut di bawah harga Standard.
Johan yakin, semua wanita pasti akan tertarik dengan
kalung temuan di kamarnya itu. Apalagi yang tahu tentang
batuan permata, pasti dia akan mengincar terus dan berusaha
untuk memilikinya, walau hanya bisa tercapai dalam khayalan
belaka. Menurut Johan sendiri, kalung berlian itu bukan hanya

terbuat dari batu-batuan termahal, tapi juga mempunyai
design yang menarik: Agaknya dirancang khusus untuk
seorang ratu yang berwajah cimtik dan berkulit kuning
langsat. Tapi ratu dari mana yang datang ke kamar tidur pria
bujangan itu dan meninggalkan kalung permatanya ? Mustahil
sekali ada ratu sebodoh itu! Pikir johan.
Mau tak mau ia harus memendam perasaan yang
sebenarnya, yaitu perasaan kagum dan terheran-heran. Sebab
menurut hasil pemeriksaan Tante Lonny, kalung berlian itu
adalah kalung yang terbuat dari berlian asli. Helai-helai
rantainya ternyata adalah emas putih yang ditaburi intan
selembut gula pasir, sementara permata sebesar kacang tanah
yang jumlahnya mencapai sekitar 50 butir itu adalah berlian
asli. Sama aslinya dengan berlian yang dijadikan liontin
sebesar biji nangka itu.
Wajah Tante Lonny sejak tadi terperangah terkagumkagum
dan sering berdecak atau menggumam menyatakan
rasa takjubnya melihat berlian murni sebanyak itu. Pandangan
mata yang berbinar-binar sering pula ditujukan kepada Johan
yang membuat pemuda itu merasa berdesir-desir, karena
dengan mata begitu Tante Lonny tampak lebih cantik dari
biasa. Kecantikan yang matang itu bagaikan sengaja
dipamerkan untuk menggoda gairah Johan. Namun sejauh itu
Johan masih bisa mengendalikan emosi gairahnya, sehingga ia
mudah mengembalikan perhatiannya kepada kalung berlian
tersebut.
"Siapa pemilik kalung ini sebenarnya? Semua berlian di sini
adalah berlian as li dari jenis kelas tertinggi, Jo. Apakah benda
ini asli milikmu pribadi?"
"Bukan," jawab Johan sambil mencari jawaban yang layak
dilontarkan pada saat itu. "Pacar saya sekarang adalah gadis
dari keluarga bangsawan Inggris. Dia mempunyai kalung itu
dan saya cuma ingin tahu, apakah ia memakai kalung berlian
asli atau sekedar imitasi buat memikat hati saya."

"Ooo... pantas. Gadismu pasti berasal dari keluarga
bangsawan Inggris yang kaya raya. Kamu sangat beruntung,
Jo!"
Diam-diam Johan bertanya dalam hatinya sendiri,
"Benarkah aku pria yang beruntung?" Dan pertanyaan dalam
hati itu terjawab, sehari kemudian.
Ternyata Johan bukan pria yang beruntung. Sehari
kemudian, kalung berlian itu hilang dari tempatnya. Kalung itu
disimpan dalam brankas besi yang dilengkapi dengan nomor
kombinasi. Johan menyimpannya di brankas itu, karena
selama ini surat-surat berharganya, cincinnya dan uang
tunainya selalu diamankan dalam brankas kecilnya itu.
Ternyata memang aman. Tak pernah ada yang hilang.
Tapi mengapa sekarang justru kalung misterius itu hilang
dari dalam brankas besi tersebut? Padahal sewaktu Johan
pulang dari proyek, sekitar pukul 6 menjelang petang, ia
sempat memeriksa kalung tersebut. Masih ada di dalam
brankas bersama barang-barang lainnya. Tapi setelah selesai
mandi dan makan malam, ternyata kalung itu sudah tidak ada.
Benda-benda lainnya masih utuh. Tak terusik sama sekali.
Pintu brankas pun dalam keadaan tertutup dan terkunci rapat
dalam posisi nomor kombinasi yang sudah diacak. Tak
mungkin ada pencuri yang dapat membuka brankas tersebut
dalam tempo singkat .
"Mungkin Porong yang mencurinya?!" pikir Johan. Akhirnya
ia menyingkirkan tuduhan dalam bayangannya itu, mengingat
Porong adalah pemuda yang jujur dan lugu. Tak mungkin
Porong bisa mengetahui nomor kombinasi brankas tersebut.
Niat untuk mencuri pun terkesan tak dimiliki Porong sedikit
pun.
Porong juga tampak menyesal dan kecewa sekali
mendengar kalung itu hilang, la mengusulkan untuk
membongkar, kamar tidur Johan, sebab ia menduga Johan

lupa tempat meletakkan kalung itu. Pikir punya pikir, akhirnya
usul itu ditolak sendiri oleh johan.
"Datang secara misterius, pergi pun secara misterius.
Biarlah kalung itu kembali kepada pemiliknya," kata Johan
dengan nada menggumam pelan. Ia tetap mewanti-wanti
Porong untuk tidak menceritakan tentang hilangnya kalung itu
kepada siapa pun. Dan sampai dua bulan ini, tidak seorang
pun yang menghebohkan atau menanyakan kalung tersebut,
kecuali Tante Lonny. Kepada Tante Lonny pun Johan memberi
jawaban yang berbeda dari kenyataan sebenarnya.
Selama dua bulan belakangan ini, ternyata bukan keanehan
itu saja yang dialami Johan. Hari-hari berikutnya ia mengalami
keanehan yang sangat tidak masuk akal dan membuatnya
kebingungan sendiri.
Malam itu, ia baru pulang dari. kantornya. Karena ada rapat
penting, maka ia pulang sampai pukul 8 baru tiba di rumah, la
masuk kamar untuk melepaskan pakaian dan bergegas mandi.
Namun dering telepon di ruang tengah terdngar, ia pun
buru-buru menyambutnya dengan hanya mengenakan celana
pendek dan kaos singlet.
Selesai bicara di telepon dengan rekan sekantornya yang
tadi tidak ikut rapat, Johan masuk kembali ke kamarnya.
Namun alangkah terkejutnya begitu membuka pintu kamar,
ternyata suasana kamarnya sudah berubah total. Kamar itu
menjadi lebih bagus, lebih mewah, lebih luas dan segalanya
serba lux. Ranjangnya terbuat dari lempengan emas berukir
dengan, kelambu halus penghias bagian atasnya. Kamar itu
menjadi seperti kamar seorang bangsawan yang dilengkapi
dengan meja kerja dengan kaki meja dari gading asli.
"Gila...?! Apa-apaan ini?! Kenapa kamarku jadi semewah
ini?!"
Johan terbengong-bengong sangat kagum. Jantungnya
menjadi berdetak cepat dan sekujur tubuhnya merinding.

Debar-debar hatinya telah membuat pernapasan sedikit sesak
dan lidah pun kelu. la mengedip-ngedipkan matanya berkalikali;
bahkan mengucal-ngucal dengan tangan. Ternyata
penglihatannya tidak berubah. Ia tetap melihat kamarnya
berlantai batuan hijau lumut yang memancarkan cahaya
fosfor. Sebagian lantai dilapisi permadani indah, terutama di
sekitar ranjang dan di sekeliling satu set mebel mewah.
Di dinding dekat jendela yang dihiasi gorden biru dari kain
tipis dan bagus sekali itu, ia melihat lukisan besar berukuran
120 X 90 sentimeter. Lukisan itu agaknya bukan terbuat dari
cat minyak atau cat tinta. Lukisan itu mirip seperti foto, tapi
menurutnya juga bukan foto biasa. Tinta lukisan bagaikan
terbuat dari semburan tinta khusus yang dibentuk oleh sinar
laser. Lukisan itu adalah lukisan seorang lelaki berusia sekitar
60 tahun tapi masih tampak gagah dan tegap. Lelaki itu
berhadapan dengan seorang wanita cantik berusia separuh
baya. Mereka saling melingkarkan tangan di pundak dan di
pinggang lawan jenisnya. Tampak mesra sekali. Keduanya
saling berpandangan dengan romantis.
Johan memaksakan kakinya untuk melangkah walau kaku
rasanya. Seperti mengendap-endap ia mendekati lukisan
tersebut dan memperhatikannya lebih cermat lagi.
"Pria bercambang tipis dan berambut abu-abu yang ada
dalam lukisan ini... mirip sekali dengan diriku ? Oh, bukan...
sepertinya mirip dengan almarhum Papa. Tapi... perempuan
itu nggak mirip Mama. Siapa perempuan itu? Oooh .. dia
mengenakan kalung berlian yang kemarin hilang secara
misterius?!" Gemetar kaki Johan memandangi kalung berlian
itu. Semakin meremang merinding sekujur-tubuhnya didera
debar-debar dalam dada yang kian bergemuruh. Rasa
takutnya mulai menyerang jiwa. Johan pun segera lari keluar
dan menutup pintu kamar tersebut.

"Porong..:! Rooong...! Coba kemari sebentar, Rong!"
Serunya dengan nada tegang dari ruang makan. Porong pun
segera menghampiri dengan sopan.
"Ada apa, Den Johan? "
"Rong, isi kamarku... lihatlah! Lihat sana.. !"
"Apa maksud Aden?!" Porongpun kebingungan, la
didorong-dorong agar segera melihat kamar tidur majikannya.
"Lihatlah sendiri keadaan di dalam kamar tidurku itu!
Semuanya berubah, Rong! Berubah total. Tidak ada satu pun
barang-barangku yang ada di sana. "
"Ah , apa benar semuanya berubah?!" gumam Porong
mulai terheran-heran sambil tetap didorong majikannya dari
belakang. Porong pun akhirnya membuka sendiri pintu kamar
itu dengan merinding dan tangannya gemetar, sebab ia
tersugesti untuk ikut tegang, seperti yang dialami majikannya.
Dahi Porong berkerut tajam, matanya memandang
bingung. Hatinya tak merasakan terkejut sedikit pun. la justru
memandangi majikannya dengan sikap protes.
"Mana, Den...?! Apanya yang berubah?!" Johan bingung
menjawabnya. Ia juga memandang nanar ke sana-sini, karena
keadaan kamarnya kembali seperti biasa. Tak ada ranjang
emas, tak ada lukisan besar, semua kemewahan yang tadi
dilihatnya sama sekali tak tersisa sedikit pun. Yang ada
hanyalah springbed dan perabot seperti biasanya.
"Aneh...?!" gumamnya dalam tertegun tenang. "Lalu apasebenarnya
yang kulihat tadi?! Mengapa penglihatanku
mengalami, gangguan seperti itu?! Apakah ini hanya sebuah
mimpi?!"
Empat hari kemudian, Johan kedatangan teman seorang
gadis berwajah mungil yang dulu pernah menjadi pacarnya
semasa SMA. Gadis hidung bangir dan berbibir mungil manis
sekali itu nyaris terlupakan oleh Johan, karena sejak lulus SMA

mereka tidak pernah saling bertemu lagi. Yunna, gadis itu,
kuliah di Amerika. Praktis hubungan mereka menjadi
renggang, sehingga akhirnya benang-benang kasih pun putus
dengan sendirinya.
"Kudengar kau sekarang sudah sukses dalam bidangmu, ya
Jo?"
"Sukses apanya? Yah, begini-begini sajalah, Yun. Apa yang
bisa kulakukan, cuma itulah yang kulakukan."
"Tapi aku dapat informasi dari Herry, teman sekelas kita
juga itu, katanya kau pegang peranan dalam beberapa proyek.
Herry juga bilang, kau sudah menjadi insinyur, dan punya
posisi penting dalam perusahaanmu."
"Penting sih nggak juga, Yun. Cuma... sesuai dengan
porsiku," jawab Johan sambil tersenyum-senyum mengenang
masa lalu. Tapi diam-diam ia juga berpikir, mengapa Yunna
datang tanpa memberitahukan lebih dulu? Mengapa ia datang
sendirian pada saat malam sudah menunjukkan pukul 8 lebih?
Apa maksud kedatangan Yunna sebenarnya?
"Aku cuma ingin tengok kamu aja. Sudah lama kita nggak
bertemu. Kangen juga aku jadinya," seraya Yunna tertawa
kecil. Tawa dan senyumnya itulah yang dulu membuat Johan
tergila-gila padanya.
"Kau sudah kawin, Yun?"
"Sudah. Tapi juga sudah sendiri lagi," jawabnya dengan
ringan.
"Maksudmu... kau sudah menjadi janda?!" Yunna
mengangguk. Senyumnya dipaksakan. Hatinya tampak
menyembunyikan kepahitan yang terpaksa harus ditelannya.
Yunna pun menceritakan tentang perkawinannya dengan pria
New Jersey. Perkawinan itu bagaikan sebuah permainan yang
hanya semusim. Sebelum Yunna dikaruniai seorang anak, ia
sudah harus bercerai dengan suaminya, karena merasa tak

sanggup mengikuti pola hidup sang suami yang selalu
kontradiksi dengan jalan pikirannya.
"Kalau begitu kamu tidur sini aja, ya?" Johan mulai
menampakkan tatapan mata nakalnya.
"Gila luh! Rupanya kamu masih bandel juga kayak dulu,
ya?"
"Kalau nggak bandel bukan Johan dong."
"Ah, kamu ini memang benar-benar sinting, Jo," sambil
Yunna menepiskan tangan Johan yang bermaksud membelaibelai
rambu di sekitar pundak Yunna.
"Kita sama-sama single, Yun. Kita masih bebas saling
menikmati seperti dulu lagi."
"Uuh, enak aja!" Yunna mencibir manis.
"Apa salahnya kalau kita bernostalgia satu malam saja.
Ranjangku masih terbuka untukmu, Yun."
"Enak aja. Kamu kepingin aku mati ditikam istrimu, ya?"
"Kalau aku punya istri sih... nggak mungkin kutawarkan
kesempatan indah padamu, Yun. Justru karena aku belum
beristri maka aku berani mengharapkan kemesraanmu yang
dulu pernah kita nikmati bersama itu."
"Jangan ngomong begitu. Nanti dia dengar lho!"
"Dia siapa?"
"Istrimu!" Yunna berbisik dengan nada dipertajam.
"Istri yang mana?!"
"Yang tadi mondar-mandir keluar-masuk kamar!"
Johan memandangi bekas kekasihnya dengan dahi
berkerut. Ia masih belum mengerti maksud Yunna. Ekspresi
kebingungan Johan diartikan sebagai kepura-puraan bagi

Yunna, sehingga gadis yang sudah janda itu menyambung
kata-katanya dengan suara pelan.
"Dia. kayaknya nggak suka kalau aku datang kemari. Sinis
banget padaku. Kutegur dengan anggukan kepala dan senyum
ramah, eh... nggak dibalasnya."
"Kapan kau menegurnya?"
"Tadi, waktu kamu terima telepon pakai HP-mu di teras!"
"Siapa yang kau tegur sih? Aku kok jadi bingung sendiri?!"
"Perempuan yang keluar masuk kamarmu itu siapa?!
Pelayanmu?! Pasti bukan, kan? Pasti Istrimu toh?"
"Aku belum punya istri, Yunna!" tegas Johan. "Bahkan di
sini nggak ada perempuan! pelayanku juga bukan perempuan,
tapi anak muda seusia adikmu. Porong namanya."
"Lalu, yang sekarang ada di kamarmu siapa tuh?"
"Nggak ada siapa-siapa di kamarku. Kalau tidak percaya,
yuk... periksa sendiri kekamar. Ayo. tengok ada siapa di
kamarku!"
Yunna sendiri tampaknya penasaran sekali dengan
pengakuan Johan yang serius itu. la benar-benar memeriksa
kamar Johan dengan didampingi si pemilik kamar;
Sebelumnya, Yunna menjelaskan bahwa ia tadi melihat
seorang wanita berpakaian ketat, cantik dan berusia sekitar 35
tahun. Rambutnya cepak, tapi berpotongan indah. Tingginya
sekitar 172 sentimeter, dengan pinggul meliuk sexy dan dada
membusung montok. Pakaiannya serba ketat, membentuk
tubuh, dengan warna-warna cerah, dari bahan mengkilap
bagus.
Karena Johan berani bersumpah bahwa di rumahnya tak
ada seorang perempuan yang tinggal bersamanya, maka ia
berani memaksa Yunna untuk memeriksa kamarnya. Sebab

menurut keterangan Yunna, terakhir kali ia melihat perempuan
itu masuk kamar dan belum keluar lagi.
Dahi wanita mungil cantik itu berkerut heran, sebab
memang ia tidak menemukan siapa-siapa di dalam kamar tidur
Johan. Bahkan ia mencarinya sampai ke dalam kamar mandi
yang ada di kamar itu juga, ternyata tidak ada siapa pun di
sana.
"Aneh?!" gumam Yunna. "Tadi kulihat jelas dia mondarmandir
keluar masuk kamar ini, dari kamar ke dapur, lalu
kembali lagi. Lebih dari dua kali dia melakukan hal itu, Jo.
Sumpah deh! Aku nggak bikin sensasi murahan."
Johan diam. Mengusap lengannya yang terasa merinding.
Hati pun berdebar-debar seraya mata memandang agak
tegang ke sana-sini. Bukan saja penjelasan Yunna yang
membuatnya mulai terasa tegang, tapi aroma wangi yang
tercium olehnya saat itu juga membuatnya menjadi merinding.
Wewangian itu bukan berasal dari parfumnya. Aroma parfum
yang dipakai Yunna juga berbeda. Ia merasa tak menyimpan
parfum yang beraroma lembut tapi terkesan memancing
birahi.
"Lalu parfumnya siapa yang tercium olehku saat ini?" tanya
Johan pada dirinya sendiri.
"Kalau kau benar-benar nggak nyimpan perempuan di
rumahmu ini, lalu siapa perempuan yang tadi kulihat itu? Iih,
aku jadi merinding sendiri, Jo. Takut, ah! Aku nggak mau tidur
di s ini!"
Yunna bergegas keluar dari kamar. Johan masih penasaran,
la mengendus-enduskan hidungnya, mencari sumber aroma
wangi yang membangkitkan hasrat birahi itu. Semakin
mendekati almari pakaian, semakin tajam wewangian itu
diciumnya. Dengan, rasa penasaran, Johan pun membuka
almari pakaian tersebut.

"Hah...?!" Johan tercengang, lalu berkerut dahi karena
merasa heran melihat beberapa potong gaun wanita
tergantung di dalam almari tersebut.
"Gaunnya siapa ini?! Aku nggak, pernah beli pakaian
wanita, apalagi yahg model mirip wearpack begini?!"
Gaun wanita itu diperhatikan satu-persatu. Ada sembilan
potong pakaian wanita yang rata-rata terbuat dari kain aneh,
seperti karet lentur tapi halus dan lembut Kebanyakan
berpotongan model wearpack, dengan retsliting terusan dari
dada sampai bawah perut. Warnanya cerah-cerah, seperti
warna-warna scotlight. Pakaian-pakaian itulah yang
menyebarkan aroma wangi parfum lembut membakar gairah.
Johan sangat kebingungan menjelaskannya kepada Yunna.
Janda muda itu pun akhirnya mengaku sedikit kecewa saat
melihat wanita cantik keluar-masuk kamarnya Johan.
"Menurut informasi dari Herry, kau belum menikah. Belum
punya keluarga. Makanya aku berani datang sendiri kemari,
karena.,, yah, memang aku ingin mengenang masa indah kita
dulu. Tapi begitu tadi kulihat ada wanita cantik berambut
cepak mondar-mandir sambil cuek padaku, aku jadi kecewa.
Ternyata aku diker jain Herry, pikirku. Hasratku ingin
mengenang masa indah itu pun lenyap seketika, Jo."
"Aku berani sumpah mampus deh, Yun.. aku nggak
nyimpan perempuan di kamarku. Tapi aku juga heran, kenapa
di dalam almari pakaianku ada pakaian perempuan sebanyak
sembilan potong?! Bahkan tadi juga kutemukan sebotol
parfum yang bentuknya aneh. Botol parfum itu sepertinya
terbuat dari beling kristal yang bentuknya menyerupai piramid
terbalik. Anehnya, botol itu kalau kubalikkan posisinya, yang
runcing ke atas, eeh... dia menggelinding sendiri dan menjadi
yang runcing di bawah "
"Kok aneh sih?"
"Lihatlah sana...!"

"Nggak mau, ah!" Yunna menyeringai luluri.
"Kuambilkan deh...." Johan bergegas " mengambil botol
parfum yang tadi sempat ditemukan pula dalam tumpukan
pakaian di samping almari gantung itu. Namun ketika ia
membuka almari itu, ia menjadi terperangah kecewa, karena
botol parfum itu sudah tidak ada. Bahkan sembilan potong
pakaian wanita juga sudah tidak ada. Yang tersisa hanya
aroma parfum tersebut, menyebar memenuhi kamar tidur
berlampu terang.
Yunna menjadi bergidik merinding lagi ketika Johah kembali
ke ruang tamu dan memberitaukan hilangnya benda-benda
tersebut .
"Jangan-jangan rumahmu itu angker, Jo?! Perlu dicarikan
paranormal yang bisa mengusir hantu. Biar rumahmu ini
dibersihkan dari gangguan roh-roh jahat!"
Usul Yunna itu sempat menjadi bahan renungan Johan
sampai beberapa hari. Menurutnya sangat janggal jika ia
harus memanggil orang pintar untuk mengusir hantu di dalam
rumahnya, sebab selama tiga tahun kurang ia menempati
rumah baru itu, tapi selama ini tidak pernah mengalami
gangguan aneh. Baru sekarang Johan merasa diganggu oleh
kejadian-kejadian misterius yang sering membuatnya cemas
serta terheran-heran.
"Jangan-jangan mataku yang memang rusak syarafnya?!"
pikir Johan. Lalu, pada suatu siang ia menyempatkan periksa
mata kepada dokter spesialis mata. Ternyata mehurut dokter,
tidak ada kerusakan pada syaraf mata Johan, selain agak
kotor karena jarang dicuci. Dokter memberinya obat tetes
mata yang berguna untuk membersihkan kotoran dari cornea
mata dan sekitarnya. Tapi ternyata Johan masih saja
mengalami penglihatan aneh yang sulit terjangkau oleh akal
sehatnya.

Dua bulan lamanya Johan memendam rahasia
penglihatannya itu. Tidak ada satu pun dari temannya yang
mendengar serangkaian kejadian ganjil di rumahnya, sebab ia
tidak Ingin ditertawakan oleh siapa pun dan dianggap
pengecut. Maka ketika muncul kasus makhluk aneh di
proyeknya dan ia punya kesempatan untuk bicara lebih dekat
dengan gadis paranormal yang dianggap bakal menjadi
kekasihnya Niko itu, usul Yunna terlintas lagi dalam benaknya.
Maka secara pribadi ia datang menemui Kumala Dewi dan
menceritakan peristiwa aneh yang dialaminya sejak dua bulan
yang lalu.
"Itulah sebabnya aku sangat tertarik untuk menanyakan
padamu tentang keganjilan seperti munculnya Danggo tempo
hari, Kumala. Sebab, kemunculan Danggo itu kuanggap sama
anehnya dengan kemunculan benda-benda aneh di rumahku.
Dan selama ini hanya Yunna yang pernah mengalami
penglihatan aneh di rumahku itu."
"Apakah selama ini kau merasa dirugikan oleh kemunculan
hal-hal aneh di rumahmu?"
"Kalau bicara soal dirugikan, memang secara materi aku
nggak merasa dirugikan. Tapi ketenanganku sering, merasa
diusik oleh kejadian-kejadian aneh itu. Paling nggak,
konsentrasiku dapat terganggu sewaktu-waktu kutemukan
hal-hal aneh tersebut. Jadi... terus terang saja, aku ingin dan
memohon dengan sangat, agar kau datang ke rumahku. Usir
deh hantu-hantu yang berkeliaran di rumahku itu. Aku sudah
rnuak mengalami hal-hal seperti itu."
Dewi Ular mencoba meneropong kejujuran hati Johan. la
takut sedang dipancing oleh pemuda yang jago memikat
wanita itu. Tapi ternyata Kumala menemukan hati yang jujur
dan bersih dari niat licik seorang petualang cinta. Johan
benar-benar ingin meminta bantuan agar suasana di
rumahnya menjadi normal seperti sediakala.

"Okey, aku akan memeriksa rumahmu. Tapi aku akan
membawa asisten gaibku Boleh, kan?"
''Tentu saja boleh!" tegas Johan dengan hati gembira.
Esoknya, menjelang petang tiba, Kumala Dewi sudah
sampai di rumah Johan. ia bukan saja bersama Sandhi, si
sopir pribadi; tapi juga membawa seorang pemuda berambut
kucai berbadan tidak terlalu kurus, tapi juga tidak bisa
dikatakan gemuk. Pemuda berambut kucai yang
penampilannya cuek itu tak lain adaiah Buron, jelmaan dari Jin
Layon yang mengabdi kepada Dewi Ular.
"Ron, periksa dan kenali setiap energi gaib yang ada di
sekitar rumah ini!" perintah Kumala.
Buron terpaksa memadamkan rokoknya. Dalam sekejap
saja pemuda berambut kucai itu lenyap secara gaib dari depan
Johan. Lenyapnya Buron membuat Johan menjadi tegang dan
dibayang-bayangi perasaan takut. Untung segera diredakan
oleh Kumala dengan penjelasan tentang siapa Buron
sebenarnya.
Dewi Ular sendiri segera melakukan pemeriksaan di kamar
tidur Johan. Radar gaibnya dipasang, matanya memandang
tenang ke sana-sini. Ia mengikuti petunjuk Johan yang
menjelaskan sekali lagi tentang letak benda-benda aneh yang
ditemukannya dan hilang sendiri secara misterius. Kedua pintu
almari pun dibukanya lebar-lebar supaya Kumala bisa
memeriksa bagian dalamnya.
"Nggak ada yang mencurigakan di sekitar sini," ujar
Kumala. "Semua berjalan normal-normal saja kok."
"Maksudmu... nggak ada roh yang bergentayangan di
kamarku?"
Gadis cantik itu menggelengkan kepala. "Mungkin
sumbernya dari tempat lain. Tapi radar gaibku nggak

menangkap adanya energi gaib yang mencurigakan di sekitar
sini."
Buron muncul ketika petang mulai semakin gelap. Buron
muncul secara misterius, tahu-tahu sudah ada di belakang
Johan. Suaranya membuat Johan terkejut dan akhirnya
tertawa malu sendiri.
"Bagaimana, Ron?"
"Tidak ada yang mencurigakan. Satu-satunya energi gaib
yang kutemukan hanya berasal dari kebun belakang. Di sana
ada roh seorang bayi yang waktu itu meninggal karena
keguguran. Dia dimakamkan oleh orangtuanya di sana. Tapi
dia nggak mengganggu siapa pun. Dia sibuk dengan
mainannya sendiri."
"Jangan-jangan roh bayi itu yang menggangguku?" kata
Johan.
"Barangkali saja bukan roh yang selama ini kau lihat."
"Maksudmu bukan roh dari hantu yang bergentayangan?
Oh, lalu... kalau bukan roh hantu gentayangan, lantas apa
sebenarnya yang sedang terjadi pada diriku belakangan Ini?"
"Kalau kau izinkan dan nggak menyinggung perasaanmu,
aku akan memeriksa kesehatan jiwamu, Johan."
Tertegun Johan dibuatnya. Jika kesehatan jiwanya perlu
diperiksa, dengan lain kata, ia sudah dianggap tak waras oleh
Kumala. Haruskah ia izinkan orang lain memeriksa jiwanya?