TRIO DETEKTIF MISTERI KACA-KACA REMUK
Ebook by Syauqy_arr
OCR by Raynold
Bab 1 KACA-KACA PECAH
-"INI
benar-benar aneh, Mr. Jacob," terdengar Paman Titus berbicara.
Pete Crenshaw tertarik
perhatiannya. Ia memasang telinganya baik- baik. Pete sedang menyiram tanaman
di pinggir kantor perusahaan Paman Titus di pangkalan barang bekas. Suara Paman
Titus Jones terdengar dari dalam kantornya itu.
"Bagiku
tidak aneh," seseorang menyahuti di dalam. Suara itu belum pernah didengar
Pete. Mungkin itu Mr. Jacobs, pikir Pete. "Sudah jelas ini perbuatan
pemuda-pemuda berandal yang suka membuat onar!"
Pete mendengarkan dengan penuh
perhatian.
Sebuah misteri!
"Sekali,
dua kali, bisalah aku menganggapnya suatu kecelakaan kecil," laki-laki itu
melanjutkan. "Tapi empat kali? Itu keterlaluan! Empat kali Paul pulang
dari rumah temannya dengan kaca trukku remuk berantakan. Menurutnya, truk cuma
ditinggal sebentar ke dalam rumah temannya itu. Dan ketika ia ke luar, kaca
trukku sudah hancur!"
"Memang itu yang terjadi,
Daddy," seorang anak mengotot "Mengaku sajalah, Paul." Laki-laki
tadi tertawa dengan nada bercanda. "Aku kan dulu pernah jadi anak-anak.
Kadang-kadang aku tak sengaja menutup pintu terlalu keras. Atau teman-temanku
bermain lempar- lemparan bola dan bolanya nyasar hingga memecahkan kaca. Aku
yakin kau mencoba melindungi temanmu itu. Tapi empat kali Itu sudah
keterlaluan, Paul."
"Daddy,.aku benar-benar tidak tahu
mengapa kaca itu pecah."
"Baiklah, Paul,"
kata Mr. Jacobs dengan tenang. "Kau masih ingat apa yang kukatakan hari
Rabu yang lalu, kan? Kau tak kuizinkan mengendarai truk ini, sampai kau
menceritakan apa yang sebenarnya terjadi."
"Aku menceritakan yang
sebenarnya, Daddy. Dan bagaimana aku bisa mengantar barang-barang tanpa truk
itu?" protes anak laki-laki itu.
"Kau masih boleh
membantu mengangkat barang-barang itu dari truk. Atau kau dapat menjaga toko.
Tapi sekarang aku yang mengemudi."
Hanya desahan
yang terdengar oleh Pete dari luar. Paul tidak bisa membantah orang tuanya
lagi. Tak lama kemudian Pete mendengar suara pintu depan dibuka. Ia bergegas
mengitari kantor Paman Titus menuju bagian depan. Dilihatnya seorang laki-laki
bertubuh. tinggi dengan raut muka tegas. Seorang anak mengikuti di belakangnya
- juga tinggi, tapi sangat kurus. Kulitnya pucat, rambutnya hitam, dan
hidungnya agak pesek. Matanya yang coklat nampak sayu. Laki-laki tadi masuk ke
sebuah truk kecil abu-abu bertuliskan:
ANDA INGIN MEMBELI AT
AU MENJUAL PERABOT BEKAS?
HUBUNGIJACOBS
ROCKY BEACH, CALIFORNIA
"Paul," kata Mr. Jacobs, "kau harus bisa memilih antara tanggung
jawab padaku dan kesetiaan pada teman-temanmu. Sekarang naiklah. Akan kuantar
kau pulang. Pekerjaanmu hari ini sudah selesai. Kita sudah mengantar kursi-
kursi itu pada Mr. Jones."
"Aku pulang jalan kaki saja,"
kata Paul tak bergairah.
"Terserah
kaulah," sahut Mr. Jacobs. Ia memandang anaknya, menghela napas, lalu
pergi mengendarai truk kecilnya. Paul Jacobs berdiri memandangi truk ayahnya
hingga menghilang di perempatan jalan. Kemudian perhatiannya beralih pada Hans
dan Konrad, pekerja di Pangkalan Jones, yang sedang menata kursi-kursi yang
baru diantar tadi.
"Paul!"
panggil Pete dari sudut kantor.
Yang dipanggil
celingukan mencari arah datangnya suara.
"Ke sini!"
Paul melihat
Pete. Ia berjalan dengan ragu ke arah Pete. Mereka sudah saling kenal di
sekolah, meskipun bukan teman dekat Paul beberapa tahun lebih tua dari Pete.
"He, kau Pete Crenshaw, kan?"
kata anak berhidung pesek itu.
Pete
mengangguk. "Kelihatannya ayahmu marah tadi," kata Pete bersimpati.
Paul menghela napas. "Ya, padahal
aku baru saja memperoleh Surat Izin Mengemudi." "Wah, itu
menjengkelkan sekali," Pete tahu bagaimana rasanya orang yang baru
mendapat SIM dan tiba-tiba tidak diperbolehkan mengemudi. "Tapi mungkin
kami bisa menolongmu!"
"Menolongku?" Paul
berkata tanpa semangat. "Bagaimana? Dan siapa kami itu?"
Pete
mengeluarkan sebuah kartu dari kantung bajunya. Paul membaca kartu itu. Dahinya
berkerut.
-TRIO DETEKTIF
"Kami
Menyelidiki Apa Saja"
? ? ?
Penyelidik Satu.......... Jupiter
Jones
Penyelidik Dua............ Peter
Crenshaw
Data dan Riset.......... Bob
Andrews
-Paul Jacobs
mulai tertarik. Air mukanya menjadi lebih ceria. "Ah, sekarang aku ingat.
Ya, aku pernah dengar tentang petualangan kalian. Kau benar, mungkin kalian
bisa menolongku."
"Oke! Akan kuberi tahu Jupe dan
Bob!" seru Pete dengan gembira. .
Penyelidik Dua lupa pada
tugasnya menyiram bunga. Ia menarik Paul Jacobs sambil berlari melintasi
pangkalan, ke tempat Jupiter Jones dan Bob Andrews sedang memperbaiki pagar
kayu yang tinggi. Sekujur tubuh Jupiter basah oleh keringat. Ia dengan
susah-payah menancapkan paku demi paku pada pagar itu. Di sampingnya, Bob
mengayunkan martil dengan ringannya.
Sedikit pun tak nampak
tanda-tanda kelelahan pada muka Bob. Bahkan ia masih dapat tersenyum di bawah
teriknya sinar matahari saat itu.
"Heran aku," kata
Jupiter. "Kok, kau bisa-bisanya tersenyum sambil mengerjakan pekerjaan
seperti ini."
"Jupe!
Bob!" seru Pete memanggil. Ia masih menarik Paul Jacobs dengan satu
tangannya.
"Kita dapat kasus baru!"
Mata Jupiter melebar.
"Aha! Ini berita baru! Ini baru berita!" serunya menirukan logat
Inggris Sherlock Holmes. Kebosanan Jupe lenyap seketika.
Tanpa disadarinya martil
terlempar dari tangannya. Martil itu berputar- putar dan jatuh tepat di hadapan
Bibi Mathilda yang saat itu baru datang.
"Berita
boleh baru," seru Bibi Mathilda dengan suara tinggi, "tapi pagar itu
harus kalian bereskan dulu! Dan kau, Pete Crenshaw! Mengapa kau ada di sini?
Kau kan kutugaskan menyiram tanaman. Apa kau tega membiarkan tanaman itu layu?
Ayo! Semua kembali bekerja! Baru ditinggal sebentar saja sudah loyo"
-"Ta-tapi... Pete tergagap. "Paul temanku ini.....
"Aha, ada satu orang lagi," seru bibi Jupiter
itu. "Bagus, aku punya pekerjaan untukmu, Nak. Siapa namamu tadi. Paul,
ya?" "Yes, Ma’am," Paul menjawab dengan bingung.
"Paul, kau
dapat..."
Saat itu Paman Titus
keluar dari kantornya.
"Sudah waktunya
makan siang!" serunya.
"Ah,
sudah waktu makan siang rupanya," kata Jupiter. "Pantas aku lemas
sekali rasanya, Bibi Mathilda. Tenagaku sudah habis dan perutku minta diisi. ..
"Ya, dari tadi perutku sudah
berbunyi," tambah Pete.
"Hhh, panasnya hari
ini," desah Bob. Ia menyandar pada sebuah lemari es tua, lalu menggeloyor
hingga terduduk.
Dengan kedua tangan di
pinggang, Bibi Mathilda melotot melihat kelakuan anak-anak. Paul Jacobs nyengir
saja. Bibi Mathilda terus memelototi anak-anak. Namun tiba-tiba ia tertawa
berderai-derai.
"Baik, baik. Silakan
makan. Tapi jangan harap kalian bisa lolos setelah itu. Setelah makan, kembali
bekerja!"
Mendengar itu anak-anak
langsung berlari menuju rumah yang terletak di seberang pangkalan. Tak lama
kemudian mereka sudah kembali dengan membawa roti berisi keju dan daging.
Anak-anak dan Paul menyantap makan siang mereka di dekat meja kerja Jupe yang
terletak di pangkalan. Sambi! mengunyah rotinya, Pete menceritakan misteri yang
dialami Paul.
"Kau punya ide kira-kira siapa yang memecahkan kaca
jendela jtu?n tanya Jupiter.
Paul
menggeleng. "Aku bahkan tidak tahu bagaimana kaca itu bisa pecah. Pernah
sekali ketika aku berada di taman rumah kawanku, aku mendengar suara kaca
pecah. Tapi aku tidak melihat seorang pun di dekat trukku."
Paul memandangi Trio Detektif
berganti-ganti.
"Aku tahu ini kedengarannya tidak
masuk akal. Tapi seolah-olah kaca itu pecah sendiri!"
-Bab 2 KEKUATAN GAIB
-"MEMANG
mungkin," Jupe mengeluarkan pendapatnya, "gelas mencapai titik
lelahnya dan pecah secara spontan, tapi kemungkinannya sangat kecil bahwa hal
itu terjadi empat kali berturut-turut pada kendaraan yang sama."
Paul Jacobs melongo memandangi
Penyelidik Satu.
"Maksud
Jupe," kata Pete menjelaskan, "semua benda kan ada umurnya. Kaca bisa
saja pecah dengan sendirinya. Tapi itu tidak mungkin terjadi pada mobil yang
sama empat kali berturut-turut.
"Oo, begitu," ujar Paul.
"Apa dia bicaranya selalu seperti itu?"
"Itu belum
apa-apa," kata Bob sambil tertawa. "Kalau sudah tertarik, Jupe memang
begitu gaya bicaranya. i api kau akan terbiasa mendengarnya."
"Oke
kita harus bergerak cepat dan efisien," potong Jupe, "kalau kita
memang berniat menyingkap misteri ini. Bagaimana kalau kita mendengar
pengalaman Paul dari awal sampai akhir." "Kali ini kau mengerti kan,
Paul?" Pete mengedip jail pada Paul.
-Paul
tersenyum. Lalu ia mulai bercerita. Ia punya seorang kawan yang tinggal. di
Valerio Street nomor 142. Paul sering kali mengunjungi kawannya itu pada malam
hari setelah waktu makan malam. Ia datang dengan mengendarai truk kecil
ayahnya. Truk itu selalu diparkirnya pada sisi yang sama di depan rumah
kawannya itu. Empat kali dalam waktu kurang dari dua bulan kaca truknya pecah.
Paul sama sekali tidak tahu siapa pelakunya. Tapi ia yakin itu bukan perbuatan
kawannya, sekalipun ayah Paul tidak percaya pada keterangan itu.
"Apakah itu terjadi pada hari-hari
yang sama?" tanya Bob.
Paul berpikir sejenak.
"Kukira tidak. Tapi aku tidak ingat betul. Yang kuingat, terakhir kali itu
terjadi Rabu malam yang lalu."
Jupe tampak sedang memutar
otaknya. "Apa ada kaca-kaca mobil lain yang juga pecah pada malam
itu?"
"Setahuku tidak,"
sahut Paul. "Maksudku, aku tidak pernah dengar atau melihat kaca-kaca lain
yang juga pecah di sekitar situ... Tapi aku tidak pernah mengecek."
"Jupe," ujar Pete
perlahan, "kenapa kau tanya tentang kaca-kaca yang lain? Apa urusannya
kaca mobil lain dengan kaca truk Paul?"
"Kalau hanya kaca truk
Paul yang pecah," Jupe menjelaskan, "mungkin ada yang salah pada truk
itu, atau ada orang yang sengaja memecahkannya. Tapi kalau ada kaca mobil-mobil
lain yang juga pecah, mungkin alasannya lain lagi. Memangnya kenapa, Dua?"
"Kaca mobil ayahku juga pecah minggu yang lalu," sahut Pete.
"Dan ayahku pun tidak tahu bagaimana kaca itu bisa pecah."
Pete mulai
menjelaskan apa yang terjadi dengan mobil ayahnya. Mobil ayahnya sedang
diparkir di depan rumahnya pada suatu malam. Paginya ditemukan kaca dekat
kemudi pecah. Dan tidak ditemukan tanda-tanda adanya benda yang bisa
menyebabkan kaca itu pecah.
"Menurut ayahku, itu perbuatan anak
kecil. Yah, mungkin anak itu bermain-main dan tidak sengaja memecahkan
kaca."
"Buat
orang dewasa selalu anak-anak yang dipersalahkan," keluh Jupe. Kemudian
suaranya menjadi bersemangat kembali. "Namun informasi Pete ini memberi
petunjuk bahwa mungkin sekali peristiwa pecahnya kaca ini merupakan kasus yang
lebih besar dari yang kita perkirakan semula. Yang harus kita lakukan..."
Air muka Jupiter mendadak menjadi pucat
pasi.
"Cepat, Kawan-kawan!" serunya.
"Tidak boleh sedetik pun terbuang!"
Kawan-kawannya memandangnya
dengan heran. Kemudian baru mereka menyadari apa yang dikhawatirkan Jupe-suara
Bibi Mathilda terdengar di kejauhan: "Sudah waktunya untuk bekerja lagi!
Jangan sembunyi kalian, Anak-anak. Aku tahu kalian masih berada di pangkalan.
Ayo, kerja lagi!"
-"Paul terlalu besar
untuk Lorong Dua," kata Jupiter. "Gampang, Tiga. Cepat! Lari!"
Keempat anak
itu berlari dari meja kerja Jupe ke suatu timbunan barang bekas yang tidak jauh
dari situ. Mereka berhenti pada sebuah pintu besar yang terbuat dari kayu pohon
ek. Pintu itu terpancang pada tumpukan balok kayu besar di kanan-kirinya. Pete
merogoh ke dalam sebuah kotak di antara tumpukan barang bekas itu. Ia mengambil
sebuah kunci tua berkarat yang kemudian digunakannya untuk membuka pintu tadi.
Di batik pintu terdapat sebuah tungku besar model kuno. Anak-anak membungkuk
melalui tungku yang tergantung itu. Mereka sampai pada sebuah pintu besi. Pete
membuka pintu itu. Dan mereka pun masuk ke dalam sebuah ruangan yang bersih,
nyaman, dan diperlengkapi dengan peralatan kantor.
"Wah!" seru Paul sambil
memandang ke sekelilingnya. "Ada di mana kita ini?" "Di dalam
kantor Trio Detektif," Pete menjelaskan dengan bangga. "Ini sebuah
karavan tua yang dibeli paman Titus beberapa tahun yang lalu. Karena karavan
ini tidak laku-laku dijual, kita tumpuki saja dengan barang-barang bekas di
sekelilingnya. Dari luar yang tampak hanyalah tumpukan barang bekas. Paman
Titus sudah lupa bahwa ia punya karavan tua ini. Bahkan Bibi Mathilda tidak
pernah bisa menemukan kita di sini!"
"Bukan main,"
komentar Paul. Ia terkagum-kagum melihat meja, tempat penyimpan arsip, telepon
dengan pengeras suara dan mesin penjawab otomatis, radio, interkom dan
walkie-talkie.
"Kita
memperlengkapinya dengan peralatan yang kita butuhkan di sini," kata
Jupiter. "Sekarang kita kembali ke pokok persoalan semula. Aku tadi ingin
mengatakan bahwa, yang harus kita lakukan ialah mencari apa yang mungkin dapat
memecahkan kaca jendela, tanpa terlihat dan tanpa meninggalkan bekas."
"Gelombang ultrasonik!" ujar
Bob. "Setahuku gelombang itu dapat memecahkan kaca."
"Betul," kata Pete setuju. "Seperti suara penyanyi opera yang
melengking tinggi."
"Atau seperti suara
pesawat jet supersonik yang terbang melebihi kecepatan suara," Paul
menambahkan. "Dentuman yang dihasilkannya bisa memecahkan kaca."
"Kau ingat ada jet
seperti itu yang terbang melintas di atas rumah kawanmu itu sebelum kau
mendengar suara kaca pecah?" tanya Jupiter pada Paul.
Paul menggeleng. "Tidak.
Aku ingat betul tidak ada dentuman apa-apa sebelumnya."
"Ada
pabrik, pemancar radio, atau stasiun TV di dekat situ?" tanya Jupiter
lagi. "Atau adakah tempat-tempat yang mungkin mengeluarkan gelombang
ultrasonik di daerah situ?"
"’Tidak," sahut Paul,
"tapi ada satu hal. Aku ingat ada gempa bumi kecil waktu itu. Lampu rumah
kawanku bergoyang-goyang dengan sendirinya."
-Kini Jupiter yang
menggeleng. "Jendela mobil sangat kuat. Gempa bumi kecil saja tidak akan
membuatnya pecah."
"Bagaimana dengan angin?"
kata Bob. "Angin tomado? Aku membaca berita tentang angin pusaran di
sekitar sini."
"Tidak mungkin. Kalau
memang ada tornado, pasti Paul melihat benda- benda lain beterbangan,"
Jupiter mengingatkan.
"M-mungkin,"
Pete terbata-bata, "sebuah sinar? Sinar yang mematikan?" "Ya, seperti di Star Wars," Paul menimpali. "Sinar
yang panas dan bertenaga!"
"Dari planet
lain," tambah Bob.
"Kapal ruang
angkasa!"
"Makhluk gaib
dari luar bumi."
"Atau...
hantu."
Jupiter mengangkat kedua
tangannya untuk menyudahi pembicaraan yang tak keruan ini.
"Kita
jangan terlalu jauh berkhayal! Mungkin memang ada tenaga gaib yang menjadi
penyebabnya. Tapi yang lebih mungkin lagi ialah penyebab yang sederhana dan
nyata yang belum. kita ketahui. Aku usul kita segera mengambil dua tindakan
nyata untuk mempelajari apa saja yang dapat membantu penyelidikan ini."
"Tindakan apa
itu, Jupiter?" tanya Paul dengan tidak sabar.
"-Pertama, kita
akan melakukan rekonstruksi..."
"Apa itu?"
sela Pete seraya mengerutkan keningnya karena tidak paham.
-"Kita
mencoba mengatur keadaan seperti pada waktu kaca truk Paul pecah. Lalu kita
amati apa yang terjadi selanjutnya. Kemudian..."
"Tapi,"
potong Paul, "ayahku tidak mengizinkanku mengendarai truk itu lagi."
Jupiter
tersenyum. "Kurasa kita dapat memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
trukmu, Paul."
"Lalu apa
tindakan kedua, Jupe?" Bob ingin tahu segera.
"Akan kita
gunakan Hantu ke Hantu!"
Paul tergagap.
"Hantu apa?"
"Hubungan Hantu ke
Hantu," Pete menerangkan. "Ini suatu cara yang ditemukan Jupiter untuk
mengerahkan tenaga anak-anak untuk mencari sesuatu. Masing-masing akan
menelepon lima orang anak. Lalu mereka tadi diminta untuk melakukan apa yang
kita minta. Dan tiap-tiap anak diminta untuk menelepon lima orang anak lagi.
Begitu seterusnya."
"Aku paham
sekarang," ujar Paul. "Kalau kita masing-masing punya lima teman, dan
tiap teman kita punya lima teman juga. dan seterusnya... Wah,. bisa mencapai
lima ratus anak! Kita dapat mengerahkan tenaga anak-anak di Los Angeles dengan
cara seperti itu!"
"Tepat,"
kata Jupiter. "Tapi kita batasi sampai Rocky Beach saja. Akan kita gunakan
hubungan itu untuk mencari apakah ada kaca jendela mobil lain yang pecah dalam
dua bulan terakhir ini. Bila ada, harus kita ketahui kapan dan di mana."
-"Mana yang kita lakukan dulu,
Satu?" tanya Pete.
"Kedua-duanya kita lakukan secara serentak,"
jawab Jupiter. "Kita akan jalankan Hantu ke Hantu, dan biarkan mesin
penjawab otomatis yang mengumpulkan laporan dari anak-anak yang menelepon
masuk.
Sementara
itu. kita dapat pergi dan mencoba memancing pelaku perbuatan itu."
"Kita jebak siapa yang memecahkan kaca-kaca jendela itu." timpal Bob.
"Atau
apa saja yang menjadi penyebabnya," Jupiter menambahkan. "Jangan
lupa, itu bisa saja tenaga gaib yang belum pernah diketahui manusia sebelumnya!"
Bab 3 MEMANCING SI PELAKU
HARI hampir
gelap ketika Pete mengayuh sepedanya dengan kencang ke pangkalan barang bekas.
Di rumah tadi ia sudah mengisi perutnya penuh- penuh, sehingga tenaganya
bertambah untuk menggenjot sepeda. Di depan gerbang pangkalan tampak diparkir
sebuah mobil mewah. Mobil itu ialah Rolls-Royce yang sering mereka gunakan
waktu memecahkan kasus-kasus mereka. Paul Jacobs berdiri di sampingnya. Ia
melongo melihat Rolls-Royce hitam mengkilat itu.
"Apa pula ini?" tanya Paul
ketika Pete sampai dengan sepedanya.
"Ini Rolls-Royce
antik," ujar Pete. Ia menjelaskan bagaimana Jupiter memenangkan sebuah
kontes, sehingga Trio Detektif mendapat hadiah pertama. Hadiah itu berupa izin
untuk memakai Rolls-Royce selama tiga puluh hari. Setelah jatah tiga puluh hari
itu habis, salah seorang klien Trio Detektif mengatur sedemikian rupa, sehingga
anak-anak mendapat kebebasan untuk. meminjam mobil itu beserta sopirnya
Worthington, setiap saat. Klien tadi berbuat demikian sebagai tanda terima
kasihnya atas pertolongan Trio Detektif padanya. Tepat pada saat Pete
mengakhiri ceritanya, Jupiter dan Bob muncul di gerbang.
"Kau
berdua terlambat," tegur Jupiter. "Bob dan aku menyiapkan Hantu ke
Hantu berdua saja barusan. "
"Ayahku menyuruhku untuk berjalan
kaki saja," ujar Paul. "Maaf,
Kawan." "Dan kau, Pete?"
Mata Jupiter menyipit. "Pasti karena kebanyakan makan. Ya, kan?"
Pete tak bisa berkutik. "Dari mana
kau tahu?"
"Dari logika," kata
Jupiter sambi! menunjuk kepalanya. "Itu kan jelas sekali."
Bob tertawa. "Kita tadi
menelepon rumahmu. Ibumu yang menjawab dan mengatakan tentang roti keju. Jupe
rupanya iri." .
"Buat apa iri?"
tukas Jupiter. "Hanya orang yang berpandangan sempit yang iri. Tapi, Mrs.
Crenshaw berjanji akan menyisakan roti keju untukku. "
Mereka semua
terbahak-bahak. Dan saat itu pintu depan Rolls-Royce terbuka. Seorang pria
bertubuh ramping dengan muka bersih keluar. Ia memakai seragam sopir, lengkap
dengan topi petnya yang sekarang dipegang di tangannya.
"Selamat malam,
Anak-anak," sapanya ramah.
"Selamat malam,
Worthington," anak-anak membalas serempak.
"Kami membawa
tamu malam ini: Paul Jacobs," Jupiter memperkenalkan
Worthington
menjabat tangan Paul. "Kau akan ikut bertualang dengan Trio Detektif,
Paul? Kau akan mendapat pengalaman yang mengasyikkan. Percayalah padaku."
"Kami sedang terburu-buru malam
ini, Worthington," kata Jupiter.
"Kami mesti mencapai Valerio Street
nomor 142 tepat jam sembilan." "Jam sembilan? Oo, itu bukan
masalah," sahut Worthington. "Tapi kita harus berangkat sekarang
juga. Silakan, Anak-anak." .
Begitu mobil mulai meluncur,
Jupiter membeberkan rencananya. Mereka akan berhenti di ujung Valerio Streella,
Bob, dan Pete akan turun di sana.
Kemudian Worthington dan Paul
akan memarkir mobil di tempat biasanya Paul memarkir truknya. Paul akan turun
di sana, dan membebaskan Worthington untuk kira-kira sejam. Worthington seolah-
olah akan memanfaatkan waktu itu untuk berjalan-jalan. Sedangkan Paul akan
berpura-pura berkunjung ke rumah temannya. Tapi sebenarnya Paul akan bersembunyi
dan mengamati Rolls-Royce itu. Dan pada saat yang sama Trio Detektif mengamati
Rolls-Royce dari seberang jalan.
"Aku
khawatir akan terjadi kerusakan kecil pada Rolls-Roys ini, Worthington,"
kata Jupiter dengan perasaan tidak enak
"Apa kasus kali ini berbahaya,
Jupe?"
"Mungkin tidak bagi kita, tapi ya
bagi mobil ini."
"Kalau
aku boleh tahu,". kata sopir itu lagi, "seperti apa kerusakan yang
bakal terjadi, Jupe?"
-"Mungkin
kacanya pecah," _
Worthington menghela
napas. "Yah, lihat saja bagaimana nanti."
"Atau,"
tambah jupiter, "mungkin penyok di satu atau dua tempat.’
Mata
Worthington terbelalak. Kemudian dipandanginya Rolls-Royce yang hitam mulus itu
dengan sedih. Ia meneguk ludah beberapa kali.
"Well," ujar Jupe dengan
ragu-ragu, "mungkin cuma satu jendela saja."
"Satu jendela... Oke, kita lihat
saja nanti."
Ketika itu mereka sudah
mencapai ujung Valerio Street. Worthington meminggirkan mobil dan Trio Detektif
turun di situ. Sejauh ini rencana Jupe berjalan mulus. Rolls-Royce diparkir di
depan Valerio Street nomor 142. Trio Detektif bersembunyi di tempat yang aman,
persis di seberangnya.
Trio Detektif melihat Paul Jacobs dan Worthington memainkan
sandiwara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Paul berjalan seakan- akan hendak
mengunjungi temannya. Ia masuk ke dalam pekarangan rumah temannya, lalu
tiba-tiba. menghilang di balik pagar tumbuhan di pekarangan itu. Worthington
berjalan melenggang sepanjang trotoar sambil bersiul-siul. Sesaat kemudian
jalan itu menjadi lengang. Sepi.
Trio Detektif menanti di kegelapan.
Pete yang pertama kali melihat seorang
wanita. "Lihat," bisiknya.
Seorang wanita jangkung
mengenakan kaus kaki panjang dan celana sport tampak. membawa seekor anjing
Great Dane yang luar biasa besarnya. Ia berjalan bukan di tepi jalan, tapi tepat
di tengah jalan. Dan di tangannya tergenggam sebuah tongkat hitam dengan
bonggol besar terbuat dari perak berkilau. Great Dane Itu menarik-nariknya
sambil berhenti di sana-sini untuk mencium-cium apa saja yang dilaluinya.
Tiba-tiba si wanita berhenti.
Ia tertegun melihat Rolls-Royce yang mempesona itu. Dan ia masih terpana
memandangi mobil mewah itu, sampai anjingnya menariknya. Ia tersentak kaget.
Hampir saja wanita itu terjatuh.
Si wanita
mengayunkan tongkat berbonggol perak itu dekat kaca jendela Rolls-Royce itu.
Diayun-ayunkannya tongkatnya dengan sembrono..
"Tunggu, Hamlet!" perintahnya
pada Si Great Dane.
Anjing itu
duduk dengan patuh. Lidahnya sebentar-sebentar terjulur ke luar. Wanita tadi
masih saja mengayun-ayunkan tongkatnya. Makin lama makin dekat dengan kaca
jendela Rolls-Royce mewah itu. . .."
"Bukan begitu seharusnya ia melatih anjing,"
bisik Pete."Dengan begitu ia hanya membuat anjingnya takut."
"Mungkinkah ia memecahkan kaca itu dengan
tongkatnya?" tanya Bob. "Maksudku, secara tidak sengaja."
Jupiter menggeleng. "Kalau ia yang
memecahkan, pasti Paul melihatnya waktu itu."
-Akhirnya si
wanita menurunkan tongkatnya. Anjingnya dengan gembira mengibas-ngibaskan
ekornya. Great Dane itu kembali menarik majikannya berjalan. Sewaktu wanita dan
anjingnya itu menghilang di kelokan jalan, dua anak berkostum baseball muncul.
Mereka bermain lempar tangkap dengan bola baseball. Yang satu berdiri di tepi
jalan , dan yang satu lagi di tengah jalan. Mereka melempar bola melewati
mobil-mobil dan berlari untuk menangkapnya dalam cahaya yang remang- remang.
Sering kali mereka gagal menangkap bola. Bola menggelinding ke kolong-kolong
mobil yang diparkir di situ.
Bob berbisik. "Jupe? Barangkali
mereka pelakunya." "Tidak," pemimpin yang bertubuh gempal itu
balas berbisik. "Sekalipun dalam keremangan seperti ini. mereka tidak akan
luput dari perhatian Paul."
"Lagi pula." gumam Pete,
"mereka berdua tidak akan salah lempar hingga memecahkan kaca. "
Mereka mengawasi kedua anak
itu sampai hilang di kegelapan. Valerio Street menjadi sunyi kembali. Malam
makin larut. Lampu-lampu rumah sudah mulai dimatikan. Satu jam berlalu tanpa
ada kegiatan apa-apa di jalan itu. Kemudian seorang laki-laki tinggi
berkendaraan sepeda balap muncul di tikungan. Sekilas saja Pete tahu bahwa sepeda
itu bergigi sepuluh.
Trio Detektif
makin awas. Sinar lampu menyorot dari sepeda itu bagai antena serangga.
Pengendaranya memakai kaus kuning dan celana pembalap sepeda berwarna hitam
yang ketat sampai ke lutut. Kaus kakinya juga kuning. Sepatunya yang berujung
runcing terkait pada pengait pedal sepeda. Dengan helm, kacamata, dan headphone
yang tersambung dengan radio atau tape dalam ranselnya, ia tak ubahnya makhluk
dari planet lain.
"Ia cocok benar untuk main film
Star Trek." Pete tertawa geli.
Pengendara sepeda itu
memperlambat laju sepedanya. Ketika ia melihat Rolls-Royce diparkir di jalan
itu, ia berputar-putar di sekelilingnya.
Anak-anak
menahan napas. Mereka menanti dengan harap-harap cemas. Dalam hati mereka
mengkhawatirkan apa yang bakal terjadi pada mobil indah dan mewah itu. Tapi
detik berikutnya si pengendara sepeda meninggalkan Rolls-Royce dan melanjutkan
perjalanannya.
"Hhh," desah Pete lega,
"tadinya kukira..." "Sepertinya ia tadi ingin berbuat
sesuatu," ujar Bob.
Jupiter mengernyit. "Jangan
bertindak gegabah. Kita harus sabar dan hati-hati dalam menarik
kesimpulan."
Anak-anak
menyelonjorkan kaki mereka yang mulai terasa pegal. Jupiter mengingsut dengan
gelisah. Mereka tidak bisa terlalu lama menunggu.
Gerakan berkelebat menarik perhatian Jupe.
-Seseorang
sedang berjalan di antara bayang-bayang pohon di ujung jalan. Di balik
pohon-pohon. Dekat mobil-mobil yang diparkir. Ia berjalan zig-zag. Sebentar di
jalan, sebentar di balik pohon. Seorang laki-laki bertubuh kecil bergerak
dengan gesit. Ia membawa sesuatu.
"Apa itu yang dibawanya?"
desis Pete.
Laki-laki
kecil tadi masih terus berjalan zig-zag dari pohon-pohon ke mobil-mobil.
Sebentar-sebentar ia melihat berkeliling, seolah takut ada yang melihatnya.
Kini ia berada di jalan. Tangannya menggenggam sebuah benda yang panjang dan
keras.
"Itu tongkat baseball!.1
seru Bob tertahan.
Anak-anak terpaku. Jantung mereka berdetak makin keras
ketika laki- laki kecil itu menyelinap di belakang Rolls-Royce. Mereka dapat
membayangkan apa yang bakal terjadi kalau orang itu mengayunkan tongkat
baseball itu ke kaca mobil. Tak pelak lagi kaca akan remuk. Hancur
berkeping-keping. Dan dari halaman rumah nomor 142 Paul dapat mendengar suara
kaca pecah itu: Tapi ia tidak dapat melihat siapa pelakunya. Orang bertubuh
kecil tadi dengan mudah menyelinap dan menghilang.
Anak-anak
menunggu apa yang diperkirakan akan terjadi. Tapi laki-laki itu cuma pergi
dengan tergopoh-gopoh, seakan-akan ia dikejar orang. Ia berlalu begitu saja
tidak ada kaca pecah. Tongkat baseball itu tidak digunakannya untuk memukul
apa-apa.
Pete mendesah dengan kecewa.
Merasa
sia-sia, anak-anak saling berdiam diri untuk beberapa saat. Mereka masih
mengawasi Valerio Street. Tapi harapan semakin tipis. Tidak ada lagi yang
lewat. Tidak ada mobil yang berlalu.
Waktu sudah jam sebelas malam.
"Paul biasanya pulang
dari rumah temannya pada jam sebelas," kata Pete.
Jupiter bangkit. "Kita
harus membuat rekonstruksi semirip mungkin. Kita juga harus pergi
sekarang."
Ia melangkah
keluar dari persembunyiannya. Paul muncul dari bayang- bayang tanaman di
pekarangan rumah temannya. Dan Worthington tampak berjalan dari ujung jalan.
Mereka berkumpul di samping Rolls- Royce. Jupiter memandang kawan-kawannya
dengan muram.
"Mungkin," katanya, "aku
salah."
"Salah. Jupe?" tanya Bob.
"Apanya yang salah?"
"Aku berpendapat, karena
kaca mobil ayah Pete juga pecah, si pemecah kaca bukan hanya mengincar truk
kecil Paul," Penyelidik Satu menjelaskan. "Tapi kejadian pada jendela
mobil Mr. Crehshaw mungkin hanya suatu kebetulan. Mungkin truk kecil Jacobs
cuma satu-satunya yang menjadi incaran."
"Kalau ternyata begitu,
pancingan kita dengan Rolls-Royce akan berhasil," Pete menyadari.
"Kita harus memakai truk kecil."
"Jupe?" ujar Bob
lambat-lambat "Dalam hal ini Hantu ke Hantu juga tidak akan ada hasilnya.
Tidak akan ada kaca-kaca pecah lainnya."
"Benar,
Bob," Jupe menyetujui dengan murung. "Sekarang sudah terlalu malam
untuk berkumpul di kantor Trio Detektif. Kita harus menunggu sampai besok pagi
untuk melihat bagaimana hasil Hantu ke Hantu!"
-Bab 4 TANDA BAHAYA
PUSING
memikirkan keanehan misteri yang saat ini Bob tidak bisa tidur semalaman. Namun
pagi harinya ia bergegas turun ke bawah ketika mendengar suara ayahnya
marah-marah.
"Sekarang di mana-mana tidak
aman."
"Aku
yakin itu cuma kebetulan," terdengar suara Mrs. Andrews menenangkan.
"Kan banyak hal yang bisa menyebabkan kaca pecah secara tidak
sengaja."
"Oke mulai sekarang mobil harus
masuk garasi. Jangan diparkir di luar lagi."
Bob hampir
tersandung ketika menuruni anak tangga yang terakhir. Ia muncul di dapur tempat
kedua orang tuanya menyantap sarapan pagi.
"Dad! Apa kaca mobil kita pecah
tadi malam?" "Yah, kelihatannya begitu, Bob."
"Kaca di samping sopir?"
"Ya" jawab Mr.
Andrews. Ia melihat anaknya dengan pandangan bertanya-tanya. "Bagaimana
kau...?"
"Dan
tidak jelas apa yang menyebabkannya pecah ?" Bob makin menggebu-gebu
bertanya. "Pasti tidak bisa diterangkan mengapa kaca itu pecah. Ya,
kan?"
"Bagaimana kau tahu begitu
banyak?" tanya Mr. Andrews dengan curiga.
Bob menceritakan tentang apa
yang dialami Paul dengan truk kecilnya, juga tentang kaca mobil Mr. Crenshaw.
"Kau
yakin Paul tidak melihat apa-apa ketika ia mendengar suara kaca truknya
pecah?" tanya Mr. Andrews lagi.
"Tidak nampak apa-apa, Dad."
"Tapi itu pasti ada pelakunya.
Pasti pemuda-pemuda berandal itu!"
"Kalau
begitu, mungkin pemuda-pemuda berandal itu tidak terlihat, Dad. Maksudku,
mereka hantu. "
"Omong kosong, Robert! Kau tahu
kan....".
"Aku yakin ada alasan yang sederhana dan masuk
akal," Mrs. Andrews menyela. "Jupiter dan kawan-kawannya akan dapat
mengungkap kejadian ini. Oke, sekarang habiskan dulu sarapan ini."
Bob melahap
beberapa butir telur. Ia sangat bersemangat untuk menyampaikan berita ini pada
kawan-kawannya. Paling tidak ini akan mendukung teori Jupe. Memang ada kaca
mobil lain pecah selain truk Jacobs dan mobil Mr. Crenshaw. Diteguknya segelas
susu. Lalu ia melompat pergi.
"He, tempat
tidurmu sudah dibereskan, belum?" tanya Mrs. Andrews. "Sudah,
Mom!"
-Bob mengayuh
sepedanya sekuat tenaga. Tapi ia tidak menuju gerbang depan. Ia bersepeda
sepanjang pagar depan. Beberapa seniman Rocky Beach telah melukis papan-papan
pagar itu dengan lukisan pepohonan, bunga, pemandangan danau beserta
angsa-angsa, dan bahkan juga reruntuhan kapal. Bob berhenti pada lukisan
reruntuhan kapal itu. Ditekannya mata seekor ikan yang sedang berenang di dekat
kapal. Dua bilah papan terangkat. Ini adalah Gerbang Hijau Satu yang langsung
menuju bengkel kerja Jupe. Tidak ada siapa-siapa di bengkel kerja Jupe. Tapi
sepeda Pete ada di situ. Bergegas Bob menyelusup masuk ke dalam Lorong Dua -
sebuah pipa besar yang terjulur di bawah tumpukan barang bekas dan merupakan
jalan masuk ke kantor Trio Detektif. Sampai di ujung pipa Bob mengangkat sebuah
tingkap yang terletak di dasar karavan.
"He, aku punya berita menarik! Tadi
malam ayahku... "
Bob terdiam. Ia melongo.
Tidak ada yang mendengarkan apa yang dikatakannya. Bahkan, tidak ada yang
menyadari kehadirannya di situ.
Kantor dalam keadaan sibuk luar biasa. Jupiter, Pete, dan
Paul Jacobs sedang berdiri di depan sebuah peta raksasa Rocky Beach yang
terpampang di dinding. Mereka sibuk menancapkan paku payung pada peta, sesuai
dengan suara rekaman.
"... Kaca jendela mobil Mr. Wallace
pecah pada bagian dekat sapir. Terjadinya di depan East Cola nomor 27, Rabu
lalu."
Paul menancapkan sebuah paku
payung pada suatu tempat di peta.. Kemudian suara berikutnya menyusul:
"’Mobil Joe Eller
kacanya remuk beberapa minggu yang lalu dekat West Oak nomor 45 kaca depan
kiri, dekat pengemudi."
Pete menusukkan sebuah paku
payung pada peta. Lalu suara seorang gadis memenuhi ruangan :
"Mrs.
Janowski di De La Vina 1689 mendapatkan kaca depan kiri mobilnya pecah Senin
malam yang lalu."
Jupiter menancapkan paku payung di
lokasi itu pada peta.
Bob menepuk pundak Jupe. "Hantu ke
Hantu berjalan dengan sukses!" serunya.
Jupe menoleh. Ia tersenyum
penuh kemenangan. Mesin. penjawab otomatis sibuk merekam laporan sejak tadi
malam dan tadi pagi. Dan laporan telepon juga masih berdatangan sekarang:
Kaca-kaca mobil di seluruh Rocky Beach menjadi korban dalam dua bulan
terakhir!"
"Dan
selalu yang menjadi sasaran adalah kaca kiri depan, dekat pengemudi. Selalu
pada mobil-mobil yang diparkir di jalan," kata Pete "Dan... tidak ada
yang pernah melihat siapa - atau apa - yang melakukannya!"
"Sudah hampir
seratus paku payung tertempel di peta," kata Paul.
"Seratus
satu," tambah Bob. Ia lalu menceritakan apa yang dialami mobil ayahnya
semalam.
"Tancapkan paku payung di
peta," ujar Pete.
Bob mengambil seraup paku payung. Ditancapkannya paku
payung pada lokasi rumahnya.
Kini ia ikut membantu teman-temannya
mendengarkan pesan dari Hantu ke Hantu. Tidak lama kemudian laporan dari mesin
penjawab selesai.
Tapi sekarang
telepon berkali-kali berdering. Seluruhnya memberitakan tentang kaca-kaca pecah
di Rocky Beach. Jupe merekam pesan-pesan yang baru datang. Sementara yang
lainnya mendengarkan melalui pengeras suara:
"... dekat dengan kaca jendela
pengemudi pada mobil Mr. Andrews tadi malam..."
Bob berkata, "Itu Max
Brownmiller, tetanggaku. Kurasa ia sudah dengar tentang mobil ayahku."
Anak-anak
terus mendengarkan dan menancapkan paku payung pada peta raksasa sampai telepon
berhenti berdering. Pete menghitung paku payung di peta.
"Seratus dua puluh tujuh!"
"Dan yang pertama
terjadi dua bulan yang lalu," kata Paul. "Bahkan sebelum kaca trukku
pecah untuk pertama kalinya."
"Jadi
Jupe benar," ujar Bob. "Si pemecah kaca buka hanya mengincar truk
ayahmu, Paul." -"Tapi," kata Jupiter lambat-lambat sambil
memperhatikan peta yang penuh dengan paku payung, "bagaimana polanya?
Bagaimana M.O-nya?" .
"M.O.?" Paul bertanya
keheranan.
"Modus Operandi, semacam
cara kerja," Bob menerangkan. "Kalau sesuatu terjadi berulang-ulang,
kau biasanya akan dapat menemukan satu hal yang tetap polanya. Pola yang sudah
kita peroleh ialah kaca yang -pecah selalu kaca yang dekat sopir."
"Contoh lain," Pete
menambahkan, "mungkin seseorang membenci penduduk sekitar pantai, entah
kenapa. Kalau memang begitu, mestinya paku-paku payung terpusat pada daerah
sekitar pantai."
"Atau
kalau jendela pecah karena tenaga gaib," sambung Jupiter, "maka paku
payung tentunya akan terpusat pada sumber tenaga gaib itu. Tapi nyatanya
paku-paku payung itu tersebar di mana-mana."
"Tidak di mana-mana, Jupiter,"
tukas Paul.
"Cuma di
pusat kota. Lihat, tidak ada paku payung di sekitar pangkalan, di sepanjang
pantai, atau di daerah pegunungan."
Yang lain mengangguk.
Kening Bob berkerut.
"Jupe," katanya. "Ada sesuatu yang aneh."
"Apa itu,
Bob?’"
"Lihat," kata Bob
sambil mengamati peta. "Banyak jendela mobil dilaporkan pecah di sepanjang
Valerio Street tadi malam. Tapi, kenapa tidak ada jendela yang pecah di daerah
dekat kita bersembunyi tadi malam?"
Jupiter mengangguk "Aku
juga sudah memperhatikan hal itu, namun aku belum memperoleh jawabnya. Mesti
ada alasan, dan aku yakin bahwa jawaban itu tersembunyi pada paku-paku payung
yang kita tempelkan ini. Kupikir ada baiknya kalau kita dengarkan lagi rekaman
kita, dan..."
Tiba-tiba
terdengar dentang besi beradu. Suara itu memenuhi karavan. Sepertinya sebuah
benda keras menumbuk besi di antara tumpukan barang bekas yang mengelilingi
kantor Trio Detektif. Suara itu kini terdengar lagi, kali ini dibarengi dengan
bunyi gemerincing yang teredam.
"Ada orang di luar!" seru
Pete.
Sekali lagi suara itu terdengar.
"Mungkin Bibi Mathilda atau Paman
Titus, Jupe," ujar Bob. "Akan kulihat melalui periskop."
Bob bergegas ke salah satu
sudut ruangan tempat sebuah pipa kecil menembus atap karavan. Ujung bawah pipa
bengkok dan terdapat dua buah besi untuk pegangan. Penampilannya mirip sekali
dengan periskop kapal selam. Dan memang Jupe merancangnya agar dapat berfungsi
sebagai periskop, untuk melihat keadaan di luar dari dalam karavan. Bob
mengintip melalui periskop buatan Jupiter. Diputarnya periskop ke segala arah.
"Ha, Bibi Mathilda dan paman Titus sedang berdiri di
gerbang depan," lapornya. "Hans dan Konrad sedang mengangkut
barang-barang ke dalam sebuah truk. Beberapa orang langganan sedang
melihat-lihat di sisi seberang kita. Tapi tidak ada orang yang dekat-dekat sini."
Suara
berdentang terdengar lagi, lebih keras dari sebelumnya. Berarti sumber suara
makin dekat Dan seakan-akan ada seseorang yang menyelinap di antara tumpukan
barang bekas di sekeliling karavan.
"Pasti orang itu pengacau!"
kata Pete.
"Ia tidak bisa terlihat lewat
periskop!" seru Bob.
"Cepat!"
komando Jupiter. "Bob, kau lewat Lorong Dua. Pete lewat Pintu Empat. Dan
aku akan mengambil Gampang Tiga. Kita akan coba menyergap pengacau itu. Kau
tinggal di sini, Paul. Jangan buka pintu mana pun, kecuali jika kaudengar kode
rahasia: tiga ketukan, satu, lalu dua. Oke?"
Paul mengacungkan jempolnya. Ketiga
detektif muda menyelinap untuk mencari pengacau yang misterius itu.
-Bab 5 ANCAMAN DI PANGKALAN JONES
-DI UJUNG Lorong Dua, Bob mengintip
dengan waspada.
Sesosok tubuh, berpakaian
serba hitam, sedang membungkuk di bengkel kerja Jupe. Orang itu kelihatannya
sedang mengerjakan sesuatu di tanah. Bob menjulurkan kepalanya untuk melihat
apa yang sedang dikerjakannya. Namun kepalanya terbentur sisi pipa. Benturan
itu mengakibatkan beberapa benda rongsokkan terjatuh dari atas pipa.
Orang berpakaian hitam itu
menoleh. Ia tidak punya muka! Bob melihat sepasang mata yang tajam di antara
mukanya yang hitam. Ia menyadari bahwa orang itu memakai topi pemain ski,
menutupi seluruh kepala dan mukanya. Mata itu menyorot tajam pada Bob.
"Siapa kau? Mau apa kau
di sini?" teriak Bob seraya merangkak keluar dari pipa.
Si orang berpakaian hitam
meraih benda yang dikutak-katiknya tadi. Dengan gesit ia berlari. Bob bangkit
dan berlari ke pintu masuk bengkel kerja.
-Ia melihat sosok hitam itu
berkelebat cepat bagai seekor kijang melompat-lompat. Orang itu bergerak ke
arah Gampang Tiga! Jupiter pasti dapat menangkapnya!
Si pengacau menghilang di
balik tumpukan balok tua. Bob memasang telinganya. Satu menit berlalu. Tidak
ada suara apa-apa. Di mana Jupe?
Setelah beberapa menit lewat,
Bob berjingkat-jingkat mendekati tempat terakhir kali ia melihat orang
berpakaian serba. hitam itu menghilang. Tapi tidak ada siapa-siapa di balik
tumpukan balok. Ia bertiarap lalu merayap mendekati tumpukan kayu. Matanya awas
mengamati sekelilingnya. Sebuah gerakan cepat tertangkap oleh ujung mata Bob.
Ada orang yang sedang mengintip dari balik pagar.
Bob makin waspada. fa menahan
napas. Tapi kali ini orang yang dilihatnya tidak memakai topi pemain ski.
Seberkas sinar menerpa wajah orang itu. Itu Pete! Bob melompat Pete melihatnya.
Ia mengarahkan jempolnya ke bawah pertanda ia belum mendapatkan apa-apa
Sebaliknya, Bob mengacungkan jempolnya. Ia sudah melihat si. pengacau tadi.
Tahu-tahu terdengar suara
gaduh. Kayu-kayu berjatuhan di suatu tempat di depan Bob.
Bob memberi
kode pada Pete untuk mengitar dan bertemu di tempat kayu-kayu tadi jatuh. Pete
mengangguk. Detik berikutnya ia sudah menghitang. Bob mulai melangkah dengan
hati-hati di antara perabotan rumah tangga bekas yang dikumpulkan Paman Titus.
Akhirnya ia mencapai tempat jatuhnya kayu-kayu. Runtuhnya kayu-kayu itu membuat
timbunan yang tinggi, tak kalah tingginya dengan tumpukan yang menimbun kantor
Trio Detektif. Pete muncul pada sisi lain dari timbunan ini.
"Kau lihat dia?" tanya Bob.
"Tidak." Pete menggeleng.
Kedua anak
itu menjadi cemas. Terdengar suara rintihan dari balik runtuhan kayu.
"Tolong!"
Pete terkesiap.
"Itu Jupe!"
"Cepat!"
seru Bob.
Mereka menyelusup
ke dalam timbunan kayu melalui sebuah celah yang sempit.
"Tolong!"
Rintihan itu datang
dari sebelah kiri.
"Tolong!"
Sekarang terdengarnya
dari sebelah kanan.
Bob dan Pete
berjongkok di dalam tumpukan kayu itu. Mata mereka mencari-cari di mana Jupe
berada. Masih tidak nampak. Dan tidak mungkin lagi bergerak ke mana-mana.
Dengan kalut mereka mencoba membuka jalan dengan menggeser balok-balok kayu dan
barang-barang rongsokan yang bercampur-aduk di situ.
"Jupe!" panggil Pete.
"Kalau kaudengar suaraku, menyahutlah!"
"Jadi kita bisa tahu di mana kau
berada!" teriak Bob.
"Tolong... Tolong... Tolong...
Tolong...!"
Rintihan
Penyelidik Satu memberi petunjuk pada Pete dan Bob. Mereka berusaha sekuat
tenaga menyingkirkan segala barang rongsokan yang menghalangi Suara Jupe makin
lama makin jelas.
"Ini dia!" seru Bob.
Sebuah lemari
es besar tergeletak di dekat Bob. Gagang pintu lemari itu tertahan sebuah kayu,
sehingga pintunya tidak bisa dibuka dari dalam. Suara rintihan datang dari
dalam lemari es itu. Makin lama makin lemah.
"Cepat! Jupe bisa kekurangan udara
di dalamnya!" jerit Pete.
Mereka berdua
melepas kayu yang menahan gagang pintu lemari es. Dibukanya pintu yang berat
itu.
"Jupe?" seru Bob.
Penyelidik
Satu duduk berjongkok pada dinding belakang lemari es. Besi-besi berkarat
tergeletak di kanan-kirinya. Ia tidak bergerak-gerak
"Satu?"
ujar Pete. "Kenapa kau?"
Pemimpin yang
gempal itu mendesah. "Pintu terbuka, tipuan klasik," katanya dengan
penuh kekecewaan. "Dan aku terperangkap seperti anak ingusan saja."
"Siapa yang memerangkap,
Jupe?" tanya Bob.
"Kaulihat orangnya?"
"Yang
kulihat cuma sekelebatan bayangan hitam ketika aku Keluar dari Gampang Tiga. Ia
melihatku dan lari ke arah sini setelah menendang kayu-kayu ini. Aku
mengejarnya. Tapi aku cuma melihatnya sekilas di antara tumpukan-tumpukan kayu
ini. Kemudian aku lihat dia lari ke dalam lemari es ini. Itu tidak begitu
jelas, tapi kesan yang kulihat seperti itu. Ternyata dia bersembunyi di balik
lemari es ini. Ketika aku melongok ke dalam lemari es, tahu-tahu ia sudah
berada di belakangku. Aku didorongnya dan pintunya dikunci dari luar. Dengan
putus asa kucoba untuk membuka pintu dari dalam. Sia-sia."
"Kau bisa kehabisan napas di
dalam!" kata Bob.
Jupiter mendesah lagi.
"Lemari es ini penuh lubang. Kau tidak usah khawatir soal itu. Tapi yang
jelas, orang itu licin dan cerdik. Ia memperdayaiku. Sementara aku tidak bisa
tahu seperti apa dia rupanya."
Tahu-tahu
suara gaduh bergema di pangkalan. Kali ini seperti benda- benda logam
berjatuhan. Anak-anak bergegas keluar dari timbunan kayu bekas.
"Ia masih dalam pangkalan!"
seru Pete.
"Mungkin dia
tidak tahu jalan keluar dari sini!" ujar Bob.
"Ayo, jangan buang kesempatan
lagi!" seru Jupiter. • .
Trio Detektif
berlari ke tempat yang lebih lapang. Mereka mengira- ngira dari mana kegaduhan
tadi berasal. Mestinya suara itu timbul dan bagian belakang. Anak-anak bergegas
ke pagar belakang. Namun mereka tidak mendengar apa-apa lagi sekarang.
-"Lihat!" teriak Pete.
"Di atas sana!"
Barang-barang
bekas yang masih baik kondisinya biasanya diletakkan di dekat pagar. Paman
Titus telah memasang seng di sepanjang pagar pangkalan, untuk menaungi
barang-barang itu. Sebuah benda tampak terkait pada seng di pagar. Bentuknya
seperti jangkar kecil bercabang empat. Dan seutas tali terikat pada jangkar
kecil itu.
"Apa itu?" tanya Bob.
"Pengait," kata
Jupiter, "Biasanya digunakan untuk memanjat tembok atau bukit yang curam.
Pengait itu diikatkan pada seutas tali, lalu dilempar, sehingga pengait itu
terkait kokoh pada tembok. Dengan begitu kau bisa memanjat tali."
Sewaktu Trio
Detektif mengamati pengait bercabang empat itu, tali yang terikat padanya
bergerak-gerak. Pengait terlepas dan terlempar ke luar pagar. Suara berdentang
terdengar dari luar pangkalan.
"Cepat!" seru Jupiter.
"Kelana Gerbang Merah!"
Ketika anak-anak berlari menyusuri pagar menuju pintu
belakang rahasia, mereka mendengar seru suara mesin mobil dihidupkan. Bob
bergegas membuka Kelana Gerbang Merah. Anak-anak berhamburan keluar ke jalan di
belakang. Terlambat. Mereka hanya melihat sebuah mobil kecil berwarna merah
membelok di tikungan.
"Yaaa, terlambat," seru Pete.
"Apa merek mobil itu. Nomor
polisinya?" tanya Bob
-"Kelihatannya seperti MG,"
kata Pete. Lalu ia menambahkan, "Tapi aku tidak yakin. Dan aku tidak
sempat melihat nomor polisinya."
"Aku juga tidak," Jupiter
mengakui. .
Mereka masih
memandang ke arah hilangnya mobil merah tadi di tikungan.
"Apa yang dilakukannya tadi di
sini?" tanya Bob.
"Pasti dia ingin berbuat
sesuatu di pangkalan tanpa diketahui," ujar Pete. "Karena itu ia
masuk secara diam-diam lewat belakang dengan pengait dan tali itu."
"Paul pasti sedang
menunggu," kata Jupiter. "Kita kembali saja ke kantor."
Trio Detektif bergegas
kembali ke pangkalan melalui gerbang rahasia. Pada pagar belakang terlukis pemandangan
kebakaran besar di San Francisco, yang terjadi tahun 1906. Seekor anjing tampak
duduk dekat sebuah gedung yang terbakar. Salah satu mata anjing itu terbuat dan
mata kayu. Jupiter menariknya. Tiga lembar papan terangkat. Kelana Gerbang
Merah terbuka.. Anak-anak masuk melalui Pintu Empat sampai pada pintu geser
karavan. Jupiter mengetuk: tiga, satu, dua.
"Apa yang terjadi?" tanya Paul dengan penuh rasa
ingin tahu ketika ia membuka pintu geser.
Jupiter
menjelaskan. Lalu ia bertanya, "Apa orang seperti itu pernah kau lihat,
Paul?"
'Tidak," jawab Paul. "Apa yang
dilakukannya di luar ?"
-"Itulah yang harus kita
temukan," kata Jupiter. "Mari kita keluar dan menyelidiki sekeliling
karavan ini. Mungkin ada sesuatu yang bisa kita jadikan petunjuk tentang apa
yang diinginkan si pengacau sebenarnya."
Jupiter
berjalan di depan, keluar, menuju bengkel kerjanya. "Dari suara yang tadi
kita dengar," katanya, "orang itu pasti memanjat tumpukan barang
bekas yang menyelubungi karavan. Jadi salah seorang dari kita harus
menyelidikinya."
"Bob yang paling ringan di antara
kita, kukira," kata Paul.
"Ya, ya, setuju!"
Pete menimpali. "Bob saja yang memanjat tumpukan barang bekas ini."
"Ya, aku tahu hal itu,
Pete," kata Jupiter. "Jadi Bob yang akan menyelidiki tumpukan barang
rongsokan. Sisanya akan menyelidiki daerah..."
"Aha!" Anak-anak
seperti tersambar geledek mendengar suara itu. "Tertangkap kalian,
Anak-anak!"
Bibi Mathilda muncul di pintu
masuk bengkel kerja Jupiter. Ia berkacak pinggang. Anak-anak tidak bisa lari
lagi kali ini. Mereka bisa saja menyelusup melalui Lorong Dua. Tapi itu sama
saja dengan membocorkan rahasia mereka sendiri.
"Pete Crenshaw,. kau
kemarin meninggalkan pekerjaanmu menyiram bunga. Dan Jupiter Jones, masih
banyak paku-paku yang belum terpasang di pagar.. Kau dan Bob harus kembali
memperbaiki pagar sampai selesai. Dan kawanmu itu boleh membantu Peter."
"T -tapi... kami sedang
mengurus kasus penting," Jupiter mencoba menjelaskan.
"Omong kosong! Apanya
yang penting? Kaupikir memperbaiki pangkalan ini kalah penting dari permainan
teka-teki silangmu itu? Selesaikan pekerjaan kalian! Kalau tidak, kularang
kalian bermain-main di sini lagi!"
Bibi Mathilda
melengos dan pergi. Anak-anak dengan termangu memandanginya sampai ia
menghilang di halaman kantor Paman Titus.
"Lenyaplah kesempatan kita untuk
menyelidiki kasus ini," desah Pete.
"Ia tidak segan-segan menghukum
kita," kata Bob menambahkan.
Jupiter mengangguk. "Ya,
bibiku paling senang melihat anak-anak bekerja. Tapi itu kan tidak berarti kita
tidak punya kesempatan untuk menyelidiki kasus kita. Begini saja, dua dari kita
menyiram bunga dan memperbaiki pagar. Dua lainnya meneruskan penyelidikan kita.
Kita akan saling bergantian setiap satu jam."
Semua setuju. Sebelum sore
mereka sudah banyak mendapat kemajuan dalam memperbaiki pagar dan menyiram
tanaman. Tapi mereka tidak menemukan apa-apa yang bisa dijadikan petunjuk
tentang si pengacau tadi.
"Ia memang memanjat timbunan barang bekas tadi,"
lapor Bob. "Beberapa barang bekas yang menutupi kabel telepon kita berubah
letaknya. Aku yakin betul. Dan sudah kukembalikan ke letaknya semula."
Menjelang petang baru Paul
berhasil menemukan suatu petunjuk. Ia menemukan sebuah kepingan kecil berwarna
perak.
"Ini
kutemukan di bengkel kerja, dekat interkom kalian," Paul menjelaskan.
"Aku menemukannya karena kebetulan saja. Sinar matahari memantul pada
benda itu. Dan pantulannya tepat mengenai mataku." .
Trio Detektif mengerubungi Paul.
"Ini baterai untuk
peralatan elektronik mini" seru Jupiter. "Apa ada benda lain yang
kautemukan selain ini? Mikrofon mini atau pemancar?"
"Cuma ini," kata
Paul sambil membuka telapak tangannya. Ia memegang beberapa potong plastik
keras dan potongan-potongan kabel.
Jupiter mempelajari
potongan-potongan itu. "Kurasa ini peralatan untuk menyadap."
"Maksudmu. seseorang
memata-matai kita? Menangkap pembicaraan kita?" seru Pete.
"Tepat," kata Jupe.
"Oke, sekarang semuanya mencari alat penyadap itu. Pasang mata baik-baik.
Ingat, tidak ada alat penyadap yang mudah terlihat."
Sampai hari menjadi gelap
anak-anak tidak berhasil menemukan apa-apa. Bibi Mathilda mengecek hasil
pekerjaan mereka. Ia mengingatkan Jupiter untuk meneruskan dan menyelesaikan
pekerjaan itu esoknya Dengan muram, anak-anak berkumpul di bengkel kerja Jupe.
-"Hantu
ke Hantu." Jupiter memulai, "telah membuktikan bahwa kaca- kaca mobil
pecah di mana-mana dalam kota ini - terlalu banyak untuk dianggap sebagai
kebetulan. Mesti ada penyebabnya. Kita harus mempelajari mengapa itu terjadi
sebelum kita menemukan siapa pelakunya."
"Tapi bagaimana caranya,
Jupiter?" tanya Paul.
"Kita pelajari paku-paku payung di peta. Aku yakin
kita bisa mendapat ide dari sana. Juga, kita akan coba sekali lagi memancing si
pelaku.
Cepat atau
lambat Rolls-Royce itu akan mengundang si pelaku."
"Malam ini, Jupe?" tanya Bob
bersemangat.
"Tidak. sekarang sudah
terlalu malam. Kita akan coba lagi besok malam. Mungkin kali ini peremuk kaca
akan beraksi. Dan kita pergoki dia selagi beraksi!"
-Bab 6 JUPITER MENEMUKAN M.O.
-PAUL harus bekerja di toko
ayahnya keesokan paginya. Karena tidak ada penyelidikan yang dapat dilakukan
hari itu, Bob dan Pete main selancar di laut. Bob kemudian ikut makan malam di
rumah Pete. Jupiter tidak muncul seharian itu.
Sudah jam delapan tiga puluh.
Jupe masih belum memberi kabar. Bob dan Pete lalu bersepeda ke Pangkalan Jones.
Sampai di sana mereka melihat suasana yang sepi. Tidak nampak kegiatan di
bengkel kerja Jupe. Kedua anak itu menyelusup ke dalam Lorong Dua. Mereka
sampai di bawah tingkap kantor Trio Detektif. Di dalam sepi-sepi saja. Tidak
terdengar suara apa-apa. Tapi seberkas sinar menembus pinggiran tingkap.
Anak-anak menyadari kehadiran seseorang di sana.
Perlahan-lahan Bob mendorong tingkap. Kedua anak itu
melongok dengan hati-hati ke dalam. Jupiter sedang duduk. Matanya bersinar-sinar.
Seakan-akan ia telah. menemukan sesuatu
yang telah dicarinya sejak lama.
"Kini aku punya
jawabnya, Kawan," katanya ketika kedua kawannya naik masuk ke dalam
kantor. Jupe menatap lurus ke muka, tapi tidak menghadap mereka. "Tapi aku
tidak tahu apa itu sebenarnya!"
Pete menggaruk-garuk
kepalanya. "Kau tahu... tapi juga tidak tahu? Maksudmu bagaimana,
Jupe?"
"Paku-paku
payung!" potong Bob. Ia melihat ke arah Jupe menatap. Peta Rocky Beach.
Paku-paku payung masih tertancap di sana. Tapi bukan paku payung yang kemarin.
Kini yang tertancap bukan paku payung berwarna perak lagi.
"Wah!" seru Pete.
"Semuanya berwarna-warni!"
"Empat
warna yang berbeda, tepatnya, Dua," Jupiter mengoreksi Pete. "Aku
sudah di sini sejak siang tadi, meneliti peta dan letak paku-paku payung. Aku
mencoba menemukan pola tertentu dari letak paku payung ini. Dan aku memutuskan
untuk mencobanya dengan menggunakan paku payung warna-warni yang berbeda untuk
setiap hari dalam seminggu. Segera kudapatkan bahwa cuma dua warna yang dibutuhkan.
Satu untuk hari-hari Senin, dan satu untuk hari-hari Rabu. Semua kaca itu pecah
pada hari Senin dan Rabu saja!" •
"Tapi," ujar Bob, "ada
empat warna, bukan cuma dua."
"Ya," Jupiter
mengangguk. "Dengan hanya dua warna, aku tidak dapat mengenali pola atau
modus operandi. Jadi kuputuskan untuk memakai empat warna berbeda. Senin ini
dengan Senin lalu kubedakan warnanya, begitu pula Rabu ini dengan Rabu yang
lalu. Jadi aku punya empat warna: kuning, merah, hijau, dan biru."
Mendadak ia berhenti. "Dan M.O. tiba- tiba terlihat!"
Bob menatapi peta itu.
"Mereka semua terletak dalam garis-garis lurus. Setiap warna yang berbeda
melintasi peta ini dalam sebuah garis lurus!"
"Benar sekali,
Bob," komentar Jupiter. "Setiap Senin dan Rabu dalam dua minggu
terakhir ini, dan mungkin selama enam minggu sebelumnya, kaca-kaca mobil
dipecahkan di sepanjang jalan-jalan lurus di Rocky Beach."
"Bukan
main!" seru Pete. "Apakah itu berarti...? Mungkinkah...? He, apa
artinya itu, Jupe?"
"Well," Jupiter mengakui,
"aku sendiri belum yakin apa artinya."
Bob dan Pete menatap Jupiter,
kemudian memandangi peta yang penuh dengan paku payung berwarna, lalu kembali
menoleh pada Jupiter.
Penyelidik Satu menarik napas
panjang "Seperti yang kubilang, Kawan, kurasa aku punya jawabnya, tapi aku
tidak tahu apa artinya. Dan selain itu, aku masih melihat sesuatu yang lain
dari peta ini. "
"Apa itu, Jupe?" desak Bob.
"Pada
setiap malam saat terjadinya kaca-kaca pecah, paling tidak ada dua blok di
jalan yang dilompati! Tidak ada kaca yang pecah pada blok itu, meskipun
terletak pada jalan yang sama."
Pete kembali
memperhatikan peta. "Maksudmu, setiap kali si pemecah kaca itu beraksi di
suatu jalan, ia membiarkan saja mobil-mobil di beberapa blok?"
"Tepat," Jupiter mengangguk. "Lihat garis kuning di Valerio
Street, tempat kita memasang pancingan Senin malam barusan. Tiga blok dilewati,
dan salah satu dari yang tiga itu ialah tempat kita memasang perangkap dengan
Rolls-Royce."
"Betul juga, Jupe." Dahi Pete
berkerut. "Tapi kenapa?"
"Pertanyaan ini pun belum
dapat kujawab," kata Jupiter, "tapi yang jelas itu bukan karena kita
mengawasi daerah itu. Mesti ada alasan lain mengapa blok ini dilewati malam
itu, dan blok lain dibiarkan saja pada malam yang lain."
Bob mempelajari peta.
"Blok yang dilewati tidak mempunyai persamaan, Jupe. Yang kumaksud,
tempat-tempat itu bukan tempat yang istimewa di kota ini. Dan tempat-tempat itu
berjauhan satu sama lain. Dan juga bukan blok-blok yang sama pada setiap
garis."
"Tapi mereka punya suatu
persamaan," kata Jupiter. "Tempat-tempat itu selalu berturutan."
Bob dan Pete
mengangguk-angguk sembari mengamati peta. Tempat- tempat yang kosong dalam
baris-baris paku payung itu selalu bersama- sama. Ketika anak-anak mempelajari
kemungkinan-kemungkinan lain, terdengar ketukan perlahan di Gampang Tiga. Tiga,
satu, dua. Bob membuka pintu samping. Dan Paul Jacobs bergegas masuk.
"Maaf
aku terlambat, Kawan. Aku tadi berusaha menjelaskan apa yang telah terbukti
dengan Hubungan Hantu ke Hantu. Tapi ayahku mendengarkan saja pun tidak
mau."
"Hmm-," gumam Jupe,
"ayahmu akan percaya kalau kita tuntaskan kasus ini." "Yaa,
mudah-mudahan," ujar Paul ragu-ragu. "Omong-omong, Worthington dan
Rolls-Royce sudah menunggu di gerbang depan."
Kalau begitu,
"seru Jupiter, "kita harus segera
memulai tugas malam
ini!"
-Bab 7 TUDUHAN GAWAT!
-SEWAKTU Rolls-Royce besar
itu meluncur dengan tenangnya malam itu, Worthington berbicara sambil
mengemudi.
"Peristiwa
aneh terjadi di tempat menyewa mobil kemarin pagi, Jupe. Seseorang menelepon
dan mengatakan ingin segera menghubungi empat anak yang ia lihat mengendarai
Rolls-Royce. Ia menyebut dirinya Mr. Toyota. Ia bilang ia perlu empat anak
Amerika untuk menjadi fotomodel. Dan salah satu dari empat anak Itu-maaf,
Jupe-harus cukup gempal. Salah seorang karyawan lalu memberi alamat kalian di
pangkalan barang bekas."
Dalam kegelapan anak-anak saling
bertukar pandang. .
"Itu pasti si pengacau yang
menyelinap kemarin,!" kata Bob.
"Dapatkah kau
menjelaskan seperti apa suaranya, Worthington?" tanya Jupe.
"Karyawan kami mengatakan.
orang itu seperti menggumam, seakan-akan sambungan telepon itu kurang baik.
Namun menurutku, karyawan ini memang tidak begitu ahli dalam mengenali aksen
orang."
"Kedengarannya seperti si penelepon ingin
menyembunyikan identitasnya," kata Bob.
"Aku setuju. Bob," ujar
Jupiter.
"Tapi," Paul
menambahkan. "ini berarti seseorang melihat kita pada Senin malam! Mungkin
itu sebabnya tidak terjadi apa-apa malam itu."
Jupiter berpikir sesaat. "Tidak, dia jelas-jelas
melihat kita di dalam Rolls-Royce. Itu bisa saja sebelum atau sesudah kita
bersembunyi.
Kalau itu
terjadi sebelum kita bersembunyi, kita belum sampai Valerio Street. Dan dengan
demikian orang itu tidak tahu ke mana kita pergi. Kalau sesudahnya. maka itu
tidak ada pengaruhnya terhadap pemecahan kaca. Selain itu. si pemecah kaca
memang sengaja melewati beberapa daerah."
"Kau benar," Paul menyetujui.
"Itu tidak berarti apa-apa. "
"Tapi sebaliknya juga
bisa," kata Jupiter. "Itu dapat berarti sesuatu yang penting sekali.
Kalau si pengacau punya hubungan dengan si pemecah kaca, maka pasti ada orang
yang tidak senang dengan penyelidikan yang kita lakukan ini."
Worthington berkata memberi
tahu, "Sebentar lagi kita sampai di Valerio Streett Anak-anak."
Anak-anak segera mengulangi
aksi mereka, sama seperti Senin sebelumnya. Dalam sekejap Pete. Bob, dan Jupe
sudah bersembunyi di balik semak-semak di seberang rumah nomor 142.
-Mereka dapat melihat Paul turun dari mobil dan menghilang
di halaman rumah kawannya. Sementara itu Worthington keluar dan berjalan
menjauhi blok.
Tidak lama
setelah itu si wanita jangkung lewat di situ dengan anjingnya yang besar, Great
Dane. Wanita itu masih membawa tongkatnya yang berbonggol perak. Dan sekali
lagi ia berhenti untuk mengagumi Rolls- Royce itu. Kali ini pun ia
mengayun-ayunkan tongkatnya ketika anjingnya tidak mau berhenti.
"Duduk, Hamlet!"
Namun kali ini Great Dane itu tidak
peduli.
Anjing yang besar itu terus
saja berjalan dan menyeret majikannya yang mengomel-omel. Di balik tumbuhan
semak anak-anak menahan rasa gelinya melihat kejadian itu. Kemudian jalan
menjadi sepi kembali. Mobil-mobil yang lewat di situ tidak ada yang
memperlambat kecepatannya, apalagi berhenti. Kemudian si pria bersepeda balap
muncul lagi. Lampu senter di kepalanya menyorot terang ke depan. Kali ini ia menoleh
pun tidak pada Rolls-Royce mengkilat itu. Helm dan kacamata balapnya membuatnya
bagaikan makhluk dari angkasa luar. Dengan cepat ia berlalu. Dan sebentar saja
ia sudah menghilang.
Anak-anak
menunggu di balik semak-semak. Sudah lewat dari jam sepuluh ketika sebuah mobil
VW membelok memasuki Valerio Street. VW itu dicat ungu dan kuning. Bumper dan
kap mesinnya penyok. Mobil itu menggerung sepanjang jalan, mendekati
Rolls-Royce. Sewaktu melewati Rolls-Royce, sebuah benda melayang dari jendela
VW. Benda itu menghilang di bawah Rolls-Royce!
"Mereka melempar sesuatu ke bawah
Rolls-Royce!" seru Pete.
"Apa itu?"
seru Jupiter.
Trio Detektif
meninggalkan tempat persembunyian mereka, bergegas menuju Rolls-Royce.
Mengintip ke bawah mobil, mereka melihat sebuah tas kertas berisi sesuatu. Pete
bertiarap dan mengambil tas itu.
"Cepat, Dua!" kata Jupiter.
Pete berdiri dan merobek tas.
Wajahnya terheran-heran ketika melihat apa isi tas itu.
"Kaleng
soda," katanya dengan kesal. "Mereka cuma melempar kaleng soda
kosong."
Ia melempar kaleng kosong itu ke
belakangnya.
"Dua!" teriak Jupiter.
Dalam
kekesalannya, Pete tidak sengaja melempar kaleng ke belakangnya-tepat jatuh
mengenai Rolls-Royce itu! Kaleng itu tepat mengenai kaca belakang, terpental,
dan berkelontang-kelontang di jalan.
Pete menghela napas lega "Untung
tidak apa-apa. Kalau sampai..."
Tahu-tahu daerah itu menjadi
berisik. Terdengar suara suitan. Teriakan-teriakan menggema di sekitar jalan
yang remang-remang itu! Polisi berpakaian preman berlari keluar dari balik pepohonan
dan semak- semak di halaman rumah sebelah. Lampu merah dan putih berputar-
putar di atas mobil. Sirene meraung-raung. Polisi menutup kedua ujung. jalan
itu. .
Orang-orang dan mobil-mobil mengurung ketiga anak itu, yang
kebingungan di samping Rolls-Royce. Dalam sesaat mereka diamankan polisi dari
kerumunan orang-orang yang kalap. Seorang sersan bermuka kasar menyeruak dari
balik kerumunan orang.
"Tertangkap kalian sekarang, he,
Berandal!"
Anak-anak terdiam membisu
karena kaget. Seseorang mengumpat- umpat dari kerumunan orang di belakang
polisi.
"Kalian kecil-kecil
sudah berani-berani merusak! Dasar maling! Anak brengsek!"
Polisi mencari asal suara
itu. Seorang laki-laki tua mengacung-acungkan tongkatnya seraya berjalan
terpincang-pincang mendekati Trio Detektif.
Dengan
memakai jaket hitam kumal, dasi hitam, dan kalung di lehernya, orang tua itu
terus mendekat. Kedua pengiringnya, seorang anak muda dan seorang gadis,
berusaha menahannya. Sambil mengancam dengan tongkatnya, orang tua itu berdiri
di hadapan Trio Detektif.
"He, Maling! Di mana
rajawaliku?"
Seorang letnan keluar dari
salah satu mobil patroli polisi. Seragamnya rapi dan tampaknya masih baru.
"Oke kalian bertiga,
sekarang ceritakan mengapa kalian memecahkan kaca-kaca mobil," kata letnan
itu seraya menatap mereka dengan bengis. "Cuma iseng, atau ada sesuatu di
balik ini semua? Jawab!"
"Paksa mereka supaya
mengembalikan rajawaliku!" orang tua itu menimpali. .
Pete
tergagap. "K-kami tidak memecahkan apa-apa! Justru kami sedang
mencari..." "Jangan berbohong, Nak!" tukas si Sersan.
Bob membalas. "Tapi,
kami ada di sini untuk menangkap si pemecah kaca itu! Kami sendiri
detektif!" ..
"Anda
membuat kesalahan besar, Sersan," kata Jupiter dengan geram. "Kalau
Anda mau melihat bukti bahwa kami memang detektif, persoalan ini akan segera
selesai."
Jupiter
hendak merogoh kantungnya. Seluruh polisi bersiaga. Mereka meraba pistol-pistol
di pinggang mereka,
"Jangan bergerak!" ulang
letnan polisi itu. "Satu gerakan mencurigakan, akan kalian rasakan
akibatnya!"
Jupiter makin geram. Semua
polisi mengawasinya. Dan saat itu terdengar keributan kecil di luar kerumunan.
Seorang polisi patroli menyeruak ke dalam kerumunan sambil menarik Paul Jacobs.
"Ini
satu lagi, Letnan. Dia datang ke sini dan mengaku teman ketiga anak itu."
Si orang tua berteriak, "Aku tahu
anak ini! Ia selalu datang ke sini setiap kali anak-anak ini memecahkan kaca
truk kecil!"
-"Itu truk ayahku!" protes
Paul. "Aku yang mengemudikannya waktu itu!"
Letnan itu tersenyum sinis.
"Dan apakah Rolls-Royce ini milik ayahmu juga, Nak?"
"Geledah mereka!" seru si orang tua. "Salah
satu dari mereka pasti menyimpan rajawaliku!"
Jupiter melangkah maju. Dengan berani ditatapnya orang tua
itu.
Dengan
lantang ia berseru, "Kami tidak memecahkan apa-apa, Sir, dan kami juga
tidak mencuri apa-apa."
"Buat apa mencuri burung besar
seperti rajawali," Pete menimpali. "
"Dan itu mustahil!"
seru Bob. "Bagaimana mungkin kami membawa-bawa burung rajawali ke
mana-mana?"
"Orang
ini," kata Jupiter, "jelas-jelas menuduh secara sembarangan
saja."
Sersan polisi membelalak pada anak-anak.
"Jangan
coba-coba berkelit. Kami tidak semudah itu dikibuli. Kalian telah tertangkap
basah. Kalian mencoba memecahkan kaca Rolls-Royce dengan kaleng itu!"
"Itu cuma kebetulan," tukas
Pete. "Aku cuma melemparnya ke belakang."
"Kalau kami memang mau
memecahkan kaca jendela, kami akan pakai benda yang lebih berat dari kaleng
kosong," tambah Bob. "Kaleng ini terlalu ringan."
"Sebuah tas dilempar
keluar dari mobil VW bercat ungu dan kuning yang lewat sini beberapa menit yang
lalu," Jupe menjelaskan. "Tas itu terlempar ke bawah Rolls-Royce, dan
Pete mengambilnya untuk melihat apa isinya. Ketika ia temukan isinya cuma
kaleng soda kosong, ia melemparnya dengan kesal tanpa melihat-lihat lagi. Itu
benar-benar suatu ketidaksengajaan, Sersan. "
"Bohong!" seru orang tua itu dengan beringas.
Sebelum semua sadar apa yang terjadi, ia mengayunkan tongkatnya. Jupiter
terpukul kepalanya. .
Taakk!
Terkena pukulan itu, Jupiter
merasa puyeng. Masing-masing tidak tahu apa yang harus dilakukan. Pete, Bob,
dan Paul masih dipegang oleh polisi untuk diperiksa. Si pemuda dan si gadis
terlalu jauh di belakang orang tua itu untuk menyetop perbuatannya. Orang tua
itu mengangkat tongkatnya lagi.
Dari balik
para polisi, Worthington tiba-tiba muncul. Dengan satu gerakan cepat ia
menangkap tongkat itu di udara. Direbutnya tongkat itu.
Lalu dilemparnya jauh-jauh.
"Kau akan menyesal telah memukul kawan mudaku, Jupiter
Jones. Dia anak yang baik!"
Si orang tua mendelik pada Worthington.
Kemudian ia berpaling pada polisi.
"Tongkatku!"
jeritnya. "Ia menyerangku! Kalian lihat tadi! Dialah pimpinan pengacau
ini."
Si orang tua kini mencoba
memukul sopir Rolls-Royce itu. Worthington dengan tenang menangkap kepalan
orang tua itu. Dengan sigap dipuntirnya tangan orang itu ke belakang
punggungnya.
"Bolehkah aku bertanya mengapa kau menyerang kawan
mudaku?" tanya sopir itu dengan sopan. "Dan sakit apa yang kau derita
sehingga kau menyerang siapa saja di dekatmu?"
Sersan dan
letnan polisi itu terperanjat melihat sikap pengemudi yang sopan tapi tegas
itu. Dengan satu tangannya Worthington masih menelikung tangan orang tua itu.
"Kau pengemudi Rolls-Royce
ini?" tanya letnan dengan ragu-ragu.
"Ya, aku pengemudi mobil ini,"
jawab Worthington dengan lugas.
"Apa kau bekerja untuk anak-anak
ini?" kali ini sersan yang bertanya. "Mereka pemilik Rolls-Royce
ini?"
Si orang tua meronta-ronta
mencoba melepaskan diri dari kuncian Worthington. "Tidak mungkin! Pasti
dia gembongnya. Anak-anak bekerja untuknya! Anak-anak tidak tahu nilai
rajawali! Orang inilah malingnya! Tangkap dia!"
Raut muka Worthington
mengeras. Ia menoleh pada dua orang di belakang orang tua itu.
"Kala kalian punya
hubungan dengan orang ini, lebih baik kalian bawa pergi saja dia. Kalau tidak,
dia akan melukai tangannya sendiri dengan meronta-ronta begini."
Si pemuda dan si gadis
buru-buru memegang dan menarik pergi si orang tua. Worthington membebaskannya.
Ia berpaling pada polisi.
"Tidak,
Trio Detektif ini bukan pemilik Rolls-Royce, tapi mereka menyewa dari agenku.
Jadi sekarang aku bekerja untuk mereka. Dan kalau kau ingin mengetahui keadaan
sebenarnya, kalian kupersilakan menelepon agenku, Rent-n-Ride Auto Rental
Company."
"Trio
Detektif?" ulang sersan itu dengan tidak percaya.
"Itu," kata Jupiter
dengan bangga, "adalah nama grup kami. Seperti yang tadi telah kujelaskan
pada Anda, kami sedang menyelidiki kasus pecahnya kaca-kaca jendela mobil.
Itulah sebabnya..."
"Jangan dengar apa kata
maling gendut itu!" si orang tua berteriak sembari mencoba melepaskan diri
dari kedua orang muda yang memeganginya.
"Aku dapat membuktikan
pernyataan Jupiter Jones ini, Sersan," kata Worthington. "Aku
bersedia menjadi saksi atas kebenaran ucapan kawan mudaku ini."
"Tapi, mereka kan bukan
detektif sungguhan," ujar si pemuda. "Mana mungkin sekecil itu sudah
bisa jadi detektif. Mereka kan masih anak- anak."
"Dan kami melihat dia
melempar kaleng ke kaca jendela Rolls-Royce ini," si gadis menimpai.
Letnan dan
sersan itu memandangi anak-anak satu per satu. Kemudian mereka saling bertukar
pandang. Si letnan menghela napas. Ia kebingungan.
"Aku jadi tidak tahu harus
mempercayai siapa sekarang."
Sebuah suara datang dari jalan di
belakang mereka. "Aku dapat membantumu, Letnan!"
Bab 8 RAJAWALI YANG TERCURI
-CHIEF REYNOLDS dari kepolisian Rocky Beach menerobos
kerumunan orang mendatangi letnan dan sersan itu. Ia mengangguk pada Trio
Detektif dan Worthington.
Kemudian ia berbicara pada letnan yang sedang kebingungan itu.
"Aku
dapat menjamin, Samuels, bahwa semua yang anak-anak dan Worthington katakan
adalah benar. Mereka memang Trio Detektif; mereka sering menyewa Rolls-Royce
ini; mereka tidak akan memecahkan kaca mobil ini atau mencuri apa pun; dan
kalau mereka bilang mereka sedang menyelidiki kasus ini, maka itu berarti
mereka benar-benar sedang melakukannya."
"Yes,’ Sir," kata Letnan
Samuels.
"Karena kau belum pernah
bertemu dengan anak-anak ini, wajar kalau kau tidak tahu semua ini," kata
Chief Reynolds. "Tapi kalau kau melihat barang bukti mereka, kau akan
menemukan kartu dariku yang mendukung mereka."
"Kami tadi melihat anak
yang lebih tinggi ini melempar kaleng pada Rolls-Royce, Chief." Sersan itu
mencoba mempertahankan diri. "Sudah dua bulan sejak kami mulai pencarian
ini. Dan tadi kami merasa telah menangkap basah pelaku perbuatan ini."
"Aku akui kasus kali ini
membuat kita frustrasi," kata Chief Reynolds dengan penuh pengertian. Ia
berpaling pada Trio Detektif. "Bagaimana bisa terjadi seperti ini,
Anak-anak?" tanyanya.
Jupiter menceritakan kisah yang dialami Paul Jacobs dengan
truk kecilnya, dan juga kecurigaan Mr. Jacobs bahwa anaknya tidak memberikan
keterangan selengkapnya tentang sebab-sebab pecahnya kaca truk itu beberapa
kali.
"Aku khawatir orang
dewasa cenderung menyalahkan anak muda dalam hal-hal seperti ini," ujar
Chief- Reynolds. Ia menoleh pada Letnan Samuels. "Bahkan juga
polisi."
"Berapa lama polisi
telah menyelidiki kasus ini, Sir?" tanya Jupiter. "Mengapa anak buah
Anda berkumpul di dalam satu blok ini?"
"Kami
sudah berurusan dengan kasus ini untuk hampir enam minggu, Jupiter," Chief
Reynolds menjelaskan. "Sejak itu jelas bahwa kaca-kaca pecah bukanlah
suatu kebetulan. Ada sesuatu di balik ini semua yang menyebabkan kaca-kaca
berpecahan di mana-mana di kota ini. Anak buahku sudah mengawasi beberapa
lokasi. Blok ini sudah dijaga selama tiga malam."
"Apakah sudah ditemukan sesuatu,
Chief?" tanya Bob.
"Tidak sesuatu pun, Bob,
Tidak ada secuil pun kejadian yang mencurigakan - sampai malam ini." Chief
Reynolds menyeringai. "Jendela-jendela pecah di berbagai tempat, tapi
tidak. pernah di tempat yang kami awasi"
"’Hmm,"
gumam Jupiter. "Ini juga terjadi pada kita, sekalipun ini baru pengawasan
kita yang kedua. "
"Chief," kata Bob, "ada
apa sebenarnya dengan burung rajawali itu?"
Chief Reynolds melihat pada
orang tua berpakaian hitam, yang berdiri menatap tajam pada anak-anak dan
polisi. Rambutnya yang berminyak masih acak-acakan. Tapi seseorang telah
mengambilkan tongkatnya. Ia mengancam-ancam lagi dengan tongkatnya, sambil
mengumpat-umpat.
"Minggu
lalu," Chief Reynolds menjelaskan, "Mr. Jarvis Temple melaporkan
bahwa rajawalinya telah dicuri dari mobilnya yang terkunci di depan rumahnya -
rumahnya di sebelah situ, di balik pepohonan. Ia tidak sengaja meninggalkan
rajawali itu dalam mobilnya. Malamnya ia baru ingat, dan ia keluar malam itu
juga untuk mengambil rajawali dari mobilnya. Tapi ia menemukan kaca jendela
kiri depan telah pecah. Dan rajawalinya hilang. "
"Kalau kacanya pecah," kata
Bob, "mungkin rajawali itu terbang sendiri."
"Tidak,
Bob," ujar Pete. "Mestinya rajawali itu dikurung dalam sebuah
sangkar. Rajawali itu burung berbahaya: Tapi aku masih belum percaya bagaimana
mungkin orang bisa lupa pada rajawalinya."
-Si tua Jarvis Temple masih
mengamati anak-anak dengan curiga. Kini ia melepaskan diri dan kedua orang muda
yang menemaninya. Sekali lagi ia mendatangi anak-anak dengan
terpincang-pincang.
"Dasar anak tak tahu
diri! Sudah mencuri, berbohong lagi! Mereka sekarang berpura-pura tidak tahu
persoalan. Mereka bicara tentang burung lagi! Mereka tahu..."
Mata Jupiter
tiba-tiba bersinar-sinar. "Tentu saja! Yang kau maksud pasti bukan burung
sungguhan - itu pasti uang logam! Uang logam antik! "
"Uang logam yang langka
sekali," Chief Reynolds mengiaakan.
"Dart Amerika,"
Jupiter mengingat-ingat. "Uang logam emas sepuluh dolar dan dicetak pada
awal tahun 1800-an. Pada uang logam itu tergambar seekor rajawali, karena itu
dinamakan rajawali. Dan uang logam lima dolar, setengah rajawali, yang dibuat
pada tahun 1822 termasuk yang paling langka di dunia."
"Kalian
dengar itu!" sergah Jarvis Temple. "Anak berandal ini tahu
segala-galanya tentang uang logam!" "Jupiter tahu
segala-galanya," kata Pete sambil nyengir.
"Ya, hampir
segalanya." Chief Reynolds tersenyum. "Tapi aku jamin, Mr. Temple,
anak ini bukan maling."
Jarvis Temple mendengus.
Matanya menatap tajam pada Jupiter. Si pemuda yang bersamanya menepuk pundaknya
seakan mau menenangkannya. Ia tersenyum pada Trio Detektif dan Chief Reynolds.
"Pamanku
kesal sekali, Chief. Tentu saja kami percaya pada Anda. Dan aku senang bisa bertemu
dengan anak-anak yang cemerlang ini. Aku Willard Temple dan ini sepupuku
Sarah."
Gadis di sampingnya
mengangguk.
"Berapa nilai
uang logam Anda itu?" tanya Jupiter.
"Sebenarnya,"
sahut Willard Temple, "milik kami adalah rajawali ganda."
"O, dua
puluh dolar," sambung Jupiter. "Yang paling jarang adalah yang dibuat
tahun 1849. Cuma ada satu, dan itu disimpan pemerintah. Mereka bahkan menolak
ditawari sejuta dolar untuk sekeping uang logam dua puluh dolar itu."
"Ya," kata Willard Temple,
"dan kini hanya ada tiga dari uang logam yang dibuat tahun 1853 di atas 2,
masing-masing berharga setengah juta."
"Apa di atas apa?" tanya Pete.
"Tahun uang logam itu 1852, dengan 3 dicetak di atas 2
sehingga tahun itu menjadi 1853," Jupe menjelaskan.
"Betul,"
kata Willard. "Milik kami adalah rajawali ganda tahun 1907. Hanya ada
sedikit orang yang memiliki uang logam seperti itu. Tidak ada goresan sedikit
pun pada uang itu. Harganya bisa mencapai sekitar dua ratus lima puluh ribu
dolar."
-"Kenapa benda semahal itu dibawa-bawa
dalam mobil?" tanya Bob.
"Kami baru membawanya
kembali dari sebuah pameran," kata Sarah Temple. "Paman kelupaan
membawanya ketika turun dari mobil."
Sarah berpostur tinggi dan
ramping. Umurnya delapan belas atau sembilan belas tahun. Kemejanya bergaya militer
dan celananya jeans. Iamemakai kacamata hijau gelap, sekalipun di malam hari
seperti ini. Ia tersenyum pada anak-anak, khususnya pada Paul. Pamannya
membelalak pada Sarah, seperti ketika ia marah pada anak-anak dan polisi.
Rupanya mudah tersinggung sudah menjadi sifatnya.
"Keponakanku mengendarai
mobil terlalu cepat sambil menghidupkan radio CB sepanjang jalan. Aku merasa
sangat terganggu. Kurasa setiap orang waras akan merasa terganggu dalam keadaan
seperti itu! Aku harus cepat-cepat keluar dan beristirahat di rumah. Karena itu
aku lupa kotak itu. Kutinggal kotak itu pada bangku di samping sopir. Sewaktu
aku kembali untuk mengambilnya, aku melihat kaca mobilku pecah. Dan rajawaliku
hilang!"
Jarvis Temple terduduk di
trotoar. Kedua tangannya menekan kepalanya. Seakan-akan tragedi itu terulang
lagi padanya saat itu. Willard berlutut untuk menenangkannya. Willard berumur
sekitar dua puluhan. Badannya relatif pendek, dan rambutnya lebih tipis dari
rambut merah Sarah.
"Kolektor uang selalu
mempunyai semacam ikatan emosi dengan koleksinya," kata Jupiter lengan
simpatik "He," seru Pete. "Apa mungkin kaca-kaca itu pecah
karena pelakunya ingin mencuri sesuatu dari dalam mobil?"
Jupiter menggeleng.
"Tidak banyak barang-barang berharga yang ditinggal di mobil, Dua."
"Dan
selain itu." ujar Paul Jacobs. "tidak ada yang hilang dari truk
kecilku."
"Atau mobil ayahku," tambah
Bob.
Willard Temple bangkit kembali.
"Kalau begitu, apa alasan lain yang menyebabkan kaca-kaca itu dipecahkan
?"
"Pasti itu perbuatan suatu kelompok
pencuri," ujar Sarah Temple.
Chief Reynolds menggeleng.
"Tidak, anak-anak benar. Tidak ada laporan tentang barang-barang yang
hilang dari mobil-mobil yang kacanya pecah. Bahkan kebanyakan mobil itu tidak
terkunci. Lebih mungkin kalau penyebabnya adalah keberandalan. "
"Aku tidak setuju,
Chief," Bob keberatan. "Kalau cuma sekadar berandal, mestinya Anda
sudah berhasil menangkap mereka. Atau paling tidak menakut-nakuti supaya mereka
jera."
"Keberandalan biasa saja
tidak mempunyai M.O., bukankah begitu, Chief Reynolds?" tanya Jupiter
sembari berpikir. Ia menceritakan apa yang dapat disimpulkannya dari peta di
kantor Trio Detektif.
"Selalu Senin dan Rabu, dan selalu dalam garis
lurus?" kata Chief Reynolds dengan dahi berkerut.
"Itu memang seperti M.O.
yang rapi. Tapi mengapa? Tidak mungkin hanya karena ada orang yang sekedar
ingin memecahkan kaca-kaca mobil. Mesti ada sesuatu di batik itu."
"Itulah yang
membingungkan, Chief," Jupiter mengakui. "Namun aku masih yakin,
pasti ada sebab-sebab yang masuk akal di balik ini semua. Bolehkah kami
melanjutkan penyelidikan kasus ini, Chief?"
"Kukira
aku tidak bisa menghalangi kalian," kata Chief Reynolds seraya tersenyum,
"tapi hati-hati, Anak-anak. Ingat, ada maling yang mencuri uang logam
antik senilai seperempat juta dolar. Kalau kau menemukan petunjuk yang
berhubungan dengan uang logam itu, hubungi aku secepatnya. Kalian jangan
bertindak lebih dari itu. Mengerti, Anak- anak?"
Chief Reynolds menatap anak-anak satu
per satu, kemudian menoleh pada Worthin-ton. Mereka semua mengangguk dengan
bersungguh- sungguh.
"Tentu
saja, Chief," ujar Jupiter. "Tapi bolehkah kami melihat hasil laporan
dari pengamatan yang telah Anda lakukan?"
"Maaf, Jupiter. Itu dokumen rahasia
kami, hanya boleh dilihat oleh pihak kepolisian."
Jupiter menggigit bibir bawahnya,
kecewa.
"Chief," kata Bob,
"bolehkah seorang wartawan dari perusahaan koran ayahku mewawancarai
berapa polisi yang ikut terlibat dalam kasus ini?"
-Mata Chief Reynolds mengedip. "Well, mengapa tidak
boleh, Bob? Pers punya kebebasan, kan? Tentu saja, wartawan itu harus
memperlihatkan tanda pengenal yang sah."
"Oh, baik..," Bob berhenti. Ia
nyengir. "Maksudku, mereka akan segera mempunyai tanda pengenal yang sah,
Sir."
Chief Reynolds tergelak.
"Jadi kalian sendiri yang akan menjadi wartawan itu, Anak-anak. Cerdik
sekali!" Kemudian mukanya menjadi serius lagi. "Sebenarnya aku dan
anak buahku sudah beberapa kali diwawancarai. Tapi hasilnya nol besar. Aku
khawatir kalian hanya akan membuang-buang waktu saja."
"Mungkin memang begitu,
Chief," sahut Jupiter. "Tapi kami ingin mencoba. Barangkali saja
mata-mata baru akan memberikan hasil pengamatan yang baru pula."
Dengan
sungguh-sungguh Chief Reynolds mengangguk. Tapi di balik pet seragamnya,
matanya mengedip lagi.
-Bab 9 WARTAWAN SEHARI
-KEEMPAT anak itu berkumpul
di rumah Bob pukul delapan keesokan paginya. Bob telah memberi tahu ayahnya apa
yang mereka perlukan. Dan Mr. Andrews telah mempersiapkan tanda-tanda pengenal
wartawan bagi keempat anak itu.
"Aku dengan resmi
mempekerjakan kalian sebagai wartawan freelance, satu dolar per hari dan
menugaskan kalian untuk mewawancarai beberapa polisi yang menyelidiki kasus
pemecahan kaca-kaca mobil."
Mr. Andrews
memberi masing-masing anak cek senilai satu dolar dan sebuah kartu resmi pers.
"Sekarang kalian bekerja untuk
harianku, hanya untuk hari ini." "Terima kasih. Dad," kata Bob.
"Terima kasih banyak."
Kawan-kawan Bob berulang kali
mengucapkan terima kasih sebelum mereka pergi dengan sepeda. Paul Jacobs
mengendarai sepeda tua yang disimpan di garasinya. Mereka langsung menuju
kantor polisi.
"Kita
akan berpisah dan masing-masing mewawancarai satu polisi yang ikut menangani
kasus ini. Perlihatkan tanda pengenal kalian, dan kalau ada yang berkeberatan,
katakan bahwa Chief Reynolds telah memberi izin. Dengan begitu kita akan
mendapat keterangan dari empat polisi yang berbeda," Jupiter memberi
petunjuk sambil mengayuh sepedanya.
"Apa yang harus kita tanyakan.
Jupe?" tanya Pete.
"Kita ingin tahu berita-
tentang segala sesuatu yang aneh yang mungkin mereka lihat, apa saja yang
menarik perhatian." kata Jupe. "Tapi yang paling penting, kita ingin
tahu setiap orang yang pernah mereka lihat pada malam-malam terjadinya
perusakan, sejauh ingatan mereka."
Jupiter yang
mula-mula masuk ke kantor polisi. Bob menyusul bersama Paul. Pete masuk paling
akhir. Jupe melapor pada polisi yang sedang bertugas. Ia harus berdebat panjang
lebar dengan polisi itu sebelum akhirnya Jupe menyebutkan nama Chief Reynolds.
Setelah mendengar nama itu barulah anak-anak diizinkan mewawancarai beberapa
polisi.
Pete menemui seorang polisi di mobilnya,
tepat ketika polisi itu hendak berangkat bertugas.
"Pengawasan pada kasus
pemecahan kaca-kaca? Tidak ada hasilnya, Nak Tidak seorang pun patut dicurigai.
Buang-buang waktu saja. Polisi seharusnya tidak dibebani tugas semacam itu.
Paling-paling pelakunya hanya anak-anak bandel saja." -"Anda yakin
bahwa cuma anak-anak yang mungkin melakukan hal itu?" tanya Pete.
"Siapa
lagi yang mungkin?" sahut polisi muda itu. "Dan aku tidak mau menjadi
polisi patroli untuk selama-lamanya. Jadi menurutku pekerjaan mencari beberapa
gelintir anak bandel yang suka memecahkan kaca di malam hari bukanlah pekerjaan
yang menarik."
"Oke. lalu bagaimana dengan orang
yang lewat? Anda melihat banyak orang yang lewat?"
"Oh. tentu saja banyak
sekali orang yang lewat," kata polisi itu. "Namun cuma itu saja yang
kami dapatkan - orang yang sekadar lewat saja. Tidak ada yang berhenti. Tidak
ada orang yang melempar kaca jendela atau memecahkannya dengan palu atau apa
misalnya."
"Lalu siapa saja yang
pernah Anda lihat?" tanya Pete lagi. "Dapatkan Anda
mengingat-ingat?"
"Tentu
saja aku ingat. Aku ingat semuanya. Aku kan bercita-cita menjadi detektif suatu
saat nanti. Tidak seorang pun aku lupa, semuanya penting."
"Akan kucatat," ujar Pete
seraya membuka buku catatannya.
Polisi muda
itu melihat pada catatan Pete. Dengan gugup ia mendehem. "Oke, akan
kucoba. Malam pertama aku melihat... ngngng... seorang tua berkendaraan
Cadillac. Dia menjemput seorang wanita, lalu pergi. Kemudian... mmm, ya, dua
wanita tua menuntun dua ekor anjing dan dua pemuda bersepeda. Salah satu dari
dua pemuda itu memakai helm. kacamata balap dan headphone. Memakai headphone
itu berbahaya sekali. Banyak negara bagian melarang pemakaian headphone ketika
mengendarai mobil, motor atau sepeda." "Siapa lagi yang Anda
lihat?" desak Pete.
"Ha? Oh..., aku tidak
tahu lagi. Banyak orang yang tidak melakukan apa- apa. Maksudku, mereka cuma
anak-anak kecil. jadi buat apa diawasi benar? Oke?"
-Sersan yang ditemui Bob di
ruang interogasi menawarkan sebotol Coke. Ia pernah bertemu dengan Bob
sebelumnya.
"Jadi sekarang kau
wartawan, Bob?" katanya sambit tersenyum. "Kukira dulu kau
detektif."
"Kami
masih detektif, Sersan Trevino. Tapi kami harus menemukan apa yang telah polisi
peroleh dalam penyelidikan kasus ini. Chief Reynolds mengatakan. kami tidak
diperbolehkan melihat laporan-laporan yang ada."
"Memang tidak, kau harus dapat izin
dulu dari pihak kehakiman." Sersan Trevino menyetujui.
"Apa Chief
Reynolds tahu bahwa kau sekarang menjadi wartawan?"
"Ini bisa
dibilang idenya. Kebebasan pers dan sebangsanya. "
Polisi itu
terbahak-bahak. "Oke, sekarang apa yang ingin kau tanyakan?"
"Kami tahu polisi belum
melihat sebuah kaca pun pecah dalam pengamatan yang dilakukan. Tapi apakah Anda
melihat sesuatu yang mencurigakan?"
-"Tidak, tidak pernah," jawab sersan itu.
"Setiap orang yang mampir pada malam-malam itu adalah mereka yang
tinggalnya memang di situ.
Mereka cuma memarkir mobil,
lalu masuk ke rumah masing-masing, lain tidak."
"Jadi, bagaimana dengan
orang yang sekadar lewat di sana? Anda ingat beberapa dari mereka?"
"Tentu
aku ingat. Aku mencatat itu semua." Sersan Trevino mengeluarkan sebuah
notes kecil dari saku bajunya. "Ada dua laki-laki berkendaraan Cadillac;
seorang berjenggot dengan mobil VW; seorang anak bersepeda mengantar koran; dua
orang wanita tua dengan seorang anak; empat orang menuntun anjing-anjing
mereka; seorang... "
"Apakah salah seorang membawa tongkat berbonggol perak
dan anjing Great Dane?" sela Bob cepat. "Yang menuntun anjing,
maksudku."
Sersan Trevino mempelajari catatannya.
"Tidak, mereka membawa dua anjing pudel, satu Herder, dan satu
Doberman."
"Oh," desah Bob kecewa.
Sersan itu melanjutkan membaca
catatannya.
"Dua anak berseragam
baseball bermain-main lempar tangkap; seorang pemuda berambut gondrong
berkendaraan Porsche; seorang pria memakai helm, kacamata balap, headphone,
ransel, dan mengendarai sepeda balap; tiga pengendara motor Harley-Davidson;
dua mobil Chevrolet yang saling berkejaran; empat pelari; -tiga laki-laki yang
seperti baru pulang kantor; seorang tukang pos kilat khusus; tiga anak
berseragam pramuka; dua orang...
-Paul mewawancarai seorang polisi yang baru saja berganti
pakaian dengan pakaian sipil. Tugas patrolinya baru selesai. Tampaknya ia terburu-buru.
Bolak-balik ia melihat jam tangannya.
"Aku sudah mau
pulang, Nak. Tidak ada apa-apa dalam penyelidikan itu."
"Aku akan
berusaha secepat mungkin, Sir," kata Paul.
Polisi itu
mengernyit. "Oke, apa yang ingin kauketahui?"
"Kami tahu Anda belum melihat
sebuah kaca pun pecah, tapi apakah Anda melihat sesuatu yang mencurigakan atau
tidak biasa terjadi?"
"Tidak, tidak"
sesuatu pun."Ia melihat jam tangannya lagi. Dikenakannya sepatu botnya.
Lalu ia berdiri, siap untuk pergi.
Paul
cepat-cepat melanjutkan. "Dapatkah Anda menceritakan siapa saja yang Anda
lihat pada malam-malam itu?n tanyanya. "Maksudku, siapa saja yang lewat
pada daerah yang Anda awasi?"
"Semuanya?" polisi itu menatap
Paul.
"Ngng... Yes Sir, kalau Anda
ingat"
"Jangan main-main, Nak!
Buat apa mengingat mereka yang tidak berbuat apa-apa?" bentaknya.
"Dengar, aku sudah buat laporanku. Tidak ada apa- apa. Dan sekarang aku
harus pergi," katanya sambil melangkah ke arah pintu.
-"Maaf. Kurasa memang
sulit untuk mengingat-ingat kejadian yang telah berlalu itu."
Polisi
patroli itu berhenti. Ia membalikkan badan. "Apa maksudmu? Kaupikir aku
sudah pikun? Aku tentu saja ingat beberapa kejadian yang memang perlu
diingat!" "Perlu diingat? Apa itu?"
tanya Paul dengan cepat.
Polisi itu melihat jam tangannya
sekali lagi. Ia menghela napas. "Oke. Ada truk tua dengan bak terbuka.
Isinya anak-anak muda yang bernyanyi dan berteriak-teriak tak keruan. Di jalan
itu mereka sempat berhenti. Kupikir tadinya merekalah pelaku pengrusakan
kaca-kaca jendela mobil itu. Tapi tak tahunya mereka cuma bermain-main
permainan yang tidak jelas bagiku. Kemudian mereka naik truk kembali dan
pergi."
Paul mencatat semua itu.
Polisi patroli itu menguap sebelum melanjutkan.
"Kemudian
ada beberapa pemuda berkendaraan Harley-Davidson. Mereka mengendarai motornya
dekat sekali dengan mobil-mobil yang diparkir. Sesekali mereka mengintip ke
dalam mobil itu. Tapi .mereka tidak pernah menghentikan motornya."
Paul terus mencatat dengan cepat sambil
mengangguk. Polisi itu mendesah lagi.
"Akhirnya, aku ingat ada
seorang pemuda jangkung memakai perlengkapan seperti makhluk dari planet lain:
headphone dan helm. Ia mengendarai sepeda balap. Untuk sesaat kukira dia mau
mengeluarkan sesuatu dari baju balapnya ketika dia memperlambat laju sepedanya,
tetapi ternyata tidak. Ia kemudian mempercepat kayuhannya, dan menghilang di
balik tikungan."
Paul masih
terus mencatat segala sesuatu yang didengarnya. Sesekali ia mengangguk. Dan
ketika ia mengangkat kepalanya, ia sudah sendirian. Polisi itu sudah pulang.
-Letnan Samuels yang berpakaian api
menatap Jupiter lekat-lekat "Aku tidak percaya pada anak-anak yang
menganggap dirinya pintar untuk memecahkan kasus-kasus kriminal, Jones.
Harusnya mereka tidak usah ikut campur dalam urusan polisi. Itu hanya akan
menambah runyam persoalan, tidak memperbaikinya."
"Aku mengerti perasaan
Anda, Letnan," kata Jupiter dengan sopan. "Namun, Chief Reynolds
tidak sepenuhnya setuju dengan pendapat Anda. Beberapa kali telah terbukti
bahwa kami sanggup membantu polisi dalam memecahkan kasus-kasus seperti
ini."
Muka Letnan Samuels memerah.
"Kaupikir kalian sama baiknya dengan polisi-polisi yang sudah terlatih
ini?"
"Mungkin tidak, Sir.
Tapi kadang-kadang kami dapat melakukan apa yang tidak dapat dilakukan polisi -
karena kami anak-anak."
Samuels
membelalak. Kemudian ia duduk dalam kantornya yang sempit itu. Ia tidak
mempersilakan Jupiter untuk duduk.
"Apa yang kauinginkan dariku?"
"Cuma keterangan tentang setiap
orang yang lewat pada setiap pengawasan."
"Cuma itu?" tanya letnan itu
dengan kasar.
"Kau tahu, tidak seorang
pun dapat mengingat hal itu. Dan yang sudah dilaporkan menjadi dokumen rahasia
kepolisian. Chief Reynolds pasti sudah mengatakan bahwa itu tidak boleh
diperlihatkan pada umum, sekalipun pada wartawan." "Ya, Chief Reynolds mengatakan yang sudah tertulis adalah
rahasia," ujar Jupiter. "Tetapi dia juga mengatakan bahwa kami boleh
bertanya apa saja tentang apa yang Anda laporkan. Aku yakin Anda masih ingat,
Letnan."
Merasa terpojok, letnan itu
bersandar pada kursinya. Kedua tangannya dilipat di atas kepalanya. Kemudian
matanya berbinar-binar. "Oke. Tapi aku punya pekerjaan mendesak sekarang
ini. Kau boleh kembali delapan jam lagi; atau aku akan perintahkan salah satu
pegawai di sini untuk mengetikkan catatan kalau ia punya waktu. Sementara itu
kau boleh menunggu di luar."
Jupiter tidak punya pilihan
lain. Ia menunggu di koridor. Dalam situasi seperti ini, Chief Reynolds pun
tidak dapat membantu. Pekerjaan utama polisi harus didahulukan. Jupe menunggu
selama lebih dari tiga jam Selama itu Samuel bolak-balik lewat di hadapannya
sambil tersenyum mengejek.
-Kawan-kawannya
sudah selesai dan pulang ketika akhirnya Jupiter memperoleh ketikan dari Letnan
Samuels. Dengan cepat dibacanya ketikan itu. Lalu bergegas ia pulang dengan
sepedanya.
Bab 10 PERUSAK GAIB
"LAKI-LAKI bersepeda balap!"
seru Pete.
"Memakai helm, kacamata balap, ransel, dan
headphone!" Paul menambahkan.
"Dari tiga
polisi yang kita wawancarai; semuanya mengaku melihatnya," kata Bob.
"Dan kita pun melihatnya dua kali melewati Valerio Street."
Mereka bertiga menyambut
Jupiter ketika ia mendorong tingkap dan muncul dari Lorong Dua ke dalam kantor
Trio Detektif. Pemimpin yang gempal itu duduk. Ia mengamati peta besar yang
ditancapi paku-paku payung berwarna.
"Ia juga terlihat oleh
Letnan Samuels," ujar Jupe, "namun baik dia maupun kita sama-sama
tidak melihat dia melakukan sesuatu. Apa ada salah seorang dari yang kalian
wawancarai pernah melihatnya memecahkan jendela? Atau melakukan sesuatu yang
mencurigakan?"
"Aku
tadi bertemu polisi patroli," sahut Pete. "Dia waktu itu menyangka si
pengendara sepeda balap seperti mau mengambil sesuatu dari celana balapnya.
Tapi tidak jadi.".
"Dan dia berhenti lalu
berputar-putar sambil mengamati Rolls-Royce waktu kita pertama kali mencoba
memancing perusak itu," Bob menambahkan.
"Tapi
pada kenyataannya dia tidak pernah melakukan apa-apa," Jupe mengulangi.
"Dapat saja ia cuma pulang ke - rumah berkendaraan sepeda setiap malam,
dan mengambil jalan yang berbeda-beda supaya tidak bosan."
"Maksudmu, itu cuma
kebetulan?" tanya Pete.
Suaranya mengandung
kekecewaan "Justru sebaliknya," tukas Jupiter. Matanya
bersinar-sinar. Ia satu-satunya orang yang terlihat dalam setiap pengawasan,
baik yang dilakukan polisi, maupun yang kita kerjakan sendiri.
Dan, karena tidak pernah ada
kaca yang pecah dalam pengawasan ini, kenyataan bahwa dia tidak pernah
memecahkan kaca bukan berarti dia tidak dapat dicurigai." "Gimana,
gimana?" tanya Pete sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Aku tidak mengerti,
Jupe."
"Maksud
Jupe," Bob menyahuti, "masih ada kemungkinan bahwa si pengendara
sepeda balap adalah pelakunya. Karena mungkin saja si pelaku itu tahu persis
kapan polisi mengawasinya. Begitu, kan Jupe?"
"Ya, kurang lebih begitu,
Bob." Jupiter mengangguk.
"Tapi kan tidak da
kejadian apa-apa ketika kita mengawasi rumah temannya Paul," kata Pete.
"Kita kan bukan polisi."
-"Tapi ingat. polisi
berada di sekitar situ pula waktu itu, Pete." kata Jupe.
"Jadi yang kaumaksud.
dia tidak tahu tentang kita, tapi tahu di mana polisi berada?"
"Tepat,"
sahut Jupiter. "Laki-laki bersepeda balap adalah orang yang paling kita
curigai untuk saat ini. Yang sekarang harus kita lakukan adalah membuktikan
bahwa dia memang bersalah."
"Bagus," seru Pete.
"Bagaimana caranya?"
"Kau punya ide, Jupe?" tanya
Bob.
Sebelum Jupiter menjawab,
Paul - yang makin lama makin kebingungan menyela.
"Tapi," kata Paul,
"kalau pengendara sepeda itu memecahkan kaca. bagaimana dia melakukannya?
Mengapa aku tidak melihatnya sewaktu kaca trukku pecah? Maksudku, kalau dia tidak
berhenti untuk memecahkan kaca, bagaimana mungkin kaca itu bisa pecah? Dan
kalau dia berhenti, kenapa aku tidak melihatnya malam itu ketika aku mendengar
suara kaca pecah."
Bob menoleh pada Jupiter.
"Bagaimana kalau kau jadi pengendara sepeda itu, Jupe? Bagaimana caranya
kau memecahkan kaca dari sepeda yang berjalan?"
"Atau berhenti tapi
tidak terlihat orang lain?" tanya Pete. "Kecuali kau dapat membuat
dirimu menjadi gaib." Pete meneguk ludah mendengar perkataannya sendiri.
"Kurasa kita buang saja
kemungkinan yang berbau takhyul itu, Pete," kata Jupiter. Ia berpaling
pada Paul. "Ketika kau mendengar suara kaca trukmu pecah, kau tidak
melihat siapa pun di dekat trukmu, Tapi mungkin kau melihat sesuatu melintas di
jalan. Sesuatu yang mungkin sudah lewat ketika kau mendengar suara itu. Sesuatu
yang tidak benar- benar kaulihat. tapi masih dapat kau tangkap dengan sudut
matamu."
Dahi Paul berkerut -kerut.
Matanya setengah tertutup. Ia mencoba keras untuk mengingat-ingat kejadian di
malam itu. "Aku tidak melihat seorang pun di dekat truk, seperti, yang
telah kukatakan. Dan aku yakin tidak ada apa-apa di jalan. Maksudku. aku tidak
melihat benar..."
Suara Paul makin perlahan.
Kerut di dahinya makin dalam. "Tunggu! Ada sesuatu... seperti sekelebatan
bayangan. Di jalan. Di depan truk. Bergerak.. cepat. Bukan mobil atau motor.
Tapi... seperti bayangan." .
"Seperti suatu gambaran
yang tidak dapat kauingat betul?" Jupe membantu memberi ide.
"Aku melihat sesuatu." Paul mengangguk-angguk
perlahan. "Tetapi... aku langsung lupa setelah sosok itu menghilang."
Jupiter menarik-narik bibir
bawahnya. "Kita semua punya kecenderungan untuk melupakan segala sesuatu
yang biasa dijumpai sehari-hari. Kejadian yang umum itu begitu sering kita
jumpai sehingga kita tidak menaruh perhatian lagi. Akibatnya kita lupa setelah
kejadian itu berlangsung. Tukang pos, tukang sampah, penjaja makanan,
pengendara sepeda di malam hari. Apalagi kalau ada kejadian yang lebih menarik.
Dalam hal ini adalah suara pecahnya kaca truk Paul."
"Bayangkan kejadian
malam itu. Kita melihat si pengendara sepeda tanpa menaruh perhatian sama
sekali. Dan tiba-tiba kaca pecah. Kita tidak menghubungkan dua kejadian itu
sebagai satu kesatuan; kaca pecah menyita perhatian kita; dan kita lupakan
segera pengendara sepeda tadi. Itu adalah normal dalam psikologi."
"Tapi itu berarti ia
tidak berhenti untuk memecahkan jendela, Satu," tukas Bob. "Jadi
bagaimana dia bisa memecahkan jendela dari atas sepeda yang melaju?"
"Dan dari mana dia tahu
tempat-tempat polisi bersembunyi?" tanya Pete.
"Kita memang belum tahu
jawaban pertanyaan-pertanyaan itu," sahut Jupe, "tapi aku punya ide.
Aku ingin bicara dengan Chief Reynolds lagi, dan aku ingin menyelidiki truk
kecil Paul."
"Boleh saja," ujar
Paul. "Setiap saat kalian bisa datang ke rumahku. Trukku ada di toko
sekarang - ayahku sedang ke luar kota."
"Tapi, Jupe,"
sanggah Bob, "kau masih belum menerangkan bagaimana kita akan membuktikan
bahwa laki-laki bersepeda itu adalah si perusak kaca jendela - kalau memang
benar dia orangnya." "Kita akan menangkap basah dia, Bob," jawab
Jupiter, "sekali lagi dengan memakai Hubungan Hantu ke Hantu."
"Maksudmu menghubungi
anak-anak untuk minta bantuan mengawasi apa yang dilakukannya?" tanya Pete
"Itulah yang
kumaksud," Jupiter mengiakan. "Kali ini kita tahu persis siapa yang
akan diawasi anak-anak itu. Kalau laki-laki itu memang si perusak kaca jendela,
Hubungan Hantu ke Hantu dengan mudah akan membuktikannya."
"Kecuali kalau dia tahu
bahwa kita mengawasinya," ujar Pete. "Jangan lupa, dia bisa tahu
tempat polisi mengawasinya. Maksudku, mungkin dia punya mata bionik. Atau mata
sinar -X! Atau mata infra merah yang bisa melihat dalam kegelapan! Atau dia
punya indra keenam, sehingga bisa merasa kalau ada yang mengawasinya!"
"Menurutku, Dua, dia
punya suatu cara yang sederhana untuk mengetahui lokasi polisi yang
bersembunyi," kata Jupiter. "Dalam keadaan bagaimanapun, kita harus
menunda rencana kita sampai Senin depan. Tidak akan ada hasilnya kalau kita
paksakan sekarang juga. Si perusak kaca tidak akan bereaksi sampai Senin malam
nanti."
"Wah, itu
kebetulan," kata Pete. "Aku punya acara malam Minggu nanti dengan
orang tuaku."
"Dan aku
harus menjaga toko selama ayahku pergi ke luar kota," ujar Paul.
"Jadi aku akan sibuk sampai hari Minggu."
"Kalau begitu kita selidiki truk
Paul sekarang saja," usul Jupiter.
Gampang Tiga baru mereka buka tahu-tahu telepon berdering.
Dengan terheran-heran anak-anak saling berpandangan. Kecuali ketika Hantu ke
Hantu
beroperasi, jarang sekali ada yang menelepon kantor Trio Detektif. Jupiter
menghubungkan telepon dengan pengeras suara.
"Trio Detektif," katanya
dengan penuh percaya diri.
"Ngng," terdengar sahutan yang
pernah mereka dengar, "bolehkah aku bicara dengan Mr. Jupiter Jones?"
"Aku sendiri," sahut
Penyelidik Satu.
"Ah, Jupiter.
Aku Willard Temple. Kita pernah bertemu di depan rumah Paman Jarvis. Masih
ingat?"
"Aku ingat, Mr. Temple. Ada yang
bisa kubantu?"
"Well, pamanku telah
berpikir-pikir lagi mengenai apa yang dikatakan Chief Reynolds tentang kalian.
Dan kini ia malah ingin menyewa kalian untuk mencarikan rajawalinya. Paman
Jarvis minta aku menghubungi kalian dan membicarakan ongkos sewanya."
"Kami
tidak menarik ongkos sewa, Mr. Temple. Kami hanya ingin menolong orang lain
dalam memecahkan masalah mereka. Kalau mereka ingin memberi sesuatu sebagai
hadiah, itu oke-oke saja. Tapi kami tidak memintanya."
"Oo, baik kalau begitu. Tapi...
pamanku kelihatannya belum yakin benar. Dapatkah kalian datang ke sini untuk
membicarakannya lebih jauh lagi?"
"Sekarang?".
kata Jupit-. "Baik, kami bisa datang. "
-"Kau tahu rumah
kami, kan? Valerio Street 140?"
"Kami akan
segera berangkat, Mr. Temple" Jupiter menegaskan.
Tiga anak lainnya mengangguk dengan
bersemangat.
-Bab 11 PERJUMPAAN ANEH
-VALERIO Street nomor 140
terletak di sebelah rumah teman Paul. Rumah itu tersembunyi di balik pepohonan
dan semak-semak, yang dijadikan persembunyian para polisi malam sebelumnya.
Anak-anak meninggalkan sepeda mereka di samping sebuah mobil sedan Buick yang
sedang diparkir di luar. Dalam garasi mereka melihat sebuah Cadillac kuno.
Cadillac itu tampaknya sudah lama tidak dijalankan. Kaca-kacanya ditutupi kain
kanvas.
Sebuah jalan
setapak bertaburkan kerikil terhampar di antara pepohonan dan semak-semak.
Pandangan dari pintu depan rumah hampir seluruhnya terhalang oleh tumbuhan yang
memenuhi halaman. Jupiter membunyikan bel. Keempat anak itu menunggu dengan
tidak sabar. Tidak terdengar suara apa-apa dari dalam.
"Kau yakin ia mengundang kita ke
sini?" tanya Pete.
"Ya, malam ini juga" jawab
Jupiter.
Tahu-tahu
dari dalam rumah mereka mendengar suara-suara orang marah. Jupiter membunyikan
bel lagi beberapa kali. Masih belum ada jawaban. Tapi sekarang suara
marah-marah itu berhenti.
"Mungkin bel ini rusak," kata
Bob.
"Coba saja pintu lain, mungkin ada
pintu samping," usul Pete.
Anak-anak berjalan ke samping rumah. Mereka tidak menemukan
pintu samping di dekat garasi.
"Apa itu?" ujar Pete tiba-tiba
sambil memandangi sesuatu.
Di halaman belakang yang
terbuka sebuah parabola besar terbuat dari logam tersangga pada tiga buah kaki.
Parabola itu mengarah ke angkasa.
"Antena
parabola," kata Jupiter. "Antena itu menerima sinyal dari satelit di
luar angkasa," Bob menerangkan. "Sinyal TV dan radio yang dikirim
melalui satelit memungkinkan kita menonton siaran langsung dari New York,
Eropa, atau bahkan Cina."
"He, itu seperti suara Jarvis
Temple," kata Pete.
"Anak -anak?"
Panggilan itu
datang dari depan rumah. Anak-anak bergegas kembali ke depan rumah. Willard
Temple berdiri di jalan setapak. Wajahnya terlihat bingung.
"Oh, ternyata kalian di sana."
"Tadi sudah kubunyikan bel,"
kata Jupiter, "tapi
tidak ada
yang membukakan pintu Jadi kami mencari pintu lain di samping."
"Aku tadi di belakang sedang
mendengarkan instruksi dari pamanku.
Ayo, silakan masuk."
-Keponakan Jarvis Temple itu
mengajak anak-anak memasuki ruangan bergaya Victoria yang luas dan berlantai
mengkilat. Mereka melewatinya dan masuk melalui pintu geser ke dalam sebuah
ruang tamu yang besar dan dihiasi perabot kuno. Willard Temple saat itu
berpakaian hitam gaya lama. Ia tersenyum kaku pada anak-anak.
"Pamanku sedang tidak
enak badan hari ini. Jadi ia mau istirahat. Tadi ia memberiku petunjuk untuk
mendiskusikan bagaimana urusan dengan kalian agar kalian dapat membantu
mencarikan rajawali itu."
"Dari kami tidak ada
masalah," kata Bob. "Kami sudah memulai menyelidiki kasus ini. Kami
bekerja membantu Paul untuk mencari si pemecah kaca. Kurasa itu kasus yang
sama."
"Tentu saja," ujar
Willard Temple. "Aku lupa bahwa kalian sedang menyelidiki hal itu."
"Tapi," sela
Jupiter cepat, "aku rasa tidak ada salahnya kalau kami mencoba mencari
rajawali itu sekalian. Mungkin pencarian rajawali akan membantu kami menemukan
si pemecah kaca. Kami bisa memulainya dengan mencari tempat-tempat uang logam
biasa dijual dan siapa pembelinya."
"Lho," kata Pete
"siapa yang mau membeli barang semahal itu? Apalagi semua orang tahu bahwa
itu barang curian. Pasti tidak akan ada yang mau membelinya."
"Kolektor-kolektor
sering kali tidak peduli hal itu, Dua," kata Jupiter. "Sebagian besar
memang tidak mau memperoleh barang yang tidak halal. Tapi ada beberapa kolektor
yang tidak mau tahu. Pokoknya mereka memperoleh benda yang mereka idam-idamkan.
.Mereka akan menyimpannya dan tidak akan memberi tahu siapa-siapa-cuma disimpan
saja uang logam itu."
Willard Temple mengangguk.
"Jupiter benar. Cuma ada sedikit kolektor yang seperti itu. Tapi di antara
yang sedikit itu ada yang luar biasa kayanya dan sanggup membayar berapa saja.
Dan memang ada beberapa tempat yang bersedia menjual barang-barang curian
seperti itu."
"Namun," tambah
Jupiter, "tetap saja tidak mudah menjual barang gelap seperti itu. Si
pencuri harus bisa menghubungi kolektor atau pedagang yang tidak bermoral
itu."
"Sangat sulit,"
Willard Temple menegaskan. "Si pencuri harus sudah paham benar tentang
seluk-beluk dunia koleksi uang logam kuno."
"Mungkin kau bisa
menceritakan beberapa tempat penjualan gelap ini," kata Jupiter.
"Jadi kami bisa menyelidiki tempat itu."
"Aku?"
Willard Temple menggeleng-geleng. Tangannya menggaruk-garuk kepalanya dengan
gugup. "Tidak. Aku tidak tahu banyak tentang uang logam kuno. Dan aku
sebenarnya tidak pernah tertarik pada hobi pamanku ini."
"Kalau begitu kami harus tanya
langsung padanya," kata Ju-iter.
Willard Temple agak kaget.
"Pamanku? Oh, tentu saja. Begitu dia merasa perlu untuk itu, dia akan
memutuskan untuk menyewa kalian." Ia melihat jam tangannya.
"Well..."
Jupiter
memandang ke sekeliling ruang tamu bergaya kuno itu. "Mungkin kami bisa
mempelajari beberapa uang logam lainnya milik pamanmu? Dengan demikian kami
akan mendapat gambaran yang lebih jelas. Tapi aku tidak melihat adanya
uang-uang logam kuno lain di ruang ini. "
"Tentu saja di sini tidak ada. Kami
menyimpannya di ruang khusus," kata Willard Temple. Ia melihat jam
tangannya lagi.
"Bolehkah kami
melihat uang-uang logam itu?" desak Jupiter.
"Melihat? Oh, boleh-boleh. Kenapa
tidak? Mari, ikut aku."
Ia mengantar mereka keluar
dari ruang tamu lalu menyusuri ruang tengah menuju sebuah pintu di bagian
belakang. Ia membukanya. Ruangan khusus itu dipenuhi dengan kayu-kayu bercat
gelap, buku-buku, barisan rak kaca yang tersusun rapi serta permadani yang
menutupi lantai. Dalam rak-rak kaca terdapat uang-uang logam dari berbagai
jenis. Semuanya terpajang rapi di atas kain beludru biru. Willard Temple menunjuk
ke salah satu rak.
"Itu tempat uang logam
Amerika. Yang di ujung kiri atas adalah rajawali ganda, milik Paman Jarvis
satu:satunya. Tapi yang ini tidak semahal uang logam yang hilang itu."
Anak-anak
berkerumun di sekitar rak -itu untuk memperhatikan uang logam besar yang
terbuat dari emas itu. Uang logam itu berkilau-kilau tertimpa sinar lampu dari
dalam rak. Pada uang logam itu tergambar seekor rajawali terbang mengangkasa.
Kedua sayapnya terbentang lebar. Matahari terbit menjadi latar belakangnya.
"Berapa umurnya?" tanya Bob.
"Yang ini dibuat tahun
1909," kata Willard Temple. "Tanggalnya tercantum pada sisi baliknya,
bersama gambar patung Liberty. Uang ini indah sekali, tapi harganya cuma
delapan belas ribu dolar."
Pete bersiul. "Cuma? Aku
tidak bisa membayangkan uang sebanyak itu. Padahal umurnya belum tua benar,
ya?"
"Bukan tanggalnya yang
penting, tapi kondisi dan jumlahnya. Uang logam ini langka sekali. Dan tidak
banyak uang logam emas dicetak sekarang ini. karena pencetakan uang kertas jauh
lebih mudah dan praktis." "-Tapi kenapa rajawali yang hilang itu
berharga lebih mahal lagi?" tanya Paul. "Seperempat juta dolar. Itu
luar biasa!"
"Ah, itu
kan karena dibuatnya dengan gambar timbul yang sangat menonjol. Itu artinya
gambar rajawali dan patung Liberty sangat menonjol dibanding dengan latar
belakangnya. Desainnya sama saja - sama-sama dibuat oleh Augustus Saint-Gaudens
- tapi gambar timbul seperti itu hanya dibuat dalam satu tahun saja, 1907.
Indahnya luar biasa: Dan amat sangat langka."
"Kotak penyimpan rajawali yang
dicuri itu seperti apa?" tanya Jupiter.
-"Kotak hitam terbuat
dari kulit. Ukurannya kira-kira sebesar bungkus rokok. Ada dua kaitan dan
sebuah tombol untuk membukanya," Willard Temple menjelaskan. "Di
dalamnya terdapat beludru biru seperti pada rak ini. Tapi uang logam itu
tersimpan dalam amplop plastik untuk menghindarkannya dari benturan atau
gesekan."
Bob, Pete, dan Paul memandang
dengan takjub pada uang logam emas di rak sambil mendengarkan penjelasan
Willard Temple. Jupiter melihat berkeliling.
"He," kata Penyelidik Satu,
"aku tidak melihat ada pesawat TV di rumahmu."
"Pamanku
benci televisi." Willard Temple tertawa. "Ia tidak akan mau
menyediakan tempat untuk sebuah televisi."
"Kalau begitu buat apa ada antena
parabola di halaman belakang?"
"Parabola?" Willard
berkedip-kedip lagi. "Oh, Sarah dan aku punya TV di ruang bermain. Sayang,
pamanku sedang beristirahat di sana. Kalau tidak akan kuperlihatkan apa yang
bisa dilakukan dengan antena parabola itu."
"O,
begitu," ujar Jupiter. "Jadi kami harus kembali lagi nanti, atau kau
dapat memutuskan apakah pamanmu jadi meminta bantuan Trio Detektit?"
"Kupikir..." kata Willard
Temple.
Tiba-tiba pintu ruang khusus
itu terbuka lebar. Si Tua Jarvis Temple muncul. Ia bertelekan pada tongkatnya..
Matanya menyorot tajam pada anak-anak.
-"Apa yang kalian
lakukan di ruang khususku?!" bentak orang tua itu sambil berjalan
terpincang-pincang. "Kalian mau mencuri uang logamku lagi, hah?"
"Kami ke sini atas izin
keponakanmu, Sir," kata Jupiter. "Kalau kami diminta untuk mencarikan
uang logam Anda yang hilang, kami harus tahu dulu seperti apa kira-kira uang
logam itu. Sekarang, kalau Anda mau menceritakan..."
"Mencarikan
rajawaliku yang hilang!" Orang tua berambut abu-abu itu membelalak.
"Aku tidak akan membiarkan kalian berempat berada dekat-dekat dengan uang
logam koleksiku! Keluar dari rumah ini!"
"Tapi keponakan Anda..." kata
Jupiter.
Pete menyela dengan sengit
"Ia memanggil kami dan mengatakan Anda minta kami datang untuk
membicarakan hal ini! Kami tidak akan..."
Muka si tua Jarvis bersemu merah. "Keponakanku adalah
pendusta! Meminta kalian? Tak sudi aku! Keluar sekarang juga!"
Ia
mengacung-acungkan tongkatnya. Dengan terpincang-pincang dihampirinya keempat
anak itu. Tapi sebelum tongkat itu terayun, Sarah Temple berlari masuk dan
merebut tongkat itu dari tangan pamannya.
"Paman! Kenapa bisa begini?"
Sarah yang berbadan tinggi
itu menatap pamannya. Jarvis Temple balas menatap dengan tajam.
"Aku tidak mau kau
berdua ikut campur dalam urusanku. Dan aku ingin agar empat anak bengal itu
segera angkat kaki dari rumah ini. Sekarang juga!"
Setelah berkata begitu,
Jarvis Temple merenggut kembali tongkatnya dari tangan Sarah. Ia pergi
meninggalkan mereka dengan terpincang- pincang. Willard dan Sarah nampak muram.
Sarah, yang berambut hitam dan lebih tinggi dari Willard, masih memakai
kacamata gelapnya. Namun kali ini ia berpakaian ketat seperti pakaian senam.
"Maafkan kami. Pamanku
sedang kumat hari ini. Mungkin karena masih pusing memikirkan rajawalinya yang
hilang. Aku tadi mendengar bahwa ia meminta Willard untuk memanggil kalian.
Tapi rupanya ia lupa. Menurutku, sebaiknya kami tidak menyewa kalian dulu
sampai keadaan pamanku lebih baik. Biar dia yang memutuskan dengan pertimbangan
yang masak."
Willard Temple mengangguk.
"Aku akan hubungi kalian lagi kalau dia telah berubah pikiran."
Di luar rumah besar bergaya Victoria itu, anak-anak
berjalan menuju sepeda mereka.
"Hhh," desah Paul,
"si tua Jarvis mungkin sudah pikun. Masa lupa bahwa dialah tadi yang
meminta kita ke sini."
"Aku heran," gumam
Pete. "Orang tua itu kelihatannya sebal sekali padaku."
"Ya,"
kata Jupe menyetujui sambil melirik mobil Datsun kecil bercat merah yang
sekarang diparkir di dekat situ. "Oke, sekarang kita sebaiknya melihat
truk kecil Paul, sebelum terlalu malam."
-Bab 12 HANTU KE HANTU BERAKSI LAGI
-TRUK kecil abu-abu diparkir
di gang di belakang toko perabot bekas milik Jacobs. Keempat anak itu
menyelidiki bagian bangku, lantai bagian depan, dan seluruh bagian dalam truk.
"Kurasa
sebuah penjepit kertas tidak akan sampai memecahkan kaca," kata Pete
seraya memungut sebuah penjepit kertas dari lantai mobil.
"Mustahil, Dua," sahut Jupe
tanpa semangat.
"Kaleng kosong juga
tidak mungkin," Bob menambahkan ketika ia menemukan beberapa kaleng
minuman.
"Aku sering haus kalau
bekerja." Paul mengakui perbuatannya. "Tapi kaleng bekasnya lupa
kubuang. Ayahku berulang kali marah padaku karena kealpaanku itu."
"Apa ini?" tanya
Pete. Ia memungut sebuah logam abu-abu gepeng berukuran hampir sebesar paku
payung. Bob mengambilnya. "Seperti logam pemberat yang biasa dipasang pada
pancing." "Tapi bentuknya penyok seperti tertindih," kata Paul
sambil mengamat- amati.
-"Pemberat
pancing," ujar Jupiter sambil mempelajari logam tak berbentuk itu.
"Tapi logam ini tidak padat. Kelihatannya sebelum penyok logam ini
berongga. Paling tidak ada bagian yang berongga."
"Mungkin ini satu bagian
dari tutup kaleng," tebak Pete. "Kalian tahu kan, pada tutup kaleng
kadang-kadang ada bagian yang tidak padat."
Bob meletakkan logam gepeng
itu dengan telunjuk dan ibu jarinya. "Lihat gerigi di pinggirnya Bentuknya
mengingatkanku pada sesuatu. Tapi aku tidak tahu apa."
"Hm," kata Pete,
"logam sekecil ini tidak akan cukup kuat untuk memecahkan kaca. Tapi aku
tidak yakin benar. Mungkin saja logam kecil ini merupakan bagian dari benda
lain."
Pete mengambil logam gepeng
tadi dan mengantunginya. Anak-anak melanjutkan menyelidiki truk itu. Mereka
menemukan beberapa benda lainnya. Pita perekat, sobekan kertas, kartu-kartu
langganan bensin, dan beberapa benda lainnya. Tapi dari semua itu tidak ada
satu pun yang cukup besar dan cukup kuat untuk memecahkan kaca jendela truk.
Anak- anak berupaya sekali lagi mencari benda yang mungkin dapat memecahkan
kaca. Kemudian mereka menyerah.
Trio Detektif berpisah dengan
Paul. Mereka bersepeda pulang ke pangkalan barang bekas. Bibi Mathilda sedang
berdiri di depan kantor Paman Jones.
"Seorang pria bernama
Willard Temple menelepon, Jupiter. Ia meninggalkan pesan. Katanya pamannya
telah berubah pikiran dan meminta maaf karena telah menyusahkan kalian. Aku
tidak tahu apa artinya, hanya itu yang dipesankannya."
"Hm," gumam Pete.
"Mudah-mudahan sekali ini ia tidak berubah pikiran lagi"
"Ya," tambah Bob,
"aku ingin membuktikan bahwa kita ini detektif sejati yang dapat menolongnya
mencarikan rajawalinya yang hilang."
"Bibi
Mathilda," kata Jupiter lambat-lambat. "Apa bibi hari ini melihat
orang yang mencurigakan di sekitar pangkalan? Mungkin seseorang yang memanjat
tiang telepon?"
"Mencurigakan? Tidak," jawab
Bibi Mathilda.
"Well, mungkin memang tidak
mencurigakan," ujar Jupiter. Tapi apa Bibi melihat ada orang yang memanjat
tiang telepon di belakang sana?"
Ia menunjuk ke arah
tiang telepon penyangga kabel-kabel di pangkalan.
"Tidak."
Bibi Mathilda menggeleng. "Cuma pekerja telepon, tentu saja."
"Kapan itu
terjadinya, Bibi?" tanya Jupiter cepat.
"Sekitar sore tadi.
Rasanya sebelum kalian pergi,. tapi aku tidak yakin betul. Apa perlunya
mengingat kejadian semacam itu?"
Ketika Trio
Detektif sudah berada jauh dari Bibi Mathilda, Pete menoleh pada Jupiter.
"Kenapa kau tadi menanyakan pekerja
telepon itu, Satu?" -"Apa kauduga pekerja telepon itu sebenarnya
bukan pegawai perusahaan telepon?" kata Bob.
"Mungkinkah dia orang yang mencoba
menyelundup ke dalam pangkalan?"
"Mungkin,
Bob," sahut Jupiter. "Namun, kita masih harus menunggu. Dan karena
tidak ada yang bisa kita lakukan sampai Senin malam, aku usul kau berdua
memikirkan masalah-masalah utama ini: Apakah laki-laki pengendara sepeda balap
itu adalah si pemecah kaca? Dan kalau memang dia, apa alasannya? Juga,
bagaimana dia seperti. bisa tahu tempat persembunyian polisi?."
"Apa hanya itu yang akan
kaulakukan, Jupe?" tanya Bob.
"Ya, plus kunjungan ke
Chief Reynolds. Karena Pete akan keluar kota, dan Paul sibuk, tidak banyak yang
bisa kita lakukan."
-Ketika hari Senin tiba, Trio
Detektif dan Paul sudah gatal ingin beraksi. Mereka berkumpul pagi-pagi sekali
di kantor Trio Detektif. Sepanjang hari mereka mengatur siasat dan menjalankan
Hantu ke Hantu. Kawan-kawan mereka diberi penjelasan yang terinci tentang si
laki-laki bersepeda balap. Semua diminta menyebarkan tugas ini, dan mengawasi
pengendara sepeda itu. Semua diminta untuk tetap berada di dalam rumah
masing-masing kalau mungkin. Jangan sampai terlihat ketika mengawasi orang itu.
Jupe kemudian menghidupkan mesin penjawab otomatis dan pengeras suara. Segala
sesuatunya telah disiapkan untuk kegiatan malam itu.
Hari sudah
mulai gelap sewaktu anak-anak berkumpul kembali di kantor setelah makan malam.
Mereka duduk mengitari mesin penjawab otomatis. Jam delapan berlalu. Anak-anak
menunggu dengan gelisah. Mereka berbicara dengan berbisik. Seakan-akan mereka
khawatir ada orang yang menyadap pembicaraan mereka seakan-akan mereka ikut
mengawasi sendiri dan terlibat aksi dalam Hantu ke Hantu yang tersebar luas di
Rocky Beach. Delapan lima belas. Delapan tiga puluh...
Telepon berdering. Terdengar laporan
pertama di pengeras suara.
"Laki-laki
memakai helm, kacamata balap, headphone, dan ransel lewat di Olive Street blok
1400! Sebuah kaca mobil pecah! Aku tidak melihat orang itu melakukan
apa-apa!"
Pete kecewa. "Ia
tidak melakukan apa-apa!"
"Belum
tentu," tukas Jupiter. Ia menggigit bibirnya. "Dia lewat di
sana." Telepon berdering lagi.
"Di Olive Street blok 1300, orang
bersepeda itu lewat Kaca mobil Ford abu-abu remuk! Pengendara sepeda itu tidak
berhenti sama sekali!"
"Dia tidak berhenti!" seru
Pete
"Tapi kaca-kaca jendela mobil pecah
ketika dia lewat!" kata Bob.
"Jendela
Mercedes biru remuk di Olive Street blok 1200! Pengendara sepeda itu lewat. Ia seperti
mengambil sesuatu dari balik bajunya." Paul berkata, "Polisi patroli
yang kuwawancarai bilang bahwa orang bersepeda itu seperti akan mengambil
sesuatu ari bajunya."
"Mengambil apa?" seru Pete.
"Tunggu, dengarkan dulu!" sela
Bob.
Jupiter buka
suara, "Tidak akan terjadi apa-apa pada dua atau tiga blok berikutnya,
Bob. Lihat saja!" "Laki-laki memakai kacamata balap, headphone dan.
mengendarai sepeda balap baru saja lewat di Olive Street blok 1100. Tidak
terjadi apa-apa sama sekali." .
Yang lain dengan melongo memandang
Jupiter.
"Orang
yang kaukatakan melaju dengan sepedanya di Olive Street blok 1000, tapi tidak
terjadi apa-apa, Sobat!"
"Bagaimana kau tahu, Jupe?"
kata Pete.
"Waktu aku datang ke
kantor polisi hari Jumat yang lalu, aku tanya Chief Reynolds di mana malam ini
polisi akan berjaga. Ia memberi tahu aku, di Olive Street blok 1000," Jupe
menjelaskan. "Lagi-Iagi si pemecah kaca tahu di mana polisi berada!"
"Laporan dari Olive
Street blok 900. Pria bersepeda itu baru saja lewat. Kurasa dia mengambil
sesuatu dari balik bajunya. Dan sebuah kaca jendela pecah! Aku tidak dapat
melihat lainnya!"
-"Apa yang disembunyikan
di balik bajunya?" tanya Bob. Maksudku, benda apa yang dipakainya sehingga
bisa dipakai memecahkan kaca?"
"Kalau ia melempar-
sesuatu, mengapa mereka tidak melihatnya?" kata Paul dengan heran.
"Mereka pasti akan melihat kalau dia melempar sesuatu, sekalipun dalam
gelap."
"Pemuda bersepeda terlihat seperti makhluk ruang
angkasa di Olive Street blok 800. Kaca mobil Cadillac remuk! Ia tadi seperti
mengarahkan sesuatu pada Cadillac itu! Aku tidak tahu pasti. Dia mengayuh
sepedanya cepat sekali. Tapi aku yakin dia tadi mengarahkan sesuatu!"
Bob menoleh pada Pete. "Dua, mana
logam gepeng yang kautemukan di truk kecil Paul?"
"Ini." Pete
mengambil potongan logam dari kantungnya. Diberikannya logam itu pada Bbb.
"Pantas
saja!" Bob kegirangan. "Lihat gerigi-gerigi halus ini? Dan dulunya
mungkin berongga? Kurasa aku tahu apa benda ini."
"Apa? Apa?" desak Pete.
"Peluru pistol angin!’
seru Bob. Ia memandang kawan-kawannya. "Ia menggunakan pistol angin untuk
memecahkan kaca-kaca jendela mobil. Pistol berkekuatan besar!"
"Dari Olive Street blok
700. Pemuda bersepeda balap, berhelm, dan berkacamata balap lewat di samping
Mercury hijau. Kaca jendela Mercury itu pecah. Tapi aku tidak melihat dia
melakukan apa-apa!"
"Kurasa kau benar,
Bob!" ujar Jupe dengan gembira. "Mudah sekali dia memecahkan kaca
dengan pistol itu. Ambil dari balik baju, arahkan ke mobil, lalu tembak. Dan
itu bisa dilakukannya dari atas sepeda yang berkecepatan tinggi sekalipun. Cuma
beberapa detik, dan tidak bersuara. . Di malam hari perbuatannya akan sukar
terlihat. Dan yang tertinggal hanyalah sepotong logam kecil yang tidak akan
ditemukan kecuali kalau benar-benar dicari!"
"Kita sebaiknya
menghubungi polisi!" seru Paul. "Sekarang ayahku tentu percaya
padaku!"
"Ya,"
Jupe menyetujui. "Kita akan... Tidak, tunggu dulu! Kita tidak dapat
memanggil polisi! Kita harus menangkap basah dia dulu!" "Kenapa,
Jupe?" tanya Pete. "Chief Reynolds kan bilang..."
"Akan kujelaskan belakangan.
Sekarang kita harus... "
"Jupiter,
Bob, Pete! Polisi sudah berhasil menangkap laki-laki bersepeda yang memecahkan
kaca-kaca mobil selama ini! Polisi menangkapnya di persimpangan antara Olive
Street dan Chapala Street! Aku akan ke sana!"
"Ayo berangkat!" seru Bob.
"Sepeda terlalu lambat," kata Jupe. "Kita
akan minta bantuan Hans atau Konrad untuk mengantar kita!"
"Maaf, Anak-anak" kata Paman
Titus. "Hans dan Konrad pergi menganta Bibi Mathilda. Aku sendiri sedang
menunggu telepon."
-"Aku dapat
mengemudi," ujar Paul. "Aku bawa SIM-ku."
"Boleh ya, Paman
Titus," pinta Jupiter.
"Boleh saja,
kenapa tidak?" sahut Paman Titus.
Paul
mengemudi dengan hati-hati menuju persimpangan Olive Street dan Chapala Street.
Dengan bergairah, anak-anak melihat ke sekeliling tempat polisi menangkap si
pengendara sepeda.
Tidak ada siapa-siapa di sana. ..
"D-i mana
omg-orang itu?" Pete tergagap.
Persimpangan
itu sangat lengang. Tidak ada yang terlihat. Bahkan tidak ada suara terdengar.
"Tidak ada siapa-siapa di
sini," kata Bob dengan kecewa.
Paul berkata, "Jupe? Apa
yang..."
"Tipuan!"
tiba-tiba Jupe berseru. "Kita telah tertipu, Kawan-kawan. Sia- sia kita ke
sini! Suara di telepon tadi bukan berasal dari kawan kita yang ikut dalam Hantu
ke Hantu!"
-Bab 13 GAGAL!
-"TAPI kenapa, Jupe?" kata
Pete.
Penyelidik Dua menyelidiki
tempat sekitar itu. Ia masih mencari-cari barangkali ada bekas-bekas yang
menunjukkan telah terjadi penangkapan di situ.
"Supaya kita tidak
memanggil Polisi, tebak Jupiter, "atau supaya kita keluar dan kantor Trio
Detektif sehingga tidak bisa mendengarkan laporan dari Hantu ke Hantu! Cepat,
Paul, kita susuri Olive Street. Barangkali saja si pengendara sepeda belum
sampai sini. Mungkin dia masih bersepeda di sepanjang Olive Street.
Paul membelokkan truk ke Ohve
Street. Perlahan-lahan mobil dikendarainya di sepanjang daerah tempat tinggal
yang sepi itu. Trio Detektif dengan perasaan waswas menatap ke sekeliling,
mencari si pengendara sepeda balap itu.
"Cari kaca-kaca jendela yang pecah, Jupe
menginstruksikan. "Aku sudah mencari, Satu," sahut Bob. "Sampai
sekarang belum kutemui satu pun."
Paul terus menjalankan mobil
perlahan-lahan.
-Mereka semua
memasang mata, mencari kalau-kalau ada kaca jendela pecah atau pengendara
sepeda balap.
"Itu di
sana!" seru. Bob. "Jendela pecah!"
Mereka sudah sampai
di Olive Street blok 600.
"Stop di sini,
Paul," kata Jupiter.
Paul
menghentikan kendaraan di samping mobil Buick besar. Jendela dekat setir Buick
itu remuk. Jupiter memandang ke ujung Olive Street yang gelap.
"Ini satu blok sesudah kita
mendengar laporan jendela pecah terakhir tadi," kata Penyelidik Satu.
"Tampaknya
dia memecahkan satu jendela lagi sesudah kita keluar dari kantor, kemudian ia
berhenti beraksi dan menghilang di persimpangn Chapala."
"Tapi, Jupe, apa yang membuat dia
menghentikan perbuatannya?" tanya Pete.
"Mari kita kembali ke kantor,"
putus Jupiter.
"Mungkin Hantu ke Hantu memberi
berita lebih banyak lagi."
Paul mengendarai truk secepat-cepatnya, kembali ke
pangkalan di pinggir kota. Segera setelah berada dalam kantor, Jupiter
menghidupkan mesin penjawab otomatis. Ia mengulang pesan yang tadi telah menipu
mereka.
"Jupiter, Bob, Pete!
Polisi sudah berhasil menangkap laki-laki bersepeda yang memecahkan kaca-kaca
mobil selama ini! Polisi menangkapnya di persimpangan antara Olive Street dan
Chapala Street! Aku akan ke sana!"
-Suara si penipu berhenti.
Anak-anak menunggu pesan berikutnya yang tadi tidak sempat didengarkan.
"Dari
Olive Street blok 600. Pengendara sepeda itu lewat di samping mobil Buick. Kaca
mobil itu pecah berantakan! Tapi orang itu, tidak melakukan apa-apa. Dia cuma
seperti menunjuk pada Buick itu."
"Pasti sulit melihat pistol angin
itu dalam kegelapan," kata Paul.
Jupiter mengangguk.
"Orang itu bersepeda dengan kencang di malam hari: Siapa bakal mengira
kalau dia menembak jendela mobil dengan pistol angin? Orang yang mendengar,
atau bahkan melihat, jendela pecah akan melihat pada jendela itu lebih dulu.
Dan pada saat itu si pengendara sepeda sudah lenyap dan pandangan. Pistol air
itu tersembunyi di balik tubuhnya, dan mungkin pistol itu hanya berada beberapa
detik di tangannya. Detik berikutnya pistol tadi sudah tersimpan lagi di balik
bajunya. Biarpun demikian, kawan-kawan kita telah melakukan tugas pengamatan
mereka dengan baik."
"Dari Olive Street blok
500, Sobat-sobat. Orang bersepeda balap itu lewat di sini. Ciri-cirinya mirip.
sekali dengan apa yang kalian jelaskan. Tapi tidak terjadi apa-apa! Tidak ada
kaca jendela pecah."
"Ia masih di
Olive Street saat itu," seru Paul, "tapi tidak menembak jendela
lagi!"
Mereka menunggu pesan
berikutnya. Mesin penjawab itu tidak mengeluarkan suara. Tidak ada pesan lagi
yang terekam dalam mesin itu.
"Sampai di
sinilah," kata Bob. "Ia lewat di blok 500. Dan setelah itu tidak
seorang pun melihatnya lagi. Ia menghilang entah ke mana!"
"Apa
yang terjadi, Jupe?" tanya Pete. "Kita sudah meminta anak-anak di
seluruh kota untuk beraksi lewat Hantu ke Hantu. Mestinya kan, ada nak yang
masih melihatnya berlalu, sekalipun dia tidak lagi memecahkan kaca."
"Ya, sekalipun dia membelok dari
Olive Street," tambah Paul.
Jupiter
menggigit bibir bawahnya. "Hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama, dia
melepas semua perlengkapan yang dikenakannya sehingga orang-orang kita tidak
lagi mengenalinya. Dan yang kedua, seseorang mengangkutnya naik ke sebuah mobil
atau truk, lalu mereka pergi."
"Tapi kenapa, Jupe?" tanya
Pete lagi. "Apa kaukira dia mengetahui bahwa Hantu ke Hantu
mengawasinya?"
"Itulah," kata Jupe,
"yang kelihatannya benar-benar terjadi." .
"Kok, bisa?" ujar Paul
keheranan.
"Ia diberi tahu bahwa ia sedang
diawasi, Paul! Ia diperingatkan. Jadi dia berhenti menembaki jendela, lalu
menghilang."
"Diperingatkan?" Paul merasa
ragu.
"Mungkin salah seorang kawan kita di Hantu ke Hantu
kenal dia, lalu keluar untuk memperingatkannya," tebak Bob.
-Jupiter
menggeleng. "Tidak seperti itu, Bob. Sekarang segala sesuatunya mulai
menjadi terang. Ia tahu tentang kita sebagaimana ia tahu tentang di mana polisi
berjaga-jaga untuk menangkapnya. Ada yang memperingatkannya. Dan itu adalah...
headphone-nya!"
"Headphone?"
"Bukannya itu
disambung dengan radio di ranselnya?"
"Itu pasti
CB!"
"Atau radio
dengan frekuensi khusus!"
"Paling tidak radio itu
dapat menangkap pembicaraan polisi," ujar Jupiter. "Ketika aku bicara
dengan Chief Reynolds Jumat yang lalu, aku tanya apakah dalam pengawasan itu
polisi menggunakan komunikasi dengan radio antara mereka dengan markas pusat.
Chief Reynolds mengiakan. Saat itulah untuk pertama kalinya aku sadar mengapa
si pengendara sepeda selalu tahu di mana polisi berada - dia mendengarnya
melalui radionya yang bisa menangkap gelombang yang dipergunakan polisi. Dan
itu pula yang terjadi malam ini, tidak salah lagi! Ada orang yang menggunakan
gelombang yang sama, yang memperingatkan bahwa dia diawasi oleh Hantu ke
Hantu."
"Tapi, Jupe,"
protes Bob, suaranya terdengar gelisah, "hanya kita berempat yang tahu
tentang Hantu ke Hantu malam ini."
"Betul,"
tambah Pete. "Mana mungkin si penipu yang mengibuli kita tadi tahu tentang
Hubungan Hantu ke Hantu? Dan bagaimana dia bisa tahu nomor telepon kita?"
"Sini ikut aku, akan kutunjukkan jawabnya," kata
Jupiter. "Bawa senter besar, dan kita perlu tangga panjang yang ada di
bengkel kerjaku."
Beberapa menit kemudian
Penyelidik Satu memimpin kawan-kawannya, yang menggotong tangga yang berat,
menuju Kelana Gerbang Merah di pagar belakang. Jupe membuka selot di balik
lubang, lalu membuka papan-papan itu. Ia berjalan ke arah tiang telepon
penyangga kabel telepon yang masuk ke dalam pangkalan.
"Kau bisa kan, naik tangga
ini sampai ke kotak telepon di tiang ini, Pete," Jupiter menginstruksikan.
"Naik
tangga apa susahnya?" balas Pete. "Tapi, apa yang harus kulakukan di
atas sana?"
"Kau buka saja kotak itu, lalu
katakan apa yang kaulihat."
Dengan membawa senter besar, Penyelidik
Dua yang atletis itu menaiki tangga dengan gesit. Dibukanya kotak telepon dan
disenterinya isi kotak itu.
"Ada
banyak kabel. Cuma kabel-kabel saja... Tidak! Sebentar! Ada sesuatu yang aneh
di sini."
"Apa itu, Dua?" seru Jupe dari
bawah.
Pete mendekatkan
mukanya ke kotak telepon. Diamatinya dengan teliti isi kotak telepon "Aku
tidak tahu apa namanya. Ada semacam logam terkait pada beberapa terminal.
Maksudku, itu seperti dikaitkan pada kabel telepon kita. Harus kuapakan ini?
Kucopot saja?"
-"Jangan!" seru Jupe.
"Jangan sentuh. Kau turun saja, Dua."
Di tanah Pete mendongak melihat kotak telepon. "Itu
penyadap telepon, kan? Pantas ada orang yang tahu tentang Hubungan Hantu ke
Hantu, dan
memberi kita keterangan palsu
itu. Jupiter mengangguk. "Hanya itu jawaban satu-satunya setelah aku
berpikir lagi."
Bob melihat ke atas pada
kotak telepon. "Tapi dari mana dia mendengarkan pembicaraan kita? Tidak
ada kabel lain selain kabel-kabel telepon biasa. "
"Orang
itu pasti memakai alat penyadap jarak jauh yang bisa mengirim sinyal melalui
gelombang radio," kata Jupiter. "Kita berurusan dengan orang yang
ahli elektronika."
11 ’Ya, orang yang mengawasi kita semua dengan matanya yang
tajam," ujar Bob. .
"Maksudmu, dengan
kupingnya yang tajam, kan Bob?" kata Pete sambil nyengir.
Kawan-kawannya
memandang dengan kesal pada Pete. Mereka kembali ke Kelana Gerbang Merah,
meninggalkan Pete sendirian dengan tangga itu.
"He,
tunggu! Tangganya! Masa begitu saja kesal aku kan cuma bercanda!"
Kawan-kawannya
berhenti. Mereka berpaling.
"Kau bisa serius
sekarang?" kata Bob.
"Oke, oke,"
janji Pete.
"Sambil tertawa-tawa,
ketiga anak itu kembali untuk membantu Pete mengangkat tangga. Pete dan Bob
mengembalikannya ke bengkel kerja Jupe. Mereka lalu menyusup melalui lorong Dua
ke dalam karavan yang tersembunyi itu. Jupiter dan Paul sedang mendengarkan
mesin penjawab otomatis.
"Jupiter,
Bob, Pete! Polisi sudah berhasil menangkap laki-laki bersepeda yang memecahkan
kaca-kaca mobil selama ini! Polisi menangkapnya di persimpangan antara Olive
Street dan Chapala Street! Aku akan ke sana!"
"Ada yang kenal
suaranya?" tanya Jupiter.
"Aku tak
yakin," kata Bob. "Seperti ada... "
"Suara itu
seperti dibuat-buat untuk mengelabui kita," ujar Paul. "Seperti logat
orang Asia," tebak Pete.
"Ya," Jupe menyetujui,
"seperti yang dijelaskan kawan Worthington di agen penyewaan mobil. Orang
yang menelepon kawan Worthington itu menanyakan alamat kita. Mungkin dia orang
yang menjadi si pengacau minggu lalu. Dan aku berani bertaruh bahwa dia juga
orang yang dilihat Bibi Mathilda di tiang telepon Kamis lalu. Itu saat yang
paling mungkin baginya untuk menyadap telepon kita."
"Siapa
dia?" tanya Pete. "Maksudku, apa maunya dia? Kenapa dia mengawasi
kita?"
"Wajarnya dia kawan dari si pemecah
jendela itu," Paul mengira-ngira.
Jupiter menarik bibir bawahnya.
"Mereka tampaknya memang bekerja sama."
"Tapi apa arti semua
itu?" kata Bob. "Mengapa mereka memecahkan kaca-kaca jendela mobil?
Pistol air, elektronika, radio penangkap gelombang polisi, penyadap telepon?
Mengapa harus susah-susah begitu hanya untuk memecahkan jendela saja?"
"Mesti ada alasan
tersendiri untuk itu," kata Pete. "Ada sesuatu yang sangat penting
yang dapat diperoleh dengan pecahnya kaca-kaca itu."
"Barangkali
sebenarnya ia cuma mau mencuri uang logam kuno milik Jarvis Temple," kata
Paul. "Uang logam yang berharga seperempat juta dolar adalah alasan yang
sangat masuk akal."
"Jupe?" kata Bob.
"Bagaimana menurutmu?"
Pemimpin Trio Detektif itu sedang duduk di batik mejanya.
Ia mempelajari kembali paku-paku payung di peta. Ia menghela napas.
"Mungkin ada alasan yang belum dapat kita
temukan," katanya, "tapi itu tidak jadi masalah lagi sekarang. Kasus
ini telah selesai."
Ketiga kawannya menatap Penyelidik Satu.
Mereka terdiam. Jupiter balas menatap mereka.
"Ia telah hilang,"
katanya dengan perasaan gundah. "Kita telah kehilangan yang kita buru
itu."
Dalam karavan yang
tersembunyi itu, keempat anak itu duduk dengan lesu.
"Kita tahu bahwa orang
bersepeda balap itu adalah pelaku perbuatan ini," Jupiter melanjutkan,
"tapi kita tidak tahu siapa dia! Kita tidak tahu siapa namanya, atau apa
pun tentang dia, atau bagaimana wajahnya di balik helm dan kacamata balapnya.
Kita sama sekali belum pernah melihat wajahnya! Dan sekarang dia hilang. Ia
tahu bahwa gerak- geriknya telah terdeteksi. Jadi dia tidak akan muncul untuk
memecahkan kaca lagi."
Pete menggumam. ."Jupe
benar. Kita tahu dia adalah pelakunya, tapi kita tidak dapat
menangkapnya."
Jupiter mengangguk dengan Ie
mas. "Kita sudah menyelesaikan kasus ini, tapi kita tidak dapat
membuktikannya pada siapa-siapa."
Anak-anak
duduk dengan membisu selama beberapa saat. Kemudian Pete melihat jam di
dinding.
"Hari sudah larut," katanya.
"Sebaiknya kita pulang saja sekarang."
Bob mendesah.
"Ya, pulang saja. Dia pasti tidak akan memecahkan jendela lagi. Benar,
kasus ini selesai sudah."
"Sekarang ayahku tidak akan percaya
lagi padaku," desah Paul.
-Bab 14 BALASAN JUPITER
-KETIKA sarapan esok paginya,
ayah Paul menatap anaknya dengan pandangan tidak percaya.
"Laki-laki
bersepeda balap memakai helm, kacamata balap, headphone, dan ransel? Menembak
jendela-jendela mobil dengan pistol angin?"
"Benar, Daddy! Jupiter dan
kawan-kawannya telah membuktikannya tadi malam."
Paul menceritakan tentang si pengendara sepeda dan Hubungan
Hantu ke Hantu.
"Hubungan Hantu ke Hantu?"
mata Mr. Jacobs melebar.
Paul menjelaskan bagaimana
Hantu ke Hantu mula-mula menunjukkan pada anak-anak bahwa jendela-jendela
berpecahan di seluruh Rocky Beach, bukan hanya truk kecil mereka. Dan Juga
diceritakan -bagaimana Hantu ke Hantu menunjukkan siapa pelaku perbuatan itu
sesungguhnya.
Ayahnya mengangguk-angguk
ketika mendengarkan. Keraguan di mukanya berubah menjadi penghargaan.
"Komentarku,
Paul, itu benar-benar ide cemerlang. Hantu ke Hantu, hmm? Nama yang
cocok," kata Mr. Jacobs sambil tertawa. "Jadi, apa yang dijelaskan
orang itu ketika ditangkap polisi?"
"Kami... kami belum memberi tahu
polisi."
"Belum
memberi tahu polisi?" Dahi Mr. Jacobs berkerut. "Mengapa belum? Apa
kalian ingin menangkap orang itu sendiri?"
"Tidak, Dad," sahut Paul.
"Kalau begitu, kenapa?"
"Kami... kami belum tahu
siapa dia," kata Paul dengan sedih. "Maksudku, kami belum tahu siapa
namanya, atau di mana tinggalnya, atau seperti apa rupanya tanpa helm dan
kacamata balap."
"Kau belum tahu siapa dia?"
Mr. Jacobs melotot mendengar kata-kata anaknya.
"Ia telah kabur sebelum kita berhasil menangkapnya,
Dad! Tapi kami akan segera mengetahui siapa dia! Maksudku...
mudah-mudahan." .
"O, begitu," kata
Mr. Jacobs. Ia kembali menyantap sarapannya. "Jadi Paul, kauingin
diizinkan mengemudi truk lagi. Kau sudah melakukan tugas menjaga toko dengan
baik sewaktu aku pergi. Tapi truk itu tetap tidak boleh kaukendarai sebelum kau
menceritakan apa sebenarnya yang membuat kaca jendelanya pecah."
Dengan putus harapan Paul
menghabiskan sarapannya. Kemudian ia memutuskan untuk mengendarai sepeda tuanya
ke pangkalan barang bekas. Barangkali Jupiter, Bob, dan Pete sudah punya cara
untuk memperoleh keterangan tentang si pengendara sepeda balap. Dia sendiri
belum punya ide tentang itu. Ia sudah jungkir balik memikirkan hal itu
semalaman. Tapi paginya belum juga menemukan cara yang tepat.
Ketika Paul
tiba di pangkalan, ia menjumpai Bob dan Pete di bengkel kerja Jupe.
"Di mana Jupiter?"
"Pertanyaan yang baik," sahut
Pete.
"Ia tidak di sini,
Paul," Bob menjelaskan. "Kita menunggu di dalam kantor hampir sejam,
tapi dia tidak muncul."
"Kita
pergi ke kantor Paman Titus, tapi hanya Konrad yang ada di sana. Dan Konrad
tidak tahu ke mana Jupe pergi," kata Pete.
"Katanya mungkin Jupe pergi bersama
Paman Titus," tambah Bob.
"Jadi kita menunggu saja
di luar sini." Pete mengangkat bahunya. Menunggu di dalam membuat kita
merasa makin tidak enak."
"Apa di antara kalian ada yang sudah menemukan cara
untuk mendapat keterangan tentang laki-laki bersepeda balap itu?"
Kedua
detektif muda itu menggeleng dengan sedih. Lalu ketiga anak itu duduk sambil
berdiam diri. Setengah jam berlalu. Jupiter masih belum muncul. Kemudian truk
Paman Titus masuk ke pangkalan. Mereka semua berdiri dengan penuh harap. Tapi
hanya Paman Titus dan Hans yang keluar. Anak-anak bergegas lari mendatangi
Paman Titus.
"Di mana Jupe, Mr. Jones?"
tanya Bob.
"Aku
tidak melihatnya sejak semalam, Anak-anak," jawab Paman Titus. "Ia
lemas sekali tadi malam, bahkan ia langsung tidur tanpa makan malam dulu! Dan
pagi ini ia sudah menghilang sebelum aku bangun. Kurasa ia juga tidak sarapan
pagi ini."
"Tidak makan
sejak tadi malam?" ujar Bob keheranan.
"Tidak
sarapan?" Pete setengah tidak percaya.
"Ke mana
perginya dia?" tanya Paul.
"Aku juga tidak
tahu," sahut Paman Titus. "Tapi kalau kalian melihatnya, tolong kasih
tahu aku. Bibinya kuatir sekali melihat keadaannya."
Anak-anak
mengiakan. Dengan lunglai mereka kembali ke bengkel kerja Jupe.
"Sedang apa dia?" kata Paul
pada kedua detektif muda.
"Mungkin dia sedang enggan berada
di sekitar kantor kita," kata Bob.
Pete mendesah. Paul melihat pintu gerbang dengan sedih.
Hans dan Konrad sedang menurunkan barang-barang yang baru dibeli Paman Titus.
Bob bertopang dagu pada meja kerja.
Tahu-tahu, entah
dari mana, terdengar seruan, "He, mengapa kalian lesu begitu? Kita kan
punya misteri yang harus dipecahkan! Apa kalian sudah lupa tugas kalian?"
"Jupe!" seru Pete.
"Di mana dia?" Paul melihat ke
sekeliling bengkel kerja.
"Di sana!" Bob
menunjuk pada sebuah interkom yang baru dipasang Jupe. "Ia ada di dalam
karavan! Ayo!"
-Bob dan Pete segera
menyelusup ke dalam Lorong Dua. Mereka baru ingat bahwa Paul terlalu besar
untuk lorong itu. Dengan tergopoh-gopoh mereka keluar lagi. Dan mereka masuk ke
dalam karavan melalui pintu Gampang Tiga. Pete telah memakai kunci besi
berkarat untuk membuka pintu.
Dalam sekejap
mereka sudah berada di dalam kantor Trio Detektif Jupiter duduk di belakang
mejanya sambil tersenyum jail. Di hadapannya tergelar peta yang penuh dengan
paku-paku payung berwarna-warni.
"Dari mana saja kau, Jupe?"
tanya Bob. "Dari tadi kau kutunggu-tunggu!"
"Oh, aku cuma jalan-jalan,"
kata Jupe seadanya.
"Paman Titus bilang kau
kelihatan lesu tadi malam," kata Pete. "Tapi sekarang kau nampak
gembira sekali."
"Lesu?"
tukas Jupe. "Buat apa aku lesu kalau di depan mataku ada sebuah kasus yang
sangat menantang yang harus kuselesaikan?" "Jadi?" ketiga anak
itu bertanya serempak.
Mata Jupe
bersinar-sinar. "Sebenarnya, aku mendapat solusinya dari kalian semua tadi
malam, tapi aku terlalu suntuk sehingga sulit berkonsentrasi. Tengah malam aku
bangun karena perutku keroncongan, dan baru saat itu aku sadar apa yang
sebelumnya Bob katakan dan kalian setujui."
"Apa itu?" tiga anak itu
bertanya berbarengan lagi.
-"Bahwa kita harus
menemukan mengapa orang itu memecahkan jendela- jendela?" Penyelidik Satu
menjelaskan dengan bersemangat. "Kalian benar. Yang harus kita lakukan
sekarang ialah menemukan alasan yang menyebabkan ia memecahkan kaca-kaca itu.
Dan segera kita akan tahu jawabnya."
Tiga
pendengarnya duduk tanpa berkata-kata Mereka saling berpandangan. Kemudian
mereka menoleh pada Jupe lagi.
"Aku tidak mengerti, Satu,"
kata Bob terus terang.
Paul mendesah.
"Sekalipun aku tahu sebabnya pasti akan ada banyak orang yang dicurigai.
"Tidak," tegas
Jupe. "Tidak begitu, Paul. Sekali kita berhasil menemukan alasannya, kita
akan dapat menentukan lokasi yang paling mungkin untuk mencari si perusak kaca
itu."
"Aku masih belum
yakin," komentar Pete. "Tapi Jupe biasanya benar. Mari kita coba
saja. Mengapa pengendara sepeda itu memecahkan jendela-jendela mobil?
Barangkali karena dia benci kaca-kaca jendela!" "Atau dia tidak suka
melihat mobil," kata Bob "Mobil yang dilihatnya akan
dirusaknya."
"Tidak." Jupiter
menggeleng. "Dalam hal itu mengapa ia hanya merusak satu jendela mobil
dalam satu blok, padahal ada beberapa mobil yang diparkir dalam blok itu. Dan
buat apa ia mengatur mobil-mobil di daerah mana yang akan dirusaknya. Kupikir
ia berusaha agar tidak menarik perhatian, untuk memberi kesan bahwa pecahnya
kaca itu hanya kecelakaan kecil."
"Kalau begitu, bagaimana
dengan pemuda berandal yang hati-hati," usul Paul. "Maksudku, ia suka
merusak kaca jendela, tapi tidak mau tertangkap. "
"Pemuda
berandal tidak akan bertindak secermat itu, Paul," sanggah Jupiter.
"Mereka biasanya bertindak spontan, kasar dan kurang perhitungan. Karena
itu mereka mudah dilacak gerak-geriknya."
"Benar juga, ya, kata Paul.
"Yang ini kan rumit dan teratur rapi."
"Tepat,
Paul," sahut Jupe. "Si pemecah kaca merencanakan dengan teliti untuk
menyembunyikan apa yang terjadi dan untuk melindungi dirinya. Pemuda berandal
biasanya malah ingin supaya dirinya diketahui orang lain. Memang mereka juga
tidak ingin ditangkap, tapi mereka ingin agar orang lain tahu siapa mereka."
"Oke," ujar Bob,
"bagaimana kalau balas dendam, Satu?"
"Pada siapa, Bob?"
"Pabrik
mobil. Siapa tahu dia benci pada mobil Ford atau Toyota atau pabrik mobil
lainnya." "Kalau begitu mestinya kan mobil yang dirusaknya semua
mereknya sama. Nyatanya berbagai merek mobil dirusak. Di samping itu, kenapa
cuma Jendelanya yang dipecahkan? Kenapa tidak sekalian saja kerusakan yang
lebih serius?"
-"Lagi pula," tambah Pete,
"yang ingin dirusaknya bukan mobil yang sudah dijual,tetapi mestinya mobil
yang masih dimiliki pabrik itu,"
"Oke," lanjut Bob,
"mungkin balas dendam pada beberapa pemilik mobil."
"Terlalu
banyak mobil yang terlibat, Bob Tidak mungkin si pengendara sepeda punya urusan
dengan sekaligus ratusan orang."
"Bagaimana kalau
orang iseng saja," coba Pete.
"He, orang ini
tidak bertingkah laku seperti orang iseng," tukas Paul.
Pete menghela napas.
"Iya, ya. Bodoh benar aku ini."
"Jupe?" kata Bob.
"Mungkin ada kaitannya dengan rajawali ganda? Barangkali semua ini
dimaksudkan untuk menutupi pencurian itu. Bisa saja kan, dia memecahkan semua
kaca jendela itu untuk menutupi maksud yang sebenarnya, yaitu untuk mencuri
satu rajawali ganda yang mahal itu. "
"
Jupiter mengangguk sambil berpikir. "Aku juga sudah mempertimbangkan hal
itu, tapi kenyataan bahwa tidak ada benda lain yang dicuri menghapus
kemungkinan ini. Kalau orang itu memang mau menutupi pencurian rajawali ganda,
dia akan mencuri beberapa benda lain dari beberapa mobil yang lain pula. Dengan
demikian maksudnya untuk mencuri rajawali itu akan tersembunyi. Padahal
sekarang kita menjumpai hanya ada satu pencurian dalam sekian banyak Kasus
pemecahan kaca mobil." -"Kalau begitu..." Pete berpikir keras.
"Mungkin..." kata Paul. . .
"He, aku pikir," sela Bob.
Kemudian la berhenti. Kepalanya digeleng- gelengkan. "Aku tidak tahu lagi
Satu."
"Ah, aku
yakin kita semua akan menemukan sebabnya kalau kita benar- benar memikirkannya.
Ada banyak kemungkinan, tapi hanya ada satu yang paling mungkin - seperti yang
telah dikatakan Pete semalam."
"Aku?" Pete tercengang. "Kapan
aku bilang itu?" .
"Sewaktu
kau mengatakan bahwa akan ada sesuatu yang diperoleh si pemecah kaca dengan
merusak jendela-jendela mobil. Kawan-kawan, siapa yang akan mendapat untung
dari pecahnya kaca-kaca itu?"
Ketiga kawannya melongo.
"Untung?"
kata Paul. "Mana ada orang yang untung dengan pecahnya kaca itu."
Pete hampir berteriak. "Ada! Orang
yang membuat kaca jendela mobil!"
"Tidak," seru Bob,
"bukan yang membuat kaca, tapi yang memperbaiki kaca jendela! Orang yang
mengganti kaca itu dengan kaca jendela yang baru." .
"Tepat, Bob." Mata Jupiter bersinar-sinar lagi.
"Orang yang mengganti kaca itu adalah satu satunya pihak yang akan meraup
keuntungan dan kejadian ini."
Paul menyela, "Tapi
Jupe, hampir semua bengkel mobil dapat memperbaiki kaca jendela mobil. Ada
banyak bengkel mobil di sini. Kurasa keuntungan yang masing-masing mereka
peroleh tidaklah besar."
"Itu
telah mengganjal pikiranku juga, Paul," Jupiter menyetujui. "Karena
itu aku bangun pagi-pagi dan mendatangi beberapa bengkel mobil. Aku tanyakan di
mana mereka memperoleh kaca jendela untuk memperbaiki mobil yang kacanya pecah.
Beberapa memesan. dari Los Angeles atau langsung dari pabriknya. Tapi sebagian
besar memperolehnya dari dalam kota. Dan, Kawan-kawan, hanya ada satu
perusahaan di Rocky Beach yang menjual kaca-kaca jendela mobil - Margon Glass
Company!"
-Bab 15 SIAPA DIA?
-MARGON GLASS
COMPANY mempunyai sebuah gedung bercat. tembok kuning dan tiga buah bangunan
gudang di belakangnya, seluruhnya dikelilingi pagar kawat yang tinggi. Tempat itu
terletak di pinggir kota Rocky Beach, kira-kira satu mil dari Pangkalan Jones.
Ada sebuah gerbang di samping untuk truk pengantar barang dan karyawan. Gerbang
depan khusus diperuntukkan bagi para tamu dan langganan. Dua tempat pengangkat
mobil terdapat di belakang bangunan kuning. Tempat parkir karyawan hanya
setengah terisi, tetapi pelataran parkir untuk langganan penuh sesak.
"Kau pikir si
pemecah kaca adalah pemilik perusahaan ini?" tanya Bob. "Belum tentu,
Bob," sahut Jupiter.
Tersembunyi di balik sebuah pohon tua, keempat anak itu
bertiarap pada sebuah bukit kecil dekat jalan dan daerah Margon Glass Company.
Sepeda mereka dikunci di kaki bukit, di sisi yang berlawanan dengan bukit itu..
"Boleh jadi itu
perbuatan seorang penjual yang ingin mendapatkan komisi yang lebih besar,"
sambung Jupe sambil mengamat-amati kegiatan di bawah, "atau manajer
penjualan yang ingin meraih prestasi yang baik. Atau beberapa pekerja yang
takut kehilangan pekerjaannya kalau perusahaan ini bangkrut."
"Jadi bagaimana kita dapat
menemukan dia," kata Paul, "kalau kita tidak tahu seperti apa
orangnya. "
"Kita tahu dia berbadan
tinggi, kurus, dan mungkin masih muda - tidak banyak orang tua yang mengendarai
sepeda balap bergigi sepuluh dengan pakaian seperti itu. Tidak akan banyak pekerja
Margon Glass Company yang memenuhi kriteria itu."
Dari atas
bukit, anak-anak mengawasi kegiatan di perusahaan itu selama lebih dari satu
jam. Gedung utama tidak menghadap ke jalan, tetapi ke pelataran parkir untuk
langganan. Kesibukan masih terlihat di sana.
"Mengapa banyak benar langganan
yang datang ke sini?" tanya Pete.
"Hampir tidak ada
perusahaan gelas besar seperti ini lagi," Paul menjelaskan. "Segala
macam peralatan rumah tangga yang terbuat dari gelas bisa diperoleh di
sini-cermin, kaca, lampu, perhiasan, dan sebagainya."
Pada tembok depan bangunan kuning itu terdapat
jendela-jendela besar. Melalui jendela itu anak-anak dapat melihat kesibukan di
dalamnya. Di pelataran belakang dua orang pria menurunkan barang-barang dari
truk dan memasukkannya ke dalam gudang. Beberapa kali seorang laki-laki pendek
mondar-mandir dari belakang bangunan utama ke gudang. Setiap kali keluar dari
gudang, ia membawa sebuah bungkusan coklat tipis dan lebar berisi selembar
kaca.
"He,"
kata Paul, "tidak ada seorang pun yang mirip dengan si pengendara sepeda
balap."
"Ya, bukan mereka pasti," Jupe
mengakui.
"Mungkin ia berada di dalam kantor
atau di gudang belakang. Atau ia seorang salesman yang sering keluar tempat
ini."
Beberapa saat kemudian,
sebuah truk besar keluar dari garasi ke pelataran belakang melalui gerbang
samping. Isinya dua orang. Satu mengemudi, dan yang satunya turun lalu mulai
menaikkan barang-barang ke truk itu - sebuah truk khusus yang dirancang untuk
mengangkut lempengan-lempengan gelas yang lebar. Orang itu menggunakan forklift
untuk mengangkut kotak-kotak pipih lebar yang berisi kaca-kaca ke truk itu.
Beberapa bungkusan yang kecil dan tipis ditenteng saja oleh laki- laki pendek
tadi.
"Sekarang apa yang kita
perbuat, Jupe?" tanya Bob. "Hanya melihat dan menunggu?"
"Tidak,
aku ingin mendapat gambaran dulu tentang pola kegiatan di sana," sahut
Penyelidik Satu: "Truk besar itu sudah jelas mengantar kaca-kaca dari
pabriknya. Truk-truk lain yang lebih kecil akan mengantar barang-barang itu ke
bengkel-bengkel. Kurasa mereka akan segera berangkat. Kadang-kadang orang yang
pendek itu membawa selembar gelas dari gudang ke dalam gedung utama, tapi ini
tentu tidak cukup untuk melayani langganan yang berjubel seperti itu. Jadi
kuanggap sebagian barang yang kecil disimpan di bangunan utama. Tidak ada orang
lagi keluar dari udang untuk menolong, jadi mungkin memang tidak ada orang di
gudang. Kalian setuju dengan pengamatanku?"
"Kedengarannya
pas bagiku, Satu," sahut Pete.
Bob dan Paul mengangguk tanda setuju.
"Bagus,"
kata Jupiter. "Aku sarankan kita menunggu sampai truk-truk kecil pergi
mengantar barang-barang itu. Dengan begitu gudang-gudang akan kosong, dan
sedikit kemungkinan orang akan masuk ke dalam gudang. Paul dan aku akan masuk
ke bangunan utama sambil mengamati siapa yang bekerja di sana. Pete dan Bob
akan. menyelidiki di belakang dan mencari bukti-bukti tentang si pengendara
sepeda di sekitar gudang itu. Di dalam bangunan kuning aku dan Paul akan
mencoba menyibukkan orang-orang untuk memberi kesempatan pada Pete dan
Bob."
"Kok, aku dan Bob yang selalu
mendapat bagian yang sulit?" protes Pete.
"Karena
yang paling baik adalah orang yang sudah punya Surat Izin Mengemudi untuk
berada di dalam bangunan utama," jawab Jupe. "Dan aku, sejauh ini
aktor yang terbaik di antara kita. Dan akal sehat saja akulah yang paling ahli
untuk mengajak bicara dan membuat sibuk orang- orang di dalam kantor."
Bob meringis. "Dia benar,
Pete."
"Yah, seperti biasanya," desah
Pete.
Orang di atas forklift masih
melanjutkan memuati dua buah truk kecil selama setengah jam berikutnya.
Kemudian ia naik ke truk kecil dan mengendarainya ke luar pelataran. Gerbang
samping dibiarkannya terbuka. Beberapa saat kemudian pria bertubuh pendek naik
ke truk yang satu lagi. Ia meluncurkan truk itu ke luar, mengikuti truk kecil.
yang pertama."
"Sekarang, Bob dan
Pete," kata Jupiter. "Ingat, kita mungkin berurusan dengan penjahat
yang berbahaya. Kalau ada di antara kalian yang memperoleh bukti bahwa si
pengendara sepeda ada di sini, beri kode tanda tanya dengan kapur di depan
gudang yang paling kecil. Paul dan aku akan segera kembali ke kantor Trio
Detektif untuk memanggil Chief Reynolds sementara kau berdua berjaga-jaga di
sini."
Bob dan Pete berlari-lari
menuruni bukit menuju gerbang samping yang masih terbuka. Paul dan Jupiter
menuruni bukit dan mengambil jalan memutar! Mereka berjalan dengan santai lewat
gerbang depan, dan masuk ke dalam toko Margon Glass Company. .
Empat orang langganan berdiri
di depan meja toko yang dilayani oleh tiga orang pelayan toko. Di balik meja,
rak-rak dipenuhi oleh hiasan gelas dan perabotan-perabotan gelas lainnya. Di
sebelah kanan terlihat pemandangan ke arah gudang-gudang. Ke sebelah kiri
sebuah dinding kaca memisahkan toko dengan kantor. Tiga wanita dan empat pria nampak
sedang berada di kantor.
Jupiter dan Paul berdiri di
belakang salah seorang langganan. Mereka mempelajari ketiga pelayan toko itu.
Yang pertama agak tua dan gemuk, yang kedua berbadan tinggi tapi tidak muda
lagi, dan yang satu lagi masih muda, kurus, tinggi, dan atletis. Paul
menyenggol Jupiter dan memberi tanda ke arah penjual yang muda. Jupiter
mempelajarinya sambil mengira-ngira.
Melalui kaca
pemisah Jupiter dapat melihat bahwa ketiga wanita di kantor itu semuanya masih
muda, tapi hanya satu yang ramping namun tidak begitu tinggi. Dari empat pria
yang dilihatnya, satu bertubuh tinggi, setengah umur dan duduk sendiri dalam
ruangan terpisah dengan tulisan, J. Margon, Presiden Direktur, di pintunya. Dua
lainnya tidak ada yang tinggi. Dan yang keempat, meskipun tinggi dan kurus,
sudah tua. Ia duduk di balik meja besar. Matanya mengawasi setiap orang.
"Jupiter!"
Itu suara
Paul memberi peringatan. Salah seorang dari pelayan toko sudah selesai melayani
seorang langganan. Tapi dia tidak menunggu Paul dan Jupe. Ia berjalan ke pintu
samping yang menuju pelataran belakang!
-Bab 16 NYARIS!
KETIKA melihat Paul dan
Jupiter menyeberangi jalan, Bob dan Pete menunggu beberapa menit di gerbang
samping. Kemudian mereka berlari cepat ke arah deretan gudang. Tidak ada orang
di sekitar situ. Hanya ada satu jendela di dinding belakang bangunan utama,
pada bagian toko. Dan semua pintu dari bangunan utama tertutup. Kedua anak itu
menyelinap ke dalam gudang pertama.
Kerangka besi menjadi
penopang utama atap gudang yang berupa seng bergelombang. Di dalamnya terjajar
deretan rak yang menyimpan kotak- kotak kayu berisi piring-gelas serta
lembaran-lembaran kaca terbungkus kertas coklat yang tebal. Bob dan Pete
memasang telinga untuk meyakinkan bahwa tidak ada orang lain di sana. Hanya
keheningan yang ada. .
Kedua anak itu bergerak cepat
menyusun deretan rak itu. Mereka mencari tanda-tanda yang menunjukkan adanya si
pengendara sepeda balap di sana. Ada beberapa tempat tersembunyi di gudang itu.
Di beberapa tempat dindingnya bolong. Rak-rak panjang diisikan ke dalam tempat
kosong itu hingga penuh.
Bob melongok ke bawah setiap rak. Pete mengecek di belakang
semua rak. Mereka tidak menemukan apa-apa. Di bagian belakang gudang terdapat
sebuah. kamar yang kecil. Tempat itu sekarang digunakan untuk menyimpan
kotak-kotak berisi gelas-gelas yang tebal. Sebuah lemari di kamar itu kosong.
Kembali ke
bagian depan gudang itu, dua penyelidik itu mengintip ke pelataran parkir di
depan gudang. Mereka mendengar suara mobil datang dan pergi dari arah pelataran
parkir tamu. Tapi tidak ada truk atau mobil memasuki pelataran parkir belakang.
"Aman,"
kata Pete.
Mereka berlari
melintasi pelataran yang terbuka menuju gudang kedua.
"Pete!" Bob
tergagap
Pintu belakang
bangunan utama membuka!
Jupiter melangkah cepat ke
ujung meja tempat pelayan toko itu hendak pergi ke pelataran parkir belakang.
"Maaf,
mengapa Anda meninggalkan kami? Urusan kami sangat mendesak. Kami sudah dari
tadi menunggu. Cepatlah, waktu adalah uang."
Pelayan itu mendorong pintu hingga
terbuka. "Aku akan segera kembali, Nak."
"-He, sopanlah
sedikit," sengit Jupiter. "Aku lebih suka dipanggil dengan Sir. Dan
aku ingin segera memperoleh sebuah kaca jendela baru untuk mobil Rolls-Royce-ku
sehingga Paul ini dapat memasangnya dan mengantarkan aku ke Los Angeles dengan
segera. Kalau Anda terlalu sibuk untuk melayani aku, aku tak segan-segan
melaporkan hal ini pada pemilik perusahaan ini."
Dengan tangannya masih memegang gagang pintu yang setengah
terbuka, pelayan itu bimbang.
"Ayo, jangan buang-buang
waktuku," desak Jupiter dengan gaya pongah, "aku tidak main-main.
Haruskah aku bicara langsung dengan pemilik perusahaan ini? Mr. Margon, kan?
Aku kira Ayah punya urusan bisnis dengan Mr. Margon, bukan begitu, Paul?"
Mukanya yang bundar terlihat
sangat sombong. Penyelidik Satu menoleh pada Paul, yang sedang berusaha menahan
tawanya. Dengan berusaha keras Paul menyembunyikan senyumnya. Ia mengikuti
sandiwara yang dimainkan Jupe.
’"Ya, Anda benar, Tuan
Jones," katanya meniru-niru gaya seorang sopir pada majikannya.
Pelayan itu tidak dapat
mengelak lagi. Ditutupnya pintu. Dan ia kembali ke meja untuk melayani Jupiter.
"Ngng," gumam
pelayan itu, "aku tak yakin apa kita punya kaca jendela Rolls-Royce."
"Kau
harus punya," Muka bundar Jupiter memancarkan kekesalan yang amat sangat.
Pelayan itu pucat "M-mungkin kami punya. Akan
kuperiksa dulu di belakang."
-"Nah, begitu kau seharusnya."
Jupiter berlagak baik hati. "Modelnya 1937 Silver Cloud"
Pelayan toko itu tergagap. Ia
mengangguk, lalu pergi ke deretan rak di belakangnya sambil menggumamkan nama
model itu.
-Di tengah-tengah pelataran parkir yang diterangi Sinar
matahari, Bob dan Pete berdiri kaku ketika pintu belakang bangunan utama
terbuka.
Kemudian perlahan-lahan pintu itu
tertutup lagi.
Pete menghela napas.
"Cepat," kata Bob. "Kita
ke gudang berikutnya sebelum ada orang keluar."
Mereka berlari
sekencang-kencangnya. Dalam sekejap gudang kedua sudah dimasuki. Gudang yang
ini memiliki susunan yang sama dengan gudang sebelumnya. Rak-rak berjejer dari
depan sampai belakang. Tapi di sini rak-rak itu berisi jendela, cermin, pintu
kaca, dan benda-benda spesial lainnya.
Kedua anak itu mengulangi
pencarian mereka di antara deretan rak. Lagi-lagi mereka tidak menemukan
apa-apa. Kembali ke pintu depan, mereka mengintip ke luar. Masih aman. Dengan
kencang mereka berlari lagi menuju gudang ketiga yang paling kecil di antara
ketiga gudang itu. Di sini dalam cahaya yang remang-remang rak-rak diisi dengan
perhiasan untuk jendela dan pintu kaca, serta panel-panel gelas. Di tengah- tengahnya
terdapat peralatan untuk memotong kaca.
Bob segera
menyelidiki barisan rak sebelah kiri, Pete sebelah kanan. Mereka tidak
menemukan sesuatu yang mencurigakan. Sebuah kamar yang dibentuk dengan
sekat-sekat t di bagian belakang gudang t berisi barang-barang kebutuhan rumah
tangga - sabun cair, tisu, lap, cangkir, gelas plastik t dan handuk.
"Bob!"
Pete menemukan sebuah kain kanvas di atas beberapa kotak di
bagian belakang kamar itu.. Ia mengangkatnya. Di bawahnya tersandar ke dinding,
nampak sebuah sepeda balap bergigi sepuluh.
"Apa ini miliknya?" Penyelidik
Dua bertanya-tanya.
"Aku
tidak dapat memastikan," kata Bob dengan ragu. "Malam itu sangat
gelap aku tidak dapat mengenali warna sepedanya."
"Sadel ini cocok untuk ukuran orang
berbadan tinggi," kata Pete.
Penyelidik
Dua melangkah mundur. Ia menyandar pada sebuah kotak besar bertuliskan merek
tisu. Hampir saja ia terjatuh ketika kotak itu tergelincir dari tempatnya. Bob
memandangi kotak itu menggelinding.
"He, kotak itu ringan sekali,"
katanya. "Tapi sepertinya ada isinya. Mari kita cek."
Mereka membuka kotak itu. Di
dalamnya mereka temukan sebuah helm, kacamata balap, sebuah ransel berisi
radio, headphone, baju balap kuning, celana balap hitam, dan sepasang- sepatu
khusus untuk bersepeda balap.
-Jupiter mempertahankan sikap
angkuhnya ketika pelayan toko itu kembali. .
"Tidak ada kaca untuk
Rolls-Royce," kata pelayan itu. "Kami bisa mencarikannya untuk Anda,
tapi kami perlu waktu dua minggu."
"Itu
keterlaluan!" seru Jupiter. "Masa perusahaan sebesar ini tidak punya
kaca jendela Rolls-Royce! Dua minggu terlalu lama. Harusnya kalian punya kaca
yang siap dipasang t itu sebabnya aku datang sendiri ke sini."
"Maaf," kata pelayan itu lagi. Ia tersenyum. Kepercayaan dirinya
pulih karena bisa menolak seorang pelanggan. "Dua minggu untuk mendata
ngka nnya."
Di dekat jendela Paul terperanjat.
"Ju.. ngng, Tuan Jones!"
Jupiter melenggang dengan
santai ke tempat Paul menatap ke pelataran belakang. Dari situ ia melihat ke
arah gudang yang paling kecil. Sebuah tanda tanya tergambar di sana!
"Well," ujarnya
keras-keras, "kita harus pergi ke Los Angeles meskipun dengan jendela
bolong. Yah, AC tidak perlu dipasang. Percuma! Ayo, Paul!"
Tanpa melirik ke kanan-kiri
Jupiter melangkah dengan congkaknya. Pelayan toko hanya bisa bengong saja
melihatnya.
Begitu sampai di luar, air
muka Jupe berubah menjadi serius. Ia dan Paul berlari menyeberangi jalan.
Mereka berlari terus mengitari kaki bukit untuk mengambil sepeda mereka. Dengan
sekuat tenaga mereka mengayuh sepeda menuju pangkalan untuk menelepon Chief
Reynolds.
-Bob dan Pete membungkuk di
dekat jendela depan gudang kecil itu. Sudah lebih dari sepuluh menit berlalu
sejak mereka menggambar tanda tanya itu pada dinding luar gudang.
"Seharusnya
tidak lebih dari setengah jam," hitung Bob. "Sepuluh menit ke
pangkalan, sepuluh menit untuk melaporkan semua ini pada Chief Reynolds, dan
sepuluh menit lagi untuk mencapai tempat ini."
"Aduh, ingin
benar rasanya kutangkap sendiri orang itu," kata Pete.
"Sudahlah.
kan kita berhasil mengungkap kasus ini," kata Bob. "Sekarang giliran
polisi. Orang ini mungkin berbahaya. Dan jangan lupa, pistolnya tidak berada di
tempat ini."
"Tapi. aku tetap ingin..:. kata
Pete.
Tepat pada
saat itu sebuah sedan bercat perak masuk melalui gerbang samping yang terbuka.
Bannya berdecit-decit ketika membelok masuk ke dalam pelataran. Sedan itu
mengerem dengan tiba-tiba di salah satu tempat parkir. Seorang pria muda
melompat keluar dan berjalan melintasi pelataran itu.
"Lihat. Dua!" bisik Bob.
Lakl-laki itu tinggi dan kurus. Wajahnya pucat. Rambut
coklatnya yang panjang tergerai sampai ke kerah kaus sportnya. Ia memiliki
-hidung mancung dan bibir yang tipis. Matanya memancarkan keangkuhan.
Dengan sepatu
bot hitamnya.
Ia berjalan menuju bangunan utama.
seolah-olah dialah pemiliknya.
"Dia cocok benar dengan gambaran Jupe tentang si
pengendara sepeda." kata Bob perlahan.
Mereka mengawasi pemuda itu melangkah
masuk ke dalam bangunan utama. Pete melihat jam tangannya.
"Catat nomor mobilnya," kata Pete. "Mungkin
dia sudah pergi sebelum polisi datang."
Ketika Bob
mencatat nomor plat sedan itu pintu belakang toko terbanting. Pria kurus itu
keluar dari toko. Ia tergopoh-gopoh melintasi pelataran, menuju gudang tempat
Pete dan Bob berada.
"Dia datang ke
sini!"
Kedua anak itu mencari
tempat berlindung.
"Ke bawah
rak!"
Di bagian bawah rak dekat
pintu ada tempat kosong di balik selembar karton besar. Kedua anak itu
merangkak masuk.
Pintu gudang terbuka.
Laki-laki muda itu berlari ke bagian belakang gudang. Pete dan Bob mendengar suara
napas orang itu terengah-engah. Ketika kembali. dia sudah memakai helm dan
pakaian balapnya. Ransel terkait di setang sepedanya. Dan kacamata balapnya
tergantung di lehernya. .
"Ia
membawa semua barang bukti itu!" desis Pete. "Kalau dia memusnahkannya.
hilanglah kesempatan kita! Sia-sia pekerjaan kita selama ini."
"Kita tidak dapat menyetopnya, Dua.
Terlalu berbahaya. "
Tapi Pete sudah merangkak keluar dari
persembunyiannya. Bob mengikuti jejak Pete ke arah jendela depan.
"Ia mengangkut barang-barang itu di
mobilnya."
Di luar, laki-laki muda itu mengangkat sepeda balapnya.
Dengan susah payah ia mencoba memasukkan sepeda itu ke dalam sedannya.
"Tampaknya ia tidak
berbahaya," kata Pete. Sebelum Bob dapat menahannya, Pete sudah bangkit
dan berlari ke luar gudang. Ia langsung menyerbu ke sedan perak itu. Namun
pemuda itu melihat Pete. Ia melempar sepedanya. Separuh badannya masuk ke dalam
mobil. Pete terus berlari. .
Orang itu
membalik menyongsong Pete. Tangannya menggenggam sebuah pistol. Senjata itu
diarahkan pada Pete.
-Bab 17 MENJERAT SI PELAKU
-JUPITER dan Paul
berlari-lari di pangkalan barang bekas. Setelah melihat gambar tanda tanya
tadi, mereka cepat-cepat kembali ke pangkalan untuk menghubungi Chief Reynolds.
Dengan ringkas mereka laporkan apa yang mereka temukan hari itu.
"Margon"Glass
Company?" kata Chief Reynolds di telepon itu sukar dipercaya, Jupiter. Aku
kenal Jim Margon secara pribadi"
"Kelihatannya
memang begitu, Sir. Kami punya bukti-buktinya. Bob dan. Pete sedang menunggu di
salah satu gudang Margon dengan bukti-bukti itu."
"Baik, kalian akan
kujemput di pangkalan dan kita berangkat bersama ke sana."
Dengan tidak
sabar Jupiter dan Paul menunggu di depan gerbang. Sebentar-sebentar ia melihat
Jam tangannya.
"Bagaimana keadaan Bob dan Pete,
ya?" kata Paul dengan perasaan tidak enak "Keadaan seperti itu selalu
mengandung risiko, kata Jupe. "Melindungi barang-barang bukti akan selalu
mengundang bahaya. Apalagi kalau melibatkan uang senilai seperempat juta
dolar."
Saat itu tiga mobil polisi
membelok di sudut jalan. Di mobil yang paling depan, Chief Reynolds membuka
pintu. Anak-anak segera melompat masuk. Mereka langsung melaju ke Margon Glass
Company.
"Kau yakin tentang ini,
Jupiter?’ tanya Chief Reynolds, suaranya serius. "Seseorang di Margon Glass
Company adalah pelaku pemecahan kaca- kaca jendela itu?"
"Kalau
Anda menganalisa hal itu dengan cermat Chieft hanya itu jawaban yang masuk
aka," kata Jupe menjelaskan. "Mereka adalah satu- satunya perusahaan
di Rocky Beach yang menjual kaca jendela mobil, satu-satunya pihak yang akan
beruntung dengan terjadinya peristiwa ini."
"Aku tidak percaya Jim Margon
melakukan semua ini."
"Ada kemungkinan
bahwa ini dilakukan tanpa sepengetahuan Mr.
Margon, Sir. Aku sendiri
berpendapat bahwa Mr. Margo tidak tahu apa- apa tentang hal ini. Cara seperti
ini terlalu riskan baginya."
"Mudah-mudahan kau
benar, Jupiter," kata Chief Reynolds. "Kita hampir sampai." .
Chief itu
berbicara melalui radio. Seluruh mobil polisi memperlambat kecepatannya ketika
mendekati kompleks Margon Glass Company. .
"Gerbang samping
terbuka, Chief," ujar Jupiter.
-Chief Reynolds mengangguk.
Ia menginstruksikan anak buahnya untuk membelok ke jalan samping. Tiba-tiba
sebuah sedan berwarna perak melaju dengan kencang ke arah mereka. Sedan itu
mengerem mendadak. Pengemudinya membanting setir. Detik berikutnya sedan itu
sudah melaju ke arah yang berlawanan.
Pada saat
yang sama Bob datang berlari-lari keluar dari gerbang samping. Ia
melambai-lambai sambil berteriak, "Dia membawa Pete! Di dalam mobil!"
Chief Reynolds memberi petunjuk lewat
radionya. "Kejar sedan itu!"
Polisi
memburu sedan bercat perak itu yang menuju ke jalan buntu. Ban sedan menderit
ketika sedan itu direm tiba-tiba di depan penghalang jalan. Seorang pemuda
berkaus sport keluar dari sedan itu. Ia kabur melompati pagar penghalang.
"Tangkap dia!" perintah Chief
Reynolds.
Pemuda itu
berlari di tempat terbuka yang menuju sebuah parit alam yang berkelok-kelok.
"Kalau dia sampai di parit itu,
kita takkan dapat menangkapnya!" teriak Jupe.
Tapi polisi masih terlalu jauh dari
ujung jalan.
"Cepat! Jangan sampai lolos!"
teriak Paul.
Tahu-tahu ada bayangan
berkelebat dari dalam sedan, mengejar pemuda kurus yang kabur ke arah parit
alam. Itu Pete! Dua orang itu berlari di tempat terbuka. Pete mempercepat
ayunan langkahnya. Ketika polisi baru sampai di penghalang jalan, Pete sudah
menerjang orang itu. Mereka berdua berguling-guling di tanah. .
Dalam
sekejap, pemuda tinggi itu bangkit kembali. Tapi Pete meraih kakinya. Pemuda
Itu menendang-nendang untuk melepaskan pegangan Pete. Kaki yang satu berhasil
lepas, kaki yang sebelah lagi ditangkap Pete. Mereka bergumul seru. Beberapa
detik itu sudah cukup bagi polisi.
Mereka mengurung orang itu. Pete melepas
kakinya. Ia berbaring telentang di rumput, sambil nyengir.
"Itu dia si pemecah kaca,"
katanya.
Pemuda itu meronta-ronta dalam pegangan
polisi.
"Aku tidak tahu apa-apa! Aku tidak
bersalah. Siapa anak-anak bengal ini? Kalian polisi - tangkap mereka!"
"Periksa mobilnya, Chief,"
kata Pete sambil berdiri.
Pemuda itu
makin kuat meronta-ronta. Polisi menyeretnya ke sedannya. Di sana Bob menunggu
di samping sedan itu.
"Buka pintunya, Bob," kata
Pete.
Mereka
melihat sepeda balap bergigi sepuluh itu di bagian belakang; helm, kacamata
balap, ransel berisi radio dan headphone; dan pakaian balap sepeda terjulur
dari dalam ransel.
"Mereka menaruhnya dalam
mobilku!" jerit pemuda itu. "Aku dijebak!" "Kami punya
banyak saksi," kata Jupiter pada Chief Reynolds, "dan Anda dapat
mengecek milik siapa barang-barang itu sesungguhnya. Sepeda balap ini tercantum
dalam daftar polisi - aku yakin - atas nama dia."
"Dan
juga," tambah Pete, "di bawah kursi depan dia menyembunyikan
pistolnya. Anda bisa periksa sendiri. Pasti sidik jarinya masih terdapat pada
pistol itu."
Chief Reynolds
memeriksa dengan hati-hati bagian bawah kursi depan.
Ia menemukan. sebuah pistol.
Diambilnya pistol itu dengan sarung tangannya untuk menjaga agar sidik jari di
situ tidak terusik. Dimasukkannya pistol itu ke dalam sebuah kantung plastik
dengan warna biru tua, pistol itu mirip dengan senjata otomatis. Beratnya
sekitar satu setengah kilo, dan pada gagangnya terukir, "THE WEMBLEY
PREMIER- Made in England".
"Pistol angin kaliber
dua puluh dua," ujar Chief Reynolds. "Cukup kuat untuk memecahkan
kaca mobil dari jarak dekat. " Ia mengangguk pada anak buahnya. "Bawa
orang itu. Kita akan temui Jim Margon untuk membicarakan hal ini. Kalian,
Anak-anak, ceritakan bagaimana bisa terjadi semua ini."
Sambil berjalan ke kompleks
Margon Glass Company, Bob menjelaskan bagaimana dia dan Pete menemukan
peralatan dan sepeda balap itu di gudang. Bagaimana pemuda itu mencoba
melenyapkan bukti-bukti itu dan melarikan diri juga diceritakan oleh Bob.
"Aku tadi nekat
saja," Pete mengakui. Tadinya aku gemetar juga. Tapi karena kulihat dia
juga gugup dan ketakutan, aku jadi berani. Aku kejar dia sebelum dia berhasil
kabur dengan mobilnya. Tapi aku lupa bahwa dia punya senjata. Aku dipaksanya
menaikkan sepeda itu dan ikut dengan mobilnya. Sambil menyetir ia masih
menodongkan pistolnya padaku. Tapi ketika Anda datang, ia panik. Ia lupa bahwa
jalan yang diambilnya adalah jalan buntu."
"Kau beruntung,"
kata Chief Reynolds sambil bermuka masam. "Pistol angin bukan barang
mainan, kalau ditembakkan dalam jarak dekat bisa mematikan."
Beberapa
orang dari Margon Glass Company sudah berkumpul di gerbang samping. Ketika
polisi masuk ke dalam pelataran, salah seorang dari mereka berlari ke dalam
bangunan utama. Tidak berapa lama kemudian. seorang pria yang sudah setengah
umur yang tadi dilihat Jupe dan Paul muncul.
"William!" teriaknya.
"Ada apa ini?"
Chief menyahut. "Kau kenai pemuda
ini, Jim?"
"Oh, Chieft kau ada di
sini?" kata Mr. Margon. "Dia? Tentu saja aku kenal. Dia anakku. Dia
baru lulus dari college dan bekerja di perusahaanku setahun yang lalu. Selama
ini kelakuannya baik-baik saja. Kenapa ia ditahan. Chief? Dan siapa anak-anak
ini?"
Chief
Reynolds menunjuk pada sepeda yang dituntun oleh seorang anak buahnya.
"Apa ini sepeda anakmu, Jim? Dan juga helm serta kacamata balap ini?"
-"Dad!" jerit William Margon.
"Jangan...!"
"Sepeda," Alis Mr. Margon terangkat melihat
sepeda balap bergigi sepuluh itu " Ya, dia tiap Senin dan Rabu bersepeda
bersama klub sepeda di sebuah velodrom. Tapi dia menyimpan peralatannya di
rumah, tidak di sini. Kenapa peralatanmu ada di sini, William?"
William Margon hanya dapat menatap wajah
ayahnya dengan sayu.
"Ini kabar buruk
untukmu, Jim," kata Chief Reynolds. Ia menceritakan seluruh kisah tentang
pistol angin dan kaca-kaca jendela mobil yang pecah.
"Merusak jendela
mobil?" Mr. Margon setengah tidak percaya. "Kenapa aku... Baru tiga
bulan yang lalu aku angkat dia menjadi manajer penjualan Jendela mobil. Dan
prestasinya bagus sekali. Bisnis kami berjalan lancar sekali, jauh lebih baik
dari sebelumnya. Ia... Mr. Margon berhenti ketika ia memandang anaknya.
"Kau sendiri yang memecahkan kaca-kaca itu?"
"Mereka
bohong, Dad! Aku tidak tahu semua ini. Ini cuma kebetulan saja! Ada orang yang
mencuri peralatanku dan menaruhnya di sini. Mungkin anak-anak itu pelakunya! Tidak
ada yang bisa membuktikan bahwa aku yang memecahkan jendela-jendela itu. Tidak
seorang pun pernah melihat wajahku!"
"Akan kami buktikan setelah kami
mengetahui apa yang kau perbuat dengan rajawali curian itu " ujar Bob
dingin.
-Mr. Margon terbelalak. "Ia mencuri
seekor rajawali?" .
"Bukan
burung, Sir," Bob menjelaskan, "tapi uang logam yang langka sekali.
Uang logam itu dicuri anak Anda setelah dia memecahkan sebuah jendela mobil.
Harga uang logam itu bisa mencapai dua ratus lima puluh ribu dolar, dan dia..."
"Dua ratus lima puluh ribu
dolar?" kata Mr. Margon. Suaranya bergetar.
William Margon pucat-pasi. "Kau sembarangan
menuduhku!. Aku tidak pernah dengar tentang rajawali itu. Oke, aku akui bahwa
aku
memecahkan jendela-jendela
itu. Tapi aku melakukannya agar bisnisku berkembang. Aku tidak pernah mencuri
apa-apa!"
Jupiter, yang
dari tadi memperhatikan perdebatan itu tiba-tiba menyela.
"Dia
benar," katanya. "Bukan dia pencurinya."
-Bab 18 PIHAK KETIGA
-BOB, Pete, dan Paul
tercengang mendengar perkataan Jupiter.
"Bukan dia
bagaimana, Jupe?"
"Jupiter?" kata
Chief Reynolds dengan alis mata terangkat. "Kau tahu sesuatu yang kami
tidak tahu?"
"Kukira begitu,
Sir," kata Jupe lambat-lambat, "tapi aku tidak sepenuhnya
yakin."
"Dalam hal yang serius
seperti ini," kata Chief Reynolds, "kau tidak boleh sembarangan Kau
harus yakin betul, Jupiter."
"Aku yakin betul bahwa
William bukanlah pencuri rajawali itu, Sir. Yang aku belum yakin adalah siapa
pencurinya sebenarnya. Tapi kalau Anda memberiku kesempatan. Chief, akan
kutemukan orangnya."
Chief
Reynolds menggeleng-geleng. "Aku ingin tahu bagaimana kau sampai pada
kesimpulan yang luar biasa ini. Tadi di jalan kau baru saja bilang bahwa si
pencuri dan si pemecah kaca adalah orang yang sama." "Tidak, Sir. Aku
tidak pernah mengatakan seperti itu. Kami cuma menganggap bahwa kasus ini sama.
Ini karena ulah Jarvis Temple juga. Sekarang kukira aku punya penjelasan
lain."
"Apa itu, Satu?" tanya Pete
dengan segera.
"Kita
menghadapi orang yang menarik keuntungan dari kejadian ini," kata Jupiter.
"Keuntungan bagaimana?" kata
Paul dengan dahi berkerut.
Chief Reynolds menjelaskan,
"Kalau terjadi serangkaian perbuatan kriminal serupa yang dianggap
dilakukan oleh satu orang, kadang-kadang ada orang lain yang memanfaatkan
keadaan ini. Ia melakukan perbuatan kriminal yang sejenis sehingga orang tidak
akan curiga padanya."
Jupiter mengangguk. "Kupikir ada orang yang tahu
tentang tindakan perusakan jendela-jendela ini. Lalu ia memancing di air keruh.
Dipakainya
kesempatan ini untuk merusak jendela mobil Sarah Temple dan mencuri rajawali
ganda. Ia berharap orang akan menyalahkan si pemecah kaca. "
"Itu baru suatu perkiraan,
Jupe," kata Chief Reynolds.
"Mungkin, Sir,"
Jupiter mengakui. "Tapi aku menjadi yakin waktu Pete bercerita tentang
William Margon. William keluar dari gedung dan berlari, tergopoh-gopoh ke
gudang tempat sepedanya disimpan. Ia mencoba memindahkan barang-barang bukti
itu."
Jupiter
melanjutkan, "Hampir sejak awal ada orang yang terlibat dalam kasus ini,
orang yang cemas melihat sepak terjang Pete, Bob, dan aku sendiri. Dia mencoba
mempelajari apa yang Trio Detektif lakukan dengan menyelundup masuk ke dalam
pangkalan dan mencoba memasang mikrofon untuk mendengarkan. Mikrofon itu gagal
dipasang. Tapi dia berhasil memasang alat penyadap di kabel telepon kami. Dari
situlah dia bisa memperingatkan William Margon bahwa Hantu ke Hantu
mengawasinya. Dan ia mengirim berita palsu pada kami sehingga William dapat
lolos.
"Tapi mereka kan belum tentu
berkawan Jupe?" sanggah Pete.
Jupiter menggeleng.
"Mereka tidak berkawan. Kita sudah menangkap si pemecah kaca, dan sekarang
sudah jelas bahwa dia bekerja seorang diri. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
keuntungan Margon Glass Company. Nah, orang yang satu lagi berusaha melindungi
William agar dirinya terlindungi juga! Orang ini memang memancing di air keruh.
Ia tidak ingin si pemecah kaca tertangkap, karena polisi akan segera tahu bahwa
si pemecah kaca bukanlah si pencuri rajawali. "
"Kau yakinkan hal ini,
Jupe?" ujar Chief Reynolds dengan penuh keraguan.
’’Ya, Chief.
Nyatanya, orang itu kembali menelepon William Morgan untuk melindungi dirinya
sendiri. Jupiter berpaling pada William Margon. Benar begitu, kan?"
-Pemuda itu melongo. "Dari mana
kautahu?"
"Lalu kau diberi tahu bahwa
peralatan itu sudah ditemukan dan polisi akan datang."
William Margon mengangguk lemas. "Suara itu juga yang
memperingatkan. melalui radioku sewaktu aku bersepeda di Olive Street.
"Seperti
menggumam?" kata Jupe. "Agak serak dan seperti suara orang dari
Timur?"
William Margon hanya
bisa ternganga. "-Kau tahu siapa orangnya?" "Tidak. "
Chief ReYnolds mengangguk
perlahan. "Semalam juga ada laporan aneh di radio polisi. Laporan tentang
seseorang di Olive Street. Kau benar, Jupiter, ada orang lain yang terlibat.
Apa usulmu sekarang?" .
Jupiter termenung.
"Siapa pun orangnya, dia pasti ahli elektronika dan punya radio pemancar.
Kita bisa mencari siapa orang yang memenuhi persyaratan ini, tapi aku punya
usul yang lebih sederhana. Kurasa aku akan serahkan pencuri itu pada Anda malam
ini juga, kalau Anda memberiku kesempatan untuk melaksanakan rencanaku."
"Tentu saja," Chief
Reynolds menyetujui. Ia berpaling pada Mr. Margon dan anaknya, serta berkata,
"Aku harus membawa anakmu ke kantor polisi, Jim."
Mr. Margon mengangguk dengan
sedih. Ia memandang anaknya. "Kau mungkin bukan pencurinya, William, tapi
kau telah melakukan perbuatan yang tercela. Kenapa anakku tega merusak seperti
itu? Apa sebenarnya yang ada di kepalamu?"
"Aku
cuma ingin meningkatkan bisnis kita, Dad, dan meraih untung
sebesar-besarnya."
"Ada banyak hal yang lebih penting
dari uang, William."
"Aku
ingin jadi manajer penjualan yang terbaik. Aku ingin sukses! Kan tidak ada
salahnya berkeinginan begitu?" "Memang tidak, Nak," .sahut Mr.
Margon dengan gundah. "Tapi caramu itu yang membuatku tidak mengerti.
Bagaimana usahamu, itu sebenarnya yang jauh lebih penting dari apa yang
kauhasilkan. Mendapat banyak uang hanya sebagian dari tujuan perusahaan
ini."
"Aku... aku cuma ingin Daddy bangga
padaku."
"Tidak. Kau hanya ingin menjadi
orang penting. Kau ingin sukses karena sebab-sebab yang salah, Nak. Kau ingin
menjadi orang penting, tanpa ingin mengerjakan hal-hal yang penting. Sekarang
kau harus berani menanggung akibatnya."
Chief
Reynolds mengangguk. Polisi membawa William Margon masuk ke dalam mobil
patroli. . Ayahnya hanya bisa memandang dengan wajah sayu.
"Apa dia akan dihukum, Chief"
tanyanya.
"Harus lewat pengadilan
dulu," sahut Chief Reynolds. "Tapi kalau hukuman dijatuhkan, akan
kita usahakan baginya untuk mendapat masa percobaan."
Trio Detektif dan Paul meninggalkan kedua
orang itu. Mereka menyeberangi jalan dan mengitari bukit
untuk
mengambil sepeda Bob dan Pete. Dengan bersepeda mereka
kembali ke
pangkalan.
-Setelah
makan malam Jupiter duduk seorang diri dalam kantor Trio Detektif. Ia sedang
berbicara di telepon.
"Dua? Panggil Bob dan Paul. Temui
aku di sini, di kantor kita! Penting!
Aku sudah tahu siapa pencuri rajawali
ganda!" "Pencuri rajawali?" sahut Pete di telepon.
"Bukannya pencuri itu adalah si pengendara sepeda balap? Dia kan sudah
ditangkap polisi?"
"Tidak,
Dua, bukan dia. Aku yakin ada orang yang memancing di air keruh. Dan aku tahu
siapa orang itu."
"Siapa, Jupe?" Pete ingin tahu
segera.
"Akan
kutunjukkan dulu buktinya," kata Jupiter. "Akan kubeberkan bukti ini
di hadapan kalian bertiga. Bukti itu ada di bengkel kerjaku di luar. Dan
setelah itu akan kita serahkan bukti itu pada Chief Reynolds."
"Ayo dong, Jupe, beri tahu aku
sekarang saja," pinta Pete.
Jupiter tertawa kecil. "Cuma
sedikit petunjuk yang bisa kuberikan saat ini, yaitu kesalahan kecil tapi fatal
yang diperbuat pencuri itu."
Sesudah itu, Penyelidik Satu
menutup telepon. Tapi ia tidak meninggalkan karavan yang tersembunyi itu. Jupe
hanya duduk dan sebentar-sebentar melirik jam tangannya. Matanya
bersinar-sinar. Setelah untuk kesekian kalinya melihat jam. tangannya, ia
bangkit.
Dibukanya
tingkap menuju Lorong Dua. Tanpa suara, ia merayap perlahan-lahan. Makin lama
makin dekat dengan ujung pipa yang menuju bengkel kerjanya.
Di ujung sana, ia bertiarap tanpa
bergerak-gerak.
-Bab 19 MENYINGKAP
KEDOK PENCURI
BUNYI gemerincing terdengar
di bagian belakang pangkalan, dekat Kelana Gerbang Merah. Jupiter bertiarap di
mulut Lorong Dua. Ia memasang telinganya.
Bisa jadi itu
suara pengait yang dilemparkan ke atas pagar. Samar- samar Jupe mendengar suara
langkah-langkah ringan memanjat pagar. Suara itu diakhiri dengan bunyi orang
melompat ke dalam pangkalan.
Jupe menunggu dengan sabar.
Kini
terdengar suara kaleng berdentang. Orang itu menendang sebuah kaleng.
Perlahan-lahan ia bergerak mendekati tumpukan barang bekas. Makin lama makin
dekat dengan tempat Jupe menunggu. .
Lalu ada suara lagi. Suara
jeritan tertahan. Kali ini datangnya dari arah yang berbeda sama sekali-dari
suatu tempat dekat pintu bengkel kerja .Jupe yang terbuka itu. Di sana
balok-balok kayu tertumpuk di antara bengkel kerja dengan gerbang pangkalan.
Jupe menahan napas. Siapa
yang menjerit tadi? Ia menunggu suara berikutnya. Dicobanya untuk menangkap
suara yang selembut apa pun di sana.
Namun hanya ada keheningan
yang mencekam. Hanya suara laju lintas dari Coast Highway yang terdengar
bagaikan orang menggumam.
Penyelidik
Satu menggigit bibir bawahnya. Tahu-tahu sebuah derakan terdengar tepat dari
samping jalan masuk ke bengkel kerja itu!
Seseorang mencoba memanjat tumpukan
pintu tua di sana. Memanjat untuk mengintip keadaan bengkel kerja dari atas.
Jupiter tetap
menunggu di dalam pipa yang gelap.
Akhirnya suara itu berpindah.
Langkah-langkah halus terdengar tepat di atas Jupe!
Lambat-laun ia dapat
merasakan ada sesosok hitam berdiri di bengkel kerjanya. Sosok itu tidak lebih
dari dua meter dari mulut Lorong Dua. Jupe menahan napas lagi.
Sosok itu bergerak. Dan tiba-tiba
seberkas sinar muncul. Sinar itu mengarah ke sekeliling bengkel kerja Jupe.
Sosok hitam tadi bergerak
menjauhi mulut Lorong Dua. Kini Jupe dapat melihatnya lebih jelas. Ternyata dia
orang yang berpakaian serba hitam: jeans hitam ketat, kaus hitam berlengan
panjang, topi ski hitam yang menutupi muka sampai ke leher, sarung tangan
hitam, dan sepatu olahraga hitam
Penyelidik
Satu mengawasi orang itu mengendap-endap di dalam bengkel kerja. Ia
mencari-cari sesuatu dengan senter kecilnya. Caranya bergerak mengingatkan Jupe
pada sesuatu. Sesuatu...
Tiba-tiba Jupe tahu jawabnya.
"Selamat malam, Sarah Temple!"
Sosok itu tersentak. Hampir saja
senternya terlepas dari tangannya. Dari dua lubang mata topi ski itu, sepasang
mata tampak melotot.
Penyelidik Satu keluar dari
tempat persembunyiannya. Jupiter berkata dengan sopan dan tenang, "Harusnya
aku sudah tahu sejak awal, sejak pamanmu mengatakan ia sangat terganggu dengan
radio CB-mu. Mobilmu pasti mobil Datsun merah yang kami lihat di depan rumahmu.
Dan mobil itu pula yang kaupakai ketika kau pertama kali datang ke sini. Antena
parabola juga milikmu. Kau penggemar radio dan TV, selain juga ahli
elektronika. Dan kau pulalah yang masuk ke pangkalan ini secara
sembunyi-sembunyi waktu itu, seperti sekarang ini." .
"Aku... aku tidak
sembunyi-sembunyi." Sarah Temple membuka topinya. Rambutnya yang hitam
tergerai. "Aku datang ke sini untuk membicarakan keinginan pamanku.
Kebetulan saja aku suka memakai topi ini. Pamanku sudah mengubah pikirannya. Ia
ingin menyewa kalian. Ia..."
"Oh,
ya?" sela Jupe dengan acuh tak acuh. "Pasti. kau juga yang menyuruh
sepupumu, Willard untuk menelepon kami dan mengundang kami datang ke sana. Kau
waktu itu sedang berada di tiang telepon, berpura-pura sebagai petugas kantor
telepon. Jadi kau dapat mengetahui kabel mana yang harus kausadap."
"Kau pasti sudah gila! Menyadap
apa?"
"Menyadap telepon,"
kata Jupiter dengan tenang. "Dan itulah sebabnya mengapa kau kemari
malam-malam begini. Kau ingin mencuri bukti yang kami peroleh tentang si
pencuri rajawali ganda." Ia menatap gadis itu. "Dan kau tahu tentang
bukti itu karena kau menyadap pembicaraanku dengan Pete di telepon!"
Sarah Temple balas menatap
Jupe dengan tajam. Mukanya memucat. Untuk beberapa saat ia berdiam diri.
"Ya, aku memang menangkap pembicaraanmu. Sekarang di mana bukti itu?
Serahkan bukti itu padaku!"
"Seharusnya waktu itu
aku sudah tahu," lanjut Jupe tanpa mengindahkan perkataan Sarah Temple.
"Kaulah yang mengantar pamanmu malam itu. Dan hanya kau yang tahu bahwa
rajawali itu tertinggal di dalam mobil. Orang yang melihatnya dari luar hanya
akan melihat sebuah kotak kecil. Kau tahu mengenai pemecahan kaca-kaca, karena
kau menangkap pembicaraan polisi di radiomu. Pasti itu salah satu hobimu. Lalu
kau mendapat ide untuk mencuri rajawali itu dengan memecahkan jendela mobil.
Dengan demikian orang akan mencurigai si pemecah kaca sebagai pencurinya. Kau
benar-benar memancing di air keruh."
"Itu milikku!" seru
gadis itu. "Aku butuh uang! Ia tidak pernah memberiku cukup uang. Aku akan
bagi itu denganmu, Jones! Lima puluh ribu dolar untukmu! Tapi berikan bukti itu
padaku. Dan kau akan jadi kaya!"
Jupe menghela napas dalam
kegelapan. "Kau melihat kami malam itu di dekat Rolls-Royce. Kelakuan kami
membuatmu curiga. Apa yang kami lakukan waktu itu? Karena itu kau mencari
data-data tentang kami. Kau menelepon perusahaan penyewaan mobil, lalu mencoba
memasang mikrofon untuk menyadap pembicaraan kami. Tapi kau gagal. Dua hari
kemudian kau menjumpai kami. Kau punya kesempatan untuk mempelajari siapa kami
dan apa yang kami kerjakan. Kau tambah khawatir, sehingga kau menyadap telepon
kami. Satu-satunya hal yang harus kaulakukan adalah membantu si pemecah kaca
agar tidak tertangkap polisi-supaya kau juga aman."
"Oke," kata Sarah
Temple. "Kita bagi dua! Setelah aku jual rajawali itu, kau mendapat
seratus dua puluh lima ribu dolar! Kau akan segera kaya, Jones! Kau bisa
berleha-leha, bersantai-santai dengan uang sebanyak itu!"
Jupiter tidak
peduli. "Kalau saja kau tidak berbuat kesalahan kecil pada awalnya, kau
mungkin bisa lolos."
"Kau akan kaya! Apa pun yang
kauinginkan akan bisa kau beli!" "Tidak, Miss Temple," sahut
Jupiter dingin. "Tidak semuanya dapat dibeli."
"Serahkan bukti itu padaku!"
Gadis jangkung itu maju selangkah
mendekati Penyelidik Satu. Jupiter tetap berdiri tegak. Ia menatapnya
tajam-tajam.
"Bukti itu tidak ada," tegasnya.
"Pembohong?" Suara Sarah
Temple bergetar. "Apa maksudmu?"
"Ini
semua cuma perangkap. Sudah jelas bahwa pencurinya adalah kau atau Willard
sepupumu. Suara kalian tidak jauh berbeda. Cara yang paling cepat adalah dengan
menjebak si pencuri melalui telepon. Tadi pagi aku baru menyadari bahwa ada
orang yang mendengarkan pembicaraanku dengan Chief Reynolds. Si penyadap ini
lalu memperingatkan William Margon supaya menghilangkan barang-barang bukti
itu."
"Tidak ada bukti?" kata Sarah
Temple.
"Tidak, sampai saat ini,"
Jupiter mengakui.
"Kau,
kau...!" Gadis itu menyambar sebuah palu besar dari meja kerja. Ia
menyerbu Jupiter
"Akan ku...!"
Secara serentak beberapa
orang muncul di sekeliling bengkel kerja. Mereka adalah Chief Reynolds beserta
anak buahnya, Bob, Pete, dan Paul. Muka Pete agak merah. Dialah tadi yang
menjerit karena kakinya tersangkut sehingga hampir menggagalkan perangkap ini.
Ada seorang lagi muncul di antara polisi dan anak-anak.
Dia berjalan
terpincang-pincang dengan tongkatnya ke arah Sarah Temple. Sarah masih
mengangkat palu itu, siap untuk menghantam Jupiter.
"Jangan tambah dosamu,
Sarah," kata Jarvis Temple. Ia tidak lagi marah, tetapi sedih.
"Keponakanku sendiri ternyata pencuri. Aku merasa bersalah. Aku terlalu
memanjakanmu, memberimu segala yang kau minta-mobil. peralatan radio dan
elektronika, peralatan ski... segalanya. Tanpa banyak tanya lagi aku memberikan
sesuatu yang kau minta. Seharusnya aku memberikan lebih banyak perhatian
padamu. Mungkin sekarang sudah terlambat." Orang tua itu mendesah.
Chief Reynolds memberi tanda
untuk menangkap Sarah Temple. Gadis berambut hitam itu memandang dengan lesu
pada polisi yang memegangnya. Mendadak ia menjerit sambil memberontak.
Tangannya merogoh ke dalam sakunya.
"Kalau aku tidak boleh
memilikinya, tidak seorang pun boleh!" Sambil berteriak begitu ia melempar
sesuatu. Polisi dengan sigap menahan sikunya. Benda yang dilemparnya melambung
tidak tinggi ke dekat Pete. Dengan gesit Pete menangkapnya.
Pete membuka tangannya. Uang
logam emas itu berkilau-kilauan, sekalipun dalam kegelapan malam. Setiap orang
memandangnya tanpa bersuara.
Chief Reynolds mengangguk sekali lagi pada polisi yang.
memegang Sarah Temple. Polisi itu membawa si gadis ke dalam mobil. Sarah Temple
menurut saja dengan kepala terkulai.
-Bab 20 TANTANGAN MR. SEBASTIAN
-BEBERAPA
hari kemudian, Jupiter, Pete, dan Bob duduk di dalam truk kecil abu-abu di
depan toko Jacobs. Paul duduk di belakang kemudi dengan riang. Ia memanggil
ayahnya.
"Jadi aku boleh mengantar
kawan-kawanku?"
"Ke mana pun boleh, Paul. Aku
merasa bersalah karena telah mencurigaimu selama ini."
"Ah, lupakan saja, Dad. Yang
penting semuanya sekarang sudah beres."
"Tapi aku masih
ingat," kata Mr. Jacobs, "ketika kau dengan sia-sia mencoba
menerangkan tentang pengendara sepeda itu padaku. Aku sukar untuk mempercayaimu
waktu itu! Mana ada orang yang tega merusak dengan sengaja jendela-jendela
mobil di kota ini. Tapi kalian telah membuktikannya. Dan aku bangga Paul ikut
membantu memecahkan kasus ini."
"Bukan sekadar kasus tapi
misteri," koreksi Jupiter. "Kejadian mi membuat banyak orang
bertanya-tanya, dan hampir saja kita terkecoh oleh Sarah Temple."
-"Kasihan gadis
itu," kata Mr. Jacobs. "Oke, Anak-anak, terima kasih atas kerja keras
kalian."
Beberapa saat kemudian Paul sudah meluncurkan truknya
menuju Coast Highway. Dekat Malibu. Pete memintanya untuk membelok ke Cypress
Canyon Drive. Mereka berhenti di depan sebuah rumah besar bercat putih dengan
lampu-lampu neon di bagian atapnya, satu-satunya tanda yang menunjukkan bahwa
rumah itu dulunya restoran. Anak-anak turun dari truk dan membunyikan bel.
Tak lama
kemudian mereka mendengar suara orang berjalan memakai tongkat. Pintu dibuka
oleh seorang pria kurus berambut abu-abu. Dia adalah Hector Sebastian, kawan
dan sekaligus penasihat Trio Detektif. Mr. Sebastian mengubah pekerjaannya dari
detektif swasta menjadi penulis novel misteri sejak kakinya terluka parah pada
suatu kecelakaan.
"Halo, Anak-anak," sapa Mr.
Sebastian. "Mari masuk."
Ia berjalan di muka, memasuki
ruang tamu. Sambil bertelekan tongkatnya, ia mempersilakan anak-anak duduk di
sekitar meja besar dekat perapian.
"Mana
Don?" tanya Jupe. Hoang Van Don, yang bekerja sebagai pembantu rumah
tangga dan juru masak Mr. Sebastian. biasanya yang membukakan pintu.
"Ia sedang sibuk," kata Mr.
Sebastian. "Ia sudah siap untuk memasak."
Penulis novel
itu menunjuk ke arah teras yang terpisahkan kaca besar dari ruang tamu. Di
balik kaca yang memanjang itu nampak pemandangan indah Coast Highway dan
Samudera Pasifik. Di salah satu sudut -teras duduk bersila seorang pria ramping
dalam baju putih dan celana hitam. Kepalanya tak bergeming menatap lautan yang
terbentang. Wajahnya serius.
"Siap memasak?" kata Bob.
"Kelihatannya ia sedang bersamadi."
"Memang," sahut Mr.
Sebastian. "Don sedang menenangkan diri dan menyegarkan pikirannya dengan
bersila di udara. terbuka. Udara di luar memang segar dan bersih. Aku sendiri
suka duduk-duduk di sana. Sering ilham untuk novel-novelku datang selagi aku
duduk bermenung di sana." "Hmm, masuk akal," komentar Jupe.
"Memang ilham akan datang kalau pikiran. kita jernih. "
"Sekarang," lanjut
Mr. Sebastian, "ceritakan kasus kalian yang terbaru. Yang kauceritakan di
telepon membuatku penasaran, ingin tahu selengkapnya."
"Ini
semua berawal dari Paul Jacobs," kata Jupiter, memperkenalkan kawan baru
mereka.
"Aku yang mula-mula menemukan kasus
ini," ujar Pete dengan bangga.
Bob menyerahkan catatannya pada Mr.
Sebastian
Penulis kisah
misteri itu menyandar di kursi, lalu mulai membaca. Sementara menunggu,
anak-anak melihat Don bangkit dan menghilang di samping rumah. Tak lama
kemudian terdengar suara orang memasak dari dapur.
Akhirnya Mr. Sebastian meletakkan
catatan Bob di meja.
"Luar biasa. Aku sendiri tidak akan
percaya bahwa William Margon pelakunya, kalau kalian tidak membuktikannya. Apa
ia sudah dijatuhi hukuman?"
"Ya," sahut Pete.
"Ayahnya mengembalikan uang setiap orang yang pernah menservis jendela
mobilnya di. sana. Hakim menjatuhkan hukuman luar penjara padanya. Ia dijatuhi
hukuman kerja sampai ia bisa melunasi segala ongkos ganti rugi itu pada
ayahnya. Jabatannya di perusahaan diturunkan sampai ke tingkat yang paling
rendah. Ia hanya akan bisa naik pangkat kalau benar-benar bekerja keras.
Mobilnya dan segala kemewahan lainnya tidak bisa dipakainya untuk sementara
ini." "Itu hukuman yang mendidik," kata Mr. Sebastian. "Dan
bagaimana dengan Sarah Temple?"
"Ia
dihukum pula oleh pamannya," sahut Bob. "Untungnya, dia belum menjual
rajawali ganda itu sehingga Jarvis Temple tidak menuntutnya. Tapi Sarah tidak diperbolehkan
mengendarai mobilnya lagi. Demikian pula peralatan elektronika, radio, dan
barang-barang yang pernah dibelikan pamannya diambil kembali-dan dia diusir
dari rumah itu."
"Keras juga orang tua itu,"
kata Mr. Sebastian.
"Ya," kata Jupiter,
"tapi hatinya sebenarnya baik. Ia masih mau membantu mencarikan pekerjaan
untuk Sarah, di sebuah pemancar radio - tempat yang cocok baginya. Dan ia masih
mau membayarkan uang kuliah Sarah di jurusan elektronika. Tapi selain itu,
Sarah harus membiayai hidupnya sendiri."
"Iia dan William Margon
memang harus belajar bekerja keras," kata Mr. Sebastian. "Tidak ada
Jalan pintas untuk bisa sukses."
Jupiter tiba-tiba mencium
aroma yang sedap memenuhi ruang tamu. Air liurnya mulai menitik. Tak sabar ia
menanti hasil masakan Don
"Jupe," kata Mr.
Sebastian lagi, "Setelah kau berhasil menjebak Sarah Temple, kau
mengatakan bahwa ia melakukan suatu kesalahan kecil sejak awal. Kesalahan apa
itu?"
"Ia memecahkan jendela
yang salah," kata Jupiter. "Begitu aku sadar hal itu, aku tahu bahwa
ada orang yang memancing di air keruh. Uang logam Itu ditinggal di bangku
depan, di samping bangku pengemudi. Jendela yang pecah adalah jendela yang
dekat bangku penumpang, bukan jendela dekat pengemudi. Dan jendela yang pecah
itu menghadap ke rumah, bukan ke jalan. Jadi tidak mungkin si pengendara sepeda
balap memecahkan Jendela itu. Ia hanya bisa memecahkan kaca yang menghadap ke
arah jalan."
"Tajam sekali
pengamatanmu, Jupe," kata Mr. Sebastian. "Satu hal lagi. Ketika kau
dan Paul memanggil polisi dari pangkalan, kau belum tahu bahwa si pengendara
sepeda itu ialah William Margon. Kau hanya tahu dia bekerja di Margon Glass
Company. Jadi bagaimana Sarah Temple, yang menyadap pembicaraanmu dengan
polisi, tahu kepada siapa ia harus memberi peringatan?"
Jupiter menghirup udara di
ruang tamu yang sudah penuh dengan aroma yang sedap.
"Sarah tidak tahu siapa
yang harus diperingatkan," jawab Jupe. "Ia hanya tahu ciri-ciri
pengendara sepeda balap itu dan ia menggambarkan ciri-ciri itu kepada orang
yang menjawab teleponnya. Semua orang di Margon Glass Company tahu tentang
William Margon dan hobinya bersepeda balap. Ciri-ciri itu hanya cocok bagi
William Margon. "
"Jadi
Sarah beruntung," kata Mr. Sebastian, "dan begitu pula kalian. Kalau
Sarah tidak menelepon, kalian akan mengalami kesulitan dalam menemukan William
dan menangkap Sarah."
"Tapi cepat atau lambat akan kami
temukan juga," tukas Bob dingin.
"Mungkin," sahut
Mr. Sebastian. "Tapi akan kuceritakan apa yang kudapat dari pekerjaanku
sebagai detektif dulu. Sedikit keberuntungan dan banyak kerja keras yang akan
mengungkap segala kasus."
Saat itu pintu dapur terbuka. Don masuk sambil membawa
sebuah nampan. Ia meletakkan lima piring kecil bundar di meja serta beberapa
peralatan yang aneh. Terdapat enam buah cekungan pada tiap piring.
Dan dalam tiap lubang terdapat sebuah
bekicot "Bekicot!" seru Don sambil membuka kedua tangannya.
"Dimasak dengan cara Prancis yang sudah terkenal. Favorit setiap ahli
pencicip makanan di dunia!" .
Dengan
perasaan jijik keempat anak itu melihat apa yang terhidang di hadapan mereka.
Untung Don tidak menyadari perubahan air muka mereka. Hector Sebastian sibuk
menyiapkan piringnya.
Don kembali ke dapur sambil tersenyum
puas.
Mr. Sebastian menoleh pada
anak-anak. Ia tergelak. "Orang tidak akan jadi hebat kalau dia tidak suka
makan bekicot, " katanya bergurau.
"Terima
k-sih, tapi aku lebih suka tidak jadi orang hebat, daripada harus makan bekicot
ini " kata Jupe.
"Aku juga," kata anak-anak
lainnya serempak.
"Cobalah dulu,"
bujuk Mr. Sebastian. "Orang yang berani berhadapan dengan penjahat harus
berani mencicipi bekicot. Cobalah satu dulu, kalian pasti suka."
Dengan tangan
kirinya, Mr. Sebastian menjepit sebuah rumah bekicot, memakai alat aneh yang
berbentuk seperti penjepit. Tangan kanannya mengorek isi rumah bekicot itu
dengan sebuah garpu. Ia mengeluarkan segumpal daging berwarna keabu-abuan, yang
tampak seperti karet, lalu dicelupkan ke dalam mentega cair campur daun
seledri. Akhirnya dimasukkannya daging itu ke dalam mulutnya.
-"Sedap!"
katanya. "Sekarang giliran kalian."
Tidak seorang pun bergerak.
Pete yang akhirnya memulai. Dikoreknya isi bekicot. Teman-temannya menutup
hidung ketika ia mengunyah daging bekicot itu.
"He," katanya.
"enak juga! Empuk. Yang terasa cuma menteganya. Sedap juga rasanya!"
Satu per satu
anak-anak itu mencobanya. Tapi hanya Pete yang benar- benar suka. Ia dan Hector
Sebastian menghabiskan semua bekicot yang tersisa di piring yang lain. Kemudian
anak-anak mengucapkan terima kasih dan pamit.
Jupiter menarik napas panjang ketika
mereka sudah di luar. "Masih mendingan disuruh berhadapan dengan penjahat
tiap hari!"
Selesai
Emoticon