Trio Detektif - Misteri Hilangnya Putri Duyung



TRIO DETEKTIF

MISTERI HILANGNYA PUTRI DUYUNG

 

KATA PENGANTAR DARI HECTOR SEBASTIAN

SELAMAT bertemu kembali. Para penggemar misteri!

Kalau kalian telah mengenal Trio Detektif. kurasa kalian tidak perlu lagi membaca kata pengantar ini. Langsung saja mulai dengan Bab 1. Petualangan kali ini sangat menarik. Banyak kejadian-kejadian yang aneh dan ajaib. Seorang anak kecil yang bandel menghilang tanpa bekas. Seorang pecinta anjing tergigit anjing-bagaimana bisa? Pada hotel tua yang berhantu sering terlihat cahaya berkelap-kelip. padahal hotel itu tidak dihuni! Dan... putri duyung! Kalian akan menemukan bahwa beberapa waktu berselang seorang aktris muda meninggal karena...

Ah. aku tidak ingin terlalu banyak bercerita di sini. Ini kan cuma kata pengantar. Aku akan perkenalkan - meskipun aku tahu bahwa sebenarnya sebagian besar dari kalian telah mengenalnya- Trio Detektif.

Trio Detektif - seperti yang telah kalian duga dari namanya - adalah tiga orang detektif muda. Mereka tinggal di Rocky Beach. kota kecil di Pacific Coast. Jupiter Jones. Penyelidik Satu dan pimpinan grup ini, adalah anak yang cerdas dan gemar sekali membaca. Ia bertubuh gendut dan mempunyai daya ingat yang luar biasa kuatnya. Pete Crenshaw, Penyelidik Dua, bertubuh atletis. Jangan heran, ia "biangnya" olahraga. Dalam saat-saat kritis ia memang tidak senekat Jupiter, tetapi patut dipuji kesetiaannya pada kelompoknya. Bob Andrews bertubuh paling kecil dari mereka bertiga. Tetapi keberanian dan ketabahannya tidak kalah dari kawan-kawannya. Ia ditempatkan pada bagian Data dan Riset.

Nah, sekarang tidak ada lagi yang belum kenal dengan Trio Detektif. Bersiap-siaplah menghadapi petualangan yang penuh dengan peristiwa yang mendebarkan dan mengejutkan!

-HECTOR SEBASTIAN

Bab 1 LENYAPNYA SEORANG ANAK KECIL

-"MR. CONINE, Mr. Conine! Todd hilang!"

Seorang wanita muda berlari dari halaman gedung di seberang jalan Wajahnya yang cantik kecoklatan tampak sangat risau.

"Mr. Conine, Todd hilang lagi!" serunya. "Sudah kucari ke mana-mana, tetap saja tidak kutemukan!"

Laki-laki tua yang diajak bicara sedang duduk pada sebuah bangku di pinggir suatu tempat khusus bagi pejalan kaki, mengobrol santai dengan tiga orang anak, Sekarang ia ikut kuatir, tapi juga dongkol.

"Anak bandel!" desisnya. "Musti diikat rupanya dia!"

Ia berdiri menyambut wanita itu. "Tenang saja, Regina," katanya. "Tidak afdol rasanya kalau Todd tidak keluyuran sehari saja. Tenanglah. Kan Tiny mendampinginya. "

"-Justru itu yang membuatku kuatir," kata wanita itu. "Tiny ketiduran. Dan sewaktu aku lengah beberapa detik saja, Todd sudah hilang. Todd cuma sendirian!"

Ketiga anak yang tadi duduk mengobrol dengan laki-laki tua itu saling bertukar pandang.

"Todd itu anak Anda, ya?" tanya anak yang gemuk. "Berapa umurnya?"

"Lima tahun," sahut wanita itu. "Ia masih terlalu kecil untuk berjalan- jalan sendiri. Aku takut terjadi sesuatu padanya."

"Kalau begitu kita harus cepat," ujar Mr. Conine. "Sekarang ia tentu belum jauh. Kita cari bersama-sama. Kalau perlu seluruh Ocean Front ini kita aduk-aduk. Kau sebelah sana, dan aku di bagian dermaga. Tenang saja, kita akan segera menemukannya."

Wanita itu masih kuatir, tidak yakin mendengar perkataan Mr. Conine. Namun ia berbalik dan berjalan juga ke arah yang ditunjuk. Mr. Conine sendiri berjalan ke arah yang berlawanan.

"Busyet, baru lima -tahun sudah suka keluyuran!" seru anak yang kurus berkaca mata. "He, Jupe, tempat ini penuh orang-orang aneh. Benar- benar berbahaya bagi anak kecil itu. Kalau aku punya anak berumur lima tahun, tidak sekali pun kulepaskan genggamanku padanya."

Anak yang gemuk mengangguk-angguk. Sorot matanya memancarkan rasa kuatir. Anak itu ialah Jupiter Jones. Ia dan kedua kawannya, Bob

Andrews dan Pete Crenshaw, baru saja tiba pagi itu di Venice, sebuah kota di pinggir pantai negara bagian California. Atas usul Bob, anak-anak bersepeda menyusuri pantai dari Rocky Beach ke tempat itu. Bob mempunyai .keperluan untuk -menyelesaikan suatu tugas di sana.

Setelah mengunci sepeda mereka di tempat parkir sepeda, mereka berjalan kaki di sepanjang Ocean Front, suatu tempat khusus bagi pejalan kaki di sepanjang pantai itu. Mereka menikmati karnaval rutin di sana yang membuat Venice terkenal-para penari dengan pakaian gemerlapan, pemusik- jalanan, penjaja es krim, badut, tukang sulap, dan tukang ramal.

Venice sebuah kota kecil dengan suasana yang selalu meriah, namun ada pula -si buruknya. Anak-anak melihat sekelompok orang yang bermabuk- mabukan di tepi pantai. Salah seorang dari mereka ditangkap polisi karena membuat kerusuhan di sana. Tukang jambret dan pencuri berkeliaran di mana-mana, siap memangsa orang yang lengah.

Jupiter teringat pada cerita-cerita tentang Venice. Pantai ini dahulu sering dijadikan tempat pelarian. Orang-orang itu membikin kelompok- kelompok yang mengaku sebagai "penguasa" Daerah itu. Mereka tak segan-segan menggunakan kekerasan terhadap penduduk agar penduduk menuruti kehendak mereka. Tempat ini benar-benar berbahaya bagi seorang anak berumur lima tahun.

Jupiter bertukar pandang dengan kawan-kawannya. Kedua kawannya menunggu keputusan Jupiter dengan penuh harap.

"Kelihatannya Trio Detektif bakal menghadapi kasus baru," kata Jupe. Kedua kawannya menyeringai lebar tanda setuju. Tidak ada kasus yang terlalu besar-atau terlalu - kecil-untuk mereka tangani.

Anak-anak mulai menjelajahi Ocean Front. Mereka mencari dengan cara yang sistematis. Tidak ada sudut yang luput dari perhatian mereka. Sesekali mereka bertanya pada orang-orang yang lalu-lalang di sana. Mereka juga mencari di jalan-jalan yang sejajar dengan Ocean Front, yaitu Speedway dan Pacific Avenue.

Usaha mereka membuahkan hasil. Jupe melihat seorang anak kecil sedang berjongkok di dekat tempat sampah, bermain-main dan bercakap-cakap dengan seekor kucing dekil. Anak itu berambut dan bermata hitam, mirip wanita tadi.

"Namamu Todd, ya?" tanya Jupiter.

Anak kecil itu tidak menjawab. Ia berbalik dan bersembunyi di balik tong sampah.

"Kau dicari ibumu," kata Jupiter.

Anak itu menatap Jupe. Lalu ia keluar dari tempat persembunyiannya seraya menjulurkan satu tangannya. "Oke," ujarnya.

Jupe memegang tangan anak kecil itu. Kemudian mereka berempat kembali ke Ocean Front. Di tempat berjalan Mr. Conine telah menunggu. Melihat mereka, ia berlari menyongsong.

"Kau anak nakal!" serunya sambil menjewer Todd. "Ibumu ketakutan setengah mati, tahu!"

Ibunya muncul. Mula-mula didekapnya Todd. Lalu ia mengguncang- guncang Todd sedikit.

"Sekali lagi kau berani keluyuran seorang diri, awas!" ancamnya. .

Todd tenang-tenang saja mendengar ancaman ibunya. Ia cuma diam saja, menunggu dengan sabar Trio Detektif memperkenalkan diri mereka pada ibunya.

Nama lengkap wanita itu Regina Stratten. Kerisauannya lenyap seketika, berubah menjadi sikap yang ramah dan hangat pada anak-anak. Mereka berjalan memasuki halaman gedung tempat Regina Stratten muncul tadi. Gedung itu berbentuk seperti huruf U dengan halaman di tengah- tengahnya. Toko-toko berjajar pada gedung di kanan-kiri halaman.

Regina Stratten masuk ke dalam sebuah toko buku di sebelah kiri, Toko Bookworm.

Ayah Regina, Charles Finney, telah menunggu di dalam toko. Ia berumur enam puluhan dan bercambang lebat. Rupanya Mr. Finney dan Regina waktu itu sibuk mengurusi toko sehingga Todd keluar tanpa diketahui. Tiny, anjing mereka, saat itu sedang tidur.

Tiny seekor anjing besar. Ia blasteran dari Great Dane dan Labrador. Ketika melihat Todd, ia mengibas-ngibaskan ekornya dan menaruh moncongnya di bahu Todd.

"Lihat itu!" seru Regina Stratten. "Tiny saja merasa kuatir. Kau tidak boleh keluyuran lagi. Mengerti?"

Todd menatap ibunya dengan pandangan tak berdosa. Dengan pol os ia berkata, "Tiny kan tadi tidur. Aku tak mau membangunkannya. Aku pergi saja sendiri."

"Sudah, jangan banyak alasan. Ingat, jangan berani lagi berbuat begitu!" Regina mengulangi peringatannya.

Mr. Conine berdiri saja di pintu, mengawasi mereka. Mendadak di sampingnya muncul seorang pria ramping, tampan, dan sudah setengah umur. Ia memandang Todd dengan pandangan marah.

"Kau rupanya yang melempari kaca rumahku dengan odol!" serunya.

Todd bersembunyi di balik Tiny.

"Todd!" Regina Stratten benar-benar naik darah. "Apa-apaan ini?!"

Mr. Finney menghela napas. "Pantas, odolku cepat sekali habis." "Sekali lagi kau begitu, akan kupanggil polisi. Biar kau ditangkap!" ancam laki-laki itu dari pintu.

"Mr. Burton," ujar Regina. "Tidak usah sampai ke polisi segala. Todd kan baru lima tahun. Ia belum mengerti apa-apa. Dan kukira ia juga merasa bersalah atas apa yang diperbuatnya..."

"Aku tidak mau tahu! Pokoknya aku tidak mau diganggu lagi," tukas orang itu. "Anak itu memang harus dihajar!"

Tiny merasa bahwa orang itu menakut-nakuti tuannya. Dengan garang ia menyalak-nyalak.

Orang itu surut ke belakang, lalu pergi sambil mengumpat-umpat.

Todd memandang ibunya. Ibunya balas memandang dengan dingin. Kakeknya lebih dingin lagi tatapannya. Todd membenamkan wajahnya di punggung Tiny yang berbulu tebal.

"Oke," akhirnya. ibunya berkata. "Kau lihat sendiri, kan? Semua orang tidak suka kalau kau berkelakuan seperti itu. Yang tadi itu pemilik gedung ini. Kalau kau membuat masalah lagi, bisa-bisa kita dikeluarkan dari tempat ini. Kau dengar, itu?"

Todd diam saja. Ia berjalan ke kolong meja, bermain-main dengan mobil-mobilannya di situ. Tiny menemaninya.

"Nah, sekarang ia anteng," ujar Regina. "Paling tidak untuk lima belas menit ini."

Ia berterima kasih pada anak-anak yang telah menemukan Todd. Mr. Finney menawarkan pada anak-anak untuk duduk dan minum dulu. Dengan senang hati anak-anak menerima tawaran itu, karena kebetulan mereka punya suatu pekerjaan Mereka sedang membantu Bob melakukan penelitian tentang peradaban Amerika.

"Aku akan membuat tulisan mengenai daerah urban yang sedang mengalami perubahan," Bob menjelaskan pada Mr. Finney, "dan kupikir Venice tempat yang cocok untuk itu:.

Mr. Finney menggangguk. Mr. Conine yang tua itu tersenyum, senang melihat semangat anak-anak.

"Sejak berdiri sampai sekarang Venice selalu berubah-ubah," katanya. "Dan perubahannya luar biasa."

-"Kalian akan nonton parade besok, kan?" tanya Regina.

"Parade Empat Juli?" kata Bob, "Aku selalu ingin menyaksikan sesuatu yang istimewa pada hari kemerdekaan Amerika Serikat ini. Tapi, apakah parade itu istimewa?"

"Oo, itu wajib ditonton," kata Mr. Finney. "Parade itu lain dari yang lain. Peristiwa yang paling muskil sekalipun dapat terjadi dalam Parade Empat Juli, terutama di Venice ini."

Bob menoleh pada kawan-kawannya, meminta persetujuan mereka. Pete sedang me1ihat ke luar melalui jendela toko ke arah Ocean Front. Seorang wanita bergaun ungu nampak melintas.

Ia seperti bercakap-cakap dengan dirinya sendiri.

"Itu Miss Moonbeam," kata Mr. Conine. "Ia pengunjung tetap pantai ini." "Hmm," gumam Pete. "Kelihatannya parade besok benar-benar menarik perhatian banyak orang. Aku tidak ingin melewatkan tontonan sekali setahun ini!"

"Aku juga," sambung Jupe. "Aku sudah tak sabar ingin melihatnya!"

-Bab 2 PLAZA PUTRI DUYUNG SUARA dentuman menggelegar di udara.

Pete terlompat. "Apa itu?"

"Rileks saja," sahut Jupe. "Sekarang kan tanggal 4 Juli. Masa lupa? Itu cuma petasan."

Muka Pete bersemu merah. "Oh, ya. Aku lupa. Parade di sini memang gila-gilaan."

Dan memang suasana benar-benar gila-gilaan, paling tidak keramaiannya. Jalur pejalan kaki, Ocean Front, yang terbuat dari beton dipadati orang. Puluhan anak kecil ikut berdesak-desakan dalam kerumunan orang banyak. Sementara para orang tua tak mau ketinggalan. Mereka ikut berdiri di tepi sambil membawa payung penahan terik matahari. Bahkan bayi-bayi pun dibawa orang tua mereka dalam kereta-kereta- dorong. Pemusik-pemusik jalanan dengan bersemangat memainkan lagu-lagu meriah, dan orang-orang berpakaian aneh menjajakan pakaian-pakaian nyentrik di belakang karavan-karavan.

Anak-anak bergegas berjalan ke tempat kerumunan. Sebentar-sebentar Bob memotret dengan kamera yang dibawanya. Ia memotret Miss Moonbeam, wanita yang dilihatnya kemarin. Ia sedang berdansa diiringi seorang pemusik akordeon yang membawa dua ekor burung kakaktua berwarnawarni di bahunya.

Di tengah jalan anak-anak melihat seorang pria berpakaian compang- camping mendorong keranjang dorong yang penuh botol dan kaleng kosong. Sepasang anjing kampung dengan setia mengikutinya. Ketika orang itu berhenti untuk memungut botol kosong, kedua anjing itu ikut berhenti.

"Itu Fergus," terdengar suara di belakang anak-anak. Mr. Conine sekonyong-konyong telah berdiri di belakang mereka. "Fergus itu orang istimewa. Penampilan luarnya memang kotor, tapi hati dan jiwanya bersih sekali. Tidak pernah ia menyakiti binatang, bahkan lalat sekalipun. Ia selalu membagi makanannya dengan anjing-anjingnya. Pecinta anjing sejati. Anak-anak suka sekali padanya. Lihat saja nanti."

Trio Detektif mengamat-amati Fergus dari kejauhan. Ia duduk di sebuah bangku dekat sebuah kantin yang menghadap ke pantai. Ia mengeluarkan sebuah harmonika. Kedua anjingnya duduk menghadap ke arahnya. Kedua telinga mereka tegak berdiri.

Fergus mulai memainkan harmonikanya. Musiknya lembut, hampir tidak terdengar. Namun dalam sekejap anak-anak kecil berkerumun mengelilinginya.

Trio Detektif mendekat, ikut berkerumun di sana. Musiknya bukan musik yang populer, tapi musik itu menyenangkan. Dengan asyik anak- anak mendengarkan.

Beberapa menit kemudian konser mini itu desai. Fergus menyimpan harmonikanya. Ia melanjutkan perjalanannya, diikuti kedua anjingnya. Kerumunan itu pun bubar.

"Apakah -anak-anak selalu berkerumun kalau ia memainkan harmonikanya?" tanya Jupiter.

"Selalu," jawab Mr. Conine. "Entah mengapa, Fergus selalu digemari anak-anak."

Anak-anak berjalan lagi melihat-lihat keramaian didampingi Mr. Conine. Suara petasan makin keras, menambah gaduh suasana. Sewaktu melewati toko buku Bookworm, mereka melihat Todd keluar ke halaman gedung untuk ikut menonton keramaian. Tiny mendampinginya.

"He," seru Pete. "Anak itu keluar sendirian lagi."

"Tidak apa-apa .kali ini," ujar Mr. Conine. "Kan ada Tiny. Anjing itu menganggap Todd sebagai Tuan besarnya. Tidak akan Tiny membiarkan orang asing menyentuh Todd."

"Tapi Todd kelihatannya sering sekali menimbulkan masalah," kata Bob.

"Ya," sahut Mr. Conine. "Khayalannya melambung-lambung, dan energinya tak habis-habis. Ia bosan diam di toko itu terus. Regina telah menjanda, dan ia tidak dapat menyewa seorang suster perawat anak kecil Jadi Todd sehari-harinya bermain-main dalam toko saja. Kadang-kadang ia membayangkan dirinya sebagai Superman, lain waktu ia berkhayal menjadi King Kong. Ibunya ingin agar Todd cepat-cepat sekolah. Tapi itu baru mulai September nanti,"

Anak kecil itu nampaknya cepat bosan. Keramaian di jalan tidak lagi menarik perhatiannya. Sekarang ia melambung-lambungkan bola pada sebuah dinding bangunan tua di ujung halaman gedung. Bangunan itu bertingkat tiga dan nampak tidak terawat. Kondisi bangunan itu sangat berlawanan dengan bangunan di sayap-sayapnya yang modern serta halaman gedung yang apik.

"Bangunan apa itu?" tanya Bob pada Mr. Conine. "Kelihatannya seperti bangunan bersejarah."

"Memang bersejarah. Itu Hotel Putri Duyung. Karena itu seluruh kompleks pertokoan dan hotel itu dinamakan Plaza Putri Duyung. Kau sebaiknya memotret hotel itu, cocok sekali untuk tugas makalahmu." .

Bob memotret hotel itu beberapa kali, sementara Pete dan Jupe mempelajari keadaan halaman gedung. karena kemarin mereka tidak sempat melakukannya. Halaman itu menghadap ke barat, memberikan pandangan yang leluasa dari hotel ke laut lepas. Sepanjang sisi utara berdiri bangunan berlantai dua. Toko Bookworm terletak di ujung luar lantai pertama. disusul dengan toko layang-layang High Old Time, lalu toko kecil Rock Hound. Di jendela toko kecil itu terpajang batu-batu indah dan barang-barang kerajinan perak. Di ujung yang satu lagi. dekat dengan hotel, terdapat sebuah tangga menuju pertokoan di lantai dua. Tepat di atas toko Rock Hound terdapat Galeri Putri Duyung.

"Galeri itu dikelola Mr. Burton,". kata Mr. Conine. "Orangnya ganteng. Itu lho, yang marah-marah pada Todd kemarin. Ia pemilik seluruh kompleks Putri Duyung ini, termasuk hotelnya. Tinggalnya di apartemen yang terletak di samping galeri, di atas toko buku itu."

Anak-anak mengalihkan perhatian pada bagian lain dari kompleks pertokoan itu. Hotel Putri Duyung berdiri di sepanjang bagian timur gedung itu. Sedangkan di sepanjang sisi selatan berdiri sebuah bangunan mirip bangunan di sisi utara. Bangunan ini juga dipergunakan sebagai tempat pertokoan dan apartemen. Paling dekat dengan hotel terdapat kantin besar. Nut House, dan toko Some Warm Fuzzies berada di ujung luar bangunan itu, menjual perlengkapan jahit-menjahit.

Halaman itu sendiri ditata dengan apik. Dihiasi rumput hijau yang tumbuh dan dipangkas, sebuah air mancur, sekumpulan pot bunga dan sebuah jalan setapak. Di muka Nut House, -buah teras dengan kursi- kursi dan meja-meja melengkapi keindahan halaman itu. Seorang laki- laki kurus berambut coklat tua sedang berdiri di sana mengumpulkan piring-piring dan membuang sisa-sisa makanan ke dalam tempat sampah. Kulitnya sangat pucat. seperti lama tidak tidur. Todd berada di sana juga sekarang. melompat-lompat dari pinggir teras ke rumput di -bawahnya Tiny duduk di dekatnya, mengawasi tuan besarnya dengan waspada.

"He, Anak kecil!" bentak laki-laki muda itu. "Jangan main di sini!"

Todd nampak tersinggung. Ia berlari ke toko buku.

"Wah, orang itu seharusnya tidak membentak Todd," kata Pete. "Todd kan tidak mengganggu siapa-siapa."

"Mooch Henderson memang begitu orangnya," ujar M-. Conine. "Tony dan Marge Gould, pengelola Nut House, tidak beruntung mendapat pelayan kantin seperti dia."

"Gedung itu milik Mr. Burton juga?" tanya Bob sambil melihat ke arah Nut House.

"Ya. Seperti yang kau lihat, bangunan itu dengan bangunan di seberangnya masih baru. Cuma hotelnya saja yang merupakan bangunan kuno. Didirikannya pada tahun 1920-an, ketika Venice baru mulai ditempati. Waktu itu Venice masih sangat anggun. Banyak terdapat kanal, hampir seperti di kota Venice di Itali. Bintang-bintang film dari Hollywood sering berlibur di sini. Mereka menginap di Hotel Putri Duyung. Namun kemudian orang-orang kaya lebih suka pergi ke Malibu. Daerah ini mulai mengalami kemunduran. Hotel itu bangkrut, lalu ditutup. Waktu Clark Burton membelinya, ia menjanjikan akan merenovasi hotel itu. Tapi nyatanya sampai sekarang hal itu belum dilakukannya."

"Clark Burton!" seru Jupe’ tiba-tiba. "Aktor itu! Pantas kemarin aku seperti kenai dengan wajahnya."

"Benar, Burton seorang aktor," kala Conine. "Tapi sudah bertahun-tahun ia tidak main film lagi. Bahkan mungkin sejak sebelum kau lahir. Dari mana kau tahu, Jupiter? Televisi?"

"Jupe itu pecandu bioskop," ujar Bob. "Sampai-sampai film tua yang diputar di teater kecil di Hollywood pun ditontonnya." Pete nyengir. "Jupe sendiri bintang film," celetuknya usil, "sering main sebagai Baby Fatso!"

Mr. Conine terheran-heran. "Astaga! Kau rupanya yang menjadi Baby Fatso? Tak kukira!"

Muka Jupe bersemu merah. Ia paling benci kalau orang mengingat-ingat perannya sebagai anak gendut yang dungu. Ia berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

"Jadi Clark Burton yang mengelola galeri itu?" tanyanya seraya menunjuk pada lantai dua bangunan di sisi utara.

"Ya. Ia menjual barang-barang kerajinan keramik, lukisan, dan benda- benda kerajinan perak." Mr. Conine menunjuk sebuah balkon pada bangunan di sisi selatan, di atas kantin dan toko perlengkapan jahit- menjahit "Ada dua apartemen di sana," katanya. "Aku sendiri tinggal di apartemen yang dekat ke hotel, dan Miss Peabody menempati apartemen yang lebih dekat ke pantai. Itu dia Miss Peabody. Wanita yang anggun, hanya saja pendiriannya kurang teguh."

Wanita yang ditunjuk Mr. Conine berumur paling sedikit tujuh puluh tahun. Ia tampak menuruni tangga perlahan-lahan sambil berpegangan pada sandaran tangga. Pakaiannya agak kepanjangan dan bunga-bunga merah muda menghiasi tepi-tepi topinya.

"Selamat pagi, Miss Peabody," sapa Mr. Conine. "Mari ke sini, akan kuperkenalkan teman-teman mudaku, Jupiter, Pete, dan Bob."

"Jupiter!" ujarnya. "Nama yang bagus sekali. Jarang aku mendengarnya."

"Anak-anak sedang bekerja menyelesaikan tugas sekolah," kata Mr. Conine. "Mereka mempelajari daerah urban yang mengalami perubahan Venice. "

"Venice seluruhnya?" tanya Miss Peabody. "Atau cuma Plaza Putri Duyung?"

Alis mata Bob terangkat. "Banyakkah yang dapat digali tentang Plaza Putri Duyung?"

"Lebih banyak dari yang kau duga," jawab Miss Peabody. "Dulu sekali pernah terjadi suatu tragedi hotel tua ini. Francesca Fontaine, yang menginap di hotel ini, tiba-tiba menghilang."

Pete meneguk ludah.

"Ooh, cepat sekali waktu berlalu," desah Miss Peabody. "Well,

Francesca Fontaine seorang aktris yang sering berkunjung ke sini di masa jayanya Venice. Pada suatu hari Minggu ia keluar dari hotel untuk pergi berenang. Ia berenang ke laut, dan... sejak itu tak pernah terlihat lagi."

Dahi Jupe berkerut. "Rasanya pernah kudengar cerita itu." -"Tidak heran aku. Itu menjadi legenda di Hollywood. Well, karena tubuhnya tidak pernah ditemukan, tragedi itu menjadi bahan pergunjingan. Ada yang mengatakan Fontaine berenang mengarungi laut sampai ke Phoenix, Arizona, lalu tinggal di sana bersama peternak unggas. Ada juga yang bilang bahwa ia diam-diam kembali ke hotel dan mengurung diri di sana. Mereka berpendapat ia punya semacam penyakit yang tidak tersembuhkan. Dan ia malu terhadap penyakit yang diidapnya itu."

"Mereka yang berpendapat begitu mengatakan bahwa hotel ini dihuni hantu. Dan hantunya ialah Francesca Fontaine," tambah Mr.Conine. "Aku sendiri cenderung mempercayainya."

"Omong kosong!" tukas Miss Peabody.

"Ada yang menghuni hotel ini." Mr. Conine berbicara dengan lemah- lembut, tetapi ada ketegasan dalam kata-katanya. "Aku beberapa kali melihat cahaya di balik jendela-jendela hotel itu di malam hari. Karena tidak seorang pun pernah memasukinya lagi, pasti yang menyalakan lampu adalah penghuni hotel itu. Kurasa Clark Burton tahu. Itulah sebabnya ia tidak pernah memperbaiki dan membukanya kembali."

"Ia takut pada hantu?" ujar Bob.

"Tidak," sahut Miss Peabody Matanya memancarkan sinar kebencian. "Ia cuma belum memikirkan bagaimana caranya agar hotel itu laku setelah diperbaiki. Tapi kalau kalian mau tahu lebih banyak, tanya saja pada dia sendiri. Ia ada di Galerinya sekarang."

-Bob membayangkan laki-laki yang marah-marah pada Todd kemarin. "Aku... mmm... aku tidak mau mengganggunya," katanya. "Mungkin ia sibuk sekarang." "Ia selalu meluangkan waktu kalau kau menanyakan tentang dirinya sendiri!" seru Miss Peabody. "Ia seorang a ktor dan setiap aktor senang diperhatikan. Bilang saja padanya kau ingin mencantumkan namanya dalam makalahmu. Pasti dia langsung tertarik."

Miss Peabody meninggalkan mereka, pergi ke kantin.

Mr. Conine tersenyum. "Masih cukup waktu sebelum parade dimulai," ujarnya. "Datangi saja dia."

Anak-anak perlahan-lahan menuju tangga bangunan di sisi utara. Bob ragu-ragu sejenak. Diambilnya napas panjang, lalu diberanikannya dirinya menaiki tangga itu.

Bab 3 KALI INI TIDAK MAIN-MAIN!

-DI GALERI PUTRI DUYUNG dibatasi dengan dinding putih dan langit- langit tinggi. Sebuah bel berbunyi ketika anak-anak masuk. Dengan takut-takut mereka memandang berkeliling. Benda-benda seni terpajang dalam galeri itu-ukiran gading dan kayu, permadani gemerlapan, lukisan, dan kotak kaca berisi kerajinan keramik yang indah. Di sana-sini terdapat mangkuk dan vas bunga terbuat dari perak atau gelas berwarna.

Patung keramik putri duyung berdiri pada suatu alas dekat jendela besar dekat pintu. Tinggi patung itu sekitar satu meter. Patung setengah orang setengah ikan itu tampak sedang tertawa lebar sambil bersimpuh pada ekor ikannya dan mengangkat sebuah kerang tinggi- tinggi.

"Siapa itu?" kata Clark Burton sambil menatap tajam pada anak-anak. Ia berdiri di balik sebuah meja tinggi yang membatasi gudang. Ada sebuah tempat cucian, bupet, dan sebuah kamar kecil di ujung situ.

Bob terdiam bagai patung, tenggorokannya seperti tersumbat. Laki-laki itu memang galak seperti yang dikuatirkannya. Ingin rasanya ia keluar dari ruangan itu, balik turun tangga lagi. Pada saat itu Jupe melangkah ke muka. Ia memasang gayanya yang agak sok itu.

"Aku Jupiter Jones," katanya dengan yakin. "Kita pernah berjumpa kemarin dalam sua sana yang jauh dari akrab, tatkala Todd kembali ke rumahnya. Hari ini aku dan kawan-kawanku kembali ke sini karena galeri ini menarik untuk dikunjungi. Dan karena aku merasa pasti bahwa Anda akan tertarik pada kami, Mr. Burton."

Jupe kadang-kadang membuat orang dewasa terheran-heran atau bahkan berhasil memojokkan mereka. Kali ini ia membuat lawan bicaranya sebal. Mr. Burton keluar dari balik meja kasir dengan pandangan geram.

Dasar Jupiter! Ia tidak menghiraukan sikap Mr. Burton. malah terus saja nyerocos. "Kawanku, Bob, sedang menulis tentang daerah urban yang berada dalam keadaan transisi. Kami diberi tahu bahwa Anda turut berperan dalam perubahan yang terjadi di daerah ini, di Venice."

"Oh!" kata Burton. Sekejap kegeramannya berubah menjadi keramahan. "Itu benar sekali. Aku dapat membantu menceritakan peranku di sini. Silakan duduk."

Ia mempersilakan anak-anak duduk di seperangkat kursi dekat dinding. Anak-anak duduk. Burton menyeret sebuah kursi lalu duduk bersandar di seberang mereka. Bicaranya sangat hati-hati dan teratur, seakan- akan ia sedang menghafal naskah.

-"Aku sudah lama tertarik pada Plaza Putri Duyung," katanya. "Aku sering berkunjung ke Venice untuk berenang di laut, di kala Venice belum populer lagi seperti sekarang. Waktu itu tidak ada jalan untuk pengendara sepeda, tidak ada toko-toko pakaian. Cuma ada sebuah rumah bobrok di pinggir pantai serta kanal-kanal kotor dipenuhi rumput liar.

"Ketika Hotel Putri Duyung dijual aku meneliti keadaannya. Harganya tidak terlalu mahal jadi kubeli seluruh bangunan dan halamannya sekalian. Aku termasuk penggemar Francesca Fontaine. di masa mudaku. Dengan membeli hotel ini aku merasa bangga karena hotel inilah yang terakhir ditinggali Fontaine."

Ia melihat anak-anak dengan pandangan menyelidik. "Kau pernah dengar tentang Francesca Fontaine?" tanyanya.

"Pernah, Sir," jawab Bob.

Burton melanjutkan. "Sewaktu kubeli gedung ini, hanya ada hotel dan halaman kosong di sekitarnya. Aku yang mendirikan dua bangunan yang mengapit halaman, aku juga yang memugar halaman sehingga menjadi taman yang asri, seperti yang kalian lihat sendiri. Sejak aku tinggal di sini, kuingin segalanya serba atraktif. Hasilnya? Banyak tamu berdatangan. Bukan hanya dari daerah sekitar sini, tapi juga orang- orang penting dari jauh-perencana kota, artis, arsitek Mereka mempelajari perkembangan bangunan ini untuk dijadikan bahan perbandingan."

Burton kelihatan puas dengan ceritanya sendiri.

"Suatu saat Venice akan menjadi kota teladan seperti yang dicita- citakan dulu," ramalnya. "Daerah-daerah yang kumuh akan dibersihkan, dan kota ini akan menjadi kota yang mutakhir. Plaza Putri Duyung akan berharga jutaan dolar!"

Ia berhenti. Jupiter bertanya, "Bagaimana dengan hotelnya? Apakah Anda akan memperbaikinya ?"

"Aku belum memutuskan," jawab Burton. "Penampilannya mengerikan. Harus diruntuhkan seluruhnya sebelum dibangun lagi. Kalau tidak, percuma. Tapi hotel ini dulunya hotel yang anggun, aku merasa sayang untuk meruntuhkan nya:’

Burton memandang melalui pintu yang terbuka. "Oh, kelihatannya parade segera dimulai di Ocean Front," ujarnya. "Apakah informasi yang kuberikan cukup untuk makalahmu?"

Ia ingin agar anak-anak cepat meninggalkan galeri itu. Anak-anak memahami. Mereka mengucapkan terima kasih, lalu turun tangga.

Halaman gedung kosong. Semua orang berkerumun di pinggir jalan untuk menyaksikan parade. Suara musik mulai mengudara. Meriah sekali. Terdengar suara trompet, trombone, genderang, dan cymballs yang bersahut-sahutan.

Anak-anak ikut berkerumun berdesak-desakan. Suara petasan berdentum keras dari pantai. Parade dimulai. Ternyata Mr. Finney benar. Belum pernah anak-anak melihat parade seperti itu. tidak ada marching band berseragam yang dipimpin majorette-nya. Yang muncul ialah sebuah pasukan pemain musik berpakaian macam-macam - pakaian renang dan pakaian ketat, jeans dan T-shirts, jubah dan serban. Salah seorang pemain xylophone memakai serban hitam mengkilat di kepalanya. Di sebelahnya seorang pemain timtom trio memakai jubah jingga. Pada jubahnya dijahitkan kaca-kaca kecil yang berkilau-kilau.

Bob menjepretkan kameranya berulang kali, mengambil gambar hampir setiap peserta parade yang melintas. Beberapa meter darinya Regina Stratten menggendong Todd pada bahunya. Di seberang Ocean Front, Mr. Conine berdiri dekat bangku kesayangannya.

Setelah beberapa saat Todd bosan, dan minta diturunkan dari gendongan ibunya. Ia menyeruak dalam kerumunan orang banyak, berusaha menuju halaman gedung.

"Jangan dekat-dekat tempat Mr. Burton. Dan jangan jauh-jauh dari Tiny!" seru ibunya mengingatkan.

"Oke," janji Todd.

Ia berlari diikuti Tiny, anjingnya yang setia.

Parade terus berlangsung dengan meriah. Khuus pada hari ini, mobil diperbolehkan melalui Ocean Front. Di panggung terbuka yang ditarik mobil-mobil, disajikan pertunjukan yang tak kalah menariknya. Beberapa panggung memasang iklan bagi dagangan atau urusan bisnisnya. Barisan panggung terbuka itu bagai tak ada habisnya.

Sesaat kemudian, Jupe mendengar Regin Stratten berkata, "Di mana Todd sekarang?"

Ia keluar dari kerumunan, pergi ke Plaza Putri Duyung. Beberapa menit kemudian ia kembali

"Daddy?" panggilnya. "Daddy, di mana kau?"

Charles Finney menyeruak di antara kerumunan "Aku tidak melihat Todd!" kata Regina.

Finney menenangkannya. "Tidak usah terlalu kuatir seperti itu. Kan ia ditemani Tiny. Apa lagi yang perlu dikuatirkan?"

Tapi Regina tetap kuatir. Ia dan ayahnya pergi ke plaza lagi. Jupiter mengikuti.

Berulang kali Todd dipanggil. Tidak ada jawaban. Tiny pun tidak muncul.

Charles Finney memeriksa ke dalam tokonya. Clark Burton melangkah keluar ke balkon. Tony Gould, pemilik kantin, sedang berdiri di teras. Tidak seorang pun melihat Todd.

Regina makin kebingungan. "Ia hilang!" katanya. "Ia kabur lagi."

Untuk kedua kalinya Trio Detektif turun tangan membantu mencari Todd. Mereka melakukannya seperti yang mereka lakukan kemarin. Tidak ada sudut yang luput dari perhatian. Kali ini pencarian berlangsung lebih lambat diakibatkan ramainya daerah itu. Orang masih berkerumun menyaksikan parade yang tak kunjung habis itu,

Trio Detektif sudah mencari sampai sejauh enam blok dari Plaza Putri Duyung. Mereka berhenti, dan beristirahat pada sebuah tangga bangunan tua reyot.

"Mungkin sekarang Todd sudah ditemukan di rumahnya di toko buku," ujar Bob. "Sebaiknya kita kembali untuk mengeceknya."

"Ya, atau malah si kecil itu bergabung dalam parade - padahal kita mencarinya setengah mati, sampai melewatkan kesempatan nonton parade," gerutu Pete.

Jupe diam saja. Ia memandang ke depan. Wajahnya nampak dongkol.

Semenit kemudian Bob bangkit menuju jalan di samping gedung itu. Ia melewati sebuah tong sampah. Iseng-iseng ditelitinya tong itu.

"Jupe! Pete!" pekiknya.

"Apa?" sahut Pete. "Kau seperti melihat setan."

Bob berpaling dari tong sampah. Wajahnya pucat pasi. "Kali ini masalahnya serius sekali. Ada anjing tergeletak di sana. Kukira itu Tiny... dan... dan Tiny mati!"

-Bab 4 TRIO DETEKTIF TURUN TANGAN

-REGINA STRAITEN hampir pingsan melihat keadaan Tiny. Anak-anak telah kembali ke toko buku. Mereka mengajak wanita itu serta ayahnya melihat ke tempat mereka menemukan seekor anjing tergeletak di balik tong sampah.

Setelah itu polisi turun tangan mencari Todd Stratten. Pada sore harinya tak kurang dari selusin polisi dikerahkan untuk mencari anak kecil itu. Mereka menjelajahi seluruh Ocean Front dengan mobil patroli. Sebagian berjalan kaki menyelidiki setiap jengkal daerah itu. Pintu-pintu rumah diketuk, ditanyakan apakah ada yang. melihat Todd.

Bob, Pete, dan Jupe menunggu di teras kantin Nut House. Mr. Conine mendampingi mereka, ia terlihat prihatin. Menjelang petang, Miss Peabody turun dari apartemennya, bergabung dengan mereka di teras.

"Mengerikan," ujarnya.

"Jangan berkata seperti itu, Miss Peabody," kata Pete. "Memang anjing itu mati, tapi kan itu tidak berarti Todd celaka." "Justru ia celaka," ujar Miss Peabody. "Todd dan Tiny tidak dapat dipisahkan. Kalau seseorang menyerang Tiny, Todd akan berteriak. Dan kalau Todd yang ditakut-takuti..."

Ia menggeleng-geleng.

"Ya," sambung Jupiter. "Kalau Todd yang ditakut-takuti, Tiny akan menyerang orang itu. Kemudian orang itu balas menyerang Tiny."

"Menurut polisi Tiny mungkin ditabrak mobil," kata Bob. "Mungkin itu cuma kecelakaan. Pengemudi mobil itu tidak mau terlibat urusan, jadi dibuangnya anjing itu ke. balik tong sampah."

"Kalau begitu, mengapa Todd tidak pulang?" tanya Jupe.

Charles Finney keluar dari tokonya saat itu, disusul Regina. Wajah mereka pucat dan sayu. Mereka memandang ke Ocean Front tanpa harapan. Hari mulai gelap. Tempat itu sudah tidak seramai tadi. Tampak sebuah mobil membelok di depan, dan berhenti tepat di depan Plaza Putri Duyung. Dua orang keluar, yang satu membawa kamera video.

"Orang dari televisi," kata Mr. Conine. "Mereka akan mewawancarai Regina. Ya, kelihatannya begitu. Orang-orang itu mulai lagi mencampuri urusan pribadi orang lain"

Seorang pria berjas lengkap berbicara dengan Mrs. Stratten sambil memegang mikrofon ke arahnya Mereka yang berada di teras kantin melihat bahwa semakin lama Mrs. Stratten diwawancara, semakin kusut wajahnya Akhirnya ia jadi menangis.

-Clark Burton muncul. Ia turun dari galerinya lalu berdiri di samping Regina. Dengan gayanya yang khas bintang film ia berusaha melindungi Regina dari hujan pertanyaan yang diajukan reporter televisi.

"Mr. Burton menjadi pusat perhatian kamera sekarang," ujar Miss Peabody dengan nada mencemoohkan. "Ia memang ahlinya dalam soal itu."

"Anda tampaknya tidak menyukai dia. Kenapa?" tanya Jupe.

"Benar-benar tidak suka," sahutnya. "Ia sombong, suka membanggakan diri sendiri, egois. Semua yang diperbuatnya cuma akting belaka."

"Miss Peabody," kata Mr. Conine menetralkan, "dia yang menyewakan apartemen pada kita, lho."

"Itu masalah lain lagi," tukas Miss Peabody.

Kini Burton yang mengambil alih wawancara dari Regina. Ia mendominasi pembicaraan, sementara Regina berdiri di sampingnya dengan wajah sayu. Setelah akhirnya wawancara selesai, ia kembali ke tokonya.

"Kasihan," kata Miss Peabody

Anak-anak mulai berjalan pulang sesudah reporter televisi itu pergi. Ketika melewati toko buku, mereka melihat Regina Stratten di dalamnya. Ia menangis lagi.

Didorong rasa ibanya, Jupiter mengambil sebuah kartu dari dompetnya. Ia masuk ke dalam toko.

"Kami ingin membantu kalau kami bisa," katanya. Diberikannya kartu Trio Detektif. "Telepon saja kami, dan kami akan datang. Aku tahu polisi berusaha sangat keras, namun kalau Anda rasa baik tidak ada salahnya kalau..-"

Ia sengaja tidak menyelesaikan kalimatnya. Mrs. Stratten melihat kartu itu. Di situ tertulis:

-TRIO DETEKTIF

"Kami Menyelidiki Apa Saja"

???

Penyelidik Satu Jupiter Jones Penyelidik Dua Pete Crenshaw Data dan Riset Bob Andrews

-"Kami telah memecahkan beberapa misteri paling memusingkan petugas profesional," ujar Jupe dengan bangga.

"Kadang-kadang kami menemukan apa yang tidak dapat ditemukan polisi," sambung Pete.

"Ya, kalian benar," kata Regina. "Aku percaya anak-anak pun dapat mengalahkan orang dewasa dalam beberapa hal. Tapi kali ini biar polisi saja yang mengurusnya. Aku yakin mereka akan menemukan Todd. Mungkin anak itu cuma bersembunyi di suatu tempat lalu tertidur di sana. Paling tidak begitulah harapanku."

Tapi nada suaranya tidak terdengar penuh harapan.

Anak-anak bersepeda kembali ke Rocky Beach. Sepanjang jalan mereka sibuk memikirkan anak yang hilang itu dan anjingnya yang malang.

"Aku benci mengapa ada orang yang tega membunuh anjing itu," ujar Pete dengan geram.

I memang amat sayang pada binatang.

"Mungkin itu cuma kasus tabrak-lari," sahut Bob. "Penabraknya tidak berani bertanggung jawab, lalu ia kabur begitu saja"

"Mungkin," gumam Jupe. Cuma itu yang diucapkannya.

Malamnya Jupiter menonton berita di televisi bersama Bibi Mathilda dan Paman Titus, bibi dan pamannya. TV sedang menyiarkan berita lokal. Berita utama malam itu ialah hilangnya Todd Stratten.

Reporter yang mengunjungi Plaza Putri Duyun memaparkan peristiwa itu. Lalu Regina muncul di layar, diwawancara.

Tiba-tiba gambar di layar berganti dengan wajah Clark Burton. Aktor itu terlihat ganteng luwes, dan prihatin terhadap musibah yang menimpa Regina Stratten.

"Kami semua di Plaza Putri Duyung berdoa agar Todd cepat ditemukan kembali," kata Burton dengan alimnya. "Ia seorang anak kecil yang menyenangkan. Kami berharap agar ia cepat kembali dalam keadaan sehat walafiat."

"Aneh," komentar Bibi Mathilda sambil menatap layar televisi. "Clark Burton kelihatan masih muda saja, seperti tidak berubah sejak bertahun tahun yang lalu. Padahal itu sudah lama sekali berselang. Pasti ia merawat dirinya dengan baik." "Atau ia dioperasi plastik," ejek Paman Titus

Siaran kembali ke. studio. Pembaca berita melanjutkan, "Sampai saat ini Todd Stratten masih belum ditemukan. Siapa saja yang melihatnya diminta untuk melapor pada polisi melalui telepon darurat yang nomornya seperti Anda lihat di layar Anda. Todd berumur lima tahun, tingginya kira-kira delapan puluh sentimeter, berambut hitam, dan pada saat terakhir memakai jeans dan baju kaus bergaris-garis merah dan biru. "

Gambar Todd ditayangkan di televisi. Kemudian pembaca berita melanjutkan dengan berita lain.

"Kasihan ibunya," desah Bibi Mathilda dengan prihatin. "Ia pasti tak tahan menghadapi keadaan ini."

Jupe merenungi kejadian yang dialaminya di Venice seharian tadi. Meskipun kota Venice luar biasa ramainya tadi, bagaimana mungkin Todd lenyap begitu saja? Dan yang lebih aneh lagi, mengapa tidak seorang pun-dari sekian banyak orang di sana-mengaku melihat Todd. Menurut logika Jupe, mesti ada yang melihatnya setelah ia meninggalkan Plaza Putri Duyung!

Todd masih belum ditemukan keesokan paginya. Setelah sarapan Jupe membantu Bibi Mathilda mencuci piring. Kemudian ia menyeberang jalan ke pangkalan barang bekas yang dikelola keluarga Jones.

Di balik tumpukan barang rongsokan yang menggunung tersembunyi sebuah karavan tua yang tidak laku terjual. Anak-anak telah menyulapnya menjadi kantor Trio Detektif. Mereka membuat lorong rahasia untuk masuk ke kantor. Di dalam kantor terdapat sebuah laboratorium mini dan sebuah kamar gelap. Jupe melengkapinya dengan sebuah mikroskop bekas dan kamera bekas yang telah diperbaikinya.

Ada sebuah lemari penyimpan berkas-berkas kasus yang telah berhasil mereka selesaikan. Semua catatan itu disusun oleh Bob. Dan ada pula telepon di sana. Anak-anak membayar tagihan telepon dengan uang yang mereka hasilkan dari bekerja di pangkalan itu.

Telepon berdering ketika Jupe masuk ke kantor melalui Lorong Dua, sebuah lorong rahasia berupa pipa berukuran besar yang terjulur bawah karavan. Jupe mengangkat telepon. Ia mendengar suara Regina Stratten yang penuh kesedihan.

"Halo! Bisa bicara dengan Jupiter Jones?" desah Regina dengan suara serak.

"Aku sendiri. Mrs. Stratten," sahut Jupe.

"Oh, kebetulan. Dengarkan baik-baik. Saya tidak tidur semalaman, sibuk mencari Todd. Begitu pula polisi. Tapi... tapi mereka belum menemukan Todd. Aku tahu mereka telah berusaha. keras. Kurasa mungkin... mungkin... "

"Mungkin ada baiknya kalau yang mencari ditambah tiga orang lagi?" kata Jupe.

Jupe sendiri tidak yakin apa yang dapat dilakukan Trio Detektif dalam kasus ini. Tapi ia yakin bahwa paling tidak mereka dapat menolong.

-"Ya, itu maksudku," ujar Regina. "Kalau kau tidak keberatan."

"Akan kuhubungi kedua kawanku," kata Jupe. "Ini segera berangkat!"

Bab 5 LANGKAH PERTAMA -REGINA STRAITEN duduk termenung seorang di di dalam toko bukunya. Matanya sembab karena terlalu sering mengeluarkan air mata dan karena tidak dapat tidur semalaman. Di bawah matanya terdapat bekas hitam. Tangannya gemetar.

"Tidak ada kabar," desahnya. "Tidak ada petunjuk." Ia menghela napas panjang. "Polisi masih meneruskan pencarian di sekeliling sini. Hhh... mereka juga akan mengotopsi Tiny. Buat apa lagi..."

Jupe merasa prihatin. "Otopsi akan memastikan sebab-sebab kematian itu," katanya. "Dengan otopsi dapat diketahui apakah Tiny mati karena perbuatan yang disengaja atau tidak. Kalau ternyata kematian itu tidak disengaja, maka hilangnya Todd kan tidak terlalu mengkhawatirkan."

"Mmm... Tapi apa gunanya bagi pencarian Todd?" keluh Regina.

"Untuk menambah informasi yang kita miliki," sahut Jupe. "Dan sekarang kami akan mulai menyelidik. Kami akan mulai dari lokasi ini - Kompleks Putri Duyung."

-"Di sini?" gumamnya. "Buat apa lagi? Polisi udah menanyai setiap orang di sini."

"Pertama, untuk melengkapi," ujar Jupe. "Kedua, mungkin ada orang yang lupa ketika ditanyai polisi. Dan ketiga, ini yang paling masuk akal. Kami semua melihat Todd berlari ke arah kompleks ini kemarin. Seharusnya ada seseorang yang melihatnya pergi meninggalkan tempat ini, kan?"

Regina cuma bisa mengangguk. Trio Detektif segera memulai langkah pertamanya.

Mereka mulai dengan menanyai seorang pria jangkung dan kurus yang mengelola toko layang-layang, namanya Leo Anderson. Ia melihat Todd mendatangi Kompleks Putri Duyung kemarin, namun setelah itu ia tidak melihatnya lagi.

"Aku keluar toko, lalu mendekati kerumunan, dan nonton parade beberapa saat," katanya. "Waktu itu Todd keluar dari kerumunan bersama Tiny. Ia selalu didampingi Tiny."

"Apakah pintu toko Anda terbuka waktu itu?" tanya Jupe. "Mungkinkah Todd masuk ke toko anda, lalu keluar lagi lewat pintu belakang?"

Anderson menggeleng. "Kau lihat gerendel di pintu belakang itu ? Todd harus membukanya untuk dapat keluar dari sini. Dan ia harus naik kursi untuk melakukannya. Aku memperhatikan, kemarin tidak ada susunan kursi yang berubah, kecuali kalau ia mengembalikan kursi pada tempatnya. Tapi itu mustahil. Todd tidak pernah mengembalikan barang pada tempatnya. Percayalah padaku."

-Wanita pengelola toko batu-batu hias, Miss Althea Watkins, menceritakan hal yang serupa. Ia ikut keluar untuk nonton parade. Tapi ia yakin bahwa tidak mungkin Todd masuk ke dalam tokonya. Ia ingat telah menguncinya ketika keluar menonton parade. "Tidak aman membiarkan pintu tanpa terkunci," katanya. "Banyak maling di sini."

"Pentingkah untuk mengetahui bagaimana Todd menghilang?" tanyanya. "Ia sangat gesit. Lihat saja bagaimana ia dapat keluar dari kerumunan orang."

"Bagaimana Todd menghilang akan menunjukkan di mana ia berada sekarang," sahut Jupe. "Kalau saja ada orang yang melihatnya atau melihat anjingnya, itu akan sangat membantu."

Miss Watkins mengangkat bahu. "Yang menbunuh Tiny pasti otaknya miring. Busuk sekali perbuatan itu."

"Kami belum tahu siapa atau apa yang menyebabkan kematian Tiny," kata Jupe. "Kalau Anda mendapatkan sesuatu, tolong beri tahu kami." Ia memberikan sebuah kartu.

Anak-anak meninggalkan Miss Watkins, dan melanjutkan penyelidikan di toko seberang, toko perlengkapan jahit -menjahit.

Mrs. Kerinovna, penjaga toko itu, seorang pendiam. Ia tidak melihat Todd kemarin, meskipun ia tidak meninggalkan tokonya. "Aku menonton parade dari jendela," ia menjelaskan. "Aku tidak melihat Todd. Kasihan ibunya, pasti ia sedih sekali."

Di kantin ada beberapa orang sedang menikmati kopi dan kue-kue. Tony Gould, pemilik kantin, sedang melayani mereka. Ketika anak-anak menanyainya, ia mengajak mereka ke dapur untuk menemui istrinya, Marge.

"Todd tidak ke sini kemarin," kata Tony Gould. "kadang-kadang ia sembunyi-sembunyi ke sini untuk mencuri kue dan permen, tetapi terakhir kainya kami berhasil memergoki dia."

"Kami bukannya tidak mau memberi, kami cuma kuatir giginya rusak," sambung Marge Gould.

"Jadi Anda tidak melihatnya setelah parade dimulai?" tanya Jupe menegaskan.

"Tidak. Aku sedang sibuk waktu itu. Mooch, yang biasa bekerja di sini, kemarin absen tanpa memberi tahu. Ia memang kurang disiplin."

Trio Detektif mengucapkan terima kasih pada suami istri Gould. Mereka menyeberangi halaman dan menaiki tangga menuju Galeri Putri Duyung untuk menemui pemilik galeri.

"Buat apa kalian bertanya-tanya tentang Todd Stratten?" Clark Burton ingin tahu. "Kalian kan sedang mengerjakan tugas sekolah."

"Itu kemarin, Mr. Burton." kata Bob. "Hari ini kami datang untuk menolong Mrs. Stratten."

"Buat apa lagi?" tukas Burton. "Kan sudah ada polisi. Polisi lebih berwenang menangani kasus ini."

"Mrs. Stratten ingin kami membantunya juga," kata Jupe seraya memberikan kartu Trio Detektif pada Burton.

-"Bukan main!" seru Burton sewaktu membaca kartu itu. Nada suaranya seperti melecehkan.

"Kami telah berpengalaman dalam menangan kasus-kasus yang unik," kata Jupe dingin.

"Oo, tentu, tentu," kata Burton. "Aku tidak ingin orang menyangka bahwa aku tidak mau bekerja sama. Apa yang ingin kalian ketahui?"

"Kami mencoba menjejaki ke mana Todd pergi kemarin," kata Jupiter. "Kalau kami mendapatkan petunjuk ke mana mula-mula ia pergi, itu mungkin akan berguna. Anda melihat Todd sewaktu parade berlangsung kemarin?"

"Tidak. Kurasa kalian menyalak pada pohon yang salah," jawab Burton setengah bersajak. "Apa pun yang terjadi pada Todd dan anjingnya itu tidak terjadi di sini. Ingat, anjing itu ditabrak mobil. Dan tidak ada mobillalu-lalang di halaman plaza ini, bukan?"

"Memang," kata Jupe. "Namun, aneh kalau Todd masuk ke halaman gedung ini sesaat setelah parade dimulai. Dan tidak ada seorang pun yang melihatnya lagi."

"Tidak terlalu aneh bagiku," ujar Burton. "Ia anak yang gesit, dalam sekejap bisa saja ia telah lari jauh."

"Mungkinkah ia naik ke sini?" tanya Jupe. "Anda lihat Anda punya pintu belakang. Mungkinkah ia naik tangga di depan, masuk ke dalam galeri, lalu keluar lewat pintu belakang?"

Jupe meneliti pintu belakang. Disentuh sedikit saja pintu itu terbuka.. Di hadapannya terdapat sebuah tangga menuju bagian belakang bangunan. Ia melihat pelataran parkir di samping, dan jugaa sebuah jalan, Speedway namanya-yang sejajar dengan Ocean Front. Pelataran parkir itu penuh dipadati mobil.

Jupe menutup pintu. "Anda tidak mengunci pintu ini?" tanyanya.

"Aku menguncinya di malam hari," sahut Burton. "Merepotkan kalau menguncinya di siang hari. Aku sering bolak-balik ke garasi."

Jupe mengangguk. Ia sekarang meneliti pintu depan. Pintu itu dilengkapi dengan sebuah bel listrik otomatis. Seberkas sinar memancar memalangi pintu. Ketika Jupe menghalangi sinar itu dengan tangannya, bel itu berbunyi. "Ini tingginya hampir sepinggang," kata Jupe. "Todd mungkin saja masuk tanpa terdeteksi sinar ini. Begitu juga Tiny. Jadi bel tidak berbunyi. Mungkin mereka masuk ke sini sewaktu Anda lengah."

Muka Burton bersemu merah sesaat. Kemudian ia tersenyum. "Jadi rupanya begitulah dia masuk ke sini minggu lalu, memegangi benda- benda seni milikku dengan tangannya yang kotor!"

"Masa Anda tidak pernah menyadari bahwa anak itu dapat masuk tanpa terdeteksi bel otomatis?" tanya Jupe setengah tidak percaya.

"Aku... aku tidak pernah memikirkan hal itu," Burton.

Sementara itu Pete meneliti keadaan dalam galeri. Ia memandangi alas dekat jendela besar dengan kecewa. Alas itu kosong.

-"Mengapa Anda jual putri duyung itu?" kata Pete.

"Tidak. Aku... aku," Burton tergagap. "Kurasa patung itu dicuri ketika aku sedang sibuk melayani seorang pelanggan kemarin. Beberapa kali tempat ini dipenuhi pengunjung. Tetapi aku tidak tahu mengapa ada orang yang mau mencuri patung itu. Padahal harganya tidak seberapa dibandingkan benda-benda lainnya di galeri ini."

"Hmm," gumam Jupe.

"Memang banyak orang yang tidak bertanggung . jawab di pantai ini," Burton melanjutkan "Contohnya saja kasus penabrakan anjing itu. Orang itu seenaknya saja melemparkan bangkai anjing itu ke balik tong sampah-sama sekali tidak bertanggung jawab."

"Belum dapat dipastikan apakah benar anjing itu tertabrak," kata Bob. "Sedang dilakukan otopsi untuk menyelidikinya."

"Oh, ya?" ujar Burton.

Suasana sunyi untuk beberapa saat. Burton menunggu pertanyaan berikutnya dari anak-anak. Karena anak-anak tidak menanyakan apa-apa lagi, ia berkata, "Kalau tidak ada lagi, aku akan..."

"Bagaimana tentang hotel itu ?" potong Jupe. "Mungkinkah Todd menyelinap ke sana? Adakah pintu atau jendela yang terbuka?"

"Mustahil," sahut Burton. "Tempat itu aman. Aku tidak ingin hotel itu dijadikan sarang gelandangan."

"Polisi sudah menyelidiki tempat itu?" desak Jupe

-"Tentu saja," kata Burton. "Waktu kubukakan pintunya, mereka melihat bahwa tempat itu tidak dihuni lagi selama bertahun-tahun:’.

"Tapi apakah mereka benar-benar meneliti tempat itu?"

Tiba-tiba Burton naik darah. "Kalian bikin susah saja!" serunya. "Aku sudah meluangkan waktuku yang berharga untuk memberi keterangan pada kalian. Dan kalian membuang-buangnya dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan dungu itu. Cukup sekian saja pembicaraan kita. Aku harus kembali bekerja sekarang!"

Anak-anak keluar dari galeri. Namun ketika mereka baru hendak turun tangga, Burton memanggil mereka.

Mereka menoleh.

Kemarahan Burton telah lenyap. Ia berdiri di depan pintu. Wajahnya terlihat lebih tua dan cekung.

"Maafkan aku," katanya. "Aku tidak seharusnya bersikap begitu tadi. Hhh... peristiwa kemarin mengingatkanku pada pengalaman buruk di masa mudaku. Suatu hari temanku hilang. Ia tidak muncul-muncul setelah istirahat sekolah. Ini terjadi di Iowa, tempat kelahiranku. Kami mencarinya ke mana-mana. Dan akulah yang menemukannya. Di pinggir kota ada sebuah bekas galian tua. Lubang galian itu terisi penuh air. Dan... dan tubuhnya mengapung di situ. Ia telah tenggelam."

"Menyedihkan sekali," Jupiter ikut merasa prihatin.

-Mereka turun ke halaman. Di bawah, Miss Peabody sudah menunggu sembari menghirup kopinya di kantin. "Untung akhirnya kalian turun juga!" serunya. "Sudah lama kutunggu-tunggu. Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan pada kalian."

-Bab 6 SATU PETUNJUK!

MISS PEABODY memanggil Tony Gould dari dalam kantin. "Ini sudah waktunya untuk makan siang, anak-anak pasti sudah keroncongan," katanya. "Mereka akan kutraktir. Hamburger. Aku sebenarnya pantang makan hamburger yang kurang bergizi itu. Tapi sekali-sekali kan boleh."

"Lima hamburger," Tony Gould mengulangi sambil mencatat. Lalu ia bergegas masuk.

"Waktu aku seumur kalian, bahkan lebih muda," kata Miss Peabody pada anak-anak, "aku doyan sekali makan permen. Tidak pernah sedetik pun kulewatkan tanpa permen di mulutku." Ia meluruskan duduknya. "Well, apa pendapat kalian tentang Clark Burton?"

Jupe agak kaget mendengar perubahan topik pembicaraan yang mendadak itu.

"Kalian berusaha menolong Regina Stratten, kan?" sambung Miss Peabody. "Ia bilang begitu padaku tadi pagi sebelum ia menelepon kalian.

Ia seorang wanita muda yang baik hati. Sayang, tidak banyak pemuda baik-baik di sini. Kebanyakan dari mereka tidak tahu sopan-santun."

Miss Peabody menengok ke belakang. Mooch Henderson muncul dari dalam kantin. Ia mengelap meja dengan kain lusuh. Dalam terang sinar matahari, ia tampak lebih kurus dari sebelumnya. Dagunya berbintik- bintik dan ditumbuhi jenggot pendek di sana-sini. Tangannya bersih sampai sebatas siku, tapi pangkal lengannya dekil. Baju kaus yang dipakai di balik celemeknya tampak kumal dan kotor.

"Aku heran melihat Mooch," kata Miss Peabody. "Dia itu salah satu contohnya."

"Contoh apa?" tanya Pete.

"Contoh dari orang yang tidak tahu tata krama," kata Miss Peabody. Ia memiringkan badannya ke arah Pete. "Mooch tinggal di sebuah tempat yang kumuh di seberang Speedway bersama-sama gelandangan lainnya. Mereka melakukan apa saja tanpa aturan. Ada seorang wanita muda di sana yang... "

Miss Peabody terdiam. Ia mengatupkan mulutnya sampai terlihat seperti sebuah garis lurus.

"Keterlaluan!" desahnya. "Sukar dibayangkan cara hidup mereka.

Mereka seperti tidak pernah punya orang tua saja. Dari kecil hidup di daerah kumuh, dan setelah besar mereka merusak suasana Venice ini." .

Tony Gould muncul dari kantin membawa baki berisi hamburger, kentang goreng, dan minuman soda. Ia menata meja, lalu kembali ke dalam lagi. Mooch juga masuk ke dalam di belakangnya.

"Toddd tidak pernah cocok dengan Mooch" kata Miss Peabody.

"Tapi apakah itu penting menurut Anda?" tanya Jupiter. "Bukankah banyak orang lain yang juga tidak cocok dengan Mooch? Dan begitu pula sebaliknya, Todd memang sering menimbulkan masalah bagi orang lain."

"Aku kan tidak menuduh siapa-siapa," tukas Miss Peabody. "Dan aku tidak pernah bermaksud begitu. Tidak seorang pun dalam kompleks ini yang terlibat dalam kasus hilangnya Todd. Aku sedang berada di jendela ketika parade dimulai. Dan aku melihat Mr. Anderson serta wanita penggemar batu-batuan itu, Miss Watkins. Mereka pergi ke luar untuk menonton parade. Aku juga melihat Clark Burton. Ia mondar-mandir dari apartemen ke galerinya. Kemudian Todd dan Tiny berlari masuk."

"Aha!" Jupiter tertarik. "Jadi Anda melihat Todd setelah ia meninggalkan Ocean Front. Bagus sekali! Apa yang ia lakukan waktu itu?"

"Tidak banyak yang kulihat," ujar Miss Peabody. "Saat itu alat pengatur waktu berdering. Aku harus mengeluarkan kue yang kumasak dari dalam oven. Pada saat aku kembali ke jendela, Todd dan Tiny tidak nampak lagi. Entah mereka bersembunyi di suatu tempat, atau kembali ke Ocean Front. Yang jelas, tidak ada siapa-siapa lagi di halaman. selain Mooch Henderson."

Saat itu Mooch muncul lagi di teras. Didengarnya Miss Peabody, yang berbicara dengan suara yang cukup keras tanpa mempedulikan sekelilingnya. Mooch menoleh padanya sambil merengut

"Kenapa namaku disebut-sebut?" tanyanya. Ia menatap mereka sambil berkacak pinggang. Anak-anak memperhatikan bahwa salah satu tangannya diperban, tepat di atas pergelangan.

"Ketika aku melihat keluar jendela sewaktu parade berlangsung kemarin," Miss Peabody menjelaskan, "aku melihat kau keluar dari toko

Mr. Anderson. Aku merasa aneh. Kau tidak pernah menunjukkan rasa tertarik pada layang-layang atau mainan sebelumnya. Aku cuma heran, itu saja. Nah, anak-anak ini sedang berusaha menolong Regina Stratten mencari anaknya yang hilang. . Kupikir..."

"He, hentikan pidato itu!" seru Mooch. "Kaupikir aku punya urusan apa dengan anak kecil bandel itu? Kaupikir aku mencuri mainan di toko itu untuk memikat dan memerangkap dia? Jangan macam-macam, Nenek tua bangka!"

Tony Gould telah muncul dari dalam kantin. Ia memandang tajam pada Mooch.

"Kau berada di toko layang-layang kemarin?" tanyanya.

"Aku cuma ingin tahu berapa harga layang-layang model Cina itu," ujar Mooch, "yang dipajang di jendela itu."

"Cuma itu?" desak Gould.

"Apa maksudmu menanyai aku seperti itu?" seru Mooch.

Miss Peabody terjun dalam percekcokan itu.

"Apa kataku?! Tanganmu terluka!" katanya. "Digigit anjing, kan? Aku dengar kau bicara dengan Marge Gould tadi pagi. Kau bilang padanya kau digigit anjing piaraanmu di rumah. Benarkah anjingmu yang menggigit itu?"

"Sudah tua bangka, tukang nguping lagi!" seru Mooch dengan suara parau dan kasar.

"Memang," sahut" Miss Peabody tenang. "Aku memang tertarik." Ia tersenyum puas sekali.

"Sialan. Akan ku..."

"Mooch!" hardik Tony Gould. "Hentikan omongan kasarmu!"

"Masa bodoh, Gould!" teriak Mooch. Ia merenggut celemeknya. Dengan kasar dilemparnya celemek itu. Dan serta-merta ia pergi.

Tony Gould memungut celemek itu. "Miss Peabody, kadang-kadang Anda terlalu jauh mencampuri urusannya," katanya. Ia tampak kesal. "Aku juga satu dua kali begitu. Tapi aku benar-benar tidak tahu rencana Mooch di toko layang-layang itu. Aku harusnya tidak berprasangka buruk terhadapnya."

"Kita sama-sama merasa tidak enak, kan," kata Miss Peabody. "Yah,. tapi orang-orang di kompleks ini beberapa kali kehilangan barang-barangnya. Dan pendapatanmu sendiri kan kadang-kadang tidak cocok, kurang dari yang seharusnya. Apa pendapatmu? Mooch sulit disebut karyawan teladan. Ia sering membolos kerja. Karena itu aku ikut campur tadi. Kau tidak perlu memecat dia kalau kau tidak mau."

"Aku..," Gould .menghela napas. "Aku bisa bilang apa..," Ia menggeleng- geleng, lalu masuk k-e kantin. "

-Miss Peabody tersenyum penuh dendam. "Dalam keadaan sulit sekalipun, orang tidak boleh melepaskan pedoman hidupnya. Berulang kali Mooch mencuri anjing yang berkeliaran. Begitulah yang diceritakannya."

"Anjing yang berkeliaran?" seru Pete. "Tak heran ia kena gigit." "Ya, kalau benar ia digigit anjing yang berkeliaran," sahut Miss Peabody. Anak-anak menatapnya tanpa berkata-kata.

"Bagaimana kalau itu bukan anjing yang berkeliaran. Bagaimana kalau itu anjing yang telah dikenalnya-anjing yang menyerang kalau tuannya diusik-usik? Mooch akrab dengan binatang-binatang itu yang membuatku heran. Ia tidak pernah digigit anjing sebelumnya."

"Jadi itu yang hendak Anda perlihatkan pada kami?" kata Jupe. "Perban di tangan Mooch."

Miss Peabody mengangguk.

"Mungkin... mungkin itu cuma suatu kebetulan," kata Jupe.

"Memang mungkin," ujar Miss Peabody. Ia menghirup kopinya, lalu tersenyum sinis. "Dan bagaimana hasil kunjungan kalian di Galeri Putri Duyung ?"

Jupe menduga Miss Peabody akan mengutarakan sesuatu lagi. Ia diam saja, menunggu.

"Aku rasa dia mencoba bersikap manis, agar kesannya baik," kata Miss Peabody. "Selalu begitu caranya. Lihat saja gayanya di televisi semalam. Aku yakin kalian berpendapat sama denganku."

-"Ya," sahut Jupiter. "Tapi mungkin ia benar-benar ingin menolong, Miss Peabody. Peristiwa ini mengingatkannya kembali pada tragedi yang menimpa temannya. Pada masa kecilnya seorang temannya hilang. Lalu temannya itu ditemukan udah menjadi mayat, mati tenggelam." "Temannya?" Miss Peabody mengusap bibirnya yang tipis dengan sebuah serbet. "Aku tahu kejadian itu. Tapi aku hampir yakin bahwa itu adik laki-lakinya, bukan temannya. Ah, mungkin saja aku yang silap. Tambah, :Anak-anak?"

Anak-anak sudah merasa cukup. Mereka berterima kasih pada Miss Peabody atas traktiran hamburger itu. Miss Peabody meninggalkan mereka, dan naik ke apartemennya di atas toko peralatan jahit- menjahit.

Pete bersiul. "Wah! Dia pandai menteror!"

Seorang laki-laki berpakaian compang-camping dan kedodoran memasuki halaman. Ia membawa kereta dorong. Sepasang anjing kampung mengikutinya. Diperintahnya kedua anjingnya untuk duduk dekat tangga di teras kantin. Ia meninggalkan kereta dorong dan kedua anjingnya, masuk ke dalam kantin.

Beberapa saat kemudian orang itu keluar membawa sebuah bungkusan. Tony Gould muncul di pintu, mengawasinya.

"Si Tua Fergus rupanya dapat menghidupi dirinya dengan mengumpulkan sampah-sampah." kata Gould. "Ia baru saja membeli kue seharga delapan dolar."

-Tony mendongak memandang apartemen Miss Peabody. "Hati-hati terhadap wanita tua itu," ia memperingati anak-anak. "Ia dapat menjadi kawan yang baik kalau ia suka pada kalian. Tapi kalau ia tidak suka, ia dapat juga menjadi musuh yang berbahaya. Ia pasti akan menjebak kalian!"

Tony kembali ke kantin.

"Ia pasti akan menjebak Mooch," kata Pete menirukan.

"Ya,"1 sambung Jupiter. "Mooch, yang suka mengambil anjing yang berkeliaran dan akrab dengan binatang, tergigit juga oleh seekor anjing. Lalu Todd hilang. Terakhir kali orang melihatnya ia bersama anjingnya. Belakangan anjingnya ditemukan mati."

"Firasatku mengatakan Mooch sebaiknya diselidiki," kata Pete. "Setuju, kan?"

"Rumah bobrok di seberang Speedway," kata Bob. "Mari kita ke sana!"

-Bab 7 MENGGAGALKAN SUATU USAHA PENCULIKAN

-TRIO DETEKTIF tidak mengalami kesulitan dalam menemukan lokasi tempat tinggal Mooch Henderson. Mereka mengitari plaza ke belakang Hotel Putri Duyung, lalu melihat ke seberang Jalan Speedway.

Pandangan anak-anak tertumbuk pada Mooch yang sedang duduk termenung di tangga depan sebuah rumah tua di salah satu pojok persimpangan. Mooch begitu tenggelam dengan pikirannya sehingga tidak sadar bahwa ia sedang diamat-amati. Anak-anak lalu berlindung di balik sebuah mobil yang diparkir di sebuah pelataran parkir di samping Plaza Putri Duyung.

Selama beberapa saat Trio Detektif hanya mengamat-amati. Mulanya tidak ada kejadian apa-apa di sana. Namun kemudian seorang laki-laki datang menyusuri Speedway, membawa seekor anjing terikat. Dari balik pagar di belakang rumah Mooch terdengar ribut-ribut salak anjing.

Mooch melompat. "Diam! Jangan berisik!" teriaknya. .

Laki-laki yang membawa seekor anjing itu masuk ke pekarangan rumah Mooch.

-"Cari siapa?" seru Mooch.

Tamu itu berkepala botak, berkaca mata tebal dan berumur empat puluhan. Ia terhenyak dan mundur selangkah ketika mendengar sapaan Mooch yang setengah membentak itu.

"Aku... aku dengar kau senang memelihara anjing yang berkeliaran," ujarnya. "Karena itu kubawa anjing ini ke sini. Anjing ini kutemukan pasar, sedang mengorek-ngorek sampah."

Mooch mengamat-amati anjing itu. "Anjing kampung!" katanya.

"Benar," sahut orang itu. "Tapi, bagiku semua anjing sama saja. Apakah itu..."

"Lalu kenapa kau bawa ke sini anjing itu?" sela Mooch. "Kenapa tidak kau saja yang mengurusnya?"

Tamu itu benar-benar bingung sekarang. "Tapi," katanya, "kau amat menyayangi anjing dan mau mengurus... "

"He, itu dulu!" hardik Mooch. "Anjing melulu. Bosan aku. Bisa gila lama- lama hidup dikelilingi anjing-anjing liar. Sudah, bawa saja ke lembaga penyayang binatang. Atau kembalikan ke pasar. Atau buang ke mana saja kau suka. Pokoknya jangan taruh di sini!"

Orang itu pergi dari situ, kembali menyusuri Speedway. Anjing itu berjalan mengikuti sambil mencium-cium kaki pembawanya yang masih kebingungan.

Tiba-tiba, dari teras rumah tua itu, terdengar suara nyaring memaki- maki Mooch Henderson.

"Bagus sekali kelakuan sang penyayang binatang!" terdengar lagi suara itu mengejek.

"Hentikan caci-maki itu!" kata Mooch.

Seorang gadis berambut coklat tua muncul di teras. Kelihatannya ia salah seorang dari peserta parade. Anak-anak tidak ingat padanya. tetapi mereka mengenali pakaiannya yang ketat berwarna ungu, serta celananya yang hitam. Perhiasan berkilau-kilau pada garis kerah pakaiannya dan manik-manik berwarna-warni mengikat rambutnya yang dipilin kecil-kecil.

"Kau penipu!" umpatnya pada Mooch. Ia tidak peduli pada tetangga sekitarnya. Tetap saja ia mencaci-maki Mooch dengan suara nyaring di depan rumah Mooch sendiri. Anak-anak dapat mendengar dengan jelas setiap perkataan yang ia ucapkan.

"Aku telah berbohong demi kau," kata wanita muda itu, "tapi mana balasanmu? Sekarang aku tidak sudi berbuat begitu lagi."

"Jangan keras-keras, dong," ujar Mooch.

"Polisi tadi ke sini untuk menanyakan tentang anak kecil yang hilang itu." Suara si wanita makin kencang, tidak menggubris permintaan Mooch. "Mereka menanyakan anjing-anjing di pekarangan belakang ini. Aku terpaksa berbohong. Lalu kau seenaknya mengusir orang tadi. Bagaimana kalau ia melapor bahwa ia kautolak mentah-mentah? Polisi akan curiga. Dan aku yang akan kena getahnya!"

"Jangan keras-keras kataku!" sengit Mooch. -"Jaga mulutmu baik-baik. Awas kau kalau sampai... " "Eee, berani-beraninya kau mengancamku!" seru wanita itu. "Aku akan angkat kaki dari sini. Dan aku memang tidak sudi terseret dalam kasus yang memuakkan itu."

Ia masuk sambil membanting pintu. Anak-anak dapat mendengar suara berisik dari dalam rumah, seperti pintu lemari dibuka dengan paksa dan kain disobek-sobek. Tak lama kemudian gadis itu ke luar, membanting pintu lagi. Manik-manik berwarna-warni masih nampak di kepalanya, tetapi pakaian ketatnya tertutup jaketnya yang panjang.

"Mau ke mana kau? Kita bicarakan baik-baik persoalan ini," pinta Mooch.

"Bosan aku mendengar rayuan gombal itu," tukas gadis itu. Ia bergegas berjalan menuju Pacific Avenue sembari menjinjing koper dan barang- barangnya.

Mooch Henderson hanya dapat melongo melihat kepergiannya. Lalu ia berpaling. Saat itu matanya tertumbuk pada anak-anak yang mengawasinya dari pelataran parkir.

"Sedang apa kalian?" serunya lantang. "Mengapa kalian mengintip-intip aku?"

Jupiter memberanikan diri. Ia menyeberangi Speedway, lalu mendatangi rumah Mooch. Bob dan Pete menyusul. "Mungkin Anda dapat menolong kami," Jupiter memulai. "Seperti yang telah Anda ketahui..."

"Kalian masih bocah sudah berlagak jadi detektif," kata Mooch. "Enyahlah kalian dari sini. Kalau tidak akan kulepas anjing-anjing piaraanku. Aku tidak ingin diganggu lagi oleh siapa pun hari ini. Mengerti?"

Ia melompat turun, menyeruak melalui anak-anak, lalu melangkah ke arah yang sama dengan gadis berpakaian ungu tadi.

"Cepat, ikuti dia!" ujar Jupiter.

"Oke," sahut Pete. "Gadis itu bilang ia tidak mau ikut terlibat. Itu berarti Mooch telah melakukan sesuatu yang melanggar peraturan."

"Tunggu dulu," kata Bob ketika Pete mulai melangkah menuju Pacific Avenue. "Masih ada orang di dalam rumah."

Anak-anak memasang telinga. Ada suara orang di dalam. Orang itu berbicara sesaat, lalu diam. Kemudian terdengar lagi ia berbicara.

"Agaknya orang itu sedang menelepon," ujar Bob. "Kalian berdua buntuti Mooch. Biar aku tinggal di sini, mengawasi apa yang sedang terjadi."

Jupe dan Pete segera berangkat, mengikuti Mooch dari jarak yang cukup jauh.

Mooch Henderson sudah berada di Pacific Avenue sekarang. Ia mendatangi sebuah gedung apartemen baru dekat sebuah pangkalan perahu. Pete dan Jupe terus membuntutinya sambil menjaga jarak.

Kira-kira setengah mil dari Plaza Putri Duyung, Mooch masuk ke sebuah toko.

"Wah, sial!" ujar Pete. "Kukira tadinya ia mau ke suatu tempat rahasia. Tahunya cuma mau belanja."

"Belum tentu," kata Jupe.

Anak-anak mengamati dari pelataran parkir pasar itu. Melalui kaca pintu depan mereka dapat melihat Mooch mengambil sesuatu dari tempat menjual daging, lalu pergi ke kasir.

Jupe dan Pete cepat-cepat bersembunyi di balik mobil yang diparkir di situ. Saat itu Mooch keluar dari toko, dan melanjutkan perjalanannya ke arah selatan. Daerah yang ditujunya merupakan daerah yang lebih makmur dibanding daerah-daerah di sekitarnya. Akhirnya Mooch membelok pada sebuah persimpangan, menuju sebuah restoran yang menghadap ke laut.

Restoran itu mewah dan tampak cukup bergengsi. Di pelatarannya diparkir mobil-mobil mewah, seperti Porsche, Cadillac, dan Jaguar. Mooch berjalan di antara mobil-mobil itu, sambil sesekali melongok ke dalam mobil.

"Ia pencuri mobil!" kata Pete. "Lihat, ia sedang mengincar salah satu mobil mewah itu."

"Kurasa tidak," sahut Jupe. "Lihat!"

Mooch berhenti di samping sebuah sedan terbuka. Di dalamnya duduk seekor anjing jenis Saint Bernard-anjing piaraan yang luar biasa besarnya, tetapi mempunyai sifat yang sangat ramah terhadap manusia. Anjing itu terikat pada kemudi sedan. Mooch memandangi anjing itu. Anjing itu balas memandang. Kemudian Mooch mulai bercakap-cakap dengan anjing itu.

-Anjing itu berdiri pada keempat kakinya. Ekornya dikibas-kibaskan. .

Mooch merogoh bungkusan yang dibelinya di toko, lalu memberikan segumpal daging pada anjing itu. Anjing Saint Bernard itu mendengus- dengus. Dijilatnya daging itu. Lalu dimakannya dengan lahap.

"Ia akan mencuri anjing itu!" bisik Pete.

Jupe diam saja. Ia mengamati Mooch yang terus-menerus mengumpani anjing itu.

Sebentar saja Mooch dan anjing itu sudah menjadi akrab. Mooch membuka pintu mobil dan mulai melepaskan tali anjing dari kemudi mobil.

Pete tidak tahan lagi. Ia berlari kencang melintasi tempat parkir, masuk ke dalam restoran.

Jalan masuknya kecil dan remang-remang. Namun di dalam terdapat sebuah ruang makan besar yang gemerlap. Pete berdiri di pintu ruang makan itu. lalu berteriak cukup keras, "Siapa pemilik anjing Saint Bernard di dalam sedan terbuka di tempat parkir? Ada orang yang ingin mencuri anjing itu!"

Seorang berwajah merah terbakar melompat bangkit dari tempat duduknya di pojok ruang makan. Ia bergegas melewati Pete, keluar restoran dengan gesit.

Mooch sudah berhasil melepas tali pengikat anjing itu. Ia menuntunnya sambil tetap mengumpaninya dengan daging. Si anjing menurut aja dengan gembira, dan melahap setiap gumpal daging yang diumpankan.

-Pemilik anjing itu tidak berusaha mengejar pencuri anjingnya. Ia cuma memasukkan dua jarinya ke dalam mulutnya, lalu bersuit.

Anjing besar itu berhenti, dan berpaling

Orang itu bersuit lagi.

Anjing itu berlari balik dengan gembira sambil melompat-lompat. Mooch dan daging-daging umpan itu tidak dihiraukannya lagi. Anjing itu berlari ke arah pemiliknya dengan bersemangat.

Mooch berusaha melepas tali pengikat anjing itu, tapi sia-sia. Tali itu membelit pergelangan tangannya. Ia terhentak oleh tarikan anjing besar itu. Sambil berteriak-teriak. ia berlari mengikuti anjing Saint Bernard itu. Kemudian ia jatuh terseret-seret di tanah.

"He!" teriaknya. "Stop! Stop!"

Tali itu lepas juga akhirnya. Mooch terguling-guling. sampai akhirnya membentur sebuah tiang

Dengan tubuh yang kotor berdebu dan penuh luka Mooch bangkit dan mencoba menjauh sambil terpincang-pincang. Tepat pada saat itu sebuah mobil patroli muncul. Seorang polisi keluar dan menghampirinya.

"Ada apa?" tanyanya. "Kau terluka?"

Mooch berlari. Dan ia terus berlari melintasi pelataran parkir sampai di tepi laut. Tanpa ragu-ragu ia melompat, berenang sekuat tenaga ke arah laut lepas. Polisi yang mengejarnya cuma melongo memandanginya.

Pete berlari-lari kecil menghampiri Jupiter pelataran parkir. Jupe sedang terpingkal-pingkal di sisi sebuah Mercedes. sambil memegangi perutnya. Air mata sampai keluar membasahi pipinya yang tembam.

"Cukup seru, kan?" kata Pete. "Biar tahu rasa orang itu. Mungkin baru kali ini ia mandi setelah berminggu-minggu tidak mandi!"

Setelah dapat mengatur napasnya. Jupiter berkata. "Ayo, kita kembali ke rumah bobrok itu. Mungkin Bob menemukan sesuatu." Sepanjang perjalanan melalui Pacific Avenue, Jupe masih tertawa-tawa geli mengingat peristiwa yang baru saja terjadi.

-Bab 8 PASAR BUDAK

-BOB menunggu di samping rumah Mooch di seberang Speedway. Percakapan di telepon dalam rumah tua itu berlangsung terus. Ia merasa gema karena tidak dapat mendengarkan percakapan dengan jelas.

Ia memberanikan diri untuk lebih mendekat. Kalau perlu kubuka daun jendela sedikit, pikirnya. Atau pindah ke belakang rumah?

Tapi anjing-anjing itu, Bob ingat. Ia tidak boleh terlalu dekat pekarangan belakang. Anjing-anjing itu akan ribut kalau tahu ada orang dekat-dekat rumah itu. Bahkan sebenarnya di tempatnya sekarang saja sudah berbahaya. Kalau saja angin bertiup dari depan ke belakang rumah, niscaya kehadirannya tercium oleh anjing-anjing itu. Untunglah angin bertiup ke arah sebaliknya, sehingga sampai saat ini ia aman.

Ia mengendap-endap mengitar lewat depan menuju sisi rumah yang satu lagi. Di sana ada sebuah truk! Truk yang kotor penuh debu itu diparkir di sisi rumah. Dan pada sisi rumah itu sebuah jendela terbuka lebar. Dalam hati Bob bersorak kegirangan.

-Ia melihat ke sekelilingnya, lalu naik menyelinap bak belakang truk.

Di bak belakang truk terdapat setumpuk karung bekas. Rupanya pemilik truk memakainya untuk mengalasi barang-barang yang diangkutnya agar tidak tergelincir. Karung-karung itu kotor dan dekil. Tapi Bob tidak ragu-ragu. Ia masuk ke bak belakang dan bertiarap di sisi dekat jendela yang terbuka itu.

"Ya," kata seseorang di dalam rumah. Bob kini dapat mendengarnya dengan jelas. "Tentu saja, tapi orang itu seperti belut. Maksudku, kita tak dapat memperkirakan apa yang akan dilakukannya nanti. Itu berbahaya bagi kita. Bagaikan tinggal dalam gudang mesiu. Disulut sedikit saja sudah meledak! Polisi mendatangi rumah ini dua kali dalam seminggu ini. Cepat atau lambat mereka akan mencium perbuatan kita."

Sunyi sesaat. Kemudian orang itu berkata lagi dengan gusar, "Jangan begitu. Rencana ini tetap akan dijalankan. Kau dengar berita tentang anjing yang ditemukan di balik tong sampah itu?"

Bob menahan napas. Mereka membicarakan Tiny!

"Oke," kata orang itu lagi. "Aku tidak marah. Tapi aku tidak ingin rencana ini terkatung-katung. Dengar, aku harus pergi sekarang untuk mencari orang. Apa pun yang kuputuskan, itu memerlukan uang tunai."

Sunyi kembali. Kemudian terdengar lagi suara. "Benar Pasar budak itu selalu ada di sana."

-Bob merinding mendengarnya. Pasar budak?

Telepon diletakkan. Terdengar suara pintu dibanting, kemudian suara langkah mendekat. Bob masih bertiarap dalam bak belakang truk.

Ia menahan napas, tidak berani bergerak-gerak. Harapannya, orang itu segera pergi dari situ. Tak tahunya malah pintu depan truk dibuka mengeluarkan suara berkeriat-keriut. Orang itu masuk ke dalam truk. Mesin dihidupkan. Body truk bergoyang-goyang seirama dengan deru mesin. Detik berikutnya truk itu meluncur ke arah jalan.

Dalam keadaan yang membingungkan itu Bob sempat berniat untuk meloncat keluar. Kemudian ia mulai dapat berpikir dengan tenang. Laki- laki yang menyopir truk mestinya kawan Mooch. Ia tadi menyinggung- nyinggung sesuat yang berbahaya, mungkin tentang Mooch Henderson. Ia juga menyinggung-nyinggung soal Tiny, yang ditemukan mati di balik tong sampah. Tahukah ia di mana Todd berada? Atau mungkin Mooch yang tahu? Yang jelas, ia dan Mooch sama-sama mencurigakan.

Bob memutuskan untuk tetap di tempatnya ikut ke mana saja truk itu pergi. Ia menimbun tubuhnya dengan karung-karung yang dekil itu. Melalui kaca belakang, ia dapat mengintip ke mana orang itu mengendarai truknya. Ia ingin tahu tentang pasar budak yang misterius itu. Mungkin ada yang bisa dijadikan petunjuk untuk mencari Todd.

Nanti kalau orang itu mengetahui kehadirannya di bak belakang, ia telah tahu apa yang harus dilakukannya. Lari!

Berulang kali Bob mengintip dari batik karung-karung yang menutupi tubuhnya. Ia melihat jalan yangg dilalui dan pertokoan, tapi tidak mengenali daerah itu.

Akhirnya truk berhenti juga. Mesin dimatikan. Lagi-lagi pintu berkeriat- keriut ketika dibuka.

Bob mengencangkan badannya, siap berlari sewaktu-waktu.

Pengemudi itu tidak mendatangi bak belakang truk. Malah, suara langkahnya terdengar menjauh. Bob mendengar bisingnya suara lalu lintas yang ramai. Ia mengangkat tubuhnya, melongok ke luar. Dilihatnya arus kendaraan yang tak henti-hentinya. Gedung-gedung tak terawat berderet di sepanjang jalan itu. Di sisi jalan terdapat sekumpulan orang yang berbicara perlahan-lahan. Mereka rata-rata berbadan tinggi besar. Dari penampilannya, dapat diduga bahwa mereka berasal dari berbagai daerah.

Sebuah sedan nampak berhenti di pinggir. Beberapa orang berbicara dengan sopirnya. Bob memanfaatkan kesempatan ini. Ia menyibakkan tumpukan karung yang menutupinya, meloncat ke luar, lalu berjalan melenggang menjauh dari truk itu. Ia berusaha sebisa-bisanya untuk tidak menarik perhatian.

Beberapa ratus meter dari situ ia berhenti dan duduk pada sebuah tembok rendah. Diamatinya situasi sekeliling situ dengan penuh kewaspadaan

-Cukup sering mobil-mobil meminggir dan berhenti di daerah itu. Sopirnya lalu berbicara dengan orang-orang yang berkumpul di tepi jalan itu. Kadang-kadang tercapai kesepakatan antara salah seorang dari mereka dengan sopir itu.

Orang itu masuk ke dalam mobil, atau ia mengikuti mobil itu dengan kendaraannya sendiri. Salah seorang dari mereka memisahkan diri. Ia berjalan mendekati Bob, lalu duduk di dekatnya sambil menghela nap as.

"Kau terlalu kecil untuk nongkrong di sini Nak," Katanya pada Bob. "Kau mencari pekerjaan atau apa?" Bob tergagap. "Aku... aku cuma jalan-jalan dan... dan... karena capek aku istirahat saja di sini sebentar. Orang- orang itu mencari pekerjaan?"

Orang itu mengangguk. "Ini yang kita lakukan di di sini. Tempat ini dinamakan pasar budak Pernah dengar?"

"Belum. Apa itu? Kedengarannya mengerikan."

Orang itu terkekeh. "Tidak sejelek itu. Tempat ini cuma dipakai oleh para pemuda yang mencari pekerjaan. Orang yang mencari pekerja- pekerja datang ke sini. Kau perlu orang untuk membersihkan got, kau dapat mencarinya di pasar budak Kau perlu orang untuk menggali lubang, kau juga bisa memperolehnya di sini. Pekerjaan apa saja."

Seorang pemuda bercelana pendek dan berjaket jeans biru tampak memisahkan diri dari kelompok di tepi jalan itu. Ia mendatangi truk yang tadi ditumpangi Bob secara sembunyi-sembunyi. Dibukanya pintu truk, lalu diambilnya sebungkus rokok dari bangku. Kemudian ia bergabung kembali ke kelompoknya. Bob menduga pasti dialah kawan serumah Mooch Henderson yang bercakap-cakap di telepon tadi.

Sebuah mobil sport biru berhenti di tepi jalan itu. Seseorang keluar mengamat-amati kelompok pemuda yang berkumpul di situ. Tubuhnya tinggi ramping dan kumisnya tebal berwarna abu-abu. Celananya abu-abu muda. dan kemejanya yang rapi berwarna gelap. Dengan topi pesiar menempel di kepalanya serta kaca mata hitam melindungi matanya, ia tampak sangat necis.

"Kau lihat orang itu?" ujar orang di samping Bob. "Ia sering datang ke sini. Dan ia sering menyewa orang yang mengemudi truk itu."

Orang itu melambai ke arah pengemudi truk, kawan Mooch Henderson. Kedua orang itu nampak berbincang-bincang. Tak lama kemudian kawan Mooch mengangguk tanda setuju. Dihampirinya truk itu, lalu diikutinya mobil sport biru yang dikendarai orang berkumis tebal tadi.

"Lihat," kata orang di samping Bob. "Mereka mencapai persetujuan. ,.

Bob mengangguk acuh tak acuh. Ia merasa sangat kecewa. Jauh-jauh ia menumpang truk itu, bersembunyi di balik karung-karung dekil dan bau, tak tahunya tidak ada hasil berarti yang diperolehnya. Tadinya ia berharap ada suatu petunjuk penting untuk menjawab misteri yang dihadapi. Apakah Mooch yang membunuh Tiny? -Apa yang diketahui kawan Mooch itu tentang Todd? Dan apa yang dilakukan Mooch sehingga membuat kawannya ketakutan? Ternyata pengetahuannya cuma sedikit bertambah dengan pengetahuan tentang pasar budak yang tidak menarik itu.

Dengan sebal ia bangkit dan mulai berjalan. Di sebuah persimpangan terdapat papan nama jalan. Ia sedang berada di La Brea, bermil-mil jauhnya dari pantai. Ia akan terlambat kembali ke pantai.

Apakah Jupe dan Pete masih menunggunya di sana? Berita apa yang mereka peroleh tentang Todd Stratten?

-Bab 9 KESANGSIAN TERHADAP BURTON

"DARI mana saja kau?" seru Pete Crenshaw.

Ia dan Jupe sudah lama menunggu di Plaza Putri Duyung. Bingung, gelisah, dan cemas bergabung menjadi satu. Saking bingungnya, Pete menjadi marah ketika akhirnya Bob muncul.

"Maaf, maaf," kata Bob berulang-ulang. "Aku kan tidak bisa titip pesan pada siapa-siapa. Aku memutuskan untuk mengikuti ke mana kawan Mooch itu pergi-mengumpet dalam bak truknya."

Bob menceritakan percakapan di telepon yang empat didengarnya, serta pengalamannya terbawa ke sebuah tempat yang dijuluki pasar budak.

"Aku pernah dengar tentang pasar budak itu," kata Jupiter. "Tempat itu kelihatannya tidak berhubungan dengan kasus yang sedang kita tangani. Yang kita tahu cuma bahwa kawan Mooch itu tidak punya pekerjaan tetap. Ia juga patut dicurigai. Orang itu menyebut-nyebut tentang anjing di balik tong sampah! Lalu ia ketakutan. Dan gadis yang marah- marah tadi juga sempat ketakutan. Mungkinkah Mooch pernah punya niat untuk mencuri Tiny? Apakah luka di tangannya dapat dijadikan petunjuk yang berarti?"

Pete menelan ludah. "He, kau tidak bermaksud mengatakan Todd disekap di rumah tua itu, kan? Kalau Mooch menculik Todd..."

Ia berhenti sendiri, lalu menggeleng-geleng.

"Tidak. Mooch dan kawannya tidak mau mengambil risiko dengan menyekap Todd di sana. Pasti sudah buru-buru dipindahkan ke tempat lain. Dugaanku, Todd tidak di dalam sana. Tapi tentu anjing-anjing itu bukan sembarang anjing. Bukan anjing liar seperti yang dikatakan orang."

"Mungkin ia menculik anjing untuk minta uang tebusan," kata Jupe. Ia menceritakan pada Bob tentang percobaan penculikan anjing Saint Bernard, serta tentang lolosnya Mooch dengan mencebur ke laut.

Pete tertawa geli. "Sayang kau tidak melihatnya tadi. Sudah terseret- seret, terguling-guling, terpentok tiang, lalu harus mencebur ke laut! Hukuman setimpal bagi seorang pencuri anjing."

Jupe tersenyum mengingat kejadian yang sangat lucu baginya itu. "Kupikir baru sejauh ini yang dapat kita lakukan pada hari ini," katanya. "Tapi masih ada yang bisa kita cek di kantor. Mari kita pulang."

Ketika anak-anak melepas kunci sepeda dari rak parkir sepeda di depan toko buku, Clark Burton muncul di halaman dari arah pantai. Sewaktu melihat Trio Detektif, wajahnya berekspresi seperti orang yang amat prihatin.

-"Ada perkembangan baru?" tanyanya.

"Tidak, Mr. Burton," jawab Jupe. "Belum."

Regina Stratten muncul di pintu

"Tabahkan hatimu- Regina," kata Burton. "Kau tahu sendiri kan betapa gemarnya Todd pada petualangan. Mungkin ia sedang bersembunyi di suatu tempat, sambit membayangkan dirinya sebagai Robin Hood yang bersembunyi dalam hutan."

"Aku belum pernah membacakan cerita itu padanya," ujar Regina.

"Belum? Oh, kalau begitu mungkin tokoh lain. Misalnya Pooh, yang melakukan ekspedisi ke kutub Utara. Atau ia berpura-pura menjadi Buck R-ogers, berkelana menjelajahi ruang angkasa. Todd kan punya daya khayal yang luar biasa. Lebih baik ia berkhayal begitu daripada... mmm... mmm..."

Burton tidak dapat menyelesaikan kalimatnya. Untuk pertama kalinya ia terlihat gelagapan. Anak-anak tahu bahwa ia ingin mengatakan, "Lebih baik ia berkhayal begitu daripada tergeletak tak berdaya di suatu tempat."

Regina menatapnya tajam. Wajahnya pucat pasi.

"Maaf," kata Burton. "Bodoh sekali aku ini. Aku terlalu melebih-lebihkan keadaan saat ini. Aku punya pengalaman yang serupa di masa kecilku. Adik laki-lakiku suatu saat keluyuran, lalu hilang. Kalau ada keluarga yang kehilangan anaknya, aku lalu teringat peristiwa menyedihkan itu. Kuharap kau mengerti."

-Regina diam saja. Beberapa saat kemudian Burton naik ke galerinya. Ketika anak-anak pergi, Regina masih termangu di pintu tokonya. Ia memandang dengan tatapan kosong. Air mata meleleh di pipinya.

-Setelah makan malam Bob dan Pete menemui Jupe di kantor Trio Detektif. Jupe sedang mencari-cari buku pada rak yang terdapat di kantor mereka. Ia ingin menyegarkan ingatannya tentang sebuah film tua. Sejak perannya sebagai Baby Fatso, Jupiter memiliki kesenangan khusus terhadap perfilman. Ia spesial membeli beberapa buku sejarah film untuk melengkapi koleksi buku-buku mereka dalam kantor Trio Detektif.

"The Sundowner Theater di Hollywood mempertunjukkan beberapa film tua Barry Bream musim panas yang lalu." kata Jupe. "Kau ingat Bream? Ia yang memainkan seri Detektif Henry Hawkins."

Pete memandang Jupe dengan heran. "Kau ini bagaimana. Jupe. Kita kan belum lahir waktu film itu dibuat!"

"Itu bukan alasan!" tukas Jupe. "Film-film Bream itu film klasik. Dalam festival film sampai sekarang pun film itu masih sering diputar. Salah satu film Barry Bream mengisahkan tentang seorang anak kecil yang akan menerima warisan jutaan dolar. Anak itu tenggelam dalam sebuah lubang galian. Dan satu demi satu orang yang berhak menerima warisan. itu juga meninggal."

-"Tenggelam dalam sebuah lubang galian?" seru Pete.

"Mirip dengan adik laki-laki Clark Burton!" sambung Bob dengan bersemangat.

"Atau kawan sepermainannya," ujar Jupe, "bergantung dari versi mana yang diceritakannya. Aku merasa seperti d-aja vu-perasaan ngeri karena dua kali mengalami suatu peristiwa yang sama. Aku ingin mencari beberapa gambar dari film Bream itu untuk menunjukkan kebenaran dugaanku." "Nah. ini dia," kata Jupe setelah membolak-balik sebuah buku yang diambilnya dari rak di belakang meja. Judulnya Scream in the Dark. Buku itu diangkat menjadi film-film misteri. Pada salah satu bab terdapat foto-foto Barry Bream dalam bermacam adegan yang mengerikan.

Jupe terus membolak-balik halaman buku pada bab itu, sambil sesekali berhenti untuk memperhatikan foto-foto yang terpampang.

Akhirnya ia berseru, "Aha! Ini dia yang kucari! Bagian ini menggambarkan seorang tukang roti menemukan tubuh anak kecil itu, yang sudah terapung di lubang galian yang penuh air."

Pete dan Bob melongok dari belakang Jupe, melihat ilustrasi itu. Terpampang sekerumunan orang, semuanya memandang dengan ngeri pada sebuah galian tempat tubuh itu mengapung. Di situ, tubuh itu nampak seperti boneka. Dalam film, Jupe teringat tubuh yang terapung itu nampak seperti sungguhan. Aktor yang memerankan tukang roti sedang berjongkok, tangannya menjulur meraih tubuh anak kecil itu. Ia ditahan oleh Barry Bream, yang memainkan peran Detektif Henry Hawkins.

Di belakang Bream dalam foto itu berdiri sepasang polisi. Satu di antaranya masih muda belia-mungkin masih remaja-dengan-topi dilepas. Ia terlihat sangat ganteng dan bersungguh-sungguh.

"Astagar. seru Pete. "Itu Clark Burton!"

"Tepat sekali!" sahut Jupe. "Aku rasa aku ingat wajahnya dari film ini. Ia pasti baru berumur belasan tahun ketika film ini diproduksi, atau awal dua puluhan paling tua." "Jadi ia berbohong!" seru Bob. "Tidak pernah ada adik laki-lakinya, atau kawannya yang mati tenggelam. Itu cuma karang-karangannya saja, karena... karena..."

-Bob berhenti.

"Ya,1 ’ sambung Jupiter, "itulah yang menimbulkan teka-teki yang membingungkan. Mengapa Burton menceritakan kisah seperti itu? Peristiwa yang dialaminya sejalan dengan kisah pada film ini.

Mungkinkah itu cuma suatu kebetulan? Kalau iya, itu suatu kebetulan yang jarang sekali terjadi."

"Ya, kedua kisah itu terlalu mirip," kata Bob sependapat dengan Jupe.

"Mencurigakan," ujar Jupe lagi. "Tapi perhatikan, betapa anehnya cara yang dipilih Burton untuk berdusta. Ia memilih untuk menceritakan suatu peristiwa yang pernah dilayarkan di bioskop-bioskop, meskipun sudah lama sekali. Mengapa ia tidak mengarang kisah yang. baru sama sekali?"

"Heran, aku," komentar Pete.

"Bob, ini saat yang baik untuk menyimpulkan apa yang telah kita dapatkan sampai sejauh ini. Apa saja yang telah kita peroleh?" tanya Jupe.

"Tidak banyak." jawab Bob seraya menelusuri catatannya. "Miss Peabody melihat Todd setelah Todd mendatangi Plaza Putri Duyung sewaktu parade berlangsung. Miss Peabody melaporkan bahwa Mr. Anderson dan Miss Watkins sedang keluar. ke Ocean Front, ketika Todd masuk ke halaman. Dan pada saat itu Mr. Burton sedang berada dalam galerinya. Tony dan Marge Gould berada dalam kantin mereka. tapi tidak melihat sesuatu yang dapat menolong," "Mooch Henderson..." Bob meneliti catatannya. "Ada sifatnya yang menarik."

"Dia dicurigai?" tanya Pete.

"Aku mencurigai dia," jawab Jupe. "Tapi aku tidak merasa pasti sampai seberapa jauh kita patut mencurigainya. Pencurian anjing, itu yang sudah jelas."

Bob melihat catatannya lagi. "Kita juga mendapat data bahwa kawan Mooch ketakutan oleh sesuatu. Dan juga Clark Burton berbohong, entah kenapa."

"Mungkin ia sekadar ingin berakting." kata Pete.

Kedua kawannya melongo melihat Pete -"Kau serius atau melawak?" tanya Bob.

11 ’Aku serius. Ayahku sering berada di sekitar para aktor, ketika bekerja sebagai ahli pembuat efek khusus. Menurutnya, mereka itu tidak ada apa-apanya kalau mereka tidak sedang berakting. Yah, seperti tong kosong saja. Satu-satunya saat mereka mempunyai kepribadian adalah saat mereka berakting dalam film. Mereka dapat meniru menjadi orang lain, tapi mereka tidak dapat menjadi diri mereka sendiri. Sikap itu terbawa dalam kehidupan sehari-hari. Mereka sukar mengubahnya. Mau tidak mau mereka harus terus-menerus berakting. Kalau tidak, mereka tidak akan diperhatikan orang."

"Boleh jadi," kata Jupe. "Clark Burton masih melakukan kebiasaan para artis. Ia masih muncul dalam acara-acara televisi, dalam pesta-pesta di Hollywood. Tapi mungkin cuma itu saja kerjanya, selain sebagai penjual

barang-barang seni. Mungkin hidupnya terasa membosankan sehingga ia menganggap hilangnya Todd sebagai suatu film di mana ia turut berakting.

"Dan ia kuatir terhadap peristiwa ini. Tadi pagi, sewaktu berbicara dengan kita, ia mengatakan tidak mau orang menyangka ia tidak dapat diajak bekerja sama. Ia tidak peduli apakah ia memang menolong atau tidak, yang penting ia terlihat prihatin. "

"Mungkin itu sebabnya ia berbohong," kata Bob. "Tapi bagiku, dengan begitu ia justru tidak terlihat lebih baik."

-Telepon di meja berdering. Jupe menjawabnya.

"Halo"

"Jupiter Jones?" terdengar suara orang tua di seberang sana.

"Miss Peabody!" Jupe tersentak. Dengan cepat dihubungkannya teleponnya pada mikrofon dan pengeras suara agar mereka bertiga dapat mendengar.

"Aku memperoleh nomor teleponmu dari Regina Stratten." Suara melengking M-s Peabody terdengar keras dan jelas melalui pengeras suara.

"Aku punya sesuatu yang mungkin menarik bagi kalian. Aku tidak mau memberi tahu polisi, terlalu merepotkan untuk berurusan dengan mereka. Aku ingin agar segera diambil tindakan!"

"Ada apa, Miss Peabody?" kata Jupe dengan sopan.

"Petang tadi," kata wanita tua itu, "aku sedang berjalan-jalan mencari angin di Ocean Front. Aku melihat Clark Burton. Hari sudah mulai gelap. Ia turun dari galerinya membawa sesuatu dalam karung."

Ia berhenti, seakan menunggu reaksi Jupe.

"Lalu?" kata Jupe.

"Gerak-geriknya mencurigakan," lanjut Miss Peabody, "jadi aku pura- pura tidak melihatnya. Aku membuang muka, dan memandang ke laut."

"Tindakan yang .tepat," Jupe mengomentari.

"Ia melintasi plaza menuju Dermaga Venice. Aku membiarkan saja ia lewat, sembari tetap berpura-pura memandang ke arah laut. Itu cara terbaik, bukan?"

"Kalau Anda mengamat-amati seseorang, ya," Jupe menyetujui.

"Setelah itu baru aku ikuti dia sampai dermaga," kata Miss Peabody lagi. "Ia pergi sampai ke ujung dermaga, lalu berhenti, seolah-olah ingin melihat matahari terbenam. Sewaktu ia kembali, ia tidak membawa karung itu lagi. Ia telah membuangnya di laut!"

"Ia membuangnya? Miss Peabody, karung macam apa itu? Apakah itu karung goni? Berapa besarnya? Berapa berat isi karung itu? Dapatkah Anda menjelaskannya?"

"Isinya bukan Todd, tenanglah," Miss Peabody menjawab berondongan pertanyaan Jupe. "Itu karung kertas, seperti yang dipakai untuk membungkus barang belanjaan di supermarket. Dan ia menjinjingnya dengan mudah saja, seperti menjinjing koper. Dan nampaknya isinya tidak berat. Pasti kurang dari berat Todd." "Oh, begitu," kata Jupe dengan lega.

"Bagaimana pendapatmu?’ tanya Miss Peabody.

"Aku pikir... kita perlu waktu untuk meneliti kejadian ini. Terima kasih banyak, Miss Peabody. Mmm... Anda tidak memberi tahu Mrs. Stratten kan?"

"Tidak sama sekali," sahut Miss Peabody. "Aku memang sudah tua, tapi pikiranku masih baik. Aku belum pikun!"

-Ia memutuskan hubungan. Jupiter menaruh gagang telepon.

"Untung aku mahir menyelam," seru Pete. "Dan sekarang ada makanan empuk di dasar laut yang segera akan kuselidiki!"

Bab 10 ANCAMAN DI DASAR LAUT!

-SAHABAT anak-anak, Worthington, muncul di pangkalan barang bekas esoknya pagi-pagi sekali. Ia mengendarai karavan abu-abu.

"Tebersit dalam pikiranku bahwa karavan akan lebih praktis kalau Pete akan menyelam," kata Worthington. "Ia punya tempat di belakang untuk berganti pakaian. Tidak usah repot-repot mencari kamar ganti pakaian lagi."

"Worthington, kau benar-benar sahabat sejati," kata Pete.

Worthington tersenyum senang. "Aku senang membuat kawanku senang."

Trio Detektif pertama kali berjumpa dengan Worthington ketika Jupe memenangkan sayembara yang disponsori suatu perusahaan sewa- menyewa mobil. Jupe dengan tepat menebak soal dalam sayembara itu sehingga mendapat hadiah boleh memakai sebuah Rolls-Royce selama tiga puluh hari. Worthington yang menjadi sopir Rolls-Royce mewah itu bagi anak-anak. Lama-kelamaan ia tertarik pada petualangan anak-anak. Dan sejak itu ia senang menolong mereka memecahkan kasus-kasus yang dihadapi. Sekarang ia sendiri menganggap dirinya sebagai anggota kehormatan Trio Detektif.

Ketika mereka meluncur ke arah selatan di Pacific Coast Highway, Trio Detektif menerangkan kasus hilangnya seorang anak kecil yang sedang mereka hadapi.

"Aku baca di koran tentang hilangnya anak itu," kata Worthington. "Masa tidak ada yang melihat ke mana ia pergi waktu itu?"

"Tidak," jawab Jupiter. "Ada beberapa kemungkinan. Mungkin Todd cuma keluyuran agak jauh sehingga tersesat. Ini kecil kemungkinannya, karena pasti akan ada orang yang melihatnya. Atau mungkin ia terperangkap dalam sebuah tempat, misalnya saja dalam sebuah sumur kering yang sudah tidak dipakai lagi. Polisi telah memeriksa setiap jengkal tanah di daerah sekitar itu, meneliti apa saja yang memungkinkan seorang anak memanjat lalu terjatuh. Mudah-mudahan mereka dapat menemukan Todd dengan cara itu.

"Atau mungkin juga Todd dibawa oleh seorang yang kebetulan mengembara di pantai itu, yang menemukan Todd sedang sendirian di sana. Kalau itu yang terjadi, tidak banyak yang bisa kita harapkan. Tinggal masalah untung-untungan saja. Kita cuma bisa berharap ada orang yang melihat penculikan itu, lalu orang itu melapor rada polisi. Atau polisi menelusuri daftar orang-orang yang dicurigai suka menculik anak kecil..." "Ada yang minta tebusan sampai sekarang?" tanya Worthington.

-"Tidak. Regina Stratten dan ayahnya tidak sangat kaya. Kalau benar Todd diculik, pasti penculik itu mempunyai dorongan lain, bukan tebusan."

"Mungkin Todd melihat sesuatu yang tidak semestinya," ujar Bob, "dan seseorang menyekapnya agar Todd tidak bercerita pada orang lain tentang apa yang dilihatnya."

"Ya, mungkin Todd melihat Mooch mencuri anjing. Lalu Mooch menculiknya!" seru Pete menimpali. "Mungkin itu sebabnya kawan serumah Mooch ketakutan sekali didatangi polisi lagi."

Jupe menerangkan siapa Mooch pada Worthington. Kemudian ia menoleh pada Pete. "Tapi menurutku Todd tidak berada dalam rumahnya. Kawannya itu pasti sudah sangat panik kalau Todd berada di situ."

"Kalau begitu Mooch menyembunyikan Todd di tempat lain," balas Pete.

Jupe mendesah. "Ini semua cuma spekulasi. Kita perlu fakta-fakt-a."

Tidak ada di antara mereka yang mempunyai fakta tambahan. Semua diam membisu sepanjang sisa perjalanan ke Venice.

Hari masih pagi ketika mereka tiba di pantai itu. Pantai Venice masih sunyi, lampu-lampu jalan masih menyala. Cuma satu dua orang saja yang terlihat berjalan-jalan di Ocean Front.

"Tempat ini akan lebih semarak siang nanti," kata Jupe pada Worthington. "Sekarang, makin sepi makin baik bagi kita."

Worthington meluncurkan kendaraannya ke -sebuah tempat parkir dekat Dermaga Venice. Dengan gesit Pete masuk ke bagian. belakang karavan. Ketika muncul kembali, ia sudah berpakaian selam lengkap.

Jupe dan Bob membantunya memasang tabung udara di punggungnya. Kemudian Pete memasang masker selamnya, memasukkan alat pernapasan ke dalam mulutnya, lalu masuk ke laut.

Air telah sampai sepinggangnya pada saat Bob menyenggol Jupe. .

Laki-laki muda yang serumah dengan Mooch muncul di Ocean Front. Ia bersandar di meja kasir pada sebuah stand pizza di pantai. Tampaknya ia sedang sarapan pizza di stand itu.

"Bukan main," kata Worthington. "Pizza pada waktu sepagi ini?"

Beberapa saat kemudian seorang pemungut sampah, berpakaian compang-camping, Fergus, tampak berjalan di Ocean Front. Ia seperti biasanya, membawa kereta dorong dan ditemani kedua anjingnya- yang setia. Ia berhenti di stand pizza, mengangguk pada kasirnya.

Setelah menghabiskan pizzanya, kawan Mooch itu berjalan menuju Speedway.

"He, tidak usah kita semua yang menunggui Pete," kata Bob. "Aku ingin lihat apa yang dilakukan Mooch dan kawannya pagi-pagi begini. Sebentar aku akan kembali."

Jupe menoleh ke laut. Air sudah sampai pada kepala Pete. Sesaat lagi ia sudah berada di bawah permukaan air.

-"Oke," sahut Jupe. "Pasang mata baik-baik. Kita belum tahu pasti apa yang bakal terjadi di sini. Hati-hatilah!" "Baik!" kata Bob.

Ia berlari-lari kecil meninggalkan pantai. Tatkala melewati stand pizza, Fergus keluar membawa sebungkus penuh pizza. Ia meletakkan bungkusan pizza dalam kereta dorongnya, lalu menyorongnya ke Ocean Front, kembali ke arah datangnya tadi.

"Bob perlu bantuan?" tanya Worthington penuh harap. "Mungkin aku perlu menjaganya."

Jupe tersenyum lebar. Rupanya Worthington ingin ikut-ikutan beraksi juga. "Bob tidak perlu dijaga," ujar Jupe. Worthington nampak kecewa.

Bob menghilang di batik Plaza Putri Duyung. Jupe dan Worthington mengalihkan perhatian pada Pete lagi. Satu-satunya tanda yang terlihat adalah gelembung-gelembung udara di permukaan air.

Sementara itu, Pete memandang melalui maskernya ketika ia bergerak perlahan-lahan menyusuri dasar laut. Ia merasa kuatir karena air laut sangat keruh. Bagaimana bisa ia menemukan benda yang dibuang Clark Burton dalam air sekeruh itu, pikirnya. Ia merapatkan badannya ke dasar laut agar dapat melihat lebih jelas. Banyak benda berserakan di dasar laut. Botol dan kaleng kosong bertebaran di mana-mana. Ada sebungkah benda seperti kain kanvas dilipat Pete memungutnya. Dengan hati-hati dibukanya lipatan kain itu. Ternyata cuma sebuah tas pantai berisi pakaian renang usang.

Pete meneruskan pencariannya, menyelam menyapu daerah dasar taut di sekitar dermaga itu. Dijaganya agar dermaga selalu berada di sisi kirinya. Ia melihat sepatu tenis tua, pecahan kaca, dan sisa-sisa makanan terbungkus plastik.

Miss Peabody menggambarkan benda yang dibawa Burton sebagai karung kertas-tas belanjaan mungkin. Pasti ada isinya, pikir Pete. Tapi apa? Pete penasaran.

Tiba-tiba ia berpaling. Ada sesuatu yang bergerak di air di sebelah kanannya. Sesuatu yang meluncur di dasar laut, lalu naik dengan cepat ke permukaan.

Ikan hiu!

Giginya yang tajam tampak mengerikan ketika ikan hiu itu membuka rahangnya yang kuat. Matanya menyorot tajam pada Pete.

Pete menahan napas. Dicobanya untuk tidak bergerak walau sesenti pun. Pikirannya mulai kalut. Ada ikan hiu yang menyerang orang. Ada juga yang tidak. Kadang-kadang deburan air atau suara keras dapat mengusir ikan hiu.

Suara keras? Satu-satunya suara keras hanyalah detak jantungnya sendiri. Bagaimana bisa orang menimbulkan suara keras di kedalaman tiga meter di bawah permukaan laut? Di dalam air, tidak seorang pun bisa menjerit. Tidak seorang pun bisa membuat deburan air.

Tangan Pete meraba-raba dasar laut. Batu. Ia perlu batu. Ia dapat memukul-mukulkan batu untuk menimbulkan bunyi. Suara akan menjalar melalui air. Semoga dapat menakut-nakuti ikan hiu!

Tapi benarkah? Jangan-jangan malah membuat ikan hiu itu marah.

Tangannya menyentuh suatu benda di dasar laut Bulat dan keras.

Bulu kuduk Pete berdiri. Kemudian ia panik. Ikan hiu itu menukik ke arah dirinya!

-Bab 11 PENEMUANMENGEJUTKAN

-BOB membayang-bayangi kawan serumah Mooch ke rumah tua di seberang Speedway. Anjing-anjing di pekarangan belakang ribut menyalak ketika orang itu naik tangga depan dan masuk ke dalam rumah. Bob bersandar pada sebuah mobil yang diparkir di pelataran dekat Plaza Putri Duyung, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Terdengar suara pintu dibuka di belakangnya. Bob menengok. Clark Burton keluar dari pintu belakang garasinya. Ia memakai celana panjang biru muda dan kemeja sport putih polos yang serasi. Ia mengunci pintu lalu turun melalui tangga belakang.

Tanpa disadari Burton, Bob mengawasinya. Bob mengira ia akan pergi ke garasi di belakang plaza untuk naik salah satu mobil di sana. Ternyata Bob keliru. Aktor itu menyeberangi Speedway dengan berjalan kaki, terus melewati rumah kediaman Mooch, menuju Pacific Avenue.

Rumah Mooch tampak sepi-sepi saja. Karena itu Bob memutuskan untuk membuntuti Burton. Dibiarkannya Burton melangkah sampai jarak tertentu. Jarak itu cukup jauh sehingga Burton tidak sadar bahwa sedang diikuti, tetapi juga tidak terlalu jauh sehingga ia tidak lolos dari pandangan Bob.

Bob tetap menjaga jarak. Ketika Burton menyusuri Pacific Avenue, tiba- tiba ia membelok pada sebuah persimpangan. Bob berjalan agak cepat, berusaha agar tidak kehilangan jejak.

Burton tampak di depan lagi ketika Bob sampai di persimpangan itu. Burton berjalan dengan tergesa-gesa pada sebuah Jalan bernama Evelyn Street.

Pada sisi jalan itu berderet rumah-rumah sederhana yang dijadikan apartemen. Mobil-mobil yang diparkir di sana juga bukan mobil mewah. Anak-anak kecil bermain-main di pekarangan-pekarangan, dan anjing- anjing berkeliaran di jalan.

Pada suatu tempat, Burton menaiki tangga sebuah apartemen yang kotor tak terawat. Lagi-lagi kali ini Burton menghilang dari pandangan Bob. Buat apa Clark Burton ke sini? pikir Bob. Burton seorang aktor tampan yang terbiasa hidup bergelimang kemewahan. Mungkinkah ia punya kawan dari daerah seperti ini?

Bob berjalan mendekati apartemen itu. Sewaktu sampai di depannya, ia berjongkok. Sambil pura-pura membetulkan tali sepatunya, ia melirik dengan sudut matanya ke arah rumah itu.

Seperti kebanyakan rumah di California, apartemen itu dibangun mengelilingi sebuah taman. Bob melirik ke taman itu. Tidak ada sesuatu yang menarik di situ, pikir Bob. Dan jendela-jendela apartemen tertutup gorden putih tebal, menghalangi pandangan ke dalam.

Bob menyeberangi taman. Ia mencari tempat strategis untuk mengawasi apartemen itu. Dua anak kecil sedang bermain-main di serambi muka sebuah apartemen. Bob duduk di tangga depannya, berusaha untuk tidak menarik perhatian.

Ia terus menunggu dan mengawasi. Apartemen di seberang jalan sepi- sepi saja. Pintu dan gordennya tertutup rapat, seolah-olah menyembunyikan rahasia di dalamnya.

Menit demi menit berlalu. Bob telah menunggu kira-kira seperempat jam. Saat itu sebuah mobil keluar dari samping apartemen yang diawasinya. Mobil sport biru. Dahi Bob berkerut. Mobil itu pernah dilihatnya. Begitu pula, sopirnya seakan tidak asing lagi.

Bob terkesiap ketika menyadari bahwa itu mobil yang dilihatnya di pasar budak sehari sebelumnya. Si pengemudi adalah orang yang menyewa tenaga kawan serumah Mooch. Ia mengenakan topi pesiar dan kaca mata hitam yang sama. Dan kumis tebalnya pun sama. Tidak salah lagi, pikir Bob.

Mobil itu meluncur dengan kencang di Evelyn Street ke arah timur. Dalam sekejap mobil sport itu hilang dari pandangan.

Bob mengeluarkan catatannya. Dicatatnya nomor plat mobil dan nomor apartemen itu. Lalu ia duduk tepekur. Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Apakah Clark Burton datang ke sana untuk menemui orang berkendaraan mobil sport itu? Apa hubungan antara si pengemudi mobil biru dengan Mooch Henderson? Atau dengan kawan serumah Mooch? Apakah pertemuan di pasar budak itu cuma suatu kebetulan? Tidak mungkin cuma kebetulan, Bob memastikan. Pasti ada hubungannya. Tapi bagaimana hubungannya?

Bob memerlukan informasi tambahan. Ia dapat memperolehnya sembari melakukan tugas penelitian sekolahnya. Ia dapat menanyai penduduk sekitar situ tentang daerah urban yang sedang berubah ini-sambil menyisipkan pertanyaan tentang penyewa apartemen itu. Mungkin saja ia akan terlihat oleh Clark Burton. Tapi ia tidak dapat dicurigai. Bob punya alasan kuat mengapa ia melakukan hal itu.

Namun tatkala Bob menyeberangi jalan, mendatangi apartemen itu, ia semakin bertanya-tanya. Bangunan itu masih sunyi sepi. Seakan-akan sudah lama ditinggalkan orang. Adakah yang menghuninya?

Bob membunyikan bel. Ia tidak mendengar dering suara bel dari dalam rumah. Dan tidak ada yang membukakan pintu. Dibunyikannya bel itu dua kali lagi. Tetap tidak ada reaksi.

Ia mengintip melalui lubang kunci. Remang-remang terlihat lantai kayu yang berdebu dan beberapa lembar karton. Apartemen itu Kosong. Tidak ada siapa-siapa di dalamnya. Rupanya aliran listrik dimatikan. Itu sebabnya mengapa bel tidak berbunyi.

Tapi ke mana larinya Clark Burton? Jelas-jelas dilihatnya ia masuk ke sini tadi. Lalu...

Bob tersentak ia tahu sekarang! Burton memang masuk ke dalam tadi. Lalu ia keluar dari samping. Dialah yang mengendarai mobil sport biru, memakai kumis tebal dan topi pesiar!

Langkah-langkah berat terdengar di belakang Bob. Bob berpaling. Jantungnya berdegup kencang.

Seorang laki-laki berbadan besar, berkepala botak, mencengkeram lengan Bob. "Mengintip apa kau?" bentaknya.

Bob tergagap. "Aku... aku... sedang mencari data un... untuk tugas sekolah."

"Dengan mengintip begitu?" bentak orang itu lagi. "Dari tadi kuperhatikan kau duduk mengawasi rumah ini. Lalu barusan kau mengintip ke dalamnya. Sudah sering terjadi kebakaran di sini disebabkan perusak-perusak yang berkeliaran!"

"Kau keliru!" seru Bob. "Aku bukan perusak! Aku ingin mewawancarai orang-orang di sini! Berkali-kali kubunyikan bel tidak ada yang membukakan pintu!"

Cengkeraman orang itu mengendur sedikit. Bob menarik lengannya hingga lepas.

"He!" teriak orang itu.

Bob berkelit darinya, lalu lari sekencang-kencangnya!

-Bab 12 SEMAKIN MEMBINGUNGKAN

-IKAN hiu berputar-putar tepat di atas Pete. Kemudian tiba-tiba pergi menjauh, lalu menghilang.

Pete seorang diri lagi. Aman. Ia menarik napas lega. Jantungnya masih berdebar-debar. Ditariknya napas panjang beberapa kali.

Kemudian Pete baru sadar bahwa ada sesuatu di tangannya. Ia ingat tadi tangannya meraba-raba mencari batu keras untuk menakut-nakuti ikan hiu itu. Ia melihat pada apa yang digenggamnya.

Bukan! Bukan batu! Bentuknya bulat, keras, dan halus. Dalam keruhnya air laut, Pete masih dapat mengenali benda di tangannya itu. Kepala patung keramik-patung putri duyung milik Clark Burton yang hilang! Di sekitarnya berserakan kepingan-kepingan patung itu-bagian telapak tangan, ekor ikan, bagian lengan, dan beberapa kepingan-kepingan kecil yang sukar dikenali.

Jadi ini yang dibuang Clark Burton ke laut kemarin petang. Tapi mengapa?

Pete hendak memungut beberapa -kepingan patung putri duyung itu.

Tapi ada sesuatu yang bergerak-gerak tak jauh darinya. Ia membatalkan niatnya. Bahkan ia tidak melihat ke arah sumber gerakan itu. Ia yakin ikan hiu itu kembali lagi!

Tanpa menoleh ke kiri kanan lagi ia berenang ke pantai seperti kesetanan. Begitu sampai di tempat dangkal, ia berdiri dan berlari. Ia terus berlari sekuat tenaga, bahkan sampai beberapa meter dari batas air. Di pasir ia menjatuhkan dirinya, terengah-engah.

"Pete, kenapa kau?" tanya Worthington dengan kuatir.

"Tidak, tidak kenapa-kenapa. Aku melihat ikan hiu, cuma itu."

Seorang penyelamat pantai lewat dekat dermaga sambil bersiul-siul dan bersenandung. Sewaktu melihat Pete terbaring di pantai, ia berlari-lari mendekati.

"Ada apa?" tanyanya.

"Tidak ada apa-apa," sahut Pete seraya bangkit. "Cuma, aku barusan melihat ikan hiu."

"Ikan hiu? Baik, terima kasih. Akan kulaporkan hal ini," kata penyelamat pantai. "Sementara ini, kau jangan berenang di laut dulu."

"Tidak, tidak akan," sahut Pete dengan segera.

Jupiter membantunya melepas tabung udara dari punggungnya. Pete masih memegang kepala patung putri duyung. Diberikannya pecahan patung itu pada Jupe. Lalu ia sendiri berganti pakaian di bagian belakang karavan. Selesai berganti pakaian ia mendatangi Jupe yang sedang duduk sembari mengamat-amati kepala patung itu. "Jadi ini rupanya yang dibuang Burton kemarin petang," kata Jupe.

-"Tidak salah lagi," ujar Pete. "Sisa-sisa pecahannya masih berserakan di dasar laut. Patung ini telah pecah berkeping-keping." "Buat apa ia melakukannya?" Jupe heran.

Pete mengangkat bahu. "Buat apa ia berbohong tentang saudaranya yang tenggelam? Kalau ia tidak membuka mulutnya mengenai soal itu, tidak akan timbul kecurigaan kita padanya. Dan kalau ia membuang kepingan- kepingan patung ini di tong sampah, kelihatannya juga tidak akan ada masalah."

"Ia kuatir orang menemukannya," kata Jupe perlahan-lahan. "Polisi mencari Todd ke mana-mana. Mungkin mereka mengecek setiap tong sampah di sekitar plaza. Dan pada kenyataannya, mereka melakukan pencarian itu dengan teliti."

"Tapi kalau orang menemukan pecahan itu," kata Pete, "apakah orang itu akan curiga?"

Worthington dari tadi diam saja mendengarkan. Sekarang ia mulai angkat bicara.

"Jupe," katanya, "aku pernah menyopiri Mr. Burton beberapa kali sewaktu ia sedang malas menyopir. Ia sering menghadiri pemutaran film perdana, dan juga pesta-pesta besar di kalangan Hollywood. Ia punya sifat suka diperhatikan dan suka berlagak. Kadang-kadang kalau bicara, kalimat-kalimatnya diambil dari dialog dalam film-film. Mungkinkah ia kali ini membayangkan sedang memerankan... agen rahasia, atau pencuri barang-barang seni, atau..."

Worthington terdiam sejenak. Lalu ia melanjutkan lagi, "Tidak. Bukan itu. Kalau ia begitu, mestinya pikirannya sudah tidak waras lagi. Kelihatannya ia masih cukup waras."

"Cuma dibuat-buat," kata Pete.

"Ya. Kurasa itu tepat sekali," kata Worthington.

"Tapi tetap saja belum menjawab mengapa ia membuang patung itu," Jupe mengingatkan.

Saat itu Bob datang berlari-lari di sepanjang Ocean Front. Ia terlihat ingin sekali menyampaikan sesuatu. Dari jauh tangannya sudah dilambai- lambaikan. "He," serunya. "Kalian pasti tidak menyangka! "

"Belum tentu," sahut Jupiter. "Memangnya kenapa?"

Bob duduk di sampingnya. "Menurutku Mooch, kawan serumahnya dan Clark Burton bersekongkol."

Bob dengan cepat menceritakan pengalamannya membuntuti Burton sampai ke sebuah apartemen kosong di Evelyn Street. Orang berkumis dan bertopi pesiar diceritakannya juga. "Itu orang yang sama dengan orang yang menyewa kawan serumah Mooch kemarin di pasar budak, " kata Bob. "Dan aku yakin dia adalah Clark Burton!"

"Astaga!" seru Pete.

Jupe nampak terpesona. "Jadi menurutmu Clark Burton mengenakan kumis palsu, kaca mata hitam, dan topi pesiar, lalu pergi berkendaraan mobil sport biru itu untuk melakukan urusan rahasia? Dan kemarin Burton juga yang menyamar menjadi orang yang menyewa kawan serumah Mooch di pasar budak?"

"Aku yakin seratus persen," ujar Bob mantap.

"Kita dapat membuatnya menjadi yakin dua ratus persen," kata Jupe. "Yaitu dengan mencari siapa pemilik mobil sport itu." "Aku punya nomor platnya." Bob mengeluarkan catatannya.

Jupe melihat catatan itu. "Bangunan kosong?"

"Benar," sahut Bob. "Tidak ada seorang pun, kecuali tetangganya yang bertubuh besar mengerikan itu. Untung aku bisa lari lebih cepat darinya. "

"Ya, kau benar-benar beruntung. Mari kita cek nomor ini pada Chief Reynolds."

"Kau akan meneleponnya?" tanya Bob.

"Tidak, aku akan menemuinya langsung," jawab Jupe.

Jupe dan Worthington kembali ke Rocky Beach untuk menemui Chief Reynolds. Bob pergi ke Plaza Putri Duyung untuk mengawasi Clark Burton kalau ia kembali ke galerinya. Pete mengambil posisi di balik semak-semak di seberang rumah Mooch untuk mengamat-amati gerak- gerik Mooch.

Jupe dan Worthington meluncur kembali ke arah utara di sepanjang Coast Highway. Dalam waktu setengah jam mereka -udah sampai di Kantor Polisi Rocky Beach. Chief Reynolds bersedia meluangkan waktu untuk bertemu dengan mereka. Ia terlihat tidak terlalu tertarik sewaktu Jupiter dan Worthington masuk. Kelihatannya ia sedang sibuk mengurus sesuatu yang penting.

"Ada apa?" tanya Chief Reynolds.

"Perkenalkan, ini kawanku Worthington," kata Jupe.

"Hai, Mr. Worthington."

Worthington mengangguk sambil tersenyum.

"Baik," kata Chief Reynolds. "Langsung saja ke pokok permasalahan. Apa yang kalian inginkan?"

"Aku ingin tahu siapa pemilik mobil sport biru dengan nomor polisi 616 BTU. Mobil itu disimpan di sebuah garasi setengah mil dari Pantai Venice," kata Jupe.

"Pantai Venice?" Mata Chief Reynolds memicing. "Ini tidak ada hubungannya dengan kasus hilangnya anak kecil di Venice, bukan?"

"Ada, Sir," jawab Jupe. "Mrs. Stratten, ibu anak itu, meminta kami untuk menolongnya."

"Ia tidak percaya pada polisi Los Angeles?"

"Bukan begitu. Ia cuma beranggapan barangkali saja kami dapat melakukan penyelidikan yang... "

"Kuperingati kau, Jupiter!" potong Chief Reynolds. "Kau sebaiknya tidak turut campur dalam urusan polisi kali ini! Nyawa seorang anak kecil dipertaruhkan dalam hal ini!"

"Kami sadar akan .hal itu, Chief Reynolds," ujar Jupe. "Kalau kami menemukan sesuatu, kami -akan menghubungi polisi Los Angeles. Ini janji kami."

Chief Reynolds menatap Jupiter beberapa saat. Kemudian ia mengambil nomor polisi yang disodorkan Jupe, dan keluar dari kantornya.

"Apa kataku!" kata Worthington. "Sudah kubilang bahwa ia pasti tidak menyukai tindakan kalian. "

Jupe mengangguk. "Ia pribadi tidak sepenuhnya menyetujui tindakan Trio Detektif. Meskipun pada kenyataannya kami sering menolongnya, ia tetap meminta kami untuk tidak terlalu jauh melangkah. "

Chief Reynolds kembali beberapa menit kemudian dengan sebuah catatan di tangannya. "Mobil itu tercatat atas nama Clark Burton," katanya. "Empat delapan delapan Ocean Front, Venice."

"Ah!" kata Jupe.

"Ini yang kauharapkan, kan?" kata Chief Reynolds.

Jupiter mengangguk.

"Baik. Ada yang ingin kaukatakan padaku tentang Clark Burton?"

"Tidak pada saat ini," ujar Jupe berhati-hati.

Chief Reynolds melihat padanya dengan pandangan menyelidik. "Ingat apa yang kukatakan tadi," ia memperingatkan.

"Yes, Sir," kata Jupe. Ia dan Worthington bergegas keluar.

Pada saat mereka tiba kembali ke Venice. Worthington menurunkan Jupe di belakang Plaza Putri Duyung. Ia berjanji akan kembali lagi dalam waktu sekitar satu jam. Jupe menemui Bob yang sedang menunggu di teras Kantin Nue House. Di depannya terdapat sebuah gelas kosong, dengan dua buah sedotan terjulur keluar.

"Burton membuka galerinya setengah jam yang lalu," lapor Bob.

"Mobil yang kaulihat di Evelyn Street itu memang mobil miliknya," kata Jupe.

"Seperti yang kuduga," kpta Bob. "Buat apa ia menyamar dengan kumis tebal dan kaca mata hitam segala? Dan buat apa pula mobilnya yang satu lagi? Aku tanya pada Regina Stratten apa yang biasanya ia kendarai. Menurut Regina, ia mempunyai sebuah mobil Jaguar di garasi belakang tempat ini. Buat apa ia punya mobil sport itu kalau ia sudah punya mobil Jaguar?"

Jupe mengangkat bahu. Saat itu Pete datang bergabung dari Ocean Front.

"Aku baru saja membayang-bayangi Mooch Henderson," kata Pete dengan bangga. "Dan aku menemukan sesuatu. Rupanya ia mencuri anjing bukan untuk minta tebusan, tapi untuk mendapatkan hadiah. Tadi ia membeli koran pagi Santa Monica. Aku beli juga koran itu. Ternyata ada iklan yang menawarkan hadiah bagi siapa yang menemukan anjing spanil belang-belang hitam putih. Mooch bergegas masuk ke rumahnya. Ketika keluar lagi, ia membawa seekor anjing spanil dengan ciri-ciri persis seperti yang diiklankan di koran. Dibawanya anjing itu ke sebuah kompleks di Ocean Park, ke alamat yang tercantum di koran. Anjing itu melompat ke dalam pelukan seorang wanita yang muncul di pintu rumah. Wanita itu menghadiahi Mooch uang. Mooch lalu pergi melenggang sambil bersiul-siul."

Usai bercerita, Pete mendadak sadar sendiri. "Tapi apa hubungannya itu dengan hilangnya Todd Stratten?" katanya. "Tidak mungkin Mooch mencuri Tiny agar diberi hadiah nantinya. Orang di sini tidak akan percaya padanya. Lagi pula Tiny galak dan tidak mudah diperangkap!" "Masuk akal," komentar Jupe. Tapi ia kelihatannya tidak memperhatikan benar kata-kata Pete. Ia termenung sambil memandang Hotel Putri Duyung yang sudah lama tidak dihuni lagi. Ekspresi wajahnya serius. Ia menarik-narik bibir bawahnya, suatu tanda bahwa ia sedang berpikir keras.

"Mungkin ini menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kita hadapi," kata Jupe. "Ada kemungkinan Clark Burton tidak tersangkut paut dalam kasus kita ini. Demikian pula halnya dengan Mooch Henderson. Todd Stratten berlari ke halaman pada tanggal empat Juli, dan sejak itu tidak ada lagi yang melihatnya. Todd anak kecil yang penuh khayalan dan suka bertualang. Mungkinkah ia masih di sini?"

Jupe menunjuk ke arah hotel. "Mungkinkah ia merangkak masuk melalui lubang angin? Atau melalui jendela terbuka di gudang bawah tanah? Memang polisi sudah mengeceknya. Tapi ingat, -polisi harus meneliti daerah pantai yang luas ini. Bukan tidak mungkin ada sudut di hotel itu yang luput dari perhatian mereka."

Bob menegakkan posisi duduknya. "Bagaimana caranya supaya kita bisa masuk ke sana?" tanyanya.

"Clark Burton ada di galerinya saat ini. Apa alasan dia untuk menolak kita melakukan pencarian di Hotel Putri Duyung?"

-Bab 13 PENYELIDIKAN DI HOTEL TUA

CLARK BURTON mulanya tidak mengizinkan anak-anak menyelidiki Hotel Putri Duyung. "Hotel itu tertutup rapat sejak bertahun-tahun yang lampau," katanya. "Jendela-jendelanya dipasangi jeruji besi. Anak kecil tidak mungkin bisa masuk." "Belum tentu Mr. Burton," tukas Pete. "Waktu aku seumur Todd, aku bisa masuk ke sebuah rumah tua yang sudah tidak dihuni. Seluruh pintu dan jendela terkunci rapat. Tapi aku tetap saja bisa saja masuk. Tidak seorang pun mempedulikan jendela loteng yang terbuka. Aku memanjat pohon, lalu merangkak pada cabang pohon yang terjulur ke atap rumah itu, dan masuk lewat jendela loteng. Tapi aku tidak bisa keluar lagi! Akhirnya orang mendobrak pintu untuk menolongku keluar."

Burton memandang ke luar, ke arah Hotel Putri Duyung. Jendela-jendela pada lantai satu dan dua memang dipasangi jeruji besi, tetapi jendela di lantai tiga tidak.

"Mustahil!" kata Burton. "Todd harus memanjat atap galeri ini atau atap apartemen Mr Conine untuk sampai ke jendela atas hotel."

-"Kami tidak berkata bahwa Todd melakukan itu, Mr. Burton," kata Jupe dengan sabar. "Kami cuma mengingatkan bahwa anak kecil sering melakukan hal-hal yang tidak terbayangkan oleh orang dewasa. Apa salahnya untuk mengecek hotel itu? Bagaimana kalau ternyata benar Todd terkurung di dalamnya? Bisa jadi ia terluka atau terbaring tak sadarkan diri di dalam?"

Burton menghela napas. Diambilnya serenceng kunci dari apartemennya. Sebuah papan di depan pintu galeri di baliknya, sehingga terbaca tulisan TUTUP.

"Kalau Todd masuk ke hotel," katanya, "bagaimana mungkin Tiny tertabrak mobil?"

"Itu tidak jelas" sahut Jupe. "Mungkin antara kematian Tiny dengan hilangnya Todd tidak ada hubungannya sama sekali." "Oke," ujar Burton. "Bagiku, ini hanya membuang-buang waktu dengan percuma. Tapi aku ingin agar kita semua yakin bahwa Todd memang tidak terperangkap di dalam hotel."

Ia berjalan di depan, turun ke bawah, lalu menuju pintu utama Hotel Putri Duyung. Dibukanya pintu lebar-lebar. Anak-anak melihat ruangan yang gelap dan penuh debu. Mereka mengikuti Burton memasuki ruangan menuju lobi. Kursi-kursi dan sofa-sofa rusak ditumpuk berkelompok- kelompok. Sinar matahari hampir tidak dapat menerobos kaca jendela yang dilapisi debu tebal, membuat ruangan itu remang-remang. Karpet robek dan bolong-bolong terserak di sana-sini.

Pada jambangan-jambangan bunga terdapat ranting-ranting lapuk bekas tanaman. Jejak-jejak tampak menyapu debu di karpet. Jejak polisi yang pernah menyelidiki tempat ini. Tapi tidak ada jejak anak kecil.

Penyelidikan dilanjutkan dari lobi ke ruang makan. Kursi-kursi diletakkan terbalik di meja-meja makan. Di luar ruang makan terdapat lorong- lorong, kantor-kantor, dan gudang-gudang. Semuanya diselidiki. Todd tidak ditemukan di sana.

Dapur penuh dengan sarang labah-labah. Seekor tikus meloncat keluar dari sebuah mangkuk ketika anak-anak mendekati meja dapur. Sewaktu penyelidikan berlangsung di dapur, mereka mendengar sebuah suara- suara seperti erangan yang sepertinya datang dari suatu tempat di bawah mereka.

"Apa itu?!" seru Pete.

Wajah Burton pucat. Ia pergi ke sebuah pintu di ujung dapur. Dibukanya pintu itu. Jupe menyusul di belakangnya. Sambil berjingkat di belakang Burton, Jupe mencoba melihat ada apa di balik pintu itu. Ia melihat tangga menuju ke bawah. Bau tidak enak menjalar dari ruangan di bawah.

"Gudang bawah tanah," kata Burton. "Hampir tidak pernah dipakai sama sekali. Kalau air laut pasang lebih dari normal, gudang ini tergenang air."

Bob menghilang sebentar. Ia kembali dengan -membawa sebatang lilin yang ia temukan di ruang makan. Lilin itu lilin bekas, panjangnya paling­paling tinggal seperempat dari panjang semula. Burton menyalakan lilin itu. Anak-anak perlahan-lahan ikut menuruni tangga di belakang Burton. Pete merasa bulu di tengkuknya merinding. Buru-buru ia merapatkan diri pada kawan-kawannya.

Mereka mendengar suara itu lagi. Kali ini suara itu lebih dekat. Dan lebih menyeramkan. Untuk sesaat mereka tidak bergerak-gerak. Namun kemudian Pete menunjuk ke suatu tempat.

Ada sebuah jendela pada bagian atas dinding gudang yang tinggi.

Jendela itu ditutup dengan papan kayu rapat-rapat sehingga hanya sedikit sekali cahaya matahari yang dapat menembus masuk. Suara lalu lintas terdengar seperti suara orang bergumam. Kemudian terdengar pula bunyi gerabak-gerubuk yang ditimbulkan benda-benda logam.

"Itu suara ribut-ribut dari jalan raya," kata Pete dengan perasaan lega.

Ia mendekati jendela, lalu menggeser papan penutup jendela itu. Kini terdapat celah kecil. Pete mengintip ke luar melalui celah itu. Di luar nampak suatu daerah terbuka di tepi Speedway.

Truk sampah tampak diparkir di pinggir Speedway dekat hotel. Truk itu sedang mengambil sampah dari Plaza Putri Duyung. Pengemudi truk mengangkat sebuah tong sampah dan meletakkannya di belakang truk. Dengan sebuah alat pengangkat, tong itu diangkat ke atas bak belakang, lalu dibalikkan hingga seluruh isinya tertumpah ke dalam bak. Suara berisik yang ditimbulkannya mirip dengan suara yang mereka dengar tadi.

"Oo," gumam Jupe perlahan. Ia mengintip di belakang Pete. "Jadi suara ini yang tadi kita dengar. Ternyata cuma truk sampah."

Sambil tersipu-sipu, Trio Detektif menyelidiki gudang bawah tanah dengan cepat. Setelah itu mereka kembali naik tangga, menuju dapur.

Todd tidak ditemukan di lantai pertama dan di gudang bawah tanah.

Trio Detektif menaiki sebuah tangga besar, untuk melanjutkan penyelidikan di lantai dua. Di sana terdapat lorong dari ujung ke ujung bangunan itu. Pintu-pintu kamar terbuka lebar, seakan hendak memperlihatkan setiap sudut kamar yang kosong itu. Tidak ada kamar yang bebas dari sarang labah-labah.

Di beberapa kamar, tikus-tikus berkeliaran. Tikus-tikus itu cepat-cepat bersembunyi ketika mendengar suara orang. Akhirnya anak-anak sampai pada sebuah kamar yang terkunci.

"Ini Princess Suite-kamar spesial bagi tamu-tamu istimewa," kata Burton seraya menunjuk pada tulisan di atas pintu. "Aku sudah berulang kali mencoba membukanya. Setiap kunci yang kucoba tidak bisa digunakan untuk membuka pintunya. Kurasa kuncinya sudah berkarat atau rusak. Kalau nanti kuputuskan juga untuk memperbarui hotel ini, aku harus merusak pintu ini. Sayang, pintu ini indah dan antik."

Dan pintu itu memang indah dan antik, dihiasi ukiran timbul menggambarkan makhluk-makhluk laut. Di tengah-tengah terukir kepala seorang anak yang lucu, kembaran dari putri duyung yang pernah dipajang di galeri milik Burton.

"Putri duyung yang pernah menghiasi galeriku tadinya berada di lobi," ujar Burton. "Aku ingin sekali mengambil ukiran. ini untuk menghiasi galeriku. Tapi aku tidak dapat melakukannya tanpa merusaknya."

"Ya, sayang sekali kalau sampai rusak," kata Jupe menyetujui. "Jadi Anda benar-benar belum pernah masuk ke dalam kamar ini sejak Anda membeli hotel ini?"

"Ya, belum sekali pun," jawab Burton menegaskan. "Kalau saja pintunya tidak seindah ini, tentu sudah kubongkar dari dulu-dulu. Kamar ini sangat istimewa. Dulunya Franeesea Fontaine yang menempati kamar ini."

"Jadi di sini hantu itu gentayangan?" Pete meneguk ludah.

Burton tersenyum mengejek. "Masa kau percaya takhyul itu?" katanya. "Aku sendiri tidak percaya. Orang selalu mengarang-ngarang cerita takhyul tentang gedung-gedung yang tidak dihuni. Dan hotel ini pernah dihuni Franeesea Fontaine, yang kematiannya masih merupakan misteri sampai sekarang. Jadi wajar saja kalau orang makin bersemangat menyebarkan cerita-cerita bohong tentang hantu Fontaine yang gentayangan di sini. Bahkan di antara mereka ada yang mengaku-aku pernah melihat Fontaine di dalam kamar ini, sudah berbentuk kerangka dan terbaring kaku di tempat tidur. Ada juga yang mengatakan bahwa Fontaine menderita penyakit parah yang memalukan dan sulit disembuhkan. Ia membayar manajer hotel supaya tutup mulut dan tetap menyembunyikannya. Akhirnya ia mati di sini, dalam keadaan setengah gila!"

Clark Burton berhenti. Anak-anak gemetar, seakan-akan lorong itu menjadi dingin.

"Itu semua omong kosong!" seru Burton. "Aku pernah mengintip melalui jendela luar. Waktu itu ada pekerja bangunan yang memasang palang- palang kayu di luar. Kamar istimewa ini cuma ukurannya saja yang lebih besar. Lainnya sama saja dengan kamar yang lain. Kosong, tidak ada isinya."

Burton dan anak-anak pergi ke lantai tiga Jendela-jendela di lantai teratas ini tidak dipasangi jeruji besi. Sebagian besar pintu kamar terbuka.

"Kita berada sepuluh meter di atas tanah sekarang," Burton menerangkan. "Tak seorang pun dapat masuk ke sini."

"Adakah loteng di atas sekali?" tanya Jupiter

"Tidak. Di atas langsung atap. Dan atap itu sudah rapuh."

Mereka menyelidiki setiap sudut di lantai itu. Lagi-lagi tidak dijumpai apa-apa di sana. Pada -salah satu sudut terdapat sebuah lubang menuju gudang di lantai paling bawah.

"Lubang untuk rak makanan," kata Burton. "Biasa digunakan untuk mengirim makanan dari dapur ke atas. Ini semacam lubang untuk lift, tapi lebih kecil dan khusus untuk makanan."

Rak makanan telah hilang sehingga lubang itu kosong. Burton meyakinkan anak-anak bahwa polisi telah menyinari lubang itu sampai ke dasarnya. Dan polisi tidak menemukan apa-apa.

Trio Detektif turun tangga perlahan-lahan dengan lemas karena tidak menemukan apa yang mereka harapkan. Di halaman, Regina Stratten telah menunggu. Ia terlihat makin kurus. Bengkak di matanya belum hilang, bahkan makin besar.

"Kalian baru mencari di hotel?" katanya. "Todd tidak di sana. Tapi ide kalian mungkin benar. Todd berada tidak jauh dari lokasi ini. Ia bersembunyi di suatu tempat. Aku mempunyai firasat bahwa ia masih berada di sekitar sini. Kalian pernah lihat sendiri kan, ia anak nakal. Mungkin ia berlari-lari ke Speedway, bahkan mungkin sampai Pacific Avenue. Tiny mengikutinya hingga tertabrak mobil. Todd merasa bersalah. Karena itu ia bersembunyi, tidak berani pulang.

"Dengar, ia selalu meniru-niru apa yang dilihatnya di televisi atau di buku-buku. Kalian tahu apa yang dilihatnya minggu lalu? Film tua berjudul The Little Fugitive Buronan Cilik."

"Oh!" Clark Burton terkejut.

-"Film itu menceritakan tentang seorang anak laki-laki kecil yang merasa telah membunuh saudaranya. Ia kabur ke Coney Island, lalu bersembunyi di kolong jembatan."

Regina Stratten tiba-tiba menjadi lesu. "Di sini tidak ada jembatan," ujarnya dengan sedih, "dan polisi sudah menyelidiki Dermaga Venice. Mereka kembali dengan tangan hampa. Tapi Todd dapat saja bersembunyi di tempat lain, kan?"

"Tentu saja mungkin, Regina," kata Clark Burton. "Kalau sudah lapar, pasti ia pulang sendiri. "

Burton kembali ke galerinya. Di wajahnya terbayang suatu niat yang ingin segera dilaksanakannya.

"Sekarang pasti ia sudah kelaparan," kata Regina lirih. "Sudah dua hari berlalu."

Ia berjalan dengan gontai ke toko bukunya. Pete memandang ke Galeri Putri Duyung. Burton tidak membuka galeri itu lagi. Papan di pintu galeri masih terbaca TUTUP.

"Kelihatannya Burton akan pergi ke suatu tempat," duga Jupe. "Cerita tentang anak kecil bersembunyi di kolong jembatan bisa jadi memberikan ilham padanya. Ingat kelakuannya tadi waktu meninggalkan tempat ini barusan? Seakan mendadak tebersit ilham di kepalanya."

"Ia mestinya belum jauh beranjak," kata Bob seraya berlari ke luar, lalu memutar ke arah sisi utara plaza. Hanya dalam beberapa detik berikutnya, ia muncul di samping. toko buku.

-"Ia baru saja keluar lewat tangga belakang!" teriak Bob memberi tahu kedua kawannya. "Cepat!"

Anak-anak bergegas memutari plaza menuju belakang Hotel Putri Duyung. Mereka terlambat sedetik. Burton baru saja keluar dari garasi mengendarai mobil Jaguarnya yang ramping dan berwarna abu-abu.

"Terlambat, ia sudah naik mobil!" seru Pete.

"Bagaimana kita bisa membuntutinya sekarang?"

"Aku tahu caranya," balas Jupe seraya menunjuk pada sesuatu di Speedway.

Worthington datang tepat pada saat yang genting itu. Ia meluncur di Speedway dengan karavannya. Dihentikannya karavan itu tepat di muka anak-anak. "Maaf, aku agak terlambat,"katanya. "Kalian sudah siap untuk...."

Anak-anak tidak menunggunya hingga selesai bicara. Mereka buru-buru masuk. Jupe menunjuk ke depan, pada mobil Jaguar yang masih nampak. "Clark Burton hendak pergi ke suatu tempat. Kami ingin tahu ke mana tujuannya!"

"Beres, Jupe," sahut Worthington. "Dia tidak akan lolos dari kejaranku, meskipun dia berkendaraan Jaguar dan aku cuma mengendarai karavan. Jangan takut!"

Karavan itu melompat sambil menimbulkan suara berdecit-decit, ketika Worthington menancap gas.

Mobil Jaguar itu membelok di suatu persimpangan menuju Santa Monica. Worthington ngebut, menjaga agar Jaguar itu tetap berada dalam jarak pandang.

Di Santa Monica mobil Burton itu dibelokkan lagi ke arah pantai. Burton memarkir mobilnya di sebuah pelataran yang berjarak sekitar dua ratus meter dari Dermaga Santa Monica. Worthington melewatinya, dan memarkir karavan agak jauh dari mobil Burton.

Anak-anak tidak keluar dari karavan. Melalui kaca depan mereka dapat dengan leluasa mengamati gerak-gerik Burton. Mereka melihat Burton keluar, lalu. berjalan mendatangi dermaga.

"Jadi itu rupanya!" kata Jupiter. "Anak kecil dalam film Buronan Cilik bersembunyi di kolong jembatan. Meskipun di sini tidak ada jembatan, tetapi ada dermaga. Menurut Mrs. Stratten, polisi telah menyelidiki Dermaga Venice, tetapi mungkin Dermaga Santa Monica belum. Jadi Burton menduga dermaga ini yang dijadikan tempat persembunyian oleh Todd." "Tapi kan ini jauh dari Venice!" seru Bob sambil mengamati Burton turun ke bawah dermaga.

"Tidak kurang dari dua mil jaraknya!"

"Apakah dua mil terlalu jauh bagi anak seaktif Todd?" balas Jupe.

"He, kalau memang Todd di sini, jangan sampai kita keduluan oleh Burton menemukannya," ujar Pete dengan nada kuatir. "Maksudku, ada sesuatu yang aneh dalam diri aktor itu, dan... dan... he, Lihat!"

Burton muncul sambil berlari dari bawah dermaga. Seorang yang kurus berwajah kemerah-merahan dengan pakaian compang-camping mengejarnya. Gelandangan itu mengacung-acungkan botol kosong dengan sikap mengancam. Burton lari terbirit-birit. Dengan tergopoh-gopoh ia membuka pintu Jaguarnya, dan masuk ke dalamnya. Detik berikutnya ia telah memacu mobilnya ke jalan raya, meninggalkan pengejarnya yang mengumpat-umpat di pelataran parkir.

Worthington tidak dapat menahan gelak tawanya. Agak lama ia baru dapat mengendalikan dirinya lagi. "Aku selalu dengar," kata Worthington, "bahwa orang-orang yang tinggal di kolong dermaga mempunyai harga diri juga. Mereka tidak suka diusik-usik, atau direndahkan. Rupanya Burton baru belajar mengetahui hal itu."

"Sebentar," kata Pete. Ia keluar dari karavan, dan berlari mendatangi orang itu. Gelandangan itu masih menyumpah-nyumpah ketika Pete tiba di dekatnya.

"Numpang tanya, Mister," sapa Pete dengan sopan.

Orang itu menoleh pada Pete.

"Kami mencari seorang anak kecil, kira-kira segini tingginya," kata Pete sambil mengira-ngira tinggi Todd dengan tangannya. "Ia hilang sejak dua hari yang lalu."

"Aku tidak lihat anak kecil," jawab gelandangan itu. "Aku tidak suka anak kecil Aku usir anak kecil kalau berani dekat-dekat. "

"Terima kasih banyak," kata Pete.

-Gelandangan itu berbalik dan berjalan tertatih-tatih ke tempatnya di kolong dermaga. Pete kembali ke karavan. "Kocak juga pengalaman ini, tapi... kita masih belum mendapatkan apa-apa," keluhnya.

"Belum tentu kita tidak dapat apa-apa," ujar Jupe dengan kalem. "Kita sekarang tahu bahwa Clark Burton juga ingin mencari Todd, bahkan ia kelihatannya bertekad untuk menemukan Todd sebelum orang lain menemukannya. Mencurigakan. Mengapa ia suka berahasia begitu?"

"Aktor itu misterius. Bisa jadi kita harus memecahkan misteri Clark Burton sebelum kita memecahkan misteri hilangnya Todd Stratten!"

-Bab 14 KERUSUHAN DI ROMAH MOOCH

-TRIO DETEKTIF kembali ke pantai Venice keesokan paginya. Regina Stratten sedang di rumahnya, tetapi ayahnya sedang berjalan-jalan menghirup udara segar di Ocean Front dekat toko bukunya.

"Aku menyarankan Regina untuk istirahat di rumah," kata Mr. Finney.

"Ia kelelahan. Ada tetanggaku yang bersedia menemaninya-dia pula yang selalu menjagai apartemen kami kalau-kalau Todd muncul di sana."

Ia terlihat sangat tertekan. "Sudah tiga hari berlalu," desahnya. "Aku mulai putus asa. Todd makan apa selama tiga hari ini? Memang ia cerdik, tapi ia kan baru lima tahun!"

Jupe mendehem. "Mr. Finney, bagaimana hasil otopsi Tiny?"

"Tidak ada yang dapat membantu," desah Charles Finney lagi. "Tiny terpukul sesuatu pada kepala dan punggungnya. Tapi luka memar itu tidak terlalu berbahaya. Anjing itu rupanya mati karena serangan jantung. Tiny sudah tua. Anjing tua memang mudah kaget, seperti orang tua saja."

Mr. Finney masuk ke tokonya. Anak-anak menjelaskan rencana mereka hari itu.

-Mereka datang ke sana membawa sebuah rencana, dan juga walkie- talkie mereka. Jupiter yang mempunyai bakat dalam bidang elektronika, telah mengutak-atik tiga buah radio seperti radio CB, namun dengan jangkauan lebih pendek. Radio itu dipermaknya sehingga dapat digunakan baik untuk mengirim atau menerima pesan. Sekarang, masing- masing anak memegang satu walkie-talkie. Lalu Bob pergi ke posnya di balik semak-semak di seberang rumah Mooch Henderson.

"Kita harus segera menemukan apakah Mooch terlibat dalam kasus hilangnya Todd." Jupe menginstruksikan sebelumnya. "Juga, kita harus memastikan apa hubungan antara kawan serumah Mooch dengan Clark Burton."

Pete dan Jupe mengambil posisi mereka pada sebuah meja di teras Kantin Nut House. Dari sana jendela apartemen Clark Burton dapat terlihat dengan jelas.

"Tirainya masih tertutup." Pete mengamati. "Rupanya ia tidak percaya bahwa bangun pagi membuat orang sehat dan bijak."

"Aku tidak bisa membayangkan kalau ia hidup hanya dengan mengandalkan galerinya," ujar Jupe. "Pasti ia mendapat penghasilan lebih banyak dari uang sewa bangunan di plaza ini. Galeri itu paling­paling hanya sebagai hobi."

Pada saat itu tirai pada sebuah jendela di apartemen Burton tersingkap. Burton melihat ke luar. Ia melihat Jupe dan Pete. Setelah bimbang sesaat, ia melambai.

-Anak-anak balas melambai.

"Kita ke mana-mana berdua melulu," kata Pete. "Lama-lama ia akan tahu bahwa kita mengawasinya."

"Mengawasi bukan perkataan yang tepat," tukas Jupe. "Mrs. Stratten menyewa kita untuk menemukan anaknya. Dan kita di sini berusaha meraup segala informasi yang dapat membawa kita ke arah penyelesaian kasus ini."

Tony Gould keluar membawa notes pesanan.

"Pesan apa?" tanyanya.

Bertepatan dengan saat itu, suara Bob terdengar di walkie-talkie Jupe dan Pete. "Jupe! Pete! Mooch baru saja pergi. Kawannya sudah pergi sepuluh menit yang lalu. Rumah itu sekarang kosong."

"Apa katamu?" tanya Tony Gould.

Jupe nyengir. "Pete sudah lama ngebet ingin bekerja dalam bisnis restoran:’ katanya. "Anda perlu asisten restoran?"

Pete melongo memandangi Jupiter. "He, sejak kapan... "

"Kau punya izin kerja?" sela Tony Gould.

Dengan perasaan lega, Pete menggeleng. "Kukira itu akan membuatku tidak diterima, kan?"

"Well, aku rasa kau dapat mengurusnya belakangan." ujar Tony Gould. "Dengan senang hati kau kuterima bekerja di sini."

Pete lemas lagi. "Awas kau! Akan kubalas nanti!" ancamnya dengan berbisik pada Jupe

Tony masuk ke kantin.

-"Sudahlah, anggap saja rezeki," kata Jupe. "Zaman sekarang susah cari pekerjaan. Dan yang penting, Burton tidak akan curiga. Sekarang aku akan menemui Bob. Selamat bekerja."

Jupe berjalan memutar ke belakang Plaza Putri Duyung, lalu menyeberangi Speedway. Bob sudah menunggunya. Ia duduk di sebuah batu di depan rumah Mooch.

"Mooch pergi berjalan kaki,"- ujar Bob. "Aku tadi ingin mengikutinya, tapi kupikir lebih baik tinggal di sini saja. Mungkin lebih banyak yang akan kudapat di sini. Di belakang ada sekitar lima atau enam ekor anjing. Kalau mereka menyalak bersama-sama, wah, ramainya bukan main, seperti orkestra suara anjing saja." "Keputusanmu tepat, Bob," kata Jupe. "Kau jaga di sini. Aku akan masuk ke dalam. Kalau ada yang datang, cepat-cepat beri tahu dengan walkie- talkiemu."

"Mooch tadi mengunci pintunya," Bob mengingati.

"Mesti ada jalan masuk," kata Jupiter. "Selalu ada, selama orang cukup gigih mencarinya."

Jupiter ternyata benar. Di samping rumah, terdapat sebuah jendela yang tidak bisa dikunci. Kayunya sudah rapuh dan kayu yang mengikat kunci sudah ambrol. Dengan hati-hati Jupe mengangkat bingkai jendela. Ia menyelinap masuk, sambil berusaha agar kehadirannya tidak tercium oleh anjing-anjing di pekarangan belakang.

-Ia berada dalam sebuah ruangan yang dulunya digunakan sebagai ruang makan. Sebuah gantungan lilin tampak terjuntai dari tengah langit- langit. Ada sebuah bupet merapat pada salah satu dinding ruangan. Bupet itu dicat abu-abu mengkilat, sangat tidak serasi dengan keadaan ruangan. Majalah dan koran-koran berserakan di lantai. Selain itu, tidak ada apa-apa lagi dalam ruangan, bahkan meja dan kursi pun tidak.

Jupe berjalan memasuki dapur. Ia melihat meja dengan piring-piring kotor bertumpuk di atasnya. Meja cuci lebih parah lagi. Bukan hanya piring dan gelas kotor tertumpuk di sana, tetapi juga sisa-sisa makanan dan kertas-kertas pembungkus. Di samping tumpukan piring kotor terdapat beberapa dos makanan anjing. Dapur itu bukan main baunya. Pintu menuju pekarangan belakang sudah melengkung sehingga hampir tidak dapat dibuka. Pegangan. pintu dikaitkan dengan seutas kawat pada sebuah paku di kusen pintu. Sambil menutup hidung, Jupe berlalu dari dapur.

Di ruangan depan terdapat dua buah bangku kulit dan sebuah meja bundar dengan alas kaca. Di meja bundar itu tergeletak beberapa tali anjing dan koran-koran Sant- Monica. Iklan-iklan mengenai anjing hilang nampak ditandai dengan tinta merah tebal di koran itu. Terdapat setumpuk amplop berwarna coklat. Alamat tercantum di muka setiap amplop. Amplop yang dikeluarkan pemerintah. Biasanya amplop itu dikirimkan pada orang yang memerlukan bantuan. Jupe merasa geram. Rupanya Mooch mempunyai kebiasaan buruk lain, selain mencuri anjing. Ia juga mencuri amplop dari kotak-kotak pos. Sudah berapa banyak orang tua atau orang cacat yang menjadi korban Mooch, pikir Jupe.

Jupe naik ke lantai dua. Di kamar tidur dan kamar mandi ia tidak menemukan apa-apa selain pakaian-pakaian kotor yang dibiarkan berserakan di sana-sini.

Tidak ada lantai tiga. Tidak ada ruang bawah tanah. Tidak nampak pula tanda-tanda adanya Todd Stratten. Dan kalau Clark Burton punya hubungan dengan kedua orang yang tinggal di sini, sukar dilacak apa bentuk hubungan mereka itu. Paling jauh bisa diterka bahwa Burton memakai tenaga kedua orang itu untuk melakukan suatu pekerjaan. Tapi pekerjaan apa?

Jupe baru mau keluar rumah itu, ketika didengarnya suara Bob di walkie talkie. "Jupe, Mooch datang!"

Jupe bergegas masuk ke ruang makan. Dilihatnya Mooch datang dari arah Pacific Avenue. Mendadak baru disadarinya bahwa ia tidak bisa keluar lewat jendela itu tanpa terlihat oleh Mooch. Dari balik kaca jendela ia bisa melihat Mooch. Mustahil Mooch tidak melihatnya jika ia keluar lewat situ.

"He, Jupe, cepat!" kata Bob.

Jupe berlari ke pintu belakang di dapur. Kini terdengar langkah kaki di serambi muka. Penyelidik Satu buru-buru membuka kawat yang mengunci pintu. Sesaat kemudian pintu itu terbuka. Jupe melangkah memasuki pekarangan belakang.

Salak anjing meledak begitu Jupe melangkah.

"He, ada apa di belakang sana?" teriak Mooch dari serambi muka. Terdengar suara langkah mengitari rumah, menuju pekarangan belakang.

Jupe mempelajari keadaan sekelilingnya dengan cepat. Halaman belakang itu dikitari dengan pagar kayu yang tinggi. Jupiter tahu bahwa ia tidak dapat memanjat pagar itu dengan cepat untuk melarikan diri. Hanya ada satu pintu keluar. Dan Mooch sedang berjalan menuju pintu itu dari luar. Jupe terperangkap!

Hanya satu hal yang dipikirkan Jupe. Ia berlari mendekati kandang- kandang anjing.

"He, kau!" teriak Mooch dari luar. Tanpa membuang-buang waktu untuk membuka pintu, ia langsung melompati pagar.

Jupiter telah sampai pada salah satu kandang anjing. Dibukanya pintu kandang itu lebar-lebar. Seekor anjing gembala Jerman melompat ke luar kegirangan.

"He, masuk! Masuk! Jangan lari!" teriak Mooch pada anjing itu.

Jupe melangkah dengan gesit ke kandang di sebelahnya. Dibukanya pula pintu kandang. Se-kor anjing lagi melompat ke luar, berlari-lari riang sambil menyalak-nyalak. Anjing itu bertemu pandang dengan anjing gembala Jerman. Diterjangnya anjing gembala Jerman itu. Keduanya berkelahi dengan seru, menimbulkan suara hingar-bingar di pekarangan belakang. Mooch dengan susah-payah berusaha memisahkannya, sambil berteriak-teriak seperti orang gila.

Jupe membuka kandang berikutnya, lalu sebuah kandang lagi.

Mooch kehilangan akal. Sia-sia usahanya memisahkan dua anjing yang berkelahi itu. Malah kakinya kena gigit di dua tempat.

Bob pucat dan ketakutan. Ia mengintip dari balik pagar. Kemudian dibukanya pintu pagar pekarangan belakang. Pada saat itu kedua anjing yang berkelahi berguling-guling ke arah pintu. Perkelahian makin sengit dan brutal.

Mooch berteriak-teriak sambil memungut sebatang kayu yang tergeletak di pekarangan. Dipukul-pukulkannya kayu itu ke tanah, tepat di samping kedua anjing yang berkelahi. Anjing gembala Jerman terkejut. Anjing itu lalu kabur ke luar, melalui pintu pagar yang terbuka lebar.

Tiba-tiba perkelahian itu terhenti. Empat ekor anjing menghambur keluar menuju -Speedway. Lalu masing-masing berlari ke arah yang berbeda.

Mooch berlari mengejarnya. Ia bersuit, memanggil-manggil- serta mencoba menangkap anjing-anjing yang kabur itu.

Bob tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. Pada saat itu sebuah truk milik kawan serumah Mooch meluncur di Speedway.

Si pengemudi meminggirkan truknya, lalu melompat turun. Ia mencoba menangkap seekor anjing yang berlari dekat dengannya. Tapi ia terpaksa berhenti ketika dua buah mobil patroli datang. Sirene meraung-raung dari sepasang mobil itu.

Mooch kabur. Ia melompati pagar-pagar merabas semak-semak. lalu menghilang. Kawannya berlari ke arah yang berlawanan. Dan menghilang secepat Mooch menghilang.

Anjing-anjing itu pun telah lenyap dari pandangan. Beberapa orang tetangga telah keluar dan menonton kejadian itu dengan gembira.

Polisi-polisi keluar dari mobil patrolinya.

Diam-diam Jupe dan Bob menyelinap pergi.

Jupe merasa puas pada apa yang baru saja diperbuatnya. Bagaimanapun mereka telah menghancurkan operasi pencurian anjing yang dilakukan oleh Mooch.

-Bab 15 RAHASIA DI HOTEL PUTRJ DUYUNG!

BOB berjaga di sisi utara Plaza Putri Duyung, mengawasi pintu belakang galeri milik Burton. Jupe menemui Pete yang sedang duduk santai di teras Kantin Nut House.

"Aku tadi menjatuhkan sebuah piring hingga pecah," ujar Pete dengan riang. "Tony Gould tidak jadi mempekerjakanku. Ia ingin orang yang lebih berpengalaman."

"Kau sengaja. ya. memecahkan piring itu," tuduh Jupe.

"Tidak. Aku tidak sengaja menjatuhkannya! Tapi baru kali ini aku senang setelah memecah kan sebuah piring."

Sebuah pintu terbuka di atas toko peralatan jahit-menjahit. Miss Peabody keluar menuju balkon. lalu melongok ke bawah. "Aku ingin bicara dengan kalian. Anak-anak," katanya.

Jupiter dan Pete berpandang-pandangan. Kemudian mereka naik menemui Miss Peabody yang sudah menunggu di pintu apartemennya.

Miss Peabody mempersilakan Jupe dan Pete masuk ke apartemennya.

Di ruang tamunya ada Mr. Conine. Ia sedang duduk di sebuah kursi dengan sandaran tinggi. Jendela apartemen Clark Burton sedang diamat-amatinya.

"Gerak-gerik kalian terlalu mengundang perhatian di bawah tadi." kata Miss Peabody. "Kalau kau ingin mengamat-amati galeri milik Clark Burton, kenapa tidak dari sini saja?"

Jupiter dan Pete tercengang. Kedua orang tua itu kelihatannya menikmati sekali pengawasan yang mereka lakukan terhadap Burton. Nampak jelas bahwa mereka berharap Burton tertangkap basah melakukan suatu perbuatan buruk.

"Anda berdua benar-benar tidak suka padanya?" tanya Pete.

"Siapa sih. yang menyukainya?" balas Conine. "Gayanya terlalu dibuat- buat."

Untuk kesekian kalinya terdengar pendapat yang serupa. Pendapat yang mengatakan Burton tidak wajar dalam bersikap dan bertingkah laku. Kelakuannya seperti dalam film saja.

Jupe menoleh keluar melihat pada jendela Burton. Melalui jendela itu ia dapat melihat Burton dalam galerinya. Tampak Burton sedang berjalan sambil memegang gelas.

Jupe mengalihkan pandangannya ke hotel tua itu. Ia ingin tahu apa pendapat Miss Peabody tentang hotel yang sudah lama tidak dihuni itu.

"Aneh," katanya. "Kenapa Mr. Burton tidak melakukan apa-apa terhadap Hotel Putri Duyung?"

"Hotel itu ada hantunya," sahut Mr. Conine. Ia pernah mengemukakan hal itu sebelumnya. Anak-anak menduga bahwa ia memang senang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan hantu. "Ada yang mengisahkan bahwa hantu Francesca Fontaine gentayangan di sana." Ia mendesah. "Kasihan wanita cantik itu."

Suara Mr. Conine terdengar lirih. Tapi tanggapan dari Miss Peabody membuatnya kaget.

"Cantik apanya?" tukas Miss Peabody. "Ia kurus seperti lidi. Dan caranya berpakaian sama sekali tidak rapi. Aku yakin Clark Burton tidak percaya pada hantu. Ia punya alasan lain yang menyebabkannya tidak memperbaiki hotel itu."

"Tapi alasan apa?" tanya Jupe. "Hotel itu sangat ideal. Pemandangan dari sana bagus, langsung ke laut lepas. Dengan sedikit promosi saja hotel itu pasti akan laku keras. Ia bisa pinjam dari bank kalau ia belum punya uang tunai. Hotel itu akan menghasilkan banyak uang. Sebentar saja uang pinjaman itu akan terlunasi."

"Anakku yang manis, orang sudah bosan menasihati Burton seperti itu," kata Miss Peabody sambil menggeleng-geleng. "Orang yang aneh. "

Jupiter acuh tak acuh saja pada sebutan anak yang manis. Tetapi wajahnya mengeras, pertanda ia mempunyai suatu niat tertentu.

"Jendela di lantai tiga tidak dipasangi jeruji," katanya. "Aku ingin tahu mungkinkah kita bisa masuk ke dalam kalau kita naik ke atap bangunan ini."

-Pete terheran-heran. "Buat apa kita melakukannya? Kita kan sudah menyelidiki setiap sudut di sana. "

"Belum setiap sudut," sahut Jupe dengan tegas. "Kamar istimewa tempat Francesca Fontaine menginap belum kita selidiki."

"Kamar itu yang ada hantunya," kata Mr. Conine. "Lihat di sana. Kau lihat jendela-jendela di lantai dua yang di ujung sebelah utara? Persis di samping galeri. Itu jendela-jendela kamar Fontaine. Di sana beberapa kali kulihat sinar dari dalam. Pada malam hari."

"Kau salah lihat rupanya," ujar Miss Peabody. "Mungkin kau melihat pantulan sinar dari Ocean Front. "

Mr. Conine tidak menghiraukannya. "Terserah Anda." katanya. "Aku akan pergi menemui Burton. Akan kubuat dia sibuk sehingga tidak memperhatikan kalian masuk ke hotel melalui atap apartemenku." .

"Terima kasih, Mr. Conine," kata Jupe.

"Aku akan berjaga-jaga di sini," ujar Miss Peabody. "Kalau kalian tidak kembali dalam satu jam akan kuberi tahu Mr. Conine dan Mr. Finney untuk menyusul kalian."

Mr. Conine melangkah dengan tegap. Tidak lana kemudian ia dan Clark Burton sudah tenggelam dalam pembicaraan di dalam galeri. Burton membelakangi halaman

"Ayo," kata Jupiter pada Pete.

"Kau serius mau masuk ke sana?" kata Pete -dengan gelisah. "Maksudku, bagaimana kalau ternyata tempat itu benar-benar ada hantunya?"

"Seorang detektif sejati hanya percaya pada fakta, bukan pada takhyul," tegas Jupiter.

Dengan bimbang Pete mengikuti Jupe keluar lewat pintu belakang apartemen Miss Peabody. Mereka memanjat ke atap apartemen, lalu merayap melalui atap apartemen Mr. Conine, mendekati dinding hotel tua itu. Atap itu berbentuk seperti huruf V terbalik, seperti kebanyakan rumah pada umumnya. Selama berada pada sisi luar, mereka tidak akan terlihat dari galeri.

Jendela-jendela di lantai tiga hotel cuma sedikit lebih tinggi dari atap apartemen Mr. Conine. Anak-anak mengintip dari puncak atap ke arah galeri. Mereka melihat Burton masih asyik berbincang-bincang dengan Mr. Conine. Pete berdiri di puncak atap. Diraihnya jendela yang terdekat. Jendela itu terbuka. Ketika dibuka engsel engselnya berbunyi berkeriat-keriut.

"Tidak terkunci!" kata Pete. Ia melompat masuk ke dalam hotel. Dari dalam ia mengulurkan tangannya untuk menolong Jupe.

Mereka sebelumnya telah menyelidiki seluruh lantai tiga. Yang belum diselidiki tinggal satu kamar di lantai dua. Jadi mereka langsung turun ke lantai dua. Pete mencoba memutar kenop pintu kamar istimewa yang terakhir ditempati Francesca Fontaine. Kenop itu berputar. Tapi pintu tidak terbuka. Ia mencoba mendobrak pintu itu dengan seluruh kekuatannya. Percuma. Pintu itu tidak bergeser semilimeter pun.

Jupe mengerutkan dahinya "Kita berada di atas dapur," katanya. "Atau mungkin di atas gudang. Dan ruangan ini terletak di pojok. Aku ingat, tepat di atas sini ada sebuah lorong untuk mengantar makanan dari lantai dasar sampai lantai tiga!"

Mata Jupe bersinar-sinar. "Lorong itu pasti melalui kamar ini. Menurut akal sehatku, ada sebuah pintu khusus pada lorong itu di dalam kamar ini. Ini kamar istimewa, kan?"

"Tepat sekali," seru Pete.

Mereka berlari kembali ke lantai tiga. Lorong tempat mengantar makanan itu berada persis dengan yang diingat Jupe. Ketika membuka tingkap penutup dan melongok ke dalamnya, mereka melihat sebuah lorong yang gelap. Sepanjang pinggir lorong itu terdapat kayu-kayu dalam posisi horizontal.

"Kita dapat turun dengan berpijak pada kayu-kayu itu," kata Pete. "Seperti turun tangga saja."

Ia menyelusup melalui tingkap penutup yang kecil itu. Perlahan-lahan ia turun. Kakinya meraba-raba pijakan pada kayu-kayu. Tangannya memegang kayu erat-erat. Ia tidak dapat melihat ke ba-wah karena lorong itu terlalu sempit. Jupe mengawasi dari lantai tiga.

Tidak lama kemudian Pete sudah menemukan sebuah pintu kecil di lantai dua. Ditendangnya pintu itu hingga terbuka. Pete menyelusup ke luar lorong. Ia kini berada dalam sebuah ruangan gelap dan berdebu. Lalu ia melongok ke atas melalui lorong.

"Oke!" panggilnya pada Jupe. Secara tidak sadar, entah mengapa, ia berbicara sambil berbisik. "Ayo turun."

Jupe mulai turun. Baginya, lorong itu sempit sekali. Begitu sempitnya sehingga ia tidak akan jatuh meski tidak berpegangan. Karena itu ia harus mendorong badannya ke bawah agar dapat turun. Rasanya lama sekali perjalanan mencapai pintu kecil di lantai dua itu. Pete sudah tidak sabar menunggu.

"Makanya, sering-sering olahraga," bisik Pete pada Jupe yang sedang beringsut-ingsut turun dengan susah-payah Jupe akhirnya sampai juga. Sampai di kamar Franeesea Fontaine itu, ia mengedip-ngedip. Mukanya kotor, dan matanya kemasukan debu.

Anak-anak berada dalam sebuah ruangan kecil. Setelah beberapa saat menyesuaikan diri dengan kegelapan di sana, mereka mendapati sebuah pintu ayun kuno. Pete menunjuk ke arah pintu ayun itu. "Ke ruangan lainnya mestinya lewat pintu itu," bisiknya. Tempat yang sudah lama tidak dihuni itu membuat Pete otomatis berbisik.

Jupe mendorong pintu ayun itu hingga terbuka. Ia tersentak.

Pete melihat dari belakang Jupe. Ia mendesis

"Astaga-"

Ruangan itu tidak berdebu. Bersih dan mengkilap. Bahkan tidak terlihat kuno seperti pada bagian hotel lainnya. Angin sejuk dari sebuah kipas angin berembus di ruangan itu. Angin itu membuat gorden bergerak- gerak. Gorden itu indah, berwarna gelap dengan motif bergaris-garis tipis. Sinar matahari memang jadi terhalang. Tapi ruangan itu masih lebih terang dari ruangan kecil yang mereka masuki sebelumnya. Mata anak-anak terpaku pada sebuah rak berisi cangkir piala, kapal hiasan, dan lilin-lilin, semuanya terbuat dari perak. Di sampingnya terdapat mangkuk-mangkuk krist-1. Di dinding terpampang lukisan-lukisan indah menggambarkan bunga-bunga, pemandangan sebuah danau di pegunungan, sebuah kapal layar yang kapten kapalnya sedang memandang ke cakrawala ke arah matahari terbenam, dan lukisan anak- anak yang sedang bermain-main di taman.

"Nah, ini dia," sayup-sayup terdengar suara. "Bagaimana menurut pendapat Anda?"

Pete terlompat. Ia berpegangan pada Jupe. Itu suara Clark Burton.

"Bukan main," Kini terdengar suara Mr. Conine. "Aku tidak mengerti tentang seni modern, meskipun demikian aku suka permadani. Disain abstrak sangat cocok untuk permadani."

Jantung Pete dan Jupe berdebar-debar. Mereka memandang ke sekeliling ruangan. Di mana-mana terdapat benda-benda seni yang indah.

Benda-benda dari porselen, karpet-karpet tebal, dan kotak-kotak hiasan terbuat dari kayu ek dan gading. Tapi Burton dan Conine tidak tampak.

-"Aku sebenarnya merasa malu menjual benda-benda bernilai tinggi ini," kata Burton.

Jupiter dan Pete menarik napas lega. Suara itu datang dari luar hotel. Tepatnya dari Galeri Putri Duyung, yang memang persis berdempetan dengan Princess Suite.

"Itulah susahnya bisnis ini," kata Burton lagi. "Aku harus menjual barang-barang yang paling kusukai."

Jupe hendak merapat pada dinding yang dekat dengan galeri. Tapi tiba- tiba ia berhenti. Matanya menangkap sebuah peti tua. Peti itu berhiaskan ukiran. Di tutupnya terukir sebuah ular naga, dan pada dua sisinya terukir sebuah kapal menembus gulungan ombak besar. Jupiter membuka tutupnya.

Pete menahan napas.

Terdapat uang di dalamnya. Bertumpuk-tumpuk. Kebanyakan lembaran lima puluh dan seratus dolar. Uang itu tersusun rapi dan dikelompokkan dengan kertas pengikat, seperti di bank saja.

"Well, aku senang Anda berkunjung, Mr. Conine," kata Burton. Dari caranya berbicara, dapat ditangkap bahwa ia ingin agar Mr.Conine segera pulang. "Aku memang tidak punya banyak waktu untuk beramah- tamah dengan tetangga tapi aku senang Anda menyempatkan diri datang kemari."

Anak-anak mendengar suara langkah-langkah di luar ketika Conine dan Burton berjalan ke pintu galeri.

Jupe merapat ke dinding. Ia memiringkan kepalanya sehingga satu telinganya hampir menempel pada dinding itu

Di luar dinding bel di pintu galeri berbunyi. Itu Mr. Conine keluar lewat pintu depan, pikir Jupe. Kemudian terdengar Clark Burton berjalan dalam ruang galerinya. Lalu ada suara seperti suara bangku diseret.

Jupe menjauh dari dinding. Ditariknya Pete. Mereka masuk kembali ke ruangan kecil di sebelahnya. Pintu kecil pada lorong untuk mengantar makanan masih terbuka. .

"Kau lihat uang itu?" tanya Pete.

"Terang saja aku lihat," balas Jupe.

"Tapi aku tidak mengerti, Jupe. Kenapa barang-barang itu tidak diambil setelah kematian, atau hilangnya Francesca Fontaine? Kenapa benda- benda itu ditinggalkan begitu saja?"

"Kelihatannya itu bukan milik Fontaine, Pete. Aku duga Clark Burton mengelabui kita dengan penampilannya yang meyakinkan itu. Aku ingat, ia pernah bilang bahwa kamar ini kosong, sewaktu ia mengintipnya dari luar dari..."

Tiba-tiba Jupe terhenti. Ada sebuah suara. Suara klik yang lembut. Seperti ada orang yang membuka pintu di ruangan sebelahnya.

"Ia datang!" desis Pete.

Dalam kepanikan, Pete menyelusup masuk ke dalam lorong. Dengan terburu-buru ia memanjat ke lantai tiga.

Jupe mendorong Pete agar cepat-cepat naik. Ia menyusul masuk ke dalam lorong begitu ada -tempat. Tapi naik ke atas lebih sulit. Ia harus mengangkat badannya dengan berpegangan pada kayu-kayu. Dengan beringsut-ingsut ia berhasil mencapai setengah perjalanan. Tahu-tahu ada suara kain sobek. Baju Jupe tersangkut! Ia tidak bisa bergerak!

Dari bawah Jupe, terdengar derak suara pintu dibuka. Pintu ayun dibuka, pikir Jupe dengan gelisah. Clark Burton berada dalam ruangan kecil itu, tepat di bawahnya! Ia memeriksa ke dalam ruangan itu. Mungkin ia mendengar suara kain sobek tadi? Jupe terdiam kaku. Bagaimana kalau Burton curiga pada lorong di situ? Bagaimana kalau Burton membuka pintu kecil pada lorong?

Jupe merasa semakin panas dan sesak di dalam lorong. Dengan tersiksa ia menanti apa yang akan terjadi. Terdengar suara berderak lagi.

Jupe menahan napas.

Tapi bukan pintu kecil pada lorong yang dibuka, melainkan pintu ayun. Burton kembali ke ruang utama tempat menyimpan benda-benda antik. Jupe merasa lega. Serasa bisa bernapas kembali.

Pete sudah berhasil mencapai bibir lorong, lalu keluar ke lantai tiga. Dari atas, ia melihat ke lorong pada kawannya.

Jupe masih jauh di bawah Pete. Ia berpegangan erat-erat pada sebuah kayu. Dengan sekuat tenaga, ia menarik badannya ke atas. Celakanya, malah kayu itu yang terlepas dan menimpa bahunya. Jupe makin gelagapan.

-la mencoba meraih kayu lainnya. Tapi ia tidak bisa bergerak. Bajunya terkait erat pada sesuatu. Dan badannya yang gempal makin menyulitkannya bergerak pada lorong yang sempit itu. Udara semakin terasa panas.

Jupe merasa mukanya memerah. Ia bahkan dapat mendengar detak jantungnya sendiri. Ia memandang ke atas pada Pete dengan putus asa.

"Tolong!" bisik Jupe dengan suara serak. "Aku terjepit!"

Bab 16 JUPE MENELURKAN SEBUAH TEORI

"TERJEPIT? Bagaimana mungkin kau terjepit?" seru Pete dengan suara perlahan. "Kau tadi bisa turun. Kenapa sekarang tidak bisa naik?"

"Aku tak tahu. Mungkin bajuku tersangkut," sahut Jupe.

Ia masih mendongak. Pete menghilang dari pandangannya. Jupe merasa geram bercampur kesal. Tega benar Pete meninggalkannya di sini. Kepanikan melanda Jupe. Ia mencoba mengendalikan dirinya dengan memperlambat napasnya. Pete tentu akan menyelamatkannya. Itu pasti.

Dan ia benar. Detik berikutnya Pete sudah kembali. "Aku melihat ke luar tadi," katanya. "Burton sudah kembali di galerinya. Jadi ia tidak akan mendengar suara kita di sini."

Lalu ia nyengir. "Apa kubilang," lanjutnya. "Kau harus banyak-banyak olahraga. Dan jangan makan kebanyakan."

"Sudah, jangan macam-macam," tukas Jupe dengan kesal. "Cepat tarik aku."

"Tenang, Jupe. Tentu kau akan kutolong."

Di atas Jupe, Pete mengeluarkan walkie-talkie-nya. Ia memencet salah satu tombolnya. "Bob!" panggilnya. "Bob, kau dapat mendengarku?"

Ia melepaskan pencetannya pada tombol. Bob tidak menyahut. Pete mengulangi lagi. "Bob! Bob! Kau dapat mendengarku, Bob?"

Walkie-talkie itu berkerisik. "Di sini Bob. Ada apa?"

"Jupe sedang merasakan akibat kurangnya olahraga," kata Pete. Tanpa menghiraukan Jupe yang kesal mendengarnya, Pete melanjutkan, "Pergi ke tempat Mr. Conine. Cari tali yang kuat dan cukup panjang. Pokoknya harus cukup kuat untuk menahan berat Jupe. Lalu cepat ke sini. Naik ke atap apartemen Mr. Conine, dan masuk ke dalam hotel. Jupe terjepit dalam lorong untuk mengantar makanan." "Terjepit?" seru Bob dengan terkejut. "Dalam lorong untuk mengantar makanan? Bagaimana....’ •

"Nanti saja kujelaskan," sela Pete. "Jangan berlama-lama. Kerjakan segera, dan jangan sampai terlihat Burton."

"Tunggu dulu," seru Jupe. Ia punya sebuah ilham. "Bilang pada Bob untuk membawa kameranya."

Pete meneruskan pesan Jupe melalui walkie-talkienya.

"Roger," sahut Bob.

Beberapa menit kemudian merupakan waktu yang paling menyiksa Jupe. Todd Stratten masih belum ditemukan. Tiny, anjingnya, mati. Dan kini -dia terjepit dalam situasi yang menggelikan. Mr. Conine mungkin akan panik dan memanggil pasukan pemadam kebakaran. Kalau benar begitu, akan sia-sia usahanya selama ini. Jupe dan Pete akan ditahan karena memasuki wilayah orang lain tanpa izin. Dan Burton akan tahu bahwa kamar rahasianya telah dimasuki orang lain. Jupe ingin sekali agar perbuatannya ini tidak diketahui Burton-paling tidak untuk saat ini.

Terdengar suara langkah orang berlari di atas Jupe. Bob melongok ke bawah melihat keadaan Jupiter. Ia melaporkan bahwa Mr. Conine tidak memiliki tali. Tapi Miss Peabody merelakan beberapa sepreinya untuk diikat menjadi tali. Pada jarak-jarak tertentu dibuat simpul pada seprei itu.

"Senyum, dong," kata Bob. Dan sebelum Jupe membuka mulutnya untuk protes, Bob telah memotretnya.

"Aku sudah tak sabar ingin melaporkan dan memajang foto ini dalam buku catatanku," kata Bob sambil tertawa terbahak-bahak.

"Kelakuan kalian tidak mencerminkan sikap seorang detektif profesional," seru Jupe dengan kesal. "Tugas kita mencari Todd belum lagi selesai. Dan kalian membuang-buang waktu seperti itu!"

Dengan tersipu-sipu, Bob dan Pete menurunkan jalinan tali dari seprei Miss Peabody. Jupe memegang simpul pada seprei itu dengan salah satu tangannya. Tangannya yang sebelah lagi menekan dinding lorong.

-"Oke," kata Pete. "Akan kami tarik. Tahan napas dan kecilkan perutmu, Jupe."

Bob dan Pete menarik seprei itu bersama-sama. Mulanya Jupe mencari- cari pijakan kaki yang kuat agar ia lebih cepat dapat keluar. Tapi ia malah tidak bisa ditarik keluar. Perasaannya semakin kecewa.

Tiba-tiba Bob tertawa. "Mungkin harus diberi air sabun, agar mudah lolosnya," katanya.

"Atau mesti menunggu beberapa hari sampai kau lebih kurus, Jupe," tambah Pete menggoda.

Ingin rasanya Jupe mengguncang-guncang kedua kawannya itu. Tapi saat ini ia harus menggantungkan dirinya pada mereka. Dikumpulkannya seluruh tenaga dan semangatnya. Lalu ia memegang seprei itu dengan kedua tangannya, dan meluruskan kedua kakinya. Akhirnya ia dapat tertarik juga. Beringsut-ingsut sedikit demi sedikit. Makin lama makin dekat dengan mulut lorong. Begitu sudah dalam jangkauan tangan, Pete dan Bob mengulurkan tangannya untuk menarik kawannya itu.

Jupe telah keluar seluruhnya dari dalam lorong. Ia menghirup udara segar sambil menyandar pada dinding.

"Sekarang kau harus benar-benar berdisiplin," ujar Pete. "Jangan makan coklat dan es krim selama satu bulan. Dan besok pagi kau harus mulai joging."

Jupe melotot pada Pete. "Aku sendiri yang menentukan apakah aku perlu berdiet atau berolahraga," balasnya. Lalu ia melorot terduduk sambil bersandar pada dinding

Bob memandang bergantian pada Jupe dan Pete. "Nah, kau telah lolos dari lorong itu. Sekarang ceritakan mengapa kalian berdua masuk ke lorong itu," katanya.

"Karena itu jalan satu-satunya yang bisa kita tempuh untuk masuk ke dalam kamar rahasia Clark Burton," sahut Jupe.

"Kamar rahasia?" Bob terbengong-bengong.

"Kamar istimewa yang ditempati aktris Francesca Fontaine dulu," Pete menjelaskan. "Kamar itu penuh dengan benda-benda perak dan ukiran- ukiran berharga. Dan ada satu peti penuh uang."

"Yang benar?"

"Benar," kata Jupiter. "Belum pernah aku melihat tempat seperti itu selain dalam museum benda-benda antik. Bob, kau perlu memotretnya. "

Bob nyengir.

"Karena kita harus mendapatkan foto dari semua benda itu," Jupe melanjutkan. "Benda-benda perak, kotak-kotak, dan terutama lukisan- lukisan. Aku berani bertaruh bahwa ada satu lukisan yang pernah kulihat sebelumnya. Lukisan itu terpampang dalam sebuah koran beberapa waktu yang lalu. Kurasa lukisan itu dicuri dari pemiliknya."

Kedua kawannya melongo. Pete berkata, "Jadi menurutmu Burton seorang pencuri?"

-"Kita belum mendapat bukti yang cukup untuk mengatakan ini," kata Jupe. "Baru satu bukti, setumpuk uang dalam peti itu. Mungkinkah seorang pencuri menyimpan uang sedemikian banyaknya? Seorang pencuri biasanya tidak punya uang, dan sedang perlu uang tunai dalam jumlah besar. Mungkinkah Burton seorang penadah?"

Jupe bangkit. Ia melongok ke dalam lorong. "Aku tidak ingin masuk ke dalam lagi. Sudah cukup pengalaman tadi bagiku," katanya.

"Serahkan saja padaku," ujar Bob. "Akan kupotret semua yang kita perlukan. Dalam semenit aku akan kembali. Di samping itu, aku sendiri memang kepingin sekali melihat kamar rahasia itu."

Bob masuk ke dalam lorong. Sambil berpegangan pada simpul-simpul seprei, dengan mudah Bob turun. Ia menghilang melalui pintu kecil di lantai dua. Pete mulai mondar-mandir dengan gelisah.

Jupe duduk lagi. Kedua lututnya ditekuk. Ia menarik-narik bibir bawahnya, sembari menatap lurus ke muka. Beberapa saat kemudian ia berseru, "Aha. Sekarang aku mengerti!"

Pete berhenti mondar-mandir. "Apa?"

Jupe mulai bercerita dengan perlahan, sambil tetap memandang lurus ke depan. Seolah-olah ada layar bioskop. di depannya. "Bayangkan sekarang tanggal empat Juli," katanya. "Bayangkan kau berumur lima tahun, seperti Todd. Pada saat parade Itu berlangsung, dan semua orang sibuk-tidak ada yang memperhatikanmu-apa yang akan kaulakukan?"

Dahi Pete berkerut. "Sesuatu yang tidak boleh kulakukan. Kukira."

"Tepat," sahut Jupe. "Apakah kau akan masuk ke Galeri Putri Duyung? Misalkan saja kau mengendap-endap naik tangga, lalu kau mengintip ke dalam galeri. Clark Burton sedang tidak ada di dalam. Kau akan mengira Burton sedang keluar menonton parade. Lalu kau masuk ke dalam galeri, tanpa terdeteksi oleh bel otomatis itu. Dan Tiny akan menemani untuk menjagamu.

"Kau akan berjalan-jalan berkeliling galeri sambil melihat-lihat benda- benda indah. Dan kemudian kau melihat sebuah pintu yang tadinya tidak terlihat sebagai pintu. Pintu di gudang. Ya, pasti ada pintu di situ-di belakang meja tinggi di gudang. Ada sebuah kamar kecil di situ. Di dalamnya mesti ada sebuah pintu yang menuju hotel. Atau mungkin itu bukan pintu ke kamar kecil, melainkan langsung ke dalam Princess Suite itu.

"Ada dua kemungkinan. Mungkin Burton sedang berada di dalam kamar istimewa itu dan membiarkan pintu terbuka. Tidak ada yang dapat melihat pintu itu terbuka kecuali jika orang itu berada di dalam galeri.

"Boleh jadi ia melihat keluar, lalu mendapati Todd sedang mengintipnya dari pintu. Ia menyadari bahwa Todd telah mengetahui kamar rahasia itu.

"Kemungkinan kedua ialah Burton sedang berada di dalam apartemennya. Ketika kembali ke galerinya, ia memergoki Todd mengintip ke dalam kamar rahasianya. Karena itu ia marah, lalu berbuat kasar.

"Apa yang akan terjadi selanjutnya? Burton mengejar Todd, dan Todd lari. Bisa jadi patung putri duyung jatuh tertabrak Todd hingga pecah. Atau Tiny yang menabrak patung itu. Apa pun yang terjadi, patung itu jatuh menimpa Tiny. Anjing itu kaget sehingga mati.

"Pada saat itu Todd sudah menyelinap keluar lewat pintu belakang yang tidak terkunci. Tapi kalau Todd menengok lalu melihat Tiny tergeletak di sana, apa yang akan dirasakannya? Rasa bersalah?"

Pete mengangguk. "Ya. Tentu ia merasa bersalah. Waktu kecil aku sering dimarahi. Dan selalu aku yang dituduh bersalah."

"Benar. Jadi Todd takut pulang. Ia lari dan bersembunyi, seperti yang diduga Mrs. Stratten."

Pete melihat pada kawannya dengan pandangan tidak mengerti. "Itu bisa saja. Tapi bersembunyi di mana? Lebih mungkin kalau ia ditangkap Burton, kan? Lalu... lalu.."

"Tidak," tukas Jupe. "Burton tidak tahu di mana Todd. Ingat kejadian di Dermaga Santa Monica?"

"Ah, iya. Tapi mengapa? Maksudku, kenapa ia menyelinap ke dermaga itu? Apakah ia akan... akan berusaha agar Todd tidak dapat menceritakan apa-apa tentang kamar rahasia?"

-Jupe tidak menjawab. Kedua anak itu saling bertukar pandang.

Keduanya menjadi pucat. Saat itu Bob muncul di bibir lorong. Mereka menolongnya naik.

"He, bukan main ruangan itu!" seru Bob. "Aku merasa seperti di gurun pasir dengan sebuah lampu aladin. Ketika kugosok-gosok lampu aladin itu, muncul jin yang bisa menyulap gurun menjadi sebuah istana mewah penuh perhiasan indah."

"Sudah kau potret semuanya?" tanya Jupe.

"Tentu. Tidak ada yang terlupa. Apa yang kita lakukan sekarang? Menghubungi polisi?"

"Mungkin," sahut Jupe, "tapi ada sesuatu yang lebih penting sekarang. Kalau kita bisa menemukan satu hal lagi, kita akan bisa memecahkan teka-teki di mana Todd Stratten berada sekarang!"

-Bab 17 SATU MISTERI TERPECAHKAN

REGINA STRATTEN ada di dalam toko buku ketika anak-anak tiba di sana. "Aku tidak tahan tinggal diam di rumah," katanya. "Rasanya lebih baik berada di sini."

Hilangnya Todd selama tiga hari mengikis kesehatan Regina. Kulitnya terlihat suram, seperti orang yang kurang gizi. Dan kerut-kerut bermunculan di dahinya.

Mr. Finney membersihkan buku-buku di rak dengan pembersih dari bulu ayam. Ia melakukannya tanpa bersuara dan secara otomatis seperti orang tidur sambil berjalan.

"Mrs. Stratten, apakah Todd punya kawan yang sangat ia percaya di Ocean Front ini?" tanya Jupe.

Regina mencoba tersenyum. Tapi yang terlihat cuma wajah yang murung. "Tiny," sahutnya. "Ia paling percaya pada Tiny. Tapi Tiny telah mati."

"Mrs. Stratten, ada orang yang menolong Todd. Seseorang pasti menyembunyikannya sekaligus memberi makan Todd. Kuduga itu perbuatan seorang anak kecil juga. Tentu Todd kenal dengan beberapa anak kecil di daerah ini."

Sementara Regina menundukkan kepalanya untuk memusatkan pikirannya, Jupiter memandang keluar lewat jendela ke arah pantai. Fergus, si pemungut sampah, sedang berlalu di sana. Ia membawa sebuah tas putih besar dengan tulisan merah. "Charlie’s Fried Chicken", terbaca tulisan itu. "Sekali Dicoba, Tidak Akan Lupa!"

"Oh!" seru Jupe tiba-tiba.

"Mrs. Stratten, ikuti kami sekarang," katanya lagi.

Suaranya penuh dengan keyakinan. Regina melihat padanya dengan penuh harapan. "Apa?" bisiknya. "Ada apa?"

"Ada sesuatu yang sangat jelas," kata Jupe. Ia menunjuk ke arah Ocean Front.

Regina keluar. Anak-anak menyusulnya.

"Regina?" panggil Mr. Finney.

Yang dipanggil tidak menyahut. Ia berjalan menuju Ocean Front, matanya tak lepas dari Fergus yang sedang berjalan.

Mr. Finney keluar dan mengunci tokonya. Ia berlari menyusul Regina dan anak-anak.

Fergus berada di depan mereka. Ia tidak membawa kedua anjing dan kereta sorongnya. Hanya sebungkus ayam goreng yang dibawanya Di suatu tempat, Fergus berbelok. Ia menghilang pada- sebuah jalan kecil yang menghubungkan Ocean Front dan Speedway.

"Pete, cepat! Jangan sampai kita kehilangan jejak," seru Jupe.

"Beres!"

Pete berlari kencang. Ketika sampai di tempat Fergus berbelok, ia melihat ke arah Speedway, ia melambai pada Jupe dan Bob, lalu menghilang pula di belokan itu.

Jupe mempercepat jalannya.

"Fergus!" kata Regina. "Jadi yang melakukan ini Fergus, kan? Selama ini mata kita buta."

Ia mulai berlari. Sandal kayunya menimbulkan suara berkelotak-kelotak.

"Regina!" protes ayahnya. "Ada apa ini? Ceritakan padaku!"

"Fergus," jawab Regina.. "Firasatku mengatakan begitu."

Mereka sampai pada tempat Fergus membelok. Jalan itu ternyata sempit, hampir seperti gang. Pete sudah menunggu di ujung jalan. Ia melambai, lalu berjalan ke arah Pacific Avenue.

Regina berlari menyusulnya. Setengah jalan ke Pacific Avenue, Pete berdiri sambil melihat ke suatu tempat yang dipenuhi ilalang di garasi belakang sebuah rumah beratap sirap.

"Fergus masuk ke sana," ujar Pete. Ia menunjuk garasi itu. "Aku dengar salak anjingnya waktu ia masuk."

Seorang pria yang sudah sangat tua muncul di serambi belakang rumah itu. "Kalian ada perlu?" tanyanya.

Regina melangkah tanpa menggubrisnya.

"Tunggu dulu wanita muda!" seru orang tua itu. Giginya sudah ompong sehingga ucapannya tidak jelas. "Kau melanggar wilayah orang! Kau harus keluar dari sini atau kupanggil polisi!"

Charles Finney dan Jupiter mengikuti Regina. Anjing-anjing itu menggonggong lagi.

"Kalian dengar?" seru orang tua itu. "Kalian berada dalam milik pribadi! Angkat kaki dari sini!"

"Toddd?" teriak Regina. "Todd, kau di sini?"

Halaman itu bagai hutan alang-alang. Garasi itu sudah sangat tua sampai-sampai salah satu pintunya miring dan hampir lepas. Regina menarik gagang pintu. Pintu garasi terbuka sambil bergesekan dengan lantai di bawahnya.

Di dalam, kedua anjing milik Fergus ribut menyalak. Keduanya ingin menerjang Regina. Fergus menahan keduanya dengan memegangi tali yang terikat pada leher kedua anjing itu. Pada wajah Fergus terbayang ketakutan.

Dan ada seorang lagi di belakangnya. Trio Detektif melihat sebuah wajah kecil yang pucat dengan bola mata besar.

"Todd!"

Regina berlari ke arahnya. Ia sudah tidak peduli pada kedua anjing yang masih ribut menyalak-nyalak.

Todd melempar sebuah paha ayam yang sedang dipegangnya. Ia berlari ke arah ibunya. Dengan penuh haru Regina memeluk anaknya erat-erat. Todd balas memeluk ibunya.

Mr. Finney berdehem, lalu berbalik. Ia tidak tahan melihat pemandangan yang mengharukan itu.

Fergus mengikat kedua anjingnya pada salah satu sudut ruangan. Kemudian ia duduk pada sebuah bangku reyot. Ia termangu melihat Regina dan Todd.

Untuk beberapa saat Fergus merasa memiliki seorang anak kandung. Sekarang ia sendiri lagi. Tanpa kawan. Tanpa anak.

-Bab 18 MELAPOR PADA POLISI

TRIO DETEKTIF kembali bersama Todd dan keluarganya. Di luar mereka melihat lampu sirene berputar-putar. Orang tua yang tinggal di rumah itu telah memanggil polisi. Orang-orang di sekitar situ berdatangan untuk menyaksikan apa yang terjadi. Orang tua itu semakin marah karena semakin banyak orang yang melanggar wilayahnya.

"Lihat!" teriak seseorang. "Itu anak kecil yang hilang! Mereka telah menemukan anak kecil yang hilang itu!"

Kata-kata itu menjalar dari orang ke orang. Anak yang hilang telah ditemukan! Ibunya yang menemukannya!

Seperti disulap, tempat itu menjadi ramai. Orang-orang berdatangan dari pantai. Mobil-mobil patroli semakin banyak pula, memblokir halaman belakang rumah orang tua itu. Charles Finney kewalahan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bertubi-tubi dan berulang-ulang.

Pete dan Bob mengapit Regina dan Todd, menjaga mereka dari desakan orang-orang yang ingin melihatnya. Kemudian polisi datang berjaga-jaga di samping Regina dan Todd. Polisi lainnya meringkus Fergus. Tampak

Fergus didorong oleh seorang polisi. Tangannya diborgol. Dan wajahnya kebingungan. Todd menangis keras-keras melihat kejadian itu. Regina protes pada polisi.

Jupe menepuk bahu Pete. "Kita pergi saja dari sini," ajaknya. "Masih ada yang harus kita lakukan."

Anak-anak mulai berjalan menerobos kerumunan orang. Pada saat itu mereka melihat Mr. Conine berdiri pada sebuah tong sampah dekat Speedway agar dapat melihat lebih jelas apa yang terjadi. Dan Clark Burton datang dari Ocean Front. Ia tidak ikut berkerumun. Wajahnya yang ganteng tampak tanpa ekspresi. Ia cuma melihat saja ketika Regina dan Todd dibawa dalam mobil patroli polisi. Kemudian ia berbalik - berbalik ke Galeri Putri Duyung.

"Apa yang akan dilakukannya?" tanya Bob. "Kalau Todd memang telah melihat kamar rahasia itu di hotel, pasti akan diceritakannya."

"Mungkin Burton berusaha untuk bersikap biasa-biasa saja," duga Jupe. "Todd seorang anak yang penuh imajinasi. Kalau ia tahu tentang kamar rahasia itu, Burton dapat saja membantahnya dengan mengatakan Todd cuma bermimpi. Orang akan cenderung untuk lebih mempercayai Burton daripada seorang anak kecil yang bandel. Kalau belum melihat sendiri, apakah kau akan percaya adanya pintu rahasia dan kamar tempat menyimpan uang satu peti penuh?"

-Pete nyengir. "Tidak."

"Jadi tugas kitalah untuk mendukung cerita Todd," Jupe memutuskan. "Ada tempat cuci-cetak film kilat di dekat sini, di Santa Mpnica. Bob, kau sebaiknya pergi ke sana untuk mencuci cetak film itu. Pete dan aku akan mencari sesuatu di perpustakaan Venice. Aku ingin menyegarkan ingatanku tentang sebuah cerita yang pernah kubaca. Temui kami di perpustakaan kalau kau sudah selesai mencetak foto."

Anak-anak berpisah. Bob bergegas pergi ke tempat cuci cetak film. Jupiter dan Pete pergi ke perpustakaan kecil yang terletak di Main Street. Anak-anak sempat berhenti melihat sebuah balon besar yang diisi dengan udara panas di Main Street. Di bawah balon itu terdapat sebuah gondola, seperti keranjang besar yang bisa dimuati orang. Gondola itu ditambatkan pada sebuah tiang di pelataran parkir sebuah supermarket baru. Pada pembukaan supermarket itu diadakan undian berhadiah. Seratus pemenang undian itu diperbolehkan naik ke angkasa dengan balon udara.

"Ikut undian, yuk!" ajak Pete yang tertarik melihat penawaran itu. Dengan iri ia melihat pada orang-orang yang membeli sesuatu di supermarket dan mendapat kupon undian.

"Nanti saja, tugas kita belum selesai," tukas Jupe dengan tidak sabar. Ia berjalan terus menuju perpustakaan.

Anak-anak mencari pada bagian majalah. Bukan pada tempat majalah baru mereka mencari, tetapi pada bagian majalah beberapa terbitan yang lalu.

"Apa sih yang kita cari?" tanya Pete.

"Aku pernah m melihat suatu berita tentang lukisan yang dicuri," jawab Jupe. "Seingatku, berita itu ada dalam salah satu majalah ini."

Anak-anak membawa setumpuk majalah dan meletakkannya pada salah satu meja baca di sana. Mereka mulai membolak-balik majalah demi majalah, sambil memperhatikan judul-judul berita dan ilustrasinya. Pete menemukan sebuah gambar yang segera dikenalinya.

"Ini dia!" katanya dengan penuh kemenangan. Diperlihatkannya majalah itu pada Jupe. Pada halaman itu terpampang foto sebuah lukisan yang menggambarkan anak-anak kecil sedang bermain-main pada sebuah taman. Lukisan itu persis dengan lukisan yang tergantung pada salah satu dinding di kamar rahasia Hotel Putri Duyung.

"Dugaanku benar, kan," kata Jupe dengan penuh kepuasan.

Bob datang satu jam kemudian. Jupe telah membuat fotokopi dari gambar dan berita tentang pencurian lukisan itu. Dalam berita diuraikan bahwa lukisan itu adalah hasil karya Degas, seorang pelukis ternama. Meskipun lukisan itu bukan lukisan yang populer bagi orang awam, namun bagi pecinta benda-benda antik lukisan itu amat tinggi nilainya Seorang pecinta benda antik, Harrison Dawes, adalah pemilik lukisan itu. Ia kecurian lukisan itu dan beberapa benda antik lainnya. Ketika ia sedang keluar rumah, si pencuri berhasil memutuskan kabel alarm dan menguras benda-benda antik koleksinya.

Bob mengeluarkan foto-foto yang baru saja dicetaknya. Ia mengambil sebuah foto lukisan yang diambilnya di Hotel Putri Duyung. Foto itu persis dengan gambar pada majalah.

"Rapi jali," kata Pete. "Tapi bagaimana kalau lukisan di Hotel Putri Duyung itu cuma tiruan? Lukisan karya pelukis ternama kan sering dibuat tiruannya."

"Memang," sahut Jupe, "tapi aku berani bertaruh bahwa lukisan di hotel itu asli. Dan bukan tidak mungkin bahwa benda-benda lainnya yang terdapat di sana juga milik Mr. Dawes. Seluruh benda yang terdapat di situ kelihatannya hasil curian. Polisi pasti akan tertarik!"

Anak-anak keluar dari perpustakaan dengan perasaan puas. Jupiter melangkah sambil, bersiul-siul.

Tetapi ketika mereka sampai di kantor polisi Venice, sambutan di sana tidak menggembirakan. Anak-anak menghampiri seorang polisi yang sedang duduk di belakang meja kerjanya.

Seperti biasanya, Jupe-lah yang menjadi juru bicara. Kedua kawannya mempercayakan hal itu pada Jupe yang gaya bicaranya meyakinkan.

"Kami punya informasi yang mungkin akan menunjukkan siapa pelaku pencurian benda-benda antik milik Harrison Dawes beberapa waktu yang lalu," ujar Jupe.

Ia menunjukkan fotokopi majalah dan foto yang diambil Bob di Hotel Putri Duyung.

"Foto-foto ini diambil tadi siang," katanya. "Dan kami tahu di mana karya lukisan Degas ini sekarang berada."

Polisi itu memperhatikan dua buah barang bukti yang diperoleh anak- anak. Ia tidak berkomentar apa-apa. Anak-anak dipersilakannya duduk dalam sebuah ruangan kecil berisi sebuah meja bundar dan beberapa bangku.

Tak lama kemudian seorang berpakaian preman masuk. Ia membawa fotokopi dan foto itu di tangannya.

"Ini sangat menarik," katanya. Tapi nada suaranya datar, menunjukkan bahwa mungkin ia tidak tertarik sama sekali. Wajah orang itu pun tidak mencerminkan bahwa ia tertarik. "Gambar pada majalah biasanya lebih kabur dari foto. Tapi boleh jadi kedua lukisan ini sama. Sebaliknya pun demikian. Lukisan yang kalian foto bisa saja cuma lukisan tiruan, bukan? Di mana kalian memperolehnya?"

Ia menatap Bob, yang membawa kameranya. "Kau yang memotretnya?" tanyanya seraya menunjuk pada foto itu.

"Yes, Sir," sahut Bob. "Di sebuah kamar spesial di Hotel Putri Duyun-, di Ocean Front."

"Hotel Putri Duyung? Hotel itu sudah bertahun-tahun tidak dihuni."

-Kini Jupe angkat bicara. "Itu yang dipercayai orang," ujarnya, "dan pemiliknya memang menginginkan begitu. Pada kenyataannya, ada satu kamar yang masih dipergunakan. Kamar itu penuh dengan benda-benda indah. Salah satunya adalah lukisan ini. Bob juga mengambil beberapa foto lainnya-foto benda-benda terbuat dari perak, kristal, dan beberapa lukisan lainnya, yang mungkin saja semuanya hasil curian. Kami yakin bahwa pemiliknya, Clark Burton, terlibat dalam pencurian ini. Bahkan mungkin dia sendiri pencurinya. Tapi lebih masuk akal kalau dia hanya berfungsi sebagai penadah saja, karena dia punya uang sepeti penuh."

Bob mengeluarkan foto-foto lainnya dan menebarkannya di meja. Peti yang penuh berisi uang terekam jelas pada salah satu foto.

Detektif yang menanyai anak-anak cuma menggumam saja. Ia meminta identifikasi anak-anak. Bob dan Pete menyodorkan kartu pelajar.

Jupe memperlihatkan kartu perpustakaannya. Dan secara refleks, ia juga memberikan kartu Trio Detektif.

Alis mata detektif itu terangkat. "Detektif amatir!" katanya. "Mestinya aku tahu tadi. Pada umur seperti kalian, setiap anak adalah detektif." "Kami bukan amatir," kata Jupiter. Ia merasa tersinggung disebut seperti itu. "Kami telah memecahkan beberapa misteri yang tidak dapat ditangani bahkan oleh orang-orang yang lebih dewasa. Kami tidak terperangkap dalam prasangka..."

-"Aku tahu, aku tahu!" kata detektif itu. "Tapi bagaimana dengan foto- foto yang kalian ambil di Hotel Putri Duyung? Apakah kalian minta izin dulu sebelum masuk ke sana? Masuk ke wilayah orang lain tanpa izin merupakan suatu pelanggaran hukum."

Orang itu berdiri. "Kalian tunggu di sini. Sebentar aku akan kembali."

Ia keluar membawa foto-foto dan fotokopi berita majalah itu.

"Kurasa kita dapat masalah besar." katanya. "Mungkin ia menelepon famili kita."

Jupe mengangguk. "Itu akan menyulitkan, tentu, tapi tidak fatal. Heran, biasanya polisi mau mengerti. Namun, sebaiknya kita tidak berprasangka apa-apa. Mungkin ia cuma ingin membandingkan foto Bob dengan daftar barang yang hilang pada pencurian itu. Pasti ia perlu menelepon seseorang. Itu akan memakan waktu."

"Mudah-mudahan saja ia tidak menelepon Clark Burton," ujar Bob.

"Clark Burton?" Pete menjadi kuatir. "Ke... kenapa ia mesti menelepon Clark Burton?"

"Kita kan masuk ke hotelnya. Mungkin Burton akan mengajukan protes. Dan detektif itu mengecek apakah ada barang-barang di sana yang hilang... "

Bob tidak menyelesaikan kalimatnya. Tapi maksudnya sudah sangat jelas.

Mereka membisu beberapa saat, lalu Jupe berkata, "Kalau benar ia menelepon Clark Burton, apa yang akan dilakukan Burton? Apakah Burton akan protes? Atau kabur? lalu sudahkah Todd bercerita tentang kamar rahasia itu? Kalau sudah, foto-foto kita akan menyokong ceritanya. Kupi-kir... "

"Sebentar," potong Bob. "Bagaimana kita tahu bahwa Todd benar-benar telah melihat kamar itu?"

"Dari mana Fergus memperoleh uang untuk membeli makanan itu?" balas Jupe. "Kue-kue, pizza, dan fried chicken? Tony Gould pernah bilang berapa harga kue yang dibelinya. Menurutku, Todd telah mengambil uang dari kamar rahasia itu - mungkin tanpa sengaja - lalu memberikannya pada Fergus."

Jupiter kembali mencoba menduga apa yang akan diperbuat Burton "Kalau tidak ada orang yang bertindak cepat, Burton akan kabur. Ia pasti panik. Lihat saja apa yang dilakukannya terhadap patung putri duyung yang pecah itu. Ia dapat saja membuangnya di tong sampah. Tapi ia malah membuangnya ke laut. Sekarang, ia tak akan ragu berbuat apa saja yang akan menyelamatkannya Bahkan bisa saja ia menculik Todd!"

Pete dap Bob tegang.

"Kita tidak dapat membiarkannya," kata Bob kemudian.

Pete melihat keluar dari pintu. Saat itu tidak ada siapa-siapa di ruang penerimaan tamu.

"Lagi kosong," ujar Pete. "Kita bertindak sekarang?" -Pete membuka pintu lebar-lebar. Ketiga anak itu menyelinap keluar. Begitu sampai di luar mereka berlari sekencang-kencangnya langsung menuju pantai. Menuju Hotel Putri Duyung!

-Bab 19 TRAGEDI DI UDARA

-HARI sudah petang ketika anak-anak sampai di Ocean Front.

Keramaian yang khas di sana telah berkurang. Lalu lintas di Speedway pun tidak lagi ramai. Cuma beberapa gelintir orang saja yang masih berjalan-jalan di Ocean Front.

Ada beberapa awak televisi di luar toko Book-worm. Sekerumun orang juga berdiri di sana, mencoba melihat Regina dan Todd. Trio Detektif hanya memperhatikan kerumunan itu. Mereka menyelinap ke dalam halaman plaza.

Yang ada dalam pikiran mereka hanyalah anak kecil berusia lima tahun itu. Anak yang baru saja berkumpul dengan keluarganya, dan kini bahaya mengancam dirinya.

Mulanya mereka mengira Clark Burton sudah lari. Papan di pintu galeri menunjukkan bahwa galeri itu sudah tutup. Dan sebuah kisi besi terpasang di jendela.

"Aku tidak melihat ada kisi besi sebelumnya," kata Bob. "Menurutmu, apakah ia meninggalkan tempat ini untuk selamanya? Atau cuma malam ini saja?"

Tidak ada yang menjawab. Anak-anak melihat ke jendela-jendela apartemen di samping galeri. Gordennya tertutup. Di dalamnya gelap. Apartemen itu seperti sudah ditinggalkan.

Tapi kemudian, gorden pada salah satu jendela tersibak. Seseorang muncul di jendela la melihat ke arah Ocean Front.

"He!" seru Pete. "Ia masih di sana!"

"Tapi mungkin tidak lama," kata Jupiter. "Kelihatannya ia sudah siap berangkat. Pasti ia akan keluar lewat pintu belakang."

"Tunggu apa lagi?" kata Bob seraya berlari.

Pete berlari mengikuti Bob. Jupe agak tertinggal di belakang. Anak-anak mengitari plaza, menuju bagian luar sebelah utara. Burton muncul di pintu belakang galerinya. Aktor itu membawa sebuah koper. Ia berbalik untuk menutup pintu. Dengan terburu-buru ia mengunci dan menggembok pintu dari luar. Tanpa disadarinya, Trio Detektif mengawasinya ketika ia turun tangga.

Serenceng kunci berbunyi gemerincing ketika dikeluarkan dari kantungnya. Tapi sewaktu ia memasukkan salah satu kunci pada lubang kunci pintu garasi, Jupe menegurnya. "Anda mau pergi untuk selamanya, Mr. Burton?" katanya. "Sayang sekali. Kenapa tidak menunggu sampai kasus ini kami tuntaskan?"

Burton berbalik. Wajahnya yang ganteng menjadi pucat pasi. "Kukira kasus ini sudah tuntas," balasnya. "Anak kecil itu sudah ditemukan.

Kalian cerdik sekali. Aku sendiri tidak menduga bahwa pelakunya adalah Fergus. Kalian patut diberi ucapan selamat."

-"Itu belum seberapa," kata Jupiter lagi. "Ada satu hal lagi yang akan membuat Anda lebih yakin bahwa kami memang pantas memakai nama Trio Detektif Anda mau tahu, Mr. Burton? Atau mungkin Anda dapat menebak sendiri? Waktu Anda membuang pecahan patung putri duyung, kami bertanya-tanya. Waktu kami melihat isi Princess Suite di hotel ini, kami tahu!"

Burton membasahi bibirnya. Sudut mulutnya bergerak-gerak. Tahu-tahu ia bergerak cepat untuk membuka pintu garasi.

"Stop!" teriak Pete.

Ia menjegal Burton sambil menjatuhkan diri, seperti seorang pemain sepak bola merebut bola dari kaki lawan. Burton terjerembab ke tanah. Kuncinya terlempar ke tengah-tengah Speedway.

Jupiter melompati Burton dan Pete. Dipungutnya kunci itu, lalu dilemparnya jauh-jauh. Sebuah sedan melintas di Speedway. Pengemudinya membuka jendelanya ketika lewat di sana.

"He, ada masalah?" tanya pengemudi itu. Orang itu berbicara pada Burton, yang tertelungkup. Tapi Jupe yang menyahutinya. "Ya. Panggil palisi!" serunya. "Cepat!"

Orang itu berhenti sejenak. Lalu dipacunya mobilnya kencang-kencang.

"Kalian anak brengsek!" umpat Burton seraya bangkit.

"Siapa yang sebenarnya brengsek, itu polisi yang akan menentukan, Mr. Burton," tukas Jupe.

"Kami sudah melaporkan apa yang kami temukan di Hotel Putri Duyung. Kalau polisi sudah tiba, dan menemukan Anda yang mencoba kabur dengan membawa koper penuh uang - benar, kan? - mereka tentu akan tertarik sekali."

Kepala Burton terkulai. Seakan-akan ia pasrah pada apa yang akan terjadi. Tapi tiba-tiba ia tegak kembali. Di tangannya tergenggam pistol.

"Hmm, tapi mereka tidak akan menemukanku," katanya. "Aku sudah lenyap pada saat mereka tiba di sini. Dan kalian ikut bersamaku. Mereka tidak akan menemukan siapa-siapa di sini! "

Jupe tidak menyangka bahwa Burton bersenjata. Begitu pula Bob dan Pete. Anak-anak merapat. Pistol Burton kecil, tapi kelihatan berbahaya.

"Jalan!" bentak Burton sambil menggerakkan pistolnya.

"Anda tidak akan berani menembak!" kata Jupe. "Sewaktu-waktu polisi bisa datang."

"Peduli apa?" balas Burton. "Aku tidak akan tinggal di sini lagi. Cepat! Jalan ke arah Pacific Avenue. Dan jangan banyak cincong. Kutembak kepalamu nanti!"

Anak-anak mundur selangkah. Mereka lalu berbalik dan mulai berjalan ke arah Pacific Avenue.

"He, kau!" bentak Burton. "Kau yang berbadan tinggi. Badanmu kelihatannya kuat Kau bawa koper itu!"

Pete berbalik lagi. Diambilnya koper itu, lalu mereka meneruskan langkah. Burton menyembunyikan pistolnya dalam kantung jaketnya. Pistol itu masih tergenggam dalam tangannya, tertuju pada anak-anak.

"Anda tidak bisa lari ke mana-mana," kata Jupiter. "Kami sudah memberi tahu polisi tentang rumah di Evelyn Street."

Itu cuma tipuan. Tapi siasat Jupe mengena pada sasaran. Burton tampak agak panik. Ia memerintahkan anak-anak berjalan lebih cepat menuju Pacific Avenue. Mereka menyeberanginya dan langsung menuju Main Street.

Matahari mulai terbenam di ufuk barat. Langit kemerah-merahan. Kaca- kaca jendela di Main Street tampak keemasan ditimpa sinar matahari petang. Dan pada pelataran parkir supermarket yang baru dibuka, operator balon sedang sibuk mengamankan balon udaranya karena hari sudah petang. Diikatnya gondola pada sebuah kait yang sudah dipersiapkan.

Burton menggiring anak-anak melintasi pelataran parkir. Mereka langsung mendatangi balon udara itu.

"He, undian sudah ditutup hari ini," kata operator balon itu "Kalian tidak bisa naik balon ini sekarang. Sekarang sudah petang. Besok saja kalian datang lagi."

Burton menodongkan pistolnya ke arah orang itu. Operator balon itu mengangkat bahunya. "Baik, baik. Kalau Anda ngotot juga, yah... apa boleh buat. Silakan saja... "

"Cepat buka tali pengikatnya," potong Burton. "Dan jangan coba-coba melawan. Aku tidak segan-segan menarik pelatuk pistol ini."

Burton mendengus pada anak-anak. "Masuk!" perintahnya.

Jupe, Pete, dan Bob masuk ke dalam gondola yang terikat di bawah balon. Burton menyusul setelah semua anak itu masuk. Lalu ia menunjuk pada tali-tali pengikat balon itu. "Lepas semua talinya," serunya pada operator. "Cepat! Semuanya!" "Mister, Anda gila barangkali. Mengemudikan balon ini tidak seperti mengemudi mobil sedan," kata operator itu. "Kalau semua tali dilepas, nanti... "

"Lepaskan semuanya, kataku!" bentak Burton dengan tidak sabar. "Kita memang akan terbang di udara. Kau susul kami setelah tali terakhir dilepas. Aku punya cukup banyak waktu untuk menembak kepalamu kalau kau tidak mau ikut!"

"Kenapa tidak panggil taksi saja?" kata Pete. "Nanti kita bisa ke stasiun atau airport. Atau kita bisa sewa mobil. Maksudku, cara ini berbahaya dan..."

"Diam!" Burton membentak Pete.

Pete terdiam. Ia meneguk ludah.

Operator balon melepaskan tali pengikat satu demi satu. Setelah tali terakhir dilepaskan, balon mulai naik ke udara. Burton melakukan gerak mengancam dengan pistolnya. Operator itu berlari dan melompat masuk ke dalam gondola.

-"Balon ini tidak dirancang untuk perjalanan jauh," . protes operator itu. "Kalau kita tertiup ke arah laut..."

"Angin bertiup ke darat," potong Burton.

Mereka terus naik dan naik. Makin lama makin tinggi. Pete berpegangan erat-erat pada tali pengikat gondola. Ketika melihat ke bawah, ia merasa pusing dan ingin muntah. Jauh sekali dari apa yang dibayangkannya kemarin.

Matahari sudah hampir terbenam seluruhnya. Tinggal sedikit bagian yang masih tersembul di batas cakrawala. Kegelapan mulai menyelimuti daratan di bawah. Kota Venice mulai meredup. Seakan-akan ada tirai yang ditarik menutupi kota kecil itu.

Pete melihat lampu-lampu jalan mulai dinyalakan. Dan tampak pula lampu-lampu mobil dihidupkan. Burton tidak memandang ke bawah. Wajahnya mengeras dan bibirnya mengatup rapat. Dengan waspada ia mengawasi Jupe, Bob, operator balon, dan juga Pete. Berganti-ganti dipandanginya mereka satu per satu.

Ia mengatakan tidak ada lagi harapan baginya untuk tinggal di Plaza Putri Duyung. Ia benar. Kalau mau tetap tinggal di sana, ia harus mengarang-ngarang cerita agar orang tidak percaya pada omongan Todd Stratten. Tapi sekarang ada saksi lain selain Todd. Tiga orang anak yang lebih dewasa dari Todd, yang kesaksiannya tentu akan lebih meyakinkan orang. Tidak ada lagi yang dapat dilakukannya. Dalam keadaan putus asa Burton dapat menjadi orang yang berbahaya. -Apa yang akan dilakukannya? Ke mana ia akan pergi? Dan apa yang akan terjadi dengan Trio Detektif?

Mereka sudah sekitar seratus meter di atas tanah sekarang. Angin meniup mereka ke arah utara dan timur berganti-ganti. Jupiter melongok ke bawah. Sebuah sedan meluncur perlahan-lahan. tepat di bawah mereka. Jupe melihat nomor-nomor besar berwarna hitam di atap mobil itu. Mobil polisi!

Jupe menyentuh koper Burton dengan kakinya. Dipelajarinya kunci koper itu sekilas. Tiba-tiba ia membungkuk, membuka kunci koper, lalu menumpahkan isinya ke luar gondola! Semua itu terjadi begitu cepat dalam satu gerakan.

"He, apa yang kau..." Burton terkejut melihat tindakan Jupe. Sementara Jupe melongok ke bawah untuk melihat apa yang baru saja ditumpahkannya itu.

Uang! Tidak ada apa-apa lagi selain uang! Uang yang mereka lihat di kamar Hotel Putri Duyung. Kini uang itu terhambur. Melayang di udara. Bertebaran. Mobil patroli polisi mendadak dihujani uang!

Mobil itu berhenti mendadak. Dua orang tampak keluar, lalu mendongak. Mereka meneriakkan sesuatu. Tapi yang di dalam gondola tidak menangkap apa yang dimaksudkan kedua polisi itu.

Kemudian mobil-mobil lainnya juga berhenti di tempat itu.

Penumpangnya berhamburan keluar. Mereka berebutan memunguti uang yang bertebaran di sana.

Balon udara terus melayang, mengikuti arah angin yang membawanya. Jupe mendengar suara sirene. Satu lagi mobil patroli datang. Mobil itu berhenti di samping mobil pertama. Dua orang polisi lagi keluar. Mereka juga terbengong-bengong ketika memandang ke atas.

"Aku yakin kita tidak akan lepas dari kejaran polisi," kata Jupe dengan kalem. "Memang tidak ada hukum yang melarang orang menghamburkan uang dari udara, tapi aku yakin bahwa polisi akan bertanya-tanya. Kita akan terus diikuti sampai turun ke darat. Dan balon ini tidak dapat bertahan di udara terus, Mr. Burton. Bahkan seekor rajawali sekalipun harus kembali ke darat."

Burton diam membisu.

Kedua mobil polisi itu makin jauh dari pandangan. Tapi ada beberapa mobil patroli lain yang mengikuti di bawah. Mobil-mobil itu menghidupkan lampu sirenenya sambil membayang-bayangi balon udara.

Sesaat kemudian terdengar suara lain. Ada suara mesin yang bising di dekat mereka lalu sorot lampu terang menyinari penumpang balon udara itu.

"Helikopter polisi," kata Jupe. "Tentu ini menyenangkan bagi mereka. Biasanya kan mereka cuma melakukan pengejaran dengan mobil saja."

Burton masih membisu. Wajahnya lesu. Ia memandang ke depan. Tapi tatapannya kosong.

-"Meskipun kita telah keluar dari wilayah polisi di sini," kata Jupe melanjutkan, "mereka akan terus mengikuti kita. Dan akan ada polisi dari daerah lain yang bergabung untuk menangkap kita. Kita tidak akan lolos."

"Dia benar, Mister," kata operator balon. "Kita lebih baik turun saja."

Burton tidak menjawab. Namun pistolnya diturunkan. Operator balon meraih pistol itu. Mereka lalu turun dan mendarat pada sebuah lapangan terbuka di dekat sebuah kuburan. Polisi sudah menunggu. Mereka segera mendekat ketika balon menyentuh tanah.

"Sayang sekali tidak ada televisi yang merekam kejadian ini," ujar Bob. "Mungkin ini kesempatan terakhir bagi Burton untuk muncul di televisi."

Jupe nyengir. "Belum tentu," tukasnya. "Mungkin ia akan muncul di TV sewaktu diadili, dan sewaktu digiring ke penjara!"

-Bab 20 MR. SEBASTIAN MENAWARKAN JUDUL

-EMPAT hari sesudah penerbangan dengan balon udara yang tak direncanakan itu, Jupiter, Pete, dan Bob bersepeda dari Rocky Beach ke

Malibu. Mereka membelok dari Pacific Coast Highway ke Cypress Canyon Drive, dan terus mengayuh sepeda sampai pada sebuah rumah putih di tepi pantai. Rumah itu dulunya adalah Restoran Charlie’ s Place. Di bagian atapnya masih tertempel lampu-lampu neon untuk menarik minat pengunjung. Lampu-lampu neon itu tidak digunakan lagi sekarang. Rumah itu kini menjadi milik Hector Sebastian, penulis kisah misteri. Ia perlahan-lahan mengubah restoran itu menjadi sebuah rumah yang lapang dan nyaman.

Hari itu Hoang Van Don membukakan pintu bagi anak-anak. Don bekerja sebagai pembantu rumah tangga Mr. Sebastian. Tubuhnya ramping dan umurnya sudah hampir tiga puluh. Ia mengenakan pakaian olahraga lengkap. Sambil menyapa anak-anak, ia berlari-lari di tempat "Mr. Sebastian sudah menunggu di ruang tamu," katanya sembari terus berlari-lari di tempat.

-"Jupiter!" panggil Mr. Sebastian. "Pete! Bob! Masuk, masuk!"

Don pergi ke dapur, tetap dengan berlari. Anak-anak masuk ke ruang tamu yang luas dan penuh dengan jendela kaca. Ruang tamu itu dulunya dipakai sebagai ruang makan utama Restoran Charlie’s Place. Mr. Sebastian sudah berdiri menanti di sana. Ia bertelekan sebuah tongkat. Disambutnya anak-anak dengan senyumnya yang ramah.

Sebelum ini, Mr. Sebastian lama bekerja sebagai detektif swasta. Ia memiliki kantor sendiri di New York. Kemudian, beberapa tahun sebelum berkenalan dengan anak-anak, ia mengalami kecelakaan pesawat terbang. Sejak itu kakinya tidak berfungsi dengan baik. Dan sejak itu pula ia mulai menulis kisah-kisah detektif berdasarkan pengalamannya. Ia menyukai pekerjaan barunya itu. Tidak lama kemudian ia beralih profesi menjadi penulis novel dan skenario film. Pekerjaannya sebagai detektif swasta ditinggalkannya.

New York juga ditinggalkannya. Ia memilih daerah pantai Malibu yang sejuk. Dibelinya sebuah rumah di Cypress Canyon Drive. Meskipun menikmati kehidupan barunya di Malibu, Mr. Sebastian sering kali teringat pada sepak terjangnya sebagai detektif. Karena itu ia selalu menyisakan waktu bagi Trio Detektif. Kadang-kadang ia turut membantu mereka menyelesaikan kasus yang sedang dihadapi. Pagi itu setumpukan koran tergeletak di mejanya. Anak-anak dapat menduga bahwa Mr. Sebastian telah membaca berita tentang Burton dan kamar rahasianya di Hotel Putri Duyung.

Tapi ia tidak langsung menyinggung masalah itu. Dipandanginya sebuah lemari berlaci yang berdiri pada salah satu dinding dekat pintu masuk. Lemari itu bentuknya aneh, tinggi, dan warnanya hitam gelap. Beberapa simbol-simbol aneh terukir pada lemari itu. Dan lacinya banyak. Namun ukuran laci-laci itu tidak ada yang sama. Bahkan bentuknya semua berbeda. Persegi panjang, bulat, kecil, besar, panjang, pendek. Benda itu lebih menyerupai teka-teki tiga dimensi daripada lemari.

"Kalian suka?" Mr. Sebastian tersenyum bangga. "Aku baru mendapatkannya. Ini lemari yang sangat termasyhur. Termasyhur karena pemiliknya termasyhur juga: Stregonio, ahli sulap. Mungkin kalian tidak kenal dia. Ia telah meninggal sebelum kalian lahir. Dengan lemari ini, ia dapat membuat barang-barang milik penonton berpindah- pindah dari satu laci ke laci lainnya. Aku sendiri tidak mengerti bagaimana ia melakukannya Bahkan aku tidak tahu di mana letak laci rahasia yang terdapat di lemari ini. Tapi aku cukup senang dengan memandanginya saja."

Ia lalu mempersilakan anak-anak duduk mengelilingi sebuah meja bundar besar. "Well, cukup aku bercerita tentang benda ajaib itu," katanya. "Ada satu keajaiban lain yang baru-baru ini terjadi, kan? Keajaiban di hotel milik Burton. Orang seperti itu patut dikasihani. Tapi apa sebenarnya yang terjadi? Koran-koran selalu tidak memuat berita secara lengkap."

"Anda akan menemukannya di sini," ujar Bob seraya menyodorkan sebuah map pada Mr. Sebastian.

"Kau sudah membuat laporannya?" kata Mr. Sebastian. "Bukan main!"

Ia mulai membaca laporan itu.

Terdengar suara derap langkah di lantai. Don masuk, dan mendatangi anak-anak.. Masih dengan berlari, ia membawa beberapa gelas pada sebuah nampan.

"Susu kedelai," katanya sambil meletakkan gelas-gelas itu di meja.

"Susu dari tumbuhan. Tidak kalah dari susu sapi. Aku tidak masak hari ini. Kita tidak boleh mengisi perut kita terlalu penuh agar tetap sehat."

Selesai menaruh gelas, ia pergi lagi membawa nampannya-sambil berlari.

Mr. Sebastian tersenyum melihat kelakuan Don. "Ia baru saja bergabung dengan sebuah klub jantung sehat. Itu sebabnya ia terus berlari-lari. Memang setiap pagi ia selalu berlatih. Dan apa yang dikatakannya tentang susu kedelai memang benar. Tapi nanti kalian akan kuajak makan siang di luar. Oke?"

Ia meneruskan membaca laporan Bob. Untuk beberapa saat tidak ada pembicaraan. Anak-anak melihat keluar melalui jendela kaca. Pemandangan ke laut lepas sangat menyegarkan di pagi itu.

-Akhirnya Mr. Sebastian selesai membaca seluruh laporan itu. "Cerita yang menyedihkan!" katanya. "Laki-laki itu tega-teganya membiarkan nyawa seorang anak kecil dalam bahaya, hanya demi hartanya tidak diketahui orang. Apa maunya dia? Dan buat apa pula ia menyembunyikan harta benda itu?"

"Itu barang curian," Pete mengingatkan. "Seluruh harta benda itu hasil curian."

"Ya. Dan betapa egoisnya dia. Disimpannya semua benda bernilai seni tinggi itu. Orang lain tidak akan dapat menikmatinya. Memang, dia tidak dapat memperlihatkan pada orang lain tanpa membuka rahasia tentang dirinya sendiri."

"Betul," tambah Jupe. "Aku mengenali lukisan karya Degas yang dicuri dari rumah Dawes, meskipun lukisan itu tidak terkenal, dan aku juga bukan ahlinya. Burton tidak mengatakan apa sebenarnya yang mendorong dia melakukan itu. Tapi kukira ia punya suatu keinginan untuk memiliki benda-benda seni hasil curian. Atau dia begitu serakahnya sehingga tidak peduli pada risiko yang bakal dihadapinya."

"Untung ada kalian. Benda-benda seni itu sekarang dapat dikembalikan pada pemilik-pemiliknya," kata Mr. Sebastian.

Bob mengangguk. "Seluruh benda itu dapat dijejaki siapa pemiliknya. Polisi mengucapkan terima kasih atas bantuan kami."

"Tapi mereka juga menegur karena kami berani-berani masuk ke hotel itu tanpa izin, -meskipun teguran itu tidak terlalu keras." kata Pete. "Informasi kami sangat berguna. Polisi berjaga-jaga di rumah di Evelyn Street itu. Dan beberapa menit sebelum berita pengejaran balon udara ditayangkan di TV, seorang pencuri kawakan datang ke rumah itu. Ia mengendarai sebuah truk kecil penuh dengan benda-benda dari perak dan ukiran-ukiran. Polisi segera meringkusnya." "Pencuri itu tidak mau dipenjara," ujar Bob. "Paling tidak, ia tidak mau dipenjara lama-lama. Karena itu ia mengakui dan membeberkan semua perbuatannya. Dari situ polisi dapat merangkai bagaimana pencurian ini dapat berlangsung. Burton sering diundang dalam berbagai pesta besar di Hollywood. Ia memang selalu menjaga hubungan dengan kalangan artis lainnya, sekali pun ia sudah tidak main film lagi. Dari pergaulan itu banyak yang diperolehnya. Ia tahu dengan terinci tentang keadaan rumah orang-orang kaya. Ia tahu jalan keluar-masuknya. perhiasan- perhiasan yang dimiliki, dan bahkan sistem alarmnya. Dari pembicaraan yang dilakukannya ia dapat mengetahui kapan pemilik rumah itu pergi kapan penjaga rumah itu tidak di tempat dan sebagainya. Segala informasi itu dikumpulkannya untuk diberitahukan pada para pencuri. Mereka dengan mudah melaksanakan tugasnya.

"Hanya barang-barang tertentu yang mau dibelinya dari pencuri itu. Dia sangat selektif dalam memilih barang. Peralatan seperti kamera atau video tidak akan dibelinya dari pencuri-pencuri itu. Dan ia harus membayar tunai. Pencuri itu tidak mau menerima cek. Rumah di Evelyn Street itu dijadikan gudang penyimpanan barang-barang yang tidak mau dibelinya. Barang-barang itu dikirimnya ke luar kota."

"Ia tidak takut pada risikonya?" tanya Mr. Sebastian. "Para pencuri itu kan dapat berbalik dan memerasnya?"

"Mereka tidak pernah tahu siapa dia," kata Jupe. "Burton selalu menyembunyikan identitas dirinya ketika berurusan dengan para pencuri. Mereka tidak dapat menghubungi Burton. Burton yang harus menghubungi mereka. Dan itu dilakukannya dengan menyamar, dengan memakai kumis tebal dan kaca mata hitam itu."

"Dan kemudian Todd menemukan pintu rahasia itu sehingga penyamarannya terbongkar," kata Mr. Sebastian.

"Tepat," sahut Jupe. "Todd sudah bercerita tentang apa yang dilihatnya, sedikit demi sedikit ia masuk ke dalam kamar rahasia di hotel ketika parade berlangsung, dan memegang-megang uang di peti itu. Tahu-tahu Burton muncul. -Todd dihardiknya. Tiny lalu marah dan menerjang Burton. Saat itu dipergunakan Todd untuk lari. Kemudian Tiny dan Burton bergumul sampai, entah bagaimana, patung putri duyung itu terjatuh menimpa Tiny Anjing itu mati karena serangan jantung. Sementara itu Todd keluar lewat pintu belakang dengan penuh perasaan bersalah. Di luar Fergus menemukan Todd lalu membawanya pulang. Fergus mencoba menghiburnya."

"Kasihan Fergus itu," kata Mr. S.ebastian. "Burton sebenarnya dapat saja mengatakan pada Regina bahwa. Todd merusak patung putri duyung, lalu kabur," Jupe melanjutkan, "tapi ia tahu bahwa Todd sempat membawa sebundel uang. Ia harus menjaga rahasia itu. Bagaimana ia akan menjelaskan tentang uang itu nantinya? Jadi ia berbohong dan terus berbohong. Kesalahannya yang paling besar ialah membuang kepingan patung putri duyung itu ke laut."

"Memang, kesalahan itu berakibat fatal baginya," komentar Mr. Sebastian. "Tapi bagaimana dengan Mooch dan kawan serumahnya? Apa kaitan mereka dengan Burton?"

"Tidak ada. Mooch cuma maling kelas teri, dan kawan serumahnya mencari pekerjaan sambilan di pasar budak. Burton memakai tenaganya untuk mengangkut barang-barang curiannya yang besar-besar. Itu lebih aman daripada memakai jasa perusahaan tertentu."

"Dan Fergus sendiri?" tanya Mr. Sebastian. "Kuharap polisi tidak menjatuhi hukuman berat padanya."

"Tidak. Ia sudah kembali ke tempatnya. Mrs. Stratten memaafkannya dan memohon pada polisi agar Fergus segera dibebaskan. Demikian pula

Mr. Finney. Dan Todd baik-baik saja. Bulan September ia akan mulai sekolah. Mrs. Stratten tidak usah mengawasinya setiap saat. "

-"Jadi itulah akhir kisah kami," kata Bob. "Akhir yang cukup menggembirakan, Mr. Sebastian. Maukah Anda memberi judulnya?"

"Dengan senang hati," sahut Mr. Sebastian. "Ini petualangan yang seru. Hotel berhantu dan kamar rahasia penuh harta! Luar biasa!"

Sewaktu Mr. Sebastian membalik halaman terakhir laporan itu, ia melihat sesuatu yang berwarna dan mengkilat.

"Tapi ini apa? Foto siapa ini?" Hector Sebastian mengamati foto yang diambil Bob ketika Jupe terperangkap di lorong tempat mengantar makanan di Hotel Putri Duyung.

Tawa Bob dan Pete pecah berderai-derai.

"He, apa yang kalian....," Jupe cepat-cepat bangkit dan melihat foto di halaman terakhir laporan itu.

Foto itu menggambarkan Penyelidik Satu yang sedang terjepit dalam lorong. Ekspresinya sukar dijelaskan. Kesal, gugup, geram, dan malu bercampur menjadi satu. Semuanya terbayang pada wajahnya yang kotor berdebu.

Di sela-sela tawanya, Pete berkomentar, "Aku usul, bagaimana kalau judulnya Kasus Si Gempal yang Terjepit?"

"Atau Pengalaman Menjadi Sumbat Botol," Bob menimpali.

Muka Jupiter memerah seperti kepiting rebus.

Mr Sebastian mencoba menahan perasaannya, meskipun sesungguhnya ia ingin tertawa juga. Dengan bijak ia menengahi. "Dengar, kalian -berdua. Kalau kalian tidak ingin Trio Detektif menjadi Duo Detektif, sebaiknya kalian tinjau kembali usul kalian itu. Bagaimana. kalau aku tawarkan judul Mister; Hilangnya Putri Duyung?"

"Nah, itu jauh lebih bagus," Jupe buru-buru menyetujui.

Mereka kemudian keluar untuk makan siang.

-Selesai