Trio Detektif - Misteri Reuni Berandal Cilik


 

TRIO DETEKTIF

MISTERI REUNI BERANDAL CILIK

Alihbahasa: Aryotomo Markam

 

THE MYSTERI OF THE ROGUES' REUNION

by Alfred Hitchcock

Text by Marc Brandel

 

Penerbit: PT Gramedia Cetakan kedua: November 1990

 

"MATIKAN! Matikan!" pinta Jupiter Jones. "Matikan saja itu!"

Ia sedang menatap ke arah pesawat televisi. Di layar tampak seorang anak gemuk berumur tiga tahun yang dijuluki "Baby Fatso".

 

Jupe tidak dapat mempercayai pandangan matanya. Apakah itu memang dia? Apakah itu Jupiter Jones, Penyelidik Satu, yang sering membantu polisi memecahkan masalah-masalah rumit? Jawabnya tidak salah lagi. Itu memang Jupe. Setelah bertahun-tahun terkubur, akhirnya Baby Fatso muncul kembali!

 

SEPATAH KATA DARI HECTOR SEBASTIAN

 

SEBENTAR, aku matikan dulu televisiku. Nah, sekarang izinkan aku memperkenalkan diriku sendiri. Aku Hector Sebastian, penulis kisah misteri yang profesional. Beberapa karyaku telah diangkat ke layar putih.

Aku jarang menonton televisi, kecuali siaran berita. Tetapi kali ini aku punya alasan khusus mengapa aku menonton acara yang baru saja disiarkan. Teman mudaku tampil dalam acara tadi.

 

Aku harus mengakui bahwa aku hampir-hampir tidak mengenalinya. Di dalam film seri itu dia jauh lebih muda dari dia sekarang. Yah, bisa dikatakan dia masih bayi ketika bermain untuk film itu. Namun aku ingin sekali menyaksikannya, karena dari situlah Reuni Berandal Cilik dimulai.

 

Misteri ini merupakan kasus terbaru yang melibatkan teman-teman mudaku, Trio Detektif. Lebih baik kuperkenalkan mereka dulu sebelum aku menjelaskan bagaimana mereka sampai terlibat dalam kasus ini.

 

Mereka adalah Jupiter Jones, Pete Crenshaw, dan Bob Andrews. Mereka tinggal di Rocky Beach, sebuah kota kecil di sebelah selatan California, tidak jauh dari rumahku di Malibu, dan hanya beberapa mil dari Hollywood.

 

Jupiter Jones-teman-temannya memanggilnya Jupe-adalah Penyelidik Satu. Ia memang dilahirkan sebagai detektif. Aku tahu benar hal ini, karena aku sendiri pernah menjadi detektif sebelum beralih profesi menjadi penulis. Ia punya tiga kelebihan yang mendukungnya sebagai detektif yang baik. Pertama, mata yang jeli yang siap menangkap setiap petunjuk di sekitarnya. Kedua, kemampuan untuk merangkai petunjuk-petunjuk itu menjadi sesuatu yang berarti. Dan ketiga, ini yang terpenting, dorongan kuat yang membuatnya tidak pernah berputus asa sebelum kasus yang dihadapinya terselesaikan dengan tuntas.

 

Aku tidak bilang bahwa Jupe tidak punya kelemahan. Dia mudah tersinggung mengenai satu hal-berat badannya. Ia tidak keberatan kalau teman-temannya menyebutnya si Gempal. Tetapi kalau kau ingin tetap menjadi kawan Jupe, jangan sekali-kali memanggilnya si Gendut, atau Fatso.

 

Pete Crenshaw, Penyelidik Dua, adalah atlet yang berbakat. Ia pelari, perenang ulung, dan pemain baseball yang baik. Ini berarti setiap kali dibutuhkan kecepatan dan kekuatan fisik dalam menghadapi risiko, Pete yang biasanya ditunjuk. Bukan karena ia suka mengambil risiko, sebaliknya, ia benci pada hal-hal yang menyerempet bahaya.

 

Bob Andrews mengurus soal Data dan Riset. Ia bekerja sambilan di perpustakaan Rocky Beach. Belajar dan membaca merupakan kesukaannya. Ia juga sangat cocok bekerja sama dengan Jupe, karena ia sering mengajukan pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat pula.

 

Trio Detektif telah menyelesaikan berbagai kasus dan memecahkan bermacam misteri. Tetapi yang terbaru ini lain dari yang lain. Ini lain karena Penyelidik Satu sendiri terlibat dalam Misteri Reuni Berandal Cilik.

 

Jupiter Jones adalah aktor kanak-kanak yang baru saja aku tonton filmnya di televisi. Ia dulu termasuk salah satu anggota Berandal Cilik. Dan reuni mereka ternyata mengundang misteri!

HECTOR SEBASTIAN

 

 

Bab 1

MASA LALU JUPITER

 

"MATIKAN. Matikan," pinta Jupiter Jones. "Matikan saja itu."       

 

Ia membenamkan dirinya dalam kursi putarnya sehingga hanya matanya yang terlihat di balik meja kayu kuno. Suaranya serak. Wajahnya yang biasanya memancarkan kecerdasan dan kesiagaan kini berkerut-kerut seperti orang kesakitan. Penyelidik Satu nampak sangat tersiksa. Dan memang itulah yang sedang terjadi.

 

Ia sedang disiksa di hadapan kedua sahabat karibnya. Tidak seorang pun dari kedua sahabatnya itu tergerak untuk menolongnya. Kedua orang itu, Pete Crenshaw dan Bob Andrews, hanya tersenyum, terkekeh, dan kadang-kadang terbahak-bahak.

 

Mereka bertiga sedang berkumpul di kantor rahasia mereka di Pangkalan Jones, pangkalan yang menjual barang-barang bekas, di Rocky Beach, California-sebuah kota kecil beberapa mil jauhnya dari Hollywood. Pete berselonjor di kursi goyang, kedua kakinya diletakkan di atas laci kecil. Bob duduk di sebuah kursi kecil sambil menyandar ke dinding kantor. Mereka sedang menonton sebuah acara di televisi.

 

.Di layar tampak seorang anak kecil bertubuh bulat montok, berumur sekitar tiga tahun, duduk di atas meja dapur. Seorang anak bermata sayu berumur delapan atau sembilan tahun melipat kedua tangan anak montok tadi di punggungnya. Seorang anak lagi, mungkin umurnya sudah sebelas tahun, sibuk mengaduk sesuatu dalam sebuah mangkuk porselen Cina. Tubuhnya kurus tinggi, dan rambutnya yang pirang tercukur pendek-hampir-hampir botak. Sekilas kepala itu tampak seperti telur rebus matang. Ia menyeringai seraya menggoyang-goyangkan kepala panjulnya sambil terus mengaduk isi mangkuk di tangannya.

 

"Oh, jangan," kata anak montok itu dengan suara yang cadel namun berat. Jarang dijumpai anak kecil bersuara berat seperti itu. "Jangan, jangan. Aku tidak cuka, aku tidak mau kena cacal all..."

 

"Matikan TV itu," pinta Penyelidik Satu lagi. "Aku tidak tahan lagi melihat atau mendengarnya."

 

"Tapi aku ingin menontonnya sampai habis," tukas Pete. "Aku ingin tahu bagaimana akhir celita ini. Maksudku, cerita ini."

 

"Ayolah, Baby Fatso," kata salah seorang anak di layar. Ia berbadan kekar, kulitnya kecoklatan, rambutnya kaku dan tajam seperti duri landak. Dari penampilannya dapat ditebak bahwa umurnya sudah sekitar dua belas tahun. Ia menyeringai lebar seperti kawan-kawannya yang lain. Tapi ada sesuatu dalam senyumannya yang seolah mengatakan bahwa ia tidak akan tega menyakiti anak montok itu.

 

"Kalau mama dan papamu mengira kau kena cacar air," katanya dengan irama yang monoton, "maka semua orang akan kuatir kita ketularan. Dan kita tidak usah ke sekolah."

 

"Ya," sela seorang anak dengan telapak kaki yang luar biasa besarnya. "Mereka kira kita sudah tertular cacar air."

 

Anak dengan kepala panjul, yang dikenal sebagai Bonehead, sudah selesai mengaduk cairan di dalam mangkuk porselen Cina. Ia mulai melakukan adegan lawak yang sudah umum....

 

Jupe menutupi mukanya dengan kedua belah tangannya. Ia ingat betul adegan lawak rutin yang sangat dibencinya ini. Bonehead dapat menggerak-gerakkan daun telinganya yang lebar itu. Kalau ia melakukannya, kedua telinganya bisa tampak seperti bendera yang berkibar-kibar. Jupe makin kuat menekan mukanya dengan kedua telapak tangannya. Sementara Bob dan Pete terpingkal-pingkal.

 

...Sambil menggerak-gerakkan telinganya, Bonehead mengambil sebuah kuas kecil. Dicelupkannya kuas itu ke dalam mangkuk porselen, lalu dilukisnya totol-totol merah di muka anak montok tadi. Baby Fatso melawan dan memberontak, tapi ia tidak menangis...

 

Namun tidak demikian halnya dengan Jupe. Perlahan-lahan ia membuka jari-jarinya, sehingga ia dapat mengintip dari sela-selanya. Kini ia melihat layar televisi dengan perasaan ngeri bercampur tidak percaya.

 

Diakah itu? Mungkinkah anak montok berpakaian coklat-yang membiarkan dirinya dicoreng-moreng oleh Bonehead di seluruh muka dan lehernya-adalah Jupiter Jones? Jupiter Jones, penyelidik pertama Trio Detektif, pemecah berbagai misteri yang tidak j arang membingungkan Chief Reynolds dan anak buahnya?

 

Tapi itu memang dia. Jupe tahu benar hal itu. Jupiter pernah memerankan Baby Fatso, salah satu pemeran utama dalam film komedi anak-anak yang dimainkan oleh kelompok Berandal Cilik.

 

Jupe selalu berusaha keras untuk melupakan masa-masa itu. Dan kalaupun ia teringat juga, ia berusaha menghibur dirinya dengan mengatakan pada dirinya sendiri bahwa bukan dia yang memilih peran itu.

 

Ketika menjadi anggota Berandal Cilik pada usia tiga tahun, Jupiter masih terlalu muda untuk menentukan pilihannya. Bukannya Jupe menyalahkan orang tuanya atas pilihan peran itu. Bagi kedua orang tuanya, peran itu adalah kesempatan emas bagi Jupe. Mereka sendiri adalah penari profesional yang sering ikut dalam perlombaan tari di California. Sering kali mereka tampil sebagai peran pembantu dalam berbagai film-film bioskop dan dalam berbagai pertunjukan seni di studio-studio ternama.

 

Salah satu direktur studio kemudian menjadi teman baik mereka. Beberapa kali mereka saling berkunjung ke kediaman masing-masing. Pada salah satu kunjungan, pada suatu hari Minggu sore yang tidak dapat dilupakan, direktur studio itu diperkenalkan dengan anak kecil mereka, Jupiter.

 

Pada saat berkenalan itu direktur studio amat terkesan melihat penampilan Jupiter, khususnya pada gaya dan cara bicaranya. Belum pernah ia jumpai sebelumnya ada seorang anak berusia tiga tahun bersikap dan berbicara seperti Jupiter waktu itu.

 

Beberapa hari kemudian Jupiter dipanggil untuk diuji. Dengan mudah Jupiter lulus, dan dalam waktu sebulan saja ia sudah mendapat peran Baby Fatso dan menjadi anggota Berandal Cilik.

 

Dalam sekejap Jupe meraih sukses. Bukan saja dia berbakat dan sanggup melakukan apa yang diperintahkan sutradara dalam sesaat, tapi dia dapat melakukan apa yang tidak dapat dilakukan anggota Berandal Cilik lainnya.

 

Satu halaman dialog dapat diingatnya dengan sekali baca saja. Dan selama penampilannya dalam film seri itu, ia tidak pernah lupa barang satu kalimat pun.

 

Kalau saja orang tuanya tidak mengalami kecelakaan mobil ketika Jupe baru berumur empat tahun, niscaya ia sudah menjadi aktor kenamaan. Tetapi kemudian Paman Titus dan Bibi Mathilda Jones mengangkat Jupe, yang kini yatim-piatu, sebagai anaknya. Mereka menanyakan bagaimana perasaan Jupe waktu berperan sebagai Baby Fatso. Dengan terus-terang Jupe menjawab bahwa ia tidak suka memainkan peran itu.

 

Sebenarnya ia tidak keberatan bangun pukul lima tiga puluh setiap pagi, pergi ke studio, duduk di kursi untuk dirias muka dan lehernya dengan warna oranye terang. Ia tidak keberatan untuk menunggu juru kamera mempersiapkan peralatan dan tata lampu di studio. Ia cukup gembira menunggu sambil membaca atau mengerjakan teka-teki. Dan ia juga tidak keberatan untuk melakukan apa saja yang diperintahkan sutradara: tersedak, berbicara gagap, tertawa, menangis. Yang tidak dapat diterima Jupe adalah perlakuan anggota Berandal Cilik lainnya.

 

Hampir semua anggota Berandal Cilik lainnya tidak mengerti bahwa itu cuma sandiwara belaka. Yang mereka perbuat pada Jupe-seperti melukis bercak-bercak merah pada muka Baby Fatso, atau menyiram kepala Baby Fatso dengan alat penyiram bunga-hanyalah akting. Mereka tidak bisa membedakan mana yang sandiwara dan mana yang sungguhan.

 

Anggota Berandal Cilik lainnya menganggap kedua hal itu sama saja. Di luar studio mereka memperlakukan Jupe seperti dalam film saja. Bagi mereka, Jupe dan Baby Fatso adalah sama saja. Dan karena Jupe paling kecil dan muda, mereka selalu mengolok-olok dan mempermainkan Jupe.

 

Mereka mencampuri es krim Jupe dengan merica ketika sedang makan siang. Mereka memoleskan perekat di bangku Jupe. Mereka mencopot kancing-kancing bajunya.

 

Dan yang paling dibenci Jupe, mereka tetap memanggilnya Baby Fatso. Setiap saat. Di kepala mereka tidak pernah terlintas bahwa Jupiter bukanlah Baby Fatso. Baby Fatso hanyalah tokoh dalam film, bukan tokoh sungguhan. Dia adalah Jupiter Jones.

 

Jadi ketika Bibi Mathilda menanyai Jupe apakah dia masih ingin terus menjadi anggota Berandal Cilik, dia tidak ragu barang sedikit pun. Ia merasa seperti terkurung dalam sangkar di sana. Pertanyaan Bibi Mathilda memberinya kesempatan untuk bebas.

 

Setelah tahun pertama berakhir, Jupe mengundurkan diri dari Berandal Cilik, untuk selamanya. Dan tanpa dia, film seri itu tidak dapat dilanjutkan.

 

Jupe lalu tinggal di Pangkalan Jones bersama paman dan bibinya. Di sekolahnya ia berkenalan dengan Pete Crenshaw dan Bob Andrews. Mereka menjadi sahabat dan tak lama kemudian membentuk Trio Detektif, kelompok detektif muda yang serius dan profesional. Jupe berusaha melupakan masa-masa ketika ia menjadi Baby Fatso. Dan selama bertahun-tahun dia berhasil melupakan hal itu.

 

Tapi kini, hal yang mengerikan itu muncul kembali. Mengerikan bagi Jupe tentu saja. Studio yang memproduksi film seri itu menjualnya untuk diputar ulang pada sebuah perusahaan siaran televisi.

 

Jupe tidak menyadari siaran ulang film seri itu, sampai teman-teman sekolahnya ikut-ikutan memanggilnya Baby Fatso. Bahkan anak laki-laki dan perempuan yang tidak dikenalnya mendatanginya dan mengagumi kelucuan Jupe di film itu. Mereka meminta Jupe untuk berbicara gagap dan tersedak seperti di film. Selama tiga minggu terakhir ini tokoh Baby Fatso menjadi bahan pergunjingan di sekolah. Sekali lagi Jupe mengalami mimpi buruk dalam hidupnya.

 

Untunglah sekarang liburan musim panas sudah mulai. Untuk sementara Jupe kini aman dari gangguan itu. Ia dapat menghabiskan waktunya di kantor rahasia Trio Detektif di pangkalan barang bekas. Kantor itu berada di dalam sebuah karavan tua yang tersembunyi di bawah timbunan barang-barang rongsokan, diperlengkapi dengan sebuah televisi kecil, yang sekarang sedang disetel. Pete dan Bob memaksa untuk menonton siaran ulang Berandal Cilik. Kedua temannya itu benar-benar suka film seri tua itu. Bob dan Pete masih terbahak-bahak melihat adegan di layar televisi.

 

...Bonehead, yang kurus kering dengan tulang-tulang yang menonjol dan rambut pirang pendek, telah selesai melukis muka Baby Fatso dengan bercak-bercak merah. Ia berusaha melepas baju Baby Fatso untuk mencoreng-coreng punggungnya juga. Pintu dapur tiba-tiba tersibak. Seorang gadis kecil berumur sekitar sembilan tahun menyerbu masuk. Gadis itu bernama Pretty Peggy, pahlawan wanita dalam film seri ini. Dialah yang selalu menjadi penyelamat Baby Fatso.

 

"Lepaskan dia!" kata Pretty Peggy pada Bonehead.

 

"Ya, aku tidak cuka kena cacal all," pinta Baby Fatso dengan memelas.

 

Bonehead tidak peduli. Ia mencoba mengurung Pretty Peggy di lemari pakaian. Flapjack, anak laki-laki berambut bak duri landak, membela Pretty Peggy. Perkelahian antar Berandal Cilik tidak dapat dihindarkan lagi. Salah satu dari mereka mengambil sepiring kue tart dari bufet. Dilemparnya kue itu ke arah Peggy. Meleset. Namun kue itu melayang dan mendarat tepat di muka Baby Fatso.

 

"Oh," Baby Fatso menggumam. Ia menjilat-jilat bibirnya sambil mengusap-usap matanya. "Aku lebih cuka kue dalipada cacal all..."

 

"Jupiter. Di mana kau?"

 

Suara Bibi Mathilda terdengar melalui pengeras suara. Jupe sengaja memasang mikrofon di luar kantor, sehingga dari dalam dia tetap dapat mendengar kalau bibinya memanggil. Biasanya kalau bibinya memanggil, itu cuma berarti satu- kerja. Pasti bibinya punya pekerjaan yang harus dilakukannya. Jupe tidak pernah menolak kalau ditawari pekerjaan. Dengan bekerja ia dapat membayar rekening telepon di kantornya. Namun Jupe sebenarnya lebih suka mengerjakan hal-hal yang menggunakan otaknya, bukan tenaganya.

 

Tetapi kali ini ia sangat gembira mendengar panggilan Bibi Mathilda. Daripada menyaksikan film yang menyiksa dirinya itu, lebih baik kerja, pikir Jupe. Ia melompat dari bangkunya. Dimatikannya televisi. Wajah Baby Fatso yang penuh bercak-bercak merah menghilang dari layar televisi.

 

Sesaat kemudian Trio Detektif sudah keluar dari kantornya dengan hati-hati, melalui pintu rahasia yang mereka namakan Pintu Empat. Berjingkat-jingkat mengitari tumpukan kayu, mereka mendatangi Bibi Mathilda.

 

"Oh, di situ kau rupanya," kata Bibi Mathilda.

 

Jupe membuka jaketnya. "Ada pekerjaan apa kali ini?" tanyanya.

 

Tapi kali ini Bibi Mathilda tidak meminta anak-anak untuk bekerja. Ada orang di pintu gerbang yang ingin berbicara dengan Jupe.

 

Jupe mendesah. Banyak orang bolak-balik datang ke pangkalan untuk berbicara dengannya. Mereka adalah wartawan-wartawan dari Los Angeles, bahkan dari San Fransisco, yang ingin membuat cerita tentang pemeran tokoh Baby Fatso ini.

 

"Katakan saja aku tidak ingin bicara dengannya," pinta Jupe pada Bibi Mathilda. "Tolong ya, Bibi."

"Aku sudah katakan padanya, Jupiter. Tapi dia tidak mau pergi. Dia bilang ini penting." Bibi Mathilda tersenyum dengan penuh pengertian. Ia tahu perasaan Jupe. Kejadian ini bukan yang pertama kalinya dalam minggu ini. Sudah lusinan wartawan ditolaknya, baik wartawan koran maupun wartawan televisi.

 

"Ia bawa mobil besar dan bagus, Jupiter," lanjutnya. "Dan ia bilang ia tidak mau beranjak dari situ sebelum bertemu kau. Mobilnya diparkir menghalangi pintu gerbang. Jadi kurasa kau sebaiknya pergi menemuinya."

 

"Oke," Jupe menyetujui dengan enggan. "Aku akan ke sana untuk berbicara. Tapi aku tidak akan bicara soal Berandal Cilik."

Dan mobil yang dibawa orang itu memang besar dan menarik. Bagian belakang mobil kuning itu tampak seperti kepala ikan paus. Pria yang keluar dari mobil itu terlihat besar dan menarik pula. Ia berjalan menghampiri Trio Detektif ketika mereka muncul di pintu gerbang.

Sebagai seorang detektif, Jupe telah terbiasa mengamati muka, pakaian, bentuk telinga, dan hidung, serta tanda-tanda khusus lain dari orang yang dijumpainya. Yang pertama kali menarik perhatian Jupe adalah gigi orang itu. Besar dan putih bersih. Sebaris gigi berkilau-kilau setiap kali laki-laki itu tersenyum.

 

"Jupiter Jones," katanya sambil tersenyum lebih lebar lagi, "namaku Milton Glass. Aku kepala Biro Publikasi di studio."

 

Jupiter berdiri di antara Pete dan Bob. Ia menatap Milton Glass tanpa berkata apa-apa.

 

"Aku punya tawaran yang kurasa akan menarik bagimu, Jupiter." Suara laki-laki itu sangat ramah dan simpatik. "Aku mempunyai rencana mengumpulkan seluruh anggota Berandal Cilik untuk mengadakan reuni di studio. Dan setelah makan siang..."

 

"Tidak, terima kasih," potong Jupe tegas. Tawaran ini lebih buruk dari yang diperkirakannya semula. Wawancara saja ia tidak sudi, apalagi bertemu dengan anak-anak yang menyebalkan itu. Ia membalik dan melangkah masuk ke pangkalan.

 

"Apa kau tidak ingin bertemu dengan kawan-kawanmu?" Milton Glass meletakkan tangannya di pundak Jupiter. "Bonehead, Bloodhound, Footsie, dan..."

 

"Tidak, terima kasih." Jupe menepis tangan Milton Glass dari pundaknya. "Mengingat mereka saja sudah membuatku muak. Aku tidak ingin..."

 

"Ah, itu rupanya." Senyum Milton Glass semakin lebar dan semakin bersahabat. "Justru itulah yang ingin kudengar dari mulutmu."

"Apa?" tanya Jupe keheranan. Biasanya Jupe sudah dapat menduga apa yang bakal orang katakan. Tapi kali ini tidak. Ia tidak menyangka akan begitu jawaban yang diterimanya. Ia menunggu.

 

"Mereka mempermainkanmu, kan? Aku tahu, sebagian besar dari mereka selalu memperolokkanmu. Mereka membuat kau jadi bulan-bulanan. Mereka selalu memanggilmu Baby Fatso. Aku yakin kau benci pada mereka. Ya, kan?"

"Bukan sifatku untuk membenci orang," sahut Jupe dingin. "Tapi aku benar-benar tidak suka pada mereka."

 

"Bagus." Sebaris gigi Milton Glass bersinar-sinar lagi. "Dan sekarang aku akan memberimu kesempatan untuk membalas perlakuan mereka. Akan kuberi kau kesempatan untuk menunjukkan siapa kau sebenarnya. Kau suka ideku ini?"

 

"Bagaimana?" Wajah Jupe kosong, tapi matanya bersinar-sinar.

 

"Di hadapan seluruh pemirsa televisi. Dengan disiarkan langsung di televisi," kata Milton Glass. "Studio sedang merencanakan mini seri berupa dua paket acara berbentuk quiz. Seluruh anggota Berandal Cilik akan bertarung satu sama lain. Dan menurut dugaanku, kau pasti menang, Jupiter. Kau akan membuat mereka seperti orang dungu di hadapanmu."

 

Penyelidik Satu berseri-seri wajahnya. Ia teringat kembali orang-orang yang pernah membuatnya susah. Bonehead, si kepala panjul. Bonehead yang pernah mengunci tangannya di punggung. Bonehead yang pernah menaruh bangkai tikus di kotak makanannya. Jupiter berpikir cepat seraya menatap wajah ramah Milton Glass.

 

"Dan hadiah pertama, Jupiter," kata Milton Glass lagi, "hadiah pertama quiz ini adalah dua puluh ribu dollar."

 

 

Bab 2

KEJUTAN DI PANGGUNG SEMBILAN

 

SEBUAH mobil Limousine berhenti ketika memasuki gerbang studio di Vine Street, Hollywood. Penjaga yang berseragam mengangguk sambil tersenyum pada sopir yang sudah dikenalnya itu. Ia lalu berjalan ke belakang untuk mengecek nama tiga anak pada daftarnya.

 

"Jupiter Jones," kata Jupe tegas. Ia telah bertekad untuk tidak membiarkan siapa pun memanggil dirinya Baby Fatso.

 

"Jones, Jupiter." Penjaga melihat pada catatannya. "Sunrise Road 45, Rocky Beach. Benar?"

 

"Benar," sahut Jupiter. Penjaga mengangguk. Kemudian kedua detektif lainnya menyebutkan nama mereka.

 

"Pete Crenshaw."

 

"Bob Andrews."

 

Penjaga mencocokkan nama dan alamat mereka, lalu mengangguk. Ia menyelipkan sebuah kartu putih di kaca depan mobil. Jupiter mengenali kartu itu sebagai tanda masuk ke studio. "Panggung Sembilan," katanya seraya menyilakan.

 

Sopir Limousine menjalankan mobilnya perlahan-lahan, menyusuri jalan yang panjang. Di kiri-kanan jalan itu berdiri bangunan-bangunan terkenal. Mereka melewati Perpustakaan Besar New York. Gedung Opera Kuno San Fransisco. Menara Pisa yang miring.

 

Semua itu sudah sangat dikenal Jupe, tapi ia merasa aneh. Ini seperti mimpi yang terulang kembali. Bob dan Pete merapat ke jendela mobil untuk melihat pemandangan gedung dan bangunan terkenal yang mereka lalui. Namun Jupe tahu bahwa semua itu bukan bangunan sungguhan. Itu hanyalah dekorasi, yang terbuat dari kanvas dan plester. Kalau salah satu pintu dibuka, di belakangnya tidak akan dijumpai apa-apa.

 

Jupe duduk menyandar di belakang mobil hitam itu. Ia tidak peduli pada pemandangan di luar.

Milton Glass, ketua Biro Publikasi, telah mengirim Limousine hitam itu untuk menjemput Jupe di Pangkalan Jones. Mobil dan sopir itu khusus disiapkan untuk Jupiter yang akan mengikuti quiz yang dimulai besok.

 

Paman Titus dan Bibi Mathilda diundang untuk menghadiri makan siang pembukaan di studio. Tetapi mereka lebih suka untuk tinggal di rumah saja.

 

Mereka suka sekali menonton film, tetapi mereka tidak peduli bagaimana dan di mana film itu dibuat. Karena itu dengan sopan mereka menolak undangan makan siang di studio.

 

Tetapi sebaliknya dengan Bob dan Pete. Mereka bersemangat sekali untuk mengetahui apa yang terjadi di balik panggung studio. Mereka ingin tahu bagaimana proses pembuatan sebuah film. Dan ini suatu kebetulan bagi Jupe. Dengan kedua sahabat karibnya ia merasa lebih tenang menghadapi keadaan yang mengingatkannya pada masa lalu.

 

Limousine ini, yang dari tadi meluncur dengan kecepatan tidak lebih dari lima mil per jam, tiba-tiba berhenti. Jupe melongok ke luar. Ia mengira bahwa inilah tempat di mana makan siang diadakan. Mobil itu berhenti di depan sekumpulan wigwam-tenda orang Indian. Dua prajurit Romawi, membawa pedang dan tameng, keluar dari salah sebuah tenda. Sopir tadi, Gordon Harker, menurunkan kaca jendelanya.

"Dapatkah Anda menunjukkan di mana letak Panggung Sembilan?" tanyanya pada salah seorang prajurit Romawi.

 

Jupe sebenarnya tahu letak panggung itu. Panggung Sembilan adalah tempat syuting film Berandal Cilik. Tetapi saat ini ia merasa enggan untuk memperlihatkan pengetahuannya itu. Ia tidak merasa terburu-buru untuk segera menemui dan bereuni dengan Bonehead, Footsie, dan lain-lainnya.

 

"Terus saja ke sana," kata prajurit Romawi itu sambil menunjuk dengan pedangnya.

 

"Ya, kau tidak akan kesasar," kata prajurit yang satu lagi menambahkan.

 

Si sopir mengucapkan terima kasih, lalu melajukan mobilnya. Prajurit-prajurit Romawi itu benar. Sebuah gedung putih besar, seperti hanggar pesawat terbang, muncul di hadapan mereka Angka sembilan terlukis besar-besar di salah satu sisinya. Sopir itu melompat ke luar dan membukakan pintu belakang bagi Trio Detektif.

 

Jupiter mengucapkan terima kasih. Ia memandang Gordon Harker yang tinggi, tegap, dan memakai seragam sopir serta topi pet. Seperti biasanya, mata Jupe yang terlatih mengamati segala-galanya tentang Gordon Harker. Sepatunya yang mengkilat, matanya yang memancarkan kecerdasan, mukanya yang coklat tua, serta rambutnya yang lurus dan hitam.

 

Pada pintu masuk ke Panggung Sembilan terdapat sebuah gerendel dan sebuah gembok besar yang tergantung pada sebuah ring. Secara refleks, Jupe melihat pada dua buah lampu di atasnya. Lampu merah menyala. Berarti orang tidak boleh masuk dulu, Jupe ingat. Di dalam sedang ada syuting, kamera sedang bekerja. Semua itu terlintas kembali di benak Jupe. Peraturan di studio dan kebiasaan-kebiasaan semasa kecilnya sebagai aktor. Namun ia cepat-cepat mengalihkan pikirannya. Ia tidak ingin terkenang akan masa lalunya.

 

Lampu hijau menyala. Jupe mendorong pintu. Ia melangkah masuk diikuti Pete dan Bob.

 

Tetapi mau tidak mau masa lalu itu teringat lagi. Bukan hanya bau cat, besi, dan panasnya sorot lampu studio, namun juga suara serempak yang sangat tidak ia harapkan. Panggilan yang tidak ingin didengarnya lagi untuk selamanya. "Baby Fatso!" teriak suara-suara berbarengan.

 

Dalam sekejap Jupe dikerumuni wartawan-wartawan foto. Dua atau tiga menit lamanya ia berdiri dengan sabar untuk memberikan kesempatan para wartawan itu mengambil fotonya. Dan selama itu ia benar-benar berusaha menahan diri.

 

"Senyum, Baby Fatso."

 

"Lihat ke sini, Baby Fatso."

 

"Sekali lagi, Baby Fatso."

 

Akhirnya mereka selesai. Milton Glass yang bersosok tinggi dan selalu tersenyum menghampiri Jupe. Ia merangkulkan tangannya di bahu Jupe.

 

"Jupiter," sapanya. "Jupiter Jones. Mari sekarang kita temui anggota Berandal Cilik lainnya."

 

Di seberang ruangan terdapat sebuah dapur yang terang-benderang. Jupe tahu bahwa itu bukanlah dapur sungguhan. Kompornya tidak dapat dinyalakan dan kerannya tidak akan mengeluarkan air. Hanya meja panjang yang bukan sekadar pajangan. Meja itu penuh dengan hidangan yang sudah disiapkan.

 

Milton Glass membimbing Jupe dan kedua temannya ke sisi meja tempat tiga anak muda dan seorang gadis sedang bercakap-cakap. Gadis itu menarik. Rambutnya panjang serta hitam berkilauan.

 

Mereka berhenti bercakap-cakap. Semua pandangan diarahkan pada Jupe ketika ia datang. Jupe balas menatap mereka. Ia hampir-hampir tidak percaya pada apa yang terlihat di hadapannya.

 

Bertahun-tahun ia tidak bertemu dengan anggota Berandal Cilik lainnya. Selama itu yang diingatnya adalah wajah-wajah mereka yang dulu. Bonehead, dengan kepalanya yang panjul dan cengirnya yang menyebalkan. Footsie, dengan wajah tembam seperti buah apel, serta kaki dan tangan yang besar. Bloodhound, dengan lidahnya yang sering kali terjulur dan matanya yang selalu sayu. Pretty Peggy, dengan poninya yang dipotong rata serta mukanya yang mungil.

 

Sekarang empat orang dewasa yang berada di hadapannya hampir-hampir seperti orang asing bagi Jupe.

 

Salah satu dari mereka-pemuda berpenampilan menawan, berambut pirang menutupi kupingnya, serta memakai jaket kulit-mengangkat tangannya menyambut Jupe.

 

"Hai," katanya. "Jadi, kau pun berhasil mereka seret pula, ha?"

 

Jupe mengangguk. Ia melirik sepatu koboi yang dikenakan pemuda itu. Sepatu itu tampak kecil untuk orang setinggi dia, jadi dia pasti bukan Footsie. Dia juga bukan Bloodhound. Orang di sebelahnyalah-yang memiliki mata sayu, sekalipun lidahnya tidak lagi terjulur-yang diduga Jupe bahwa dialah Bloodhound.

 

Kalau begitu, pemuda berjaket kulit dan bersepatu koboi ini pasti Bonehead.

 

Jupe mengangguk pada kedua Berandal Cilik lainnya. Ia samar-samar masih mengenali mereka sebagai Footsie dan Bloodhound. Seperti halnya Bonehead, mereka pun telah berubah banyak sekali.

 

Tangan dan kaki Footsie masih nampak kebesaran, karena tubuhnya pendek dan agak kurus. Tapi wajahnya tidak lagi tembam seperti buah apel.

 

Bloodhound mengingatkan Jupiter pada seorang manajer perusahaan. Rambut coklatnya terpotong pendek dan tersisir rapi. Bajunya yang terkancing sampai ke leher dan jasnya yang apik membuat ia tampak necis. Sukar dipercaya bahwa ia dulunya aktor berwajah sayu yang memainkan tokoh Bloodhound.

 

Jupe berpaling. Ia memandang gadis yang berpenampilan menarik itu. Wajahnya masih mungil. Matanya biru dan bulu matanya lentik. Tapi Jupe tidak akan tahu bahwa dia Pretty Peggy kalau kebetulan berjumpa dijalan.

 

Gadis itu tersenyum pada Jupe. "Aku senang kau bisa datang, Jupe," ujarnya. "Kau tak keberatan kalau kupanggil Jupe, kan?"

 

"Sama sekali tidak." Jupe senang sekali Pretty Peggy masih ingat namanya sebenarnya.

 

"Kaupanggil saja aku Peggy. Tidak usah pakai Pretty segala. Aku sudah terbiasa dipanggil begitu selama beberapa tahun terakhir ini. Peggy saja, oke?"

 

"Oke," kata Jupe sambil menoleh pada Bob dan Pete untuk memperkenalkan mereka pada Peggy dan yang lainnya. Kemudian mereka meninggalkan dapur untuk berbincang-bincang dengan Milton Glass dan seorang pria bertubuh kurus, berambut putih, yang sedang berdiri di samping kamera. Pria berambut putih itu tampaknya tidak asing lagi bagi Jupe. Tapi Jupe tidak dapat mengingat siapa namanya.

 

"Sekarang kita semua sudah berkumpul di sini," kata Bonehead, sambil meraih lengan Jupe dan menariknya supaya lebih mendekat. "Aku punya usul. Usul ini penting bagi kita semua."

 

"Tapi kita belum lengkap," Peggy mengingatkannya. "Flapjack belum datang."

 

"Flapjack tidak akan datang," kata Footsie memberi tahu.

 

"Oh, kenapa?" kata Peggy dengan nada kecewa.

 

Jupe juga kecewa. Di antara semua anggota Berandal Cilik, Jupe paling suka pada Flapjack. Anak berkulit coklat tua itu, di samping Peggy, tidak pernah menganggap Jupiter sebagai bayi yang bisa dipermainkan.

 

"Entah kenapa," sahut Bloodhound. "Mungkin mereka tidak bisa menemuinya, atau dia sendiri yang tidak bisa hadir."

 

"Jadi, sudah tidak ada yang ditunggu lagi," Bonehead melanjutkan. "Kita sudah berkumpul di sini untuk satu hal." Ia menepuk kantung jaket kulitnya. "Untuk uang. Benar?"

 

"Benar," Bloodhound menyetujui dengan ragu-ragu.

 

"Ya," kata Footsie. "Itu satu-satunya alasan mengapa kita berada di sini."

 

Peggy mengangguk dengan serius.

 

"Benar?" Bonehead menatap Jupiter.

 

Jupe bimbang. Meskipun dia akan senang kalau bisa memperoleh uang banyak-dia dapat menabungnya untuk membiayai sekolahnya nanti-dia datang ke situ bukan dengan tujuan mencari uang. Ia setuju untuk mengadakan reuni dan berlomba dalam acara quiz ini untuk satu hal: membalas perlakuan mereka ketika ia masih berumur tiga tahun. Tetapi Jupe enggan untuk mengemukakan pendapatnya saat ini.

 

"Oke," kata Jupe.

 

"Bagus," kata Bonehead meneruskan. "Sekarang kita berada di sini untuk duduk bersama dan menceritakan masa lalu yang indah itu. Setuju?"

 

Peggy mengangguk lagi.

 

Apanya yang indah, pikir Jupe. Masa lalu itu mungkin indah bagi mereka, tapi sama sekali tidak bagi Jupe. Ia diam saja.

 

"Dan pengarah acara di sana-" Bonehead menunjuk dengan jempolnya ke arah pria berambut putih yang berdiri di samping Milton Glass- "akan merekam percakapan kita. Hasil rekaman ini akan disiarkan di televisi sebelum quiz dimulai."

 

Jupe menoleh ke arah pria berambut putih. Sekarang ia ingat siapa orang itu. Namanya Luther Lomax. Dia dulu sutradara setiap komedi Berandal Cilik. Tidak mengherankan kalau Jupe tidak mengenalinya tadi. Luther Lomax telah berubah banyak sekali, jauh lebih banyak dari para Berandal Cilik sendiri. Yang dapat diingat Jupe hanyalah sosoknya yang tinggi serta perintah-perintahnya yang tegas sebagai seorang sutradara.

 

"Lampu, kamera, action!" begitulah biasanya ia berteriak pada mereka dulu. Kini ia tampak tua dan bungkuk.

 

"Jadi semua oke," lanjut Bonehead lagi. "Kalau mereka minta kita untuk tampil pada acara tatap muka ini di televisi, mereka harus membayar kita. Setuju?"

 

Ia menatap anggota kelompok Berandal Cilik satu per satu, menunggu jawaban.

Semua mengangguk, kecuali Jupiter.

 

"Well?" Bonehead menunggu jawaban Jupiter. "Bagaimana menurutmu?"         

 

Jupe diam sejenak. Ia berpikir keras. Kalau dia ikuti saran Bonehead, itu berarti dia mengakui kepemimpinan Bonehead. Bonehead yang akan berperan sebagai juru bicara mereka semua. Ini mengingatkan Jupe pada masa silam, ketika Bonehead menjadi pimpinan anak-anak nakal yang mengolok-oloknya.

 

Ide ini sangat bertentangan dengan sifat Jupiter. Ia merasa punya bakat untuk menjadi pemimpin. Sebagai penyelidik pertama Trio Detektif, dialah yang selalu memberi komando tentang apa yang harus dikerjakan oleh kedua kawannya, atau paling tidak, yang mengambil keputusan pada saat-saat yang genting.

 

Tetapi di lain pihak, ia menilai usul Bonehead itu masuk akal. Kalau pihak studio menginginkan mereka tampil dalam acara sebelum quiz, sudah sewajarnya kalau mereka mendapat imbalan atas itu.

 

Jupe mengangguk. Bonehead memasukkan telunjuk dan jempol ke mulutnya. Ia bersuit nyaring.

 

"Glass," panggilnya.

 

Milton Glass datang mendekat dengan senyum lebar tersungging di bibirnya. Luther Lomax, sutradara itu, mengikutinya dengan kikuk.

 

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya Glass dengan sopan.

 

Bonehead mengutarakan keinginannya. Ia mengatakannya secara gamblang dan tajam. Mereka masing-masing ingin seratus dollar untuk acara tatap muka itu. "Dan itu harus bersih, tanpa dipotong pajak," Bonehead menambahkan. "Kontan."

 

Senyum masih menghias bibir Milton Glass. Namun kini terdapat kerut di dahinya.

"Kukira ini tidak mungkin," katanya. "Studio sudah mengeluarkan biaya banyak sekali untuk acara makan siang ini. Dan selain itu aku sudah merencanakan akan memberi hadiah yang berharga bagi kalian masing-masing."

 

"Hadiah apa?" tanya Peggy.

 

 "Berapa harganya?" tambah Footsie.

 

"Itu rahasia, Peggy." Milton Glass melemparkan senyum padanya. "Tapi hadiah itu sudah siap dan kini sedang menanti kalian di sana." Ia menunjuk ke arah pintu dapur. "Aku tahu kalian akan senang mendapatkannya." Ia diam sejenak. "Tapi tidak akan ada imbalan lainnya."

 

"Oke," kata Bonehead sambil mengangkat bahu. "Tidak ada uang, tidak ada pertunjukan."

 

Milton Glass berusaha bertukar pendapat dengannya. Tapi Bonehead seakan tidak peduli. "Kami tidak mau berunding, sebab tidak ada hal yang perlu dirundingkan," tukas Bonehead. Glass masih tetap tersenyum. Tapi suaranya mengeras.

 

"Ini pemerasan," sengitnya. "Kau memeras aku dengan mengancam akan memboikot acara ini."

"Tentu saja," balas Bonehead santai. Ia malah tersenyum. Jupe melihat bahwa Footsie, Bloodhound, dan bahkan Peggy turut tersenyum. "Karena itulah kau mau tidak mau harus membayar kami."

 

Milton Glass tidak segera setuju. Tapi Jupe dapat melihat bahwa akhirnya Glass akan kalah juga dalam tawar-menawar ini. Jupe cukup senang memperoleh seratus dollar. Uang ini akan digunakan untuk membiayai kegiatan Trio Detektif: untuk biaya perawatan peralatan laboratorium mininya di kantor, serta untuk membayar rekening telepon. Tapi bukan hal ini yang menyibukkan pikirannya.

 

Ia mulai melihat Berandal Cilik dari sisi yang lain. Mereka semua sudah tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Namun perkembangan ini berjalan ke arah yang tidak diharapkan.

 

Mereka sudah menjadi orang-orang yang keras dan penuh persaingan. Orang yang mau menggunakan segala cara untuk memperoleh apa yang diinginkannya-uang.

 

Dan kalau mereka sampai mau bersitegang untuk soal imbalan ini, mereka akan menghalalkan segala cara untuk bisa memenangkan quiz. Jupe harus mengerahkan segala kemampuan dan ingatannya untuk bisa mengalahkan mereka. Dan itu tidak akan semudah seperti yang dikatakan Milton Glass.

 

Jupe sadar bahwa ia kini tidak lagi membenci Berandal Cilik lainnya. Baginya, mereka sekarang bukanlah mereka yang dulu lagi. Ia tidak lagi ingin membalas dendam. Tapi bukan berarti ia tidak mau menang dalam quiz ini.

 

Jupiter tidak akan pernah menolak tantangan, itu sudah menjadi sifatnya. Namun ia tahu bahwa tantangan yang dihadapinya kali ini bukanlah tantangan yang ringan.

 

 

Bab 3

LIMA BERANDAL DAN SATU PENCURI

 

MEJA makan siang sudah dibersihkan dan disingkirkan. Di tempat itu bangku-bangku disusun membentuk setengah lingkaran-untuk pertunjukan.

 

Milton Glass akan menjadi tuan rumah acara pendahuluan ini. Ia duduk di tengah, diapit Peggy dan Bonehead. Jupe duduk di pinggir, di sebelah Bloodhound. Footsie duduk di pinggir yang satu lagi.

 

Lampu-lampu sorot menyala. Terangnya menyilaukan, bagai ribuan lilin dipasang sekaligus. Tetapi sorotan lampu-lampu itu juga menghangatkan ruangan studio yang dingin oleh AC.

 

Jupiter sama sekali tidak merasa gugup. Ia sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini sejak kecil. Di bawah putihnya sinar lampu yang menyorot, di hadapan tiga buah kamera televisi, ia merasa kemampuannya pulih kembali secara alamiah. Ia merasa bagai seorang perenang ulung yang menikmati segarnya air ketika melompat ke danau yang jernih.

 

Jupe mematangkan strategi untuk memenangkan quiz ini. Pikirannya berjalan menyusun langkah-langkah yang harus diambilnya. Dan ia sudah sampai pada suatu keputusan. Secara tidak sadar keputusan itu sudah dilakukannya sejak pertama kali ia melangkah ke dalam studio.

 

Berandal Cilik lainnya saling bergurau. Tapi Jupe tidak ikut campur. Ia cuma mendengarkan. Ia sudah mendapatkan gambaran tentang bagaimana keadaan Bonehead, Footsie, Bloodhound, dan Peggy sekarang ini. Tapi sebaliknya, ia yakin, mereka tidak tahu bagaimana Jupiter saat ini.

 

"Selamat sore, Para pemirsa sekalian," kata Milton Glass membuka acara itu.

 

Tiga kamera televisi mulai bekerja. Luther Lomax sibuk mengamati layar pengontrol dari ruang kontrol. Ia mengatur pengambilan gambar dari satu kamera ke kamera lainnya, memilih dari sudut pandang yang paling disukainya.

 

"Aku ingin memperkenalkan beberapa kawan lama kalian," lanjut Glass. "Kalian sudah menonton mereka dalam acara yang disiarkan sejak beberapa minggu yang lalu. Ribuan surat kami terima sejak itu, menanyakan bagaimana keadaan mereka saat ini. Sekarang kalian dapat melihatnya sendiri. Karena mereka semua berada di sini."

Ia berhenti sesaat. Dipamerkannya gigi-giginya yang putih kemilau.

 

"Berandal Cilik!"

Usai berkata begitu sebuah gambar diproyeksikan pada dinding putih di belakang mereka.

 

Gambar itu melukiskan para Berandal Cilik ketika mereka masih kecil. Milton Glass memohon maaf karena salah seorang dari mereka, Flapjack, tidak bisa hadir. Pihak studio sudah berupaya keras untuk menemukannya, tetapi ternyata Flapjack tidak tinggal di California lagi, sehingga hampir tidak mungkin ditelusuri jejaknya.

 

"Mungkin dia dipenjara," Bonehead nyeletuk seenaknya.

 

Milton Glass tidak menanggapi komentar itu. Ia hanya tersenyum kecut sekilas. Kemudian satu demi satu dimintanya para Berandal Cilik memperkenalkan diri. Peggy yang pertama.

 

"Dulu aku dipanggil Pretty Peggy," katanya. "Tapi itu kan dulu. Sekarang aku biasa dipanggil Peggy saja. Lupakan saja embel-embel Pretty itu."

 

Glass melempar senyumnya pada Peggy. "Kau sangat rendah hati, Peggy. Panggilan Pretty Peggy masih cocok untukmu, karena kau masih tetap cantik sampai sekarang."

 

Peggy tidak membalas senyum itu. "Sekarang aku tidak ingin menonjolkan penampilanku. Aku lebih suka menunjukkan siapa diriku dengan menunjukkan kemampuan otakku."

 

Milton Glass tertawa kecil, yang terdengar hambar di telinga Jupiter. Penyelidik Satu bersandar di kursinya. Ia melihat ke belakang kamera-kamera, tempat beberapa penonton berkumpul. Dilihatnya Bob dan Pete di antara mereka. Jupe tahu bahwa kamera tidak sedang diarahkan padanya, karena berikutnya adalah giliran Bonehead. Ia mengangkat bahu sambil mengerdip pada Bob dan Pete.

 

Jupe memberi kode supaya kedua kawannya itu tidak terkejut bila gilirannya tiba untuk memperkenalkan diri. Kacamata Bob bergerak-gerak. Ia segera menangkap maksud Jupe. Dibalasnya kode Jupe dengan sebuah anggukan kecil.

 

Jupe melihat ke arah kanan. Ia mengenali seorang pria yang berdiri di sana. Gordon Harker, sopir berpostur tinggi dan berkulit coklat yang tadi mengantarnya ke studio. Gordon Harker kini berjalan menuju sekumpulan lampu sorot tak terpakai yang tergantung pada tiang-tiang besi.

 

"Aku yang dulu berkepala hampir botak," kata Bonehead. "Aku berperan sebagai orang dungu." Ia melihat pada Milton Glass dengan tatapan tajam. "Pasti kau akan mengatakan bahwa aku sudah berubah banyak sekarang."

 

Milton Glass tidak merasa tersinggung atas ucapan tajam Bonehead. Ia masih saja tersenyum simpatik pada Bonehead, seakan-akan Bonehead adalah tokoh yang paling disukainya di dunia.

 

"Kau dikenal sebagai Bonehead, kan?" tanya Glass tanpa melepaskan senyumnya.

 

"Benar. Tapi sebenarnya itu cuma julukan saja. Mungkin karena aku aktor yang lihai. Penuh bakat."

 

Bloodhound dan Footsie mendapat giliran berikutnya. Mereka hanya menyebutkan nama-nama julukan mereka di film seri itu, tanpa ekspresi.

 

"Bloodhound."

 

"Footsie."

 

Milton Glass mencoba mengorek penjelasan dari Footsie. "Kenapa Footsie?" tanyanya.

 

"Mengapa kau dijuluki Footsie?"

 

 "Karena mereka memanggilku begitu."

 

 "Ya, tapi mengapa?"

 

"Itulah yang terdapat pada naskah cerita."

 

Senyum Milton Glass menghilang dari wajahnya untuk beberapa saat. Kini giliran Jupe.

 

"Dan siapa Anda?" tanya Milton Glass dengan gembira.

 

"Aku J-J-Jupiter Jones," sahut Jupe dengan terbata-bata.

 

"Ya, itu kan kau sekarang. Tapi siapa kau dulunya dalam film seri ini?"

 

"J-J-Jupiter Jones. Aku selalu dipanggil J-J-Jupiter Jones. Aku t-t-tidak pernah menjadi orang 1-1-lain."

 

Mulut Jupe agak ternganga. Ia tampak seperti orang kebingungan. Sebagai seorang detektif, ia sering kali mendapat keuntungan dengan berlaku dungu seperti itu. Ini adalah salah satu peran yang dikuasainya dengan baik. Tapi kali ini ia memainkannya dengan lebih baik lagi. Ia mengerahkan segala kemampuannya untuk berakting sedungu mungkin. Bahkan seakan-akan ia sukar sekali mengartikan pertanyaan yang diajukan padanya.

 

"Maksudku, peran apa yang kaumainkan dalam film seri Berandal Cilik dulu?" Milton Glass berusaha menjelaskan pertanyaannya.

 

"Aku dulu masih b-b-bayi," kata Jupe. "A-a-aku tidak ingat lagi."

 

Milton Glass akhirnya harus membantu memperkenalkan Jupiter pada para pemirsa.

 

"Jupiter Jones dulunya berperan sebagai Baby Fatso," katanya. "Banyak orang berpendapat bahwa dialah aktor yang terbaik di antara para Berandal Cilik."

 

Setelah perkenalan selesai, Milton Glass mulai menanyai apa pekerjaan mereka sekarang.

 

"Aku jadi sekretaris," kata Peggy, "di San Fransisco."

 

"Itu bagus sekali. Kau cocok untuk pekerjaan itu. Orang akan senang meminta bantuanmu dan bekerja bersamamu. Kau pasti punya banyak kawan di sana."

 

"Tidak juga," sahut Peggy ketus. "Siapa yang sempat berkawan kalau kita sibuk terus."

 

Glass merasa tidak bisa meneruskan pertanyaan tentang pekerjaan Peggy. Ia mengalihkan pokok pembicaraan. "Jadi kau menghentikan kariermu di bidang perfilman." Alis matanya terangkat. "Kau memutuskan untuk tidak meneruskannya?"

 

"Bukan aku yang tidak mau meneruskan," Peggy membalas dengan tajam. "Tidak ada perusahaan film yang menawarkan peran untukku lagi sejak aku berumur sepuluh tahun."

 

"Mungkin karena orang tuamu ingin kau meneruskan sekolah dulu sebelum..."

 

Peggy menggeleng. "Tidak. Mereka justru ingin agar aku berkarier sebagai bintang film. Tapi, rupanya memang tidak mungkin bagiku untuk meneruskan karier itu."

 

Sebelum Glass menanyakan sebabnya, Peggy sudah menjelaskan padanya.

"Bertahun-tahun orang mengenaliku sebagai Pretty Peggy. Mereka menyebut-nyebut nama itu ketika berpapasan denganku dijalan, di toko, di bis, di mana saja. Aku sampai jadi takut keluar rumah. Dan di sekolah lebih buruk lagi keadaannya. Kau ingin tahu pendapatku sekarang?"

 

Milton Glass mengangguk. Ia masih tersenyum, meskipun hatinya bertanya-tanya tentang apa yang akan diucapkan Peggy-

 

"Kalau aku punya anak, lebih baik dia menjadi tukang gali kubur daripada menjadi aktor. Pekerjaan itu lebih membawa ketenangan dan kepastian."

 

"Bicara mengenai masa depan," Glass melanjutkan, berusaha mengalihkan lagi topik pembicaraan, "apa kau punya rencana khusus di masa depan, Peggy?"

 

Kali ini Peggy tersenyum padanya.

"Ya," sahutnya. "Aku ingin meneruskan sekolahku kalau aku punya uang cukup. Aku tidak suka hanya mengandalkan parasku. Aku ingin menggali ilmu agar aku dapat melakukan sesuatu yang menarik dan berguna dalam hidupku."

 

"Aku turut mendoakan, Peggy."

 

Dengan perasaan lega, Glass memutar kursinya. Ia kini menghadap ke arah Bonehead. Ia berharap pembicaraan dengan Bonehead lebih akrab dan hangat. Namun ternyata ia keliru. Bonehead kini bekerja sebagai montir mobil. Ia nyerocos saja menceritakan pekerjaannya.

 

"Aku masuk ke kolong-kolong mobil. Oli yang hitam-pekat mengotori kuku-kuku dan mukaku. Tanganku lelah membuka atau mengeraskan sekrup-sekrup itu...."

 

"Bagaimana pendapatmu kalau kau diberi kesempatan untuk tampil kembali di dunia film?" Glass mencoba membicarakan hal-hal yang lebih menyenangkan. "Tadi kaukatakan bahwa waktu kecil kau sangat berbakat menjadi aktor."

 

"Aktor?" Bonehead memandang dengan sinis. "Kau tahu berapa banyak aktor yang kehilangan pekerjaannya di kota ini?"

 

Milton Glass tidak tahu. Kalaupun tahu, dia tidak akan mengatakannya.

 

"Apa kau pernah mengalami kesulitan seperti yang dialami Peggy?" tanyanya. "Apa kau pernah diganggu di tempat-tempat umum?"

 

Bonehead mengakui ia tidak pernah mengalami kesulitan seperti itu. "Setelah studio berhenti mencukuri rambutku, aku biarkan rambutku tumbuh gondrong, supaya telingaku yang terkenal itu tidak terlihat. Kurasa aku sudah sangat banyak berubah sekarang."

 

Milton Glass tidak menanyakan apa rencana Bonehead di masa depan. Jupe sudah dapat menebak jawaban Bonehead kalau ia ditanya seperti itu: memenangkan hadiah dua puluh ribu dollar, apa pun cara yang ditempuhnya.

 

Pertunjukan itu berlanjut dengan Footsie dan Bloodhound. Footsie hampir tidak pernah bekerja selama ini. Tapi Bloodhound mengejutkan Milton Glass. Ia sudah lulus dari sekolahnya dan sekarang sudah duduk di tingkat pertama universitas.

 

"Kurasa aku beruntung," katanya. "Ayahku seorang pengacara. Ia tidak ingin aku menjadi aktor. Ia punya kenalan seorang bintang film. Melihat gaya hidupnya seperti itu, ayahku melarangku untuk meneruskan karier sebagai aktor."

 

"Bagaimana perlakuan teman-teman sekolahmu ketika itu?" tanya Milton Glass.

 

"Mereka kadang-kadang menggangguku," kata Bloodhound. "Mataku dulu sayu sekali. Bolak-balik kelopak mataku tertutup. Tapi ketika aku mencapai umur empat belas, aku tidak lagi begitu. Dan ketika itu orang sudah melupakan Berandal Cilik."

 

Sekarang giliran Jupe kembali.

 

"Apa yang kaukerjakan sekarang?" pancing Milton Glass. Jupe menatapnya dengan tatapan kosong.

 

"Aku tidak mengerjakan apa-apa. Aku cuma duduk di sini," katanya.

 

"Maksudku, apa yang kaukerjakan selama ini?"

 

"Oh," kata Jupe. "Aku tinggal di Rocky B-B-Beach bersama paman dan bibiku."

 

"Tapi apa yang kaukerjakan di sana?"

 

Pertanyaan itu seakan membingungkan Jupiter. Ia memperbaiki letak duduknya dengan gelisah.

 

"Kadang-kadang a-a-aku berenang."

 

"Tetapi apa kau tidak bersekolah?" Suara Milton Glass meninggi. Ia tidak sabar menerima jawaban seperti ini.

 

"T-t-tidak kalau sedang liburan," kata Jupe.

 

Milton Glass kehabisan akal. Ia tidak bertanya lebih jauh lagi pada Jupe. Bagian pertama pertunjukan telah selesai, tapi masih ada sisa waktu enam menit. Glass menghadap ke kamera sambil tetap melempar senyumnya.

 

"Sekarang, aku akan bertanya pada para tamu kita tentang masa lalu," ujarnya. "Aku yakin mereka punya cerita dan pengalaman menarik ketika masih menjadi Berandal Cilik. Pengalaman yang tidak akan mereka lupakan, yang akan terbawa sepanjang hidup mereka."

 

"Aku ingat pada penata rambutku," Peggy memulai. "Ia selalu menyisir rambutku dengan kasar sampai kepalaku sakit."

 

"Aku ingat kita biasa menerima uang pembayaran pada setiap Jumat malam," kata Bonehead. "Mereka membayar dengan uang tunai pada waktu itu. Terbungkus dalam amplop coklat dan diikat dengan seutas benang merah."

 

"Hmm, pasti Jumat malam selalu merupakan hari yang paling menyenangkan bagi kalian saat itu. Ya, kan?" Milton Glass mengomentari.

 

"Tidak bagiku," tukas Bonehead. "Tapi bagi orang tuaku. Hanya pada hari itu mereka datang ke studio. Mereka selalu merampas uang itu dariku."

 

Footsie ingat ia harus memakai sepatu besar. "Mereka menyumpal sepatu dengan kain supaya tidak terlepas dari kakiku," lanjutnya. "Namun tetap saja sepatu itu tidak pas, sehingga kakiku lecet-lecet."

 

"Akhir minggu aku selalu pergi bersama ayahku," ujar Bloodhound. "Sehabis belajar dan bermain film, aku bermain-main ke pantai atau berjalan-jalan untuk beristirahat."

 

Jupiter tampak tidak ingat apa-apa. "Aku waktu itu masih b-b-bayi," katanya. "Aku t-t-tidak ingat pernah main film. A-a-aku baru ingat Baby Fatso setelah aku menonton film itu lagi m-m-minggu lalu. Orang b-b-bilang itu adalah aku."

 

Waktu tinggal tiga menit lagi. Glass kembali menatap kamera.

 

"Dan sekarang-aku punya kejutan bagi kalian semua," katanya dengan mata bersinar-sinar. "Sebagai ucapan terima kasih pada Berandal Cilik atas kesediaan mereka untuk tampil dalam acara ini, aku akan mempersembahkan hadiah dari studio bagi mereka. Trixie, tolong ambilkan hadiahnya."

 

Ia menoleh. Seorang gadis berambut pirang mengenakan rok mini, muncul dari pintu dapur. Ia membawa kotak besar terbungkus kertas emas. Ia memegangi kotak sewaktu Milton Glass membuka pita dan kertas pembungkusnya. Ia berhenti sesaat sebelum membuka penutupnya.

 

"Masing-masing akan menerima sebuah tanda penghargaan," ia mengumumkan seraya tersenyum hangat, "yang kuharap akan kalian kenang sepanjang hidup kalian." Ia berhenti lagi sebelum memberi tahu berupa apa tanda penghargaan itu. "Sebuah piala perak berukir nama kalian dan judul film yang pernah kalian mainkan, yang sukses besar pada waktu itu-Berandal Cilik. "

 

Ia membuka penutup kotak dan menyerahkannya pada Trixie. Ia melongok ke dalam kotak, merogoh ke dalamnya. Dipegangnya kotak itu dengan kedua belah tangannya. Diguncang-guncangnya kotak itu. Kotak terlepas dari tangannya dan jatuh berguling-guling di lantai. Dan akhirnya berhenti dengan mulut kotak menghadap penonton. Semua orang melihat isi kotak itu.

 

Kosong. Tidak ada piala di dalam kotak tadi. Bahkan tidak ada apa-apa di dalamnya. Benar-benar kosong-melompong.

 

Penyelidik Satu memperhatikan wajah Milton Glass. Untuk pertama kalinya sejak ia berjumpa dengannya, wajah Milton Glass mengeras.

 

Bab 4

PENYELIDIKAN DI PANGGUNG SEMBILAN

 

"TIDAK ADA," kata Bob.

 

"Coba saluran yang lain. Mungkin kau salah pilih saluran," kata Pete.

 

Bob menggeleng. "Mereka seharusnya memutar acara itu pukul lima kurang seperempat, persis sebelum siaran berita. Aku lihat di koran tadi pagi. Tapi sekarang yang muncul malah film koboi."

 

Setelah diantar pulang ke Rocky Beach dengan Limousine yang sama, Trio Detektif langsung berkumpul di kantor mereka.

 

Pete duduk di kursi goyang, kakinya diselonjorkan santai. "Kurasa mereka membatalkan siaran setelah kasus pencurian piala itu," ujarnya. "Bagaimana menurutmu, Jupe?"

 

Jupe tidak menyahut. Ia duduk di belakang meja sambil menarik bibir bawahnya. Itu sudah menjadi kebiasaannya. Menurutnya itu membantunya berpikir, dan ia sedang berpikir keras saat ini.

 

Bob mematikan televisi. Ia gagal mencari siaran yang dijanjikan akan diputar sore itu, siaran "Tatap Muka dengan Berandal Cilik". Dua koboi menunggang kuda hitam menghilang dari layar televisi.

 

"Pasti masih di sana," kata Jupe tiba-tiba.

 

"Siapa?" Bob tertegak di kursinya.

 

"Bukan siapa-apa," Penyelidik Satu mengoreksinya. "Kelima piala perak yang mereka ingin hadiahkan. Piala-piala itu masih berada di sana."

 

 "Di sana mana?" tanya Pete.

 

"Mereka memeriksa setiap orang yang keluar dari Panggung Sembilan," Jupe menjelaskan.

 

"Dan mereka memeriksa Limousine sekali lagi di gerbang studio. Siapa saja yang mencuri piala-piala itu tidak akan bisa membawanya keluar. Jadi piala-piala itu masih ada di sana, tersembunyi di suatu tempat di panggung suara."

 

"Kenapa disebut panggung suara, Jupe?" tanya Pete.

 

"Karena," sahut Jupe, "beberapa tahun berselang ketika film bersuara baru mulai diproduksi, semua studio harus membuat peralatan mereka kedap suara."

 

"Kurasa kau benar, piala-piala hadiah itu mestinya masih tersembunyi di sana," kata Pete. Dari pengalaman ia tahu bahwa Penyelidik Satu hampir selalu benar kalau ia menyimpulkan sesuatu.

 

"Tapi apa gunanya? Kau tidak ingin memiliki piala itu, kan? Buat apa piala perak itu bagimu?"

 

"Apalagi piala itu akan membuatmu selalu teringat pada Berandal Cilik," tambah Bob. Ia tersenyum, ingat penampilan Jupe sebelumnya hari itu. "Kau benar-benar membingungkan Milton Glass dengan penampilanmu yang seperti itu."

 

"Aku tidak ingin membingungkan Milton Glass," tukas Jupe, "namun aku ingin mengelabui Bonehead dan Bloodhound."

 

"Mengelabui bagaimana?" Pete tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan temannya.

 

"Itu seperti permainan anggar," kata Jupe. "Kalau musuh yang kauhadapi tidak tahu bahwa ada pedang dalam sebuah sarung pedang, maka kau tidak perlu bersiaga."

 

"Hhh, apa lagi itu artinya?" desah Pete. Jupiter cenderung berbicara dengan cara yang rumit, sehingga sukar dipahami oleh kedua kawannya.

 

"Kalau peserta quiz itu berpikir bahwa aku ini dungu," Jupe menjelaskan dengan sabar, "mereka menganggapku sebagai lawan yang enteng."

 

"Oo," seru Pete. "Sekarang aku mengerti maksudmu."

 

Bob membersihkan kacamatanya. Ia mengangguk. Baginya segala sesuatu sudah jelas sekarang.

 

"Namun," lanjut Jupiter setelah beberapa saat, "pencuri piala-piala itu sudah mengubah situasi sekarang ini."

 

"Maksudmu, kita punya kasus untuk diselidiki sekarang," ujar Bob. "Apa itu yang kaumaksudkan, Jupe?"

 

Ia tahu bahwa sekali Jupiter menjumpai suatu persoalan, apa saja, tidak ada yang dapat menghalanginya sampai ia berhasil memecahkan persoalan itu. Bob sendiri merasakan hal itu, demikian pula Pete. Mereka menamakan diri Trio Detektif, dan tidak ada detektif sejati yang memalingkan muka dari suatu kasus. Kini ada kasus pencurian, berarti ada pekerjaan bagi Trio Detektif.

 

"Ada ide, Jupe?" tanya Pete.

 

Penyelidik Satu diam saja. Ia meraih telepon. Sambil melihat pada sebuah kartu, ia memutar nomor telepon. "Halo," katanya. "Easy-Ride Limos? Di sini Jupiter Jones. Salah satu dari pengemudi Anda bertugas mengantarku ke quiz Berandal Cilik. Namanya Gordon Harker. Dapatkah aku bicara dengannya?" Hening sejenak. Yang menerima telepon Jupe memanggil Harker.

 

"Halo, Mr. Harker," kata Jupe setelah beberapa saat menunggu. "Maaf, aku mengganggu Anda lagi. Aku baru dapat telepon dari studio dan mereka minta aku kembali ke sana.... Ya, sekarang juga.... Oke, terima kasih. Akan kami tunggu di pintu gerbang."

 

"Kita kembali ke studio lagi?" Pete bangkit dari kursi goyangnya. "Tapi bagaimana kita bisa masuk, Jupe? Maksudku, mereka kan tidak mengundang kita?"

 

"Ya, aku menggunakan alasan itu supaya Gordon Harker bisa mengantar kita." Jupe merogoh kantongnya. Ia mengeluarkan secarik kertas. "Tapi mereka akan memperbolehkan kita masuk karena aku punya kartu tanda masuk studio. Aku mengambilnya dari kaca depan Limousine ketika mengantar kita pulang. Aku kuatir sopir itu, Gordon Harker, akan memanfaatkannya."

 

Ia tidak menjelaskan lebih lanjut apa niatnya. Sewaktu Pete dan Bob bertanya dalam perjalanan menuju studio, ia meletakkan telunjuknya di bibirnya, memberi tanda supaya tutup mulut.

 

Di gerbang studio Jupe menunjukkan kartu tanda masuknya pada penjaga. Penjaga mempersilakan mereka masuk tanpa bertanya-tanya lagi. Limousine berjalan melalui gedung-gedung terkenal dan berhenti tepat di depan Panggung Sembilan. Gordon membukakan pintu belakang bagi anak-anak.

 

"Kami hanya sebentar di sini, paling lama setengah jam," kata Jupiter pada sopir itu.

 

"Oke." Gordon Harker masuk kembali ke bangku pengemudi. "Aku akan berada di sini kembali dalam waktu singkat."

 

Jupe menunggu sampai mobil itu berlalu, sebelum berjalan ke pintu kecil bergembok. Ia tahu bahwa pintu itu tidak digembok. Panggung suara selalu dibiarkan terbuka. Dengan demikian para petugas studio yang bertugas malam hari dapat mempersiapkan peralatan untuk esok harinya.

 

Di dalam, panggung suara yang luas hampir seluruhnya gelap-gulita. Hanya beberapa lampu kecil menyala, tergantung pada kawat-kawat di balkon.

 

Jupe mengeluarkan senter dari kantongnya. Diteranginya beberapa tempat sambil mempelajari keadaan di sana.

 

Bob dan Pete mengikutinya ke dekorasi dapur di seberang ruangan. Penyelidik Satu berhenti di sana. Ia mengarahkan senternya ke sekitar dinding.

 

"Sekarang kita lihat," bisik Jupiter Jones perlahan. "Meja bufet tadinya di sini. Kemudian setelah makan siang mereka membawanya ke luar dan menggantinya dengan seperangkat kursi untuk acara tatap muka. Pada saat itu kotak berbungkus kertas emas berisi piala-piala itu mestinya berada di luar dapur ini...."

 

Ia berjalan ke pintu dapur. Melalui pintu inilah gadis bernama Trixie itu keluar ketika Milton Glass hendak menyerahkan hadiah.

 

Jupe membuka pintu. Ia melewatinya. Kedua kawannya mengikuti dari belakang.

 

"Mungkin di sana..." Senter Jupiter menyorot ke sebuah meja yang kokoh, beberapa meter darinya. "Tetapi pintu ini tidak pernah dibuka selama kita berada di dapur waktu itu, sampai kotak itu dibawa masuk. Para penjaga, juru kamera, dan orang-orang lain masuk ke dapur tidak melewati pintu ini, tetapi melalui bagian terbuka dari dekorasi ini. Dan orang-orang tidak pernah beranjak dari tempatnya di seberang dapur. Jadi..." Ia memandang Pete dan Bob. "Bagaimana menurut kalian?"

 

"Jadi orang yang mencuri piala-piala itu tidak bisa menyelundupkan dan menyembunyikannya di dapur," kata Bob. "Sebab kalau dia berbuat begitu, dia harus mengeluarkan dulu piala-piala itu dari dalam kotak. Lalu dia harus berjalan melewati dapur tanpa melalui pintu itu. Jadi satu-satunya jalan yang mungkin ialah melewati bagian yang terbuka ini. Tidak mungkin dia terlihat."

 

"Benar," kata Jupe sambil mengangguk. "Coba, misalkan saja aku malingnya." Ia berjalan ke arah kain kanvas. Kanvas itu dihias sehingga menjadi dinding dapur yang menghadap ke ruang terbuka, tempat juru kamera berkumpul selama makan siang waktu itu.

 

"Aku di sini, dan aku dikelilingi orang-orang," lanjutnya. "Tapi kalau aku menyelinap ke meja ini sambil membawa kotak itu, aku tidak terlihat." Ia menyenter ke depannya, lalu berjalan mendekati meja itu.

 

"Pintu dapur tertutup, dan tidak ada orang yang akan datang ke sini waktu itu," katanya sambil berpikir. "Jadi dengan memanfaatkan kesempatan itu, aku punya banyak waktu untuk membuka kotak, mengeluarkan piala-piala itu, dan membungkus kembali kotak tadi."

Dengan tangannya ia memperagakan gerak-gerik orang yang dibayangkannya.

 

"Aku kini berada di sini dengan lima piala," lanjutnya. "Mungkin aku punya karung atau sesuatu sebagai tempatnya. Tetapi orang-orang masih berada di sekitar sini, jadi..."

 

"Jadi kau harus menyembunyikannya di suatu tempat di sini," sela Pete. Ia mengarahkan senternya ke sekeliling situ. Dilihatnya gulungan kabel, beberapa kaleng cat, tumpukan kayu, dan, di salah satu sisi, lemari besar berlaci.

 

Jupe tetap berdiri di tempatnya semula. Ia hanya menggunakan senternya untuk menyelidiki tempat itu. Sementara kedua kawannya langsung menghampiri lemari besar tadi.

 

Ternyata tidak ada apa-apa di lemari, selain peralatan tukang kayu. Tidak ada apa-apa pula di bawah tumpukan kayu. Demikian pula di dalam kaleng-kaleng cat kosong.

 

Bob dan Pete menoleh. Mereka memandang Penyelidik Satu. Jupe tidak memandang mereka. Ia sedang berdiri di samping sebuah lampu sorot yang dapat dipindah-pindahkan. Ditelitinya sebuah sekrup pada tiang besi penyangga lampu itu.

 

Tiba-tiba Jupe seperti mendapat ilham. Matanya bersinar-sinar. Ia mendongak. Dua meter di atasnya terdapat sebuah kotak hitam besar yang dipakai sebagai penyimpan lampu sorot.

 

"Bantu aku," kata Jupe.

 

Kedua detektif lainnya bergegas menghampiri Jupe. Mereka mengendorkan sekrup yang menahan tiang, lalu menurunkan tiang perlahan-lahan sampai Jupe dapat meraih kotak itu. Ia meraihnya. Lalu dibukanya kotak itu. Ia merogoh ke dalamnya.

 

Tiba-tiba ratusan lampu bersinar serempak.

Sinar itu berkumpul jadi satu bagaikan sebuah kilat menyambar.

Setiap sudut panggung suara, tempat dekorasi dapur berada, bagai dihujani cahaya. Terang-benderang bagai di siang hari bolong!

 

 

Bab 5

KECURIGAAN JUPE

 

TRIO DETEKTIF berdiri tak bergerak dihujani sinar lampu-lampu sorot itu. Bob dan Pete masih memegangi tiang besi. Tangan Jupe masih berada di dalam kotak penyimpan lampu sorot.

 

"Jangan bergerak!" seru sebuah suara. "Tetap diam di tempat kalian!"

 

Anak-anak patuh. Pengarah acara Berandal Cilik, Luther Lomax, datang dari ruang kontrol, melintasi panggung suara, ke arah mereka.

 

Ia berhenti beberapa meter dari anak-anak. Matanya menatap tajam pada Jupe. Tidak perlu senter lagi sekarang. Mereka semua dapat melihat apa isi kotak itu. Mereka dapat melihat tangan Jupe sedang merogoh isi kotak itu. Lima buah piala perak terdapat di dalamnya.

 

"Jadi di situ kalian sembunyikan hadiah itu," kata Luther Lomax. Siang tadi ia terlihat sangat tua dan lemah. Namun kini nada suaranya tegas dan tidak dapat dibantah. Ini mengingatkan Jupe pada masa ketika pria itu masih menyutradarai film seri Berandal Cilik.

 

"Piala-piala itu berharga dua ribu dollar," kata Lomax melanjutkan. "Dan kalian bertiga mencuri dan menyembunyikannya di dalam kotak penyimpan lampu sorot itu tadi siang. Kalian mencoreng muka studio ini di hadapan umum!"

 

"Tidak," tukas Jupiter Jones. "Kami tidak menyembunyikannya, Mr. Lomax, apalagi mencurinya. Kami hanya menemukannya di sini." Ia mengambil piala itu satu per satu, lalu menyerahkannya pada sutradara itu.

 

"Kau jangan mungkir," balas Lomax seraya meletakkan piala-piala itu di meja. "Kalian tertangkap basah di sini. Lagi pula siapa lagi yang tahu tempat disembunyikan benda-benda ini selain pencurinya sendiri?"

 

"Kami tidak mencurinya." Penyelidik Satu membela diri dengan tegas. Ia merasa sangat tersinggung diperlakukan seperti itu. "Saya hanya berusaha menduga, di mana si pencuri menyembunyikan benda-benda ini. Bob, Pete, dan aku mendiskusikannya matang-matang di kantor kami dan..."

 

"Kantor kalian?" potong sutradara itu dengan tajam. "Kalian punya kantor apa? Kalian jangan main-main, aku serius!"

 

"Itu tempat kami bekerja," Jupe menjelaskan. "Tempat kami memecahkan kasus-kasus yang kami hadapi."

 

"Kasus?" Suara Luther Lomax meninggi. "Kasus apa lagi ini? Bualan apa lagi yang ingin kalian katakan?"

 

 "Kami bersungguh-sungguh," tegas Jupiter. "Kami detektif."

 

"Detektif?" Luther Lomax hampir tidak dapat menahan kesabarannya. "Kecil-kecil sudah pandai membual! Kaukira aku akan percaya pada karanganmu itu?"

 

"Tidak, Mr. Lomax." Jupiter tetap tegar. "Ini buktinya."

 

Ia mengambil sebuah kartu dari saku bajunya. Disodorkannya kartu itu pada si sutradara. Ia mencetak sendiri kartu itu dengan mesin cetak tua yang dibeli Paman Titus. Pada kartu itu tertulis:

 

TRIO DETEKTIF

"Kami Menyelidiki Apa Saja"

? ? ?

Penyelidik Satu - Jupiter Jones

Penyelidik Dua - Peter Crenshaw

Data dan Riset - Bob Andrews

 

Di bawah kartu itu tertulis nomor telepon kantor mereka di Pangkalan Jones.

 

Orang sering bertanya apa arti tiga tanda tanya yang tertulis itu. Jawabnya ialah-misteri yang tidak terpecahkan, teka-teki yang tidak terjawab. Luther Lomax tidak bertanya apa-apa. Ia bahkan hanya melirik kartu itu sekilas saja, seakan-akan kartu itu hanyalah secarik kertas yang tidak berharga.

 

"Ini tidak membuktikan apa-apa," ujarnya. "Kau bisa saja membuat kartu ini. Mengapa tidak kaucetak sekalian bahwa kau adalah pemilik studio ini?" kata Lomax menyindir. "Sepotong kertas ini tidak menolong kalian. Bagiku kalian tetap saja pencuri!"

 

"Tidak, kami bukan pencuri," kata Bob ngotot. "Waktu kami masuk, kami bahkan tidak tahu di mana benda-benda ini disembunyikan."

 

"Mulanya kami kira ada di dalam kaleng-kaleng cat kosong itu," tambah Pete membantu Bob.

 

"Dan kemudian Jupe yang menemukan bahwa benda-benda itu ada di dalam kotak penyimpan lampu sorot ini," ujar Bob. "Bagaimana, Jupe? Maksudku bagaimana kau menemukan hal itu?"

 

"Tiang ini terlalu tinggi," Penyelidik Satu menjelaskan. "Ini cuma satu-satunya tiang yang setinggi ini. Aku jadi curiga."

 

Ketika ia bicara, pikirannya seolah-olah berada di tempat lain. Ia menatap wajah sang sutradara sambil mengira-ngira. Yang ingin diusahakannya ialah meyakinkan Luther Lomax bahwa mereka bertiga bukan pencuri. Bahwa mereka memang detektif yang sedang berusaha menemukan piala-piala itu. Namun sang sutradara tampaknya tetap saja tidak akan percaya pada keterangan mereka. Tetapi mungkin ada seseorang yang bisa dipercayainya.

 

"Mr. Lomax, Anda kenal Hector Sebastian?" tanya Jupe.

 

"Penulis kisah misteri? Aku pernah dengar tentang dia. Mengapa?"

 

"Dia kawan baik kami. Ia tahu segala sesuatu tentang kami, termasuk bahwa kami ini detektif. Mr. Sebastian sangat menaruh perhatian pada kasus-kasus yang kami pecahkan."

 

Sutradara itu masih memegang kartu Trio Detektif. Diremasnya kartu itu. Dibantingnya kartu itu ke lantai. "Apa yang kauinginkan dariku?" serunya marah. "Menanyakan pada Hector Sebastian tentang siapa kalian?" "Mengapa tidak?"

 

Lomax bimbang. "Aku tidak pernah berjumpa dengannya dan aku tidak tahu nomor teleponnya."

 

"Aku tahu." Jupe mengambil sebatang pensil dan sebuah kartu lagi. Ditulisnya nomor itu di balik kartu. "Aku yakin ia tidak akan merasa terganggu jika Anda telepon."

 

Lomax masih ragu-ragu sejenak. Kemudian ia berjalan ke telepon di seberang panggung suara.

 

Trio Detektif mengamatinya mengangkat dan memutar nomor telepon. Sekalipun mereka tidak dapat mendengar pembicaraannya, mereka dapat melihat ia berbicara di telepon. Di luar perkiraan, ia berbicara lama sekali di telepon.

 

Akhirnya diletakkannya juga gagang telepon itu. Ia berjalan menghampiri anak-anak sambil tersenyum.

 

"Ia ingat namaku," kata sutradara itu dengan ramah. "Aku tidak menyangka ia ingat namaku. Waktu studio ini merencanakan membuat film berdasarkan novelnya, Warisan Terkutuk, aku amat ingin menyutradarainya. Tapi kemudian..." Ia mengangkat bahunya dengan sedih, "studio memberikan kesempatan itu pada seorang sutradara muda." Ia tersenyum lagi. "Itu beberapa tahun yang lalu, tapi ia ingat siapa aku. Hector Sebastian ingat padaku."

 

"Tapi apa yang dia katakan tentang kami?" tanya Pete.

"Oh." Luther Lomax menggoyang-goyangkan kepalanya seakan-akan ingin membawa dirinya kembali ke masa kini. "Oh, ya. Itu beres. Ia bilang tidak mungkin kalian mencuri. Jadi kalian boleh pulang sekarang. Aku akan mengembalikan piala-piala ini pada bagian publikasi."

 

Jupe mengucapkan terima kasih karena ia mau menelepon Hector Sebastian.

 

"Ah, tidak usah kauucapkan itu padaku," ujar Luther Lomax. "Aku senang bisa bercakap-cakap dengan Hector Sebastian. Tidak banyak orang yang ingat pada orang lain zaman sekarang ini. Tapi ia ingat segalanya tentang aku, bahkan semua film yang pernah aku sutradarai."

 

Jupe memberi kode pada Pete dan Bob. Mereka bertiga berjalan melintasi panggung suara menuju pintu keluar, sementara sutradara itu masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

 

"Bagaimana pendapatmu, Jupe?" tanya Pete ketika mereka melangkah ke luar.

 

Penyelidik Satu tidak segera menjawab. Wajahnya yang bundar tampak serius memikirkan sesuatu.

 

"Siapa pelakunya menurutmu?" Bob menambahkan. "Siapa yang mencuri piala-piala perak itu?"

 

"Lampu sorot itu," kata Jupe. "Pencuri itu harus yakin bahwa lampu itu tidak akan digunakan."

 

Ia berhenti. Kedua temannya berhenti di sampingnya, di bawah bayang-bayang gedung panggung suara. "Mungkin, itu sebabnya ia menunggu sampai kamera itu bergerak...." Dahinya berkerut. "Tapi aku tidak yakin."

 

"Bonehead?" tebak Pete. "Atau mungkin Footsie?"

 

"Aku tidak yakin," ulang Jupiter. "Ada beberapa teka-teki yang membingungkan dalam peristiwa ini." "Apa itu?" Bob ingin tahu.

 

"Untuk satu hal...," kata penyelidik pertama Trio Detektif sambil menunjuk jempolnya dengan telunjuk tangan yang satunya, "teka-teki pertama: sopir kita, Gordon Harker."

 

"Apa?" seru Pete terkejut. "Apa urusan dia dengan kasus ini? Dia kan hanya bertugas mengemudi."

 

"Ingatannya," Jupe menjelaskan. "Penjaga gerbang pagi tadi mengenalinya, jadi Harker tentunya sering berkunjung ke studio. Tapi dia tidak ingat di mana letak Panggung Sembilan. Ingat? Dia tadi bertanya pada dua orang prajurit Romawi."

 

Jupiter berjalan lagi ke arah mobil Limousine yang diparkir di ujung jalan.

 

"Kecuali kalau Harker cuma berpura-pura," katanya. "Mungkin dia tahu tentang hadiah yang akan diberikan pada kita pada acara tatap muka itu. Dan ia ingin mengelabui kita dengan berpura-pura tidak tahu di mana letak Panggung Sembilan."

 

"Maksudmu, dialah pencurinya?" tanya Bob.

 

Jupe berpikir sejenak. "Aku tidak menuduh siapa-siapa," jawabnya berhati-hati. "Tetapi aku sempat melihat Gordon Harker berjalan ke belakang dekorasi dapur itu... hanya beberapa saat sebelum acara tatap muka dimulai!"

 

 

Bab 6

STRATEGI TRIO DETEKTIF

 

BEGITU selesai menyantap sarapan esok paginya dan menolong Bibi Mathilda mencuci piring, Jupiter Jones pergi ke bengkelnya di pangkalan barang bekas. Ia harus berada di studio televisi pukul dua siang nanti, untuk mengikuti acara quiz yang pertama.

 

Setahunya, dalam kebanyakan acara quiz, para peserta diperbolehkan memilih sendiri subjek yang disukainya. Ada banyak pilihan: sejarah, olahraga, tokoh-tokoh ternama, dan sebagainya. Jupe membayangkan, tiap anggota Berandal Cilik diperbolehkan memilih salah satu dari subjek-subjek itu. Kemudian mereka harus menjawab beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan subjek yang mereka pilih sendiri.

 

Jupe sudah bersiap-siap memilih subjek yang disukainya dalam acara "Quiz Berandal Cilik" ini. Sebenarnya tidak ada masalah bagi Jupe dalam memilih subjek yang dikuasainya, karena begitu banyak hal yang diketahuinya dengan baik. Namun kalau dia diberi kesempatan untuk memilih sendiri, dia akan memilih sains, subjek favoritnya di sekolah.

 

Peggy mencoba bertanya pada Milton Glass tentang hal itu, pada saat makan siang kemarin, tetapi ketua Biro Publikasi itu mengelak. Ia menolak untuk menjawab, bahkan menolak untuk menceritakan hal yang sekecil apa pun tentang bagaimana acara quiz itu nantinya.

 

"Tunggu saja," katanya kemarin. "Pokoknya pasti kejutan bagi kalian."

 

Peralatan kamera tua yang sudah rusak berserakan di meja kerjanya. Peralatan itu dibeli Paman Titus pada suatu hari. Jupe memilih sebuah lensa yang masih baik. Ia menggabungkan lensa itu dengan body kamera yang lain. Dibuatnya sebuah kamera "penyelidik" rahasia-yang dapat disembunyikan di balik kerah jaketnya dan dapat mengambil gambar lewat lubang kancing. Tangannya yang cekatan merakit komponen-komponen tua itu menjadi sebuah alat potret yang istimewa.

 

Baru beberapa menit bekerja, tiba-tiba perhatiannya teralih. Lampu merah berkedip-kedip di meja kerjanya. Itu berarti telepon berdering di kantor Trio Detektif.

 

Beberapa meter darinya, sebuah kisi-kisi besi tersandar pada tumpukan barang rongsokan. Dengan cepat Jupe menggeser kisi-kisi itu. Di baliknya terdapat mulut pipa yang besar. Ini adalah Lorong Dua, salah satu jalan masuk rahasia ke kantor Trio Detektif.

 

Jupe bergegas menyelinap masuk. Tubuhnya yang gempal merayap dengan susah-payah dalam pipa itu. Di ujung pipa ia mendorong sebuah tingkap dan masuk ke dalam karavan.

 

Ia segera menyambar gagang telepon. "Di sini Jupiter Jones."

 

"Di sini Luther Lomax. Kuharap kau tidak keberatan kutelepon."

 

Aneh, pikir Jupe, bagaimana bisa suara Luther Lomax berubah begitu cepat. Kemarin malam, di panggung suara, ia menuduh Jupe dan kawan-kawannya mencuri piala-piala perak itu. Saat itu suara Lomax bagai suara seorang jenderal yang komandonya tidak dapat dibantah. Beberapa menit setelah itu, ketika ia berbicara tentang Hector Sebastian, suaranya tampak lesu dan tidak bersemangat. Kini suaranya lebih dekat pada yang terakhir.

 

 

"Tidak sama sekali," sahut Jupe. "Aku senang mendengar suara Anda, Mr. Lomax. Aku ingin tahu apa Anda sudah berhasil menemukan siapa yang mencuri piala-piala perak itu?"

 

"Belum, belum. Inilah sebabnya mengapa aku ingin bicara dengan kau." Nada suaranya kini kembali tegas. "Namun sulit untuk bicara soal ini lewat telepon. Kau bisa datang ke studio untuk mendiskusikannya di sini?"

 

"Tentu saja," jawab Jupe. "Jam berapa Anda bisa?"

 

"Datanglah jam sebelas. Jam sebelas tepat. Bilang saja pada penerima tamu." Ia diam sesaat.

 

"Apa kedua kawanmu akan ikut?"

 

"Tidak, sepertinya aku harus pergi sendiri," kata Jupiter.

 

Sayang sekali, pikirnya ketika meletakkan telepon, ia tidak dapat ditemani kedua kawannya. Bob dan Pete pagi ini pergi ke pantai. Mereka mengajak Jupe untuk ikut ke sana, tapi Jupe tidak terlalu berminat untuk bersepeda jauh dan berenang melawan ombak yang besar. Ia ingin beristirahat cukup untuk menghadapi quiz siang nanti.

 

Ia menelepon Mrs. Andrews, ibunya Bob, dan menyampaikan perubahan rencananya. Ia akan berangkat sebelum pukul sebelas. Kemudian ia akan mengirim Limousine itu kembali ke Rocky Beach untuk menjemput Bob dan Pete, agar mereka dapat tiba di stasiun televisi pada waktunya.

 

Sewaktu Jupe menelepon Easy-Ride Limos, Gordon Harker sendiri yang menjawab telepon itu. Ia setuju untuk menjemput Jupe di pangkalan, tiga puluh menit lagi.

 

Jupe berganti pakaian dengan jas hitam, kemeja putih dan dengan sebuah dasi. Tak lama ia menunggu di gerbang. Gordon Harker datang tepat pada waktunya. Tetapi ketika mereka tiba di kantor studio televisi dan Harker membukakan pintu baginya, Jupe dapat melihat ada semacam kebimbangan pada muka Gordon Harker. Seakan-akan sopir itu memikirkan sesuatu. Sesuatu yang ingin ditanyakannya pada Jupe.

 

Penyelidik Satu menunggu. Ia berdiri saja di tepi jalan.

 

"Aku belum pernah menonton quiz," kata Harker. "Acara itu boleh ditonton, kan?"

 

"Ya," sahut Jupiter. "Kurasa akan ada beberapa ratus orang menyaksikan acara ini di studio."

 

"Oh, menarik sekali." Sopir itu menggaruk-garuk kepalanya dengan canggung. "Kau punya karcis lebih?" tanyanya.

 

 

Kebetulan Jupe punya. Milton Glass memberinya empat buah karcis, kalau-kalau keluarganya ingin menonton. Bibi Mathilda dan Paman Titus dengan sopan menolak. Bob dan Pete memakai dua karcis. Jadi masih ada satu karcis tidak terpakai. Ia menawarkannya pada Gordon Harker.

 

"Terima kasih." Sopir itu menerimanya dengan sukacita. "Terima kasih banyak. Akan kujemput kedua kawanmu nanti, kujamin tidak akan terlambat. Well... selamat bertanding."

 

Jupe memasuki gedung kantor itu dengan hati bertanya-tanya. Gordon Harker makin lama makin menjadi misteri baginya. Mengapa orang secerdas Gordon Harker ingin menyaksikan acara yang konyol seperti ini? Dan mengapa ia kelihatan sangat malu-malu dalam hal ini? Mungkin ia mengira acara ini adalah acara yang meriah dan penuh kemewahan, pikir Jupe. Kalau ia mengira begitu, maka wajar saja kalau ia sangat berminat untuk menontonnya.

 

Penerima tamu menyilakan Jupe langsung ke kantor Luther Lomax. TAMU SUTRADARA, begitu tertulis di pintu. Sutradara yang sudah berumur itu tampak senang menerima kedatangan Jupe.

Jupiter duduk sambil menatapnya di seberang meja.

 

"Waktu aku bicara dengan Hector Sebastian semalam," kata Lomax, "ia memuji-mujimu. Ia tidak hanya menjamin bahwa kau tidak mungkin mencuri, tapi ia juga mengatakan sesuatu yang lain." Ia diam sejenak. "Boleh kupanggil kau Jupiter?"

 

"Orang biasanya memanggilku Jupe," sahut Penyelidik Satu.

 

"Oke, Jupe," lanjut sutradara itu. "Hector Sebastian juga mengatakan bahwa kau sangat berbakat sebagai detektif. Ia menyebutkan bahwa kau dan kawan-kawanmu telah berhasil memecahkan beberapa kasus yang rumit."

 

Jupe mengangguk. Penampilannya biasa-biasa saja. Seakan-akan itu bukanlah hal yang luar biasa baginya. Namun sebenarnya Jupe senang sekali karena Hector Sebastian bukan hanya menyelamatkannya kemarin malam, tetapi juga membuka peluang bagi Trio Detektif untuk menyelesaikan kasus ini. Jupe sudah dapat menduga apa yang akan diminta Lomax.

 

"Jadi setelah berpikir-pikir lagi, Jupe..." Lomax berhenti sebentar. "Karena studio tidak ingin kejadian ini disebarluaskan, dan juga tidak ingin melibatkan polisi..." ia berhenti lagi, "aku memutuskan untuk memberi kesempatan pada kau dan kedua kawanmu untuk menangani kasus ini. Kalau kau dapat menemukan pencurinya, akan kusiapkan hadiah bagimu."

 

Jupiter mengucapkan terima kasih. "Kasus ini sangat menarik bagi kami. Tanpa diberi hadiah pun kami mau menanganinya," tambahnya.

 

"Bagus," sahut Lomax sambil menyisir rambut putihnya dengan jari-jarinya. "Dan ini hanya di antara kita saja- jangan katakan pada siapa-siapa, Jupe-aku juga ingin memberi tahu siapa orang yang paling kucurigai sebagai pencurinya."

 

Jupe diam saja. Ia menunggu sutradara itu berbicara lagi.

 

"Ketika aku pergi meninggalkan studio tadi malam," kata Lomax, "aku melihat seseorang berlari dari pintu. Orang itu pasti mendengar suara langkahku. Di luar sangat gelap, tapi aku masih dapat melihat sosok seorang pemuda bergegas ke arah gerbang studio."

 

Jupe menunggu lagi.

 

"Aku tidak dapat melihat mukanya," sutradara itu menjelaskan, "namun caranya berjalan sangat kukenal. Caranya melangkahkan kakinya seperti Charlie Chaplin. Dia adalah anak yang dulu memainkan peran sebagai Footsie."

 

"Apa Anda pikir dia datang untuk mengambil piala-piala yang disembunyikannya?" tanya Jupe.

 

Sutradara itu mengangguk. "Ini jelas, kan? Apa lagi alasannya selain itu?"

 

"Tapi itu belum membuktikan bahwa Footsie pencurinya, kan?" tanya Jupiter.

 

"Memang tidak, namun itu suatu petunjuk kuat." Ketegasan muncul lagi dalam suara sutradara itu. Ia menegakkan bahunya. "Mungkin aku tidak punya hak untuk melakukan ini. Tapi hari Sabtu ini tidak ada pengambilan gambar di studio, aku tahu studio tidak akan digunakan lagi sampai hari Senin. Jadi waktu kutinggalkan, kukunci gembok pintu luarnya."

 

Ia mengambil sebuah kunci dari kantongnya. Diletakkannya kunci itu di meja.

 

"Kecurigaanku ialah Footsie yang menjadi pelaku pencurian itu," ujarnya tegas. "Kurasa ia akan kembali ke panggung suara -sambil berharap pintu tidak digembok-untuk mengambil piala-piala perak yang dikiranya masih ada dalam kotak penyimpan lampu sorot itu."

 

"Anda mungkin benar," kata Jupe. "Lagi pula, dia tidak tahu bahwa kita sudah menemukan benda-benda itu."

 

"Dia tidak akan tahu. Biro Publikasi sudah memerintahkan untuk tidak membocorkan hal ini."

 

Sutradara itu menyodorkan kunci pada Jupiter. "Kau pegang ini," katanya. "Awasi Footsie. Mungkin kau dapat menemukan suatu cara untuk menjebaknya. Sekarang aku harus pergi, ada beberapa urusan yang harus kuselesaikan. Terima kasih atas kesediaanmu, Jupe."

 

Jupe mengambil kunci itu seraya berdiri.

 

"Jangan lupa awasi Footsie," ulang Luther Lomax ketika Penyelidik Satu keluar dari kantornya.

 

Sesampainya di luar kantor Jupe segera melihat jam tangannya. Ia mengukur waktu yang ia miliki sebelum quiz dimulai di lantai tujuh belas gedung ini. Masih dua jam lagi. Ia turun dengan lift, kembali ke lobi, dan duduk dengan santai di salah satu sofa di sudut ruangan. Orang-orang lalu-lalang lewat pintu depan. Mereka berhenti di meja penerima tamu, lalu berjalan lagi ke arah lift.

 

Tiba-tiba Jupe menegakkan badannya. Namun dalam sekejap ia menundukkan kepalanya lagi.

Itu dia! Orang yang harus diawasi Jupiter. Hanya dengan sudut matanya Jupe mengawasi.

 

Footsie berjalan melewatinya menuju lift. Ia masuk ke dalamnya. Lalu pintu lift tertutup. Jupe segera bangkit. Ia melihat lampu penunjuk lift itu. Pada beberapa lantai lampu itu menyala agak lama, pertanda pada lantai-lantai itu lift berhenti.

 

Tidak mungkin Jupe dapat mengetahui di lantai mana Footsie keluar. Dan tidak ada gunanya pula kalau pada saat itu Jupe mencoba mengejarnya. Ia kembali ke sofa dan duduk kembali dengan santai.

 

Satu hal yang diketahui Penyelidik Satu: quiz akan diadakan di lantai tujuh belas dan lift tadi tidak berhenti di lantai itu. Jadi Footsie tidak pergi ke studio rekaman, dan ini berarti ia mungkin masih akan keluar lagi lewat lobi.

 

Jupiter memutuskan untuk tinggal di sofanya, menunggu kejadian selanjutnya. Perhitungannya tepat. Dalam waktu kurang dari lima menit Footsie sudah muncul lagi, kali ini membawa amplop. Ia melangkah keluar gedung.

 

Jupiter mengikuti dari belakang, sambil berusaha agar tidak diketahui. Sesampainya di tepi jalan, ia melihat Footsie menarik sepeda motor tua dari tempat parkir. Footsie melompat ke atas sepeda motornya, lalu pergi ke arah studio film di Vine Street.

 

Jupe melihat ke sekelilingnya. Tidak jauh darinya ada seorang wanita setengah umur keluar dari taksi di depan gedung kantor itu. Jupe menunggu sampai wanita itu selesai membayar ongkos, kemudian ia melompat ke kursi belakang taksi.

 

"Ke mana?" tanya sopir taksi.

 

Jupe berpikir cepat. Kalau Footsie hendak pergi ke panggung suara, tidak ada gunanya membuntuti dia ke sana. Lebih baik Jupe mendahuluinya dan bersembunyi sebelum Footsie sampai.

 

Ia memberikan alamat studio film di Vine Street. Dari suara motor tua Footsie yang menggerung-gerung, Jupe yakin bahwa ia akan sampai lebih dulu dari Footsie.

 

Sekali lagi perhitungannya tepat. Taksi itu menyusul sepeda motor Footsie dijalan. Studio film masih dua mil lagi.

 

Diperlihatkannya kartu tanda masuk pada penjaga sesampainya di gerbang studio. Jupe menunjukkan jalan menuju Panggung Sembilan pada sopir taksi. Ia membayar ongkos taksi dan bergegas menuju pintu masuk Panggung Sembilan. Dengan memakai kunci yang diberikan Luther Lomax ia membuka gembok dan melangkah masuk.

 

Panggung suara yang besar itu gelap-gulita.

 

Jupe menyesal tidak membawa senternya tadi. Tetapi tidak ada waktu untuk menyesal. Footsie bisa sampai di sini sewaktu-waktu, untuk mengambil piala-piala yang hendak dicurinya.

 

Dibiarkannya pintu bergembok itu terbuka sedikit untuk memberi penerangan sekadarnya. Jupe mulai melangkah ke arah dekorasi dapur di seberang ruangan itu. Setelah sekitar sepuluh meter melangkah, ia mendengar suara halus di belakangnya. Ia berbalik cepat.

 

Pintu bergembok itu! Kini tidak terlihat lagi ada cahaya dari sana. Pintu itu ditutup dari luar!

 

Dalam kegelapan Jupe berusaha berjalan secepat mungkin ke arah pintu tadi. Didorongnya pintu itu kuat-kuat. Lebih kuat lagi. Segala tenaganya dikerahkan untuk mendorong pintu itu.

 

Pintu tidak bergerak. Ada orang yang telah mengunci gembok dari luar. Jupiter terkunci di dalam! Ia terkurung dalam gedung yang kedap suara. Betapapun kerasnya ia berteriak, tidak akan orang di luar mendengarnya. Tidak ada harapan akan ada orang yang menolongnya. Sampai hari Senin pagi tidak akan ada petugas yang datang ke sana.

 

Sementara itu, dalam waktu kurang dari satu setengah jam lagi, Bloodhound, Peggy, dan lain-lainnya akan berlomba dalam quiz pertama Berandal Cilik.

 

Jupe berdiri tidak bergerak selama semenit. Pikirannya bergerak cepat tetapi ia tidak panik. Sel-sel otaknya bekerja dengan teratur dan metodis. Ia membuat sebuah rencana, langkah-langkah yang harus diambil. Satu. Dua. Tiga.

 

Langkah pertama. Ia perlu cahaya.

 

Ia ingat malam sebelumnya: Luther Lomax datang dari tempat pengontrol utama setelah ia mengejutkan Trio Detektif yang baru saja menemukan piala-piala itu.

 

Sambil meraba-raba, Jupe mencoba mengira-ngira di mana letak tempat pengontrol utama. Ia tidak bisa menggunakan matanya, tetapi ia bisa menggunakan tangan, kaki, dan ingatannya supaya tidak tersandung. Rasanya lama sekali sebelum ia berhasil menemukan sebuah kotak sakelar. Dibukanya kotak itu. Ditariknya pegangan yang terdapat di dalamnya. Dapur itu dihujani sinar lampu-lampu sorot. Terang-benderang.

 

Langkah kedua. Telepon.

 

Telepon itu hanya beberapa meter darinya, tergantung di dinding. Jupe berjalan ke sana. Diangkatnya gagang telepon. Telepon itu mati.

 

 

Bab 7

TERPERANGKAP

 

SEKALIPUN telepon itu rusak, penyelidik pertama Trio Detektif tidak patah semangat. Ia sudah menduga bahwa telepon itu tidak akan dapat digunakan. Siapa pun orang yang ingin menjebaknya di panggung suara, tidak akan lupa untuk merusak telepon, supaya Jupe tidak dapat meminta pertolongan. Dengan demikian Jupe tidak akan dapat hadir ketika quiz dimulai.

 

Langkah ketiga. Perbaiki telepon itu. Kalau mungkin.

 

Tidak sukar untuk menemukan letak kabel yang diputuskan, dekat lantai. Tetapi orang yang melakukannya telah mengerjakannya dengan baik. Kabel telepon tidak hanya diputuskan, tetapi beberapa meter panjangnya telah hilang. Jupe menemukan ujung kabel yang satu lagi di dekat ruang kontrol utama.

 

Mustahil mencari kabel telepon cadangan untuk menyambungnya dari tempat telepon ke tempat pengontrol utama.

 

Otak Jupiter bekerja cepat.

 

Kalau kabel telepon tidak ada, mengapa tidak membawa saja telepon ke ruang kontrol? Jupe memeriksa telepon itu. Ternyata pesawat telepon itu terpaku pada sebuah kayu. Dan kayu itu terpaku pada dinding.

 

Peralatan tukang kayu masih tergeletak di lantai di belakang dekorasi dapur. Di antaranya ada beberapa buah obeng. Jupe memilih dua buah obeng berukuran sedang.

 

Tangannya yang cekatan bekerja cepat mencopot pesawat telepon itu dari kayu tempatnya tergantung. Tidak lama kemudian pesawat telepon berhasil dilepas dari tempatnya. Setengah berlari Jupe membawanya ke ruang kontrol. Diletakkannya telepon di lantai. Disambungnya kabel yang terputus itu.

 

Dengan hati berdebar-debar Jupiter menempelkan telepon di telinganya. Nada pilih terdengar!

Jupe tahu bahwa bisa saja ia menelepon orang di studio untuk menolongnya keluar dengan kunci duplikat. Namun tidak mudah untuk menerangkan mengapa ia sampai terjebak di sana. Apalagi ia masih ingin memainkan perannya sebagai Baby Fatso yang dungu di hadapan orang-orang di studio. Jadi ia memutuskan untuk menelepon Pete saja.

 

 

Pete baru saja kembali dari pantai. Ia sendiri yang menjawab telepon Jupe. Dengan ringkas Jupe menjelaskan di mana dia berada sekarang dan apa yang telah terjadi.

 

"Telepon Gordon Harker dan minta dia untuk mengantar kau ke sini secepatnya," katanya memberi instruksi. "Ruangan ini kedap suara, jadi tidak ada lubang sekecil apa pun yang tembus ke luar. Aku akan mencoba membuat lubang di bawah pintu supaya aku bisa menyelipkan kunci gembok ke luar."

 

Pete tidak membuang-buang waktu. Begitu percakapan dengan Jupe selesai, ia segera memutar nomor Easy-Ride Limos dan bicara dengan Gordon Harker. Tiga puluh menit kemudian sopir itu sudah tiba di rumah Pete. Bob sudah berada di sana. Ia bersepeda ke rumah Pete segera setelah Pete menyampaikan keadaan yang mendesak itu. Mereka berdua melompat masuk ke dalam mobil Limousine.

 

Di perjalanan tidak ada yang dapat mereka lakukan selain duduk dan mencoba rileks. Limousine itu meluncur dengan laju menerobos lalu-lintas yang cukup padat di hari Sabtu. Akhirnya mereka membelok ke Vine Street. Pintu gerbang studio sudah terlihat.

 

Gordon Harker menghentikan kendaraannya sewaktu penjaga keluar menghampiri mereka.

 

"Boleh aku lihat kartu tanda masuk kalian?" tanya penjaga.

 

Kedua detektif itu saling memandang. Wajah mereka hampa tanpa harapan. Mereka tidak punya kartu tanda masuk. Kartu itu ada pada Jupiter.

 

Penyelidik Satu berhasil membuat celah di bawah pintu. Kemudian ia menelungkup di lantai. Kepalanya dimiringkan dan ditempelkan ke lantai. Ia mencoba mengintip melalui celah itu. Beres. Langkah keempat sudah terlaksana.

 

Ia dapat melihat seberkas sinar menerobos melalui celah di bawah pintu ini. Kalau Pete sudah sampai, Jupe akan dapat menyelipkan kunci gembok padanya.

 

Jupe melihat jam tangannya. Tujuh belas menit menjelang pukul dua. Ke mana Pete? Seharusnya dia sudah tiba di sini. Apa yang menghalanginya? Apakah ada persoalan dengan sopir itu? Atau ada sesuatu yang lain yang menahannya?

 

Dengan perasaan tidak enak, Jupiter Jones teringat kembali akan kecurigaannya pada Gordon Harker. Limousine itu masih tertahan di pintu gerbang.

 

"Kami punya kartu tanda masuk," kata Pete pada penjaga gerbang. "Apa Anda tidak ingat kami? Baru kemarin kami ke sini untuk melihat acara reuni Berandal Cilik. Kami sekarang datang antuk menjemput teman kami, Jupiter Jones."

 

 

Penjaga itu menggeleng dengan kaku. "Aku tidak tahu sama sekali tentang hal itu," katanya. "Tidak ada daftar tamu hari ini. Aku tidak dapat mengizinkan kalian masuk tanpa kartu itu."

 

"T-tapi..." Bob berusaha sebisanya. "Kami harus..."

 

Ia tidak dapat menyelesaikan kalimatnya. Gordon Harker sudah membukakan pintu bagi mereka. "Oke, Anak-anak," katanya. "Kalian sebaiknya turun saja di sini."

 

Pete dan Bob turun. Gordon Harker menoleh ke penjaga itu.

 

"Ini Limousine untuk Milton Glass dari Biro Publikasi," kata Harker pada penjaga. "Aku hanya membawa anak-anak ini ke sini karena mereka ingin melihat-lihat studio."

 

Penjaga itu mengangguk. "Kurasa Mr. Glass tidak berada di kantor hari ini," katanya.

 

"Sekretarisnya tadi memesan Limousine ini," sela sopir yang bertubuh tinggi itu sebelum ia menyelesaikan kalimatnya. Harker menutup pintu belakang mobil. Pete sedang berdiri di dekatnya.

 

"Di mana dia?" bisik Harker pada Pete.

 

"Panggung Sembilan," Pete balas berbisik. "Ia terkunci di dalam. Ia akan memberikan kunci gembok dari bawah pintu."

 

Sopir itu kembali ke belakang kemudi lagi. Penjaga itu mengizinkannya masuk. Pete dan Bob mengamati Limousine itu melaju masuk ke area studio.

 

Jupe ternyata benar, pikir Bob. Ada sesuatu yang misterius pada diri Gordon Harker ini. Jupiter masih menelungkup di lantai panggung suara, mengawasi berkas sinar yang menerobos dari bawah pintu. Tiba-tiba sinar itu terhalang. "Pete?" panggil Jupe.

 

"Tidak, ini aku."

 

Penyelidik Satu dapat mendengar suara laki-laki itu. "Sopirmu, Gordon Harker. Serahkan padaku kunci itu."

 

Jupe bimbang sesaat. Ia telah bersusah-payah mengambil langkah-langkah penyelamatan: memperbaiki telepon dan membuat celah di bawah pintu. Dalam beberapa menit quiz akan dimulai. Kini apakah ia mau memberikan kunci ini pada sembarang orang. Orang ini bisa saja membawa kabur kunci gembok itu. Lenyaplah kesempatannya untuk bisa tampil dalam quiz Berandal Cilik. Bukan tidak mungkin Gordon Harker yang merencanakan jebakan ini.

 

Ia melirik jam tangannya lagi. Dua belas menit menjelang pukul dua. Tidak ada waktu lagi. Keputusan harus diambil secepatnya. Ia harus memberikan kunci gembok pada sopir itu. Ia harus mengambil risiko.

 

Jupe menyelipkan kunci itu melalui celah di bawah pintu. Kemudian ia berdiri. Menunggu. Detik-detik yang berlalu terasa lama sekali bagi Jupe. Akhirnya pintu terbuka. Jupe melangkah ke luar dengan perasaan lega.

 

"Terima kasih, Mr. Harker," katanya.

 

"Cepat! Bergegaslah masuk ke mobil," kata sopir itu padanya. "Kawan-kawanmu ada di pintu gerbang. Kita akan jemput mereka di sana Aku yakin kita masih bisa sampai pada pukul dua tepat."

 

Mereka berhasil. Masih ada satu menit lagi sebelum acara dimulai. Jupe dan kawan-kawannya berlari masuk ke dalam gedung stasiun televisi. Mereka bergegas menuju lift.

 

Pintu-pintu di lantai tujuh belas, tempat pengambilan gambar quiz itu, masih terbuka. Seseorang berpakaian seragam tergopoh-gopoh menunjukkan jalan ke panggung pada Jupe.

 

Ia mempersilakan Jupe duduk pada sebuah bangku yang masih kosong, lalu memasangkan sebuah mikrofon kecil pada dasi Jupe. Sementara itu Jupiter mengamati Footsie yang duduk di sebelahnya. Ia melihat mata Footsie. Sinar mata orang adalah petunjuk yang sangat berharga, ingat Jupe.

 

"Hai," sapa Footsie.

 

Ia tidak yakin betul, pikir Jupe. Hati orang tidak dapat ditebak hanya dengan melihat air muka dan reaksinya. Tetapi Jupe sangat terlatih dalam hal ini.

 

Footsie sama sekali tidak terkejut melihat kehadiran Jupiter di sini.

 

Jupe mengalihkan perhatiannya. Peggy juga biasa-biasa saja. Malahan ia seperti merasa lega karena Jupe bisa datang tepat pada waktunya. Ia melemparkan senyum ramah.

 

Demikian pula Bloodhound. Ia tampak senang melihat kehadiran Jupe. Dan juga Milton Glass, yang menjadi pembawa acara quiz ini.

 

Satu-satunya orang yang tidak berani membalas tatapan Jupe ketika Jupe melihatnya-yang menghindari tatapan Jupiter dengan perasaan tidak enak-adalah seorang pemuda berambut pirang panjang yang tergerai hingga ke bahunya. Bonehead!

 

 

Bab 8

QUIZ PERTAMA

 

KAMERA televisi mulai berputar. "Quiz Berandal Cilik" yang pertama telah dimulai.

 

Setelah menyampaikan beberapa kata pembuka, sambil tersenyum dan sesekali melemparkan humor segar, Milton Glass menjelaskan aturan main quiz ini.

 

Setiap kontestan akan menjawab pertanyaan secara bergiliran. Seratus bagi jawaban yang benar, nol bagi yang salah. Kalau seorang kontestan tidak dapat menjawab, kontestan lain dapat mengacungkan tangan untuk menjawab. Kalau jawaban itu benar, ia mendapat nilai seratus. Tetapi kalau jawaban itu salah, nilainya dikurangi seratus.

 

Glass memandang para kontestan satu per satu. "Jadi jangan mengacungkan tangan kalau Anda tidak yakin benar," katanya memperingatkan.

 

Ia kembali menatap kamera dan para penonton di studio.

 

"Dalam beberapa acara quiz," lanjutnya, "ada beberapa subjek. Kontestan dapat memilih subjek yang ia rasa paling ia kuasai. Tetapi dalam quiz ini hanya ada satu subjek. Para Berandal Cilik akan ditanya mengenai satu subjek saja, yaitu mengenai-" ia berhenti seraya memperlihatkan gigi-giginya yang bersih berkilat- "Berandal Cilik itu sendiri."

 

Terdengar suara penonton menggumam. Mereka tidak menyangka pilihan subjek seperti itu.

 

Penonton semakin tertarik.

 

Glass meneruskan penjelasannya. "Nah, sekarang Berandal Cilik akan menjadi saksi dari diri mereka sendiri. Pada permulaan setiap babak kami akan mempertunjukkan cuplikan-cuplikan film komedi Berandal Cilik. Hadirin di studio juga akan dapat menyaksikan film itu di layar ini."

 

Ia menunjuk pada sebuah layar film yang telah dipasang di panggung, menghadap ke arah penonton.

 

"Dan para kontestan akan melihat film yang sama hanya sekali-di layar yang ini."

 

Jupe melihat pada layar yang menghadap ke arahnya dan ke arah kontestan lainnya. Ia merasa sangat tenang. Ia sangat yakin pada ingatannya yang kuat. Apalagi tentang kejadian yang memang pernah dialaminya sendiri. Dengan penuh percaya diri, ia merasa tidak akan ada pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya. Yang harus dilakukannya adalah bersiap untuk mengacungkan tangan secepat mungkin pada setiap kesempatan.

 

Ia memandang kontestan lain di sampingnya: Footsie, kemudian Peggy, Bonehead, dan Bloodhound. Hanya Bonehead yang tersenyum.

 

"Mari kita mulai acara yang kita tunggu-tunggu ini," kata Milton Glass. "Mari kita saksikan Berandal Cilik berlaga kembali!"

 

Ia mengambil tempatnya di bawah papan skor elektronik. Jupe berkonsentrasi pada layar, ketika film diputar.

 

Film itu merupakan rangkaian cuplikan dari beberapa film Berandal Cilik. Potongan-potongan film itu digabung menjadi satu, dan kini dipertunjukkan di layar. Cerita melompat-lompat dari satu adegan ke adegan lainnya.

 

...Bonehead dan Bloodhound menuang bedak ke dalam adonan yang sedang dibuat Pretty Peggy untuk membuat kue. Anak kecil berkulit coklat tua, Flapjack, dengan rambutnya yang lancip seperti duri landak, mengempeskan ban sepeda Footsie. Seorang asing yang sudah setengah umur dan kadang kala muncul dalam film seri ini, memberikan uang satu dollar pada Berandal Cilik. Ia meminta Berandal Cilik untuk mengawasi mobilnya, yang penuh dengan radio curian. Baby Fatso diculik dan diikat pada sebuah pohon oleh anak-anak lain.

 

Bonehead, sembari menggoyang-goyangkan telinganya yang lebar, membujuk Flapjack untuk menggali harta karun terpendam di bawah tanaman berduri. Bonehead dan lain-lainnya mengawasi sambil tertawa-tawa. Pretty Peggy membebaskan Baby Fatso dengan membuka tali yang mengikatnya ke pohon...

 

Setelah dua menit tepat film itu berakhir. Lampu dinyalakan di panggung. Para penonton bertepuk tangan. Mereka berkali-kali tertawa ketika film tadi diputar. Kamera berpindah ke Milton Glass sewaktu ia memutar kursinya untuk menghadap ke arah para kontestan.

Kepada Peggy diajukan pertanyaan pertama.

 

"Siapa yang mengempeskan ban sepeda motor?" tanya Glass sambil tersenyum simpul.

 

"Tidak ada." Peggy tidak membalas senyum itu. Jupe terkejut melihat wajah Peggy yang dingin.

 

Tentunya Peggy ingin sekali memenangkan quiz ini. Jupe ingat bahwa Peggy sedang perlu uang untuk melanjutkan sekolahnya. "Itu bukan sepeda motor," lanjut Peggy. "Itu sepeda biasa, dan ban sepeda itu dikempeskan oleh Flapjack."

 

"Seratus!" Penonton bertepuk tangan. Milton Glass memberi angka seratus bagi Peggy di papan skor elektronik. Bonehead mendapat giliran berikutnya.

 

"Apa warna sepeda itu?"

 

"Hijau." Bonehead menjawab tanpa ragu-ragu. Penonton bertepuk kembali. Kini giliran Bloodhound.

 

"Di sisi sebelah mana dari setang letak persneling sepeda?"

 

Bloodhound bimbang. "Sebelah kanan?" terkanya dengan ragu-ragu.

 

Para penonton bergumam. "Sayang sekali, salah," kata Glass.

 

Jupe mengacungkan tangannya. Tangannya naik hanya sesaat sebelum tangan Bonehead. Ia menunggu Milton Glass.

 

"Aha, kita punya dua orang yang bisa menjawab pertanyaan ini," kata Glass. "Yang lebih dulu mengangkat tangan akan mendapat kesempatan lebih dulu." Ia menunjuk pada Jupe.

 

"Sepeda itu tidak punya p-p-persneling," kata Penyelidik Satu sambil berpura-pura dungu.

 

"Seratus!"

 

Tepuk tangan penonton meriah sekali. Jupe sudah mengantongi angka seratus sekarang. Bonehead melirik papan skor ketika angka Jupe muncul. Giliran Footsie.

 

Pertanyaannya mudah. "Bahan apa yang ditambahkan ke dalam adonan kue Peggy?"

 

"Bedak."

 

"Seratus!"

 

Footsie mendapat tepukan hangat dari penonton. Milton Glass menoleh pada Jupiter Jones.

 

"Berapa simpul yang harus Pretty Peggy uraikan untuk membebaskan Baby Fatso dari pohon?"

 

Jupe melihat Peggy mengacungkan tangannya. Terlintas di pikirannya untuk sengaja menjawab salah supaya Peggy mendapat angka seratus. Namun ia tidak ingin membiarkan Bonehead menyusulnya.

 

"Empat s-s-simpul?" jawab Jupe. Ia membuat nada suaranya seperti tidak yakin.

 

"Seratus!"

Tepukan yang meriah mengakhiri babak pertama. Milton Glass membacakan skor dengan suara nyaring, sekalipun setiap orang dapat melihat papan skor itu dengan jelas. Rupanya ia senang sekali untuk beraksi di depan kamera.

 

Jupe melihat ke arah ruang kontrol, tempat Luther Lomax mengawasi layar monitornya. Sutradara tua itu nampak tegang, bagaikan seorang pilot yang akan mendaratkan pesawatnya dalam cuaca berkabut.

 

Dengan menggeser pandangannya sedikit, Penyelidik Satu melihat Bob dan Pete di baris kelima tempat duduk penonton. Di samping mereka duduk Gordon Harker. Sopir itu memangku sebuah notes dan menulis dengan pensilnya.

 

Pete mengacungkan jempolnya memberi semangat ketika ia melihat Jupe memandang ke arahnya. Bob duduk di sebelah Harker. Ia tidak dapat menahan diri untuk tidak melihat apa yang ditulis sopir itu pada catatannya. Harker tersenyum dan memperlihatkan tulisan pada notesnya.

 

Sepeda biasa. Hijau.

Tanpa persneling.

Bedak.

Empat.

 

"Aku cuma mencoba menjawab sebelum para kontestan itu menjawab," katanya menjelaskan.

 

"Hasilnya lumayan sampai sejauh ini. Semuanya benar." Ia menunjuk pada tanda yang ditambahkannya di samping setiap baris.

 

Babak berikutnya dimulai. Peggy dan Bonehead menjawab dengan tepat. Bloodhound kembali ragu-ragu. Kali ini Bonehead lebih dulu mengacungkan tangan dari Jupe, dan jawabannya benar. Footsie salah menjawab dan Jupe yang pertama kali mengangkat tangannya, mendahului Peggy dan Bonehead. Jupe memberikan jawaban yang benar.

 

Setiap kali satu babak selesai, Milton Glass membacakan hasil skor terakhir. Ia mempesona penonton dengan senyumnya yang ramah dan humornya yang segar.

 

Pada awal babak kelima, yang merupakan babak final, skor Jupe masih seratus di atas Bonehead dan dua ratus di atas Peggy. Bloodhound dan Footsie tercecer di belakang.

Pertanyaan untuk babak final dimulai.

 

"Apa yang mencurigakan dari mobil asing itu?" tanya Milton Glass pada Peggy.

 

"Penuh dengan radio curian."

 

"Seratus untuk Pretty Peggy!" Tepuk tangan dari penonton.

 

Bonehead memperoleh angka seratus lagi. Ia mengenali merek mobil dan tahun dibuatnya. Sebuah Pierce-Arrow '29. Kali ini Bloodhound mendapat pertanyaan yang mudah.

 

"Berapa banyak uang yang diberikan orang asing itu pada Berandal Cilik untuk menjaga mobilnya?"

 

"Satu dollar."

 

"Seratus bagi Bloodhound!" Tepuk tangan lagi.

 

Begitu pula dengan Footsie. Ia berhasil mengingat nama kecil yang diberikan Berandal Cilik pada orang asing itu. Mereka dulu menyebutnya Mr. Trouble.

 

Kini giliran Jupe. Pertanyaan terakhir pada quiz pertama. "Siapa nama aktor yang memerankan Mr. Trouble?"

 

Sebenarnya tidak adil mengajukan pertanyaan itu pada Jupe. Pertanyaan itu tidak ada hubungannya dengan film yang tadi dipertunjukkan. Apalagi aktor itu hanya beberapa kali saja tampil dalam film seri Berandal Cilik. Kalau Jupe tidak ingat nama orang itu-yang hanya ditemuinya beberapa kali ketika ia masih berumur tiga tahun-Jupe akan kehilangan angka seratus.

 

Bonehead dan Peggy mengacungkan tangannya dengan bersemangat.

 

Jupe menggaruk-garuk kepalanya seperti orang kebingungan. Ia hanya berpura-pura tidak tahu dan tampil seperti orang dungu, untuk membingungkan Bonehead. Sesungguhnya ia sudah tahu siapa nama aktor itu, karena Trio Detektif pernah berjumpa dengan aktor itu secara tidak sengaja, sewaktu mereka menangani kasus pencurian di sebuah museum.

 

"E-e-edmund Frank," katanya dengan tergagap dan tidak yakin.

 

"Seratus!"

 

Para penonton bersorak histeris.

 

Acara bagian pertama ini berakhir. Jupe masih memimpin di depan. Ia masih seratus angka di atas Bonehead. Para penonton bubar. Milton Glass mengingatkan mereka untuk kembali hadir di studio televisi pukul dua tepat, besok siang.

 

Dengan muka masam, Peggy bergegas pergi. Jupe masih sempat melihat muka masam Peggy. Ia merasa iba terhadapnya, dan dalam hati ia ingin berbuat sesuatu untuk menolongnya. Tetapi karena Bonehead membayanginya terus, Jupe memutuskan untuk memenangkan quiz ini. Niatnya untuk mengalahkan Bonehead belum pudar, apalagi mengingat perlakuan buruk Bonehead terhadapnya ketika ia masih kecil.

 

Jupe melintasi panggung untuk menemui kedua kawannya yang masih menunggu. Bangku-bangku yang lain sudah kosong. Tahu-tahu ada yang menahannya. Bonehead mencengkeram lengannya dengan kasar. Cengkeramannya bagaikan genggaman tang besi.

 

"Hati-hati kau, Baby Fatso," seru pemuda bertubuh tinggi itu. "Aku tidak bisa kaukelabui. Aku tahu segalanya tentang kau dan Trio Detektif. Kau cuma berpura-pura dungu supaya dapat memenangkan dua puluh ribu dollar."

 

Jupiter berbalik. Cengkeraman Bonehead makin kuat.

 

"Aku peringatkan kau, Fatso," ancam Bonehead. "Awas kalau kau berani mencoba untuk menang. Tahu sendiri akibatnya nanti!" Ia lalu pergi keluar studio.

 

Bob dan Pete masih menunggu Jupe di bangku penonton. Gordon Harker sudah pergi untuk mengambil mobil Limousine-nya.

 

"Bilang apa dia tadi?" tanya Pete pada Jupe.

 

Penyelidik Satu tidak menyahut. Ia punya jawabannya, tetapi saat ini bukanlah saat yang tepat untuk mengutarakannya pada kedua kawannya.

 

"Bob," katanya. "Kau tadi duduk di sebelah Gordon Harker, kan?" "Ya. Kenapa?"

 

"Apa yang tadi ia tulis di catatannya sepanjang acara ini?"

 

"Tidak banyak," ujar Bob sambil mengangkat bahu. "Ia cuma mencoba menebak jawaban pertanyaan quiz itu sebelum kalian menjawabnya."

 

"Kau lihat jawabannya?" tanya Jupe dengan dahi berkerut. Ia tampak seperti mendapat suatu ilham, dan berniat menyelesaikan suatu persoalan hingga tuntas.

 

"Ya. Ia memperlihatkannya padaku. Jawabannya lumayan. Ia cuma salah satu dari sekian banyak pertanyaan yang diajukan."

 

"Yang mana?" tanya Penyelidik Satu dengan bersemangat. "Pertanyaan terakhir tentang Edmund Frank? Apa dia tidak bisa menjawab pertanyaan ini?"

 

"Bukan," sahut Bob sambil menggeleng. "Satu-satunya yang tidak bisa dijawabnya ialah merek mobil Mr. Trouble. Pertanyaan tentang Edmund Frank dengan mudah dapat dijawabnya tadi."

 

Jupe menatap Bob. Kemudian ia mengangguk serius dan mulai melangkah ke luar. Meskipun Bob dan Pete menghujaninya dengan pertanyaan ketika mereka turun dengan lift, Jupe menolak untuk menerangkan mengapa ia sangat tertarik pada apa yang dilakukan sopir itu.

 

Akhirnya mereka sampai di luar gedung, menunggu dijemput Limousine itu. Baru pada saat itu penyelidik pertama Trio Detektif mau membuka mulut lagi.

 

"Aku tahu sekarang kenapa ia dapat memberikan jawaban yang tepat," ujar Jupiter. "Karena ia juga menonton film seri itu, dan dia memang orang pandai. Tetapi apa yang membingungkanku..." Suaranya menghilang.

 

"Apa?" desak kedua kawannya. "Ayo dong, Jupe, teruskan. Misteri apa yang kaulihat?"

 

"Misteri itu ialah," kata Penyelidik Satu lambat-lambat, "misteri itu ialah mengapa seorang sopir Limousine sangat tertarik pada Berandal Cilik."

 

 

Bab 9

ORANG YANG TAHU TERLALU BANYAK

 

"YANG mungkin dicurigai," kata Jupiter Jones.

 

"Pertama," ia mengangkat jari telunjuknya yang gemuk, "Footsie."

 

Trio Detektif kini berada dalam kantor mereka. Mereka langsung berkumpul di kantor setelah quiz tadi selesai. Jupe duduk di balik mejanya. Bob dan Pete mengambil tempat seperti biasanya. "Footsie," ulang Penyelidik Satu. "Apa yang kita tahu tentang dia?"

 

Ia tidak mengharapkan jawaban. Pertanyaan itu lebih tepat kalau dianggap sebagai pertanyaan pada dirinya sendiri.

 

"Kita tahu, mungkin saja ia ingin mencuri piala-piala perak itu," lanjutnya. "Tetapi demikian pula halnya dengan Berandal-berandal Cilik lainnya. Kita semua berada di sekitar situ. Banyak orang lain berada di sana pula. Salah satu dari kita bisa saja menyelinap ke belakang, tempat piala-piala itu disimpan. Salah satu dari kita bisa saja menghilang untuk semenit dua menit tanpa diketahui orang lain."

 

"Bonehead," kata Pete seraya bersandar di kursi goyangnya. "Itu dugaanku."

 

Jupe mengangkat kedua belah tangannya, meminta Pete supaya tidak terburu-buru. "Mari kita bahas dulu Footsie," katanya. "Sutradara itu, Luther Lomax, mencurigai Footsie. Ia melihatnya berada di sekitar Panggung Sembilan ketika malam sudah larut hari itu. Ia pikir Footsie kembali untuk mengambil piala-piala itu. Kehadiran Lomax membuatnya ngabur. Tetapi Lomax yakin, Footsie akan mencoba lagi. Mungkin ia benar. Jam sebelas lebih empat puluh lima tadi pagi Footsie mengendarai motornya pergi ke arah studio film. Aku ikuti dia. Aku yang sampai lebih dulu. Rupanya Footsie sempat melihatku masuk ke dalam panggung suara. Ia panik. Lalu dikuncinya aku dari luar...."

 

"Masuk akal," kata Bob menyetujui.

 

"Ini baru satu kemungkinan," ujar Jupe sambil menggigit bibirnya. Memang masuk akal, pikirnya, tetapi banyak kelemahannya. Karena dalam benak Jupiter, siapa pun yang mengurungnya di dalam panggung suara itu, pastilah tidak panik. Orang itu punya alasan kuat. Untuk menahannya supaya tidak bisa ikut quiz. Untuk menjegalnya sebagai seorang kontestan yang menambah berat persaingan. Dan Footsie tidak terlalu peduli pada quiz ini. Jelas-jelas ia tidak punya keinginan untuk menang.

 

Namun di pihak lain, Jupiter tidak percaya bahwa itu hanya suatu kebetulan. Kepergian Footsie dengan sepeda motornya bukanlah suatu kebetulan, pikir Jupe.

 

"Nomor dua." Jupe mengangkat jari tengahnya.

 

"Bonehead," sela Pete dengan bersemangat.

 

"Bonehead," kata Jupiter setuju. "Ia cerdik. Ia serakah. Ia merendahkan Milton Glass dan ide reuni Berandal Cilik ini. Ia mendesak agar diberi uang untuk acara tatap muka itu. Dan ia sangat ingin memenangkan quiz ini. Ia bahkan sudah curiga bahwa aku cuma berpura-pura dungu dalam quiz ini serta tahu latar belakang kegiatanku sehari-hari."

 

"Kegiatan apa?" tanya Pete.

 

"Kegiatan kita sebagai detektif profesional," sahut Jupe. "Dari mana kau tahu bahwa ia tahu, Jupe?" tanya Bob.

 

"Ia sendiri yang bilang begitu padaku ketika mencengkeram lenganku seusai acara siang tadi," kata Jupiter. "Sampai di mana aku tadi? Oh ya, jadi kalau Bonehead melihatku masuk ke dalam Panggung Sembilan satu setengah jam sebelum quiz dimulai, mungkin ia ingin memanfaatkan kesempatan itu untuk menjegalku sehingga aku tidak bisa ikut acara itu. Ini mungkin sekali, sebab ketika akhirnya aku muncul juga di stasiun televisi pada detik-detik terakhir, hanya Bonehead yang tampak terkejut. Yang lainnya biasa-biasa saja."

 

Jupe ingat bagaimana Bonehead berusaha menghindari pandangannya ketika Jupe melihat padanya. Jupe ingat bagaimana Bonehead gelisah dengan kehadirannya pada saat itu.

 

"Tetapi apa yang dilakukan Bonehead di studio film pagi ini?" tanya Penyelidik Satu pada dirinya sendiri. "Mengapa bersamaan waktunya dengan Footsie?"

 

"Mungkin saja ia kebetulan sedang lewat di situ," ujar Bob.

 

"Tidak." Jupe menggeleng dengan tegas. Kemudian ia berkata dengan lantang, "Aku tidak percaya bahwa ini suatu kebetulan."

 

Ia diam sejenak, berpikir. Setelah itu ia mengangkat jari manisnya.

 

"Nomor tiga, Gordon Harker."

 

"Masa dia mau mencuri piala-piala itu," ujar Bob dengan nada tidak setuju. "Ia bukan tipe orang yang suka mencuri benda-benda seperti itu."

 

"Mungkin benar, mungkin pula tidak." Jupiter setuju dengan pendapat Bob, tetapi ia tidak ingin mengesampingkan Harker, hanya karena penampilannya yang mengesankan bahwa dia orang baik-baik.

 

"Ingat, ia berada di panggung suara kemarin," katanya mengingatkan. "Aku lihat dia di awal acara tatap muka. Ia berjalan ke arah belakang dekorasi dapur itu, tempat piala-piala dan lampu sorot yang tidak terpakai berada. Dari awal ia sudah menunjukkan gejala-gejala yang mencurigakan. Mengapa ia sampai begitu tertarik pada Berandal Cilik? Ia minta karcis quiz padaku. Ia duduk sambil membuat catatan pada notesnya. Ia bahkan tahu nama aktor yang tidak selalu muncul dalam film seri ini. Tetapi dia sekaligus juga malu-malu dengan minatnya ini. Ia mengaku tidak tahu di mana letak Panggung Sembilan..." Suara Jupiter menghilang. Ia menatap kedua temannya.

 

"Kau mungkin menganggap," lanjutnya setelah beberapa saat, "bahwa Gordon Harker bukan hanya orang yang tahu terlalu sedikit-seperti judul film Hitchcock tua-ia juga orang yang tahu terlalu banyak."

 

Melihat pada jam tangannya, Pete melompat bangkit dari kursinya.

 

"Sudah jam empat, Jupe," katanya.

 

Jupe bimbang. Ia melihat ke arah televisinya. Jadwal pemutaran film Berandal Cilik. Waktu-waktu yang menyiksa datang kembali pada Jupe. Berat sekali rasanya untuk melihat dirinya menjadi Baby Fatso.

 

Tetapi di pihak lain, film itu mungkin akan membantunya menyegarkan ingatannya untuk menghadapi quiz keesokan harinya. Sebagai salah seorang kontestan, ini adalah salah satu persiapan yang dapat dilakukannya di rumah.

 

"Oke," desahnya. "Hidupkan, Bob."

 

Iklan bagian pertama baru saja selesai. Jupe memejamkan matanya ketika Baby Fatso muncul di layar televisinya.

 

".. .Aku ikut makan es kelim, ya," pinta Baby Fatso.

 

Berandal Cilik yang lain menggeleng. Mereka akan pergi membeli es krim. Namun mereka tidak ingin direpotkan oleh Baby Fatso yang merengek-rengek minta ikut.

 

"Tetapi kita tidak bisa meninggalkan dia di sini begitu saja," kata Pretty Peggy. "Kasihan, kan?"

 

"Oke, kalau begitu kau yang tinggal di sini," seru Bonehead pada Pretty Peggy.

 

Tetapi Peggy juga ingin pergi. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengundi siapa yang harus tinggal bersama Baby Fatso.

 

"Holeee, yang menang dapat es kelim banyak." Baby Fatso melompat-lompat gembira. "Aku cuka makan es kelim banyak-banyak."

 

Bonehead berbuat curang. Flapjack kalah dalam undian. Ia harus tinggal untuk menjaga Baby Fatso. "Oh, kenapa aku yang selalu kebagian sial?" kata anak berkulit coklat itu dengan suara monoton. "Aku kan bukan perawat bayi!"

 

Episode ini berkisah tentang Mr. Trouble dan mobilnya yang penuh dengan radio curian. Mr. Trouble membayar Berandal Cilik untuk mengawasi mobilnya, sementara ia menelepon seseorang. Mereka berdiri di sekeliling mobil Pierce-Arrow itu ketika polisi datang. Anak-anak semuanya diangkut ke kantor polisi.

 

Di dapur Flapjack memutuskan untuk membuat es krim sendiri. Baby Fatso membantunya. Ia menuangkan garam, padahal seharusnya gula.

 

Mr. Trouble mencuri mobilnya dari kantor polisi. Terjadi kejar-kejaran. Berandal Cilik bersorak-sorak di bangku belakang mobil polisi....

 

Jupe bangkit. Dimatikannya televisi.

 

"Kok, dimatikan?" Pete protes. "Bagaimana akhirnya? Apa Mr. Trouble tertangkap?"

 

"Tidak," kata Jupe. "Mereka masih ingin memberikan suatu peran pada aktor Edmund Frank.

 

Dalam episode berikutnya, Mr. Trouble mengupah Flapjack untuk mencuri anjing baginya. Jadi sekarang Mr. Trouble dibiarkan lolos."

 

Ia mengangkat telepon dan memutar sebuah nomor.

 

"Halo, Mr. Harker," katanya setelah beberapa saat. "Di sini Jupiter Jones.... Apa Anda bisa datang ke pangkalan kami? ...Ya, secepat mungkin."

 

"Mau ke mana kita?" tanya Bob setelah Jupiter meletakkan gagang telepon.

 

"Tidak ke mana-mana," jawab Jupiter dengan wajah serius. "Aku baru saja memikirkan bahwa kalau kita ingin menemukan siapa pelaku pencurian itu, kita perlu bekerja sama. Kita perlu teman. Orang yang tidak dicurigai siapa-siapa."

 

Ia tidak menjelaskan lebih jauh lagi sampai mobil Limousine itu muncul di pintu gerbang. Paman Titus dan Bibi Mathilda sedang pergi waktu itu. Jupe mengundang Gordon Harker masuk ke rumah di seberang pangkalan barang bekas.

 

Mereka duduk dalam sebuah dapur yang besar dan nyaman. Jupe menuangkan secangkir kopi bagi Harker dan minuman soda bagi Trio Detektif.

 

Jupiter membuka pembicaraan tentang acara quiz itu. "Aku senang mereka tidak menanyakan padaku apa merek mobil itu," katanya. "Karena aku sebenarnya tidak tahu jawabannya."

 

"Masa?" ujar Gordon Harker sambil menghirup kopinya. "Kau tahu jawaban-jawaban lainnya."

 

"Ya, tapi ini lain. Aku tidak pernah ikut dalam adegan itu," Jupe menjelaskan. "Adegan dengan Mr. Trouble. Bonehead, Bloodhound, dan lain-lainnya pernah, dan kurasa mereka sudah menanyakan pada Luther Lomax atau seseorang tentang mobil itu. Itulah sebabnya mengapa Bonehead bisa tahu. Ia tahu bahwa mereknya adalah Pierce-Arrow. Tetapi aku sendiri tidak pernah melihat mobil itu."

 

"Ya, benar juga," sopir itu menyetujui. "Aku tadi sedang menonton episode itu ketika kau menelepon." Ia tersenyum. "Kau dan anak berkulit coklat itu, Flapjack, tinggal di rumah dan membuat es krim sendiri."

 

"Apa kau suka menonton film-film tua itu?" tanya Jupiter.

 

Harker mengangkat bahu. "Yah, memang mereka berlaku seperti orang dungu," katanya mengakui. "Tapi film itu membuatku tertawa kadang-kadang."

 

"Mereka memang dungu," kata Jupe sambil mengangguk. "Tetapi itulah pokok idenya. Mereka membuat kita semua berlaku seperti orang-orang bodoh. Bonehead dengan telinganya yang bisa bergoyang-goyang. Bloodhound dengan lidahnya yang panjang. Aku dengan lidah cadelku. Footsie dengan kakinya yang terlalu besar. Dan Flapjack dengan cara bicaranya yang monoton."

Jupe berhenti sesaat.

 

"Oh, kenapa aku yang selalu kebagian sial?" Jupe menirukan cara anak berkulit coklat itu berbicara. "Aku kan bukan perawat bayi!"

 

Gordon Harker tertawa. "Bagus sekali! Mirip sekali dengan cara bicara Flapjack." Penyelidik Satu mencondongkan badannya ke seberang meja.

 

"Semua itu sekarang membuat kita malu, kan?" katanya. "Itulah yang kurasakan sekarang."

 

"Yah, kurasa memang begitu." Sopir itu memasang topi petnya. "Oke, mari kita berangkat," ajaknya. "Ingin pergi ke mana kau?"

 

"Tidak ke mana-mana sekarang." Jupe menyodorkan tangannya. "Aku hanya ingin mengucapkan selamat berjumpa lagi."

 

Bob dan Pete melongo. Apa-apaan Jupe ini? Perjumpaan apa lagi ini?

 

"Aku senang berjumpa dengan kau lagi, Flapjack," kata penyelidik pertama Trio Detektif.

 

 

Bab 10

PERTEMUAN DI HOLLYWOOD

 

"WELL," kata Gordon Harker, "kurasa aku lebih beruntung dari kebanyakan Berandal Cilik, kecuali Bonehead mungkin. Tidak pernah kugunakan namaku di film seri ini, sehingga ketika seri ini habis aku tidak punya masalah apa-apa di sekolah. Dengan rambutku yang tersisir-tidak berdiri ke atas seperti duri landak-dan suaraku yang normal, tidak seorang pun mengenaliku sebagai Flapjack."

 

Ia menghabiskan kopinya dan Jupiter mengisi lagi cangkirnya dengan kopi hangat. Kedua detektif lainnya menunggu dengan tidak sabar sampai sopir itu melanjutkan ceritanya.

 

"Orang tuaku telah menabungkan uang hasilku main film," lanjutnya. "Aku cukup sukses sebagai pelajar. Sewaktu lulus pada umur enam belas tahun, aku bisa melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi untuk selanjutnya menjadi guru."

 

Ia memandang Jupe di seberang meja. "Sampai kini aku masih mengajar sebagai guru," katanya. "Aku senang sekali. Pekerjaan itu sangat cocok bagiku. Aku senang selalu dikelilingi anak-anak. Anak-anak memang kadang-kadang nakal, namun sebenarnya mereka lebih sering bersikap baik. Kalau kau bisa menjadi teman mereka, bukan hanya guru mereka, kau akan menjadi dekat dengan mereka dan pekerjaan guru itu akan menjadi sangat menyenangkan."

 

Ia tersenyum simpul. "Waktu televisi menyiarkan kembali film Berandal Cilik, " katanya, "aku ketakutan setengah mati. Kalau ada anak yang sampai tahu bahwa aku adalah Flapjack, pekerjaanku sebagai guru akan terancam. Mereka akan mengolok-olokku. Martabatku sebagai guru akan jatuh. Ah, tidak terbayang olehku kalau sampai hal itu terjadi."

 

Jupiter mengangguk dengan penuh simpati. Ia ingat bagaimana teman-teman sekolahnya sejak tiga minggu yang lalu mengejeknya setiap kali berpapasan dengannya. "Halo, Baby Fatso. Ayo dong, tunjukkan suara cadelmu, 'Jangan, aku tidak cuka. Belhenti, kalian culang'."

 

"Namun," ujar Gordon Harker dengan alis mata terangkat, "aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengenang masa-masa itu. Aku tiba-tiba tertarik untuk mengetahui, bagaimana keadaan Berandal Cilik yang lain. Beberapa tahun terakhir ini, dalam masa liburku, aku bekerja sambilan di Easy-Ride Limos dan bisa menghasilkan uang tambahan. Bahkan aku sampai mendapat tugas untuk mengantar ke studio film tua itu. Sampai akhirnya aku membaca berita tentang reuni Berandal Cilik, aku tidak bisa lagi menahan diri. Aku menukar jadwal kerjaku sehingga aku bisa hadir di studio ketika reuni itu berlangsung. Jadi aku bisa mengetahui bagaimana keadaan para bekas Berandal Cilik, dan seperti apa mereka sekarang."

 

"Kalau kau sering mengantar orang ke studio," kata Jupe, "mengapa kau tidak tahu lokasi Panggung Sembilan waktu mengantar kami untuk pertama kali?"

 

"Oh, bangunan besar itu," ujar Harker. "Aku tidak pernah mengunjungi panggung suara lagi sejak aku kecil. Waktu itu aku tidak pernah memperhatikan arah jalan. Ayahku selalu mengantarku ke sana. Jangankan arah jalan, naskah yang harus kuhafal saja kadang-kadang aku lupa."

 

Ia memasukkan beberapa sendok gula ke dalam kopinya, lalu memandang Jupiter lagi.

 

"Tentu saja, kurasa tidak akan ada orang yang mengenaliku sebagai Flapjack," ujarnya. "Bahkan kukira tidak akan ada orang yang menduga bahwa aku adalah Flapjack. Karena menurut Milton Glass dan studio, Flapjack telah menghilang sejak film seri itu habis masa putarnya. Tidak seorang pun tahu di mana aku berada atau jadi apa aku setelah itu. Mereka kehilangan jejakku."

 

Ia menghirup kopinya. "Aku sama sekali tidak mengira bahwa kau secerdik ini," katanya pada Jupe.

 

"Ah, ini biasa-biasa saja." Jupe menunduk memandang kaleng minuman sodanya. "Itu cuma suatu kemujuran, gara-gara Bob melihat catatanmu pada notesmu pada waktu quiz berlangsung."

 

Sebenarnya, Penyelidik Satu tidak berkata sejujurnya. Ia yakin bahwa itu bukanlah suatu kebetulan. Itu dimungkinkan berkat kemampuannya yang luar biasa dalam mengamati dan menarik kesimpulan. Hanya saja, kali ini ia tidak mau terlalu menonjolkan diri di hadapan Harker yang dulu dipanggilnya dengan sebutan Flapjack-tokoh yang disukainya.

 

Jupe berhasil merangkai petunjuk-petunjuk itu menjadi suatu kesimpulan yang tepat. Ada dua petunjuk utama yang menunjang kesimpulannya. Pertama, Harker tidak bisa mengenali apa merek mobil Mr. Trouble, karena Flapjack tidak pernah muncul dalam adegan yang melibatkan mobil Mr. Trouble. Dan kedua, Harker tahu nama Edmund Frank, aktor yang memerankan Mr. Trouble, karena pada episode berikutnya Mr. Trouble mengupah Flapjack untuk mencuri anjing untuknya. Jadi mereka berdua bekerja sama selama beberapa hari.

 

Jupe berhasil menjalinnya menjadi suatu rangkaian yang logis dan tepat.

"Boleh aku bertanya sesuatu?" kata Jupiter.

 

"Silakan," sahut Harker.

 

"Ketika aku duduk di panggung suara selama acara tatap muka, aku lihat kau bergeser ke arah lampu-lampu sorot yang tidak digunakan di belakang dekorasi dapur. Apa yang kaulakukan waktu itu?"

 

"Ah," gumam sopir itu, "kau jeli sekali. Aku selalu ingin tahu pada hal-hal yang bersifat teknis dalam pertunjukan semacam ini. Ini sudah menjadi bawaanku sejak kecil, sejak aku memainkan peran Flapjack. Waktu itu ada kesempatan bagiku untuk melihat lampu-lampu sorot itu dari dekat, sehingga aku bisa tahu bagaimana lampu-lampu dikaitkan."

"Oh, itu rupanya," kata Jupiter seraya tersenyum. "Jadi itulah alasannya mengapa kau pindah ke sana. Dan itu juga alasan mengapa detektif tidak boleh membuat anggapan yang tidak didasari kenyataan. Kami sempat mencurigai kau sebagai orang yang mencoba mencuri piala-piala perak itu."

 

"Hmm, aku sama sekali bersih," komentar Harker. "Sekarang apa yang akan kaulakukan? Apa kau akan menceritakan pada setiap orang tentang siapa aku sebenarnya?"

 

"Tentu saja tidak," kata Jupe sambil melihat pada kedua kawannya. "Tidak seorang pun dari kita akan mengatakan sepatah kata pun tentang itu. Ya, kan?"

 

"Tidak akan," kata Pete menegaskan. "Tidak sepatah kata pun."

 

"Tidak," kata Bob menyetujui. "Rahasiamu aman di tangan kami."

 

Gordon Harker menghela napas panjang. "Terima kasih," ucapnya. "Aku merasa lega sekali." Suasana menjadi sunyi sejenak.

 

"Tapi kami punya suatu harapan," kata Jupe setelah beberapa saat. "Maksudku, kau tidak harus, tapi kami ingin agar kau bisa membantu kami, Harker."

 

"Dengan senang hati kalau aku sanggup," kata Gordon Harker. "Apa yang kalian inginkan dariku?"

 

Jupe menjelaskan rencananya untuk menangkap pencuri piala-piala itu dan juga permintaan Luther Lomax pada mereka. Ia mengeluarkan sebuah kartu Trio Detektif dan menunjukkannya pada Harker.

 

"Kau lihat sendiri," katanya, "kalau kami sedang menangani kasus seperti ini-sekalipun kami telah menemukan piala-piala itu-kami tidak akan menyerah sebelum menyelesaikan misteri ini hingga tuntas. Kami harus menemukan siapa pelakunya. Inilah cara Trio Detektif bekerja. Kami tidak pernah membiarkan sebuah kasus terbengkalai dan tidak terpecahkan."

 

Harker mengangguk. Tampaknya ia mengerti duduk persoalannya. "Bagaimana aku bisa membantu kalian?" tanyanya.

 

"Ada dua orang yang kami curigai," kata Jupe padanya. "Bonehead dan Footsie." Ia telah memikirkan hal ini sembari menunggu Harker datang tadi.

 

"Anggap saja mereka berdua bekerja sama dalam pencurian itu," katanya. "Dengan begitu, semuanya jadi jelas. Bonehead dan Footsie sepakat untuk berjumpa di studio film tengah hari ini. Sepanjang pengetahuan mereka, piala-piala itu masih tersembunyi dengan aman di kotak penyimpan lampu sorot. Mereka ingin mengambilnya. Bonehead menunggu Footsie di luar. Ia melihatku masuk. Ini memunculkan ide di kepalanya. Kesempatan emas baginya untuk memenangkan quiz berhadiah dua puluh ribu dollar. Itu jelas lebih penting baginya daripada piala-piala perak itu. Jadi dikuncinya aku di Panggung Sembilan supaya aku tidak bisa hadir dalam quiz itu. Sewaktu Footsie datang dengan motornya, Bonehead bilang bahwa Panggung Sembilan digembok, jadi mereka harus mencoba lagi lain waktu."

 

"Jadi Footsie tidak terkejut sewaktu kau muncul tepat sebelum quiz itu dimulai," tambah Pete.

 

"Tetapi Bonehead terkejut," kata Bob.

 

"Benar." Jupe menoleh pada Gordon Harker. "Itulah sebabnya mengapa kami butuh pertolonganmu."

 

"Oke. Sebagai guru aku senang memecahkan berbagai persoalan, sama seperti kalian." Pemuda bertubuh tinggi itu menghabiskan kopinya. "Tetapi kalian belum memberi tahu apa yang harus kulakukan untuk membantu kalian."

 

"Kami ingin membayang-bayangi mereka," kata Jupe menjelaskan. "Untuk melihat kalau-kalau mereka berdua bertemu lagi, lalu kembali ke panggung suara malam ini."

 

"Oke," sahut Gordon Harker sambil bangkit dari kursinya. "Dari mana kita mulai?"

 

"Itulah masalahnya." Jupe masih duduk di kursinya, memandang ke atas, pada Harker. "Di sinilah kami perlu bantuanmu. Kami tidak tahu di mana tempat tinggal Bonehead atau Footsie. Jadi kami tidak tahu harus mulai dari mana, kecuali kalau alamat mereka bisa diperoleh."

 

"Aku juga tidak tahu." Harker menggeleng. "Tidak seorang pun dari mereka diberi fasilitas Limousine seperti kau. Karena mereka punya mobil sendiri. Bonehead punya mobil sport buatan Inggris. Dan Footsie punya sepeda motor. Jadi kantor Easy-Ride Limos tidak punya alamat mereka."

 

"Tetapi kan penjaga studio punya," kata Jupiter mengingatkan. "Penjaga itu punya alamatku ketika aku diperiksa sebelum jamuan makan siang kemarin. Mestinya ia juga punya alamat Bonehead dan Footsie. Tetapi kukira ia tidak akan memberikannya pada kami kalau kami yang meminta."

 

"Ia bahkan tidak memberi izin masuk padaku dan Bob tadi siang," tambah Pete.

 

Sopir itu menimbang-nimbang sejenak.

 

"Aku bisa mencoba," katanya. "Kantorku sering dipesan oleh studio. Aku bisa saja bilang bahwa aku harus menjemput anggota Berandal Cilik untuk pertemuan khusus." Ia membetulkan posisi topi petnya.

 

"Lihat saja sejauh apa aku bisa berhasil," katanya lagi. "Ayo berangkat sekarang."

 

Ia menurunkan Trio Detektif beberapa blok sebelum gerbang studio di Vine Street. Ia sendiri kemudian terus mengemudi sampai ke gerbang untuk berbicara dengan penjaga.

 

Jupe dan kedua kawannya masuk ke sebuah toko. Sambil menikmati hamburger mereka menunggu Harker. Tidak lama mereka menunggu. Jupe segera menangkap arti senyum Harker ketika ia masuk ke toko itu.

 

Harker berhasil memperoleh seluruh alamat Berandal Cilik, tertulis di secarik kertas. Trio Detektif mempelajarinya sambil mengunyah hamburger mereka. Peggy tinggal di sebuah hotel di Santa Monica. Bloodhound tinggal di rumah ayahnya di Beverly Hills. Bonehead dan Footsie punya sebuah apartemen di Hollywood.

 

"Mari kita coba Bonehead dulu," usul Jupiter.

 

"Tunggu dong, aku habiskan dulu hamburgerku," kata Pete memprotes.

 

Setelah piring anak-anak bersih, dan Harker selesai makan sandwich, mereka semua masuk ke dalam Limousine.

 

Bonehead tinggal di daerah Magnolia Arms pada sebuah jalan bernama Las Palmas, tidak jauh dari Hollywood Boulevard. Tempat itu lebih mirip sebuah motel daripada apartemen. Dekat kompleks itu terdapat sebuah pelataran parkir kecil.

 

Gorden Harker memarkir mobilnya di tepi jalan, sementara Trio Detektif menyelinap ke luar. Hari sudah gelap. Hanya dari beberapa jendela terlihat lampu masih menyala.

 

Mereka beruntung. Sesuai dengan catatan Gordon Harker, apartemen Bonehead bernomor 10. Meskipun tirai apartemen itu sudah tertutup, sinar masih membayang dari dalam. Kemungkinan besar Bonehead ada di rumah.

 

Penyelidik Satu memberi isyarat untuk bergerak mendekati apartemen itu. Dengan perlahan dan tanpa menimbulkan suara, mereka berjalan ke arah apartemen nomor 10 itu. Trio Detektif berjongkok di balik tumbuhan semak di dekat apartemen, mengawasi pintu apartemen Bonehead.

 

Bagian atas pintu itu terbuat dari kaca. Sebuah kerai menutupinya, tetapi Jupe dapat melihat beberapa rusuk kerai itu telah bengkok dan patah. Kalau ia bisa menempelkan mukanya pada kaca itu, ia bisa melihat ke dalam.

 

"Ini pekerjaan buatmu, Pete," bisik Jupiter.

 

Pete mendesah.

 

Sudah berkali-kali ia mendengar kata-kata itu diucapkan Jupe. Setiap kali ada pekerjaan yang menyerempet bahaya dan memerlukan kecepatan serta kegesitan, dialah yang selalu ditunjuk.

Penyelidik Dua tidak usah diragukan lagi kecepatan dan kegesitannya. Ia dapat berlari lebih cepat dari Bob dan, apalagi, Jupe; ia juga dapat berlari dengan mantap tanpa menimbulkan suara.

 

"Oke," bisiknya setelah beberapa saat. "Akan kucoba melihat ke dalam."

 

Sambil membungkukkan badan, ia keluar dari semak-semak. Melintasi halaman berumput di depan apartemen Bonehead, lalu berlari ke arah pintu apartemen itu.

 

Belum jauh berlari, tiba-tiba ia bertiarap. Wajahnya ditelungkupkan. Tubuhnya dirapatkan ke tanah. Pintu apartemen Bonehead terbuka.

 

Jupe melihat pemuda berjaket kulit itu. Diterangi sinar dari belakang, pemuda itu tampak seperti bayang-bayang.

 

Pete menahan napas. Setiap saat Bonehead dapat memergokinya di sana sedang bertiarap di halamannya. Ia hanya beberapa meter jaraknya dari Pete.

 

Pete ingat betapa kasarnya perlakuan Bonehead terhadap Jupe sewaktu ia mencengkeram lengan Jupe. Kalau Bonehead sampai tahu bahwa Pete sedang berada di situ untuk memata-matainya, bisa-bisa ia marah. Dan itu berarti bahaya!

 

Bonehead berpaling. Ia melihat ke dalam rumahnya yang masih terang.

 

"Cepat," katanya dengan tidak sabar sembari menyisir rambutnya. "Sudah waktunya."

 

Penyelidik Satu meremas-remas jarinya. Menghadapi Bonehead saja sudah berbahaya. Apalagi kalau Footsie ternyata ada di situ juga. Tidak akan ada peluang bagi Trio Detektif.

 

Jupe berharap Gordon Harker berada di sana bersama mereka. Tetapi saat itu Harker tidak terlihat. Bahkan kalau mereka berteriak sekalipun, belum tentu Harker mendengar. Ia sedang memarkir kendaraannya.

 

Bonehead membanting pintu apartemen itu. Dua sosok bergerak dalam kegelapan yang pekat.

Pete tidak berani mengangkat kepalanya. Ia merapat ke tanah tanpa bergerak. Jantungnya berdegup kencang. Dua sosok itu makin dekat dengannya.

 

Pete memejamkan matanya. Mereka lewat hanya beberapa puluh senti dari tempat Pete bertiarap.

 

Sekilas, ketika Bonehead mematikan lampu dan dua sosok itu keluar dari apartemen, Jupiter sempat melihat mereka. Ia masih sempat mengenali siapa orang yang sedang bersama Bonehead.

 

Peggy!

 

Jupe setengah berjongkok ketika Peggy dan Bonehead berjalan ke tempat terbuka. Tak lama kemudian mereka menghilang.

 

Pete menarik napas lega. Ia bergabung dengan kedua kawannya.

 

"Hhh," desahnya. "Hampir copot jantungku ketika mereka lewat. Kalau aku mau, mereka bisa saja kusentuh dengan tanganku ketika lewat." Memang, satu hal yang paling tidak disukai Penyelidik Dua adalah mengerjakan sesuatu yang mengundang bahaya.

 

Tetapi Penyelidik Satu sudah bergegas membayangi Bonehead dan Peggy. Bob dan Pete mengikutinya dari belakang.

 

Pada saat mereka sampai di tempat terbuka, pemuda berjaket kulit dan gadis bercelana jeans itu terlihat kembali. Mereka berdua berjalan cepat dengan langkah-langkah panjang ke arah Hollywood Boulevard. Gordon Harker memarkir Limousine di seberang jalan. Ia harus memutar supaya dapat mengejar Bonehead dan Peggy. Jupe cepat mengambil keputusan.

 

"Katakan pada Harker untuk memutar," katanya pada Pete. "Ikuti aku, dan berjaga-jaga di belakangku. Bob, kau ikut aku. Kita akan coba membuntutinya terus."

 

Pete berlari melintasi jalan ke arah Limousine itu. Jupe dan Bob berjalan ke arah Hollywood Boulevard mengikuti Bonehead dan Peggy.

 

Hanya sedikit orang lewat di Las Palmas saat itu. Kalau Bonehead menengok ke belakang, ia mungkin melihat Jupe dan Bob mengikutinya. Karena itu Jupe dan Bob menjaga jarak sambil berjalan merapat ke pertokoan.

 

Setelah semenit Jupe mendengar suara Limousine datang dari belakangnya. Ia sudah berada lima belas meter dari Hollywood Boulevard saat itu. Dilihatnya Bonehead dan Peggy berhenti di lampu lalu-lintas di sana. Jupe menunggu sampai mobil itu berhenti di sampingnya, lalu membuka pintu belakang untuk masuk.

 

Kemudian segalanya berlangsung sangat cepat. Bonehead dan Peggy menyeberangi Hollywood Boulevard. Bob dan Jupe melompat masuk ke dalam Limousine. Sebuah mobil kuning muncul sekilas di ujung Hollywood Boulevard. Limousine itu meluncur ke depan dengan cepat.

 

Jupe mencondongkan badannya supaya pandangannya tidak lepas dari Bonehead dan Peggy. Mereka telah menghilang. Mobil kuning itu melaju melintasi persimpangan. "Kejar mobil itu!" seru Jupe.

 

Gordon Harker segera tancap gas. Tetapi saat itu lampu lalu lintas menyala merah. Harker harus menunggu sebelum dapat melanjutkan pengejaran. Jupe menangkap sosok dua orang yang dikenalnya duduk di belakang ketika mobil kuning itu lewat di depannya. Bonehead dan Peggy.

 

Gordon Harker melepas topinya. Ia duduk dengan santai di belakang kemudi, menunggu lampu hijau menyala. "Maaf," katanya. "Kita kehilangan buruan kita."

 

"Ini bukan kesalahanmu," ujar Jupe. Ia tahu persis apa yang baru terjadi. Bonehead dan Peggy telah sepakat untuk bertemu dengan mobil kuning di persimpangan Las Palmas dan Hollywood Boulevard. Begitulah cara mereka menghilang tadi. Mereka melompat masuk pada saat lampu lalu-lintas berganti menyala.

 

"Tidak apa-apa," kata Jupiter. "Paling tidak kita telah mendapat suatu petunjuk yang berharga."

 

"Maksudmu tentang Peggy?" tanya Bob. "Yaitu, bahwa dialah yang bersekongkol dengan Bonehead?"

 

Jupiter mengangguk. "Ada lagi yang lebih penting dari itu," tambahnya. "Kita semua pernah melihat mobil kuning itu sebelumnya. Kita tahu milik siapa mobil itu."

 

"Kita?" ujar Pete keheranan. "Tahu?"

 

"Siapa?" tanya Bob.

 

"Kepala Biro Publikasi studio film," sahut Penyelidik Satu. "Milton Glass."

 

 

Bab 11

ANCAMAN MISTERIUS

 

PENYELIDIK SATU bangun pagi-pagi sekali keesokan harinya. Ia mengisi perutnya dengan roti dan segelas susu, sebelum pergi ke bengkelnya di pangkalan.

 

Hari itu angin bertiup kencang. Ia harus memasang kain terpal di sekeliling mejanya sebelum dapat mulai bekerja.

 

Meskipun ia tidak tergesa-gesa untuk menggunakan penemuan barunya, kamera istimewa untuk perlengkapan detektif, ia menyempurnakan alat itu dengan penuh semangat. Ia punya pendapat bahwa dengan bekerja maka otaknya akan terasah.

 

Dan memang pada saat itu otaknya bekerja secara paralel. Sembari menyusun komponen-komponen kameranya, Jupe juga menjalin fakta-fakta tentang pencurian piala-piala perak itu.

 

Ada beberapa bagian yang tidak cocok, pikir Jupe. Ia masih terus memikirkan kemungkinan Footsie berjumpa dengan Bonehead untuk mengambil benda-benda curian itu di panggung suara.

 

Tetapi apa yang dilakukan Footsie ketika ia masuk ke gedung stasiun televisi? Footsie datang ke sana dua jam sebelum quiz dimulai. Ia naik dengan lift, namun tidak ke lantai tujuh belas tempat quiz itu diselenggarakan. Lima menit kemudian ia turun lagi ke lobi.

 

Apa yang dilakukannya selama lima menit itu? Mengunjungi seseorang di kantor itu?  Siapa?

Dan Milton Glass. Mengapa ia menjemput Peggy dan Bonehead di Hollywood Boulevard kemarin malam?

 

Mana mungkin ia menjemput mereka untuk mengajak makan malam? Bonehead dan Glass tidak pernah cocok satu sama lain. Mengapa Glass tidak langsung menjemput mereka di Magnolia Arms saja?

 

Pertemuan misterius di Hollywood Boulevard mengingatkan Jupe pada film mata-mata. Semuanya berlangsung sangat cepat dan rahasia. "Operasi bawah tanah", begitulah biasanya disebut dalam film-film.

 

Tiga jam kemudian Jupe berhasil menyempurnakan kameranya. Keseluruhan kamera itu hanya sebesar sisir saku. Tipis dan tidak panjang. Jupe menyembunyikannya di balik kerah jaketnya. Kerahnya tidak menyembul, sehingga tidak mencurigakan orang lain. Diselipkannya lensa kamera ke dalam lubang kancing kerahnya.

 

Tiba-tiba lampu di mejanya berkedip-kedip.

Secara otomotis Jupe merayap masuk ke dalam Lorong Dua, mendorong tingkap, masuk ke dalam kantornya, lalu mengangkat telepon.

 

"Di sini Jupiter Jones," katanya.

 

"Halo. Untung kau ada di rumah." Terdengar suara hangat dan bersahabat di seberang telepon.

 

"Mr. Glass?" tanya Jupe.

 

"Anggap saja aku seorang kawan," suara ramah itu berkata. "Kawannya Pretty Peggy. Aku tidak ingin dia mendapat kecelakaan. Kau juga demikian, bukan?"

 

"Tentu saja," sahut Jupe. "Mengapa Anda berkata begitu? Apa Peggy mendapat kecelakaan? Di mana dia sekarang?"

 

"Tidak usah repot-repot memikirkan di mana dia, Baby Fatso." Suara itu masih hangat dan ramah. "Ia berada di tempat yang aman untuk saat ini. Aku cuma ingin memperingatkan kau. Ia tidak akan selamanya aman!" Hening sejenak. "Kalau kau memenangkan quiz hari ini, Baby Fatso-kalau kau menang, Pretty Peggy akan masuk rumah sakit. Ia akan meringkuk di rumah sakit untuk waktu yang lama!"

 

"Tunggu du..." kata Jupe. Tetapi tidak ada kesempatan untuk berkata apa-apa lagi. Telepon sudah ditutup di seberang sana.

 

Jupe menaruh gagang telepon. Ia duduk di samping mejanya.

Ia masih menyimpan daftar alamat yang diberikan Gordon Harker. Ia mengangkat gagang telepon lagi dan memutar nomor telepon Peggy di hotel di Santa Monica.

 

Operator telepon hotel menjawab, lalu menyambungkannya ke kamar Peggy. "Ia tidak ada di kamarnya," lapornya setelah menunggu beberapa saat. "Apa ia sudah tidak tinggal di sana lagi?" tanya Jupiter.

 

Ternyata Peggy masih tinggal di hotel itu. Tetapi setelah dicek, operator mengatakan bahwa Peggy tidak kelihatan sejak pagi ini, sekalipun kunci kamarnya ada di kotaknya.

 

Jupe mengucapkan terima kasih dan meletakkan telepon. Ia duduk sambil termenung. Dengan dahi berkerut, ia menarik-narik bibir bawahnya. Akhirnya ia menggeleng beberapa kali.

 

"Pasti bukan Milton Glass yang meneleponku barusan," katanya perlahan pada dirinya sendiri.

 

Satu hal yang membuatnya yakin akan kesimpulannya itu. Milton Glass tidak pernah memanggilnya Baby Fatso. Ia tidak pernah menggunakan nama yang sangat dibenci Jupe. Biasanya ia memanggilnya Jupiter atau Jupe. Jadi, bukan Milton Glass yang mengancam keselamatan Peggy di telepon tadi. Itu hanya orang yang menirukan suara Milton Glass dengan baik sekali.

 

Siapa? Bonehead? Mustahil. Bonehead adalah aktor yang paling buruk di antara para Berandal Cilik. Berulang kali ia lupa dialog yang harus diucapkannya. Kalaupun ingat, ia tidak bisa menyuarakannya dengan baik. Bakat satu-satunya hanyalah menggoyang-goyangkan telinganya yang lebar.

 

Angin berembus di sekitar karavan tua yang tersembunyi di balik tumpukan barang bekas.

Dan Bonehead punya mobil sport. Ini memberi Jupe sebuah ide. Ia mengangkat telepon sekali lagi dan menelepon Gordon Harker. Ia meminta sopir Limousine itu menjemput Pete dan Bob serta membawa mereka ke pangkalan secepat mungkin.

 

Setelah pembicaraan selesai, Jupe duduk termenung lagi selama beberapa menit berikutnya. Dengan rencana tersusun di kepalanya, ia berniat memanfaatkan kamera istimewa yang baru saja selesai dirakitnya.

 

Ada sebuah kamar gelap kecil di dalam kantornya. Jupe masuk untuk mengisi kamera dengan film. Tidak mungkin mengisi kameranya dengan satu rol film. Jupe hanya dapat mengisinya dengan sepotong film. Jadi hanya sekali saja kamera itu dapat digunakan, setelah itu isinya harus diganti dengan sepotong film lagi.

 

Tetapi satu jepretan sudah cukup. Cukup kalau dugaan Jupiter benar. Cukup kalau waktu pengambilannya tepat.

 

Ia menyelipkan kembali kameranya ke balik kerah jaketnya serta memasukkan lensa kamera ke dalam lubang kancingnya. Sekilas kamera itu tidak nampak. Orang akan menyangka itu hanyalah kancing jaket.

 

Tidak lama setelah itu Pete dan Bob muncul di pintu gerbang.

 

"Anginnya kencang, ya?" kata Bob sewaktu Jupe masuk ke jok belakang Limousine.

 

"Ya," sahut Jupiter. "Tapi ini justru menguntungkan kita. Setidak-tidaknya demikian harapanku."

Ia tidak menjelaskan apa yang ia maksudkan. Ia berdiam diri sampai Gordon Harker memarkir mobil itu di seberang Magnolia Arms.

 

"Tugasmu, Pete," katanya pada Pete.

 

"Oh, apa lagi ini, Jupe?" protes Penyelidik Dua. "Kejadian kemarin sudah cukup bagiku."

 

Jupe tersenyum. "Kali ini mudah. Kau cuma kuminta untuk melihat pelataran parkir itu," katanya memberi petunjuk. "Lihat apakah mobil Bonehead ada di sana atau tidak."

Kurang dari tiga menit kemudian Pete sudah kembali. "Yap," katanya. "Mobilnya ada di sana. Mobil sport merah."

 

Jupe bertanya lagi, "Apa kap atas mobilnya dibuka?"

 

"Yap. Kap kanvas itu terbuka."

 

Jupe tersenyum puas. "Mari kita berharap supaya kap itu tetap terbuka," katanya. "Angin

kencang ini bisa menjadi angin keberuntungan."

 

Ia melirik jam tangannya. Hampir jam setengah satu. Masih lama sebelum quiz kedua dimulai. Tidak jelas berapa lama mereka harus menunggu sampai Bonehead keluar untuk berangkat ke studio televisi. Jupe tidak ingin kehadiran mereka di sana diketahui. Bonehead akan curiga kalau mobil Limousine hitam itu diparkir terus di sana.

 

Sepuluh meter dari sana terdapat satu jalan masuk yang sempit menuju Las Palmas.

 

"Kau bisa memarkir di sana?" tanya Jupe pada Gordon Harker. "Menghadap ke Las Palmas? Jadi kalau dia berjalan ke arah mana saja, kita tidak perlu susah-susah memutar kendaraan."

 

"Tentu," jawab Gordon Harker. "Ide yang bagus sekali."

Ia memarkir Limousine-nya sesuai dengan permintaan Jupiter. Di tempat ini mobilnya tidak akan terlihat dari apartemen Bonehead.

 

Jupe memeriksa kameranya. Ia menunggu sambil bersandar.

Setengah jam kemudian Trio Detektif melihat Bonehead berjalan keluar menuju pelataran parkir. Gordon Harker menghidupkan mesin mobil. Ketika mobil sport merah Bonehead meluncur di Las Palmas dan membelok ke Hollywood Boulevard, Limousine itu melaju mengikutinya.

 

Harker membayang-bayangi Bonehead. Bonehead membelok lagi. Tampaknya ia akan langsung pergi ke studio televisi.

 

"Jaga jarak dulu," kata Jupe memberi instruksi. "Kalau aku bilang 'Sekarang,' tambah kecepatan dan sejajarkan dengan mobilnya. Usahakan agar kita berada serapat mungkin dengan mobilnya."

Penyelidik Satu duduk di pinggir belakang. Melalui kaca jendela samping ia dapat melihat Bonehead dengan jelas di belakang kemudi mobil sportnya. Rambutnya yang panjang tersibak ke belakang tertiup angin. Jupe menjulurkan badannya ke depan. Dengan satu-satunya film di kameranya, ia hanya punya satu kesempatan.

 

Kedua mobil itu melewati lampu hijau. Jalan besar di depan masih panjang dan kosong. Bonehead menambah kecepatan. Angin menerpa mukanya dengan kencang. Dengan kap atasnya yang terbuka, rambut Bonehead makin tersibak ke belakang. Sambil mengawasinya, Penyelidik Satu melakukan perhitungan dengan cermat.

 

"Sekarang!" serunya.

 

Limousine itu melesat ke depan, dan dalam sekejap sudah berada di samping mobil sport merah. Jupe beringsut. Ia menghadap ke jendela di sampingnya. Ditempelkannya kerah jaketnya ke jendela.

 

Kalau saat itu Bonehead menengok dan melihat ke Limousine itu, lenyaplah kesempatan emas Jupiter. Rencananya akan buyar berantakan.

 

Namun Bonehead masih memandang lurus ke depan. Jupiter meraih kerah jaketnya. Ia menjepretkan kameranya yang tersembunyi. Bonehead menoleh. Tetapi sekarang sudah tidak ada pengaruhnya. Penemuan Jupiter telah melakukan tugas rahasianya dengan baik. Bonehead tidak tahu bahwa ia baru saja dipotret.

 

"Oke, sekarang kurangi kecepatan," katanya pada Gordon Harker.

 

Limousine itu melambat. Sebentar saja mobil sport Bonehead sudah melejit meninggalkan mereka. Jupiter melepas kamera dari kerah bajunya. Diberikannya kamera itu pada Bob.

 

"Setelah kau menurunkan aku di stasiun televisi, kalian kembali ke kantor untuk mencuci dan mencetak film ini. Jangan lupa untuk memperbesar foto ini," katanya. "Kalian rela kan, kalau kalian tidak sempat menonton quiz itu secara langsung. Aku butuh benar foto ini setelah quiz itu selesai. Bawa ke dalam studio televisi. Secepatnya, Bob."

 

"Beres." Bob mengambil kamera itu dan memasukkannya ke dalam kantongnya. "Tetapi kenapa kau tidak menceritakan misteri di balik ini? Buat apa kau tadi mengambil potret Bonehead?"

 

Sebagai Penyelidik Satu, Jupiter sering kali berada satu langkah di depan kedua kawannya. Kadang-kadang ia suka membiarkan kedua kawannya bertanya-tanya. Namun saat ini ia merasa harus menjelaskan tindakannya.

 

"Ini bukan sekadar potret Bonehead," katanya. "Ini adalah gambar close-up wajahnya yang diterpa angin kencang. Kau pasti bisa menebak mengapa itu penting sekali, kan?"

 

"Tidak," kata Pete berterus-terang. "Katakan saja, aku tidak bisa menebak."

 

"Aku juga tidak," kata Bob.

 

"Rambutnya yang panjang," ujar Jupe memberi petunjuk "Seperti yang telah kalian ketahui, ia selalu menyisir rambutnya ke bawah setiap saat. Terima kasih kepada angin kencang, aku dapat mengambil potret dari bagian wajahnya yang biasanya tertutup. Kalian mengerti sekarang?"

 

"Belum," kata Bob dan Pete serempak.

 

"Bagian mana yang kaumaksud?" tanya Pete.

"Telinganya," sahut penyelidik pertama Trio Detektif. "Telinga lebar Bonehead yang terkenal itu."

 

 

Bab 12

QUIZ KEDUA

 

SATU menit menjelang pukul dua, Jupe melihat Milton Glass melirik jam dinding lagi. Sudah ketiga kalinya ia berbuat begitu sepanjang pengamatan Jupe.

 

Dalam semenit lagi "Quiz Berandal Cilik" akan dimulai. Namun sejauh ini baru tiga kontestan yang muncul di panggung. Bonehead, Bloodhound, dan Jupe sendiri. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Footsie dan Peggy.

 

Jupe melihat ke arah penonton di studio. Pete sedang duduk di baris belakang. Ia tampak sama bersemangatnya dengan Milton Glass. Ketika ia menyadari bahwa Jupe melihatnya, ia mengangkat bahu. Jupe balas mengangkat bahu. Ia tidak mengerti mengapa Footsie tidak hadir, tetapi ia sangat mencemaskan keselamatan Peggy.

 

Matanya menyapu seluruh penonton. Luther Lomax masih di tempatnya yang biasa di dalam ruang kontrol. Masih seperti biasanya, ia memakai jas abu-abu yang kusam. Rambutnya yang putih acak-acakan dan terdapat cekungan yang dalam di bawah matanya. Ia tampak seperti orang tua yang kelelahan.

 

Perhatian Penyelidik Satu terusik ketika ada orang masuk. Footsie! Setengah berlari ia datang ke panggung. Ia berhenti untuk memberikan sebuah amplop pada Milton Glass. Kemudian ia mengambil tempatnya di antara para kontestan.

 

Sekarang sudah tepat jam dua. Peggy masih belum muncul. Jupe berdiri, memberi tempat bagi Footsie untuk duduk di sebelahnya.

 

"Nyaris terlambat," bisik Jupe.

 

"Ya," kata Footsie sambil tersenyum. "Aku mendapat surat yang harus kuambil di kantor Glass di studio film dan motorku rusak." Ia membenarkan letak mikrofon pada dasinya. "Tapi peduli apa? Harapanku untuk menang sudah tipis. Lagi pula aku bisa menghasilkan uang cukup dari pekerjaanku sebagai pengantar surat-surat di studio televisi dan studio film ini."

 

Jupe melirik Milton Glass. Ia sedang membuka amplop yang diberikan Footsie padanya. Senyumnya meredup ketika ia membaca isi surat itu. Kemudian giginya yang putih bersinar lagi. Ia memberi kode ke arah ruang kontrol, lalu menghadap ke penonton.

 

"Aku punya berita yang agak mengecewakan bagi Anda sekalian," katanya. "Aku baru saja menerima sebuah surat dari salah satu kontestan kita, Peggy. Baiknya kubacakan saja isinya." Ia berdehem seraya melihat kertas di tangannya.

 

"Mr. Glass, " ia membaca keras-keras. "Maafkan aku karena aku membuatmu kecewa. Tetapi karena fotoku muncul lagi di koran-koran, orang-orang mulai menggoda dan mengejekku kembali. Lagi pula aku tidak punya kesempatan untuk memenangkan quiz ini, sehingga aku putuskan untuk mundur dan pulang ke San Fransisco. Paling tidak aku akan bebas di sana. Teriring salam untukmu dan seluruh Berandal Cilik...."

 

Glass berhenti sebentar.

 

"Tertandatangani 'PrettyPeggy'. "

Penonton bergumam. Itu gumam bersimpati, pikir Jupiter.

 

"Well, kalau Anda melihat kami, Peggy," lanjut Milton Glass, "aku hanya bisa menyampaikan rasa simpatiku atas keputusan yang telah kauambil. Kami semua senang kalau Anda berada di sini. Kami semua merasa kehilangan Anda."

 

Penonton bertepuk tanda setuju dengan Milton Glass.

 

Glass mengangkat kedua tangannya untuk menenangkan penonton. "Dan sekarang, tibalah kita pada acara yang dinanti-nanti. Final 'Quiz Berandal Cilik'!"

 

Lampu dimatikan. Jupe memperhatikan layar. Kembali cuplikan-cuplikan adegan film dipertunjukkan.

 

Ia berusaha keras memusatkan perhatiannya pada film itu, namun pikirannya tetap tidak dapat berkonsentrasi pada film itu. Sekalipun demikian, ingatannya yang cemerlang menjadi segar kembali ketika melihat potongan-potongan kejadian di film. Seolah-olah peristiwa itu baru dialaminya kemarin sore.

 

...Flapjack mencuri anjing untuk Mr. Trouble. Peggy minum strawberry milk shake dengan dua buah sedotan. Bonehead dan Bloodhound menyalakan api unggun untuk membakar jagung. Footsie melompat ke dalam danau yang dalamnya cuma satu meter. Baby Fatso terperangkap di antara kayu-kayu yang terbakar. Bloodhound membalut luka di kepala Footsie dengan taplak meja. Peggy menyelamatkan Baby Fatso dari kurungan api...

Di samping itu Jupiter sibuk memikirkan Peggy. Ia tidak percaya bahwa Peggy yang menulis surat itu. Peggy tidak pernah menulis namanya Pretty Peggy. Ia benci nama itu, seperti Jupe benci nama Baby Fatso.

 

Lagi pula Peggy belum pulang ke hotel. Ia belum check-out dari hotelnya. Dan ia belum kelihatan sepanjang pagi ini.

 

Jupiter mencium gejala bahwa Peggy berada dalam bahaya. Ada orang yang menyandera Peggy di suatu tempat. Orang itulah yang menulis surat tadi. Dan orang itu pulalah yang menelepon Jupiter di pangkalan tadi pagi.

 

Masih terngiang di telinganya bagaimana orang itu mengancam keselamatan Peggy kalau Jupe memenangkan quiz ini.

 

Dua menit kemudian film itu berakhir. Lampu dinyalakan kembali.

 

Jupe melirik papan skor elektronik. Skornya sudah sembilan ratus, Bonehead delapan ratus. Peggy tujuh ratus. Bloodhound dan Footsie tertinggal jauh. Jupe melakukan perhitungan dengan cepat. Ia harus meraih tiga kesempatan. Milton Glass memutar kursinya untuk menghadap ke arah para kontestan.

 

Karena Peggy tidak hadir, Bonehead mendapat giliran pertama. "Apa yang aneh pada sedotan yang digunakan Pretty Peggy?"

 

"Bergaris-garis," jawab Bonehead. "Merah, putih, dan biru." Tepuk tangan. Seratus untuk Bonehead. Kini ia seimbang dengan Jupe. Giliran Bloodhound.

 

"Milk-shake apa yang diminumnya?"

 

Bloodhound ragu-ragu. Jupe mengangkat tangannya. Ia lebih cepat sepersekian detik dari Bonehead.

 

 "Coklat?" terka Bloodhound sambil nyengir. Penonton menggumam.

 

"Sayang sekali," kata Glass. "Sekarang kita lemparkan pertanyaan ini pada yang lebih dulu mengangkat tangan. Silakan Jupiter." Milton Glass menoleh pada Jupe.

 

Penyelidik Satu pura-pura bimbang. Tentu saja sebenarnya ia tahu jawabnya, yaitu strawberry.

 

"Ngngng... kurasa itu coklat juga," kata Jupe.

 

Penonton terkejut. Jupe kehilangan angka seratus. Dan itu terjadi terus-menerus. Ketika kemudian pada gilirannya ia ditanya apa yang digunakan Bloodhound untuk membalut kepala Footsie, ia berpura-pura tidak tahu lagi. "Perban?" katanya Penonton kembali bergumam keheranan.

 

Pada babak final, Bonehead sudah meraih angka seribu tiga ratus. Ia menambah seratus lagi pada gilirannya berikutnya. Bloodhound dan Footsie masih jauh tertinggal. Kini kembali giliran Jupe.

 

"Well, ini pertanyaan yang mudah untukmu," kata Glass padanya dengan ramah. "Apa yang Flapjack curi untuk Mr. Trouble?"

 

Jupe melirik lagi pada papan skor sebelum menjawab. Ia sudah tiga kali dikurangi dan tidak sekali pun menambah angkanya. Sekarang skornya seratus di bawah Peggy.

 

"Kucing," jawabnya. Para penonton mendesah kesal. "Salah. Yang dicuri adalah seekor anjing."

 

Quiz itu selesai.

 

Milton Glass berpaling untuk membaca papan skor elektronik. Kamera diarahkan pada papan itu pula. Penonton bertepuk tangan meriah.

 

Bonehead memperoleh skor seribu empat ratus. Sedangkan Jupe memperoleh enam ratus, karena tiga kali skornya dikurangi serta tidak sekalipun ia menjawab benar. Jadi, meskipun Peggy tidak hadir, Peggy berada di urutan kedua dengan skor tujuh ratus.

 

Ketiga kamera itu menyorot ke arah Bonehead yang tersenyum puas, ia berhasil meraih hadiah uang sebesar dua puluh ribu dollar. Penyelidik Satu acuh tak acuh saja pada acara pemberian hadiah ini. Ia memandang ke arah penonton, menunggu kedatangan Bob.

 

Akhirnya ada seseorang menyeruak masuk. Bob masuk dan langsung berlari ke panggung. Ia membawa sebuah amplop besar.

 

"Gambarnya bersih dan jelas sekali," bisiknya seraya menyerahkan amplop itu pada Jupe. "Lebih indah dari warna aslinya."

 

Ketika Bob kembali ke tempat duduk, Jupe membuka amplop itu. Ia mengambil foto besar dari dalamnya. Hasilnya lebih baik dari dugaannya semula. Sebuah foto besar Bonehead dengan rambut tersibak ke belakang. Telinganya terfokus dengan tajam.

 

"Para hadirin sekalian," kata Milton Glass. "Dengan bangga aku mempersembahkan-" terdengar suara genderang dari balik panggung- "hadiah bagi seluruh kontestan acara ini."

 

Penonton berdesis dengan penuh antisipasi. Jupe memasukkan kembali potret itu ke dalam amplop.

 

"Terimalah ini sebagai tanda terima kasih kami pada Berandal Cilik yang turut membantu hingga terselenggaranya acara ini," lanjut Glass. "Trixie, silakan."

 

Wanita-yang muncul di panggung suara dalam acara tatap muka-kini tampil kembali. Ia membawa sebuah kotak terbungkus kertas emas. Alis mata Jupe terangkat. Kini Trixie dikawal deh seorang penjaga berpakaian seragam.

 

Glass membuka bungkus itu sambil terus nyerocos. Akhirnya ia berkata, "...sebuah piala perak untuk setiap kontestan." Penonton bertepuk dan bersorak ketika Berandal Cilik menerima hadiah itu satu per satu.

 

"Piala untuk Peggy," lanjut Glass, "akan dikirimkan langsung ke rumahnya. Terima kasih sekali lagi, Peggy, kalau Anda menyaksikan acara ini. Sekarang tibalah saatnya kita berpisah. Sampai jumpa, Berandal Cilik; sampai jumpa, Para hadirin; dan sampai jumpa, Para pemirsa sekalian!"

 

Milton Glass melambai pada kamera, senyumnya makin lebar, memperlihatkan giginya yang bersinar-sinar. Terdengar tepuk tangan panjang, kemudian acara itu usailah sudah.

 

Kamera berhenti mengambil gambar. Kontestan hendak berangkat pulang. Bonehead berdiri di ujung panggung. Milton Glass, Footsie, Bloodhound, kru kamera serta beberapa orang penonton menyalami Bonehead atas kemenangannya.

 

Dengan Bob dan Pete di dekatnya, Jupiter menyeruak di antara kerumunan orang sampai ia tepat berhadapan dengan pemuda berjaket kulit itu. Jupe mengeluarkan foto itu. "Apa ini fotomu?" tanya Jupe.

 

"Kenapa?" Bonehead melihat foto itu dengan gelisah. Tetapi tidak mungkin baginya untuk menyangkal. Setiap orang yang berdiri di dekatnya dapat melihat jelas wajahnya yang terpampang di foto itu. "Ya. Itu aku," katanya mengakui. "Kenapa?"

 

"Karena di sini rambutmu tidak menutupi telingamu," kata Jupiter. Ia menoleh pada Milton Glass, yang berdiri di sebelahnya. "Wajah orang berubah ketika ia beranjak dewasa," katanya menjelaskan. "Bloodhound, Footsie, dan aku sendiri berubah banyak, sampai-sampai Anda tidak menyangka bahwa kami adalah anak-anak yang dulu memainkan tokoh-tokoh Berandal Cilik. Benar, kan?"

 

"Benar," kata Bloodhound menyetujui. Milton Glass mengangguk.

 

"Tetapi ada satu yang tidak akan berubah," lanjut Jupiter. "Itu adalah bentuk telinga seseorang. Bonehead memiliki kuping yang agak luar biasa besarnya. Tetapi orang pada foto ini-yang baru saja memenangkan hadiah dua puluh ribu dollar-punya telinga yang lain sama sekali. Telinganya relatif kecil dibandingkan telinga Bonehead."

 

Pemuda berjaket kulit itu melangkah maju. Ia mencoba merebut foto itu dari tangan Jupe. Bloodhound menangkap tangannya. Didorongnya Bonehead.

 

"Apa maumu?" seru Bonehead dengan suara parau.

 

"Aku cuma ingin mengatakan," ujar Penyelidik Satu dengan tenang, "bahwa kau bukanlah anggota Berandal Cilik. Kau sebenarnya tidak punya hak untuk ikut dalam quiz ini. Kurasa Mr. Glass akan setuju dengan pendapatku bahwa kau secara otomatis didiskualifikasi sebagai pemenang hadiah uang ini. Karena..."

 

Jupiter melambai-lambaikan foto yang dipegangnya.

 

"Karena potret ini membuktikan tanpa dapat dibantah lagi bahwa siapa pun kau, kau pasti bukan Bonehead!"

 

 

Bab 13

DICULIK!

 

MEREKA semua berkumpul di kantor besar stasiun televisi itu: orang yang mengaku sebagai Bonehead, Milton Glass, Luther Lomax, Trio Detektif, Bloodhound, Footsie, dan petugas keamanan perusahaan televisi.

 

Milton Glass duduk di balik meja. Di depannya terpampang foto yang dibuat Jupiter. Bonehead palsu terduduk di sebuah kursi, menghadap pada Glass. Yang lain-lainnya berkumpul di bangku-bangku sekelilingnya.

 

"Oke," kata orang berjaket kulit itu, "aku mengaku. Aku kecolongan oleh Baby Fatso." Ia menatap Jupe. "Aku sudah curiga bahwa kau tidaklah dungu. Tetapi ternyata kau lebih cerdik dari yang kuperkirakan semula."

 

"Ya, sudah." Ia mengangkat bahunya yang bidang. "Aku cuma mencoba-coba saja. Dua puluh ribu dollar. Itu banyak sekali. Dan hampir saja aku memperolehnya. Aku tidak bisa lari ke bank untuk menguangkan cek ini-kalian akan membekukan cek ini sebelum aku sampai ke sana."

 

Ia meraih kantongnya dan mengeluarkan cek yang baru saja diterimanya sebagai hadiah "Quiz Berandal Cilik". Dipandangnya cek itu dengan sedih. Lalu diremasnya dan dilemparnya cek itu ke atas meja Milton Glass.

 

"Kembalikan pialanya juga," kata Luther Lomax dengan suara tegas.

 

Bonehead palsu dengan enggan mengeluarkan piala itu dari dalam jaket kulitnya. Lagi-lagi dilemparnya piala ke atas meja Milton Glass.

 

"Siapa kau?" tanya petugas keamanan dengan suara datar. "Siapa namamu sebenarnya?"

 

"Apa gunanya buatmu?" Bonehead palsu itu mengangkat bahu. "Siapa yang peduli pada namaku yang sebenarnya? Apa bedanya aku dengan seribu orang lain di kota ini? Aku cuma aktor yang kehilangan pekerjaanku. Aktor yang cukup baik."

 

Penyelidik Satu diam-diam setuju dengan pernyataan itu. Orang itu benar-benar aktor yang mahir. Ia jauh lebih baik dari Bonehead asli.

 

Milton Glass merapikan cek yang tadi diremas-remas oleh Bonehead palsu. "Siapa yang memberi ide ini padamu?" tanyanya.

 

"Tidak ada." Suara penipu itu dingin dan tegas. "Tidak ada yang memberikan ide ini padaku. Aku sudah menonton Berandal Cilik di televisi, membaca tentang mereka di koran-koran. Aku pernah satu sekolah dengan anak yang memerankan Bonehead, dan aku tahu ia menghilang beberapa tahun yang lalu. Kurasa ia bahkan telah meninggal karena suatu kecelakaan."

 

"Penampilanku sangat mirip dengannya, kecuali telingaku," lanjutnya. "Dan itu memberiku sebuah ide. Mulanya aku hanya mencoba mencari pekerjaan. Pekerjaan sebagai aktor. Kemudian perusahaan siaran televisi ini muncul dengan rencana quiz itu. Aku putuskan saja untuk ikut. Kenapa tidak? Dua puluh ribu dollar itu bukan main-main."

 

Sunyi sesaat. Milton Glass masih saja tersenyum, tetapi senyum penuh keraguan.

 

"Jadi apa yang ingin kaulakukan sekarang?" tantang Bonehead palsu.

 

"Kami akan menyerahkanmu pada polisi," ujar petugas keamanan. "Kau akan kami tuntut karena kau telah menipu dan..."

 

Ia berhenti. Milton Glass mengangkat tangannya.

 

"Tidak secepat itu," kata Glass. "Studio televisi dan studio film tidak ingin pemberitaan semacam itu. Dapatkah kaubayangkan koran-koran memuat berita seperti ini?" Ia memperlihatkan sebaris giginya pada petugas keamanan itu. "Lagi pula kerugian apa yang telah ia timbulkan? Kami akan mengirim cek itu pada Peggy di San Fransisco. Aku yakin ia tidak akan bertanya-tanya soal ini. Sedangkan untuk orang muda ini..."

Ia menoleh pada Bonehead palsu.

 

"Well, " katanya meneruskan, "bagaimana kalau semua ini kita anggap olok-olok belaka?" Ia berpaling pada Luther Lomax. "Bagaimana menurutmu, Luther?"

 

Sutradara tua itu melihat dengan mata sayu. Ia menyisir rambutnya dengan jari-jarinya. "Tidak apa-apa," katanya. "Bagiku itu boleh-boleh saja."

 

Jupiter bangkit. Atas aba-aba yang diberikannya, kedua penyelidik lainnya juga berdiri.

 

"Kami akan tutup mulut di hadapan para wartawan," kata Jupe. "Kalian dapat memegang pernyataan kami ini." Bagi Jupe pertemuan ini sudah berakhir. Ia ingin segera keluar dari ruangan itu untuk menemui Gordon Harker di pelataran parkir. "Kalau Anda tidak keberatan, Mr. Glass, kami permisi dulu."

 

"Silakan." Glass bangkit pula. "Aku berterima kasih sekali padamu, Jupiter." Senyumnya yang hangat masih melekat seperti biasa. Namun nada suaranya tidak seperti orang yang benar-benar berterima kasih. "Kau mengerjakan tugas dengan baik sekali sebagai seorang detektif. Tanpa bantuanmu kami akan dihadapkan pada kesulitan besar. Peggy akan kehilangan uang yang sangat ia butuhkan."

 

Jupe membalas ucapan terima kasih itu. Ia lalu berjalan ke pintu, diikuti Bob dan Pete. Ketika menutup pintu dari luar, ia melihat lagi ke dalam kantor. Milton Glass sudah bersandar lagi di kursinya, tersenyum dengan perasaan lega pada Bonehead palsu. Bonehead membalas dengan senyuman pula. Luther Lomax, dengan mata yang masih sayu, membersihkan debu dari jasnya yang lusuh. Petugas keamanan menatap ke jendela dengan kening berkerut.

 

Lift penuh dengan orang. Trio Detektif masuk ke dalam lift yang berjejal itu. Mereka tidak saling berbicara ketika turun dengan lift, bahkan juga ketika mereka keluar dari lift. Baru ketika keluar dari gedung itu, Bob dan Pete punya kesempatan untuk menyampaikan perasaannya.

 

"Kau membebaskan mereka begitu saja?" kata Pete dengan sengit. Ia tidak dapat mempercayai tindakan temannya itu. Dalam sepak-terjangnya sebagai detektif, belum pernah ia melihat Jupiter Jones meninggalkan kasus begitu saja dan membiarkan orang yang bersalah bebas. Tapi sekarang? Jupiter seolah-olah membiarkan saja orang itu lepas tanpa proses lebih lanjut. Demikian anggapan Pete terhadapnya. Pete merasa yakin bahwa Milton Glass turut terlibat dalam

 

kasus penipuan ini sejak awal. Glass sendiri sebenarnya tahu bahwa orang itu bukanlah Bonehead yang sebenarnya. Itulah sebabnya ia tadi memberi kesempatan pada Bonehead palsu untuk bebas.

 

"Ya." Bob menimpali. Ia kesal dan gemas melihat kelakuan Jupe. "Dan bagaimana dengan Peggy? Kau sendiri bilang kau yakin bahwa ia tidak pulang ke rumahnya di San Fransisco. Kau bilang ia berada dalam bahaya."

 

"Ya," tambah Pete. Ia lebih cocok dibilang bingung ketimbang marah. "Apa yang sedang kaupikirkan, Jupe?"

 

Penyelidik Satu menarik-narik bibir bawahnya. "Aku sedang memikirkan Peggy," ujarnya. "Sudah sejak saat aku menerima telepon ancaman itu aku memutar otak mengenai Peggy." Ia sudah menceritakan kejadian itu kepada kedua kawannya.

 

"Itulah sebabnya aku sengaja memberi jawaban salah, agar aku kehilangan angka," lanjutnya, "sehingga Peggy akan menjadi pemenangnya. Sekarang pun aku masih memikirkan hal ini." Ia melihat pada Bob. "Karena kau benar. Ia berada dalam bahaya. Kita harus menyelamatkannya. Ayo!"

 

Tanpa berkata apa-apa lagi ia bergegas berjalan menuju pelataran parkir. Bob dan Pete mengikutinya.

 

Gordon Harker sedang duduk di Limousine-nya sambil membaca koran. Ia melipat korannya ketika Jupe masuk ke kursi belakang.

 

"Ke mana?" tanya Harker dengan wajah ceria.

 

"Tidak ke mana-mana. Belum." Pete dan Bob juga masuk ke dalam mobil. Penyelidik Satu memandang ke tempat sebuah mobil kuning diparkir. Mobil Milton Glass. "Kau dapat memundurkan sedikit mobil ini, sehingga kita dapat mengawasi mobil kuning itu tanpa terlihat?" tanya Jupe. "Tetapi usahakan agar kita tetap berada dalam posisi siap untuk membuntuti kalau mobil itu pergi sewaktu-waktu."

 

"Beres."

 

Harker menghidupkan mesin mobil. Dengan cekatan digesernya letak mobil ke bagian belakang yang agak tertutup. Dari sana Harker masih dapat melihat ujung depan mobil kuning Glass itu.

 

"Apa kita sekarang akan membuntuti Milton Glass?" tanya sopir itu.

 

Jupe mengangguk. Ia berpikir keras sambil duduk bersandar di kursi belakang. Bob tahu kebiasaan kawannya ini. Ia tidak ingin mengganggunya, jadi ia juga ikut-ikutan diam.

 

Tetapi Pete sudah tidak sabar lagi. Ia penasaran melihat tingkah laku Jupe yang misterius seperti itu.

 

"Ayo dong, Jupe," bujuk Penyelidik Dua. "Tega benar kau membiarkan aku kebingungan begini. Aku tahu kau sedang menikmati kasus ini. Aku juga mau ikut menikmatinya. Tapi bagaimana bisa kalau aku mengerti saja tidak?"

 

"Oke," desah Jupe. Dalam hati ia merasa senang karena dengan berbicara ia dapat menyusun rencananya dengan lebih sempurna lagi. Ia mengangkat satu jarinya.

 

"Nomor satu," katanya menjelaskan dengan suara cukup keras agar Gordon Harker dapat ikut mendengarkan. Ia ingin agar kawan lamanya ini, Flapjack, merasa dipercaya. "Kapan terakhir kali kita melihat Peggy?"

 

"Di Hollywood Boulevard kemarin malam," sahut Bob cepat. "Waktu Milton Glass menjemputnya dengan mobil kuning itu."

 

"Dengan Bonehead," Jupe menambahkan. "Kemudian pagi tadi Bonehead meneleponku. Ia meniru-niru suara Glass, dan ia memperingatkanku supaya tidak menang dalam quiz itu. Kalau tidak, Peggy akan celaka. Apa yang dapat kautangkap dari situ?"

 

"Itu berarti Peggy disanderanya di suatu tempat," kata Bob mengira-ngira. "Maksudku, ia menyekap Peggy. Tapi itu pasti bukan di apartemennya di Magnolia Arms, kan? Ada banyak orang lain tinggal di sana. Peggy akan menarik perhatian banyak orang kalau ia ditahan di sana."

 

"Benar," kata Jupe.

 

"Tapi kan Peggy sekarang menjadi pemenang quiz ini, bukan kau, Jupe," tukas Pete. "Sedangkan Bonehead palsu ini sudah dibongkar kedoknya. Kenapa Peggy masih berada dalam bahaya?"

 

"Jelas masih," tangkis Jupiter. "Karena apa pun yang dikatakannya di kantor tadi, Bonehead tidak bekerja sendirian. Ada orang yang membantunya untuk menjadi Bonehead palsu. Orang itu harus mengajarkan setiap tingkah laku Bonehead sebagai salah satu anak pemain Berandal Cilik. Misalnya saja, Bonehead palsu tidak mungkin tahu bahwa ia biasa diberi honor setiap hari Jumat, terbungkus dalam amplop coklat. Bonehead palsu tidak akan tahu bahwa mobil Mr. Trouble adalah Pierce-Arrow 29. Mesti ada seseorang yang mengajarinya hal-hal itu."

 

"Jadi ada orang yang bersekongkol," sela Bob.

 

"Ya," kata Penyelidik Satu. "Dan orang itu membantunya menculik Peggy. Sekarang mereka tidak bisa membebaskan Peggy begitu saja. Karena Peggy tahu siapa orang yang berkomplot itu. Apalagi penculikan lebih berat hukumannya daripada penipuan. Kau bisa dihukum penjara seumur hidup kalau menculik seseorang."

 

"Milton Glass," ujar Bob. "Sejak ia menolak untuk menyiarkan berita tentang Bonehead palsu ini di koran-koran, aku yakin Milton Glass berada di balik semua ini."

 

"Betul, Jupe?" tanya Pete. "Apa Peggy dikurung di suatu tempat di rumah Milton Glass?"

 

Penyelidik Satu tidak menyahut. Perhatiannya tersita pada seorang laki-laki yang berjalan ke arah mobil kuning itu. Jupe melihatnya menghidupkan mobil dan menjalankannya.

 

"Tidak," katanya. "Milton Glass adalah ketua Biro Publikasi. Ia hanya mencoba mengamankan studio ini. Ia tidak menyadari bahwa Bonehead ini palsu. Ada orang lain yang membantu Bonehead palsu mempelajari sifat dan tingkah laku Bonehead sesungguhnya. Dialah orang yang membantunya menculik Peggy."

 

"Siapa?" Bob dan Pete ikut-ikutan mencondongkan badan mereka ke depan. Mereka mencoba melihat siapa orang yang mengemudikan mobil kuning. Gordon Harker meluncurkan Limousine itu perlahan-lahan, mengikuti mobil itu.

 

"Luther Lomax!" sahut penyelidik pertama Trio Detektif.

 

 

Bab 14

ISTANA KUMUH

 

MOBIL kuning itu membelok dan mengarah ke bukit-bukit di atas Beverly Hills. Luther Lomax mengendarai mobilnya dengan perlahan dan hati-hati. Ini memudahkan Gordon Harker untuk membayang-bayanginya dalam jarak yang cukup jauh. Dengan begitu sutradara tua itu tidak akan menyadari bahwa ia sedang dibuntuti.

 

Jalan menanjak menaiki bukit-bukit. Rumah-rumah makin jarang dijumpai. Hanya rumah-rumah besar dikelilingi tembok tinggi yang sesekali terlihat. Rumah-rumah besar itu dulunya dibangun oleh orang-orang film pada masa jayanya dunia perfilman. Tempat itu sering dijadikan objek wisata bagi turis asing maupun turis domestik yang ingin mengetahui zaman kejayaan dunia perfilman Hollywood.

 

Gordon Harker memperlambat laju kendaraan. Mobil kuning itu sudah membelok masuk lewat sebuah pintu gerbang yang terbuka. Gordon Harker menepi, lalu berhenti.

"Well? Apa yang ingin kalian lakukan sekarang?" tanyanya. "Apa kita ikut masuk ke dalam?"

 

"Jangan. Lebih baik di sini." Penyelidik Satu membuka pintu, lalu melangkah ke luar. "Mungkin ia punya penjaga, tukang kebun, atau pembantu rumah tangga. Kalau kita sampai terlihat, ia akan bersiap-siap menghadapi kita. Jadi kami akan berjalan memutar sedikit. Mungkin kami akan mendapat petunjuk di mana Peggy disembunyikan."

 

"Oke." Harker membuka lagi korannya. "Selamat beraksi. Kalau kau perlu bantuan, teriak saja keras-keras."

 

Jupiter mengerdipkan sebelah matanya. Sambil merapat pada dinding, Trio Detektif berjalan sambil membungkuk ke arah gerbang.

 

Gerbang masih terbuka. Tidak ada orang yang menutupnya setelah Lomax masuk. Tidak ada penjaga. Bahkan tidak tampak ada orang lain di sana. Mobil kuning Milton Glass diparkir di depan pintu masuk utama yang besar dan megah.

 

Tempat itu tampak aneh. Mencurigakan. Ini membuat Jupiter seperti berada di dunia lain. Rumah yang besar bagai istana, namun sekelilingnya sunyi-senyap. Jupe teringat pada sebuah film tua, Gone With the Wind.

 

Rumah itu masih tampak bagai istana. Di sepanjang bagian depannya terdapat serambi, dihiasi pilar-pilar besar. Sebuah beranda menjulur ke luar di bawah jendela-jendela pada tingkat dua. Kedua sisi bangunan itu melebar ke samping.

 

Tetapi cat pilar-pilar penyangga bangunan itu sudah mengelupas. Bingkai-bingkai jendelanya sudah melapuk. Tangga yang menuju ke serambi muka sangat tidak terawat-batu-batu pecah, daun-daun dan sampah berserakan di sana.

 

Di sebelah kanan rumah itu berdiri sebuah pohon besar yang condong ke arah rumah. Jupe memberi isyarat pada kedua kawannya. Mereka berlari menghampiri pohon itu. Rerumputan tumbuh sangat tinggi di bawah pohon itu. Trio Detektif terlindung dengan aman hanya dengan berjongkok saja. Mereka bergerak maju perlahan-lahan.

 

"Buset," desis Pete. "Apa masih ada orang yang mau tinggal di tempat seperti ini?"

 

Jupe mengangguk perlahan. Ia mencoba membayangkan bagaimana kalau tempat itu terpelihara dengan baik. Mungkin dulu, ketika Lomax masih menjadi sutradara komedi Berandal Cilik, tempat ini indah bagai istana. Catnya putih menyilaukan mata, taman-tamannya hijau menyegarkan, kursi-kursinya mengkilap dan sedap dipandang.

 

Satu hal yang pasti, pikir Jupe. Sekarang sudah tidak ada lagi penjaga, pembantu rumah tangga, atau tukang kebun. Hanya Lomax sendiri yang tinggal di sini. Dan Peggy, yang dikurung di suatu tempat entah di mana.

 

Penyelidik Satu memberi isyarat untuk maju. "Sudah cukup kita mengintai tempat ini. Sekarang sudah saatnya bertindak. Kita jalan saja lewat pintu depan untuk menghadapi Lomax."

 

Kedua penyelidik lainnya setuju. Tidak ada yang perlu ditakutkan dalam menghadapi sutradara tua itu.

 

Tidak ada bel. Jupe memungut sebuah batu dan mengetukkannya pada pintu depan yang tebal dan besar itu. Pintu terbuka, Luther Lomax berdiri di sana. Matanya menyipit ketika melihat Trio Detektif.

 

"Jupiter Jones," katanya. "Dan kedua kawan mudamu. Aku sudah lama menunggu kedatanganmu. Kau datang untuk menagih janjiku, kan? Janjiku bahwa aku akan memberimu hadiah kalau kau berhasil menemukan siapa yang berniat mencuri piala-piala perak itu? Mari masuk."

 

Trio Detektif melangkah masuk. Sutradara tua itu menutup pintu. Mereka berada dalam ruangan yang luas namun suram. Ruangan itu tampak lebih besar lagi karena hampir tidak ada barang-barang di dalamnya-hanya ada beberapa buah kursi dan sebuah meja rusak.

 

Jupiter memandang ke sekelilingnya. Dinding-dinding dipenuhi foto-foto besar berbingkai, foto-foto bintang-bintang film ternama pria dan wanita. Jupe mengenali beberapa di antara mereka dari film-film tua yang pernah ditontonnya. Mereka adalah bintang-bintang top sekitar sepuluh sampai tiga puluh tahun yang lalu.

 

Lomax menegakkan punggungnya. Untuk sesaat ia tampak kuat dan gembira, seperti wajah-wajah dalam foto-foto itu.

 

"Ini kawan-kawan lamaku," katanya. "Sebelum studio menjegalku dengan memberiku tugas pada komedi Berandal Cilik yang konyol itu, akulah sutradara film-film besar itu. Aku tidak berlebihan kalau mengatakan bahwa bintang-bintang itu lahir karena tempaanku." Suaranya bergema di sekitar dinding itu. Ia mengatupkan kedua belah tangannya. "Aku ajarkan mereka segalanya. Aku tempa dan didik mereka. Aku ciptakan mereka."

 

Bob bergidik. Meskipun kaca-kaca jendela banyak yang pecah, di dalam tidaklah dingin. Ruangan itu terasa gersang baginya. Seperti dihuni hantu-hantu masa lalu.

 

"Tentang hadiah itu," kata Lomax melanjutkan. Suaranya telah normal kembali. "Aku tidak punya banyak uang saat ini, tetapi aku yakin Biro Publikasi..."

 

"Kami ke sini bukan karena hadiah itu," potong Jupiter. "Kami datang untuk menjemput Peggy."

 

"Peggy? Maksudmu Pretty Peggy?" Sutradara itu melepas kedua tangannya, lalu memasukkannya ke dalam kantong jaketnya. "Ide gila apa yang membuatmu berpikir Peggy ada di sini?"

 

"Kami melihat Anda tadi malam menjemputnya di Hollywood Boulevard," kata Pete. "Peggy dan Bonehead masuk ke dalam mobil Anda dan..."

 

"Tapi itu konyol." Lomax mencoba tersenyum. "Aku sekarang ini bahkan tidak punya mobil. Mobil Rolls-Royce-ku sedang diperbaiki, dan..."

 

"Mobil di luar itu," sela Jupe. "Mobil di luar itu milik Milton Glass atau milik studio. Tetapi pasti mereka memberi izin pada Anda untuk menggunakannya selama Anda mengurusi quiz itu. Anda sendiri yang mengendarainya ke sini. Dan tentu semalam Anda juga yang mengemudikannya untuk menjemput Bonehead dan Peggy."

 

Senyum Lomax menghilang dari wajahnya. Ia berjalan menghampiri sebuah kursi lalu duduk.

 

"Kau saja diberi kemewahan dengan Limousine itu," desahnya dengan sedih. "Tetapi aku? Jangankan sebuah Limousine, untuk dapat meminjam mobil Milton Glass ini aku harus mengemis-ngemis dulu. Bahkan terakhir aku mengancam mereka kalau sampai mereka tidak meminjamiku sebuah mobil. Bagaimana orang akan memandangku kalau seorang sutradara harus numpang kendaraan orang lain, sementara para kontestan quiz diberi kemewahan dengan disewakan sebuah Limousine. Dan... gajiku kecil sekali sebagai seorang sutradara."

 

Suaranya menghilang. Kepalanya terkulai lesu. Ia menggumam. "Tetapi aku tidak menculik Peggy," katanya. "Kalian semua salah tentang itu."

 

"Tolonglah, Mr. Lomax," pinta Jupe dengan berhati-hati. "Kami tidak ingin menyusahkan Anda. Tetapi kami tahu bahwa Peggy tidak menulis surat itu kepada Milton Glass. Kami juga tahu bahwa ia mengundurkan diri dari quiz itu tidak dengan kemauannya sendiri. Kalau Anda tidak mengizinkan kami menjemput Peggy pulang, terpaksa kami laporkan hal ini pada polisi agar mereka dapat memeriksa...."

 

"Tentu saja dia ada di sini." Sutradara itu mengangkat kepalanya. Semangat muncul lagi dalam dirinya. "Peggy tinggal di rumahku sebagai seorang tamu. Aku akan menjadikannya seorang bintang film besar. Akan kubuat dia kaya dan ternama." Ia berdiri. Ditunjuknya foto-foto yang terpampang di dinding. "Seperti mereka itu, yang berutang segala-galanya padaku. Aku akan menyutradarai Peggy dalam film-film besar..."

 

"Hentikan itu, hai tua bangka!"

 

Suara yang tajam dan kasar itu datang dari arah pintu.

Trio Detektif berpaling cepat. Mereka melihat orang yang menghardik itu. Si pemuda berambut pirang dan berjaket kulit melangkah masuk dengan wajah dingin. Langkahnya terdengar mengancam di ruangan yang suram dan gersang itu.

 

 

Bab 15

BABY FATSO MEMBALIK KEADAAN

 

"HENTIKAN ITU!" seru Bonehead mengulangi. Ia menatap tajam pada Luther Lomax. "Sudah dari tadi aku dengar kau mengoceh seperti itu. Kau menyeretku ke dalam perbuatan busuk ini, memperalatku untuk mencuri piala-piala itu untukmu, dan menjanjikan setengah harganya untukku. Kau mengajariku segalanya tentang Bonehead agar aku bisa menjawab dengan tepat, lalu memberiku setengah dari hadiah uang itu. Tapi sekarang? Sekarang apa yang kudapat? Nol besar!"

 

Bonehead berpaling pada Jupe. "Ini idenya sejak permulaan," lanjutnya. "Ia melihatku dalam sebuah sandiwara yang kumainkan dalam sebuah teater kecil di Hollywood. Ia menemuiku di balik panggung setelah itu, dan ia memujiku sebagai seorang aktor yang sangat berbakat."

 

Lomax berdiri diam terpaku. Tangannya masih berada dalam kantong jaketnya. Ia menggeleng perlahan.

 

"Aku cuma menyanjungmu waktu itu," kata Lomax. "Kau punya sedikit bakat, tapi hanya itu. Kau tidak akan pernah menjadi bintang, sekalipun dengan bantuanku."

 

Bonehead tidak mempedulikannya. Ia masih memandang Jupiter.

 

"Aku tadi tidak membeberkan semua ini di kantor Milton Glass," katanya. "Aku tahu Lomax mengurung Peggy di sebuah kamar di sini. Dan itu adalah suatu penculikan yang menuntut tebusan. Aku tahu bahwa polisi akan menganggapku sama berdosanya dengan dia, meskipun ini semua ide dia. Dia berjanji untuk tidak berbuat kekerasan. Tapi memang aku membantunya. Aku mengajak Peggy berkunjung ke apartemenku kemarin malam. Aku katakan padanya bahwa Milton Glass ingin berbincang-bincang dengan kita berdua. Tetapi kubilang bahwa Milton Glass tidak ingin orang lain tahu. Jadi kukatakan saja Milton Glass akan menjemput kita di Hollywood Boulevard."

 

Penyelidik Satu mengangguk. Apa yang diutarakan Bonehead palsu itu cocok dengan perkiraannya. Tetapi Jupe masih belum dapat menerka apa sebenarnya yang diinginkan pemuda itu setelah ia membuat pengakuan ini.

 

"Kami harus membuat Peggy tidak hadir supaya dia tidak menang," kata Bonehead lagi, "dan kami mengancam kau supaya kau tidak berusaha untuk menang."

 

"Apa yang kauinginkan sebenarnya?" tanya Jupe langsung pada pokok persoalan.

 

"Perjanjian," sahut Bonehead. "Aku mau membuat suatu perjanjian denganmu. Akan kubawa kau ke Peggy. Kita akan..." Ia tersenyum sekilas. "Kita akan menyelamatkan dia bersama-sama. Dan sebagai gantinya, kau menyokongku. Kaukatakan pada Peggy bahwa berkat akulah dia terselamatkan. Tanpa kekerasan. Peggy akan mau mendengar kalau kau yang menceritakan hal ini. Juga katakan bahwa kau berusaha agar Peggy yang mendapat hadiah quiz itu. Kauusahakan agar dia tidak menuntut ganti rugi padaku."

 

Jupe melihat pada Bob, kemudian pada Pete. Penyelidik Satu tahu bahwa ia tidak punya hak untuk membuat perjanjian. Kalau Peggy ingin menuntut ganti rugi dari Lomax dan Bonehead palsu ini, ia berhak penuh secara hukum. Kalau itu terjadi, Jupe harus menceritakan segalanya sejujur-jujurnya, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

 

Namun di lain pihak, yang paling penting adalah mengeluarkan Peggy dari tempat ini. Setelah itu terserah pada Peggy sendiri apakah ia ingin mengurusnya dengan polisi atau tidak. Jupe masih menatap kedua kawannya dengan pandangan bertanya-tanya.

 

Pete mengangguk.

 

Bob bimbang untuk beberapa saat. Akhirnya ia mengangguk juga.

 

"Oke," kata Jupe. "Akan kuusahakan sebisaku supaya Peggy percaya bahwa kau tidak bermaksud buruk padanya. Akan kukatakan padanya bahwa kau datang ke sini untuk membebaskannya. Tetapi hanya itu yang dapat kujanjikan. Sesudahnya, itu terserah Peggy. Di mana dia sekarang?"

 

"Di atas. Jalan sini. Aku lihat Lomax menguncinya di salah satu kamar tidur." Bonehead melangkah ke arah tangga.

 

Tiba-tiba ia terhenti.

 

Luther Lomax mengeluarkan tangannya dari kantong jaketnya. Di tangannya tergenggam sebuah pistol otomatis.

 

"Tidak," kata sutradara itu. "Kau tidak akan dapat membawanya. Peggy akan tinggal di sini bersamaku."

 

Ia berdiri tegak dengan kedua kaki diregangkan. Kepalanya terangkat. Ia memandang dengan angkuh. Jupe mengenali sikapnya ini-tinggi, tegar, figur yang penuh kekuasaan.

 

"Dulu aku membuatnya menjadi seorang bintang," katanya dengan suara dalam. "Sekarang aku dapat melakukannya lagi. Ia punya bakat besar. Aku tahu benar itu. Dan aku dapat menggalinya. Akan kubuat dia menjadi seorang aktris yang tersohor. Bersama-sama akan kami ciptakan film yang luar biasa. Pemenang piala Oscar. Kami akan membuat kejutan besar. Kami akan menjadi kaya dan ternama lagi."

 

Pete melihat pada Lomax. Ia mengukur jarak antara mereka berdua. Salah satu keahlian Penyelidik Dua adalah menaklukkan lawan dengan menjegalnya. Keahliannya ini sudah beberapa kali menyelamatkan Trio Detektif dari situasi berbahaya.

 

Tetapi ada hal lain yang harus diperhitungkannya kali ini. Sutradara itu terlalu jauh darinya. Lomax punya cukup banyak waktu untuk menarik pelatuk pistolnya, bahkan sebelum Pete bergerak ke arahnya.

 

Jupe menangkap apa yang sedang dipikirkan Pete. Ia mengangkat tangannya untuk menarik perhatian.

 

"Mr. Lomax," Jupe mencoba meyakinkan sutradara itu, "Anda adalah seorang sutradara. Anda bukan pembunuh. Aku yakin Anda tidak akan menembak siapa-siapa. Anda..."

 

"Percuma saja," potong Bonehead tajam. "Ia cukup gila untuk melakukan apa saja. Aku lebih tahu tentang dia daripada kau. Kau tahu apa yang direncanakannya dengan uang hadiah quiz bagiannya? Pesta besar yang mewah! Ia mau mengundang semua orang yang fotonya terpampang pada dinding ini, yang masih hidup tentu. Ia akan menyewa grup orkes terkenal, mengundang wartawan dan..."

 

"Diam!" Sutradara itu mengangkat tangan kirinya dengan gaya memerintah. "Diam kalian di panggung itu!" teriaknya. "Sekarang, kalian berempat! Berdiri berjajar! Tangan di kepala!"

 

Bonehead yang pertama kali mematuhi perintah itu. Yang lain-lainnya berdiri di sampingnya membentuk barisan.

"Dengarkan!" teriak Lomax lagi. "Hadap kanan! Kalau aku bilang 'Maju jalan', kalian berjalan berbaris sampai tempat itu. Sampai di tangga. Siap?"

 

Lagi-lagi Bonehead yang pertama kali bereaksi. Trio Detektif mengangguk juga.

 

"Lampu!" sutradara itu memberi aba-aba dengan suara nyaring. "Kamera, action. Majuuuu... jalan!"

 

Mereka berbaris menuju sebuah tempat terbuka. Jupe melihat tangga batu di tempat itu. Tangga itu panjang sekali, dan ujungnya tidak terlihat karena cahaya tidak sampai ke sana. Mungkin ada ruang bawah tanah, pikir Jupe. Kalau Lomax mengunci mereka di sana, mungkin saja ia akan sengaja menghilangkan kunci ruangan bawah tanah itu. Atau ia bisa saja lupa untuk memberi mereka makan. Mereka tidak akan tertolong lagi. Tidak ada orang di sekitar situ yang akan mendengar teriakan mereka. Satu-satunya kesempatan adalah saat ini. Jupiter dapat merasakan Pete di belakangnya.

 

Penyelidik Satu memperlambat jalannya.

 

"Terus berjalan," kata Bonehead dengan suara memelas dari bagian belakang barisan. "Lakukan apa yang diperintahkannya. Kalau tidak, ia akan menembakku!" Jupe sampai ke pinggir tangga. Ia melihat ke bawah. "Jalan!" teriak Lomax. "Jalan! Jalan! Jalan..."

 

Suaranya menghilang. Jupe mendengar jerit ketakutan. Terdengar bunyi berdebam keras.

 

Sejak dulu Trio Detektif sudah terlatih untuk bereaksi cepat seperti pemain bola basket. Detik berikutnya mereka berpencar dari barisannya, lalu membentuk lingkaran di belakang ruang terbuka itu.

 

Yang pertama kali dilihat Jupe adalah pistol otomatis yang tergeletak di lantai beberapa meter dari pintu depan yang terbuka. Kemudian ia melihat Lomax. Sutradara itu seperti melayang di udara. Kakinya menendang-nendang. Ia tidak menjejak lantai. Sepasang tangan yang kekar mengangkatnya dari belakang. Kedua tangan itu mengunci erat pinggang Lomax.

 

Gordon Harker memperlakukan sutradara tua itu dengan sopan. Meskipun ia melumpuhkan Lomax, ia tetap berusaha agar orang tua itu tidak terluka. Sambil tetap mengangkatnya, ia membawa Lomax ke sebuah kursi dan meletakkannya di sana.

 

"Sekarang Anda duduk diam di sini, Mr. Lomax," kata Harker seraya menahan bahu Lomax. "Pungut pistol itu, Jupe. Kunci pelatuknya dan simpan baik-baik."

 

Jupe melakukan apa yang dikatakannya. Ia memandang Bonehead. Aktor muda itu tersandar di dinding. Wajahnya pucat. Badannya gemetar.

 

"Terima kasih, Harker," kata Penyelidik Satu.

 

Harker tersenyum. "Ketika aku melihat orang muda itu masuk ke sini, aku ingat apa yang kalian katakan tentang dia. Kupikir lebih baik aku mengecek kalau-kalau ada apa-apa."

 

"Aku lega kau mengambil tindakan ini," kata Jupiter. Ia memandang Bonehead lagi. "Di mana Peggy?"

 

Aktor muda itu, dengan lutut gemetar, menunjukkan jalan. Setelah keluar-masuk beberapa ruangan, mereka sampai pada suatu pintu besar dan berdebu. Kuncinya tergantung pada pintu itu. Jupe membukanya lalu melangkah masuk.

 

Peggy sedang duduk di sebuah bangku di samping jendela. Sebuah saputangan kumal disumpalkan pada mulutnya. Sebuah lagi mengikat ke sekeliling kepalanya. Tangannya terikat ke belakang pada bangku itu. Sedangkan kedua kakinya terikat kuat pada kaki-kaki bangku.

 

Bonehead tersentak kaget ketika melihatnya. "Aku tidak tahu," katanya lirih. "Aku tidak menyangka ia tega mengikatnya seperti ini. Kalau saja aku tahu... tidak akan kubantu ia membawanya ke sini."

 

Jupiter percaya pada ucapan itu. Dari penampilan Bonehead beberapa waktu terakhir ini, Jupe dapat menyimpulkan bahwa ketegaran Bonehead cuma di luarnya saja. Di dalamnya, Bonehead ternyata bernyali kecil.

 

Trio Detektif bergegas membebaskan Peggy. Bonehead hanya termangu memandangi mereka. Pete dan Bob melepas saputangan dari kepala dan mulut Peggy. Sementara Jupiter mengeluarkan pisau lipatnya dan memutuskan tali pengikat itu.

 

Peggy menggoyang-goyangkan kepala untuk menyibakkan rambutnya. Ia memijit-mijit pergelangan tangan dan kakinya. Dengan susah-payah ia berdiri. Ia tersenyum.

 

"Well," ujarnya. "Ini lucu sekali. Seperti salah satu kisah Berandal Cilik saja rasanya. Dulu, dalam film-film, aku yang selalu menolongmu. Tetapi kali ini kaulah yang menyelamatkanku, Jupe."

 

 

Bab 16

HARGA SEBUAH HAMBURGER

 

"PEGGY gembira sekali bisa memenangkan hadiah uang itu," kata Jupe. "Saking gembiranya ia tidak menuntut Luther Lomax atau Bonehead ke pengadilan."

 

"Ia bisa melanjutkan dan membiayai sekolahnya lagi sekarang, suatu hal yang diidam-idamkannya sejak dulu," sela Bob.

 

"Ia merencanakan akan bersekolah di Berkeley bulan September ini," tambah Pete.

 

Trio Detektif sedang duduk di sekeliling meja besar di ruang tamu Hector Sebastian. Di salah satu sisi ruang itu sebaris jendela menghadap ke Lautan Pasifik. Sambil menunjukkan catatan yang dibuat Bob, mereka memberikan laporan tentang kasus mereka yang terbaru ini.

 

Hector Sebastian duduk setengah berbaring di kursi panjang di samping meja. Sebelum ia beralih profesi menjadi penulis beberapa tahun yang lalu, ia mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kakinya terluka parah. Waktu itu ia masih bekerja sebagai detektif swasta di New York. Sampai sekarang kakinya kadang-kadang masih terasa nyeri.

 

"Jadi Bonehead kembali ke dunia akting dengan nama aslinya sekarang?" tanya Mr. Sebastian.

"Aku senang melihat dia mau berusaha," kata Jupiter. "Meskipun kupikir bakatnya tidak sangat besar, aku yakin ia dapat menjadi aktor yang baik kalau ia mau berlatih keras."

 

Jupe berhenti sejenak. "Lucu, ya," katanya. "Perasaan sebalku terhadap Bonehead-lah yang menggelitikku untuk ikut dalam quiz itu. Bukan main bencinya aku pada Bonehead, sampai-sampai bertemu dengannya pun aku tidak mau. Tetapi kini aku malah senang pada orang yang menyamar sebagai Bonehead. Ia tidak mau menyakiti orang lain. Hanya saja ia kekurangan uang dan merasa frustrasi karena kehilangan pekerjaannya sebagai aktor. Dalam keputusasaannya itu ia menerima saja apa yang ditawarkan Luther Lomax."

 

"Ya, keadaan memaksanya berbuat begitu," Mr. Sebastian menyetujui. "Kalau saja orangnya kuat, tentu ia tidak akan terbujuk oleh iming-iming Lomax. Eh, bagaimana keadaan Luther Lomax sendiri? Apa yang terjadi dengannya? Apa ia masih mengoceh tidak keruan di istananya yang kumuh itu, sambil bermimpi tentang masa lalunya?"

 

"Tidak," sahut Pete. "Ia terpukul sekali ketika melihat Peggy muncul bersama kami. Ia berteriak-teriak, 'Lampu, kamera, action!' Gordon Harker akhirnya berhasil menenangkannya, dan membawanya ke rumah sakit."

 

Penulis kisah misteri itu menggeleng dengan penuh simpati. "Dulu ia sutradara yang hebat," katanya. "Aku masih ingat karya-karyanya yang bermutu. Apa ia masih di rumah sakit?"

 

"Tidak," ujar Jupe. "Badan Asosiasi Film mencarikan tempat yang sesuai baginya. Mereka menitipkan Lomax pada sebuah rumah perawatan orang-orang jompo. Lomax menemukan beberapa kawan lamanya di sana."

 

Mr. Sebastian tersenyum hambar. "Dia memang lebih cocok di sana. Ada satu pepatah di Hollywood: 'Anda tidak perlu menjadi gila supaya bisa membuat film. Tetapi kalau Anda gila, mungkin itu membantu.'

 

"Dan apa Glass benar-benar tidak terlibat dalam siasat yang dijalankan Bonehead dan Lomax?" Mr. Sebastian mengajukan pertanyaan tajam.

 

"Tidak," jawab Jupiter. "Tidak sama sekali. Dia sama sekali tidak tahu bahwa Bonehead itu palsu, bahwa Lomax pencuri piala-piala hadiah itu, atau bahwa mereka berdua telah menculik Peggy. Glass berusaha mendapat kenaikan pangkat dengan menyiarkan acara quiz itu. Ia tidak ingin mencemarkan kedudukannya dengan menyiarkan bahwa Bonehead itu ternyata palsu."

 

"Bagaimana dengan Footsie dan Bloodhound?" tanya Mr. Sebastian lagi. "Apa kabarnya mereka?"

 

"Acara quiz itu memberi kesempatan pada Footsie," Jupe menerangkan. "Ia sudah lama mencari-cari pekerjaan. Sebuah toko sepatu olahraga melihat acara quiz itu di televisi. Mereka lalu mempekerjakan Footsie untuk mengiklankan sepatu mereka. Footsie gembira sekali mendapat pekerjaan itu. Dia tidak harus memakai sepatu besar atau berakting, ia hanya diminta untuk memberi komentar tentang sepatu itu.

 

"Bloodhound akan menyelesaikan sekolahnya, lalu meneruskan ke sekolah hukum. Ia ingin menolong aktor dan aktris muda memperjuangkan hak-hak mereka terhadap studio dan jaringan televisi yang mencoba memeras mereka."

 

"Usaha yang baik," komentar Mr. Sebastian.

 

Ia melirik ke dapur. Trio Detektif dapat mendengar pembantu rumah tangga Mr. Sebastian, Hoang Van Don, memasak dengan penggorengannya.

 

"Dan Gordon Harker?" tanya Mr. Sebastian lagi. "Apa kalian masih menjaga kerahasiaan dirinya?"

 

"Tentu, dong," sahut Pete dengan bangga. "Kami tidak pernah melanggar ucapan kami sendiri. Kami tidak pernah membuka rahasia masa lalu Harker, kecuali kepada Anda. Ia seratus persen aman kalau ia kembali mengajar bulan September nanti."

 

"Omong-omong soal sekolah," -Mr. Sebastian melirik lagi ke dapur- "Don akhir-akhir ini pergi ke sekolah." "Oh, ya?" kata Bob. "Belajar apa?"

 

"Memasak masakan Prancis," kata Mr. Sebastian. "Ia tidak puas hanya dengan belajar dari majalah atau televisi saja." Ia menghela napas. "Sekarang caranya membumbui bukan main rumitnya. Dan agak terlalu pedas rasanya untukku."

 

Ia menyandar pada kursi panjangnya. "Kuharap kalian tetap tinggal di sini untuk makan siang," katanya. "Khususnya kau, Jupe."

 

Bob dan Jupe bertukar pandang tanpa harapan. Masih jelas dalam ingatan mereka masakan Prancis apa yang pernah dihidangkan Don, yang menurut Don sangat lezat-bekicot. Tetapi Trio Detektif dengan sopan mengatakan akan tetap di sana untuk mencicipi masakan Prancis Don.

 

"Kenapa aku?" tanya Jupe.

 

"Karena Don ingin sesuatu darimu," sahut Mr. Sebastian. "Dan sebagai gantinya ia setuju untuk membuat masakan apa saja untuk makan siang kali ini. Apa saja, " ulangnya.

 

Penyelidik Satu segera menangkap maksud penulis kisah misteri itu.

 

"Kenapa tidak Anda saja yang memutuskan, Mr. Sebastian?" usulnya. "Mengapa kita tidak pilih masakan yang Anda inginkan?"

 

"Aku sudah dari tadi mengharap kau berkata begitu," bisik Mr. Sebastian sambil bangkit dengan tongkatnya. "Terima kasih, Jupe. Aku sedang ingin sekali makan hamburger biasa. Mungkin hanya dicampur dengan bawang bombay sedikit. Tanpa saus tomat. Hanya hamburger saja."

 

Anak-anak setuju dengan usul Mr. Sebastian itu.

 

"Tetapi apa yang Don harapkan dariku?" tanya Jupe.

 

"Itu masih rahasia," ujar Mr. Sebastian. "Tetapi jangan kuatir." Ia berbalik dengan bertelekan pada tongkatnya. "Akan kukatakan pada Don. Hamburger biasa. Dan sebagai gantinya kau berjanji untuk memberi sesuatu, Jupe. Apa pun bentuknya. Setuju, Jupe?"

 

Jupe mengangguk. Wajahnya bertanya-tanya.

 

Trio Detektif mengamati Mr. Sebastian melintasi ruangan besar itu. Dengan terpincang-pincang ia berjalan ke dapur.

 

Rumah Mr. Sebastian di Malibu dulunya adalah sebuah restoran bernama Charlie's Place. Sedikit demi sedikit ia mengubah dan menatanya menjadi rumah yang nyaman. Kali ini ada lagi satu perubahan, Jupe melihat, selain kursi panjang itu, Mr. Sebastian juga telah menambah sebuah dipan yang sedap dipandang.

 

Ketika Mr. Sebastian kembali, ia tersenyum puas. "Hamburger biasa," katanya seraya duduk kembali di kursi panjangnya. "Don ingin menambahkan sejenis saus Prancis, tetapi kubilang padanya bahwa kau tidak ingin macam-macam campuran."

 

Ia mengistirahatkan kakinya. "Aku sedang berpikir-pikir soal kasus kalian yang terbaru ini," katanya setelah beberapa saat. "Ada satu hal yang mengganjal." "Apa?" tanya Jupe.

 

"Apa yang membuatmu curiga terhadap Luther Lomax?" Lagi-lagi Mr. Sebastian memberikan pertanyaan tajam pada Jupiter. "Bagaimana kau bisa menduga bahwa sutradara itu-bukan Milton Glass atau salah satu dari Berandal Cilik-yang mengajari dan melatih Bonehead palsu?"

 

"Itu ada hubungannya dengan Footsie," Jupiter menjelaskan. "Aku selalu curiga pada peran apa yang dimainkan Footsie. Aku sudah mengetahui sejak awal bahwa Bonehead yang mengunciku dalam panggung suara. Dialah satu-satunya orang yang terkejut melihat kehadiranku di studio televisi pada detik-detik terakhir sebelum quiz kedua dimulai. Tetapi apa yang dilakukan Footsie pada hari dan waktu yang bersamaan? Mengapa ia pergi ke sana dengan motornya ketika aku mengikutinya dengan sebuah taksi? Kebetulan itu membuatku penasaran."

 

Mr. Sebastian mengangguk. "Kalau aku jadi kau, aku akan penasaran juga," katanya mengakui. "Sebagai detektif aku selalu curiga pada hal-hal yang berbau kebetulan. Teruskan, Jupe. Kapan akhirnya kau berhasil merangkai fakta-fakta itu?"

 

"Setelah aku memperoleh petunjuk terakhir," kata Jupiter. "Beberapa detik sebelum quiz kedua, Footsie mengatakan padaku bahwa ia bekerja sebagai pengantar surat-surat bagi studio film dan televisi." "Jadi kau menduga seseorang mengirimkannya ke studio? Benar?"

 

"Benar," kata Jupe. "Ada orang yang sengaja mengirimnya sebagai umpan. Jadi aku akan mengikutinya. Dan hanya ada satu orang selain aku sendiri yang tahu bahwa Trio Detektif sedang mengawasi si pencuri-Luther Lomax."

 

"Aku mengerti sekarang." Hector Sebastian mengangguk lagi. "Lomax mengundangmu ke gedung studio itu. Ia berpura-pura ingin bicara denganmu mengenai pencurian piala-piala perak itu. Kemudian setelah kau keluar dari kantornya, ia mengirim Footsie untuk mengantar beberapa surat ke studio film. Ia tahu bahwa kau pasti akan melihatnya di lobi. Dengan demikian kau akan mengikutinya ke sana."

 

"Perhitungannya tepat," kata Jupe mengakui. "Lomax telah mengatakan dua kali padaku untuk mengawasi Footsie. Jadi dia yakin aku pasti mengikutinya ke sana. Dan Lomax telah memperhitungkan segala-galanya. Ia sudah menginstruksikan Bonehead untuk menunggu di sana, lalu mengurungku dalam panggung suara."

 

"Ya. Semuanya jelas sekarang." Sebastian menegakkan posisi duduknya ketika mendengar langkah-langkah dari dapur. "Hmm, sedap baunya," bisiknya seraya bangkit. Ia lalu duduk di meja besar.

 

Memang sedap aromanya, pikir Jupe. Pikirannya melayang pada bermacam-macam jenis makanan yang pernah disantapnya di meja ini. Biasanya makanan itu aneh-aneh. Don memang gemar mencoba resep baru yang diperolehnya dari majalah-majalah. Apa saja resep yang ditemuinya, mesti dicobanya. Nasi jagung, ikan mentah, bekicot. Tidak bernafsu rasanya kalau ingat makanan-makanan itu lagi. Namun ia merasa lega karena kali ini makanan yang akan dihidangkan adalah makanan yang sudah tidak asing lagi baginya.

 

Jupe mengawasi Don ketika ia meletakkan sebuah piring besar berisi empat hamburger besar. Penampilannya menggiurkan, pikir Jupe.

 

"Oke?" tanya Don pada Jupe.

 

"Luar biasa," balas Jupe. "Makanan kelas satu."

 

"Oke. Sekarang aku boleh minta sesuatu?"

 

"Boleh," kata Penyelidik Satu dengan mulut penuh makanan. "Sebutkan saja permintaanmu."

 

"Kau sangat terkenal. Aku sering menonton kau di TV. Jadi aku ingin punya sesuatu yang asli darimu." Don merogoh saku jaket putihnya. Ia mengeluarkan sebuah buku bersampul kulit. Diletakkannya buku itu di samping piring Jupe.

 

"Lalu?" tanya Jupe lagi.

 

"Aku minta tanda tanganmu, Jupe," kata Don.

 

Jupe menelan sepotong bawang Bombay, lalu mengeluarkan penanya. Mudah sekali memenuhi permintaan Don, pikir Jupe, hamburger dibayar dengan tanda tangan. Itu soal kecil baginya. "Mana yang kausuka? Penyelidik Satu? Atau Jupiter Jones?"

 

"Tidak. Tidak." Don menggeleng kuat-kuat. "Kautulis namamu yang terkenal itu. Oke?" Jupe memejamkan matanya dengan berat. Ia mendesah. Lalu diambilnya buku itu.

 

Teriring salam selalu untuk sahabatku, Hoang Van Don, tulisnya. Ia menarik napas panjang. Dengan berat ia menulis namanya yang terkenal, seperti yang diminta. Dari Baby Fatso, tulis penyelidik pertama Trio Detektif.

 

TAMAT