Pendekar Rajawali Sakti 84 - Tujuh Mata Dewa(2)


"Kenapa berhenti, Siluman Muka Kodok?! Kau takut menghadapiku...?" ejek Rangga sinis.

"Ghrrrk...!"

Siluman Muka Kodok mengkirik perlahan. Air liur mulai terlihat menetes dari sela-sela bibirnya yang merah dan tipis. Kembali tubuhnya di-rendahkan perlahan-lahan, sampai kedua telapak tangannya menyentuh tanah. Sementara sorot matanya tetap menatap tajam Pendekar Rajawali Sakti yang berada sekitar dua batang tombak jauhnya.

"Ghrokh...!"

Siluman Muka Kodok tidak mempedulikan ejekan Rangga. Dia tahu, Pendekar Rajawali Sakti hanya ingin memanasi saja. Kalau sampai terpancing, maka akan sukar mengendalikan dirinya lagi. Hal itu tentu saja selalu dihindari orang-orang persilatan yang sudah sampai pada batas tingkat tinggi. Dan rupanya, Rangga juga menyadari kalau pancingannya tidak berhasil. Dalam hati, dipujinya ketangguhan hati orang bermuka seperti kodok ini

"Ghrogkh! Kau memang tangguh Pendekar Rajawali Sakti! Tidak heran kalau julukanmu begitu terkenal dan dikagumi. Tapi, seluruh rimba persilatan akan tahu. Hari ini, kau akan kubuat bertekuk lutut dan mohon pengampunanku," terasa dingin dan berat sekali nada suara Siluman Muka Kodok.

"Aku khawatir malah sebaliknya, Siluman Muka Kodok," sambut Rangga tidak kalah dinginnya.

"Ghrooogkh...!"
Bet!
"Hait..!"

Cepat Rangga memiringkan tubuhnya ke kanan, begitu cepat sekali Siluman Muka Kodok mengebutkan tongkatnya. Dan dari ujung tongkat yang berbentuk bulat sebesar kepalan tangan, meluncur secercah cahaya kuning kemerahan. Sinar itu meluruk deras, lewat sedikit saja di samping tubuh Pendekar Rajawali Sakti.

"Groaaagkh...!"

Sambil menggerung dahsyat, Siluman Muka Kodok melompat. Kecepatannya luar biasa, dan gerakannya sangat mirip seekor kodok yang tengah melompat menyambar nyamuk. Dan begitu dekat dengan Pendekar Rajawali Sakti, cepat sekali tongkatnya dikebutkan, terarah langsung ke kepala pemuda tampan berbaju rompi putih ini.

Wuk!
"Ups...!"

Manis sekali Rangga menundukkan kepala. Dan begitu tongkat Siluman Muka Kodok lewat di atas kepala, cepat-cepat kakinya ditarik ke belakang. Dan pada saat itu, Siluman Muka Kodok melepaskan satu pukulan keras menggeledek dengan tangan kiri ke arah dada.

"Hait!"

Kembali Rangga meliuk, menghindari pukulan yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi. Tapi mendadak saja hatinya jadi tersentak kaget. Maka cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat ke belakang sambil berputaran dua kali di udara. Kemudian, manis sekali kakinya menjejak tanah lagi, setelah jaraknya dengan Siluman Muka Kodok sekitar satu batang tombak.

"Gila...!" desis Rangga dalam hati.

Sungguh Pendekar Rajawali Sakti jadi terkejut setengah mati. Tidak disangka kalau pukulan Siluman Muka Kodok begitu dahsyat. Bukan hanya mengandung hempasan hawa panas yang sangat menyengat, tapi juga angin pukulannya menyebarkan hawa racun sangat dahsyat dan mematikan. Untung saja, saat itu Rangga sudah memindahkan jalan pemapasannya melalui perut. Sehingga, racun yang tersebar dari angin pukulan Siluman Muka Kodok tidak sampai mempengaruhinya. Dan lagi, tubuh Pendekar Rajawali Sakti memang kebal terhadap segala macam jenis racun yang sangat dahsyat sekalipun.

"Ghrooogkh...!"

Siluman Muka Kodok kembali melompat cepat. Beberapa kali tongkatnya dikebutkan. Seketika sinar-sinar kuning kemerahan meluruk deras di sekitar tubuh Rangga. Dan Pendekar Rajawali Sakti terpaksa harus berjumpalitan, meliuk-liukkan tubuhnya menghindari serangan sinar-sinar kuning kemerahan yang sangat berbahaya itu. Dengan mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', membuat serangan-serangan gencar yang dilancarkan Siluman Muka Kodok tidak mendapatkan hasil.

Ledakan-ledakan keras menggelegar terdengar saling susul. Sinar-sinar kuning kemerahan yang tidak tepat mengenai sasaran, menghantam bangunan dan pepohonan yang ada di sekitar pertarungan. Apa saja yang terkena sinar kuning keemasan itu langsung hancur mengeluarkan ledakan keras menggelegar dan memekakkan telinga.

"Hup! Yeaaah...!"

Cepat sekali Rangga melenting ke udara, tepat di saat Siluman Muka Kodok mengibaskan tongkatnya ke arah kaki. Dan begitu berada di udara, cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti meluruk dengan kedua kaki bergerak cepat mengarah ke kepala. Saat itu, Rangga mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Begitu cepat serangan balasan Rangga, sehingga membuat Siluman Muka Kodok jadi terperangah dengan mata terbeliak lebar.

"Ghroaaagkh...!"

Sambil memperdengarkan raungan yang sangat keras, Siluman Muka Kodok mengebutkan tongkatnya ke atas untuk melindungi kepala dari sepakan kaki Rangga yang berputar cepat luar biasa.

Bet!
"Haaaits...!"

Tapi dengan gerakan berputar yang sangat manis, tubuh Pendekar Rajawali Sakti jadi terbalik. Dan begitu kepalanya berada di bawah, dengan kecepatan tinggi tangan kanannya segera dikibaskan disertai pengerahan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.

"Aikh...!" Lagi-lagi Siluman Muka Kodok terpekik kaget, lalu cepat melompat ke belakang. Langsung dihindarinya serangan susulan Rangga yang sangat cepat luar biasa itu.

Sementara, Rangga kembali memutar tubuhnya. Dan begitu kakinya menjejak tanah, langsung dilepaskannya satu pukulan keras mempergunakan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Begitu dahsyatnya, sehingga dari kepalan tangannya yang memerah, meluruk sinar merah bagai api yang meluncur deras mengancam dada Siluman Muka Kodok.

"Ghroaaagkh...!"

***
LIMA
Sambil memperdengarkan raungan keras, Siluman Muka Kodok cepat melompat ke atas untuk menghindari pukulan dahsyat yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti. Beberapa kali tubuhnya berputaran di udara. Dan pada saat itu, Rangga sudah melesat begitu cepat mengejar. Langsung kedua tangannya yang terkembang dikebutkan beberapa kali dengan kecepatan sangat tinggi. Tak salah lagi, Rangga kembali mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.

"Ghrooogkh...!"

Siluman Muka Kodok jadi kalang-kabut meng-hindari serangan-serangan Rangga yang begitu gencar. Pendekar Rajawali Sakti memang mempergunakan rangkaian beberapa jurus dahsyat yang begitu cepat, sehingga sukar sekali bagi Siluman Muka Kodok untuk membedakan antara jurus yang satu dengan jurus lainnya. Cepat-cepat Siluman Muka Kodok melenting ke belakang, sambil melakukan putaran di udara beberapa kali. Hal ini dilakukan untuk menghindari pukulan jarak jauh yang memancarkan sinar merah dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti.

"Ghrrrk...!"

"Hm...." Rangga menghentikan serangan setelah Siluman Muka Kodok berhasil membuat jarak sekitar dua batang tombak darinya. Memang sangat dahsyat serangan-serangan dari rangkaian tiga jurus maut yang dilancarkan Rangga. Akibatnya, napas Siluman Muka Kodok jadi mendengus-dengus, memperdengarkan suara menggorok yang sangat keras dan menyebarkan bau busuk.

Menyerang secara terus-menerus dan beruntun, ternyata juga membuat Pendekar Rajawali Sakti harus mengatur jalan pernapasannya. Secara jujur, diakui kalau lawannya kali ini benar-benar tangguh. Rangga sudah mencoba menggabungkan tiga jurus dari rangkaian lima jurus 'Rajawali Sakti' sekaligus, tapi Siluman Muka Kodok masih bisa menandingi. Bahkan tidak satu pun serangannya mencapai sasaran.

Gerakan-gerakan yang dilakukan Siluman Muka Kodok memang cepat luar biasa. Apalagi, Rangga memang belum pernah bertemu lawan yang jurus-jurusnya sangat aneh seperti itu. Tapi, seluruh kemampuan yang dimilikinya memang belum dikeluarkan. Malah Pendekar Rajawali Sakti juga belum menggunakan pedang pusaka yang sudah terkenal keampuhannya.

Trek!
Cring...!

Rangga langsung melompat mundur tiga langkah ke belakang ketika Siluman Muka Kodok mematahkan tongkatnya jadi dua bagian. Dan dari ujung patahan tongkat itu keluar rantai hitam dengan bandulan bulat berduri, juga berwarna hitam pekat.

Wuk!
Bet!

Siluman Muka Kodok mengebutkan senjatanya yang kini menjadi dua bagian. Rantai dan bandulan berduri di ujungnya tampak mengeluarkan api berkobar-kobar, memancarkan hawa panas luar biasa. Begitu panasnya, sampai-sampai Rangga menarik kakinya ke belakang beberapa langkah lagi.

"Ghrogk...!"
Wuk!

Cepat sekali Siluman Muka Kodok mengebutkan senjatanya. Dan seketika itu juga, dari rantai berbandul bola besar berduri memancar api yang meluruk deras ke arah Rangga.

"Hup!"

Cepat Rangga melenting ke atas, sehingga pijaran api yang sangat panas membakar itu lewat di bawah telapak kakinya. Tapi pada saat yang bersamaan, Siluman Muka Kodok sudah mengebutkan ke atas satu senjatanya lagi yang berada di tangan kiri. Maka, api kembali meluruk sangat cepat ke arah Pendekar Rajawali Sakti yang berada di udara.

"Hat!" Sret! "Yeaaah...!"

Memang tidak ada pilihan lagi bagi Rangga, kecuali cepat-cepat mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti dari warangka di punggung. Dan secepat itu pula, pedangnya dikebutkan ke depan untuk menyampok ujung lidah api yang meluruk begitu cepat ke arahnya.

Glarrr...!

Satu ledakan keras menggelegar seketika terjadi, begitu pedang di tangan Rangga yang memancarkan cahaya biru berkilau berbenturan dengan ujung lidah api yang keluar dari senjata Siluman Muka Kodok. Tampak Rangga terpental ke belakang sejauh tiga batang tombak. Tapi, keseimbangan tubuhnya cepat bisa dikuasai dengan berputaran beberapa kali di udara. Lalu, manis sekali kakinya kembali menjejak tanah.

Sementara, Siluman Muka Kodok juga terpental ke belakang sejauh dua batang tombak. Dan keseimbangan tubuhnya juga cepat bisa dikuasai. Dia lalu melakukan beberapa gerakan dengan kedua senjatanya yang tergenggam di tangan kiri dan kanan. Keras sekali Siluman Muka Kodok mendengus, sampai mengeluarkan suara menggorok yang dapat menggetarkan jantung siapa saja yang mendengarnya.

"Hap!"

Rangga cepat menyilangkan pedangnya di depan dada. Sedangkan telapak tangan kirinya sudah menempel pada mata pedang yang memancarkan cahaya biru berkilauan, tepat di bagian ujung dekat gagang. Tapi, Pendekar Rajawali Sakti tidak jadi menggosok untuk mengerahkan aji 'Cakra Buana Sukma'nya. Hal itu terjadi begitu melihat Siluman Muka Kodok menyatukan lagi senjatanya, hingga kembali berbentuk sebatang tongkat dengan dua bandulan pada kedua ujungnya. Sedangkan kedua bulatan di ujung tongkat itu kembali berwarna merah bagai besi yang terbakar di dalam sebuah tungku.

"Aku akan kembali lagi, Pendekar Rajawali Sakti. Ghrooogkh...!"

Setelah berkata demikian, Siluman Muka Kodok langsung memutar tubuhnya cepat sekali. Dan seketika itu juga, seluruh tubuhnya terselimut asap tebal. Sesaat Rangga tersentak. Dia tahu, Siluman Muka Kodok akan menghilang dengan cara yang sama, ketika berhadapan dengannya di depan.Istana Ringgading.

"Hei, tunggu...!"

Wusss!

Belum juga Rangga bisa bergerak mencegah, asap tebal itu sudah menghilang begitu cepat. Dan Siluman Muka Kodok seketika lenyap tak terlihat lagi, tanpa meninggalkan bekas sedikit pun. Sementara, Rangga sudah melompat hendak mencegah, tapi benar-benar sudah terlambat. Kini Siluman Muka Kodok sudah lenyap tak berbekas lagi.

"Keparat..!" maki Rangga kesal.

Begitu geramnya, sampai-sampai Pendekar Rajawali Sakti menghentak tanah, tepat tempat Siluman Muka Kodok tadi menghilang. Saat itu, dari atas tembok benteng Pandan Wangi meluncur turun. Begitu indah dan ringan gerakannya. Tanpa menimbulkan suara sedikit pun, kakinya menjejak tanah dengan manis sekali. Tapi Rangga sempat mendengar dan berpaling sedikit.

Pandan Wangi melangkah menghampiri, lalu berhenti tepat di samping kanan Pendekar Rajawali Sakti. Sementara, Rangga masih bersungut-sungut kesal sambil menghentakkan kakinya beberapa kali. Dipandanginya tanah tempat Siluman Muka Kodok tadi menghilang. Bahkan sama sekali tidak bisa diketahui lagi, ke mana arah perginya. Inilah yang membuat Pendekar Rajawali Sakti jadi kesal dan terus menggerutu dalam hati.

"Kau gagal lagi, Kakang...," kata Pandan Wangi.

"Hhh! Aku tidak tahu, ilmu apa yang digunakan sampai bisa menghilang begitu...!" dengus Rangga, masih merasa kesal.

"Dia pasti akan datang lagi, Kakang. Dan pasti akan semakin bertambah kekuatannya," duga Pandan Wangi.

"Ya! Dia memang berkata seperti tadi sebelum menghilang," sahut Rangga, agak perlahan suaranya.

"Tampaknya dia sangat mendendam padamu, Kakang," kata Pandan Wangi lagi.

Rangga hanya tersenyum saja. Jelas sekali dari nada suara Pandan Wangi tadi, kalau begitu mencemaskan ancaman yang diberikan Siluman Muka Kodok. Walaupun tidak ikut bertarung, tapi Pandan Wangi sudah bisa mengetahui kalau orang itu tidak bisa dianggap main-main. Tingkat kepandaiannya sangat tinggi. Bahkan Pendekar Rajawali Sakti sendiri sampai saat ini belum mampu menundukkannya.

Pandan Wangi juga tahu, Rangga tadi sudah hampir menguras habis seluruh kepandaiannya. Dan Siluman Muka Kodok sepertinya bisa cepat meraba kalau dirinya sudah terdesak, dan tidak mampu lagi menghadapi Pendekar Rajawali Sakti. Maka diambilnya langkah menghilang, sebelum Pendekar Rajawali Sakti berbuat lebih banyak lagi. Ilmu yang bisa menghilang itulah yang kini selalu mengganggu pikiran Rangga.

"Kalau bertemu lagi, apakah kau akan kembali membiarkannya pergi, Kakang?" tanya Pandan Wangi.

"Tidak," tegas Rangga.

"Lalu, dengan apa kau akan menghadapi ilmu menghilangnya nanti?" tanya Pandan Wangi lagi, seakan-akan ingin tahu cara Pendekar Rajawali Sakti dalam menghadapi ilmu langka Siluman Muka Kodok.

Rangga hanya mendengus kesal saja. Sedikit kakinya dihentakkan ke tanah. Saat itu, pintu gerbang istana terbuka. Tak lama, muncul Danupaksi yang disusul Cempaka. Sekitar sepuluh orang prajurit berpangkat punggawa menjaga di kiri dan kanan pintu yang dibiarkan terbuka sedikit. Kedua adik tiri Rangga itu melangkah cepat menghampiri Rangga dan Pandan Wangi. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti sudah memutar tubuhnya berbalik, menghadap ke arah Danupaksi dan Cempaka.

"Apa yang terjadi, Kakang?" Danupaksi langsung melontarkan pertanyaan begitu dekat di depan Pendekar Rajawali Sakti.

"Tidak ada apa-apa," sahut Rangga masih terdengar mendengus kesal.

Pendekar Rajawali Sakti langsung saja mengayunkan kakinya menuju ke pintu gerbang yang masih terbuka sedikit, dijaga sekitar sepuluh orang prajurit berpangkat punggawa. Sementara, Danupaksi dan Cempaka memandangi Pandan Wangi. Si Kipas Maut itu tahu, kedua adik tiri Pendekar Rajawali Sakti ini meminta penjelasan padanya. Karena, memang dia tadi melihat jelas semua yang terjadi di luar benteng istana ini.

"Kenapa Kakang Rangga kelihatan begitu kesal, Kak Pandan?" tanya Cempaka, tidak sabar ingin tahu.

"Nanti kuceritakan," sahut Pandan Wangi.

"Sebaiknya kita segera masuk."

Tanpa menunggu jawaban lagi, gadis cantik berjuluk si Kipas Maut itu langsung saja melangkah menuju pintu gerbang benteng istana yang masih terbuka sedikit. Sementara, Rangga sudah tidak terlihat lagi, setelah melewati pintu gerbang itu. Danupaksi dan Cempaka saling melempar pandang sebentar, lalu sama-sama mengangkat pundaknya sedikit. Kini, mereka melangkah mengikuti Pandan Wangi yang sudah berjalan lebih dulu mendekati pintu gerbang benteng Istana Karang Setra.

***

Tiga hari sudah berlalu. Tapi tidak ada satu peristiwa pun yang terjadi. Para prajurit dan semua penduduk kota yang mengungsi ke dalam benteng istana pun sudah kelihatan jemu. Mereka sudah mulai gelisah, karena sudah beberapa hari hidup terkurung. Sedangkan, belum ada sedikit pun ada tanda-tanda orang-orang Tujuh Mata Dewa sudah dihalau pergi dari kerajaan tempat kelahiran Pendekar Rajawali Sakti.

Sedangkan Siluman Muka Kodok sendiri tidak lagi terdengar namanya. Seakan-akan, orang yang berwajah mirip kodok itu sudah pergi jauh entah ke mana. Dan Rangga yang masih tetap berada di istana, juga sudah mulai jemu. Tapi, istana tidak bisa ditinggalkan dalam keadaan seperti ini. Bagaimanapun juga, persoalan ini harus bisa diselesaikan secepat-cepatnya. Pendekar Rajawali Sakti tentu saja tidak ingin istananya jadi tempat pengungsian yang berlarut-larut.

Pagi ini, udara di atas bumi Karang Setra kelihatan cerah sekali. Langit tampak bening, tanpa awan sedikit pun menggantung di langit. Dan matahari bersinar penuh, memancarkan cahayanya yang hangat. Dan sepagi itu Rangga sudah berada di depan kandang kuda. Dielus-elusnya leher kuda hitam Dewa Bayu. Sedikit matanya melirik saat telinganya mendengar langkah kaki menghampiri. Tampak Pandan Wangi, Danupaksi, dan Cempaka datang menghampiri Pendekar Rajawali Sakti.

"Kau jadi pergi, Kakang?" tanya Danupaksi begitu dekat dengan Pendekar Rajawali Sakti.

"Tentu! Aku harus bisa mengenyahkan mereka dari negeri ini," tegas Rangga, walaupun suaranya terdengar agak mendesah.

"Sebaiknya, bawalah sejumlah prajurit, Kakang," saran Cempaka bernada khawatir.

Rangga hanya menggelengkan kepala saja. Dan bibirnya juga terlihat menyunggingkan senyuman. Sebentar ditatapnya Cempaka, lalu berpindah pada Danupaksi. Dan terakhir, dipandangnya Pandan Wangi yang berdiri di sebelah kiri Cempaka. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti menarik napas, lalu menghembuskannya kuat-kuat. Disadari kalau persoalan yang sedang dihadapi sekarang ini terasa sangat berat. Dan semua ini harus segera diselesaikan.

Sementara, penduduk yang mengungsi ke dalam benteng istana ini sudah mulai terserang kejemuan. Dan tentu saja itu bisa menimbulkan persoalan baru kalau orang-orang Tujuh Mata Dewa tidak segera dienyahkan. Tapi yang paling penting, adalah Siluman Muka Kodok itu. Mengingat orang berwajah mirip kodok itu, geraham Rangga jadi bergemeletuk. Kedua tangannya terkepal erat, hingga urat-uratnya yang membiru terlihat bersembulan keluar, bagai hendak merobek kulit yang berkeringat dan berkilat.

"Kau tidak apa-apa, Kakang...?" tegur Pandan Wangi agak cemas nada suaranya, melihat raut wajah Pendekar Rajawali Sakti menegang.

"Tidak.... Aku tidak apa-apa," sahut Rangga sambil mencoba memberi senyum.

Tanpa bicara lagi, Pendekar Rajawali Sakti melompat naik ke punggung Dewa Bayu. Sebentar diamatinya wajah Pandan Wangi dan kedua adik tirinya. Kemudian dihentakkannya tali kekang kudanya sedikit. Maka, kuda hitam bernama Dewa Bayu itu mulai melangkah perlahan-lahan, menuju pintu rahasia yang terletak di bagian belakang istana ini.

Sementara itu, dua orang prajurit bersenjata tombak dan pedang yang menjaga pintu rahasia bergegas membuka pintu, begitu melihat Rangga akan melewati bersama kuda hitamnya. Pendekar Rajawali Sakti hanya menganggukkan kepala sedikit saat kedua prajurit membungkuk, memberi hormat. Tali kekang kudanya terus saja dihentakkan, agar Dewa Bayu terus berjalan perlahan-lahan.

Pintu rahasia di bagian belakang istana itu kembali tertutup rapat, setelah Rangga melewatinya. Dan Pendekar Rajawali Sakti terus menjalankan kudanya perlahan-lahan. Sesekali kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri, mengamati keadaan sekitarnya yang begitu sunyi tanpa terlihat seorang pun.

"Hiyaaa! Hiyaaa...!"

Dewa Bayu meringkik keras begitu Rangga menghentakkan tali kekangnya kuat-kuat, sambil berteriak keras beberapa kali. Kemudian, kuda hitam bertubuh tegap itu melesat cepat bagaikan kilat, membuat debu membumbung tinggi ke angkasa. Begitu cepatnya kuda itu berpacu, sehingga dalam waktu sebentar saja sudah tidak terlihat lagi bentuk tubuhnya. Hanya kepulan debu saja yang terlihat membubung tinggi ke angkasa.

Sementara itu, Pandan Wangi, Danupaksi, dan Cempaka masih tetap berdiri diam di depan kandang kuda istana yang terletak tidak jauh dari pintu rahasia. Mereka seperti tengah bermimpi, membiarkan Pendekar Rajawali Sakti pergi seorang diri menghadapi Siluman Muka Kodok dan Tujuh Mata Dewa yang begitu banyak pengikutnya.

"Aku khawatir akan terjadi sesuatu pada diri Kakang Rangga...," desah Cempaka. Jelas sekali, nada suaranya mengandung kecemasan yang tidak bisa ditutupi.

"Seharusnya, kita bisa mencegahnya. Paling tidak, harus ada yang mendampinginya," sahut Danupaksi, juga terdengar pelan suaranya.

"Sulit," sahut Pandan Wangi. "Kakang Rangga berwatak keras. Apa yang menjadi keputusannya, pasti sudah dipikirkan matang-matang. Aku yakin, Kakang Rangga bisa mengatasi mereka semua."

"Kelihatannya kau begitu yakin, Kak Pandan...," ujar Cempaka seraya menatap si Kipas Maut dalam-dalam.

"Aku sudah bersama-sama sebelum bertemu kalian. Dan aku tahu betul wataknya. Aku tidak pernah menyangsikan kemampuan Kakang Rangga sedikit pun juga. Dan yang pasti, mereka semua bisa diatasi," sahut Pandan Wangi kalem.

Memang di antara mereka bertiga, hanya Pandan Wangi saja yang kelihatan begitu tenang. Sedikit pun tidak tersirat kecemasan pada raut wajahnya. Seakan-akan dia begitu yakin kalau Rangga pasti bisa menghadapi Siluman Muka Kodok dan Tujuh Mata Dewa serta para pengikutnya yang berjumlah sangat besar. Meskipun sudah dua kali Rangga bertemu, dan sudah dua kali pula Siluman Muka Kodok itu berhasil lolos, tapi bukan berarti Rangga tidak bisa menandingi kepandaiannya. Dan Pandan Wangi begitu yakin kalau Pendekar Rajawali Sakti sudah memiliki satu rencana untuk mengenyahkan mereka semua dari Kerajaan Karang Setra.

"Bagaimana, Kakang...?" tanya Cempaka menatap Danupaksi.

"Aku percaya, kalau Kak Pandan sudah berkata demikian," sahut Danupaksi.

Pandan Wangi tersenyum. Sedangkan Cempaka mengangkat bahunya sedikit. Mereka memang tidak pernah menyangsikan kemampuan Pendekar Rajawali Sakti dalam menghadapi lawan yang bagaimanapun tangguhnya. Namun, tetap saja di hati mereka masih terselip rasa khawatir. Dan semua kecemasan itu bisa terusir oleh kepercayaan yang sangat besar dan men-dalam pada diri Pendekar Rajawali Sakti.

***
ENAM
Sementara itu, Pendekar Rajawali Sakti yang menunggang Dewa Bayu sudah sampai di kaki Gunung Lanjaran. Dugaannya, di kaki gunung inilah pusat dari semua peristiwa yang terjadi di Karang Setra. Pertama kali gerombolan Tujuh Mata Dewa terlihat memang di kaki Gunung Lanjaran ini. Tapi waktu itu, Pendekar Rajawali Sakti memang belum tahu kalau mereka adalah para gerombolan Tujuh Mata Dewa.

"Hup!"

Begitu ringan gerakan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga tidak menimbulkan suara sedikit pun ketika melompat turun dari punggung kudanya. Sebentar pandangannya beredar ke sekeliling. Namun, sedikit pun tak terlihat adanya tanda kehidupan. Bahkan sepertinya tidak terdengar suara binatang. Seakan-akan semua kehidupan yang ada di sekitar kaki Gunung Lanjaran ini sudah musnah. Begitu sunyi, hingga desir angin yang sangat halus terdengar jelas mengusik telinga.

"Hm...." Sambil menggumam perlahan, kaki Pendekar Rajawali Sakti terayun pelan-pelan meninggalkan kudanya. Mata dan pendengarannya terus dipasang tajam-tajam. Tapi, belum juga didapatkan satu suara sedikit pun juga. Bahkan keadaan didalam hutan kaki Gunung Lanjaran ini begitu sunyi. Rangga terus berjalan perlahan-lahan, dan mulai mendaki lereng gunung yang sunyi ini.

Sementara, Dewa Bayu tetap menunggu di kaki gunung. Seperti tidak peduli pada keadaan sekitarnya, kuda hitam itu menikmati rerumputan segar yang banyak tumbuh di sekitarnya. Ayunan kaki Pendekar Rajawali Sakti baru berhenti, setelah sampai di lereng gunung yang berbatu. Sebentar kepalanya mendongak ke atas. Seketika bibirnya terlihat menyunggingkan senyum saat melihat seekor burung rajawali berbulu putih keperakan melayang-layang berputar di atas kepalanya. Begitu tinggi burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu terbang, sehingga bagaikan terlihat seperti seekor merpati biasa. Dan baru saja Rangga menurunkan kepalanya kembali, mendadak saja....

Srak!

"Hap...!" Cepat Rangga melompat ke belakang, begitu tiba-tiba muncul dua orang berpakaian serba hitam yang telah menghunus pedang. Tanpa bicara lagi, kedua orang berpakaian serba hitam yang seluruh wajah dan kepalanya terselubung kain hitam itu, langsung saja menyerang Pendekar Rajawali Sakti.

"Hup! Hiyaaa...!"

Namun, cepat sekali Rangga melesat sambil mengibaskan kedua tangannya yang terentang lebar ke samping. Begitu cepat gerakannya sehingga sulit sekali diikuti pandangan mata biasa. Dan belum juga kedua orang berpakaian serba hitam itu bisa berbuat lebih banyak lagi, tahu-tahu sudah terdengar jeritan panjang yang sangat menyayat dan saling sambung.

Tepat di saat kaki Pendekar Rajawali Sakti menjejak tanah, kedua orang berpakaian serba hitam itu sudah ambruk menggelepar dengan dada robek mengucurkan darah. Sedikit pun tak ada gerakan lagi. Kedua orang berpakaian serba hitam itu langsung tewas seketika. Memang sangat dahsyat gerakan dari jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Gerakannya pun terlalu sulit dilihat mata biasa. Dan bagi mereka yang memiliki kepandaian tanggung, rasanya tidak akan mampu bisa berbuat banyak.

Sementara, Rangga hanya melirik sedikit pada dua orang penyerangnya ini. Kemudian kembali kakinya terayun mendaki lereng Gunung Lanjaran ini. Rangga terus melangkah mantap dan sangat tenang. Pandangan matanya tertuju lurus tak berkedip ke depan. Sedangkan telinganya tetap dipasang tajam-tajam, mempergunakan ilmu 'Pembeda Gerak dan Suara'. Hingga suara yang kecil sekalipun dapat ditangkap jelas.

"Hup!" Baru saja Rangga berjalan beberapa langkah, kembali sudah harus melesat ke atas. Karena tiba-tiba saja, dari arah depan meluncur sebatang tombak berwarna hitam pekat. Tombak itu meluncur deras, lewat di bawah telapak kaki pemuda yang selalu berbaju rompi putih ini. Beberapa kali Rangga berputaran di udara. Dan dengan gerakan manis sekali, kembali kakinya dijejakkan di tanah berumput tebal ini. Begitu sempurna ilmu meringankan tubuhnya, sehingga sedikit pun tidak menimbulkan suara saat mendarat di tanah.

"Hhh...!" Namun baru saja Pendekar Rajawali Sakti menghembuskan napas panjang, dari arah depannya sudah berlompatan sekitar delapan orang berpakaian serba hitam. Dan mereka semua menggenggam senjata pedang, masing-masing di tangan kanan. Seketika itu juga pemuda tampan berbaju rompi putih ini sudah terkepung oleh delapan orang dengan pedang terhunus. Rupanya, orang-orang Tujuh Mata Dewa semuanya menggunakan senjata pedang. Namun, Pendekar Rajawali Sakti tidak menghiraukan sama sekali, kendati pedang-pedang mereka yang berkilatan tajam sudah tersilang di depan dada. Hanya dengan sorot mata tajam, diamatinya setiap gerakan kaki kedelapan orang pengepungnya.

"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Hup! Hiyaaa...!"

Begitu kedelapan orang ini berlompatan menyerang, dengan cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melenting ke udara. Dan kedua tangannya langsung dikembangkan ke samping, mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.

"Hiyaaat..!"
Bet!
Wuk!
"Akh!"
"Aaakh...!"

Dua kali Rangga mengebutkan tangannya. Maka seketika itu juga terdengar jeritan panjang, disusul ambruknya dua orang penyerang berbaju serba hitam itu dengan dada terbelah lebar mengeluarkan darah.

"Hap! Yeaaah...!"

Sedikit pun Rangga tidak berhenti. Tubuhnya langsung kembali melompat, begitu kakinya menjejak tanah. Dan seketika itu juga, dilepaskannya satu pukulan dahsyat menggeledek menggunakan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' yang terarah pada seorang penyerang terdepan. Begitu cepat serangannya, sehingga orang berbaju serba hitam itu tidak sempat berkelit lagi. Maka, pukulan yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti itu tepat dan telak menghantam dadanya.

Desss!
"Aaakh...!"

Seketika, orang itu terpental jauh ke belakang sambil menjerit melengking. Sebatang pohon yang terlanda tubuhnya, seketika tumbang. Kemudian orang berbaju serba hitam itu ambruk di tanah. Hanya sedikit saja dia mampu menggeliat, lalu diam tidak bergerak-gerak lagi. Dadanya tampak remuk melesak ke dalam.

"Hih!" Rangga cepat berbalik, membuat dua orang yang hendak membokongnya dari belakang langsung berhenti melangkah. Kini tinggal lima orang lagi yang mengepung. Dan tampaknya, mereka mulai diliputi kegentaran menghadapi Pendekar Rajawali Sakti yang gerakannya begitu cepat. Sehingga dalam dua kali gebrakan saja, tiga orang sudah menggeletak jadi mayat.

Dan Rangga kali ini memang sudah tidak tanggung-tanggung lagi. Kemarahannya sudah memuncak, melihat keadaan tanah kelahirannya jadi seperti neraka. Akibatnya, seluruh rakyatnya tidak ada lagi yang berani keluar dari dalam lingkungan benteng istana. Dan memang, baru kali ini Karang Setra mendapat serangan dari luar. Hal itu membuat kemarahan Pendekar Rajawali Sakti jadi memuncak.

"Ayo, maju kalian semua, Keparat..!" bentak Rangga geram.

Tapi, tak ada seorang pun dari mereka yang berani mendekat. Dan kelima orang itu hanya bisa mengepung sambil bergerak. Berputar, seperti tengah mencari kelemahan Pendekar Rajawali Sakti. Pedang mereka semua melintang di depan dada. Matahari yang bersinar penuh siang ini, membuat pedang-pedang kelima orang berpakaian serba hitam itu berkilatan menunjukkan ketajamannya. Namun, sedikit pun tidak membuat Rangga gentar.

"Mundur kalian semua...!"

Tiba-tiba terdengar bentakan yang sangat keras dan menggelegar. Dan begitu kelima orang berpakaian serba hitam itu berlompatan mundur, dari balik semak belukar bermunculan tujuh orang yang juga berbaju warna hitam pekat yang cukup ketat.

"Hm...," Rangga menggumam sedikit. Pendekar Rajawali Sakti pernah melihat tujuh orang laki-laki berpakaian serba hitam ini, ketika belum bisa masuk ke dalam Istana Karang Setra. Dan dari keterangan Danupaksi, Pendekar Rajawali Sakti tahu kalau ketujuh orang inilah yang dijuluki Tujuh Mata Dewa. Meskipun sama-sama mengenakan baju warna hitam, tapi ketujuh orang ini tidak mengenakan tutup kepala. Sehingga, wajah mereka bisa terlihat jelas. Mereka rata-rata sudah mencapai usia separuh baya. Dan di pinggang masing-masing, tergantung sebilah pedang berukuran cukup panjang, lebih panjang dari pedang biasa.

"Kaliankah yang dijuluki Tujuh Mata Dewa?" tanya Rangga dengan nada suara yang sangat dingin.

"Benar. Kami adalah Tujuh Mata Dewa," sahut salah seorang yang berdiri paling kanan.

"Dan aku adalah si Mata Dewa Kesatu."

"Hm...," lagi-lagi Rangga hanya menggumam perlahan. Pendekar Rajawali Sakti langsung bisa menebak, kalau keenam orang lainnya tentu disebut menurut urutannya. Dan mungkin saja urutan itu digunakan dari perbedaan usia, atau dari tingkatan kepandaian. Tapi yang jelas, mereka menggunakan nama Tujuh Mata Dewa.

"Kau siapa, Anak Muda?" tanya si Mata Dewa Keenam.

"Namaku Rangga," sahut Rangga tegas.

Tujuh Mata Dewa mengamati Pendekar Rajawali Sakti dalam-dalam, dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Sedangkan yang diamati tetap berdiri tenang, namun tidak mengurangi kewaspadaannya. Dan pada saat pandangannya diedarkan ke sekeliling, hatinya jadi terkesiap. Sungguh tidak diketahuinya kalau di sekelilingnya sekarang sudah dikepung oleh puluhan orang berpakaian serba hitam yang seluruhnya mengenakan tutup kepala dan wajah dari kain hitam.

Hanya bagian mata dan mulut saja yang terlihat. Bahkan mereka semua sudah menghunus pedang di tangan kanan masing-masing. Rangga mendongakkan kepala sedikit ke atas. Di angkasa masih terlihat burung rajawali raksasa yang saat ini kelihatan kecil, seperti burung biasa. Memang, Rajawali Putih terbang begitu tinggi, hingga berada di atas awan. Pandangan Pendekar Rajawali Sakti kembali tertuju pada tujuh orang berpakaian serba hitam yang dijuluki Tujuh Mata Dewa.

"Anak muda! Kaukah yang dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti?" tanya si Mata Dewa Kelima.

Rangga tidak menjawab, tapi malah tersenyum saja. Sementara sorot matanya tertuju langsung ke arah si Mata Dewa Kelima yang menatapnya dengan sinar mata tajam sekali.

"Kau pasti Raja Karang Setra," kata si Mata Dewa Kelima lagi. Kali ini nada suaranya terdengar sangat dingin. Dan jelas suara itu dikeluarkannya agak ditahan.

Sedangkan Rangga tetap tersenyum, seperti tidak menghiraukan kata-kata si Mata Dewa Kelima barusan.

Sret! Wuk!

Seketika itu juga, Tujuh Mata Dewa mencabut pedang masing-masing. Gerakan yang dilakukan begitu indah dan bersamaan waktunya. Seakan-akan, ada yang memberi perintah sebelumnya. Dan mereka juga secara bersamaan mengebutkan pedang hingga menyilang di depan dada.

Sementara, Rangga tetap berdiri tenang dengan senyum masih tersungging di bibir. Sebenarnya, dalam hati Rangga memuji keindahan gerakan Tujuh Mata Dewa dalam mencabut senjata tadi.

"Kau tulang punggung Kerajaan Karang Setra. Maka, kau harus mati sekarang juga, Pendekar Rajawali Sakti!" desis si Mata Dewa Kesatu.

"Kedatanganku ke sini memang ingin bertemu kalian semua. Dan perlu diketahui, tidak akan mudah kalian bisa menguasai Karang Setra," balas Rangga dengan suara tidak kalah dingin.

"Ha ha ha...!"

Tujuh orang berpakaian hitam yang dijuluki Tujuh Mata Dewa itu tertawa terbahak-bahak mendengar kata-kata Rangga yang begitu tenang tadi. Sedangkan Rangga hanya diam saja dengan sikap sangat tenang. Sedikit kepalanya mendongak ke atas. Sedangkan bibirnya terus menyunggingkan senyum saat melihat Rajawali Putih masih melayang-layang berputaran di atas kepalanya. Burung rajawali itu memang tidak ingin meninggalkan Rangga dalam menghadapi Tujuh Mata Dewa dan para pengikutnya yang berjumlah sangat besar ini.

"Seraaang...!"
"Bunuh dia!"
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Hup! Hiyaaa...!"

Cepat sekali Rangga melenting ke udara, begitu si Mata Dewa Ketujuh dan si Mata Dewa Keenam memberi perintah dengan suara lantang menggelegar. Saat itu juga, para pengikut ketujuh orang itu langsung berlompatan sambil berteriak-teriak dan mengangkat pedang tinggi-tinggi ke atas kepala. Mereka langsung meluruk, merangsek Pendekar Rajawali Sakti.

"Hiyaaat..!"

Menghadapi keroyokan yang begitu banyak, Pendekar Rajawali Sakti tidak mau main-main lagi. Terlebih lagi, hatinya memang sudah begitu geram melihat mereka yang mengacau ketenangan Kotaraja Karang Setra. Begitu kakinya menjejak tanah, cepat sekali kedua telapak tangannya dirapatkan di depan dada. Dan sambil cepat memutar kaki, kedua tangannya dihentakkan hingga melebar ke samping sambil berseru lantang menggelegar.

"Aji Bayu Bajra. Yeaaah...!"

Wusss...!

Seketika itu juga, dan kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti keluar hembusan angin yang sangat keras. Begitu keras hembusannya, sehingga menimbulkan suara menderu bagai terjadi badai yang sangat dahsyat. Dan mereka yang sudah berlompatan menyerang, seketika berpentalan terhempas angin badai yang diciptakan Pendekar Rajawali Sakti. Jeritan-jeritan panjang melengking tinggi, seketika terdengar saling susul. Tubuh-tubuh beterbangan bagai daun-daun kering tertiup angin. Begitu dahsyatnya aji 'Bayu Bajra' yang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti, sampai-sampai banyak pepohonan bertumbangan, dan batu-batu berhamburan bagai segumpal kapas tertiup angin.

Sementara, Tujuh Mata Dewa segera mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya untuk menahan gempuran aji 'Bayu Bajra' yang dikeluarkan Pendekar Rajawali Sakti. Namun, sedikit demi sedikit kaki mereka mulai terdorong ke belakang. Dan para pengikutnya yang hanya memiliki kepandaian rendah, tidak ada yang sanggup menghadapi gempuran angin badai topan ini.

"Hap!"

Begitu Rangga merapatkan kembali kedua telapak tangan di depan dada, seketika itu juga angin badai yang terjadi karena ciptaannya berhenti. Deru angin badai pun tidak terdengar lagi. Tapi, sudah tidak ada seorang pun pengikut Tujuh Mata Dewa yang terlihat berdiri.

"Hhh...!" Panjang sekali Rangga menghembuskan napasnya, begitu pandangannya beredar ke sekeliling. Hutan di lereng Gunung Lanjaran yang semula terlihat indah, Kini sudah porak-poranda bagai diamuk ribuan ekor gajah. Tidak terhitung lagi, berapa banyak pepohonan yang tumbang tercabut sampai ke akar-akarnya. Dan mayat-mayat terlihat bergelimpangan di mana-mana. Tidak sedikit mayat yang tertindih pohon maupun bebatuan. Juga, tidak sedikit pun yang tubuhnya tertancap kayu, atau kepalanya pecah terbentur batu.

Pandangan Pendekar Rajawali Sakti kemudian tertuju pada tujuh orang berpakaian serba hitam yang dikenal sebagai Tujuh Mata Dewa. Mereka juga seakan-akan masih terpana melihat kedahsyatan ilmu kesaktian yang diperlihatkan Pendekar Rajawali Sakti. Begitu banyak jumlah pengikutnya tadi, tapi sekarang tak ada seorang pun yang terlihat lagi. Mereka semua musnah hanya dengan satu pengerahan ilmu saja.

Perlahan Rangga mengayunkan kakinya, menghampiri Tujuh Mata Dewa yang masih terpana. Dan ayunan kaki pemuda berbaju rompi putih ini berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar satu batang tombak lagi. Jelas terlihat pada sorot mata, kalau Pendekar Rajawali Sakti mengagumi ilmu tenaga dalam yang dimiliki tujuh orang yang dijuluki Tujuh Mata Dewa dalam menghadapi aji 'Bayu Bajra' tadi. Meskipun tempatnya berdiri tergeser sampai sejauh tiga batang tombak, namun itu sudah menjadi pegangan.

"Sebenarnya bukan kalian yang menjadi sasaranku, Kisanak. Tapi perbuatan kalian pada rakyat Karang Setra sudah memancing kemarahanku," kata Rangga dengan suara ter-dengar dingin sekali.

"Kau sudah menghancurkan seluruh pengikut kami, Pendekar Rajawali Sakti. Kau harus membayar semua nyawa mereka!" dengus si Mata Dewa Kesatu, geram.

"Kalau kau tidak memerintahkan mereka menyerang, tidak bakalan aku bertindak, Kisanak," sahut Rangga membela diri.

"Setan! Kau harus membayar nyawa mereka! Hiyaaat..!"

Si Mata Dewa Kesatu rupanya tidak bisa lagi menahan kemarahan melihat orang-orangnya sudah musnah terkena aji kesaktian yang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti tadi. Dengan kecepatan bagai kilat, dia melompat menyerang. Langsung pedangnya dikebutkan, tepat terarah ke leher pemuda yang selalu mengenakan baju rompi putih ini.

Wuk!
"Hait..!"

Namun dengan hanya sedikit mengegoskan kepala saja, tebasan pedang si Mata Dewa Kesatu berhasil dielakkan Rangga dengan manis sekali. Tapi, si Mata Dewa Kesatu tidak berhenti sampai di situ saja. Begitu pedangnya tidak mengenai sasaran, cepat sekali pedangnya di-putar berbalik, dan langsung dibabatkan ke arah perut.

"Ups...!" Cepat Rangga menarik perutnya ke belakang, hingga tubuhnya agak terbungkuk. Dan ujung pedang si Mata Dewa Kesatu lewat sedikit saja di depan perut Pendekar Rajawali Sakti. Cepat-cepat Rangga menarik kakinya ke belakang tiga langkah, dan langsung menarik tubuhnya agar tegak kembali.

Namun pada saat itu, si Mata Dewa Kesatu sudah melepaskan satu tendangan keras menggeledek yang begitu cepat. Sehingga membuat Pendekar Rajawali Sakti jadi terbeliak sesaat.

"Hap!" Tidak ada lagi kesempatan bagi Rangga untuk menghindari tendangan itu. Maka terpaksa tangan kanannya diayunkan, menangkis tendangan yang sudah melayang mengarah cepat ke kepalanya. Hingga tak pelak lagi, bagian ujung kaki si Mata Dewa Kesatu berbenturan keras dengan tangan Pendekar Rajawali Sakti yang mengandung pengerahan kekuatan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan. Terdengar benturan keras ketika ujung kaki si Mata Dewa Kesatu berbenturan dengan tangan Pendekar Rajawali Sakti.

"Plak!
"Akh...!"

Si Mata Dewa Kesatu cepat melompat ke belakang sambil memekik keras agak tertahan. Namun tubuhnya jadi terhuyung begitu menjejakkan kakinya di tanah. Hampir saja dia jatuh menggelimpang, kalau saja si Mata Dewa Keempat tidak segera menangkapnya.

"Ukh...!" Si Mata Dewa Kesatu jadi mengeluh pendek. Dirasakan kalau tulang kakinya saat itu pasti remuk, akibat berbenturan dengan tangan Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan Rangga terlihat berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Saat itu, Mata Dewa Keenam dan Mata Dewa Kelima sudah melompat maju dengan pedang tersilang di depan dada. Sorot mata mereka begitu tajam, tertuju langsung ke wajah tampan Rangga.

"Kubunuh kau, Bocah! Hiyaaat...!" “Yeaaah...!"

***
TUJUH
Cepat sekali dua orang dari Tujuh Mata Dewa itu melompat menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Namun begitu pedang mereka berkelebat, tanpa dapat dilihat oleh mata biasa, tahu-tahu pemuda tampan yang selalu mengenakan baju rompi putih itu sudah melesat tinggi ke angkasa. Dan hal ini membuat dua orang berpakaian serba hitam itu jadi kebingungan, karena Rangga tahu-tahu sudah berada di atas sebongkah batu sebesar kerbau.

"Keparat..!" geram si Mata Dewa Keenam sengit. "Hiyaaat..!"

Si Mata Dewa Kelima sudah langsung melompat lagi mengejar Pendekar Rajawali Sakti. Sambil mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalam, pedangnya dibabatkan ke arah kaki. Tapi begitu mata pedang hampir saja membabat kaki, dengan kecepatan bagai kilat Rangga melompat ke atas. Dan pada saat itu juga, kaki kanannya dihentakkan. Langsung diberikannya satu tendangan keras menggeledek yang disertai pengerahan tenaga dalam.

"Yeaaah...!"

Begitu cepat sekali tendangan yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga membuat si Mata Dewa Kelima tidak sempat lagi menghindar. Terlebih lagi, saat itu tengah melakukan serangan. Hingga....

Plak!
"Akh...!"

Laki-laki berusia separuh baya berbaju warna hitam pekat agak ketat itu berteriak keras, begitu wajahnya terkena tendangan menggeledek yang mengandung pengerahan tenaga dalam sempurna dari Pendekar Rajawali Sakti. Begitu keras tendangan itu, sampai membuat si Mata Dewa Kelima terpental ke belakang sejauh tiga batang tombak.

Bruk!

Keras sekali tubuh si Mata Dewa Kelima terbanting ke tanah, dan bergulingan beberapa kali. Tubuhnya menggeliat sambil menutupi wajah dengan kedua tangannya. Tampak darah merembes keluar dari sela-sela jari tangannya. Tapi, tidak berapa lama kemudian seluruh tubuh si Mata Dewa Kelima sudah mengejang kaku dan diam tak bergerak-gerak lagi, begitu kedua tangannya terentang ke samping. Tampak seluruh wajahnya sudah hancur berlumur darah, akibat mendapat tendangan sangat keras dari Pendekar Rajawali Sakti.

Sementara, Rangga sudah berdiri tegak di tanah dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Kematian si Mata Dewa Kelima, tentu saja membuat enam orang lainnya jadi geram. Terlebih lagi, si Mata Dewa Kesatu yang tadi sempat merasakan tingginya tenaga dalam yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti. Meskipun kakinya masih terasa sakit, dia langsung saja melompat sambil membabatkan pedangnya beberapa kali, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.

"Hiyaaa...!"
Bet!
Wuk!
"Hup! Yeaaah...!"

Namun tebasan-tebasan pedang itu manis sekali dapat dielakkan Pendekar Rajawali Sakti dengan meliuk-liukkan tubuh sambil berlompatan beberapa kali. Dan melihat si Mata Dewa Kesatu sudah kembali menyerang, lima orang lainnya yang semuanya mengenakan baju warna hitam pekat langsung saja ikut berlompatan mengeroyok pemuda berbaju rompi putih ini.

"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Bet!
Wuk!

Pedang-pedang yang berkilat tajam berkelebatan begitu cepat di sekeliling tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Begitu cepatnya serangan-serangan yang dilakukan Tujuh Mata Dewa yang kini jumlahnya tinggal enam orang, sehingga membuat Pendekar Rajawali Sakti terpaksa harus berjumpalitan. Serangan-serangan yang datang begitu cepat dan gencar ini, tidak memberi kesempatan sedikit pun pada Pendekar Rajawali Sakti untuk menyerang.

Bahkan untuk mencabut pedang saja sama sekali tidak ada kesempatan. Dan ini membuat pemuda itu terpaksa harus berjumpalitan menghindar. Beberapa kali tebasan pedang Tujuh Mata Dewa hampir menyambar tubuhnya, tapi masih bisa dihindari dengan gerakan tubuh manis sekali.

Di saat mendapat serangan yang begitu gencar, Rangga sempat melihat ke atas begitu merasakan adanya bayangan melewati tubuhnya. Tampak Rajawali Putih sudah lebih dekat lagi, hingga tubuhnya yang besar bagai bukit bisa terlihat jelas. Dan tanpa diminta lagi, burung raksasa itu langsung menukik begitu melihat Rangga mulai agak kewalahan menghadapi serangan lawan-lawannya.

"Khraaagkh...!"

Suara Rajawali Putih yang sangat keras memekakkan telinga itu membuat enam orang berpakaian serba hitam yang tengah mengeroyok Pendekar Rajawali Sakti jadi terkejut setengah mati. Begitu terkejutnya, sampai sampai mereka terlompat ke belakang beberapa langkah.

Sementara, Rangga langsung mendongakkan kepala ke atas. Dan bibirnya langsung tersenyum begitu melihat Rajawali Putih berada tidak jauh di atas kepalanya.

Sementara, Tujuh Mata Dewa yang kini tinggal enam orang lagi jadi terlongong. Mulut mereka ternganga dan mata tidak berkedip memandang burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan di atas kepala pemuda berbaju rompi putih ini.

"Kau datang tepat pada waktunya, Rajawali," ujar Rangga senang.

"Khraaagkh...!"

Rajawali Putih menjulurkan kepala ke arah enam orang berpakaian serba hitam. Sementara, Rangga melangkah menghampiri mereka. Kedua tangannya terlipat di depan dada, setelah berhenti dalam jarak sekitar empat langkah lagi di depan Tujuh Mata Dewa yang kini tinggal enam orang lagi.

"Aku akan mengampuni, kalau kalian bisa menunjukkan di mana Siluman Muka Kodok sekarang berada," desis Rangga dingin.

Enam orang yang dijuluki Tujuh Mata Dewa itu tidak langsung menjawab. Mereka saling berpandangan satu sama lain, kemudian sama-sama mengarahkan pandangan pada Rajawali Putih yang masih melayang tidak jauh dari tanah. Sayapnya yang lebar, terus bergerak mengepak. Sehingga, menimbulkan hempasan angin kencang menderu bagai badai. Seumur hidup, belum pernah mereka melihat seekor burung raksasa sebesar ini. Bahkan kelihatan sangat jinak pada Rangga, sehingga membuat hati mereka langsung bergetar. Saat ini, mereka seakan-akan berhadapan dengan dewa yang turun dari kahyangan dan menjelma menjadi manusia. Tidak akan mungkin mereka bisa melawan dewa, meski memakai julukan dewa sekalipun.

"Katakan, dimana Siluman Muka Kodok berada...?" desis Rangga bertanya lagi, dengan suara dibuat sangat dingin.

"Untuk apa kau tanyakan dia?" si Mata Dewa Kesatu malah balik bertanya. Suaranya terdengar agak bergetar. Dan matanya sedikit melirik pada Rajawali Putih yang kini sudah mendarat, mendekam tidak jauh di belakang Rangga. Agak bergetar juga hatinya saat pandangannya bertemu sorot mata burung rajawali raksasa itu. Maka cepat-cepat pandangannya dialihkan pada Rangga.

"Aku punya urusan dengannya," tegas Rangga.

Kembali Tujuh Mata Dewa yang kini tinggal enam orang itu saling berpandangan.

"Dengar! Kalian boleh meninggalkan tempat ini. Keselamatan kalian kujamin, jika mau menunjukkan tempat persembunyian Siluman Muka Kodok," kata Rangga lebih menekan.

"Kau tidak akan bisa menandingi kesaktiannya, Pendekar Rajawali Sakti," ujar si Mata Dewa Ketujuh.

Rangga hanya tersenyum saja mendengar kata-kata itu. Matanya melirik sedikit ke belakang pada Rajawali Putih. Dan burung rajawali raksasa itu mengkirik perlahan, sambil menyorongkan kepalanya ke depan sampai melewati bahu kanan Rangga. Dan pemuda tampan yang selalu mengenakan baju rompi putih itu segera memeluk kepala burung ini sambil memperhatikan enam orang di depannya. Mereka jadi terlongong bengong melihat burung rajawali raksasa yang kelihatan menyeramkan itu sangat manja pada pemuda ini.

"Mungkin saja aku tidak bisa menandingi kesaktiannya. Tapi rajawaliku ini tidak ada tandingannya. Dan kalau aku menghendaki, kalian bisa dibuat bubur olehnya," kata Rangga sedikit mengancam.

Jelas sekali, terlihat enam orang berbaju serba hitam itu jadi bergidik mendengar ancaman Pendekar Rajawali Sakti barusan. Melihat bentuk tubuhnya saja, burung rajawali raksasa itu sudah mengerikan sekali. Apalagi kalau sampai bertindak. Sulit dibayangkan, kalau sampai terkena sabetan sayapnya yang besar itu. Keenam orang yang berjuluk Tujuh Mata Dewa itu menarik kaki ke belakang beberapa langkah. Tapi, Rangga terus mendekatinya, diikuti Rajawali Putih. Hingga, jarak mereka tetap berada sekitar empat langkah saja.

"Apa yang akan kau lakukan pada Siluman Muka Kodok, Pendekar Rajawali Sakti?" tanya si Mata Dewa Ketujuh ingin tahu.

"Itu urusanku," sahut Rangga tegas, seraya tersenyum.

"Baiklah, Pendekar Rajawali Sakti. Kami akan menunjukkan tempatnya. Tapi dengan satu syarat..." kata si Mata Dewa Ketujuh, terdengar terputus suaranya.

"Katakan," sahut Rangga kalem.

"Izinkan kami melihat pertarunganmu dengannya. Dan kami tidak akan ikut campur nanti," pinta si Mata Dewa Ketujuh, mengajukan syarat.

Tanpa berpikir lagi, Rangga menganggukkan kepalanya, menyetujui usul yang diajukan si Mata Dewa Ketujuh, "Aku mengizinkan kalian. Tapi jika ada yang main curang, Rajawali Putih akan mengambil tindakan. Dan aku tidak akan bertanggung jawab kalau tubuh kalian hancur olehnya," kata Rangga memberi ancaman lagi.

"Kami hanya ingin melihat pertarunganmu saja, Pendekar Rajawali Sakti," kata si Mata Dewa Ketujuh menegaskan.

"Baik. Dan setelah itu, kalian semua harus meninggalkan Gunung Lanjaran ini. Terserah akan pergi ke mana, asal aku tidak lagi mendengar nama kalian semua," tegas Rangga.

Tujuh Mata Dewa yang kini tinggal enam orang itu mengangguk berbarengan, menyetujui permintaan Pendekar Rajawali Sakti. Memang, tidak ada pilihan lain lagi bagi mereka. Dan tentunya, ancaman itu disetujui karena di belakang pemuda itu ada seekor burung rajawali raksasa yang membuat hati langsung bergetar.

"Hup!" Dengan gerakan ringan sekali, Rangga melompat naik ke punggung Rajawali Putih. Perbuatan pemuda berbaju rompi putih itu tentu saja membuat keenam orang yang dikenal berjuluk Tujuh Mata Dewa itu jadi terbeliak.

"Cepat kalian jalan!" seru Rangga.

Begitu menepuk leher Rajawali Putih tiga kali, burung raksasa itu langsung melesat ke angkasa. Begitu cepatnya, hingga dalam sekejapan mata saja sudah melambung tinggi sekali. Bahkan sampai tidak terlihat lagi. Sementara enam orang berpakaian serba hitam itu bergegas meninggalkan tempat yang sudah porak-poranda. Mereka terus bergerak cepat mendaki lereng gunung ini. Sementara, Rangga terus memperhatikan dari angkasa.

***

Tujuh Mata Dewa yang tinggal enam orang itu baru berhenti setelah tiba di puncak Gunung Lanjaran yang ternyata merupakan sebuah padang rumput yang cukup luas dan berselimut kabut. Dan begitu mereka mendongakkan kepala ke atas, Rajawali Putih tampak meluncur turun dengan kecepatan bagai kilat. Sebentar saja, burung raksasa itu sudah mendarat tidak jauh dari enam orang yang mengenakan baju serba hitam ini.

"Hup!" Rangga segera melompat turun dari punggung Rajawali Putih. Begitu sempurna ilmu meringankan tubuhnya, sehingga tidak menimbulkan suara sedikit pun saat kakinya menjejak tanah.

"Awasi aku dari atas, Rajawali," pinta Rangga sambil menepuk leher burung rajawali raksasa itu.

"Khraaagkh...!" Wusss...!

Hanya sekali saja Rajawali Putih mengepakkan sayap, maka sudah terbang melambung tinggi sampai menembus awan. Sementara, Rangga sudah melangkah menghampiri enam orang berpakaian serba hitam yang terus memandangi Rajawali Piitih di angkasa. Mereka baru memandang Rangga, setelah pemuda itu berada sekitar lima langkah lagi di depan.

"Di mana tempat tinggalnya?" tanya Rangga langsung.

"Di balik batu itu," sahut si Mata Dewa Kesatu sambil menunjuk dua buah batu besar yang bentuk dan ukurannya sama.

Rangga berpaling menatap batu yang ditunjukkan si Mata Dewa Kesatu, lalu perlahan tubuhnya berbalik. Keningnya agak berkerut melihat batu yang berdiri bagai sebuah pintu gerbang itu. Kemudian wajahnya berpaling lagi, dan menatap enam orang berbaju serba hitam yang masih berada di belakangnya.

"Tadinya, itu tempat tinggal kami. Tapi, sekarang telah dikuasai Siluman Muka Kodok," jelas si Mata Dewa Ketiga, tanpa diminta. “Terus terang, sebenarnya kami juga tidak suka padanya. Tapi dia terlalu sakti, dan sulit dilawan. Kami dibiarkan tetap hidup, asalkan selalu menyediakan makanannya," sambung si Mata Dewa Kedua.

"Hm...," Rangga hanya menggumam saja. Pendekar Rajawali Sakti tahu, makanan Siluman Muka Kodok adalah manusia. Dan kini juga baru diketahuinya kalau Tujuh Mata Dewa dan orang-orangnya berada dalam cengkeraman Siluman Muka Kodok.

Tapi, memang gerombolan Tujuh Mata Dewa sudah terkenal kebiadabannya. Seluruh daerah Gunung Lanjaran ini dikuasai. Dan siapa saja yang melewati, tidak akan pernah terdengar beritanya lagi. Meskipun Gunung Lanjaran letaknya tidak berapa jauh dari Karang Setra, tapi selama ini kerajaan itu belum pernah dijamah. Dan baru sekarang ini mereka membuat kekacauan di sana, karena desakan Siluman Muka Kodok yang memang menaruh dendam pada Pendekar Rajawali Sakti.

"Kalian menyingkirlah," kata Rangga sambil berpaling lagi.

Tanpa diminta dua kali, enam orang yang dikenal berjuluk Tujuh Mata Dewa bergegas menjauhi Pendekar Rajawali Sakti. Mereka mencari tempat aman untuk bersembunyi, tapi juga cukup leluasa untuk melihat semua yang akan terjadi nanti di puncak Gunung Lanjaran ini. Perlahan Rangga mengayunkan kakinya menghampiri dua batu kembar itu. Sebentar kepalanya mendongak ke atas, melihat Rajawali Putih masih terbang berputaran di atas puncak gunung ini.

Kabut yang turun agak tebal di sekitar puncak gunung ini membuat pandangan Pendekar Rajawali Sakti agak terhalang. Tapi, kakinya terus saja melangkah perlahan-lahan mendekati dua batu kembar yang ditunjuk si Mata Dewa Kesatu sebagai tempat tinggal Siluman Muka Kodok. Rangga baru berhenti melangkah setelah dekat dengan dua batu kembar itu. Kini, jaraknya tinggal sekitar dua batang tombak lagi. Sebentar diamatinya kedua batu yang bentuk dan ukurannya persis itu. Seakan, memang sengaja dibuat seperti sebuah gerbang masuk. Tapi, sebenarnya kedua batu itu memang dibentuk oleh alam.

"Siluman Muka Kodok! Keluar kau...!" seru Rangga lantang menggelegar. Suara yang dikeluarkan Pendekar Rajawali Sakti dengan disertai pengerahan tenaga itu menggema bagai hendak meruntuhkan puncak gunung ini. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti ter-diam menunggu, namun tak terdengar sahutan sedikit pun. Dan hanya terdengar gema suaranya saja yang memantul.

"Hm..., Aku harus memancingnya keluar," gumam Rangga dalam hati. Pendekar Rajawali Sakti menarik kakinya ke belakang tiga langkah, kemudian merapatkan kedua telapak tangannya di depan dada. Lalu kakinya ditarik hingga terpentang lebar ke samping, dan perlahan-lahan merendahkan tubuhnya. Kini, kedua lututnya sudah tertekuk.

Saat itu, Rangga telah menyiapkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Dan tampaknya, pukulan itu hendak dilancarkan dari jarak jauh. Tampak kedua tangannya yang sudah terkepal, mulai kelihatan merah bagai besi terbakar di dalam tungku. Sebentar kemudian....

"Hup...! Yeaaah...!"

Tepat ketika kedua tangan Pendekar Rajawali Sakti terhentak ke depan dengan telapak terbuka, seketika itu juga meluncur sinar merah bagai api Sinar merah yang keluar dari telapak tangan itu meluruk deras ke arah dua batu kembar. Sinar merah itu meluncur cepat, melewati rongga di antara kedua batu yang berbentuk bagai gerbang perbatasan itu. Dan sesaat kemudian....

Glarrr...!

Seketika ledakan dahsyat terdengar menggelegar, membuat seluruh puncak gunung ini jadi bergetar bagai diguncang gempa. Tampak api menyemburat tinggi ke angkasa dari balik batu kembar itu, disusul kepulan asap hitam yang sangat tebal. Belum lagi hilang asap hitam itu dari angkasa, tiba-tiba terdengar raungan sangat keras. Hingga menggetarkan seluruh puncak Gunung Lanjaran ini.

"Ghraaaugkh...!"

"Hup!"

Rangga melompat ke belakang sejauh lima langkah. Dan begitu kakinya menjejak tanah, dari balik batu kembar itu terlihat sebuah bayangan berkelebat cepat bagai kilat. Dan bayangan hitam itu langsung meluruk deras ke arah Pendekar Rajawali Sakti.

"Hup! Yeaaah...!"

Cepat-cepat Rangga melenting ke udara, sehingga bayangan hitam itu terus meluruk lewat di bawah kakinya. Tapi belum juga Pendekar Rajawali Sakti bisa menjejak tanah kembali, bayangan hitam itu sudah cepat berbalik, dan langsung meluruk secepat kilat ke arahnya.

"Hap!"

Tidak ada pilihan lain lagi bagi Rangga, kecuali menjejakkan kakinya di tanah dan menghentakkan kedua tangannya dengan telapak tangan terbuka. Dan begitu kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti sudah berwarna merah membara, bayangan hitam itu sudah menabrak dengan kecepatan luar biasa sekali. Seketika itu juga, terdengar ledakan yang sangat keras menggelegar.

"Hup!"

Begitu kerasnya benturan yang terjadi, sehingga membuat Rangga terpental ke belakang. Tapi Pendekar Rajawali Sakti cepat dapat menguasai keseimbangan tubuhnya. Dan dengan ringan sekali kakinya berhasil menjejak tanah kembali.

Sementara, bayangan hitam itu terpental sejauh dua batang tombak ke belakang. Tampak beberapa kali tubuhnya bergulingan di tanah.

"Ghrogkh...!"

Bersamaan terdengarnya suara menggorok keras, tampak bayangan hitam itu melesat ke udara dan berputaran beberapa kali. Lalu manis sekali kakinya mendarat di tanah, tepat sekitar empat batang tombak dari Pendekar Rajawali Sakti.

"Hm...." Rangga menggumam sedikit saat melihat di depannya kini sudah berdiri Siluman Muka Kodok. Laki-laki berwajah mirip seekor kodok dan berbaju warna hitam pekat yang ketat. Bukan hanya wajahnya saja yang mirip kodok, tapi seluruh kulit tubuhnya juga tidak beda jauh dengan kodok. Begitu miripnya, sampai dengusan napasnya pun terdengar bagaikan kodok di malam hari.

"Akhirnya kau keluar juga, Siluman Muka Kodok," desis Rangga dingin.

"Ghrooogkh...!"

Siluman Muka Kodok kelihatan tidak senang melihat Rangga berada di puncak Gunung Lanjaran ini. Manusia aneh ini mendengus-dengus memperdengarkan suara menggorok yang menyakitkan telinga.

Sementara, Rangga sudah mengayunkan kakinya mendekati laki-laki bermuka kodok ini. Ayunan kakinya baru berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar tujuh langkah lagi.

"Hari ini aku menantangmu, Siluman Muka Kodok. Kita bertarung sampai salah satu di antara kita masuk lubang kubur," kata Rangga lagi, dengan suara terdengar sangat dingin.

"Ghrogkh...!"

***
DELAPAN
Tantangan yang dibuka Rangga, membuat Siluman Muka Kodok jadi berang setengah mati. Wajahnya yang memang sudah hitam, semakin kelihatan kelam dan mengerikan. Kedua bola matanya terlihat semakin nyalang dan merah, bagai sepasang bola api yang akan menghanguskan Pendekar Rajawali Sakti.

"Ghrooogkh...!"

Sambil memperdengarkan suara menggorok keras, Siluman Muka Kodok merendahkan tubuhnya sampai kedua tangannya menyentuh tanah. Wajahnya terangkat naik. Langsung ditatapnya Rangga dengan sinar mata memerah tajam. Mulutnya terus mendengus-dengus memperdengarkan suara menggorok menyakitkan telinga.

"Ghraaaugkh...!"

Tiba-tiba saja Siluman Muka Kodok melompat sambil meraung keras bagai guntur. Begitu cepat lompatannya, sehingga membuat Rangga jadi terkesiap sesaat. Sungguh tidak disangka kalau orang berwajah seperti kodok itu melakukan serangan begitu cepat bagai kilat.

"Hait..!" Cepat-cepat Rangga melompat ke samping, menghindari terjangan Siluman Muka Kodok. Dan pada saat yang bersamaan, kakinya dihentakkan. Langsung diberikannya satu tendangan tanpa disertai pengerahan tenaga dalam.

Namun tanpa diduga sama sekali, Siluman Muka Kodok tidak berusaha menghindar. Bahkan tangan kirinya dihentakkan untuk menyambut kaki Pendekar Rajawali Sakti. Tentu saja tindakan Siluman Muka Kodok itu membuat Rangga jadi terseritak kaget.

"Hap...!" Cepat-cepat Rangga menarik pulang kakinya, tidak mau mengambil akibat menyakitkan. Hal ini karena tendangannya tadi tanpa disertai pengerahan tenaga dalam. Padahal, tadi maksudnya hanya untuk mengejutkan Siluman Muka Kodok. Tapi kenyataannya, orang berwajah mirip kodok itu malah menyambutnya. Seakan, dia tahu kalau serangan balasan Pendekar Rajawali Sakti hanya tipuan belaka.

"Hap!" Beberapa kali Rangga berputar di udara, lalu manis sekali kembali menjejakkan kakinya di tanah. Pada saat yang bersamaan, Siluman Muka Kodok sudah kembali bersiap hendak menyerang lagi. Kedua tangannya sudah menyentuh tanah, dengan tubuh terbungkuk. Tatapan matanya begitu tajam, terarah ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti. Seakan-akan tingkat kepandaian yang dimiliki pemuda itu ingin diukurnya.

"Ghrooogkh...!"

Dengan kecepatan lebih dahsyat dari pertama, Siluman Muka Kodok kembali menyerang Rangga. Dan saat itu juga, tongkatnya diambil dari balik ikat pinggang. Langsung tongkat yang kedua ujungnya bulat sebesar kepalan tangan itu dikebutkan ke arah kepala Pendekar Rajawali Sakti. Maka, dari kedua bulatan pada ujung tongkat itu langsung memancarkan cahaya kuning kemerahan.

"Hup! Hiyaaa...!"

Dengan kecepatan yang tidak kalah dahsyat, Rangga segera melenting ke udara. Sehingga, serangan Siluman Muka Kodok kembali tidak menemui sasaran. Beberapa kali Pendekar Rajawali Sakti berputaran di udara, seraya mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Begitu cepat sekali tubuhnya meluruk dengan kedua kaki bergerak sangat ecpat, sukar diikuti pandangan mata biasa.

"Ghrogkh...!" Siluman Muka Kodok segera menghentakkan tongkatnya ke atas kepala.

Namun, Rangga sudah lebih dulu memutar tubuhnya hingga kepalanya berada di atas. Dan pada saat itu juga, tangan kanannya dikibaskan disertai pengerahan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. "Yeaaah...!"

"Ghraaagkh...!" Bet!

Tapi tanpa diduga sama sekali, Siluman Muka Kodok bisa memutar tongkatnya. Kecepatannya sulit sekali diikuti mata biasa. Langsung ditangkisnya kibasan tangan Pendekar Rajawali Sakti yang mengarah ke dadanya.

"Hait..!" Cepat-cepat Rangga menarik tangannya pulang. Dan tubuhnya langsung melenting ke belakang, lalu mendarat manis sekali sekitar satu batang tombak jauhnya dari Siluman Muka Kodok.

"Ghrogkh...!" Baru saja Rangga menjejak tanah, Siluman Muka Kodok sudah melompat lagi menyerang. Tongkat yang memancarkan cahaya kuning kemerahan pada kedua ujungnya dikebutkan beberapa kali dengan cepat dan beruntun. Akibatnya, Pendekar Rajawali Sakti terpaksa harus berjumpalitan menghindari.

Dan kali ini, rupanya Siluman Muka Kodok tidak ingin memberi kesempatan lagi pada Pendekar Rajawali Sakti untuk balas menyerang. Lewat jurus-jurus yang cepat dan dahsyat, tokoh berwajah aneh itu terus menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Begitu cepatnya, hingga tubuh-tubuh mereka jadi lenyap. Dan yang terlihat kini hanya bayang-bayang berkelebatan di antara sinar-sinar kuning kemerahan. Puluhan jurus sudah berlalu, tapi pertarungan masih terus berlangsung sengit dan cepat.

Sementara, enam orang berjuluk Tujuh Mata Dewa yang memperhatikan pertarungan dari balik tempat persembunyian, jadi terlongong bengong. Mereka benar-benar kagum melihat pertarungan tingkat tinggi yang sangat dahsyat luar biasa itu. Kalau saja tidak mengerti ilmu-ilmu kedigdayaan, pasti mata mereka sudah berkunang-kunang. Dan tampaknya, pertarungan masih akan terus berlangsung sengit. Sedikit pun belum ada tanda-tanda kalau pertarungan bakal berakhir.

Sementara, baik Rangga maupun Siluman Muka Kodok sudah mengerahkan jurus-jurus dahsyatnya. Kendati demikian, Pendekar Rajawali Sakti belum juga mencabut pedang pusaka yang sudah terkenal kedahsyatannya. Bukan hanya jurus-jurus yang sudah dikeluarkan. Tapi ilmu-ilmu kesaktian juga sudah dikerahkan. Namun belum bisa dipastikan, kapan pertarungan ini bakal berakhir. Mereka masih sama-sama tanggguh.

Sementara, matahari sudah mulai tergelincir ke arah barat. Dari angkasa, terlihat Rajawali Putih sudah mulai gelisah saat melihat pertarungan belum juga ada tanda-tanda akan berakhir. Beberapa kali Rajawali Putih, berkaokan dengan suara serak dan keras menggelegar. Seakan-akan, dia tengah memberikan petunjuk pada Rangga. Tapi, tampaknya pemuda itu seperti tidak mendengar.

Dan memang, suara Rajawali Putih tertelan teriakan-teriakan pertarungan yang sesekali diseling ledakan keras, setiap kali mereka beradu pukulan yang mengandung pengerahan tenaga dalam. Rupanya, tingkat tenaga dalam yang dimiliki seimbang. Sehingga, beberapa kali mereka beradu tenaga dalam, masih tetap bisa melanjutkan pertarungan.

"Ghrogkh...!"
"Hup!"

Hingga pada satu saat, mereka sama-sama berlompatan ke belakang. Dan secara bersamaan pula, menjejakkan kaki di tanah. Sesaat mereka berdiri saling berhadapan berjarak sekitar satu batang tombak. Sorot mata masing-masing terlihat begitu tajam, menembus ke bola mata satu sama lain.

Sret!

Perlahan Rangga mencabut Pedang Rajawali Sakti dari dalam warangka di punggung. Seketika itu juga, sekeliling puncak Gunung Lanjaran ini jadi bermandikan cahaya biru berkilauan yang menyilaukan mata.

Siluman Muka Kodok menutup matanya dengan punggung tangan kiri, seakan tidak sanggup menentang cahaya yang memancar dari pedang di tangan Pendekar Rajawali Sakti.

Wut!

Manis sekali gerakan Rangga saat mengebutkan pedangnya, hingga tersilang di depan dada. Lalu telapak tangan kirinya ditempelkan tepat pada pangkal mata pedang dekat tangkainya. Sedangkan kedua kakinya sudah dipentang lebar ke samping, dengan lutut sedikit tertekuk kedepan.

"Ghrogkh!" Siluman Muka Kodok perlahan-lahan menggeser kakinya ke samping, tepat disaat Rangga mulai menggosok mata pedang dengan telapak tangan kiri.

Dan begitu telapak tangan kirinya kembali bergerak sampai ke pangkal pedang, cahaya biru yang menyebar di seluruh mata pedang itu langsung membentuk bulatan tepat di ujungnya.

"Hap!"
Bet!

Cepat sekali Rangga mengebutkan pedangnya ke depan. Dan seketika itu juga, bulatan sinar biru di ujung pedangnya meluncur cepat bagai kilat ke arah Siluman Muka Kodok.

"Ghrogkh!"
Wuk!

Siluman Muka Kodok langsung mengebutkan tongkatnya, menyambut sinar biru yang meluncur deras ke arahnya. Hingga, ujung tongkatnya yang memancarkan cahaya merah bagai api itu membentur bulatan biru yang memancar dari pedang Pendekar Rajawali Sakti.

Glarrr...!

Seketika satu ledakan dahsyat terjadi, begitu ujung tongkat Siluman Muka Kodok menghantam bulatan sinar biru yang memancar dari ujung pedang Pendekar Rajawali Sakti.

"Argkh...!" Siluman Muka Kodok tampak terkejut, karena bulatan sinar biru itu tidak menghilang sedikit pun juga. Bahkan malah menyelubungi seluruh tongkat yang tergenggam di tangan kanannya.

"Ghrrrk!" Sambil mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya, tokoh berwajah aneh itu berusaha menghentakkan tangannya ke belakang.

Tapi pada saat yang sama, Rangga sudah mengerahkan seluruh kekuatannya. Maka sinar biru yang memancar dari pedangnya mengikuti arah tarikan tangan Siluman Muka Kodok. Dan tentu saja, ini membuat orang berwajah seperti kodok itu jadi terperanjat setengah mati. Sementara, sinar biru yang memancar dari Pedang Rajawali Sakti itu semakin jauh menyelubungi tangan Siluman Muka Kodok. Bahkan sudah mulai merayap ke tubuhnya. Tampak Siluman Muka Kodok berusaha melepaskan diri dari belenggu cahaya biru terang yang tampaknya seperti hidup itu.

"Ghroaaagkh...!" Sambil meraung dahsyat, Siluman Muka Kodok melenting ke atas.

Dan bersamaan dengan itu, Rangga menghentakkan pedangnya ke atas. Sehingga, cahaya biru yang memancar dari ujung pedangnya tidak terputus, dan terus merayap menyelubungi tubuh Siluman Muka Kodok. Berkali-kali Siluman Muka Kodok berusaha melepaskan diri dari selubung cahaya biru yang semakin banyak menyelimuti tubuhnya. Tapi setiap kali kekuatannya dikerahkan, setiap kali pula dirasakan adanya kekuatan yang sangat dahsyat menarik keluar tenaganya lebih banyak lagi.

"Ghraaagkh...!" Siluman Muka Kodok mulai menggerung-gerung sambil menggeliat di dalam selubung sinar biru yang semakin banyak memancar dari ujung pedang Pendekar Rajawali Sakti. Namun akhirnya, Siluman Muka Kodok diam tak bergerak sedikit pun juga, seperti sudah pasrah. Bahkan sedikit pun tidak mengerahkan tenaga.

"Gila! Apa yang dilakukannya...?" desis Rangga tersentak kaget. Pendekar Rajawali Sakti berusaha mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menyedot habis tenaga yang dimiliki Siluman Muka Kodok. Tapi karena Siluman Muka Kodok tidak mengadakan perlawanan, sangat sulit bagi Pendekar Rajawali Sakti untuk melumpuhkannya.

"Ugkh! Dia tahu kelemahan aji 'Cakra Buana Sukma'. Edan...! Aku tidak boleh mengikuti kemauannya," dengus Rangga dalam hati. Cepat Pendekar Rajawali Sakti mencabut kembali aji 'Cakra Buana Sukma'. Dan seketika itu juga, cahaya biru terlepas dari tubuh Siluman Muka Kodok.

Tampak Siluman Muka Kodok jadi limbung. Begitu Rangga mencabut aji 'Cakra Buana Sukma'. Tapi, keseimbangan tubuhnya cepat dikuasai. Tampak dari lubang hidung dan sudut bibirnya mengalirkan darah.

"Ghrogkh...!"

"Hei...?!" Rangga jadi tersentak kaget, begitu tiba-tiba Siluman Muka Kodok cepat memutar tubuhnya. Dia tahu, orang berwajah seperti kodok itu hendak kabur dengan cara menghilang. Dan....

"Hiyaaat..!" Sambil berteriak keras, Rangga melompat cepat bagai kilat. Dan secepat itu pula, pedangnya dibabatkan, tepat di saat seluruh tubuh Siluman Muka Kodok diselubungi asap hitam tebal.

Bet!
"Grrooogkh...!"
"Heh...?!"

Rangga jadi tersentak kaget setengah mati. Ternyata sama sekali tidak dirasakannya ada benturan pada mata pedangnya. Padahal tadi jelas sekali pedangnya membabat, hingga masuk dalam ke asap hitam yang menggumpal menyelimuti seluruh tubuh Siluman Muka Kodok. Belum juga Pendekar Rajawali Sakti bisa berbuat sesuatu, asap hitam itu sudah lenyap dengan cepat. Padahal, sedikit pun tidak terasa adanya tiupan angin. Dan, kening Rangga jadi berkerut, begitu melihat adanya tetesan darah di atas rerumputan, di tempat Siluman Muka Kodok tadi berada.

"Hm...." Jelas sekali kalau tebasan pedang Rangga tadi menyabet tubuh Siluman Muka Kodok. Tapi memang, Siluman Muka Kodok sudah cepat menghilang. Sehingga, Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa memastikan, apakah laki-laki berwajah seperti seekor kodok itu sudah tewas atau masih hidup. Sedangkan untuk mengejar, sudah tidak mungkin lagi. Dia tidak tahu, ke mana arah perginya Siluman Muka Kodok tadi.

Cring!

Rangga memasukkan Pedang Pusaka Rajawali Sakti ke dalam warangka di punggung, kemudian mendongakkan kepalanya ke atas. Saat itu, Rajawali Putih menukik turun dari angkasa. Begitu cepat burung rajawali raksasa itu bergerak, sehingga dalam waktu sebentar saja sudah mendarat di depan pemuda ini.

Sementara dari balik persembunyian, enam orang yang berjuluk Tujuh Mata Dewa sudah melarikan diri, sebelum Pendekar Rajawali Sakti menyadari.

"Kau lihat ke mana perginya Siluman Muka Kodok, Rajawali?" tanya Rangga.

"Khrrrk...!" Rajawali Putih menggelengkan kepala sambil mengkirik pelan. Meskipun terus memperhatikan dari angkasa, tapi burung rajawali raksasa itu sama sekali tidak melihat arah menghilangnya Siluman Muka Kodok, kecuali hanya bisa melihat gumpalan asap hitam saja.

"Pedang Rajawali Sakti sudah berhasil melukainya. Pasti membutuhkan waktu lama untuk menyembuhkannya," gumam Rangga seperti bicara pada diri sendiri.

"Khrrrk...!"

"Ayo, rajawali. Kita kembali ke istana," ajak Rangga.

"Khragkh...!"

"Heh...?! Apa...?"

Rangga langsung memutar tubuhnya berbalik. Saat itu sempat terlihat enam tubuh berpakaian serba hitam berlarian cepat menuruni lereng Gunung Lanjaran ini. Dia tahu, itu adalah enam orang yang berjuluk Tujuh Mata Dewa.

"Biarkan saja mereka pergi, Rajawali," kata Rangga sambil tersenyum.

Entah apa arti senyuman Pendekar Rajawali Sakti kali ini. Mungkin merasa geli melihat Tujuh Mata Dewa yang tinggal enam orang itu melarikan diri menghindarinya. Kemudian dengan gerakan ringan sekali, Pendekar Rajawali Sakti melompat naik ke punggung Rajawali Putih.

"Ke istana, Rajawali," pinta Rangga.

Khraaagkh...!

TAMAT
EPISODE SELANJUTNYA: 
PENGHIANATAN DANUPAKSI