Trio Detektif
Misteri Cakar Perunggu
KATA PENGANTAR -- DAN PERINGATAN
-- DARI JOHN CROWE
Para penggemar misteri,
hati-hatilah! Jika hati kalian menciut kala berhadapan dengan bahaya besar,
kriminal yang jahat, atau bajak laut yang berkeliaran dari dalam kubur,
kusarankan kalian tidak meneruskan! Sebenarnya, mereka yang gemetar ketika
mendengar papan berderik di sebuah rumah kosong sebaiknya membaca cerita yang
lain sama sekali! Bagaimanapun, aku akan berpikir dua kali
sebelum membaca kisah ini pada
malam hari...
Sampai di sini kalian mungkin
bertanya-tanya, siapakah gerangan John Crowe dan mengapa ia menuliskan kata
pengantar untuk kisah petualangan Trio Detektif? Nah, kurasa penjelasan
diperlukan. Aku adalah seorang penulis novel misteri dan aku pertama kali bertemu
dengan Jupe, Pete, dan Bob beberapa bulan yang lalu ketika sebuah kasus mereka
yang menarik, yang diberi judul Misteri Karang Hiu, membawa mereka ke
kediamanku di Santa Barbara, California --sebuah kota di sebelah selatan kota
tempat tinggal mereka, Rocky Beach.
Tidak perlu dikatakan, anak-anak
itu memecahkan misteri tersebut dan kemudian pulang kembali namun dengan bangga
kukatakan bahwa kami tetap berhubungan dan menjadi sahabat dalam beberapa bulan
terakhir. Aku bahkan telah mengirimi mereka masing-masing sebuah kopi bertanda
tangan dari novel misteri terbaruku:
"Kematian di dalam
Bayang-Bayang."
Ada satu persamaan lagi di antara
kami, yaitu bahwa kami sama-sama berteman dengan seorang penulis misteri yang
hebat, angkatanku dan sahabatku, Hector Sebastian. Hector telah menuliskan kata
pengantar untuk kasus-kasus anak-anak itu sejak pembimbing mereka, Alfred
Hitchcock, meninggal dunia belum lama ini.
Saat ini Hector sedang berada di
luar negeri karena salah satu skenario karyanya sedang difilmkan, dan takkan
kembali selama beberapa bulan. Aku telah diminta oleh anakanak itu untuk
memberi kata pengantar yang layak bagi kasus ini -- dengan seizin Sebastian,
tentu saja.
Nah, sekarang setelah semua yang
disebutkan di atas, marilah kita lanjutkan kata pengantar ini! Pertama-tama,
mari kita berbicara tentang Penyelidik Pertama, Jupiter Jones. Jupe --begitu
teman-temannya memanggilnya --mengangkat dirinya sebagai pemimpin mereka
bertiga dan memang sudah sepantasnya! Daya ingatnya yang luar biasa, yang bagi beberapa
orang dewasa terasa mengganggu, dan
kecerdasannya dalam memecahkan
misteri, yang telah memusingkan beberapa orang dewasa itu, membuat penyelidik
yang sedikit kelebihan berat badan ini lawan yang berbahaya bagi para kriminal
yang kurang beruntung harus berjumpa dengannya.
Pete Crenshaw adalah Penyelidik
Kedua yang jangkung dan berotot. Pete adalah bintang di beberapa cabang
olahraga --ia bahkan masuk tim gulat SMU-nya. Terlahir dengan kemampuan atletis
seperti ini, Pete selalu dapat melompati pagar atau memanjat atap rumah jika
suatu kasus menuntutnya. Harus dikatakan bahwa Pete juga terlahir sebagai orang
yang senantiasa berhati-hati dan seringkali harus diyakinkan lebih dahulu
sebelum mengambil bagian dalam rencana Jupiter yang berbahaya. Bukan berarti ia
penakut... hanya berhatihati.
Akhirnya, Bob Andrews --yang
dikenal juga sebagai Data. Bob bertanggung jawab atas segala catatan dan riset,
yang tentu saja diperlukan oleh sebuah biro detektif, dan ia sungguh hebat
dalam tugasnya itu! Jangan salah mengerti, ia mungkin saja bertampang kutu buku
namun Bob sama beraninya dengan rekan-rekannya! Bob memiliki bakat untuk
menemukan informasi penting ketika sebuah kasus menemui
jalan buntu.
Seperti telah kukatakan,
anak-anak itu tinggal di Rocky Beach, sebuah kota di tepi pantai di California,
tidak jauh dari Hollywood. Markas mereka adalah sebuah karavan sepanjang
sepuluh meter yang mereka sembunyikan di balik barang-barang bekas di Jones
Salvage Yard. Pangkalan barang bekas itu sungguh terkenal di pesisir Pasifik
sebagai tempat yang memiliki apapun yang dapat dibayangkan.
Pangkalan itu dikelola oleh bibi
dan paman Jupe, Titus dan Mathilda Jones, yang merawat Jupe sejak ia menjadi
yatim piatu dalam usia yang sangat muda, dan yang juga memainkan peran dalam
misteri yang akan kalian baca ini.
Sepertinya aku sudah cukup banyak
memberi latar belakang sehingga kalian dapat mulai tapi ingatlah peringatanku!
Petualangan menakjubkan ini mungkin saja membuat kalian tidur dengan lampu
menyala selama beberapa hari setelah ini! Masih tetap tertarik? Jangan berkata
kalian tidak kuperingatkan...
JOHN CROWE
BAB I PERJALANAN KE OREGON
"Awas!" seru Jupiter Jones. Terlambat bagi Pete Crenshaw. Dibebani oleh sebuah peti model kuno, sepasang dayung antik, dan berbagai benda kelautan lainnya, anak bertubuh jangkung itu tidak melihat bahwa ia berjalan tepat ke arah setumpuk per tempat tidur yang telah disusun dengan rapi oleh Jupiter pada pagi hari itu di dekat gerbang depan Jones Salvage Yard.
Pete berhenti ketika mendengar
peringatan Jupiter namun terlambat. Tumpukan per tempat tidur itu roboh,
memaksa Bob Andrews untuk melompat menjauh sebelum ia terkubur! Tepat pada saat
itu Bibi
Mathilda keluar tergopoh-gopoh
dari kabin kecil yang berfungsi sebagai kantor pangkalan barang bekas itu.
"Demi Tuhan!" serunya.
"Apa-apaan semua ini?" Ketika ia melihat Bob bangkit berdiri sambil
mengibas-ngibaskan debu di tubuhnya, kekhawatiran muncul di wajah wanita itu.
"Kau tidak apa-apa, Robert? Apakah kau terluka?"
"Saya tidak apa-apa,"
jawab anak yang bertubuh paling kecil di antara rekanrekannya itu, "tapi
per-per itu perlu bantuan."
Bibi Mathilda melihat jam saku
antik yang selalu dibawanya dan mengerutkan kening.
"Biarkan per-per itu,"
katanya, "kita harus memuati truk itu sebelum Titus dan Hans kembali dari
membeli-beli di Burbank!" Wanita baik hati itu, yang sebenarnya
menjalankan pangkalan barang bekas itu, berpaling dan berjalan kembali ke
kantor. Ketika ia sampai di pintu, ia berhenti dan berseru melewati bahunya.
"Dan kau lebih hati-hati,
Pete Crenshaw!" Pete menatapnya dengan rasa bersalah.
"Ya, ma'am," katanya.
"Saya rasa saya tidak seharusnya berusaha membawa semua barang bekas itu
sekali jalan." Mathilda Jones nampak galak dari luar namun semua orang tahu
ia memiliki hati emas. Ia tersenyum kepada Pete.
"Tidak ada yang rusak,"
katanya. "Aku cuma tidak ingin harus menjelaskan kepada orang tua Bob
bagaimana ia sampai masuk rumah sakit dengan per ranjang di kepalanya!"
Sambil tetap tersenyum wanita itu menghilang ke dalam kantor untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Ketika ia telah hilang dari pandangan, Pete
berpaling ke arah Jupe.
"Apa sih yang diinginkan
Paman Titus dari semua peralatan kelautan ini? Bukankah kita semua akan pergi
ke Oregon untuk berlibur?"
Seminggu sebelumnya bibi dan
paman Jupiter telah mengumumkan sesuatu yang tak terduga --mereka akan berlibur
selama dua minggu! Jupiter sama sekali tidak pernah mendengar hal semacam itu.
Terakhir kali Titus dan Mathilda Jones berusaha berlibur adalah beberapa tahun
yang lalu. Mereka seharusnya pergi ke Monterey namun belum lagi satu minggu
berlalu ketika mereka telah memenuhi truk dengan barang bekas, termasuk
beberapa kuda kayu dari sebuah komidi putar rusak, patung gips setinggi 180 cm
yang merupakan replika dari "Daud" karya Michaelangelo, dan sebuah
meja tulis yang bagian atasnya bisa dibuka, yang menurut Paman Titus pernah
digunakan oleh seorang penulis ternama meskipun ia tidak ingat siapa.
Dengan semua benda tak ternilai
di bak belakang truk menunggu untuk dicuri, Keluarga Jones tidak punya pilihan
lain kecuali berkemas dan pulang lebih cepat ke rumah -- tempat mereka paling
bahagia sesungguhnya! Kini tanpa diduga mereka mengumumkan bahwa kali ini
mereka akan benar-benar berlibur. Hans dan Konrad, dua bersaudara berambut
pirang dari Bavaria yang membantu-bantu di pangkalan, akan bertanggung jawab
selama mereka pergi.
Ketika Jupiter mendengar bahwa
bibi dan pamannya akan pergi ke Oregon untuk mengunjungi adik lelaki Titus,
Atticus, dengan segera ia bertanya kalau Pete dan Bob boleh ikut serta.
"Aku tidak melihat alasan
mengapa tidak," jawab Paman Titus sambil mengisap pipanya penuh perasaan.
"Dua minggu bersama Atticus Cornelius Jones akan merupakan pelajaran yang
bagus bagi kalian," katanya dengan mata berbinar mencurigakan,
"meskipun yang akan kalian pelajari mungkin saja lebih baik tidak pernah
dimasukkan ke dalam buku pelajaran di sekolah!"
Jupiter baru sekali bertemu
dengan Paman Atticus sebelum itu, ketika ia masih sangat kecil --tidak lama
setelah kedua orang tuanya meninggal. Dari yang bisa diingatnya dan
cerita-cerita Paman Titus, Atticus Jones juga berjual-beli barang bekas tapi
dari jenis yang berbeda.
Titus Jones senang menggambarkan
adiknya sebagai seorang "arkeolog bawah air," yang berarti ia mencari
barang bekasnya di bawah air, di dalam ceruk dan celah yang banyak terdapat di
pesisir di dekat
kediamannya di Anchor Bay,
Oregon. Atticus Jones juga dianggap sebagai salah satu orang yang paling tahu
tentang legenda bajak laut dan Jupiter masih ingat akan banyak karakter seram
yang membumbui kisah-kisah pamannya lama dulu, kisahkisah yang sebenarnya tidak
diinginkan Bibi Mathilda untuk didengar oleh Jupiter!
Mathilda bukannya tidak suka akan
adik Titus, ia hanya tidak habis pikir bahwa Atticus seharusnya menikah dengan
seorang wanita baik hati daripada hidup sebagai seorang petualang laut yang
penuh semangat. Jupiter, yang tengah melamun sambil mengangkat peti tua dan
memasukkannya ke bak belakang truk pangkalan, tidak mendengar pertanyaan Pete.
"Jupe, aku tanya, apa yang
diinginkan pamanmu dari semua rongsokan ini?"
Jupiter tersentak dari
lamunannya. "Oh, itu untuk Paman Atticus. Kalau tidak salah ia telah
memulai suatu bisnis baru, sebuah toko kecil yang menjual segala peralatan kelautan
yang menarik dan benda-benda bajak laut yang ia temukan ketika menyelam."
"Apakah ia pernah menemukan
harta terpendam?" tanya Bob penuh semangat, "emas
atau permata?"
"Setahuku tidak, Data,"
jawab Penyelidik Pertama yang gempal. "Hanya beberapa
bekas debu emas tapi tidak pernah
sesuatu yang benar-benar harta karun bajak
laut. Meskipun," tambahnya,
"menurut Paman Titus adiknya berkata bahwa ia barubaru
ini menemukan sesuatu yang
mungkin saja bernilai sejarah sangat tinggi."
"Wah, aku ingin tahu benda
apa itu," kata Pete sambil membantu Jupiter dan Bob
memasukkan sisa barang bekas ke
dalam truk. Jupiter menggeleng. "Ia tidak mau
bilang. Ia hanya menyuruh Paman
Titus untuk datang dan melihatnya sendiri."
"Mungkin ia akhirnya
menemukan harta karun yang sesungguhnya!" seru Bob.
"Mungkin ia kaya raya
sekarang!"
Anak-anak masih
berbincang-bincang penuh semangat tentang kemungkinan ini ketika Titus Jones
mengemudikan truk yang kecil melewati gerbang besi besar. Ia melompat keluar
dan tersenyum lebar ke arah anak-anak.
"Semua sudah berkemas dan
siap untuk berangkat?" katanya dengan suara keras.
"Tidak lupa akan sikat
gigimu, Peter?"
"Tidak, sir," jawab
Pete, "semua yang kami perlukan sudah siap!"
"Hebat!" seru Paman
Titus. Ia memilin kumis besarnya dan melirik Jupiter. "Apakah bibimu sudah
selesai dengan pembukuan atau apakah selama ini ia hanya membuang-buang waktu,
Nak?"
Jupiter baru akan menjawab ketika
ia terpotong oleh sebuah geraman dari pintu kantor. "Membuang-buang
waktu!"
Bibi Mathilda mengerutkan kening.
"Kuhabiskan sepagian untuk membetulkan kesalahanmu dalam pembukuan, Titus
Andronicus Jones!" Paman Titus mengedipkan mata ke arah Jupiter, lalu
mengangkat Bibi Mathilda dan mendaratkan sebuah ciuman di pipi wanita itu.
Anak-anak tertawa terbahak-bahak sementara ia berubah merah padam, berteriak-teriak
agar suaminya menurunkannya.
Masih tertawa-tawa, anak-anak
menutup pintu gerbang dan memanjat naik ke bak belakang truk yang besar.
Setelah memberikan instruksi terakhir kepada Hans dan Konrad dan memastikan
semua barang bekas yang diminta adiknya telah dimuat, Titus melompat ke
belakang kemudi truk dan menyalakan mesin.
"Jaga pangkalan
baik-baik!" serunya ke arah Hans dan Konrad. "Jangan lupa mengunci
semuanya setelah malam. Dan jaga kotak uang. Dan jangan lupa mengambil
surat-surat dari rumah."
"Ya," jawab Hans,
menganggukkan kepalanya yang pirang pada setiap instruksi,
"jangan cemas, Mr. Jones.
Konrad dan aku, kami urus semuanya."
Konrad menyeringai ke arah Paman
Titus. "Kali ini cobalah benar-benar pergi selama dua minggu, hokay?"
"Ada daging dan kue apel
baru di dalam kulkas dan banyak makanan kaleng di dapur," kata Bibi
Mathilda.
Paman Titus terkekeh dan
memasukkan gigi. "Sampai jumpa dua minggu lagi!" serunya.
Sementara truk keluar dari
pangkalan, Trio Detektif melambai ke arah Hans dan Konrad. Di depan Paman Titus
melantunkan versi sumbang dari "Asleep in the Deep," lagu
kesukaannya. Semua sungguh bersemangat. Sepertinya perjalanan itu akan menarik.
Anak-anak tidak tahu akan seberapa menarik nantinya!
BAB II
SELAMAT DATANG DI ANCHOR BAY!
Titus Jones mengemudi terus
sepanjang malam, mengaku terlalu bergairah akan bertemu dengan saudaranya untuk
hal-hal sepele seperti tidur. Fajar mulai menyingsing ketika truk besar itu
melintasi jalan bebas hambatan yang berkabut. Lampu-lampu dari desa nelayan
kecil Anchor Bay berkilauan bagai permata di tengah langit pagi yang kelabu.
Anak-anak telah mengundi siapa di
antara mereka yang dapat tidur di dalam kabin truk yang hangat. Pete menang dan
pada awalnya Jupiter dan Bob menyesali nasib buruk mereka.
Namun mereka segera kembali ke
semangat petualangan mereka dan memutuskan bahwa mereka lebih baik meringkuk di
dalam kantong tidur di bawah terpal yang melindungi barang bekas Atticus Jones
daripada berdesak-desakan di antara bibi dan paman Jupe -- terlebih lagi dengan
reputasi Bibi Mathilda akan dengkurnya, yang menurut Jupe dapat membangunkan
orang mati!
Jupiter terbangun ketika ia
merasa truk melambat saat memasuki batas kota Anchor Bay. Ia menguap dan
meregangkan badan seperti seekor kucing gemuk, kemudian menggoyang-goyangkan
Bob hingga terbangun. Anak yang lebih kecil dan bertampang serius itu mengerang
di dalam kantung tidurnya.
"Pergi... Jika kau punya
perasaan sedikit saja, kau akan membiarkanku tidur seminggu lagi!"
Jupiter tersenyum dan membuka
beberapa ikatan terpal di dekatnya. Ia menyingkapkan sebagian terpal dan
memunculkan kepalanya di hawa pagi yang dingin.
Bob akhirnya menyerah dan
mengeluarkan kepalanya dari dalam kantung tidur bagaikan seekor kura-kura.
"Hari sudah terang namun
otakku berkata aku seharusnya masih tidur," gerutunya.
"Kita sekarang secara resmi
berada di Oregon," lapor Jupiter. "Mari berharap Paman Atticus telah
menyiapkan sarapan besar untuk kita. Aku kelaparan!"
Bob menyeringai. "Seperti
kata Pete: aku setuju sepenuhnya!"
Kedua anak itu menyaksikan
pelabuhan tua di belakang mereka mulai beraktivitas. Di sebelah kiri mereka,
tertutup oleh kabut pagi, nampak toko-toko yang termakan cuaca dengan papan
nama mengiklankan umpan dan kail, yang bersebelahan dengan toko-toko roti tua
yang menjual makanan dan minuman dingin.
Di sebelah kanan mereka terdapat
dermaga panjang yang menuju ke laut tempat jala-jala sedang dimuat oleh para
nelayan yang mengenakan jas hujan kuning, bersiap-siap akan hari panjang di
atas air, memeriksa perangkap udang karang dan, lebih jauh ke laut, berburu
ikan salem dan tuna.
Jupe merasa kesunyian kota itu
mencekam, tidak ada yang bangun sepagi ini kecuali para nelayan. Ia menatap
dengan takjub sementara para lelaki itu, dengan jas hujan, topi, dan sepatu
lars karet, membuka tambatan perahu mereka dan menjauh masuk ke dalam teluk
yang berkabut.
Di kabin depan Paman Titus sedang
berjuang dengan selembar peta, berusaha menemukan jalan kecil yang menuju ke
rumah adiknya. Setelah tanpa hasil berusaha mengemudi dan mengikuti peta
sekaligus, ia akhirnya membangunkan Pete dan menugaskannya mempelajari peta.
Sebagai tim mereka menemukan
jalan yang benar dengan cepat. Pete sepertinya selalu tahu tujuan yang tepat
bahkan jika ia belum pernah berada di kota itu sebelumnya.
Truk barang bekas itu berbelok ke
kiri dan terguncang-guncang di sepanjang jalan tanah yang kecil dan curam,
mengarah ke laut. Jupiter menduga rumah Paman Atticus berada tepat di atas air.
Jupe merasa puas ketika melihat
pengamatannya sebagian benar. Kediaman Atticus Jones adalah sebuah rumah kecil
yang tidak berbeda dengan kediaman para nelayan yang tinggal di daerah itu.
Orang-orang sederhana itu lebih memilih tempat tinggal yang praktis dan
sederhana pula daripada sesuatu yang megah dengan kemewahan yang tidak perlu.
Cuaca yang keras dan air laut
yang mengandung garam menuntut rumah yang kokoh dan kasar. Kediaman Atticus
Jones nampak terpelihara dengan baik meskipun Jupe mendapat firasat bahwa Bibi
Mathilda akan menyuruh anak-anak menyapukan cat baru sebelum liburan itu
berakhir.
Di sebelah rumahnya terdapat
sebuah perahu besar berwarna biru dengan garis putih yang nampak cukup besar
untuk ditinggali. Perahu itu tertambat di dinding tebing laut, tiga meter ke
bawah, dan bisa dicapai melalui tangga kayu yang menuju ke sebuah dermaga
kecil. Tertulis dengan huruf-huruf rapi di bagian belakang perahu nama
"Pembalasan Ratu Anne."
Jupiter menduga bahwa perahu
itulah yang digunakan pamannya untuk menyelam dan juga, hampir pasti, mencari
nafkah. Paman Titus menghentikan truk di depan pintu dan mematikan mesin. Ia
telah
memarkir truk di samping sebuah
mobil barang tua. Kendaraan merah berkarat itu pastilah milik Atticus Jones.
Bibi Mathilda keluar
perlahan-lahan dari dalam truk, bergerak dengan kikuk dengan sendi-sendinya
yang kaku. Titus, sebaliknya, keluar dengan penuh semangat, menyerukan nama
adiknya.
"Atticus Jones! Di mana kau,
Penjahat Tua? Tunjukkan dirimu, Perompak, atau aku terpaksa menaikkan bendera
tengkorakku dan menyerbu rumahmu, merampok daging dan telurmu!"
Jupiter berdiri di jalan tanah
dengan tangan di pinggang dan mendengarkan, kepalanya miring ke satu sisi.
Tidak ada jawaban dari dalam rumah dan suara Paman Titus yang menggelegar hanya
membuat gugup sekelompok gagak yang hinggap di atap rumah Atticus.
Burung-burung itu berkaok-kaok marah kepada mereka dan terbang menjauh dengan
bulu-bulu bergemerisik.
"Demi para malaikat!"
desis Bibi Mathilda. "Kau akan membangunkan semua tetangga, Titus
Jones!"
"Siapapun yang tinggal
sedekat ini dengan air akan bangun sepagi matahari, Sayang!" seru paman
Jupiter. "Nelayan yang masih tidur sesiang ini sebaiknya tinggal saja di
ranjang - tidak ada tempat bagus yang tersisa untuknya!"
"Mungkin ia sedang keluar
atau ada di belakang," kata Bob.
"Kalau dia manusia normal,
tentulah dia masih tidur," gumam Pete.
"Atticus selalu bangun
ketika fajar merekah sejak kami masih kanak-kanak," jawab Paman Titus.
"Dia jelas tidak normal tapi aku tidak menyangka bahwa dia lupa kita
datang hari ini."
Bibi Mathilda telah mencapai
batas kesabarannya. Dengan gerutuan dan menggumamkan "sama saja!"
wanita itu bergegas menuju ke balik rumah untuk mencari tuan rumah mereka.
"Mungkin kita harus..."
Bob hendak mengusulkan untuk membawa barang-barang mereka masuk ketika ia
melihat raut wajah Jupiter. Remaja gempal itu tengah sibuk mencubiti bibir
bawahnya --suatu tanda yang dikenal baik oleh Bob dan Pete -- Jupiter sedang
memikirkan sesuatu dengan serius. Itu adalah kebiasaan Penyelidik
Pertama jika ia sedang berpikir
keras. Seringkali ia sendiri bahkan tidak sadar ia melakukan hal itu.
"Ada apa, Bob?" tanya
Pete sambil menyentuh ujung jari-jari kakinya, berusaha meregangkan kaki dan
lututnya yang pegal, terbentur-bentur di kabin truk sepanjang malam.
"Kurasa ada yang dipikirkan
Jupe. Apa yang kau lihat, Pertama?"
Jupiter mendekati pintu depan
rumah kecil itu sambil meletakkan jari di bibir. Ia berpaling dan berbisik
kepada Pete. "Dua, pergi ke belakang dan cari Bibi Mathilda. Dan jaga agar
ia tetap tenang."
Pete sama sekali tidak ragu-ragu.
Ia percaya akan firasat Jupe. Remaja jangkung itu bergegas mengelilingi rumah,
berjingkat-jingkat agar menimbulkan suara sepelan-pelannya.
"Ada apa, Jupiter?"
tanya Paman Titus. Kekhawatiran terdengar di suaranya.
"Pintu depan sedikit
terbuka," kata Jupiter. "Sebaiknya kita bergerak dengan hati-hati
hingga kita tahu apa yang sedang berlangsung dan apa yang telah terjadi
terhadap Paman Atticus."
"Kau kira ia ada dalam
bahaya?" tanya Bob.
"Sebaiknya kita tidak
berspekulasi sampai kita selidiki lebih lanjut," kata Jupiter.
Ketika Pete telah membawa Bibi
Mathilda yang terbelalak kembali ke depan rumah, Jupe memberi aba-aba kepada
Bob, Pete, dan Paman Titus.
"Data, tinggal di sini
bersama Bibi Mathilda. Paman Titus dan Dua akan bergerak di setiap sisi rumah,
menuju ke balik rumah dan Pembalasan Ratu Anne sementara aku masuk melalui
pintu depan."
"Apa yang harus kita lakukan
jika menjumpai seseorang?" tanya Pete gelisah.
Jupiter diam selama beberapa
saat, memikirkan tanda yang baik. Ia mengangkat bahu.
"Berkaoklah seperti seekor
gagak."
"Hati-hati, Anak-anak,"
kata Bibi Mathilda, "mungkin saja ada seorang pencuri. Jika kalian
mengejutkannya, ia bisa saja melakukan tindakan nekat."
"Wah, aku tidak berpikir ke
situ," Pete mengernyit seraya mengendap-endap di sisi rumah.
Begitu berada di dalam rumah
pamannya, Jupiter menyipitkan mata dan menunggu hingga terbiasa dengan bagian
dalam rumah yang remang-remang.
Sambil berjingkat-jingkat di
dalam rumah yang sunyi, ia dapat melihat sosok-sosok besar di dalam
bayang-bayang, tumpukan-tumpukan rongsokan dari laut, dan peralatan menyelam.
Di latar belakang terdengar bunyi laut yang terus-menerus.
Tiba-tiba dari balik keremangan
terdengar suara pintu ditutup secara perlahan. Jupe berhenti sejenak di tengah
rumah dan mengamati sekelilingnya. Remaja gempal itu menahan nafas dan menunggu
suara lain terdengar. Matanya menelusuri tumpukan barang bekas yang diambil
dari laut.
Sepertinya Paman Atticus
mempunyai barang bekas sebanyak Paman Titus -- hanya saja miliknya berada di
dalam rumah!
Ada beberapa peta pelayaran antik
di dalam bingkai kayu buatan tangan. Ada jangkar-jangkar berkarat yang berasal
dari kapal yang telah lama tenggelam, tergeletak di samping tumpukan peluru
meriam. Bahkan ada pula sebuah pakaian selam model kuno yang digunakan untuk
menyelam di laut dalam, lengkap dengan helm tembaga dan katup-katup bundar.
Helm itu serupa dengan yang mereka bawa dari Rocky Beach.
Jupe mendekati pakaian kuno itu,
yang tergantung dengan rantai tebal, dan berdiri di depannya. Pastilah
diperlukan seseorang yang sangat besar dan sangat kuat untuk mengoperasikan
pakaian itu, pikirnya. Ia telah membantu Pete mengangkat helm yang mereka bawa
dan memasukkannya ke dalam truk dan helm itu beratnya hampir 25 kg, tanpa
katup-katup bundarnya yang masing-masing terbuat dari kaca setebal 2,5 cm!
Bagian-bagian lain pakaian selam itu terbuat dari kanvas putih tebal dengan sebuah
sabuk timah dan sepatu lars timah besar.
Jupiter merasa pakaian itu mirip
dengan yang dikenakan alien-alien dalam sebuah film fiksi ilmiah. Ia mengagumi
pakaian selam antik itu beberapa lama, kemudian berpaling, hendak meneruskan
mencari si penyusup.
Namun tanpa peringatan pakaian
antik itu sekonyong-konyong hidup! Dengan gemerincing rantai lengan dan sarung
tangannya yang besar merentang dan menangkap Jupiter, mengunci lengan anak itu
ke samping.
Penyelidik Pertama, yang biasanya
selalu tenang, hanya dapat berteriak tertahan sebelum sebuah sarung tangan
tebal membekap mulutnya! Ia didekap dengan kuat dan kasar dan sekuat apapun ia
memberontak, ia tidak dapat membebaskan diri!
BAB III LEGENDA SI JANGGUT HITAM
Reaksi pertama Jupiter dalam
dekapan pakaian selam itu adalah panik namun otaknya segera mulai bergerak
dengan cara kerjanya yang teliti dan teratur. Ia teringat akan suatu gerakan
gulat yang pernah diajarkan oleh Pete dan tanpa raguragu ia mengangkat tangan
kanannya yang digenggam si penyerang dan merentangkannya di atas kepala, secara
efektif membebaskan diri dari dekapan
maut si penyerang.
Dari balik pakaian selam itu
terdengar sebuah geraman samar-samar. "Kau tak bisa lari sekarang, pencuri
sial! Akhirnya kutangkap basah kau!"
Begitu terlepas dari genggaman
orang itu, Jupier segera berkaok seperti seekor gagak sekencang-kencangnya.
Selagi ia berbuat demikian, seraut wajah yang tak asing muncul di samping
pakaian selam itu dan mengerutkan kening.
"Pencuri macam apa kau
ini?"
Jupiter berhenti berkaok-kaok dan
berkedip. "Paman Atticus?"
"Jupiter?"
Pada saat itu orang-orang yang
lain masuk berbondong-bondong ke dalam ruangan yang remang-remang itu. Atticus
Jones menyalakan lampu dan tersenyum. Anakanak takjub melihat seraut wajah yang
nampak tidak asing. Selain bahwa ia lebih pendek beberapa sentimeter dan
memiliki kumis yang lebih besar, Atticus Jones bisa mengaku sebagai saudara
kembar Titus Jones.
"Titus Andronicus! Dasar
penjahat tua, aku kira kau akan datang malam ini! Dan kau membawa wanita
tercantik di California Selatan bersamamu."
Bibi Mathilda mencibir dan
menggoyang-goyangkan jari tangannya di depan Atticus.
"Kau sama sekali tidak
berubah, Atticus Jones! Menakut-nakuti kami dengan tipuanmu. Dan jangan
coba-coba bermanis mulut di hadapanku. Simpan saja untuk seorang wanita yang
belum menikah, mungkin ia akan bisa membantumu membereskan tempat ini. Kulihat
sepertinya banyak yang harus kulakukan di sini!"
Atticus Jones mencium tangan Bibi
Mathilda dan terkekeh. "Jangan berani-berani melakukan itu, Nyonya. Segala
sesuatu yang ada di sini telah diatur dan dikatalogkan dengan seksama. Aku
punya sistem khusus dan jika kau membereskannya, kau akan merusak segalanya.
Aku melarangmu!" Kini ia berpaling ke arah anak-anak, kumis walrusnya
bergoyang-goyang seiring dengan senyumannya. "Jupiter, sudah lama sekali.
Kau tahu kau selalu merupakan keponakan kesayanganku. Siapakah temantemanmu
ini?"
Tanpa ragu-ragu Jupe merogoh saku
kemejanya dan mengeluarkan salah satu kartu nama Trio Detektif yang berukuran
besar dan satu kartu lagi, dan memberikannya kepada pamannya. "Mungkin ini
bisa menjelaskan," katanya. Pada kartu pertama tertulis:
TRIO DETEKTIF
"Kami Menyelidiki Apa
Saja"? ? ?
Penyelidik
Pertama...........Jupiter Jones
Penyelidik Kedua............Peter
Crenshaw
Catatan dan
Riset..............Bob Andrews
Kartu kedua bertuliskan: Dengan
ini menyatakan bahwa pemegang kartu ini adalah seorang Asisten Muda Sukarela
yang bekerja sama dengan kepolisian Rocky Beach. Bantuan apapun yang diberikan
kepadanya akan kami hargai.
Tertanda
Samuel Reynolds Kepala Polisi
Jupiter, yang tidak pernah
melewatkan kemungkinan akan adanya misteri, segera meneruskan. "Tadi aku
dengar yang Paman katakan dari balik pakaian selam itu, Paman Atticus. Paman
sepertinya menyangka aku adalah seorang penjahat. Jika akhir-akhir ini terjadi
pencurian, mungkin Trio Detektif bisa membantu Paman."
Atticus Jones tertawa dan seperti
menyembunyikan sesuatu mengusap hidungnya yang besar, lalu menunjuk ke arah Jupe
dan mengedipkan sebelah mata. "Kakakku selalu berkata bahwa kau setajam
paku payung. Aku mungkin punya sesuatu untuk biro penyelidikmu."
Tapi sebelum ia sempat
melanjutkan, terdengar ketukan keras di pintu depan. Atticus Jones berjalan ke
ruang depan, diikuti oleh para tamunya. Seorang lelaki muda yang tampan,
berusia kira-kira tiga puluh tahun, dengan rambut pirang dan mata biru seperti
kristal, berdiri terengah-engah di depan pintu. Ia
mengusap keringat dari keningnya
dan berusaha mengatur nafas.
"Ada hasil, Cutter?"
tanya Atticus suram.
Lelaki bernama Cutter itu
menggelengkan kepala, sama sekali tidak menghiraukan orang-orang yang berkumpul
di dalam ruangan.
"Sayangnya tidak. Kukira aku
melihatnya menuju kota, pakaiannya serba hitam. Ia bisa ada di mana saja.
Mungkin sekali ia bersembunyi di dalam salah satu perahu yang masih tertambat.
Kita takkan menemukannya sekarang."
"Demi petir!" geram
Atticus. "Penjahat itu baru saja mencuri untuk terakhir kalinya! Lihat
saja nanti!"
Mata Jupiter berbinar-binar.
"Jadi memang ada yang telah mencuri dari rumah Paman! Dan bukan untuk
pertama kalinya!"
Bibi Mathilda berdiri dengan
tangan dilipat. Ia menatap Jupiter dengan galak.
"Jangan ikut campur urusan
orang, Jupiter Jones. Klub teka-teki kalian harus menunggu sampai kita kembali
ke Rocky Beach. Ini urusan polisi."
Lelaki yang bernama Cutter
menatap Jupiter, kemudian Atticus, dengan bingung.
"Klub teka-teki? Siapa
mereka ini, Jones?"
Paman Atticus melingkarkan
tangannya di pundak Jupe dan tersenyum. "Di manakah sopan-santunku? Kapten Oscar Cutter, ini
keponakanku Jupiter Jones, sahabatsahabatnya Bob dan Peter, dan kakakku Titus
dan istrinya yang cantik Mathilda. Mereka datang jauh-jauh dari Rocky Beach,
California untuk mengunjungiku."
Dengan sopan Kapten Cutter
bersalaman dengan semuanya. "Sungguh menyenangkan dapat bertemu dengan
kalian. Kuharap kalian menikmati kunjungan kalian di Anchor Bay. Aku berani
jamin, kalian takkan menemukan masakan salmon yang lebih enak di Pesisir
Barat!"
Mendengar makanan disebut-sebut,
perut Jupe mengeluarkan suara cukup keras dan mereka semua tertawa
terbahak-bahak.
Pete menepuk punggung Jupiter.
"Inilah misteri yang sesungguhnya. Bagaimana Jupiter bertahan sedemikian
lamanya tanpa makanan?"
Titus Jones berdiri di samping
adiknya dan menyalakan pipa, mengisapnya dengan penuh perasaan selama beberapa
saat. "Kurasa kita harus memanggil polisi dan kemudian mencari makan.
Anak-anak ini belum makan apa-apa sejak makan malam kemarin."
Jones yang lebih muda
menggelengkan kepala. "Tidak ada gunanya memanggil polisi. Aku memanggil
mereka setiap dua minggu selama dua bulan terakhir. Mereka datang,
mengendus-endus di sana-sini, dan setiap kali mengatakan hal yang sama. Tidak
ada yang dapat mereka lakukan. Mereka menyarankan aku memasang alarm atau
mengganti kunci pintu. Tapi apa gunanya? Bagi sebagian besar orang, yang
kujual hanyalah rongsokan tak
berharga! Hanya seorang kolektor benda-benda kelautan sejati tahu nilai
sebenarnya dari penemuan-penemuanku ini."
Jupiter memberi isyarat kepada
Bob untuk mengeluarkan buku catatan kecil dan pensilnya. Begitu Jupiter Jones
mencium sebuah kasus, tidak ada yang dapat menghentikannya hingga kasus itu
terungkap --apapun yang dikatakan oleh Bibi Mathilda.
"Apakah pencuri berpakaian
hitam itu mengambil sesuatu yang berharga pagi ini, Paman Atticus?"
Atticus Jones nampak terkejut.
"Aku... aku tidak tahu. Sampai kini pencuri itu hanya mengambil
benda-benda sepele: beberapa peluru meriam, botol-botol anggur tua, satu atau
dua blunderbuss."
"Blunder-apa...?" tanya
Pete.
"Blunderbuss," jawab
Oscar Cutter. "Sejenis pistol antik yang digunakan oleh bajak laut dan
militer dulu. Benda semacam itu banyak terdapat di dasar laut sekitar
sini."
Giliran Bob yang bersuara.
"Paman Titus pernah menyinggung bahwa Anda menemukan suatu harta baru-baru
ini, Mr. Jones. Sesuatu dengan nilai sejarah yang besar. Mungkinkah benda itu
yang dicari si pencuri?"
"Kau menemukan sesuatu yang
besar?" tanya Cutter, suaranya terdengar sedikit kesal karena tidak
diikutsertakan dalam penemuan terbaru Atticus Jones. "Kapan? Kau tidak
pernah bercerita..."
Tapi Atticus tidak
mendengarkannya. Wajahnya berubah muram. "Ya ampun! Aku sama sekali tidak
berpikir ke sana. Lebih baik kulihat kalau benda itu masih ada!"
Atticus berlari melintasi rumah,
diikuti oleh semua orang. Ia berhenti di sebelah pakaian selam yang tadi
dipakainya untuk menyergap Jupiter. Jupe kini dapat melihat bahwa pakaian itu
hanyalah sebuah hiasan yang ditopang oleh sebuah papan miring di baliknya.
Atticus membuka dua buah gerendel dan membuka suatu peti tua.
Ia berseru tertahan.
"Hilang! Demi Tuhan... benda itu hilang!"
Jupiter, Pete, dan Bob berkerumun
di sekeliling Atticus dan mengintip ke dalam peti tua itu. Peti itu nampak
seperti satu dari ratusan peti serupa yang muncul di pangkalan barang bekas
selama bertahun-tahun. Jelas tidak cukup kokoh untuk menyimpan suatu harta di
dalamnya, pikir Jupiter.
Seorang anak kecil dapat dengan
mudah mengambil isinya. Peti itu bahkan tidak dikunci! Titus seperti berdansa,
melompat dari satu kaki ke kaki yang lain. "Apa itu, Dik? Apa yang telah
diambil? Ayo bicara sebelum aku mati penasaran!"
Atticus Jones mendesah dan
mengusap keningnya dengan sehelai sapu tangan.
"Penemuan terbaruku..."
ia menghela nafas tanpa daya. "Kalau benda itu benar-benar seperti yang
kuduga, segala sesuatu yang sekarang kita ketahui tentang peninggalan William
Teach akan berubah!"
"William Teach?" kata
Jupiter bersemangat. "Maksud Paman Si Janggut Hitam?"
"Satu-satunya," gumam
Atticus.
"Kau pikir kau telah
menemukan sesuatu milik Janggut Hitam?" Cutter berseru tak percaya. Pria
itu seolah-olah hendak pingsan dan harus meraih sebuah meja kayu untuk
mengembalikan keseimbangannya.
"Kemungkinan...
Kemungkinan," kata Atticus Jones, menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku sedang mencari
rongsokan dari sebuah kapal karam di dekat Semenanjung Ocracoke -- kalau kau
tahu tempat yang tepat, banyak sekali bangkai kapal di sana - - ketika aku
menemukan sesuatu yang besar!" Atticus memandang anak-anak. "Kalian
tahu sejarah William Teach?"
"Jupe tahu banyak!"
kata Pete bangga. "Kami telah mengungkap berbagai kasus yang menyangkut
perompak, meskipun misteri-misteri itu berhubungan dengan perompak dari Pantai
Barat, seperti legenda Perompak Ungu."
Jupiter, yang memiliki daya ingat
yang menakjubkan dan bakat untuk mengingat kembali nyaris semua yang pernah
dibacanya, menarik nafas panjang. "William Teach, lebih dikenal sebagai Si
Janggut Hitam, memulai petualangan lautnya pada akhir 1600-an sebagai perompak
di kawasan yang kini dikenal sebagai North Carolina.
Perompak adalah suatu profesi
yang legal dan bahkan didukung oleh pemerintahan waktu itu. Sebenarnya karir
Janggut Hitam sebagai bajak laut tidak berlangsung lama. Sekitar tahun 1716 ia
memiliki armada yang terdiri dari empat buah kapal: kapal utamanya Pembalasan
Ratu Anne, dua buah kapal bertiang satu Petualangan dan Balas Dendam, dan kapal
kecil yang digunakan untuk memperbaiki
tiga yang lain."
Atticus Jones mengagumi
pengetahuan keponakannya akan bajak laut namun Jupiter baru saja mulai.
"Pada tahun 1718 Si Janggut Hitam dan anak buahnya yang terdiri dari
hampir tiga ratus orang sangat ditakuti di kawasan Pantai Timur sehingga
kapal-kapal lebih suka berlayar menjauhi North Carolina, ratusan mil menyimpang
dari tujuan untuk menghindari mereka.
"Gubernur Spotswood dari
Virginia, setelah yakin bahwa gubernur North Carolina tidak melakukan apapun,
memutuskan untuk menindak para bajak laut. Ia mengirim dua kapal perang di
bawah komando Letnan Robert Maynard ke sebuah kanal yang dikenal sebagai Lubang
Teach.
"Yang terjadi selanjutnya
adalah pertempuran berdarah yang di dalamnya Pembasalan Ratu Anne dan
Petualangan tenggelam. Konon Janggut Hitam mendapat lebih dari tiga puluh luka
dalam pertempuran itu, termasuk luka tembakan dan pisau.
Dikatakan bahwa ia mengarahkan
peluru terakhirnya ke arah kepala Letnan Maynard sebelum kemudian jatuh dan
tewas di atas geladak kapal Maynard yang penuh darah tanpa sempat menarik
pelatuk. Letnan Maynard memenggal kepala Janggut Hitam sebagai bukti kematian
bajak laut itu dan menggantungnya di tiang utama kapalnya.
Kemudian ia membuang tubuh bajak
laut itu ke laut. Menurut para anak buahnya tubuh Si Janggut Hitam demikian
jahatnya sehingga ia sempat berenang mengelilingi kapal Angkatan Laut itu tiga
kali sebelum akhirnya tenggelam."
Bibi Mathilda
menggeleng-gelengkan kepalanya, seolah-olah hendak menyingkirkan bayangan
tewasnya Si Janggut Hitam. "Cerita yang sungguh seram! Aku tidak dapat
membayangkan mengapa kau mengisi kepalamu dengan sampah seperti itu,
Jupiter."
"Jadi sekarang kita semua
tahu latar belakang Si Janggut Hitam," kata Oscar Cutter dengan tidak
sabar, "apa hubungannya dengan penemuanmu?"
Atticus Jones memandang peti yang
kosong dengan tatapan kosong dan mendesah lagi. "Kau telah mendengar
bagaimana Pembasalan Ratu Anne dan Petualangan tenggelam dalam pertempuran di
Lubang Teach?"
"Ya, lalu?" desak
Cutter.
"Nah," kata Atticus,
"sekarang kutanya: apa yang terjadi terhadap kapal ketiga? Balas Dendam tidak
pernah disebut-sebut, begitu pula dengan kapal keempat.
Menurut legenda setempat di North
Carolina, Janggut Hitam memindahkan semua harta dari kedua kapalnya ke atas
Balas Dendam dan kemudian menenggelamkan Pembasalan Ratu Anne dan Petualangan
untuk mengurangi ukuran armadanya. Secara kebetulan, pada hari yang sama
Maynard menyerbu. Harta itu tidak pernah ditemukan hingga kini."
Oscar Cutter terlihat tidak
percaya. Ia bangkit dan mulai mondar-mandir. "Apakah kau bilang Balas
Dendam berlayar mengelilingi Kepulauan America hingga ke Pantai Barat? Ke
Oregon? Kuharap kau sadar betapa tidak masuk akalnya hal ini! Kejadian itu lama
sebelum Terusan Panama mulai direncanakan! Kapal itu terlalu kecil untuk
melakukan perjalanan sejauh itu!"
Atticus mengangkat tangannya
dalam keputusasaan. "Aku tahu, aku tahu! Meskipun demikian berdasarkan
penemuanku, memang itulah yang telah terjadi!"
"Dan apakah penemuan Anda
itu, Mr. Jones?" Pete ingin tahu.
Atticus Jones menatap kosong ke
arah peti. "Terkubur di bawah pasir dan kerikil Semenanjung Ocracoke
terdapat sesuatu yang kupercaya merupakan tiang haluan dari kapal ketiga
Janggut Hitam, Balas Dendam."
"Apa itu tiang haluan?"
tanya Bob.
"Tiang haluan," Jupiter
menjelaskan, "adalah suatu tiang panjang atau patung yang menempel di
haluan sebuah kapal. Pada masa itu seringkali dalam bentuk wanita cantik atau
putri duyung."
"Juputer benar," kata
Atticus. "Namun tiang haluan Balas Dendam berwujud seekor elang raksasa
setinggi empat kaki. Cakar dan paruhnya terbuat dari perunggu dan matanya batu
delima!"
"Dan itukah yang kau
temukan?" desak Bibi Mathilda. "Seekor burung raksasa?"
"Tidak juga," jawab
Atticus, menggelengkan kepala. "Kayu itu pasti telah lapuk dan hancur
ratusan tahun yang lalu. Yang kutemukan adalah sebuah cakar perunggu di dasar
laut -- dengan ukuran dan bentuk yang tepat untuk seekor elang kayu setinggi
empat kaki!"
BAB IV KASUS BARU!
"Tidak masuk akal!"
Oscar Cutter tertawa. "Cerita yang terlalu ajaib untuk menjadi
kenyataan!" "Aku tahu hal itu memang terdengar mustahil,"
Atticus Jones mengakui, "dan sangat mungkin cakar itu berasal dari sebuah
kapal yang lain sama sekali.
Namun kemungkinan itu
-kemungkinan sejuta banding satu bahwa harta karun Si Janggut Hitam tersebar di
dasar perairan Ocracoke ... ayolah, Cutter, bahkan kau pun, seorang skeptis
sejati, pasti mengakui bahwa ini adalah impian seorang pemburu bajak
laut!"
Oscar Cutter mengibaskan tangan
dengan kesal dan berjalan menuju pintu. "Kau ingin tahu apa pendapatku,
Jones? Kurasa ada buih nitrogen di dalam otakmu akibat terlalu cepat keluar
dari ruang dekompresi. Kata-katamu tidak masuk akal! Dan sekarang, aku mohon
diri, aku harus pergi. Universitas tidak membayarku untuk memburu legenda gila.
Mereka menuntut bukti nyata." Ia menoleh ke arah Titus dan Mathilda, tidak
menghiraukan anak-anak.
"Senang berkenalan dengan
Anda."
Dan ia pun berpaling dengan kaku
dan berjalan ke mobilnya.
Pete menggaruk-garuk kepalanya
sambil memandangi lelaki pirang itu pergi menjauh di dalam mobil putihnya yang
kecil. "Wah, ada apa dengannya?"
Atticus Jones menenangkannya.
"Jangan hiraukan Cutter. Ia berasal dari keluarga pelaut dan kesal jika
bajak laut disebut-sebut. Ia emosional namun tidak berbahaya. Ia juga seorang
penyelam. Bahkan ia punya tempat penggalian besar beberapa mil di sebelah utara
tempat penggalianku. Sebuah universitas di Portland mendanainya dan ia
terus-menerus ditekan. Universitas itu menginginkan hasil atau mereka akan
menghentikan kucuran dana. Itulah sebabnya aku bekerja seorang diri. Aku tidak
tahan jika ada seseorang yang mengawasiku selagi aku bekerja!"
Jupiter masih sibuk berpikir
tentang si penyusup berpakaian serba hitam. Ia mendesak pamannya. "Paman
Atticus punya dugaan siapa orang itu? Maksudku, siapa yang mau menyusup ke
rumah ini? Sepertinya benda-benda rongsokan dari kapal karam bukanlah sesuatu
yang berharga. Tidak ada pasar yang besar untuk jangkar dan peluru timah."
Atticus Jones menatap Jupe.
"Jupiter, Anakku, itu adalah pengamatan yang sangat teliti. Dan aku tahu
siapa penjahat yang menyusup ke rumahku!"
"Anda tahu siapa
orangnya?" Pete terkejut. "Kalau demikian mengapa Anda tidak bilang
dari tadi? Kita bisa memanggil polisi!"
"Ahh..." kata Atticus,
"tidak ada bukti, Peter. Tapi dengan bantuan Trio Detektif kurasa aku bisa
mendapatkan cukup bukti untuk mengirim para Perompak Baru dari Barat ke balik
terali besi selama beberapa waktu!"
"Perompak Baru dari
Barat!" seru Bob bersemangat. "Maksud Anda, benar-benar ada bajak
laut yang masih hidup di Anchor Bay?"
Atticus tertawa dengan ceria,
mengembalikan penutup peti, dan duduk di atas peti itu, yang hingga beberapa
saat sebelum itu menyimpan Cakar Perunggu. Atticus tidak mau bersusah payah
memasang kembali gerendel di peti yang kini kosong itu.
"Bukan bajak laut
sesungguhnya, Bob, meskipun mereka menyebut diri perompak. Perompak Baru dari
Barat adalah sebuah organisasi pria dan wanita dari California Selatan hingga
Washington yang mengaku keturunan bandit-bandit zaman dahulu dari Pantai Barat.
Bajak laut seperti Black Jack Sebastian, Kapten Ronald 'Kaki Kayu' LeForge,
Salty Jon Waters, dan Black Peter Blanch. Banyak yang tidak punya bukti kuat
selain nama keluarga yang sama namun beberapa memang benar-benar keturunan
langsung."
"Perompak di Anchor
Bay," dengus Bibi Mathilda, "sekarang aku sudah mendengar semuanya!
Ide konyol..." gumamnya, lalu kembali ke tumpukan peta kuno yang sedang
dirapikannya di atas meja Atticus yang penuh sesak.
Jupiter tidak menghiraukan
bibinya dan menatap pamannya dengan tatapan puas.
"Kuduga Perompak Baru dari
Barat menentang pengambilan barang-barang dari kapal karam, terutama kapal
bajak laut. Mereka menganggap Paman mengganggu ketenangan tempat peristirahatan
terakhir leluhur mereka."
"Benar-benar
menakjubkan!" seru Paman Atticus. "Memang itulah pekerjaan mereka!
Setiap kali aku pergi untuk mengadakan ekspedisi, aku harus berurusan dengan
tiga atau empat perahu motor yang mengelilingi perahuku. Perahu-perahu mereka
mengeruhkan air dan membuat penyelamanku sungguh berbahaya. Tapi aku tidak akan
menyerah! Aku pernah menyelam dalam kondisi terburuk dan air yang sedikit
berombak takkan cukup untuk menakut-nakuti Atticus Jones!"
"Tapi kini lebih dari air
yang berombak," tukas Titus. "Kini mereka melanggar dan mencuri hak
milikmu."
"Memang benar," kata
Atticus setuju. "Dan aku tidak dapat menjelaskannya. Seperti yang
kukatakan tadi, kejadiannya hanya sekali setiap dua minggu kira-kira dan setiap
kali mereka hanya mengambil satu benda. Sesungguhnya aku belum pernah memergoki
seorang pun. Oscar melihat seseorang pagi ini dan itu pertama kalinya. Kurasa
kejadian-kejadian itu hanyalah peringatan bahwa para perompak itu mengawasiku,
berusaha menakut-nakuti aku sehingga berhenti menyelam. Mungkin tidak akan
terjadi apa-apa selama kalian di sini."
"Dapatkah aku dan
rekan-rekan berasumsi Paman hendak menyewa Trio Detektif?" tanya Jupiter
dengan gayanya yang paling profesional.
Bibi Mathilda mencibir dan
menggeleng-gelengkan kepala sementara Atticus Jones mengeluarkan dompet
usangnya dan mengambil selembar uang kertas senilai dua puluh dolar. "Uang
muka," katanya sambil menyerahkannya kepada Jupiter. "Nanti akan ada
dua puluh lagi untuk kalian masing-masing jika kalian berhasil menangkap
pencuri yang mengambil Cakar Perunggu sebelum kalian kembali ke Rocky Beach dua
minggu lagi!"
Jupiter tidak tahan untuk tidak
menyeringai. Tidak ada yang dicintainya lebih daripada sebuah misteri yang
menantang dan otaknya sudah mulai berputar kencang memikirkan kasus baru ini.
"Paman tahu perwakilan Perompak Baru dari Barat di daerah ini?"
"Aku tahu," kata pria
berkumis besar itu, "tapi aku tidak akan memberi tahu kalian!"
Jupiter, Pete, dan Bob nampak
terkejut. "A-Apa..." Jupe hendak mengatakan sesuatu. Ia berhenti
ketika melihat seringai nakal pamannya.
"Maksudku, aku tidak akan
memberi tahu kalian sebelum kita memasukkan telur dan daging panas serta jus
jeruk ke dalam perut lapar kalian masing-masing!"
BAB V PARA PEROMPAK BARU
Setelah menyantap sarapan besar
di sebuah rumah makan di pusat Anchor Bay, Trio Detektif berjalan melewati
jalan setapak yang penuh dengan turis, mengikuti petunjuk Atticus, menuju ke
markas Perompak Baru dari Barat.
"Menurut Paman Atticus
Anchor Bay benar-benar telah berubah menjadi sarang turis," kata Jupiter,
mengamati suatu keluarga yang sedang berkantong-kantong permen dari seorang
pedagang pinggir jalan.
"Sebagian tertarik untuk
memancing, yang lain menikmati toko-toko kecil dan rumah makan. Bahkan ada
permainan video dan lintasan go-kart untuk anak-anak. Kurasa semua orang
berusaha meraup keuntungan dari para turis. Itulah sebabnya Paman Atticus membuka
toko barang antiknya. Ia merasa ada baiknya ia mengambil untung dari segala
benda tua yang dikumpulkannya selama bertahun-tahun. Ini dia tokonya."
Anak-anak berhenti di depan
sebuah toko kecil yang terjepit di antara sebuah toko lilin dan sebuah toko
teh. Mereka mengintip melalui jendela kaca yang tebal. Bagian dalam toko itu
nampak kosong dan sunyi. Sebuah tanda di pintu berbunyi:
"BARANG-BARANG ANTIK
KELAUTAN JONES" Atticus Jones, Pemilik Akan Dibuka Tanggal 8 Juni.
Anak-anak membeli permen dan
mengunyahnya sambil melanjutkan berjalan menyusuri jalan setapak beralas kayu
itu. Mereka telah melewati beberapa blok lagi dan hampir mencapai batas kawasan
bisnis itu ketika Bob berseru.
"Lihat!"
Jupe dan Pete mengikuti
pandangannya ke arah atap-atap. Sebuah bendera besar berwarna hitam dengan
gambar tengkorak dan tulang bersilang putih berkibar di sebuah tiang di samping
sebuah pos pemadam kebakaran tua.
"Jolly Roger," kata
Pete. "Teman-teman, kurasa kita telah menemukan para perompak kita!"
"Menurutmu apakah ada
baiknya kita semua masuk, Pertama?" tanya Bob kepada Jupiter.
Remaja gempal itu menggeleng dan
berpikir sejenak. "Sebaiknya hanya satu saja yang masuk. Tidak ada gunanya
kita bertiga memamerkan wajah, ada kemungkinan kita nanti harus membuntuti
seseorang."
"Kubilang Jupe saja yang
masuk," kata Pete. "Ia lebih cocok untuk hal-hal semacam ini. Aku
tidak pernah tahu harus berkata apa."
Bob setuju. "Ia benar,
Pertama. Kau jauh lebih baik daripada kami berdua dalam hal mengarang
cerita."
Jupiter menatap kedua rekannya.
"Kalian berdua perlu berlatih mengumpulkan informasi. Tapi karena kita
tidak punya banyak waktu di Anchor Bay, biar aku yang masuk."
"Sementara itu, Pete dan aku
akan mengamat-amati sekitar gedung itu," kata Bob, "siapa tahu kami
melihat sesuatu yang mencurigakan."
"Kita bertemu di ujung blok
ini dua puluh menit lagi," kata Jupiter sambil berjalan menuju ke pos
pemadam kebakaran tua itu. "Kalau saat itu aku belum muncul, kembalilah ke
rumah Paman Atticus dan tunggu aku di sana."
Bob dan Pete mengangguk dan mulai
berjalan mengelilingi blok itu, menuju ke arah suatu lorong sempit yang berada
di belakang gedung-gedung tua itu.
Seraya berjalan mendekati markas
Perompak Baru dari Barat, Jupiter membiarkan bahunya turun dan wajahnya yang
tembam cemberut. Jupe pernah menjadi seorang aktor kanak-kanak untuk televisi
dan sangat berbakat dalam berakting. Jika mau, ia dengan bagus sekali dapat
memerankan seorang anak yang agak terbelakang. Ia menarik pegangan pintu yang
aus dan sebuah lonceng tembaga besar di atas pintu berbunyi. Ketika ia menutup
pintu di belakangnya, lonceng itu berbunyi lagi.
Jupe berdiri di samping pintu
depan itu dan mengamati sekelilingnya. Bekas markas pemadam kebakaran itu
sedang dalam proses perbaikan. Bau cat basah dan bubuk gergaji mengambang di
udara dan ia dapat melihat gergaji, papan, palu, dan paku berserakan di ruang
depan yang besar. Ia memasuki ruangan besar yang remangremang itu dan
memanggil, suaranya memecah kekosongan.
"Halo! Ada orang di
sini?"
Tidak ada jawaban. Ia melihat jam
tangannya dan melihat bahwa saat itu baru pukul sembilan lewat empat puluh lima
menit. Sudah terlambat untuk sarapan dan terlalu pagi untuk makan siang.
Penyelidik Pertama berjalan lebih jauh ke dalam ruangan dan kembali memanggil. "Halo!
Ada orangkah?"
Jupiter nyaris tidak mendengar
suara aneh yang bergemerisik dari suatu tempat di atasnya sebelum ia mendapati
dirinya bertatapan muka dengan seorang perompak yang bengis! Ia tersentak dan
mundur beberapa langkah, membentur kuda-kuda gergaji dan menjatuhkan sebuah
palu dan sekantong paku ke lantai, menimbulkan bunyi keras!
Bajak laut berwajah kejam itu
mengenakan topi khas bajak laut, jaket pelaut panjang berwarna merah, sepatu
lars hitam setinggi lutut, dan kemeja putih yang lusuh.
Yang paling parah, sebilah belati
menyeramkan terselip di sela-sela gigi-giginya yang putih berkilau. Ketika Jupe
melihat pisau tergigit di antara gigi-gigi perompak itu, ia segera menemukan
kembali keberaniannya.
"Kostum Anda cukup
meyakinkan," katanya, mulai tenang, "namun gigi Anda terlalu putih
untuk seorang bajak laut sejati. Untuk efek yang lebih meyakinkan, Anda harus
mendatangi toko kostum dan membeli gigi palsu."
Perompak menyeramkan itu
meluruskan tubuhnya dan memiringkan kepalanya ke samping. Ia mengambil belati
di mulutnya, mengusapkan mata pisaunya ke celana, dan menyeringai.
"Baiklah, aku bukan bajak laut sejati. Tapi akuilah, untuk sesaat kau
benar-benar ketakutan."
Jupiter
menyadari bahwa ia telah lupa sama sekali akan aktingnya sebagai seorang anak
bodoh akibat kemunculan si perompak yang mengagetkan itu. Sudah terlambat
sekarang.
"Bukan ketakutan,"
katanya, tersenyum kecut, "terkejut lebih tepatnya. Saya sempat lupa bahwa
bangunan ini tadinya merupakan pos pemadam kebakaran. Saya tidak menyadari
bahwa tiang kuningan yang ada di sebelah saya ini merupakan tiang yang
digunakan para petugas pemadam kebakaran untuk meluncur turun."
Bajak laut itu menaikkan alisnya,
tercengang. "Pernahkah ada yang bilang kepadamu bahwa kau bicara seperti
kamus?" tanyanya. "Namaku Gaspar St. Vincent. Sebenarnya nama asliku
adalah Francis Shoe. Tapi siapa yang pernah mendengar ada perompak laut bernama
Francis? Jadi panggil saja Gaspar."
Jupe berjabat tangan dengan bajak
laut yang ramah itu dan kemudian segera menuju ke pokok masalah. "Apakah
Anda satu-satunya yang bekerja di Perompak Baru dari Barat, Gaspar?"
"Sebenarnya tidak ada yang
bekerja di sini," kata Gaspar menjelaskan, "kami organisasi nirlaba.
Semua orang hanyalah sukarelawan. Satu-satunya syarat menjadi anggota adalah
hubungan keluarga dengan seorang perompak masa lalu. Apakah kau hendak
mendaftarkan diri?"
Jupiter berpikir cepat. "Oh,
sebenarnya saya sedang mengerjakan suatu tugas tentang bajak laut untuk
semester pendek. Saya mendengar tentang Perompak Baru dari Barat dari paman
saya dan merasa menemukan subjek yang tepat untuk karya tulis saya. Anda
keberatan saya wawancarai?"
Gaspar menarik kerah jaket
panjangnya dan mendongakkan dagu. "Kurasa sudah waktunya orang-orang bodoh
di atas itu kuberi daging kambing dan arak. Ikuti aku, anjing kurap!"
Jupiter terkekeh mendengar ucapan
khas perompak yang kasar itu dan ia mengikuti pria itu menaiki tangga melingkar
ke lantai dua markas pemadam kebakaran tua itu.
Dalam hati ia merasa Gaspar St.
Vincent akan cocok sekali berperan dalam pertunjukan Sarang Perompak Ungu milik
Jeremy Joy yang pernah ditontonnya bersama Bob dan Pete ketika mereka mengusut
Misteri Perompak Ungu.
Ketika mereka sampai di ujung
tangga, mata Jupiter terbelalak dan mulutnya ternganga, terkejut melihat yang
ada di lantai dua.
Seluruh lantai itu merupakan
suatu ruangan besar yang mirip museum. Dindingdindingnya dibuat terlihat
seperti bagian dalam sebuah kapal, dengan roda-roda kemudi besar dari
kapal-kapal kuno, jaring, jangkar, dan layar setinggi enam meter.
Di tengah ruangan terdapat
tempat-tempat dari kaca. Masing-masing berisi artifak seperti pistol, pisau,
alat makan, dan pakaian. Penjelasan masing-masing benda tertempel dengan rapi
di sisinya.
Namun yang paling mengejutkan
Jupiter adalah patung-patung lilin. Di dalam ruangan itu Jupe menghitung ada
paling tidak selusin patung para bajak laut paling terkenal dalam ukuran
sebenarnya. Ada Si Janggut Hitam yang berdiri di samping Caesar dan Red Anny
tepat di sebelah William Evans. Masing-masing patung diukir dengan
memperhatikan bagian-bagian terkecil, dari janggut di dagu hingga ke belati di
ikat pinggang mereka.
Jupe merasa patung-patung itu
cukup hidup untuk melompat turun dari landasan berdiri mereka dan siap
membantai! Gaspar memulai narasi yang jelas dihapal.
"Perompak Baru dari Barat
adalah suatu atraksi yang menghibur sekaligus mendidik seluruh keluarga yang
akan dibuka dari pukul sembilan hingga pukul lima selama musim panas dan dua
kali seminggu dari
pukul sembilan hingga pukul dua
setelah musim berlibur usai --jika kami dapat menyelesaikan pekerjaan ini
sebelum pembukaan. Sayangnya pembukaan tinggal dua minggu lagi dan kami bahkan
belum mulai dengan lantai dasar."
"Anda berkata 'kami',"
sela Jupiter, memandang berkeliling, "siapa lagi yang ada di sini?"
"Ah, konyolnya aku,"
desah Gaspar, "yang lain ada di atap. Seperti yang kau lihat sendiri, ini
adalah bangunan tua dan kami harus bekerja keras memperbaikinya. Untunglah
banyak pendiri Perompak Baru yang berprofesi dokter dan pengacara. Atap
bangunan ini sungguh butuh sapuan tir. Anggota kelompokku yang lain ada di
atas, mengerjakannya. Kau ingin bertemu dengan mereka?"
Jupe hendak berkata tidak usah
namun Gaspar St. Vincent yang aneh itu sudah mulai melangkah di tangga yang
menuju ke atap. "Ikuti aku!" serunya.
Jupiter menaiki anak-anak tangga
itu dan muncul di teriknya matahari. Di atas atap ada dua orang lelaki dan
seorang gadis, semua berpakaian bajak laut. Mereka baru saja selesai dengan
tir.
Gaspar menoleh ke arah Jupe
dengan wajah memerah. "Maaf, anak muda, aku tidak tahu namamu."
"Jupiter Jones."
"Cocok!" seru Gaspar.
"Nama yang cocok untuk seorang bajak laut!" Ia berpaling kepada
ketiga perompak dengan kuas tir. "Perhatian! Awak Kapal Bly, Peterson, dan
O'Reilly, perkenalkan Master Jones. Ia sedang menyusun laporan tentang bajak
laut untuk tugas sekolah."
Ketiga perompak itu meletakkan
kuas mereka ke dalam ember berisi cairan hitam dan lengket dan mendekat.
Seorang pria besar dan berotot dengan penutup mata menyulut sebatang rokok.
"Sekolah mana?" tanyanya dingin.
"Maaf?" Jupiter
terkejut.
"Francis bilang kau di sini
untuk tugas sekolah. Sekolah mana itu?" ulang Bly, mata satunya menyipit
memandang Jupe dengan melecehkan.
Jupe tidak ragu-ragu.
"Sekolah Menengah Rocky Beach. Semester pendek untuk kelas sejarah. Saya
sedang menulis tentang bajak laut."
"Tidak pernah dengar,"
kata Bly curiga.
"Cukup jauh ke selatan dari
sini," Jupe menjelaskan dengan lancar. "Saya sedang berlibur di
sini."
"Sepertinya ada udang di
balik batu," perompak kekar itu bergumam sambil berjalan menuju tangga.
Gaspar menepuk punggung Jupe
sementara mereka memandangi pria itu menuruni tangga. "Lupakan Connie Bly.
Ia bekerja sepanjang pagi di bawah terik matahari. Siapa tahu setelah ini ia
akan mengikatmu di ujung geladak dan memberimu lima puluh cambukan."
Seorang gadis muda yang cantik
dengan kawat gigi tersenyum dan menjabat tangan Jupe. Usianya tidak jauh
berbeda dengan Jupe. Ia mengenakan kemeja bergarisgaris dan kepalanya
terbungkus bandana. "Hai! Namaku Ashley O'Reilly. Ayahku anggota di sini.
Aku hanya membantu-bantu secara suka rela."
Perompak yang kedua mengangguk ke
arah Jupe dan tersenyum. "Senang bertemu denganmu, Nak. Aku Vic Peterson,
salah seorang pendiri Perompak Baru. Apakah ada leluhurmu yang bajak laut?
Hanya itu yang kau butuhkan untuk bergabung. Bahkan kalaupun tidak, kami selalu
menerima sukarelawan yang dapat menggunakan gergaji dan palu. Kau punya teman
yang mungkin tertarik?"
Jupiter tersenyum sopan dan
kemudian menjelaskan bahwa ia hanya akan berada di Anchor Bay selama dua
minggu. Selain itu, pikir Jupiter, ia lebih suka mengkaryakan otaknya daripada
ototnya.
Gaspar tersenyum kepada
teman-teman perompaknya. "Silakan menyelesaikan dan setelah itu pergi
makan siang."
Gaspar memimpin Jupiter kembali
ke bawah. Ketika mereka tiba di lantai dasar, Jupe menoleh. "Mr. St.
Vincent, saya sempat melihat hiasan-hiasan di lantai dua. Saya mendapat kesan
Perompak Baru menentang pengambilan benda-benda dari kapal bajak laut yang
tenggelam."
"Memang demikian!"
Gaspar berkata dengan penuh perasaan. "Semua yang kau lihat di atas itu
adalah replika yang sama persis. Replika adalah tiruan benda asli, aku yakin
kau tahu. Tujuan utama Perompak Baru adalah mendidik masyarakat dan
menghentikan pengrusakan warisan kita! Tapi karena kami belum lagi buka, bagaimana,
kutanya, kau bisa tahu bahwa kami menentang penghancuran sejarah leluhur kita
-- juga batu karang yang menjadi rumah bagi jutaan spesies yang hidup di
laut?"
Jupiter merasa tidak ada salahnya
berkata jujur kepada Gaspar. Perompak itu nampak sangat ramah. "Paman saya
adalah Atticus Jones, penyelam yang sedang bekerja di suatu tempat dua mil ke
arah pantai. Ia berkata bahwa organisasi ini telah mengitari perahu-perahu
mereka sebagai protes."
Mendengar pengakuan ini kedua
mata Gaspar menyipit dan berubah dingin. "Jadi kau bersaudara dengan dia!
Hal itu sebenarnya sudah cukup untuk menyuruhmu berjalan di atas papan!"
"Berjalan di atas
papan" adalah istilah bajak laut yang mengacu pada salah satu hukuman
mereka yang terkenal. Orang terhukum diperintahkan berjalan sepanjang papan
pendek yang menjorok ke atas laut dari sisi geladak kapal, hingga akhirnya
tercebur ke laut.
Lonceng di atas pintu berdentang
ketika Gaspar membukanya. Ia praktis mendorong Jupe keluar. "Hingga
pamanmu berhenti menghancurkan makam leluhur kami, kau dilarang masuk ke
Perompak Baru dari Barat! Selamat jalan, Jones!"
"T-t-tapi..." Jupiter
tergagap. "Ah, ah," potong Gaspar sambil menggoyanggoyangkan jari.
"Dan jangan sampai kulihat kau di sekitar sini lagi!" tukasnya --
sebelum membanting pintu di depan wajah Jupiter!
BAB VI PRIA BERPAKAIAN HITAM
Sementara Jupiter menyelidiki
bagian dalam pos pemadam kebakaran tua, Pete dan Bob berjalan ke balik bangunan
itu. Mereka melihat bahwa terdapat lorong sempit di belakang kawasan bisnis
itu, digunakan oleh truk-truk untuk menurunkan muatan.
Pete menduga salah satu dari
bangunan itu adalah rumah makan karena ia dapat mencium bau sedap makanan laut
yang sedang dimasak. Meskipun ia baru saja makan, ia menjilat bibirnya dan
menghirup dalam-dalam.
"Aku mencium aroma kaki
kepiting," erangnya. "Aku berani bertaruh Jupe dapat menciumnya dari
dalam markas pemadam kebakaran itu."
Bob tidak menghiraukan rekannya
dan terus berjalan. Di sisi jalan yang menghadap ke laut tertanam pohon-pohon
pinus dan semak-semak. Semak-semak itu kemudian dilanjutkan oleh batu-batu
karang besar dan kemudian beberapa meter pantai berpasir, sebelum akhirnya
bermil-mil air hingga ke kaki langit.
Pete memandangi ombak dan
mendesah. Secara naluriah ia mencintai laut dan terkadang merasa lebih baik
berada di lautan daripada mengusut suatu kasus.
Namun setiap kali ia berpikir
demikian, Jupe dan Bob selalu mengingatkannya bahwa Trio Detektif sedang
bekerja.
"Bumi kepada Dua," kata
Bob. "Tenang, Pete, akan ada banyak waktu untuk masuk ke air sebelum kita
pulang."
"Kuharap demikian,"
gerutu anak yang lebih besar itu. "Aku ingin menyelam bersama paman
Jupiter. Aku ingin mencari harta Si Janggut Hitam untuk dibawa pulang ke Rocky
Beach!"
Kedua detektif itu sedang
mendekati pintu belakang markas Perompak Baru dari Barat ketika Bob tiba-tiba
berhenti. Ia bergegas merunduk di balik beberapa tong sampah, menarik Pete agar
berbuat yang sama.
"Hei..." seru Pete
terkejut.
Bob meletakkan jari di bibir dan
menunjuk ke arah pos pemadam kebakaran. "Ada yang keluar lewat pintu
belakang," bisiknya.
Pete mengintip dari atas
tong-tong sampah dan mengamati seorang pria berbadan besar dengan kostum bajak
laut membuka pintu belakang sebuah mobil kecil berwarna putih. Pria itu
mengenakan bandana merah di kepalanya dengan gaya perompak yang pernah
anak-anak lihat di dalam buku, anting-anting besar, dan penutup mata.
"Wah, ia benar-benar
seram," bisik Bob. "Ia sungguh nampak seperti bajak laut
sejati!"
"Benar," Pete
sependapat. "Tidak sulit membayangkan ia punya hubungan darah dengan Si
Janggut Hitam."
Pete dan Bob mengintip lagi.
Mereka menyaksikan perompak penuh otot itu menyulut sebatang rokok, kemudian
menanggalkan rompi kostumnya dan menggantinya dengan rompi kulit yang
diambilnya dari bagian belakang mobil kecil itu. Ia membanting pintu belakang hingga
tertutup dan hendak masuk ke mobil ketika sesuatu yang tidak disangka-sangka
terjadi.
Tutup tempat sampah di depan Pete
tiba-tiba jatuh dengan suara berdentang dan seekor kucing liar melompat keluar
dari dalam, mengeong dengan ganas. Terkejut, Pete berteriak dan jatuh ke
belakang, menjatuhkan beberapa tong sampah lainnya.
Sejenak Bob menyangka si perompak
tidak mendengar keributan itu. Namun kemudian pria seram itu membanting
rokoknya ke tanah sambil mengumpat dan berlari ke arah mereka. Bob menelan ludah
dan memandang berkeliling mencari jalan keluar. Ia tahu Pete dapat berlari
lebih cepat daripada orang itu namun ia tidak yakin akan dirinya sendiri.
Tatapannya jatuh pada sebuah pintu besar berwarna abu-abu
dengan tulisan "PINTU
PELAYAN."
Ia menyeret Pete dan membuka
pintu itu. Aroma masakan laut yang kuat menghantam hidung mereka.
Mereka berada di dapur rumah
makan yang aromanya tercium oleh Pete tadi! Pete bergegas menutup pintu dan
menggerendelnya.
"Ayo!" seru Bob.
Kedua detektif itu melintasi
dapur yang penuh asap itu secepat yang mereka berani, menimbulkan pandangan
bingung dari para pelayan dan koki yang berpakaian putih.
Bob nyaris menabrak seorang
pelayan yang membawa senampan besar lobster dan kemudian harus menahan Pete
agar tidak membentur kuali panas yang berisi kerang.
"Kita bisa makan
nanti," katanya. "Mari pulang ke rumah paman Jupe!"
Anak-anak berlari melewati pintu
ayun, masuk ke ruang makan, mengakibatkan beberapa tamu berhenti mengunyah dan
menatap mereka. Mereka bergegas keluar melalui pintu depan menuju ke jalan.
Mereka memandang berkeliling, mencari tandatanda si bajak laut bertubuh besar.
"Aman," kata Pete.
Tepat pada saat ia berkata demikian, mereka berdua mendengar bunyi mesin sebuah
mobil direm dan ban-ban berdecit.
"Belum!" kata Bob.
Mereka berlari menyusuri trotoar dan kemudian menyeberang jalan, bersembunyi di
pintu masuk sebuah tempat minum kecil bernama Kamar Tujuh Lautan. Pete berhenti
cukup lama untuk melihat nama rumah makan di seberang jalan.
"Kait Sang Kapten," ia
menyeringai, mengingat-ingat nama itu sambil menjilat bibir.
"Kau kan kenal Jupe, ia
selalu ingin tahu segala sesuatu dari laporan kita."
Bob menggeleng-geleng dan
kemudian mengintip keluar. Ia melihat perompak bengis itu berhenti di lampu
lalu lintas hanya sekitar tiga puluh meter dari tempat mereka.
Lelaki itu memandang berkeliling
mencari mereka, kemudian memacu mobilnya menjauh diiringi bunyi ban berdecit.
Pete mengusap keringat di
dahinya. "Wah, perompak itu benar-benar tidak suka dimata-matai."
"Benar sekali," kata
Bob. "Ia cocok sekali untuk menakut-nakuti orang agar tidak menyelam
mencari barang bekas lagi."
"Kau pikir dialah yang
menyusup ke rumah Paman Atticus?" tanya Pete.
Bob mengangkat bahu. "Ia
anggota Perompak Baru dan sangat pemarah. Menurutku ia adalah tersangka
utama!"
Mereka memikirkan hal ini dalam
perjalanan pulang ke rumah Atticus Jones. Ketika mereka tiba, Jupiter belum
kembali dan rumah itu sangat sunyi. Satu-satunya bunyi yang terdengar adalah
ombak yang membentur Pembalasan Ratu Anne.
Mereka memutuskan untuk berjalan
ke dermaga dan menikmati matahari sambil menunggu kedatangan rekan mereka.
Belum jauh mereka berjalan ketika Pete mendengar sesuatu yang berat berdebam,
membuatnya berpaling.
"Apa itu?" tanyanya.
"Apa itu apa?" tanya
Bob.
"Mungkin aku sedikit
berlebihan akibat segala sesuatu yang terjadi sepagian ini tapi kurasa ada
seseorang di kapal Paman Atticus!"
Sebelum Bob sempat menjawab,
seorang lelaki berwajah jahat, berpakaian serba hitam dari kepala hingga ujung
kaki, melompat keluar dari dalam kapal dan berlari menaiki tangga dermaga
menuju ke jalan!
Pete tidak pernah ragu-ragu untuk
melakukan pengejaran - sebagai Penyelidik.
Kedua, itulah keahliannya. Ia
bergegas mengejar Pria Berpakaian Hitam. Namun orang itu terlalu jauh di depan
Pete dan ketika Penyelidik Kedua tiba di ujung blok, Pria Berpakaian Hitam
telah mencapai sebuah sedan hitam tua dan memacunya, meninggalkan Pete terbatuk-batuk
terkena asap knalpot.
Terengah-engah, Pete berlari-lari
kecil kembali ke tempat Bob menunggu. Sebagai seorang penyelidik berpengalaman
Pete tahu pertanyaan yang akan diajukan Bob sebelum anak itu sempat bertanya.
"Tidak, aku tidak melihat wajahnya
dengan jelas dan tidak, aku tidak dapat membaca plat nomornya," kata
remaja jangkung itu sambil tersengal-sengal. Bob mengusap dagunya dan menatap
Pete.
"Kasus ini semakin lama
semakin menarik!"
BAB VII CAKAR PERUNGGU
Setelah Jupiter kembali ke rumah
pamannya, ia menemukan Bob dan Pete sedang menunggunya di teras depan. Ia duduk
di samping rekan-rekannya dan tersenyum.
"Wah, kunjunganku ke
Perompak Baru dari Barat benar-benar menarik!"
Pete tidak dapat menahan diri.
"Aku berani bertaruh kunjunganmu sama sekali tidak semenarik petualangan
kami!"
Pete melanjutkan dengan pertemuan
mereka dengan bajak laut bernama Bly dan pengejarannya terhadap Pria Berpakaian
Hitam. Bob menyela sesekali untuk menambahkan hal-hal kecil yang dilupakan
Pete. Jupiter mencubiti bibirnya setiap kali mendengar sebuah petunjuk baru.
"Menakjubkan," katanya
setelah Pete dan Bob selesai bercerita. Kemudian giliran Jupe melaporkan
kejadian di markas Perompak Baru dan Gaspar St. Vincent yang melarangnya
kembali. Ia mengakhiri laporannya dengan berkata, "Kasus ini semakin lama
semakin menarik!"
"Tepat itulah yang baru saja
kubilang!" seru Bob. "Dalam waktu sepagian kita telah melipatgandakan
jumlah tersangka!"
Jupe memutuskan bahwa Trio
Detektif sebaiknya memeriksa Pembalasan Ratu Anne dengan seksama. Ketika
pencarian mereka terbukti sia-sia, anak-anak berjalan ke ujung dermaga dan
duduk berjemur.
"Kalian yakin kalian tidak
mengenali Pria Berpakaian Hitam?" desak Jupe.
Bob menggeleng dan membetulkan
letak kacamatanya. "Ia mengenakan topi lebar hitam dan kacamata hitam. Ia
tidak berkumis ataupun berjanggut dan mengenakan jas hitam dan dasi. Bisa jadi
siapa saja."
"Hmm," Jupiter
bergumam. Ia bangkit berdiri dan mulai berjalan mondar-mandir.
"Masuknya Pria Berpakaian
Hitam yang misterius ke dalam teka-teki ini tidak terduga dan tidak cocok
dengan suatu teori yang telah kususun mengenai kasus ini. Pencarian kita di
atas Pembalasan Ratu Anne tidak menghasilkan apa-apa. Namun saat pamanku
pulang, kita harus memintanya memeriksa kapalnya kalau-kalau ada yang
hilang."
"Menurutmu siapakah Pria
Berpakaian Hitam itu, Jupe?" tanya Pete.
"Mungkin si perompak yang
mengejar Pete dan aku?" kata Bob.
"Kurasa bukan, Data. Ingat,
ia pasti langsung keluar dari pos pemadam kebakaran itu setelah bertemu
denganku di atap. Kalian melihatnya pergi ke arah yang berlawanan dengan rumah
Paman Atticus. Karena kalian langsung datang ke sini setelah itu, dia tidak
akan punya cukup waktu untuk berganti pakaian. Dan mengapa harus ganti?
Tidak," kata Jupe, "ia
jelas seseorang yang perlu kita amat-amati namun kurasa dia bukanlah Pria
Berpakaian Hitam. Dengan alasan yang sama Gaspar St. Vincent juga bisa kita
coret."
"Mungkin Kapten
Cutter!" seru Pete. "Mungkin ia iri akan segala penemuan pamanmu dan
ingin mencuri beberapa. Mungkin saja ia penderita kleptomania. Mungkin ia tidak
dapat menahan diri untuk mencuri!"
"Itu salah satu kemungkinan
yang sedang kupikirkan," kata Jupe mengakui. "Ketika ia pergi pagi
ini, ia berkata akan ke tempat penelitiannya. Hanya ada satu cara untuk
mengetahui kebenarannya!"
Anak-anak berlari ke rumah dan
dengan menggunakan kunci yang diberikan paman Jupiter mereka masuk. Bob segera
menemukan buku telepon Atticus Jones dan membalik-balik halamannya hingga
menemukan nomor kantor Oscar Cutter di universitas di Portland. Bob menghubungi
nomor itu dan seorang penerima telepon dengan datar memberitahunya bahwa pria
itu berada di tempat penelitian sejak pagi.
Kemudian mereka mencoba nomor
telepon seluler Kapten Cutter. Ketika Cutter menjawab, Bob hanya samar-samar
mendengar suaranya di tengah-tengah gemuruh ombak dan aba-aba yang diteriakkan
awak kapalnya.
"Halo. Cutter di sini,"
pria itu berseru untuk mengatasi keributan. "Halo? Bicaralah lebih keras,
aku tidak dapat mendengarmu!"
Bob lekas-lekas memutuskan
hubungan dan menatap rekan-rekannya. "Belum terbukti ia memang di tempat
penelitian tapi jelas ia ada di atas sebuah kapal."
Jupiter berpikir sejenak.
"Seharusnya tidak sulit untuk memastikan ia ada di sana hari ini. Kurasa
kita bisa menyimpulkan bahwa Pria Berpakaian Hitam bukanlah perompak penuh otot
yang bernama Bly itu, bukan juga Kapten Cutter."
"Apa yang kita lakukan
sekarang?" tanya Pete. Jupiter menimbang-nimbang dan kemudian menggeleng.
"Kita perlu bertanya kepada
pamanku dan Kapten Cutter jika mereka pernah melihat seseorang yang
ciri-cirinya seperti Pria Berpakaian Hitam. Sepertinya orang itulah si pencuri
yang telah memasuki rumah pamanku."
"Mungkin kita perlu
mengamat-amati Perompak Baru dan memata-matai Bly dan Gaspar?" usul Bob.
"Bly sudah jelas mencurigai aktingmu tentang tugas sekolah itu dan ia sama
sekali tidak senang Pete dan aku memata-matainya!"
"Gagasan bagus, Data,"
kata Jupiter setuju. "Ini ideku: aku akan tinggal di sini dan menjaga
rumah Paman Atticus kalau-kalau Pria Berpakaian Hitam kembali. Kau pergi ke pos
pemadam kebakaran dan lihat kalau Connie Bly muncul. Pete dapat meminjam sepeda
Paman Atticus dan pergi ke pantai ke tempat penelitian Oscar Cutter.
Tanyakan kepada orang-orang di
sana untuk memastikan bahwa Cutter berada di sana sepanjang pagi -- dan jika
ada kesempatan, tanyakan kepadanya kalau-kalau ia pernah melihat seseorang
berpakaian hitam-hitam luntang-lantung di sekitar tempat penelitiannya ataupun
rumah pamanku."
Pete mengedipkan mata ke arah
Bob. "Aku tidak tahu persis arti luntang-lantung namun hal-hal yang lain
masuk akal!" Bob tertawa dan memukul punggung Pete.
"Pikirkan saja betapa kosa
katamu bertambah setiap kali Trio Detektif mengusut sebuah kasus!"
Jupiter tidak peduli akan
sindiran teman-temannya tentang kegemarannya menggunakan kata-kata sukar. Ia
telah terbiasa akan hal itu. Ia berdehem dengan lagak penting dan melanjutkan.
"Ada satu hal lagi yang perlu kita diskusikan sebelum kita mengerjakan
tugas kita masing-masing," katanya dengan resmi.
Bob dan Pete menatap rekan mereka
yang gempal itu, tidak mengerti hal apa yang belum mereka bahas.
"Apa itu, Jupe?" tanya
Bob.
Jupiter meringis dan berlari ke
dapur sambil berseru, "Makan siang!"
***
Ketika Bob kembali dari
pengintaiannya di markas pemadam kebakaran tua, ia melaporkan bahwa Connie Bly
tidak kembali ke sana dan Gaspar St. Vincent secara wajar mengunci markas dan
pulang ke apartemennya, yang terletak hanya di seberang jalan.
Hari sudah hampir gelap ketika
Pete meluncur masuk dengan sepeda tua Atticus Jones. Titus, Mathilda, dan
Atticus telah lama kembali dari berbelanja dan setelah mendengar penuturan
Jupiter mengenai Pria Berpakaian Hitam yang berkeliaran di kapal, Atticus
memeriksanya dengan teliti dan menyatakan tidak ada yang hilang.
Dengan bantuan Jupe ia kemudian
memasang sebuah gembok besar di pintu depan dan mereka duduk-duduk di beranda
depan sambil minum es teh dan mendengarkan kisah Atticus tentang bajak laut,
ranjau-ranjau, dan barang-barang rampasan.
Atticus berhenti bercerita ketika
melihat Pete memasuki halaman. "Peter! Ke mana saja kau sepanjang
hari?"
Pete sengaja berlagak lelah,
lapar, dan mengibakan. "Melakukan satu lagi tugas dari kemenakan
Anda!" keluhnya. "Kapten Cutter ada di atas kapal sepanjang hari dan
diantar pulang oleh seorang kawan. Ketika kutanyai tentang Pria Berpakaian
Hitam, ia berkata tidak yakin. Menurutnya, sepertinya orang yang sama dengan
yang dikejarnya pagi ini."
"Kalian menyelidiki
Cutter?" tanya Atticus kaget. "Demi langit, untuk apa?"
"Ia nampak seperti seorang
lelaki terhormat menurutku," Bibi Mathilda keberatan.
"Aku tidak ingin kalian
mengganggunya, ia sudah punya cukup banyak masalah dengan kapal yang akan
datang itu!"
"Kapal?" seru Jupe.
"Kapal apa?" Paman Titus menendang pergelangan kaki istrinya dan Bibi
Mathilda menutupi mulutnya dengan sebelah tangan.
"Oh, maaf!" katanya
menghembuskan nafas.
Atticus Jones menatap Bibi
Mathilda dengan kesal. "Dasar wanita, tidak dapat menyimpan rahasia
sekalipun yang menyangkut nyawamu!" keluhnya.
Ia berpaling ke arah anak-anak.
"Pertama-tama katakan padaku apa yang kalian mau dari sahabatku Oscar
Cutter dan kemudian akan kuceritakan tentang kapal yang seharusnya merupakan
kejutan itu."
Jupiter duduk di pinggiran
beranda dan menyilangkan kaki. Ia terlihat seperti patung Buddha yang terbakar
matahari dan mengenakan kemeja Hawaii. Ia menyatukan kedua telapak tangannya.
"Apa sebenarnya yang dilakukan Kapten Cutter di sini sepagi itu, Paman Atticus?"
Atticus Jones menghirup tehnya
dan mengerutkan kening. "Oscar Cutter ada di sini pagi ini atas
permintaanku. Karena kami berdua selalu bangun pagi-pagi sekali, aku memintanya
mampir sebelum pergi ke tempat penelitiannya untuk memeriksa beberapa meriam besar
yang kutemukan minggu lalu. Meriam adalah bidang khususnya, aku perlu tahu jika
yang kutemukan itu berasal dari militer atau sebuah kapal yang lebih kecil
seperti milik Si Janggut Hitam. Kau kan tidak berpikir bahwa Oscar menyusup ke
dalam rumahku? Kuakui dia memang mudah marah namun ia bukanlah penjahat!"
Jupiter sama sekali tidak
ragu-ragu. "Sejauh yang kami tahu, hanya ialah selain Bob dan Pete yang
benar-benar pernah melihat si pencuri. Kuakui bahwa ia dan Pria Berpakaian
Hitam tidak mungkin orang yang sama namun kita juga belum dapat mencoret
namanya."
Atticus Jones memandangi
keponakannya lama, kemudian tersenyum. "Aku percaya akan kemampuanmu
sebagai seorang detektif, Jupiter. Namun aku tidak segan memberitahumu bahwa
kau menyalak di pohon yang salah dengan Kapten Cutter. Aku telah mengenalnya
selama bertahun-tahun dan ia selalu jujur dan terbuka denganku. Sepertinya Pria
Berpakaian Hitam inilah yang kita cari."
Mata Pete berbinar-binar.
"Sekarang beri tahu kami tentang perahu atau kapal atau apalah itu!"
Paman Atticus tertawa keras.
"Ini seharusnya merupakan kejutan tapi kurasa tidak ada salahnya memberi
bocoran kepada kalian. Dua hari lagi Seruling Belanda, sebuah kapal bertiang
layar tiga sepanjang tiga puluh meter, sangat serupa dengan Pembalasan Ratu
Anne milik Si Janggut Hitam, akan datang ke Anchor Bay, berlabuh hanya beberapa
meter dari tempat penelitian Cutter. Kapal itu adalah bagian dari acara yang disponsori
oleh universitas untuk mengumpulkan dana dan membangkitkan minat publik
sehingga Cutter dapat melanjutkan pekerjaannya.
Oscar telah mengusahakan tanda
masuk khusus bagi kita, sehingga kita dapat melihat-lihat seluruh bagian kapal
--tidak hanya geladak atas seperti para pengunjung yang lain!" Atticus
bersandar, matanya berbinar-binar. "Apa pendapat kalian?"
"Hebat!" seru anak-anak
serempak.
"Sebuah kapal bajak laut
asli!" seru Bob. "Aku harus membeli persediaan film untuk
kameraku!"
"Menakjubkan!" kata
Pete lantang. "Aku sudah tidak sabar!"
Anak-anak begitu penuh semangat
dan mereka mengobrol dengan hebohnya seraya masuk dan bersiap-siap untuk tidur.
Karena Paman Titus dan Bibi
Mathilda menggunakan kamar tidur tambahan di dalam rumah, anak-anak diizinkan
tidur di atas kapal bersama Atticus. Mereka bergegas mengambil kantung tidur
dan bantal mereka dan menuju pintu belakang.
Sebelum tiba di pintu, Jupiter
berhenti dan memandang peti tua yang sempat menyimpan Cakar Perunggu sebelum
dicuri. Wajahnya berubah.
"Sudah cukup banyak misteri
untuk hari ini, Jupe," protes Pete. "Marilah menyelidiki seberapa
cepat kita bisa terlelap."
Jupiter menggelengkan kepala dan
mencubiti bibir bawahnya. Ia berdiri diam selama beberapa saat, menyuruh
ingatannya yang tajam bekerja keras, berusaha mengingat hal yang berbeda dari
peti itu sebelumnya.
Bibi Mathilda memanggil dari
dalam kamar. "Aku tidak mau kalian berjaga sepanjang malam. Kalian perlu
istirahat untuk tugas-tugas yang telah kusiapkan besok."
"Aku kurang suka
mendengarnya," kata Bob. "Ayo, Jupe. Mari kita tidur."
Namun Jupiter tidak bergeming. Ia
tetap berdiri kaku hingga sebuah bola lampu seolah-olah menyala di otaknya.
Mukanya yang tembam sekonyong-konyong menyunggingkan senyum dan ia berjalan ke
arah peti.
"Aku tahu!" serunya.
"Peti ini telah dipindahkan!"
"Mungkin Bibi Mathilda telah
berbenah," Bob menguap.
Jupiter mencubiti bibirnya.
"Ya, namun ketika Paman Atticus menutupnya pagi tadi, ia tidak memasang
kembali pengunci kuningan di bagian depan."
"Jadi?" tanya Pete.
"Pamanmu bukanlah orang paling rapi di Anchor Bay. Lihatlah berkeliling.
Ada rongsokan di mana-mana!"
Tiba-tiba Bob mengerti maksud
Jupiter.
"Tunggu dulu," katanya.
"Jika pagi ini pamanmu hanya mengembalikan penutupnya, lalu mengapa sekarang
peti ini terkunci?"
"Tepat!" kata Jupiter.
Dan dengan satu gerakan cepat Penyelidik Pertama berlutut, membuka pengunci,
dan mengangkat penutup peti. Di dasar peti itu tergeletak Cakar Perunggu.
BAB VIII SERULING BELANDA
"Ya ampun!" seru Pete.
"Bagaimana benda itu bisa kembali sendiri?"
Jupiter mengambil cakar elang
yang telah aus itu dan mengangkatnya di bawah cahaya lampu. "Aku tidak
tahu, Dua, namun aku jelas ingin tahu!"
"Pasti itulah yang dilakukan
Pria Berpakaian Hitam hari ini," tebak Bob, "mengembalikan Cakar
Perunggu ke dalam peti."
"Tapi mengapa?" desak
Pete. "Sama sekali tidak masuk akal. Mengapa bersusah payah mencurinya
hanya untuk mengembalikannya lagi?"
Anak-anak terdiam beberapa saat
sambil berpikir mengenai hal ini.
"Mungkin pemalsuan,"
kata Bob menduga. "Mungkin Pria Berpakaian Hitam mengambilnya cukup lama
untuk membuat tiruannya dan menyimpan cakar yang asli."
Jupiter menggeleng. "Tidak
mungkin. Cakar ini nampak sangat tua. Perunggunya telah menghijau dan penuh ganggang.
Cakar ini jelas telah berada di dalam air selama bertahun-tahun. Hal ini tidak
mungkin dipalsukan."
"Mau kita apakan benda ini
sekarang?" tanya Pete. "Kita tidak mungkin membiarkannya di dalam
peti."
Jupiter tersenyum nakal dan
berpaling menuju kapal pamannya. "Aku punya ide."
***
Pagi harinya Jupiter bangun pagi
dan meraba bagian bawah kantung tidurnya dengan kaki. Cakar Perunggu masih ada.
Ia meraihnya dan menimang-nimangnya. "Bagaimana dan mengapa kau
kembali?" ia bergumam. Beberapa saat kemudian Jupe membangunkan Bob dan
Pete dan ketiga anak itu berbaris masuk untuk sarapan. Jupe membawa cakar itu
di balik punggungnya.
Titus dan Atticus sedang duduk di
meja dapur yang penuh barang-barang kelautan. Bibi Mathilda telah bersikeras
agar benda-benda itu disingkirkan, paling tidak cukup untuk piring-piring dan
perangkat makan lainnya --dan ia jelas tidak senang melihat kurangnya ruangan
untuk memasak di kompor dan meja dapur.
"Demi langit!"
gerutunya sambil menuangkan mentega ke dalam panci. "Aku sungguh tidak
mengerti bagaimana kau bisa memasak dengan segala rongsokan ini, Atticus
Jones!"
Atticus menurunkan surat kabarnya
dan mengisap pipanya dalam-dalam. Ia tersenyum kepada anak-anak ketika mereka
masuk melalui pintu belakang, lalu kembali menghilang di balik koran.
Jupiter melirik Paman Titus yang
sedang sibuk membaca halaman humor. Sambil mengedip ke arah Bob dan Pete, ia
diam-diam meletakkan Cakar Perunggu di tengah meja yang penuh sesak.
Bibi Mathilda membawa sepiring
penuh tumpukan panekuk dan sosis panas ke meja. Ia menatap Cakar Perunggu dan
mengerutkan kening, berkata kepada Jupiter dengan suara galak, "Cendera
mata yang bagus, Anak-anak, tapi tolong singkirkan dari atas meja."
"Menurutku itu adalah hiasan
yang cocok diletakkan di tengah meja," kata Jupiter, berusaha memasang
tampang serius. "Mungkin beberapa kuntum bunga akan membuatnya lebih
menarik. Apa pendapat Paman, Paman Atticus?"
Atticus Jones bergumam di balik
surat kabarnya namun tidak mengalihkan pandangan dari berita utama. Bibi
Mathilda tidak melihat kelucuan dalam gurauan Jupe. "Aku tidak tahu apa
yang terjadi padamu, Anak Muda, tapi aku tidak pernah mengira kau akan
mengambil resiko kehilangan sepiring panekuk panas hanya demi sebuah
gurauan!"
Pete tidak tahan lagi dan tawanya
meledak. Ia segera diikuti oleh Bob dan kemudian Jupiter. Segera saja ketiga
anak itu berguling-guling di lantai, tertawa terbahak-bahak. Bibi Mathilda
berdiri dengan mulut ternganga, menyaksikan pemandangan itu.
Titus dan Atticus akhirnya
meletakkan koran mereka untuk melihat yang terjadi. Sekonyong-konyong mata
Atticus Jones melotot dan ia melompat berdiri seolah-olah disengat lebah --
pipanya terjatuh dari mulutnya dan jatuh ke dalam sirup di piringnya.
"Demi pipaku! Aku tidak
percaya ini!" Ia mengangkat Cakar Perunggu dan memandanginya seolah-olah
benda itu terbuat dari emas murni. "A-apa... Di-di mana..." ia
tergagap.
Sambil masih terkekeh-kekeh,
Jupiter menjelaskan betapa cakar itu telah kembali semalam dan kemudian meminta
maaf kepada Bibi Mathilda atas gurauannya.
"Benda jelek itu adalah
sumber segala masalah ini?" tukas Bibi Mathilda. "Itukah harta karun
yang harus kita lihat sendiri sebelum percaya?"
"Hmm... begitulah!"
jawab Atticus, mengangguk tanpa percaya. "Ditemukannya tiang haluan dari
kapal ketiga Si Janggut Hitam, Balas Dendam, berarti kapal itu tenggelam di
Pantai Barat, bukan Timur, atau kapal itu dijarah dan hartanya disembunyikan.
Apapun yang terjadi, ini sangat berarti bagi sejarah!"
"Bagiku benda itu adalah
barang rongsokan besar berwarna hijau," kata Titus. "Aku ingin
barang-barang bekasku berguna, dengan demikian aku bisa mendapat keuntungan.
Siapa yang mau mencuri benda seperti itu?"
Bibi Mathilda mendengus seraya
membagikan panekuk kepada anak-anak. "Jelas mereka tidak menginginkannya
jika mereka mengembalikannya lagi. Mungkin mereka menyadari bahwa benda itu
hanyalah logam hijau tidak berharga."
Paman Atticus memainkan jemarinya
di atas cakar itu dengan penuh kasih sayang dan tersenyum. "Sepertinya
kasus ini sudah selesai ya? Berarti aku berhutang kepada kalian bertiga karena
telah mengembalikan cakar Si Janggut Hitam. Begitu kan perjanjiannya?"
"Tidak, sir," kata
Jupiter dengan mulut penuh panekuk. "Trio Detektif disewa untuk menemukan
siapa yang mengambil cakar itu dan mengapa ia kemudian mengembalikannya kepada
pemiliknya yang sah. Cakar itu sudah kembali namun kita tetap belum tahu
siapakah Pria Berpakaian Hitam dan mengapa ia menginginkannya."
Jupiter mengigit panekuknya dan
tersenyum. "Menurutku kasus ini baru saja dimulai!" Pete mengerang
sambil mengiris sosis. "Aku tahu kau akan berkata seperti itu."
Setelah sarapan, anak-anak
menemani Atticus ke toko perkakas untuk membeli sebuah gembok yang dinyatakan
tidak bisa dijebol, yang kemudian dipasangnya di peti yang menyimpan Cakar
Perunggu. Jupiter sudah gatal ingin melanjutkan penyelidikian namun begitu
mereka tiba di rumah segera dikecewakan oleh Bibi
Mathilda yang telah menyiapkan
sederetan panjang tugas yang harus dikerjakan. Anak-anak tahu lebih baik tidak
membantah bibi Jupe jika menyangkut pekerjaan. Dengan segan mereka mulai
bekerja dan baru dua hari kemudian mereka mendapat kesempatan untuk membahas
kasus itu secara panjang lebar.
Selama dua hari itu Jupiter telah
menyusun potongan-potongan misteri itu di otaknya seperti sebuah teka-teki
gambar, berusaha menyusun gambar yang benar.
Penyelidik Pertama merasa
potongan yang ada terlalu sedikit untuk membentuk gambar yang akurat. Pria
Berpakaian Hitam belum muncul lagi sejak Bob dan Pete mengejarnya dua hari yang
lalu dan keadaan wajar-wajar saja di tempat penelitian Oscar Cutter dan markas
Perompak Baru dari Barat.
Jupiter berdiam diri sepanjang
perjalanan mereka di bak belakang truk untuk melihat pameran Seruling Belanda.
Bob dan Pete sudah terbiasa dengan rekan mereka yang penuh konsentrasi saat
sedang menangani kasus. Mereka tahu lebih baik anak itu dibiarkan saja, ia akan
bersuara jika ia telah yakin dan siap.
Sementara Paman Titus
mengemudikan truk milik pangkalan barang bekas itu melalui kawasan niaga kota
dan kemudian sepanjang jalan pantai ke luar kota, anak-anak merasa sungguh
bergairah. Kini mereka dapat melihat tiang-tiang layar Seruling Belanda yang
menjulang tinggi, layar-layarnya tergulung dan bendera-benderanya
berkibar-kibar.
Namun semangat mereka segera
menurun begitu mereka melihat lautan manusia yang bergerombol memenuhi dermaga
dan landasan yang menuju ke kapal, semuanya ingin menaiki kapal mewah itu.
Mobil-mobil antri sepanjang hampir setengah mil sepanjang sisi jalan dan lahan
parkir kecil di sebelah dermaga penuh dengan turis yang berebut tempat parkir.
Paman Titus mengeluh namun terus
mengemudi sepanjang jalan hingga menemukan tempat parkir yang cocok. Mereka
melompat keluar dan mulai berjalan menuju jalan masuk ke kapal yang penuh
orang. Bob nampak pesimis sementara mereka mendekati ekor antrian orang-orang
yang hendak naik. Ia menggelengkan kepala sambil memasukkan segulung film baru
ke dalam kameranya.
"Wah, dengan semua orang ini
di antrian kita tidak akan sempat naik."
"Jangan cemas, Robert,"
kata Atticus lantang. "Kulihat sahabatku Oscar Cutter."
Adik Titus Jones itu melambaikan
tangan dan bersuit untuk menarik perhatian Cutter. Peneliti tampan itu
tersenyum dan balas melambai dari geladak kapal, memberi isyarat agar mereka
langsung menuju ke depan antrian. Hal ini tidak bisa diterima oleh beberapa
turis yang telah mengantri lama, berusaha menggendong anak mereka, kamera, dan
botol minuman pada saat yang bersamaan. Mereka memprotes dengan suara keras
ketika Trio Detektif dipersilakan naik.
"Wah, kita seolah-olah ada
di Magic Mountain," tukas Pete. Oscar Cutter menemui mereka di ujung jembatan
kapal. Senyum yang dipamerkannya selama ini kepada para pengunjung segera
lenyap.
"Bencana!" serunya.
"Benar-benar bencana!
Lihatlah segala sampah yang mereka buang ke air! Tidak punya otakkah mereka?
Makanan-makanan itu akan menarik ikan-ikan dan mereka akan mengeruhkan air.
Pekerjaan seminggu akan terbuang percuma hanya demi suatu publisitas
konyol!"
Mereka berdiri diam selama
beberapa saat, tidak tahu harus berkata apa.
"Tapi pikirkanlah segala
donasi yang akan masuk," kata Jupiter. "Anda mungkin saja akan
mendapatkan cukup dana untuk mempertahankan tempat ini paling tidak setahun
lagi!"
Kapten Cutter nampak malu akan
emosinya tadi. Ia tersipu-sipu dan mengusap rambutnya yang terbakar matahari.
"Maaf. Kurasa aku hanya sedikit kesal akan orang-orang yang tidak peduli
dan mengotori air. Maafkan aku. Sekarang bagaimana kalau kita mulai tur yang
kujanjikan?"
Anak-anak mengangguk penuh
semangat dan Oscar Cutter tersenyum tulus untuk pertama kalinya pagi itu.
"Baiklah! Mari kita mulai
dari bawah sehingga kita bisa jauh dari gerombolan itu."
Peneliti itu meminta seorang awak
kapal yang mengenakan baju kaos universitas untuk menggantikannya dan ia
memimpin mereka ke bawah.
Selama sejam berikutnya
anak-anak, Bibi Mathilda, Paman Titus, dan Atticus menikmati tur keliling
Seruling Belanda yang mengagumkan. Bob mengambil gambar seperti hilang ingatan
sementara mereka mendengarkan keterangan tentang dapur, ruang bagasi, kabin
tempat tidur, dan berbagai ruang kapal khas lainnya, juga tentang para bajak laut
yang pernah berlayar di atas kapal hebat itu.
Ketika mereka akhirnya muncul
kembali ke geladak atas yang disinari matahari terik, anak-anak merasa kenyang
akan segala informasi yang mereka serap dan Bibi Mathilda nampak lemah oleh
kisah-kisah pertumpahan darah. Oscar Cutter menjabat tangan semua orang dan
berterima kasih karena mereka telah datang berkunjung, memohon maaf sekali lagi
atas emosinya.
"Jangan salah
mengerti," katanya muram, "aku benar-benar menghargai niat baik
universitas mengadakan pameran ini. Hanya saja orang-orang ceroboh itu..."
suaranya menghilang seiring dengan tatapan aneh yang muncul di wajahnya yang
terbakar matahari.
Jupiter mengikuti tatapan pria
itu ke arah jalan masuk dan kerumunan yang bagaikan sirkus di bawah. Ia
mengamat-amati puluhan wajah hingga akhirnya tatapannya jatuh pada seorang
lelaki yang sedang bersandar di sebuah sedan hitam. Lelaki itu mengenakan topi
hitam dan kaca mata gelap dan sepertinya
menatap langsung ke arah mereka.
Pria Berpakaian Hitam!
BAB IX SEMAKIN SERU
"Oh," Oscar Cutter
tergagap, "kubilang, orang-orang ceroboh itu benar-benar tidak menghargai
sumber daya alam kita, aku benar-benar marah dibuatnya." Jupe menggamit
Bob sementara pelaut tampan itu lekas-lekas mengantarkan mereka turun dari
kapal, berterima kasih sekali lagi atas kunjungan mereka. "Maafkan aku,
aku benar-benar harus kembali."
"Ada apa, Pertama?"
desis Bob di sela-sela giginya.
Jupiter menggerakkan bola matanya
ke arah Pria Berpakaian Hitam. Bob melihatnya -- ia mengenakan kemeja biru muda
dan dasi hitam hari ini namun jelas orang yang sama.
"Berapa banyak lagi film
yang ada di kameramu, Data?"
Sambil berusaha tetap mengamati
pencuri itu, Bob dengan cepat melirik indikator di kameranya, yang menunjukkan
angka 1.
"Ini yang terakhir,
Pertama," jawabnya suram.
Penyelidik Pertama bertubuh
gempal itu mulai menerobos kerumunan menuju ke arah Pria Berpakaian Hitam.
"Usahakan yang terakhir itu
benar-benar berguna!" perintahnya.
Ketika mencapai deretan
mobil-mobil yang pertama, Jupiter dan Bob memandang berkeliling tanpa daya.
"Ke mana dia?" mereka
saling bertanya.
"Siapa yang kita cari?"
tanya Pete heran.
"Pria Berpakaian
Hitam!" seru Bob, menunjuk ke arah pintu keluar. Pria Berpakaian Hitam ada
di dalam sedannya, menunggu peluang untuk masuk ke jalan raya. "Itu
dia!"
Trio Detektif berlari namun lalu
lintas sedikit berkurang dan lelaki itu meluncur menjauh pada saat mereka tiba
di pintu keluar. Bob bergegas menggunakan film terakhirnya, berharap agar
penyusup misterius itu masuk di dalamnya.
"Nyaris!" serunya. Pete
berusaha mengatur nafasnya.
"Apa yang dilakukan Pria
Berpakaian Hitam di Seruling Belanda dengan semua turis ini?" tanyanya.
"Pertanyaan yang lebih
penting, Dua," kata Jupiter sambil tersenyum kecut, "bagaimana Oscar
Cutter mengenali Pria Berpakaian Hitam? Ia jelas-jelas nampak ketakutan ketika
melihat orang itu di tengah kerumunan!"
"Wah!" kata Bob.
"Akhirnya kita membuktikan bahwa Kapten Cutter bukanlah Pria Berpakaian
Hitam namun dengan itu kita kini tahu mereka saling mengenal!"
Jupiter mencubiti bibir bawahnya.
"Kurasa waktu kita untuk memecahkan kasus ini hampir habis. Kusarankan
kita mendesak Kapten Cutter saat ini juga untuk melihat apa yang dia tahu
mengenai Pria Berpakaian Hitam!"
"Kudukung," Pete
setuju.
"Marilah!" kata Bob,
berlari kecil kembali ke Seruling Belanda. "Tapi kita lebih baik memberi
tahu Paman Atticus bahwa kita akan menyusul pulang nanti."
"Setuju," Jupiter
mengangguk. Setelah hal itu beres, ketiga anak itu bergabung dengan antrian dan
menunggu giliran mereka untuk dapat naik ke atas kapal megah itu lagi. Hampir
tiga puluh menit kemudian mereka sekali lagi disilakan naik ke geladak. Oscar
Cutter terkejut melihat mereka. Ia mengusap keningnya dengan saputangan dan
tersenyum lemah.
"Belum puas juga?"
tanyanya tidak meyakinkan.
Jupiter menegakkan badan dan
mengangkat bahu --sebagaimana ia mampu tampil sebagai seorang anak yang agak
terbelakang, ia juga mampu tampil jauh lebih dewasa dan berwibawa. Hal ini
selalu mengesankan orang-orang dewasa.
"Anda mungkin ingat bahwa
saya dan rekan-rekan saya adalah detektif," katanya memulai, menyerahkan
selembar kartu nama Trio Detektif kepada penyelam itu. "Kami telah disewa
oleh paman saya untuk mengusut pencurian yang telah terjadi di kediamannya.
Saya harap Anda tidak keberatan kami mengajukan beberapa pertanyaan."
Kening Cutter berkerut dan ia
memimpin anak-anak ke lantai bawah yang sejuk dan tenang. Ketika mereka telah
tiba di sebuah kabin yang penuh dengan barang, ia berujar dengan serius,
"Apapun untuk membantu
sahabat-sahabatku. Apa yang ingin kalian ketahui?"
Jupiter mendesaknya. "Apa
hubungan Anda dengan pria bertopi dan berkacamata hitam yang dilihat Bob dan
Pete menyusup ke kapal paman saya dan yang baru saja kita lihat meninggalkan
pameran ini?"
Oscar Cutter merah padam.
"Begundal itu? Penjahat itu? Ia salah satu dari mereka!"
Peneliti yang mudah naik darah
itu menggiring mereka kembali ke lantai atas dan menuju ke buritan. Ia menuding
dengan jari gemetar ke arah laut dan menggeram.
"Lihat? Kalian lihat yang
menggangguku selama ini?"
Trio Detektif memandang ke arah
lautan dengan terkejut. Dari atas kapal mereka dapat melihat tiga perahu motor
kecil tidak lebih dari lima puluh meter jauhnya, mengibarkan spanduk besar
berwarna putih dengan tulisan "PERAMPOK MAKAM!", "BIARKAN YANG
MATI BERISTIRAHAT!", dan "KAU MAU MEMBONGKAR PEMAKAMAN UMUM?"
Mereka tidak menyadari kehadiran para pengunjuk rasa itu ketika mereka menaiki
Seruling Belanda untuk pertama kalinya.
Oscar Cutter nampak hampir
meledak. "Menggangguku dan orang-orangku selagi kami menyelam adalah satu
hal --namun mengancamku di rumah, di darat, adalah hal lain! Aku tidak akan
tinggal diam! Pria bertopi dan berkacamata hitam itu hanyalah salah satu taktik
mereka untuk menakut-nakuti. Ia adalah masalah! Kunasihati kalian agar menjauhi
orang itu! Terlebih lagi karena mereka tahu kau adalah keponakan Atticus
Jones."
Beberapa orang telah mulai
berkerumun dan menatap penyelam yang tengah marah itu. Jupiter sempat terdiam
sejenak namun dengan segera kembali menguasai diri. "Saya -- Anda tentu
paham --kami harus memastikan," katanya cepat. "Terima kasih atas
waktu Anda, Kapten. Kami harus pergi sekarang."
Sambil berkata demikian Jupiter
berbalik dan bergegas menjauh, diikuti oleh Bob dan Pete. Ia menghembuskan
nafas lega ketika mereka telah tiba di tempat parkir.
"Wah! Orang itu benar-benar
akan hilang akal sebentar lagi!" kata Bob.
"Begitulah," tukas Pete.
"Aku berani bertaruh tekanan darahnya mencapai langitlangit!"
Anak-anak mulai menempuh
perjalanan jauh mereka kembali ke rumah paman Jupiter.
Bob bersuara, "Kita tahu
bahwa Cutter mengenal Pria Berpakaian Hitam --seorang tukang pukul dari
Perompak Baru."
Jupiter berpikir keras.
"Namun setiap kali kita menemukan jawaban atas Oscar Cutter, sebuah
pertanyaan baru muncul."
"Apa maksudmu,
Pertama?" tanya Pete.
"Tepatnya, bagaimana Cutter
bisa tahu bahwa aku memberi tahu Gaspar St. Vincent aku adalah keponakan
Atticus Jones? Bukankah ia seharusnya berkata: 'terlebih lagi jika mereka tahu
kau adalah keponakannya' dan bukan 'karena mereka tahu kau adalah
keponakannya'?"
"Benar juga," kata
Pete. "Bagaimana ia bisa tahu kau memberi tahu Gaspar jika ia tidak berbicara
kepada salah satu dari Perompak Baru? Dan jelas ia bukanlah seseorang yang bisa
berbincang-bincang akrab dengan salah seorang dari mereka!"
"Mungkin ia hanya salah
memilih kata," kata Bob. "Ia demikian penuh emosi, kurasa ia sendiri
tidak tahu apa yang dikatakannya."
"Suatu kemungkinan,
Data," gumam Jupe. "Tetap saja, tidak ada salahnya kita
mengamat-amatinya. Kasus ini sepertinya menemui jalan buntu. Kita perlu
melipatgandakan usaha kita kalau kita masih ingin menemukan si pencuri sebelum
kita pulang minggu depan."
"Nah, sekarang setelah kita
mengambil keputusan, apa yang harus kita lakukan dengan makan siang?"
tanya Bob. Pete menyeringai.
"Teman-teman, kebetulan aku
tahu suatu tempat yang hebat untuk menikmati kaki kepiting!"
BAB X JUPE DAN PETE MELACAK
Trio Detektif melanjutkan diskusi
tentang kasus mereka sambil menikmati makan siang berupa kaki kepiting yang
berlimpah-ruah. Jupiter meminta Bob membacakan catatannya dan merangkum para
tersangka yang mungkin memiliki motif untuk mencuri Cakar Perunggu.
"Lupakan siapa yang
mencurinya," tukas Pete, "aku ingin tahu siapa yang
mengembalikannya!"
Jupiter menyuapkan makanannya.
"Sekarang lebih baik kita berkonsentrasi pada para tersangka.
Mudah-mudahan alasan kejadian-kejadian ini akan jelas setelah kita tahu siapa
penjahatnya." Ia mengangguk ke arah Bob. "Lanjutkan dengan catatanmu,
Data."
Bob membuka buku catatan kecil
yang selalu dibawanya di saku belakang.
"Coba kita lihat,"
mulainya, membetulkan letak kacamatanya, "ada Pria Berpakaian Hitam yang
misterius, yang dikejar oleh Mr. Cutter pada pagi hari ketika kita tiba dan
kemudian oleh Pete pada siang harinya. Menurut teman pamanmu, ia ada
hubungannya dengan Perompak Baru dan telah mengancam pamanmu dan Mr. Cutter
selama beberapa minggu.
Kemudian kita punya Perompak Baru
dari Barat, termasuk Gaspar St. Vincent dan Connie Bly. Gaspar sepenuh hati
ingin menghentikan kegiatan pamanmu namun tidak memberi kesan seorang pencuri.
Di lain pihak, Bly nampak seperti seseorang yang mungkin mencuri demi uang
semata-mata. Terakhir adalah Oscar Cutter, yang mungkin menyabot pamanmu karena
iri, meskipun jika memang demikian ia tidak punya alasanuntuk mengembalikan
Cakar Perunggu."
Anak bertampang serius itu
menutup buku catatannya dan meneguk minumannya.
"Itulah rangkumannya,
Pertama. Apa pendapatmu?"
Jupiter meraih potongan kaki
kepiting terakhir di piringnya dan menimbang-nimbang untuk memakannya atau
tidak. "Pamanku mungkin saja benar mengenai Cutter," katanya,
mencelupkan kaki kepiting itu ke dalam mentega, "kalau tadi ia hanya salah
bicara, kurasa ia bersih.Dengan demikian tinggal tiga orang di dalam daftar
tersangka kita."
Sambil berpikir keras ia tanpa
sadar memasukkan kaki kepiting itu ke dalam mulut.
"Dan hanya ada dua tempat
kita dapat menemukan anggota-anggota Perompak Baru dari Barat -- bekas pos
pemadam kebakaran atau perahu-perahu yang mengelilingi tempat penelitian."
Ketika menyadari bahwa piringnya
sekarang telah kosong, Penyelidik Pertama tersenyum malu dan meminta bon.
"Kuusulkan kita berpencar. Bob dapat meminjam sepeda pamanku kali ini dan
membuntuti Cutter pulang dari pameran Seruling Belanda. Pete dan aku akan
mengamat-amati Connie Bly di markas Perompak Baru. Semuanya harus waspada akan
kemunculan Pria Berpakaian Hitam!"
Setelah membayar, Jupiter merogoh
saku kemejanya dan mengeluarkan tiga batang kapur, satu biru, satu hijau, dan
satu putih. Ia memberikan yang biru kepada Pete dan yang hijau kepada Bob.
Kapur itu adalah gagasan
cemerlang Jupe saat menangani salah satu kasus sebelumnya. Para anggota Trio
Detektif dapat meninggalkan jejak tanda tanya jika mereka harus berpencar.
Hampir tidak ada yang menyadari sebuah tanda tanya yang dibuat dengan kapur di trotoar
atau di pagar, orang dewasa biasanya menyangka itu hanyalah suatu permainan
kanak-kanak. Namun bagi Trio Detektif tanda tanya itu adalah petunjuk yang
berharga.
"Selalu ada gunanya siap
siaga," Jupe menggurui sementara mereka keluar ke jalan yang terang.
"Aku merasa kita tidak akan membutuhkan kapur-kapur ini selama liburan
kita ini namun aku tetap membawanya, siapa tahu."
Ia melihat jam tangannya.
"Kita berkumpul kembali di rumah pamanku lima jam lagi. Paman Atticus akan
memasak lobster malam ini, jadi jangan sampai terlambat!"
"Oh," erang Pete.
"Bagaimana kau dapat berpikir tentang makanan setelah makan besar
tadi?"
Anak-anak tertawa dan Bob pergi
ke arah rumah Atticus Jones sementara Pete dan Jupe menuju ke markas Perompak
Baru dari Barat. Karena hari itu bukanlah akhir pekan, jumlah turis yang
bergerombol di jalan tidaklah terlalu besar, sehingga kedua penyelidik itu bisa
mencapai bekas pos pemadam kebakaran dalam waktu relatif singkat.
Setelah sepakat untuk bersuit dua
kali jika melihat sesuatu yang mencurigakan, Jupe duduk di salah satu bangku
taman di seberang jalan, mengamatamati pintu depan bangunan batu bata itu. Pete
memanjat tangga darurat sebuah bangunan beberapa pintu jauhnya dari pintu
belakang pos pemadam kebakaran.
Dari tempatnya mengintai Pete
dapat melihat sebuah Mercedes dan sebuah Jeep terparkir di belakang pos pemadam kebakaran.
Ia tidak melihat mobil kecil berwarna putih yang digunakan Bly beberapa hari
lalu. Anak-anak telah melakukan pengintaian berkali-kali sebelumnya dan mereka
semua terbiasa akan kebosanan yang melanda jika tidak ada yang terjadi dalam
waktu lama. Sepertinya itulah yang akan terjadi kali ini.
Setelah dua jam Jupe membeli es
krim dari seorang pedagang jalanan, lalu gulali. Pete turun untuk mengambil
sebuah kursi tua yang telah dibuang seseorang bersama dengan sampah. Ia
menaikkan kursi itu ke tempat mengintainya di atas tangga darurat dan
meregangkan kakinya yang panjang sambil tersenyum.
Satu jam lagi telah berlalu. Hari
mulai sangat terik. Jupiter pindah ke sebuah bangku taman lain yang terlindung
bayang-bayang sebatang pohon. Di atas tangga darurat keadaan Pete sungguh
menyedihkan. Tidak ada yang melindunginya dari panas matahari dan anak itu
sangat haus. Ia melihat arlojinya untuk kesekian ratus kalinya dan mendesah. Ia
berharap sesuatu akan segera terjadi. Meskipun ia telah menikmati makan siang
besar tadi, perutnya mulai bersuara.
Tepat pada pukul lima pemilik
Mercedes dan Jeep muncul membawa ember-ember cat dan kotak perkakas. Pete
berdiri tegak dan mengintip melalui sela-sela pegangan tangga yang berkarat. Ia
tidak mengenali kedua orang itu namun itu bukan masalah - mereka berdua masuk
ke mobil masing-masing dan pergi.
Pete menghela nafas dan hendak
melihat jam tangannya lagi ketika pintu belakang sekali lagi terbuka. Kali ini
Gaspar St. Vincent! Pete mengamati pria berkostum bajak laut itu menjatuhkan
seberkas anak kunci dan kemudian mengunci pintu.
Penyelidik Kedua merasa perompak
itu nampak sangat marah --ia berjalan demikian cepatnya sehingga boleh
dikatakan berlari! Pete menahan nafas ketika Gaspar berjalan tepat di bawahnya.
Perompak itu kemudian masuk ke sebuah toko obat di sebelah kiri jalan melalui
pintu belakang.
Pete memasukkan jari ke mulut dan
bersuit dua kali. Di bangku taman yang kini didudukinya bersama beberapa ekor
merpati, Jupiter menegakkan badannya. Ia mendengar sinyal dari Pete. Penyelidik
Pertama menatap bagian depan toko-toko dengan bergairah.
Sekonyong-konyong ia memahami
tanda dari Pete. Gaspar St. Vincent dapat dikatakan lari keluar dari sebuah
toko obat, beberapa bangunan dari pos pemadam kebakaran. Bajak laut jangkung
itu melihat ke kiri dan ke kanan, kemudian berlari menyeberangi jalan. Mata
Jupe terbelalak. Gaspar menuju tepat ke arahnya!
Jupiter membungkuk dan berpura-pura
mengikat tali sepatunya. Gaspar St. Vincent, yang juga dikenal sebagai Francis
Shoe, tidak memperhatikannya meskipun lewat setengah meter dari Jupiter! Jupe
begitu dekat dengan Perompak Baru itu hingga ia dapat melihat kecemasan yang
merambati wajah lelaki itu. Ia memandang penuh minat sementara Gaspar memasuki
sebuah pintu di samping Kamar Tujuh Lautan dan berlari menaiki tangga, sekali
melangkah melompati dua anak tangga sekaligus.
Saat itu Pete Crenshaw yang
kehabisan nafas mengusir burung-burung merpati dan duduk di samping rekannya.
"Kau melihat Gaspar?"
Jupe mengangguk.
"Apartemennya pastilah berada di atas tempat minum itu. Kalau melihat
wajahnya, seolah-olah sesuatu yang mengerikan telah terjadi. Apa yang kau
lihat?"
"Tidak ada apa-apa..."
Sebelum Pete dapat berkata lebih
lanjut, Gaspar telah muncul kembali di pintu. Kedua anak itu berusaha untuk
tidak menarik perhatian namun sebenarnya tidak perlu. Gaspar, mengenakan
pakaian baru, berjalan tepat di samping mereka tanpa mengatakan apa-apa.
"Kau pikir ia melihat
kita?" tanya Pete.
"Masa bodoh!" seru
Jupe. "Mungkin akhirnya kita mendapat angin segar dalam kasus ini. Mari
kita buntuti dia dan lihat ke mana dia pergi!"
Kedua penyelidik itu mulai
berjalan di belakang bajak laut itu, berhati-hati dengan menjaga jarak
kalau-kalau pria itu berpaling. Di ujung blok pria jangkung itu berbelok ke
kanan dan menghilang. Jupe dan Pete lekas-lekas berlari ke belokan itu dan
mengintip.
"Ia naik mobil!" teriak
Pete. Dalam hati Jupiter sangat kesal sementara mereka memandangi Gaspar
mengemudikan mobil kecilnya yang berwarna biru bergabung dengan lalu lintas.
"Mengapa kita berikan sepeda
kepada Bob?" keluhnya. "Kita harus berusaha mengikutinya dengan
berjalan kaki sejauh yang kita bisa!"
Berkat arus lalu lintas dan
beberapa lampu merah yang membawa keberuntungan, kedua anak itu berhasil
mengikuti mobil biru itu sejauh beberapa blok. Namun ketika Gaspar berbelok
masuk ke jalan raya, mereka hanya dapat berdiri tanpa daya sambil memandangi
pria itu meluncur menjauh.
"Kita kehilangan dia,"
erang Pete. Jupiter memandangi mobil yang kian lama kian mengecil itu dengan
hati menciut. Ketika kendaraan itu hampir hilang dari pandangan, hatinya
tiba-tiba melonjak. Ia melihat lampu rem dan sen! Digamitnya lengan Pete.
"Ayo! Mungkin belum
terlambat!" Anak-anak berlari sekencang-kencangnya. Namun mobil Gaspar
berbelok ke kiri dan menghilang sebelum mereka berada setengah jalan dari
belokan itu. Pete menggeleng-geleng dan memperlambat larinya.
"Tidak ada gunanya,"
katanya terengah-engah. "Mungkin sekarang dia sudah satu mil jauhnya dari
sini!"
Jupiter pantang menyerah.
"Belum tentu, Dua," ia tersengal-sengal, berusaha mempercepat
langkah. "Kalau aku tidak salah, jalan yang dimasukinya itu buntu! Kita
melewati daerah ini ketika pergi melihat Seruling Belanda."
Tanpa mempedulikan rasa nyeri di
pinggang mereka, anak-anak terus berlari. Ketika akhirnya mereka tiba di
belokan tempat Gaspar menghilang, dengan muka merah dan penuh keringat, Jupiter
berseru penuh kemenangan.
"Ya!" teriaknya,
menunjuk ke suatu arah di tengah-tengah blok. Pete mengusap keringat di dahinya
dan tersenyum. Mobil biru Gaspar terparkir di depan sebuah gedung apartemen
kecil! Terpampang sebuah papan nama: APARTEMEN LYNDALE LANE.
Anak-anak menyelinap sedekat yang
mereka berani di seberang jalan, kemudian merunduk di balik pagar semak yang
tinggi. Dengan penuh minat mereka memandang Gaspar berbicara dengan ramai
kepada seseorang melalui interkom apartemen.
Mereka terlalu jauh untuk
mendengar pembicaraan itu namun Gaspar jelas nampak marah. Tangannya
bergerak-gerak penuh emosi dan ia berulang kali menekan tombol-tombol di
interkom itu.
"Wah, siapapun yang tinggal
di sana jelas tidak ingin ia masuk!" kata Pete.
"Lihat siapa yang
datang," desis Jupiter.
Pete hampir-hampir tidak dapat
mempercayai pandangannya. Pria Berpakaian Hitam! Pria itu mengenakan kemeja
lengan pendek berwarna ungu dan dasi putih, serta topi hitam dan kacamata gelap
yang biasa. Ia tiba di gedung apartemen itu dan berjalan menuju ke pintu depan.
Ia nampak berbicara kepada Gaspar.
Jupe nyaris meledak penuh rasa
ingin tahu. "Seandainya kita bisa mendengar pembicaraan mereka!"
keluhnya. "Mungkin kita bisa lebih mendekat lagi."
Pete menggeleng. "Mereka
jelas akan melihat kita. Satu-satunya mobil di depan apartemen itu adalah milik
Gaspar. Mungkin..."
Ia terdiam ketika kedua pria itu
berjalan keluar bersama. Mereka berhenti di depan mobil kecil milik Gaspar dan
Pria Berpakaian Hitam menyerahkan sesuatu kepada Gaspar, kemudian berjalan
menjauh. Anak-anak mengamatinya masuk ke mobilnya sendiri yang diparkir beberapa
rumah jauhnya.
Sambil memasukkan benda kecil itu
ke dalam saku, Gaspar St. Vincent masuk ke mobilnya dan mereka berdua pergi ke
arah yang berlawanan --Pria Berpakaian Hitam lewat tepat di depan Jupe dan
Pete.
Jupiter tidak ragu-ragu. Dengan
mengambil resiko ketahuan, ia keluar dari balik pagar semak dan berlari-lari
kecil di tepi jalan, cukup lama untuk melihat nomor polisi Pria Berpakaian
Hitam. Dengan cepat diingatnya nomor itu.
"DLH 555," lapornya
ketika tersusul oleh Pete. "Mungkin Chief Reynolds di Rocky Beach bisa
membantu kita mengidentifikasi Pria Berpakaian Hitam yang misterius!"
Pete menganggukkan kepala ke arah
pintu depan kompleks apartemen itu. "Mari kita lihat, siapa yang berbicara
dengan Gaspar tadi."
Kedua anak itu berjalan ke pintu
depan gedung kecil itu dan Pete menggerakkan jarinya menelusuri daftar
penghuni. Terdapat empat nama dengan nomor interkom masing-masing.
ADRAGNA, R. #1113
KANE, H. #8216
VEBBELL, E.D. #0505
4. MOTT, H. #0915
Pete mengerutkan kening.
"Aku tidak mengenali satupun dari nama-nama ini. Siapakah yang diajak
bicara oleh Gaspar dengan penuh semangat tadi?"
"Hanya ada satu cara untuk
mengetahuinya," kata Jupiter muram. "Kita harus mengetuk pintu satu
demi satu."
Selama beberapa saat Jupe dengan
cepat mengarang suatu cerita dan kedua anak itu mulai mengetuk. Lima menit
kemudian mereka telah berbicara dengan semuanya kecuali KANE, H. di apartemen
nomor dua. Semuanya sama sekali tidak dikenal oleh anak-anak. Pete menuliskan
alamat apartemen itu di telapak tangannya, kemudian menggaruk kepalanya dengan
pen.
"Menurutmu apakah Pria
Berpakaian Hitam itu adalah H. KANE ini?"
"Suatu kemungkinan,"
kata Jupiter sambil berjalan ke sisi gedung. "Mari kita coba mengintip
melalui jendela, siapa tahu kita akan melihat sesuatu yang dapat memberi
petunjuk."
Kedua detektif itu menemukan
jendela-jendela apartemen H. KANE. Hanya satu yang tirainya terbuka. Anak-anak
meletakkan tangan mereka di kaca dan mengintip ke dalam. Apartemen H. KANE
sungguh berantakan. Sebuah meja penuh sesak dengan kertas dan tagihan terletak
di balik jendela. Tumpukan majalah dan surat kabar dengan gambar kuda pacuan
dan anjing balap teronggok di atas meja dan kursi.
"Sepertinya hari ini
pembantu libur," kata Pete tidak terkesan.
"Itu majalah-majalah mingguan
tentang pacuan," Jupiter memberitahunya.
"Sepertinya Mr. Kane adalah
seorang penjudi yang sering mengunjungi arena pacuan."
"Lalu?" Pete mengangkat
bahu. "Semua orang perlu hobi. Aku ingin tahu siapa Pria Berpakaian Hitam
-- bukan apa yang dilakukannya pada waktu senggang!"
Jupiter berjalan keluar dan
membuat tanda tanya besar dengan kapur putihnya di sebatang pohon di halaman
apartemen. Ia memasukkan kapur ke dalam sakunya dan menyatukan telapak tangan
dengan puas.
"Coba kita lihat apakah
Chief Reynolds dapat memberi tahu kita siapa orang itu, Dua. Mungkin DLH 555
sama dengan H. KANE!"
BAB XI BIARKAN DIA HIDUP
Setelah mengambil sepeda tua dari
rumah Paman Atticus, Bob bergegas pergi ke pameran Seruling Belanda. Ketika
tiba di tempat parkir sepeda, ia melihat bahwa tidak ada terlalu banyak turis
hari ini. Sebuah papan yang tergantung di haluan kapal itu mengumumkan bahwa pameran
itu akan menuju Kanada besok.
Bob memandang berkeliling,
mencari tempat yang tepat untuk mengawasi Seruling Belanda dan kedua perahu
motor pengunjuk rasa yang berada di teluk. Anak bertubuh kecil itu tersenyum
ketika pandangannya jatuh pada sebuah toko memancing di dekat situ. Ia berjalan
ke sana dan merogoh saku celananya, mencari uang.
"Siapa bilang mengintai
pastilah membosankan?" katanya kepada dirinya sendiri, meletakkan selembar
sepuluh dolar di kasir. Seorang gadis cantik mengenakan atasan bikini berwarna
merah muda cerah mengambil tempat di belakang mesin kasir.
"Ada yang bisa
kubantu?"
"Aku ingin menyewa kail dan
umpan," Bob tersenyum, merasa yakin Jupe tidak akan setuju akan metode
pengintaiannya. Bob tertawa membayangkan dirinya pulang membawa ikan besar
selagi menangani kasus. Itulah yang akan didapat Jupiter Jones yang
beraniberaninya menemukan suatu misteri tatkala sedang berlibur!
Gadis itu menyiapkan peralatan di
atas meja sambil tersenyum manis dan berkata semoga Bob sukses. Bob tersipu-sipu
dan keluar ke dermaga, memilih tempat yang tidak membuat pandangannya ke arah
Seruling Belanda terhalang.
Setelah dengan teliti memasang
umpan di kailnya, anak itu melecutkan jorannya dengan sempurna. Ia mulai
memainkan kail perlahan-lahan dan menggulungnya dengan lembut, seperti yang
telah diajarkan ayahnya beberapa musim panas yang lalu.
Sambil memancing Bob dapat
melihat Oscar Cutter di geladak Seruling Belanda, menjelaskan metode
penyelamannya dan menceritakan sejarah kapal megah itu. Pria itu nampak sangat
bosan dan sedikit kesal terhadap para turis. Bob melihat bahwa para pengunjuk
rasa di kedua perahu pun nampak bosan dan jelas sekali kehilangan antusiasme
yang mereka tunjukkan kemarin.
Beberapa jam berlalu dan Bob
menduga sepertinya ia akan sama beruntungnya dalam memancing dengan dalam
mengintai. Kemudian ia merasa ada yang membuat tali pancingnya bergetar.
Tiba-tiba talinya terulur dan jorannya melengkung oleh tarikan seekor ikan
besar! Penuh semangat, Bob menarik tongkat pancingnya dengan kedua tangan.
Dua puluh meter di depannya, Bob
melihat cipratan air ketika seekor ikan besar melompat keluar, bergerak-gerak
dengan liar di udara, sebelum akhirnya masuk kembali ke air. Jantung Bob
berdebar kencang. Menangkap ikan yang besarnya setengah kali ikan ini pun ia
belum pernah. Jupe dan Pete pasti akan ternganga! Ia sedang menimbang-nimbang
untuk memakan ikan itu atau mengawetkannya ketika suatu gerakan di atas
Seruling Belanda membuat hatinya menciut.
Oscar Cutter hendak pergi! Bob
mengerutkan kening dan menggulung talinya sekuatkuatnya, berusaha mengamati si
ikan dan Cutter pada saat yang bersamaan. Peneliti itu sedang menyerahkan suatu
catatan kepada seorang mahasiswa dan nampak memberikan instruksi. Ia lalu
menepuk punggung mahasiswa itu, menuruni kapal, dan menuju ke jalan tepat
ketika Bob menarik ikan raksasa itu keluar dari air ke atas
dermaga!
Bob dengan cekatan melepaskan
mata kail bagaikan seorang pemancing ulung dan menjulurkan kepala untuk melihat
arah yang diambil Cutter. Pandangannya terhalang oleh kapal yang besar itu!
Tahu bahwa ia tidak mungkin membuntuti Cutter sambil membawa-bawa ikan, hati
Bob semakin ciut. Tepat pada saat itu gadis cantik berbikini merah muda yang
tadi menyewakan kail kepada Bob muncul sambil membawa kamera.
"Hebat sekali!"
katanya. "Mau kuambil gambarmu? Hanya satu dolar."
"Tentu saja," Bob
mendesah, memegang ikan itu di hadapannya. "Paling tidak kini aku punya
bukti."
Gadis itu mengambil gambarnya.
"Apa maksudmu, 'bukti'?" tanyanya, memberikan foto kepada Bob dan
menerima satu dolar sebagai gantinya.
Bob patah hati ketika ia
melemparkan ikan raksasa itu ke air dan menyaksikannya berenang pergi di balik
ombak. "Biarkan dia hidup, begitulah," ia mengangkat bahu, terpukul.
Bob berlari kecil meninggalkan
dermaga untuk mengejar Cutter. "Terima kasih atas fotonya!" serunya.
Ketika Bob mencapai Seruling
Belanda, ia berdiri di atas tiang pendek yang membatasi tepi dermaga untuk
memandang di atas kepala orang-orang yang antri untuk naik ke kapal. Bob semakin
kesal ketika melihat bahwa Oscar Cutter sebenarnya tidak pergi ke mana-mana.
Pria itu hanya berjalan tidak
jauh dari kapal ke dermaga sebelah tempat tertambatnya sebuah perahu kecil yang
digunakan tim penelitinya untuk pergi ke tempat penelitian lima puluh meter ke
tengah laut. Bob merasa ingin menangis! Ia telah melepaskan tangkapan
terhebatnya seumur hidup dengan percuma!
Anak itu menatap dengan sebal
pelaut tampan itu mengemudikan perahu motor ke kapalnya yang kosong. Kedua
perahu pengunjuk rasa tidak bergeming, sepertinya memutuskan untuk tetap
tinggal di sekitar Seruling Belanda.
Bob menduga-duga apa yang
dilakukan Cutter di kapal penelitinya sendirian saja, jaraknya terlalu jauh
untuk melihat dengan jelas. Mungkin hanya memeriksa keadaan, memastikan
peralatan sonarnya yang peka tidak dijamah oleh para Perompak Baru, pikir Bob.
Dalam usahanya untuk mengalihkan
pikirannya dari ikan raksasa kembali ke kasus itu, Bob berlari-lari kecil ke
toko pancing kecil tempat ia menyewa kail tadi.
"Mau mencoba lagi?"
gadis berbikini itu tertawa. "Tak perlu membayar lagi kalau kau ingin
menggunakan kail yang sama."
Bob tersenyum berterima kasih.
"Tidak, terima kasih. Aku hanya ingin minta tolong."
"Silakan," gadis cantik
itu mengangguk.
"Apakah kau punya teropong
yang bisa kupinjam sebentar? Penting sekali -- aku hanya akan pergi ke dermaga
di dekat pameran Seruling Belanda."
Gadis itu setuju dan mencari-cari
di bawah meja kasir, lalu menyerahkan sebuah teropong kepada Bob. "Jangan
sampai hilang," katanya memperingatkan. "Itu milik atasanku. Aku bisa
dipecat kalau ia tahu aku meminjamkan teropongnya yang bagus kepada seorang
asing. Apakah kau dari sekitar sini?"
Bob menyeringai dan menggelengkan
kepala. "Tidak, aku dan teman-teman hanya berlibur di sini. Terima kasih
atas teropongnya. Aku berjanji akan mengembalikannya."
Bob meletakkan teropong di depan
matanya begitu tiba di dermaga, tepat di depan tempat penelitian Cutter. Ia
terkejut melihat Cutter mengenakan pakaian menyelam. Bob ingat bahwa salah satu
pelajaran dasar yang diterima Trio Detektif di sekolah menyelam di Rocky Beach
adalah tidak menyelam sendirian.
Setelah memasang tabung udara dan
kacamata selam, peneliti itu memandang sekilas ke arah perahu-perahu Perompak
Baru, kemudian menceburkan diri ke air.
Bob menurunkan teropongnya.
Apakah yang demikian pentingnya sehingga tidak dapat menunggu sampai Seruling
Belanda berlayar besok? Bob tidak sempat memikirkan jawaban atas pertanyaannya
sendiri. Beberapa menit kemudian pria itu muncul di permukaan dan mulai
memanjat tangga di samping kapalnya.
Bob dapat melihat bahwa Cutter
menggenggam suatu benda kecil di tangannya. Benda itu terlihat seperti sebuah
pistol. Mungkin salah satu dari blunder-apalah yang disebut-sebutnya di rumah
Paman Atticus. Lempengan kuningan di laras dan gagang kayunya berkilau ditimpa
matahari.
Bob menyingkir dari dermaga
ketika ia melihat Cutter menanggalkan pakaian selamnya dan menyimpannya. Ia
hendak kembali ke pantai -- dan ia membawa pistol itu! Bob kembali ke toko
pancing dan mengembalikan teropong kepada sang gadis.
"Datanglah lagi jika kau
ingin memancing," kata gadis itu. "Dan ajak teman-temanmu. Kami
menyewakan kail termurah di teluk ini!"
Bob melambai sambil berlari ke
dermaga Oscar Cutter. Penyelam itu baru saja menambatkan perahu motornya. Bob
membaur dengan para turis yang mengantri, lalu berlari mendapatkan sepedanya
ketika Cutter melemparkan pistol antik itu ke tempat duduk penumpang di mobil
kecilnya dan mulai bergerak.
Bob membuat tanda tanya besar dengan
kapur hijaunya di trotoar lapangan parkir dan mulai membuntuti dari jarak yang
aman.
Bob Andrews merasa semakin lama
ia mengayuh, semakin banyak pertanyaan yang muncul di benaknya. Seperti, ke
manakah Cutter membawa pistol itu? Dan mengapa para pengunjuk rasa dari
Perompak Baru tidak berusaha mencegahnya?
BAB XII
MENGHUBUNGI ROCKY BEACH!
Menjelang makan malam Jupiter dan
Pete tiba kembali di rumah Atticus Jones. Anak-anak dapat mencium harumnya
masakan lobster yang menerbitkan air liur mereka ketika mereka baru setengah
jalan menuju pintu.
Pada saat mereka masuk, mereka
hanya dapat meringis mendengar suara sumbang Titus dan Atticus yang menyanyikan
salah satu lagu pelaut kegemaran mereka sambil sibuk di dapur. Bibi Mathilda
tidak sabar dan berusaha membantu-bantu namun setiap kali diusir keluar oleh
Atticus.
"Selamat datang kembali,
Pelaut!" seru Atticus ketika anak-anak masuk ke dapur.
"Meja untuk tiga orang?
Kebetulan kami ada satu meja kosong dengan pemandangan menghadap ke
teluk!"
"Masakan istimewa malam ini
adalah udang karang panggang mentega, salad yang lezat, dan kue keju nikmat
yang akan menggelitik selera Anda!" Titus menirukan pelayan rumah makan
mewah.
Jupiter memandang berkeliling
dapur, tersadar bahwa anggota ketiga biro mereka belum kembali. "Bob belum
pulang juga?"
"Tidak kelihatan sepanjang
hari!" Titus bernyanyi, memotong bonggol selada. "Kami kira ia
bersama kalian."
"Kami berpencar," jawab
Pete. "Kami sepakat untuk berkumpul lagi di sini saat makan malam."
"Ah," Atticus mengedipkan
mata, "dan bagaimana dengan pengusutan kalian? Ada perkembangan baru yang
menjanjikan?"
"Mungkin," jawab
Jupiter, memikirkan Gaspar dan Pria Berpakaian Hitam. "Bolehkah kami
mengadakan hubungan interlokal dengan telepon Paman, Paman Atticus? Aku
berjanji kami akan mengganti ongkosnya."
"Ongkos apa? Hubungi siapa
saja yang kau mau, Nak --asal jangan sampai kalian terlambat makan saja,"
tukas pamannya.
Kedua detektif itu pergi ke ruang
kerja Atticus yang berantakan. Jupiter menemukan pesawat telepon tua yang
nomornya harus diputar dan menghubungi nomor langsung Chief Samuel Reynolds di
Kepolisian Rocky Beach.
Trio Detektif pernah bekerja sama
dengan kepala polisi itu dalam beberapa kasus yang telah lewat. Meskipun kepala
polisi itu menghargai mereka sebagai detektif sesungguhnya, seringkali ia
merasa anak-anak, terutama Jupiter Jones, terlalu sering mencampuri urusan
pihak berwajib. Chief Reynolds selalu beranggapan hanya ada garis tipis yang
memisahkan pengabdi masyarakat dan pengganggu!
Pete memandang sekilas ke arah
jam yang juga berfungsi sebagai barometer di dinding dan nampak cemas.
"Wah, Jupe, sudah pukul enam lewat. Chief Reynolds mungkin telah
pulang."
Namun kecemasan Pete tidaklah
beralasan ketika kepala polisi itu mengangkat telepon pada deringan ketiga. Ia
menjawab dengan tegas, "Reynolds."
"Selamat petang, sir. Ini
Jupiter Jones. Bolehkah saya mengganggu Anda sebentar?"
Terdengar desahan enggan di ujung
saluran. "Aku tidak punya waktu, Jones," tukas kepala polisi itu.
"Ada perampokan tadi di pompa bensin Save-U-More -- kini aku harus bekerja
lembur untuk menyelesaikan laporan!"
"Perampokan?" secara
naluriah Jupiter ingin tahu lebih lanjut. "Save-U-More yang di bagian
timur atau barat?"
"Sudahlah, Jones,"
geram kepala polisi itu. "Dengar. Mengapa kau tidak mencari kepala polisi
lain untuk kau ganggu -- di Meksiko, misalnya."
Jupiter menutupi gagang telepon
dengan telapak tangannya dan berbisik kepada Pete, "Ia sedang kesal. Aku
harus cepat-cepat."
Remaja gempal itu mengembalikan
gagang telepon ke telinganya. "Sir, saya mengerti Anda sangat sibuk namun
hal ini hanya perlu waktu sebentar." Ia menahan nafas, menunggu jawaban
kepala polisi di ujung saluran. Akhirnya Chief Reynolds menyerah.
"Baiklah, Jones, apa
maumu?"
"Terima kasih, sir."
"Ya, ya, kembali,"
tukas kepala polisi itu, "jangan lama-lama. Dan jangan gunakan kata-kata sukar!"
"Ada nomor polisi yang perlu
Anda usut, sir. Nomor Oregon DLH 555. Mobilnya sebuah Ford hitam. Menurut saya,
sedan model baru dengan empat pintu. Nama pemiliknya mungkin adalah 'H.
KANE'," Jupiter juga menyebutkan alamat apartemen kecil itu.
"Sudah? Hanya itu?"
sindir kepala polisi itu. "Tidak sukakah kalian akan kegiatan anak-anak
normal, seperti bermain bisbol? Atau berselancar? Dan apa yang kalian lakukan
di Oregon?"
"Ceritanya panjang,
sir," Jupiter meyakinkan.
"Pasti. Baiklah. Perlu waktu
satu atau dua hari untuk memperoleh data dari Departemen Transportasi Oregon.
Bisa diterima, Jones? Apakah setelah ini aku perlu menelepon Presiden Amerika
Serikat untukmu?"
"Tidak, sir," Jupiter
menyeringai. "Itu sudah cukup baik, sir."
Ia memberitahukan nomor telepon
pamannya kepada Chief Reynolds dan memutuskan hubungan. "Wah,
nyaris."
"Berapa lama?" tanya
Pete.
"Katanya satu atau dua hari.
Mulai besok kita punya satu minggu lagi, mudahmudahan cukup untuk memecahkan
kasus ini."
Bibi Mathilda memanggil dari
dapur. "Jupiter! Pete! Bob! Ayo cuci tangan, waktunya makan!"
Mendengar nama Bob disebut, kedua
anak itu teringat bahwa rekan mereka belum kembali juga. Mereka sedang melewati
gudang belakang tempat Paman Atticus menyimpan pakaian selam antiknya dan peti
Cakar Perunggu ketika Jupiter tiba-tiba berhenti dan meletakkan kedua belah
telapak tangan di kepala.
"Benda itu hilang!"
"Maksudmu anak itu
hilang," Pete membetulkan. "Di mana menurutmu Bob berada?"
Jupiter berdiri dengan kedua
tangan di kening dan menggeleng-geleng tanpa daya.
"Bukan -- memang maksudku
benda itu hilang! Lihatlah!" Ia menunjuk ke arah peti.
Peti yang telah dipasangi gembok
istimewa oleh Atticus. Peti yang pernah menyimpan Cakar Perunggu, yang kemudian
dicuri dan dikembalikan lagi. Peti itu kini kosong, tutupnya pecah seolah-olah
dihantam sebuah kapak dengan keras!
"Ada yang mencurinya
lagi!" Pete tersentak.
"Aku tidak dapat
mengerti," Jupe bergumam sambil memeriksa peti rusak itu.
"Mengapa mencurinya, hanya
untuk mengembalikannya, dan kemudian mencurinya
lagi? Sama sekali tidak
rasional." Ia berdiri dan berjalan ke pintu belakang, mendorongnya. Pintu
itu terbuka dengan mudahnya.
"Kunci pintu ini telah
dirusak juga," katanya muram. "Ada yang bersusah-payah hanya untuk
mengambil cakar itu."
"Lagi," kata Pete
mengingatkan. "Mungkin ada hubungannya dengan Bob yang tidak muncul untuk
makan malam. Pasti ada sesuatu yang sungguh penting jika Data sampai melewatkan
lobster dan kue keju!"
Jupiter mengangguk dan mencubiti
bibirnya. "Sebaiknya kita lapor Paman Atticus," putusnya. "Lalu
mulai mencari Bob, mungkin ia berada dalam bahaya."
Anak-anak dengan murung kembali
ke dapur. Mereka benci untuk melewatkan makan malam istimewa itu namun Bob
perlu bantuan. Jupiter melaporkan bahwa rumah telah dibobol sekali lagi dan
Cakar Perunggu telah dicuri lagi. Suasana ceria di sekitar meja segera berubah.
"Di-dicuri," Paman
Atticus tergagap-gagap. "Lagi?"
Ia bangkit dari tempat duduknya
dan menyerbu ke gudang. Ketika yang lain tiba di sana, Atticus Jones sedang
berdiri di depan peti rusak itu sambil menariki kumis besarnya dan
mengumpat-umpat ke arah langit-langit.
Bibi Mathilda tidak tahan lagi.
Wanita itu masuk ke kamarnya, membuka koper, dan mulai berkemas-kemas, bibirnya
terkatup rapat.
"Tempat ini tidak aman
lagi!" jeritnya. "Aku mau kalian anak-anak berkemas dan mengambil
kantung tidur kalian dari kapal! Aku takkan tinggal di sebuah rumah yang
dimasuki pencuri sesuka hati mereka! Rumah ini tidak aman, dengar itu!"
Jupiter dan Paman Titus berusaha
menenangkan wanita itu namun tatapan marah Bibi Mathilda membuat mereka menutup
mulut sebelum sempat bersuara.
Atticus menunduk dengan muram.
"Kurasa bibimu benar," katanya. "Terlalu berbahaya bagi kita
untuk tinggal di sini sebelum orang gila ini tertangkap!"
Jupiter menggamit Paman Titus.
"Kurasa Paman sebaiknya
membawa Bibi Mathilda ke penginapan terdekat."
"Dan apa rencanamu,
Nak?" kata pamannya dengan bijak. "Permainan ini sudah terlalu
berbahaya. Menurutku sudah saatnya polisi mengambil alih sekarang."
"Kami cemas akan Bob,"
Jupiter menjelaskan. "Ia belum kembali dari pengintaiannya di Seruling
Belanda. Aku hendak meminta tolong Paman Atticus mengantarkan kami mencari anak
itu. Jika kami tidak dapat menemukannya, maka tidak ada pilihan lagi selain
menghubungi polisi."
Paman Titus menimbang-nimbang
sesaat, kemudian menyetujuinya dan membantu istrinya memasukkan barang-barang
mereka ke bak belakang truk. Sekali lagi ia memperingatkan Jupe agar
benar-benar berhati-hati. "Sepertinya ada orang tidak waras di luar sana.
Aku tidak ingin kalian anak-anak pergi sendirian!"
Jupiter berjanji bahwa ia dan
Pete akan berusaha untuk tetap bersama Paman Atticus sepanjang waktu sementara
mereka semua naik ke truk.
"Ke pameran Seruling
Belanda," Jupiter memberi aba-aba. "Dan buka mata terhadap tanda
tanya yang dibuat dengan kapur hijau!"
BAB XIII HANTU SI JANGGUT HITAM
Kaki Bob gemetar sementara ia
berusaha mengimbangi mobil putih Oscar Cutter yang melaju menuju kota. Untuk
kesepuluh kalinya anak itu berpikir, seandainya ia mengendarai sepeda gunungnya
yang bergigi lima, yang diperolehnya sebagai hadiah Natal tahun lalu,
membuntuti tersangka jauh lebih mudah dengannya.
Paling tidak di Rocky Beach Trio
Detektif bisa memanfaatkan layanan Worthington! Worthington adalah supir
berkebangsaan Inggris yang mengemudikan Rolls Royce mewah, yang dimenangkan
Jupiter dalam sebuah kontes.
Berkat kebaikan hati seorang
klien yang sangat berterima kasih, Trio Detektif bisa menggunakan mobil
mewah itu tanpa batas dan
Worthington telah menjadi seorang sahabat sekaligus 'Penyelidik Keempat tidak
resmi.'
Namun hari ini Worthington berada
ratusan mil jauhnya dan Bob sendirian, mengayuh sepeda antik Atticus Jones!
Remaja berambut pirang itu
menghembuskan nafas lega dan mulai memperlambat kayuhannya ketika melihat mobil
kecil Cutter berbelok masuk ke jalan raya.
Berhati-hati, Bob menjaga jarak
satu blok di belakang peneliti itu. Ia terheranheran melihat Cutter membelokkan
mobil ke dalam sebuah lorong sempit di belakang deretan toko yang pernah
dimasukinya dan Pete ketika melarikan diri. Bob memarkir sepeda tuanya di
tempat parkir terdekat dan mengintip di sudut jalan.
Cutter sedang berdiri di depan
pintu belakang markas Perompak Baru dari Barat -- dan ia menggenggam pistol
yang belum lama diambilnya dari dasar laut! Bob mengamati dan kemudian
mengendap-endap mendekat untuk dapat melihat lebih jelas. Apa yang dilakukan
seorang peneliti kapal karam di tempat orang-orang yang memprotes dan
mengancamnya? Bob sempat berpikir bahwa penyelam itu mungkin
hendak menjual pistol itu kepada
Perompak Baru sebagai tambahan koleksi museum mereka.
Namun kemudian ia teringat akan
perkataan Jupe bahwa semua yang dipamerkan adalah imitasi belaka -- lagipula,
segala sesuatu yang ditemukan Cutter tentu menjadi milik universitas yang
membiayai penelitiannya.
Tak lama kemudian pintu terbuka
dan Cutter tanpa bersuara disilakan masuk ke dalam pos pemadam kebakaran yang
gelap. Bob menggigiti kukunya dengan gelisah.
Apa yang harus dilakukannya? Anak
yang bertanggung jawab akan Catatan dan Riset tidak ingin terpisah dari
teman-temannya jika ia memutuskan untuk membuntuti Cutter ke dalam.
Pete melakukan hal itu dalam
kasus sebelumnya di Inggris, Misteri Warisan Hitchcock, dan hasilnya ia
terkurung di ruang penyimpan anggur sepanjang hari! Bob tidak ingin mengulangi
kesalahan temannya.
Dengan muram Bob memikirkan
segala alat yang dirancang Jupiter untuk menangani kasus seperti ini. Sungguh
akan berguna alat-alat itu baginya sekarang! Ia sedikit kesal terhadap Jupe
yang hanya membawa kapur khusus mereka namun sadar bahwa ia sendiri patut
disalahkan. Ia seharusnya tahu bahwa suatu liburan pun dapat berubah menjadi
bahaya jika ada Jupiter Jones!
Bob memutuskan bahwa ia harus
puas dengan kapur untuk saat ini. Ia membuat sebuah tanda tanya besar berwarna
hijau di dinding dan beberapa lagi sementara ia mendekati pintu belakang markas
Perompak Baru.
Ketika ia telah mencapai pintu
yang tadi dimasuki Cutter, ia berlutut dan menggambar satu lagi tanda tanya dan
tanda panah di lantai. Sambil menarik nafas panjang dan mengumpulkan segenap
keberaniannya, Bob memasuki bagian dalam yang gelap.
Hidungnya segera mencium bau cat
basah dan serbuk gergaji. Ruangan lembab itu hanya diterangi oleh cahaya
matahari yang masuk melalui jendela kaca berwarna yang menghadap jalan raya.
Bob membiarkan matanya terbiasa dengan keremangan ruangan itu selama beberapa
saat, lalu berjingkat-jingkat maju.
Brak! Ia menabrak sebuah
kuda-kuda gergaji dengan gergaji di atasnya. Bunyi yang ditimbulkan terasa
sungguh kencang memecah kesunyian bangunan besar itu. Bob mengumpat tertahan,
mengatupkan gigi, dan mendengarkan. Setelah beberapa menit di dalam kesunyian,
yakin akan tertangkap basah dengan senter yang disorotkan ke arahnya, Bob
melanjutkan langkahnya ke bagian depan ruangan.
Melihat turis-turis di luar
jendela besar itu membuat perasaan Bob sedikit lebih baik. Ia tahu kalau ada
bahaya, paling tidak ia akan dapat menggedor kaca jendela dan berteriak minta
tolong -- bahkan memecahkannya kalau terpaksa!
Ia mengendap-endap di lantai
bawah, mencari petunjuk, dan ketika merasa lebih percaya diri, mulai menaiki
tangga menuju ke lantai dua. Cutter pastilah ada di sana!
Setelah tiba di atas kepercayaan
diri Bob luntur. Hanya ada beberapa jendela kecil di ruangan besar itu dan
secercah cahaya matahari yang masuk hanya menimbulkan bayang-bayang
menyeramkan. Ia menggambar satu lagi tanda tanya di anak tangga teratas.
Bob menelan ludah dan kembali
maju dengan tangan terentang ke depan bagaikan antena, berjaga-jaga kalau-kalau
ada lagi kuda-kuda gergaji di depannya. Tiba-tiba tangannya menyentuh sesuatu
yang membuatnya tersentak penuh keringat dingin.
Rasanya seperti tangan manusia --
namun dingin, bagaikan tangan mayat! Bob berteriak tertahan dan menarik
tangannya penuh kengerian. Lalu, berkat cahaya lemah yang menerobos masuk, ia melihat
benda yang disentuhnya.
Itu hanyalah patung lilin William
Evans -- yang lebih dikenal oleh Bob sebagai Perompak Ungu. Dengan matanya yang
mulai terbiasa dengan cahaya remang-remang Bob dapat melihat bahwa ada beberapa
patung lilin yang tersebar di ruangan besar itu.
Hal ini tidak membuatnya merasa
lebih baik. Matanya menatap patung-patung itu satu per satu -- begitu ia
mengalihkan tatapan ke patung yang lain, patung yang sebelumnya seolah-olah
bergerak sedikit. Begitu ia menatap yang lain lagi, patung yang pertama
seolah-olah siap menghantamnya.
Sambil menggigiti kuku-kukunya
lagi Bob memaksa diri meneruskan pencariannya terhadap Kapten Cutter. Ketika
penyelidik bertubuh kecil itu telah tiba di dinding seberang museum itu tanpa
menemukan tanda-tanda si penyelam, ia menghembuskan nafas lega. Ia nyaris
gembira karena tidak menemukannya.
Satu-satunya yang ingin ia
lakukan adalah kabur dari ruangan seram ini! Bob memutuskan bahwa cukup sudah
penyelidikan yang dilakukannya untuk hari itu dan ia ingin pulang dan berpesta
lobster untuk makan malam.
Setelah mengambil keputusan itu,
Bob mulai berjalan dengan cepat namun tanpa suara, melintasi ruangan, menuju ke
tangga.
"Aaaahhhhhhhhhh!"
Sekonyong-konyong ketakutan
terbesarnya menjadi kenyataan. Ketika ia berjalan melewati patung William
Teach, lebih terkenal sebagai Si Janggut Hitam, sosok tinggi itu menggeram
marah dan melompat turun dari landasan tempatnya berdiri!
Anak bertubuh kecil itu menjerit
kencang penuh ketakutan dan terhuyung ke belakang, menimpa sebuah benda
pameran, dan menjatuhkannya ke lantai dengan suara keras! Bob berlari melintasi
ruangan sambil dilanda kengerian, otaknya berusaha memerintahkan kakinya agar
bergerak --dan bergerak dengan cepat!
Si Janggut Hitam mendesis sambil
mendekati Bob, sepatu larsnya berdencing di lantai sementara ia semakin
mendekat. Salah satu matanya tertutup kain dan yang lain menatap dengan tidak
waras. Janggut Hitam mencabut sebilah belati panjang dari sabuknya.
"Ini yang kami lakukan
terhadap para pencuri!" ia meringis bengis, menggerakkan jari seolah-olah
memotong lehernya.
Bob menelan ludah dan menghambur
ke tangga. Baru dua anak tangga dilewatinya ketika sebuah jala nelayan yang
besar menyelubunginya dan membuatnya terjatuh ke lantai. Ia menendang-nendang
jala itu dengan liar namun hal itu hanya membuatnya semakin erat terjerat.
Si Janggut Hitam berdiri di
depannya dan mengejek. "Mungkin aku harus membiarkanmu hidup sebagai
umpan! Aku ingin tahu apa yang bisa kutangkap dengan anak yang suka ikut campur
sebagai umpan di kailku!" Perompak itu mencibir, meraih ujung-ujung jala,
dan menyeret Bob di lantai.
"Mudah-mudahan kau telah
memberi ciuman selamat tinggal kepada ibu dan ayahmu, Teman," katanya
bengis, "karena yang akan kau temui berikutnya adalah Setan Laut! Ha ha
ha!"
BAB XIV
BOB DALAM BAHAYA!
Setelah Jupiter dan Pete memanjat
naik ke dalam kabin truk Paman Atticus, Jupe meminta pamannya pergi ke pameran
Seruling Belanda. "Di sanalah Data seharusnya berada. Jika ia mendapat
kesulitan, mungkin ia meninggalkan petunjuk bagi kita di sana."
Matahari mulai menghilang di
bawah kaki langit dan langit berona campuran biru, jingga, dan ungu. Sementara
pamannya mengemudikan kendaraan tua itu sepanjang jalan pantai, Jupiter
menyaksikan kabut bergumpal-gumpal di atas ombak yang memecah di pantai. Ia
mencubiti bibirnya, cemas akan bahaya yang mungkin mengancam Bob.
***
Ketika Bob Andrews diseret
menuruni tangga di bekas pos pemadam kebakaran, ia berhasil mengeluarkan kapur
hijau dari saku depan celananya. Dalam kegelapan yang mencekam Si Janggut Hitam
tidak dapat melihat garis hijau panjang yang ditinggalkan Bob di lantai
sementara ia diseret ke pintu belakang yang beberapa saat lalu dimasuki Cutter.
Bajak laut itu menoleh dan
menatap Bob dengan matanya yang tidak tertutup sambil mengikat pergelangan
tangan dan kaki anak itu dengan pita perekat barang. "Kau harus tutup
mulut kalau kau ingin tetap sehat. Siapa tahu aku akan menjadikanmu budak dan
tidak melemparkanmu ke ikan-ikan hiu!"
Bob menelan ludah dan mengangguk
ke arah bajak laut itu. Ketika potongan pita perekat yang tebal direkatkan di
mulutnya, anak bertubuh kecil itu tiba-tiba menyadari bahwa dalam dua
kesempatan Trio Detektif melihat Connie Bly, orang itu selalu mengenakan
penutup mata.
Dugaan Bob tentang identitas asli
perompak itu terbukti benar ketika Si Janggut Hitam mengangkat Bob dalam
jalanya dan melemparkannya ke bagian belakang sebuah mobil kecil berwarna
putih, menutupkan selimut tebal di atasnya. Jadi Connie Bly ada di balik semua
ini!
Tidak sulit bagi Bob untuk
membayangkan perompak itu terlibat dalam suatu kejahatan. Ia menduga Bly adalah
seorang pencuri profesional yang disewa oleh seseorang yang berminat akan bajak
laut atau kapal karam.
Sementara mobil kecil itu
berjalan, Bob meraba-raba lantai di sekitarnya dengan jarijarinya, mencari-cari
sesuatu yang dapat digunakan untuk memotong pita perekat di pergelangan tangan
dan kakinya. Jemarinya menyentuh sesuatu yang keras dan dingin. Setelah meraba-raba
permukaan yang kasar dengan jarinya, Bob tiba-tiba menyadari benda yang
disentuhnya --Cakar Perunggu!
Hatinya melonjak namun hanya
untuk sesaat. Cakar itu tidak berguna untuk membebaskan tangan dan
kakinya. Ia melanjutkan
mencari-cari. Tangannya meraba beberapa lembar kertas dan secara naluriah
memasukkannya ke dalam saku, bisa jadi kertas-kertas itu berisi nama atau
alamat orang yang mempekerjakan Bly!
Ketika pencariannya sia-sia, Bob
menggambar sebuah tanda tanya kasar di lantai dengan kapurnya, lalu menyibukkan
diri dengan berusaha menyingkirkan selimut di atasnya, cukup untuk
memungkinkannya melihat keluar melalui kaca belakang.
Baru saja ia berhasil, mobil itu
berhenti. Melalui kaca yang gelap Bob dapat melihat tiang layar kapal yang
menjulang tinggi dengan matahari terbenam di latar belakangnya. Bly telah
membawahnya ke Seruling Belanda! Tapi mengapa?
Kemudian Bob mendengar pintu
mobil ditutup dan kesunyian yang cukup lama. Sepuluh menit berlalu. Ia mulai
berpikir bahwa Bly telah meninggalkannya ketika bajak laut besar itu kembali
dan membuka pintu belakang.
Bajak laut itu mendesis tajam di
telinga Bob. "Jangan bergerak sedikit pun --jangan bersuara atau kau akan
menjadi umpan ikan hiu! Anggukkan kepalamu jika mengerti."
Bob mengangguk.
"Bagus. Ingat, jangan
bersuara sedikit pun."
Perompak itu membungkus Bob
dengan selimut, mengangkatnya, dan memanggulnya.
Kini Bob dapat mencium bau air
laut yang asin dan mendengar deburan ombak. Ia terlonjak-lonjak sementara Bly
berjalan cepat menuju pintu masuk kapal. Bob berusaha mengingat-ingat tata
letak kapal besar itu dan segera menduga bahwa ia sedang dibawa ke bawah
geladak.
Bly berhenti mendadak dan Bob
mendengar sebuah pintu dibuka. Pencuri itu menjatuhkannya bagaikan sekantung
kentang ke atas sebuah ranjang dan menyingkirkan selimut dan jala.
"Jangan macam-macam,"
geramnya. "Kau tahu apa yang akan terjadi..." ejeknya, menggerakkan
jari di depan leher lagi.
Bob mengangguk sekali lagi, lalu,
setelah Bly pergi, menggunakan jari-jarinya untuk melepaskan pita perekat di
mulutnya, menimbulkan rasa nyeri. Pada saat itu Bob teringat akan pisaunya.
Tentu saja! Ia ingin menendang dirinya sendiri!
Ia tidak pernah pergi ke mana pun
tanpa pisau lipatnya. Ia begitu panik sehingga melupakan pisau itu!
Bob menggerakkan tangannya yang
terikat ke saku depannya. Ia bersyukur Bly tidak repot-repot menggeledahnya.
Jari-jarinya menyentuh pisau kecil itu. Pisau itu terlepas dari tangannya yang
berkeringat.
Dengan berkonsentrasi penuh Bob
meraih ke dalam sakunya dan akhirnya berhasil mengeluarkan pisau itu. Dengan
ujung-ujung jarinya anak bertubuh kecil itu membuka mata pisau dan dengan
hati-hati mulai
memotong pita perekat yang
mengikat tangannya.
Setelah beberapa menit tangannya
bebas. Dengan cepat ia memotong ikatan pergelangan kakinya, lalu mengamati
sekeliling. Ia dikurung di sebuah kabin penumpang di lantai bawah kapal. Hanya
ada sebuah pintu dan tidak ada jendela kecuali jendela bundar di pintu.
Bob memeriksa pintu itu.
Engsel-engselnya terlalu besar untuk dicongkel dengan pisau lipat kecilnya --
namun jendela bundarnya nampak cukup besar bagi seorang anak bertubuh kecil
untuk menyusup keluar! Dengan menggunakan mata pisau petugas Catatan dan Riset
mulai mencopoti baut-baut jendela.
Pekerjaan itu memakan waktu lama.
Keringat menetes dari keningnya sementara ia dengan penuh semangat mulai
membuka baut terakhir. Sekonyong-konyong ia mendengar suara! Siapa lawan bicara
Bly? Oscar Cutter? Apakah mereka bekerja sama? Ataukah itu Pria Berpakaian
Hitam -- atau Gaspar St. Vincent?
Bob menempelkan daun telinganya
ke kaca, berusaha mendengar perkataan mereka. Tidak ada gunanya, mereka terlalu
jauh. Kemudian ia mendengar langkah-langkah kaki mendekat. Bob melemparkan
dirinya ke ranjang, menjatuhkan kapur dan pisaunya ke dalam saku, dan
menempelkan potongan pita perekat kembali di mulut, tangan, dan kakinya.
Ia hanya dapat berharap Bly tidak
menyadari bahwa baut-baut di jendela telah
dicopot dan ikatannya telah
dipotong! Perompak berwajah bengis itu masuk ke ruangan dan mengangkat Bob di
bahunya. "Layanan kamar," ejeknya. "Saatnya memindahkanmu ke
tempat baru. Tidak sebesar ini namun ingat, jika kau berkelakuan baik, kau
mungkin bisa hidup cukup lama untuk bercerita tentang semua ini!"
BAB XV
JANGAN COBA-COBA!
"Lihat! Di atas kapal!"
teriak Pete.
Jupiter dan Atticus memandang
melalui kaca truk tua sementara Atticus menghentikannya di lapangan parkir
kosong di depan Seruling Belanda.
"Aku tidak melihat apa-apa,
Dua."
"Apa yang kau lihat,
Nak?"
"Aku berani bersumpah aku
tadi melihat seseorang di atas kapal!" Pete berseru seraya melompat keluar
truk.
"Ayo! Mungkin itu Bob!"
Atticus dan Jupiter segera
mengikutinya. Ketika mereka tiba di kapal besar itu, Pete berkata tertahan,
"Aku berani bersumpah..."
Seruling Belanda menjulang dingin
dan diam di kegelapan malam. Kabut yang beberapa saat lalu hanya sekitar 30 cm
di atas permukaan laut kini mulai merambat naik dan menyelubungi kapal.
Jembatan untuk naik ke kapal dinaikkan dan terdapat tanda di haluan kapal: "TUTUP."
Dan di bawahnya terdapat tulisan: "Terima kasih, Anchor Bay! Seruling
Belanda Akan Berlayar Pukul 8:30 Pagi."
Satu-satunya kegiatan yang
terlihat hanyalah toko pancing kecil sekitar lima puluh meter dari mereka yang
sedang ditutup. Sebuah mobil kecil berwarna putih terparkir di sampingnya.
Seorang gadis mematikan lampu-lampu, mengunci pintu, dan kemudian pergi menaiki
sepeda. Mereka kini sendirian.
Ombak memukul-mukul lambung kapal
dan bunyi sosok kayu raksasa itu menimbulkan rasa seram tatkala digabungkan
dengan kabut yang tebal. Pete memandang berkeliling dengan gelisah.
"Mungkin aku hanya berkhayal," bisiknya. Ia tidak tahu mengapa ia
berbisik, seolah-olah sudah sepantasnya dalam suasana menegangkan itu.
"Lihat ini," desis
Jupiter. Pete dan Paman Atticus bergegas mendatangi tempat anak gempal itu
berdiri. Ia menuding ke trotoar.
Terdapat sebuah tanda tanya besar
yang digambar dengan kapur hijau di trotoar.
"Jadi Bob tadi ada di
sini," Atticus mendesah. "Kita harus memeriksa kapal itu. Besok akan
sudah terlambat seandainya ia disekap di dalamnya!"
Jupiter mengangguk dengan muram
dan menatap Pete. "Kau tahu apa yang harus dilakukan, Dua."
Pete menelan ludah dan memandang
ke atas ke arah kapal besar itu. Tambang setebal 10 cm menghubungkan sisi kapal
dengan suatu gelang besi di dermaga. Pete meminta Jupe menjaga tali itu agar
tidak bergoyang-goyang, lalu meludah ke kedua telapak tangannya.
Bagaikan seorang pemain akrobat
sirkus, remaja atletis itu meraih tali dan mengaitkan kedua kakinya di
belakang. Tanpa suara Pete bergantung di tali raksasa itu dan beringsut maju
hingga mencapai sisi geladak terbawah.
Sambil bergantung dengan kedua
tangannya Pete memeriksa geladak, berjaga-jaga akan gerakan yang
mencurigakan. Merasa aman, ia
mengayunkan kakinya ke atas dan memanjat.
Matahari benar-benar menghilang
ke bawah kaki langit ketika Pete menurunkan jembatan kapal. Jupiter dan Atticus
bergegas menaiki kapal. Lampu-lampu jalan di sepanjang dermaga mendengung dan
satu per satu menyala, memberikan cahaya yang cukup bagi para pencari itu.
Ketika mereka telah memeriksa
geladak, Atticus menyuruh Pete mengambil senter di truknya.
"Aku tidak mau turun tanpa
lampu," bisiknya gelisah.
Setelah Pete kembali dengan
senter, mereka menuruni anak tangga menuju ke lantai bawah. "Seandainya
aku juga membawa pemukul bisbolku!" kata Atticus. "Sepertinya ini
adalah..."
"Sebuah perangkap?"
suatu suara kasar memotongnya. Mereka bertiga menudungi mata dengan tangan
ketika cahaya kuat sebuah senter besar menerpa.
"Aku punya pistol,"
kata suara itu, "jadi jangan coba-coba lari. Angkat tangan dan teruslah
turun. Jangan coba-coba!"
"Lakukan perintahnya,
Anak-anak," kata Atticus. Mereka berbaris dalam kegelapan lantai bawah.
"Kami tidak ingin masalah, kami hanya mencari seorang teman," kata
Atticus.
"Diam!" bentak suara di
belakang senter. "Masuk!" Ketiganya didorong masuk ke dalam sebuah
ruangan besar dengan langit-langit sangat rendah.
Beberapa jendela bundar terdapat
di dinding. Lampu-lampu jalan di luar memberikan cukup penerangan
untuk saling melihat. Jupiter
mengingat-ingat tur yang dipimpin Cutter dan menduga bahwa mereka sekarang
berada di dalam ruangan kapten.
"Jupe! Lihat!" seru
Pete.
Di sudut ruangan duduklah Oscar
Cutter --pergelangan tangan dan kakinya terikat oleh tali! Peneliti itu duduk
dengan mata terbelalak dan penuh ketakutan. Mereka bertiga didorong ke tempat
Cutter dan diperintahkan untuk duduk.
"Aku-aku hendak menelepon
dan mem-memperingatkanmu," penyelam itu tergagap, "namun penjahat ini
memukulku! Aku sungguh ketakutan!"
"Diam!" suara itu
membentak. "Kecuali kalau kau ingin dipukul lagi!"
Dengan cahaya lampu-lampu jalanan
yang masuk Jupiter dapat melihat bahwa suara di belakang senter itu adalah
Connie Bly. Perompak itu mengambil beberapa utas tali. Ia melemparkan tali-tali
itu kepada Jupiter.
"Ikat teman-temanmu. Jangan
ada simpul pura-pura, Gendut --aku akan mengikatmu terakhir dan memeriksa
pekerjaanmu!"
Jupiter melakukan seperti yang
disuruh dan kemudian membiarkan Bly mengikat tangan dan kakinya.
"Apa yang akan kau lakukan
terhadap kami?" tanya Atticus. "Apa pun itu," gertaknya,
"kau tidak akan dapat kabur. Polisi sedang menuju ke sini!"
Bly menatap Atticus dengan
bengis, matanya yang sehat bersinar di dalam cahaya lampu. "Kuberi tahu
apa yang akan kulakukan, Pak Tua. Aku akan menyuruh kalian berjalan di atas
papan, seperti yang telah kulakukan dengan detektif kecil tadi! Sekarang diam.
Ingat, aku punya pistol," ancamnya, kemudian keluar.
Ketika perompak itu telah lenyap,
Pete menoleh ke arah Jupiter. "Kau dengar yang dikatakannya tentang
Bob?" tanyanya.
"Aku yakin ia hanya
menggertak," jawab Jupiter, berusaha terdengar percaya diri sementara ia
mempelajari simpul yang mengikat pergelangan tangannya.
"Jupiter benar,"
Atticus setuju, "ia hanyalah pencuri kelas teri, bukan seorang
pembunuh."
"Aku tidak terlalu
yakin," erang Oscar Cutter. "Lebih baik kita ikuti kemauannya,
sehingga kita tidak perlu tahu!"
Bahkan dengan tangan terikat Jupe
masih dapat mencubiti bibir bawahnya dengan penuh konsentrasi. "Aku sedang
berpikir..." Ia berhenti dengan tiba-tiba, raut wajahnya yang bulat
berubah aneh, nampak puas. Di luar terdengar bunyi pintu mobil ditutup.
"Berpikir apa,
Pertama?" Pete berteriak. "Tolong katakan bahwa kau punya
rencana!"
Namun Jupiter tetap diam
sementara suara langkah-langkah kaki terdengar mendekati ruangan kapten. Connie
Bly masuk ke kabin dan menyeringai buas, matanya yang sehat berbinar-binar. Ia
mendapati Jupiter dan menarik kemeja anak itu dengan kasar.
"Baiklah, Gendut, bagaimana
jika kau dan aku berjalan-jalan --di atas papan pendek yang menuju ke
laut!" Ia tertawa terbahak-bahak dan mulai menyeret Jupiter di sepanjang
lantai.
Sekonyong-konyong semua lampu
menyala, selama beberapa saat membutakan semua orang di dalam ruangan.
"Jangan ada yang
bergerak!" suatu suara tegas berseru dari ambang pintu. Jupiter berlutut
dan tersentak. Ia berpaling dengan cepat ke arah Pete dan Atticus, yang juga
menatap ke arah pintu dan ternganga. Pria Berpakaian Hitam! Dan ia menggenggam
sepucuk pistol!
BAB XVI KEDOK PRIA BERPAKAIAN HITAM TERUNGKAP
"Jangan bergerak!"
ancam Pria Berpakaian Hitam. "Pistolku asli, Bly, tidak seperti milikmu --
jadi dengar baik-baik!"
Penjahat berkostum Si Janggut
Hitam itu menjatuhkan pistolnya dan perlahan mengangkat tangan. "Siapa
kau?" perompak itu menukas, "dan bagaimana kau tahu namaku?"
Dengan lampu-lampu menyala Jupe
kini dapat melihat bahwa pistol Connie Bly adalah sebuah blunderbuss --sangat
mungkin berasal dari museum Perompak Baru.
Kemudian ia memandang Pria
Berpakaian Hitam. Pria misterius itu memiliki rahang yang kokoh serta mata yang
dingin dan tajam. Sebuah bekas luka yang seram menghiasi pipi kanannya.
Di kejauhan mereka mendengar
raungan sirene polisi yang mendekat. Bly menatap Oscar Cutter dan Pria
Berpakaian Hitam dengan putus asa. "Mari kita
membuat perjanjian," katanya
cepat-cepat. "Bukan aku yang kau inginkan," serunya, menunjuk ke arah
Cutter. "Dialah yang kau kejar! Semua ini idenya!"
"Apa?" teriak Cutter,
wajahnya penuh kemarahan. "Aku? Orang ini mengigau! Seumur hidupku aku
belum pernah bertemu dengannya!"
Jupiter mengikuti percakapan itu
dengan penuh minat, kemudian mengangguk ke arah Pria Berpakaian Hitam.
"Aku tahu siapa dia,"
Penyelidik Pertama berkata riang. Paman Atticus dan Pete menatap Jupiter,
terbengong-bengong.
"Kau tahu?" mereka
berseru serempak. Jupiter mengangguk dengan puas dan berpaling ke arah lelaki
bertopi hitam itu.
"Jika aku tidak salah, dia
adalah seorang detektif."
Pria Berpakaian Hitam berdiri
diam. Pete menatapnya, kemudian Jupiter, kemudian kembali Pria Berpakaian
Hitam. Ia tahu dugaan Jupe biasanya tepat -- namun seringkali Pete tidak dapat
mengikuti jalan pikiran rekannya itu.
"Dan bagaimana kau tahu itu,
Pertama?" Masih dalam keadaan terikat, Jupiter berhasil duduk di samping
Pete.
"Karena polisi ada di luar
dan ia tidak berusaha lari. Berarti dia bukan penjahat. Dia punya pistol namun
tidak berusaha menangkap Bly. Berarti dia bukan polisi. Karena banyak detektif
yang memiliki izin membawa senjata api, kuduga ia adalah detektif swasta."
Pria Berpakaian Hitam
menggangguk. "Anak pintar," katanya. "Ia benar, aku seorang
detektif swasta. Namaku Seth Cooley dan aku..."
Cooley menurunkan kewaspadaannya
sesaat dan Bly beraksi. Sambil menggeram ia berlari melewati detektif itu,
membuatnya terhuyung. Pistolnya meletus ke langit-langit.
Bly berlari menaiki tangga menuju
ke geladak. Mereka mendengar teriakan terkejut dari atas, diikuti oleh suara
ceburan. Cooley bangkit perlahan-lahan dan mengibaskan debu di pakaiannya.
"Ia takkan lari
jauh-jauh," tukasnya, nampak agak malu karena lengah. "Tempat ini
telah dipenuhi polisi!" Detektif swasta itu menggeleng kesal dan mulai
melepaskan ikatan Jupiter.
"Sudah berapa lama Anda
membuntuti Mr. Bly?" Pete bertanya kepada detektif swasta itu. Ia
mengangguk ke arah Oscar Cutter. "Kapten Cutter menyangka Anda tukang
pukul dari Perompak Baru!"
"Yang diselidikinya bukanlah
Connie Bly," ujar Jupe tiba-tiba. Sesaat suasana sunyi senyap di dalam
ruangan kapten sementara semua orang, termasuk Seth Cooley, menatap Jupiter
dengan kaget.
"Bukan?" Paman Atticus
berkedip kebingungan. "Lalu siapa, Nak?"
Jupiter mengangguk ke arah
detektif itu. "Mungkin tidak etis bagi Mr. Cooley untuk menyebutkan nama
kliennya namun saya menduga ia disewa oleh universitas. Begini, Kapten Cutter adalah penjahat yang
sebenarnya. Saya yakin jika Anda menggeledah kapal ini atau mungkin
apartemennya di Lyndale Lane, Anda akan menemukan Cakar Perunggu -- dan juga
Bob!"
Wajah Cutter nampak penuh
kemarahan. "Aku tidak percaya telingaku!" ia meledak.
"Aku duduk di sini, terikat,
tawanan, dan dituduh juga?" Penyelam itu menatap Jupiter dengan marah.
"Anak muda, seharusnya kau berpikir dua kali sebelum melemparkan tuduhanmu
itu! Aku sudah lama bersahabat dengan pamanmu --kini kuminta kau melepaskan
ikatanku dan..."
"Anak ini benar,"
Cooley memotongnya, nadanya datar saja. "Aku tidak tahu bagaimana ia bisa
tahu namun ia benar."
Cooley memasukkan pistolnya ke
sarung yang tersembunyi di balik jaketnya, lalu melepaskan ikatan Pete dan
Atticus. Ketika semuanya telah bebas, mereka menatap Oscar Cutter.
Cutter memandang paman Jupe.
"Atticus, jangan percaya! Konyol sekali! Cepat, lepaskan tali ini sehingga
kita dapat menangkap Bly!"
Tepat pada saat itu Paman Titus
dan Bibi Mathilda menyerbu masuk ke dalam kabin, diikuti oleh beberapa petugas
polisi. Mereka menatap Oscar Cutter yang terikat, lalu Jupiter.
"Tolong! Polisi!"
Cutter berteriak. "Orang-orang gila ini... Lepaskan ikatanku cepat! Namun
hati-hati terhadap mereka -- mereka gila!"
Polisi yang menjadi pemimpin
memandang Seth Cooley dengan ragu-ragu. "Saya Kapten Blake. Andakah yang
memanggil kami?" Polisi itu menatap pemandangan di depannya sekilas dan
kemudian menanggalkan topinya untuk menggaruk kepala.
"Anda mau menjelaskan apa
yang terjadi di sini?"
"Mengapa Kapten Cutter
terikat, Jupiter Jones?" Bibi Mathilda menuntut jawaban.
"Kalian menemukan Bob?"
Paman Titus bertanya sebelum Jupiter dapat membuka mulut untuk menjawab
pertanyaan yang pertama.
Jupiter berpaling ke arah Cutter.
"Maukah Anda memberi tahu kami di mana kami dapat menemukan rekan kami dan
Cakar Perunggu? Atau kami terpaksa menggeledah kapal ini?"
Keringat membasahi hidung Cutter.
"Geledah kapal ini!" ia mengangkat bahu.
"Geledah apartemenku. Aku
tidak menyembunyikan apa-apa. Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan! Aku
diikat oleh Connie Bly sepertimu. Nantinya akan terbukti bahwa tidak ada orang
lain di kapal ini dan aku tidak bersalah. Silakan, geledahlah!"
Kapten Blake menyerukan aba-aba
kepada anak buahnya. "Periksa kapal ini dari atas hingga bawah."
Setelah ketiga petugas polisi itu pergi, ia menoleh kepada Seth
Cooley. "Sebaiknya Anda
mulai menjelaskan apa yang sedang terjadi di sini!"
Jupiter berdiri tegap dan
tersenyum ke arah Oscar Cutter.
"Saya berpikir tentang
perkataan Kapten Cutter tadi. Ia mengaku telah diikat oleh Connie Bly."
Jupiter menggelengkan kepala dengan dramatis. "Sebenarnya, Kapten, tali di
tangan dan kaki Andalah yang membuktikan sebaliknya!"
Semua orang di kabin kapten
menatap ikatan Cutter.
"Apa maksudmu,
Pertama?" tanya Pete. "Ia sudah terikat ketika kita tiba di
sini."
"Tepat sekali," kata
Jupiter. "Dan jika kau ingat, Bly menyuruhku mengikatmu dan Paman Atticus,
kemudian ia mengikatku. Saat itulah aku memperhatikan simpulnya."
"Simpulnya?" Bibi
Mathilda mengulangi. "Hentikan dramatisasimu, Jupiter Jones, dan katakan
apa yang kau lihat!"
Jupiter tidak mengacuhkan
interupsi itu. "Jika Bly memang mengikat Mr. Cutter, maka simpul di
talinya tentulah akan sama dengan yang ada di taliku. Namun tidaklah demikian!
Bly mengikatku dengan simpul biasa, simpul sehari-sehari yang bisa dibuat semua
orang. Namun ketika mengamati ikatan Mr. Cutter, aku melihat bahwa tangannya
diikat sepertiku namun kakinya diikat dengan simpul jangkar. Simpul jangkar,
sebagaimana Paman Atticus dapat memastikan, adalah simpul yang sering digunakan
oleh pelaut dan penyelam. Aku mulai bertanya-tanya, mengapa Bly harus mengikat
tangan dan kakinya berbeda? Jawabannya adalah... bukan dia yang mengikatnya!
Cutter mengikat kakinya sendiri, mungkin sekali ketika ia melihat Pete dan aku
datang bersama Paman Atticus. Kemudian ia menyuruh Bly mengikat tangannya
sehingga kita berpikir bahwa Bly telah menyergap dan menawannya di sini!"
"Tapi mengapa,
Jupiter?" desak Atticus. "Mengapa segala permainan ini? Sejujurnya,
aku masih merasa hal ini sulit dipercaya!"
Oscar Cutter mengangguk-angguk
dengan penuh semangat. "Anda lihat, Kapten? Tidak masuk akal. Bly yang
harus Anda tangkap! Andalah pemimpin di sini -- lepaskan saya!"
Selama percakapan itu Seth Cooley
berdiri diam di dekat pintu. Jupiter memandangnya. "Anda membingungkan
kami ketika rekan-rekan saya memergoki Anda di kapal Paman Atticus. Kami
beranggapan bahwa Andalah si pencuri. Saya rasa saya bisa menduga apa yang
sedang Anda lakukan." Jupiter menarik nafas panjang sebelum melanjutkan.
"Dalam penyelidikan atas
Kapten Cutter, Anda membuntutinya atau Bly ke rumah paman saya. Di sana mereka
masuk ke rumah atau Pembalasan Ratu Anne atau keduanya. Rumah kosong dan Anda
tidak menyangka akan ada yang pulang segera.
Namun kedatangan Pete dan Bob
mengejutkan Anda. Bukannya menjelaskan bahwa Anda adalah seorang detektif, Anda
berusaha bersembunyi di kapal hingga temanteman saya meninggalkan dermaga. Tapi
Anda menjatuhkan sesuatu dan terpergok."
Seth Cooley mengangguk, kagum
akan Jupe. "Tepat itulah yang terjadi. Aku Cutter menyuruh Bly mengerjakan
segala pekerjaan kotornya."
Semuanya menatap Oscar Cutter.
Peneliti itu nampak keras kepala. "Aku tidak akan berkata apa-apa hingga
bertemu dengan pengacaraku --dan setelah itu kalian semua akan mendapat
masalah!"
"Aku tidak mengerti,"
kata Pete. "Mengapa Cutter bekerja sama dengan salah seorang Perompak
Baru? Bukankah mereka bermusuhan?"
"Kurasa aku bisa menjawab
itu juga," Jupiter berkata penuh kemenangan. "Ingat semua terbitan
mengenai pacuan di apartemen Lyndale Lane? Kuduga Kapten Cutter adalah seorang
penjudi. Ia suka berjudi atas pacuan kuda dan anjing. Bahkan ia begitu sukanya
hingga kehilangan semua uangnya. Namun ia tidak berhenti di sana, melainkan
mempertaruhkan semua dana riset yang telah diberikan oleh universitas di
Portland!"
Seth Cooley mengangguk setuju.
"Dan itu belum cukup juga," tambah detektif itu.
"Berdasarkan yang kulihat,
Cutter sepertinya menderita ketergantungan sehingga ia tidak dapat berhenti
berjudi, bahkan setelah ia tidak punya uang lagi untuk dipertaruhkan.
Satu-satunya kesimpulan yang logis adalah meminjam dari seorang lintah darat
atau bandarnya sebagai usaha terakhir untuk memenangkan kembali semua uang yang
telah hilang."
Oscar Cutter duduk di sudut
ruangan dengan wajah memelas. "Apa itu bandar?" tanya Pete.
"Bandar," Cooley
menjelaskan, "adalah seseorang yang menentukan pasar taruhan dalam suatu
pacuan dan kemudian menerima serta membayarkan uang taruhan untuk pacuan
itu." Detektif itu memandang Jupiter. "Memang itu yang kutemukan,
Nak.
Ketika Cutter tidak dapat
mengembalikan uang itu, bandarnya mengirim seorang tukang pukul seperti Connie
Bly untuk memaksanya mendapatkan uang."
Jupiter mengangguk. "Jadi
Cutter membuat suatu rencana. Ia akan menggunakan dana berikut dari universitas
untuk membayar sang bandar. Namun ada beberapa penghalang. Pertama, universitas
takkan mendanai penelitiannya tanpa bukti nyata bahwa memang ada cukup banyak
harta di bawah sana. Dan kedua, ia terpaksa berhenti menyelam ketika pameran Seruling
Belanda tiba. Tanpa penyelaman tidak akan ada dana. Ketika Seruling Belanda
pergi lagi, Cutter dapat meneruskan penyelaman dan menerima dana lagi. Nantinya
setelah dana itu cair, ia akan memberikannya kepada Bly, kemudian meninggalkan
kota dengan membawa Cakar Perunggu!"
"Aku mengerti
sekarang!" seru Pete. "Sepertinya nasib Kapten Cutter sebagai
peneliti tidak lebih baik daripada nasibnya sebagai seorang penjudi!
Universitas mungkin mengancam akan menghentikan penelitian kecuali jika ia
dapat menunjukkan benda-benda yang memang berharga. Maka ia menyuruh Bly masuk
ke rumah pamanmu untuk mencuri peluru meriam dan pistol --dan kemudian
meletakkan
barang-barang itu di tempat
penelitiannya dan berpura-pura menemukannya di sana!"
"Satu hal aku tidak mengerti,"
kata Cooley, "mengapa Bly bergabung dengan Perompak Baru dari Barat? Itu
tidak sesuai dengan sifatnya sebagai seorang tukang pukul."
"Saya pun ingin tahu,"
kata Jupiter mengakui. "Dugaan saya adalah bahwa Cutter mungkin merasa
tidak enak mencuri dari paman saya. Maka ketika mendengar sebuah museum akan
segera dibuka di bekas pos pemadam kebakaran, ia merasa menemukan jalan keluar.
Saya berani bertaruh ia menyuruh Bly bergabung dengan Perompak Baru untuk
mencuri beberapa benda dan kemudian meletakkannya di tempat penelitian dengan
alasan semakin cepat ia menemukan sesuatu, semakin cepat pula Bly akan mendapat
uangnya. Yang tidak diketahui Cutter adalah bahwa semua benda di museum
Perompak Baru palsu! Replika dari benda-benda aslinya!"
Jupiter menghela nafas panjang
dan mulai berjalan mondar-mandir. "Bly tidak tahu perbedaan pistol tua dan
baru. Gagang kayu blunderbuss asli pastilah sudah lapuk bertahun-tahun yang
lalu dan bagian logamnya tentu akan menghijau dan tertutup organisme laut.
Ketika Cutter menemukan pistol dan pisau yang masih mengkilat dan baru, ia
menyadari kesalahannya!"
"Mungkin itu sebabnya ia
terpaksa menyembunyikan Data," Pete berseru. "Bob pasti telah melihat
sesuatu ketika mengintai tadi. Aku berani bertaruh Cutter menyembunyikan Bob di
suatu ruangan lain karena ia tahu yang sebenarnya!"
Bibi Mathilda membungkuk dan
memungut pistol tua yang telah dijatuhkan Bly. Ia menatap gagangnya dan membaca
keras, "Milik Perompak Baru dari Barat." Ia memandang Oscar Cutter
dengan tajam dan menggoyang-goyangkan jari di depan penyelam itu. "Kau
harus malu akan dirimu sendiri!"
BAB XVII
TAPI DI MANAKAH BOB?
"Itukah sebabnya Cutter
harus mencuri dari Atticus lagi?" tebak Paman Titus.
Jupiter terlihat penuh
kemenangan. Ia gemar menerangkan sesuatu sejelasjelasnya.
"Benar. Namun nasib buruk
Oscar Cutter terus berlanjut. Ketika ia menyuruh Bly kembali ke rumah Paman
Atticus untuk mencuri lagi, Bly tanpa sengaja mengambil Cakar Perunggu - tidak
tahu bahwa benda itu adalah penemuan abad ini! Cutter pun tidak mengenalinya.
Karena itulah ia nampak terkejut ketika pagi itu Paman Atticus menjelaskan
nilai benda itu yang sebenarnya!"
"Jadi itulah sebabnya Cakar
Perunggu dikembalikan!" seru Pete. Jupiter mengangguk setuju dan mencubiti
bibirnya selama beberapa saat. "Kapten Cutter tahu ia tidak akan dapat
menyamarkan Cakar Perunggu sebagai salah satu temuannya -beritanya pasti akan
sampai ke telinga Paman Atticus. Dan ia tahu ia tidak dapat menjualnya dengan
cepat. Cakar itu tidak ada gunanya. Tidak, Cutter butuh peninggalan bajak laut
yang tidak terlalu menarik perhatian, seperti peluru meriam atau pistol antik.
Maka ia menyuruh Bly mengembalikan Cakar Perunggu dan mencuri sesuatu yang
lain.
"Pada saat itulah aku mulai
mencurigai Cutter. Aku bertanya-tanya, siapa yang akan mendapat untung dengan
mencuri cakar itu, hanya untuk mengembalikannya kemudian. Aku menduga bahwa
begitu Cutter memutuskan untuk membayar hutang judinya dengan dana dari
universitas, bagaimanapun juga ia harus pergi dan lagipula ia menginginkan
Cakar Perunggu --mungkin untuk dijual di pasar gelap atau kepada seorang
kolektor untuk mengongkosi pelariannya. Itu sebabnya ia mencurinya dari rumah
Paman Atticus untuk kedua kalinya."
"Ada yang terus
menggangguku, Pertama," kata Pete. "Aku ingin tahu, apa hubungan
Gaspar St. Vincent dengan semua ini? Dan siapakah orang bernama H. KANE di
Lyndale Lane itu?"
"Kurasa Gaspar hanyalah
seorang Perompak Baru yang penuh dedikasi --dan terkadang radikal. Kemungkinan
besar ia mengetahui bahwa Bly telah mencuri dari museum dan ingin memaksanya
mengaku. Karena Bly selama ini tinggal bersama Cutter di apartemennya untuk menjaga
agar ia tidak kabur tanpa membayar hutangnya, Bly mungkin menuliskan apartemen
Lyndale Lane sebagai alamatnya
ketika mendaftar ke Perompak
Baru. Gaspar pergi ke apartemen itu untuk mencari Bly. Ketika melihat Gaspar
mencoba menggunakan interkom dengan kesal, Mr. Cooley mendatanginya untuk
menanyakan beberapa hal dengan dugaan bahwa ia adalah teman Cutter atau
Bly."
"Benar lagi," detektif
itu mengiyakan. "Aku telah mengintai apartemen itu beberapa lama dan aku
tahu bahwa Bly tinggal bersama Cutter untuk menjaga agar ia tidak lari. Tulisan
di interkom itu, H. KANE, hanyalah nama orang yang tinggal di sana sebelumnya.
Tulisan itu tidak diganti ketika universitas menyewa apartemen itu untuk tempat
tinggal Cutter selama penelitian."
Seorang polisi memasuki ruangan
dan berbicara dengan suara pelan kepada Kapten Blake. Blake berpaling dan
memandang Oscar Cutter. "Sepertinya keadaan tidak terlalu baik bagimu,
Kawan," katanya suram. "Di luar ada sebuah mobil putih kecil dengan
cakar yang dibicarakan semua orang itu ada di bagasinya. Dan ada pula beberapa
tanda tanya yang dibuat dengan kapur hijau."
"Itu Bob!" seru
Jupiter. "Terbukti ia dibawa dalam mobil Cutter!"
Pete nampak bingung. "Tapi
itu mobil Bly," katanya. "Bob dan aku melihatnya naik mobil putih kecil
di pos pemadam kebakaran pada hari pertama kita di sini."
Jupiter menatap rekannya itu
dengan tidak percaya dan memukulkan telapak tangan ke kening. "Apa?
Mengapa kau tidak bilang dari dulu, Dua? Bly dan Cutter selama ini menggunakan
mobil yang sama?"
Pete membela diri. "Kami
tidak tahu bahwa jenis mobil yang dikendarainya itu penting. Lagipula kau tidak
bertanya!"
Jupiter mengalah dengan segan.
"Kurasa kau benar. Seorang penyelidik yang baik seharusnya tahu bagian
paling sepele biasanya adalah yang paling penting."
Bibi Mathilda masih menatap Oscar
Cutter dengan marah. "Yang penting sekarang adalah kita menemukan
Bob," katanya tegas. "Kalau Jupiter benar, dia tentu ada di kapal ini
atau di apartemen itu."
Atticus sependapat. "Mari
kita periksa kapal ini lagi."
Ia berpaling kepada Kapten Blake
dan menunjuk ke arah Cutter. "Mungkin Anda dapat meminta salah satu anak
buah Anda untuk memeriksa apartemen orang ini."
"Tidak tanpa surat perintah
pengadilan," Kapten Blake berkata dengan serius. "Dan itu akan makan
waktu." Ia menoleh ke arah Cutter. "Kecuali, tentu saja, jika Anda
mengizinkan."
Oscar Cutter memandang Blake
dengan memelas. "B-B-Bly mencuri mobilku... ia... ia meletakkan cakar itu
di sana. Anda harus percaya kepadaku! Geledah kapal ini, geledah apartemenku.
Jika anak itu tidak ada, Anda akan tahu bahwa aku tidak bersalah!"
Kapten Blake memerintahkan salah
satu anak buahnya untuk memeriksa apartemen Cutter di Lyndale Lane dan
melaporkan hasilnya melalui radio.
"Baiklah," ia berseru
untuk menarik perhatian semua orang, "mari berpencar dan memeriksa kapal
ini sekali lagi dari atas sampai bawah. Saya mau setiap jengkal
diperiksa!"
Sejam kemudian seluruh bagian
kapal telah disisir tanpa ada tanda-tanda Bob. Para pencari sedang duduk dengan
muram di ruangan kapten ketika seorang petugas masuk.
"Anda menemukannya?"
tanya Bibi Mathilda, melompat bangkit dari tempat duduknya.
"Adakah Bob di apartemen
itu?"
Kapten Blake menggelengkan
kepala. "Aku khawatir tidak ada tanda-tanda teman kalian itu, Anak-anak.
Aku benci mengatakan ini namun jika kita tidak dapat menemukannya, kita harus
membiarkan Kapten Cutter pergi."
Polisi itu mulai membuka ikatan
Cutter. "Tidak cukup bukti untuk menahannya. Connie Bly memiliki
catatan kriminal sepanjang
lenganku -nampaknya dia ada di balik semua ini."
Oscar Cutter nampak lega.
"Tunggu saja sampai aku bertemu dengan pengacaraku!" penyelam tampan
itu menggeram. Ia menatap Atticus dengan marah. "Teman!" cibirnya.
"Menikam punggung sahabat sendiri. Sudah kukatakan aku tidak ada
sangkut-pautnya dengan semua ini! Sekarang permisi, aku harus memeriksa
kerusakan yang ditimbulkan si berandal Cooley itu ketika membahayakan kita
semua
dengan pistolnya."
Bibi Mathilda nampak cemas dan
Paman Titus berusaha menenangkannya sementara mereka naik ke geladak. Suhu
udara telah turun tajam dan gigi-gigi anak-anak bergemeletuk. Kabut menebal dan
menipis, seolah-olah hidup dan merambati kaki mereka.
Pete memandang Jupiter tanpa
daya. "Di mana ia mungkin berada, Pertama?"
Jupiter mengerutkan kening dan
berusaha agar tidak menggigil. Ia yakin ada sesuatu yang terlewatkan olehnya.
Suatu petunjuk penting yang tidak disadarinya -- seandainya ia dapat mengingat!
Pete nyaris dapat mendengar roda gigi berputar di dalam kepala temannya sementara
Jupiter berpikir keras.
Atticus merangkul keponakannya.
"Mungkin Robert sekarang sudah di rumah, Jupiter. Ya, aku bertaruh di
sanalah ia berada. Mungkin saja ia lelah menunggu kita dan dengan cepat
terlelap di atas Pembalasan Ratu Anne. Aku berani bertaruh..."
"Itu dia!" teriak
Jupiter.
Mereka sudah setengah jalan
menuruni jembatan penghubung. Semuanya berhenti dan menatap Jupiter.
"Apa itu?" desak
Atticus. Wajah Jupiter yang bulat memancarkan kemenangan. Ia tersenyum kepada
pamannya.
"Paman baru saja memberikan
petunjuk paling penting dalam misteri ini!" Seth Cooley dan yang lainnya
menatap Jupiter dengan penuh harap.
"Ada yang terpikirkan,
Nak?"
"Kau tahu di mana dia!"
seru Pete.
"Mungkin," kata Jupe.
"Aku punya sebuah teori..."
"Demi petir, Anakku!"
suara Bibi Mathilda melengking tinggi, "kau dan dramatisasimu itu sungguh
keterlaluan! Cepat katakan!"
Raut muka Oscar Cutter
seolah-olah kehilangan rona. Ia mengayun-ayunkan tangannya dengan panik dan mencegah mereka
naik kembali.
"Polisi... Ini benar-benar
keterlaluan! Kapal ini harus berlayar besok pagi –saya sudah punya banyak
pekerjaan tanpa berandal-berandal ini bermain petak umpet. Saya rasa saya harus
memaksa semuanya pergi." Ia menoleh dan membentak Jupiter.
"Anak muda, semuanya sudah
bosan akan permainanmu. Kau telah membuktikan dirimu lebih cerdas dari
anak-anak seusiamu namun cukup sudah!"
"Anda hanya mengulur-ulur
waktu!" tukas Pete marah. "Jika Bob ikut berlayar bersama kapal ini,
Anda akan bebas mengambil dana itu!"
Penyelam itu mendatangi Pete
dengan penuh ancaman dan nampak siap memukul. Titus dan Atticus Jones mengambil
tempat di samping Pete.
"Biarkan kami memeriksa
kapal ini sekali lagi," desak Atticus. "Jika kami tidak menemukan
Bob, kami akan pergi tanpa ribut-ribut dan tidak akan ada masalah."
Cooley dan Kapten Blake kembali
menaiki jembatan dan berdiri di samping Jupiter.
"Baiklah, Nak," kata
Blake, "menurutmu di manakah temanmu itu?"
Jupiter tersenyum. "Ketika
Paman Atticus menyinggung nama Pembalasan Ratu Anne, saya jadi berpikir tentang
William Teach, yang juga dikenal sebagai Si Janggut Hitam! Ingat, Janggut Hitam
adalah perompak jahat yang menjarah dan menyelundupkan berbagai macam harta.
Saya perkirakan jika Seruling Belanda ini benar-benar seotentik yang dikatakan
Kapten Cutter, maka tentulah ada semacam
ruang tersembunyi yang
terlewatkan oleh kita!"
Cooley memandang Jupiter dengan
kagum. "Tentu saja! Aku seharusnya juga berpikir ke sana!"
Kapten Blake kembali mengumpulkan
anak buahnya di geladak. "Kita akan menggeledah kapal ini lagi -- carilah
sesuatu yang mungkin saja merupakan ruangan rahasia!"
Oscar Cutter menggeram dan
memaki-maki. Kapten Blake menatapnya tajam dan memerintahkan salah seorang anak
buahnya menjaga penyelam itu.
"Saya tidak mau Anda pergi
ke mana-mana. Banyak yang harus Anda jelaskan nanti setelah anak itu
ditemukan!"
Mereka turun ke lantai bawah dan
berpencar. Setelah lima belas menit Pete berteriak penuh kemenangan. Matanya
yang tajam telah melihat sesuatu di lorong yang sempit, yang tidak akan
dilihatnya seandainya ia tidak tahu apa yang dicarinya.
"Lihat!" ia menunjuk ke
arah lantai. "Aku pasti telah berjalan melewati koridor ini berkali-kali
tanpa menyadarinya!"
Para pencari dengan penuh
semangat berkerumun di lorong yang kini penuh sesak itu dan menatap lantai.
"Apakah itu, Pete?"
seru Jupiter. Remaja gempal itu memeriksa lantai tempat Pete berlutut. Mendadak
wajahnya nampak berseri.
"Tentu saja! Papan lantai
ini tidak cocok! Lihatlah, papan kayu di bagian ini telah diganti --warnanya
sedikit lebih gelap! Aku tidak menyadarinya sebelum ini!"
Pete dan Jupiter bergegas
mengeluarkan pisau lipat mereka yang berharga dan menyelipkan mata pisau ke
sela-sela papan yang rapat. Mereka menekan dan sebagian dari papan itu
tiba-tiba bergerak beberapa senti. Jupiter meraba-raba dengan jemarinya ke
dalam celah itu. Dalam satu gerakan cepat papan lantai sepanjang satu setengah
meter itu terbuka sambil berderit dan di sana terbaring Bob Andrews dengan pita
perekat di mulutnya.
Anak bertubuh kecil itu duduk dan
bergegas melepas perekat itu.
"Sudah saatnya!"
teriaknya. "Kusangka kalian tidak akan pernah menemukan aku! Perekat ini
kukembalikan ke mulutku untuk menipu Bly saat ia datang untuk membawaku. Aku
tidak tahu bahwa ia akan memasukkan aku ke dalam suatu ruangan yang begitu
sempit sehingga aku tidak dapat menggerakkan tangan ke wajah untuk
melepaskannya!"
Jupiter dan Pete membantu rekan
mereka keluar dari ruang rahasia itu.
"Kalian menangkap
Cutter?" tanya Bob. "Ia bekerja sama dengan Bly dan mereka berdua
mencuri dari rumah pamanmu dan markas Perompak Baru! Merekalah yang memasukkan
aku ke situ."
Remaja terkecil di antara Trio
Detektif itu merogoh saku depannya dan mengeluarkan robekan-robekan kertas.
"Kutemukan ini di belakang
mobil Bly!" katanya, menyerahkan kertas-kertas itu kepada Jupiter.
Penyelidik Pertama memeriksa potongan-potongan kertas itu.
"Ini potongan dari karcis
untuk menonton pacuan. Dan surat peringatan atas pembayaran kartu kredit yang
terlambat. Sepertinya teoriku tentang Oscar Cutter terbukti benar!"
"Bly memberi tahu Kapten
Cutter bahwa aku tahu dia terlibat," lanjut Bob. "Cutter menyadari
bahwa ia harus mengamankanku hingga semuanya pergi!"
Jupiter menyeringai ke arah
rekannya itu sementara mereka naik ke geladak dan ke dalam kabut. "Kami
tahu tentang itu, Data. Pria Berpakaian Hitam -- maksudku Seth Cooley - juga
tahu."
Mendengar namanya disebut, Cooley
menghampiri dan memperkenalkan diri kepada Bob. "Aku gembira kau tidak
apa-apa, Nak. Kalian bertiga sungguh merupakan trio yang hebat. Jika suatu saat
nanti salah satu penyelidikanku menemui jalan buntu, aku tentu akan menghubungi
Trio Detektif!"
Jupiter, begitu bangga
mendengarnya, bertukar kartu nama dengan Cooley. Atticus Jones sungguh
berbangga hati dan menjabat tangan anak-anak.
"Pekerjaan yang luar biasa, Teman-teman!
Benar-benar luar biasa!" serunya. "Titus, Mathilda... Jupiter sungguh
mengharumkan nama Keluarga Jones, bukankah demikian?"
Titus tersenyum lebar dan
merangkul keponakannya. Mathilda menggeleng-geleng, lalu tertawa senang.
"Aku tetap berpendapat ia
seharusnya mengurusi urusannya sendiri. Namun kurasa ia memang punya bakat
dalam memecahkan teka-teki."
Perut Jupiter berbunyi
seolah-olah menyatakan setuju. "Sekarang marilah kita desak Oscar Cutter
agar mengaku sehingga kita bisa pulang dan akhirnya menikmati makan malam
lobster itu!" ia tertawa.
BAB XVIII JOHN CROWE BERBICARA
Ada beberapa hal menyangkut
Misteri Cakar Perunggu yang mungkin membuat kalian bertanya-tanya, maka aku
akan berusaha membuat pikiran kalian tenang.
Oscar Cutter akhirnya mengakui
segala rencana buruknya. Tepat seperti yang disimpulkan oleh Jupiter, penyelam
bernasib malang itu memiliki hutang bertumpuk setelah kehilangan uangnya hingga
ke sen terakhir di meja judi.
Seandainya saja ia berhasil
menyembunyikan Bob selama beberapa jam lagi, ia akan dapat melarikan diri
dengan leluasa! Untunglah intuisi Jupiter menyelamatkan sahabatnya dan
menyelesaikan misteri itu dengan baik.
Connie Bly menolak mengatakan
apa-apa, kecuali bahwa Cutter ada di balik semua itu. Karena bukti-bukti yang
memberatkan Bly lebih sedikit dibandingkan Cutter, ia menerima hukuman yang
lebih ringan, dan kini sedang menjalani dua tahun di penjara Oregon atas
penculikan dan penyerangan.
Chief Reynolds menelepon kembali
beberapa hari kemudian dengan informasi tentang nomor polisi DLH 555. Tentu
saja nomor itu terdaftar atas nama si detektif, Seth Cooley. Jupiter memberi
tahu kepala polisi itu bahwa mereka telah menyelesaikan kasus itu namun
menambahkan bahwa ia takkan ragu-ragu menelepon lagi jika mereka membutuhkan
informasi lain. Kepala polisi itu memutuskan hubungan.
Atticus Jones memanfaatkan tenaga
tambahan di rumahnya dan mengkaryakan mereka untuk memindahkan segala barang
bekas dan hartanya ke toko antik kelautan barunya di kawasan kota Anchor Bay.
Tanggal pembukaannya dimajukan
sehingga Trio Detektif dapat secara resmi menggunting pita sebelum kembali ke
Rocky Beach. Foto mereka bahkan terpampang di surat kabar setempat, lengkap
dengan kisah singkat mengenai bantuan mereka dalam memecahkan kasus itu.
Tidak perlu dikatakan, sistem
pengamanan paling canggih dipasang di toko itu untuk berjaga-jaga terhadap
kemungkinan pencurian.
Dengan gembira kukatakan bahwa
anak-anak akhirnya berhasil menikmati lobster sebanyak yang mereka mampu dan
Pete sempat menyelam beberapa kali bersama Atticus.
Meskipun tidak ada harta karun
yang ditemukan, Pete menemukan beberapa peluru meriam dan pistol timah, yang
baginya sudah merupakan harta tersendiri.
Mengenai Cakar Perunggu sendiri,
hal itu tetap merupakan sebuah misteri hingga sekarang. Atticus Jones tidak
dapat menemukan bukti lebih lanjut yang mendukung teorinya bahwa benda itu
berasal dari tiang haluan kapal Si Janggut Hitam meskipun universitas di
Portland menyatakan sangat berminat dan hendak membelinya dengan harga tinggi
dari Jones. Sepertinya hilangnya harta karun rampasan Si Janggut Merah akan
tetap merupakan salah satu teka-teki terbesar dalam sejarah.
Seperti yang sebelumnya
kukatakan, sahabatku Hector Sebastian mengizinkanku menuliskan kata pengantar
untuk petualangan Trio Detektif yang menarik ini dan aku hanya dapat berharap
agar dalam waktu tidak terlalu lama aku akan mendapat kehormatan untuk melakukannya
lagi. Aku harus mengakui bahwa sikapku jauh lebih lunak terhadap anak-anak itu
ketika membahas kasus dibandingkan Mr. Hitchcock ataupun Sebastian.
Jupiter sangat kesal akan dirinya
sendiri ketika kutunjukkan sebuah petunjuk di awal misteri yang terlewatkan
olehnya! Ia akan sudah curiga terhadap Oscar Cutter dari awal seandainya saja
ia lebih menaruh perhatian pada mobil kecil putihnya.
Ingat, hanya truk tua berwarna
merah milik Atticus yang ada di jalan masuk ketika mereka tiba pertama kalinya
--namun Cutter yang terengah-engah pergi dengan mobilnya pagi itu. Bagaimana
mungkin Cutter bisa kehabisan nafas mengejar pencuri jika selama ini ia
mengendarai mobilnya? Jawabannya: ia sama sekali tidak mengejar pencuri!
Baiklah, satu hal sudah jelas:
tidak diragukan lagi, Trio Detektif akan menemukan misteri lain untuk
diselesaikan dan ketika itu terjadi, kalian dapat bertaruh bahwa hasilnya akan
menakjubkan. Suatu taruhan yang dapat dimenangkan bahkan oleh Oscar Cutter
sekalipun!
JOHN CROWE
TAMAT
Ebook by Nurul Huda Kariem MR.
Emoticon