TRIO
DETEKTIF
MISTERI
REUNI BERANDAL CILIK
Alihbahasa: Aryotomo Markam
THE
MYSTERI OF THE ROGUES' REUNION
by
Alfred Hitchcock
Text
by Marc Brandel
Penerbit:
PT Gramedia Cetakan kedua: November 1990
"MATIKAN!
Matikan!" pinta Jupiter Jones. "Matikan saja itu!"
Ia
sedang menatap ke arah pesawat televisi. Di layar tampak seorang anak gemuk
berumur tiga tahun yang dijuluki "Baby Fatso".
Jupe
tidak dapat mempercayai pandangan matanya. Apakah itu memang dia? Apakah itu
Jupiter Jones, Penyelidik Satu, yang sering membantu polisi memecahkan
masalah-masalah rumit? Jawabnya tidak salah lagi. Itu memang Jupe. Setelah
bertahun-tahun terkubur, akhirnya Baby Fatso muncul kembali!
SEPATAH
KATA DARI HECTOR SEBASTIAN
SEBENTAR,
aku matikan dulu televisiku. Nah, sekarang izinkan aku memperkenalkan diriku
sendiri. Aku Hector Sebastian, penulis kisah misteri yang profesional. Beberapa
karyaku telah diangkat ke layar putih.
Aku
jarang menonton televisi, kecuali siaran berita. Tetapi kali ini aku punya
alasan khusus mengapa aku menonton acara yang baru saja disiarkan. Teman mudaku
tampil dalam acara tadi.
Aku
harus mengakui bahwa aku hampir-hampir tidak mengenalinya. Di dalam film seri
itu dia jauh lebih muda dari dia sekarang. Yah, bisa dikatakan dia masih bayi
ketika bermain untuk film itu. Namun aku ingin sekali menyaksikannya, karena
dari situlah Reuni Berandal Cilik dimulai.
Misteri
ini merupakan kasus terbaru yang melibatkan teman-teman mudaku, Trio Detektif.
Lebih baik kuperkenalkan mereka dulu sebelum aku menjelaskan bagaimana mereka
sampai terlibat dalam kasus ini.
Mereka
adalah Jupiter Jones, Pete Crenshaw, dan Bob Andrews. Mereka tinggal di Rocky
Beach, sebuah kota kecil di sebelah selatan California, tidak jauh dari rumahku
di Malibu, dan hanya beberapa mil dari Hollywood.
Jupiter
Jones-teman-temannya memanggilnya Jupe-adalah Penyelidik Satu. Ia memang
dilahirkan sebagai detektif. Aku tahu benar hal ini, karena aku sendiri pernah
menjadi detektif sebelum beralih profesi menjadi penulis. Ia punya tiga
kelebihan yang mendukungnya sebagai detektif yang baik. Pertama, mata yang jeli
yang siap menangkap setiap petunjuk di sekitarnya. Kedua, kemampuan untuk
merangkai petunjuk-petunjuk itu menjadi sesuatu yang berarti. Dan ketiga, ini
yang terpenting, dorongan kuat yang membuatnya tidak pernah berputus asa
sebelum kasus yang dihadapinya terselesaikan dengan tuntas.
Aku
tidak bilang bahwa Jupe tidak punya kelemahan. Dia mudah tersinggung mengenai
satu hal-berat badannya. Ia tidak keberatan kalau teman-temannya menyebutnya si
Gempal. Tetapi kalau kau ingin tetap menjadi kawan Jupe, jangan sekali-kali
memanggilnya si Gendut, atau Fatso.
Pete
Crenshaw, Penyelidik Dua, adalah atlet yang berbakat. Ia pelari, perenang
ulung, dan pemain baseball yang baik. Ini berarti setiap kali dibutuhkan
kecepatan dan kekuatan fisik dalam menghadapi risiko, Pete yang biasanya
ditunjuk. Bukan karena ia suka mengambil risiko, sebaliknya, ia benci pada
hal-hal yang menyerempet bahaya.
Bob
Andrews mengurus soal Data dan Riset. Ia bekerja sambilan di perpustakaan Rocky
Beach. Belajar dan membaca merupakan kesukaannya. Ia juga sangat cocok bekerja
sama dengan Jupe, karena ia sering mengajukan pertanyaan yang tepat pada saat
yang tepat pula.
Trio
Detektif telah menyelesaikan berbagai kasus dan memecahkan bermacam misteri.
Tetapi yang terbaru ini lain dari yang lain. Ini lain karena Penyelidik Satu
sendiri terlibat dalam Misteri Reuni Berandal Cilik.
Jupiter
Jones adalah aktor kanak-kanak yang baru saja aku tonton filmnya di televisi.
Ia dulu termasuk salah satu anggota Berandal Cilik. Dan reuni mereka ternyata
mengundang misteri!
HECTOR
SEBASTIAN
Bab
1
MASA
LALU JUPITER
"MATIKAN. Matikan," pinta Jupiter Jones.
"Matikan saja itu."
Ia
membenamkan dirinya dalam kursi putarnya sehingga hanya matanya yang terlihat
di balik meja kayu kuno. Suaranya serak. Wajahnya yang biasanya memancarkan
kecerdasan dan kesiagaan kini berkerut-kerut seperti orang kesakitan.
Penyelidik Satu nampak sangat tersiksa. Dan memang itulah yang sedang terjadi.
Ia
sedang disiksa di hadapan kedua sahabat karibnya. Tidak seorang pun dari kedua
sahabatnya itu tergerak untuk menolongnya. Kedua orang itu, Pete Crenshaw dan
Bob Andrews, hanya tersenyum, terkekeh, dan kadang-kadang terbahak-bahak.
Mereka
bertiga sedang berkumpul di kantor rahasia mereka di Pangkalan Jones, pangkalan
yang menjual barang-barang bekas, di Rocky Beach, California-sebuah kota kecil
beberapa mil jauhnya dari Hollywood. Pete berselonjor di kursi goyang, kedua
kakinya diletakkan di atas laci kecil. Bob duduk di sebuah kursi kecil sambil
menyandar ke dinding kantor. Mereka sedang menonton sebuah acara di televisi.
.Di
layar tampak seorang anak kecil bertubuh bulat montok, berumur sekitar tiga
tahun, duduk di atas meja dapur. Seorang anak bermata sayu berumur delapan atau
sembilan tahun melipat kedua tangan anak montok tadi di punggungnya. Seorang
anak lagi, mungkin umurnya sudah sebelas tahun, sibuk mengaduk sesuatu dalam
sebuah mangkuk porselen Cina. Tubuhnya kurus tinggi, dan rambutnya yang pirang tercukur
pendek-hampir-hampir botak. Sekilas kepala itu tampak seperti telur rebus
matang. Ia menyeringai seraya menggoyang-goyangkan kepala panjulnya sambil
terus mengaduk isi mangkuk di tangannya.
"Oh,
jangan," kata anak montok itu dengan suara yang cadel namun berat. Jarang
dijumpai anak kecil bersuara berat seperti itu. "Jangan, jangan. Aku tidak
cuka, aku tidak mau kena cacal all..."
"Matikan
TV itu," pinta Penyelidik Satu lagi. "Aku tidak tahan lagi melihat
atau mendengarnya."
"Tapi
aku ingin menontonnya sampai habis," tukas Pete. "Aku ingin tahu
bagaimana akhir celita ini. Maksudku, cerita ini."
"Ayolah,
Baby Fatso," kata salah seorang anak di layar. Ia berbadan kekar, kulitnya
kecoklatan, rambutnya kaku dan tajam seperti duri landak. Dari penampilannya
dapat ditebak bahwa umurnya sudah sekitar dua belas tahun. Ia menyeringai lebar
seperti kawan-kawannya yang lain. Tapi ada sesuatu dalam senyumannya yang
seolah mengatakan bahwa ia tidak akan tega menyakiti anak montok itu.
"Kalau
mama dan papamu mengira kau kena cacar air," katanya dengan irama yang
monoton, "maka semua orang akan kuatir kita ketularan. Dan kita tidak usah
ke sekolah."
"Ya,"
sela seorang anak dengan telapak kaki yang luar biasa besarnya. "Mereka
kira kita sudah tertular cacar air."
Anak
dengan kepala panjul, yang dikenal sebagai Bonehead, sudah selesai mengaduk
cairan di dalam mangkuk porselen Cina. Ia mulai melakukan adegan lawak yang
sudah umum....
Jupe
menutupi mukanya dengan kedua belah tangannya. Ia ingat betul adegan lawak
rutin yang sangat dibencinya ini. Bonehead dapat menggerak-gerakkan daun
telinganya yang lebar itu. Kalau ia melakukannya, kedua telinganya bisa tampak
seperti bendera yang berkibar-kibar. Jupe makin kuat menekan mukanya dengan
kedua telapak tangannya. Sementara Bob dan Pete terpingkal-pingkal.
...Sambil
menggerak-gerakkan telinganya, Bonehead mengambil sebuah kuas kecil.
Dicelupkannya kuas itu ke dalam mangkuk porselen, lalu dilukisnya totol-totol
merah di muka anak montok tadi. Baby Fatso melawan dan memberontak, tapi ia
tidak menangis...
Namun
tidak demikian halnya dengan Jupe. Perlahan-lahan ia membuka jari-jarinya,
sehingga ia dapat mengintip dari sela-selanya. Kini ia melihat layar televisi
dengan perasaan ngeri bercampur tidak percaya.
Diakah
itu? Mungkinkah anak montok berpakaian coklat-yang membiarkan dirinya
dicoreng-moreng oleh Bonehead di seluruh muka dan lehernya-adalah Jupiter
Jones? Jupiter Jones, penyelidik pertama Trio Detektif, pemecah berbagai
misteri yang tidak j arang membingungkan Chief Reynolds dan anak buahnya?
Tapi
itu memang dia. Jupe tahu benar hal itu. Jupiter pernah memerankan Baby Fatso,
salah satu pemeran utama dalam film komedi anak-anak yang dimainkan oleh
kelompok Berandal Cilik.
Jupe
selalu berusaha keras untuk melupakan masa-masa itu. Dan kalaupun ia teringat
juga, ia berusaha menghibur dirinya dengan mengatakan pada dirinya sendiri
bahwa bukan dia yang memilih peran itu.
Ketika
menjadi anggota Berandal Cilik pada usia tiga tahun, Jupiter masih terlalu muda
untuk menentukan pilihannya. Bukannya Jupe menyalahkan orang tuanya atas
pilihan peran itu. Bagi kedua orang tuanya, peran itu adalah kesempatan emas
bagi Jupe. Mereka sendiri adalah penari profesional yang sering ikut dalam
perlombaan tari di California. Sering kali mereka tampil sebagai peran pembantu
dalam berbagai film-film bioskop dan dalam berbagai pertunjukan seni di
studio-studio ternama.
Salah
satu direktur studio kemudian menjadi teman baik mereka. Beberapa kali mereka
saling berkunjung ke kediaman masing-masing. Pada salah satu kunjungan, pada
suatu hari Minggu sore yang tidak dapat dilupakan, direktur studio itu
diperkenalkan dengan anak kecil mereka, Jupiter.
Pada
saat berkenalan itu direktur studio amat terkesan melihat penampilan Jupiter, khususnya
pada gaya dan cara bicaranya. Belum pernah ia jumpai sebelumnya ada seorang
anak berusia tiga tahun bersikap dan berbicara seperti Jupiter waktu itu.
Beberapa
hari kemudian Jupiter dipanggil untuk diuji. Dengan mudah Jupiter lulus, dan
dalam waktu sebulan saja ia sudah mendapat peran Baby Fatso dan menjadi anggota
Berandal Cilik.
Dalam
sekejap Jupe meraih sukses. Bukan saja dia berbakat dan sanggup melakukan apa
yang diperintahkan sutradara dalam sesaat, tapi dia dapat melakukan apa yang
tidak dapat dilakukan anggota Berandal Cilik lainnya.
Satu
halaman dialog dapat diingatnya dengan sekali baca saja. Dan selama
penampilannya dalam film seri itu, ia tidak pernah lupa barang satu kalimat
pun.
Kalau
saja orang tuanya tidak mengalami kecelakaan mobil ketika Jupe baru berumur
empat tahun, niscaya ia sudah menjadi aktor kenamaan. Tetapi kemudian Paman
Titus dan Bibi Mathilda Jones mengangkat Jupe, yang kini yatim-piatu, sebagai
anaknya. Mereka menanyakan bagaimana perasaan Jupe waktu berperan sebagai Baby
Fatso. Dengan terus-terang Jupe menjawab bahwa ia tidak suka memainkan peran
itu.
Sebenarnya
ia tidak keberatan bangun pukul lima tiga puluh setiap pagi, pergi ke studio,
duduk di kursi untuk dirias muka dan lehernya dengan warna oranye terang. Ia tidak
keberatan untuk menunggu juru kamera mempersiapkan peralatan dan tata lampu di
studio. Ia cukup gembira menunggu sambil membaca atau mengerjakan teka-teki.
Dan ia juga tidak keberatan untuk melakukan apa saja yang diperintahkan
sutradara: tersedak, berbicara gagap, tertawa, menangis. Yang tidak dapat
diterima Jupe adalah perlakuan anggota Berandal Cilik lainnya.
Hampir
semua anggota Berandal Cilik lainnya tidak mengerti bahwa itu cuma sandiwara
belaka. Yang mereka perbuat pada Jupe-seperti melukis bercak-bercak merah pada
muka Baby Fatso, atau menyiram kepala Baby Fatso dengan alat penyiram
bunga-hanyalah akting. Mereka tidak bisa membedakan mana yang sandiwara dan
mana yang sungguhan.
Anggota
Berandal Cilik lainnya menganggap kedua hal itu sama saja. Di luar studio
mereka memperlakukan Jupe seperti dalam film saja. Bagi mereka, Jupe dan Baby
Fatso adalah sama saja. Dan karena Jupe paling kecil dan muda, mereka selalu
mengolok-olok dan mempermainkan Jupe.
Mereka
mencampuri es krim Jupe dengan merica ketika sedang makan siang. Mereka
memoleskan perekat di bangku Jupe. Mereka mencopot kancing-kancing bajunya.
Dan
yang paling dibenci Jupe, mereka tetap memanggilnya Baby Fatso. Setiap saat. Di
kepala mereka tidak pernah terlintas bahwa Jupiter bukanlah Baby Fatso. Baby
Fatso hanyalah tokoh dalam film, bukan tokoh sungguhan. Dia adalah Jupiter
Jones.
Jadi
ketika Bibi Mathilda menanyai Jupe apakah dia masih ingin terus menjadi anggota
Berandal Cilik, dia tidak ragu barang sedikit pun. Ia merasa seperti terkurung
dalam sangkar di sana. Pertanyaan Bibi Mathilda memberinya kesempatan untuk
bebas.
Setelah
tahun pertama berakhir, Jupe mengundurkan diri dari Berandal Cilik, untuk
selamanya. Dan tanpa dia, film seri itu tidak dapat dilanjutkan.
Jupe
lalu tinggal di Pangkalan Jones bersama paman dan bibinya. Di sekolahnya ia
berkenalan dengan Pete Crenshaw dan Bob Andrews. Mereka menjadi sahabat dan tak
lama kemudian membentuk Trio Detektif, kelompok detektif muda yang serius dan
profesional. Jupe berusaha melupakan masa-masa ketika ia menjadi Baby Fatso.
Dan selama bertahun-tahun dia berhasil melupakan hal itu.
Tapi
kini, hal yang mengerikan itu muncul kembali. Mengerikan bagi Jupe tentu saja.
Studio yang memproduksi film seri itu menjualnya untuk diputar ulang pada
sebuah perusahaan siaran televisi.
Jupe
tidak menyadari siaran ulang film seri itu, sampai teman-teman sekolahnya
ikut-ikutan memanggilnya Baby Fatso. Bahkan anak laki-laki dan perempuan yang
tidak dikenalnya mendatanginya dan mengagumi kelucuan Jupe di film itu. Mereka
meminta Jupe untuk berbicara gagap dan tersedak seperti di film. Selama tiga
minggu terakhir ini tokoh Baby Fatso menjadi bahan pergunjingan di sekolah.
Sekali lagi Jupe mengalami mimpi buruk dalam hidupnya.
Untunglah
sekarang liburan musim panas sudah mulai. Untuk sementara Jupe kini aman dari
gangguan itu. Ia dapat menghabiskan waktunya di kantor rahasia Trio Detektif di
pangkalan barang bekas. Kantor itu berada di dalam sebuah karavan tua yang
tersembunyi di bawah timbunan barang-barang rongsokan, diperlengkapi dengan
sebuah televisi kecil, yang sekarang sedang disetel. Pete dan Bob memaksa untuk
menonton siaran ulang Berandal Cilik. Kedua temannya itu benar-benar suka film
seri tua itu. Bob dan Pete masih terbahak-bahak melihat adegan di layar
televisi.
...Bonehead,
yang kurus kering dengan tulang-tulang yang menonjol dan rambut pirang pendek,
telah selesai melukis muka Baby Fatso dengan bercak-bercak merah. Ia berusaha
melepas baju Baby Fatso untuk mencoreng-coreng punggungnya juga. Pintu dapur
tiba-tiba tersibak. Seorang gadis kecil berumur sekitar sembilan tahun menyerbu
masuk. Gadis itu bernama Pretty Peggy, pahlawan wanita dalam film seri ini.
Dialah yang selalu menjadi penyelamat Baby Fatso.
"Lepaskan
dia!" kata Pretty Peggy pada Bonehead.
"Ya,
aku tidak cuka kena cacal all," pinta Baby Fatso dengan memelas.
Bonehead
tidak peduli. Ia mencoba mengurung Pretty Peggy di lemari pakaian. Flapjack,
anak laki-laki berambut bak duri landak, membela Pretty Peggy. Perkelahian
antar Berandal Cilik tidak dapat dihindarkan lagi. Salah satu dari mereka
mengambil sepiring kue tart dari bufet. Dilemparnya kue itu ke arah Peggy.
Meleset. Namun kue itu melayang dan mendarat tepat di muka Baby Fatso.
"Oh,"
Baby Fatso menggumam. Ia menjilat-jilat bibirnya sambil mengusap-usap matanya.
"Aku lebih cuka kue dalipada cacal all..."
"Jupiter.
Di mana kau?"
Suara
Bibi Mathilda terdengar melalui pengeras suara. Jupe sengaja memasang mikrofon
di luar kantor, sehingga dari dalam dia tetap dapat mendengar kalau bibinya
memanggil. Biasanya kalau bibinya memanggil, itu cuma berarti satu- kerja.
Pasti bibinya punya pekerjaan yang harus dilakukannya. Jupe tidak pernah
menolak kalau ditawari pekerjaan. Dengan bekerja ia dapat membayar rekening
telepon di kantornya. Namun Jupe sebenarnya lebih suka mengerjakan hal-hal yang
menggunakan otaknya, bukan tenaganya.
Tetapi
kali ini ia sangat gembira mendengar panggilan Bibi Mathilda. Daripada
menyaksikan film yang menyiksa dirinya itu, lebih baik kerja, pikir Jupe. Ia
melompat dari bangkunya. Dimatikannya televisi. Wajah Baby Fatso yang penuh
bercak-bercak merah menghilang dari layar televisi.
Sesaat
kemudian Trio Detektif sudah keluar dari kantornya dengan hati-hati, melalui
pintu rahasia yang mereka namakan Pintu Empat. Berjingkat-jingkat mengitari
tumpukan kayu, mereka mendatangi Bibi Mathilda.
"Oh,
di situ kau rupanya," kata Bibi Mathilda.
Jupe
membuka jaketnya. "Ada pekerjaan apa kali ini?" tanyanya.
Tapi
kali ini Bibi Mathilda tidak meminta anak-anak untuk bekerja. Ada orang di
pintu gerbang yang ingin berbicara dengan Jupe.
Jupe
mendesah. Banyak orang bolak-balik datang ke pangkalan untuk berbicara
dengannya. Mereka adalah wartawan-wartawan dari Los Angeles, bahkan dari San
Fransisco, yang ingin membuat cerita tentang pemeran tokoh Baby Fatso ini.
"Katakan
saja aku tidak ingin bicara dengannya," pinta Jupe pada Bibi Mathilda.
"Tolong ya, Bibi."
"Aku
sudah katakan padanya, Jupiter. Tapi dia tidak mau pergi. Dia bilang ini
penting." Bibi Mathilda tersenyum dengan penuh pengertian. Ia tahu
perasaan Jupe. Kejadian ini bukan yang pertama kalinya dalam minggu ini. Sudah
lusinan wartawan ditolaknya, baik wartawan koran maupun wartawan televisi.
"Ia
bawa mobil besar dan bagus, Jupiter," lanjutnya. "Dan ia bilang ia
tidak mau beranjak dari situ sebelum bertemu kau. Mobilnya diparkir menghalangi
pintu gerbang. Jadi kurasa kau sebaiknya pergi menemuinya."
"Oke,"
Jupe menyetujui dengan enggan. "Aku akan ke sana untuk berbicara. Tapi aku
tidak akan bicara soal Berandal Cilik."
Dan
mobil yang dibawa orang itu memang besar dan menarik. Bagian belakang mobil
kuning itu tampak seperti kepala ikan paus. Pria yang keluar dari mobil itu
terlihat besar dan menarik pula. Ia berjalan menghampiri Trio Detektif ketika
mereka muncul di pintu gerbang.
Sebagai
seorang detektif, Jupe telah terbiasa mengamati muka, pakaian, bentuk telinga,
dan hidung, serta tanda-tanda khusus lain dari orang yang dijumpainya. Yang
pertama kali menarik perhatian Jupe adalah gigi orang itu. Besar dan putih
bersih. Sebaris gigi berkilau-kilau setiap kali laki-laki itu tersenyum.
"Jupiter
Jones," katanya sambil tersenyum lebih lebar lagi, "namaku Milton
Glass. Aku kepala Biro Publikasi di studio."
Jupiter
berdiri di antara Pete dan Bob. Ia menatap Milton Glass tanpa berkata apa-apa.
"Aku
punya tawaran yang kurasa akan menarik bagimu, Jupiter." Suara laki-laki
itu sangat ramah dan simpatik. "Aku mempunyai rencana mengumpulkan seluruh
anggota Berandal Cilik untuk mengadakan reuni di studio. Dan setelah makan
siang..."
"Tidak,
terima kasih," potong Jupe tegas. Tawaran ini lebih buruk dari yang
diperkirakannya semula. Wawancara saja ia tidak sudi, apalagi bertemu dengan
anak-anak yang menyebalkan itu. Ia membalik dan melangkah masuk ke pangkalan.
"Apa
kau tidak ingin bertemu dengan kawan-kawanmu?" Milton Glass meletakkan
tangannya di pundak Jupiter. "Bonehead, Bloodhound, Footsie, dan..."
"Tidak,
terima kasih." Jupe menepis tangan Milton Glass dari pundaknya.
"Mengingat mereka saja sudah membuatku muak. Aku tidak ingin..."
"Ah,
itu rupanya." Senyum Milton Glass semakin lebar dan semakin bersahabat.
"Justru itulah yang ingin kudengar dari mulutmu."
"Apa?"
tanya Jupe keheranan. Biasanya Jupe sudah dapat menduga apa yang bakal orang
katakan. Tapi kali ini tidak. Ia tidak menyangka akan begitu jawaban yang
diterimanya. Ia menunggu.
"Mereka
mempermainkanmu, kan? Aku tahu, sebagian besar dari mereka selalu
memperolokkanmu. Mereka membuat kau jadi bulan-bulanan. Mereka selalu
memanggilmu Baby Fatso. Aku yakin kau benci pada mereka. Ya, kan?"
"Bukan
sifatku untuk membenci orang," sahut Jupe dingin. "Tapi aku
benar-benar tidak suka pada mereka."
"Bagus."
Sebaris gigi Milton Glass bersinar-sinar lagi. "Dan sekarang aku akan
memberimu kesempatan untuk membalas perlakuan mereka. Akan kuberi kau
kesempatan untuk menunjukkan siapa kau sebenarnya. Kau suka ideku ini?"
"Bagaimana?"
Wajah Jupe kosong, tapi matanya bersinar-sinar.
"Di
hadapan seluruh pemirsa televisi. Dengan disiarkan langsung di televisi,"
kata Milton Glass. "Studio sedang merencanakan mini seri berupa dua paket
acara berbentuk quiz. Seluruh anggota Berandal Cilik akan bertarung satu sama
lain. Dan menurut dugaanku, kau pasti menang, Jupiter. Kau akan membuat mereka
seperti orang dungu di hadapanmu."
Penyelidik
Satu berseri-seri wajahnya. Ia teringat kembali orang-orang yang pernah
membuatnya susah. Bonehead, si kepala panjul. Bonehead yang pernah mengunci
tangannya di punggung. Bonehead yang pernah menaruh bangkai tikus di kotak
makanannya. Jupiter berpikir cepat seraya menatap wajah ramah Milton Glass.
"Dan
hadiah pertama, Jupiter," kata Milton Glass lagi, "hadiah pertama
quiz ini adalah dua puluh ribu dollar."
Bab
2
KEJUTAN
DI PANGGUNG SEMBILAN
SEBUAH
mobil Limousine berhenti ketika memasuki gerbang studio di Vine Street,
Hollywood. Penjaga yang berseragam mengangguk sambil tersenyum pada sopir yang
sudah dikenalnya itu. Ia lalu berjalan ke belakang untuk mengecek nama tiga
anak pada daftarnya.
"Jupiter
Jones," kata Jupe tegas. Ia telah bertekad untuk tidak membiarkan siapa
pun memanggil dirinya Baby Fatso.
"Jones,
Jupiter." Penjaga melihat pada catatannya. "Sunrise Road 45, Rocky
Beach. Benar?"
"Benar,"
sahut Jupiter. Penjaga mengangguk. Kemudian kedua detektif lainnya menyebutkan
nama mereka.
"Pete
Crenshaw."
"Bob
Andrews."
Penjaga
mencocokkan nama dan alamat mereka, lalu mengangguk. Ia menyelipkan sebuah
kartu putih di kaca depan mobil. Jupiter mengenali kartu itu sebagai tanda
masuk ke studio. "Panggung Sembilan," katanya seraya menyilakan.
Sopir
Limousine menjalankan mobilnya perlahan-lahan, menyusuri jalan yang panjang. Di
kiri-kanan jalan itu berdiri bangunan-bangunan terkenal. Mereka melewati
Perpustakaan Besar New York. Gedung Opera Kuno San Fransisco. Menara Pisa yang
miring.
Semua
itu sudah sangat dikenal Jupe, tapi ia merasa aneh. Ini seperti mimpi yang
terulang kembali. Bob dan Pete merapat ke jendela mobil untuk melihat
pemandangan gedung dan bangunan terkenal yang mereka lalui. Namun Jupe tahu
bahwa semua itu bukan bangunan sungguhan. Itu hanyalah dekorasi, yang terbuat
dari kanvas dan plester. Kalau salah satu pintu dibuka, di belakangnya tidak
akan dijumpai apa-apa.
Jupe
duduk menyandar di belakang mobil hitam itu. Ia tidak peduli pada pemandangan
di luar.
Milton
Glass, ketua Biro Publikasi, telah mengirim Limousine hitam itu untuk menjemput
Jupe di Pangkalan Jones. Mobil dan sopir itu khusus disiapkan untuk Jupiter
yang akan mengikuti quiz yang dimulai besok.
Paman
Titus dan Bibi Mathilda diundang untuk menghadiri makan siang pembukaan di
studio. Tetapi mereka lebih suka untuk tinggal di rumah saja.
Mereka
suka sekali menonton film, tetapi mereka tidak peduli bagaimana dan di mana
film itu dibuat. Karena itu dengan sopan mereka menolak undangan makan siang di
studio.
Tetapi
sebaliknya dengan Bob dan Pete. Mereka bersemangat sekali untuk mengetahui apa
yang terjadi di balik panggung studio. Mereka ingin tahu bagaimana proses
pembuatan sebuah film. Dan ini suatu kebetulan bagi Jupe. Dengan kedua sahabat
karibnya ia merasa lebih tenang menghadapi keadaan yang mengingatkannya pada
masa lalu.
Limousine
ini, yang dari tadi meluncur dengan kecepatan tidak lebih dari lima mil per
jam, tiba-tiba berhenti. Jupe melongok ke luar. Ia mengira bahwa inilah tempat
di mana makan siang diadakan. Mobil itu berhenti di depan sekumpulan
wigwam-tenda orang Indian. Dua prajurit Romawi, membawa pedang dan tameng,
keluar dari salah sebuah tenda. Sopir tadi, Gordon Harker, menurunkan kaca
jendelanya.
"Dapatkah
Anda menunjukkan di mana letak Panggung Sembilan?" tanyanya pada salah
seorang prajurit Romawi.
Jupe
sebenarnya tahu letak panggung itu. Panggung Sembilan adalah tempat syuting
film Berandal Cilik. Tetapi saat ini ia merasa enggan untuk memperlihatkan
pengetahuannya itu. Ia tidak merasa terburu-buru untuk segera menemui dan
bereuni dengan Bonehead, Footsie, dan lain-lainnya.
"Terus
saja ke sana," kata prajurit Romawi itu sambil menunjuk dengan pedangnya.
"Ya,
kau tidak akan kesasar," kata prajurit yang satu lagi menambahkan.
Si
sopir mengucapkan terima kasih, lalu melajukan mobilnya. Prajurit-prajurit
Romawi itu benar. Sebuah gedung putih besar, seperti hanggar pesawat terbang,
muncul di hadapan mereka Angka sembilan terlukis besar-besar di salah satu
sisinya. Sopir itu melompat ke luar dan membukakan pintu belakang bagi Trio
Detektif.
Jupiter
mengucapkan terima kasih. Ia memandang Gordon Harker yang tinggi, tegap, dan
memakai seragam sopir serta topi pet. Seperti biasanya, mata Jupe yang terlatih
mengamati segala-galanya tentang Gordon Harker. Sepatunya yang mengkilat,
matanya yang memancarkan kecerdasan, mukanya yang coklat tua, serta rambutnya
yang lurus dan hitam.
Pada
pintu masuk ke Panggung Sembilan terdapat sebuah gerendel dan sebuah gembok
besar yang tergantung pada sebuah ring. Secara refleks, Jupe melihat pada dua
buah lampu di atasnya. Lampu merah menyala. Berarti orang tidak boleh masuk
dulu, Jupe ingat. Di dalam sedang ada syuting, kamera sedang bekerja. Semua itu
terlintas kembali di benak Jupe. Peraturan di studio dan kebiasaan-kebiasaan
semasa kecilnya sebagai aktor. Namun ia cepat-cepat mengalihkan pikirannya. Ia
tidak ingin terkenang akan masa lalunya.
Lampu
hijau menyala. Jupe mendorong pintu. Ia melangkah masuk diikuti Pete dan Bob.
Tetapi
mau tidak mau masa lalu itu teringat lagi. Bukan hanya bau cat, besi, dan
panasnya sorot lampu studio, namun juga suara serempak yang sangat tidak ia
harapkan. Panggilan yang tidak ingin didengarnya lagi untuk selamanya.
"Baby Fatso!" teriak suara-suara berbarengan.
Dalam
sekejap Jupe dikerumuni wartawan-wartawan foto. Dua atau tiga menit lamanya ia
berdiri dengan sabar untuk memberikan kesempatan para wartawan itu mengambil
fotonya. Dan selama itu ia benar-benar berusaha menahan diri.
"Senyum,
Baby Fatso."
"Lihat
ke sini, Baby Fatso."
"Sekali
lagi, Baby Fatso."
Akhirnya
mereka selesai. Milton Glass yang bersosok tinggi dan selalu tersenyum
menghampiri Jupe. Ia merangkulkan tangannya di bahu Jupe.
"Jupiter,"
sapanya. "Jupiter Jones. Mari sekarang kita temui anggota Berandal Cilik
lainnya."
Di
seberang ruangan terdapat sebuah dapur yang terang-benderang. Jupe tahu bahwa
itu bukanlah dapur sungguhan. Kompornya tidak dapat dinyalakan dan kerannya
tidak akan mengeluarkan air. Hanya meja panjang yang bukan sekadar pajangan.
Meja itu penuh dengan hidangan yang sudah disiapkan.
Milton
Glass membimbing Jupe dan kedua temannya ke sisi meja tempat tiga anak muda dan
seorang gadis sedang bercakap-cakap. Gadis itu menarik. Rambutnya panjang serta
hitam berkilauan.
Mereka
berhenti bercakap-cakap. Semua pandangan diarahkan pada Jupe ketika ia datang.
Jupe balas menatap mereka. Ia hampir-hampir tidak percaya pada apa yang
terlihat di hadapannya.
Bertahun-tahun
ia tidak bertemu dengan anggota Berandal Cilik lainnya. Selama itu yang
diingatnya adalah wajah-wajah mereka yang dulu. Bonehead, dengan kepalanya yang
panjul dan cengirnya yang menyebalkan. Footsie, dengan wajah tembam seperti
buah apel, serta kaki dan tangan yang besar. Bloodhound, dengan lidahnya yang
sering kali terjulur dan matanya yang selalu sayu. Pretty Peggy, dengan poninya
yang dipotong rata serta mukanya yang mungil.
Sekarang
empat orang dewasa yang berada di hadapannya hampir-hampir seperti orang asing
bagi Jupe.
Salah
satu dari mereka-pemuda berpenampilan menawan, berambut pirang menutupi
kupingnya, serta memakai jaket kulit-mengangkat tangannya menyambut Jupe.
"Hai,"
katanya. "Jadi, kau pun berhasil mereka seret pula, ha?"
Jupe
mengangguk. Ia melirik sepatu koboi yang dikenakan pemuda itu. Sepatu itu
tampak kecil untuk orang setinggi dia, jadi dia pasti bukan Footsie. Dia juga
bukan Bloodhound. Orang di sebelahnyalah-yang memiliki mata sayu, sekalipun
lidahnya tidak lagi terjulur-yang diduga Jupe bahwa dialah Bloodhound.
Kalau
begitu, pemuda berjaket kulit dan bersepatu koboi ini pasti Bonehead.
Jupe
mengangguk pada kedua Berandal Cilik lainnya. Ia samar-samar masih mengenali
mereka sebagai Footsie dan Bloodhound. Seperti halnya Bonehead, mereka pun
telah berubah banyak sekali.
Tangan
dan kaki Footsie masih nampak kebesaran, karena tubuhnya pendek dan agak kurus.
Tapi wajahnya tidak lagi tembam seperti buah apel.
Bloodhound
mengingatkan Jupiter pada seorang manajer perusahaan. Rambut coklatnya
terpotong pendek dan tersisir rapi. Bajunya yang terkancing sampai ke leher dan
jasnya yang apik membuat ia tampak necis. Sukar dipercaya bahwa ia dulunya
aktor berwajah sayu yang memainkan tokoh Bloodhound.
Jupe
berpaling. Ia memandang gadis yang berpenampilan menarik itu. Wajahnya masih
mungil. Matanya biru dan bulu matanya lentik. Tapi Jupe tidak akan tahu bahwa
dia Pretty Peggy kalau kebetulan berjumpa dijalan.
Gadis
itu tersenyum pada Jupe. "Aku senang kau bisa datang, Jupe," ujarnya.
"Kau tak keberatan kalau kupanggil Jupe, kan?"
"Sama
sekali tidak." Jupe senang sekali Pretty Peggy masih ingat namanya
sebenarnya.
"Kaupanggil
saja aku Peggy. Tidak usah pakai Pretty segala. Aku sudah terbiasa dipanggil
begitu selama beberapa tahun terakhir ini. Peggy saja, oke?"
"Oke,"
kata Jupe sambil menoleh pada Bob dan Pete untuk memperkenalkan mereka pada
Peggy dan yang lainnya. Kemudian mereka meninggalkan dapur untuk
berbincang-bincang dengan Milton Glass dan seorang pria bertubuh kurus,
berambut putih, yang sedang berdiri di samping kamera. Pria berambut putih itu
tampaknya tidak asing lagi bagi Jupe. Tapi Jupe tidak dapat mengingat siapa
namanya.
"Sekarang
kita semua sudah berkumpul di sini," kata Bonehead, sambil meraih lengan
Jupe dan menariknya supaya lebih mendekat. "Aku punya usul. Usul ini
penting bagi kita semua."
"Tapi
kita belum lengkap," Peggy mengingatkannya. "Flapjack belum
datang."
"Flapjack
tidak akan datang," kata Footsie memberi tahu.
"Oh,
kenapa?" kata Peggy dengan nada kecewa.
Jupe
juga kecewa. Di antara semua anggota Berandal Cilik, Jupe paling suka pada Flapjack.
Anak berkulit coklat tua itu, di samping Peggy, tidak pernah menganggap Jupiter
sebagai bayi yang bisa dipermainkan.
"Entah
kenapa," sahut Bloodhound. "Mungkin mereka tidak bisa menemuinya,
atau dia sendiri yang tidak bisa hadir."
"Jadi,
sudah tidak ada yang ditunggu lagi," Bonehead melanjutkan. "Kita
sudah berkumpul di sini untuk satu hal." Ia menepuk kantung jaket
kulitnya. "Untuk uang. Benar?"
"Benar,"
Bloodhound menyetujui dengan ragu-ragu.
"Ya,"
kata Footsie. "Itu satu-satunya alasan mengapa kita berada di sini."
Peggy
mengangguk dengan serius.
"Benar?"
Bonehead menatap Jupiter.
Jupe
bimbang. Meskipun dia akan senang kalau bisa memperoleh uang banyak-dia dapat
menabungnya untuk membiayai sekolahnya nanti-dia datang ke situ bukan dengan
tujuan mencari uang. Ia setuju untuk mengadakan reuni dan berlomba dalam acara
quiz ini untuk satu hal: membalas perlakuan mereka ketika ia masih berumur tiga
tahun. Tetapi Jupe enggan untuk mengemukakan pendapatnya saat ini.
"Oke,"
kata Jupe.
"Bagus,"
kata Bonehead meneruskan. "Sekarang kita berada di sini untuk duduk
bersama dan menceritakan masa lalu yang indah itu. Setuju?"
Peggy
mengangguk lagi.
Apanya
yang indah, pikir Jupe. Masa lalu itu mungkin indah bagi mereka, tapi sama
sekali tidak bagi Jupe. Ia diam saja.
"Dan
pengarah acara di sana-" Bonehead menunjuk dengan jempolnya ke arah pria
berambut putih yang berdiri di samping Milton Glass- "akan merekam
percakapan kita. Hasil rekaman ini akan disiarkan di televisi sebelum quiz
dimulai."
Jupe
menoleh ke arah pria berambut putih. Sekarang ia ingat siapa orang itu. Namanya
Luther Lomax. Dia dulu sutradara setiap komedi Berandal Cilik. Tidak
mengherankan kalau Jupe tidak mengenalinya tadi. Luther Lomax telah berubah
banyak sekali, jauh lebih banyak dari para Berandal Cilik sendiri. Yang dapat
diingat Jupe hanyalah sosoknya yang tinggi serta perintah-perintahnya yang
tegas sebagai seorang sutradara.
"Lampu,
kamera, action!" begitulah biasanya ia berteriak pada mereka dulu. Kini ia
tampak tua dan bungkuk.
"Jadi
semua oke," lanjut Bonehead lagi. "Kalau mereka minta kita untuk
tampil pada acara tatap muka ini di televisi, mereka harus membayar kita.
Setuju?"
Ia
menatap anggota kelompok Berandal Cilik satu per satu, menunggu jawaban.
Semua
mengangguk, kecuali Jupiter.
"Well?" Bonehead menunggu jawaban Jupiter.
"Bagaimana menurutmu?"
Jupe
diam sejenak. Ia berpikir keras. Kalau dia ikuti saran Bonehead, itu berarti
dia mengakui kepemimpinan Bonehead. Bonehead yang akan berperan sebagai juru
bicara mereka semua. Ini mengingatkan Jupe pada masa silam, ketika Bonehead
menjadi pimpinan anak-anak nakal yang mengolok-oloknya.
Ide
ini sangat bertentangan dengan sifat Jupiter. Ia merasa punya bakat untuk
menjadi pemimpin. Sebagai penyelidik pertama Trio Detektif, dialah yang selalu
memberi komando tentang apa yang harus dikerjakan oleh kedua kawannya, atau
paling tidak, yang mengambil keputusan pada saat-saat yang genting.
Tetapi
di lain pihak, ia menilai usul Bonehead itu masuk akal. Kalau pihak studio
menginginkan mereka tampil dalam acara sebelum quiz, sudah sewajarnya kalau
mereka mendapat imbalan atas itu.
Jupe
mengangguk. Bonehead memasukkan telunjuk dan jempol ke mulutnya. Ia bersuit
nyaring.
"Glass,"
panggilnya.
Milton
Glass datang mendekat dengan senyum lebar tersungging di bibirnya. Luther
Lomax, sutradara itu, mengikutinya dengan kikuk.
"Ada
yang bisa aku bantu?" tanya Glass dengan sopan.
Bonehead
mengutarakan keinginannya. Ia mengatakannya secara gamblang dan tajam. Mereka
masing-masing ingin seratus dollar untuk acara tatap muka itu. "Dan itu
harus bersih, tanpa dipotong pajak," Bonehead menambahkan.
"Kontan."
Senyum
masih menghias bibir Milton Glass. Namun kini terdapat kerut di dahinya.
"Kukira
ini tidak mungkin," katanya. "Studio sudah mengeluarkan biaya banyak
sekali untuk acara makan siang ini. Dan selain itu aku sudah merencanakan akan
memberi hadiah yang berharga bagi kalian masing-masing."
"Hadiah
apa?" tanya Peggy.
"Berapa harganya?" tambah Footsie.
"Itu
rahasia, Peggy." Milton Glass melemparkan senyum padanya. "Tapi
hadiah itu sudah siap dan kini sedang menanti kalian di sana." Ia menunjuk
ke arah pintu dapur. "Aku tahu kalian akan senang mendapatkannya." Ia
diam sejenak. "Tapi tidak akan ada imbalan lainnya."
"Oke,"
kata Bonehead sambil mengangkat bahu. "Tidak ada uang, tidak ada
pertunjukan."
Milton
Glass berusaha bertukar pendapat dengannya. Tapi Bonehead seakan tidak peduli.
"Kami tidak mau berunding, sebab tidak ada hal yang perlu
dirundingkan," tukas Bonehead. Glass masih tetap tersenyum. Tapi suaranya
mengeras.
"Ini
pemerasan," sengitnya. "Kau memeras aku dengan mengancam akan
memboikot acara ini."
"Tentu
saja," balas Bonehead santai. Ia malah tersenyum. Jupe melihat bahwa
Footsie, Bloodhound, dan bahkan Peggy turut tersenyum. "Karena itulah kau
mau tidak mau harus membayar kami."
Milton
Glass tidak segera setuju. Tapi Jupe dapat melihat bahwa akhirnya Glass akan
kalah juga dalam tawar-menawar ini. Jupe cukup senang memperoleh seratus
dollar. Uang ini akan digunakan untuk membiayai kegiatan Trio Detektif: untuk
biaya perawatan peralatan laboratorium mininya di kantor, serta untuk membayar
rekening telepon. Tapi bukan hal ini yang menyibukkan pikirannya.
Ia
mulai melihat Berandal Cilik dari sisi yang lain. Mereka semua sudah tumbuh dan
berkembang menjadi dewasa. Namun perkembangan ini berjalan ke arah yang tidak
diharapkan.
Mereka
sudah menjadi orang-orang yang keras dan penuh persaingan. Orang yang mau
menggunakan segala cara untuk memperoleh apa yang diinginkannya-uang.
Dan
kalau mereka sampai mau bersitegang untuk soal imbalan ini, mereka akan
menghalalkan segala cara untuk bisa memenangkan quiz. Jupe harus mengerahkan
segala kemampuan dan ingatannya untuk bisa mengalahkan mereka. Dan itu tidak
akan semudah seperti yang dikatakan Milton Glass.
Jupe
sadar bahwa ia kini tidak lagi membenci Berandal Cilik lainnya. Baginya, mereka
sekarang bukanlah mereka yang dulu lagi. Ia tidak lagi ingin membalas dendam.
Tapi bukan berarti ia tidak mau menang dalam quiz ini.
Jupiter
tidak akan pernah menolak tantangan, itu sudah menjadi sifatnya. Namun ia tahu
bahwa tantangan yang dihadapinya kali ini bukanlah tantangan yang ringan.
Bab
3
LIMA
BERANDAL DAN SATU PENCURI
MEJA
makan siang sudah dibersihkan dan disingkirkan. Di tempat itu bangku-bangku
disusun membentuk setengah lingkaran-untuk pertunjukan.
Milton
Glass akan menjadi tuan rumah acara pendahuluan ini. Ia duduk di tengah, diapit
Peggy dan Bonehead. Jupe duduk di pinggir, di sebelah Bloodhound. Footsie duduk
di pinggir yang satu lagi.
Lampu-lampu
sorot menyala. Terangnya menyilaukan, bagai ribuan lilin dipasang sekaligus.
Tetapi sorotan lampu-lampu itu juga menghangatkan ruangan studio yang dingin
oleh AC.
Jupiter
sama sekali tidak merasa gugup. Ia sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini
sejak kecil. Di bawah putihnya sinar lampu yang menyorot, di hadapan tiga buah
kamera televisi, ia merasa kemampuannya pulih kembali secara alamiah. Ia merasa
bagai seorang perenang ulung yang menikmati segarnya air ketika melompat ke
danau yang jernih.
Jupe
mematangkan strategi untuk memenangkan quiz ini. Pikirannya berjalan menyusun
langkah-langkah yang harus diambilnya. Dan ia sudah sampai pada suatu
keputusan. Secara tidak sadar keputusan itu sudah dilakukannya sejak pertama
kali ia melangkah ke dalam studio.
Berandal
Cilik lainnya saling bergurau. Tapi Jupe tidak ikut campur. Ia cuma
mendengarkan. Ia sudah mendapatkan gambaran tentang bagaimana keadaan Bonehead,
Footsie, Bloodhound, dan Peggy sekarang ini. Tapi sebaliknya, ia yakin, mereka
tidak tahu bagaimana Jupiter saat ini.
"Selamat
sore, Para pemirsa sekalian," kata Milton Glass membuka acara itu.
Tiga
kamera televisi mulai bekerja. Luther Lomax sibuk mengamati layar pengontrol
dari ruang kontrol. Ia mengatur pengambilan gambar dari satu kamera ke kamera
lainnya, memilih dari sudut pandang yang paling disukainya.
"Aku
ingin memperkenalkan beberapa kawan lama kalian," lanjut Glass.
"Kalian sudah menonton mereka dalam acara yang disiarkan sejak beberapa
minggu yang lalu. Ribuan surat kami terima sejak itu, menanyakan bagaimana
keadaan mereka saat ini. Sekarang kalian dapat melihatnya sendiri. Karena
mereka semua berada di sini."
Ia
berhenti sesaat. Dipamerkannya gigi-giginya yang putih kemilau.
"Berandal
Cilik!"
Usai
berkata begitu sebuah gambar diproyeksikan pada dinding putih di belakang
mereka.
Gambar
itu melukiskan para Berandal Cilik ketika mereka masih kecil. Milton Glass
memohon maaf karena salah seorang dari mereka, Flapjack, tidak bisa hadir.
Pihak studio sudah berupaya keras untuk menemukannya, tetapi ternyata Flapjack
tidak tinggal di California lagi, sehingga hampir tidak mungkin ditelusuri
jejaknya.
"Mungkin
dia dipenjara," Bonehead nyeletuk seenaknya.
Milton
Glass tidak menanggapi komentar itu. Ia hanya tersenyum kecut sekilas. Kemudian
satu demi satu dimintanya para Berandal Cilik memperkenalkan diri. Peggy yang
pertama.
"Dulu
aku dipanggil Pretty Peggy," katanya. "Tapi itu kan dulu. Sekarang
aku biasa dipanggil Peggy saja. Lupakan saja embel-embel Pretty itu."
Glass
melempar senyumnya pada Peggy. "Kau sangat rendah hati, Peggy. Panggilan
Pretty Peggy masih cocok untukmu, karena kau masih tetap cantik sampai
sekarang."
Peggy
tidak membalas senyum itu. "Sekarang aku tidak ingin menonjolkan
penampilanku. Aku lebih suka menunjukkan siapa diriku dengan menunjukkan
kemampuan otakku."
Milton
Glass tertawa kecil, yang terdengar hambar di telinga Jupiter. Penyelidik Satu
bersandar di kursinya. Ia melihat ke belakang kamera-kamera, tempat beberapa
penonton berkumpul. Dilihatnya Bob dan Pete di antara mereka. Jupe tahu bahwa
kamera tidak sedang diarahkan padanya, karena berikutnya adalah giliran
Bonehead. Ia mengangkat bahu sambil mengerdip pada Bob dan Pete.
Jupe
memberi kode supaya kedua kawannya itu tidak terkejut bila gilirannya tiba
untuk memperkenalkan diri. Kacamata Bob bergerak-gerak. Ia segera menangkap
maksud Jupe. Dibalasnya kode Jupe dengan sebuah anggukan kecil.
Jupe
melihat ke arah kanan. Ia mengenali seorang pria yang berdiri di sana. Gordon
Harker, sopir berpostur tinggi dan berkulit coklat yang tadi mengantarnya ke
studio. Gordon Harker kini berjalan menuju sekumpulan lampu sorot tak terpakai
yang tergantung pada tiang-tiang besi.
"Aku
yang dulu berkepala hampir botak," kata Bonehead. "Aku berperan
sebagai orang dungu." Ia melihat pada Milton Glass dengan tatapan tajam.
"Pasti kau akan mengatakan bahwa aku sudah berubah banyak sekarang."
Milton
Glass tidak merasa tersinggung atas ucapan tajam Bonehead. Ia masih saja
tersenyum simpatik pada Bonehead, seakan-akan Bonehead adalah tokoh yang paling
disukainya di dunia.
"Kau
dikenal sebagai Bonehead, kan?" tanya Glass tanpa melepaskan senyumnya.
"Benar.
Tapi sebenarnya itu cuma julukan saja. Mungkin karena aku aktor yang lihai.
Penuh bakat."
Bloodhound
dan Footsie mendapat giliran berikutnya. Mereka hanya menyebutkan nama-nama
julukan mereka di film seri itu, tanpa ekspresi.
"Bloodhound."
"Footsie."
Milton
Glass mencoba mengorek penjelasan dari Footsie. "Kenapa Footsie?"
tanyanya.
"Mengapa
kau dijuluki Footsie?"
"Karena mereka memanggilku begitu."
"Ya, tapi mengapa?"
"Itulah
yang terdapat pada naskah cerita."
Senyum
Milton Glass menghilang dari wajahnya untuk beberapa saat. Kini giliran Jupe.
"Dan
siapa Anda?" tanya Milton Glass dengan gembira.
"Aku
J-J-Jupiter Jones," sahut Jupe dengan terbata-bata.
"Ya,
itu kan kau sekarang. Tapi siapa kau dulunya dalam film seri ini?"
"J-J-Jupiter
Jones. Aku selalu dipanggil J-J-Jupiter Jones. Aku t-t-tidak pernah menjadi
orang 1-1-lain."
Mulut
Jupe agak ternganga. Ia tampak seperti orang kebingungan. Sebagai seorang
detektif, ia sering kali mendapat keuntungan dengan berlaku dungu seperti itu.
Ini adalah salah satu peran yang dikuasainya dengan baik. Tapi kali ini ia
memainkannya dengan lebih baik lagi. Ia mengerahkan segala kemampuannya untuk
berakting sedungu mungkin. Bahkan seakan-akan ia sukar sekali mengartikan
pertanyaan yang diajukan padanya.
"Maksudku,
peran apa yang kaumainkan dalam film seri Berandal Cilik dulu?" Milton
Glass berusaha menjelaskan pertanyaannya.
"Aku
dulu masih b-b-bayi," kata Jupe. "A-a-aku tidak ingat lagi."
Milton
Glass akhirnya harus membantu memperkenalkan Jupiter pada para pemirsa.
"Jupiter
Jones dulunya berperan sebagai Baby Fatso," katanya. "Banyak orang
berpendapat bahwa dialah aktor yang terbaik di antara para Berandal
Cilik."
Setelah
perkenalan selesai, Milton Glass mulai menanyai apa pekerjaan mereka sekarang.
"Aku
jadi sekretaris," kata Peggy, "di San Fransisco."
"Itu
bagus sekali. Kau cocok untuk pekerjaan itu. Orang akan senang meminta
bantuanmu dan bekerja bersamamu. Kau pasti punya banyak kawan di sana."
"Tidak
juga," sahut Peggy ketus. "Siapa yang sempat berkawan kalau kita
sibuk terus."
Glass
merasa tidak bisa meneruskan pertanyaan tentang pekerjaan Peggy. Ia mengalihkan
pokok pembicaraan. "Jadi kau menghentikan kariermu di bidang
perfilman." Alis matanya terangkat. "Kau memutuskan untuk tidak
meneruskannya?"
"Bukan
aku yang tidak mau meneruskan," Peggy membalas dengan tajam. "Tidak
ada perusahaan film yang menawarkan peran untukku lagi sejak aku berumur
sepuluh tahun."
"Mungkin
karena orang tuamu ingin kau meneruskan sekolah dulu sebelum..."
Peggy
menggeleng. "Tidak. Mereka justru ingin agar aku berkarier sebagai bintang
film. Tapi, rupanya memang tidak mungkin bagiku untuk meneruskan karier
itu."
Sebelum
Glass menanyakan sebabnya, Peggy sudah menjelaskan padanya.
"Bertahun-tahun
orang mengenaliku sebagai Pretty Peggy. Mereka menyebut-nyebut nama itu ketika
berpapasan denganku dijalan, di toko, di bis, di mana saja. Aku sampai jadi
takut keluar rumah. Dan di sekolah lebih buruk lagi keadaannya. Kau ingin tahu
pendapatku sekarang?"
Milton
Glass mengangguk. Ia masih tersenyum, meskipun hatinya bertanya-tanya tentang
apa yang akan diucapkan Peggy-
"Kalau
aku punya anak, lebih baik dia menjadi tukang gali kubur daripada menjadi
aktor. Pekerjaan itu lebih membawa ketenangan dan kepastian."
"Bicara
mengenai masa depan," Glass melanjutkan, berusaha mengalihkan lagi topik
pembicaraan, "apa kau punya rencana khusus di masa depan, Peggy?"
Kali
ini Peggy tersenyum padanya.
"Ya,"
sahutnya. "Aku ingin meneruskan sekolahku kalau aku punya uang cukup. Aku
tidak suka hanya mengandalkan parasku. Aku ingin menggali ilmu agar aku dapat
melakukan sesuatu yang menarik dan berguna dalam hidupku."
"Aku
turut mendoakan, Peggy."
Dengan
perasaan lega, Glass memutar kursinya. Ia kini menghadap ke arah Bonehead. Ia
berharap pembicaraan dengan Bonehead lebih akrab dan hangat. Namun ternyata ia
keliru. Bonehead kini bekerja sebagai montir mobil. Ia nyerocos saja
menceritakan pekerjaannya.
"Aku
masuk ke kolong-kolong mobil. Oli yang hitam-pekat mengotori kuku-kuku dan mukaku.
Tanganku lelah membuka atau mengeraskan sekrup-sekrup itu...."
"Bagaimana
pendapatmu kalau kau diberi kesempatan untuk tampil kembali di dunia
film?" Glass mencoba membicarakan hal-hal yang lebih menyenangkan.
"Tadi kaukatakan bahwa waktu kecil kau sangat berbakat menjadi
aktor."
"Aktor?"
Bonehead memandang dengan sinis. "Kau tahu berapa banyak aktor yang
kehilangan pekerjaannya di kota ini?"
Milton
Glass tidak tahu. Kalaupun tahu, dia tidak akan mengatakannya.
"Apa
kau pernah mengalami kesulitan seperti yang dialami Peggy?" tanyanya.
"Apa kau pernah diganggu di tempat-tempat umum?"
Bonehead
mengakui ia tidak pernah mengalami kesulitan seperti itu. "Setelah studio
berhenti mencukuri rambutku, aku biarkan rambutku tumbuh gondrong, supaya
telingaku yang terkenal itu tidak terlihat. Kurasa aku sudah sangat banyak
berubah sekarang."
Milton
Glass tidak menanyakan apa rencana Bonehead di masa depan. Jupe sudah dapat
menebak jawaban Bonehead kalau ia ditanya seperti itu: memenangkan hadiah dua
puluh ribu dollar, apa pun cara yang ditempuhnya.
Pertunjukan
itu berlanjut dengan Footsie dan Bloodhound. Footsie hampir tidak pernah
bekerja selama ini. Tapi Bloodhound mengejutkan Milton Glass. Ia sudah lulus
dari sekolahnya dan sekarang sudah duduk di tingkat pertama universitas.
"Kurasa
aku beruntung," katanya. "Ayahku seorang pengacara. Ia tidak ingin
aku menjadi aktor. Ia punya kenalan seorang bintang film. Melihat gaya hidupnya
seperti itu, ayahku melarangku untuk meneruskan karier sebagai aktor."
"Bagaimana
perlakuan teman-teman sekolahmu ketika itu?" tanya Milton Glass.
"Mereka
kadang-kadang menggangguku," kata Bloodhound. "Mataku dulu sayu
sekali. Bolak-balik kelopak mataku tertutup. Tapi ketika aku mencapai umur
empat belas, aku tidak lagi begitu. Dan ketika itu orang sudah melupakan
Berandal Cilik."
Sekarang
giliran Jupe kembali.
"Apa
yang kaukerjakan sekarang?" pancing Milton Glass. Jupe menatapnya dengan
tatapan kosong.
"Aku
tidak mengerjakan apa-apa. Aku cuma duduk di sini," katanya.
"Maksudku,
apa yang kaukerjakan selama ini?"
"Oh,"
kata Jupe. "Aku tinggal di Rocky B-B-Beach bersama paman dan bibiku."
"Tapi
apa yang kaukerjakan di sana?"
Pertanyaan
itu seakan membingungkan Jupiter. Ia memperbaiki letak duduknya dengan gelisah.
"Kadang-kadang
a-a-aku berenang."
"Tetapi
apa kau tidak bersekolah?" Suara Milton Glass meninggi. Ia tidak sabar
menerima jawaban seperti ini.
"T-t-tidak
kalau sedang liburan," kata Jupe.
Milton
Glass kehabisan akal. Ia tidak bertanya lebih jauh lagi pada Jupe. Bagian
pertama pertunjukan telah selesai, tapi masih ada sisa waktu enam menit. Glass
menghadap ke kamera sambil tetap melempar senyumnya.
"Sekarang,
aku akan bertanya pada para tamu kita tentang masa lalu," ujarnya.
"Aku yakin mereka punya cerita dan pengalaman menarik ketika masih menjadi
Berandal Cilik. Pengalaman yang tidak akan mereka lupakan, yang akan terbawa
sepanjang hidup mereka."
"Aku
ingat pada penata rambutku," Peggy memulai. "Ia selalu menyisir
rambutku dengan kasar sampai kepalaku sakit."
"Aku
ingat kita biasa menerima uang pembayaran pada setiap Jumat malam," kata
Bonehead. "Mereka membayar dengan uang tunai pada waktu itu. Terbungkus
dalam amplop coklat dan diikat dengan seutas benang merah."
"Hmm,
pasti Jumat malam selalu merupakan hari yang paling menyenangkan bagi kalian
saat itu. Ya, kan?" Milton Glass mengomentari.
"Tidak
bagiku," tukas Bonehead. "Tapi bagi orang tuaku. Hanya pada hari itu
mereka datang ke studio. Mereka selalu merampas uang itu dariku."
Footsie
ingat ia harus memakai sepatu besar. "Mereka menyumpal sepatu dengan kain
supaya tidak terlepas dari kakiku," lanjutnya. "Namun tetap saja
sepatu itu tidak pas, sehingga kakiku lecet-lecet."
"Akhir
minggu aku selalu pergi bersama ayahku," ujar Bloodhound. "Sehabis
belajar dan bermain film, aku bermain-main ke pantai atau berjalan-jalan untuk
beristirahat."
Jupiter
tampak tidak ingat apa-apa. "Aku waktu itu masih b-b-bayi," katanya.
"Aku t-t-tidak ingat pernah main film. A-a-aku baru ingat Baby Fatso
setelah aku menonton film itu lagi m-m-minggu lalu. Orang b-b-bilang itu adalah
aku."
Waktu
tinggal tiga menit lagi. Glass kembali menatap kamera.
"Dan
sekarang-aku punya kejutan bagi kalian semua," katanya dengan mata
bersinar-sinar. "Sebagai ucapan terima kasih pada Berandal Cilik atas
kesediaan mereka untuk tampil dalam acara ini, aku akan mempersembahkan hadiah
dari studio bagi mereka. Trixie, tolong ambilkan hadiahnya."
Ia
menoleh. Seorang gadis berambut pirang mengenakan rok mini, muncul dari pintu
dapur. Ia membawa kotak besar terbungkus kertas emas. Ia memegangi kotak
sewaktu Milton Glass membuka pita dan kertas pembungkusnya. Ia berhenti sesaat
sebelum membuka penutupnya.
"Masing-masing
akan menerima sebuah tanda penghargaan," ia mengumumkan seraya tersenyum
hangat, "yang kuharap akan kalian kenang sepanjang hidup kalian." Ia
berhenti lagi sebelum memberi tahu berupa apa tanda penghargaan itu. "Sebuah
piala perak berukir nama kalian dan judul film yang pernah kalian mainkan, yang
sukses besar pada waktu itu-Berandal Cilik. "
Ia
membuka penutup kotak dan menyerahkannya pada Trixie. Ia melongok ke dalam
kotak, merogoh ke dalamnya. Dipegangnya kotak itu dengan kedua belah tangannya.
Diguncang-guncangnya kotak itu. Kotak terlepas dari tangannya dan jatuh
berguling-guling di lantai. Dan akhirnya berhenti dengan mulut kotak menghadap
penonton. Semua orang melihat isi kotak itu.
Kosong.
Tidak ada piala di dalam kotak tadi. Bahkan tidak ada apa-apa di dalamnya.
Benar-benar kosong-melompong.
Penyelidik
Satu memperhatikan wajah Milton Glass. Untuk pertama kalinya sejak ia berjumpa
dengannya, wajah Milton Glass mengeras.
Bab
4
PENYELIDIKAN
DI PANGGUNG SEMBILAN
"TIDAK
ADA," kata Bob.
"Coba
saluran yang lain. Mungkin kau salah pilih saluran," kata Pete.
Bob
menggeleng. "Mereka seharusnya memutar acara itu pukul lima kurang
seperempat, persis sebelum siaran berita. Aku lihat di koran tadi pagi. Tapi
sekarang yang muncul malah film koboi."
Setelah
diantar pulang ke Rocky Beach dengan Limousine yang sama, Trio Detektif langsung
berkumpul di kantor mereka.
Pete
duduk di kursi goyang, kakinya diselonjorkan santai. "Kurasa mereka
membatalkan siaran setelah kasus pencurian piala itu," ujarnya.
"Bagaimana menurutmu, Jupe?"
Jupe
tidak menyahut. Ia duduk di belakang meja sambil menarik bibir bawahnya. Itu
sudah menjadi kebiasaannya. Menurutnya itu membantunya berpikir, dan ia sedang
berpikir keras saat ini.
Bob
mematikan televisi. Ia gagal mencari siaran yang dijanjikan akan diputar sore
itu, siaran "Tatap Muka dengan Berandal Cilik". Dua koboi menunggang
kuda hitam menghilang dari layar televisi.
"Pasti
masih di sana," kata Jupe tiba-tiba.
"Siapa?"
Bob tertegak di kursinya.
"Bukan
siapa-apa," Penyelidik Satu mengoreksinya. "Kelima piala perak yang
mereka ingin hadiahkan. Piala-piala itu masih berada di sana."
"Di sana mana?" tanya Pete.
"Mereka
memeriksa setiap orang yang keluar dari Panggung Sembilan," Jupe
menjelaskan.
"Dan
mereka memeriksa Limousine sekali lagi di gerbang studio. Siapa saja yang
mencuri piala-piala itu tidak akan bisa membawanya keluar. Jadi piala-piala itu
masih ada di sana, tersembunyi di suatu tempat di panggung suara."
"Kenapa
disebut panggung suara, Jupe?" tanya Pete.
"Karena,"
sahut Jupe, "beberapa tahun berselang ketika film bersuara baru mulai
diproduksi, semua studio harus membuat peralatan mereka kedap suara."
"Kurasa
kau benar, piala-piala hadiah itu mestinya masih tersembunyi di sana,"
kata Pete. Dari pengalaman ia tahu bahwa Penyelidik Satu hampir selalu benar
kalau ia menyimpulkan sesuatu.
"Tapi
apa gunanya? Kau tidak ingin memiliki piala itu, kan? Buat apa piala perak itu
bagimu?"
"Apalagi
piala itu akan membuatmu selalu teringat pada Berandal Cilik," tambah Bob.
Ia tersenyum, ingat penampilan Jupe sebelumnya hari itu. "Kau benar-benar
membingungkan Milton Glass dengan penampilanmu yang seperti itu."
"Aku
tidak ingin membingungkan Milton Glass," tukas Jupe, "namun aku ingin
mengelabui Bonehead dan Bloodhound."
"Mengelabui
bagaimana?" Pete tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan temannya.
"Itu
seperti permainan anggar," kata Jupe. "Kalau musuh yang kauhadapi
tidak tahu bahwa ada pedang dalam sebuah sarung pedang, maka kau tidak perlu
bersiaga."
"Hhh,
apa lagi itu artinya?" desah Pete. Jupiter cenderung berbicara dengan cara
yang rumit, sehingga sukar dipahami oleh kedua kawannya.
"Kalau
peserta quiz itu berpikir bahwa aku ini dungu," Jupe menjelaskan dengan
sabar, "mereka menganggapku sebagai lawan yang enteng."
"Oo,"
seru Pete. "Sekarang aku mengerti maksudmu."
Bob
membersihkan kacamatanya. Ia mengangguk. Baginya segala sesuatu sudah jelas
sekarang.
"Namun,"
lanjut Jupiter setelah beberapa saat, "pencuri piala-piala itu sudah
mengubah situasi sekarang ini."
"Maksudmu,
kita punya kasus untuk diselidiki sekarang," ujar Bob. "Apa itu yang
kaumaksudkan, Jupe?"
Ia
tahu bahwa sekali Jupiter menjumpai suatu persoalan, apa saja, tidak ada yang
dapat menghalanginya sampai ia berhasil memecahkan persoalan itu. Bob sendiri
merasakan hal itu, demikian pula Pete. Mereka menamakan diri Trio Detektif, dan
tidak ada detektif sejati yang memalingkan muka dari suatu kasus. Kini ada
kasus pencurian, berarti ada pekerjaan bagi Trio Detektif.
"Ada
ide, Jupe?" tanya Pete.
Penyelidik
Satu diam saja. Ia meraih telepon. Sambil melihat pada sebuah kartu, ia memutar
nomor telepon. "Halo," katanya. "Easy-Ride Limos? Di sini
Jupiter Jones. Salah satu dari pengemudi Anda bertugas mengantarku ke quiz
Berandal Cilik. Namanya Gordon Harker. Dapatkah aku bicara dengannya?"
Hening sejenak. Yang menerima telepon Jupe memanggil Harker.
"Halo,
Mr. Harker," kata Jupe setelah beberapa saat menunggu. "Maaf, aku
mengganggu Anda lagi. Aku baru dapat telepon dari studio dan mereka minta aku
kembali ke sana.... Ya, sekarang juga.... Oke, terima kasih. Akan kami tunggu
di pintu gerbang."
"Kita
kembali ke studio lagi?" Pete bangkit dari kursi goyangnya. "Tapi
bagaimana kita bisa masuk, Jupe? Maksudku, mereka kan tidak mengundang
kita?"
"Ya,
aku menggunakan alasan itu supaya Gordon Harker bisa mengantar kita." Jupe
merogoh kantongnya. Ia mengeluarkan secarik kertas. "Tapi mereka akan
memperbolehkan kita masuk karena aku punya kartu tanda masuk studio. Aku
mengambilnya dari kaca depan Limousine ketika mengantar kita pulang. Aku kuatir
sopir itu, Gordon Harker, akan memanfaatkannya."
Ia
tidak menjelaskan lebih lanjut apa niatnya. Sewaktu Pete dan Bob bertanya dalam
perjalanan menuju studio, ia meletakkan telunjuknya di bibirnya, memberi tanda
supaya tutup mulut.
Di
gerbang studio Jupe menunjukkan kartu tanda masuknya pada penjaga. Penjaga
mempersilakan mereka masuk tanpa bertanya-tanya lagi. Limousine berjalan
melalui gedung-gedung terkenal dan berhenti tepat di depan Panggung Sembilan.
Gordon membukakan pintu belakang bagi anak-anak.
"Kami
hanya sebentar di sini, paling lama setengah jam," kata Jupiter pada sopir
itu.
"Oke."
Gordon Harker masuk kembali ke bangku pengemudi. "Aku akan berada di sini
kembali dalam waktu singkat."
Jupe
menunggu sampai mobil itu berlalu, sebelum berjalan ke pintu kecil bergembok.
Ia tahu bahwa pintu itu tidak digembok. Panggung suara selalu dibiarkan
terbuka. Dengan demikian para petugas studio yang bertugas malam hari dapat
mempersiapkan peralatan untuk esok harinya.
Di
dalam, panggung suara yang luas hampir seluruhnya gelap-gulita. Hanya beberapa
lampu kecil menyala, tergantung pada kawat-kawat di balkon.
Jupe
mengeluarkan senter dari kantongnya. Diteranginya beberapa tempat sambil
mempelajari keadaan di sana.
Bob
dan Pete mengikutinya ke dekorasi dapur di seberang ruangan. Penyelidik Satu
berhenti di sana. Ia mengarahkan senternya ke sekitar dinding.
"Sekarang
kita lihat," bisik Jupiter Jones perlahan. "Meja bufet tadinya di
sini. Kemudian setelah makan siang mereka membawanya ke luar dan menggantinya
dengan seperangkat kursi untuk acara tatap muka. Pada saat itu kotak berbungkus
kertas emas berisi piala-piala itu mestinya berada di luar dapur ini...."
Ia
berjalan ke pintu dapur. Melalui pintu inilah gadis bernama Trixie itu keluar
ketika Milton Glass hendak menyerahkan hadiah.
Jupe
membuka pintu. Ia melewatinya. Kedua kawannya mengikuti dari belakang.
"Mungkin
di sana..." Senter Jupiter menyorot ke sebuah meja yang kokoh, beberapa
meter darinya. "Tetapi pintu ini tidak pernah dibuka selama kita berada di
dapur waktu itu, sampai kotak itu dibawa masuk. Para penjaga, juru kamera, dan
orang-orang lain masuk ke dapur tidak melewati pintu ini, tetapi melalui bagian
terbuka dari dekorasi ini. Dan orang-orang tidak pernah beranjak dari tempatnya
di seberang dapur. Jadi..." Ia memandang Pete dan Bob. "Bagaimana
menurut kalian?"
"Jadi
orang yang mencuri piala-piala itu tidak bisa menyelundupkan dan
menyembunyikannya di dapur," kata Bob. "Sebab kalau dia berbuat
begitu, dia harus mengeluarkan dulu piala-piala itu dari dalam kotak. Lalu dia
harus berjalan melewati dapur tanpa melalui pintu itu. Jadi satu-satunya jalan
yang mungkin ialah melewati bagian yang terbuka ini. Tidak mungkin dia
terlihat."
"Benar,"
kata Jupe sambil mengangguk. "Coba, misalkan saja aku malingnya." Ia
berjalan ke arah kain kanvas. Kanvas itu dihias sehingga menjadi dinding dapur
yang menghadap ke ruang terbuka, tempat juru kamera berkumpul selama makan
siang waktu itu.
"Aku
di sini, dan aku dikelilingi orang-orang," lanjutnya. "Tapi kalau aku
menyelinap ke meja ini sambil membawa kotak itu, aku tidak terlihat." Ia
menyenter ke depannya, lalu berjalan mendekati meja itu.
"Pintu
dapur tertutup, dan tidak ada orang yang akan datang ke sini waktu itu,"
katanya sambil berpikir. "Jadi dengan memanfaatkan kesempatan itu, aku punya
banyak waktu untuk membuka kotak, mengeluarkan piala-piala itu, dan membungkus
kembali kotak tadi."
Dengan
tangannya ia memperagakan gerak-gerik orang yang dibayangkannya.
"Aku
kini berada di sini dengan lima piala," lanjutnya. "Mungkin aku punya
karung atau sesuatu sebagai tempatnya. Tetapi orang-orang masih berada di
sekitar sini, jadi..."
"Jadi
kau harus menyembunyikannya di suatu tempat di sini," sela Pete. Ia
mengarahkan senternya ke sekeliling situ. Dilihatnya gulungan kabel, beberapa
kaleng cat, tumpukan kayu, dan, di salah satu sisi, lemari besar berlaci.
Jupe
tetap berdiri di tempatnya semula. Ia hanya menggunakan senternya untuk
menyelidiki tempat itu. Sementara kedua kawannya langsung menghampiri lemari
besar tadi.
Ternyata
tidak ada apa-apa di lemari, selain peralatan tukang kayu. Tidak ada apa-apa
pula di bawah tumpukan kayu. Demikian pula di dalam kaleng-kaleng cat kosong.
Bob
dan Pete menoleh. Mereka memandang Penyelidik Satu. Jupe tidak memandang
mereka. Ia sedang berdiri di samping sebuah lampu sorot yang dapat
dipindah-pindahkan. Ditelitinya sebuah sekrup pada tiang besi penyangga lampu
itu.
Tiba-tiba
Jupe seperti mendapat ilham. Matanya bersinar-sinar. Ia mendongak. Dua meter di
atasnya terdapat sebuah kotak hitam besar yang dipakai sebagai penyimpan lampu
sorot.
"Bantu
aku," kata Jupe.
Kedua
detektif lainnya bergegas menghampiri Jupe. Mereka mengendorkan sekrup yang
menahan tiang, lalu menurunkan tiang perlahan-lahan sampai Jupe dapat meraih
kotak itu. Ia meraihnya. Lalu dibukanya kotak itu. Ia merogoh ke dalamnya.
Tiba-tiba
ratusan lampu bersinar serempak.
Sinar
itu berkumpul jadi satu bagaikan sebuah kilat menyambar.
Setiap
sudut panggung suara, tempat dekorasi dapur berada, bagai dihujani cahaya.
Terang-benderang bagai di siang hari bolong!
Bab
5
KECURIGAAN
JUPE
TRIO
DETEKTIF berdiri tak bergerak dihujani sinar lampu-lampu sorot itu. Bob dan
Pete masih memegangi tiang besi. Tangan Jupe masih berada di dalam kotak
penyimpan lampu sorot.
"Jangan
bergerak!" seru sebuah suara. "Tetap diam di tempat kalian!"
Anak-anak
patuh. Pengarah acara Berandal Cilik, Luther Lomax, datang dari ruang kontrol,
melintasi panggung suara, ke arah mereka.
Ia
berhenti beberapa meter dari anak-anak. Matanya menatap tajam pada Jupe. Tidak perlu
senter lagi sekarang. Mereka semua dapat melihat apa isi kotak itu. Mereka
dapat melihat tangan Jupe sedang merogoh isi kotak itu. Lima buah piala perak
terdapat di dalamnya.
"Jadi
di situ kalian sembunyikan hadiah itu," kata Luther Lomax. Siang tadi ia
terlihat sangat tua dan lemah. Namun kini nada suaranya tegas dan tidak dapat
dibantah. Ini mengingatkan Jupe pada masa ketika pria itu masih menyutradarai
film seri Berandal Cilik.
"Piala-piala
itu berharga dua ribu dollar," kata Lomax melanjutkan. "Dan kalian
bertiga mencuri dan menyembunyikannya di dalam kotak penyimpan lampu sorot itu
tadi siang. Kalian mencoreng muka studio ini di hadapan umum!"
"Tidak,"
tukas Jupiter Jones. "Kami tidak menyembunyikannya, Mr. Lomax, apalagi
mencurinya. Kami hanya menemukannya di sini." Ia mengambil piala itu satu
per satu, lalu menyerahkannya pada sutradara itu.
"Kau
jangan mungkir," balas Lomax seraya meletakkan piala-piala itu di meja.
"Kalian tertangkap basah di sini. Lagi pula siapa lagi yang tahu tempat
disembunyikan benda-benda ini selain pencurinya sendiri?"
"Kami
tidak mencurinya." Penyelidik Satu membela diri dengan tegas. Ia merasa
sangat tersinggung diperlakukan seperti itu. "Saya hanya berusaha menduga,
di mana si pencuri menyembunyikan benda-benda ini. Bob, Pete, dan aku
mendiskusikannya matang-matang di kantor kami dan..."
"Kantor
kalian?" potong sutradara itu dengan tajam. "Kalian punya kantor apa?
Kalian jangan main-main, aku serius!"
"Itu
tempat kami bekerja," Jupe menjelaskan. "Tempat kami memecahkan
kasus-kasus yang kami hadapi."
"Kasus?"
Suara Luther Lomax meninggi. "Kasus apa lagi ini? Bualan apa lagi yang
ingin kalian katakan?"
"Kami bersungguh-sungguh," tegas
Jupiter. "Kami detektif."
"Detektif?"
Luther Lomax hampir tidak dapat menahan kesabarannya. "Kecil-kecil sudah
pandai membual! Kaukira aku akan percaya pada karanganmu itu?"
"Tidak,
Mr. Lomax." Jupiter tetap tegar. "Ini buktinya."
Ia
mengambil sebuah kartu dari saku bajunya. Disodorkannya kartu itu pada si
sutradara. Ia mencetak sendiri kartu itu dengan mesin cetak tua yang dibeli
Paman Titus. Pada kartu itu tertulis:
TRIO
DETEKTIF
"Kami
Menyelidiki Apa Saja"
?
? ?
Penyelidik
Satu - Jupiter Jones
Penyelidik
Dua - Peter Crenshaw
Data
dan Riset - Bob Andrews
Di
bawah kartu itu tertulis nomor telepon kantor mereka di Pangkalan Jones.
Orang
sering bertanya apa arti tiga tanda tanya yang tertulis itu. Jawabnya
ialah-misteri yang tidak terpecahkan, teka-teki yang tidak terjawab. Luther
Lomax tidak bertanya apa-apa. Ia bahkan hanya melirik kartu itu sekilas saja,
seakan-akan kartu itu hanyalah secarik kertas yang tidak berharga.
"Ini
tidak membuktikan apa-apa," ujarnya. "Kau bisa saja membuat kartu
ini. Mengapa tidak kaucetak sekalian bahwa kau adalah pemilik studio ini?"
kata Lomax menyindir. "Sepotong kertas ini tidak menolong kalian. Bagiku
kalian tetap saja pencuri!"
"Tidak,
kami bukan pencuri," kata Bob ngotot. "Waktu kami masuk, kami bahkan
tidak tahu di mana benda-benda ini disembunyikan."
"Mulanya
kami kira ada di dalam kaleng-kaleng cat kosong itu," tambah Pete membantu
Bob.
"Dan
kemudian Jupe yang menemukan bahwa benda-benda itu ada di dalam kotak penyimpan
lampu sorot ini," ujar Bob. "Bagaimana, Jupe? Maksudku bagaimana kau
menemukan hal itu?"
"Tiang
ini terlalu tinggi," Penyelidik Satu menjelaskan. "Ini cuma
satu-satunya tiang yang setinggi ini. Aku jadi curiga."
Ketika
ia bicara, pikirannya seolah-olah berada di tempat lain. Ia menatap wajah sang
sutradara sambil mengira-ngira. Yang ingin diusahakannya ialah meyakinkan
Luther Lomax bahwa mereka bertiga bukan pencuri. Bahwa mereka memang detektif
yang sedang berusaha menemukan piala-piala itu. Namun sang sutradara tampaknya
tetap saja tidak akan percaya pada keterangan mereka. Tetapi mungkin ada
seseorang yang bisa dipercayainya.
"Mr.
Lomax, Anda kenal Hector Sebastian?" tanya Jupe.
"Penulis
kisah misteri? Aku pernah dengar tentang dia. Mengapa?"
"Dia
kawan baik kami. Ia tahu segala sesuatu tentang kami, termasuk bahwa kami ini
detektif. Mr. Sebastian sangat menaruh perhatian pada kasus-kasus yang kami
pecahkan."
Sutradara
itu masih memegang kartu Trio Detektif. Diremasnya kartu itu. Dibantingnya
kartu itu ke lantai. "Apa yang kauinginkan dariku?" serunya marah.
"Menanyakan pada Hector Sebastian tentang siapa kalian?" "Mengapa
tidak?"
Lomax
bimbang. "Aku tidak pernah berjumpa dengannya dan aku tidak tahu nomor
teleponnya."
"Aku
tahu." Jupe mengambil sebatang pensil dan sebuah kartu lagi. Ditulisnya
nomor itu di balik kartu. "Aku yakin ia tidak akan merasa terganggu jika
Anda telepon."
Lomax
masih ragu-ragu sejenak. Kemudian ia berjalan ke telepon di seberang panggung
suara.
Trio
Detektif mengamatinya mengangkat dan memutar nomor telepon. Sekalipun mereka
tidak dapat mendengar pembicaraannya, mereka dapat melihat ia berbicara di
telepon. Di luar perkiraan, ia berbicara lama sekali di telepon.
Akhirnya
diletakkannya juga gagang telepon itu. Ia berjalan menghampiri anak-anak sambil
tersenyum.
"Ia
ingat namaku," kata sutradara itu dengan ramah. "Aku tidak menyangka
ia ingat namaku. Waktu studio ini merencanakan membuat film berdasarkan
novelnya, Warisan Terkutuk, aku amat ingin menyutradarainya. Tapi
kemudian..." Ia mengangkat bahunya dengan sedih, "studio memberikan
kesempatan itu pada seorang sutradara muda." Ia tersenyum lagi. "Itu
beberapa tahun yang lalu, tapi ia ingat siapa aku. Hector Sebastian ingat
padaku."
"Tapi
apa yang dia katakan tentang kami?" tanya Pete.
"Oh."
Luther Lomax menggoyang-goyangkan kepalanya seakan-akan ingin membawa dirinya
kembali ke masa kini. "Oh, ya. Itu beres. Ia bilang tidak mungkin kalian
mencuri. Jadi kalian boleh pulang sekarang. Aku akan mengembalikan piala-piala
ini pada bagian publikasi."
Jupe
mengucapkan terima kasih karena ia mau menelepon Hector Sebastian.
"Ah,
tidak usah kauucapkan itu padaku," ujar Luther Lomax. "Aku senang
bisa bercakap-cakap dengan Hector Sebastian. Tidak banyak orang yang ingat pada
orang lain zaman sekarang ini. Tapi ia ingat segalanya tentang aku, bahkan
semua film yang pernah aku sutradarai."
Jupe
memberi kode pada Pete dan Bob. Mereka bertiga berjalan melintasi panggung
suara menuju pintu keluar, sementara sutradara itu masih sibuk dengan
pikirannya sendiri.
"Bagaimana
pendapatmu, Jupe?" tanya Pete ketika mereka melangkah ke luar.
Penyelidik
Satu tidak segera menjawab. Wajahnya yang bundar tampak serius memikirkan
sesuatu.
"Siapa
pelakunya menurutmu?" Bob menambahkan. "Siapa yang mencuri
piala-piala perak itu?"
"Lampu
sorot itu," kata Jupe. "Pencuri itu harus yakin bahwa lampu itu tidak
akan digunakan."
Ia
berhenti. Kedua temannya berhenti di sampingnya, di bawah bayang-bayang gedung
panggung suara. "Mungkin, itu sebabnya ia menunggu sampai kamera itu
bergerak...." Dahinya berkerut. "Tapi aku tidak yakin."
"Bonehead?"
tebak Pete. "Atau mungkin Footsie?"
"Aku
tidak yakin," ulang Jupiter. "Ada beberapa teka-teki yang
membingungkan dalam peristiwa ini." "Apa itu?" Bob ingin tahu.
"Untuk
satu hal...," kata penyelidik pertama Trio Detektif sambil menunjuk
jempolnya dengan telunjuk tangan yang satunya, "teka-teki pertama: sopir
kita, Gordon Harker."
"Apa?"
seru Pete terkejut. "Apa urusan dia dengan kasus ini? Dia kan hanya
bertugas mengemudi."
"Ingatannya,"
Jupe menjelaskan. "Penjaga gerbang pagi tadi mengenalinya, jadi Harker
tentunya sering berkunjung ke studio. Tapi dia tidak ingat di mana letak
Panggung Sembilan. Ingat? Dia tadi bertanya pada dua orang prajurit
Romawi."
Jupiter
berjalan lagi ke arah mobil Limousine yang diparkir di ujung jalan.
"Kecuali
kalau Harker cuma berpura-pura," katanya. "Mungkin dia tahu tentang
hadiah yang akan diberikan pada kita pada acara tatap muka itu. Dan ia ingin
mengelabui kita dengan berpura-pura tidak tahu di mana letak Panggung
Sembilan."
"Maksudmu,
dialah pencurinya?" tanya Bob.
Jupe
berpikir sejenak. "Aku tidak menuduh siapa-siapa," jawabnya
berhati-hati. "Tetapi aku sempat melihat Gordon Harker berjalan ke
belakang dekorasi dapur itu... hanya beberapa saat sebelum acara tatap muka
dimulai!"
Bab
6
STRATEGI
TRIO DETEKTIF
BEGITU
selesai menyantap sarapan esok paginya dan menolong Bibi Mathilda mencuci
piring, Jupiter Jones pergi ke bengkelnya di pangkalan barang bekas. Ia harus
berada di studio televisi pukul dua siang nanti, untuk mengikuti acara quiz
yang pertama.
Setahunya,
dalam kebanyakan acara quiz, para peserta diperbolehkan memilih sendiri subjek
yang disukainya. Ada banyak pilihan: sejarah, olahraga, tokoh-tokoh ternama,
dan sebagainya. Jupe membayangkan, tiap anggota Berandal Cilik diperbolehkan
memilih salah satu dari subjek-subjek itu. Kemudian mereka harus menjawab
beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan subjek yang mereka pilih sendiri.
Jupe
sudah bersiap-siap memilih subjek yang disukainya dalam acara "Quiz
Berandal Cilik" ini. Sebenarnya tidak ada masalah bagi Jupe dalam memilih
subjek yang dikuasainya, karena begitu banyak hal yang diketahuinya dengan
baik. Namun kalau dia diberi kesempatan untuk memilih sendiri, dia akan memilih
sains, subjek favoritnya di sekolah.
Peggy
mencoba bertanya pada Milton Glass tentang hal itu, pada saat makan siang
kemarin, tetapi ketua Biro Publikasi itu mengelak. Ia menolak untuk menjawab,
bahkan menolak untuk menceritakan hal yang sekecil apa pun tentang bagaimana
acara quiz itu nantinya.
"Tunggu
saja," katanya kemarin. "Pokoknya pasti kejutan bagi kalian."
Peralatan
kamera tua yang sudah rusak berserakan di meja kerjanya. Peralatan itu dibeli
Paman Titus pada suatu hari. Jupe memilih sebuah lensa yang masih baik. Ia
menggabungkan lensa itu dengan body kamera yang lain. Dibuatnya sebuah kamera
"penyelidik" rahasia-yang dapat disembunyikan di balik kerah jaketnya
dan dapat mengambil gambar lewat lubang kancing. Tangannya yang cekatan merakit
komponen-komponen tua itu menjadi sebuah alat potret yang istimewa.
Baru
beberapa menit bekerja, tiba-tiba perhatiannya teralih. Lampu merah
berkedip-kedip di meja kerjanya. Itu berarti telepon berdering di kantor Trio
Detektif.
Beberapa
meter darinya, sebuah kisi-kisi besi tersandar pada tumpukan barang rongsokan.
Dengan cepat Jupe menggeser kisi-kisi itu. Di baliknya terdapat mulut pipa yang
besar. Ini adalah Lorong Dua, salah satu jalan masuk rahasia ke kantor Trio
Detektif.
Jupe
bergegas menyelinap masuk. Tubuhnya yang gempal merayap dengan susah-payah
dalam pipa itu. Di ujung pipa ia mendorong sebuah tingkap dan masuk ke dalam
karavan.
Ia
segera menyambar gagang telepon. "Di sini Jupiter Jones."
"Di
sini Luther Lomax. Kuharap kau tidak keberatan kutelepon."
Aneh,
pikir Jupe, bagaimana bisa suara Luther Lomax berubah begitu cepat. Kemarin
malam, di panggung suara, ia menuduh Jupe dan kawan-kawannya mencuri
piala-piala perak itu. Saat itu suara Lomax bagai suara seorang jenderal yang
komandonya tidak dapat dibantah. Beberapa menit setelah itu, ketika ia
berbicara tentang Hector Sebastian, suaranya tampak lesu dan tidak bersemangat.
Kini suaranya lebih dekat pada yang terakhir.
"Tidak
sama sekali," sahut Jupe. "Aku senang mendengar suara Anda, Mr.
Lomax. Aku ingin tahu apa Anda sudah berhasil menemukan siapa yang mencuri
piala-piala perak itu?"
"Belum,
belum. Inilah sebabnya mengapa aku ingin bicara dengan kau." Nada suaranya
kini kembali tegas. "Namun sulit untuk bicara soal ini lewat telepon. Kau
bisa datang ke studio untuk mendiskusikannya di sini?"
"Tentu
saja," jawab Jupe. "Jam berapa Anda bisa?"
"Datanglah
jam sebelas. Jam sebelas tepat. Bilang saja pada penerima tamu." Ia diam
sesaat.
"Apa
kedua kawanmu akan ikut?"
"Tidak,
sepertinya aku harus pergi sendiri," kata Jupiter.
Sayang
sekali, pikirnya ketika meletakkan telepon, ia tidak dapat ditemani kedua
kawannya. Bob dan Pete pagi ini pergi ke pantai. Mereka mengajak Jupe untuk
ikut ke sana, tapi Jupe tidak terlalu berminat untuk bersepeda jauh dan
berenang melawan ombak yang besar. Ia ingin beristirahat cukup untuk menghadapi
quiz siang nanti.
Ia
menelepon Mrs. Andrews, ibunya Bob, dan menyampaikan perubahan rencananya. Ia
akan berangkat sebelum pukul sebelas. Kemudian ia akan mengirim Limousine itu
kembali ke Rocky Beach untuk menjemput Bob dan Pete, agar mereka dapat tiba di
stasiun televisi pada waktunya.
Sewaktu
Jupe menelepon Easy-Ride Limos, Gordon Harker sendiri yang menjawab telepon
itu. Ia setuju untuk menjemput Jupe di pangkalan, tiga puluh menit lagi.
Jupe
berganti pakaian dengan jas hitam, kemeja putih dan dengan sebuah dasi. Tak lama
ia menunggu di gerbang. Gordon Harker datang tepat pada waktunya. Tetapi ketika
mereka tiba di kantor studio televisi dan Harker membukakan pintu baginya, Jupe
dapat melihat ada semacam kebimbangan pada muka Gordon Harker. Seakan-akan
sopir itu memikirkan sesuatu. Sesuatu yang ingin ditanyakannya pada Jupe.
Penyelidik
Satu menunggu. Ia berdiri saja di tepi jalan.
"Aku
belum pernah menonton quiz," kata Harker. "Acara itu boleh ditonton,
kan?"
"Ya,"
sahut Jupiter. "Kurasa akan ada beberapa ratus orang menyaksikan acara ini
di studio."
"Oh,
menarik sekali." Sopir itu menggaruk-garuk kepalanya dengan canggung.
"Kau punya karcis lebih?" tanyanya.
Kebetulan
Jupe punya. Milton Glass memberinya empat buah karcis, kalau-kalau keluarganya
ingin menonton. Bibi Mathilda dan Paman Titus dengan sopan menolak. Bob dan
Pete memakai dua karcis. Jadi masih ada satu karcis tidak terpakai. Ia
menawarkannya pada Gordon Harker.
"Terima
kasih." Sopir itu menerimanya dengan sukacita. "Terima kasih banyak.
Akan kujemput kedua kawanmu nanti, kujamin tidak akan terlambat. Well...
selamat bertanding."
Jupe
memasuki gedung kantor itu dengan hati bertanya-tanya. Gordon Harker makin lama
makin menjadi misteri baginya. Mengapa orang secerdas Gordon Harker ingin
menyaksikan acara yang konyol seperti ini? Dan mengapa ia kelihatan sangat
malu-malu dalam hal ini? Mungkin ia mengira acara ini adalah acara yang meriah
dan penuh kemewahan, pikir Jupe. Kalau ia mengira begitu, maka wajar saja kalau
ia sangat berminat untuk menontonnya.
Penerima
tamu menyilakan Jupe langsung ke kantor Luther Lomax. TAMU SUTRADARA, begitu
tertulis di pintu. Sutradara yang sudah berumur itu tampak senang menerima
kedatangan Jupe.
Jupiter
duduk sambil menatapnya di seberang meja.
"Waktu
aku bicara dengan Hector Sebastian semalam," kata Lomax, "ia
memuji-mujimu. Ia tidak hanya menjamin bahwa kau tidak mungkin mencuri, tapi ia
juga mengatakan sesuatu yang lain." Ia diam sejenak. "Boleh kupanggil
kau Jupiter?"
"Orang
biasanya memanggilku Jupe," sahut Penyelidik Satu.
"Oke,
Jupe," lanjut sutradara itu. "Hector Sebastian juga mengatakan bahwa
kau sangat berbakat sebagai detektif. Ia menyebutkan bahwa kau dan
kawan-kawanmu telah berhasil memecahkan beberapa kasus yang rumit."
Jupe
mengangguk. Penampilannya biasa-biasa saja. Seakan-akan itu bukanlah hal yang
luar biasa baginya. Namun sebenarnya Jupe senang sekali karena Hector Sebastian
bukan hanya menyelamatkannya kemarin malam, tetapi juga membuka peluang bagi
Trio Detektif untuk menyelesaikan kasus ini. Jupe sudah dapat menduga apa yang
akan diminta Lomax.
"Jadi
setelah berpikir-pikir lagi, Jupe..." Lomax berhenti sebentar.
"Karena studio tidak ingin kejadian ini disebarluaskan, dan juga tidak
ingin melibatkan polisi..." ia berhenti lagi, "aku memutuskan untuk
memberi kesempatan pada kau dan kedua kawanmu untuk menangani kasus ini. Kalau
kau dapat menemukan pencurinya, akan kusiapkan hadiah bagimu."
Jupiter
mengucapkan terima kasih. "Kasus ini sangat menarik bagi kami. Tanpa
diberi hadiah pun kami mau menanganinya," tambahnya.
"Bagus,"
sahut Lomax sambil menyisir rambut putihnya dengan jari-jarinya. "Dan ini
hanya di antara kita saja- jangan katakan pada siapa-siapa, Jupe-aku juga ingin
memberi tahu siapa orang yang paling kucurigai sebagai pencurinya."
Jupe
diam saja. Ia menunggu sutradara itu berbicara lagi.
"Ketika
aku pergi meninggalkan studio tadi malam," kata Lomax, "aku melihat
seseorang berlari dari pintu. Orang itu pasti mendengar suara langkahku. Di
luar sangat gelap, tapi aku masih dapat melihat sosok seorang pemuda bergegas
ke arah gerbang studio."
Jupe
menunggu lagi.
"Aku
tidak dapat melihat mukanya," sutradara itu menjelaskan, "namun
caranya berjalan sangat kukenal. Caranya melangkahkan kakinya seperti Charlie
Chaplin. Dia adalah anak yang dulu memainkan peran sebagai Footsie."
"Apa
Anda pikir dia datang untuk mengambil piala-piala yang disembunyikannya?"
tanya Jupe.
Sutradara
itu mengangguk. "Ini jelas, kan? Apa lagi alasannya selain itu?"
"Tapi
itu belum membuktikan bahwa Footsie pencurinya, kan?" tanya Jupiter.
"Memang
tidak, namun itu suatu petunjuk kuat." Ketegasan muncul lagi dalam suara
sutradara itu. Ia menegakkan bahunya. "Mungkin aku tidak punya hak untuk
melakukan ini. Tapi hari Sabtu ini tidak ada pengambilan gambar di studio, aku
tahu studio tidak akan digunakan lagi sampai hari Senin. Jadi waktu
kutinggalkan, kukunci gembok pintu luarnya."
Ia
mengambil sebuah kunci dari kantongnya. Diletakkannya kunci itu di meja.
"Kecurigaanku
ialah Footsie yang menjadi pelaku pencurian itu," ujarnya tegas.
"Kurasa ia akan kembali ke panggung suara -sambil berharap pintu tidak
digembok-untuk mengambil piala-piala perak yang dikiranya masih ada dalam kotak
penyimpan lampu sorot itu."
"Anda
mungkin benar," kata Jupe. "Lagi pula, dia tidak tahu bahwa kita
sudah menemukan benda-benda itu."
"Dia
tidak akan tahu. Biro Publikasi sudah memerintahkan untuk tidak membocorkan hal
ini."
Sutradara
itu menyodorkan kunci pada Jupiter. "Kau pegang ini," katanya.
"Awasi Footsie. Mungkin kau dapat menemukan suatu cara untuk menjebaknya.
Sekarang aku harus pergi, ada beberapa urusan yang harus kuselesaikan. Terima
kasih atas kesediaanmu, Jupe."
Jupe
mengambil kunci itu seraya berdiri.
"Jangan
lupa awasi Footsie," ulang Luther Lomax ketika Penyelidik Satu keluar dari
kantornya.
Sesampainya
di luar kantor Jupe segera melihat jam tangannya. Ia mengukur waktu yang ia
miliki sebelum quiz dimulai di lantai tujuh belas gedung ini. Masih dua jam
lagi. Ia turun dengan lift, kembali ke lobi, dan duduk dengan santai di salah
satu sofa di sudut ruangan. Orang-orang lalu-lalang lewat pintu depan. Mereka
berhenti di meja penerima tamu, lalu berjalan lagi ke arah lift.
Tiba-tiba
Jupe menegakkan badannya. Namun dalam sekejap ia menundukkan kepalanya lagi.
Itu
dia! Orang yang harus diawasi Jupiter. Hanya dengan sudut matanya Jupe
mengawasi.
Footsie
berjalan melewatinya menuju lift. Ia masuk ke dalamnya. Lalu pintu lift
tertutup. Jupe segera bangkit. Ia melihat lampu penunjuk lift itu. Pada
beberapa lantai lampu itu menyala agak lama, pertanda pada lantai-lantai itu
lift berhenti.
Tidak
mungkin Jupe dapat mengetahui di lantai mana Footsie keluar. Dan tidak ada
gunanya pula kalau pada saat itu Jupe mencoba mengejarnya. Ia kembali ke sofa
dan duduk kembali dengan santai.
Satu
hal yang diketahui Penyelidik Satu: quiz akan diadakan di lantai tujuh belas
dan lift tadi tidak berhenti di lantai itu. Jadi Footsie tidak pergi ke studio
rekaman, dan ini berarti ia mungkin masih akan keluar lagi lewat lobi.
Jupiter
memutuskan untuk tinggal di sofanya, menunggu kejadian selanjutnya.
Perhitungannya tepat. Dalam waktu kurang dari lima menit Footsie sudah muncul
lagi, kali ini membawa amplop. Ia melangkah keluar gedung.
Jupiter
mengikuti dari belakang, sambil berusaha agar tidak diketahui. Sesampainya di
tepi jalan, ia melihat Footsie menarik sepeda motor tua dari tempat parkir.
Footsie melompat ke atas sepeda motornya, lalu pergi ke arah studio film di
Vine Street.
Jupe
melihat ke sekelilingnya. Tidak jauh darinya ada seorang wanita setengah umur
keluar dari taksi di depan gedung kantor itu. Jupe menunggu sampai wanita itu
selesai membayar ongkos, kemudian ia melompat ke kursi belakang taksi.
"Ke
mana?" tanya sopir taksi.
Jupe
berpikir cepat. Kalau Footsie hendak pergi ke panggung suara, tidak ada gunanya
membuntuti dia ke sana. Lebih baik Jupe mendahuluinya dan bersembunyi sebelum
Footsie sampai.
Ia
memberikan alamat studio film di Vine Street. Dari suara motor tua Footsie yang
menggerung-gerung, Jupe yakin bahwa ia akan sampai lebih dulu dari Footsie.
Sekali
lagi perhitungannya tepat. Taksi itu menyusul sepeda motor Footsie dijalan.
Studio film masih dua mil lagi.
Diperlihatkannya
kartu tanda masuk pada penjaga sesampainya di gerbang studio. Jupe menunjukkan
jalan menuju Panggung Sembilan pada sopir taksi. Ia membayar ongkos taksi dan
bergegas menuju pintu masuk Panggung Sembilan. Dengan memakai kunci yang
diberikan Luther Lomax ia membuka gembok dan melangkah masuk.
Panggung
suara yang besar itu gelap-gulita.
Jupe
menyesal tidak membawa senternya tadi. Tetapi tidak ada waktu untuk menyesal.
Footsie bisa sampai di sini sewaktu-waktu, untuk mengambil piala-piala yang
hendak dicurinya.
Dibiarkannya
pintu bergembok itu terbuka sedikit untuk memberi penerangan sekadarnya. Jupe
mulai melangkah ke arah dekorasi dapur di seberang ruangan itu. Setelah sekitar
sepuluh meter melangkah, ia mendengar suara halus di belakangnya. Ia berbalik
cepat.
Pintu
bergembok itu! Kini tidak terlihat lagi ada cahaya dari sana. Pintu itu ditutup
dari luar!
Dalam
kegelapan Jupe berusaha berjalan secepat mungkin ke arah pintu tadi.
Didorongnya pintu itu kuat-kuat. Lebih kuat lagi. Segala tenaganya dikerahkan
untuk mendorong pintu itu.
Pintu
tidak bergerak. Ada orang yang telah mengunci gembok dari luar. Jupiter
terkunci di dalam! Ia terkurung dalam gedung yang kedap suara. Betapapun
kerasnya ia berteriak, tidak akan orang di luar mendengarnya. Tidak ada harapan
akan ada orang yang menolongnya. Sampai hari Senin pagi tidak akan ada petugas
yang datang ke sana.
Sementara
itu, dalam waktu kurang dari satu setengah jam lagi, Bloodhound, Peggy, dan
lain-lainnya akan berlomba dalam quiz pertama Berandal Cilik.
Jupe
berdiri tidak bergerak selama semenit. Pikirannya bergerak cepat tetapi ia
tidak panik. Sel-sel otaknya bekerja dengan teratur dan metodis. Ia membuat
sebuah rencana, langkah-langkah yang harus diambil. Satu. Dua. Tiga.
Langkah
pertama. Ia perlu cahaya.
Ia
ingat malam sebelumnya: Luther Lomax datang dari tempat pengontrol utama
setelah ia mengejutkan Trio Detektif yang baru saja menemukan piala-piala itu.
Sambil
meraba-raba, Jupe mencoba mengira-ngira di mana letak tempat pengontrol utama.
Ia tidak bisa menggunakan matanya, tetapi ia bisa menggunakan tangan, kaki, dan
ingatannya supaya tidak tersandung. Rasanya lama sekali sebelum ia berhasil
menemukan sebuah kotak sakelar. Dibukanya kotak itu. Ditariknya pegangan yang
terdapat di dalamnya. Dapur itu dihujani sinar lampu-lampu sorot.
Terang-benderang.
Langkah
kedua. Telepon.
Telepon
itu hanya beberapa meter darinya, tergantung di dinding. Jupe berjalan ke sana.
Diangkatnya gagang telepon. Telepon itu mati.
Bab
7
TERPERANGKAP
SEKALIPUN
telepon itu rusak, penyelidik pertama Trio Detektif tidak patah semangat. Ia
sudah menduga bahwa telepon itu tidak akan dapat digunakan. Siapa pun orang
yang ingin menjebaknya di panggung suara, tidak akan lupa untuk merusak
telepon, supaya Jupe tidak dapat meminta pertolongan. Dengan demikian Jupe
tidak akan dapat hadir ketika quiz dimulai.
Langkah
ketiga. Perbaiki telepon itu. Kalau mungkin.
Tidak
sukar untuk menemukan letak kabel yang diputuskan, dekat lantai. Tetapi orang
yang melakukannya telah mengerjakannya dengan baik. Kabel telepon tidak hanya
diputuskan, tetapi beberapa meter panjangnya telah hilang. Jupe menemukan ujung
kabel yang satu lagi di dekat ruang kontrol utama.
Mustahil
mencari kabel telepon cadangan untuk menyambungnya dari tempat telepon ke
tempat pengontrol utama.
Otak
Jupiter bekerja cepat.
Kalau
kabel telepon tidak ada, mengapa tidak membawa saja telepon ke ruang kontrol? Jupe
memeriksa telepon itu. Ternyata pesawat telepon itu terpaku pada sebuah kayu.
Dan kayu itu terpaku pada dinding.
Peralatan
tukang kayu masih tergeletak di lantai di belakang dekorasi dapur. Di antaranya
ada beberapa buah obeng. Jupe memilih dua buah obeng berukuran sedang.
Tangannya
yang cekatan bekerja cepat mencopot pesawat telepon itu dari kayu tempatnya
tergantung. Tidak lama kemudian pesawat telepon berhasil dilepas dari
tempatnya. Setengah berlari Jupe membawanya ke ruang kontrol. Diletakkannya
telepon di lantai. Disambungnya kabel yang terputus itu.
Dengan
hati berdebar-debar Jupiter menempelkan telepon di telinganya. Nada pilih
terdengar!
Jupe
tahu bahwa bisa saja ia menelepon orang di studio untuk menolongnya keluar
dengan kunci duplikat. Namun tidak mudah untuk menerangkan mengapa ia sampai
terjebak di sana. Apalagi ia masih ingin memainkan perannya sebagai Baby Fatso
yang dungu di hadapan orang-orang di studio. Jadi ia memutuskan untuk menelepon
Pete saja.
Pete
baru saja kembali dari pantai. Ia sendiri yang menjawab telepon Jupe. Dengan
ringkas Jupe menjelaskan di mana dia berada sekarang dan apa yang telah
terjadi.
"Telepon
Gordon Harker dan minta dia untuk mengantar kau ke sini secepatnya,"
katanya memberi instruksi. "Ruangan ini kedap suara, jadi tidak ada lubang
sekecil apa pun yang tembus ke luar. Aku akan mencoba membuat lubang di bawah
pintu supaya aku bisa menyelipkan kunci gembok ke luar."
Pete
tidak membuang-buang waktu. Begitu percakapan dengan Jupe selesai, ia segera
memutar nomor Easy-Ride Limos dan bicara dengan Gordon Harker. Tiga puluh menit
kemudian sopir itu sudah tiba di rumah Pete. Bob sudah berada di sana. Ia
bersepeda ke rumah Pete segera setelah Pete menyampaikan keadaan yang mendesak
itu. Mereka berdua melompat masuk ke dalam mobil Limousine.
Di
perjalanan tidak ada yang dapat mereka lakukan selain duduk dan mencoba rileks.
Limousine itu meluncur dengan laju menerobos lalu-lintas yang cukup padat di
hari Sabtu. Akhirnya mereka membelok ke Vine Street. Pintu gerbang studio sudah
terlihat.
Gordon
Harker menghentikan kendaraannya sewaktu penjaga keluar menghampiri mereka.
"Boleh
aku lihat kartu tanda masuk kalian?" tanya penjaga.
Kedua
detektif itu saling memandang. Wajah mereka hampa tanpa harapan. Mereka tidak
punya kartu tanda masuk. Kartu itu ada pada Jupiter.
Penyelidik
Satu berhasil membuat celah di bawah pintu. Kemudian ia menelungkup di lantai.
Kepalanya dimiringkan dan ditempelkan ke lantai. Ia mencoba mengintip melalui
celah itu. Beres. Langkah keempat sudah terlaksana.
Ia
dapat melihat seberkas sinar menerobos melalui celah di bawah pintu ini. Kalau
Pete sudah sampai, Jupe akan dapat menyelipkan kunci gembok padanya.
Jupe
melihat jam tangannya. Tujuh belas menit menjelang pukul dua. Ke mana Pete?
Seharusnya dia sudah tiba di sini. Apa yang menghalanginya? Apakah ada
persoalan dengan sopir itu? Atau ada sesuatu yang lain yang menahannya?
Dengan
perasaan tidak enak, Jupiter Jones teringat kembali akan kecurigaannya pada
Gordon Harker. Limousine itu masih tertahan di pintu gerbang.
"Kami
punya kartu tanda masuk," kata Pete pada penjaga gerbang. "Apa Anda
tidak ingat kami? Baru kemarin kami ke sini untuk melihat acara reuni Berandal
Cilik. Kami sekarang datang antuk menjemput teman kami, Jupiter Jones."
Penjaga
itu menggeleng dengan kaku. "Aku tidak tahu sama sekali tentang hal
itu," katanya. "Tidak ada daftar tamu hari ini. Aku tidak dapat
mengizinkan kalian masuk tanpa kartu itu."
"T-tapi..."
Bob berusaha sebisanya. "Kami harus..."
Ia
tidak dapat menyelesaikan kalimatnya. Gordon Harker sudah membukakan pintu bagi
mereka. "Oke, Anak-anak," katanya. "Kalian sebaiknya turun saja
di sini."
Pete
dan Bob turun. Gordon Harker menoleh ke penjaga itu.
"Ini
Limousine untuk Milton Glass dari Biro Publikasi," kata Harker pada
penjaga. "Aku hanya membawa anak-anak ini ke sini karena mereka ingin
melihat-lihat studio."
Penjaga
itu mengangguk. "Kurasa Mr. Glass tidak berada di kantor hari ini,"
katanya.
"Sekretarisnya
tadi memesan Limousine ini," sela sopir yang bertubuh tinggi itu sebelum
ia menyelesaikan kalimatnya. Harker menutup pintu belakang mobil. Pete sedang
berdiri di dekatnya.
"Di
mana dia?" bisik Harker pada Pete.
"Panggung
Sembilan," Pete balas berbisik. "Ia terkunci di dalam. Ia akan
memberikan kunci gembok dari bawah pintu."
Sopir
itu kembali ke belakang kemudi lagi. Penjaga itu mengizinkannya masuk. Pete dan
Bob mengamati Limousine itu melaju masuk ke area studio.
Jupe
ternyata benar, pikir Bob. Ada sesuatu yang misterius pada diri Gordon Harker
ini. Jupiter masih menelungkup di lantai panggung suara, mengawasi berkas sinar
yang menerobos dari bawah pintu. Tiba-tiba sinar itu terhalang.
"Pete?" panggil Jupe.
"Tidak,
ini aku."
Penyelidik
Satu dapat mendengar suara laki-laki itu. "Sopirmu, Gordon Harker.
Serahkan padaku kunci itu."
Jupe
bimbang sesaat. Ia telah bersusah-payah mengambil langkah-langkah penyelamatan:
memperbaiki telepon dan membuat celah di bawah pintu. Dalam beberapa menit quiz
akan dimulai. Kini apakah ia mau memberikan kunci ini pada sembarang orang.
Orang ini bisa saja membawa kabur kunci gembok itu. Lenyaplah kesempatannya
untuk bisa tampil dalam quiz Berandal Cilik. Bukan tidak mungkin Gordon Harker
yang merencanakan jebakan ini.
Ia
melirik jam tangannya lagi. Dua belas menit menjelang pukul dua. Tidak ada
waktu lagi. Keputusan harus diambil secepatnya. Ia harus memberikan kunci
gembok pada sopir itu. Ia harus mengambil risiko.
Jupe
menyelipkan kunci itu melalui celah di bawah pintu. Kemudian ia berdiri.
Menunggu. Detik-detik yang berlalu terasa lama sekali bagi Jupe. Akhirnya pintu
terbuka. Jupe melangkah ke luar dengan perasaan lega.
"Terima
kasih, Mr. Harker," katanya.
"Cepat!
Bergegaslah masuk ke mobil," kata sopir itu padanya. "Kawan-kawanmu
ada di pintu gerbang. Kita akan jemput mereka di sana Aku yakin kita masih bisa
sampai pada pukul dua tepat."
Mereka
berhasil. Masih ada satu menit lagi sebelum acara dimulai. Jupe dan
kawan-kawannya berlari masuk ke dalam gedung stasiun televisi. Mereka bergegas
menuju lift.
Pintu-pintu
di lantai tujuh belas, tempat pengambilan gambar quiz itu, masih terbuka.
Seseorang berpakaian seragam tergopoh-gopoh menunjukkan jalan ke panggung pada
Jupe.
Ia
mempersilakan Jupe duduk pada sebuah bangku yang masih kosong, lalu memasangkan
sebuah mikrofon kecil pada dasi Jupe. Sementara itu Jupiter mengamati Footsie
yang duduk di sebelahnya. Ia melihat mata Footsie. Sinar mata orang adalah
petunjuk yang sangat berharga, ingat Jupe.
"Hai,"
sapa Footsie.
Ia
tidak yakin betul, pikir Jupe. Hati orang tidak dapat ditebak hanya dengan
melihat air muka dan reaksinya. Tetapi Jupe sangat terlatih dalam hal ini.
Footsie
sama sekali tidak terkejut melihat kehadiran Jupiter di sini.
Jupe
mengalihkan perhatiannya. Peggy juga biasa-biasa saja. Malahan ia seperti
merasa lega karena Jupe bisa datang tepat pada waktunya. Ia melemparkan senyum
ramah.
Demikian
pula Bloodhound. Ia tampak senang melihat kehadiran Jupe. Dan juga Milton
Glass, yang menjadi pembawa acara quiz ini.
Satu-satunya
orang yang tidak berani membalas tatapan Jupe ketika Jupe melihatnya-yang
menghindari tatapan Jupiter dengan perasaan tidak enak-adalah seorang pemuda
berambut pirang panjang yang tergerai hingga ke bahunya. Bonehead!
Bab
8
QUIZ
PERTAMA
KAMERA
televisi mulai berputar. "Quiz Berandal Cilik" yang pertama telah
dimulai.
Setelah
menyampaikan beberapa kata pembuka, sambil tersenyum dan sesekali melemparkan
humor segar, Milton Glass menjelaskan aturan main quiz ini.
Setiap
kontestan akan menjawab pertanyaan secara bergiliran. Seratus bagi jawaban yang
benar, nol bagi yang salah. Kalau seorang kontestan tidak dapat menjawab,
kontestan lain dapat mengacungkan tangan untuk menjawab. Kalau jawaban itu
benar, ia mendapat nilai seratus. Tetapi kalau jawaban itu salah, nilainya
dikurangi seratus.
Glass
memandang para kontestan satu per satu. "Jadi jangan mengacungkan tangan
kalau Anda tidak yakin benar," katanya memperingatkan.
Ia
kembali menatap kamera dan para penonton di studio.
"Dalam
beberapa acara quiz," lanjutnya, "ada beberapa subjek. Kontestan
dapat memilih subjek yang ia rasa paling ia kuasai. Tetapi dalam quiz ini hanya
ada satu subjek. Para Berandal Cilik akan ditanya mengenai satu subjek saja,
yaitu mengenai-" ia berhenti seraya memperlihatkan gigi-giginya yang
bersih berkilat- "Berandal Cilik itu sendiri."
Terdengar
suara penonton menggumam. Mereka tidak menyangka pilihan subjek seperti itu.
Penonton
semakin tertarik.
Glass
meneruskan penjelasannya. "Nah, sekarang Berandal Cilik akan menjadi saksi
dari diri mereka sendiri. Pada permulaan setiap babak kami akan mempertunjukkan
cuplikan-cuplikan film komedi Berandal Cilik. Hadirin di studio juga akan dapat
menyaksikan film itu di layar ini."
Ia
menunjuk pada sebuah layar film yang telah dipasang di panggung, menghadap ke
arah penonton.
"Dan
para kontestan akan melihat film yang sama hanya sekali-di layar yang
ini."
Jupe
melihat pada layar yang menghadap ke arahnya dan ke arah kontestan lainnya. Ia
merasa sangat tenang. Ia sangat yakin pada ingatannya yang kuat. Apalagi
tentang kejadian yang memang pernah dialaminya sendiri. Dengan penuh percaya
diri, ia merasa tidak akan ada pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya. Yang
harus dilakukannya adalah bersiap untuk mengacungkan tangan secepat mungkin
pada setiap kesempatan.
Ia
memandang kontestan lain di sampingnya: Footsie, kemudian Peggy, Bonehead, dan
Bloodhound. Hanya Bonehead yang tersenyum.
"Mari
kita mulai acara yang kita tunggu-tunggu ini," kata Milton Glass. "Mari
kita saksikan Berandal Cilik berlaga kembali!"
Ia
mengambil tempatnya di bawah papan skor elektronik. Jupe berkonsentrasi pada
layar, ketika film diputar.
Film
itu merupakan rangkaian cuplikan dari beberapa film Berandal Cilik.
Potongan-potongan film itu digabung menjadi satu, dan kini dipertunjukkan di
layar. Cerita melompat-lompat dari satu adegan ke adegan lainnya.
...Bonehead
dan Bloodhound menuang bedak ke dalam adonan yang sedang dibuat Pretty Peggy
untuk membuat kue. Anak kecil berkulit coklat tua, Flapjack, dengan rambutnya
yang lancip seperti duri landak, mengempeskan ban sepeda Footsie. Seorang asing
yang sudah setengah umur dan kadang kala muncul dalam film seri ini, memberikan
uang satu dollar pada Berandal Cilik. Ia meminta Berandal Cilik untuk mengawasi
mobilnya, yang penuh dengan radio curian. Baby Fatso diculik dan diikat pada
sebuah pohon oleh anak-anak lain.
Bonehead,
sembari menggoyang-goyangkan telinganya yang lebar, membujuk Flapjack untuk
menggali harta karun terpendam di bawah tanaman berduri. Bonehead dan
lain-lainnya mengawasi sambil tertawa-tawa. Pretty Peggy membebaskan Baby Fatso
dengan membuka tali yang mengikatnya ke pohon...
Setelah
dua menit tepat film itu berakhir. Lampu dinyalakan di panggung. Para penonton
bertepuk tangan. Mereka berkali-kali tertawa ketika film tadi diputar. Kamera
berpindah ke Milton Glass sewaktu ia memutar kursinya untuk menghadap ke arah
para kontestan.
Kepada
Peggy diajukan pertanyaan pertama.
"Siapa
yang mengempeskan ban sepeda motor?" tanya Glass sambil tersenyum simpul.
"Tidak
ada." Peggy tidak membalas senyum itu. Jupe terkejut melihat wajah Peggy
yang dingin.
Tentunya
Peggy ingin sekali memenangkan quiz ini. Jupe ingat bahwa Peggy sedang perlu
uang untuk melanjutkan sekolahnya. "Itu bukan sepeda motor," lanjut
Peggy. "Itu sepeda biasa, dan ban sepeda itu dikempeskan oleh
Flapjack."
"Seratus!"
Penonton bertepuk tangan. Milton Glass memberi angka seratus bagi Peggy di
papan skor elektronik. Bonehead mendapat giliran berikutnya.
"Apa
warna sepeda itu?"
"Hijau."
Bonehead menjawab tanpa ragu-ragu. Penonton bertepuk kembali. Kini giliran
Bloodhound.
"Di
sisi sebelah mana dari setang letak persneling sepeda?"
Bloodhound
bimbang. "Sebelah kanan?" terkanya dengan ragu-ragu.
Para
penonton bergumam. "Sayang sekali, salah," kata Glass.
Jupe
mengacungkan tangannya. Tangannya naik hanya sesaat sebelum tangan Bonehead. Ia
menunggu Milton Glass.
"Aha,
kita punya dua orang yang bisa menjawab pertanyaan ini," kata Glass.
"Yang lebih dulu mengangkat tangan akan mendapat kesempatan lebih
dulu." Ia menunjuk pada Jupe.
"Sepeda
itu tidak punya p-p-persneling," kata Penyelidik Satu sambil berpura-pura
dungu.
"Seratus!"
Tepuk
tangan penonton meriah sekali. Jupe sudah mengantongi angka seratus sekarang.
Bonehead melirik papan skor ketika angka Jupe muncul. Giliran Footsie.
Pertanyaannya
mudah. "Bahan apa yang ditambahkan ke dalam adonan kue Peggy?"
"Bedak."
"Seratus!"
Footsie
mendapat tepukan hangat dari penonton. Milton Glass menoleh pada Jupiter Jones.
"Berapa
simpul yang harus Pretty Peggy uraikan untuk membebaskan Baby Fatso dari
pohon?"
Jupe
melihat Peggy mengacungkan tangannya. Terlintas di pikirannya untuk sengaja
menjawab salah supaya Peggy mendapat angka seratus. Namun ia tidak ingin
membiarkan Bonehead menyusulnya.
"Empat
s-s-simpul?" jawab Jupe. Ia membuat nada suaranya seperti tidak yakin.
"Seratus!"
Tepukan
yang meriah mengakhiri babak pertama. Milton Glass membacakan skor dengan suara
nyaring, sekalipun setiap orang dapat melihat papan skor itu dengan jelas.
Rupanya ia senang sekali untuk beraksi di depan kamera.
Jupe
melihat ke arah ruang kontrol, tempat Luther Lomax mengawasi layar monitornya.
Sutradara tua itu nampak tegang, bagaikan seorang pilot yang akan mendaratkan
pesawatnya dalam cuaca berkabut.
Dengan
menggeser pandangannya sedikit, Penyelidik Satu melihat Bob dan Pete di baris
kelima tempat duduk penonton. Di samping mereka duduk Gordon Harker. Sopir itu
memangku sebuah notes dan menulis dengan pensilnya.
Pete
mengacungkan jempolnya memberi semangat ketika ia melihat Jupe memandang ke
arahnya. Bob duduk di sebelah Harker. Ia tidak dapat menahan diri untuk tidak
melihat apa yang ditulis sopir itu pada catatannya. Harker tersenyum dan
memperlihatkan tulisan pada notesnya.
Sepeda
biasa. Hijau.
Tanpa
persneling.
Bedak.
Empat.
"Aku
cuma mencoba menjawab sebelum para kontestan itu menjawab," katanya
menjelaskan.
"Hasilnya
lumayan sampai sejauh ini. Semuanya benar." Ia menunjuk pada tanda yang
ditambahkannya di samping setiap baris.
Babak
berikutnya dimulai. Peggy dan Bonehead menjawab dengan tepat. Bloodhound
kembali ragu-ragu. Kali ini Bonehead lebih dulu mengacungkan tangan dari Jupe,
dan jawabannya benar. Footsie salah menjawab dan Jupe yang pertama kali mengangkat
tangannya, mendahului Peggy dan Bonehead. Jupe memberikan jawaban yang benar.
Setiap
kali satu babak selesai, Milton Glass membacakan hasil skor terakhir. Ia
mempesona penonton dengan senyumnya yang ramah dan humornya yang segar.
Pada
awal babak kelima, yang merupakan babak final, skor Jupe masih seratus di atas
Bonehead dan dua ratus di atas Peggy. Bloodhound dan Footsie tercecer di
belakang.
Pertanyaan
untuk babak final dimulai.
"Apa
yang mencurigakan dari mobil asing itu?" tanya Milton Glass pada Peggy.
"Penuh
dengan radio curian."
"Seratus
untuk Pretty Peggy!" Tepuk tangan dari penonton.
Bonehead
memperoleh angka seratus lagi. Ia mengenali merek mobil dan tahun dibuatnya.
Sebuah Pierce-Arrow '29. Kali ini Bloodhound mendapat pertanyaan yang mudah.
"Berapa
banyak uang yang diberikan orang asing itu pada Berandal Cilik untuk menjaga
mobilnya?"
"Satu
dollar."
"Seratus
bagi Bloodhound!" Tepuk tangan lagi.
Begitu
pula dengan Footsie. Ia berhasil mengingat nama kecil yang diberikan Berandal
Cilik pada orang asing itu. Mereka dulu menyebutnya Mr. Trouble.
Kini
giliran Jupe. Pertanyaan terakhir pada quiz pertama. "Siapa nama aktor
yang memerankan Mr. Trouble?"
Sebenarnya
tidak adil mengajukan pertanyaan itu pada Jupe. Pertanyaan itu tidak ada
hubungannya dengan film yang tadi dipertunjukkan. Apalagi aktor itu hanya
beberapa kali saja tampil dalam film seri Berandal Cilik. Kalau Jupe tidak
ingat nama orang itu-yang hanya ditemuinya beberapa kali ketika ia masih
berumur tiga tahun-Jupe akan kehilangan angka seratus.
Bonehead
dan Peggy mengacungkan tangannya dengan bersemangat.
Jupe
menggaruk-garuk kepalanya seperti orang kebingungan. Ia hanya berpura-pura
tidak tahu dan tampil seperti orang dungu, untuk membingungkan Bonehead.
Sesungguhnya ia sudah tahu siapa nama aktor itu, karena Trio Detektif pernah
berjumpa dengan aktor itu secara tidak sengaja, sewaktu mereka menangani kasus
pencurian di sebuah museum.
"E-e-edmund
Frank," katanya dengan tergagap dan tidak yakin.
"Seratus!"
Para
penonton bersorak histeris.
Acara
bagian pertama ini berakhir. Jupe masih memimpin di depan. Ia masih seratus
angka di atas Bonehead. Para penonton bubar. Milton Glass mengingatkan mereka
untuk kembali hadir di studio televisi pukul dua tepat, besok siang.
Dengan
muka masam, Peggy bergegas pergi. Jupe masih sempat melihat muka masam Peggy.
Ia merasa iba terhadapnya, dan dalam hati ia ingin berbuat sesuatu untuk
menolongnya. Tetapi karena Bonehead membayanginya terus, Jupe memutuskan untuk
memenangkan quiz ini. Niatnya untuk mengalahkan Bonehead belum pudar, apalagi
mengingat perlakuan buruk Bonehead terhadapnya ketika ia masih kecil.
Jupe
melintasi panggung untuk menemui kedua kawannya yang masih menunggu.
Bangku-bangku yang lain sudah kosong. Tahu-tahu ada yang menahannya. Bonehead
mencengkeram lengannya dengan kasar. Cengkeramannya bagaikan genggaman tang
besi.
"Hati-hati
kau, Baby Fatso," seru pemuda bertubuh tinggi itu. "Aku tidak bisa
kaukelabui. Aku tahu segalanya tentang kau dan Trio Detektif. Kau cuma
berpura-pura dungu supaya dapat memenangkan dua puluh ribu dollar."
Jupiter
berbalik. Cengkeraman Bonehead makin kuat.
"Aku
peringatkan kau, Fatso," ancam Bonehead. "Awas kalau kau berani
mencoba untuk menang. Tahu sendiri akibatnya nanti!" Ia lalu pergi keluar
studio.
Bob
dan Pete masih menunggu Jupe di bangku penonton. Gordon Harker sudah pergi
untuk mengambil mobil Limousine-nya.
"Bilang
apa dia tadi?" tanya Pete pada Jupe.
Penyelidik
Satu tidak menyahut. Ia punya jawabannya, tetapi saat ini bukanlah saat yang
tepat untuk mengutarakannya pada kedua kawannya.
"Bob,"
katanya. "Kau tadi duduk di sebelah Gordon Harker, kan?" "Ya.
Kenapa?"
"Apa
yang tadi ia tulis di catatannya sepanjang acara ini?"
"Tidak
banyak," ujar Bob sambil mengangkat bahu. "Ia cuma mencoba menebak
jawaban pertanyaan quiz itu sebelum kalian menjawabnya."
"Kau
lihat jawabannya?" tanya Jupe dengan dahi berkerut. Ia tampak seperti
mendapat suatu ilham, dan berniat menyelesaikan suatu persoalan hingga tuntas.
"Ya.
Ia memperlihatkannya padaku. Jawabannya lumayan. Ia cuma salah satu dari sekian
banyak pertanyaan yang diajukan."
"Yang
mana?" tanya Penyelidik Satu dengan bersemangat. "Pertanyaan terakhir
tentang Edmund Frank? Apa dia tidak bisa menjawab pertanyaan ini?"
"Bukan,"
sahut Bob sambil menggeleng. "Satu-satunya yang tidak bisa dijawabnya
ialah merek mobil Mr. Trouble. Pertanyaan tentang Edmund Frank dengan mudah
dapat dijawabnya tadi."
Jupe
menatap Bob. Kemudian ia mengangguk serius dan mulai melangkah ke luar.
Meskipun Bob dan Pete menghujaninya dengan pertanyaan ketika mereka turun
dengan lift, Jupe menolak untuk menerangkan mengapa ia sangat tertarik pada apa
yang dilakukan sopir itu.
Akhirnya
mereka sampai di luar gedung, menunggu dijemput Limousine itu. Baru pada saat
itu penyelidik pertama Trio Detektif mau membuka mulut lagi.
"Aku
tahu sekarang kenapa ia dapat memberikan jawaban yang tepat," ujar
Jupiter. "Karena ia juga menonton film seri itu, dan dia memang orang
pandai. Tetapi apa yang membingungkanku..." Suaranya menghilang.
"Apa?"
desak kedua kawannya. "Ayo dong, Jupe, teruskan. Misteri apa yang
kaulihat?"
"Misteri
itu ialah," kata Penyelidik Satu lambat-lambat, "misteri itu ialah
mengapa seorang sopir Limousine sangat tertarik pada Berandal Cilik."
Bab
9
ORANG
YANG TAHU TERLALU BANYAK
"YANG
mungkin dicurigai," kata Jupiter Jones.
"Pertama,"
ia mengangkat jari telunjuknya yang gemuk, "Footsie."
Trio
Detektif kini berada dalam kantor mereka. Mereka langsung berkumpul di kantor
setelah quiz tadi selesai. Jupe duduk di balik mejanya. Bob dan Pete mengambil
tempat seperti biasanya. "Footsie," ulang Penyelidik Satu. "Apa
yang kita tahu tentang dia?"
Ia
tidak mengharapkan jawaban. Pertanyaan itu lebih tepat kalau dianggap sebagai
pertanyaan pada dirinya sendiri.
"Kita
tahu, mungkin saja ia ingin mencuri piala-piala perak itu," lanjutnya.
"Tetapi demikian pula halnya dengan Berandal-berandal Cilik lainnya. Kita
semua berada di sekitar situ. Banyak orang lain berada di sana pula. Salah satu
dari kita bisa saja menyelinap ke belakang, tempat piala-piala itu disimpan.
Salah satu dari kita bisa saja menghilang untuk semenit dua menit tanpa
diketahui orang lain."
"Bonehead,"
kata Pete seraya bersandar di kursi goyangnya. "Itu dugaanku."
Jupe
mengangkat kedua belah tangannya, meminta Pete supaya tidak terburu-buru.
"Mari kita bahas dulu Footsie," katanya. "Sutradara itu, Luther
Lomax, mencurigai Footsie. Ia melihatnya berada di sekitar Panggung Sembilan
ketika malam sudah larut hari itu. Ia pikir Footsie kembali untuk mengambil
piala-piala itu. Kehadiran Lomax membuatnya ngabur. Tetapi Lomax yakin, Footsie
akan mencoba lagi. Mungkin ia benar. Jam sebelas lebih empat puluh lima tadi
pagi Footsie mengendarai motornya pergi ke arah studio film. Aku ikuti dia. Aku
yang sampai lebih dulu. Rupanya Footsie sempat melihatku masuk ke dalam
panggung suara. Ia panik. Lalu dikuncinya aku dari luar...."
"Masuk
akal," kata Bob menyetujui.
"Ini
baru satu kemungkinan," ujar Jupe sambil menggigit bibirnya. Memang masuk
akal, pikirnya, tetapi banyak kelemahannya. Karena dalam benak Jupiter, siapa
pun yang mengurungnya di dalam panggung suara itu, pastilah tidak panik. Orang
itu punya alasan kuat. Untuk menahannya supaya tidak bisa ikut quiz. Untuk
menjegalnya sebagai seorang kontestan yang menambah berat persaingan. Dan
Footsie tidak terlalu peduli pada quiz ini. Jelas-jelas ia tidak punya
keinginan untuk menang.
Namun
di pihak lain, Jupiter tidak percaya bahwa itu hanya suatu kebetulan. Kepergian
Footsie dengan sepeda motornya bukanlah suatu kebetulan, pikir Jupe.
"Nomor
dua." Jupe mengangkat jari tengahnya.
"Bonehead,"
sela Pete dengan bersemangat.
"Bonehead,"
kata Jupiter setuju. "Ia cerdik. Ia serakah. Ia merendahkan Milton Glass
dan ide reuni Berandal Cilik ini. Ia mendesak agar diberi uang untuk acara
tatap muka itu. Dan ia sangat ingin memenangkan quiz ini. Ia bahkan sudah
curiga bahwa aku cuma berpura-pura dungu dalam quiz ini serta tahu latar
belakang kegiatanku sehari-hari."
"Kegiatan
apa?" tanya Pete.
"Kegiatan
kita sebagai detektif profesional," sahut Jupe. "Dari mana kau tahu
bahwa ia tahu, Jupe?" tanya Bob.
"Ia
sendiri yang bilang begitu padaku ketika mencengkeram lenganku seusai acara
siang tadi," kata Jupiter. "Sampai di mana aku tadi? Oh ya, jadi
kalau Bonehead melihatku masuk ke dalam Panggung Sembilan satu setengah jam
sebelum quiz dimulai, mungkin ia ingin memanfaatkan kesempatan itu untuk
menjegalku sehingga aku tidak bisa ikut acara itu. Ini mungkin sekali, sebab
ketika akhirnya aku muncul juga di stasiun televisi pada detik-detik terakhir,
hanya Bonehead yang tampak terkejut. Yang lainnya biasa-biasa saja."
Jupe
ingat bagaimana Bonehead berusaha menghindari pandangannya ketika Jupe melihat
padanya. Jupe ingat bagaimana Bonehead gelisah dengan kehadirannya pada saat
itu.
"Tetapi
apa yang dilakukan Bonehead di studio film pagi ini?" tanya Penyelidik
Satu pada dirinya sendiri. "Mengapa bersamaan waktunya dengan
Footsie?"
"Mungkin
saja ia kebetulan sedang lewat di situ," ujar Bob.
"Tidak."
Jupe menggeleng dengan tegas. Kemudian ia berkata dengan lantang, "Aku
tidak percaya bahwa ini suatu kebetulan."
Ia
diam sejenak, berpikir. Setelah itu ia mengangkat jari manisnya.
"Nomor
tiga, Gordon Harker."
"Masa
dia mau mencuri piala-piala itu," ujar Bob dengan nada tidak setuju.
"Ia bukan tipe orang yang suka mencuri benda-benda seperti itu."
"Mungkin
benar, mungkin pula tidak." Jupiter setuju dengan pendapat Bob, tetapi ia
tidak ingin mengesampingkan Harker, hanya karena penampilannya yang mengesankan
bahwa dia orang baik-baik.
"Ingat,
ia berada di panggung suara kemarin," katanya mengingatkan. "Aku
lihat dia di awal acara tatap muka. Ia berjalan ke arah belakang dekorasi dapur
itu, tempat piala-piala dan lampu sorot yang tidak terpakai berada. Dari awal
ia sudah menunjukkan gejala-gejala yang mencurigakan. Mengapa ia sampai begitu
tertarik pada Berandal Cilik? Ia minta karcis quiz padaku. Ia duduk sambil
membuat catatan pada notesnya. Ia bahkan tahu nama aktor yang tidak selalu
muncul dalam film seri ini. Tetapi dia sekaligus juga malu-malu dengan minatnya
ini. Ia mengaku tidak tahu di mana letak Panggung Sembilan..." Suara
Jupiter menghilang. Ia menatap kedua temannya.
"Kau
mungkin menganggap," lanjutnya setelah beberapa saat, "bahwa Gordon
Harker bukan hanya orang yang tahu terlalu sedikit-seperti judul film Hitchcock
tua-ia juga orang yang tahu terlalu banyak."
Melihat
pada jam tangannya, Pete melompat bangkit dari kursinya.
"Sudah
jam empat, Jupe," katanya.
Jupe
bimbang. Ia melihat ke arah televisinya. Jadwal pemutaran film Berandal Cilik.
Waktu-waktu yang menyiksa datang kembali pada Jupe. Berat sekali rasanya untuk
melihat dirinya menjadi Baby Fatso.
Tetapi
di pihak lain, film itu mungkin akan membantunya menyegarkan ingatannya untuk
menghadapi quiz keesokan harinya. Sebagai salah seorang kontestan, ini adalah
salah satu persiapan yang dapat dilakukannya di rumah.
"Oke,"
desahnya. "Hidupkan, Bob."
Iklan
bagian pertama baru saja selesai. Jupe memejamkan matanya ketika Baby Fatso
muncul di layar televisinya.
"..
.Aku ikut makan es kelim, ya," pinta Baby Fatso.
Berandal
Cilik yang lain menggeleng. Mereka akan pergi membeli es krim. Namun mereka
tidak ingin direpotkan oleh Baby Fatso yang merengek-rengek minta ikut.
"Tetapi
kita tidak bisa meninggalkan dia di sini begitu saja," kata Pretty Peggy.
"Kasihan, kan?"
"Oke,
kalau begitu kau yang tinggal di sini," seru Bonehead pada Pretty Peggy.
Tetapi
Peggy juga ingin pergi. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengundi siapa yang
harus tinggal bersama Baby Fatso.
"Holeee,
yang menang dapat es kelim banyak." Baby Fatso melompat-lompat gembira.
"Aku cuka makan es kelim banyak-banyak."
Bonehead
berbuat curang. Flapjack kalah dalam undian. Ia harus tinggal untuk menjaga
Baby Fatso. "Oh, kenapa aku yang selalu kebagian sial?" kata anak
berkulit coklat itu dengan suara monoton. "Aku kan bukan perawat
bayi!"
Episode
ini berkisah tentang Mr. Trouble dan mobilnya yang penuh dengan radio curian.
Mr. Trouble membayar Berandal Cilik untuk mengawasi mobilnya, sementara ia
menelepon seseorang. Mereka berdiri di sekeliling mobil Pierce-Arrow itu ketika
polisi datang. Anak-anak semuanya diangkut ke kantor polisi.
Di
dapur Flapjack memutuskan untuk membuat es krim sendiri. Baby Fatso membantunya.
Ia menuangkan garam, padahal seharusnya gula.
Mr.
Trouble mencuri mobilnya dari kantor polisi. Terjadi kejar-kejaran. Berandal
Cilik bersorak-sorak di bangku belakang mobil polisi....
Jupe
bangkit. Dimatikannya televisi.
"Kok,
dimatikan?" Pete protes. "Bagaimana akhirnya? Apa Mr. Trouble
tertangkap?"
"Tidak,"
kata Jupe. "Mereka masih ingin memberikan suatu peran pada aktor Edmund
Frank.
Dalam
episode berikutnya, Mr. Trouble mengupah Flapjack untuk mencuri anjing baginya.
Jadi sekarang Mr. Trouble dibiarkan lolos."
Ia
mengangkat telepon dan memutar sebuah nomor.
"Halo,
Mr. Harker," katanya setelah beberapa saat. "Di sini Jupiter
Jones.... Apa Anda bisa datang ke pangkalan kami? ...Ya, secepat mungkin."
"Mau
ke mana kita?" tanya Bob setelah Jupiter meletakkan gagang telepon.
"Tidak
ke mana-mana," jawab Jupiter dengan wajah serius. "Aku baru saja
memikirkan bahwa kalau kita ingin menemukan siapa pelaku pencurian itu, kita
perlu bekerja sama. Kita perlu teman. Orang yang tidak dicurigai siapa-siapa."
Ia
tidak menjelaskan lebih jauh lagi sampai mobil Limousine itu muncul di pintu
gerbang. Paman Titus dan Bibi Mathilda sedang pergi waktu itu. Jupe mengundang
Gordon Harker masuk ke rumah di seberang pangkalan barang bekas.
Mereka
duduk dalam sebuah dapur yang besar dan nyaman. Jupe menuangkan secangkir kopi
bagi Harker dan minuman soda bagi Trio Detektif.
Jupiter
membuka pembicaraan tentang acara quiz itu. "Aku senang mereka tidak
menanyakan padaku apa merek mobil itu," katanya. "Karena aku sebenarnya
tidak tahu jawabannya."
"Masa?"
ujar Gordon Harker sambil menghirup kopinya. "Kau tahu jawaban-jawaban
lainnya."
"Ya,
tapi ini lain. Aku tidak pernah ikut dalam adegan itu," Jupe menjelaskan.
"Adegan dengan Mr. Trouble. Bonehead, Bloodhound, dan lain-lainnya pernah,
dan kurasa mereka sudah menanyakan pada Luther Lomax atau seseorang tentang
mobil itu. Itulah sebabnya mengapa Bonehead bisa tahu. Ia tahu bahwa mereknya
adalah Pierce-Arrow. Tetapi aku sendiri tidak pernah melihat mobil itu."
"Ya,
benar juga," sopir itu menyetujui. "Aku tadi sedang menonton episode
itu ketika kau menelepon." Ia tersenyum. "Kau dan anak berkulit
coklat itu, Flapjack, tinggal di rumah dan membuat es krim sendiri."
"Apa
kau suka menonton film-film tua itu?" tanya Jupiter.
Harker
mengangkat bahu. "Yah, memang mereka berlaku seperti orang dungu,"
katanya mengakui. "Tapi film itu membuatku tertawa kadang-kadang."
"Mereka
memang dungu," kata Jupe sambil mengangguk. "Tetapi itulah pokok
idenya. Mereka membuat kita semua berlaku seperti orang-orang bodoh. Bonehead
dengan telinganya yang bisa bergoyang-goyang. Bloodhound dengan lidahnya yang
panjang. Aku dengan lidah cadelku. Footsie dengan kakinya yang terlalu besar.
Dan Flapjack dengan cara bicaranya yang monoton."
Jupe
berhenti sesaat.
"Oh,
kenapa aku yang selalu kebagian sial?" Jupe menirukan cara anak berkulit
coklat itu berbicara. "Aku kan bukan perawat bayi!"
Gordon
Harker tertawa. "Bagus sekali! Mirip sekali dengan cara bicara
Flapjack." Penyelidik Satu mencondongkan badannya ke seberang meja.
"Semua
itu sekarang membuat kita malu, kan?" katanya. "Itulah yang kurasakan
sekarang."
"Yah,
kurasa memang begitu." Sopir itu memasang topi petnya. "Oke, mari
kita berangkat," ajaknya. "Ingin pergi ke mana kau?"
"Tidak
ke mana-mana sekarang." Jupe menyodorkan tangannya. "Aku hanya ingin
mengucapkan selamat berjumpa lagi."
Bob
dan Pete melongo. Apa-apaan Jupe ini? Perjumpaan apa lagi ini?
"Aku
senang berjumpa dengan kau lagi, Flapjack," kata penyelidik pertama Trio
Detektif.
Bab
10
PERTEMUAN
DI HOLLYWOOD
"WELL,"
kata Gordon Harker, "kurasa aku lebih beruntung dari kebanyakan Berandal
Cilik, kecuali Bonehead mungkin. Tidak pernah kugunakan namaku di film seri
ini, sehingga ketika seri ini habis aku tidak punya masalah apa-apa di sekolah.
Dengan rambutku yang tersisir-tidak berdiri ke atas seperti duri landak-dan
suaraku yang normal, tidak seorang pun mengenaliku sebagai Flapjack."
Ia
menghabiskan kopinya dan Jupiter mengisi lagi cangkirnya dengan kopi hangat.
Kedua detektif lainnya menunggu dengan tidak sabar sampai sopir itu melanjutkan
ceritanya.
"Orang
tuaku telah menabungkan uang hasilku main film," lanjutnya. "Aku
cukup sukses sebagai pelajar. Sewaktu lulus pada umur enam belas tahun, aku
bisa melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi untuk selanjutnya menjadi
guru."
Ia
memandang Jupe di seberang meja. "Sampai kini aku masih mengajar sebagai
guru," katanya. "Aku senang sekali. Pekerjaan itu sangat cocok
bagiku. Aku senang selalu dikelilingi anak-anak. Anak-anak memang kadang-kadang
nakal, namun sebenarnya mereka lebih sering bersikap baik. Kalau kau bisa
menjadi teman mereka, bukan hanya guru mereka, kau akan menjadi dekat dengan
mereka dan pekerjaan guru itu akan menjadi sangat menyenangkan."
Ia
tersenyum simpul. "Waktu televisi menyiarkan kembali film Berandal Cilik,
" katanya, "aku ketakutan setengah mati. Kalau ada anak yang sampai
tahu bahwa aku adalah Flapjack, pekerjaanku sebagai guru akan terancam. Mereka
akan mengolok-olokku. Martabatku sebagai guru akan jatuh. Ah, tidak terbayang
olehku kalau sampai hal itu terjadi."
Jupiter
mengangguk dengan penuh simpati. Ia ingat bagaimana teman-teman sekolahnya
sejak tiga minggu yang lalu mengejeknya setiap kali berpapasan dengannya.
"Halo, Baby Fatso. Ayo dong, tunjukkan suara cadelmu, 'Jangan, aku tidak
cuka. Belhenti, kalian culang'."
"Namun,"
ujar Gordon Harker dengan alis mata terangkat, "aku tidak bisa menahan
diri untuk tidak mengenang masa-masa itu. Aku tiba-tiba tertarik untuk
mengetahui, bagaimana keadaan Berandal Cilik yang lain. Beberapa tahun terakhir
ini, dalam masa liburku, aku bekerja sambilan di Easy-Ride Limos dan bisa
menghasilkan uang tambahan. Bahkan aku sampai mendapat tugas untuk mengantar ke
studio film tua itu. Sampai akhirnya aku membaca berita tentang reuni Berandal
Cilik, aku tidak bisa lagi menahan diri. Aku menukar jadwal kerjaku sehingga
aku bisa hadir di studio ketika reuni itu berlangsung. Jadi aku bisa mengetahui
bagaimana keadaan para bekas Berandal Cilik, dan seperti apa mereka sekarang."
"Kalau
kau sering mengantar orang ke studio," kata Jupe, "mengapa kau tidak
tahu lokasi Panggung Sembilan waktu mengantar kami untuk pertama kali?"
"Oh,
bangunan besar itu," ujar Harker. "Aku tidak pernah mengunjungi
panggung suara lagi sejak aku kecil. Waktu itu aku tidak pernah memperhatikan
arah jalan. Ayahku selalu mengantarku ke sana. Jangankan arah jalan, naskah
yang harus kuhafal saja kadang-kadang aku lupa."
Ia
memasukkan beberapa sendok gula ke dalam kopinya, lalu memandang Jupiter lagi.
"Tentu
saja, kurasa tidak akan ada orang yang mengenaliku sebagai Flapjack,"
ujarnya. "Bahkan kukira tidak akan ada orang yang menduga bahwa aku adalah
Flapjack. Karena menurut Milton Glass dan studio, Flapjack telah menghilang
sejak film seri itu habis masa putarnya. Tidak seorang pun tahu di mana aku
berada atau jadi apa aku setelah itu. Mereka kehilangan jejakku."
Ia
menghirup kopinya. "Aku sama sekali tidak mengira bahwa kau secerdik
ini," katanya pada Jupe.
"Ah,
ini biasa-biasa saja." Jupe menunduk memandang kaleng minuman sodanya.
"Itu cuma suatu kemujuran, gara-gara Bob melihat catatanmu pada notesmu
pada waktu quiz berlangsung."
Sebenarnya,
Penyelidik Satu tidak berkata sejujurnya. Ia yakin bahwa itu bukanlah suatu
kebetulan. Itu dimungkinkan berkat kemampuannya yang luar biasa dalam mengamati
dan menarik kesimpulan. Hanya saja, kali ini ia tidak mau terlalu menonjolkan
diri di hadapan Harker yang dulu dipanggilnya dengan sebutan Flapjack-tokoh
yang disukainya.
Jupe
berhasil merangkai petunjuk-petunjuk itu menjadi suatu kesimpulan yang tepat.
Ada dua petunjuk utama yang menunjang kesimpulannya. Pertama, Harker tidak bisa
mengenali apa merek mobil Mr. Trouble, karena Flapjack tidak pernah muncul
dalam adegan yang melibatkan mobil Mr. Trouble. Dan kedua, Harker tahu nama
Edmund Frank, aktor yang memerankan Mr. Trouble, karena pada episode berikutnya
Mr. Trouble mengupah Flapjack untuk mencuri anjing untuknya. Jadi mereka berdua
bekerja sama selama beberapa hari.
Jupe
berhasil menjalinnya menjadi suatu rangkaian yang logis dan tepat.
"Boleh
aku bertanya sesuatu?" kata Jupiter.
"Silakan,"
sahut Harker.
"Ketika
aku duduk di panggung suara selama acara tatap muka, aku lihat kau bergeser ke
arah lampu-lampu sorot yang tidak digunakan di belakang dekorasi dapur. Apa
yang kaulakukan waktu itu?"
"Ah,"
gumam sopir itu, "kau jeli sekali. Aku selalu ingin tahu pada hal-hal yang
bersifat teknis dalam pertunjukan semacam ini. Ini sudah menjadi bawaanku sejak
kecil, sejak aku memainkan peran Flapjack. Waktu itu ada kesempatan bagiku
untuk melihat lampu-lampu sorot itu dari dekat, sehingga aku bisa tahu
bagaimana lampu-lampu dikaitkan."
"Oh,
itu rupanya," kata Jupiter seraya tersenyum. "Jadi itulah alasannya
mengapa kau pindah ke sana. Dan itu juga alasan mengapa detektif tidak boleh
membuat anggapan yang tidak didasari kenyataan. Kami sempat mencurigai kau
sebagai orang yang mencoba mencuri piala-piala perak itu."
"Hmm,
aku sama sekali bersih," komentar Harker. "Sekarang apa yang akan
kaulakukan? Apa kau akan menceritakan pada setiap orang tentang siapa aku
sebenarnya?"
"Tentu
saja tidak," kata Jupe sambil melihat pada kedua kawannya. "Tidak
seorang pun dari kita akan mengatakan sepatah kata pun tentang itu. Ya,
kan?"
"Tidak
akan," kata Pete menegaskan. "Tidak sepatah kata pun."
"Tidak,"
kata Bob menyetujui. "Rahasiamu aman di tangan kami."
Gordon
Harker menghela napas panjang. "Terima kasih," ucapnya. "Aku
merasa lega sekali." Suasana menjadi sunyi sejenak.
"Tapi
kami punya suatu harapan," kata Jupe setelah beberapa saat.
"Maksudku, kau tidak harus, tapi kami ingin agar kau bisa membantu kami,
Harker."
"Dengan
senang hati kalau aku sanggup," kata Gordon Harker. "Apa yang kalian
inginkan dariku?"
Jupe
menjelaskan rencananya untuk menangkap pencuri piala-piala itu dan juga
permintaan Luther Lomax pada mereka. Ia mengeluarkan sebuah kartu Trio Detektif
dan menunjukkannya pada Harker.
"Kau
lihat sendiri," katanya, "kalau kami sedang menangani kasus seperti
ini-sekalipun kami telah menemukan piala-piala itu-kami tidak akan menyerah
sebelum menyelesaikan misteri ini hingga tuntas. Kami harus menemukan siapa
pelakunya. Inilah cara Trio Detektif bekerja. Kami tidak pernah membiarkan
sebuah kasus terbengkalai dan tidak terpecahkan."
Harker
mengangguk. Tampaknya ia mengerti duduk persoalannya. "Bagaimana aku bisa
membantu kalian?" tanyanya.
"Ada
dua orang yang kami curigai," kata Jupe padanya. "Bonehead dan
Footsie." Ia telah memikirkan hal ini sembari menunggu Harker datang tadi.
"Anggap
saja mereka berdua bekerja sama dalam pencurian itu," katanya.
"Dengan begitu, semuanya jadi jelas. Bonehead dan Footsie sepakat untuk
berjumpa di studio film tengah hari ini. Sepanjang pengetahuan mereka,
piala-piala itu masih tersembunyi dengan aman di kotak penyimpan lampu sorot.
Mereka ingin mengambilnya. Bonehead menunggu Footsie di luar. Ia melihatku
masuk. Ini memunculkan ide di kepalanya. Kesempatan emas baginya untuk
memenangkan quiz berhadiah dua puluh ribu dollar. Itu jelas lebih penting
baginya daripada piala-piala perak itu. Jadi dikuncinya aku di Panggung
Sembilan supaya aku tidak bisa hadir dalam quiz itu. Sewaktu Footsie datang
dengan motornya, Bonehead bilang bahwa Panggung Sembilan digembok, jadi mereka
harus mencoba lagi lain waktu."
"Jadi
Footsie tidak terkejut sewaktu kau muncul tepat sebelum quiz itu dimulai,"
tambah Pete.
"Tetapi
Bonehead terkejut," kata Bob.
"Benar."
Jupe menoleh pada Gordon Harker. "Itulah sebabnya mengapa kami butuh
pertolonganmu."
"Oke.
Sebagai guru aku senang memecahkan berbagai persoalan, sama seperti
kalian." Pemuda bertubuh tinggi itu menghabiskan kopinya. "Tetapi
kalian belum memberi tahu apa yang harus kulakukan untuk membantu kalian."
"Kami
ingin membayang-bayangi mereka," kata Jupe menjelaskan. "Untuk
melihat kalau-kalau mereka berdua bertemu lagi, lalu kembali ke panggung suara
malam ini."
"Oke,"
sahut Gordon Harker sambil bangkit dari kursinya. "Dari mana kita
mulai?"
"Itulah
masalahnya." Jupe masih duduk di kursinya, memandang ke atas, pada Harker.
"Di sinilah kami perlu bantuanmu. Kami tidak tahu di mana tempat tinggal
Bonehead atau Footsie. Jadi kami tidak tahu harus mulai dari mana, kecuali
kalau alamat mereka bisa diperoleh."
"Aku
juga tidak tahu." Harker menggeleng. "Tidak seorang pun dari mereka
diberi fasilitas Limousine seperti kau. Karena mereka punya mobil sendiri.
Bonehead punya mobil sport buatan Inggris. Dan Footsie punya sepeda motor. Jadi
kantor Easy-Ride Limos tidak punya alamat mereka."
"Tetapi
kan penjaga studio punya," kata Jupiter mengingatkan. "Penjaga itu
punya alamatku ketika aku diperiksa sebelum jamuan makan siang kemarin.
Mestinya ia juga punya alamat Bonehead dan Footsie. Tetapi kukira ia tidak akan
memberikannya pada kami kalau kami yang meminta."
"Ia
bahkan tidak memberi izin masuk padaku dan Bob tadi siang," tambah Pete.
Sopir
itu menimbang-nimbang sejenak.
"Aku
bisa mencoba," katanya. "Kantorku sering dipesan oleh studio. Aku
bisa saja bilang bahwa aku harus menjemput anggota Berandal Cilik untuk pertemuan
khusus." Ia membetulkan posisi topi petnya.
"Lihat
saja sejauh apa aku bisa berhasil," katanya lagi. "Ayo berangkat
sekarang."
Ia
menurunkan Trio Detektif beberapa blok sebelum gerbang studio di Vine Street.
Ia sendiri kemudian terus mengemudi sampai ke gerbang untuk berbicara dengan
penjaga.
Jupe
dan kedua kawannya masuk ke sebuah toko. Sambil menikmati hamburger mereka
menunggu Harker. Tidak lama mereka menunggu. Jupe segera menangkap arti senyum
Harker ketika ia masuk ke toko itu.
Harker
berhasil memperoleh seluruh alamat Berandal Cilik, tertulis di secarik kertas.
Trio Detektif mempelajarinya sambil mengunyah hamburger mereka. Peggy tinggal
di sebuah hotel di Santa Monica. Bloodhound tinggal di rumah ayahnya di Beverly
Hills. Bonehead dan Footsie punya sebuah apartemen di Hollywood.
"Mari
kita coba Bonehead dulu," usul Jupiter.
"Tunggu
dong, aku habiskan dulu hamburgerku," kata Pete memprotes.
Setelah
piring anak-anak bersih, dan Harker selesai makan sandwich, mereka semua masuk
ke dalam Limousine.
Bonehead
tinggal di daerah Magnolia Arms pada sebuah jalan bernama Las Palmas, tidak
jauh dari Hollywood Boulevard. Tempat itu lebih mirip sebuah motel daripada
apartemen. Dekat kompleks itu terdapat sebuah pelataran parkir kecil.
Gorden
Harker memarkir mobilnya di tepi jalan, sementara Trio Detektif menyelinap ke
luar. Hari sudah gelap. Hanya dari beberapa jendela terlihat lampu masih
menyala.
Mereka
beruntung. Sesuai dengan catatan Gordon Harker, apartemen Bonehead bernomor 10.
Meskipun tirai apartemen itu sudah tertutup, sinar masih membayang dari dalam.
Kemungkinan besar Bonehead ada di rumah.
Penyelidik
Satu memberi isyarat untuk bergerak mendekati apartemen itu. Dengan perlahan
dan tanpa menimbulkan suara, mereka berjalan ke arah apartemen nomor 10 itu.
Trio Detektif berjongkok di balik tumbuhan semak di dekat apartemen, mengawasi
pintu apartemen Bonehead.
Bagian
atas pintu itu terbuat dari kaca. Sebuah kerai menutupinya, tetapi Jupe dapat
melihat beberapa rusuk kerai itu telah bengkok dan patah. Kalau ia bisa
menempelkan mukanya pada kaca itu, ia bisa melihat ke dalam.
"Ini
pekerjaan buatmu, Pete," bisik Jupiter.
Pete
mendesah.
Sudah
berkali-kali ia mendengar kata-kata itu diucapkan Jupe. Setiap kali ada
pekerjaan yang menyerempet bahaya dan memerlukan kecepatan serta kegesitan,
dialah yang selalu ditunjuk.
Penyelidik
Dua tidak usah diragukan lagi kecepatan dan kegesitannya. Ia dapat berlari
lebih cepat dari Bob dan, apalagi, Jupe; ia juga dapat berlari dengan mantap
tanpa menimbulkan suara.
"Oke,"
bisiknya setelah beberapa saat. "Akan kucoba melihat ke dalam."
Sambil
membungkukkan badan, ia keluar dari semak-semak. Melintasi halaman berumput di
depan apartemen Bonehead, lalu berlari ke arah pintu apartemen itu.
Belum
jauh berlari, tiba-tiba ia bertiarap. Wajahnya ditelungkupkan. Tubuhnya
dirapatkan ke tanah. Pintu apartemen Bonehead terbuka.
Jupe
melihat pemuda berjaket kulit itu. Diterangi sinar dari belakang, pemuda itu
tampak seperti bayang-bayang.
Pete
menahan napas. Setiap saat Bonehead dapat memergokinya di sana sedang bertiarap
di halamannya. Ia hanya beberapa meter jaraknya dari Pete.
Pete
ingat betapa kasarnya perlakuan Bonehead terhadap Jupe sewaktu ia mencengkeram
lengan Jupe. Kalau Bonehead sampai tahu bahwa Pete sedang berada di situ untuk
memata-matainya, bisa-bisa ia marah. Dan itu berarti bahaya!
Bonehead
berpaling. Ia melihat ke dalam rumahnya yang masih terang.
"Cepat,"
katanya dengan tidak sabar sembari menyisir rambutnya. "Sudah
waktunya."
Penyelidik
Satu meremas-remas jarinya. Menghadapi Bonehead saja sudah berbahaya. Apalagi
kalau Footsie ternyata ada di situ juga. Tidak akan ada peluang bagi Trio
Detektif.
Jupe
berharap Gordon Harker berada di sana bersama mereka. Tetapi saat itu Harker
tidak terlihat. Bahkan kalau mereka berteriak sekalipun, belum tentu Harker
mendengar. Ia sedang memarkir kendaraannya.
Bonehead
membanting pintu apartemen itu. Dua sosok bergerak dalam kegelapan yang pekat.
Pete
tidak berani mengangkat kepalanya. Ia merapat ke tanah tanpa bergerak.
Jantungnya berdegup kencang. Dua sosok itu makin dekat dengannya.
Pete
memejamkan matanya. Mereka lewat hanya beberapa puluh senti dari tempat Pete
bertiarap.
Sekilas,
ketika Bonehead mematikan lampu dan dua sosok itu keluar dari apartemen, Jupiter
sempat melihat mereka. Ia masih sempat mengenali siapa orang yang sedang
bersama Bonehead.
Peggy!
Jupe
setengah berjongkok ketika Peggy dan Bonehead berjalan ke tempat terbuka. Tak
lama kemudian mereka menghilang.
Pete
menarik napas lega. Ia bergabung dengan kedua kawannya.
"Hhh,"
desahnya. "Hampir copot jantungku ketika mereka lewat. Kalau aku mau,
mereka bisa saja kusentuh dengan tanganku ketika lewat." Memang, satu hal
yang paling tidak disukai Penyelidik Dua adalah mengerjakan sesuatu yang mengundang
bahaya.
Tetapi
Penyelidik Satu sudah bergegas membayangi Bonehead dan Peggy. Bob dan Pete
mengikutinya dari belakang.
Pada
saat mereka sampai di tempat terbuka, pemuda berjaket kulit dan gadis bercelana
jeans itu terlihat kembali. Mereka berdua berjalan cepat dengan langkah-langkah
panjang ke arah Hollywood Boulevard. Gordon Harker memarkir Limousine di
seberang jalan. Ia harus memutar supaya dapat mengejar Bonehead dan Peggy. Jupe
cepat mengambil keputusan.
"Katakan
pada Harker untuk memutar," katanya pada Pete. "Ikuti aku, dan
berjaga-jaga di belakangku. Bob, kau ikut aku. Kita akan coba membuntutinya
terus."
Pete
berlari melintasi jalan ke arah Limousine itu. Jupe dan Bob berjalan ke arah
Hollywood Boulevard mengikuti Bonehead dan Peggy.
Hanya
sedikit orang lewat di Las Palmas saat itu. Kalau Bonehead menengok ke
belakang, ia mungkin melihat Jupe dan Bob mengikutinya. Karena itu Jupe dan Bob
menjaga jarak sambil berjalan merapat ke pertokoan.
Setelah
semenit Jupe mendengar suara Limousine datang dari belakangnya. Ia sudah berada
lima belas meter dari Hollywood Boulevard saat itu. Dilihatnya Bonehead dan
Peggy berhenti di lampu lalu-lintas di sana. Jupe menunggu sampai mobil itu
berhenti di sampingnya, lalu membuka pintu belakang untuk masuk.
Kemudian
segalanya berlangsung sangat cepat. Bonehead dan Peggy menyeberangi Hollywood
Boulevard. Bob dan Jupe melompat masuk ke dalam Limousine. Sebuah mobil kuning
muncul sekilas di ujung Hollywood Boulevard. Limousine itu meluncur ke depan
dengan cepat.
Jupe
mencondongkan badannya supaya pandangannya tidak lepas dari Bonehead dan Peggy.
Mereka telah menghilang. Mobil kuning itu melaju melintasi persimpangan.
"Kejar mobil itu!" seru Jupe.
Gordon
Harker segera tancap gas. Tetapi saat itu lampu lalu lintas menyala merah.
Harker harus menunggu sebelum dapat melanjutkan pengejaran. Jupe menangkap
sosok dua orang yang dikenalnya duduk di belakang ketika mobil kuning itu lewat
di depannya. Bonehead dan Peggy.
Gordon
Harker melepas topinya. Ia duduk dengan santai di belakang kemudi, menunggu
lampu hijau menyala. "Maaf," katanya. "Kita kehilangan buruan
kita."
"Ini
bukan kesalahanmu," ujar Jupe. Ia tahu persis apa yang baru terjadi.
Bonehead dan Peggy telah sepakat untuk bertemu dengan mobil kuning di persimpangan
Las Palmas dan Hollywood Boulevard. Begitulah cara mereka menghilang tadi.
Mereka melompat masuk pada saat lampu lalu-lintas berganti menyala.
"Tidak
apa-apa," kata Jupiter. "Paling tidak kita telah mendapat suatu
petunjuk yang berharga."
"Maksudmu
tentang Peggy?" tanya Bob. "Yaitu, bahwa dialah yang bersekongkol
dengan Bonehead?"
Jupiter
mengangguk. "Ada lagi yang lebih penting dari itu," tambahnya.
"Kita semua pernah melihat mobil kuning itu sebelumnya. Kita tahu milik
siapa mobil itu."
"Kita?"
ujar Pete keheranan. "Tahu?"
"Siapa?"
tanya Bob.
"Kepala
Biro Publikasi studio film," sahut Penyelidik Satu. "Milton
Glass."
Bab
11
ANCAMAN
MISTERIUS
PENYELIDIK
SATU bangun pagi-pagi sekali keesokan harinya. Ia mengisi perutnya dengan roti
dan segelas susu, sebelum pergi ke bengkelnya di pangkalan.
Hari
itu angin bertiup kencang. Ia harus memasang kain terpal di sekeliling mejanya
sebelum dapat mulai bekerja.
Meskipun
ia tidak tergesa-gesa untuk menggunakan penemuan barunya, kamera istimewa untuk
perlengkapan detektif, ia menyempurnakan alat itu dengan penuh semangat. Ia
punya pendapat bahwa dengan bekerja maka otaknya akan terasah.
Dan
memang pada saat itu otaknya bekerja secara paralel. Sembari menyusun
komponen-komponen kameranya, Jupe juga menjalin fakta-fakta tentang pencurian
piala-piala perak itu.
Ada
beberapa bagian yang tidak cocok, pikir Jupe. Ia masih terus memikirkan
kemungkinan Footsie berjumpa dengan Bonehead untuk mengambil benda-benda curian
itu di panggung suara.
Tetapi
apa yang dilakukan Footsie ketika ia masuk ke gedung stasiun televisi? Footsie
datang ke sana dua jam sebelum quiz dimulai. Ia naik dengan lift, namun tidak
ke lantai tujuh belas tempat quiz itu diselenggarakan. Lima menit kemudian ia
turun lagi ke lobi.
Apa
yang dilakukannya selama lima menit itu? Mengunjungi seseorang di kantor itu? Siapa?
Dan
Milton Glass. Mengapa ia menjemput Peggy dan Bonehead di Hollywood Boulevard
kemarin malam?
Mana
mungkin ia menjemput mereka untuk mengajak makan malam? Bonehead dan Glass
tidak pernah cocok satu sama lain. Mengapa Glass tidak langsung menjemput
mereka di Magnolia Arms saja?
Pertemuan
misterius di Hollywood Boulevard mengingatkan Jupe pada film mata-mata.
Semuanya berlangsung sangat cepat dan rahasia. "Operasi bawah tanah",
begitulah biasanya disebut dalam film-film.
Tiga
jam kemudian Jupe berhasil menyempurnakan kameranya. Keseluruhan kamera itu
hanya sebesar sisir saku. Tipis dan tidak panjang. Jupe menyembunyikannya di
balik kerah jaketnya. Kerahnya tidak menyembul, sehingga tidak mencurigakan
orang lain. Diselipkannya lensa kamera ke dalam lubang kancing kerahnya.
Tiba-tiba
lampu di mejanya berkedip-kedip.
Secara
otomotis Jupe merayap masuk ke dalam Lorong Dua, mendorong tingkap, masuk ke
dalam kantornya, lalu mengangkat telepon.
"Di
sini Jupiter Jones," katanya.
"Halo.
Untung kau ada di rumah." Terdengar suara hangat dan bersahabat di
seberang telepon.
"Mr.
Glass?" tanya Jupe.
"Anggap
saja aku seorang kawan," suara ramah itu berkata. "Kawannya Pretty
Peggy. Aku tidak ingin dia mendapat kecelakaan. Kau juga demikian, bukan?"
"Tentu
saja," sahut Jupe. "Mengapa Anda berkata begitu? Apa Peggy mendapat
kecelakaan? Di mana dia sekarang?"
"Tidak
usah repot-repot memikirkan di mana dia, Baby Fatso." Suara itu masih
hangat dan ramah. "Ia berada di tempat yang aman untuk saat ini. Aku cuma
ingin memperingatkan kau. Ia tidak akan selamanya aman!" Hening sejenak.
"Kalau kau memenangkan quiz hari ini, Baby Fatso-kalau kau menang, Pretty
Peggy akan masuk rumah sakit. Ia akan meringkuk di rumah sakit untuk waktu yang
lama!"
"Tunggu
du..." kata Jupe. Tetapi tidak ada kesempatan untuk berkata apa-apa lagi.
Telepon sudah ditutup di seberang sana.
Jupe
menaruh gagang telepon. Ia duduk di samping mejanya.
Ia
masih menyimpan daftar alamat yang diberikan Gordon Harker. Ia mengangkat
gagang telepon lagi dan memutar nomor telepon Peggy di hotel di Santa Monica.
Operator
telepon hotel menjawab, lalu menyambungkannya ke kamar Peggy. "Ia tidak
ada di kamarnya," lapornya setelah menunggu beberapa saat. "Apa ia
sudah tidak tinggal di sana lagi?" tanya Jupiter.
Ternyata
Peggy masih tinggal di hotel itu. Tetapi setelah dicek, operator mengatakan
bahwa Peggy tidak kelihatan sejak pagi ini, sekalipun kunci kamarnya ada di
kotaknya.
Jupe
mengucapkan terima kasih dan meletakkan telepon. Ia duduk sambil termenung.
Dengan dahi berkerut, ia menarik-narik bibir bawahnya. Akhirnya ia menggeleng
beberapa kali.
"Pasti
bukan Milton Glass yang meneleponku barusan," katanya perlahan pada
dirinya sendiri.
Satu
hal yang membuatnya yakin akan kesimpulannya itu. Milton Glass tidak pernah
memanggilnya Baby Fatso. Ia tidak pernah menggunakan nama yang sangat dibenci
Jupe. Biasanya ia memanggilnya Jupiter atau Jupe. Jadi, bukan Milton Glass yang
mengancam keselamatan Peggy di telepon tadi. Itu hanya orang yang menirukan
suara Milton Glass dengan baik sekali.
Siapa?
Bonehead? Mustahil. Bonehead adalah aktor yang paling buruk di antara para
Berandal Cilik. Berulang kali ia lupa dialog yang harus diucapkannya. Kalaupun
ingat, ia tidak bisa menyuarakannya dengan baik. Bakat satu-satunya hanyalah
menggoyang-goyangkan telinganya yang lebar.
Angin
berembus di sekitar karavan tua yang tersembunyi di balik tumpukan barang
bekas.
Dan
Bonehead punya mobil sport. Ini memberi Jupe sebuah ide. Ia mengangkat telepon
sekali lagi dan menelepon Gordon Harker. Ia meminta sopir Limousine itu
menjemput Pete dan Bob serta membawa mereka ke pangkalan secepat mungkin.
Setelah
pembicaraan selesai, Jupe duduk termenung lagi selama beberapa menit
berikutnya. Dengan rencana tersusun di kepalanya, ia berniat memanfaatkan
kamera istimewa yang baru saja selesai dirakitnya.
Ada
sebuah kamar gelap kecil di dalam kantornya. Jupe masuk untuk mengisi kamera
dengan film. Tidak mungkin mengisi kameranya dengan satu rol film. Jupe hanya
dapat mengisinya dengan sepotong film. Jadi hanya sekali saja kamera itu dapat
digunakan, setelah itu isinya harus diganti dengan sepotong film lagi.
Tetapi
satu jepretan sudah cukup. Cukup kalau dugaan Jupiter benar. Cukup kalau waktu
pengambilannya tepat.
Ia
menyelipkan kembali kameranya ke balik kerah jaketnya serta memasukkan lensa
kamera ke dalam lubang kancingnya. Sekilas kamera itu tidak nampak. Orang akan
menyangka itu hanyalah kancing jaket.
Tidak
lama setelah itu Pete dan Bob muncul di pintu gerbang.
"Anginnya
kencang, ya?" kata Bob sewaktu Jupe masuk ke jok belakang Limousine.
"Ya,"
sahut Jupiter. "Tapi ini justru menguntungkan kita. Setidak-tidaknya
demikian harapanku."
Ia
tidak menjelaskan apa yang ia maksudkan. Ia berdiam diri sampai Gordon Harker
memarkir mobil itu di seberang Magnolia Arms.
"Tugasmu,
Pete," katanya pada Pete.
"Oh,
apa lagi ini, Jupe?" protes Penyelidik Dua. "Kejadian kemarin sudah
cukup bagiku."
Jupe
tersenyum. "Kali ini mudah. Kau cuma kuminta untuk melihat pelataran
parkir itu," katanya memberi petunjuk. "Lihat apakah mobil Bonehead
ada di sana atau tidak."
Kurang
dari tiga menit kemudian Pete sudah kembali. "Yap," katanya.
"Mobilnya ada di sana. Mobil sport merah."
Jupe
bertanya lagi, "Apa kap atas mobilnya dibuka?"
"Yap.
Kap kanvas itu terbuka."
Jupe
tersenyum puas. "Mari kita berharap supaya kap itu tetap terbuka,"
katanya. "Angin
kencang
ini bisa menjadi angin keberuntungan."
Ia
melirik jam tangannya. Hampir jam setengah satu. Masih lama sebelum quiz kedua
dimulai. Tidak jelas berapa lama mereka harus menunggu sampai Bonehead keluar
untuk berangkat ke studio televisi. Jupe tidak ingin kehadiran mereka di sana
diketahui. Bonehead akan curiga kalau mobil Limousine hitam itu diparkir terus
di sana.
Sepuluh
meter dari sana terdapat satu jalan masuk yang sempit menuju Las Palmas.
"Kau
bisa memarkir di sana?" tanya Jupe pada Gordon Harker. "Menghadap ke
Las Palmas? Jadi kalau dia berjalan ke arah mana saja, kita tidak perlu
susah-susah memutar kendaraan."
"Tentu,"
jawab Gordon Harker. "Ide yang bagus sekali."
Ia
memarkir Limousine-nya sesuai dengan permintaan Jupiter. Di tempat ini mobilnya
tidak akan terlihat dari apartemen Bonehead.
Jupe
memeriksa kameranya. Ia menunggu sambil bersandar.
Setengah
jam kemudian Trio Detektif melihat Bonehead berjalan keluar menuju pelataran
parkir. Gordon Harker menghidupkan mesin mobil. Ketika mobil sport merah
Bonehead meluncur di Las Palmas dan membelok ke Hollywood Boulevard, Limousine
itu melaju mengikutinya.
Harker
membayang-bayangi Bonehead. Bonehead membelok lagi. Tampaknya ia akan langsung
pergi ke studio televisi.
"Jaga
jarak dulu," kata Jupe memberi instruksi. "Kalau aku bilang
'Sekarang,' tambah kecepatan dan sejajarkan dengan mobilnya. Usahakan agar kita
berada serapat mungkin dengan mobilnya."
Penyelidik
Satu duduk di pinggir belakang. Melalui kaca jendela samping ia dapat melihat
Bonehead dengan jelas di belakang kemudi mobil sportnya. Rambutnya yang panjang
tersibak ke belakang tertiup angin. Jupe menjulurkan badannya ke depan. Dengan
satu-satunya film di kameranya, ia hanya punya satu kesempatan.
Kedua
mobil itu melewati lampu hijau. Jalan besar di depan masih panjang dan kosong.
Bonehead menambah kecepatan. Angin menerpa mukanya dengan kencang. Dengan kap
atasnya yang terbuka, rambut Bonehead makin tersibak ke belakang. Sambil
mengawasinya, Penyelidik Satu melakukan perhitungan dengan cermat.
"Sekarang!"
serunya.
Limousine
itu melesat ke depan, dan dalam sekejap sudah berada di samping mobil sport
merah. Jupe beringsut. Ia menghadap ke jendela di sampingnya. Ditempelkannya
kerah jaketnya ke jendela.
Kalau
saat itu Bonehead menengok dan melihat ke Limousine itu, lenyaplah kesempatan
emas Jupiter. Rencananya akan buyar berantakan.
Namun
Bonehead masih memandang lurus ke depan. Jupiter meraih kerah jaketnya. Ia
menjepretkan kameranya yang tersembunyi. Bonehead menoleh. Tetapi sekarang
sudah tidak ada pengaruhnya. Penemuan Jupiter telah melakukan tugas rahasianya
dengan baik. Bonehead tidak tahu bahwa ia baru saja dipotret.
"Oke,
sekarang kurangi kecepatan," katanya pada Gordon Harker.
Limousine
itu melambat. Sebentar saja mobil sport Bonehead sudah melejit meninggalkan
mereka. Jupiter melepas kamera dari kerah bajunya. Diberikannya kamera itu pada
Bob.
"Setelah
kau menurunkan aku di stasiun televisi, kalian kembali ke kantor untuk mencuci
dan mencetak film ini. Jangan lupa untuk memperbesar foto ini," katanya.
"Kalian rela kan, kalau kalian tidak sempat menonton quiz itu secara
langsung. Aku butuh benar foto ini setelah quiz itu selesai. Bawa ke dalam
studio televisi. Secepatnya, Bob."
"Beres."
Bob mengambil kamera itu dan memasukkannya ke dalam kantongnya. "Tetapi
kenapa kau tidak menceritakan misteri di balik ini? Buat apa kau tadi mengambil
potret Bonehead?"
Sebagai
Penyelidik Satu, Jupiter sering kali berada satu langkah di depan kedua
kawannya. Kadang-kadang ia suka membiarkan kedua kawannya bertanya-tanya. Namun
saat ini ia merasa harus menjelaskan tindakannya.
"Ini
bukan sekadar potret Bonehead," katanya. "Ini adalah gambar close-up
wajahnya yang diterpa angin kencang. Kau pasti bisa menebak mengapa itu penting
sekali, kan?"
"Tidak,"
kata Pete berterus-terang. "Katakan saja, aku tidak bisa menebak."
"Aku
juga tidak," kata Bob.
"Rambutnya
yang panjang," ujar Jupe memberi petunjuk "Seperti yang telah kalian
ketahui, ia selalu menyisir rambutnya ke bawah setiap saat. Terima kasih kepada
angin kencang, aku dapat mengambil potret dari bagian wajahnya yang biasanya
tertutup. Kalian mengerti sekarang?"
"Belum,"
kata Bob dan Pete serempak.
"Bagian
mana yang kaumaksud?" tanya Pete.
"Telinganya,"
sahut penyelidik pertama Trio Detektif. "Telinga lebar Bonehead yang
terkenal itu."
Bab
12
QUIZ
KEDUA
SATU
menit menjelang pukul dua, Jupe melihat Milton Glass melirik jam dinding lagi.
Sudah ketiga kalinya ia berbuat begitu sepanjang pengamatan Jupe.
Dalam
semenit lagi "Quiz Berandal Cilik" akan dimulai. Namun sejauh ini
baru tiga kontestan yang muncul di panggung. Bonehead, Bloodhound, dan Jupe
sendiri. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Footsie dan Peggy.
Jupe
melihat ke arah penonton di studio. Pete sedang duduk di baris belakang. Ia
tampak sama bersemangatnya dengan Milton Glass. Ketika ia menyadari bahwa Jupe
melihatnya, ia mengangkat bahu. Jupe balas mengangkat bahu. Ia tidak mengerti
mengapa Footsie tidak hadir, tetapi ia sangat mencemaskan keselamatan Peggy.
Matanya
menyapu seluruh penonton. Luther Lomax masih di tempatnya yang biasa di dalam
ruang kontrol. Masih seperti biasanya, ia memakai jas abu-abu yang kusam.
Rambutnya yang putih acak-acakan dan terdapat cekungan yang dalam di bawah
matanya. Ia tampak seperti orang tua yang kelelahan.
Perhatian
Penyelidik Satu terusik ketika ada orang masuk. Footsie! Setengah berlari ia
datang ke panggung. Ia berhenti untuk memberikan sebuah amplop pada Milton
Glass. Kemudian ia mengambil tempatnya di antara para kontestan.
Sekarang
sudah tepat jam dua. Peggy masih belum muncul. Jupe berdiri, memberi tempat
bagi Footsie untuk duduk di sebelahnya.
"Nyaris
terlambat," bisik Jupe.
"Ya,"
kata Footsie sambil tersenyum. "Aku mendapat surat yang harus kuambil di
kantor Glass di studio film dan motorku rusak." Ia membenarkan letak
mikrofon pada dasinya. "Tapi peduli apa? Harapanku untuk menang sudah
tipis. Lagi pula aku bisa menghasilkan uang cukup dari pekerjaanku sebagai
pengantar surat-surat di studio televisi dan studio film ini."
Jupe
melirik Milton Glass. Ia sedang membuka amplop yang diberikan Footsie padanya.
Senyumnya meredup ketika ia membaca isi surat itu. Kemudian giginya yang putih
bersinar lagi. Ia memberi kode ke arah ruang kontrol, lalu menghadap ke
penonton.
"Aku
punya berita yang agak mengecewakan bagi Anda sekalian," katanya.
"Aku baru saja menerima sebuah surat dari salah satu kontestan kita,
Peggy. Baiknya kubacakan saja isinya." Ia berdehem seraya melihat kertas
di tangannya.
"Mr.
Glass, " ia membaca keras-keras. "Maafkan aku karena aku membuatmu
kecewa. Tetapi karena fotoku muncul lagi di koran-koran, orang-orang mulai
menggoda dan mengejekku kembali. Lagi pula aku tidak punya kesempatan untuk
memenangkan quiz ini, sehingga aku putuskan untuk mundur dan pulang ke San
Fransisco. Paling tidak aku akan bebas di sana. Teriring salam untukmu dan
seluruh Berandal Cilik...."
Glass
berhenti sebentar.
"Tertandatangani
'PrettyPeggy'. "
Penonton
bergumam. Itu gumam bersimpati, pikir Jupiter.
"Well,
kalau Anda melihat kami, Peggy," lanjut Milton Glass, "aku hanya bisa
menyampaikan rasa simpatiku atas keputusan yang telah kauambil. Kami semua
senang kalau Anda berada di sini. Kami semua merasa kehilangan Anda."
Penonton
bertepuk tanda setuju dengan Milton Glass.
Glass
mengangkat kedua tangannya untuk menenangkan penonton. "Dan sekarang,
tibalah kita pada acara yang dinanti-nanti. Final 'Quiz Berandal Cilik'!"
Lampu
dimatikan. Jupe memperhatikan layar. Kembali cuplikan-cuplikan adegan film
dipertunjukkan.
Ia
berusaha keras memusatkan perhatiannya pada film itu, namun pikirannya tetap
tidak dapat berkonsentrasi pada film itu. Sekalipun demikian, ingatannya yang
cemerlang menjadi segar kembali ketika melihat potongan-potongan kejadian di
film. Seolah-olah peristiwa itu baru dialaminya kemarin sore.
...Flapjack
mencuri anjing untuk Mr. Trouble. Peggy minum strawberry milk shake dengan dua
buah sedotan. Bonehead dan Bloodhound menyalakan api unggun untuk membakar
jagung. Footsie melompat ke dalam danau yang dalamnya cuma satu meter. Baby
Fatso terperangkap di antara kayu-kayu yang terbakar. Bloodhound membalut luka
di kepala Footsie dengan taplak meja. Peggy menyelamatkan Baby Fatso dari
kurungan api...
Di
samping itu Jupiter sibuk memikirkan Peggy. Ia tidak percaya bahwa Peggy yang
menulis surat itu. Peggy tidak pernah menulis namanya Pretty Peggy. Ia benci
nama itu, seperti Jupe benci nama Baby Fatso.
Lagi
pula Peggy belum pulang ke hotel. Ia belum check-out dari hotelnya. Dan ia
belum kelihatan sepanjang pagi ini.
Jupiter
mencium gejala bahwa Peggy berada dalam bahaya. Ada orang yang menyandera Peggy
di suatu tempat. Orang itulah yang menulis surat tadi. Dan orang itu pulalah
yang menelepon Jupiter di pangkalan tadi pagi.
Masih
terngiang di telinganya bagaimana orang itu mengancam keselamatan Peggy kalau
Jupe memenangkan quiz ini.
Dua
menit kemudian film itu berakhir. Lampu dinyalakan kembali.
Jupe
melirik papan skor elektronik. Skornya sudah sembilan ratus, Bonehead delapan
ratus. Peggy tujuh ratus. Bloodhound dan Footsie tertinggal jauh. Jupe
melakukan perhitungan dengan cepat. Ia harus meraih tiga kesempatan. Milton
Glass memutar kursinya untuk menghadap ke arah para kontestan.
Karena
Peggy tidak hadir, Bonehead mendapat giliran pertama. "Apa yang aneh pada
sedotan yang digunakan Pretty Peggy?"
"Bergaris-garis,"
jawab Bonehead. "Merah, putih, dan biru." Tepuk tangan. Seratus untuk
Bonehead. Kini ia seimbang dengan Jupe. Giliran Bloodhound.
"Milk-shake
apa yang diminumnya?"
Bloodhound
ragu-ragu. Jupe mengangkat tangannya. Ia lebih cepat sepersekian detik dari
Bonehead.
"Coklat?" terka Bloodhound sambil
nyengir. Penonton menggumam.
"Sayang
sekali," kata Glass. "Sekarang kita lemparkan pertanyaan ini pada
yang lebih dulu mengangkat tangan. Silakan Jupiter." Milton Glass menoleh
pada Jupe.
Penyelidik
Satu pura-pura bimbang. Tentu saja sebenarnya ia tahu jawabnya, yaitu
strawberry.
"Ngngng...
kurasa itu coklat juga," kata Jupe.
Penonton
terkejut. Jupe kehilangan angka seratus. Dan itu terjadi terus-menerus. Ketika
kemudian pada gilirannya ia ditanya apa yang digunakan Bloodhound untuk
membalut kepala Footsie, ia berpura-pura tidak tahu lagi. "Perban?"
katanya Penonton kembali bergumam keheranan.
Pada
babak final, Bonehead sudah meraih angka seribu tiga ratus. Ia menambah seratus
lagi pada gilirannya berikutnya. Bloodhound dan Footsie masih jauh tertinggal.
Kini kembali giliran Jupe.
"Well,
ini pertanyaan yang mudah untukmu," kata Glass padanya dengan ramah.
"Apa yang Flapjack curi untuk Mr. Trouble?"
Jupe
melirik lagi pada papan skor sebelum menjawab. Ia sudah tiga kali dikurangi dan
tidak sekali pun menambah angkanya. Sekarang skornya seratus di bawah Peggy.
"Kucing,"
jawabnya. Para penonton mendesah kesal. "Salah. Yang dicuri adalah seekor
anjing."
Quiz
itu selesai.
Milton
Glass berpaling untuk membaca papan skor elektronik. Kamera diarahkan pada
papan itu pula. Penonton bertepuk tangan meriah.
Bonehead
memperoleh skor seribu empat ratus. Sedangkan Jupe memperoleh enam ratus,
karena tiga kali skornya dikurangi serta tidak sekalipun ia menjawab benar.
Jadi, meskipun Peggy tidak hadir, Peggy berada di urutan kedua dengan skor
tujuh ratus.
Ketiga
kamera itu menyorot ke arah Bonehead yang tersenyum puas, ia berhasil meraih
hadiah uang sebesar dua puluh ribu dollar. Penyelidik Satu acuh tak acuh saja
pada acara pemberian hadiah ini. Ia memandang ke arah penonton, menunggu
kedatangan Bob.
Akhirnya
ada seseorang menyeruak masuk. Bob masuk dan langsung berlari ke panggung. Ia
membawa sebuah amplop besar.
"Gambarnya
bersih dan jelas sekali," bisiknya seraya menyerahkan amplop itu pada
Jupe. "Lebih indah dari warna aslinya."
Ketika
Bob kembali ke tempat duduk, Jupe membuka amplop itu. Ia mengambil foto besar
dari dalamnya. Hasilnya lebih baik dari dugaannya semula. Sebuah foto besar
Bonehead dengan rambut tersibak ke belakang. Telinganya terfokus dengan tajam.
"Para
hadirin sekalian," kata Milton Glass. "Dengan bangga aku
mempersembahkan-" terdengar suara genderang dari balik panggung-
"hadiah bagi seluruh kontestan acara ini."
Penonton
berdesis dengan penuh antisipasi. Jupe memasukkan kembali potret itu ke dalam
amplop.
"Terimalah
ini sebagai tanda terima kasih kami pada Berandal Cilik yang turut membantu
hingga terselenggaranya acara ini," lanjut Glass. "Trixie,
silakan."
Wanita-yang
muncul di panggung suara dalam acara tatap muka-kini tampil kembali. Ia membawa
sebuah kotak terbungkus kertas emas. Alis mata Jupe terangkat. Kini Trixie
dikawal deh seorang penjaga berpakaian seragam.
Glass
membuka bungkus itu sambil terus nyerocos. Akhirnya ia berkata, "...sebuah
piala perak untuk setiap kontestan." Penonton bertepuk dan bersorak ketika
Berandal Cilik menerima hadiah itu satu per satu.
"Piala
untuk Peggy," lanjut Glass, "akan dikirimkan langsung ke rumahnya.
Terima kasih sekali lagi, Peggy, kalau Anda menyaksikan acara ini. Sekarang
tibalah saatnya kita berpisah. Sampai jumpa, Berandal Cilik; sampai jumpa, Para
hadirin; dan sampai jumpa, Para pemirsa sekalian!"
Milton
Glass melambai pada kamera, senyumnya makin lebar, memperlihatkan giginya yang
bersinar-sinar. Terdengar tepuk tangan panjang, kemudian acara itu usailah
sudah.
Kamera
berhenti mengambil gambar. Kontestan hendak berangkat pulang. Bonehead berdiri
di ujung panggung. Milton Glass, Footsie, Bloodhound, kru kamera serta beberapa
orang penonton menyalami Bonehead atas kemenangannya.
Dengan
Bob dan Pete di dekatnya, Jupiter menyeruak di antara kerumunan orang sampai ia
tepat berhadapan dengan pemuda berjaket kulit itu. Jupe mengeluarkan foto itu.
"Apa ini fotomu?" tanya Jupe.
"Kenapa?"
Bonehead melihat foto itu dengan gelisah. Tetapi tidak mungkin baginya untuk
menyangkal. Setiap orang yang berdiri di dekatnya dapat melihat jelas wajahnya
yang terpampang di foto itu. "Ya. Itu aku," katanya mengakui.
"Kenapa?"
"Karena
di sini rambutmu tidak menutupi telingamu," kata Jupiter. Ia menoleh pada
Milton Glass, yang berdiri di sebelahnya. "Wajah orang berubah ketika ia
beranjak dewasa," katanya menjelaskan. "Bloodhound, Footsie, dan aku
sendiri berubah banyak, sampai-sampai Anda tidak menyangka bahwa kami adalah
anak-anak yang dulu memainkan tokoh-tokoh Berandal Cilik. Benar, kan?"
"Benar,"
kata Bloodhound menyetujui. Milton Glass mengangguk.
"Tetapi
ada satu yang tidak akan berubah," lanjut Jupiter. "Itu adalah bentuk
telinga seseorang. Bonehead memiliki kuping yang agak luar biasa besarnya.
Tetapi orang pada foto ini-yang baru saja memenangkan hadiah dua puluh ribu
dollar-punya telinga yang lain sama sekali. Telinganya relatif kecil
dibandingkan telinga Bonehead."
Pemuda
berjaket kulit itu melangkah maju. Ia mencoba merebut foto itu dari tangan
Jupe. Bloodhound menangkap tangannya. Didorongnya Bonehead.
"Apa
maumu?" seru Bonehead dengan suara parau.
"Aku
cuma ingin mengatakan," ujar Penyelidik Satu dengan tenang, "bahwa
kau bukanlah anggota Berandal Cilik. Kau sebenarnya tidak punya hak untuk ikut
dalam quiz ini. Kurasa Mr. Glass akan setuju dengan pendapatku bahwa kau secara
otomatis didiskualifikasi sebagai pemenang hadiah uang ini. Karena..."
Jupiter
melambai-lambaikan foto yang dipegangnya.
"Karena
potret ini membuktikan tanpa dapat dibantah lagi bahwa siapa pun kau, kau pasti
bukan Bonehead!"
Bab
13
DICULIK!
MEREKA
semua berkumpul di kantor besar stasiun televisi itu: orang yang mengaku
sebagai Bonehead, Milton Glass, Luther Lomax, Trio Detektif, Bloodhound,
Footsie, dan petugas keamanan perusahaan televisi.
Milton
Glass duduk di balik meja. Di depannya terpampang foto yang dibuat Jupiter.
Bonehead palsu terduduk di sebuah kursi, menghadap pada Glass. Yang
lain-lainnya berkumpul di bangku-bangku sekelilingnya.
"Oke,"
kata orang berjaket kulit itu, "aku mengaku. Aku kecolongan oleh Baby
Fatso." Ia menatap Jupe. "Aku sudah curiga bahwa kau tidaklah dungu.
Tetapi ternyata kau lebih cerdik dari yang kuperkirakan semula."
"Ya,
sudah." Ia mengangkat bahunya yang bidang. "Aku cuma mencoba-coba
saja. Dua puluh ribu dollar. Itu banyak sekali. Dan hampir saja aku
memperolehnya. Aku tidak bisa lari ke bank untuk menguangkan cek ini-kalian
akan membekukan cek ini sebelum aku sampai ke sana."
Ia
meraih kantongnya dan mengeluarkan cek yang baru saja diterimanya sebagai
hadiah "Quiz Berandal Cilik". Dipandangnya cek itu dengan sedih. Lalu
diremasnya dan dilemparnya cek itu ke atas meja Milton Glass.
"Kembalikan
pialanya juga," kata Luther Lomax dengan suara tegas.
Bonehead
palsu dengan enggan mengeluarkan piala itu dari dalam jaket kulitnya. Lagi-lagi
dilemparnya piala ke atas meja Milton Glass.
"Siapa
kau?" tanya petugas keamanan dengan suara datar. "Siapa namamu
sebenarnya?"
"Apa
gunanya buatmu?" Bonehead palsu itu mengangkat bahu. "Siapa yang
peduli pada namaku yang sebenarnya? Apa bedanya aku dengan seribu orang lain di
kota ini? Aku cuma aktor yang kehilangan pekerjaanku. Aktor yang cukup
baik."
Penyelidik
Satu diam-diam setuju dengan pernyataan itu. Orang itu benar-benar aktor yang
mahir. Ia jauh lebih baik dari Bonehead asli.
Milton
Glass merapikan cek yang tadi diremas-remas oleh Bonehead palsu. "Siapa
yang memberi ide ini padamu?" tanyanya.
"Tidak
ada." Suara penipu itu dingin dan tegas. "Tidak ada yang memberikan
ide ini padaku. Aku sudah menonton Berandal Cilik di televisi, membaca tentang
mereka di koran-koran. Aku pernah satu sekolah dengan anak yang memerankan
Bonehead, dan aku tahu ia menghilang beberapa tahun yang lalu. Kurasa ia bahkan
telah meninggal karena suatu kecelakaan."
"Penampilanku
sangat mirip dengannya, kecuali telingaku," lanjutnya. "Dan itu
memberiku sebuah ide. Mulanya aku hanya mencoba mencari pekerjaan. Pekerjaan
sebagai aktor. Kemudian perusahaan siaran televisi ini muncul dengan rencana
quiz itu. Aku putuskan saja untuk ikut. Kenapa tidak? Dua puluh ribu dollar itu
bukan main-main."
Sunyi
sesaat. Milton Glass masih saja tersenyum, tetapi senyum penuh keraguan.
"Jadi
apa yang ingin kaulakukan sekarang?" tantang Bonehead palsu.
"Kami
akan menyerahkanmu pada polisi," ujar petugas keamanan. "Kau akan
kami tuntut karena kau telah menipu dan..."
Ia
berhenti. Milton Glass mengangkat tangannya.
"Tidak
secepat itu," kata Glass. "Studio televisi dan studio film tidak
ingin pemberitaan semacam itu. Dapatkah kaubayangkan koran-koran memuat berita
seperti ini?" Ia memperlihatkan sebaris giginya pada petugas keamanan itu.
"Lagi pula kerugian apa yang telah ia timbulkan? Kami akan mengirim cek
itu pada Peggy di San Fransisco. Aku yakin ia tidak akan bertanya-tanya soal ini.
Sedangkan untuk orang muda ini..."
Ia
menoleh pada Bonehead palsu.
"Well,
" katanya meneruskan, "bagaimana kalau semua ini kita anggap
olok-olok belaka?" Ia berpaling pada Luther Lomax. "Bagaimana
menurutmu, Luther?"
Sutradara
tua itu melihat dengan mata sayu. Ia menyisir rambutnya dengan jari-jarinya.
"Tidak apa-apa," katanya. "Bagiku itu boleh-boleh saja."
Jupiter
bangkit. Atas aba-aba yang diberikannya, kedua penyelidik lainnya juga berdiri.
"Kami
akan tutup mulut di hadapan para wartawan," kata Jupe. "Kalian dapat
memegang pernyataan kami ini." Bagi Jupe pertemuan ini sudah berakhir. Ia
ingin segera keluar dari ruangan itu untuk menemui Gordon Harker di pelataran
parkir. "Kalau Anda tidak keberatan, Mr. Glass, kami permisi dulu."
"Silakan."
Glass bangkit pula. "Aku berterima kasih sekali padamu, Jupiter."
Senyumnya yang hangat masih melekat seperti biasa. Namun nada suaranya tidak
seperti orang yang benar-benar berterima kasih. "Kau mengerjakan tugas
dengan baik sekali sebagai seorang detektif. Tanpa bantuanmu kami akan
dihadapkan pada kesulitan besar. Peggy akan kehilangan uang yang sangat ia
butuhkan."
Jupe
membalas ucapan terima kasih itu. Ia lalu berjalan ke pintu, diikuti Bob dan
Pete. Ketika menutup pintu dari luar, ia melihat lagi ke dalam kantor. Milton
Glass sudah bersandar lagi di kursinya, tersenyum dengan perasaan lega pada
Bonehead palsu. Bonehead membalas dengan senyuman pula. Luther Lomax, dengan
mata yang masih sayu, membersihkan debu dari jasnya yang lusuh. Petugas
keamanan menatap ke jendela dengan kening berkerut.
Lift
penuh dengan orang. Trio Detektif masuk ke dalam lift yang berjejal itu. Mereka
tidak saling berbicara ketika turun dengan lift, bahkan juga ketika mereka
keluar dari lift. Baru ketika keluar dari gedung itu, Bob dan Pete punya
kesempatan untuk menyampaikan perasaannya.
"Kau
membebaskan mereka begitu saja?" kata Pete dengan sengit. Ia tidak dapat
mempercayai tindakan temannya itu. Dalam sepak-terjangnya sebagai detektif,
belum pernah ia melihat Jupiter Jones meninggalkan kasus begitu saja dan
membiarkan orang yang bersalah bebas. Tapi sekarang? Jupiter seolah-olah
membiarkan saja orang itu lepas tanpa proses lebih lanjut. Demikian anggapan
Pete terhadapnya. Pete merasa yakin bahwa Milton Glass turut terlibat dalam
kasus
penipuan ini sejak awal. Glass sendiri sebenarnya tahu bahwa orang itu bukanlah
Bonehead yang sebenarnya. Itulah sebabnya ia tadi memberi kesempatan pada
Bonehead palsu untuk bebas.
"Ya."
Bob menimpali. Ia kesal dan gemas melihat kelakuan Jupe. "Dan bagaimana
dengan Peggy? Kau sendiri bilang kau yakin bahwa ia tidak pulang ke rumahnya di
San Fransisco. Kau bilang ia berada dalam bahaya."
"Ya,"
tambah Pete. Ia lebih cocok dibilang bingung ketimbang marah. "Apa yang
sedang kaupikirkan, Jupe?"
Penyelidik
Satu menarik-narik bibir bawahnya. "Aku sedang memikirkan Peggy,"
ujarnya. "Sudah sejak saat aku menerima telepon ancaman itu aku memutar
otak mengenai Peggy." Ia sudah menceritakan kejadian itu kepada kedua
kawannya.
"Itulah
sebabnya aku sengaja memberi jawaban salah, agar aku kehilangan angka,"
lanjutnya, "sehingga Peggy akan menjadi pemenangnya. Sekarang pun aku
masih memikirkan hal ini." Ia melihat pada Bob. "Karena kau benar. Ia
berada dalam bahaya. Kita harus menyelamatkannya. Ayo!"
Tanpa
berkata apa-apa lagi ia bergegas berjalan menuju pelataran parkir. Bob dan Pete
mengikutinya.
Gordon
Harker sedang duduk di Limousine-nya sambil membaca koran. Ia melipat korannya
ketika Jupe masuk ke kursi belakang.
"Ke
mana?" tanya Harker dengan wajah ceria.
"Tidak
ke mana-mana. Belum." Pete dan Bob juga masuk ke dalam mobil. Penyelidik
Satu memandang ke tempat sebuah mobil kuning diparkir. Mobil Milton Glass.
"Kau dapat memundurkan sedikit mobil ini, sehingga kita dapat mengawasi
mobil kuning itu tanpa terlihat?" tanya Jupe. "Tetapi usahakan agar
kita tetap berada dalam posisi siap untuk membuntuti kalau mobil itu pergi
sewaktu-waktu."
"Beres."
Harker
menghidupkan mesin mobil. Dengan cekatan digesernya letak mobil ke bagian
belakang yang agak tertutup. Dari sana Harker masih dapat melihat ujung depan
mobil kuning Glass itu.
"Apa
kita sekarang akan membuntuti Milton Glass?" tanya sopir itu.
Jupe
mengangguk. Ia berpikir keras sambil duduk bersandar di kursi belakang. Bob
tahu kebiasaan kawannya ini. Ia tidak ingin mengganggunya, jadi ia juga
ikut-ikutan diam.
Tetapi
Pete sudah tidak sabar lagi. Ia penasaran melihat tingkah laku Jupe yang
misterius seperti itu.
"Ayo
dong, Jupe," bujuk Penyelidik Dua. "Tega benar kau membiarkan aku
kebingungan begini. Aku tahu kau sedang menikmati kasus ini. Aku juga mau ikut
menikmatinya. Tapi bagaimana bisa kalau aku mengerti saja tidak?"
"Oke,"
desah Jupe. Dalam hati ia merasa senang karena dengan berbicara ia dapat
menyusun rencananya dengan lebih sempurna lagi. Ia mengangkat satu jarinya.
"Nomor
satu," katanya menjelaskan dengan suara cukup keras agar Gordon Harker
dapat ikut mendengarkan. Ia ingin agar kawan lamanya ini, Flapjack, merasa
dipercaya. "Kapan terakhir kali kita melihat Peggy?"
"Di
Hollywood Boulevard kemarin malam," sahut Bob cepat. "Waktu Milton
Glass menjemputnya dengan mobil kuning itu."
"Dengan
Bonehead," Jupe menambahkan. "Kemudian pagi tadi Bonehead
meneleponku. Ia meniru-niru suara Glass, dan ia memperingatkanku supaya tidak
menang dalam quiz itu. Kalau tidak, Peggy akan celaka. Apa yang dapat
kautangkap dari situ?"
"Itu
berarti Peggy disanderanya di suatu tempat," kata Bob mengira-ngira.
"Maksudku, ia menyekap Peggy. Tapi itu pasti bukan di apartemennya di
Magnolia Arms, kan? Ada banyak orang lain tinggal di sana. Peggy akan menarik
perhatian banyak orang kalau ia ditahan di sana."
"Benar,"
kata Jupe.
"Tapi
kan Peggy sekarang menjadi pemenang quiz ini, bukan kau, Jupe," tukas
Pete. "Sedangkan Bonehead palsu ini sudah dibongkar kedoknya. Kenapa Peggy
masih berada dalam bahaya?"
"Jelas
masih," tangkis Jupiter. "Karena apa pun yang dikatakannya di kantor
tadi, Bonehead tidak bekerja sendirian. Ada orang yang membantunya untuk
menjadi Bonehead palsu. Orang itu harus mengajarkan setiap tingkah laku
Bonehead sebagai salah satu anak pemain Berandal Cilik. Misalnya saja, Bonehead
palsu tidak mungkin tahu bahwa ia biasa diberi honor setiap hari Jumat,
terbungkus dalam amplop coklat. Bonehead palsu tidak akan tahu bahwa mobil Mr.
Trouble adalah Pierce-Arrow 29. Mesti ada seseorang yang mengajarinya hal-hal
itu."
"Jadi
ada orang yang bersekongkol," sela Bob.
"Ya,"
kata Penyelidik Satu. "Dan orang itu membantunya menculik Peggy. Sekarang
mereka tidak bisa membebaskan Peggy begitu saja. Karena Peggy tahu siapa orang
yang berkomplot itu. Apalagi penculikan lebih berat hukumannya daripada
penipuan. Kau bisa dihukum penjara seumur hidup kalau menculik seseorang."
"Milton
Glass," ujar Bob. "Sejak ia menolak untuk menyiarkan berita tentang
Bonehead palsu ini di koran-koran, aku yakin Milton Glass berada di balik semua
ini."
"Betul,
Jupe?" tanya Pete. "Apa Peggy dikurung di suatu tempat di rumah
Milton Glass?"
Penyelidik
Satu tidak menyahut. Perhatiannya tersita pada seorang laki-laki yang berjalan
ke arah mobil kuning itu. Jupe melihatnya menghidupkan mobil dan
menjalankannya.
"Tidak,"
katanya. "Milton Glass adalah ketua Biro Publikasi. Ia hanya mencoba
mengamankan studio ini. Ia tidak menyadari bahwa Bonehead ini palsu. Ada orang
lain yang membantu Bonehead palsu mempelajari sifat dan tingkah laku Bonehead
sesungguhnya. Dialah orang yang membantunya menculik Peggy."
"Siapa?"
Bob dan Pete ikut-ikutan mencondongkan badan mereka ke depan. Mereka mencoba
melihat siapa orang yang mengemudikan mobil kuning. Gordon Harker meluncurkan
Limousine itu perlahan-lahan, mengikuti mobil itu.
"Luther
Lomax!" sahut penyelidik pertama Trio Detektif.
Bab
14
ISTANA
KUMUH
MOBIL
kuning itu membelok dan mengarah ke bukit-bukit di atas Beverly Hills. Luther
Lomax mengendarai mobilnya dengan perlahan dan hati-hati. Ini memudahkan Gordon
Harker untuk membayang-bayanginya dalam jarak yang cukup jauh. Dengan begitu
sutradara tua itu tidak akan menyadari bahwa ia sedang dibuntuti.
Jalan
menanjak menaiki bukit-bukit. Rumah-rumah makin jarang dijumpai. Hanya
rumah-rumah besar dikelilingi tembok tinggi yang sesekali terlihat. Rumah-rumah
besar itu dulunya dibangun oleh orang-orang film pada masa jayanya dunia
perfilman. Tempat itu sering dijadikan objek wisata bagi turis asing maupun
turis domestik yang ingin mengetahui zaman kejayaan dunia perfilman Hollywood.
Gordon
Harker memperlambat laju kendaraan. Mobil kuning itu sudah membelok masuk lewat
sebuah pintu gerbang yang terbuka. Gordon Harker menepi, lalu berhenti.
"Well?
Apa yang ingin kalian lakukan sekarang?" tanyanya. "Apa kita ikut
masuk ke dalam?"
"Jangan.
Lebih baik di sini." Penyelidik Satu membuka pintu, lalu melangkah ke
luar. "Mungkin ia punya penjaga, tukang kebun, atau pembantu rumah tangga.
Kalau kita sampai terlihat, ia akan bersiap-siap menghadapi kita. Jadi kami
akan berjalan memutar sedikit. Mungkin kami akan mendapat petunjuk di mana
Peggy disembunyikan."
"Oke."
Harker membuka lagi korannya. "Selamat beraksi. Kalau kau perlu bantuan,
teriak saja keras-keras."
Jupiter
mengerdipkan sebelah matanya. Sambil merapat pada dinding, Trio Detektif
berjalan sambil membungkuk ke arah gerbang.
Gerbang
masih terbuka. Tidak ada orang yang menutupnya setelah Lomax masuk. Tidak ada
penjaga. Bahkan tidak tampak ada orang lain di sana. Mobil kuning Milton Glass
diparkir di depan pintu masuk utama yang besar dan megah.
Tempat
itu tampak aneh. Mencurigakan. Ini membuat Jupiter seperti berada di dunia
lain. Rumah yang besar bagai istana, namun sekelilingnya sunyi-senyap. Jupe
teringat pada sebuah film tua, Gone With the Wind.
Rumah
itu masih tampak bagai istana. Di sepanjang bagian depannya terdapat serambi,
dihiasi pilar-pilar besar. Sebuah beranda menjulur ke luar di bawah
jendela-jendela pada tingkat dua. Kedua sisi bangunan itu melebar ke samping.
Tetapi
cat pilar-pilar penyangga bangunan itu sudah mengelupas. Bingkai-bingkai
jendelanya sudah melapuk. Tangga yang menuju ke serambi muka sangat tidak
terawat-batu-batu pecah, daun-daun dan sampah berserakan di sana.
Di
sebelah kanan rumah itu berdiri sebuah pohon besar yang condong ke arah rumah.
Jupe memberi isyarat pada kedua kawannya. Mereka berlari menghampiri pohon itu.
Rerumputan tumbuh sangat tinggi di bawah pohon itu. Trio Detektif terlindung
dengan aman hanya dengan berjongkok saja. Mereka bergerak maju perlahan-lahan.
"Buset,"
desis Pete. "Apa masih ada orang yang mau tinggal di tempat seperti
ini?"
Jupe
mengangguk perlahan. Ia mencoba membayangkan bagaimana kalau tempat itu
terpelihara dengan baik. Mungkin dulu, ketika Lomax masih menjadi sutradara
komedi Berandal Cilik, tempat ini indah bagai istana. Catnya putih menyilaukan
mata, taman-tamannya hijau menyegarkan, kursi-kursinya mengkilap dan sedap
dipandang.
Satu
hal yang pasti, pikir Jupe. Sekarang sudah tidak ada lagi penjaga, pembantu
rumah tangga, atau tukang kebun. Hanya Lomax sendiri yang tinggal di sini. Dan
Peggy, yang dikurung di suatu tempat entah di mana.
Penyelidik
Satu memberi isyarat untuk maju. "Sudah cukup kita mengintai tempat ini.
Sekarang sudah saatnya bertindak. Kita jalan saja lewat pintu depan untuk
menghadapi Lomax."
Kedua
penyelidik lainnya setuju. Tidak ada yang perlu ditakutkan dalam menghadapi
sutradara tua itu.
Tidak
ada bel. Jupe memungut sebuah batu dan mengetukkannya pada pintu depan yang
tebal dan besar itu. Pintu terbuka, Luther Lomax berdiri di sana. Matanya
menyipit ketika melihat Trio Detektif.
"Jupiter
Jones," katanya. "Dan kedua kawan mudamu. Aku sudah lama menunggu
kedatanganmu. Kau datang untuk menagih janjiku, kan? Janjiku bahwa aku akan
memberimu hadiah kalau kau berhasil menemukan siapa yang berniat mencuri
piala-piala perak itu? Mari masuk."
Trio
Detektif melangkah masuk. Sutradara tua itu menutup pintu. Mereka berada dalam
ruangan yang luas namun suram. Ruangan itu tampak lebih besar lagi karena
hampir tidak ada barang-barang di dalamnya-hanya ada beberapa buah kursi dan
sebuah meja rusak.
Jupiter
memandang ke sekelilingnya. Dinding-dinding dipenuhi foto-foto besar
berbingkai, foto-foto bintang-bintang film ternama pria dan wanita. Jupe
mengenali beberapa di antara mereka dari film-film tua yang pernah ditontonnya.
Mereka adalah bintang-bintang top sekitar sepuluh sampai tiga puluh tahun yang
lalu.
Lomax
menegakkan punggungnya. Untuk sesaat ia tampak kuat dan gembira, seperti
wajah-wajah dalam foto-foto itu.
"Ini
kawan-kawan lamaku," katanya. "Sebelum studio menjegalku dengan
memberiku tugas pada komedi Berandal Cilik yang konyol itu, akulah sutradara
film-film besar itu. Aku tidak berlebihan kalau mengatakan bahwa
bintang-bintang itu lahir karena tempaanku." Suaranya bergema di sekitar
dinding itu. Ia mengatupkan kedua belah tangannya. "Aku ajarkan mereka
segalanya. Aku tempa dan didik mereka. Aku ciptakan mereka."
Bob
bergidik. Meskipun kaca-kaca jendela banyak yang pecah, di dalam tidaklah
dingin. Ruangan itu terasa gersang baginya. Seperti dihuni hantu-hantu masa
lalu.
"Tentang
hadiah itu," kata Lomax melanjutkan. Suaranya telah normal kembali.
"Aku tidak punya banyak uang saat ini, tetapi aku yakin Biro Publikasi..."
"Kami
ke sini bukan karena hadiah itu," potong Jupiter. "Kami datang untuk
menjemput Peggy."
"Peggy?
Maksudmu Pretty Peggy?" Sutradara itu melepas kedua tangannya, lalu
memasukkannya ke dalam kantong jaketnya. "Ide gila apa yang membuatmu berpikir
Peggy ada di sini?"
"Kami
melihat Anda tadi malam menjemputnya di Hollywood Boulevard," kata Pete.
"Peggy dan Bonehead masuk ke dalam mobil Anda dan..."
"Tapi
itu konyol." Lomax mencoba tersenyum. "Aku sekarang ini bahkan tidak
punya mobil. Mobil Rolls-Royce-ku sedang diperbaiki, dan..."
"Mobil
di luar itu," sela Jupe. "Mobil di luar itu milik Milton Glass atau
milik studio. Tetapi pasti mereka memberi izin pada Anda untuk menggunakannya
selama Anda mengurusi quiz itu. Anda sendiri yang mengendarainya ke sini. Dan
tentu semalam Anda juga yang mengemudikannya untuk menjemput Bonehead dan
Peggy."
Senyum
Lomax menghilang dari wajahnya. Ia berjalan menghampiri sebuah kursi lalu
duduk.
"Kau
saja diberi kemewahan dengan Limousine itu," desahnya dengan sedih.
"Tetapi aku? Jangankan sebuah Limousine, untuk dapat meminjam mobil Milton
Glass ini aku harus mengemis-ngemis dulu. Bahkan terakhir aku mengancam mereka
kalau sampai mereka tidak meminjamiku sebuah mobil. Bagaimana orang akan
memandangku kalau seorang sutradara harus numpang kendaraan orang lain,
sementara para kontestan quiz diberi kemewahan dengan disewakan sebuah
Limousine. Dan... gajiku kecil sekali sebagai seorang sutradara."
Suaranya
menghilang. Kepalanya terkulai lesu. Ia menggumam. "Tetapi aku tidak
menculik Peggy," katanya. "Kalian semua salah tentang itu."
"Tolonglah,
Mr. Lomax," pinta Jupe dengan berhati-hati. "Kami tidak ingin
menyusahkan Anda. Tetapi kami tahu bahwa Peggy tidak menulis surat itu kepada
Milton Glass. Kami juga tahu bahwa ia mengundurkan diri dari quiz itu tidak
dengan kemauannya sendiri. Kalau Anda tidak mengizinkan kami menjemput Peggy
pulang, terpaksa kami laporkan hal ini pada polisi agar mereka dapat
memeriksa...."
"Tentu
saja dia ada di sini." Sutradara itu mengangkat kepalanya. Semangat muncul
lagi dalam dirinya. "Peggy tinggal di rumahku sebagai seorang tamu. Aku
akan menjadikannya seorang bintang film besar. Akan kubuat dia kaya dan
ternama." Ia berdiri. Ditunjuknya foto-foto yang terpampang di dinding.
"Seperti mereka itu, yang berutang segala-galanya padaku. Aku akan
menyutradarai Peggy dalam film-film besar..."
"Hentikan
itu, hai tua bangka!"
Suara
yang tajam dan kasar itu datang dari arah pintu.
Trio
Detektif berpaling cepat. Mereka melihat orang yang menghardik itu. Si pemuda
berambut pirang dan berjaket kulit melangkah masuk dengan wajah dingin.
Langkahnya terdengar mengancam di ruangan yang suram dan gersang itu.
Bab
15
BABY
FATSO MEMBALIK KEADAAN
"HENTIKAN
ITU!" seru Bonehead mengulangi. Ia menatap tajam pada Luther Lomax.
"Sudah dari tadi aku dengar kau mengoceh seperti itu. Kau menyeretku ke
dalam perbuatan busuk ini, memperalatku untuk mencuri piala-piala itu untukmu,
dan menjanjikan setengah harganya untukku. Kau mengajariku segalanya tentang
Bonehead agar aku bisa menjawab dengan tepat, lalu memberiku setengah dari
hadiah uang itu. Tapi sekarang? Sekarang apa yang kudapat? Nol besar!"
Bonehead
berpaling pada Jupe. "Ini idenya sejak permulaan," lanjutnya.
"Ia melihatku dalam sebuah sandiwara yang kumainkan dalam sebuah teater
kecil di Hollywood. Ia menemuiku di balik panggung setelah itu, dan ia memujiku
sebagai seorang aktor yang sangat berbakat."
Lomax
berdiri diam terpaku. Tangannya masih berada dalam kantong jaketnya. Ia
menggeleng perlahan.
"Aku
cuma menyanjungmu waktu itu," kata Lomax. "Kau punya sedikit bakat,
tapi hanya itu. Kau tidak akan pernah menjadi bintang, sekalipun dengan
bantuanku."
Bonehead
tidak mempedulikannya. Ia masih memandang Jupiter.
"Aku
tadi tidak membeberkan semua ini di kantor Milton Glass," katanya.
"Aku tahu Lomax mengurung Peggy di sebuah kamar di sini. Dan itu adalah
suatu penculikan yang menuntut tebusan. Aku tahu bahwa polisi akan menganggapku
sama berdosanya dengan dia, meskipun ini semua ide dia. Dia berjanji untuk
tidak berbuat kekerasan. Tapi memang aku membantunya. Aku mengajak Peggy
berkunjung ke apartemenku kemarin malam. Aku katakan padanya bahwa Milton Glass
ingin berbincang-bincang dengan kita berdua. Tetapi kubilang bahwa Milton Glass
tidak ingin orang lain tahu. Jadi kukatakan saja Milton Glass akan menjemput
kita di Hollywood Boulevard."
Penyelidik
Satu mengangguk. Apa yang diutarakan Bonehead palsu itu cocok dengan
perkiraannya. Tetapi Jupe masih belum dapat menerka apa sebenarnya yang
diinginkan pemuda itu setelah ia membuat pengakuan ini.
"Kami
harus membuat Peggy tidak hadir supaya dia tidak menang," kata Bonehead
lagi, "dan kami mengancam kau supaya kau tidak berusaha untuk
menang."
"Apa
yang kauinginkan sebenarnya?" tanya Jupe langsung pada pokok persoalan.
"Perjanjian,"
sahut Bonehead. "Aku mau membuat suatu perjanjian denganmu. Akan kubawa
kau ke Peggy. Kita akan..." Ia tersenyum sekilas. "Kita akan
menyelamatkan dia bersama-sama. Dan sebagai gantinya, kau menyokongku.
Kaukatakan pada Peggy bahwa berkat akulah dia terselamatkan. Tanpa kekerasan.
Peggy akan mau mendengar kalau kau yang menceritakan hal ini. Juga katakan
bahwa kau berusaha agar Peggy yang mendapat hadiah quiz itu. Kauusahakan agar
dia tidak menuntut ganti rugi padaku."
Jupe
melihat pada Bob, kemudian pada Pete. Penyelidik Satu tahu bahwa ia tidak punya
hak untuk membuat perjanjian. Kalau Peggy ingin menuntut ganti rugi dari Lomax
dan Bonehead palsu ini, ia berhak penuh secara hukum. Kalau itu terjadi, Jupe
harus menceritakan segalanya sejujur-jujurnya, sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.
Namun
di lain pihak, yang paling penting adalah mengeluarkan Peggy dari tempat ini.
Setelah itu terserah pada Peggy sendiri apakah ia ingin mengurusnya dengan
polisi atau tidak. Jupe masih menatap kedua kawannya dengan pandangan
bertanya-tanya.
Pete
mengangguk.
Bob
bimbang untuk beberapa saat. Akhirnya ia mengangguk juga.
"Oke,"
kata Jupe. "Akan kuusahakan sebisaku supaya Peggy percaya bahwa kau tidak
bermaksud buruk padanya. Akan kukatakan padanya bahwa kau datang ke sini untuk
membebaskannya. Tetapi hanya itu yang dapat kujanjikan. Sesudahnya, itu
terserah Peggy. Di mana dia sekarang?"
"Di
atas. Jalan sini. Aku lihat Lomax menguncinya di salah satu kamar tidur."
Bonehead melangkah ke arah tangga.
Tiba-tiba
ia terhenti.
Luther
Lomax mengeluarkan tangannya dari kantong jaketnya. Di tangannya tergenggam
sebuah pistol otomatis.
"Tidak,"
kata sutradara itu. "Kau tidak akan dapat membawanya. Peggy akan tinggal
di sini bersamaku."
Ia
berdiri tegak dengan kedua kaki diregangkan. Kepalanya terangkat. Ia memandang
dengan angkuh. Jupe mengenali sikapnya ini-tinggi, tegar, figur yang penuh
kekuasaan.
"Dulu
aku membuatnya menjadi seorang bintang," katanya dengan suara dalam.
"Sekarang aku dapat melakukannya lagi. Ia punya bakat besar. Aku tahu
benar itu. Dan aku dapat menggalinya. Akan kubuat dia menjadi seorang aktris
yang tersohor. Bersama-sama akan kami ciptakan film yang luar biasa. Pemenang
piala Oscar. Kami akan membuat kejutan besar. Kami akan menjadi kaya dan
ternama lagi."
Pete
melihat pada Lomax. Ia mengukur jarak antara mereka berdua. Salah satu keahlian
Penyelidik Dua adalah menaklukkan lawan dengan menjegalnya. Keahliannya ini
sudah beberapa kali menyelamatkan Trio Detektif dari situasi berbahaya.
Tetapi
ada hal lain yang harus diperhitungkannya kali ini. Sutradara itu terlalu jauh
darinya. Lomax punya cukup banyak waktu untuk menarik pelatuk pistolnya, bahkan
sebelum Pete bergerak ke arahnya.
Jupe
menangkap apa yang sedang dipikirkan Pete. Ia mengangkat tangannya untuk
menarik perhatian.
"Mr.
Lomax," Jupe mencoba meyakinkan sutradara itu, "Anda adalah seorang
sutradara. Anda bukan pembunuh. Aku yakin Anda tidak akan menembak siapa-siapa.
Anda..."
"Percuma
saja," potong Bonehead tajam. "Ia cukup gila untuk melakukan apa
saja. Aku lebih tahu tentang dia daripada kau. Kau tahu apa yang
direncanakannya dengan uang hadiah quiz bagiannya? Pesta besar yang mewah! Ia
mau mengundang semua orang yang fotonya terpampang pada dinding ini, yang masih
hidup tentu. Ia akan menyewa grup orkes terkenal, mengundang wartawan
dan..."
"Diam!"
Sutradara itu mengangkat tangan kirinya dengan gaya memerintah. "Diam
kalian di panggung itu!" teriaknya. "Sekarang, kalian berempat!
Berdiri berjajar! Tangan di kepala!"
Bonehead
yang pertama kali mematuhi perintah itu. Yang lain-lainnya berdiri di
sampingnya membentuk barisan.
"Dengarkan!"
teriak Lomax lagi. "Hadap kanan! Kalau aku bilang 'Maju jalan', kalian
berjalan berbaris sampai tempat itu. Sampai di tangga. Siap?"
Lagi-lagi
Bonehead yang pertama kali bereaksi. Trio Detektif mengangguk juga.
"Lampu!"
sutradara itu memberi aba-aba dengan suara nyaring. "Kamera, action.
Majuuuu... jalan!"
Mereka
berbaris menuju sebuah tempat terbuka. Jupe melihat tangga batu di tempat itu.
Tangga itu panjang sekali, dan ujungnya tidak terlihat karena cahaya tidak
sampai ke sana. Mungkin ada ruang bawah tanah, pikir Jupe. Kalau Lomax mengunci
mereka di sana, mungkin saja ia akan sengaja menghilangkan kunci ruangan bawah
tanah itu. Atau ia bisa saja lupa untuk memberi mereka makan. Mereka tidak akan
tertolong lagi. Tidak ada orang di sekitar situ yang akan mendengar teriakan
mereka. Satu-satunya kesempatan adalah saat ini. Jupiter dapat merasakan Pete
di belakangnya.
Penyelidik
Satu memperlambat jalannya.
"Terus
berjalan," kata Bonehead dengan suara memelas dari bagian belakang
barisan. "Lakukan apa yang diperintahkannya. Kalau tidak, ia akan
menembakku!" Jupe sampai ke pinggir tangga. Ia melihat ke bawah.
"Jalan!" teriak Lomax. "Jalan! Jalan! Jalan..."
Suaranya
menghilang. Jupe mendengar jerit ketakutan. Terdengar bunyi berdebam keras.
Sejak
dulu Trio Detektif sudah terlatih untuk bereaksi cepat seperti pemain bola
basket. Detik berikutnya mereka berpencar dari barisannya, lalu membentuk
lingkaran di belakang ruang terbuka itu.
Yang
pertama kali dilihat Jupe adalah pistol otomatis yang tergeletak di lantai
beberapa meter dari pintu depan yang terbuka. Kemudian ia melihat Lomax.
Sutradara itu seperti melayang di udara. Kakinya menendang-nendang. Ia tidak
menjejak lantai. Sepasang tangan yang kekar mengangkatnya dari belakang. Kedua
tangan itu mengunci erat pinggang Lomax.
Gordon
Harker memperlakukan sutradara tua itu dengan sopan. Meskipun ia melumpuhkan
Lomax, ia tetap berusaha agar orang tua itu tidak terluka. Sambil tetap
mengangkatnya, ia membawa Lomax ke sebuah kursi dan meletakkannya di sana.
"Sekarang
Anda duduk diam di sini, Mr. Lomax," kata Harker seraya menahan bahu
Lomax. "Pungut pistol itu, Jupe. Kunci pelatuknya dan simpan
baik-baik."
Jupe
melakukan apa yang dikatakannya. Ia memandang Bonehead. Aktor muda itu
tersandar di dinding. Wajahnya pucat. Badannya gemetar.
"Terima
kasih, Harker," kata Penyelidik Satu.
Harker
tersenyum. "Ketika aku melihat orang muda itu masuk ke sini, aku ingat apa
yang kalian katakan tentang dia. Kupikir lebih baik aku mengecek kalau-kalau
ada apa-apa."
"Aku
lega kau mengambil tindakan ini," kata Jupiter. Ia memandang Bonehead
lagi. "Di mana Peggy?"
Aktor
muda itu, dengan lutut gemetar, menunjukkan jalan. Setelah keluar-masuk
beberapa ruangan, mereka sampai pada suatu pintu besar dan berdebu. Kuncinya
tergantung pada pintu itu. Jupe membukanya lalu melangkah masuk.
Peggy
sedang duduk di sebuah bangku di samping jendela. Sebuah saputangan kumal
disumpalkan pada mulutnya. Sebuah lagi mengikat ke sekeliling kepalanya.
Tangannya terikat ke belakang pada bangku itu. Sedangkan kedua kakinya terikat
kuat pada kaki-kaki bangku.
Bonehead
tersentak kaget ketika melihatnya. "Aku tidak tahu," katanya lirih.
"Aku tidak menyangka ia tega mengikatnya seperti ini. Kalau saja aku
tahu... tidak akan kubantu ia membawanya ke sini."
Jupiter
percaya pada ucapan itu. Dari penampilan Bonehead beberapa waktu terakhir ini,
Jupe dapat menyimpulkan bahwa ketegaran Bonehead cuma di luarnya saja. Di
dalamnya, Bonehead ternyata bernyali kecil.
Trio
Detektif bergegas membebaskan Peggy. Bonehead hanya termangu memandangi mereka.
Pete dan Bob melepas saputangan dari kepala dan mulut Peggy. Sementara Jupiter
mengeluarkan pisau lipatnya dan memutuskan tali pengikat itu.
Peggy
menggoyang-goyangkan kepala untuk menyibakkan rambutnya. Ia memijit-mijit
pergelangan tangan dan kakinya. Dengan susah-payah ia berdiri. Ia tersenyum.
"Well,"
ujarnya. "Ini lucu sekali. Seperti salah satu kisah Berandal Cilik saja
rasanya. Dulu, dalam film-film, aku yang selalu menolongmu. Tetapi kali ini
kaulah yang menyelamatkanku, Jupe."
Bab
16
HARGA
SEBUAH HAMBURGER
"PEGGY
gembira sekali bisa memenangkan hadiah uang itu," kata Jupe. "Saking
gembiranya ia tidak menuntut Luther Lomax atau Bonehead ke pengadilan."
"Ia
bisa melanjutkan dan membiayai sekolahnya lagi sekarang, suatu hal yang
diidam-idamkannya sejak dulu," sela Bob.
"Ia
merencanakan akan bersekolah di Berkeley bulan September ini," tambah
Pete.
Trio
Detektif sedang duduk di sekeliling meja besar di ruang tamu Hector Sebastian.
Di salah satu sisi ruang itu sebaris jendela menghadap ke Lautan Pasifik.
Sambil menunjukkan catatan yang dibuat Bob, mereka memberikan laporan tentang
kasus mereka yang terbaru ini.
Hector
Sebastian duduk setengah berbaring di kursi panjang di samping meja. Sebelum ia
beralih profesi menjadi penulis beberapa tahun yang lalu, ia mengalami
kecelakaan yang mengakibatkan kakinya terluka parah. Waktu itu ia masih bekerja
sebagai detektif swasta di New York. Sampai sekarang kakinya kadang-kadang
masih terasa nyeri.
"Jadi
Bonehead kembali ke dunia akting dengan nama aslinya sekarang?" tanya Mr.
Sebastian.
"Aku
senang melihat dia mau berusaha," kata Jupiter. "Meskipun kupikir
bakatnya tidak sangat besar, aku yakin ia dapat menjadi aktor yang baik kalau
ia mau berlatih keras."
Jupe
berhenti sejenak. "Lucu, ya," katanya. "Perasaan sebalku
terhadap Bonehead-lah yang menggelitikku untuk ikut dalam quiz itu. Bukan main
bencinya aku pada Bonehead, sampai-sampai bertemu dengannya pun aku tidak mau.
Tetapi kini aku malah senang pada orang yang menyamar sebagai Bonehead. Ia
tidak mau menyakiti orang lain. Hanya saja ia kekurangan uang dan merasa
frustrasi karena kehilangan pekerjaannya sebagai aktor. Dalam keputusasaannya
itu ia menerima saja apa yang ditawarkan Luther Lomax."
"Ya,
keadaan memaksanya berbuat begitu," Mr. Sebastian menyetujui. "Kalau
saja orangnya kuat, tentu ia tidak akan terbujuk oleh iming-iming Lomax. Eh,
bagaimana keadaan Luther Lomax sendiri? Apa yang terjadi dengannya? Apa ia
masih mengoceh tidak keruan di istananya yang kumuh itu, sambil bermimpi
tentang masa lalunya?"
"Tidak,"
sahut Pete. "Ia terpukul sekali ketika melihat Peggy muncul bersama kami.
Ia berteriak-teriak, 'Lampu, kamera, action!' Gordon Harker akhirnya berhasil
menenangkannya, dan membawanya ke rumah sakit."
Penulis
kisah misteri itu menggeleng dengan penuh simpati. "Dulu ia sutradara yang
hebat," katanya. "Aku masih ingat karya-karyanya yang bermutu. Apa ia
masih di rumah sakit?"
"Tidak,"
ujar Jupe. "Badan Asosiasi Film mencarikan tempat yang sesuai baginya.
Mereka menitipkan Lomax pada sebuah rumah perawatan orang-orang jompo. Lomax
menemukan beberapa kawan lamanya di sana."
Mr.
Sebastian tersenyum hambar. "Dia memang lebih cocok di sana. Ada satu
pepatah di Hollywood: 'Anda tidak perlu menjadi gila supaya bisa membuat film.
Tetapi kalau Anda gila, mungkin itu membantu.'
"Dan
apa Glass benar-benar tidak terlibat dalam siasat yang dijalankan Bonehead dan
Lomax?" Mr. Sebastian mengajukan pertanyaan tajam.
"Tidak,"
jawab Jupiter. "Tidak sama sekali. Dia sama sekali tidak tahu bahwa
Bonehead itu palsu, bahwa Lomax pencuri piala-piala hadiah itu, atau bahwa
mereka berdua telah menculik Peggy. Glass berusaha mendapat kenaikan pangkat
dengan menyiarkan acara quiz itu. Ia tidak ingin mencemarkan kedudukannya
dengan menyiarkan bahwa Bonehead itu ternyata palsu."
"Bagaimana
dengan Footsie dan Bloodhound?" tanya Mr. Sebastian lagi. "Apa
kabarnya mereka?"
"Acara
quiz itu memberi kesempatan pada Footsie," Jupe menerangkan. "Ia
sudah lama mencari-cari pekerjaan. Sebuah toko sepatu olahraga melihat acara
quiz itu di televisi. Mereka lalu mempekerjakan Footsie untuk mengiklankan
sepatu mereka. Footsie gembira sekali mendapat pekerjaan itu. Dia tidak harus
memakai sepatu besar atau berakting, ia hanya diminta untuk memberi komentar
tentang sepatu itu.
"Bloodhound
akan menyelesaikan sekolahnya, lalu meneruskan ke sekolah hukum. Ia ingin
menolong aktor dan aktris muda memperjuangkan hak-hak mereka terhadap studio
dan jaringan televisi yang mencoba memeras mereka."
"Usaha
yang baik," komentar Mr. Sebastian.
Ia
melirik ke dapur. Trio Detektif dapat mendengar pembantu rumah tangga Mr.
Sebastian, Hoang Van Don, memasak dengan penggorengannya.
"Dan
Gordon Harker?" tanya Mr. Sebastian lagi. "Apa kalian masih menjaga
kerahasiaan dirinya?"
"Tentu,
dong," sahut Pete dengan bangga. "Kami tidak pernah melanggar ucapan
kami sendiri. Kami tidak pernah membuka rahasia masa lalu Harker, kecuali
kepada Anda. Ia seratus persen aman kalau ia kembali mengajar bulan September
nanti."
"Omong-omong
soal sekolah," -Mr. Sebastian melirik lagi ke dapur- "Don akhir-akhir
ini pergi ke sekolah." "Oh, ya?" kata Bob. "Belajar
apa?"
"Memasak
masakan Prancis," kata Mr. Sebastian. "Ia tidak puas hanya dengan
belajar dari majalah atau televisi saja." Ia menghela napas.
"Sekarang caranya membumbui bukan main rumitnya. Dan agak terlalu pedas
rasanya untukku."
Ia
menyandar pada kursi panjangnya. "Kuharap kalian tetap tinggal di sini
untuk makan siang," katanya. "Khususnya kau, Jupe."
Bob
dan Jupe bertukar pandang tanpa harapan. Masih jelas dalam ingatan mereka
masakan Prancis apa yang pernah dihidangkan Don, yang menurut Don sangat
lezat-bekicot. Tetapi Trio Detektif dengan sopan mengatakan akan tetap di sana
untuk mencicipi masakan Prancis Don.
"Kenapa
aku?" tanya Jupe.
"Karena
Don ingin sesuatu darimu," sahut Mr. Sebastian. "Dan sebagai gantinya
ia setuju untuk membuat masakan apa saja untuk makan siang kali ini. Apa saja,
" ulangnya.
Penyelidik
Satu segera menangkap maksud penulis kisah misteri itu.
"Kenapa
tidak Anda saja yang memutuskan, Mr. Sebastian?" usulnya. "Mengapa
kita tidak pilih masakan yang Anda inginkan?"
"Aku
sudah dari tadi mengharap kau berkata begitu," bisik Mr. Sebastian sambil
bangkit dengan tongkatnya. "Terima kasih, Jupe. Aku sedang ingin sekali
makan hamburger biasa. Mungkin hanya dicampur dengan bawang bombay sedikit.
Tanpa saus tomat. Hanya hamburger saja."
Anak-anak
setuju dengan usul Mr. Sebastian itu.
"Tetapi
apa yang Don harapkan dariku?" tanya Jupe.
"Itu
masih rahasia," ujar Mr. Sebastian. "Tetapi jangan kuatir." Ia
berbalik dengan bertelekan pada tongkatnya. "Akan kukatakan pada Don. Hamburger
biasa. Dan sebagai gantinya kau berjanji untuk memberi sesuatu, Jupe. Apa pun
bentuknya. Setuju, Jupe?"
Jupe
mengangguk. Wajahnya bertanya-tanya.
Trio
Detektif mengamati Mr. Sebastian melintasi ruangan besar itu. Dengan
terpincang-pincang ia berjalan ke dapur.
Rumah
Mr. Sebastian di Malibu dulunya adalah sebuah restoran bernama Charlie's Place.
Sedikit demi sedikit ia mengubah dan menatanya menjadi rumah yang nyaman. Kali
ini ada lagi satu perubahan, Jupe melihat, selain kursi panjang itu, Mr. Sebastian
juga telah menambah sebuah dipan yang sedap dipandang.
Ketika
Mr. Sebastian kembali, ia tersenyum puas. "Hamburger biasa," katanya
seraya duduk kembali di kursi panjangnya. "Don ingin menambahkan sejenis
saus Prancis, tetapi kubilang padanya bahwa kau tidak ingin macam-macam
campuran."
Ia
mengistirahatkan kakinya. "Aku sedang berpikir-pikir soal kasus kalian
yang terbaru ini," katanya setelah beberapa saat. "Ada satu hal yang
mengganjal." "Apa?" tanya Jupe.
"Apa
yang membuatmu curiga terhadap Luther Lomax?" Lagi-lagi Mr. Sebastian
memberikan pertanyaan tajam pada Jupiter. "Bagaimana kau bisa menduga
bahwa sutradara itu-bukan Milton Glass atau salah satu dari Berandal Cilik-yang
mengajari dan melatih Bonehead palsu?"
"Itu
ada hubungannya dengan Footsie," Jupiter menjelaskan. "Aku selalu
curiga pada peran apa yang dimainkan Footsie. Aku sudah mengetahui sejak awal
bahwa Bonehead yang mengunciku dalam panggung suara. Dialah satu-satunya orang
yang terkejut melihat kehadiranku di studio televisi pada detik-detik terakhir
sebelum quiz kedua dimulai. Tetapi apa yang dilakukan Footsie pada hari dan
waktu yang bersamaan? Mengapa ia pergi ke sana dengan motornya ketika aku
mengikutinya dengan sebuah taksi? Kebetulan itu membuatku penasaran."
Mr.
Sebastian mengangguk. "Kalau aku jadi kau, aku akan penasaran juga,"
katanya mengakui. "Sebagai detektif aku selalu curiga pada hal-hal yang
berbau kebetulan. Teruskan, Jupe. Kapan akhirnya kau berhasil merangkai
fakta-fakta itu?"
"Setelah
aku memperoleh petunjuk terakhir," kata Jupiter. "Beberapa detik
sebelum quiz kedua, Footsie mengatakan padaku bahwa ia bekerja sebagai
pengantar surat-surat bagi studio film dan televisi." "Jadi kau
menduga seseorang mengirimkannya ke studio? Benar?"
"Benar,"
kata Jupe. "Ada orang yang sengaja mengirimnya sebagai umpan. Jadi aku
akan mengikutinya. Dan hanya ada satu orang selain aku sendiri yang tahu bahwa
Trio Detektif sedang mengawasi si pencuri-Luther Lomax."
"Aku
mengerti sekarang." Hector Sebastian mengangguk lagi. "Lomax
mengundangmu ke gedung studio itu. Ia berpura-pura ingin bicara denganmu
mengenai pencurian piala-piala perak itu. Kemudian setelah kau keluar dari
kantornya, ia mengirim Footsie untuk mengantar beberapa surat ke studio film.
Ia tahu bahwa kau pasti akan melihatnya di lobi. Dengan demikian kau akan
mengikutinya ke sana."
"Perhitungannya
tepat," kata Jupe mengakui. "Lomax telah mengatakan dua kali padaku
untuk mengawasi Footsie. Jadi dia yakin aku pasti mengikutinya ke sana. Dan
Lomax telah memperhitungkan segala-galanya. Ia sudah menginstruksikan Bonehead
untuk menunggu di sana, lalu mengurungku dalam panggung suara."
"Ya.
Semuanya jelas sekarang." Sebastian menegakkan posisi duduknya ketika
mendengar langkah-langkah dari dapur. "Hmm, sedap baunya," bisiknya
seraya bangkit. Ia lalu duduk di meja besar.
Memang
sedap aromanya, pikir Jupe. Pikirannya melayang pada bermacam-macam jenis
makanan yang pernah disantapnya di meja ini. Biasanya makanan itu aneh-aneh.
Don memang gemar mencoba resep baru yang diperolehnya dari majalah-majalah. Apa
saja resep yang ditemuinya, mesti dicobanya. Nasi jagung, ikan mentah, bekicot.
Tidak bernafsu rasanya kalau ingat makanan-makanan itu lagi. Namun ia merasa
lega karena kali ini makanan yang akan dihidangkan adalah makanan yang sudah
tidak asing lagi baginya.
Jupe
mengawasi Don ketika ia meletakkan sebuah piring besar berisi empat hamburger
besar. Penampilannya menggiurkan, pikir Jupe.
"Oke?"
tanya Don pada Jupe.
"Luar
biasa," balas Jupe. "Makanan kelas satu."
"Oke.
Sekarang aku boleh minta sesuatu?"
"Boleh,"
kata Penyelidik Satu dengan mulut penuh makanan. "Sebutkan saja
permintaanmu."
"Kau
sangat terkenal. Aku sering menonton kau di TV. Jadi aku ingin punya sesuatu
yang asli darimu." Don merogoh saku jaket putihnya. Ia mengeluarkan sebuah
buku bersampul kulit. Diletakkannya buku itu di samping piring Jupe.
"Lalu?"
tanya Jupe lagi.
"Aku
minta tanda tanganmu, Jupe," kata Don.
Jupe
menelan sepotong bawang Bombay, lalu mengeluarkan penanya. Mudah sekali memenuhi
permintaan Don, pikir Jupe, hamburger dibayar dengan tanda tangan. Itu soal
kecil baginya. "Mana yang kausuka? Penyelidik Satu? Atau Jupiter
Jones?"
"Tidak.
Tidak." Don menggeleng kuat-kuat. "Kautulis namamu yang terkenal itu.
Oke?" Jupe memejamkan matanya dengan berat. Ia mendesah. Lalu diambilnya
buku itu.
Teriring
salam selalu untuk sahabatku, Hoang Van Don, tulisnya. Ia menarik napas
panjang. Dengan berat ia menulis namanya yang terkenal, seperti yang diminta.
Dari Baby Fatso, tulis penyelidik pertama Trio Detektif.
TAMAT
Emoticon