Dewi Ular - Dendam Dukun Jalang(1)

1
SELASA Kliwon merupakan hari yang memiliki nuansa
keramat seperti Jumat Kliwon. Dalam perhitungan kuno
leluhur kita, malam Selasa Kliwon disebut juga malam
Anggoro Kasih. Konon, jika ada orang yang mati di malam
Selasa Kliwon, maka jenazah yang baru dikuburkan itu harus
ditunggui oleh sanak keluarga, selama 40 hari 40 malam.
"Mengapa harus dijaga, Kek?"
"Karena kain kafan atau tali pembungkus jenazah yang
mati pada malam Anggoro Kasih itu dapat dijadikan jimat
untuk mencari kekayaan secara gaib. Malahan, lidah mayat
atau bagian lainnya juga bisa dijadikan jimat untuk keperluan
yang sama. Maka, banyak orang nekat yang bosan hidup
melarat akan mengincar jenazah yang dikuburkan malam
Selasa Kliwon. Mereka akan mencurinya dengan cara menggali
kuburan itu dan merusak kesakralan kondisi jenazah tersebut."
"Masa' sih, Kek?" gumamnya pelan, antara percaya dan
tidak. Namun bulu kuduk Ohans tetap saja bergidik merinding.
Kakeknya mengangguk pendek, penuh keseriusan.

"Apakah zaman sekarang tahayul seperti itu masih
dipercaya oleh masyarakat yang sudah serba modern ini,
Kek?"
"Sekelompok masyarakat masih mempercayainya.
Terutama bagi yang tinggal di pedesaan atau perkampungan
pinggiran kota. Tapi bagi masyarakat kota sendiri,
kepercayaan seperti itu nyaris tidak tercatat lagi dalam hidup
mereka yang serba sibuk ini. Namun, biar bagaimanapun
jenazah putrinya pak dokter itu nanti malam tetap akan dijaga
oleh orang upahannya. Entah untuk berapa lama dan berapa
orang jumlah penjaganya, yang jelas pak dokter kita itu tidak
ingin mayat putrinya dirusak oleh pencuri pemburu jimat yang
berani nekat itu."
"Hestina?" gumam Ohans saat tertegun membayangkan
wajah gadis anak seorang dokter yang meninggal kemarin
sore.
"Soalnya, sebulan yang lalu katanya di daerah Kampung
Duku ada makam yang digali orang, dan kain kafan mayat
dicuri oleh orang tersebut. Makanya pak dokter pun jaga-jaga
supaya makam anaknya tidak dibegitukan oleh siapa pun,"
tutur sang kakek sambil merapikan tanaman hiasnya. Ohans
masih diam merenungi kata-kata itu.
Kepercayaan terhadap mistik semacam itu ternyata
memang masih ada. Tak peduli tua maupun muda, minat
untuk mencoba kekuatan mistik tersebut bisa tumbuh dalam
benak mereka ketika hidup mereka digencet habis-habisan
oleh kemiskinan. Dengan dalih ingin mendapatkan kekayaan
secara mudah, seseorang memang berani nekat melakukan
tindakan yang mengandung bahaya besar.
Tentu saja yang berani merencanakan mencuri sesuatu dari
dalam kubur adalah orang-orang yang memiliki keberanian
cukup besar, seperti halnya Parwan, bekas teman sekerja
Ohans yang sama-sama dl-PHK setahun yang lalu. Pemuda
berkulit hitam manis dengan ketampanan sedang dan

perawakannya tak terlalu besar itu sudah berkali-kali
mendengar cerita mistik tentang kain kafan mayat yang bisa
dijadikan jimat. Bahkan lebih dari itu yang pernah didengar
Darwan dari mulut orang-orang tua di sekitar pergaulannya.
"Cerita mistik itu cuma dongeng kuno tanpa bukti apa-apa.
Kamu jangan terpengaruh oleh dongeng-dongeng masa lalu,
Wan," bujuk Ohans menyadarkan rencana Darwan.
"Bukti itu sudah ada, Hans. Sudah kulihat sendiri!"
"Di mana? Siapa...?! Bagaimana bukti itu, ceritakan!"-
"Bang Andry."
"Siapa itu Bang Andry?"
"Tetangganya pamanku. Bang Andry semula hidup dalam
kemiskinan, kayak aku begini. Nganggur bertahun-tahun,
dihina oleh istrinya sampai sang istri akhirnya kabur bersama
pria lain yang ekonominya cukup kuat. Akhirnya pula, Bang
Andry mencuri benda dari mayat yang matinya malam Selasa
Kliwon. Benda itu dijadikan jimat, dan sekarang Bang Andry
hidup serba kecukupan, la tidak bekerja, tapi ia selalu punya
uang banyak. Rumahnya ada dua, mobilnya tiga, wah... kaya
deh!"
"Benda apa yang dicurinya dari kuburan itu?"
"Lidah mayat."
"Apa...?! Lidahnya mayat?!" Ohans menyeringai merinding.
"Jimat lidah mayat itu sangat ampuh, menurut pengakuan
Bang Andry kepada kakak sepupuku."
"Ap... apa keistimewaan dari jimat lidah mayat itu?"
"Setiap orang yang dimintai uang oleh Bang Andry, pasti
akan memberikannya sekalipun harus menguras isi
dompetnya. Bahkan orang itu bisa stress dan menjadi gila
kalau tidak bisa memenuhi permintaan Bang Andry. Bila perlu,

ia akan membongkar semua uang tabungannya, meski
sebenarnya ia belum pernah kenal dengan Bang Andry."
"Hebat."
"Bukan hanya uang yang bisa diminta dari korbannya, tapi
Bang Andry juga bisa meminta benda berharga; teve, kulkas,
perhiasan, mobil, dan bahkan kalau Bang Andry meminta istri
orang itu, maka orang itu akan memberikannya secara rela
dan dengan senang hati."
"Apakah selamanya dia tidak akan menyesal?"
"Katanya sih... setelah 100 hari, orang itu baru sadar dan
menyesali pemberiannya. Namun orang itu tidak pernah
berani meminta kembali apa yang sudah diberikan kepada
Bang Andry. Yang bisa dilakukan orang itu adalah menghindari
Bang Andry dan menyimpan kebencian sepanjang hidupnya."
"Kasihan sekali orang itu. Tapi alangkah enaknya orang
seperti Bang Andry Itu, ya?"
"Makanya, aku akan mencari jimat tersebut dengan cara
menggali kuburan mayat yang mati di malam Selasa Kliwon,
lalu memotong lidah mayat itu dengan pisau yang terbuat dari
sembilu; kulit bambu. Aku sudah konsultasi beberapa kali
dengan Bang Andry, dan dia siap membantuku kalau lidah
mayat itu sudah kudapatkan."
"Kau memang gila, Wan!" kecam Ohans, dan kecaman itu
hanya ditertawakan oleh Darwan.
"Aku sudah bosan jadi orang miskin kok,Hans. Aku mau
jadi orang kaya saja. Jadi orang miskin. batinku capek
menahan penderitaan. Makanya, risiko apa pun akan
kutempuh buat membahagiakan batinku ini "
Memang benar-benar sudah gila si Darwan, menurut
Ohans. Pemuda berambut ikal itu nekat melakukan tindakan
berburu jimat seorang diri. Ohans tak sudi mendampinginya.
Darwan tak keberatan atas penolakan temannya itu. Toh

pukul dua belas lewat dia sudah ada di tempat pemakaman
umum yang letaknya agak jauh dari rumahnya sendiri. Darwan
datang sendirian di pemakaman umum itu karena mendapat
informasi dari salah seorang kenalannya, bahwa di situ tadi
sore telah dimakamkan sesosok mayat perempuan yang
meninggal akibat diracun oleh suaminya sendiri. Peristiwa itu
terjadi tepat pada hari Senin malam Selasa Kliwon.
Setelah siangnya survey lokasi pemakaman itu, dan
sorenya menyelidiki keadaan makam yang ternyata tidak ada
tanda-tanda akan dijaga pihak famili almarhumah, maka
Darwan pun datang di pemakaman tersebut melalui jalan
belakang. Kehadirannya tak diketahui oleh siapa pun.
Kebetulan malam itu udara cukup dingin. Angin berhembus
kencang, menandakan akan turun hujan. Petugas ronda atau
siapa pun orangnya akan malas keluar rumah lewat tengah
malam dalam cuaca makin memburuk. Juru kunci kuburan itu
pun tentunya sudah tertidur nyenyak, sebab ia sudah lanjut
usia.
Deru angin semakin bergemuruh. Darwan tiba di kuburan
baru yang bertuliskan nama jenazahnya: NY ELSYANA
SHENDRA. Sorot lampu senter kecil memperjelas bacaan
tahun kelahiran dan tahun kematiannya, sehingga dapat
disimpulkan perempuan malang itu meninggal dalam usia 32
tahun.
Darwan menghembuskan napas lega, karena berhasil
berada di kuburan baru yang masih menyebarkan aroma
wangi bunga jenazah itu. Tepat ketika nafas Darwan
terhembus lepas, suara guntur di angkasa bergemumh tanpa
kilatan cahaya petir. Guntur itu seperti berlari dari langit timur
menuju ke langit barat. Seolah-olah melintas tepat di atas
kepala Darwan.
Sekalipun Darwan memiliki keberanian dan jiwanya bukan
jiwa seorang pengecut, tapi tetap saja sekujur tubuhnya
terasa merinding manakala mendengar suara burung di sisi

lain. Burung itu tak lain adalah burung hantu. Sedangkan yang
berkelebat terbang di belakang Darwan adalah seekor
kelelawar, entah ke mana tujuannya rian apa maksudnya
terbang di atas tanah kuburan itu. Yang jelas,ketegangan
mulai dirasakan mendesak dada Darwan Tapi sisa
keberaniannya membuat Darwan bergegas mengawali
pekerjaannya.
Menurut keterangan Bang Andry, yang sudah sangat baik
kepadanya dan seperti kakak sendiri itu, Darwan harus
menggali makam tersebut tanpa alat apa pun. Ia menggali
dengan kedua tangannya yang mencakar-cakar kuburan baru
tersebut, sambil sesekali menyalakan lampu senter kecil untuk
melihat hal-hal penting dalam kegelapan malam. Tentu saja
pekerjaan membongkar kuburan tanpa alat adalah pekerjaan
yang melelahkan, sekaligus menegangkan. Darwan harus
sabar dan tekun melakukannya, la pun harus tabah apabila
mendengar Sesuatu bergerak di kegelapan malam sekitarnya,
atau harus tetap tekun menggali walau di sekelilingnya ada
sesuatu yang muncul secara gaib.
Hembusan angin kencang tidak membuat Darwan menjadi
kedinginan, la justru berkeringat banyak akibat mengeruk
tanah dengan kedua tangan dan menahan detak-detak
jantungnya yang makin lama semakin menghentak kuat.
Selama 15 menit ia melakukan penggalian tanpa alat dengan
susah payah. Namun, ketika gerimis pun mulai turun,
pekerjaan itu terasa sedikit ringan, karena tanah yang digali
menjadi lebih basah lagi. Lebih mudah terangkat oleh kedua
tangannya. Lebih cepat bagian yang terbongkar.
Blegeeerrr...! Langit sempat berkerilap terang ketika cahaya
petir menampakkan keangkerannya Pada saat itu Darwan
mendengar suara orang merintih namun tak jelas. Rintihan itu
seperti orang menderita kesakitan, namun juga seperti orang
kedinginan. Darwan sempat menghentikan aktivitasnya
sejenak untuk melirik ke kanan-kiri, mencari tahu sumber

suara perempuan merintih itu. Setelah ia tak menemukan
siapa-siapa di sekitarnya, maka pekerjaannya pun dilanjutkan
kembali.
"Mudah-mudahan biikan rintihan mayat perempuan yang
sedang kubongkar kuburannya ini," pintanya dalam hati
sebagai tanda bahwa keberaniannya selama ini mulai
dibayang-bayangi oleh kecemasan yang tak diinginkan.
Suara rintihan itu akhirnya hilang sendiri setelah Daiwan
berhasil memperoleh setengah penggalian, la masih harus
mengeruk-ngeruk tanah dan dinaikkan ke permukaan liang
kubur itu. Bau bangkai busuk mulai tercium, bercampur
dengan wangi bunga kamboja dan tanah basah. Ketika itu,
kilatan cahaya petir menerobos gerimis rintik-rintik
Blegaarrr...! Cahayanya berkerilap di angkasa, menerangi alam
sekejap, kemudian alam menjadi gelap lagi. Darwan makin
dicekam ketegangan karena tadi merasakan getaran aneh di
bawah kakinya ketika ada petir.
"Seperti ada yang bergerak-gerak di bawah timbunan tanah
ini? Kakiku tadi merasakan gerakannya. Hmmm, gerakan apa
tadi itu? Apakah... apakah kaki mayat di bawahku mengalami
penyusutan akibat udara dingin? Atau..."
Suara hatinya diam sesaat. Kilatan cahaya petir menerangi
malam sekejap dan gemuruh suara gunturnya memenuhi
angkasa luas. Kedua kaki Darwan seperti ada yang mendorong
pelan dari bawah. Sentakan-sentakan kecil itu terasa hanya di
bagian telapak kakinya, tapi membuat keringat dingin semakin
bercucuran menahan ketegangan jiwanya
"Tuh, ada yang bergerak-gerak lagi di tanah bawah ini?!
Apaan sih sebenarnya?! Coba kugali lebih dulu yang sebelah
sini!"
Tangannya mulai mengeruk-ngeruk tanah yang tadi
dipijaknya. Liang yang digali sudah membuat sebagian
tubuhnya terbenam sebatas pinggul. Dalam perhitungannya,

tidak mungkin kaki mayat dapat dirasakan gerakannya dalam
keadaan tertimbun tanah setebal itu Pasti ada getaran aneh
dari kedalaman bumi ketika terjadi dentuman menggelegar di
langit luas. Hanya saja, rasa penasaran tetap saja
membuatnya menggali bagian yang dicurigai.
Bukan hanya tanah makam itu saja yang terkuras hampir
habis, tapi juga tenaga Darwan nyaris terkuras semuanya.
Batas badannya yang sudah berada di liang galian mencapai
sebatas dada. ia masih bisa memandang ke kanan-kirinya,.
karena liang galian belum setinggi kepala. Bau busuk makin
tajam membuatnya memiliki perkiraan bahwa sebentar lagi ia
akan menemukan sosok mayat yang menghuni kuburan baru
itu.
Namun ketika itu deru angin terasa aneh. Gemuruhnya
menjadi seperti menggema ke mana-mana. Hembusan angin
seperti berputar-putar tak tentu arah. Rintik hujan gerimis pun
seakan lari ke sana-sini Lalu, terdengar suara denturhan
dahsyat dari langit. Cahaya petir berkerilap cepat menoreh
permukaan langit hitam. Jlegaar...! Blaaanhnggg...!!
"Oh, aneh sekali gemanya?!" sentak hati Darwan. ia sangat
heran mendengar suara guntur menggema tak berkesudahan.
Lebih heran lagi setelah disadarinya, bahwa kilatan cahaya
petir tadi ternyata tetap menyala terang di angkasa. Petir
bagaikan berhenti dari gerakan kilatnya. Bentuk cahaya petir
itu seperti anak cabang sebatang pohon. Bersilang dan
berkelok-kelok panjang ke arah selatan dan barat.
"Woww...?!" terperangah Darwan sambil mendongak ke
langit, la melihat bentangan hitam langit malam bagaikan
tergores luka yang memancarkan cahaya terang.
Pemandangan malam di bumi pun ikut menjadi tetap terang
temeram.

"Petir bisa berhenti?! Ooh, baru sekarang kulihat petir bisa
berhenti bergerak di atas sana?! Dan, ya ampuun...?! Ternyata
angin pun berhenti berhembus?! Oh, ooh... tak ada angin?!"
Butiran gerimis tak lagi merintik seperti tadi. Buliran gerimis
ternyata diam seketika, seperti embun membeku di udara.
Darwan tercengang-cengang memandangi alam pemakaman
yang serba aneh itu. Semua aktivitas alam menjadi diam,
seperti mati. la buru-buru meraih tas bawaannya. Dari tas itu
ia keluarkan korek api gas. Ketika dinyalakan, nyala api korek
itu tegak lurus, tanpa meliuk ke sana-sini. Hal itu membuatnya
semakin yakin bahwa angin tidak bergerak Udara menjadi
padat. Ternyata gerakan tubuhnya pun menjadi lambat dan
berat. Baru disadari setelah Darwan berusaha naik dari liang
kubur yang sudah berhasil digalinya hampir tuntas itu.
Ternyata cukup susah mengangkat kakinya untuk keluar dari
liang tersebut.
"Giia! Semuanya jadi mati?!" geram harinya penuh
keheranan Matanya masih menatap ke sana-sini. karena
tempat pemakaman umum yang semula gelap pekat, kini
menjadi seperti dalam suasana pagi Seperti fajar ingin beralih
terang. Maka, dengan gerak susah dan napas terasa agak
berat, Darwan kembali meraih tas kecil bawaannya yang
diletakkan dekat tanah penggalian, la mengambil arlojinya dari
dalam tas itu, karena ingin tahu pukul berapa saat itu.
"Oh, ternyata jarum jam tidak bergerak. Ikut mati juga?!"
Alam terasa sunyi. Tanpa suara apa pun. Di tengah
kesunyian itu, tiba-tiba terdengar suara gaduh aneh dari sanasini.
Suara gaduh itu seperti tanah yang mengalami keretakan.
Darwan masih kebingungan dalam cekaman rasa tegangnya.
Bruuuss...! la pun terkejut mendengar suara tanah yang
menyembur ke atas. Getaran bumi mulai dirasakan dalam
kesadarannya. Lalu, tampak jelas olehnya batu-batu nisan
yang ,retak dan pecah, makam yartg berhamburan tanahnya,

serta sosok-sosok aneh yang muncul dari setiap makam di
tempat itu,
"Celaka! Mayat-mayat di sini bangkit semua?!" , sentak hati
Darwan- dengan gemetar.
Bruuss...! Bruuull...! Zraaak...! Burrss...!
"Hahh...??!"
Mata pun menjadi sangat lebar. Luar biasa tegangnya jiwa
Darwan kala itu, karena kini semakin jelas dalam
pandangannya, bahwa para penghuni kuburan itu saling
tersumbul keluar dalam keadaan rusak. Ada yang tinggal
tulang-belulang, ada yang masih berdaging sedikit tapi
berbelatung, ada yang raganya sudah hancur tapi belum
kering, ada yang tinggal bagian dalam tubuhnya saja, dan ada
pula yang sekujur raganya sedang dikerumuni belatungbelatung
pembusuk.
Bruuuss...! Mayat yang ada dalam kuburan baru itu pun
bangkit dan keluar dari liang lahatnya. Mayat perempuan yang
masih terbungkus kain kafan itu berjalan melayang di
permukaan tanah. Kain kafannya terbuka separuh bagian,
sehingga kepala dan dadanya dapat dilihat jelas-jelas oleh
Darwan yang berdiri dalam jarak lima meter kurang dengan
kedua kaki gemetar, la menggigil dan tak bisa berteriak atau
bergerak, karena kini ia sadar sedang didekati oleh mayatmayat
tersebut.

Memang hanya sebentar. Tak sampai 2 menit lamanya.
Tapi keganjilan alam di malam itu sempat menggemparkan
penghuni bumi. Mereka merasa hampir mati bersama akibat
kekurangan udara. Beruntung sekali fenomena langka itu
segera berakhir, sehingga tak satu pun penduduk bumi yang
i»was akibat kekurangan zat asam dan sebagainya.

"Siapa yang berhasil membuat alam menjadi hidup lagi?!"
"Kurasa bukan siapa-siapa. Alam menjadi normal kembali
secara dengan sendirinya. Alamiah juga."
"Ya, menurut pendapatku sih... keganjilan tadi hanya
secara kebetulan saja. Alam mati suri. Tapi bukan berarti mati
selamanya kan? Jadi, bukan karena dihentikan seseorang dan
dihidupkan kembali oleh seseorang juga. Bukan begitu."
Kontroversi peristiwa aneh yang sangat misterius itu
memang sempat mengheboh di mana-mana. Hanya beberapa
orang yang tahu bahwa ke-matian alam itu berhasil
dihidupkan kembali oleh kesaktian gadis cantik yang
sebenarnya adalah anak dewa dari Kahyangan. Paranormal
cantik yang mampu bertindak cepat sekaligus menyelamatkan
kehidupan di bumi ini tak lain adalah si Dewi Ular, atau lebih
akrab dikenal dengan nama; Kumala Dewi.
Ketika cahaya petir tak padam-padam, butiran hujan diam
di udara, angin berhenti bergerak, ombak lautan diam di
tempat dan segalanya serba mati, Kumala Dewi segera
melompat keluar dari kamar tidurnya. Ia dibangunkan oleh
sopir pribadinya: Sandhi, yang pada malam itu sedang ngobrol
di . pendapa belakang rumah bersama Buron serta Rayo
Pasca. Buron, si jelmaan Jin Layon itu, terkejut lebih dulu
ketika kepekaan gaibnya dirasakan tak berfungsi lagi. Untuk
membuktikan ucapan Buron tentang alam telah mati, Rayo
Pasca membuang bungkus rokoknya Sandhi. Ternyata
bungkus rokok itu hanya melayang sesaat, lalu diam
mengambang di udara tanpa gerakan apa pun.
Saat itulah orang-orangnya Dewi Ular sepakat untuk
membangunkan Dewi Ular yang malam itu ingin beristirahat
dalam tidurnya. Sandhi yang berani mengetuk pintu kamar
gadis anak bidadari itu, lalu menyampaikan kabar aneh
tersebut dengan nada tegang. Kumala segera keluar dari
rumah, ke halaman belakang, depan pendapa, la

membenarkan kesimpulan ketiga lelaki muda tersebut, bahwa
alam telah mati.
"Ada yang membuatnya mati, baik dengan sengaja atau
pun tidak!" katanya dengan sedikit tegang.
Kemudian, gadis berambut panjang dan bertubuh sexy
anggun itu segera menggunakan kesaktiannya. Melepaskan
cahaya hijau dari ujung-ujung keempat jari tangannya.
Cahaya itu melesat ke atas, kemudian pecah secara
bersamaan dengan menimbulkan suara dentuman pelan.
Bluummm...! Awan hijau menyebar, bergumpal-gumpal,
membentuk seperti pusaran angin yang bergerak memutar.
Makin lama semakin cepat, sehingga memancing angin untuk
bergerak kembali. Petir pun menghabiskan sisa dentumannya.
Cahaya peti pun padam. Semuanya menjadi normal kembali.
"Ada yang usil nih," katanya seperti bicara pada diri sendiri.
"Usil bagaimana maksudmu?"
"Menggunakan kekuatan gaibnya untuk menghentikan
alam."
"Siapa menurutmu?" desak Rayo Pasca, pria tampan yang
sedang dalam proses menjadi kekasih Kumala Dewi
"Entahlah. Tapi... aku yakin, kematian alam tadi membawa
dampak buruk sendiri bagi kehidupan manusia. Pasti akan
terjadi suatu peristiwa aneh dan membahayakan jiwa
manusia."
"Peristiwa aneh apa, Lala?" desak Rayo dengan panggilan
khasnya kepada Kumala.
"Belum bisa kujelaskan sekarang. Yang pasti, peristiwa itu
akan membuatku semakin sibuk dengan hari-hariku, Ray."
"Kau tak perlu khawatir, aku pasti membantumu
menyelesaikan kesibukan itu, Lala," bisik Rayo dengan nada
berbau romantis. Kumala hanya bisa tersenyum tipis. Tak bisa

menanggapi lebih dari itu, karena konsentrasinya segera
tersita oleh bunyi dering telepon di ruang tengah.
"Ya, hallo...?"
"Dewi Ular, kaukah yang menghentikan kematian alam
tadi?"
"Ya, aku. Kenapa?"
"Terima kasih atas kesigapanmu, Dewi Ular. Aku sempat
khawatir sekali tadi. Sebab, jika alam mati. maka mayat-mayat
di mana pun akan bangkit dan merebut kekuasaan di
permukaan bumi ini. Mereka menempati raga-raga yang masih
hidup dengan tujuan yang membahayakan. Dengan
kesigapanmu tadi, mereka pasti akan kembali ke liang
kuburnya. Mudah-mudahan belum sempat, ada yang merebut
raga-raga manusia hidup, Dewi Ular."
"Begitukah? Jadi, kau pasti tahu apa penyebab kematian
alam tadi, Dewi Angora?"
"Ya, tentu saja aku tahu. Penyebabnya pasti batu intan biru
yang sedang kucari-cari. Kini batu itu pasti sudah digunakan
oleh seseorang dan berada tak jauh di sekitar kita, Dewi Ular."
"Aku akan bantu kamu untuk mencarikannya, seperti
janjiku dulu, Angora!"
"Mari kita bergerak sekarang juga, Kumala!"
Dewi Angora adalah salah satu penghuni Kahyangan yang
sedang berada di bumi. la adalah anak dari Dewa Wanandra
dan Dewi Garbani. Batu pusaka yang ada di ujuna tongkat
saktinya Dewa Wanandra jatuh ke bumi akibat ulah putrinya.
Maka sang putri berkewajiban mencari batu itu dengan
menjalani hukum nista terlebih dahulu, (Baca serial Dewi Ular
dalam episode: "GADIS PENYELAMAT BUMI").
Hukum nista itu dijalaninya bersama seorang mahasiswa
tampan berwajah imut-imut dan masih berusia 22 tahun.

Pemuda itu adalah Alvan, yang kini hidup serumah tanpa
nikah dengan Angora. Ke mana pun Alvan pergi selalu diikuti
oleh seekor kucing putih yang tak lain adalah jelmaan dari
Dewi Angora.
Sebab, putri Dewa Wanandra itu sesungguhnya adalah
dewi penguasa kucing dan hewan-hewan sejenisnya.
Tapi malam itu agaknya Dewi Angora sengaja tidak
membawa Alvan dalam kepergiannya. Pemuda itu ditinggalkan
di tempat kostnya. Angora datang sendiri ke rumah Dewi Ular
dalam wujud seekor kucing putih. Waktunya hanya 5 menit
dari ia menelepon tadi. Tentu saja Kumala tidak merasa heran
mendengar suara kucing mengeong di teras rumahnya. Dan,
ketika ia membuka pintu ruang tamu, maka seekor kucing
putih itu menjelma wujud menjadi wanita cantik berambut
hitam kemilau panjang dengan jubah putih transparan
menampakkan bayangan keelokan tubuhnya yang asli.
"Dewi Ular, kau sudah melihat sendiri akibat
penyalahgunaan batu intan biru tadi, bukan? Itu belum
seberapa, Dewi Ular."
"Aku tadi sedang tidur. Tahu-tahu Sandhi
membangunkannya dan memberitahukan keganjilan alam
tadi. Tapi... sebelumnya aku ingin mendapat kepastian
darimu, Angora,... Apa benar kematian alam tadi disebabkan
oleh. batu intan biru milik ayahandamu itu?"
"Untuk apa aku mendustaimu, Dewi Ular?" kata Dewi
Angora dengan sama-sama menatap, tapi ekspresinya
menampakkan kecemasan yang cukup dalam. Suaranya pelan,
penuh keseriusan.
"Intan biru adalah satu-satunya permata yang dapat
melumpuhkan kedahsyatan alam. Apabila ia terkena kilatan
cahaya petir, maka petir itu akan terperangkap ke dalam
kesaktian permata itu. Angin pun dapat terperangkap ke
dalamnya. Semua yang terperangkap dapat berubah menjadi

patung, alias mati tanpa gerak tanpa daya. Kehidupan alam
pun akan mengalami mati gerak mati daya jika kesaktian intan
biru membias ke mana-mana akibat sengatan petir."
"Oh, kalau begitu Dewa Zeus sangat takut dengan
ayahandamu, ya?"
"Memang begitulah kenyataannya. Dewa Zeus yang
memiliki senjata berupa prajurit-prajurit petir itu tidak .akan
berkutik jika berhadapan dengan ayahandaku. Tapi selama ini
mereka belum pernah, bentrok, justru saling hormatmenghormati."
"Hmmm...," Kumala manggut-manggut menunjukkan rasa
percayanya terhadap semua keterangan Dewi Angora.
"Pusaka intan biru juga dapat dikatakan sebagai pusaka
pembalik kenyataan. Apa yang nyata bagi kehidupan di alam
jagat raya ini dapat diputar balikkan; termasuk membuat
mereka yang mati menjadi hidup kembali dan punya nafsu
menguasai kehidupan. Yang bergerak menjadi diam; manusia
menjadi patung dan patung dapat hidup seperti halnya
manusia. Tentu saja dengan satu cara sendiri dalam
penggunaannya. Itulah sebabnya aku sangat khawatir, jika
intan biru berada di tangan manusia yang tidak bertanggung
jawab, maka sangat besar kemungkinannya akan
disalahgunakan untuk satu kejahatan yang sangat
membahayakan jiwa mahluk hidup apa pun...."
"Misalnya...?" sahut Kumala.
"Misalnya... dipakai, untuk mengubah seseorang menjadi
patung, atau mengubah patung menjadi hidup dan memiliki
jiwa tersendiri; bisa saja jiwa iblis, atau jiwa manusia baikbaik,
tergantung tujuan si pemegang intan biru. Oleh
karenanya, Kumala... jika kau memang bersungguh-sungguh
Ingin membantuku menemukan batu permata itu, sebaiknya
bergeraklah sekarang juga bersamaku."

"Baik!" tegas Kumala. "Tapi apa langkah pertama yang
harus kita lakukan, Dewi Angora?"
Putri Dewa Wanandra itu tertegun diam memikirkan
langkahnya.

2
PANAS matahari pagi belum terlalu menyengat Embun pun
belum sempat kering. 7'api suasana alam kehidupan manusia
ini sudah mulai diguncangkan oleh berita yang cukup
menggemparkan. Seolah-olah setiap orang ingin ikut ambil
bagian sebagai saksi mata terhadap peristiwa aneh-tersebut.
Di mana-mana orang datang secara berbondong-bondong
dengan wajah-wajah tegang. Tujuan mereka adalah Tempat
Pemakaman Umum terdekat. Mereka ingin melihat kenyataan
mengerikan yang terjadi di setiap tempat pemakaman umum
itu. Dan mereka akan terperangah diliputi rasa takut manakala
melihat sendiri keadaan makam yang rusak. Setiap makam,
baik yang sudah lama maupun yang masih baru, kondisinya
rusak berat.
Batu nisan bertebaran ke mana-mana. Tanah penimbun
liang kubur berserakan. Liang kubur itu sendiri juga tampak
berongga. Jenazah yang ada di dalamnya telah keluar dari
kuburan tersebut Baik yang sudah tinggal tulang-belulang
maupun yang sedang dalam proses membusuk, semuanya
berada di luar liang kuburnya. Mayat berserakan di sana-sini,
seakan ingin meninggalkan tempat peristirahatannya. Ada
yang terkapar sejauh 20 meter dari kuburannya, ada pula
yang lebih jauh lagi, tapi juga ada jenazah yang ditemukan
terpuruk sejauh 5 meter dari makamnya sendiri.

"Mereka seperti ingin melarikan diri dari liang kuburnya,
tapi keburu tertahan oleh sesuatu, atau dilumpuhkan oleh
sesuatu, sehingga mereka tak jadi pergi. Namun juga tak bisa
masuk kembali ke makamnya. "
Komentar salah seorang penduduk yang tinggalnya tak
jauh dari tempat pemakaman agak berbeda dengan
pernyataan seorang wartawan tadi. Komentar yang tinggal
dekat kufturan rata-rata hampir sama.
"Mula-mula saya mendengar suara petir membisu seketika,
kemudian suara gemuruh aneh seperti datangnya banjir.
Lama-lama suara itu semakin jelas sebagai suara orang
mengerang beramai-ramai, ada jeritan kecil, ada pu|a seperti
suara tangis. Tapi tiba-tiba suara itu hilang semua dalam
sekejap, bersamaan dengan dentuman pelan yang menggema
di angkasa. "
"Mungkin saat itulah mayat-mayat itu lumpuh kembali, mati
lagi. Tapi mereka tak sempat masuk liang kuburnya masingmasing,"
timpal yang lain.
Hampir setiap orang yang datang sendiri ke pemakaman
dan menyaksikan keadaan di sana mengalami kengerian,
merinding dan berdebar-debar. Sebab, keadaan mayat-mayat
yang bergelimpangan di sana-sini mengingatkan seseorang
pada keadaan alam yang habis mengalami masa kiamat. Bau
bangkai menyebar ke mana-mana, terutama berasal dari
jenazah yang baru dua tiga hari dimakamkan dan tadi malam
ikut keluar dari makamnya.
Pemda setempat dan pihak yang berwajib akhirnya
menguburkan kembali jenazah-jenazah tersebut, dibantu oleh
masyarakat yang punya nyali terhadap kenyataan mengerikan
itu. Rata-rata mereka merasa bersyukur karena setiap makam
dapat terisi kembali oleh jenazah yang memang semula
menempati makam itu. Artinya, belum ada mayat yang hilang
akibat berhasil pergi jauh dari makamnya. Di seluruh Tempat
Pemakaman Umum dilakukan pengecekan oleh pihak yang

bersangkutan. Laporan- mereka sama: tidak ada mayat yang
melarikan diri, tidak ada makam yang .tidak terisi kembali.
Tapi di salah satu TPU, di wilayah selatan, agaknya telah
terjadi suatu peristiwa yang lebih menegangkan dan lebih
menghebohkan suasana setempat. Di tempat pemakaman itu
justru ditemukan mayat baru yang diduga bukan penghuni
kuburan tersebut Mayat itu adalah mayat seorang pemuda,
diperkirakan meninggal pada malam harinya. Belum ada 24
jam. Mayat pemuda itu terkapar di samping sebuah makam
baru Makam itu sendiri kosong. Mayatnya tak ada. Tapi juru
kunci kuburan tersebut yakin sekali bahwa mayat pemuda itu
bukan penghuni makam yang kosong.
"Saya yakin, Pak..," ujarnya kepada pihak kepolisian.
"Makam yang kosong itu makamnya almarhumah Nyonya
Elsyana Shendra, bukan makam si mayat lelaki itu, Pak.
Sebab, jenazah Nyonya Elsyana baru kemarin siang
dimakamkan di sini, jadi saya masih ingat betul siapa
penghuni makam baru ini!"
"Lalu, mayat pemuda ini...?" Petugas kepolisian berpaling
kepada para pengerumun yang tak berani terlalu dekat
dengari mayat tersebut.
"Saudara-saudara... coba tolong Anda kenali, siapa pemuda
ini. Barangkali salah satu dari Saudara-saudara ada yang
mengenali identitas mayat pemuda ini!"
Setelah beberapa saat, barulah ada salah seorang dari
pengerumun yang bicara agak keras kepada petugas
kepolisian.
"Pak, rasa-rasanya pemuda itu bukan penduduk sekitar sini,
Pak."
"Jadi, menurut Anda dia penduduk mana?"
"Seingat saya, dia pemuda yang sering nongkrong di
warung nasi di pangkalan mobil-mobil angkot, di sana...!"

"Anda yakin?!"
"Dia suka main catur dengan sopir-sopir angkot yang
sedang, ngetem atau tunggu giliran, siang hari."
Pihak kepolisian segera melakukan konfirmasi. Maka,
diperoleh keterangan bahwa mayat pemuda itu adalah mayat
seorang penganggur. Seorang sopir angkot, mengenali nama
pemuda itu: Darwan. Orang terdekat yang mendengar kabar
itu dan segera lari ke makam tersebut adalah Ohans.
Tersentak pucat wajah Ohans begitu mengetahui bahwa
mayat pemuda itu memang benar mayatnya Darwan. Ohans
buru-buru buang muka dengan menyeringai menahan duka.
Ia tak sanggup memandangi mayat Darwan, karena pada
bagian dada mayat berlubang sebesar mangkok bakso. Dari
lubang itu keluar darah yang berceceran ke mana-mana, dan
beberapa urat atau organ tubuh lainnya. Sepertinya ada yang
merogoh jantung Darwan dan memakannya.
Sersan muda Burhan yang bertugas di bagian kriminil
segera menghubungi Kumala Dewi. Kebetulan kasus
ditemukannya mayat Darwan berada dalam penanganannya.
Berhubung kondisi mayat mengandung unsur gaib, maka
seperti yang sudah-sudah Sersan Burhan selalu meminta
bantuan sahabatnya, yaitu si gadis paranormal cantik
berdarah dewa itu. Waktu itu, Dewi Angora masih berada
didekat Kumala, sehingga Kumala pun meluncur ke
pemakaman itu bersama Dewi Angora dengan mengendarai
BMW kuning yang dikemudikan oleh Sandhi.
"Jangan meluncur ke pemakaman," kata Sersan Burhan
dalam telepon keduanya. "Kami telah membawa mayat korban
ke rumah sakit guna pemeriksaan lebih lanjut,"
Pihak keluarga Darwan sudah datang, bermaksud
mengambil jenazah pemuda itu. Tapi pihak kepolisian
menangguhkan pengambilan jenazan. Sersan Burhan
menginginkan jenazah itu diperiksa lebih dulu oleh Kumala
Dewi sebelum dilakukan tindakan lebih lanjut oleh pihak yang

bersangkutan. Beruntung sekali Kumala, Sandhi dan Dewi
Angora segera datang, sehingga Sersan Burhan bisa
memperoleh kesimpulan analisa gaib dari sahabat cantiknya
itu.
"Jantungnya memang rusak, tapi tidak hilang. Organ tubuh
lainnya juga begitu. Hanya rusak, tapi tidak hilang," kata
Sersan Burhan sebelum Kumala melakukan pemeriksaan. Tapi
pada saat itu bukan hanya Kumala Dewi yang memandangi
jenazah dari jarak dekat, melainkan Dewi Angora dan Sandhi
juga berada dalam jarak pandang yang sama dengan Kumala.
"Apa yang dicuri dari mayat ini?" pikir Sandhi sambil
menyeringai menahan kengerian batinnya. Suara hati Sandhi
itu didengar oleh Dewi Angora yang kala itu mengenakan
pakaiannya Kumala agar tampil seperti manusia biasa, maka ia
berkata dengari suara pelan.
"Qolbunya yang dicuri."
Kumala Dewi berpaling menatap Dewi Angora, hanya
sebentar, seakan membenarkan pernyataan itu. Kumala
kembali memandangi jenazah dengan tenang. Tapi Sandhi
masih menatap Angora dan berbisik.
"Qolbu itu apa?"
"Pusat kekuatan batin."
"Bukan manusia yang melakukan," susul suara Kumala
kepada Sersan Burhan. "Roh gaib ingin hidup sebagai
manusia. Ia telah mencuri salah satu pusat kekuatan batin
pemuda ini. Sekarang ia pasti sudah hidup sebagai manusia
biasa, seperti kita."
"Maaf, tadi aku lupa menjelaskan padamu, bahwa di
sebelah tempat mayat pemuda ini ditemukan, ada kuburan
yang kosong. Mayat penghuni kuburan itu telah keluar dari
liang kuburnya dan... sampai sekarang belum ditemukan
oleh..."

"Dialah pencurinya!" sahut Kumala tegas-tegas, la berpaling
kepada Dewi Angora. "Tepat seperti apa yang kau ceritakan di
mobil tadi, Angola. Ada pihak yang berhasil mencuri
kesempatan ajaib pada saat terjadinya keganjilan alam tadi
umlam. Pemuda inilah korbannya. Mungkin pada waktu itu ia
berada dalam jarak sangat dekat de-minn mayat yang hilang
dari makamnya itu."
"Mayat itu adalah mayat seorang wanita," sahut Sersan
Burhan melengkapi informasinya yang diharapkan bisa
menjadi bekal penggambaran di benak Kumala.
" Apakah pihak keluarga jenazah wanita itu sudah
mengetahui keadaan makam itu?"
"Sudah. Sekarang mereka sedang kebingungan
mencarinya, sebab sejak semalam mereda tidak didatangi deh
mayat wanita itu. O, ya... mayat wanita itu bernama: Elsyana
Shendra, berusia sekitar 32 tahun, la meninggal dua malam
yang lalu dan...."
"Apa penyebabnya?" potong Kumala sambil mereka tetap
melangkah keluar dari kamar mayat.
"Informasi yang kudapat dari sanak keluarganya, penyebab
kematian adalah racun. Dia diracun oleh suaminya sendiri.
Tapi sampai sekarang suaminya masin buron. Pihakku sedang
mencari ke mana larinya si suami itu."
"Pasti ia meninggal tepat pada malam Anggoro Kasih," kata
Dewi Angora kepada Sandhi, tapi ditanggapi oleh Sersan
Burhan.
"Dari mana hal itu bisa dipastikan?"
Kurnala Dewi yang menjawab, "Sebab, hanya roh orang
yang meninggal pada malam Anggoro Kasih saja yang bisa
mencuri Qolbu milik orang lain."

"Apakah semua roh yang meninggalnya pada malam
Anggoro Kasih bisa hidup kembali akibat keganjilan alam tadi
malam?"
"Tergantung kecepatannya dalam memanfaatkan waktu. Ia
bisa mencuri Qolbu seseorang hanya pada saat alam
mengalami kematian. Tapi jika alam sudah tidak terperangkap
lagi, ia tidak bisa melakukannya. Jadi, ketika tadi malam
terjadi keganjilan, si korban pasti sedang berada di dekat
makamnya Elsyana. Entah ngapain di sana!"
"Benar," timpal Dewi Angora. "Sebab, kematian alam hanya
beberapa saat Sangat sebentar. Kumala Dewi segera
membebaskan alam dari perangkapnya. Kalau saja Kumala
tidak segera bertindak, maka akan banyak lagi korban seperti
pemuda itu. Mayat-mayat yang meninggal pada malam
Anggoro Kasih pasti akan mencari seseorang dan mencuri
Qolbunya buat bekal hidup kembali."
"Apakah setiap orang punya Qolbu?"
"Punya dong," jawab Kumala. "Di dalam diri setiap manusia
mempunyai pusat kekuatan batin, yang menurut bahasa Arab
disebut Latifah. Manusia mempunyai lima titik tempat
kekuatan batin."
"Lima titik Latifah, maksudmu?" tanya Sersan Burhan.
"Ya. Latifah letaknya di dada kiri. Latifah Ruh letaknya di
dada kanan. Latifah Sir letaknya di tengah dada. Latifah Khafi
letaknya di antara kedua alis kita, dap Latifah Akhta di ubunubun"
Angora menyahut, "Dan salah satu dari titik kekuatan batin
itu dicuri pada malam keramat seperti tadi malam, maka akan
sangat berguna bagi roh yang mencurinya."
"Berbahayakah bagi keamanan masyarakat?"

"Berbahaya!" tegas Kumala dalam jawabannya. "Dia dapat
menjadi penyebar maut di masyarakat Karena itu, harus
segera ditemukan dan disempurnakan kembali kematiannya."
"Kau dapat melacaknya menggunakan kekuatan
supranaturalmu?"
"Akan kucoba."
"Arah langkahnya pasti menuju tempat di mana Intan biru
itu berada," kata Dewi Angora.
"Kau yakin begitu?" Kumala Dewi agak menyangsikan katakata
Dewi Angora, sebab ia memang masih awam dengan
masalah intan biru.
"Roh manusia yang hidup kembali dari kematiannya dengan
bekal kekuatan Qolbu curian, maka mang geraknya akan
terhisap oleh kesaktian intan biru, sebab roh itu menuntut
penyempurnaan juga. Kalau orang itu sampai menemukan di
mana intan biru itu berada dan ia bermandi cahaya dari intan
biru, maka orang itu atau roh yang hidup kembali itu tidak
dapat disempurnakan dalam kematiannya. la justru akan
menjadi abadi, tak akan bisa mati selamanya."
"Intan biru itu apa, Kumala?" tanya Sersan Burhan.
Kumala Dewi menjelaskan secara singkat, sehingga Sersan
Burhan yang dari tadi tampaknya sering mencuri pandang
kepada Angora itu menjadi terperangah setelah tahu bahwa
Dewi Angora adalah anak dewa juga. Tapi rasa kagumnya
kepada Dewi Angora segera disingkirkan dulu dari hatinya,
sebab yang terpenting baginya adalah tugas mengamankan
masyarakat dari ancaman bahaya atas kebangkitan Nyonya
Elsyana Itu. Sersan Burhan ikut berpikir, di mana Nyonya
Elsyana saat ini. Apa yang harus ia lakukan jika Kumala gagal
mencegah terjadinya bencana yang timbul dari kebangkitan
Elsyana Itu?

Pesawat jenis Boing 747 yang seharusnya take-off pukul
dua siang terpaksa dicancel beberapa saat karena suatu hal.
Pihak operator yang mengumumkan penundaan jam terbang
itu memang menggunakan alasan klise; kerusakan teknis. Tapi
para penumpang yang sempat dongkol itu tidak semuanya
percaya, sebab pesawat itu terjaga servicenya dan pihak
perusahaan dikenal selalu mengutamakan ketepatan waktu.
Hampir semua calon penumpang mengetahui hal itu. Maka
sebagian calon penumpang menjadi curiga terhadap alasan
yang disampaikan dalam pengumuman tadi.
Salah satu calon penumpang yang kurang percaya dengan
alasan tersebut adalah seorang lelaki gagah berusia sekitar 36
tahun. Ia tampak gelisah dan sebentar-sebentar pergi ke toilet
untuk buang air kecil. Kacamata hitamnya tetap dipakai,
hampir berhimpitan dengan topi merah yang terbenam di
kepalanya. Pria berkumis tipis dan berbadan atletis itu
tampaknya sangat ingin lekas-lekas meninggalkan bandara ke
tempat tujuannya. Dan, ia lebih suka menunggu di tempat
sepi dari pada harus menjadi pusat perhatian para wanita
yang tertarik dengan penampilan macho-nya itu.
Ketika ia menaiki tangga dari toilet, tiba-tiba seorang lelaki
sebayanya berpapasan dan langsung menghadang
langkahnya. Pria macho yang berpakaian ketat itu terkejut.
Darahnya berdesir cepat I ipi ketika ia mengangkat wajah dan
menatap lelaki yang sengaja menghadangnya senyum dan
tawanya segera mengembang.
"Masih ingat aku, Franky...?!"
"Setan kau, Jim Kukira siapa yang berani menghadang
langkahku!" lalu ia menyambut uluran jabatan tangan teman
lamanya: Jimmy. Mereka sudah hampir Sepuluh tahun tidak
bertemu. Tapi agaknya Jimmy tidak pernah lupa dengan
penampilan Franky yang selalu galant dan jantan itu. Franky
terpaksa ikut balik masuk ke toilet untuk menyambung

percakapannya itu. Sekalipun Jimmy hanya melongok-longok
tiap pintu WC dan memandangi sekeliling toilet, tapi ia tetap
menanggapi kata-kata Franky dengan penuh keakraban.
"Hey, tunggu dulu...!" sergah Franky sambii menahan
langkah Jimmy. "Apa yang kau cari di sini, Jim? Kelihatannya
ada sesuatu yang ingin kau temukan di sini?"
"Sebenarnya aku masih dalam tugas, Frank. Sorry nih...!"
"Tugas? Kau... kau bekerja di bagian pembersih toilet,
gitu?"
"Bukan, Frank. Aku memang bekerja di sini, tapi di bagian
staf security lapangan."
"Ooo...?!" Franky manggut-manggut.
"Rekan-rekanku sedang memeriksa pesawat yang akan
membawamu ke Singapore nanti, Frank."
"Memeriksa apanya?"
"Begini.... Pihak kami telah menangkap seorang turis yang
kedapatan menyembunyikan heroin di hak sepatunya. Tapi
menurut informasi yang kami dapatkan sebelumnya, orang itu
membawa heroin tidak sedikit Yang kami temiikan hanya
sepersepuluhnya. Lalu, ke mana heroin lainnya? Kami curiga ia
sembunyikan dalam pesawat, setelah mengetahui keamanan
siap siaga menangkapnya. Maka, kami perlu memeriksa
pesawat yang tadi habis membawanya dari Singapore."
"Karena itulah penerbanganku di-cancel?"
"Sorry," sambil Jimmy menyentakkan pundaknya."O, ya...
kudengar kabar kau sudah menikah lagi dengan seorang
mantan model, ya?"
Jimmy mengalihkan pembicaraan dan tetap bersikap
tenang, supaya tidak memancing keresahan sahabat lamanya.

"Yaah... begitulah kabar yang sebenarnya," jawab Franky
bernada keluh. "Tapi rumah tanggaku yang kedua ini
mengalami kekacauan juga, sama seperti perkawinanku yang
pertama, Jim."
"Problem apa? Ekonomi? Kesehatan? Kejiwaan?"
Sebelum Franky menjawab, Jimmy sudah buru-buru
berkata lagi.
"O, ya... kusarankan padamu, Frank.. kalau kamu nggak
bisa mengatasi problem rumah tanggamu, cobalah datang
kepada paranormal muda yang kata temanku berilmu tinggi.
Pasti dia bisa menyelesaikan masalah rumah tanggamu. Orang
itu memang masih muda. Cewek!"
"Cewek...?!"
"Cantiknya bukan main. Kayak bidadari. Na ... inanya...
Kumala Dewi. Temanku kenal dekat dengan gadis paranormal
itu. Kasus dalam rumah tangganya juga pernah diselamatkan
oleh Kumala Dewi. Banyak orang yang datang padanya, dan
rata-rata berhasil. Cobalah datang ke sana! Hmmm, kalau
nggak salah aku pernah diberi nomor teleponnya oleh si
Alben, temanku yang berprofesi sebagai wartawan itu...."
Jimmy mencatat nomor telepon kantornya Kumala Dewi di
balik kartu namanya. Franky menerima dengan malasmalasan.
Karena masih dalam tugas, Jimmy terpaksa harus
meninggalkan Franky Tak bisa menemani sampai pesawat
dinyatakan 'bersih' oleh pihak keamanan. Kepergian sahabat
lama itu membuat Franky termenung beberapa saat. la masih
tetap di ruang toilet, berdiri dengan punggung bersandar,
tangannya memegangi kartu nama yang sedang, diperhatikan
baik-baik. Agaknya ia mempunyai pertimbangan yang
meragukan hati, sehingga membutuhkah waktu untuk
merenung agak lama.
Seorang wanita berambut pirang selewat pundak masuk ke
toilet wanita. Saat menuruni tangga sebelum masuk ke toilet

matanya sempat beradu pandang dengan Franky. Wanita bule
yang bertubuh sexy dan berpantat sekal itu menyunggingkan
senyum sekilas sebagai basa-basi keramahannya saja. Franky
membalas sekilas juga. Tapi setelah itu ia tak bisa beralih
pandang. Bule bercelana jeans ketat itu dipandangnya sampai
masuk toilet, dan ditunggu kemunculannya.
"Gila?! Sexy dan cantik sekali bule Itu? Jantungku langsung
deg-degan saat beradu pandang dengannya tadi. Wow...!
Gairahku mulai terbakar. Gawat nih! Bisa-bisa kugaet dia saat
ini juga. Wah, tapi dia sama siapa, ya? Sama cowoknya, apa
sama keluarga, atau bersama temannya? Hmm... tertarik
sekali aku padanya Dia memiliki daya tarik lebih besar
daripada si Yeyen. "
Debar-debar dalam dada Franky semakin nyata. Hasrat
ingin berkenalan dengan bule itu sempat membuatnya gelisah.
Rasa-rasanya ia perlu melepas kacamata hitamnya sebentar
untuk memamerkan pandangan matanya. Sebab, kata
beberapa wanita yang pernah kasmaran padanya, tatapan
mata itu mengandung kenakalan yang dapat membangkitkan
keinginan bercumbu bagi lawan jenisnya. Meskipun Frank
sendiri masih sangsi terhadap pernyataan tersebut, tapi kali ini
ia ingin mencoba memikat bule itu dengan tatapan matanya
yang akan dibarengi dengan senyuman tipis cukup romantis.
Maka begitu bule sexy yang memiliki wajah sensual hampir
mirip Brooke Shields itu keluar dari pintu toilet wanita, Frank
buru-buru menyunggingkan senyum bersama sapaan
ramahnya.
"Hay...!"
"Hay...," balasnya. "Ikut kecewa juga?"
Frank mengangguk dengan suara bernada keluh. Ia tahu
maksudnya adalah kecewa terhadap keterlambatan terbang
saat itu. Bule berdada montok padat itu merapikan blusnya
sebentar sambil melanjutkan keluh kesahnya.

"Saya juga kecewa. Service penerbangan di s ini tidak baik,"
ia bicara dalam bahasa Indonesia cukup lancar, walaupun
kurang begitu tepat intonasi dan susunannya.
"Memang mengecewakan. Tapi kita harus memaklumi,
karena sedang dilakukan sweeping oleh pihak
keamanan."Sweeping apa?"
"Heroin!" jawab Frank sambil lebih mendekat dan dengan
suara agak berbisik. Bule itu terperangah, tapi tak
menjadikannya tegang, la hanya geleng-geleng kepala sambil
menimbang-nimbang, Frank merasa gembira karena bisa
membuat bule ilu tidak segera melangkah.
"Sebentar lagi pasti akan selesai. Kita bisa segera take-off."
"Well...!" ia mengangkat pundaknya. "Tapi saya paling tidak
suka terbang dengan pesawat yang bermasalah. Ada baik,
Mau saya concel total , Hari esok saja saya pergi
"Jadi sekarang bagaimana?"
"Chek-in satu malam di hotel dekat-dekat sini
"Anda berdua, Miss?"
"Tidak. Saya sendiri saja."
"Ooo...," Franky manggut-manggut. Bule itu
memperhatikannya dengan pandangan mata sedikit
menantang. Frank pun sedikit salah tingkah, sampai bingung
harus bilang apa lagi padanya.
"Bisa bantu saya cari hotel dekat?" tanya si bule yang
terasa semakin mendebarkan hati Frank. Pertanyaan bernada
menantang itu sulit dihindari, karena bersifat memaksa Frank
untuk menunjukkan kesanggupannya dalam hal apa pun.
Maka, pria itu pun menghapus seluruh program yang sudah
tersusun dalam benaknya sejak tadi pagi. Kini program baru
telah tersusun kembali dalam tempo kurang dari satu menit

Tak ada rasa berat hati sedikit pun bagi Frank ketika
memutuskan untuk membatalkan rencana kepergiannya.
Sebelum meninggalkan bandara, Frank sudah berhasil
saling memperkenalkan nama. Wanita bule bermata biru
uranium itu ternyata bernama Vicke, mengaku sebagai
konsultan teknis komputer dari sebuah perusahaan yang
berkantor pusat di Amerika dengan kantor cabang Asia di
Singapore. Vicke ditugaskan di Indonesia selama satu tahun
lebih. Di Jakarta ia punya pekerjaan sambilan, yaitu mengajar
di sebuah perguruan tinggi swasta. Karena apartemennya jauh
dari bandara, maka ia merasa lebih baik bermalam di hotel
terdekat tanpa harus membuang waktu banyak jika ia besok
kembali lagi ke bandara.
"Enam bulan sebelum saya tugas di Asia, saya sudah
banyak belajar bahasa Indonesia. Ditambah enam bulan saya
tinggal di Jakarta dan banyak gaul dengan teman-teman dari
sini, jadi saya punya cukup waktu untuk bisa berbahasa
Indonesia," kata Vicke sewaktu mereka baru saja memasuki
kamar eksekutif di hotel tersebut. Pada waktu itu nuansa
maghrib mulai menjelma. Agaknya wanita bule yang berusia
sekitar 28 tahun itu menyukai panorama senja sehingga ia
bicara sambil berdiri di dekat jendela bergordyn tipis, yang
ada di lantai lima hotel tersebut. Frank memandanginya
dengan keceriaan wajah yang berlagak, sibuk mempersiapkan
diri untuk mandi.
"Apakah kata-kata saya masih buruk buat orang Indonesia,
Frank?"
"No. Menurutku itu sudah bagus. Very good," sanjung
Franky dari seberang ranjang. Vicke tertawa senang.
"Oh, thank you very much, Frank...," ia menghampiri
Franky. Kala itu Franky sedang melepaskan T-shirt dan
menggantungkannya ke tempat gantungan pakaian. Dadanya
yang bidang dan gempal tampak berbulu tipis. Handuk sudah

disambar dengan tangan kiri. Tapi ia tak jadi melangkah ke
kamar mandi, karena Vicke mendekatinya.
"Dari perjalanan tadi, kamu pandai bikin senang hatiku,
Frank."
"So...?"
"So.:.," suara Vicke menjadi pelan. Matanya menatap
dalam jarak berdiri kurang dari dua langkah Tangannya yang
berjari lentik mulai menyentuh dada Franky, mengusapnya
pelan-pelan.
"Apakah masih ada yang bisa lebih menyelimutkan hatiku,
Frank?"
"tenttu saja ada, kalau kau menginginkannya."
Mereka sama-sama diam, sama-sama saling pandang,
sama-sama saling menantang dalam senyuman, sampai
akhirnya Vicke memperdengarkan suara yang lebih membisik
lagi.
"Kau sudah beristri?"
"Sudah bercerai," jawab Frank. "Tapi aku belum lupa
bagaimana cara membuat wanita sangat senang."
"Seperti apa cara itu, Frank?" Vicke makin merapat. Frank
tak perlu menjawab dengan kata-kata. Hembusan napas Vicke
yang menghangat di wajah Frank telah mendorong bibir Frank
mendekati bibir wanita muda itu. Tapi belum sempat bibir
Frank menyentuh, lidah Vicke sudah lebih dulu
menyambarnya. Dalam sekejap bibir mereka saling melumat
dengan hangat.
"Ohhh, Frank...!" Vicke mendesah. Sebentar-sebentar
melepaskan kecupannya, lalu menyambar lagi dengan ganas.
Vicke seperti ikan haus oksigen, la mencecarkan kecupannya
ke sekeliling wajah Frank sampai ke leher. Tangan wanita itu
telah berhasil menyelusup ke bagian dalam.

Tentu saja penyusupan itu diimbangi oleh tangan Frank
yang Sedikit liar. Dalam tempo singkat Frank sudah berhasil
membuat bule itu kehilangan blusnya. Karena memang hanya
blus itu yang melapisi tubuh Vicke bagian atas, maka tangan
Frank pun dengan mudahnya menemukan bukit-bukit hangat
yang masih kencang tapi membusung montok itu.
Vicke telah kehilangan seluruh penutup tubuh sexynya.
begitu pula Frank. Tapi dia tak mau pindah ke ranjang, la
biarkan Frank menciumi tubuhnya dengan kecupan, hingga
pria itu berlutut di lantai. Vicke meremas-remas rambut Franky
dengan gairah membara. Agaknya Vicke menyukai permainan
Franky itu, sehingga desah suaranya makin lama makin
meninggi.
Tak peduli petang mulai berpindah malam, Vicke masih
belum ingin berlayar. Setelah Frank dibuatnya kelojotan dan
berkeringat basah, barulah Vicke mengawali pelayaran
asmaranya. Dia sendiri yang menjadi nahkoda perahu cinta
itu, seolah-olah menunjukkan kehebatannya dalam
memainkan irama cinta yang tidak dimiliki wanita Asia.
Frank masih tak mau dianggap remeh, la pun bertahan
menunjukkan kehebatannya. Apa yang diinginkan Vicke selalu
dipenuhinya, sehingga Vicke menghamburkan sanjungan
berkali-kali di sela-sela desah napasnya yang memburu.
Bahkan ketika nyala lampu menjadi redup dan suasana
menjadi temaram, Franky semakin lebih bersemangat lagi
dalam melayani keinginan bule itu. Anehnya, pada saat itu
Frank tidak merasa lelah sedikit pun, padahal ibarat, orang
berlari, ia sudah berlari cepat dan jauh hingga memakan
waktu lebih dari satu jam tanpa berhenti. Biasanya Frank tidak
bisa berrtahan sebegitu lamanya.
Vicke mengamuk dalam luapan puncak kemesraanya. Frank
juga tak mampu mempertahankan bendungan asmaranya.
Maka jebollah bendungan itu.
Vicke menggigit leher Franky. Crass...!

"Aaauhk...'!!" Franky mengejang dan berteriak keras keras,
la segera meronta dari gigitan itu. ternyata gigi Vicke telah
terbenam di kulit leher Franky. Ketika tersentak mundur,
robeklah leher Franky dengan mengucurkan darah. Tapi kedua
tangan Vicke masih berusaha menahan tubuh Franky dengan
kuku-kuku di jarinya terbenam di daging tubuh pria itu.
Breet...! Robek kulit lengan Franky saat menarik diri kuat-kuat
Darah mengucur dari luka-lukanya.
"Fraaankkhhhhrrr...!!" Vicke bangkit, ingin mengejar Franky
yang telah melompat turun dari ranjang sambil mengerang
kesakitan. Wajah perempuan itu menyeringai dalam cahaya
lampu temaram. Franky semakin ketakutan. Tapi matanya tak
bisa berkedip dan sulit memandang ke arah lain.
Pada saat itu Franky menemukan suatu kejanggalan
Rambut Vicke yang pirang menjadi hitam kusam. Kulit
wajahnya berubah. Hidungnya yang mancung sedikit mengecil
Lama-lama makin jelas perubahan yang terjadi pada diri Vicke.
Memang menyeramkan bagi Franky, tapi masih sempat
membuatnya sadar, bahwa Vicke telah berubah total menjadi
wanita yang sangat dikenalnya .
"Elsyana...?! Oooh, kkkaau... kaukah itu, Syana...?!"
"Grrrrhhk.,.!!" suara erangan mengerikan itu diiringi dengan
lompatan menerkam cepat. Franky terpaku di tempat, seakan
masih ingin meyakinkan pandangannya, apakah benar
perempuan yang bercumbu dengannya adalah Elsyana
Shendra, istrinya sendiri yang telah tewas karena diracunnya
melalui minuman ?.

3
KEBERHASILAN Kumala Dewi dalam menangani kasuskasus
misteri telah membuat namanya semakin banyak
dikenal orang. Lebih-lebih bagi mereka yang menyukai dunia
gaib, senang mendengarkan cerita mistik, tertarik pada hal-hal
yang bersifat magis, maka dalam benak mereka telah tercatat
nama Kumala Dewi sebagai tokoh supranatural yang paling
muda. Bagi mereka yang pernah bertemu Kumala, mendengar
nama tersebut akan terbayang wajah cantik jelita gadis
beraroma wangi itu.
Maka, ketika petugas menemukan nama Kumala dan
nornor telepon kantornya, tanpa ragu-ragu lagi petugas itu
menghubungi nomor telepon tersebut Petugas yakin betul
bahwa Kumala Dewi pasti dapat menyingkapkan tabir misteri
kematian vang amat mengerikan.
"Kami menemukan kartu natma Jimmy Palonna, staf
keamanan bandara. Tapi di balikk kartu nama itu tertera nama
Nona Kumala bersama nomor telepon ini. Kami yakin, pasti
Nona dapat menjelaskan kasus pembunuhan sadis yang
dialami atas nama seorang pria dengan KTP DKI dan memiliki
nama lengkap: Franky Farihzal. Mungkin Nona
mengeenalnya."
"Dimana pembunuhan itu terjadi?"
"Di.. Tranitas Hotel, jalan menuju bandara."
"Baik , secepatnya saya akan meluncur ke sana!" tegas
Kumala. Kemudian ia benar-benar meluncur ke Tranitas Hotel
dengan BMW kuningnya yang selalu dikemudikan oleh Sandhi.
Franky Farihzal baru saja dicatat dalam ingatan Kumala
sebagai nama suami mendiang Elsyana Shendra. Sandhi pun
ingat tentang nama yang kemarin lusa disebutkan oleh pihak
keluarga Elsyana di depan Sersan Burhan juga. Maka, ketika
Sandhi ikut melihat keadaan korban pembunuhan di kamar
Tranitas Hotel, dalam hatinya cepat berkesimpulan, pelakunya
pasti Elsyana sendiri. Motifnya jelas balas dendam. Tapi

bagaimana cara Elsyana melakukan pembalasan itu, Sandhi
tak dapat membayangkan sedikit pun.
Sebab, kondisi mayat Franky sangat mengerikan.
Punggungnya terbelah sampai ke bagian dubur. Kulit serta
dagingnya masih ada. Terbuka seperti jaket tebal. Tapi
seluruh organ dalamnya hilang. Mayat itu tinggal seperti
pembungkus tebal yang terkuak lebar. Isi kepala pun ikut
habis. Darah tidak berceceran terlalu banyak.
"Ini bukan semata-mata balas dendam dari arwah yang
penasaran," kata Kumala Dewi saat menjelaskan motif
pembunuhan itu kepada pihak yang berwajib. "Secara sepintas
memang kelihatannya roh Elsyana yang sudah berhasil
bangkit dari kematiannya itu melakukan balas dendam kepada
mantan suami yang meracuninya hingga tewas. Dilakukan
sebelum sang suami kabur ke luar negeri. Tapi ditilik dari sisi
mistik, roh itu sudah mulai memperkuat proteksi fisiknya
dengan memakan sari kekuatan raga, yaitu berupa organ
tubuh manusia bagian dalam. Semakin banyak ia memangsa
organ tubuh korbannya, semakin kebal fisiknya terhadap
serangan dalam bentuk apa pun."
Bukan hanya petugas kepolisian saja yang menggumam
sambil manggut-manggut mendengar penjelasan itu, tapi juga
Jimmy Palonna ikut mempercayai kata-kata Kumala.
Seandainya pada waktu Franky ingin meninggalkan bandara
tidak bertemu lagi dengan Jimmy, dan tidak meminta saran
kepada Jimmy tentang hotel mana yang terdekat dan terbaik
di bandara, mungkin Jimmy belum mengetahui nasib teman
lamanya pada hari itu juga. Karena Jimmy yakin bahwa Frank
dan wanita bule itu akan bermalam di Tranitas Hotel, maka
dalam perjalanan pulangnya ia sempatkan singgah sebentar
ke hotel itu. Ternyata sesampainya di hotel tersebut Jimmy
menemukah sahabat lamanya telah terkapar tanpa nyawa dan
tanpa organ dalam tubuhnya lagi. Jika Jimmy tidak bermaksud

datang bertamu ke kamarnya Franky, mungkin mayat Franky
belum ditemukan sepagi itu.
"Saya tahu persis dan melihat dengan jelas sekali Franky
pergi dari bandara bersama wanita bule Bukan wanita Asia."
"Mendiang Elsyana memang bukan orang bule. Tapi ketika
ia telah hidup kembali dengan menggunakan kekuatan, gaib
yang dicurinya dari seorang pemuda di makamnya, maka ia
memiliki beberapa keistimewaan, di antaranya keistimewaan
bisa berubah rubah rupa."
"Apakah hal itu bukan suatu isapan jempol Maka?"
"Bukan," jawab Kumala sambil menggeleng dan tersenyum
lembut. Anggun sekali.
"Saya mengetahui semua itu dari keterangan teman saya
yang juga sedang memburu kebangkitan roh Elsyana," tambah
Kumala, tapi ia agak keberatan menjelaskan nama Dewi
Angora yang sempat ditanyakan oleh Jimmy kala itu.
"Kalau begitu," kata Letnan Rahmat yang memimpin
pengusutan kasus tersebut. "... berarti bukan hanya Franky
Farihzal saja yang menjadi korban kebangkitan roh Elsyana
tapi akan ada lagi korban lain yang mengalami kematian
sesadis ini?"
"Benar. Sebagaimana kita membutuhkan nasi atau roti jika
sedang lapar, maka Elsyana pun membutuhkan organ tubuh
manusia pada saat ia merasa lapar."
"Gawati Kalau begitu harus segera dikeluarkan himbauan
resmi dan serius dari pihak yang berwajib kepada masyarakat
agar ekstra waspada terhadap wanita bernama Elsyana.
Bukankah begitu, Kumala?" sela seorang wartawan senior
yang sejak tadi mengikuti perbincangan tersebut Kumala Dewi
membenarkan pendapat wartawan itu.
"Mungkin dia akan ganti-ganti rupa dan nama. Tapi ada
ciri-ciri khusus untuk dapat mengenali wanita dari kubur itu."

"Apa ciri-cirinya?"
Kumala diam sebentar; mengingat-ingat penjelasan. Dewi
Angora ketika mereka berdua membicarakan tentang mayat
yang hidup kembali karena menggunakan Qolbu curian.
Rupanya Dewi Angora lebih banyak mengetahui kekeramatan
Qolbu curian, sebab dalam status kedewian ia tergolong lebih
senior daripada si Dewi Ular. Wajar jika Angora memiliki
wawasan dan pengetahuan lebih luas dalam dunia
supranatural.
"Ciri-ciri khusus yang ada pada wanita dari alam kubur itu
adalah tidak bisa menelan minuman yang mengandung soda
atau yang berbau alkohol, termasuk arak. Dia akan lekas-lekas
menjauhi arak dengan, cara apa pun. Tapi ia akan tampak
bernafsu sekali jika melihat organ dalam, yang sering disebut
'jeroan',, seperti...,"
"Iso, babat, hati, usus, rempela, otak...?"
"Ya," sahut Kumala cepat. "Tapi yang masih mentah. Lebih
disukai yang masih segar."
"Milik manusia atau milik hewan?"
"Jeroan dari hewan memang akan menarik perhatiannya,
tapi dari aromanya yang tercium, dia dapat mengenali apakah
jeroan itu milik hewan atau milik manusia. Jika milik hewan, ia
enggan menyantapnya. Kecuali kepepet!"
Kata-kata terakhir itu sedikit membuat geli mereka,
Sehingga tawa kecil sepintas pun sempat terdengar. Namun
tak satu pun dari mereka yang mengomentari kelucuan kecil
tersebut, sebab perhatian mereka terfokus kembali pada
ancaman maut yang dapat timbul sewaktu-waktu dari wanita
bernama Elsyana. Bahkan ketika itu si wartawan senior
menanyakan gambaran wajah dan perawakan Elsyana.
Kumala Dewi tidak perlu repot-repot menjelaskan secara detil.

Karena di tempat mereka bicara terdapat sebuah akuarium
berukuran besar dengan terisi air bening dan dua ekor ikan
arwana, maka dengan kesaktiannya si putri Dewa Permana itu
menyerap bayangan benaknya yang teringat foto Elsyana
pemberian pihak keluarga almarhumah itu. Apa yang sedang
terbayang dalam benaknya itu diproyeksikan melalui sepasang
mata beningnya. Bias bayangan benak melesat tanpa warna
tanpa rupa.
Tahu-tahu di dalam akuarium besar yang dipandanginya
selama kurang dari 10 detik itu tetah muncul seraut wajah
wanita cantik berhidung; mancung.
"Seperti itulah dia.,.!"
Semua terkejut dan sempat ada yang lari menjauhi
akuarium. Mereka melihat jelas wajah dalam akuarium itu.
Selain cantik dan berbibir sensual agak lebar, ternyata Elsyana
memiliki mata membelalak indah, dengan tahi lalat kecil di
bawah kelopak mata kirinya. Ia memiliki rambut hitam
bergelombang sepanjang lewat bahu. Alis matanya tebal tapi
tersusun rapi, dan bulu matanya juga tergolong lebat dan
lentik. Pantas jika ia dulu pernah menjadi seorang model,
meski kurang begitu dikenal oleh masyarakat pada zamannya.
"Cantik juga ternyata," komentar Letnan Rahmat setelah
bayangan wajah Elsyana ditarik kembali ke dalam benak Dewi
Ular.
"Alangkah bodohnya kalau Franky sampai membunuhnya
dengan racun,", kata yang lain.
"Kabarnya, Elsyana selalu mempermalukan suami dengan
caranya sendiri, sehingga sang suami gagal mengawini gadis
simpanannya, bahkan membuat gadis itu membenci sang
suami, sehingga putuslah hubungan gelap tersebut. Suaminya
menjadi sangat marah dan menyimpan dendam selama
berbulan-bulan. Menurut keterangan pihak keluarganya,

Elsyana sempat berhasil memutuskan jaringan bisnis
suaminya, sampai sang suami nyaris jatuh . bangkrut"
Sampai di situ Kumala berhenti bicara. Hand-phonenya
berbunyi, dan ia segera menerima telepon tersebut yang
ternyata berasal dari Pramuda, kakak angkatnya. Dahi gadis
secantik bidadari itu ? berkerut sedikit tegang setelah
mendengarkan suara Pramuda beberapa saat. Agaknya ada
sesuatu yang agak gawat, sehingga usai bicara lewat telepon
Kumala buru-buru berpamit meninggalkan mereka.
"Ada apa sih?"
"Entahlah. Kayaknya ada masalah penting."
"Iya. Pasti ada sesuatu yang cukup gawat. Buktinya ia
tampak terburu-buru sekali meninggalkan kita."
Mereka hanya bisa memandangi kepergian Kumala dan
sopir pribadinya dari balik dinding kaca ruangan tersebut.

Matahari mulai condong ke barat. Pancaran sinarnya pun
tak seberapa cerah. Ada mendung di langit utara yang makin
lama makin menebal, juga semakin menyebar luas. Sebagian
kabut hitam itu membayang-bayangi sang mentari. Agaknya
hujan akan turun, sebab angin berhembus cepat. Alam
semakin redup, seperti menjelang pukul enam pelang. Padahal
ketika Kumala Dewi meluncur ke kantornya lagi, arloji
platinumnya baru menunjukkan pukul tiga kurang. Jalanan
pun belum sepadat jam pulang kantor.
Sepanjang perjalanan kembali ke kantornya itu Kumala
cenderung lebih banyak diam. Membisu dan sebentar-sebentar
memejamkan mata. Meskipun tanpa kerutan dahi dan tanpa
desah keresahan , tapi sebagai sopir pribadi yang sudah lama
melayani si bidadari cantik itu Sandhi sangat paham terhadap
situasi jiwa gadis itu. Di balik ketenangannya yang tampak

serius itu Sandhi dapat menduga, pasti ada sesuatu yang amat
dikhawatirkan oleh sang majikan cantiknya, la tak berani
mengganggu dengan pertanyaan, atau canda yang dapat
membuatnya mendapat teguran serius. Hanya satu kali Sandhi
mencoba bertanya pada Kumala.
"Ada apa sih?"
"Nggak apa-apa,"
Jawaban pendek dan datar merupakan suatu pertanda
yang sangat dipahami oleh Sandhi. Sopir muda berpenampilan
rapi itu baru berani coba-coba bertanya lagi setelah Kumala
menggumam pelan, seperti ditujukan pada dirinya sendiri.
"Pantas sejak tadi getaran gaibku bergemuruh..."
"Apa penyebabnya?"
Pertanyaan itu tidak terjawab, atau memang Kumala tak
mau menjawab. Yang ia lakukan hanya menarik napas dalamdalam,
kemudian membetulkan letak duduknya. Sedikit
merebah. Mata pun terpejam kembali seperti tadi. Sandhi
memang kecewa, tapi ia segera membuang rasa kecewanya
setelah tahu bahwa Kumala Dewi sedang menerawang ke
suatu tempat melalui jalur supranaturalnya, dan tempat,
tersebut pasti sedang dalam keadaan mencemaskan hatinya.
"Kantor...?!" tiba-tiba Sandhi menemukan jawaban dari
pertanyaan batinnya sendiri. "Ada apa dengan kantor?!" Hati
Sopir berambut pendek rapi itu menjadi ikut cemas.
Kecemasan tersebut baru terjawab setelah mereka tiba di
kantor. Bangunan yang terdiri dari sembilan lantai itu penuh
orang dibagian lobby nya. Pramuda belum lama memindahkan
kantornya ke gedung milik sendiri yang sebagian ruangannya
disewakan kepada perusahaan lain, Tapi biasanya tak sepadat
sekarang.
"Ada tiga lantai yang khusus ditempati oleh PT Wahana
Graha milik Pramuda itu, yakni lantai tujuh, delapan dan

sembilan. Sementara itu lantai pertama sengaja difungsikan
secara umum. Hanya saja, saat itu suasana di lantai satu
dipenuhi oleh wajah-wajah tegang yang membuat hati Sandhi
semakin bertanya-tanya. Sangat penasaran. Kumala Dewi
sendiri ketika turun dari mobil dan bergegas menuju lobby
tampak diiringi ekspresi cukup serius. Meskipun masih
terkesan tenang, tapi kharisma kedewiannya terpancar kuat,
sehingga orang-orang buru-buru memberi jalan begitu
mengetahui langkah si gadis cantik itu.
"Bang Mus, ada apa ini, Bang?!" Sandhi bertanya kepada
salah seorang sopir dari perusahaan lilin yang berkantor di
lantai dua. Bang Mus menjawab dengan gugup.
"Hmm, itu... hhmm, eehhh... lihat sendiri sana deh! Lihat
ke lantai tujuh dan... dan.,., pokoknya ke kantor PT mu sana!"
Sandhi tak sempat mendesak. Bang Mus. la melihat Kumala
sudah mau masuk lift. Tampaknya ada beberapa petugas
keamanan di. depan lift yang melarang setiap orang
menggunakan lift dan tangga. Hanya orang tertentu yang
diizinkan naik ke lantai atas. Karenanya, Sandhi segera
menyusul Kumala masuk ke dalam lift, lalu lift pun bergerak ke
lantai tujuh. Napasnya sudah terengah-engah akibat debar
debar jantung yang makin kuat.
"Kumala, ada apa sebenarnya? Kenapa kau diam saja?!"
desak Sandhi saat masih berada di dalam lift. Kumala tetap
bersikap tenang. Bahkan terkesan dingin. Suaranya datar tapi
berwibawa.
"Tahan napasmu mulai sekarang."
Tepat kata-kata itu berakhir, pintu lift terbuka. Beberapa
petugas kepolisian sudah ada di sana, termasuk Sersan
Burhan yang segera menyambut keluarnya Kumala dari dalam
lift. Pramuda yang sedang bicara dengan beberapa eksekutif
yang berkantor di situ segera bertari kecil menemui Kumala

Dewi. Wajahnya tegang dan pucatt pasi. Kumala tetap
melangkah diikuti Sandhi, masuk ke salah satu ruangan.
"Astaga...?!" sentak suara Sandhi nyaris tak terdengar lagi.
Wajah pemuda berusia 25 tahun itu juga menjadi lebih pucat
lagi ketimbang saat di dalam lift tadi. la terbelalak kaget
memandangi para karyawan yang memiliki meja kerja di
ruangan tersebut.
"Me... mereka... mereka arang semua?!"
Sekalipun diucapkan dengan nada mendesah tercekam
kengerian, tapi pendapat. Sandhi itu memang benar. Semua
karyawan yang ada di ruangan itu menjadi arang hitam, tapi
belum hancur berantakan. Satu sentuhan ringan saja bisa
membuat bentuk dan posisi mereka menjadi hancur.
Ternyata bukan hanya di seluruh ruangan lantai tujuh saja
yang mengalami hal demikian. Para karyawan yang ada di
lantai delapan dan sembilan juga telah berubah menjadi
gumpalan arang kering. Ada yang masih dalam posisi duduk
menulis, ada yang masih dalam posisi menerima telepon,
berdiri;membawa kertas kerja, berjalan, berlari ingin
menghindari sesuatu dan sebagainya. Wajah-wajah yang
terukir dalam patung arang hitam itu rata-rata menampakkan
keterkejutannya, ketakutan, cemas, heran atau kebingungan.
Agaknya telah terjadi sesuatu secara mendadak dan sangat di
luar dugaan mereka, yang akhirnya membuat mereka menjadi
manusia arang tanpa roh lagi.
Pakaian mereka pun menjadi keras, seperti selembar arang
tipis yang mudah hancur oleh hembusan agak keras sedikit.
Setiap benda yang bersentuhan dengan tubuh mereka ikut
menghitam dan menjadi arang, termasuk meja, kertas,
gagang telepon, pena atau yang lainnya.
Mereka bagaikan telah terjebak oleh suatu keadaan yang
tidak memberi kesempatan bagi mereka untuk bergerak,
menghindar, bahkan bersembunyi. Seorang off ice boy tampak

berhenti melangkah secara mendadak, menjadi patung arang
bersama nampan berisi dua gelas-minuman yang dibawanya.
Siapa pun orangnya akan merinding dan bergidik ngeri
melihat keadaan di lantai tujuh sampai sembilan. Sandhi pun
menjadi gemetar dan berkeringat dingin dalam mendampingi
Kumala memeriksa ketiga lantai tersebut, karena ia merasa
seperti berada di tengah-tengah mayat korban kebakaran.
Rasa sedih teramat dalam membuat Sandhi tak henti-hentinya
menyeringai dan menyebut nama Tuhan manakala dilihatnya
beberapa orang yang dikenal dan sering bercanda dengannya
kini telah menjadi gumpalan arang tanpa nyawa. Salah satu
dari mereka yang sangat menyedihkan Sandhi adalah gadis
berusia sebayanya yang tugas sehari-hailnya menerima tamutamu
yang ingin bertemu dengan Kumala. Gadis itu adalah
Tiara. Sekarang sudah tidak tampak lagi kecantikannya, selain
sosok hitamnya yang rengas dalam posisi duduk di meja front
office.
"Jangan ada yang menyentuhnya, dan hindari tindakan
yang menimbulkan getaran kuat, supaya mereka tetap utuh
seperti semula!" kata Kumala kepada Pramuda, tapi
sebenarnya ditujukan kepada siapa pun yang saat itu
membantu mengamankan ketiga lantai tersebut.
"Aku dan Rassy sedang meluncur kembali ke kantor dari
menghadiri rapat di Balcon Room, ketika tiba-tiba kudapatkan
kabar dari Pak Norman melalui HP mengenai bencana ini,
Kumala." tutur Pramuda dengan nada sedih dan masih diliputi
kepanikan. Seandainya waktu itu Pramuda tidak sedang keluar
kantor bersama sekretarisnya, mungkin dia juga akan ikut
menjadi korban seperti mereka di ruang kerjanya, di lantai
sembilan.
Memang tidak semua karyawan mengalami nasib aneh
seperti itu. Ada sekitar dua belas karyawan yang selamat dari
bencana misterius itu, lantaran mereka sedang tidak berada di
tempat, atau berada di satu sisi yang secara kebetulan

tersembunyi cukup aman. Salah satu karyawan yang selamat
adalah Pak Norman, kepala bagian cleaning servic Waktu itu ia
berada di kamar mandi yang baru saja dibetulkan saluran
airnya.
"Saat itu saya memang tidak melihat bias cahaya biru
sedikit pun. Saya memunggungi pintu ka mar mandi dan
memperhatikan saluran air yan baru selesai dikerjakan oleh
Karman. Tapi Saya mendengar suara dentuman pelan seperti
kompor meleduk," tutur Pak Norman.
"Saat itu Karman sendiri ada di mana?"
"Di depan kamar mandi, sedang saya suruh ambil lem pipa.
Saya juga mendengar suara Karman terperangah pendek, tapi
tak begitu menghiraukan. Kecurigaan saya timbul setelah
menyadari suasana menjadi sunyi, tanpa suara apa pun. Maka
saya segera keluar dari kamar mandi. Dan sangat terkejut
mendapatkan Karman sudah menjadi patung arang dalam
posisi seperti sedang ingin melompat berbalik arah ke kamar
mandi, yaah... seperti yang sekarang terlihat di sanalah...,"
suara Pak Norman semakin parau akibat menahan duka dan
kengerian.
Berbeda lagi dengan kesaksian Barnu, staf ekspedisi yang
kala itu berada di lantai sembilan. Barnu sedang menunggu
pintu lift terbuka, karena ia akan turun ke lantai satu. Ketika
itu, lift yarig ada di ujung kiri terbuka dan seorang wanita
keluar dari sana. Wanita itu langsung menuju mejanya
Hermin, staf administrasi. Dengan suara lantang wanita
tersebut bertanya kepada Hermin, kesannya sangat tak sopan
dan tak ramah, menurut Barnu.
"Saya mau bertemu dengan Kumala Dewi! Di mana ruang
kerjanya?!"
Hanya itu yang didengar Barnu,selebihnya ia sudah masuk
ke dalam lift yang membawanya turun kelantai satu. Tapi saat
itu hati kecil Barnu mulai merasa curiga dan bertanya-tanya

sendiri, siapa wanita tak ramah itu? Mengapa mencari Kumala
Dewi ? dengan sikap tak sopan begitu? Barnu hanya bisa
menyimpulkan, bahwa wanita tersebut pasti baru pertama kali
datang dan ingin bertemu dengan Kumala. Terbukti dia belum
mengetahui bahwa ruang Kumala berada di lantai delapan.
Bukan di lantai sembilan.
"Karena saya melihatnya hanya sepintas, maka yang saya
ingat hanya postur tubuhnya yang agak gemuk dan tinggi itu,"
kata Barnu dalam kesaksiannya. "Usianya sekitar 45 tahun,
tapi masih tampak lincah dan tegar. Wajahnya memang
memiliki sisa kecantikan masa muda Hanya saja, kedua
matanya yang membelalak itu menimbulkan kesan galak,
sehingga mungkin tidak semua lelaki berani beradu pandang
dengannya. Sungkan."
Finne, resepsionis yang bertugas di lobby bawah, juga
memberi kesaksian hampir sama. dengan Barnu. Finne adalah
orang pertama yang didatangi wanita berambut lurus panjang
agak coklat Wanita itu mengenakan pakaian bergaya muda;
celana hitam ketat dan blus dirangkapi rompi panjang hitam
pula. la bertanya kepada Finne dengan nada ketus.
Pandangan matanya terkesan tajam dan ganas.
"Apakah seseorang yang berirama Kumala Dewi berkantor
di s ini?!"
"Benar, Nyonya. Tapi Zus Kumala sedang...."
"Aku tidak peduli dia sedang apa!" sahutnya sambil
memicingkan mata, seakan menampakkan rasa
permusuhannya kepada Kumala.
"Hmm, ehh... maaf, Nyonya," Finne langsung gemetar
ketakutan. Sorot pandangan mata wanita itu seolah-olah
melumpuhkan mental Finne dan mencekam jiwa. Terbukti
gadis berambut pendek itu langsung grogi menghadapinya.
"Di mana ruang kerjanya?! Aku perlu bertemu dia sekarang
juga!"

"Hmm, dii.. diii....!"
"Katakan saja, diatas atau di lantai berapa?!" geramnya.
"Jangan sampai kau buat kesabaranku habis, hingga semua
orang di gedung ini kuhanguskan dalam sekejap!"
"lyy, iya... di... di lantai atas!"
Wanita itu mendengus, lalu pergi, menuju lift.
Kepergiannya meninggalkan shock kejiwaan dalam diri Finne,
sampai-sampai gadis itu tak punya inisiatif untuk
memberitahukan kedatangan tamu wanita galak itu kepada
orang stafnya Kumala. Beberapa saat kemudian, Petrick, rekan
sekerjanya kembali dari toilet Tapi Finne masih belum bisa
bilang apa-apa kepada Petrick. la justru duduk termangumangu
dengan jantung masih berdebar-debar menimbulkan
getaran pada persendian tulang-tulangnya.
"Fin, ada apa? Kok wajahmu jadi pucat sekali sih?!" tegur
Petrick. Anehnya, mulut Finne seperti terkunci, sulit
menceritakan kedatangan wanita misterius itu.
Kurang dari 20 menit, wanita tersebut tampak keluar dari
lift. la bergegas pulang. Finne hanya berani meliriknya secara
sembunyi-sembunyi. Ia yakin wanita itu pasti gagal menemui
Kumala, sebab tadi sebenarnya Finne ingin mengatakan
bahwa Kumala sedang keluar kantor bersama sopirnya,
namun sudah terburu-buru dipotong dengan suara
menggeram.
Ternyata lirikan Finne itu justru mengundang langkah
wanita berpakaian hitam yang menggenggam sesuatu di
tangan kanannya. Tak jelas apa Yang digenggam, tapi Finne
yakin saat datangnya tadi tangan si wanita tidak
menggenggam apa-apa, selain tas kecil bertali panjang yang
menggantung di pundak. Ketika wanita itu menyempatkan
singgah di meja resepsionis, Finne buru-buru menundukkan
kepala. Petrick yang menerima kehadiran wanita itu dengan
senyum keramahannya.

"Selamat siang, Nyonya...," sapa Petrick sedikit kaku,
karena belakangan pemuda itu mengaku berdebar-debar
ketika beradu pandang dengan wanita tersebut.
"Hey, Bung... tolong kau sampaikan pesan ini kepada
Kumala Dewi, ya?!" tegasnya kepada Petrick. "Ada seorang
wanita yang ingin bikin perhitungan dengannya, cepat atau
lambat! Dia tak perlu bersembunyi lagi. Dan sebagai awal
perhitungan itu, kuhadiahkan sesuatu yang sangat istimewa
padanya di lantai atas. Okey?"
Petrick hanya mengangguk, tak bisa bicara juga. Bahkan ia
tak sempat bertanya, siapa nama wanita tinggi sekal itu?.

4
UNTUK sementara Kumala Dewi dan Pramuda meminta
bantuan petugas kepolisian untuk menutup gedung Wahana
Graha. Beruntung sekali sejak terjadinya peristiwa gaib itu
belum ada satu pun korban yang tersentuh tangan manusia,
sehingga mereka masih tetap utuh. Keutuhan jasad arang
mereka itulah yang dijaga ketat, sehingga gedung itu terpaksa
harus ditutup. Terutama lantai tujuh, delapan, dan sembilan.
"Saya akan berusaha mengembalikan kondisi mereka
seperti semula," kata Dewi Ular kepada pi-hak kepolisian. "Jika
patung arang itu ada yang rusak sedikit pun, maka ketika
nanti mereka berhasil hidup kembali, kondisi fisiknya pun akan
mengalami kerusakan. Jangan sampai hal itu terjadi Kasihan
mereka,"
"Tapi apakah kau sanggup menghidupkan mereka kembali,
Kumala?" tanya Sersan Burhan yang ikut membantu
menangani kasus tersebut
"Mudah-mudahan upayaku berhasil, San."

"Atau... bagaimana jika pihakku memburu wanita itu dan
memaksanya untuk bertanggung jawab terhadap nasib para
korban di sini?"
"Jangan," jawab Kumala dengan tenang. Penuh kesabaran.
" Wanita itu sangat berbahaya. Aku tahu kekuatannya, dan
memang hanya akulah yang harus menghadapinya, San. Tapi
lebih dulu aku harus berusaha memulihkan para korban
sebelum jasad mereka hancur menjadi serpihan arang tanpa
bentuk lagi."
Dewi Ular yang tampak sangat prihatin itu memang
akhirnya tahu persis siapa wanita berwajah galak-galak sexy,
seperti penjelasan Petrick dan beberapa saksi lainnya.
Wajarlah jika wanita itu ingin bikin perhitungan dengan
Rumala Dewi, sebab ia merasa pernah dirugikan dan
dikalahkan oleh kesaktian si putri Dewi Nagadini itu. Melalui
keterangan beberapa saksi mata, Kumala tak sangsi lagi
dengan kesimpulannya, bahwa, wanita itu tidak lain adalah
Madam Ladebra, alias Madam Debra, si wanita keturunan
Gipsy. Pernah mendapat penghargaan dari Moskow sebagai
dukun atau paranormal terhebat, memiliki kekuatan gaib
tinggi, mampu mengerahkan mahluk sejenis iblis, dan memiliki
delapan pelindung gaib. Hanya saja, para pengawal gaibnya
itu pernah dikalahkan oleh Kumala, dan kekuatan hawa
saktinya pernah dilumpuhkan oleh Dewi Ular, sehingga
muncullah dendam kesumat dalam jiwa Madam Ladebra,
(Baca serial Dewi Ular dalam episode: "MISTERI BAYI
SETAN").
" Pada waktu itu memang Kumala belum pernah bertatap
muka dengan Madam Ladebra. Kumala berhasil memporak
porandakan pasukan gaib Madam Ladebra dari jarak jauh,
lewat kekuatan mistik yang dititipkan pada Rosita Verrà, yaitu
mantan kekasihnya Pramuda yang tak jadi dinikahi. Madam
Ladebra sempat kebingungan, tak dapat mengetahui siapa
pihak yang mampu membuat delapan pengawal gaibnya itu

lari tunggang-langgang. Ketika ia menemukan jawabannya,
dan mengetahui kekuatan yang dimiliki Kumala dewi, ia tak
berani langsung bertindak, la butuh waktu untuk
mempertinggi ilmunya, supaya bisa dipakai mengalahkan
Kumala Dewi.
Rupanya sekaranglah saatnya yang terbaik bagi Madam
Ladebra untuk melakukan pembalasan, la telah memiliki
kekuatan dahsyat yang diperoleh secara kebetulan, yaitu
sebuah pusaka berkekuatan gaib tinggi. Pusaka itulah yang
digunakan beraksi di gedung Wahana Graha, dan sempat
terekam dalam ingatan Petrick yang melihat jelas apa yang
tergenggam di tangan Madam Ladebra pada saat wanita itu
menitipkan pesannya sebelum pulang.
"Benda itu hampir menggelinding jahih dari tangannya
sewaktu membetulkan tali tas di pundak," tutur Petrick kepada
Kumala. "Benda itu seperti berlian berwarna biru berkilauan.
Seukuran buah salak. Bentuknya seperti kuncup mawar."
Pada waktu itu Kumala sempat terperanjat mendengarnya.
Penjelasan Petrick yang tak begitu detil itu sudah dapat
disimpulkan oleh Kumala Dewi, bahwa benda yang dipegang
Madam Ladebra waktu itu pasti pusaka yang dicari-cari Dewi
Angora, yaitu intan biru. Kumala masih ingat saat Dewi Angora
menerangkan ciri-ciri batu intan biru tersebut. Tak heran lagi
jika semua karyawan dari lantai sembilan sampai lantai tujuh
bisa berubah menjadi patung arang dalam waktu sangat
singkat. Karena memang begitulah salah satu kesaktian yang
ada pada batu intan biru menurut keterangan Dewi Angora,
Maka ketika Kumala bermaksud mengejar Madam Ladebra
setelah memanggil datang Dewi Angora ke kantornya, si putri
Dewa Wanandra itu buru-buru mencegah niat tersebut.
"Jangan gegabah, Kumala. Kau bisa celaka berhadapan
dengannya!"
Kumala menatap agak sangsi. Dewi Angora meyakinkan
lagi.

"Intan itu bukan sembarang intan, seperti yang sering
kukatakan padamu. Terbukti, beberapa kali kau mencoba
melacaknya tapi gagal, bukan? Itu berarti kesaktianmu belum
bisa menyamai kesaktian pusaka milik ayahku yang kini
ternyata ada di tangan wanita tersebut Jika kau melawannya,
kau akan hancur. Kita harus gunakan siasat untuk
merebutnya. Sebab kesaktianku pun tak akan dapat
menandingi kekuatan dahsyat dalam batu intan biru, Dewi
Ular:"
"Siasat bagaimana, menurutmu?"
Wanita cantik yang tampak sedikit lebih tua dari Kumala itu
menarik napas panjang-panjang dan tertegun dengan kedua
tangan terlipat di dada.
"Entahlah. Aku belum menemukan siasat yang jitu untuk
merebutnya. Yang jelas, jangan sekali-kali mencoba untuk adu
kesaktian dengan batu tersebut, Kumala."
"Kalau begitu aku akan menangani nasib para korban lebih
dulu, sebelum membantumu merebutkan batu intan bini itu."
"Aku setuju. Dan, aku akan berusaha mendapatkan
petunjuk gaib dengan melakukan semedi nista."
"Semedi nista?!" bisik Kumala, heran. Dewi Angora hanya
mengangguk samar-samar. Agak sungkan menjelaskannya.
Kumala pun segera menangguhkan rasa ingin tahunya tentang
'semedi nista' yang tergolong salah satu jenis dan cara
bertapa. Dewi Ular cenderung lebih mengkonsentra-sikan
kekuatan batinnya untuk melakukan tindakan spektakulernya,
yaitu membuat para korban hidup kembali. Jika hal itu
berhasil, setidaknya separuh kemenangan sudah berada di
tangannya. Tinggal menunggu bantuan Dewi Angora untuk
melumpuhkan kekuatan mistiknya Madam Ladebra.
"Kapan kau akan melakukannya, Dewi?"
"Secepatnya. Mungkin nanti malam."

"Mengapa tidak sore ini saja, mumpung belum turun
hujan?"
"Ada beberapa syarat yang harus kucari dulu. Belum tentu
bisa kutemukan dalam tempo satu jam."
"Kalau begitu... bolehkah aku ikut bersamamu saat kau
menghidupkan mereka nanti?"
"Sebaiknya... lain kali saja."
"Dewi, ini momen yang bagus untuk materi acaraku. Mahal
sekali materi ini jika bisa kudapatkan dengan sempurna."
"Ini bukan atraksi, Nik!" tegas Kumala sambil menatap
pemuda tampan yang mengikutinya ke mobil. Pemuda itu
adalah Niko Madawi, si pembawa acara 'Lorong Gaib' untuk
sebuah TV swasta, la dan teamnya punya tugas memburu
kejadian-kejadian misterius untuk ditayangkan di station
televisi tersebut Tak heran jika Niko sangat bernafsu merekam
adegan spektakulernya Dewi Ular nanti.
"Sudah banyak petualangan gaibku yang kau jadikan
materi dalam acaramu itu, Nik. Jika kali ini kau menayangkan
materi dariku lagi, wajah dan namaku muncul kembali di
tevemu, nanti apa kata orang. Kau akan dianggap sebagai
media yang mempromosikan diriku, Nik. Kau akan dikecam,
dan akan muncul orang-orang yang tak suka padaku lantaran
merasa iri. Jadi sebaiknya, kali ini biarkan saja peristiwa
gaibku berlalu tanpa kameramu. "
Niko Madawi mengeluh dengan raut wajah kecewa.
"Carilah peristiwa gaib yang bukan berasal dari diriku, Nik."
"Tapi peristiwa ini merupakan peristiwa langka yang sangat
mahal untuk dijadikan sebuah berita, Dewi."
"Kau selalu beranggapan begitu di setiap petualanganku.
Sampai kapan kau akan menganggap perjalanan gaibku ini
sebagai perjalanan yang biasa-biasa saja, Nik?"

"Habis, kenyataannya memang selama ini apa yang kau
lakukan di dunia adalah fenomena-fenomena yang menarik,
langka dan nyata! Mana mungkin aku dapat menganggapnya
suatu peristiwa gaib yang biasa-biasa saja, Dewi,"
Gadis itu sudah masuk ke dalam mobil Sandhi sudah mulai
menghidupkan mesin mobil. Tapi Niko masih menahan pintu
agar tidak tertutup, supaya ia masih punya waktu untuk
membujuk Kumala.
"Please, Dewi..., jangan biarkan aku kehilangan
kesempatan emas ini, sekali saja!"
Dewi Ular menghembuskan napas panjang penuh
kesabaran.
"Nik, jangan sering melibatkan diri dalam acara-acaraku.
Nanti menimbulkan kecemburuan terpendam di hati Rayo
Pasca."
"Okey, aku akan menemui Rayo dan meminta izin
dengannya. Jika perlu, aku dan dia ada di se kitarmu pada
saat nanti."
Senyum indah menawan hati setiap orang itu mekar di bibir
ranum Kumala Dewi. Ia menggeleng kecil. Masih menatap
Niko dengan penuh persahabatan, namun Juga terkesan
mengharap pengertian dari Niko.
"Rayo nggak akan menolak keinginanmu, la memang akan
mengizinkan. Tapi di balik semua itu, ia bisa menyimpan
kecemburuan dan rasa kesal padamu, Nik. Dia tahu, kita
pernah menjalin hubungan dekat Dia tahu, kita tetap baik.
Sangat manusiawi jika dia memiliki kecemasan di balik
bayang-bayang kecurigaannya. Aku nggak mau hubungan
baikku dengan Rayo menjadi keruh hanya karena kau sering
berada di dekatku, Nik."
Kini ganti Niko yang menghembuskan napas panjang.
Agaknya ia terpaksa harus menelan segumpal kekecewaan, la

pun merasa dituntut suatu pengertian yang bersifat sangat
pribadi,
"Nik, sorry...," ucap Kumala lirih sekali. Niko pun akhirnya
menganggukkan kepala. Sedikit demi sedikit ia mulai bisa
memahami jalan pikiran putri dewa dari Kahyangan itu.
Agaknya Kumala perlu mengambil tindakan pencegahan
sebelum benih kecemburuan benar-benar tumbuh di hati Rayo
Pasca. Tindakan ini pun menandakan bahwa Kumala tidak
ingin kehilangan Rayo hanya karena kesalah pahaman.
Entah seberapa erat kedekatan hati Kumala dengan Rayo,
yang jelas Niko harus mau menyadari bahwa dia sudah di luar
hati Kumala. Dia hanya sebatas seorang sahabat dekat saja
yang tanpa bumbu cinta dalam hati Kumala, meskipun Kumala
pernah merasa tak rela menerima kematiannya. Upaya si anak
dewa saat menghidupkan kembali kematian Niko adalah jerih
payah seorang sahabat yang ingin meluruskan kodrat
kehidupan temannya, bukan lantaran masih menyimpan cinta
yang dulu sempat bertunas namun tak sempat mengembang,
(Baca serial Dewi Ular dalam episode: "WANITA PENJINAK
HANTU").
"Aku dapat merasakan kepedihan hati Niko yang kecewa
sekali oleh penolakanmu tadi,*' kata Sandhi dalam perjalanan
BMW kuning itu. Kumala sedang menekan-nekan handphorienya
untuk menelepon seseorang. Tapi ia tetap memberi
tanggapan atas kata-kata sopir pribadinya itu.
"Terpaksa kulakukan, San. Sebenarnya bukan karena
kecemasanku terhadap kemungkinan tumbuhnya rasa
cemburu di hati Rayo."
"Menurutku sih... kayaknya Rayo nggak akan cembuni deh.
Sebab, selama ini Rayo dan Niko justru menjalin persahabatan
semakin akrab Ray sangat percaya pada kesetiaan hatimu,
dan ia yakin bahwa Niko nggak bakalan berani, macammacam
padamu."

"Aku tahu, San. Tadi cuma siasat saja," ujarnya kalem, lalu
segera menyapa orang yang diteleponnya. Ternyata ia
menghubungi teleponnya Sersan Burhan.
"Bang Sersan... kalau saya ingin pita kuning yang
melingkari gedung kami itu lebih dimajukan ke depan,apa
bisa? Ya, ya... maksud saya, gedung itu benar-benar
dikosongkan sampai sebatas, pagar depan. Jadi, mulai pukul
enam nanti, jangan ada seorang pun yang berada di gedung
itu, bahkan jika perlu jangan ada yang berdiri di halaman
sekeliling gedung itu. Bisa, ya Bang...?"
Belakangan ini memang Kumala sering memanggil Sersan
Burhan dengan sebutan Abang. Tentunya hanya dilakukan di
tempat-tempat terbatas dan dalam suasana tertentu. Sebutan
itu tak lain bertujuan menghormati Sersan Burhan yang
usianya lebih pantas sebagai kakaknya Kumala, di samping
juga untuk lebih mengakrabkan hubungan mereka. Supaya
terkesan sangat familiar, seperti keluarga sendiri. Tapi jika
berada di tempat dan suasana formal, Kumala tetap
menghormatinya sebagai seorang aparat negara yang perlu
dipanggil Bapak oleh siapa pun.
Bagi si sopir funky yang dulunya bekas sopir taksi itu,
panggilan Bang Sersan yang dilakukan oleh Kumala bukanlah
hal yang aneh atau konyol. Baginya itu sudah biasa. Yang
membuatnya merasa aneh adalah permohonan Kumala
kepada Sersan. Burhan tentang pengosongan gedung Wahana
Graha. Tadi sebelum Kumala meninggalkan gedung itu, ia
minta agar penjagaan diperketat, beberapa petugas dihimbau
untuk tidak meninggalkan lobby. Tapi .sekarang Kumala justru
menginginkan agar gedung itu kosong total, tanpa seorang
pun di dalamnya.
"Kita jangan pulang ke rumah dulu, San," ujarnya tiba-tiba
"Lalu, ke mana dulu?"
"Aku butuh tiga ruas bambu gading untuk persyaratan
ritualku nanti malam, dan..."
"Kalau begitu kita ke rumahnya dokter Ghina saja. Aku
pernah melihat ada tanaman bambu kuning di sudut halaman
belakang rumahnya. Dari sini cuma makan waktu 10 menit
udah sampai kok."
"Hmm, ya...! Kita ke sana dulu deh. Tapi aku juga butuh
sejengkal kayu Dewandaru, San."
"Kayu Dewandaru?!"
"Ya. Kalau orang Cina menyebutnya kayu pohon Shiantho."
Sandhi merenung sebentar, kemudian mencoba
menyamakan persepsi.
"Pohon Dewandaru apakah yang sering disebut oleh orang
Jawa sebagai pohon Cerme Londo?"
"Hmmm, ya, ya! Benar itu, San."
"Wah, setahuku pohon Dewandaru itu nggak ada yang
tumbuh di Jakarta. Kalau di Gunung Kawi memang ada
tumbuh pohon Dewandaru yang daunnya sering ditunggutunggu
jatuh ke badan para peziarah makam keramat di sana.
Masa! sekarang juga kita harus pergi ke Gunung Kawi sih?"
"Nggak usah. Seingatku, dulu Ki Sedah Wingit pernah
menyimpan beberapa potong kayu Dewandaru buat keperluan
sesaji spiritualnya. Kita nanti ke rumah Ki Sedah Wingit saja
deh. Aku mau minta sejengkal kayunya itu. Mudah-mudahan
beliau masih menyimpannya."
"Kenapa harus kayu Dewandaru sih?"
"Kayu itu memiliki khasiat gaib cukup tinggi, dan
kubutuhkan dalam ritualku nanti."
Sandhi menggumam sambil manggut-manggut. Tanpa
keluh kesah sedikit pun ia melayani majikan cantiknya, dari
rumah dokter Ghina menuju ke arah Bogor. Menemui tokoh
paranormal tua aliran putih, yaitu Ki Sedah Wingit, yang sering
juga membantu Kumala dalam mengatasi kasus-kasus
supranaturalnya, (Baca serial Dewi Ular dalam episode:
"MANUSIA METEOR").
Kayu Dewandaru memang satu-satunya persyaratan yang
dibutuhkan Kumala dan dianggap paling sulit
mendapatkannya. Sandhi agak ragu-ragu ketika itu tapi
ternyata kayu langka itu berhasil didapatkan Kumala dengan
mudah. Kumala dan Ki bedah Wmgit juga terlibat percakapn
serius beberapa saat. Sandhi tak mengetahui isi percakapn itu
Yang jelas, ia berhasil membawa pulang majikan cantiknya
sampai rumah sekitar pukul sembilan malam.
Kumala segera memanggil asisten gaibnya, yaitu Buron, si
pemuda jelmaan Jin Layon. Buron disuruh membantunya
mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan. Mereka
berada di pendapa belakang rumah. Sandhi berdebar-debar,
takut Kumala gagal dan berakibat fatal. Karena, apa yang
dilakukan Kumala ini sepertinya sangat berbahaya.
Gerimis turun di malam itu. Malam cepat menjadi sunyi.
Pedagang makan yang biasanya mendorong gerobaknya
mengelilingi jalanan di perumahan itu, kini tampak sepi tidak
seramai biasanya. Perumahan Telaga Jati Estate mirip
pemukiman mati. Padahal biasanya sampai lewat pukul
sepuluh malam pun masih kelihatan ramai. Yang muda-muda
bikin kelompok di sana-sini, ada yang bermain gitar, ngobrol
dalam canda, main kartu gaple dan aktivitas malam lainnya.
Sekarang mereka tak terlihat satu pun. Sepi sekali.
Suasana seperti itu agaknya punya sisi keuntungan sendiri
bagi penghuni sebuah rumah yang letaknya agak ke dalam,
jauh dari gapura tinggi yang menjadi gerbang masuk ke
kompleks tersebut rumah berpagar besi putih stainless itu
tergolong mungil, cukup untuk hidup sepasang pengantin
baru. Karena hanya memiliki satu kamar tidur, satu ruang
tamu, Ruang makan menjadi satu dengan ruang tengah, dan
dapur yang tak seberapa lebar. Baru seminggu yang lalu
rumah itu laku dikontrakkan. Pengontraknya seorang
mahasiswa yang baru punya kerja sambilan sebagai makelar
jual beli mobil dan motor Mahasiswa itu masih muda. Imutimut
dan masih terkesan seperti anak kemarin sore, tapi dia
memang punya ketampanan yang menawan. Sering jadi
incaran gadis-gadis belia. Hampir semua mahasiswi di
kampusnya mengenal namanya, Mereka akan langsung
terbayang wajah tampan bersih bermata jernih jika
mendengar nama Alvan disebutan seseorang.
Usianya memang baru 22 tahun tapi kemampuannya
dibidang otomotif cukup tinggi. Sepertinya, Alvan memang
memiliki talenta untuk menjadi seorang pakar di bidang
otomotif. Bukan hanya tahu dan ahli mengotak-atik mesin,
tapi juga mengerti betul tentang bisnis kendaraan di zaman
sekarang. Bisnis itu baru-baru ini saja ia tekuni, karena
mendapat dorongan moral dari seseorang yang tahu persis
kapan saatnya ia mendapat keuntungan. Orang yang dijadikan
pemandu bisnis itu adalah orang yang menyarankan agar
Alvan pindah dari tempat kost-nya yang lama, dan menempati
rumah mungil yang berhasil dikotraknya dengan uang sendiri
itu.
Para tetangga sering melihatnya hidup sendirian, hanya
dengan seekor kucing putih. Para tetangga juga banyak yang
mengagumi keindahan kucing putih berbulu lebat dan halus
itu. Sampai seminggu ini para tetangga belum mengetahui
bahwa kucing putih itu adalah jelmaan dari putri dewa. Kucing
itu bisa berubah sendiri menjadi sosok wanita cantik dan sexy,
tapi bisa juga berubah apabila dicium seorang lelaki,
resikonya, lelaki itu harus mau menuruti keinginan mesra si
wanita tersebut, karena jika kucing putih itu dicium maka
bukan hanya terjadi perubahan wujud saja, namun juga
terjadi ledakan gairah birahi yang menuntut kepuasan dari si
lelaki.

Wanita cantik berambut panjang dan berkulit putih halus
bak kulit bayi itu tak lain adalah Dewi Angora. Bukan hanya
kecantikannya yang telah membuat Alvan terpikat padanya,
tapi juga kehangatan asmaranya telah membuat Alvan rela
untuk tidak berpikir tentang gadis-gadis lainnya.
Sebab, menurutnya tak satu pun gadis cantik yang pernah
dikenalnya ada yang memiliki daya pikat sebesar Angora.
Sekalipun Alvan belum pernah merasakan kehangatan asmara
gadis-gadis lainnya, tapi ia telah yakin betul, bahwa tidak ada
wanita lain yang memiliki kehangatan asmara seindah Dewi
Angora. Sehingga, Alvan merasa tak perlu lagi mencari wanita
lain jika ingin mendapatkan kenikmatan di atas ranjang.
"Cuma kamulah wanita yang mampu memberikan
kebahagiaan berlimpah-limpah di atas ranjang. Kamu adalah
sumber kemesraan bagiku, lautan cinta yang tak pernah
memberi kesempatan kering bagi peluhku."
Pernyataan itu pernah dilontarkan Alvan dalam bisikan
malam kepada Dewi Angora. Pernyataan tersebut merupakan
sanjungan yang membuat Dewi Angora sangat bangga dan
ingin memiliki Alyan, karena pada kesempatan-kesempatan
mesra lainnya Alvan sering membisikkan sanjungan serupa itu,
meski dengan susunan kata dan bahasa yang berbeda. Karena
itulah, kehidupan mereka berdua di rumah mungil itu selalu
sarat akan kebahagiaan dan kepuasan jiwa. Mereka ingin
mempertahankannya sampai kapan pun.
"Kelak, jika urusanku di bumi ini sudah selesai, aku ingin
membawamu pulang ke Kahyangan. Kita akan hidup di sana
sebagai Suami-isrri yang abadi, Alvan."
"Apakah aku akan menjadi dewa dan kau tetap sebagai
dewi?"
"Itu tidak bisa, Al. Kau tetap manusia, bukan dewa. Tapi
kau adalah manusia yang boleh tinggal di wilayah Kahyangan
selamanya."

"Berarti aku harus berpisah dengan orang tua dan saudarasaudaraku
dong? Sepertinya untuk hal itu... aku belum
mampu. Berpisah dari duniaku adalah hal yang sulit kujalani.
Apalagi di Kahyangan pasti nggak ada motor atau mobil, kan?"
Dewi Angora tertawa renyah. "Tentu saja ada cara lain
yang bisa kita tempuh nanti, Sayangku. Kau bisa tetap hidup
di bumi. Tapi sewaktu-waktu kau ingin menemuiku di
Kahyangan, kau punya cara khusus untuk melakukannya."
"Aku akan punya password untuk masuk Kahyangan,
begitu?"
Si cantik Angora menganggukkan kepala dengan senyum
manisnya.
"Tapi untuk menjadi suamiku kau harus memenuhi
beberapa persyaratan, Al."
"Apa saja persyaratannya?"
'Tidak boleh membunuh dan bersikap kasar kepada hewan
kucing dan sejenisnya, karena akulah dewi penguasa hewanhewan
seperti itu."
"Sejak kecil hal itu tak pernah kulakukan. Angora."
"Ya, aku tahu. Dan, aku percaya kau sanggup memenuhi
syarat tersebut Tapi untuk syarat yang satunya lagi, belum
tentu kau dapat memenuhinya. AL"
"Apa syarat yang satunya?"
"Nggak boleh bercumbu dengan wanita lain."
Alvan tertawa geli sendiri, tapi Angora tetap melanjutkan
kata-katanya tanpa mempedulikan tawa tersebut.
"Mencium pipi wanita lain pun nggak boleh, kecuali
keluargamu."
"Itu juga nggak mungkiri kulakukan, Angora."

"Tapi membayangkan bercinta atau berciuman dengan
wanita lain pun sudah merupakan noda yang membuatmu
nggak akan bisa masuk ke Kahyangan, AL Apalagi jika dalam
membayangkan kencan dengan wanita lain sampai
membuatmu bernafsu, itu sudah merupakan pelecehan cinta
menurut adatku. Dan, kau semakin tak pantas menjadi suami
kaum bidadari."
Bagi pemuda berambut pendek rapi itu, persyaratan
tersebut bukan sesuatu yang sulit dan berat Sangat mudah
dan ringan, la sanggup memenuhinya.Bahkan yang jauh lebih
berat dari persyaratan tadi pun tetap akan dipenuhi oleh
Alvan, asalkan ia dapat hidup bersama Angora sampai akhir
hayatnya Ia telah mengaku dengan sejujurnya pada diri
sendiri, bahwa ia telah jatuh cinta pada Dewi Angora. Cinta
berat Dan, cinta itu telah membuat Alvan selalu menurut saran
dan, nasihat Angora.
Maka ketika Angora harus melakukan 'semedi nista' untuk
mendapatkan petunjuk gaib, Alvan menyatakan siap
membantunya. Dewi Angora mengatakan, bahwa tidak ada
orang yang pantas membantunya dalam melakukan 'semedi
nista' itu selalu Alvan. Sekalipun sebenarnya banyak orang
yang bersedia dan mampu membantunya, tapi Dewi Angora
tidak berminat memilih salah satu dari mereka. Hanya kepada
Alvan lah sang bidadari merasa pantas menjatuhkan
pilihannya.
"Apa yang harus kulakukan nanti?" tanya Alvan.
"Menjadi pasanganku dalam semedi."
"Menjadi pasangan?!" Alvan berkerut dahi. Heran.
"Kita harus sama-sama tanpa busana."
"Lalu...?"
"Saling merapatkan badan."
"Wow...?!" pemuda itu menyeringai geli, berbinar-binar.

"Istilahnya; biraga!"
"Dua raga menjadi satu? Tapi sambil ... sambiL..."
"Tentu saja sambil begitu. Kalau toh harus berhenti, bolehsaja,
asal jangan sampai kita terlepas. Dan aku akan diam saja
tanpa perlawanan seperti biasa selama kau berlayar
mengarungi tubuhku. Jadi, kau jangan marah dan
tersinggung. Sebab pada saat kau berlayar itulah, rohku
sengaja terbang menyusuri alam kenikmatan. Tak akan
berhenti sebelum kudapatkan petunjuk gaib di dalam
kenikmatan itu."
"Sampai berapa lama aku harus menganingi
kehangatanmu?"
"Bisa sampai seharian penuh, bisa sampai dua hari, tiga
hari, atau entah berapa hari... yang jelas sampai kudapatkan
petunjuk gaib itu."
"Waah, apa aku sanggup melakukannya kalau sampai
sehari penuh? Apalagi kalau sampai berhari-hari? Mana bisa?"
"Pasti bisa. Kau akan kuberi kekuatan khusus sebelumnya,
supaya tak merasa lelah sedikit pun, tak merasa jenuh, dan
tak akan padam kobaran api gairahmu selama dalam
semediku."
Alvan menyunggingkan senyum kecil, tapi ia termenung
membayangkan apa yang harus dilakukannya nanti. Timbul
pertanyaan di hatinya, apa yang terjadi seandainya transfer
kekuatan khusus itu habis, tapi Angora belum mendapatkan
petunjuk gaib? Dan, apa yang akan dirasakannya nanti jika
'semedi nista' berlangsung hingga berhari-hari, atau bahkan
mungkin saja sampai satu bulan lamanya?