TRIO DETEKTIF TRIO PENYAMAR
KATA PENGANTAR DARI ALFRED
HITCHCOCK
SELAMAT DATANG, PARA PECINTA MISTERI!
Suatu kegembiraan tersendiri
bagi saya untuk sekali lagi mengantarkan sebuah petualangan anak-anak muda dari
Rocky Beach ini, California: Trio etektif! Jika Anda telah mengenal mereka,
Anda saya izinkan melewatkan formalitas ini dan langsung menuju Bab 1. Jika ini
adalah kali pertama Anda mengunjungi Rocky Beach, maka sudah selayaknya Anda
membaca kata pengantar ini.
Penyelidik Pertama dan
pemimpin biro ini adalah seorang pengamat yang hebat, Jupiter Jones. Yatim
piatu sejak kecil dan tinggal bersama bibi dan pamannya, Jupiter, seorang
mantan aktor kanak-kanak dengan nama panggung Baby Fatso, sangat tidak suka
dikatakan gendut. Sejak ia mulai membaca, Jupiter membaca segala macam buku
yang bisa dijangkaunya-dari psikologi sampai kriminalitas. Hasilnya adalah
orang- orang dewasa yang sebal karena ia tahu terlalu banyak untuk anak
seusianya.
Pete Crenshaw adalah yang
paling atletis dari trio ini. Perawakannya yang kekar dan perasaannya yang
tajam akan arah membuatnya tak ternilai dalam semua kasus yang pernah ditangani
anak-anak ini. Meskipun sering kali lebih suka menghindar dari bahaya, ia
selalu setia terhadap rekan-rekannya.
Terakhir, namun sama sekali
tidak berarti yang paling kecil perannya, adalah si rajin namun pemberani, Bob
Andrews. Bertanggung jawab atas segala pengarsipan data dan riset yang
diperlukan, Bob telah berperan dalam mengalahkan penjahat yang paling pintar
dengan membuktikan bahwa ia tidak hanya teliti dalam membuat catatan, namun
juga memiliki hati seekor singa jika situasi menuntut.
Dan sekarang, cukup dengan
kata pengantar!
Pertunjukan akan segera
dimulai!
ALFRED HITCHCOCK
BAB I TAMU KEJUTAN
"Apa kira-kira yang
akan terjadi seandainya dulu aku memutuskan untuk menjadi seorang kriminal
super?" Jupiter Jones berspekulasi.
Pada hari yang panas itu ia
dan Pete Crenshaw sedang duduk di keteduhan bengkel Jupiter yang terletak di
luar rumah. Mereka sedang sibuk bekerja dengan tumpukan barang bekas terbaru
hasil belian Paman Titus, paman Jupiter.
Pete, penyelidik yang tinggi
dan berotot, menjatuhkan obeng yang sedang digunakannya membuka bagian belakang
sebuah jam dinding tua. Ia menatap Jupiter dengan mulut terbuka.
"Apa katamu?"
"Aku bilang, apa
kira-kira yang akan terjadi seandainya dulu aku memutuskan untuk menjadi
seorang kriminal super," ulang Jupiter. "Kau ingat rencana para
perampok bank yang menyewa orang-orang kerdil untuk menyamar sebagai kurcaci?
Pemimpin perampok itu menawarkan untuk menjadikan aku anak didiknya dan
melatihku menjadi penjahat nomor satu. Aku hanya iseng-iseng berpikir apa yang
akan terjadi seandainya waktu itu kuterima tawarannya."
"Kemungkinan besar kau
sekarang terkurung di Penjara Los Angeles bersama anggota gang itu yang
lain," kata Pete.
"Hm," gumam
Jupiter, "aku ingin tahu."
Anak-anak itu sedang
bergembira karena sehari sebelumnya mereka mengetahui bahwa mereka akan diberi
penghargaan oleh Rocky Beach Rotary Club sebagai warga teladan atas jasa-jasa
mereka terhadap masyarakat sebagai detektif junior sukarela. Bersama seorang
pemenang yang lain mereka akan menerima hadiah sebesar seribu dolar pada suatu
acara penghargaan di Balai Kota. Teman mereka, Chief Reynolds, akan bertindak
sebagai pembawa acara. Hadiah itu akan mereka bagi tiga, yang berarti
masing-masing akan memperoleh hampir seratus enam puluh lima dolar!
"Menurutku seorang
penjahat super harus merancang suatu kejahatan super. Sesuatu yang direncanakan
dan dilaksanakan dengan sempurna," kata Jupiter lagi.
"Kau tidak
sungguh-sungguh berniat menjadi seorang penjahat kan?!" seru Pete.
"Rasanya sih
tidak," Jupiter menyeringai. "Tapi sekali waktu seorang penyelidik
yang bagus harus berpikiran seperti seorang kriminal untuk mengetahui cara
mereka berpikir."
"Seandainya aku diberi
sepuluh sen setiap kali mendengar kau berkata ...," omongan Pete terputus
dengan kedatangan Bob Andrews, seorang remaja berperawakan kecil dan
berpenampilan seorang kutu buku.
"Hai, Bob. Mengapa
begitu lama?"
"Miss Bennett
menyuruhku memperbaiki sampul buku-buku tua. Kupikir aku takkan pernah bisa
keluar dari sana." Bob bekerja paruh waktu di Perpustakaan Umum Rocky
Beach.
Pekerjaannya itu sungguh
berguna dalam melakukan riset-riset untuk kasus-kasus Trio Detektif.
"Sudahkah kalian
memutuskan apa yang hendak kalian lakukan dengan uang hadiah itu?"
Bob bertanya penuh semangat.
"Aku akan
menghabiskannya di Magic Mountain!" Pete tertawa.
"Aku akan membeli
sepeda baru. Kau, Jupe?"
"Sudah menjadi
keputusanku bahwa biro penyelidik kita dapat menginvestasikan penghargaan
finansial itu pada sebuah komputer," jawab Jupiter. "Paling tidak
sebagai uang mukanya."
"Saudara-saudara,
serahkan saja pada Jupiter Jones untuk bersenang- senang dengan uang yang
demikian banyak!" Pete berkata sinis.
Mereka terus bercakap-cakap
dengan antusias tentang apa yang akan mereka lakukan dengan hadiah itu, sampai
terdengar seruan Bibi Mathilda memanggil mereka. Suaranya bergema di sela-sela
tumpukan barang bekas yang sengaja mereka letakkan secara strategis. Mrs. Jones
adalah seorang wanita berbadan besar yang berhati besar pula. Hanya satu yang
lebih besar daripada hatinya, kemampuannya menemukan anak-anak malas dan
menyuruh mereka bekerja keras.
Meskipun Paman Titus yang
berburu barang bekas, Bibi Mathilda lah yang sesungguhnya menjalankan bisnis
barang bekas mereka. Dan kini suaranya menuntut perhatian.
"Jupiter!"
serunya. "Di mana lagi kau sekarang? Kau kedatangan tamu. Chief Reynolds
ada di sini mencarimu!" Kemudian ia berpaling untuk melayani seorang
pembeli.
Ketiga remaja itu saling
berpandangan, terkejut.
"Menurutmu apakah ia
lupa memberi tahu sesuatu tentang acara penghargaan itu?" tanya Bob,
melompat turun dari tempatnya duduk di atas mesin cetak.
"Hanya ada satu cara
untuk mengetahuinya!" Jupiter bangkit. "Yuk!"
Mereka berjalan zig-zag
melalui sela-sela tumpukan barang bekas menuju suatu gerbang besar, pintu masuk
ke Jones Salvage Yard. Chief Reynolds berdiri menunggu di sana di sebelah mobil
patrolinya. Jupiter segera sadar bahwa petugas polisi itu nampak aneh. Mereka
sudah cukup lama bekerja sama sehingga Jupiter dapat menyimpulkan dari raut
muka Chief Reynolds bahwa ia sedang berada dalam stres.
"Halo, Chief.
Sepertinya Anda datang untuk urusan pekerjaan dan bukan tentang
penghargaan," kata Jupiter.
"Tepat sekali, Jupiter.
Tapi bagaimana kau bisa menebak, aku tak tahu," Chief Reynolds menjawab
dengan alis terangkat. Bob dan Pete menatap Jupiter dengan kebingungan yang
sama.
"Saya selalu berusaha
untuk tidak menebak jika jawabannya sudah jelas. Ada yang bisa kami bantu?"
"Begini, Anak-anak," kata Chief, nampak malu-malu, "ada
pencurian di Pearl’s Bakery tadi malam ...." "Dan Anda ingin kami
membantu menemukan pencurinya," kata Pete penuh semangat. Sudah beberapa
minggu berlalu sejak kasus terakhir mereka dan mereka tidak sabar menunggu
misteri selanjutnya.
"Sayangnya tidak,
Pete," jawab Chief lambat-lambat. "Begini ... kalian bertiga adalah
tersangka utama!"
"APA?!" mereka
berseru serempak.
Bibi Mathilda menjatuhkan
sapu yang sedang dipegangnya dan bergegas menghampiri. "Apa maksudnya
semua ini, Sam?!" tukasnya. "Kau kenal baik dengan anak-anak ini, kau
seharusnya lebih tahu!" Wanita berbadan besar itu mendengus dan berjalan
menuju ke kantor. "Titus Andronicus, keluar cepat!"
"Tenang,
Mathilda," Chief menenangkannya. "Aku yakin ada penjelasan yang masuk
akal."
Sementara Chief Reynolds
berusaha meredakan amarah bibi Jupiter, Titus Jones berjalan menuju gerbang
utama. Mr. Jones adalah seorang lelaki pendek dengan hidung besar dan kumis
yang lebih besar lagi. Matanya berbinar-binar sembari ia mengisap pipa di
sela-sela bibirnya. "Ada masalah apa, Sam?" tanyanya tenang.
"Pearl’s Bakery
dimasuki pencuri semalam," ulang Chief. "Kami tidak punya petunjuk
apa-apa ... kecuali ini." Ia menunjukkan selembar kartu nama milik anak-anak
itu, tersegel dalam sebuah kantong plastik tempat barang bukti.
"Oh, itu salah satu
kartu nama dari klub kalian, Anak-anak!" Mrs. Jones menahan nafas.
Mathilda Jones tahu bahwa anak-anak mengadakan rapat secara teratur tapi ia
tidak pernah sadar bahwa mereka adalah
penyelidik serius yang telah
membantu memecahkan beberapa peristiwa kejahatan nyata. Tak peduli berapa kali
Jupe memberi tahunya, ia tetap menganggap perusahaan mereka sebuah klub.
Sementara itu Jupiter mengamat-amati kartu di tangan
Chief dengan seksama dan mencubiti bibir bawahnya ... suatu tanda bahwa otaknya
sedang berputar kencang.
"Boleh saya lihat,
sir?" tanyanya.
Chief menyerahkan kantong
barang bukti dengan kartu di dalamnya. Jupiter menatapnya selama beberapa
menit. Ia membaliknya dan memandang bagian belakang, lalu kembali ke bagian
muka. Bob dan Pete mendekat dan ikut memandang melalui bahu Jupiter.
Tulisannya:
TRIO DETEKTIF
"Kami Menyelidiki Apa
Saja" ? ? ?
Penyelidik
Pertama........... Jupiter Jones
Penyelidik
Kedua........... Peter Crenshaw
Catatan
dan Riset............. Bob Andrews
"Waduh! Ada pencuri
menjatuhkan kartu nama kita!" seru Pete.
"Anda bilang ini ditemukan di lokasi
kejahatan?" tanya Jupiter sambil mengerutkan kening.
"Tepat sekali,
Jupiter," jawab Chief. "Tepat di sebelah mesin kasir yang kosong.
Pearl --Mrs. Henderson, pemiliknya, baru saja memasang seperangkat sistem
pengaman yang canggih dua minggu lalu. Menurutnya
ia sering membuat roti
sampai larut malam dan harus bekerja sendirian. Tidak mudah bagi seorang
pencuri untuk membobol sistem itu. Sekarang Pearl sangat cemas."
"Pencuri itu hanya
mengambil uang dari mesin kasir?" tanya Jupiter, agak heran. "Tidak
ada lagi yang dicuri atau dirusak?"
"Tidak satupun. Dan
inilah yang lucu," Chief nampak tegang. Hari yang panas serasa semakin
panas dan Chief melonggarkan dasinya dan membuka kancing kerahnya.
"Menurut Pearl tidak ada peralatan yang dirusak dan bahkan tidak ada satu
donat pun yang diambil. Dan ia sangat yakin bahwa di dalam mesin kasir hanya
ada dua puluh dolar!"
BAB II DIFITNAH!
"Menurut saya jelas
sekali si pencuri berusaha memfitnah kami,"
Jupiter berkata tenang.
"Sepertinya memang
demikian," jawab Chief Reynolds. "Tetap saja, meskipun aku tidak suka
melakukan ini, aku harus menanyai kalian, Anak- anak, tentang di mana kalian
berada sekitar pukul sembilan tadi malam," Chief mengeluarkan pena dan
buku catatan kecil.
Bob dan Pete menatap
Jupiter. Mereka semua tahu bahwa pukul sembilan semalam mereka sedang
mengadakan rapat rahasia di dalam markas mereka. Markas adalah sebuah karavan
sepanjang sepuluh meter yang dibeli Titus Jones dengan harapan ia akan dapat
menjualnya lagi. Namun karena rangkanya telah rusak parah, karavan itu tidak
laku-laku hingga akhirnya Titus memberikannya kepada Jupiter untuk dijadikan
tempat pertemuan dengan teman-temannya. Perlahan-lahan selama beberapa bulan
anak-anak itu menumpukkan barang-barang rongsokan di sekitarnya dan kini
karavan itu tersembunyi --dan terlupakan -- kecuali oleh mereka.
"Kami bertiga ada di
pangkalan barang bekas ini, mengadakan rapat pada pukul sembilan tadi malam,
Chief," jawab Jupiter tanpa ragu-ragu.
"Ada yang bisa
membuktikannya?"
Sebagai pemimpin Trio Detektif yang penuh percaya diri
dan kadang- kadang sombong, Jupiter Jones tidak mudah bingung. Kini ia tergagap
dalam menjawab.
"Eh ... tidak. Saya ...
saya rasa tidak ada, sir."
Chief Reynolds menepuk bahu
Jupiter dan tersenyum. "Jangan khawatir, Nak. Kalian telah terbukti
sebagai asisten polisi yang hebat. Meskipun kalian berbalik menjadi penjahat,
kalian tidak akan begitu ceroboh."
Jupe, Pete, dan Bob berusaha
tersenyum terhadap pujian itu.
"Nah, Anak-anak,
sekarang aku harus mengembalikan kartu nama ini ke laboratorium untuk
pemeriksaan sidik jari. Akan kukabari kalian setelah hasilnya keluar."
Setelah berkata demikian,
Chief Reynolds masuk ke mobil patrolinya. Ia memberi hormat dengan ramah
sembari memundurkan mobilnya keluar dari pangkalan barang bekas. Anak-anak
melambaikan tangan dan berdiri dengan muram, memandangi mobil Chief Reynolds
menjauh.
Begitu mobil Chief Reynolds
menghilang dari pandangan, sebuah mobil sport berwarna biru mengkilap berhenti
dengan mendadak di depan gerbang, menyebabkan debu dan tanah beterbangan di
udara yang panas.
"Skinny Norris!"
ujar Pete geram. "Bukan waktu yang tepat untuk kekonyolannya!"
E. Skinner Norris berusia
sedikit lebih tua daripada anak-anak itu. Karena ayahnya secara resmi bertempat
tinggal di suatu negara bagian lain yang dapat dikatakan mengizinkan bayi untuk
mengemudi, Skinny dapat menyetir mobil -- sesuatu yang amat ditonjolkannya
kepada semua anak di Rocky Beach. Namun demikian, meskipun Skinny memiliki
mobilnya sendiri, yang sangat disukainya selama tinggal di Rocky Beach selama
musim panas adalah mencari tahu apa yang dilakukan Jupiter, Pete, dan Bob, dan
berusaha mengganggu mereka. Ia selalu berusaha mengalahkan Jupe dan selalu
gagal. Kini ia melompat keluar dari mobilnya dan menghampiri Trio Detektif.
"Pergi, Skinny!"
tukas Bob.
"Diam kau!" Skinny
menyeringai seperti seekor kucing yang baru saja menangkap seekor burung
kenari. "Jupiter McSherlock, sepertinya Anda sedang bermasalah
sekarang."
Beberapa orang gerombolan
Skinny yang berada di jok belakang mobil tertawa dan Skinny mengikik seperti
seekor kuda.
Jupe menampilkan muka
terkejut. "Aku tak tahu apa maksudmu, Skinny," katanya polos, mengangkat
bahu.
"Yang benar saja!"
tukas Skinny, "Semua orang di kota ini tahu kalian yang melakukannya!
Mereka menemukan kartu nama kalian di lokasi kejahatan!" Skinny mencibir.
"Suatu informasi yang
menarik, Skinny," kata Jupiter, mengedipkan mata kepada Bob dan Pete.
"Mengingat fakta bahwa hanya Mrs. Henderson dan polisi yang tahu detail
terjadinya kejahatan itu, mungkin ada baiknya kau memberi tahu kami bagaimana
kau tahu kartu nama kami ditemukan di tempat kejadian."
Muka Skinny memerah.
"Kau kira kau begitu pintarnya, Gendut! Lihat saja nanti!" Ia
mengacungkan jarinya yang kurus ke arah Jupe. "Sebelum hari ini berakhir,
kalian bertiga akan menjadi bahan tertawaan di seluruh Rocky Beach!"
Skinny melompat masuk ke mobilnya dan mundur, meninggalkan kepulan debu. Sambil
tertawa dan menjulurkan lidahnya ke arah anak-anak, ia memacu mobilnya.
Ketika debu telah mereda,
Bob menyuarakan pertanyaan yang ada di pikiran mereka bertiga. "Bagaimana
Skinny bisa tahu tentang kartu nama kita, Jupe?"
Jupiter mengerutkan kening.
"Aku tidak yakin namun
sepertinya mulut besarnya memberi implikasi bahwa dialah yang ada di balik
pencurian di Pearl’s Bakery. Menurutku sekarang saatnya Trio Detektif
mengadakan rapat darurat!" *****
Jupiter mengetuk-ngetukkan
jarinya ke meja setengah hangus yang terdapat di dalam markas. "Rapat
dimulai. Karena kita semua tahu tentang kejadian mengejutkan yang baru saja
disampaikan kepada kita, mari kita sekarang mulai mendiskusikan para pelaku
potensial."
"Apa katanya?"
tanya Pete kepada Bob.
"Jupe bilang, kita
semua tahu apa yang terjadi, maka mari memikirkan siapa yang mencoba menfitnah
kita," kata Bob.
"Oh. Mengapa ia tidak
bilang begitu saja?"
Penyelidik pertama yang
gempal berdehem dan meletakkan sikunya di atas meja. "Jika kalian berdua
telah selesai berkomedi, kita akan lanjutkan," katanya dengan tidak sabar.
"Skinny Norris telah masuk daftar dengan alasan yang jelas. Bisakah kalian
memikirkan kira-kira siapa yang ingin mencemarkan nama baik dan reputasi
kita?"
"Wah, Jupe, kita telah
menangani begitu banyak kasus ... bisa siapa saja dari seratus orang!"
seru Pete.
"Seratus mungkin agak
terlalu berlebihan tapi kita memang telah memperoleh beberapa musuh," Jupe
menghembuskan nafas.
"Mungkinkah
Hugenay?" kata Bob bersemangat, "pencuri barang seni dari Prancis
yang kita hadapi dalam Misteri Nuri Gagap dan Misteri Jeritan Jam?"
Jupiter bersandar di kursi
putar yang telah diperbaikinya, berkonsentrasi penuh.
"Bukan gayanya,"
katanya memutuskan. "Selain itu ia sebenarnya membantu kita terakhir kali
kita bertemu. Rasanya tidak mungkin ia jauh-jauh datang kembali ke Rocky Beach
hanya untuk memberi kita masalah. Berikutnya?"
Pete menjentikkan jarinya.
"Bagaimana dengan para penjahat yang berusaha mencuri permata August
August, Mata Berapi? Polisi tak pernah menangkap mereka!" "Hm, jelas
suatu kemungkinan," jawab Jupe.
Selama beberapa saat mereka
berdiam diri, memikirkan semua kriminal yang pernah mereka temui selama karir
mereka sebagai Trio Detektif. Akhirnya Bob mengangkat tangan putus asa.
"Oh, kita harus menghadapi
kenyataan, teman-teman, daftar ini bisa terus bertambah panjang!"
"Kau benar, Data. Mari
kita lanjutkan," kata Jupiter setuju. "Mengapa seorang penjahat
secara sengaja memilih sebuah toko kue untuk dirampok? Itulah misteri teka-teki
sebenarnya di sini."
"Biar kutambahi!"
kata Pete. "Mengapa seseorang mau bersusah payah hanya demi dua puluh
dolar, itulah misteri yang sebenarnya!"
"Awk! Misteri!
Awk!" jerit Blackbeard. Blackbeard adalah beo peliharaan mereka yang
mereka dapatkan saat menangani salah satu kasus. Dari sangkar besarnya yang
tergantung di sudut ruangan, burung itu selalu membuat Pete gelisah.
"Diam kau!" seru
Pete.
"Jupe, bagaimana kalau
kita sudahi saja malam ini?" kata Bob. "Hari ini sungguh melelahkan
dan perutku merasa ini sudah waktunya makan malam."
"Kurasa kau benar,
Bob," kata Jupiter menyerah. "Malam ini kita coba pikirkan, siapa
saja yang berusaha memfitnah kita. Besok kau telusuri semua catatan kasus kita,
Data. Buatlah daftar para tersangka yang mungkin, termasuk Skinny, meskipun aku
ragu dialah yang kita cari." "Baiklah, Jupe," jawab Bob. Remaja
bertubuh kecil itu menghilang melalui Lorong Dua, sebuah tingkap di lantai
karavan yang berfungsi sebagai salah satu jalan masuk rahasia ke markas.
"Dua, besok kau ikuti
Skinny dan lihat apa maunya anak itu. Lapor ke markas siangnya."
"Aku harus memotong rumput di rumah tetangga dulu
tapi setelah itu akan kuamat-amati anak itu bagai seekor elang!" kata
Pete. "Apa yang akan kau lakukan besok, Pertama?"
"Besok," kata
Jupiter dengan dramatis, "Aku ada kencan dengan empat kursi taman yang
sangat berkarat."
Jupiter melambaikan tangan
sambil mengunci pangkalan. Ia menyeberang jalan ke rumah kecil berwarna putih,
kediaman Keluarga Jones.
Pete dan Bob bersepeda
pulang. Mereka bersama-sama sepanjang sebagian jalan pulang, membicarakan
kejadian mengejutkan hari itu. Ketika matahari musim panas mulai terbenam di
langit nan ungu, mereka berpisah dan mengambil jalan masing-masing. Tidak ada
yang menyadari kehadiran sebuah sedan hitam yang telah membuntuti mereka secara
diam-diam.
BAB III PENCURIAN KEDUA!
Pete Crenshaw bangun
pagi-pagi sekali dan memerangi kabut California yang tebal untuk memotong
rumput di halaman tetangganya. Ia tidak terlalu suka akan tugas membuntuti
Skinny Norris dan mobilnya berkeliling Rocky Beach dengan sepeda. Tapi Pete
adalah yang paling atletis dari ketiga anak itu, jadi dialah yang selalu
mendapat tugas seperti ini. Namun demikian pagi ini Pete beruntung. Mobil
Skinny Norris tidak pernah meninggalkan rumah orang tuanya sepanjang pagi.
Sekarang hari telah siang
dan dari tempat persembunyiannya di atas pohon elm besar di seberang jalan,
Pete, dengan teropong ayahnya, hanya melihat muka Skinny yang berbintik-bintik
mengintip melalui tirai dengan gelisah dari waktu ke waktu. Pete merasa Skinny
nampak cemas dan ia mengingatkan diri untuk melaporkan hal ini kepada Jupe. Ia
memasukkan teropong ke dalam kotaknya dan turun dari pohon.
*****
Matahari tengah hari yang
panas telah menghabisi sisa-sisa kabut pagi ketika Pete meluncur di atas
sepedanya masuk ke Jones Salvage Yard. Hans dan Konrad, kedua pekerja pangkalan
asal Bavaria, sedang membuka terpal penutup truk pangkalan dan melihat-lihat
isinya.
"Hi, Konrad. Hi,
Hans."
"Hi, Pete," kata
Konrad.
"Kau mencari
Jupe?" tanya Hans.
"Ia tak ada di
sini?" tanya Pete heran. "Katanya ia harus bekerja seharian!"
"Ia tidak kelihatan
sepanjang pagi, Pete. Bob ada di sini," jawab Konrad. "Baiklah.
Terima kasih ya."
"Sama-sama, Pete,"
balas kedua bersaudara itu dengan riang.
Pete menaiki sepedanya mengelilingi
tumpukan barang bekas hingga ia tiba di bengkel Jupe. Sepeda Bob tersandar di
mesin cetak tua yang telah diperbaiki oleh Jupiter. Pete menyandarkan sepedanya
ke sepeda Bob dan merangkak di bawah mesin cetak. Ia menyingkirkan potongan
terali yang seolah-olah tersandar begitu saja pada sebuah pipa tua berdiameter
besar dan merangkak masuk. Ini adalah pintu masuk ke Lorong Dua. Pipa itu
memanjang beberapa meter, sebagian berada di bawah tanah.
Anak-anak itu telah
meletakkan potongan karpet di bagian bawah di dalam pipa sehingga lutut mereka
terlindungi. Pete tiba di pintu yang membuka ke atas, ke lantai markas,
mengetuk dengan kode khusus, dan masuk.
Bob Andrews sedang sibuk
bekerja di lemari arsip. Dengan sebatang pensil di sela-sela giginya itu menggumamkan
halo kepada Pete.
"Kau lihat Jupe?"
tanya Pete.
"Tidak kelihatan
sepanjang pagi," gumam Bob.
"Waduh, menurutmu
...." Pete terpotong oleh dering telepon. Kedua anak itu saling
berpandangan selama beberapa saat. Telepon itu jarang berdering dan jika ia
berdering, biasanya untuk sesuatu yang penting. Bob menjatuhkan pensil di
mulutnya dan menjawab dengan suaranya yang paling profesional.
"Trio Detektif, dengan
Bob Andrews."
"Data!" Ternyata
Jupiter dan ia terdengar terburu-buru. "Pete ada?" "Dia baru
saja datang. Di mana kau?" "Nyalakan pengeras suara!" perintah
Jupiter.
Pengeras suara yang dimaksud
adalah sebuah mikrofon dan speaker yang telah dihubungkan oleh Jupiter sehingga
mereka bertiga dapat ikut serta dalam pembicaraan di telepon. Bob menyalakannya
dan memegang gagang telepon di depan mikrofon.
"Silakan,
Pertama," kata Bob.
"Keadaan darurat!
Gampang Tiga! Kelana Gerbang Merah! Green’s Hardware Store! Segera!
Hati-hati!" Dan tiba-tiba Jupiter memutuskan hubungan. Bob dan Pete saling
berpandangan seolah-olah terhipnotis oleh nada sambung di telinga mereka.
"Apa itu tadi?"
tanya Pete. "Aku tidak yakin tapi sebaiknya kita ikuti saja
perintahnya!" seru Bob.
"Ayo!" Pete dan
Bob berdesak-desakan keluar melalui Gampang Tiga. Gampang Tiga adalah sebuah pintu
besar yang masih menempel pada bingkainya dan seolah-olah tersandar begitu saja
pada suatu tumpukan barang rongsokan. Kalau dibuka dengan sebuah anak kunci
berkarat yang tersembunyi, pintu itu membuka ke sebuah ketel raksasa, yang
kemudian menuju ke markas.
Diam-diam mereka mengambil
sepeda dan menuju Kelana Gerbang Merah. Bertahun-tahun yang lalu beberapa
pelukis Rocky Beach telah melukisi pagar yang mengelilingi pangkalan barang
bekas sebagai tanda terima kasih mereka kepada Titus Jones yang sering kali
memberi mereka benda-benda yang mereka butuhkan secara cuma-cuma. Salah satu
lukisan di bagian belakang menampilkan kebakaran besar yang terjadi di San
Fransisco. Seekor anjing kecil, yang diberi nama Kelana oleh anak-anak, dengan
sedih menatap rumahnya yang dimakan api. Jupiter merancang sebuah sistem
sedemikian sehingga jika mata Kelana ditekan, tiga papan pagar akan membuka ke
atas. Mereka biasanya menggunakan pintu masuk ini jika ingin ekstra hati-hati
agar tidak terlihat oleh Bibi Mathilda.
Bob dan Pete membiarkan
Kelana Gerbang Merah tertutup dan mengebut sepeda mereka melalui jalan setapak
di rumput, menuju ke daerah perbelanjaan di tengah kota Rocky Beach.
"Mungkinkah kita
diawasi?" tanya Bob dengan cemas di sela-sela nafasnya yang memburu.
"Mungkin saja,"
jawab Pete suram. "Kita harus tetap berjaga-jaga dan jangan sampai
dibuntuti!"
Mereka selalu mengambil
jalan-jalan kecil dan lorong-lorong, berulang kali melihat ke belakang ke arah
mobil-mobil yang mereka curigai membuntuti mereka.
Beberapa menit kemudian
mereka tiba di Green’s Hardware Store. Jupiter dan Chief Reynolds berdiri di
depan toko. Jupiter sedang mondar-mandir, mencubiti bibir bawahnya, dan nampak
berpikir keras sekali. Raut muka Chief Reynolds nampak suram.
"Hei, Jupe, ada apa
ini?" tanya Pete, tersengal-sengal.
"Ada yang membobol toko
peralatan ini?" tanya Bob, membenarkan letak kacamatanya di atas hidungnya
yang berkeringat.
Jupiter tidak mengacuhkan
pertanyaan itu dan balik menanyai Bob. "Data, apakah kau kemarin langsung
pulang ke rumah dari pangkalan?"
"Tentu saja, Jupe. Ada
apa?" "Apakah sepedamu kau kunci pada malam hari, Robert?" tanya
Chief Reynolds.
"Wah, tidak,"
jawab Bob, terheran-heran. "Sepeda selalu kuparkir di halaman rumah kami.
Ada apa sih?"
"Masuklah,
Anak-anak," kata Chief Reynolds dengan serius, mendahului masuk melalui
pintu depan.
"Kau benar, Bob.
Green’s Hardware Store dimasuki pencuri semalam. Lihatlah sendiri. Tapi ingat,
ini tempat kejadian perkara, jangan sentuh apa pun!" perintahnya.
Hal pertama yang mereka lihat
adalah seutas tali plastik di tengah ruangan yang menjuntai dari sebuah jendela
di langit-langit yang tinggi.
"Seperti kalian lihat,
jendela itu sangat kecil," kata Jupiter sementara mereka menghampiri tali
tersebut. "Hampir terlalu kecil untuk seorang lelaki dewasa ... tapi
sangat pas untuk seorang anak."
"Kedengarannya tidak
terlalu menyenangkan!" dengus Bob.
"Berikutnya,"
lanjut Jupiter, seolah-olah sedang memberikan kuliah di kelas, "di bagian
bawah tali ini kita temukan bekas-bekas yang sepertinya berasal dari kapur
berwarna biru."
"Oh, tidak!" keluh
Bob.
"Dan sekarang, coba
alihkan perhatian kalian ke kaca jendela di langit- langit ...," Jupiter
menyuruh, menunjuk ke arah langit-langit.
"Sebuah tanda
tanya!" seru Bob dan Pete serempak.
Hampir-hampir mereka tidak
dapat mempercayai penglihatan mereka. Di kaca jendela, sepuluh meter di atas
kepala mereka, tergambar sebuah tanda tanya besar berwarna hijau. Tanda khusus
Trio Detektif!
"Jupe! Chief! Kalian
harus percaya padaku!" kata Bob memelas, matanya terbelalak. "Aku
tidur nyenyak sekali semalam! Di rumah! Di ranjangku! Dan seandainya aku ada di
sana sekarang!"
Jupiter tidak menanggapi
kata-kata Bob. "Bekas ban sepedamu terlihat di atas lumpur, menuju ke
pintu belakang toko ini," ia memberi tahu anak bertubuh kecil itu.
"Aku selalu mengenali bekas ban sepedamu yang bergaris-garis itu di mana
pun!"
BAB IV MENGINTAI
Kabut tebal menyelimuti
kawasan Pasifik malam itu. Trio Detektif, terbungkus dari kepala hingga ujung
kaki dengan mantel hitam, bersepeda memasuki pintu belakang Kepolisian Rocky
Beach. Beberapa menit menjelang pukul delapan.
Jupiter menyandang sebuah
ransel yang berisi ’peralatan penting untuk mengintai’, demikian ia
menyebutnya. Kini ia dan Bob bercakap-cakap penuh semangat tentang bermacam-macam
teknik mengintai. Pete, yang sama sekali tidak suka segala sesuatu yang
mengandung bahaya, membuntuti di belakang. Mereka mengetuk pintu dan
dipersilakan masuk oleh Officer Haines, seorang polisi muda berwajah galak dan
berambut merah.
"Anak-anak melakukan
pengintaian!" dengusnya. "Mengapa kalian tidak kembali saja ke rumah
pohon kalian dan membiarkan para profesional menangani ini?"
Jupiter memiliki bakat
berakting yang memungkinkannya mengubah raut muka dan tingkah lakunya, sehingga
nampak lebih tua daripada usia sebenarnya. Kini ia berdiri tegak dengan dagu
terangkat tinggi.
"Diremehkan karena usia
kami telah memungkinkan kami menyelesaikan banyak kasus membingungkan dan
dianggap tak terpecahkan. Mata muda kami dapat melihat banyak hal yang terlewatkan
oleh orang dewasa."
Officer Haines nampak
seolah-olah ia baru saja menggigit sebuah jeruk yang sangat asam. "Mulut
pintarmu itu suatu hari nanti akan memberimu masalah besar, Jones!" geram
Haines, mencucukkan jarinya ke dada Jupe. "Kau tahu terlalu banyak demi
kebaikanmu sendiri!"
"Cukup, Haines,"
Chief Reynolds berkata dari belakangnya.
"Bukan anak-anak yang
baik," Haines bergumam sambil berjalan menjauh di koridor.
"Maaf tentang hal itu,
Anak-anak," kata Chief. "Mereka sedang menghadapi stres dengan segala
aktivitas kejahatan yang terjadi di Rocky Beach akhir-akhir ini. Kami banyak
bekerja lembur dan mereka tidak suka anak-anak melakukan pekerjaan mereka. Jadi
demi kebaikan kalian sendiri, jangan mencari masalah dengan mereka malam ini.
Setuju?"
Ketiga anak itu mengangguk
dengan muram.
"Apa yang dikatakan
Skinny tentang pencurian-pencurian ini, Chief?" tanya Bob, mengeluarkan
buku catatan dan pensil.
"Tidak banyak yang bisa
ditulis, Bob. Skinny sudah tidak ada di kota ini!"
"Apa?!" seru Pete, memukulkan kepalan ke
telapak tangannya. "Tunggu sampai dia berhadapan denganku!"
"Sebenarnya aku telah mencoret nama Skinny dari
daftar tersangka," kata Jupiter sementara mereka berjalan menuruni tangga,
menuju ke garasi polisi di bawah tanah. "Kejadiannya terlalu kompleks
untuk anak seperti Skinny. Selain itu, ia takkan berani melakukan sesuatu
sebesar ini."
"Sepertinya sekali lagi
Jupiter benar," kata Chief setuju. "Entah bagaimana Skinny tahu
tentang rencana si pencuri ... atau para pencuri ... tapi rasanya cukup sampai
di situ keterlibatannya. Kita akan tahu begitu kita bisa menemukannya. Ibunya
berkata ia menginap di tempat seorang sepupu di pesisir selama beberapa
minggu."
Mereka berempat masuk ke
dalam mobil Chief Reynolds, Jupe mengambil tempat duduk di depan. Chief
akhirnya tidak dapat menahan rasa ingin tahunya melihat Jupe meletakkan ransel
di antara kedua kakinya. Setelah sekian lama bekerja sama, Sam Reynolds telah
terbiasa dengan kejutan-kejutan dari Jupiter Jones.
"Baiklah, sudah cukup
berahasia, apa itu di dalam ransel, Jones?"
Jupe tersenyum.
"Kumpulan intrumen dan peralatan yang boleh jadi akan terbukti sebagai
faktor yang menguntungkan dalam tugas pengintaian kami."
"Maksudnya,
barang-barang yang mungkin berguna nanti," kata Pete menyeringai.
"Cara yang agak rendah untuk menyatakannya tapi
pada intinya benar, Dua," jawab Jupiter. Ia mulai membagi-bagikan isi
ranselnya. "Walkie- talkie kita, bisa digunakan sampai sejauh empat blok.
Senter, kapur,
tiga set teropong, tiga
botol soda jeruk, dan biskuit coklat Bibi Mathilda yang telah ternama di
seluruh dunia! Kita tidak pernah tahu berapa lama pengintaian akan
berlangsung!" senyum Jupe, mengambil suatu gigitan besar.
"Serahkan pada Jupe
untuk berkemas!" Bob tertawa.
Chief menghela nafas, lalu
berubah serius. "Sudahkah kalian bertiga mendapat izin dari orangtua
masing-masing?"
Mereka mengangguk penuh
semangat.
"Baiklah kalau
demikian. Mari kita menangkap pencuri!" *****
Sejam kemudian Trio Detektif
telah berada di tempat pengintaian masing-masing, sesuai petunjuk Chief.
Jupiter berjongkok di dalam bayang-bayang di pagar rumah seberang Pearl’s
Bakery bersama seorang polisi berbadan besar yang bernama McDaniels. Satu blok
dari situ, Bob duduk di jok depan sebuah mobil polisi tak bertanda bersama
Chief Reynolds. Kaca-kaca jendela mobil itu benar-benar gelap sehingga tidak
mungkin melihat ke dalam tanpa menempelkan muka di kaca. Pete, yang paling
cekatan, menggigil di atap Green’s Hardware Store bersama Haines, yang nampak
sangat kesal. Meskipun saat itu musim panas, di daerah pesisir malam dapat
menjadi sangat dingin, terutama ketika berkabut. Dan kini, hampir pukul
sembilan dan matahari tinggal sesaat lagi terbenam, Pete harus menaikkan
kerahnya, menutupi telinga.
Penyelidik Kedua dengan
waspada mengamat-amati jalan di depan toko peralatan itu. Ia merasa kabut telah
menjadi jauh lebih tebal dalam sejam terakhir. Bahkan jalan raya, yang biasanya
penuh dengan remaja pada Jumat malam, nampak lengang. Setiap beberapa saat ada
mobil yang lewat, lampu depannya bercahaya bagaikan kunang-kunang pada waktu
malam. Pete merasa sial sekali harus berpasangan dengan Haines namun memutuskan
untuk mengurangi kebosanan dengan bercakap-cakap dengan polisi galak itu.
"Kabut semakin tebal.
Anda pikir kita bisa melihat apa yang terjadi dari atas sini?"
"Diam, Anak
Kecil," Haines meludah dengan kesal.
"Huh," gumam Pete.
Ia kembali mengarahkan pandangan ke jalan yang berkabut dan memutuskan untuk
mencoba walkie-talkie-nya. Walkie- talkie itu adalah salah satu hasil karya
Jupiter sejak mereka memulai Trio Detektif. Terdiri dari alat penerima dan
pengirim, walkie-talkie itu terhubung oleh kawat tembaga dengan ikat pinggang
khusus yang mereka kenakan.
"Penyelidik Pertama,
masuk," Pete berbisik. "Penyelidik Pertama, masuk. Ganti."
Sejenak terdengar bunyi
sinyal statis dan kemudian suara Jupe, pelan namun jelas.
"Pertama di sini. Ada
apa, Dua? Ganti."
"Biasa saja," kata
Pete. "Hanya berusaha mencari teman mengobrol yang tidak benci
anak-anak." Ia menjulurkan lehernya untuk melihat apa yang terjadi di
jalan lagi. "Kabut sangat tebal di sini. Aku hampir tidak dapat melihat
jalan! Apakah kau bisa melihat sesuatu di bawah sana? Ganti."
"Negatif," jawab
Jupe. "Sepertinya ini adalah malam paling buruk untuk mengintai. Kabut ini
seperti sup kacang saja. Tetaplah waspada," Penyelidik Pertama memberikan
aba-aba.
"Dan jaga badanmu agar
tetap hangat!" Suara Bob terdengar diiringi dengan tawa. "Ganti dan
selesai."
"Lucu sekali,
Data!" kata Pete sinis. "Akan kuganti dan kuselesaikan engkau!"
Pete menyimpan kembali
walkie-talkie-nya dan berusaha menemukan tempat duduk yang paling nyaman,
bersiap-siap menghadapi malam yang panjang.
*****
Waktu serasa berlalu kian
lama kian lambat. Tubuh Pete terasa pegal dan pikirannya seolah-olah sama
berkabutnya dengan malam itu. Satu- satunya yang terjadi selama pengintaian itu
adalah kedatangan seorang anak buah Chief Reynolds dengan dua cangkir kopi
untuk Pete dan Haines. Pete begitu senang akan adanya sesuatu yang hangat di
dalam perutnya sehingga mulutnya terbakar karena menghabiskan isi cangkir itu
sekaligus.
Pete bermimpi ia tersesat di
dalam kabut di suatu pantai. Gemuruh ombak berderu-deru kencang sekali di
telinganya. Sudut matanya menangkap sesosok bayang-bayang yang menyelinap di
tengah-tengah kabut tidak jauh dari tempatnya, terdengar suara tapak kaki di
pasir. Pete tergagap ketakutan dan mulai berlari di sepanjang pantai tanpa bisa
melihat apa-apa. Tapi seolah-olah semakin cepat ia berlari, semakin dekat
monster itu ... sampai akhirnya tepat di belakangnya! Pete terjatuh di pasir
dan berteriak ....
Pete terbangun tiba-tiba ...
teriakannya masih terasa di bibirnya. Ia menarik nafas panjang ketika menyadari
bahwa semua itu hanya mimpi.
Mimpi! Itu artinya ia telah
tertidur! Pete mengambil resiko dengan menyalakan senter untuk melihat jam
tangan. Tengah malam! Pete panik ketika menyadari ia telah tertidur selama
lebih dari tiga jam! Jupe pasti akan marah-marah mendengar ia tertidur saat
sedang mengintai bersama polisi!
Hal terakhir yang diingat
Pete adalah saat Jupe memerintahkan mereka untuk tidak bercakap-cakap dengan
walkie-talkie, Penyelidik Pertama yakin sesuatu akan terjadi sebentar lagi.
Kemudian seorang polisi datang membawakan secangkir kopi ... dan ia tidak ingat
apa-apa lagi sampai kemudian bermimpi!
Pete merasa sekali itu otak
Jupiter Jones yang begitu cerdas salah. Ia meregangkan kakinya yang panjang dan
menguap. Sambil mengusap mata Pete memandang ke bagian lain dari atap, tempat
Haines berada, bersiap-siap akan menerima pandangan marah polisi itu. Pete terkejut.
Haines telah menghilang!
Pete melompat berdiri dan
buru-buru memijat sendi-sendinya yang kaku. Penyelidik Kedua bergegas
menyeberangi atap, jantungnya berdegup kencang sekali.
"Officer Haines?"
bisiknya. "Officer Haines, di manakah Anda?" Tidak ada jawaban. Pete
berpikir keras. Mungkinkah Haines adalah pencuri yang mereka tunggu? Mungkinkah
ia sengaja menunggu Pete tertidur lalu beraksi? Ia tidak ingat kapan terakhir
kali ia mendengar suara Haines. Pete membuat keputusan dan mengeluarkan
walkie-talkie.
"Jupe! Jupe!"
serunya. "Kau dengar? Jupe, masuk!" *****
Ketika Pete menyadari bahwa
ia sendirian di atas atap, Jupiter tiba- tiba menegakkan tubuhnya dalam
kegelapan di tempat ia mengintai bersama McDaniels. Apakah ia mendengar
sesuatu? Seperti bunyi logam beradu dengan logam. Ia menyentuh pundak
McDaniels.
"Anda dengar itu?"
McDaniels mengangguk dan
menaruh jari di bibir. Ia menunjuk ke arah pagar yang mereka sandari selama
tiga jam terakhir.
Jupiter mematikan
walkie-talkie-nya, suara yang tidak perlu, sekecil apapun, dapat membuat
keberadaan mereka diketahui. Ia menjauh dari pagar sejauh yang ia berani.
Bahkan dengan kabut tebal yang menutupi keberadaan mereka, ia tidak ingin
posisi mereka ketahuan dengan keluar ke cahaya suram lampu jalan. Remaja gempal
itu menahan nafas dan berusaha menangkap suara sekecil apapun. Ia menggenggam
senternya erat-erat, berniat menggunakannya sebagai senjata bila perlu.
Ketika Jupe telah yakin
bahwa mereka tidak benar-benar mendengar sesuatu, bunyi lembut itu kembali
terdengar.
Rambut Jupiter berdiri
tegak.
Officer McDaniels mencabut
pistol kecilnya dan mengarahkannya ke suatu tempat di pagar.
"Apakah sebaiknya
kubutakan ia dengan senter?" bisik Jupiter.
McDaniels menggeleng.
"Kau akan ketahuan," bisiknya. "Berdiri di belakangku!"
Jupiter melakukan yang
disuruh. "Ada apa di balik pagar?" bisiknya di telinga McDaniels.
"Maksudku selain pencuri itu?" "Tangga menuju ke apartemen. Kita
...," McDaniels tidak melanjutkan perkataannya ketika melihat pintu pagar
mulai bergerak pelan. Jupe mendengar bunyi gerendel dibuka dan menatap dengan
takut.
Pintu pagar perlahan
membuka.
Sesosok gelap melangkah
diam-diam.
"Berhenti!" bisik
McDaniels tegas. "Jangan bergerak!"
"Santai! Ini hanya aku,
Jensen!" Sosok gelap itu berbisik, mengangkat kedua tangan. "Chief
Reynolds menyuruhku menggantikanmu!"
"Siapa?" McDaniels
bertanya dengan curiga, pistolnya tetap terarah ke sang penyusup.
"Jensen! Aku
polisi!" bisik si orang tak dikenal. "Aku salah satu polisi dari
pesisir yang diminta Chief Reynolds membantu dalam pengintaian ini! Carlson
sedang menggantikan Haines di atap!" bisiknya sambil menunjuk ke seberang
jalan.
McDaniels menyimpan
pistolnya dan mengangkat alis. Jupiter menyadari ia telah menahan nafas selama
itu dan menghembuskannya dengan lega. Dengan cahaya dari lampu jalan ia kini
dapat melihat sosok itu mengenakan seragam hitam polisi dengan lencana
berkilauan terkena cahaya. Tempat itu terlalu gelap untuk dapat melihat muka
Officer Jensen dengan jelas namun Jupe melihat lencananya dan suaranya
terdengar tak asing.
"Sampai nanti,
Kawan," McDaniels tersenyum. "Aku akan mengambil kopi. Jangan
tertidur!" Setelah berkata demikian, polisi berbadan besar itu tanpa
menimbulkan suara menyelinap melalui pintu pagar dan menaiki tangga. Jupiter
mendengar gerendel terkunci. Ia berpaling ke arah sosok gelap Jensen.
"Sepertinya si pencuri
takkan beraksi malam ini," kata Jupe, meraih ke dalam ranselnya.
"Anda mau kue? Kue coklat legendaris buatan Bibi Mathilda-ku."
"Oh, sungguh
menyenangkan," jawab Jensen, mengambil sepotong kue dan mengunyahnya.
"Terima kasih, Nak. Rasanya seperti kue yang belum lama ini kumakan di San
Fransisco," ujar Jensen. "Seorang lelaki berjualan dengan gerobak di
Chinatown. Kue Chang, begitu namanya. Buatan Bibi Mathilda-mu jauh lebih enak,
tentu saja," tambahnya cepat- cepat.
"Benar-benar memanjakan
indera perasa," kata Jupiter setuju.
Jensen menatap ke arah kabut
tebal. "Aku takkan heran jika Chief menyudahinya sekarang," katanya.
"Terlalu berkabut. Aku akan menghubungi markas dan meminta mereka
menelepon istriku. Aku bilang padanya aku takkan pulang hingga pagi hari nanti.
Tidak ada gunanya membiarkan ia cemas semalaman." Jensen meraih
walkie-talkie besar yang tergantung di ikat pinggangnya.
Jupiter mengunyah sepotong
kue dan kembali mengamati jalan dengan teropongnya. Samar-samar terdengar bunyi
klik yang diikuti dengan sinyal radio ketika Jensen menyalakan pesawatnya.
Tiba-tiba keheningan malam
terpecah oleh deringan nyaring sebuah bel!
"Alarm keamanan!"
seru Jupe.
"Kira-kira dari mana
asalnya?" tanya Jensen.
Jupe menelusuri jalan yang
tertutup kabut dengan teropongnya. Secercah cahaya merah menarik perhatiannya.
"Tempat permainan
dingdong," seru Jupe mengatasi kebisingan alarm. "The
Mineshaft!" Ia berlari menyeberangi jalan yang sepi. Jensen berada tepat
di belakangnya.
"Tepat di sebelah
Green’s Hardware!" seru Jupe. "Mungkin Pete melihat sesuatu!"
Jupe, dengan potongannya
yang gempal, segera saja terlewati oleh Jensen.
"Mari kita berputar ke
belakang!" seru Jensen. "Mungkin kita bisa menangkap si pencuri saat
ia berusaha kabur!" Jupiter menimbang- nimbang dengan cepat dan setuju.
Mereka berlari di tengah kabut menuju belokan terdekat dan memasuki sebuah
lorong, bayang-bayang mereka memanjang di depan mereka. Ketika mereka berbelok,
tiba-tiba kaki mereka saling tersandung dan mereka berdua terjatuh ke trotoar
yang keras. Jensen duduk lambat-lambat dan mengusap benjolan di kepalanya.
"Kau tak apa-apa,
Nak?" tanyanya terguncang.
"Aku akan hidup,"
jawab Jupiter, memeriksa lututnya yang terkelupas. Dering alarm pencuri itu
begitu kuat sehingga mereka harus berteriak- teriak meskipun mereka duduk
berdekatan. "Hanya beberapa luka kecil ...," Jupe berhenti tiba-tiba
dan menarik nafas. "Lihat!" serunya, menunjuk ke pintu belakang The
Mineshaft. "Jendela kecil di dekat tempat sampah itu terbuka!"
Mereka berdua melompat
bangkit dan berlari mendekati jendela itu.
"Silakan, Nak, akan
kuangkat kau!" Jensen menawarkan, merunduk dengan telapak tangan dan
lututnya di jalan. "Naiklah ke punggungku. Akan kususul kau nanti!"
Dengan sedikit bersusah
payah, Jupiter mengempiskan perutnya dan memaksa tubuhnya masuk melalui ambang
jendela yang sempit. Dengan hati-hati ia mendorong tubuhnya masuk, mengaturnya
sedemikian rupa sehingga ia bisa turun dengan kaki dahulu. Jupe berpegangan
pada ambang jendela beberapa saat, firasatnya berusaha memberi tahunya sesuatu.
Ada perasaan tidak enak bahwa ada yang tidak beres dengan semuanya ini namun ia
tidak dapat menemukan apa yang salah. Akhirnya ia melupakannya dan menjatuhkan
diri ke lantai.
"Aku sudah di
dalam!" serunya.
Tidak ada jawaban.
"Jensen?" Jupiter
menunggu petugas polisi itu untuk memanjat masuk melalu jendela yang baru saja
dilaluinya. "Jensen?" panggilnya lagi. Ia mulai merasa tidak enak
ketika tiba-tiba sebuah tas kecil terlempar masuk melalui jendela, jatuh di
lantai dengan bunyi dentingan logam.
Jupe pelan-pelan memungut
tas yang berat itu dan memeriksanya. Di bagian luar terdapat tulisan dengan
huruf-huruf besar: ROCKY BEACH FEDERAL BANK - TAS DEPOSIT. Perlahan-lahan
dibukanya tas itu, lalu diangkatnya sehingga terkena cahaya remang-remang yang
masuk melalui jendela, ada yang berkilauan di dalamnya.
Jupe terbelalak ketika
akhirnya ia menyadari apa yang sesungguhnya sedang terjadi ... dan apa yang
sejak tadi berusaha diberitahukan oleh firasatnya.
Tas itu penuh berisi mata
uang logam!
Remaja berwajah bulat itu
dengan segera tahu bahwa jika ia memeriksa ke dalam toko, ia akan menemukan
beberapa alat permainan telah dibobol ... dan koin-koin di dalamnya telah hilang.
Tiba-tiba saja, tanpa
peringatan apapun, sebuah lampu yang terang menyorot ke matanya.
"Jangan bergerak,
Nak!" suatu suara yang galak terdengar mengatasi dering alarm. "Kau
ditangkap!"
BAB V TERTANGKAP BASAH
"Kau ditangkap!"
seru Chief Reynolds penuh ketegasan.
Jupiter Jones berdiri
diterangi cahaya terang dari senter, mulutnya terbuka, cahaya yang terang
membuatnya tidak dapat melihat apa-apa untuk beberapa saat. Ia mengangkat
tangan menutupi mukanya yang bulat dan berusaha keluar dari sinar yang membutakan
itu. Bob muncul di samping Chief.
"Jupe!" serunya
terkejut. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Chief akhirnya mengenali
Jupiter. "Jones? Demi Tuhan, apa yang terjadi?!" tanyanya.
Penyelidik Pertama yang
biasanya selalu tenang -- sering kali menimbulkan kesan sombong pada
orang-orang yang tidak mengenalnya dengan baik -- kembali kehilangan kata-kata,
dua kali dalam dua hari berturut-turut.
"Aku ... aku masuk
lewat ... masuk lewat jendela ...."
Saat itu ruangan belakang
The Mineshaft telah dipenuhi para petugas polisi anak buah Chief Reynolds.
Mereka menyebar di ruangan, menatap Jupe penuh kecurigaan.
"Mudah-mudahan kau
punya penjelasan yang sangat bagus, Anak Muda!" kata Chief tidak sabar.
Seorang polisi menemukan
saklar dan lampu-lampu di atas kepala mereka menyala.
Terdengar dengungan pelan
ketika alarm dimatikan.
Jupiter menegakkan badan dan
berdehem. Sudah jelas ia telah ditipu mentah-mentah oleh Jensen si polisi
gadungan. Sekarang ia harus berpikir keras dan mengulang rentetan kejadian yang
berujung dengan ditemukannya ia di dalam The Mineshaft -- sendirian --dan
memegang sebuah tas penuh uang!
"Semuanya
bermula," ujarnya, "ketika Officer McDaniels digantikan oleh Officer
Jense ...."
"Jensen?" tukas
Chief Reynolds. "Siapa itu, Jensen?"
Jupe nampak agak kesal
karena dipotong. "Saya akan sampai ke situ sebentar lagi," katanya.
"Sekitar tengah malam ...." Jupe tidak sempat menyelesaikan
penjelasannya karena dipotong sekali lagi ... kali ini oleh deringan bel yang
lain lagi.
"Alarm lain!" seru
Bob, menarik lengan Jupe.
Seorang polisi datang
berlari dari arah depan toko. "Seseorang telah menyusup masuk ke toko
minuman The Vineyard, dua gedung dari sini!" katanya penuh semangat.
"Ia terjebak di dalam, kami telah menutup semua jalan keluar!"
Chief Reynolds membenamkan
topi polisinya dalam-dalam di kepalanya dan berlari menuju pintu depan.
"Ayo!" perintahnya. "Kau juga, Jones!"
Jupiter tidak perlu disuruh
dua kali. Ia dan Bob berada tepat di belakang Chief ketika mereka berlari masuk
ke dalam kabut malam, menuju toko minuman The Vineyard.
Mereka berhenti di depan
pintu masuk dan bergegas menempelkan muka ke kaca jendela, berusaha mengintip
ke dalam toko yang gelap. Chief Reynolds mengeluarkan sekumpulan anak kunci,
mencari kunci induk yang dapat membuka semua toko di kota itu. Ia menemukannya
dan memasukkannya ke lubang kunci. Ketika alarm tiba-tiba berhenti berbunyi,
Chief berseru kepada pencuri yang terjebak di dalam toko.
"Aku akan menyalakan
lampu dan masuk! Jangan bergerak! Berlututlah dengan tangan di belakang
kepala!" Chief meraih pentungannya dan mulai bergerak masuk dengan penuh
kewaspadaan. Ia berpaling ke arah Jupe dan Bob dan berbisik, "Kalian
berdua diam di sini!"
Bob dan Jupe memandang teman
mereka itu masuk. Mereka saling berpandangan dan tahu persis apa yang sedang
dipikirkan yang lain.
Mereka harus tahu siapa
pencuri itu! "Jangan sampai terlihat," bisik Jupe. Mereka berjingkat
masuk melalui pintu yang terbuka ketika lampu-lampu ruangan menyala.
Anak-anak bergerak
diam-diam, melihat seutas tali plastik tergantung dari lubang ventilasi di
langit-langit ... suatu pemandangan yang mulai mereka kenal baik. Ketika mereka
melihat si pencuri yang berlutut di lantai, mereka berseru serempak.
"Pete!"
Pete sedang berlutut dengan
punggungnya ke arah mereka, tangannya di atas kepala. Ia menoleh ke kiri dan
kanan, matanya terbelalak nyaris sebesar piring.
"Ini memang nampak
seperti suatu pencurian namun bukan!" erangnya. "Aku telah ditipu!
Ditipu mentah-mentah, Jupe! Sumpah!"
Chief Reynolds mengambil
alih. "Geledah seluruh toko!" ia memerintahkan anak buahnya.
"Bediri, Pete, dan beri
tahu kami apa yang terjadi."
Pete berdiri dengan
malu-malu dan terbatuk. "Kejadiannya begini ...."
"Sebentar, Pete,"
potong Jupe. "Rasanya aku bisa mengira-ngira apa yang telah terjadi."
Ia berjalan mondar-mandir secara dramatis selama beberapa detik, mencubiti
bibir bawahnya sambil berbikir keras. "Kau ada di atap bersama Officer
Haines, kemudian datanglah seorang petugas polisi, seseorang yang belum pernah
kau temui sebelumnya ...."
Seorang polisi menyentuh
bahu Chief Reynolds, memotong deduksi Jupe. "Sir, kami menemukan
Haines," ujarnya pelan, "ia terikat di atas atap."
"Tepat seperti
dugaanku," kata Jupiter mengumumkan.
"Memang ada seorang
polisi, Jupe!" kata Pete mengkonfirmasi. "Ia membawakan kopi panas
untukku dan Officer Haines. Hal berikutnya yang kuingat adalah aku terbangun
dua jam kemudian!"
"Kopi itu pasti telah
dibubuhi obat tidur!" seru Bob. "Sungguh berbahaya! Pete bisa saja
terjatuh dari atap!"
Pete nampak seolah-olah baru
saja melihat hantu ... ia tidak pernah berpikir akan kemungkinan bahwa ia bisa
saja jatuh dan cedera berat. Ia gemetar dan meneruskan ceritanya. "Ketika
aku terbangun, Haines telah hilang. Aku mencarinya dan ketika tidak berhasil
menemukannya, aku memanggilmu melalui radio, Jupe." Pete menunjukkan
walkie-talkie- nya. Bob menatap alat itu dan mengerutkan kening.
"Kau takkan bisa
memanggil siapapun dengan radio itu, Pete," kata Bob. "Lihat!"
ia menunjuk ke bagian belakang alat itu. "Baterainya hilang!"
"Pantas saja kalian
tidak menjawab!" seru Pete. "Yah, selanjutnya aku melompat ke atap
sebelah dan kemudian sebelahnya lagi, yaitu atap The Vineyard. Saat itulah aku
melihat jendela di atap terbuka dan seutas tali tergantung masuk ke dalam toko.
Karena kalian tidak menjawab melalui walkie-talkie dan Officer Haines tidak
kelihatan di mana-mana, aku memutuskan untuk berusaha menangkap si pencuri
sendirian," kata Pete.
"Sungguh berani,
Pete," kata Chief Reynolds, "namun juga sungguh berbahaya. Seharusnya
kau berteriak saja dari atap."
Pete menatap sepatunya.
"Saya rasa saya tidak berpikir jernih ketika itu," katanya.
"Selanjutnya, aku turun melalui tali itu dan begitu kakiku menyentuh
lantai, alarm berbunyi. Hampir saja aku terkena serangan jantung!"
Chief nampak muram.
"Sudah jelas yang kita hadapi bukanlah pencuri biasa," ujarnya
serius. "Seseorang berusaha keras menjatuhkan nama baik kalian, Anak-anak
... dan situasi mulai berbahaya!" Ia menatap Penyelidik Pertama yang
gempal dengan tajam. "Mulai sekarang aku ingin kalian tinggal di rumah
saja. Ini sudah menjadi urusan polisi sekarang!"
Jupe nampak murung. Lebih
dari apapun ia benci menyerah di tengah- tengah sebuah misteri. "Tapi,
Chief ...."
"Tidak ada tapi,
Jupiter Jones," kata Chief tegas. "Kau tidak boleh meninggalkan
rumah, mengerti?"
Bob, Pete, dan Jupiter
mengumpulkan peralatan mereka dan keluar memasuki kabut malam, berjalan kaki
menuju rumah masing-masing. Masing-masing berpikir bahwa akhirnya mereka
mengalami kekalahan pertama sebagai detektif.
Selama itu sebuah sedan
hitam diam-diam membuntuti anak-anak itu, seperti bayang-bayang seekor
pemangsa.
Emoticon