TRIO DETEKTIF
MISTERI HILANGNYA PUTRI DUYUNG
KATA PENGANTAR DARI
HECTOR SEBASTIAN
SELAMAT bertemu
kembali. Para penggemar misteri!
Kalau kalian telah mengenal Trio
Detektif. kurasa kalian tidak perlu lagi membaca kata pengantar ini. Langsung
saja mulai dengan Bab 1. Petualangan kali ini sangat menarik. Banyak
kejadian-kejadian yang aneh dan ajaib. Seorang anak kecil yang bandel
menghilang tanpa bekas. Seorang pecinta anjing tergigit anjing-bagaimana bisa?
Pada hotel tua yang berhantu sering terlihat cahaya berkelap-kelip. padahal
hotel itu tidak dihuni! Dan... putri duyung! Kalian akan menemukan bahwa
beberapa waktu berselang seorang aktris muda meninggal karena...
Ah. aku tidak ingin terlalu banyak
bercerita di sini. Ini kan cuma kata pengantar. Aku akan perkenalkan - meskipun
aku tahu bahwa sebenarnya sebagian besar dari kalian telah mengenalnya- Trio
Detektif.
Trio Detektif - seperti yang telah
kalian duga dari namanya - adalah tiga orang detektif muda. Mereka tinggal di
Rocky Beach. kota kecil di Pacific Coast. Jupiter Jones. Penyelidik Satu dan
pimpinan grup ini, adalah anak yang cerdas dan gemar sekali membaca. Ia
bertubuh gendut dan mempunyai daya ingat yang luar biasa kuatnya. Pete
Crenshaw, Penyelidik Dua, bertubuh atletis. Jangan heran, ia
"biangnya" olahraga. Dalam saat-saat kritis ia memang tidak senekat
Jupiter, tetapi patut dipuji kesetiaannya pada kelompoknya. Bob Andrews
bertubuh paling kecil dari mereka bertiga. Tetapi keberanian dan ketabahannya
tidak kalah dari kawan-kawannya. Ia ditempatkan pada bagian Data dan Riset.
Nah, sekarang tidak ada lagi yang belum kenal dengan Trio
Detektif. Bersiap-siaplah menghadapi petualangan yang penuh dengan peristiwa
yang mendebarkan dan mengejutkan!
-HECTOR SEBASTIAN
Bab 1 LENYAPNYA
SEORANG ANAK KECIL
-"MR. CONINE,
Mr. Conine! Todd hilang!"
Seorang wanita muda berlari dari halaman
gedung di seberang jalan Wajahnya yang cantik kecoklatan tampak sangat risau.
"Mr. Conine, Todd hilang
lagi!" serunya. "Sudah kucari ke mana-mana, tetap saja tidak
kutemukan!"
Laki-laki tua yang diajak bicara sedang
duduk pada sebuah bangku di pinggir suatu tempat khusus bagi pejalan kaki,
mengobrol santai dengan tiga orang anak, Sekarang ia ikut kuatir, tapi juga
dongkol.
"Anak bandel!" desisnya.
"Musti diikat rupanya dia!"
Ia berdiri menyambut wanita itu.
"Tenang saja, Regina," katanya. "Tidak afdol rasanya kalau Todd
tidak keluyuran sehari saja. Tenanglah. Kan Tiny mendampinginya. "
"-Justru itu yang membuatku kuatir," kata wanita
itu. "Tiny ketiduran. Dan sewaktu aku lengah beberapa detik saja, Todd
sudah hilang. Todd cuma sendirian!"
Ketiga anak yang tadi duduk mengobrol
dengan laki-laki tua itu saling bertukar pandang.
"Todd itu anak Anda, ya?"
tanya anak yang gemuk. "Berapa umurnya?"
"Lima tahun," sahut wanita
itu. "Ia masih terlalu kecil untuk berjalan- jalan sendiri. Aku takut
terjadi sesuatu padanya."
"Kalau begitu kita harus
cepat," ujar Mr. Conine. "Sekarang ia tentu belum jauh. Kita cari
bersama-sama. Kalau perlu seluruh Ocean Front ini kita aduk-aduk. Kau sebelah
sana, dan aku di bagian dermaga. Tenang saja, kita akan segera
menemukannya."
Wanita itu masih kuatir, tidak yakin mendengar perkataan
Mr. Conine. Namun ia berbalik dan berjalan juga ke arah yang ditunjuk. Mr.
Conine sendiri berjalan ke arah yang berlawanan.
"Busyet, baru lima -tahun sudah
suka keluyuran!" seru anak yang kurus berkaca mata. "He, Jupe, tempat
ini penuh orang-orang aneh. Benar- benar berbahaya bagi anak kecil itu. Kalau
aku punya anak berumur lima tahun, tidak sekali pun kulepaskan genggamanku
padanya."
Anak yang gemuk mengangguk-angguk. Sorot
matanya memancarkan rasa kuatir. Anak itu ialah Jupiter Jones. Ia dan kedua
kawannya, Bob
Andrews dan Pete
Crenshaw, baru saja tiba pagi itu di Venice, sebuah kota di pinggir pantai
negara bagian California. Atas usul Bob, anak-anak bersepeda menyusuri pantai
dari Rocky Beach ke tempat itu. Bob mempunyai .keperluan untuk -menyelesaikan
suatu tugas di sana.
Setelah mengunci sepeda mereka di tempat
parkir sepeda, mereka berjalan kaki di sepanjang Ocean Front, suatu tempat
khusus bagi pejalan kaki di sepanjang pantai itu. Mereka menikmati karnaval
rutin di sana yang membuat Venice terkenal-para penari dengan pakaian
gemerlapan, pemusik- jalanan, penjaja es krim, badut, tukang sulap, dan tukang
ramal.
Venice sebuah kota kecil dengan suasana
yang selalu meriah, namun ada pula -si buruknya. Anak-anak melihat sekelompok
orang yang bermabuk- mabukan di tepi pantai. Salah seorang dari mereka
ditangkap polisi karena membuat kerusuhan di sana. Tukang jambret dan pencuri
berkeliaran di mana-mana, siap memangsa orang yang lengah.
Jupiter teringat pada cerita-cerita
tentang Venice. Pantai ini dahulu sering dijadikan tempat pelarian. Orang-orang
itu membikin kelompok- kelompok yang mengaku sebagai "penguasa"
Daerah itu. Mereka tak segan-segan menggunakan kekerasan terhadap penduduk agar
penduduk menuruti kehendak mereka. Tempat ini benar-benar berbahaya bagi
seorang anak berumur lima tahun.
Jupiter bertukar pandang dengan
kawan-kawannya. Kedua kawannya menunggu keputusan Jupiter dengan penuh harap.
"Kelihatannya Trio Detektif bakal menghadapi kasus
baru," kata Jupe. Kedua kawannya menyeringai lebar tanda setuju. Tidak ada
kasus yang terlalu besar-atau terlalu - kecil-untuk mereka tangani.
Anak-anak mulai menjelajahi Ocean Front.
Mereka mencari dengan cara yang sistematis. Tidak ada sudut yang luput dari
perhatian mereka. Sesekali mereka bertanya pada orang-orang yang lalu-lalang di
sana. Mereka juga mencari di jalan-jalan yang sejajar dengan Ocean Front, yaitu
Speedway dan Pacific Avenue.
Usaha mereka
membuahkan hasil. Jupe melihat seorang anak kecil sedang berjongkok di dekat
tempat sampah, bermain-main dan bercakap-cakap dengan seekor kucing dekil. Anak
itu berambut dan bermata hitam, mirip wanita tadi.
"Namamu Todd, ya?" tanya
Jupiter.
Anak kecil itu tidak menjawab. Ia
berbalik dan bersembunyi di balik tong sampah.
"Kau dicari ibumu," kata
Jupiter.
Anak itu menatap Jupe. Lalu ia keluar
dari tempat persembunyiannya seraya menjulurkan satu tangannya.
"Oke," ujarnya.
Jupe memegang tangan anak kecil itu.
Kemudian mereka berempat kembali ke Ocean Front. Di tempat berjalan Mr. Conine
telah menunggu. Melihat mereka, ia berlari menyongsong.
"Kau anak nakal!" serunya
sambil menjewer Todd. "Ibumu ketakutan setengah mati, tahu!"
Ibunya muncul. Mula-mula didekapnya
Todd. Lalu ia mengguncang- guncang Todd sedikit.
"Sekali lagi kau berani keluyuran
seorang diri, awas!" ancamnya. .
Todd tenang-tenang saja mendengar
ancaman ibunya. Ia cuma diam saja, menunggu dengan sabar Trio Detektif
memperkenalkan diri mereka pada ibunya.
Nama lengkap wanita
itu Regina Stratten. Kerisauannya lenyap seketika, berubah menjadi sikap yang
ramah dan hangat pada anak-anak. Mereka berjalan memasuki halaman gedung tempat
Regina Stratten muncul tadi. Gedung itu berbentuk seperti huruf U dengan
halaman di tengah- tengahnya. Toko-toko berjajar pada gedung di kanan-kiri
halaman.
Regina Stratten masuk ke dalam sebuah
toko buku di sebelah kiri, Toko Bookworm.
Ayah Regina, Charles Finney, telah
menunggu di dalam toko. Ia berumur enam puluhan dan bercambang lebat. Rupanya
Mr. Finney dan Regina waktu itu sibuk mengurusi toko sehingga Todd keluar tanpa
diketahui. Tiny, anjing mereka, saat itu sedang tidur.
Tiny seekor anjing besar. Ia blasteran
dari Great Dane dan Labrador. Ketika melihat Todd, ia mengibas-ngibaskan
ekornya dan menaruh moncongnya di bahu Todd.
"Lihat itu!" seru Regina
Stratten. "Tiny saja merasa kuatir. Kau tidak boleh keluyuran lagi.
Mengerti?"
Todd menatap ibunya dengan pandangan tak
berdosa. Dengan pol os ia berkata, "Tiny kan tadi tidur. Aku tak mau
membangunkannya. Aku pergi saja sendiri."
"Sudah, jangan banyak alasan.
Ingat, jangan berani lagi berbuat begitu!" Regina mengulangi
peringatannya.
Mr. Conine berdiri saja di pintu,
mengawasi mereka. Mendadak di sampingnya muncul seorang pria ramping, tampan,
dan sudah setengah umur. Ia memandang Todd dengan pandangan marah.
"Kau rupanya
yang melempari kaca rumahku dengan odol!" serunya.
Todd bersembunyi di
balik Tiny.
"Todd!"
Regina Stratten benar-benar naik darah. "Apa-apaan ini?!"
Mr. Finney menghela napas. "Pantas,
odolku cepat sekali habis." "Sekali lagi kau begitu, akan kupanggil
polisi. Biar kau ditangkap!" ancam laki-laki itu dari pintu.
"Mr. Burton," ujar Regina.
"Tidak usah sampai ke polisi segala. Todd kan baru lima tahun. Ia belum
mengerti apa-apa. Dan kukira ia juga merasa bersalah atas apa yang
diperbuatnya..."
"Aku tidak mau tahu! Pokoknya aku
tidak mau diganggu lagi," tukas orang itu. "Anak itu memang harus
dihajar!"
Tiny merasa bahwa orang itu
menakut-nakuti tuannya. Dengan garang ia menyalak-nyalak.
Orang itu surut ke belakang, lalu pergi
sambil mengumpat-umpat.
Todd memandang ibunya. Ibunya balas
memandang dengan dingin. Kakeknya lebih dingin lagi tatapannya. Todd
membenamkan wajahnya di punggung Tiny yang berbulu tebal.
"Oke," akhirnya. ibunya
berkata. "Kau lihat sendiri, kan? Semua orang tidak suka kalau kau
berkelakuan seperti itu. Yang tadi itu pemilik gedung ini. Kalau kau membuat
masalah lagi, bisa-bisa kita dikeluarkan dari tempat ini. Kau dengar,
itu?"
Todd diam saja. Ia berjalan ke kolong
meja, bermain-main dengan mobil-mobilannya di situ. Tiny menemaninya.
"Nah, sekarang ia anteng,"
ujar Regina. "Paling tidak untuk lima belas menit ini."
Ia berterima kasih pada anak-anak yang
telah menemukan Todd. Mr. Finney menawarkan pada anak-anak untuk duduk dan
minum dulu. Dengan senang hati anak-anak menerima tawaran itu, karena kebetulan
mereka punya suatu pekerjaan Mereka sedang membantu Bob melakukan penelitian
tentang peradaban Amerika.
"Aku akan membuat tulisan mengenai
daerah urban yang sedang mengalami perubahan," Bob menjelaskan pada Mr.
Finney, "dan kupikir Venice tempat yang cocok untuk itu:.
Mr. Finney menggangguk. Mr. Conine yang
tua itu tersenyum, senang melihat semangat anak-anak.
"Sejak berdiri sampai sekarang
Venice selalu berubah-ubah," katanya. "Dan perubahannya luar
biasa."
-"Kalian akan nonton parade besok,
kan?" tanya Regina.
"Parade Empat Juli?" kata Bob,
"Aku selalu ingin menyaksikan sesuatu yang istimewa pada hari kemerdekaan
Amerika Serikat ini. Tapi, apakah parade itu istimewa?"
"Oo, itu wajib ditonton," kata
Mr. Finney. "Parade itu lain dari yang lain. Peristiwa yang paling muskil
sekalipun dapat terjadi dalam Parade Empat Juli, terutama di Venice ini."
Bob menoleh pada kawan-kawannya, meminta
persetujuan mereka. Pete sedang me1ihat ke luar melalui jendela toko ke arah
Ocean Front. Seorang wanita bergaun ungu nampak melintas.
Ia seperti bercakap-cakap dengan dirinya
sendiri.
"Itu Miss
Moonbeam," kata Mr. Conine. "Ia pengunjung tetap pantai ini."
"Hmm," gumam Pete. "Kelihatannya parade besok benar-benar
menarik perhatian banyak orang. Aku tidak ingin melewatkan tontonan sekali
setahun ini!"
"Aku juga,"
sambung Jupe. "Aku sudah tak sabar ingin melihatnya!"
-Bab 2 PLAZA PUTRI
DUYUNG SUARA dentuman menggelegar di udara.
Pete terlompat.
"Apa itu?"
"Rileks saja," sahut Jupe.
"Sekarang kan tanggal 4 Juli. Masa lupa? Itu cuma petasan."
Muka Pete bersemu merah. "Oh, ya.
Aku lupa. Parade di sini memang gila-gilaan."
Dan memang suasana benar-benar
gila-gilaan, paling tidak keramaiannya. Jalur pejalan kaki, Ocean Front, yang
terbuat dari beton dipadati orang. Puluhan anak kecil ikut berdesak-desakan
dalam kerumunan orang banyak. Sementara para orang tua tak mau ketinggalan.
Mereka ikut berdiri di tepi sambil membawa payung penahan terik matahari.
Bahkan bayi-bayi pun dibawa orang tua mereka dalam kereta-kereta- dorong.
Pemusik-pemusik jalanan dengan bersemangat memainkan lagu-lagu meriah, dan orang-orang
berpakaian aneh menjajakan pakaian-pakaian nyentrik di belakang
karavan-karavan.
Anak-anak bergegas
berjalan ke tempat kerumunan. Sebentar-sebentar Bob memotret dengan kamera yang
dibawanya. Ia memotret Miss Moonbeam, wanita yang dilihatnya kemarin. Ia sedang
berdansa diiringi seorang pemusik akordeon yang membawa dua ekor burung
kakaktua berwarnawarni di bahunya.
Di tengah jalan anak-anak melihat
seorang pria berpakaian compang- camping mendorong keranjang dorong yang penuh
botol dan kaleng kosong. Sepasang anjing kampung dengan setia mengikutinya.
Ketika orang itu berhenti untuk memungut botol kosong, kedua anjing itu ikut
berhenti.
"Itu Fergus," terdengar suara
di belakang anak-anak. Mr. Conine sekonyong-konyong telah berdiri di belakang
mereka. "Fergus itu orang istimewa. Penampilan luarnya memang kotor, tapi
hati dan jiwanya bersih sekali. Tidak pernah ia menyakiti binatang, bahkan
lalat sekalipun. Ia selalu membagi makanannya dengan anjing-anjingnya. Pecinta
anjing sejati. Anak-anak suka sekali padanya. Lihat saja nanti."
Trio Detektif mengamat-amati Fergus dari
kejauhan. Ia duduk di sebuah bangku dekat sebuah kantin yang menghadap ke
pantai. Ia mengeluarkan sebuah harmonika. Kedua anjingnya duduk menghadap ke
arahnya. Kedua telinga mereka tegak berdiri.
Fergus mulai memainkan harmonikanya.
Musiknya lembut, hampir tidak terdengar. Namun dalam sekejap anak-anak kecil
berkerumun mengelilinginya.
Trio Detektif mendekat, ikut berkerumun
di sana. Musiknya bukan musik yang populer, tapi musik itu menyenangkan. Dengan
asyik anak- anak mendengarkan.
Beberapa menit kemudian konser mini itu
desai. Fergus menyimpan harmonikanya. Ia melanjutkan perjalanannya, diikuti
kedua anjingnya. Kerumunan itu pun bubar.
"Apakah
-anak-anak selalu berkerumun kalau ia memainkan harmonikanya?" tanya
Jupiter.
"Selalu," jawab Mr. Conine.
"Entah mengapa, Fergus selalu digemari anak-anak."
Anak-anak berjalan lagi melihat-lihat
keramaian didampingi Mr. Conine. Suara petasan makin keras, menambah gaduh
suasana. Sewaktu melewati toko buku Bookworm, mereka melihat Todd keluar ke
halaman gedung untuk ikut menonton keramaian. Tiny mendampinginya.
"He," seru Pete. "Anak
itu keluar sendirian lagi."
"Tidak apa-apa .kali ini,"
ujar Mr. Conine. "Kan ada Tiny. Anjing itu menganggap Todd sebagai Tuan
besarnya. Tidak akan Tiny membiarkan orang asing menyentuh Todd."
"Tapi Todd kelihatannya sering
sekali menimbulkan masalah," kata Bob.
"Ya," sahut Mr. Conine.
"Khayalannya melambung-lambung, dan energinya tak habis-habis. Ia bosan
diam di toko itu terus. Regina telah menjanda, dan ia tidak dapat menyewa
seorang suster perawat anak kecil Jadi Todd sehari-harinya bermain-main dalam
toko saja. Kadang-kadang ia membayangkan dirinya sebagai Superman, lain waktu
ia berkhayal menjadi King Kong. Ibunya ingin agar Todd cepat-cepat sekolah.
Tapi itu baru mulai September nanti,"
Anak kecil itu
nampaknya cepat bosan. Keramaian di jalan tidak lagi menarik perhatiannya.
Sekarang ia melambung-lambungkan bola pada sebuah dinding bangunan tua di ujung
halaman gedung. Bangunan itu bertingkat tiga dan nampak tidak terawat. Kondisi
bangunan itu sangat berlawanan dengan bangunan di sayap-sayapnya yang modern
serta halaman gedung yang apik.
"Bangunan apa itu?" tanya Bob
pada Mr. Conine. "Kelihatannya seperti bangunan bersejarah."
"Memang bersejarah. Itu Hotel Putri
Duyung. Karena itu seluruh kompleks pertokoan dan hotel itu dinamakan Plaza
Putri Duyung. Kau sebaiknya memotret hotel itu, cocok sekali untuk tugas
makalahmu." .
Bob memotret hotel itu beberapa kali, sementara
Pete dan Jupe mempelajari keadaan halaman gedung. karena kemarin mereka tidak
sempat melakukannya. Halaman itu menghadap ke barat, memberikan pandangan yang
leluasa dari hotel ke laut lepas. Sepanjang sisi utara berdiri bangunan
berlantai dua. Toko Bookworm terletak di ujung luar lantai pertama. disusul
dengan toko layang-layang High Old Time, lalu toko kecil Rock Hound. Di jendela
toko kecil itu terpajang batu-batu indah dan barang-barang kerajinan perak. Di
ujung yang satu lagi. dekat dengan hotel, terdapat sebuah tangga menuju
pertokoan di lantai dua. Tepat di atas toko Rock Hound terdapat Galeri Putri
Duyung.
"Galeri itu dikelola Mr.
Burton,". kata Mr. Conine. "Orangnya ganteng. Itu lho, yang
marah-marah pada Todd kemarin. Ia pemilik seluruh kompleks Putri Duyung ini,
termasuk hotelnya. Tinggalnya di apartemen yang terletak di samping galeri, di
atas toko buku itu."
Anak-anak mengalihkan perhatian pada
bagian lain dari kompleks pertokoan itu. Hotel Putri Duyung berdiri di
sepanjang bagian timur gedung itu. Sedangkan di sepanjang sisi selatan berdiri
sebuah bangunan mirip bangunan di sisi utara. Bangunan ini juga dipergunakan
sebagai tempat pertokoan dan apartemen. Paling dekat dengan hotel terdapat
kantin besar. Nut House, dan toko Some Warm Fuzzies berada di ujung luar
bangunan itu, menjual perlengkapan jahit-menjahit.
Halaman itu sendiri ditata dengan apik.
Dihiasi rumput hijau yang tumbuh dan dipangkas, sebuah air mancur, sekumpulan
pot bunga dan sebuah jalan setapak. Di muka Nut House, -buah teras dengan
kursi- kursi dan meja-meja melengkapi keindahan halaman itu. Seorang laki- laki
kurus berambut coklat tua sedang berdiri di sana mengumpulkan piring-piring dan
membuang sisa-sisa makanan ke dalam tempat sampah. Kulitnya sangat pucat.
seperti lama tidak tidur. Todd berada di sana juga sekarang. melompat-lompat
dari pinggir teras ke rumput di -bawahnya Tiny duduk di dekatnya, mengawasi
tuan besarnya dengan waspada.
"He, Anak kecil!" bentak
laki-laki muda itu. "Jangan main di sini!"
Todd nampak tersinggung. Ia berlari ke
toko buku.
"Wah, orang itu seharusnya tidak
membentak Todd," kata Pete. "Todd kan tidak mengganggu
siapa-siapa."
"Mooch Henderson memang begitu
orangnya," ujar M-. Conine. "Tony dan Marge Gould, pengelola Nut
House, tidak beruntung mendapat pelayan kantin seperti dia."
"Gedung itu milik Mr. Burton
juga?" tanya Bob sambil melihat ke arah Nut House.
"Ya. Seperti yang kau lihat,
bangunan itu dengan bangunan di seberangnya masih baru. Cuma hotelnya saja yang
merupakan bangunan kuno. Didirikannya pada tahun 1920-an, ketika Venice baru
mulai ditempati. Waktu itu Venice masih sangat anggun. Banyak terdapat kanal,
hampir seperti di kota Venice di Itali. Bintang-bintang film dari Hollywood
sering berlibur di sini. Mereka menginap di Hotel Putri Duyung. Namun kemudian
orang-orang kaya lebih suka pergi ke Malibu. Daerah ini mulai mengalami
kemunduran. Hotel itu bangkrut, lalu ditutup. Waktu Clark Burton membelinya, ia
menjanjikan akan merenovasi hotel itu. Tapi nyatanya sampai sekarang hal itu belum
dilakukannya."
"Clark Burton!" seru Jupe’
tiba-tiba. "Aktor itu! Pantas kemarin aku seperti kenai dengan
wajahnya."
"Benar, Burton seorang aktor,"
kala Conine. "Tapi sudah bertahun-tahun ia tidak main film lagi. Bahkan
mungkin sejak sebelum kau lahir. Dari mana kau tahu, Jupiter? Televisi?"
"Jupe itu pecandu bioskop,"
ujar Bob. "Sampai-sampai film tua yang diputar di teater kecil di
Hollywood pun ditontonnya." Pete nyengir. "Jupe sendiri bintang
film," celetuknya usil, "sering main sebagai Baby Fatso!"
Mr. Conine terheran-heran. "Astaga!
Kau rupanya yang menjadi Baby Fatso? Tak kukira!"
Muka Jupe bersemu merah. Ia paling benci
kalau orang mengingat-ingat perannya sebagai anak gendut yang dungu. Ia
berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
"Jadi Clark Burton yang mengelola
galeri itu?" tanyanya seraya menunjuk pada lantai dua bangunan di sisi
utara.
"Ya. Ia menjual
barang-barang kerajinan keramik, lukisan, dan benda- benda kerajinan
perak." Mr. Conine menunjuk sebuah balkon pada bangunan di sisi selatan,
di atas kantin dan toko perlengkapan jahit- menjahit "Ada dua apartemen di
sana," katanya. "Aku sendiri tinggal di apartemen yang dekat ke
hotel, dan Miss Peabody menempati apartemen yang lebih dekat ke pantai. Itu dia
Miss Peabody. Wanita yang anggun, hanya saja pendiriannya kurang teguh."
Wanita yang ditunjuk Mr. Conine berumur
paling sedikit tujuh puluh tahun. Ia tampak menuruni tangga perlahan-lahan
sambil berpegangan pada sandaran tangga. Pakaiannya agak kepanjangan dan
bunga-bunga merah muda menghiasi tepi-tepi topinya.
"Selamat pagi, Miss Peabody,"
sapa Mr. Conine. "Mari ke sini, akan kuperkenalkan teman-teman mudaku,
Jupiter, Pete, dan Bob."
"Jupiter!" ujarnya. "Nama
yang bagus sekali. Jarang aku mendengarnya."
"Anak-anak sedang bekerja
menyelesaikan tugas sekolah," kata Mr. Conine. "Mereka mempelajari
daerah urban yang mengalami perubahan Venice. "
"Venice seluruhnya?" tanya
Miss Peabody. "Atau cuma Plaza Putri Duyung?"
Alis mata Bob terangkat. "Banyakkah
yang dapat digali tentang Plaza Putri Duyung?"
"Lebih banyak dari yang kau
duga," jawab Miss Peabody. "Dulu sekali pernah terjadi suatu tragedi
hotel tua ini. Francesca Fontaine, yang menginap di hotel ini, tiba-tiba
menghilang."
Pete meneguk ludah.
"Ooh, cepat
sekali waktu berlalu," desah Miss Peabody. "Well,
Francesca Fontaine seorang aktris yang
sering berkunjung ke sini di masa jayanya Venice. Pada suatu hari Minggu ia
keluar dari hotel untuk pergi berenang. Ia berenang ke laut, dan... sejak itu
tak pernah terlihat lagi."
Dahi Jupe berkerut. "Rasanya pernah
kudengar cerita itu." -"Tidak heran aku. Itu menjadi legenda di
Hollywood. Well, karena tubuhnya tidak pernah ditemukan, tragedi itu menjadi
bahan pergunjingan. Ada yang mengatakan Fontaine berenang mengarungi laut
sampai ke Phoenix, Arizona, lalu tinggal di sana bersama peternak unggas. Ada
juga yang bilang bahwa ia diam-diam kembali ke hotel dan mengurung diri di
sana. Mereka berpendapat ia punya semacam penyakit yang tidak tersembuhkan. Dan
ia malu terhadap penyakit yang diidapnya itu."
"Mereka yang berpendapat begitu
mengatakan bahwa hotel ini dihuni hantu. Dan hantunya ialah Francesca
Fontaine," tambah Mr.Conine. "Aku sendiri cenderung
mempercayainya."
"Omong kosong!" tukas Miss
Peabody.
"Ada yang menghuni hotel ini."
Mr. Conine berbicara dengan lemah- lembut, tetapi ada ketegasan dalam
kata-katanya. "Aku beberapa kali melihat cahaya di balik jendela-jendela
hotel itu di malam hari. Karena tidak seorang pun pernah memasukinya lagi,
pasti yang menyalakan lampu adalah penghuni hotel itu. Kurasa Clark Burton
tahu. Itulah sebabnya ia tidak pernah memperbaiki dan membukanya kembali."
"Ia takut pada hantu?" ujar
Bob.
"Tidak," sahut Miss Peabody
Matanya memancarkan sinar kebencian. "Ia cuma belum memikirkan bagaimana
caranya agar hotel itu laku setelah diperbaiki. Tapi kalau kalian mau tahu
lebih banyak, tanya saja pada dia sendiri. Ia ada di Galerinya sekarang."
-Bob membayangkan laki-laki yang
marah-marah pada Todd kemarin. "Aku... mmm... aku tidak mau
mengganggunya," katanya. "Mungkin ia sibuk sekarang." "Ia
selalu meluangkan waktu kalau kau menanyakan tentang dirinya sendiri!"
seru Miss Peabody. "Ia seorang a ktor dan setiap aktor senang
diperhatikan. Bilang saja padanya kau ingin mencantumkan namanya dalam
makalahmu. Pasti dia langsung tertarik."
Miss Peabody meninggalkan mereka, pergi
ke kantin.
Mr. Conine tersenyum. "Masih cukup
waktu sebelum parade dimulai," ujarnya. "Datangi saja dia."
Anak-anak perlahan-lahan menuju tangga
bangunan di sisi utara. Bob ragu-ragu sejenak. Diambilnya napas panjang, lalu
diberanikannya dirinya menaiki tangga itu.
Bab 3 KALI INI TIDAK MAIN-MAIN!
-DI GALERI PUTRI DUYUNG dibatasi dengan
dinding putih dan langit- langit tinggi. Sebuah bel berbunyi ketika anak-anak
masuk. Dengan takut-takut mereka memandang berkeliling. Benda-benda seni
terpajang dalam galeri itu-ukiran gading dan kayu, permadani gemerlapan,
lukisan, dan kotak kaca berisi kerajinan keramik yang indah. Di sana-sini
terdapat mangkuk dan vas bunga terbuat dari perak atau gelas berwarna.
Patung keramik putri
duyung berdiri pada suatu alas dekat jendela besar dekat pintu. Tinggi patung
itu sekitar satu meter. Patung setengah orang setengah ikan itu tampak sedang
tertawa lebar sambil bersimpuh pada ekor ikannya dan mengangkat sebuah kerang
tinggi- tinggi.
"Siapa itu?" kata Clark Burton
sambil menatap tajam pada anak-anak. Ia berdiri di balik sebuah meja tinggi
yang membatasi gudang. Ada sebuah tempat cucian, bupet, dan sebuah kamar kecil
di ujung situ.
Bob terdiam bagai patung, tenggorokannya
seperti tersumbat. Laki-laki itu memang galak seperti yang dikuatirkannya.
Ingin rasanya ia keluar dari ruangan itu, balik turun tangga lagi. Pada saat
itu Jupe melangkah ke muka. Ia memasang gayanya yang agak sok itu.
"Aku Jupiter Jones," katanya
dengan yakin. "Kita pernah berjumpa kemarin dalam sua sana yang jauh dari
akrab, tatkala Todd kembali ke rumahnya. Hari ini aku dan kawan-kawanku kembali
ke sini karena galeri ini menarik untuk dikunjungi. Dan karena aku merasa pasti
bahwa Anda akan tertarik pada kami, Mr. Burton."
Jupe kadang-kadang membuat orang dewasa
terheran-heran atau bahkan berhasil memojokkan mereka. Kali ini ia membuat
lawan bicaranya sebal. Mr. Burton keluar dari balik meja kasir dengan pandangan
geram.
Dasar Jupiter! Ia tidak menghiraukan
sikap Mr. Burton. malah terus saja nyerocos. "Kawanku, Bob, sedang menulis
tentang daerah urban yang berada dalam keadaan transisi. Kami diberi tahu bahwa
Anda turut berperan dalam perubahan yang terjadi di daerah ini, di
Venice."
"Oh!" kata Burton. Sekejap
kegeramannya berubah menjadi keramahan. "Itu benar sekali. Aku dapat
membantu menceritakan peranku di sini. Silakan duduk."
Ia mempersilakan
anak-anak duduk di seperangkat kursi dekat dinding. Anak-anak duduk. Burton
menyeret sebuah kursi lalu duduk bersandar di seberang mereka. Bicaranya sangat
hati-hati dan teratur, seakan- akan ia sedang menghafal naskah.
-"Aku sudah lama tertarik pada
Plaza Putri Duyung," katanya. "Aku sering berkunjung ke Venice untuk
berenang di laut, di kala Venice belum populer lagi seperti sekarang. Waktu itu
tidak ada jalan untuk pengendara sepeda, tidak ada toko-toko pakaian. Cuma ada
sebuah rumah bobrok di pinggir pantai serta kanal-kanal kotor dipenuhi rumput
liar.
"Ketika Hotel Putri Duyung dijual
aku meneliti keadaannya. Harganya tidak terlalu mahal jadi kubeli seluruh
bangunan dan halamannya sekalian. Aku termasuk penggemar Francesca Fontaine. di
masa mudaku. Dengan membeli hotel ini aku merasa bangga karena hotel inilah
yang terakhir ditinggali Fontaine."
Ia melihat anak-anak dengan pandangan
menyelidik. "Kau pernah dengar tentang Francesca Fontaine?" tanyanya.
"Pernah, Sir," jawab Bob.
Burton melanjutkan. "Sewaktu kubeli
gedung ini, hanya ada hotel dan halaman kosong di sekitarnya. Aku yang
mendirikan dua bangunan yang mengapit halaman, aku juga yang memugar halaman
sehingga menjadi taman yang asri, seperti yang kalian lihat sendiri. Sejak aku
tinggal di sini, kuingin segalanya serba atraktif. Hasilnya? Banyak tamu
berdatangan. Bukan hanya dari daerah sekitar sini, tapi juga orang- orang
penting dari jauh-perencana kota, artis, arsitek Mereka mempelajari
perkembangan bangunan ini untuk dijadikan bahan perbandingan."
Burton kelihatan puas dengan ceritanya
sendiri.
"Suatu saat Venice akan menjadi
kota teladan seperti yang dicita- citakan dulu," ramalnya.
"Daerah-daerah yang kumuh akan dibersihkan, dan kota ini akan menjadi kota
yang mutakhir. Plaza Putri Duyung akan berharga jutaan dolar!"
Ia berhenti. Jupiter bertanya,
"Bagaimana dengan hotelnya? Apakah Anda akan memperbaikinya ?"
"Aku belum memutuskan," jawab
Burton. "Penampilannya mengerikan. Harus diruntuhkan seluruhnya sebelum
dibangun lagi. Kalau tidak, percuma. Tapi hotel ini dulunya hotel yang anggun,
aku merasa sayang untuk meruntuhkan nya:’
Burton memandang melalui pintu yang terbuka.
"Oh, kelihatannya parade segera dimulai di Ocean Front," ujarnya.
"Apakah informasi yang kuberikan cukup untuk makalahmu?"
Ia ingin agar anak-anak cepat
meninggalkan galeri itu. Anak-anak memahami. Mereka mengucapkan terima kasih,
lalu turun tangga.
Halaman gedung kosong. Semua orang
berkerumun di pinggir jalan untuk menyaksikan parade. Suara musik mulai
mengudara. Meriah sekali. Terdengar suara trompet, trombone, genderang, dan
cymballs yang bersahut-sahutan.
Anak-anak ikut
berkerumun berdesak-desakan. Suara petasan berdentum keras dari pantai. Parade
dimulai. Ternyata Mr. Finney benar. Belum pernah anak-anak melihat parade
seperti itu. tidak ada marching band berseragam yang dipimpin majorette-nya.
Yang muncul ialah sebuah pasukan pemain musik berpakaian macam-macam - pakaian
renang dan pakaian ketat, jeans dan T-shirts, jubah dan serban. Salah seorang
pemain xylophone memakai serban hitam mengkilat di kepalanya. Di sebelahnya
seorang pemain timtom trio memakai jubah jingga. Pada jubahnya dijahitkan kaca-kaca
kecil yang berkilau-kilau.
Bob menjepretkan kameranya berulang
kali, mengambil gambar hampir setiap peserta parade yang melintas. Beberapa
meter darinya Regina Stratten menggendong Todd pada bahunya. Di seberang Ocean
Front, Mr. Conine berdiri dekat bangku kesayangannya.
Setelah beberapa saat Todd bosan, dan
minta diturunkan dari gendongan ibunya. Ia menyeruak dalam kerumunan orang
banyak, berusaha menuju halaman gedung.
"Jangan dekat-dekat tempat Mr.
Burton. Dan jangan jauh-jauh dari Tiny!" seru ibunya mengingatkan.
"Oke," janji Todd.
Ia berlari diikuti Tiny, anjingnya yang
setia.
Parade terus berlangsung dengan meriah.
Khuus pada hari ini, mobil diperbolehkan melalui Ocean Front. Di panggung
terbuka yang ditarik mobil-mobil, disajikan pertunjukan yang tak kalah
menariknya. Beberapa panggung memasang iklan bagi dagangan atau urusan
bisnisnya. Barisan panggung terbuka itu bagai tak ada habisnya.
Sesaat kemudian, Jupe mendengar Regin
Stratten berkata, "Di mana Todd sekarang?"
Ia keluar dari kerumunan, pergi ke Plaza
Putri Duyung. Beberapa menit kemudian ia kembali
"Daddy?"
panggilnya. "Daddy, di mana kau?"
Charles Finney
menyeruak di antara kerumunan "Aku tidak melihat Todd!" kata Regina.
Finney menenangkannya. "Tidak usah
terlalu kuatir seperti itu. Kan ia ditemani Tiny. Apa lagi yang perlu
dikuatirkan?"
Tapi Regina tetap kuatir. Ia dan ayahnya pergi ke plaza
lagi. Jupiter mengikuti.
Berulang kali Todd dipanggil. Tidak ada
jawaban. Tiny pun tidak muncul.
Charles Finney memeriksa ke dalam tokonya. Clark Burton
melangkah keluar ke balkon. Tony Gould, pemilik kantin, sedang berdiri di
teras. Tidak seorang pun melihat Todd.
Regina makin kebingungan. "Ia
hilang!" katanya. "Ia kabur lagi."
Untuk kedua kalinya Trio Detektif turun
tangan membantu mencari Todd. Mereka melakukannya seperti yang mereka lakukan
kemarin. Tidak ada sudut yang luput dari perhatian. Kali ini pencarian
berlangsung lebih lambat diakibatkan ramainya daerah itu. Orang masih
berkerumun menyaksikan parade yang tak kunjung habis itu,
Trio Detektif sudah mencari sampai
sejauh enam blok dari Plaza Putri Duyung. Mereka berhenti, dan beristirahat
pada sebuah tangga bangunan tua reyot.
"Mungkin sekarang Todd sudah
ditemukan di rumahnya di toko buku," ujar Bob. "Sebaiknya kita
kembali untuk mengeceknya."
"Ya, atau malah si kecil itu
bergabung dalam parade - padahal kita mencarinya setengah mati, sampai
melewatkan kesempatan nonton parade," gerutu Pete.
Jupe diam saja. Ia
memandang ke depan. Wajahnya nampak dongkol.
Semenit kemudian Bob bangkit menuju
jalan di samping gedung itu. Ia melewati sebuah tong sampah. Iseng-iseng
ditelitinya tong itu.
"Jupe! Pete!" pekiknya.
"Apa?" sahut Pete. "Kau
seperti melihat setan."
Bob berpaling dari tong sampah. Wajahnya
pucat pasi. "Kali ini masalahnya serius sekali. Ada anjing tergeletak di
sana. Kukira itu Tiny... dan... dan Tiny mati!"
-Bab 4 TRIO DETEKTIF TURUN TANGAN
-REGINA STRAITEN hampir pingsan melihat keadaan Tiny.
Anak-anak telah kembali ke toko buku. Mereka mengajak wanita itu serta ayahnya
melihat ke tempat mereka menemukan seekor anjing tergeletak di balik tong
sampah.
Setelah itu polisi turun tangan mencari
Todd Stratten. Pada sore harinya tak kurang dari selusin polisi dikerahkan
untuk mencari anak kecil itu. Mereka menjelajahi seluruh Ocean Front dengan
mobil patroli. Sebagian berjalan kaki menyelidiki setiap jengkal daerah itu.
Pintu-pintu rumah diketuk, ditanyakan apakah ada yang. melihat Todd.
Bob, Pete, dan Jupe menunggu di teras
kantin Nut House. Mr. Conine mendampingi mereka, ia terlihat prihatin.
Menjelang petang, Miss Peabody turun dari apartemennya, bergabung dengan mereka
di teras.
"Mengerikan," ujarnya.
"Jangan berkata seperti itu, Miss
Peabody," kata Pete. "Memang anjing itu mati, tapi kan itu tidak
berarti Todd celaka." "Justru ia celaka," ujar Miss Peabody.
"Todd dan Tiny tidak dapat dipisahkan. Kalau seseorang menyerang Tiny,
Todd akan berteriak. Dan kalau Todd yang ditakut-takuti..."
Ia menggeleng-geleng.
"Ya," sambung Jupiter.
"Kalau Todd yang ditakut-takuti, Tiny akan menyerang orang itu. Kemudian
orang itu balas menyerang Tiny."
"Menurut polisi Tiny mungkin ditabrak mobil,"
kata Bob. "Mungkin itu cuma kecelakaan. Pengemudi mobil itu tidak mau
terlibat urusan, jadi dibuangnya anjing itu ke. balik tong sampah."
"Kalau begitu, mengapa Todd tidak
pulang?" tanya Jupe.
Charles Finney keluar dari tokonya saat
itu, disusul Regina. Wajah mereka pucat dan sayu. Mereka memandang ke Ocean
Front tanpa harapan. Hari mulai gelap. Tempat itu sudah tidak seramai tadi.
Tampak sebuah mobil membelok di depan, dan berhenti tepat di depan Plaza Putri
Duyung. Dua orang keluar, yang satu membawa kamera video.
"Orang dari televisi," kata
Mr. Conine. "Mereka akan mewawancarai Regina. Ya, kelihatannya begitu.
Orang-orang itu mulai lagi mencampuri urusan pribadi orang lain"
Seorang pria berjas
lengkap berbicara dengan Mrs. Stratten sambil memegang mikrofon ke arahnya
Mereka yang berada di teras kantin melihat bahwa semakin lama Mrs. Stratten
diwawancara, semakin kusut wajahnya Akhirnya ia jadi menangis.
-Clark Burton muncul. Ia turun dari
galerinya lalu berdiri di samping Regina. Dengan gayanya yang khas bintang film
ia berusaha melindungi Regina dari hujan pertanyaan yang diajukan reporter
televisi.
"Mr. Burton menjadi pusat perhatian
kamera sekarang," ujar Miss Peabody dengan nada mencemoohkan. "Ia
memang ahlinya dalam soal itu."
"Anda tampaknya tidak menyukai dia.
Kenapa?" tanya Jupe.
"Benar-benar tidak suka,"
sahutnya. "Ia sombong, suka membanggakan diri sendiri, egois. Semua yang
diperbuatnya cuma akting belaka."
"Miss Peabody," kata Mr.
Conine menetralkan, "dia yang menyewakan apartemen pada kita, lho."
"Itu masalah lain lagi," tukas
Miss Peabody.
Kini Burton yang mengambil alih
wawancara dari Regina. Ia mendominasi pembicaraan, sementara Regina berdiri di
sampingnya dengan wajah sayu. Setelah akhirnya wawancara selesai, ia kembali ke
tokonya.
"Kasihan," kata Miss Peabody
Anak-anak mulai berjalan pulang sesudah
reporter televisi itu pergi. Ketika melewati toko buku, mereka melihat Regina
Stratten di dalamnya. Ia menangis lagi.
Didorong rasa ibanya, Jupiter mengambil
sebuah kartu dari dompetnya. Ia masuk ke dalam toko.
"Kami ingin membantu kalau kami
bisa," katanya. Diberikannya kartu Trio Detektif. "Telepon saja kami,
dan kami akan datang. Aku tahu polisi berusaha sangat keras, namun kalau Anda
rasa baik tidak ada salahnya kalau..-"
Ia sengaja tidak menyelesaikan
kalimatnya. Mrs. Stratten melihat kartu itu. Di situ tertulis:
-TRIO DETEKTIF
"Kami
Menyelidiki Apa Saja"
???
Penyelidik Satu Jupiter Jones Penyelidik Dua Pete Crenshaw
Data dan Riset Bob Andrews
-"Kami telah memecahkan beberapa
misteri paling memusingkan petugas profesional," ujar Jupe dengan bangga.
"Kadang-kadang kami menemukan apa
yang tidak dapat ditemukan polisi," sambung Pete.
"Ya, kalian benar," kata
Regina. "Aku percaya anak-anak pun dapat mengalahkan orang dewasa dalam
beberapa hal. Tapi kali ini biar polisi saja yang mengurusnya. Aku yakin mereka
akan menemukan Todd. Mungkin anak itu cuma bersembunyi di suatu tempat lalu
tertidur di sana. Paling tidak begitulah harapanku."
Tapi nada suaranya
tidak terdengar penuh harapan.
Anak-anak bersepeda kembali ke Rocky
Beach. Sepanjang jalan mereka sibuk memikirkan anak yang hilang itu dan
anjingnya yang malang.
"Aku benci mengapa ada orang yang
tega membunuh anjing itu," ujar Pete dengan geram.
I memang amat sayang pada binatang.
"Mungkin itu cuma kasus
tabrak-lari," sahut Bob. "Penabraknya tidak berani bertanggung jawab,
lalu ia kabur begitu saja"
"Mungkin," gumam Jupe. Cuma
itu yang diucapkannya.
Malamnya Jupiter menonton berita di
televisi bersama Bibi Mathilda dan Paman Titus, bibi dan pamannya. TV sedang
menyiarkan berita lokal. Berita utama malam itu ialah hilangnya Todd Stratten.
Reporter yang mengunjungi Plaza Putri
Duyun memaparkan peristiwa itu. Lalu Regina muncul di layar, diwawancara.
Tiba-tiba gambar di layar berganti
dengan wajah Clark Burton. Aktor itu terlihat ganteng luwes, dan prihatin
terhadap musibah yang menimpa Regina Stratten.
"Kami semua di Plaza Putri Duyung
berdoa agar Todd cepat ditemukan kembali," kata Burton dengan alimnya.
"Ia seorang anak kecil yang menyenangkan. Kami berharap agar ia cepat
kembali dalam keadaan sehat walafiat."
"Aneh," komentar Bibi Mathilda
sambil menatap layar televisi. "Clark Burton kelihatan masih muda saja, seperti
tidak berubah sejak bertahun tahun yang lalu. Padahal itu sudah lama sekali
berselang. Pasti ia merawat dirinya dengan baik." "Atau ia dioperasi
plastik," ejek Paman Titus
Siaran kembali ke. studio. Pembaca
berita melanjutkan, "Sampai saat ini Todd Stratten masih belum ditemukan.
Siapa saja yang melihatnya diminta untuk melapor pada polisi melalui telepon
darurat yang nomornya seperti Anda lihat di layar Anda. Todd berumur lima
tahun, tingginya kira-kira delapan puluh sentimeter, berambut hitam, dan pada
saat terakhir memakai jeans dan baju kaus bergaris-garis merah dan biru. "
Gambar Todd ditayangkan di televisi.
Kemudian pembaca berita melanjutkan dengan berita lain.
"Kasihan ibunya," desah Bibi
Mathilda dengan prihatin. "Ia pasti tak tahan menghadapi keadaan
ini."
Jupe merenungi kejadian yang dialaminya
di Venice seharian tadi. Meskipun kota Venice luar biasa ramainya tadi,
bagaimana mungkin Todd lenyap begitu saja? Dan yang lebih aneh lagi, mengapa
tidak seorang pun-dari sekian banyak orang di sana-mengaku melihat Todd.
Menurut logika Jupe, mesti ada yang melihatnya setelah ia meninggalkan Plaza
Putri Duyung!
Todd masih belum ditemukan keesokan
paginya. Setelah sarapan Jupe membantu Bibi Mathilda mencuci piring. Kemudian
ia menyeberang jalan ke pangkalan barang bekas yang dikelola keluarga Jones.
Di balik tumpukan barang rongsokan yang menggunung
tersembunyi sebuah karavan tua yang tidak laku terjual. Anak-anak telah
menyulapnya menjadi kantor Trio Detektif. Mereka membuat lorong rahasia untuk
masuk ke kantor. Di dalam kantor terdapat sebuah laboratorium mini dan sebuah
kamar gelap. Jupe melengkapinya dengan sebuah mikroskop bekas dan kamera bekas
yang telah diperbaikinya.
Ada sebuah lemari penyimpan
berkas-berkas kasus yang telah berhasil mereka selesaikan. Semua catatan itu
disusun oleh Bob. Dan ada pula telepon di sana. Anak-anak membayar tagihan
telepon dengan uang yang mereka hasilkan dari bekerja di pangkalan itu.
Telepon berdering ketika Jupe masuk ke
kantor melalui Lorong Dua, sebuah lorong rahasia berupa pipa berukuran besar
yang terjulur bawah karavan. Jupe mengangkat telepon. Ia mendengar suara Regina
Stratten yang penuh kesedihan.
"Halo! Bisa bicara dengan Jupiter
Jones?" desah Regina dengan suara serak.
"Aku sendiri. Mrs. Stratten,"
sahut Jupe.
"Oh, kebetulan. Dengarkan
baik-baik. Saya tidak tidur semalaman, sibuk mencari Todd. Begitu pula polisi.
Tapi... tapi mereka belum menemukan Todd. Aku tahu mereka telah berusaha.
keras. Kurasa mungkin... mungkin... "
"Mungkin ada baiknya kalau yang mencari
ditambah tiga orang lagi?" kata Jupe.
Jupe sendiri tidak yakin apa yang dapat
dilakukan Trio Detektif dalam kasus ini. Tapi ia yakin bahwa paling tidak
mereka dapat menolong.
-"Ya, itu
maksudku," ujar Regina. "Kalau kau tidak keberatan."
"Akan kuhubungi
kedua kawanku," kata Jupe. "Ini segera berangkat!"
Bab 5 LANGKAH PERTAMA -REGINA STRAITEN
duduk termenung seorang di di dalam toko bukunya. Matanya sembab karena terlalu
sering mengeluarkan air mata dan karena tidak dapat tidur semalaman. Di bawah
matanya terdapat bekas hitam. Tangannya gemetar.
"Tidak ada kabar," desahnya.
"Tidak ada petunjuk." Ia menghela napas panjang. "Polisi masih
meneruskan pencarian di sekeliling sini. Hhh... mereka juga akan mengotopsi
Tiny. Buat apa lagi..."
Jupe merasa prihatin. "Otopsi akan
memastikan sebab-sebab kematian itu," katanya. "Dengan otopsi dapat
diketahui apakah Tiny mati karena perbuatan yang disengaja atau tidak. Kalau
ternyata kematian itu tidak disengaja, maka hilangnya Todd kan tidak terlalu
mengkhawatirkan."
"Mmm... Tapi apa gunanya bagi
pencarian Todd?" keluh Regina.
"Untuk menambah informasi yang kita
miliki," sahut Jupe. "Dan sekarang kami akan mulai menyelidik. Kami
akan mulai dari lokasi ini - Kompleks Putri Duyung."
-"Di sini?" gumamnya.
"Buat apa lagi? Polisi udah menanyai setiap orang di sini."
"Pertama, untuk melengkapi,"
ujar Jupe. "Kedua, mungkin ada orang yang lupa ketika ditanyai polisi. Dan
ketiga, ini yang paling masuk akal. Kami semua melihat Todd berlari ke arah
kompleks ini kemarin. Seharusnya ada seseorang yang melihatnya pergi
meninggalkan tempat ini, kan?"
Regina cuma bisa
mengangguk. Trio Detektif segera memulai langkah pertamanya.
Mereka mulai dengan menanyai seorang
pria jangkung dan kurus yang mengelola toko layang-layang, namanya Leo
Anderson. Ia melihat Todd mendatangi Kompleks Putri Duyung kemarin, namun
setelah itu ia tidak melihatnya lagi.
"Aku keluar toko, lalu mendekati
kerumunan, dan nonton parade beberapa saat," katanya. "Waktu itu Todd
keluar dari kerumunan bersama Tiny. Ia selalu didampingi Tiny."
"Apakah pintu toko Anda terbuka
waktu itu?" tanya Jupe. "Mungkinkah Todd masuk ke toko anda, lalu
keluar lagi lewat pintu belakang?"
Anderson menggeleng. "Kau lihat
gerendel di pintu belakang itu ? Todd harus membukanya untuk dapat keluar dari
sini. Dan ia harus naik kursi untuk melakukannya. Aku memperhatikan, kemarin
tidak ada susunan kursi yang berubah, kecuali kalau ia mengembalikan kursi pada
tempatnya. Tapi itu mustahil. Todd tidak pernah mengembalikan barang pada
tempatnya. Percayalah padaku."
-Wanita pengelola toko batu-batu hias,
Miss Althea Watkins, menceritakan hal yang serupa. Ia ikut keluar untuk nonton
parade. Tapi ia yakin bahwa tidak mungkin Todd masuk ke dalam tokonya. Ia ingat
telah menguncinya ketika keluar menonton parade. "Tidak aman membiarkan
pintu tanpa terkunci," katanya. "Banyak maling di sini."
"Pentingkah untuk mengetahui
bagaimana Todd menghilang?" tanyanya. "Ia sangat gesit. Lihat saja
bagaimana ia dapat keluar dari kerumunan orang."
"Bagaimana Todd menghilang
akan menunjukkan di mana ia berada sekarang," sahut Jupe. "Kalau saja
ada orang yang melihatnya atau melihat anjingnya, itu akan sangat
membantu."
Miss Watkins mengangkat bahu. "Yang
menbunuh Tiny pasti otaknya miring. Busuk sekali perbuatan itu."
"Kami belum tahu siapa atau apa
yang menyebabkan kematian Tiny," kata Jupe. "Kalau Anda mendapatkan
sesuatu, tolong beri tahu kami." Ia memberikan sebuah kartu.
Anak-anak meninggalkan Miss Watkins, dan
melanjutkan penyelidikan di toko seberang, toko perlengkapan jahit -menjahit.
Mrs. Kerinovna, penjaga toko itu,
seorang pendiam. Ia tidak melihat Todd kemarin, meskipun ia tidak meninggalkan
tokonya. "Aku menonton parade dari jendela," ia menjelaskan.
"Aku tidak melihat Todd. Kasihan ibunya, pasti ia sedih sekali."
Di kantin ada beberapa orang sedang
menikmati kopi dan kue-kue. Tony Gould, pemilik kantin, sedang melayani mereka.
Ketika anak-anak menanyainya, ia mengajak mereka ke dapur untuk menemui
istrinya, Marge.
"Todd tidak ke sini kemarin,"
kata Tony Gould. "kadang-kadang ia sembunyi-sembunyi ke sini untuk mencuri
kue dan permen, tetapi terakhir kainya kami berhasil memergoki dia."
"Kami bukannya tidak mau memberi,
kami cuma kuatir giginya rusak," sambung Marge Gould.
"Jadi Anda tidak melihatnya setelah
parade dimulai?" tanya Jupe menegaskan.
"Tidak. Aku
sedang sibuk waktu itu. Mooch, yang biasa bekerja di sini, kemarin absen tanpa
memberi tahu. Ia memang kurang disiplin."
Trio Detektif mengucapkan terima kasih
pada suami istri Gould. Mereka menyeberangi halaman dan menaiki tangga menuju
Galeri Putri Duyung untuk menemui pemilik galeri.
"Buat apa kalian bertanya-tanya
tentang Todd Stratten?" Clark Burton ingin tahu. "Kalian kan sedang
mengerjakan tugas sekolah."
"Itu kemarin, Mr. Burton."
kata Bob. "Hari ini kami datang untuk menolong Mrs. Stratten."
"Buat apa lagi?" tukas Burton.
"Kan sudah ada polisi. Polisi lebih berwenang menangani kasus ini."
"Mrs. Stratten ingin kami
membantunya juga," kata Jupe seraya memberikan kartu Trio Detektif pada
Burton.
-"Bukan main!" seru Burton
sewaktu membaca kartu itu. Nada suaranya seperti melecehkan.
"Kami telah berpengalaman dalam
menangan kasus-kasus yang unik," kata Jupe dingin.
"Oo, tentu, tentu," kata
Burton. "Aku tidak ingin orang menyangka bahwa aku tidak mau bekerja sama.
Apa yang ingin kalian ketahui?"
"Kami mencoba menjejaki ke mana
Todd pergi kemarin," kata Jupiter. "Kalau kami mendapatkan petunjuk
ke mana mula-mula ia pergi, itu mungkin akan berguna. Anda melihat Todd sewaktu
parade berlangsung kemarin?"
"Tidak. Kurasa kalian menyalak pada
pohon yang salah," jawab Burton setengah bersajak. "Apa pun yang
terjadi pada Todd dan anjingnya itu tidak terjadi di sini. Ingat, anjing itu
ditabrak mobil. Dan tidak ada mobillalu-lalang di halaman plaza ini, bukan?"
"Memang," kata Jupe.
"Namun, aneh kalau Todd masuk ke halaman gedung ini sesaat setelah parade
dimulai. Dan tidak ada seorang pun yang melihatnya lagi."
"Tidak terlalu aneh bagiku,"
ujar Burton. "Ia anak yang gesit, dalam sekejap bisa saja ia telah lari
jauh."
"Mungkinkah ia naik ke sini?"
tanya Jupe. "Anda lihat Anda punya pintu belakang. Mungkinkah ia naik
tangga di depan, masuk ke dalam galeri, lalu keluar lewat pintu belakang?"
Jupe meneliti pintu belakang. Disentuh
sedikit saja pintu itu terbuka.. Di hadapannya terdapat sebuah tangga menuju
bagian belakang bangunan. Ia melihat pelataran parkir di samping, dan jugaa
sebuah jalan, Speedway namanya-yang sejajar dengan Ocean Front. Pelataran
parkir itu penuh dipadati mobil.
Jupe menutup pintu. "Anda tidak
mengunci pintu ini?" tanyanya.
"Aku menguncinya di malam
hari," sahut Burton. "Merepotkan kalau menguncinya di siang hari. Aku
sering bolak-balik ke garasi."
Jupe mengangguk. Ia
sekarang meneliti pintu depan. Pintu itu dilengkapi dengan sebuah bel listrik
otomatis. Seberkas sinar memancar memalangi pintu. Ketika Jupe menghalangi
sinar itu dengan tangannya, bel itu berbunyi. "Ini tingginya hampir
sepinggang," kata Jupe. "Todd mungkin saja masuk tanpa terdeteksi
sinar ini. Begitu juga Tiny. Jadi bel tidak berbunyi. Mungkin mereka masuk ke
sini sewaktu Anda lengah."
Muka Burton bersemu merah sesaat.
Kemudian ia tersenyum. "Jadi rupanya begitulah dia masuk ke sini minggu
lalu, memegangi benda- benda seni milikku dengan tangannya yang kotor!"
"Masa Anda tidak pernah menyadari
bahwa anak itu dapat masuk tanpa terdeteksi bel otomatis?" tanya Jupe
setengah tidak percaya.
"Aku... aku tidak pernah memikirkan
hal itu," Burton.
Sementara itu Pete meneliti keadaan
dalam galeri. Ia memandangi alas dekat jendela besar dengan kecewa. Alas itu
kosong.
-"Mengapa Anda jual putri duyung
itu?" kata Pete.
"Tidak. Aku... aku," Burton
tergagap. "Kurasa patung itu dicuri ketika aku sedang sibuk melayani
seorang pelanggan kemarin. Beberapa kali tempat ini dipenuhi pengunjung. Tetapi
aku tidak tahu mengapa ada orang yang mau mencuri patung itu. Padahal harganya
tidak seberapa dibandingkan benda-benda lainnya di galeri ini."
"Hmm," gumam Jupe.
"Memang banyak orang yang tidak
bertanggung . jawab di pantai ini," Burton melanjutkan "Contohnya saja
kasus penabrakan anjing itu. Orang itu seenaknya saja melemparkan bangkai
anjing itu ke balik tong sampah-sama sekali tidak bertanggung jawab."
"Belum dapat dipastikan apakah
benar anjing itu tertabrak," kata Bob. "Sedang dilakukan otopsi untuk
menyelidikinya."
"Oh, ya?"
ujar Burton.
Suasana sunyi untuk beberapa saat.
Burton menunggu pertanyaan berikutnya dari anak-anak. Karena anak-anak tidak
menanyakan apa-apa lagi, ia berkata, "Kalau tidak ada lagi, aku
akan..."
"Bagaimana tentang hotel itu
?" potong Jupe. "Mungkinkah Todd menyelinap ke sana? Adakah pintu
atau jendela yang terbuka?"
"Mustahil," sahut Burton.
"Tempat itu aman. Aku tidak ingin hotel itu dijadikan sarang
gelandangan."
"Polisi sudah menyelidiki tempat
itu?" desak Jupe
-"Tentu saja," kata Burton.
"Waktu kubukakan pintunya, mereka melihat bahwa tempat itu tidak dihuni
lagi selama bertahun-tahun:’.
"Tapi apakah mereka benar-benar
meneliti tempat itu?"
Tiba-tiba Burton naik darah.
"Kalian bikin susah saja!" serunya. "Aku sudah meluangkan waktuku
yang berharga untuk memberi keterangan pada kalian. Dan kalian
membuang-buangnya dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan dungu itu. Cukup
sekian saja pembicaraan kita. Aku harus kembali bekerja sekarang!"
Anak-anak keluar dari galeri. Namun
ketika mereka baru hendak turun tangga, Burton memanggil mereka.
Mereka menoleh.
Kemarahan Burton telah lenyap. Ia
berdiri di depan pintu. Wajahnya terlihat lebih tua dan cekung.
"Maafkan aku," katanya.
"Aku tidak seharusnya bersikap begitu tadi. Hhh... peristiwa kemarin
mengingatkanku pada pengalaman buruk di masa mudaku. Suatu hari temanku hilang.
Ia tidak muncul-muncul setelah istirahat sekolah. Ini terjadi di Iowa, tempat
kelahiranku. Kami mencarinya ke mana-mana. Dan akulah yang menemukannya. Di
pinggir kota ada sebuah bekas galian tua. Lubang galian itu terisi penuh air.
Dan... dan tubuhnya mengapung di situ. Ia telah tenggelam."
"Menyedihkan sekali," Jupiter
ikut merasa prihatin.
-Mereka turun ke halaman. Di bawah, Miss
Peabody sudah menunggu sembari menghirup kopinya di kantin. "Untung
akhirnya kalian turun juga!" serunya. "Sudah lama kutunggu-tunggu.
Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan pada kalian."
-Bab 6 SATU PETUNJUK!
MISS PEABODY memanggil Tony Gould dari
dalam kantin. "Ini sudah waktunya untuk makan siang, anak-anak pasti sudah
keroncongan," katanya. "Mereka akan kutraktir. Hamburger. Aku
sebenarnya pantang makan hamburger yang kurang bergizi itu. Tapi sekali-sekali
kan boleh."
"Lima hamburger," Tony Gould
mengulangi sambil mencatat. Lalu ia bergegas masuk.
"Waktu aku seumur kalian, bahkan
lebih muda," kata Miss Peabody pada anak-anak, "aku doyan sekali
makan permen. Tidak pernah sedetik pun kulewatkan tanpa permen di
mulutku." Ia meluruskan duduknya. "Well, apa pendapat kalian tentang
Clark Burton?"
Jupe agak kaget mendengar perubahan
topik pembicaraan yang mendadak itu.
"Kalian berusaha
menolong Regina Stratten, kan?" sambung Miss Peabody. "Ia bilang
begitu padaku tadi pagi sebelum ia menelepon kalian.
Ia seorang wanita muda yang baik hati.
Sayang, tidak banyak pemuda baik-baik di sini. Kebanyakan dari mereka tidak
tahu sopan-santun."
Miss Peabody menengok ke belakang. Mooch
Henderson muncul dari dalam kantin. Ia mengelap meja dengan kain lusuh. Dalam
terang sinar matahari, ia tampak lebih kurus dari sebelumnya. Dagunya
berbintik- bintik dan ditumbuhi jenggot pendek di sana-sini. Tangannya bersih
sampai sebatas siku, tapi pangkal lengannya dekil. Baju kaus yang dipakai di
balik celemeknya tampak kumal dan kotor.
"Aku heran melihat Mooch,"
kata Miss Peabody. "Dia itu salah satu contohnya."
"Contoh apa?" tanya Pete.
"Contoh dari orang yang tidak tahu
tata krama," kata Miss Peabody. Ia memiringkan badannya ke arah Pete.
"Mooch tinggal di sebuah tempat yang kumuh di seberang Speedway
bersama-sama gelandangan lainnya. Mereka melakukan apa saja tanpa aturan. Ada
seorang wanita muda di sana yang... "
Miss Peabody terdiam. Ia mengatupkan
mulutnya sampai terlihat seperti sebuah garis lurus.
"Keterlaluan!"
desahnya. "Sukar dibayangkan cara hidup mereka.
Mereka seperti tidak pernah punya orang
tua saja. Dari kecil hidup di daerah kumuh, dan setelah besar mereka merusak
suasana Venice ini." .
Tony Gould muncul dari kantin membawa
baki berisi hamburger, kentang goreng, dan minuman soda. Ia menata meja, lalu
kembali ke dalam lagi. Mooch juga masuk ke dalam di belakangnya.
"Toddd tidak
pernah cocok dengan Mooch" kata Miss Peabody.
"Tapi apakah itu penting menurut
Anda?" tanya Jupiter. "Bukankah banyak orang lain yang juga tidak
cocok dengan Mooch? Dan begitu pula sebaliknya, Todd memang sering menimbulkan
masalah bagi orang lain."
"Aku kan tidak menuduh
siapa-siapa," tukas Miss Peabody. "Dan aku tidak pernah bermaksud
begitu. Tidak seorang pun dalam kompleks ini yang terlibat dalam kasus
hilangnya Todd. Aku sedang berada di jendela ketika parade dimulai. Dan aku
melihat Mr. Anderson serta wanita penggemar batu-batuan itu, Miss Watkins.
Mereka pergi ke luar untuk menonton parade. Aku juga melihat Clark Burton. Ia
mondar-mandir dari apartemen ke galerinya. Kemudian Todd dan Tiny berlari
masuk."
"Aha!" Jupiter tertarik.
"Jadi Anda melihat Todd setelah ia meninggalkan Ocean Front. Bagus sekali!
Apa yang ia lakukan waktu itu?"
"Tidak banyak yang kulihat,"
ujar Miss Peabody. "Saat itu alat pengatur waktu berdering. Aku harus
mengeluarkan kue yang kumasak dari dalam oven. Pada saat aku kembali ke
jendela, Todd dan Tiny tidak nampak lagi. Entah mereka bersembunyi di suatu
tempat, atau kembali ke Ocean Front. Yang jelas, tidak ada siapa-siapa lagi di
halaman. selain Mooch Henderson."
Saat itu Mooch muncul lagi di teras.
Didengarnya Miss Peabody, yang berbicara dengan suara yang cukup keras tanpa
mempedulikan sekelilingnya. Mooch menoleh padanya sambil merengut
"Kenapa namaku disebut-sebut?"
tanyanya. Ia menatap mereka sambil berkacak pinggang. Anak-anak memperhatikan
bahwa salah satu tangannya diperban, tepat di atas pergelangan.
"Ketika aku
melihat keluar jendela sewaktu parade berlangsung kemarin," Miss Peabody
menjelaskan, "aku melihat kau keluar dari toko
Mr. Anderson. Aku merasa aneh. Kau tidak
pernah menunjukkan rasa tertarik pada layang-layang atau mainan sebelumnya. Aku
cuma heran, itu saja. Nah, anak-anak ini sedang berusaha menolong Regina
Stratten mencari anaknya yang hilang. . Kupikir..."
"He, hentikan pidato itu!"
seru Mooch. "Kaupikir aku punya urusan apa dengan anak kecil bandel itu?
Kaupikir aku mencuri mainan di toko itu untuk memikat dan memerangkap dia?
Jangan macam-macam, Nenek tua bangka!"
Tony Gould telah muncul dari dalam
kantin. Ia memandang tajam pada Mooch.
"Kau berada di toko layang-layang
kemarin?" tanyanya.
"Aku cuma ingin tahu berapa harga
layang-layang model Cina itu," ujar Mooch, "yang dipajang di jendela
itu."
"Cuma itu?"
desak Gould.
"Apa maksudmu
menanyai aku seperti itu?" seru Mooch.
Miss Peabody terjun
dalam percekcokan itu.
"Apa kataku?! Tanganmu
terluka!" katanya. "Digigit anjing, kan? Aku dengar kau bicara dengan
Marge Gould tadi pagi. Kau bilang padanya kau digigit anjing piaraanmu di
rumah. Benarkah anjingmu yang menggigit itu?"
"Sudah tua
bangka, tukang nguping lagi!" seru Mooch dengan suara parau dan kasar.
"Memang," sahut" Miss
Peabody tenang. "Aku memang tertarik." Ia tersenyum puas sekali.
"Sialan. Akan ku..."
"Mooch!" hardik Tony Gould.
"Hentikan omongan kasarmu!"
"Masa bodoh, Gould!" teriak Mooch.
Ia merenggut celemeknya. Dengan kasar dilemparnya celemek itu. Dan serta-merta
ia pergi.
Tony Gould memungut celemek itu.
"Miss Peabody, kadang-kadang Anda terlalu jauh mencampuri urusannya,"
katanya. Ia tampak kesal. "Aku juga satu dua kali begitu. Tapi aku
benar-benar tidak tahu rencana Mooch di toko layang-layang itu. Aku harusnya
tidak berprasangka buruk terhadapnya."
"Kita sama-sama merasa tidak enak,
kan," kata Miss Peabody. "Yah,. tapi orang-orang di kompleks ini
beberapa kali kehilangan barang-barangnya. Dan pendapatanmu sendiri kan
kadang-kadang tidak cocok, kurang dari yang seharusnya. Apa pendapatmu? Mooch
sulit disebut karyawan teladan. Ia sering membolos kerja. Karena itu aku ikut
campur tadi. Kau tidak perlu memecat dia kalau kau tidak mau."
"Aku..," Gould .menghela
napas. "Aku bisa bilang apa..," Ia menggeleng- geleng, lalu masuk k-e
kantin. "
-Miss Peabody tersenyum penuh dendam.
"Dalam keadaan sulit sekalipun, orang tidak boleh melepaskan pedoman
hidupnya. Berulang kali Mooch mencuri anjing yang berkeliaran. Begitulah yang
diceritakannya."
"Anjing yang
berkeliaran?" seru Pete. "Tak heran ia kena gigit." "Ya, kalau benar ia digigit anjing yang berkeliaran,"
sahut Miss Peabody. Anak-anak menatapnya tanpa berkata-kata.
"Bagaimana kalau itu bukan anjing
yang berkeliaran. Bagaimana kalau itu anjing yang telah dikenalnya-anjing yang
menyerang kalau tuannya diusik-usik? Mooch akrab dengan binatang-binatang itu
yang membuatku heran. Ia tidak pernah digigit anjing sebelumnya."
"Jadi itu yang hendak Anda
perlihatkan pada kami?" kata Jupe. "Perban di tangan Mooch."
Miss Peabody mengangguk.
"Mungkin... mungkin itu cuma suatu
kebetulan," kata Jupe.
"Memang mungkin," ujar Miss
Peabody. Ia menghirup kopinya, lalu tersenyum sinis. "Dan bagaimana hasil
kunjungan kalian di Galeri Putri Duyung ?"
Jupe menduga Miss Peabody akan
mengutarakan sesuatu lagi. Ia diam saja, menunggu.
"Aku rasa dia mencoba bersikap
manis, agar kesannya baik," kata Miss Peabody. "Selalu begitu
caranya. Lihat saja gayanya di televisi semalam. Aku yakin kalian berpendapat
sama denganku."
-"Ya," sahut Jupiter.
"Tapi mungkin ia benar-benar ingin menolong, Miss Peabody. Peristiwa ini
mengingatkannya kembali pada tragedi yang menimpa temannya. Pada masa kecilnya
seorang temannya hilang. Lalu temannya itu ditemukan udah menjadi mayat, mati
tenggelam." "Temannya?" Miss Peabody mengusap bibirnya yang
tipis dengan sebuah serbet. "Aku tahu kejadian itu. Tapi aku hampir yakin
bahwa itu adik laki-lakinya, bukan temannya. Ah, mungkin saja aku yang silap.
Tambah, :Anak-anak?"
Anak-anak sudah merasa cukup. Mereka
berterima kasih pada Miss Peabody atas traktiran hamburger itu. Miss Peabody
meninggalkan mereka, dan naik ke apartemennya di atas toko peralatan jahit-
menjahit.
Pete bersiul. "Wah! Dia pandai
menteror!"
Seorang laki-laki berpakaian
compang-camping dan kedodoran memasuki halaman. Ia membawa kereta dorong.
Sepasang anjing kampung mengikutinya. Diperintahnya kedua anjingnya untuk duduk
dekat tangga di teras kantin. Ia meninggalkan kereta dorong dan kedua
anjingnya, masuk ke dalam kantin.
Beberapa saat kemudian orang itu keluar
membawa sebuah bungkusan. Tony Gould muncul di pintu, mengawasinya.
"Si Tua Fergus rupanya dapat
menghidupi dirinya dengan mengumpulkan sampah-sampah." kata Gould.
"Ia baru saja membeli kue seharga delapan dolar."
-Tony mendongak memandang apartemen Miss
Peabody. "Hati-hati terhadap wanita tua itu," ia memperingati
anak-anak. "Ia dapat menjadi kawan yang baik kalau ia suka pada kalian.
Tapi kalau ia tidak suka, ia dapat juga menjadi musuh yang berbahaya. Ia pasti
akan menjebak kalian!"
Tony kembali ke
kantin.
"Ia pasti akan menjebak
Mooch," kata Pete menirukan.
"Ya,"1 sambung
Jupiter. "Mooch, yang suka mengambil anjing yang berkeliaran dan akrab
dengan binatang, tergigit juga oleh seekor anjing. Lalu Todd hilang. Terakhir
kali orang melihatnya ia bersama anjingnya. Belakangan anjingnya ditemukan
mati."
"Firasatku mengatakan Mooch
sebaiknya diselidiki," kata Pete. "Setuju, kan?"
"Rumah bobrok di seberang
Speedway," kata Bob. "Mari kita ke sana!"
-Bab 7 MENGGAGALKAN SUATU USAHA
PENCULIKAN
-TRIO DETEKTIF tidak mengalami kesulitan dalam menemukan
lokasi tempat tinggal Mooch Henderson. Mereka mengitari plaza ke belakang Hotel
Putri Duyung, lalu melihat ke seberang Jalan Speedway.
Pandangan anak-anak tertumbuk pada Mooch
yang sedang duduk termenung di tangga depan sebuah rumah tua di salah satu
pojok persimpangan. Mooch begitu tenggelam dengan pikirannya sehingga tidak
sadar bahwa ia sedang diamat-amati. Anak-anak lalu berlindung di balik sebuah
mobil yang diparkir di sebuah pelataran parkir di samping Plaza Putri Duyung.
Selama beberapa saat Trio Detektif hanya
mengamat-amati. Mulanya tidak ada kejadian apa-apa di sana. Namun kemudian
seorang laki-laki datang menyusuri Speedway, membawa seekor anjing terikat.
Dari balik pagar di belakang rumah Mooch terdengar ribut-ribut salak anjing.
Mooch melompat. "Diam! Jangan
berisik!" teriaknya. .
Laki-laki yang
membawa seekor anjing itu masuk ke pekarangan rumah Mooch.
-"Cari siapa?" seru Mooch.
Tamu itu berkepala botak, berkaca mata
tebal dan berumur empat puluhan. Ia terhenyak dan mundur selangkah ketika
mendengar sapaan Mooch yang setengah membentak itu.
"Aku... aku dengar kau senang
memelihara anjing yang berkeliaran," ujarnya. "Karena itu kubawa
anjing ini ke sini. Anjing ini kutemukan pasar, sedang mengorek-ngorek
sampah."
Mooch mengamat-amati anjing itu.
"Anjing kampung!" katanya.
"Benar," sahut orang itu.
"Tapi, bagiku semua anjing sama saja. Apakah itu..."
"Lalu kenapa kau bawa ke sini
anjing itu?" sela Mooch. "Kenapa tidak kau saja yang
mengurusnya?"
Tamu itu benar-benar bingung sekarang.
"Tapi," katanya, "kau amat menyayangi anjing dan mau mengurus...
"
"He, itu dulu!" hardik Mooch.
"Anjing melulu. Bosan aku. Bisa gila lama- lama hidup dikelilingi
anjing-anjing liar. Sudah, bawa saja ke lembaga penyayang binatang. Atau
kembalikan ke pasar. Atau buang ke mana saja kau suka. Pokoknya jangan taruh di
sini!"
Orang itu pergi dari situ, kembali
menyusuri Speedway. Anjing itu berjalan mengikuti sambil mencium-cium kaki
pembawanya yang masih kebingungan.
Tiba-tiba, dari teras
rumah tua itu, terdengar suara nyaring memaki- maki Mooch Henderson.
"Bagus sekali kelakuan sang
penyayang binatang!" terdengar lagi suara itu mengejek.
"Hentikan caci-maki itu!" kata
Mooch.
Seorang gadis berambut coklat tua muncul
di teras. Kelihatannya ia salah seorang dari peserta parade. Anak-anak tidak
ingat padanya. tetapi mereka mengenali pakaiannya yang ketat berwarna ungu,
serta celananya yang hitam. Perhiasan berkilau-kilau pada garis kerah
pakaiannya dan manik-manik berwarna-warni mengikat rambutnya yang dipilin
kecil-kecil.
"Kau penipu!" umpatnya pada
Mooch. Ia tidak peduli pada tetangga sekitarnya. Tetap saja ia mencaci-maki
Mooch dengan suara nyaring di depan rumah Mooch sendiri. Anak-anak dapat
mendengar dengan jelas setiap perkataan yang ia ucapkan.
"Aku telah berbohong demi
kau," kata wanita muda itu, "tapi mana balasanmu? Sekarang aku tidak
sudi berbuat begitu lagi."
"Jangan keras-keras, dong,"
ujar Mooch.
"Polisi tadi ke sini untuk
menanyakan tentang anak kecil yang hilang itu." Suara si wanita makin
kencang, tidak menggubris permintaan Mooch. "Mereka menanyakan
anjing-anjing di pekarangan belakang ini. Aku terpaksa berbohong. Lalu kau seenaknya
mengusir orang tadi. Bagaimana kalau ia melapor bahwa ia kautolak
mentah-mentah? Polisi akan curiga. Dan aku yang akan kena getahnya!"
"Jangan keras-keras kataku!"
sengit Mooch. -"Jaga mulutmu baik-baik. Awas kau kalau sampai... "
"Eee, berani-beraninya kau mengancamku!" seru wanita itu. "Aku
akan angkat kaki dari sini. Dan aku memang tidak sudi terseret dalam kasus yang
memuakkan itu."
Ia masuk sambil membanting pintu.
Anak-anak dapat mendengar suara berisik dari dalam rumah, seperti pintu lemari
dibuka dengan paksa dan kain disobek-sobek. Tak lama kemudian gadis itu ke
luar, membanting pintu lagi. Manik-manik berwarna-warni masih nampak di
kepalanya, tetapi pakaian ketatnya tertutup jaketnya yang panjang.
"Mau ke mana kau? Kita bicarakan
baik-baik persoalan ini," pinta Mooch.
"Bosan aku mendengar rayuan gombal
itu," tukas gadis itu. Ia bergegas berjalan menuju Pacific Avenue sembari
menjinjing koper dan barang- barangnya.
Mooch Henderson hanya dapat melongo
melihat kepergiannya. Lalu ia berpaling. Saat itu matanya tertumbuk pada
anak-anak yang mengawasinya dari pelataran parkir.
"Sedang apa kalian?" serunya
lantang. "Mengapa kalian mengintip-intip aku?"
Jupiter memberanikan diri. Ia
menyeberangi Speedway, lalu mendatangi rumah Mooch. Bob dan Pete menyusul.
"Mungkin Anda dapat menolong kami," Jupiter memulai. "Seperti
yang telah Anda ketahui..."
"Kalian masih
bocah sudah berlagak jadi detektif," kata Mooch. "Enyahlah kalian
dari sini. Kalau tidak akan kulepas anjing-anjing piaraanku. Aku tidak ingin
diganggu lagi oleh siapa pun hari ini. Mengerti?"
Ia melompat turun, menyeruak melalui
anak-anak, lalu melangkah ke arah yang sama dengan gadis berpakaian ungu tadi.
"Cepat, ikuti dia!" ujar
Jupiter.
"Oke," sahut Pete. "Gadis
itu bilang ia tidak mau ikut terlibat. Itu berarti Mooch telah melakukan
sesuatu yang melanggar peraturan."
"Tunggu dulu," kata Bob ketika
Pete mulai melangkah menuju Pacific Avenue. "Masih ada orang di dalam
rumah."
Anak-anak memasang telinga. Ada suara
orang di dalam. Orang itu berbicara sesaat, lalu diam. Kemudian terdengar lagi
ia berbicara.
"Agaknya orang itu sedang
menelepon," ujar Bob. "Kalian berdua buntuti Mooch. Biar aku tinggal
di sini, mengawasi apa yang sedang terjadi."
Jupe dan Pete segera berangkat,
mengikuti Mooch dari jarak yang cukup jauh.
Mooch Henderson sudah berada di Pacific
Avenue sekarang. Ia mendatangi sebuah gedung apartemen baru dekat sebuah
pangkalan perahu. Pete dan Jupe terus membuntutinya sambil menjaga jarak.
Kira-kira setengah mil dari Plaza Putri
Duyung, Mooch masuk ke sebuah toko.
"Wah, sial!" ujar Pete.
"Kukira tadinya ia mau ke suatu tempat rahasia. Tahunya cuma mau
belanja."
"Belum
tentu," kata Jupe.
Anak-anak mengamati dari pelataran
parkir pasar itu. Melalui kaca pintu depan mereka dapat melihat Mooch mengambil
sesuatu dari tempat menjual daging, lalu pergi ke kasir.
Jupe dan Pete cepat-cepat bersembunyi di
balik mobil yang diparkir di situ. Saat itu Mooch keluar dari toko, dan
melanjutkan perjalanannya ke arah selatan. Daerah yang ditujunya merupakan
daerah yang lebih makmur dibanding daerah-daerah di sekitarnya. Akhirnya Mooch
membelok pada sebuah persimpangan, menuju sebuah restoran yang menghadap ke
laut.
Restoran itu mewah dan tampak cukup
bergengsi. Di pelatarannya diparkir mobil-mobil mewah, seperti Porsche, Cadillac,
dan Jaguar. Mooch berjalan di antara mobil-mobil itu, sambil sesekali melongok
ke dalam mobil.
"Ia pencuri mobil!" kata Pete.
"Lihat, ia sedang mengincar salah satu mobil mewah itu."
"Kurasa tidak," sahut Jupe.
"Lihat!"
Mooch berhenti di samping sebuah sedan
terbuka. Di dalamnya duduk seekor anjing jenis Saint Bernard-anjing piaraan
yang luar biasa besarnya, tetapi mempunyai sifat yang sangat ramah terhadap
manusia. Anjing itu terikat pada kemudi sedan. Mooch memandangi anjing itu.
Anjing itu balas memandang. Kemudian Mooch mulai bercakap-cakap dengan anjing
itu.
-Anjing itu berdiri pada keempat
kakinya. Ekornya dikibas-kibaskan. .
Mooch merogoh
bungkusan yang dibelinya di toko, lalu memberikan segumpal daging pada anjing
itu. Anjing Saint Bernard itu mendengus- dengus. Dijilatnya daging itu. Lalu
dimakannya dengan lahap.
"Ia akan mencuri anjing itu!"
bisik Pete.
Jupe diam saja. Ia mengamati Mooch yang
terus-menerus mengumpani anjing itu.
Sebentar saja Mooch dan anjing itu sudah
menjadi akrab. Mooch membuka pintu mobil dan mulai melepaskan tali anjing dari
kemudi mobil.
Pete tidak tahan lagi. Ia berlari
kencang melintasi tempat parkir, masuk ke dalam restoran.
Jalan masuknya kecil dan remang-remang.
Namun di dalam terdapat sebuah ruang makan besar yang gemerlap. Pete berdiri di
pintu ruang makan itu. lalu berteriak cukup keras, "Siapa pemilik anjing
Saint Bernard di dalam sedan terbuka di tempat parkir? Ada orang yang ingin
mencuri anjing itu!"
Seorang berwajah merah terbakar melompat
bangkit dari tempat duduknya di pojok ruang makan. Ia bergegas melewati Pete,
keluar restoran dengan gesit.
Mooch sudah berhasil melepas tali
pengikat anjing itu. Ia menuntunnya sambil tetap mengumpaninya dengan daging.
Si anjing menurut aja dengan gembira, dan melahap setiap gumpal daging yang
diumpankan.
-Pemilik anjing itu tidak berusaha
mengejar pencuri anjingnya. Ia cuma memasukkan dua jarinya ke dalam mulutnya,
lalu bersuit.
Anjing besar itu berhenti, dan berpaling
Orang itu bersuit
lagi.
Anjing itu berlari balik dengan gembira sambil
melompat-lompat. Mooch dan daging-daging umpan itu tidak dihiraukannya lagi.
Anjing itu berlari ke arah pemiliknya dengan bersemangat.
Mooch berusaha melepas tali pengikat
anjing itu, tapi sia-sia. Tali itu membelit pergelangan tangannya. Ia terhentak
oleh tarikan anjing besar itu. Sambil berteriak-teriak. ia berlari mengikuti
anjing Saint Bernard itu. Kemudian ia jatuh terseret-seret di tanah.
"He!" teriaknya. "Stop!
Stop!"
Tali itu lepas juga akhirnya. Mooch
terguling-guling. sampai akhirnya membentur sebuah tiang
Dengan tubuh yang kotor berdebu dan
penuh luka Mooch bangkit dan mencoba menjauh sambil terpincang-pincang. Tepat
pada saat itu sebuah mobil patroli muncul. Seorang polisi keluar dan
menghampirinya.
"Ada apa?" tanyanya. "Kau
terluka?"
Mooch berlari. Dan ia terus berlari melintasi pelataran
parkir sampai di tepi laut. Tanpa ragu-ragu ia melompat, berenang sekuat tenaga
ke arah laut lepas. Polisi yang mengejarnya cuma melongo memandanginya.
Pete berlari-lari kecil menghampiri Jupiter
pelataran parkir. Jupe sedang terpingkal-pingkal di sisi sebuah Mercedes.
sambil memegangi perutnya. Air mata sampai keluar membasahi pipinya yang
tembam.
"Cukup seru, kan?" kata Pete.
"Biar tahu rasa orang itu. Mungkin baru kali ini ia mandi setelah
berminggu-minggu tidak mandi!"
Setelah dapat mengatur napasnya. Jupiter
berkata. "Ayo, kita kembali ke rumah bobrok itu. Mungkin Bob menemukan
sesuatu." Sepanjang perjalanan melalui Pacific Avenue, Jupe masih
tertawa-tawa geli mengingat peristiwa yang baru saja terjadi.
-Bab 8 PASAR BUDAK
-BOB menunggu di samping rumah Mooch di
seberang Speedway. Percakapan di telepon dalam rumah tua itu berlangsung terus.
Ia merasa gema karena tidak dapat mendengarkan percakapan dengan jelas.
Ia memberanikan diri untuk lebih
mendekat. Kalau perlu kubuka daun jendela sedikit, pikirnya. Atau pindah ke
belakang rumah?
Tapi anjing-anjing itu, Bob ingat. Ia
tidak boleh terlalu dekat pekarangan belakang. Anjing-anjing itu akan ribut
kalau tahu ada orang dekat-dekat rumah itu. Bahkan sebenarnya di tempatnya
sekarang saja sudah berbahaya. Kalau saja angin bertiup dari depan ke belakang
rumah, niscaya kehadirannya tercium oleh anjing-anjing itu. Untunglah angin
bertiup ke arah sebaliknya, sehingga sampai saat ini ia aman.
Ia mengendap-endap mengitar lewat depan
menuju sisi rumah yang satu lagi. Di sana ada sebuah truk! Truk yang kotor
penuh debu itu diparkir di sisi rumah. Dan pada sisi rumah itu sebuah jendela
terbuka lebar. Dalam hati Bob bersorak kegirangan.
-Ia melihat ke sekelilingnya, lalu naik
menyelinap bak belakang truk.
Di bak belakang truk
terdapat setumpuk karung bekas. Rupanya pemilik truk memakainya untuk mengalasi
barang-barang yang diangkutnya agar tidak tergelincir. Karung-karung itu kotor
dan dekil. Tapi Bob tidak ragu-ragu. Ia masuk ke bak belakang dan bertiarap di
sisi dekat jendela yang terbuka itu.
"Ya," kata seseorang di dalam
rumah. Bob kini dapat mendengarnya dengan jelas. "Tentu saja, tapi orang
itu seperti belut. Maksudku, kita tak dapat memperkirakan apa yang akan
dilakukannya nanti. Itu berbahaya bagi kita. Bagaikan tinggal dalam gudang
mesiu. Disulut sedikit saja sudah meledak! Polisi mendatangi rumah ini dua kali
dalam seminggu ini. Cepat atau lambat mereka akan mencium perbuatan kita."
Sunyi sesaat. Kemudian orang itu berkata lagi dengan gusar,
"Jangan begitu. Rencana ini tetap akan dijalankan. Kau dengar berita
tentang anjing yang ditemukan di balik tong sampah itu?"
Bob menahan napas. Mereka membicarakan
Tiny!
"Oke," kata orang itu lagi.
"Aku tidak marah. Tapi aku tidak ingin rencana ini terkatung-katung.
Dengar, aku harus pergi sekarang untuk mencari orang. Apa pun yang kuputuskan,
itu memerlukan uang tunai."
Sunyi kembali. Kemudian terdengar lagi
suara. "Benar Pasar budak itu selalu ada di sana."
-Bob merinding mendengarnya. Pasar
budak?
Telepon diletakkan. Terdengar suara
pintu dibanting, kemudian suara langkah mendekat. Bob masih bertiarap dalam bak
belakang truk.
Ia menahan napas, tidak berani
bergerak-gerak. Harapannya, orang itu segera pergi dari situ. Tak tahunya malah
pintu depan truk dibuka mengeluarkan suara berkeriat-keriut. Orang itu masuk ke
dalam truk. Mesin dihidupkan. Body truk bergoyang-goyang seirama dengan deru
mesin. Detik berikutnya truk itu meluncur ke arah jalan.
Dalam keadaan yang membingungkan itu Bob
sempat berniat untuk meloncat keluar. Kemudian ia mulai dapat berpikir dengan
tenang. Laki- laki yang menyopir truk mestinya kawan Mooch. Ia tadi
menyinggung- nyinggung sesuat yang berbahaya, mungkin tentang Mooch Henderson.
Ia juga menyinggung-nyinggung soal Tiny, yang ditemukan mati di balik tong
sampah. Tahukah ia di mana Todd berada? Atau mungkin Mooch yang tahu? Yang
jelas, ia dan Mooch sama-sama mencurigakan.
Bob memutuskan untuk
tetap di tempatnya ikut ke mana saja truk itu pergi. Ia menimbun tubuhnya
dengan karung-karung yang dekil itu. Melalui kaca belakang, ia dapat mengintip
ke mana orang itu mengendarai truknya. Ia ingin tahu tentang pasar budak yang
misterius itu. Mungkin ada yang bisa dijadikan petunjuk untuk mencari Todd.
Nanti kalau orang itu mengetahui
kehadirannya di bak belakang, ia telah tahu apa yang harus dilakukannya. Lari!
Berulang kali Bob mengintip dari batik
karung-karung yang menutupi tubuhnya. Ia melihat jalan yangg dilalui dan
pertokoan, tapi tidak mengenali daerah itu.
Akhirnya truk berhenti juga. Mesin
dimatikan. Lagi-lagi pintu berkeriat- keriut ketika dibuka.
Bob mengencangkan badannya, siap berlari
sewaktu-waktu.
Pengemudi itu tidak
mendatangi bak belakang truk. Malah, suara langkahnya terdengar menjauh. Bob
mendengar bisingnya suara lalu lintas yang ramai. Ia mengangkat tubuhnya,
melongok ke luar. Dilihatnya arus kendaraan yang tak henti-hentinya.
Gedung-gedung tak terawat berderet di sepanjang jalan itu. Di sisi jalan
terdapat sekumpulan orang yang berbicara perlahan-lahan. Mereka rata-rata
berbadan tinggi besar. Dari penampilannya, dapat diduga bahwa mereka berasal
dari berbagai daerah.
Sebuah sedan nampak berhenti di pinggir.
Beberapa orang berbicara dengan sopirnya. Bob memanfaatkan kesempatan ini. Ia
menyibakkan tumpukan karung yang menutupinya, meloncat ke luar, lalu berjalan
melenggang menjauh dari truk itu. Ia berusaha sebisa-bisanya untuk tidak
menarik perhatian.
Beberapa ratus meter dari situ ia
berhenti dan duduk pada sebuah tembok rendah. Diamatinya situasi sekeliling
situ dengan penuh kewaspadaan
-Cukup sering mobil-mobil meminggir dan
berhenti di daerah itu. Sopirnya lalu berbicara dengan orang-orang yang
berkumpul di tepi jalan itu. Kadang-kadang tercapai kesepakatan antara salah seorang
dari mereka dengan sopir itu.
Orang itu masuk ke dalam mobil, atau ia
mengikuti mobil itu dengan kendaraannya sendiri. Salah seorang dari mereka
memisahkan diri. Ia berjalan mendekati Bob, lalu duduk di dekatnya sambil
menghela nap as.
"Kau terlalu kecil untuk nongkrong
di sini Nak," Katanya pada Bob. "Kau mencari pekerjaan atau
apa?" Bob tergagap. "Aku... aku cuma jalan-jalan dan... dan... karena
capek aku istirahat saja di sini sebentar. Orang- orang itu mencari pekerjaan?"
Orang itu mengangguk. "Ini yang
kita lakukan di di sini. Tempat ini dinamakan pasar budak Pernah dengar?"
"Belum. Apa itu? Kedengarannya
mengerikan."
Orang itu terkekeh. "Tidak sejelek
itu. Tempat ini cuma dipakai oleh para pemuda yang mencari pekerjaan. Orang
yang mencari pekerja- pekerja datang ke sini. Kau perlu orang untuk
membersihkan got, kau dapat mencarinya di pasar budak Kau perlu orang untuk
menggali lubang, kau juga bisa memperolehnya di sini. Pekerjaan apa saja."
Seorang pemuda bercelana pendek dan
berjaket jeans biru tampak memisahkan diri dari kelompok di tepi jalan itu. Ia
mendatangi truk yang tadi ditumpangi Bob secara sembunyi-sembunyi. Dibukanya
pintu truk, lalu diambilnya sebungkus rokok dari bangku. Kemudian ia bergabung
kembali ke kelompoknya. Bob menduga pasti dialah kawan serumah Mooch Henderson
yang bercakap-cakap di telepon tadi.
Sebuah mobil sport biru berhenti di tepi
jalan itu. Seseorang keluar mengamat-amati kelompok pemuda yang berkumpul di
situ. Tubuhnya tinggi ramping dan kumisnya tebal berwarna abu-abu. Celananya
abu-abu muda. dan kemejanya yang rapi berwarna gelap. Dengan topi pesiar
menempel di kepalanya serta kaca mata hitam melindungi matanya, ia tampak
sangat necis.
"Kau lihat orang itu?" ujar
orang di samping Bob. "Ia sering datang ke sini. Dan ia sering menyewa
orang yang mengemudi truk itu."
Orang itu melambai ke arah pengemudi truk, kawan Mooch
Henderson. Kedua orang itu nampak berbincang-bincang. Tak lama kemudian kawan
Mooch mengangguk tanda setuju. Dihampirinya truk itu, lalu diikutinya mobil
sport biru yang dikendarai orang berkumis tebal tadi.
"Lihat," kata orang di samping
Bob. "Mereka mencapai persetujuan. ,.
Bob mengangguk acuh tak acuh. Ia merasa
sangat kecewa. Jauh-jauh ia menumpang truk itu, bersembunyi di balik
karung-karung dekil dan bau, tak tahunya tidak ada hasil berarti yang
diperolehnya. Tadinya ia berharap ada suatu petunjuk penting untuk menjawab
misteri yang dihadapi. Apakah Mooch yang membunuh Tiny? -Apa yang diketahui
kawan Mooch itu tentang Todd? Dan apa yang dilakukan Mooch sehingga membuat
kawannya ketakutan? Ternyata pengetahuannya cuma sedikit bertambah dengan
pengetahuan tentang pasar budak yang tidak menarik itu.
Dengan sebal ia bangkit dan mulai
berjalan. Di sebuah persimpangan terdapat papan nama jalan. Ia sedang berada di
La Brea, bermil-mil jauhnya dari pantai. Ia akan terlambat kembali ke pantai.
Apakah Jupe dan Pete masih menunggunya
di sana? Berita apa yang mereka peroleh tentang Todd Stratten?
-Bab 9 KESANGSIAN TERHADAP BURTON
"DARI mana saja kau?" seru
Pete Crenshaw.
Ia dan Jupe sudah lama menunggu di Plaza
Putri Duyung. Bingung, gelisah, dan cemas bergabung menjadi satu. Saking
bingungnya, Pete menjadi marah ketika akhirnya Bob muncul.
"Maaf, maaf," kata Bob
berulang-ulang. "Aku kan tidak bisa titip pesan pada siapa-siapa. Aku
memutuskan untuk mengikuti ke mana kawan Mooch itu pergi-mengumpet dalam bak
truknya."
Bob menceritakan percakapan di telepon
yang empat didengarnya, serta pengalamannya terbawa ke sebuah tempat yang
dijuluki pasar budak.
"Aku pernah dengar tentang pasar
budak itu," kata Jupiter. "Tempat itu kelihatannya tidak berhubungan
dengan kasus yang sedang kita tangani. Yang kita tahu cuma bahwa kawan Mooch
itu tidak punya pekerjaan tetap. Ia juga patut dicurigai. Orang itu menyebut-nyebut
tentang anjing di balik tong sampah! Lalu ia ketakutan. Dan gadis yang marah-
marah tadi juga sempat ketakutan. Mungkinkah Mooch pernah punya niat untuk
mencuri Tiny? Apakah luka di tangannya dapat dijadikan petunjuk yang
berarti?"
Pete menelan ludah. "He, kau tidak
bermaksud mengatakan Todd disekap di rumah tua itu, kan? Kalau Mooch menculik
Todd..."
Ia berhenti sendiri, lalu
menggeleng-geleng.
"Tidak. Mooch dan kawannya tidak
mau mengambil risiko dengan menyekap Todd di sana. Pasti sudah buru-buru
dipindahkan ke tempat lain. Dugaanku, Todd tidak di dalam sana. Tapi tentu
anjing-anjing itu bukan sembarang anjing. Bukan anjing liar seperti yang
dikatakan orang."
"Mungkin ia menculik anjing untuk
minta uang tebusan," kata Jupe. Ia menceritakan pada Bob tentang percobaan
penculikan anjing Saint Bernard, serta tentang lolosnya Mooch dengan mencebur
ke laut.
Pete tertawa geli. "Sayang kau
tidak melihatnya tadi. Sudah terseret- seret, terguling-guling, terpentok
tiang, lalu harus mencebur ke laut! Hukuman setimpal bagi seorang pencuri
anjing."
Jupe tersenyum mengingat kejadian yang
sangat lucu baginya itu. "Kupikir baru sejauh ini yang dapat kita lakukan
pada hari ini," katanya. "Tapi masih ada yang bisa kita cek di
kantor. Mari kita pulang."
Ketika anak-anak melepas kunci sepeda
dari rak parkir sepeda di depan toko buku, Clark Burton muncul di halaman dari
arah pantai. Sewaktu melihat Trio Detektif, wajahnya berekspresi seperti orang
yang amat prihatin.
-"Ada
perkembangan baru?" tanyanya.
"Tidak, Mr. Burton," jawab
Jupe. "Belum."
Regina Stratten muncul di pintu
"Tabahkan hatimu- Regina,"
kata Burton. "Kau tahu sendiri kan betapa gemarnya Todd pada petualangan.
Mungkin ia sedang bersembunyi di suatu tempat, sambit membayangkan dirinya
sebagai Robin Hood yang bersembunyi dalam hutan."
"Aku belum pernah membacakan cerita
itu padanya," ujar Regina.
"Belum? Oh, kalau begitu mungkin
tokoh lain. Misalnya Pooh, yang melakukan ekspedisi ke kutub Utara. Atau ia
berpura-pura menjadi Buck R-ogers, berkelana menjelajahi ruang angkasa. Todd
kan punya daya khayal yang luar biasa. Lebih baik ia berkhayal begitu
daripada... mmm... mmm..."
Burton tidak dapat menyelesaikan
kalimatnya. Untuk pertama kalinya ia terlihat gelagapan. Anak-anak tahu bahwa
ia ingin mengatakan, "Lebih baik ia berkhayal begitu daripada tergeletak
tak berdaya di suatu tempat."
Regina menatapnya tajam. Wajahnya pucat
pasi.
"Maaf," kata Burton.
"Bodoh sekali aku ini. Aku terlalu melebih-lebihkan keadaan saat ini. Aku
punya pengalaman yang serupa di masa kecilku. Adik laki-lakiku suatu saat
keluyuran, lalu hilang. Kalau ada keluarga yang kehilangan anaknya, aku lalu
teringat peristiwa menyedihkan itu. Kuharap kau mengerti."
-Regina diam saja.
Beberapa saat kemudian Burton naik ke galerinya. Ketika anak-anak pergi, Regina
masih termangu di pintu tokonya. Ia memandang dengan tatapan kosong. Air mata
meleleh di pipinya.
-Setelah makan malam Bob dan Pete
menemui Jupe di kantor Trio Detektif. Jupe sedang mencari-cari buku pada rak
yang terdapat di kantor mereka. Ia ingin menyegarkan ingatannya tentang sebuah
film tua. Sejak perannya sebagai Baby Fatso, Jupiter memiliki kesenangan khusus
terhadap perfilman. Ia spesial membeli beberapa buku sejarah film untuk
melengkapi koleksi buku-buku mereka dalam kantor Trio Detektif.
"The Sundowner Theater di Hollywood
mempertunjukkan beberapa film tua Barry Bream musim panas yang lalu." kata
Jupe. "Kau ingat Bream? Ia yang memainkan seri Detektif Henry
Hawkins."
Pete memandang Jupe dengan heran.
"Kau ini bagaimana. Jupe. Kita kan belum lahir waktu film itu
dibuat!"
"Itu bukan alasan!" tukas
Jupe. "Film-film Bream itu film klasik. Dalam festival film sampai
sekarang pun film itu masih sering diputar. Salah satu film Barry Bream
mengisahkan tentang seorang anak kecil yang akan menerima warisan jutaan dolar.
Anak itu tenggelam dalam sebuah lubang galian. Dan satu demi satu orang yang
berhak menerima warisan. itu juga meninggal."
-"Tenggelam dalam sebuah lubang
galian?" seru Pete.
"Mirip dengan adik laki-laki Clark
Burton!" sambung Bob dengan bersemangat.
"Atau kawan sepermainannya,"
ujar Jupe, "bergantung dari versi mana yang diceritakannya. Aku merasa
seperti d-aja vu-perasaan ngeri karena dua kali mengalami suatu peristiwa yang
sama. Aku ingin mencari beberapa gambar dari film Bream itu untuk menunjukkan
kebenaran dugaanku." "Nah. ini dia," kata Jupe setelah
membolak-balik sebuah buku yang diambilnya dari rak di belakang meja. Judulnya
Scream in the Dark. Buku itu diangkat menjadi film-film misteri. Pada salah
satu bab terdapat foto-foto Barry Bream dalam bermacam adegan yang mengerikan.
Jupe terus membolak-balik halaman buku
pada bab itu, sambil sesekali berhenti untuk memperhatikan foto-foto yang
terpampang.
Akhirnya ia berseru, "Aha! Ini dia
yang kucari! Bagian ini menggambarkan seorang tukang roti menemukan tubuh anak
kecil itu, yang sudah terapung di lubang galian yang penuh air."
Pete dan Bob melongok dari belakang
Jupe, melihat ilustrasi itu. Terpampang sekerumunan orang, semuanya memandang
dengan ngeri pada sebuah galian tempat tubuh itu mengapung. Di situ, tubuh itu
nampak seperti boneka. Dalam film, Jupe teringat tubuh yang terapung itu nampak
seperti sungguhan. Aktor yang memerankan tukang roti sedang berjongkok,
tangannya menjulur meraih tubuh anak kecil itu. Ia ditahan oleh Barry Bream,
yang memainkan peran Detektif Henry Hawkins.
Di belakang Bream dalam foto itu berdiri
sepasang polisi. Satu di antaranya masih muda belia-mungkin masih
remaja-dengan-topi dilepas. Ia terlihat sangat ganteng dan bersungguh-sungguh.
"Astagar. seru Pete. "Itu
Clark Burton!"
"Tepat sekali!" sahut Jupe.
"Aku rasa aku ingat wajahnya dari film ini. Ia pasti baru berumur belasan
tahun ketika film ini diproduksi, atau awal dua puluhan paling tua."
"Jadi ia berbohong!" seru Bob. "Tidak pernah ada adik laki-lakinya,
atau kawannya yang mati tenggelam. Itu cuma karang-karangannya saja, karena...
karena..."
-Bob berhenti.
"Ya,1
’ sambung Jupiter, "itulah yang menimbulkan teka-teki yang membingungkan.
Mengapa Burton menceritakan kisah seperti itu? Peristiwa yang dialaminya
sejalan dengan kisah pada film ini.
Mungkinkah itu cuma suatu kebetulan?
Kalau iya, itu suatu kebetulan yang jarang sekali terjadi."
"Ya, kedua kisah itu terlalu
mirip," kata Bob sependapat dengan Jupe.
"Mencurigakan," ujar Jupe
lagi. "Tapi perhatikan, betapa anehnya cara yang dipilih Burton untuk
berdusta. Ia memilih untuk menceritakan suatu peristiwa yang pernah dilayarkan
di bioskop-bioskop, meskipun sudah lama sekali. Mengapa ia tidak mengarang
kisah yang. baru sama sekali?"
"Heran, aku," komentar Pete.
"Bob, ini saat yang baik untuk
menyimpulkan apa yang telah kita dapatkan sampai sejauh ini. Apa saja yang
telah kita peroleh?" tanya Jupe.
"Tidak banyak." jawab Bob
seraya menelusuri catatannya. "Miss Peabody melihat Todd setelah Todd
mendatangi Plaza Putri Duyung sewaktu parade berlangsung. Miss Peabody
melaporkan bahwa Mr. Anderson dan Miss Watkins sedang keluar. ke Ocean Front,
ketika Todd masuk ke halaman. Dan pada saat itu Mr. Burton sedang berada dalam
galerinya. Tony dan Marge Gould berada dalam kantin mereka. tapi tidak melihat
sesuatu yang dapat menolong," "Mooch Henderson..." Bob meneliti
catatannya. "Ada sifatnya yang menarik."
"Dia dicurigai?" tanya Pete.
"Aku mencurigai dia," jawab
Jupe. "Tapi aku tidak merasa pasti sampai seberapa jauh kita patut
mencurigainya. Pencurian anjing, itu yang sudah jelas."
Bob melihat catatannya lagi. "Kita
juga mendapat data bahwa kawan Mooch ketakutan oleh sesuatu. Dan juga Clark
Burton berbohong, entah kenapa."
"Mungkin ia
sekadar ingin berakting." kata Pete.
Kedua kawannya
melongo melihat Pete -"Kau serius atau melawak?" tanya Bob.
11 ’Aku serius. Ayahku sering berada di sekitar para aktor,
ketika bekerja sebagai ahli pembuat efek khusus. Menurutnya, mereka itu tidak
ada apa-apanya kalau mereka tidak sedang berakting. Yah, seperti tong kosong
saja. Satu-satunya saat mereka mempunyai kepribadian adalah saat mereka
berakting dalam film. Mereka dapat meniru menjadi orang lain, tapi mereka tidak
dapat menjadi diri mereka sendiri. Sikap itu terbawa dalam kehidupan
sehari-hari. Mereka sukar mengubahnya. Mau tidak mau mereka harus terus-menerus
berakting. Kalau tidak, mereka tidak akan diperhatikan orang."
"Boleh jadi," kata Jupe. "Clark Burton masih
melakukan kebiasaan para artis. Ia masih muncul dalam acara-acara televisi,
dalam pesta-pesta di Hollywood. Tapi mungkin cuma itu saja kerjanya, selain
sebagai penjual
barang-barang seni. Mungkin hidupnya
terasa membosankan sehingga ia menganggap hilangnya Todd sebagai suatu film di
mana ia turut berakting.
"Dan ia kuatir terhadap peristiwa
ini. Tadi pagi, sewaktu berbicara dengan kita, ia mengatakan tidak mau orang
menyangka ia tidak dapat diajak bekerja sama. Ia tidak peduli apakah ia memang
menolong atau tidak, yang penting ia terlihat prihatin. "
"Mungkin itu sebabnya ia
berbohong," kata Bob. "Tapi bagiku, dengan begitu ia justru tidak
terlihat lebih baik."
-Telepon di meja
berdering. Jupe menjawabnya.
"Halo"
"Jupiter
Jones?" terdengar suara orang tua di seberang sana.
"Miss Peabody!" Jupe
tersentak. Dengan cepat dihubungkannya teleponnya pada mikrofon dan pengeras
suara agar mereka bertiga dapat mendengar.
"Aku memperoleh nomor teleponmu
dari Regina Stratten." Suara melengking M-s Peabody terdengar keras dan
jelas melalui pengeras suara.
"Aku punya sesuatu yang mungkin
menarik bagi kalian. Aku tidak mau memberi tahu polisi, terlalu merepotkan
untuk berurusan dengan mereka. Aku ingin agar segera diambil tindakan!"
"Ada apa, Miss
Peabody?" kata Jupe dengan sopan.
"Petang tadi," kata wanita tua
itu, "aku sedang berjalan-jalan mencari angin di Ocean Front. Aku melihat
Clark Burton. Hari sudah mulai gelap. Ia turun dari galerinya membawa sesuatu
dalam karung."
Ia berhenti, seakan menunggu reaksi
Jupe.
"Lalu?" kata Jupe.
"Gerak-geriknya mencurigakan,"
lanjut Miss Peabody, "jadi aku pura- pura tidak melihatnya. Aku membuang
muka, dan memandang ke laut."
"Tindakan yang .tepat," Jupe
mengomentari.
"Ia melintasi plaza menuju Dermaga
Venice. Aku membiarkan saja ia lewat, sembari tetap berpura-pura memandang ke
arah laut. Itu cara terbaik, bukan?"
"Kalau Anda mengamat-amati
seseorang, ya," Jupe menyetujui.
"Setelah itu baru aku ikuti dia
sampai dermaga," kata Miss Peabody lagi. "Ia pergi sampai ke ujung
dermaga, lalu berhenti, seolah-olah ingin melihat matahari terbenam. Sewaktu ia
kembali, ia tidak membawa karung itu lagi. Ia telah membuangnya di laut!"
"Ia membuangnya? Miss Peabody,
karung macam apa itu? Apakah itu karung goni? Berapa besarnya? Berapa berat isi
karung itu? Dapatkah Anda menjelaskannya?"
"Isinya bukan Todd,
tenanglah," Miss Peabody menjawab berondongan pertanyaan Jupe. "Itu
karung kertas, seperti yang dipakai untuk membungkus barang belanjaan di
supermarket. Dan ia menjinjingnya dengan mudah saja, seperti menjinjing koper.
Dan nampaknya isinya tidak berat. Pasti kurang dari berat Todd." "Oh,
begitu," kata Jupe dengan lega.
"Bagaimana pendapatmu?’ tanya Miss
Peabody.
"Aku pikir... kita perlu waktu
untuk meneliti kejadian ini. Terima kasih banyak, Miss Peabody. Mmm... Anda
tidak memberi tahu Mrs. Stratten kan?"
"Tidak sama sekali," sahut
Miss Peabody. "Aku memang sudah tua, tapi pikiranku masih baik. Aku belum
pikun!"
-Ia memutuskan hubungan. Jupiter menaruh
gagang telepon.
"Untung aku mahir menyelam,"
seru Pete. "Dan sekarang ada makanan empuk di dasar laut yang segera akan
kuselidiki!"
Bab 10 ANCAMAN DI DASAR LAUT!
-SAHABAT anak-anak, Worthington, muncul
di pangkalan barang bekas esoknya pagi-pagi sekali. Ia mengendarai karavan
abu-abu.
"Tebersit dalam pikiranku bahwa
karavan akan lebih praktis kalau Pete akan menyelam," kata Worthington.
"Ia punya tempat di belakang untuk berganti pakaian. Tidak usah
repot-repot mencari kamar ganti pakaian lagi."
"Worthington, kau benar-benar
sahabat sejati," kata Pete.
Worthington tersenyum
senang. "Aku senang membuat kawanku senang."
Trio Detektif pertama kali berjumpa
dengan Worthington ketika Jupe memenangkan sayembara yang disponsori suatu
perusahaan sewa- menyewa mobil. Jupe dengan tepat menebak soal dalam sayembara
itu sehingga mendapat hadiah boleh memakai sebuah Rolls-Royce selama tiga puluh
hari. Worthington yang menjadi sopir Rolls-Royce mewah itu bagi anak-anak.
Lama-kelamaan ia tertarik pada petualangan anak-anak. Dan sejak itu ia senang
menolong mereka memecahkan kasus-kasus yang dihadapi. Sekarang ia sendiri menganggap
dirinya sebagai anggota kehormatan Trio Detektif.
Ketika mereka meluncur ke arah selatan di Pacific Coast
Highway, Trio Detektif menerangkan kasus hilangnya seorang anak kecil yang
sedang mereka hadapi.
"Aku baca di koran tentang
hilangnya anak itu," kata Worthington. "Masa tidak ada yang melihat
ke mana ia pergi waktu itu?"
"Tidak," jawab Jupiter.
"Ada beberapa kemungkinan. Mungkin Todd cuma keluyuran agak jauh sehingga
tersesat. Ini kecil kemungkinannya, karena pasti akan ada orang yang melihatnya.
Atau mungkin ia terperangkap dalam sebuah tempat, misalnya saja dalam sebuah
sumur kering yang sudah tidak dipakai lagi. Polisi telah memeriksa setiap
jengkal tanah di daerah sekitar itu, meneliti apa saja yang memungkinkan
seorang anak memanjat lalu terjatuh. Mudah-mudahan mereka dapat menemukan Todd
dengan cara itu.
"Atau mungkin juga Todd dibawa oleh
seorang yang kebetulan mengembara di pantai itu, yang menemukan Todd sedang
sendirian di sana. Kalau itu yang terjadi, tidak banyak yang bisa kita harapkan.
Tinggal masalah untung-untungan saja. Kita cuma bisa berharap ada orang yang
melihat penculikan itu, lalu orang itu melapor rada polisi. Atau polisi
menelusuri daftar orang-orang yang dicurigai suka menculik anak kecil..."
"Ada yang minta tebusan sampai sekarang?" tanya Worthington.
-"Tidak. Regina Stratten dan
ayahnya tidak sangat kaya. Kalau benar Todd diculik, pasti penculik itu
mempunyai dorongan lain, bukan tebusan."
"Mungkin Todd melihat sesuatu yang
tidak semestinya," ujar Bob, "dan seseorang menyekapnya agar Todd
tidak bercerita pada orang lain tentang apa yang dilihatnya."
"Ya, mungkin Todd melihat Mooch
mencuri anjing. Lalu Mooch menculiknya!" seru Pete menimpali.
"Mungkin itu sebabnya kawan serumah Mooch ketakutan sekali didatangi
polisi lagi."
Jupe menerangkan siapa Mooch pada
Worthington. Kemudian ia menoleh pada Pete. "Tapi menurutku Todd tidak
berada dalam rumahnya. Kawannya itu pasti sudah sangat panik kalau Todd berada
di situ."
"Kalau begitu Mooch menyembunyikan
Todd di tempat lain," balas Pete.
Jupe mendesah. "Ini semua cuma
spekulasi. Kita perlu fakta-fakt-a."
Tidak ada di antara mereka yang
mempunyai fakta tambahan. Semua diam membisu sepanjang sisa perjalanan ke
Venice.
Hari masih pagi ketika mereka tiba di
pantai itu. Pantai Venice masih sunyi, lampu-lampu jalan masih menyala. Cuma
satu dua orang saja yang terlihat berjalan-jalan di Ocean Front.
"Tempat ini akan
lebih semarak siang nanti," kata Jupe pada Worthington. "Sekarang,
makin sepi makin baik bagi kita."
Worthington meluncurkan
kendaraannya ke -sebuah tempat parkir dekat Dermaga Venice. Dengan gesit Pete
masuk ke bagian. belakang karavan. Ketika muncul kembali, ia sudah berpakaian
selam lengkap.
Jupe dan Bob membantunya memasang tabung
udara di punggungnya. Kemudian Pete memasang masker selamnya, memasukkan alat
pernapasan ke dalam mulutnya, lalu masuk ke laut.
Air telah sampai sepinggangnya pada saat
Bob menyenggol Jupe. .
Laki-laki muda yang serumah dengan Mooch muncul di Ocean
Front. Ia bersandar di meja kasir pada sebuah stand pizza di pantai. Tampaknya
ia sedang sarapan pizza di stand itu.
"Bukan main," kata
Worthington. "Pizza pada waktu sepagi ini?"
Beberapa saat kemudian seorang pemungut
sampah, berpakaian compang-camping, Fergus, tampak berjalan di Ocean Front. Ia
seperti biasanya, membawa kereta dorong dan ditemani kedua anjingnya- yang
setia. Ia berhenti di stand pizza, mengangguk pada kasirnya.
Setelah menghabiskan pizzanya, kawan
Mooch itu berjalan menuju Speedway.
"He, tidak usah kita semua yang
menunggui Pete," kata Bob. "Aku ingin lihat apa yang dilakukan Mooch
dan kawannya pagi-pagi begini. Sebentar aku akan kembali."
Jupe menoleh ke laut. Air sudah sampai
pada kepala Pete. Sesaat lagi ia sudah berada di bawah permukaan air.
-"Oke," sahut Jupe.
"Pasang mata baik-baik. Kita belum tahu pasti apa yang bakal terjadi di
sini. Hati-hatilah!" "Baik!" kata Bob.
Ia berlari-lari kecil meninggalkan
pantai. Tatkala melewati stand pizza, Fergus keluar membawa sebungkus penuh
pizza. Ia meletakkan bungkusan pizza dalam kereta dorongnya, lalu menyorongnya
ke Ocean Front, kembali ke arah datangnya tadi.
"Bob perlu bantuan?" tanya
Worthington penuh harap. "Mungkin aku perlu menjaganya."
Jupe tersenyum lebar. Rupanya
Worthington ingin ikut-ikutan beraksi juga. "Bob tidak perlu dijaga,"
ujar Jupe. Worthington nampak kecewa.
Bob menghilang di batik Plaza Putri
Duyung. Jupe dan Worthington mengalihkan perhatian pada Pete lagi. Satu-satunya
tanda yang terlihat adalah gelembung-gelembung udara di permukaan air.
Sementara itu, Pete memandang melalui
maskernya ketika ia bergerak perlahan-lahan menyusuri dasar laut. Ia merasa
kuatir karena air laut sangat keruh. Bagaimana bisa ia menemukan benda yang
dibuang Clark Burton dalam air sekeruh itu, pikirnya. Ia merapatkan badannya ke
dasar laut agar dapat melihat lebih jelas. Banyak benda berserakan di dasar
laut. Botol dan kaleng kosong bertebaran di mana-mana. Ada sebungkah benda
seperti kain kanvas dilipat Pete memungutnya. Dengan hati-hati dibukanya
lipatan kain itu. Ternyata cuma sebuah tas pantai berisi pakaian renang usang.
Pete meneruskan
pencariannya, menyelam menyapu daerah dasar taut di sekitar dermaga itu.
Dijaganya agar dermaga selalu berada di sisi kirinya. Ia melihat sepatu tenis
tua, pecahan kaca, dan sisa-sisa makanan terbungkus plastik.
Miss Peabody menggambarkan benda yang
dibawa Burton sebagai karung kertas-tas belanjaan mungkin. Pasti ada isinya,
pikir Pete. Tapi apa? Pete penasaran.
Tiba-tiba ia berpaling. Ada sesuatu yang
bergerak di air di sebelah kanannya. Sesuatu yang meluncur di dasar laut, lalu
naik dengan cepat ke permukaan.
Ikan hiu!
Giginya yang tajam tampak mengerikan
ketika ikan hiu itu membuka rahangnya yang kuat. Matanya menyorot tajam pada
Pete.
Pete menahan napas. Dicobanya untuk
tidak bergerak walau sesenti pun. Pikirannya mulai kalut. Ada ikan hiu yang
menyerang orang. Ada juga yang tidak. Kadang-kadang deburan air atau suara
keras dapat mengusir ikan hiu.
Suara keras? Satu-satunya suara keras
hanyalah detak jantungnya sendiri. Bagaimana bisa orang menimbulkan suara keras
di kedalaman tiga meter di bawah permukaan laut? Di dalam air, tidak seorang
pun bisa menjerit. Tidak seorang pun bisa membuat deburan air.
Tangan Pete meraba-raba dasar laut.
Batu. Ia perlu batu. Ia dapat memukul-mukulkan batu untuk menimbulkan bunyi.
Suara akan menjalar melalui air. Semoga dapat menakut-nakuti ikan hiu!
Tapi benarkah? Jangan-jangan malah
membuat ikan hiu itu marah.
Tangannya menyentuh suatu benda di dasar
laut Bulat dan keras.
Bulu kuduk Pete
berdiri. Kemudian ia panik. Ikan hiu itu menukik ke arah dirinya!
-Bab 11 PENEMUANMENGEJUTKAN
-BOB membayang-bayangi kawan serumah
Mooch ke rumah tua di seberang Speedway. Anjing-anjing di pekarangan belakang
ribut menyalak ketika orang itu naik tangga depan dan masuk ke dalam rumah. Bob
bersandar pada sebuah mobil yang diparkir di pelataran dekat Plaza Putri
Duyung, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Terdengar suara pintu dibuka di
belakangnya. Bob menengok. Clark Burton keluar dari pintu belakang garasinya.
Ia memakai celana panjang biru muda dan kemeja sport putih polos yang serasi.
Ia mengunci pintu lalu turun melalui tangga belakang.
Tanpa disadari Burton, Bob mengawasinya.
Bob mengira ia akan pergi ke garasi di belakang plaza untuk naik salah satu
mobil di sana. Ternyata Bob keliru. Aktor itu menyeberangi Speedway dengan
berjalan kaki, terus melewati rumah kediaman Mooch, menuju Pacific Avenue.
Rumah Mooch tampak sepi-sepi saja.
Karena itu Bob memutuskan untuk membuntuti Burton. Dibiarkannya Burton
melangkah sampai jarak tertentu. Jarak itu cukup jauh sehingga Burton tidak
sadar bahwa sedang diikuti, tetapi juga tidak terlalu jauh sehingga ia tidak
lolos dari pandangan Bob.
Bob tetap menjaga jarak. Ketika Burton
menyusuri Pacific Avenue, tiba- tiba ia membelok pada sebuah persimpangan. Bob
berjalan agak cepat, berusaha agar tidak kehilangan jejak.
Burton tampak di
depan lagi ketika Bob sampai di persimpangan itu. Burton berjalan dengan
tergesa-gesa pada sebuah Jalan bernama Evelyn Street.
Pada sisi jalan itu berderet rumah-rumah
sederhana yang dijadikan apartemen. Mobil-mobil yang diparkir di sana juga
bukan mobil mewah. Anak-anak kecil bermain-main di pekarangan-pekarangan, dan
anjing- anjing berkeliaran di jalan.
Pada suatu tempat, Burton menaiki tangga
sebuah apartemen yang kotor tak terawat. Lagi-lagi kali ini Burton menghilang
dari pandangan Bob. Buat apa Clark Burton ke sini? pikir Bob. Burton seorang
aktor tampan yang terbiasa hidup bergelimang kemewahan. Mungkinkah ia punya
kawan dari daerah seperti ini?
Bob berjalan mendekati apartemen itu.
Sewaktu sampai di depannya, ia berjongkok. Sambil pura-pura membetulkan tali
sepatunya, ia melirik dengan sudut matanya ke arah rumah itu.
Seperti kebanyakan rumah di California,
apartemen itu dibangun mengelilingi sebuah taman. Bob melirik ke taman itu.
Tidak ada sesuatu yang menarik di situ, pikir Bob. Dan jendela-jendela
apartemen tertutup gorden putih tebal, menghalangi pandangan ke dalam.
Bob menyeberangi taman. Ia mencari
tempat strategis untuk mengawasi apartemen itu. Dua anak kecil sedang
bermain-main di serambi muka sebuah apartemen. Bob duduk di tangga depannya,
berusaha untuk tidak menarik perhatian.
Ia terus menunggu dan mengawasi.
Apartemen di seberang jalan sepi- sepi saja. Pintu dan gordennya tertutup
rapat, seolah-olah menyembunyikan rahasia di dalamnya.
Menit demi menit
berlalu. Bob telah menunggu kira-kira seperempat jam. Saat itu sebuah mobil
keluar dari samping apartemen yang diawasinya. Mobil sport biru. Dahi Bob
berkerut. Mobil itu pernah dilihatnya. Begitu pula, sopirnya seakan tidak asing
lagi.
Bob terkesiap ketika menyadari bahwa itu
mobil yang dilihatnya di pasar budak sehari sebelumnya. Si pengemudi adalah
orang yang menyewa tenaga kawan serumah Mooch. Ia mengenakan topi pesiar dan
kaca mata hitam yang sama. Dan kumis tebalnya pun sama. Tidak salah lagi, pikir
Bob.
Mobil itu meluncur dengan kencang di
Evelyn Street ke arah timur. Dalam sekejap mobil sport itu hilang dari
pandangan.
Bob mengeluarkan catatannya. Dicatatnya
nomor plat mobil dan nomor apartemen itu. Lalu ia duduk tepekur. Berbagai
pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Apakah Clark Burton datang ke sana untuk
menemui orang berkendaraan mobil sport itu? Apa hubungan antara si pengemudi
mobil biru dengan Mooch Henderson? Atau dengan kawan serumah Mooch? Apakah
pertemuan di pasar budak itu cuma suatu kebetulan? Tidak mungkin cuma
kebetulan, Bob memastikan. Pasti ada hubungannya. Tapi bagaimana hubungannya?
Bob memerlukan informasi tambahan. Ia
dapat memperolehnya sembari melakukan tugas penelitian sekolahnya. Ia dapat
menanyai penduduk sekitar situ tentang daerah urban yang sedang berubah
ini-sambil menyisipkan pertanyaan tentang penyewa apartemen itu. Mungkin saja
ia akan terlihat oleh Clark Burton. Tapi ia tidak dapat dicurigai. Bob punya
alasan kuat mengapa ia melakukan hal itu.
Namun tatkala Bob menyeberangi jalan,
mendatangi apartemen itu, ia semakin bertanya-tanya. Bangunan itu masih sunyi
sepi. Seakan-akan sudah lama ditinggalkan orang. Adakah yang menghuninya?
Bob membunyikan bel.
Ia tidak mendengar dering suara bel dari dalam rumah. Dan tidak ada yang
membukakan pintu. Dibunyikannya bel itu dua kali lagi. Tetap tidak ada reaksi.
Ia mengintip melalui lubang kunci.
Remang-remang terlihat lantai kayu yang berdebu dan beberapa lembar karton.
Apartemen itu Kosong. Tidak ada siapa-siapa di dalamnya. Rupanya aliran listrik
dimatikan. Itu sebabnya mengapa bel tidak berbunyi.
Tapi ke mana larinya Clark Burton?
Jelas-jelas dilihatnya ia masuk ke sini tadi. Lalu...
Bob tersentak ia tahu sekarang! Burton memang masuk ke
dalam tadi. Lalu ia keluar dari samping. Dialah yang mengendarai mobil sport
biru, memakai kumis tebal dan topi pesiar!
Langkah-langkah berat terdengar di
belakang Bob. Bob berpaling. Jantungnya berdegup kencang.
Seorang laki-laki berbadan besar, berkepala
botak, mencengkeram lengan Bob. "Mengintip apa kau?" bentaknya.
Bob tergagap. "Aku... aku... sedang
mencari data un... untuk tugas sekolah."
"Dengan mengintip begitu?"
bentak orang itu lagi. "Dari tadi kuperhatikan kau duduk mengawasi rumah
ini. Lalu barusan kau mengintip ke dalamnya. Sudah sering terjadi kebakaran di
sini disebabkan perusak-perusak yang berkeliaran!"
"Kau keliru!" seru Bob.
"Aku bukan perusak! Aku ingin mewawancarai orang-orang di sini!
Berkali-kali kubunyikan bel tidak ada yang membukakan pintu!"
Cengkeraman orang itu
mengendur sedikit. Bob menarik lengannya hingga lepas.
"He!"
teriak orang itu.
Bob berkelit darinya,
lalu lari sekencang-kencangnya!
-Bab 12 SEMAKIN
MEMBINGUNGKAN
-IKAN hiu berputar-putar tepat di atas
Pete. Kemudian tiba-tiba pergi menjauh, lalu menghilang.
Pete seorang diri lagi. Aman. Ia menarik
napas lega. Jantungnya masih berdebar-debar. Ditariknya napas panjang beberapa
kali.
Kemudian Pete baru sadar bahwa ada
sesuatu di tangannya. Ia ingat tadi tangannya meraba-raba mencari batu keras
untuk menakut-nakuti ikan hiu itu. Ia melihat pada apa yang digenggamnya.
Bukan! Bukan batu! Bentuknya bulat,
keras, dan halus. Dalam keruhnya air laut, Pete masih dapat mengenali benda di
tangannya itu. Kepala patung keramik-patung putri duyung milik Clark Burton
yang hilang! Di sekitarnya berserakan kepingan-kepingan patung itu-bagian
telapak tangan, ekor ikan, bagian lengan, dan beberapa kepingan-kepingan kecil
yang sukar dikenali.
Jadi ini yang dibuang Clark Burton ke
laut kemarin petang. Tapi mengapa?
Pete hendak memungut
beberapa -kepingan patung putri duyung itu.
Tapi ada sesuatu yang
bergerak-gerak tak jauh darinya. Ia membatalkan niatnya. Bahkan ia tidak
melihat ke arah sumber gerakan itu. Ia yakin ikan hiu itu kembali lagi!
Tanpa menoleh ke kiri kanan lagi ia
berenang ke pantai seperti kesetanan. Begitu sampai di tempat dangkal, ia
berdiri dan berlari. Ia terus berlari sekuat tenaga, bahkan sampai beberapa
meter dari batas air. Di pasir ia menjatuhkan dirinya, terengah-engah.
"Pete, kenapa kau?" tanya
Worthington dengan kuatir.
"Tidak, tidak kenapa-kenapa. Aku
melihat ikan hiu, cuma itu."
Seorang penyelamat pantai lewat dekat dermaga sambil
bersiul-siul dan bersenandung. Sewaktu melihat Pete terbaring di pantai, ia berlari-lari
mendekati.
"Ada apa?" tanyanya.
"Tidak ada apa-apa," sahut
Pete seraya bangkit. "Cuma, aku barusan melihat ikan hiu."
"Ikan hiu? Baik, terima kasih. Akan
kulaporkan hal ini," kata penyelamat pantai. "Sementara ini, kau
jangan berenang di laut dulu."
"Tidak, tidak akan," sahut
Pete dengan segera.
Jupiter membantunya melepas tabung udara
dari punggungnya. Pete masih memegang kepala patung putri duyung. Diberikannya
pecahan patung itu pada Jupe. Lalu ia sendiri berganti pakaian di bagian
belakang karavan. Selesai berganti pakaian ia mendatangi Jupe yang sedang duduk
sembari mengamat-amati kepala patung itu. "Jadi ini rupanya yang dibuang
Burton kemarin petang," kata Jupe.
-"Tidak salah lagi," ujar
Pete. "Sisa-sisa pecahannya masih berserakan di dasar laut. Patung ini
telah pecah berkeping-keping." "Buat apa ia melakukannya?" Jupe
heran.
Pete mengangkat bahu. "Buat apa ia
berbohong tentang saudaranya yang tenggelam? Kalau ia tidak membuka mulutnya
mengenai soal itu, tidak akan timbul kecurigaan kita padanya. Dan kalau ia
membuang kepingan- kepingan patung ini di tong sampah, kelihatannya juga tidak
akan ada masalah."
"Ia kuatir orang
menemukannya," kata Jupe perlahan-lahan. "Polisi mencari Todd ke
mana-mana. Mungkin mereka mengecek setiap tong sampah di sekitar plaza. Dan
pada kenyataannya, mereka melakukan pencarian itu dengan teliti."
"Tapi kalau orang menemukan pecahan
itu," kata Pete, "apakah orang itu akan curiga?"
Worthington dari tadi diam saja
mendengarkan. Sekarang ia mulai angkat bicara.
"Jupe," katanya, "aku
pernah menyopiri Mr. Burton beberapa kali sewaktu ia sedang malas menyopir. Ia
sering menghadiri pemutaran film perdana, dan juga pesta-pesta besar di
kalangan Hollywood. Ia punya sifat suka diperhatikan dan suka berlagak. Kadang-kadang
kalau bicara, kalimat-kalimatnya diambil dari dialog dalam film-film.
Mungkinkah ia kali ini membayangkan sedang memerankan... agen rahasia, atau
pencuri barang-barang seni, atau..."
Worthington terdiam sejenak. Lalu ia
melanjutkan lagi, "Tidak. Bukan itu. Kalau ia begitu, mestinya pikirannya
sudah tidak waras lagi. Kelihatannya ia masih cukup waras."
"Cuma
dibuat-buat," kata Pete.
"Ya. Kurasa itu tepat sekali,"
kata Worthington.
"Tapi tetap saja belum menjawab
mengapa ia membuang patung itu," Jupe mengingatkan.
Saat itu Bob datang berlari-lari di
sepanjang Ocean Front. Ia terlihat ingin sekali menyampaikan sesuatu. Dari jauh
tangannya sudah dilambai- lambaikan. "He," serunya. "Kalian
pasti tidak menyangka! "
"Belum tentu," sahut Jupiter.
"Memangnya kenapa?"
Bob duduk di sampingnya. "Menurutku
Mooch, kawan serumahnya dan Clark Burton bersekongkol."
Bob dengan cepat menceritakan
pengalamannya membuntuti Burton sampai ke sebuah apartemen kosong di Evelyn
Street. Orang berkumis dan bertopi pesiar diceritakannya juga. "Itu orang
yang sama dengan orang yang menyewa kawan serumah Mooch kemarin di pasar budak,
" kata Bob. "Dan aku yakin dia adalah Clark Burton!"
"Astaga!" seru Pete.
Jupe nampak terpesona. "Jadi
menurutmu Clark Burton mengenakan kumis palsu, kaca mata hitam, dan topi
pesiar, lalu pergi berkendaraan mobil sport biru itu untuk melakukan urusan
rahasia? Dan kemarin Burton juga yang menyamar menjadi orang yang menyewa kawan
serumah Mooch di pasar budak?"
"Aku yakin seratus persen,"
ujar Bob mantap.
"Kita dapat membuatnya menjadi
yakin dua ratus persen," kata Jupe. "Yaitu dengan mencari siapa
pemilik mobil sport itu." "Aku punya nomor platnya." Bob
mengeluarkan catatannya.
Jupe melihat catatan itu. "Bangunan
kosong?"
"Benar," sahut Bob.
"Tidak ada seorang pun, kecuali tetangganya yang bertubuh besar mengerikan
itu. Untung aku bisa lari lebih cepat darinya. "
"Ya, kau benar-benar beruntung.
Mari kita cek nomor ini pada Chief Reynolds."
"Kau akan meneleponnya?" tanya
Bob.
"Tidak, aku akan menemuinya langsung,"
jawab Jupe.
Jupe dan Worthington kembali ke Rocky
Beach untuk menemui Chief Reynolds. Bob pergi ke Plaza Putri Duyung untuk
mengawasi Clark Burton kalau ia kembali ke galerinya. Pete mengambil posisi di
balik semak-semak di seberang rumah Mooch untuk mengamat-amati gerak- gerik
Mooch.
Jupe dan Worthington meluncur kembali ke
arah utara di sepanjang Coast Highway. Dalam waktu setengah jam mereka -udah
sampai di Kantor Polisi Rocky Beach. Chief Reynolds bersedia meluangkan waktu
untuk bertemu dengan mereka. Ia terlihat tidak terlalu tertarik sewaktu Jupiter
dan Worthington masuk. Kelihatannya ia sedang sibuk mengurus sesuatu yang
penting.
"Ada apa?"
tanya Chief Reynolds.
"Perkenalkan,
ini kawanku Worthington," kata Jupe.
"Hai, Mr.
Worthington."
Worthington mengangguk sambil tersenyum.
"Baik," kata Chief Reynolds.
"Langsung saja ke pokok permasalahan. Apa yang kalian inginkan?"
"Aku ingin tahu siapa pemilik mobil
sport biru dengan nomor polisi 616 BTU. Mobil itu disimpan di sebuah garasi
setengah mil dari Pantai Venice," kata Jupe.
"Pantai Venice?" Mata Chief
Reynolds memicing. "Ini tidak ada hubungannya dengan kasus hilangnya anak
kecil di Venice, bukan?"
"Ada, Sir," jawab Jupe.
"Mrs. Stratten, ibu anak itu, meminta kami untuk menolongnya."
"Ia tidak percaya pada polisi Los
Angeles?"
"Bukan begitu. Ia cuma beranggapan
barangkali saja kami dapat melakukan penyelidikan yang... "
"Kuperingati kau, Jupiter!"
potong Chief Reynolds. "Kau sebaiknya tidak turut campur dalam urusan
polisi kali ini! Nyawa seorang anak kecil dipertaruhkan dalam hal ini!"
"Kami sadar akan .hal itu, Chief
Reynolds," ujar Jupe. "Kalau kami menemukan sesuatu, kami -akan
menghubungi polisi Los Angeles. Ini janji kami."
Chief Reynolds
menatap Jupiter beberapa saat. Kemudian ia mengambil nomor polisi yang
disodorkan Jupe, dan keluar dari kantornya.
"Apa kataku!" kata
Worthington. "Sudah kubilang bahwa ia pasti tidak menyukai tindakan
kalian. "
Jupe mengangguk. "Ia pribadi tidak
sepenuhnya menyetujui tindakan Trio Detektif. Meskipun pada kenyataannya kami
sering menolongnya, ia tetap meminta kami untuk tidak terlalu jauh melangkah.
"
Chief Reynolds kembali beberapa menit
kemudian dengan sebuah catatan di tangannya. "Mobil itu tercatat atas nama
Clark Burton," katanya. "Empat delapan delapan Ocean Front,
Venice."
"Ah!" kata
Jupe.
"Ini yang
kauharapkan, kan?" kata Chief Reynolds.
Jupiter mengangguk.
"Baik. Ada yang
ingin kaukatakan padaku tentang Clark Burton?"
"Tidak pada saat
ini," ujar Jupe berhati-hati.
Chief Reynolds melihat padanya dengan
pandangan menyelidik. "Ingat apa yang kukatakan tadi," ia
memperingatkan.
"Yes, Sir," kata Jupe. Ia dan
Worthington bergegas keluar.
Pada saat mereka tiba kembali ke Venice.
Worthington menurunkan Jupe di belakang Plaza Putri Duyung. Ia berjanji akan
kembali lagi dalam waktu sekitar satu jam. Jupe menemui Bob yang sedang
menunggu di teras Kantin Nue House. Di depannya terdapat sebuah gelas kosong,
dengan dua buah sedotan terjulur keluar.
"Burton membuka
galerinya setengah jam yang lalu," lapor Bob.
"Mobil yang kaulihat di Evelyn
Street itu memang mobil miliknya," kata Jupe.
"Seperti yang kuduga," kpta
Bob. "Buat apa ia menyamar dengan kumis tebal dan kaca mata hitam segala?
Dan buat apa pula mobilnya yang satu lagi? Aku tanya pada Regina Stratten apa yang
biasanya ia kendarai. Menurut Regina, ia mempunyai sebuah mobil Jaguar di
garasi belakang tempat ini. Buat apa ia punya mobil sport itu kalau ia sudah
punya mobil Jaguar?"
Jupe mengangkat bahu. Saat itu Pete
datang bergabung dari Ocean Front.
"Aku baru saja membayang-bayangi
Mooch Henderson," kata Pete dengan bangga. "Dan aku menemukan
sesuatu. Rupanya ia mencuri anjing bukan untuk minta tebusan, tapi untuk
mendapatkan hadiah. Tadi ia membeli koran pagi Santa Monica. Aku beli juga
koran itu. Ternyata ada iklan yang menawarkan hadiah bagi siapa yang menemukan
anjing spanil belang-belang hitam putih. Mooch bergegas masuk ke rumahnya.
Ketika keluar lagi, ia membawa seekor anjing spanil dengan ciri-ciri persis
seperti yang diiklankan di koran. Dibawanya anjing itu ke sebuah kompleks di
Ocean Park, ke alamat yang tercantum di koran. Anjing itu melompat ke dalam
pelukan seorang wanita yang muncul di pintu rumah. Wanita itu menghadiahi Mooch
uang. Mooch lalu pergi melenggang sambil bersiul-siul."
Usai bercerita, Pete mendadak sadar
sendiri. "Tapi apa hubungannya itu dengan hilangnya Todd Stratten?"
katanya. "Tidak mungkin Mooch mencuri Tiny agar diberi hadiah nantinya.
Orang di sini tidak akan percaya padanya. Lagi pula Tiny galak dan tidak mudah
diperangkap!" "Masuk akal," komentar Jupe. Tapi ia kelihatannya
tidak memperhatikan benar kata-kata Pete. Ia termenung sambil memandang Hotel
Putri Duyung yang sudah lama tidak dihuni lagi. Ekspresi wajahnya serius. Ia
menarik-narik bibir bawahnya, suatu tanda bahwa ia sedang berpikir keras.
"Mungkin ini menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang kita hadapi," kata Jupe. "Ada kemungkinan
Clark Burton tidak tersangkut paut dalam kasus kita ini. Demikian pula halnya
dengan Mooch Henderson. Todd Stratten berlari ke halaman pada tanggal empat
Juli, dan sejak itu tidak ada lagi yang melihatnya. Todd anak kecil yang penuh
khayalan dan suka bertualang. Mungkinkah ia masih di sini?"
Jupe menunjuk ke arah hotel.
"Mungkinkah ia merangkak masuk melalui lubang angin? Atau melalui jendela terbuka
di gudang bawah tanah? Memang polisi sudah mengeceknya. Tapi ingat, -polisi
harus meneliti daerah pantai yang luas ini. Bukan tidak mungkin ada sudut di
hotel itu yang luput dari perhatian mereka."
Bob menegakkan posisi duduknya.
"Bagaimana caranya supaya kita bisa masuk ke sana?" tanyanya.
"Clark Burton ada di galerinya saat
ini. Apa alasan dia untuk menolak kita melakukan pencarian di Hotel Putri
Duyung?"
-Bab 13 PENYELIDIKAN DI HOTEL TUA
CLARK BURTON mulanya tidak mengizinkan
anak-anak menyelidiki Hotel Putri Duyung. "Hotel itu tertutup rapat sejak
bertahun-tahun yang lampau," katanya. "Jendela-jendelanya dipasangi
jeruji besi. Anak kecil tidak mungkin bisa masuk." "Belum tentu Mr.
Burton," tukas Pete. "Waktu aku seumur Todd, aku bisa masuk ke sebuah
rumah tua yang sudah tidak dihuni. Seluruh pintu dan jendela terkunci rapat.
Tapi aku tetap saja bisa saja masuk. Tidak seorang pun mempedulikan jendela
loteng yang terbuka. Aku memanjat pohon, lalu merangkak pada cabang pohon yang
terjulur ke atap rumah itu, dan masuk lewat jendela loteng. Tapi aku tidak bisa
keluar lagi! Akhirnya orang mendobrak pintu untuk menolongku keluar."
Burton memandang ke luar, ke arah Hotel
Putri Duyung. Jendela-jendela pada lantai satu dan dua memang dipasangi jeruji
besi, tetapi jendela di lantai tiga tidak.
"Mustahil!" kata Burton.
"Todd harus memanjat atap galeri ini atau atap apartemen Mr Conine untuk
sampai ke jendela atas hotel."
-"Kami tidak berkata bahwa Todd
melakukan itu, Mr. Burton," kata Jupe dengan sabar. "Kami cuma
mengingatkan bahwa anak kecil sering melakukan hal-hal yang tidak terbayangkan
oleh orang dewasa. Apa salahnya untuk mengecek hotel itu? Bagaimana kalau
ternyata benar Todd terkurung di dalamnya? Bisa jadi ia terluka atau terbaring
tak sadarkan diri di dalam?"
Burton menghela napas. Diambilnya
serenceng kunci dari apartemennya. Sebuah papan di depan pintu galeri di
baliknya, sehingga terbaca tulisan TUTUP.
"Kalau Todd masuk ke hotel,"
katanya, "bagaimana mungkin Tiny tertabrak mobil?"
"Itu tidak jelas" sahut Jupe.
"Mungkin antara kematian Tiny dengan hilangnya Todd tidak ada hubungannya
sama sekali." "Oke," ujar Burton. "Bagiku, ini hanya
membuang-buang waktu dengan percuma. Tapi aku ingin agar kita semua yakin bahwa
Todd memang tidak terperangkap di dalam hotel."
Ia berjalan di depan, turun ke bawah,
lalu menuju pintu utama Hotel Putri Duyung. Dibukanya pintu lebar-lebar.
Anak-anak melihat ruangan yang gelap dan penuh debu. Mereka mengikuti Burton
memasuki ruangan menuju lobi. Kursi-kursi dan sofa-sofa rusak ditumpuk
berkelompok- kelompok. Sinar matahari hampir tidak dapat menerobos kaca jendela
yang dilapisi debu tebal, membuat ruangan itu remang-remang. Karpet robek dan
bolong-bolong terserak di sana-sini.
Pada jambangan-jambangan bunga terdapat
ranting-ranting lapuk bekas tanaman. Jejak-jejak tampak menyapu debu di karpet.
Jejak polisi yang pernah menyelidiki tempat ini. Tapi tidak ada jejak anak
kecil.
Penyelidikan dilanjutkan dari lobi ke
ruang makan. Kursi-kursi diletakkan terbalik di meja-meja makan. Di luar ruang
makan terdapat lorong- lorong, kantor-kantor, dan gudang-gudang. Semuanya
diselidiki. Todd tidak ditemukan di sana.
Dapur penuh dengan sarang labah-labah.
Seekor tikus meloncat keluar dari sebuah mangkuk ketika anak-anak mendekati
meja dapur. Sewaktu penyelidikan berlangsung di dapur, mereka mendengar sebuah
suara- suara seperti erangan yang sepertinya datang dari suatu tempat di bawah
mereka.
"Apa itu?!" seru Pete.
Wajah Burton pucat. Ia pergi ke sebuah
pintu di ujung dapur. Dibukanya pintu itu. Jupe menyusul di belakangnya. Sambil
berjingkat di belakang Burton, Jupe mencoba melihat ada apa di balik pintu itu.
Ia melihat tangga menuju ke bawah. Bau tidak enak menjalar dari ruangan di
bawah.
"Gudang bawah tanah," kata
Burton. "Hampir tidak pernah dipakai sama sekali. Kalau air laut pasang
lebih dari normal, gudang ini tergenang air."
Bob menghilang sebentar. Ia kembali
dengan -membawa sebatang lilin yang ia temukan di ruang makan. Lilin itu lilin
bekas, panjangnya palingpaling tinggal seperempat dari panjang semula. Burton
menyalakan lilin itu. Anak-anak perlahan-lahan ikut menuruni tangga di belakang
Burton. Pete merasa bulu di tengkuknya merinding. Buru-buru ia merapatkan diri
pada kawan-kawannya.
Mereka mendengar suara itu lagi. Kali ini
suara itu lebih dekat. Dan lebih menyeramkan. Untuk sesaat mereka tidak
bergerak-gerak. Namun kemudian Pete menunjuk ke suatu tempat.
Ada sebuah jendela
pada bagian atas dinding gudang yang tinggi.
Jendela itu ditutup dengan papan kayu
rapat-rapat sehingga hanya sedikit sekali cahaya matahari yang dapat menembus
masuk. Suara lalu lintas terdengar seperti suara orang bergumam. Kemudian
terdengar pula bunyi gerabak-gerubuk yang ditimbulkan benda-benda logam.
"Itu suara ribut-ribut dari jalan
raya," kata Pete dengan perasaan lega.
Ia mendekati jendela, lalu menggeser
papan penutup jendela itu. Kini terdapat celah kecil. Pete mengintip ke luar
melalui celah itu. Di luar nampak suatu daerah terbuka di tepi Speedway.
Truk sampah tampak diparkir di pinggir
Speedway dekat hotel. Truk itu sedang mengambil sampah dari Plaza Putri Duyung.
Pengemudi truk mengangkat sebuah tong sampah dan meletakkannya di belakang
truk. Dengan sebuah alat pengangkat, tong itu diangkat ke atas bak belakang,
lalu dibalikkan hingga seluruh isinya tertumpah ke dalam bak. Suara berisik
yang ditimbulkannya mirip dengan suara yang mereka dengar tadi.
"Oo," gumam Jupe perlahan. Ia
mengintip di belakang Pete. "Jadi suara ini yang tadi kita dengar.
Ternyata cuma truk sampah."
Sambil tersipu-sipu, Trio Detektif
menyelidiki gudang bawah tanah dengan cepat. Setelah itu mereka kembali naik
tangga, menuju dapur.
Todd tidak ditemukan
di lantai pertama dan di gudang bawah tanah.
Trio Detektif menaiki sebuah tangga
besar, untuk melanjutkan penyelidikan di lantai dua. Di sana terdapat lorong
dari ujung ke ujung bangunan itu. Pintu-pintu kamar terbuka lebar, seakan
hendak memperlihatkan setiap sudut kamar yang kosong itu. Tidak ada kamar yang
bebas dari sarang labah-labah.
Di beberapa kamar, tikus-tikus berkeliaran.
Tikus-tikus itu cepat-cepat bersembunyi ketika mendengar suara orang. Akhirnya
anak-anak sampai pada sebuah kamar yang terkunci.
"Ini Princess Suite-kamar spesial
bagi tamu-tamu istimewa," kata Burton seraya menunjuk pada tulisan di atas
pintu. "Aku sudah berulang kali mencoba membukanya. Setiap kunci yang
kucoba tidak bisa digunakan untuk membuka pintunya. Kurasa kuncinya sudah
berkarat atau rusak. Kalau nanti kuputuskan juga untuk memperbarui hotel ini,
aku harus merusak pintu ini. Sayang, pintu ini indah dan antik."
Dan pintu itu memang
indah dan antik, dihiasi ukiran timbul menggambarkan makhluk-makhluk laut. Di
tengah-tengah terukir kepala seorang anak yang lucu, kembaran dari putri duyung
yang pernah dipajang di galeri milik Burton.
"Putri duyung yang pernah menghiasi
galeriku tadinya berada di lobi," ujar Burton. "Aku ingin sekali
mengambil ukiran. ini untuk menghiasi galeriku. Tapi aku tidak dapat
melakukannya tanpa merusaknya."
"Ya, sayang sekali kalau sampai
rusak," kata Jupe menyetujui. "Jadi Anda benar-benar belum pernah
masuk ke dalam kamar ini sejak Anda membeli hotel ini?"
"Ya, belum sekali pun," jawab
Burton menegaskan. "Kalau saja pintunya tidak seindah ini, tentu sudah
kubongkar dari dulu-dulu. Kamar ini sangat istimewa. Dulunya Franeesea Fontaine
yang menempati kamar ini."
"Jadi di sini hantu itu
gentayangan?" Pete meneguk ludah.
Burton tersenyum mengejek. "Masa
kau percaya takhyul itu?" katanya. "Aku sendiri tidak percaya. Orang
selalu mengarang-ngarang cerita takhyul tentang gedung-gedung yang tidak
dihuni. Dan hotel ini pernah dihuni Franeesea Fontaine, yang kematiannya masih
merupakan misteri sampai sekarang. Jadi wajar saja kalau orang makin
bersemangat menyebarkan cerita-cerita bohong tentang hantu Fontaine yang
gentayangan di sini. Bahkan di antara mereka ada yang mengaku-aku pernah
melihat Fontaine di dalam kamar ini, sudah berbentuk kerangka dan terbaring
kaku di tempat tidur. Ada juga yang mengatakan bahwa Fontaine menderita
penyakit parah yang memalukan dan sulit disembuhkan. Ia membayar manajer hotel
supaya tutup mulut dan tetap menyembunyikannya. Akhirnya ia mati di sini, dalam
keadaan setengah gila!"
Clark Burton
berhenti. Anak-anak gemetar, seakan-akan lorong itu menjadi dingin.
"Itu semua omong kosong!" seru
Burton. "Aku pernah mengintip melalui jendela luar. Waktu itu ada pekerja
bangunan yang memasang palang- palang kayu di luar. Kamar istimewa ini cuma
ukurannya saja yang lebih besar. Lainnya sama saja dengan kamar yang lain.
Kosong, tidak ada isinya."
Burton dan anak-anak pergi ke lantai
tiga Jendela-jendela di lantai teratas ini tidak dipasangi jeruji besi.
Sebagian besar pintu kamar terbuka.
"Kita berada sepuluh meter di atas
tanah sekarang," Burton menerangkan. "Tak seorang pun dapat masuk ke
sini."
"Adakah loteng di atas
sekali?" tanya Jupiter
"Tidak. Di atas langsung atap. Dan
atap itu sudah rapuh."
Mereka menyelidiki setiap sudut di
lantai itu. Lagi-lagi tidak dijumpai apa-apa di sana. Pada -salah satu sudut
terdapat sebuah lubang menuju gudang di lantai paling bawah.
"Lubang untuk rak makanan,"
kata Burton. "Biasa digunakan untuk mengirim makanan dari dapur ke atas.
Ini semacam lubang untuk lift, tapi lebih kecil dan khusus untuk makanan."
Rak makanan telah hilang sehingga lubang
itu kosong. Burton meyakinkan anak-anak bahwa polisi telah menyinari lubang itu
sampai ke dasarnya. Dan polisi tidak menemukan apa-apa.
Trio Detektif turun
tangga perlahan-lahan dengan lemas karena tidak menemukan apa yang mereka
harapkan. Di halaman, Regina Stratten telah menunggu. Ia terlihat makin kurus.
Bengkak di matanya belum hilang, bahkan makin besar.
"Kalian baru mencari di
hotel?" katanya. "Todd tidak di sana. Tapi ide kalian mungkin benar.
Todd berada tidak jauh dari lokasi ini. Ia bersembunyi di suatu tempat. Aku
mempunyai firasat bahwa ia masih berada di sekitar sini. Kalian pernah lihat
sendiri kan, ia anak nakal. Mungkin ia berlari-lari ke Speedway, bahkan mungkin
sampai Pacific Avenue. Tiny mengikutinya hingga tertabrak mobil. Todd merasa
bersalah. Karena itu ia bersembunyi, tidak berani pulang.
"Dengar, ia selalu meniru-niru apa
yang dilihatnya di televisi atau di buku-buku. Kalian tahu apa yang dilihatnya
minggu lalu? Film tua berjudul The Little Fugitive Buronan Cilik."
"Oh!" Clark Burton terkejut.
-"Film itu menceritakan tentang
seorang anak laki-laki kecil yang merasa telah membunuh saudaranya. Ia kabur ke
Coney Island, lalu bersembunyi di kolong jembatan."
Regina Stratten tiba-tiba menjadi lesu.
"Di sini tidak ada jembatan," ujarnya dengan sedih, "dan polisi
sudah menyelidiki Dermaga Venice. Mereka kembali dengan tangan hampa. Tapi Todd
dapat saja bersembunyi di tempat lain, kan?"
"Tentu saja mungkin, Regina,"
kata Clark Burton. "Kalau sudah lapar, pasti ia pulang sendiri. "
Burton kembali ke galerinya. Di wajahnya
terbayang suatu niat yang ingin segera dilaksanakannya.
"Sekarang pasti
ia sudah kelaparan," kata Regina lirih. "Sudah dua hari
berlalu."
Ia berjalan dengan gontai ke toko
bukunya. Pete memandang ke Galeri Putri Duyung. Burton tidak membuka galeri itu
lagi. Papan di pintu galeri masih terbaca TUTUP.
"Kelihatannya Burton akan pergi ke
suatu tempat," duga Jupe. "Cerita tentang anak kecil bersembunyi di
kolong jembatan bisa jadi memberikan ilham padanya. Ingat kelakuannya tadi
waktu meninggalkan tempat ini barusan? Seakan mendadak tebersit ilham di
kepalanya."
"Ia mestinya belum jauh
beranjak," kata Bob seraya berlari ke luar, lalu memutar ke arah sisi
utara plaza. Hanya dalam beberapa detik berikutnya, ia muncul di samping. toko
buku.
-"Ia baru saja keluar lewat tangga
belakang!" teriak Bob memberi tahu kedua kawannya. "Cepat!"
Anak-anak bergegas memutari plaza menuju
belakang Hotel Putri Duyung. Mereka terlambat sedetik. Burton baru saja keluar
dari garasi mengendarai mobil Jaguarnya yang ramping dan berwarna abu-abu.
"Terlambat, ia sudah naik
mobil!" seru Pete.
"Bagaimana kita bisa membuntutinya
sekarang?"
"Aku tahu caranya," balas Jupe
seraya menunjuk pada sesuatu di Speedway.
Worthington datang
tepat pada saat yang genting itu. Ia meluncur di Speedway dengan karavannya.
Dihentikannya karavan itu tepat di muka anak-anak. "Maaf, aku agak
terlambat,"katanya. "Kalian sudah siap untuk...."
Anak-anak tidak menunggunya hingga
selesai bicara. Mereka buru-buru masuk. Jupe menunjuk ke depan, pada mobil
Jaguar yang masih nampak. "Clark Burton hendak pergi ke suatu tempat. Kami
ingin tahu ke mana tujuannya!"
"Beres, Jupe," sahut
Worthington. "Dia tidak akan lolos dari kejaranku, meskipun dia
berkendaraan Jaguar dan aku cuma mengendarai karavan. Jangan takut!"
Karavan itu melompat sambil menimbulkan
suara berdecit-decit, ketika Worthington menancap gas.
Mobil Jaguar itu membelok di suatu
persimpangan menuju Santa Monica. Worthington ngebut, menjaga agar Jaguar itu
tetap berada dalam jarak pandang.
Di Santa Monica mobil Burton itu
dibelokkan lagi ke arah pantai. Burton memarkir mobilnya di sebuah pelataran
yang berjarak sekitar dua ratus meter dari Dermaga Santa Monica. Worthington
melewatinya, dan memarkir karavan agak jauh dari mobil Burton.
Anak-anak tidak keluar dari karavan.
Melalui kaca depan mereka dapat dengan leluasa mengamati gerak-gerik Burton.
Mereka melihat Burton keluar, lalu. berjalan mendatangi dermaga.
"Jadi itu rupanya!" kata
Jupiter. "Anak kecil dalam film Buronan Cilik bersembunyi di kolong jembatan.
Meskipun di sini tidak ada jembatan, tetapi ada dermaga. Menurut Mrs. Stratten,
polisi telah menyelidiki Dermaga Venice, tetapi mungkin Dermaga Santa Monica
belum. Jadi Burton menduga dermaga ini yang dijadikan tempat persembunyian oleh
Todd." "Tapi kan ini jauh dari Venice!" seru Bob sambil
mengamati Burton turun ke bawah dermaga.
"Tidak kurang dari dua mil
jaraknya!"
"Apakah dua mil terlalu jauh bagi
anak seaktif Todd?" balas Jupe.
"He, kalau memang Todd di sini,
jangan sampai kita keduluan oleh Burton menemukannya," ujar Pete dengan
nada kuatir. "Maksudku, ada sesuatu yang aneh dalam diri aktor itu, dan...
dan... he, Lihat!"
Burton muncul sambil berlari dari bawah
dermaga. Seorang yang kurus berwajah kemerah-merahan dengan pakaian
compang-camping mengejarnya. Gelandangan itu mengacung-acungkan botol kosong
dengan sikap mengancam. Burton lari terbirit-birit. Dengan tergopoh-gopoh ia
membuka pintu Jaguarnya, dan masuk ke dalamnya. Detik berikutnya ia telah
memacu mobilnya ke jalan raya, meninggalkan pengejarnya yang mengumpat-umpat di
pelataran parkir.
Worthington tidak dapat menahan gelak
tawanya. Agak lama ia baru dapat mengendalikan dirinya lagi. "Aku selalu
dengar," kata Worthington, "bahwa orang-orang yang tinggal di kolong
dermaga mempunyai harga diri juga. Mereka tidak suka diusik-usik, atau
direndahkan. Rupanya Burton baru belajar mengetahui hal itu."
"Sebentar," kata Pete. Ia keluar dari karavan,
dan berlari mendatangi orang itu. Gelandangan itu masih menyumpah-nyumpah
ketika Pete tiba di dekatnya.
"Numpang tanya, Mister," sapa
Pete dengan sopan.
Orang itu menoleh
pada Pete.
"Kami mencari seorang anak kecil,
kira-kira segini tingginya," kata Pete sambil mengira-ngira tinggi Todd
dengan tangannya. "Ia hilang sejak dua hari yang lalu."
"Aku tidak lihat anak kecil,"
jawab gelandangan itu. "Aku tidak suka anak kecil Aku usir anak kecil
kalau berani dekat-dekat. "
"Terima kasih banyak," kata
Pete.
-Gelandangan itu berbalik dan berjalan tertatih-tatih ke
tempatnya di kolong dermaga. Pete kembali ke karavan. "Kocak juga
pengalaman ini, tapi... kita masih belum mendapatkan apa-apa," keluhnya.
"Belum tentu kita tidak dapat
apa-apa," ujar Jupe dengan kalem. "Kita sekarang tahu bahwa Clark
Burton juga ingin mencari Todd, bahkan ia kelihatannya bertekad untuk menemukan
Todd sebelum orang lain menemukannya. Mencurigakan. Mengapa ia suka berahasia
begitu?"
"Aktor itu misterius. Bisa jadi
kita harus memecahkan misteri Clark Burton sebelum kita memecahkan misteri
hilangnya Todd Stratten!"
-Bab 14 KERUSUHAN DI ROMAH MOOCH
-TRIO DETEKTIF kembali ke pantai Venice
keesokan paginya. Regina Stratten sedang di rumahnya, tetapi ayahnya sedang
berjalan-jalan menghirup udara segar di Ocean Front dekat toko bukunya.
"Aku menyarankan
Regina untuk istirahat di rumah," kata Mr. Finney.
"Ia kelelahan.
Ada tetanggaku yang bersedia menemaninya-dia pula yang selalu menjagai
apartemen kami kalau-kalau Todd muncul di sana."
Ia terlihat sangat tertekan. "Sudah
tiga hari berlalu," desahnya. "Aku mulai putus asa. Todd makan apa
selama tiga hari ini? Memang ia cerdik, tapi ia kan baru lima tahun!"
Jupe mendehem. "Mr. Finney,
bagaimana hasil otopsi Tiny?"
"Tidak ada yang dapat
membantu," desah Charles Finney lagi. "Tiny terpukul sesuatu pada
kepala dan punggungnya. Tapi luka memar itu tidak terlalu berbahaya. Anjing itu
rupanya mati karena serangan jantung. Tiny sudah tua. Anjing tua memang mudah
kaget, seperti orang tua saja."
Mr. Finney masuk ke tokonya. Anak-anak
menjelaskan rencana mereka hari itu.
-Mereka datang ke sana membawa sebuah
rencana, dan juga walkie- talkie mereka. Jupiter yang mempunyai bakat dalam
bidang elektronika, telah mengutak-atik tiga buah radio seperti radio CB, namun
dengan jangkauan lebih pendek. Radio itu dipermaknya sehingga dapat digunakan
baik untuk mengirim atau menerima pesan. Sekarang, masing- masing anak memegang
satu walkie-talkie. Lalu Bob pergi ke posnya di balik semak-semak di seberang
rumah Mooch Henderson.
"Kita harus segera menemukan apakah
Mooch terlibat dalam kasus hilangnya Todd." Jupe menginstruksikan
sebelumnya. "Juga, kita harus memastikan apa hubungan antara kawan serumah
Mooch dengan Clark Burton."
Pete dan Jupe
mengambil posisi mereka pada sebuah meja di teras Kantin Nut House. Dari sana
jendela apartemen Clark Burton dapat terlihat dengan jelas.
"Tirainya masih tertutup."
Pete mengamati. "Rupanya ia tidak percaya bahwa bangun pagi membuat orang
sehat dan bijak."
"Aku tidak bisa membayangkan kalau
ia hidup hanya dengan mengandalkan galerinya," ujar Jupe. "Pasti ia
mendapat penghasilan lebih banyak dari uang sewa bangunan di plaza ini. Galeri
itu palingpaling hanya sebagai hobi."
Pada saat itu tirai pada sebuah jendela
di apartemen Burton tersingkap. Burton melihat ke luar. Ia melihat Jupe dan
Pete. Setelah bimbang sesaat, ia melambai.
-Anak-anak balas melambai.
"Kita ke mana-mana berdua
melulu," kata Pete. "Lama-lama ia akan tahu bahwa kita
mengawasinya."
"Mengawasi bukan perkataan yang
tepat," tukas Jupe. "Mrs. Stratten menyewa kita untuk menemukan
anaknya. Dan kita di sini berusaha meraup segala informasi yang dapat membawa
kita ke arah penyelesaian kasus ini."
Tony Gould keluar membawa notes pesanan.
"Pesan apa?" tanyanya.
Bertepatan dengan saat itu, suara Bob
terdengar di walkie-talkie Jupe dan Pete. "Jupe! Pete! Mooch baru saja
pergi. Kawannya sudah pergi sepuluh menit yang lalu. Rumah itu sekarang
kosong."
"Apa
katamu?" tanya Tony Gould.
Jupe nyengir. "Pete sudah lama
ngebet ingin bekerja dalam bisnis restoran:’ katanya. "Anda perlu asisten
restoran?"
Pete melongo memandangi Jupiter.
"He, sejak kapan... "
"Kau punya izin kerja?" sela
Tony Gould.
Dengan perasaan lega, Pete menggeleng.
"Kukira itu akan membuatku tidak diterima, kan?"
"Well, aku rasa kau dapat
mengurusnya belakangan." ujar Tony Gould. "Dengan senang hati kau
kuterima bekerja di sini."
Pete lemas lagi. "Awas kau! Akan
kubalas nanti!" ancamnya dengan berbisik pada Jupe
Tony masuk ke kantin.
-"Sudahlah, anggap saja
rezeki," kata Jupe. "Zaman sekarang susah cari pekerjaan. Dan yang
penting, Burton tidak akan curiga. Sekarang aku akan menemui Bob. Selamat
bekerja."
Jupe berjalan memutar ke belakang Plaza
Putri Duyung, lalu menyeberangi Speedway. Bob sudah menunggunya. Ia duduk di
sebuah batu di depan rumah Mooch.
"Mooch pergi berjalan kaki,"-
ujar Bob. "Aku tadi ingin mengikutinya, tapi kupikir lebih baik tinggal di
sini saja. Mungkin lebih banyak yang akan kudapat di sini. Di belakang ada
sekitar lima atau enam ekor anjing. Kalau mereka menyalak bersama-sama, wah,
ramainya bukan main, seperti orkestra suara anjing saja." "Keputusanmu
tepat, Bob," kata Jupe. "Kau jaga di sini. Aku akan masuk ke dalam.
Kalau ada yang datang, cepat-cepat beri tahu dengan walkie- talkiemu."
"Mooch tadi mengunci
pintunya," Bob mengingati.
"Mesti ada jalan masuk," kata
Jupiter. "Selalu ada, selama orang cukup gigih mencarinya."
Jupiter ternyata benar. Di samping
rumah, terdapat sebuah jendela yang tidak bisa dikunci. Kayunya sudah rapuh dan
kayu yang mengikat kunci sudah ambrol. Dengan hati-hati Jupe mengangkat bingkai
jendela. Ia menyelinap masuk, sambil berusaha agar kehadirannya tidak tercium
oleh anjing-anjing di pekarangan belakang.
-Ia berada dalam sebuah ruangan yang
dulunya digunakan sebagai ruang makan. Sebuah gantungan lilin tampak terjuntai
dari tengah langit- langit. Ada sebuah bupet merapat pada salah satu dinding
ruangan. Bupet itu dicat abu-abu mengkilat, sangat tidak serasi dengan keadaan
ruangan. Majalah dan koran-koran berserakan di lantai. Selain itu, tidak ada
apa-apa lagi dalam ruangan, bahkan meja dan kursi pun tidak.
Jupe berjalan memasuki
dapur. Ia melihat meja dengan piring-piring kotor bertumpuk di atasnya. Meja
cuci lebih parah lagi. Bukan hanya piring dan gelas kotor tertumpuk di sana,
tetapi juga sisa-sisa makanan dan kertas-kertas pembungkus. Di samping tumpukan
piring kotor terdapat beberapa dos makanan anjing. Dapur itu bukan main baunya.
Pintu menuju pekarangan belakang sudah melengkung sehingga hampir tidak dapat
dibuka. Pegangan. pintu dikaitkan dengan seutas kawat pada sebuah paku di kusen
pintu. Sambil menutup hidung, Jupe berlalu dari dapur.
Di ruangan depan terdapat dua buah
bangku kulit dan sebuah meja bundar dengan alas kaca. Di meja bundar itu
tergeletak beberapa tali anjing dan koran-koran Sant- Monica. Iklan-iklan
mengenai anjing hilang nampak ditandai dengan tinta merah tebal di koran itu.
Terdapat setumpuk amplop berwarna coklat. Alamat tercantum di muka setiap
amplop. Amplop yang dikeluarkan pemerintah. Biasanya amplop itu dikirimkan pada
orang yang memerlukan bantuan. Jupe merasa geram. Rupanya Mooch mempunyai kebiasaan
buruk lain, selain mencuri anjing. Ia juga mencuri amplop dari kotak-kotak pos.
Sudah berapa banyak orang tua atau orang cacat yang menjadi korban Mooch, pikir
Jupe.
Jupe naik ke lantai dua. Di kamar tidur
dan kamar mandi ia tidak menemukan apa-apa selain pakaian-pakaian kotor yang
dibiarkan berserakan di sana-sini.
Tidak ada lantai tiga. Tidak ada ruang
bawah tanah. Tidak nampak pula tanda-tanda adanya Todd Stratten. Dan kalau
Clark Burton punya hubungan dengan kedua orang yang tinggal di sini, sukar
dilacak apa bentuk hubungan mereka itu. Paling jauh bisa diterka bahwa Burton
memakai tenaga kedua orang itu untuk melakukan suatu pekerjaan. Tapi pekerjaan
apa?
Jupe baru mau keluar rumah itu, ketika
didengarnya suara Bob di walkie talkie. "Jupe, Mooch datang!"
Jupe bergegas masuk ke ruang makan.
Dilihatnya Mooch datang dari arah Pacific Avenue. Mendadak baru disadarinya
bahwa ia tidak bisa keluar lewat jendela itu tanpa terlihat oleh Mooch. Dari
balik kaca jendela ia bisa melihat Mooch. Mustahil Mooch tidak melihatnya jika
ia keluar lewat situ.
"He, Jupe,
cepat!" kata Bob.
Jupe berlari ke pintu belakang di dapur.
Kini terdengar langkah kaki di serambi muka. Penyelidik Satu buru-buru membuka
kawat yang mengunci pintu. Sesaat kemudian pintu itu terbuka. Jupe melangkah
memasuki pekarangan belakang.
Salak anjing meledak begitu Jupe
melangkah.
"He, ada apa di belakang
sana?" teriak Mooch dari serambi muka. Terdengar suara langkah mengitari
rumah, menuju pekarangan belakang.
Jupe mempelajari keadaan sekelilingnya
dengan cepat. Halaman belakang itu dikitari dengan pagar kayu yang tinggi.
Jupiter tahu bahwa ia tidak dapat memanjat pagar itu dengan cepat untuk
melarikan diri. Hanya ada satu pintu keluar. Dan Mooch sedang berjalan menuju
pintu itu dari luar. Jupe terperangkap!
Hanya satu hal yang dipikirkan Jupe. Ia
berlari mendekati kandang- kandang anjing.
"He, kau!" teriak Mooch dari
luar. Tanpa membuang-buang waktu untuk membuka pintu, ia langsung melompati
pagar.
Jupiter telah sampai pada salah satu kandang
anjing. Dibukanya pintu kandang itu lebar-lebar. Seekor anjing gembala Jerman
melompat ke luar kegirangan.
"He, masuk! Masuk! Jangan
lari!" teriak Mooch pada anjing itu.
Jupe melangkah dengan gesit ke kandang
di sebelahnya. Dibukanya pula pintu kandang. Se-kor anjing lagi melompat ke
luar, berlari-lari riang sambil menyalak-nyalak. Anjing itu bertemu pandang
dengan anjing gembala Jerman. Diterjangnya anjing gembala Jerman itu. Keduanya
berkelahi dengan seru, menimbulkan suara hingar-bingar di pekarangan belakang.
Mooch dengan susah-payah berusaha memisahkannya, sambil berteriak-teriak
seperti orang gila.
Jupe membuka kandang berikutnya, lalu
sebuah kandang lagi.
Mooch kehilangan akal. Sia-sia usahanya
memisahkan dua anjing yang berkelahi itu. Malah kakinya kena gigit di dua
tempat.
Bob pucat dan ketakutan. Ia mengintip
dari balik pagar. Kemudian dibukanya pintu pagar pekarangan belakang. Pada saat
itu kedua anjing yang berkelahi berguling-guling ke arah pintu. Perkelahian
makin sengit dan brutal.
Mooch berteriak-teriak sambil memungut
sebatang kayu yang tergeletak di pekarangan. Dipukul-pukulkannya kayu itu ke
tanah, tepat di samping kedua anjing yang berkelahi. Anjing gembala Jerman
terkejut. Anjing itu lalu kabur ke luar, melalui pintu pagar yang terbuka
lebar.
Tiba-tiba perkelahian itu terhenti.
Empat ekor anjing menghambur keluar menuju -Speedway. Lalu masing-masing
berlari ke arah yang berbeda.
Mooch berlari mengejarnya. Ia bersuit,
memanggil-manggil- serta mencoba menangkap anjing-anjing yang kabur itu.
Bob tertawa terbahak-bahak sambil
memegangi perutnya. Pada saat itu sebuah truk milik kawan serumah Mooch
meluncur di Speedway.
Si pengemudi
meminggirkan truknya, lalu melompat turun. Ia mencoba menangkap seekor anjing
yang berlari dekat dengannya. Tapi ia terpaksa berhenti ketika dua buah mobil
patroli datang. Sirene meraung-raung dari sepasang mobil itu.
Mooch kabur. Ia melompati pagar-pagar
merabas semak-semak. lalu menghilang. Kawannya berlari ke arah yang berlawanan.
Dan menghilang secepat Mooch menghilang.
Anjing-anjing itu pun telah lenyap dari
pandangan. Beberapa orang tetangga telah keluar dan menonton kejadian itu
dengan gembira.
Polisi-polisi keluar dari mobil
patrolinya.
Diam-diam Jupe dan Bob menyelinap pergi.
Jupe merasa puas pada apa yang baru saja
diperbuatnya. Bagaimanapun mereka telah menghancurkan operasi pencurian anjing
yang dilakukan oleh Mooch.
-Bab 15 RAHASIA DI HOTEL PUTRJ DUYUNG!
BOB berjaga di sisi utara Plaza Putri
Duyung, mengawasi pintu belakang galeri milik Burton. Jupe menemui Pete yang
sedang duduk santai di teras Kantin Nut House.
"Aku tadi menjatuhkan sebuah piring
hingga pecah," ujar Pete dengan riang. "Tony Gould tidak jadi
mempekerjakanku. Ia ingin orang yang lebih berpengalaman."
"Kau sengaja. ya. memecahkan piring
itu," tuduh Jupe.
"Tidak. Aku
tidak sengaja menjatuhkannya! Tapi baru kali ini aku senang setelah memecah kan
sebuah piring."
Sebuah pintu terbuka di atas toko
peralatan jahit-menjahit. Miss Peabody keluar menuju balkon. lalu melongok ke
bawah. "Aku ingin bicara dengan kalian. Anak-anak," katanya.
Jupiter dan Pete berpandang-pandangan.
Kemudian mereka naik menemui Miss Peabody yang sudah menunggu di pintu
apartemennya.
Miss Peabody mempersilakan Jupe dan Pete
masuk ke apartemennya.
Di ruang tamunya ada Mr. Conine. Ia
sedang duduk di sebuah kursi dengan sandaran tinggi. Jendela apartemen Clark
Burton sedang diamat-amatinya.
"Gerak-gerik kalian terlalu
mengundang perhatian di bawah tadi." kata Miss Peabody. "Kalau kau
ingin mengamat-amati galeri milik Clark Burton, kenapa tidak dari sini
saja?"
Jupiter dan Pete tercengang. Kedua orang
tua itu kelihatannya menikmati sekali pengawasan yang mereka lakukan terhadap
Burton. Nampak jelas bahwa mereka berharap Burton tertangkap basah melakukan
suatu perbuatan buruk.
"Anda berdua benar-benar tidak suka
padanya?" tanya Pete.
"Siapa sih. yang menyukainya?"
balas Conine. "Gayanya terlalu dibuat- buat."
Untuk kesekian
kalinya terdengar pendapat yang serupa. Pendapat yang mengatakan Burton tidak
wajar dalam bersikap dan bertingkah laku. Kelakuannya seperti dalam film saja.
Jupe menoleh keluar melihat pada jendela
Burton. Melalui jendela itu ia dapat melihat Burton dalam galerinya. Tampak
Burton sedang berjalan sambil memegang gelas.
Jupe mengalihkan pandangannya ke hotel tua
itu. Ia ingin tahu apa pendapat Miss Peabody tentang hotel yang sudah lama
tidak dihuni itu.
"Aneh," katanya. "Kenapa
Mr. Burton tidak melakukan apa-apa terhadap Hotel Putri Duyung?"
"Hotel itu ada hantunya,"
sahut Mr. Conine. Ia pernah mengemukakan hal itu sebelumnya. Anak-anak menduga
bahwa ia memang senang bercerita tentang hal-hal yang berkaitan dengan hantu.
"Ada yang mengisahkan bahwa hantu Francesca Fontaine gentayangan di
sana." Ia mendesah. "Kasihan wanita cantik itu."
Suara Mr. Conine terdengar lirih. Tapi
tanggapan dari Miss Peabody membuatnya kaget.
"Cantik apanya?" tukas Miss
Peabody. "Ia kurus seperti lidi. Dan caranya berpakaian sama sekali tidak
rapi. Aku yakin Clark Burton tidak percaya pada hantu. Ia punya alasan lain
yang menyebabkannya tidak memperbaiki hotel itu."
"Tapi alasan apa?" tanya Jupe.
"Hotel itu sangat ideal. Pemandangan dari sana bagus, langsung ke laut
lepas. Dengan sedikit promosi saja hotel itu pasti akan laku keras. Ia bisa
pinjam dari bank kalau ia belum punya uang tunai. Hotel itu akan menghasilkan
banyak uang. Sebentar saja uang pinjaman itu akan terlunasi."
"Anakku yang
manis, orang sudah bosan menasihati Burton seperti itu," kata Miss Peabody
sambil menggeleng-geleng. "Orang yang aneh. "
Jupiter acuh tak acuh saja pada sebutan
anak yang manis. Tetapi wajahnya mengeras, pertanda ia mempunyai suatu niat
tertentu.
"Jendela di lantai tiga tidak dipasangi jeruji,"
katanya. "Aku ingin tahu mungkinkah kita bisa masuk ke dalam kalau kita
naik ke atap bangunan ini."
-Pete terheran-heran. "Buat apa
kita melakukannya? Kita kan sudah menyelidiki setiap sudut di sana. "
"Belum setiap sudut," sahut
Jupe dengan tegas. "Kamar istimewa tempat Francesca Fontaine menginap
belum kita selidiki."
"Kamar itu yang ada hantunya,"
kata Mr. Conine. "Lihat di sana. Kau lihat jendela-jendela di lantai dua
yang di ujung sebelah utara? Persis di samping galeri. Itu jendela-jendela
kamar Fontaine. Di sana beberapa kali kulihat sinar dari dalam. Pada malam
hari."
"Kau salah lihat rupanya,"
ujar Miss Peabody. "Mungkin kau melihat pantulan sinar dari Ocean Front.
"
Mr. Conine tidak menghiraukannya.
"Terserah Anda." katanya. "Aku akan pergi menemui Burton. Akan
kubuat dia sibuk sehingga tidak memperhatikan kalian masuk ke hotel melalui
atap apartemenku." .
"Terima kasih, Mr. Conine,"
kata Jupe.
"Aku akan
berjaga-jaga di sini," ujar Miss Peabody. "Kalau kalian tidak kembali
dalam satu jam akan kuberi tahu Mr. Conine dan Mr. Finney untuk menyusul
kalian."
Mr. Conine melangkah dengan tegap. Tidak
lana kemudian ia dan Clark Burton sudah tenggelam dalam pembicaraan di dalam
galeri. Burton membelakangi halaman
"Ayo," kata Jupiter pada Pete.
"Kau serius mau masuk ke
sana?" kata Pete -dengan gelisah. "Maksudku, bagaimana kalau ternyata
tempat itu benar-benar ada hantunya?"
"Seorang detektif sejati hanya
percaya pada fakta, bukan pada takhyul," tegas Jupiter.
Dengan bimbang Pete mengikuti Jupe
keluar lewat pintu belakang apartemen Miss Peabody. Mereka memanjat ke atap
apartemen, lalu merayap melalui atap apartemen Mr. Conine, mendekati dinding
hotel tua itu. Atap itu berbentuk seperti huruf V terbalik, seperti kebanyakan
rumah pada umumnya. Selama berada pada sisi luar, mereka tidak akan terlihat
dari galeri.
Jendela-jendela di lantai tiga hotel
cuma sedikit lebih tinggi dari atap apartemen Mr. Conine. Anak-anak mengintip
dari puncak atap ke arah galeri. Mereka melihat Burton masih asyik
berbincang-bincang dengan Mr. Conine. Pete berdiri di puncak atap. Diraihnya
jendela yang terdekat. Jendela itu terbuka. Ketika dibuka engsel engselnya
berbunyi berkeriat-keriut.
"Tidak terkunci!" kata Pete.
Ia melompat masuk ke dalam hotel. Dari dalam ia mengulurkan tangannya untuk
menolong Jupe.
Mereka sebelumnya telah menyelidiki
seluruh lantai tiga. Yang belum diselidiki tinggal satu kamar di lantai dua.
Jadi mereka langsung turun ke lantai dua. Pete mencoba memutar kenop pintu
kamar istimewa yang terakhir ditempati Francesca Fontaine. Kenop itu berputar.
Tapi pintu tidak terbuka. Ia mencoba mendobrak pintu itu dengan seluruh kekuatannya.
Percuma. Pintu itu tidak bergeser semilimeter pun.
Jupe mengerutkan dahinya "Kita
berada di atas dapur," katanya. "Atau mungkin di atas gudang. Dan
ruangan ini terletak di pojok. Aku ingat, tepat di atas sini ada sebuah lorong
untuk mengantar makanan dari lantai dasar sampai lantai tiga!"
Mata Jupe bersinar-sinar. "Lorong
itu pasti melalui kamar ini. Menurut akal sehatku, ada sebuah pintu khusus pada
lorong itu di dalam kamar ini. Ini kamar istimewa, kan?"
"Tepat sekali," seru Pete.
Mereka berlari kembali ke lantai tiga.
Lorong tempat mengantar makanan itu berada persis dengan yang diingat Jupe.
Ketika membuka tingkap penutup dan melongok ke dalamnya, mereka melihat sebuah
lorong yang gelap. Sepanjang pinggir lorong itu terdapat kayu-kayu dalam posisi
horizontal.
"Kita dapat turun dengan berpijak
pada kayu-kayu itu," kata Pete. "Seperti turun tangga saja."
Ia menyelusup melalui tingkap penutup
yang kecil itu. Perlahan-lahan ia turun. Kakinya meraba-raba pijakan pada
kayu-kayu. Tangannya memegang kayu erat-erat. Ia tidak dapat melihat ke ba-wah
karena lorong itu terlalu sempit. Jupe mengawasi dari lantai tiga.
Tidak lama kemudian
Pete sudah menemukan sebuah pintu kecil di lantai dua. Ditendangnya pintu itu
hingga terbuka. Pete menyelusup ke luar lorong. Ia kini berada dalam sebuah
ruangan gelap dan berdebu. Lalu ia melongok ke atas melalui lorong.
"Oke!" panggilnya pada Jupe.
Secara tidak sadar, entah mengapa, ia berbicara sambil berbisik. "Ayo
turun."
Jupe mulai turun. Baginya, lorong itu
sempit sekali. Begitu sempitnya sehingga ia tidak akan jatuh meski tidak
berpegangan. Karena itu ia harus mendorong badannya ke bawah agar dapat turun.
Rasanya lama sekali perjalanan mencapai pintu kecil di lantai dua itu. Pete
sudah tidak sabar menunggu.
"Makanya, sering-sering
olahraga," bisik Pete pada Jupe yang sedang beringsut-ingsut turun dengan
susah-payah Jupe akhirnya sampai juga. Sampai di kamar Franeesea Fontaine itu,
ia mengedip-ngedip. Mukanya kotor, dan matanya kemasukan debu.
Anak-anak berada dalam sebuah ruangan
kecil. Setelah beberapa saat menyesuaikan diri dengan kegelapan di sana, mereka
mendapati sebuah pintu ayun kuno. Pete menunjuk ke arah pintu ayun itu.
"Ke ruangan lainnya mestinya lewat pintu itu," bisiknya. Tempat yang
sudah lama tidak dihuni itu membuat Pete otomatis berbisik.
Jupe mendorong pintu
ayun itu hingga terbuka. Ia tersentak.
Pete melihat dari
belakang Jupe. Ia mendesis
"Astaga-"
Ruangan itu tidak berdebu. Bersih dan
mengkilap. Bahkan tidak terlihat kuno seperti pada bagian hotel lainnya. Angin
sejuk dari sebuah kipas angin berembus di ruangan itu. Angin itu membuat gorden
bergerak- gerak. Gorden itu indah, berwarna gelap dengan motif bergaris-garis
tipis. Sinar matahari memang jadi terhalang. Tapi ruangan itu masih lebih
terang dari ruangan kecil yang mereka masuki sebelumnya. Mata anak-anak terpaku
pada sebuah rak berisi cangkir piala, kapal hiasan, dan lilin-lilin, semuanya
terbuat dari perak. Di sampingnya terdapat mangkuk-mangkuk krist-1. Di dinding
terpampang lukisan-lukisan indah menggambarkan bunga-bunga, pemandangan sebuah
danau di pegunungan, sebuah kapal layar yang kapten kapalnya sedang memandang
ke cakrawala ke arah matahari terbenam, dan lukisan anak- anak yang sedang
bermain-main di taman.
"Nah, ini dia," sayup-sayup terdengar
suara. "Bagaimana menurut pendapat Anda?"
Pete terlompat. Ia berpegangan pada
Jupe. Itu suara Clark Burton.
"Bukan main," Kini terdengar
suara Mr. Conine. "Aku tidak mengerti tentang seni modern, meskipun
demikian aku suka permadani. Disain abstrak sangat cocok untuk permadani."
Jantung Pete dan Jupe berdebar-debar.
Mereka memandang ke sekeliling ruangan. Di mana-mana terdapat benda-benda seni
yang indah.
Benda-benda dari porselen, karpet-karpet
tebal, dan kotak-kotak hiasan terbuat dari kayu ek dan gading. Tapi Burton dan
Conine tidak tampak.
-"Aku sebenarnya merasa malu
menjual benda-benda bernilai tinggi ini," kata Burton.
Jupiter dan Pete menarik napas lega. Suara itu datang dari
luar hotel. Tepatnya dari Galeri Putri Duyung, yang memang persis berdempetan
dengan Princess Suite.
"Itulah susahnya
bisnis ini," kata Burton lagi. "Aku harus menjual barang-barang yang
paling kusukai."
Jupe hendak merapat pada dinding yang
dekat dengan galeri. Tapi tiba- tiba ia berhenti. Matanya menangkap sebuah peti
tua. Peti itu berhiaskan ukiran. Di tutupnya terukir sebuah ular naga, dan pada
dua sisinya terukir sebuah kapal menembus gulungan ombak besar. Jupiter membuka
tutupnya.
Pete menahan napas.
Terdapat uang di dalamnya.
Bertumpuk-tumpuk. Kebanyakan lembaran lima puluh dan seratus dolar. Uang itu
tersusun rapi dan dikelompokkan dengan kertas pengikat, seperti di bank saja.
"Well, aku senang Anda berkunjung,
Mr. Conine," kata Burton. Dari caranya berbicara, dapat ditangkap bahwa ia
ingin agar Mr.Conine segera pulang. "Aku memang tidak punya banyak waktu
untuk beramah- tamah dengan tetangga tapi aku senang Anda menyempatkan diri
datang kemari."
Anak-anak mendengar suara
langkah-langkah di luar ketika Conine dan Burton berjalan ke pintu galeri.
Jupe merapat ke dinding. Ia memiringkan
kepalanya sehingga satu telinganya hampir menempel pada dinding itu
Di luar dinding bel di pintu galeri
berbunyi. Itu Mr. Conine keluar lewat pintu depan, pikir Jupe. Kemudian
terdengar Clark Burton berjalan dalam ruang galerinya. Lalu ada suara seperti
suara bangku diseret.
Jupe menjauh dari dinding. Ditariknya
Pete. Mereka masuk kembali ke ruangan kecil di sebelahnya. Pintu kecil pada
lorong untuk mengantar makanan masih terbuka. .
"Kau lihat uang
itu?" tanya Pete.
"Terang saja aku lihat," balas
Jupe.
"Tapi aku tidak mengerti, Jupe.
Kenapa barang-barang itu tidak diambil setelah kematian, atau hilangnya
Francesca Fontaine? Kenapa benda- benda itu ditinggalkan begitu saja?"
"Kelihatannya itu bukan milik
Fontaine, Pete. Aku duga Clark Burton mengelabui kita dengan penampilannya yang
meyakinkan itu. Aku ingat, ia pernah bilang bahwa kamar ini kosong, sewaktu ia
mengintipnya dari luar dari..."
Tiba-tiba Jupe terhenti. Ada sebuah
suara. Suara klik yang lembut. Seperti ada orang yang membuka pintu di ruangan
sebelahnya.
"Ia datang!" desis Pete.
Dalam kepanikan, Pete menyelusup masuk
ke dalam lorong. Dengan terburu-buru ia memanjat ke lantai tiga.
Jupe mendorong Pete agar cepat-cepat
naik. Ia menyusul masuk ke dalam lorong begitu ada -tempat. Tapi naik ke atas
lebih sulit. Ia harus mengangkat badannya dengan berpegangan pada kayu-kayu.
Dengan beringsut-ingsut ia berhasil mencapai setengah perjalanan. Tahu-tahu ada
suara kain sobek. Baju Jupe tersangkut! Ia tidak bisa bergerak!
Dari bawah Jupe,
terdengar derak suara pintu dibuka. Pintu ayun dibuka, pikir Jupe dengan
gelisah. Clark Burton berada dalam ruangan kecil itu, tepat di bawahnya! Ia
memeriksa ke dalam ruangan itu. Mungkin ia mendengar suara kain sobek tadi?
Jupe terdiam kaku. Bagaimana kalau Burton curiga pada lorong di situ? Bagaimana
kalau Burton membuka pintu kecil pada lorong?
Jupe merasa semakin panas dan sesak di
dalam lorong. Dengan tersiksa ia menanti apa yang akan terjadi. Terdengar suara
berderak lagi.
Jupe menahan napas.
Tapi bukan pintu kecil pada lorong yang
dibuka, melainkan pintu ayun. Burton kembali ke ruang utama tempat menyimpan
benda-benda antik. Jupe merasa lega. Serasa bisa bernapas kembali.
Pete sudah berhasil mencapai bibir
lorong, lalu keluar ke lantai tiga. Dari atas, ia melihat ke lorong pada
kawannya.
Jupe masih jauh di bawah Pete. Ia
berpegangan erat-erat pada sebuah kayu. Dengan sekuat tenaga, ia menarik
badannya ke atas. Celakanya, malah kayu itu yang terlepas dan menimpa bahunya.
Jupe makin gelagapan.
-la mencoba meraih kayu lainnya. Tapi ia
tidak bisa bergerak. Bajunya terkait erat pada sesuatu. Dan badannya yang
gempal makin menyulitkannya bergerak pada lorong yang sempit itu. Udara semakin
terasa panas.
Jupe merasa mukanya memerah. Ia bahkan
dapat mendengar detak jantungnya sendiri. Ia memandang ke atas pada Pete dengan
putus asa.
"Tolong!" bisik Jupe dengan
suara serak. "Aku terjepit!"
Bab 16 JUPE MENELURKAN SEBUAH TEORI
"TERJEPIT? Bagaimana mungkin kau
terjepit?" seru Pete dengan suara perlahan. "Kau tadi bisa turun.
Kenapa sekarang tidak bisa naik?"
"Aku tak tahu.
Mungkin bajuku tersangkut," sahut Jupe.
Ia masih mendongak. Pete menghilang dari
pandangannya. Jupe merasa geram bercampur kesal. Tega benar Pete
meninggalkannya di sini. Kepanikan melanda Jupe. Ia mencoba mengendalikan
dirinya dengan memperlambat napasnya. Pete tentu akan menyelamatkannya. Itu
pasti.
Dan ia benar. Detik berikutnya Pete
sudah kembali. "Aku melihat ke luar tadi," katanya. "Burton
sudah kembali di galerinya. Jadi ia tidak akan mendengar suara kita di
sini."
Lalu ia nyengir. "Apa
kubilang," lanjutnya. "Kau harus banyak-banyak olahraga. Dan jangan
makan kebanyakan."
"Sudah, jangan macam-macam,"
tukas Jupe dengan kesal. "Cepat tarik aku."
"Tenang, Jupe. Tentu kau akan
kutolong."
Di atas Jupe, Pete mengeluarkan
walkie-talkie-nya. Ia memencet salah satu tombolnya. "Bob!"
panggilnya. "Bob, kau dapat mendengarku?"
Ia melepaskan pencetannya pada tombol.
Bob tidak menyahut. Pete mengulangi lagi. "Bob! Bob! Kau dapat
mendengarku, Bob?"
Walkie-talkie itu berkerisik. "Di
sini Bob. Ada apa?"
"Jupe sedang merasakan akibat
kurangnya olahraga," kata Pete. Tanpa menghiraukan Jupe yang kesal
mendengarnya, Pete melanjutkan, "Pergi ke tempat Mr. Conine. Cari tali
yang kuat dan cukup panjang. Pokoknya harus cukup kuat untuk menahan berat
Jupe. Lalu cepat ke sini. Naik ke atap apartemen Mr. Conine, dan masuk ke dalam
hotel. Jupe terjepit dalam lorong untuk mengantar makanan."
"Terjepit?" seru Bob dengan terkejut. "Dalam lorong untuk mengantar
makanan? Bagaimana....’ •
"Nanti saja kujelaskan," sela
Pete. "Jangan berlama-lama. Kerjakan segera, dan jangan sampai terlihat
Burton."
"Tunggu dulu," seru Jupe. Ia
punya sebuah ilham. "Bilang pada Bob untuk membawa kameranya."
Pete meneruskan pesan Jupe melalui
walkie-talkienya.
"Roger," sahut Bob.
Beberapa menit kemudian merupakan waktu
yang paling menyiksa Jupe. Todd Stratten masih belum ditemukan. Tiny,
anjingnya, mati. Dan kini -dia terjepit dalam situasi yang menggelikan. Mr.
Conine mungkin akan panik dan memanggil pasukan pemadam kebakaran. Kalau benar
begitu, akan sia-sia usahanya selama ini. Jupe dan Pete akan ditahan karena
memasuki wilayah orang lain tanpa izin. Dan Burton akan tahu bahwa kamar
rahasianya telah dimasuki orang lain. Jupe ingin sekali agar perbuatannya ini
tidak diketahui Burton-paling tidak untuk saat ini.
Terdengar suara langkah orang berlari di
atas Jupe. Bob melongok ke bawah melihat keadaan Jupiter. Ia melaporkan bahwa
Mr. Conine tidak memiliki tali. Tapi Miss Peabody merelakan beberapa sepreinya
untuk diikat menjadi tali. Pada jarak-jarak tertentu dibuat simpul pada seprei
itu.
"Senyum, dong," kata Bob. Dan
sebelum Jupe membuka mulutnya untuk protes, Bob telah memotretnya.
"Aku sudah tak
sabar ingin melaporkan dan memajang foto ini dalam buku catatanku," kata
Bob sambil tertawa terbahak-bahak.
"Kelakuan kalian tidak mencerminkan
sikap seorang detektif profesional," seru Jupe dengan kesal. "Tugas
kita mencari Todd belum lagi selesai. Dan kalian membuang-buang waktu seperti
itu!"
Dengan tersipu-sipu, Bob dan Pete
menurunkan jalinan tali dari seprei Miss Peabody. Jupe memegang simpul pada
seprei itu dengan salah satu tangannya. Tangannya yang sebelah lagi menekan
dinding lorong.
-"Oke," kata Pete. "Akan
kami tarik. Tahan napas dan kecilkan perutmu, Jupe."
Bob dan Pete menarik seprei itu
bersama-sama. Mulanya Jupe mencari- cari pijakan kaki yang kuat agar ia lebih
cepat dapat keluar. Tapi ia malah tidak bisa ditarik keluar. Perasaannya
semakin kecewa.
Tiba-tiba Bob tertawa. "Mungkin
harus diberi air sabun, agar mudah lolosnya," katanya.
"Atau mesti menunggu beberapa hari
sampai kau lebih kurus, Jupe," tambah Pete menggoda.
Ingin rasanya Jupe mengguncang-guncang
kedua kawannya itu. Tapi saat ini ia harus menggantungkan dirinya pada mereka. Dikumpulkannya
seluruh tenaga dan semangatnya. Lalu ia memegang seprei itu dengan kedua
tangannya, dan meluruskan kedua kakinya. Akhirnya ia dapat tertarik juga.
Beringsut-ingsut sedikit demi sedikit. Makin lama makin dekat dengan mulut
lorong. Begitu sudah dalam jangkauan tangan, Pete dan Bob mengulurkan tangannya
untuk menarik kawannya itu.
Jupe telah keluar
seluruhnya dari dalam lorong. Ia menghirup udara segar sambil menyandar pada
dinding.
"Sekarang kau harus benar-benar
berdisiplin," ujar Pete. "Jangan makan coklat dan es krim selama satu
bulan. Dan besok pagi kau harus mulai joging."
Jupe melotot pada Pete. "Aku
sendiri yang menentukan apakah aku perlu berdiet atau berolahraga,"
balasnya. Lalu ia melorot terduduk sambil bersandar pada dinding
Bob memandang bergantian pada Jupe dan
Pete. "Nah, kau telah lolos dari lorong itu. Sekarang ceritakan mengapa
kalian berdua masuk ke lorong itu," katanya.
"Karena itu jalan satu-satunya yang
bisa kita tempuh untuk masuk ke dalam kamar rahasia Clark Burton," sahut
Jupe.
"Kamar rahasia?" Bob
terbengong-bengong.
"Kamar istimewa yang ditempati aktris Francesca
Fontaine dulu," Pete menjelaskan. "Kamar itu penuh dengan benda-benda
perak dan ukiran- ukiran berharga. Dan ada satu peti penuh uang."
"Yang benar?"
"Benar," kata Jupiter.
"Belum pernah aku melihat tempat seperti itu selain dalam museum
benda-benda antik. Bob, kau perlu memotretnya. "
Bob nyengir.
"Karena kita
harus mendapatkan foto dari semua benda itu," Jupe melanjutkan.
"Benda-benda perak, kotak-kotak, dan terutama lukisan- lukisan. Aku berani
bertaruh bahwa ada satu lukisan yang pernah kulihat sebelumnya. Lukisan itu
terpampang dalam sebuah koran beberapa waktu yang lalu. Kurasa lukisan itu
dicuri dari pemiliknya."
Kedua kawannya melongo. Pete berkata,
"Jadi menurutmu Burton seorang pencuri?"
-"Kita belum mendapat bukti yang
cukup untuk mengatakan ini," kata Jupe. "Baru satu bukti, setumpuk
uang dalam peti itu. Mungkinkah seorang pencuri menyimpan uang sedemikian
banyaknya? Seorang pencuri biasanya tidak punya uang, dan sedang perlu uang
tunai dalam jumlah besar. Mungkinkah Burton seorang penadah?"
Jupe bangkit. Ia melongok ke dalam
lorong. "Aku tidak ingin masuk ke dalam lagi. Sudah cukup pengalaman tadi
bagiku," katanya.
"Serahkan saja padaku," ujar
Bob. "Akan kupotret semua yang kita perlukan. Dalam semenit aku akan
kembali. Di samping itu, aku sendiri memang kepingin sekali melihat kamar
rahasia itu."
Bob masuk ke dalam lorong. Sambil
berpegangan pada simpul-simpul seprei, dengan mudah Bob turun. Ia menghilang
melalui pintu kecil di lantai dua. Pete mulai mondar-mandir dengan gelisah.
Jupe duduk lagi. Kedua lututnya ditekuk.
Ia menarik-narik bibir bawahnya, sembari menatap lurus ke muka. Beberapa saat
kemudian ia berseru, "Aha. Sekarang aku mengerti!"
Pete berhenti mondar-mandir.
"Apa?"
Jupe mulai bercerita
dengan perlahan, sambil tetap memandang lurus ke depan. Seolah-olah ada layar
bioskop. di depannya. "Bayangkan sekarang tanggal empat Juli,"
katanya. "Bayangkan kau berumur lima tahun, seperti Todd. Pada saat parade
Itu berlangsung, dan semua orang sibuk-tidak ada yang memperhatikanmu-apa yang
akan kaulakukan?"
Dahi Pete berkerut. "Sesuatu yang
tidak boleh kulakukan. Kukira."
"Tepat," sahut Jupe.
"Apakah kau akan masuk ke Galeri Putri Duyung? Misalkan saja kau
mengendap-endap naik tangga, lalu kau mengintip ke dalam galeri. Clark Burton
sedang tidak ada di dalam. Kau akan mengira Burton sedang keluar menonton
parade. Lalu kau masuk ke dalam galeri, tanpa terdeteksi oleh bel otomatis itu.
Dan Tiny akan menemani untuk menjagamu.
"Kau akan berjalan-jalan
berkeliling galeri sambil melihat-lihat benda- benda indah. Dan kemudian kau
melihat sebuah pintu yang tadinya tidak terlihat sebagai pintu. Pintu di
gudang. Ya, pasti ada pintu di situ-di belakang meja tinggi di gudang. Ada
sebuah kamar kecil di situ. Di dalamnya mesti ada sebuah pintu yang menuju
hotel. Atau mungkin itu bukan pintu ke kamar kecil, melainkan langsung ke dalam
Princess Suite itu.
"Ada dua kemungkinan. Mungkin
Burton sedang berada di dalam kamar istimewa itu dan membiarkan pintu terbuka.
Tidak ada yang dapat melihat pintu itu terbuka kecuali jika orang itu berada di
dalam galeri.
"Boleh jadi ia melihat keluar, lalu
mendapati Todd sedang mengintipnya dari pintu. Ia menyadari bahwa Todd telah
mengetahui kamar rahasia itu.
"Kemungkinan kedua ialah Burton
sedang berada di dalam apartemennya. Ketika kembali ke galerinya, ia memergoki
Todd mengintip ke dalam kamar rahasianya. Karena itu ia marah, lalu berbuat
kasar.
"Apa yang akan terjadi selanjutnya? Burton mengejar
Todd, dan Todd lari. Bisa jadi patung putri duyung jatuh tertabrak Todd hingga
pecah. Atau Tiny yang menabrak patung itu. Apa pun yang terjadi, patung itu
jatuh menimpa Tiny. Anjing itu kaget sehingga mati.
"Pada saat itu Todd sudah menyelinap keluar lewat
pintu belakang yang tidak terkunci. Tapi kalau Todd menengok lalu melihat Tiny
tergeletak di sana, apa yang akan dirasakannya? Rasa bersalah?"
Pete mengangguk. "Ya. Tentu ia
merasa bersalah. Waktu kecil aku sering dimarahi. Dan selalu aku yang dituduh
bersalah."
"Benar. Jadi Todd takut pulang. Ia
lari dan bersembunyi, seperti yang diduga Mrs. Stratten."
Pete melihat pada kawannya dengan
pandangan tidak mengerti. "Itu bisa saja. Tapi bersembunyi di mana? Lebih
mungkin kalau ia ditangkap Burton, kan? Lalu... lalu.."
"Tidak," tukas Jupe.
"Burton tidak tahu di mana Todd. Ingat kejadian di Dermaga Santa
Monica?"
"Ah, iya. Tapi mengapa? Maksudku,
kenapa ia menyelinap ke dermaga itu? Apakah ia akan... akan berusaha agar Todd
tidak dapat menceritakan apa-apa tentang kamar rahasia?"
-Jupe tidak menjawab.
Kedua anak itu saling bertukar pandang.
Keduanya menjadi pucat. Saat itu Bob
muncul di bibir lorong. Mereka menolongnya naik.
"He, bukan main ruangan itu!"
seru Bob. "Aku merasa seperti di gurun pasir dengan sebuah lampu aladin.
Ketika kugosok-gosok lampu aladin itu, muncul jin yang bisa menyulap gurun
menjadi sebuah istana mewah penuh perhiasan indah."
"Sudah kau
potret semuanya?" tanya Jupe.
"Tentu. Tidak ada yang terlupa. Apa
yang kita lakukan sekarang? Menghubungi polisi?"
"Mungkin," sahut Jupe,
"tapi ada sesuatu yang lebih penting sekarang. Kalau kita bisa menemukan
satu hal lagi, kita akan bisa memecahkan teka-teki di mana Todd Stratten berada
sekarang!"
-Bab 17 SATU MISTERI TERPECAHKAN
REGINA STRATTEN ada di dalam toko buku ketika anak-anak
tiba di sana. "Aku tidak tahan tinggal diam di rumah," katanya.
"Rasanya lebih baik berada di sini."
Hilangnya Todd selama tiga hari mengikis
kesehatan Regina. Kulitnya terlihat suram, seperti orang yang kurang gizi. Dan
kerut-kerut bermunculan di dahinya.
Mr. Finney membersihkan buku-buku di rak
dengan pembersih dari bulu ayam. Ia melakukannya tanpa bersuara dan secara
otomatis seperti orang tidur sambil berjalan.
"Mrs. Stratten, apakah Todd punya
kawan yang sangat ia percaya di Ocean Front ini?" tanya Jupe.
Regina mencoba tersenyum. Tapi yang
terlihat cuma wajah yang murung. "Tiny," sahutnya. "Ia paling
percaya pada Tiny. Tapi Tiny telah mati."
"Mrs. Stratten,
ada orang yang menolong Todd. Seseorang pasti menyembunyikannya sekaligus
memberi makan Todd. Kuduga itu perbuatan seorang anak kecil juga. Tentu Todd
kenal dengan beberapa anak kecil di daerah ini."
Sementara Regina menundukkan kepalanya
untuk memusatkan pikirannya, Jupiter memandang keluar lewat jendela ke arah
pantai. Fergus, si pemungut sampah, sedang berlalu di sana. Ia membawa sebuah
tas putih besar dengan tulisan merah. "Charlie’s Fried Chicken",
terbaca tulisan itu. "Sekali Dicoba, Tidak Akan Lupa!"
"Oh!" seru Jupe tiba-tiba.
"Mrs. Stratten, ikuti kami
sekarang," katanya lagi.
Suaranya penuh dengan keyakinan. Regina
melihat padanya dengan penuh harapan. "Apa?" bisiknya. "Ada
apa?"
"Ada sesuatu yang sangat
jelas," kata Jupe. Ia menunjuk ke arah Ocean Front.
Regina keluar. Anak-anak menyusulnya.
"Regina?" panggil Mr. Finney.
Yang dipanggil tidak menyahut. Ia
berjalan menuju Ocean Front, matanya tak lepas dari Fergus yang sedang
berjalan.
Mr. Finney keluar dan mengunci tokonya.
Ia berlari menyusul Regina dan anak-anak.
Fergus berada di depan mereka. Ia tidak
membawa kedua anjing dan kereta sorongnya. Hanya sebungkus ayam goreng yang
dibawanya Di suatu tempat, Fergus berbelok. Ia menghilang pada- sebuah jalan
kecil yang menghubungkan Ocean Front dan Speedway.
"Pete, cepat!
Jangan sampai kita kehilangan jejak," seru Jupe.
"Beres!"
Pete berlari kencang. Ketika sampai di
tempat Fergus berbelok, ia melihat ke arah Speedway, ia melambai pada Jupe dan
Bob, lalu menghilang pula di belokan itu.
Jupe mempercepat jalannya.
"Fergus!" kata Regina.
"Jadi yang melakukan ini Fergus, kan? Selama ini mata kita buta."
Ia mulai berlari.
Sandal kayunya menimbulkan suara berkelotak-kelotak.
"Regina!"
protes ayahnya. "Ada apa ini? Ceritakan padaku!"
"Fergus,"
jawab Regina.. "Firasatku mengatakan begitu."
Mereka sampai pada tempat Fergus
membelok. Jalan itu ternyata sempit, hampir seperti gang. Pete sudah menunggu
di ujung jalan. Ia melambai, lalu berjalan ke arah Pacific Avenue.
Regina berlari menyusulnya. Setengah
jalan ke Pacific Avenue, Pete berdiri sambil melihat ke suatu tempat yang
dipenuhi ilalang di garasi belakang sebuah rumah beratap sirap.
"Fergus masuk ke sana," ujar
Pete. Ia menunjuk garasi itu. "Aku dengar salak anjingnya waktu ia
masuk."
Seorang pria yang sudah sangat tua
muncul di serambi belakang rumah itu. "Kalian ada perlu?" tanyanya.
Regina melangkah
tanpa menggubrisnya.
"Tunggu dulu wanita muda!"
seru orang tua itu. Giginya sudah ompong sehingga ucapannya tidak jelas.
"Kau melanggar wilayah orang! Kau harus keluar dari sini atau kupanggil
polisi!"
Charles Finney dan Jupiter mengikuti
Regina. Anjing-anjing itu menggonggong lagi.
"Kalian dengar?" seru orang
tua itu. "Kalian berada dalam milik pribadi! Angkat kaki dari sini!"
"Toddd?" teriak Regina.
"Todd, kau di sini?"
Halaman itu bagai hutan alang-alang.
Garasi itu sudah sangat tua sampai-sampai salah satu pintunya miring dan hampir
lepas. Regina menarik gagang pintu. Pintu garasi terbuka sambil bergesekan
dengan lantai di bawahnya.
Di dalam, kedua anjing milik Fergus
ribut menyalak. Keduanya ingin menerjang Regina. Fergus menahan keduanya dengan
memegangi tali yang terikat pada leher kedua anjing itu. Pada wajah Fergus
terbayang ketakutan.
Dan ada seorang lagi di belakangnya.
Trio Detektif melihat sebuah wajah kecil yang pucat dengan bola mata besar.
"Todd!"
Regina berlari ke arahnya. Ia sudah
tidak peduli pada kedua anjing yang masih ribut menyalak-nyalak.
Todd melempar sebuah paha ayam yang sedang dipegangnya. Ia
berlari ke arah ibunya. Dengan penuh haru Regina memeluk anaknya erat-erat.
Todd balas memeluk ibunya.
Mr. Finney berdehem, lalu berbalik. Ia
tidak tahan melihat pemandangan yang mengharukan itu.
Fergus mengikat kedua anjingnya pada
salah satu sudut ruangan. Kemudian ia duduk pada sebuah bangku reyot. Ia
termangu melihat Regina dan Todd.
Untuk beberapa saat Fergus merasa
memiliki seorang anak kandung. Sekarang ia sendiri lagi. Tanpa kawan. Tanpa
anak.
-Bab 18 MELAPOR PADA POLISI
TRIO DETEKTIF kembali bersama Todd dan
keluarganya. Di luar mereka melihat lampu sirene berputar-putar. Orang tua yang
tinggal di rumah itu telah memanggil polisi. Orang-orang di sekitar situ
berdatangan untuk menyaksikan apa yang terjadi. Orang tua itu semakin marah
karena semakin banyak orang yang melanggar wilayahnya.
"Lihat!" teriak seseorang.
"Itu anak kecil yang hilang! Mereka telah menemukan anak kecil yang hilang
itu!"
Kata-kata itu menjalar dari orang ke
orang. Anak yang hilang telah ditemukan! Ibunya yang menemukannya!
Seperti disulap, tempat itu menjadi
ramai. Orang-orang berdatangan dari pantai. Mobil-mobil patroli semakin banyak
pula, memblokir halaman belakang rumah orang tua itu. Charles Finney kewalahan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bertubi-tubi dan berulang-ulang.
Pete dan Bob mengapit Regina dan Todd, menjaga mereka dari
desakan orang-orang yang ingin melihatnya. Kemudian polisi datang berjaga-jaga
di samping Regina dan Todd. Polisi lainnya meringkus Fergus. Tampak
Fergus didorong oleh seorang polisi.
Tangannya diborgol. Dan wajahnya kebingungan. Todd menangis keras-keras melihat
kejadian itu. Regina protes pada polisi.
Jupe menepuk bahu Pete. "Kita pergi
saja dari sini," ajaknya. "Masih ada yang harus kita lakukan."
Anak-anak mulai berjalan menerobos
kerumunan orang. Pada saat itu mereka melihat Mr. Conine berdiri pada sebuah
tong sampah dekat Speedway agar dapat melihat lebih jelas apa yang terjadi. Dan
Clark Burton datang dari Ocean Front. Ia tidak ikut berkerumun. Wajahnya yang
ganteng tampak tanpa ekspresi. Ia cuma melihat saja ketika Regina dan Todd
dibawa dalam mobil patroli polisi. Kemudian ia berbalik - berbalik ke Galeri
Putri Duyung.
"Apa yang akan dilakukannya?"
tanya Bob. "Kalau Todd memang telah melihat kamar rahasia itu di hotel,
pasti akan diceritakannya."
"Mungkin Burton berusaha untuk
bersikap biasa-biasa saja," duga Jupe. "Todd seorang anak yang penuh
imajinasi. Kalau ia tahu tentang kamar rahasia itu, Burton dapat saja
membantahnya dengan mengatakan Todd cuma bermimpi. Orang akan cenderung untuk
lebih mempercayai Burton daripada seorang anak kecil yang bandel. Kalau belum
melihat sendiri, apakah kau akan percaya adanya pintu rahasia dan kamar tempat
menyimpan uang satu peti penuh?"
-Pete nyengir. "Tidak."
"Jadi tugas kitalah untuk mendukung
cerita Todd," Jupe memutuskan. "Ada tempat cuci-cetak film kilat di
dekat sini, di Santa Mpnica. Bob, kau sebaiknya pergi ke sana untuk mencuci
cetak film itu. Pete dan aku akan mencari sesuatu di perpustakaan Venice. Aku
ingin menyegarkan ingatanku tentang sebuah cerita yang pernah kubaca. Temui
kami di perpustakaan kalau kau sudah selesai mencetak foto."
Anak-anak berpisah. Bob bergegas pergi
ke tempat cuci cetak film. Jupiter dan Pete pergi ke perpustakaan kecil yang
terletak di Main Street. Anak-anak sempat berhenti melihat sebuah balon besar
yang diisi dengan udara panas di Main Street. Di bawah balon itu terdapat
sebuah gondola, seperti keranjang besar yang bisa dimuati orang. Gondola itu
ditambatkan pada sebuah tiang di pelataran parkir sebuah supermarket baru. Pada
pembukaan supermarket itu diadakan undian berhadiah. Seratus pemenang undian
itu diperbolehkan naik ke angkasa dengan balon udara.
"Ikut undian, yuk!" ajak Pete
yang tertarik melihat penawaran itu. Dengan iri ia melihat pada orang-orang
yang membeli sesuatu di supermarket dan mendapat kupon undian.
"Nanti saja, tugas kita belum selesai,"
tukas Jupe dengan tidak sabar. Ia berjalan terus menuju perpustakaan.
Anak-anak mencari pada bagian majalah. Bukan pada tempat
majalah baru mereka mencari, tetapi pada bagian majalah beberapa terbitan yang
lalu.
"Apa sih yang kita cari?"
tanya Pete.
"Aku pernah m melihat suatu berita
tentang lukisan yang dicuri," jawab Jupe. "Seingatku, berita itu ada
dalam salah satu majalah ini."
Anak-anak membawa
setumpuk majalah dan meletakkannya pada salah satu meja baca di sana. Mereka
mulai membolak-balik majalah demi majalah, sambil memperhatikan judul-judul
berita dan ilustrasinya. Pete menemukan sebuah gambar yang segera dikenalinya.
"Ini dia!" katanya dengan
penuh kemenangan. Diperlihatkannya majalah itu pada Jupe. Pada halaman itu
terpampang foto sebuah lukisan yang menggambarkan anak-anak kecil sedang
bermain-main pada sebuah taman. Lukisan itu persis dengan lukisan yang
tergantung pada salah satu dinding di kamar rahasia Hotel Putri Duyung.
"Dugaanku benar, kan," kata
Jupe dengan penuh kepuasan.
Bob datang satu jam kemudian. Jupe telah
membuat fotokopi dari gambar dan berita tentang pencurian lukisan itu. Dalam
berita diuraikan bahwa lukisan itu adalah hasil karya Degas, seorang pelukis
ternama. Meskipun lukisan itu bukan lukisan yang populer bagi orang awam, namun
bagi pecinta benda-benda antik lukisan itu amat tinggi nilainya Seorang pecinta
benda antik, Harrison Dawes, adalah pemilik lukisan itu. Ia kecurian lukisan
itu dan beberapa benda antik lainnya. Ketika ia sedang keluar rumah, si pencuri
berhasil memutuskan kabel alarm dan menguras benda-benda antik koleksinya.
Bob mengeluarkan foto-foto yang baru
saja dicetaknya. Ia mengambil sebuah foto lukisan yang diambilnya di Hotel
Putri Duyung. Foto itu persis dengan gambar pada majalah.
"Rapi jali," kata Pete.
"Tapi bagaimana kalau lukisan di Hotel Putri Duyung itu cuma tiruan?
Lukisan karya pelukis ternama kan sering dibuat tiruannya."
"Memang,"
sahut Jupe, "tapi aku berani bertaruh bahwa lukisan di hotel itu asli. Dan
bukan tidak mungkin bahwa benda-benda lainnya yang terdapat di sana juga milik
Mr. Dawes. Seluruh benda yang terdapat di situ kelihatannya hasil curian.
Polisi pasti akan tertarik!"
Anak-anak keluar dari perpustakaan
dengan perasaan puas. Jupiter melangkah sambil, bersiul-siul.
Tetapi ketika mereka sampai di kantor
polisi Venice, sambutan di sana tidak menggembirakan. Anak-anak menghampiri
seorang polisi yang sedang duduk di belakang meja kerjanya.
Seperti biasanya, Jupe-lah yang menjadi
juru bicara. Kedua kawannya mempercayakan hal itu pada Jupe yang gaya bicaranya
meyakinkan.
"Kami punya informasi yang mungkin
akan menunjukkan siapa pelaku pencurian benda-benda antik milik Harrison Dawes
beberapa waktu yang lalu," ujar Jupe.
Ia menunjukkan fotokopi majalah dan foto
yang diambil Bob di Hotel Putri Duyung.
"Foto-foto ini diambil tadi
siang," katanya. "Dan kami tahu di mana karya lukisan Degas ini
sekarang berada."
Polisi itu memperhatikan dua buah barang
bukti yang diperoleh anak- anak. Ia tidak berkomentar apa-apa. Anak-anak
dipersilakannya duduk dalam sebuah ruangan kecil berisi sebuah meja bundar dan
beberapa bangku.
Tak lama kemudian seorang berpakaian
preman masuk. Ia membawa fotokopi dan foto itu di tangannya.
"Ini sangat menarik," katanya.
Tapi nada suaranya datar, menunjukkan bahwa mungkin ia tidak tertarik sama
sekali. Wajah orang itu pun tidak mencerminkan bahwa ia tertarik. "Gambar
pada majalah biasanya lebih kabur dari foto. Tapi boleh jadi kedua lukisan ini
sama. Sebaliknya pun demikian. Lukisan yang kalian foto bisa saja cuma lukisan
tiruan, bukan? Di mana kalian memperolehnya?"
Ia menatap Bob, yang membawa kameranya.
"Kau yang memotretnya?" tanyanya seraya menunjuk pada foto itu.
"Yes, Sir," sahut Bob.
"Di sebuah kamar spesial di Hotel Putri Duyun-, di Ocean Front."
"Hotel Putri Duyung? Hotel itu
sudah bertahun-tahun tidak dihuni."
-Kini Jupe angkat bicara. "Itu yang
dipercayai orang," ujarnya, "dan pemiliknya memang menginginkan
begitu. Pada kenyataannya, ada satu kamar yang masih dipergunakan. Kamar itu
penuh dengan benda-benda indah. Salah satunya adalah lukisan ini. Bob juga
mengambil beberapa foto lainnya-foto benda-benda terbuat dari perak, kristal,
dan beberapa lukisan lainnya, yang mungkin saja semuanya hasil curian. Kami
yakin bahwa pemiliknya, Clark Burton, terlibat dalam pencurian ini. Bahkan
mungkin dia sendiri pencurinya. Tapi lebih masuk akal kalau dia hanya berfungsi
sebagai penadah saja, karena dia punya uang sepeti penuh."
Bob mengeluarkan foto-foto lainnya dan
menebarkannya di meja. Peti yang penuh berisi uang terekam jelas pada salah
satu foto.
Detektif yang menanyai anak-anak cuma
menggumam saja. Ia meminta identifikasi anak-anak. Bob dan Pete menyodorkan
kartu pelajar.
Jupe memperlihatkan kartu
perpustakaannya. Dan secara refleks, ia juga memberikan kartu Trio Detektif.
Alis mata detektif itu terangkat.
"Detektif amatir!" katanya. "Mestinya aku tahu tadi. Pada umur
seperti kalian, setiap anak adalah detektif." "Kami bukan
amatir," kata Jupiter. Ia merasa tersinggung disebut seperti itu. "Kami
telah memecahkan beberapa misteri yang tidak dapat ditangani bahkan oleh
orang-orang yang lebih dewasa. Kami tidak terperangkap dalam prasangka..."
-"Aku tahu, aku tahu!" kata
detektif itu. "Tapi bagaimana dengan foto- foto yang kalian ambil di Hotel
Putri Duyung? Apakah kalian minta izin dulu sebelum masuk ke sana? Masuk ke
wilayah orang lain tanpa izin merupakan suatu pelanggaran hukum."
Orang itu berdiri. "Kalian tunggu
di sini. Sebentar aku akan kembali."
Ia keluar membawa foto-foto dan fotokopi
berita majalah itu.
"Kurasa kita dapat masalah
besar." katanya. "Mungkin ia menelepon famili kita."
Jupe mengangguk. "Itu akan
menyulitkan, tentu, tapi tidak fatal. Heran, biasanya polisi mau mengerti.
Namun, sebaiknya kita tidak berprasangka apa-apa. Mungkin ia cuma ingin
membandingkan foto Bob dengan daftar barang yang hilang pada pencurian itu.
Pasti ia perlu menelepon seseorang. Itu akan memakan waktu."
"Mudah-mudahan saja ia tidak
menelepon Clark Burton," ujar Bob.
"Clark Burton?" Pete menjadi
kuatir. "Ke... kenapa ia mesti menelepon Clark Burton?"
"Kita kan masuk
ke hotelnya. Mungkin Burton akan mengajukan protes. Dan detektif itu mengecek
apakah ada barang-barang di sana yang hilang... "
Bob tidak menyelesaikan kalimatnya. Tapi
maksudnya sudah sangat jelas.
Mereka membisu beberapa saat, lalu Jupe
berkata, "Kalau benar ia menelepon Clark Burton, apa yang akan dilakukan
Burton? Apakah Burton akan protes? Atau kabur? lalu sudahkah Todd bercerita
tentang kamar rahasia itu? Kalau sudah, foto-foto kita akan menyokong ceritanya.
Kupi-kir... "
"Sebentar," potong Bob.
"Bagaimana kita tahu bahwa Todd benar-benar telah melihat kamar itu?"
"Dari mana Fergus memperoleh uang
untuk membeli makanan itu?" balas Jupe. "Kue-kue, pizza, dan fried
chicken? Tony Gould pernah bilang berapa harga kue yang dibelinya. Menurutku,
Todd telah mengambil uang dari kamar rahasia itu - mungkin tanpa sengaja - lalu
memberikannya pada Fergus."
Jupiter kembali mencoba menduga apa yang
akan diperbuat Burton "Kalau tidak ada orang yang bertindak cepat, Burton
akan kabur. Ia pasti panik. Lihat saja apa yang dilakukannya terhadap patung
putri duyung yang pecah itu. Ia dapat saja membuangnya di tong sampah. Tapi ia
malah membuangnya ke laut. Sekarang, ia tak akan ragu berbuat apa saja yang
akan menyelamatkannya Bahkan bisa saja ia menculik Todd!"
Pete dap Bob tegang.
"Kita tidak dapat
membiarkannya," kata Bob kemudian.
Pete melihat keluar dari pintu. Saat itu
tidak ada siapa-siapa di ruang penerimaan tamu.
"Lagi kosong," ujar Pete.
"Kita bertindak sekarang?" -Pete membuka pintu lebar-lebar. Ketiga
anak itu menyelinap keluar. Begitu sampai di luar mereka berlari
sekencang-kencangnya langsung menuju pantai. Menuju Hotel Putri Duyung!
-Bab 19 TRAGEDI DI UDARA
-HARI sudah petang
ketika anak-anak sampai di Ocean Front.
Keramaian yang khas di sana telah
berkurang. Lalu lintas di Speedway pun tidak lagi ramai. Cuma beberapa gelintir
orang saja yang masih berjalan-jalan di Ocean Front.
Ada beberapa awak televisi di luar toko
Book-worm. Sekerumun orang juga berdiri di sana, mencoba melihat Regina dan
Todd. Trio Detektif hanya memperhatikan kerumunan itu. Mereka menyelinap ke
dalam halaman plaza.
Yang ada dalam pikiran mereka hanyalah
anak kecil berusia lima tahun itu. Anak yang baru saja berkumpul dengan
keluarganya, dan kini bahaya mengancam dirinya.
Mulanya mereka mengira Clark Burton
sudah lari. Papan di pintu galeri menunjukkan bahwa galeri itu sudah tutup. Dan
sebuah kisi besi terpasang di jendela.
"Aku tidak melihat ada kisi besi sebelumnya,"
kata Bob. "Menurutmu, apakah ia meninggalkan tempat ini untuk selamanya?
Atau cuma malam ini saja?"
Tidak ada yang
menjawab. Anak-anak melihat ke jendela-jendela apartemen di samping galeri.
Gordennya tertutup. Di dalamnya gelap. Apartemen itu seperti sudah
ditinggalkan.
Tapi kemudian, gorden pada salah satu
jendela tersibak. Seseorang muncul di jendela la melihat ke arah Ocean Front.
"He!" seru Pete. "Ia
masih di sana!"
"Tapi mungkin tidak lama,"
kata Jupiter. "Kelihatannya ia sudah siap berangkat. Pasti ia akan keluar
lewat pintu belakang."
"Tunggu apa lagi?" kata Bob
seraya berlari.
Pete berlari mengikuti Bob. Jupe agak
tertinggal di belakang. Anak-anak mengitari plaza, menuju bagian luar sebelah
utara. Burton muncul di pintu belakang galerinya. Aktor itu membawa sebuah
koper. Ia berbalik untuk menutup pintu. Dengan terburu-buru ia mengunci dan
menggembok pintu dari luar. Tanpa disadarinya, Trio Detektif mengawasinya
ketika ia turun tangga.
Serenceng kunci berbunyi gemerincing
ketika dikeluarkan dari kantungnya. Tapi sewaktu ia memasukkan salah satu kunci
pada lubang kunci pintu garasi, Jupe menegurnya. "Anda mau pergi untuk
selamanya, Mr. Burton?" katanya. "Sayang sekali. Kenapa tidak
menunggu sampai kasus ini kami tuntaskan?"
Burton berbalik.
Wajahnya yang ganteng menjadi pucat pasi. "Kukira kasus ini sudah
tuntas," balasnya. "Anak kecil itu sudah ditemukan.
Kalian cerdik sekali. Aku sendiri tidak
menduga bahwa pelakunya adalah Fergus. Kalian patut diberi ucapan
selamat."
-"Itu belum seberapa," kata
Jupiter lagi. "Ada satu hal lagi yang akan membuat Anda lebih yakin bahwa
kami memang pantas memakai nama Trio Detektif Anda mau tahu, Mr. Burton? Atau
mungkin Anda dapat menebak sendiri? Waktu Anda membuang pecahan patung putri
duyung, kami bertanya-tanya. Waktu kami melihat isi Princess Suite di hotel
ini, kami tahu!"
Burton membasahi bibirnya. Sudut
mulutnya bergerak-gerak. Tahu-tahu ia bergerak cepat untuk membuka pintu
garasi.
"Stop!" teriak Pete.
Ia menjegal Burton sambil menjatuhkan
diri, seperti seorang pemain sepak bola merebut bola dari kaki lawan. Burton
terjerembab ke tanah. Kuncinya terlempar ke tengah-tengah Speedway.
Jupiter melompati Burton dan Pete.
Dipungutnya kunci itu, lalu dilemparnya jauh-jauh. Sebuah sedan melintas di
Speedway. Pengemudinya membuka jendelanya ketika lewat di sana.
"He, ada masalah?" tanya
pengemudi itu. Orang itu berbicara pada Burton, yang tertelungkup. Tapi Jupe
yang menyahutinya. "Ya. Panggil palisi!" serunya. "Cepat!"
Orang itu berhenti sejenak. Lalu
dipacunya mobilnya kencang-kencang.
"Kalian anak brengsek!" umpat
Burton seraya bangkit.
"Siapa yang sebenarnya brengsek,
itu polisi yang akan menentukan, Mr. Burton," tukas Jupe.
"Kami sudah
melaporkan apa yang kami temukan di Hotel Putri Duyung. Kalau polisi sudah
tiba, dan menemukan Anda yang mencoba kabur dengan membawa koper penuh uang -
benar, kan? - mereka tentu akan tertarik sekali."
Kepala Burton terkulai. Seakan-akan ia
pasrah pada apa yang akan terjadi. Tapi tiba-tiba ia tegak kembali. Di
tangannya tergenggam pistol.
"Hmm, tapi mereka tidak akan menemukanku,"
katanya. "Aku sudah lenyap pada saat mereka tiba di sini. Dan kalian ikut
bersamaku. Mereka tidak akan menemukan siapa-siapa di sini! "
Jupe tidak menyangka bahwa Burton
bersenjata. Begitu pula Bob dan Pete. Anak-anak merapat. Pistol Burton kecil,
tapi kelihatan berbahaya.
"Jalan!" bentak Burton sambil
menggerakkan pistolnya.
"Anda tidak akan berani
menembak!" kata Jupe. "Sewaktu-waktu polisi bisa datang."
"Peduli apa?" balas Burton.
"Aku tidak akan tinggal di sini lagi. Cepat! Jalan ke arah Pacific Avenue.
Dan jangan banyak cincong. Kutembak kepalamu nanti!"
Anak-anak mundur selangkah. Mereka lalu
berbalik dan mulai berjalan ke arah Pacific Avenue.
"He, kau!" bentak Burton.
"Kau yang berbadan tinggi. Badanmu kelihatannya kuat Kau bawa koper itu!"
Pete berbalik lagi. Diambilnya koper
itu, lalu mereka meneruskan langkah. Burton menyembunyikan pistolnya dalam
kantung jaketnya. Pistol itu masih tergenggam dalam tangannya, tertuju pada
anak-anak.
"Anda tidak bisa
lari ke mana-mana," kata Jupiter. "Kami sudah memberi tahu polisi
tentang rumah di Evelyn Street."
Itu cuma tipuan. Tapi siasat Jupe
mengena pada sasaran. Burton tampak agak panik. Ia memerintahkan anak-anak
berjalan lebih cepat menuju Pacific Avenue. Mereka menyeberanginya dan langsung
menuju Main Street.
Matahari mulai terbenam di ufuk barat.
Langit kemerah-merahan. Kaca- kaca jendela di Main Street tampak keemasan
ditimpa sinar matahari petang. Dan pada pelataran parkir supermarket yang baru
dibuka, operator balon sedang sibuk mengamankan balon udaranya karena hari
sudah petang. Diikatnya gondola pada sebuah kait yang sudah dipersiapkan.
Burton menggiring anak-anak melintasi
pelataran parkir. Mereka langsung mendatangi balon udara itu.
"He, undian sudah ditutup hari
ini," kata operator balon itu "Kalian tidak bisa naik balon ini
sekarang. Sekarang sudah petang. Besok saja kalian datang lagi."
Burton menodongkan pistolnya ke arah
orang itu. Operator balon itu mengangkat bahunya. "Baik, baik. Kalau Anda
ngotot juga, yah... apa boleh buat. Silakan saja... "
"Cepat buka tali pengikatnya,"
potong Burton. "Dan jangan coba-coba melawan. Aku tidak segan-segan
menarik pelatuk pistol ini."
Burton mendengus pada anak-anak.
"Masuk!" perintahnya.
Jupe, Pete, dan Bob masuk ke dalam
gondola yang terikat di bawah balon. Burton menyusul setelah semua anak itu
masuk. Lalu ia menunjuk pada tali-tali pengikat balon itu. "Lepas semua
talinya," serunya pada operator. "Cepat! Semuanya!"
"Mister, Anda gila barangkali. Mengemudikan balon ini tidak seperti
mengemudi mobil sedan," kata operator itu. "Kalau semua tali dilepas,
nanti... "
"Lepaskan semuanya, kataku!"
bentak Burton dengan tidak sabar. "Kita memang akan terbang di udara. Kau
susul kami setelah tali terakhir dilepas. Aku punya cukup banyak waktu untuk
menembak kepalamu kalau kau tidak mau ikut!"
"Kenapa tidak panggil taksi
saja?" kata Pete. "Nanti kita bisa ke stasiun atau airport. Atau kita
bisa sewa mobil. Maksudku, cara ini berbahaya dan..."
"Diam!" Burton membentak Pete.
Pete terdiam. Ia meneguk ludah.
Operator balon melepaskan tali pengikat
satu demi satu. Setelah tali terakhir dilepaskan, balon mulai naik ke udara.
Burton melakukan gerak mengancam dengan pistolnya. Operator itu berlari dan
melompat masuk ke dalam gondola.
-"Balon ini tidak dirancang untuk
perjalanan jauh," . protes operator itu. "Kalau kita tertiup ke arah
laut..."
"Angin bertiup ke darat,"
potong Burton.
Mereka terus naik dan
naik. Makin lama makin tinggi. Pete berpegangan erat-erat pada tali pengikat
gondola. Ketika melihat ke bawah, ia merasa pusing dan ingin muntah. Jauh
sekali dari apa yang dibayangkannya kemarin.
Matahari sudah hampir terbenam
seluruhnya. Tinggal sedikit bagian yang masih tersembul di batas cakrawala.
Kegelapan mulai menyelimuti daratan di bawah. Kota Venice mulai meredup.
Seakan-akan ada tirai yang ditarik menutupi kota kecil itu.
Pete melihat lampu-lampu jalan mulai
dinyalakan. Dan tampak pula lampu-lampu mobil dihidupkan. Burton tidak
memandang ke bawah. Wajahnya mengeras dan bibirnya mengatup rapat. Dengan waspada
ia mengawasi Jupe, Bob, operator balon, dan juga Pete. Berganti-ganti
dipandanginya mereka satu per satu.
Ia mengatakan tidak ada lagi harapan
baginya untuk tinggal di Plaza Putri Duyung. Ia benar. Kalau mau tetap tinggal
di sana, ia harus mengarang-ngarang cerita agar orang tidak percaya pada
omongan Todd Stratten. Tapi sekarang ada saksi lain selain Todd. Tiga orang
anak yang lebih dewasa dari Todd, yang kesaksiannya tentu akan lebih meyakinkan
orang. Tidak ada lagi yang dapat dilakukannya. Dalam keadaan putus asa Burton
dapat menjadi orang yang berbahaya. -Apa yang akan dilakukannya? Ke mana ia
akan pergi? Dan apa yang akan terjadi dengan Trio Detektif?
Mereka sudah sekitar seratus meter di
atas tanah sekarang. Angin meniup mereka ke arah utara dan timur
berganti-ganti. Jupiter melongok ke bawah. Sebuah sedan meluncur
perlahan-lahan. tepat di bawah mereka. Jupe melihat nomor-nomor besar berwarna
hitam di atap mobil itu. Mobil polisi!
Jupe menyentuh koper
Burton dengan kakinya. Dipelajarinya kunci koper itu sekilas. Tiba-tiba ia
membungkuk, membuka kunci koper, lalu menumpahkan isinya ke luar gondola! Semua
itu terjadi begitu cepat dalam satu gerakan.
"He, apa yang kau..." Burton
terkejut melihat tindakan Jupe. Sementara Jupe melongok ke bawah untuk melihat
apa yang baru saja ditumpahkannya itu.
Uang! Tidak ada apa-apa lagi selain
uang! Uang yang mereka lihat di kamar Hotel Putri Duyung. Kini uang itu
terhambur. Melayang di udara. Bertebaran. Mobil patroli polisi mendadak
dihujani uang!
Mobil itu berhenti mendadak. Dua orang
tampak keluar, lalu mendongak. Mereka meneriakkan sesuatu. Tapi yang di dalam
gondola tidak menangkap apa yang dimaksudkan kedua polisi itu.
Kemudian mobil-mobil
lainnya juga berhenti di tempat itu.
Penumpangnya berhamburan keluar. Mereka
berebutan memunguti uang yang bertebaran di sana.
Balon udara terus melayang, mengikuti
arah angin yang membawanya. Jupe mendengar suara sirene. Satu lagi mobil
patroli datang. Mobil itu berhenti di samping mobil pertama. Dua orang polisi
lagi keluar. Mereka juga terbengong-bengong ketika memandang ke atas.
"Aku yakin kita tidak akan lepas
dari kejaran polisi," kata Jupe dengan kalem. "Memang tidak ada hukum
yang melarang orang menghamburkan uang dari udara, tapi aku yakin bahwa polisi
akan bertanya-tanya. Kita akan terus diikuti sampai turun ke darat. Dan balon
ini tidak dapat bertahan di udara terus, Mr. Burton. Bahkan seekor rajawali
sekalipun harus kembali ke darat."
Burton diam membisu.
Kedua mobil polisi
itu makin jauh dari pandangan. Tapi ada beberapa mobil patroli lain yang
mengikuti di bawah. Mobil-mobil itu menghidupkan lampu sirenenya sambil
membayang-bayangi balon udara.
Sesaat kemudian terdengar suara lain.
Ada suara mesin yang bising di dekat mereka lalu sorot lampu terang menyinari
penumpang balon udara itu.
"Helikopter polisi," kata
Jupe. "Tentu ini menyenangkan bagi mereka. Biasanya kan mereka cuma
melakukan pengejaran dengan mobil saja."
Burton masih membisu. Wajahnya lesu. Ia
memandang ke depan. Tapi tatapannya kosong.
-"Meskipun kita telah keluar dari
wilayah polisi di sini," kata Jupe melanjutkan, "mereka akan terus
mengikuti kita. Dan akan ada polisi dari daerah lain yang bergabung untuk
menangkap kita. Kita tidak akan lolos."
"Dia benar, Mister," kata
operator balon. "Kita lebih baik turun saja."
Burton tidak menjawab. Namun pistolnya
diturunkan. Operator balon meraih pistol itu. Mereka lalu turun dan mendarat
pada sebuah lapangan terbuka di dekat sebuah kuburan. Polisi sudah menunggu.
Mereka segera mendekat ketika balon menyentuh tanah.
"Sayang sekali tidak ada televisi
yang merekam kejadian ini," ujar Bob. "Mungkin ini kesempatan
terakhir bagi Burton untuk muncul di televisi."
Jupe nyengir. "Belum tentu,"
tukasnya. "Mungkin ia akan muncul di TV sewaktu diadili, dan sewaktu
digiring ke penjara!"
-Bab 20 MR. SEBASTIAN MENAWARKAN JUDUL
-EMPAT hari sesudah
penerbangan dengan balon udara yang tak direncanakan itu, Jupiter, Pete, dan
Bob bersepeda dari Rocky Beach ke
Malibu. Mereka membelok dari Pacific
Coast Highway ke Cypress Canyon Drive, dan terus mengayuh sepeda sampai pada
sebuah rumah putih di tepi pantai. Rumah itu dulunya adalah Restoran Charlie’ s
Place. Di bagian atapnya masih tertempel lampu-lampu neon untuk menarik minat
pengunjung. Lampu-lampu neon itu tidak digunakan lagi sekarang. Rumah itu kini
menjadi milik Hector Sebastian, penulis kisah misteri. Ia perlahan-lahan
mengubah restoran itu menjadi sebuah rumah yang lapang dan nyaman.
Hari itu Hoang Van Don membukakan pintu
bagi anak-anak. Don bekerja sebagai pembantu rumah tangga Mr. Sebastian.
Tubuhnya ramping dan umurnya sudah hampir tiga puluh. Ia mengenakan pakaian
olahraga lengkap. Sambil menyapa anak-anak, ia berlari-lari di tempat "Mr.
Sebastian sudah menunggu di ruang tamu," katanya sembari terus berlari-lari
di tempat.
-"Jupiter!" panggil Mr.
Sebastian. "Pete! Bob! Masuk, masuk!"
Don pergi ke dapur, tetap dengan
berlari. Anak-anak masuk ke ruang tamu yang luas dan penuh dengan jendela kaca.
Ruang tamu itu dulunya dipakai sebagai ruang makan utama Restoran Charlie’s Place.
Mr. Sebastian sudah berdiri menanti di sana. Ia bertelekan sebuah tongkat.
Disambutnya anak-anak dengan senyumnya yang ramah.
Sebelum ini, Mr.
Sebastian lama bekerja sebagai detektif swasta. Ia memiliki kantor sendiri di
New York. Kemudian, beberapa tahun sebelum berkenalan dengan anak-anak, ia
mengalami kecelakaan pesawat terbang. Sejak itu kakinya tidak berfungsi dengan
baik. Dan sejak itu pula ia mulai menulis kisah-kisah detektif berdasarkan
pengalamannya. Ia menyukai pekerjaan barunya itu. Tidak lama kemudian ia
beralih profesi menjadi penulis novel dan skenario film. Pekerjaannya sebagai
detektif swasta ditinggalkannya.
New York juga ditinggalkannya. Ia
memilih daerah pantai Malibu yang sejuk. Dibelinya sebuah rumah di Cypress
Canyon Drive. Meskipun menikmati kehidupan barunya di Malibu, Mr. Sebastian
sering kali teringat pada sepak terjangnya sebagai detektif. Karena itu ia
selalu menyisakan waktu bagi Trio Detektif. Kadang-kadang ia turut membantu
mereka menyelesaikan kasus yang sedang dihadapi. Pagi itu setumpukan koran
tergeletak di mejanya. Anak-anak dapat menduga bahwa Mr. Sebastian telah
membaca berita tentang Burton dan kamar rahasianya di Hotel Putri Duyung.
Tapi ia tidak langsung menyinggung
masalah itu. Dipandanginya sebuah lemari berlaci yang berdiri pada salah satu
dinding dekat pintu masuk. Lemari itu bentuknya aneh, tinggi, dan warnanya
hitam gelap. Beberapa simbol-simbol aneh terukir pada lemari itu. Dan lacinya
banyak. Namun ukuran laci-laci itu tidak ada yang sama. Bahkan bentuknya semua
berbeda. Persegi panjang, bulat, kecil, besar, panjang, pendek. Benda itu lebih
menyerupai teka-teki tiga dimensi daripada lemari.
"Kalian suka?" Mr. Sebastian
tersenyum bangga. "Aku baru mendapatkannya. Ini lemari yang sangat
termasyhur. Termasyhur karena pemiliknya termasyhur juga: Stregonio, ahli
sulap. Mungkin kalian tidak kenal dia. Ia telah meninggal sebelum kalian lahir.
Dengan lemari ini, ia dapat membuat barang-barang milik penonton berpindah-
pindah dari satu laci ke laci lainnya. Aku sendiri tidak mengerti bagaimana ia
melakukannya Bahkan aku tidak tahu di mana letak laci rahasia yang terdapat di
lemari ini. Tapi aku cukup senang dengan memandanginya saja."
Ia lalu mempersilakan anak-anak duduk
mengelilingi sebuah meja bundar besar. "Well, cukup aku bercerita tentang
benda ajaib itu," katanya. "Ada satu keajaiban lain yang baru-baru
ini terjadi, kan? Keajaiban di hotel milik Burton. Orang seperti itu patut
dikasihani. Tapi apa sebenarnya yang terjadi? Koran-koran selalu tidak memuat
berita secara lengkap."
"Anda akan menemukannya di
sini," ujar Bob seraya menyodorkan sebuah map pada Mr. Sebastian.
"Kau sudah membuat
laporannya?" kata Mr. Sebastian. "Bukan main!"
Ia mulai membaca laporan itu.
Terdengar suara derap langkah di lantai.
Don masuk, dan mendatangi anak-anak.. Masih dengan berlari, ia membawa beberapa
gelas pada sebuah nampan.
"Susu
kedelai," katanya sambil meletakkan gelas-gelas itu di meja.
"Susu dari tumbuhan. Tidak kalah
dari susu sapi. Aku tidak masak hari ini. Kita tidak boleh mengisi perut kita
terlalu penuh agar tetap sehat."
Selesai menaruh gelas, ia pergi lagi
membawa nampannya-sambil berlari.
Mr. Sebastian tersenyum melihat kelakuan
Don. "Ia baru saja bergabung dengan sebuah klub jantung sehat. Itu
sebabnya ia terus berlari-lari. Memang setiap pagi ia selalu berlatih. Dan apa
yang dikatakannya tentang susu kedelai memang benar. Tapi nanti kalian akan
kuajak makan siang di luar. Oke?"
Ia meneruskan membaca laporan Bob. Untuk
beberapa saat tidak ada pembicaraan. Anak-anak melihat keluar melalui jendela
kaca. Pemandangan ke laut lepas sangat menyegarkan di pagi itu.
-Akhirnya Mr. Sebastian selesai membaca
seluruh laporan itu. "Cerita yang menyedihkan!" katanya.
"Laki-laki itu tega-teganya membiarkan nyawa seorang anak kecil dalam
bahaya, hanya demi hartanya tidak diketahui orang. Apa maunya dia? Dan buat apa pula ia menyembunyikan harta
benda itu?"
"Itu barang curian," Pete
mengingatkan. "Seluruh harta benda itu hasil curian."
"Ya. Dan betapa egoisnya dia.
Disimpannya semua benda bernilai seni tinggi itu. Orang lain tidak akan dapat
menikmatinya. Memang, dia tidak dapat memperlihatkan pada orang lain tanpa
membuka rahasia tentang dirinya sendiri."
"Betul," tambah Jupe.
"Aku mengenali lukisan karya Degas yang dicuri dari rumah Dawes, meskipun
lukisan itu tidak terkenal, dan aku juga bukan ahlinya. Burton tidak mengatakan
apa sebenarnya yang mendorong dia melakukan itu. Tapi kukira ia punya suatu
keinginan untuk memiliki benda-benda seni hasil curian. Atau dia begitu
serakahnya sehingga tidak peduli pada risiko yang bakal dihadapinya."
"Untung ada kalian. Benda-benda
seni itu sekarang dapat dikembalikan pada pemilik-pemiliknya," kata Mr.
Sebastian.
Bob mengangguk. "Seluruh benda itu
dapat dijejaki siapa pemiliknya. Polisi mengucapkan terima kasih atas bantuan
kami."
"Tapi mereka juga menegur karena
kami berani-berani masuk ke hotel itu tanpa izin, -meskipun teguran itu tidak
terlalu keras." kata Pete. "Informasi kami sangat berguna. Polisi
berjaga-jaga di rumah di Evelyn Street itu. Dan beberapa menit sebelum berita
pengejaran balon udara ditayangkan di TV, seorang pencuri kawakan datang ke
rumah itu. Ia mengendarai sebuah truk kecil penuh dengan benda-benda dari perak
dan ukiran-ukiran. Polisi segera meringkusnya." "Pencuri itu tidak
mau dipenjara," ujar Bob. "Paling tidak, ia tidak mau dipenjara
lama-lama. Karena itu ia mengakui dan membeberkan semua perbuatannya. Dari situ
polisi dapat merangkai bagaimana pencurian ini dapat berlangsung. Burton sering
diundang dalam berbagai pesta besar di Hollywood. Ia memang selalu menjaga
hubungan dengan kalangan artis lainnya, sekali pun ia sudah tidak main film
lagi. Dari pergaulan itu banyak yang diperolehnya. Ia tahu dengan terinci
tentang keadaan rumah orang-orang kaya. Ia tahu jalan keluar-masuknya.
perhiasan- perhiasan yang dimiliki, dan bahkan sistem alarmnya. Dari
pembicaraan yang dilakukannya ia dapat mengetahui kapan pemilik rumah itu pergi
kapan penjaga rumah itu tidak di tempat dan sebagainya. Segala informasi itu
dikumpulkannya untuk diberitahukan pada para pencuri. Mereka dengan mudah
melaksanakan tugasnya.
"Hanya barang-barang tertentu yang
mau dibelinya dari pencuri itu. Dia sangat selektif dalam memilih barang.
Peralatan seperti kamera atau video tidak akan dibelinya dari pencuri-pencuri
itu. Dan ia harus membayar tunai. Pencuri itu tidak mau menerima cek. Rumah di
Evelyn Street itu dijadikan gudang penyimpanan barang-barang yang tidak mau
dibelinya. Barang-barang itu dikirimnya ke luar kota."
"Ia tidak takut pada
risikonya?" tanya Mr. Sebastian. "Para pencuri itu kan dapat berbalik
dan memerasnya?"
"Mereka tidak pernah tahu siapa
dia," kata Jupe. "Burton selalu menyembunyikan identitas dirinya
ketika berurusan dengan para pencuri. Mereka tidak dapat menghubungi Burton.
Burton yang harus menghubungi mereka. Dan itu dilakukannya dengan menyamar,
dengan memakai kumis tebal dan kaca mata hitam itu."
"Dan kemudian
Todd menemukan pintu rahasia itu sehingga penyamarannya terbongkar," kata
Mr. Sebastian.
"Tepat," sahut Jupe.
"Todd sudah bercerita tentang apa yang dilihatnya, sedikit demi sedikit ia
masuk ke dalam kamar rahasia di hotel ketika parade berlangsung, dan
memegang-megang uang di peti itu. Tahu-tahu Burton muncul. -Todd dihardiknya.
Tiny lalu marah dan menerjang Burton. Saat itu dipergunakan Todd untuk lari.
Kemudian Tiny dan Burton bergumul sampai, entah bagaimana, patung putri duyung
itu terjatuh menimpa Tiny Anjing itu mati karena serangan jantung. Sementara
itu Todd keluar lewat pintu belakang dengan penuh perasaan bersalah. Di luar
Fergus menemukan Todd lalu membawanya pulang. Fergus mencoba
menghiburnya."
"Kasihan Fergus itu," kata Mr.
S.ebastian. "Burton sebenarnya dapat saja mengatakan pada Regina bahwa.
Todd merusak patung putri duyung, lalu kabur," Jupe melanjutkan,
"tapi ia tahu bahwa Todd sempat membawa sebundel uang. Ia harus menjaga
rahasia itu. Bagaimana ia akan menjelaskan tentang uang itu nantinya? Jadi ia
berbohong dan terus berbohong. Kesalahannya yang paling besar ialah membuang
kepingan patung putri duyung itu ke laut."
"Memang, kesalahan itu berakibat
fatal baginya," komentar Mr. Sebastian. "Tapi bagaimana dengan Mooch
dan kawan serumahnya? Apa kaitan mereka dengan Burton?"
"Tidak ada. Mooch cuma maling kelas
teri, dan kawan serumahnya mencari pekerjaan sambilan di pasar budak. Burton
memakai tenaganya untuk mengangkut barang-barang curiannya yang besar-besar.
Itu lebih aman daripada memakai jasa perusahaan tertentu."
"Dan Fergus sendiri?" tanya
Mr. Sebastian. "Kuharap polisi tidak menjatuhi hukuman berat padanya."
"Tidak. Ia sudah
kembali ke tempatnya. Mrs. Stratten memaafkannya dan memohon pada polisi agar
Fergus segera dibebaskan. Demikian pula
Mr. Finney. Dan Todd baik-baik saja.
Bulan September ia akan mulai sekolah. Mrs. Stratten tidak usah mengawasinya
setiap saat. "
-"Jadi itulah akhir kisah
kami," kata Bob. "Akhir yang cukup menggembirakan, Mr. Sebastian.
Maukah Anda memberi judulnya?"
"Dengan senang hati," sahut
Mr. Sebastian. "Ini petualangan yang seru. Hotel berhantu dan kamar
rahasia penuh harta! Luar biasa!"
Sewaktu Mr. Sebastian membalik halaman
terakhir laporan itu, ia melihat sesuatu yang berwarna dan mengkilat.
"Tapi ini apa? Foto siapa
ini?" Hector Sebastian mengamati foto yang diambil Bob ketika Jupe
terperangkap di lorong tempat mengantar makanan di Hotel Putri Duyung.
Tawa Bob dan Pete pecah berderai-derai.
"He, apa yang kalian....,"
Jupe cepat-cepat bangkit dan melihat foto di halaman terakhir laporan itu.
Foto itu menggambarkan Penyelidik Satu
yang sedang terjepit dalam lorong. Ekspresinya sukar dijelaskan. Kesal, gugup,
geram, dan malu bercampur menjadi satu. Semuanya terbayang pada wajahnya yang
kotor berdebu.
Di sela-sela tawanya, Pete berkomentar,
"Aku usul, bagaimana kalau judulnya Kasus Si Gempal yang Terjepit?"
"Atau Pengalaman Menjadi Sumbat
Botol," Bob menimpali.
Muka Jupiter memerah
seperti kepiting rebus.
Mr Sebastian mencoba menahan
perasaannya, meskipun sesungguhnya ia ingin tertawa juga. Dengan bijak ia
menengahi. "Dengar, kalian -berdua. Kalau kalian tidak ingin Trio Detektif
menjadi Duo Detektif, sebaiknya kalian tinjau kembali usul kalian itu.
Bagaimana. kalau aku tawarkan judul Mister; Hilangnya Putri Duyung?"
"Nah, itu jauh
lebih bagus," Jupe buru-buru menyetujui.
Mereka kemudian
keluar untuk makan siang.
-Selesai
Emoticon