5
Kening Melati jadi berkerut ketika tidak men-
jumpai adanya Wintari. Padahal, jelas-jelas tadi gadis
berpakaian kuning itu menerobos bagian semak-semak
yang lebat, karena tertutup akar gantung pohon berin-
gin. Melati merayapi sekitarnya yang banyak ditumbu-
Kembali Melati mengedarkan pandangan ke se-
keliling. Namun tetap saja tidak melihat keberadaan
Wintari. Mustahil gadis itu bisa lenyap demikian cepat.
Tak jauh di depannya melintang sebuah sungai. Se-
mentara kanan-kirinya penuh pohon-pohon berduri.
Melati yakin, jika Wintari terus melarikan diri jelas
akan terlihat. Jadi kesimpulannya, gadis itu sengaja
menyembunyikan diri!
Yakin akan dugaannya, Melati segera memu-
satkan perhatian pada pendengarannya. Dia yakin,
apabila Wintari masih berada di situ, setidak-tidaknya
akan terdengar desah napasnya.
Sebentar saja, Melati sudah mendengar desa-
han napas yang asalnya dari..., atas pohon! Kenyataan
ini tidak mengejutkan hati Melati, kalau saja desah
napas yang didengarnya hanya dari satu orang. Dan
kenyataannya paling sedikit ada tiga desahan napas
yang berasal dari tiga orang.
Penasaran akan pendengarannya, membuat
Melati mengarahkan pandangan ke arah pohon tempat
suara desah napas berasal. Tapi baru saja menenga-
dah....
Brrr!
Debu-debu halus menyambar ke arah wajah
Melati. Seketika gadis berpakaian putih ini membuang
mukanya ke samping, dan melindungi bagian wajah
dengan kedua tangan.
Belum lagi Melati sempat berbuat sesuatu, hi-
dungnya mencium bau amis yang memualkan perut.
Bahkan membuat kepala pening dan seluruh tubuh
lemas. Jelas, debu yang disebarkan bukan sembaran-
gan.
"Racun...," desis Melati penuh perasaan geram.
"Manusia-manusia licik"
Tapi Melati tidak bisa terus-terusan marah, ka-
rena tangannya masih terasa sakit. Malah rasa pusing
dan lemas membuatnya terhuyung-huyung ke sana
kemari.
Jliggg!
Ketika Melati masih terhuyung-huyung, penye-
rang-penyerang gelap yang mengirimkan benda-benda
beracun itu berlompatan ke tanah.
Ketika akhirnya berhasil berdiri, meskipun ti-
dak tegak, Melati berusaha melebarkan sepasang ma-
tanya. Dia ingin tahu, orang-orang yang telah membo-
kong dirinya.
Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Melati
ketika ternyata tidak mampu melihat jelas para penye-
rangnya. Wajah mereka tampak hanya terlihat samar-
samar. Bahkan jumlah mereka pun sukar dihitung.
"Celaka," desis Melati dalam hati. Disadari ka-
lau hal itu terjadi akibat pengaruh racun orang-orang
itu. Dan hal ini membuat Melati cemas. Apalagi ketika
tubuhnya terasakan semakin melemas.
Perasaan penasaran mendorongnya untuk
mengerahkan tenaga dalam. Tapi, hasilnya malah
membuat kecemasannya bertambah. Rasa pusing yang
melanda semakin membesar. Keadaan di sekitarnya
seperti berputar, sehingga tanpa sadar gadis berpa-
kaian putih itu memegangi kepalanya.
"Ha ha ha...! Lihat! Kuda betina liar yang ini
pun sudah hampir jinak."
Terdengar salah seorang dari para pembokong-
nya berbicara, yang langsung disambut suara tawa re-
kan-rekannya.
"Betapa beruntungnya kita. Yang diburu singa
yang telah ompong giginya, tapi yang didapat malah
dua ekor kuda betina liar! Ha ha ha...!" sambung suara
lain.
Ucapan-ucapan para pembokongnya membuat
Melati mengerti, mengapa Wintari bisa raib begitu saja.
Rupanya, gadis itu telah ditangkap oleh gerombolan
pembokong yang berada di atas pohon.
Sementara itu para pembokong Melati yang ter-
nyata berjumlah tiga orang, terus menghampiri. Sikap
mereka tampak tidak terburu-buru, dan tanpa kewas-
padaan sama sekali. Hal ini menandakan kalau mere-
ka sudah tidak menganggap Melati sebagai gadis yang
berbahaya. Ketiga orang yang rata-rata berpakaian
coklat dan berwajah mirip satu sama lain, memang
merasa telah yakin akan keampuhan racun yang dimi-
liki.
Memang, pada kenyataannya semakin lama
keadaan Melati semakin parah. Bahkan gadis ber-
pakaian putih itu sudah tidak mampu berdiri tegak la-
gi. Tubuhnya oleng ke kanan dan ke kiri. Sudah dapat
dipastikan, tanpa diserang pun tak lama lagi dia akan
roboh sendiri, melihat pengaruh racun yang merasuki
tubuhnya. Dan tiba-tiba....
"Manusia-manusia keji! Lepaskan wanita-
wanita itu!"
Di saat kesadaran yang dimilikinya mulai mele-
nyap, Melati masih sempat mendengar bentakan keras.
Dengan pandangan yang telah semakin menga-
bur, Melati mencoba mengenali pemilik suara.
Dan kalau menilik dari ucapannya orang itu
bermaksud menolong dirinya dan Wintari. Tapi Melati
tidak mampu memastikan wajah orang itu. Yang terli-
hat hanyalah sosok tubuh tidak jelas berwarna kehi-
taman. Tak lama kemudian semuanya gelap pekat.
Dan Melati sudah tak ingat apa-apa lagi.
Sementara, sosok bayangan hitam itu telah ber-
diri berhadapan dengan tiga orang berpakaian coklat
yang memiliki wajah dan potongan tubuh mirip kera.
"Rupanya kau, Singa Hitam Tangan Sepuluh!"
kata salah seorang dari tiga sosok berpakaian coklat.
Orang ini mempunyai sebuah tahi lalat besar di da-
hinya. "Mimpi apa kami semalam, sehingga bisa men-
dapat keberuntungan yang bertubi-tubi ini."
Usai berkata demikian, laki-laki bertahi lalat di
dahi itu meletakkan di tanah, tubuh Wintari yang se-
jak tadi dibopong dengan kedua tangan. Baru setelah
itu perhatiannya dialihkan lagi ke arah Singa Hitam
Tangan Sepuluh.
Sosok bayangan coklat itu memang tidak lain
dari Singa Hitam Tangan Sepuluh. Dengan sorot mata
garang, ditatapnya tiga sosok di hadapannya.
"Sama sekali tidak kusangka kalau Tiga Kera
dari Akherat adalah penjahat-penjahat hina yang
hanya berani pada wanita tidak berdaya," geram Singa
Hitam Tangan Sepuluh sambil merayapi tubuh Melati
dan Wintari.
"Tutup mulutmu, Singa Hitam! Apakah kau
hendak mengatakan kalau dirimu lebih baik dari ka-
mi?!" bentak salah satu yang bergigi tonggos, marah.
"Memang aku bukan orang baik-baik. Tapi
sampai mati pun, aku tidak sudi berbuat hina seperti
yang kalian lakukan!" tandas Singa Hitam Tangan Se-
puluh, tegas.
"Keparat! Bersiaplah untuk menerima kema-
tianmu, Singa Hitam. Raja Iblis Tanpa Tanding men-
ginginkan kepalamu!" tegas Kera Akherat yang bertahi
lalat
"Aku ragu, apakah kalian mampu melakukan-
nya! Setahuku, perbuatan yang bisa kalian lakukan
hanyalah menjilat pantat Raja Iblis Tanpa Tanding!"
ejek Singa Hitam Tangan Sepuluh, keras.
"Keparat! Mampuslah kau!"
Tiga Kera dari Akherat yang bergigi tonggos ru-
panya sudah tidak bisa menahan sabar lagi. Dia cepat
melompat ke depan. Dan dengan bertumpu pada ke-
dua tangan, tubuhnya bergulingan di tanah. Lalu....
Wuttt!
***
Ketika telah berada dekat dengan Singa Hitam
Tangan Sepuluh, lelaki bergigi tonggos itu berhenti
berguling. Langsung dilancarkannya serangan berupa
sapuan kaki kanan.
Benar-benar mengagumkan serangan ini
meskipun kakinya kecil, tapi kekuatan yang terkan-
dung di dalam sapuan laki-laki tonggos itu sanggup
mematahkan batang pohon yang besarnya tidak ku-
rang dari dua pelukan orang dewasa! Bisa dibayang-
kan, bagaimana akibatnya kalau kaki manusia yang
dijadikan sasaran.
Singa Hitam Tangan Sepuluh pun tahu kedah-
syatan serangan lawan. Itulah sebabnya, dia tak berani
bertindak main-main. Buru-buru kakinya dijejakkan
sehingga tubuhnya melayang ke atas. Hingga, seran-
gan lawan menyambar tempat kosong.
Tapi lelaki bergigi tonggos telah memperhitung-
kannya. Maka ketika Singa Hitam Tangan Sepuluh
mengelak seperti itu langsung saja dikirimkan se-
rangan susulan berupa tendangan lurus ke atas mem-
pergunakan kaki kiri.
Zebbb!
Singa Hitam Tangan Sepuluh tercekat melihat
serangan lanjutan ini. Apalagi ketika mengetahui kalau
bagian yang terancam adalah selangkangan. Padahal,
saat itu tubuhnya tengah berada di udara. Rasanya,
sulit baginya untuk dapat mengelak. Hanya ada satu
jalan yang dapat menyelamatkan nyawanya, menang-
kis serangan. Maka....
"Hih!"
Singa Hitam Tangan Sepuluh menghentakkan
kakinya ke bawah.
Blakkk!
Seketika benturan antara dua telapak kaki
yang sama-sama dialiri tenaga dalam kuat tidak bisa
dielakkan lagi. Akibatnya, kedua batang kaki itu sama-
sama terhentak balik
"Hup!"
Begitu kedua kaki Singa Hitam Tangan Sepuluh
mendarat di tanah, lelaki bergigi tonggos pun telah
berhasil memperbaiki kedudukannya. Dan tanpa me-
nunda-nunda lagi, diterjangnya Singa Hitam Tangan
Sepuluh kembali.
Tapi dalam serangan kali ini, lelaki bergigi tong-
gos itu tidak bertangan kosong. Di tangan kanannya
telah tergenggam sebuah pedang pendek berwarna hi-
tam kelam. Dan dengan senjata di tangan, Singa Hitam
Tangan Sepuluh dilabrak habis-habisan.
Melihat lawan telah menggunakan senjata, Si-
nga Hitam Tangan Sepuluh tidak berani bertindak ge-
gabah. Disadari kalau kepandaian lawan belum tentu
berada di bawah tingkatannya. Itulah sebabnya, dia
pun mencabut senjata andalannya yang berupa se-
buah tombak pendek hitam.
Maka kini pertarungan yang terjadi jauh lebih
mendebarkan. Bunyi decit angin tajam dari udara yang
terobek oleh setiap gerakan dua senjata itu, menyema-
raki berlangsungnya pertarungan. Beberapa kali bunyi
berdentang nyaring yang diiringi berpercikannya bunga
api terjadi manakala senjata-senjata itu berbenturan.
Dan benturan itu selalu mengakibatkan anggota Tiga
Kera dari Akherat ini terhuyung-huyung ke belakang,
karena kalah tenaga. Tak aneh kalau dalam lima belas
jurus, Singa Hitam Tangan Sepuluh berhasil mende-
saknya
Kenyataan ini membuat sisa dari Tiga Kera dari
Akherat khawatir. Kedua orang ini tahu, kalau dibiar-
kan, kemungkinan besar Singa Hitam Tangan Sepuluh
akan berhasil merobohkan saudara mereka. Diiringi
pekikan yang menyakitkan telinga, keduanya terjun
dalam kancah pertarungan. Bahkan langsung meng-
gunakan senjata andalan masing-masing, berupa se-
buah pedang pendek!
Terjunnya dua anggota Tiga Kera dari Akherat
yang tersisa langsung merubah keadaan. Sebaliknya
Singa Hitam Tangan Sepuluh jadi kelabakan.
Memang menghadapi seorang dari Tiga Kera
dari Akherat, dia bisa di atas angin. Tapi menghadapi
tiga orang? Apalagi mereka dapat bekerja sama dengan
saling isi dan melindungi. Maka hanya dalam sepuluh
jurus, Singa Hitam Tangan Sepuluh sudah terdesak.
Gulungan sinar senjata cakar Singa Hitam Ta-
ngan Sepuluh yang semula luas dan mengungkungi
sekujur tubuhnya laksana sebuah benteng, kini perla-
han mulai menyempit. Dan itu sudah menjadi tanda
kalau keadaan Singa Hitam Tangan Sepuluh semakin
terjepit!
Serangan-serangan Singa Hitam Tangan Sepu-
luh semakin berkurang. Sebaliknya, elakan-elakan dan
tangkisan-tangkisan yang dilakukannya semakin ber-
tambah. Dan dia hanya bertarung mundur. Sudah da-
pat dipastikan apabila dibiarkan terus, Singa Hitam
Tangan Sepuluh akan roboh.
Kini pertarungan telah menginjak jurus kedua
puluh. Dan sekarang, Singa Hitam Tangan Sepuluh
sama sekali tidak mampu mengirimkan serangan bala-
san. Lagi pula bagaimana lelaki bermuka singa ini da-
pat mengirimkan serangan kalau sudah kerepotan
sendiri menghadapi serangan-serangan silih berganti
yang ditujukan padanya.
Begitu asyiknya mereka bertarung, sehingga
tak menyadari kalau di tempat itu hadir seseorang.
Semula orang itu hanya memperhatikan jalan-
nya pertarungan. Tapi ketika melihat sosok tubuh
ramping berpakaian putih yang tergolek di tanah, sege-
ra perhatiannya dialihkan. Dan dengan sekali ayunkan
kaki, sosok yang tak lain Arya alias Dewa Arak telah
berada di dekat tubuh Melati. Padahal, jarak antara
Dewa Arak dengan kekasihnya semula tak kurang dari
sepuluh tombak.
Sementara itu, begitu telah berada di dekat ke-
kasihnya, Dewa Arak langsung saja membungkuk. Dan
dengan tarikan wajah penuh perasaan khawatir, dipe-
riksanya keadaan Melati.
Tidak berapa lama Dewa Arak memeriksa kea-
daan Melati. Dan kini sorot kecemasan sudah tidak
terlihat lagi di wajahnya karena mengetahui Melati sa-
ma sekali tidak menderita luka yang berarti. Ke-
kasihnya itu hanya terkena racun pembius yang mem-
buatnya tidak sadar diri untuk beberapa lama. Dan
hanya dengan dorongan hawa murni, racun itu bisa
diusir keluar.
Dewa Arak sendiri tidak terburu-buru dalam
menyembuhkan Melati. Kini pandangannya dialihkan
kembali ke arah pertarungan. Beberapa saat matanya
terpaku di sana dengan dahi berkernyit. Tampaknya,
dia tengah berpikir keras.
Memang ada sesuatu yang mengganggu benak
Dewa Arak, melihat pertarungan yang tengah berlang-
sung. Pemuda berambut putih keperakan ini rupanya
tengah menebak pihak mana yang menjadi kawan dan
mana lawan.
Sempat juga pemuda berambut putih keperak-
an itu melihat tubuh Wintari yang tergolek di tempat
yang terpisah agak jauh darinya. Arya tidak khawatir
terhadap Wintari, karena dipastikannya Wintari pasti
masih hidup. Kini Dewa Arak kembali memperhatikan
jalannya pertarungan
Sementara itu, keadaan Singa Hitam Tangan
Sepuluh semakin bertambah gawat dan sudah se-
makin terpojok! Bahkan beberapa kali ujung pedang
pendek lawan berhasil menggores kulitnya. Sehingga
cukup membuat darah keluar membasahi pakaiannya.
Dan karena luka-luka yang tercipta cukup banyak, se-
kujur tubuh Singa Hitam Tangan Sepuluh dibanjiri ali-
ran darah!
Sebenarnya, luka-luka yang diderita Singa Hi-
tam Tangan Sepuluh tidak parah. Tapi karena lelaki
bermuka singa ini tidak mempunyai kesempatan
menghentikan aliran darahnya, tenaganya jadi berku-
rang cepat, karena kehilangan banyak darah.
Sebagai akibatnya, perlawanan yang diberikan
pun mengendur. Sebaliknya, lawan-lawannya semakin
bersemangat melihat keadaan Singa Hitam Tangan Se-
puluh yang semakin payah. Tidak sampai tiga jurus
lagi, lelaki bermuka singa ini akan roboh di tangan la-
wan.
"Sebentar lagi nyawamu akan kami kirim ke ne-
raka, Singa Hitam. Ha ha ha...!" ejek lelaki bergigi
tonggos penuh bernada kemenangan.
Ucapan dan tawa lelaki bertubuh kecil ini se-
gera disambut oleh tawa bergelak dari kedua rekannya,
menyuarakan nada kemenangan. Masih dengan tawa
yang belum putus, mereka terus merangsek Singa Hi-
tam Tangan Sepuluh.
Dari kata-kata laki-laki bergigi tonggos itu, De-
wa Arak kini tahu pihak yang harus dibantu. Maka
tanpa membuang-buang waktu lagi, Dewa Arak lang-
sung melesat ke arah pertarungan. Jarak antara pen-
dekar muda yang menggemparkan dunia persilatan ini
dengan kancah pertarungan, tidak kurang dari tujuh
tombak. Namun hanya sekali genjot dan berjumpalitan
di udara, dia telah berhasil menjangkau kancah perta-
rungan.
Dari atas, laksana seekor burung garuda yang
tengah menerkam mangsa, Dewa Arak meluruk ke
arah Tiga Kera dari Akherat. Kebetulan saat itu, keti-
ganya tengah merangsek Singa Hitam Tangan Sepuluh
yang telah semakin terpojok.
Wuttt!
Deru angin keras mengawali tibanya serangan
Dewa Arak. Akibatnya Tiga Kera dari Akherat menya-
dari akan adanya ancaman bahaya, terpaksa memba-
talkan serangan terhadap Singa Hitam Tangan Sepu-
luh. Dan sebagai gantinya, pedang pendek di tangan
mereka digunakan untuk memapak serangan Dewa
Arak
Wut, wut, wuttt!
Tak, tak, takkk!
Tubuh Tiga Kera dari Akherat langsung terhu-
yung-huyung ke belakang ketika senjata mereka ber-
benturan dengan tangan Dewa Arak. Tangan-tangan
mereka pun terasa sakit-sakit, dan seperti lumpuh.
Sehingga, hampir saja cekalan terhadap senjata itu ter-
lepas.
Berbeda dengan Tiga Kera dari Akherat yang
terhuyung-huyung dengan mulut menyeringai kesaki-
tan, Dewa Arak malah dengan enaknya hinggap di de-
pan Singa Hitam Tangan Sepuluh.
"Beristirahatlah sebentar, Kisanak. Biar aku
yang menghadapi mereka. Dan...."
Dewa Arak tidak bisa meneruskan ucapannya
lagi, karena Tiga Kera dari Akherat sudah keburu me-
lancarkan serangan. Tiga lelaki setengah tua bertubuh
cebol ini meluncurkan pedang pendek ke bagian-
bagian tubuh Dewa Arak yang mematikan.
Sing, sing, sing!
Bunyi berdesing nyaring mengiringi tibanya se-
rangan. Namun, Dewa Arak tetap bersikap tenang. Di-
tunggunya serangan itu hingga dekat. Baru setelah itu,
dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya,
dia menyelinap di antara kelebatan senjata lawan.
Laksana bayangan, tubuhnya berkelebat di antara ke-
lebatan sinar pedang.
Lima jurus lamanya Dewa Arak hanya menge-
lak dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh
tanpa sekali pun balas menyerang. Seketika itu pula,
tubuhnya lenyap dari pandangan. Sementara tiga la-
wannya kelabakan. Dan sebelum mereka sadar, tahu-
tahu tubuh mereka telah menjadi lemas.
6
"He he he...! Kau beruntung sekali, Singa Hi-
tam. Ada orang tak tahu penyakit berani menolong-
mu."
Terdengar suara begitu tubuh Tiga Kera dari
Akherat jatuh tertotok. Meskipun hanya Singa Hitam
Tangan Sepuluh yang ditegur, tapi Dewa Arak pun ikut
mengalihkan perhatian ke arah asal suara. Diam-diam
pemuda berambut putih keperakan ini terkejut bukan
kepalang. Begitu lihaikah orang itu sehingga kedatan-
gannya pun tidak tertangkap telinga.
"Ah...!"
Jeritan kaget itu keluar dari mulut Singa Hitam
Tangan Sepuluh. Tampak di salah satu cabang pohon
yang besarnya tak lebih dari ibu jari kaki, duduk bersi-
la sesosok tubuh tinggi besar dengan wajah cerah. Ca-
bang pohon itu sampai melengkung karena tak kuat
menahan beban tubuhnya yang kekar berotot. Tapi
anehnya, dia enak saja duduk hampir di ujung cabang!
"Dedemit Tawa...," desah Singa Hitam Tangan
Sepuluh, bernada kaget. Tarikan wajah dan sorot ma-
tanya menyiratkan kekhawatiran yang sangat.
Wajah Dewa Arak berubah begitu mendengar
julukan Dedemit Tawa disebut. Meskipun belum per-
nah bertemu, tapi telah kerap didengar kalau Dedemit
Tawa adalah salah satu dari empat datuk kaum sesat.
Apakah tokoh ini pun telah menjadi anak buah Raja
Iblis Tanpa Tanding? Kalau menilik ucapannya terha-
dap Singa Hitam Tangan Sepuluh, rasanya dugaan itu
tidak salah.
"Ha ha ha...!"
Sosok yang duduk di atas cabang pohon, yang
memang Dedemit Tawa itu, membuka mulutnya.
Suara tawanya mula-mula biasa. Tapi sesaat
kemudian, tawanya semakin keras. Dan seiring se-
makin mengerasnya tawa itu, Singa Hitam Tangan Se-
puluh mulai merasakan pengaruhnya.
Tawa yang mula-mula hanya menyakitkan te-
linga itu mulai mempengaruhi kepala dan dadanya
yang menjadi pusing dan dada sesak! Singa Hitam
Tangan Sepuluh buru-buru menutup telinganya itu.
Bahkan Dewa Arak pun diam-diam mulai mengerah-
kan tenaga dalam untuk melawannya.
Dewa Arak untuk sementara membiarkan tin-
dakan Dedemit Tawa. Dia ingin tahu, sampai di mana
serangan tawa tokoh ini. Tapi ketika melihat keadaan
Singa Hitam Tangan Sepuluh yang sampai duduk ber-
sila dalam mengerahkan seluruh kemampuan untuk
melawan pengaruh tawa, Dewa Arak mulai bertindak.
Maka tenaga dalamnya segera dipusatkan. Kemudian
dikeluarkannya lewat siulan!
Sesaat kemudian, terjadi pertarungan mene-
gangkan yang mengandalkan kekuatan tenaga dalam!
Tawa dari Dedemit Tawa dan siulan Dewa Arak, saling
berusaha tindih-menindih.
Luar biasa! Siulan Dewa Arak ternyata mampu
mengimbangi tawa Dedemit Tawa. Meskipun tidak da-
pat menindihnya, siulan itu mampu membuat tawa
Dedemit Tawa kehilangan pengaruhnya. Dan ini mem-
buat Singa Hitam Tangan Sepuluh dapat menarik na-
pas lega kembali.
Namun Dedemit Tawa, tertawa bukan orang
bodoh. Begitu tahu kalau tawanya tidak dapat dian-
dalkan lagi, dia memutuskan untuk melompat dari ca-
bang yang didudukinya.
Laksana daun kering jatuh di tanah, Dedemit
Tawa mendarat di tanah.
"He he he...! Rupanya kau memiliki sedikit ke-
pandaian, Anak Muda! Tapi jangan harap dapat men-
gungguli Dedemit Tawa! He he he...!"
Terdengar jelas ada nada meremehkan dalam
kata-kata Dedemit Tawa. Tapi Dewa Arak tidak mem-
pedulikannya, dan tetap bersikap tenang.
"Dedemit Tawa...! Aku tidak mengenalmu. Dan
mungkin pula sebaliknya. Tapi, tindakan kejimu telah
lama kudengar. Dan demi menjaga ketenangan dunia
persilatan, terpaksa kau akan kulenyapkan!" kata De-
wa Arak, tegas.
"Ha ha ha...!"
Dedemit Tawa tertawa terbahak-bahak.
"Luar biasa! Betapa sombongnya! Rupanya kau
belum mengenal siapa aku, Anak Muda?!"
"Siapa yang tidak mengenal julukan Dedemit
Tawa? Datuk sesat yang amat sakti, tapi memiliki wa-
tak keji!" jawab Dewa Arak lantang.
"He he he...! Kau benar, Anak Muda. Ha ha
ha...! Tak pernah kusangka akan ada seorang pemuda
yang selihai dan seberani dirimu! Eh, tunggu dulu!
Aku juga mendengar kalau sekarang ini telah muncul
seorang tokoh sakti yang masih muda. Dia berjuluk
Dewa Arak. Ciri-cirinya..., ah sama denganmu. Jadi,
rupanya kau Dewa Arak.... He he he.... Sama sekali ti-
dak kusangka akan bertemu denganmu. Mari, Dewa
Arak. Ingin kubuktikan kebenaran berita yang telah
menggembar-gemborkan julukanmu itu!"
Usai berkata demikian, Dedemit Tawa mulai
bersiap-siap melancarkan serangan. Dia berteriak den-
gan sepasang mata terpejam. Sementara, kedua tan-
gannya disilangkan di depan dada.
kkk
Melihat sikap Dedemit Tawa, Dewa Arak pun ti-
dak berani bertindak gegabah. Buru-buru diambilnya
guci arak yang tergantung di punggung, kemudian di-
tuangkannya ke mulut
Gluk.... Gluk... Gluk...!
Bunyi tegukan terdengar ketika arak itu mele-
wati tenggorokan Dewa Arak, dalam perjalanannya
menuju lambung. Sesaat kemudian, terasa hawa han-
gat mulai merayap naik ke kepala, sehingga membuat
kaki Dewa Arak tidak menapak secara tetap di tanah.
Tubuh pemuda berambut putih keperakan itu oleng
sana oleng sini.
Namun justru pada saat seperti inilah Dewa
Arak berada dalam puncak kemampuannya. Semua ci-
ri-ciri ini menunjukkan kalau ilmu 'Belalang Sakti' an-
dalan Dewa Arak, siap dipergunakan.
Dedemit Tawa sempat tertegun melihat ilmu
yang dikeluarkan Dewa Arak. Tapi hanya sekejap saja
dia terkejut, karena buru-buru dibuangnya. Lalu....
"Hiyaaat..!"
Diawali teriakan keras yang membuat sekitar
tempat itu tergetar hebat, Dedemit Tawa melompat
menerjang Dewa Arak! Di saat tubuhnya tengah berada
di udara dengan jari setengah mengepal, tangan kanan
dihantamkannya ke ubun-ubun Dewa Arak.
Wuttt!
Dedemit Tawa kecelik! Serangannya langsung
mengenai tempat kosong, karena tubuh Dewa Arak
sudah tidak berada lagi di situ. Karuan saja hal itu
membuatnya heran bukan kepalang. Kelihatan kalau
Dewa Arak tidak mengelak. Bahkan justru dengan
langkah seperti akan jatuh, Dewa Arak malah me-
nyambut serangan. Tapi, mengapa malah serangannya
tidak mengenai sasaran?
Hanya sebentar saja pertanyaan itu bergayut di
benak Dedemit Tawa. Sesaat kemudian, sebagai datuk
sesat yang telah mempunyai pengalaman luas, lang-
sung diketahui kalau Dewa Arak menggunakan sebuah
ilmu aneh.
Meskipun demikian, dia tidak menjadi putus
asa. Dikeluarkan seluruh kemampuan yang dimili-
kinya untuk mencecar Dewa Arak. Tapi, selalu saja se-
tiap serangannya mengenai tempat kosong. Sebalik-
nya, setiap serangan balasan Dewa Arak membuat De-
demit Tawa kelabakan! Sungguhpun demikian, kakek
tinggi besar ini mampu memberi perlawanan berarti.
Seru dan menarik bukan kepalang pertarungan
berlangsung. Masing-masing pihak mengeluarkan se-
luruh kemampuan. Dewa Arak menggunakan ilmu
'Belalang Sakti'-nya. Dan perpaduan serangan kedua
tangan, guci, dan semburan araknya menjadi satu ke-
satuan yang dapat menggilas habis pertahanan lawan!
Tapi lawan yang dihadapinya adalah seorang
datuk yang amat sakti! Malah, kali ini Dedemit Tawa
mengeluarkan ilmu andalannya jurus 'Macan Tutul'!
Jurus demi jurus berlalu cepat karena kedua
belah pihak sama-sama memiliki gerakan cepat. Bah-
kan tempat di sekitar pertarungan menjadi tak karuan.
Tanah terbongkar di sana-sini. Pohon-pohon bertum-
bangan, mendapat pukulan nyasar. Debu pun menge-
pul tinggi di udara.
Tak terasa pertarungan telah menginjak seratus
lima jurus. Dan sampai pada jurus ini, Dedemit Tawa
mulai terdesak dan terhimpit!
Dedemit Tawa menggeretakkan giginya. Rasa
penasaran yang amat sangat langsung menggelora da-
lam dada ketika menyadari kenyataan kalau lawannya
jauh lebih unggul. Terpaksa senjata andalannya yang
berupa sepasang kecer dikeluarkan.
Blammm, blammm!
Bunyi berdentam keras langsung terdengar be-
gitu Dedemit Tawa membenturkan sepasang kecernya.
Keras bukan kepalang laksana ledakan halilintar. Se-
hingga, mampu membuat Singa Hitam Tangan Sepu-
luh yang telah berdiri tegak untuk menyaksikan perta-
rungan jadi terkulai lemas.
Dan kini, pertarungan kembali berlangsung le-
bih seru, dan sengit. Karena, sekarang Dedemit Tawa
telah menggunakan senjata andalan.
Kembali jurus demi jurus berlangsung cepat.
Tak terasa, empat puluh lima jurus lagi telah berlalu.
Dan kalau dihitung dari pertama kali bertempur, me-
reka telah menghabiskan seratus lima puluh jurus.
Sampai jurus ini, Dewa Arak mulai menguasai perta-
rungan. Malah beberapa kali Dedemit Tawa dibuat ter-
huyung-huyung ketika benturan terjadi. Dedemit Tawa
yang merajai wilayah utara itu sebenarnya memang
kalah tenaga.
Di jurus keseratus enam puluh satu, Dedemit
Tawa menyerang kepala Dewa Arak dengan kedua ke-
cernya yang saling diadukan.
Blammm...!
Untuk yang kesekian kalinya serangan Dedemit
Tawa mengenai tempat kosong, karena Dewa Arak te-
lah merendahkan tubuhnya. Kedua kecer itu saling
berbenturan beberapa jari di atas kepala, menimbul-
kan bunyi keras memekakkan telinga.
Namun Dewa Arak tidak mempedulikannya.
Saat itu banyak celah-celah terbuka dalam pertahanan
Dedemit Tawa. Maka kesempatan itu dipergunakan se-
baik-baiknya oleh Dewa Arak. Secepat kilat, kedua
tangannya dihentakkan ke dada Dedemit Tawa.
Wuttt!
Hembusan angin dahsyat menderu, seiring me-
luncurnya kedua tangan Dewa Arak menuju sasaran.
Dedemit Tawa terkejut bukan kepalang, melihat
serangan Dewa Arak yang mengandung ancaman be-
sar. Maka dengan sebisa-bisanya dicoba untuk menge-
gos. Tapi, terlambat. Karena....
Bukkk!
"Aaa...!"
Jeritan menyayat keluar dari mulut Dedemit
Tawa seiring melayang tubuhnya ke belakang, ketika
kedua tangan Dewa Arak mendarat telak di sasaran.
Darah segar kontan menyembur deras dari mulut, hi-
dung, dan telinga Dedemit Tawa. Sehingga, membasahi
tanah sepanjang tubuhnya meluncur.
Brukkk!
Diiringi bunyi berdebuk keras, tubuh Dedemit
Tawa jatuh ke tanah setelah melayang-layang sejauh
beberapa tombak. Datuk sesat yang cukup terkenal itu
tewas dengan tulang dada hancur berantakan!
"Hhh...!"
Dewa Arak menghembuskan napas lega. Dita-
tapnya tubuh Dedemit Tawa sebentar, sebelum men-
gayunkan langkah menghampiri Melati.
Tapi baru juga beberapa langkah, ayunan ka-
kinya berhenti. Karena, Singa Hitam Tangan Sepuluh
telah menghadang langkahnya.
"Kuucapkan terima kasih atas bantuan yang
kau berikan, Dewa Arak. Tanpa bantuanmu mungkin
aku sudah tewas di tangan Dedemit Tawa," ucap lelaki
bermuka singa itu.
"Lupakanlah, Singa Hitam. Ng... bolehkah ku-
tahu, mengapa dia mengejar-ngejarmu? Apa urusan-
nya dengan Raja Iblis Tanpa Tanding?!" Arya mengelu-
arkan uneg-uneg yang mengganjal hatinya.
"Panjang ceritanya, Dewa Arak," jawab Singa
Hitam Tangan Sepuluh.
"Kalau begitu, biar kusadarkan mereka dulu."
Arya menghampiri tubuh Melati, kemudian
langsung duduk bersila. Kedua telapak tangannya di-
tempelkan di punggung kekasihnya. Pemuda berambut
putih keperakan ini akan mengusir hawa beracun yang
berada dalam tubuh Melati dengan dorongan tenaga
dalamnya.
Berkat tenaga dalamnya yang memang amat
kuat, tak berapa lama hawa beracun itu sudah terusir
pergi. Asap hitam mulai mengepul dari atas kepala Me-
lati, hingga akhirnya lenyap sama sekali. Hal yang sa-
ma dilakukan Dewa Arak pada Wintari.
Semua kejadian itu disaksikan Singa Hitam Ta-
ngan Sepuluh dengan penuh kagum. Dia tahu, untuk
melakukan apa yang diperbuat Dewa Arak, apalagi da-
lam waktu yang demikian singkat, memang membu-
tuhkan tenaga dalam kuat!
Di saat Dewa Arak tengah sibuk mengusir hawa
beracun di tubuh Melati, Singa Hitam Tangan Sepuluh
sadar. Sesaat sepasang matanya terpaku pada Dewa
Arak, tapi kemudian segera berpaling ke arah sosok
tubuh ramping berpakaian kuning!
"Singa Hitam," ucap Wintari begitu sadar.
"Benar, Wintari Kau baik-baik saja?" Singa Hi-
tam Tangan Sepuluh balas bertanya setelah terlebih
dulu menyunggingkan senyum pahit
Wintari mengangguk. Sementara, Dewa Arak
dan Melati berdiri diam memperhatikan, tanpa mengu-
sik urusan kedua orang itu.
"Aku membawa berita yang tidak menyenang-
kan untukmu, Wintari," ujar Singa Hitam Tangan Se-
puluh setelah beberapa kali menghela napas berat.
"Sebenarnya, aku takut menyampaikannya. Tapi ini
harus kukatakan agar hatiku tenang."
"Apakah mengenai ayahku?" terka Wintari.
Wajah Singa Hitam Tangan Sepuluh berubah.
Tapi dengan pasti walaupun lambat-lambat, kepala di-
anggukkan untuk membenarkan dugaan itu.
Seketika itu pula, Wintari kalap! Dicekalnya ke-
dua tangan Singa Hitam Tangan Sepuluh dan digun-
cang-guncangkannya. Sementara lelaki bermuka singa
ini malah menundukkan kepala.
"Katakan, Singa Hitam! Apa yang terjadi pada
ayahku?!" seru Wintari kalap. "Katakan!"
Meskipun belum dikemukakan, tapi menilik si-
kap Singa Hitam Tangan Sepuluh, Wintari sudah bisa
memperkirakan berita yang akan diterimanya.
"Ayahmu..., telah tewas, Wintari," akhirnya ke-
luar juga jawaban itu.
"Apa?!"
Sepasang mata gadis berpakaian kuning itu
terbelalak. Tarikan wajah dan sorot matanya menyi-
ratkan ketidakpercayaan, Walaupun sudah menduga
sebelumnya, tetap saja berita itu mengejutkannya.
"Ayah..., tewas...?" ucap Wintari lemah, seperti
kehilangan semangat.
Singa Hitam Tangan Sepuluh mengangkat wa-
jah dan mengangguk. Kemudian secara jelas semua
kejadiannya diceritakan.
"Semua ini salahku, Wintari. Hukumlah aku!
Kalau aku tidak singgah, mungkin ayahmu tidak akan
tewas," ujar Singa Hitam Tangan Sepuluh menutup ce-
ritanya.
Tapi tak ada tanggapan apa-apa dari Wintari
atas ucapan itu. Dia terpaku kaku, dengan air mata
bercucuran. Tampak jelas kalau gadis ini amat terpu-
kul. Kemudian disertai keluhan panjang, tubuhnya ro-
boh. Kalau saja Singa Hitam Tangan Sepuluh tidak bu-
ru-buru menyangga, tentu kepalanya akan terbentur
tanah.
7
Siang baru saja merambat menuju senja, ketika
sosok bayangan ungu dan putih berkelebat cepat me-
nyusuri jalan tanah berdebu. Kedua sosok ini terus
berlari dengan kecepatan tinggi.
"Aku yakin kita belum terlambat, Kang?" tanya
sosok bayangan putih yang tak lain Melati tanpa
menghentikan larinya.
"Berharap saja demikian, Melati. Mudah-
mudahan saja, Raja Iblis Tanpa Tanding dan gerombo-
lannya lebih memusatkan perhatian pada Singa Hitam
Tangan Sepuluh," jawab Arya alias Dewa Arak kalem.
Sampai di sini, pembicaraan terhenti. Sepasang
anak muda itu baru memperlambat larinya ketika
mendekati bangunan dengan beberapa anak bangunan
yang berhalaman luas. Pagar dari kayu bulat kokoh
kuat tampak mengelilingi kelompok bangunan dan ha-
laman itu. Di atas pintu gerbang terpampang sebuah
papan tebal yang berukir indah. Di situ tertulis huruf-
huruf yang berbunyi 'Perguruan Lembah Dewa'!
Dewa Arak dan Melati menghentikan larinya,
dua tombak di depan pintu gerbang Perguruan Lem-
bah Dewa. Kemudian dihampirinya dua penjaga yang
berdiri di kanan kiri pintu gerbang dengan sikap was-
pada. Penjaga-penjaga ini memang sudah sejak tadi
memperhatikan Dewa Arak dan Melati.
"Maaf, Kisanak. Bisa kami bertemu Ki Ran-
cang?" tanya Arya sopan. "Ada hal sangat penting yang
perlu dibicarakan. Namaku Arya. Dan kawanku ini,
Melati."
Dua penjaga pintu gerbang tidak langsung
menjawab permintaan itu. Dirayapinya sekujur tubuh
Dewa Arak dan Melati.
"Silakan menunggu sebentar. Kami akan lapor
dulu," ucap penjaga yang berambut kecoklatan.
Usai berkata demikian, dia berlari ke dalam.
Tak lama kemudian kembali lagi keluar.
"Ki Rancang bersedia menerima kedatangan ka-
lian berdua. Mari kuantarkan!"
"Terima kasih," ucap Arya, gembira. Kemudian
bersama penjaga berambut kemerahan itu, Dewa Arak
dan Melati masuk ke dalam. Mereka melewati halaman
yang luas, menuju sebuah bangunan yang paling be-
sar.
"Silakan menunggu di sini sebentar," ujar pen-
jaga berambut kemerahan itu. Kemudian dia berlari
cepat ke dalam bangunan tanpa menunggu tanggapan
sepasang pendekar yang diantarnya.
Dewa Arak dan Melati patuh, berdiri menung-
gu. Pandangan mereka beredar ke sekeliling tempat
itu. Sunyi sepi. Tidak tampak seorang pun tengah ber-
latih.
"Waspadalah, Melati," bisik Arya, "Perasaanku
tidak enak"
"Jangan-jangan kita dijebak, Kang," tukas Me-
lati, "Barangkali saja gerombolan Raja Iblis Tanpa
Tanding telah merebut tempat ini!"
Belum sempat Dewa Arak memberi tangga-
pan....
Sing! Sing! Sing!
Bunyi berdesing nyaring yang menyakitkan te-
linga terdengar seiring melesatnya ratusan anak panah
ke arah Dewa Arak dan Melati. Serangan yang datang
dari segala penjuru ini, mengarah pada sepasang pen-
dekar muda yang berada di tengah-tengah halaman.
Dewa Arak dan Melati langsung mengadu
punggung. Kemudian dengan tangan telanjang, dipa-
paknya hujan anak panah itu dengan pengerahan te-
naga dalam. Sehingga, telapak tangan mereka tidak
sampai terluka.
Tak, tak, tak!
Bunyi berdetak keras terdengar, ketika anak-
anak panah itu berjatuhan dalam keadaan patah-
patah, setelah dihantam tangan sepasang pendekar
itu. Malah sebagian di antaranya roboh sebelum sem-
pat tertangkis!
Tapi hujan anak panah itu ternyata tidak ber-
henti sampai di situ. Tapi untung saja semuanya dapat
dikandaskan Dewa Arak dan Melati.
Sadar kalau serangan dengan anak panah tidak
berarti, para penyerang pun keluar dari tempatnya.
Dan dengan senjata di tangan, mereka menyerbu se-
raya mengeluarkan teriakan-teriakan keras. Dan ter-
nyata, mereka memang anak buah Raja Iblis Tanpa
Tanding.
Namun orang yang dihadapi kali ini adalah De-
wa Arak dan Melati! Menghadapi serangan semacam
itu sama sekali mereka tidak menjadi gugup.
Tak, tak!
Detak keras seperti dua logam kuat berbentu-
ran, terdengar ketika serangan tokoh-tokoh aliran hi-
tam itu dipapak sepasang tangan Dewa Arak. Yang le-
bih gila lagi, mata senjata-senjata itu malah berpata-
han. Itu pun masih diselingi jerit kesakitan dari mulut
tokoh-tokoh aliran hitam itu. Bahkan tangan yang
menggenggam pedang terasa sakit bukan kepalang.
Beberapa di antaranya malah tak kuat menggenggam
senjata hingga terjatuh!
Meskipun demikian, tokoh-tokoh aliran hitam
lain tidak menjadi gentar. Diiringi pekikan nyaring
yang memekakkan telinga, mereka menerjang Dewa
Arak dan Melati dalam jumlah yang lebih banyak. Hal
ini disebabkan anak buah Raja Iblis Tanpa Tanding
yang lain telah berdatangan, begitu mendengar keribu-
tan.
Tapi tindakan tokoh-tokoh aliran hitam itu tak
ubahnya segerombolan semut menerjang api. Mereka
semua roboh tanpa daya, sebelum sempat menyarang-
kan sebuah serangan pun.
Suara desing senjata menyambar dan dentang
senjata berbenturan, menyemaraki jalannya perta-
rungan. Itu pun masih ditingkahi jerit kesakitan dan
juga berjatuhannya tubuh tokoh-tokoh aliran hitam ke
tanah. Sudah dapat dipastikan, semua tokoh aliran hi-
tam akan berhasil dirobohkan Dewa Arak dan Melati.
Tapi sebelum hal itu terjadi....
"Menyingkir semua...!"
Sebuah bentakan keras menggelegar seketika
terdengar, sehingga membuat suasana di sekitar tem-
pat itu bergetar keras. Tampaknya, bentakan itu dike-
luarkan disertai pengerahan tenaga dalam.
Maka seketika tokoh-tokoh aliran hitam yang
masih tersisa langsung menghentikan serangan. Me-
reka tahu, orang yang membentak itu adalah pimpinan
mereka.
Tapi ternyata orang yang membentak adalah
Dewa Sesat Pemetik Bunga! Sementara di belakangnya
berdiri belasan orang tokoh hitam berpakaian seragam.
Rupanya, datuk pendek gemuk ini telah mendengar
adanya keributan.
"Kiranya Dewa Arak! Ha ha ha...! Betapa ga-
gahnya tindakanmu dengan menjatuhkan tangan pada
tokoh-tokoh rendahan! Ha ha ha.... Hebat! Hebat!" lan-
jut Dewa Sesat Pemetik Bunga, penuh ejekan.
Datuk wilayah timur ini sebenarnya memendam
penasaran pada Dewa Arak, karena dirinya telah di-
buat malu ketika dikalahkan oleh Dewa Arak beberapa
waktu lalu. Ingin dicobanya sekali lagi kesaktian pe-
muda berambut putih keperakan itu.
"Ah! Betapa gagahnya ucapanmu, Dewa Sesat!
Apakah kau ingin dibuat terjerembab lagi oleh Dewa
Arak?!" ejek Melati.
"Tutup mulutmu, Wanita Liar!" maki Dewa Se-
sat Pemetik Bunga, geram. "Atau aku yang akan menu-
tupnya dengan kekerasan!"
"Hihihi...!"
Hanya tawa mengikik dari Melati yang me-
nyambuti ancaman Dewa Sesat Pemetik Bunga. Tam-
pak jelas kalau gadis berpakaian putih itu tidak men-
ganggap ancaman datuk pendek gemuk itu sebagai
suatu ancaman.
"Kau akan menutup mulutku dengan kekeras-
an?! Hi hi hi...! Apakah aku tidak salah dengar? Ingin
kulihat, bagaimana kau membuktikan ucapanmu,
Kerbau Pendek Gemuk?!"
"Mampus kau, Wanita Sombong!"
Belum juga gema ucapan itu lenyap, Dewa Se-
sat Pemetik Bunga telah melancarkan serangan pada
gadis berpakaian putih itu. Serangannya dimulai den-
gan sebuah tendangan kaki kanan lurus ke arah perut.
Agar serangan yang dikirimkan dapat mencapai sasa-
ran, terpaksa Dewa Sesat Pemetik Bunga bergerak
mendekat terlebih dahulu.
Wuttt!
Serangan Dewa Sesat Pemetik Bunga hanya
mengenai tempat kosong, karena Melati telah lebih du-
lu melompat menghindar, seraya melancarkan seran-
gan berupa sampokan ke arah pelipis.
Cittt!
Deru angin tajam terdengar dari udara yang te-
robek oleh sampokan tangan Melati yang berbentuk
cakar. Dari sini saja sudah bisa diperkirakan kedah-
syatan serangannya yang disertai pengerahan tenaga
dalam.
Dewa Sesat Pemetik Bunga yang sudah bisa
membaca kekuatan gadis itu, tidak berani membuang-
buang waktu. Apalagi serangan itu datangnya terlalu
tiba-tiba. Apabila terlambat sedikit saja akan gawat
akibatnya.
Karena kesempatan yang tidak memungkinkan
inilah Dewa Sesat Pemetik Bunga hanya sempat mena-
rik kepalanya ke belakang sambil mendoyongkan tu-
buh. Meskipun hanya demikian, tapi cukup membuat
serangan itu mengenai tempat kosong. Sampokan ca-
kar Melati hanya lewat beberapa jari di depan wajah
Dewa Sesat Pemetik Bunga.
Namun tak urung rambut dan sekujur pakaian
Dewa Sesat Pemetik Bunga berkibaran keras. Dari sini
saja sudah bisa diketahui betapa kuatnya tenaga da-
lam yang terkandung dalam serangan itu.
Melati jadi geram karena penasaran melihat la-
wannya berhasil mengelakkan serangan. Dan seiring
munculnya perasaan itu, diputuskan untuk semakin
memperhebat serangannya.
Tapi, ternyata Dewa Sesat Pemetik Bunga bu-
kan termasuk lawan yang mudah dirobohkan. Setiap
serangan Melati berhasil dipatahkan. Bahkan datuk
pendek gemuk ini mampu mengirimkan serangan ba-
lasan yang tidak kalah dahsyat. Maka kini pertarungan
sengit tidak bisa dielakkan lagi.
Karena masing-masing memiliki gerakan cepat,
maka dalam waktu sebentar saja lima belas jurus telah
terlewati. Dan selama itu, belum nampak tanda-tanda
ada yang menang.
Agaknya pertarungan itu disaksikan penuh
perhatian oleh Dewa Arak dan anak buah Raja Iblis
Tanpa Tanding. Tapi tentu saja di antara mereka se-
mua, hanya Dewa Arak yang dapat melihat jelas perta-
rungan yang tengah berlangsung.
Memang, kecepatan gerak Melati dan Dewa Se-
sat Pemetik Bunga tidak dapat tertangkap oleh pan-
dangan mata anak buah Raja Iblis Tanpa Tanding
Yang terlihat hanyalah kelebatan bayangan hitam dan
putih dalam bentuk tidak jelas, yang saling belit dan
kadang-kadang saling pisah.
•kifk
Dengan penuh perhatian Dewa Arak menyaksi-
kan jalannya pertarungan antara Melati melawan Dewa
Sesat Pemetik Bunga yang berlangsung semakin seru.
Apalagi ketika masing-masing telah mengeluarkan il-
mu andalan. Lima puluh jurus telah terlewat, namun
selama itu belum nampak adanya tanda-tanda yang
bakal jadi pemenang.
Kini alis Dewa Arak berkernyit. Disadarinya ka-
lau pertarungan akan berjalan alot. Jelas sudah kalau
Dewa Sesat Pemetik Bunga memang lawan tangguh
bagi Melati!
Kontan perasaan cemas melilit hati Dewa Arak.
Menghadapi Dewa Sesat Pemetik Bunga saja, Melati
sudah dibuat kewalahan. Padahal di tempat ini masih
ada dua orang lagi yang memiliki kesaktian tinggi pula.
Bahkan satunya memiliki kepandaian menggiriskan!
Dan orang itu adalah Raja Iblis Tanpa Tanding.
Itulah yang membuat gelisah Dewa Arak. Yang
dicemaskannya kini hanyalah Melati! Paling tidak, ga-
dis itu harus diajak keluar dari sini!
Tapi sebelum Dewa Arak melaksanakan mak-
sudnya. ...
"Ha ha ha...!"
Terdengar suara tawa bergelak, yang membuat
sekitar tempat itu bergetar hebat. Tawa siapa lagi ka-
lau bukan Raja Iblis Tanpa Tanding? Tampak tokoh
sesat itu tertawa dari dalam bangunan paling besar,
bersama Siluman Pencabut Nyawa.
"Pucuk dicinta ulam tiba!" kata kakek bermata
mengerikan itu setelah menghentikan tawanya. "Sama
sekali tidak kusangka! Tanpa bersusah payah mencari,
kau datang ke hadapanku, Dewa Arak! Ha ha ha...! Be-
rarti, pertarungan kita yang belum selesai dapat dilan-
jutkan."
Setelah berkata demikian, Raja Iblis Tanpa
Tanding mengibaskan tangan kanannya.
"Ringkus wanita itu! Dia bahan yang baik sekali
untuk penyempurnaan ilmu yang kumiliki!"
"Baik," kata Siluman Pencabut Nyawa, cepat.
Kemudian kakinya terayun menghampiri kancah per-
tarungan antara Melati dan Dewa Sesat Pemetik Bun-
ga-
Dewa Arak terkejut bukan kepalang mendengar
perintah Raja Iblis Tanpa Tanding. Dan ini berarti ke-
selamatan Melati tengah terancam!
"Tunggu!" cegah Dewa Arak cepat sambil mele-
sat maju.
Hanya sekali lesatan saja, Dewa Arak telah ber-
ada di hadapan Siluman Pencabut Nyawa yang tengah
menuju kancah pertarungan antara Melati dan Dewa
Sesat Pemetik Bunga.
Siluman Pencabut Nyawa terpaksa menghenti-
kan langkahnya, karena Dewa Arak berdiri mengha-
dang jalan.
"Raja Iblis Tanpa Tanding! Persoalan sebenar-
nya adalah antara kau dan aku! Bukan dengan gadis
itu. Lepaskan gadis itu. Dan, mari bertarung sampai di
antara kita ada yang menggeletak tanpa nyawa!" tan-
tang Dewa Arak.
Pemuda berambut putih keperakan ini menco-
ba membuat Raja Iblis Tanpa Tanding merubah kepu-
tusannya.
"He he he...! Tidak usah mengajariku, Dewa
Arak. Sekalipun tidak ada urusan, kalau aku mau sia-
pa yang berhak melarang?! Apalagi gadis itu! Dia telah
banyak menanam persoalan denganku. Telah cukup
banyak anak buahku yang terluka olehnya. Kau men-
gerti?! Kini berhati-hatilah, kalau kau tidak ingin mati
percuma di tanganku!"
Seiring selesainya ucapan itu, Raja Iblis Tanpa
Tanding bergerak menghampiri Dewa Arak dengan
langkah satu-satu. Terlihat jelas kalau sikapnya sangat
waspada, karena telah merasakan sendiri kelihaian
pemuda berambut putih keperakan itu.
Tepat ketika Raja Iblis Tanpa Tanding bergerak
menghampiri Dewa Arak, Siluman Pencabut Nyawa
melanjutkan maksudnya yang tertunda. Datuk tinggi
kurus ini kembali menghampiri kancah pertarungan
antara Melati dan Dewa Sesat Pemetik Bunga.
Tentu saja semua ini tak luput dari pengawa-
san Dewa Arak. Dan dalam waktu yang hanya sekejap
saja, pemuda berambut putih keperakan ini memutar
otak untuk memperhitungkan tindakan yang harus di-
lakukannya.
"Hih!"
Dewa Arak seketika menjejakkan kakinya. Se-
saat kemudian tubuhnya melayang, menuju kancah
pertarungan yang terjadi antara Melati dan Dewa Sesat
Pemetik Bunga.
"Melati! Cepat pergi!"
Di saat tubuhnya tengah meluruk ke dalam
kancah pertarungan, Dewa Arak menyerukan perintah
pada kekasihnya.
Karuan saja seruan Dewa Arak membuat Melati
kaget, karena perhatiannya tengah terpusat untuk
mengalahkan Dewa Sesat Pemetik Bunga. Sehingga
gadis berpakaian putih ini tidak tahu apa yang terjadi
di sekelilingnya. Namun meskipun demikian, Melati ti-
dak berani membantah perintah Dewa Arak. Dia tahu,
Arya memberi perintah seperti itu pasti berdasarkan
alasan kuat.
Maka, tanpa ragu-ragu lagi, Melati segera me-
lempar tubuh ke belakang, menjauhi kancah perta-
rungan. Tubuhnya yang ramping berputaran di udara,
dalam usahanya menjauhi lawan.
Tentu saja Dewa Sesat Pemetik Bunga tidak
mau memberi kesempatan pada gadis itu. Maka tu-
buhnya pun melesat mengejar. Sekarang, Melati benar-
benar berada dalam bahaya besar. Ini karena maksud-
nya dilaksanakan saat keadaannya tidak mengun-
tungkan.
Tapi sebelum Dewa Sesat Pemetik Bunga sem-
pat melancarkan serangan, Dewa Arak telah lebih dulu
melesat memotong jalur lompatannya. Bahkan pemuda
berambut putih keperakan itu juga langsung me-
layangkan kedua tangannya untuk memapak serangan
Dewa Sesat Pemetik Bunga. Kali ini, Arya tidak ragu-
ragu lagi mengerahkan seluruh tenaga dalamnya.
Akibatnya, benturan antara dua pasang tangan
yang sama-sama mengandung tenaga dalam kuat pun
tidak terelakkan lagi. Dan....
Plakkk, plakkk!
"Aih...!"
Terdengar jeritan tertahan dari mulut Dewa Se-
sat Pemetik Bunga ketika tubuhnya melayang deras ke
belakang. Kedua tangannya kontan terasakan sakit-
sakit. Bahkan dadanya pun terasa sesak bukan kepa-
lang. Kini datuk pendek gemuk itu baru menyadari ka-
lau tenaga dalamnya kalah jauh dibanding Dewa Arak.
Meskipun demikian, Dewa Sesat Pemetik Bunga
masih bisa menunjukkan kelihaiannya selaku seorang
datuk golongan hitam pada orang-orang yang menyak-
sikan. Dan tanpa menemui kesulitan, kekuatan yang
membuat tubuhnya melayang ke belakang dipatah-
kan ny a. Lalu....
"Hup!"
Dengan gerakan indah dan manis, Dewa Sesat
Pemetik Bunga menjejak tanah. Sementara Dewa Arak
sudah sejak tadi berada di tanah, karena hanya terja-
jar beberapa langkah ke belakang.
Dan belum sempat Dewa Arak berbuat sesuatu,
tiba-tiba Siluman Pencabut Nyawa telah meluruk ke
arahnya. Datuk yang bertubuh tinggi kurus ini melan-
carkan serangan berupa tendangan ke arah perut!
Terpaksa Dewa Arak melompat mundur. Na-
mun sebelum sempat berbuat sesuatu, Dewa Sesat
Pemetik Bunga telah membantu Siluman Pencabut
Nyawa. Tak pelak lagi, Dewa Arak pun sibuk meng-
hadapi dua pengeroyok yang berkepandaian amat tinggi!
Sementara itu baru saja kedua kaki Melati
hinggap di tanah,
"He he he....'"
Terdengar sebuah suara tawa bergetar yang
mengandung pengerahan tenaga dalam. Dan ini mem-
buat Melati terjingkat bagai disengat ular berbisa. Ce-
pat kepalanya menoleh ke kanan, tempat suara tawa
terkekeh itu berasal.
Melati terkejut bukan kepalang ketika pandan-
gannya tertumbuk pada sepasang mata Raja Iblis Tan-
pa Tanding yang bersorot aneh. Terang menyilaukan,
mengandung pengaruh mengerikan!
"He he he...!"
Raja Iblis Tanpa Tanding kembali terkekeh me-
lihat Melati terkesima. Dan belum juga Melati sadar
dari keterpakuannya, tokoh sesat mengerikan itu me-
lesat melepaskan totokan ke arah dada. Begitu cepat
gerakannya, sehingga.
Tuk!
Tuk!
Melati kontan ambruk tak berdaya di tanah.
Sementara, Dewa Arak sebenarnya ingin menolong Me-
lati. Tapi apa daya, dia sendiri juga sedang melayani
serangan lawan-lawannya. Untung saja dia cepat men-
dapat kesempatan. Sehingga pemuda berambut putih
keperakan ini melesat ke tempat Melati.
Dewa Sesat Pemetik Bunga dan Siluman Pen-
cabut Nyawa tentu saja tidak membiarkan Dewa Arak
meloloskan din dari kepungan. Maka begitu melihat
pemuda berambut putih keperakan itu melesat, mere-
ka juga melesat untuk mencegah. Dan di antara kedu-
anya, hanya Siluman Pencabut Nyawa yang mempu-
nyai peluang lebih baik untuk menghadang Dewa
Arak.
Menyadari kalau Dewa Arak merupakan se-
orang lawan yang amat tangguh, Siluman Pencabut
Nyawa tidak berani bertindak main-main. Segera di-
uraikan cambuk berujung dua yang semula membelit
pinggang. Lalu, cambuk itu dilecutkan ke arah Dewa
Arak
Siuttt, siuttt!
Diiringi berkesiutan nyaring, ujung-ujung cam-
buk itu meluncur. Begitu mengagumkan gerakan mas-
ing-masing ujung cambuk itu. Yang satu menuju ke
arah ubun-ubun, sedangkan yang satu lagi ke bawah
hidung.
Pada saat yang bersamaan dengan meluncur-
nya serangan Siluman Pencabut Nyawa, Dewa Sesat
Pemetik Bunga meluruk ke arah Dewa Arak.
Hambatan ini membuat Dewa Arak geram se-
tengah mati. Kalau menuruti perasaan, ingin ditang-
kapnya ujung-ujung cambuk yang tengah meluncur ke
arahnya. Dia tahu, dengan kelebihan tenaga dalam
yang dimiliki, cambuk itu dapat ditangkapnya tanpa
harus terluka.
Namun Dewa Arak tidak mau terlarut oleh pe-
rasaan. Pengalaman demi pengalaman telah mengajar-
kan kepadanya kalau kebanyakan senjata tokoh golon-
gan hitam mengandung racun mematikan.
Karena khawatir akan kebenaran dugaannya,
Dewa Arak tidak mau menangkap cambuk itu. Dan da-
lam waktu yang hanya sedikit itu, diambilnya guci
arak yang tergantung di punggungnya. Kemudian, dis-
ampoknya lecutan cambuk itu.
8
Ctarrr, ctarrr!
Ledakan keras seperti sambaran halilintar ter-
dengar, ketika ujung-ujung cambuk itu beradu dengan
badan guci milik Dewa Arak. Maka kesudahannya, le-
satan Dewa Arak jadi terhambat. Dan...
"Hup!"
Pemuda berambut putih keperakan itu menda-
ratkan kedua kakinya di tanah. Sementara, Siluman
Pencabut Nyawa sendiri terhuyung-huyung ke be-
lakang. Hal ini saja cukup menjadi bukti kalau tenaga
dalam Siluman Pencabut Nyawa berada di bawah Dewa
Arak.
Tapi sebelum Dewa Arak meneruskan maksud-
nya serangan Dewa Sesat Pemetik Bunga telah tiba.
Terpaksa perhatian Dewa Arak beralih.
Dewa Sesat Pemetik Bunga melancarkan se-
rangan berupa sampokan tangan kanan dengan jari-
jari terkembang, ke arah pelipis Dewa Arak. Tepat pada
saat yang sama ujung-ujung cambuk Siluman Penca-
but Nyawa meluncur ke arah ulu hati!
Wuttt!
Pemuda berambut putih keperakan itu meren-
dahkan tubuhnya. Untuk menghindari sampok Dewa
Sesat Pemetik Bunga sedangkan guci yang sejak tadi
terpegang di tangan, langsung dipalangkan di depan
dada untuk mematahkan serangan Siluman Pencabut
Nyawa.
Wuttt! Blangngng!
Rentetan kejadian berlangsung demikian cepat.
Sampokan tangan Dewa Sesat Pemetik Bunga yang
hanya menyambar angin di atas kepala Dewa Arak,
dan cambuk Siluman Pencabut Nyawa membentur gu-
ci berlangsung dalam selisih waktu yang demikian
singkat
Tapi kesudahannya, baik Siluman Pencabut
Nyawa maupun Dewa Arak sama-sama terhuyung ke
belakang. Hanya saja, Siluman Pencabut Nyawa ter-
huyung tiga langkah, sementara Dewa Arak hanya sa-
tu langkah. Itu pun sebagian besar disebabkan karena
kedudukan pemuda berambut putih keperakan itu
yang kurang menguntungkan.
Belum juga Dewa Arak sempat memperbaiki
kedudukannya, kembali datang serangan Dewa Sesat
Pemetik Bunga dari arah belakang. Sedangkan cam-
buk Siluman Pencabut Nyawa kembali mematuk-
matuk ke arah ubun-ubun. Kali ini, Dewa Arak
diserang dari dua arah.
"Hih!"
Dewa Arak melompat ke kanan. Dan selagi tu-
buhnya berada di udara, guci yang sudah kembali ter-
sampir di punggung diambilnya. Kemudian diangkat-
nya ke atas kepala....
Gluk... Gluk... Gluk...!
Suara tegukan terdengar ketika arak itu mele-
wati tenggorokan Dewa Arak dalam perjalanannya me-
nuju ke perut. Sesaat kemudian, terasa hawa hangat
berputar di dalam perut. Lalu, merayap naik ke atas
kepala.
"Hup!"
Tubuh Dewa Arak limbung ke kanan dan ke ki-
ri ketika mendarat di tanah. Ini menjadi pertanda ka-
lau ilmu 'Belalang Sakti' telah siap dipergunakan.
Siluman Pencabut Nyawa dan Dewa Sesat Pe-
metik Bunga langsung tertegun ketika melihat tingkah
laku Dewa Arak. Sehingga untuk sementara mereka
menghentikan pertarungan. Kedua datuk golongan hi-
tam ini benar-benar merasa heran melihat tingkah
Dewa Arak Padahal, mereka telah mendengar tentang
ilmu 'Belalang Sakti' milik Dewa Arak. Tapi begitu me-
lihat sendiri, tetap saja merasa heran.
Untung, hanya sebentar saja Siluman Pencabut
Nyawa dan Dewa Sesat Pemetik Bunga tertegun. Selan-
jutnya, mereka kembali melancarkan serangan.
kkk
Sementara itu di arena lainnya, Melati benar-
benar telah tak berdaya sehabis tertotok oleh Raja Iblis
Tanpa Tanding. Dia terbujur lemas tak berdaya, dalam
keadaan mata terpejam.
"Ha ha ha...!"
Seketika tawa Raja Iblis Tanpa Tanding mele-
dak. Nada kemenangan dan kegembiraan tampak da-
lam suaranya. Kemudian, Raja Iblis Tanpa Tanding
sama sekali tidak mempedulikan Melati lagi. Pandan-
gannya dialihkan ke arah pertarungan yang berlang-
sung antara Dewa Arak menghadapi Dewa Sesat Peme-
tik Bunga dan Siluman Pencabut Nyawa.
Dengan penuh perhatian, Raja Iblis Tanpa Tan-
ding menyaksikan jalannya pertarungan itu. Sepasang
matanya yang bersinar kehijauan hampir tidak pernah
berkedip sama sekali. Beberapa kali kepalanya terang-
guk-angguk.
"Ternyata berita yang terdengar di dunia persi-
latan tentang keanehan dan kedahsyatan ilmu
'Belalang Sakti', tidak berlebihan. Ilmu itu benar-benar
dahsyat...," desah Raja Iblis Tanpa Tanding bernada
kekaguman, setelah memperhatikan jalannya perta-
rungan beberapa saat.
Kekaguman Raja Iblis Tanpa Tanding atas ke-
pandaian Dewa Arak memang beralasan. Tokoh muda
yang menggemparkan itu dikeroyok dua datuk golon-
gan hitam. Namun tidak tampak kalau pemuda be-
rambut putih keperakan itu berada di pihak yang ter-
desak. Padahal, pertarungan telah berlangsung lebih
dari lima puluh jurus!
Sementara itu, orang yang dikagumi Raja Iblis
Tanpa Tanding tengah memusatkan seluruh perhatian
untuk menghadapi lawan-lawannya. Segenap kemam-
puannya dikerahkan, karena serbuan gabungan dari
lawan-lawannya memang dahsyat bukan kepalang.
Kepandaian masing-masing dua datuk golong-
an hitam itu saja sudah demikian hebat. Dan kini, me-
reka secara berbarengan maju menghadapi Dewa Arak.
Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan gabun-
gan itu. Tambahan lagi kedua datuk ini mampu saling
mengisi. Sehingga meskipun terlihat jelas kalau mere-
ka terdiri dari dua orang, tapi seperti dikendalikan sa-
tu pikiran. Dengan demikian kedahsyatan serangan
mereka pun semakin bertambah.
Dan kedahsyatan serangan itu dirasakan Dewa
Arak. Pemuda berambut putih keperakan ini merasa-
kan tekanan yang amat kuat dari setiap serangan la-
wan. Bahkan datangnya silih berganti dan bertubi-
tubi. Tentu saja Dewa Arak tidak mempunyai kesem-
patan untuk melancarkan serangan balasan
Hanya sesekali Dewa Arak mendapat kesempa-
tan melancarkan serangan balasan. Dan itu pun selalu
berhasil dikandaskan lawan-lawannya yang bekerja
sama dengan baik.
Namun itu bukan berarti Dewa Arak tidak ber-
daya. Meskipun kelihatannya kerepotan, tapi sebe-
narnya pemuda berambut putih keperakan itu sama
sekali tidak terdesak. Dan ini pun diketahui Raja Iblis
Tanpa Tanding. Sehingga kekagumannya semakin me-
nebal ketika melihat tingkah tokoh muda yang meng-
gemparkan itu.
Di kancah pertarungan itu Raja Iblis Tanpa
Tanding melihat betapa Dewa Arak masih sempat me-
minum araknya! Padahal, serangan demi serangan da-
tang bertubi-tubi. Yang lebih gila lagi, beberapa kali
sewaktu serangan tengah meluncur, Dewa Arak malah
dengan seenaknya menenggak araknya! Baru ketika
serangan hampir mengenai sasaran, dia mengelak
dengan gerakan seperti orang akan jatuh. Maka..., se-
rangan itu pun lolos!
Karuan saja hal itu membuat lawan-lawan De-
wa Arak semakin kalap! Dan akibatnya, serangan-
serangan yang dilancarkan pun semakin dahsyat.
Menginjak jurus keenam puluh lima, Dewa
Arak mulai kewalahan. Tak bisa dipungkiri kalau la-
wan-lawan yang dihadapi Dewa Arak adalah tokoh-
tokoh utama dunia persilatan. Itu sebabnya dia kete-
ter.
Jurus demi jurus berlalu cepat. Dan seiring se-
makin lamanya pertarungan, semakin terlihat jelas
keadaan Dewa Arak yang terus dihimpit. Sudah bisa
diketahui kalau pertarungan terus berlanjut, keadaan
Dewa Arak akan semakin sulit.
"Ha ha ha...!"
Raja Iblis Tanpa Tanding tertawa terbahak-
bahak melihat perubahan pada jalannya pertarungan.
Sebagai seorang tokoh persilatan tingkat tinggi, tentu
saja dia bisa menilai akhir dari sebuah pertarungan se-
telah memperhatikannya, baik sebentar maupun agak
lama.
"Sekarang kau baru tahu kelihaian kami, Dewa
Arak! Jangan coba-coba menentang tingkah kami. Ka-
rena siapa pun yang mencoba menghambat, akan han-
cur! Ha ha ha...!"
Raja Iblis Tanpa Tanding mengakhiri ucapan
bernada kemenangannya dengan sebuah tawa keras
menggelegar. Rupanya kakek bermata mengerikan ini
merasa gembira, karena yakin betul Dewa Arak akan
roboh. Walaupun demikian, di hati kecilnya timbul pe-
rasaan kagum terhadap Dewa Arak. Sukar dipercaya
orang semuda Dewa Arak, mampu menghadapi dua
datuk golongan hitam sekaligus! Bahkan hingga berta-
rung sekian lamanya. Padahal, dia sendiri tidak yakin
akan mampu!
kkk
Tapi di saat-saat menentukan itu, tiba-tiba ter-
dengar teriakan-teriakan keras yang disusul berkeleba-
tan nya banyak sosok tubuh ke dalam bangunan Per-
guruan Lembah Dewa ini.
Tentu saja hal ini mengejutkan Raja Iblis Tanpa
Tanding dan anak buahnya. Apalagi ketika mengetahui
jumlah penyerbu yang demikian banyak. Dan yang le-
bih mengejutkan lagi ketika melihat sosok-sosok yang
menjadi pimpinan penyerbu mereka adalah Ki Ran-
cang, Ki Cupang, dan masih ada tiga orang lagi yang
merupakan ketua-ketua partai besar golongan putih.
Raja Iblis Tanpa Tanding pun seketika gentar!
Betapa tidak? Satu di antara mereka saja, memiliki ke-
pandaian tak berada di bawah datuk-datuk sesat yang
menjadi anak buahnya. Dan lagi, bagaimana mereka
bisa bersatu? Disadari kalau keadaan sudah tidak
menguntungkan pihaknya. Meskipun demikian, dipu-
tuskan untuk mengadakan perlawanan lebih dulu!
"Sambut mereka...!" seru Raja Iblis Tanpa Tan-
ding pada anak buahnya!
Seketika itu pula, anak buah Raja Iblis Tanpa
Tanding yang berjumlah tak kurang dari seratus
orang, menyambut kedatangan para penyerbu. Dan
penyerbu yang berjumlah lebih dari seratus orang itu
memiliki gerakan gesit. Dan mereka langsung merang-
sek, sehingga pertempuran besar-besaran pun berko-
bar!
Tiga di antara lima kakek yang menjadi pemim-
pin para penyerbu segera melesat ke arah Raja Iblis
Tanpa Tanding dan mengurungnya.
"Kau harus mempertanggungjawabkan kekejian
tindakanmu, Lakadewa! Nyawa murid-muridku harus
ditebus dengan nyawamu!" bentak salah seorang dari
tiga kakek berpakaian putih dengan jenggot panjang
sampai ke perut! Dialah Ki Rancang, Ketua Perguruan
Lembah Dewa. Sedangkan dua orang di sebelahnya
adalah adik-adik seperguruannya.
"Ha ha ha...!"
Raja Iblis Tanpa Tanding yang ternyata berna-
ma Lakadewa tertawa tergelak, untuk menutupi kegen-
taran hatinya. Apalagi ketika melihat anak buahnya
kocar-kacir. Disaksikannya pula betapa Dewa Sesat
Pemetik Bunga dan Siluman Pencabut Nyawa belum
juga berhasil merobohkan Dewa Arak. Malah, pemuda
berambut putih keperakan itu terlihat masih segar-
bugar, seakan-akan tenaganya tidak pernah habis.
Keadaan benar-benar tidak menguntungkan pihaknya!
"Tidak pernah kusangka kalau kau akan ber-
tindak seperti ini, Lakadewa! Apakah sekarang kau
akan membunuh kami, yang juga kakak-kakak seper-
guruanmu?!" ucap Ki Rancang lagi.
Sepasang mata Raja Iblis Tanpa Tanding yang
ternyata adik seperguruan Ki Rancang, seperti menyi-
narkan api. Sesaat kemudian....
"Diam...!"
Raja Iblis Tanpa Tanding membentak keras bu-
kan kepalang, penuh kekuatan aneh. Akibatnya benar-
benar dahsyat! Bukan hanya Ki Rancang saja yang
terdiam. Semua tokoh-tokoh yang bertempur pun ter-
diam pula.
Kesempatan yang hanya sekejap itu diperguna-
kan sebaik-baiknya oleh Raja Iblis Tanpa Tanding.
Hanya sekali menggenjot kakinya tubuhnya telah me-
lesat! Datuk sesat yang menggiriskan ini kabur!
Saat itulah Ki Rancang dan dua adik sepergu-
ruannya yang telah memiliki tenaga dalam tinggi, lang-
sung sadar dari pengaruh ilmu sihir Raja Iblis Tanpa
Tanding. Mereka segera melesat mengejar. Namun, La-
kadewa yang sudah memperhitungkannya segera men-
gibaskan tangannya. Langsung dilemparkannya debu-
debu beracun ke arah tiga orang kakak seperguruan-
nya.
Ki Rancang dan dua adik seperguruannya tidak
berani bertindak gegabah. Buru-buru tubuhnya dilem-
parkan ke samping kanan dan bergulingan. Tapi ketika
keduanya bangkit, tubuh Raja Iblis Tanpa Tanding te-
lah jauh. Tidak mungkin dikejar lagi.
Sambil menghela napas berat, ketiganya kem-
bali ke tempat semula.
Sekarang ini tempat pertarungan pun telah
bergeser, dan sudah tidak terbagi-bagi lagi. Tapi terli-
hat kalau kelompok yang dibawa Ki Rancang berada di
atas angin. Maka tiga Pimpinan Perguruan Lembah
Dewa dan dua kakek lainnya pun tidak ikut campur.
Mereka kemudian hanya menyaksikan jalannya perta-
rungan antara Dewa Arak menghadapi dua lawannya
yang telah berlangsung hampir dua ratus dua puluh
lima jurus.
"Mampuslah kau, Dewa Arak!"
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Siluman Pen-
cabut Nyawa langsung menerjang Dewa Arak! Se-
rangannya dibuka dengan sebuah tendangan kaki ka-
nan miring ke arah leher, selagi Dewa Arak terhuyung
selangkah akibat beradu tenaga dengan Dewa Sesat
Pemetik Bunga yang terhuyung lima langkah. Ter-
huyungnya Dewa Sesat Pemetik Bunga karena me-
mang telah lelah bukan kepalang!
Wuttt!
Sementara, pemuda berambut putih keperakan
itu tidak berani bertindak sembrono. Buru-buru ka-
kinya ditarik ke belakang sambil mendoyongkan tu-
buh. Sehingga, kaki Siluman Pencabut Nyawa hanya
mengenai tempat kosong.
Tapi tindakan Dewa Arak tidak hanya berhenti
sampai di situ saja. Begitu serangan lawan berhasil di-
kandaskan, tangan kirinya diluncurkan untuk me-
nangkap pergelangan kaki Siluman Pencabut Nyawa
yang belum sempat ditarik kembali!
Tappp!
Tangkapan Dewa Arak mengenai tempat ko-
song, karena Siluman Pencabut Nyawa telah lebih dulu
menarik kakinya. Saat itu, Dewa Arak cepat menghen-
takkan tangan kirinya ke arah Dewa Sesat Pemetik
Bunga yang tengah melompat menerjang.
Wusss!
Deru angin keras berhawa panas menyengat
memapak serangan Dewa Sesat Pemetik Bunga. Datuk
wilayah timur ini kaget bukan kepalang. Sedapat-
dapatnya diusahakan untuk mengelak, tapi terlambat.
Karena....
Bresss!
"Aaa...!"
Dewa Sesat Pemetik Bunga memekik memilu-
kan, ketika pukulan jarak jauh Dewa Arak bersarang
tepat di dadanya. Seketika itu pula tubuhnya melayang
jauh ke belakang, dan jatuh berdebuk di tanah dalam
keadaan tubuh hangus. Dewa Sesat Pemetik Bunga
tewas, tanpa sempat bergerak sedikit pun.
Karuan saja hal ini membuat Siluman Pencabut
Nyawa geram. Maka seluruh kemampuan yang dimiliki
dikerahkan untuk mengadu nyawa!
"Haaat..!"
"Hiyaaat...!"
Ternyata pada jurus kedua ratus sepuluh, baik
Siluman Pencabut Nyawa maupun Dewa Arak sama-
sama saling terjang. Dan begitu berada di udara, Silu-
man Pencabut Nyawa langsung melecutkan cambuk-
nya.
Wuttt..!
Dengan deras, cambuk itu meluncur ke arah
pelipis Dewa Arak. Namun kali ini dia mengambil tin-
dakan berbahaya. Dengan perhitungan matang seo-
rang tokoh silat tingkat tinggi, ditangkisnya sabetan
cambuk Siluman Pencabut Nyawa dengan guci di tan-
gan kiri.
Tappp! Rrrttt!
Cambuk Siluman Pencabut Nyawa membelit di
guci Dewa Arak. Namun lilitan pada guci arak itu tidak
terlalu erat. Dan di saat itulah Dewa Arak menghan-
tamkan guci araknya ke dada Siluman Pencabut Nya-
wa.
Wuttt, Bukkk!
Telak dan keras sekali dada Siluman Pencabut
Nyawa terhantam guci Dewa Arak. Kontan tubuhnya
melayang ke belakang disertai semburan darah segar
dari mulut, hidung, dan telinganya. Begitu ambruk di
tanah nyawa Siluman Pencabut Nyawa melayang seke-
tika itu pula.
Ringan laksana daun kering Dewa Arak menda-
rat di tanah. Kemudian langsung disambarnya tubuh
Melati dan dibawanya kabur meninggalkan tempat itu.
Dewa Arak tidak merasa heran atas munculnya
bala bantuan itu, karena memang sudah direncana-
kannya bersama Singa Hitam Tangan Sepuluh.
Dari cerita Singa Hitam Tangan Sepuluh itu pu-
la Dewa Arak tahu, mengapa lelaki bermuka singa itu
dikejar-kejar. Singa Hitam Tangan Sepuluh yang men-
genal Raja Iblis Tanpa Tanding, sebenarnya berasal da-
ri perguruan yang sama yang bernama Perguruan
Lembah Dewa. Hanya saja Singa Hitam Tangan Sepu-
luh murid biasa, dan Raja Iblis Tanpa Tanding adalah
murid utama. Kedua orang itu ternyata jatuh cinta pa-
da putri Ketua Perguruan Lembah Dewa. Dan persain-
gan itu menimbulkan perselisihan yang dalam. Hingga
ketika mereka berdua diusir dari perguruan, Raja Iblis
Tanpa Tanding berniat melenyapkan Singa Hitam Tan-
gan Sepuluh. Dan dendam itu terus dibawa oleh Raja
Iblis Tanpa Tanding sampai nanti bertemu Singa Hitam
Tangan Sepuluh kembali.
SELESAI
Ikuti episode selanjutnya
Perempuan Pembawa Maut
Emoticon