Trio Detektif - Misteri Penyamun Horror



TRIO DETEKTIF MISTERI PENYAMUN HOROR

PESAN HECTOR SEBASTIAN

-PERHATIAN, Penggemar misteri!

Trio Detektif meminta akui untuk memberi kata pengantar bagi kisah petualangan misteri mereka yang terbaru. Ini sesuatu yang unik - karena melibatkan karakter-karakter yang hanya ada di Hollywood. Di studio-studio horor Hollywood, tepatnya. Serigala jadi-jadian dan monster mengerikan terlibat dalam kisah kejahatan. Trio Detektif harus berhadapan muka dengan makhluk-makhluk tersebut Mereka harus menyelamatkan seorang gadis yang akan dijadikan Ratu Drakula. Pengalaman ini membuat Pete kapok.

Siapa Pete? Kalian yang sudah akrab dengan Trio Detektif tentu tidak akan bertanya lagi. Tiga anak pemberani dan cerdas yang beroperasi di kota kecil Rocky Beach di kawasan California. Mereka sudah membuktikan kemampuan mereka dengan memecahkan kasus-kasus yang rumit. Sering kali keberhasilan mereka merupakan hasil dari kesediaan mereka menerima ide-ide baru, betapapun konyolnya. Mereka juga tidak pernah menyerah dalam menghadapi suatu tantangan. Kalau hari ini kasus tidak terpecahkan, besok pasti -akan mereka coba lagi. Inilah kunci sukses mereka. Mereka bersemboyan "Kami Menyelidiki Apa Saja."

Jupiter Jones, Penyelidik Satu, adalah pimpinan kelompok ini. Ia memang bertubuh gempal - bahkan beberapa orang menyebutnya si gendut. Tetapi di balik wajahnya yang tembam terdapat otak yang brilian. Jupiter memiliki kemampuan yang luar bias a dalam menyusun fakta untuk sampai pada suatu kesimpulan. Teka-teki dapat disulapnya menjadi jawaban yang jelas.

Pete Crenshawadalah Penyelidik Dua. Ia bertubuh tinggi dan atletis. Dalam soal-soal yang mengandung bahaya ia tidak senekat Jupiter, namun dalam keadaan mendesak ia dapat bertindak secepat kilat. Kemampuannya dalam hal seperti ini tidak perlu diragukan lagi.

Bob Andrews bertugas dalam bidang data dan riset. Ia tidak sekuat dan secepat Pete, dan hanya sedikit di bawah Jupe dalam soal kepandaian, tetapi ia sangat teliti dan hati-hati. Tanpa dia, Trio Detektif tidak akan bisa beroperasi.

Itu saja yang perlu kuucapkan sekarang ini. Trio Detektif akan segera memperkenalkan diri mereka sendiri .kalau kalian langsung mulai membaca Misteri Penyamun Horor!

-HECTOR SEBASTIAN

-Bab 1 MISTERI MENGUNDANG TRIO DETEKTIF

-BOB ANDREWS yang pertama kali melihat tas jinjing plastik itu. Tas itu setengah terkubur dalam pasir, sedikit di atas garis pasang di pantai Rocky Beach. Bob memungut tas itu. Diperhatikannya benda itu sambil nyengir. Tas yang dipegangnya sangat menarik bagi anak kecil, terutama anak perempuan. Kucing-kucing kecil berwarna merah muda tergambar pada plastik tembus pandang, dan masing-masing kucing memakai dasi kupu-kupu biru. Di antara benda-benda yang tersimpan di dalam tas itu terdapat sebuah boneka beruang lucu terbuat dari bulu asli. Beruang itu menatap Bob dengan matanya yang bulat besar dan hitam berkilauan.

"He, lihat ini," kata Bob. "Ada anak perempuan yang kehilangan tasnya."

Kawannya, Pete Crenshaw, memandang sepanjang pantai itu. Ia tidak melihat seorang anak perempuan pun. Hari sudah mulai gelap. Pantai sudah sepi. Satu-satunya pemain papan seluncur baru saja mencapai pantai dan lalu mengangkat papan seluncurnya. Penyelamat pantai sudah turun dari menara pengawas.

-"Mungkin kalau kita biarkan saja tas ini di sini, anak itu akan ingat dan kembali ke sini," kata Pete.

"Kalau ia masih sangat kecil, kemungkinan besar ia akan lupa," kata anak yang seorang lagi, Jupiter Jones. "Di samping itu, mungkin saja orang lain akan mencurinya."

Jupe-panggilan akrab Jupiter Jones-berbadan gempal dan berwajah serius. Ia mempunyai bakat yang luar biasa dalam menganalisa suatu keadaan "Mungkin ada kartu identitas di dalam tas itu," katanya sambil mengulurkan tangan untuk meraih tas itu. "Dari situ kita akan dapat mengetahui siapa gadis kecil itu dan di mana tinggalnya. "

Bob menyerahkan tas jinjing itu padanya. Jupe menumpahkan isi tas itu ke pangkuannya. Kemudian ia bergumam, "Hmmm!" Dahinya berkerut- kerut.

Tidak ada dompet. Tidak ada tanda pengenal. Yang ada hanyalah sebuah boneka beruang kecil berbulu halus, sebuah buku berjudul Sukses Melalui Imajinasi, sebuah majalah People, dan seperangkat peralatan kosmetik. Jupe mendapati empat macam lipstik, bermacam-macam alat perias muka dan mata, dan sepasang anting-anting plastik berwarna ungu.

"Bukan anak kecil yang memakai peralatan selengkap ini," kata Jupiter. "Ia pasti seorang gadis yang suka merias wajahnya."

"Dan sekaligus suka beruang teddy," tambah Pete.

Jupe membolak-balik buku yang terdapat di dalam tas jinjing itu. Buku itu milik perpustakaan. Sebuah kartu kecil yang terselip di belakang buku itu bercap Perpustakaan Umum Fresno.

"Nah, ini dia petunjuk yang kita cari!" seru Jupe dengan riang. Ia gemar sekali memecahkan persoalan yang dijumpainya. "Perpustakaan Fresno pasti memiliki data tentang peminjam buku ini. Akan kita temukan gadis itu, lalu kita kembalikan tas ini padanya. Beres, Kan?" .

"Menghubungi Fresno?" ujar Bob. Lalu ia mengangkat bahu. "Yah, tentu saja. Kita bisa saja melakukannya melalui telepon interlokal."

Pete tergelak. "Aku berani bertaruh bahwa gadis itu akan sangat berterima kasih sampai-sampai ia mau membayar biaya telepon."

"Atau mungkin ia akan mengundang kita ke Fresno untuk melihat panen anggur," kata Jupiter menyambung lelucon Pete. "Kalau kita serius ingin menghubungi Fresno sebelum perpustakaan itu tutup, sebaiknya kita bergegas. Sekarang sudah lewat jam delapan"

Anak-anak itu melintasi pantai berpasir menuju jalan raya yang sejajar dengan pantai. Mereka menaiki sepeda masing-masing, menunggu lalu lintas agak sepi, lalu bergegas mengayuh sepeda menyusuri jalan raya itu. Tanpa membicarakan arah tujuan mereka, anak-anak itu mempunyai satu pikiran yang sama: bahwa mereka harus secepatnya sampai di Pangkalan Jones.

Pangkalan itu merupakan sebidang tanah di Rocky Beach. Pemiliknya ialah paman dan bibi Jupiter, Paman Titus dan Bibi Mathilda Jones. Bersama merekalah Jupiter tinggal. Di pangkalan itu terdapat koleksi benda beraneka-ragam-dari pipa tua, mesin cuci sampai gagang pintu tua serta pelana kuda. Jupe merasa bahwa nama "barang loak" tidaklah menguntungkan bagi tempat itu. Karena itu ia mengusulkan pada paman dan bibinya untuk mengubah kesan tempat itu dengan menyebutnya Pangkalan Jones saja, bukan Pangkalan Barang Loak Jones.

Ketika anak-anak sampai di pangkalan malam itu, hari sudah gelap. Gerbang depan yang terbuat dari besi sudah tertutup dan terkunci. Di seberang jalan, lampu-lampu rumah keluarga Jones tampak sudah menyala. Anak-anak tidak mempedulikan rumah itu. Mereka terus bersepeda ke salah satu pojok pangkalan.

Pagar kayu yang melingkupi pangkalan penuh terhias dengan lukisan- lukisan dari bermacam aliran. Para artis yang tinggal di Rocky Beach sering mendapat peralatan lukis dari Paman Titus dengan harga murah, karena Paman Titus sangat suka pada orang yang ingin mengembangkan bakatnya. Sebagai tanda terima kasih, mereka bergabung bersama untuk melukis pagar kayu ini. Tak kurang dari seminggu waktu yang mereka butuhkan untuk menyelesaikan lukisan. di pagar itu. Di depan tergambar. danau hijau tempat -angsa-angsa berenang, dan juga lautan hijau dengan sebuah kapal yang hancur dihantam badai. Di tengah- tengah gelombang menggelora, seekor ikan tampak mengamati kapal yang sedang tenggelam itu. Mata ikan itu merupakan mata kayu dari papan pagar. Jupe menekan mata kayu ini. Dua buah papan terangkat. Ini adalah Gerbang Hijau Satu, salah satu jalan rahasia untuk masuk ke pangkalan. Jalan-jalan rahasia itu dirancang oleh Jupe dan kawan- kawannya supaya mereka bisa masuk ke pangkalan tanpa dilihat oleh Paman Titus dan Bibi Mathilda. Selain itu mereka juga memakainya dalam keadaan darurat. Dan terbukti sampai sekarang jalan rahasia itu sangat bermanfaat.

Anak-anak masuk melalui celah itu. Dalam kejap mereka sudah berada di bengkel Jupiter. Bengkel ini merupakan suatu area yang agak terpisah dari tempat-tempat lainnya di dalam pangkalan. Jupe menggeser sebuah kisi besi yang sekilas hanya tersandar tidak sengaja di dekat meja kerjanya. Kemudian ia bertiarap dan merayap ke dalam lorong pipa besi yang tersembunyi di balik kisi besi tadi.

Ini adalah Lorong Dua, satu lagi jalan rahasia yang dirancang anak-anak dengan amat seksama. Pete dan Bob mengikuti Jupe menyuruk ke dalam pipa, yang berujung di bawah sebuah tingkap. Tingkap inilah yang menjadi pintu masuk ke dalam karavan yang merupakan markas Trio Detektif.

-Karavan itu berada dalam keadaan rusak parah akibat kecelakaan ketika Paman Titus membelinya sebagai barang bekas. Berbulan-bulan waktu berlalu, dan tidak seorang pun tertarik untuk membelinya, dengan harga sangat murah sekalipun. Tanpa disadari, karavan itu mulai tertimbun barang-barang rongsokan. Jupiter dan kawan-kawannya melengkapi timbunan itu sehingga karavan itu tidak tampak lagi dari luar. Mereka lalu memanfaatkannya sebagai tempat berkumpul.

Sekarang Paman Titus mungkin sudah lupa bahwa karavan itu sebenarnya masih ada di dalam pangkalannya.

Jupe, Pete, dan Bob menyulap karavan itu menjadi sebuah kantor yang nyaman. Di dalamnya kini terdapat lemari, laci penyimpan berkas, laboratorium mini, dan sebuah kamar gelap. Mereka juga telah memasang telepon di sana. Biaya telepon mereka bayar dari uang yang mereka hasilkan dari bekerja di Pangkalan Jones.

Setelah karavan itu siap. anak-anak mulai beraksi. Mereka menamakan diri Trio Detektif, dan menyebut karavan itu markas atau kadang- kadang kantor saja. Mereka siap untuk menyelidiki berbagai misteri- kecil-kecilan maupun besar-besaran. Kali ini tas jinjing itu menggelitik rasa ingin tahu Jupiter. Ia selalu bersemangat kalau menemukan sesuatu yang berbau misteri.

Di dalam markasnya, Jupe menelepon operator informasi di Fresno. Dari situ ia mendapat nomor -telepon perpustakaan umum itu, lalu memutarnya. .

"Delapan lewat dua puluh," kata Pete, melihat jam dinding di atas laci penyimpan berkas. "Kau tidak punya banyak waktu untuk memperoleh informasi."

Jupe sadar akan hal itu. Dengan sigap ia menjawab ketika telepon di sana diangkat.

"Jupiter Jones di sini." Ia menceritakan dengan ringkas persoalan yang. mereka hadapi. Nada suaranya dibuat sedemikian rupa sehingga orang yang mendengarnya yakin bahwa itu persoalan penting.

"Kami punya data peminjam yang tersimpan di komputer," sahut petugas perpustakaan itu. "Akan kulihat dulu sebentar."

Ia meninggalkan telepon untuk beberapa saat. Ketika kembali, ia berbicara dengan tegang.

"Di mana kau bisa kuhubungi?" tanyanya. "Apa kau punya telepon yang bisa kuhubungi?"

"Ya, tetapi..."

"Cepat!" pinta wanita itu.

Jupe memberikan nomor teleponnya.

"Oke." sahut wanita penjaga perpustakaan. "Sekarang tunggu di sana. Jangan pergi dari tempat teleponmu."

Wanita itu menutup telepon.

Jupe meletakkan gagang telepon. "Ada apa lagi sekarang?" ujarnya keheranan. "Wanita itu sangat gelisah. Ia bilang ia akan menelepon lagi."

-"Wah, wah," seru Pete. "Tak kusangka persoalannya akan menjadi begini."

Telepon berdering semenit kemudian. Suara histeris terdengar di ujung sana.

"Apa kau sudah melihatnya?" tanya penelepon itu. Suara itu suara wanita, tetapi bukan wanita penjaga perpustakaan tadi. "Aku segera datang! Di mana pun kau berada! Aku akan datang. Aku harus menemukan anak gadisku!"

-Bab 2 MELARIKAN DIRI

-SEPASANG pengeras suara terpasang di dalam karavan itu. Jupiter meletakkannya di sana, menyambungnya ke telepon dengan peralatan yang diambilnya dari pangkalan. Jupe menekan sebuah tombol, sehingga ketiga anak itu dapat mendengarkan pembicaraan di telepon.

Yang kini mereka dengar adalah tangisan wanita. Kemudian terdengar suara seorang laki-laki, "Judy, demi Tuhan, jangan lakukan itu!"

Seseorang bergumam di telepon. Laki-laki itu berbicara di telepon. "Jupiter Jones?" katanya.

"Ya?" sahut Jupiter.

"Kau menemukan buku perpustakaan di pantai?"

"Betul."

"Anak gadisku meminjam buku itu dari Perpustakaan Umum Fresno tepat sebelum ia menghilang. "

"Oh," seru Jupe tertahan.

"Ia lari ke HollyWood supaya bisa ikut main film."

Samar-samar terdengar wanita tadi berkata, "Katakan padanya bahwa kita akan segera datang"

"Oke, Judy. Oke."

Laki-laki itu menarik napas panjang. "Namaku Charles Anderson. Aku sangat lega menerima telepon darimu. Ini untuk pertama kalinya kami menerima tanda-tanda tentang Lucille. Mudah-mudahan saja dia berada dalam keadaan baik-baik. Kami harus menemuimu. Mungkin dari situ kita bisa menemukan sesuatu. Apa ada alamat dalam tas jinjingnya?"

"Tidak, Mr. Anderson," ujar Jupe memberi tahu. "Tidak terdapat alamat apa pun, bahkan alamat Anda pun tidak ada."

"Polisi tidak bisa berbuat apa-apa sampai saat ini," lanjut Mr. Anderson. "Mereka terus saja menangkis dengan mengatakan banyak anak-anak kabur dari rumahnya di Los Angeles ini. Jadi di mana alamatmu? Kami akan datang besok pagi ke sana."

"Yes, sir," Jupe menyetujui. Ia lalu memberikan alamat Pangkalan Jones.

Anderson berterima kasih, lalu menutup telepone

"Gadis hilang!" seru Pete. "Itu dapat menjadi kasus besar bagi Trio Detektif."

Jupe membolak-balik buku dari Perpustakaan Umum Fresno. "Mudah- mudahan saja kita dapat menolong keluarga Anderson dari kemalangan ini. Semoga saja gadis itu muncul secepatnya. Kalau aku tidak keliru, pembatas buku yang digunakannya adalah resi dari pegadaian. Yang ini dari Perusahaan Pinjaman dan Permata Hi-Lo. Dan yang ini dari Cash-in- a-Flash, Inc. Tampaknya gadis itu butuh uang."

Jupe menutup buku itu. Ia memperhatikan judulnya. "Sukses Melalui Imajinasi," bacanya. "Aku pernah dengar tentang buku ini. Menurut pengarangnya- kau bisa sukses hanya dengan membayangkan dirimu sendiri mendapat pekerjaan penting atau memiliki rumah mewah atau...."

"Atau membayangkan menjadi bintang film?" Bob menyelesaikan.

"Kurasa begitu," ujar Jupe. Ia membuka sebarang halaman buku itu, lalu mulai membaca: "Lupakan keinginan Anda. Keinginan hanya menyulitkan saja, dan tidak akan pernah menyelesaikan persoalan Anda. Anda akan menjadi bingung karena keinginan. Anda sendiri. Bayangkan diri anda berada dalam kemewahan dan kesuksesan. Inilah kunci rahasianya. Rasakan sukses itu, bukan sebagai sesuatu yang akan terjadi besok, tetapi sebagai sesuatu yang sedang terjadi, saat ini juga."

-Jupe langsung menutup buku itu.

"Itu keterlaluan!" seru Pete. Ia tidak dapat menahan tawanya. "Orang waras mana yang mau percaya bualan itu?"

Sambil nyengir, Trio Detektif meninggalkan karavan, pulang menuju rumah masing-masing.

Esok paginya, ketiga anak itu sedang menunggu di gerbang depan pangkalan ketika sebuah mobil Toyota menepi. Pengemudinya keluar dan menanyakan Jupiter Jones. Laki-laki itu bertubuh tinggi ramping dengan rambut coklat dan wajah yang memancarkan kecerdasan. Seorang wanita berambut gelap dengan wajah menyiratkan kecemasan keluar dari mobil itu. Wajahnya yang keibuan ditunjang tata rambut yang disasak rapi.

"Mr. Anderson?" kata Jupe.

"Ya, aku Anderson. Kau yang menemukan tas jinjing Lucille?"

"Yes, sir. Saya Jupiter Jones." Jupe lalu memperkenalkan Bob dan Pete. Bibi Mathilda, yang sudah mendengar tentang hilangnya gadis itu, keluar dari kantornya. Ia mengajak Mr. dan Mrs. Anderson masuk.

Tas jinjing itu diletakkan di meja dalam kantor. Ketika Mr. Anderson melihatnya, ia mengangguk

"Ini barang kesukaan Lucille yang selalu ia bawa ke mana-mana," katanya. Ia menuangkan isinya ke meja. Diperhatikannya peralatan rias muka dan beruang teddy. Namun wajahnya kosong tanpa ekspresi.

"Tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk."

Mrs. Anderson mengambil buku perpustakaan itu. Ia menemukan resi pegadaian.

"Charles, ia kelaparan!" seru Mrs. Anderson.

"Mungkin ia berkeliaran bersama para berandal dan gelandangan! Oh, apa yang terjadi padanya?"

Ia memberikan resi itu kepada suaminya. Mr. Anderson mengamat-amati resi itu untuk sesaat, rasa geram terpancar dari wajahnya. Kemudian perlahan-lahan ia menurunkan resi itu dan berkata dengan tegas, "Orang yang menggadaikan barangnya belum tentu berurusan dengan gelandang dan ataupun berandal. Banyak orang yang menggadaikan barangnya karena sebab-sebab lain. Jangan berpikiran yang tidak-tidak!"

Ia membawa sebuah amplop tebal. Ia menjungkirkan amplop itu. Beberapa lembar foto berserakan di meja.

"Ini Lucille," kata Mr. Anderson. Ia memberikan foto-foto itu pada anak-anak. "Ia sudah enam belas tahun. Kalau kalian sering ke pantai, mungkin kalian sudah pernah melihatnya di sana."

Jupiter dan kawan-kawannya memperhatikan foto-foto itu satu demi satu. Lucille berambut gelap dan bermata coklat. Pada satu foto ia memakai seragam drum-majorette dengan lipstik tebal. Pada foto yang lain ia memakai pakaian balet Ada juga fotonya yang sedang mengenakan pakaian peziarah suci. Ada foto-foto yang menggambarkan Lucille ketika berumur sepuluh tahun, dan juga pada usia tiga belas tahun ketika ia memenangkan juara kedua kontes Miss Teen Fresno.

Setelah melihat semua foto itu, anak-.anak makin kebingungan.

"Ia... ia tampak lain sekali dalam pakaian yang berbeda-beda," kata Pete. "Susah untuk menggambarkan seperti apa dia sesungguhnya."

"Itu karena ia selalu mengubah gaya dan tatanan rambut serta rias wajahnya," ujar Mr. Anderson. "Rambut panjang, rambut pendek. lipstik putih, oranye, merah tua. Yang belum pernah kulihat adalah lipstik hijau. Atau biru. Ia tidak pernah memakai lipstik biru."

Mrs. Anderson mulai terisak-isak.

"Kami terus berhubungan dengan polisi," lanjut Mr. Anderson. "Tetapi mereka selalu memberikan jawaban yang itu-itu juga. Tidak ada kemajuan. Mungkin ini bukan kesalahan pihak polisi, tapi kami tidak dapat menunggu dan berdiam diri begitu saja. Aku tidak bisa hanya berharap Lucille akan muncul dengan sendirinya. Mungkin ia berada dalam bahaya. Kami harus bertindak. Aku ingin melihat tempat kalian menemukan tas jinjing ini di pantai, dan aku ingin bicara dengan pengawas pantai."

Jupe mengangguk. Ia dan kawan-kawannya masuk ke dalam mobil Anderson. Mereka menghabiskan pagi itu dengan berjalan memeriksa pantai, berbicara dengan pengawas pantai, serta menanyai orang-orang yang sedang berkunjung ke pantai itu. Pada jam satu siang, Mr. dan Mrs. Anderson kelelahan.

"Tidak seorang pun mengenali foto ini," gumam Mr. Anderson.

"Lucille lebih cantik dari fotonya," keluh Mrs Anderson. "Inilah susahnya."

Mr. Anderson melotot. "Sudah berapa kali kaukatakan hal itu. Inilah yang menyebabkan Lucille kabur. Kalau saja kau tidak mengatakan hal itu, mungkin semua ini tidak akan terjadi."

-Mrs. Anderson mulai menangis lagi.

"Maaf," kata suaminya. "Aku tidak bermaksud apa-apa. Kita akan segera temukan dia."

Ia berpaling pada anak-anak. "Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengecek di seluruh kota ini? Kita bisa saja mengetuk setiap pintu dan memasang pengumuman di supermarket. Kita bisa kirim surat pada setiap orang di kota ini. Atau pasang iklan di surat kabar!"

"Mungkin sebaliknya Anda bicara dulu dengan Chief Reynolds," usul Bob. "Ia kepala polisi Rocky Beach. Ia polisi yang baik dan cekatan."

Mr. Anderson mengendarai mobilnya ke pusat kota tempat kantor polisi berada. Chief Reynolds mendengarkan kisah hilangnya Lucille, yang telah menabung uangnya dari hasil bekerja sebagai pengasuh bayi. Dengan uang tabungannya itulah Lucille kabur ke Hollywood.

Chief Reynolds menghela napas ketika Mr. Anderson menyelesaikan ceritanya. "Banyak sekali kasus seperti ini sekarang," katanya. Ia memperhatikan foto demi foto yang dibawa Mr. Anderson. "Hm, ia manis sekali. Boleh aku simpan satu fotonya?"

"Tentu saja," ujar Mrs. Anderson.

"Kapan terakhir kali Anda dengar berita darinya?" tanya Chief Reynolds.

"Dua bulan yang lalu," jawab Judy Anderson. "Dua hari sesudah. ia meninggalkan rumah. Ia menelepon dan mengatakan supaya kami tidak usah kuatir. Tetapi ia sudah memutuskan hubungan telepon sebelum kami sempat bicara banyak."

Chief Reynolds mengangguk. Ia mencatat alamat keluarga Anderson dan nomor teleponnya. "Akan kuperintahkan anak buahku untuk mengawasi daerah ini," janjinya. "Sementara itu, anak-anak mungkin akan dapat membantu - malah kurasa merekalah yang paling berjasa sampai saat ini."

Mr. Anderson terperanjat. "Anak-anak? Anak-anak ini?" serunya setengah tak percaya. "Mereka sangat bertanggung jawab, itu kuakui, tetapi apa      "

"Mereka detektif amatir," Chief Reynolds menerangkan dengan bersungguh-sungguh. "Mereka punya izin untuk itu, dan mereka telah banyak memecahkan berbagai macam kasus. Sering kali mereka bekerja sama denganku. Kadang-kadang mereka menyulitkanku, tetapi yang lebih sering justru menolong. Mereka punya cara dan gaya yang tepat dalam memecahkan persoalan yang rumit. Dan mereka akan terus bekerja sampai soal itu terpecahkan. Anak-anak ini juga sering main di pantai, kalau anak Anda suka bermain di pantai............... "

-Chief Reynolds tidak menyelesaikan kalimatnya. Ia hanya melihat saja ketika Jupe memberikan sebuah kartu kepada Mr Anderson. Kartu itu merupakan kartu bisnis Trio Detektif. Pada kartu itu tertulis: .

-TRIO DETEKTIF

"Kami Menyelidiki Apa Saja"

? ? ?

Penyelidik Satu Jupiter Jones Penyelidik Dua Pete Crenshaw Data dan Riset Bob Andrews

Mr. AndersC1n mempelajari kartu itu sesaat, kemudian berkata, "Mengapa tidak? Sampai sekarang belum ada yang berhasil menemukan sesuatu. Kalian mau cek atau uang tunai?"

"Itu tidak perlu," sahut Jupe. "Kalau kami berhasil menemukan Lucille, kami akan menyerahkan bon dari ongkos yang kami keluarkan. Itu saja yang kami perlukan saat ini ialah foto putri anda.

"Baiklah kalau itu yang kausukai," ujar Mr. Anderson seraya memberikan amplop berisi foto-foto itu. "Kalau kau perlu apa-apa, telepon saja aku. Aku siap dua puluh empat jam sehari."

"Apa yang kita lakukan sekarang?" tanya Mrs. Anderson pada Chief Reynolds.

"Kembali ke Fresno," jawab Chief Reynolds. "Siap untuk menerima telepon setiap saat. Anak Anda mungkin akan menelepon lagi. Anda akan kami beri tahu kalau kami memperoleh sesuatu."

"Anakku malang," kata Mrs. Anderson dengan suara tertahan. "Bagaimana kalau kami tidak melihatnya lagi untuk selamanya?"

-Bab 3 SERIGALA HOLLYWOOD

-"KAU dengar apa yang dikatakan Chief Reynolds tadi?" seru Pete dengan penuh semangat. "Praktis dia tadi memberi rekomendasi pada kita. Hampir hampir tidak dapat dipercaya!"

Bob dengan saksama mengamati foto-foto yang terserak di meja di markas Trio Detektif. Ia mendapat cuti sehari dari pekerjaan sampingannya di perpustakaan Rocky Beach. "Ya, itu jarang terjadi," ujarnya. "Sekarang dari mana kita harus mulai? Mungkin ada ratusan anak sebaya dia yang lari dari rumah ke Hollywood."

Jupiter tersenyum simpul. "Mengapa kita tidak mulai dari rumah gadai saja?" katanya.

Bob terlompat dari duduknya. "Oh ya, tentu saja!"

"Paman Titus berkelana ikut rombongan sirkus ketika ia masih muda," kata Jupe, "dan ia sering kali kekurangan uang. Ia tahu banyak tentang rumah gadai. Ia bilang kalau kau pinjam uang dari tukang gadai kau memberikan barang jaminan padanya serta kau harus memberikan nama dan alamatmu."

-"Ohl Wah!" seru Pete dengan gembira. "Mudah kali pemecahan kasus ini kalau begitu."

"Ya, kalau resi pegadaian itu memang milik Lucille," Jupe mengingatkan. "Dan kalau Lucille memberikan nama dan alamat yang sebenarnya pada rumah gadai itu. Kalau tidak, resi ini tidak akan banyak menolong.

"Semua resi ini berasal dari toko-toko di daerah Hollywood. Konrad akan pergi ke Hollywood hari ini, kurasa kita bisa ikut ke sana. Jadi dalam hari ini juga kita akan mengetahui seberapa penting resi-resi ini bagi kita."

Konrad adalah salah satu dari dua bersaudara Jerman yang bekerja di Pangkalan Jones. Anak-anak bergegas masuk ke dalam truk ketika mereka melihat Konrad sudah menunggu di samping kantor Paman Titus. Konrad sudah mendengar cerita. tentang gadis yang melarikan diri itu. Dalam hatinya ia merasa iba, baik terhadap orang tua si gadis maupun terhadap gadis itu sendiri. Karena itu Konrad bersedia mengantar anak- anak ke rumah-rumah pegadaian di daerah Hollywood, sekalipun sebenarnya tugasnya ialah mengambil setumpuk balok kayu. Dengan senang hati diantarnya anak-anak ke rumah pegadaian yang pertama.

Jupiter, Pete, dan Bob keluar dari truk. Mereka langsung masuk ke dalam toko. Tempat itu agak gelap dan pengap. Penjaga rumah pegadaian itu memeriksa resi yang diberikan Jupe padanya. Kemudian ia berbalik untuk membuka sebuah kotak terkunci. Dari dalam kotak itu dikeluarkannya sebuah medali kecil terbuat dari perak yang tergantung pada seutas tali biru.

"Kau mau menebusnya?" tanyanya sambil memperlihatkannya pada Jupiter.

Pada bagian depan medali itu terdapat sebuah desain yang mirip dengan Patung Liberty. Di baliknya tergrafir tulisan yang mengatakan bahwa Lucille Anderson berhasil memenangkan hadiah ketiga dalam salah satu perlombaan yang diselenggarakan di Perpustakaan Fresno.

"Gadis yang menggadaikan ini," kata Jupiter. "Apa alamat yang diberikannya pada Anda? Kami ini kawan-kawan orang tuanya."

"Dia melarikan diri dari rumahnya?" tebak pemilik toko itu.

11 ’Ya. Sudah dua bulan tidak pulang dan..."

Laki-laki itu mengangkat tangannya untuk menyetop Jupe. "Tidak perlu kauceritakan itu, nak," ujarnya. "Itu cerita lama. Mereka datang ke sini supaya bisa jadi orang ternama. Tetapi nyatanya mereka malah kesusahan di sini."

Ia membolak-balik buku catatannya. "Siap nama gadis itu katamu?" "Lucille Anderson," sahut Jupiter.

Laki-laki itu menggeleng. "Tidak ada. Yang memberiku medali itu bernama Valerie Cargill."-

’’Valerie Cargill?" seru Bob tak percaya. "Mana mungkin?"

"Aku serius," kata laki-laki itu. "Aku tidak pernah bergurau dalam masalah seperti ini."

-"Apa dia memberi alamat?" tanya Jupe.

Ia melihat lagi catatannya. West Los Angeles," ujarnya. "Riverside Drive no 1648."

"Setahuku tidak ada jalan yang bernama Riverside Drive di Los Angeles," kata Bob.

"Foto siapa itu," kata pemilik rumah gadai. Ia mengambil foto yang diberikan Jupe padanya. Ketika ia mengamatinya, ekspresinya melembut. "Anak yang manis. Ia tidak seperti gadis yang menggadaikan medali ini: Aku ingat betul rupanya. Dia berambut pirang, dengan sebuah tahi lalat di pipinya. Ia mirip sekali dengan wanita pemain opera Kemenangan! Istriku gemar sekali menonton opera itu setiap Senin malam."

"Dialah Valerie Cargill yang sesungguhnya," kata Jupiter.

Pemilik rumah gadai itu mengangguk "Aku tidak heran. Itu kejadian lumrah di sini. Dan memang tidak dibutuhkan keahlian khusus untuk meniru wajah bintang-bintang ternama di sini. He... kau mau menebusnya, apa tidak? Harganya delapan dolar tujuh puluh sen."

Jupe membayar orang itu dan mengambil medalinya. Anak-anak kembali ke truk.

"Wah, tadinya kupikir kasus ini mudah," keluh Pete.

"Kita harus terus mencoba," tukas Jupe. "Yang kita lakukan belum seberapa. Masih ada beberapa tempat lagi. Mungkin tempat lain akan memberikan petunjuk yang lebih berharga."

Di rumah gadai berikutnya si pemilik sangat

mudah diajak bekerja sama, namun ia tidak dapat memberikan informasi yang cukup berarti bagi anak-anak. Seorang gadis pernah datang untuk menggadaikan sebuah cincin emas. Gadis itu mengenakan tunik, sepatu bot yang tingginya selutut serta sangat mirip dengan tokoh dalam film ruang angkasa Search for Planet Erehwon.

"Nama - yang- digunakannya?" tanya Jupe.

"-Allida Cantrell" jawab orang itu.

"Itu memang nama tokoh utama dalam petualangan ruang angkasa itu," ujar Jupiter.

Anak-anak meninggalkan saja cincin emas tadi karena mereka tidak punya cukup uang untuk menebusnya. Ketika sampai di truk, mereka melihat Konrad sedang melahap sebutir apel. Ia kuatir waktu mereka tidak cukup.

"Aku benar-benar ingin membantu, Jupe," ujarnya, "tetapi bibimu berpesan supaya aku secepatnya kembali."

"Kami tidak akan memakan waktumu terlalu banyak, Konrad. Kami janji," kata Jupiter. "Hanya ada satu rumah gadai lagi. Di Hollywood Boulevard."

Konrad mengernyit Namun ia teruskan mengendarai truknya ke Hollywood Boulevard.

"Aku tidak suka jalan ini," katanya.

Trio Detektif segera mengerti mengapa Konrad tidak suka jalan ini. Lingkungan sekitarnya sangat kumuh. Seorang wanita tampak sedang mengaduk-aduk sampah, mencari sesuatu yang masih dapat dimanfaatkan: Orang-orang berpakaian lusuh lalu-lalang di sana. Sama sekali tidak nampak kemewahan Hollywood di daerah itu.

Ada tempat parkir di tepi jalan, satu blok di belakang rumah gadai. Konrad meminggirkan truk. Anak-anak cepat-cepat keluar. Mereka melewati sebuah toko cenderamata khas Hollywood dan peta rumah para bintang film. Rumah gadai terletak dua rumah di sebelah toko ini. Pete sedang berjalan di depan ketika mereka mendekati toko cenderamata itu.

"Cuma buang-buang waktu saja," desahnya.

Tahu-tahu terdengar teriakan dari dalam rumah dai. Sesosok manusia keluar. Ia menyikut Pete samping.

"He’" teriak Pete. "Hati-hati, dong!"

Orang yang menabrak Pete berbalik. Ia melangkah ke arah Pete dengan gaya menantang. Pete balas menatap tajam orang itu. Ia melihat wajah yang gelap dan berminyak. Ia melihat gigi-gigi yang tajam - seperti taring. Ia melihat hidung yang besar dengan lubang hidung lebar. Tapi ia tidak melihat mata orang itu. Kedua mata orang itu seperti tertanam di dalam kepalanya - seperti setan!

Pete membuka mulutnya untuk berteriak lagi. Tetapi kali ini suaranya tidak keluar. Tenggorokannya serasa tersumbat. Ia hanya terpaku ketika dua tangan orang itu mencengkeramnya. Tangan-tangan itu kasar, hitam, dan berkuku tajam.

Seseorang berteriak dari dalam rumah gadai. Sosok hitam itu melepas Pete. Ia kabur melarikan diri.

-Untuk beberapa saat tidak seorang pun bergerak. Kemudian orang dari dalam rumah gadai berteriak, "Stop penyamun itu!"

Di sisi jalan seorang wanita menjerit

Horor itu berlanjut di dalam toko cenderamata Kini suara menjerit- jerit terdengar dari sana.

Pete memaksakan dirinya untuk bertindak. Ia berlari mengejar makhluk itu. Namun terlambat , sosok itu sudah keluar dari belakang toko, dan lenyap di balik lorong-lorong yang kumuh.

Anak-anak kembali ke rumah gadai untuk menanyai pemiliknya yang masih terguncang.

"He, orang itu mencoba merampokku!" seru pemilik rumah gadai. "Waktu melihat kalian datang, ia menjadi ragu-ragu, lalu lari ke luar."

Tak berapa lama kemudian terdengar suara sirene meraung-raung. Sebuah mobil patroli berhenti di depan rumah gadai. Lalu menyusul mobil yang kedua. Anak-anak keluar dari rumah gadai diikuti pemiliknya.

Salah satu polisi memerintahkan orang-orang yang berkerumun untuk mundur. Polisi yang satu lagi berbicara dengan pemilik rumah gadai, yang menunjuk pada Pete. Polisi yang ketiga menoleh pada Pete.

"Kau yang mencoba menghentikan orang itu," tanya polisi itu.

Pete mengangguk

"Lalu apa yang terjadi?" kata polisi.

Pete bimbang. "Anda tidak akan percaya pada apa yang kukatakan." -"Katakan saja, aku akan percaya."

"Ia seperti... seperti monster!"

Polisi itu mengangguk dengan sabar. "Apa ia seperti gorila?" tanyanya dengan tenang. "Atau memang seperti salah satu jenis monster?"

"Ngng... ya. Maksudku, tidak. Tidak seperti gorila. Lebih mirip se- serigala!"

"Hmm," gumam polisi tadi. Ia membuat catatan di bukunya. "Berapa tinggi serigala itu?" lanjutnya.

"Setinggi aku kira-kira," kata Pete. "’Cuma lebih bear."

Polisi itu berpaling pada Jupiter. "Dan bagaimana me-rutmu? Apa yang kaulihat?"

"Sebelumnya aku ingin bertanya dulu," kata Jup-e. "Anda sepertinya tidak terkejut mendengar cerita kami."

Polisi . itu tersenyum. "Itu karena ada orang berpakaian gorila merampok di sebuah pompa bensin minggu lalu," katanya menjelaskan.

"Ya, sekarang aku ingat Aku pernah baca di koran tentang hal ini," ujar pemilik rumah gadai. "Ada satu lagi, berandal bermuka hijau berpakaian aneh? Dia juga merampok, di toko minuman keras di Santa Monica."

Salah seorang polisi tersenyum. "Tidak ada yang tidak aneh di kota ini."

Setelah para polisi pergi, pemilik rumah gadai berkata pada anak-anak, "Kalian datang untuk menemuiku?"

Jupe menceritakan tentang Lucille. Pemilik -rumah gadai itu mempersilakan anak-anak masuk. Ia memeriksa catatannya, kemudian menarik sebuah laci dan mengeluarkan peniti emas yang berbentuk seperti busur.

"Aku benci melihat orang yang menggadaikan benda seindah ini," katanya. "Ini kan benda yang biasa dihadiahkan pada seorang gadis yang baru lulus sekolah."

"Anda ingat gadis yang menggadaikan peniti ini?" kata Jupiter. "Apa dia gadis ini?"

Jupe memperlihatkan foto Lucille Anderson Pemilik rumah gadai mempelajarinya sesaat.

"Boleh jadi. Ia memakai perias muka yang tebal sekali waktu itu. Rambutnya lebih halus. Tapi mungkin saja."

Ia kembali mencari-cari dalam buku catatannya. Akhirnya ia memberi tahu bahwa peniti itu digadaikan oleh seseorang bernama Juliette- Ravenna.

"Itu juga nama seorang aktris," seru Jupe dengan geram. "Kini kita menghadapi jalan buntu!" -Bab 4 GADIS DENGAN SERIBU WAJAH

-ANAK-ANAK berkumpul di markas sore itu. Pete duduk berselonjor di lantai. Dahinya berkerut-kerut "Bagaimana kita bisa menemukan seorang gadis yang wajahnya selalu berubah setiap hari?"

Untuk beberapa saat tidak seorang pun menjawab. Kemudian Jupiter mengajukan sebuah rencana.

"Kalau Lucille Anderson sungguh-sungguh ingin terjun dalam dunia perfilman, ia mestinya sudah menghubungi agen-agen teater. Dari sanalah kita mulai lagi langkah kita."

11 ’Ya, itu tempat yang paling mungkin," sahut Pete. "Tidak ada salahnya kita coba menanyakan ke sana."

Esok paginya anak-anak naik bis ke Hollywood. Mereka berhenti pada tempat yang pertama dalam daftar yang sudah disusun Jupiter. Wanita resepsionisnya sangat kurus dan tidak memperdulikan anak-anak sama sekali.

"Kami tidak pernah membicarakan klien kami degan siapa pun,," katanya ketus.

"Tapi... tapi mungkin dia bukan klien Anda," tukas Pete tak kalah ketusnya.

-"Aku sudah bosan berurusan dengan anak-anak seperti kalian," semprot resepsionis itu. Ia berpaling dan mulai mengetik.

Di kantor agen yang kedua, resepsionisnya memandang anak-anak dengan heran ketika mereka bertanya tentang Lucille.

"Kalaupun aku tahu tentang dia, aku tidak akan ceritakan pada kalian," ujarnya. "Malu, dong! Kalian ini, kecil-kecil sudah mengejar-ngejar aktris!"

Jupiter merasakan darah naik ke mukanya.

"Kami tidak mengejar-ngejar aktris," tukasnya tegas. "Orang tua gadis ini meminta kami untuk menemukan dia dan..."

"Anak nakal hilang?" potong wanita itu. "Kalau begitu orang tuanya harus menghubungi polisi. Kami tidak menerima anak-anak yang kabur dari rumahnya. Mereka hanya merepotkan, pasti ada saja yang jadi masalah."

Di agen ketiga, resepsionisnya lebih ramah karena dia mengenali nama Jupiter.

"Kau Baby Fatso!" serunya.

Nama ini adalah nama seorang tokoh dalam film seri yang dimainkan Jupiter ketika ia masih kanak-kanak. Jupe benci sekali mengingat bahwa dia dulu pernah memainkan peran itu. Mendengar orang menyebut nama itu membuatnya mual dan sebal. Dengan wajah merengut ia mengeluarkan selembar foto Lucille Anderson.

Resepsionis melihat foto itu. "Banyak sekali anak yang mirip wajahnya dengan dia," katanya "Dia itu siapa? Saudaramu? Atau temanmu?"

-Jupe memberi wanita itu kartu Trio Detektif. Namanya Lucille Anderson," kata.Jupe menjelaskan. Orang tuanya meminta kami untuk menemukannya. Ia pergi meninggalkan rumah dua bulan yang lalu, dan sampai sekarang tidak pernah kembali lagi." "Percuma kau teruskan usaha ini," komentar resepsionis itu. "Ia cuma salah satu dari sekian ribu anak yang mempunyai kasus seperti itu. Namun kalau ia benar-benar berusaha, ada satu kesempatan. Ia mungkin akan ikut dalam testing untuk program televisi Reach for a Star.

Mereka memberi kesempatan pada pemain-pemain baru untuk tampil di TV."

Wanita itu memberikan alamat studio tempat diadakannya testing ini. Anak-anak berterima kasih sekali, dan bergegas pergi. Setibanya di studio itu mereka melihat antrian panjang anak-anak muda yang sedang menunggu.

Dengan nekat Jupe mencoba melangkah langsung menuju pintu masuk studio. Anak-anak muda yang sedang mengantri memprotes keras menimbulkan suara gaduh.

Pete menangkap lengan Jupe. "Jangan Jupe. Nanti bisa mengamuk mereka. Lebih baik kita cari jalan lain saja. Pasti ada jalan yang lebih baik."

"Huh," gerutu Jupe kesal. "Bisa sampai tua kita kalau harus ikut mengantri. Aku bukannya tidak mau antri, tapi aku kan tidak ingin melamar menjadi bintang film!"

-Dengan gemas ia bersandar di sebuah tiang. "Kita harus bisa menghubungi mereka, apa pun caranya."

Tiba-tiba matanya bersinar-sinar. "Aha! Aku punya cara," serunya. "Kita akan kirim surat! Itulah yang dicetuskan oleh Mr. Anderson ketika ia berada di Rocky Beach. Tetapi yang kita kini hanyalah agen-agen teater. Kita buat selebaran yang berisi ciri-ciri Lucille dan satu atau dua fotonya. Kita kirimkan selebaran itu ke setiap agen dan studio di kota ini, dan kita minta agar mereka yang pernah melihat Lucille bersedia menghubungi Trio Detektif."

Ia memandang Bob dan Pete dengan bersemangat "Sederhana," katanya, "tetapi praktis dan efektif. Dengan begini tidak akan ada orang yang terganggu."

"Aku suka ide ini," kata Bob.

"Ya, ini jauh lebih baik daripada berkeliling Hollywood, berbicara dengan orang-orang yang enggan bicara dengan kita," tambah Pete.

Anak-anak merasa lebih gembira ketika mereka mengendarai bis kembali ke Rocky Beach. Di pangkalan barang bekas mereka menjumpa Hans, saudara laki-laki Konrad, sedang bekerja.

Paman Titus dan Bibi Mathilda sedang pergi ke Ventura untuk melihat sebuah gedung tua direnovasi. "Bibimu bilang dia belum sempat pergi ke supermarket hari ini, jadi tidak ada makanan di lemari es," Hans memberi tahu Jupe. "Ia pesan kalau kau lapar, ambil saja uang di teko Cina, untuk membeli apa yang kausuka, seperti pizza misalnya. "

"Apa? Pizza?" Air liur Pete mengalih. "Aku ikut, dong!"

Bob memasukkan tangannya ke kantong celananya. ’’Yah, sebenarnya orang tuaku mengizinkan aku untuk pulang agak terlambat hari ini," ujarnya. "Aku ikut, ya."

"Oke," kata Jupe. "Kita bisa mulai membuat selebaran sambil makan pizza. Atau paling tidak mendiskusikannya. Bagaimana kalau kita ke Pizza Shack? Oke?"

Semua setuju. Mereka bertiga segera bersepeda ke tempat itu.

Pizza Shack termasuk tempat yang terkenal di Coast Highway, Rocky Beach. Banyak anak muda mengunjungi tempat itu untuk menikmati pizza bermain video games, mendengarkan musik atau untuk bertemu dengan teman-teman.

Sewaktu anak-anak sampai di sana, paling tidak ada selusin anak muda sedang berkerumun di -depan video games. Mereka sedang mengamati seorang gadis yang sedang bermain video games. Rambut hitam gadis itu bergoyang-goyang ketika memainkan joystick-nya dengan semangat.

Bob, Pete, dan Jupe memesan sebuah pizza besar, kemudian duduk menunggu. Suara riuh rendah terdengar dari kerumunan anak muda itu.

"Gadis itu pasti jago," tebak Bob.

Tetapi game itu berakhir. Anak-anak muda tertawa berderai-derai dan gadis itu pergi menjauh dari mesin video games. Ia tertawa juga. Yang lain memberi jalan baginya. Ia melangkah ke pintu. Dan sewaktu ia berjalan melintasi ruangan, ketiga anak itu melihat bahwa rok gadis itu sangat panjang sehingga menyapu lantai. Ia mengenakan pakaian model kuno dengan renda-renda di bagian depannya. Anting-antingnya menjuntai-juntai. Dan ada sebuah jam kecil tersemat di baju depannya. Dengan ekspresi yang lembut dan nampak anggun, serta pakaian dan dandanan rambut model kuno, ia tampak seperti gadis dari abad yang silam. Ia tersenyum sekilas pada ketiga anak itu, kemudian pergi ke luar.

"Buat apa ia berdandan seperti itu?" Bob keheranan. "Ia tampak seperti gadis yang mendapat peran dalam film atau sandiwara."

Seorang wanita gemuk datang dari dapur membawa sebuah nampan berisi pizza. Ia meletakkan pizza besar itu di meja anak-anak, kemudian pergi lagi untuk mengambil minuman.

Jupe mulai mengiris pizza di depannya. Mendadak ia berhenti. Irisan pizza itu jatuh kembali tercampur dengan taburan kejunya. "Itu dia!" serunya.

"Apa?" tanya Pete.

"Itu dia! Lucille Anderson! Pasti dia!"

Jupe melompat dan berlari ke pintu. Didorongnya pintu hingga terbuka. Dengan cepat ia berlari ke pelataran parkir di muka Pizza Shack. Kemudian ia menyeberangi jalan. Ia melihat mobil mobil melintas dengan kencang. Beberapa orang pejalan kaki tampak di sepanjang jalan. Tapi gadis berpakaian kuno tadi telah menghilang!

-Bab 5 PETUNJUK BARU

"TUNGGU dulu!" seru Jupiter. "Ini penting sekali!" Penyelidik pertama Trio Detektif kembali ke Pizza Shack. Ia mencoba menarik perhatian para muda-mudi yang sedang bermain video games. Dengan badan ditegakkan, Jupe mencoba untuk bersikap seserius mungkin. Pemain- pemain video games itu berhenti. Mereka memandangi Jupiter dengan heran. Penjaga restoran mengamati sambil berjalan perlahan ke dapur dengan perasaan waswas.

"Kami mencoba mencari gadis yang baru saja keluar dari sini," kata Jupe.

Mereka bertukar pandang satu sama lain dengan perasaan tidak enak. "Kenapa?" tanya salah seorang dari mereka.

Jupe mengeluarkan foto-foto Lucille Anderson serta mengedarkannya. "Orangtua Lucille Anderson memberikan foto-foto ini pada kami," katanya. "Mereka meminta kami untuk mencarinya. Dia berasal dari Fresno, dan sudah dua bulan dia tidak pulang ke rumahnya."

"Anak tadi bukan Anderson namanya," kata salah seorang pemuda. "Bukan juga Lucille rasanya."

"Kan mungkin saja ia memakai nama lain," ujar Bob.

"Ah, kalian terlalu banyak berkhayal," sahut alah seorang pemudi. "Mungkin akibat terlalu sering nonton film spionase."

"Tidak, .kami tidak berkhayal," tukas Pete sengit. "Dengar, Ibunya sudah hampir putus asa mencarinya. Coba, bagaimana kalau ibu kalian merasa bahwa kalian... hilang?"

Para remaja itu merasa tidak enak. Salah seorang gadis berkata, "Tapi gadis itu tidak kabur dari rumahnya. Tinggalnya di sekitar sini ,kok."

"Kau yakin?" tanya Bob. "Apa sudah lama kau mengenalnya?"

"Yah, lumayan juga."

"Lebih dari dua bulan?" desak Jupe. Trio Detektif berhasil memojokkan mereka sekarang. Tidak seorang pun menjawab. "Ia suka memakai pakaian yang berbeda-beda, ya kan? Dan ia juga sering mengubah tata rambut dan bahkan warna rambutnya."

Suasana di Pizza Shack menjadi sunyi. Para pemain video games hanya bisa saling memandang. Mereka enggan untuk berkata-kata. Mungkin dalam hati mereka heran siapa tiga anak ini, dan apa urusannya dengan mereka.

Tak lama kemudian sebuah mobil Fiat merah tua berhenti di luar. Seorang laki-laki beruban turun dari mobilnya dan masuk ke dalam restoran.

"Kenapa sepi benar di sini?" tanya laki-laki itu. "Ada masalah apa?"

"Tidak ada apa-apa, Mr. Sears," sahut si penjaga. "Anak-anak ini cuma mencari tema mereka."

Mr. Sears menggerutu. Ia berjalan ke belakang meja kasir. Rupanya dia manajer restoran itu, sebab dia langsung membuka mesin kasir dan mulai menghitung uang di dalamnya.

Akhirnya salah seorang gadis berkata pada Jupe. "Gadis yang baru saja pergi itu tinggal di sebuah tempat yang dirancang seperti tempat yang sudah tua sekali-Che-hire Square, di sebuah bukit Nama gadis itu Arriane-

"Arriane siapa?" tanya Bob.

"Ardis. Arriane Ardis."

"Kau yakin itu nama sebenarnya?" desak Jupe

"Aku tidak pernah curiga dia memakai nama palsu," jawab salah seorang pemuda. "Siapa yang akan curiga? Dan kalaupun dia kabur dari rumahnya, perlu dilihat sebabnya. Mengapa dia kabur. Barangkali saja orangtuanya bersikap terlalu keras padanya atau...."

"Ia ingin menjadi bintang film," potong Pete "Itu sebabnya dia lari dari rumahnya. Tidak ada yang bersikap terlalu keras padanya. Kami yakin akan hal ini."

"Oke," kata pemuda itu. "Kalau begitu, kami akan beri tahu kalian kalau kami melihatnya lagi. Bagaimana?"

Jupe bimbang sejenak. Lalu dikeluarkannya kartu Trio Detektif. "Tolong minta dia untuk menelepon nomor ini," katanya seraya menyodorkan kartu itu pada si pemuda.

Pemuda itu melihat sekilas pada kartu itu, lalu tersenyum mengejek. "Ooo, detektif yunior," katanya sembari manggut-manggut. Ia menyimpan kartu itu di saku bajunya. "Baik, Nak, akan kukatakan padanya."

Jupiter mengucapkan terima kasih. Kemudian ia kembali menyantap pizzanya.

Penjaga restoran kembali ke dapur, diikuti manajer beruban itu. Para muda-mudi meneruskan permainan video gamesnya kembali.

Bob menyorongkan badannya ke Jupiter. "Apa kau yakin gadis itu akan mau menelepon kita?"

"Tidak," sahut Jupe dengan mulut penuh pizza. "Tapi kita tidak perlu menunggu sampai dia menelepon kita, kan? Kalau dia tinggal di Cheshire Square, kita tahu di mana harus mencarinya. Cepat habiskan pizzamu. Masih banyak yang harus kita kerjakan."

Cheshire Square terlihat sudah tua, tetapi sebenarnya tidak. Pembangunan rumah-rumah itu baru selesai kurang dari setahun yang lalu. Menghadap ke lautan Pasifik, kompleks itu berkilau dengan cat yang mengkilap, taman yang baru penuh dengan bunga-bunga yang bermekaran.

Pemborong yang membangun Cheshire Square adalah seorang pengkhayal yang penuh rasa humor. Dalam satu wawancara dengan sebuah harian terkemuka, ia mengatakan bahwa ia ingin membuat bingung ahli-ahli arkeologi di masa mendatang. "Suatu saat mereka akan menggali sisa-sisa rumah yang mereka kira berasal dari tahun 1890-an," katanya . "Mereka akan dikejutkan oleh penemuan peralatan elektronik modern yang baru ada seratus tahun kemudian. Ini akan benar-benar membuat pusing kepala mereka."

Dan begitulah perumahan itu dibangun. Ia menerapkan gaya yang khas Victoria di sana, lengkap dengan gable yang berbentuk segi tiga dan terletak di antara ujung-ujung atap, menara-menara kecil, beranda, loteng, serta gudangnya bawah tanah. Perumahan itu dikelilingi taman yang formal dan pagar besi. Di tengah-tengah perumahan itu terdapat sebuah taman kecil dilengkapi dengan sebuah panggung bergaya kuno.

Anak-anak dapat melihat panggung itu dari gerbang yang dijaga seseorang berpakaian seragam.

"Tidak ada Lucille Anderson di sini," kata penjaga itu.

"Kalau Arriane Ardis ada?" tanya Jupiter.

Penjaga itu mengencangkan mukanya. "Dia kenal kalian?"

"Tentu saja kenal," sahut Jupiter dengan yakin.

"Nama kalian?" sahut Jupiter dengan yakin.

"Nama kalian?" "Jupiter Jones," kata Jupe. "Ini Bob Andrew dan itu Pete Crenshaw. Kami kawan Mr. dan Mrs. Anderson dari Fresno. Kami punya pesan penting untuk Arriane."

Penjaga itu ragu-ragu sesaat. Kemudian ia mengangkat telepon.

"Kalau kau menelepon dan menyebut nama kami," kata Jupiter,"dia pasti akan senang mendengarnya. Kawan Mr. dan Mrs. Anderson. Jangan lupa katakan itu padanya."

Tetapi penjaga itu sudah tidak mendengarkan lagi. Suara sirene meraung-raung di jalan. Mobil polisi. Mendekat dengan kencang.

Anak-anak menoleh untuk melihat ke arah jalan yang menghubungkan Cheshire Square dengan Coast Highway. Mereka melihat mobil Kepolisian Rocky Beach melaju sangat kencang, hingga bannya mendecit- decit ketika menikung.

Mobil itu terus melaju menuju pintu gerbang.

Seseorang dari dalam kompleks menjerit. Suaranya melengking tinggi. Suara orang yang takut bercampur marah.

"Awas!" teriak Bob.

Penjaga gerbang keluar dari posnya. Ia langsung menghadang laki-laki yang keluar dari perumahan bergaya Victoria. Laki-laki itu berlari dengan tertunduk. Trio Detektif hanya dapat melihat rambut yang gelap dan berpakaian yang serba hitam. Kemudian orang itu mengangkat kepalanya ketika penjaga menghadangnya. Anak-anak tetap belum dapat melihat muka orang itu. Ia menyarungkan kaus di kepalanya. Wajahnya rata dan tidak jelas.

Penjaga mencoba menerjang kaki orang itu. Tetapi laki-laki itu mengelak. Ia bahkan menendangnya, dan membuat si penjaga gerbang jatuh terguling-guling. Jupe dan Bob bergegas menghampiri untuk menolong. .

Pete segera beraksi. Ia kini meneruskan usaha si penjaga gerbang untuk menghentikan orang bertopeng itu. Dengan gesit ia menerjangnya. Namun orang itu lebih gesit lagi. Dengan cepat ia menghindar dari terjangan Pete. Pete hanya dapat menangkap angin dan terempas ke tanah.

Dengan susah-payah Pete mencoba untuk bangkit. Tapi orang berpakaian serba gelap itu sudah menyelinap di balik tumbuhan semak menuruni bukit. Dalam sekejap ia sudah lenyap dari pandangan!

Bab 6 KEJUTAN!

-MOBIL polisi berhenti. Dua polisi melompat keluar. Mereka berlari ke arah tumbuhan semak di lereng bukit untuk mengejar orang berpakaian serba hitam tadi. Tiba-tiba sebuah mobil polisi lain muncul. Dua orang polisi turun dari mobilnya. Yang satu menolong si penjaga gerbang bangkit. Yang satu lagi berlutut di samping Pete, yang masih terduduk di tanah. Sambil menyeringai kesakitan Pete mengusap-usap dagunya.

"Kau baik-baik saja?" tanya polisi itu. "Kau bisa bangun? Perlu kami bawa kau. ke bagian gawat darurat?"

"Aku baik-baik saja," sahut Pete. "Semoga saja gigiku tidak ada yang rontok."

Pete perlahan-lahan berdiri. T angannya masih mengusap-usap dagunya.

Lalu ia melihat gadis itu - gadis yang memakai pakaian model kuno yang dilihatnya di restoran Pizza Shack. Gadis itu sedang berbicara berapi- api dengan polisi yang menolong Pete.

"Dia membongkar rumahku!" seru gadis itu. "Itu pasti! Mana mungkin dia masuk kalau tidak membongkar dulu? Aku baru saja masuk. Aku -mau langsung ke atas. Lalu aku merasa bahwa ada seseorang di atas."

Wajah gadis itu pucat pasi. Tubuhnya bergetar. Si penjaga gerbang berjalan dengan terpincang-pincang ke dalam pos jaganya. Ia mengambilkan sebuah kursi untuk gadis itu.

"Rumah yang mana?" tanya si polisi "Di mana tempat tinggalmu?"

Gadis itu menunjuk ke suatu tempat di balik taman kecil. Tiba-tiba ia tertunduk. Ia mulai menangis.

"Itu tempat Fowler," kata penjaga gerbang. Ia menunjuk ke seberang taman. "Di sana," katanya "Nomor empat belas. T epat di seberang taman."

Polisi itu mengangguk. Ia dan partnernya masuk ke mobil, lalu menjalankan mobil ke sana. Gadis berpakaian kuno itu tetap diam di tempatnya. Jupiter dan kawan-kawannya mengamatinya. Wajah gadis ini lebih kurus dari gadis pada foto yang diberikan Anderson. Tetapi matanya memang terlihat coklat kehijauan. Diakah Lucille Anderson? Atau dia hanya salah seorang yang mempunyai hobi yang sama dengan Lucille Anderson, memakai pakaian yang aneh-aneh dengan mengubah- ubah tata rambut?

Tidak lama kemudian mobil polisi itu kembali. Dua polisi yang tadi mengejar orang berpakaian hitam juga baru kembali dengan wajah murung dan penuh keringat. Polisi yang -di berbicara dengan gadis itu, menghampiri si gadis.

-"Kau mau menolong kami sekarang?" tanya polisi itu. "Dapatkah kau kembali bersama kami ke rumahmu untuk mengecek apa ada barang- barangmu yang hilang?"

Ia mengangguk seraya berdiri. Namun tiba-tiba ia duduk kembali.

"Tidak apa-apa," kata polisi itu. "Istirahat saja dulu."

"Waktu aku dengar dia," gadis itu memulai, "aku berada di ruang tengah. Dia ada di suatu tempat - bukan di ruang tengah. Dia ada di salah satu ruang tidur. Aku harus melewatinya untuk sampai ke tangga. Aku... aku tidak dapat..."

Ia terhenti. Suaranya bergetar. Anak-anak dapat membayangkan kengerian pada saat itu. Menghadapi seorang pencuri yang nekat memang membutuhkan keberanian besar.

Gadis itu berdehem. Lalu ia melanjutkan. "Aku terus saja ke kamar Mrs. Fowler dan langsung menutup pintu. Aku berusaha menahan diri supaya tidak takut Sebuah kursi kuletakkan di bawah gagang pintu, lalu radio kuhidupkan. Baru kutelepon polisi dari telepon di samping tempat tidur."

"Tindakan yang tepat," puji polisi itu. "Kau gadis pemberani dan berkepala dingin. Lalu bagaimana?"

"Tidak ada apa-apa. Maksudku, aku menunggu saja sampai polisi datang. Tapi waktu aku dengar suara sirene di lereng bukit, aku mendengar pencuri itu turun tangga. Mendadak aku merasa sangat marah! Aku tidak ingin dia lolos, jadi kukejar saja dia!"

Polisi itu mengangguk. "Kali ini tindakanmu tidak bijaksana. Untung saja orang itu terus berlari tidak berbalik menyerangmu."

Gadis itu berdiri "Aku sudah lebih tenang sekarang," katanya. "Kita bisa kembali ke rumah itu."

Tetapi si penjaga gerbang tidak puas dengan keadaan ini. "Harus ada orang yang menemani kau," katanya. "Mengapa kau tidak menghubungi teman-temanmu?"

Gadis itu menggeleng. "Teman-temanku ada... di luar kota."

Jupe melangkah maju. "Kami dapat menghubungi ibumu, Lucille," katanya pelan.

Gadis itu terperanjat Kemudian ia memandang Jupiter dengan dingin. "Lucille? Namaku bukan Lucille," katanya ketus. "Namaku Arriane"

"Jangan buat dia kesal!" bentak penjaga gerbang. "Apa kau tidak lihat dia sedang kesusahan?"

Gadis itu masuk ke dalam mobil polisi, yang membawanya masuk ke dalam Cheshire Square, sementara salah seorang polisi. yang lain mencatat nama, alamat, dan kesaksian anak-anak. Kesaksian itu mungkin tidak terlalu menolong. Orang yang dikejar tadi bertubuh sedang, berambut hitam, dan memakai pakaian serba hitam. Hanya itu keterangan yang dapat mereka berikan.

Akhirnya mobil polisi yang. belakangan muncul pergi. Penjaga gerbang melihat luka di dagu Pete sambil menggeleng-geleng. "Banyak maling berkeliaran akhir-akhir ini," katanya. "Tidak baik bagi seorang anak untuk tinggal sendirian di rumah besar itu - apalagi setelah ada kasus pencurian seperti ini." "Bagaimana dengan orang yang memiliki tempat ini?" tanya Bob. "Di mana mereka?"

"Mrs. Jamison Fowler sedang di Eropa," kata penjaga itu. "Ia baru saja berangkat beberapa hari yang lalu. Arriane sudah tinggal bersamanya selama beberapa minggu. Mrs. Fowler wanita yang baik. Kadang-kadang ia memungut anak-anak yang hidupnya susah. Ia memberi mereka kamar yang indah, makan yang cukup, serta seseorang untuk mengawasi mereka. Arriane punya pekerjaan sementara di suatu tempat. Di Cheshire Square sini ia membantu Mrs. Fowler, bahkan menolong pembantu rumah tangganya. Tetapi pembantu rumah tangga ini baru pulang ke rumahnya karena suatu urusan keluarga yang mendesak."

Ia berhenti. Dipandangnya anak-anak sambil berusaha mengira-ngira. "Kau tadi bilang kau kenal dengannya."

Jupe menunjukkan foto Lucille Anderson pada penjaga gerbang itu. "Orang tua Lucille Anderson memberikan foto-foto ini pada kami," kata Jupe. "Bagaimana menurutmu?"

Penjaga gerbang itu memperhatikan foto-foto itu satu demi satu. Ekspresi wajahnya tidak berubah. Tapi sewaktu selesai ia berkata, "Aku sendiri punya anak gadis yang seumur dengannya."

"Kalau dia anak gadis Anda," lanjut Jupe, "apa Anda akan ingin tahu keadaannya?"

Laki-laki itu mengangguk. "Aku akan bicara dengannya. Mudah-mudahan ia mau bicara dengan kalian. Mungkin ia anak yang hilang. Cuma saja sekarang bukan saat yang tepat. Rumahnya baru saja kemasukan pencuri. Ia tentu masih belum pulih benar kondisinya."

"Bagaimana kalau besok pagi kami ke sini lagi?" usul Jupiter.

"Baik. Sementara itu aku akan sampaikan hal ini pada Arriane. Mungkin aku berhasil meyakinkan dia untuk tinggal di rumah besok - paling tidak untuk menunggu sampai kalian sampai di sini. "

Jupiter datang seorang diri ke Cheshire Square keesokan harinya. Ia, Pete, dan Bob telah sepakat bahwa hanya satu orang yang akan menemui gadis itu di rumah Fowler.

"Aku tidak ingin kita terlihat seperti mendesak dia," kata Bob. "Kalau kita bertiga datang, sedangkan dia sendirian, dia akan merasa dipojokkan."

Maka hanya Jupiter-lah yang berangkat ke sana. Jupe menemui penjaga gerbang yang sudah menunggunya.

"Aku tidak mengatakan apa-apa tentang orangtuanya," kata ’"penjaga itu. "Ia mungkin akan tahu sendiri. Aku cuma katakan -bahwa kau dan teman-temanmu ingin tahu keadaanmu sekarang. Dan ia mengatakan ingin bertemu dengan kau."

Penjaga gerbang itu menunjuk ke rumah Fowler . "Yang besar itu, tepat di seberang taman "

Jupe mengucapkan terima kasih. Ia langsung menuju rumah nomor 14, rumah bertingkat dua dengan menara kecil serta hiasan kayu. Ketika ia menghampiri pintu depan, gadis yang menamakan dirinya Arriane membuka pintu. Ia keluar ke beranda.

"Hai!" sapanya. "Aku tadi mengawasi kau berjalan dari gerbang." "Hai! Aku Jupiter Jones," balas Jupe sambil mengulurkan tangannya. Sambil tersenyum, gadis itu menjabat tangan Jupe, lalu masuk. Jupe mengikutinya. Tiba-tiba ia merasa bahwa ia melangkah ke zaman yang silam. Ruangan di dalam berlangit-langit sangat tinggi. Menuju balkon terdapat tangga yang lebar. Banyak sekali panel-panel kayu di dinding. Karpet tebal berwarna merah tergelar, membuat langkah-langkah mereka tidak terdengar, lukisan-lukisan dihiasi bingkai yang berkilau- kilau.

"Seram, ya?" kata gadis itu pada Jupe. "Mari masuk ke dapur. Di sana lebih enak."’

Jupe mengikutinya melewati tangga. Mereka masuk melewati pantry ke dalam dapur yang terang-benderang. Sebuah ceret di atas tungku tampak seperti benda antik, padahal sebenarnya ceret itu alat elektronik.

-Gadis itu mempersilakan Jupe duduk di sebuah meja bundar di antara dua jendela. Sembari menunggu ia menyiapkan minuman, Jupe duduk diam. Gadis itu mengenakan pakaian yang menyapu lantai. Sebuah pita mengikat rambutnya yang panjang, membebaskan mukanya yang berbentuk seperti hati serta dagunya yang mungil Ia benar-benar berpenampilan kuno. Jupe tahu kini bahwa gadis itu mencoba menyesuaikan penampilannya dengan keadaan rumahnya.

"Senang ya, tinggal bersama Mrs. Fowler di sini," Jupe membuka pembicaraan.

"Tentu saja," kata gadis itu. "Mrs. Fowler bukan main baiknya terhadapku."

"Bagaimana kau bisa kenai dengannya?" tanya Jupe.

"Mulanya dari bekerja di Salon Kecantikan Tender Touch."

Jupiter mengangguk. Ia mengenali nama sebuah salon di Rocky Beach.

"Sebenarnya itu pekerjaan yang tidak menarik, lanjut gadis itu. "Aku menyapu setelah mereka selesai memotong rambut Tetapi aktris-aktris lainnya lebih jelek dari itu keadaannya sebelum mereka mendapat kesempatan yang lebih baik. Lalu Mrs. Fowler sering berkunjung ke salon itu. Kami jadi sering mengobrol. Beberapa minggu yang lalu ia mengatakan akan pergi ke Eropa sementara pembantu rumah tangganya tidak mau tinggal sendiri. Mrs. Fowler lalu menawarkan kepadaku untuk tinggal di sini. Wah, kurasa ini cocok sekali bagiku."

"Tepat sekali," kata Jupe menyetujui. "Dengan begitu kau bisa mengurangi pekerjaanmu di salon, punya lebih banyak waktu untuk mengejar cita-citamu sebagai bintang film, dan punya tempat yang aman untuk tinggal."

Gadis itu melemparkan senyum gembira. Jupiter rupanya sudah dapat membaca pikiran gadis itu.

"Larry Evans bilang kau sedang kuatir," kata gadis itu.

"Larry Evans? Petugas keamanan?"

"Ya." Gadis itu bicara dengan hati-hati. Seolah-olah ia tidak ingin memberi tahu apa-apa sebelum ia tahu siapa Jupe dan apa maksud kedatangannya.

Jupe telah memperlengkapi dirinya dengan foto-foto Lucille yang diambil sewaktu ia memenangkan juara kedua dalam kontes kecantikan gadis remaja di Fresno. Jupe mengeluarkannya dan meletakkannya di meja di depan gadis itu.

Untuk beberapa saat gadis ini tidak berkata-kata. Kemudian ia berpaling. Sambil tetap membisu ia memandang ke luar jendela.

"-Lucille," kata Jupiter, "aku memperolehnya ini..."

"Mengapa kau terus memanggilku dengan nama itu?" ujar gadis itu dengan marah. "Aku Arriane Arriane Ardis!"

-"Itu terdengar seperti nama panggung di telingaku," kata Jupe.

"Apa urusanmu’?" tukas gadis itu. "Siapa kau sebenarnya dan apa maumu di sini?" "Ayah dan ibumu datang menemui aku dan teman-temanku," kata Jupe dengan sabar. Ia menceritakan tentang tas jinjing yang ditemukan di pantai, sampai mereka menghubungi perpustakaan di Fresno. "Orangtuamu mengendarai mobil sepanjang malam untuk menemui kami. Ibu menangis waktu itu."

"Aku sudah bilang bahwa aku baik-baik saja," kata gadis itu dengan kesal.

Dalam hati Jupe merasa lega. Gadis ini mengaku! Untuk pertama kalinya ia mengakui bahwa adalah Lucille Anderson.

"Mungkin kalau kau tetap menjaga hubungan dengan orang tuamu, mereka akan percaya bahwa kau baik-baik saja," ujar Jupiter.

"Mereka cuma mau memaksa aku supaya pulang ke rumah!" keluh Lucille.

"Mungkin, tetapi sekarang mereka mencemaskan keadaanmu. Mereka membayangkan kau luntang-lantung di jalan, tanpa tempat tinggal, kelaparan, dan sebagainya. Kalau kau menelepon mereka..."

"Oh, baik!"

Ia bangkit dengan cepatnya sehingga tehnya tumpah. Ada telepon di dekat tempat cuci piring. Ia mengangkat gagang telepon dan mulai memutar nomor dengan kasar.

Jupe duduk saja. Tugasnya sudah selesai.

"Halo!" kata Lucille setelah beberapa saat. "Halo, Mom...? Ya, Mom, aku tidak apa-apa. Ya. Dan anak itu ada di sini. Anak yang gendut itu. Dan... "

Sunyi sejenak. Kemudian, "Oh, Mom, aku tidak Mau! Aku baik-baik saja! Anak ini bilang Mommy hanya ingin..." .

Sunyi kembali, kali ini lebih lama. Mendadak Lucille menjadi marah, "Apa Mommy tidak dengar? Aku tidak mau!" serunya. "Aku betah di sini. Aku punya pekerjaan dan tempat yang menyenangkan. Aku akan ambil kursus untuk..."

Lucille diam, mendengarkan. Kemudian ia berkata dengan sinis, "Belajar di sekolah? Buat apa? Aku tidak mau jadi profesor, aku ingin jadi bintang film!"

Suara-suara ribut terdengar dari telepon.

"Apa maksud Mommy? Jangan mencoba memasang perangkap bagiku," tukas Lucille. "Seharusnya aku tidak menelepon. Percuma. Selalu bertengkar kalau bicara di telepon."

Ia membanting telepon. "Aku seharusnya sudah tahu!" teriaknya. "Buat apa aku mendengarkan petuah-petuah yang tidak berguna itu? Kau tahu apa maksudku, hah?" katanya pada Jupiter. "Aku disuruh melakukan hal- hal yang tidak kusukai, hanya karena menurut orangtuaku itu baik! Mereka tidak pernah mencoba memahami kemauanku!"

Jupiter Jones hanya memandanginya. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya.

-Bab 7 DRAKULA BANGKIT KEMBALI

-ORANGTUA Lucille Anderson sampai di Rocky Beach ssore itu sebelum gelap. Jupiter, Pete, dan Bob sedang di pangkalan mengerjakan sesuatu untuk Bibi Mathilda sewaktu sebuah mobil dari Fresno muncul di gerbang. Sebelumnya Jupiter sudah menghubungi Fresno, segera setelah ia sampai di markas. Ia mengatakan bahwa ia sudah menemui Lucille. Ia juga sudah melaporkan nama baru Lucille, alamatnya, serta segala hal yang dibicarakannya tadi pagi di Cheshire Square. Jadi mengapa Mr. dan Mrs. Anderson datang ke sini sekarang.

"Lho, kok’?" gerutu Pete. "Aku kira urusan kita sudah selesai"

Mobil itu berhenti di dekat kantor. Mrs. Anderson keluar. "Kalian telah menemukan dia!" serunya. Ia tersenyum, sekalipun matanya merah.

"Yes, Ma’am," kata Jupe. "Seperti yang telah saya katakan di telepon, kami telah menemukan mereka."

Mrs. Anderson memandang Pete. Di dagu Pete terdapat memar biru. "Kuharap memar itu bukan gara-gara anak gadisku," kata Mrs.

Anderson. "Ia bukan orang yang kasar, kan?"

-"Bukan, Ma’am," ujar Pete.

Mr. Anderson keluar dari mobil. "Aku gembira sekali sewaktu mendengar dia baik-baik saja di rumah itu." Ia terlihat lelah sekali.

"Saya heran mengapa Anda berdua tidak langsung saja ke Cheshire Square," kata Jupiter. "Apa ada yang salah’?"

"Ah, tidak," ’6ahut Mrs. Anderson sambil tersenyum lebar, "kami cuma ingin tahu apa kalian juga mau ikut Lucille mungkin akan gusar. Kalian anak-anak yang baik. Kalau kalian ikut mungkin ia tidak akan mengatakan hal-hal yang..."

Jupiter tiba-tiba sadar bahwa Mr. dan Mrs. Anderson takut pada anaknya. Dalam hatinya Jupe menyesal telah bertemu dengan kedua orang ini.

Pete mencoba menjauhi mereka. Bob berpura-pura sibuk bekerja dengan sebuah alat. Segan benar mereka mengurusi masalah yang berlarut- larut ini. Kalau persoalan sudah selesai mereka akan dengan senang hati membantu. Tetapi sekarang? Lucille sudah ditemukan. Apa lagi? Namun akhirnya mereka mengalah. Ketiga anak itu ikut dengan mobil Mr. Anderson. Mereka semua pergi ke Cheshire Squdre.

Larry Evans tidak berada di gerbang ketika mereka tiba. Penjaga yang lain sedang bertugas saat itu. Ia senang mendengar bahwa orang tua gadis di rumah Fowler datang untuk mengunjungi enaknya.

"Silakan terus saja," kata penjaga itu sambil melambai pada mobil yang dikemudikan Mr. Anderson.

"Aduh megahnya," kata Mrs. Anderson dengan penuh kekaguman ketika melihat kompleks bangunan itu.

"Apa arti nama tempat ini..." kata Mr. Anderson. Ia memandang ke seberang taman kecil, ke sebuah rumah. Di rumah itu paling sedikit diparkir selusin mobil. Sebagian besar dari mobil-mobil itu adalah mobil tua. Beberapa di antaranya bergaris-garis, dan beberapa memiliki pipa knalpot bersepuh khrom serta cat yang berkilat.

Di samping mobil-mobil, yang tampak sangat aneh di tempat bergaya Victoria seperti Cheshire Square ini, terdapat beberapa orang remaja. Lampu-lampu sorot menyinari suatu pemandangan yang terlihat seperti Animal House. Anak kecil di mana-mana. Seorang anak memanjat atap rumah Fowler. Ia duduk di samping menara melemparkan popcorn pada burung-burung merpati. Ada beberapa anak lelaki di atas pohon-pohon. Mereka menonton anak-anak yang sedang melakukan break dance di jalan.

Suara musik yang hingar-bingar terdengar memenuhi kompleks itu. Demikian kerasnya musik itu dipasang hingga seakan-akan bumi bergetar karenanya.

"Ia pasti sedang berpesta," duga Mrs. Anderson

"Itu bukan pesta," kata Mr. Anderson. "Itu lebih cocok disebut huru- hara!"

Ia harus memarkir kendaraannya empat rumah dari rumah Fowler. Sewaktu ia dan Mrs. Anderson berjalan, mereka melihat bahwa taman itu penuh dengan anak-anak muda. Begitu pula teras di samping rumah. Trio Detektif mengenali beberapa dari mereka sebagai muda-mudi yang mereka temui di Pizza Shack.

Sebagian besar dari mereka ikut menari sambil bernyanyi, berteriak dan sekaligus makan pizza yang dibawa dengan piring-piring dari kertas perak. Ada yang memakai perhiasan yang terbuat dari tabung neon.

Seorang anak laki-laki mengalungkan seekor ular hidup di lehernya. Ada seorang anak yang tidak ikut menari sama sekali. Namun ia sibuk menumpahkan isi sebuah akuarium ke dalam kolam renang di samping rumah.

Mrs. Anderson menaiki tangga depan. Ia membunyikan bel. Tetapi hingar-bingar suara musik menelan bunyi bel itu.

Seorang anak datang dari samping rumah. Ia membawa satu kotak deterjen. Ketika melihat tamu itu, ia berteriak, "He! Ada kawanmu datangl"

Kemudian ia menuangkan seluruh deterjen itu ke dalam air mancur di depan rumah.

Musik makin menjadi-jadi.

Air mancur itu menjadi penuh busa. Busa itu tumpah ke taman rumput di sekitarnya. Angin meniup busa yang berlimpah dan menerbangkannya ke udara. Sebentar saja daerah sekitar itu sudah penuh dengan busa. Busa di mana-mana.

"Salju!" teriak anak itu sekencang-kencangnya.

Mr. Anderson mengepalkan tangannya. Ia menggedor pintu keras-keras - terus dan berulang-ulang.

Akhirnya pintu dibuka. Seseorang dengan dandanan aneh muncul. Mukanya putih karena make up yang tebal. Bibirnya hampir-hampir hitam.

"Lucillel" jerit Mrs. Anderson.

"Jadi apa kau sekarang?" teriak Mr. Anderson "Morticia Addams?"

Lucille mencoba membanting pintu, tetapi ayahnya menahan dengan kakinya.

"Anakku, kami orang tuamu!" kata Mrs. Anderson. Ia membuka kedua tangannya.

Lucille menampik untuk sesaat Tetapi akhirnya ia tidak tahan lagi. Air matanya mengalir. Dipeluknya ibunya erat-erat Baju putih Mrs. Anderson ternoda oleh lipstick hitam yang dikenakan Lucille, tapi Mrs. Anderson tidak peduli.

Mr. Anderson hanya bisa memandang dengan terharu. Ia bertelekan pada gagang pintu. Semenit lamanya ia menunggu istri dan anaknya salin bertangisan. Kemudian ia masuk ke dalam untuk mematikan musik.

Suasana mendadak menjadi hening.

Pesta itu bubar. Para penari menyadari bahwa ada orang tua di antara mereka. Diam-diam mereka menyelinap pergi, meninggalkan sampah yang masih berserakan. Tinggal Lucille, ibu, dan ayahnya di sana. Trio Detektif, yang mengamati dari jauh saja, merasa tidak enak.

Ketika Lucille menyadari bahwa pestanya telah -bubar, ia berhenti menangis. Tangisan itu berubah menjadi kemarahan.

"Kalian merusaknya - seperti kalian merusak seluruh hidupku!" ’bentaknya. "Kalian merusak pestaku yang dihadiahkan oleh Craig untuk merayakan kontrak dan..." "Kontrak?" potong Mr. Anderson. "Kontrak apa?"

"Untuk Dracula, Mon Amour," kata Lucille dengan gusar. "Oh, Mom! Dad! Itu akan menjadi film yang terbesar! Dan’ aku tahu kalian selalu menguatirkan segalanya tentang diri saya. Tapi kan sekarang buktinya aku baik-baik saja. Aku malah bisa belajar banyak dari pengalaman, dan bahkan mencari uang sendiri. Tapi kesempatan yang paling besar adalah sekarang ini. Aku akan menjadi ratu drakula pengisap darah!"

Air matanya sudah kering sama sekali sekarang. Mata Lucille- bersinar- sinar ketika menceritakan perannya ini. "Jadi aku punya kesempatan untuk maju. Bukannya aku tidak suka tinggal bersama ibu dan ayahku, tetapi aku ingin membuktikan bahwa aku bisa mandiri, seperti sekarang ini. Oh, itu Mr. Mclain! Craigl Craig Mclain! Sini! Kenalkan orangtuaku!" serunya sambil melambai. "Pertama kali ia melihatku la langsung tahu bahwa akulah orang yang cocok untuk menjadi ratu drakula." .

Mr. Mclain datang melalui tangga depan. "Selamat sore!" katanya sambil tersenyum sekilas.

Mrs. Anderson memandangnya. Mr. Anderson berdehem.

-Mr. McLain berumur sekitar tiga puluhan. Wajahnya halus, begitu pula rambutnya yang lurus. Kedua telinganya sampai tertutup oleh rambut panjangnya yang tersisir rapi. Celana panjangnya licin tersetrika. Pada jaket yang dikenakannya tidak ada sedikit pun bagian yang kusut

"Ibunya Arriane!" katanya. Suaranya pun sampai-sampai terdengar selicin penampilannya. "Aku seharusnya sudah kenai dengan Anda dari dulu-dulu."

Kalimat ini tidak biasa diucapkan orang yang baru berjumpa, tetapi itu rupanya membuat Mrs. Anderson senang. Mrs. Anderson makin senang lagi ketika McLain meraih tangannya dengan hormatnya, bagai orang memegang tangan seorang ratu.

"Aku senang Anda datang," kata Mclain. "Aku merasa bahwa aku harus menemui Anda, sekalipun akan menyita banyak waktu untuk menyelesaikan kontrak Arriane."

Mrs. Anderson menggumam.

Mr. Anderson mengernyitkan dahinya. Ia terlihat seperti orang yang mencium bau busuk dari dalam lemari esnya. "Drakula?" katanya. "Dracula, Mon. Amour?"

"Kelanjutan dari film klasik Drakula," Mr. McLain menjelaskan. "Kami menginginkan seorang aktris - yang tidak dikenal - untuk memainkan peran sebagai Mina. Aku selalu merasa bahwa Mina Harker tidak akan pernah bisa hidup normal dan menikah dengan seorang pria yang membosankan - tidak, karena dia pernah merasakan bagaimana rasanya dipeluk Drakuta. Dia akan merindukan kehidupan bersama kekasihnya yang tidak bisa mati itu. Dan dalam film ini Mina menemukan jalan untuk bisa selalu bersama Drakula. "

"Hiii, cerita apa itu?" kata Mrs. Anderson.

"Pintar kalian mengubahnya!" celetuk Mr. Anderson. "Seingatku, pada akhir cerita pertama Drakula berubah menjadi debu."

"Drakula tidak seperti manusia," tangkis McLain. "Dalam film kami Mina menemukan cara rahasia supaya Drakula bisa hidup kembali. Mereka hidup berdampingan untuk selamanya."

Mr. Anderson hanya berdehem. Tepat pada saat itu seseorang terjatuh di tangga bawah.

"Ah, kebetulan" ujar Mclain. "Kenalkan, ini teman sejawatku, "Henry Morrel. Ia memang suka membuat kejutan pada perjumpaan pertama. Henry, mari ke sini. Kenalkan, ini orangtua Arriane. "

Muka Henry Morrel bisa dibilang bundar. Usianya sebaya dengan McLain, namun perbedaan penampilannya jauh sekali. Kalau Mclain rapi dan licin, Henry kusut dan berantakan. Rambutnya yang pendek acak- acakan. Matanya bulat besar, tetapi hidungnya kecil. Ia nyengir sewaktu mencoba berdiri di tangga.

"Ha... hai!" sapaan Henry lebih mirip gumaman. "Apa kabar?"

"Henry sudah lama bekerja di Twentieth Centu-ry-F ox," Craig Mclain menjelaskan. "Baru-baru ini saja, cuma beberapa minggu yang lalu, ia bergabung dengan Mclain Productions. Ia punya pengalaman yang luar biasa dalam film-film horor. Film-film kami akan merangsang Imajinasi penonton, bukan sekadar menyajikan special effect dan action. Teror akan muncul dengan sendirinya."

"Hebat betul!" Mr. Anderson setengah mengejek.

"Lucille, bagaimana kalau kita duduk dulu untuk membicarakan hal ini," usul Mrs. Anderson.

"Membicarakan apa lagi?" Lucille tampak mulai gusar kembali. "Tidak ada yang perlu dibicarakan kalau itu menyangkut keinginanku untuk berperan dalam film ini."

Mr. Mclain sedikit terkejut "Lucille? Kenapa? Kukira namamu Arriane." Tetapi ketika ia melihat Lucille membelalak padanya, Mclain buru-buru mengoreksi. "Ah, bodohnya aku ini! -Arriane kan nama panggungmu, pantas saja. Sekarang, aku tahu kau sudah lama tidak berjumpa dengan orangtuamu. Semua ini mungkin agak membingungkan pada awalnya. Aku akan. hubungi kau lagi dalam dua hari ini. Sementara itu, kalau kau punya pertanyaan, jangan ragu untuk menelepon nomor ini."

Mr. Mclain mengeluarkan sebuah kartu dari dompetnya, lalu memberikannya pada ayah Lucille.

"Saat ini aku dan Henry tinggal seperti orang suci. Kami tinggal di daerah atas bukit ini. Dulunya tempat itu milik Cecil B. DeMille. Anda mungkin tidak akan percaya kalau kukatakan bahwa kami biasa dibangunkan oleh suara domba-domba mengembik di belakang rumah.

Itu memang keterlaluan. Kami tidak punya telepon, namun sekretarisku selalu dapat menghubungiku."

Mr. Anderson menyimpan kartu itu di dalam dompetnya tanpa melihat lagi. "Kalau kau berani-berani berbuat licik dalam bisnis ini, aku tidak kan ragu-ragu menyeretmu ke penjara!" ancamnya.

"Daddy!" jerit Lucille.

"Aku cukup mengerti," sahut Mr. Mclain. "Setiap ayah akan merasa demikian."

Mclain kemudian membungkuk dan mundur keluar, sambil menggamit lengan teman sejawatnya.

"Dan sekarang," kata Mr. Anderson dengan te-gas, "ada beberapa hal yang harus segera diselesaikan!"

-Bab 8 TANDA BAHAYA

-"LUCILLE, anakku," kata Mrs. Anderson, "kau tahu kan bahwa kami sayang dan percaya padamu.

"Apa maksudmu?" Mr. Anderson tidak sabar lagi. "Katakan terus terang saja."

"Kalau ini memang kesempatan besar bagi mu," lanjut Mrs. Anderson, "kami menyokongmu, tetapi..."

"Judy, mau apa kamu?" seru Mr. Anderson.

Mrs. Anderson menoleh pada suaminya. "Kita harus percaya pada anak kita sendiri - cepat atau lambat," katanya. "Ia... ia sudah hampir dewasa Tetapi supaya kau merasa lebih tenang, aku dapat menemaninya di sini."

"Mom, aku bukan bayi!" protes Lucille dengan nada keras. "Bagaimanapun juga, Mommy tidak dapat tinggal di sini. Ini bukan rumah Mommy bukan juga rumahku. Ini rumah Mrs. Fowler, dan aku yang mengurusnya. Ini lah pekerjaanku! Itu samping itu, sekadar memberi tahu saja, aku juga bekerja di salon kecantikan..."

"Kau tidak usah banyak ribut!" potong ayahnya. "Turuti kata orangtuamu. Kalau aku bilang pu-lang, kau harus pulang. Di sanalah rumahmu yang sesungguhnya."

"Charles, jangan!" pinta Mrs. Anderson. "Ia akan membencimu untuk selamanya."

"Biar saja," tegas Mr. Anderson. "Dia tidak harus senang padaku, tapi dia harus hormat padaku, pada. apa yang kukatakan. Aku kan ayahnya!"

Namun Mr. Anderson sadar bahwa sikap kerasnya tidak mempan diterapkan pada anaknya yang satu ini. Ia kenal betul sifat Lucille.

Selain itu ia juga tidak mau anaknya sampai membencinya. Ia menghela napas. Sikapnya makin lama makin melunak. Dan akhirnya ia membiarkan

Mrs. Anderson menuntunnya ke pintu. Di pintu ia berhenti. Ia mengeluarkan dompetnya.

"Hati-hati kau, Nak," katanya. "Jaga dirimu baik-baik, dan sering-sering hubungi kami. Ibumu selalu kuatir akan nasibmu." Seraya berkata begitu ia meletakkan sejumlah uang ke dalam tangan Lucille, lalu keluar menuju mobilnya.

Tidak seorang pun ingat untuk memperkenalkan Pete dan Bob kepada Lucille. Kedua anak itu dan Jupe merasa canggung berada di tengah- tengah keluarga yang sedang bertengkar. Mereka ingin sekali kembali ke markas mereka di Pangkalan Jones karena sekarang Lucille telah ditemukan. Tugas mereka telah selesai. Tetapi kenyataan berbicara lain.

Mereka mengikuti Mr. dan Mrs. Anderson masuk ke mobil. Mr. Anderson tiba-tiba mengum-pat, "Produser apaan itu? Silakan potong kupingku kalau memang dia benar produser film!"

Mobil itu melaju keluar Cheshire Square, lalu menuruni bukit menuju jalan raya.

"Kau mungkin benar," Mrs. Anderson mengomentari dengan suara tertahan.

"Mungkin?" sahut Mr. Anderson dengan nada tinggi. "Bukan mungkin lagi, tapi pasti!"

’’Ya, Mr. McLain penampilannya memang menarik, tetapi tetap saja kita harus tahu lebih banyak tentang dirinya."

Mrs. Anderson menoleh pada anak-anak. "Kalau kalian pegang kartu ini, dapatkah kalian mengecek dirinya?" ia meminta pada mereka.

"Kalian pasti punya cara supaya bisa mencari informasi lebih banyak tentang mereka. Kalian sangat cerdik dalam menemukan Lucille, tentu kalian juga dapat menemukan siapa Mr. Mclain sebenarnya, apa dia memang seorang produser film."

Pete menghela napas.

"Kurasa kami dapat menemukan apakah dia dikenal di kalangan usahawan film," kata Jupe

"Aku pikir tidak perlu seseorang masuk dalam suatu organisasi atau perkumpulan untuk menjadi produser. Bisa saja ia jadi produser yang berdiri sendiri. Yang ia perlukan hanyalah ide dan modal."

"Orang itu penipu!" gerutu Mr. Anderson. "Ratu Drakula! Apa-apaan itu? Kedengarannya seperti khayalannya saja. Apalagi kalau melihat temannya yang jatuh di tangga tadi - sama sekali tidak meyakinkan. "

Ia membelok dari jalan raya. Lalu meneruskan ke arah pangkalan barang bekas. "Judy, kita dapat melakukan kompromi," usulnya. "Aku akan pulang ke rumah, dan kau tinggal di sini untuk mengawasi apa yang terjadi."

Istrinya menggeleng. "Lucille sudah bulat tekadnya. Kita harus memberi dia kebebasan bergerak supaya dia dapat mengembangkan dirinya."

Mr. Anderson makin menggerutu. Ia menggumamkan kata-kata yang tidak jelas. Tetapi ketika berhenti di gerbang pangkalan, ia mendesah sambil memberikan kartu Mr. McLain kepada Jupiter.

"Hubungi aku di Fresno kalau kau mendapatkan sesuatu," katanya. "Kalau kau perlu uang, bilang saja. Aku ingin tuntaskan masalah ini sampai ke akarnya. Aku tidak percaya ada orang yang dengan mudah menawari

Lucille peran utama dari sebuah film yang mungkin memakan biaya ribuan dolar."

"Oh, bahkan mungkin jutaan!" tambah Mrs. Anderson. Wajahnya mencerminkan ketakutan.

Esok paginya, Trio Detektif sudah berkumpul kembali di markas.

"Tugas kita selanjutnya adalah memastikan apakah Craig McLaip benar seorang produser Film," Jupe memulai.

"Lucille tampaknya memang orang yang selalu mengundang masalah," kata Bob. "Apa menurutmu pencurian di rumah Fowler itu ada hubungannya dengan Lucille?"

"Tidak," sahut Pete. "Maling tidak akan pandang bulu dalam soal itu. Masih ingat monster perampok di Hollywood?"

"Aku cenderung untuk setuju dengan Pete kata Jupiter. "Sekarang aku usul supaya kita menghubungi Hector Sebastian."

Yang Jupe maksud ialah kawan mereka yang dulu bekerja sebagai detektif swasta. "Ia pun banyak kenalan di Hollywood," lanjut Jupe lagi. "Ia mungkin pernah dengar tentang Craig Mclain."

Don, pembantu rumah tangga Mr. Sebastian menjawab telepon. Ia melaporkan bahwa Sebastian sedang pergi. ke Idaho dengan temannya untuk mengambil gambar-gambar "Mungkin beberapa hari ia pergi, mungkin juga beberapa minggu, aku tidak yakin," ujar Don. "Nanti kalau dia kembali akan kusampaikan bahwa kau pernah menelepon."

Jupe mengucapkan terima kasih pada Don. Ia lalu menutup telepon. Setelah berdiskusi, anak-anak mengambil keputusan untuk mencari informasi itu langsung dari sumbernya. "Kita - punya kartu Craig Mclain," kata Jupe. "Kita pergi saja ke kantornya."

"Untuk bertanya pada sekretarisnya?" kata Pete. "Jangan-jangan sekretarisnya dibayar untuk tidak memberikan keterangan apa-apa kepada orang asing. "

"Aku punya cara untuk membuat dia bicara," kata Jupe dengan yakin. "Yang penting sekarang kita pergi dulu ke sana untuk bertemu dengan siapa saja yang ada di sana."

Jupe kemudian menelepon sebuah perusahaan penyewaan mobil. Berkat kebaikan seorang klien Trio Detektif, mereka dapat memakai sebuah Rolls-Royce antik milik perusahaan itu. Sebagai servis, mereka juga mendapat pengemudinya sekalian, Worthington, yang berkebangsaan Inggris. Worthington selalu mengenakan seragam yang serasi dengan Rolls-Royce antik itu. Mulanya ia memperlakukan anak-anak dengan resmi, seperti halnya ia memperlakukan pejabat-pejabat tinggi. Namun karena sering terlibat dalam petualangan Trio Detektif, Worthington kini mengangap dirinya sebagai anggota tidak resmi dari Trio Detektif. Ia selalu menanti-nanti kesempatan untuk menjadi pengemudi bagi mereka, terutama untuk terlibat dalam kisah-kisah petualangan Trio Detektif.

Pagi ini, baik Worthington maupun Rolls-Royce memang sedang tidak dipakai. Mobil hitam mengkilat itu segera meluncur dari garasinya menuju Pangkalan Jones.

Sewaktu Bib. Mathilda melihat mobil itu, ia mendengus. "Buat apa mobil mewah itu datang ke sini lagi? Kalian kan punya banyak kesibukan hari ini. Bagaimana hasil pekerjaan yang telah direncanakan untukmu, Jupiter?" "Besok Aku janji," kata Jupe. "Kami harus menolong keluarga Anderson hari ini."

-"Kau selalu punya alasan untuk menghindar dari pekerjaan yang kuberikan," gerutu Bibi Mathilda. "Baik, kali ini aku mengalah. Tapi besok kau tidak boleh ke mana-mana."

Anak-anak segera berangkat, langsung menuju Sunset Strip, alamat yang tertera di kartu bisnis Mclain. Perjalanan memakan waktu hampir satu jam. Saat mereka sampai di Sunset Strip, Worthington melambatkan laju kendaraan sampai ia dapat menemukan lokasi yang diberikan Jupe padanya.

"Ada tempat parkir di pinggir situ," katanya. "Boleh aku parkir di sana? Rolls-Royce ini selalu menarik perhatian orang. Apa kalian lebih suka supaya kita tidak diketahui orang?"

"Aku lebih suka kalau kita tidak terlihat orang," ujar Bob. "Kalau Lucille Anderson sampai tahu bahwa kita mengecek keaslian produser favoritnya, mungkin ia akan marah besar."

"Aku tidak ingin terkena semprotannya," kata Worthington yang sudah mendengar kisah petualangan kali ini dari anak-anak. Sambil tersenyum ia mencari tempat parkir lain yang agak tersembunyi di sebuah jalan kecil, lalu memarkir Rolls-Royce itu di sana.

"Apa kita semua ke sana’?" tanya Pete.

"Sebaiknya begitu," Worthington yang menyahuti. "Aku juga ingin ikut soalnya."

Jupe berpikir sejenak. "Tidak ada manfaatnya kalau kita semua ke sana." Akhirnya ia memutuskan, "Aku akan pergi menemuinya sendiri." -Ia keluar dari mobil itu, lalu berjalan ke Sunset Strip.

Kantor Mclain adalah sebuah bangunan berlantai dua, dengan sebuah restoran di lantai pertama. Bangunan itu biasa-biasa saja. Jupe menaiki tangga. Mclain Productions, Ltd., dan sebuah perusahaan akuntansi menempati lantai dua bersama-sama.

Ketika Jupe meletakkan tangannya di kenop pintu, ia mendengar seseorang berkata. "Bodoh benar!"

Seorang wanita berkata, "Mereka menunda produksi itu sampai kita mendapat stuntman di sana. Hickock tidak mau melakukan lompatan itu sendiri."

"Oke, oke," kata si orang pertama. Ia bukan Craig Mclain. Ia orang lain yang sama sekali berbeda dari Mclain yang pernah ditemui Jupe. "Seandainya shooting itu dilakukan di sini, kita tidak akan mendapat masalah ini. Berapa banyak bedanya Mexican Hill dibanding dengan bukit di Griffith Park?"

Jupiter memutar kenop dan mendorong pintu.

Ia melihat seorang wanita berambut abu-abu keriting memakai kacamata. Wanita itu sedang duduk di balik meja. Gagang telepon dipegangnya dengan tangan kanannya.

Seorang laki-laki botak dengan mata biru yang menyorot tajam memandang Jupe sekilas. Ia masuk ke dalam kamarnya sambil membanting pintu.

-"Apa aku bisa membantu?" kata wanita itu tanpa meletakkan telepon itu.

"Apa Mr. Mclain ada di sini?" tanya Jupe.

"Ini bukan saat yang baik," kata wanita itu. "Mengapa kau ingin bertemu dengan Mr. McLain Ada perlu apa?"

"Aku... aku bertemu dengannya kemarin sore," Jupe mendapat ilham di kepalanya, "di rumah seorang kawan. Terlintas di kepalaku bahwa mungkin ia bisa memakai aku dalam produksinya."

"Memakai kau?"

"Aku punya pengalaman," kata Jupe. "Kalau ada peran untuk seorang berandal dalam film Drakula..."

"Mr. McLain!" setengah berteriak wanita itu memanggil.

Laki-laki botak itu membuka pintu kamar. Ia cuma melongokkan kepalanya.

"Mr. Mclain, anak ini mengatakan bahwa ia bertemu dengan Anda kemarin di rumah seseorang. Ia minta peran dalam suatu film Drakula."

Laki-laki itu keluar dari kamarnya. "Drakula! Apa belum cukup masalahku dengan shooting di Ensenada? Sekarang apa lagi ini? Film Drakula apa?"

Jupe mempelajari orang itu beberapa saat. Tanpa berkata-kata ia mengeluarkan kartu nama yang diberikan ayah Lucille. Diberikannya kartu itu pada si laki-laki botak.

-Orang itu memandangi kartu itu. Ia mendengus.

"Orang yang memberikan kartu. nama ini mengatakan bahwa aku dapat menemuinya di sini," kata Jupe. "Ia bilang namanya Craig McLain. Sepertinya ia tidak berkata yang sebenarnya."

"Aku jamin dia berbohong," kata laki-laki botak itu. "Apa dia menjanjikan akan memberikan suatu peran dalam film yang akan dibuatnya?"

"Sebenarnya, ada seorang gadis yang akan memperoleh pekerjaan itu;" Jupe menjelaskan. Kemudian dengan ringkas, ia menceritakan kisah tentang Lucille Anderson.

"Dan orang yang kurang ajar itu memberikan kartu namaku," kata Mr. McLain. "Maaf, Nak, aku tak akan membuat film tentang drakula. Itu bukan bidangku. Aku membuat film-film dokumenter dan beberapa iklan. Aku tidak punya tempat untuk peran orang berandal, dan aku sarankan pada gadis yang itu supaya berpikir lagi. Katakan padanya lupakan saja, cari saja pekerjaan lain. Apa dia punya uang?"

Jupiter menggeleng. "Tidak."

"Ia kawanmu?"

"Aku kenal dia baru sebentar."

"Pesankan padanya supaya berhati-hati terhadap orang yang menawarkannya main dalam suatu film - apalagi kalau ia memakai nama orang lain."

"Baik, akan kusampaikan pesan Anda," ujar Jupe "Apa Anda punya ide siapa orang itu? Apa kejadian ini pernah Anda alami sebelumnya?" -Orang itu mengangkat bahu. "Tidak terhadap ku. Tetapi aku memang sering memberikan kartu namaku kepada orang-orang lain. Yah, itu kan memang kegunaan kartu nama. Aku pakai itu kalau-kalau aku perlu orang untuk ikut dalam filmku. Kadang-kadang orang itu menghubungi aku kembali, namun kadang-kadang tidak. Seperti apa orang itu?"

"Sekitar tiga puluhan umurnya," kata Jupe. "Rambutnya coklat dan tipis. Orangnya sangat rapi. Ia bilang tempat tinggalnya di atas bukit bekas rumah Cecil B. DeMille."

"Cerdik benar dia," kata McLain. "DeMillie, sudah meninggal!"

Kemudian ia termenung. "Kalau kau teman gadis itu, katakan padanya untuk cepat-cepat mengundurkan diri. Sering kali orang-orang seperti itu berlagak seperti bos, padahal mereka sebenarnya mengejar-ngejar uang. Itu masih belum apa-apa sebenarnya. Tapi kalau mereka memang orang nyentrik, mereka bisa sangat berbahaya!"

-Bab 9 LENYAP SECARA MISTERIUS

-LARRY EVANS sedang bertugas di Cheshire Square pada saat mobil Rolls-Royce datang di bukit itu. Ia melangkah keluar posnya dengan terheran-heran.

"He, tak kusangka!" serunya. "Bukan main, aku benar-benar tidak mengira! Apa Arriane tahu tentang ini?’ Atau kau berniat membuat kejutan untuknya?"

"Memang ada kejutan untuknya," kata Pete. "Nanti kalau ia dengar apa yang kami katakan, ia kan benar-benar. terkejut,"

"Apa ia ada di rumah?" tanya Jupe.

"Yap!" sahut penjaga itu. "Orang berambut panjang dan sombong itu datang ke sini dengan temannya, tapi sekarang mereka sudah pergi. Akan kuhubungi Arriane."

Ia masuk kembali ke posnya. Melalui kaca anak-anak dapat melihat ia menekan beberapa tombol di teleponnya. Ia menunggu dan menunggu. Akhirnya ia menyerah. Dahinya berkerut-kerut meletakkannya gagang telepon.

"Tidak ada yang menyahut di rumah Fowler," katanya.

-"Mungkin ia sedang keluar ke suatu tempat?" tanya Bob.

Larry Evans menggeleng. "Aku pasti melihatnya kalau begitu."

Tiba-tiba Jupe bergidik. "Ia tidak bersama McLain ketika Mclain pergi, kan?"

"Tidak," sahut penjaga itu. "Teman McLain yang berambut keriting dan gendut itu bersamanya. Tetapi Arriane tidak tampak bersama mereka."

Kini penjaga itu menjadi kuatir. Ini adalah tugasnya, menjaga penghuni Cheshire Square serta tidak membiarkan orang asing masuk tanpa izin penghuni yang akan dikunjungi. "Akan kucoba sekali lagi," katanya. Ia kembali menelepon.

Lalu ia menunggu lagi. Masih tidak ada jawaban. Dengan tergesa-gesa ia keluar. Ia melambaikan tangan pada mobil Rolls-Royce untuk berjalan terus.

"Ketuk pintunya keras-keras," instruksinya. "Cek kolam renang. Kalau kalian tidak juga menemukan dia, cepat kembali ke sini."

Worthington langsung masuk. Ia mengitari taman kecil dan berhenti tepat di rumah Fowler Rumah itu tampak sepi. Masih ada sisa-sisa sampah. dari pesta kemarin. Kaleng-kaleng kosong, kertas-kertas, dan serpihan-serpihan makanan tampak sudah ditumpuk di dekat tong sampah yang sudah penuh.

Jupe membunyikan bel. Suara bel itu terdengar dari luar. Tetapi tidak ada orang yang datang untuk membukakan pintu.

-"Ia tidak di sini," kata Bob.

"Ada sesuatu yang tidak beres," -kata Jupe. "Aku yakin ada sesuatu masalah."

"Aku akan kembali ke gerbang," kata Pete. "Larry Evans pasti punya kunci master."

Ia berlari, melintasi Rolls-Royce dan taman kecil. Sementara itu, Jupiter dan Bob mengitari rumah. Tetap saja tidak ditemukan tanda- tanda adanya Lucille di sana.

Penjaga itu sudah menunggu bersama Pete ketika Jupe dan Bob kembali ke teras depan. Worthington juga ikut menunggu. Penjaga gerbang membuka pintu depan dengan kunci master yang dimiliknya. Mereka semua masuk. Di dalam sisa-sisa pesta kemarin masih berserakan di lantai.

"Lucille!" panggil Jupiter.

Tidak ada jawaban.

Anak-anak mulai mencari di setiap sudut. Sebentar saja mereka sudah selesai memeriksa lantai bawah. Mereka ditemani Larry Evans naik ke lantai dua. Worthington tetap di lantai bawah untuk menjaga.

Pintu-pintu tertutup di lantai atas. Evans membukanya satu demi satu. Anak-anak memeriksa isi kamar-kamar itu. Sebagian besar kamar itu tidak pernah dipakai. Tempat-tempat tidur tertutup rapi dengan kain tebal. Namun di ujung ruangan itu terdapat sebuah ruang yang nyata sekali sering dipakai. Sebuah tempat tidur dengan seprei merah muda tersibak. Sepasang kaus kaki bergambar kelinci terlempar di bawah kursi. Sebuah jubah sutra terjuntai di ujung tempat tidur.

Larry Evans membuka gorden. Sinar matahari menerobos masuk menerangi ruangan.

"Ini pasti ruang tidur Lucille," kata Jupe.

"Kupikir ini kamar Mrs. Fowler, kalau ia ada di rumah," kata Evans. Ia memperhatikan meja ria tempat botol-botol kristal berada. "Arriane anak yang baik, tetapi seharusnya ia tidak menggunakan ruangan ini serta barang-barang milik Mr. Fowler."

Pete mulai menjelajahi ruang itu dengan teliti. Ia membuka pintu sebuah ceruk. Ternyata di baliknya terdapat ruang penyimpan pakaian yang cukup luas. Pakaian-pakaian memenuhi ruangan ini.

"Bukankah Mrs. Fowler pergi ke Eropa?" tanya Pete. "Apa yang ia bawa kalau semua pakaiannya ditinggal di sini?"

Tidak ada yang berusaha menjawab pertanyaan itu. Jupe menarik-narik bibir bawahnya. Ini suatu tanda bahwa ia sedang berpikir keras. Dengan serius ia mengamati karpet "Apa ada gerbang lain?" tanyanya pada Evans. "Dapatkah ia keluar dari daerah ini tanpa terlihat olehmu?" "Ada jalan belakang, memang," kata Evans. "Itu dipakai oleh truk sampah dan tukang-tukang. Tapi gerbang itu selalu terkunci."

"Siapa yang memegang kuncinya?" tanya Jupe.

"Tidak ada kuncinya. Kalau ada orang yang ingin memakainya, ia memberi tahu aku. Aku membuka gerbang belakang itu dengan saklar lari posku di depan."

"Mungkin Lucille cuma mengunjungi tetangganya," kata Bob.

"Tidak mungkin," balas Larry Evans. "Arriane tidak sering bergaul dengan penghuni lainnya."

Pete membuka pintu lain. Ia berharap dapat menemukan ruang lain. Ternyata pintu itu mengantarkannya ke kamar mandi. Gelembung sabun memenuhi bak mandi yang terbuat dari marmer. Harumnya sabun memenuhi udara. Wastafel yang juga terbuat dari marmer penuh dengan botol-botol. Salah satu botol terletak dalam posisi terbalik. Isinya mengotori marmer sekitarnya, lalu mengalir ke lantai.

"Sembrono sekali Lucille ini," kata Bob.

"Mungkin tidak terlalu sembrono," kata Jupiter yang baru masuk ke kamar mandi. "Misalkan saja sedang mandi ketika telepon berdering. Ia mendapat berita bahwa Mclain sedang menunggu di gerbang. - Lalu ia beri izin untuk masuk. Kemudian ia mengenakan pakaian, dan pergi ke bawah untuk membukakan pintu. Kemudian terjadi sesuatu. Kekerasan. Atau sesuatu yang sangat penting, sehingga ia tidak sempat kembali ke kamar mandi untuk mengosongkan bak mandi." "Menurutku terjadi tindakan kekerasan di sini," kata Bob. "Seseorang mengejarnya ke sini. Lalu parfum itu terjatuh sewaktu Lucille mengadakan perlawanan. "

-"Kalian terlalu jauh berkhayal," ujar Evan. Penjaga itu terlihat sangat gugup. "Dengar, memang anak yang tidak terbiasa hidup teratur. Ia pasti lupa mengosongkan bak mandi kalau tidak diingatkan. Biasanya kan ada ibunya yang selalu mengingatkan. Ia cuma memakai parfum, lalu lupa membereskannya lagi. Kemudian ia turun ke bawah untuk membukakan pintu bagi Mclain dan... dan..."

"Dan apa?" kata Jupe. "Di mana dia? Kalau tidak pergi bersama Mclain dan ia tidak mengunjungi tetangganya, apa yang terjadi dengannya?"

Bob yang menemukan handuk kecil untuk tamu. Ia sedang berada dekat kaca rias. Keranjang tempat pakaian bekas berada dekat kakinya ketika ia melihat ke bawah.

"He, lihat ini!" Ia membungkuk. Diambilnya handuk kecil itu. Warnanya putih bersih. Kupu-kupu tersulam di salah satu ujungnya. Namun ada bercak merah di handuk itu.

"Inilah yang kutakutkan," kata Bob.

Larry Evans melihat bercak merah itu. Wajahnya pucat pasi. "Darah," katanya. Ia meraba handuk itu. "Masih basah. Kau benar. Suatu kekerasan terjadi di sini tadi pagi. Aku akan hubungi polisi!"

-Bab 10 PENYAMUN DI PANGKALAN JONES

-CHIEF REYNOLDS datang sendiri ke sana. Ia memeriksa keadaan di kamar mandi. Wajahnya mengeras.

Ia memandang sambil mengernyit pada Larry Evans. "Kau bilang ia menerima tamu pagi tadi? Apa kau catat nomor mobilnya?"

"Yes. Chief," sahut Evans. "Ada dalam buku catatan di pos. Tapi aku yakin gadis itu tidak ada bersama mereka di mobil itu,"

"Bagaimanapun ia telah pergi," kata Chief Reynolds. Ia lalu turun ke lantai bawah.

"Aku akan bicara dengan tetangga-tetangga," tambah Chief Reynolds. "Mungkin ada orang yang pernah melihat sesuatu. Kalian Anak-anak, pulang saja ke rumah. Aku tidak ingin melihat kalian berkeliaran di sini. Mengerti?"

"Chief Reynolds..." protes Jupe.

"Pulang!" tegas Chief Reynolds. "Ini sekarang jadi urusan polisi!"

Worthington mengantar anak-anak kembali ke pangkalan. Pada mulanya keheningan melanda mobil itu.

Akhirnya Pete mulai bicara. "Kasus ini merusak segala-galanya."

"Apa maksudmu?" tanya Bob.

"Kita menemukan tas jinjing di pantai," lanjut Pete. "Kita coba mencari pemiliknya. Tampaknya sederhana- cuma menelepon perpustakaan Fresno. Tapi ternyata pemiliknya juga hilang. Jadi kita cari pemiliknya. Berhasil. Kelihatannya persoalan sudah selesai sampai di sini. Tapi orangtuanya meminta kita untuk mengusut lebih jauh. Kali ini kita diminta untuk mengorek keterangan tentang orang yang menawarkan pekerjaan pada Lucille. Tidak tahunya orang itu palsu... dia juga menghilang, entah ke mana. Yang terakhir, waktu kita berusaha memperingatkan Lucille, dia juga menghilang. "

"Dan persis ketika kasus ini mulai menjadi menarik," tambah Jupe, "polisi melarang kita untuk ikut campur. Ini tidak adil. Seharusnya mereka berpikir siapa yang merintis awal kasus ini?"

"Sudah kuduga dari awal," ujar Pete lagi. "Percuma saja kita tangani kasus ini."

Setelah menurunkan anak-anak, Worthington kembali ke perusahaan penyewaan mobilnya.

Jupiter menatap gerbang pangkalan. Gerbang itu tertutup. Ini jarang terjadi di siang hari bolong seperti sekarang ini.

"Ke mana Paman Titus dan Bibi Mathilda?" Jupe merasa sangat heran.

"Menurut dugaanku," kata Bob, "mereka mendengar ada pembongkaran bangunan tua di Nome, Alaska. Mungkin mereka pergi ke sana untuk membeli barang-barang bekas yang masih bisa digunakan."

Bob sebenarnya cuma asal menebak saja, tapi ternyata tebakan itu tidak jauh dari keadaan benarnya. Konrad muncul dari samping pangkalan. Ia memberi tahu Jupiter bahwa pamannya sedang ke Los Angeles untuk mengumpulkan orang bekas dari sebuah gedung yang dirobohkan di sana.

"Bibimu, ia pergi ke rumah untuk memasak suatu," lanjut Konrad. "Aku sengaja mengunci gerbang karena aku sibuk. Kalau tidak ditutup, dengan mudah orang akan mengambil barang-barang tanpa terlihat dari tempatku bekerja."

Konrad mengeluarkan kunci dari kantongnya. Sembari membuka gerbang ia berkata, "Kau jaga di sini, ya, kalau-kalau ada orang datang. Jadi aku tidak perlu lagi mengunci gerbang."

Jupe setuju untuk menjaga di dekat gerbang. Pete dan Bob pulang ke rumah masing-masing. Untuk sesaat Jupe hanya duduk di tangga kantor Paman Titus. Kepalanya masih disibukkan dengan persoalan tentang Lucille Anderson. Dalam bayangannya ia melihat keadaan kamar mandi yang berantakan. Apa yang telah terjadi? Penjaga tidak melihat Lucille keluar dari area Cheshire Square. Apa Lucille diselundupkan dalam mobil McLain palsu? Atau ia lari sendiri? Tetapi apa arti darah pada handuk kecil itu?

Setelah beberapa saat memikirkan hal itu, Jupiter merasakan adanya kejanggalan. Di mana Bibi Mathilda? Mengapa ia pergi begitu lama? Ia memang sesekali meninggalkan pangkalan untuk mengerjakan sesuatu di dapur, tetapi tidak pernah selama seperti sekarang ini

"Konrad!" teriak Jupe.

Konrad datang. Sekujur tubuhnya penuh keringat

"Aku akan ke rumah sebentar," kata Jupe. "mau mengecek sesuatu."

"Oke!" ujar Konrad. "Aku akan mengawasi gerbang."

Jupe menyeberang jalan menuju rumah keluarga Jones. Di dalam ia menemukan pintu dapur terbuka.

Tidak ada siapa-siapa di dapur. Tidak sesuatu pun yang sedang dimasak, baik di atas kompor maupun di dalam oven. Teko teh kosong tergeletak di lantai. Tutupnya menggelinding sampai ke sudut ruangan. Ada orang yang menjatuhkannya.

Tiba-tiba Jupe merasa tegang.

Ia memasang telinga. Rumah itu sunyi sekali. Apa ia harus memanggil? Apa Bibi Mathilda ada di sini? Atau malah ada orang lain di dalam rumah ini - orang yang telah mengejutkan Bibi Mathilda hingga ia menjatuhkan teko teh? Lalu... lalu apa? Di mana Bibi Mathilda kini?

Jupe pergi ke ruang makan. Ia terkejut melihat piring-piring berantakan dan taplak meja tertarik ke lantai. Laci-laci bufet terbuka. Isinya berserakan di mana-mana.

-Mulut Jupe menjadi kering. Ia ingin memanggil, tapi akhirnya memutuskan untuk diam. Penyamun itu mungkin masih di sini - dan mungkin Bibi Mathilda masih berada dalam tangannya!

Perlahan-lahan Jupe keluar dari kamar makan. Di dalam ruang tengah buku-buku berserakan. Demikian pula laci-laci ditarik dan isinya ditumpahkan ke lantai. Di depan ruang tengah adalah ruang depan. Lemari untuk menyimpan jaket terbuka. Jaket dan jas serta sepatu terserak di lantai.

Masih belum ada tanda di mana Bibi Mathilda!

Peralatan Paman Titus juga telah digerayangi. Satu set sound system hilang. Hanya pengeras suara saja yang masih di tempatnya. Mungkin si pencuri merasa bahwa pengeras suara yang besar ukurannya itu hanya akan merepotkan saja. Atau ada orang datang ketika ia mau mengambilnya.

Orang datang! Itu dia! Bibi Mathilda datang dari pangkalan. Ia meletakkan kotak uang yang dibawanya dari pangkalan. Si pencuri mendengarnya.

Saat itu Jupe baru teringat pada kotak uang. Ia melihatnya ketika masuk tadi. Sewaktu masuk dari dapur, kotak itu berada di dekat televisi.

Jupe cepat-cepat kembali ke dapur. Kotak itu mas-ih di sana. Ia membukanya. Di dalamnya masih terdapat uang. Uang dalam jumlah besar. Bibi Mathilda membawa uang lebih dari seratus dolar ketika masuk ke dapur tadi. Namun si pencuri tidak menyentuh uang itu.

Mengapa? Di mana Bibi Mathilda sekarang?

-"Bibi Mathilda?" panggil Jupiter ragu-ragu.

Kemudian ia mendengar suara gemerisik. Lalu suara seperti orang menggumam. Gumaman diikuti dengan suara tendangan dan ketukan Jupiter berlari ke gudang kecil di samping dapur. Di situ biasa disimpan alat-alat pembersih ruangan. Ember dan sapu tersandar pada dinding luarnya.

Pintu gudang itu tertutup. Mesin cuci menahan pintu itu. Dan beberapa buah batu diletakkan di atas mesin cuci untuk mengganjal gagang pintu. Dengan begitu pintu tidak bisa dibuka dari dalam

"Bibi Mathilda!" seru Jupiter. "Bibi baik-baik saja? Ini aku, Jupiter!"

Suara ribut datang dari dalam gudang. Jupiter menyingkirkan batu-batu dan mesin cuci. Dalam sekejap pintu gudang terbuka.

Bibi Mathilda menyerbu keluar. Kain lap serta kaleng-kaleng berisi bahan pembersih tertendang keluar olehnya.

"Jupiter! Hhh, akhirnya!"

Wajahnya merah padam. Ia bersandar ke dinding dengan mata memerah. Rambutnya tergerai acak-acakan di bahunya. Napasnya tersengal.

-"Sekali lagi maling kurang ajar itu berani-berani datang ke sini," seru Bibi Mathilda dengan suara bergetar "tidak akan kuberi ampun dia!"

-Bab 11 KEMUNGKINAN MAKIN TIPIS

-POLISI datang beberapa menit kemudian. Saat itu Bibi Mathilda sedang duduk di meja dapur sambil memandang secangkir kopi yang dibuatkan Jupiter untuknya.

"Dapatkah Anda menceritakan apa yang telah jadi, Ma'am?" tanya salah seorang polisi.

Bibi Mathilda tanpa kesukaran menceritakan apa yang dialaminya - dengan penuh emosi. Ia masuk ke rumah untuk memasak sup. Ia baru mengangkat teko teh dari lemari ketika ia mendengar -suara dari ruang makan. Karena mengira itu Jupiter, ia berseru memanggilnya.

Sesaat kemudian tahu-tahu seseorang menyergapnya dari belakang. Orang itu menekankan sesuatu yang lembut ke hidung Bibi Mathilda. Teko teh itu terjatuh ke lantai ketika ia mencoba melawan. Perlawanan Bibi Mathilda ternyata tidak berarti banyak. Sebentar saja ia sudah berhasil dilumpuhkan dan dikunci di dalam gudang. Ia bahkan tidak sempat melihat wajah ataupun sosok orang yang menyerangnya Orang itu selalu berada di belakangnya. Namun Bibi Mathilda punya kesan bahwa cuma satu orang yang menyerangnya.

-Polisi yang membuat catatan menemukan sebuah bantal kecil terlempar di dalam gudang. "Ini mungkin yang dipakai orang itu untuk menyergap

Anda," katanya. "Apa Anda pikir tetap berada di rumah ini setelah mengurung Anda di dalam gudang? Atau menurut Anda di langsung pergi setelah itu? Ia tidak menyentuh kotak uang yang Anda bawa dan juga tidak mengambil barang-barang perak. Kelihatannya panik. "

"Panik! Aku senang kalau bisa membuat di, panik!" seru Bibi Mathilda. "Aku tidak yakin, tetapi kupikir dia tidak berani lama-lama di sini. Cukup lama aku tidak mendengar apa-apa sampai Jupiter masuk. Waktu Jupiter masuk, aku kira itu masih si pencuri sedang menggerayangi dapurku. Jadi aku diam saja."

Polisi ini bersama temannya menyelidiki rumah itu. Mereka menemukan sebuah jendela terbongkar. "Besar kemungkinannya ia masuk lewat jendela ini," kata salah seorang polisi pada Jupiter "Bibimu mestinya masuk sebelum ia berhasil membawa barang curiannya keluar dari sini. Dan sekalipun ia sudah mengurung bibimu di gudang, ia harus bergegas untuk menyelesaikan pekerjaannya. Mencuri memang pekerjaan yang menegangkan urat saraf, kukira. Orang yang melakukannya selalu merasa diburu-buru."

Akhirnya polisi itu selesai memeriksa seluruh rumah Mereka mengatakan kepada Bibi Mathilda bahwa kemungkinannya kecil untuk mendapatkan kembali sound system yang dicuri itu. Mereka pergi tak lama sebelum Paman Titus datang. Saat Jupe sudah membereskan sebagian besar benda-benda yang berserakan. Konrad sedang membetulkan jendela yang dibongkar pencuri itu. Kemudian Jupe pergi ke bengkelnya di pangkalan.

Pete sudah menunggu di sana saat Jupe masuk. Ia sedang duduk di meja kerja Jupe memperbaiki sepedanya.

"Aku tadi melihat polisi dijalan," kata Pete. "Apa mereka dari rumahmu?"

"Ya," sahut Jupe. Ia menceritakan kejadian yang dialami Bibi Mathilda. "Di Rocky Beach mulai banyak kasus pencurian seperti ini. Rumah Lucille kemasukan pencuri dua hari yang lalu, dan sekarang giliran Bibi Mathilda."

"Apa kita akan memburu pencuri itu?" tanya Pete dengan bersemangat "Atau kita biarkan saja Polisi yang mengurusnya?"

"Biarkan saja polisi yang mengurusnya," ujar Jupiter. "Ini tampaknya seperti kejadian rutin saja, tidak terlalu istimewa."

"Jadi kita sekarang jadi pengangguran, kasus Lucille sudah diambil polisi," desah Pete, "kasus pencurian pun begitu."

Jupe menjadi ragu-ragu. "Ya, kalau Chief Raynolds tetap tidak mengizinkan kita. Ia melarang kita campur tangan sejak saat itu."

Namun matanya kemudian bersinar-sinar. "Tapi kita masih punya kewajiban menghubungi Mr. dan Mrs. Anderson untuk melaporkan apa yang telah - peroleh sejauh ini."

"Kita? Apa maksudmu?" tukas Pete. "Aku serahkan saja pekerjaan itu padamu. Bukan karena aku tidak suka pada keluarga Anderson cuma saja mereka mengingatkanku pada opera-opera yang tidak ada isinya."

Jupe merengut. Namun ia tetap menyingkirkan kisi besi yang menyembunyikan Lorong Dua. Pete mengikutinya merayap ke dalam mobil karavan. Setelah berada di dalam, Jupe memutar nomor telepon Mr. Anderson di Fresno. Ia mendengar nada-nada panjang di teleponnya, berulang-ulang. Setelah sepuluh kali nada itu berbunyi, menutup telepon.

"Tidak diangkat," katanya.

"Mungkin mereka sudah diberi tahu oleh Chief Reynolds," kata Pete. "Mungkin mereka sedang dalam perjalanan ke sini."

"Mungkin sekali," ujar Jupe. "Sekarang, apa yang bisa kita lakukan? Kartu nama McLain tidak bisa menolong. Dan partnernya yang... yang.

Jupe tiba-tiba terdiam. Tangannya masih memegang gagang telepon.

"Yang apa?" tanya Pete. "Kau dapat ide apa Jupe?"

"Henry Morell," kata Jupe. "Orang yang menyebut dirinya Mclain mengatakan bahwa Morell baru saja berhenti bekerja dari Twentieth Century Fox. Mungkin saja kali ini ia berkata benar, kau dapat mengeceknya ke Twentieth Century-Fox."

Pete langsung meraih buku telepon dari rak buku yang paling bawah. Ia mencari nomor telepon perusahaan itu, lalu membacakannya untuk Jupe.

Jupe mulai dengan menanyakan Henry Morell. Si operator mendadak berubah sikapnya. Ia mengaku tidak pernah kenai dengan orang yang mama Henry Morell. Jupe kemudian minta disambungkan ke bagian personalia. Ketika disambungkan, Jupe mengaku sebagai saudara Henry Morell yang datang berkunjung ke Los Angeles, dan mencoba menghubungi Morell.

"Kau selalu pandai bersandiwara dalam segala saat," kata Pete sambil bersungut-sungut.

Jupe meletakkan telapak tangannya pada cong telepon. "Apa lagi kalau bukan begitu? Aku harus bilang aku mencari pekerjaan? Mereka tidak akan peduli."

Tetapi kemudian wanita di bagian personalia kembali ke telepon dan melaporkan bahwa mereka tidak punya data-data tentang Henry Morell.

Jupe mengucapkan terima kasih sebelum menutup telepon.

"Habislah sudah," desahnya. "Tidak ada jejak tidak ada bekas. Tidak ada tempat untuk memulai. Buntu. Orang-orang yang terlibat dengan cIlle Anderson sempat muncul. Tapi sekarang mereka semua sudah lenyap bersama Lucille itu sendiri."

"Bagaimana dengan Pizza Shack?" usul Pete. "Mungkin anak-anak di sana tahu sesuatu. Mereka -kan ada yang datang ke pesta Lucille. Barang saja mereka dengar sesuatu tentang Mclain temannya itu. Bahkan mungkin ada yang kenal dengan Mclain dan Henry Morell palsu itu."

Kemungkinan itu kecil sekali, tapi masih lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Jupe dan Pete memutuskan untuk memanfaatkan segera kemungkinan, betapapun kecilnya. Mereka keluar melewati Lorong Dua. Jupe mengambil sepedanya. Mereka tidak mengajak Bob turut serta karena saat ini Bob sedang bekerja di perpustakaan. Jupe dan Pete meluncur di jalan menuju Pizza Shack.

Musiknya masih hingar-bingar seperti biasa. Kelap-kelip video games dan suaranya turut meramaikan suasana itu. Anak-anak muda berkelompok-kelompok pada meja-meja kecil, mengobrol sambil makan.

Salah seorang dari pemuda yang datang ke rumah Fowler mengenali Pete dan Jupiter ketika mereka masuk.

"He!" teriaknya. Ia tersenyum dan melambai mengajak mereka untuk bergabung. "Apa - kabar?" ’’Tidak begitu baik," sahut Jupe. "Kami mencari Arianne Ardis alias Lucille Anderson - nama yang sebenarnya adalah Lucille Anderson."

Pemuda itu bergeser untuk memberi tempat bagi Jupe. Pete duduk di seberang meja.

"Lucille Anderson hilang dari Cheshire Square," lanjut Jupe. "Kami kuatir kalau-kalau dia diculik."

Seorang pemuda yang lebih tua tergagap. "Kau menuduhku sebagai penculiknya?" katanya.

Jupe menggeleng. "Ia masih ada di rumah Fowler tadi pagi. Ia sempat berbicara dengan penjaga gerbang. Dan sejak seorang laki-laki yang menyebut dirinya Mclain datang untuk menemuinya, bersama Henry Morell, tidak seorang pun melihatnya lagi."

Pemuda yang satu lagi tidak berkata-kata untuk saat, kemudian ia berteriak, "He, Teman-teman, ke sini sebentar. Ada cerita menarik!"

Para pemain video games berhenti. Orang-orang berkumpul untuk mendengarkan cerita Jupe. Wanita gemuk di belakang meja kasir turut mencondongkan badannya untuk mendengarkan.

Jupe menceritakan kasus hilangnya Lucille, tanpa melupakan satu bagian kecil pun. Ia menyebutkan bak mandi yang masih penuh dengan busa, botol parfum yang terbalik, dan bercak darah pada handuk putih di dalam ranjang tempat pakaian kotor. "Mungkin ada perkelahian," katanya, "dan Mclain serta Morell penculiknya. Apa ada di antara kalian yang kenal MacLain? Itu bukan nama sebenarnya. Kami tidak tahu siapa namanya sesungguhnya. Tanpa keterangan dari kalian, akan mustahil bagi kami untuk menemukannya."

Lagi-lagi Pizza Shack menjadi sunyi.

Pintu terbuka. Laki-laki beruban pemilik restoran itu masuk. Ia melihat kerumunan orang di sekeliling Pete dan Jupiter.

-"Ada apa lagi?" katanya sambil memandang penjaga restoran.

"Anak-anak ini mencari kawan mereka, Sears," kata wanita itu. "Seorang gadis cantik sering datang ke sini untuk bermain video games Sekarang ia hilang, mungkin diculik. Mereka berharap dapat memperoleh keterangan orang-orang di sini,"

"Diculik?" kata laki-laki itu dengan alis mata terangkat

"Ya, sepertinya begitu," sahut wanita itu.

Jupe berpaling pada wanita di belakang meja kasir itu. "Apa Anda ingat sesuatu tentang laki-laki yang menyelenggarakan pesta kemarin? Ia menyajikan pizza banyak sekali. Apa dia membeli di sini?"

Ia mengangguk. "Orang yang rapi itu?" katanya. "Ya, aku ingat. Waktu melihatnya aku pun perasaan bahwa ia orang yang licik. Buat apa berkumpul bersama anak-anak muda? Ia terlalu tua bagi anak-anak itu."

"Ia seorang produser film Hollywood," kata salah seorang anak di samping Jupe, "mengakunya sih, begitu. Aku tidak tahu persisnya. Memang ia pandai bicara, pandai pula memikat orang. Tapi waktu mereka datang ke sini kemarin berbicara dengan Arianne............................................................................................ "

"Mereka bertemu di sini?" sela Jupe.

’’Ya. Arianne sedang bermain video games. Ketika dia masuk bersama temannya yang itu, aku punya perasaan. bahwa mereka ingin mengajak

Arianne. Mereka hanya memandangi Arianne, lalu berbicara satu sama lain. Kemudian McLain bangkit dan memperkenalkan dirinya. Ia berlagak seperti baru mendapat mutiara besar. Ia bilang Arianne adalah orang yang dicari-carinya sejak lama."

Salah seorang dari pemudi-pemudi yang kemarin datang ke pesta Arianne mengambil tempat di dekat Jupe. "Arianne bukan tipe orang yang sadar pada kenyataan hidup, kau mengerti apa maksudku, kan?" kata gadis itu. "Ia mudah terpengaruh dan percaya saja pada kata-kata manis orang lain. Waktu orang itu mengaku bahwa ia seorang produser film dan ia ingin mengajak Arianne untuk main dalam suatu film, Arianne langsung terpengaruh. Tanpa pikir panjang lagi ia setuju. Dan kemudian mereka mengundang semua orang ikut berpesta untuk merayakan pekerjaan baru Arianne."

"Aku tidak mengerti," kata Pete. "Buat apa ia mengundang semua orang dalam pesta itu?"

"Supaya Arianne tidak mengira bahwa ia seorang penipu," kata gadis itu. "Dan pasti Mclain telah memperhitungkan bahwa di tengah-tengah teman-temannya. Arianne akan merasa lebih tenang."

Gadis itu tampak serius. "Semuanya berjalan lancar. Kami semua pergi ke sana untuk berpesta. Ada sekitar lima puluh orang di sana. Kecuali terhadap Mclain dan Morell, kami saling kenal. Pesta kemarin itu benar- benar hiburan! Tapi... tapi sekarang dia hilang?"

-Jupe mengangguk.

Gadis itu menjadi cemas. "Aku mencoba menghubunginya di salon kecantikan tempat ia bekerja," lanjutnya. "Tapi hari ini ia tidak masuk. Aku ingin tahu apa yang terjadi dengan orang tuanya. " "Orang tuanya pulang kembali ke Fresno," kata Jupiter. "Mungkin sekarang mereka akan kembali lagi ke sini, kalau Chief Reynolds sudah memberi tahu mereka."

"Mengapa kau bilang orang itu bukan McLain," tanya salah seorang pemuda. "Apa kau yakin itu bukan namanya?"

"Kami bertemu dengan Craig McLain yang asli tadi pagi," kata Jupe. "Ia jelas-jelas bukan orang yang kami temui kemarin di pesta."

"Craig?!" kata pemuda itu. "Ia bilang namanya Craig McLain?! Temannya memanggilnya dengan nama lain - nama yang benar-benar aneh."

"Iggy," kata seorang pemudi. "Itulah nama yang digunakan temannya untuk memanggilnya."

"Iggy?" Pertanyaan ini datang dari laki-laki belakang meja kasir itu.

Semua orang menoleh memandangnya. Tiba-tiba ia menjadi gugup. "Nama apa Iggy itu," katanya. Ia menggeleng. "Orang jahat, menculik seorang gadis! Buruk sekali kelakuannya."

Tidak seorang pun tidak setuju dengannya. Jupe dan Pete menunggu kalau-kalau ada orang yang tahu sesuatu tentang produser film gadungan itu.

-Tidak ada yang dapat memberi keterangan lagi. Orang itu memang licin bagai belut!

Bab 12 MONSTER DI MARKAS TRIO DETEKTIF!

-MR. DAN MRS. ANDERSON tiba di Rocky Beach malam itu. Mereka muncul di rumah keluarga Jones jam 8 pagi lewat sedikit dengan wajah sayu dan mata merah. Mereka sudah bertemu dengan Chief Reynolds.

Bibi Mathilda telah pulih dari rasa terkejutnya akibat pencuri yang menggerayangi rumahnya kemarin. Ia melakukan segala hal yang dapat dikerjakannya untuk dua tamunya yang datang dari Fresno itu. Biasanya yang diperbuat Bibi Mathilda ialah menghidangkan makanan enak serta minuman yang hangat. Namun kali Bibi Mathilda tidak bisa memaksa kedua tamu untuk makan.

"Aku tidak percaya tidak ada orang yang melihatnya," kata Mr. Anderson. "Masa tidak seorang pun dari tetangganya melihat seseorang. Chief sudah berbicara dengan mereka, dan tidak satu mata pun melihat Lucille meninggalkan rumahnya dengan kedua penipu itu. Dan tentang mobil yang dikendarai Mclain terdaftar atas nama orang lain, Henry Vance. Vance menjual kepada seseorang yang bernama Smith beberapa waktu yang lalu. Smith tidak mendaftar ulang, jadi nomor mobil itu tidak banyak menolong. Warna mobil itu abu-abu. Itu saja yang kita tahu.

Kami sudah menghubungi tempat kerja Lucille. Salon kecantikan itu. Tetapi orang yang mengangkat telepon sama sekali tidak mau membantu."

Kepahitan tercermin di wajahnya.

"Mr. Anderson, Anda lelah dan begitu juga istri Anda," kata Bibi Mathilda. "Istirahat saja dulu di sini. Kami punya beberapa tempat tidur cadangan. Nanti kami beritahu kalau ada perkembangan lebih lanjut"

’Tidak." Pandangannya menerawang ke luar melalui jendela di ruang tamu "Kami sudah memesan tempat di Rocky Beach Inn. Tempat itu mestinya sudah siap sekarang. Kami akan menginap di sana sambil menunggu berita lebih lanjut dari Chief Reynolds. Atau... atau siapa saja yang punya berita, tolong kabari kami. Seorang tetangga kami di Fresno kami minta menjaga telepon di rumah, kalau-kalau penculik itu menelepon ke rumah. Yang mereka minta mungkin sederhana saja." Ia terlihat penuh harap. "Mereka mungkin minta uang tebusan."

Mrs. Anderson bangkit Meskipun sudah berdiri, ia tampak seperti orang mimpi berjalan.

"Aku tahu kalian sudah melakukan yang terbaik," kata Mr. Anderson pada Jupiter. "Aku ingin mengucapkan terima kasih padamu dan pada kawan-kawanmu."

-Ia pergi keluar sambil menggamit lengan Mrs. Anderson.

Jupiter pergi ke bengkelnya di pangkalan, lalu merayap melalui Lorong Dua ke markas Trio Detektif. Pete dan Bob sudah berada di sana.

"Pagi," sapa Pete. Ia lagi duduk di lantai, bersandar pada lemari penyimpan berkas. Matanya tampak mengantuk. "Aku lihat mobil Anderson di rumahmu, jadi aku panggil Bob ke sini. Ada sesuatu yang baru?"

"Tidak." Jupe mengambil tempatnya yang biasa di belakang meja. "Keluarga Anderson akan check in di Rocky Beach Inn. Kukira mereka akan terus tinggal di sana sampai ada berita baru tentang anaknya."

"Semoga saja ada berita baru itu," kata Bob sambil mencatat segala sesuatu dalam buku catatannya. "Setiap usaha yang kita coba berakhir pada jalan buntu. Dua orang yang menyelenggarakan pesta bagi Lucille muncul begitu saja. Tidak ada yang tahu dari mana asal mereka. Dan akhirnya mereka lenyap entah ke mana. Paling tidak satu dari mereka menggunakan nama palsu. Mungkin demikian juga yang satu lagi. Ingat, tidak ada yang kenal dengan Morell di Twentieth Century-Fox."

Dahi Jupe berkerut "Banyak hal yang tidak cocok. Kedua orang itu mungkin sepasang penipu yang kebetulan memilih Lucille untuk diculik. Tetapi mereka mengambil terlalu banyak risiko kalau penculikan adalah tujuan utama mereka. Mereka menampakkan diri di hadapan teman- teman Lucille. Mereka menyelenggarakan pesta besar untuk Lucille. Dan mereka menjumpai orangtua Lucille. Itu tidak mungkin dilakukan seorang penculik."

Jupe mempertemukan ujung-ujung jarinya.

"Dan orang yang masuk ke rumah Fowler sebelumnya - yang masuk seperti pencuri sebelum Lucille bertemu dengan McLain dan Morell. Mungkinkah pencuri itu salah satu dari mereka - Mclain atau Morell? Kalau ya, mengapa? Untuk menculik Lucille? Atau untuk mengambil sesuatu dari rumah itu?"

"Kebetulan?" tanya Bob. "Seperti makhluk yang menakutkan di rumah gadai tempat Lucille menggadaikan miliknya? Itu mungkin kebetulan. Penyamun berkostum menakutkan merajalela di mana-mana di tempat- tempat yang tidak ada hubungannya dengan Lucille, sepanjang pengetahuan kita."

Pete menghela napas. "Kita dapat saja membicarakan hal ini panjang lebar sepanjang hari," katanya. "Tapi tetap saja tidak ada kemajuan. Lucille sudah hilang. McLain dan Morell juga hilang. Kalau kita tidak berhasil menemukan mereka, habislah harapan kita."

Tas jinjing yang anak-anak temukan di pantai masih berada di kantor Trio Detektif ini. Mereka lupa membawanya ke Cheshire Square ketika mereka pergi untuk menemui Lucille. Bob menurunkannya dari atas lemari penyimpan berkas.

-Dituangnya isi tas ke meja. Ia memperhatikan koleksi peralatan perias rambut dan wajah, buku perpustakaan dan beruang teddy, seakan-akan barang-barang itu memberi petunjuk tentang Lucille. Beruang itu, yang terbuat dari bulu-bulu asli coklat mengkilat, melotot menatap anak-anak dengan matanya yang terbuat dari kancing hitam.

Jupiter mengambil buku itu lalu membolak-baliknya. Beberapa bagian ditandai pada halaman-halaman tertentu.

"’Setiap malam, sebelum kau tidur, ulangi kata-kata ini: sukses, cinta, kaya. Bayangkan dirimu sendiri mengalami hal ini," ’ baca Jupiter. "’Seperti halnya matahari akan terbit selalu pagi, kesuksesan dan kemakmuran akan menjadi milikmu!"

Trio Detektif saling bertukar pandang sejenak. Lalu berderailah tawa mereka.

Pete meraih beruang teddy itu. Diajaknya beruang itu bicara. "Bayangkan dirimu bebas alam lepas dalam hutan yang lebat. Siapa tahu besok kau akan bangun sebagai beruang sungguh!"

Anak-anak tertawa lagi. Pete dan Bob pulang.

Jupe tinggal sendirian di dalam karavan itu terus memutar otaknya. Diperhatikannya beruang teddy di mejanya. Ia merasa ada suatu petunjuk yang tersembunyi di balik benda-benda itu. Jupiter percaya bahwa di balik kejadian-kejadian aneh, ada suatu pola yang belum dilihatnya. Kalau berhasil mengenali pola itu, ia akan dapat menemukan Lucille.

Dikembalikannya boneka beruang itu ke dalam tas jinjing. Demikian pula dengan buku dan peralatan kosmetik yang berserakan di meja.

Tahu-tahu, tepat di luar karavan, sesuatu bergerak.

Jupe menahan napas. Ia memasang telinga baik-baik. Apa itu? Apa cuma sekadar binatang berkeliaran di sekitar barang bekas yang menimbuni karavan?

Suara berisik yang sayup-sayup itu datang lagi. Dari dalam karavan, suara itu terdengar lebih halus dari suara orang mendesah. Seolah-olah ada orang di luar - menanti Jupe dengan gelisah.

Pada saat itu Jupe tahu ia harus mengecek ke luar markasnya. Sesuatu, atau seseorang, ada di luar sana. Jupe tidak dapat tenang sebelum mengetahui apa itu.

Ia berdiri, hati-hati supaya tidak menimbulkan bunyi. Ia berjingkat mengelilingi mejanya. Kemudian ia berhenti. Mencoba mendengar lagi.

Tidak ada suara apa-apa.

Ah, itu hanya binatang, barangkali kucing, kata Jupe pada dirinya sendiri. Kucing itu cuma lewat bersama anak-anaknya. Atau tikus? Tikus akan merepotkan. Ia harus berhati-hati merawat buku-buku dan berkas-berkas kasus-kasus Trio Detektif.

Jalan yang paling cepat keluar markas adalah Gampang Tiga. Jupiter keluar melalui jalan itu. -Sebuah pintu terbuka dari kantor. Di depannya terdapat sebuah ketel raksasa. Ketel itu sanggup membuat Jupiter atau bahkan orang dewasa. Ketel ini membentuk jalan sempit melalui tumpukan batu-batu granit, dan berakhir pada sebuah pintu kayu yang masih terpancang pada kusennya.

Jupe mengintip ke luar melalui pintu itu. Dengan hati-hati ia melihat ke sekitar pangkalan. Tidak ada sesuatu yang luar biasa di luar.

Penyelidik Satu berjalan di sekitar situ untuk memeriksa selama beberapa menit. Ia tidak menemukan siapa-siapa atau binatang apa pun. Kemudian ia kembali ke bengkelnya. Ia kembali ke dalam markas Trio Detektif melalui Lorong Dua. Di dalam ia memeriksa kantornya itu. Tas jinjing masih berada di tempatnya semula.

Tapi ada satu perubahan. Sebuah buku catatan terbuka di meja, dekat telepon. Sementara Jupe memeriksa pangkalan tadi, ada orang yang menyelinap ke dalam markas. Orang itu membuka catatan untuk membaca isinya. Bulu kuduk Jupiter berdiri.

Tidak ada yang penting dalam buku catatan itu. Jupe cuma memakainya sebagai tempat coret-coret. Tetapi ia sadar bahwa pengacau itu telah masuk. Dan tiba-tiba ia tahu bahwa pengacau itu masih berada di dalam.

Jupe diam tak bergerak. Ia merasa ada sesuatu di belakangnya. Punggung Jupe menghadap ke gorden yang memisahkan kantor dengan kamar gelap untuk fotografi. Jupe merasa kaku. Ia tidak kuasa menoleh. Orang - atau makhluk - itu berada tepat di belakangnya. Di balik tirai - menunggu... bernapas...

Suara napas itu sangat lembut. Mulanya Jupe tidak yakin. Tetapi makin lama makin keras. Suara itu kasar, lebih mirip dengusan hewan liar. Dan kini...dengusan itu begitu dekat dengan telinga Jupe.

Tahu-tahu tawa yang menakutkan memenuhi ruangan!

Jupe menjauh dari gorden. Ia berbalik untuk menghadapi pengacau itu.

Gorden tersibak. Jupe bergidik. Wajah yang tak berbentuk menyorot tajam. Dua baris gigi besar runcing mengancamnya.

Monster itu tertawa lagi. Sepasang tangan bercakar tajam mencoba meraih Jupe.

Jupe menghindar. Ia menabrak meja.

Makhluk itu terus memburu. Bahkan menyerang!

Jupe merasakan angin dekat mukanya ketika makhluk itu mengibaskan tangannya.

Dan kini sepasang tangan kekar itu berhasil meraih kerah bajunya.

Jupe merasa tubuhnya melayang diempas oleh monster itu.

Kepalanya terantuk lemari. Lalu segalanya menjadi gelap.

Bab 13 MELACAK JEJAK BERUANG

-"IA menginginkan sesuatu di dalam tas jinjing!" kata Jupe. "Aku lihat tas itu hilang sesaat setelah aku sadar. Tas jinjing itulah yang diinginkan ketika ia mengurung Bibi Mathilda di gudang. Itu pula sebabnya mengapa Lucille diculik. Dan monster itu menemukannya ketika masuk ke sini."

Jupiter menelepon Pete dan Bob segera setelah ia siuman. Mereka bergegas kembali ke markas. Sekarang mereka mendengarkan kejadian yang baru saja dialami Jupe. Muka Jupe masih pucat, masih terguncang akibat peristiwa itu. Pete dan Bob juga terguncang. Seseorang memasuki markas yang mereka bangun dengan cermat. Jupe diserang di dalam markas rahasianya sendiri!

"Aku sendiri yang memberi jalan padanya," kata Jupe dengan perasaan sesal yang mendalam. "Aku mendengar sesuatu di luar. Salahnya, aku keluar lewat Gampang Tiga. Dengan begitu aku menunjukkan padanya jalan masuk! Ia sudah menunggu di dalam ketika aku kembali lewat Lorong Dua."

Jupe bergidik ketika mengingat makhluk bergigi dan bercakar tajam itu.

-Pete masih ingat pengalamannya sendiri dengan makhluk bertopeng di luar rumah gadai.

"Apa itu topeng yang sama?" katanya. "Topeng serigala yang dipakai orang itu di Hollywood?"

"Tidak, tapi mungkin sekali orangnya sama." Jupe mulai tenang sekarang. Pucatnya mulai berkurang. "McLain dan Morell adalah siswa-siswa kursus film horor. Itu dapat dikenali dari cara mereka bicara. Mereka mungkin menganggap perbuatan kriminal yang dilakukan makhluk- makhluk horor adalah suatu seni. Jadi mereka memakai kostum yang menyeramkan untuk mencuri atau merampok."

"Kalau begitu orang yang mencoba mencuri di Cheshire Square bukan mereka, ia kan cuma memakai kaus untuk menutupi kepalanya," kata Bob. "Itu sama sekali tidak menakutkan. Menggelikan malah."

"Tapi ada satu hal," kata Jape. "Lucille Anderson terlibat. Bisa jadi dia orang yang itu-itu juga."

"Betul!" kata Pete. "Tetapi apa yang diinginkan monster itu dari tas jinjing plastik? Resi gadai?"

"Resi-resi yang diselipkan Lucille dalam buku perpustakaan?" Jupe mengernyit. "Kurasa tidak ada barang yang digadaikan Luclli bukan barang istimewa. Tidak terlalu penting artinya. Cincin, medali, dan peniti kecil. Ia cuma memperoleh beberapa dolar dari situ. Tidak seorang pun mau mengejar-ngejar resi itu. Di samping itu, jangan lupa bahwa rumah gadai itu hanya salah satu dari sekian banyak tempat yang dirampok monster itu."

-"Hhh," desah Pete. "Aku jadi pusing. Jadi bagaimana dong, penjelasannya? Kalau bukan resi gadai, apa lagi? Buku?"

"Buku perpustakaan?" Bob tertawa. "Tidak mungkin. Kecuali kalau Lucille membuat catatan di buku itu. Lucille bisa saja menulis sesuatu sana.

Tapi tentang apa? Ia sepertinya tidak punya sesuatu yang perlu dirahasiakan. Ia cuma menghindar dari orangtuanya supaya bisa mendapat peran dalam suatu film."

"Beruang teddy!" kata Jupe tiba-tiba.

Bob dan Pete menatapnya. "Boneka beruang itu? Mengapa? Buat apa?" tanya Pete.

"Kita pikirkan saja bersama," sahut Jupe. "Boneka itu bukan sembarang boneka. Kebanyakan boneka terbuat dari bahan tiruan. Tapi yang ini terbuat dari bulu sungguhan."

"Jadi?" tanya Pete. "Sekalipun terbuat dari bulu cerpelai yang paling jarang di dunia, apa urusannya?"

"Barangkali ada sesuatu di dalamnya," tebak Jupe.

"Nah, itu baru masuk akal!" seru Bob. "Pasti itu sumbernya. Permata. Atau obat terlarang. McLain dan Morell tahu Lucille punya beruang teddy yang dimuati dengan sesuatu yang sangat berharga. Salah seorang dari mereka masuk ke rumah Fowler untuk mencarinya, namun gagal. Ketika mereka kembali lagi, mereka tetap tidak menemukannya. Jadi diculiknya Lucille supaya mengatakan di mana beruang. itu disimpan. Lucille memberi tahu, kita yang memegangnya. Maka mereka menggeledah rumahmu, Jupe. Masih belum berhasil juga. Akhirnya mereka membuntuti kita ke sini."

"Sementara itu, mereka menahan Lucille supaya ia tidak memanggil polisi," tambah Pete.

"Teori yang indah," kata Jupiter. "Cocok dengan semua bukti yang kita punya. Bahkan itu juga menjelaskan mengapa kotak uang Bibi Mathilda tidak disentuh. Lalu mengapa ada bercak darah pada handuk kecil di kamar Fowler?"

"Tentu saja," kata Pete. "Ada perkelahian-dan salah seorang terluka."

Jupe timbul kembali semangatnya. Matanya bersinar-sinar ketika ia mengangkat telepon. "Yang pertama harus kita temukan ialah di mana Lucille mendapat beruang itu," katanya. "Ini satu-satunya petunjuk yang kita punyai untuk menghantam si pengacau itu. Ini satu-satunya petunjuk untuk menemukan Lucille!"

Dengan tangannya yang bebas Jupe membolak-balik buku petunjuk telepon. "Ini dia," katanya. "Rocky Beach Inn."

Ia memutar nomor itu dan minta disambungkan ke kamar Mr. Anderson. Ketika telepon itu dijawab, Jupe berkata, "Jupiter Jones di sini. Kami punya sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk untuk penyelidikan selanjutnya. Ingat beruang teddy yang ditemukan dalam tas jinjing Lucille? Apa ia membawanya dari Fresno? Boneka itu terbuat dari bulu asli."

-"Beruang teddy?" sahut Mr. Anderson. "Sebentar, kutanyakan pada istriku dulu."

Jupe samar-samar mendengar percakapan di seberang telepon. Beberapa saat kemudian Mr. Anderson kembali. "Judy tidak ingat apa beruang teddy itu salah satu boneka yang terdapat tempat tidur Lucille," katanya pada Jupe. "Sepanjang ingatan kami, Lucille membawa pakaian dan peralatan rias wajahnya. Itu saja. Kenapa?"

"Kami tidak yakin, Mr. Anderson, tetapi kalau beruang itu sesuatu yang diperoleh Lucille di sini mungkin ini suatu petunjuk yang berarti. Kami akan hubungi Anda lagi. Terima kasih banyak."

Jupe meletakkan telepon. "Ia memperoleh boneka itu di sini," katanya. "Oke. Di mana dibelinya? Dan bagaimana kita bisa memperoleh benda seperti itu?"

"Pizza Shack?" kata Bob. "Mungkin salah seorang anak di sana tahu tentang itu."

’’Ya, itu tempat yang baik untuk mulai," Jupe menyetujui.

Beberapa menit kemudian anak-anak menyeberangi di Pacific Coast Highway. Ketika mereka memasuki Pizza Shack, beberapa pengunjung mengenali mereka. Wanita di balik meja kasir tersenyum.

"Mereka tidak makan banyak," kata wanita pada Mr. Sears, yang sedang memeriksa mesin kasir. "Tetapi mereka anak-anak yang sopan."

Mr. Sears tidak berkomentar. Ia hanya mengawasi dan mendengarkan. Jupe bertanya pada pemuda-pemuda lain tentang boneka beruang Arianne.

"Beruang teddy?" kata salah seorang pemuda. "Masa? Mana mungkin gadis seperti dia membawa-bawa boneka? Seperti anak kecil saja." "Mengapa tidak?" tukas seorang gadis dengan lipstik merah tua dan bedak tebal. "Banyak remaja yang suka boneka. Itu tidak terlalu aneh. Apa lagi Arianne. Ia memiliki kepribadian yang cocok untuk itu. Bukan main bulu beruang itu. Bulu cerpelai! Aku pernah tanya di mana dia membelinya, tapi ia tidak mau memberi tahu."

"Apa ia sudah lama punya beruang itu waktu kau tanya?" tanya Jupe.

Gadis itu mengangkat bahu. "Sehari dua hari, kukira."

Tidak seorang pun di Pizza Shack tahu lebih banyak lagi tentang boneka beruang Arianne. Jadi Trio Detektif mengucapkan terima kasih pada setiap orang. Mereka keluar hampir dengan tangan hampa.

Pete mendesah. "Siapa lagi yang kita tanyai -karang?"

’’Ya, siapa?" tambah Bob.

Jupe langsung menyahut, "Toko boneka. Mana lagi yang lebih mungkin dari itu? Kau tahu tempat-tempat di sini yang menjual beruang teddy?"

Pete menggerutu. "Toko yang mana? Apa kau tak tahu ada banyak sekali toko boneka di sekitar sini?"

-"Perhatian pada hal-hal yang kecillah, yang membuat seorang detektif menjadi sukses," tukas Jupiter.

Ada sebuah toko mainan tidak sampai setengah kilometer dari Pizza Shack. Anak-anak mulai mencari di sana. Pete menggerutu lagi sewaktu melihat begitu banyak boneka beruang dijual toko itu.

"Bagaimana kau bisa menentukan dari toko mana beruang itu berasal?" katanya.

"Tidak di sini," sahut Jupiter dengan pasti. "Tidak satu pun dari boneka ini terbuat dari bulu asli."

Memang semua boneka di sana terbuat dari bahan tiruan.

Wanita yang memiliki toko itu terheran-heran ketika Jupe mengatakan ia mencari boneka beruang yang terbuat dari bulu asli. "Bulu asli," kata Jupe. "Bulu cerpelai barangkali."

"Itu harus memesan khusus," ujar wanita itu. "Apa harus terbuat dari bulu cerpelai?"

"Yang penting berwarna gelap dan asli," kata Jupe. "Seorang temanku punya satu. Dan aku masih sangsi apakah ia membelinya dari toko ini."

"Tidak. Kau dapat mencoba toko di Santa Monica-toko di seberang dermaga. Mereka biasa menjual mainan-mainan yang mahal. Kalau mereka tidak punya boneka dari bulu asli itu, mereka tentu tahu di mana bisa memperolehnya."

Anak-anak naik bis ke Santa Monica. Mereka segera menemukan toko itu di seberang dermaga. Nama toko itu romantis benar, The End of the Rainbow. Segudang boneka dari bermacam ukuran dan jenis terdapat di sana.

Namun tidak ada beruang teddy dari bulu asli. Wanita muda yang menjaga tempat itu mengantakan anak-anak untuk mencoba pada beberapa toko di daerah Beverly Hills.

"Orang sering mencari barang-barang yang buat dari bulu cerpelai di Beverly Hills," katanya memberikan beberapa alamat yang menjual boneka dan mainan. •

Setelah mengucapkan terima kasih, anak-anak segera keluar. Setelah menunggu sampai sebuah sedan lewat, mereka menyeberang jalan menuju tempat pemberhentian bis. Pete mengempaskan dirinya di tempat duduk.

"Bisa sampai tua kita mencari terus," keluhnya. "Dari toko sini ke toko sana. Dari toko sana ke toko situ. Kapan selesainya?"

"Mungkin sebentar lagi," kata Jupe. "Aku lihat gambaran cerah di depan."

-Bab 14 GERUTU PENJUAL PAKAIAN BULU

-WORTHINGTON sedang tidak bertugas. Ia datang dengan Rolls- Royce untuk mengantar anak-anak ke Beverly Hills. Di sana ia memarkir mobilnya di kawasan tempat memuat barang di Beverly Drive.

"Aku akan tinggal di mobil," katanya. "Kalau aku harus pindah, aku akan memutar ke belakang blok ini."

Dua orang wanita berjalan melewati mobil itu. Yang satu membaca buku petunjuk. "Dengarkan ini," kata wanita itu pada temannya "Beverly Hill adalah salah satu tempat yang paling mahal negeri ini. Di sinilah bintang- bintang terkenal bermukim. Mereka membangun rumah-rumah indah di bukit-bukit sini. Pusat pertokoan..." Ketika menoleh ke arah kawannya, ia terpana.

’Thelma!" serunya. "Kau lihat mobil itu!" Ia mengeluarkan kameranya, lalu memotret.

Worthington pura-pura tidak tahu. Wanita masih ternganga melihat mobil mewah itu sewaktu anak-anak turun dan berjalan menjauh.

Ada dua toko mainan pada blok tempat Worthington memarkir kendaraannya. Pada toko pertama, anak-anak tidak mendapat keterangan sama sekali. Namun pada toko yang kedua seorang laki-laki kurus mengatakan ia pernah melihat boneka beruang dari bulu cerpelai asli.

"Tapi tidak untuk dijual," katanya. "Salah satu dari pelanggan kami memperolehnya sebagai hadiah. Ia memesan jaket dari bulu cerpelai pada toko di simpang jalan Wilshire dan Olympic. Waktu jaket itu dikirim, di dalamnya ada boneka beruang. Yah, itu suatu bentuk ucapan terima kasih dari toko itu."

"Ah!" kata Jupiter. •

"Kurasa kalian dapat membeli beruang seperti itu dan toko yang menjual pakaian dari bulu asli."

"Terima kasih," kata Jupiter.

"Kembali. Silakan datang lagi kalau kau perlu rumah tikus. Aku punya beberapa macam rumah tikus."

"Tikus sungguhan?" tanya Pete.

"Tikus mainan," sahut laki-laki itu. "Kita tidak diperbolehkan membawa tikus di Beverly Hills. Dilarang keras."

Pete mengerutkan hidungnya.

Anak-anak kembali ke mobil. Mereka menjumpai Worthmgton sedang menjelaskan pada wanita itu bahwa Rolls-Royce ini bukan untuk film. Worthington tampak lega ketika melihat Trio Detektif datang. Ketika ia

mengantar mereka ke persimpangan jalan Wilshire dan Olympic ia tersenyum-senyum sendiri.

"Aku tadi diminta berpose di depan mobil oleh dua gadis tadi," katanya. "Mereka kira aku ini bintang film."

-"Terang saja," kata Pete. "Mobil ini dan pakaian seragammu tidak biasa dijumpai di sini, sekalipun ini Beverly Hills."

"Atau mungkin kau memang punya bakat untuk jadi bintang film," tambah Pete sambil tertawa.

"Ah, ada-ada saja kalian ini," kata Worthington sambil turut tertawa.

Di persimpangan antara Wilshi-e dan Olympic terdapat sebuah toko bernama Vronsky Toys. Tembok toko itu dicat abu-abu, sewarna dengan karpetnya yang tebal. Anak-anak melihat seorang laki-laki yang mengalungi meteran di lehernya sedang ribut dengan seorang anak muda yang sedang membersihkan ruangan dengan alat pengisap debu.

"Beruang teddy?" kata laki-laki itu ketika Jupe menanyakan boneka yang dimiliki Lucille. "Aku pernah punya banyak Tapi sekarang aku sedang kehabisan. Semuanya sudah diambil."

"Diambil?" tanya Jupe.

"Kecolongan!" katanya. "Kau tidak tahu? Oh tentu saja tidak tahu. Mengapa kau harus tahu. Pencurian bukan berita baru lagi di sini."

Jupe sedikit terkejut "Pencurian? Kapan?"

"Mula-mula jas bulu yang dicuri. Itu minggu lalu. Kemudian empat hari yang lalu mereka mencuri beberapa data. Memangnya kenapa? Apa kepentingan kau dengan kasus ini? Kalau kau mau boneka, cari saja di toko mainan."

"Sudah," sahut Jupe dengan sabar, "tetapi mereka tidak punya boneka dari bulu asli. Kami pernah menyimpan sebuah boneka beruang dari bulu asli - kurasa terbuat dari bulu cerpelai. Tetapi kami kemalingan. Dan sialnya si maling mencuri boneka milik teman kami ini."

Orang itu mengangguk "Maling di mana-mana. Mereka mengambil boneka beruang juga waktu mencuri pertama kali. Tetapi kemudian mereka kembali lagi untuk membongkar berkas-berkasku. Wah, berantakan seluruh berkasku waktu itu. Ada beberapa data yang hilang. Susah juga kehilangan jaket-jaket mahal itu, tapi untungnya semuanya sudah diasuransikan. Maling brengsek itu seharusnya tidak usah membongkar isi lemariku segala. Iseng benar mereka itu. Bikin susah orang saja."

"Jadi mereka mencuri data di samping jaket," kata Jupiter dengan wajah serius.

Orang muda yang sedang membersihkan ruangan meletakkan alat pengisap debu. Lalu ia menghilang ke ruang belakang. "Dia itu!" kata si penjual sambil menunjuk pada pemuda tadi. "Mungkin dia jujur, tapi mungkin juga tidak. Orang memang sering kali sukar ditebak. Kita cuma bisa percaya, sambil berharap semoga dia jujur. Sudah bagus dia masih mau bekerja. Yang sebelumnya lebih parah. Tidak cukup diberitahu sekali. Sepuluh kali pun kurang rasanya. Minta ampun rewelnya. Sama sekali tidak bisa diandalkan. Ia tahu banyak tentang film, tetapi tidak bisa bekerja."

Jupe hampir meledak. Ia dapat merasakan Pete tegak bersemangat di sampingnya. Bob mencondongkan badannya ke arah penjual itu, seakan akan ia tidak mau melewatkan satu patah kata pun.

"Pembantu Anda yang sebelum ini pencandu film’?" tanya Jupe. "Apa dia tahu tentang film-film horor?"

"Tahu dari mana kau? Ya, tepat sekali. Drakula! Manusia serigala! Makhluk-makhluk aneh yang keluar dari kubur untuk memakan manusia. Segala macam yang tidak-tidak!"

Tiba-tiba penjual itu merasa curiga. "Kau tahu tentang dia? A-apa yang sedang terjadi? Siapa kalian’? Apa yang kalian inginkan dariku?"

"Kami.. kami ingin menolong seorang teman," kata Jupe dengan hati-hati. "Teman kami punya boneka beruang dari bulu cerpelai. Ia hilang. Ini penting sekali! Tolonglah kami, apa yang Anda tahu tentang pembantu Anda ini? Di mana Anda temukan dia? Apa ada agen yang mengirimnya?"

Si penjual memicingkan matanya. "Ia datang begitu saja. Ia bilang ia mencari pekerjaan dan ia mau melakukan pekerjaan apa saja."

"Apa ia datang sebelum pencurian atau - sesudahnya’?" tanya Jupe. "Kapan dia berhenti bekerja? Sempat berapa lama dia bekerja di sini?"

"Tidak sampai dua hari. Aku tidak tahan lagi mempekerjakan dia. Aku pecat dia kira-kira dua minggu yang lalu. Kukira ini bukan urusan kalian."

"Alamat orang itu?" desak Jupe. "Di mana tinggalnya’? Apa nama yang dipakainya? Ada Mrs. Fowler-seorang wanita yang tinggal di Cheshire Square di luar Rocky Beach. Apa ia langganan toko ini?"

"Apa lagi ini?" seru si penjual. Makin menjadi-jadi kecurigaannya. "Sekarang kalian ingin tahu tentang langgananku. Ini tidak baik. Akan kupanggil polisi." "Tolonglah, ini penting sekali!" Jupe langsung memberondong dengan kisah Lucille yang kabur dari rumahnya dan tinggal bersama Mrs.

Fowler. Ia juga menceritakan betapa kuatirnya orangtua Lucille. "Kami pikir gadis itu diculik, dan penculikan ini ada hubungannya dengan beruang teddy."

Meskipun telah mendengar kisah itu, si penjual masih tetap curiga. Ia mengakui bahwa ia kenal Mrs. Fowler. Tetapi ia tidak memastikan bahwa Mrs. Fowler adalah langganannya. Ketika ditanya tentang pembantunya yang lama, sambil menggerutu ia masuk ke ruang belakang. Ia kembali lagi dengan membawa beberapa helai kertas.

Salah satunya adalah formulir resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, yang harus diisi oleh para pencari kerja. Di sana tertera nama dan keterangan tentang si pencari kerja. Nama yang tertulis di sana ialah Frank Jessup. Penjual itu memberikan sehelai kertas lagi untuk memperlihatkan pada Jupe nama dan alamat Jessup yang ditulis tangan.

"Aku telah mengirimkan gajinya selama dua hari itu dengan cek," kata si penjual.

-"Apa cek itu dikembalikan oleh kantor pos?" tanya Jupe.

"Tidak"

"Dan seperti apa rupa Jessup itu? Apa ia kurus dengan rambut lurus dan panjang menutup telinganya?"

"Tidak Pendek, agak gemuk dan berambut hitam. Agak keriting rambutnya. Dengar, aku sudah bosan..."

"Satu hal lagi" pinta Jupiter. "Dari mana datangnya beruang teddy itu? Anda tidak buat sendiri, kan?" "Tidak Aku mendatangkannya lewat sebuah agent R.J. Importers."

"Dan Anda memberi sebuah pada Mrs. Fowler, kan?" Jupe terus mendesak.

"Cukup!" bentak si penjual dengan geram. "Sekarang kalian kupersilakan keluar dari sini."

Meskipun diusir, anak-anak masih mengucapkan terima kasih. Mereka mendengar penjual itu menelepon ketika mereka sudah berada di luar

"Menelepon polisi," tebak Pete.

Jupe tidak mendengarkan. Ia terus melangkah ke tepi jalan. Di dekat situ sebuah mobil Fiat merah tua baru saja berangkat, melewati Worthington dan Rolls-Royce-nya. "Kita dapat memastikan," kata Jupe dengan perasaan puas. "bahwa Mrs. Fowler pernah menerima pakaian dari bulu asli dan sebuah beruang teddy dari Vronsky Toys. Kemudian Lucille meminjamnya dari Mrs. Fowler sewaktu Mrs. Fowler pergi ke Eropa. Sekarang kita bisa melanjutkan penyelidikan terhadap para pecandu film horor itu."

"Aku sempat mencatat alamat Jessup tadi," kata Bob sambil menyerahkan catatannya.

"Ini jalan kecil di Santa Monica," kata Jupiter. "Ada nomor apartemennya, jadi itu pasti sebuah gedung apartemen."

"Mungkin saja nomor palsu, seperti nama Morell yang dipakainya," kata Pete.

Jupe tersenyum. "Belum tentu. Penjual toko tadi mengirimkan cek melalui pos, dan cek itu tidak dikirim kembali oleh kantor pos. Pasti ada orang di Santa Monica yang menerimanya.

"Jadi langkah berikutnya ialah menemukan siapa orang itu. Jiwa Lucille sangat tergantung pada penemuan kita!"

-Bab 15 KOLEKTOR

-"ADA baiknya kalau semua orang di Santa Monica tidak tahu bahwa kita ada di sini," kata Bob.

"Beres, Bob," sahut Worthington. "Kita tadi memang terlalu menarik perhatian orang. Sekarang tinggal tiga blok lagi tempat yang kita tuju. Aku dapat berhenti di sini, kalian berjalan kaki saja ke sana. Biar aku menunggu, meskipun sebenarnya aku ingin ikut. Tidak usah tergesa-gesa, sambil menunggu aku bisa membaca majalah yang kubawa."

Anak-anak berjalan ke arah gedung apartemen yang mereka tuju. Setelah melintasi beberapa gedung apartemen yang sederhana, mereka akhirnya sampai pada sebuah taman. Dari taman itu laut sudah tampak. Apartemen nomor 15 terletak di lantai pertama dan menghadap ke laut.

Pete ragu-ragu. "Sekarang bagaimana?" "Kita bel saja," kata Jupe.

Ia membunyikan bel.

Tidak ada jawaban.

Setelah satu dua menit, Bob menempelkan wajahnya di jendela. Ia dapat melihat sebuah ruangan yang dipenuhi buku, kertas dan bangku-bangku rotan. Beberapa kaleng dan sebuah benda yang tampak seperti tengkorak terletak di atas lemari buku. Pada dinding di atas tengkorak itu tertempel sebuah poster makhluk seram berwajah hijau. Makhluk itu sedang melangkah keluar dari sebuah kuburan tua.

"Pertemuan Tahunan Ketiga!" tertulis di bagian atas poster itu. "Horror Fan Club Amerika Utara, 14 dan 15 Agustus, Auditorium Santa Monica!"

-"Kita mendapat alamat yang tepat!" ujar Bob.

"He, Anak-anak!" seru seseorang dari taman.

Anak-anak menoleh. Mereka melihat seorang wanita jangkung berambut merah. "Kalian mencari Mr. Morell?" tanya wanita itu. Kelihatannya ia manajer apartemen.

"Atau temannya, Frank Jessup," kata Jupe. Ia merasakan kegirangan yang sama dengan ketika ia mendapat keterangan yang berharga dari si penjual pakaian bulu.

"Jessup? Aku tidak tahu dia. Mr. Morell pernah menambahkan nama di kotak posnya untuk beberapa hari. Ia sudah beberapa hari tidak di rumah. Mungkin sedang liburan. Ada pesan? Aku akan menyampaikan padanya, atau yang satu lagi-Jessup."

"Oh, terima kasih," kata Jupe.

Bob merobek sehelai kertas dari buku catatannya.

"Aku tidak pernah melihat Jessup," kata wanita itu dengan pandangan bertanya-tanya. "Mestinya ia tinggal bersama Morell untuk beberapa hari. Seperti yang biasa dilakukan Mr. Pelucci."

"Mr. Pelucci?" seru Jupe. Suaranya bergetar saking semangatnya. Mungkin akhirnya mereka akan dapat mengungkap rahasia Craig McLain palsu. "’Apa ia laki-laki yang berambut lurus panjang? Dan kedua telinganya tertutup oleh rambutnya?"

"Benar. Iggy Pelucci."

"Iggy?" hampir serempak ketiga anak itu mengucapkan nama itu.

"Itu singkatan dari Ignatius, kan?" tanya Jupe.

"Ya," sahut wanita itu. "Jadi kalian mau meninggalkan pesan atau apa?"

Jupe menerima kertas itu dari Bob, lalu menulis, "Hubungi Edward Hyde, 555-6359." Ia memberikan kertas itu pada wanita itu. "Aku punya beberapa poster film tua yang kutemukan di gudang ayahku," katanya. "’Aku ingin menawarkannya pada Mr. Morell. Tolong katakan padanya supaya ia menelepon nomor ini. Atau mungkin aku yang akan menelepon kembali kalau Anda tahu nomornya."

"Ia sedang tidak bekerja sekarang," ujar wanita itu. "Ia biasa bekerja untuk studio di suatu tempat beberapa minggu yang lalu, tapi rupanya sekarang ia tidak bekerja lagi."

Ia memandang Jupiter dengan curiga. "’Jadi kau salah seorang dari mereka juga?"

"Mereka?" tanya Jupiter. "Mereka siapa?"’

"Penggemar film horor," jawab si wanita. "Hen-ry Morell punya segudang benda-benda yang mengerikan. Apartemennya, bahkan garasinya, penuh dengan benda-benda itu. Mobilnya dibiarkan di luar. Kurasa ia bersedia tidak makan hanya untuk membeli film atau poster horor. Jangan buang-buang waktumu, Nak. Kalian masih muda."

Terdengar - suara telepon berdering di suatu tempat. Wanita itu pergi untuk mengangkatnya.

"Jadi Morell seorang kolektor," ujar Jupe. "Mestinya kita sudah bisa menduga dari dulu-dulu. Dan temannya Iggy Pelucci kadang-kadang tinggal dengannya. Kalau benar Pelucci adalah orang yang memakai nama McLain, kita sudah membuat kemajuan besar!"

"Jadi kita hubungi polisi sekarang?" tanya Pete. "Atau kita mata-matai tempat ini? Kalau Morell seorang kolektor, cepat atau lambat ia akan kembali. Kolektor tidak akan meninggalkan koleksinya, kan?"

"Benar," sahut Jupe. Ia memandang gedung berbentuk U yang mengelilingi taman itu. Di seberang jalan ia melihat sederet garasi, yang pintunya terkunci dan digembok. Jupe berjalan ke arah garasi. Ia tidak sabar untuk memeriksa tempat itu. Baru beberapa langkah. berjalan, seorang lelaki bertubuh gemuk dengan rambut gelap muncul dari balik garasi.

Jupe terpana.

Pete terkejut, "Oh, itu... itu Morelli"

Memang itu laki-laki berambut agak keriting yang datang ke pesta Lucille bersama Craig Mclain palsu. Ia mengenali anak-anak. Untuk sesaat ia berdiri mematung. Kemudian ia berhasil menguasai dirinya.

'Tidak kusangka kita bisa bertemu lagi," kata Morell. "Angin apa yang membawa kalian ke sini?"

"Lucille Anderson," kata Jupe dingin. "Atau Arianne Ardis, kalau itu nama yang Anda suka."

"A.. ada apa dengan dia?"

"Ia menghilang," kata Jupe. "Anda pasti sudah tahu itu. Lalu orang yang menyebut dirinya Craig McLain... "

"Si tua Craig?" Morell mencoba tersenyum, namun senyumnya hambar. "Kenapa Craig?"

"Namanya bukan Mclain," tegas Jupiter. "Sekarang Anda ceritakan keadaan yang sebenarnya Di mana dia? Kalau tidak..."

Pada saat itu Pete meledak marahnya. Ia mencengkeram lengan Morell. "Jangan coba-coba kibuli kami!" ancamnya. "Di mana orang itu? Dan di mana Lucille Anderson?"

"Kenapa kalian tanyakan itu padaku?" kata Morell. Peluh mulai membasahi dahinya. "Aku tidak ta-u apa-apa. Lepaskan tanganku, atau kupanggil polisi."

"Panggil saja," tantang Pete. "Itu malah lebih baik"

"M...maksudku," gumam Morell. Matanya yang kecil mendelik ketakutan. "Dengar du1u. McLain sedang... sedang keluar untuk membeli sesuatu. Segera setelah beberapa hal terencana dengan rinci, pengambilan gambar akan dimulai. Lucille, ngng, Arianne, sangat berbakat. Namun ia perlu polesan dan didikan. jadi kami memberinya suatu pendidikan - olah vokal, akting, dan sebagainya. Kami melatihnya serta memolesnya supaya ia menjadi matang."

Wajah Morell tiba-tiba menjadi cerah. "Ikuti ku," katanya. "Kalian akan kutunjukkan sesuatu di dalam."

Anak-anak berpandang-pandangan dengan heran.

Morell mengeluarkan serenceng kunci dari kantongnya. Ia membuka gembok salah satu pintu garasi. "Peninggalan berharga," katanya dengan cara seakan-akan hal itu sakral. "Segarkan panca inderamu! Kau ingat adegan dalam film Panen Berdarah di mana zombie memasuki istana? Lihat-ada pintu yang tersibak ketika nada-nada tertentu dibunyikan pada organ itu. Dan di sebelah sana ada mayat dari Desa terkutuk. Tanganku gatal sehingga aku membuat sebuah boneka lilin dari film yang sangat indah, Frankenstein. Semua itu ada di sini, belum lagi film-film asli, foto, dan poster-poster. Bahkan beberapa naskah pun aku miliki dalam koleksiku!"

"Ini... ini seperti museum!" Bob terkagum-kagum. Trio Detektif mengikuti Morell masuk ke dalam garasi. Di dalam mereka terpesona menyaksikan koleksi benda-benda aneh yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Jupe sangat terkesan dengan patung lilin Frankenstein yang dibuat sendiri oleh Morell. Kondisinya masih baik Ada juga sebuah lukisan tua yang menggambarkan Drakula yang sedang menyeringai, memperlihatkan taring-taringnya yang menakutkan.

Setelah beberapa saat, Jupe berpaling untuk mengatakan sesuatu kepada Morell. Namun Morell telah hilang. Trio Detektif ditinggalkan di tengah-tengah benda-benda aneh dan mengerikan.

"Morell?" panggil Jupe.

Tidak ada jawaban. Tahu-tahu pintu garasi tertutup. Di dalam menjadi gelap.

"He!" teriak Pete.

Anak-anak mendengar suara gembok dikunci dari luar.

"He, Morell!" Pete melompat ke arah pintu Berkas-berkas sinar menembus dari sela-sela pintu. "He, buka!"

Ia memukul-mukul pintu sambil berteriak. Di luar garasi tidak terdengar apa-apa. Yang ada hanya kesunyian.

Anak-anak terkurung di dalam!

-Bab 16 KAMAR HORORI

-"PASTI ada yang dengar di luar!" Suara Bob melengking dan bergetar. "He! He, tolong! Tolong!"

Tidak ada yang menjawab.

Setelah berteriak selama beberapa menit, anak-anak menyerah.

"Kalau saja Worthington tidak parkir terlalu jauh lari sini," kata Pete dengan geram. "Berapa lama lagi ia akan sadar bahwa terjadi sesuatu dengan kita di sini? Ia tadi bilang bahwa kita tidak perlu tergesa-gesa. Hhh, pasti lama sekali kalau begini."

"Kalaupun ia sadar, lalu mencari kita, itu pasti memakan waktu sebelum ia menemukan kita di garasi," tambah Bob.

"Kita jangan menunggu sampai Worthington membebaskan kita." kata Jupiter. "Bagaimana kalau Morell datang bersama temannya. Mereka bisa saja bersenjata!"

Pete meneguk ludah.

Bob terdiam.

"Kita harus menemukan jalan keluar dari sini cepatnya," sambung Jupe lagi. "Pasti ada jendela atau lubang di suatu tempat. Garasi kan biasa dilengkapi dengan jendela. Kalaupun jendela itu ditutup dengan kayu - asal tidak dengan tembok saja kita masih bisa membongkarnya."

"Kalau tidak ada," kata Bob, "bagaimana?"

"Kita coba saja dulu," ujar Jupe seraya bergerak menyelinap di antara benda-benda aneh koleksi Morell. Ia menyeruak di sela-sela patung- patung mengerikan. Di suatu tempat tangannya menyentuh peralatan untuk menyiksa. Jupe mengangkat bahu. Merinding juga ia melihat peralat seperti itu. Ia terus berjalan menjauhi pintu depan. Baru disadarinya bahwa garasi itu cukup besar lebih besar dari ukuran garasi biasa. Jupe menyingkirkan benda-benda apa saja yang menghalanginya.

Dalam keremangan sebuah bayangan sama samar tahu-tahu muncul di depan anak-anak Bayangan itu mengerikan lebih-lebih lagi karena bentuknya tidak jelas. Mereka tidak dapat mematikan bayangan apa itu sebenarnya. Mereka hanya dapat membayangkannya. Bau tidak enak tercium - bau benda yang sudah lama terkurung dalam tempat yang pengap.

Bob dan Pete baru sampai di tempat Jupe. Hampir saja mereka menabrak Jupe, yang sedang berhenti.

"Apa itu?" bisik Bob.

Pete merapat pada Jupe.

"Ada sesuatu di sini," balas Jupe. "Ada sesuatu yang benar-benar aneh."

-Jupe memberanikan diri mendekati sumber bayangan itu. Ia menyentuh permukaan yang keras, namun halus. Mula-mula ia merasakan bulu, kemudian mulut. Dan gigi-gigi. Taring, tepatnya.

Jupe mencondongkan badannya ke depan. Tangannya mempelajari benda aneh itu. Matanya makin terbiasa dengan kegelapan di sana. Sosok yang menghalangi mereka itu ternyata semacam manusia kera. Setelah beberapa saat, Jupe merasa pasti apa benda itu.

"Ingat monster-monster yang keluar dari gua dalam film Pulau Hantu?" kata Jupe. "Aku yakin mi salah satu dari monster-monster itu."

"Bagaimana Morell bisa mendapatnya?" Bob tak percaya. "Aku tidak yakin apa pihak studio mau menjualnya."

"Peduli apa?" sela Pete. "Yang penting sekarang kita cepat-cepat keluar dari sini."

Ia mencoba menyingkirkan pikiran-pikiran yang mengerikan itu. Baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba Pete berhenti. Terdengar suara seperti rintihan yang melengking tinggi. Lalu makhluk yang mengeluarkan suara itu berdiri mengancam.

Tangan-tangannya yang panjang memperlihatkan cakarnya yang tajam. Mulutnya seperti mengunyah sesuatu.

Di sudut garasi itu sesuatu berderak dan berdecit. Anak-anak merapat satu sama lain.

’’Tikus besar!" akhirnya Pete berkata Namun badannya masih gemetar.

-Jupiter menarik napas panjang beberapa kali untuk memulihkan diri dari rasa terkejutnya.

"Tikus-tikus besar tidak berbahaya," katanya. "Tikus-tikus itu hanya berbahaya kalau orang menyudutkannya. Dalam keadaan terpojok, tikus- tikus hanya dapat menyerang, tidak ada pilihan lain. Tapi di sini ada banyak jalan dan lubang persembunyian bagi tikus-tikus itu. Kita tidak usah kuatir."

"Heran aku, kok lihat tikus saja aku jadi gemetar," kata Bob.

Anak-anak sudah sampai di ujung garasi. Sebagian tembok terhalang oleh monster dari film Pulau. Hantu itu. Mereka sadar bahwa sulit memindahkan monster itu. Satu-satunya kemungkinan adalah mencari jalan lain.

"Kita geser saja benda-benda di sampingnya," kata Pete. Ia mulai bekerja. Bob dan Jupe membantu. Sebentar saja mereka sudah bersimbah peluh. Akhirnya anak-anak bisa membuka jalan yang terhalang oleh benda-benda di samping monster tadi. Sekarang mereka harus mengerahkan tenaga sekali lagi. Di hadapan mereka terpancang papan-papan lebar yang memisahkan satu garasi dengan garasi lain di sebelahnya.

Anak-anak menggunakan apa saja yang mereka temukan di sana - kayu, batang besi - untuk mendongkel papan-papan itu. Cukup lama mereka bekerja, sampai dua bilah papan terlepas. Pete menerobos melalui celah ini. Ia melangkah ke dalam ruang yang lapang di sebelah garasi tadi.

-Namun ketika akan masuk, ia mengibas-ngibaskan tangannya ke udara. "Ada apa?" bisik Bob.

"Sarang labah-labah! Uuhh!" seru Pete sambil terus mengibas dengan tangannya.

Tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang lain. Tangannya menyentuh seutas tali yang tergantung di ruang terbuka itu. Ia memegangnya, lalu menariknya dengan hati-hati.

Sebuah jeritan terdengar - tinggi dan menyayat, seperti tangisan. Sesuatu terbang dalam kegelapan. Melintas di depan wajah Pete. Kemudian menghilang.

Pete berteriak terkejut. Ia mundur selangkah untuk menghindar.

"Apa itu?" seru Pete. "Tempat ini penuh jebakan. Kupikir itu tadi robot kelelawar."

Bob tertawa kecil. "Bukan main Morell ini. Ia pasti perancangnya."

Sekarang anak-anak dapat melihat halangan terakhir di depan mereka. Tumpukan peti-peti mati berdiri menghalangi tembok samping garasi. Dari baliknya terlihat sinar menerobos masuk.

"Bagus!" seru Jupe. "Ada Jendela!"

Sekarang anak-anak semakin bersemangat. Rasa lelah dan ngeri terlupakan. Suara berisik dari sudut ruangan tidak lagi mereka pedulikan. Mereka hampir bebas. Segarnya udara luar sudah terbayang.

Pete mulai menggeser peti-peti besi. Bob dan Jupe membantu. Satu demi satu peti-peti itu dipindahkan. Setelah beberapa peti tergeser, hanya sedikit tambahan sinar yang masuk.

Akhirnya anak-anak dapat melihat jendela itu Morell telah menutup jendela itu dengan papan kayu dari bagian dalam. Tetapi kerjanya ceroboh. Anak-anak masih dapat mengintip ke luar di antara papan- papan itu. Sebuah pekarangan kecil terlihat di luar.

Pete berusaha mencopot papan itu. Tetapi ia tidak dapat mengerjakannya seorang diri. Bob dan Jupe membantu. Mereka bertiga menariknya. Sekali tarik saja papan itu copot.

Papan kedua dan ketiga dengan mudah dilepas oleh Pete. Papan keempat memberikan jalan yang leluasa bagi anak-anak.

Pete menyelusup melalui jendela yang terbuka itu. Kepalanya muncul lebih dulu di luar. Ia merasa ada yang sudah menunggu di luar.

Pete menoleh. Seorang polisi dengan senjata tangannya berdiri di luar

"Oh, boy!" kata Pete.

"Keluar pelan-pelan! Jangan berbuat yang mencurigakan," kata polisi itu.

Patner polisi itu juga ada di sana, di samping jendela-. Ia mengamati sambil mencibir ketika Pete memanjat ke luar. Bob menyusul sesudahnya Jupe yang terakhir, dengan susah-payah karena tubuhnya yang berat itu.

Manajer bangunan yang berambut merah itu sudah berdiri di dekat situ. "Ya, anak-anak ini yang kumaksud," katanya. "Mereka mengajukan pertanyaan bertubi-tubi tentang Mr. Morell. Waktu aku dengar teriakan-teriakan dari garasi, kupikir itu pasti mereka. Bagaimana kalian bisa masuk ke sana?" tanya wanita itu pada Jupiter.

Jupe tidak mempedulikan wanita itu. Ia berkata pada kedua polisi itu. "Aku ingin menyampaikan laporan," katanya. "Kami dikurung oleh Henry Morell."

"Oh, ya?" kata salah seorang polisi itu dengan nada mengejek. Wajahnya’dingin sedingin es.

"Mr. Morell sudah berhari-hari tidak pulang ke ini," kata manajer itu.

Jupe tidak tergoyahkan. Ia berkata dengan kalem dan yakin. "Seorang gadis hilang," katanya. "Namanya Lucille Anderson. Sepanjang pengetaluan kami, Henry Morell dan temannya adalah orang terakhir yang melihatnya. Itu terjadi kemarin di Cheshire Square. Kami mencurigai Morell dan temannya menyelundupkan Lucille dari rumahnya, entah bagaimana caranya. Lucille mungkin saja disembunyikan di dalam bagasi mobil atau di baik selimut di kursi belakang mobil...

"He, kalian terlalu banyak nonton televisi," kata salah seorang polisi.

"Anda dapat membuktikan pernyataan kami," kata Jupe. "Hubungi Chief Reynolds di Rocky Beach. Ia juga sedang menyelidiki kasus hilangnya Lucille Anderson. Ia kenal betul dengan kami."

Seorang laki-laki yang lebih tua, dengan penampilan yang tenang dan sabar, muncul dari balik gedung. Ia ditemani seorang pemuda.

Kedua orang itu tidak berseragam, tetapi jelas kedua polisi tadi kenal dengan mereka. Kedua polisi itu melangkah mundur dengan hormat untuk memberi kesempatan pada mereka untuk bicara dengan Jupiter.

Jupe cepat menyadari bahwa dua orang ini adalah detektif yang berpakaian sipil. Ia menduga bahwa mereka dihubungi penjual pakaian bulu yang pernah dirampok.

Detektif-detektif itu mendengarkan sewaktu Jupe mengulangi pengalamannya. Mereka menyadari bahwa ada hubungan antara kasus yang ditanganinya dengan hilangnya Lucille Anderson.

Karena itu mereka mendengarkan dengan lebih cermat lagi.

Detektif yang lebih tua mempersilakan anak-anak untuk menunggu. Ia pergi untuk beberapa saat. Polisi yang berseragam pergi dengan manajer untuk memeriksa apakah Henry Morell ada rumah. Akhirnya mereka kembali. Trio Detektif diperingatkan supaya tidak mencampuri urusan polisi. Detektif yang tua mencatat nama dan alamat anak-anak, kemudian ia membolehkan anak-anak pergi.

Beberapa tetangga yang curiga berkumpul dekat mobil polisi yang diparkir di depan bangunan.

"He, mister" kata seorang anak di atas sepeda

"Ada maling ditangkap polisi, ya?"

"Tidak," sahut Jupiter singkat

-Ketiga anak itu bergegas menjauh dari kerumunan orang. Mereka cepat-cepat -kembali ke tempat Worthington memarkir Rolls-Royce. Di pertengahan jalan Jupe melihat sebuah Fiat merah tua diparkir. Ketika anak-anak mendekat, pengendara mobil itu memalingkan muka. Seakan- akan ia ingin mengambil sesuatu yang terjatuh di dalam mobilnya.

"Oh!" kata Jupe. Ia bimbang sesaat. Kemudian ia berjalan terus tanpa menoleh ke kiri-kanan.

"Apa?" kata Bob. "Apa yang kautemukan, Jupe?"

"Jangan lihat ke belakang," sahut Jupe. "Seorang laki-laki sedang duduk dalam mobil yang baru kita lewati - ia dapat mengamati apartemen Morell dari situ."

"Jadi’?" tanya Bob. "Hampir seluruh tetangga Morell keluar untuk melihat apa yang terjadi di sana. Apa bedanya dengan orang di dalam mobil tadi’?"

"Aku berani bertaruh bahwa aku melihat Fiat merah tua itu sepanjang hari ini. Dan aku hampir yakin seratus persen bahwa pengemudinya ialah Mr. Sears dari Pizza Shack di Rocky Beach. Ia tadi berpura-pura tidak melihat kita. Ia berusaha supaya kita tidak tahu kehadirannya di sini. Aku jadi bertanya-tanya, apa yang dilakukannya di sini?"

-Bab 17 TERJERUMUS DALAM BAHAYA

-ANAK-ANAK menjumpai Worthington berdiri di antara Rolls-Royce dan kerumunan anak-anak yang terkagum-kagum melihat mobil itu. Sopir itu menjadi cerah mukanya ketika melihat Trio Detektif datang. Ia bergegas membukakan pintu bagi mereka.

"Ke mana sekarang, detektif muda?" tanya Worthington.

"Telepon umum yang terdekat," kata Jupiter. "Kami ingin melacak beruang Teddy itu sampai ke sarangnya." Jupe ingin menanyai penjual grosiran yang menyalurkan beruang teddy ke penjual pakaian bulu itu.

Worthington berhenti di sebuah tempat mengisi bensin. Jupe keluar untuk melihat di buku telepon di dalam boks telepon umum di sana. Alamat R.J. Importers terletak di sebuah jalan di Long Beach, sekitar empat puluh lima menit naik mobil ke arah selatan.

"Kita sudah mendapatkan hubungan antara Morell dan si penjual pakaian bulu, dan antara penjual itu dengan beruang teddy, serta antara beruang teddy dengan Lucille. Morell pernah bekerja di toko itu. Penjual pakaian bulu pernah mempunyai beberapa boneka beruang teddy. Serta Lucille pernah memegang sebuah boneka seperti itu. Sekarang sudah saatnya kita menyelidiki sumber yang menyediakan beruang-beruang ini," kata Jupiter.

"Ini di luar wilayah yang biasa kujalani," kata Worthington. "Tapi jangan kuatir, aku punya peta jalan. Kita akan menemukan tempat itu."

Ia terus mengemudi. Sementara. anak-anak sibuk mendiskusikan beruang teddy yang mereka menemukan dalam tas jinjing Lucille, dan tentang beruang-beruang lain yang dicuri bersama-sama dengan beberapa pakaian bulu lainnya.

"Obat terlarang!" kata Bob. "Apa lagi yang mungkin selain obat terlarang? Orang di Long Beach ini seorang pengimport. Obat terlarang itu dikapalkan dari Amerika Selatan atau Asia. Barang-barang itu disembunyikan di dalam beruang sehingga petugas bea cukai tidak menemukannya. Secara tidak sengaja, pengiriman beberapa beruang yang berisi obat terlarang nyasar ke toko di Beverly Hills. Jadi Morell dan temannya harus mengambilnya kembali!"

"Tapi kalau beruang itu terbuat dari bulu cerpelai, ceritamu tidak cocok," kata Pete. "Aku punya seorang bibi yang punya jaket dari bulu cerpelai. Ia pernah bilang bahwa sebagian besar bulu cerpelai datang dari Kanada. Kanada kan bukan sumber obat terlarang." -"Satu hal yang kita bisa yakin," kata Jupe. "Yang terlibat di sini bukan hanya boneka beruang!"

"Tapi apa isi boneka itu, Jupe?" desak Pete

Penyelidik Satu tidak berkomentar. Saat ini ia merasa belum tepat untuk mengeluarkan apa yang ada di dalam kepalanya.

R.J. Importer terletak pada sebuah gedung panjang namun beratap rendah di sebuah jalan yang sepi dekat pantai di Long Beach. Gedung itu tampak. tidak terurus. Tidak nampak kesibukan di luarnya. Tidak ada truk-truk yang diparkir.

Meskipun demikian Worthington tetap mempertimbangkan segi keamanan. Ia berusaha agar Rolls-Royce tidak terlihat dari dalam gedung itu.

Sebelum menurunkan anak-anak ia berjanji untuk menunggu mereka di sebuah restoran kecil beberapa blok dari sana. Bob memperhatikan bagian depan bangunan itu. "Apa yang kita lakukan sekarang?" katanya. "Sepertinya tidak ada orang di dalam sana"

"Belum tentu," tukas Jupe. "Kita coba bel saja."

"Kalau ada orang yang membukakan pintu, lalu apa?" tanya Pete. "Apa lalu kita bilang kita mau beli boneka beruang?"

"Mengapa tidak?" sahut Jupe. "Kita bisa bilang bahwa Mrs. Fowler punya satu. Kita juga ingin punya yang seperti itu, lalu kita cari terus sampai ke sini. Kita ingin membelinya untuk... untuk Bibi Mathilda." -"Kau selalu punya ide, meskipun kadang-kadang konyol, Jupe," komentar .Bob. "Bibi Mathilda kan tidak suka boneka beruang?"

"Itu tidak penting," tukas Jupe. "Yang penting sekarang kita punya alasan mengapa kita datang. Selama mereka tidak kenal dengan Bibi Mathilda, kita aman."

Ia berjalan ke pintu depan. Lalu ditekannya bel. Tidak ada orang yang datang membukakan pintu. Tidak pula ada yang muncul dari samping gedung. Melalui kaca di bagian atas pintu ia melihat ruangan kantor yang gelap.

"Kita harus cari jalan lain." Jupe memandang ke sekelilingnya.

Di bagian utara bangunan itu terdapat sebuah tempat parkir yang kosong. Anak-anak berlari-lari ke tempat itu. Dari sana mereka melihat jendela-jendela yang tinggi. Kisi besi melapisi kaca jendela itu. Pete mendapat sebuah balok kayu dari samping bangunan itu. Diletakkannya balok itu di bawah jendela. Dengan berdiri di atasnya ia bisa melihat ke dalam.

"Bagaimana?" kata Bob.

"Ini seperti ruang besar untuk menyimpan stok," kata Pete. "Ada banyak rak besi berisi barang-barang. Beruang! Ada beberapa boneka beruang. Juga boneka lain, dan barang-barang lain yang terbungkus kertas karton. Ada meja besar dengan segulung kertas coklat. Ada suatu ruang besar lagi di bagian depan. Untuk kantornya kukira. Oh, salah satu kamar di sudut. Mungkin itu kamar kecil. Bukan, bukan. Kamar kecil bukan di situ. Ada tanda di pintu kamar itu." "Mungkin itu ruangan untuk menyimpan obat-obat terlarang, atau perhiasan, atau benda-benda yang mereka selundupkan ke dalam beruang," tebak Bob.

Pete turun dari balok kayu. Diangkatnya balok itu. "Mungkin kita bisa lihat dari sisi lain."

Tapi anak-anak tidak menjumpai jendela di tempat lain supaya dapat melihat ke dalam ruangan kecil yang dilihat Pete tadi. Mereka sudah mengitari gedung itu, ke belakang dan ke bagian selatan. Tidak ada jendela lain. Kamar di sudut itu begitu terlindung dan mencurigakan.

"Di dalamnya mungkin gelap sekali," kata Bob.

"Perhiasan!" tambah Pete. "Obat terlarang. Tersimpan di sana"

"Ssst! Dengar!" kata Jupe.

Sebuah mobil berhenti di depan. Anak-anak tidak dapat melihatnya. Mereka hanya dapat mendengar suara mesinnya, yang sekarang dimatikan. Pintu mobil dibanting. Seseorang menaiki tangga depan.

"Aha!" gumam Bob perlahan "Sekarang kita bisa beraksi. Kita masuk untuk membeli sebuah boneka beruang untuk Bibi Mathilda."

Tetapi ketika mereka sampai ke ujung gedung itu dan melihat ke depan, mereka terpaku. Sebuah mobil Fiat merah tua diparkir di depan. Mobil itu persis sekali dengan mobil yang diparkir di dekat apartemen Henry Morell tadi.

-Anak-anak mundur.

"Inilah yang kukuatirkan dari tadi," kata Jupe. "Apa dia memang orang yang mengawasi kita tadi di tempat Morell? Siapa pengemudinya? Apa ia memang Mr. Sears-orang yang memiliki Pizza Shack? Atau aku yang salah?"

"Kita amati saja terus sampai dia keluar," usul Bob. "Cepat atau lambat kan dia harus keluar juga."

Mereka menunggu di tempat mereka berada sekarang, di samping gedung. Lima belas menit berlalu. Dua puluh menit. Akhirnya pintu RJ. Importers terbuka. Seorang laki-laki keluar membawa tas. Ia menaruh tas itu dalam bagasi Fiat Kemudian ia pergi mengendarai Fiat itu.

"Kalian lihat tadi?" seru Pete. "Itu memang Mr. Sears pemilik Pizza Shack! Mungkin dia biang keladi seluruh operasi ini. Dan kita tenang saja duduk dalam restoran pizzanya sambil mengumumkan pada semua orang bahwa kita mencari Lucille dan beruangnya. Pantas saja dia mengikuti kita terus!"

"Kita harus masuk!" seru Bob. "Pasti ada barang bukti di dalam. Atau... he, Lucille mungkin dikurung di dalam ruangan kecil di sudut itu!"

"Polisi!" kata Pete. "Kita panggil saja polisi untuk menggeledah tempat ini."

"Kupikir belum saatnya untuk memanggil polisi," ujar Jupe. "Mereka tidak akan dapat masuk tanpa alasan yang benar-benar kuat bahwa perbuatan kriminal terjadi di tempat ini. Lagi pula, bukti apa yang kita punyai sekarang? Orang ini memiliki restoran pizza tempat kita berbicara tentang Lucille? Dan ia juga pemilik gedung ini Atau dia punya hubungan dengan pemilik R.J Importers? Itu belum cukup sebagai bukti. Tidak bisa kita ajukan hal ini sebagai bukti. Orang tidak akan percaya!" "Nanti dulu," Pete bertepuk sekali. "Ada kaca di atapnya. Aku melihatnya tadi. Kalau ada kaca di atas ruangan kecil itu, kita dapat melihat isinya." Pete bergegas kembali ke belakang gedung Jupe dan Bob menyusul. Ada sebuah pipa yang terpancang kuat pada dinding hingga ke atas. Pete mulai memanjat pipa itu.

"Jangan bertindak terlalu jauh," pesan Jupe "Jangan coba untuk masuk. Mungkin mereka memasang alarm."

"Tapi cepat!" seru Bob. "Kalau ada orang melihat kita di sini, kita tidak perlu memanggil polisi. Polisi yang akan datang untuk menangkap kita!"

"Oke," sahut Pete. Ia lalu menghilang di balik atap. Atap itu datar. Kaca-kaca terdapat di beberapa tempat. Ada sekitar enam buah kaca. Pete hampir bersorak kegirangan ketika melihat salah satu dari kaca itu terletak tepat di atas ruangan kecil di sudut ruangan.

Dengan perlahan-lahan didekatinya kaca itu. Di sampingnya ia berlutut dan melihat ke bawah. Ruangan di bawahnya agak gelap. Satu-satunya penerangan adalah melalui kaca itu. Pete menggeser ke pinggir supaya tubuhnya tidak menghalangi cahaya yang masuk melalui kaca ini.

Untuk memperjelas penglihatan, Pete membersihkan kaca itu. Ia melihat ada kisi-kisi besi yang menopang kaca itu.

Ia menempelkan wajahnya di kaca serta melindungi dengan kedua telapak tangannya. Sambil mengira-ngira, ia hanya dapat mengenali ruangan yang cuma berisi benda-benda yang terbungkus seperti karung- karung semen.

"Ada apa di sana?" Jupe tahu-tahu sudah berada di sampingnya. Napasnya tersengal-sengal. Temannya yang gempal ini rupanya tidak sabar untuk menanti di bawah. Ia menyusul Pete dengan memanjat pipa tadi. Pete tidak menjawab. Ia menyingkir dan mempersilakan Jupe untuk melihat sendiri.

"Apa itu menurutmu?" kata Jupe setelah satu atau dua menit.

"Tidak ada apa-apa."

Jupe duduk dengan tangan ke belakang menopang tubuhnya. "Paling tidak kita tahu bahwa Lucille tidak disekap di sini. Tapi ini tidak berarti kita sudah dekat dengan pemecahan kasus kita. Mainan! Mr. Sears mengimport mainan! Atau ia sama berurusan dengan pengimport yang sesungguhnya? Apa Morell dan McLain bekerja untuknya? Apa Lucille telah menyingkap rahasia tentang boneka beruang dalam tas jinjingnya?"

Jupe dan Pete berdiskusi di atap untuk beberapa menit. Jupe berpikir keras untuk mencoba menyingkap misteri ini dengan berbekal beberapa petunjuk yang sudah mereka dapat

"He, kalian di atas!" Bob yang memanggil dari bawah. "He, kalian masih di sana?"

"Ya, kami turun sekarang," sahut Jupe. Ia berdiri, lalu mulai berjalan ke arah pipa.

Tiba-tiba kayu tua di atap berderak-derak. Jupe berhenti.

"Diam di tempat!" seru Pete memperingatkan. "Jangan bergerak!"

Ia berlutut untuk mendapat keseimbangan yang lebih baik. Dengan merangkak ia bergeser ke tepi atap tempat pipa itu berada. "Akan kucarikan papan atau... atau sesuatu yang dapat kita letakkan sebagai pijakan dan..."

Jupe bersin.

"Jangan, jangan!" seru Pete. Salah satu kaki Pete sudah mulai turun.

Jupe bersin lagi, lebih keras. Keseimbangannya hilang. Tanpa disadarinya, ia melangkah mundur. Atap berderak-derak lagi. Dan runtuh.

Tangan Jupe menggapai-gapai. Tapi tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan pegangan. Mukanya pucat. Ia terjerumus ke dalam!

-Bab 18 KE MANA HARUS BERSEMBUNYI?

JUPE terbaring dalam kegelapan. Ia mencoba bernapas. Mulanya sukar sekali. Ia berjuang dan terus berjuang. Setelah berguling ke samping, ia merasakan dadanya lebih lega.

"Jupe? Jupe, kau bisa dengar aku?"

Itu Pete. Sambil bertelungkup ia melongok sejauh mungkin dari samping atap yang runtuh.

"Jupe?" panggilnya lagi.

"Aku di sini. Aku baik-baik saja." Jupe berdiri dengan susah-payah. Ia bersandar pada dinding di dekatnya. Dinding itu adalah dinding ruangan kecil yang tersembunyi itu. Jupe jatuh dalam gudang penyimpanan, tepat di depan pintu menuju kamar itu.

"Jupe, hati-hati," pesan Pete "Oke." Jupe mencoba memutar kenop pintu. Tidak bisa diputar. Ia berusaha sekuat tenaga. Tetap tidak ada hasilnya. Pintu itu sangat kuat dan terkunci erat.

Jupe melihat rak-rak besi yang memenuhi ruangan itu. Boneka beruang teddy dari bulu asli, boneka-boneka kuda, bermacam-macam boneka tersusun dalam rak itu. Sejumlah mainan lain tersimpan dalam kotak- kotak. Mainan di mana-mana.

Jupe pergi ke rak yang terdekat. Ia mengambil sebuah boneka beruang yang terbuat dari bulu asli. Boneka itu mirip sekali dengan yang dimiliki Lucille. Dengan boneka di tangannya, ia mulai melangkah ke bagian depan - ke arah kantor yang dipisahkan dengan sebuah partisi.

Pintu partisi depan dapat dibuka dengan mudah. Jupe melongok ke dalam kantor. Ia melihat seperangkat meja. Ia melintasi kantor itu menuju pintu depan. Tepat ketika tangannya memegang kenop pintu, sebuah mobil datang dari luar.

Jupe mengintip melalui kaca di pintu. Mobil Fiat merah tua itu datang lagi! Jupe berlari kembali ke gudang penyimpanan. Tidak lupa ia menutup pintu partisi lagi.

Di atap, Pete mengingsut-ingsut "Jupe, di mana kau’?"

Panggilan itu membuat Jupe kuatir.

Jupe segera berlari melintasi gudang ke tempat ia jatuh tadi. "Jangan keras-keras," katanya pada Pete. "Cepat turun dari sana! Ia datang lagi."

Pete buru-buru menjauh dari lubang. Jupe mendengar suara Pete beringsut di atap, lalu merambat turun di samping. Lalu suara orang menjejak di tanah. Jupe tersenyum. Pete sudah aman.

Jupe bersembunyi di balik tumpukan karton ketika pintu depan dibuka. Seseorang masuk ke dalam kantor. Jupe mendengar suara kursi ditarik lalu suara derit kursi ketika orang itu duduk. Laci dibuka. Orang itu batuk-batuk kecil.

Apa yang dilalukan Sears? Ia mau menyelesaikan pekerjaannya? Apa ia akan lama berada di dalam kantor?

Jupe menoleh ke bagian belakang gudang yang besar itu. Sepasang pintu dorong yang besar cepat dibuka. Pintu itu menghadap ke belakang gudang, tempat orang mengangkut atau mengantar barang. Jupe bisa keluar lewat situ... kalau ia dapat membuka kuncinya. Atau ia tunggu saja, sampai Sears pergi lagi. Siapa tahu Sears tidak mengecek gudang. Dalam hal itu ia tidak akan mengetahui bahwa ada lubang di atapnya-dan Jupe mendapat kesempatan untuk membongkar rahasia kamar yang terkunci tadi.

Jupe melangkah ke balik rak-rak besi yang penuh dengan main anak. Ia menunggu.

Tidak lama. Tahu-tahu kursi itu dikembalikan ke tempatnya. Terdengar suara langkah mendekat. Laki-laki itu datang. Setiap saat ia bisa masuk ke dalam gudang.

Ia akan melihatnya! Ia akan melihat lubang di atap dan bekas-bekasnya di lantai. Ia akan tahu!

Jupe memperhatikan sepasang pintu dorong di belakang. Apa ia dapat mencapainya?

Tidak. Pintu partisi sudah terbuka. Jupe menunduk di balik beruang- beruang teddy, di antara boneka-boneka yang tersenyum. Ia mengintip dari sela-sela rak. Dilihatnya sepatu Mr. Sears. Ia mendengar langkah- langkah pada lantai yang berdebu itu.

Sears berhenti. Perhatiannya terusik. Ia melihat kayu-kayu berserakan di lantai. Dan ia melihat atapnya berlubang.

Jupe melihat tangan Sears. Tangan itu menghilang di balik jaketnya. Kemudian Jupe melihat sepucuk senjata. Laki-laki beruban itu tentu mengambilnya dari balik jaketnya. Sekarang Sears melangkah hati-hati dengan sikap waspada. Ia mendekati tempat kayu-kayu itu berserakan.

Jupe menunduk makin dalam. Kalau Sears berjalan terus, ia akan melewati tempat Jupe bersembunyi. Jalan akan bebas bagi Jupe. Ia berharap dapat lari sebelum Sears mulai memeriksa gudang ini. Hanya memakan waktu sedetik bagi Jupe untuk mencapai pintu depan. Kalau sudah di luar, keadaan lebih aman. Di luar Sears tidak akan berani menembak. Jupiter dapat berlari dan terus berlari. Ia dapat menemukan Worthington.

Ia mendengar sirene. Tidak jauh dari situ. Sears juga mendengarnya. Ia terdiam. Tanpa bergerak-gerak ia menanti apa yang akan terjadi berikutnya. Senjata tergenggam erat di tangannya. Suara sirene itu menjauh. Sears mulai melangkah lagi.

Sekarang! Sekaranglah saatnya! Beranikan Jupe?

Tiba-tiba terjadilah suatu keajaiban. Seseorang membunyikan bel pintu depan bangunan itu.

Orang bersenjata itu terlompat. Ia bimbang. Bel itu berbunyi lagi. "Halo!" teriak tamu di depan. "Ada orang di dalam? aku perlu pertolongan!"

Sears berbalik. Ia keluar dari kantornya. "Siapa itu?" balasnya.

"Maafkan aku, mister, tapi aku benar-benar perlu bantuan Anda," kata tamu itu. "Aku tersesat. Dapatkah anda menunjukkan jalan menuju bengkel Carter?"

"Terus saja, ikuti jalan ini, lalu belok kanan pada persimpangan pertama," sahut Sears dengan kesal.

"Tapi aku tidak melihat tanda apa-apa di sana," kata tamu yang kebingungan itu. Tamu ini tampaknya gemar mengobrol dan bersedia untuk mendiskusikan masalah sekecil apa pun dengan panjang lebar.

Jupe tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia menyelinap keluar dari persembunyiannya. Didorongnya pintu belakang dengan hati-hati. Pintu itu meluncur dengan ringannya. Suara yang ditimbulkan tidak keras. Bebas! Jupe melangkah keluar dan menutup lagi pintu dorong itu. Suara Worthington hanya samar-samar terdengar dari belakang. Sopir Roll- Royce itu masih menanyakan alamat yang dicarinya dengan cerewet.

Jupe tersenyum di luar. Dalam hati ia mengakui kecerdikan Worthington serta kepandaiannya bersandiwara.

Roll-Royce itu melaju ke utara.

"Worthington, kau hebat!" seru Jupe.

Worthington mengangguk. "Aku kan anggota kehormatan Trio Detektif. Trio Detektif itu hebat, jadi aku tidak boleh memalukan Trio Detektif," katanya.

"Aku dan Bob sadar akan bahaya yang kau hadapi," ujar Pete. "Kami melihat Mr. Sears lagi. Kami pikir orang itu akan mengenali kami kalau kami yang muncul. Tapi ia kan tidak kenal Worthington. Jadi apa yang terjadi? Kau menemukan sesuatu?"

"Tidak terlalu penting," Jupe mengakui. "Orang itu punya senjata. Mungkin ia akan menggunakannya kalau ia menemukan aku di dalam gudangnya. Tapi itu tidak berarti apa-apa. Banyak orang punya senjata sekarang ini."

Jupe masih memegang beruang teddy di tangannya. Ia mempelajarinya sekarang. "Aneh," katanya. "Ini tidak lembut seperti biasanya boneka. Rasanya seperti ada plastik di balik bulu ini."

Ia menarik kepala boneka itu, mencoba menduga ada apa di dalamnya.

"Boneka memang tempat yang aman untuk menyembunyikan sesuatu yang kecil," kata Worthington. "Salah satu klienku punya mainan yang serupa. Ia menyimpan perhiasannya di dalam bonekanya. Lalu boneka itu diletakkan begitu saja tempat tidurnya. Pernah rumahnya kemalingan. Pencuri itu masuk ke kamar tidurnya. Si pencuri tidak menemukan apa- apa yang berharga. Boneka itu dibiarkannya. Selamatlah perhiasan klienku itu."

Pete memukul kepalanya sendiri. "Bodohnya kami ini...," katanya. "Seharusnya dari dulu kami tanyakan ini padamu."

-"Aku juga baru ingat sekarang," sahut Worthington. "Boneka milik klienku itu dapat buka, seperti sekrup."

Demikian pula boneka yang dipegang Jupe. Jupe melihat isinya. Kosong. Hanya terlihat rangka plastik boneka itu.

"Tidak ada obat terlarang," kata Bob.

"Tidak pula perhiasan," tambah Pete. "Kosong melompong. Nol besar hasil pekerjaan kita."

Bob melemparkan tubuhnya hingga menyandar ke kursi belakang. Pete mengerutkan dahinya. "Apa kita harus mulai dari awal lagi?" keluh Pete. "Mulai dari orang yang berpakaian seperti Drakula yang menyusup ke dalam markas kita? Mungkin sekali itu Morell. Dia tahu banyak tentang hal-hal semacam itu. Lalu bagaimana? Mesti ada sesuatu dalam beruang teddy milik Lucille. Kalau tidak, buat apa Drakula itu susah-payah mencarinya? Pasti ada hubungannya dengan beruang yang dicuri dari penjual pakaian bulu itu. Morell pasti terlibat dalam kasus ini, aku berani bertaruh!"

"Jupe, apa kau ingin memberi tahu polisi’?" tanya Worthington.

Jupe menimbang-nimbang. "Kalau kita melapor, apa yang akan kita katakan?" katanya. "Pengetahuan kita dalam kasus ini tidak lebih banyak dari beberapa jam yang lalu, ketika bicara dengan dua detektif itu di luar garasi Morell. Cuma satu kebetulan yang mencurigakan yang kita temui: pemilik Pizza Shack juga mempunyai bisnis lain di R.J. Importers. Dan tempat itu adalah sumber beruang teddy yang dimiliki Lucille. Ini bukan kejahatan, kan? Bisa saja ini suatu kebetulan."

Worthington mengangguk. "Benar sekali," katanya. Ia tidak berkata- kata lagi sepanjang perjalanan menuju Rocky Beach.

Matahari mulai tenggelam ketika Rolls-Royce itu berhenti di depan Pangkalan Jones. Gerbang depan ditutup selama saw hari itu. Paman Titus berdiri di depannya. Ia mengamati Jupe dan kawan-kawannya.

"Kau seharusnya menelepon," katanya. "Bibimu kuatir terus seharian ini."

"Maaf, Paman Titus," ujar Jupe. "Kami dari... kami dari tempat yang tidak ada telepon umumnya. Saking asyiknya kami jalan-jalan, kami sampai lupa waktu."

"Asal kau baik-baik saja," kata Paman Titus. "Jangan pergi lagi seharian penuh tanpa memberitahu kami. Dan aku ingin bertanya sesuatu. Aku sudah beberapa waktu memikirkan hal ini... Apa menurutmu pencurian di rumah ini ada kaitannya dengan gadis di Cheshire Square itu?"

"Mungkin saja, Paman Titus," sahut Jupe.

"Aku - cuma tidak ingin ia kembali untuk menakuti Mathilda," kata Paman Titus. "Aku kuatir ia merasa tidak aman di rumahnya sendiri."

"Tidak ada yang perlu dikuatirkan sekarang," Jupe menenangkan pamannya. "Pencuri itu sudah memperoleh apa yang dia inginkan. Ia tidak akan kembali lagi."

-"Kalau begitu," kata Paman Titus sambil tersenyum lebar, "kau lebih baik cepat-cepat mandi sebelum terkena semprotan bibimu!"

-Bab 19 ILHAM JUPITER

-JUPITER terbangun malam itu. Ia mendengar suara langkah kaki di luar. Seperti ada orang yang sedang menyanyikan lagu sedih. Lagu itu mengisahkan tentang seekor anak domba yang terpisah dari kumpulannya dan tersesat.

Jupe berbaring di tempat tidurnya. Ia merasa terganggu mendengar nyanyian itu. Sukar baginya untuk tidur lagi, sekalipun badannya terasa lelah. Ia perlu tidur. Besok masih banyak yang harus dikerjakannya. Sekarang aku harus tidur, katanya pada diri sendiri, aku perlu tenaga. Pikirannya melayang...

Tiba-tiba ia terduduk di tempat tidurnya. Domba! Anak domba! Itu dia! Ini dia petunjuk yang menolongnya untuk menemukan penculik Lucille!

Ia melihat jam di samping tempat tidurnya. Jam tiga dinihari. Tidak mungkin menelepon Worthington pada saat seperti ini. Tidak juga Pete atau Bob. Jam tiga pagi. Siapa pun akan mengomel kalau ditelepon pada saat seperti ini. Apa yang bisa dilakukannya pada saat sepagi ini? Jupe tidak sabar menanti datangnya fajar.

-Jupe merebahkan tubuhnya lagi. Menit-menit yang panjang berlalu. Ia tertidur sebentar. Lalu terbangun lagi. Begitu terjadi berulang-ulang, sampai akhirnya matahari muncul. Jupe bergegas berganti pakaian, lalu menyantap sarapannya.

-Pada jam tujuh tiga puluh ia menelepon Bob.

"Ingat apa yang dikatakan McLain waktu ia bertemu dengan orangtua Lucille?" tanya Jupe ada Bob.

"Yang mana?" Bob balik bertanya. "Ia akan membuat Lucille ternama?"

"Bukan -yang itu. Ia bilang ia tinggal di tempat yang dimiliki Cecil B. DeMille. Dan ada domba-domba merumput di dekatnya."

Bob tidak berkata apa-apa. Jupe dapat mendengar suara Bob menguap.

"Mengatakan sesuatu tentang Cecil B. DeMille adalah sesuatu hal palsu yang dipergunakan untu-k membuat orang terkesan," sambung Jupe. "Ia ingin Anderson berpikir bahwa ia kaya dan penting. Tapi domba? Kupikir

ia tidak sengaja berkata seperti itu. Dan menurut firasatku, ia berkata sebenarnya. Bob, di mana pun McLain - maksudku, Pelluci - tinggal pasti ada domba di sekitarnya. Di mana ada tempat domba di Los Angeles

Text Box: IIini?

"Betul juga," kata Bob. "Di awal musim semi kau dapat menjumpainya merumput di lereng bukit sepanjang pantai. Tapi kemudian mereka diangkut ke Sierras atau tempat lain."

"Betul," lanjut Jupe. "Mereka mengirim domba-domba itu ke tempat- tempat yang lebih dingin, sehingga bulunya lebih bagus. Tapi pasti ada beberapa yang ditinggalkan di sini. Dengar mungkin ada rumah tua atau gudang yang sudah tidak dipakai di bukit tempat orang dapat bersembunyi. Tempat yang dekat dengan tempat domba merumput Pelucci mengatakan hal itu tiga hari yang lalu. Jadi kemungkinan domba- domba itu ada di sana masih cukup besar,"

"Oke," sahut Bob. "Tunggu apa lagi?" Ia menjadi bersemangat dan ingin segera melakukan tindakan.

"Worthington," kata Jupe. "Kalau ia tidak sedang bertugas, hari ini, kurasa ia akan senang mengantar kita."

"Aku akan telepon Pete," ujar Bob. "Kau telepon Worthington!"

-Worthington tiba di Pangkalan Jones sebelum jam sembilan. Ia tidak mengendarai Rolls-Royse melainkan sebuah jeep dengan roda-roda yang besar.

"Rolls-Royce tidak cocok untuk ekspedisi kali ini," kata Worthington. "Kendaraan ini milik temanku yang punya hobi mengendarai jeep setiap hari Minggu, di tempat-tempat berbatu naik-turun dan kadang-kadang berlumpur. Aku heran, kok ada ya, orang yang hobinya seperti itu. Tapi
ia menikmati sekali pengalaman itu. Dan kendaraan ini memenuhi syarat untuk jalan-jalan seperti itu. Jeep ini four-wheel-drive,"

-"Wah, hebat sekali, Worthington!" seru Bob.

Sopir itu hanya tersenyum saja mendengar komentar Bob. •

Trio Detektif segera naik ke dalam jeep. Worthington memindahkan persneling. Mereka berangkat Guncangan dalam jeep jauh lebih besar dibandingkan dengan Rolls-Royce. Mereka berjalan ke arah Pacific Coast Highway, kemudian membelok ke sebuah jalan sempit yang dinamakan Cottonwood Creek Road. Worthington memindahkan persneling. Jeep ini mendaki sambil menderung. Anak-anak menikmati pemandangan alam yang indah di kiri-kanan mereka.

Belum lima belas menit berlalu, mereka sampai di Mulholland Highway. Mulholland terbentang di puncak pegunungan, mulai dari Hollywood sampai Ventura. Mulanya Worthington mengarahkan jeep ke kota. Ke sana akan lebih banyak rumah dijumpai.

Jupe membawa teropong. Ia meneropong daerah di sekitar bukit-bukit yang mereka lalui. Anak-anak berjumpa dengan pengendara sepeda yang bersimbah peluh mengarungi jalan yang menanjak dengan penuh konsentrasi. Worthington meminggirkan jeep. Jupe melambai pada pengendara sepeda itu.

"Kami mencari seorang teman," kata Jupe. "Seorang laki-laki yang rumahnya dekat dengan tempat domba merumput. Ada keperluan penting dengan keluarganya. Kami ingin bertemu dengannya langsung."

-"Maaf," kata pengendara sepeda itu. "Aku tidak melihat siapa-siapa dari tadi."

Mereka melanjutkan perjalanan. Sekitar satu sampai dua mil dari jalan Jupe melihat benda-benda abu-abu pada daerah yang miring ke atas di samping jalan. Tadinya ia mengira benda itu batu. Tapi ketika salah satu benda bergerak, ia sadar bahwa itu bukan batu - itu kawanan domba. Kemudian ia melihat karavan tua dan seorang laki-laki duduk di sebuah kursi lipat sambil memainkan harmonika.

"Itu dia!" seru Jupe sambil menunjuk.

Worthington dengan cepat meminggirkan jeep dan memarkirnya di balik batu. Anak-anak keluar Mereka memanjat daerah yang miring ini mendekati laki-laki yang sedang menggembala itu.

"Kami mencari teman kami," kata Jupe ketika mereka sudah dekat "Dua orang laki-laki dan seorang wanita. Mereka tinggal di suatu tempat sini dekat bukit Tapi aku tidak punya alamatnya."

Bob melihat ke sekelilingnya. Sejauh ia memandang, tidak terlihat tanda-tanda adanya rumah - tidak terlihat atap rumah, atau cerobong asap.

"Salah satu teman kami itu mengatakan bahwa mereka dapat mendengar suara domba di rumah mereka," lanjut Jupe. Penggembala domba itu memandang Jupe dengan heran. "Aku belum menemukan tempatnya. Apa ada kawan domba lain di bukit ini sekarang?’"

Gembala itu mengangkat bahu. "Aku belum lihat satu pun," katanya. Ia memiliki aksen Eropa. "Mungkin kalau kau terus berjalan ke barat, kau akan menemukannya. Sampai kemarin malam, domba-dombaku sudah bergerak sejauh satu atau dua mil dari arah sana."

Jupe mengucapkan terima kasih. Anak-anak kembali ke tempat Worthington "Ke barat,'"kata Jupe. "Ia sudah menggembala dari arah barat. Pada tempat-tempat di bawah jalan ini. Mungkin kita harus keluar dari jalan ini, Worthington."

"Itu gampang, Jupe. jangan takut," sahut pengemudi itu.

Mereka memutar ke arah mereka datang tadi. Tidak lama kemudian mereka sampai di Persimpangan antara Cottonwood Creek Road dan Mulholland. Di sana Worthington memperlambat kecepatan.

Bukit-bukit tampak kosong sejauh mata memandang. Rocky Beach hanya beberapa menit dari sini. Namun keadaan di sini sangat jauh berbeda. Tempat ini seperti daerah yang belum pernah dijamah tangan manusia.

Kira-kira satu mil dari persimpangan, sebuah menara batu berdiri, menjulang di batik pepohonan. Ketika mereka mendekat, dinding batu terlihat di bawah menara itu.

"Itu sebuah puri!" seru Pete.

Worthington menghentikan jeep pada sebuah jalan kotor yang menuju puri itu.

"Lihat! Ada bentengnya!" kata Bob seraya menunjuk ke suatu tempat di luar puri. Benteng itu terdiri dari beberapa kabin yang dikelilingi pagar- pagar pertahanan tinggi.

"Dan ada kota tua," tambah Pete, yang memandangi bangunan-bangunan kayu yang berdebu di seberang puri itu.

"Ini dia!" seru Jupe. "Ini tempatnya!" Matanya bersinar-sinar. Ia telah mengikuti ilhamnya, dan ternyata terbukti benar.

"Tapi... tapi ini kan bukan tempat sungguhan," Pete tidak setuju. "Ini cuma tempat pengambilan film yang sudah tidak dipakai!"

"Tepat!" sahut Jupe. "Orang yang licin seperti Pelucci cocok tinggal di tempat seperti ini. Ia tidak akan mengakui bahwa ia sesungguhnya tidak punya rumah. Ia akan mengatakan pada orang lain bahwa ia menempati rumah sementara yang dulunya dimiliki Cecil B. DeMille.

"Semoga saja produser film palsu dan temannya itu masih ada di sini- dan mereka membawa Lucille ke sini!"

-Bab 20 SERBUAN TAK DIDUGA

-"WORTHINGTON, kau jaga di sini," kata Jupiter. "Kalau kami mendapat masalah yang tidak dapat kami tangani, cepat cari bantuan." •

"Beres, Jupe," sahut Worthington, "tapi hati-hati. Jangan bertindak sembrono."

Trio Detektif mengambil jalan memutar melalui daerah yang miring. Dengan begitu mereka tidak akan terlihat oleh siapa pun yang berada di dalam puri. Mereka menerabas semak-belukar untuk mencapai tempat itu. T empat itu penuh dengan setting untuk film-film tua. Antara satu lokasi dengan lokasi lain dihubungkan dengan jalan setapak yang kotor. Selain puri, benteng, dan kota tua, ada beberapa rumah dari zaman yang berbeda-beda dan sebuah gereja dengan menara yang tinggi. Sebagian besar bangunan itu hanya dekorasi saja. Dinding hanya terdapat di bagian depan dan kiri-kanan, sedang bagian belakang kosong terbuka.

Seperti kebanyakan lokasi pengambilan film, tempat ini selalu berubah dari waktu ke waktu. Bangunan-bangunan baru ditambahkan. Bangunan yang tidak lagi terpakai dirobohkan. -Beberapa rumah baru setengah

jadi, atau baru setengah dibongkar. Lokasi untuk kota tua Old West masih dalam kondisi baik. Anak-anak melihat tanda untuk toko, saloon, kantor sherrif, dan penjara pada dua baris bangunan.

Tempat itu sangat sepi.

"Dari mana kita mulai mencari, Satu?" bisik Bob.

Tidak mudah untuk mengambil keputusan. Jupe mempelajari bangunan- bangunan itu. Ia tahu bahwa tempat yang dipilih Morell dan Pelucci pastilah bangunan yang lengkap - memiliki empat dinding, lantai dan atap. Bangunan untuk penjara tampak memenuhi syarat itu. Begitu pula dengan toko, benteng, puri, dan gereja.

Jupe memutuskan untuk menyelidiki puri lebih dahulu. Puri itu tampak sangat kokoh. Dindingnya terbuat dari batu sungguhan, dan jendela- jendelanya ditutup dengan terali. Kalaupun Morell dan Pelucci tidak tinggal di sana, mereka mungkin menyekap Lucille di balik terali itu.

Jupe menunjuk puri itu. Lalu ia mulai berjalan. Kedua temannya mengikuti. Ketika sudah dekat mereka melihat salah satu pintu mempunyai kunci pintu yang masih baru dan mengkilat.

"Itu dia, Satu!" bisik Bob.

Jupe bergerak tanpa menimbulkan suara.

Trio Detektif merapat ke dinding. Pete mengintip melalui jendela berterali. Lantainya terbuat dari kayu. Setumpuk benda seperti kain tergeletak di lantai. Tampaknya ada orang yang melemparnya ke sana.

"Lucille!" panggil Jupe perlahan. "Lucille, kau ada di sana?"

Tumpukan kain tadi bergerak. Lucille Anderson terduduk. Wajahnya sangat pucat. Sekeliling matanya hampir hitam.

"Lucille, aku Jupiter Jones," kata Jupe. "Temanku Pete dan Bob ada bersamaku. Di mana Morell dan Pel - maksudku, McLain?"

Gadis itu menyibakkan selimut dan kantong tidur. Ia berdiri dan berjalan ke jendela. Pakaian yang dikenakannya ialah blus yang dipakainya ketika pertama kali ia bertemu dengan Trio Detektif. Blus itu kotor dan sobek-sobek. Rambutnya kusut.

"Kami akan mengeluarkanmu," janji Jupe dengan berbisik.

"Lucille balas membisik, "Hati-hati. Kupikir mereka itu gila."

"Di mana mereka?" tanya Jupe lagi.

"Di atas sana. Dalam toko itu."

Jupe mengangguk. Ia dan Pete mulai mencoba melepas teralis yang menutup jendela itu. Bob bergegas kembali untuk memberi tahu worthington supaya menghubungi polisi.

Seperti kebanyakan benda dalam dunia artifisial, teralis yang mengungkung Lucille hanya dimaksudkan untuk film. Teralis itu terbuat dari kayu, bukan besi atau baja, meskipun warnanya adalah warna besi. Sekilas orang tidak akan menyangka bahwa terali itu terbuat dari kayu Ketika Bob kembali, Pete dan Jupe sedang membongkar terali itu. Di dalam puri, Lucille mulai menangis.

"Gila!" katanya berulang-ulang. "Mereka semua gila. Betul-betul sinting! Semua ini gara-gara mainan sial itu!" "Beruang teddy?" kata Jupe. "Itu yang mereka cari kan? Dan mereka menemukannya. Kenapa?"

"Aku tidak tahu. Aku baru selesai mandi saat mereka datang ke rumah Fowler. Mereka ingin bicara denganku soal film Drakula. Ternyata mereka bohong. Aku sedang bicara dengan Henry di bawah. Craig pergi ke atas. Aku dapat mendengar langkahnya menaiki tangga. Kukejar dia. Henry mencoba menahanku, tapi aku terus saja mengejar Craig, yang sudah sampai di kamar Mrs. Fowler. Ia membuka laci-laci. Ia ingin tahu di mana kusimpan beruang teddy itu... Ia memaksaku untuk mengatakannya."

Ia menangis. "Ia bilang aku harus mengatakan padanya... kalau tidak... Aku lari ke kamar mandi dan mencoba menguncinya dari dalam. Tapi ia menahannya sebelum aku berhasil mengunci --dan ia... ia memukulku. Hidungku berdarah. Tapi ia tidak peduli. Ia memelintir tanganku kuat sekali. Aku katakan beruang itu ada pada tas jinjing yang kalian temukan... dan mungkin kalian yang menyimpannya dan..."

’Tenanglah," kata Jupe. "Sebentar lagi kau bebas."

Mulanya cukup sulit untuk melepaskan paku-paku terali itu. Tetapi dengan bantuan pisau buatan Swiss milik Jupe, paku demi paku itu mulai terlepas.

"Kupikir tadinya setelah kuberi tahu tentang beruang teddy itu mereka akan pergi. Ternyata tidak."

"Mereka kuatir kau melapor pada polisi," kata Jupe. "Aku dapat menduga cerita selanjutnya. Mereka menyembunyikan kau di dalam mobil, lalu membawamu ke sini." "Dalam bagasi mobil," katanya. "Henry punya senjata. Ia mengancam akan menembakku kalau aku ribut."

Akhirnya paku terakhir berhasil dicopot. Pete memegang terali itu dengan kedua belah tangannya. Satu kakinya ditekankan pada tembok. Dengan sekuat tenaga ia menarik terali itu.

Terali itu ambrol. Lucille memanjat keluar dibantu anak-anak. Blusnya yang panjang tersangkut pada sesuatu. Namun ia paksa supaya bisa lolos. Sobekan panjang bertambah lagi pada blusnya. Lucille sudah bebas. Mereka cepat-cepat lari menjauh dari puri, menuruni daerah yang miring, ke arah jalan. Lucille tidak peduli pada kakinya yang telanjang. Ia tidak mengacuhkan kerikil tajam yang menghunjam kakinya.

Saat itu pintu toko terbuka. Henry Morell muncul. Ia membawa sebuah piring kertas berisi makanan. Dilihatnya anak-anak dan Lucille sedang berlari. Ia terpaku sejenak. Kemudian ia berteriak, "Iggy! Iggy!"

Anak-anak berlari makin kencang. Pete memegang Lucille pada sikunya. Bob berlari mendampingi Lucille. Dan Jupe berlari di samping Bob.

Lucille tersandung batu. Hampir saja ia terjatuh. Ia menjerit kesakitan, namun terus berlari.

Ada sebuah rumah peristirahatan bergaya Inggris di hadapan Trio Detektif dan Lucille. Pintu depannya terbuka. Anak-anak masuk ke dalam sambil membawa Lucille. Mereka menutup pintu, menuju bagian belakang, lalu keluar lagi melalui pintu belakang. Kemudian mereka berlari terus sampai ke dalam sebuah gereja kecil.

Di sana mereka berlutut Bob mengintip dengan hati-hati melalui celah pada dinding kayu.

Morell dan Pelucci sudah sampai di jalan sekarang. Keduanya menggenggam senjata. Mereka tampak putus asa dan nekat. Mereka tahu bahwa mereka harus menangkap Lucille kembali. Kalau tidak, mereka dalam bahaya. Sedangkan untuk menangkap Lucille, mereka harus sekalian menangkap ketiga anak itu. Lalu? Apakah Morell dan Pelucci cukup nekat untuk melakukan apa saja terhadap keempat anak itu?

Bob melihat Morell dan Pelucci berjalan ke ujung jalan itu. Mereka memeriksa satu demi satu bangunan yang ada, mulai dari ujung.

"Awas!" kata Bob. "Mereka berjalan ke arah kita. Mereka akan menemukan kita di sini!"

-Anak-anak melihat ke sekelilingnya. Mereka mencari jalan untuk meloloskan diri. Tetapi tidak ada jalan keluar. Kalau mereka keluar ke jalan, kedua orang itu akan melihat. Morell dan Pelucci tidak akan ragu- ragu untuk melepaskan tembakan. Anak-anak harus memikirkan jalan lain.

Pete melihat lonceng kecil di menara. Tidak ada tangga menuju ke atas, tetapi papan-papan dipakukan pada dinding pada jarak-jarak tertentu sehingga membentuk tangga. Lucille dan anak-anak dapat naik ke atas. Dan mungkin kedua orang yang memburu mereka tidak melihat.

Mereka mendengar kedua orang itu sekarang. Morell dan Pelucci saling memanggil satu sama lain ketika mereka memeriksa bangunan-bangunan yang kosong. Pintu-pintu ditendang hingga terbuka. Terdengar teriakan sewaktu Iggy Pelucci melihat ular.

Lucille gemetar. Namun ia tetap tenang. Bob menarik tangan Lucille untuk memanjat tangga. Tanpa ragu-ragu ia memanjat tangga darurat itu sampai pada tempat berdiri setengah jalan menuju lonceng gereja. Anak-anak m nyusul.

Tidak cukup ruang di tempat itu bagi mereka berempat. Tapi mereka saling berdesakan dan merapat ke dinding, hingga tidak terlihat dari bawah maupun dari jendela di menara itu.

Kini Morell dan Pelucci sampai di benteng di seberang menara. Mereka memeriksa rumah taman kolonial di samping.... Dan sekarang anak-anak dapat mendengar pintu gereja dibuka. -Langkah-langkah kedua orang itu membuat lantai kayu berderak-derak.

Tiba-tiba lengkingan terdengar dari atas. Ada sesuatu di dalam lonceng menara-sesuatu yang tersembunyi tepat di bawah atap. Anak-anak mendengar suara kepakan sayap. Kelelawar!

Lucille mendongak. Matanya melebar. Ia hampir menjerit Jupe cepat- cepat menutup mulutnya supaya Lucille tidak berteriak.

Lucille tidak jadi menjerit. Namun ia mengeluarkan suara tertahan.

Itu sudah cukup. Henry Morell terusik perhatiannya. Ia melintasi gereja dengan langkah cepat dan terburu-buru. Ia berdiri di bawah tangga darurat dan mendongak. Ketika ia bicara, suaranya tenang dan terkontrol.

"Turun ke sini," kata Henry Morell, "atau aku kejar kalian ke atas."

Jupiter ingin tertawa. Morell sendiri sama sekali tidak membuatnya takut. Tapi sekarang ia punya senjata. Jupe diam saja.

"Turun kalian, kataku’" Morell berteriak sekarang. "Aku tahu kalian ada di atas sana!"

Anak-anak hampir bergerak. Tapi mereka mendengar suara lain. Mulanya suara itu samar-samar. Namun dengan cepat suara itu makin keras. Dan semakin keras. Itu suara mesin menderu-deru disertai klakson yang ditekan berulang-ulang. Kemudian teriakan-teriakan bergema di jalan.

Di bawah, Morell melangkah mundur. Ia menjadi gugup.

-Pete berjinjit untuk melongok keluar melalui jendela menara.

"Sukar dipercaya," ujarnya.

"Apa?" bisik Bob. "Ada apa di luar?"

Sebelum Pete menjawab, mereka mendengar Morell di bawah. Ia berlari ke luar gereja. Di jalan Pelucci memanggilnya untuk cepat-cepat keluar.

Pete melihat Pelucci berlari kencang melintasi jalan yang berdebu menuju benteng. Pelucci membuka gerbang besar. Kemudian dengan tergopoh-gopoh masuk ke dalam sebuah sedan abu-abu yang diparkir di balik gerbang tadi.

Trio Detektif dan Lucille buru-buru turun dari menara. Mereka berlari ke luar. Sedan abu-abu sudah meluncur di jalan berdebu. Sedan itu melaju menuju jalan keluar. Namun sedan itu harus berhenti mendadak ketika sebuah karavan muncul dari arah jalan keluar. Beberapa mobil lain menyusul dari belakang.

Karavan itu dulunya mobil biasa, mungkin mobil Ford Sekarang karavan ini dicat dengan warna ungu serta motif-motif hijau bertebaran di sepanjang sisinya. Dua knalpotnya dipasang ke atas. Keempat bannya yang besar melontarkan batu-batu ketika kecepatannya dipacu. Di belakang karavan nyentrik itu datang sebuah mobil yang sudah berkarat dan tidak mempunyai kap.

Mobil itu sarat dengan anak-anak muda. Empat pemuda, semuanya berotot kekar, berteriak-teriak ketika melihat sedan abu-abu itu.

Di sampingnya sebuah VW Beetle yang dicat oranye tampak dikendarai seorang gadis. Dengan lincahnya gadis itu mengendalikan mobil di jalan yang rusak itu. Toyota di belakang VW juga sarat dengan anak-anak muda yang berteriak-teriak mengancam. Di belakang sekali tampak Worthington dengan jeepnya. Ia ditemani penjaga restor an Pizza Shack, yang membawa sebuah pentungan.

Di belakang kemudinya, Pelucci menyadari bahwa tidak ada lagi jalan keluar. Setiap saat pasukan anak muda yang marah itu dapat sampai di jalan berdebu dalam lokasi pengambilan film itu. Tapi Pelucci sudah nekat. Ia menekan pedal gas dalam-dalam. Sedan itu meluncur dengan cepat, membuat debu-debu beterbangan. Pelucci membalik arah, menjauhi jalan keluar. Dengan nekat ia menjalankan mobil ke sebuah daerah terbuka yang curam di belakang lokasi pengambilan film. Sedan itu menghindari sebuah tiang bendera - hampir saja menubruk gerbang benteng yang terbuka, lalu melewati Trio Detektif di pintu gereja. Sedan abu-abu itu terus meluncur keluar dari jalan, menerjang apa saja yang mungkin diterjang. Sedan itu terguncang-guncang ketika melewati daerah yang berbatu-batu.

Untuk sesaat Pelucci masih dapat mengendalikan mobilnya. Namun kini di hadapannya. ada sebuah batu besar. Pelucci membanting setir. Ia berhasil menghindar. Namun salah satu roda depannya naik ke batu itu. Kecepatan yang tinggi membuat mobilnya terbang. Mesinnya menderu- deru ketika ia melayang di udara untuk sesaat, sebelum akhirnya jatuh dan merosot pada salah satu sisinya. Sebatang pohon dihantamnya. Rangka sedan rusak seluruhnya.

Pelucci dan Morell keluar. Kedua orang itu berlari melintasi daerah terbuka. Tetapi anak-anak muda yang marah sudah keluar dari mobil mereka. Beramai-ramai mereka mengejar Morell dan Pelucci.

Morell berbalik. Ia mengacungkan senjatanya. Salah seorang pemuda yang berotot kekar menerjang kakinya. Morell terjatuh. Senjatanya terlempar.

Pelucci berhenti saja. Ia tahu bahwa tidak ada gunanya melawan. Dan tidak ada jalan untuk melarikan diri.

-Bab 21 JAMUAN UNTUK WORTHINGTON

-HECTOR SEBASTIAN kembali dari Idaho seminggu setelah penyelamatan Lucille Anderson. Jupiter segera meneleponnya.

"Kami baru menyelesaikan sebuah kasus," katanya. "Apa Anda ingin mendengarnya?"

"Pakai tanya segala," sahut Mr. Sebastian. "Sudah tentu aku ingin dengar langsung dari kalian, meskipun aku sudah tahu ceritanya.

Tentang gadis belasan tahun dari Fresno, kan?"

"Bagaimana Anda tahu?"

"Lho? Bagaimana aku tidak tahu?" balas Sebastian. "Kisah tentang sepak terjang kalian memenuhi halaman koran-koran. Besok kalian bisa? Datanglah pada saat minum teh sore. Don sedang hobi menghidangkan teh akhir-akhir ini."

Jupiter bimbang. Ia suka pengalaman baru. Tapi pengalaman mencicipi makanan hasil masakan Don tidak selalu menarik baginya.

"Kau akan suka teh ini," bujuk Mr. Sebastian "Percayalah!"

"Baik," sahut Jupe. "Boleh aku membawa beberapa teman?"

"Apa salah seorang dari mereka adalah remaja yang punya ambisi untuk jadi bintang film itu?" tanya Mr. Sebastian. .

"Ia janji untuk tidak meminta peran dalam film Anda," kata Jupe. "Ia cuma ingin bertemu dengan Anda. Worthington juga salah seorang pengagum Anda. Ia punya semua buku karya Anda."

"Oh, bagus! Aku selalu ingin bertemu Worthington. Bawa dia sekalian. Atau lebih tepat, izinkan dia mengantarmu ke sini," ujar Mr. Sebastian sambil tertawa.

Jupe nyengir mendengar ejekan Mr. Sebastian.

Setelah itu ia menelepon rumah Mrs. Fowler dan juga Worthington.

Sopir itu datang tepat pukul tiga tiga puluh esok sorenya. Ia mengendarai Rolls-Royce hitam mengkilat. Tapi kini ia bukannya mengenakan seragamnya, melainkan celana jeans dan blazer biru. "Hari ini aku seorang tamu, bukan sopir," katanya. "Aku rasa aku harus berpakaian sesuai dengan situasi."

"Keren juga kau, Worthington," kata Pete. "Aku tidak bisa menduga pakaian apa yang akan dikenakan Lucille kali ini."

"Aku berani bertaruh ia akan memakai sesuatu yang gemerlapan," ramal Bob. "Ia akan membuat Mr. Sebasticln terkejut setengah mati!"

Ternyata Bob keliru. Ketika Lucille keluar dari rumah Mrs. Fowler, ia berpakaian sederhana. Celana panjang dan baju katun.

"Lucille!" seru Pete. "Tidak biasanya kau berdandan seperti ini!"

-"Kenapa?" balas Lucille. "Apa aku tidak boleh berpakaian seperti ini?"

"Bukan begitu," sahut Pete sambil tertawa berderai-derai. "Aku sudah terbiasa melihatmu berpakaian meriah. Sekarang rasanya aneh melihatmu seperti ini."

Mereka berjalan ke utara di Coast Highway. Ketika membelok ke jalan tempat Mr. Sebastian tinggal, Lucille mengubah posisi duduknya menjadi tegak. Ia mengamati rumah Mr. Sebastian.

"He ia membiarkan lampu-lampu neon itu tetap seperti dulu, ketika tempat itu masih jadi restoran. Kupikir tadinya kalian bercanda."

"Tidak," sahut Bob. "Ia memanfaatkan lampu-lampu itu. Pada malam hari neon itu dinyalakan untuk para tamu yang tidak tahu jalan."

Ketika mobil itu berhenti di depan rumah, Mr Sebastian muncul di teras depan. Hoang Van Don, pembantu rumah tangganya, mengikuti dari belakang. Don terbelalak melihat Rolls-Royce itu. Ia lalu melambai pada Worthington yang baru turun dari mobil mewah itu.

"Don sangat bersemangat ketika mendengar kalian akan datang, terutama karena kalian membawa dua orang tamu," kata Mr. Sebastian

"Jangan heran kalau ia berusaha menghidangkan yang terbaik bagi kalian semua. Sepanjang hari ini dari dapur tercium bau harum."

"Bukan main!" seru Worthington.

Penulis itu tersenyum. Ia mempersilakan tamu nya masuk.

-Seperti biasa, terdapat perubahan di rumah Mr. Sebastian. Kali ini ruang tamunya yang berubah. Meja bundar besar dan kur-1 untuk direktur yang terbuat dari kanvas yang biasanya terletak dekat perapian kini telah dig anti dengan kursi khrom dan meja besar yang terbuat dari khrom dan kaca.

Penulis kisah misteri itu juga menghamparkan sehelai permadani warna putih susu yang kelihatan tebal dan mahal.

Pete bersiul kagum.

"Kau suka?" tanya Mr. Sebastian. "Seorang teman meyakinkanku untuk membeli furniture di sini. Ia membelinya ketika aku sedang di luar kota. Ini lebih praktis dari meja bundar kayu itu. Tapi meja ini lebih dingin, padahal aku suka meletakkan kakiku di meja."

Ia mempersilakan tamunya untuk duduk. "Sekarang, ceritakan apa. saja yang telah kalian alami," katanya.

Bob berdehem sebelum mulai menyimpulkan petualangan Trio Detektif yang terbaru. Sekali-sekali ia melihat catatan yang dibawanya. Ketika ia sampai pada bagian akhir kisah itu - tentang Worthington dan anak-anak muda - Mr. Sebastian terbahak-bahak.

"Kenapa kau sampai membawa anak-anak muda itu, Worthington?" tanya Mr. Sebastian. "Kenapa bukan polisi yang kaupanggil?"

Worthington tertawa kecil. "Aku harus menyusuri Coast Highway sebelum menemukan telepon umum," katanya. "Telepon yang pertama kujumpai itu ternyata rusak Aku meneruskan perjalanan sampai aku menemukan telepon berikutnya-yang kebetulan terletak di Pizza Shack. Beberapa teman Lucille mendengar pembicaraanku dengan polisi.

Mereka menawarkan bantuan. Akhirnya kami berhasil sampai di sana lebih dulu dari polisi. Jadinya operasi penyelamatan itu berjalan lebih seru!"

Semua tertawa.

"Sekarang, bagaimana nasib boneka beruang itu?" tanya si penulis kisah misteri. "Yang membuat Lucille sampai diculik. Apa yang membuat boneka itu begitu penting?"

"Sabar, nanti juga akan sampai," kata Lucille.

"Jupe menemukan beruang itu ketika polisi menahan Morell dan Pelucci," kata Bob. "Jupe ingat di mana ia pernah melihat puri itu sebelumnya."

"Puri itu digunakan dalam sebuah film horor berjudul Tawanan di Bukit Berhantu," Jupe menjelaskan. "Dan aku ingat salah satu adegan ketika tuan pemilik puri itu membuka panel rahasia pada dinding dan menemukan mahkota keramat. Aku yakin Morell dan Pelucci tahu juga adegan itu."

"Jadi Jupe masuk ke dalam puri, ke dalam sebuah ruang kecil. Jupe meletakkan tangannya pada sebuah panel kayu, dan-sim salabim-panel itu terbuka!" kata Pete. "Dan di situlah beruang milik Lucille disembunyikan!"

"Kerjamu bagus, Jupe," kata Mr. Sebastian.

-"Tapi apa yang ada di dalam beruang itu? Obat terlarang? Berlian? Teka-teki ini membuatku geregetan." "Memang aku sengaja tidak memberi tahu Anda lebih awal," kata Jupe sambil tersenyum, "tapi tidak ada apa-apa di dalamnya kecuali uang."

"Uang?" kata Mr. Sebastian dengan heran. Ia tampak tidak percaya. "Apa itu uang palsu?"

"Oh, tidak," jawab Jupe. "Itu uang asli-dalam jumlah besar. Morell dan Pelucci mencurinya dari Sears." •

"Maksudmu mereka tidak bekerja sama?"

"Tidak, sama sekali tidak," kata Jupe. "Ceritanya begini, Morell dan Pelucci adalah dua orang pemimpi yang tergila-gila pada film. Tapi mereka tidak punya kesempatan untuk membuka usaha. Morell dulunya bekerja sebagai pengantar surat di Globe Studios, tapi ia dipecat. Pelucci kadang-kadang bekerja sebagai figuran, namun itu tidak cukup baginya. Dua orang itu memutuskan untuk menjadi produser film yang independen. Mereka berpendapat bahwa yang mereka perlukan hanyaah uang dan ide. Morell punya ide. Membuat film Drakula."

"Kok itu?" kata Mr. Sebastian. "Kan sudah banyak film tentang itu."

Pete nyengir. "Mungkin itu sebabnya tidak ada orang yang mau meminjamkan modal pada mereka."

"Kebetulan saja," lanjut Jupe, "Pelucci mendapatkan pekerjaan sebagai petugas pengangkutan -dalam perusahaan mainan import milik Mr. Sear. Ia mulai curiga pada kamar yang selalu terkunci rapat dalam gudang itu - kami juga sempat curiga terhadap kamar itu. Suatu hari ia mencuri kunci Sears dan masuk ke kamar itu. Di sana ia menemukan berkarung- karung uang. Ia mencuri satu karung, tapi tidak dapat membawanya luar. Jadi ia menyelundupkan uang itu ke dalam boneka-boneka beruang yang akan dikirim toko penjual pakaian bulu. Kotak-kotak berlabel boneka beruang itu berhasil keluar gudang tanpa dicurigai. Sejak saat itu Pelucci tidak pernah muncul lagi."

"Morell mendapat pekerjaan di toko penjual pakaian bulu, sehingga ia akan dapat mengambil uang itu dari dalam beruang teddy. Tapi ia begitu cerobohnya sehingga ia dipecat sebelum boneka-boneka itu sampai. Jadi Morell dan Pelucci merampok toko itu. Mereka mengambil seluruh boneka beruang serta beberapa jaket bulu. Tapi satu beruang hilang- dan ternyata sudah dikirim ke Mrs. Fowler. Jadi mereka harus merampok toko itu sekali lagi untuk mendapat keterangan siapa pembeli satu boneka beruang itu."

"Kenapa tidak dibiarkan saja?" tanya Mr. Sebastian. "Kan cuma satu boneka?"

"Tidak mungkin -ada sepuluh ribu dolar dalamnya!" kata Pete. "Dan mereka butuh banyak uang untuk membiayai film mereka."

"Sekarang kita sampai pada bagian di mana kami terlibat," kata Jupe. "Morell masuk ke dalam rumah Fowler, mencari beruang itu, namun saat itu Lucille masuk. Ia dan Pelucci merencanakan untuk membina persahabatan dengan Lucille ketika melihatnya di Rocky Beach-tidak sukar untuk mengenali Lucille dalam pakaian gaya Victoria-nya itu. Mereka berhasil meyakinkan Lucille bahwa mereka adalah produser film. Mereka buat pesta khusus buat Lucille supaya mereka bisa masuk ke dalam rumah Fowler. Beruang itu tidak ada di sana, tentu, tapi ada di markas. Hari berikutnya Morell dan Pelucci memaksa Lucille untuk mengatakan di mana beruang teddy itu disembunyikan. Kemudian Morell menggeledah rumahku dan kemudian markas kami."

"Dengan memakai kostum monster yang mengerikan itu," tambah Pete.

"Tapi mereka kan sudah sering memakai kostum itu?" tanya Mr. Sebastian. "Bukannya mereka juga yang merampok di rumah gadai serta beberapa tempat lainnya? Penyamun itu juga memakai kostum makhluk yang mengerikan."

"Bukan," ujar Bob. "Itu penyamun lain! Buktinya masih ada perampok berkostum itu setelah Morell dan Pelucci ditangkap. Justru Morell mendapat ide untuk memakai kostum itu dari penyamun yang asli."

Mr. Sebastian tertawa. "Dan sekarang cerita selanjutnya. Apa yang dilakukan Sears dengan uang sebanyak itu? Dan buat apa ia mengikuti kalian ke mana-mana?"

-"Karena ia mendengar kami bicara mengenai Iggy dan beruang teddy di Pizza Shack," kata Bob. "Ia pikir mungkin kita dapat memberi jalan baginya untuk menemukan Iggy Pelucci, yang telah mencuri uangnya dan menghilang."

"Mengapa Sears tidak minta bantuan polisi saja?" tanya penulis kisah misteri itu.

"Ia tidak berani mengambil risiko itu," kata Jupe, "karena itu berarti membuka rahasianya sendiri. Sudah jelas ia terlibat dalam kegiatan mencuci uang."

Penulis itu tersenyum. "Ah, aku mengerti sekarang. Sudah kuduga sebelumnya."

"Aku tidak mengerti bagian ini," kata Lucille-. "Apa itu mencuci uang?"

"Itu kalau kau mendapat uang ’haram’-sebagai untung dari kegiatan terlarang seperti menjual obat bius, judi-lalu mencarikan jalan supaya bisa membuat uang itu ’bersih’ lagi," Mr. Sebastian menjelaskan.

"Kenapa ia tidak menyimpannya di bank?" tanya Lucille lagi.

"Tidak semudah itu melakukannya," kata Mr. Sebastian. "Begini penjelasannya. Semua bank diharuskan melaporkan segala macam transa-ksi yang melebihi sepuluh ribu dollar kepada U.S Treasury Department, yang kemudian mengecek sumber uang itu. Mereka selalu mencoba untuk menangkap penjual-penjual obat terlarang. Tapi mereka tidak peduli pada uang yang berasal dari usaha biasa yang menghasilkan banyak uang, seperti restoran atau supermarket."

"Dan itulah yang dimiliki Sears-segudang usaha yang menghasilkan banyak uang," kata Bob. "Pizza Shack, tempat bowling, dan beberapa usaha lainnya. Polisi berpendapat Sears sendiri bukan penjual obat terlarang - ia cuma menampung uangnya. Ia menyalurkan uang itu kepada dealer-dealer untuk mengeruk keuntungan lebih banyak lagi. Yang dilakukannya ialah mencampurkan uang dari usaha resminya dengan uang hasil penampungan dari penjualan obat terlarang."

"Polisi juga mencurigai Sears telah membawa kabur sebagian besar uang milik dealer itu ke luar negeri," kata Jupe. "Sears diduga menyimpan uang itu dalam bank-bank rahasia di Swiss."

"Dan apa yang diakui Sears dalam hal ini?" tanya Mr. Sebastian.

"Tidak ada. Ia menghilang!" kata Pete. "Mungkin lari ke luar negeri."

"Sementara itu Morell dan Pelucci ditahan atas tuduhan pencurian dan penculikan," lanjut Jupe. "Mereka mengatakan segala yang mereka tahu tentang Sears, sambil berharap supaya hukuman mereka diringankan. Tapi mereka tidak tahu banyak Mereka tidak dapat menyebutkan dealer-dealer Sears yang merupakan penjahat kaliber kakap itu. Jadi Pelucci dan Morell masih menanti hukuman yang akan dijatuhkan. Lucille akan menjadi saksi. Di samping itu beberapa barang bukti, seperti dokumen milik si penjual pakaian bulu, ditemukan dalam mobil Pelucci.

Ini akan sangat memberatkan hukuman bagi kedua orang itu."

"Mereka mengakhiri impian mereka untuk menghasilkan film horor dengan kisah yang tidak kalah mengerikannya-hukuman penjara," kata Mr. Sebastian.

Pintu terbuka di seberang ruangan. Penulis kisah misteri itu bangkit "Ah, ini dia Don. Sekarang giliran kalian dijamu."

Pembantu berkebangsaan Vietnam itu datang melintasi ruangan sambil membawa nampan besar. Ia meletakkannya pada meja di hadapan Mr. Sebastian sambil berkata, "Teh Inggris asli, seperti yang biasa diminum oleh tuan-tuan dan nyonya-nyonya besar di sore hari. Silakan!"

Yang dihidangkan memang teh Inggris asli. Tata caranya pun mengikuti tata cara orang Inggris dalam menghidangkan teh. Dengan teko yang dijaga agar tetap hangat; sebuah teko ekstra berisi air panas untuk mencairkan teh; krim, gula, dan jeruk lemon; piring kecil untuk roti dan kue kismis.

"Aku membuat kue kismis itu sendiri," kata Don.

"Hebat!" ujar Worthington. "Belum pernah aku merasakan yang seperti ini semenjak aku datang ke Amerika. Jamuan yang hebat, Don."

Don tersenyum. Ia masih terus tersenyum ketika kembali ke dapur.

-Mr. Sebastian meminta Lucille untuk menuang teh. Dengan senang hati ia mengambil peran sebagai nyonya Inggris. Tanpa canggung ia menuangkan teh untuk Mr. Sebastian dan Trio Detektif. Ketiga anak ini tidak terlalu mempedulikan teh, tetapi mereka menyantap habis roti dan kue yang dihidangkan. Worthington menghabiskan apa yang- terhidang di depannya.

Kemudian Lucille membuat suatu pengumuman yang mengejutkan. "Aku akan kembali ke sekolah!" katanya. "Aku sempat pulang ke Fresno dengan Mom dan Daddy selama beberapa hari. Kami berbicara panjang lebar. Dan aku mengambil keputusan sendiri. Aku akan tetap tinggal bersama Mrs. Fowler untuk membantunya, seperti yang kulakukan sekarang. Tapi aku melepas pekerjaan di salon kecantikan itu untuk menyelesaikan sekolah di Rocky Beach.

"Kemudian aku akan mencoba salah satu sekolah drama yang betul-betul bagus. Dan kalian dengar janjiku ini, aku tidak akan pernah mau pinjam boneka beruang dari siapa pun juga!"

"Tampaknya itu rencana yang bagus," kata Mr. Sebastian. "Dan lebih aman dari pengalaman yang baru saja selesai," tambahnya sambil mengedipkan sebelah matanya.

Anak-anak tertawa.

Akhirnya seluruh kue tandas. Worthington melihat jam tangannya. Kunjungan itu berakhir sudah. Worthington dan Lucille berjalan ke luar ke arah mobil, sementara Trio Detektif berbicara singkat dengan Mr. Sebastian.

"Aku senang melihat Lucille berkelakuan seperti orang biasa, tidak lagi meniru-niru bintang film," Pete mengakui.

Mr. Sebastian terkekeh. "Nikmati saja selama kau bisa. Sekali aktris, tetap aktris. Minggu depan ia mungkin jadi Lady Macbeth atau Ratu Frankenstein."

"Tidak, tidak," protes Pete. "Sudah kapok aku melihat monster-monster mengerikan itu!"

-Selesai

 

Ebook by Syauqy_arr

OCR by Raynold