TRIO DETEKTIF MISTERI PENYAMUN HOROR
PESAN HECTOR SEBASTIAN
-PERHATIAN, Penggemar misteri!
Trio Detektif meminta akui untuk memberi kata pengantar
bagi kisah petualangan misteri mereka yang terbaru. Ini sesuatu yang unik -
karena melibatkan karakter-karakter yang hanya ada di Hollywood. Di
studio-studio horor Hollywood, tepatnya. Serigala jadi-jadian dan monster
mengerikan terlibat dalam kisah kejahatan. Trio Detektif harus berhadapan muka
dengan makhluk-makhluk tersebut Mereka harus menyelamatkan seorang gadis yang
akan dijadikan Ratu Drakula. Pengalaman ini membuat Pete kapok.
Siapa Pete? Kalian yang sudah akrab dengan Trio
Detektif tentu tidak akan bertanya lagi. Tiga anak pemberani dan cerdas yang
beroperasi di kota kecil Rocky Beach di kawasan California. Mereka sudah
membuktikan kemampuan mereka dengan memecahkan kasus-kasus yang rumit. Sering
kali keberhasilan mereka merupakan hasil dari kesediaan mereka menerima ide-ide
baru, betapapun konyolnya. Mereka juga tidak pernah menyerah dalam menghadapi
suatu tantangan. Kalau hari ini kasus tidak terpecahkan, besok pasti -akan
mereka coba lagi. Inilah kunci sukses mereka. Mereka bersemboyan "Kami
Menyelidiki Apa Saja."
Jupiter Jones, Penyelidik Satu, adalah pimpinan
kelompok ini. Ia memang bertubuh gempal - bahkan beberapa orang menyebutnya si
gendut. Tetapi di balik wajahnya yang tembam terdapat otak yang brilian.
Jupiter memiliki kemampuan yang luar bias a dalam menyusun fakta untuk sampai
pada suatu kesimpulan. Teka-teki dapat disulapnya menjadi jawaban yang jelas.
Pete Crenshawadalah Penyelidik Dua. Ia bertubuh tinggi
dan atletis. Dalam soal-soal yang mengandung bahaya ia tidak senekat Jupiter,
namun dalam keadaan mendesak ia dapat bertindak secepat kilat. Kemampuannya
dalam hal seperti ini tidak perlu diragukan lagi.
Bob Andrews bertugas dalam bidang data dan riset. Ia
tidak sekuat dan secepat Pete, dan hanya sedikit di bawah Jupe dalam soal
kepandaian, tetapi ia sangat teliti dan hati-hati. Tanpa dia, Trio Detektif
tidak akan bisa beroperasi.
Itu saja yang perlu kuucapkan sekarang
ini. Trio Detektif akan segera memperkenalkan diri mereka sendiri .kalau kalian
langsung mulai membaca Misteri Penyamun Horor!
-HECTOR SEBASTIAN
-Bab 1 MISTERI MENGUNDANG TRIO DETEKTIF
-BOB ANDREWS yang
pertama kali melihat tas jinjing plastik itu. Tas itu setengah terkubur dalam
pasir, sedikit di atas garis pasang di pantai Rocky Beach. Bob memungut tas
itu. Diperhatikannya benda itu sambil nyengir. Tas yang dipegangnya sangat
menarik bagi anak kecil, terutama anak perempuan. Kucing-kucing kecil berwarna
merah muda tergambar pada plastik tembus pandang, dan masing-masing kucing
memakai dasi kupu-kupu biru. Di antara benda-benda yang tersimpan di dalam tas
itu terdapat sebuah boneka beruang lucu terbuat dari bulu asli. Beruang itu
menatap Bob dengan matanya yang bulat besar dan hitam berkilauan.
"He,
lihat ini," kata Bob. "Ada anak perempuan yang kehilangan
tasnya."
Kawannya, Pete Crenshaw, memandang sepanjang pantai
itu. Ia tidak melihat seorang anak perempuan pun. Hari sudah mulai gelap.
Pantai sudah sepi. Satu-satunya pemain papan seluncur baru saja mencapai pantai
dan lalu mengangkat papan seluncurnya. Penyelamat pantai sudah turun dari
menara pengawas.
-"Mungkin kalau kita biarkan saja tas ini di sini,
anak itu akan ingat dan kembali ke sini," kata Pete.
"Kalau ia masih sangat kecil, kemungkinan besar ia
akan lupa," kata anak yang seorang lagi, Jupiter Jones. "Di samping
itu, mungkin saja orang lain akan mencurinya."
Jupe-panggilan akrab Jupiter Jones-berbadan gempal dan
berwajah serius. Ia mempunyai bakat yang luar biasa dalam menganalisa suatu
keadaan "Mungkin ada kartu identitas di dalam tas itu," katanya
sambil mengulurkan tangan untuk meraih tas itu. "Dari situ kita akan dapat
mengetahui siapa gadis kecil itu dan di mana tinggalnya. "
Bob menyerahkan tas jinjing itu padanya. Jupe
menumpahkan isi tas itu ke pangkuannya. Kemudian ia bergumam, "Hmmm!"
Dahinya berkerut- kerut.
Tidak ada dompet.
Tidak ada tanda pengenal. Yang ada hanyalah sebuah boneka beruang kecil berbulu
halus, sebuah buku berjudul Sukses Melalui Imajinasi, sebuah majalah People,
dan seperangkat peralatan kosmetik. Jupe mendapati empat macam lipstik, bermacam-macam
alat perias muka dan mata, dan sepasang anting-anting plastik berwarna ungu.
"Bukan anak kecil yang memakai peralatan selengkap ini,"
kata Jupiter. "Ia pasti seorang gadis yang suka merias wajahnya."
"Dan sekaligus suka beruang teddy," tambah Pete.
Jupe membolak-balik buku yang terdapat di dalam tas
jinjing itu. Buku itu milik perpustakaan. Sebuah kartu kecil yang terselip di
belakang buku itu bercap Perpustakaan Umum Fresno.
"Nah, ini dia petunjuk yang kita
cari!" seru Jupe dengan riang. Ia gemar sekali memecahkan persoalan yang
dijumpainya. "Perpustakaan Fresno pasti memiliki data tentang peminjam
buku ini. Akan kita temukan gadis itu, lalu kita kembalikan tas ini padanya. Beres,
Kan?" .
"Menghubungi
Fresno?" ujar Bob. Lalu ia mengangkat bahu. "Yah, tentu saja. Kita
bisa saja melakukannya melalui telepon interlokal."
Pete tergelak. "Aku berani bertaruh bahwa gadis itu akan
sangat berterima kasih sampai-sampai ia mau membayar biaya telepon."
"Atau mungkin ia akan mengundang kita ke Fresno
untuk melihat panen anggur," kata Jupiter menyambung lelucon Pete.
"Kalau kita serius ingin menghubungi Fresno sebelum perpustakaan itu
tutup, sebaiknya kita bergegas. Sekarang sudah lewat jam delapan"
Anak-anak itu
melintasi pantai berpasir menuju jalan raya yang sejajar dengan pantai. Mereka
menaiki sepeda masing-masing, menunggu lalu lintas agak sepi, lalu bergegas
mengayuh sepeda menyusuri jalan raya itu. Tanpa membicarakan arah tujuan mereka,
anak-anak itu mempunyai satu pikiran yang sama: bahwa mereka harus secepatnya
sampai di Pangkalan Jones.
Pangkalan itu merupakan sebidang tanah di Rocky Beach.
Pemiliknya ialah paman dan bibi Jupiter, Paman Titus dan Bibi Mathilda Jones.
Bersama merekalah Jupiter tinggal. Di pangkalan itu terdapat koleksi benda
beraneka-ragam-dari pipa tua, mesin cuci sampai gagang pintu tua serta pelana
kuda. Jupe merasa bahwa nama "barang loak" tidaklah menguntungkan
bagi tempat itu. Karena itu ia mengusulkan pada paman dan bibinya untuk
mengubah kesan tempat itu dengan menyebutnya Pangkalan Jones saja, bukan
Pangkalan Barang Loak Jones.
Ketika anak-anak sampai di pangkalan malam itu, hari
sudah gelap. Gerbang depan yang terbuat dari besi sudah tertutup dan terkunci.
Di seberang jalan, lampu-lampu rumah keluarga Jones tampak sudah menyala.
Anak-anak tidak mempedulikan rumah itu. Mereka terus bersepeda ke salah satu
pojok pangkalan.
Pagar kayu yang
melingkupi pangkalan penuh terhias dengan lukisan- lukisan dari bermacam aliran.
Para artis yang tinggal di Rocky Beach sering mendapat peralatan lukis dari
Paman Titus dengan harga murah, karena Paman Titus sangat suka pada orang yang
ingin mengembangkan bakatnya. Sebagai tanda terima kasih, mereka bergabung
bersama untuk melukis pagar kayu ini. Tak kurang dari seminggu waktu yang
mereka butuhkan untuk menyelesaikan lukisan. di pagar itu. Di depan tergambar.
danau hijau tempat -angsa-angsa berenang, dan juga lautan hijau dengan sebuah
kapal yang hancur dihantam badai. Di tengah- tengah gelombang menggelora,
seekor ikan tampak mengamati kapal yang sedang tenggelam itu. Mata ikan itu
merupakan mata kayu dari papan pagar. Jupe menekan mata kayu ini. Dua buah
papan terangkat. Ini adalah Gerbang Hijau Satu, salah satu jalan rahasia untuk
masuk ke pangkalan. Jalan-jalan rahasia itu dirancang oleh Jupe dan kawan-
kawannya supaya mereka bisa masuk ke pangkalan tanpa dilihat oleh Paman Titus
dan Bibi Mathilda. Selain itu mereka juga memakainya dalam keadaan darurat. Dan
terbukti sampai sekarang jalan rahasia itu sangat bermanfaat.
Anak-anak masuk melalui celah itu. Dalam kejap mereka
sudah berada di bengkel Jupiter. Bengkel ini merupakan suatu area yang agak
terpisah dari tempat-tempat lainnya di dalam pangkalan. Jupe menggeser sebuah
kisi besi yang sekilas hanya tersandar tidak sengaja di dekat meja kerjanya.
Kemudian ia bertiarap dan merayap ke dalam lorong pipa besi yang tersembunyi di
balik kisi besi tadi.
Ini adalah Lorong Dua, satu lagi jalan rahasia yang
dirancang anak-anak dengan amat seksama. Pete dan Bob mengikuti Jupe menyuruk
ke dalam pipa, yang berujung di bawah sebuah tingkap. Tingkap inilah yang
menjadi pintu masuk ke dalam karavan yang merupakan markas Trio Detektif.
-Karavan itu
berada dalam keadaan rusak parah akibat kecelakaan ketika Paman Titus
membelinya sebagai barang bekas. Berbulan-bulan waktu berlalu, dan tidak
seorang pun tertarik untuk membelinya, dengan harga sangat murah sekalipun.
Tanpa disadari, karavan itu mulai tertimbun barang-barang rongsokan. Jupiter
dan kawan-kawannya melengkapi timbunan itu sehingga karavan itu tidak tampak
lagi dari luar. Mereka lalu memanfaatkannya sebagai tempat berkumpul.
Sekarang Paman Titus mungkin sudah lupa bahwa karavan
itu sebenarnya masih ada di dalam pangkalannya.
Jupe, Pete, dan Bob menyulap karavan itu menjadi sebuah
kantor yang nyaman. Di dalamnya kini terdapat lemari, laci penyimpan berkas,
laboratorium mini, dan sebuah kamar gelap. Mereka juga telah memasang telepon
di sana. Biaya telepon mereka bayar dari uang yang mereka hasilkan dari bekerja
di Pangkalan Jones.
Setelah karavan itu siap. anak-anak mulai beraksi.
Mereka menamakan diri Trio Detektif, dan menyebut karavan itu markas atau
kadang- kadang kantor saja. Mereka siap untuk menyelidiki berbagai misteri-
kecil-kecilan maupun besar-besaran. Kali ini tas jinjing itu menggelitik rasa
ingin tahu Jupiter. Ia selalu bersemangat kalau menemukan sesuatu yang berbau
misteri.
Di dalam markasnya, Jupe menelepon operator informasi
di Fresno. Dari situ ia mendapat nomor -telepon perpustakaan umum itu, lalu
memutarnya. .
"Delapan lewat dua puluh," kata Pete, melihat
jam dinding di atas laci penyimpan berkas. "Kau tidak punya banyak waktu
untuk memperoleh informasi."
Jupe sadar akan hal itu. Dengan sigap ia menjawab ketika telepon
di sana diangkat.
"Jupiter Jones di sini." Ia menceritakan
dengan ringkas persoalan yang. mereka hadapi. Nada suaranya dibuat sedemikian
rupa sehingga orang yang mendengarnya yakin bahwa itu persoalan penting.
"Kami punya data peminjam yang
tersimpan di komputer," sahut petugas perpustakaan itu. "Akan kulihat
dulu sebentar."
Ia
meninggalkan telepon untuk beberapa saat. Ketika kembali, ia berbicara dengan
tegang.
"Di mana kau bisa kuhubungi?" tanyanya. "Apa kau
punya telepon yang bisa kuhubungi?"
"Ya, tetapi..."
"Cepat!" pinta wanita itu.
Jupe memberikan nomor teleponnya.
"Oke." sahut wanita penjaga perpustakaan. "Sekarang
tunggu di sana. Jangan pergi dari tempat teleponmu."
Wanita itu menutup telepon.
Jupe meletakkan gagang telepon. "Ada apa lagi
sekarang?" ujarnya keheranan. "Wanita itu sangat gelisah. Ia bilang
ia akan menelepon lagi."
-"Wah, wah," seru Pete.
"Tak kusangka persoalannya akan menjadi begini."
Telepon berdering semenit kemudian. Suara histeris terdengar di
ujung sana.
"Apa kau sudah melihatnya?"
tanya penelepon itu. Suara itu suara wanita, tetapi bukan wanita penjaga
perpustakaan tadi. "Aku segera datang! Di mana pun kau berada! Aku akan
datang. Aku harus menemukan anak gadisku!"
-Bab 2 MELARIKAN DIRI
-SEPASANG pengeras suara terpasang di dalam karavan
itu. Jupiter meletakkannya di sana, menyambungnya ke telepon dengan peralatan
yang diambilnya dari pangkalan. Jupe menekan sebuah tombol, sehingga ketiga
anak itu dapat mendengarkan pembicaraan di telepon.
Yang kini mereka dengar adalah tangisan wanita.
Kemudian terdengar suara seorang laki-laki, "Judy, demi Tuhan, jangan
lakukan itu!"
Seseorang bergumam
di telepon. Laki-laki itu berbicara di telepon. "Jupiter Jones?"
katanya.
"Ya?" sahut Jupiter.
"Kau menemukan buku perpustakaan di pantai?"
"Betul."
"Anak gadisku meminjam buku itu
dari Perpustakaan Umum Fresno tepat sebelum ia menghilang. "
"Oh," seru Jupe tertahan.
"Ia lari ke HollyWood supaya bisa ikut main film."
Samar-samar terdengar wanita tadi
berkata, "Katakan padanya bahwa kita akan segera datang"
"Oke, Judy. Oke."
Laki-laki itu menarik napas panjang. "Namaku
Charles Anderson. Aku sangat lega menerima telepon darimu. Ini untuk pertama
kalinya kami menerima tanda-tanda tentang Lucille. Mudah-mudahan saja dia
berada dalam keadaan baik-baik. Kami harus menemuimu. Mungkin dari situ kita
bisa menemukan sesuatu. Apa ada alamat dalam tas jinjingnya?"
"Tidak, Mr. Anderson," ujar Jupe memberi
tahu. "Tidak terdapat alamat apa pun, bahkan alamat Anda pun tidak
ada."
"Polisi tidak bisa berbuat apa-apa
sampai saat ini," lanjut Mr. Anderson. "Mereka terus saja menangkis
dengan mengatakan banyak anak-anak kabur dari rumahnya di Los Angeles ini. Jadi
di mana alamatmu? Kami akan datang besok pagi ke sana."
"Yes, sir," Jupe menyetujui. Ia lalu
memberikan alamat Pangkalan Jones.
Anderson berterima kasih, lalu menutup telepone
"Gadis hilang!" seru Pete. "Itu dapat
menjadi kasus besar bagi Trio Detektif."
Jupe membolak-balik buku dari Perpustakaan Umum Fresno.
"Mudah- mudahan saja kita dapat menolong keluarga Anderson dari kemalangan
ini. Semoga saja gadis itu muncul secepatnya. Kalau aku tidak keliru, pembatas
buku yang digunakannya adalah resi dari pegadaian. Yang ini dari Perusahaan
Pinjaman dan Permata Hi-Lo. Dan yang ini dari Cash-in- a-Flash, Inc. Tampaknya
gadis itu butuh uang."
Jupe menutup buku itu. Ia memperhatikan
judulnya. "Sukses Melalui Imajinasi," bacanya. "Aku pernah
dengar tentang buku ini. Menurut pengarangnya- kau bisa sukses hanya dengan
membayangkan dirimu sendiri mendapat pekerjaan penting atau memiliki rumah
mewah atau...."
"Atau membayangkan menjadi bintang film?" Bob
menyelesaikan.
"Kurasa begitu," ujar Jupe.
Ia membuka sebarang halaman buku itu, lalu mulai membaca: "Lupakan
keinginan Anda. Keinginan hanya menyulitkan saja, dan tidak akan pernah
menyelesaikan persoalan Anda. Anda akan menjadi bingung karena keinginan. Anda
sendiri. Bayangkan diri anda berada dalam kemewahan dan kesuksesan. Inilah
kunci rahasianya. Rasakan sukses itu, bukan sebagai sesuatu yang akan terjadi
besok, tetapi sebagai sesuatu yang sedang terjadi, saat ini juga."
-Jupe langsung menutup buku itu.
"Itu
keterlaluan!" seru Pete. Ia tidak dapat menahan tawanya. "Orang waras
mana yang mau percaya bualan itu?"
Sambil nyengir, Trio Detektif meninggalkan karavan, pulang
menuju rumah masing-masing.
Esok paginya, ketiga anak itu sedang
menunggu di gerbang depan pangkalan ketika sebuah mobil Toyota menepi.
Pengemudinya keluar dan menanyakan Jupiter Jones. Laki-laki itu bertubuh tinggi
ramping dengan rambut coklat dan wajah yang memancarkan kecerdasan. Seorang
wanita berambut gelap dengan wajah menyiratkan kecemasan keluar dari mobil itu.
Wajahnya yang keibuan ditunjang tata rambut yang disasak rapi.
"Mr. Anderson?" kata Jupe.
"Ya, aku Anderson. Kau yang menemukan tas jinjing
Lucille?"
"Yes, sir. Saya Jupiter Jones." Jupe lalu
memperkenalkan Bob dan Pete. Bibi Mathilda, yang sudah mendengar tentang
hilangnya gadis itu, keluar dari kantornya. Ia mengajak Mr. dan Mrs. Anderson
masuk.
Tas jinjing itu diletakkan di meja dalam kantor. Ketika
Mr. Anderson melihatnya, ia mengangguk
"Ini barang
kesukaan Lucille yang selalu ia bawa ke mana-mana," katanya. Ia menuangkan
isinya ke meja. Diperhatikannya peralatan rias muka dan beruang teddy. Namun
wajahnya kosong tanpa ekspresi.
"Tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan
petunjuk."
Mrs. Anderson mengambil buku
perpustakaan itu. Ia menemukan resi pegadaian.
"Charles, ia kelaparan!" seru Mrs.
Anderson.
"Mungkin ia berkeliaran bersama para berandal dan
gelandangan! Oh, apa yang terjadi padanya?"
Ia memberikan resi itu kepada suaminya. Mr. Anderson
mengamat-amati resi itu untuk sesaat, rasa geram terpancar dari wajahnya.
Kemudian perlahan-lahan ia menurunkan resi itu dan berkata dengan tegas,
"Orang yang menggadaikan barangnya belum tentu berurusan dengan gelandang
dan ataupun berandal. Banyak orang yang menggadaikan barangnya karena
sebab-sebab lain. Jangan berpikiran yang tidak-tidak!"
Ia membawa sebuah amplop tebal. Ia menjungkirkan amplop
itu. Beberapa lembar foto berserakan di meja.
"Ini Lucille," kata Mr. Anderson. Ia
memberikan foto-foto itu pada anak-anak. "Ia sudah enam belas tahun. Kalau
kalian sering ke pantai, mungkin kalian sudah pernah melihatnya di sana."
Jupiter dan kawan-kawannya
memperhatikan foto-foto itu satu demi satu. Lucille berambut gelap dan bermata
coklat. Pada satu foto ia memakai seragam drum-majorette dengan lipstik tebal.
Pada foto yang lain ia memakai pakaian balet Ada juga fotonya yang sedang
mengenakan pakaian peziarah suci. Ada foto-foto yang menggambarkan Lucille
ketika berumur sepuluh tahun, dan juga pada usia tiga belas tahun ketika ia
memenangkan juara kedua kontes Miss Teen Fresno.
Setelah melihat semua foto itu, anak-.anak makin kebingungan.
"Ia... ia tampak lain sekali dalam pakaian yang
berbeda-beda," kata Pete. "Susah untuk menggambarkan seperti apa dia
sesungguhnya."
"Itu karena ia selalu mengubah
gaya dan tatanan rambut serta rias wajahnya," ujar Mr. Anderson.
"Rambut panjang, rambut pendek. lipstik putih, oranye, merah tua. Yang
belum pernah kulihat adalah lipstik hijau. Atau biru. Ia tidak pernah memakai
lipstik biru."
Mrs. Anderson mulai terisak-isak.
"Kami terus berhubungan dengan polisi,"
lanjut Mr. Anderson. "Tetapi mereka selalu memberikan jawaban yang itu-itu
juga. Tidak ada kemajuan. Mungkin ini bukan kesalahan pihak polisi, tapi kami
tidak dapat menunggu dan berdiam diri begitu saja. Aku tidak bisa hanya
berharap Lucille akan muncul dengan sendirinya. Mungkin ia berada dalam bahaya.
Kami harus bertindak. Aku ingin melihat tempat kalian menemukan tas jinjing ini
di pantai, dan aku ingin bicara dengan pengawas pantai."
Jupe mengangguk. Ia dan kawan-kawannya
masuk ke dalam mobil Anderson. Mereka menghabiskan pagi itu dengan berjalan
memeriksa pantai, berbicara dengan pengawas pantai, serta menanyai orang-orang
yang sedang berkunjung ke pantai itu. Pada jam satu siang, Mr. dan Mrs.
Anderson kelelahan.
"Tidak seorang pun mengenali foto ini," gumam Mr.
Anderson.
"Lucille lebih cantik dari fotonya," keluh Mrs Anderson.
"Inilah susahnya."
Mr. Anderson melotot. "Sudah
berapa kali kaukatakan hal itu. Inilah yang menyebabkan Lucille kabur. Kalau
saja kau tidak mengatakan hal itu, mungkin semua ini tidak akan terjadi."
-Mrs. Anderson mulai menangis lagi.
"Maaf,"
kata suaminya. "Aku tidak bermaksud apa-apa. Kita akan segera temukan
dia."
Ia berpaling pada anak-anak. "Berapa lama waktu
yang diperlukan untuk mengecek di seluruh kota ini? Kita bisa saja mengetuk
setiap pintu dan memasang pengumuman di supermarket. Kita bisa kirim surat pada
setiap orang di kota ini. Atau pasang iklan di surat kabar!"
"Mungkin sebaliknya Anda bicara dulu dengan Chief
Reynolds," usul Bob. "Ia kepala polisi Rocky Beach. Ia polisi yang
baik dan cekatan."
Mr. Anderson mengendarai mobilnya ke pusat kota tempat
kantor polisi berada. Chief Reynolds mendengarkan kisah hilangnya Lucille, yang
telah menabung uangnya dari hasil bekerja sebagai pengasuh bayi. Dengan uang
tabungannya itulah Lucille kabur ke Hollywood.
Chief Reynolds menghela napas ketika
Mr. Anderson menyelesaikan ceritanya. "Banyak sekali kasus seperti ini
sekarang," katanya. Ia memperhatikan foto demi foto yang dibawa Mr.
Anderson. "Hm, ia manis sekali. Boleh aku simpan satu fotonya?"
"Tentu saja," ujar Mrs. Anderson.
"Kapan terakhir kali Anda dengar berita
darinya?" tanya Chief Reynolds.
"Dua bulan yang lalu," jawab Judy Anderson.
"Dua hari sesudah. ia meninggalkan rumah. Ia menelepon dan mengatakan
supaya kami tidak usah kuatir. Tetapi ia sudah memutuskan hubungan telepon
sebelum kami sempat bicara banyak."
Chief Reynolds mengangguk. Ia mencatat alamat keluarga
Anderson dan nomor teleponnya. "Akan kuperintahkan anak buahku untuk
mengawasi daerah ini," janjinya. "Sementara itu, anak-anak mungkin
akan dapat membantu - malah kurasa merekalah yang paling berjasa sampai saat
ini."
Mr. Anderson terperanjat.
"Anak-anak? Anak-anak ini?" serunya setengah tak percaya.
"Mereka sangat bertanggung jawab, itu kuakui, tetapi apa "
"Mereka detektif
amatir," Chief Reynolds menerangkan dengan bersungguh-sungguh.
"Mereka punya izin untuk itu, dan mereka telah banyak memecahkan berbagai
macam kasus. Sering kali mereka bekerja sama denganku. Kadang-kadang mereka
menyulitkanku, tetapi yang lebih sering justru menolong. Mereka punya cara dan
gaya yang tepat dalam memecahkan persoalan yang rumit. Dan mereka akan terus
bekerja sampai soal itu terpecahkan. Anak-anak ini juga sering main di pantai,
kalau anak Anda suka bermain di pantai............... "
-Chief Reynolds tidak menyelesaikan
kalimatnya. Ia hanya melihat saja ketika Jupe memberikan sebuah kartu kepada Mr
Anderson. Kartu itu merupakan kartu bisnis Trio Detektif. Pada kartu itu
tertulis: .
-TRIO DETEKTIF
"Kami Menyelidiki Apa Saja"
? ? ?
Penyelidik
Satu Jupiter Jones Penyelidik Dua Pete Crenshaw Data dan Riset Bob Andrews
Mr. AndersC1n mempelajari kartu itu sesaat, kemudian
berkata, "Mengapa tidak? Sampai sekarang belum ada yang berhasil menemukan
sesuatu. Kalian mau cek atau uang tunai?"
"Itu tidak perlu," sahut
Jupe. "Kalau kami berhasil menemukan Lucille, kami akan menyerahkan bon
dari ongkos yang kami keluarkan. Itu saja yang kami perlukan saat ini ialah
foto putri anda.
"Baiklah kalau itu yang
kausukai," ujar Mr. Anderson seraya memberikan amplop berisi foto-foto
itu. "Kalau kau perlu apa-apa, telepon saja aku. Aku siap dua puluh empat
jam sehari."
"Apa yang kita lakukan sekarang?" tanya Mrs. Anderson
pada Chief Reynolds.
"Kembali ke Fresno," jawab Chief Reynolds.
"Siap untuk menerima telepon setiap saat. Anak Anda mungkin akan menelepon
lagi. Anda akan kami beri tahu kalau kami memperoleh sesuatu."
"Anakku malang," kata Mrs.
Anderson dengan suara tertahan. "Bagaimana kalau kami tidak melihatnya
lagi untuk selamanya?"
-Bab 3 SERIGALA HOLLYWOOD
-"KAU dengar apa yang dikatakan Chief Reynolds
tadi?" seru Pete dengan penuh semangat. "Praktis dia tadi memberi rekomendasi
pada kita. Hampir hampir tidak dapat dipercaya!"
Bob dengan saksama
mengamati foto-foto yang terserak di meja di markas Trio Detektif. Ia mendapat
cuti sehari dari pekerjaan sampingannya di perpustakaan Rocky Beach. "Ya,
itu jarang terjadi," ujarnya. "Sekarang dari mana kita harus mulai?
Mungkin ada ratusan anak sebaya dia yang lari dari rumah ke Hollywood."
Jupiter tersenyum simpul. "Mengapa kita tidak mulai dari
rumah gadai saja?" katanya.
Bob terlompat dari duduknya. "Oh ya, tentu saja!"
"Paman Titus berkelana ikut
rombongan sirkus ketika ia masih muda," kata Jupe, "dan ia sering
kali kekurangan uang. Ia tahu banyak tentang rumah gadai. Ia bilang kalau kau
pinjam uang dari tukang gadai kau memberikan barang jaminan padanya serta kau
harus memberikan nama dan alamatmu."
-"Ohl Wah!" seru Pete dengan gembira. "Mudah kali
pemecahan kasus ini kalau begitu."
"Ya, kalau resi pegadaian itu memang milik
Lucille," Jupe mengingatkan. "Dan kalau Lucille memberikan nama dan
alamat yang sebenarnya pada rumah gadai itu. Kalau tidak, resi ini tidak akan
banyak menolong.
"Semua resi ini berasal dari toko-toko di daerah
Hollywood. Konrad akan pergi ke Hollywood hari ini, kurasa kita bisa ikut ke
sana. Jadi dalam hari ini juga kita akan mengetahui seberapa penting resi-resi
ini bagi kita."
Konrad adalah
salah satu dari dua bersaudara Jerman yang bekerja di Pangkalan Jones.
Anak-anak bergegas masuk ke dalam truk ketika mereka melihat Konrad sudah
menunggu di samping kantor Paman Titus. Konrad sudah mendengar cerita. tentang
gadis yang melarikan diri itu. Dalam hatinya ia merasa iba, baik terhadap orang
tua si gadis maupun terhadap gadis itu sendiri. Karena itu Konrad bersedia
mengantar anak- anak ke rumah-rumah pegadaian di daerah Hollywood, sekalipun
sebenarnya tugasnya ialah mengambil setumpuk balok kayu. Dengan senang hati
diantarnya anak-anak ke rumah pegadaian yang pertama.
Jupiter, Pete, dan Bob keluar dari
truk. Mereka langsung masuk ke dalam toko. Tempat itu agak gelap dan pengap.
Penjaga rumah pegadaian itu memeriksa resi yang diberikan Jupe padanya.
Kemudian ia berbalik untuk membuka sebuah kotak terkunci. Dari dalam kotak itu
dikeluarkannya sebuah medali kecil terbuat dari perak yang tergantung pada
seutas tali biru.
"Kau mau menebusnya?" tanyanya sambil memperlihatkannya
pada Jupiter.
Pada bagian depan medali itu terdapat sebuah desain
yang mirip dengan Patung Liberty. Di baliknya tergrafir tulisan yang mengatakan
bahwa Lucille Anderson berhasil memenangkan hadiah ketiga dalam salah satu
perlombaan yang diselenggarakan di Perpustakaan Fresno.
"Gadis yang menggadaikan
ini," kata Jupiter. "Apa alamat yang diberikannya pada Anda? Kami ini
kawan-kawan orang tuanya."
"Dia melarikan diri dari rumahnya?" tebak pemilik toko
itu.
11 ’Ya. Sudah dua bulan tidak pulang dan..."
Laki-laki itu mengangkat tangannya
untuk menyetop Jupe. "Tidak perlu kauceritakan itu, nak," ujarnya.
"Itu cerita lama. Mereka datang ke sini supaya bisa jadi orang ternama.
Tetapi nyatanya mereka malah kesusahan di sini."
Ia membolak-balik buku catatannya. "Siap
nama gadis itu katamu?" "Lucille Anderson," sahut Jupiter.
Laki-laki itu menggeleng. "Tidak
ada. Yang memberiku medali itu bernama Valerie Cargill."-
’’Valerie Cargill?" seru Bob tak percaya. "Mana
mungkin?"
"Aku serius," kata laki-laki itu. "Aku tidak pernah
bergurau dalam masalah seperti ini."
-"Apa dia memberi alamat?" tanya Jupe.
Ia melihat lagi catatannya. West Los Angeles,"
ujarnya. "Riverside Drive no 1648."
"Setahuku tidak ada jalan yang bernama Riverside
Drive di Los Angeles," kata Bob.
"Foto siapa itu," kata
pemilik rumah gadai. Ia mengambil foto yang diberikan Jupe padanya. Ketika ia
mengamatinya, ekspresinya melembut. "Anak yang manis. Ia tidak seperti
gadis yang menggadaikan medali ini: Aku ingat betul rupanya. Dia berambut
pirang, dengan sebuah tahi lalat di pipinya. Ia mirip sekali dengan wanita
pemain opera Kemenangan! Istriku gemar sekali menonton opera itu setiap Senin
malam."
"Dialah Valerie Cargill yang sesungguhnya," kata
Jupiter.
Pemilik rumah gadai itu mengangguk "Aku tidak
heran. Itu kejadian lumrah di sini. Dan memang tidak dibutuhkan keahlian khusus
untuk meniru wajah bintang-bintang ternama di sini. He... kau mau menebusnya,
apa tidak? Harganya delapan dolar tujuh puluh sen."
Jupe membayar
orang itu dan mengambil medalinya. Anak-anak kembali ke truk.
"Wah, tadinya kupikir kasus ini mudah," keluh Pete.
"Kita harus terus mencoba," tukas Jupe.
"Yang kita lakukan belum seberapa. Masih ada beberapa tempat lagi. Mungkin
tempat lain akan memberikan petunjuk yang lebih berharga."
Di rumah gadai
berikutnya si pemilik sangat
mudah diajak bekerja sama, namun ia
tidak dapat memberikan informasi yang cukup berarti bagi anak-anak. Seorang
gadis pernah datang untuk menggadaikan sebuah cincin emas. Gadis itu mengenakan
tunik, sepatu bot yang tingginya selutut serta sangat mirip dengan tokoh dalam
film ruang angkasa Search for Planet Erehwon.
"Nama - yang- digunakannya?" tanya Jupe.
"-Allida Cantrell" jawab orang itu.
"Itu memang nama tokoh utama dalam petualangan
ruang angkasa itu," ujar Jupiter.
Anak-anak meninggalkan saja cincin emas
tadi karena mereka tidak punya cukup uang untuk menebusnya. Ketika sampai di
truk, mereka melihat Konrad sedang melahap sebutir apel. Ia kuatir waktu mereka
tidak cukup.
"Aku benar-benar ingin membantu, Jupe," ujarnya,
"tetapi bibimu berpesan supaya aku secepatnya kembali."
"Kami tidak
akan memakan waktumu terlalu banyak, Konrad. Kami janji," kata Jupiter.
"Hanya ada satu rumah gadai lagi. Di Hollywood Boulevard."
Konrad mengernyit Namun ia teruskan
mengendarai truknya ke Hollywood Boulevard.
"Aku tidak suka jalan ini," katanya.
Trio Detektif segera mengerti mengapa Konrad tidak suka
jalan ini. Lingkungan sekitarnya sangat kumuh. Seorang wanita tampak sedang
mengaduk-aduk sampah, mencari sesuatu yang masih dapat dimanfaatkan:
Orang-orang berpakaian lusuh lalu-lalang di sana. Sama sekali tidak nampak
kemewahan Hollywood di daerah itu.
Ada tempat parkir di tepi jalan, satu
blok di belakang rumah gadai. Konrad meminggirkan truk. Anak-anak cepat-cepat
keluar. Mereka melewati sebuah toko cenderamata khas Hollywood dan peta rumah
para bintang film. Rumah gadai terletak dua rumah di sebelah toko ini. Pete
sedang berjalan di depan ketika mereka mendekati toko cenderamata itu.
"Cuma buang-buang waktu saja," desahnya.
Tahu-tahu terdengar teriakan dari dalam
rumah dai. Sesosok manusia keluar. Ia menyikut Pete samping.
"He’" teriak Pete. "Hati-hati, dong!"
Orang yang menabrak
Pete berbalik. Ia melangkah ke arah Pete dengan gaya menantang. Pete balas
menatap tajam orang itu. Ia melihat wajah yang gelap dan berminyak. Ia melihat
gigi-gigi yang tajam - seperti taring. Ia melihat hidung yang besar dengan
lubang hidung lebar. Tapi ia tidak melihat mata orang itu. Kedua mata orang itu
seperti tertanam di dalam kepalanya - seperti setan!
Pete membuka mulutnya untuk berteriak
lagi. Tetapi kali ini suaranya tidak keluar. Tenggorokannya serasa tersumbat.
Ia hanya terpaku ketika dua tangan orang itu mencengkeramnya. Tangan-tangan itu
kasar, hitam, dan berkuku tajam.
Seseorang
berteriak dari dalam rumah gadai. Sosok hitam itu melepas Pete. Ia kabur
melarikan diri.
-Untuk beberapa saat tidak seorang pun bergerak. Kemudian orang
dari dalam rumah gadai berteriak, "Stop penyamun itu!"
Di sisi jalan seorang wanita menjerit
Horor itu berlanjut di dalam toko cenderamata Kini
suara menjerit- jerit terdengar dari sana.
Pete memaksakan dirinya untuk bertindak. Ia berlari
mengejar makhluk itu. Namun terlambat , sosok itu sudah keluar dari belakang
toko, dan lenyap di balik lorong-lorong yang kumuh.
Anak-anak kembali ke rumah gadai untuk menanyai
pemiliknya yang masih terguncang.
"He, orang itu mencoba merampokku!" seru
pemilik rumah gadai. "Waktu melihat kalian datang, ia menjadi ragu-ragu,
lalu lari ke luar."
Tak berapa lama kemudian terdengar
suara sirene meraung-raung. Sebuah mobil patroli berhenti di depan rumah gadai.
Lalu menyusul mobil yang kedua. Anak-anak keluar dari rumah gadai diikuti
pemiliknya.
Salah satu polisi
memerintahkan orang-orang yang berkerumun untuk mundur. Polisi yang satu lagi
berbicara dengan pemilik rumah gadai, yang menunjuk pada Pete. Polisi yang
ketiga menoleh pada Pete.
"Kau yang mencoba menghentikan orang
itu," tanya polisi itu.
Pete mengangguk
"Lalu apa yang terjadi?" kata polisi.
Pete bimbang. "Anda tidak akan percaya
pada apa yang kukatakan." -"Katakan saja, aku akan percaya."
"Ia seperti... seperti monster!"
Polisi itu mengangguk dengan sabar. "Apa ia
seperti gorila?" tanyanya dengan tenang. "Atau memang seperti salah
satu jenis monster?"
"Ngng... ya. Maksudku, tidak. Tidak seperti
gorila. Lebih mirip se- serigala!"
"Hmm," gumam polisi tadi. Ia
membuat catatan di bukunya. "Berapa tinggi serigala itu?" lanjutnya.
"Setinggi aku kira-kira," kata Pete. "’Cuma lebih
bear."
Polisi itu berpaling pada Jupiter. "Dan bagaimana
me-rutmu? Apa yang kaulihat?"
"Sebelumnya aku ingin bertanya dulu," kata
Jup-e. "Anda sepertinya tidak terkejut mendengar cerita kami."
Polisi . itu tersenyum.
"Itu karena ada orang berpakaian gorila merampok di sebuah pompa bensin
minggu lalu," katanya menjelaskan.
"Ya, sekarang aku ingat Aku pernah baca di
koran tentang hal ini," ujar pemilik rumah gadai. "Ada satu lagi,
berandal bermuka hijau berpakaian aneh? Dia juga merampok, di toko minuman
keras di Santa Monica."
Salah seorang polisi tersenyum. "Tidak ada yang tidak aneh di
kota ini."
Setelah para polisi pergi, pemilik rumah gadai berkata
pada anak-anak, "Kalian datang untuk menemuiku?"
Jupe menceritakan tentang Lucille. Pemilik -rumah gadai
itu mempersilakan anak-anak masuk. Ia memeriksa catatannya, kemudian menarik
sebuah laci dan mengeluarkan peniti emas yang berbentuk seperti busur.
"Aku benci melihat orang yang
menggadaikan benda seindah ini," katanya. "Ini kan benda yang biasa
dihadiahkan pada seorang gadis yang baru lulus sekolah."
"Anda ingat gadis yang menggadaikan peniti ini?" kata
Jupiter. "Apa dia gadis ini?"
Jupe memperlihatkan foto Lucille Anderson Pemilik rumah
gadai mempelajarinya sesaat.
"Boleh jadi. Ia memakai perias muka yang tebal
sekali waktu itu. Rambutnya lebih halus. Tapi mungkin saja."
Ia kembali mencari-cari dalam buku catatannya. Akhirnya
ia memberi tahu bahwa peniti itu digadaikan oleh seseorang bernama Juliette-
Ravenna.
"Itu juga nama seorang
aktris," seru Jupe dengan geram. "Kini kita menghadapi jalan
buntu!" -Bab 4 GADIS DENGAN SERIBU WAJAH
-ANAK-ANAK berkumpul di markas sore itu. Pete duduk
berselonjor di lantai. Dahinya berkerut-kerut "Bagaimana kita bisa
menemukan seorang gadis yang wajahnya selalu berubah setiap hari?"
Untuk beberapa saat tidak seorang pun menjawab.
Kemudian Jupiter mengajukan sebuah rencana.
"Kalau Lucille Anderson sungguh-sungguh ingin
terjun dalam dunia perfilman, ia mestinya sudah menghubungi agen-agen teater.
Dari sanalah kita mulai lagi langkah kita."
11 ’Ya, itu tempat yang paling
mungkin," sahut Pete. "Tidak ada salahnya kita coba menanyakan ke
sana."
Esok paginya anak-anak naik bis ke
Hollywood. Mereka berhenti pada tempat yang pertama dalam daftar yang sudah
disusun Jupiter. Wanita resepsionisnya sangat kurus dan tidak memperdulikan
anak-anak sama sekali.
"Kami
tidak pernah membicarakan klien kami degan siapa pun,," katanya ketus.
"Tapi... tapi mungkin dia bukan klien Anda," tukas Pete
tak kalah ketusnya.
-"Aku sudah bosan berurusan dengan anak-anak
seperti kalian," semprot resepsionis itu. Ia berpaling dan mulai mengetik.
Di kantor agen
yang kedua, resepsionisnya memandang anak-anak dengan heran ketika mereka
bertanya tentang Lucille.
"Kalaupun aku tahu tentang dia,
aku tidak akan ceritakan pada kalian," ujarnya. "Malu, dong! Kalian
ini, kecil-kecil sudah mengejar-ngejar aktris!"
Jupiter merasakan darah naik ke mukanya.
"Kami tidak mengejar-ngejar aktris," tukasnya
tegas. "Orang tua gadis ini meminta kami untuk menemukan dia dan..."
"Anak nakal hilang?" potong wanita itu.
"Kalau begitu orang tuanya harus menghubungi polisi. Kami tidak menerima
anak-anak yang kabur dari rumahnya. Mereka hanya merepotkan, pasti ada saja
yang jadi masalah."
Di agen ketiga, resepsionisnya lebih
ramah karena dia mengenali nama Jupiter.
"Kau Baby Fatso!" serunya.
Nama ini adalah nama seorang tokoh
dalam film seri yang dimainkan Jupiter ketika ia masih kanak-kanak. Jupe benci
sekali mengingat bahwa dia dulu pernah memainkan peran itu. Mendengar orang
menyebut nama itu membuatnya mual dan sebal. Dengan wajah merengut ia
mengeluarkan selembar foto Lucille Anderson.
Resepsionis melihat foto itu. "Banyak sekali anak yang mirip
wajahnya dengan dia," katanya "Dia itu siapa? Saudaramu? Atau
temanmu?"
-Jupe memberi
wanita itu kartu Trio Detektif. Namanya Lucille Anderson," kata.Jupe
menjelaskan. Orang tuanya meminta kami untuk menemukannya. Ia pergi
meninggalkan rumah dua bulan yang lalu, dan sampai sekarang tidak pernah kembali
lagi." "Percuma kau teruskan usaha ini," komentar resepsionis
itu. "Ia cuma salah satu dari sekian ribu anak yang mempunyai kasus
seperti itu. Namun kalau ia benar-benar berusaha, ada satu kesempatan. Ia
mungkin akan ikut dalam testing untuk program televisi Reach for a Star.
Mereka memberi kesempatan pada pemain-pemain baru untuk
tampil di TV."
Wanita itu memberikan alamat studio tempat diadakannya
testing ini. Anak-anak berterima kasih sekali, dan bergegas pergi. Setibanya di
studio itu mereka melihat antrian panjang anak-anak muda yang sedang menunggu.
Dengan nekat Jupe mencoba melangkah langsung menuju
pintu masuk studio. Anak-anak muda yang sedang mengantri memprotes keras
menimbulkan suara gaduh.
Pete menangkap lengan Jupe. "Jangan Jupe. Nanti
bisa mengamuk mereka. Lebih baik kita cari jalan lain saja. Pasti ada jalan
yang lebih baik."
"Huh," gerutu Jupe kesal. "Bisa sampai
tua kita kalau harus ikut mengantri. Aku bukannya tidak mau antri, tapi aku kan
tidak ingin melamar menjadi bintang film!"
-Dengan gemas ia bersandar di sebuah tiang. "Kita
harus bisa menghubungi mereka, apa pun caranya."
Tiba-tiba matanya bersinar-sinar. "Aha! Aku punya
cara," serunya. "Kita akan kirim surat! Itulah yang dicetuskan oleh
Mr. Anderson ketika ia berada di Rocky Beach. Tetapi yang kita kini hanyalah
agen-agen teater. Kita buat selebaran yang berisi ciri-ciri Lucille dan satu
atau dua fotonya. Kita kirimkan selebaran itu ke setiap agen dan studio di kota
ini, dan kita minta agar mereka yang pernah melihat Lucille bersedia
menghubungi Trio Detektif."
Ia memandang Bob dan Pete dengan
bersemangat "Sederhana," katanya, "tetapi praktis dan efektif.
Dengan begini tidak akan ada orang yang terganggu."
"Aku suka ide ini," kata Bob.
"Ya, ini jauh lebih baik daripada berkeliling
Hollywood, berbicara dengan orang-orang yang enggan bicara dengan kita,"
tambah Pete.
Anak-anak merasa lebih gembira ketika mereka
mengendarai bis kembali ke Rocky Beach. Di pangkalan barang bekas mereka
menjumpa Hans, saudara laki-laki Konrad, sedang bekerja.
Paman Titus dan Bibi Mathilda sedang
pergi ke Ventura untuk melihat sebuah gedung tua direnovasi. "Bibimu
bilang dia belum sempat pergi ke supermarket hari ini, jadi tidak ada makanan
di lemari es," Hans memberi tahu Jupe. "Ia pesan kalau kau lapar,
ambil saja uang di teko Cina, untuk membeli apa yang kausuka, seperti pizza
misalnya. "
"Apa? Pizza?" Air liur Pete mengalih. "Aku ikut,
dong!"
Bob memasukkan tangannya ke kantong celananya. ’’Yah,
sebenarnya orang tuaku mengizinkan aku untuk pulang agak terlambat hari
ini," ujarnya. "Aku ikut, ya."
"Oke," kata Jupe. "Kita
bisa mulai membuat selebaran sambil makan pizza. Atau paling tidak
mendiskusikannya. Bagaimana kalau kita ke Pizza Shack? Oke?"
Semua setuju. Mereka bertiga segera bersepeda
ke tempat itu.
Pizza Shack termasuk tempat yang terkenal di Coast
Highway, Rocky Beach. Banyak anak muda mengunjungi tempat itu untuk menikmati
pizza bermain video games, mendengarkan musik atau untuk bertemu dengan
teman-teman.
Sewaktu anak-anak sampai di sana, paling tidak ada
selusin anak muda sedang berkerumun di -depan video games. Mereka sedang
mengamati seorang gadis yang sedang bermain video games. Rambut hitam gadis itu
bergoyang-goyang ketika memainkan joystick-nya dengan semangat.
Bob, Pete, dan Jupe memesan sebuah
pizza besar, kemudian duduk menunggu. Suara riuh rendah terdengar dari
kerumunan anak muda itu.
"Gadis itu pasti jago," tebak Bob.
Tetapi game itu berakhir. Anak-anak muda tertawa
berderai-derai dan gadis itu pergi menjauh dari mesin video games. Ia tertawa
juga. Yang lain memberi jalan baginya. Ia melangkah ke pintu. Dan sewaktu ia
berjalan melintasi ruangan, ketiga anak itu melihat bahwa rok gadis itu sangat
panjang sehingga menyapu lantai. Ia mengenakan pakaian model kuno dengan
renda-renda di bagian depannya. Anting-antingnya menjuntai-juntai. Dan ada
sebuah jam kecil tersemat di baju depannya. Dengan ekspresi yang lembut dan
nampak anggun, serta pakaian dan dandanan rambut model kuno, ia tampak seperti gadis
dari abad yang silam. Ia tersenyum sekilas pada ketiga anak itu, kemudian pergi
ke luar.
"Buat apa ia berdandan seperti itu?" Bob
keheranan. "Ia tampak seperti gadis yang mendapat peran dalam film atau
sandiwara."
Seorang wanita
gemuk datang dari dapur membawa sebuah nampan berisi pizza. Ia meletakkan pizza
besar itu di meja anak-anak, kemudian pergi lagi untuk mengambil minuman.
Jupe mulai mengiris pizza di depannya.
Mendadak ia berhenti. Irisan pizza itu jatuh kembali tercampur dengan taburan
kejunya. "Itu dia!" serunya.
"Apa?" tanya Pete.
"Itu dia! Lucille Anderson! Pasti dia!"
Jupe melompat dan berlari ke pintu.
Didorongnya pintu hingga terbuka. Dengan cepat ia berlari ke pelataran parkir
di muka Pizza Shack. Kemudian ia menyeberangi jalan. Ia melihat mobil mobil
melintas dengan kencang. Beberapa orang pejalan kaki tampak di sepanjang jalan.
Tapi gadis berpakaian kuno tadi telah menghilang!
-Bab 5 PETUNJUK BARU
"TUNGGU dulu!" seru Jupiter.
"Ini penting sekali!" Penyelidik pertama Trio Detektif kembali ke
Pizza Shack. Ia mencoba menarik perhatian para muda-mudi yang sedang bermain
video games. Dengan badan ditegakkan, Jupe mencoba untuk bersikap seserius
mungkin. Pemain- pemain video games itu berhenti. Mereka memandangi Jupiter
dengan heran. Penjaga restoran mengamati sambil berjalan perlahan ke dapur
dengan perasaan waswas.
"Kami mencoba mencari gadis yang baru saja keluar dari
sini," kata Jupe.
Mereka bertukar pandang satu sama lain dengan perasaan
tidak enak. "Kenapa?" tanya salah seorang dari mereka.
Jupe mengeluarkan foto-foto Lucille Anderson serta
mengedarkannya. "Orangtua Lucille Anderson memberikan foto-foto ini pada
kami," katanya. "Mereka meminta kami untuk mencarinya. Dia berasal
dari Fresno, dan sudah dua bulan dia tidak pulang ke rumahnya."
"Anak tadi bukan Anderson
namanya," kata salah seorang pemuda. "Bukan juga Lucille
rasanya."
"Kan mungkin saja ia memakai nama lain," ujar Bob.
"Ah, kalian terlalu banyak berkhayal," sahut alah
seorang pemudi. "Mungkin akibat terlalu sering nonton film spionase."
"Tidak, .kami tidak
berkhayal," tukas Pete sengit. "Dengar, Ibunya sudah hampir putus asa
mencarinya. Coba, bagaimana kalau ibu kalian merasa bahwa kalian...
hilang?"
Para remaja itu merasa tidak enak. Salah seorang gadis berkata,
"Tapi gadis itu tidak kabur dari rumahnya. Tinggalnya di sekitar sini
,kok."
"Kau yakin?" tanya Bob. "Apa sudah lama kau
mengenalnya?"
"Yah, lumayan juga."
"Lebih dari dua bulan?" desak Jupe. Trio
Detektif berhasil memojokkan mereka sekarang. Tidak seorang pun menjawab.
"Ia suka memakai pakaian yang berbeda-beda, ya kan? Dan ia juga sering
mengubah tata rambut dan bahkan warna rambutnya."
Suasana di Pizza
Shack menjadi sunyi. Para pemain video games hanya bisa saling memandang.
Mereka enggan untuk berkata-kata. Mungkin dalam hati mereka heran siapa tiga
anak ini, dan apa urusannya dengan mereka.
Tak lama kemudian sebuah mobil Fiat
merah tua berhenti di luar. Seorang laki-laki beruban turun dari mobilnya dan
masuk ke dalam restoran.
"Kenapa sepi benar di sini?" tanya laki-laki itu.
"Ada masalah apa?"
"Tidak ada apa-apa, Mr. Sears," sahut si
penjaga. "Anak-anak ini cuma mencari tema mereka."
Mr. Sears menggerutu. Ia berjalan ke belakang meja
kasir. Rupanya dia manajer restoran itu, sebab dia langsung membuka mesin kasir
dan mulai menghitung uang di dalamnya.
Akhirnya salah seorang gadis berkata
pada Jupe. "Gadis yang baru saja pergi itu tinggal di sebuah tempat yang
dirancang seperti tempat yang sudah tua sekali-Che-hire Square, di sebuah bukit
Nama gadis itu Arriane-
"Arriane siapa?" tanya Bob.
"Ardis. Arriane Ardis."
"Kau yakin itu nama sebenarnya?"
desak Jupe
"Aku tidak pernah curiga dia memakai nama
palsu," jawab salah seorang pemuda. "Siapa yang akan curiga? Dan
kalaupun dia kabur dari rumahnya, perlu dilihat sebabnya. Mengapa dia kabur.
Barangkali saja orangtuanya bersikap terlalu keras padanya atau...."
"Ia ingin
menjadi bintang film," potong Pete "Itu sebabnya dia lari dari
rumahnya. Tidak ada yang bersikap terlalu keras padanya. Kami yakin akan hal
ini."
"Oke," kata pemuda itu. "Kalau begitu,
kami akan beri tahu kalian kalau kami melihatnya lagi. Bagaimana?"
Jupe bimbang sejenak. Lalu dikeluarkannya kartu Trio
Detektif. "Tolong minta dia untuk menelepon nomor ini," katanya
seraya menyodorkan kartu itu pada si pemuda.
Pemuda itu melihat sekilas pada kartu
itu, lalu tersenyum mengejek. "Ooo, detektif yunior," katanya sembari
manggut-manggut. Ia menyimpan kartu itu di saku bajunya. "Baik, Nak, akan
kukatakan padanya."
Jupiter
mengucapkan terima kasih. Kemudian ia kembali menyantap pizzanya.
Penjaga
restoran kembali ke dapur, diikuti manajer beruban itu. Para muda-mudi
meneruskan permainan video gamesnya kembali.
Bob menyorongkan badannya ke Jupiter. "Apa kau yakin gadis
itu akan mau menelepon kita?"
"Tidak," sahut Jupe dengan mulut penuh pizza.
"Tapi kita tidak perlu menunggu sampai dia menelepon kita, kan? Kalau dia
tinggal di Cheshire Square, kita tahu di mana harus mencarinya. Cepat habiskan
pizzamu. Masih banyak yang harus kita kerjakan."
Cheshire Square
terlihat sudah tua, tetapi sebenarnya tidak. Pembangunan rumah-rumah itu baru
selesai kurang dari setahun yang lalu. Menghadap ke lautan Pasifik, kompleks
itu berkilau dengan cat yang mengkilap, taman yang baru penuh dengan
bunga-bunga yang bermekaran.
Pemborong yang membangun Cheshire Square adalah seorang
pengkhayal yang penuh rasa humor. Dalam satu wawancara dengan sebuah harian
terkemuka, ia mengatakan bahwa ia ingin membuat bingung ahli-ahli arkeologi di
masa mendatang. "Suatu saat mereka akan menggali sisa-sisa rumah yang
mereka kira berasal dari tahun 1890-an," katanya . "Mereka akan
dikejutkan oleh penemuan peralatan elektronik modern yang baru ada seratus
tahun kemudian. Ini akan benar-benar membuat pusing kepala mereka."
Dan begitulah perumahan itu dibangun. Ia menerapkan
gaya yang khas Victoria di sana, lengkap dengan gable yang berbentuk segi tiga
dan terletak di antara ujung-ujung atap, menara-menara kecil, beranda, loteng,
serta gudangnya bawah tanah. Perumahan itu dikelilingi taman yang formal dan
pagar besi. Di tengah-tengah perumahan itu terdapat sebuah taman kecil
dilengkapi dengan sebuah panggung bergaya kuno.
Anak-anak dapat melihat panggung itu
dari gerbang yang dijaga seseorang berpakaian seragam.
"Tidak ada Lucille Anderson di sini,"
kata penjaga itu.
"Kalau Arriane Ardis ada?" tanya
Jupiter.
Penjaga itu mengencangkan mukanya. "Dia
kenal kalian?"
"Tentu saja kenal," sahut Jupiter
dengan yakin.
"Nama kalian?" sahut Jupiter dengan
yakin.
"Nama kalian?" "Jupiter Jones," kata Jupe.
"Ini Bob Andrew dan itu Pete Crenshaw. Kami kawan Mr. dan Mrs. Anderson
dari Fresno. Kami punya pesan penting untuk Arriane."
Penjaga itu ragu-ragu sesaat. Kemudian ia mengangkat telepon.
"Kalau kau menelepon dan menyebut
nama kami," kata Jupiter,"dia pasti akan senang mendengarnya. Kawan
Mr. dan Mrs. Anderson. Jangan lupa katakan itu padanya."
Tetapi penjaga itu sudah tidak mendengarkan lagi. Suara
sirene meraung-raung di jalan. Mobil polisi. Mendekat dengan kencang.
Anak-anak menoleh untuk melihat ke arah
jalan yang menghubungkan Cheshire Square dengan Coast Highway. Mereka melihat
mobil Kepolisian Rocky Beach melaju sangat kencang, hingga bannya mendecit-
decit ketika menikung.
Mobil itu terus melaju menuju pintu gerbang.
Seseorang dari dalam kompleks menjerit.
Suaranya melengking tinggi. Suara orang yang takut bercampur marah.
"Awas!" teriak Bob.
Penjaga gerbang
keluar dari posnya. Ia langsung menghadang laki-laki yang keluar dari perumahan
bergaya Victoria. Laki-laki itu berlari dengan tertunduk. Trio Detektif hanya
dapat melihat rambut yang gelap dan berpakaian yang serba hitam. Kemudian orang
itu mengangkat kepalanya ketika penjaga menghadangnya. Anak-anak tetap belum
dapat melihat muka orang itu. Ia menyarungkan kaus di kepalanya. Wajahnya rata
dan tidak jelas.
Penjaga mencoba menerjang kaki orang itu. Tetapi
laki-laki itu mengelak. Ia bahkan menendangnya, dan membuat si penjaga gerbang
jatuh terguling-guling. Jupe dan Bob bergegas menghampiri untuk menolong. .
Pete segera beraksi. Ia kini meneruskan usaha si penjaga
gerbang untuk menghentikan orang bertopeng itu. Dengan gesit ia menerjangnya.
Namun orang itu lebih gesit lagi. Dengan cepat ia menghindar dari terjangan
Pete. Pete hanya dapat menangkap angin dan terempas ke tanah.
Dengan susah-payah Pete mencoba untuk
bangkit. Tapi orang berpakaian serba gelap itu sudah menyelinap di balik
tumbuhan semak menuruni bukit. Dalam sekejap ia sudah lenyap dari pandangan!
Bab 6 KEJUTAN!
-MOBIL polisi berhenti. Dua polisi melompat keluar.
Mereka berlari ke arah tumbuhan semak di lereng bukit untuk mengejar orang
berpakaian serba hitam tadi. Tiba-tiba sebuah mobil polisi lain muncul. Dua
orang polisi turun dari mobilnya. Yang satu menolong si penjaga gerbang
bangkit. Yang satu lagi berlutut di samping Pete, yang masih terduduk di tanah.
Sambil menyeringai kesakitan Pete mengusap-usap dagunya.
"Kau baik-baik saja?" tanya polisi itu.
"Kau bisa bangun? Perlu kami bawa kau. ke bagian gawat darurat?"
"Aku baik-baik saja," sahut
Pete. "Semoga saja gigiku tidak ada yang rontok."
Pete perlahan-lahan berdiri. T angannya masih
mengusap-usap dagunya.
Lalu ia melihat gadis itu - gadis yang
memakai pakaian model kuno yang dilihatnya di restoran Pizza Shack. Gadis itu
sedang berbicara berapi- api dengan polisi yang menolong Pete.
"Dia membongkar rumahku!" seru gadis itu.
"Itu pasti! Mana mungkin dia masuk kalau tidak membongkar dulu? Aku baru
saja masuk. Aku -mau langsung ke atas. Lalu aku merasa bahwa ada seseorang di
atas."
Wajah gadis itu pucat pasi. Tubuhnya
bergetar. Si penjaga gerbang berjalan dengan terpincang-pincang ke dalam pos
jaganya. Ia mengambilkan sebuah kursi untuk gadis itu.
"Rumah yang mana?" tanya si polisi "Di mana tempat
tinggalmu?"
Gadis itu menunjuk ke suatu tempat di balik taman
kecil. Tiba-tiba ia tertunduk. Ia mulai menangis.
"Itu tempat Fowler," kata penjaga gerbang. Ia
menunjuk ke seberang taman. "Di sana," katanya "Nomor empat
belas. T epat di seberang taman."
Polisi itu mengangguk. Ia dan partnernya masuk ke
mobil, lalu menjalankan mobil ke sana. Gadis berpakaian kuno itu tetap diam di
tempatnya. Jupiter dan kawan-kawannya mengamatinya. Wajah gadis ini lebih kurus
dari gadis pada foto yang diberikan Anderson. Tetapi matanya memang terlihat
coklat kehijauan. Diakah Lucille Anderson? Atau dia hanya salah seorang yang mempunyai
hobi yang sama dengan Lucille Anderson, memakai pakaian yang aneh-aneh dengan
mengubah- ubah tata rambut?
Tidak lama kemudian mobil polisi itu kembali. Dua
polisi yang tadi mengejar orang berpakaian hitam juga baru kembali dengan wajah
murung dan penuh keringat. Polisi yang -di berbicara dengan gadis itu,
menghampiri si gadis.
-"Kau mau menolong kami
sekarang?" tanya polisi itu. "Dapatkah kau kembali bersama kami ke
rumahmu untuk mengecek apa ada barang- barangmu yang hilang?"
Ia mengangguk seraya berdiri. Namun tiba-tiba ia duduk kembali.
"Tidak apa-apa," kata polisi itu. "Istirahat saja
dulu."
"Waktu aku dengar dia," gadis itu memulai,
"aku berada di ruang tengah. Dia ada di suatu tempat - bukan di ruang
tengah. Dia ada di salah satu ruang tidur. Aku harus melewatinya untuk sampai
ke tangga. Aku... aku tidak dapat..."
Ia terhenti. Suaranya bergetar. Anak-anak dapat
membayangkan kengerian pada saat itu. Menghadapi seorang pencuri yang nekat
memang membutuhkan keberanian besar.
Gadis itu berdehem. Lalu ia
melanjutkan. "Aku terus saja ke kamar Mrs. Fowler dan langsung menutup
pintu. Aku berusaha menahan diri supaya tidak takut Sebuah kursi kuletakkan di
bawah gagang pintu, lalu radio kuhidupkan. Baru kutelepon polisi dari telepon
di samping tempat tidur."
"Tindakan yang tepat," puji polisi itu. "Kau gadis
pemberani dan berkepala dingin. Lalu bagaimana?"
"Tidak ada
apa-apa. Maksudku, aku menunggu saja sampai polisi datang. Tapi waktu aku
dengar suara sirene di lereng bukit, aku mendengar pencuri itu turun tangga.
Mendadak aku merasa sangat marah! Aku tidak ingin dia lolos, jadi kukejar saja
dia!"
Polisi itu mengangguk. "Kali ini tindakanmu tidak
bijaksana. Untung saja orang itu terus berlari tidak berbalik
menyerangmu."
Gadis itu berdiri "Aku sudah lebih tenang
sekarang," katanya. "Kita bisa kembali ke rumah itu."
Tetapi si penjaga gerbang tidak puas
dengan keadaan ini. "Harus ada orang yang menemani kau," katanya.
"Mengapa kau tidak menghubungi teman-temanmu?"
Gadis itu menggeleng. "Teman-temanku ada... di luar
kota."
Jupe
melangkah maju. "Kami dapat menghubungi ibumu, Lucille," katanya
pelan.
Gadis
itu terperanjat Kemudian ia memandang Jupiter dengan dingin. "Lucille?
Namaku bukan Lucille," katanya ketus. "Namaku Arriane"
"Jangan buat dia kesal!" bentak penjaga gerbang.
"Apa kau tidak lihat dia sedang kesusahan?"
Gadis itu masuk ke dalam mobil polisi, yang membawanya
masuk ke dalam Cheshire Square, sementara salah seorang polisi. yang lain
mencatat nama, alamat, dan kesaksian anak-anak. Kesaksian itu mungkin tidak
terlalu menolong. Orang yang dikejar tadi bertubuh sedang, berambut hitam, dan
memakai pakaian serba hitam. Hanya itu keterangan yang dapat mereka berikan.
Akhirnya mobil polisi yang. belakangan muncul pergi.
Penjaga gerbang melihat luka di dagu Pete sambil menggeleng-geleng.
"Banyak maling berkeliaran akhir-akhir ini," katanya. "Tidak
baik bagi seorang anak untuk tinggal sendirian di rumah besar itu - apalagi
setelah ada kasus pencurian seperti ini." "Bagaimana dengan orang
yang memiliki tempat ini?" tanya Bob. "Di mana mereka?"
"Mrs. Jamison Fowler sedang di Eropa," kata
penjaga itu. "Ia baru saja berangkat beberapa hari yang lalu. Arriane
sudah tinggal bersamanya selama beberapa minggu. Mrs. Fowler wanita yang baik.
Kadang-kadang ia memungut anak-anak yang hidupnya susah. Ia memberi mereka
kamar yang indah, makan yang cukup, serta seseorang untuk mengawasi mereka.
Arriane punya pekerjaan sementara di suatu tempat. Di Cheshire Square sini ia
membantu Mrs. Fowler, bahkan menolong pembantu rumah tangganya. Tetapi pembantu
rumah tangga ini baru pulang ke rumahnya karena suatu urusan keluarga yang
mendesak."
Ia berhenti. Dipandangnya anak-anak sambil berusaha
mengira-ngira. "Kau tadi bilang kau kenal dengannya."
Jupe menunjukkan foto Lucille Anderson pada penjaga
gerbang itu. "Orang tua Lucille Anderson memberikan foto-foto ini pada
kami," kata Jupe. "Bagaimana menurutmu?"
Penjaga gerbang itu memperhatikan
foto-foto itu satu demi satu. Ekspresi wajahnya tidak berubah. Tapi sewaktu
selesai ia berkata, "Aku sendiri punya anak gadis yang seumur
dengannya."
"Kalau dia anak gadis Anda," lanjut Jupe, "apa Anda
akan ingin tahu keadaannya?"
Laki-laki itu
mengangguk. "Aku akan bicara dengannya. Mudah-mudahan ia mau bicara dengan
kalian. Mungkin ia anak yang hilang. Cuma saja sekarang bukan saat yang tepat.
Rumahnya baru saja kemasukan pencuri. Ia tentu masih belum pulih benar
kondisinya."
"Bagaimana kalau besok pagi kami ke sini lagi?" usul
Jupiter.
"Baik. Sementara itu aku akan sampaikan hal ini
pada Arriane. Mungkin aku berhasil meyakinkan dia untuk tinggal di rumah besok
- paling tidak untuk menunggu sampai kalian sampai di sini. "
Jupiter datang seorang diri ke Cheshire Square keesokan
harinya. Ia, Pete, dan Bob telah sepakat bahwa hanya satu orang yang akan
menemui gadis itu di rumah Fowler.
"Aku tidak ingin kita terlihat seperti mendesak
dia," kata Bob. "Kalau kita bertiga datang, sedangkan dia sendirian,
dia akan merasa dipojokkan."
Maka hanya Jupiter-lah yang berangkat ke sana. Jupe
menemui penjaga gerbang yang sudah menunggunya.
"Aku tidak mengatakan apa-apa
tentang orangtuanya," kata ’"penjaga itu. "Ia mungkin akan tahu
sendiri. Aku cuma katakan -bahwa kau dan teman-temanmu ingin tahu keadaanmu
sekarang. Dan ia mengatakan ingin bertemu dengan kau."
Penjaga gerbang itu menunjuk ke rumah Fowler . "Yang besar
itu, tepat di seberang taman "
Jupe mengucapkan terima kasih. Ia
langsung menuju rumah nomor 14, rumah bertingkat dua dengan menara kecil serta
hiasan kayu. Ketika ia menghampiri pintu depan, gadis yang menamakan dirinya
Arriane membuka pintu. Ia keluar ke beranda.
"Hai!" sapanya. "Aku tadi mengawasi kau berjalan
dari gerbang." "Hai! Aku Jupiter Jones," balas Jupe sambil
mengulurkan tangannya. Sambil tersenyum, gadis itu menjabat tangan Jupe, lalu
masuk. Jupe mengikutinya. Tiba-tiba ia merasa bahwa ia melangkah ke zaman yang
silam. Ruangan di dalam berlangit-langit sangat tinggi. Menuju balkon terdapat
tangga yang lebar. Banyak sekali panel-panel kayu di dinding. Karpet tebal
berwarna merah tergelar, membuat langkah-langkah mereka tidak terdengar,
lukisan-lukisan dihiasi bingkai yang berkilau- kilau.
"Seram, ya?" kata gadis itu pada Jupe.
"Mari masuk ke dapur. Di sana lebih enak."’
Jupe mengikutinya melewati tangga. Mereka masuk
melewati pantry ke dalam dapur yang terang-benderang. Sebuah ceret di atas
tungku tampak seperti benda antik, padahal sebenarnya ceret itu alat
elektronik.
-Gadis itu mempersilakan Jupe duduk di
sebuah meja bundar di antara dua jendela. Sembari menunggu ia menyiapkan
minuman, Jupe duduk diam. Gadis itu mengenakan pakaian yang menyapu lantai.
Sebuah pita mengikat rambutnya yang panjang, membebaskan mukanya yang berbentuk
seperti hati serta dagunya yang mungil Ia benar-benar berpenampilan kuno. Jupe
tahu kini bahwa gadis itu mencoba menyesuaikan penampilannya dengan keadaan
rumahnya.
"Senang ya, tinggal bersama Mrs. Fowler di sini," Jupe
membuka pembicaraan.
"Tentu saja," kata gadis itu.
"Mrs. Fowler bukan main baiknya terhadapku."
"Bagaimana kau bisa kenai dengannya?"
tanya Jupe.
"Mulanya dari bekerja di Salon Kecantikan Tender Touch."
Jupiter mengangguk. Ia mengenali nama sebuah salon di Rocky Beach.
"Sebenarnya itu pekerjaan yang tidak menarik,
lanjut gadis itu. "Aku menyapu setelah mereka selesai memotong rambut
Tetapi aktris-aktris lainnya lebih jelek dari itu keadaannya sebelum mereka
mendapat kesempatan yang lebih baik. Lalu Mrs. Fowler sering berkunjung ke
salon itu. Kami jadi sering mengobrol. Beberapa minggu yang lalu ia mengatakan
akan pergi ke Eropa sementara pembantu rumah tangganya tidak mau tinggal
sendiri. Mrs. Fowler lalu menawarkan kepadaku untuk tinggal di sini. Wah,
kurasa ini cocok sekali bagiku."
"Tepat sekali," kata Jupe
menyetujui. "Dengan begitu kau bisa mengurangi pekerjaanmu di salon, punya
lebih banyak waktu untuk mengejar cita-citamu sebagai bintang film, dan punya
tempat yang aman untuk tinggal."
Gadis itu melemparkan senyum gembira. Jupiter rupanya sudah dapat
membaca pikiran gadis itu.
"Larry Evans bilang kau sedang kuatir," kata gadis itu.
"Larry Evans? Petugas keamanan?"
"Ya." Gadis itu bicara dengan hati-hati.
Seolah-olah ia tidak ingin memberi tahu apa-apa sebelum ia tahu siapa Jupe dan
apa maksud kedatangannya.
Jupe telah
memperlengkapi dirinya dengan foto-foto Lucille yang diambil sewaktu ia memenangkan
juara kedua dalam kontes kecantikan gadis remaja di Fresno. Jupe
mengeluarkannya dan meletakkannya di meja di depan gadis itu.
Untuk beberapa saat gadis ini tidak berkata-kata. Kemudian ia
berpaling. Sambil tetap membisu ia memandang ke luar jendela.
"-Lucille," kata Jupiter, "aku memperolehnya
ini..."
"Mengapa kau terus memanggilku
dengan nama itu?" ujar gadis itu dengan marah. "Aku Arriane Arriane
Ardis!"
-"Itu terdengar seperti nama panggung di telingaku,"
kata Jupe.
"Apa urusanmu’?" tukas gadis itu. "Siapa
kau sebenarnya dan apa maumu di sini?" "Ayah dan ibumu datang menemui
aku dan teman-temanku," kata Jupe dengan sabar. Ia menceritakan tentang
tas jinjing yang ditemukan di pantai, sampai mereka menghubungi perpustakaan di
Fresno. "Orangtuamu mengendarai mobil sepanjang malam untuk menemui kami.
Ibu menangis waktu itu."
"Aku sudah bilang bahwa aku baik-baik saja,"
kata gadis itu dengan kesal.
Dalam hati Jupe merasa lega. Gadis ini mengaku! Untuk
pertama kalinya ia mengakui bahwa adalah Lucille Anderson.
"Mungkin kalau kau tetap menjaga
hubungan dengan orang tuamu, mereka akan percaya bahwa kau baik-baik
saja," ujar Jupiter.
"Mereka cuma mau memaksa aku supaya pulang
ke rumah!" keluh Lucille.
"Mungkin, tetapi sekarang mereka
mencemaskan keadaanmu. Mereka membayangkan kau luntang-lantung di jalan, tanpa
tempat tinggal, kelaparan, dan sebagainya. Kalau kau menelepon mereka..."
"Oh, baik!"
Ia bangkit dengan cepatnya sehingga
tehnya tumpah. Ada telepon di dekat tempat cuci piring. Ia mengangkat gagang
telepon dan mulai memutar nomor dengan kasar.
Jupe duduk saja. Tugasnya sudah selesai.
"Halo!"
kata Lucille setelah beberapa saat. "Halo, Mom...? Ya, Mom, aku tidak
apa-apa. Ya. Dan anak itu ada di sini. Anak yang gendut itu. Dan... "
Sunyi sejenak. Kemudian, "Oh, Mom, aku tidak Mau! Aku
baik-baik saja! Anak ini bilang Mommy hanya ingin..." .
Sunyi kembali, kali ini lebih lama. Mendadak Lucille
menjadi marah, "Apa Mommy tidak dengar? Aku tidak mau!" serunya.
"Aku betah di sini. Aku punya pekerjaan dan tempat yang menyenangkan. Aku
akan ambil kursus untuk..."
Lucille diam, mendengarkan. Kemudian ia
berkata dengan sinis, "Belajar di sekolah? Buat apa? Aku tidak mau jadi
profesor, aku ingin jadi bintang film!"
Suara-suara ribut terdengar dari telepon.
"Apa maksud Mommy?
Jangan mencoba memasang perangkap bagiku," tukas Lucille. "Seharusnya
aku tidak menelepon. Percuma. Selalu bertengkar kalau bicara di telepon."
Ia membanting telepon. "Aku seharusnya sudah
tahu!" teriaknya. "Buat apa aku mendengarkan petuah-petuah yang tidak
berguna itu? Kau tahu apa maksudku, hah?" katanya pada Jupiter. "Aku
disuruh melakukan hal- hal yang tidak kusukai, hanya karena menurut orangtuaku
itu baik! Mereka tidak pernah mencoba memahami kemauanku!"
Jupiter Jones hanya memandanginya. Ia
tidak tahu apa yang harus dikatakannya.
-Bab 7 DRAKULA BANGKIT KEMBALI
-ORANGTUA Lucille Anderson sampai di
Rocky Beach ssore itu sebelum gelap. Jupiter, Pete, dan Bob sedang di pangkalan
mengerjakan sesuatu untuk Bibi Mathilda sewaktu sebuah mobil dari Fresno muncul
di gerbang. Sebelumnya Jupiter sudah menghubungi Fresno, segera setelah ia
sampai di markas. Ia mengatakan bahwa ia sudah menemui Lucille. Ia juga sudah
melaporkan nama baru Lucille, alamatnya, serta segala hal yang dibicarakannya
tadi pagi di Cheshire Square. Jadi mengapa Mr. dan Mrs. Anderson datang ke sini
sekarang.
"Lho, kok’?" gerutu Pete. "Aku kira urusan kita
sudah selesai"
Mobil
itu berhenti di dekat kantor. Mrs. Anderson keluar. "Kalian telah
menemukan dia!" serunya. Ia tersenyum, sekalipun matanya merah.
"Yes, Ma’am," kata Jupe. "Seperti yang telah saya
katakan di telepon, kami telah menemukan mereka."
Mrs. Anderson
memandang Pete. Di dagu Pete terdapat memar biru. "Kuharap memar itu bukan
gara-gara anak gadisku," kata Mrs.
Anderson. "Ia bukan orang yang
kasar, kan?"
-"Bukan, Ma’am," ujar Pete.
Mr. Anderson keluar dari mobil. "Aku gembira sekali sewaktu
mendengar dia baik-baik saja di rumah itu." Ia terlihat lelah sekali.
"Saya heran mengapa Anda berdua tidak langsung
saja ke Cheshire Square," kata Jupiter. "Apa ada yang salah’?"
"Ah, tidak," ’6ahut Mrs. Anderson sambil
tersenyum lebar, "kami cuma ingin tahu apa kalian juga mau ikut Lucille
mungkin akan gusar. Kalian anak-anak yang baik. Kalau kalian ikut mungkin ia
tidak akan mengatakan hal-hal yang..."
Jupiter tiba-tiba sadar bahwa Mr. dan Mrs. Anderson
takut pada anaknya. Dalam hatinya Jupe menyesal telah bertemu dengan kedua
orang ini.
Pete mencoba menjauhi mereka. Bob berpura-pura sibuk
bekerja dengan sebuah alat. Segan benar mereka mengurusi masalah yang berlarut-
larut ini. Kalau persoalan sudah selesai mereka akan dengan senang hati
membantu. Tetapi sekarang? Lucille sudah ditemukan. Apa lagi? Namun akhirnya
mereka mengalah. Ketiga anak itu ikut dengan mobil Mr. Anderson. Mereka semua
pergi ke Cheshire Squdre.
Larry Evans tidak berada di gerbang ketika mereka tiba.
Penjaga yang lain sedang bertugas saat itu. Ia senang mendengar bahwa orang tua
gadis di rumah Fowler datang untuk mengunjungi enaknya.
"Silakan terus saja," kata penjaga itu sambil
melambai pada mobil yang dikemudikan Mr. Anderson.
"Aduh
megahnya," kata Mrs. Anderson dengan penuh kekaguman ketika melihat
kompleks bangunan itu.
"Apa arti nama tempat ini..." kata Mr.
Anderson. Ia memandang ke seberang taman kecil, ke sebuah rumah. Di rumah itu
paling sedikit diparkir selusin mobil. Sebagian besar dari mobil-mobil itu
adalah mobil tua. Beberapa di antaranya bergaris-garis, dan beberapa memiliki
pipa knalpot bersepuh khrom serta cat yang berkilat.
Di samping mobil-mobil, yang tampak sangat aneh di
tempat bergaya Victoria seperti Cheshire Square ini, terdapat beberapa orang
remaja. Lampu-lampu sorot menyinari suatu pemandangan yang terlihat seperti
Animal House. Anak kecil di mana-mana. Seorang anak memanjat atap rumah Fowler.
Ia duduk di samping menara melemparkan popcorn pada burung-burung merpati. Ada
beberapa anak lelaki di atas pohon-pohon. Mereka menonton anak-anak yang sedang
melakukan break dance di jalan.
Suara musik yang hingar-bingar
terdengar memenuhi kompleks itu. Demikian kerasnya musik itu dipasang hingga
seakan-akan bumi bergetar karenanya.
"Ia pasti sedang berpesta," duga Mrs. Anderson
"Itu bukan pesta," kata Mr. Anderson.
"Itu lebih cocok disebut huru- hara!"
Ia harus memarkir kendaraannya empat rumah dari rumah
Fowler. Sewaktu ia dan Mrs. Anderson berjalan, mereka melihat bahwa taman itu
penuh dengan anak-anak muda. Begitu pula teras di samping rumah. Trio Detektif
mengenali beberapa dari mereka sebagai muda-mudi yang mereka temui di Pizza
Shack.
Sebagian besar dari
mereka ikut menari sambil bernyanyi, berteriak dan sekaligus makan pizza yang
dibawa dengan piring-piring dari kertas perak. Ada yang memakai perhiasan yang
terbuat dari tabung neon.
Seorang anak laki-laki mengalungkan
seekor ular hidup di lehernya. Ada seorang anak yang tidak ikut menari sama
sekali. Namun ia sibuk menumpahkan isi sebuah akuarium ke dalam kolam renang di
samping rumah.
Mrs. Anderson menaiki tangga depan. Ia membunyikan bel. Tetapi
hingar-bingar suara musik menelan bunyi bel itu.
Seorang anak datang dari samping rumah.
Ia membawa satu kotak deterjen. Ketika melihat tamu itu, ia berteriak,
"He! Ada kawanmu datangl"
Kemudian ia menuangkan seluruh deterjen itu ke dalam air mancur di
depan rumah.
Musik makin menjadi-jadi.
Air mancur itu menjadi penuh busa. Busa
itu tumpah ke taman rumput di sekitarnya. Angin meniup busa yang berlimpah dan
menerbangkannya ke udara. Sebentar saja daerah sekitar itu sudah penuh dengan
busa. Busa di mana-mana.
"Salju!" teriak anak itu sekencang-kencangnya.
Mr. Anderson mengepalkan tangannya. Ia menggedor pintu
keras-keras - terus dan berulang-ulang.
Akhirnya pintu dibuka. Seseorang dengan
dandanan aneh muncul. Mukanya putih karena make up yang tebal. Bibirnya
hampir-hampir hitam.
"Lucillel" jerit Mrs. Anderson.
"Jadi
apa kau sekarang?" teriak Mr. Anderson "Morticia Addams?"
Lucille mencoba membanting pintu, tetapi ayahnya
menahan dengan kakinya.
"Anakku, kami orang tuamu!" kata Mrs.
Anderson. Ia membuka kedua tangannya.
Lucille menampik untuk sesaat Tetapi akhirnya ia tidak
tahan lagi. Air matanya mengalir. Dipeluknya ibunya erat-erat Baju putih Mrs.
Anderson ternoda oleh lipstick hitam yang dikenakan Lucille, tapi Mrs. Anderson
tidak peduli.
Mr. Anderson hanya bisa memandang
dengan terharu. Ia bertelekan pada gagang pintu. Semenit lamanya ia menunggu
istri dan anaknya salin bertangisan. Kemudian ia masuk ke dalam untuk mematikan
musik.
Suasana mendadak menjadi hening.
Pesta itu bubar. Para penari menyadari bahwa ada orang
tua di antara mereka. Diam-diam mereka menyelinap pergi, meninggalkan sampah
yang masih berserakan. Tinggal Lucille, ibu, dan ayahnya di sana. Trio
Detektif, yang mengamati dari jauh saja, merasa tidak enak.
Ketika Lucille menyadari bahwa pestanya telah -bubar,
ia berhenti menangis. Tangisan itu berubah menjadi kemarahan.
"Kalian merusaknya - seperti
kalian merusak seluruh hidupku!" ’bentaknya. "Kalian merusak pestaku
yang dihadiahkan oleh Craig untuk merayakan kontrak dan..."
"Kontrak?" potong Mr. Anderson. "Kontrak apa?"
"Untuk Dracula, Mon Amour," kata Lucille
dengan gusar. "Oh, Mom! Dad! Itu akan menjadi film yang terbesar! Dan’ aku
tahu kalian selalu menguatirkan segalanya tentang diri saya. Tapi kan sekarang
buktinya aku baik-baik saja. Aku malah bisa belajar banyak dari pengalaman, dan
bahkan mencari uang sendiri. Tapi kesempatan yang paling besar adalah sekarang
ini. Aku akan menjadi ratu drakula pengisap darah!"
Air matanya sudah kering sama sekali sekarang. Mata
Lucille- bersinar- sinar ketika menceritakan perannya ini. "Jadi aku punya
kesempatan untuk maju. Bukannya aku tidak suka tinggal bersama ibu dan ayahku,
tetapi aku ingin membuktikan bahwa aku bisa mandiri, seperti sekarang ini. Oh,
itu Mr. Mclain! Craigl Craig Mclain! Sini! Kenalkan orangtuaku!" serunya
sambil melambai. "Pertama kali ia melihatku la langsung tahu bahwa akulah
orang yang cocok untuk menjadi ratu drakula." .
Mr. Mclain datang melalui tangga depan.
"Selamat sore!" katanya sambil tersenyum sekilas.
Mrs. Anderson memandangnya. Mr. Anderson berdehem.
-Mr. McLain berumur sekitar tiga puluhan. Wajahnya
halus, begitu pula rambutnya yang lurus. Kedua telinganya sampai tertutup oleh
rambut panjangnya yang tersisir rapi. Celana panjangnya licin tersetrika. Pada
jaket yang dikenakannya tidak ada sedikit pun bagian yang kusut
"Ibunya Arriane!" katanya. Suaranya pun
sampai-sampai terdengar selicin penampilannya. "Aku seharusnya sudah kenai
dengan Anda dari dulu-dulu."
Kalimat ini tidak biasa diucapkan orang yang baru
berjumpa, tetapi itu rupanya membuat Mrs. Anderson senang. Mrs. Anderson makin
senang lagi ketika McLain meraih tangannya dengan hormatnya, bagai orang
memegang tangan seorang ratu.
"Aku senang Anda datang,"
kata Mclain. "Aku merasa bahwa aku harus menemui Anda, sekalipun akan
menyita banyak waktu untuk menyelesaikan kontrak Arriane."
Mrs. Anderson menggumam.
Mr. Anderson mengernyitkan dahinya. Ia terlihat seperti
orang yang mencium bau busuk dari dalam lemari esnya. "Drakula?"
katanya. "Dracula, Mon. Amour?"
"Kelanjutan dari film klasik
Drakula," Mr. McLain menjelaskan. "Kami menginginkan seorang aktris -
yang tidak dikenal - untuk memainkan peran sebagai Mina. Aku selalu merasa
bahwa Mina Harker tidak akan pernah bisa hidup normal dan menikah dengan
seorang pria yang membosankan - tidak, karena dia pernah merasakan bagaimana
rasanya dipeluk Drakuta. Dia akan merindukan kehidupan bersama kekasihnya yang
tidak bisa mati itu. Dan dalam film ini Mina menemukan jalan untuk bisa selalu
bersama Drakula. "
"Hiii, cerita apa itu?" kata Mrs. Anderson.
"Pintar kalian mengubahnya!" celetuk Mr.
Anderson. "Seingatku, pada akhir cerita pertama Drakula berubah menjadi
debu."
"Drakula tidak seperti manusia," tangkis
McLain. "Dalam film kami Mina menemukan cara rahasia supaya Drakula bisa
hidup kembali. Mereka hidup berdampingan untuk selamanya."
Mr. Anderson hanya
berdehem. Tepat pada saat itu seseorang terjatuh di tangga bawah.
"Ah, kebetulan" ujar Mclain. "Kenalkan,
ini teman sejawatku, "Henry Morrel. Ia memang suka membuat kejutan pada
perjumpaan pertama. Henry, mari ke sini. Kenalkan, ini orangtua Arriane. "
Muka Henry Morrel bisa dibilang bundar.
Usianya sebaya dengan McLain, namun perbedaan penampilannya jauh sekali. Kalau
Mclain rapi dan licin, Henry kusut dan berantakan. Rambutnya yang pendek acak-
acakan. Matanya bulat besar, tetapi hidungnya kecil. Ia nyengir sewaktu mencoba
berdiri di tangga.
"Ha... hai!" sapaan Henry lebih mirip gumaman. "Apa
kabar?"
"Henry sudah lama bekerja di
Twentieth Centu-ry-F ox," Craig Mclain menjelaskan. "Baru-baru ini
saja, cuma beberapa minggu yang lalu, ia bergabung dengan Mclain Productions.
Ia punya pengalaman yang luar biasa dalam film-film horor. Film-film kami akan
merangsang Imajinasi penonton, bukan sekadar menyajikan special effect dan
action. Teror akan muncul dengan sendirinya."
"Hebat betul!" Mr. Anderson setengah mengejek.
"Lucille, bagaimana kalau kita duduk dulu untuk membicarakan
hal ini," usul Mrs. Anderson.
"Membicarakan apa lagi?" Lucille tampak mulai
gusar kembali. "Tidak ada yang perlu dibicarakan kalau itu menyangkut
keinginanku untuk berperan dalam film ini."
Mr. Mclain sedikit terkejut "Lucille? Kenapa?
Kukira namamu Arriane." Tetapi ketika ia melihat Lucille membelalak
padanya, Mclain buru-buru mengoreksi. "Ah, bodohnya aku ini! -Arriane kan
nama panggungmu, pantas saja. Sekarang, aku tahu kau sudah lama tidak berjumpa
dengan orangtuamu. Semua ini mungkin agak membingungkan pada awalnya. Aku akan.
hubungi kau lagi dalam dua hari ini. Sementara itu, kalau kau punya pertanyaan,
jangan ragu untuk menelepon nomor ini."
Mr. Mclain mengeluarkan sebuah kartu dari dompetnya,
lalu memberikannya pada ayah Lucille.
"Saat ini aku
dan Henry tinggal seperti orang suci. Kami tinggal di daerah atas bukit ini.
Dulunya tempat itu milik Cecil B. DeMille. Anda mungkin tidak akan percaya
kalau kukatakan bahwa kami biasa dibangunkan oleh suara domba-domba mengembik
di belakang rumah.
Itu memang keterlaluan. Kami tidak punya telepon, namun
sekretarisku selalu dapat menghubungiku."
Mr. Anderson menyimpan kartu itu di dalam dompetnya
tanpa melihat lagi. "Kalau kau berani-berani berbuat licik dalam bisnis
ini, aku tidak kan ragu-ragu menyeretmu ke penjara!" ancamnya.
"Daddy!" jerit Lucille.
"Aku cukup mengerti," sahut Mr. Mclain.
"Setiap ayah akan merasa demikian."
Mclain kemudian membungkuk dan mundur keluar, sambil
menggamit lengan teman sejawatnya.
"Dan sekarang," kata Mr.
Anderson dengan te-gas, "ada beberapa hal yang harus segera
diselesaikan!"
-Bab 8 TANDA BAHAYA
-"LUCILLE,
anakku," kata Mrs. Anderson, "kau tahu kan bahwa kami sayang dan
percaya padamu.
"Apa maksudmu?" Mr. Anderson tidak sabar lagi.
"Katakan terus terang saja."
"Kalau ini memang kesempatan besar
bagi mu," lanjut Mrs. Anderson, "kami menyokongmu, tetapi..."
"Judy, mau apa kamu?" seru Mr. Anderson.
Mrs. Anderson menoleh pada suaminya. "Kita harus
percaya pada anak kita sendiri - cepat atau lambat," katanya. "Ia...
ia sudah hampir dewasa Tetapi supaya kau merasa lebih tenang, aku dapat
menemaninya di sini."
"Mom, aku bukan bayi!" protes Lucille dengan
nada keras. "Bagaimanapun juga, Mommy tidak dapat tinggal di sini. Ini
bukan rumah Mommy bukan juga rumahku. Ini rumah Mrs. Fowler, dan aku yang
mengurusnya. Ini lah pekerjaanku! Itu samping itu, sekadar memberi tahu saja,
aku juga bekerja di salon kecantikan..."
"Kau tidak usah banyak ribut!" potong
ayahnya. "Turuti kata orangtuamu. Kalau aku bilang pu-lang, kau harus
pulang. Di sanalah rumahmu yang sesungguhnya."
"Charles, jangan!" pinta Mrs. Anderson.
"Ia akan membencimu untuk selamanya."
"Biar saja," tegas Mr.
Anderson. "Dia tidak harus senang padaku, tapi dia harus hormat padaku,
pada. apa yang kukatakan. Aku kan ayahnya!"
Namun Mr. Anderson sadar bahwa sikap kerasnya
tidak mempan diterapkan pada anaknya yang satu ini. Ia kenal betul sifat
Lucille.
Selain itu ia juga
tidak mau anaknya sampai membencinya. Ia menghela napas. Sikapnya makin lama
makin melunak. Dan akhirnya ia membiarkan
Mrs. Anderson menuntunnya ke pintu. Di pintu ia
berhenti. Ia mengeluarkan dompetnya.
"Hati-hati kau, Nak," katanya. "Jaga
dirimu baik-baik, dan sering-sering hubungi kami. Ibumu selalu kuatir akan
nasibmu." Seraya berkata begitu ia meletakkan sejumlah uang ke dalam
tangan Lucille, lalu keluar menuju mobilnya.
Tidak seorang pun ingat untuk memperkenalkan Pete dan
Bob kepada Lucille. Kedua anak itu dan Jupe merasa canggung berada di tengah-
tengah keluarga yang sedang bertengkar. Mereka ingin sekali kembali ke markas
mereka di Pangkalan Jones karena sekarang Lucille telah ditemukan. Tugas mereka
telah selesai. Tetapi kenyataan berbicara lain.
Mereka mengikuti Mr. dan Mrs. Anderson
masuk ke mobil. Mr. Anderson tiba-tiba mengum-pat, "Produser apaan itu?
Silakan potong kupingku kalau memang dia benar produser film!"
Mobil itu melaju keluar Cheshire Square, lalu menuruni bukit
menuju jalan raya.
"Kau mungkin benar," Mrs. Anderson
mengomentari dengan suara tertahan.
"Mungkin?" sahut Mr. Anderson dengan nada
tinggi. "Bukan mungkin lagi, tapi pasti!"
’’Ya, Mr. McLain penampilannya memang menarik, tetapi
tetap saja kita harus tahu lebih banyak tentang dirinya."
Mrs. Anderson
menoleh pada anak-anak. "Kalau kalian pegang kartu ini, dapatkah kalian
mengecek dirinya?" ia meminta pada mereka.
"Kalian pasti punya cara supaya
bisa mencari informasi lebih banyak tentang mereka. Kalian sangat cerdik dalam
menemukan Lucille, tentu kalian juga dapat menemukan siapa Mr. Mclain
sebenarnya, apa dia memang seorang produser film."
Pete menghela napas.
"Kurasa kami dapat menemukan apakah dia dikenal di kalangan
usahawan film," kata Jupe
"Aku pikir tidak perlu seseorang masuk dalam suatu
organisasi atau perkumpulan untuk menjadi produser. Bisa saja ia jadi produser
yang berdiri sendiri. Yang ia perlukan hanyalah ide dan modal."
"Orang itu penipu!" gerutu Mr. Anderson.
"Ratu Drakula! Apa-apaan itu? Kedengarannya seperti khayalannya saja. Apalagi
kalau melihat temannya yang jatuh di tangga tadi - sama sekali tidak
meyakinkan. "
Ia membelok dari jalan raya. Lalu meneruskan ke arah
pangkalan barang bekas. "Judy, kita dapat melakukan kompromi,"
usulnya. "Aku akan pulang ke rumah, dan kau tinggal di sini untuk
mengawasi apa yang terjadi."
Istrinya menggeleng. "Lucille sudah bulat
tekadnya. Kita harus memberi dia kebebasan bergerak supaya dia dapat
mengembangkan dirinya."
Mr. Anderson makin menggerutu. Ia menggumamkan
kata-kata yang tidak jelas. Tetapi ketika berhenti di gerbang pangkalan, ia
mendesah sambil memberikan kartu Mr. McLain kepada Jupiter.
"Hubungi aku
di Fresno kalau kau mendapatkan sesuatu," katanya. "Kalau kau perlu
uang, bilang saja. Aku ingin tuntaskan masalah ini sampai ke akarnya. Aku tidak
percaya ada orang yang dengan mudah menawari
Lucille peran utama dari sebuah film yang mungkin
memakan biaya ribuan dolar."
"Oh, bahkan mungkin jutaan!"
tambah Mrs. Anderson. Wajahnya mencerminkan ketakutan.
Esok paginya, Trio Detektif sudah berkumpul kembali di markas.
"Tugas kita selanjutnya adalah memastikan apakah Craig McLaip
benar seorang produser Film," Jupe memulai.
"Lucille tampaknya memang orang
yang selalu mengundang masalah," kata Bob. "Apa menurutmu pencurian
di rumah Fowler itu ada hubungannya dengan Lucille?"
"Tidak,"
sahut Pete. "Maling tidak akan pandang bulu dalam soal itu. Masih ingat
monster perampok di Hollywood?"
"Aku cenderung untuk setuju dengan Pete kata Jupiter.
"Sekarang aku usul supaya kita menghubungi Hector Sebastian."
Yang Jupe maksud ialah kawan mereka yang dulu bekerja
sebagai detektif swasta. "Ia pun banyak kenalan di Hollywood," lanjut
Jupe lagi. "Ia mungkin pernah dengar tentang Craig Mclain."
Don, pembantu rumah tangga Mr. Sebastian menjawab
telepon. Ia melaporkan bahwa Sebastian sedang pergi. ke Idaho dengan temannya
untuk mengambil gambar-gambar "Mungkin beberapa hari ia pergi, mungkin
juga beberapa minggu, aku tidak yakin," ujar Don. "Nanti kalau dia
kembali akan kusampaikan bahwa kau pernah menelepon."
Jupe mengucapkan terima kasih pada Don. Ia lalu menutup
telepon. Setelah berdiskusi, anak-anak mengambil keputusan untuk mencari
informasi itu langsung dari sumbernya. "Kita - punya kartu Craig
Mclain," kata Jupe. "Kita pergi saja ke kantornya."
"Untuk bertanya pada sekretarisnya?" kata
Pete. "Jangan-jangan sekretarisnya dibayar untuk tidak memberikan
keterangan apa-apa kepada orang asing. "
"Aku punya cara untuk membuat dia
bicara," kata Jupe dengan yakin. "Yang penting sekarang kita pergi
dulu ke sana untuk bertemu dengan siapa saja yang ada di sana."
Jupe kemudian menelepon sebuah perusahaan penyewaan
mobil. Berkat kebaikan seorang klien Trio Detektif, mereka dapat memakai sebuah
Rolls-Royce antik milik perusahaan itu. Sebagai servis, mereka juga mendapat
pengemudinya sekalian, Worthington, yang berkebangsaan Inggris. Worthington
selalu mengenakan seragam yang serasi dengan Rolls-Royce antik itu. Mulanya ia
memperlakukan anak-anak dengan resmi, seperti halnya ia memperlakukan
pejabat-pejabat tinggi. Namun karena sering terlibat dalam petualangan Trio
Detektif, Worthington kini mengangap dirinya sebagai anggota tidak resmi dari
Trio Detektif. Ia selalu menanti-nanti kesempatan untuk menjadi pengemudi bagi
mereka, terutama untuk terlibat dalam kisah-kisah petualangan Trio Detektif.
Pagi ini, baik Worthington maupun Rolls-Royce memang
sedang tidak dipakai. Mobil hitam mengkilat itu segera meluncur dari garasinya
menuju Pangkalan Jones.
Sewaktu Bib. Mathilda melihat mobil itu, ia mendengus.
"Buat apa mobil mewah itu datang ke sini lagi? Kalian kan punya banyak
kesibukan hari ini. Bagaimana hasil pekerjaan yang telah direncanakan untukmu,
Jupiter?" "Besok Aku janji," kata Jupe. "Kami harus
menolong keluarga Anderson hari ini."
-"Kau selalu punya alasan untuk menghindar dari
pekerjaan yang kuberikan," gerutu Bibi Mathilda. "Baik, kali ini aku
mengalah. Tapi besok kau tidak boleh ke mana-mana."
Anak-anak segera berangkat, langsung menuju Sunset
Strip, alamat yang tertera di kartu bisnis Mclain. Perjalanan memakan waktu hampir
satu jam. Saat mereka sampai di Sunset Strip, Worthington melambatkan laju
kendaraan sampai ia dapat menemukan lokasi yang diberikan Jupe padanya.
"Ada tempat parkir di pinggir situ," katanya.
"Boleh aku parkir di sana? Rolls-Royce ini selalu menarik perhatian orang.
Apa kalian lebih suka supaya kita tidak diketahui orang?"
"Aku lebih suka kalau kita tidak terlihat
orang," ujar Bob. "Kalau Lucille Anderson sampai tahu bahwa kita
mengecek keaslian produser favoritnya, mungkin ia akan marah besar."
"Aku tidak ingin terkena
semprotannya," kata Worthington yang sudah mendengar kisah petualangan
kali ini dari anak-anak. Sambil tersenyum ia mencari tempat parkir lain yang
agak tersembunyi di sebuah jalan kecil, lalu memarkir Rolls-Royce itu di sana.
"Apa kita semua ke sana’?" tanya Pete.
"Sebaiknya begitu," Worthington yang
menyahuti. "Aku juga ingin ikut soalnya."
Jupe berpikir sejenak. "Tidak ada
manfaatnya kalau kita semua ke sana." Akhirnya ia memutuskan, "Aku
akan pergi menemuinya sendiri." -Ia keluar dari mobil itu, lalu berjalan
ke Sunset Strip.
Kantor Mclain adalah sebuah bangunan
berlantai dua, dengan sebuah restoran di lantai pertama. Bangunan itu
biasa-biasa saja. Jupe menaiki tangga. Mclain Productions, Ltd., dan sebuah
perusahaan akuntansi menempati lantai dua bersama-sama.
Ketika Jupe meletakkan tangannya di kenop pintu, ia mendengar
seseorang berkata. "Bodoh benar!"
Seorang wanita berkata, "Mereka menunda produksi
itu sampai kita mendapat stuntman di sana. Hickock tidak mau melakukan lompatan
itu sendiri."
"Oke, oke," kata si orang
pertama. Ia bukan Craig Mclain. Ia orang lain yang sama sekali berbeda dari
Mclain yang pernah ditemui Jupe. "Seandainya shooting itu dilakukan di
sini, kita tidak akan mendapat masalah ini. Berapa banyak bedanya Mexican Hill
dibanding dengan bukit di Griffith Park?"
Jupiter memutar kenop dan mendorong pintu.
Ia melihat seorang wanita berambut abu-abu keriting
memakai kacamata. Wanita itu sedang duduk di balik meja. Gagang telepon
dipegangnya dengan tangan kanannya.
Seorang laki-laki botak dengan mata biru yang menyorot
tajam memandang Jupe sekilas. Ia masuk ke dalam kamarnya sambil membanting
pintu.
-"Apa aku
bisa membantu?" kata wanita itu tanpa meletakkan telepon itu.
"Apa Mr. Mclain ada di sini?" tanya Jupe.
"Ini bukan saat yang baik," kata wanita itu.
"Mengapa kau ingin bertemu dengan Mr. McLain Ada perlu apa?"
"Aku... aku bertemu dengannya
kemarin sore," Jupe mendapat ilham di kepalanya, "di rumah seorang
kawan. Terlintas di kepalaku bahwa mungkin ia bisa memakai aku dalam
produksinya."
"Memakai kau?"
"Aku punya pengalaman," kata Jupe. "Kalau ada peran
untuk seorang berandal dalam film Drakula..."
"Mr. McLain!" setengah berteriak wanita itu memanggil.
Laki-laki botak itu membuka pintu kamar. Ia cuma
melongokkan kepalanya.
"Mr. Mclain, anak ini mengatakan bahwa ia bertemu
dengan Anda kemarin di rumah seseorang. Ia minta peran dalam suatu film
Drakula."
Laki-laki itu keluar dari kamarnya. "Drakula! Apa
belum cukup masalahku dengan shooting di Ensenada? Sekarang apa lagi ini? Film
Drakula apa?"
Jupe mempelajari orang itu beberapa
saat. Tanpa berkata-kata ia mengeluarkan kartu nama yang diberikan ayah
Lucille. Diberikannya kartu itu pada si laki-laki botak.
-Orang itu memandangi kartu itu. Ia mendengus.
"Orang yang memberikan kartu. nama ini mengatakan
bahwa aku dapat menemuinya di sini," kata Jupe. "Ia bilang namanya
Craig McLain. Sepertinya ia tidak berkata yang sebenarnya."
"Aku jamin dia berbohong," kata laki-laki
botak itu. "Apa dia menjanjikan akan memberikan suatu peran dalam film
yang akan dibuatnya?"
"Sebenarnya, ada seorang gadis yang akan
memperoleh pekerjaan itu;" Jupe menjelaskan. Kemudian dengan ringkas, ia
menceritakan kisah tentang Lucille Anderson.
"Dan orang yang kurang ajar itu
memberikan kartu namaku," kata Mr. McLain. "Maaf, Nak, aku tak akan
membuat film tentang drakula. Itu bukan bidangku. Aku membuat film-film
dokumenter dan beberapa iklan. Aku tidak punya tempat untuk peran orang
berandal, dan aku sarankan pada gadis yang itu supaya berpikir lagi. Katakan
padanya lupakan saja, cari saja pekerjaan lain. Apa dia punya uang?"
Jupiter menggeleng. "Tidak."
"Ia kawanmu?"
"Aku kenal dia baru sebentar."
"Pesankan padanya supaya
berhati-hati terhadap orang yang menawarkannya main dalam suatu film - apalagi kalau
ia memakai nama orang lain."
"Baik, akan kusampaikan pesan Anda," ujar Jupe "Apa
Anda punya ide siapa orang itu? Apa kejadian ini pernah Anda alami
sebelumnya?" -Orang itu mengangkat bahu. "Tidak terhadap ku. Tetapi
aku memang sering memberikan kartu namaku kepada orang-orang lain. Yah, itu kan
memang kegunaan kartu nama. Aku pakai itu kalau-kalau aku perlu orang untuk
ikut dalam filmku. Kadang-kadang orang itu menghubungi aku kembali, namun
kadang-kadang tidak. Seperti apa orang itu?"
"Sekitar tiga puluhan
umurnya," kata Jupe. "Rambutnya coklat dan tipis. Orangnya sangat
rapi. Ia bilang tempat tinggalnya di atas bukit bekas rumah Cecil B.
DeMille."
"Cerdik benar dia," kata McLain. "DeMillie, sudah
meninggal!"
Kemudian ia termenung. "Kalau kau
teman gadis itu, katakan padanya untuk cepat-cepat mengundurkan diri. Sering
kali orang-orang seperti itu berlagak seperti bos, padahal mereka sebenarnya
mengejar-ngejar uang. Itu masih belum apa-apa sebenarnya. Tapi kalau mereka
memang orang nyentrik, mereka bisa sangat berbahaya!"
-Bab 9 LENYAP SECARA MISTERIUS
-LARRY EVANS sedang bertugas di Cheshire Square pada
saat mobil Rolls-Royce datang di bukit itu. Ia melangkah keluar posnya dengan
terheran-heran.
"He, tak kusangka!" serunya. "Bukan
main, aku benar-benar tidak mengira! Apa Arriane tahu tentang ini?’ Atau kau
berniat membuat kejutan untuknya?"
"Memang ada kejutan
untuknya," kata Pete. "Nanti kalau ia dengar apa yang kami katakan,
ia kan benar-benar. terkejut,"
"Apa ia ada di rumah?" tanya Jupe.
"Yap!" sahut penjaga itu. "Orang
berambut panjang dan sombong itu datang ke sini dengan temannya, tapi sekarang
mereka sudah pergi. Akan kuhubungi Arriane."
Ia masuk kembali ke posnya. Melalui
kaca anak-anak dapat melihat ia menekan beberapa tombol di teleponnya. Ia menunggu
dan menunggu. Akhirnya ia menyerah. Dahinya berkerut-kerut meletakkannya gagang
telepon.
"Tidak ada yang menyahut di rumah
Fowler," katanya.
-"Mungkin ia sedang keluar ke suatu
tempat?" tanya Bob.
Larry Evans menggeleng. "Aku pasti
melihatnya kalau begitu."
Tiba-tiba
Jupe bergidik. "Ia tidak bersama McLain ketika Mclain pergi, kan?"
"Tidak," sahut penjaga itu. "Teman McLain yang
berambut keriting dan gendut itu bersamanya. Tetapi Arriane tidak tampak
bersama mereka."
Kini penjaga itu menjadi kuatir. Ini adalah tugasnya,
menjaga penghuni Cheshire Square serta tidak membiarkan orang asing masuk tanpa
izin penghuni yang akan dikunjungi. "Akan kucoba sekali lagi,"
katanya. Ia kembali menelepon.
Lalu ia menunggu lagi. Masih tidak ada jawaban. Dengan
tergesa-gesa ia keluar. Ia melambaikan tangan pada mobil Rolls-Royce untuk
berjalan terus.
"Ketuk
pintunya keras-keras," instruksinya. "Cek kolam renang. Kalau kalian
tidak juga menemukan dia, cepat kembali ke sini."
Worthington langsung masuk. Ia mengitari taman kecil
dan berhenti tepat di rumah Fowler Rumah itu tampak sepi. Masih ada sisa-sisa
sampah. dari pesta kemarin. Kaleng-kaleng kosong, kertas-kertas, dan
serpihan-serpihan makanan tampak sudah ditumpuk di dekat tong sampah yang sudah
penuh.
Jupe membunyikan bel. Suara bel itu
terdengar dari luar. Tetapi tidak ada orang yang datang untuk membukakan pintu.
-"Ia tidak di sini," kata Bob.
"Ada sesuatu yang tidak beres," -kata Jupe. "Aku
yakin ada sesuatu masalah."
"Aku akan kembali ke gerbang," kata Pete.
"Larry Evans pasti punya kunci master."
Ia berlari, melintasi Rolls-Royce dan taman kecil.
Sementara itu, Jupiter dan Bob mengitari rumah. Tetap saja tidak ditemukan
tanda- tanda adanya Lucille di sana.
Penjaga itu sudah menunggu bersama Pete
ketika Jupe dan Bob kembali ke teras depan. Worthington juga ikut menunggu.
Penjaga gerbang membuka pintu depan dengan kunci master yang dimiliknya. Mereka
semua masuk. Di dalam sisa-sisa pesta kemarin masih berserakan di lantai.
"Lucille!" panggil Jupiter.
Tidak ada jawaban.
Anak-anak mulai mencari di setiap
sudut. Sebentar saja mereka sudah selesai memeriksa lantai bawah. Mereka
ditemani Larry Evans naik ke lantai dua. Worthington tetap di lantai bawah
untuk menjaga.
Pintu-pintu tertutup di lantai atas.
Evans membukanya satu demi satu. Anak-anak memeriksa isi kamar-kamar itu.
Sebagian besar kamar itu tidak pernah dipakai. Tempat-tempat tidur tertutup
rapi dengan kain tebal. Namun di ujung ruangan itu terdapat sebuah ruang yang
nyata sekali sering dipakai. Sebuah tempat tidur dengan seprei merah muda
tersibak. Sepasang kaus kaki bergambar kelinci terlempar di bawah kursi. Sebuah
jubah sutra terjuntai di ujung tempat tidur.
Larry Evans membuka gorden. Sinar matahari menerobos masuk
menerangi ruangan.
"Ini pasti ruang tidur Lucille," kata Jupe.
"Kupikir ini kamar Mrs. Fowler, kalau ia ada di
rumah," kata Evans. Ia memperhatikan meja ria tempat botol-botol kristal
berada. "Arriane anak yang baik, tetapi seharusnya ia tidak menggunakan
ruangan ini serta barang-barang milik Mr. Fowler."
Pete mulai menjelajahi ruang itu dengan teliti. Ia
membuka pintu sebuah ceruk. Ternyata di baliknya terdapat ruang penyimpan
pakaian yang cukup luas. Pakaian-pakaian memenuhi ruangan ini.
"Bukankah Mrs. Fowler pergi ke Eropa?" tanya
Pete. "Apa yang ia bawa kalau semua pakaiannya ditinggal di sini?"
Tidak ada yang berusaha menjawab
pertanyaan itu. Jupe menarik-narik bibir bawahnya. Ini suatu tanda bahwa ia
sedang berpikir keras. Dengan serius ia mengamati karpet "Apa ada gerbang
lain?" tanyanya pada Evans. "Dapatkah ia keluar dari daerah ini tanpa
terlihat olehmu?" "Ada jalan belakang, memang," kata Evans.
"Itu dipakai oleh truk sampah dan tukang-tukang. Tapi gerbang itu selalu
terkunci."
"Siapa yang memegang kuncinya?" tanya Jupe.
"Tidak ada kuncinya. Kalau ada
orang yang ingin memakainya, ia memberi tahu aku. Aku membuka gerbang belakang
itu dengan saklar lari posku di depan."
"Mungkin Lucille cuma mengunjungi tetangganya," kata
Bob.
"Tidak mungkin," balas Larry Evans. "Arriane tidak
sering bergaul dengan penghuni lainnya."
Pete membuka pintu lain. Ia berharap
dapat menemukan ruang lain. Ternyata pintu itu mengantarkannya ke kamar mandi.
Gelembung sabun memenuhi bak mandi yang terbuat dari marmer. Harumnya sabun
memenuhi udara. Wastafel yang juga terbuat dari marmer penuh dengan
botol-botol. Salah satu botol terletak dalam posisi terbalik. Isinya mengotori
marmer sekitarnya, lalu mengalir ke lantai.
"Sembrono sekali Lucille ini," kata Bob.
"Mungkin tidak terlalu sembrono," kata
Jupiter yang baru masuk ke kamar mandi. "Misalkan saja sedang mandi ketika
telepon berdering. Ia mendapat berita bahwa Mclain sedang menunggu di gerbang.
- Lalu ia beri izin untuk masuk. Kemudian ia mengenakan pakaian, dan pergi ke
bawah untuk membukakan pintu. Kemudian terjadi sesuatu. Kekerasan. Atau sesuatu
yang sangat penting, sehingga ia tidak sempat kembali ke kamar mandi untuk
mengosongkan bak mandi." "Menurutku terjadi tindakan kekerasan di
sini," kata Bob. "Seseorang mengejarnya ke sini. Lalu parfum itu
terjatuh sewaktu Lucille mengadakan perlawanan. "
-"Kalian terlalu jauh berkhayal," ujar Evan.
Penjaga itu terlihat sangat gugup. "Dengar, memang anak yang tidak
terbiasa hidup teratur. Ia pasti lupa mengosongkan bak mandi kalau tidak
diingatkan. Biasanya kan ada ibunya yang selalu mengingatkan. Ia cuma memakai
parfum, lalu lupa membereskannya lagi. Kemudian ia turun ke bawah untuk
membukakan pintu bagi Mclain dan... dan..."
"Dan apa?" kata Jupe. "Di mana dia?
Kalau tidak pergi bersama Mclain dan ia tidak mengunjungi tetangganya, apa yang
terjadi dengannya?"
Bob yang menemukan handuk kecil untuk tamu. Ia sedang
berada dekat kaca rias. Keranjang tempat pakaian bekas berada dekat kakinya
ketika ia melihat ke bawah.
"He, lihat ini!" Ia
membungkuk. Diambilnya handuk kecil itu. Warnanya putih bersih. Kupu-kupu
tersulam di salah satu ujungnya. Namun ada bercak merah di handuk itu.
"Inilah yang kutakutkan," kata Bob.
Larry Evans melihat bercak merah itu.
Wajahnya pucat pasi. "Darah," katanya. Ia meraba handuk itu.
"Masih basah. Kau benar. Suatu kekerasan terjadi di sini tadi pagi. Aku
akan hubungi polisi!"
-Bab 10 PENYAMUN DI PANGKALAN JONES
-CHIEF REYNOLDS
datang sendiri ke sana. Ia memeriksa keadaan di kamar mandi. Wajahnya mengeras.
Ia memandang sambil mengernyit pada Larry Evans.
"Kau bilang ia menerima tamu pagi tadi? Apa kau catat nomor
mobilnya?"
"Yes. Chief," sahut Evans. "Ada dalam
buku catatan di pos. Tapi aku yakin gadis itu tidak ada bersama mereka di mobil
itu,"
"Bagaimanapun ia telah pergi," kata Chief
Reynolds. Ia lalu turun ke lantai bawah.
"Aku akan bicara dengan
tetangga-tetangga," tambah Chief Reynolds. "Mungkin ada orang yang
pernah melihat sesuatu. Kalian Anak-anak, pulang saja ke rumah. Aku tidak ingin
melihat kalian berkeliaran di sini. Mengerti?"
"Chief Reynolds..." protes Jupe.
"Pulang!" tegas Chief Reynolds. "Ini sekarang jadi
urusan polisi!"
Worthington mengantar anak-anak kembali ke pangkalan. Pada mulanya
keheningan melanda mobil itu.
Akhirnya Pete mulai bicara. "Kasus ini merusak segala-galanya."
"Apa maksudmu?" tanya Bob.
"Kita menemukan tas jinjing di pantai,"
lanjut Pete. "Kita coba mencari pemiliknya. Tampaknya sederhana- cuma
menelepon perpustakaan Fresno. Tapi ternyata pemiliknya juga hilang. Jadi kita
cari pemiliknya. Berhasil. Kelihatannya persoalan sudah selesai sampai di sini.
Tapi orangtuanya meminta kita untuk mengusut lebih jauh. Kali ini kita diminta
untuk mengorek keterangan tentang orang yang menawarkan pekerjaan pada Lucille.
Tidak tahunya orang itu palsu... dia juga menghilang, entah ke mana. Yang
terakhir, waktu kita berusaha memperingatkan Lucille, dia juga menghilang.
"
"Dan persis ketika kasus ini mulai menjadi
menarik," tambah Jupe, "polisi melarang kita untuk ikut campur. Ini
tidak adil. Seharusnya mereka berpikir siapa yang merintis awal kasus
ini?"
"Sudah kuduga dari awal," ujar Pete lagi.
"Percuma saja kita tangani kasus ini."
Setelah menurunkan anak-anak, Worthington kembali ke
perusahaan penyewaan mobilnya.
Jupiter menatap gerbang pangkalan.
Gerbang itu tertutup. Ini jarang terjadi di siang hari bolong seperti sekarang
ini.
"Ke mana Paman Titus dan Bibi Mathilda?" Jupe merasa
sangat heran.
"Menurut dugaanku," kata Bob, "mereka
mendengar ada pembongkaran bangunan tua di Nome, Alaska. Mungkin mereka pergi
ke sana untuk membeli barang-barang bekas yang masih bisa digunakan."
Bob sebenarnya cuma asal menebak saja, tapi ternyata
tebakan itu tidak jauh dari keadaan benarnya. Konrad muncul dari samping
pangkalan. Ia memberi tahu Jupiter bahwa pamannya sedang ke Los Angeles untuk
mengumpulkan orang bekas dari sebuah gedung yang dirobohkan di sana.
"Bibimu, ia
pergi ke rumah untuk memasak suatu," lanjut Konrad. "Aku sengaja
mengunci gerbang karena aku sibuk. Kalau tidak ditutup, dengan mudah orang akan
mengambil barang-barang tanpa terlihat dari tempatku bekerja."
Konrad mengeluarkan kunci dari kantongnya. Sembari
membuka gerbang ia berkata, "Kau jaga di sini, ya, kalau-kalau ada orang
datang. Jadi aku tidak perlu lagi mengunci gerbang."
Jupe setuju untuk menjaga di dekat gerbang. Pete dan
Bob pulang ke rumah masing-masing. Untuk sesaat Jupe hanya duduk di tangga
kantor Paman Titus. Kepalanya masih disibukkan dengan persoalan tentang Lucille
Anderson. Dalam bayangannya ia melihat keadaan kamar mandi yang berantakan. Apa
yang telah terjadi? Penjaga tidak melihat Lucille keluar dari area Cheshire
Square. Apa Lucille diselundupkan dalam mobil McLain palsu? Atau ia lari
sendiri? Tetapi apa arti darah pada handuk kecil itu?
Setelah beberapa saat memikirkan hal
itu, Jupiter merasakan adanya kejanggalan. Di mana Bibi Mathilda? Mengapa ia
pergi begitu lama? Ia memang sesekali meninggalkan pangkalan untuk mengerjakan
sesuatu di dapur, tetapi tidak pernah selama seperti sekarang ini
"Konrad!" teriak Jupe.
Konrad datang. Sekujur tubuhnya penuh keringat
"Aku akan ke rumah sebentar," kata
Jupe. "mau mengecek sesuatu."
"Oke!" ujar Konrad. "Aku akan
mengawasi gerbang."
Jupe menyeberang jalan menuju rumah keluarga Jones. Di
dalam ia menemukan pintu dapur terbuka.
Tidak ada
siapa-siapa di dapur. Tidak sesuatu pun yang sedang dimasak, baik di atas
kompor maupun di dalam oven. Teko teh kosong tergeletak di lantai. Tutupnya
menggelinding sampai ke sudut ruangan. Ada orang yang menjatuhkannya.
Tiba-tiba Jupe merasa tegang.
Ia memasang telinga. Rumah itu sunyi sekali. Apa ia
harus memanggil? Apa Bibi Mathilda ada di sini? Atau malah ada orang lain di
dalam rumah ini - orang yang telah mengejutkan Bibi Mathilda hingga ia
menjatuhkan teko teh? Lalu... lalu apa? Di mana Bibi Mathilda kini?
Jupe pergi ke ruang makan. Ia terkejut melihat
piring-piring berantakan dan taplak meja tertarik ke lantai. Laci-laci bufet
terbuka. Isinya berserakan di mana-mana.
-Mulut Jupe menjadi kering. Ia ingin memanggil, tapi
akhirnya memutuskan untuk diam. Penyamun itu mungkin masih di sini - dan
mungkin Bibi Mathilda masih berada dalam tangannya!
Perlahan-lahan Jupe keluar dari kamar
makan. Di dalam ruang tengah buku-buku berserakan. Demikian pula laci-laci
ditarik dan isinya ditumpahkan ke lantai. Di depan ruang tengah adalah ruang depan.
Lemari untuk menyimpan jaket terbuka. Jaket dan jas serta sepatu terserak di
lantai.
Masih belum ada tanda di mana Bibi Mathilda!
Peralatan Paman Titus juga telah digerayangi. Satu set
sound system hilang. Hanya pengeras suara saja yang masih di tempatnya. Mungkin
si pencuri merasa bahwa pengeras suara yang besar ukurannya itu hanya akan
merepotkan saja. Atau ada orang datang ketika ia mau mengambilnya.
Orang datang! Itu
dia! Bibi Mathilda datang dari pangkalan. Ia meletakkan kotak uang yang dibawanya
dari pangkalan. Si pencuri mendengarnya.
Saat itu Jupe baru teringat pada kotak uang. Ia
melihatnya ketika masuk tadi. Sewaktu masuk dari dapur, kotak itu berada di
dekat televisi.
Jupe cepat-cepat kembali ke dapur.
Kotak itu mas-ih di sana. Ia membukanya. Di dalamnya masih terdapat uang. Uang
dalam jumlah besar. Bibi Mathilda membawa uang lebih dari seratus dolar ketika
masuk ke dapur tadi. Namun si pencuri tidak menyentuh uang itu.
Mengapa? Di mana Bibi Mathilda sekarang?
-"Bibi Mathilda?" panggil Jupiter ragu-ragu.
Kemudian ia mendengar suara gemerisik. Lalu suara
seperti orang menggumam. Gumaman diikuti dengan suara tendangan dan ketukan
Jupiter berlari ke gudang kecil di samping dapur. Di situ biasa disimpan
alat-alat pembersih ruangan. Ember dan sapu tersandar pada dinding luarnya.
Pintu gudang itu tertutup. Mesin cuci menahan pintu
itu. Dan beberapa buah batu diletakkan di atas mesin cuci untuk mengganjal
gagang pintu. Dengan begitu pintu tidak bisa dibuka dari dalam
"Bibi Mathilda!" seru Jupiter. "Bibi baik-baik
saja? Ini aku, Jupiter!"
Suara ribut datang dari dalam gudang.
Jupiter menyingkirkan batu-batu dan mesin cuci. Dalam sekejap pintu gudang
terbuka.
Bibi Mathilda menyerbu keluar. Kain lap serta kaleng-kaleng berisi
bahan pembersih tertendang keluar olehnya.
"Jupiter! Hhh, akhirnya!"
Wajahnya merah padam. Ia bersandar ke
dinding dengan mata memerah. Rambutnya tergerai acak-acakan di bahunya.
Napasnya tersengal.
-"Sekali lagi maling kurang ajar itu berani-berani datang ke
sini," seru Bibi Mathilda dengan suara bergetar "tidak akan kuberi
ampun dia!"
-Bab 11 KEMUNGKINAN MAKIN TIPIS
-POLISI datang beberapa menit kemudian. Saat itu Bibi
Mathilda sedang duduk di meja dapur sambil memandang secangkir kopi yang
dibuatkan Jupiter untuknya.
"Dapatkah Anda menceritakan apa yang telah jadi,
Ma'am?" tanya salah seorang polisi.
Bibi Mathilda tanpa kesukaran menceritakan apa yang
dialaminya - dengan penuh emosi. Ia masuk ke rumah untuk memasak sup. Ia baru
mengangkat teko teh dari lemari ketika ia mendengar -suara dari ruang makan.
Karena mengira itu Jupiter, ia berseru memanggilnya.
Sesaat kemudian tahu-tahu seseorang menyergapnya dari
belakang. Orang itu menekankan sesuatu yang lembut ke hidung Bibi Mathilda.
Teko teh itu terjatuh ke lantai ketika ia mencoba melawan. Perlawanan Bibi
Mathilda ternyata tidak berarti banyak. Sebentar saja ia sudah berhasil
dilumpuhkan dan dikunci di dalam gudang. Ia bahkan tidak sempat melihat wajah
ataupun sosok orang yang menyerangnya Orang itu selalu berada di belakangnya.
Namun Bibi Mathilda punya kesan bahwa cuma satu orang yang menyerangnya.
-Polisi yang
membuat catatan menemukan sebuah bantal kecil terlempar di dalam gudang.
"Ini mungkin yang dipakai orang itu untuk menyergap
Anda," katanya. "Apa Anda pikir tetap berada
di rumah ini setelah mengurung Anda di dalam gudang? Atau menurut Anda di
langsung pergi setelah itu? Ia tidak menyentuh kotak uang yang Anda bawa dan
juga tidak mengambil barang-barang perak. Kelihatannya panik. "
"Panik! Aku senang kalau bisa membuat di,
panik!" seru Bibi Mathilda. "Aku tidak yakin, tetapi kupikir dia
tidak berani lama-lama di sini. Cukup lama aku tidak mendengar apa-apa sampai
Jupiter masuk. Waktu Jupiter masuk, aku kira itu masih si pencuri sedang
menggerayangi dapurku. Jadi aku diam saja."
Polisi ini bersama temannya menyelidiki rumah itu.
Mereka menemukan sebuah jendela terbongkar. "Besar kemungkinannya ia masuk
lewat jendela ini," kata salah seorang polisi pada Jupiter "Bibimu
mestinya masuk sebelum ia berhasil membawa barang curiannya keluar dari sini.
Dan sekalipun ia sudah mengurung bibimu di gudang, ia harus bergegas untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Mencuri memang pekerjaan yang menegangkan urat
saraf, kukira. Orang yang melakukannya selalu merasa diburu-buru."
Akhirnya polisi itu selesai memeriksa seluruh rumah
Mereka mengatakan kepada Bibi Mathilda bahwa kemungkinannya kecil untuk
mendapatkan kembali sound system yang dicuri itu. Mereka pergi tak lama sebelum
Paman Titus datang. Saat Jupe sudah membereskan sebagian besar benda-benda yang
berserakan. Konrad sedang membetulkan jendela yang dibongkar pencuri itu.
Kemudian Jupe pergi ke bengkelnya di pangkalan.
Pete sudah menunggu di sana saat Jupe
masuk. Ia sedang duduk di meja kerja Jupe memperbaiki sepedanya.
"Aku
tadi melihat polisi dijalan," kata Pete. "Apa mereka dari
rumahmu?"
"Ya," sahut Jupe. Ia menceritakan kejadian
yang dialami Bibi Mathilda. "Di Rocky Beach mulai banyak kasus pencurian
seperti ini. Rumah Lucille kemasukan pencuri dua hari yang lalu, dan sekarang
giliran Bibi Mathilda."
"Apa kita akan memburu pencuri itu?" tanya
Pete dengan bersemangat "Atau kita biarkan saja Polisi yang
mengurusnya?"
"Biarkan saja polisi yang
mengurusnya," ujar Jupiter. "Ini tampaknya seperti kejadian rutin
saja, tidak terlalu istimewa."
"Jadi
kita sekarang jadi pengangguran, kasus Lucille sudah diambil polisi,"
desah Pete, "kasus pencurian pun begitu."
Jupe menjadi ragu-ragu. "Ya, kalau Chief
Raynolds tetap tidak mengizinkan kita. Ia melarang kita campur tangan sejak
saat itu."
Namun matanya kemudian bersinar-sinar. "Tapi kita
masih punya kewajiban menghubungi Mr. dan Mrs. Anderson untuk melaporkan apa
yang telah - peroleh sejauh ini."
"Kita? Apa maksudmu?" tukas Pete. "Aku
serahkan saja pekerjaan itu padamu. Bukan karena aku tidak suka pada keluarga
Anderson cuma saja mereka mengingatkanku pada opera-opera yang tidak ada
isinya."
Jupe merengut. Namun ia tetap
menyingkirkan kisi besi yang menyembunyikan Lorong Dua. Pete mengikutinya
merayap ke dalam mobil karavan. Setelah berada di dalam, Jupe memutar nomor
telepon Mr. Anderson di Fresno. Ia mendengar nada-nada panjang di teleponnya,
berulang-ulang. Setelah sepuluh kali nada itu berbunyi, menutup telepon.
"Tidak diangkat," katanya.
"Mungkin mereka sudah diberi tahu oleh Chief Reynolds,"
kata Pete. "Mungkin mereka sedang dalam perjalanan ke sini."
"Mungkin sekali," ujar Jupe.
"Sekarang, apa yang bisa kita lakukan? Kartu nama McLain tidak bisa
menolong. Dan partnernya yang... yang.
Jupe tiba-tiba terdiam. Tangannya masih memegang gagang telepon.
"Yang apa?" tanya Pete. "Kau dapat ide apa
Jupe?"
"Henry Morell," kata Jupe. "Orang yang
menyebut dirinya Mclain mengatakan bahwa Morell baru saja berhenti bekerja dari
Twentieth Century Fox. Mungkin saja kali ini ia berkata benar, kau dapat mengeceknya
ke Twentieth Century-Fox."
Pete langsung meraih buku telepon dari rak buku yang
paling bawah. Ia mencari nomor telepon perusahaan itu, lalu membacakannya untuk
Jupe.
Jupe mulai dengan menanyakan Henry Morell. Si operator
mendadak berubah sikapnya. Ia mengaku tidak pernah kenai dengan orang yang mama
Henry Morell. Jupe kemudian minta disambungkan ke bagian personalia. Ketika
disambungkan, Jupe mengaku sebagai saudara Henry Morell yang datang berkunjung
ke Los Angeles, dan mencoba menghubungi Morell.
"Kau selalu pandai bersandiwara dalam segala
saat," kata Pete sambil bersungut-sungut.
Jupe meletakkan telapak tangannya pada cong telepon.
"Apa lagi kalau bukan begitu? Aku harus bilang aku mencari pekerjaan?
Mereka tidak akan peduli."
Tetapi kemudian wanita di bagian
personalia kembali ke telepon dan melaporkan bahwa mereka tidak punya data-data
tentang Henry Morell.
Jupe mengucapkan terima kasih sebelum menutup telepon.
"Habislah sudah," desahnya. "Tidak ada
jejak tidak ada bekas. Tidak ada tempat untuk memulai. Buntu. Orang-orang yang
terlibat dengan cIlle Anderson sempat muncul. Tapi sekarang mereka semua sudah
lenyap bersama Lucille itu sendiri."
"Bagaimana dengan Pizza Shack?" usul Pete.
"Mungkin anak-anak di sana tahu sesuatu. Mereka -kan ada yang datang ke
pesta Lucille. Barang saja mereka dengar sesuatu tentang Mclain temannya itu.
Bahkan mungkin ada yang kenal dengan Mclain dan Henry Morell palsu itu."
Kemungkinan itu kecil sekali, tapi masih lebih baik
daripada tidak ada sama sekali. Jupe dan Pete memutuskan untuk memanfaatkan
segera kemungkinan, betapapun kecilnya. Mereka keluar melewati Lorong Dua. Jupe
mengambil sepedanya. Mereka tidak mengajak Bob turut serta karena saat ini Bob
sedang bekerja di perpustakaan. Jupe dan Pete meluncur di jalan menuju Pizza
Shack.
Musiknya masih hingar-bingar seperti biasa. Kelap-kelip
video games dan suaranya turut meramaikan suasana itu. Anak-anak muda
berkelompok-kelompok pada meja-meja kecil, mengobrol sambil makan.
Salah seorang dari pemuda yang datang
ke rumah Fowler mengenali Pete dan Jupiter ketika mereka masuk.
"He!" teriaknya. Ia tersenyum dan melambai mengajak
mereka untuk bergabung. "Apa - kabar?" ’’Tidak begitu baik,"
sahut Jupe. "Kami mencari Arianne Ardis alias Lucille Anderson - nama yang
sebenarnya adalah Lucille Anderson."
Pemuda itu bergeser untuk memberi tempat bagi Jupe.
Pete duduk di seberang meja.
"Lucille Anderson hilang dari Cheshire
Square," lanjut Jupe. "Kami kuatir kalau-kalau dia diculik."
Seorang pemuda yang lebih tua tergagap. "Kau menuduhku
sebagai penculiknya?" katanya.
Jupe menggeleng. "Ia masih ada di rumah Fowler
tadi pagi. Ia sempat berbicara dengan penjaga gerbang. Dan sejak seorang
laki-laki yang menyebut dirinya Mclain datang untuk menemuinya, bersama Henry
Morell, tidak seorang pun melihatnya lagi."
Pemuda yang satu lagi tidak berkata-kata untuk saat,
kemudian ia berteriak, "He, Teman-teman, ke sini sebentar. Ada cerita
menarik!"
Para pemain video games berhenti. Orang-orang berkumpul
untuk mendengarkan cerita Jupe. Wanita gemuk di belakang meja kasir turut
mencondongkan badannya untuk mendengarkan.
Jupe menceritakan
kasus hilangnya Lucille, tanpa melupakan satu bagian kecil pun. Ia menyebutkan
bak mandi yang masih penuh dengan busa, botol parfum yang terbalik, dan bercak
darah pada handuk putih di dalam ranjang tempat pakaian kotor. "Mungkin
ada perkelahian," katanya, "dan Mclain serta Morell penculiknya. Apa
ada di antara kalian yang kenal MacLain? Itu bukan nama sebenarnya. Kami tidak
tahu siapa namanya sesungguhnya. Tanpa keterangan dari kalian, akan mustahil
bagi kami untuk menemukannya."
Lagi-lagi Pizza Shack menjadi sunyi.
Pintu terbuka. Laki-laki beruban
pemilik restoran itu masuk. Ia melihat kerumunan orang di sekeliling Pete dan
Jupiter.
-"Ada apa lagi?" katanya sambil memandang penjaga
restoran.
"Anak-anak ini mencari kawan
mereka, Sears," kata wanita itu. "Seorang gadis cantik sering datang
ke sini untuk bermain video games Sekarang ia hilang, mungkin diculik. Mereka
berharap dapat memperoleh keterangan orang-orang di sini,"
"Diculik?" kata laki-laki itu dengan alis mata terangkat
"Ya, sepertinya begitu," sahut wanita itu.
Jupe berpaling pada wanita di belakang meja kasir itu.
"Apa Anda ingat sesuatu tentang laki-laki yang menyelenggarakan pesta
kemarin? Ia menyajikan pizza banyak sekali. Apa dia membeli di sini?"
Ia mengangguk. "Orang yang rapi itu?"
katanya. "Ya, aku ingat. Waktu melihatnya aku pun perasaan bahwa ia orang
yang licik. Buat apa berkumpul bersama anak-anak muda? Ia terlalu tua bagi
anak-anak itu."
"Ia seorang
produser film Hollywood," kata salah seorang anak di samping Jupe,
"mengakunya sih, begitu. Aku tidak tahu persisnya. Memang ia pandai
bicara, pandai pula memikat orang. Tapi waktu mereka datang ke sini kemarin
berbicara dengan Arianne............................................................................................ "
"Mereka bertemu di sini?" sela Jupe.
’’Ya. Arianne
sedang bermain video games. Ketika dia masuk bersama temannya yang itu, aku
punya perasaan. bahwa mereka ingin mengajak
Arianne. Mereka hanya memandangi Arianne, lalu
berbicara satu sama lain. Kemudian McLain bangkit dan memperkenalkan dirinya.
Ia berlagak seperti baru mendapat mutiara besar. Ia bilang Arianne adalah orang
yang dicari-carinya sejak lama."
Salah seorang dari pemudi-pemudi yang
kemarin datang ke pesta Arianne mengambil tempat di dekat Jupe. "Arianne
bukan tipe orang yang sadar pada kenyataan hidup, kau mengerti apa maksudku,
kan?" kata gadis itu. "Ia mudah terpengaruh dan percaya saja pada
kata-kata manis orang lain. Waktu orang itu mengaku bahwa ia seorang produser
film dan ia ingin mengajak Arianne untuk main dalam suatu film, Arianne
langsung terpengaruh. Tanpa pikir panjang lagi ia setuju. Dan kemudian mereka
mengundang semua orang ikut berpesta untuk merayakan pekerjaan baru
Arianne."
"Aku tidak mengerti," kata Pete. "Buat apa ia
mengundang semua orang dalam pesta itu?"
"Supaya Arianne tidak mengira bahwa ia seorang
penipu," kata gadis itu. "Dan pasti Mclain telah memperhitungkan
bahwa di tengah-tengah teman-temannya. Arianne akan merasa lebih tenang."
Gadis itu tampak serius. "Semuanya
berjalan lancar. Kami semua pergi ke sana untuk berpesta. Ada sekitar lima
puluh orang di sana. Kecuali terhadap Mclain dan Morell, kami saling kenal.
Pesta kemarin itu benar- benar hiburan! Tapi... tapi sekarang dia hilang?"
-Jupe mengangguk.
Gadis itu menjadi cemas. "Aku mencoba
menghubunginya di salon kecantikan tempat ia bekerja," lanjutnya.
"Tapi hari ini ia tidak masuk. Aku ingin tahu apa yang terjadi dengan
orang tuanya. " "Orang tuanya pulang kembali ke Fresno," kata
Jupiter. "Mungkin sekarang mereka akan kembali lagi ke sini, kalau Chief
Reynolds sudah memberi tahu mereka."
"Mengapa kau bilang orang itu bukan McLain,"
tanya salah seorang pemuda. "Apa kau yakin itu bukan namanya?"
"Kami bertemu dengan Craig McLain yang asli tadi
pagi," kata Jupe. "Ia jelas-jelas bukan orang yang kami temui kemarin
di pesta."
"Craig?!" kata pemuda itu. "Ia bilang
namanya Craig McLain?! Temannya memanggilnya dengan nama lain - nama yang
benar-benar aneh."
"Iggy," kata seorang pemudi.
"Itulah nama yang digunakan temannya untuk memanggilnya."
"Iggy?" Pertanyaan ini datang dari laki-laki belakang
meja kasir itu.
Semua orang menoleh memandangnya. Tiba-tiba ia menjadi
gugup. "Nama apa Iggy itu," katanya. Ia menggeleng. "Orang
jahat, menculik seorang gadis! Buruk sekali kelakuannya."
Tidak seorang pun tidak setuju dengannya. Jupe dan Pete
menunggu kalau-kalau ada orang yang tahu sesuatu tentang produser film gadungan
itu.
-Tidak ada yang dapat memberi
keterangan lagi. Orang itu memang licin bagai belut!
Bab 12 MONSTER DI MARKAS TRIO DETEKTIF!
-MR. DAN MRS. ANDERSON tiba di Rocky Beach malam itu.
Mereka muncul di rumah keluarga Jones jam 8 pagi lewat sedikit dengan wajah
sayu dan mata merah. Mereka sudah bertemu dengan Chief Reynolds.
Bibi Mathilda telah pulih dari rasa terkejutnya akibat
pencuri yang menggerayangi rumahnya kemarin. Ia melakukan segala hal yang dapat
dikerjakannya untuk dua tamunya yang datang dari Fresno itu. Biasanya yang
diperbuat Bibi Mathilda ialah menghidangkan makanan enak serta minuman yang
hangat. Namun kali Bibi Mathilda tidak bisa memaksa kedua tamu untuk makan.
"Aku tidak
percaya tidak ada orang yang melihatnya," kata Mr. Anderson. "Masa
tidak seorang pun dari tetangganya melihat seseorang. Chief sudah berbicara
dengan mereka, dan tidak satu mata pun melihat Lucille meninggalkan rumahnya
dengan kedua penipu itu. Dan tentang mobil yang dikendarai Mclain terdaftar
atas nama orang lain, Henry Vance. Vance menjual kepada seseorang yang bernama
Smith beberapa waktu yang lalu. Smith tidak mendaftar ulang, jadi nomor mobil
itu tidak banyak menolong. Warna mobil itu abu-abu. Itu saja yang kita tahu.
Kami sudah menghubungi tempat kerja
Lucille. Salon kecantikan itu. Tetapi orang yang mengangkat telepon sama sekali
tidak mau membantu."
Kepahitan tercermin di wajahnya.
"Mr. Anderson, Anda lelah dan begitu juga istri
Anda," kata Bibi Mathilda. "Istirahat saja dulu di sini. Kami punya
beberapa tempat tidur cadangan. Nanti kami beritahu kalau ada perkembangan
lebih lanjut"
’Tidak." Pandangannya menerawang
ke luar melalui jendela di ruang tamu "Kami sudah memesan tempat di Rocky
Beach Inn. Tempat itu mestinya sudah siap sekarang. Kami akan menginap di sana
sambil menunggu berita lebih lanjut dari Chief Reynolds. Atau... atau siapa
saja yang punya berita, tolong kabari kami. Seorang tetangga kami di Fresno
kami minta menjaga telepon di rumah, kalau-kalau penculik itu menelepon ke
rumah. Yang mereka minta mungkin sederhana saja." Ia terlihat penuh harap.
"Mereka mungkin minta uang tebusan."
Mrs. Anderson bangkit Meskipun sudah berdiri, ia tampak seperti
orang mimpi berjalan.
"Aku tahu kalian sudah melakukan
yang terbaik," kata Mr. Anderson pada Jupiter. "Aku ingin mengucapkan
terima kasih padamu dan pada kawan-kawanmu."
-Ia pergi keluar sambil menggamit lengan Mrs. Anderson.
Jupiter pergi ke bengkelnya di pangkalan, lalu merayap
melalui Lorong Dua ke markas Trio Detektif. Pete dan Bob sudah berada di sana.
"Pagi," sapa Pete. Ia lagi duduk di lantai,
bersandar pada lemari penyimpan berkas. Matanya tampak mengantuk. "Aku
lihat mobil Anderson di rumahmu, jadi aku panggil Bob ke sini. Ada sesuatu yang
baru?"
"Tidak." Jupe mengambil tempatnya yang biasa
di belakang meja. "Keluarga Anderson akan check in di Rocky Beach Inn.
Kukira mereka akan terus tinggal di sana sampai ada berita baru tentang
anaknya."
"Semoga saja
ada berita baru itu," kata Bob sambil mencatat segala sesuatu dalam buku
catatannya. "Setiap usaha yang kita coba berakhir pada jalan buntu. Dua
orang yang menyelenggarakan pesta bagi Lucille muncul begitu saja. Tidak ada
yang tahu dari mana asal mereka. Dan akhirnya mereka lenyap entah ke mana.
Paling tidak satu dari mereka menggunakan nama palsu. Mungkin demikian juga
yang satu lagi. Ingat, tidak ada yang kenal dengan Morell di Twentieth
Century-Fox."
Dahi Jupe berkerut "Banyak hal
yang tidak cocok. Kedua orang itu mungkin sepasang penipu yang kebetulan
memilih Lucille untuk diculik. Tetapi mereka mengambil terlalu banyak risiko
kalau penculikan adalah tujuan utama mereka. Mereka menampakkan diri di hadapan
teman- teman Lucille. Mereka menyelenggarakan pesta besar untuk Lucille. Dan
mereka menjumpai orangtua Lucille. Itu tidak mungkin dilakukan seorang
penculik."
Jupe mempertemukan ujung-ujung jarinya.
"Dan orang yang masuk ke rumah Fowler sebelumnya -
yang masuk seperti pencuri sebelum Lucille bertemu dengan McLain dan Morell.
Mungkinkah pencuri itu salah satu dari mereka - Mclain atau Morell? Kalau ya,
mengapa? Untuk menculik Lucille? Atau untuk mengambil sesuatu dari rumah
itu?"
"Kebetulan?" tanya Bob. "Seperti makhluk
yang menakutkan di rumah gadai tempat Lucille menggadaikan miliknya? Itu
mungkin kebetulan. Penyamun berkostum menakutkan merajalela di mana-mana di
tempat- tempat yang tidak ada hubungannya dengan Lucille, sepanjang pengetahuan
kita."
Pete menghela napas. "Kita dapat saja membicarakan
hal ini panjang lebar sepanjang hari," katanya. "Tapi tetap saja
tidak ada kemajuan. Lucille sudah hilang. McLain dan Morell juga hilang. Kalau
kita tidak berhasil menemukan mereka, habislah harapan kita."
Tas jinjing yang
anak-anak temukan di pantai masih berada di kantor Trio Detektif ini. Mereka
lupa membawanya ke Cheshire Square ketika mereka pergi untuk menemui Lucille.
Bob menurunkannya dari atas lemari penyimpan berkas.
-Dituangnya isi tas ke meja. Ia memperhatikan koleksi
peralatan perias rambut dan wajah, buku perpustakaan dan beruang teddy,
seakan-akan barang-barang itu memberi petunjuk tentang Lucille. Beruang itu,
yang terbuat dari bulu-bulu asli coklat mengkilat, melotot menatap anak-anak
dengan matanya yang terbuat dari kancing hitam.
Jupiter mengambil buku itu lalu membolak-baliknya.
Beberapa bagian ditandai pada halaman-halaman tertentu.
"’Setiap malam, sebelum kau tidur,
ulangi kata-kata ini: sukses, cinta, kaya. Bayangkan dirimu sendiri mengalami
hal ini," ’ baca Jupiter. "’Seperti halnya matahari akan terbit
selalu pagi, kesuksesan dan kemakmuran akan menjadi milikmu!"
Trio Detektif saling bertukar pandang sejenak. Lalu berderailah
tawa mereka.
Pete meraih beruang teddy itu.
Diajaknya beruang itu bicara. "Bayangkan dirimu bebas alam lepas dalam
hutan yang lebat. Siapa tahu besok kau akan bangun sebagai beruang
sungguh!"
Anak-anak tertawa lagi. Pete dan Bob pulang.
Jupe tinggal sendirian di dalam karavan itu terus
memutar otaknya. Diperhatikannya beruang teddy di mejanya. Ia merasa ada suatu
petunjuk yang tersembunyi di balik benda-benda itu. Jupiter percaya bahwa di
balik kejadian-kejadian aneh, ada suatu pola yang belum dilihatnya. Kalau
berhasil mengenali pola itu, ia akan dapat menemukan Lucille.
Dikembalikannya
boneka beruang itu ke dalam tas jinjing. Demikian pula dengan buku dan
peralatan kosmetik yang berserakan di meja.
Tahu-tahu, tepat di luar karavan, sesuatu bergerak.
Jupe menahan napas. Ia memasang telinga baik-baik. Apa
itu? Apa cuma sekadar binatang berkeliaran di sekitar barang bekas yang
menimbuni karavan?
Suara berisik yang sayup-sayup itu datang lagi. Dari
dalam karavan, suara itu terdengar lebih halus dari suara orang mendesah.
Seolah-olah ada orang di luar - menanti Jupe dengan gelisah.
Pada saat itu Jupe tahu ia harus mengecek ke luar
markasnya. Sesuatu, atau seseorang, ada di luar sana. Jupe tidak dapat tenang
sebelum mengetahui apa itu.
Ia berdiri, hati-hati supaya tidak
menimbulkan bunyi. Ia berjingkat mengelilingi mejanya. Kemudian ia berhenti.
Mencoba mendengar lagi.
Tidak ada suara apa-apa.
Ah, itu hanya binatang, barangkali kucing, kata Jupe
pada dirinya sendiri. Kucing itu cuma lewat bersama anak-anaknya. Atau tikus?
Tikus akan merepotkan. Ia harus berhati-hati merawat buku-buku dan
berkas-berkas kasus-kasus Trio Detektif.
Jalan yang paling cepat keluar markas adalah Gampang
Tiga. Jupiter keluar melalui jalan itu. -Sebuah pintu terbuka dari kantor. Di
depannya terdapat sebuah ketel raksasa. Ketel itu sanggup membuat Jupiter atau
bahkan orang dewasa. Ketel ini membentuk jalan sempit melalui tumpukan
batu-batu granit, dan berakhir pada sebuah pintu kayu yang masih terpancang
pada kusennya.
Jupe mengintip ke
luar melalui pintu itu. Dengan hati-hati ia melihat ke sekitar pangkalan. Tidak
ada sesuatu yang luar biasa di luar.
Penyelidik Satu berjalan di sekitar situ untuk
memeriksa selama beberapa menit. Ia tidak menemukan siapa-siapa atau binatang
apa pun. Kemudian ia kembali ke bengkelnya. Ia kembali ke dalam markas Trio
Detektif melalui Lorong Dua. Di dalam ia memeriksa kantornya itu. Tas jinjing
masih berada di tempatnya semula.
Tapi ada satu perubahan. Sebuah buku catatan terbuka di
meja, dekat telepon. Sementara Jupe memeriksa pangkalan tadi, ada orang yang
menyelinap ke dalam markas. Orang itu membuka catatan untuk membaca isinya.
Bulu kuduk Jupiter berdiri.
Tidak ada yang penting dalam buku
catatan itu. Jupe cuma memakainya sebagai tempat coret-coret. Tetapi ia sadar
bahwa pengacau itu telah masuk. Dan tiba-tiba ia tahu bahwa pengacau itu masih
berada di dalam.
Jupe diam tak bergerak. Ia merasa ada sesuatu di
belakangnya. Punggung Jupe menghadap ke gorden yang memisahkan kantor dengan
kamar gelap untuk fotografi. Jupe merasa kaku. Ia tidak kuasa menoleh. Orang -
atau makhluk - itu berada tepat di belakangnya. Di balik tirai - menunggu...
bernapas...
Suara napas itu sangat lembut. Mulanya Jupe tidak
yakin. Tetapi makin lama makin keras. Suara itu kasar, lebih mirip dengusan
hewan liar. Dan kini...dengusan itu begitu dekat dengan telinga Jupe.
Tahu-tahu tawa yang menakutkan memenuhi ruangan!
Jupe menjauh dari gorden. Ia berbalik untuk menghadapi pengacau
itu.
Gorden tersibak.
Jupe bergidik. Wajah yang tak berbentuk menyorot tajam. Dua baris gigi besar
runcing mengancamnya.
Monster itu tertawa lagi. Sepasang
tangan bercakar tajam mencoba meraih Jupe.
Jupe menghindar. Ia menabrak meja.
Makhluk itu terus memburu. Bahkan menyerang!
Jupe merasakan angin dekat mukanya
ketika makhluk itu mengibaskan tangannya.
Dan kini sepasang tangan kekar itu berhasil
meraih kerah bajunya.
Jupe merasa tubuhnya melayang diempas oleh
monster itu.
Kepalanya terantuk lemari. Lalu segalanya
menjadi gelap.
Bab 13 MELACAK JEJAK BERUANG
-"IA menginginkan sesuatu di dalam tas
jinjing!" kata Jupe. "Aku lihat tas itu hilang sesaat setelah aku
sadar. Tas jinjing itulah yang diinginkan ketika ia mengurung Bibi Mathilda di
gudang. Itu pula sebabnya mengapa Lucille diculik. Dan monster itu menemukannya
ketika masuk ke sini."
Jupiter menelepon Pete dan Bob segera setelah ia
siuman. Mereka bergegas kembali ke markas. Sekarang mereka mendengarkan
kejadian yang baru saja dialami Jupe. Muka Jupe masih pucat, masih terguncang
akibat peristiwa itu. Pete dan Bob juga terguncang. Seseorang memasuki markas
yang mereka bangun dengan cermat. Jupe diserang di dalam markas rahasianya
sendiri!
"Aku sendiri yang memberi jalan
padanya," kata Jupe dengan perasaan sesal yang mendalam. "Aku
mendengar sesuatu di luar. Salahnya, aku keluar lewat Gampang Tiga. Dengan
begitu aku menunjukkan padanya jalan masuk! Ia sudah menunggu di dalam ketika
aku kembali lewat Lorong Dua."
Jupe bergidik ketika mengingat makhluk bergigi dan bercakar tajam
itu.
-Pete masih ingat pengalamannya sendiri dengan makhluk
bertopeng di luar rumah gadai.
"Apa itu topeng yang sama?" katanya. "Topeng
serigala yang dipakai orang itu di Hollywood?"
"Tidak, tapi mungkin sekali orangnya sama."
Jupe mulai tenang sekarang. Pucatnya mulai berkurang. "McLain dan Morell
adalah siswa-siswa kursus film horor. Itu dapat dikenali dari cara mereka
bicara. Mereka mungkin menganggap perbuatan kriminal yang dilakukan makhluk-
makhluk horor adalah suatu seni. Jadi mereka memakai kostum yang menyeramkan
untuk mencuri atau merampok."
"Kalau begitu orang yang mencoba mencuri di
Cheshire Square bukan mereka, ia kan cuma memakai kaus untuk menutupi
kepalanya," kata Bob. "Itu sama sekali tidak menakutkan. Menggelikan
malah."
"Tapi ada satu hal," kata Jape. "Lucille
Anderson terlibat. Bisa jadi dia orang yang itu-itu juga."
"Betul!" kata Pete. "Tetapi apa yang
diinginkan monster itu dari tas jinjing plastik? Resi gadai?"
"Resi-resi yang diselipkan Lucille dalam buku
perpustakaan?" Jupe mengernyit. "Kurasa tidak ada barang yang
digadaikan Luclli bukan barang istimewa. Tidak terlalu penting artinya. Cincin,
medali, dan peniti kecil. Ia cuma memperoleh beberapa dolar dari situ. Tidak
seorang pun mau mengejar-ngejar resi itu. Di samping itu, jangan lupa bahwa
rumah gadai itu hanya salah satu dari sekian banyak tempat yang dirampok
monster itu."
-"Hhh," desah Pete. "Aku jadi pusing.
Jadi bagaimana dong, penjelasannya? Kalau bukan resi gadai, apa lagi?
Buku?"
"Buku
perpustakaan?" Bob tertawa. "Tidak mungkin. Kecuali kalau Lucille
membuat catatan di buku itu. Lucille bisa saja menulis sesuatu sana.
Tapi tentang apa? Ia sepertinya tidak
punya sesuatu yang perlu dirahasiakan. Ia cuma menghindar dari orangtuanya
supaya bisa mendapat peran dalam suatu film."
"Beruang teddy!" kata Jupe tiba-tiba.
Bob dan Pete menatapnya. "Boneka beruang itu? Mengapa? Buat
apa?" tanya Pete.
"Kita pikirkan saja bersama,"
sahut Jupe. "Boneka itu bukan sembarang boneka. Kebanyakan boneka terbuat
dari bahan tiruan. Tapi yang ini terbuat dari bulu sungguhan."
"Jadi?" tanya Pete. "Sekalipun terbuat dari bulu
cerpelai yang paling jarang di dunia, apa urusannya?"
"Barangkali ada sesuatu di dalamnya," tebak Jupe.
"Nah, itu baru masuk akal!" seru Bob.
"Pasti itu sumbernya. Permata. Atau obat terlarang. McLain dan Morell tahu
Lucille punya beruang teddy yang dimuati dengan sesuatu yang sangat berharga.
Salah seorang dari mereka masuk ke rumah Fowler untuk mencarinya, namun gagal.
Ketika mereka kembali lagi, mereka tetap tidak menemukannya. Jadi diculiknya
Lucille supaya mengatakan di mana beruang. itu disimpan. Lucille memberi tahu,
kita yang memegangnya. Maka mereka menggeledah rumahmu, Jupe. Masih belum
berhasil juga. Akhirnya mereka membuntuti kita ke sini."
"Sementara itu, mereka menahan Lucille supaya ia
tidak memanggil polisi," tambah Pete.
"Teori yang indah," kata
Jupiter. "Cocok dengan semua bukti yang kita punya. Bahkan itu juga
menjelaskan mengapa kotak uang Bibi Mathilda tidak disentuh. Lalu mengapa ada
bercak darah pada handuk kecil di kamar Fowler?"
"Tentu saja," kata Pete. "Ada perkelahian-dan salah
seorang terluka."
Jupe timbul kembali semangatnya. Matanya bersinar-sinar
ketika ia mengangkat telepon. "Yang pertama harus kita temukan ialah di
mana Lucille mendapat beruang itu," katanya. "Ini satu-satunya
petunjuk yang kita punyai untuk menghantam si pengacau itu. Ini satu-satunya
petunjuk untuk menemukan Lucille!"
Dengan tangannya yang bebas Jupe membolak-balik buku
petunjuk telepon. "Ini dia," katanya. "Rocky Beach Inn."
Ia memutar nomor itu dan minta disambungkan ke kamar
Mr. Anderson. Ketika telepon itu dijawab, Jupe berkata, "Jupiter Jones di
sini. Kami punya sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk untuk penyelidikan
selanjutnya. Ingat beruang teddy yang ditemukan dalam tas jinjing Lucille? Apa
ia membawanya dari Fresno? Boneka itu terbuat dari bulu asli."
-"Beruang
teddy?" sahut Mr. Anderson. "Sebentar, kutanyakan pada istriku
dulu."
Jupe samar-samar mendengar percakapan di seberang
telepon. Beberapa saat kemudian Mr. Anderson kembali. "Judy tidak ingat
apa beruang teddy itu salah satu boneka yang terdapat tempat tidur
Lucille," katanya pada Jupe. "Sepanjang ingatan kami, Lucille membawa
pakaian dan peralatan rias wajahnya. Itu saja. Kenapa?"
"Kami tidak yakin, Mr. Anderson, tetapi kalau
beruang itu sesuatu yang diperoleh Lucille di sini mungkin ini suatu petunjuk
yang berarti. Kami akan hubungi Anda lagi. Terima kasih banyak."
Jupe meletakkan telepon. "Ia memperoleh boneka itu
di sini," katanya. "Oke. Di mana dibelinya? Dan bagaimana kita bisa
memperoleh benda seperti itu?"
"Pizza Shack?" kata Bob.
"Mungkin salah seorang anak di sana tahu tentang itu."
’’Ya, itu tempat yang baik untuk mulai," Jupe menyetujui.
Beberapa menit kemudian anak-anak menyeberangi di
Pacific Coast Highway. Ketika mereka memasuki Pizza Shack, beberapa pengunjung
mengenali mereka. Wanita di balik meja kasir tersenyum.
"Mereka tidak makan banyak," kata wanita pada
Mr. Sears, yang sedang memeriksa mesin kasir. "Tetapi mereka anak-anak
yang sopan."
Mr. Sears tidak berkomentar. Ia hanya mengawasi dan
mendengarkan. Jupe bertanya pada pemuda-pemuda lain tentang boneka beruang
Arianne.
"Beruang teddy?" kata salah
seorang pemuda. "Masa? Mana mungkin gadis seperti dia membawa-bawa boneka?
Seperti anak kecil saja." "Mengapa tidak?" tukas seorang gadis
dengan lipstik merah tua dan bedak tebal. "Banyak remaja yang suka boneka.
Itu tidak terlalu aneh. Apa lagi Arianne. Ia memiliki kepribadian yang cocok
untuk itu. Bukan main bulu beruang itu. Bulu cerpelai! Aku pernah tanya di mana
dia membelinya, tapi ia tidak mau memberi tahu."
"Apa ia sudah lama punya beruang itu waktu kau tanya?"
tanya Jupe.
Gadis itu mengangkat bahu. "Sehari dua hari, kukira."
Tidak seorang pun di Pizza Shack tahu
lebih banyak lagi tentang boneka beruang Arianne. Jadi Trio Detektif
mengucapkan terima kasih pada setiap orang. Mereka keluar hampir dengan tangan
hampa.
Pete mendesah. "Siapa lagi yang kita tanyai -karang?"
’’Ya, siapa?" tambah Bob.
Jupe langsung menyahut, "Toko boneka. Mana lagi yang lebih
mungkin dari itu? Kau tahu tempat-tempat di sini yang menjual beruang
teddy?"
Pete menggerutu. "Toko yang mana? Apa kau tak tahu
ada banyak sekali toko boneka di sekitar sini?"
-"Perhatian pada hal-hal yang kecillah, yang
membuat seorang detektif menjadi sukses," tukas Jupiter.
Ada sebuah toko mainan tidak sampai setengah kilometer
dari Pizza Shack. Anak-anak mulai mencari di sana. Pete menggerutu lagi sewaktu
melihat begitu banyak boneka beruang dijual toko itu.
"Bagaimana
kau bisa menentukan dari toko mana beruang itu berasal?" katanya.
"Tidak
di sini," sahut Jupiter dengan pasti. "Tidak satu pun dari boneka ini
terbuat dari bulu asli."
Memang semua boneka di sana terbuat dari bahan tiruan.
Wanita yang memiliki toko itu
terheran-heran ketika Jupe mengatakan ia mencari boneka beruang yang terbuat
dari bulu asli. "Bulu asli," kata Jupe. "Bulu cerpelai
barangkali."
"Itu harus memesan khusus," ujar wanita itu.
"Apa harus terbuat dari bulu cerpelai?"
"Yang penting berwarna gelap dan asli," kata
Jupe. "Seorang temanku punya satu. Dan aku masih sangsi apakah ia
membelinya dari toko ini."
"Tidak. Kau dapat mencoba toko di Santa
Monica-toko di seberang dermaga. Mereka biasa menjual mainan-mainan yang mahal.
Kalau mereka tidak punya boneka dari bulu asli itu, mereka tentu tahu di mana
bisa memperolehnya."
Anak-anak naik bis ke Santa Monica. Mereka segera
menemukan toko itu di seberang dermaga. Nama toko itu romantis benar, The End
of the Rainbow. Segudang boneka dari bermacam ukuran dan jenis terdapat di
sana.
Namun tidak ada beruang teddy dari bulu asli. Wanita
muda yang menjaga tempat itu mengantakan anak-anak untuk mencoba pada beberapa
toko di daerah Beverly Hills.
"Orang sering
mencari barang-barang yang buat dari bulu cerpelai di Beverly Hills,"
katanya memberikan beberapa alamat yang menjual boneka dan mainan. •
Setelah mengucapkan terima kasih, anak-anak segera
keluar. Setelah menunggu sampai sebuah sedan lewat, mereka menyeberang jalan
menuju tempat pemberhentian bis. Pete mengempaskan dirinya di tempat duduk.
"Bisa sampai tua kita mencari terus,"
keluhnya. "Dari toko sini ke toko sana. Dari toko sana ke toko situ. Kapan
selesainya?"
"Mungkin sebentar lagi," kata
Jupe. "Aku lihat gambaran cerah di depan."
-Bab 14 GERUTU PENJUAL PAKAIAN BULU
-WORTHINGTON sedang tidak bertugas. Ia
datang dengan Rolls- Royce untuk mengantar anak-anak ke Beverly Hills. Di sana
ia memarkir mobilnya di kawasan tempat memuat barang di Beverly Drive.
"Aku akan tinggal di mobil," katanya. "Kalau aku
harus pindah, aku akan memutar ke belakang blok ini."
Dua orang wanita berjalan melewati mobil itu. Yang satu
membaca buku petunjuk. "Dengarkan ini," kata wanita itu pada temannya
"Beverly Hill adalah salah satu tempat yang paling mahal negeri ini. Di
sinilah bintang- bintang terkenal bermukim. Mereka membangun rumah-rumah indah
di bukit-bukit sini. Pusat pertokoan..." Ketika menoleh ke arah kawannya,
ia terpana.
’Thelma!" serunya. "Kau lihat mobil
itu!" Ia mengeluarkan kameranya, lalu memotret.
Worthington
pura-pura tidak tahu. Wanita masih ternganga melihat mobil mewah itu sewaktu
anak-anak turun dan berjalan menjauh.
Ada dua toko mainan pada blok tempat Worthington
memarkir kendaraannya. Pada toko pertama, anak-anak tidak mendapat keterangan
sama sekali. Namun pada toko yang kedua seorang laki-laki kurus mengatakan ia
pernah melihat boneka beruang dari bulu cerpelai asli.
"Tapi tidak untuk dijual,"
katanya. "Salah satu dari pelanggan kami memperolehnya sebagai hadiah. Ia
memesan jaket dari bulu cerpelai pada toko di simpang jalan Wilshire dan
Olympic. Waktu jaket itu dikirim, di dalamnya ada boneka beruang. Yah, itu
suatu bentuk ucapan terima kasih dari toko itu."
"Ah!" kata Jupiter. •
"Kurasa kalian dapat membeli beruang seperti itu dan toko
yang menjual pakaian dari bulu asli."
"Terima kasih," kata Jupiter.
"Kembali. Silakan datang lagi
kalau kau perlu rumah tikus. Aku punya beberapa macam rumah tikus."
"Tikus sungguhan?" tanya Pete.
"Tikus mainan," sahut laki-laki itu. "Kita tidak
diperbolehkan membawa tikus di Beverly Hills. Dilarang keras."
Pete mengerutkan hidungnya.
Anak-anak kembali ke mobil. Mereka menjumpai Worthmgton
sedang menjelaskan pada wanita itu bahwa Rolls-Royce ini bukan untuk film.
Worthington tampak lega ketika melihat Trio Detektif datang. Ketika ia
mengantar mereka ke persimpangan jalan Wilshire dan
Olympic ia tersenyum-senyum sendiri.
"Aku tadi diminta berpose di depan mobil oleh dua
gadis tadi," katanya. "Mereka kira aku ini bintang film."
-"Terang saja," kata Pete. "Mobil ini
dan pakaian seragammu tidak biasa dijumpai di sini, sekalipun ini Beverly
Hills."
"Atau mungkin kau memang punya
bakat untuk jadi bintang film," tambah Pete sambil tertawa.
"Ah, ada-ada saja kalian ini," kata Worthington sambil
turut tertawa.
Di persimpangan antara Wilshi-e dan Olympic terdapat
sebuah toko bernama Vronsky Toys. Tembok toko itu dicat abu-abu, sewarna dengan
karpetnya yang tebal. Anak-anak melihat seorang laki-laki yang mengalungi
meteran di lehernya sedang ribut dengan seorang anak muda yang sedang
membersihkan ruangan dengan alat pengisap debu.
"Beruang teddy?" kata
laki-laki itu ketika Jupe menanyakan boneka yang dimiliki Lucille. "Aku
pernah punya banyak Tapi sekarang aku sedang kehabisan. Semuanya sudah
diambil."
"Diambil?" tanya Jupe.
"Kecolongan!" katanya.
"Kau tidak tahu? Oh tentu saja tidak tahu. Mengapa kau harus tahu.
Pencurian bukan berita baru lagi di sini."
Jupe sedikit terkejut "Pencurian? Kapan?"
"Mula-mula jas bulu yang dicuri. Itu minggu lalu.
Kemudian empat hari yang lalu mereka mencuri beberapa data. Memangnya kenapa?
Apa kepentingan kau dengan kasus ini? Kalau kau mau boneka, cari saja di toko
mainan."
"Sudah," sahut Jupe dengan sabar, "tetapi
mereka tidak punya boneka dari bulu asli. Kami pernah menyimpan sebuah boneka
beruang dari bulu asli - kurasa terbuat dari bulu cerpelai. Tetapi kami
kemalingan. Dan sialnya si maling mencuri boneka milik teman kami ini."
Orang itu mengangguk "Maling di mana-mana. Mereka
mengambil boneka beruang juga waktu mencuri pertama kali. Tetapi kemudian
mereka kembali lagi untuk membongkar berkas-berkasku. Wah, berantakan seluruh
berkasku waktu itu. Ada beberapa data yang hilang. Susah juga kehilangan
jaket-jaket mahal itu, tapi untungnya semuanya sudah diasuransikan. Maling
brengsek itu seharusnya tidak usah membongkar isi lemariku segala. Iseng benar
mereka itu. Bikin susah orang saja."
"Jadi mereka mencuri data di samping jaket,"
kata Jupiter dengan wajah serius.
Orang muda yang sedang membersihkan
ruangan meletakkan alat pengisap debu. Lalu ia menghilang ke ruang belakang.
"Dia itu!" kata si penjual sambil menunjuk pada pemuda tadi.
"Mungkin dia jujur, tapi mungkin juga tidak. Orang memang sering kali
sukar ditebak. Kita cuma bisa percaya, sambil berharap semoga dia jujur. Sudah
bagus dia masih mau bekerja. Yang sebelumnya lebih parah. Tidak cukup
diberitahu sekali. Sepuluh kali pun kurang rasanya. Minta ampun rewelnya. Sama
sekali tidak bisa diandalkan. Ia tahu banyak tentang film, tetapi tidak bisa
bekerja."
Jupe hampir meledak. Ia dapat merasakan Pete tegak
bersemangat di sampingnya. Bob mencondongkan badannya ke arah penjual itu,
seakan akan ia tidak mau melewatkan satu patah kata pun.
"Pembantu Anda yang sebelum ini pencandu film’?" tanya
Jupe. "Apa dia tahu tentang film-film horor?"
"Tahu dari mana kau? Ya, tepat
sekali. Drakula! Manusia serigala! Makhluk-makhluk aneh yang keluar dari kubur
untuk memakan manusia. Segala macam yang tidak-tidak!"
Tiba-tiba penjual itu merasa curiga. "Kau tahu tentang dia?
A-apa yang sedang terjadi? Siapa kalian’? Apa yang kalian inginkan
dariku?"
"Kami.. kami ingin menolong seorang teman,"
kata Jupe dengan hati-hati. "Teman kami punya boneka beruang dari bulu
cerpelai. Ia hilang. Ini penting sekali! Tolonglah kami, apa yang Anda tahu
tentang pembantu Anda ini? Di mana Anda temukan dia? Apa ada agen yang
mengirimnya?"
Si penjual memicingkan matanya. "Ia datang begitu
saja. Ia bilang ia mencari pekerjaan dan ia mau melakukan pekerjaan apa
saja."
"Apa ia datang sebelum pencurian
atau - sesudahnya’?" tanya Jupe. "Kapan dia berhenti bekerja? Sempat
berapa lama dia bekerja di sini?"
"Tidak sampai dua hari. Aku tidak tahan lagi mempekerjakan
dia. Aku pecat dia kira-kira dua minggu yang lalu. Kukira ini bukan urusan
kalian."
"Alamat orang itu?" desak
Jupe. "Di mana tinggalnya’? Apa nama yang dipakainya? Ada Mrs.
Fowler-seorang wanita yang tinggal di Cheshire Square di luar Rocky Beach. Apa
ia langganan toko ini?"
"Apa lagi
ini?" seru si penjual. Makin menjadi-jadi kecurigaannya. "Sekarang
kalian ingin tahu tentang langgananku. Ini tidak baik. Akan kupanggil
polisi." "Tolonglah, ini penting sekali!" Jupe langsung
memberondong dengan kisah Lucille yang kabur dari rumahnya dan tinggal bersama
Mrs.
Fowler. Ia juga menceritakan betapa kuatirnya orangtua
Lucille. "Kami pikir gadis itu diculik, dan penculikan ini ada hubungannya
dengan beruang teddy."
Meskipun telah mendengar kisah itu, si penjual masih
tetap curiga. Ia mengakui bahwa ia kenal Mrs. Fowler. Tetapi ia tidak
memastikan bahwa Mrs. Fowler adalah langganannya. Ketika ditanya tentang
pembantunya yang lama, sambil menggerutu ia masuk ke ruang belakang. Ia kembali
lagi dengan membawa beberapa helai kertas.
Salah satunya adalah formulir resmi
yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, yang harus diisi oleh para pencari
kerja. Di sana tertera nama dan keterangan tentang si pencari kerja. Nama yang
tertulis di sana ialah Frank Jessup. Penjual itu memberikan sehelai kertas lagi
untuk memperlihatkan pada Jupe nama dan alamat Jessup yang ditulis tangan.
"Aku telah mengirimkan gajinya selama dua hari itu dengan
cek," kata si penjual.
-"Apa cek itu dikembalikan oleh kantor pos?" tanya Jupe.
"Tidak"
"Dan seperti apa rupa Jessup itu? Apa ia kurus dengan rambut
lurus dan panjang menutup telinganya?"
"Tidak Pendek, agak gemuk dan berambut hitam. Agak
keriting rambutnya. Dengar, aku sudah bosan..."
"Satu hal lagi" pinta
Jupiter. "Dari mana datangnya beruang teddy itu? Anda tidak buat sendiri,
kan?" "Tidak Aku mendatangkannya lewat sebuah agent R.J.
Importers."
"Dan Anda memberi sebuah pada Mrs. Fowler,
kan?" Jupe terus mendesak.
"Cukup!" bentak si penjual dengan geram.
"Sekarang kalian kupersilakan keluar dari sini."
Meskipun diusir, anak-anak masih mengucapkan
terima kasih. Mereka mendengar penjual itu menelepon ketika mereka sudah berada
di luar
"Menelepon polisi," tebak Pete.
Jupe tidak mendengarkan. Ia terus melangkah ke tepi
jalan. Di dekat situ sebuah mobil Fiat merah tua baru saja berangkat, melewati
Worthington dan Rolls-Royce-nya. "Kita dapat memastikan," kata Jupe
dengan perasaan puas. "bahwa Mrs. Fowler pernah menerima pakaian dari bulu
asli dan sebuah beruang teddy dari Vronsky Toys. Kemudian Lucille meminjamnya
dari Mrs. Fowler sewaktu Mrs. Fowler pergi ke Eropa. Sekarang kita bisa
melanjutkan penyelidikan terhadap para pecandu film horor itu."
"Aku sempat mencatat alamat Jessup tadi,"
kata Bob sambil menyerahkan catatannya.
"Ini jalan kecil di Santa
Monica," kata Jupiter. "Ada nomor apartemennya, jadi itu pasti sebuah
gedung apartemen."
"Mungkin saja nomor palsu, seperti nama
Morell yang dipakainya," kata Pete.
Jupe tersenyum. "Belum tentu. Penjual toko tadi
mengirimkan cek melalui pos, dan cek itu tidak dikirim kembali oleh kantor pos.
Pasti ada orang di Santa Monica yang menerimanya.
"Jadi langkah berikutnya ialah
menemukan siapa orang itu. Jiwa Lucille sangat tergantung pada penemuan
kita!"
-Bab 15 KOLEKTOR
-"ADA baiknya kalau semua orang di Santa Monica
tidak tahu bahwa kita ada di sini," kata Bob.
"Beres, Bob," sahut Worthington. "Kita
tadi memang terlalu menarik perhatian orang. Sekarang tinggal tiga blok lagi
tempat yang kita tuju. Aku dapat berhenti di sini, kalian berjalan kaki saja ke
sana. Biar aku menunggu, meskipun sebenarnya aku ingin ikut. Tidak usah
tergesa-gesa, sambil menunggu aku bisa membaca majalah yang kubawa."
Anak-anak berjalan ke arah gedung
apartemen yang mereka tuju. Setelah melintasi beberapa gedung apartemen yang
sederhana, mereka akhirnya sampai pada sebuah taman. Dari taman itu laut sudah
tampak. Apartemen nomor 15 terletak di lantai pertama dan menghadap ke laut.
Pete ragu-ragu. "Sekarang bagaimana?"
"Kita bel saja," kata Jupe.
Ia membunyikan bel.
Tidak ada jawaban.
Setelah satu dua menit, Bob menempelkan wajahnya di jendela.
Ia dapat melihat sebuah ruangan yang dipenuhi buku, kertas dan bangku-bangku
rotan. Beberapa kaleng dan sebuah benda yang tampak seperti tengkorak terletak
di atas lemari buku. Pada dinding di atas tengkorak itu tertempel sebuah poster
makhluk seram berwajah hijau. Makhluk itu sedang melangkah keluar dari sebuah
kuburan tua.
"Pertemuan Tahunan Ketiga!"
tertulis di bagian atas poster itu. "Horror Fan Club Amerika Utara, 14 dan
15 Agustus, Auditorium Santa Monica!"
-"Kita mendapat alamat yang tepat!" ujar Bob.
"He, Anak-anak!" seru seseorang dari taman.
Anak-anak menoleh. Mereka melihat seorang wanita
jangkung berambut merah. "Kalian mencari Mr. Morell?" tanya wanita
itu. Kelihatannya ia manajer apartemen.
"Atau temannya, Frank Jessup," kata Jupe. Ia
merasakan kegirangan yang sama dengan ketika ia mendapat keterangan yang
berharga dari si penjual pakaian bulu.
"Jessup? Aku tidak tahu dia. Mr.
Morell pernah menambahkan nama di kotak posnya untuk beberapa hari. Ia sudah
beberapa hari tidak di rumah. Mungkin sedang liburan. Ada pesan? Aku akan
menyampaikan padanya, atau yang satu lagi-Jessup."
"Oh, terima kasih," kata Jupe.
Bob merobek sehelai kertas dari buku
catatannya.
"Aku tidak pernah melihat
Jessup," kata wanita itu dengan pandangan bertanya-tanya. "Mestinya
ia tinggal bersama Morell untuk beberapa hari. Seperti yang biasa dilakukan Mr.
Pelucci."
"Mr. Pelucci?" seru Jupe.
Suaranya bergetar saking semangatnya. Mungkin akhirnya mereka akan dapat
mengungkap rahasia Craig McLain palsu. "’Apa ia laki-laki yang berambut
lurus panjang? Dan kedua telinganya tertutup oleh rambutnya?"
"Benar. Iggy Pelucci."
"Iggy?" hampir serempak ketiga anak
itu mengucapkan nama itu.
"Itu singkatan dari Ignatius, kan?"
tanya Jupe.
"Ya," sahut wanita itu. "Jadi
kalian mau meninggalkan pesan atau apa?"
Jupe menerima kertas itu dari Bob, lalu menulis,
"Hubungi Edward Hyde, 555-6359." Ia memberikan kertas itu pada wanita
itu. "Aku punya beberapa poster film tua yang kutemukan di gudang
ayahku," katanya. "’Aku ingin menawarkannya pada Mr. Morell. Tolong
katakan padanya supaya ia menelepon nomor ini. Atau mungkin aku yang akan
menelepon kembali kalau Anda tahu nomornya."
"Ia sedang tidak bekerja sekarang," ujar
wanita itu. "Ia biasa bekerja untuk studio di suatu tempat beberapa minggu
yang lalu, tapi rupanya sekarang ia tidak bekerja lagi."
Ia memandang Jupiter dengan curiga.
"’Jadi kau salah seorang dari mereka juga?"
"Mereka?" tanya Jupiter. "Mereka
siapa?"’
"Penggemar film horor," jawab si wanita.
"Hen-ry Morell punya segudang benda-benda yang mengerikan. Apartemennya,
bahkan garasinya, penuh dengan benda-benda itu. Mobilnya dibiarkan di luar.
Kurasa ia bersedia tidak makan hanya untuk membeli film atau poster horor.
Jangan buang-buang waktumu, Nak. Kalian masih muda."
Terdengar - suara telepon berdering di suatu tempat.
Wanita itu pergi untuk mengangkatnya.
"Jadi Morell seorang kolektor," ujar Jupe.
"Mestinya kita sudah bisa menduga dari dulu-dulu. Dan temannya Iggy
Pelucci kadang-kadang tinggal dengannya. Kalau benar Pelucci adalah orang yang
memakai nama McLain, kita sudah membuat kemajuan besar!"
"Jadi kita hubungi polisi sekarang?" tanya
Pete. "Atau kita mata-matai tempat ini? Kalau Morell seorang kolektor,
cepat atau lambat ia akan kembali. Kolektor tidak akan meninggalkan koleksinya,
kan?"
"Benar," sahut Jupe. Ia
memandang gedung berbentuk U yang mengelilingi taman itu. Di seberang jalan ia
melihat sederet garasi, yang pintunya terkunci dan digembok. Jupe berjalan ke
arah garasi. Ia tidak sabar untuk memeriksa tempat itu. Baru beberapa langkah.
berjalan, seorang lelaki bertubuh gemuk dengan rambut gelap muncul dari balik
garasi.
Jupe terpana.
Pete terkejut, "Oh, itu... itu Morelli"
Memang itu
laki-laki berambut agak keriting yang datang ke pesta Lucille bersama Craig
Mclain palsu. Ia mengenali anak-anak. Untuk sesaat ia berdiri mematung.
Kemudian ia berhasil menguasai dirinya.
'Tidak kusangka kita bisa bertemu lagi," kata
Morell. "Angin apa yang membawa kalian ke sini?"
"Lucille Anderson," kata Jupe
dingin. "Atau Arianne Ardis, kalau itu nama yang Anda suka."
"A.. ada apa dengan dia?"
"Ia menghilang," kata Jupe. "Anda pasti sudah tahu
itu. Lalu orang yang menyebut dirinya Craig McLain... "
"Si tua Craig?" Morell mencoba tersenyum,
namun senyumnya hambar. "Kenapa Craig?"
"Namanya bukan Mclain," tegas Jupiter.
"Sekarang Anda ceritakan keadaan yang sebenarnya Di mana dia? Kalau
tidak..."
Pada saat itu Pete meledak marahnya. Ia mencengkeram
lengan Morell. "Jangan coba-coba kibuli kami!" ancamnya. "Di
mana orang itu? Dan di mana Lucille Anderson?"
"Kenapa kalian tanyakan itu
padaku?" kata Morell. Peluh mulai membasahi dahinya. "Aku tidak ta-u
apa-apa. Lepaskan tanganku, atau kupanggil polisi."
"Panggil saja," tantang Pete. "Itu malah lebih
baik"
"M...maksudku," gumam Morell. Matanya yang kecil
mendelik ketakutan. "Dengar du1u. McLain sedang... sedang keluar untuk
membeli sesuatu. Segera setelah beberapa hal terencana dengan rinci,
pengambilan gambar akan dimulai. Lucille, ngng, Arianne, sangat berbakat. Namun
ia perlu polesan dan didikan. jadi kami memberinya suatu pendidikan - olah
vokal, akting, dan sebagainya. Kami melatihnya serta memolesnya supaya ia
menjadi matang."
Wajah Morell tiba-tiba menjadi cerah.
"Ikuti ku," katanya. "Kalian akan kutunjukkan sesuatu di
dalam."
Anak-anak berpandang-pandangan dengan heran.
Morell mengeluarkan serenceng kunci dari kantongnya. Ia
membuka gembok salah satu pintu garasi. "Peninggalan berharga,"
katanya dengan cara seakan-akan hal itu sakral. "Segarkan panca inderamu!
Kau ingat adegan dalam film Panen Berdarah di mana zombie memasuki istana?
Lihat-ada pintu yang tersibak ketika nada-nada tertentu dibunyikan pada organ
itu. Dan di sebelah sana ada mayat dari Desa terkutuk. Tanganku gatal sehingga
aku membuat sebuah boneka lilin dari film yang sangat indah, Frankenstein.
Semua itu ada di sini, belum lagi film-film asli, foto, dan poster-poster.
Bahkan beberapa naskah pun aku miliki dalam koleksiku!"
"Ini... ini seperti museum!" Bob
terkagum-kagum. Trio Detektif mengikuti Morell masuk ke dalam garasi. Di dalam
mereka terpesona menyaksikan koleksi benda-benda aneh yang belum pernah mereka
lihat sebelumnya. Jupe sangat terkesan dengan patung lilin Frankenstein yang
dibuat sendiri oleh Morell. Kondisinya masih baik Ada juga sebuah lukisan tua
yang menggambarkan Drakula yang sedang menyeringai, memperlihatkan
taring-taringnya yang menakutkan.
Setelah beberapa saat, Jupe berpaling
untuk mengatakan sesuatu kepada Morell. Namun Morell telah hilang. Trio
Detektif ditinggalkan di tengah-tengah benda-benda aneh dan mengerikan.
"Morell?" panggil Jupe.
Tidak ada jawaban. Tahu-tahu pintu
garasi tertutup. Di dalam menjadi gelap.
"He!" teriak Pete.
Anak-anak mendengar suara gembok dikunci dari luar.
"He, Morell!" Pete melompat ke arah pintu
Berkas-berkas sinar menembus dari sela-sela pintu. "He, buka!"
Ia memukul-mukul pintu sambil
berteriak. Di luar garasi tidak terdengar apa-apa. Yang ada hanya kesunyian.
Anak-anak terkurung di dalam!
-Bab 16 KAMAR HORORI
-"PASTI ada yang dengar di
luar!" Suara Bob melengking dan bergetar. "He! He, tolong!
Tolong!"
Tidak ada yang menjawab.
Setelah berteriak selama beberapa menit, anak-anak menyerah.
"Kalau saja Worthington tidak
parkir terlalu jauh lari sini," kata Pete dengan geram. "Berapa lama
lagi ia akan sadar bahwa terjadi sesuatu dengan kita di sini? Ia tadi bilang
bahwa kita tidak perlu tergesa-gesa. Hhh, pasti lama sekali kalau begini."
"Kalaupun ia sadar, lalu mencari kita, itu
pasti memakan waktu sebelum ia menemukan kita di garasi," tambah Bob.
"Kita jangan menunggu sampai Worthington
membebaskan kita." kata Jupiter. "Bagaimana kalau Morell datang
bersama temannya. Mereka bisa saja bersenjata!"
Pete meneguk ludah.
Bob terdiam.
"Kita harus menemukan jalan keluar
dari sini cepatnya," sambung Jupe lagi. "Pasti ada jendela atau
lubang di suatu tempat. Garasi kan biasa dilengkapi dengan jendela. Kalaupun
jendela itu ditutup dengan kayu - asal tidak dengan tembok saja kita masih bisa
membongkarnya."
"Kalau tidak ada," kata Bob, "bagaimana?"
"Kita coba saja dulu," ujar Jupe seraya
bergerak menyelinap di antara benda-benda aneh koleksi Morell. Ia menyeruak di
sela-sela patung- patung mengerikan. Di suatu tempat tangannya menyentuh
peralatan untuk menyiksa. Jupe mengangkat bahu. Merinding juga ia melihat
peralat seperti itu. Ia terus berjalan menjauhi pintu depan. Baru disadarinya
bahwa garasi itu cukup besar lebih besar dari ukuran garasi biasa. Jupe
menyingkirkan benda-benda apa saja yang menghalanginya.
Dalam keremangan sebuah bayangan sama samar tahu-tahu
muncul di depan anak-anak Bayangan itu mengerikan lebih-lebih lagi karena
bentuknya tidak jelas. Mereka tidak dapat mematikan bayangan apa itu
sebenarnya. Mereka hanya dapat membayangkannya. Bau tidak enak tercium - bau
benda yang sudah lama terkurung dalam tempat yang pengap.
Bob dan Pete baru
sampai di tempat Jupe. Hampir saja mereka menabrak Jupe, yang sedang berhenti.
"Apa itu?" bisik Bob.
Pete merapat pada Jupe.
"Ada sesuatu di sini," balas Jupe.
"Ada sesuatu yang benar-benar aneh."
-Jupe memberanikan diri mendekati sumber bayangan itu.
Ia menyentuh permukaan yang keras, namun halus. Mula-mula ia merasakan bulu,
kemudian mulut. Dan gigi-gigi. Taring, tepatnya.
Jupe mencondongkan badannya ke depan.
Tangannya mempelajari benda aneh itu. Matanya makin terbiasa dengan kegelapan
di sana. Sosok yang menghalangi mereka itu ternyata semacam manusia kera.
Setelah beberapa saat, Jupe merasa pasti apa benda itu.
"Ingat
monster-monster yang keluar dari gua dalam film Pulau Hantu?" kata Jupe.
"Aku yakin mi salah satu dari monster-monster itu."
"Bagaimana Morell bisa mendapatnya?" Bob tak percaya.
"Aku tidak yakin apa pihak studio mau menjualnya."
"Peduli apa?" sela Pete. "Yang penting
sekarang kita cepat-cepat keluar dari sini."
Ia mencoba menyingkirkan
pikiran-pikiran yang mengerikan itu. Baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba
Pete berhenti. Terdengar suara seperti rintihan yang melengking tinggi. Lalu
makhluk yang mengeluarkan suara itu berdiri mengancam.
Tangan-tangannya yang panjang memperlihatkan
cakarnya yang tajam. Mulutnya seperti mengunyah sesuatu.
Di sudut garasi itu sesuatu berderak
dan berdecit. Anak-anak merapat satu sama lain.
’’Tikus besar!" akhirnya Pete berkata Namun badannya masih
gemetar.
-Jupiter menarik napas panjang beberapa kali untuk memulihkan diri
dari rasa terkejutnya.
"Tikus-tikus besar tidak
berbahaya," katanya. "Tikus-tikus itu hanya berbahaya kalau orang
menyudutkannya. Dalam keadaan terpojok, tikus- tikus hanya dapat menyerang,
tidak ada pilihan lain. Tapi di sini ada banyak jalan dan lubang persembunyian
bagi tikus-tikus itu. Kita tidak usah kuatir."
"Heran aku, kok lihat tikus saja aku jadi gemetar," kata
Bob.
Anak-anak sudah sampai di ujung garasi. Sebagian tembok
terhalang oleh monster dari film Pulau. Hantu itu. Mereka sadar bahwa sulit
memindahkan monster itu. Satu-satunya kemungkinan adalah mencari jalan lain.
"Kita geser saja benda-benda di sampingnya,"
kata Pete. Ia mulai bekerja. Bob dan Jupe membantu. Sebentar saja mereka sudah
bersimbah peluh. Akhirnya anak-anak bisa membuka jalan yang terhalang oleh
benda-benda di samping monster tadi. Sekarang mereka harus mengerahkan tenaga
sekali lagi. Di hadapan mereka terpancang papan-papan lebar yang memisahkan
satu garasi dengan garasi lain di sebelahnya.
Anak-anak
menggunakan apa saja yang mereka temukan di sana - kayu, batang besi - untuk
mendongkel papan-papan itu. Cukup lama mereka bekerja, sampai dua bilah papan
terlepas. Pete menerobos melalui celah ini. Ia melangkah ke dalam ruang yang
lapang di sebelah garasi tadi.
-Namun ketika akan masuk, ia mengibas-ngibaskan
tangannya ke udara. "Ada apa?" bisik Bob.
"Sarang labah-labah! Uuhh!" seru Pete sambil terus
mengibas dengan tangannya.
Tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang lain. Tangannya
menyentuh seutas tali yang tergantung di ruang terbuka itu. Ia memegangnya,
lalu menariknya dengan hati-hati.
Sebuah jeritan terdengar - tinggi dan
menyayat, seperti tangisan. Sesuatu terbang dalam kegelapan. Melintas di depan
wajah Pete. Kemudian menghilang.
Pete berteriak terkejut. Ia mundur selangkah untuk menghindar.
"Apa itu?" seru Pete. "Tempat ini penuh jebakan.
Kupikir itu tadi robot kelelawar."
Bob tertawa kecil. "Bukan main Morell ini. Ia pasti
perancangnya."
Sekarang anak-anak dapat melihat
halangan terakhir di depan mereka. Tumpukan peti-peti mati berdiri menghalangi
tembok samping garasi. Dari baliknya terlihat sinar menerobos masuk.
"Bagus!" seru Jupe. "Ada Jendela!"
Sekarang anak-anak semakin bersemangat. Rasa lelah dan
ngeri terlupakan. Suara berisik dari sudut ruangan tidak lagi mereka pedulikan.
Mereka hampir bebas. Segarnya udara luar sudah terbayang.
Pete mulai menggeser peti-peti besi. Bob dan Jupe
membantu. Satu demi satu peti-peti itu dipindahkan. Setelah beberapa peti
tergeser, hanya sedikit tambahan sinar yang masuk.
Akhirnya anak-anak dapat melihat jendela itu Morell
telah menutup jendela itu dengan papan kayu dari bagian dalam. Tetapi kerjanya
ceroboh. Anak-anak masih dapat mengintip ke luar di antara papan- papan itu.
Sebuah pekarangan kecil terlihat di luar.
Pete berusaha mencopot papan itu. Tetapi ia tidak dapat
mengerjakannya seorang diri. Bob dan Jupe membantu. Mereka bertiga menariknya.
Sekali tarik saja papan itu copot.
Papan kedua dan ketiga dengan mudah dilepas oleh Pete.
Papan keempat memberikan jalan yang leluasa bagi anak-anak.
Pete menyelusup melalui jendela yang
terbuka itu. Kepalanya muncul lebih dulu di luar. Ia merasa ada yang sudah
menunggu di luar.
Pete menoleh. Seorang polisi dengan senjata
tangannya berdiri di luar
"Oh, boy!" kata Pete.
"Keluar pelan-pelan! Jangan berbuat yang
mencurigakan," kata polisi itu.
Patner polisi itu juga ada di sana, di samping
jendela-. Ia mengamati sambil mencibir ketika Pete memanjat ke luar. Bob
menyusul sesudahnya Jupe yang terakhir, dengan susah-payah karena tubuhnya yang
berat itu.
Manajer bangunan yang berambut merah itu sudah berdiri
di dekat situ. "Ya, anak-anak ini yang kumaksud," katanya.
"Mereka mengajukan pertanyaan bertubi-tubi tentang Mr. Morell. Waktu aku
dengar teriakan-teriakan dari garasi, kupikir itu pasti mereka. Bagaimana kalian
bisa masuk ke sana?" tanya wanita itu pada Jupiter.
Jupe tidak mempedulikan wanita itu. Ia berkata pada
kedua polisi itu. "Aku ingin menyampaikan laporan," katanya.
"Kami dikurung oleh Henry Morell."
"Oh, ya?" kata salah seorang
polisi itu dengan nada mengejek. Wajahnya’dingin sedingin es.
"Mr. Morell sudah berhari-hari tidak pulang ke ini,"
kata manajer itu.
Jupe tidak tergoyahkan. Ia berkata
dengan kalem dan yakin. "Seorang gadis hilang," katanya.
"Namanya Lucille Anderson. Sepanjang pengetaluan kami, Henry Morell dan
temannya adalah orang terakhir yang melihatnya. Itu terjadi kemarin di Cheshire
Square. Kami mencurigai Morell dan temannya menyelundupkan Lucille dari
rumahnya, entah bagaimana caranya. Lucille mungkin saja disembunyikan di dalam
bagasi mobil atau di baik selimut di kursi belakang mobil...
"He, kalian terlalu banyak nonton televisi," kata salah
seorang polisi.
"Anda dapat membuktikan pernyataan kami,"
kata Jupe. "Hubungi Chief Reynolds di Rocky Beach. Ia juga sedang
menyelidiki kasus hilangnya Lucille Anderson. Ia kenal betul dengan kami."
Seorang laki-laki yang lebih tua, dengan penampilan
yang tenang dan sabar, muncul dari balik gedung. Ia ditemani seorang pemuda.
Kedua orang itu
tidak berseragam, tetapi jelas kedua polisi tadi kenal dengan mereka. Kedua
polisi itu melangkah mundur dengan hormat untuk memberi kesempatan pada mereka
untuk bicara dengan Jupiter.
Jupe cepat menyadari bahwa dua orang ini adalah
detektif yang berpakaian sipil. Ia menduga bahwa mereka dihubungi penjual pakaian
bulu yang pernah dirampok.
Detektif-detektif itu mendengarkan
sewaktu Jupe mengulangi pengalamannya. Mereka menyadari bahwa ada hubungan
antara kasus yang ditanganinya dengan hilangnya Lucille Anderson.
Karena itu mereka mendengarkan dengan lebih cermat lagi.
Detektif yang lebih tua mempersilakan anak-anak untuk
menunggu. Ia pergi untuk beberapa saat. Polisi yang berseragam pergi dengan
manajer untuk memeriksa apakah Henry Morell ada rumah. Akhirnya mereka kembali.
Trio Detektif diperingatkan supaya tidak mencampuri urusan polisi. Detektif
yang tua mencatat nama dan alamat anak-anak, kemudian ia membolehkan anak-anak
pergi.
Beberapa tetangga yang curiga berkumpul
dekat mobil polisi yang diparkir di depan bangunan.
"He, mister" kata seorang anak di
atas sepeda
"Ada maling ditangkap polisi, ya?"
"Tidak," sahut Jupiter singkat
-Ketiga anak itu
bergegas menjauh dari kerumunan orang. Mereka cepat-cepat -kembali ke tempat
Worthington memarkir Rolls-Royce. Di pertengahan jalan Jupe melihat sebuah Fiat
merah tua diparkir. Ketika anak-anak mendekat, pengendara mobil itu memalingkan
muka. Seakan- akan ia ingin mengambil sesuatu yang terjatuh di dalam mobilnya.
"Oh!" kata Jupe. Ia bimbang
sesaat. Kemudian ia berjalan terus tanpa menoleh ke kiri-kanan.
"Apa?" kata Bob. "Apa yang kautemukan, Jupe?"
"Jangan lihat ke belakang," sahut Jupe.
"Seorang laki-laki sedang duduk dalam mobil yang baru kita lewati - ia
dapat mengamati apartemen Morell dari situ."
"Jadi’?" tanya Bob. "Hampir seluruh
tetangga Morell keluar untuk melihat apa yang terjadi di sana. Apa bedanya
dengan orang di dalam mobil tadi’?"
"Aku berani bertaruh bahwa aku
melihat Fiat merah tua itu sepanjang hari ini. Dan aku hampir yakin seratus
persen bahwa pengemudinya ialah Mr. Sears dari Pizza Shack di Rocky Beach. Ia
tadi berpura-pura tidak melihat kita. Ia berusaha supaya kita tidak tahu
kehadirannya di sini. Aku jadi bertanya-tanya, apa yang dilakukannya di
sini?"
-Bab 17 TERJERUMUS DALAM BAHAYA
-ANAK-ANAK menjumpai Worthington
berdiri di antara Rolls-Royce dan kerumunan anak-anak yang terkagum-kagum
melihat mobil itu. Sopir itu menjadi cerah mukanya ketika melihat Trio Detektif
datang. Ia bergegas membukakan pintu bagi mereka.
"Ke mana sekarang, detektif muda?" tanya Worthington.
"Telepon umum
yang terdekat," kata Jupiter. "Kami ingin melacak beruang Teddy itu
sampai ke sarangnya." Jupe ingin menanyai penjual grosiran yang
menyalurkan beruang teddy ke penjual pakaian bulu itu.
Worthington berhenti di sebuah tempat mengisi bensin.
Jupe keluar untuk melihat di buku telepon di dalam boks telepon umum di sana.
Alamat R.J. Importers terletak di sebuah jalan di Long Beach, sekitar empat
puluh lima menit naik mobil ke arah selatan.
"Kita sudah mendapatkan hubungan antara Morell dan
si penjual pakaian bulu, dan antara penjual itu dengan beruang teddy, serta
antara beruang teddy dengan Lucille. Morell pernah bekerja di toko itu. Penjual
pakaian bulu pernah mempunyai beberapa boneka beruang teddy. Serta Lucille
pernah memegang sebuah boneka seperti itu. Sekarang sudah saatnya kita
menyelidiki sumber yang menyediakan beruang-beruang ini," kata Jupiter.
"Ini di luar wilayah yang biasa kujalani,"
kata Worthington. "Tapi jangan kuatir, aku punya peta jalan. Kita akan
menemukan tempat itu."
Ia terus mengemudi. Sementara. anak-anak sibuk
mendiskusikan beruang teddy yang mereka menemukan dalam tas jinjing Lucille,
dan tentang beruang-beruang lain yang dicuri bersama-sama dengan beberapa
pakaian bulu lainnya.
"Obat terlarang!" kata Bob. "Apa lagi
yang mungkin selain obat terlarang? Orang di Long Beach ini seorang pengimport.
Obat terlarang itu dikapalkan dari Amerika Selatan atau Asia. Barang-barang itu
disembunyikan di dalam beruang sehingga petugas bea cukai tidak menemukannya.
Secara tidak sengaja, pengiriman beberapa beruang yang berisi obat terlarang
nyasar ke toko di Beverly Hills. Jadi Morell dan temannya harus mengambilnya
kembali!"
"Tapi kalau beruang itu terbuat
dari bulu cerpelai, ceritamu tidak cocok," kata Pete. "Aku punya
seorang bibi yang punya jaket dari bulu cerpelai. Ia pernah bilang bahwa
sebagian besar bulu cerpelai datang dari Kanada. Kanada kan bukan sumber obat
terlarang." -"Satu hal yang kita bisa yakin," kata Jupe.
"Yang terlibat di sini bukan hanya boneka beruang!"
"Tapi apa isi boneka itu, Jupe?" desak Pete
Penyelidik Satu tidak berkomentar. Saat ini ia merasa
belum tepat untuk mengeluarkan apa yang ada di dalam kepalanya.
R.J. Importer terletak pada sebuah gedung panjang namun
beratap rendah di sebuah jalan yang sepi dekat pantai di Long Beach. Gedung itu
tampak. tidak terurus. Tidak nampak kesibukan di luarnya. Tidak ada truk-truk
yang diparkir.
Meskipun demikian Worthington tetap mempertimbangkan
segi keamanan. Ia berusaha agar Rolls-Royce tidak terlihat dari dalam gedung
itu.
Sebelum menurunkan anak-anak ia
berjanji untuk menunggu mereka di sebuah restoran kecil beberapa blok dari
sana. Bob memperhatikan bagian depan bangunan itu. "Apa yang kita lakukan
sekarang?" katanya. "Sepertinya tidak ada orang di dalam sana"
"Belum tentu," tukas Jupe. "Kita coba bel saja."
"Kalau ada orang yang membukakan pintu, lalu apa?" tanya
Pete. "Apa lalu kita bilang kita mau beli boneka beruang?"
"Mengapa tidak?" sahut Jupe. "Kita bisa
bilang bahwa Mrs. Fowler punya satu. Kita juga ingin punya yang seperti itu,
lalu kita cari terus sampai ke sini. Kita ingin membelinya untuk... untuk Bibi
Mathilda." -"Kau selalu punya ide, meskipun kadang-kadang konyol,
Jupe," komentar .Bob. "Bibi Mathilda kan tidak suka boneka
beruang?"
"Itu tidak penting," tukas Jupe. "Yang
penting sekarang kita punya alasan mengapa kita datang. Selama mereka tidak
kenal dengan Bibi Mathilda, kita aman."
Ia berjalan ke pintu depan. Lalu
ditekannya bel. Tidak ada orang yang datang membukakan pintu. Tidak pula ada
yang muncul dari samping gedung. Melalui kaca di bagian atas pintu ia melihat
ruangan kantor yang gelap.
"Kita harus cari jalan lain." Jupe memandang ke
sekelilingnya.
Di bagian utara bangunan itu terdapat
sebuah tempat parkir yang kosong. Anak-anak berlari-lari ke tempat itu. Dari
sana mereka melihat jendela-jendela yang tinggi. Kisi besi melapisi kaca
jendela itu. Pete mendapat sebuah balok kayu dari samping bangunan itu.
Diletakkannya balok itu di bawah jendela. Dengan berdiri di atasnya ia bisa
melihat ke dalam.
"Bagaimana?" kata Bob.
"Ini seperti ruang besar untuk menyimpan
stok," kata Pete. "Ada banyak rak besi berisi barang-barang. Beruang!
Ada beberapa boneka beruang. Juga boneka lain, dan barang-barang lain yang
terbungkus kertas karton. Ada meja besar dengan segulung kertas coklat. Ada suatu
ruang besar lagi di bagian depan. Untuk kantornya kukira. Oh, salah satu kamar
di sudut. Mungkin itu kamar kecil. Bukan, bukan. Kamar kecil bukan di situ. Ada
tanda di pintu kamar itu." "Mungkin itu ruangan untuk menyimpan
obat-obat terlarang, atau perhiasan, atau benda-benda yang mereka selundupkan
ke dalam beruang," tebak Bob.
Pete turun dari balok kayu. Diangkatnya balok itu.
"Mungkin kita bisa lihat dari sisi lain."
Tapi anak-anak tidak menjumpai jendela
di tempat lain supaya dapat melihat ke dalam ruangan kecil yang dilihat Pete
tadi. Mereka sudah mengitari gedung itu, ke belakang dan ke bagian selatan.
Tidak ada jendela lain. Kamar di sudut itu begitu terlindung dan mencurigakan.
"Di dalamnya mungkin gelap sekali,"
kata Bob.
"Perhiasan!" tambah Pete. "Obat
terlarang. Tersimpan di sana"
"Ssst! Dengar!" kata Jupe.
Sebuah mobil berhenti di depan.
Anak-anak tidak dapat melihatnya. Mereka hanya dapat mendengar suara mesinnya,
yang sekarang dimatikan. Pintu mobil dibanting. Seseorang menaiki tangga depan.
"Aha!" gumam Bob perlahan "Sekarang kita bisa
beraksi. Kita masuk untuk membeli sebuah boneka beruang untuk Bibi
Mathilda."
Tetapi ketika mereka sampai ke ujung
gedung itu dan melihat ke depan, mereka terpaku. Sebuah mobil Fiat merah tua
diparkir di depan. Mobil itu persis sekali dengan mobil yang diparkir di dekat
apartemen Henry Morell tadi.
-Anak-anak mundur.
"Inilah yang kukuatirkan dari
tadi," kata Jupe. "Apa dia memang orang yang mengawasi kita tadi di
tempat Morell? Siapa pengemudinya? Apa ia memang Mr. Sears-orang yang memiliki
Pizza Shack? Atau aku yang salah?"
"Kita amati saja terus sampai dia keluar," usul Bob.
"Cepat atau lambat kan dia harus keluar juga."
Mereka menunggu di tempat mereka berada sekarang, di
samping gedung. Lima belas menit berlalu. Dua puluh menit. Akhirnya pintu RJ.
Importers terbuka. Seorang laki-laki keluar membawa tas. Ia menaruh tas itu
dalam bagasi Fiat Kemudian ia pergi mengendarai Fiat itu.
"Kalian lihat tadi?" seru Pete. "Itu
memang Mr. Sears pemilik Pizza Shack! Mungkin dia biang keladi seluruh operasi
ini. Dan kita tenang saja duduk dalam restoran pizzanya sambil mengumumkan pada
semua orang bahwa kita mencari Lucille dan beruangnya. Pantas saja dia
mengikuti kita terus!"
"Kita harus masuk!" seru Bob. "Pasti ada
barang bukti di dalam. Atau... he, Lucille mungkin dikurung di dalam ruangan
kecil di sudut itu!"
"Polisi!" kata Pete. "Kita panggil saja
polisi untuk menggeledah tempat ini."
"Kupikir belum saatnya untuk
memanggil polisi," ujar Jupe. "Mereka tidak akan dapat masuk tanpa
alasan yang benar-benar kuat bahwa perbuatan kriminal terjadi di tempat ini.
Lagi pula, bukti apa yang kita punyai sekarang? Orang ini memiliki restoran
pizza tempat kita berbicara tentang Lucille? Dan ia juga pemilik gedung ini
Atau dia punya hubungan dengan pemilik R.J Importers? Itu belum cukup sebagai
bukti. Tidak bisa kita ajukan hal ini sebagai bukti. Orang tidak akan
percaya!" "Nanti dulu," Pete bertepuk sekali. "Ada kaca di
atapnya. Aku melihatnya tadi. Kalau ada kaca di atas ruangan kecil itu, kita
dapat melihat isinya." Pete bergegas kembali ke belakang gedung Jupe dan
Bob menyusul. Ada sebuah pipa yang terpancang kuat pada dinding hingga ke atas.
Pete mulai memanjat pipa itu.
"Jangan bertindak terlalu jauh," pesan Jupe "Jangan
coba untuk masuk. Mungkin mereka memasang alarm."
"Tapi cepat!" seru Bob. "Kalau ada orang
melihat kita di sini, kita tidak perlu memanggil polisi. Polisi yang akan
datang untuk menangkap kita!"
"Oke," sahut Pete. Ia lalu menghilang di
balik atap. Atap itu datar. Kaca-kaca terdapat di beberapa tempat. Ada sekitar
enam buah kaca. Pete hampir bersorak kegirangan ketika melihat salah satu dari
kaca itu terletak tepat di atas ruangan kecil di sudut ruangan.
Dengan perlahan-lahan didekatinya kaca itu. Di
sampingnya ia berlutut dan melihat ke bawah. Ruangan di bawahnya agak gelap.
Satu-satunya penerangan adalah melalui kaca itu. Pete menggeser ke pinggir
supaya tubuhnya tidak menghalangi cahaya yang masuk melalui kaca ini.
Untuk memperjelas penglihatan, Pete membersihkan kaca itu. Ia
melihat ada kisi-kisi besi yang menopang kaca itu.
Ia menempelkan wajahnya di kaca serta melindungi dengan
kedua telapak tangannya. Sambil mengira-ngira, ia hanya dapat mengenali ruangan
yang cuma berisi benda-benda yang terbungkus seperti karung- karung semen.
"Ada apa di sana?" Jupe
tahu-tahu sudah berada di sampingnya. Napasnya tersengal-sengal. Temannya yang
gempal ini rupanya tidak sabar untuk menanti di bawah. Ia menyusul Pete dengan
memanjat pipa tadi. Pete tidak menjawab. Ia menyingkir dan mempersilakan Jupe
untuk melihat sendiri.
"Apa itu menurutmu?" kata Jupe setelah satu atau dua
menit.
"Tidak ada apa-apa."
Jupe duduk dengan tangan ke belakang menopang tubuhnya.
"Paling tidak kita tahu bahwa Lucille tidak disekap di sini. Tapi ini
tidak berarti kita sudah dekat dengan pemecahan kasus kita. Mainan! Mr. Sears
mengimport mainan! Atau ia sama berurusan dengan pengimport yang sesungguhnya?
Apa Morell dan McLain bekerja untuknya? Apa Lucille telah menyingkap rahasia
tentang boneka beruang dalam tas jinjingnya?"
Jupe dan Pete berdiskusi di atap untuk beberapa menit.
Jupe berpikir keras untuk mencoba menyingkap misteri ini dengan berbekal
beberapa petunjuk yang sudah mereka dapat
"He, kalian di atas!" Bob
yang memanggil dari bawah. "He, kalian masih di sana?"
"Ya, kami turun sekarang," sahut Jupe. Ia berdiri, lalu
mulai berjalan ke arah pipa.
Tiba-tiba kayu tua di atap berderak-derak. Jupe berhenti.
"Diam di tempat!" seru Pete memperingatkan. "Jangan
bergerak!"
Ia berlutut untuk
mendapat keseimbangan yang lebih baik. Dengan merangkak ia bergeser ke tepi
atap tempat pipa itu berada. "Akan kucarikan papan atau... atau sesuatu
yang dapat kita letakkan sebagai pijakan dan..."
Jupe bersin.
"Jangan, jangan!" seru Pete. Salah satu kaki Pete sudah
mulai turun.
Jupe bersin lagi, lebih keras. Keseimbangannya hilang.
Tanpa disadarinya, ia melangkah mundur. Atap berderak-derak lagi. Dan runtuh.
Tangan Jupe menggapai-gapai. Tapi tidak
ada sesuatu yang bisa dijadikan pegangan. Mukanya pucat. Ia terjerumus ke
dalam!
-Bab 18 KE MANA HARUS BERSEMBUNYI?
JUPE terbaring dalam kegelapan. Ia
mencoba bernapas. Mulanya sukar sekali. Ia berjuang dan terus berjuang. Setelah
berguling ke samping, ia merasakan dadanya lebih lega.
"Jupe? Jupe, kau bisa dengar aku?"
Itu Pete. Sambil bertelungkup ia
melongok sejauh mungkin dari samping atap yang runtuh.
"Jupe?" panggilnya lagi.
"Aku di sini. Aku baik-baik
saja." Jupe berdiri dengan susah-payah. Ia bersandar pada dinding di
dekatnya. Dinding itu adalah dinding ruangan kecil yang tersembunyi itu. Jupe
jatuh dalam gudang penyimpanan, tepat di depan pintu menuju kamar itu.
"Jupe, hati-hati," pesan Pete "Oke." Jupe
mencoba memutar kenop pintu. Tidak bisa diputar. Ia berusaha sekuat tenaga.
Tetap tidak ada hasilnya. Pintu itu sangat kuat dan terkunci erat.
Jupe melihat rak-rak besi yang memenuhi ruangan itu.
Boneka beruang teddy dari bulu asli, boneka-boneka kuda, bermacam-macam boneka
tersusun dalam rak itu. Sejumlah mainan lain tersimpan dalam kotak- kotak.
Mainan di mana-mana.
Jupe pergi ke rak yang terdekat. Ia mengambil sebuah
boneka beruang yang terbuat dari bulu asli. Boneka itu mirip sekali dengan yang
dimiliki Lucille. Dengan boneka di tangannya, ia mulai melangkah ke bagian
depan - ke arah kantor yang dipisahkan dengan sebuah partisi.
Pintu partisi depan dapat dibuka dengan mudah. Jupe
melongok ke dalam kantor. Ia melihat seperangkat meja. Ia melintasi kantor itu
menuju pintu depan. Tepat ketika tangannya memegang kenop pintu, sebuah mobil
datang dari luar.
Jupe mengintip melalui kaca di pintu.
Mobil Fiat merah tua itu datang lagi! Jupe berlari kembali ke gudang
penyimpanan. Tidak lupa ia menutup pintu partisi lagi.
Di atap, Pete mengingsut-ingsut "Jupe, di mana kau’?"
Panggilan itu membuat Jupe kuatir.
Jupe segera
berlari melintasi gudang ke tempat ia jatuh tadi. "Jangan
keras-keras," katanya pada Pete. "Cepat turun dari sana! Ia datang
lagi."
Pete buru-buru menjauh dari lubang. Jupe mendengar
suara Pete beringsut di atap, lalu merambat turun di samping. Lalu suara orang
menjejak di tanah. Jupe tersenyum. Pete sudah aman.
Jupe bersembunyi di balik tumpukan karton ketika pintu
depan dibuka. Seseorang masuk ke dalam kantor. Jupe mendengar suara kursi
ditarik lalu suara derit kursi ketika orang itu duduk. Laci dibuka. Orang itu
batuk-batuk kecil.
Apa yang dilalukan Sears? Ia mau menyelesaikan
pekerjaannya? Apa ia akan lama berada di dalam kantor?
Jupe menoleh ke bagian belakang gudang yang besar itu.
Sepasang pintu dorong yang besar cepat dibuka. Pintu itu menghadap ke belakang
gudang, tempat orang mengangkut atau mengantar barang. Jupe bisa keluar lewat
situ... kalau ia dapat membuka kuncinya. Atau ia tunggu saja, sampai Sears
pergi lagi. Siapa tahu Sears tidak mengecek gudang. Dalam hal itu ia tidak akan
mengetahui bahwa ada lubang di atapnya-dan Jupe mendapat kesempatan untuk
membongkar rahasia kamar yang terkunci tadi.
Jupe melangkah ke balik rak-rak besi yang penuh dengan
main anak. Ia menunggu.
Tidak lama. Tahu-tahu kursi itu
dikembalikan ke tempatnya. Terdengar suara langkah mendekat. Laki-laki itu
datang. Setiap saat ia bisa masuk ke dalam gudang.
Ia akan melihatnya! Ia akan melihat lubang di atap dan
bekas-bekasnya di lantai. Ia akan tahu!
Jupe memperhatikan
sepasang pintu dorong di belakang. Apa ia dapat mencapainya?
Tidak. Pintu partisi sudah terbuka. Jupe menunduk di
balik beruang- beruang teddy, di antara boneka-boneka yang tersenyum. Ia
mengintip dari sela-sela rak. Dilihatnya sepatu Mr. Sears. Ia mendengar
langkah- langkah pada lantai yang berdebu itu.
Sears berhenti. Perhatiannya terusik. Ia melihat
kayu-kayu berserakan di lantai. Dan ia melihat atapnya berlubang.
Jupe melihat tangan Sears. Tangan itu menghilang di
balik jaketnya. Kemudian Jupe melihat sepucuk senjata. Laki-laki beruban itu
tentu mengambilnya dari balik jaketnya. Sekarang Sears melangkah hati-hati
dengan sikap waspada. Ia mendekati tempat kayu-kayu itu berserakan.
Jupe menunduk makin dalam. Kalau Sears berjalan terus,
ia akan melewati tempat Jupe bersembunyi. Jalan akan bebas bagi Jupe. Ia
berharap dapat lari sebelum Sears mulai memeriksa gudang ini. Hanya memakan
waktu sedetik bagi Jupe untuk mencapai pintu depan. Kalau sudah di luar,
keadaan lebih aman. Di luar Sears tidak akan berani menembak. Jupiter dapat
berlari dan terus berlari. Ia dapat menemukan Worthington.
Ia mendengar sirene. Tidak jauh dari
situ. Sears juga mendengarnya. Ia terdiam. Tanpa bergerak-gerak ia menanti apa
yang akan terjadi berikutnya. Senjata tergenggam erat di tangannya. Suara
sirene itu menjauh. Sears mulai melangkah lagi.
Sekarang! Sekaranglah saatnya! Beranikan Jupe?
Tiba-tiba terjadilah suatu keajaiban. Seseorang
membunyikan bel pintu depan bangunan itu.
Orang bersenjata itu terlompat. Ia
bimbang. Bel itu berbunyi lagi. "Halo!" teriak tamu di depan.
"Ada orang di dalam? aku perlu pertolongan!"
Sears berbalik. Ia keluar dari kantornya. "Siapa itu?"
balasnya.
"Maafkan aku, mister, tapi aku benar-benar perlu
bantuan Anda," kata tamu itu. "Aku tersesat. Dapatkah anda
menunjukkan jalan menuju bengkel Carter?"
"Terus saja, ikuti jalan ini, lalu belok kanan
pada persimpangan pertama," sahut Sears dengan kesal.
"Tapi aku
tidak melihat tanda apa-apa di sana," kata tamu yang kebingungan itu. Tamu
ini tampaknya gemar mengobrol dan bersedia untuk mendiskusikan masalah sekecil
apa pun dengan panjang lebar.
Jupe tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia menyelinap
keluar dari persembunyiannya. Didorongnya pintu belakang dengan hati-hati.
Pintu itu meluncur dengan ringannya. Suara yang ditimbulkan tidak keras. Bebas!
Jupe melangkah keluar dan menutup lagi pintu dorong itu. Suara Worthington
hanya samar-samar terdengar dari belakang. Sopir Roll- Royce itu masih
menanyakan alamat yang dicarinya dengan cerewet.
Jupe tersenyum di luar. Dalam hati ia
mengakui kecerdikan Worthington serta kepandaiannya bersandiwara.
Roll-Royce itu melaju ke utara.
"Worthington, kau hebat!" seru Jupe.
Worthington
mengangguk. "Aku kan anggota kehormatan Trio Detektif. Trio Detektif itu
hebat, jadi aku tidak boleh memalukan Trio Detektif," katanya.
"Aku dan Bob sadar akan bahaya yang kau
hadapi," ujar Pete. "Kami melihat Mr. Sears lagi. Kami pikir orang
itu akan mengenali kami kalau kami yang muncul. Tapi ia kan tidak kenal
Worthington. Jadi apa yang terjadi? Kau menemukan sesuatu?"
"Tidak terlalu penting," Jupe mengakui.
"Orang itu punya senjata. Mungkin ia akan menggunakannya kalau ia
menemukan aku di dalam gudangnya. Tapi itu tidak berarti apa-apa. Banyak orang
punya senjata sekarang ini."
Jupe masih memegang beruang teddy di
tangannya. Ia mempelajarinya sekarang. "Aneh," katanya. "Ini
tidak lembut seperti biasanya boneka. Rasanya seperti ada plastik di balik bulu
ini."
Ia menarik kepala boneka itu, mencoba menduga ada apa di dalamnya.
"Boneka memang tempat yang aman
untuk menyembunyikan sesuatu yang kecil," kata Worthington. "Salah
satu klienku punya mainan yang serupa. Ia menyimpan perhiasannya di dalam
bonekanya. Lalu boneka itu diletakkan begitu saja tempat tidurnya. Pernah
rumahnya kemalingan. Pencuri itu masuk ke kamar tidurnya. Si pencuri tidak
menemukan apa- apa yang berharga. Boneka itu dibiarkannya. Selamatlah perhiasan
klienku itu."
Pete memukul kepalanya sendiri. "Bodohnya kami ini...,"
katanya. "Seharusnya dari dulu kami tanyakan ini padamu."
-"Aku juga baru ingat sekarang," sahut
Worthington. "Boneka milik klienku itu dapat buka, seperti sekrup."
Demikian pula
boneka yang dipegang Jupe. Jupe melihat isinya. Kosong. Hanya terlihat rangka
plastik boneka itu.
"Tidak ada obat terlarang," kata Bob.
"Tidak pula perhiasan," tambah Pete.
"Kosong melompong. Nol besar hasil pekerjaan kita."
Bob melemparkan tubuhnya hingga
menyandar ke kursi belakang. Pete mengerutkan dahinya. "Apa kita harus
mulai dari awal lagi?" keluh Pete. "Mulai dari orang yang berpakaian
seperti Drakula yang menyusup ke dalam markas kita? Mungkin sekali itu Morell.
Dia tahu banyak tentang hal-hal semacam itu. Lalu bagaimana? Mesti ada sesuatu
dalam beruang teddy milik Lucille. Kalau tidak, buat apa Drakula itu
susah-payah mencarinya? Pasti ada hubungannya dengan beruang yang dicuri dari
penjual pakaian bulu itu. Morell pasti terlibat dalam kasus ini, aku berani
bertaruh!"
"Jupe, apa kau ingin memberi tahu polisi’?" tanya
Worthington.
Jupe menimbang-nimbang. "Kalau kita melapor, apa
yang akan kita katakan?" katanya. "Pengetahuan kita dalam kasus ini
tidak lebih banyak dari beberapa jam yang lalu, ketika bicara dengan dua
detektif itu di luar garasi Morell. Cuma satu kebetulan yang mencurigakan yang
kita temui: pemilik Pizza Shack juga mempunyai bisnis lain di R.J. Importers.
Dan tempat itu adalah sumber beruang teddy yang dimiliki Lucille. Ini bukan
kejahatan, kan? Bisa saja ini suatu kebetulan."
Worthington mengangguk. "Benar sekali,"
katanya. Ia tidak berkata- kata lagi sepanjang perjalanan menuju Rocky Beach.
Matahari mulai
tenggelam ketika Rolls-Royce itu berhenti di depan Pangkalan Jones. Gerbang
depan ditutup selama saw hari itu. Paman Titus berdiri di depannya. Ia
mengamati Jupe dan kawan-kawannya.
"Kau seharusnya menelepon," katanya. "Bibimu kuatir
terus seharian ini."
"Maaf, Paman Titus," ujar Jupe. "Kami
dari... kami dari tempat yang tidak ada telepon umumnya. Saking asyiknya kami
jalan-jalan, kami sampai lupa waktu."
"Asal kau baik-baik saja,"
kata Paman Titus. "Jangan pergi lagi seharian penuh tanpa memberitahu
kami. Dan aku ingin bertanya sesuatu. Aku sudah beberapa waktu memikirkan hal
ini... Apa menurutmu pencurian di rumah ini ada kaitannya dengan gadis di
Cheshire Square itu?"
"Mungkin saja, Paman Titus," sahut Jupe.
"Aku - cuma tidak ingin ia kembali untuk menakuti
Mathilda," kata Paman Titus. "Aku kuatir ia merasa tidak aman di
rumahnya sendiri."
"Tidak ada yang perlu dikuatirkan sekarang,"
Jupe menenangkan pamannya. "Pencuri itu sudah memperoleh apa yang dia
inginkan. Ia tidak akan kembali lagi."
-"Kalau begitu," kata Paman
Titus sambil tersenyum lebar, "kau lebih baik cepat-cepat mandi sebelum
terkena semprotan bibimu!"
-Bab 19 ILHAM JUPITER
-JUPITER terbangun malam itu. Ia mendengar suara
langkah kaki di luar. Seperti ada orang yang sedang menyanyikan lagu sedih.
Lagu itu mengisahkan tentang seekor anak domba yang terpisah dari kumpulannya
dan tersesat.
Jupe berbaring di tempat tidurnya. Ia merasa terganggu
mendengar nyanyian itu. Sukar baginya untuk tidur lagi, sekalipun badannya
terasa lelah. Ia perlu tidur. Besok masih banyak yang harus dikerjakannya.
Sekarang aku harus tidur, katanya pada diri sendiri, aku perlu tenaga.
Pikirannya melayang...
Tiba-tiba ia terduduk di tempat tidurnya. Domba! Anak
domba! Itu dia! Ini dia petunjuk yang menolongnya untuk menemukan penculik
Lucille!
Ia melihat jam di samping tempat tidurnya. Jam tiga
dinihari. Tidak mungkin menelepon Worthington pada saat seperti ini. Tidak juga
Pete atau Bob. Jam tiga pagi. Siapa pun akan mengomel kalau ditelepon pada saat
seperti ini. Apa yang bisa dilakukannya pada saat sepagi ini? Jupe tidak sabar
menanti datangnya fajar.
-Jupe merebahkan tubuhnya lagi.
Menit-menit yang panjang berlalu. Ia tertidur sebentar. Lalu terbangun lagi.
Begitu terjadi berulang-ulang, sampai akhirnya matahari muncul. Jupe bergegas
berganti pakaian, lalu menyantap sarapannya.
-Pada jam tujuh tiga puluh ia menelepon Bob.
"Ingat apa yang dikatakan McLain
waktu ia bertemu dengan orangtua Lucille?" tanya Jupe ada Bob.
"Yang mana?" Bob balik bertanya. "Ia akan membuat
Lucille ternama?"
"Bukan -yang itu. Ia bilang ia tinggal di tempat yang
dimiliki Cecil B. DeMille. Dan ada domba-domba merumput di dekatnya."
Bob tidak berkata apa-apa. Jupe dapat mendengar suara Bob menguap.
"Mengatakan
sesuatu tentang Cecil B. DeMille adalah sesuatu hal palsu yang dipergunakan
untu-k membuat orang terkesan," sambung Jupe. "Ia ingin Anderson
berpikir bahwa ia kaya dan penting. Tapi domba? Kupikir
ia tidak sengaja
berkata seperti itu. Dan menurut firasatku, ia berkata sebenarnya. Bob, di mana
pun McLain - maksudku, Pelluci - tinggal pasti ada domba di sekitarnya. Di mana
ada tempat domba di Los Angeles
ini?
"Betul juga," kata Bob. "Di awal musim
semi kau dapat menjumpainya merumput di lereng bukit sepanjang pantai. Tapi
kemudian mereka diangkut ke Sierras atau tempat lain."
"Betul," lanjut Jupe. "Mereka mengirim
domba-domba itu ke tempat- tempat yang lebih dingin, sehingga bulunya lebih
bagus. Tapi pasti ada beberapa yang ditinggalkan di sini. Dengar mungkin ada
rumah tua atau gudang yang sudah tidak dipakai di bukit tempat orang dapat
bersembunyi. Tempat yang dekat dengan tempat domba merumput Pelucci mengatakan
hal itu tiga hari yang lalu. Jadi kemungkinan domba- domba itu ada di sana
masih cukup besar,"
"Oke," sahut Bob. "Tunggu apa
lagi?" Ia menjadi bersemangat dan ingin segera melakukan tindakan.
"Worthington," kata Jupe.
"Kalau ia tidak sedang bertugas, hari ini, kurasa ia akan senang mengantar
kita."
"Aku akan telepon Pete," ujar Bob. "Kau telepon
Worthington!"
-Worthington tiba di Pangkalan Jones sebelum jam sembilan.
Ia tidak mengendarai Rolls-Royse melainkan sebuah jeep dengan roda-roda yang
besar.
"Rolls-Royce tidak cocok untuk
ekspedisi kali ini," kata Worthington. "Kendaraan ini milik temanku
yang punya hobi mengendarai jeep setiap hari Minggu, di tempat-tempat berbatu
naik-turun dan kadang-kadang berlumpur. Aku heran, kok ada ya, orang yang
hobinya seperti itu. Tapi
ia menikmati sekali pengalaman itu. Dan kendaraan ini memenuhi syarat untuk
jalan-jalan seperti itu. Jeep ini four-wheel-drive,"
-"Wah, hebat sekali, Worthington!" seru Bob.
Sopir itu hanya tersenyum saja mendengar komentar Bob. •
Trio Detektif segera naik ke dalam jeep. Worthington
memindahkan persneling. Mereka berangkat Guncangan dalam jeep jauh lebih besar
dibandingkan dengan Rolls-Royce. Mereka berjalan ke arah Pacific Coast Highway,
kemudian membelok ke sebuah jalan sempit yang dinamakan Cottonwood Creek Road.
Worthington memindahkan persneling. Jeep ini mendaki sambil menderung.
Anak-anak menikmati pemandangan alam yang indah di kiri-kanan mereka.
Belum lima belas menit berlalu, mereka sampai di
Mulholland Highway. Mulholland terbentang di puncak pegunungan, mulai dari
Hollywood sampai Ventura. Mulanya Worthington mengarahkan jeep ke kota. Ke sana
akan lebih banyak rumah dijumpai.
Jupe membawa teropong. Ia meneropong daerah di sekitar
bukit-bukit yang mereka lalui. Anak-anak berjumpa dengan pengendara sepeda yang
bersimbah peluh mengarungi jalan yang menanjak dengan penuh konsentrasi.
Worthington meminggirkan jeep. Jupe melambai pada pengendara sepeda itu.
"Kami mencari seorang teman," kata Jupe.
"Seorang laki-laki yang rumahnya dekat dengan tempat domba merumput. Ada
keperluan penting dengan keluarganya. Kami ingin bertemu dengannya
langsung."
-"Maaf,"
kata pengendara sepeda itu. "Aku tidak melihat siapa-siapa dari
tadi."
Mereka melanjutkan perjalanan. Sekitar
satu sampai dua mil dari jalan Jupe melihat benda-benda abu-abu pada daerah
yang miring ke atas di samping jalan. Tadinya ia mengira benda itu batu. Tapi
ketika salah satu benda bergerak, ia sadar bahwa itu bukan batu - itu kawanan
domba. Kemudian ia melihat karavan tua dan seorang laki-laki duduk di sebuah
kursi lipat sambil memainkan harmonika.
"Itu dia!" seru Jupe sambil menunjuk.
Worthington dengan cepat meminggirkan jeep dan memarkirnya
di balik batu. Anak-anak keluar Mereka memanjat daerah yang miring ini
mendekati laki-laki yang sedang menggembala itu.
"Kami mencari teman kami," kata Jupe ketika
mereka sudah dekat "Dua orang laki-laki dan seorang wanita. Mereka tinggal
di suatu tempat sini dekat bukit Tapi aku tidak punya alamatnya."
Bob melihat ke sekelilingnya. Sejauh ia memandang,
tidak terlihat tanda-tanda adanya rumah - tidak terlihat atap rumah, atau
cerobong asap.
"Salah satu teman kami itu mengatakan bahwa mereka
dapat mendengar suara domba di rumah mereka," lanjut Jupe. Penggembala
domba itu memandang Jupe dengan heran. "Aku belum menemukan tempatnya. Apa
ada kawan domba lain di bukit ini sekarang?’"
Gembala itu mengangkat bahu. "Aku belum lihat satu
pun," katanya. Ia memiliki aksen Eropa. "Mungkin kalau kau terus
berjalan ke barat, kau akan menemukannya. Sampai kemarin malam, domba-dombaku
sudah bergerak sejauh satu atau dua mil dari arah sana."
Jupe mengucapkan terima kasih.
Anak-anak kembali ke tempat Worthington "Ke barat,'"kata Jupe.
"Ia sudah menggembala dari arah barat. Pada tempat-tempat di bawah jalan
ini. Mungkin kita harus keluar dari jalan ini, Worthington."
"Itu gampang, Jupe. jangan takut," sahut pengemudi itu.
Mereka memutar ke arah mereka datang tadi. Tidak lama
kemudian mereka sampai di Persimpangan antara Cottonwood Creek Road dan
Mulholland. Di sana Worthington memperlambat kecepatan.
Bukit-bukit tampak kosong sejauh mata memandang. Rocky
Beach hanya beberapa menit dari sini. Namun keadaan di sini sangat jauh
berbeda. Tempat ini seperti daerah yang belum pernah dijamah tangan manusia.
Kira-kira satu mil dari persimpangan,
sebuah menara batu berdiri, menjulang di batik pepohonan. Ketika mereka
mendekat, dinding batu terlihat di bawah menara itu.
"Itu sebuah puri!" seru Pete.
Worthington menghentikan jeep pada sebuah jalan kotor
yang menuju puri itu.
"Lihat! Ada bentengnya!" kata Bob seraya
menunjuk ke suatu tempat di luar puri. Benteng itu terdiri dari beberapa kabin
yang dikelilingi pagar- pagar pertahanan tinggi.
"Dan ada kota tua," tambah Pete, yang
memandangi bangunan-bangunan kayu yang berdebu di seberang puri itu.
"Ini
dia!" seru Jupe. "Ini tempatnya!" Matanya bersinar-sinar. Ia
telah mengikuti ilhamnya, dan ternyata terbukti benar.
"Tapi... tapi ini kan bukan tempat sungguhan," Pete
tidak setuju. "Ini cuma tempat pengambilan film yang sudah tidak
dipakai!"
"Tepat!" sahut Jupe. "Orang yang licin
seperti Pelucci cocok tinggal di tempat seperti ini. Ia tidak akan mengakui
bahwa ia sesungguhnya tidak punya rumah. Ia akan mengatakan pada orang lain
bahwa ia menempati rumah sementara yang dulunya dimiliki Cecil B. DeMille.
"Semoga saja produser film palsu
dan temannya itu masih ada di sini- dan mereka membawa Lucille ke sini!"
-Bab 20 SERBUAN TAK DIDUGA
-"WORTHINGTON, kau jaga di sini," kata
Jupiter. "Kalau kami mendapat masalah yang tidak dapat kami tangani, cepat
cari bantuan." •
"Beres, Jupe," sahut Worthington, "tapi
hati-hati. Jangan bertindak sembrono."
Trio Detektif mengambil jalan memutar melalui daerah
yang miring. Dengan begitu mereka tidak akan terlihat oleh siapa pun yang
berada di dalam puri. Mereka menerabas semak-belukar untuk mencapai tempat itu.
T empat itu penuh dengan setting untuk film-film tua. Antara satu lokasi dengan
lokasi lain dihubungkan dengan jalan setapak yang kotor. Selain puri, benteng,
dan kota tua, ada beberapa rumah dari zaman yang berbeda-beda dan sebuah gereja
dengan menara yang tinggi. Sebagian besar bangunan itu hanya dekorasi saja.
Dinding hanya terdapat di bagian depan dan kiri-kanan, sedang bagian belakang
kosong terbuka.
Seperti kebanyakan lokasi pengambilan film, tempat ini
selalu berubah dari waktu ke waktu. Bangunan-bangunan baru ditambahkan.
Bangunan yang tidak lagi terpakai dirobohkan. -Beberapa rumah baru setengah
jadi, atau baru setengah dibongkar.
Lokasi untuk kota tua Old West masih dalam kondisi baik. Anak-anak melihat
tanda untuk toko, saloon, kantor sherrif, dan penjara pada dua baris bangunan.
Tempat itu sangat sepi.
"Dari mana kita mulai mencari, Satu?" bisik Bob.
Tidak mudah untuk mengambil keputusan. Jupe mempelajari
bangunan- bangunan itu. Ia tahu bahwa tempat yang dipilih Morell dan Pelucci
pastilah bangunan yang lengkap - memiliki empat dinding, lantai dan atap.
Bangunan untuk penjara tampak memenuhi syarat itu. Begitu pula dengan toko,
benteng, puri, dan gereja.
Jupe memutuskan untuk menyelidiki puri lebih dahulu.
Puri itu tampak sangat kokoh. Dindingnya terbuat dari batu sungguhan, dan
jendela- jendelanya ditutup dengan terali. Kalaupun Morell dan Pelucci tidak
tinggal di sana, mereka mungkin menyekap Lucille di balik terali itu.
Jupe menunjuk puri itu. Lalu ia mulai
berjalan. Kedua temannya mengikuti. Ketika sudah dekat mereka melihat salah
satu pintu mempunyai kunci pintu yang masih baru dan mengkilat.
"Itu dia, Satu!" bisik Bob.
Jupe bergerak tanpa menimbulkan suara.
Trio Detektif merapat ke dinding. Pete
mengintip melalui jendela berterali. Lantainya terbuat dari kayu. Setumpuk
benda seperti kain tergeletak di lantai. Tampaknya ada orang yang melemparnya
ke sana.
"Lucille!" panggil Jupe perlahan.
"Lucille, kau ada di sana?"
Tumpukan kain tadi bergerak. Lucille Anderson terduduk.
Wajahnya sangat pucat. Sekeliling matanya hampir hitam.
"Lucille, aku Jupiter Jones," kata Jupe.
"Temanku Pete dan Bob ada bersamaku. Di mana Morell dan Pel - maksudku,
McLain?"
Gadis itu menyibakkan selimut dan
kantong tidur. Ia berdiri dan berjalan ke jendela. Pakaian yang dikenakannya
ialah blus yang dipakainya ketika pertama kali ia bertemu dengan Trio Detektif.
Blus itu kotor dan sobek-sobek. Rambutnya kusut.
"Kami akan mengeluarkanmu," janji
Jupe dengan berbisik.
"Lucille balas membisik, "Hati-hati.
Kupikir mereka itu gila."
"Di mana mereka?" tanya Jupe lagi.
"Di atas sana. Dalam toko itu."
Jupe mengangguk. Ia dan Pete mulai mencoba melepas
teralis yang menutup jendela itu. Bob bergegas kembali untuk memberi tahu
worthington supaya menghubungi polisi.
Seperti kebanyakan benda dalam dunia artifisial,
teralis yang mengungkung Lucille hanya dimaksudkan untuk film. Teralis itu
terbuat dari kayu, bukan besi atau baja, meskipun warnanya adalah warna besi.
Sekilas orang tidak akan menyangka bahwa terali itu terbuat dari kayu Ketika
Bob kembali, Pete dan Jupe sedang membongkar terali itu. Di dalam puri, Lucille
mulai menangis.
"Gila!" katanya berulang-ulang. "Mereka
semua gila. Betul-betul sinting! Semua ini gara-gara mainan sial itu!"
"Beruang teddy?" kata Jupe. "Itu yang mereka cari kan? Dan
mereka menemukannya. Kenapa?"
"Aku tidak tahu. Aku baru selesai mandi saat
mereka datang ke rumah Fowler. Mereka ingin bicara denganku soal film Drakula.
Ternyata mereka bohong. Aku sedang bicara dengan Henry di bawah. Craig pergi ke
atas. Aku dapat mendengar langkahnya menaiki tangga. Kukejar dia. Henry mencoba
menahanku, tapi aku terus saja mengejar Craig, yang sudah sampai di kamar Mrs.
Fowler. Ia membuka laci-laci. Ia ingin tahu di mana kusimpan beruang teddy
itu... Ia memaksaku untuk mengatakannya."
Ia menangis. "Ia bilang aku harus
mengatakan padanya... kalau tidak... Aku lari ke kamar mandi dan mencoba
menguncinya dari dalam. Tapi ia menahannya sebelum aku berhasil mengunci --dan
ia... ia memukulku. Hidungku berdarah. Tapi ia tidak peduli. Ia memelintir
tanganku kuat sekali. Aku katakan beruang itu ada pada tas jinjing yang kalian temukan...
dan mungkin kalian yang menyimpannya dan..."
’Tenanglah," kata Jupe. "Sebentar lagi kau bebas."
Mulanya cukup sulit untuk melepaskan
paku-paku terali itu. Tetapi dengan bantuan pisau buatan Swiss milik Jupe, paku
demi paku itu mulai terlepas.
"Kupikir tadinya setelah kuberi tahu tentang beruang teddy
itu mereka akan pergi. Ternyata tidak."
"Mereka kuatir kau melapor pada polisi," kata
Jupe. "Aku dapat menduga cerita selanjutnya. Mereka menyembunyikan kau di
dalam mobil, lalu membawamu ke sini." "Dalam bagasi mobil,"
katanya. "Henry punya senjata. Ia mengancam akan menembakku kalau aku
ribut."
Akhirnya paku terakhir berhasil dicopot. Pete memegang
terali itu dengan kedua belah tangannya. Satu kakinya ditekankan pada tembok.
Dengan sekuat tenaga ia menarik terali itu.
Terali itu ambrol. Lucille memanjat keluar dibantu
anak-anak. Blusnya yang panjang tersangkut pada sesuatu. Namun ia paksa supaya
bisa lolos. Sobekan panjang bertambah lagi pada blusnya. Lucille sudah bebas.
Mereka cepat-cepat lari menjauh dari puri, menuruni daerah yang miring, ke arah
jalan. Lucille tidak peduli pada kakinya yang telanjang. Ia tidak mengacuhkan
kerikil tajam yang menghunjam kakinya.
Saat itu pintu toko terbuka. Henry Morell muncul. Ia
membawa sebuah piring kertas berisi makanan. Dilihatnya anak-anak dan Lucille
sedang berlari. Ia terpaku sejenak. Kemudian ia berteriak, "Iggy!
Iggy!"
Anak-anak berlari makin kencang. Pete
memegang Lucille pada sikunya. Bob berlari mendampingi Lucille. Dan Jupe
berlari di samping Bob.
Lucille tersandung batu. Hampir saja ia terjatuh. Ia menjerit
kesakitan, namun terus berlari.
Ada sebuah rumah peristirahatan bergaya Inggris di
hadapan Trio Detektif dan Lucille. Pintu depannya terbuka. Anak-anak masuk ke
dalam sambil membawa Lucille. Mereka menutup pintu, menuju bagian belakang,
lalu keluar lagi melalui pintu belakang. Kemudian mereka berlari terus sampai
ke dalam sebuah gereja kecil.
Di sana mereka
berlutut Bob mengintip dengan hati-hati melalui celah pada dinding kayu.
Morell dan Pelucci sudah sampai di jalan sekarang.
Keduanya menggenggam senjata. Mereka tampak putus asa dan nekat. Mereka tahu
bahwa mereka harus menangkap Lucille kembali. Kalau tidak, mereka dalam bahaya.
Sedangkan untuk menangkap Lucille, mereka harus sekalian menangkap ketiga anak
itu. Lalu? Apakah Morell dan Pelucci cukup nekat untuk melakukan apa saja
terhadap keempat anak itu?
Bob melihat Morell dan Pelucci berjalan
ke ujung jalan itu. Mereka memeriksa satu demi satu bangunan yang ada, mulai
dari ujung.
"Awas!" kata Bob. "Mereka berjalan ke arah kita.
Mereka akan menemukan kita di sini!"
-Anak-anak melihat ke sekelilingnya. Mereka mencari
jalan untuk meloloskan diri. Tetapi tidak ada jalan keluar. Kalau mereka keluar
ke jalan, kedua orang itu akan melihat. Morell dan Pelucci tidak akan ragu-
ragu untuk melepaskan tembakan. Anak-anak harus memikirkan jalan lain.
Pete melihat lonceng kecil di menara. Tidak ada tangga
menuju ke atas, tetapi papan-papan dipakukan pada dinding pada jarak-jarak
tertentu sehingga membentuk tangga. Lucille dan anak-anak dapat naik ke atas.
Dan mungkin kedua orang yang memburu mereka tidak melihat.
Mereka mendengar kedua orang itu sekarang. Morell dan
Pelucci saling memanggil satu sama lain ketika mereka memeriksa
bangunan-bangunan yang kosong. Pintu-pintu ditendang hingga terbuka. Terdengar
teriakan sewaktu Iggy Pelucci melihat ular.
Lucille gemetar. Namun ia tetap tenang. Bob menarik
tangan Lucille untuk memanjat tangga. Tanpa ragu-ragu ia memanjat tangga
darurat itu sampai pada tempat berdiri setengah jalan menuju lonceng gereja.
Anak-anak m nyusul.
Tidak cukup ruang di tempat itu bagi mereka berempat.
Tapi mereka saling berdesakan dan merapat ke dinding, hingga tidak terlihat
dari bawah maupun dari jendela di menara itu.
Kini Morell dan Pelucci sampai di benteng di seberang
menara. Mereka memeriksa rumah taman kolonial di samping.... Dan sekarang
anak-anak dapat mendengar pintu gereja dibuka. -Langkah-langkah kedua orang itu
membuat lantai kayu berderak-derak.
Tiba-tiba lengkingan terdengar dari atas. Ada sesuatu
di dalam lonceng menara-sesuatu yang tersembunyi tepat di bawah atap. Anak-anak
mendengar suara kepakan sayap. Kelelawar!
Lucille mendongak. Matanya melebar. Ia
hampir menjerit Jupe cepat- cepat menutup mulutnya supaya Lucille tidak berteriak.
Lucille tidak jadi menjerit. Namun ia mengeluarkan suara tertahan.
Itu sudah cukup. Henry Morell terusik
perhatiannya. Ia melintasi gereja dengan langkah cepat dan terburu-buru. Ia
berdiri di bawah tangga darurat dan mendongak. Ketika ia bicara, suaranya
tenang dan terkontrol.
"Turun ke sini," kata Henry Morell, "atau aku kejar
kalian ke atas."
Jupiter ingin tertawa. Morell sendiri sama sekali tidak
membuatnya takut. Tapi sekarang ia punya senjata. Jupe diam saja.
"Turun
kalian, kataku’" Morell berteriak sekarang. "Aku tahu kalian ada di
atas sana!"
Anak-anak hampir bergerak. Tapi mereka
mendengar suara lain. Mulanya suara itu samar-samar. Namun dengan cepat suara
itu makin keras. Dan semakin keras. Itu suara mesin menderu-deru disertai
klakson yang ditekan berulang-ulang. Kemudian teriakan-teriakan bergema di
jalan.
Di bawah, Morell melangkah mundur. Ia menjadi
gugup.
-Pete berjinjit untuk melongok keluar melalui
jendela menara.
"Sukar dipercaya," ujarnya.
"Apa?" bisik Bob. "Ada apa di
luar?"
Sebelum Pete menjawab, mereka mendengar Morell di
bawah. Ia berlari ke luar gereja. Di jalan Pelucci memanggilnya untuk
cepat-cepat keluar.
Pete melihat Pelucci berlari kencang melintasi jalan
yang berdebu menuju benteng. Pelucci membuka gerbang besar. Kemudian dengan
tergopoh-gopoh masuk ke dalam sebuah sedan abu-abu yang diparkir di balik
gerbang tadi.
Trio Detektif dan Lucille buru-buru turun dari menara.
Mereka berlari ke luar. Sedan abu-abu sudah meluncur di jalan berdebu. Sedan
itu melaju menuju jalan keluar. Namun sedan itu harus berhenti mendadak ketika
sebuah karavan muncul dari arah jalan keluar. Beberapa mobil lain menyusul dari
belakang.
Karavan itu dulunya mobil biasa, mungkin mobil Ford
Sekarang karavan ini dicat dengan warna ungu serta motif-motif hijau bertebaran
di sepanjang sisinya. Dua knalpotnya dipasang ke atas. Keempat bannya yang
besar melontarkan batu-batu ketika kecepatannya dipacu. Di belakang karavan
nyentrik itu datang sebuah mobil yang sudah berkarat dan tidak mempunyai kap.
Mobil itu sarat dengan anak-anak muda. Empat pemuda,
semuanya berotot kekar, berteriak-teriak ketika melihat sedan abu-abu itu.
Di sampingnya sebuah VW Beetle yang dicat oranye tampak
dikendarai seorang gadis. Dengan lincahnya gadis itu mengendalikan mobil di
jalan yang rusak itu. Toyota di belakang VW juga sarat dengan anak-anak muda
yang berteriak-teriak mengancam. Di belakang sekali tampak Worthington dengan
jeepnya. Ia ditemani penjaga restor an Pizza Shack, yang membawa sebuah
pentungan.
Di belakang kemudinya, Pelucci menyadari bahwa tidak
ada lagi jalan keluar. Setiap saat pasukan anak muda yang marah itu dapat
sampai di jalan berdebu dalam lokasi pengambilan film itu. Tapi Pelucci sudah
nekat. Ia menekan pedal gas dalam-dalam. Sedan itu meluncur dengan cepat, membuat
debu-debu beterbangan. Pelucci membalik arah, menjauhi jalan keluar. Dengan
nekat ia menjalankan mobil ke sebuah daerah terbuka yang curam di belakang
lokasi pengambilan film. Sedan itu menghindari sebuah tiang bendera - hampir
saja menubruk gerbang benteng yang terbuka, lalu melewati Trio Detektif di
pintu gereja. Sedan abu-abu itu terus meluncur keluar dari jalan, menerjang apa
saja yang mungkin diterjang. Sedan itu terguncang-guncang ketika melewati
daerah yang berbatu-batu.
Untuk sesaat
Pelucci masih dapat mengendalikan mobilnya. Namun kini di hadapannya. ada
sebuah batu besar. Pelucci membanting setir. Ia berhasil menghindar. Namun
salah satu roda depannya naik ke batu itu. Kecepatan yang tinggi membuat
mobilnya terbang. Mesinnya menderu- deru ketika ia melayang di udara untuk
sesaat, sebelum akhirnya jatuh dan merosot pada salah satu sisinya. Sebatang
pohon dihantamnya. Rangka sedan rusak seluruhnya.
Pelucci dan Morell keluar. Kedua orang itu berlari
melintasi daerah terbuka. Tetapi anak-anak muda yang marah sudah keluar dari
mobil mereka. Beramai-ramai mereka mengejar Morell dan Pelucci.
Morell berbalik. Ia mengacungkan senjatanya. Salah
seorang pemuda yang berotot kekar menerjang kakinya. Morell terjatuh.
Senjatanya terlempar.
Pelucci berhenti saja. Ia tahu bahwa
tidak ada gunanya melawan. Dan tidak ada jalan untuk melarikan diri.
-Bab 21 JAMUAN UNTUK WORTHINGTON
-HECTOR SEBASTIAN kembali dari Idaho seminggu setelah
penyelamatan Lucille Anderson. Jupiter segera meneleponnya.
"Kami baru menyelesaikan sebuah kasus,"
katanya. "Apa Anda ingin mendengarnya?"
"Pakai tanya
segala," sahut Mr. Sebastian. "Sudah tentu aku ingin dengar langsung
dari kalian, meskipun aku sudah tahu ceritanya.
Tentang gadis belasan tahun dari
Fresno, kan?"
"Bagaimana Anda tahu?"
"Lho? Bagaimana aku tidak tahu?" balas
Sebastian. "Kisah tentang sepak terjang kalian memenuhi halaman
koran-koran. Besok kalian bisa? Datanglah pada saat minum teh sore. Don sedang
hobi menghidangkan teh akhir-akhir ini."
Jupiter bimbang.
Ia suka pengalaman baru. Tapi pengalaman mencicipi makanan hasil masakan Don
tidak selalu menarik baginya.
"Kau akan suka teh ini," bujuk Mr. Sebastian
"Percayalah!"
"Baik," sahut Jupe. "Boleh aku membawa beberapa
teman?"
"Apa salah seorang dari mereka adalah remaja yang punya
ambisi untuk jadi bintang film itu?" tanya Mr. Sebastian. .
"Ia janji untuk tidak meminta peran dalam film
Anda," kata Jupe. "Ia cuma ingin bertemu dengan Anda. Worthington
juga salah seorang pengagum Anda. Ia punya semua buku karya Anda."
"Oh, bagus! Aku selalu ingin
bertemu Worthington. Bawa dia sekalian. Atau lebih tepat, izinkan dia
mengantarmu ke sini," ujar Mr. Sebastian sambil tertawa.
Jupe nyengir mendengar ejekan Mr. Sebastian.
Setelah itu ia menelepon rumah Mrs. Fowler dan juga Worthington.
Sopir itu datang tepat pukul tiga tiga puluh esok
sorenya. Ia mengendarai Rolls-Royce hitam mengkilat. Tapi kini ia bukannya
mengenakan seragamnya, melainkan celana jeans dan blazer biru. "Hari ini
aku seorang tamu, bukan sopir," katanya. "Aku rasa aku harus
berpakaian sesuai dengan situasi."
"Keren juga kau,
Worthington," kata Pete. "Aku tidak bisa menduga pakaian apa yang
akan dikenakan Lucille kali ini."
"Aku berani bertaruh ia akan memakai
sesuatu yang gemerlapan," ramal Bob. "Ia akan membuat Mr. Sebasticln
terkejut setengah mati!"
Ternyata Bob keliru. Ketika Lucille
keluar dari rumah Mrs. Fowler, ia berpakaian sederhana. Celana panjang dan baju
katun.
"Lucille!" seru Pete. "Tidak biasanya kau berdandan
seperti ini!"
-"Kenapa?" balas Lucille. "Apa aku tidak boleh
berpakaian seperti ini?"
"Bukan begitu," sahut Pete sambil tertawa
berderai-derai. "Aku sudah terbiasa melihatmu berpakaian meriah. Sekarang
rasanya aneh melihatmu seperti ini."
Mereka berjalan ke utara di Coast
Highway. Ketika membelok ke jalan tempat Mr. Sebastian tinggal, Lucille
mengubah posisi duduknya menjadi tegak. Ia mengamati rumah Mr. Sebastian.
"He
ia membiarkan lampu-lampu neon itu tetap seperti dulu, ketika tempat itu masih
jadi restoran. Kupikir tadinya kalian bercanda."
"Tidak," sahut Bob. "Ia memanfaatkan lampu-lampu
itu. Pada malam hari neon itu dinyalakan untuk para tamu yang tidak tahu
jalan."
Ketika mobil itu berhenti di depan rumah, Mr Sebastian
muncul di teras depan. Hoang Van Don, pembantu rumah tangganya, mengikuti dari
belakang. Don terbelalak melihat Rolls-Royce itu. Ia lalu melambai pada
Worthington yang baru turun dari mobil mewah itu.
"Don sangat bersemangat ketika
mendengar kalian akan datang, terutama karena kalian membawa dua orang
tamu," kata Mr. Sebastian
"Jangan heran kalau ia berusaha menghidangkan yang terbaik
bagi kalian semua. Sepanjang hari ini dari dapur tercium bau harum."
"Bukan main!" seru Worthington.
Penulis itu tersenyum. Ia mempersilakan tamu nya masuk.
-Seperti biasa, terdapat perubahan di rumah Mr.
Sebastian. Kali ini ruang tamunya yang berubah. Meja bundar besar dan kur-1
untuk direktur yang terbuat dari kanvas yang biasanya terletak dekat perapian
kini telah dig anti dengan kursi khrom dan meja besar yang terbuat dari khrom
dan kaca.
Penulis kisah misteri itu juga
menghamparkan sehelai permadani warna putih susu yang kelihatan tebal dan
mahal.
Pete bersiul kagum.
"Kau suka?" tanya Mr. Sebastian.
"Seorang teman meyakinkanku untuk membeli furniture di sini. Ia membelinya
ketika aku sedang di luar kota. Ini lebih praktis dari meja bundar kayu itu.
Tapi meja ini lebih dingin, padahal aku suka meletakkan kakiku di meja."
Ia mempersilakan tamunya untuk duduk. "Sekarang,
ceritakan apa. saja yang telah kalian alami," katanya.
Bob berdehem sebelum mulai menyimpulkan petualangan
Trio Detektif yang terbaru. Sekali-sekali ia melihat catatan yang dibawanya.
Ketika ia sampai pada bagian akhir kisah itu - tentang Worthington dan
anak-anak muda - Mr. Sebastian terbahak-bahak.
"Kenapa kau sampai membawa anak-anak muda itu,
Worthington?" tanya Mr. Sebastian. "Kenapa bukan polisi yang
kaupanggil?"
Worthington
tertawa kecil. "Aku harus menyusuri Coast Highway sebelum menemukan
telepon umum," katanya. "Telepon yang pertama kujumpai itu ternyata
rusak Aku meneruskan perjalanan sampai aku menemukan telepon berikutnya-yang
kebetulan terletak di Pizza Shack. Beberapa teman Lucille mendengar
pembicaraanku dengan polisi.
Mereka menawarkan bantuan. Akhirnya
kami berhasil sampai di sana lebih dulu dari polisi. Jadinya operasi
penyelamatan itu berjalan lebih seru!"
Semua tertawa.
"Sekarang, bagaimana nasib boneka
beruang itu?" tanya si penulis kisah misteri. "Yang membuat Lucille
sampai diculik. Apa yang membuat boneka itu begitu penting?"
"Sabar, nanti juga akan sampai," kata Lucille.
"Jupe menemukan beruang itu ketika polisi menahan
Morell dan Pelucci," kata Bob. "Jupe ingat di mana ia pernah melihat
puri itu sebelumnya."
"Puri itu digunakan dalam sebuah film horor
berjudul Tawanan di Bukit Berhantu," Jupe menjelaskan. "Dan aku ingat
salah satu adegan ketika tuan pemilik puri itu membuka panel rahasia pada
dinding dan menemukan mahkota keramat. Aku yakin Morell dan Pelucci tahu juga
adegan itu."
"Jadi Jupe masuk ke dalam puri, ke
dalam sebuah ruang kecil. Jupe meletakkan tangannya pada sebuah panel kayu,
dan-sim salabim-panel itu terbuka!" kata Pete. "Dan di situlah
beruang milik Lucille disembunyikan!"
"Kerjamu bagus, Jupe," kata Mr. Sebastian.
-"Tapi apa yang ada di dalam beruang itu? Obat
terlarang? Berlian? Teka-teki ini membuatku geregetan." "Memang aku
sengaja tidak memberi tahu Anda lebih awal," kata Jupe sambil tersenyum,
"tapi tidak ada apa-apa di dalamnya kecuali uang."
"Uang?" kata Mr. Sebastian dengan heran. Ia
tampak tidak percaya. "Apa itu uang palsu?"
"Oh, tidak," jawab Jupe.
"Itu uang asli-dalam jumlah besar. Morell dan Pelucci mencurinya dari
Sears." •
"Maksudmu mereka tidak bekerja sama?"
"Tidak, sama sekali tidak,"
kata Jupe. "Ceritanya begini, Morell dan Pelucci adalah dua orang pemimpi
yang tergila-gila pada film. Tapi mereka tidak punya kesempatan untuk membuka
usaha. Morell dulunya bekerja sebagai pengantar surat di Globe Studios, tapi ia
dipecat. Pelucci kadang-kadang bekerja sebagai figuran, namun itu tidak cukup
baginya. Dua orang itu memutuskan untuk menjadi produser film yang independen.
Mereka berpendapat bahwa yang mereka perlukan hanyaah uang dan ide. Morell
punya ide. Membuat film Drakula."
"Kok itu?" kata Mr. Sebastian. "Kan sudah banyak
film tentang itu."
Pete nyengir. "Mungkin itu sebabnya tidak ada orang yang mau
meminjamkan modal pada mereka."
"Kebetulan saja," lanjut Jupe, "Pelucci
mendapatkan pekerjaan sebagai petugas pengangkutan -dalam perusahaan mainan
import milik Mr. Sear. Ia mulai curiga pada kamar yang selalu terkunci rapat
dalam gudang itu - kami juga sempat curiga terhadap kamar itu. Suatu hari ia
mencuri kunci Sears dan masuk ke kamar itu. Di sana ia menemukan berkarung-
karung uang. Ia mencuri satu karung, tapi tidak dapat membawanya luar. Jadi ia
menyelundupkan uang itu ke dalam boneka-boneka beruang yang akan dikirim toko
penjual pakaian bulu. Kotak-kotak berlabel boneka beruang itu berhasil keluar
gudang tanpa dicurigai. Sejak saat itu Pelucci tidak pernah muncul lagi."
"Morell mendapat pekerjaan di toko
penjual pakaian bulu, sehingga ia akan dapat mengambil uang itu dari dalam
beruang teddy. Tapi ia begitu cerobohnya sehingga ia dipecat sebelum
boneka-boneka itu sampai. Jadi Morell dan Pelucci merampok toko itu. Mereka
mengambil seluruh boneka beruang serta beberapa jaket bulu. Tapi satu beruang
hilang- dan ternyata sudah dikirim ke Mrs. Fowler. Jadi mereka harus merampok
toko itu sekali lagi untuk mendapat keterangan siapa pembeli satu boneka
beruang itu."
"Kenapa
tidak dibiarkan saja?" tanya Mr. Sebastian. "Kan cuma satu
boneka?"
"Tidak mungkin -ada sepuluh ribu dolar dalamnya!" kata
Pete. "Dan mereka butuh banyak uang untuk membiayai film mereka."
"Sekarang kita sampai pada bagian
di mana kami terlibat," kata Jupe. "Morell masuk ke dalam rumah
Fowler, mencari beruang itu, namun saat itu Lucille masuk. Ia dan Pelucci
merencanakan untuk membina persahabatan dengan Lucille ketika melihatnya di
Rocky Beach-tidak sukar untuk mengenali Lucille dalam pakaian gaya Victoria-nya
itu. Mereka berhasil meyakinkan Lucille bahwa mereka adalah produser film.
Mereka buat pesta khusus buat Lucille supaya mereka bisa masuk ke dalam rumah
Fowler. Beruang itu tidak ada di sana, tentu, tapi ada di markas. Hari
berikutnya Morell dan Pelucci memaksa Lucille untuk mengatakan di mana beruang
teddy itu disembunyikan. Kemudian Morell menggeledah rumahku dan kemudian
markas kami."
"Dengan memakai kostum monster yang
mengerikan itu," tambah Pete.
"Tapi mereka kan sudah sering memakai kostum
itu?" tanya Mr. Sebastian. "Bukannya mereka juga yang merampok di
rumah gadai serta beberapa tempat lainnya? Penyamun itu juga memakai kostum
makhluk yang mengerikan."
"Bukan," ujar Bob. "Itu penyamun lain!
Buktinya masih ada perampok berkostum itu setelah Morell dan Pelucci ditangkap.
Justru Morell mendapat ide untuk memakai kostum itu dari penyamun yang
asli."
Mr. Sebastian tertawa. "Dan sekarang cerita
selanjutnya. Apa yang dilakukan Sears dengan uang sebanyak itu? Dan buat apa ia
mengikuti kalian ke mana-mana?"
-"Karena ia mendengar kami bicara
mengenai Iggy dan beruang teddy di Pizza Shack," kata Bob. "Ia pikir
mungkin kita dapat memberi jalan baginya untuk menemukan Iggy Pelucci, yang
telah mencuri uangnya dan menghilang."
"Mengapa Sears tidak minta bantuan polisi saja?" tanya
penulis kisah misteri itu.
"Ia tidak berani mengambil risiko
itu," kata Jupe, "karena itu berarti membuka rahasianya sendiri.
Sudah jelas ia terlibat dalam kegiatan mencuci uang."
Penulis itu tersenyum. "Ah, aku mengerti sekarang. Sudah
kuduga sebelumnya."
"Aku tidak mengerti bagian ini," kata Lucille-.
"Apa itu mencuci uang?"
"Itu kalau
kau mendapat uang ’haram’-sebagai untung dari kegiatan terlarang seperti
menjual obat bius, judi-lalu mencarikan jalan supaya bisa membuat uang itu
’bersih’ lagi," Mr. Sebastian menjelaskan.
"Kenapa ia tidak menyimpannya di bank?" tanya Lucille
lagi.
"Tidak semudah itu melakukannya," kata Mr.
Sebastian. "Begini penjelasannya. Semua bank diharuskan melaporkan segala
macam transa-ksi yang melebihi sepuluh ribu dollar kepada U.S Treasury
Department, yang kemudian mengecek sumber uang itu. Mereka selalu mencoba untuk
menangkap penjual-penjual obat terlarang. Tapi mereka tidak peduli pada uang
yang berasal dari usaha biasa yang menghasilkan banyak uang, seperti restoran
atau supermarket."
"Dan itulah yang dimiliki Sears-segudang usaha
yang menghasilkan banyak uang," kata Bob. "Pizza Shack, tempat
bowling, dan beberapa usaha lainnya. Polisi berpendapat Sears sendiri bukan
penjual obat terlarang - ia cuma menampung uangnya. Ia menyalurkan uang itu kepada
dealer-dealer untuk mengeruk keuntungan lebih banyak lagi. Yang dilakukannya
ialah mencampurkan uang dari usaha resminya dengan uang hasil penampungan dari
penjualan obat terlarang."
"Polisi juga mencurigai Sears
telah membawa kabur sebagian besar uang milik dealer itu ke luar negeri,"
kata Jupe. "Sears diduga menyimpan uang itu dalam bank-bank rahasia di
Swiss."
"Dan apa yang diakui Sears dalam hal ini?" tanya Mr.
Sebastian.
"Tidak ada. Ia menghilang!" kata Pete. "Mungkin
lari ke luar negeri."
"Sementara
itu Morell dan Pelucci ditahan atas tuduhan pencurian dan penculikan,"
lanjut Jupe. "Mereka mengatakan segala yang mereka tahu tentang Sears,
sambil berharap supaya hukuman mereka diringankan. Tapi mereka tidak tahu
banyak Mereka tidak dapat menyebutkan dealer-dealer Sears yang merupakan
penjahat kaliber kakap itu. Jadi Pelucci dan Morell masih menanti hukuman yang
akan dijatuhkan. Lucille akan menjadi saksi. Di samping itu beberapa barang
bukti, seperti dokumen milik si penjual pakaian bulu, ditemukan dalam mobil Pelucci.
Ini akan sangat memberatkan hukuman bagi kedua orang
itu."
"Mereka mengakhiri impian mereka
untuk menghasilkan film horor dengan kisah yang tidak kalah
mengerikannya-hukuman penjara," kata Mr. Sebastian.
Pintu terbuka di seberang ruangan. Penulis kisah misteri itu
bangkit "Ah, ini dia Don. Sekarang giliran kalian dijamu."
Pembantu berkebangsaan Vietnam itu datang melintasi
ruangan sambil membawa nampan besar. Ia meletakkannya pada meja di hadapan Mr.
Sebastian sambil berkata, "Teh Inggris asli, seperti yang biasa diminum
oleh tuan-tuan dan nyonya-nyonya besar di sore hari. Silakan!"
Yang dihidangkan memang teh Inggris
asli. Tata caranya pun mengikuti tata cara orang Inggris dalam menghidangkan
teh. Dengan teko yang dijaga agar tetap hangat; sebuah teko ekstra berisi air
panas untuk mencairkan teh; krim, gula, dan jeruk lemon; piring kecil untuk
roti dan kue kismis.
"Aku membuat kue kismis itu sendiri," kata Don.
"Hebat!" ujar Worthington.
"Belum pernah aku merasakan yang seperti ini semenjak aku datang ke
Amerika. Jamuan yang hebat, Don."
Don tersenyum. Ia masih terus tersenyum ketika kembali ke dapur.
-Mr. Sebastian meminta Lucille untuk menuang teh.
Dengan senang hati ia mengambil peran sebagai nyonya Inggris. Tanpa canggung ia
menuangkan teh untuk Mr. Sebastian dan Trio Detektif. Ketiga anak ini tidak
terlalu mempedulikan teh, tetapi mereka menyantap habis roti dan kue yang
dihidangkan. Worthington menghabiskan apa yang- terhidang di depannya.
Kemudian Lucille membuat suatu pengumuman yang
mengejutkan. "Aku akan kembali ke sekolah!" katanya. "Aku sempat
pulang ke Fresno dengan Mom dan Daddy selama beberapa hari. Kami berbicara
panjang lebar. Dan aku mengambil keputusan sendiri. Aku akan tetap tinggal
bersama Mrs. Fowler untuk membantunya, seperti yang kulakukan sekarang. Tapi
aku melepas pekerjaan di salon kecantikan itu untuk menyelesaikan sekolah di
Rocky Beach.
"Kemudian aku akan mencoba salah satu sekolah
drama yang betul-betul bagus. Dan kalian dengar janjiku ini, aku tidak akan
pernah mau pinjam boneka beruang dari siapa pun juga!"
"Tampaknya itu rencana yang
bagus," kata Mr. Sebastian. "Dan lebih aman dari pengalaman yang baru
saja selesai," tambahnya sambil mengedipkan sebelah matanya.
Anak-anak tertawa.
Akhirnya seluruh kue tandas. Worthington melihat jam
tangannya. Kunjungan itu berakhir sudah. Worthington dan Lucille berjalan ke
luar ke arah mobil, sementara Trio Detektif berbicara singkat dengan Mr.
Sebastian.
"Aku senang melihat Lucille berkelakuan seperti
orang biasa, tidak lagi meniru-niru bintang film," Pete mengakui.
Mr. Sebastian
terkekeh. "Nikmati saja selama kau bisa. Sekali aktris, tetap aktris.
Minggu depan ia mungkin jadi Lady Macbeth atau Ratu Frankenstein."
"Tidak, tidak," protes Pete.
"Sudah kapok aku melihat monster-monster mengerikan itu!"
-Selesai
Ebook
by Syauqy_arr
OCR
by Raynold
Emoticon