Trio Detektif - Misteri Kaca-Kaca Remuk



TRIO DETEKTIF MISTERI KACA-KACA REMUK

Ebook by Syauqy_arr

OCR by Raynold

Bab 1 KACA-KACA PECAH

-"INI benar-benar aneh, Mr. Jacob," terdengar Paman Titus berbicara.

Pete Crenshaw tertarik perhatiannya. Ia memasang telinganya baik- baik. Pete sedang menyiram tanaman di pinggir kantor perusahaan Paman Titus di pangkalan barang bekas. Suara Paman Titus Jones terdengar dari dalam kantornya itu.

"Bagiku tidak aneh," seseorang menyahuti di dalam. Suara itu belum pernah didengar Pete. Mungkin itu Mr. Jacobs, pikir Pete. "Sudah jelas ini perbuatan pemuda-pemuda berandal yang suka membuat onar!"

Pete mendengarkan dengan penuh perhatian.

Sebuah misteri!

"Sekali, dua kali, bisalah aku menganggapnya suatu kecelakaan kecil," laki-laki itu melanjutkan. "Tapi empat kali? Itu keterlaluan! Empat kali Paul pulang dari rumah temannya dengan kaca trukku remuk berantakan. Menurutnya, truk cuma ditinggal sebentar ke dalam rumah temannya itu. Dan ketika ia ke luar, kaca trukku sudah hancur!"

"Memang itu yang terjadi, Daddy," seorang anak mengotot "Mengaku sajalah, Paul." Laki-laki tadi tertawa dengan nada bercanda. "Aku kan dulu pernah jadi anak-anak. Kadang-kadang aku tak sengaja menutup pintu terlalu keras. Atau teman-temanku bermain lempar- lemparan bola dan bolanya nyasar hingga memecahkan kaca. Aku yakin kau mencoba melindungi temanmu itu. Tapi empat kali Itu sudah keterlaluan, Paul."

"Daddy,.aku benar-benar tidak tahu mengapa kaca itu pecah."

"Baiklah, Paul," kata Mr. Jacobs dengan tenang. "Kau masih ingat apa yang kukatakan hari Rabu yang lalu, kan? Kau tak kuizinkan mengendarai truk ini, sampai kau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi."

"Aku menceritakan yang sebenarnya, Daddy. Dan bagaimana aku bisa mengantar barang-barang tanpa truk itu?" protes anak laki-laki itu.

"Kau masih boleh membantu mengangkat barang-barang itu dari truk. Atau kau dapat menjaga toko. Tapi sekarang aku yang mengemudi."

Hanya desahan yang terdengar oleh Pete dari luar. Paul tidak bisa membantah orang tuanya lagi. Tak lama kemudian Pete mendengar suara pintu depan dibuka. Ia bergegas mengitari kantor Paman Titus menuju bagian depan. Dilihatnya seorang laki-laki bertubuh. tinggi dengan raut muka tegas. Seorang anak mengikuti di belakangnya - juga tinggi, tapi sangat kurus. Kulitnya pucat, rambutnya hitam, dan hidungnya agak pesek. Matanya yang coklat nampak sayu. Laki-laki tadi masuk ke sebuah truk kecil abu-abu bertuliskan:

ANDA INGIN MEMBELI AT AU MENJUAL PERABOT BEKAS?

HUBUNGIJACOBS

ROCKY BEACH, CALIFORNIA "Paul," kata Mr. Jacobs, "kau harus bisa memilih antara tanggung jawab padaku dan kesetiaan pada teman-temanmu. Sekarang naiklah. Akan kuantar kau pulang. Pekerjaanmu hari ini sudah selesai. Kita sudah mengantar kursi- kursi itu pada Mr. Jones."

"Aku pulang jalan kaki saja," kata Paul tak bergairah.

"Terserah kaulah," sahut Mr. Jacobs. Ia memandang anaknya, menghela napas, lalu pergi mengendarai truk kecilnya. Paul Jacobs berdiri memandangi truk ayahnya hingga menghilang di perempatan jalan. Kemudian perhatiannya beralih pada Hans dan Konrad, pekerja di Pangkalan Jones, yang sedang menata kursi-kursi yang baru diantar tadi.

"Paul!" panggil Pete dari sudut kantor.

Yang dipanggil celingukan mencari arah datangnya suara.

"Ke sini!"

Paul melihat Pete. Ia berjalan dengan ragu ke arah Pete. Mereka sudah saling kenal di sekolah, meskipun bukan teman dekat Paul beberapa tahun lebih tua dari Pete.

"He, kau Pete Crenshaw, kan?" kata anak berhidung pesek itu.

Pete mengangguk. "Kelihatannya ayahmu marah tadi," kata Pete bersimpati.

Paul menghela napas. "Ya, padahal aku baru saja memperoleh Surat Izin Mengemudi." "Wah, itu menjengkelkan sekali," Pete tahu bagaimana rasanya orang yang baru mendapat SIM dan tiba-tiba tidak diperbolehkan mengemudi. "Tapi mungkin kami bisa menolongmu!"

"Menolongku?" Paul berkata tanpa semangat. "Bagaimana? Dan siapa kami itu?"

Pete mengeluarkan sebuah kartu dari kantung bajunya. Paul membaca kartu itu. Dahinya berkerut.

-TRIO DETEKTIF

"Kami Menyelidiki Apa Saja"

? ? ?

Penyelidik Satu.......... Jupiter Jones

Penyelidik Dua............ Peter Crenshaw

Data dan Riset.......... Bob Andrews

-Paul Jacobs mulai tertarik. Air mukanya menjadi lebih ceria. "Ah, sekarang aku ingat. Ya, aku pernah dengar tentang petualangan kalian. Kau benar, mungkin kalian bisa menolongku."

"Oke! Akan kuberi tahu Jupe dan Bob!" seru Pete dengan gembira. .

Penyelidik Dua lupa pada tugasnya menyiram bunga. Ia menarik Paul Jacobs sambil berlari melintasi pangkalan, ke tempat Jupiter Jones dan Bob Andrews sedang memperbaiki pagar kayu yang tinggi. Sekujur tubuh Jupiter basah oleh keringat. Ia dengan susah-payah menancapkan paku demi paku pada pagar itu. Di sampingnya, Bob mengayunkan martil dengan ringannya.

Sedikit pun tak nampak tanda-tanda kelelahan pada muka Bob. Bahkan ia masih dapat tersenyum di bawah teriknya sinar matahari saat itu.

"Heran aku," kata Jupiter. "Kok, kau bisa-bisanya tersenyum sambil mengerjakan pekerjaan seperti ini."

"Jupe! Bob!" seru Pete memanggil. Ia masih menarik Paul Jacobs dengan satu tangannya.

"Kita dapat kasus baru!"

Mata Jupiter melebar. "Aha! Ini berita baru! Ini baru berita!" serunya menirukan logat Inggris Sherlock Holmes. Kebosanan Jupe lenyap seketika.

Tanpa disadarinya martil terlempar dari tangannya. Martil itu berputar- putar dan jatuh tepat di hadapan Bibi Mathilda yang saat itu baru datang.

"Berita boleh baru," seru Bibi Mathilda dengan suara tinggi, "tapi pagar itu harus kalian bereskan dulu! Dan kau, Pete Crenshaw! Mengapa kau ada di sini? Kau kan kutugaskan menyiram tanaman. Apa kau tega membiarkan tanaman itu layu? Ayo! Semua kembali bekerja! Baru ditinggal sebentar saja sudah loyo"

-"Ta-tapi... Pete tergagap. "Paul temanku ini.....

"Aha, ada satu orang lagi," seru bibi Jupiter itu. "Bagus, aku punya pekerjaan untukmu, Nak. Siapa namamu tadi. Paul, ya?" "Yes, Ma’am," Paul menjawab dengan bingung.

"Paul, kau dapat..."

Saat itu Paman Titus keluar dari kantornya.

"Sudah waktunya makan siang!" serunya.

"Ah, sudah waktu makan siang rupanya," kata Jupiter. "Pantas aku lemas sekali rasanya, Bibi Mathilda. Tenagaku sudah habis dan perutku minta diisi. ..

"Ya, dari tadi perutku sudah berbunyi," tambah Pete.

"Hhh, panasnya hari ini," desah Bob. Ia menyandar pada sebuah lemari es tua, lalu menggeloyor hingga terduduk.

Dengan kedua tangan di pinggang, Bibi Mathilda melotot melihat kelakuan anak-anak. Paul Jacobs nyengir saja. Bibi Mathilda terus memelototi anak-anak. Namun tiba-tiba ia tertawa berderai-derai.

"Baik, baik. Silakan makan. Tapi jangan harap kalian bisa lolos setelah itu. Setelah makan, kembali bekerja!"

Mendengar itu anak-anak langsung berlari menuju rumah yang terletak di seberang pangkalan. Tak lama kemudian mereka sudah kembali dengan membawa roti berisi keju dan daging. Anak-anak dan Paul menyantap makan siang mereka di dekat meja kerja Jupe yang terletak di pangkalan. Sambi! mengunyah rotinya, Pete menceritakan misteri yang dialami Paul.

"Kau punya ide kira-kira siapa yang memecahkan kaca jendela jtu?n tanya Jupiter.

Paul menggeleng. "Aku bahkan tidak tahu bagaimana kaca itu bisa pecah. Pernah sekali ketika aku berada di taman rumah kawanku, aku mendengar suara kaca pecah. Tapi aku tidak melihat seorang pun di dekat trukku."

Paul memandangi Trio Detektif berganti-ganti.

"Aku tahu ini kedengarannya tidak masuk akal. Tapi seolah-olah kaca itu pecah sendiri!"

-Bab 2 KEKUATAN GAIB

-"MEMANG mungkin," Jupe mengeluarkan pendapatnya, "gelas mencapai titik lelahnya dan pecah secara spontan, tapi kemungkinannya sangat kecil bahwa hal itu terjadi empat kali berturut-turut pada kendaraan yang sama."

Paul Jacobs melongo memandangi Penyelidik Satu.

"Maksud Jupe," kata Pete menjelaskan, "semua benda kan ada umurnya. Kaca bisa saja pecah dengan sendirinya. Tapi itu tidak mungkin terjadi pada mobil yang sama empat kali berturut-turut.

"Oo, begitu," ujar Paul. "Apa dia bicaranya selalu seperti itu?"

"Itu belum apa-apa," kata Bob sambil tertawa. "Kalau sudah tertarik, Jupe memang begitu gaya bicaranya. i api kau akan terbiasa mendengarnya."

"Oke kita harus bergerak cepat dan efisien," potong Jupe, "kalau kita memang berniat menyingkap misteri ini. Bagaimana kalau kita mendengar pengalaman Paul dari awal sampai akhir." "Kali ini kau mengerti kan, Paul?" Pete mengedip jail pada Paul.

-Paul tersenyum. Lalu ia mulai bercerita. Ia punya seorang kawan yang tinggal. di Valerio Street nomor 142. Paul sering kali mengunjungi kawannya itu pada malam hari setelah waktu makan malam. Ia datang dengan mengendarai truk kecil ayahnya. Truk itu selalu diparkirnya pada sisi yang sama di depan rumah kawannya itu. Empat kali dalam waktu kurang dari dua bulan kaca truknya pecah. Paul sama sekali tidak tahu siapa pelakunya. Tapi ia yakin itu bukan perbuatan kawannya, sekalipun ayah Paul tidak percaya pada keterangan itu.

"Apakah itu terjadi pada hari-hari yang sama?" tanya Bob.

Paul berpikir sejenak. "Kukira tidak. Tapi aku tidak ingat betul. Yang kuingat, terakhir kali itu terjadi Rabu malam yang lalu."

Jupe tampak sedang memutar otaknya. "Apa ada kaca-kaca mobil lain yang juga pecah pada malam itu?"

"Setahuku tidak," sahut Paul. "Maksudku, aku tidak pernah dengar atau melihat kaca-kaca lain yang juga pecah di sekitar situ... Tapi aku tidak pernah mengecek."

"Jupe," ujar Pete perlahan, "kenapa kau tanya tentang kaca-kaca yang lain? Apa urusannya kaca mobil lain dengan kaca truk Paul?"

"Kalau hanya kaca truk Paul yang pecah," Jupe menjelaskan, "mungkin ada yang salah pada truk itu, atau ada orang yang sengaja memecahkannya. Tapi kalau ada kaca mobil-mobil lain yang juga pecah, mungkin alasannya lain lagi. Memangnya kenapa, Dua?" "Kaca mobil ayahku juga pecah minggu yang lalu," sahut Pete. "Dan ayahku pun tidak tahu bagaimana kaca itu bisa pecah."

Pete mulai menjelaskan apa yang terjadi dengan mobil ayahnya. Mobil ayahnya sedang diparkir di depan rumahnya pada suatu malam. Paginya ditemukan kaca dekat kemudi pecah. Dan tidak ditemukan tanda-tanda adanya benda yang bisa menyebabkan kaca itu pecah.

"Menurut ayahku, itu perbuatan anak kecil. Yah, mungkin anak itu bermain-main dan tidak sengaja memecahkan kaca."

"Buat orang dewasa selalu anak-anak yang dipersalahkan," keluh Jupe. Kemudian suaranya menjadi bersemangat kembali. "Namun informasi Pete ini memberi petunjuk bahwa mungkin sekali peristiwa pecahnya kaca ini merupakan kasus yang lebih besar dari yang kita perkirakan semula. Yang harus kita lakukan..."

Air muka Jupiter mendadak menjadi pucat pasi.

"Cepat, Kawan-kawan!" serunya. "Tidak boleh sedetik pun terbuang!"

Kawan-kawannya memandangnya dengan heran. Kemudian baru mereka menyadari apa yang dikhawatirkan Jupe-suara Bibi Mathilda terdengar di kejauhan: "Sudah waktunya untuk bekerja lagi! Jangan sembunyi kalian, Anak-anak. Aku tahu kalian masih berada di pangkalan. Ayo, kerja lagi!"

-"Paul terlalu besar untuk Lorong Dua," kata Jupiter. "Gampang, Tiga. Cepat! Lari!"

Keempat anak itu berlari dari meja kerja Jupe ke suatu timbunan barang bekas yang tidak jauh dari situ. Mereka berhenti pada sebuah pintu besar yang terbuat dari kayu pohon ek. Pintu itu terpancang pada tumpukan balok kayu besar di kanan-kirinya. Pete merogoh ke dalam sebuah kotak di antara tumpukan barang bekas itu. Ia mengambil sebuah kunci tua berkarat yang kemudian digunakannya untuk membuka pintu tadi. Di batik pintu terdapat sebuah tungku besar model kuno. Anak-anak membungkuk melalui tungku yang tergantung itu. Mereka sampai pada sebuah pintu besi. Pete membuka pintu itu. Dan mereka pun masuk ke dalam sebuah ruangan yang bersih, nyaman, dan diperlengkapi dengan peralatan kantor.

"Wah!" seru Paul sambil memandang ke sekelilingnya. "Ada di mana kita ini?" "Di dalam kantor Trio Detektif," Pete menjelaskan dengan bangga. "Ini sebuah karavan tua yang dibeli paman Titus beberapa tahun yang lalu. Karena karavan ini tidak laku-laku dijual, kita tumpuki saja dengan barang-barang bekas di sekelilingnya. Dari luar yang tampak hanyalah tumpukan barang bekas. Paman Titus sudah lupa bahwa ia punya karavan tua ini. Bahkan Bibi Mathilda tidak pernah bisa menemukan kita di sini!"

"Bukan main," komentar Paul. Ia terkagum-kagum melihat meja, tempat penyimpan arsip, telepon dengan pengeras suara dan mesin penjawab otomatis, radio, interkom dan walkie-talkie.

"Kita memperlengkapinya dengan peralatan yang kita butuhkan di sini," kata Jupiter. "Sekarang kita kembali ke pokok persoalan semula. Aku tadi ingin mengatakan bahwa, yang harus kita lakukan ialah mencari apa yang mungkin dapat memecahkan kaca jendela, tanpa terlihat dan tanpa meninggalkan bekas."

"Gelombang ultrasonik!" ujar Bob. "Setahuku gelombang itu dapat memecahkan kaca." "Betul," kata Pete setuju. "Seperti suara penyanyi opera yang melengking tinggi."

"Atau seperti suara pesawat jet supersonik yang terbang melebihi kecepatan suara," Paul menambahkan. "Dentuman yang dihasilkannya bisa memecahkan kaca."

"Kau ingat ada jet seperti itu yang terbang melintas di atas rumah kawanmu itu sebelum kau mendengar suara kaca pecah?" tanya Jupiter pada Paul.

Paul menggeleng. "Tidak. Aku ingat betul tidak ada dentuman apa-apa sebelumnya."

"Ada pabrik, pemancar radio, atau stasiun TV di dekat situ?" tanya Jupiter lagi. "Atau adakah tempat-tempat yang mungkin mengeluarkan gelombang ultrasonik di daerah situ?"

"’Tidak," sahut Paul, "tapi ada satu hal. Aku ingat ada gempa bumi kecil waktu itu. Lampu rumah kawanku bergoyang-goyang dengan sendirinya."

-Kini Jupiter yang menggeleng. "Jendela mobil sangat kuat. Gempa bumi kecil saja tidak akan membuatnya pecah."

"Bagaimana dengan angin?" kata Bob. "Angin tomado? Aku membaca berita tentang angin pusaran di sekitar sini."

"Tidak mungkin. Kalau memang ada tornado, pasti Paul melihat benda- benda lain beterbangan," Jupiter mengingatkan.

"M-mungkin," Pete terbata-bata, "sebuah sinar? Sinar yang mematikan?" "Ya, seperti di Star Wars," Paul menimpali. "Sinar yang panas dan bertenaga!"

"Dari planet lain," tambah Bob.

"Kapal ruang angkasa!"

"Makhluk gaib dari luar bumi."

"Atau... hantu."

Jupiter mengangkat kedua tangannya untuk menyudahi pembicaraan yang tak keruan ini.

"Kita jangan terlalu jauh berkhayal! Mungkin memang ada tenaga gaib yang menjadi penyebabnya. Tapi yang lebih mungkin lagi ialah penyebab yang sederhana dan nyata yang belum. kita ketahui. Aku usul kita segera mengambil dua tindakan nyata untuk mempelajari apa saja yang dapat membantu penyelidikan ini."

"Tindakan apa itu, Jupiter?" tanya Paul dengan tidak sabar.

"-Pertama, kita akan melakukan rekonstruksi..."

"Apa itu?" sela Pete seraya mengerutkan keningnya karena tidak paham.

-"Kita mencoba mengatur keadaan seperti pada waktu kaca truk Paul pecah. Lalu kita amati apa yang terjadi selanjutnya. Kemudian..."

"Tapi," potong Paul, "ayahku tidak mengizinkanku mengendarai truk itu lagi."

Jupiter tersenyum. "Kurasa kita dapat memperoleh sesuatu yang lebih baik dari trukmu, Paul."

"Lalu apa tindakan kedua, Jupe?" Bob ingin tahu segera.

"Akan kita gunakan Hantu ke Hantu!"

Paul tergagap. "Hantu apa?"

"Hubungan Hantu ke Hantu," Pete menerangkan. "Ini suatu cara yang ditemukan Jupiter untuk mengerahkan tenaga anak-anak untuk mencari sesuatu. Masing-masing akan menelepon lima orang anak. Lalu mereka tadi diminta untuk melakukan apa yang kita minta. Dan tiap-tiap anak diminta untuk menelepon lima orang anak lagi. Begitu seterusnya."

"Aku paham sekarang," ujar Paul. "Kalau kita masing-masing punya lima teman, dan tiap teman kita punya lima teman juga. dan seterusnya... Wah,. bisa mencapai lima ratus anak! Kita dapat mengerahkan tenaga anak-anak di Los Angeles dengan cara seperti itu!"

"Tepat," kata Jupiter. "Tapi kita batasi sampai Rocky Beach saja. Akan kita gunakan hubungan itu untuk mencari apakah ada kaca jendela mobil lain yang pecah dalam dua bulan terakhir ini. Bila ada, harus kita ketahui kapan dan di mana."

-"Mana yang kita lakukan dulu, Satu?" tanya Pete.

"Kedua-duanya kita lakukan secara serentak," jawab Jupiter. "Kita akan jalankan Hantu ke Hantu, dan biarkan mesin penjawab otomatis yang mengumpulkan laporan dari anak-anak yang menelepon masuk.

Sementara itu. kita dapat pergi dan mencoba memancing pelaku perbuatan itu." "Kita jebak siapa yang memecahkan kaca-kaca jendela itu." timpal Bob.

"Atau apa saja yang menjadi penyebabnya," Jupiter menambahkan. "Jangan lupa, itu bisa saja tenaga gaib yang belum pernah diketahui manusia sebelumnya!"

Bab 3 MEMANCING SI PELAKU

HARI hampir gelap ketika Pete mengayuh sepedanya dengan kencang ke pangkalan barang bekas. Di rumah tadi ia sudah mengisi perutnya penuh- penuh, sehingga tenaganya bertambah untuk menggenjot sepeda. Di depan gerbang pangkalan tampak diparkir sebuah mobil mewah. Mobil itu ialah Rolls-Royce yang sering mereka gunakan waktu memecahkan kasus-kasus mereka. Paul Jacobs berdiri di sampingnya. Ia melongo melihat Rolls-Royce hitam mengkilat itu.

"Apa pula ini?" tanya Paul ketika Pete sampai dengan sepedanya.

"Ini Rolls-Royce antik," ujar Pete. Ia menjelaskan bagaimana Jupiter memenangkan sebuah kontes, sehingga Trio Detektif mendapat hadiah pertama. Hadiah itu berupa izin untuk memakai Rolls-Royce selama tiga puluh hari. Setelah jatah tiga puluh hari itu habis, salah seorang klien Trio Detektif mengatur sedemikian rupa, sehingga anak-anak mendapat kebebasan untuk. meminjam mobil itu beserta sopirnya Worthington, setiap saat. Klien tadi berbuat demikian sebagai tanda terima kasihnya atas pertolongan Trio Detektif padanya. Tepat pada saat Pete mengakhiri ceritanya, Jupiter dan Bob muncul di gerbang.

"Kau berdua terlambat," tegur Jupiter. "Bob dan aku menyiapkan Hantu ke Hantu berdua saja barusan. "

"Ayahku menyuruhku untuk berjalan kaki saja," ujar Paul. "Maaf,

Kawan." "Dan kau, Pete?" Mata Jupiter menyipit. "Pasti karena kebanyakan makan. Ya, kan?"

Pete tak bisa berkutik. "Dari mana kau tahu?"

"Dari logika," kata Jupiter sambi! menunjuk kepalanya. "Itu kan jelas sekali."

Bob tertawa. "Kita tadi menelepon rumahmu. Ibumu yang menjawab dan mengatakan tentang roti keju. Jupe rupanya iri." .

"Buat apa iri?" tukas Jupiter. "Hanya orang yang berpandangan sempit yang iri. Tapi, Mrs. Crenshaw berjanji akan menyisakan roti keju untukku. "

Mereka semua terbahak-bahak. Dan saat itu pintu depan Rolls-Royce terbuka. Seorang pria bertubuh ramping dengan muka bersih keluar. Ia memakai seragam sopir, lengkap dengan topi petnya yang sekarang dipegang di tangannya.

"Selamat malam, Anak-anak," sapanya ramah.

"Selamat malam, Worthington," anak-anak membalas serempak.

"Kami membawa tamu malam ini: Paul Jacobs," Jupiter memperkenalkan

Worthington menjabat tangan Paul. "Kau akan ikut bertualang dengan Trio Detektif, Paul? Kau akan mendapat pengalaman yang mengasyikkan. Percayalah padaku."

"Kami sedang terburu-buru malam ini, Worthington," kata Jupiter.

"Kami mesti mencapai Valerio Street nomor 142 tepat jam sembilan." "Jam sembilan? Oo, itu bukan masalah," sahut Worthington. "Tapi kita harus berangkat sekarang juga. Silakan, Anak-anak." .

Begitu mobil mulai meluncur, Jupiter membeberkan rencananya. Mereka akan berhenti di ujung Valerio Streella, Bob, dan Pete akan turun di sana.

Kemudian Worthington dan Paul akan memarkir mobil di tempat biasanya Paul memarkir truknya. Paul akan turun di sana, dan membebaskan Worthington untuk kira-kira sejam. Worthington seolah- olah akan memanfaatkan waktu itu untuk berjalan-jalan. Sedangkan Paul akan berpura-pura berkunjung ke rumah temannya. Tapi sebenarnya Paul akan bersembunyi dan mengamati Rolls-Royce itu. Dan pada saat yang sama Trio Detektif mengamati Rolls-Royce dari seberang jalan.

"Aku khawatir akan terjadi kerusakan kecil pada Rolls-Roys ini, Worthington," kata Jupiter dengan perasaan tidak enak

"Apa kasus kali ini berbahaya, Jupe?"

"Mungkin tidak bagi kita, tapi ya bagi mobil ini."

"Kalau aku boleh tahu,". kata sopir itu lagi, "seperti apa kerusakan yang bakal terjadi, Jupe?"

-"Mungkin kacanya pecah," _

Worthington menghela napas. "Yah, lihat saja bagaimana nanti."

"Atau," tambah jupiter, "mungkin penyok di satu atau dua tempat.’

Mata Worthington terbelalak. Kemudian dipandanginya Rolls-Royce yang hitam mulus itu dengan sedih. Ia meneguk ludah beberapa kali.

"Well," ujar Jupe dengan ragu-ragu, "mungkin cuma satu jendela saja."

"Satu jendela... Oke, kita lihat saja nanti."

Ketika itu mereka sudah mencapai ujung Valerio Street. Worthington meminggirkan mobil dan Trio Detektif turun di situ. Sejauh ini rencana Jupe berjalan mulus. Rolls-Royce diparkir di depan Valerio Street nomor 142. Trio Detektif bersembunyi di tempat yang aman, persis di seberangnya.

Trio Detektif melihat Paul Jacobs dan Worthington memainkan sandiwara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Paul berjalan seakan- akan hendak mengunjungi temannya. Ia masuk ke dalam pekarangan rumah temannya, lalu tiba-tiba. menghilang di balik pagar tumbuhan di pekarangan itu. Worthington berjalan melenggang sepanjang trotoar sambil bersiul-siul. Sesaat kemudian jalan itu menjadi lengang. Sepi.

Trio Detektif menanti di kegelapan.

Pete yang pertama kali melihat seorang wanita. "Lihat," bisiknya.

Seorang wanita jangkung mengenakan kaus kaki panjang dan celana sport tampak. membawa seekor anjing Great Dane yang luar biasa besarnya. Ia berjalan bukan di tepi jalan, tapi tepat di tengah jalan. Dan di tangannya tergenggam sebuah tongkat hitam dengan bonggol besar terbuat dari perak berkilau. Great Dane Itu menarik-nariknya sambil berhenti di sana-sini untuk mencium-cium apa saja yang dilaluinya.

Tiba-tiba si wanita berhenti. Ia tertegun melihat Rolls-Royce yang mempesona itu. Dan ia masih terpana memandangi mobil mewah itu, sampai anjingnya menariknya. Ia tersentak kaget. Hampir saja wanita itu terjatuh.

Si wanita mengayunkan tongkat berbonggol perak itu dekat kaca jendela Rolls-Royce itu. Diayun-ayunkannya tongkatnya dengan sembrono..

"Tunggu, Hamlet!" perintahnya pada Si Great Dane.

Anjing itu duduk dengan patuh. Lidahnya sebentar-sebentar terjulur ke luar. Wanita tadi masih saja mengayun-ayunkan tongkatnya. Makin lama makin dekat dengan kaca jendela Rolls-Royce mewah itu. . .."

"Bukan begitu seharusnya ia melatih anjing," bisik Pete."Dengan begitu ia hanya membuat anjingnya takut."

"Mungkinkah ia memecahkan kaca itu dengan tongkatnya?" tanya Bob. "Maksudku, secara tidak sengaja."

Jupiter menggeleng. "Kalau ia yang memecahkan, pasti Paul melihatnya waktu itu."

-Akhirnya si wanita menurunkan tongkatnya. Anjingnya dengan gembira mengibas-ngibaskan ekornya. Great Dane itu kembali menarik majikannya berjalan. Sewaktu wanita dan anjingnya itu menghilang di kelokan jalan, dua anak berkostum baseball muncul. Mereka bermain lempar tangkap dengan bola baseball. Yang satu berdiri di tepi jalan , dan yang satu lagi di tengah jalan. Mereka melempar bola melewati mobil-mobil dan berlari untuk menangkapnya dalam cahaya yang remang- remang. Sering kali mereka gagal menangkap bola. Bola menggelinding ke kolong-kolong mobil yang diparkir di situ.

Bob berbisik. "Jupe? Barangkali mereka pelakunya." "Tidak," pemimpin yang bertubuh gempal itu balas berbisik. "Sekalipun dalam keremangan seperti ini. mereka tidak akan luput dari perhatian Paul."

"Lagi pula." gumam Pete, "mereka berdua tidak akan salah lempar hingga memecahkan kaca. "

Mereka mengawasi kedua anak itu sampai hilang di kegelapan. Valerio Street menjadi sunyi kembali. Malam makin larut. Lampu-lampu rumah sudah mulai dimatikan. Satu jam berlalu tanpa ada kegiatan apa-apa di jalan itu. Kemudian seorang laki-laki tinggi berkendaraan sepeda balap muncul di tikungan. Sekilas saja Pete tahu bahwa sepeda itu bergigi sepuluh.

Trio Detektif makin awas. Sinar lampu menyorot dari sepeda itu bagai antena serangga. Pengendaranya memakai kaus kuning dan celana pembalap sepeda berwarna hitam yang ketat sampai ke lutut. Kaus kakinya juga kuning. Sepatunya yang berujung runcing terkait pada pengait pedal sepeda. Dengan helm, kacamata, dan headphone yang tersambung dengan radio atau tape dalam ranselnya, ia tak ubahnya makhluk dari planet lain.

"Ia cocok benar untuk main film Star Trek." Pete tertawa geli.

Pengendara sepeda itu memperlambat laju sepedanya. Ketika ia melihat Rolls-Royce diparkir di jalan itu, ia berputar-putar di sekelilingnya.

Anak-anak menahan napas. Mereka menanti dengan harap-harap cemas. Dalam hati mereka mengkhawatirkan apa yang bakal terjadi pada mobil indah dan mewah itu. Tapi detik berikutnya si pengendara sepeda meninggalkan Rolls-Royce dan melanjutkan perjalanannya.

"Hhh," desah Pete lega, "tadinya kukira..." "Sepertinya ia tadi ingin berbuat sesuatu," ujar Bob.

Jupiter mengernyit. "Jangan bertindak gegabah. Kita harus sabar dan hati-hati dalam menarik kesimpulan."

Anak-anak menyelonjorkan kaki mereka yang mulai terasa pegal. Jupiter mengingsut dengan gelisah. Mereka tidak bisa terlalu lama menunggu.

Gerakan berkelebat menarik perhatian Jupe.

-Seseorang sedang berjalan di antara bayang-bayang pohon di ujung jalan. Di balik pohon-pohon. Dekat mobil-mobil yang diparkir. Ia berjalan zig-zag. Sebentar di jalan, sebentar di balik pohon. Seorang laki-laki bertubuh kecil bergerak dengan gesit. Ia membawa sesuatu.

"Apa itu yang dibawanya?" desis Pete.

Laki-laki kecil tadi masih terus berjalan zig-zag dari pohon-pohon ke mobil-mobil. Sebentar-sebentar ia melihat berkeliling, seolah takut ada yang melihatnya. Kini ia berada di jalan. Tangannya menggenggam sebuah benda yang panjang dan keras.

"Itu tongkat baseball!.1 seru Bob tertahan.

Anak-anak terpaku. Jantung mereka berdetak makin keras ketika laki- laki kecil itu menyelinap di belakang Rolls-Royce. Mereka dapat membayangkan apa yang bakal terjadi kalau orang itu mengayunkan tongkat baseball itu ke kaca mobil. Tak pelak lagi kaca akan remuk. Hancur berkeping-keping. Dan dari halaman rumah nomor 142 Paul dapat mendengar suara kaca pecah itu: Tapi ia tidak dapat melihat siapa pelakunya. Orang bertubuh kecil tadi dengan mudah menyelinap dan menghilang.

Anak-anak menunggu apa yang diperkirakan akan terjadi. Tapi laki-laki itu cuma pergi dengan tergopoh-gopoh, seakan-akan ia dikejar orang. Ia berlalu begitu saja tidak ada kaca pecah. Tongkat baseball itu tidak digunakannya untuk memukul apa-apa.

Pete mendesah dengan kecewa.

Merasa sia-sia, anak-anak saling berdiam diri untuk beberapa saat. Mereka masih mengawasi Valerio Street. Tapi harapan semakin tipis. Tidak ada lagi yang lewat. Tidak ada mobil yang berlalu.

Waktu sudah jam sebelas malam.

"Paul biasanya pulang dari rumah temannya pada jam sebelas," kata Pete.

Jupiter bangkit. "Kita harus membuat rekonstruksi semirip mungkin. Kita juga harus pergi sekarang."

Ia melangkah keluar dari persembunyiannya. Paul muncul dari bayang- bayang tanaman di pekarangan rumah temannya. Dan Worthington tampak berjalan dari ujung jalan. Mereka berkumpul di samping Rolls- Royce. Jupiter memandang kawan-kawannya dengan muram.

"Mungkin," katanya, "aku salah."

"Salah. Jupe?" tanya Bob. "Apanya yang salah?"

"Aku berpendapat, karena kaca mobil ayah Pete juga pecah, si pemecah kaca bukan hanya mengincar truk kecil Paul," Penyelidik Satu menjelaskan. "Tapi kejadian pada jendela mobil Mr. Crehshaw mungkin hanya suatu kebetulan. Mungkin truk kecil Jacobs cuma satu-satunya yang menjadi incaran."

"Kalau ternyata begitu, pancingan kita dengan Rolls-Royce akan berhasil," Pete menyadari. "Kita harus memakai truk kecil."

"Jupe?" ujar Bob lambat-lambat "Dalam hal ini Hantu ke Hantu juga tidak akan ada hasilnya. Tidak akan ada kaca-kaca pecah lainnya."

"Benar, Bob," Jupe menyetujui dengan murung. "Sekarang sudah terlalu malam untuk berkumpul di kantor Trio Detektif. Kita harus menunggu sampai besok pagi untuk melihat bagaimana hasil Hantu ke Hantu!"

-Bab 4 TANDA BAHAYA

PUSING memikirkan keanehan misteri yang saat ini Bob tidak bisa tidur semalaman. Namun pagi harinya ia bergegas turun ke bawah ketika mendengar suara ayahnya marah-marah.

"Sekarang di mana-mana tidak aman."

"Aku yakin itu cuma kebetulan," terdengar suara Mrs. Andrews menenangkan. "Kan banyak hal yang bisa menyebabkan kaca pecah secara tidak sengaja."

"Oke mulai sekarang mobil harus masuk garasi. Jangan diparkir di luar lagi."

Bob hampir tersandung ketika menuruni anak tangga yang terakhir. Ia muncul di dapur tempat kedua orang tuanya menyantap sarapan pagi.

"Dad! Apa kaca mobil kita pecah tadi malam?" "Yah, kelihatannya begitu, Bob."

"Kaca di samping sopir?"

"Ya" jawab Mr. Andrews. Ia melihat anaknya dengan pandangan bertanya-tanya. "Bagaimana kau...?"

"Dan tidak jelas apa yang menyebabkannya pecah ?" Bob makin menggebu-gebu bertanya. "Pasti tidak bisa diterangkan mengapa kaca itu pecah. Ya, kan?"

"Bagaimana kau tahu begitu banyak?" tanya Mr. Andrews dengan curiga.

Bob menceritakan tentang apa yang dialami Paul dengan truk kecilnya, juga tentang kaca mobil Mr. Crenshaw.

"Kau yakin Paul tidak melihat apa-apa ketika ia mendengar suara kaca truknya pecah?" tanya Mr. Andrews lagi.

"Tidak nampak apa-apa, Dad."

"Tapi itu pasti ada pelakunya. Pasti pemuda-pemuda berandal itu!"

"Kalau begitu, mungkin pemuda-pemuda berandal itu tidak terlihat, Dad. Maksudku, mereka hantu. "

"Omong kosong, Robert! Kau tahu kan....".

"Aku yakin ada alasan yang sederhana dan masuk akal," Mrs. Andrews menyela. "Jupiter dan kawan-kawannya akan dapat mengungkap kejadian ini. Oke, sekarang habiskan dulu sarapan ini."

Bob melahap beberapa butir telur. Ia sangat bersemangat untuk menyampaikan berita ini pada kawan-kawannya. Paling tidak ini akan mendukung teori Jupe. Memang ada kaca mobil lain pecah selain truk Jacobs dan mobil Mr. Crenshaw. Diteguknya segelas susu. Lalu ia melompat pergi.

"He, tempat tidurmu sudah dibereskan, belum?" tanya Mrs. Andrews. "Sudah, Mom!"

-Bob mengayuh sepedanya sekuat tenaga. Tapi ia tidak menuju gerbang depan. Ia bersepeda sepanjang pagar depan. Beberapa seniman Rocky Beach telah melukis papan-papan pagar itu dengan lukisan pepohonan, bunga, pemandangan danau beserta angsa-angsa, dan bahkan juga reruntuhan kapal. Bob berhenti pada lukisan reruntuhan kapal itu. Ditekannya mata seekor ikan yang sedang berenang di dekat kapal. Dua bilah papan terangkat. Ini adalah Gerbang Hijau Satu yang langsung menuju bengkel kerja Jupe. Tidak ada siapa-siapa di bengkel kerja Jupe. Tapi sepeda Pete ada di situ. Bergegas Bob menyelusup masuk ke dalam Lorong Dua - sebuah pipa besar yang terjulur di bawah tumpukan barang bekas dan merupakan jalan masuk ke kantor Trio Detektif. Sampai di ujung pipa Bob mengangkat sebuah tingkap yang terletak di dasar karavan.

"He, aku punya berita menarik! Tadi malam ayahku... "

Bob terdiam. Ia melongo. Tidak ada yang mendengarkan apa yang dikatakannya. Bahkan, tidak ada yang menyadari kehadirannya di situ.

Kantor dalam keadaan sibuk luar biasa. Jupiter, Pete, dan Paul Jacobs sedang berdiri di depan sebuah peta raksasa Rocky Beach yang terpampang di dinding. Mereka sibuk menancapkan paku payung pada peta, sesuai dengan suara rekaman.

"... Kaca jendela mobil Mr. Wallace pecah pada bagian dekat sapir. Terjadinya di depan East Cola nomor 27, Rabu lalu."

Paul menancapkan sebuah paku payung pada suatu tempat di peta.. Kemudian suara berikutnya menyusul:

"’Mobil Joe Eller kacanya remuk beberapa minggu yang lalu dekat West Oak nomor 45 kaca depan kiri, dekat pengemudi."

Pete menusukkan sebuah paku payung pada peta. Lalu suara seorang gadis memenuhi ruangan :

"Mrs. Janowski di De La Vina 1689 mendapatkan kaca depan kiri mobilnya pecah Senin malam yang lalu."

Jupiter menancapkan paku payung di lokasi itu pada peta.

Bob menepuk pundak Jupe. "Hantu ke Hantu berjalan dengan sukses!" serunya.

Jupe menoleh. Ia tersenyum penuh kemenangan. Mesin. penjawab otomatis sibuk merekam laporan sejak tadi malam dan tadi pagi. Dan laporan telepon juga masih berdatangan sekarang: Kaca-kaca mobil di seluruh Rocky Beach menjadi korban dalam dua bulan terakhir!"

"Dan selalu yang menjadi sasaran adalah kaca kiri depan, dekat pengemudi. Selalu pada mobil-mobil yang diparkir di jalan," kata Pete "Dan... tidak ada yang pernah melihat siapa - atau apa - yang melakukannya!"

"Sudah hampir seratus paku payung tertempel di peta," kata Paul.

"Seratus satu," tambah Bob. Ia lalu menceritakan apa yang dialami mobil ayahnya semalam.

"Tancapkan paku payung di peta," ujar Pete.

Bob mengambil seraup paku payung. Ditancapkannya paku payung pada lokasi rumahnya.

Kini ia ikut membantu teman-temannya mendengarkan pesan dari Hantu ke Hantu. Tidak lama kemudian laporan dari mesin penjawab selesai.

Tapi sekarang telepon berkali-kali berdering. Seluruhnya memberitakan tentang kaca-kaca pecah di Rocky Beach. Jupe merekam pesan-pesan yang baru datang. Sementara yang lainnya mendengarkan melalui pengeras suara:

"... dekat dengan kaca jendela pengemudi pada mobil Mr. Andrews tadi malam..."

Bob berkata, "Itu Max Brownmiller, tetanggaku. Kurasa ia sudah dengar tentang mobil ayahku."

Anak-anak terus mendengarkan dan menancapkan paku payung pada peta raksasa sampai telepon berhenti berdering. Pete menghitung paku payung di peta.

"Seratus dua puluh tujuh!"

"Dan yang pertama terjadi dua bulan yang lalu," kata Paul. "Bahkan sebelum kaca trukku pecah untuk pertama kalinya."

"Jadi Jupe benar," ujar Bob. "Si pemecah kaca buka hanya mengincar truk ayahmu, Paul." -"Tapi," kata Jupiter lambat-lambat sambil memperhatikan peta yang penuh dengan paku payung, "bagaimana polanya? Bagaimana M.O-nya?" .

"M.O.?" Paul bertanya keheranan.

"Modus Operandi, semacam cara kerja," Bob menerangkan. "Kalau sesuatu terjadi berulang-ulang, kau biasanya akan dapat menemukan satu hal yang tetap polanya. Pola yang sudah kita peroleh ialah kaca yang -pecah selalu kaca yang dekat sopir."

"Contoh lain," Pete menambahkan, "mungkin seseorang membenci penduduk sekitar pantai, entah kenapa. Kalau memang begitu, mestinya paku-paku payung terpusat pada daerah sekitar pantai."

"Atau kalau jendela pecah karena tenaga gaib," sambung Jupiter, "maka paku payung tentunya akan terpusat pada sumber tenaga gaib itu. Tapi nyatanya paku-paku payung itu tersebar di mana-mana."

"Tidak di mana-mana, Jupiter," tukas Paul.

"Cuma di pusat kota. Lihat, tidak ada paku payung di sekitar pangkalan, di sepanjang pantai, atau di daerah pegunungan."

Yang lain mengangguk.

Kening Bob berkerut. "Jupe," katanya. "Ada sesuatu yang aneh."

"Apa itu, Bob?’"

"Lihat," kata Bob sambil mengamati peta. "Banyak jendela mobil dilaporkan pecah di sepanjang Valerio Street tadi malam. Tapi, kenapa tidak ada jendela yang pecah di daerah dekat kita bersembunyi tadi malam?"

Jupiter mengangguk "Aku juga sudah memperhatikan hal itu, namun aku belum memperoleh jawabnya. Mesti ada alasan, dan aku yakin bahwa jawaban itu tersembunyi pada paku-paku payung yang kita tempelkan ini. Kupikir ada baiknya kalau kita dengarkan lagi rekaman kita, dan..."

Tiba-tiba terdengar dentang besi beradu. Suara itu memenuhi karavan. Sepertinya sebuah benda keras menumbuk besi di antara tumpukan barang bekas yang mengelilingi kantor Trio Detektif. Suara itu kini terdengar lagi, kali ini dibarengi dengan bunyi gemerincing yang teredam.

"Ada orang di luar!" seru Pete.

Sekali lagi suara itu terdengar.

"Mungkin Bibi Mathilda atau Paman Titus, Jupe," ujar Bob. "Akan kulihat melalui periskop."

Bob bergegas ke salah satu sudut ruangan tempat sebuah pipa kecil menembus atap karavan. Ujung bawah pipa bengkok dan terdapat dua buah besi untuk pegangan. Penampilannya mirip sekali dengan periskop kapal selam. Dan memang Jupe merancangnya agar dapat berfungsi sebagai periskop, untuk melihat keadaan di luar dari dalam karavan. Bob mengintip melalui periskop buatan Jupiter. Diputarnya periskop ke segala arah.

"Ha, Bibi Mathilda dan paman Titus sedang berdiri di gerbang depan," lapornya. "Hans dan Konrad sedang mengangkut barang-barang ke dalam sebuah truk. Beberapa orang langganan sedang melihat-lihat di sisi seberang kita. Tapi tidak ada orang yang dekat-dekat sini."

Suara berdentang terdengar lagi, lebih keras dari sebelumnya. Berarti sumber suara makin dekat Dan seakan-akan ada seseorang yang menyelinap di antara tumpukan barang bekas di sekeliling karavan.

"Pasti orang itu pengacau!" kata Pete.

"Ia tidak bisa terlihat lewat periskop!" seru Bob.

"Cepat!" komando Jupiter. "Bob, kau lewat Lorong Dua. Pete lewat Pintu Empat. Dan aku akan mengambil Gampang Tiga. Kita akan coba menyergap pengacau itu. Kau tinggal di sini, Paul. Jangan buka pintu mana pun, kecuali jika kaudengar kode rahasia: tiga ketukan, satu, lalu dua. Oke?"

Paul mengacungkan jempolnya. Ketiga detektif muda menyelinap untuk mencari pengacau yang misterius itu.

-Bab 5 ANCAMAN DI PANGKALAN JONES

-DI UJUNG Lorong Dua, Bob mengintip dengan waspada.

Sesosok tubuh, berpakaian serba hitam, sedang membungkuk di bengkel kerja Jupe. Orang itu kelihatannya sedang mengerjakan sesuatu di tanah. Bob menjulurkan kepalanya untuk melihat apa yang sedang dikerjakannya. Namun kepalanya terbentur sisi pipa. Benturan itu mengakibatkan beberapa benda rongsokkan terjatuh dari atas pipa.

Orang berpakaian hitam itu menoleh. Ia tidak punya muka! Bob melihat sepasang mata yang tajam di antara mukanya yang hitam. Ia menyadari bahwa orang itu memakai topi pemain ski, menutupi seluruh kepala dan mukanya. Mata itu menyorot tajam pada Bob.

"Siapa kau? Mau apa kau di sini?" teriak Bob seraya merangkak keluar dari pipa.

Si orang berpakaian hitam meraih benda yang dikutak-katiknya tadi. Dengan gesit ia berlari. Bob bangkit dan berlari ke pintu masuk bengkel kerja.

-Ia melihat sosok hitam itu berkelebat cepat bagai seekor kijang melompat-lompat. Orang itu bergerak ke arah Gampang Tiga! Jupiter pasti dapat menangkapnya!

Si pengacau menghilang di balik tumpukan balok tua. Bob memasang telinganya. Satu menit berlalu. Tidak ada suara apa-apa. Di mana Jupe?

Setelah beberapa menit lewat, Bob berjingkat-jingkat mendekati tempat terakhir kali ia melihat orang berpakaian serba. hitam itu menghilang. Tapi tidak ada siapa-siapa di balik tumpukan balok. Ia bertiarap lalu merayap mendekati tumpukan kayu. Matanya awas mengamati sekelilingnya. Sebuah gerakan cepat tertangkap oleh ujung mata Bob. Ada orang yang sedang mengintip dari balik pagar.

Bob makin waspada. fa menahan napas. Tapi kali ini orang yang dilihatnya tidak memakai topi pemain ski. Seberkas sinar menerpa wajah orang itu. Itu Pete! Bob melompat Pete melihatnya. Ia mengarahkan jempolnya ke bawah pertanda ia belum mendapatkan apa-apa Sebaliknya, Bob mengacungkan jempolnya. Ia sudah melihat si. pengacau tadi.

Tahu-tahu terdengar suara gaduh. Kayu-kayu berjatuhan di suatu tempat di depan Bob.

Bob memberi kode pada Pete untuk mengitar dan bertemu di tempat kayu-kayu tadi jatuh. Pete mengangguk. Detik berikutnya ia sudah menghitang. Bob mulai melangkah dengan hati-hati di antara perabotan rumah tangga bekas yang dikumpulkan Paman Titus. Akhirnya ia mencapai tempat jatuhnya kayu-kayu. Runtuhnya kayu-kayu itu membuat timbunan yang tinggi, tak kalah tingginya dengan tumpukan yang menimbun kantor Trio Detektif. Pete muncul pada sisi lain dari timbunan ini.

"Kau lihat dia?" tanya Bob.

"Tidak." Pete menggeleng.

Kedua anak itu menjadi cemas. Terdengar suara rintihan dari balik runtuhan kayu.

"Tolong!"

Pete terkesiap. "Itu Jupe!"

"Cepat!" seru Bob.

Mereka menyelusup ke dalam timbunan kayu melalui sebuah celah yang sempit.

"Tolong!"

Rintihan itu datang dari sebelah kiri.

"Tolong!"

Sekarang terdengarnya dari sebelah kanan.

Bob dan Pete berjongkok di dalam tumpukan kayu itu. Mata mereka mencari-cari di mana Jupe berada. Masih tidak nampak. Dan tidak mungkin lagi bergerak ke mana-mana. Dengan kalut mereka mencoba membuka jalan dengan menggeser balok-balok kayu dan barang-barang rongsokan yang bercampur-aduk di situ.

"Jupe!" panggil Pete. "Kalau kaudengar suaraku, menyahutlah!"

"Jadi kita bisa tahu di mana kau berada!" teriak Bob.

"Tolong... Tolong... Tolong... Tolong...!"

Rintihan Penyelidik Satu memberi petunjuk pada Pete dan Bob. Mereka berusaha sekuat tenaga menyingkirkan segala barang rongsokan yang menghalangi Suara Jupe makin lama makin jelas.

"Ini dia!" seru Bob.

Sebuah lemari es besar tergeletak di dekat Bob. Gagang pintu lemari itu tertahan sebuah kayu, sehingga pintunya tidak bisa dibuka dari dalam. Suara rintihan datang dari dalam lemari es itu. Makin lama makin lemah.

"Cepat! Jupe bisa kekurangan udara di dalamnya!" jerit Pete.

Mereka berdua melepas kayu yang menahan gagang pintu lemari es. Dibukanya pintu yang berat itu.

"Jupe?" seru Bob.

Penyelidik Satu duduk berjongkok pada dinding belakang lemari es. Besi-besi berkarat tergeletak di kanan-kirinya. Ia tidak bergerak-gerak

"Satu?" ujar Pete. "Kenapa kau?"

Pemimpin yang gempal itu mendesah. "Pintu terbuka, tipuan klasik," katanya dengan penuh kekecewaan. "Dan aku terperangkap seperti anak ingusan saja."

"Siapa yang memerangkap, Jupe?" tanya Bob.

"Kaulihat orangnya?"

"Yang kulihat cuma sekelebatan bayangan hitam ketika aku Keluar dari Gampang Tiga. Ia melihatku dan lari ke arah sini setelah menendang kayu-kayu ini. Aku mengejarnya. Tapi aku cuma melihatnya sekilas di antara tumpukan-tumpukan kayu ini. Kemudian aku lihat dia lari ke dalam lemari es ini. Itu tidak begitu jelas, tapi kesan yang kulihat seperti itu. Ternyata dia bersembunyi di balik lemari es ini. Ketika aku melongok ke dalam lemari es, tahu-tahu ia sudah berada di belakangku. Aku didorongnya dan pintunya dikunci dari luar. Dengan putus asa kucoba untuk membuka pintu dari dalam. Sia-sia."

"Kau bisa kehabisan napas di dalam!" kata Bob.

Jupiter mendesah lagi. "Lemari es ini penuh lubang. Kau tidak usah khawatir soal itu. Tapi yang jelas, orang itu licin dan cerdik. Ia memperdayaiku. Sementara aku tidak bisa tahu seperti apa dia rupanya."

Tahu-tahu suara gaduh bergema di pangkalan. Kali ini seperti benda- benda logam berjatuhan. Anak-anak bergegas keluar dari timbunan kayu bekas.

"Ia masih dalam pangkalan!" seru Pete.

"Mungkin dia tidak tahu jalan keluar dari sini!" ujar Bob.

"Ayo, jangan buang kesempatan lagi!" seru Jupiter. • .

Trio Detektif berlari ke tempat yang lebih lapang. Mereka mengira- ngira dari mana kegaduhan tadi berasal. Mestinya suara itu timbul dan bagian belakang. Anak-anak bergegas ke pagar belakang. Namun mereka tidak mendengar apa-apa lagi sekarang.

-"Lihat!" teriak Pete. "Di atas sana!"

Barang-barang bekas yang masih baik kondisinya biasanya diletakkan di dekat pagar. Paman Titus telah memasang seng di sepanjang pagar pangkalan, untuk menaungi barang-barang itu. Sebuah benda tampak terkait pada seng di pagar. Bentuknya seperti jangkar kecil bercabang empat. Dan seutas tali terikat pada jangkar kecil itu.

"Apa itu?" tanya Bob.

"Pengait," kata Jupiter, "Biasanya digunakan untuk memanjat tembok atau bukit yang curam. Pengait itu diikatkan pada seutas tali, lalu dilempar, sehingga pengait itu terkait kokoh pada tembok. Dengan begitu kau bisa memanjat tali."

Sewaktu Trio Detektif mengamati pengait bercabang empat itu, tali yang terikat padanya bergerak-gerak. Pengait terlepas dan terlempar ke luar pagar. Suara berdentang terdengar dari luar pangkalan.

"Cepat!" seru Jupiter. "Kelana Gerbang Merah!"

Ketika anak-anak berlari menyusuri pagar menuju pintu belakang rahasia, mereka mendengar seru suara mesin mobil dihidupkan. Bob bergegas membuka Kelana Gerbang Merah. Anak-anak berhamburan keluar ke jalan di belakang. Terlambat. Mereka hanya melihat sebuah mobil kecil berwarna merah membelok di tikungan.

"Yaaa, terlambat," seru Pete.

"Apa merek mobil itu. Nomor polisinya?" tanya Bob

-"Kelihatannya seperti MG," kata Pete. Lalu ia menambahkan, "Tapi aku tidak yakin. Dan aku tidak sempat melihat nomor polisinya."

"Aku juga tidak," Jupiter mengakui. .

Mereka masih memandang ke arah hilangnya mobil merah tadi di tikungan.

"Apa yang dilakukannya tadi di sini?" tanya Bob.

"Pasti dia ingin berbuat sesuatu di pangkalan tanpa diketahui," ujar Pete. "Karena itu ia masuk secara diam-diam lewat belakang dengan pengait dan tali itu."

"Paul pasti sedang menunggu," kata Jupiter. "Kita kembali saja ke kantor."

Trio Detektif bergegas kembali ke pangkalan melalui gerbang rahasia. Pada pagar belakang terlukis pemandangan kebakaran besar di San Francisco, yang terjadi tahun 1906. Seekor anjing tampak duduk dekat sebuah gedung yang terbakar. Salah satu mata anjing itu terbuat dan mata kayu. Jupiter menariknya. Tiga lembar papan terangkat. Kelana Gerbang Merah terbuka.. Anak-anak masuk melalui Pintu Empat sampai pada pintu geser karavan. Jupiter mengetuk: tiga, satu, dua.

"Apa yang terjadi?" tanya Paul dengan penuh rasa ingin tahu ketika ia membuka pintu geser.

Jupiter menjelaskan. Lalu ia bertanya, "Apa orang seperti itu pernah kau lihat, Paul?"

'Tidak," jawab Paul. "Apa yang dilakukannya di luar ?"

-"Itulah yang harus kita temukan," kata Jupiter. "Mari kita keluar dan menyelidiki sekeliling karavan ini. Mungkin ada sesuatu yang bisa kita jadikan petunjuk tentang apa yang diinginkan si pengacau sebenarnya."

Jupiter berjalan di depan, keluar, menuju bengkel kerjanya. "Dari suara yang tadi kita dengar," katanya, "orang itu pasti memanjat tumpukan barang bekas yang menyelubungi karavan. Jadi salah seorang dari kita harus menyelidikinya."

"Bob yang paling ringan di antara kita, kukira," kata Paul.

"Ya, ya, setuju!" Pete menimpali. "Bob saja yang memanjat tumpukan barang bekas ini."

"Ya, aku tahu hal itu, Pete," kata Jupiter. "Jadi Bob yang akan menyelidiki tumpukan barang rongsokan. Sisanya akan menyelidiki daerah..."

"Aha!" Anak-anak seperti tersambar geledek mendengar suara itu. "Tertangkap kalian, Anak-anak!"

Bibi Mathilda muncul di pintu masuk bengkel kerja Jupiter. Ia berkacak pinggang. Anak-anak tidak bisa lari lagi kali ini. Mereka bisa saja menyelusup melalui Lorong Dua. Tapi itu sama saja dengan membocorkan rahasia mereka sendiri.

"Pete Crenshaw,. kau kemarin meninggalkan pekerjaanmu menyiram bunga. Dan Jupiter Jones, masih banyak paku-paku yang belum terpasang di pagar.. Kau dan Bob harus kembali memperbaiki pagar sampai selesai. Dan kawanmu itu boleh membantu Peter."

"T -tapi... kami sedang mengurus kasus penting," Jupiter mencoba menjelaskan.

"Omong kosong! Apanya yang penting? Kaupikir memperbaiki pangkalan ini kalah penting dari permainan teka-teki silangmu itu? Selesaikan pekerjaan kalian! Kalau tidak, kularang kalian bermain-main di sini lagi!"

Bibi Mathilda melengos dan pergi. Anak-anak dengan termangu memandanginya sampai ia menghilang di halaman kantor Paman Titus.

"Lenyaplah kesempatan kita untuk menyelidiki kasus ini," desah Pete.

"Ia tidak segan-segan menghukum kita," kata Bob menambahkan.

Jupiter mengangguk. "Ya, bibiku paling senang melihat anak-anak bekerja. Tapi itu kan tidak berarti kita tidak punya kesempatan untuk menyelidiki kasus kita. Begini saja, dua dari kita menyiram bunga dan memperbaiki pagar. Dua lainnya meneruskan penyelidikan kita. Kita akan saling bergantian setiap satu jam."

Semua setuju. Sebelum sore mereka sudah banyak mendapat kemajuan dalam memperbaiki pagar dan menyiram tanaman. Tapi mereka tidak menemukan apa-apa yang bisa dijadikan petunjuk tentang si pengacau tadi.

"Ia memang memanjat timbunan barang bekas tadi," lapor Bob. "Beberapa barang bekas yang menutupi kabel telepon kita berubah letaknya. Aku yakin betul. Dan sudah kukembalikan ke letaknya semula."

Menjelang petang baru Paul berhasil menemukan suatu petunjuk. Ia menemukan sebuah kepingan kecil berwarna perak.

"Ini kutemukan di bengkel kerja, dekat interkom kalian," Paul menjelaskan. "Aku menemukannya karena kebetulan saja. Sinar matahari memantul pada benda itu. Dan pantulannya tepat mengenai mataku." .

Trio Detektif mengerubungi Paul.

"Ini baterai untuk peralatan elektronik mini" seru Jupiter. "Apa ada benda lain yang kautemukan selain ini? Mikrofon mini atau pemancar?"

"Cuma ini," kata Paul sambil membuka telapak tangannya. Ia memegang beberapa potong plastik keras dan potongan-potongan kabel.

Jupiter mempelajari potongan-potongan itu. "Kurasa ini peralatan untuk menyadap."

"Maksudmu. seseorang memata-matai kita? Menangkap pembicaraan kita?" seru Pete.

"Tepat," kata Jupe. "Oke, sekarang semuanya mencari alat penyadap itu. Pasang mata baik-baik. Ingat, tidak ada alat penyadap yang mudah terlihat."

Sampai hari menjadi gelap anak-anak tidak berhasil menemukan apa-apa. Bibi Mathilda mengecek hasil pekerjaan mereka. Ia mengingatkan Jupiter untuk meneruskan dan menyelesaikan pekerjaan itu esoknya Dengan muram, anak-anak berkumpul di bengkel kerja Jupe.

-"Hantu ke Hantu." Jupiter memulai, "telah membuktikan bahwa kaca- kaca mobil pecah di mana-mana dalam kota ini - terlalu banyak untuk dianggap sebagai kebetulan. Mesti ada penyebabnya. Kita harus mempelajari mengapa itu terjadi sebelum kita menemukan siapa pelakunya."

"Tapi bagaimana caranya, Jupiter?" tanya Paul.

"Kita pelajari paku-paku payung di peta. Aku yakin kita bisa mendapat ide dari sana. Juga, kita akan coba sekali lagi memancing si pelaku.

Cepat atau lambat Rolls-Royce itu akan mengundang si pelaku."

"Malam ini, Jupe?" tanya Bob bersemangat.

"Tidak. sekarang sudah terlalu malam. Kita akan coba lagi besok malam. Mungkin kali ini peremuk kaca akan beraksi. Dan kita pergoki dia selagi beraksi!"

-Bab 6 JUPITER MENEMUKAN M.O.

-PAUL harus bekerja di toko ayahnya keesokan paginya. Karena tidak ada penyelidikan yang dapat dilakukan hari itu, Bob dan Pete main selancar di laut. Bob kemudian ikut makan malam di rumah Pete. Jupiter tidak muncul seharian itu.

Sudah jam delapan tiga puluh. Jupe masih belum memberi kabar. Bob dan Pete lalu bersepeda ke Pangkalan Jones. Sampai di sana mereka melihat suasana yang sepi. Tidak nampak kegiatan di bengkel kerja Jupe. Kedua anak itu menyelusup ke dalam Lorong Dua. Mereka sampai di bawah tingkap kantor Trio Detektif. Di dalam sepi-sepi saja. Tidak terdengar suara apa-apa. Tapi seberkas sinar menembus pinggiran tingkap. Anak-anak menyadari kehadiran seseorang di sana.

Perlahan-lahan Bob mendorong tingkap. Kedua anak itu melongok dengan hati-hati ke dalam. Jupiter sedang duduk. Matanya bersinar-sinar.

Seakan-akan ia telah. menemukan sesuatu yang telah dicarinya sejak lama.

"Kini aku punya jawabnya, Kawan," katanya ketika kedua kawannya naik masuk ke dalam kantor. Jupe menatap lurus ke muka, tapi tidak menghadap mereka. "Tapi aku tidak tahu apa itu sebenarnya!"

Pete menggaruk-garuk kepalanya. "Kau tahu... tapi juga tidak tahu? Maksudmu bagaimana, Jupe?"

"Paku-paku payung!" potong Bob. Ia melihat ke arah Jupe menatap. Peta Rocky Beach. Paku-paku payung masih tertancap di sana. Tapi bukan paku payung yang kemarin. Kini yang tertancap bukan paku payung berwarna perak lagi.

"Wah!" seru Pete. "Semuanya berwarna-warni!"

"Empat warna yang berbeda, tepatnya, Dua," Jupiter mengoreksi Pete. "Aku sudah di sini sejak siang tadi, meneliti peta dan letak paku-paku payung. Aku mencoba menemukan pola tertentu dari letak paku payung ini. Dan aku memutuskan untuk mencobanya dengan menggunakan paku payung warna-warni yang berbeda untuk setiap hari dalam seminggu. Segera kudapatkan bahwa cuma dua warna yang dibutuhkan. Satu untuk hari-hari Senin, dan satu untuk hari-hari Rabu. Semua kaca itu pecah pada hari Senin dan Rabu saja!" •

"Tapi," ujar Bob, "ada empat warna, bukan cuma dua."

"Ya," Jupiter mengangguk. "Dengan hanya dua warna, aku tidak dapat mengenali pola atau modus operandi. Jadi kuputuskan untuk memakai empat warna berbeda. Senin ini dengan Senin lalu kubedakan warnanya, begitu pula Rabu ini dengan Rabu yang lalu. Jadi aku punya empat warna: kuning, merah, hijau, dan biru." Mendadak ia berhenti. "Dan M.O. tiba- tiba terlihat!"

Bob menatapi peta itu. "Mereka semua terletak dalam garis-garis lurus. Setiap warna yang berbeda melintasi peta ini dalam sebuah garis lurus!"

"Benar sekali, Bob," komentar Jupiter. "Setiap Senin dan Rabu dalam dua minggu terakhir ini, dan mungkin selama enam minggu sebelumnya, kaca-kaca mobil dipecahkan di sepanjang jalan-jalan lurus di Rocky Beach."

"Bukan main!" seru Pete. "Apakah itu berarti...? Mungkinkah...? He, apa artinya itu, Jupe?"

"Well," Jupiter mengakui, "aku sendiri belum yakin apa artinya."

Bob dan Pete menatap Jupiter, kemudian memandangi peta yang penuh dengan paku payung berwarna, lalu kembali menoleh pada Jupiter.

Penyelidik Satu menarik napas panjang "Seperti yang kubilang, Kawan, kurasa aku punya jawabnya, tapi aku tidak tahu apa artinya. Dan selain itu, aku masih melihat sesuatu yang lain dari peta ini. "

"Apa itu, Jupe?" desak Bob.

"Pada setiap malam saat terjadinya kaca-kaca pecah, paling tidak ada dua blok di jalan yang dilompati! Tidak ada kaca yang pecah pada blok itu, meskipun terletak pada jalan yang sama."

Pete kembali memperhatikan peta. "Maksudmu, setiap kali si pemecah kaca itu beraksi di suatu jalan, ia membiarkan saja mobil-mobil di beberapa blok?" "Tepat," Jupiter mengangguk. "Lihat garis kuning di Valerio Street, tempat kita memasang pancingan Senin malam barusan. Tiga blok dilewati, dan salah satu dari yang tiga itu ialah tempat kita memasang perangkap dengan Rolls-Royce."

"Betul juga, Jupe." Dahi Pete berkerut. "Tapi kenapa?"

"Pertanyaan ini pun belum dapat kujawab," kata Jupiter, "tapi yang jelas itu bukan karena kita mengawasi daerah itu. Mesti ada alasan lain mengapa blok ini dilewati malam itu, dan blok lain dibiarkan saja pada malam yang lain."

Bob mempelajari peta. "Blok yang dilewati tidak mempunyai persamaan, Jupe. Yang kumaksud, tempat-tempat itu bukan tempat yang istimewa di kota ini. Dan tempat-tempat itu berjauhan satu sama lain. Dan juga bukan blok-blok yang sama pada setiap garis."

"Tapi mereka punya suatu persamaan," kata Jupiter. "Tempat-tempat itu selalu berturutan."

Bob dan Pete mengangguk-angguk sembari mengamati peta. Tempat- tempat yang kosong dalam baris-baris paku payung itu selalu bersama- sama. Ketika anak-anak mempelajari kemungkinan-kemungkinan lain, terdengar ketukan perlahan di Gampang Tiga. Tiga, satu, dua. Bob membuka pintu samping. Dan Paul Jacobs bergegas masuk.

"Maaf aku terlambat, Kawan. Aku tadi berusaha menjelaskan apa yang telah terbukti dengan Hubungan Hantu ke Hantu. Tapi ayahku mendengarkan saja pun tidak mau."

"Hmm-," gumam Jupe, "ayahmu akan percaya kalau kita tuntaskan kasus ini." "Yaa, mudah-mudahan," ujar Paul ragu-ragu. "Omong-omong, Worthington dan Rolls-Royce sudah menunggu di gerbang depan."

Kalau begitu, "seru Jupiter, "kita harus segera

memulai tugas malam ini!"

-Bab 7 TUDUHAN GAWAT!

-SEWAKTU Rolls-Royce besar itu meluncur dengan tenangnya malam itu, Worthington berbicara sambil mengemudi.

"Peristiwa aneh terjadi di tempat menyewa mobil kemarin pagi, Jupe. Seseorang menelepon dan mengatakan ingin segera menghubungi empat anak yang ia lihat mengendarai Rolls-Royce. Ia menyebut dirinya Mr. Toyota. Ia bilang ia perlu empat anak Amerika untuk menjadi fotomodel. Dan salah satu dari empat anak Itu-maaf, Jupe-harus cukup gempal. Salah seorang karyawan lalu memberi alamat kalian di pangkalan barang bekas."

Dalam kegelapan anak-anak saling bertukar pandang. .

"Itu pasti si pengacau yang menyelinap kemarin,!" kata Bob.

"Dapatkah kau menjelaskan seperti apa suaranya, Worthington?" tanya Jupe.

"Karyawan kami mengatakan. orang itu seperti menggumam, seakan-akan sambungan telepon itu kurang baik. Namun menurutku, karyawan ini memang tidak begitu ahli dalam mengenali aksen orang."

"Kedengarannya seperti si penelepon ingin menyembunyikan identitasnya," kata Bob.

"Aku setuju. Bob," ujar Jupiter.

"Tapi," Paul menambahkan. "ini berarti seseorang melihat kita pada Senin malam! Mungkin itu sebabnya tidak terjadi apa-apa malam itu."

Jupiter berpikir sesaat. "Tidak, dia jelas-jelas melihat kita di dalam Rolls-Royce. Itu bisa saja sebelum atau sesudah kita bersembunyi.

Kalau itu terjadi sebelum kita bersembunyi, kita belum sampai Valerio Street. Dan dengan demikian orang itu tidak tahu ke mana kita pergi. Kalau sesudahnya. maka itu tidak ada pengaruhnya terhadap pemecahan kaca. Selain itu. si pemecah kaca memang sengaja melewati beberapa daerah."

"Kau benar," Paul menyetujui. "Itu tidak berarti apa-apa. "

"Tapi sebaliknya juga bisa," kata Jupiter. "Itu dapat berarti sesuatu yang penting sekali. Kalau si pengacau punya hubungan dengan si pemecah kaca, maka pasti ada orang yang tidak senang dengan penyelidikan yang kita lakukan ini."

Worthington berkata memberi tahu, "Sebentar lagi kita sampai di Valerio Streett Anak-anak."

Anak-anak segera mengulangi aksi mereka, sama seperti Senin sebelumnya. Dalam sekejap Pete. Bob, dan Jupe sudah bersembunyi di balik semak-semak di seberang rumah nomor 142.

-Mereka dapat melihat Paul turun dari mobil dan menghilang di halaman rumah kawannya. Sementara itu Worthington keluar dan berjalan menjauhi blok.

Tidak lama setelah itu si wanita jangkung lewat di situ dengan anjingnya yang besar, Great Dane. Wanita itu masih membawa tongkatnya yang berbonggol perak. Dan sekali lagi ia berhenti untuk mengagumi Rolls- Royce itu. Kali ini pun ia mengayun-ayunkan tongkatnya ketika anjingnya tidak mau berhenti.

"Duduk, Hamlet!"

Namun kali ini Great Dane itu tidak peduli.

Anjing yang besar itu terus saja berjalan dan menyeret majikannya yang mengomel-omel. Di balik tumbuhan semak anak-anak menahan rasa gelinya melihat kejadian itu. Kemudian jalan menjadi sepi kembali. Mobil-mobil yang lewat di situ tidak ada yang memperlambat kecepatannya, apalagi berhenti. Kemudian si pria bersepeda balap muncul lagi. Lampu senter di kepalanya menyorot terang ke depan. Kali ini ia menoleh pun tidak pada Rolls-Royce mengkilat itu. Helm dan kacamata balapnya membuatnya bagaikan makhluk dari angkasa luar. Dengan cepat ia berlalu. Dan sebentar saja ia sudah menghilang.

Anak-anak menunggu di balik semak-semak. Sudah lewat dari jam sepuluh ketika sebuah mobil VW membelok memasuki Valerio Street. VW itu dicat ungu dan kuning. Bumper dan kap mesinnya penyok. Mobil itu menggerung sepanjang jalan, mendekati Rolls-Royce. Sewaktu melewati Rolls-Royce, sebuah benda melayang dari jendela VW. Benda itu menghilang di bawah Rolls-Royce!

"Mereka melempar sesuatu ke bawah Rolls-Royce!" seru Pete.

"Apa itu?" seru Jupiter.

Trio Detektif meninggalkan tempat persembunyian mereka, bergegas menuju Rolls-Royce. Mengintip ke bawah mobil, mereka melihat sebuah tas kertas berisi sesuatu. Pete bertiarap dan mengambil tas itu.

"Cepat, Dua!" kata Jupiter.

Pete berdiri dan merobek tas. Wajahnya terheran-heran ketika melihat apa isi tas itu.

"Kaleng soda," katanya dengan kesal. "Mereka cuma melempar kaleng soda kosong."

Ia melempar kaleng kosong itu ke belakangnya.

"Dua!" teriak Jupiter.

Dalam kekesalannya, Pete tidak sengaja melempar kaleng ke belakangnya-tepat jatuh mengenai Rolls-Royce itu! Kaleng itu tepat mengenai kaca belakang, terpental, dan berkelontang-kelontang di jalan.

Pete menghela napas lega "Untung tidak apa-apa. Kalau sampai..."

Tahu-tahu daerah itu menjadi berisik. Terdengar suara suitan. Teriakan-teriakan menggema di sekitar jalan yang remang-remang itu! Polisi berpakaian preman berlari keluar dari balik pepohonan dan semak- semak di halaman rumah sebelah. Lampu merah dan putih berputar- putar di atas mobil. Sirene meraung-raung. Polisi menutup kedua ujung. jalan itu. .

Orang-orang dan mobil-mobil mengurung ketiga anak itu, yang kebingungan di samping Rolls-Royce. Dalam sesaat mereka diamankan polisi dari kerumunan orang-orang yang kalap. Seorang sersan bermuka kasar menyeruak dari balik kerumunan orang.

"Tertangkap kalian sekarang, he, Berandal!"

Anak-anak terdiam membisu karena kaget. Seseorang mengumpat- umpat dari kerumunan orang di belakang polisi.

"Kalian kecil-kecil sudah berani-berani merusak! Dasar maling! Anak brengsek!"

Polisi mencari asal suara itu. Seorang laki-laki tua mengacung-acungkan tongkatnya seraya berjalan terpincang-pincang mendekati Trio Detektif.

Dengan memakai jaket hitam kumal, dasi hitam, dan kalung di lehernya, orang tua itu terus mendekat. Kedua pengiringnya, seorang anak muda dan seorang gadis, berusaha menahannya. Sambil mengancam dengan tongkatnya, orang tua itu berdiri di hadapan Trio Detektif.

"He, Maling! Di mana rajawaliku?"

Seorang letnan keluar dari salah satu mobil patroli polisi. Seragamnya rapi dan tampaknya masih baru.

"Oke kalian bertiga, sekarang ceritakan mengapa kalian memecahkan kaca-kaca mobil," kata letnan itu seraya menatap mereka dengan bengis. "Cuma iseng, atau ada sesuatu di balik ini semua? Jawab!"

"Paksa mereka supaya mengembalikan rajawaliku!" orang tua itu menimpali. .

Pete tergagap. "K-kami tidak memecahkan apa-apa! Justru kami sedang mencari..." "Jangan berbohong, Nak!" tukas si Sersan.

Bob membalas. "Tapi, kami ada di sini untuk menangkap si pemecah kaca itu! Kami sendiri detektif!" ..

"Anda membuat kesalahan besar, Sersan," kata Jupiter dengan geram. "Kalau Anda mau melihat bukti bahwa kami memang detektif, persoalan ini akan segera selesai."

Jupiter hendak merogoh kantungnya. Seluruh polisi bersiaga. Mereka meraba pistol-pistol di pinggang mereka,

"Jangan bergerak!" ulang letnan polisi itu. "Satu gerakan mencurigakan, akan kalian rasakan akibatnya!"

Jupiter makin geram. Semua polisi mengawasinya. Dan saat itu terdengar keributan kecil di luar kerumunan. Seorang polisi patroli menyeruak ke dalam kerumunan sambil menarik Paul Jacobs.

"Ini satu lagi, Letnan. Dia datang ke sini dan mengaku teman ketiga anak itu."

Si orang tua berteriak, "Aku tahu anak ini! Ia selalu datang ke sini setiap kali anak-anak ini memecahkan kaca truk kecil!"

-"Itu truk ayahku!" protes Paul. "Aku yang mengemudikannya waktu itu!"

Letnan itu tersenyum sinis. "Dan apakah Rolls-Royce ini milik ayahmu juga, Nak?"

"Geledah mereka!" seru si orang tua. "Salah satu dari mereka pasti menyimpan rajawaliku!"

Jupiter melangkah maju. Dengan berani ditatapnya orang tua itu.

Dengan lantang ia berseru, "Kami tidak memecahkan apa-apa, Sir, dan kami juga tidak mencuri apa-apa."

"Buat apa mencuri burung besar seperti rajawali," Pete menimpali. "

"Dan itu mustahil!" seru Bob. "Bagaimana mungkin kami membawa-bawa burung rajawali ke mana-mana?"

"Orang ini," kata Jupiter, "jelas-jelas menuduh secara sembarangan saja."

Sersan polisi membelalak pada anak-anak.

"Jangan coba-coba berkelit. Kami tidak semudah itu dikibuli. Kalian telah tertangkap basah. Kalian mencoba memecahkan kaca Rolls-Royce dengan kaleng itu!"

"Itu cuma kebetulan," tukas Pete. "Aku cuma melemparnya ke belakang."

"Kalau kami memang mau memecahkan kaca jendela, kami akan pakai benda yang lebih berat dari kaleng kosong," tambah Bob. "Kaleng ini terlalu ringan."

"Sebuah tas dilempar keluar dari mobil VW bercat ungu dan kuning yang lewat sini beberapa menit yang lalu," Jupe menjelaskan. "Tas itu terlempar ke bawah Rolls-Royce, dan Pete mengambilnya untuk melihat apa isinya. Ketika ia temukan isinya cuma kaleng soda kosong, ia melemparnya dengan kesal tanpa melihat-lihat lagi. Itu benar-benar suatu ketidaksengajaan, Sersan. "

"Bohong!" seru orang tua itu dengan beringas. Sebelum semua sadar apa yang terjadi, ia mengayunkan tongkatnya. Jupiter terpukul kepalanya. .

Taakk!

Terkena pukulan itu, Jupiter merasa puyeng. Masing-masing tidak tahu apa yang harus dilakukan. Pete, Bob, dan Paul masih dipegang oleh polisi untuk diperiksa. Si pemuda dan si gadis terlalu jauh di belakang orang tua itu untuk menyetop perbuatannya. Orang tua itu mengangkat tongkatnya lagi.

Dari balik para polisi, Worthington tiba-tiba muncul. Dengan satu gerakan cepat ia menangkap tongkat itu di udara. Direbutnya tongkat itu.

Lalu dilemparnya jauh-jauh.

"Kau akan menyesal telah memukul kawan mudaku, Jupiter Jones. Dia anak yang baik!"

Si orang tua mendelik pada Worthington. Kemudian ia berpaling pada polisi.

"Tongkatku!" jeritnya. "Ia menyerangku! Kalian lihat tadi! Dialah pimpinan pengacau ini."

Si orang tua kini mencoba memukul sopir Rolls-Royce itu. Worthington dengan tenang menangkap kepalan orang tua itu. Dengan sigap dipuntirnya tangan orang itu ke belakang punggungnya.

"Bolehkah aku bertanya mengapa kau menyerang kawan mudaku?" tanya sopir itu dengan sopan. "Dan sakit apa yang kau derita sehingga kau menyerang siapa saja di dekatmu?"

Sersan dan letnan polisi itu terperanjat melihat sikap pengemudi yang sopan tapi tegas itu. Dengan satu tangannya Worthington masih menelikung tangan orang tua itu.

"Kau pengemudi Rolls-Royce ini?" tanya letnan dengan ragu-ragu.

"Ya, aku pengemudi mobil ini," jawab Worthington dengan lugas.

"Apa kau bekerja untuk anak-anak ini?" kali ini sersan yang bertanya. "Mereka pemilik Rolls-Royce ini?"

Si orang tua meronta-ronta mencoba melepaskan diri dari kuncian Worthington. "Tidak mungkin! Pasti dia gembongnya. Anak-anak bekerja untuknya! Anak-anak tidak tahu nilai rajawali! Orang inilah malingnya! Tangkap dia!"

Raut muka Worthington mengeras. Ia menoleh pada dua orang di belakang orang tua itu.

"Kala kalian punya hubungan dengan orang ini, lebih baik kalian bawa pergi saja dia. Kalau tidak, dia akan melukai tangannya sendiri dengan meronta-ronta begini."

Si pemuda dan si gadis buru-buru memegang dan menarik pergi si orang tua. Worthington membebaskannya. Ia berpaling pada polisi.

"Tidak, Trio Detektif ini bukan pemilik Rolls-Royce, tapi mereka menyewa dari agenku. Jadi sekarang aku bekerja untuk mereka. Dan kalau kau ingin mengetahui keadaan sebenarnya, kalian kupersilakan menelepon agenku, Rent-n-Ride Auto Rental Company."

"Trio Detektif?" ulang sersan itu dengan tidak percaya.

"Itu," kata Jupiter dengan bangga, "adalah nama grup kami. Seperti yang tadi telah kujelaskan pada Anda, kami sedang menyelidiki kasus pecahnya kaca-kaca jendela mobil. Itulah sebabnya..."

"Jangan dengar apa kata maling gendut itu!" si orang tua berteriak sembari mencoba melepaskan diri dari kedua orang muda yang memeganginya.

"Aku dapat membuktikan pernyataan Jupiter Jones ini, Sersan," kata Worthington. "Aku bersedia menjadi saksi atas kebenaran ucapan kawan mudaku ini."

"Tapi, mereka kan bukan detektif sungguhan," ujar si pemuda. "Mana mungkin sekecil itu sudah bisa jadi detektif. Mereka kan masih anak- anak."

"Dan kami melihat dia melempar kaleng ke kaca jendela Rolls-Royce ini," si gadis menimpai.

Letnan dan sersan itu memandangi anak-anak satu per satu. Kemudian mereka saling bertukar pandang. Si letnan menghela napas. Ia kebingungan.

"Aku jadi tidak tahu harus mempercayai siapa sekarang."

Sebuah suara datang dari jalan di belakang mereka. "Aku dapat membantumu, Letnan!"

Bab 8 RAJAWALI YANG TERCURI

-CHIEF REYNOLDS dari kepolisian Rocky Beach menerobos kerumunan orang mendatangi letnan dan sersan itu. Ia mengangguk pada Trio

Detektif dan Worthington. Kemudian ia berbicara pada letnan yang sedang kebingungan itu.

"Aku dapat menjamin, Samuels, bahwa semua yang anak-anak dan Worthington katakan adalah benar. Mereka memang Trio Detektif; mereka sering menyewa Rolls-Royce ini; mereka tidak akan memecahkan kaca mobil ini atau mencuri apa pun; dan kalau mereka bilang mereka sedang menyelidiki kasus ini, maka itu berarti mereka benar-benar sedang melakukannya."

"Yes,’ Sir," kata Letnan Samuels.

"Karena kau belum pernah bertemu dengan anak-anak ini, wajar kalau kau tidak tahu semua ini," kata Chief Reynolds. "Tapi kalau kau melihat barang bukti mereka, kau akan menemukan kartu dariku yang mendukung mereka."

"Kami tadi melihat anak yang lebih tinggi ini melempar kaleng pada Rolls-Royce, Chief." Sersan itu mencoba mempertahankan diri. "Sudah dua bulan sejak kami mulai pencarian ini. Dan tadi kami merasa telah menangkap basah pelaku perbuatan ini."

"Aku akui kasus kali ini membuat kita frustrasi," kata Chief Reynolds dengan penuh pengertian. Ia berpaling pada Trio Detektif. "Bagaimana bisa terjadi seperti ini, Anak-anak?" tanyanya.

Jupiter menceritakan kisah yang dialami Paul Jacobs dengan truk kecilnya, dan juga kecurigaan Mr. Jacobs bahwa anaknya tidak memberikan keterangan selengkapnya tentang sebab-sebab pecahnya kaca truk itu beberapa kali.

"Aku khawatir orang dewasa cenderung menyalahkan anak muda dalam hal-hal seperti ini," ujar Chief- Reynolds. Ia menoleh pada Letnan Samuels. "Bahkan juga polisi."

"Berapa lama polisi telah menyelidiki kasus ini, Sir?" tanya Jupiter. "Mengapa anak buah Anda berkumpul di dalam satu blok ini?"

"Kami sudah berurusan dengan kasus ini untuk hampir enam minggu, Jupiter," Chief Reynolds menjelaskan. "Sejak itu jelas bahwa kaca-kaca pecah bukanlah suatu kebetulan. Ada sesuatu di balik ini semua yang menyebabkan kaca-kaca berpecahan di mana-mana di kota ini. Anak buahku sudah mengawasi beberapa lokasi. Blok ini sudah dijaga selama tiga malam."

"Apakah sudah ditemukan sesuatu, Chief?" tanya Bob.

"Tidak sesuatu pun, Bob, Tidak ada secuil pun kejadian yang mencurigakan - sampai malam ini." Chief Reynolds menyeringai. "Jendela-jendela pecah di berbagai tempat, tapi tidak. pernah di tempat yang kami awasi"

"’Hmm," gumam Jupiter. "Ini juga terjadi pada kita, sekalipun ini baru pengawasan kita yang kedua. "

"Chief," kata Bob, "ada apa sebenarnya dengan burung rajawali itu?"

Chief Reynolds melihat pada orang tua berpakaian hitam, yang berdiri menatap tajam pada anak-anak dan polisi. Rambutnya yang berminyak masih acak-acakan. Tapi seseorang telah mengambilkan tongkatnya. Ia mengancam-ancam lagi dengan tongkatnya, sambil mengumpat-umpat.

"Minggu lalu," Chief Reynolds menjelaskan, "Mr. Jarvis Temple melaporkan bahwa rajawalinya telah dicuri dari mobilnya yang terkunci di depan rumahnya - rumahnya di sebelah situ, di balik pepohonan. Ia tidak sengaja meninggalkan rajawali itu dalam mobilnya. Malamnya ia baru ingat, dan ia keluar malam itu juga untuk mengambil rajawali dari mobilnya. Tapi ia menemukan kaca jendela kiri depan telah pecah. Dan rajawalinya hilang. "

"Kalau kacanya pecah," kata Bob, "mungkin rajawali itu terbang sendiri."

"Tidak, Bob," ujar Pete. "Mestinya rajawali itu dikurung dalam sebuah sangkar. Rajawali itu burung berbahaya: Tapi aku masih belum percaya bagaimana mungkin orang bisa lupa pada rajawalinya."

-Si tua Jarvis Temple masih mengamati anak-anak dengan curiga. Kini ia melepaskan diri dan kedua orang muda yang menemaninya. Sekali lagi ia mendatangi anak-anak dengan terpincang-pincang.

"Dasar anak tak tahu diri! Sudah mencuri, berbohong lagi! Mereka sekarang berpura-pura tidak tahu persoalan. Mereka bicara tentang burung lagi! Mereka tahu..."

Mata Jupiter tiba-tiba bersinar-sinar. "Tentu saja! Yang kau maksud pasti bukan burung sungguhan - itu pasti uang logam! Uang logam antik! "

"Uang logam yang langka sekali," Chief Reynolds mengiaakan.

"Dart Amerika," Jupiter mengingat-ingat. "Uang logam emas sepuluh dolar dan dicetak pada awal tahun 1800-an. Pada uang logam itu tergambar seekor rajawali, karena itu dinamakan rajawali. Dan uang logam lima dolar, setengah rajawali, yang dibuat pada tahun 1822 termasuk yang paling langka di dunia."

"Kalian dengar itu!" sergah Jarvis Temple. "Anak berandal ini tahu segala-galanya tentang uang logam!" "Jupiter tahu segala-galanya," kata Pete sambil nyengir.

"Ya, hampir segalanya." Chief Reynolds tersenyum. "Tapi aku jamin, Mr. Temple, anak ini bukan maling."

Jarvis Temple mendengus. Matanya menatap tajam pada Jupiter. Si pemuda yang bersamanya menepuk pundaknya seakan mau menenangkannya. Ia tersenyum pada Trio Detektif dan Chief Reynolds.

"Pamanku kesal sekali, Chief. Tentu saja kami percaya pada Anda. Dan aku senang bisa bertemu dengan anak-anak yang cemerlang ini. Aku Willard Temple dan ini sepupuku Sarah."

Gadis di sampingnya mengangguk.

"Berapa nilai uang logam Anda itu?" tanya Jupiter.

"Sebenarnya," sahut Willard Temple, "milik kami adalah rajawali ganda."

"O, dua puluh dolar," sambung Jupiter. "Yang paling jarang adalah yang dibuat tahun 1849. Cuma ada satu, dan itu disimpan pemerintah. Mereka bahkan menolak ditawari sejuta dolar untuk sekeping uang logam dua puluh dolar itu."

"Ya," kata Willard Temple, "dan kini hanya ada tiga dari uang logam yang dibuat tahun 1853 di atas 2, masing-masing berharga setengah juta."

"Apa di atas apa?" tanya Pete.

"Tahun uang logam itu 1852, dengan 3 dicetak di atas 2 sehingga tahun itu menjadi 1853," Jupe menjelaskan.

"Betul," kata Willard. "Milik kami adalah rajawali ganda tahun 1907. Hanya ada sedikit orang yang memiliki uang logam seperti itu. Tidak ada goresan sedikit pun pada uang itu. Harganya bisa mencapai sekitar dua ratus lima puluh ribu dolar."

-"Kenapa benda semahal itu dibawa-bawa dalam mobil?" tanya Bob.

"Kami baru membawanya kembali dari sebuah pameran," kata Sarah Temple. "Paman kelupaan membawanya ketika turun dari mobil."

Sarah berpostur tinggi dan ramping. Umurnya delapan belas atau sembilan belas tahun. Kemejanya bergaya militer dan celananya jeans. Iamemakai kacamata hijau gelap, sekalipun di malam hari seperti ini. Ia tersenyum pada anak-anak, khususnya pada Paul. Pamannya membelalak pada Sarah, seperti ketika ia marah pada anak-anak dan polisi. Rupanya mudah tersinggung sudah menjadi sifatnya.

"Keponakanku mengendarai mobil terlalu cepat sambil menghidupkan radio CB sepanjang jalan. Aku merasa sangat terganggu. Kurasa setiap orang waras akan merasa terganggu dalam keadaan seperti itu! Aku harus cepat-cepat keluar dan beristirahat di rumah. Karena itu aku lupa kotak itu. Kutinggal kotak itu pada bangku di samping sopir. Sewaktu aku kembali untuk mengambilnya, aku melihat kaca mobilku pecah. Dan rajawaliku hilang!"

Jarvis Temple terduduk di trotoar. Kedua tangannya menekan kepalanya. Seakan-akan tragedi itu terulang lagi padanya saat itu. Willard berlutut untuk menenangkannya. Willard berumur sekitar dua puluhan. Badannya relatif pendek, dan rambutnya lebih tipis dari rambut merah Sarah.

"Kolektor uang selalu mempunyai semacam ikatan emosi dengan koleksinya," kata Jupiter lengan simpatik "He," seru Pete. "Apa mungkin kaca-kaca itu pecah karena pelakunya ingin mencuri sesuatu dari dalam mobil?"

Jupiter menggeleng. "Tidak banyak barang-barang berharga yang ditinggal di mobil, Dua."

"Dan selain itu." ujar Paul Jacobs. "tidak ada yang hilang dari truk kecilku."

"Atau mobil ayahku," tambah Bob.

Willard Temple bangkit kembali. "Kalau begitu, apa alasan lain yang menyebabkan kaca-kaca itu dipecahkan ?"

"Pasti itu perbuatan suatu kelompok pencuri," ujar Sarah Temple.

Chief Reynolds menggeleng. "Tidak, anak-anak benar. Tidak ada laporan tentang barang-barang yang hilang dari mobil-mobil yang kacanya pecah. Bahkan kebanyakan mobil itu tidak terkunci. Lebih mungkin kalau penyebabnya adalah keberandalan. "

"Aku tidak setuju, Chief," Bob keberatan. "Kalau cuma sekadar berandal, mestinya Anda sudah berhasil menangkap mereka. Atau paling tidak menakut-nakuti supaya mereka jera."

"Keberandalan biasa saja tidak mempunyai M.O., bukankah begitu, Chief Reynolds?" tanya Jupiter sembari berpikir. Ia menceritakan apa yang dapat disimpulkannya dari peta di kantor Trio Detektif.

"Selalu Senin dan Rabu, dan selalu dalam garis lurus?" kata Chief Reynolds dengan dahi berkerut.

"Itu memang seperti M.O. yang rapi. Tapi mengapa? Tidak mungkin hanya karena ada orang yang sekedar ingin memecahkan kaca-kaca mobil. Mesti ada sesuatu di batik itu."

"Itulah yang membingungkan, Chief," Jupiter mengakui. "Namun aku masih yakin, pasti ada sebab-sebab yang masuk akal di balik ini semua. Bolehkah kami melanjutkan penyelidikan kasus ini, Chief?"

"Kukira aku tidak bisa menghalangi kalian," kata Chief Reynolds seraya tersenyum, "tapi hati-hati, Anak-anak. Ingat, ada maling yang mencuri uang logam antik senilai seperempat juta dolar. Kalau kau menemukan petunjuk yang berhubungan dengan uang logam itu, hubungi aku secepatnya. Kalian jangan bertindak lebih dari itu. Mengerti, Anak- anak?"

Chief Reynolds menatap anak-anak satu per satu, kemudian menoleh pada Worthin-ton. Mereka semua mengangguk dengan bersungguh- sungguh.

"Tentu saja, Chief," ujar Jupiter. "Tapi bolehkah kami melihat hasil laporan dari pengamatan yang telah Anda lakukan?"

"Maaf, Jupiter. Itu dokumen rahasia kami, hanya boleh dilihat oleh pihak kepolisian."

Jupiter menggigit bibir bawahnya, kecewa.

"Chief," kata Bob, "bolehkah seorang wartawan dari perusahaan koran ayahku mewawancarai berapa polisi yang ikut terlibat dalam kasus ini?"

-Mata Chief Reynolds mengedip. "Well, mengapa tidak boleh, Bob? Pers punya kebebasan, kan? Tentu saja, wartawan itu harus memperlihatkan tanda pengenal yang sah."

"Oh, baik..," Bob berhenti. Ia nyengir. "Maksudku, mereka akan segera mempunyai tanda pengenal yang sah, Sir."

Chief Reynolds tergelak. "Jadi kalian sendiri yang akan menjadi wartawan itu, Anak-anak. Cerdik sekali!" Kemudian mukanya menjadi serius lagi. "Sebenarnya aku dan anak buahku sudah beberapa kali diwawancarai. Tapi hasilnya nol besar. Aku khawatir kalian hanya akan membuang-buang waktu saja."

"Mungkin memang begitu, Chief," sahut Jupiter. "Tapi kami ingin mencoba. Barangkali saja mata-mata baru akan memberikan hasil pengamatan yang baru pula."

Dengan sungguh-sungguh Chief Reynolds mengangguk. Tapi di balik pet seragamnya, matanya mengedip lagi.

-Bab 9 WARTAWAN SEHARI

-KEEMPAT anak itu berkumpul di rumah Bob pukul delapan keesokan paginya. Bob telah memberi tahu ayahnya apa yang mereka perlukan. Dan Mr. Andrews telah mempersiapkan tanda-tanda pengenal wartawan bagi keempat anak itu.

"Aku dengan resmi mempekerjakan kalian sebagai wartawan freelance, satu dolar per hari dan menugaskan kalian untuk mewawancarai beberapa polisi yang menyelidiki kasus pemecahan kaca-kaca mobil."

Mr. Andrews memberi masing-masing anak cek senilai satu dolar dan sebuah kartu resmi pers.

"Sekarang kalian bekerja untuk harianku, hanya untuk hari ini." "Terima kasih. Dad," kata Bob. "Terima kasih banyak."

Kawan-kawan Bob berulang kali mengucapkan terima kasih sebelum mereka pergi dengan sepeda. Paul Jacobs mengendarai sepeda tua yang disimpan di garasinya. Mereka langsung menuju kantor polisi.

"Kita akan berpisah dan masing-masing mewawancarai satu polisi yang ikut menangani kasus ini. Perlihatkan tanda pengenal kalian, dan kalau ada yang berkeberatan, katakan bahwa Chief Reynolds telah memberi izin. Dengan begitu kita akan mendapat keterangan dari empat polisi yang berbeda," Jupiter memberi petunjuk sambil mengayuh sepedanya.

"Apa yang harus kita tanyakan. Jupe?" tanya Pete.

"Kita ingin tahu berita- tentang segala sesuatu yang aneh yang mungkin mereka lihat, apa saja yang menarik perhatian." kata Jupe. "Tapi yang paling penting, kita ingin tahu setiap orang yang pernah mereka lihat pada malam-malam terjadinya perusakan, sejauh ingatan mereka."

Jupiter yang mula-mula masuk ke kantor polisi. Bob menyusul bersama Paul. Pete masuk paling akhir. Jupe melapor pada polisi yang sedang bertugas. Ia harus berdebat panjang lebar dengan polisi itu sebelum akhirnya Jupe menyebutkan nama Chief Reynolds. Setelah mendengar nama itu barulah anak-anak diizinkan mewawancarai beberapa polisi.

Pete menemui seorang polisi di mobilnya, tepat ketika polisi itu hendak berangkat bertugas.

"Pengawasan pada kasus pemecahan kaca-kaca? Tidak ada hasilnya, Nak Tidak seorang pun patut dicurigai. Buang-buang waktu saja. Polisi seharusnya tidak dibebani tugas semacam itu. Paling-paling pelakunya hanya anak-anak bandel saja." -"Anda yakin bahwa cuma anak-anak yang mungkin melakukan hal itu?" tanya Pete.

"Siapa lagi yang mungkin?" sahut polisi muda itu. "Dan aku tidak mau menjadi polisi patroli untuk selama-lamanya. Jadi menurutku pekerjaan mencari beberapa gelintir anak bandel yang suka memecahkan kaca di malam hari bukanlah pekerjaan yang menarik."

"Oke. lalu bagaimana dengan orang yang lewat? Anda melihat banyak orang yang lewat?"

"Oh. tentu saja banyak sekali orang yang lewat," kata polisi itu. "Namun cuma itu saja yang kami dapatkan - orang yang sekadar lewat saja. Tidak ada yang berhenti. Tidak ada orang yang melempar kaca jendela atau memecahkannya dengan palu atau apa misalnya."

"Lalu siapa saja yang pernah Anda lihat?" tanya Pete lagi. "Dapatkan Anda mengingat-ingat?"

"Tentu saja aku ingat. Aku ingat semuanya. Aku kan bercita-cita menjadi detektif suatu saat nanti. Tidak seorang pun aku lupa, semuanya penting."

"Akan kucatat," ujar Pete seraya membuka buku catatannya.

Polisi muda itu melihat pada catatan Pete. Dengan gugup ia mendehem. "Oke, akan kucoba. Malam pertama aku melihat... ngngng... seorang tua berkendaraan Cadillac. Dia menjemput seorang wanita, lalu pergi. Kemudian... mmm, ya, dua wanita tua menuntun dua ekor anjing dan dua pemuda bersepeda. Salah satu dari dua pemuda itu memakai helm. kacamata balap dan headphone. Memakai headphone itu berbahaya sekali. Banyak negara bagian melarang pemakaian headphone ketika mengendarai mobil, motor atau sepeda." "Siapa lagi yang Anda lihat?" desak Pete.

"Ha? Oh..., aku tidak tahu lagi. Banyak orang yang tidak melakukan apa- apa. Maksudku, mereka cuma anak-anak kecil. jadi buat apa diawasi benar? Oke?"

-Sersan yang ditemui Bob di ruang interogasi menawarkan sebotol Coke. Ia pernah bertemu dengan Bob sebelumnya.

"Jadi sekarang kau wartawan, Bob?" katanya sambit tersenyum. "Kukira dulu kau detektif."

"Kami masih detektif, Sersan Trevino. Tapi kami harus menemukan apa yang telah polisi peroleh dalam penyelidikan kasus ini. Chief Reynolds mengatakan. kami tidak diperbolehkan melihat laporan-laporan yang ada."

"Memang tidak, kau harus dapat izin dulu dari pihak kehakiman." Sersan Trevino menyetujui.

"Apa Chief Reynolds tahu bahwa kau sekarang menjadi wartawan?"

"Ini bisa dibilang idenya. Kebebasan pers dan sebangsanya. "

Polisi itu terbahak-bahak. "Oke, sekarang apa yang ingin kau tanyakan?"

"Kami tahu polisi belum melihat sebuah kaca pun pecah dalam pengamatan yang dilakukan. Tapi apakah Anda melihat sesuatu yang mencurigakan?"

-"Tidak, tidak pernah," jawab sersan itu. "Setiap orang yang mampir pada malam-malam itu adalah mereka yang tinggalnya memang di situ.

Mereka cuma memarkir mobil, lalu masuk ke rumah masing-masing, lain tidak."

"Jadi, bagaimana dengan orang yang sekadar lewat di sana? Anda ingat beberapa dari mereka?"

"Tentu aku ingat. Aku mencatat itu semua." Sersan Trevino mengeluarkan sebuah notes kecil dari saku bajunya. "Ada dua laki-laki berkendaraan Cadillac; seorang berjenggot dengan mobil VW; seorang anak bersepeda mengantar koran; dua orang wanita tua dengan seorang anak; empat orang menuntun anjing-anjing mereka; seorang... "

"Apakah salah seorang membawa tongkat berbonggol perak dan anjing Great Dane?" sela Bob cepat. "Yang menuntun anjing, maksudku."

Sersan Trevino mempelajari catatannya. "Tidak, mereka membawa dua anjing pudel, satu Herder, dan satu Doberman."

"Oh," desah Bob kecewa.

Sersan itu melanjutkan membaca catatannya.

"Dua anak berseragam baseball bermain-main lempar tangkap; seorang pemuda berambut gondrong berkendaraan Porsche; seorang pria memakai helm, kacamata balap, headphone, ransel, dan mengendarai sepeda balap; tiga pengendara motor Harley-Davidson; dua mobil Chevrolet yang saling berkejaran; empat pelari; -tiga laki-laki yang seperti baru pulang kantor; seorang tukang pos kilat khusus; tiga anak berseragam pramuka; dua orang...

-Paul mewawancarai seorang polisi yang baru saja berganti pakaian dengan pakaian sipil. Tugas patrolinya baru selesai. Tampaknya ia terburu-buru. Bolak-balik ia melihat jam tangannya.

"Aku sudah mau pulang, Nak. Tidak ada apa-apa dalam penyelidikan itu."

"Aku akan berusaha secepat mungkin, Sir," kata Paul.

Polisi itu mengernyit. "Oke, apa yang ingin kauketahui?"

"Kami tahu Anda belum melihat sebuah kaca pun pecah, tapi apakah Anda melihat sesuatu yang mencurigakan atau tidak biasa terjadi?"

"Tidak, tidak" sesuatu pun."Ia melihat jam tangannya lagi. Dikenakannya sepatu botnya. Lalu ia berdiri, siap untuk pergi.

Paul cepat-cepat melanjutkan. "Dapatkah Anda menceritakan siapa saja yang Anda lihat pada malam-malam itu?n tanyanya. "Maksudku, siapa saja yang lewat pada daerah yang Anda awasi?"

"Semuanya?" polisi itu menatap Paul.

"Ngng... Yes Sir, kalau Anda ingat"

"Jangan main-main, Nak! Buat apa mengingat mereka yang tidak berbuat apa-apa?" bentaknya. "Dengar, aku sudah buat laporanku. Tidak ada apa- apa. Dan sekarang aku harus pergi," katanya sambil melangkah ke arah pintu.

-"Maaf. Kurasa memang sulit untuk mengingat-ingat kejadian yang telah berlalu itu."

Polisi patroli itu berhenti. Ia membalikkan badan. "Apa maksudmu? Kaupikir aku sudah pikun? Aku tentu saja ingat beberapa kejadian yang memang perlu diingat!" "Perlu diingat? Apa itu?" tanya Paul dengan cepat.

Polisi itu melihat jam tangannya sekali lagi. Ia menghela napas. "Oke. Ada truk tua dengan bak terbuka. Isinya anak-anak muda yang bernyanyi dan berteriak-teriak tak keruan. Di jalan itu mereka sempat berhenti. Kupikir tadinya merekalah pelaku pengrusakan kaca-kaca jendela mobil itu. Tapi tak tahunya mereka cuma bermain-main permainan yang tidak jelas bagiku. Kemudian mereka naik truk kembali dan pergi."

Paul mencatat semua itu. Polisi patroli itu menguap sebelum melanjutkan.

"Kemudian ada beberapa pemuda berkendaraan Harley-Davidson. Mereka mengendarai motornya dekat sekali dengan mobil-mobil yang diparkir. Sesekali mereka mengintip ke dalam mobil itu. Tapi .mereka tidak pernah menghentikan motornya."

Paul terus mencatat dengan cepat sambil mengangguk. Polisi itu mendesah lagi.

"Akhirnya, aku ingat ada seorang pemuda jangkung memakai perlengkapan seperti makhluk dari planet lain: headphone dan helm. Ia mengendarai sepeda balap. Untuk sesaat kukira dia mau mengeluarkan sesuatu dari baju balapnya ketika dia memperlambat laju sepedanya, tetapi ternyata tidak. Ia kemudian mempercepat kayuhannya, dan menghilang di balik tikungan."

Paul masih terus mencatat segala sesuatu yang didengarnya. Sesekali ia mengangguk. Dan ketika ia mengangkat kepalanya, ia sudah sendirian. Polisi itu sudah pulang.

-Letnan Samuels yang berpakaian api menatap Jupiter lekat-lekat "Aku tidak percaya pada anak-anak yang menganggap dirinya pintar untuk memecahkan kasus-kasus kriminal, Jones. Harusnya mereka tidak usah ikut campur dalam urusan polisi. Itu hanya akan menambah runyam persoalan, tidak memperbaikinya."

"Aku mengerti perasaan Anda, Letnan," kata Jupiter dengan sopan. "Namun, Chief Reynolds tidak sepenuhnya setuju dengan pendapat Anda. Beberapa kali telah terbukti bahwa kami sanggup membantu polisi dalam memecahkan kasus-kasus seperti ini."

Muka Letnan Samuels memerah. "Kaupikir kalian sama baiknya dengan polisi-polisi yang sudah terlatih ini?"

"Mungkin tidak, Sir. Tapi kadang-kadang kami dapat melakukan apa yang tidak dapat dilakukan polisi - karena kami anak-anak."

Samuels membelalak. Kemudian ia duduk dalam kantornya yang sempit itu. Ia tidak mempersilakan Jupiter untuk duduk.

"Apa yang kauinginkan dariku?"

"Cuma keterangan tentang setiap orang yang lewat pada setiap pengawasan."

"Cuma itu?" tanya letnan itu dengan kasar.

"Kau tahu, tidak seorang pun dapat mengingat hal itu. Dan yang sudah dilaporkan menjadi dokumen rahasia kepolisian. Chief Reynolds pasti sudah mengatakan bahwa itu tidak boleh diperlihatkan pada umum, sekalipun pada wartawan." "Ya, Chief Reynolds mengatakan yang sudah tertulis adalah rahasia," ujar Jupiter. "Tetapi dia juga mengatakan bahwa kami boleh bertanya apa saja tentang apa yang Anda laporkan. Aku yakin Anda masih ingat, Letnan."

Merasa terpojok, letnan itu bersandar pada kursinya. Kedua tangannya dilipat di atas kepalanya. Kemudian matanya berbinar-binar. "Oke. Tapi aku punya pekerjaan mendesak sekarang ini. Kau boleh kembali delapan jam lagi; atau aku akan perintahkan salah satu pegawai di sini untuk mengetikkan catatan kalau ia punya waktu. Sementara itu kau boleh menunggu di luar."

Jupiter tidak punya pilihan lain. Ia menunggu di koridor. Dalam situasi seperti ini, Chief Reynolds pun tidak dapat membantu. Pekerjaan utama polisi harus didahulukan. Jupe menunggu selama lebih dari tiga jam Selama itu Samuel bolak-balik lewat di hadapannya sambil tersenyum mengejek.

-Kawan-kawannya sudah selesai dan pulang ketika akhirnya Jupiter memperoleh ketikan dari Letnan Samuels. Dengan cepat dibacanya ketikan itu. Lalu bergegas ia pulang dengan sepedanya.

Bab 10 PERUSAK GAIB

"LAKI-LAKI bersepeda balap!" seru Pete.

"Memakai helm, kacamata balap, ransel, dan headphone!" Paul menambahkan.

"Dari tiga polisi yang kita wawancarai; semuanya mengaku melihatnya," kata Bob. "Dan kita pun melihatnya dua kali melewati Valerio Street."

Mereka bertiga menyambut Jupiter ketika ia mendorong tingkap dan muncul dari Lorong Dua ke dalam kantor Trio Detektif. Pemimpin yang gempal itu duduk. Ia mengamati peta besar yang ditancapi paku-paku payung berwarna.

"Ia juga terlihat oleh Letnan Samuels," ujar Jupe, "namun baik dia maupun kita sama-sama tidak melihat dia melakukan sesuatu. Apa ada salah seorang dari yang kalian wawancarai pernah melihatnya memecahkan jendela? Atau melakukan sesuatu yang mencurigakan?"

"Aku tadi bertemu polisi patroli," sahut Pete. "Dia waktu itu menyangka si pengendara sepeda balap seperti mau mengambil sesuatu dari celana balapnya. Tapi tidak jadi.".

"Dan dia berhenti lalu berputar-putar sambil mengamati Rolls-Royce waktu kita pertama kali mencoba memancing perusak itu," Bob menambahkan.

"Tapi pada kenyataannya dia tidak pernah melakukan apa-apa," Jupe mengulangi. "Dapat saja ia cuma pulang ke - rumah berkendaraan sepeda setiap malam, dan mengambil jalan yang berbeda-beda supaya tidak bosan."

"Maksudmu, itu cuma kebetulan?" tanya Pete.

Suaranya mengandung kekecewaan "Justru sebaliknya," tukas Jupiter. Matanya bersinar-sinar. Ia satu-satunya orang yang terlihat dalam setiap pengawasan, baik yang dilakukan polisi, maupun yang kita kerjakan sendiri.

Dan, karena tidak pernah ada kaca yang pecah dalam pengawasan ini, kenyataan bahwa dia tidak pernah memecahkan kaca bukan berarti dia tidak dapat dicurigai." "Gimana, gimana?" tanya Pete sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Aku tidak mengerti, Jupe."

"Maksud Jupe," Bob menyahuti, "masih ada kemungkinan bahwa si pengendara sepeda balap adalah pelakunya. Karena mungkin saja si pelaku itu tahu persis kapan polisi mengawasinya. Begitu, kan Jupe?"

"Ya, kurang lebih begitu, Bob." Jupiter mengangguk.

"Tapi kan tidak da kejadian apa-apa ketika kita mengawasi rumah temannya Paul," kata Pete. "Kita kan bukan polisi."

-"Tapi ingat. polisi berada di sekitar situ pula waktu itu, Pete." kata Jupe.

"Jadi yang kaumaksud. dia tidak tahu tentang kita, tapi tahu di mana polisi berada?"

"Tepat," sahut Jupiter. "Laki-laki bersepeda balap adalah orang yang paling kita curigai untuk saat ini. Yang sekarang harus kita lakukan adalah membuktikan bahwa dia memang bersalah."

"Bagus," seru Pete. "Bagaimana caranya?"

"Kau punya ide, Jupe?" tanya Bob.

Sebelum Jupiter menjawab, Paul - yang makin lama makin kebingungan menyela.

"Tapi," kata Paul, "kalau pengendara sepeda itu memecahkan kaca. bagaimana dia melakukannya? Mengapa aku tidak melihatnya sewaktu kaca trukku pecah? Maksudku, kalau dia tidak berhenti untuk memecahkan kaca, bagaimana mungkin kaca itu bisa pecah? Dan kalau dia berhenti, kenapa aku tidak melihatnya malam itu ketika aku mendengar suara kaca pecah."

Bob menoleh pada Jupiter. "Bagaimana kalau kau jadi pengendara sepeda itu, Jupe? Bagaimana caranya kau memecahkan kaca dari sepeda yang berjalan?"

"Atau berhenti tapi tidak terlihat orang lain?" tanya Pete. "Kecuali kau dapat membuat dirimu menjadi gaib." Pete meneguk ludah mendengar perkataannya sendiri.

"Kurasa kita buang saja kemungkinan yang berbau takhyul itu, Pete," kata Jupiter. Ia berpaling pada Paul. "Ketika kau mendengar suara kaca trukmu pecah, kau tidak melihat siapa pun di dekat trukmu, Tapi mungkin kau melihat sesuatu melintas di jalan. Sesuatu yang mungkin sudah lewat ketika kau mendengar suara itu. Sesuatu yang tidak benar- benar kaulihat. tapi masih dapat kau tangkap dengan sudut matamu."

Dahi Paul berkerut -kerut. Matanya setengah tertutup. Ia mencoba keras untuk mengingat-ingat kejadian di malam itu. "Aku tidak melihat seorang pun di dekat truk, seperti, yang telah kukatakan. Dan aku yakin tidak ada apa-apa di jalan. Maksudku. aku tidak melihat benar..."

Suara Paul makin perlahan. Kerut di dahinya makin dalam. "Tunggu! Ada sesuatu... seperti sekelebatan bayangan. Di jalan. Di depan truk. Bergerak.. cepat. Bukan mobil atau motor. Tapi... seperti bayangan." .

"Seperti suatu gambaran yang tidak dapat kauingat betul?" Jupe membantu memberi ide.

"Aku melihat sesuatu." Paul mengangguk-angguk perlahan. "Tetapi... aku langsung lupa setelah sosok itu menghilang."

Jupiter menarik-narik bibir bawahnya. "Kita semua punya kecenderungan untuk melupakan segala sesuatu yang biasa dijumpai sehari-hari. Kejadian yang umum itu begitu sering kita jumpai sehingga kita tidak menaruh perhatian lagi. Akibatnya kita lupa setelah kejadian itu berlangsung. Tukang pos, tukang sampah, penjaja makanan, pengendara sepeda di malam hari. Apalagi kalau ada kejadian yang lebih menarik. Dalam hal ini adalah suara pecahnya kaca truk Paul."

"Bayangkan kejadian malam itu. Kita melihat si pengendara sepeda tanpa menaruh perhatian sama sekali. Dan tiba-tiba kaca pecah. Kita tidak menghubungkan dua kejadian itu sebagai satu kesatuan; kaca pecah menyita perhatian kita; dan kita lupakan segera pengendara sepeda tadi. Itu adalah normal dalam psikologi."

"Tapi itu berarti ia tidak berhenti untuk memecahkan jendela, Satu," tukas Bob. "Jadi bagaimana dia bisa memecahkan jendela dari atas sepeda yang melaju?"

"Dan dari mana dia tahu tempat-tempat polisi bersembunyi?" tanya Pete.

"Kita memang belum tahu jawaban pertanyaan-pertanyaan itu," sahut Jupe, "tapi aku punya ide. Aku ingin bicara dengan Chief Reynolds lagi, dan aku ingin menyelidiki truk kecil Paul."

"Boleh saja," ujar Paul. "Setiap saat kalian bisa datang ke rumahku. Trukku ada di toko sekarang - ayahku sedang ke luar kota."

"Tapi, Jupe," sanggah Bob, "kau masih belum menerangkan bagaimana kita akan membuktikan bahwa laki-laki bersepeda itu adalah si perusak kaca jendela - kalau memang benar dia orangnya." "Kita akan menangkap basah dia, Bob," jawab Jupiter, "sekali lagi dengan memakai Hubungan Hantu ke Hantu."

"Maksudmu menghubungi anak-anak untuk minta bantuan mengawasi apa yang dilakukannya?" tanya Pete

"Itulah yang kumaksud," Jupiter mengiakan. "Kali ini kita tahu persis siapa yang akan diawasi anak-anak itu. Kalau laki-laki itu memang si perusak kaca jendela, Hubungan Hantu ke Hantu dengan mudah akan membuktikannya."

"Kecuali kalau dia tahu bahwa kita mengawasinya," ujar Pete. "Jangan lupa, dia bisa tahu tempat polisi mengawasinya. Maksudku, mungkin dia punya mata bionik. Atau mata sinar -X! Atau mata infra merah yang bisa melihat dalam kegelapan! Atau dia punya indra keenam, sehingga bisa merasa kalau ada yang mengawasinya!"

"Menurutku, Dua, dia punya suatu cara yang sederhana untuk mengetahui lokasi polisi yang bersembunyi," kata Jupiter. "Dalam keadaan bagaimanapun, kita harus menunda rencana kita sampai Senin depan. Tidak akan ada hasilnya kalau kita paksakan sekarang juga. Si perusak kaca tidak akan bereaksi sampai Senin malam nanti."

"Wah, itu kebetulan," kata Pete. "Aku punya acara malam Minggu nanti dengan orang tuaku."

"Dan aku harus menjaga toko selama ayahku pergi ke luar kota," ujar Paul. "Jadi aku akan sibuk sampai hari Minggu."

"Kalau begitu kita selidiki truk Paul sekarang saja," usul Jupiter.

Gampang Tiga baru mereka buka tahu-tahu telepon berdering. Dengan terheran-heran anak-anak saling berpandangan. Kecuali ketika Hantu ke

Hantu beroperasi, jarang sekali ada yang menelepon kantor Trio Detektif. Jupiter menghubungkan telepon dengan pengeras suara.

"Trio Detektif," katanya dengan penuh percaya diri.

"Ngng," terdengar sahutan yang pernah mereka dengar, "bolehkah aku bicara dengan Mr. Jupiter Jones?"

"Aku sendiri," sahut Penyelidik Satu.

"Ah, Jupiter. Aku Willard Temple. Kita pernah bertemu di depan rumah Paman Jarvis. Masih ingat?"

"Aku ingat, Mr. Temple. Ada yang bisa kubantu?"

"Well, pamanku telah berpikir-pikir lagi mengenai apa yang dikatakan Chief Reynolds tentang kalian. Dan kini ia malah ingin menyewa kalian untuk mencarikan rajawalinya. Paman Jarvis minta aku menghubungi kalian dan membicarakan ongkos sewanya."

"Kami tidak menarik ongkos sewa, Mr. Temple. Kami hanya ingin menolong orang lain dalam memecahkan masalah mereka. Kalau mereka ingin memberi sesuatu sebagai hadiah, itu oke-oke saja. Tapi kami tidak memintanya."

"Oo, baik kalau begitu. Tapi... pamanku kelihatannya belum yakin benar. Dapatkah kalian datang ke sini untuk membicarakannya lebih jauh lagi?"

"Sekarang?". kata Jupit-. "Baik, kami bisa datang. "

-"Kau tahu rumah kami, kan? Valerio Street 140?"

"Kami akan segera berangkat, Mr. Temple" Jupiter menegaskan.

Tiga anak lainnya mengangguk dengan bersemangat.

-Bab 11 PERJUMPAAN ANEH

-VALERIO Street nomor 140 terletak di sebelah rumah teman Paul. Rumah itu tersembunyi di balik pepohonan dan semak-semak, yang dijadikan persembunyian para polisi malam sebelumnya. Anak-anak meninggalkan sepeda mereka di samping sebuah mobil sedan Buick yang sedang diparkir di luar. Dalam garasi mereka melihat sebuah Cadillac kuno. Cadillac itu tampaknya sudah lama tidak dijalankan. Kaca-kacanya ditutupi kain kanvas.

Sebuah jalan setapak bertaburkan kerikil terhampar di antara pepohonan dan semak-semak. Pandangan dari pintu depan rumah hampir seluruhnya terhalang oleh tumbuhan yang memenuhi halaman. Jupiter membunyikan bel. Keempat anak itu menunggu dengan tidak sabar. Tidak terdengar suara apa-apa dari dalam.

"Kau yakin ia mengundang kita ke sini?" tanya Pete.

"Ya, malam ini juga" jawab Jupiter.

Tahu-tahu dari dalam rumah mereka mendengar suara-suara orang marah. Jupiter membunyikan bel lagi beberapa kali. Masih belum ada jawaban. Tapi sekarang suara marah-marah itu berhenti.

"Mungkin bel ini rusak," kata Bob.

"Coba saja pintu lain, mungkin ada pintu samping," usul Pete.

Anak-anak berjalan ke samping rumah. Mereka tidak menemukan pintu samping di dekat garasi.

"Apa itu?" ujar Pete tiba-tiba sambil memandangi sesuatu.

Di halaman belakang yang terbuka sebuah parabola besar terbuat dari logam tersangga pada tiga buah kaki. Parabola itu mengarah ke angkasa.

"Antena parabola," kata Jupiter. "Antena itu menerima sinyal dari satelit di luar angkasa," Bob menerangkan. "Sinyal TV dan radio yang dikirim melalui satelit memungkinkan kita menonton siaran langsung dari New York, Eropa, atau bahkan Cina."

"He, itu seperti suara Jarvis Temple," kata Pete.

"Anak -anak?"

Panggilan itu datang dari depan rumah. Anak-anak bergegas kembali ke depan rumah. Willard Temple berdiri di jalan setapak. Wajahnya terlihat bingung.

"Oh, ternyata kalian di sana."

"Tadi sudah kubunyikan bel," kata Jupiter, "tapi

tidak ada yang membukakan pintu Jadi kami mencari pintu lain di samping."

"Aku tadi di belakang sedang mendengarkan instruksi dari pamanku.

Ayo, silakan masuk."

-Keponakan Jarvis Temple itu mengajak anak-anak memasuki ruangan bergaya Victoria yang luas dan berlantai mengkilat. Mereka melewatinya dan masuk melalui pintu geser ke dalam sebuah ruang tamu yang besar dan dihiasi perabot kuno. Willard Temple saat itu berpakaian hitam gaya lama. Ia tersenyum kaku pada anak-anak.

"Pamanku sedang tidak enak badan hari ini. Jadi ia mau istirahat. Tadi ia memberiku petunjuk untuk mendiskusikan bagaimana urusan dengan kalian agar kalian dapat membantu mencarikan rajawali itu."

"Dari kami tidak ada masalah," kata Bob. "Kami sudah memulai menyelidiki kasus ini. Kami bekerja membantu Paul untuk mencari si pemecah kaca. Kurasa itu kasus yang sama."

"Tentu saja," ujar Willard Temple. "Aku lupa bahwa kalian sedang menyelidiki hal itu."

"Tapi," sela Jupiter cepat, "aku rasa tidak ada salahnya kalau kami mencoba mencari rajawali itu sekalian. Mungkin pencarian rajawali akan membantu kami menemukan si pemecah kaca. Kami bisa memulainya dengan mencari tempat-tempat uang logam biasa dijual dan siapa pembelinya."

"Lho," kata Pete "siapa yang mau membeli barang semahal itu? Apalagi semua orang tahu bahwa itu barang curian. Pasti tidak akan ada yang mau membelinya."

"Kolektor-kolektor sering kali tidak peduli hal itu, Dua," kata Jupiter. "Sebagian besar memang tidak mau memperoleh barang yang tidak halal. Tapi ada beberapa kolektor yang tidak mau tahu. Pokoknya mereka memperoleh benda yang mereka idam-idamkan. .Mereka akan menyimpannya dan tidak akan memberi tahu siapa-siapa-cuma disimpan saja uang logam itu."

Willard Temple mengangguk. "Jupiter benar. Cuma ada sedikit kolektor yang seperti itu. Tapi di antara yang sedikit itu ada yang luar biasa kayanya dan sanggup membayar berapa saja. Dan memang ada beberapa tempat yang bersedia menjual barang-barang curian seperti itu."

"Namun," tambah Jupiter, "tetap saja tidak mudah menjual barang gelap seperti itu. Si pencuri harus bisa menghubungi kolektor atau pedagang yang tidak bermoral itu."

"Sangat sulit," Willard Temple menegaskan. "Si pencuri harus sudah paham benar tentang seluk-beluk dunia koleksi uang logam kuno."

"Mungkin kau bisa menceritakan beberapa tempat penjualan gelap ini," kata Jupiter. "Jadi kami bisa menyelidiki tempat itu."

"Aku?" Willard Temple menggeleng-geleng. Tangannya menggaruk-garuk kepalanya dengan gugup. "Tidak. Aku tidak tahu banyak tentang uang logam kuno. Dan aku sebenarnya tidak pernah tertarik pada hobi pamanku ini."

"Kalau begitu kami harus tanya langsung padanya," kata Ju-iter.

Willard Temple agak kaget. "Pamanku? Oh, tentu saja. Begitu dia merasa perlu untuk itu, dia akan memutuskan untuk menyewa kalian." Ia melihat jam tangannya. "Well..."

Jupiter memandang ke sekeliling ruang tamu bergaya kuno itu. "Mungkin kami bisa mempelajari beberapa uang logam lainnya milik pamanmu? Dengan demikian kami akan mendapat gambaran yang lebih jelas. Tapi aku tidak melihat adanya uang-uang logam kuno lain di ruang ini. "

"Tentu saja di sini tidak ada. Kami menyimpannya di ruang khusus," kata Willard Temple. Ia melihat jam tangannya lagi.

"Bolehkah kami melihat uang-uang logam itu?" desak Jupiter.

"Melihat? Oh, boleh-boleh. Kenapa tidak? Mari, ikut aku."

Ia mengantar mereka keluar dari ruang tamu lalu menyusuri ruang tengah menuju sebuah pintu di bagian belakang. Ia membukanya. Ruangan khusus itu dipenuhi dengan kayu-kayu bercat gelap, buku-buku, barisan rak kaca yang tersusun rapi serta permadani yang menutupi lantai. Dalam rak-rak kaca terdapat uang-uang logam dari berbagai jenis. Semuanya terpajang rapi di atas kain beludru biru. Willard Temple menunjuk ke salah satu rak.

"Itu tempat uang logam Amerika. Yang di ujung kiri atas adalah rajawali ganda, milik Paman Jarvis satu:satunya. Tapi yang ini tidak semahal uang logam yang hilang itu."

Anak-anak berkerumun di sekitar rak -itu untuk memperhatikan uang logam besar yang terbuat dari emas itu. Uang logam itu berkilau-kilau tertimpa sinar lampu dari dalam rak. Pada uang logam itu tergambar seekor rajawali terbang mengangkasa. Kedua sayapnya terbentang lebar. Matahari terbit menjadi latar belakangnya.

"Berapa umurnya?" tanya Bob.

"Yang ini dibuat tahun 1909," kata Willard Temple. "Tanggalnya tercantum pada sisi baliknya, bersama gambar patung Liberty. Uang ini indah sekali, tapi harganya cuma delapan belas ribu dolar."

Pete bersiul. "Cuma? Aku tidak bisa membayangkan uang sebanyak itu. Padahal umurnya belum tua benar, ya?"

"Bukan tanggalnya yang penting, tapi kondisi dan jumlahnya. Uang logam ini langka sekali. Dan tidak banyak uang logam emas dicetak sekarang ini. karena pencetakan uang kertas jauh lebih mudah dan praktis." "-Tapi kenapa rajawali yang hilang itu berharga lebih mahal lagi?" tanya Paul. "Seperempat juta dolar. Itu luar biasa!"

"Ah, itu kan karena dibuatnya dengan gambar timbul yang sangat menonjol. Itu artinya gambar rajawali dan patung Liberty sangat menonjol dibanding dengan latar belakangnya. Desainnya sama saja - sama-sama dibuat oleh Augustus Saint-Gaudens - tapi gambar timbul seperti itu hanya dibuat dalam satu tahun saja, 1907. Indahnya luar biasa: Dan amat sangat langka."

"Kotak penyimpan rajawali yang dicuri itu seperti apa?" tanya Jupiter.

-"Kotak hitam terbuat dari kulit. Ukurannya kira-kira sebesar bungkus rokok. Ada dua kaitan dan sebuah tombol untuk membukanya," Willard Temple menjelaskan. "Di dalamnya terdapat beludru biru seperti pada rak ini. Tapi uang logam itu tersimpan dalam amplop plastik untuk menghindarkannya dari benturan atau gesekan."

Bob, Pete, dan Paul memandang dengan takjub pada uang logam emas di rak sambil mendengarkan penjelasan Willard Temple. Jupiter melihat berkeliling.

"He," kata Penyelidik Satu, "aku tidak melihat ada pesawat TV di rumahmu."

"Pamanku benci televisi." Willard Temple tertawa. "Ia tidak akan mau menyediakan tempat untuk sebuah televisi."

"Kalau begitu buat apa ada antena parabola di halaman belakang?"

"Parabola?" Willard berkedip-kedip lagi. "Oh, Sarah dan aku punya TV di ruang bermain. Sayang, pamanku sedang beristirahat di sana. Kalau tidak akan kuperlihatkan apa yang bisa dilakukan dengan antena parabola itu."

"O, begitu," ujar Jupiter. "Jadi kami harus kembali lagi nanti, atau kau dapat memutuskan apakah pamanmu jadi meminta bantuan Trio Detektit?"

"Kupikir..." kata Willard Temple.

Tiba-tiba pintu ruang khusus itu terbuka lebar. Si Tua Jarvis Temple muncul. Ia bertelekan pada tongkatnya.. Matanya menyorot tajam pada anak-anak.

-"Apa yang kalian lakukan di ruang khususku?!" bentak orang tua itu sambil berjalan terpincang-pincang. "Kalian mau mencuri uang logamku lagi, hah?"

"Kami ke sini atas izin keponakanmu, Sir," kata Jupiter. "Kalau kami diminta untuk mencarikan uang logam Anda yang hilang, kami harus tahu dulu seperti apa kira-kira uang logam itu. Sekarang, kalau Anda mau menceritakan..."

"Mencarikan rajawaliku yang hilang!" Orang tua berambut abu-abu itu membelalak. "Aku tidak akan membiarkan kalian berempat berada dekat-dekat dengan uang logam koleksiku! Keluar dari rumah ini!"

"Tapi keponakan Anda..." kata Jupiter.

Pete menyela dengan sengit "Ia memanggil kami dan mengatakan Anda minta kami datang untuk membicarakan hal ini! Kami tidak akan..."

Muka si tua Jarvis bersemu merah. "Keponakanku adalah pendusta! Meminta kalian? Tak sudi aku! Keluar sekarang juga!"

Ia mengacung-acungkan tongkatnya. Dengan terpincang-pincang dihampirinya keempat anak itu. Tapi sebelum tongkat itu terayun, Sarah Temple berlari masuk dan merebut tongkat itu dari tangan pamannya.

"Paman! Kenapa bisa begini?"

Sarah yang berbadan tinggi itu menatap pamannya. Jarvis Temple balas menatap dengan tajam.

"Aku tidak mau kau berdua ikut campur dalam urusanku. Dan aku ingin agar empat anak bengal itu segera angkat kaki dari rumah ini. Sekarang juga!"

Setelah berkata begitu, Jarvis Temple merenggut kembali tongkatnya dari tangan Sarah. Ia pergi meninggalkan mereka dengan terpincang- pincang. Willard dan Sarah nampak muram. Sarah, yang berambut hitam dan lebih tinggi dari Willard, masih memakai kacamata gelapnya. Namun kali ini ia berpakaian ketat seperti pakaian senam.

"Maafkan kami. Pamanku sedang kumat hari ini. Mungkin karena masih pusing memikirkan rajawalinya yang hilang. Aku tadi mendengar bahwa ia meminta Willard untuk memanggil kalian. Tapi rupanya ia lupa. Menurutku, sebaiknya kami tidak menyewa kalian dulu sampai keadaan pamanku lebih baik. Biar dia yang memutuskan dengan pertimbangan yang masak."

Willard Temple mengangguk. "Aku akan hubungi kalian lagi kalau dia telah berubah pikiran."

Di luar rumah besar bergaya Victoria itu, anak-anak berjalan menuju sepeda mereka.

"Hhh," desah Paul, "si tua Jarvis mungkin sudah pikun. Masa lupa bahwa dialah tadi yang meminta kita ke sini."

"Aku heran," gumam Pete. "Orang tua itu kelihatannya sebal sekali padaku."

"Ya," kata Jupe menyetujui sambil melirik mobil Datsun kecil bercat merah yang sekarang diparkir di dekat situ. "Oke, sekarang kita sebaiknya melihat truk kecil Paul, sebelum terlalu malam."

-Bab 12 HANTU KE HANTU BERAKSI LAGI

-TRUK kecil abu-abu diparkir di gang di belakang toko perabot bekas milik Jacobs. Keempat anak itu menyelidiki bagian bangku, lantai bagian depan, dan seluruh bagian dalam truk.

"Kurasa sebuah penjepit kertas tidak akan sampai memecahkan kaca," kata Pete seraya memungut sebuah penjepit kertas dari lantai mobil.

"Mustahil, Dua," sahut Jupe tanpa semangat.

"Kaleng kosong juga tidak mungkin," Bob menambahkan ketika ia menemukan beberapa kaleng minuman.

"Aku sering haus kalau bekerja." Paul mengakui perbuatannya. "Tapi kaleng bekasnya lupa kubuang. Ayahku berulang kali marah padaku karena kealpaanku itu."

"Apa ini?" tanya Pete. Ia memungut sebuah logam abu-abu gepeng berukuran hampir sebesar paku payung. Bob mengambilnya. "Seperti logam pemberat yang biasa dipasang pada pancing." "Tapi bentuknya penyok seperti tertindih," kata Paul sambil mengamat- amati.

-"Pemberat pancing," ujar Jupiter sambil mempelajari logam tak berbentuk itu. "Tapi logam ini tidak padat. Kelihatannya sebelum penyok logam ini berongga. Paling tidak ada bagian yang berongga."

"Mungkin ini satu bagian dari tutup kaleng," tebak Pete. "Kalian tahu kan, pada tutup kaleng kadang-kadang ada bagian yang tidak padat."

Bob meletakkan logam gepeng itu dengan telunjuk dan ibu jarinya. "Lihat gerigi di pinggirnya Bentuknya mengingatkanku pada sesuatu. Tapi aku tidak tahu apa."

"Hm," kata Pete, "logam sekecil ini tidak akan cukup kuat untuk memecahkan kaca. Tapi aku tidak yakin benar. Mungkin saja logam kecil ini merupakan bagian dari benda lain."

Pete mengambil logam gepeng tadi dan mengantunginya. Anak-anak melanjutkan menyelidiki truk itu. Mereka menemukan beberapa benda lainnya. Pita perekat, sobekan kertas, kartu-kartu langganan bensin, dan beberapa benda lainnya. Tapi dari semua itu tidak ada satu pun yang cukup besar dan cukup kuat untuk memecahkan kaca jendela truk. Anak- anak berupaya sekali lagi mencari benda yang mungkin dapat memecahkan kaca. Kemudian mereka menyerah.

Trio Detektif berpisah dengan Paul. Mereka bersepeda pulang ke pangkalan barang bekas. Bibi Mathilda sedang berdiri di depan kantor Paman Jones.

"Seorang pria bernama Willard Temple menelepon, Jupiter. Ia meninggalkan pesan. Katanya pamannya telah berubah pikiran dan meminta maaf karena telah menyusahkan kalian. Aku tidak tahu apa artinya, hanya itu yang dipesankannya."

"Hm," gumam Pete. "Mudah-mudahan sekali ini ia tidak berubah pikiran lagi"

"Ya," tambah Bob, "aku ingin membuktikan bahwa kita ini detektif sejati yang dapat menolongnya mencarikan rajawalinya yang hilang."

"Bibi Mathilda," kata Jupiter lambat-lambat. "Apa bibi hari ini melihat orang yang mencurigakan di sekitar pangkalan? Mungkin seseorang yang memanjat tiang telepon?"

"Mencurigakan? Tidak," jawab Bibi Mathilda.

"Well, mungkin memang tidak mencurigakan," ujar Jupiter. Tapi apa Bibi melihat ada orang yang memanjat tiang telepon di belakang sana?"

Ia menunjuk ke arah tiang telepon penyangga kabel-kabel di pangkalan.

"Tidak." Bibi Mathilda menggeleng. "Cuma pekerja telepon, tentu saja."

"Kapan itu terjadinya, Bibi?" tanya Jupiter cepat.

"Sekitar sore tadi. Rasanya sebelum kalian pergi,. tapi aku tidak yakin betul. Apa perlunya mengingat kejadian semacam itu?"

Ketika Trio Detektif sudah berada jauh dari Bibi Mathilda, Pete menoleh pada Jupiter.

"Kenapa kau tadi menanyakan pekerja telepon itu, Satu?" -"Apa kauduga pekerja telepon itu sebenarnya bukan pegawai perusahaan telepon?" kata Bob.

"Mungkinkah dia orang yang mencoba menyelundup ke dalam pangkalan?"

"Mungkin, Bob," sahut Jupiter. "Namun, kita masih harus menunggu. Dan karena tidak ada yang bisa kita lakukan sampai Senin malam, aku usul kau berdua memikirkan masalah-masalah utama ini: Apakah laki-laki pengendara sepeda balap itu adalah si pemecah kaca? Dan kalau memang dia, apa alasannya? Juga, bagaimana dia seperti. bisa tahu tempat persembunyian polisi?."

"Apa hanya itu yang akan kaulakukan, Jupe?" tanya Bob.

"Ya, plus kunjungan ke Chief Reynolds. Karena Pete akan keluar kota, dan Paul sibuk, tidak banyak yang bisa kita lakukan."

-Ketika hari Senin tiba, Trio Detektif dan Paul sudah gatal ingin beraksi. Mereka berkumpul pagi-pagi sekali di kantor Trio Detektif. Sepanjang hari mereka mengatur siasat dan menjalankan Hantu ke Hantu. Kawan-kawan mereka diberi penjelasan yang terinci tentang si laki-laki bersepeda balap. Semua diminta menyebarkan tugas ini, dan mengawasi pengendara sepeda itu. Semua diminta untuk tetap berada di dalam rumah masing-masing kalau mungkin. Jangan sampai terlihat ketika mengawasi orang itu. Jupe kemudian menghidupkan mesin penjawab otomatis dan pengeras suara. Segala sesuatunya telah disiapkan untuk kegiatan malam itu.

Hari sudah mulai gelap sewaktu anak-anak berkumpul kembali di kantor setelah makan malam. Mereka duduk mengitari mesin penjawab otomatis. Jam delapan berlalu. Anak-anak menunggu dengan gelisah. Mereka berbicara dengan berbisik. Seakan-akan mereka khawatir ada orang yang menyadap pembicaraan mereka seakan-akan mereka ikut mengawasi sendiri dan terlibat aksi dalam Hantu ke Hantu yang tersebar luas di Rocky Beach. Delapan lima belas. Delapan tiga puluh...

Telepon berdering. Terdengar laporan pertama di pengeras suara.

"Laki-laki memakai helm, kacamata balap, headphone, dan ransel lewat di Olive Street blok 1400! Sebuah kaca mobil pecah! Aku tidak melihat orang itu melakukan apa-apa!"

Pete kecewa. "Ia tidak melakukan apa-apa!"

"Belum tentu," tukas Jupiter. Ia menggigit bibirnya. "Dia lewat di sana." Telepon berdering lagi.

"Di Olive Street blok 1300, orang bersepeda itu lewat Kaca mobil Ford abu-abu remuk! Pengendara sepeda itu tidak berhenti sama sekali!"

"Dia tidak berhenti!" seru Pete

"Tapi kaca-kaca jendela mobil pecah ketika dia lewat!" kata Bob.

"Jendela Mercedes biru remuk di Olive Street blok 1200! Pengendara sepeda itu lewat. Ia seperti mengambil sesuatu dari balik bajunya." Paul berkata, "Polisi patroli yang kuwawancarai bilang bahwa orang bersepeda itu seperti akan mengambil sesuatu ari bajunya."

"Mengambil apa?" seru Pete.

"Tunggu, dengarkan dulu!" sela Bob.

Jupiter buka suara, "Tidak akan terjadi apa-apa pada dua atau tiga blok berikutnya, Bob. Lihat saja!" "Laki-laki memakai kacamata balap, headphone dan. mengendarai sepeda balap baru saja lewat di Olive Street blok 1100. Tidak terjadi apa-apa sama sekali." .

Yang lain dengan melongo memandang Jupiter.

"Orang yang kaukatakan melaju dengan sepedanya di Olive Street blok 1000, tapi tidak terjadi apa-apa, Sobat!"

"Bagaimana kau tahu, Jupe?" kata Pete.

"Waktu aku datang ke kantor polisi hari Jumat yang lalu, aku tanya Chief Reynolds di mana malam ini polisi akan berjaga. Ia memberi tahu aku, di Olive Street blok 1000," Jupe menjelaskan. "Lagi-Iagi si pemecah kaca tahu di mana polisi berada!"

"Laporan dari Olive Street blok 900. Pria bersepeda itu baru saja lewat. Kurasa dia mengambil sesuatu dari balik bajunya. Dan sebuah kaca jendela pecah! Aku tidak dapat melihat lainnya!"

-"Apa yang disembunyikan di balik bajunya?" tanya Bob. Maksudku, benda apa yang dipakainya sehingga bisa dipakai memecahkan kaca?"

"Kalau ia melempar- sesuatu, mengapa mereka tidak melihatnya?" kata Paul dengan heran. "Mereka pasti akan melihat kalau dia melempar sesuatu, sekalipun dalam gelap."

"Pemuda bersepeda terlihat seperti makhluk ruang angkasa di Olive Street blok 800. Kaca mobil Cadillac remuk! Ia tadi seperti mengarahkan sesuatu pada Cadillac itu! Aku tidak tahu pasti. Dia mengayuh sepedanya cepat sekali. Tapi aku yakin dia tadi mengarahkan sesuatu!"

Bob menoleh pada Pete. "Dua, mana logam gepeng yang kautemukan di truk kecil Paul?"

"Ini." Pete mengambil potongan logam dari kantungnya. Diberikannya logam itu pada Bbb.

"Pantas saja!" Bob kegirangan. "Lihat gerigi-gerigi halus ini? Dan dulunya mungkin berongga? Kurasa aku tahu apa benda ini."

"Apa? Apa?" desak Pete.

"Peluru pistol angin!’ seru Bob. Ia memandang kawan-kawannya. "Ia menggunakan pistol angin untuk memecahkan kaca-kaca jendela mobil. Pistol berkekuatan besar!"

"Dari Olive Street blok 700. Pemuda bersepeda balap, berhelm, dan berkacamata balap lewat di samping Mercury hijau. Kaca jendela Mercury itu pecah. Tapi aku tidak melihat dia melakukan apa-apa!"

"Kurasa kau benar, Bob!" ujar Jupe dengan gembira. "Mudah sekali dia memecahkan kaca dengan pistol itu. Ambil dari balik baju, arahkan ke mobil, lalu tembak. Dan itu bisa dilakukannya dari atas sepeda yang berkecepatan tinggi sekalipun. Cuma beberapa detik, dan tidak bersuara. . Di malam hari perbuatannya akan sukar terlihat. Dan yang tertinggal hanyalah sepotong logam kecil yang tidak akan ditemukan kecuali kalau benar-benar dicari!"

"Kita sebaiknya menghubungi polisi!" seru Paul. "Sekarang ayahku tentu percaya padaku!"

"Ya," Jupe menyetujui. "Kita akan... Tidak, tunggu dulu! Kita tidak dapat memanggil polisi! Kita harus menangkap basah dia dulu!" "Kenapa, Jupe?" tanya Pete. "Chief Reynolds kan bilang..."

"Akan kujelaskan belakangan. Sekarang kita harus... "

"Jupiter, Bob, Pete! Polisi sudah berhasil menangkap laki-laki bersepeda yang memecahkan kaca-kaca mobil selama ini! Polisi menangkapnya di persimpangan antara Olive Street dan Chapala Street! Aku akan ke sana!"

"Ayo berangkat!" seru Bob.

"Sepeda terlalu lambat," kata Jupe. "Kita akan minta bantuan Hans atau Konrad untuk mengantar kita!"

"Maaf, Anak-anak" kata Paman Titus. "Hans dan Konrad pergi menganta Bibi Mathilda. Aku sendiri sedang menunggu telepon."

-"Aku dapat mengemudi," ujar Paul. "Aku bawa SIM-ku."

"Boleh ya, Paman Titus," pinta Jupiter.

"Boleh saja, kenapa tidak?" sahut Paman Titus.

Paul mengemudi dengan hati-hati menuju persimpangan Olive Street dan Chapala Street. Dengan bergairah, anak-anak melihat ke sekeliling tempat polisi menangkap si pengendara sepeda.

Tidak ada siapa-siapa di sana. ..

"D-i mana omg-orang itu?" Pete tergagap.

Persimpangan itu sangat lengang. Tidak ada yang terlihat. Bahkan tidak ada suara terdengar.

"Tidak ada siapa-siapa di sini," kata Bob dengan kecewa.

Paul berkata, "Jupe? Apa yang..."

"Tipuan!" tiba-tiba Jupe berseru. "Kita telah tertipu, Kawan-kawan. Sia- sia kita ke sini! Suara di telepon tadi bukan berasal dari kawan kita yang ikut dalam Hantu ke Hantu!"

-Bab 13 GAGAL!

-"TAPI kenapa, Jupe?" kata Pete.

Penyelidik Dua menyelidiki tempat sekitar itu. Ia masih mencari-cari barangkali ada bekas-bekas yang menunjukkan telah terjadi penangkapan di situ.

"Supaya kita tidak memanggil Polisi, tebak Jupiter, "atau supaya kita keluar dan kantor Trio Detektif sehingga tidak bisa mendengarkan laporan dari Hantu ke Hantu! Cepat, Paul, kita susuri Olive Street. Barangkali saja si pengendara sepeda belum sampai sini. Mungkin dia masih bersepeda di sepanjang Olive Street.

Paul membelokkan truk ke Ohve Street. Perlahan-lahan mobil dikendarainya di sepanjang daerah tempat tinggal yang sepi itu. Trio Detektif dengan perasaan waswas menatap ke sekeliling, mencari si pengendara sepeda balap itu.

"Cari kaca-kaca jendela yang pecah, Jupe menginstruksikan. "Aku sudah mencari, Satu," sahut Bob. "Sampai sekarang belum kutemui satu pun."

Paul terus menjalankan mobil perlahan-lahan.

-Mereka semua memasang mata, mencari kalau-kalau ada kaca jendela pecah atau pengendara sepeda balap.

"Itu di sana!" seru. Bob. "Jendela pecah!"

Mereka sudah sampai di Olive Street blok 600.

"Stop di sini, Paul," kata Jupiter.

Paul menghentikan kendaraan di samping mobil Buick besar. Jendela dekat setir Buick itu remuk. Jupiter memandang ke ujung Olive Street yang gelap.

"Ini satu blok sesudah kita mendengar laporan jendela pecah terakhir tadi," kata Penyelidik Satu.

"Tampaknya dia memecahkan satu jendela lagi sesudah kita keluar dari kantor, kemudian ia berhenti beraksi dan menghilang di persimpangn Chapala."

"Tapi, Jupe, apa yang membuat dia menghentikan perbuatannya?" tanya Pete.

"Mari kita kembali ke kantor," putus Jupiter.

"Mungkin Hantu ke Hantu memberi berita lebih banyak lagi."

Paul mengendarai truk secepat-cepatnya, kembali ke pangkalan di pinggir kota. Segera setelah berada dalam kantor, Jupiter menghidupkan mesin penjawab otomatis. Ia mengulang pesan yang tadi telah menipu mereka.

"Jupiter, Bob, Pete! Polisi sudah berhasil menangkap laki-laki bersepeda yang memecahkan kaca-kaca mobil selama ini! Polisi menangkapnya di persimpangan antara Olive Street dan Chapala Street! Aku akan ke sana!"

-Suara si penipu berhenti. Anak-anak menunggu pesan berikutnya yang tadi tidak sempat didengarkan.

"Dari Olive Street blok 600. Pengendara sepeda itu lewat di samping mobil Buick. Kaca mobil itu pecah berantakan! Tapi orang itu, tidak melakukan apa-apa. Dia cuma seperti menunjuk pada Buick itu."

"Pasti sulit melihat pistol angin itu dalam kegelapan," kata Paul.

Jupiter mengangguk. "Orang itu bersepeda dengan kencang di malam hari: Siapa bakal mengira kalau dia menembak jendela mobil dengan pistol angin? Orang yang mendengar, atau bahkan melihat, jendela pecah akan melihat pada jendela itu lebih dulu. Dan pada saat itu si pengendara sepeda sudah lenyap dan pandangan. Pistol air itu tersembunyi di balik tubuhnya, dan mungkin pistol itu hanya berada beberapa detik di tangannya. Detik berikutnya pistol tadi sudah tersimpan lagi di balik bajunya. Biarpun demikian, kawan-kawan kita telah melakukan tugas pengamatan mereka dengan baik."

"Dari Olive Street blok 500, Sobat-sobat. Orang bersepeda balap itu lewat di sini. Ciri-cirinya mirip. sekali dengan apa yang kalian jelaskan. Tapi tidak terjadi apa-apa! Tidak ada kaca jendela pecah."

"Ia masih di Olive Street saat itu," seru Paul, "tapi tidak menembak jendela lagi!"

Mereka menunggu pesan berikutnya. Mesin penjawab itu tidak mengeluarkan suara. Tidak ada pesan lagi yang terekam dalam mesin itu.

"Sampai di sinilah," kata Bob. "Ia lewat di blok 500. Dan setelah itu tidak seorang pun melihatnya lagi. Ia menghilang entah ke mana!"

"Apa yang terjadi, Jupe?" tanya Pete. "Kita sudah meminta anak-anak di seluruh kota untuk beraksi lewat Hantu ke Hantu. Mestinya kan, ada nak yang masih melihatnya berlalu, sekalipun dia tidak lagi memecahkan kaca."

"Ya, sekalipun dia membelok dari Olive Street," tambah Paul.

Jupiter menggigit bibir bawahnya. "Hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama, dia melepas semua perlengkapan yang dikenakannya sehingga orang-orang kita tidak lagi mengenalinya. Dan yang kedua, seseorang mengangkutnya naik ke sebuah mobil atau truk, lalu mereka pergi."

"Tapi kenapa, Jupe?" tanya Pete lagi. "Apa kaukira dia mengetahui bahwa Hantu ke Hantu mengawasinya?"

"Itulah," kata Jupe, "yang kelihatannya benar-benar terjadi." .

"Kok, bisa?" ujar Paul keheranan.

"Ia diberi tahu bahwa ia sedang diawasi, Paul! Ia diperingatkan. Jadi dia berhenti menembaki jendela, lalu menghilang."

"Diperingatkan?" Paul merasa ragu.

"Mungkin salah seorang kawan kita di Hantu ke Hantu kenal dia, lalu keluar untuk memperingatkannya," tebak Bob.

-Jupiter menggeleng. "Tidak seperti itu, Bob. Sekarang segala sesuatunya mulai menjadi terang. Ia tahu tentang kita sebagaimana ia tahu tentang di mana polisi berjaga-jaga untuk menangkapnya. Ada yang memperingatkannya. Dan itu adalah... headphone-nya!"

"Headphone?"

"Bukannya itu disambung dengan radio di ranselnya?"

"Itu pasti CB!"

"Atau radio dengan frekuensi khusus!"

"Paling tidak radio itu dapat menangkap pembicaraan polisi," ujar Jupiter. "Ketika aku bicara dengan Chief Reynolds Jumat yang lalu, aku tanya apakah dalam pengawasan itu polisi menggunakan komunikasi dengan radio antara mereka dengan markas pusat. Chief Reynolds mengiakan. Saat itulah untuk pertama kalinya aku sadar mengapa si pengendara sepeda selalu tahu di mana polisi berada - dia mendengarnya melalui radionya yang bisa menangkap gelombang yang dipergunakan polisi. Dan itu pula yang terjadi malam ini, tidak salah lagi! Ada orang yang menggunakan gelombang yang sama, yang memperingatkan bahwa dia diawasi oleh Hantu ke Hantu."

"Tapi, Jupe," protes Bob, suaranya terdengar gelisah, "hanya kita berempat yang tahu tentang Hantu ke Hantu malam ini."

"Betul," tambah Pete. "Mana mungkin si penipu yang mengibuli kita tadi tahu tentang Hubungan Hantu ke Hantu? Dan bagaimana dia bisa tahu nomor telepon kita?"

"Sini ikut aku, akan kutunjukkan jawabnya," kata Jupiter. "Bawa senter besar, dan kita perlu tangga panjang yang ada di bengkel kerjaku."

Beberapa menit kemudian Penyelidik Satu memimpin kawan-kawannya, yang menggotong tangga yang berat, menuju Kelana Gerbang Merah di pagar belakang. Jupe membuka selot di balik lubang, lalu membuka papan-papan itu. Ia berjalan ke arah tiang telepon penyangga kabel telepon yang masuk ke dalam pangkalan.

"Kau bisa kan, naik tangga ini sampai ke kotak telepon di tiang ini, Pete," Jupiter menginstruksikan.

"Naik tangga apa susahnya?" balas Pete. "Tapi, apa yang harus kulakukan di atas sana?"

"Kau buka saja kotak itu, lalu katakan apa yang kaulihat."

Dengan membawa senter besar, Penyelidik Dua yang atletis itu menaiki tangga dengan gesit. Dibukanya kotak telepon dan disenterinya isi kotak itu.

"Ada banyak kabel. Cuma kabel-kabel saja... Tidak! Sebentar! Ada sesuatu yang aneh di sini."

"Apa itu, Dua?" seru Jupe dari bawah.

Pete mendekatkan mukanya ke kotak telepon. Diamatinya dengan teliti isi kotak telepon "Aku tidak tahu apa namanya. Ada semacam logam terkait pada beberapa terminal. Maksudku, itu seperti dikaitkan pada kabel telepon kita. Harus kuapakan ini? Kucopot saja?"

-"Jangan!" seru Jupe. "Jangan sentuh. Kau turun saja, Dua."

Di tanah Pete mendongak melihat kotak telepon. "Itu penyadap telepon, kan? Pantas ada orang yang tahu tentang Hubungan Hantu ke Hantu, dan

memberi kita keterangan palsu itu. Jupiter mengangguk. "Hanya itu jawaban satu-satunya setelah aku berpikir lagi."

Bob melihat ke atas pada kotak telepon. "Tapi dari mana dia mendengarkan pembicaraan kita? Tidak ada kabel lain selain kabel-kabel telepon biasa. "

"Orang itu pasti memakai alat penyadap jarak jauh yang bisa mengirim sinyal melalui gelombang radio," kata Jupiter. "Kita berurusan dengan orang yang ahli elektronika."

11 ’Ya, orang yang mengawasi kita semua dengan matanya yang tajam," ujar Bob. .

"Maksudmu, dengan kupingnya yang tajam, kan Bob?" kata Pete sambil nyengir.

Kawan-kawannya memandang dengan kesal pada Pete. Mereka kembali ke Kelana Gerbang Merah, meninggalkan Pete sendirian dengan tangga itu.

"He, tunggu! Tangganya! Masa begitu saja kesal aku kan cuma bercanda!"

Kawan-kawannya berhenti. Mereka berpaling.

"Kau bisa serius sekarang?" kata Bob.

"Oke, oke," janji Pete.

"Sambil tertawa-tawa, ketiga anak itu kembali untuk membantu Pete mengangkat tangga. Pete dan Bob mengembalikannya ke bengkel kerja Jupe. Mereka lalu menyusup melalui lorong Dua ke dalam karavan yang tersembunyi itu. Jupiter dan Paul sedang mendengarkan mesin penjawab otomatis.

"Jupiter, Bob, Pete! Polisi sudah berhasil menangkap laki-laki bersepeda yang memecahkan kaca-kaca mobil selama ini! Polisi menangkapnya di persimpangan antara Olive Street dan Chapala Street! Aku akan ke sana!"

"Ada yang kenal suaranya?" tanya Jupiter.

"Aku tak yakin," kata Bob. "Seperti ada... "

"Suara itu seperti dibuat-buat untuk mengelabui kita," ujar Paul. "Seperti logat orang Asia," tebak Pete.

"Ya," Jupe menyetujui, "seperti yang dijelaskan kawan Worthington di agen penyewaan mobil. Orang yang menelepon kawan Worthington itu menanyakan alamat kita. Mungkin dia orang yang menjadi si pengacau minggu lalu. Dan aku berani bertaruh bahwa dia juga orang yang dilihat Bibi Mathilda di tiang telepon Kamis lalu. Itu saat yang paling mungkin baginya untuk menyadap telepon kita."

"Siapa dia?" tanya Pete. "Maksudku, apa maunya dia? Kenapa dia mengawasi kita?"

"Wajarnya dia kawan dari si pemecah jendela itu," Paul mengira-ngira.

Jupiter menarik bibir bawahnya. "Mereka tampaknya memang bekerja sama."

"Tapi apa arti semua itu?" kata Bob. "Mengapa mereka memecahkan kaca-kaca jendela mobil? Pistol air, elektronika, radio penangkap gelombang polisi, penyadap telepon? Mengapa harus susah-susah begitu hanya untuk memecahkan jendela saja?"

"Mesti ada alasan tersendiri untuk itu," kata Pete. "Ada sesuatu yang sangat penting yang dapat diperoleh dengan pecahnya kaca-kaca itu."

"Barangkali sebenarnya ia cuma mau mencuri uang logam kuno milik Jarvis Temple," kata Paul. "Uang logam yang berharga seperempat juta dolar adalah alasan yang sangat masuk akal."

"Jupe?" kata Bob. "Bagaimana menurutmu?"

Pemimpin Trio Detektif itu sedang duduk di batik mejanya. Ia mempelajari kembali paku-paku payung di peta. Ia menghela napas.

"Mungkin ada alasan yang belum dapat kita temukan," katanya, "tapi itu tidak jadi masalah lagi sekarang. Kasus ini telah selesai."

Ketiga kawannya menatap Penyelidik Satu. Mereka terdiam. Jupiter balas menatap mereka.

"Ia telah hilang," katanya dengan perasaan gundah. "Kita telah kehilangan yang kita buru itu."

Dalam karavan yang tersembunyi itu, keempat anak itu duduk dengan lesu.

"Kita tahu bahwa orang bersepeda balap itu adalah pelaku perbuatan ini," Jupiter melanjutkan, "tapi kita tidak tahu siapa dia! Kita tidak tahu siapa namanya, atau apa pun tentang dia, atau bagaimana wajahnya di balik helm dan kacamata balapnya. Kita sama sekali belum pernah melihat wajahnya! Dan sekarang dia hilang. Ia tahu bahwa gerak- geriknya telah terdeteksi. Jadi dia tidak akan muncul untuk memecahkan kaca lagi."

Pete menggumam. ."Jupe benar. Kita tahu dia adalah pelakunya, tapi kita tidak dapat menangkapnya."

Jupiter mengangguk dengan Ie mas. "Kita sudah menyelesaikan kasus ini, tapi kita tidak dapat membuktikannya pada siapa-siapa."

Anak-anak duduk dengan membisu selama beberapa saat. Kemudian Pete melihat jam di dinding.

"Hari sudah larut," katanya. "Sebaiknya kita pulang saja sekarang."

Bob mendesah. "Ya, pulang saja. Dia pasti tidak akan memecahkan jendela lagi. Benar, kasus ini selesai sudah."

"Sekarang ayahku tidak akan percaya lagi padaku," desah Paul.

-Bab 14 BALASAN JUPITER

-KETIKA sarapan esok paginya, ayah Paul menatap anaknya dengan pandangan tidak percaya.

"Laki-laki bersepeda balap memakai helm, kacamata balap, headphone, dan ransel? Menembak jendela-jendela mobil dengan pistol angin?"

"Benar, Daddy! Jupiter dan kawan-kawannya telah membuktikannya tadi malam."

Paul menceritakan tentang si pengendara sepeda dan Hubungan Hantu ke Hantu.

"Hubungan Hantu ke Hantu?" mata Mr. Jacobs melebar.

Paul menjelaskan bagaimana Hantu ke Hantu mula-mula menunjukkan pada anak-anak bahwa jendela-jendela berpecahan di seluruh Rocky Beach, bukan hanya truk kecil mereka. Dan Juga diceritakan -bagaimana Hantu ke Hantu menunjukkan siapa pelaku perbuatan itu sesungguhnya.

Ayahnya mengangguk-angguk ketika mendengarkan. Keraguan di mukanya berubah menjadi penghargaan.

"Komentarku, Paul, itu benar-benar ide cemerlang. Hantu ke Hantu, hmm? Nama yang cocok," kata Mr. Jacobs sambil tertawa. "Jadi, apa yang dijelaskan orang itu ketika ditangkap polisi?"

"Kami... kami belum memberi tahu polisi."

"Belum memberi tahu polisi?" Dahi Mr. Jacobs berkerut. "Mengapa belum? Apa kalian ingin menangkap orang itu sendiri?"

"Tidak, Dad," sahut Paul.

"Kalau begitu, kenapa?"

"Kami... kami belum tahu siapa dia," kata Paul dengan sedih. "Maksudku, kami belum tahu siapa namanya, atau di mana tinggalnya, atau seperti apa rupanya tanpa helm dan kacamata balap."

"Kau belum tahu siapa dia?" Mr. Jacobs melotot mendengar kata-kata anaknya.

"Ia telah kabur sebelum kita berhasil menangkapnya, Dad! Tapi kami akan segera mengetahui siapa dia! Maksudku... mudah-mudahan." .

"O, begitu," kata Mr. Jacobs. Ia kembali menyantap sarapannya. "Jadi Paul, kauingin diizinkan mengemudi truk lagi. Kau sudah melakukan tugas menjaga toko dengan baik sewaktu aku pergi. Tapi truk itu tetap tidak boleh kaukendarai sebelum kau menceritakan apa sebenarnya yang membuat kaca jendelanya pecah."

Dengan putus harapan Paul menghabiskan sarapannya. Kemudian ia memutuskan untuk mengendarai sepeda tuanya ke pangkalan barang bekas. Barangkali Jupiter, Bob, dan Pete sudah punya cara untuk memperoleh keterangan tentang si pengendara sepeda balap. Dia sendiri belum punya ide tentang itu. Ia sudah jungkir balik memikirkan hal itu semalaman. Tapi paginya belum juga menemukan cara yang tepat.

Ketika Paul tiba di pangkalan, ia menjumpai Bob dan Pete di bengkel kerja Jupe.

"Di mana Jupiter?"

"Pertanyaan yang baik," sahut Pete.

"Ia tidak di sini, Paul," Bob menjelaskan. "Kita menunggu di dalam kantor hampir sejam, tapi dia tidak muncul."

"Kita pergi ke kantor Paman Titus, tapi hanya Konrad yang ada di sana. Dan Konrad tidak tahu ke mana Jupe pergi," kata Pete.

"Katanya mungkin Jupe pergi bersama Paman Titus," tambah Bob.

"Jadi kita menunggu saja di luar sini." Pete mengangkat bahunya. Menunggu di dalam membuat kita merasa makin tidak enak."

"Apa di antara kalian ada yang sudah menemukan cara untuk mendapat keterangan tentang laki-laki bersepeda balap itu?"

Kedua detektif muda itu menggeleng dengan sedih. Lalu ketiga anak itu duduk sambil berdiam diri. Setengah jam berlalu. Jupiter masih belum muncul. Kemudian truk Paman Titus masuk ke pangkalan. Mereka semua berdiri dengan penuh harap. Tapi hanya Paman Titus dan Hans yang keluar. Anak-anak bergegas lari mendatangi Paman Titus.

"Di mana Jupe, Mr. Jones?" tanya Bob.

"Aku tidak melihatnya sejak semalam, Anak-anak," jawab Paman Titus. "Ia lemas sekali tadi malam, bahkan ia langsung tidur tanpa makan malam dulu! Dan pagi ini ia sudah menghilang sebelum aku bangun. Kurasa ia juga tidak sarapan pagi ini."

"Tidak makan sejak tadi malam?" ujar Bob keheranan.

"Tidak sarapan?" Pete setengah tidak percaya.

"Ke mana perginya dia?" tanya Paul.

"Aku juga tidak tahu," sahut Paman Titus. "Tapi kalau kalian melihatnya, tolong kasih tahu aku. Bibinya kuatir sekali melihat keadaannya."

Anak-anak mengiakan. Dengan lunglai mereka kembali ke bengkel kerja Jupe.

"Sedang apa dia?" kata Paul pada kedua detektif muda.

"Mungkin dia sedang enggan berada di sekitar kantor kita," kata Bob.

Pete mendesah. Paul melihat pintu gerbang dengan sedih. Hans dan Konrad sedang menurunkan barang-barang yang baru dibeli Paman Titus. Bob bertopang dagu pada meja kerja.

Tahu-tahu, entah dari mana, terdengar seruan, "He, mengapa kalian lesu begitu? Kita kan punya misteri yang harus dipecahkan! Apa kalian sudah lupa tugas kalian?"

"Jupe!" seru Pete.

"Di mana dia?" Paul melihat ke sekeliling bengkel kerja.

"Di sana!" Bob menunjuk pada sebuah interkom yang baru dipasang Jupe. "Ia ada di dalam karavan! Ayo!"

-Bob dan Pete segera menyelusup ke dalam Lorong Dua. Mereka baru ingat bahwa Paul terlalu besar untuk lorong itu. Dengan tergopoh-gopoh mereka keluar lagi. Dan mereka masuk ke dalam karavan melalui pintu Gampang Tiga. Pete telah memakai kunci besi berkarat untuk membuka pintu.

Dalam sekejap mereka sudah berada di dalam kantor Trio Detektif Jupiter duduk di belakang mejanya sambil tersenyum jail. Di hadapannya tergelar peta yang penuh dengan paku-paku payung berwarna-warni.

"Dari mana saja kau, Jupe?" tanya Bob. "Dari tadi kau kutunggu-tunggu!"

"Oh, aku cuma jalan-jalan," kata Jupe seadanya.

"Paman Titus bilang kau kelihatan lesu tadi malam," kata Pete. "Tapi sekarang kau nampak gembira sekali."

"Lesu?" tukas Jupe. "Buat apa aku lesu kalau di depan mataku ada sebuah kasus yang sangat menantang yang harus kuselesaikan?" "Jadi?" ketiga anak itu bertanya serempak.

Mata Jupe bersinar-sinar. "Sebenarnya, aku mendapat solusinya dari kalian semua tadi malam, tapi aku terlalu suntuk sehingga sulit berkonsentrasi. Tengah malam aku bangun karena perutku keroncongan, dan baru saat itu aku sadar apa yang sebelumnya Bob katakan dan kalian setujui."

"Apa itu?" tiga anak itu bertanya berbarengan lagi.

-"Bahwa kita harus menemukan mengapa orang itu memecahkan jendela- jendela?" Penyelidik Satu menjelaskan dengan bersemangat. "Kalian benar. Yang harus kita lakukan sekarang ialah menemukan alasan yang menyebabkan ia memecahkan kaca-kaca itu. Dan segera kita akan tahu jawabnya."

Tiga pendengarnya duduk tanpa berkata-kata Mereka saling berpandangan. Kemudian mereka menoleh pada Jupe lagi.

"Aku tidak mengerti, Satu," kata Bob terus terang.

Paul mendesah. "Sekalipun aku tahu sebabnya pasti akan ada banyak orang yang dicurigai.

"Tidak," tegas Jupe. "Tidak begitu, Paul. Sekali kita berhasil menemukan alasannya, kita akan dapat menentukan lokasi yang paling mungkin untuk mencari si perusak kaca itu."

"Aku masih belum yakin," komentar Pete. "Tapi Jupe biasanya benar. Mari kita coba saja. Mengapa pengendara sepeda itu memecahkan jendela-jendela mobil? Barangkali karena dia benci kaca-kaca jendela!" "Atau dia tidak suka melihat mobil," kata Bob "Mobil yang dilihatnya akan dirusaknya."

"Tidak." Jupiter menggeleng. "Dalam hal itu mengapa ia hanya merusak satu jendela mobil dalam satu blok, padahal ada beberapa mobil yang diparkir dalam blok itu. Dan buat apa ia mengatur mobil-mobil di daerah mana yang akan dirusaknya. Kupikir ia berusaha agar tidak menarik perhatian, untuk memberi kesan bahwa pecahnya kaca itu hanya kecelakaan kecil."

"Kalau begitu, bagaimana dengan pemuda berandal yang hati-hati," usul Paul. "Maksudku, ia suka merusak kaca jendela, tapi tidak mau tertangkap. "

"Pemuda berandal tidak akan bertindak secermat itu, Paul," sanggah Jupiter. "Mereka biasanya bertindak spontan, kasar dan kurang perhitungan. Karena itu mereka mudah dilacak gerak-geriknya."

"Benar juga, ya, kata Paul. "Yang ini kan rumit dan teratur rapi."

"Tepat, Paul," sahut Jupe. "Si pemecah kaca merencanakan dengan teliti untuk menyembunyikan apa yang terjadi dan untuk melindungi dirinya. Pemuda berandal biasanya malah ingin supaya dirinya diketahui orang lain. Memang mereka juga tidak ingin ditangkap, tapi mereka ingin agar orang lain tahu siapa mereka."

"Oke," ujar Bob, "bagaimana kalau balas dendam, Satu?"

"Pada siapa, Bob?"

"Pabrik mobil. Siapa tahu dia benci pada mobil Ford atau Toyota atau pabrik mobil lainnya." "Kalau begitu mestinya kan mobil yang dirusaknya semua mereknya sama. Nyatanya berbagai merek mobil dirusak. Di samping itu, kenapa cuma Jendelanya yang dipecahkan? Kenapa tidak sekalian saja kerusakan yang lebih serius?"

-"Lagi pula," tambah Pete, "yang ingin dirusaknya bukan mobil yang sudah dijual,tetapi mestinya mobil yang masih dimiliki pabrik itu,"

"Oke," lanjut Bob, "mungkin balas dendam pada beberapa pemilik mobil."

"Terlalu banyak mobil yang terlibat, Bob Tidak mungkin si pengendara sepeda punya urusan dengan sekaligus ratusan orang."

"Bagaimana kalau orang iseng saja," coba Pete.

"He, orang ini tidak bertingkah laku seperti orang iseng," tukas Paul.

Pete menghela napas. "Iya, ya. Bodoh benar aku ini."

"Jupe?" kata Bob. "Mungkin ada kaitannya dengan rajawali ganda? Barangkali semua ini dimaksudkan untuk menutupi pencurian itu. Bisa saja kan, dia memecahkan semua kaca jendela itu untuk menutupi maksud yang sebenarnya, yaitu untuk mencuri satu rajawali ganda yang mahal itu. "

" Jupiter mengangguk sambil berpikir. "Aku juga sudah mempertimbangkan hal itu, tapi kenyataan bahwa tidak ada benda lain yang dicuri menghapus kemungkinan ini. Kalau orang itu memang mau menutupi pencurian rajawali ganda, dia akan mencuri beberapa benda lain dari beberapa mobil yang lain pula. Dengan demikian maksudnya untuk mencuri rajawali itu akan tersembunyi. Padahal sekarang kita menjumpai hanya ada satu pencurian dalam sekian banyak Kasus pemecahan kaca mobil." -"Kalau begitu..." Pete berpikir keras.

"Mungkin..." kata Paul. . .

"He, aku pikir," sela Bob. Kemudian la berhenti. Kepalanya digeleng- gelengkan. "Aku tidak tahu lagi Satu."

"Ah, aku yakin kita semua akan menemukan sebabnya kalau kita benar- benar memikirkannya. Ada banyak kemungkinan, tapi hanya ada satu yang paling mungkin - seperti yang telah dikatakan Pete semalam."

"Aku?" Pete tercengang. "Kapan aku bilang itu?" .

"Sewaktu kau mengatakan bahwa akan ada sesuatu yang diperoleh si pemecah kaca dengan merusak jendela-jendela mobil. Kawan-kawan, siapa yang akan mendapat untung dari pecahnya kaca-kaca itu?"

Ketiga kawannya melongo.

"Untung?" kata Paul. "Mana ada orang yang untung dengan pecahnya kaca itu."

Pete hampir berteriak. "Ada! Orang yang membuat kaca jendela mobil!"

"Tidak," seru Bob, "bukan yang membuat kaca, tapi yang memperbaiki kaca jendela! Orang yang mengganti kaca itu dengan kaca jendela yang baru." .

"Tepat, Bob." Mata Jupiter bersinar-sinar lagi. "Orang yang mengganti kaca itu adalah satu satunya pihak yang akan meraup keuntungan dan kejadian ini."

Paul menyela, "Tapi Jupe, hampir semua bengkel mobil dapat memperbaiki kaca jendela mobil. Ada banyak bengkel mobil di sini. Kurasa keuntungan yang masing-masing mereka peroleh tidaklah besar."

"Itu telah mengganjal pikiranku juga, Paul," Jupiter menyetujui. "Karena itu aku bangun pagi-pagi dan mendatangi beberapa bengkel mobil. Aku tanyakan di mana mereka memperoleh kaca jendela untuk memperbaiki mobil yang kacanya pecah. Beberapa memesan. dari Los Angeles atau langsung dari pabriknya. Tapi sebagian besar memperolehnya dari dalam kota. Dan, Kawan-kawan, hanya ada satu perusahaan di Rocky Beach yang menjual kaca-kaca jendela mobil - Margon Glass Company!"

-Bab 15 SIAPA DIA?

-MARGON GLASS COMPANY mempunyai sebuah gedung bercat. tembok kuning dan tiga buah bangunan gudang di belakangnya, seluruhnya dikelilingi pagar kawat yang tinggi. Tempat itu terletak di pinggir kota Rocky Beach, kira-kira satu mil dari Pangkalan Jones. Ada sebuah gerbang di samping untuk truk pengantar barang dan karyawan. Gerbang depan khusus diperuntukkan bagi para tamu dan langganan. Dua tempat pengangkat mobil terdapat di belakang bangunan kuning. Tempat parkir karyawan hanya setengah terisi, tetapi pelataran parkir untuk langganan penuh sesak.

"Kau pikir si pemecah kaca adalah pemilik perusahaan ini?" tanya Bob. "Belum tentu, Bob," sahut Jupiter.

Tersembunyi di balik sebuah pohon tua, keempat anak itu bertiarap pada sebuah bukit kecil dekat jalan dan daerah Margon Glass Company. Sepeda mereka dikunci di kaki bukit, di sisi yang berlawanan dengan bukit itu..

"Boleh jadi itu perbuatan seorang penjual yang ingin mendapatkan komisi yang lebih besar," sambung Jupe sambil mengamat-amati kegiatan di bawah, "atau manajer penjualan yang ingin meraih prestasi yang baik. Atau beberapa pekerja yang takut kehilangan pekerjaannya kalau perusahaan ini bangkrut."

"Jadi bagaimana kita dapat menemukan dia," kata Paul, "kalau kita tidak tahu seperti apa orangnya. "

"Kita tahu dia berbadan tinggi, kurus, dan mungkin masih muda - tidak banyak orang tua yang mengendarai sepeda balap bergigi sepuluh dengan pakaian seperti itu. Tidak akan banyak pekerja Margon Glass Company yang memenuhi kriteria itu."

Dari atas bukit, anak-anak mengawasi kegiatan di perusahaan itu selama lebih dari satu jam. Gedung utama tidak menghadap ke jalan, tetapi ke pelataran parkir untuk langganan. Kesibukan masih terlihat di sana.

"Mengapa banyak benar langganan yang datang ke sini?" tanya Pete.

"Hampir tidak ada perusahaan gelas besar seperti ini lagi," Paul menjelaskan. "Segala macam peralatan rumah tangga yang terbuat dari gelas bisa diperoleh di sini-cermin, kaca, lampu, perhiasan, dan sebagainya."

Pada tembok depan bangunan kuning itu terdapat jendela-jendela besar. Melalui jendela itu anak-anak dapat melihat kesibukan di dalamnya. Di pelataran belakang dua orang pria menurunkan barang-barang dari truk dan memasukkannya ke dalam gudang. Beberapa kali seorang laki-laki pendek mondar-mandir dari belakang bangunan utama ke gudang. Setiap kali keluar dari gudang, ia membawa sebuah bungkusan coklat tipis dan lebar berisi selembar kaca.

"He," kata Paul, "tidak ada seorang pun yang mirip dengan si pengendara sepeda balap."

"Ya, bukan mereka pasti," Jupe mengakui.

"Mungkin ia berada di dalam kantor atau di gudang belakang. Atau ia seorang salesman yang sering keluar tempat ini."

Beberapa saat kemudian, sebuah truk besar keluar dari garasi ke pelataran belakang melalui gerbang samping. Isinya dua orang. Satu mengemudi, dan yang satunya turun lalu mulai menaikkan barang-barang ke truk itu - sebuah truk khusus yang dirancang untuk mengangkut lempengan-lempengan gelas yang lebar. Orang itu menggunakan forklift untuk mengangkut kotak-kotak pipih lebar yang berisi kaca-kaca ke truk itu. Beberapa bungkusan yang kecil dan tipis ditenteng saja oleh laki- laki pendek tadi.

"Sekarang apa yang kita perbuat, Jupe?" tanya Bob. "Hanya melihat dan menunggu?"

"Tidak, aku ingin mendapat gambaran dulu tentang pola kegiatan di sana," sahut Penyelidik Satu: "Truk besar itu sudah jelas mengantar kaca-kaca dari pabriknya. Truk-truk lain yang lebih kecil akan mengantar barang-barang itu ke bengkel-bengkel. Kurasa mereka akan segera berangkat. Kadang-kadang orang yang pendek itu membawa selembar gelas dari gudang ke dalam gedung utama, tapi ini tentu tidak cukup untuk melayani langganan yang berjubel seperti itu. Jadi kuanggap sebagian barang yang kecil disimpan di bangunan utama. Tidak ada orang lagi keluar dari udang untuk menolong, jadi mungkin memang tidak ada orang di gudang. Kalian setuju dengan pengamatanku?"

"Kedengarannya pas bagiku, Satu," sahut Pete.

Bob dan Paul mengangguk tanda setuju.

"Bagus," kata Jupiter. "Aku sarankan kita menunggu sampai truk-truk kecil pergi mengantar barang-barang itu. Dengan begitu gudang-gudang akan kosong, dan sedikit kemungkinan orang akan masuk ke dalam gudang. Paul dan aku akan masuk ke bangunan utama sambil mengamati siapa yang bekerja di sana. Pete dan Bob akan. menyelidiki di belakang dan mencari bukti-bukti tentang si pengendara sepeda di sekitar gudang itu. Di dalam bangunan kuning aku dan Paul akan mencoba menyibukkan orang-orang untuk memberi kesempatan pada Pete dan Bob."

"Kok, aku dan Bob yang selalu mendapat bagian yang sulit?" protes Pete.

"Karena yang paling baik adalah orang yang sudah punya Surat Izin Mengemudi untuk berada di dalam bangunan utama," jawab Jupe. "Dan aku, sejauh ini aktor yang terbaik di antara kita. Dan akal sehat saja akulah yang paling ahli untuk mengajak bicara dan membuat sibuk orang- orang di dalam kantor."

Bob meringis. "Dia benar, Pete."

"Yah, seperti biasanya," desah Pete.

Orang di atas forklift masih melanjutkan memuati dua buah truk kecil selama setengah jam berikutnya. Kemudian ia naik ke truk kecil dan mengendarainya ke luar pelataran. Gerbang samping dibiarkannya terbuka. Beberapa saat kemudian pria bertubuh pendek naik ke truk yang satu lagi. Ia meluncurkan truk itu ke luar, mengikuti truk kecil. yang pertama."

"Sekarang, Bob dan Pete," kata Jupiter. "Ingat, kita mungkin berurusan dengan penjahat yang berbahaya. Kalau ada di antara kalian yang memperoleh bukti bahwa si pengendara sepeda ada di sini, beri kode tanda tanya dengan kapur di depan gudang yang paling kecil. Paul dan aku akan segera kembali ke kantor Trio Detektif untuk memanggil Chief Reynolds sementara kau berdua berjaga-jaga di sini."

Bob dan Pete berlari-lari menuruni bukit menuju gerbang samping yang masih terbuka. Paul dan Jupiter menuruni bukit dan mengambil jalan memutar! Mereka berjalan dengan santai lewat gerbang depan, dan masuk ke dalam toko Margon Glass Company. .

Empat orang langganan berdiri di depan meja toko yang dilayani oleh tiga orang pelayan toko. Di balik meja, rak-rak dipenuhi oleh hiasan gelas dan perabotan-perabotan gelas lainnya. Di sebelah kanan terlihat pemandangan ke arah gudang-gudang. Ke sebelah kiri sebuah dinding kaca memisahkan toko dengan kantor. Tiga wanita dan empat pria nampak sedang berada di kantor.

Jupiter dan Paul berdiri di belakang salah seorang langganan. Mereka mempelajari ketiga pelayan toko itu. Yang pertama agak tua dan gemuk, yang kedua berbadan tinggi tapi tidak muda lagi, dan yang satu lagi masih muda, kurus, tinggi, dan atletis. Paul menyenggol Jupiter dan memberi tanda ke arah penjual yang muda. Jupiter mempelajarinya sambil mengira-ngira.

Melalui kaca pemisah Jupiter dapat melihat bahwa ketiga wanita di kantor itu semuanya masih muda, tapi hanya satu yang ramping namun tidak begitu tinggi. Dari empat pria yang dilihatnya, satu bertubuh tinggi, setengah umur dan duduk sendiri dalam ruangan terpisah dengan tulisan, J. Margon, Presiden Direktur, di pintunya. Dua lainnya tidak ada yang tinggi. Dan yang keempat, meskipun tinggi dan kurus, sudah tua. Ia duduk di balik meja besar. Matanya mengawasi setiap orang.

"Jupiter!"

Itu suara Paul memberi peringatan. Salah seorang dari pelayan toko sudah selesai melayani seorang langganan. Tapi dia tidak menunggu Paul dan Jupe. Ia berjalan ke pintu samping yang menuju pelataran belakang!

-Bab 16 NYARIS!

KETIKA melihat Paul dan Jupiter menyeberangi jalan, Bob dan Pete menunggu beberapa menit di gerbang samping. Kemudian mereka berlari cepat ke arah deretan gudang. Tidak ada orang di sekitar situ. Hanya ada satu jendela di dinding belakang bangunan utama, pada bagian toko. Dan semua pintu dari bangunan utama tertutup. Kedua anak itu menyelinap ke dalam gudang pertama.

Kerangka besi menjadi penopang utama atap gudang yang berupa seng bergelombang. Di dalamnya terjajar deretan rak yang menyimpan kotak- kotak kayu berisi piring-gelas serta lembaran-lembaran kaca terbungkus kertas coklat yang tebal. Bob dan Pete memasang telinga untuk meyakinkan bahwa tidak ada orang lain di sana. Hanya keheningan yang ada. .

Kedua anak itu bergerak cepat menyusun deretan rak itu. Mereka mencari tanda-tanda yang menunjukkan adanya si pengendara sepeda balap di sana. Ada beberapa tempat tersembunyi di gudang itu. Di beberapa tempat dindingnya bolong. Rak-rak panjang diisikan ke dalam tempat kosong itu hingga penuh.

Bob melongok ke bawah setiap rak. Pete mengecek di belakang semua rak. Mereka tidak menemukan apa-apa. Di bagian belakang gudang terdapat sebuah. kamar yang kecil. Tempat itu sekarang digunakan untuk menyimpan kotak-kotak berisi gelas-gelas yang tebal. Sebuah lemari di kamar itu kosong.

Kembali ke bagian depan gudang itu, dua penyelidik itu mengintip ke pelataran parkir di depan gudang. Mereka mendengar suara mobil datang dan pergi dari arah pelataran parkir tamu. Tapi tidak ada truk atau mobil memasuki pelataran parkir belakang.

"Aman," kata Pete.

Mereka berlari melintasi pelataran yang terbuka menuju gudang kedua.

"Pete!" Bob tergagap

Pintu belakang bangunan utama membuka!

Jupiter melangkah cepat ke ujung meja tempat pelayan toko itu hendak pergi ke pelataran parkir belakang.

"Maaf, mengapa Anda meninggalkan kami? Urusan kami sangat mendesak. Kami sudah dari tadi menunggu. Cepatlah, waktu adalah uang."

Pelayan itu mendorong pintu hingga terbuka. "Aku akan segera kembali, Nak."

"-He, sopanlah sedikit," sengit Jupiter. "Aku lebih suka dipanggil dengan Sir. Dan aku ingin segera memperoleh sebuah kaca jendela baru untuk mobil Rolls-Royce-ku sehingga Paul ini dapat memasangnya dan mengantarkan aku ke Los Angeles dengan segera. Kalau Anda terlalu sibuk untuk melayani aku, aku tak segan-segan melaporkan hal ini pada pemilik perusahaan ini."

Dengan tangannya masih memegang gagang pintu yang setengah terbuka, pelayan itu bimbang.

"Ayo, jangan buang-buang waktuku," desak Jupiter dengan gaya pongah, "aku tidak main-main. Haruskah aku bicara langsung dengan pemilik perusahaan ini? Mr. Margon, kan? Aku kira Ayah punya urusan bisnis dengan Mr. Margon, bukan begitu, Paul?"

Mukanya yang bundar terlihat sangat sombong. Penyelidik Satu menoleh pada Paul, yang sedang berusaha menahan tawanya. Dengan berusaha keras Paul menyembunyikan senyumnya. Ia mengikuti sandiwara yang dimainkan Jupe.

’"Ya, Anda benar, Tuan Jones," katanya meniru-niru gaya seorang sopir pada majikannya.

Pelayan itu tidak dapat mengelak lagi. Ditutupnya pintu. Dan ia kembali ke meja untuk melayani Jupiter.

"Ngng," gumam pelayan itu, "aku tak yakin apa kita punya kaca jendela Rolls-Royce."

"Kau harus punya," Muka bundar Jupiter memancarkan kekesalan yang amat sangat.

Pelayan itu pucat "M-mungkin kami punya. Akan kuperiksa dulu di belakang."

-"Nah, begitu kau seharusnya." Jupiter berlagak baik hati. "Modelnya 1937 Silver Cloud"

Pelayan toko itu tergagap. Ia mengangguk, lalu pergi ke deretan rak di belakangnya sambil menggumamkan nama model itu.

-Di tengah-tengah pelataran parkir yang diterangi Sinar matahari, Bob dan Pete berdiri kaku ketika pintu belakang bangunan utama terbuka.

Kemudian perlahan-lahan pintu itu tertutup lagi.

Pete menghela napas.

"Cepat," kata Bob. "Kita ke gudang berikutnya sebelum ada orang keluar."

Mereka berlari sekencang-kencangnya. Dalam sekejap gudang kedua sudah dimasuki. Gudang yang ini memiliki susunan yang sama dengan gudang sebelumnya. Rak-rak berjejer dari depan sampai belakang. Tapi di sini rak-rak itu berisi jendela, cermin, pintu kaca, dan benda-benda spesial lainnya.

Kedua anak itu mengulangi pencarian mereka di antara deretan rak. Lagi-lagi mereka tidak menemukan apa-apa. Kembali ke pintu depan, mereka mengintip ke luar. Masih aman. Dengan kencang mereka berlari lagi menuju gudang ketiga yang paling kecil di antara ketiga gudang itu. Di sini dalam cahaya yang remang-remang rak-rak diisi dengan perhiasan untuk jendela dan pintu kaca, serta panel-panel gelas. Di tengah- tengahnya terdapat peralatan untuk memotong kaca.

Bob segera menyelidiki barisan rak sebelah kiri, Pete sebelah kanan. Mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Sebuah kamar yang dibentuk dengan sekat-sekat t di bagian belakang gudang t berisi barang-barang kebutuhan rumah tangga - sabun cair, tisu, lap, cangkir, gelas plastik t dan handuk.

"Bob!"

Pete menemukan sebuah kain kanvas di atas beberapa kotak di bagian belakang kamar itu.. Ia mengangkatnya. Di bawahnya tersandar ke dinding, nampak sebuah sepeda balap bergigi sepuluh.

"Apa ini miliknya?" Penyelidik Dua bertanya-tanya.

"Aku tidak dapat memastikan," kata Bob dengan ragu. "Malam itu sangat gelap aku tidak dapat mengenali warna sepedanya."

"Sadel ini cocok untuk ukuran orang berbadan tinggi," kata Pete.

Penyelidik Dua melangkah mundur. Ia menyandar pada sebuah kotak besar bertuliskan merek tisu. Hampir saja ia terjatuh ketika kotak itu tergelincir dari tempatnya. Bob memandangi kotak itu menggelinding.

"He, kotak itu ringan sekali," katanya. "Tapi sepertinya ada isinya. Mari kita cek."

Mereka membuka kotak itu. Di dalamnya mereka temukan sebuah helm, kacamata balap, sebuah ransel berisi radio, headphone, baju balap kuning, celana balap hitam, dan sepasang- sepatu khusus untuk bersepeda balap.

-Jupiter mempertahankan sikap angkuhnya ketika pelayan toko itu kembali. .

"Tidak ada kaca untuk Rolls-Royce," kata pelayan itu. "Kami bisa mencarikannya untuk Anda, tapi kami perlu waktu dua minggu."

"Itu keterlaluan!" seru Jupiter. "Masa perusahaan sebesar ini tidak punya kaca jendela Rolls-Royce! Dua minggu terlalu lama. Harusnya kalian punya kaca yang siap dipasang t itu sebabnya aku datang sendiri ke sini." "Maaf," kata pelayan itu lagi. Ia tersenyum. Kepercayaan dirinya pulih karena bisa menolak seorang pelanggan. "Dua minggu untuk mendata ngka nnya."

Di dekat jendela Paul terperanjat.

"Ju.. ngng, Tuan Jones!"

Jupiter melenggang dengan santai ke tempat Paul menatap ke pelataran belakang. Dari situ ia melihat ke arah gudang yang paling kecil. Sebuah tanda tanya tergambar di sana!

"Well," ujarnya keras-keras, "kita harus pergi ke Los Angeles meskipun dengan jendela bolong. Yah, AC tidak perlu dipasang. Percuma! Ayo, Paul!"

Tanpa melirik ke kanan-kiri Jupiter melangkah dengan congkaknya. Pelayan toko hanya bisa bengong saja melihatnya.

Begitu sampai di luar, air muka Jupe berubah menjadi serius. Ia dan Paul berlari menyeberangi jalan. Mereka berlari terus mengitari kaki bukit untuk mengambil sepeda mereka. Dengan sekuat tenaga mereka mengayuh sepeda menuju pangkalan untuk menelepon Chief Reynolds.

-Bob dan Pete membungkuk di dekat jendela depan gudang kecil itu. Sudah lebih dari sepuluh menit berlalu sejak mereka menggambar tanda tanya itu pada dinding luar gudang.

"Seharusnya tidak lebih dari setengah jam," hitung Bob. "Sepuluh menit ke pangkalan, sepuluh menit untuk melaporkan semua ini pada Chief Reynolds, dan sepuluh menit lagi untuk mencapai tempat ini."

"Aduh, ingin benar rasanya kutangkap sendiri orang itu," kata Pete.

"Sudahlah. kan kita berhasil mengungkap kasus ini," kata Bob. "Sekarang giliran polisi. Orang ini mungkin berbahaya. Dan jangan lupa, pistolnya tidak berada di tempat ini."

"Tapi. aku tetap ingin..:. kata Pete.

Tepat pada saat itu sebuah sedan bercat perak masuk melalui gerbang samping yang terbuka. Bannya berdecit-decit ketika membelok masuk ke dalam pelataran. Sedan itu mengerem dengan tiba-tiba di salah satu tempat parkir. Seorang pria muda melompat keluar dan berjalan melintasi pelataran itu.

"Lihat. Dua!" bisik Bob.

Lakl-laki itu tinggi dan kurus. Wajahnya pucat. Rambut coklatnya yang panjang tergerai sampai ke kerah kaus sportnya. Ia memiliki -hidung mancung dan bibir yang tipis. Matanya memancarkan keangkuhan.

Dengan sepatu bot hitamnya.

Ia berjalan menuju bangunan utama. seolah-olah dialah pemiliknya.

"Dia cocok benar dengan gambaran Jupe tentang si pengendara sepeda." kata Bob perlahan.

Mereka mengawasi pemuda itu melangkah masuk ke dalam bangunan utama. Pete melihat jam tangannya.

"Catat nomor mobilnya," kata Pete. "Mungkin dia sudah pergi sebelum polisi datang."

Ketika Bob mencatat nomor plat sedan itu pintu belakang toko terbanting. Pria kurus itu keluar dari toko. Ia tergopoh-gopoh melintasi pelataran, menuju gudang tempat Pete dan Bob berada.

"Dia datang ke sini!"

Kedua anak itu mencari tempat berlindung.

"Ke bawah rak!"

Di bagian bawah rak dekat pintu ada tempat kosong di balik selembar karton besar. Kedua anak itu merangkak masuk.

Pintu gudang terbuka. Laki-laki muda itu berlari ke bagian belakang gudang. Pete dan Bob mendengar suara napas orang itu terengah-engah. Ketika kembali. dia sudah memakai helm dan pakaian balapnya. Ransel terkait di setang sepedanya. Dan kacamata balapnya tergantung di lehernya. .

"Ia membawa semua barang bukti itu!" desis Pete. "Kalau dia memusnahkannya. hilanglah kesempatan kita! Sia-sia pekerjaan kita selama ini."

"Kita tidak dapat menyetopnya, Dua. Terlalu berbahaya. "

Tapi Pete sudah merangkak keluar dari persembunyiannya. Bob mengikuti jejak Pete ke arah jendela depan.

"Ia mengangkut barang-barang itu di mobilnya."

Di luar, laki-laki muda itu mengangkat sepeda balapnya. Dengan susah payah ia mencoba memasukkan sepeda itu ke dalam sedannya.

"Tampaknya ia tidak berbahaya," kata Pete. Sebelum Bob dapat menahannya, Pete sudah bangkit dan berlari ke luar gudang. Ia langsung menyerbu ke sedan perak itu. Namun pemuda itu melihat Pete. Ia melempar sepedanya. Separuh badannya masuk ke dalam mobil. Pete terus berlari. .

Orang itu membalik menyongsong Pete. Tangannya menggenggam sebuah pistol. Senjata itu diarahkan pada Pete.

-Bab 17 MENJERAT SI PELAKU

-JUPITER dan Paul berlari-lari di pangkalan barang bekas. Setelah melihat gambar tanda tanya tadi, mereka cepat-cepat kembali ke pangkalan untuk menghubungi Chief Reynolds. Dengan ringkas mereka laporkan apa yang mereka temukan hari itu.

"Margon"Glass Company?" kata Chief Reynolds di telepon itu sukar dipercaya, Jupiter. Aku kenal Jim Margon secara pribadi"

"Kelihatannya memang begitu, Sir. Kami punya bukti-buktinya. Bob dan. Pete sedang menunggu di salah satu gudang Margon dengan bukti-bukti itu."

"Baik, kalian akan kujemput di pangkalan dan kita berangkat bersama ke sana."

Dengan tidak sabar Jupiter dan Paul menunggu di depan gerbang. Sebentar-sebentar ia melihat Jam tangannya.

"Bagaimana keadaan Bob dan Pete, ya?" kata Paul dengan perasaan tidak enak "Keadaan seperti itu selalu mengandung risiko, kata Jupe. "Melindungi barang-barang bukti akan selalu mengundang bahaya. Apalagi kalau melibatkan uang senilai seperempat juta dolar."

Saat itu tiga mobil polisi membelok di sudut jalan. Di mobil yang paling depan, Chief Reynolds membuka pintu. Anak-anak segera melompat masuk. Mereka langsung melaju ke Margon Glass Company.

"Kau yakin tentang ini, Jupiter?’ tanya Chief Reynolds, suaranya serius. "Seseorang di Margon Glass Company adalah pelaku pemecahan kaca- kaca jendela itu?"

"Kalau Anda menganalisa hal itu dengan cermat Chieft hanya itu jawaban yang masuk aka," kata Jupe menjelaskan. "Mereka adalah satu- satunya perusahaan di Rocky Beach yang menjual kaca jendela mobil, satu-satunya pihak yang akan beruntung dengan terjadinya peristiwa ini."

"Aku tidak percaya Jim Margon melakukan semua ini."

"Ada kemungkinan bahwa ini dilakukan tanpa sepengetahuan Mr.

Margon, Sir. Aku sendiri berpendapat bahwa Mr. Margo tidak tahu apa- apa tentang hal ini. Cara seperti ini terlalu riskan baginya."

"Mudah-mudahan kau benar, Jupiter," kata Chief Reynolds. "Kita hampir sampai." .

Chief itu berbicara melalui radio. Seluruh mobil polisi memperlambat kecepatannya ketika mendekati kompleks Margon Glass Company. .

"Gerbang samping terbuka, Chief," ujar Jupiter.

-Chief Reynolds mengangguk. Ia menginstruksikan anak buahnya untuk membelok ke jalan samping. Tiba-tiba sebuah sedan berwarna perak melaju dengan kencang ke arah mereka. Sedan itu mengerem mendadak. Pengemudinya membanting setir. Detik berikutnya sedan itu sudah melaju ke arah yang berlawanan.

Pada saat yang sama Bob datang berlari-lari keluar dari gerbang samping. Ia melambai-lambai sambil berteriak, "Dia membawa Pete! Di dalam mobil!"

Chief Reynolds memberi petunjuk lewat radionya. "Kejar sedan itu!"

Polisi memburu sedan bercat perak itu yang menuju ke jalan buntu. Ban sedan menderit ketika sedan itu direm tiba-tiba di depan penghalang jalan. Seorang pemuda berkaus sport keluar dari sedan itu. Ia kabur melompati pagar penghalang.

"Tangkap dia!" perintah Chief Reynolds.

Pemuda itu berlari di tempat terbuka yang menuju sebuah parit alam yang berkelok-kelok.

"Kalau dia sampai di parit itu, kita takkan dapat menangkapnya!" teriak Jupe.

Tapi polisi masih terlalu jauh dari ujung jalan.

"Cepat! Jangan sampai lolos!" teriak Paul.

Tahu-tahu ada bayangan berkelebat dari dalam sedan, mengejar pemuda kurus yang kabur ke arah parit alam. Itu Pete! Dua orang itu berlari di tempat terbuka. Pete mempercepat ayunan langkahnya. Ketika polisi baru sampai di penghalang jalan, Pete sudah menerjang orang itu. Mereka berdua berguling-guling di tanah. .

Dalam sekejap, pemuda tinggi itu bangkit kembali. Tapi Pete meraih kakinya. Pemuda Itu menendang-nendang untuk melepaskan pegangan Pete. Kaki yang satu berhasil lepas, kaki yang sebelah lagi ditangkap Pete. Mereka bergumul seru. Beberapa detik itu sudah cukup bagi polisi.

Mereka mengurung orang itu. Pete melepas kakinya. Ia berbaring telentang di rumput, sambil nyengir.

"Itu dia si pemecah kaca," katanya.

Pemuda itu meronta-ronta dalam pegangan polisi.

"Aku tidak tahu apa-apa! Aku tidak bersalah. Siapa anak-anak bengal ini? Kalian polisi - tangkap mereka!"

"Periksa mobilnya, Chief," kata Pete sambil berdiri.

Pemuda itu makin kuat meronta-ronta. Polisi menyeretnya ke sedannya. Di sana Bob menunggu di samping sedan itu.

"Buka pintunya, Bob," kata Pete.

Mereka melihat sepeda balap bergigi sepuluh itu di bagian belakang; helm, kacamata balap, ransel berisi radio dan headphone; dan pakaian balap sepeda terjulur dari dalam ransel.

"Mereka menaruhnya dalam mobilku!" jerit pemuda itu. "Aku dijebak!" "Kami punya banyak saksi," kata Jupiter pada Chief Reynolds, "dan Anda dapat mengecek milik siapa barang-barang itu sesungguhnya. Sepeda balap ini tercantum dalam daftar polisi - aku yakin - atas nama dia."

"Dan juga," tambah Pete, "di bawah kursi depan dia menyembunyikan pistolnya. Anda bisa periksa sendiri. Pasti sidik jarinya masih terdapat pada pistol itu."

Chief Reynolds memeriksa dengan hati-hati bagian bawah kursi depan.

Ia menemukan. sebuah pistol. Diambilnya pistol itu dengan sarung tangannya untuk menjaga agar sidik jari di situ tidak terusik. Dimasukkannya pistol itu ke dalam sebuah kantung plastik dengan warna biru tua, pistol itu mirip dengan senjata otomatis. Beratnya sekitar satu setengah kilo, dan pada gagangnya terukir, "THE WEMBLEY PREMIER- Made in England".

"Pistol angin kaliber dua puluh dua," ujar Chief Reynolds. "Cukup kuat untuk memecahkan kaca mobil dari jarak dekat. " Ia mengangguk pada anak buahnya. "Bawa orang itu. Kita akan temui Jim Margon untuk membicarakan hal ini. Kalian, Anak-anak, ceritakan bagaimana bisa terjadi semua ini."

Sambil berjalan ke kompleks Margon Glass Company, Bob menjelaskan bagaimana dia dan Pete menemukan peralatan dan sepeda balap itu di gudang. Bagaimana pemuda itu mencoba melenyapkan bukti-bukti itu dan melarikan diri juga diceritakan oleh Bob.

"Aku tadi nekat saja," Pete mengakui. Tadinya aku gemetar juga. Tapi karena kulihat dia juga gugup dan ketakutan, aku jadi berani. Aku kejar dia sebelum dia berhasil kabur dengan mobilnya. Tapi aku lupa bahwa dia punya senjata. Aku dipaksanya menaikkan sepeda itu dan ikut dengan mobilnya. Sambil menyetir ia masih menodongkan pistolnya padaku. Tapi ketika Anda datang, ia panik. Ia lupa bahwa jalan yang diambilnya adalah jalan buntu."

"Kau beruntung," kata Chief Reynolds sambil bermuka masam. "Pistol angin bukan barang mainan, kalau ditembakkan dalam jarak dekat bisa mematikan."

Beberapa orang dari Margon Glass Company sudah berkumpul di gerbang samping. Ketika polisi masuk ke dalam pelataran, salah seorang dari mereka berlari ke dalam bangunan utama. Tidak berapa lama kemudian. seorang pria yang sudah setengah umur yang tadi dilihat Jupe dan Paul muncul.

"William!" teriaknya. "Ada apa ini?"

Chief menyahut. "Kau kenai pemuda ini, Jim?"

"Oh, Chieft kau ada di sini?" kata Mr. Margon. "Dia? Tentu saja aku kenal. Dia anakku. Dia baru lulus dari college dan bekerja di perusahaanku setahun yang lalu. Selama ini kelakuannya baik-baik saja. Kenapa ia ditahan. Chief? Dan siapa anak-anak ini?"

Chief Reynolds menunjuk pada sepeda yang dituntun oleh seorang anak buahnya. "Apa ini sepeda anakmu, Jim? Dan juga helm serta kacamata balap ini?"

-"Dad!" jerit William Margon. "Jangan...!"

"Sepeda," Alis Mr. Margon terangkat melihat sepeda balap bergigi sepuluh itu " Ya, dia tiap Senin dan Rabu bersepeda bersama klub sepeda di sebuah velodrom. Tapi dia menyimpan peralatannya di rumah, tidak di sini. Kenapa peralatanmu ada di sini, William?"

William Margon hanya dapat menatap wajah ayahnya dengan sayu.

"Ini kabar buruk untukmu, Jim," kata Chief Reynolds. Ia menceritakan seluruh kisah tentang pistol angin dan kaca-kaca jendela mobil yang pecah.

"Merusak jendela mobil?" Mr. Margon setengah tidak percaya. "Kenapa aku... Baru tiga bulan yang lalu aku angkat dia menjadi manajer penjualan Jendela mobil. Dan prestasinya bagus sekali. Bisnis kami berjalan lancar sekali, jauh lebih baik dari sebelumnya. Ia... Mr. Margon berhenti ketika ia memandang anaknya. "Kau sendiri yang memecahkan kaca-kaca itu?"

"Mereka bohong, Dad! Aku tidak tahu semua ini. Ini cuma kebetulan saja! Ada orang yang mencuri peralatanku dan menaruhnya di sini. Mungkin anak-anak itu pelakunya! Tidak ada yang bisa membuktikan bahwa aku yang memecahkan jendela-jendela itu. Tidak seorang pun pernah melihat wajahku!"

"Akan kami buktikan setelah kami mengetahui apa yang kau perbuat dengan rajawali curian itu " ujar Bob dingin.

-Mr. Margon terbelalak. "Ia mencuri seekor rajawali?" .

"Bukan burung, Sir," Bob menjelaskan, "tapi uang logam yang langka sekali. Uang logam itu dicuri anak Anda setelah dia memecahkan sebuah jendela mobil. Harga uang logam itu bisa mencapai dua ratus lima puluh ribu dolar, dan dia..."

"Dua ratus lima puluh ribu dolar?" kata Mr. Margon. Suaranya bergetar.

William Margon pucat-pasi. "Kau sembarangan menuduhku!. Aku tidak pernah dengar tentang rajawali itu. Oke, aku akui bahwa aku

memecahkan jendela-jendela itu. Tapi aku melakukannya agar bisnisku berkembang. Aku tidak pernah mencuri apa-apa!"

Jupiter, yang dari tadi memperhatikan perdebatan itu tiba-tiba menyela.

"Dia benar," katanya. "Bukan dia pencurinya."

-Bab 18 PIHAK KETIGA

-BOB, Pete, dan Paul tercengang mendengar perkataan Jupiter.

"Bukan dia bagaimana, Jupe?"

"Jupiter?" kata Chief Reynolds dengan alis mata terangkat. "Kau tahu sesuatu yang kami tidak tahu?"

"Kukira begitu, Sir," kata Jupe lambat-lambat, "tapi aku tidak sepenuhnya yakin."

"Dalam hal yang serius seperti ini," kata Chief Reynolds, "kau tidak boleh sembarangan Kau harus yakin betul, Jupiter."

"Aku yakin betul bahwa William bukanlah pencuri rajawali itu, Sir. Yang aku belum yakin adalah siapa pencurinya sebenarnya. Tapi kalau Anda memberiku kesempatan. Chief, akan kutemukan orangnya."

Chief Reynolds menggeleng-geleng. "Aku ingin tahu bagaimana kau sampai pada kesimpulan yang luar biasa ini. Tadi di jalan kau baru saja bilang bahwa si pencuri dan si pemecah kaca adalah orang yang sama." "Tidak, Sir. Aku tidak pernah mengatakan seperti itu. Kami cuma menganggap bahwa kasus ini sama. Ini karena ulah Jarvis Temple juga. Sekarang kukira aku punya penjelasan lain."

"Apa itu, Satu?" tanya Pete dengan segera.

"Kita menghadapi orang yang menarik keuntungan dari kejadian ini," kata Jupiter.

"Keuntungan bagaimana?" kata Paul dengan dahi berkerut.

Chief Reynolds menjelaskan, "Kalau terjadi serangkaian perbuatan kriminal serupa yang dianggap dilakukan oleh satu orang, kadang-kadang ada orang lain yang memanfaatkan keadaan ini. Ia melakukan perbuatan kriminal yang sejenis sehingga orang tidak akan curiga padanya."

Jupiter mengangguk. "Kupikir ada orang yang tahu tentang tindakan perusakan jendela-jendela ini. Lalu ia memancing di air keruh.

Dipakainya kesempatan ini untuk merusak jendela mobil Sarah Temple dan mencuri rajawali ganda. Ia berharap orang akan menyalahkan si pemecah kaca. "

"Itu baru suatu perkiraan, Jupe," kata Chief Reynolds.

"Mungkin, Sir," Jupiter mengakui. "Tapi aku menjadi yakin waktu Pete bercerita tentang William Margon. William keluar dari gedung dan berlari, tergopoh-gopoh ke gudang tempat sepedanya disimpan. Ia mencoba memindahkan barang-barang bukti itu."

Jupiter melanjutkan, "Hampir sejak awal ada orang yang terlibat dalam kasus ini, orang yang cemas melihat sepak terjang Pete, Bob, dan aku sendiri. Dia mencoba mempelajari apa yang Trio Detektif lakukan dengan menyelundup masuk ke dalam pangkalan dan mencoba memasang mikrofon untuk mendengarkan. Mikrofon itu gagal dipasang. Tapi dia berhasil memasang alat penyadap di kabel telepon kami. Dari situlah dia bisa memperingatkan William Margon bahwa Hantu ke Hantu mengawasinya. Dan ia mengirim berita palsu pada kami sehingga William dapat lolos.

"Tapi mereka kan belum tentu berkawan Jupe?" sanggah Pete.

Jupiter menggeleng. "Mereka tidak berkawan. Kita sudah menangkap si pemecah kaca, dan sekarang sudah jelas bahwa dia bekerja seorang diri. Tujuannya adalah untuk meningkatkan keuntungan Margon Glass Company. Nah, orang yang satu lagi berusaha melindungi William agar dirinya terlindungi juga! Orang ini memang memancing di air keruh. Ia tidak ingin si pemecah kaca tertangkap, karena polisi akan segera tahu bahwa si pemecah kaca bukanlah si pencuri rajawali. "

"Kau yakinkan hal ini, Jupe?" ujar Chief Reynolds dengan penuh keraguan.

’’Ya, Chief. Nyatanya, orang itu kembali menelepon William Morgan untuk melindungi dirinya sendiri. Jupiter berpaling pada William Margon. Benar begitu, kan?"

-Pemuda itu melongo. "Dari mana kautahu?"

"Lalu kau diberi tahu bahwa peralatan itu sudah ditemukan dan polisi akan datang."

William Margon mengangguk lemas. "Suara itu juga yang memperingatkan. melalui radioku sewaktu aku bersepeda di Olive Street.

"Seperti menggumam?" kata Jupe. "Agak serak dan seperti suara orang dari Timur?"

William Margon hanya bisa ternganga. "-Kau tahu siapa orangnya?" "Tidak. "

Chief ReYnolds mengangguk perlahan. "Semalam juga ada laporan aneh di radio polisi. Laporan tentang seseorang di Olive Street. Kau benar, Jupiter, ada orang lain yang terlibat. Apa usulmu sekarang?" .

Jupiter termenung. "Siapa pun orangnya, dia pasti ahli elektronika dan punya radio pemancar. Kita bisa mencari siapa orang yang memenuhi persyaratan ini, tapi aku punya usul yang lebih sederhana. Kurasa aku akan serahkan pencuri itu pada Anda malam ini juga, kalau Anda memberiku kesempatan untuk melaksanakan rencanaku."

"Tentu saja," Chief Reynolds menyetujui. Ia berpaling pada Mr. Margon dan anaknya, serta berkata, "Aku harus membawa anakmu ke kantor polisi, Jim."

Mr. Margon mengangguk dengan sedih. Ia memandang anaknya. "Kau mungkin bukan pencurinya, William, tapi kau telah melakukan perbuatan yang tercela. Kenapa anakku tega merusak seperti itu? Apa sebenarnya yang ada di kepalamu?"

"Aku cuma ingin meningkatkan bisnis kita, Dad, dan meraih untung sebesar-besarnya."

"Ada banyak hal yang lebih penting dari uang, William."

"Aku ingin jadi manajer penjualan yang terbaik. Aku ingin sukses! Kan tidak ada salahnya berkeinginan begitu?" "Memang tidak, Nak," .sahut Mr. Margon dengan gundah. "Tapi caramu itu yang membuatku tidak mengerti. Bagaimana usahamu, itu sebenarnya yang jauh lebih penting dari apa yang kauhasilkan. Mendapat banyak uang hanya sebagian dari tujuan perusahaan ini."

"Aku... aku cuma ingin Daddy bangga padaku."

"Tidak. Kau hanya ingin menjadi orang penting. Kau ingin sukses karena sebab-sebab yang salah, Nak. Kau ingin menjadi orang penting, tanpa ingin mengerjakan hal-hal yang penting. Sekarang kau harus berani menanggung akibatnya."

Chief Reynolds mengangguk. Polisi membawa William Margon masuk ke dalam mobil patroli. . Ayahnya hanya bisa memandang dengan wajah sayu.

"Apa dia akan dihukum, Chief" tanyanya.

"Harus lewat pengadilan dulu," sahut Chief Reynolds. "Tapi kalau hukuman dijatuhkan, akan kita usahakan baginya untuk mendapat masa percobaan."

Trio Detektif dan Paul meninggalkan kedua

orang itu. Mereka menyeberangi jalan dan mengitari bukit untuk

mengambil sepeda Bob dan Pete. Dengan bersepeda mereka kembali ke

pangkalan.

-Setelah makan malam Jupiter duduk seorang diri dalam kantor Trio Detektif. Ia sedang berbicara di telepon.

"Dua? Panggil Bob dan Paul. Temui aku di sini, di kantor kita! Penting!

Aku sudah tahu siapa pencuri rajawali ganda!" "Pencuri rajawali?" sahut Pete di telepon. "Bukannya pencuri itu adalah si pengendara sepeda balap? Dia kan sudah ditangkap polisi?"

"Tidak, Dua, bukan dia. Aku yakin ada orang yang memancing di air keruh. Dan aku tahu siapa orang itu."

"Siapa, Jupe?" Pete ingin tahu segera.

"Akan kutunjukkan dulu buktinya," kata Jupiter. "Akan kubeberkan bukti ini di hadapan kalian bertiga. Bukti itu ada di bengkel kerjaku di luar. Dan setelah itu akan kita serahkan bukti itu pada Chief Reynolds."

"Ayo dong, Jupe, beri tahu aku sekarang saja," pinta Pete.

Jupiter tertawa kecil. "Cuma sedikit petunjuk yang bisa kuberikan saat ini, yaitu kesalahan kecil tapi fatal yang diperbuat pencuri itu."

Sesudah itu, Penyelidik Satu menutup telepon. Tapi ia tidak meninggalkan karavan yang tersembunyi itu. Jupe hanya duduk dan sebentar-sebentar melirik jam tangannya. Matanya bersinar-sinar. Setelah untuk kesekian kalinya melihat jam. tangannya, ia bangkit.

Dibukanya tingkap menuju Lorong Dua. Tanpa suara, ia merayap perlahan-lahan. Makin lama makin dekat dengan ujung pipa yang menuju bengkel kerjanya.

Di ujung sana, ia bertiarap tanpa bergerak-gerak.

-Bab 19 MENYINGKAP KEDOK PENCURI

BUNYI gemerincing terdengar di bagian belakang pangkalan, dekat Kelana Gerbang Merah. Jupiter bertiarap di mulut Lorong Dua. Ia memasang telinganya.

Bisa jadi itu suara pengait yang dilemparkan ke atas pagar. Samar- samar Jupe mendengar suara langkah-langkah ringan memanjat pagar. Suara itu diakhiri dengan bunyi orang melompat ke dalam pangkalan.

Jupe menunggu dengan sabar.

Kini terdengar suara kaleng berdentang. Orang itu menendang sebuah kaleng. Perlahan-lahan ia bergerak mendekati tumpukan barang bekas. Makin lama makin dekat dengan tempat Jupe menunggu. .

Lalu ada suara lagi. Suara jeritan tertahan. Kali ini datangnya dari arah yang berbeda sama sekali-dari suatu tempat dekat pintu bengkel kerja .Jupe yang terbuka itu. Di sana balok-balok kayu tertumpuk di antara bengkel kerja dengan gerbang pangkalan.

Jupe menahan napas. Siapa yang menjerit tadi? Ia menunggu suara berikutnya. Dicobanya untuk menangkap suara yang selembut apa pun di sana.

Namun hanya ada keheningan yang mencekam. Hanya suara laju lintas dari Coast Highway yang terdengar bagaikan orang menggumam.

Penyelidik Satu menggigit bibir bawahnya. Tahu-tahu sebuah derakan terdengar tepat dari samping jalan masuk ke bengkel kerja itu!

Seseorang mencoba memanjat tumpukan pintu tua di sana. Memanjat untuk mengintip keadaan bengkel kerja dari atas.

Jupiter tetap menunggu di dalam pipa yang gelap.

Akhirnya suara itu berpindah. Langkah-langkah halus terdengar tepat di atas Jupe!

Lambat-laun ia dapat merasakan ada sesosok hitam berdiri di bengkel kerjanya. Sosok itu tidak lebih dari dua meter dari mulut Lorong Dua. Jupe menahan napas lagi.

Sosok itu bergerak. Dan tiba-tiba seberkas sinar muncul. Sinar itu mengarah ke sekeliling bengkel kerja Jupe.

Sosok hitam tadi bergerak menjauhi mulut Lorong Dua. Kini Jupe dapat melihatnya lebih jelas. Ternyata dia orang yang berpakaian serba hitam: jeans hitam ketat, kaus hitam berlengan panjang, topi ski hitam yang menutupi muka sampai ke leher, sarung tangan hitam, dan sepatu olahraga hitam

Penyelidik Satu mengawasi orang itu mengendap-endap di dalam bengkel kerja. Ia mencari-cari sesuatu dengan senter kecilnya. Caranya bergerak mengingatkan Jupe pada sesuatu. Sesuatu...

Tiba-tiba Jupe tahu jawabnya.

"Selamat malam, Sarah Temple!"

Sosok itu tersentak. Hampir saja senternya terlepas dari tangannya. Dari dua lubang mata topi ski itu, sepasang mata tampak melotot.

Penyelidik Satu keluar dari tempat persembunyiannya. Jupiter berkata dengan sopan dan tenang, "Harusnya aku sudah tahu sejak awal, sejak pamanmu mengatakan ia sangat terganggu dengan radio CB-mu. Mobilmu pasti mobil Datsun merah yang kami lihat di depan rumahmu. Dan mobil itu pula yang kaupakai ketika kau pertama kali datang ke sini. Antena parabola juga milikmu. Kau penggemar radio dan TV, selain juga ahli elektronika. Dan kau pulalah yang masuk ke pangkalan ini secara sembunyi-sembunyi waktu itu, seperti sekarang ini." .

"Aku... aku tidak sembunyi-sembunyi." Sarah Temple membuka topinya. Rambutnya yang hitam tergerai. "Aku datang ke sini untuk membicarakan keinginan pamanku. Kebetulan saja aku suka memakai topi ini. Pamanku sudah mengubah pikirannya. Ia ingin menyewa kalian. Ia..."

"Oh, ya?" sela Jupe dengan acuh tak acuh. "Pasti. kau juga yang menyuruh sepupumu, Willard untuk menelepon kami dan mengundang kami datang ke sana. Kau waktu itu sedang berada di tiang telepon, berpura-pura sebagai petugas kantor telepon. Jadi kau dapat mengetahui kabel mana yang harus kausadap."

"Kau pasti sudah gila! Menyadap apa?"

"Menyadap telepon," kata Jupiter dengan tenang. "Dan itulah sebabnya mengapa kau kemari malam-malam begini. Kau ingin mencuri bukti yang kami peroleh tentang si pencuri rajawali ganda." Ia menatap gadis itu. "Dan kau tahu tentang bukti itu karena kau menyadap pembicaraanku dengan Pete di telepon!"

Sarah Temple balas menatap Jupe dengan tajam. Mukanya memucat. Untuk beberapa saat ia berdiam diri. "Ya, aku memang menangkap pembicaraanmu. Sekarang di mana bukti itu? Serahkan bukti itu padaku!"

"Seharusnya waktu itu aku sudah tahu," lanjut Jupe tanpa mengindahkan perkataan Sarah Temple. "Kaulah yang mengantar pamanmu malam itu. Dan hanya kau yang tahu bahwa rajawali itu tertinggal di dalam mobil. Orang yang melihatnya dari luar hanya akan melihat sebuah kotak kecil. Kau tahu mengenai pemecahan kaca-kaca, karena kau menangkap pembicaraan polisi di radiomu. Pasti itu salah satu hobimu. Lalu kau mendapat ide untuk mencuri rajawali itu dengan memecahkan jendela mobil. Dengan demikian orang akan mencurigai si pemecah kaca sebagai pencurinya. Kau benar-benar memancing di air keruh."

"Itu milikku!" seru gadis itu. "Aku butuh uang! Ia tidak pernah memberiku cukup uang. Aku akan bagi itu denganmu, Jones! Lima puluh ribu dolar untukmu! Tapi berikan bukti itu padaku. Dan kau akan jadi kaya!"

Jupe menghela napas dalam kegelapan. "Kau melihat kami malam itu di dekat Rolls-Royce. Kelakuan kami membuatmu curiga. Apa yang kami lakukan waktu itu? Karena itu kau mencari data-data tentang kami. Kau menelepon perusahaan penyewaan mobil, lalu mencoba memasang mikrofon untuk menyadap pembicaraan kami. Tapi kau gagal. Dua hari kemudian kau menjumpai kami. Kau punya kesempatan untuk mempelajari siapa kami dan apa yang kami kerjakan. Kau tambah khawatir, sehingga kau menyadap telepon kami. Satu-satunya hal yang harus kaulakukan adalah membantu si pemecah kaca agar tidak tertangkap polisi-supaya kau juga aman."

"Oke," kata Sarah Temple. "Kita bagi dua! Setelah aku jual rajawali itu, kau mendapat seratus dua puluh lima ribu dolar! Kau akan segera kaya, Jones! Kau bisa berleha-leha, bersantai-santai dengan uang sebanyak itu!"

Jupiter tidak peduli. "Kalau saja kau tidak berbuat kesalahan kecil pada awalnya, kau mungkin bisa lolos."

"Kau akan kaya! Apa pun yang kauinginkan akan bisa kau beli!" "Tidak, Miss Temple," sahut Jupiter dingin. "Tidak semuanya dapat dibeli."

"Serahkan bukti itu padaku!"

Gadis jangkung itu maju selangkah mendekati Penyelidik Satu. Jupiter tetap berdiri tegak. Ia menatapnya tajam-tajam.

"Bukti itu tidak ada," tegasnya.

"Pembohong?" Suara Sarah Temple bergetar. "Apa maksudmu?"

"Ini semua cuma perangkap. Sudah jelas bahwa pencurinya adalah kau atau Willard sepupumu. Suara kalian tidak jauh berbeda. Cara yang paling cepat adalah dengan menjebak si pencuri melalui telepon. Tadi pagi aku baru menyadari bahwa ada orang yang mendengarkan pembicaraanku dengan Chief Reynolds. Si penyadap ini lalu memperingatkan William Margon supaya menghilangkan barang-barang bukti itu."

"Tidak ada bukti?" kata Sarah Temple.

"Tidak, sampai saat ini," Jupiter mengakui.

"Kau, kau...!" Gadis itu menyambar sebuah palu besar dari meja kerja. Ia menyerbu Jupiter

"Akan ku...!"

Secara serentak beberapa orang muncul di sekeliling bengkel kerja. Mereka adalah Chief Reynolds beserta anak buahnya, Bob, Pete, dan Paul. Muka Pete agak merah. Dialah tadi yang menjerit karena kakinya tersangkut sehingga hampir menggagalkan perangkap ini. Ada seorang lagi muncul di antara polisi dan anak-anak.

Dia berjalan terpincang-pincang dengan tongkatnya ke arah Sarah Temple. Sarah masih mengangkat palu itu, siap untuk menghantam Jupiter.

"Jangan tambah dosamu, Sarah," kata Jarvis Temple. Ia tidak lagi marah, tetapi sedih. "Keponakanku sendiri ternyata pencuri. Aku merasa bersalah. Aku terlalu memanjakanmu, memberimu segala yang kau minta-mobil. peralatan radio dan elektronika, peralatan ski... segalanya. Tanpa banyak tanya lagi aku memberikan sesuatu yang kau minta. Seharusnya aku memberikan lebih banyak perhatian padamu. Mungkin sekarang sudah terlambat." Orang tua itu mendesah.

Chief Reynolds memberi tanda untuk menangkap Sarah Temple. Gadis berambut hitam itu memandang dengan lesu pada polisi yang memegangnya. Mendadak ia menjerit sambil memberontak. Tangannya merogoh ke dalam sakunya.

"Kalau aku tidak boleh memilikinya, tidak seorang pun boleh!" Sambil berteriak begitu ia melempar sesuatu. Polisi dengan sigap menahan sikunya. Benda yang dilemparnya melambung tidak tinggi ke dekat Pete. Dengan gesit Pete menangkapnya.

Pete membuka tangannya. Uang logam emas itu berkilau-kilauan, sekalipun dalam kegelapan malam. Setiap orang memandangnya tanpa bersuara.

Chief Reynolds mengangguk sekali lagi pada polisi yang. memegang Sarah Temple. Polisi itu membawa si gadis ke dalam mobil. Sarah Temple menurut saja dengan kepala terkulai.

-Bab 20 TANTANGAN MR. SEBASTIAN

-BEBERAPA hari kemudian, Jupiter, Pete, dan Bob duduk di dalam truk kecil abu-abu di depan toko Jacobs. Paul duduk di belakang kemudi dengan riang. Ia memanggil ayahnya.

"Jadi aku boleh mengantar kawan-kawanku?"

"Ke mana pun boleh, Paul. Aku merasa bersalah karena telah mencurigaimu selama ini."

"Ah, lupakan saja, Dad. Yang penting semuanya sekarang sudah beres."

"Tapi aku masih ingat," kata Mr. Jacobs, "ketika kau dengan sia-sia mencoba menerangkan tentang pengendara sepeda itu padaku. Aku sukar untuk mempercayaimu waktu itu! Mana ada orang yang tega merusak dengan sengaja jendela-jendela mobil di kota ini. Tapi kalian telah membuktikannya. Dan aku bangga Paul ikut membantu memecahkan kasus ini."

"Bukan sekadar kasus tapi misteri," koreksi Jupiter. "Kejadian mi membuat banyak orang bertanya-tanya, dan hampir saja kita terkecoh oleh Sarah Temple."

-"Kasihan gadis itu," kata Mr. Jacobs. "Oke, Anak-anak, terima kasih atas kerja keras kalian."

Beberapa saat kemudian Paul sudah meluncurkan truknya menuju Coast Highway. Dekat Malibu. Pete memintanya untuk membelok ke Cypress Canyon Drive. Mereka berhenti di depan sebuah rumah besar bercat putih dengan lampu-lampu neon di bagian atapnya, satu-satunya tanda yang menunjukkan bahwa rumah itu dulunya restoran. Anak-anak turun dari truk dan membunyikan bel.

Tak lama kemudian mereka mendengar suara orang berjalan memakai tongkat. Pintu dibuka oleh seorang pria kurus berambut abu-abu. Dia adalah Hector Sebastian, kawan dan sekaligus penasihat Trio Detektif. Mr. Sebastian mengubah pekerjaannya dari detektif swasta menjadi penulis novel misteri sejak kakinya terluka parah pada suatu kecelakaan.

"Halo, Anak-anak," sapa Mr. Sebastian. "Mari masuk."

Ia berjalan di muka, memasuki ruang tamu. Sambil bertelekan tongkatnya, ia mempersilakan anak-anak duduk di sekitar meja besar dekat perapian.

"Mana Don?" tanya Jupe. Hoang Van Don, yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan juru masak Mr. Sebastian. biasanya yang membukakan pintu.

"Ia sedang sibuk," kata Mr. Sebastian. "Ia sudah siap untuk memasak."

Penulis novel itu menunjuk ke arah teras yang terpisahkan kaca besar dari ruang tamu. Di balik kaca yang memanjang itu nampak pemandangan indah Coast Highway dan Samudera Pasifik. Di salah satu sudut -teras duduk bersila seorang pria ramping dalam baju putih dan celana hitam. Kepalanya tak bergeming menatap lautan yang terbentang. Wajahnya serius.

"Siap memasak?" kata Bob. "Kelihatannya ia sedang bersamadi."

"Memang," sahut Mr. Sebastian. "Don sedang menenangkan diri dan menyegarkan pikirannya dengan bersila di udara. terbuka. Udara di luar memang segar dan bersih. Aku sendiri suka duduk-duduk di sana. Sering ilham untuk novel-novelku datang selagi aku duduk bermenung di sana." "Hmm, masuk akal," komentar Jupe. "Memang ilham akan datang kalau pikiran. kita jernih. "

"Sekarang," lanjut Mr. Sebastian, "ceritakan kasus kalian yang terbaru. Yang kauceritakan di telepon membuatku penasaran, ingin tahu selengkapnya."

"Ini semua berawal dari Paul Jacobs," kata Jupiter, memperkenalkan kawan baru mereka.

"Aku yang mula-mula menemukan kasus ini," ujar Pete dengan bangga.

Bob menyerahkan catatannya pada Mr. Sebastian

Penulis kisah misteri itu menyandar di kursi, lalu mulai membaca. Sementara menunggu, anak-anak melihat Don bangkit dan menghilang di samping rumah. Tak lama kemudian terdengar suara orang memasak dari dapur.

Akhirnya Mr. Sebastian meletakkan catatan Bob di meja.

"Luar biasa. Aku sendiri tidak akan percaya bahwa William Margon pelakunya, kalau kalian tidak membuktikannya. Apa ia sudah dijatuhi hukuman?"

"Ya," sahut Pete. "Ayahnya mengembalikan uang setiap orang yang pernah menservis jendela mobilnya di. sana. Hakim menjatuhkan hukuman luar penjara padanya. Ia dijatuhi hukuman kerja sampai ia bisa melunasi segala ongkos ganti rugi itu pada ayahnya. Jabatannya di perusahaan diturunkan sampai ke tingkat yang paling rendah. Ia hanya akan bisa naik pangkat kalau benar-benar bekerja keras. Mobilnya dan segala kemewahan lainnya tidak bisa dipakainya untuk sementara ini." "Itu hukuman yang mendidik," kata Mr. Sebastian. "Dan bagaimana dengan Sarah Temple?"

"Ia dihukum pula oleh pamannya," sahut Bob. "Untungnya, dia belum menjual rajawali ganda itu sehingga Jarvis Temple tidak menuntutnya. Tapi Sarah tidak diperbolehkan mengendarai mobilnya lagi. Demikian pula peralatan elektronika, radio, dan barang-barang yang pernah dibelikan pamannya diambil kembali-dan dia diusir dari rumah itu."

"Keras juga orang tua itu," kata Mr. Sebastian.

"Ya," kata Jupiter, "tapi hatinya sebenarnya baik. Ia masih mau membantu mencarikan pekerjaan untuk Sarah, di sebuah pemancar radio - tempat yang cocok baginya. Dan ia masih mau membayarkan uang kuliah Sarah di jurusan elektronika. Tapi selain itu, Sarah harus membiayai hidupnya sendiri."

"Iia dan William Margon memang harus belajar bekerja keras," kata Mr. Sebastian. "Tidak ada Jalan pintas untuk bisa sukses."

Jupiter tiba-tiba mencium aroma yang sedap memenuhi ruang tamu. Air liurnya mulai menitik. Tak sabar ia menanti hasil masakan Don

"Jupe," kata Mr. Sebastian lagi, "Setelah kau berhasil menjebak Sarah Temple, kau mengatakan bahwa ia melakukan suatu kesalahan kecil sejak awal. Kesalahan apa itu?"

"Ia memecahkan jendela yang salah," kata Jupiter. "Begitu aku sadar hal itu, aku tahu bahwa ada orang yang memancing di air keruh. Uang logam Itu ditinggal di bangku depan, di samping bangku pengemudi. Jendela yang pecah adalah jendela yang dekat bangku penumpang, bukan jendela dekat pengemudi. Dan jendela yang pecah itu menghadap ke rumah, bukan ke jalan. Jadi tidak mungkin si pengendara sepeda balap memecahkan Jendela itu. Ia hanya bisa memecahkan kaca yang menghadap ke arah jalan."

"Tajam sekali pengamatanmu, Jupe," kata Mr. Sebastian. "Satu hal lagi. Ketika kau dan Paul memanggil polisi dari pangkalan, kau belum tahu bahwa si pengendara sepeda itu ialah William Margon. Kau hanya tahu dia bekerja di Margon Glass Company. Jadi bagaimana Sarah Temple, yang menyadap pembicaraanmu dengan polisi, tahu kepada siapa ia harus memberi peringatan?"

Jupiter menghirup udara di ruang tamu yang sudah penuh dengan aroma yang sedap.

"Sarah tidak tahu siapa yang harus diperingatkan," jawab Jupe. "Ia hanya tahu ciri-ciri pengendara sepeda balap itu dan ia menggambarkan ciri-ciri itu kepada orang yang menjawab teleponnya. Semua orang di Margon Glass Company tahu tentang William Margon dan hobinya bersepeda balap. Ciri-ciri itu hanya cocok bagi William Margon. "

"Jadi Sarah beruntung," kata Mr. Sebastian, "dan begitu pula kalian. Kalau Sarah tidak menelepon, kalian akan mengalami kesulitan dalam menemukan William dan menangkap Sarah."

"Tapi cepat atau lambat akan kami temukan juga," tukas Bob dingin.

"Mungkin," sahut Mr. Sebastian. "Tapi akan kuceritakan apa yang kudapat dari pekerjaanku sebagai detektif dulu. Sedikit keberuntungan dan banyak kerja keras yang akan mengungkap segala kasus."

Saat itu pintu dapur terbuka. Don masuk sambil membawa sebuah nampan. Ia meletakkan lima piring kecil bundar di meja serta beberapa peralatan yang aneh. Terdapat enam buah cekungan pada tiap piring.

Dan dalam tiap lubang terdapat sebuah bekicot "Bekicot!" seru Don sambil membuka kedua tangannya. "Dimasak dengan cara Prancis yang sudah terkenal. Favorit setiap ahli pencicip makanan di dunia!" .

Dengan perasaan jijik keempat anak itu melihat apa yang terhidang di hadapan mereka. Untung Don tidak menyadari perubahan air muka mereka. Hector Sebastian sibuk menyiapkan piringnya.

Don kembali ke dapur sambil tersenyum puas.

Mr. Sebastian menoleh pada anak-anak. Ia tergelak. "Orang tidak akan jadi hebat kalau dia tidak suka makan bekicot, " katanya bergurau.

"Terima k-sih, tapi aku lebih suka tidak jadi orang hebat, daripada harus makan bekicot ini " kata Jupe.

"Aku juga," kata anak-anak lainnya serempak.

"Cobalah dulu," bujuk Mr. Sebastian. "Orang yang berani berhadapan dengan penjahat harus berani mencicipi bekicot. Cobalah satu dulu, kalian pasti suka."

Dengan tangan kirinya, Mr. Sebastian menjepit sebuah rumah bekicot, memakai alat aneh yang berbentuk seperti penjepit. Tangan kanannya mengorek isi rumah bekicot itu dengan sebuah garpu. Ia mengeluarkan segumpal daging berwarna keabu-abuan, yang tampak seperti karet, lalu dicelupkan ke dalam mentega cair campur daun seledri. Akhirnya dimasukkannya daging itu ke dalam mulutnya.

-"Sedap!" katanya. "Sekarang giliran kalian."

Tidak seorang pun bergerak. Pete yang akhirnya memulai. Dikoreknya isi bekicot. Teman-temannya menutup hidung ketika ia mengunyah daging bekicot itu.

"He," katanya. "enak juga! Empuk. Yang terasa cuma menteganya. Sedap juga rasanya!"

Satu per satu anak-anak itu mencobanya. Tapi hanya Pete yang benar- benar suka. Ia dan Hector Sebastian menghabiskan semua bekicot yang tersisa di piring yang lain. Kemudian anak-anak mengucapkan terima kasih dan pamit.

Jupiter menarik napas panjang ketika mereka sudah di luar. "Masih mendingan disuruh berhadapan dengan penjahat tiap hari!"

Selesai