Dewi Ular - Asmara Mumi Tua(2)

4
WANITA cantik yang disanjung Sandhi sebagai wanita tegar
dan tabah itu memiliki nama lengkap: Voya Lashinta. Papanya
asli Bandung, tapi mamanya asli dari Yunani. Bahkan menurut
pengakuannya, ia lahir di kota Athena. Tapi belum genap usia
satu tahun sudah dibawa pindah oleh kedua orang tuanya ke
Yogyakarta, lalu masa pendidikan SMP-nya ditempuh di
Jakarta.
Voya mempunyai dua adik perempuan. Yang satu tinggal
bersama suaminya di Malaysia, yang bungsu baru saja
berkeluarga dan tinggal di Bali. Mereka bertiga sudah tidak
memiliki orang tua lagi. Papanya meninggal empat tahun yang
lalu, sedangkan mamanya enam tahun lebih awal dari
kematian papanya. Mereka memang berasal dari keluarga
kaya Warisan yang ditinggalkan oleh sang papa bukan hanya
berupa materi saja, tapi juga beberapa perusahaan, termasuk
delapan bank yang tersebar di kawasan Asia.
Dua perusahaan besar warisan papanya dikelola oleh Voya
sendiri. Perusahaan itu berkembang pesat berkat kepiawaian
Voya dalam membaca peta dunia bisnis masa kini. Wanita
bertubuh sekal yang tampak lincah, gesit dan cerdas itu
mengaku pernah bersuamikan orang Philipina. Namun
perkawinan yang belum menghasilkan keturunan itu hanya
mampu bertahan kurang dari dua tahun.

Dalam masa 3 tahun belakangan ini Voya merasa lebih
enak hidup menjanda ketimbang harus menjadi ladang
penghasilan seorang suami yang memiliki segudang kelicikan
dan tipu muslihat menyakitkan.
"Suatu saat aku pasti akan bersuami lagi, tapi harus lebih
selektif, lebih hati-hati dan lebih cermat lagi. Aku nggak mau
bertindak sebodoh masa laluku. Cukup satu kali saja
kebodohan itu kutelan bulat-bulat dalam hidupku,'' tuturnya
kepada Kumala, tapi ikut didengarkan oleh Sandhi juga.
Hari itu Voya tampak lebih ceria daripada hari-hari
sebelumnya. Beban penderitaan batin atas luka anehnya telah
berhasil diatasi oleh si cantik jelita; Kumala Dewi. Lubang
busuk di dadanya dapat diratakan kembali dan menjadi utuh
seperti semula berkat kesaktian Kumala yang menggunakan
gelombang hawa suci dari Aji Tolak Bangkai. Pengobatan
supranatural itu hanya diketahui oleh Kumala dan Voya. Tak
ada pihak lain yang boleh menyaksikan proses pengobatan
tersebut, karena letak luka aneh itu ada di bagian yang tak
layak dijadikan tontonan, terutama oleh lawan jenisnya.
Wanita karir yang masih tergolong muda usia itu pun tidak
akan mau jika tubuhnya yang kuning mulus dijadikan totonan
ekstra oleh mata Sandhi atau Buron. Apalagi dalam proses
pengobatan supranatural itu Voya harus melepas busananya,
tinggal bagian yang dalam saja yang dikenakan, itu hanya
bagian bawah. Bagian atasnya terbuka lepas tanpa sehelai
benang pun.
Dewi Ular sengaja menyuruh pasiennya berbaring di atas
lantai berkarpet dan dilapisi kasur busa tipis. Semburan bau
busuk meluncur deras dari lubang luka yang menjijikkan itu.
Tapi dengan menahan napas di perut Kumala Dewi berhasil
mengeluarkan aroma yang wangi tubuhnya dari tiap lubang
pori-pori sekujur tubuh, sehingga bau busuk itu terkalahkan.
Hampir saja Dewi Ular cedera karena terlempar ke atas
ketika kedua telapak tangannya berada dalam jarak 10

centimeter di atas dada Voya. Gelombang hawa suci meluncur
deras berupa uap dingin bak biang es dari dalam freezer. Uap
itu sempat terhalang getaran gelombang gaib ? yang
tersembur dari lubang luka. Kekuatan getaran gaib itu cukup
besar. Dewi Ular mengarahkan tenaganya hingga
mencucurkan keringat sebesar biji jagung.
Tiba-tiba kedua telapak tangan Kumala seperti mendapat
tekanan dari bawah yang menyentak sangat kuat dan cukup
besar. Tubuh sintal Dewi Ular terlempar ke udara, hampir
membentur langit-langit kamarnya. Namun beruntung sekali ia
dapat segera menguasai kestabilan tenaganya, sehingga
hentakan kuat itu bisa cepat diredam.
Dewi Ular mengambang di udara, di atas Voya yang
terbaring pasrah dengan tubuh menggigil karena merasa
kedinginan. Seluruh indranya berada dalam batas kesadaran
yang normal. Wajarlah jika Voya menjadi sangat terheranheran
melihat Kumala duduk bersila di udara tanpa alas duduk
apa pun. Wajar juga jika Voya sempat menjadi sangat tegang
ketika rambut Dewi Ular yang panjang itu tiba-tiba terlepas
dari gulungannya dan beterbangan ke sana-sini, menyebar
arah dan berubah warna dari hitam kemilau menjadi kemerahmerahan,
seperti rambut-rambut api.
Voya juga hampir saja memekik ketakutan dan lari
meninggalkan tempat ketika Kumala Dewi yang mengambang
di. atasnya itu mulai mengeluarkan sisik beberapa bagian
tubuhnya. Sisik itu adalah sisik naga emas, yang setiap bulan
purnama tiba menjadi bagian dari perubahan wujud Kumala,
yaitu, sebagai ular sisik emas berkepala manusia biasa. Hanya
saja, keluarnya sisik ular dari permukaan kulit tubuh Kumala
tidak sepenuhnya terjadi. Bahkan temponya pun tidak lebih
dari dua menit.
Zzzzuub, deebs...!
"Uuhhk...!" Voya mendelik kejang. Ulu hatinya seperti
kejatuhan benda berat yang sebenarnya hawa gaib padat dari

kedua tangan Kumala Dewi. Hawa gaib padat itu menyerap
masuk ke dalam lubang luka dan bergerak-gerak seperti
meremas organ tubuh bagian dalam. Memang tidak begitu
sakit, tapi terasa mual sekali di perut. Hampir saja Voya
tersentak muntah akibat gerakan hawa gaib padat itu.
Beberapa saat kemudian, posisi Kumala yang melayang di
udara segera turun ke lantai seperti biasa.
Sekujur tubuh Voya mulai merasa hangat. Kehangatan itu
terasa berpusat dari ulu hatinya, lalu menyebar ke sekujur
tubuh. Napas pun mulai terasa lega, ringan dihirup, lapang
dihembuskan lewat hidung maupun mulut. Pada saat itulah
sebenarnya kondisi Voya mulai pulih. Lubang luka aneh
tertutup rapat tanpa sisa seujung jarum pun. Aroma busuk tak
tercium lagi. Bentuk dada Voya menjadi sekal, indah, dan
menantang selera lelaki, dan layak dijadikan kebanggaan
baginya.
Semua benda yang selama proses pengobatan tadi
bergetar kini menjadi tenang kembali. Derak suara dinding
kaca sudah tidak ada. Gemerincing denting lampu kristal di
ruang tamu pun menjadi bisu. Hembusan angin yang selama
proses pengobatan sempat menderu-deru dengan arah tak
menentu, kini normal kembali. Sandhi dan Buron yang malam
itu hanya bisa menunggu di ruang tengah mulai
menghembuskan napas, sebab mereka tahu bahwa proses
penghancuran Mata Bangkai sudah selesai. Mereka tinggal
menunggu hasilnya. Baik Sandhi maupun Buron sama-sama
yakin betul bahwa Kumala telah berhasil mengalahkan
kekuatan gaib ludah mumi yang melubangi ulu hati Voya
Lashinta.
"Kalau dia gagal, pasti,terjadi kegaduhan hebat di dalam
kamar. Mungkin pintu atau dinding kaca seberang sana akan
pecah," kata Buron yang agaknya memang sangat tahu persis
tentang ciri-ciri keberhasilan atau kegagalan si Dewi Ular itu.

Meskipun keadaan Voya sudah pulih seperti sediakala, tapi
ia masih harus selalu berhubungan dengan Kumala. Persoalan
yang dihadapi sekarang bukan lagi tentang borok Mata
Bangkai, tapi tentang si pemilik ludah mumi itu. Sebab dalam
hal ini Kumala Dewi terang-terangan mendesak Voya agar
menemukan orang tersebut dalam ingatannya.
"Cari terus dalam ingatanmu, siapa orang yang meludahi
dadamu kala itu!" tegas Kumala walau tetap berkesan akrab.
"Cepat atau lambat, kita harus bisa menemukan orang itu,
Voya."
"Bukankah sudah cukup dengan memulihkan keadaan
dadaku? Apakah kau menaruh dendam kepada orang itu?"
"Ini bukan persoaten dendam. Bukan juga sekedar
penghinaan terhadap dirimu. Sekarang aku baru ingat, bahwa
kasusmu ini ternyata ada hubungannya dengan kasus-kasus
lainnya, yaitu tentang surat berdarah yang sudah merenggut
empat korban!"
"Surat setan itu maksudmu?!" kata Voya sambil mengutip
istilah yang sering dipakai di koran-koran mengenai 'surat
setan' itu.
Mendengar kata-kata Kumala itu dahi Sandhi berkerut. Ia
merasa heran, mengapa persoalannya Voya ada hubungannya
dengan kasus munculnya surat setan.
"Apa maksud Kumala berkata begitu, ya Ron?" bisik Sandhi
kepada jelmaan Jm Layon. Tapi karena Buron saat itu sedang
sibuk ingin menelepon kekasihnya: Shayu, maka pertanyaan
bisik-bisik, itu kurang mendapat respon baik dan membuat
Sandhi menggerutu tak jelas sambil bersungut-sungut. Buron
cuek saja. Sebelum ia diberi tugas khusus oleh Kumala, ia
merasa punya kebebasan bergerak dan bersikap.
Kumala sengaja membiarkan Buron sibuk dengan urusan
pribadinya bersama Shayu, janda kaya yang jatuh cinta sekali

kepada Buron, (Baca serial Dewi Ular dalam episode:
"KORBAN KUTUKAN").
Untuk saat ini Kumala memang belum melibatkan Buron,
lantaran ia masih harus meneliti ulang apa yang telah ia
temukan dalam renungannya. Jika nanti hasil analisa batinnya
sudah dinyatakan positif oleh beberapa bukti dan alasan,
maka Buron harus segera dilibatkan untuk menemukan si
pemilik ludah mumi itu.
Sayang sekali selama dua malam sejak Voya dipulihkan
keadaannya, janda cantik itu masih belum bisa menemukan
ingatannya tentang wajah orang yang pernah meludahinya.
Bayangan orang tersebut sulit diingat. Setiap Voya mencoba
memusatkan konsentrasinya pada adegan ketika ia diludahi,
maka kepalanya menjadi sakit seperti ditusuk-tusuk jarum,
dan ingatan dalam konsentrasinya menjadi simpang siur.
Seolah-olah seribu wajah bertumpuk menjadi satu dalam
benaknya, sehingga sulit dikenali satu persatu.
Repotnya lagi, masalah gangguan dalam kepalanya itu
tidak dikatakan Dewi Ular. Voya merasa malu dan tak enak
hati kalau untuk urusan kecil seperti itu harus mengadu
kepada Kumala.
Menurut penilaiannya sendiri, ia menjadi seperti anak kecil
jika masalah sakit kepala dan kekacauan konsentrasinya harus
diadukan kepada si anak bidadari itu.
"Di mana peristiwa itu terjadi? Kamu ingat? " pancing
Sandhi ingin coba-coba membantu ingatan Voya.
"Aduh, tempatnya aja kok bisa sampai lupa sih?" Voya
jengkel sendiri, memukul-mukul kepala sambil berdecak dan
mendesah berulang-ulang.
"Apa alasan orang itu meludahimu, apakah juga nggak bisa
diingat-ingat?"

"Dari kemarin aku belum berhasil menemukan alasan atau
penyebab diriku diludahi oleh seseorang. Yang kuingat
hanya... aku pernah diludahi oleh seseorang, sekitar satu
bulan yang lalu. Entah siapa orangnya, di mana tempat
kejadiannya, apa alasannya, bagaimana tindakanku
selanjutnya... itu nggak bisa kujawab, Sandhi! Nggak bisa
kuingat sampai detik ini! Gila kan namanya?!"
Memang menjengkelkan kondisi seperti itu, tapi juga
menggelikan. Sandhi sempat tertawa melihat Voya masih
terus berusaha mengingat-ingat masalah itu sampai bibirnya
dimonyong-monyongkan. Tapi di balik tawa Sandhi tersimpan
kecurigaan yang belum sempat disadari oleh Voya sendiri.
Barangkali Kumala pun belum menyadarinya juga.
"Kita bicarakan kondisi otakmu kepada Kumala, supaya..."
"Ah, nggak usahl Masa' persoalan kayak gini saja harus
bilang-bilang padanya? Ntar diasangka aku perempuan
berotak bebal?!".
"Voy, kegagalanmu mengingat peristiwa itu secara lengkap
bukan disebabkan karena otak bebal atau daya ingat yang
lemah. Aku curiga, ada yang nggak beres dalam otakmu,
terutama daya ingatmu."
"Kamu pikir aku udah jadi gila gara-gara borok Mata
Bangkai kemarin, ya? Hmmm, sorry... aku masih waras San!"
Voya mencibir dan masih kelihatan ingin membanggakan diri,
tak mau dianggap ber-IQ rendah. Sandhi tak membantah,
justru bersikap sabar karena Voya masih salah mengartikan
kata-katanya tadi.
"Aku yakin, kamu perempuan berotak cerdas, Voya. Tapi...
kalau komputer aja bisa error, apalagi otak manusia, Voy "
"Sialan! Kau pikir otakku lagi error, ya? Ngaca luh!" Voya
jadi geli sendiri. Tak segan-segan tangannya memukul pundak
Sandhi. Senyum indah pun mekar di bibir Sandhi yang tidak
sehitam bibir seorang perokok berat. Ia segera memahami

karakter Voya yang tidak mau dianggap rendah oleh
temannya, tapi juga tidak mengharapkan pujian muluk-muluk.
Diam-diam Sandhi pun mendekati Kumala Dewi setelah
majikan cantiknya itu selesai mandi sore. Cuaca redup, tapi
bukan karena mendung, melainkan karena senja makin tua.
Kumala sudah persiapkan diri untuk pergi menemui Pramuda.
Ia ingin kenalkan Voya kepada Pramuda, karena Voya
berminat untuk ikut ambil bagian dalam salah satu proyek
yang akan ditangani perusahaannya Pramuda itu.
"Mal, tolong periksa kondisi otak Voya," bisik Sandhi.
"Sepertinya dia mengalami keganjilan dalam otaknya tuh."
"Tumben perhatianmu sampai ke situ?" sindir Kumala
seraya tersenyum geli. Sandhi sedikit kikuk menutupi senyum
tersipu-sipunya.
"Sudahlah, pokoknya tolong kamu periksa sistem kerja
otaknya. Soalnya aku curiga sekali terhadap ketidak
mampuannya mengingat peristiwa ludah mumi itu."
"Kalau begitu nalurimu mulai tajam, San."
"Tajam bagaimana?"
"Cepat menemukan gangguan gaib dalam diri seseorang,
meskipun masih bersifat kira-kira. Tapi itu sudah merupakan
ketajaman naluri yang cukup bagus, San."
"Jadi kamu juga menemukan keganjilan dalam s istem kerja
otak Voya?" suara Sandhi semakin pelan, karena mereka
bicara di samping ruang makan, sementara Voya ada di ruang
tengah.
"Itulah sebabnya aku nggak mau mendesak dia lagi untuk
mengingat-ingat wajah orang yang meludahinya tempo hari.
Tadi siang waktu kami bicara di ruang kerjaku, aku sempat
meneropong, kondisi daya ingatnya, sempat ikut membantu
mencari wajah si pemilik ludah mumi dalam benaknya, dan...

kutemukan penyebab ketidak mampuan Voya mengingat
orang tersebut."
"Apa penyebabnya?" desak Sandhi.
"Seperti yang pernah dialami oleh teman kita; Gerry."
Sandhy segera ingat wajah tampan imut-imut polos milik
pemuda bernama Angger atau Gerry. Pemuda itu pernah
mengalami ketidak mampuan mengingat masa lalu, karena
seluruh memory dalam otaknya dihapus, atau, dicuri dengan
kekuatan gaib untuk disingkirkan di suatu tempat. Berkat
bantuan Kumala, pemuda itu bisa memperoleh, memory masa
lalunya lagi, sehingga daya kerja otaknya pun menjadi normal,
cerdas seperti semula, (Baca serial Dewi Ular dalam eposide:
"TEROR MISTERIUS").
"Tapi untuk kasus yang kali ini, kayaknya aku mulai
kewalahan, San," bisik Kumala. "Memang nggak seluruh
memory dalam otak Voya dicuri orang atau dihilangkan, hanya
sebagian kecil dari file dalam ingatannya itu hilang. Tapi justru
file tentang si pemilik ludah mumi itulah yang sengaja dihapus
oleh pihak yang nggak ingin dikenang maupun diingat Voya.
Hilangnya bagian itu membuat Voya nggak akan bisa
mengingat-ingat lagi tentang ciri-ciri s i pemilik ludah mumi."
"Tapi kok dia sampai nggak bisa ingat; di mana peristiwa
itu terjadi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kasus
tersebut?"
"Memory itu dihapus bersama tembusannya, maka wajar
saja kalau hal-hal kecil lainnya yang masih berkaitan juga ikut
terhapus!"
Sandhi menggumam sambil manggut-manggut lirih.
"Apa kamu nggak bisa mengembalikan memory yang
terhapus itu?" tanya Sandhi penuh harap.

"Secara diam-diam sudah kucoba dua kali, tapi masih
gagal. Mungkin butuh waktu khusus untuk menanganinya
sampai berhasil."
Sandhi menyampaikan penjelasan Kumala itu kepada Voya.
Tapi tanggapan Voya datar-datar saja. Dia menganggap
analisa itu buatan Sandhi sendiri dan terlalu mengada-ada.
Sebab pikirnya,
"Mana mungkin ada orang yang bisa menghapus ingatan
orang lain untuk beberapa bagian tertentu saja?!"
"Mungkin jiwaku masih dibayang-bayangi perasaan senang,
lega, dan gembira yang berlebihan, karena dadaku bisa utuh
kembali. Perasaan yang berlebihan itulah yang membuat
konsentrasiku belum bisa bekerja sepenuhnya, seperti harihari
kemarin."
"Yaah... pendapat itu memang masuk akal," kata Sandhi
dengan sabar. 'Tapi kayaknya Kumala mau menangani
masalah gangguan daya ingatmu itu pada waktu khusus nanti.
Siapkan saja dirimu dan waktumu buat mengembalikan daya
ingat tersebut."
"Apakah aku boleh menolak rencana itu?"
"Kalau bisa jangan deh. Ini demi kepentingan pribadimu,
juga demi kepentingan kita bersama. Sebab kalau file yang
terhapus itu nggak dikembalikan seperti semula, lantas
bagaimana kita bisa mengetahui s i pemilik ludah mumi itu?"
"Anggap saja dia sudah mati. Beres! Ngapain pusing-pusing
mikirin dia sih?"
"Bukankah tadi Kumala sudah bilang pada kita, bahwa
pemilik ludah mumi itu berkaitan erat dengan kasus
munculnya surat berdarah? Menurutnya, darah yang dikirim
melalui surat tersebut dapat mempengaruhi nasib orang yang
melihatnya"

"Cuma melihat darah yang dituliskan pada kertas surat itu
saja masa' bisa mempengaruhi nasib seseorang sih?"
"Darah yang lenyap sendiri setelah dibaca seseorang itu,
dipastikan oleh Kumala sebagai darah mumi. Padahal menurut
pengalaman spiritualnya, sebagian besar darah mumi itu
mengandung kutukan maut, yaitu merenggut nyawa orang
yang pertama kali memandanginya. Bagi orang kedua, ketiga
dan seterusnya nggak kena pengaruh kutukan darah tersebut,
Voy. Makanya, mereka yang menjadi korban pasti orang
pertama yang melihat tulisan darah pada kertas surat itu, tak
peduli apakah dia si pemilik nama pada alamat surat atau
bukan. Pokoknya orang pertama yang melihat darah itu pasti
mati!"
http//zheraf.mywapblog.com
Handphone Voya berdering. Sandhi menahan diri untuk
tidak melanjutkan bicara, sementara Voya langsung
menyambut si penelepon yang sudah diketahui orangnya
lewat nomor yang muncul pada displaynya. Sandhi berlagak
tak menyimak, tapi sebenarnya sangat ingin tahu apakah si
penelepon seorang lelaki atau seorang wanita ? Ia juga diamdiam
memperhatikan nada bicara Voya saat itu, santai atau
formil ? Mesra atau biasa ? Entah mengapa tiba-tiba Sandhi
jadi ingin tahu hal-hal seperti itu. Bahkan ia merasa kesal jika
Voya menerima telepon dari seorang lelaki.
"Perasaanku sudah mulai edan nih! Gawat'" pikirnya sambil
menahan rasa malu dan geli sendiri dalam hati. Anehnya, hati
Sandhi nekat merasa lega setelah tahu penelepon itu adalah
seorang perempuan yang bernama Fifin. Agaknya perempuan
itu teman dekat Voya, terbukti cara Voya menyambutnya
dengan-ceria, penuh canda, bahkan terkesan akrab sekali.
"Hallo? Ada apa Tuan Putri Fifin, Ratu Ganjen...?!" tawa
sedikit parau berhamburan seenaknya. Sandhi menikmati
suara tawa yang bagirya dapatmembangkitkan gairah asmara
pemuas cinta.

"Aduh, sorry deh, kalau petang ini aku nggak bisa. Aku
punya urusan sendiri, Fin. Tapi kalau malam-malaman, oke aja
sih.... Memangnya siapa aja yang mau datang nanti?,Hmm,
terus...? Eh, cowok luh itu datang juga nggak? Yaah... suruh
pulang aja deh cowok luh nanti. Habis, kalau elu bawa cowok,
gue mau bawa apa? Uuh, sorry ya... memangnya gue tante
girang? Parah luh, Fin....!"
Sandhi dapat menyimpulkan percakapan melalui HP itu.
Fifin dan beberapa orang rekannya lagi mengadakan acara
kecil-kecilan di Kiss Cafe. Acara itu tidak akan menjadi seru
dan meriah jika tanpa Voya Bisa tidak bisa Voya diwajibkan
datang dalam acara tersebut. Voya tidak memberikan
kepastian, sebab ia tidak punya pasangan yang cocok buat
bergabung dengan mereka.
Entah sengaja atau tidak pernyataan itu diucapkan keraskeras
di depan Sandhi, yang jelas hati Sandhi sempat degdegan
karena merasa akan mendapat peluang emas untuk
menjadi orang yang akan menemani janda cantik itu,
walaupun hanya semalam saja. Repotnya, usai membahas
acara tersebut dengan Fifin, Voya sama sekali tidak
membicarakannya kepada Sandhi. Bahkan membahas
kekonyolan Fifin pun tidak sama sekali.
"Kita jadi ke rumah Pramuda kan?" justru itu yang
ditanyakan.
Dengan memendam rasa dongkol Sandhi menjawab, "Jadi
dong. Kumala sudah standby tuh."
"Kok lama sih? Dari tadi dia masuk kamar dan nggak
keluar-keluar lagi lho. Coba tengokin sana!"
"Kalau dia di dalam kamar sampai berjam-jam berarti,, dia
sedang lakukan hubungan gaib dengan papa-mamanya di
Kahyangan."
"Jadi, sekarang dia sedang dialog dengan orang tuanya?"

"Mungkin saja begitu, karena sudah hampir satu jam belum
keluar juga dari kamarnya."
"Udah pukul tujuh lewat nih. Kita mau berangkat kapan?"
Sandhi jadi semakin kesal, seolah-olah Voya bosan ngobrol
dengannya di serambi itu. Senyum Sandhi pun mulai bernada
sinis.
"Udah nggak sabaran, ya? Kepingin cepat sampai di Kiss
Cafe?" sindir pemuda itu. la sengaja menyinggung Kiss Cafe
supaya dijadikan bahan percakapan selanjutnya. Tapi
harapannya kali ini juga tidak terkesampaian. Voya tidak
membahas Kiss Cafe, tapi hanya tertawa sumbang, seakan
menertawakan saltingnya Sandhi saat itu. Makin geregetan
Sandhi dibuatnya.
"Ntar lama-lama gue pelet pakai Aji Tunduk Seta luh!"
geram Sandhi dalam hati. Ia memang punya ilmu pelet
pemberian Buron yang mampu membuat wanita seangkuh apa
pun menjadi tunduk bertekuk lutut mengharapkan kepuasan
cinta darinya.
Tapi apakah pantas kekuatan ilmu pelet itu ditujukan
kepada Voya, sementara sikap Voya sendiri sebenarnya sangat
bersahabat dan ramah padanya? Kalau tidak diguna-guna
pakai ilmu pemikat, sikap Voya seperti selalu memancing
gairah Sandhi, bikin Sandhi jadi tersiksa sendiri batinnya Maka
tertegunlah Sandhi mempertimbangkan langkahnya.

5
PRAMUDA sampai sekarang belum kawin juga. Padahal
usinya sudah hampir 35 tahun, sudah cukup matang, bahkan
sudah hampir busuk. Kumala sendiri sempat merasa heran
dengan selera hidup kakak angkatnya itu. Pramuda bukan

dingin terhadap perempuan. Justru ia getol coba-coba
kehangatan wanita di sana-sini. Anehnya, tidak satu pun dari
sekian banyak wanita yang terpilih menjadi istrinya.
"Kalau memang nggak cocok, nggak sesuai dengan
seleraku, masa' mau dipaksa-paksain?! Memangnya istri itu
sama dengan kaos kaki, kalau nggak pas bisa dipas-pasin?!"
gerutunya sambil bersungut-sungut ketika Kumala mendesak
untuk yang kesekian kalinya. Saran dan pandangan yang
berkaitan dengan masalah single fighter-nya tetap akan
dianggap suatu desakan menuju jenjang perkawinan. Sebab
kalau Kumala sudah bicara soal itu, pasti ujung-ujungnya
mengecam gaya hidup membujang yang dianut Pramuda dari
dulu.
Pria tampan dan sekarang menjadi pengusaha sukses sejak
bisnisnya didampingi Dewi Ular itu adalah orang pertama yang
menemukan Kumala, ketika gadis itu turun ke bumi, dibuang
dari Kahyangan. Pramuda itulah yang menampung Kumala,
membawanya dari jalan tol di tengah malam sewaktu hujan
turun deras, (Baca serial Dewi Ular dalam episode "ROH
PEMBURU CINTA"). Karena itulah Kumala tidak bisa
melupakan Pramuda begitu saja, juga tidak bisa membiarkan
Pramuda hidup sendirian dialam kehidupan manusia ini.
Hubungan mereka memang sering mengalami cekcok, tapi
tidak sampai membekas di hati masing-masing. Mereka sudah
seperti kakak beradik, sehingga tak ada kecanggungan lagi
dalam kebersamaan mereka di mana pun berada. Kumala dari
dulu salut kepada jiwa Pramuda. Sekali pria itu menganggap
Kumala sebagai adiknya, maka pantang baginya untuk
mengusik nakal pribadi gadis itu. Sering juga Kumala tidur
seranjang dengan Pramuda, baik di rumah pria itu maupun di
rumahnya sendiri, tapi tidak sedikit pun ada kenakalan yang
dilakukan oleh pria tampan yang sering dijuluki play-boy
primitif itu.

"Sejak aku menjadi adikmu, kuhitung-hitung sudah 23
perempuan yang jadi pacarmu, tapi nggak pernah ada yang
kamu nikahi. Lolly, dulu kamu anggap satu-satunya
perempuan yang sesuai dengan seleramu, malah kamu
sempat hidup serumah dengannya selama 3 bulan. Tapi
endingnya toh tetap saja... putus!"
"Aku nggak cocok sama keluarganya Lolly. Pemeras semua;
dari papanya sampai adik-adiknya mata duitan semua!"
''Tapi Lolly-nya nggak mata duitan kan?"
"Kalau udah jadi istriku baru akan kelihatan sifat mata
duitannya itu. Pasti deh!"
'Terlalu naif kamu menilai hati seorang wanita, Pram."
"Udah deh, kamu nggak usah pusing-pusing mikirin
hidupku. Aku masih suka dengan gaya hidupku begini, biarin
ajalah."
Memang sulit menyikapi seorang saudara angkat yang
punya prinsip hidup itu. Kumala hanya sering merasa cemas
akan kesehatan Pramuda.Hampir tiap malam jarang ada di
rumah. Kalau belum ada janji lebih dulu, siapa pun sulit
menemui Pramuda di rumahnya yang megah dan keren itu.
Apalagi belakangan ini Pramuda lebih sering tidur di hotel
berbintang, hal itu membuat Kumala sangat mengkhawatirkan
kondisi fisik Pramuda. Sebab jika pria itu bermalan di hotel
sudah pasti begadang dengan para eksekutif muda sebaya
dengannya, atau memeras tenaga memburu kepuasan
bercinta dengan wanita bookingnya. Pengaruhnya dalam jiwa
pun sangat kurang baik.
"Bukan perusahaan saja yang perlu dimenej, tapi
rutinitasnya hidup pun perlu dimenej. Kalau nggak gitu.
keropos luh sebelum usia lima puluh tahun."
"Biarin saja!" Begitu jawaban Pramuda kalau mendengar
saran Kumala dalam hal pribadinya. Kumalapui tidak merasa

sakit hati, dan tidak jemu-jemu menyisipkan saran-saran
berikutnya dalam setiap pertemuan, sebab ia tahu betul watak
Pramuda memang sedikit egois kalau sudah menyangkut
masalah-masalah yang bersifat sangat pribadi baginya.
Karena itu, secara diam-diam dan halus sekali Kumala
punya rencana menjodohkan kakak angkatnya itu dengan
janda cantik dan kaya, dinamis dalam berkarir. Siapa lagi
kalau bukan Voya Lashinta yang menurut Kumala punya daya
tarik sendiri sesuai selera Pramuda selama ini. Kumala yakin,
Pramuda akan tertarik kepada Voya, karena Pramuda juga
menyukai wanita bertubuh sekal, berpinggul lebar, berdada
tidak terlalu montok sekali, tapi juga tidak berkesan murahan
dalam gaya dan penampilannya. Point-point itu ada pada
Voya, sehingga Kumala berani mencoba menjadi comblang
bagi hubungan mereka berdua nantinya.
Pramuda mengaku memang pernah dengar nama wanita
karir Voya Lashinta, tapi ia belum pernah bertemu muka
dengan wanita itu. Pramuda merasa tidak keberatan
menunggu kehadiran Kumala dan Voya di rumahnya, karena
Kumala menggunakan alasan bisnis dan rencana kerjanya
dengan perusahaannya Voya dalam proyek mereka
mendatang.
"Apa statusnya?" bisik Pramuda sewaktu mereka sudah
berada di rumah pria lajang tersebut. Kumala tersenyum geli,
sengaja tak mau menjawab untuk membuat Pramuda menjadi
penasaran.
"Brengsek luh! Ditanya apa statusnya malah cengarcengir?!"
gerutu Pramuda.
"Tadi waktu kenalan kamu nggak mau menanyakan
statusnya sekalian? Coba tadi ditanyakan langsung padanya."
"Memangnya gue lurah?!" hardiknya berbisik. Kumala
semakin geli, tapi merasa senang karena Pramuda tampaknya

cukup tertarik dengan kecantikan dan penampilan Voya yang
eksklusif itu.
"Statusnya... janda."
"Ooo...."
"Sudah tiga tahun ini dia hidup menjanda "
"Ooo...."
"Kamu berminat?"
"Nggak!" Pramuda menjawab cepat sambil menggeleng,
dan berlalu meninggalkan Kumala di ruang makan. Ia menuju
ke depan, menemui Voya lagi yang sedang ditemani Sandhi.
Kumala pun bersungut-sungut manja sambil menyusul kakak
angkatnya.
Belum lama mereka bicara, Pramuda kedatangan seorang
tamu lagi. Pria muda yang turun dari Pajero merah itu
disambut oleh seman akrab Pramuda dari ruang tamu.
"Yang punya rumah lagi ke pasar, Dik: Cari ayam
bergincu!"
Tawa lepas Pramuda mengiringi langkah pemuda macho
berkulit putih dan berambut cepak rapi itu. Pramuda segera
mengenalkannya kepada Kumala dan Voya. Sandhi sedang ke
dapur, ngobrol dengan Mardi, pelayannya Pramuda. Kumala
dan Pramuda sama sekali, tak menduga mulut Voya akan
melontarkan sapaan pelan saat bersalaman dengan pemuda
tampan yang mirip Tom Cruise itu.
"Apa kabar, Ken?"
"Bàik. Masih pakai handpbone yang kemarin, kan?"
"Masih. Ada yang baru?"
"Ada Nanti deh, kita bicara khusus soal daganganku itu,"
sambil senyumnya disunggingkan, cukup mempesona dan
mengagumkan hati Kumala Dewi. Pramuda baru tahu bahwa

Voya ternyata sudah kenal dengan Kennu, marketing sebuah
perusahaan distributor handphone yang merangkap makelar
mobil-mobil mewah bebas pajak. Voya sendiri mengaku sudah
hampir dua bulan mengenal Kennu melalui bisnis handphonenya
Pramuda mengaku, Kennu punya banyak relasi, karena
sepertinya pemuda berusia 27 tahun itu punya talenta khusus
untuk urusan jual-beli barang mewah apa saja jenisnya.
Kumala mengakui, Kennu memang charming, sangat
menarik bagi lawan jenisnya, mampu menggugah gairah
sensual para wanita yang memandanginya lebih dari satu
menit. Selain berpenampilan trendy, eksklusif, Kennu juga
mempunyai senyum dan tatapan mata yang mampu
menggetarkan hati wanita mana pun, termasuk hati Kumala
sendiri.
"Ke mana pun dia pergi, nggak pernah-ketinggalan brosur
aneka jenis handphone dan mobil mewahnya," kata Pramuda
kepada Kumala. "Pokoknya setiap ketemu siapa saja, pasti dia
sodori brosur. Kadang-kadang aku sendiri suka bingung, yang
dia dagangkan itu barang mewah atau brosur?!"
Tawa ceria mereka meledak bersama. Sesekali Kennu
melirik ke arah Kumala, mencuri pandang tak kentara. Namun
gadis cantik jelita itu tetap mampu menangkap gerakan cepat
tatapan mata bernada nakal tapi romantis itu. Kumala tetap
berlagak tidak mengetahui curian pandang Kennu, sehingga
pemuda itu semakin sering melakukannya. Sorot pandangan
mata nakalnya itu ditampung Kumala dalam genangan hati
yang sudah penuh energi gaib. Dengan energi itu ia akan
mudah mendeteksi getaran hasrat lawan jenisnya, dan mudah
mentransfer bahasa batin orang tersebut.
Apa yang dikatakan Pramnda tadi memang benar . Kennu
selalu mempromosikan barang dagangannya kepada siapa pun
yang ditemuinya. Bahkan malam itu Kennu mencoba
mempengaruhi Kumala agar menukar handphone-nya dengan
yang baru. Kennu tak segan-segan pergi ke mobilnya untuk

mengambil beberapa contoh handphone baru dari masingmasing
merek, lengkap dengan brosur-brosurnya. Kumala geli
sendiri melihat semangat Kennu yang berapi-api
mempromosikan masing-masing merek handphone
bawaannya.
"Kalau yang ini yang terbaru, Mala.... Dari jenis Startac
baru yang keluaran kali ini yang sempurna. Daya tangkapnya
bagus kok. Bening, Apalagi kalau digunakan di luar rumah,
semakin bening lagi. Coba aja., nih Coba.... Pakailah di luar
sana, atau di teras saja. Di teras juga udah bening kok. Kalau
ada suara noisnya atau suara krusuk-krusuk sedikit aja,
silakan banting barang itu sampai pecah!"
Kumala berminat mencobanya, la menggunakan
handphone itu untuk menghubungi Niko. Kebetulan saja yang
terlintas dalam ingatannya saat itu adalah nomor HP-nya Niko,
maka iseng-iseng saja ia menghubungi mantan incaran
hatinya itu. Kumala benar-benar berdiri di teras ketika
bicaradengan Niko, dan sebentar kemudian Kennu
menyusulnya, bersiap-siap memberi keterangan yang
diperlukan gadis cantik jelita itu. Sementara itu, di ruang
tamu, Pramuda melanjutkan pembicaraannya dengan Voya
mengenai rencana kerjasamanya nanti.
Rupanya telepon isengnya Kumala kepada Niko itu punya
makna besar bagi si mantan peragawan itu.
"Kebetulan kau menghubungiku, Dewi. Kamu bisa datang
ke sini?!"
"Aku sedang berada di rumah Pramuda. Lagi nyobain HP
keluaran tercanggih nih," seraya ia melirik Kennu dan
tersenyum kecil.
"Sayang sekali kalau kamu nggak bisa datang kemari. Aku
punya sesuatu yang pasti menarik sekali bagimu."
"O, ya? Tentang apa itu?"

"Pokoknya kamu pasti tertarik deh. Datanglah kemari,
Dewi!"
"Di mana posisimu?"
"Aku di dermaga, lagi mau meliput sesuatu yang cukup
menarik di atas kapal pesiar."
"Oh, kapal pesiar?!"
"Santa Claus nama kapal ini. Sekarang sedang dalam
kasus."
"Lho, kenapa sampai berkasus?"
"Kapal ini disinyalir telah membawa puluhan kilo heroin dan
shabu-shabu yang disembunyikan di dalam peti mati kuno,
seperti bekas tempat penyimpanan mumi. Tapi setelah
diperiksa petugas, ternyata peti mati itu kosong. Nggak ada
heroin, nggak ada mumi, pokoknya bebas dari pelanggaran.
Hanya saja, di sekitar ruang penyimpanan peti mati itu
ditemukan banyak ceceran darah. Sepertinya ruangan ini
selain untuk menyimpan peti mati kuno, juga digunakan untuk
tempat pembantaian."
"Wan, gawat juga tuh!"
"Tapi anehnya, nggak ada sisa tulang, daging atau secarik
kain pakaian para korban. Yang ada cuma darah, baik sudah
kering maupun yang masih lembab."
"Terus pemiliknya bagaimana?"
" Kapten dan awak kapal sudah diamankan oleh pihak yang
berwajib, tapi pemilik kapal pesiar ini sedang dicari-cari polisi.
Maklum, yang punya seorang konglomerat super, sibuk, tentu
saja dia bisa berada di mana-mana. Nggak tentu alamatnya.
Mungkin malah sedang berada di luar negeri. Tapi yang
terpenting adalah keadaan peti penyimpanan mumi ini. Sangat
mencurigakan pihak kepolisian. Sementara itu, kapten dan

awak kapalnya mengaku tidak tahu menahu tentang
keberadaan peti penyimpanan mumi kuno itu."
"Kok aneh? Kenapa bisa nggak tahu tentang muatannya?!"
"Makanya kamu datang ke sini. aja deh. Di sini juga ada
Mbak Mer segala kok."
Mbak Mer adalah nama panggilan untuk seorang polwan
yang kenal akrab dengan Kumala. Peltu Merina Swastika atau
Sersan Burhan pasti akan menghubungi Kumala jika mereka
menghadapi kasus kriminal yang punya hubungan dengan
dunia gaib. Sejak tadi, Mbak Mer maupun Sersan Burhan tidak
menghubungi Kumala, berarti kasus ditemukannya wadah
mumi di kapalpesiar itu belum membutuhkan bantuan
suprariaturalnya Dewi Ular. Hanya saja, karena saat ini
Kumala sedang mencari informasi tentang siapa pemilik ludah
mumi yang telah melukai Voya itu, maka menurutnya ia
memang perlu segera meluncur ke dermaga, ikut menyelidiki
kondisi kapal itu. Siapa tahu di sana ia justru memperoleh
keterangan tentang si pemilik ludah mumi?.
"Bagaimana? Bening kan? Nggak brisik kan?!"
"Oh, hmm, ya...!" Kumala menggeragap ketika ditegur
Kennu. Maklum, selesai bicara dengan Niko, handphone itu
tidak segera diserahkan kembali kepada Kennu, melainkan
masih digenggamnya sambil ia sendiri langsung tertegun bisu
bagaikan patung bernyawa.
"Kumala; kalau kamu berminat dengan yang type ini, aku
bisa kasih korting sampai 20 persen deh."
"Hmm, eehh... begini aja deh. Sebenarnya aku tertarik juga
dengan yang type ini, tapi ..."
"Aku cuma bisa kasih beberapa bonus, seperti asesoris dan
yang lainnya, tapi kalau untuk turun harga lagi nggak bisa."
"Iya, iya., maksudku... sekarang aku belum siap."

"Bawa aja dulu barangnya Uangnya bisa kapan saja toh?"
sahut Kennu mendesak terus.
"Maksudku belum siap membicarakannya. Aku harus pergi
sekarang juga. Temanku menunggu di atas kapal pesiar Santa
Claus."
"Ooo, maksudmu sang pujaan hati menunggu di sana,
gitu?" goda Kennu dengan tawa kecilnya yang enak didengar,
enak dipandang dan enak diresapi sampai ke dasar hati.
Kumala sedikit kikuk merasakan debar-debar indah yang hadir
di hatinya bersamaan dengan senyum dan tatapan mata
Kennu itu.
"Bukan, dia bukan pujaan hatiku. Dia pujaan hatinya orang
lain," kata Kumala meralat sindiran Kennu. "Tapi saat ini dia
dan teman-temannya butuh aku. Aku harus ke sana. Jadi
kalau bisa pembicaraan kita soal handphone itu ditunda dulu
deh. Besok kau bisa meneleponku di kantor atau...."
"Kenapa harus ditunda? Pembicaraanitu bisa berjalan terus
kok."
"Mana bisa, Kennu?! Aku harus pergi sekarang juga."
"Aku bersedia mengantarmu, Kumala," katanya dengan
lembut dan berkesan romantis sekali. Anak bidadari itu hanya
bisa tertawa kecil menutupi kegundahan hatinya.
"Kalian bertiga menggunakan satu mobil, kan? Nah, kalau
kamu harus segera pergi, lantas bagaimana dengan Voya?
Apakah dia juga mau pergi cepat-cepat? Kayaknya dia masih
sibuk bicara dengan Pramuda tuh. Makanya, lebih baik aku
yang antarkan kamu ke sana. Biar Voya selesaikan dulu
pembicaraannya dengan Pram di sini."
"Itu terlalu merepotkan kamu, Kennu."
"Itu tugasku sebagai salesman barang-barang kayak gini,"
seraya menunjukkan handphone-nya. " Merepotkan adalah
bentuk pelayanan dari seorang salesman untuk relasinya.

Merepotkan itu kan kata kerja, berarti aku juga tetap bekerja
walaupun mengantar gadis cantik seanggun dirimu, Kumala."
"Kennu memang jago rayu," kecam Kumala dalam
tawanya, sambil benaknya mempertimbangkan keputusan;
mau diantar Kennu atau pergi berdua dengan Sandhi, biar
Voya diantar pulang oleh Pramuda.
"Tugasku memang merayu calon pembeli, jika kalau kau
katakan sebagai jago rayu... ada benarnya juga. Tapi bukan
rayuan gombal."
Yang jelas, Kennu pandai menarik simpati lawan jenisnya,
pandai pula menaburkan kesan indah di hati calon
pembelinya. Sekalipun sebenarnya Kumala bisa menutup pintu
hatinya agar tak menjadi hanyut oleh kesan indah itu, namun
kali ini ia sengaja membuka pintu hatinya ia sengaja ingin
menikmati kesan indah tersebut untuk mencari tahu sampai di
mata titik jenuhnya nanti.
Pramuda dan Voya dapat memahami maksud kepergian
Kumala ke dermaga. Voya sendiri masih merasa asyik
membicarakan program bisnisnya dengan Pramuda, sehingga
ia belum kepingin segera pulang. Maka, malam itu juga
akhirnya Kumala meluncur ke dermaga dengan diantar oleh
Kennu menggunakan Pajero merahnya pemuda itu. Pramuda,
Sandhi dan Voya sempat mengantar kepergian Kumala sampai
teras. Pergi berduaan dengan pria tampan yang dilakukan
Kumala merupakan pemandangan yang unik sendiri bagi
Pramuda dan Sandhi, karena hal itu jarang dilakukan si anak
Bidadari. Wajar jika mereka berdua ingin melihat ekspresi
wajah Kumala pada saat meninggalkan mereka bersama
seorang pemuda tampan yang baru beberapa menit
dikenalnya. Karena Pramuda dan Sandhi menghantar sampai
teras, maka Voyapun ikut-ikutan ke teras, sekedar partisipasi
saja.

"Ken, jangan macam-macam sama adikku, ya? Kalau
macam-macam gue kutuk jadi kompor luh!" seru Pramuda
menghamburkan candanya.
"Jadi deh...," gumam Sandhi saat Pajero merah itu sudah
menghilang dari pandangan mata mereka.
"Jadi apaan maksudmu?" tanya Pramuda, seraya
melangkah masuk ke ruang tamu kembali.
"Pacaran deh mereka berdua. Kayaknya Kumala tertarik
juga sama pemuda itu, Bang,"
"Biar saja. Kumala kan jarang tertarik dengan cowok. Biar
dia rasakan bagaimana sedihnya kalau sedang rindu sama
cowok. Masa' selama ini cuma cowok-cowok saja yang
menaruh rindu tak terbalas padanya? Gantian dong. Biar
majikanmu itu punya kenangan indah dan kenangan pahit
tentang dunia cinta, San."
Sandhi tertawa sekedarnya. Tapi tawa itu tak membuat
Voya ikut tersenyum. Voya justru berkerut dahi, diam, dan
termenung kaku. Dia tampak sedang berpikir keras, sangat
serius sikapnya. Tapi dari ekspresi wajahnya, tampaknya
perempuan itu bukan sedang memikirkan pembicaraan
bisnisnya tadi. Dia bukan sedang memikirkan dunia bisnis.
Entah dunia mana yang sedang dipikirkan itu, yang jelas
makin lama semakin membuatnya tampak tegang.
"Ada apa?" sebuah sapaan pelan didengarnya. Ternyata
bukan dari mulut Sandhi, melainkan dari mulut Pramuda. Ia
dipandangi oleh Pramuda dengan tatapan mata serius dan
tajam, bukan bernada mesra. Ini menunjukkan keseriusan
Pramuda untuk mengetahui apa yang membuat Voya menjadi
tegang dan penuh kegelisahan batin.
"Aku... aku mulai menemukan ingatanku yang sempat
hilang, beberapa waktu lamanya."
"Ingatan tentang apa?" tanya Pramuda lagi..

Voya justru tampak bingung, memandang Sandhi dan
Pramuda berganti-gantian. Lalu raut wajahnya yang cantik
mulai memancarkan perasaan takut. Tentu saja Pramuda dan
Sandhi makin terheran-heran melihat Voya menjadi ketakutan
begitu.
"Ada apa, Voya? Katakan, ada apa?!" desak Pramuda, nada
suaranya mulai terdengar tegang.juga.
"San, antarkan aku pulang, yuk?!" ia pun berkemas.
"Hei, kenapa kamu berubah begitu sih? Apa yang
membuatmu jadi ketakutan begini, Voya?"
"Hmm, eeeehhh... entahlah. Aku sendiri nggak tahu,
kenapa aku jadi serba bingung dan cemas sekali?! Sebaiknya
aku pulang saja deh. Mungkin kalau aku istirahat bisa normal
kembali."
Akhirnya pria lajang berkumis tipis itu tak mau memaksa
Voya lagi untuk mengatakan keanehan sikapnya. Sesuatu
yang sudah bersifat aneh memang sulit dijelaskan kepada
siapa pun dan sulit juga disusun kata-katanya. Memang lebih
baik Voya pulang dan beristirahat ketimbang semakin tegang
menghadapi desakan Pramuda.
"Aku nggak usah ikut mengantarmu, ya? Biar Sandhi saja,
oke?!"
"Ya, ya... biar Sandhi saja," jawab Voya agak gugup dan
terburu-buru. Sandhi mengambil sepatunya jang tadi dilepas
di ruang belakang. Saat itu Pramuda punya kesempatan
mendekati Sandhi.
"San, nih uang buat beli bensin dan buat jajan kamu,"
Pramuda mengulurkan selembar lima puluh ribuan. Sandhi
menerimanya dengan ucapan terima kasih secara singkat.
"San, kalau nanti di jalan dia lebih nggak beres lagi, kamu
telepon aku, ya?!"

"Ya. Bang. Saya sendiri juga heran, kok dia jadi kayak gitu
sih? Jangan-jangan perempuan itu memang nggak waras, ya
Bang?"
"Husy! Jangan ngomong gitu, ntar kalau dia dengar bisa
dirobek rnulutmu. Pokoknya, awasi dia dan jaga baik-baik."
"Beres-Bang. Pokoknya kalau perempuan mana pun sedang
jadi incaran Bang Pram, saya pasti akan menjaganya hati-hati
dan...."
"Bukan incaran kotor!" potong Pramuda seraya
menjulekkan kepala Sandhi. "Aku memang mengincarnya, tapi
untuk kepentingan bisnisku. Bukan buat selingkuh! "
Sandhi tertawa, lalu buru-buru menuju ke BMW kuning
metalik yang menjadi kebanggaan Kumala Dewi itu. Voya
datang ke rumah Kumala dengan diantar oleh sopirnya Karena
tahu akan pergi bersama Kumala, maka sang sopir disuruh
pulang biar dia bisa satu mobil dengan gadis yang telah
menyelamatkan dirinya dari borok Mata Bangkai itu. Mau tak
mau kalau mobil sudah pulang ke ramah, maka Sandhi harus
bersedia mengantarkan pulang kapan saja Voya
membutuhkannya.
Bagi si sopir yang selalu tampil rapi dan paling keren di
antara para sopir lainnya itu, mengantarkan pulang Voya
adalah tugas yang sangat diharapkan. Paling tidak ia bisa
ngobrol lebih pribadi lagi di dalam mobil yang hanya diisi oleh
mereka berdua. Sayangnya, malam itu Sandhi melihat si tuasi
sangat tidak mengizinkan untuk melakukan obrolan pribadi
dengan janda cantik dan sexy itu.
Ketegangan dan kegelisahan hati Voya jang dibawanya dari
rumah Pramuda masih mempengaruhi penampilan Voya,
bahkan terasa lebih besar lagi. Desah dan decak sering
terdengar dari mulut Voya. Selera bicaranya sangat berkurang,
la lebih banyak berpikir keras daripada bicara. Seolah-olah apa
yang ingin dibicarakan harus dipikirkan masak-masak lebih

dulu agar tidak menimbulkan kesalahpahaman kepada siapa
pun.
"Kalau nggak dipancing ngomong terus-terusan, dia
bakalan semakin hanyut dalam ketegangannya" pikir Sandhi.
"Aku harus mengajaknya bicara secara terus-menerus, supaya
perasaan takutnya makin berkunang. Kasihan sekali dia kalau
sampai disiksa oleh ketegangan dan rasa takut tanpa sebabsebab
yang jelas."
Mulanya memang hanya sepatah dua patah kata yang bisa
dilakukan Voya untuk menjawab penanyaan Sandhi. Tapi
semakin sering Sandhi menanyakan apa saja, semakin lancar
kembali ucapan-ucapan yang dilontarkan oleh si pemilik suara
agak parau itu. Di sela-sela kebisuan sepintas, tiba-tiba saja
perempuan cantik itu menyentak keras sambil menggebrak
dashboard di depannya. Brrak....!.
"Nah, ketemu sekarang!"
Tentu saja Sandhi terperanjat kaget dan buru-buru
menatapnya dengan terheran-heran. Tapi waktu itu Voya
justru memandangi Sandhi dengan kedua mata dilebarkan.
Sandhi menjadi was-was dan ganti merasa takut oleh suatu
kengerian yang tak jelas.
"Jangan memandangiku begitu, ah! Aku takut, Voy !, Ntar
mobilnya bisa nyelonong keluar jalur tol lho....!"
Voya segera menyadari sikapnya Ia mulai menghembuskan
napas panjang, mengerjapkan mata beberapa kali untuk
mengurangi ketegangannya. Tapi irama helaan napasnya
masih terlalu cepat dari batas normal.
"Sebenarnya kamu ini kenapa sih, Voy? Kok bikin takut
orang saja?!!"
"Aku sudah menemukan semuanya sekarang! Sudah
kutemukan, San!"

"Apanya yang kamu temukan itu? Apa...?! Bicara dengan
tenang dong. Jangan dengan terburu-buru begitu."
Voya menarik napas dalam-dalam. Diam beberapa saat,
memandang suasana jalanan di depan dan kanan-kirinya Tibatiba
ia menyuruh Sandhi mengarahkanmobil keluar jalur tol.
Dari pintu keluar tolitu terdapat sebuah hotel berbintang tiga.
Di halaman samping hotel itu ada cafe taman dengan payungpayung
artistiknya .
"San, kita berhenti dulu di Garden Cafe itu. Masuk aja lewat
pintu hotel, nggak apa-apa kok."
"Oke. Tapi... kenapa harus mampir ke sana?"
"Ada yang ingin kukatakan padamu, tapi harus ditempai
yang aman. Bukan di dalam perjalanan. Aku khawatir emosiku
nanti membuatmu terganggu dalam mengemudikan mobil."
"Bagus sekali itu. Ide yang sangat bagus," sanjung Sandhi
seraya mengajaknya tertawa santai, namun belum juga
mendapat tanggapan senada.
"Aku juga nggak berani pulang ke rumah kalau begini,
San."
"Kenapa begitu?"
"Aku sangat ketakutan. Benar-benar ketakutan. Kalau
nggak ada kamu, mungkin aku akan belok ke kantor polisi dan
minta dikawal pulang ke rumah."
"Katanya nggak berani pulang ke rumah, kok minta dikawal
pulang ke rumah"
"Pokoknya ke mana saja deh asal aman. Atau... o, ya...
kalau perlu kita booking kamar aja di sini, nggak usah pulang,"
ujarnya setelah turun dari mobil. Belum sempat Sandhi
berkomentar, tiba-tiba Voya berjalan cepat menuju ke lobby.
Rupanya gagasan yang baru saja terlintas di otaknya tadi
menjadi berkembang pesat dan menimbulkan rasa yakin,

bahwa ia harus check-in di hotel itu. Dalam kamar sebuah
hotel, ia yakin akan ditemukan suasana tenang, aman,
terlindung dan bisa menikmati, kenyamanan tidurnya nanti.
"Wah, nggak beres tuh orang. Jangan-jangan memang
mengalami gangguan jiwa alias gila?!" pikir Sandhi sambil
mengikuti langkah room boy yang memandu mereka menuju
ke salah satu kamar di lantai empat hotel tersebut. Voya
melangkah tenang, tapi sebenarnya masih menyimpan
kegundahan yang menggelisahkan. Terbukti tanpa sungkan
lagi tangannya menggenggam lengan Sandhi, jalannya lebih
merapat lagi, seakan ia membutuhkan perlindungan dari
Sandhi apabila perasaan takutnya, berubah, menjadi
kenyataan yang tak diharapkan.
Setelah berada di kamar suite-room berukuran cukup lebar
itu, Voya sengaja menghempaskan badannya dengan
berbaring sebebas-bebasnya di atas ranjang, tanpa melepas
sepatunya. Sandhi pun Sengaja membiarkan perempuan itu
menikmati ketenangan Suasana sekitarnya selama beberapa
menit. Ternyata suasana tenang tanpa suara teve dan musik
itu benar-benar membantu mengendurkan segala ketegangan
dan kecemasan hati Voya. Beberapa menit kemudian, Voya
bangun, wajahnya sudah kelihatan normal lagi. Sandhi
sengaja memandanginya penuh perhatian dari sofa tempatnya
duduk membaca majalah usang yang tadi ditemukan di meja
koridor depan kamar.
==============================
Ebook Cersil (zheraf.wapamp.com)
Gudang Ebook http://www.zheraf.net
==============================
"Bagaimana perasaanmu sekarang? Masih tegang?!"
"Aku haus," jawabnya sengaja menyimpang. Sandhi buruburu
membuka kulkas kecil dan mengambil dua kaleng cocaeola.
"Perlu kuteleponkan Pramuda atau..."
"Nggak usah," sahutnya seraya menerima pemberian cocacola
sudah dibukakan oleh Sandhi; maka Voya pun langsung
meneguknya, lebih dari separoh sendiri. Napas dihempaskan
panjang-panjang bagitu ia selesai meneguk minuman dingin
tersebut. Sandhi masih berdiri di depannya, seakan menunggu
tugas dan memperhatikan perkembangan sikap perempuan
itu. Temyata memang sudah cukup normal, meskipun belum
senormal biasanya. Hati Sandhi sudah cukup lega melihatnya.
"Masih ada perasaan cemas?"
"Masih, tapi tinggal sedikit."
"Juga masih belum setenang biasanya, ya?"
"Ya. Kalau mau tenang sekali kayak tadi sore, harus
menggunakan satu cara yang mungkin bisa dikatakan sebagai
kebiasaan burukku."
"Cara apa itu yang membuatmu bisa tenang kembali?
Minum whisky?"
Voya menatap sambil menggeleng, masih duduk di tepian
ranjang.
"Mau... merokok?"
"Bukan itu."
"Pakai ganja, ecstasy atau...."
"Aku nggak pernah menyentuh barang-barang kayak gitu,"
sahut Voya cukup serius.
"Lalu, cara apa yang biasa kamu gunakan untuk
menenangkan jiwamu setenang mungkin?"
Agak berat Voya menjawabnya, tapi akhirnya terlontar-juga
dengan suara pelan.
"Kemesraan."
Sandhi berkerut dahi walaupun masih beradu pandang
dengan Voya.
"Apa maksudmu?"

"Aku butuh kemesraan seorang lelaki. Cuma itu satusatunya
obat penenang jiwaku kalau sedang dalam keadaan
terguncang begini."
Gemuruh dada Sandhi karena jantungnya berdetak cepat
bagaikan melonjak-lonjak kegirangan Tapi ia berlagak
terheran-heran terhadap penjelasan itu. Sandhi duduk di
samping fcya, ia masih berlagak bingung memahami kata-kata
tersebut.
"Kemesraan yang bagaimana yang kamu butuhkan itu?
Sekedar sanjungan, kata-kata mesra belaian kasih sayang
atau...."
"Semuanya," jawab Voya dengan suara semakin parau dan
pelan. Matanya tetap menatap Sandhi, tapi semakin sayu lagi.
"Semuanya...? Kemesraan semuanya?!" gumam Sandhi
berlagak bego.
"Kau pasti tahu maksudku, San. Kau pasti mengerti apa
yang kubutuhkan saat ini. Tapi... entahlah, mungkin kau tak
ingin melakukannya untukku," sambil tangan Sandhi
diusapnya pelan-pelan.
Sandhi berlagak tertawa malu sambil meletakkan
minumannya di meja kecil samping ranjang. Voya
mengulurkan kaleng coca-colanya, Sandhi menerima dan
meletakkan pula di meja yang sama.
"Sebelum kudapatkan kemesraan indah dari seorang lelaki,
gangguan jiwa macam ini nggak akan bisa tuntas, dan
sebentar-sebentar muncul kembali. Menjengkelkan dan
membuat otakku bodoh sekali."
"Itukah kebiasaan buruk yang kau maksud tadi?"
Voya mengangguk. "Walaupun gangguan ketegangan
seperti ini jarang kualami, tapi kuanggap buruk cara
penyelesaiannya. Karena nggak semua lelaki bisa memancing
gairah kemesraanku."

" Apakah menurutmu aku bjsa memancingmu?"
"Pria yang jarang mengesalkan hatiku, adalah pria yang
menggairahkan asmaraku," tuturnya pelan sekali, sambil
tangannya kembali mengusap-usap lengan Sandhi.
"Kamu belum membuatku kesal atau jengkel, maka
gairahku bisa terpancing oleh keberadaanmu di dekatku ini,
Sandhi"
"Masa' sih,,.?!" Sandhi tersenyum mesra, mengusap rambut
Voya dengan sentuhan lembut.
"Apalagi kalau pria itu pandai memainkan peranannya di
atas ranjang, tahu tentang seni bercinta, oooh... bisa-bisa aku
bertekuk lutut padanya...." Suara Voya pun semakin parau,
seperti orang baru bangun tidur. Suara seperti itu kian
membakar gairah Sandhi, seakan sang asmara tak bisa diajak
kompromi lagi. Tak tanggung-tanggung Sandhi mulai
melakukan sentuhan tangannya dengan lembut di pipi Voya.
Perempuan itu sengaja mengangkat wajah, menatap kian
sayu. Sentuhan jari Sandhi yang merayapi wajahnya telah
membuat kepalanya menggeliat lambat, bibirnya merekah,
dan akhirnya jari-jari tangan Sandhi berhasil ditangkap dengan
kedua bibirnya. Sandhi semakin gemetar menahan ledakan
hasrat bercumbunya. Pagutan mulut Voya di jari-jari Sandhi
telah membakar darah hingga mendidih..
Maka perempuan itu pun segera dihanrpiri dengan kecupan
lembut di bagian pelipisnya. Bibir Sandhi merayap ke pipi,
Voya menggeliatkan kepala dan akhirnya bibir Sandlii
tertangkap oleh bibir perempuan itu.
Tangan mulai semakin liar. Voya memberi peluang selebarlebarnya
agar tangan Sandhi dapat lebih liar lagi. Sementara
bibir mereka saling melumat, tangan mereka pun saling
meremat berbeda tempat. Dalam detik berikutnya, tubuh sekal
itu telah terkapar dengan penutup yang berserakan.

Sandhi memainkan irama seni bercinta yang diakui Voya
tergolong seni yang tinggi. Tak disangka-sangka oleh Voya,
bahwa pemuda itu mampu memainkan seni bercinta setinggi
itu, sehingga hati Voya semakin terkesan dan terkagumkagum
pada si sopir pribadinya Dewi Ular itu.
"Bawa aku berlayar sekarang juga, Sandhi!"
Pemiintaan yang dilanjutkan dengan desah memanjang itu
segera dituruti oleh Sandhi. Suara parau menyentak panjang
ketika Sandhi mengawali pelayarannya, mengayunkah perahu
cinta di lautan asmara yang bergelombang sangat dahsyat.
Toh pemuda itu masih tetap mampu menaklukkan gelombang
sedahsyat ini, sehingga Voya merasa telah menemukan
kepuasan yang dicari-cari selama ini.
Voya tidak tahu, bahwa Sandhi menggunakan mantera
sakti pemberian Buron, yaitu Aji Brajagama. Kehebatan
mantera sakti Jin Layon itu adalah mampu tampil tangguh
walau sudah berkali-kali menyeberangi puncak kemesraan.
Wanita mana pun yang bercumbu dalam pengaruh mantera
Brajagama akan memperoleh kebahagiaan berlipat-lipat
ganda, dapat menikmati indahnya puncak asmara berkali-kali,
sampai ia benar-benar puas mendapatkan khayalan yang
didambakan itu.
Tebusan untuk kebahagiaan yang berlipat ganda itu adalah
kelelahan di sekujur tubuh, banjir peluh melanda di manamana.
Napas pun terasa boros. Tapi senyum indah lambang
kepuasan tetap dapat dinikmati dalam pelukan. Kekaguman
Voya semakin bertambah besar, sehingga timbul perasaan
ingin selalu berada di samping Sandhi; atau ingin selalu
didampingi oleh pemuda sederhana berseni cinta tinggi itu.
"Bagaimana? Masih belum tenang?" bisik Sandhi dalam
pelukan Voya. Perempuan itu tertawa pelan, mencium pipi
Sandhi sekilas.

"Tenang sekali sekarang. Sangat tenang. Juga sangat
puas."
"Apakah kau sering mengalami gangguan jiwa seperti
tadi?"
"Baru sekarang kualami gangguan rasa takut seperti itu."
"Takut terhadap apa sih sebenarnya?"
"Terhadap ingatanku yang hilang dan tadi sudah
kutemukan kembali secara tiba-tiba."
"Ingatan yang hilang?!" Sandhi mulai curiga.
"Memory yang terhapus itu muncul kembali di luar
dugaan."
"Tentang orang yang meludahimu itu?"
."Ya. Sekarang aku. sudah ingat siapa dia, kapan terjadinya
dan segala macam peristiwa lainnya."
"Oh, ya...?! Sandhi sedikit merenggangkan badannya.
"Jadi... siapa orang yang memiliki bidah mumi itu?"
"Kennu...."
"Hahh...?!" Sandhi mendelik tegang sekali, sebab ia sadar
bahwa malam itu Kennu bersama Kumala. Sandhi sangat
mencemaskan diri Kumala. Takut kalau gadis itu sampai
dicelakai oleh Kennu dengan lidah muminya.
(
6
VOYA mengaku pernah menjadi salah satu penumpang
kapal pesiar Santa Claus yang mempunyai rute pelayaran
wisatanya di kawasan asia saja. Sekitar satu bulan lebih yang
lalu, kapal itu merapat di dermaga dan mayoritas

penumpangnya turun, termasuk Voya bersama saudara
sepupunya: Clandy. Tetapi ternyata bukan hanya mereka
berdua yang masuk ke dalam sedan jemputan BMW hitam
berlis kuning emas itu, melainkan ada penumpang kapal
lainnya yang ikut dalam sedan tersebut. Penumpang lain itu
memang sengaja diajak Clandy dan Voya untuk singgah ke
rumah.
Penumpang kapal yang ikut Voya itu tak lain adalah Kennu.
Rupanya dalam pelayaran wisata itulah Voya dan Clandy
berkenalan dengan Kennu. Perjalanan samudera telah
membuat perkenalan mereka menjadi semakin akrab,
sehingga Voya dan Clandy sama-sama berharap agar Kennu
mau singgah di rumah mereka. Rumah Voya pribadi.
Rupanya dua perempuan cantik yang tinggal serumah sejak
dulu itu sama-sama berminat memiliki Kennu, Selama Kennu
tinggal di rumah Voya, secara diam-diam Voya dan Clandy
saling berusaha mencuri kesempatan untuk dapat bermesraan
dengan pemuda itu, tetapi nasib Voya lebih buruk dari Clandy.
Dia tidak pernah memperoleh kesempatan indah tersebut,
selalu saja dipergoki Clandy. Padahal Clandy sering
mendapatkan kemesraan indah dari Kennu tanpa diketahui
Voya.
"Voya menjadi iri, kesal pada Kennu yang selalu beralasan
jika diajak pergi berdua. Tapi Kennu selalu punya waktu jika
Clandy yang mengajaknya pergi. Lama-lama permusuhan pun
terjadi antara kedua perempuan itu. Voya hilang kesabaran,
maka Clandy pun diusirnya. Clandy pindah ke apartemen.
Ketika Kennu datang untuk menemui Clandy, dengan sisa
kemarahan yang ada Voya menyuruh pergi Kennu secara
kasar. Kennu marah, menampakkan wajahnya yang dingin
dan berkesan sadis. Tapi ia tak banyak omong. Sebelum pergi
mencari Clandy, Kennu sempat meludahi Voya terangterangan
di depan teras rumah perempuan itu. Ludah itu
mengenai dada Voya, tapi tidak berakibat apa-apa. Voya

sengaja tidak membalas, karena main ludah-ludahan hanya
akan membuatnya seperti bocah ingusan saja.
Esok harinya, ketika Voya mau mandi, ia menjerit histeris
melihat dadanya telah berlubang membusuk dan menjijikkan.
Voya belum menyadari bahwa luka Mata Bangkai itu timbul
akibat racun kutukan dari ludah Kennu. Kini setelah ia sadari
hal itu, ia merasa lega sekali, karena selama kenal dengan
Kennu belum pernah satu kali pun ia kencan dengan pemuda
itu. Ia katakan hal itu terang-terangan di depan Sandhi.
"Hanya sebatas ciuman saja yang pernah kulakukan
dengannya. Sumpah!" kata Voya meyakinkan Sandhi. "Tapi...
kenapa ciuman itu sendiri tidak membawa dampak seburuk
dadaku? Toh kalau dipikir-pikir, seperti Clandy sendiri sudah
tentu saling melumat bibir. Berarti ludah Kennu menempel di
bibir Clandy. Nyatanya bibir Clandy nggak apa-apa tuh?!"
"Kata Kumala, ludah mumi itu sangat berbahaya dan
mengandung kekuatan iblis tinggi apabila diludahkan dalam
keadaan marah."
"Tapi... apa benar begitu sih? Apa benar Kennu itu mumi?!"
Memang belum dapat dipastikan kebenarannya. Hanya
Kumala yang mengetahui apakah Kennu itu jelmaan dari Mumi
atau bukan. Sayangnya, Sandhi tidak berhasil melacak
handphone-nya Kumala. Padahal ia ingin memberitahukan
kepada majikan cantiknya itu bahwa pemuda tampan yang
bersamanya kemungkinan besar adalah jelmaan dari mumi.
Dari hotel itu Sandhi hanya bisa menelepon Pramuda dan
menceritakan pengalaman Voya tentang Kennu. Pramuda
sendiri bingung melakukan pelacakan terhadap adik angkat
yang amat disayanginya itu.
"Sandhi, waktu tadi Kumala pergi bersama Kennu, dia
pamit mau kemana sih? Aku lupa!" kata Pramuda.
"Saya sendiri nggak begitu memperhatikan, Bang."

"Voya bagaimana? Tahu nggak kemana perginya Kumala
tadi?"
"Kata Voya sih... dia cuma ingat bahwa Kumala mau
menemui Niko."
"Oh, kalau begitu, biar kulacak lewat HP-nya Niko saja!"
Sandhi sendiri pada dasarnya tak tahu harus pergi ke mana
mencari majikan cantiknya. Percuma saja meluncur putarputar
kota kalau tidak tahu di mana posisi Kumala berada.
"Coba telepon ke rumah. Siapa tahu dia ada di rumah
bersama Kennu;" usul Voya. Dengan menggunakan HP-nya
Voya, Sandhi menghubungi telepon rumah.
"Belum. Dia belum pulang. Kenapa?" tanya Buron yang
menerima telepon dari Sandhi. Hanya Buron dan Shayu yang
berada tak jauh dari telepon di ruang tengah, sedangkan Mak
Bariah ada di kamarnya, bersiap-siap untuk terjun ke alam
mimpi.
"Ron, coba kamu cari Kumala dengan menggunakan lalur
gaibmu!"
"Gue lagi pacaran nih. Shayu ada di sini. Elu jangan ganggu
gue, ya? Ntar gue santet jadi karet luh!" Buron masih
menanggapi dengan nada kekonyolannya. Tapi setelah Sandhi
menceritakan masalah yang sebenarnya, terutama tentang
Kennu dan keterangan Voya tadi, Buron menjadi tegang dan
tak mau berseloroh lagi.
"Ngepet! Gue hajar habis pemuda itu kalau sampai berani
melukai Kumala! Udah, elu diam aja. Gue cari mereka!"
"Arahkan sasaran gaibmu kepada Niko, sebab tadi Kumala
pamit mau menemui Niko!"
Dalam telepon genggamnya Niko justru ngotot kepada
Pramuda.

"Aku dari tadi sengaja nggak ke mana-mana karena
menunggu-kedatangannya, Pram. Dia bilang, dia mau
meluncur ke dermaga untuk bantu kami menangani misteri
peti mati mumi kuno ini! Tapi sampai sekarang kok belum
muncul juga? Padahal sudah dari dua jam yang, lalu dia bilang
mau kemari!"
Mendengar Niko sedang berada di kapal pesiar yang
mengangkat peti tempat mumi, Pramuda semakin yakin
dengan dugaan Sandhi dan Voya, bahwa Kennu adalah
jelmaan dari mumi pemilik peti mati di kapal pesiar tersebut.
Sebab, dari kapal itulah Voya mengenal Kennu yang tak
diketahui dengan pasti dari mana asal-usulnya, Pramuda
sendiri baru dua minggu kenal dengan Kennu, juga tak tahu di
mana tempat tinggal pemuda tampan itu.
Suasana menjadi tegang. Pramuda menghubungi HP-nya
Voya, ternyata Sandhi masih bersama perempuan itu.
Pramuda tak peduli lagi apa yang dilakukan Sandhi dengan
Voya, yang jelas ia perintahkan kepada Sandhi untuk meluncur
ke dermaga. Ia sampaikan informasi dari Niko tadi, sehingga
diharapkan mereka bertemu di sekitar tempat kapal pesiar itu
merapat. Sekalipun malam itu jam sudah menunjukkan pukul
1 lewat, tapi Sandhi masih tetap bersemangat mengemudikan
mobil menuju dermaga. Voya duduk tenang di sampingnya
dengan tangan jatuh di paha Sandhi, namun tidak melakukan
aktivitas apa-apa, kecuali ungkapan rasa tak ingin ditinggalkan
pemuda pemilik surga asmara itu.
Udara pantai yang dingin, lembab serta aroma garam yang
terasa menyesakkan pemapasan, kini menjadi pusat
ketegangan orang-orangnya Dewi Ular. Mbak Mer yang kala
ini masih berada di sana bersama beberapa anak buahnya,
ikut menjadi tegang setelah mendengar penjelasan dari
Pramuda tentang kasus mumi tampan itu.
Buron tiba di situ bersama Shayu. Setelah ia menggunakan
jalur gaibnya untuk menuju ke dermaga, dan mengetahui

Kumala belum ada di sana, ia pun segera Kembali menjemput
Shayu. Ia tak ingin meninggalkan perempuan cantik itu
sendirian di rumah Kumala. Apalagi Shayu juga ikut sedih dan
cemas setelah mendengar kabar hilangnya Kumala Dewi.
Maka ia pun ingin ikut mencari gadis cantik yang pernah
menyelamatkan dirinya dari ancaman kutuk iblis itu. Buron
terpaksa menggunakan kesaktian jenis lain. Ia berlagak ikut
masuk dalam mobilnya Shayu. Mobil meluncur dengan
kecepatan sedang dan dikemudikan oleh Shayu sendiri.
Namun diam-diam kekuatan gaib Buron digunakan untuk
mengangkat sedikit mobil itu dan membawanya terbang
dengan kecepatan melebihi kecepatan mobil itu sendiri.
Setibanya di dermaga, mereka berkumpul bersama Mbak
Mer. Bagi orang-orangnya Kumala, pihak kepolisian memberi
kesempatan untuk melihat sendiri keadaan ruang
penyimpanan peti mati kuno itu. Tapi tidak semua orangnya
Kumala masuk ke kamar itu. Saudhi sendiri hanya berani
melongok sampai depan pintu saja. sebab lantai di depannya
sudah berlumur darah kering. Ia ngeri untuk masuk ke dalam
ruangan, apalagi sampai mendekati peti mati kuno yang
diletakkan dalam posisi berdiri, bersandar dinding ruangan.
Hanya Buron yang berani masuk sampai memeriksa bagian
belakang peti mati yang terbuat dari logam sejenis perunggu
berukiran gaya Mesir Kuno.
Bukan team medis dan para analis saja yang diminta
membantu pihak kepolisian untuk menangani misteri peti
mumi itu, tapi seorang arkheologi yang cukup ahli dalam
bidang Egyptologis, atau ilmu yang mempelajari tentang
segala, sesuatu yang berkaitan dengan sejarah Mesir Kuno,
juga didatangkan ke kapal pesiar tersebut. Dengan
penerangan lampu secukupnya, profesor tersebut langsung
bisa berpendapat, bahwa peti mumi itu kemungkinan besar
milik salah satu keluarga raja-raja Mesir Kuno.

"Kalau melihat ukiran matahari dan naga di bagian tutup
peti ini, saya yakin dulunya peti ini berisi mayat Firaun muda,
yaitu pangeran masa lalu yang belum sempat dinobatkan
menjadi raja atau menjadi Firaun, tapi sudah mati lebih dulu.
Biasanya mayat Firaun muda dimumikan atau diawetkan, tapi
letak kuburannya agak berbeda dengan Firaun yang sudah
pernah memerintah negeri tersebut. Dalam suatu aliran
kepercayaan di salah satu negara Timur Tengah sana,
dikatakan bahwa mayat mumi Firaun muda dapat dihidupkan
kembali setelah menjalani proses pemakaman sekian ribu
tahun, dan mumi itu dapat hidup normal seperti manusia biasa
apabila dipenuhi syarat-syarat rituilnya. Antara lain, disediakan
darah sebagai minuman pembangkit tenaga, sekurangnya dua
hari sekali. Dan masih ada beberapa syarat lagi lainnya yang
kurang saya pahami...."
Sebuah buku mistik yang pernah dibaca oleh profesor
arkheologitu juga menyebutkan adanya tumbal nyawa
manusia yang akan digunakan sebagai energi kehidupan bagi
mumi tersebut.
Dikatakan dalam buku tersebut, sekurang-kurangnya tujuh
hari sekali mumi yang hidup sebagai manusia-biasa dan
mudah beradaptasi dengan iklim serta peradaban sekitarnya
itu membutuhkan nyawa manusia lawan jenisnya. Roh para
tumbal akan dihirup oleh kekuatan magis mumi itu dari jarak
jauh dan menjadi energi kehidupan selanjutnya. Tanpa
menghirup roh manusia, mumi itu akan kehilangan power lalu
mengalami pengeroposan fisik secara drastis.
"Apakah ada hubungannya dengan surat berdarah yang
sedang heboh di mana-mana itu, Prof?" tanya Pramuda.
"Bisa. Bisa saja ada hubungannya. Sebab seingat saya buku
Black Magic itu menjelaskan, bahwa darah mumi Firaun muda
sangat berbahaya bagi orang yang menyentuh atau
memandangnya. Darah itu adalah darah yang sudah tercemar
oleh kekuatan kutuk dari neraka."

Penjelasan-penjelasan tersebut semakin menegangkan bagi
para pengagum Dewi Ular. Buron paling gusar di antara
mereka. Tanpa sungkan-sungkan dan malu-malu lagi, tahutahu
ia lenyap di depan kelompok mereka, berubah menjadi
sinar kuning yang segera melesat bagaikan menembus
kegelapan cuaca dini hari itu.
Glegaaaarrr...! Blaaaarrr...!
Tiba-tiba hujan petir pun datang, seakan ingin
menghancurkan bumi dan seisinya. Langit sering
memancarkan cahaya biru dan merah diiringi dentuman keras
halilintar yang membahana ke mana-mana. Angin berhembus
tak karuan arahnya. Bumi mulai terasa bergetar. Cuaca
menjadi sangat buruk. Gelombang air laut meluap naik,
seperti air dalam panci lebar yang diguncang-guncang dengan
tak beraturan.
"Gawat! Si Buron pasti sedang mengamuk di alam sana!"
gumam Sandhi bernada tegang. Tak satu pun sempat
memberikan komentar terhadap gumaman Sandhi tadi, karena
hujan segera turun dengan deras. Hembusan angin mulai
menyerupai badai dahsyat. Mereka lari ke salah satu gudang,
dan masuk ke gudang itu untuk menghindari amukan hujan
yarig menerpa kesana-sini itu.
"Kenapa Kumala sampai nggak tahu kalau Kennu itu adalah
jelmaan dari mumi Firaun muda?!" geram Prarnuda dengan
jengkel sendiri.
Pada waktu itu, Mbak Mer dapat informasi dari kantornya.
Salah seorang awak kapal Santa Claus yang ditahan di sana
menjerit-jerit seperti kesurupan. Suaranya berubah tua dan
menyeramkan. Suara tua itu meminta agar cucunya yang
dicuri dari makam oleh si pemilik kapal itu harap dibebaskan
dan dikembalikan ke tempat peristirahatannya, yaitu lorong
bawah piramid yang menjadi kuburan Firaun-firaun muda.
Rupanya si pemilik kapal itu telah berhasil mengupah
beberapa orang untuk mencuri sesosok mumi Firaun muda.

Mumi itu kelak akan dimanfaatkan sebagai budak pengeruk
uang dari alam gaib yang tersebar di seluruh Indonesia dan
Asia. Namun sebelum mumi itu diserahkan kepada si pemilik
kapal, ternyata seorang awak kapal melakukan eksperimen
jahil. Tubuh mumi yang menyebarkan aroma busuk dan aroma
balsam rempah-rempah itu diusik ketenangannya dengan
meneteskan darah segar dari tangan awak kapal yang usil itu.
Tetesan darah segar yang tanpa disengaja jatuh tepat di
tengah kening mumi, telah membuat mumi itu bergerak dan
hidup. Perban yang melilit tubuhnya dibuka sendiri. Awak
kapal yang pingsan di tempat itu segera disantapnya hingga
habis tanpa tersisa sesobek kainnya pun Selesai menyantap
korban, mumi itu mengalami perubahan bentuk, dan menjadi
pemuda tampan bernama Kennu.
"Menurut suara tua yang merasuki awak kapal itu," kata
Mbak Mer kepada Pram dan yang lainnya. "Saat itu cucunya
sedang membutuhkan roh kehidupan. Dia minta kita
membantu mencarikan roh kehidupan itu agar mumi tersebut
tidak mengalami proses pengeroposan fisik.”
"Hmrnh...! Siapa yang sudi?" geram Sandhi.
"Arwah dari kakeknya Kennu itu tidak menghendaki jasad
cucunya dikembalikan ke tempat semula dalam keadaan
keropos."
"Gawat! Kalau begitu sekarang ini Kennu sedang mencari
kelengahan Kumala untuk dihirup rohnya dong?!"
"Aduuuh, kenapa nggak ada yang tahu di mana Kumala
sih?!" keluh Voya dengan suara gemetar, takut dan ngeri
membayangkan apa yang akan terjadi pada diri Kumala.
Memang, masing-masing sahabat Dewi Ular merasa heran,
mengapa Kumala tidak dapat menangkap getaran gaib yang
menunjukkan bahwa Kennu bukan manusia biasa? Mungkin
seluruh kesaktian Dewi Ular sudah lebih dulu berhasil
dilumpuhkan oleh Kennu? Hal itukah yang membuat Kumala

Dewi tunduk dengan perintah Kennu dan menuruti semua
keinginan Kennu?
"Jangan-jangan dia juga dinodai oleh mumi keparat itu?!"
geram Sandhi dengan napas memburu karena menanam
emosi kemarahannya.
Halilintar masih saling bersahutan di angkasa. Hujan masih
tercurah deras bersama angin yang membadai. Tapi getaran
bumi sudah berhenti sejak tadi. Hanya sesekali saja terasa
getaran kecilnya apabila ledakan halilintar di langit sangat
keras dan kuat. Mereka menjadi tercekam membayangkan
amukan Jin Layon di alam sana sampai dapat dirasakan
kengeriannya oleh penghuni alam manusia.
Di alam sana, Buron memang tampak murka sekali karena
tak berhasil menemukan Dewi Ular. ia bukan berbentuk
pemuda berambut kucai lagi, melainkan berbentuk Jin Layon
asli; tinggi, besar, hitam, menyeramkan, hanya mengenakan
cawat dan berkepala gundul. Apa pun yang ada di depannya
diterjang bagaikan kilatan badai kiamat. Seluruh penghuni
alam gaib kalang kabut menghindari murkanya Jin Layon. Tak
satu pun makhluk di sana berhasil menghentikan gerakan
mengamuknya Buron yang berteriak-teriak meminta agar Dewi
Ular dibebaskan dari tempat penyekapannya. Tentu saja
penghuni alam gaib jadi kebingungan, ikut mencari Dewi Ular
berada.
Namun agaknya kekuatan gaib jelmaan mumi Firaun muda
itu juga tak boleh diremehkan. Dengan pandangan matanya ia
dapat menyelimuti alam sekelilingnya menjadi tempat yang
tak bisa ditembus oleh kekuatan gaib dari mana pun asalnya.
Kennu berhasil membujuk gadis cantik jelita yang darahnya
berbau wangi dalam penciumannya. Gadis itu menurut saja
ketika dibawa Kennu meluncur ke sebuah villa tepi pantai. Villa
itu adalah villa kosong yang berperabot serba mewah, hasil
ciptaan mistik kesaktiannya sebagai mumi Firaun muda.

'Tenang sekali suasana di sini, ya?" kata Kumala sambil
menyusuri serambi samping yang menghadap ke arah lautan.
"Kamu suka tinggal di s ini, Kumala?"
"Ya, suka sekali. Nggak akan stress akibat kebisingan kota."
"Kalau begitu, maukah kau tinggal di sini selamanya
bersamaku?"
"Bersamamu...? Hii,.hii, hiii..:!" Kumala tertawa merdu, ia
tetap melangkah sampai akhirnya masuk ke ruang tidur yang
memiliki ranjang bak pembaringan seorang raja. Kennu
mengikutinya dari belakang sambil tersenyum-senyum ceria.
"Kalau kau mau tinggal bersamaku selamanya, maka kau
akan memiliki keindahan dan kebahagiaan yang tidak pernah
ada habisnya."
Kumala duduk di tepian ranjang. Kakinya menyilang,
belahan gaunnya tersingkap .Paha putih mulus menggiurkan
terpampang jelas di depan Kennu.
"Apakah kau sanggup membahagiakan aku, Kennu?"
Kennu berlutut dengan romantis sekali. "Apa yang kau
inginkan akan kupenuhi dalam tempo singkat, Kumala. Aku
ingin hidup bersamamu selamanya, karena... cepat sekali
hatiku berkembang dan menemukan cinta pada dirimu."
"Kalau aku minta emas permata sekarang juga, apakah kau
bisa mengabulkan permintaanku?"
"Kenapa tidak?!"
Kennu berdiri memandangi Kumala sambil menyunggingkan
senyum indah. Ia melangkah mundur beberapa kali. Dengan
sekali sentakkan tangan kanan ke arah kanan, maka dalam
sekejap saja di sudut ruangan itu terdapat setumpuk emas
permata yang berserakan, berkilauan, dan sangat
menakjubkan.

"Apakah sebanyak itu masih kurang?"
Kumala mengedipkan mata, tahu-tahu setumpuk emas
permata itu lenyap tanpa bekas, tanpa tersisa sebutir pun.
"Mana...? Emas permata yang mana yang mau kau berikan
padaku?!"
"Hahh...?!" Kennu menjadi tegang sesaat. Kini tangan
kirinya menyentak kekiri. Criiing...! setumpuk emas permata
bertaburan berlian besar-besar telah tertumpuk di sekitar
almari tinggi itu:
"Maksudku, permata yang itu yang ingin kupersembahkan
padamu sebagai tanda cinta, Kumala."
Dewi Ular menatap dan mengedipkan mata lagi. Laap ... !
"Yang mana sih emas permatanya, Kennu?" tanyanya
dengan nada manja.
Kennu terperanjat melihat tempat itu telah kosong tanpa
sebutir permata. Kecurigaannya pun mulai timbul. Kumala
dipandanginya dengan tatapan mata tajam sambil melangkah
mundur lagi.
"Siapa kau sebenarnya, Kumala?!"
Kumala Dewi masih duduk santai di tepian ranjang,
tersenyum manis memandangi Kennu yang tampak tegang itu.
"Katakan, siapa dirimu sebenarnya?!" Kennu mulai
menghardik.
"Menurutmu aku ini siapa sih?" Kumala masih kalem, sok
manja.
"Aku yakin kau bukan gadis biasa!" sambil berkata begitu,
jari-jari tangan Kennu mulai meneteskan darah dari tiap
ujungnya. Ia segera memercikkan darah itu ke arah wajah
Kumala. Tapi sebelum darah itu menyentuh tubuh atau

pakaian Kumala, tahu-tahu gadis itu sudah lenyap lebih dulu.
Pindah ke sofa belakang Kennu.
"Rupanya darah itulah yang kau gunakan untuk mengirim
surat para korbanmu, ya Ken?"
"Hmmmrrh...!!" Kennu menggeram gusar, merasa
dipermainkan oleh gadis itu. "Ternyata kau punya siasat yang
rapi, Kumala. Kusangka aku berhasil menutup aura gaibku
agar tak diketahui oleh kekuatan gaib dari mana pun.Ternyata
sekarang justru aku yang terkecoh, tak bisa melihat dan
merasakan getaran gaib kesaktianmu dari tadi!"
"Aku cuma ingin tahu, siapa pengirim surat setan itu.
Ternyata memang kamulah iblisnya, Kennu."
"Peduli apa kau kepada para korbanku itu? Mereka relasiku,
dan semua relasiku akan menjadi bagian dari hidupku yang
kedua ini!"
"Kehidupanmu ingin menjadi abadi setelah melewati akhir
tahun ini bukan? Ooh, nggak bisa itu, Ken. Tanggal keramat
itu akan tiba sepuluh hari lagi. Lantas berapa nyawa lagi yang
akan kau pakai bertahan melewati tanggal keramat itu agar
kehidupan keduamu dapat abadi? Oooh, selama Dewi Ular
masih ada di sini, kejahatanmu akan kuhalangi, Kennu."
"Kalau perlu, sekarang pun kau akan kujadikan korbanku
yang ke sekian kalinya! Haaaarrrkkk...!!"
Kennu membuka mulutnya lebar-lebar. Dari dalam mulut
itu keluar asap bersama serbuk putih berkilauan. Campuran itu
disemburkan ke arah Dewi Ular. Dengan cepat tangan Dewi
Ular direntangkan ke depan. Gelombang hawa sakti langsung
membentengi dirinya. Tapi tenaga semburan asap dan serbuk
berkilauan itu cukup besar, sehingga Kumala terhempas ke
belakang bersama sofa yang didudukinya .
Wuuut, brmuuuk...! Brrauuuulll...!

Sofa itu menjebolkan dinding. Kumala Dewi terpental jatuh
berguling-guling. Tapi dengan cepat ia bangkit setengah
berdiri. Tangannya disentakkan ke atas. Wuut, claap...!
Tangan itu mengeluarkan berlarik-larik s inar hijau ke berbagai
arah. Sinar hijau itulah yang merobek lapisan anti tembus
mata gaib.
Blaam...! Seluruh bangunan villa itu bergetar. Dentuman
tadi terdengar sampai ke alam gaib. Buron mengenali
dentuman itu sebagai getaran energi sakti Dewi Ular, maka ia
pun segera meluncur melebihi kecepatan cahaya. Weeesss...!
Kennu semakin murka kepada Dewi Ular. Matanya yang
indah itu tiba-tiba menjadi sangat lebar dan mengeluarkan
serbuk beracun. Semburan racun belum sempat menerjang
Dewi Ular, tahu-tahu sudah ada sinar kuning yang meraupnya
bagaikan mesin penghisap debu.
Zuuuurrrbbb...!!
"Buron, minggir...!" sentak suara Kumala yang mengenali
sinar kuning itu adalah pembahan wujud dari Jin Layon. Begitu
sinar kuning itu melesat ke samping, Dewi Ular melompat ke
depan dan lenyap dalam sekejap. Ia berubah menjadi seekor
ular kecil dan panjang yang berwarna hijau pijar. Ulat itu
melayang cepat, dah menembus masuk ke mulut Kennu yang
hendak mengeluarkan racun mautnya lagi itu.
"Akkkkrrrhhh...!!!" Kennu mendelik dan meronta-ronta.
Perutnya bergerak-gerak sendiri. Di dalam sana, Dewi Ular
sedang merusak jaringan gaib dari jelmaan mumi itu. Kennu
tak dapat menangkapnya. Ia jatuh menggelinjang merontaronta
dengan teriakan sepertu kambing disembelih. Tubuhnya
segera berubah menjadi putih semua. Dari kedalaman perut
itu, seekor ular pijar hijau keluar menembus dinding pemt
dengan cepat.
Bluuuss...! Di seberang sana ular itu lenyap dan berubah
menjadi gadis cantik; Dewi Ular.

Di sisi lam, ia melihat Buron sedang memandangi keadaan
Kennu. Pemuda berambut kucai itu tidak lagi menggunakan
wujud aslinya, melainkan kembali menggunakan wujudnya
sebagai Buron. Mereka sama-sama memandangi Kennu dari
jarak tertentu.
Kennu mengerang panjang, mengerikan, kemudian
suaranya hilang bersama hilangnya seluruh gerakan tubuh.
Beberap detik kemudian, tubuhnya yang putih menjadi rapuh,
tampak tua, dan akhirnya menjadi seonggok tulang-belulang
yang telah rapuh.
"Aku telah menyempurnakannya! Dia tak akan bisa hidup
lagi," kata Kumala sambil menghembuskan napas lega. Buron
pun menghembuskan napas lega juga. Ia kegera melangkah
ke pintu keluar.
"Tinggalkan rumah gaib ini. Sebentar lagi akan berubah
menjadi semak belukar! Kau ditunggu oleh Pramuda dan yang
lainnya di dermaga!"
"Tapi hentikan dulu badai kemarahanmu itu, Buron!"
Hampir saja Buron membiarkan malam masih bercuaca
buruk akibat badai kemarahannya tadi. Dengan merentangkan
tangan di depan teras, angin badai berhenti, hujan pun
lenyap, dan cuaca cepat berubah normal kembali. la
menunggu langkah Kumala, lalu sama-sama meninggalkan
rumah itu dengan langkah kaki santai.
Tujuh langkah kemudian, rumah itu lenyap dan berubah
menjadi semak belukar, seperti kata Buron tadi.
Kumala berpalingke belakang, dan tersenyum tipis
memandangi semak belukar tersebut. Dalam waktu singkat,
mereka tiba di dermaga, disambut meriah penuh haru oleh
mereka yang sejak tadi tersiksa oleh kecemasan hati masing=masing..

Seri Dewi Ular-57-Tara Zagita
Asmara Mumi Tua
Karya : Tara Zagita

SELESAI