Dewi Ular - Asmara Mumi Tua(1)

1
SEPUCUK surat diterima Karina di awal senja. Surat
bersampul coklat itu menyerupai surat dinas sebuah kantor.
Tapi karena tanpa kop surat dan cap, maka jelaslah bahwa
surat itu datang dari seseorang. Pak Pos menyerahkan surat
berperangko kepada Milla sekitar pukul satu siang. Tapi jatuh
ke tangan Karina di awal senja, yaitu ketika Karina pulang dari
tempat kerjanya sebagai sekretaris sebuah advertising.
"Dondy...?Uuuh... !" Karina mendesah kesal setelah
membaca si pengirim surat Terbayang seraut wajah pria muda
yang menjadi manager program di kantornya. Karina jadi
malas untuk membuka surat itu dan membacanya, sebab ia
tahu isinya pasti hanya sebuah canda konyol gaya si hitam
manis Dondy itu. Ada senyum geli di hati Karina saat
melemparkan surat itu di meja kamar tidurnya, karena
terbayang canda lucu yang sering ditebarkan seenaknya oleh
Dondy di antara teman-teman sekantornya.
"Tumben Dondy main surat-suratan segala denganmu?Ada
maksud apa sih? Apa dia naksir kamu, Rin?" tanya Milla
adiknyayang terpaut. 2 tahun lebih muda darinya. Karina
menjawab dengan nada menggerutu tak serius.
"Aah, kerjaan orang konyol aja dipikirin. Gue sama Dondy
nggak ada hubungan apa-apa. Dondy kan udah punya cewek
sendiri; Sophie, salah satu model iklan kami."
Karina bergegas ke kamar mandi. Tak berselera untuk
membuka surat itu. Tapi Milla yang sudah kenal Dondy dan
pernah bertemu beberapa kali dengan si tampan berkulit gelap
itu agak penasaran, la curiga terhadap isi surat itu, karena
saat menerima surat itu tangannya tiba-tiba gemetar dan
hatinya berdesir-desir aneh. Sekalipun demikian, Milla masih
tidak berani membuka sendiri surat yang ditujukan kepada
kakaknya itu. Ia mendesak Karina agar segera membuka surat

dan ingin ikut membacanya, namun Karina nyaris tak mau
peduli dengan surat tersebut.
"Buka aja sendiri kalau kamu mau tahu kekonyolan si
Dondy!" kata Karina saat sebelum masuk ke kamar mandi .
"Bener nih?! Jangan marah kalau suratmu ku baca keraskeras
ya?" seru Milla sambil bergegas ke kamar kakaknya. Tak
terdengar seruan Karina melarang apa pun, sehingga Milla
merasa benar-benar diizinkan membuka dan membaca surat
dari Dondy itu.
Waktu itu petang mulai datang, langit suram, dilapisi
mendung menghitam Angin saja berhembus cepat,
menaburkan hawa dingin yang terasa aneh namun sulit
diuraikan dengan kata bentuk keanehannya itu. Milla tak
pedulikan cuaca ganjil tersebut Ia membuka sampul surat
dibawahlampu meja kerjanya Karina. Hatinya berdebar
kembali. Mungkin karena ia pemah menyimpan perasaan suka
alias naksir kepada Dondy, sehingga desiran di hatinya timbul
tanpa diinginkan sebelumnya.
"Lho ...?! Kok kayak gini sih?!" sentak Milla dengan mata
menatap tajam-tajam lembaran kertas surat yang diambil dari
sampul coklat tersebut. Hati mengalami sentakan rasa kaget
walau tak terlalu besar, karena kertas surat yang berwarna
putih kusam itu bertuliskan huruf- huruf yang menggunakan
warna merah. Melihat bentuk tulisan tak beraturan, agaknya
surat itu tidak ditulis dengan tinta asli, melainkan ditulis
dengan darah.
AKU SANGAT MENCINTAIMU. DATANGLAH PADAKU DAN
HIDUPLAH ABADI BERSAMAKU, SEKARANG DAN SELAMALAMANYA.
Tentu saja dahi Milla ikut berkerut tajam, karena isi surat
hanya kalimat-kalimat pendek seperti itu. Tak ada landa
tangan dan nama jelas si penulisnya. Yang ada hanyalah
tanda bintang bersudut enam di bagian bawah tulisantersebut.

"Rin...! Kariiinn...!" seru Milia dengan nada mulai cemas. Ia
bukan saja heran dengan tulisan surat berdarah itu, namun
juga mulai diliputi perasaan tak enak dalam hatinya. Ia ingin
buru-buru menunjukkan kepada kakaknya bahwa surat itu
ternyata berisi kata-kata yang mengandung kemisteriusan.
Namun baru saja Milla ingin bergegas keluar dari kamar
untuk membawa surat itu ke kamar mandi, tibat-iba suatu
keanehan lain terjadi seketika itu juga. Surat tersebut tiba-tiba
berasap. Aroma asapnya terhirup wangi aneh dan membuat
bulu kuduk Milla. merinding. Mata gadis itu tak terpejam atau
berkedip sedikitpun. Justru permukaan kertas surat ditatapnya
tajam-tajam dengan detak jantung mulai semakin cepat.
"ooh... ?! Kok bisa gini sih?!" Milla tersentak kaget kigi
ketika tulisan yang menggunakanrlarah itu tahu-tahu pudar,
membaur bersama asap, lalu hilang lenyap tanpa bekas lagi.
Tak setetes pun darah kering itu tersisa di permukaan kertas
pucat tersebut. Milla semakin tegang dan kebingungan. Kini
bukan bulu kuduknya saja yang merinding, melainkan sekujur
tubuh gadis itu bagaikan dirayapi ribuan semut yangmelintas
cepat dalam sekejap..
"Ihh . ! Surat apaan ini?!" ia melemparkan kertas yang
sudah tak bertuliskan lagi itu kemeja sambil tersentak mundur.
Wajah cantiknya semakin jelas dikuasai oleh perasaan takut
yang membuat napasnya terasa berat dihela.
Bukan hal yang mudah membuat Karina percaya dengan
misteri surat gaib itu. Apalagi Karina bukan perempuan yang
mudah mempercayai hal-hal berbau mistik. Meski usianya
sudah mencapai 28 tahun, tapi Karina masih belum bisa
menerima kenyataan tentang adanya mistik ataupun gaib di
sekitar kehidupan manusia. Maka terjadilah perdebatan sengit
antara kakak dan adiknya yang ngotot sekali mempertahankan
penglihatan ganjilnya tadi.
"Mana mungkin tulisan bisa hilang sendiri?! Mana mungkin
Dondy menulis surat memakai, darah?! Yang bener aja kamu,

Mil! Jangan membuat tingkah si Dondy semakin konyol
dengan keterangan gilamu itu!" kecam Karina yang seolaholah
tidak peduli namun sebenarnya menaruh curiga atas
penjelasan ganjil adiknya itu.
"Coba deh kamu telepon Dondy dan tanyakan sendiri
padanya. Desak dia kalau nggak mau mengaku, atau aku
sendiri yang akan mendesaknya agar mengakui bahwa dia
telah menulis surat yang isinya seperti kukatakan tadi dan
ditulisnya menggunakan darah!"
Tentu saja penjelasan gaib itu sulit dipercaya oleh Karina,
sebab ketika pada akhirnya Karina menelepon Dondy, pemuda
berhidung mancung itu tak mengaku sebagai pihak yang telah
mengirimkan surat kepada Karina.
"Sumpah mampus tujuh turunan deh, aku nggak bikin
kekonyolan kayak gitu, Rin! Memangnya aku ini kurang
kerjaan?! Mendingan aku sibuk di internet daripada bikin
kekonyolan kayak gitu!"
Karina sendiri kehabisan akal mendesak Dondy agar
mengaku, tapi Dondy memberi keterangan sejujur-jujurnya
bahwa ia tidak mengirimkan surat apa pun kepada Karina.
Kata-kata Dondy semakin sulit dicurigai sebagai kebohongan,
Karina merasa apa yang dikatakan Dondy sudah merupakan
suatu pengakuan yang benar dan sulit disangkal lagi. Maka
kecurigaan pun berpindah kepada Milla Karina menganggap
Milla telah memberikan penjelasan palsu yang direkayasa
dengan tujuan ingin menyaingi kekonyolan si penulis surat
tersebut. Milla mendesah kesal, ia tak mampu lagi membuat
percaya sang kakak. Akhirnya ia merasa tak perlu
memperdebatkan persoalan itu.
"Cukup aku sendiri yang mempercayainya!" ujarnya dengan
suara menggerutu dan meninggalkan kamar kakaknya setelah
terdengar suara sang mama memanggilnya dari kamar lain.

Justru sikap pasrahnya Milla membuat Karina mulai
berubah pikiran. Tidak biasanya Milla mengalah dengan
pendapatnya Karina menemukan suatu kesimpulan, sikap
yang diambil adiknya merupakan kebiasaan lain yang jarang
sekali ditemukan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Jika
Milla tidak mau ngotot lagi, berarti gadis itu kehilangan akal
atau kehabisan alasan untuk mempertahankan pendapatnya.
"Jangan-jangan apa yang dikatakannya memang benarbenar
terjadi dan benar-benar sulit dipercaya oleh pihak
lain?!"pikir Karina.
Satu jam kemudian, Karina menerima telepon dari Iren,
teman sekantornya.
"jadi ke Cappela Cafe nggak, Rin?"
"Jadi dong. Kan udah janjian sama si Frank dan Andru?"
"Kamu jemput aku, ya? Soalnya aku nggak bawa mobil
lho."
"Mobilmu kemana?"
"Dipakai adikku."
"Ya, udahntar gue jemput deh, sekitar 30 menit lagi. Eeh,
Ir... masa si Dondy kirim surat padaku konyol sekali deh."
"Konyol gimana?"
"Konyol dan aneh!" tambah Karina dengan lebih
bersemangat lagi menjelaskan seluruh keanehan yang. dialami
Milla. Mendengar penjelasan tersebut, nada suara Iren
menjadi tegang.
"Wah, hati-hati lho, Rin. Kalau perlu adikmu, si Milla,
jangan boleh pergi kemana-mana."
"Memangnya kenapa sih?"
"Beberapa waktu yang lalu, tetanggaku ada yang terima
surat berdarah seperti itu. Pengirimnya dari seseorang yang

sudah dikenal, tapi ketika dilakukan check and recheek,
ternyata bukan berasal dari pengirimnya itu. Pokoknya dari
orang lain yang memakai nama lain juga. Dua hari kemudian,
temanku itu, tetanggaku tersebut, mati secara mengerikan."
"Tewas ... ?!"
"Iya ! Dan di dompetnya ditemukan surat berdarah
bertanda bintang persegi enam. Padahal surat itu tadinya
sudah nggak ada. Juga berasap dan tulisannya lenyap seperti
yang kau ceritakan tadi!"
"Ah, masa' begitu sih?"
"Swear! Buat apa aku bohongi kamu sih?! Pokoknya, Milla
jangan boleh pergi kemana-mana deh. Surat itu adalah surat
setan! Siapa yang membaca surat itu, pasti akan mati. Sebab
bulan yang lalu juga terjadi peristiwa yang sama di lain
tempat. Korbannya seorang gadis cantik, pemain figuran
sebuah film. Kan sempat heboh di beberapa surat kabar?!
Masa' kamu nggak baca berita sensasional itu sih?!"
Karina mulai was-was, semakin berdebar-debar
membayangkan cerita Iren tadi. Bahkan ia menuruti saran
Iren untuk segera menelepon Dondy dan menanyakan
kebenarannya. Dondy justru terkesan heran dengan
pertanyaan serius Karina itu.
"Lu gila apa, masa' gue kirim surat sama elu pakai tulisan
berdarah?! Memangnya gue orang politik, siap mati demi
partai?!"
"Don, ini serius lho, Don! Aku nggak main-main. Sampul
suratnya masih ada dan dibelakangnya tertulis namamu. Kalau
nggak percaya elu kemari deh, lihat sendiri sampul surat ini!"
"Gue nggak kirim surat sama elu, Rin! Demi Tuhan, nggak
deh! Tapi .... Kalau gitu, gue ke rumahmu deh, coba lihat
sampul suratnya!"

Rupanya Dondy juga pernah membaca berita kematian
aneh seperti yang diceritakan Iren. Dondy juga mencemaskan
keadaan surat tersebut, dikhawatirkan sebagai surat setan.
Maka tanpa rasa berat hati Dondy benar-benar datang
menemui Karina. Setelah memeriksa sampul surat aneh di
depan Karina dan Milla, dengan tegas-tegas Dondy
menyangkal anggapan tersebut.
"Aku nggak menulis namaku dengan huruf belakangnya: i.
Pasti pakai huruf y. Dondy, bukan Dondi!"
Alasan itu diterima dan sangat dipercaya oleh Karina. la
juga meyakinkan Milla bahwa penulis atau pengirim surat
tersebut memang bukan Dondy. Pasti orang lain yang
mengetahui bahwa Karina punya teman ganteng bernama
Dondy.
"Lalu apa maksud orang lain menulis surat kayak gitu
padamu?!" tanya Milla yang tak bisa dijawab oleh Karina
maupun Dondy sendiri. Namun, Dondy pun segera
menceritakan peristiwa misterius tentang surat berdarah yang
disebut-sebut sebagai surat setan. Dondy ikut-ikutan melarang
Milla jangan keluar rumah untuk beberapa hari ini, setidaknya
sampai diketahui dengan pasti, benar dan tidaknya surat itu
membawa bencana bagi pembacanya.
Tapi agaknya Milla meragukan saran tersebut. Hatinya
memang diliputi kecemasan dan rasa takut. Justru perasaan
tersebut ingin ditentangnya dengan kenyataan, bahwa apa
yang diperingatkan Dondy dan Iren tidak benar. Ia ingin
membuktikan bahwa ia tidak akan mengalami bencana
apapun dalam keadaan dirinya keluar rumah. Maka gadis itu
pun nekat pergi kekampusnya! Sebab hari itu ia memang ada
urusan penting dengan ketua senatnya. Ia pergi setelah
Karina berangkat ke kantor dengan dijemput Iren.
Menjelang tengah hari bolong, Karina mendapat tepon
Sophie. Sebenarnya ia malas menerima telepon Sophie yang
lebih sering mengajaknya bicara tentang Dondy. Tapi entah

mengapa saat itu Karina tidak bisa menolak telepon Sophie. Ia
langsung menerimanya dengan sapaan agak malas.
"Rin, kamu udah dengar kabar apa belum?!" suara Sophie
tegang.
Karina heran dan agak curiga, "Kabar apaan?!"
"Adikmu ..."
"Hahh ...?!" Karina spontan tersentak kagt . Langsung saja
firasatnya menangkap sesuatu yang buruk tentang adiknya.
"Aku yakin korban itu adalah adikmu, sebab aku masih
mengenali wajahnya waktu kalian bertemu denganku di acara
jumpa fans beberapa minggu yang lalu..."
Karina pucat pasi. Tubuhnya dingin dan lemas sekali.
"Jantungnya nyaris berhenti ketika Sophie menceritakan
sebuah kecelakaan yang dilihat dengan rnata sendiri secara
jelas-jelas. Kecelakaan itu diyakini telah merenggut nyawa
Milla. Sekalipun hampir sepenuh hati Karina percaya dengan
kabar tersebut, tapi ada sebagian hatinya yang tidak percaya
dan ingin membuktikan sendiri.
Sebuah komplek pertokoan sedang dibangun. Pertokoan
tersebut terdiri dari tiga lantai, terletak di salah satu s isi pusat
perbelanjaan. Di bawah pertokoan yang sedang dibangun itu
banyak pejalan kaki yang mondai-mandir tanpa menghiraukan
bahaya yang bisa datang sewaktu-waktu. Salah satu pejalan
kaki yang lewat di sekitar pertokoan baru itu adalah Milla.
Gadis itu berjalan bersama kedua teman wanitanya untuk
mencapai teminal bis kota.
Tak disangka-sangka sehelai kaca untuk dinding lantai tiga
terlepas dari genggaman pemasangnya. Mestinya lempengan
kaca itu dibawa ke salah satu tempat untuk dipasang menjadi
dinding kaca, tetapi entah bagaimana tiba-tiba terlepas dari
genggaman dan pecah terbelah menjadi dua bagian karena
membentur benda keras. Salah satu kepingan kaca itu

melayang jatuh bagaikan sehelai kertas, lalu menerjang salah
seorang pejalan kaki. Craassssb ... !
"Aaaa ... !!!" jerit mereka yang melihatnya secara serentak.
Kaca itu nyaris memotong tubuh korban dari pinggang kiri,
hampir menembus pinggang kanan. Korban langsung jatuh
tersungkur tanpa bisa berteriak lagi. Jeritan histeris terdengar
bersahutan dari mereka yang melihat dengan mata kepalanya
sendiri kengerian yang dialami gadis malang itu. Darah
memercik ke mana-mana sebelum gadis itu terkapar dengan
sisa nafas terakhir.
Wajah si gadis cantik itu tak lagi bisa tersenyum, namun
juga tak 'menyeringai kesakitan'. Gadis itu diam saja dalam
posisi tubuhnya yang miring. Matanya berkedip-kedip
bagaikan ingat kesadaran akan dirinya. Beberapa saat
kemudian, gadis itu memejamkan mata pelan-pelan, lalu
menghembuskan nafas terakhir.
" Millaaaa ... !" jerit kedua temannya korban yang secara
mengerikan itu memang Milla; adik Karina waktu itu, secara
kebetulan, Sophie dan temannya baru akan menyeberang
jalan untuk menghampiri mobilnya yang di parkir di seberang.
Mendengar jeritan histeris itu. ia segera lari ke tempat
kejadian, dan terperangah kaget sekali melihat wajah korban
seperti pernah dikenalinya.
Setelah berpikir beberapa saat, barulah ia ingat bahwa
wajah korban adalah adik Karina, sebab belum lama ini pernah
dilihatnya hadir bersama, Karina dalam acara jumpa fans di
sebuah mall.
Sophie, sendiri menggigil dan. jantungnya berdetak cepat
sekali setelah yakin bahwa korban adalah adiknya Karina. la
harus memberitahu Karina; tapi ia sempat merasa sulit
mengatakan apa yang dilihatnya itu. Semetara ia mencoba
menelepon Dondy, namun selalu gagal. Telepon Dondy
sedang sibuk. Sophie terpaksa menenangkan diri selama

hampir satu jam lamanya, setelah itu baru menelepon Karina,
tanpa ingat harus bicara melalui Dondy dulu.
Karina jatuh pingsan setelah membuktikan bahwa korban
yang diceritakan Sophie memang adiknya sendiri. Dondy ikut
lemas juga mendengar cerita kematian Milla. Iren tak bisa
bicara menghadapi kenyataan yang harus ditelan pahit-pahit
oleh Karina.
Setelah setan membawa korban nyawa lagi. Pihak media
cetak mencatatnya sebagai korban ketiga. Semakin banyak
koran yang memuat berita kematian Milla, dan banyak
wartawan yang melakukan wawancara dengan Karina. Sampul
surat diambil fotonya dan dimuat pula dalam beberapa koran.
Kertas surat yang semula kosong secara gaib itu, kini telah
timbul kembali tanda bintang ? bersudut enam dan digambar
dengan cairan darah yang sudah mengering. Namun hanya
tanda bintang itu saja yang timbul kembali di atas lembaran
surat tersebut, sedangkan tulisan-tulisan lainnya tetap tidak
tampak sedikit pun di kertas tersebut.
Setiap orang yang mengikuti peristiwa aneh itu selalu
bertanya-tanya, "Siapa pengirim surat itu sebenarnya?" Ada
yang bilang, surat setan itu datangnya dari neraka, ada yang
mengatakan datang dari alam gaib, tapi ada pula yang
berkeyakinan dikirim oleh seseorang yang di bawah pengaruh
kekuatan iblis, sehingga suratnya dapat mematikan siapa pun
yang membacanya.
Sekelompok lain mengatakan, surat dan peristiwa kematian
mengerikan itu sebenarnya tidak ada hubungan apa-apa.
Secara kebetulan saja terjadi kematian mengerikan itu setelah
datangnya surat berdarah. Kini hampir setiap orang juga
bertanya-tanya, mana yang benar dari beberapa kemungkinan
tersebut?


Seraut wajah cantik jelita terpaksa berkerut dahi
mendengar laporan langsung dari asistennya, yang juga
merangkap sebagai sopir pribadinya itu. Pemuda yang
melaporkan tentang hebohnya surat setan itu tak lain adalah
Sandhi, sedangkan si jelita cantik yang mengagumkan hati
setiap insan itu sudah tentu sang Bidadari Dewi Ular alias
Kumala Dewi. Gadis muda yang lincah dan bertubuh sexy itu
merasa aneh mendengar keterangan Sandhi. Bahkan ia segera
menyambar koran yang habis dibaca sopir pribadinya
tersebut, lalu membaca sendiri berita tentang kematian
mengerikan dan surat berdarah yang disebut-sebut sebagai
'surat setan' itu.
Sebagai anak dewa yang langsung turun dari Kahyangan,
asli keturunan bidadari cantik : Dewi Nagadini, tentu saja
Kumala berkewajiban mengetahui tentang kasus kematian
aneh dan surat setan. Padahal ia baru saja pulang dari Boston.
Satu minggu lebih ia berada di sana mendampingi kakak
angkatnya: Pramuda, menyelesaikan urusan bisnis perusahaan
mereka. Tapi begitu mendengar munculnya misteri surat setan
itu, mau tak mau Kumala harus segera bertindak. Mencegah
korban berjatuhan lebih banyak lagi.
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengetahui dulu
siapa ketiga korban surat setan itu. Langkah kedua adalah
meneropong kekuatan setan yang digunakan dalam surat
berdarah tersebut. Dari teropong gaibnya diharapkan dapat
diketahui, siapa pengirim sebenarnya dan. kekuatan mistik
jenis apa yang dipakai dalam surat itu.
"Cukup sempurna," ujarnya lirih seperti menggumam,
Sandhi yang sejak tadi memandangi Kumala saat gadis itu
tertegun bungkam dengan mata datar menerawang, kini
berkerut dahi sebagai tanda tak mengerti maksud ucapan lirih
majikan cantiknya itu.
"Apanya yang sempurna? "

"Pekerjaan si pengirim surat setan itu cukup sempurna
menurutku, sebab ia berhasil menghapus jejak gaibnya,
sehingga sulit kuteropong dari s ini."
"Apakah itu berarti kau tak akan bisa menghentikan
tindakan si pengirim surat setan jika ia membutuhkan korban
lagi?" .
Dengan tenang dan senyum tipis manis yang khas, Kumala
Dewi menjawab pelan, "Aku butuh sarana untuk melacaknya."
"Sarana apa yang kamu maksudkan?"
"Sampul surat, atau... yang lebih baik adalah contoh surat
bertulisan darah itu. Melalui darah yang tertera di kertas surat
tersebut, mudah-mudahan aku bisa mengenali jenis kekuatan
gaibnya"
"Kalau begitu kita harus menemui orang yang di dalam
berita di koran ini bernama.... Karina. Sebab dia adalah kakak
dari korban."
"Ya. Tepat sekali analisamu. Ideku pun begitu, San."
"Tapi surat itu sudah nggak ada, kan? Maksudku, tulisan
berdarah itu sudah hilang saat korban yang bernama Milla
belum mati. Tulisan itu lenyap dengan sendirinya dan
permukaan kertas surat."
"Coba baca berita bagian akhir di situ," Kumala menuding
koran yang diletakkan di meja makan. Sambil melanjutkan
sarapan paginya, Kumala menjelaskan maksud kata-katanya
itu.
"Dijelaskan, surat setan itu terdiri dari selembar kertas
putih kusam yang hilang tulisannya. Tapi setelah Milla mati
kertas surat itu mempunyai keanehan lagi, yaitu munculnya
tanda bintang bersudut enam pada kertas tersebut. Bintang
bersudut enam itu kan dibuat bukan dengan tinta, melainkan
juga dengan goresan darah merah yang telah mengering,
bukan?!"

"Hmm,yaa...benar juga!" Sandhi manggut-manggut. "Darah
itu yang harus kuselidiki dari mana asalnya dan siapa
pemiliknya," lanjut Kumala.
Pada saat ia berkata begitu, seorang pemuda berambut
kucai haru saja keluar dari kamarnya. Ia habis mandi,
merapikan badan sebentar, lalu bergabung dengan Kumala
dan Sandhi di meja makan. Pemuda berambut kucai yang
tubuhnya agak kurus itu tak lain adalah jin usil, yaitu jelmaan
dari Jin Layon yang kini menjadi asistennya Kumala dalam
urusan gaib. Ia menggunakan nama Buron, dan nama itu
termasuk nama yang cukup trendy di kalangan paranormal
baik yang sudah kenal Kumala maupun yang belum keral
dekat dengan Kurnala. Bahkan beberapa klien dan sahabat
Kumala pun banyak yang sudah mengenal Buron sebagai
jelmaan dari Jin Layon.
"Kamu sudah dengar kasus surat setan ini, Ron?" sapa
Kumala begitu Buron bersiap-siap mengambil jatah sarapan
paginya.
"Sudah dari kemarin-kemarin aku tahu , ada kasus gila
seperti itu."
"Termasuk dua korban sebelumnya?"
"Iya dong. Pokoknya selama kamu di Amerika bersama
Pramuda, aku sudah memantau kasus itu."
"Sejauh mana pantauanmu?" Sambil mengoleskan
margarine di permukaan roti tawar.
Buron menjawab cukup jelas, "Yaaaah... sejauh... sejauh...
jauh sekali deh, pokoknya! Sulit diukur berapa kilometer
jauhnya "
Kakinya ditendang Sandhi, "Maksud Kumala... sampai di
mana kau memantau kasus ini selama Kumala pergi
kemarin?!"

"Yaah... sampai di sini!" jawab Buron masih ngeselin, tapi
Kumala hanya menghela napas dalam-dalam, tak mau
menanggapi kekonyolan jin usil itu. Hanya Sandhi yang
bersungut-sungut dengan gerutu tak jelas menanggapi
jawaban seenaknya Buron itu.
"Ibarat orang jalan," kata Buron kepada Kumala, "...kita
berjalan di dalam gelap tanpa obor atau lampu senter sekecil
apa pun. Sulit sekali melacak kasus surat setan itu."
"Alasanmu...?" Kumala melirik sebentar seraya menghirup
minuman susu hangatnya.
"Nggak ada barang bukti, yang bisa kita gunakan sebagai
alat pelacak. Gaib itu seakan mudah dihapus dari alam mistik
mana pun."
Tetap dengan kalem dan berkesan lembut Kumala
menimpali, "Bagaimana dengan tanda bintang bersudut enam
yang muncul di atas kertas surat setelah korban meninggal
dunia?"
Buron tersenyum, mirip kuda menyeringai jelek."Kamu mau
selidiki kasus ini lewat kertas surat itu ? Hmm coba saja kalau
bisa!"
Selesai berkata begitu. Buron mengangkat tangan
kanannya ke atas, seperti meraih sesuatu. Gerakan itu diikuti
oleh pandangan mata Sandhi. Hati Sandhi sedikit terkejut
melihat tangan Buron hilang sebatas pergelangan. Seolah-olah
buntung mendadak, tapi setelah dipahami oleh Sandhi, maka
Sandhi pun tahu bahwa tangan Buron itu masuk ke lapisan
dimensi gaib. Sebentar kemudian ditarik turun, seperti
menjambret sesuatu. Tangan itu utuh kembali, menggenggam
secarik kertas putih kusam. Kertas tersebut diserahkan kepada
Dewi Ular.
"Nih, selidikilah sendiri!" ujarnya seenaknya saja, seperti
bicara dengan saudara angkat sendiri. Kumala tidak pernah
merasa tersinggung oleh sikap Buron maupun Sandhi yang

seperti itu, sebab mereka memang sudah dianggap keluarga
sendiri. Formalitas tak lagi diperlukan dalam keadaan seperti
pagi ini.
"Kertas apaan ini?" tanya Kumala setelah memeriksa kertas
itu, membolak-balikkan beberapa kali. Kertas tersebut adalah
kertas kosong tanpa secoret tinta apa pun.
"Itulah kertas surat setan yang disimpan oleh keluarga
Nikki, korban pertama tewas kareua tertimpa reruntuhan
jembatan penyeberangan, di Jalan Amatir sana."
"Kok nggak ada tanda bintang sudut enam seperti yang
diberitakan di koran tempo hari?" kata Sandhi, karena ia ikut
memeriksa kertas tersebut.
Setelah menelan roti gigitan pertama Buron pun menjawab,
" Yah, begitulah keadaan-yang sebenarnya. Sebelum aku hadir
mendekati rumah Nikki secara gaib; ternyata tanda bintang
sudut enam yang dikabarkan muncul kembali setelah kematian
Nikki, menjadi lenyap kembali tanpa bekas sedikit pun.
Seakan-akan pengirimnya sengaja menghapus tanda bintang
tersebut sebelum aku berhasil menyelidikinya. Dan... ternyata
aku memang nggak menemukan getaran gaib apa pun pada
kertas tersebut. Coba saja kamu check sendiri, apakah kamu
bisa menangkap adanya bekas getaran gaib di kertas itu atau
nggak."
Dewi Ular mencoba menggunakan radar getaran gaibnya
lewat telapak tangan, juga melalui pandangan mata dewanya.
Tapi ia menemukan kehampaan belaka. Tak ada getaran gaib
yang bisa ditangkapnya. Tak terlihat tanda-tanda kekuatan
iblis membekas di kertas itu. Keadaan kertas tersebut sama
sekali kosong, seperti halnya kertas-kertas lainnya.
"Gila!" gumam si gadis peranormal eksekutif itu. "Siapa
pemilik ilmu hitam itu, sampai nggak-berbekas sedikit pun di
kertas ini?!"

Buron hanya sentakkan pundak tanda tak tahu-menahu
tentang jawaban yang dibutuhkan dalam pertanyaan Kiunala
itu. Gadis cantik tersebut mulai tertegun bungkam,
merenungi- kemisteriusan yang agaknya kali ini sulit diterobos
dengan kekuatan supranaturalnya. Hati kecilnya sempat
bertanya pada diri sendiri , "Apakah kenyataan ini
menandakan bahwa aku tak boleh ikut campur dalam kasus
yang dapat merenggut nyawa orang lagi itu?!"

2
SEBENARNYA siang itu Kumala Dewi tidak ingin
meninggalkan kantornya. Ada seorang teman yang ingin
menemuinya. Tetapi agaknya ia harus korbankan janji
tersebut karena harus mendampingi boss-nya, Pramuda, yang
juga termasuk saudara angkatnya itu. Pramuda harus
menghadiri undangan business lunch dari seorang pengusaha
kondang. Undangan itu tak bisa ditolak, mengingat yang hadir
dalam acara tersebut adalah beberapa pengusaha kelas atas
dan para klien berprospek. Untuk itulah Pramuda tidak hanya
mengajak sekretarisnya: Rassy, namun juga minta didampingi
konsultan handalnya; yaitu Kumala Dewi sendiri.
"Psst...!" bisik Pramuda yang duduk di samping kanan
Kumala. Kakinya sengaja menyentuh kaki Kumala sebagai
isyarat. Kumala menatapnya, tapi mata Pramuda tertuju pada
dua tamu yang baru datang dan ingin bergabung dengan
mereka. Kedua tamu tersebut adalah seorang lelaki berbadan
gemuk dengan perut agak membuncit dan seorang pemuda
tampan berambut cepak, rapi, gagah dengan penampilannya
yang terkesan cuek, rada-rada konyol.
"Kamu pasti masih ingat dengan cowok itu, kan?" bisik
Pramuda yang membuat Kumala menarik napas dalam-dalam.

Ia memang masih ingat dengan pemuda mantan peragawan
itu. Ia pernah punya kenangan indah bersama pemuda
berusia sekitar 28 tahun itu. Tapi Kumala juga punya
kenangan pahit bersamanya, sebab pemuda tersebut tak lain
adalah mantan kekasihnya yang belum saling menyelam
terlalu dalam.
"Apa kabar, Niko Madawi. ?!" sambut Pramuda saat
berjabatan tangan dengan pemuda itu.
"Gimana karirmu? Kayaknya makin hari makin sukses aja
kamu, Nik? Penggemarmu makin banyak!"
"Ah, bisa aja sindiranmu, Pram. Makin banyak apanya?
Makin banyak yang nggak suka lagi dengan acara Lorong
Gaibku itu, ya?" ujarnya sambil berseloroh. Niko memang
masih tetap memandu acara Lorong Gaib di sebuah televisi
swasta yang banyak digamari masyarakat pemirsa itu. Bahkan
sebuah majalah pernah mewancarainya dan menjulukinya
sebagai si 'Pemburu Setan', lantaran ia selalu mengejar beritaberita
yang mengandung misteri, gaib ataupun mistik.
Saat menggenggam tangan Kumala pun masih terasa
mantap. Lembut namun hangat. Senyum manis Kumala juga
tetap mekar penuh keramahan dan memancarkan kharisma
yang memikat hati lawan jenisnya. Jabat tangan tersebut lebih
lama dibanding saat Niko menyalami Pramuda.
" Ke mana aja kamu. kok baru kelihatan sih?' sapa Kumala
dengan keramahannya yang sejak dulu amat disukai Niko.
"Biasa... putar-putar kota jadi 'Pemburu Setan'. Yahh...
sekedar cari sesuap nasi, Dewi. Kau sendiri sekarang sulit
ditemui, baik lewat telepon maupun...."
"Nomor HPku sudah ganti yang baru."
"Pantas aku selalu gagal menghubungimu. Kudengar...
minggu kemarin kamu ke Boston, ya?"

"Baru beberapa hari pulangnya. Hmmm, oh ya... kamu mau
duduk sini atau mau duduk di sebelah bossmu itu?"
"Sebaiknya aku duduk sana saja, biar boss nggak sewot.
Dia suka merasa iri kalau melihat aku duduk sama perempuan
cantik."
"Gombal kamu!" tawa Kumala tetap bersahabat.
"0, ya... aku nanti mau bicara denganmu, Dewi. Bisa minta
waktu beberapa saat?"
"Apa aku masih pantas diwawancarai sih?"
"Aah, udahlah... pokoknya ada yang mau kubicarakan
denganmu. Tolong beri aku waktu sebentar setelah acara ini
selesai. Oke?"
Niko mengerlingkan mata, Kumala makin melebarkan
senyum bersahabat. Sekalipun hubungan pribadi telah putus,
namun persahabatan tetap harus dibina dengan baik. Itulah
pedoman hidup si anak dewa yang turun ke bumi sebagai
manusia biasa. Ia tak ingin menyimpan dendam dan
kebencian kepada siapa pun, termasuk kepada Niko Madawi
yang dulu pernah menyelamatkan nyawanya dan nyaris
dianggap calon menantu oleh ibunya Kumala Dewi, yaitu Dewi
Nagadini, (baca serial Dewi Ular dalam episode: "TERORIS
DARI NERAKA").
Pada dasarnya, Dewi: Ular tetap bersedia membantu Niko
meniti karirnya hingga mencapai kesuksesan yang gemilang
sekalipun. Beberapa informasi dunia gaib pernah diberikan
Kumala kepada Niko, sehingga pemuda itu dan teamnya
meliput peristiwa-peristiwa gaib untuk ditayangkan dalam
acara Lorong Gaib di teve swasta: INTV. Memang belakangan
ini mereka jarang bertemu, jarang berhubungan via telepon,
namun bukan berarti mereka tidak lagi saling berhubungan. Di
sela-sela kesibukan mereka masing-masing, Kumala merasa
tak ada jeleknya meluangkan waktu beberapa saat untuk

melayani beberapa kepentingan Niko, selama hal itu tidak
mutlak mengganggu masa kerjanya.
Di akhir acara business lunch itu, Kumala menunjukkan nilai
persahabatannya dengan memberi kesempatan kepada Niko
yang sengaja mendekatinya, lalu duduk di kursinya Pramuda,
karena saat itu Pramuda dan Rassy terlibat percakapan serius
dengan tiga pengusaha besar di meja lain.
Sebagai reporter khusus, Niko tak pernah lupa menyelipkan
pena dan buku kecilnya disaku blazer yang dikenakan saat itu.
Bahkan ia juga menyiapkan tape rekaman berukuran kecil,
yang sewaktu-waktu dapat digunakan bila mana perlu.
" Masih suka nonton acaraku tiap malam Jumat?"
" Kalau tidak dalam perjalanan,pasti kusempatkan nonton
wajahmu di balik adegan-adegan menyeramkan," jawab
Kumala, kalem.
"Aku punya materi menarik, tapi kurang lengkap datadatanya."
"Tentang apa?"
"Misteri di akhir tahun. Bagaimana menurutmu?"
"Menurutku... yaah, biasa-biasa saja. Artinya, akhir tahun
ini tetap akan kita lewati beberapa hari lagi."
"Beberapa paranormal mengatakan, pada saat itu nanti
akan terjadi kiamat. Apa benar?"
"Nggak," jawab Kumala sambil senyum-senyum geli. "Cuma
Tuhan yang tahu kapan kiamat tiba."
"Tapi .... para ahli metafisika banyak yang meramalkan
datangnya kiamat pada akhir tahun ini dalam bentuk kiamat
kecil. Kerusuhan terjadi di mana-mana, pembantaian besarbesaran;
pemerkosaan dan pelanggaran hak asasi manusia
terjadi secara total. Bahkan ada yang meramalkan, pada hari

itu nanti, akan terjadi musibah yang melanda seluruh
permukaan bumi...."
"Aaah, bullshit itu!" potong Kumala semakin geli melihat
keseriusan Niko dalam pembicaraan tersebut. "Siapa bilang
begitu? Manusia bisa meramalkan, dan tidak semua ramalan
selalu tepat. Manusia meramal dengan kekuatannya yang
tidak sebanding dengan kenyataan kodrat yang ada. Aku
sendiri kalau meramal kadang benar, kadang salah. Iya kan?"
"Jadi ... menurutmu pada akhir tahun ini nggak akan terjadi
sebuah sensasi besar yang melanda sejarah kehidupan
manusia?" Niko tampak semakin serius.
"Satu-satunya sensasi yang akan terjadi adalah ramalanramalan
manusia itu sendiri yang membuat takut hati kita.
Sudahlah, kamu jangan terlalu tersugesti oleh isu semacam
itu."
Niko menghembuskan napas panjang, ketegangan
wajahnya mulai mengendur. Ada kesan hatinya sedikit lega
mendengar penjelasan gadis cantik yang tampak polos dan
jujur dalam tutur katanya tadi. Kumala masih sesekali
menikmati potongan buah segar yang tersaji di meja
depannya, sambil sesekali matanya memandang Niko dengan
lembut, menentrarnkan hati siapa pun yang beradu pandang
dengannya,
"Kalau begitu, menurutmu tanggal yang dianggap keramat
oleh kebanyakan orang itu nggak punya keistimewaan apaapa
dong?" pancing Niko lagi seakan ingin mendapat
kepastian lebih memuaskan lagi.
"Posisi angka pada tahun ini memang punya ke istimewaan
tersendiri. Ada unsur mistiknya yang akan tersumbul keluar
pada saat itu dan akan berpengaruh dalam kehidupan
manusia selanjutnya. Tapi nggak begitu kentara , nggak
begitu menghebohkan."

"Benarkah nggak bikin heboh ? " Niko tampak sangsi,
karena Kumala segera menyembunyikan tatapan matanya
dengan berpura-pura memperhatikan potongan-potongan roti
segar yang disajikan itu. Niko mengulangi pertanyaan tersebut
dengan nada mendesak, sehingga Kumala terpaksa harus
menambahkan penjelasan dalam pernyataannya tadi.
"Nggak akan menghebohkan, kalau segala sesuatunya
sudah kita antisipasi sebelumnya."
"Maksudnya, antisipasi dalam hal apa?"
"Letupan sensasinya itu!"
Sengaja mulut kecil Niko diam sesaat, memperhatikan
reaksi kecil yang terjadi di permukaan wajah cantik tersebut.
Niko menemukan ada rahasia yang sengaja disembunyikan
Dewi Ular dalam jawaban-jawabannya tadi, dan hal itu
membuatnya penasaran sekali. Namun tak mungkin Niko bisa
mengorek rahasia yang disembunyikan Kumala itu dengan
cara mendesak terang-terangan. Ia tahu sifat Kumala yang
kurang suka didesak terus-menerus, apalagi dipaksa
menjawab pertanyaan secara kasar, seperti dalam sebuah
interogasi. Gadis itu pasti akan semakin rapat menyimpan
rahasia tersebut.
Dengan nada kalem juga, Niko mulai memancing-mancing
kejujuran pengertian Kumala, sambil sesekali ikut menyantap
potongan buah segar di piringnya Kumala.
"Kalau saja orang lain yang memberi pertanyaan begitu,
aku akan merasa sangsi. Nggak yakin. Tapi karena kamu yang
memberi pernyataan aman tadi, maka hati kecilku pun merasa
yakin bahwa pernyataanmu itu benar; Dewi."
"Kau menyanjungku? Uuh, terlambat!" Kumala mencibir
canda. Niko tersipu-sipu, namun nekat berlagak tidak merasa
malu.

"Aku yakin, cuma kamu yang bisa menjelaskan bentuk
keistimewaan gaib yang bakal terjadi pada akhir tahun ini."
"Aku nggak bisa menjelaskan. Kamu salah menilaiku, Nik."
"Setidaknya kamu tahu gambaran peristiwa gaib yang bakal
terjadi nanti, Dewi. Kamu pasti bisa ceritakan sedikit padaku,
meski nggak semuanya "
Kumala justru tertawa kecil. "Kamu memancingku, ya?
Kamu berharap sekali dapat mengetahui peristiwa gaib yang
kusembunyikan dalam benakku, bukan? Dan sehubungan
dengan rasa ingin tahumu itulah, maka kamu dekati aku untuk
mengorek banyak informasi dari otakku. Begitu, kan?"
Memang malu sekali Niko diketahui kelicikannya. Ia baru
sadar bahwa gadis cantik yang kala itu rambutnya digulung
asal-asalan itu sangat piawai dalam menebak isi hati orang.
Kumala punya kekuatan supranatural yang bisa membaca
jalan pikiran orang lain Wajar kalau sekarang apa yang
diharapkan hati Niko terbaca semuanya dan menggelikan bagi
Kumala sendiri.
"Oke... begini saja," kata Kumala setelah saling tertawa
geli. Suaranya pun terdengar lebih pelan dari yang tadi .
" Kuberikan materi untuk karya Lorong Gaibmu nanti. Tapi
informasi ini harus kamu kemas sedemikian rupa, supaya tidak
semata-mata menakut-nakuti setiap orang tang
mendengarnya."
"Thank's sebelumnya," kata Niko bernada girang, lalu
kursinya sedikit ditarik maju supaya lebih dekat lagi dengan
Kumala.
"Angka 999 adalah angka setan. Artinya, angka itu
merupakan rangkaian nilai yang mempunyai kekuatan
tersendiri bagi dunia gaib."
"Seperti dalam film Diamond Omen?!"

"Kira-kira begitu."
Niko manggut-manggut penuh antusias menyimak
penjelasan selanjutnya. Kumala tetap tampil dengan tenang,
kalem, diwarnai senyum-senyum kecil yang secara magis
meredam ketegangan hati Niko.
"Pada tanggal itu nanti, dinding pembatas alam gaib
dengan alam manusia akan terbuka selebar-lebarnya. Bahkan
nyaris tanpa pembatas setipis apapun. Saat itulah roh-roh
halus, termasuk iblis, punya kebebasan memasuki alam nyata
ini dalam waktu sepenggal hari."
"Sepenggal hari?"
"Tidak sampai setengah hari. Hanya sepenggal hari " kata
Kumala menjelaskan maksudnya. "Bagi setan-setan yang
punya kecenderungan ingin menguasai kehidupan manusia,
mereka berbondong-bondong keluar dan alamnya, menyebar
di kehidupan kita ini dengan berbagai bentuk, cara, gaya dan
berbagai tanda sesuai dengan karakter masing-masing."
"Gawat!" gumam Niko lirih.
"Tapi jangan kau salah persepsi dulu," sergah Kumala.
"Kekuatan setan atau kekuatan iblis itu nanti bukan dalam
bentuk dan rupa yang menyeramkan atau yang aneh-aneh.
Nggak begitu. Mereka akan menyusup ke dalam kehidupan
manusia, baik secara pribadi demi pribadi maupun secara
kolektif. Artinya; mereka dapat menyebarkan pengaruh negatif
pada otak manusia, sehingga temperamen manusia cenderung
tinggi, emosional, stress, depresi, bahkan bisa
membuatmanusia gila. Benar-benar gila. Bukan gila-gilaan!"
"Maka timbullah kerusuhan dan kejahatan jenis lainnya,
begitu?"
"Ya, tentu saja begitu , sebab kesadaran manusia dalam
kendali setan atau iblis."

"Wah, benar-benar kacau dong, seperti ramalan para pakar
metafisika, lainnya?"
"Memang. Tapi reaksi massa yang seperti itu dapat di
antisipasi sejak sekarang, yaitu dengan menyebarkan
gelombang energi penangkal gaib. Gelombang energi, itu ikan
terhirup oleh setiap manusia dan sifat energi itu akan beru
bah menjadi hawa pelindung suara. Masing-masing orang
akan mempunyai proteksi secara individu. Kalau sudah begitu
tinggal tergantung pengendalian diri pribadi ?masing-masing,
apakah tetap di balik proteksi atau sengaja menerobos keluar
dari proteksi melalui pengumbaran nafsunya?!"
Agak sedikit lama untuk mencerna keterangan-keterangan
tersebut. Tapi toh pada akhirnya Niko memahami kata-kata
Dewi Ular yang jika dijabarkan seluruhnya membutuhkan
waktu setenga hari lebih. Niko hanya bisa menyimpulkan,
bahwa penjelasan Dewi Ular itu sebenarnya merupakan
'warning' bagi setiap manusia agar pada akhir tahun ini
masing-masing pribadi harus mampu mengendalikan diri
ekstra ketat dalam menghadapi mewabahnya pengaruh jahat
dari alam gaib.
Pesan moral itu segera dimasukkan dalam agenda
penyajian acara Lorong Gaib minggu ini. Niko buru-buru
memutar otak untuk mencari cara memasukkan pesan moral
tersebut dalam acaranya, entah melalui penyisipan narasi atau
talk-show dalam salah satu rangkaian, segment acara
tersebut. Informasi ini sangat berharga bagi Niko, dan ia
merasa Sangat beruntung dapat mendengarnya langsung dari
si paranormal cantik yang namanya cukup dikenal di kalangan
atas maupun bawah itu. Tapi rupanya Niko merasa masih
belum lengkap mendapatkan informasi mengenai tanggal,
bulan dan tahun keramat itu, sehingga ia masih nekat
mengorek keterangan dari Kumala secara, halus.
"Gelombang energi penangkal gaib itu apakah akan
disebarkan ke permukaan bumi bertepatan dengan lenyapnya

tabir pemisah alam atau setelah tabir pemisah alam itu hilang
dalam sepenggal hari?"
"Sebelumnya dong," jawab Kumala spontan, tanpa
ditimbang-imbang lagi, walau akhirnya ia sedikit menyesal
karena sadar bahwa dirinya mulai terperosok dalam jebakan
pertanyaan Niko. Jawabannya itu jelas akan membuat Niko
tahu persis, bahwa dirinya itulah yang akan menyebarkan
gelombang energi penangkal gaib nanti. Percuma saja Kumala
menutup-nutupi bal itu, karena Niko pasti akan ngotot
menyimpulkan, bahwa Kumala Dewilah si pemilik penangkal
gaib tersebut.
"Dengan cara bagaimana gelombang energi gaib itu akan
kau sebarkan hingga mencapai seluruh permukaan bumi?"
tanya Niko berlagak polos, tapi sebenarnya ingin lebih
meyakinkan kesmipulannya tadi.
"Caranya... sangat sepele sekali, tapi sebenarnya sangat
rumit untuk dipahami secara logika. Kau bisa tahu ? kalau...."
"Sory...!" ucap Niko bernada kesal. Bukan ucapan itu yang
njemotong percakapan tersebut, tapi suara dering
handphonenya yang memutuskan kata-kata Kumala dengan
seketika. Gadis cantik berlesung pipit mengagumkan semua
orang itu, kini sengaja diam dan mengalihkan perhatian ke
arah arlojinya. Ia memberi k i sempatan Niko untuk bicara
dengan si penelepon, dan berusaha untuk tidak mengganggu
percakapan tersebut.
Namun baru saja matanya melirik jarum arloji, tiba-tiba
harus menatap Niko kembali, karena pada suara Niko sedikit
keras dan menyentak. Wajah pemuda berkulit putih bersih
tanpa kumis itu menjadi sedikit pucat, matanya menegang.
"Apa...?! Eggy kecelakaan?! Astaga...!"
Panndangan mata Dewi Ular sedikit mengecil. Indera gaib
penembus alam digunakan untuk menyadap suara si
penelepon. Kesaktian itu membuat Kumala dapat mendengar

jelas suara, si penelepon, seolah-olah suara tersebut
menempel di telinganya. Rupanya berita mengejutkan itu
datang dari seorang lelaki sebaya Niko yang bernama Horris,
dan agaknya Horris bukan saja teman dekatnya Niko, tapi juga
teman istimewanya seorang gadis yang bernama Eggy. Pada
saat bicara dengan Niko, nada suara Horris terdengar sangat
sedih dan terputus-putus karena menahan emosi duka yang
amat dalam.
"Nik,to... long... jemput aku di... di studio, aak... aku.
nggak bisa... berdiri Le... lemas sekali setelah... dapat kabar
tentang... Eg.,. Eggy.... Oh, to... tolong aku, Nik "
"Oke, oke... aku akan segera menjemputmu. Kuhubungi
dulu Pak Bahtiar, biar beliau juga segera pergi dari sini."
Napas Niko seperti orang habis marathon. Wajahnya
semakin pucat dan tegang sewaktu beradu pandang dengan
Kumala sambil melihat handphone Nokia-nya.
"Sekretaris direktur programku tewas dalam kecelakaan,
Dewi!"
"Kau memang harus segera menenangkan temanmu itu Dia
shock berat."
"Hmm, eeh... apakah kau bisa ikut denganku?"
"Kenapa harus ikut kamu?"
"Karena... karena kematian Eggy memiliki misteri yang
perlu diungkap, dan kaulah yang mampui mengungkapnya,
Dewi."
"Misteri apa?"
"Kemarin malam... Eggy bilang padaku, dia menerima surat
dari Horris. Tapi tulisan pada surat itu menggunakan darah,
sedangkan Horris bersumpah-sumpah di depanku, bahwa dia
nggak kirim surat apa pun kepada Eggy. Lalu...."

"Tunggu, aku bicara sebentar dengan Pramuda!" potong
Kumala dengan tampak bersemangat setelah Niko
menyinggung-nyinggung adanya surat berdarah dalam kasus
kematian Eggy itu.
Menurut keterangan Niko, ia sudah mewanti-wanti Eggy
agar hari itu Eggy ekstra hati-hati, kalau perlu jangan keluar
dari rumah. Saran tersebut diberikan oleh Niko karena ia ingat
tentang kasus kematian Milla dan dua korban yang lain, yang
berkaitan dengan munculnya surat berdarah.
Tapi agaknya Horris tak percaya dengan dunia mistik, dan
menyarankan Eggy agar melupakan peringatan dari Niko.
Horris justru menganjurkan pacarnya supaya Jangan
terpengaruh oleh cerita-cerita takhayul yang belakangan ini
memang sedang menjadi buah bibir di sebagian masyarakat
Jakarta.
Kini penyesalan Horris nyaris melumpuhkan kedua kakinya.
Kabar kematian Eggy diterimanya lima menit yang lalu dari
seorang sopir kantornya yang melihat jelas peristiwa kematian
tragis itu. Kumala sengaja ikut Niko meluncur ke studio
menjemput Horris, lalu mereka segera menuju ke tempat
kejadian. Keadaan mayat Eggy sangat dibutuhkan oleh Dewi
Ular untuk mengenali ciri-ciri kematian yang ada kaitannya
dengan surat setan tersebut, susahnya melacak jenis dari
yang dipakai untuk menulis surat setan itu membuat Dewi Ular
ingin mencoba mengenali tanda-tanda gaib yang diharapkan
masih terlihat di sekitar jenazah korban.
Menurut kesaksian Apong; sopir kantor yang mengantarkan
Eggy untuk makan siang bersama tiga teman sebidangnya;
Junna, Evi dan Mohan, bahwa peristiwa naas itu terjadi sangat
tidak diduga-duga oleh siapa pun. Bahkan, sebenarnya yang
ingin makan siang hanya mereka bertiga, tanpa Eggy. Sebab
mereka bertiga memang selalu makan siang bersama,
sementara Eggy selalu makan siang bersama Horris. Tapi
tanpa disangka-sangka waktu itu Eggy mendesak ingin ikut

makan siang dengan mereka, tanpa mempedulikan Horris
yang sedang sibuk menemui dua orang tamu pentingnya di
ruang kerjanya sendiri.
"Ntar laki luh ngamuk luh kalau elu. ikut makan sama, kitakita
orang, Gy," kata Junna sekedar basa-basi.
"Nggak mungkin Horris akan marah gara-gara aku ikut
makan ke restoran langganan kalian Percaya deh, mulai saat
ini Horris nggak akan bisa marah lagi padaku selamalamanya."
"Memangnya kamu apakah cowokmu itu kok nggak akan
marah selamanya? Dibrangus pakai kecupan ganasmu, ya?!"
goda Mohan seraya mereka sama-sama masuk ke Kijang
berlogo INTV mobil operasional mereka. Apong ikut senyumsenyum
geli mendengar canda mereka berempat.
Mobil itu pun segera meluncur ke restoran langganan
mereka, termasuk tempat makan Apong juga jika diminta
mengantar mereka untuk makan siang. Restoran itu letaknya
tidak begitu jauh dari kantor, hanya membutuhkan 10 menit
jika tanpa macet di jalanan.
Ketika mereka turun di depan restoran tersebut, Eggy
sempat bertanya kepada Evi, "Vi... di mana ada ATM terdekat
di s ini, ya?"
"Tuh, di seberang jalan!" tunjuk Evi.
"Oh, iya...! Aduh, hari ini aku kok jadi kayak orang bego
sih? ATM dan tulisannya sebesar itu sampai enggak terlihat!"
Eggy menepuk keningnya sendiri sambil tertawa geli.
"Mau traktir kami, ya Gy?" sela Mohan. "Iya deh. Hari ini
aku. memang kepingin mentraktir kalian. Buat kenangkenangan
"
"Duunh!.. sok sentimentil luh!" celetuk Junna. " Udah,
nggak usah ambil duit di ATM. Pakai uangku dulu deh!" seru
Evi yang agak keberatan jika Eggy menyeberang ke ATM,

karena mereka akan kehilangan ? obyek bercandaan untuk
sesaat. Sejak tadi memang Eggy sedang dijadikan bahan
kelakar mereka hingga menimbulkan kelucuan-kelucuan yang
sangat menggelikan. Tapi gadis langsing berkulit kuning itu
tak menghiraukan seruan Evi, ia menyeberang dengan
setengah berlari.
" Uuh... dasar bego toh anak!" gerutu Junna.
" Biarin ajalah .. mumpung ATM-nya lagi sepi, nggak ada
yang menggunakan. Kita tinggal masuk dulu, yuk!" ajak
Mohan.
Mereka bergegas masuk ke restoran tersebut, tapi Apong
masih menunggu di pintu, mempertahatikan Eggy yang masuk
ke ruang ATM. Untuk memberi kesan hormat Apong tak mau
masuk ke restoran sebelum Eggy kembali dan masuk ke
restoran lebih dulu menyusul ketiga temannya itu .
Bleeeegaaaarr...!!
"Hahh...?! Apa itu?!!" pekik Junna secara serentak bersama
seruan Evi yang berpaling ke arah luar.
"Ya, Tuhaaaannn...?!!" jerit Evi seraya berlari keluar. Ia
menemukan Apong terpaku di tempat dengan mata terbelalak
dan mulut terbuka kaku. Tubuh sopir muda itu tersandar di
dinding kaca, bagaikan patung bernyawa. Junna, Mohan, dan
semua orang yang ada di trotoar terperangah tegang, karena
suara ledakan cukup dahsyat tadi. Ledakan tersebut berasal
dari depan sebuah bank berseberang jalan dengan restoran
berdinding kaca.
Bukan bank itu yang meledak, melainkan ATM di depannya
yang kini dalam keadaan hancur berantakan merobohkan
separoh atap serambi dan meretakkan pintu masuk bank,
menghancurkan sebagian dinding depan bank tersebut.
Rupanya pada saat itu ada kawanan perampok yang ingin
beraksi di dalam bank tersebut. Mereka meletakkan sebuah
bom rakitan yang cukup besar daya ledaknya di dalam ATM.

Tujuannya untuk menghancurkan sebagian atap pintu utama,
sehingga jika mereka nanti kabur, pihak keamanan yang ada
di dalam bank akan terhalang reruntuhan atap dan tak sempat
mengejar mereka.
Namun di luar dugaan telah terjadi kecerobohan orang
yang mendapat tugas memasang bom di dalam ATM. Bom itu
meledak sebelum waktunya, sebelum mereka mulai beraksi di
dalam bank. Bom tersebut meledak tepat ketika Eggy masuk
ke dalam ruang ATM .Ajal tak dapat ditolak lagi bagi Eggy.
Gadis itu pun ikut hancur menjadi korban ledakan salah
waktu. Akibatnya, bukan hanya kematian saja yang diterima
Eggy, tapi juga keadaan jenazahnya yang ikut menyebar ke
mana-mana. pecah tanpa bentuk lagi.
Peristiwa tragis yang sangat mengerikan itu disaksikan oleh
beberapa pasang mata yang pada umumnya sulit berkedip
kembali selama lebih kurang satu menit sejak meledaknya
bom tersebut. Jerit tangis Junna dan Evi begitu histeris,
kepanikan Mohan dan Apong kian menggemparkan suasana
pertokoan bergengsi itu. Ketika Kumala, Niko, Horas, Pak
Bahtiar dan kru teve lainnya tiba di tempat itu, jalanan sangat
padat, sulit diterobos dari jarak 1 kilometer.
"Pegang tanganku!" bisik Kumala kepada Niko Bisikan yang
mencurigakan itu dituruti oleh Niko. Tangannya
menggenggam tangan Dewi Ular. T iba-tiba langkahnya seperti
diseret cepat oleh Kumala yang mencari jalan di sela-sela
kerumunan orang sebanyak itu. Niko sempat menggeragap
kebingungan. Kakinya seperti tidak menyentuh tanah, bahkan
tubuhnya merasa seperti yang mampu menerabas tubuh siapa
saja tanpa terasa menyentuh sedikit pun. Tahu-tahu ia dan
Kumala sudah berada di depan, sangat dekat dengan pita
kuning pembatas wilayah pemeriksaan pihak kepolisian.
"Sial!" geram Kumala sambil mengibaskan tangannya.
Genggaman Niko pun terlepas, dan sejak itu Niko merasa
kedua kakinya seperti baru saja menyentuh tanah kembali.

Namun keajaiban itu tak sempat membelenggu hati dan
pikirannya. Keajaiban tadi sengaja disimpan dulu entah di
mana, karena hati nurani Niko menuntut untuk lebih
memperhatikan keadaan ATM yang meledak dan. serpihan
tubuh jenazah Eggy yang sedang dievakuasi oleh pihak
kepolisian.
"Ya. Tuhaaaann... Eggy...?!" gumam Niko bernada sedih
sekali, sebab Eggy dan Horris adalah dua dari empat sahabat
terdekatnya jika ia sedang berada di studio.
Dewi Ular hanya menghembuskan napas panjang.
Wajahnya bukan saja memancarkan kesedihan, namun juga
memendam kekecewaan. Ia merasa gagal melacak kekuatan
gaib dalam kematian berkaitan dengan surat berdarah
tersebut, sebab kali ini keadaan jenazah korban tercerai-berai.
Sulit dilacak tanda-tanda gaibnya. Sedangkan kertas surat
yang kemarin malam dibaca Eggy dan ternyata bukan dari
Horris itu segera dikejar Kumala ke rumah korban bersama
Niko. Menurut adik sepupu Eggy, surat yang misterius itu telah
dibakar Eggy sendiri tadi pagi, sebelum gadis itu pergi ke
kantor dijemput Horris Dengan begitu, Kumala gagal melacak
munculnya tanda bintang berdarah pada lembaran surat
tersebut, seperti yang terjadi pada kasus-kasus serupa itu
sebelumnya.
"Dewi, dapatkah kamu mengartikan misteri kematian rekan
sekerjaku itu?" tanya Niko dalam satu kesempatan yang
hening. Kumala hanya menjawab dengan suara pelan dan
tetap kalem.
"Ada kekuatan dari alam gaib yang mencuri star bergerak
lebih dulu menerobos alam dimensi manusia ,sebelum akhir
tahun keramat itu!"
"Ada iblis yang sudah menyebar bencana sebelum akhir
tahun nanti?!"

"Yaahhh...!" desah Kumala dengan suara berat. "Firasatku
mengatakan begitu. Tapi sampai detik ini aku belum tahu,
kekuatan gaibnya siapa yang berani menyebarkan maut di
antara kita ini?! Aku akan melacaknya lewat jalur gaib juga!"
Niko tertegun tegang. Hatinya bertanya-tanya. " Apakah
kumala akan berbasil menemukan siapa pengirim surat setan
itu?!"

3
EMPAT gadis cantik sudah menjadi korban munculnya surat
setan itu. Pengirimnya belum bisa diketahui, baik secara nyata
maupun secara gaib. Dewi Ular masih gagal mengenali jejak si
pengirim surat berdarah itu. Padahal masyarakat sudah mulai
dicekam ketegangan yang meresahkan karena munculnya issu
yang mengatakan, bahwa surat setan atau surat berdarah
merupakan tanda-tanda positif akan datangnya musibah besar
alias kiamat bagi kehidupan manusia yang terjadi pada akhir
tahun.
Hampir setiap koran, tabloit dan majalah memuat issu
tersebut. Hampir setiap hari selalu saja ada media cetak yang
menulis dan membahas tentang hubungan surat setan dengan
tanggal keramat nanti. Dewi Ular hanya bisa menarik napas
sambil geleng-geleng kepala, merasa prihatin atas beberapa
media cetak yang telah sengaja mengkomersilkan issu
tersebut sebagai bahan berita, tanpa memikirkan dampaknya
bagi kejiwaan tiap manusia.
"Kamu harus menyangkal pendapat itu, Kumala Bicaralah di
koran-koran dan di layar kaca," bahwa,berita itu nggak
benar!"

Siapa lagi yang berani mendesak. Kumala seperti itu kalau
bukan jelmaan Jin Layon alias Buron, yang kadang-kadang
berkesan memerintah majikannya sendiri itu. Buron berani
ngotot di depan gadis anak bidadari itu, karena ia sudah
menjadi seperti 'punakawan' dalam dunia pewayangan. Selain
menjadi pelayan majikannya, juga menjadi pengasuh sang
majikan yang usianya lebih muda darinya itu. Buron dapat
disebut sebagai abdi setia Dewi Ular, sama dengan Mak Bariah
dan Sandhi. Hanya saja, kali ini tingkat kepercayaan Sandhi
tidak sebesar rasa percaya Buron terhadap kata-kata Kumala.
"Kalau memang ramalan Kumala bisa dipercaya dan sangat
benar, bahwa pada akhir tahun nanti nggak terjadi apa-apa,
mestinya Kumala nggak perlu ragu-ragu tampil di depan
massa menjelaskan hal itu ? Kenapa sekarang Kumala seperti
justru bersembunyi dari maraknya issu kiamat pada akhir
tahun?!"
"Kumala nggak mau menentang arus," bantah Buron.
"Hampir semua dukun, paranormal dan 'orang pintar'
meramalkan hal yang sama. Kalau Kumala muncul di depan
umum menyangkal ramalan itu, sama saja dia menjatuhkan
ramalan itu, sama saja dia menjatuhkan kredibilitas semua
paranormal dong! Nggak etis kan?!"
"Ah etis aja!" Sandhi bersungut-sungut. "Apa ? salahnya
meluruskan anggapan yang keliru demi ketenangan semua
manusia?!"
"Semua manusia sudah terlanjur keracunan issu seperti itu,
sulit diluruskan kembali cara berpikirnya. Kurasa Kumala tahu
bahwa pernyataannya nanti hanya akan memperkeruh
suasana. Sebab itu bisa dianggap penyebar kebingungan
orang, atau... entah dianggap apa lagi oleh mereka,
tergantung penilaian masing-masing."
Perdebatan di garasi menjelang petang itu didengar oleh
Kumala yang ingin menemui Mak Bariah di dapur. Ia tak jadi
ke dapur, melainkan sengaja menyempatkan diri berdiri di

depan pintu tembus menuju garasi. Sandhi batal melontarkan
bantahannya begitu melihat Kumala ada di sana. Ia agak malu
dan salah tingkah, karena rasa kurang percayanya sempat
diketahui oleh Kumala.
Namun gadis cantik yang baru saja pulang dari tempat
senam itu tidak menampakkan kemarahannya sedikit pun.
Justru menampakkan senyum tipisnya yang sangat lembut,
mempesona, tapi juga berkharisma anggun bak seorang ratu
bijaksana.
"Pendapatmu agak keliru, Sandhi. Penjelasanmu juga
kurang tepat, Ron. Aku punya alasan sendiri, mengapa
membiarkan issu itu marak di mana-mana."
"Alasan yang tepat bagaimana?" tanya Sandhi.
"Lebih baik bertindak daripada banyak bicara. Lebih baik
melakukan tindakan penyelamatan secara diam-diam,
daripada buang-buang energi mengeluarkan bantahan
sebegitu banyaknya pendapat para ahli."
"Tuh, apa kataku tadi...?!" ujar Buron berlagak sok hebat di
depan Sandhi yang makin bersungut-sungut muak melihat
lagaknya.
"Mungkin kalian belum sadari, issu itu punya dampak positif
sendiri bagi perilaku dan kehidupan manusia. Lihat saja pada
hari Minggu kemarin dan hari Minggu yang akan datang,
banyak, tetangga kita yang rajin pergi ke Gereja, bukan?
Banyak pula yang mengikuti sholat Jumat di Masjid, kan? Nah,
itulah dampak positif dari issu tersebut. Mereka mulai
berlomba-lomba berbuat kebajikan, mereka berambisi untuk
bertobat, semua itu karena mereka merasa sudah dekat
dengan hari kiamat yang dalam beberapa hari lagi akan
mereka hadapi dengan amal baik mereka selama hidup di
dunia ini."
"Tapi yang berbuat semakin nekat juga banyak!" bantah
Sandhi. "Yang merasa belum pernah kaya selama hidupnya,

sekarang nekat merampok karena ingin merasakan nikmatnya
jadi orang kaya sebelum kiamat tiba. Yang merasa belum
pernah kawin, eeh... menikah, juga ada yang nekat
memperkosa anak orang, karena ikut nggak kebagian
nikmatuya bercinta jika sampai kiamat tiba dia masih
nganggur?!"
Buron tertawa terkekeh-kekeh mendengar kata-kata Sandhi
yang diucapkan dengan serius tapi justru menjadi lucu itu.
Dewi Ular juga tertawa kecil, geli melihat mulut Sandhi yang
sampai monyong 5 centimeter karena terlalu seriusnya.
Deru mesin mobil berhenti di depan rumah. Percakapan
mereka pun berhenti. Buron dan Sandhi melongok ke depan,
memperhatikan mobil yang berhenti agak merapat dengan
pagar halaman depan. Sementara itu kumala Dewi justru tak
mempedulikan siapa tamu yang merapatkan mobilnya di
depan halaman rumah, karena Kumala harus bicara kepada
Mak Bariah tentang stock sembako yang mulai harus
dibelinya. Setelah mandi nanri, Kumala mau pergi ke
supermarket untuk berbelanja sehari-hari.
"Kalau kamu mau ikut, ikut aja deh, Mak. Sekalian jalanjalan,
santai sebentar, biar nggak sumpek di rumah terus."
"Saya tinggal di rumah saja deh, Non. Biar Non Mala sama
Sandhi saja yang pergi, tapi si jin usil biar tunggu rumah."
"Kenapa nggak pergi bareng-bareng aja, Mak?" bujuk
Kumala seperti bicara manja kepada orangtuanya sendiri "Eh,
nanti kita makan malam di mall deh, biar Mak Bariah nggak
bosan menikmati santapan rumah terus. Oh, ya... katanya
kamu kepingin baju hangat model bulu tebal? Nanti kita beli
deh, Mak."
"Ah ! itu sih kapan-kapan saja, Non. Itu kan bukan
kebutuhan yang penting Harus segera dimilikinya?"
"Kamu kalau diajak jalan-jalan sore kok nggak mau, kenapa
sih?"

Mak Bariah nyengir malu menerima rengekan manja anak
bidadari itu. Dengan suara pelan ia berkata, "Saya itu, Non...
saya merasa sayang kalau harus ninggalin terusannya cerita
telenovela di teve."
"Ya, ampuuuunn..,!" Kumala berlagak, mendelik dengan
terbeliak lucu. Mak Bariah semakin malu. Merasa sudah lanjut
usia tapi masih getol menyaksikan kisah roman dalam sebuah
telenovela bersambung, memang sepertinya terkesan kurang
pas untuk perempuan seusia Mak Bariah, apalagi statusnya
hanya sebagai pelayan.
Tapi agaknya Dewi Ular adalah gadis yang penuh
pengertian dan mudah memaklumi kehendak hati orang lain.
Ia hanya angkat bahu, tanda merasa tak keberatan jika Mak
Bariah nanti tidak ikut jalan-jalan ke mall yang baru
diresmikan seminggu yang lalu, letaknya tidak seberapa jauh
dari rumah dan bersuasana tak kalah dengan Melawai, Blok M.
Buron melintas dari garasi ke ruang makan Ia sempat
berkata kepada boss cantiknya sambil lewat, 'Tamu tuh.,..!"
"Tamu siapa, Ron?"
"Nggak tahu. Aku belum pernah kenal," jawab Buron yang
langsung menuju ke kamarnya lewat ruang tengah.
"Jangan usil lho, Ron!" seru Kumala mengingatkan, sebab
Buron memang suka usil, 'ngerjain' tamu-tamu yang baru
pertama kali datang berkunjung ke rumah itu dengan
kesaktiannya yang bisa bikin tamu pingsan mendadak larena
sangat ketakutan. Itulah sebabnya ia dijuluki sebagai jin usil
oleh Mak Bariah.
Sandhi datang dari ruang depan, bertemu dengan t.iiinaladi
ruang tengah, la berkata agak berbisik, "Ada pasien baru tuh!"
" Temui dulu. Temani dia, aku mandi sebentar!" Lalu, gadis
bertubuh sintal dan sangat indah dalam busana senamnya itu
segera masuk ke kamar tidur. Dia punya kamar mandi khusus

di dalam kamar tidur itu. Sandhi tampak berseri-seri menerima
perintah tersehut, langkahnya pun buru-buru kembali ke teras,
sebab sang tamu sudah dipersilakan duduk di teras sebelum ia
lapor kepada Kumala tadi.
Rupanya tamu itu adalah seorang wanita cantik berusia
sekitar 30 tahun. Selain berpenampilan modis, ia juga tampak
eksklusif. Sandhi berani meyakinkan bahwa perempuan
berambut potongan shaggy yang memiliki bentuk tumbuh
sangat sexy itu adalah perempuan kaya. Bukan saja dari jenis
mobilnya yang satu merek dengan mobilnya Kumala; samasama
BMW keluaran terbaru, juga dari perhiasan yang
dikenakan pada awal petang itu telah membuatnya dapat,
disimpulkan, sebagai wanita berkelas.
Bibirnya yang sedikit tebal tapi sensual sekali telah
mengundang minat bagi lawan jenisnya, seperti Sandhi.
Tatapan matanya yang memiliki bulu lentik dan kebeningan
korneanya sempat menimbulkan debar-debar indah di hati
Sandhi. Belum lagi aroma wanginya yang semerbak meresap
ke seluruh darah lawan bicaranya, seolah-olah
membangkitkan selera cinta Sandhi yang sudah lama tidak
mendapat sentuhan hangat dari seorang wanita. Tak heran
jika Sandhi mengumbar keramahan serta senyum keakraban
untuk menarik simpati tamu berhidung mancung itu.
"Maaf saya harus memanggil Anda... Nyonya atau Nona
atau Kak?"
"Voya," jawab wanita cantik itu. Suaranya agak besar,
sedikit parau, tapi menurut-Sandhi sangat enak didengar,
karena suara seperti itu justru menghadirkan khayalankhayalan
mesra dalam benaknya. Jenis suara agak besar dan
sedikit parau seperti itu adalah suara galak-galak nakal,
menurut Sandhi. Pemuda berusia 25 tahun yang punya
ketampanan sedang-sedang saja dengan kulit sawo matang
itu semakin getol memancing percakapan supaya ia dapat
mendengar jenis suara sang tamu lebih sering lagi.

"Aku lebih sering dipanggil Voya saja oleh siapa pun tak
peduli dia berusia lebih muda atau lebih tua dariku. Dan aku
menyukai panggilan itu karena dapat membuat suasana lebih
gaul, lebih akrab lagi."
"Tapi sebagai tamu yang harus dihormati, tentunya...."
"Aku kurang suka suasana formil," sahutnya. Formalitas
bagiku hanya ada di kantor dan ruang rapat, ? selebihnya
sudah merupakan suasana gaul."
"Oo, begitu ya...?" Sandhi cengar-cengir kikuk nenghadapi
keberanian sikap wanita secantik itu.
"Jadi, kamu nggak usah sungkan-sungkan memanggilku
Voya. Lebih familiar sekali kesannya."
"Hmm, eeh. . iya, memang..." Sandhi semakin salah
tingkah karena tatapan mata bening itu mencecar wajahnya.
"Kamu... adiknya Kumala atau kakaknya?"
"Oh, hmm, eeh... anu... saudara... saudaranya...."
"Saudara sepupu?"
" Hmm, yaaah,.. boleh dibilang sepupu atau sepipi, tapi
yang jelas bukan sepapa," kata Sandhi dibuat konyol untuk
menutupi kebingungannya menjawab pertanyaan Voya.
Ternyata kekonyolan itu tak mengecewakan hati Voya. Tawa
parau yang mirip orang menggumam terlontar agak panjang,
menandakan Voya benar-benar geli mendengar canda seperti
itu. Sandhi merasa plong, lega, karena kekonyolan dalam
candanya berhasil memancing keakraban dalam bentuk tawa
yang bukan sekedar tawa partisipasi sang tamu.
Sayang sekali tawa ceria Voya buru-buru hilang, padahal
mata Sandhi masih asyik menikmati gerakan bibir sensual
perempuan itu. Wajah cantik berkulit kuning langsat segera
berubah datar, sepertinya telah kembali ke dalam keseriusan
sikapnya, supaya diketahui bahwa kedatangannya bukan

sekedar ingin bercanda dan tertawa Ia sempat melirik ke
mobilnya, begitu pula pandangan mata Sandhi.
"Oh, kamu bersama suami?" tanya Sandhi.
"Sopirku," ralat Voya.
"Aduuuh... kenapa nggak diajak masuk.sekalian?"
"Biar, biar...!" sergah Voya menahan niat Sandhi yang ingin
berdiri antuk menghampiri sang sopir yang menunggu di
dalam mobil.
"Aku nggak ingin urusan pribadiku ini didengar oleh
sopirku."
"Hmm, boleh tahu masalahnya?"
"Boleh," Voya mengangguk, tapi tidak langsung!
menjelaskan. Sepertinya ia ragu-ragu untuk menjelaskan
persoalan yang sebenarnya. Sandhi berkesimpulan, dirinya
disangsikan sebagai asistennya Kumala Dewi, terutama dalam
hal menyampaikan pesan dari para klien Maka pemuda
berambut rapi yang hanya mengenakan T-shirt serta celana
pendek kasual merek Guess asli itu segera berkata dengan
gaya merendahkan diri.
"Memang kalau menangani kasus atau memberi solusi klien
yang datang kemari, bukan wewenangku dan bukan bidangku.
Aku belum mempelajari ilmu getaran batin supranatural kayak
orang-orang itu sih. Tapi kebetulan Kumala sering
menugaskan diriku untuk menampung data-data klien dengan
berbagai aspek problematiknya. Persoalan klien itulah yang
nanti kusampaikan kepada Kumala, atau yaah... anggap saja
aku ini. kayak almari data yang menyimpan file-file milik klien
kami, gitu.. .," ia tertawa hambar. Voya tetap tenang,
manggut-marggut dengan sikap penuh antusias terhadap
penjelasan itu.
"Jadi... kadang-kadang aku perlu tahu juga, persoalan apa
yang dihadapi klien kami. Malahan kalau perlu ku masukkan

dalam buku catatan kerjaku," tambahnya supaya Voya tidak
ragu lagi untuk mengatakan persoalan yang sedang dihadapi.
Tapi wanita cantik itu sejak tadi sampai sekarang hanya
menggumam dan manggut-manggut. Belum juga menjelaskan
problemnya.
Sandhi terpaksa memancingnya lagi, "Oh, ya... kamu sudah
pernah ketemu. Kumala berapa kali, Voy?"
" Belum pernah " jawabnya polos. Ia mengubah posisi
duduknya dengan menumpangkan kaki kanannya ke paha kiri,
posisinya agak miring ke arah ruang tamu. Tapi matanya
dalam memandang sungguh bagus dalam keadaan sedikit
melirik begitu.
"Aku tahu kemampuan Kumala Dewi dan alamat rumah ini
dari seorang teman. Dialah yang menyarankan agar aku
datang ke sini secepatnya. Aku juga dapat informasi dari
temanku itu, bahwa Kumala paranormal yang supel, ramah,
enak diajak gaul serta... katanya sih orang-orangnya Kumala
juga enak diajak gaul, mudah akrab dengan klien barunya.
Maka...."
"Sorry," potong Sandhi. "Siapa temanmu itu?"
"Hindi."
"Ooo.... Hindi?! Ya, ya... aku sendiri kenal baik dengannya,"
kata Sandhi sambil mengenang hubungan! intim yang pernah
ia lakukan dengan gadis montok yang kalem dalam
penampilan tapi ganas dalam pelukan itu,! (Baca serial Dewi
Ular dalam episode: "KEMATIAN MISTERIUS").
"Apakah Hindi masih kerja di Rexindo. distributor
handphone yang...."
"0, dia memang masih ada hubungannya dengan Rexindo,"
potong Voya, "... tapi sudah bukan lagi berstatus sebagai
karyawati."
"Lalu....?!"

"Dia istri boss Rexindo!"
"Astaga...?! Dia sudah kawin, ya?" Sandhi mangguti
manggut.
"Istri kedua. Tapi kayaknya dia bahagia kok. Hanya saja,
sewaktu aku mau ke sini dia titip salam buat Sandhi, sopir
pribadinya Kumala Dewi. Entah yang mana sih orangnya?"
Tentu saja Sandhi tertawa geli. la lupa memperkenalkan
nama sendiri. Ia juga lupa menjelaskan status aslinya sebagai
sopir, dan kelupaan yang kedua ini memang disengaja.
Agaknya Voya sudah menduga bahwa dirinya sedang
berhadapan dengan Sandhi si sopir pribadi Kumala, sehingga
ketika Sandhi tertawa geli, Voya pun buru-buru meminta maaf
di sela tawa kikuknya.
"Maaf lho, aku nggak bermaksud nyindir siapa-siapa nih..."
"Akhirnya kau tahu juga profesiku yang asli."
"Buatku itu bukan hal yang memalukan kok."
"Ya, memang aku nggak malu. Cuma... aku lupa
menyebutkannya di awal pembicaraan kita tadi . Dan, soal
asisten yang kusebut-sebut tadi, itu juga betul kok. Nggak
bikin-bikin. Kalau nggak percaya tanyakan saja nanti kepada
Kumala, apa benar aku setengah diwajibkan mengetahui dan
mendata masalah-masalah yang diderita kliennya. Makanya,
kamu nggak usah ragu-ragu untuk menjelaskan problem yang
sedang kamu hadapi saat ini padaku. Ini bukan sifat sok
tahuku atau watak burukku selalu ingin tahu rahasia pribadi
orang lho!"
==============================
Ebook Cersil (zheraf.wapamp.com)
Gudang Ebook http://www.zheraf.net
==============================
Karena kali ini kata-kata Sandhi semakin bernada
mendesak, minta dijelaskan persoalan Voya sebenarnya, maka
Voya pun akhirnya berusaha untuk tidak mengecewakan
pemuda bertubuh tegap itu. Ia langsung melepaskan kancing
blus-nya di bagian dada. Perbuatan itu membuat mata Sandhi
tak berkedip dan salah tingkah dengan hati berdebar-debar
resah, blus disingkapkan, kutang diangkat naik, maka mata
Sandhi menjadi terbelalak dalam satu teriakan yang membuat
biji matanya nyaris lompat keluar dari rongganya.
"Hahhh...?!!"
"Inilah problemku," kata Voya dengan tenang, namun
tampak menekan kuat-kuat perasaan sedihnya agar tak
menghadirkan air mata di depan Sandhi.
Hampir dua puluh detik lamanya Sandhi tak dapat berkedip
lagi dengan detak jantung menyentak-nyentak sangat kuat.
Sekujur tubuhnya merinding ketika dengan jelas ia melihat
dada Voya berlubang sebesar tutup gelas. Lubang itu berada
tepat di ulu hati bawah payudaranya. Di kedalaman lubang
tersebut tampak cairan seperti getah hijau bercahaya
mengandung fosfor. Sesekali terlihat pula percikan bunga api
tanpa suara yang hanya terjadi di lingkaran lubang tersebut.
Sehelai sapu tangan tadi sempat digunakan sebagai
penutupnya, tapi setelah sapu tangan itu, disingkirkan maka
pemandangan merangsang berubah menjadi mengerikan.
Pucat wajah Sandhi. keringat dingin mulai keluar. Rasa
takut mencekam jiwanya setelah pandangan mata Voya
tampak redup, hambar, mirip tatapan sepasang, mata mayat.
Bibir pun menjadi gemetar sehingga rahang terasa tak
berengsel, sulit digerakkan, sulit bicara apa pun. Bahkan
Sandhi juga merasa sulit menggerakkan kakinya untuk
melangkah pergi. Padahal saat itu ia merasa sedang
berhadapan dengan mahluk asing yang diyakininya berasal
dari alam kubur.
Anggapan itu sangat kuat bagi Sandhi, karena ketika sapu
tangan disingkirkan dari dada dan luhang mengerikan itu
terlihat jelas, maka seketika itu juga bau busuk menyebar
tajam, memualkan perut. Seolah-olah lubang itu memang
menyemburkan hawa busuk ke arah Sandhi begitu
penutupnya dibuka. Sandhi menahan diri agar tak tersedak
mual di depan Voya, khawatir akan menyinggung perasaan

Voya dan membuatnya marah besar. Sandhi tak sanggup
membayangkan, apa jadinya jika Voya yang dianggap
makhluk dari dalam kubur itu marah besar kepadanya.
Dengan gerakan pelan, Voya menutup sapu tangan tebal
ke dadanya kembali. Kutang diturunkan, blus dikancingkan
walau tak serapi tadi. Kini ia menghembuskan napas dengan
duduknya yang bersandar lemas, seakan tak memiliki
kekuatan untuk hidup lebih lama lagi Tatapan matanya yang
dingin dan menyeramkan ilu masih tertuju ke wajah Sandhi,
membuat napas Sandhi semakin berat dihela.
"Karena kau mendesakku, maka kujelaskan dengan ini
seperti tadi. Sebenarnya aku tidak bermaksud menakutnakutimu."
"Hmm, hmmm, eehh, hmm... yaah, aaku... aku tahu,"
jawab Sandhi dengan susah payah. Terasa kering ?
kerongkongannya pada saat itu, sehingga suaranya pun lebih
parau dan suara Voya.
"Aku nggak bisa menjelaskan dengan kata-kata. Jadi,
silakah kau jelaskan sendiri dalam almari datamu tentang apa
yang sudah kau lihat pada diriku ini. Itulah problemku!"
Sandhi masih tak bisa bicara. Ia hanya merasa ada
keanehan lain setelah menyadari ternyata anjing tetangga
sudah sejak tadi menggonggong panjang. Ada sekitar tiga
anjing peliharaan tetangga sekeliling rumah itu yang melolong
tingggi dan meliuk-liuk bagaikan melihat pasukan roh halus
datang dari alam kubur. Lolongan anjing itu terjadi setelah
Voya menunjukkan lubang aneh di tengah dadanya. Rupanya
aroma busuk yang memualkan itu memancing penciuman
anjing untuk mengenali kehadiran nuansa kubur di s itu.
Teras menjadi lengang beberapa helaan napas, karena
Sandhi dan Voya sama-sama membisu. Mereka terbenam
dalam renungan masing-masing. Suara sapaan lembut dari
Kumala Dewi yang sudah selesai mandi itu justru

mengagetkan Sandhi dan membuat pemuda itu menggeragap
panik. Untung saja ia cepat-cepat menguasai diri, sehingga
kekagetannya tak terlalu memancing perhatian Dewi Ular yang
sedang berjabatan tangan dengan Voya.
"Ada baiknya kita bicara di dalam saja, yuk? Jangan di
teras," kata Kumala dalam keramahannya.
"Apakah... aku mengganggumu, Kumala?"
"O, nggak. Nggak ada yang merasa terganggu kok,
kecuali....anjing-anjing piaraan tetangga itu," sambil tangan
Kumala Dewi mempersilakan Voya masuk, ke ruang tamu.
Tangan itu menempel di punggung Voya, menunjukkan kesan
akrab dan bersahabat sekali. Tetapi Sandhi mulai curiga
dengan kata-kata Kumala. Agaknya gadis anak bidadan itu
sudah mengetahui adanya keganjilan mengerikan pada diri
tamunya, terbukti Kumala menyinggung tentang anjing-anjing
tetangga yang merasa terganggu.
"Mungkin yang dimaksud Kumala adalah terganggu oleh
bau busuk yang tadi menyengat sekali itu?" pikir Sandhi. "Toh
nyatanya Kumala buru-buru mempersilakan Voya untuk masuk
ke ruang tamu, padahal biasanya Kumala lebih merasa rileks
menemui seorang tamu di teras ketimbang di dalam sana?!
Hmmm, aneh sekali bau busuk itu tadi. Kepalaku sampai
pening. Tapi masa' sekarang bau busuk itu nggak menyebar
lagi Sih? Padahal kan cuma ditutup dengan sapu tangan dan
kain blus yang nggak begitu tebal, kenapa bau busuknya bisa
teredam rapat, ya? Sekarang justru aroma wangi parfumnya
yang tercium sampai ke mana-mana?!"
Seperti yang dilakukan tadi. Voya tidak menjawab
pertanyaan Kumala dengan kata, melainkan dengan cara
memperlihatkan keanehan pada dadanya. Dewi Ular menatap
lubang aneh itu dengan mata sedikit menyipit, napas ditahan,
tapi ekspresi wajah tetap tenang. Ia juga tidak kelihatan
melentur sedih, menghiba hati siapa pun orang yang
melihatnya.

Sandhi buru-buru keluar dari ruang tamu karena aroma
busuk mulai menyengat hidung memualkan perut. Dari balik
dinding kaca yang menjadi pembatas ruang tamu dengan
teras, Sandhi memandang sekali lagi keadaan lubang busuk di
dada Voya dengan lebih cermat ,dan lebih berdebar-debar.
Ternyata percikan bunga api biru yang mirip aliran listrik itu
mengandung cairan kental, menyerupai percikan getah yang
tak pernah keluar dari batas lubang. Gerakan lendir hijau
fosfor itu rupanya mengandung belatung yang bergerak
secara serempak dan searah.
"Oke, tutuplah dulu luka gaibmu itu, Voya," kata Kumala
dengan kalem. Sandhi melangkah masuk kembali ke ruangan
tersebut.
"Oh, ternyata sudah sejak tadi bau busuk itu dikalahkan
oleh bau keringat Kumala?!" pikirnya.
Hidung Sandhi menghirup udara panjang, dan bau wangi
khas tubuh Dewi Ular memang telah menguasai ruangan,
mengalahkan bau busuk tersebut. Bahkan agaknya aroma
busuk itu tak sempat tercium oleh anjing, Sehingga tak
terdengar lolongan anjing mendayu-dayu seperti tadi. Sandhi
memendam rasa kagum terhadap aroma wangi tubuh Kumala
yang bercirikan wangi cendana bercampur semacam
wewangian daun pandan itu.
"Ternyata mampu menyerap segala macam aroma tak
sedap yang ada di sekitarnya. Memang benar-benar fantastis
sekali majikanku yang satu ini. Beruntung sekali hidupku,
karena bisa tinggal bersarta bidadari asli dari Kahyangan, dan
bisa melihat langsung kesaktian kesaktiannya yang
menakjubkan yang hanya dimiliki oleh para dewa dan keluarga
Kahyangan."
Kali ini Sandhi kembali akan menyaksikan keajaiban yang
tidak bisa dipahami oleh akal sehat dan tidak mudah dipercaya
oleh siapa pun. Hanya dia dan Mak Bariah yang mendapat
banyak kesempatan menyaksikan hebatnya ilmu kesaktian

dewani. Dalam rnenghadapi kasusnya Voya, pasti Dewi Ular
akan mengeluarkan kesaktiannya yang mungkin tergolong
baru bagi Sandhi dan Mak Bariah.
Buron memang segera keluar dari kamarnya setelah
dipanggil Kumala. Tapi bagi Buron, sudah tentu kesaktian
Kumala bukan peristiwa yang sangat mengagumkan. Sebab
sebagai jelmaan Jin Layon, Buron juga punya beberapa
kesaktian yang sangat ajaib dan mengagumkan di mata
manusia biasa.
Hanya saja, kali ini Buron merasa terheran-heran melihat
luka berlubang sebegitu besarnya di dada Voya. Jin usil itu tak
sempat menggunakan matanya secara usil walaupun tadi
sempat melihat dada Voya, karena perhatiannya terfokus pada
jenis luka berlubang itu. Buron sempat menyangka Voya
adalah robot buatan manusia genius yang saat itu sedang
mengalami kerusakan: pada bagian elemennya. Tapi dugaan
hati Buron itu secara tak langsung dibantah oleh kata-kata
Kumala yang ditujukan kepada Voya.
"Lukamu ini sudah ada satu bulan lamanya ya?"
"Ya, kurang lebih memang satu bulan. Aku sudah hampir
putus asa, karena sudah pergi kemana-mana untuk berobat,
dan hasilnya selalu nihil. Cukup banyak biaya yang sudah
kukeluarkan untuk memulihkan tubuhku ini, tapi yang
kudapatkan hanya kekecewaan dan penderitaan batin yang
semakin menyiksa."
"Aku tahu," kata Kumala seraya manggut-manggut. "Aku
dapat merasakan penderitaan batinmu. Luka ini sendiri
memang tidak terasa sakit, bukan?"
"Nggak. Memang nggak sakit. Justru kalau disentuh terasa
geli."
"Tapi luka di batinmu jauh lebih sakit dari menjalankan
hukum cambuk seribu kali."

"Memang benar."
"Apa penyebab lukamu itu?" tanya Sandhi.
"Aku sendiri nggak tahu. Setiap tabib, dukun, paranormal
dan orang-orang pintar yang kudatangi, rata-rata mereka
tidak bisa menyebutkan jenis luka apakah yang kuderita ini.
Para medis juga nggak bisa mendiagnosa luka aneh ini.
Malahan team medis di Jepang sempat mempunyai niat untuk
mengurungku dan menjadikan lukaku ini sebagai bahan
penelitian dunia kedokteran. Aku menolak keras dan segera
pergi tanpa permisi lagi. Sejak itu aku nggak berani datang ke
rumah sakit mana pun. Aku hanya merasa yakin dengan
kesimpulan para ahli Ilmu kebatinan, bahwa lukaku ini
tergolong luka gaib Ada yang menyebutnya: Borok Neraka,
ada pula yang menyebut: Koreng Setan, atau entah apa lagi
istilah yang mereka gunakan itu, yang jelas tak satu pun
sanggup menyembuhkan luka aneh ini. Sepanjang hari
hidupku disiksa oleh perasaan malu dan kebingungan. Baru
beberapa waktu belakangan ini saja aku bisa menetralisir
guncangan jiwaku dan belajar membiasakan diri dengan
keadaan yang serba memalukan ini. Sampai akhirnya aku
bertemu dengan Hindi, lalu Hindi menyarankan agar aku
datang padamu, Kumala."
Bukan hanya rasa jijik dan ngeri yang timbul di hati Sandhi
serta Mak Bariah, melainkan rasa kasihan dan iba hati pun
cukup besar mereka tujukan kepada perempuan cantik
tersebut. Sebagai jin yang sudah menyatu dengan kehidupan
manusia, Buron pun punya rasa kasihan kepada Voya,
sehingga tak satu pun canda dan kekonyolannya terlontar
pada saat itu.
Setelah tertegun tanpa suara selama hampir satu menit,
Dewi Ular pun berkata kepada klien cantiknya yang bernasib
malang itu.

"Lukamu itu adalah penyakit yang sangat langka, juga
termasuk penyakit yang amat kuno Pada zaman dulu orangorang
menyebut penyakit ini dengan istilah; Mata Bangkai."
"Mata Bangkai...?" gumam Voya lirih, demikian juga
gumam Sandhi dan Mak Bariah yang sejak tadi
memperhatikan percakapan tersebut dari bangku di ruang
tengah dekat wastafel. Suara mereka yang pelan itu bernada
heran, merasa asing dengan istilah Mata Bangkai. Tapi
jelmaan Jin Layon tidak ikut menggumam, melainkan justru
segera mengomentari keterangan Dewi Ular tadi
"Aku pernah dengar tentang penyakit Mata Bangkai itu.
Ibuku pernah menyebut-nyebut apabila sedang marah
padaku. Mata Bangkai dijadikan kata makian bagi Ibu. Setelah
aku dewasa, kudapatkan penjelasan dari paman
Gantranoya..."
"Algojonya para jin," sela Sandhi seakan memberitahukan
kepada Voya, sedang Buron sama sekali tak menanggapinya
serta tidak terpengaruh sedikit pun, sehingga kata-katanya itu
terkesan menyambung terus.
"... bahwa Mata Bangkai itu sebenarnya nama penyakit
yang sangat memalukan bagi penderitanya."
"Memalukan dan menjijikkan," pintas Kumala cepat.
" ... Penyakit itu dapat diderita oleh manusia maupun
bangsa roh halus, termasuk bangsa jin juga. Maka penyakit
Mata Bangkai yang tidak menimbulkan rasa sakit selain rasa
malu itu sering dijadikan bahan makian, ejekan, atau
pernyataan penghinaan terhadap pihak lawan yang sangat
dibenci. Dalam peradaban bangsa jin, kata makian 'Mata
Bangkai' jauh lebih kasar dan lebih hina daripada makian
'anjing, babi, bangsat' dan yang lainnya."
"Baru sekarang kudengar penjelasan seperti itu," kata
Voya. "Pada waktu pertama kali kusadari dadaku mengalami
luka seaneh ini, aku hanya punya satu sangkaan, bahwa aku
sedang dikerjain orang. Ada pihak yang nggak suka padaku
dan menyantetku dengan cara seperti ini. Sebab, kemunculan
luka aneh ini memang sangat tiba-tiba, nggak pernah
disangka-sangka. Nggak ada rasa gatal, perih atau yang
lainnya. Tahu-tahu saat aku mau mandi pagi, melepas pakaian
di kamar mandi, dan ternyata dadaku sudah berlubang
mengerikan Aku langsung menjerit, langsung pingsan."
"Jadi kamu nggak tahu apa penyebabnya?"
"Nggak tahu."
Buron menyambut, "Aku sendiri juga belum pernah
diberitahu oleh paman dan ibuku, apa penyebab penyakit
Mata Bangkai itu."
"Anehnya," kata Voya makin bersemangat. "... kalau kena
air nggak basah, kena matahari nggak perih. Adem-adem aja.
Cuma di pernapasan memang terasa sakit, agak sesak."
Sandhi manggut-manggut penuh rasa heran. Buron
memandang lurus ke dada Voya, seakan tatapan matanya
dapat menembus lapisan penutup luka aneh itu Dewi Ular
sengaja membiarkan mereka bicara, saling mengungkapkan
perasaan dan pendapatnya. Setelah mereka tanpa disengaja
sama-sama diam, Dewi Ular pun mulai bicara dengan tetap
tenang, lembut dan bersahaja.
"Menurut cerita ibundaku saat beliau berkunjung ke sini,
sebagian dewa-dewi di Kahyangan merasa takut terhadap
siapa pun yang menderita penyakit Mata Bangkai. Mereka
sangat tidak ingin tertular penyakit hina itu; lebih hina dari
penyakit AIDS atau sejenisnya. Di sana ada ungkapan atau
slogan yang berbunyi: lebih baik hancur daripada bermata
bangkai Itulah sebabnya semua warga Kahyangan selalu
dibekali Aji Tolak Bangkai yang kegunaan utamanya untuk
menangkal dan melenyapkan penyakit Mata Bangkai. Bahkan
rata-rata bayi yang lahir di sana, sejak masih janin sudah
mendapat ilmu titisan dari leluhurnya, yaitu Aji Tolak Bangkai."

"Tentunya para dewa tahu dong penyebab penyakit Mata
Bangkai?" sela Sandhi dengan benar-benar ingin
mengetahuinya.
"Tentu saja tahu. Hanya ada satu penyebab timbulnya
penyakit Mata Bangkai, yaitu ludah!"
"Ludah...?!" gumam mereka nyaris bersamaan,
Kumala bertanya kepada Voya, "Kamu pernah tinggal di
Mesir?"
"Belum," Voya menggeleng "Ke Paris, Roma, Berlin...
pernah. Tapi wilayah Timur Tengah belum pernah kusinggahi."
Kenapa gadis anak bidadari itu mengangguk-angguk kecil
sambil tertegun sesaat, yang lain memandanginya menunggu
kelanjutan dari keterangan tadi. Kini gadis bidadari itu berkata
kepada Voya.
"Kamu pernah mengunjungi sebuah museum purbakala?"
"Hmm... seingatku, kayaknya belum pernah tuh."
"Mengunjungi pameran kepurbakalaan?"
"Juga belum pernah." Voya berkerut dahi tajam-tajam.
"Mengapa kau bertanya begitu, Kumala?"
"Aneh?!" gumam Kumala menatap curiga "Mestinya hal itu
pernah kamu lakukan, sebab luka berlubang di dadamu itu
disebabkan karena ludah... yaitu ludah mumi."
"Ludah mumi...?!" Sandhi, Voyadan Buron menggumam
hampir bersamaan lagi. Mak Bariah pun menggumam lirih, tak
terdengar oleh mereka yang duduk di ruang tamu.
Setelah diam beberapa saat, Voya berkata dengan
bersemangat.
"Kalau diludahi seseorang, memang pernah. Tapi dia bukan
mumi!"

"Diludahi tepat di dadamu?"
"Benar! Kira-kira yaah... hampir sebulan yang lalulah!"
"Kalau begitu, orang tersebut adalah sesosok mumi yang
menjelma diri menjadi manusia bisa. Siapa orang yang
meludahimu itu, Voya?