Suatu
hari Mughirah bin Syu’bah berjalah di sebuah lorong di sudut kota Makah bersama
Abu Jahal. Pada saat itulah mereka berpapasan dengan Rasulullah.
“Wahai
Abul Hakam (gelar untuk Abu Jahal), aku ingin sekali mengajak Paman kepada
Allah dan Rasul-Nya. Menyembah berhala itu merupakan perbuatan syirik, tidak
ada yang patut disembah selain Allah yang Maha Besar kata Rasulullah.
“Hai
Muhammad, maukah kamu berhenti memaki Tuhan-Tuhan kami. Jika kamu mempunyai
kepercayaan itu dan risalah yang kau sampaikan itu tidak bohong, aku akan
mengikutimu,” kata Abu Jahal.
Tanpa
banyak bicara Rasulullah meninggalkan Abu Jahal dan Mughirah.
Untuk
mengetahui bagaimana sikap sebenarnya dari Abu Jahal, Ali bin
Abi Thalib datang menerhuinya. Abu Jahal atau Abu Hakam
juga masih paman Ali bin Abi Thalib.
“Bagaimana
sebenarnya sikap Paman terhadap kerasulan Muhammad?” tanya Ali.
“Demi
Tuhan, wahai Ali. Aku sebenarnya tahu bahwa apa yang dikatakan Muhammad itu
adalah benar.’jawab Abu Jahal.
“Lalu
kenapa Paman tidak mengakui kerasulannya?”
“Ada
sesuatu YanG menceGahku untuk menaikutinva.”
“Apa
itu?"
“Aku
sangat membenci Bani Qushay, kabilah Muhammad.”
“Mengapa?”
tanya Ali lag¡.
“Bani
Qushay itu serakah, semuanya dikuasai oleh mereka. Oleh sebab itu, meskipun apa
yang dikatakan Muhammad itu benar, aku tak akan mau mengikutinya selama
hidupku,” kata Abu Jahal.
Bani
Qushay, adalah kabilah yang mempunyai kelebihan di antara
kabilah-kabilah bangsa Arab. Merekalah yang memegang hak urusan Hijabah (memasang
dan melepas kelambu Ka’bah), urusan Nadwah
(baiai pertemuan), dan urusan Liwa
(benderà). Muhammad saw. juga dari kabilah Bani
Qushay.
Hal
itulah yang menimbulkan kebencian dan sikap iri Abu Jahal dan kelompoknya.
Benar jugalah, Abu Jahal tahu tentang
kebenaran risalah Muhammad. Namun,
karena hatinya diselimuti rasa iri dan dengki, ia merasa
segan dan malu untuk mengakui kebenaran.
Emoticon