Pengemis Binal 28 Tamat - Rahasia Siluman Ragakaca(1)







RAHASIA SILUMAN RAGAKACA

Cetakan Pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Pengolah Cerita oleh S. Pranowo


Hak Cipta Pada Penerbit
Dilarang Mengcopy atau Memperbanyak
Sebagian atau Seluruh Isi Buku Ini
Tanpa Izin Tertulis dari Penerbit



Serial Pengemis Binal
Dalam Episode  :
Rahasia Siluman Ragakaca
112 Hal

Di Edit oleh : mybenomybeyes




1

Di bawah siraman cahaya rembulan
temaram, dua orang lelaki berdiri
mematung dalam kesunyian. Tatapan mereka
sama-sama tertuju ke sosok bayangan
merahyang berkelebat di balik pepohonan.
Setelah si bayangan  lenyap dari
pandangan, kedua orang lelaki ini
menarik napas lega bersamaan.
Hingga beberapa lama, mereka tetap
berdiri mematung. Hembusan angin dingin
malam tak mereka pedulikan sama sekali.
Sementara, lamat-lamat terdengar
lolongan serigala. Sesekali disahuti
tekur burung hantu dan suara binatang
malam lainnya. Mencekam.... Sepi!
Usia kedua lelaki itu terpaut cukup
jauh. Yang satu seorang pemuda remaja
berwajah tampan dan mengenakan pakaian
putih penuh tambalan. Sedang yang
satunya lagi seorang kakek cacat tak
punya tangan, mengenakan rompi dan
celana kuning. Di kepalanya melingkar
ikat kepala yang terbuat dari besetan
kulit pohon kasar berduri, Kumis dan
jenggotnya yang putih panjahg
terayun-ayun manakala hembusan angin
mempermainkan.

"Kakek Peramal Buntung...," sebut
si remaja yang menyelipkan sebatang
tongkat butut di ikat pinggangnya. "Raja
Angin Barat telah pergi meninggalkan
kita. Semula, dia datang membawa
segudang amarah. Apakah amarah pemilik
Lembah Makam Pelangi itu  masih
bersemayam di hatinya kini?"
Kakek cacat yang disebut sebagai
Peramal Buntung menatap wajah si remaja
sekilas. Setelah menarik napas panjang,
dia menengadah dengan pandangan lurus ke
atas. "Seperti kemarin, kulihat rembulan
dan bintang masih mengambang di bawah
langit. Seperti kemarin, malam ini pun
terasa sunyi, Hembusan angin juga dingin
seperti kemarin," ujarnya. "Di sini, aku
tak melihat perubahan apa-apa. Aku tak
merasakan perubahan apa-apa. Semuanya
tetap berjalan seperti kemarin."
"Hmmm…Kalau  tidak salah aku
menebak, ucapan Kakek menyiratkan bahwa
isi hati Raja Angin Barat tetap tak
berubah  seperti yang kuharapkan.
Berarti, dalam dada Raja Angin Barat
masih tersimpan api amarah yang
berkobar-kobar,." sahut si remaja,
bernada sedih. "Andai amarah itu tetap
ditujukan kepadaku, maka patutlah aku
menyayangkan. Kenapa tokoh tua yang

sudah matang pengalaman macam Raja Angin
Barat begitu mudah terjerumus dalam
nafsu rendah? Kenapa mesti menuruti hawa
amarah kalau diri sendiri bakal terkena
getahnya juga?" 
"Begitulah Raja Angin Barat saat
ini, Tuan Muda Suropati," tegas Peramal
Buntung. "Rasa cinta memang bisa membuat
buta. Buta mata dan buta hati. Ketika
cinta berubah jadi rasa kehilangan, maka
buta pula akal pikiran. Raja Angin Barat
adalah contoh yang tepat Dia telah
kehilangan seorang putri yang sangat
dicintainya. Saat ini, sulit bagi Raja
Angin Barat untuk dapat membedakan mana
yang salah dan mana yang benar."
Remaja tampan yang tak lain si
Pengemis Binal Suropati tak menyahuti
ucapan Peramal Buntung. Dalam hati, dia
mengucap seribu kata syukur. Bersyukur
karena Raja Angin Barat tak jadi
menjatuhkan tangan maut terhadapnya.
Namun, benarkah  Raja Angin Barat
pergi dan melupakan urusannya dengan
Suropati? Ternyata tidak! Sebuah
teriakan serak parau tiba-tiba memecah
keheningan malam....
"Suropati keparat! Kalau aku tidak
merenggut jiwamu, sama artinya dengan
aku membunuh putriku sendiri!" 

Pengemis Binal dan Peramal Buntung
membelalakkan mata. Mereka terhantam
keterkejutan melihat sesosok bayangan
berkelebat  dan menghadirkan seorang
kakek berjubah merah yang tak lain Raja
Angin Barat
"Untuk apa kau kembali, sahabatku
Raja Angin Barat?" selidik Peramal
Buntung, menahan jantungnya yang
berdegup kencang.
"Aku tak punya urusan denganmu,
Peramal Buntung!" bentak Raja Angin
Barat, keras menggelegar. "Pergilah dan,
biarkan aku menyelesaikan urusan dengan
bocah gemblung bernama Suropati itu!"
"Rupanya, hawa amarah benar-benar
telah menutupi akal sehatmu, Sahabat.
Bila Siluman Raga kaca melihat sikapmu
ini, dia akan tertawa senang karena
merasa menang. Bukankah kau telah dapat
diperalatnya, sahabatku Raja Angin
Barat?"
"Jangan banyak cakap, Peramal
Buntung! Kau boleh mengatakan aku telah
diperalat Siluman Raga kaca. Tapi,
setidaknya dia tak akan mencelakakan
putriku kalau aku berhasil membunuh
bocah gemblung itu!"
Mendengus gusar Pengemis Binal
mendengar dua kali dirinya disebut

sebagai bocah gemblung. Tapi mengingat
jalan pikiran Raja Angin Barat yang tak
lagi normal, Pengemis Binal mencoba
bersabar. Ditariknya napas panjang
beberapa kali. 
"Pak Tua...," sebutnya. "Aku turut
menyesal atas kejadian yang menimpa
putrimu. Aku tak akan mengelak dari
kesalahan. Karena sedikit banyak, Narita
berhasil disekap Siluman Raga kaca,
memang ada sangkut pautnya dengan
diriku. Tapi...."
"Aku tak butuh ucapanmu, Bocah
Gemblung!" sela Raja Angin Barat "Yang
kubutuhkan saat ini hanyalah nyawamu!"
"Uts! Kau jangan keburu nafsu dulu,
Sahabat!" sergap Peramal Buntung
"Minggir kau!"
Sambil membentak keras, mendadak
Raja Angin Barat mengibaskan ujung
lengan jubahnya. Serangkum angin pukulan
meluruk deras kearah Peramal Buntung!
Wusss...!
Sengaja Peramal Buntung tak
menghindar. Udara di paru-parunya dia
keluarkan lewat mulut dengan disertai
aliran tenaga dalam. Sesaat kemudian,
terdengar suara gemuruh bagai ada badai
yang datang menerjang. Raja Angin Barat

menggeram marah melihat angin pukulannya
dapat dihalau dengan mudah.
"Hmmm.....  Walau malam ini cukup
gelap, tapi aku dapat melihat warna
mukamu yang semakin  merah padam,
sahabatku Raja Angin Barat," ujar Pe-
ramal Buntung. "Apa yang kulakukan tadi
hanyalah satu usaha untuk membela diri.
Kau jangan salah sangka, Sahabat. Aku
tidak sedang pamer kepandaian di
hadapanmu. Tapi yang harus kau ketahui,
aku tak bisa  membiarkan perbuatan
membabi buta berlangsung di depan
mataku! Aku akan membela Tuan Muda Su-
ropati walau terpaksa aku  harus
memutuskan tali persahabatan...."
"Kek..!" tegur Pengemis Binal.
Sebaiknya kau menyingkir. Urusan ini
tidak ada sangkut pautnya denganmu.
Biarlah aku selesaikan diri dengan orang
tua keras kepala yang sok jago itu!"
"Tapi..., Tuan Muda...,"
"Sudahlah. Bila kau turuti
kata-kataku, aku akan senang dan sangat
berterima kasih kepadamu,"
Melihat kesungguhan Suropati,
Peramal Buntung mengerutkan kening
rapat-rapat Peramal Buntung ingat
janjinya untuk menjadi budak pengiring
setia selama seumur hidup. Tapi bila

Suropati memberi perintah untuk
menyingkir, haruskah dia menolak
perintah itu? Haruskah Peramal Buntung
menutup mata ketika tahu ada orang yang
hendak berbuat sewenang-wenang terhadap
junjungannya?
Selagi Peramal Buntung bingung
untuk segera menentukan pilihan dalam
bertindak, tiba-tiba melesat selarik
sinar biru tipis dari kegelapan. Sinar
itu melesat luar biasa cepat dan sama
sekali tak mengeluarkan suara. Di lain
kejap, beberapa jalan darah di tubuh
bagian belakang Peramal Buntung telah
kena totok!
"Kakek...!" seru Pengemis Binal
dalam keterkejutannya. Pemimpin
Perkumpulan Pengemis Tongkat Sakti ini
juga tak dapat mengetahui lesatan sinar
biru. Beruntung, totokan jarak jauh itu
tidak ditujukan  kepadanya. Andai itu
terjadi, bagaimana mungkin dia bisa
menghadapi Raja Angin Barat yangsangat
bernafsu untuk membunuhnya?    
Melihat tubuh Peramal Buntung yang
tiba-tiba jatuh ke tanah dalam keadaan
lemas tanpa tenaga, Raja Angin Barat
turut terkejut. Dia tak tahu siapa yang
telah  melancarkan totokan jarak jauh
terhadap Peramal Buntung. Tapi menilik

tindakannya, penyerang gelap itu
kemungkinan besar berada di pihaknya.
Tapi, tindakan merobohkan Peramal
Buntung dari belakang itu malah membuat
Raja Angin Barat mendengus gusar. Dia
tersinggung dan marah melihat perbuatan
yang jauh dari sifat ksatria, Terlebih
lagi. Raja Angin Barat merasa didahului
sementara dia belum melakukan apa-apa.
Maka, menggeram keraslah Raja Angin
Barat.
"Jahanam! Kiranya, ada cecunguk
yang mencoba pamer kepandaian di
hadapanku. Walau maksudmu hendak
membantuku, tapi sungguh aku tak suka!" 
Begitu ucapan Raja Angin Barat
lenyap dari pendengaran, dari kejauhan
terdengar suara tawa keras menggelegar.
"Ha ha ha...! Kau jangan salah mengerti,
Sahabat! Siapa yang hendak membantumu?
Apa yang kulakukan adalah satu cara untuk
menyelesaikan urusanku dengan Peramal
Buntung!"
Suropati yang  tengah berusaha
membebaskan pengaruh totokan di tubuh
Peramal Buntung tampak terkesiap. Dia
seperti telah rnengenal warna suara si
pembokong  itu, tapi siapa? Suropati
berusaha memeras otak untuk
mengingat-ingat. Dia pun bertambah yakih

bila pernah mengenal warna suara yang
baru didehgarnya. Tapi hingga beberapa
lama berpikir, otaknya malah terasa
buntu.
"Ah Persetan dengan pengecut licik
itu! Aku harus segera melepas pengaruh
totokan di tubuh Kakek Peramal Buntung
ini," kata hati Pengemis Binat kemudian.
Namun, keterkejutan kembali
menghantam. Waktu memeriksa, Suropati
mendapati tubuh Peramal Buntung telah
dingin seperti mayat. Kelopak mata dan
mulutnya terbuka lebar. Tarikan napas
dan detak jantungnya terasa amat lamban.
Amat tergesa-gesa Suropati
mengeluarkan seluruh daya kemampuan yang
pernah dipelajarinya dari si Wajah
Merah. Tapi hingga beberapa lama dia
berusaha, pengaruh totokan di tubuh
Peramal Buntung tak dapat dilepaskannya.
Totokan jarak jauh yang dilancarkan si
penyerang gelap itu benar-benar lihai!
Maka, mengelamlah paras Pengemis
Binal. Rasa khawatir, bingUng, dan kalut
bercampuraduk jadi satu. Membuat jalan
napas Pengemis Binal terasa buntu. Tanpa
terasa, keringat dingin keluar
bercucuran. Apa-lagi, Raja Angin Barat,
tampaknya sudah tak sabaran untuk segera
menjatuhkan tangan maut!

"Tinggalkan orang tua naas itu,
Bocah Gemblung!"
Seruan Raja Angin Barat membuat
Pengemis Binal melonjak kaget. Dia sadar
jika  harus segera meladeni tantangan
Raja Angin Barat Tapi, bagaimana dengan
Peramal Buntung? Haruskah orang tua itu
ditinggalkan begitu saja, sementara
tubuhnya masih dalam pengaruh totokan
yang amat lihai? Tidakkah hal itu akan
membuatnya celaka?
Dengan hati berdebar-debar tak
karuan, Pengemis Binal menatap wajah
Peramal Buntung yang menyiratkan siksaan
hebat Sementara, Raja Angin Barat tampak
rnenautkan gigi rapat-rapat dan
mengeluarkan suara menggerendeng,
pertanda dia sudah bersiap sedia untuk
mengawali pertempuran.
Tiba-tiba....
"Hadapi Raja Angin Barat! Relakan
kepergian Peramal Buntung!"
Dari kejauhan terdengar suara
dingin yang ditujukan kepada Pengemis
Binal. Sesaat kemudian, Pengemis Binal
merasakan tiupan angin dingin. Sebelum
dia menyadari apa yang tengah terjadi,
mendadak tubuh Peramal Buntung terangkat
satu depa dari permukaan tanah. Tubuh
kakek berompi kuning itu lalu melesat

cepat karena terhisap bleh kekuatan yang
tak tampak!
"Kakek...!" pekik Suropati ketika
tahu tubuh Peramal Buntung menghilang
dari hadapannya.
Raja Angin Barat turut terkejut.
Pemilik Lembah Makam Pelangi ini sempat
melihat bagaimana tubuh Peramal Buntung
terangkat dan melesat, lalu menghilang
di kegelapan  malam. Tubuh Peramal
Buntung telah dilarikan orang. Tapi
siapa orang itu, Raja Angin Barat tak
tahu. Demikian pula dengan si Pengemis
Binal Suropati!

***

"Penjahat culas! Kembalikan Mustika
Batu Merpati kepadaku!"
Mendengar teriakan itu, seorang
wanita cantik berpakaian merah kuning
terkesiap. Tanpa sadar, langkahnya
terhenti. Dengan penuh kewaspadaan, dia
memutar badan seraya mengedarkan
pandangan. Wanita cantik berambut putih
meletak dan mengenakan mahkota emas ini
tersurut mundur satu langkah saat me-
lihat seekor anjing hitam berjalan
tenang di balik keremangan malam.
Moncong anjing yang nyaris sebesar kuda

itu terus mengeluarkan lolongan panjang.
Sementara, di punggungnya bertengger
seorang wanita gemuk bundar mengenakan
pakaian serba putih. Rupa si wanita gemuk
tak seberapa sedap dipandang mata.
Hidungnya pesek, bibirnya pun tebal
berwarna hitam. Lebih buruk lagi,
kepalanya gundu! tanpa sehelai rambut
pun!
"Putri Impian...!" desis wanita
cantik berambut putih.
Bibir tebal si wanita gemuk
menyungging senyum ejekan. Matanya
berkilat, menatap lurus ke depan.
"Berhenti dan diamlah kau, Sona
Langit!" perintah si wanita gemuk yang
tak lain Putri Impian, salah seorang dari
penghuni Istana Langit yang mempunyai
kedudukan sebagai Ratu Istana Dalam.
Mendengar perintah tuannya, anjing
besar hitam menghentikan lolongannya.
Langkahnya terhenti pula. Wanita cantik
berambut putih menatap dengan hati
berdebar kencang.
"Apa maksud kedatanganmu ini, Putri
Impian?" tanyanya.
"Hmmm.... Kau mengajukan pertanyaan
yang telah kau ketahui jawabannya,
Melati Putih," sahut Putri Impian.
"Dengan akal bulusmu, kau telah

mengelabui si Pengemis Binal Suropati.
Kau telah melarikan Mustika Batu
Merpati. Kedatanganku ini tentu saja
untuk meminta kembali batu mustika
pemberianku itu!"
Wanita cantik yang tak lain Melati
Putih atau Bidadari Pulau Penyu melempar
senyum aneh. Tarikan bibimya lebih tepat
disebut ringis kesakitan. Dan, Putri
Impian tampaknya mengetahui keanehan
itu.
"Kulihat ada luka bakar di pinggang
kananmu, Melati Putih,'" ujar Putri
Impian. "Aku tahu kau tengah tersiksa
oleh hawa panas yang menjalar dari luka
bakar di pinggang kananmu itu. Oleh
karenanya, aku mau berbaik hati
kepadamu. Aku tak akan menjatuhkan
hukuman apa-apa kepadamu asal kau
kembalikan Mustika Batu Merpati
kepadaku!"
Bidadari Pulau Penyu menekap
pinggang kanannya. Diam-diam dia
salurkan hawa dingin lewat  telapak
tangannya. Tapi  luka bakar akibat
pancaran 'Sinar Merah Penghancur Segala'
ketika bentrok dengan Iblis Mata Satu itu
tetap saja terasa panas. Bahkan, terasa
makin panas, hingga sekujur tubuh
Bidadari Pulau Penyu bermandi keringat.

(Tentang luka yang didapat Bidadari
Pulau Penyu ini, silakan simak serial
Pengemis Binal dalam episode: "Bidadari
Pulau Penyu"). 
"Uh! Sekujur tubuhku terasa panas
luar biasa...," keluh Bidadari Pulau
Penyu dalam  hati. "Dengan keadaan
terluka seperti ini, dapatkah aku
menghadapi perempuan gembrot itu? Apakah
tidak lebih baik Mustika Batu Merpati
kuserahkan saja kepadanya? Tapi...,
bukankah aku mempunyai sebuah rencana
besar? Rencana itu hanya dapat
kuwujudkan kalau aku memiliki Mustika
Batu Merpati! Hmmm.... Lebih baik aku
mencari akal agar dapat melolOskan diri
dari tempat ini...."
"Hei! Kenapa kau diam saja,
Kuntilanak!" hardik Putri Impian. 
"Kulihat wajahmu makin pucat. Kau
harus segera mendapat pertolongan Oleh
karena itu, cepat serahkan Mustika Batu
Merpati, lalu pergilah sejauh mungkin
sebelum aku berubah pikiran!"
"Kau jangan keburu nafsu, Putri
Impian...," sahut Bidadari Pulau Penyu
dengan suara lembut, walau wanita
bertubuh sintal ini mesti meredam
perasaan yang menghentak-hentak  tak
karuan. "Aku bukan orang serendah

dugaanmu. Aku tak pernah menipu
Suropati, bahkan berpikir begitu pun
tidak. Aku memang membawa Mustika Batu
Merpati, tapi...."
"Cukup!" potong Putri Impian dengan
suara keras menggelegar. Dengan sinar
mata berkilat tajam, wanita gemuk bundar
ini meloncat dari punggung  satwa
tunggangannya yang bernama Sona Langit.
"Aku tahu kelanjutan ucapanmu itu Melati
Putih. Kau hanya akan mengumbar
kata-kata untuk dapat membujukku. Kau
salah! Kau salah menduga, Melati Putih!
Aku bukanlah orang yang mudah kau bujuk!
Aku tahu persis siapa kau! Aku tahu benar
perangai buruk dan sifat licikmu...!" 
"Sebentar...," sela Bidadari Pulau
Penyu mendengar ucapan Putri Impian yang
nyerocos panjang. "Kau boleh berbuat apa
saja terhadapku, tapi aku mohon
dengarlah dulu penjelasanku...."
"Aku tak butuh penjelasanmu!
Serahkan Mustika Batu Merpati! Atau,
kulumatkan tubuhmu yang sudah terluka
itu!"
Mendengar ancaman Putri Impian,
Bidadari Pulau Penyu menggeragap kaget
seperti baru dibangunkan dari tidur
panjang. Di balik keremangan malam,
kedua bola mata Putri Impian tampak

melotot besar dan memancarkan cahaya
biru kemerahan. Sementara, bola mata
Sona Langit pun demikian pula. Moncong
anjing yang tubuhnya hampir sebesar kuda
itu terbuka lebar, memperlihatkan
taring-taring tajam putih berkilat.
Putri Impian dan Sona Langit sama-sama
menatap Bidadari Pulau Penyu bagai aua
makhluk berlainan wujud yang haus darah!
Cepat Bidadari Pulau Penyu
mengerahkan kekuatan hawa sakti untuk
melindungi tubuhnya manakala merasakan
sentakan-sentakan aneh yang menyerang
seluruh persendian. Tulang-tulang tubuh
Bidadari Pulau Penyu terasa  hendak
tanggal dari sambungannya!
"Hmmm.....Perempuan gembrot dan
satwa tunggangannya itu telah
mengeluarkan 'Sinar Mata Pemisah
Tulang'...," gumam Bidadari Pulau Penyu.
"Aku bisa mati konyol kalau berdiam diri
saja. Aku harus berbuat sesuatu!"
Mengikuti pikiran di benaknya,
Bidadari Pulau Penyu mengerahkan hawa
sakri sampai ke puncak. Dari kepalanya
mengepul asap tipis. Begitu
sentakan-sentakan aneh itu berkurang
kekuatannya, dia berkata, 
"Putri Impian, cobalah kau tarik
dulu 'Sinar Mata Pemisah Tulang'-mu ini.

Bila kau nekat mengikuti hawa amarahmu,
kau pasti akan menyesal!"
"Apa maksudmu?" tanya Putri Impian,
dibarengi dengus kegusaran.
"Saat ini juga kau bisa membunuhku,
tapi sampai langit runtuh pun kau tak
akan mendapatkan, batu mustika yang kau
inginkan!"
Melihat kesungguhan Bidadari Pulau
Penyu, mau tak mau Putri Impian mesti
melepas pancaran 'Sinar Mata Pemisah
Tulang'. Seperti dapat membaca pikiran
tuannya, Sona Langit pun berbuat serupa.
Dan begitu sentakan-sentakan aneh
yang menyerang persendian
tulang-tulangnya tak terasa lagi,
Bidadari Pulau Penyu menarik napas
lega..Sekilas, senyum tipis tersungging
di bibirnya yang merah ranum.
"Cepat katakan apa maksud ucapanmu
tadi, Melati Putih!" sentak Putri
Impian.
Seperti sengaja mengulur waktu,
Bidadari Pulau Penyu diam dan tampak
berpikir pikir. Beberapa kali dia
mendesah sambil menggeleng-gelengkan
kepala. Tentu. saja sikap Bidadari Pulau
Penyu ini membuat jengkel dan gemas hati
Putri Impian.

“Jangan coba-coba menipuku  Setan
Alas! Jika kau tak segera menyerahkan
Mustika Batu Merpati, kau akan kusiksa!
Akan kubuat tulang-tulang tubuhmu
bercerai-berai!"
Usai berkata, kedua bola mata Putri
Impian tampak memancarkan sinar biru
kemerahan lagi. Namun sebelum 'Sinar
"Mata Pemisah Tulang' datang menyerang,
bergegas Bidadari Pulau Penyu mengangkat
tangan kanannya. Gerakannya agak kaku
karena rasa panas yang menjalar dari
pinggang kanannya belum hilang, bahkan
terasa amat menyiksa.
"Uts! Tahan amarahmu dulu, Putri
Impian...!" cegahnya.  "Dalam keadaan
terluka seperti ini, aku memang tak akan
sanggup melawan 'Sinar Mata Pemisah
Tulang' -mu. Apalagi, kau dibantu satwa
tungganganmu yang bernama Sona Langit
itu. Tapi ketahuilah, Putri Impian...,
sudah kukatakan di depan, kau bisa
membunuhku, tapi kau hanya akan melihat
mayatku tanpa mendapatkan Mustika Batu
Merpati...."
"Apa maksudmu?" sentak Putri
Impian, terbawa rasa penasaran. Agaknya,
wanita gemuk bundar ini termakan siasat
Bidadari Pulau Penyu.

Dan begitu sinar biru kemerahan di
bola mata Putri Impian meredup lagi,
Bidadari Pulau Penyu. mengibaskan
telapak tangan kanannya ke depan!
Wusss...!
Terkejut  tiada terkira Putri
Impian. Dari telapak tangan Bidadari
Pulau Penyu melesat berpuluh-puluh
bayangan tangan yang merupakan wujud
serangan dari ilmu 'Tangan Ganda Pemakan
Roh'!
Jangankan tubuh manusia yang
terdiri dari tulang dan daging empuk,
bongkahan batu karang sebesar gajah pun
akan nancur lebur menjadi debu bila
tertimpa ilmu 'Tangan Ganda Pemakan Roh'
itu. Maka sambil mengumpat panjang
pendek, Putri Impian meloncat ke
sana-sini agar dapat menghindari maut
Dan pada waktu inilah Bidadari Pulau
Penyu mengeluarkan lempengan batu
sebesar uang logam hijau dari balik
lipatan bajunya. Lempengan batu yang tak
lain dari Mustika Batu Merpati itu lalu
ditempelkan kelidah! Bidadari Pulau
Penyu bermaksud melarikan diri dengan
menggunakan kekuatan gaib Mustika Batu
Merpati seperti yang pernah dilakukannya
ketika berhadapan dengan Iblis Mata Satu
di Graha Kenikmatan.

Namun tiba-tiba Sona Langit
menggerung, 
"Hungngng...!" Terbawa nalurinya
yang tajam, anjing besar berbulu hitam
legam ini meloncat ke depan!
Karena tak menyangka akan datangnya
serangan, Bidadari Pulau Penyu menjerit
kaget. Tubuhnya berhasil diterkam oleh
Sona Langit Dan pada saat inilah kekuatan
gaib Mustika Batu Merpati bekerja! 
Splash...!
Putri  Impian yang telah berhasil
berkelit dari serbuan bayang-bayang
tangan tampak menggedrukkan kaki ke
tanah beberapa kali. Bidadari Pulau
Penyu telah lenyap dari pandangannya.
Demikian pula Sona Langit satwa
tunggangannya.
"Jahanam kau, Melati Putih!" umpat
Putri Impian dengan darah mendidih naik
ke ubun-ubun "Sebelum Mustika Batu
Merpati kudapatkan kembali, sampai ke
ujung langit pun, kau akan kukejar!"

***

2


Kalau saja Raja Angin Barat tidak
menghalangi, ingin rasanya Suropati
mengejar orang yang telah menculik
Peramal Buntung. Selama beberapa hari
melakukan perjalanan bersama kakek cacat
itu, telah timbul perasaan suka dalam
diri Suropati. Apalagi, berkali-kali
sudah  Peramal Buntung menunjukkan
kesetiaannya sebagai seorang budak
pengiring, walau sebenarnya Suropati tak
pemah meminta. Dan kalau sekarang kakek
cacat itu  dilarikan orang yang tidak
jelas apa maksudnya, haruskah Suropati
diam saja? Tentu saja tidak! Tapi mau apa
lagi, Raja Angin Barat telah  berdiri
tegak menantang dengan kuda-kuda
terpasang! Terpaksa Suropati harus
melayani kalau tidak ingin dikatakan
pengecut.
"Lupakan Peramal Buntung! Kau harus
bertempur dengan penuh kesungguhan,
Bocah Gemblung!" seru Raja Angin Barat.
"Keluarkah seluruh ilmu kesaktianmu agar
kau tak menyesal nantinya!"
"Sebenarnya, dalam diriku tak
pernah terbersit setitik  pun rasa
permusuhan denganmu, Pak Tua...," sahut
Pengemis Binal. "Kalaupun sekarang aku
bersedia bertempur denganmu, ini
kulakukan hanya karena terpaksa...."

"Ha ha ha...! Orang gagah memang
nolak tantangan! Hidup atau mati  itu
urusan nanti. Tapi yang jelas, aku ingin
membawa kepalamu untuk kuhadapkan kepada
Siluman Raga  kaca! Agar, aku dapat
menyelamatkan Narita…."
Mendadak, air muka Raja Angin Barat
yang semula garang berubah keruh dan
menyiratkan rasa sedih. Waktu
mengucapkan nama putrinya, suara pemilik
Lembah  Makam Pelangi ini terdengar
bergetar. Dengan mata berkaca-kaca, dia
menggeleng-gelengkan kepala seperti
hendak mengusir perasaan hatinya yang
galau.
"Pak Tua, aku tahu jiwamu terpukul.
Tidakkah lebih baik kau menenteramkan
pikiran agar tak salah kau melangkah,
agar tak keliru kau berbuat..," ujar
Pengemis Binal.
"Tutup mulutmu! Aku tahu apa yang
harus kulakukan!" hardik Raja Angin
Barat dengan air muka berubah garang
lagi.
Di ujung kalimatnya, kakek berjubah
merah ini menarik napas panjang seraya
memutar-mutar kedua tangannya di depan
dada. Di lain kejap, timbul suara gemuruh
dahsyat. Daun-daun kering dan batu yang

berserakan di tanah berhamburan ke
segala penjuru.
Pengemis Binal tersurut mundur satu
langkah. Kedua pergelangan tangan Raja
Angin Barat tampak dilapisi sinar putih
berkeredapan Sinar itu amat terang dan
cukup untuk menyilaukan mata. Hingga,
keremangan malam tersibak. Dan perlahan
namun pasti, kedua pergelangan tangan
Raja Angin Barat mulai bertambah ukuran.
Membesar!
"Bersiaplah kau untuk menerima
ajalmu, Bocah Gemblung! Dengan ilmu
'Tangan Langit', akan kuremukkan
tubuhmu!" seru Raja Angin Barat sewaktu
kedua pergelangan  tangannya telah
membesar puluhan kali dari ukuran
normal.
Suropati yang pernah merasakan
kehebatan ilmu 'Tangan Langit' cepat
menghimpun seluruh kekuatan tenaga dalam
beserta kekuatan batinnya. Remaja tampan
ini hendak mengeluarkan ilmu 'Kalbu Suci
Penghempas Sukma' wejangan Bayangan
Putih dari Selatan. Sengaja Suropati tak
mengeluarkan ilmu pukulan 'Salju Merah'
karena ilmu yang diturunkan Nyai Catur
Asta itu tak mampu menghadapi
kedahsyatan ilmu 'Tangan Langit' Raja

Angin Barat. (Baca serial Pengemis Binal
dalam episode: "Sepasang Racun Api").
Tampak  kemudian, Pengemis Binal
mementangkan kedua tangannya ke samping,
dijulurkan lurus ke atas, lalu
perlahan-lahan diturunkan di depan dada.
Dengan bersedekap dan mata terpejam
rapat, tibuh Suropati bergetar. Dari
getaran itu. memancar cahaya
kebiru-kebiruan. Suropati telah
berhasil menghimpun kekuatan semesta!
Ilmu 'Kalbu Suci Penghempas Sukma'
diperoleh dari penyatuan tenaga dalam
tingkat tinggi dengan kekuatan batin
yang suci bersih. Dari penyatuan ke-
kuatan yang berbeda itu, kekuatan
semesta yang maha dahsyat berhasil
dihimpun. Dan benda berwujud apa pun yang
menyentuh cahaya kebiru-biruan yang
memancar dari sekujur tubuh Suropati
akan hancur berkeping-keping! Tak
terkecuali, tubuh manusia yang mempunyai
ilmu kesaktian tinggi!
Namun..., mampukah ilmu 'Tangan
Langit' yang telah disempurnakan Raja
Angin Barat meredam kedahsyatan ilmu
'Kalbu Suci Penghempas Sukma'?
"Tangan Langit Penghancur Arwah'!"
seru Raja Angin Barat.

Sambil berteriak lantang, tangan
kanan Raja Angin Barat berkelebat ke
depan. Kelima jarinya siap meremas tubuh
Pengemis Binal! Namun.... 
Blarrr...!  
"Wuahhh...!" Raja Angin Barat
memekik kesakitan tatkala jari-jari
tangan kanannya membentur inti kekuatan
ilmu 'Kalbu Suci Penghempas Sukma' yang
melindungi tubuh Pengemis Binal. Sinar
putih yang melapisi pergelangan tangan
Raja Angin Barat kontan lenyap. Di lain
kejap, tangan raksasa itu mengecil lagi.
Hingga hanya tangan kirinyalah yang
masih berwujud tangan raksasa.
Kaki Raja Angin Barat tampak
melangkah gontai ke belakang. Jari-jari
tangan  kanannya yang telah mengecil
terasa panas hiar biasa. Namun sebagai
tokoh tua yang cukup punya nama di Negeri
Pasir Luhur, Raja Angin Barat pantang
mundur pada gebrakan pertama. Usai
menggerendeng panjang, dia
memutar-mutar tangan kanannya di depan
dada. Sekali lagi timbul suara gemuruh
dahsyat. Putaran tangan pemilik Lembah
Makam Pelangi ini menimbulkan tiupan
angin  kencang.  Beberapa pohon kecil
tampak tercabut dari akarnya, lalu
terlontar sejauh ratusan tombak!

Pergelangan tangan kanan Raja Angin
Barat yang telah membesar lagi diangkat
lurus ke atas, Tangan kirinya mengikuti.
Dan ketika Raja Angin Barat menggembor
keras, sinar putih yang melapisi kedua
pergelangan tangannya berubah kuning
kemerahan yang amat menyilaukan mata! 
"Blarrr...!
Kedua telapak tangan Raja Angin
Barat menepuk di atas kepala. Bersamaan
dengan timbulnya ledakan keras, melesat
seberkas sinar kuning kemerahan.
Meluncur deras ke tubuh Pengemis Binal
yang diseiubungi cahaya kebiru-biruan!
Luar biasa! Seberkas sinar kuriing
kemerahan yang mempunyai daya penghancur
amat dahsyat itu lenyap tanpa bekas
kerika membentur cahaya kebiru-biruan
yang merupakan inti kekuatan dari ilmu
'Kalbu Suci Penghempas Sukma'!
Tak dapat digambarkan lagi betapa
terkejutnya Raja Angin Barat Dua
tingkatan ilmu 'Tangan Langit'nya dapat
dipatahkan dengan mudah oleh Pengemis
Binal yang tengah mengetrapkan salah
satu ilmu andalannya.
"Hmmm... tak kusangka bocah
gemblung itu memiliki ilmu yang sangat
ampuh...," ujar Raja Angin Barat dalam
hati. 

"Ilmu 'Tangan Langit' tingkat
pertama yang bernama 'Tangan Langit
Penghancur Arwah' dapat dimentahkannya.
Begitu pula ilmu 'Tangan Langit' tingkat
kedua yang bernama 'Sinar Tangan Langit
Pelebur Sukma'. Sungguh dia seorang
pemuda yang mempunyai kesaktian luar
biasa. Andai Narita putriku tidak dalam
sekapan Siluman Ragakaca, sehingga aku
harus membunuh pemuda itu, ingin rasanya
aku mendekatkan Narita kepadanya.
Kasihan Narita. Seumur hidupnya dia
selalu dirundung sepi karena tak punya
teman...."
Beberapa saat, Raja Angin Barat
menatap Pengemis Binal yang tengah
berdiri bersedekap dengan tatapan aneh.
Melihat keteduhan yang tersirat dari
raut wajah Pengemis Binal, tiba-tiba
Raja Angin Barat menitikkan air mata.
Ingatannya  melayang ke wajah jenaka
Narita.
"Narita putriku...," desah Raja
Angin Barat, penuh kesedihan. "Maafkan
kesalahan ayahmu ini, Nak... Walau aku
bermaksud baik, tapi kenyataannya aku
telah memenjarakanmu di Lembah Makam
Pelangi yang sunyi sepi. Kini..., kau
pasti lebih tersiksa lagi dalam sekapan
Siluman Ragakaca. Tapi, tunggulah

beberapa saat lagi, Narita putriku
sayang. Aku akan membawamu pulang. Aku
akan menebusmu dengan... dengan...."
Mendadak, Raja Angin Barat
menggeleng-gelengkan kepalanya dengan
cepat. Timbul tiupan angin yang
mengeluarkan suara bersiut nyaring.
Seperti orang lupa ingatan, kakek
berjubah merah ini tertawa.
bergelak-gelak. Suaranya keras
menggelegar dan menggema ke empat
penjuru angin. Dan begitu tawanya
berhenti, dia menatap Pengemis Binal
dengan bola mata memerah seperti darah!
"Aku harus membunuhmu! Aku harus
membunuhmu, Bocah Gemblung!" geram Raja
Angin Barat. Sepuluh jari tangan
raksasanya meremas-remas sebagai wujud
hawa amarah yang tiba-tiba menutupi akal
sehatnya lagi.
Sementara, Suropati masih saja
berdiri tegak dengan tangan bersedekap.
Dengan kelopak mata tertutup rapat,
wajah pemimpin Perkumpulan Pengemis
Tongkat Sakti ini terlihat begitu teduh
seperti wajah bayi yang tak punya dosa.
Karena nalurinya memberitahukan
bahwa masih ada bahaya yang mengancam,
ilmu 'Kalbu Suci Penghempas Sukma'
masih. terus melindungi. Hingga sampai

beberapa waktu lamanya, tubuh Pengemis
Binal  tetap terselubungi cahaya
kebiru-biruan yang mempunyai daya
tolakan amat dahsyat!
"Tangan Langit Perontok Jiwa'!"
seru Raja Angin Barat kemudian. Kedua
tangan raksasanya yang dilapisi sinar
kuning kemerahan berubah jadi bayangan
tangan  raksasa berwarna hijau yang
mengeluarkan hawa panas luar biasa.
“Tangan  langit Perontok Jiwa'
adalah tingkatan ketiga atau puncak dari
kedahsyatan ilmu 'Tangan Langit' Raja
Angin Barat. Balok baja yang amat keras
pun akan lumer apabila tersentuh tangan
raksasa kakek berjubah merah ini. Tapi,
mampukah dia menghalau inti kekuatan
ilmu 'Kalbu Suci Penghempas Sukma' milik 
Pengemis Binal?
Tampak kemudian, kedua bayangan
tangan raksasa Raja  Angin Barat
berkelebat ke depan secara bersamaan.
Sementara, Suropati yang berdiri
bersedekap dengan kelopak mata tertutup
rapat, sama sekali tak bergeming dari
tempatnya! 
Wusss….!
"Haya...!"
Tubuh Pengemis Binal yang
terselubungi cahaya kebiru-biruan

berhasil digenggam oleh sepuluh bayangan
jari raksasa. Raja Angin Barat. Timbul
suara ... mendesis seperti bara api
tersiram air. Raja Angin Barat memekik
parau ketika merasakan sepuluh jari
tangannya yang berhawa panas seperti
menyentuh bongkahan es yang amat dingin,
ratusan kali dinginnya bila dibanding
dengan hawa dingin es yang sebenarnya.
Tapi walau Raja Angin Barat merasa
kesakitan di mana tubuhnya terasa bagai
ditimbun di dalam gumpalan-gumpalan es
yang berhawa dingin luar biasa, dia tak
mau melepaskan tubuh Suropati yang
berada dalam genggaman sepuluh bayangan
jari tangan raksasanya.
Kemudian sambil menggembor keras,
Raja Angin Barat mengangkat +ubuh
Pengemis Binal tinggi-tinggi, lalu
disambitkan ke bawah dengan kekuatan
penuh.  Tak ayal lagi, tubuh Pengemis
Binal melesat cepat untuk segera
membentur permukaan tanah keras!
Slaps…!
Sewaktu meluncur  deras ke bawah,
sinar kebiru-biruan yang menyelubungi
tubuh Pengemis Binal tiba-tiba lenyap.
Itu berarti tubuh Pengemis Binal tak lagi
terlindungi oleh kekuatan ilmu 'Kalbu
Suci Penghempas Sukma'. Rupanya, ilmu

'Tangan Langit’ tingkat ketiga mampu
meredam kedahsyatan salah satu ilmu
andalan remaja tampan itu!
Dan agaknya  Suropati pun belum
menyadari bila malaikat kematian segera
akan menjemput nyawanya. Tanpa
perlindungan  apa-apa, tubuh remaja
berpakaian putih penuh tambalan ini
terus meluncur ke bawah. Sementara
permukaan tanah keras telah siap untuk
menyambut luncuran tubuhnya!
Namun tiba-tiba, permukaan tanah oi
mana tubuh Pengemis Binal akan mendarat
mengekiarkan suara berderak-derak Di
lain kejap, beberapa bagian di permukaan
tanah itu retak, lalu membuka, hingga
muncul  sebuah lubang bergaris tengah
satu depa! 
Wusss...! 
"Aaa...!"
Diiringi jeritan  panjang yang
sangat menyayat hati, tubuh Pengemis
Binal terhisap masukke lubang yang
tiba-tiba muncul di permukaan tanah itu.
Lalu secepat kilat, permukaan tanah
menyatu lagi dengan mengeluarkan suara
berderak amat keras. Akibatnya  tubuh
Pengemis Binal lenyap.  Benar-benar
tertelan tanah!

"Astaga...!" kesiap Raja Angin
Barat.
Kakek berjubah merah ini sama sekali
tak menduga akan kejadian yang menimpa
diri Suropati. Dia tak tahu kekuatan apa
yang tiba-tiba muncul dari dalam tanah,
untuk kemudian menghisap tubuh Suropati.
Setelah melepas ilmu 'Tangan
Langit'nya, Raja Angin Barat meloncat
sejauh lima tombak. Diperiksanya
permukaan tanah yang baru saja menelan
tubuh Suropati. Namun, pemilik Lembah
Makam Pelangi ini segera tampak
menggeleng-gelengkan kepala dalam
perasaan heran.
Permukaan tanah yang tadi tampak
membuka lalu menelan tubuh Suropati
hanya memperlihatkan bekas retakan
sepanjang satu depa. Sementara, tubuh
Suropati pun sudah tak terlihat lagi.
Raja Angin Barat mengucak-ucak matanya
beberapa kali. Kakek berjubah merah ini
seperti tak percaya pada penglihatannya
sendiri. Bagaimana mungkin permukaan
tanah bisa membuka lalu menutup lagi
setelah menghisap tubuh seorang anak
manusia?
Untuk beberapa saat, Raja Angin
Barat berdiri memarung memikirkan
peristiwa aneh yang baru saja

dilihatnya. Setelah angin dingin malam
berhembus kencang dan mengibarkan kain
jubahnya, barulah kakek yang rambutnya
dikuncir ini menyadari keadaan.
"Hmmm.... Tubuh bocah gemblung itu
benar-benar telah tertimbun di dalam
tanah. Mustahil dia dapat bertahan
hidup...," pikir Raja Angin Barat.
"Walau tidak secara langsung, tapi aku
telah membunuhnya. Itu berarti aku bisa
menemui Siluman Ragakaca untuk meminta
kembali Narita putriku...."
Diiringi desau angin malam, Raja
Angin Barat tertawa panjang penuh
kepuasan. Lalu sambil tetap
tertawa-tawa, dia berkelebat... Tapi,
benarkah si Pengemis Binal Suropati
telan menemui ajalnya?

***

Bila sang Penguasa Jagat
berkehendak, maka sesuatu yang
dikendaki-Nya itu pasti akan terjadi.
Tanpa ada satu kekuatan pun yang mampu
menghalangi. Dan, kehendak-Nya sering
kali di luar akal pikiran manusia. Satu
misal adalah peristiwa yang dialami si
Pengemis Binal Suropati kali ini. 

Antara sadar  dan tidak, Pengemis
Binal merasakan tubuhnya terhisap oleh
kekuatan dahsyat yang tak tampak pleh
mata.  Dia merasakan tubuhnya terus
meluncur ke bawah, tanpa mau memberikan
perlawanan sedikit pun. Akal pikiran
Pengemis Binal jadi gelap, segelap
matanya yang tak dapat melihat apa-apa
Beberapa tarikan napas kemudian,
luncuran tubuh Suropati berkurang.
Suropati pun merasakan tubuhnya amat
ringan. Mendadak, kegelapan yang
menyelimuti pandangannya lenyap.
Sebagai gantinya muncul pancaran cahaya
putih. Karena silau, cepat Suropati
memejamkan mata. Dan pada saat Suropati
memejamkan mata inilah terdengar suara
dingin menyeramkan..,.
"Bocah gendeng! Bocah geblek yang
sok pintar! Seharusnya aku biarkan kau
mati, tapi aku kasihan melihatmu mati
karena keangkara  murkaan Siluman
Ragakaca. Bolehlah kali ini kau
kutolong!"
Pengemis Binal tak tahu suara yang
didengarnya itu dari mana. Tapi telinga
remaja tampan ini cukup jelas menangkap
makna ucapannya.
Pengemis Binal terkesiap manakala
merasakan tubuhnya mengambang di udara.

Pancaran  cahayaputih pun tak lagi
menyilaukan, hingga remaja tampan ini
bisa mengedarkan pandangan dengan
leluasa.
Kembali Pengemis Binal terkesiap.
Ternyata, tubuhnya ditahan oleh
serat-serat xahaya putih ysng memancar
dari bawah. Serat-serat cahaya ituiah
yang membuat tubuh remaja tampan ini
tidak sampai jatuh berdebam.
Saat kesadarannya benar-benar telah
pulih, Pengemis Binal menggerakkan
otot-otot tubuhnya seraya meloncat.
Begitu mendarat, heran tiada terkira
Pengemis Binal. Sambil garuk-garuk
kepala, remaja yang sering berperilaku
konyol ini terus mengedarkan pandangan.
Namun, apa yang dilihatnya tetap tak
berubah. Di sekitar tempatnya berdiri
hanya tampak dinding-dinding tanah kapur
berwarna putih.
"Hmmm.... Kiranya, aku berada di
sebuah gua bawah tanah," pikir Suropati.
"Aneh! Benar-benar aneh! Aku masih ingat
dan dapat melihat dengan jelas ketika
tubuhku dilemparkan oleh tangan raksasa
Raja Angin Barat, permukaan tanah
tiba-tiba membuka, tubuhku terhisap
masuk mustahil kalau ini semua karena
kekuatan alam biasa. Tapi, mungkinkah

ada  manusia yang sanggup membuka
permukaan tanah lalu menyedot tubuhku,
dan menempatkanku di gua , bawah tanah
ini?" 
" Terbawa rasa herannya, beberapa
kali Suropati mendongak, melihat kekanan
kiri, memeriksa permukaan tanah kapur
tempatnya berpijak, lalu garuk-garuk
kepala!
Di bagian atas, Suropati hanya
melihat tonjoian-tonjolan-tanah kapur.
Begitu pula di bagian kanan kirinya yang
berupa dinding kasar. Tempatnya berpijak
pun berupa tanah kapur. Permukaannya tak
rata diseraki batu-batu kapur, yang
semuanya berwarna putih meletak. 
Ruangan gua bawaah tanah yang cukup
luas ini menjadi terang benderang karena
di salah satu sudutnya terdapat gumpalan
cahaya. Suropati tak tahu gumpalan
cahaya itu berasal dari benda atau dari
sesuatu yang berwujud apa. Namun,
beberapa kali Suropati melonjak kaget.
Gumpalan cahaya yang dilihatnya,
pancarannya dapat berubah-ubah. Kadang
menguat, hingga terlihat menyilaukan
mata, Kadang melemah, dan hanya mampu
memberi penerangan gua secukupnya. 
"Aneh!" mungkinkah gumpalan cahaya
itu berasal dari kekuatan panas bumi?"

tanya Pengemis Binal dalam hati. "Tapi,
kenapa pancarannya tidak terasa panas?
Bahkan, aku yakin bila gumpalan cahaya
itulah  yang telah menahan  luncuran
tubuhku waktu terjatuh ke dalam gua ini.
Hmmm... kekuatan panas bumi tidak akan
sehebat itu, Cahaya panasnya pasti akan
membakar hangus tubuhku. Tapi, gumpalan
cahaya itu tidak demikian. Pasti ada
apa-apa di balik keanehannya...."
Selagi Pengemis Binal larut dalam
pikiran di benaknya, mendadak gumpalan
cahaya yang berada di salah satu sudut
ruangan tampak menguat pancarannya.
Karena silau dan merasa pedih,. cepat
Pengemis Binal menutup kelopak matanya.
Namun tiba-tiba...,
Krash...!
Srattt...!
Batu-batu kapur yang berserakan di
dekat gumpalan cahaya tampak melayang.
Lalu dengan kecepatan tinggi dan
mengandung daya penghancur luar biasa,
menyerbu Pengemis Binal!
"Ya Tuhan...," sebut Suropati. 
Walau kelopak matanya tertutup rapat,
tapi indera pendengaran Suropati dapat
bekerja dengan baik. Dia tahu bila ada
bahaya yang mengancam jiwanya. Maka
tanpa pikir panjang lagi, sambil tetap

menutup kelopak mata, Suropati
meloloskan tongkat butut yang terselip
di ikat pinggangnya!     
Wuttt...! Wuttt...!
Bletakkk...!
"Ih...!"
Pengemis "Binal menjerit kaget
Batang tongkat yang diputarnya di depan
tubuh untuk membentuk perisai, tiba-tiba
patah menjadi tiga  bagian.  Batang
tongkat yang telah dialiri tenaga dalam
tingkat tinggi ternyata tak mampu
menahan gempuran batu-batu kapur!
"Kadal bunting! Setan comberan!" 
Sambil mengumpat-umpat, Pengemis Binal
melentingkan tubuhnya ke sana-sini.
Susah payah dia berusaha menghindari
hujan batu kapur. Tapi untunglah hujan
batu itu tidak berlangsung lama. Hingga
Pengemis Binal dapat bernapas lega.
"Uh! Ada-ada saja! Peristiwa apa
ini?!"
Sambil berkata-kata seorang diri,
Suropati garuk-garuk kepala seraya
mengedarkan pandangan untuk  kesekian
kalinya. Kini terlihat hampir seluruh
permukaan dinding  jadi
berlubang-lubang. Agaknya  batu-batu
kapur yang berlesatan tadi telah
menancap dan amblas ke dalam dinding gua.

"Hmmm.,.. Mataku memang tak dapat
melihat apa-apa, tapi aku tahu   yang
telah dengan sengaja menyerangku,..,"
ujar Pengemis Binal dengan suara
menggeram. "Walau kau berwujud
kuntilanak dekil ataupun setan comberan
bau, segera tampakkan batang hidungmu!"
Tiba-tiba....
"Ha ha ha...! Bocah gendeng! Bocah
geblek yang sok pintar! Bibirmu tipis,
hingga mulutmu jadi sangat ceriwis! Kau
punya nyali besar, tapi kau tak sadar
bila kepandaianmu belumlah dapat
diandalkan!"
Suropati terkejut mendengar suara
yang menyahuti ucapannya. Bergegas dia
memutar tubuh untuk mencari siapa yang
telah berkata-kata itu. Namun hingga
kepalanya terasa tengkleng, tak ada
sosok manusia lain yang tampak di dalam
gua. Sementara, gumpalan cahaya terus
menguat dan melemah pancarannya. Tanpa
sadar, Suropati telah terserang rasa
takut.  Tubuhnya tiba-tiba menggigil,
dan keringat dingin pun bercucuran!

***

3


Semburat cahaya jingga di langit
menandakan hari telah menyingsing fajar.
Seiring dengan terusirnya gelap malam,
wajah  sang candra terlihat memucat
Kedipan bintang pun melemah. Namun 
suasana di dataran tanah luas
berbatu-batu ini tetap lengang. Tak
berkutik melawan cengkeraman sepi.
Satwa-satwa malas beranjak dari
sarangnya. Karena  hawa dingin masih
terasa menusuk tulang. Tapi sepi tak lagi
berkuasa manakala melesat seberkas
Cahaya putih dari langit, dibarengi
jerit ngeri seorang wanita dan lolongan
panjang seekor anjing!
"Wuaaahhh...!"
"Huuung...!"
Begitu seberkas cahaya yang melesat
dari langit itu menerpa tanah, muncul
sesosok tubuh manusia yang tengah
bergumul dengan seekor anjing yang
nyaris sebesar kuda!
Sosok manusia berpakaian merah
kuning ini tak lain Melati Putih atau
Bidadari Pulau Penyu. Dan anjing besar
berbulu hitam legam yang tengah
menggumulinya adalah Sona Langit, satwa
tunggangan Putri Impian!

Sampai beberapa saat lamanya, tubuh
kedua makhluk berlainan wujud ini terus
bergumul dan bergulingan di permukaan.
tanah berbatu. Bidadari Pulau Penyu
berusaha sekuat tenaga untuk dapat
melepaskan diri dari cengkeraman dan
gigitan Sona Langit Namun karena Sona
Langit mempunyai kekuatan luar biasa,
puluhan kali lipat bila dibanding dengan
anjjng biasa, tak mudah bagi Bidadari
Pulau Penyu untuk dapat meloloskan diri
dari intaian maut. Tubuh sintal Bidadari
Pulau Penyu terus terbanting-banting,
Pakaiannya yang indah gemerlap bak
seorang ratu telah robek di sana-sini.
Kulitnya  yang halus mulus pun mulai
terluka dan mengucurkan darah segar!
Sebenarnya kemampuan Bidadari Pulau
Penyu tidak berada di bawahnSona Langit.
Tapi karena dia menderita luka di
pinggang kanan akibat terkena pancaran
'Sinar Merah Penghancur Segala' sewaktu
bertempur dengan Iblis Mata Satu di Graha
Kenikmatan, maka kekuatan Bidadari Pulau
Penyu jadi berkurang setengah bagian.
Dan itu dimanfaatkan benar oleh Sona
Langit, seekor anjing piaraan Putri
Impian yang memiliki naluri tajam. Sona
Langit tahu bila Bidadari Pulau Penyu
telah melarikan Mustika Batu Merpati

milik tuannya. Oleh karena itu, Sona
Langit berma-sud membunuh sekaligus
merebut kembali Mustika Batu Merpati
yang merupakan satu-satunya benda yang
dapat menembus Pesanggrahan Pelangi! 
Pertempuran antara Bidadari Pulau
Penyu dengan Sona Langit terus
berlangsung sampai pagi datang
menjelang. Keadaan Bidadari Pulau Penyu
benar-benar telah berada di ambang pintu
akhirat. Tenaganya yang lemas dan telah
terkuras tak mampu menandingi keganasan
Sona Langit!
"Huuung...!"
Diiringi lolongan panjang, salah
satu kaki Sona Langit berkelebat cepat,
menyepak dada! Akibatnya tubuh Bidadari
Pulau Penyu terlempar jauh, lalu
bergulingan dan terbentur-bentur batu
yang berserakan di tanah.
Pandangan Bidadari Pulau Penyu jadi
kabur. Rasa sakit merejam sekujur
tubuhnya. Tulang belulangnya pun terasa
amat ngilu bagai telah remuk redam. Namun
dengan napas megap-megap, wanita cantik
berambut putih ini berusaha bangun.
"Aku tak boleh mati! Aku harus tetap
hidup!" seru Bidadari Pulau Penyu dalam
hati. "Aku' harus mewujudkah cita-cita
dulu! Lagi pula aku tak boleh mati dengan

nama kotor tercoreng seperti ini! Aku
harus tetap hidup!"
Dengan menguatkan hatinya, Bidadari
Pulau Penyu merangkak bangun. Tak dia
pedulikan rasa sakit yang merejam
tubuhnya. Namun karena tenaganya
benar-benar telah terkuras, dia jatuh
terduduk. Dan pada saat inilah Sona
Langit melolong panjang seraya meloncat
sebat ke depan! Moncongnya yang terbuka
memperlihatkan taring-taring runcing
bagai pisau belari, siap menerkam leher
jenjang Bidadari Pulau Penyu!
"Huuungngng...!"
"Hiahhh...!"
Bidadari Pulau Penyu menjerit hgeri
melihat kelebatan tubuh Sona Langit yang
meluncur ke arahnya. Dia hendak berkelit
menghindar, tapi keadaan tubuhnya yang
lemah sudah tak memungkinkan lagi untuk
diajak meloloskan diri dari lubang maut.
Bidadari Pulau Penyu cuma dapat duduk
terpaku dengan bola mata melotot besar
dan mulut terbuka lebar. Wanita yang
tubuhnya sudah berlumuran darah ini pun
tak tahu apakah  Mustika Batu Merpati
masih menempel di lidahnya atau telah
terlempar keluar. 
Namun  sebelum malaikat kematian
benar-benar menjemput nyawa Bidadari

Pulau Penyu, dari kejauhan terdengar
suara genderang dipukul
bertalu-talu..,.
Dung! Blang!'
Dung! Blang!
Luar biasa! Getaran suara genderang
itu mampu menahan luncurah tubuh Sona
Langit, Bahkan di lain  kejap, tubuh
anjing besar berbulu hitam legam ini
terlontar balik, lalu jatuh berdebam dan
melesak ke dalam tanah keras!
"Huuungngng...!"
Sona Langit melolong panjang.
Getaran suara genderang tadi sebenarnya
sudah sanggup untuk meremukkah tubuh
seekor gajah. Tapi karena Sona Langit
memiliki daya tahan luar biasa, dia tak
menderita luka sedikit pun. Bahkan satwa
piaraan Putri Impian ini langsung
melompat tegak. Lalu dengan pandangan
berkilat-kilat, dia berusaha mencari
seseorang yang telah menggagalkan
niatnya untuk menghabisi riwayat
Bidadari Pulau Penyu.
Sekitar lima tombak di belakang
Bidadari Pulau Periyu yang tengah duduk
mendeprok di tanah, tampak seorang kakek
kate berdiri dengan kedua tangan
memegang kayu pemukul. Bentuk tubuhnya
yang hanya menyamai anak-anak sepuluh

tahunan dibuhgkus dengan pakaian ketat
merah hitam. Kepalanya yang gundul
diikat dengan sehelai kain kuning.
Sementara, di depan kakinya yang dialasi
sepatu kulit kerbau tergeletak sebuah
genderang besar. Melihat penam
pilan-kakek kate ini, siapa lagi dia
kalau bukan Hakim Neraka!
"Huuungngng...!!”  lolong Sona
Langit penuh ke-marahan Anjing besar ini
melangkah satu depa ke depan, lalu
meloncat dengan kecepatan melebihi
luncuran anak panah lepas dari busur.
Bidadari Pulau Penyu yang sudah
tiada daya, menutup kelopak  mata
rapat-rapat. Walau wanita  cantik ini
masih punya semangat hidup  yang
menyala-nyala, tapi kalau seluruh
tenaganya sudah terkuras habis, apa lagi
yang dapat dilakukannya untuk
menghindari kematian?
Wusss...!   
Bulu kuduk Bidadari Pulau Penyu
kontan berdiri ketika merasakan hembusan
angin dingin lewat di atas kepalanya.
Namun, wanita cantik yang pernahbmenjadi
ratu  kecil di Pulau Penyu ini dapat
menarik napas lega. Terkaman Sona Langit
tidak ditujukan kepada dirinya,
melainkan kepada Hakim Neraka!

Tapi ketika terkaman  Sona Langit
kurang satu tombak  untuk mencapai
sasaran, secepat kilat Hakim Neraka
mengangkat tangan kanannya yang memegang
kayu pemukul. Pennukaan genderang pun
bergetar....
Dung...!
"Httuung…!"
Sona Langit melolong panjang. dalam
kegusaran ketika tubuhnya membentur
getaran suara genderang. Karena getaran
suara itu mengandung kekuatan dahsyat,
tak ayal lagi tubuh Sona Langit terlontar
balik untuk kedua kalinya. Bahkan,
lontaran tubuh Sona Langit kali ini lebih
cepat dan lebih jauh! 
Wusss...!
Mata  Bidadari Pulau Penyu
terbelalak lebar saat melihat tubuh Sona
Langit meluncur di atas kepalanya.
Berkali-kali wanita bertubuh sintal ini
menarik napas lega karena tahu ada orang
yang bermaksud menolongnya.
Sementara, tubuh Sona Langit terus
meluncur jauh diiringi lolongan yang
parau panjang. Setelah mencapai jarak
sekitar tiga puluh tombak, tubuh satwa
piaraan Putri Impian ini jatuh berdebam
di tanah, dan amblas ke dalam,

memperdengarkan suara gemuruh yang
memekakkan gendang telinga.
Dan sebelum Sona Langit meloncat
dari kubangan yang terbentuk oleh
lontaran tubuhnya sendiri, Hakim Neraka
memukul lagi genderangnya!
Dung! Blang!
Dung! Blang!
Tampak kemudian, bongkahan batu
besar kecil yang bertebaran di permukaan
tanah melayang, lalu menghujani tubuh
Sona Langit Hanya dalam satu tarikan
napas, tubuh Sona Langit sudah
menghilang dari pandangan karena
tertimbun ratusan bongkah batu!
Kini  suasana di tanah luas
berbatu-batu ini kembali sepi. Hanya
desau angin yang tertangkap oleh indera
pendengaran. Hakim Neraka tampak
geleng-geleng kepala, lalu menyelipkan
kedua tongkat kayu pemukul  ke ikat
pinggangnya.
Dengan langkah sedikit
melompat-lompat, Hakim Neraka
menghampiri Bidadari Pulau Penyu. Namu,
tubuh wanita cantik ini telah tergeletak
dalam keadaan pingsan. Rupanya Bidadari
Pulau Penyu tak kuasa lagi menahan rasa
sakit akibat luka-luka di tubuhnya.

"Kasihan kau,  Melati Putih...,"
desis Hakim Neraka.
"Setelah geleng-geleng kepala lagi,
Hakim Neraka memungut mahkota emas yang
tergeletak tak seberapa jauh dari tubuh
Bidadari Pulau Penyu.
"Kau tampak kurang cantik kalau
tidak memakai mahkota ini," ujar Hakim
Neraka seraya mengenakan mahkota emas di
kepala Bidadari Pulau Penyu. "Nah!
Sekarang, kecantikanmu benar-benar
tampak luar biasa...."
Dengan lembut dan penuh kasih, Hakim
Neraka menghapus percikan darah
bercampur debu yang menempel di wajah
Bidadari Pulau Penyu. Sejenak, Hakim
Neraka menatap kecantikan wajah Bidadari
Pulau Penyu tanpa berkedip. Telunjuk
jari tangan kanannya yang kecil mungil
menelusuri dahi, pipi, dan bibir wanita
yang baru ditolongnya ini. 
"Tempat ini tak bagus untuk tempat
tidur wanita secantik kau, Sayang...."
Di ujung kalimatnya, Hakim Neraka
mengangkat tubuh Bidadari Pulau Penyu.
Walau tubuh Bidadari Pulau Penyu hampir
dua kali lipat besar tubuhnya sendiri,
tapi Hakim Neraka sama sekali tak
mendapat kesulitan untuk membopong.
Sesaat kemudian, tubuh Bidadari Pulau

Penyu telah dibaringkan di atas
genderang besar.
"Hmmm.... Kau memang memiliki
kecantikan yang sempurna, sayangku
Melati Putih...," desis Hakim Neraka
seraya mendaratkan kecupan di kening
Bidadari Pulau Penyu yang masih
belum sadar dari pingsannya.
Hakim Neraka lalu tertawa bergelak.
Ringan sekali kedua tangannya menyambar
genderang besar tempat Bidadari Pulau
Penyu terbaring pingsan, lalu
dipanggulnya seraya dibawa berkelebat.
Sampai beberapa saat, tawa panjang Hakim
Neraka masih terdengar di hamparan tanah
luas berbatu-batu ini....

***

"Ouw...!"
Si Pengemis Binal Suropati melonjak
kaget. Gumpalan cahaya yang berada di
salah satu sudut gua tiba-tiba lenyap.
Sebagai gantinya, muncul seorang kakek
yang paling tidak telah berumur seratus
tahun. Anehnya, kulit wajahnya yang
keriputan benvarna putih seperti kapur.
Kulit tubuhnya juga demikian. Bahkan,
tampak seperti tanpa pori-pori!

Tanpa sadar Suropati tersurut
mundur dua langkah. Sebagai manusia
biasa yang memiliki perasaan takut,
remaja tampan ini menatap dengan penuh
rasa giris. Apalagi wajah si kakek yang
tiba-tiba muncul di hadapannya sungguh
terlihat mengerikan. Dahinya lebar
dengan bentuk mata bulat hijau seperti
buah kedondong muda. Sementara batang
hiduhgnya yang melesak ke dalam, hingga
hanya dua lubangnya yang terlihat. Yang
tampak lebih mengerikan. adalah dua
taring sepanjang satu jengkal yang
mencuat dari sudut bibirnya.
Kalau saja Suropati belum pernah
melihat wujud Iblis Mata Satu yang juga
tampak mengerikan, dia pasti sudah
berdiri terkencing-kencing!
Ketika Suropati memperhatikan lebih
seksama, ternyata kedua pergelangan kaki
si kakek sangat pendek. Tak lebih dari
setengah jengkal!
"Si... siapa kau...?" tanya
Pengemis Binal, geragapan. 
Kakek berambut putih panjang tak
memperdengarkan  suara. Kedua bola
matanya yang berwarna hijau menatap.
Penuh selidik.

"Apakah kau yang memiliki gua ini?"
tanya Suropati lagi memberanikan diri.
"Kau jugakah yang telah menolongku?"
Kakek bertampang mengerikan
menyeringai dingin. Walau sekejap,
Suropati sempat melihat rongga mulut si
kakek yang berwarna putih, termasuk
lidahnya.
"Bocah gemblung! Bocah geblek yang
sok pintar!" sebutsi kakek dengan suara
serak parau. "Aku memang telah
menolongmu dari tangan maut Raja Angin
Barat. Tapi, aku memberi pertolongan
hanya sekali ini saja. Lain kali, kau
harus pandai-pandai mengurus nyawamu
sendiri!"
"Kalau begitu, aku yang bernama
Suropati ini layak mengaturkan terima
kasih."
Waktu melihat Pengemis Binal
membungkuk dalam ke arahnya, kakek
berkaki pendek tertawa bergelak. 
"Ha ha ha...Walau geblek, tapi kau
tahu peradatan juga. Ha ha ha...! Dari
getaran tubuhmu, aku tahu kau punya bakat
luar biasa untuk mendalami ilmu
kesaktian. Karena sekarang ini kau punya
kewajiban untuk meredam keangkara
murkaan Siluman Ragakaca, bersediakah 

kau menerima beberapa ilmu kesaktian
dariku?"
Melengak  heran Pengemis Binal
Kenapa tiba-tiba si kakek memberikan
pujian dan bahkan menawarkan jasa baik?
Bukankah tadi  dia mengumpat-umpat
sekaligus menyebut Pengemis Binal
sebagai 'bocah gemblung' dan 'bocah
geblek yang sok pintar'? Apakah ini bukan
sebuah pancingan yang menjerumuskan?
"Maafkan aku, Kek...," ujar
Suropati kemudian. "Kakek belum tahu
siapa aku, apakah aku ini orang baik atau
jahat, tapi kenapa Kakek hendak memberi-
kan ilmu kesaktian kepadaku?"
Mendengar kata-kata Suropati yang
terasa menyelidik, si kakek tertawa
bergelak lagi. "Ha ha ha...! Kau
benar-benar bocah gemblung! Bocah geblek
yang berlaku sok pintar! Sepertinya, kau
hendak menolak tawaran baikku...."
"Bukan begitu, Kek...," sahut
Pengemis Binal.
"Bukan begitu apa?!" sentak si
kakek, menggeram.
Untuk kedua kalinya, Pengemis Binal
tersurut mundur. Mendapat bentakan
sedemikian rupa, tiba-tiba otak remaja
tampan ini jadi linglung. Entah sadar
entah tidak, Pengemis Binal tampak

garuk-garuk kepala. Bola matanya melirik
ke kanan kiri. Ruangan gua bawah tanah
yang ditempatnya ini tidak gelap gulita
karena ada seberkas cahaya yang cukup
memberi penerangan. Namun, segera
Pengemis Binal berseru kaget. Seberkas
cahaya yang menerangi ruangan gua
ternyata berasal dari tubuh si kakek yang
berwarna putih seperti kapur.
"Uh! Ada-ada saja! Di alam mimpikah
aku ini?" kata Pengemis Binal dalam hati.
"Bagaimana mungkin tubuh kakek buruk
rupa itu bisa memancarkan cahaya terus
menerus? Apakah dia sedang mengetrapkan
salah  satu ilmu kesaktiannya? Tapi
kurasa kakek itu tidak sedang
mengetrapkan suatu ilmu kesaktian.
Tubuhnya benar-benar bisa memancarkan
cahaya....."
"Hei! Kenapa kau malah terlongong
bengong seperti itu?!" sentak kakek
bertubuh putih seperti kapur.
"Eh..., apa, Kek?" kesiap Pengemis
Binal.
Si kakek mendelikkan matanya yang
besar seperti buah kedondong, lalu
berkata denan suara keras lantang.
"Katakan  kenapa kau menolak tawaran
baikku?!"

Suropati yang diliputi rasa curiga
melihat sikap kasar si kakek tampak
nyengir kuda sejenak. Lalu sambil
menggaruk kepalanya yang tak gatal, dia
berkata, "Aku bukan menolak tawaran
Kakek yang kedengarannya memang baik,
tapi kurasa kita belum saling mengenal.
Aku tak tahu  siapa Kakek sebenarnya.
Demikian pula sebaliknya. Oleh karena
itu, sungguh terdengar aneh kalau
tiba-tiba Kakek hendak menurunkan ilmu
kesaktian kepadaku...."
"Dasar kau berbibir tipis! Mulutmu
amat ceriwis!" sahut si kakek, garang.
"Katakan saja kalau menaruh curiga
kepadaku! Kau pasti sudah tahu bila hujan
batu kapur yang menyerbu tubuhmu tadi
adalah ulahku! Benar begitu, bukan?! Ha
ha ha...! Ketahuilah..., itu tadi
kulakukan karena aku ingin menguji
kemampuanmu! Dasar bocah geblek yang tak
bisa menggunakan otak dengan benar"
Mendengar ucapan kasar si kakek yang
berkali-kali menyebutnya 'bocah
geblek’, ingin rasanya Pengemis Binal
balas mencaci untuk menumpahkan seluruh
rasa dongkolnya. Tapi  itu tak
dilakukannya karena Pengemis Binal sadar
benar bila si kakek memiliki kesaktian
luar biasa. Kalau si kakek tersinggung,

bukan mustahil Pengemis Binal akan
mendapat celaka.
"Kek...," sebut"Suropati, berusaha
melembutkan ucapannya walau hatinya
benar-benar amat kesal. "Kau menyerangku
dengan hujan batu kapur setelah membawa
tubuhku  masuk  ke gua ini, tentu ada
maksud yang tersembunyi, tidak sekadar
hendak menguji kemampuanku...."
Begitu Pengemis Binal selesai
berucap, mendadak bola mata si kakek
melotot besar seperti hendak keluar dari
rongganya. Kulit wajahnya yang berwarna
putih tambah memutih. Bahunya terlihat
naik turun dengan dengus napas memburu.
Agaknya, kakek ini tengah menahan
kemarahan. Walau, ucapan Suropati
terdengar  lembut, tapi mampu menusuk
perasaannya!
"Kau... kau...!" seru si kakek, tak
jelas apa maksudnya. 
Melihat keadaan yang tak
menguntungkan, cepat Pengemis Binal
menyadari kekeliruannya. Walau
sebenarnya Pengemis Binal bukan
seseorang yang bernyali kecil, tapi
mengetahui bila si kakek telah
menolongnya dari tangan maut Raja Angin
Barat, maka dia mau mengalah dan
menunjukkan sikap merendah.

"Maafkan aku, Kek...," ujar
Suropati. "Sekali lagi kukatakan, bukan
aku menolak tawaran Kakek yang hendak
menurunkan ilmu kesaktian kepadaku. Aku
hanya memperlihatkan rasa heran, kenapa
Kakek yang jelas-jelas belum pernah
bertatap muka denganku sebelum ini,
hendak menurunkan ilmu kesaktian? Namun
andai tawaran itu memang tercetus dari
lubuk hati Kakek yang paling dalam, siapa
yang akan menolak tawaran sebaik ini?"
"Ha ha ha...!" mendadak si kakek
tertawa panjang.  Hilang sudah hawa
amarahnya mendengar penjelasan Pengemis
Binal. "Tepat! Dan, memang tak salah apa
yang kau katakan, Bocah Gemblung!"
katanya dengan suara lantang. "Sebelum
ini, kita memang belum pernah bertatap
muka. Tapi, aku tahu benar siapa kau!"
"Benarkah itu?"
"Aku tahu riwayat hidupmu dari bayi
sampai kau sebesar ini. Bukankah ketika
bayi kau diasuh oleh seorang penjual
obat? Dan ketika penjual obat itu mati,
hidupmu jadi terlantar, hingga kau jadi
gelandangan di Kota Kadipaten
Bumiraksa!"
Terkejut Suropati mendengar
kata-kata si kakek yang mampu menyebut
asal-usulnya cukup jelas.

"Ketika kau berumur sepuluh tahun,
banyak tokoh rimba  persilatan yang
berkeinginan mengangkatmu sebagai
murid. Karena, selain memiliki tulang
dan susunan otot bagus yang menjadikanmu
punya bakat kuat untuk mempelajari ilmu
silat, kau juga mempunyai kekuatan batin
luar biasa, hingga kau pun berbakat untuk
mendalami ilmu sihir dan ilmu kesaktian
lainnya...," lanjut si kakek. "Oleh
karena itulah, kau selalu jadi incaran
tokoh-tokoh sakti di rimba persilatan.
Beruntung, kau diambil murid oleh
Pragolawulung atau Periang Bertangan
Lembut yang berjiwa luhur. Sayang, tokoh
pandai yang pernah menjabat sebagai
penasihat Kerajaan Anggarapura itu mesti
mati di tangan Brajadenta yang bergelar
Dewa Maut di Bukit Parahyangan...."
"Sebentar, Kek...," potong Pengemis
Binal. "Kenapa Kakek dapat mengatakan
riwayat hidupku dengan sangat rinci?"
Si kakek cuma mendehem. Pertanyaan
Pengemis Binal sama sekali tak
diperhatikannya. Dengan suara tetap
lantang, dia lanjutkan kata-katanya.
"Kau lalu diambil murid oleh Gede
Panjalu yang  lebih dikenal sebagai
Pengemis Tongkat Sakti. Bersama kakek
bongkok itu, dan  dengan dukungan

teman-temanmu sesama  gelandangan dan
pengemis, kau  mendirikan Perkumpulan
Pengemis Tongkat Sakti. Dan kau diangkat
sebagai pemimpin.... Tapi, dasar bocah
geblek! Walau telah jadi pemimpin, kau
tetap  saja geblek!”
***