Wasyi, adalah
seorang budak berkulit hitam dari Habsyi. Dia yang telah membunuh Hamzah paman
Rasulullah, karena demi kemerdekaaan dirinya sebagai budak.
Meskipun
dirinya telah memperoleh kebebasan, Wasyi tetap tinggal di kota Makah. Sampai
akhirnya Rasulullah bersama kaum Muslimin berhasil membebaskan kota Makah dari
tangan kaum kafir Quraisy dan sekutunya.
Melihat
keadaan yang dianggap mengancam hidupnya, Wasyi melarikan diri ke Thaif. Dan
ketika perutusan Thaif menghadap Rasulullah untuk menyatakan keislamannya,
Wasyi kembali kebingunan. Ia berencana untuk lari ke syiria atau ke Yaman atau
ke tempat lain. Maka
Ketika Wasyi
berada dalam kebingunan, seseorang mengatakn kepadanya,”Hai tolol. Rasulullah
tak akan membunuh seseorang yang telah masuk Islam.”
Mendengar itu
dan karena petunjuk Allah, maka pergilah Wasyi menjumpai Rasulullah, dihadapan
beliau ia mengucapkan dua kalimat syahadat, menyatakan ikrar keislamannya.
Tatkala
Rasulullah mengetahui siapa yang berada dihadapannya, beliau bertanya:
“Apakah kamu
yang bernama Wasyi?”
“Benar, ya
Rasulullah.”
“Ceritakanlah
kepadaku, bagaimana kau membunuh pamanku, Hamzah,”tanya Rasulullah.
Maka Wasyi
menceritakan bagaimana untuk memperoleh kebebasan dirinya sebagai budak yang
harus ditebus dengan dia harus membunuh Hamzah. Semua itu karena paksaan orang
Quraisy dan hasutan Hindun binti ‘Utbah.
Dengan air
mata berlinang, Wasyi menyatakan penyesalannya, dan ia rela menerima hukuman
apapun yang akan dijatuhkan Rasulullah terhadap dirinya.
Hati
Rasulullah merasa bahagia menerima pernyataan Wasyi mengikrarkan keislamannya,
meskipun di sudut hatinya merasa remuk redam karena teringat kematian pamannya,
Hamzah.
Namun
demikian, Rasulullah mengampuni segala kesalahan dan dosa yang dilakukan Wasyi
dengan lapang dada. Sekalipun luka dihati Rasulullah masih tetap saja sulit
untuk dihilangkan.
“Pergilah dari
sisiku, wahai Wasyi. Wajahmu selalu mendatangkan ingatanku kembali kepada
pamanku tercinta,”sabda Rasulullah pada suatu ketika, tatkala Wasyi berusaha
mendekat menghadap beliau.
Mendengar
sabda Rasulullah Wasyi melelehkan air matanya, meskipun dirinya telah
bertaubat, meminta ma’af kepada beliau. Namun, Wasyi masih berusaha untuk
menebus segala dosa yang telah diperbuatnya, ingin menunjukkan pengabdiannya
kepada Islam, dan cintanya kepada Rasulullah kini sudah sangat mendalam,
sehingga perintah beliau itu membuat hatinya gundah gulana.
Sehingga
gairah untuk membuktikan ketaubatan dan kesetiaannya kepada Islam terdorong
oleh sabda Rasulullah seperti itu, tidak rela dirinya mati sebelum sempat
menunjukkan pengabdiannya kepada Islam, yang selama beberapa tahun sebelumnya
telah dikhianati.
Dalam
kesempatan yang sangat baik, Wasyi bergabung dengan pasukan yang dipimpin oleh
Khalid bin Walid memberantas seorang nabi palsu Musailamah al-Kadzdzab. Seorang
sastrawan yang sangat besar pengaruhnya, ia satu-satunya nabi gabungan yang
ahli siasat dan memiliki pasukan yang besar. Musailamah telah memalsukan
Al-Qur’an yang tidak bisa dilakukan oleh nabi palsu lainnya, meskipun pemalsuan
itu selalu dapat diketahui.
Terbayang
dalam lintasan pikiran Wasyi, bahwa saat itulah dirinya harus mampu menunjukkan
pengakbdiannya kepada Islam. Saat itulah dirinya akan dapat menebus segala
dosanya.
“Tanganku
sendiri yang harus mengakhiri riwayat hidup Musailamah al-Kadzdzab, nabi palsu
itu,”demikian sum;pah Wasyi dalam hati isaat berhadapan dengan Musailamah.
Dengan
gesitnya Wasyi memainkan tombaknya, hingga akhirnya tombak beracun milik Wasyi
mengiringi jeritan Musailamah yang roboh menemui ajalnya.
Belum puas
dengan kematian pendusta itu, Wasyi memenggal leher Musailamah dan diangkat
kepala yang sudah terpotong dari lehernya tinggi-tinggi.
“Aku telah
berhasil menebus dosaku…!Aku telah berhasil menebus segala dosa yang pernah
kulakukan!”teriaknya.
Perasaan puas
telah menghiasi hati Wasyi yang selama ini was-was dan ragu, ingin menunjukkan
pengabdiannya kepada Islam. Sekarang telah menjadi kenyataan semua yang selama
ini diidamkan, nabi palsu yang biadab dapat terbunuh di tangannya.
Emoticon