IMRAN BIN HUSHAIN
NIENYERUPAI MALAIKAT
NIENYERUPAI MALAIKAT
Di tahun perang Khaibarlah ia datang
kepada Rasulullah saw. untuk bai’at …. Dan semenjak ia menaruh tangan
kanannya di tangan kanan Rasul, maka tangan kanannya itu mendapat
penghormatan besar, hingga bersumpahlah ia pada dirinya tidak akan
menggunakannya kecuali untuk perbuatan utama dan mulia ….
Ini pertanda merupakan suatu bukti jelas bahwa pemiliknya mempunyai perasaan yang amat halus ….
‘Imran bin Hushain r.a. merupakan
gambaran yang tepat bagi kejujuran, sifat zuhud dan keshalehan serta
mati-matian dalam mencintai Allah dan mentaati-Nya. Walaupun ia mendapat
taufik dan petunjuk Allah yang tidak terkira, tetapi ia sering menangis
mencucurkan air mata, ratapnya: “Wahai, kenapa aku tidak menjadi debu
yang diterbangkan angin saja … !”
Orang-orang itu takut kepada Allah
bukanlah karena banyak melakukan dosa, tidak! Setelah menganut Islam,
boleh dikata sedikit sekali dosa mereka! Mereka takut dan cemas karena
menilai keagungan dan kebesaran-Nya, bagaimanapun mereka beribadat ruku’
dan sujud, tetapi ibadatnya, dan syukurnya itu belumlah memadai ni’mat
yang mereka telah terima.
Pernah suatu saat beberapa orang shahabat menanyakan pada Rasulullah saw.:
“Ya Rasulullah, kenapa kami ini … ?
Bila kami sedang berada di sisimu, hati
kami menjadi lunak hingga tidak menginginkan dunia lagi dan seolah-olah
akhirat itu kami lihat dengan mata kepala … !
Tetapi demi kami meninggalkanmu dan kami
berada di lingkungan keluarga, anak-anak dan dunia kami, maka kami pun
telah lupa diri …
Ujar Rasulullah saw.:
“Demi Allah, Yang nyawaku berada dalam
tangan-Nya! Seandainya kalian selalu berada dalam suasana seperti di
sisiku, tentulah malaikat akan menampakkan dirinya
menyalami kamu .. . ! Tetapi, yah yang demikian itu hanya sewaktu-waktu … !”
Pembicaraan itu kedengaran oleh ‘Imran
bin Hushain, maka timbullah keinginannya, dan seolah-olah ia bersumpah
pada dirinya tidak akan berbenti dan tinggal diam, sebelum mencapai
tujuan mulia tersebut, bahkan walau terpaksa menebusnya dengan nyawanya
sekalipun!
Dan seolah-olah ia tidak puas dengan
kehidupan sewaktu-waktu itu, tetapi ia menginginkan suatu kehidupan yang
utuh dan padu, terus-menerus dan tiada henti-hentinya, memusatkan
perhatian dan berhubungan selalu dengan Allah Robbul’alamin … !
Di masa pemerintahan Amirul Mu’minin Umar
bin Khatthab, ‘Imran dikirim oleh khalifah ke Bashrah untuk mengajari
penduduk dan membimbing mereka mendalami Agama. Demikianlah di Bashrah
ia melabuhkan tirainya, maka demi dikenal oleh penduduk, mereka pun
berdatanganlah mengambil berkah dan meniru teladan ketaqwaannya.
Berkata Hasan Basri dan Ibnu Sirin:
“Tidak seorang pun di antara shahabat-shahabat Rasul saw. yang datang
ke Bashrah, lebih utama dari ‘Imran bin Hushain … !”
Dalam beribadat dan hubungannya dengan
Allah, ‘Imran tak sudi diganggu oleh sesuatu pun. la menghabiskan waktu
dan seolah-olah tenggelam dalam ibadat, hingga seakan-akan ia bukan
penduduk bumi yang didiaminya ini lagi … ! Sungguh, seolah-olah ia
adalah Malaikat, yang hidup di lingkungan Malaikat, bergaul dan
berbicara dengannya, bertemu muka dan bersalaman dengannya … .
Dan tatkala terjadi pertentangan tajam di
antara Kaum Muslimin, yaitu antara golongan Ali dan Mu’awiyah, tidak
saja ‘Imran bersikap tidak memihak, bahkan juga ia meneriakkan kepada
ummat agar tidak campur tangan dalam perang tersebut, dan agar membela
serta mempertahankan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya. Katanya pada
mereka: “Aku lebih suka menjadi pengembala rusa di puncak bukit sampai
aku meninggal, daripada melepas anak panah ke salah satu pihak, biar
meleset atau tidak … !”
Dan kepada orang-orang Islam yang
ditemuinya, diamanatkannya: “Tetaplah tinggal di mesjidmu … Dan jika
ada yang memasuki mesjidmu, tinggallah di rumahmu … ! Dan jika ada lagi
yang masuk hendak merampas harta atau nyawamu, maka bunuhlah dia … !”
Keimanan Imran bin Hushain membuktikan
hasil gemilang. Ketika ia mengidap suatu penyakit yang selalu
mengganggunya selama 30 tahun, tak pernah ia merasa kecewa atau
mengeluh. Bahkan tak henti-hentinya ia beribadat kepada-Nya, baik di
waktu berdiri, di waktu duduk dan berbaring . . .
Dan ketika para shahabatnya dan
orang-orang yang menjenguknya datang dan menghibur hatinya terhadap
penyakitnya itu, ia tersenyum sambil ujarnya: “Sesungguhnya barang yang
paling kusukai, ialah apa yang paling disukai Allah … !” Dan sewaktu ia
hendak meninggal, wasiatnya kepada kaum kerabatnya dan para
shahabatnya, ialah: “Jika kalian telah kembali dari pemakamanku, maka
sembelihlah hewan dan adakanlah jamuan … !”
Memang, sepatutnyalah mereka menyembelih
hewan dan mengadakan jamuan! Karena kematian seorang Mu’min seperti
‘Imran bin Hushain bukanlah merupakan kematian yang sesungguhnya! Itu
tidak lain dari pesta besar dan mulia, di mana suatu ruh yang tinggi
yang ridla dan diridlai-Nya diarak ke dalam surga, yang besarnya seluas
langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang taqwa ….
Emoticon