Dewi Ular - Misteri Santet Iblis(2)




 3
LEWAT tengah malam, kesunyian kian mencekam
Rayo Pasca terpaksa bergegas ke halaman depan. Langkahnya
tetap gagah. Tak ada bagian tubuh yang terasa sakit sedikit pun
setelah Kumala Dewi tadi sempat menyalurkan hawa saktinya ke
badan Rayo.

Justru yang.dirasakan Rayo adalah seperti mendapatkan stamina
baru. Segar.
“Masuk, masuk... Eeeh, ikut juga lu, Jo ? ”
“Iya nih. Kebetulan aja, Ray.”
“Ray, gue mau ketemu cewek lu. Bisa kan?”
“Waduuh... gimana ya?” Rayo bimbang sesaat.
“Duduk dulu deh. Silakan, silakan.... "
Kursi teras ditariknya. Bangku plastik di sudut diambil. Diletakkan
dekat meja. Lalu,,Rayo duduk di bangku itu. Menghadapi kedua
tamunya yang tak lain adalah teman-temannya yang pernah satu
kantor dengannya, yaitu sewaktu mereka mengawali kerja di sebuah
asuransi automot if.
Kedua tamu itu tak lain adalah Joddi dan Brama.
“Lu habis ngapain, Ray? Baju lu kok kotor. Kena tanah?” sela
Joddi Merasa heran melihat baju dan celana Rayo agak kotor. Rayo
tertawa kecil. Agak bingung menjelaskannya.
“Hmmm, tadi. tadi gue jatuh di belakang sana. Kepleset dan...
dan bentar, bentar...” Rayo buru- buru menjauh, lalu membungkuk
muntah.
“Hoeek.. Houuuek... uuhhh.... ! "
“Lu masuk angin, ya?”
“Bukan mäsuk angin, tapi.... habis terpeleset tadi perutku kok
jadi mual, ya? Hhkkmm, hhkkm... Okey, nggak apa-apa kok.”
Brama mengawali pembicaraan seriusnya. Tadi saat Ia
menelepon Rayo, ia belum sempat menjelaskan masalah
sebenarnya, karena HP-nya tiba-tiba mati Low-batt.
“Ray, gue mau ketemu Kumala Dewi sekarang juga. Penting
banget”
Joddi menimpali lagi, “Iya, Ray.. Sangat penting. Bisa kan?”
“Hmmm, begini. gue tadi barusan ada di pendapa belakang
rumah. Kumala ada di sana sih. Tapi.... dia lagi ada tamu. Kayaknya
nggak bisa diganggu tuh. Sorry banget nih.”
“Aduuuh, ini masalah gawat lho, Roy. Tolong deh temukan gue
sama dia. Please... please deh, Ray!” Brama mendesak.
“Nggg... gimana,ya ” Rayo makin bingung. Mau bergegas bangkit
tak jadi. Malahan duduk lagi dengan tertegun.
“Siapa sih tamunya, kalo boleh gue tahu, Ray?”tanya Joddi.
“Atau... bawa gue ke belakang sekalian deh, Ray”
“Wah, gue nggak berani. Tamunya tamu ..... bukan sembarang
tamu,” Rayo ketawa kecil serba salah.
“Bukan sembarang tamu bagaimana?”
“Tadi waktu lu telepongue, hampir aja gue nggak berani sambut
Iho. Soalnya keadaannya termasuk. sakral. Tapi karena Lala kasih
izin, maka gue buru-buru sambut telepon lu”
“Sakral, ya? Hmmm ...” Brama manggut-manggut. mencoba
untuk memahami kondisi yang ada saat itu. Tapi ia masih berpikir
keras mencari cara untuk bisa bertemu Kumala malarn itu juga.
Kegelisahannya itu dapat diketahui maknanya oleh Rayo,
sehlngga Rayo mencoba mencari tahu situasi dan keinginan Brama
sesungguhnya -
“Kakaknya Shafina.. meninggal, Ray. Lu pasti kenal ama dia.”
Rayo tersentak dengan napas mênyumbat kerongkongan.
“Kakaknya Shafinakan... hmmm... Lennia?!”
“Ya, Kak Nia meninggal sekitar satu jam yang lalu. Kematiannya
sangat misterius. Menurutku, terkena santet kelas tinggi Brama
menjelaskan lebih lengkap lagi, sehingga Rayo Pasca berkesimpulan
bahwa kedatangan kedua rekannya itu benar-benar karena sesuatu
yang amat urgent. Dan, memang sewajarnya jika mereka
mengharapkan bantuan mistisnya Kumala Dewi.
“Ya, ya, gue ngerti sih, Bram. Cuma. . gimana ya?Tamunya
belum...”
Tiba-tiba Brama menyahut, “Okey okey... Gue paham. Ya, ya..
Kalo gitu gue tunggu aja sampai Kumala selesai deh.”
Joddi menyenggol kaki Brama dengan kakinya.
“Eeh, kalo kelamaan gimana dong?’ Lebih baik...”
“Jo, elu diem dulu!” tegas Brama dengan kalem namun penuh
keseriusan. “Kita nggak bisa maksain diri, karena tamunya Kumala
itu kayaknya bukan dari alamsini "
“Hahh .?!” Joddi terperangah, lalu memandang Rayo.
“Iya? Bener, Ray? Bukan dari alamsini?!”
Rayo mengangguk tipis, pertanda ragu memberi kepastian pada
Joddi. Untuk hal-hal seperti ini Rayo masih belum tahu persis,
apakah boleh dijelaskan pada seorang tamu seperti mereka berdua
itu, atau seharusnya tetap dirahasiakan dari siapa pun.
“Kenapa lu baru bilang sekarang soal tamu yang bukan dari alam
sini, Bram?” tanya Joddi. Penasaran, rupanya.
“Tadi konsenrasi gue tertutup kepanikan dan duka atas kematian
Kak Nia, jadi kepekaan indera gue sangat rendah. Barusan, gue
sadar kalo gue terlalu larut dalam kegaduhan situasi jiwa, maka gue
buru-buru netralisir. Tenang kembali. Maka, barulah gue rasakan
adanya sinyal energi aneh yangsulit gue uraikan dengan kata-kata,
maupun....”
Brama diam seketika dalam sekian detik, karena pada saat itu
dilihatnya Kumala Dewi tahu-tahu sudah berdiri di belakang Rayo
Pasca. Sedangkan Rayo yang duduk di bangku plastik bundar itu
sempat terperanjat kaget karena punggungnya ada yang
menyentuh dengan hangat. Setelah ia menengok ke belakang, ia
baru tahu kalau Kumala sudah ada di situ. Joddi pun tercengang
nyaris seperti patung ketika menyadari ternyata di depannya sudah
berdiri seorang gadis cantik yang tak diketahui kapan dan dari arah
mana datangnya.
“Sakti banget nih cewek. .?!“ gumam hati Joddi penuh rasa
kagum. “Nggak ketahuan munculnya, tahu-tahu udah berdiri di situ.
Untung aja dia punya wajah cant ik, jadi nggak bikin jantung gue
copot. Coba kalau wajahnya menyeramkan, waah... bisa-bisa
sekarang jantung gue udah mandek, saking kagetnya.”
Paras cantik jelita itu tak lepas dari senyum keramahan dan sikap
yang familiar sekali. Ia langsung menanggapi persoalan yang
dibawa Brama dan Joddi ke situ. Padahal Brama atau pun Joddi
belum menjelaskan dari awal tentang permasalahannya.
Namun, agaknya telinga batin Kumala sejak tadi sudah
mendengarnya, sehingga ia dapat segera memahami apa maksud
dan tujuan Brama pada malam itu. -
“Kamu udah lihat sendiri kondisi jenazahnya, Bram?”
“Ya, aku udah melihatnya sendiri. Menyeramkan sekali. Ekspresi
wajah jenazah itu seperti orang yang sangat tersiksa...”
Sandhi keluar ke teras rnelalui ruang dalam.
“Ray, dipanggil Kumala sebentar tuh.. ."
“0, ya. Eh, sorry, gue tinggal bentar, ya?” Rayo Iangsung pergi
meninggalkan teras, sedikit terburu-buru .
Kepergian Rayo dan Sandhi dilakukan dengan tenang, wajar dan
tanpa kecurigaan apapun di wajah mereka berdua. Tapi salah satu
tamunya kini mulai berkerut dahi dengan raut wajah memancarkan
keheranan dan kecurigaan.
Sedangkan tamu aneh yang tadi sempat ditumbangkan Kumala
itu masih tetap berdiri di sudut bangunan pendapa. Punggungnya
agak disandarkan pada t iang. Kedua tangannya terlipat di dada.
Matanya memperhatikan percakapan Rayo dengan Kumala.
Tamu tua bertuIang pipi agak rnenonjol itu sepertinya sengaja
memberi waktu pada Kumala untuk bicara dengn kekasihnya Oleh
karena itu ia sedikit menjauh dan berdiri di bawah lampu hias tiang
sudut.
Buron yang sudah dipulihkan kesehatan serta kekuatannya oleh
Kumala, saat ini sedang berjalan mondar-mandir di tempat yang
agak gelap. Matanya tetap mengawasi penuh waspada, terutama
kepada sang tamu yang tadi membuatnya babak belur itu.
Rupanya Buron masih menyimpan kejengkelan dalam hati,
sehingga sesekali giginya menggeletuk menahan keinginannya
untuk melakukan pembalasan.
“Huuuh. .! Memang dasar nasib gue lagi sial, kali. Tadi belum
apa-apa gue udah babak belur.. Sekarang giliran gue udah siap
sepenuhnya, eeh... Kumala tadi bisikin gue supaya jangan cobacoba
lakukan perhitungan balasan sáma si iblis tua itu! Padahal
sekarang ini gue dalam posisi yang sangat menguntungkan buat
menyerang dia dari belakang Aaah, sayang sekali, sayang sekali. ."
Buron memang belum tahu, siapa tamu aneh bermuka tua itu.
Karena ketika sang tamu ditanya oleh Kumala tentang dirinya, ia
menjawabnya dalam hati. Jawaban itu disalurkan melalui gelombang
hawa sakti yang tak dapat ditembus oleh energi sakti pihak lain.
Hanya Kumala yang dapat mendengarkan suara hati si muka tua itu.
“Seharusnya kau hargai kedatanganku sebagai tamu kehormatan
di kediamanmu ini, Dewi Ular Bukan malah menyerangku.”
Kumala pun menjawabnya dengan suara hati, “Aku hanya akan
rnenghargai siapa pun yang datang ke rumahku secara baik-baik
dan tahu tata krama adat manusia penghuni bumi. Kau datang
bukan dengan cara yang baik. Kau termasuk tamu ilegal. Jadi, patut
kalau kuberi pelajaran bagaimana menghargai adat kehidupan di
alam ini, Pak Tua.”
“Aku tadi hanya .... "
“Yang kutanyakan tadi adalah... siapa dirimu sebenarnya, Pak
Tua.”
“Aku bukanlah siapa-siapa bagimu, tapi ayahmu mengenalku
sangat dekat, Bahkan Iebih dekat dari kaos kakinya sendiri.
Permana dan Nagadini memanggilku dengan sebutan Bokis.”
Terperanjat hati sang Dewi Ular. Bukan karena mendengar
sebutan itu, melainkan karena kedekatan si muka tua dengan ayah
ibunya. Terbukti si muka tua berani menyebut ayah Kumala cukup
namanya saja; Permana, tanpa rnenyertakan status kedewaannya.
Begitu pula terhadap ibunya Kumala, disebutnya Nagadini, tanpa
émbel-embel dewi didepannya. Bukan sesuatu yang aneh jika
Kumala pun berkesimpulan bahwa si muka tua itu adalah dewa
juga.
Tetapi seingatnya dalam silsilah dewa-dewi. penghuni
Kahyangan, belum pernah Kumala menemukan nama Dewa Bokis.
Belum pemah Kumala mendengar ibunya menyebut nama Dewa
Bokis ketika dulu sang ibu bercerita tentang sejarah dewa-dewi di
Kahyangan. Itulah sebabnya Kumala diam sesaat begitu mendengar
nama Bokis.
“Hanya Permana dan Nagadini yang mernanggilku: Bokis. Kamu
tak usah heran, Dewi Ular.Sehab, perjodohan cinta kasih kedua
orang tuamu itu akibat dari ulahku. Jujur saja, aku yang
mempertemukan mereka, aku yang ‘ngomporin’ mereka, sampai
akhirnya mereka saling jatuh cinta, kemudian lahirlah dirimu.”
“Maat Paman...,” Kumala mulai bernada hormat dalam
komunikasi antar batin itu.
“Sejujurnya juga aku belumbisa mempercayai keterangan Paman
tadi, sebab seingatku di Kahyangan tidak ada yang bemama Dewa
Bokis. belum pernah kudengar penghuni Kahyangan menyebutnyebut
nama Dewa Bokis. Ingatanku tak dapat ditipu, Paman.
Sebab...."
Deeb... Mulut Kumala terasa seperti ada yang membungkam
secara tiba-tiba. Padahal kala itu ia hanya melihat sepintas si muka
tua menahan napas dengan tangan kiri menggeng gam cepat.
Ternyata gerakan itu memiliki kekuatan membungkam yang cukup
kuat dan tak kentara.
“Dengarkan dulu penjelasanku, Dewi tomboy .!” kata suara hati
Bokis. “Tadi kukatakan, hanya ayah dan ibumu yang memanggilku
dengan sebutan:Bokis. Artinya, namaku sebenarnya memang bukan
Bokis. Kalau kau memang punya daya ingat luar biasa, coba carilah
keterangan dalam silsilah para dewa-dewi mengenai nama.
Bahakara. Itu namaku!”
“Dewa Bahakara?!” sentak suara hati Kuniala. Menandakan
bahwa memori dalam ingatannya langsung konek begitu mendengar
nama tersebut. Ketegangan batin dan kecanggungan sikap Kumala
berubah reda. Senyum damai pun terbias tipis di sudut bibirnya,
namun membias ceria di permukaan hatinya.
“Maafkan ketidak sopananku, Paman,” Kumala segera
menunjukkan sikap santunnya, karena referensi yang ada dalam
ingatannya jelas-jelas menunjukkan bahwa Dewa Bahakara adalah
dewa penguasa kejenakaan, dewa penabur tawa, yang membuat
orang memiliki selera humor dan mampu tertawa terbahak-bahak.
Dewa Bahakara dikenal juga sebagai dewanya kaum pelawak.
Wajar kalau dia bisa keluar-masuk ke tubuhnya Rayo dengan
mudah. Wajar kalau dia mampu menerobos lapisan hawa akti yang
memagari sekeliling rumah Kumala. Bukan hal aneh lagi kalau dia
mampu menyembunyikan energi kesaktian sejatinya, hingga tak
mudah tertangkap atau dikenali oleh radar gaib pihak lain.
Termasuk radar gaibnya jelmaan Jin Layon itu. la lolos dengan
mudah dari deteksi gaibnya Buron.
Pantas dia mampu tumbangkan Buron. dalam sekali gebrak.
Pantas pula dia mampu membungkam mulut Kumala dengan
mudah. Tentunya kualitas kesakt ian Dewa Bahakara bukan
kesaktian kelas rendah, karena dia bukan dewa black market Andai
saja Buron tahu tentang siapa si muka tua itu, maka ia tak akan
berani sembarangan bertingkah di depannya. Bahkan ia tak akan
berani menggerutu dalam hati merencanakan pembalasannya
manakala ia tahu sedang berhadapan dengan Dewa Penabur Tawa.
Dewi Ular belum sempat jelaskan kepada Buron tentang siapa
yang datang di malam itu. Kumala hanya sempat memberi isyarat
agar Buron tenang dan jangan bikin ulah apapun terhadap si muka
tua. Hal itu terjadi karena perhatian Kumala Dewi segera terfokus
pada tujuan kedatangan si dewa Bokis yang ternyata bukan sekedar
kunjungan wisata, namun membawa misi penting dari pihak
Kahyangan.
Pada saat itu dewa Bahakara melemparkan sekeping uang logam
kepada Kumala Tapi ketika segera ditangkap oleh tangan Kumala,
ternyata benda itu bukan logam, melainkan energi padat yang
memancarkan cahaya emas.
Energi itu segera digenggam oleh Kumala. Maka, sekujur
tubuhnya segera terasa sejuk, namun tidak membuatnya menggigil.
Lemparan energi khas dari Kahyangan itulah yang membuat Kumala
terperanjat kaget bercampur heran, sehingga seluruh perhatiannya
tertuju pada Dewa Bahakara yang kala tadi berkata melalui
batinnya.
“Kau tahu apa artinya?”.
“Ya, aku tahu, itu tanda dari Kahyangan, Paman. Siapa pun yang
memiliki Candramas berarti dia adalah utusan terhormat dari
Kahyangan yang mengemban suatu misi eksklusif Bukankah begitu,
Paman?”
“Benar. Misi eksklusifku adalah membawamu masuk Kahyangan
sekarang juga, Dewi Ular.”
“Apaaa.... ??!"
“Lembaga tertinggi Kahyangan memanggilmu. Sekarang juga kita
harus berangkat. Aku sudah pesan dua tiket Argokahyang untuk
perjalanan eksklusif kita, Kumala.”
“Tunggu dulu .!” tegas Kumala.
Dan sinilah komunikasi batin dihentikan, dan dilanjutkan dengan
komunikasi verbal. Dewa Bahakara dibawanya ke pendapa berlantai
kayu indah yang licin , halus dan kokoh itu. Hanya mereka berdua
yang berada di pendapa, sementara Buron dan Sandhi berada agak
jauh dari bangunan berlantai panggung tanpa dinding Itu .
“Untuk apa Kahyangan memanggilku, Paman?”
“Yang jelas bukan untuk main-main. Pasti untuk suatu
kepentingan yang terpenting dari kepentingan yang sangat
penting.”
“Aku nggak mau.”
“Nggak mau jadi orang penting?”
“Aku menolak ”
“He, he, he... aku tahu sebabnya kau menolak. Karena kau
semasa bayi sudah terlanjur dibuang dari Kahyangan dan dianggap
hina, bukan?”
“Syukurlah kalau Paman sudah mengetahui alasanku "
“Lupakan masa lalu, raihlah masa depan, jangan sampai bersikap
masa bodo, nanti semua pihak akan bertanya ‘masa’ sih "
Dewi Ular bersikeras untuk tetap menolak undangan tersebut,
sementara Dewa Bahakara membujuknya terus dengan tutur
jeñakanya yang bemakna serius. Tapi agaknya Dewi Ular masih
tergores kenangan masa kecilnyã, di mana ia dibuang dari
Kahyangan lantaran dianggap anak haram. Kenangan masa kecil itu
membuat bekas luka di hatinya, sehingga dalam keadaan seperti
sekarang ini Kumala merasa pantas dan perlu melakukan penolakan.
“Ya, ya. aku sudah perhitungkan langkah mbalelo-mu itu,
Kumala,” kata Dewa Bahakara sambil cengar-cengir. Ia berjalan
pelan-pelan membentuk Iingkaran, mengelilingi Kurnala yang berdiri
dengan bertolak pinggang dan dahi berkerut tajam, Menampakkan
rasa protesnya yang dari dulu hanya bisa tertahan dalam hati.
“Terserah.. Paman mau perhitungan yang bagaimana saja akan
kulayani. Yang jelas, aku menolak panggilan Kahyangan ! ”
“He, he, he... Kata-katamu ini pun sudah kuperhitungkan juga.
Dan, kau pasti menyangka aku akan menggunakan kekerasan untuk
memaksamu agar mau kubawa ke Kahyangan. Begitu kan?”
“Terserah. Mau kekerasan bagaimana pun akan kuhadapi,
Paman.”
“Oooo, no, no, no... “ Si Bokis menggeleng-gelengkan jari
teiunjuknya di depan hidung.
“Kekerasan sudah kuperhitungkan; kalau bukan aku yang
bonyok, kamu yang penyok. Dan, itu sengaja kuhindari. Meski pun
aku punya hak untuk memaksamu dengan kekerasan apapun,
sesuai kesepakatan sidang para dewa, tapi aku tidak akan rnau
menggunakan kekerasan tersebut. Bagaimana pun juga kau adalah
anak dari sahabat karibku. Mana tega aku adu kesakt ian beneran
sama kamu, Ndok, Ndok.. "
“Kalau begitu, silakan Paman pulang dan sampaikan salamku
pada mereka, bahwa aku tak mau masuk Kahyangan, sebelum
kudapatkan cinta sejati, sebagaimana ketentuan naif yang sudah
ditetapkan di sana!”
“Aku harus pulang? Tanpa kamu? Waaaah, ya nggak bisa dong.
Untuk apa aku dipercaya sebagai utusan terhormat dengan misi
eksklusif kalau pulang dengan tangan kosong? Mau ditaruh mana
mukaku, hah? Mau ditaruh mana? Ditaruh sembarangan takut
digondol biawak. He, he, he ... "
Dewi Ular diam memandangi si mukatua berjalan memutarinya
sambil terkekeh-kekeh. Sikapnya yang tanpa emosi dan sering
terkekeh membuat Kumala curiga, pasti ada sesuatu yang akan
dijadikan andalan buat melakukan pemaksaan.
Sesuatu tersebut tentulah sesuatu yang sulit diduga-duga oleh
siapa pun. Sebab, umumnya seorang utusan terhormat akan
melakukan t indak pemaksaan dengan cara apapun, demi
keberhasilan tugasnya. Setidaknya, adu kesaktian. Tapi, pada diri si
Bokis ini tidak tampak sama sekali niat untuk mengajak adu
kesaktian atau melakukan tindakan kasar. Kumala jadi cemas sendiri
memikirkannya.
“Sekali lagi kuminta kepastianmu, mau kubawa ke Kahyangan
atau tetap menolak?”
“Paman saja yang kembali ke Kahyangan. Aku tetap menolak!”
“Okeh, okeh. aku akan kembali ke Kahyangan. Tapi tolong jaga
dan rawat baik-baik kekasihmu itu tadi, ya?”
Seperti tersiram uap panas wajah Kumála mendengar celoteh
Dewa Bahakara. Kepalanya sempat tersentak mundur. Matanya
menatap tajam bak ujung tombak.
“Apa maksudmu, Paman?! Apa yang telah kau perbuat pada
Rayo?!”
“He, he: he he...,” Dewa Bahakara memperpanjang tawanya,
sambil berjalan agak cepat menghindari Kumala yang berusaha
menghampiri Iebih dekat lagi itu.
“Paman, katakan ada apa dengan Rayo?!”
“Cowokmu itu... dalam waktu dekat dia akan hamil, terus
melahirkan. Ceprrooot.. Hiiyyy he, he, he,he...”
“Apa. ?! Rayo akan hamil?!” Kedua mata indah Kumala
membelalak sangat lebar. Di luar pendapa, Sandi dan Buron ikut
terkejut mendengarnya.
“Sewaktu aku masuk dalam raganya, aku sempat merubah
perangkat lunak di dalam perut dan kantung kemihnya, menjadi
perangkatnya seorang wanita. ini memang sudah kurencana kan.
Lalu, di dalam perangkat wanita itu kutaruh janin yang dapat
tumbuh subur dan pesat. Dalam waktu singkat Rayo akan hamil dan
melahirkan bayi mungil lewat... lewat... Waduh, lewat mana lahirnya
ya?” Dewa Bahakara ganik-garuk kepala.
“Paman benar-benar keji!” geram Dewi UIar. Amarahnya akan
memuncak. Tapi terpaksa harus ditahannya karena Dewa Bahakara
segera berkata dengan suara tuanya.
“Kalau kau menyerangku, maka bayi itu akan semakin cepat
menjadi tua, karena tali pusar bayi itu telah kutelan sebelumnya.
Menyatu dengan darahku. Semakin sering darahku terkena
hantaman semakin cepat pertumbuhan janin itu, alias bengkak."
“Hiiih ..!“ Dewi Ular menggeram jengkel sendiri,
“Ayo, pukullah aku kalau kau berani? Pukullah ... ! Ha, ha, ha...
Ingat, kau tadi telah menyerangku cukup keras, dan janin itu
sekarang sudah semakin lebih besar dari saat kumasukkan dalam
perut kekasihmu.”
Dewi Ular terengah-engah menahan marah, ia mencoba untuk
tenang kembali. Ia berusaha untuk tidak gusar dan panik. Namun ia
tetap sedih dan diliput i kecemasan membayangkan seorang lelaki
sejantan Rayo akan melahirkan bayi dari kandungannya. Oooh,
sungguh berita yang menggemparkan sekaligus memalukan.
“Kalau kau bisa hancurkan kandungan itu, silakan. Ada dua
akibat yang bakal terjadi kalau kau coba hancurkan janinnya.
Pertama, kamu akan ternoda karena membunuh janin. Kedua janin
hancur, kekasihmu bisa juga ikut hancur. Hee, hee, hee, hee..
Kañdungan itu bisa kukembalikan kepada pemiliknya dengan
menggunakan kesaktianku. Hal itu akan kulakukan kalau karnu
sudah.selesai menghadap ke Kahyangan. Bagaimana Ready?!”
“Licik sekali dia! Memindahkan kandungan orang ke dalam perut
Rayo dan mengemasnya menggunakan lapisan hawa gaib, sehingga
janin bisa cepat besar, dan dirinya selamat dari amukan Kumala
karena darahnya dihubungkan dengan sang janin!”
Buron menggeram kesal. Tapi ia segera meralat pendapatnya
sendiri.
“Licik apa cerdik sebenarnya? Semua ia lakukan untuk
menghindari pertarungan fisik dengan Kumala, karena Kumala anak
dari sahabat karibnya. Menggantikan rasa tak tega harus melukai
Kumala, ia menggunakan Rayo sebagai media siasatnya. Hmmm,
cerdik dia. Bukan licik. Pantaslah kálau Kurnala tak berani
menghajarnya sejak tadi?!”
Dewi Ular dalam ancaman unik dan menjengkelkan. Sulit baginya
untuk mengambil keputusan; memenuhi panggilan Kahyangan, atau
bersikeras menolak sesuai pendiriannya? Tapi, jika ia tetap menolak,
apa jadinya dengan Rayo narti?!
“Sandhi, panggil Rayo...! "
Itulah sebabnya Sandhi terburu-buru pergi menemui Rayo.
Dalam benak Sandhi pun tersimpan kecamuk yang meresahkan. Ia
ikut prihatin kalau Rayo sampai benar-benar hamil. Sandhi
menyimpan kecemasan itu di saat ia memberitahu Rayo, bahwa
Kumala mmanggilnya.
Ketika mendengar Rayo dipanggil Kumala, dan Rayo pun
bergegas pergi, seketika itu gerakan mata Joddi nanar dan labil.
Melirik ke arah pergi.. nya Rayo dan Sandhi, tapi juga segera
kembali memperhatikan Brama yang sedang bicara serius dengan
Kumala.
“Gila! Mana yang bener sih?!” gumam hati Joddi, “Rayo dipanggil
ke belakang oleh Kumala?! Lha, bukankah Kumala ada di sini,
sedang menyimak kata-katanya Brama?!’Tapi kenapa Rayo
dibilangin kalau dia dipanggil Kumala?!”
Joddi berusaha mau memotong kata-katanya Brama, namun tak
ada kesempatan untuk meläkukannya. Bram bicara nyerocos.
Kumala duduk di bangku bekas tempat Rayo tadi.
Dalam hatinya Joddi bertanya lagi, “Apakah di rumah ini ada dua
Kumala? Yang satu di belakang sana, yang satunya ada di depan
gue ini? Aaah, masa iya sih?! Kayaknya nggak mungkin deh. Kalo
benar di sana Rayo sedang bicara dengan Kumala, lalu.. yang cewek
ini siapa?! Wah, nggak beres nih. Jangan-jangan cewek ini bukan
Kumala yang asli?! Bram harus segera dikasih tahu. Hmmm, tapi
gimana gue ngasih tahunya, dia nyerocos terus gitu?! Hmmm, apa
gue bisikin aja dia ya? Atau..."
Joddi semakin salah tingkah sendiri. Sementara itu Brama dan
gadis di depannya sama sekali tak menghiraukan gerak-gerik Joddi
yang serba salah. Joddi rnulai merasakan bulu kuduknya semakin
meremang. Kulit lengannya kini nyata-nyata merinding dengan
bintik-bintik kian kasar.
Joddi mendengar gadis itu berkata pada Brama dengan tegas.
“Okey, kita ke sana sekarang aja, Bram.” Ia pun bangkit dari
duduknya sambil menambahkan kata, “Aku ambil jaket dulu.”
Kemudian ia melangkah masuk dengan gerak pinggulnya yang amat
menggoda.
Joddi buru-buru menank lengan T-shirt Brama. Tegang.
“Lu nggaknyadar apa?I”
Brama berkerut dahi menatapnya. “Apaan sih?”
“Dia bukan Kumala Dewi yang asli !”
“Ah,ngaco aja lu.”
“Rayo pergi kebelakang karena dipanggil siapa?”
“Dipanggil ..... " Brama tercenung seketika.
“Dipanggil siapa, hah?! Dipanggil Kumala kan?”
“Hmnim,iyyaa...tapi ..... "
“Tapi lu sendiri lihat kan? Lu sendiri yang bicara nyerocos sama
Kumala, kan?” cecar Joddi meyakinkan Brama, dan membuat Brama
makin tertegun bungkam. Seakan ia baru saja mendapatkan
kesadaran jiwanya.
Joddi makin beruara membisik.
“Berarti yang bicara dengan lu tadi bukan Kumala Dewi.”
“Apa iya?!” Brama ikut berbisik juga. “Masa’ indera keenam lu
nggak bisa ngerasain perbedaannya, sih?!’
Dahi Brama makin berkerut. Diam sejenak, lalu menggeleng.
“Gue nggak ngerasain apa-apa tuh.”
“Payahlu. .. !“ Joddi bersungut-sungut. “Tãpi aroma wangi dari
badannya tadi adalah aroma khas milik dia. Lu juga nyium bau
wanginya kan?”
“Iya. Iya sih. Tapi... tapi gue ..... "
Kini ganti Joddi yang berada dalam kebimbangan pendapatnya
Brama pun masih tetap dalam keraguan, karena hatinya masih
bertanya-tanya, benarkah pendapat Joddi? Jika benar, lalu siapa
cewek cantik yang serupa persis dengan Kumala tadi?
-ooo0dw0ooo-
4
ADA hembusan angin kencang menjelang pukul t iga dini hari.
Dua buah mobil meninggalkan rumah Kumala Dewi. Mobil Lexus
hitam berisi Kumala Dêwi dan Rayo, sementara di mobilnya Brama
terdapat Joddi dan Brama sebagai pengemudinya.
Rupanya telah dicapai kesepakatan antara Kumala dengan Dewa
Bahakara, sehingga Kumala bisa pergi menuju rumah Shafina,
sedangkan Dewa Bahakara menunggu di rumah Kumala. Oleh
karena itu, Kumala tidak mengajak serta Sandhi dan Buron, supaya
sang dewa utusan terhormat dari Kahyanganitu ada yang melayani
jika mengingin kan sesuatu.
“Ron, kok lu diam di kamar terus sih ? Ajak ngobrol tuh tamu
kita,” tegurSandhi saat menyempatkan diri masuk ke kamarnya.
“Lu aja yang ngobrol sama dia.”
“Kenapa bukan elu aja ? Elu kan punya pengetahuan tentang
alam sana, sedangkan gue nggak ngerti apa-apa. Kalau dia ajak gue
ngomongin masalah gaib, guenggak bisa nimpalin dong, Jadi,
sebaiknya elu aja yang nemenin tamu kita.”
“Ogahl” Buron agak menyentak, bersungut .
“Emang kenapa sih, lu kok jadi mengkerut begitu ? Tadi lu
kayaknya napsu banget pengen lakukan pembalasan, sekarang kok
nggak lagi?”
“Yaah, tadi gue belum tahu kalau dia dewa. Gue kirain sejenis
siluman atau iblis songong. Untung aja tadi sempet gue denger
Kumala sebut dia ‘paman dewa’. Coba kalo gue nggak denger, bisabisa
begitu Kumala pergi, gue t impe tuh tamu dari belakang.”
Sandhi tertawa kecil. “Makanya, jangan suka punya dendam
Kalau salah pahambegitu apa nggak tambah bonyok jeroan lu?”
“Cerewet luh, San. Udah sana, temenin dia!”
“Dia dewa apaan sib, Ron?”
“Dewa Bahakara. Dia penguasa segala sesuatu yang
mengandung kelucuan dan penabur tawa.”
“Oo, pantas lu tadi dihajar diã tapi tetap ketawa.”
“Nah, lu kalo mau dengerin cerita-cerita lucu, sama dia noh!
Anekdot-anekdotnya banyak. Sana ajakin dia ngobrol, ntar kan
kejenakaannya keluar dengan sendirinya. Lu bisa ketawa sampai
akhirnya mati kehabisan napas.”
“Yaah, ogah, ah... ntar mayat gue cengar-cengir terus, sampai ke
liang kubur masih cengar-cengir kayak mayat nggak mati-mat i.”
Buron tertawa, tapi ditahan Begitu pula Sandhi.
Pada akhimya mereka berdua sepakat keluar dari kamar, samasama
menemani Dewa Bahakara sambil menunggu Kumala kembali
dari rumah dukanya Shafina.
Seandainya malam itu Brama dan Joddi t idak datang ke rumah
Kumala dan membawa kabar kematian Lennia, mungkin sudah sejak
tadi Kumala melakukan perjalanan astral-nya bersama Dewa Bokis
menuju Kahyangan.
“Paman memang pantas dijuluki oleh ayahku sebagai dewa
Bokis!” kata Kumala sebelum terjadi kesepakatan bersama. Katanya
lagi, “Nama itu cocok sekali buat Paman, karena menurutku Paman
memang Bokis, alias licik, cerdik dan unik,”
“He, he, he, he. ., tak usah banyak knitik,Kumala. Sebaiknya kita
berangkat sekarang juga, supaya urusanmu cepat selesai, dan perut
kekasihmu belum tenlanjur bengkak dan belum terlanjur beranak.”
“Begini saja. . ..!“ tegas Kumala masih bernada kesal, karena kali
ini ia merasa sebagai pihak yang kalah dari pertandingan yang
memuakkan itu.
“Aku bersedia Paman bawa ke Kahyangan, tapi aku minta waktu
untuk selesaikan suatu masalah yang sudah terlanjur ada di depan
batang hidungku ini! Aku harus pergi ke rumah duka untuk melihat
siapa yang kali ini punya ulah keji di alam kehidupan manusia ini?”
“Apa itu penting?”
“Barangkali buat Parnan nggak penting, tapi bagiku ini persoalan
yang sangat penting dan gawat Harus kutuntaskan terilebih dulu.
Biar nanti saat kutinggal ke Kahyangan tidak ada lagi manusia yang
menjadi korban kekejian kasus ini. Santet tingkat tinggi, kata
temanku di depan tadi.”
“Santet itu bukan persoalan yang sangat penting. Toh bisa kamu
selesaikan sambil menguap atau sambil gosok gigi? Kamu kan anak
dewa yang lahir tunggal dan memiliki kesaktian tinggi. Masa’
persoalan santet saja kamu pandang sebagai sesuatu yang penting
dan gawat’
“Bukan santetnya yang gawat, tapi pelakunya. Jadi, kalau Paman
dewa nggak mau bantu aku dengan memberikan waktu, maka aku
juga nggak mau ikut ke Kahyangan, dan Paman pasti akan kena
hukuman kalau pulang tanpa membawa diriku. Bukankah begitu?”
Dewa Bahakara terkekeh lagi.
“Hiieeh, heeeh, heeeh, heeeh... Kalau memangg begitu aturan
mainnya, aku oke-oke saja, Honey. Tapi ingat, kamu jangan cobacoba
ingkari janji atau berusaha memperdaya diriku, nanti
kekasihmu bisa makin celaka menanggung murka.”
“Paman sebaiknya nggak perlu pakai ngancem begitu. Aku nggak
suka diancem-ancem.”
“Well, well, well... silakan jalan, dan selesaikan secepatnya! Aku
menunggu di sini sampai kau datang dan kits berangkat ke
Kahyangan’ Hee, hee, hee, hee... Tapi ngomong-ngomong, kamu
nyimpen VCD lagu lagunya Rolling Stone nggak?”
“Buat apa sih? Dewa kok mau muter lagu-lagunya Rolling Stone?”
Aku cuma mau nyocokin apa kata dewa-dewa muda di sana.
Mereka sering bilang, wajahku mirip Mick Jegger. Apa bener sih?”
Kumala sengaja tak menjawab. Hatinya masih dongkol, karena
Rayo dijadikan sandera yang terancam hancur harga dirinya, masa
depannya, serta seluruh kehidupan pribadinya.
Rayo memang sempat panik ketika mendengar kabar tentang
kehamilannya. Tapi dengan bantuan hembusan hawa saktinya
Kumala berhasil menenangkan jiwa Rayo, bahkan berhasil
meyakinkan pemuda gagah itu dengan mengatakan, bahwa
sebelum kehamilan itu benar-benar terjadi, ia sudah bisa
menyelesaikan urusannya dengan pihak Kahyangan. Jadi, Rayo tak
perlu khawatir akanjadi bahan cemoohan orang-orang di sekitarnya.
“Kumala, sebelum kau pergi ada yang ingin kuingatkan padamu,”
ujar Dewa Bahakara yang membuat Kumala spontan menoleh ke
belakang, menatapnya dengan mata sedikit mengecil. Seakan ingin
menembus kedalaman lubuk hati si dewa Bokis itu, untuk
mengetahui lebih dulu apa yang ingin dikatakannya. Namun dewa
Bokis lebih dulu melanjutkan ucapannya dengan masih tetap
memamerkan senyumketuaannya.
“Jangan sering gunakan raga kembarmu untuk masalah yang
tidak terlalu penting”
Kumala menggumani dalam hati, “Oo, rupanya dia tahu kalau
tadi aku menggunakan Aji Pemisah raga kembar untuk menemui
Brama dan Joddi, supaya raga asliku tetap bisa berunding
dengannya. Hmmm, peka sekali radar gaibnya?”
“Aji Pemisah raga kembar jika terlalu sering digunakan dapat
mempersempit aliran darahmu”
“Ya, terima kasih atas saranmu, Paman.”
Lalu, Kumala masuk ke kamarnya. Dalam waktu hanya dua detik
sudah keluar kembali dengan pakaian sudah berubah. Kini ia
mengenakan jaket blue jeans warna belel, dan bergegas ke teras
menemui Brama dan Joddi.
Saat itu mereka berdua sedang diliputi keresahan akibat
pendapat Joddi yang mengatakan bahwa cewek yang bicara dengan
Brama tadi bukan Kunala Dewi yang sebenarnya. Gelagat mereka
diketahui oleh Kumala.
“Tenang aja, Jo Kumala menyunggingkan senyum indahnya yang
amat menawan, sambil melanjutkan kata, “Aku Kumala yang asli
kok.”
Joddi paling kencang melepaskan napas leganya. Pernyataan itu
telah membuat mereka segera mengakhiri keragu-raguannya, untuk
kemudian kembali terfokus pada persoalan jenazah Lennia yang
diduga tewas akibat santet tingkat tinggi tu. -
Beberapa orang yang sempat mendengar keterangan Shafina
mengenai pendapat Brama tadi, ternyata juga mempunyai dugaan
yang sama. Kekuatan gaib yang menewaskan Lennia diyakini
sebagai kekuatan gaib yang langka. Sebab, memiliki beberapa hal
yang tidak wajar.
Ketidak wajarannya bukan hanya terletak..pada proses kematian
mendadak serta keganjilan ekspresi wajah mayat sja, melainkan ada
keanehan lain yang baru mereka temukan setelah lewat tengah
rnalam.
Bau busuk mulai menyebar dati tubuh mayat Lennia. Bau busuk
itu makin lama makin kuat dan mengalahkan wewangian apa saja
yang digunakan di sekitar tempat jenazah disemayamkan.
Semakin jarum jam menjauhi angka 12 semakin kuat aroma
kebusukannya, bahkan mencapai radius 50 meter. Dari jalanan
depan rumah Shafina bau busuk itu sudah bisa tercium dan sangat
memualkan. Sudah tentu seisi rumah itu dipenuhi oleh bau busuk
yang menyengat. Bunga, parfum, setanggi, kemenyan, semuanya,
sudah digunakan untuk melawan bau busuk itu, namun tidak ada
satu pun yang berhasil meredamaromanya.
“Taburi bubuk kopi di sekitar tempat jenazah,” usul seorang
tetangga. Usul itu didukung oleh yang lain. Shafina dan keluarga
sibuk menaburkan bubuk kopi sampai ke ruangan lainnya. Tetapi
aroma kopi ternyata tetap saja tak dapat digunakan untuk
menangkal tajamnya bau busuk dari mayat Lennia.
Beberapa orang sampai tak sanggup menahan kemualannya,
sehingga mereka pun terpaksa muntahdi sembarang tempat.
“Aneh sekali. Nggak sewajarnya bau busuk ini ada,” ujar salah
seorang pemuka masyarakat yang ikut melek-melek di rumah duka.
“Kalau toh ada bau busuk, bisanya nggak segila ini, ya Pak?”
“Nggak segila ini. Lagi pula, almarhumah meninggal kan baru
saja, belum ada enam jam kok. Tapi kenapa sampai sebusuk ini,
ya?”
“Kalau kematiannya oleh sebab sesuatu yang wajar, mestinya ya
nggak sampai begini, Pak. Karena kematian Lennia sangat tidak
wajar, maka hal seperti ini pun bisa saja terjadi.”
Dua mobil datang. Diparkirkan agak jauh dari rumah duka,
karena sudah tidak ada tempat kosong di dekat rumah tersebut.
Dua mobil itu tak lain adalah Brama dan Joddi yang berhasil
membawa paranormal cantik dan sexy itu. Pada saat mereka turun
dari mobil, secara refleks tangan mereka langsung membekap
hidung masing-masing, kecuali Kumala.
“Gila’ Apa bau busuk ini datang dari rumah Shafina?!” ujarJoddi.
“Kayaknya iya nih. Lihat aja tuh orang-orang yang ada di teras
dan halaman. Mereka saling menutup hidung juga.” Setelah berkata
begitu, Brama meludah dua kali, kemudian mengambil saputangan
dari saku celananya dan membekap hidung serta mulutnya .
“Kasihan sekali nasibnya,” gumam Kumala pelan. “Sudah jelas
aroma busuk ini adalah bagian dari kekuatan black magic yang
menewaskan korban. ini aroma busuk bukan dari alamkita, Yank.”
“Maksudmu, bau busuk ini berasal dan alam lain?”
“Ya. Aku sening melewati tempat yang berbau busuk seperti ini di
alam sana.”
Kumala tetap tenang. Melangkah tak terlalu cepat sambil
tangannya memegangi lengan Rayo Pasca. Tangan kanan Rayo
sendiri juga menutupi hidungnya. Namun,tangan itu segera ditarik
turun oleh Kumala.
“Nggak usah pakai nutup hidung segala, ah. Norak.”
“Tapi baunya memual kan nih. Busuk sekali, Lala”
“Ah, apa benar kau mencium bau busuk ? apakah bukan karena
kamu terpengaruh mereka yang menutup hidung semua, lalu kamu
tersugesti untuk ikut menutup hidung, seolah-olah mencium bau
busuk? Hmnm, coba tarik napas dalam-dalarn dan rasakan betul,
apakah ada bau busuk yang masuk hidungmu ? Ayo, lakukan...
naaah, terus... terus. Lepas kan pelan-pelan lewat hidung. Jangan
lewat mulut. Hmmm, yaaah..." Sambil melangkah mendekati rumah
Shafina, hal itu dilakukan Rayo beberapa kali.
Bahkan Brama dan Joddi ikut-ikutan melakukan hal yang sama.
Sebelum mereka tiba di halaman rumah, mereka saling
berpandangan dengan heran. Ternyata mereka tidak mencium bau
busuk lagi. Justru yang tercium oleh mereka adalah aroma wangi
yang lembut, khas, namun sulit ditemukan di counter parfum mana
pun.
“Bram, lu tahu bau wangi apa ini? Coba tebak,” bisik Joddi.
“Bau badannya Kumala,” jawab Brama pelan sekali.
Joddi mengangguk membenarkan.
Hati mereka bergumam kagum. Aroma wangi bunga Cendanagiri
yang keluar dari tubuh Dewi Ular itu,ternyata marnpu mengalahkan
bau bangkai busuk yang tak lazim.
Bahkan ketika Kumala melintasi halaman untuk menuju teras,
orang-orang yang ada di halaman sudah berani melepaskan tangan
dan tidak menutup hidung lagi.
“Waaah, sekarang baru bisa bemapas gue,” ujar salah scorang
tamu.
“Parfumnya merek apa tuh cewek ? Kok wangi banget, tapi
wanginya enak gitu Iho. . .Nggak norak,nggak menyengat dan eeh,
kok gue jadi bergairah nih? Waah, gawat.. Wanginya napsuin
Hihihi... gue pulang dulu, ah. Mumpung belum kepagiain...”
Semua orang yarg ada di situ merasa kagum dan terheran-heran
memandangi Kumala dêwi Bukan hanya kecantikannya yang
menawan, namun juga aroma wangi bau tubuhnyá sangat
mengherankan. Awet dan mengalahkan bau busuk yang sejak tadi
menyiksa pernapasan mereka.
Bahkan ketika Kumala masuk ke ruang tengah, tempat di mana
jenazah disemayamkan dengan Iantai betabur bubuk kopi, ternyata
seluruh ruangan menjadi harum semerbak. Keharuman itu
menyebar memenuhi seluruh rumah itu, sampai ke halaman
belakang dan sekitar kandang ayam.
“Maaf, boleh saya membuka kain kerudung jenazah?” kata
Kumala dengan lemah lembut kepada tantenya Shafina, karena
orang itu berada paling dekat dengannya.
Setelah mendapat izin, Kumala pun dengan tenangnya membuka
kain penutup jenazah pada bagian wajah saja.
Rayo langsung melengos begitu melihat ekspresi wajah mayat
Lennia. Menurutnya ekspresi itu bukan saja menyeramkan, namun
juga sangat menyedihkan. Tak tega Rayo memandangnya lebih dari
lima hitungan. Namun, lain halnya dengan Kumala.
Gadis cantik yang rambutnya digulung asal-asalan itu justru
memperhatikan wajah jenazah lebih dekat lagi Tak ada rasa takut
atau jijik. Padahal selain ekspresi wajah jenazah menyeramkan, kulit
wajah itu pun mulai lembek Mengandung cairan pembusuk yang
berwarna kehitam-hitaman.
Beberapa saat kemudian, Kumala mengusap wajah jenazah
dengan tangan kanannya. Seeet.seeet... seeet....! Tiga kali usapan
tangan Kumala telah membuat orang yang memandangi jenazah
menjadi tercengang.
Mereka tak bisa bicara karena begitu herannya melihat wajah
jenazah sudah tidak mengerikan lagi. Kelopak matanya sudah
terkatup rapat, mulutnya tidak ternganga lagi, dan bentuk tulang
rahang yang semula miring ke kanan sekarang sudah dalam posisi
normal.
Lennia seperti sedang tidur dengan nyenyak. Kulit wajahnya yang
tadi lembek dan mulai berair sekarang kering, pucat, namun halus.
“Ajaib sekali. . .!! Secepat itu semuanya berubah menjadi
normal?!” gumam Joddi dengan mata masih terbuka dan tanpa
berkedip sedikit pun.
“Terima kasih.... terima kasih sekali...Neng, terima kasih ya,
Neng "
“Iya, iya, sama-sama... iya....sama-sama....”
Hampir semua keluarga Shafina menghampiri Kumala Dewi untuk
mengucapkan rasa terima kasihnya, karena kehadiran Kumala
dianggap suatu penyelamatan yang sangat berharga bagi gengsi
keluarga Shafina. Jika sejak tadi mereka menahan rasa malu dalam
gumpalan duka, kini mereka hanya mempunyai duka tanpa rasa
malu lagi. Sebab, keadaan jenazah Lennia sudah normal, dan tidak
menimbulkan kecurigaan negatif bagi siapa pun.
Tadi sempat beredar beberapa rumor yang mengatakan,
ketidakwajaran jenazah Lennia disebabkan karena semasa hidupnya
Lennia banyak menyimpan dosa. Ada pula yang menyangla Lennia
tevas karena dijadikan tumbal kekayaan orang tuanya.
Malahan ada yang mengatakan bahwa kondisi mayat Lennia
sedemikian menyedihkan nya karena anak itu menanggung beban
dosa dan orang tua atau leluhumya .
Dengan kondisi jenazah yang sekarang, tentunya anggapananggapan
negatiftadi akan berangsur-angsur hilang dengan
sendirinya. ‘Tidak menjadi buah ornongan yang berkepan jangan.
Apalagi saat itu Kumala sempat memberikan penyataannya di antara
kerumunan kerabat dekat almarhumah mengenai penyebab
kematian tersebut.
Kumala memberikan pernyataan setelah secara formal Brama
memperkenalkan kepada mereka tentang siapa Kusaala sebenarnya
dan reputasi yang diraihnya di dunia supranatural selarna mi.
“Saya sangat berharap agar jangan ada lagi yang berprasangka
buruk terhadap kematian Lennia ini. Secara pribadi almarhumah
adalah sosok pribadi yang balk. Dia meninggal bukan karena
menjadi tumbal, bukan karena kutukan, tapi karena menjadi korban
kejahatan gaib hitam dari seseorang. Kekuatan gaib yang digunakan
oleh pelakunya memang cukup tinggi,berbahaya dan sangat
mematikan.Tapi jujur saja saya katakan, saya belum bisa
mengetahui siapa pemilik kekuatan gaib itu. Begitu juga mengenai
motivasinya,masih belum bisa terdeteksi secara pasti.”
Kumala Dewi menghentikan bicaranya sesaat Ia memikirkan
masalah apalagi yang perlu ia sampaikan di depan orang-orang
berduka itu.
Namun sebelum suara Kumala terdèngar lagi, mereka sudah
lebih dulu mendengar suara si bungsu Ricko yang berdiri tak jauh
dan tempat jenazah Lennia dibaringkan.
Suara itu telah memancing perhatian mereka, sehingga Ricko
menjadi agak takut dan sedikit gugup.
“Saya boleh tanya, Kak?”
“0, ya. Boleh, boleh. .! Silakan, mautanya apa?”
Seulas senyuman bidadari tersungging tipis di sudut bibir Kumala.
Justru karena tipisnya senyuman itu, maka kecantikan Kumala
tampak lebih anggun dan lebih menggemaskan hati lawan jenisnya.
“Silakan, kok malah diam ? Mau tanya apa ? ” ulang kumala
“Hmm, eeh... apakah... apakah orang yang sudah meninggal masih
punya sisa napas terakhir dan... dan bisa keluar dengan sendirinya?”
Cukup aneh pertanyaan murid SMA ini. Wajar kalau menjadi
pusat perhatian mereka. Oom Harry, adik dari mamanya Ricko,
buru-buru mendekati Ricko. Ia menyangka Ricko mengalami kondisi
kejiwaan yang labil akibat duka yang terlalu dalam itu.
“Maksud pertanyaanmu apa sih? Nggak usah tanya macemmacem
deh, ntar bikin hati mamamu tambah sedih Iho. Mending
Ricko ikut Oom ke teras yuk? udaranya segar di sana .... " sambil
menarik pelan lengan Ricko.
“Aku baik-bajk aja kok, Oom. Aku cuma tanya begitu, apa salah?”
“Nggaksalah,” sahut Kumala Dewi. “Tapi kenapa kamu tanya soal
sisa napas terakhir tadi?”
“Baru saja saya lihat kain penutup wajah jenazah bergerak dua
kali, Kak. Seperti ada... ada napas yang terhembus dari bawah
kain.”
Semua diam. Sepi. Semua menatap jenazah. Semua berpikir,
apakah pertanyaan Ricko sesuatu yang serius atau sekedar
pertanyaan yang ngaco? Oom Harry membujuk Ricko agar mau
diajak pergi keteras. Biar tenang. Tapi ajakan itu justru dicegah oleh
Kumala yang segera mendekati Ricko.
“Biar dia bersama saya, Oom,” kata Kumala.
Lalu, ia bertanya kepada Ricko denga pandangan tertuju lurus ke
mata Ricko. Deteksi gaibnya tidak menemukan keganjilan apapun.
Jadi, bisa dipastikan Ricko tidak sedang mengigau atau mengalani
gangguan .
“Ricko melihat jelas gerakan kain penutup wajah itu ? "
“Jelas sekali, Kak. Pertama saya ragu. Saya pandangi terus waktu
Kakak bicara tadi. Dan, saya lihat kain penutup wajah Kak Nia
bergerak lagi. Seperti ada napas yang dihembuskan dari hidung Kak
Nia.”
Yang lain ikut tercekam. Mulai timbul rasa was was dalam hati
mereka. Siapa tahu apa yang dikatakan Ricko memang benar.
“Begini, Ricko... gerakankain itu kadang.."
“Nah, itu lihat! Saya lihat lagi!” sentak Ricko. Tangannya
menunjuk dengan tegas.
Matanya terbuka lebar. Suasana menjadi gemuruh. Yang semula
duduk di teras sekarang ikut masuk. Ingin tahu, apa yang membuat
suasana di ruang tengah menjadi gaduh.
“Kain itu bergerak lagi Kak. Jelas sekali!”
“Saya juga melihatnya” ujar istrinya Oom Harry. cuma halusinasi
aja, kaii,” sangkal Poppy,teman dekatnya Lennia yang dulu pemah
satu kantor.
“lya, Jelas sekali saya lihat tadi. Kain itu bergerak naik”
“Menurut saya, nggak mungkin Tante , Nggak mungkin orang
udah mati bisa hidup lagi. Apalagi rnatinya aja nggak wajar,” Poppy
tetap ngotot. Ia segera mendekati Kumala, lalu berkata dengan
nada kesal.
“Situ jangan bikin ulah di sini. kasihan kãn keluarga di sini,jadi
berharap-harap Iennia dapat hidup lagi. Bilang sama mereka, nggak
mungkin Lennia hidup lagi. Bilang, supaya mereka nggak tersiksa
oleh harapan mustahil itu!”
“Kak Poppy nggak boleh begitu!” sahut Shafina. “Jangan marahmarah
sama Kumala. Dia tamu kita. Buktinya dia sudah bisa bikin
wajah Kak Nia kembali normal.”
“Aku bukan marah-marah, Fin. Aku cuma kasih saran sama dia.
Dikasih saran baik-baik kok nggak boleh! Ya, udah terserah kalian
aja!” sambil wajahnya semakin cemberut. Ia pergi, keluar ruangan.
“Siapa dia sebenarnya?” bisik Kumala kepada Shafina .
“Teman Kak Nia. Teman dekatnya. Sudah kami anggap keluarga
sendiri. Dia memang begitu. Sok tahu dan egois.”
“Aku jadi tertarik pada dia.”
“Ah, udahlah... nggak usah mikirin dia. Dia emang begitu
sifatnya.”
“Bukan sifatnya yang membuat aku tertarik sama dia ."
“Lalu, apanya...?!” Shafina menatap Kumala lekat-lekat. Ada
sesuatu yang mencurigakan dari perkataan tersebut.
Tapi belumsempat Kumala bicara, tiba-tiba posisi tangan jenazah
Lennia terkulai ke samping:
“Eeh, lihat ituuu.. ! !“ seru Joddi secara reflek dengan nada
tegang. Yang lain terkejut dan tersentak mundur ketakutan.
Jatuhnya tangan dari perut ke samping membuat kain
penutupnya tersingkap sebatas leher, kain penutup wajah terbawa
turun sampai ke batas hidung jenazah.
“Jangan-jangan mau hidup lagi?!”
“Kayaknya mau hidup lagi tuh! ”
Oom Harry dan Ricko buru-buru menjauhi jenazah.
Kumala Dewi tetap diam di samping jenazah dengan mata
menatap tembut ke wajah jenazah yang masih tertutup kain sebatas
hidung .
Mata jenazah tetap terpejam. Tapi tangan yang terkulai ke
samping itu kelihatan sedikit keluar dari kain, terutama pada bagian
telapak tangannya.
“Jarinya...!” sepupunya Shafina berseru tegang. “Jarinya
tuh...jari.!”
Ia tak sanggup melanjutkan kata-katanya, namun sudah cukup
membuat semua mata tertuju pada jari tangan jenazah yang keluar
dari kain penutupnya.
Jariitu bergerak-gerak pelan. Seperti ada sentakan lembut dari
urat-uratnya. Kenyataan itu membuat mereka semakin menyebar
menjauhi jenazah. Mereka dicekam rasa takut dan sedih yang makin
mengharukan hati.
Kumala Dewi masih tetap tenang. Berrnaksud merapikan posisi
tangan jenazah. Tapi baru saja ia mau membungkuk untuk
mengangkat tangan jenazah, tiba-tiba kelopak mata jenazah
terbuka.
“Hahh...??! Dia meleeek...!”
Tangan Lennia bergerak menyambar kain penutup wajahnya
Semua orang menjadi tunggang Ianggang ketakutan.
Lennia benar-benar hidup lagi. Ia memandangi Kumala, sebagai
satu-satunya orang yang diihatnya pertama-tama ia membuka mata
tadi. Kumala Dewi seperti seorang sahabat saja, menyapa dengan
senyum lembut dan kerämahan yang akrab.
“Hay.. baru bangun?”
“He, eh.... ! Aku di mana ini? Kamu siapa?”
Lennia bangun, sempat dibantu langan Kumala. Maka, gemparlah
seisi rumah itu. Hujan tangis dan ketakutan semakin memancing
perhatian setiap orang yang ada di luar.
Bahkan mereka yang ada di tempat parkiran mobil ikut Iari
keteras, ingin memastikan sendiri apakah benar mayat Lennia
bangkit lagi dari kematiannya.
Ternyata benar. Kumala Dewi dibantu dengan Rayo mencoba
menenangkan mereka, termasuk menenangkan Lennia yang segera
menangis setelah tahu dirinya sudah dianggap mati .
“Kenapa dia bisa hidup lagi?! Kenapa bisa begitu sih?!” semua
orang bertanya-tanya demikian. Beberapa orang ada yang punya
jawaban sama.
“Mungkin setelah diusap wajahnya tadi sama Mbak cant ik itu..."
“lya, gue rasa juga begitu. Kan si Neng cantik itu katanya
paranormal ? Pasti usapan tangannya tadi yang bikin rohnya Lennia
kembali, dan hidup lagi...!"
Rayo Pasca hanya tersenyum ketika ditanya oleh Joddi mengenai
hal dugaan beberapa orang itu. Ia tak berani berkomentar banyak,
meski pun ia tahu bahwa Kumala Dewi memang bisa menghidupkan
orang yang sudah mati, tentunya dengan beberapa syarat, antara
lain: atas kehendak Yang Maha Kuasa, orang tersebut mati karena
gangguan gaib, orang tersebut bukan mati karena kodrat, dan
orang tersebut bukan mati karena bunuh diri.
Hal seperti ini pernah dilakukan Kumala beberapa kali dalam
beberapa kasus, namun ía tetap tidak mau dipublikasikan oleh
media mana pun. (Baca serial Dewi Ular dalam episode : “Misteri
Rona Asmara”).
Malam itu hampir semua tetangga Lennia terbangun dari
tidurnya,lalu berbondong-bon dong mendatangi rumah tersebut.
Termasuk keluarganya Andy, yang tinggal bersebera ngan rumah
dengan keluarga Lennia. Mereka ikut menangis karena bersyukur
dan terharu melihat Lennia benar-benar hidup lagi dalam kondisi
tubuh yang segar bugar, seperti tak pernah mengalami kebusukan
sedikit pun .
Bangkitnya kematian Lennia memang sangat menggembirakan
pihak keluarganya. Namun, agaknya ada pihak yang tidak
menyukainya. Ada seseorang yang merasa digagalkan misinya,
sehingga darahnya mendidih dibakar api kemarahan yang berkobarkobar.
Angin kencang pun mulai datang menerpa rumah Shafina.
-ooo0dw0ooo

5
BANGKU plastik yang dipersiapkan untuk para pelayat ditata di
halaman depan dan samping, Bangku bangku ini kini berjatuhan
karena dihempas angin kencang.
Pot bunga yang berukuran kecil juga ikut berjumpalitan
menandakan betapa kencangnya angin yang rnenghampiri rumah
Shafina itu.
“Semua masuk ke dalam aja!” seru Oom Harry kepada para tamu
“Atau carl tempat berlindung. ini kayaknya akan datang hujan deras.
Tolong yang di sarnping itu bantu kami siapkan tenda, bisa kan?!”
“Bisa, Pak bisa !”
Prraaak. pyaaar.. !
“Astaga?! kaca mobil siapa tuh yang pecah?!”
Suasana menjadi kacau. Masing-masing orang punya kesibukan,
baik semata-mata untuk menyelamatkan diri, menyelamatkan
mobilnya, atau untuk membantu pihak keluarga Lennia.
Di sela kesibukan mereka, tampak Poppy kebingungan mencari
sopirnya.
“Darrnaaaan...I Darmaaan,,,I” tenaknya ke sana-sini. "Ada yang
liat sopirku nggak tadi?!”
Tidak ada yang menyahut, kecuali Didin, anak remaja setempat
yang membantu parkir mobil bagi para tamu .
“Sopir Mbak yang pendek berkumis itu ya?”
“lya. benar. Di mana dia? kamu lihat nggak?”
“Bukankab tadi Mbak suruh dia pulang ambil jaketnya Mbak?
Saya dengar pembicaraan Mbak di depan moblI tadL”
“0, iya! Duuha , sialan si Darman lama banget sih?!"
Poppy bergegas masuk ke ruang tamu yang dipadati orang-orang
bersuka ria melihat kebangkitan Lennia. Poppy berseru tanpa jelas
siapa yang dituju .
“Ada yang bisa antar saya putang nggak?! Hallo...! Ada yang bisa
antarkan saya pulang sebentar ?!"
Tidak ada yang rnerespon seruan tersebut. Namun, ketika la
berpapasan dengan Joddi yang sedang sibuk membantu
pemasangan tenda di haman samping, ia coba bicara dengan Joddi
walau sama sekali belum dikenalnya.
“Maaf , you bisa antarkan saya pulang sebentar ?”
“Kenapa pulang? Kenapa nggak ikut mengucapkan selamat atau
menyatakan suka citanya atas kebangkitan Lennia?”
“Udah tadi. Sekarang aku butuh kendaraan buat pulang ".
“Sorry saya lagi sibuk. Pake taksi aja !" sambil Joddi pergi
meninggakannya, tapi Poppy masih berusaha bicara dengannya.
“Jamsegini mana ada taksi di daerah komplek kayak gini?!"
Poppy bergegas ke ruang tamu Ia berpapasan dengan Kumala
yang hendak kelua rdari ruang tengah setelah memberi ketenangan
pada Lennia.
"Mau pulang?” tegur Kumala.
“lya,”jawabnya ketus.
“Kenapa pulang? Takut?”
“Takut apaan?! Situ kalo ngomong dari tadi ngelantur terus ya?!"
Poppy semakin sewot Kemudian segera pergi meninggaikan
kumala.
“Kak, ini garamnya” kata Ricko sambil menyodorkan tempat
garamyang diambil dari dapur ".
Rupanya tadi Kumaia sempat minta garam kepada Ricko untuk
suatu keperluan Kumala segera keluar lewat pintu serambi samping.
Bertemu dengan Brama, Joddi dan Rayo yang mernbantu
pemasangan tenda. Karena disangka akan turun hujan deras seperti
dugaan Oom Harry, rnaka rnereka bersiap-siap memasang tenda
secepatnya agar bisa untuk berteduh para tarnu nantinya.
“Ray nggak usah terlalu serius. ingat, perutmu ada isinya.”
“Tapi sebentar lagi hujan turun dengan deras.” sahut Joddi.
“Kata siapa?” Kumala tersenyum kalem. “Hujan nggak akan turun
Angin ini adalah angin kemarahan.”
“Maksudmu ?!" sergah Rayo.
“Ada pihak yang marah dan nggak suka atas kebangkitan Lennia.
Aku akan menangkalnya menggunakan garam ini”
Kumala Dewi segera ke halaman depan. Angin kencang itu
berhembus dalamsatu arah, dari arah depan rumah ke belakang.
Berarti ada seseorang yang mengirimkan kemarahan gaibnya dari
arah datangnya angin tersebut . Maka , Kumala yang diikut i oleh
Rayo dan Brama itu segera menaburkan garam ke arah jalanan.
Preeetaak, traar, tarr, taar, tarr, tarr, praaarrr. . !!
"Busyet! Siapa yang pasang petasan tuh?!" seru, Joddi, lari ke
depan. Ternyata bukan petasan. Bunyi percikan seperti bunga api
itu berasal dari garam-garam yang disebarkan oleh Kumala ke arah
jalanan.
Segenggam garam dilemparkan lagi. Kumala menggunakan
tenaga saktinya sehingga lemparan garam sangat tinggi dan jauh.
Garam-garam itu bertabrakan dengan hempasan angin, dan
menimbulkan suara beruntun seperti percikan bunga api. Suara
letupannya ada yang keras seperti suara petasan Cabe rawit. Hal itu
membuat beberapa orang lainnya tercengang dan terheran-heran.
"Kenapa bisa begitu?!" gumam Brama di samping Rayo.
"Cuma dia yang tahu, kenapa bisa begitu."
Kumala menghampiri mereka. "Tolong taburkan ke berbagai
sudut," seraya ia menyodorkan tempat garam. Ketiga lelaki muda itu
segera menuruti perintahnya. Bahkan ada beberapa tamu ikut
membantu menaburkan garam setelah mendengar ucapan Kumala
yang terakhir.
"Garam ini sudah kubuat sebagai penangkal santet Kalau angin
ini angin biasa, maka garam ini tidak akan memercikkan bunga api
saat ditaburkan di udara."
Setelah garam habis ditaburkan semua di beberapa tempat
sebagai pagar gaib, bagi rumah itu, angin menjadi reda. Tap
anehnya udara di sekitar rumah itu menjadi panas.
Tiap orang menjadi keringatan. Gerah. Bukan hanya yang ada di
dalam, tapi yang ada di luar rumah, di tempat parkir, juga merasa,
kegerahan. Padahal waktu menunjukkan pukul empat dini hari.
Mestinya udara menjadi dingin karena uap embun.. Temyata justru
sebaliknya. Makin lama terasa semakin panas.
"Udaranya panas sekali, Kumala," kata Joddi.
"Ini bukan udara biasa, Jo. Ada seseorang yang sedang diincar
oleh si pemilik santet iblis itu. la kirimkan sesatu kemari."
"Celaka! Kenapa nggak segera kamu tangkal?!"
"Aku sedang mencari peluang. Biarkan dulu, sampai inti santet
itu datang baru akan kuhancurkan dengan caraku."
Praaang... ! Terdengar suara kaca dari salah satu jendela di
rumah itu pecah.
Ternyata bukan karena terkena, benda keras, melainkan karena
pemuaian kaca akibat udara makin panas. Bahkan beberapa mobil
yang diparkir di depan rumah juga mengalami nasib sama. Pecah
kacanya.
"Tolong evakuasi orang-orang, agar jangan ada yang di depan
rumah," kata Kumala kepada Brama. "Mereka tidak harus di dalam
rumah, boleh di belakang, boleh di samping, tapi jangan ada yang
berada melebihi batas teras. Kosongkan halaman ini."
Kepada Oom Harry pun Kumala berkata demikian, sehingga
dalam waktu singkat halaman depan rumah itu sudah berhasil
dikosongkan. Kini Para tamu memperhatikan Kumala yang sendirian
di halaman tanpa teman siapa pun. Mereka ingin tahu, apa saja
yang dilakukan gadis. secantik itu.
Bahkan Lennia dan mamanya ikut memperhatikan dari ruang
tamu, didampingi oleh Shafina dan kerabat lainnya. Mereka
bercucuran keringat karena udara terasa lebih panas lagi.
"Kak Poppy Jangan pulang dulu, keadaan masih gawat," saran
Ricko dengan kepolosannya. Istri Oom Harry pun menyarankan hal
yang sama.
"Tapi saya harus pulang, Tante. Ada sesuatu yang harus saya
ambil. Jaket , lagi pula..... Lennia kan sudah hidup, ngapain lamalama
di sini?"
Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang mengejutkan hati
mereka.
Duaaaarrrr ..... !!
" Haahh ... ??! Ada apa. itu??! " sentak Poppy dengan ketakutan.
Seberkas sinar merah menyerupai bola tenis meluncur dari arah
depan rumah. Sinar merah itu hendak masuk ke rumah Lennia,
namun dicegat oleh sinar hijau yang keluar dari telapak tangan
Kumala, sehingga benturannya menimbulkan ledakan cukup keras
tadi.
Dering telepon rumah terdengar.
Beberapa seat kemudian suara Oom Harry terdengar memanggil
Lennia.
"Lennia, telepon dari William tuh."
"Hmm, eeh... ntar aja deh, Oom. Bilangin kalo Nia baik-baik aja!"
"Eeeh, terima dulu. Calon suamimu itu tadi sempat pingsan
waktu dapat kabar tentang kematianmu," ujar Shafina, kemudian
Lennia pun bergegas menerima telepon dari calon suaminya:
William.
Poppy bergegas ke luar rumah. Tapi Iangkahnya terhenti karena
pundaknya dicekal oleh Andy, yang dari semula ikut sibuk
membantu keluarga Lennia.
“Jangan ke halaman. Berbahaya!”
“Eaahh... situ tau apa sih?!” bentak Poppy dengan sengit.
Bleguuuuurrr.. Dentuman besar terjadi. Gelombang Iedakannya
menggetarkan lantai.
Beberapa kaca ada yang pecah lagi. Dentuman besar itu terjadi
akibat sinar merah dari arah depan rumah datang lagi dengan
ukuran lebih besar.
Kumala Dewi yang siaga terus segera melepaskan pukulan hawa
saktinya berupa sinar hijau berukuran lebih besar juga.
Pecahnya dentuman besar itu menimbulkan percikan bunga api
di angkasa. Bunga api itu melebar hingga memayungi sebagian atap
rumah. Anehnya, percikan bunga api itu tidak segera padam.
Seakan menghimpun suatu kekuatan baru untuk menghancurkan
rumah tersebut dan isinya.
Khawatir hal itu terjadi, Kumala Dewi segera melepaskan sinar
hijaunya lagi yang kali ini melesat dari ujung jari telunjuknya.
Claaap..! Sinar itu kecil, berkelok-kelok seperti ular, tapi ketika
menembus Iingkaran bunga api, sinar hijau itu menjadi besar dan
menghancurkan lingkaran tersebut dengan suara ledakan Iebih
besar dan Iebih mengguncangkan alam sekelilingnya .
Blaaaaangg ....... ! Bleguuuuuurrr....!!!!!
Seisi rumah terguncang seperti dilanda gempa. Para wanita
menjerit ketakutan, sementara kaum lelakinya berusaha
menenangkan dan melindungi mereka.
Hubungan telepon kontan putus. Memang kabelnya putus akibat
guncangan tadi Lennia segera ditarik oleb Oom Harrry dan Ricko,
lalu keduanya memeluk Lennia. Berusaha melindungi. karena
mereka menyangka Lennia sedang jadi incaran kekuatan santet iblis
lagi.
Suasana tenang sesaat. Udara masih panas, tapi tidak sepanas
tadi. Angin berhembus tapi tidak sekencang tadi juga. Pada saat itu
sebuah mobil sedan merah meluncur mendekati rurnah.
Poppy segera mendesak kerumunan orang lelaki di pintu.
“Sorry, sorry... mobilku datang!"
“Hey, jangan keluar dulu !” seru Brama.
“Aku mau pulang? Mobilku sudah datang!” sambil ia berlari
keluar.
Brama berusaha mengejar, tapi tangannya buru-buru dicekal
Shafina.
“Biarin ajalah... Keras kepala orang itu”
Ketika melintasi halaman, Poppy terkejut melihat seberkas sinar
seperti cahaya blitz foto berwama merah menghampirinya.
Claap...!
Tapi dengan sigap Kumala Dewi berkelebat dengan kecepatan
melebihi kilat. Sinar merah tadi disambarnya dengan tangan.
Wuuust...! Kemudian dilemparkan keudara, wuut,jegaaaarrr....!
Sinar itu meledak di udara. Sangat keras. Semua orang
membayangkan andai saja sinar itu mengenai tubuh Poppy, sudah
pasti tubuh itu akan hancur berkeping-keping.
“Bandel sekali orang ini ?” gumam Kumala.
Poppy sama sekali tidak mempedulikan tindakan Kumala yang
telah menyelamatkan nyawanya. la juga tidak berterima kasih
kepada Kumala. Ia segera masuk ke mobil dan menyuruh sopimya
untuk segera pergi meninggalkan rumah Lennia. Ketikamobil itu pun
pergi, Kumala hanya memandangi dengan geleng-geleng kepala.
Suasana tenang kembali. Namun masih tetap mencekam, karena
Kumala Dewi masih berjaga-jaga di depan rumah itu dengan sangat
waspada. Ia berjalan menuju teras. Di ujung teras ada Joddi dan
Rayo.
“Apakah sudah aman?” tanya Joddi.
“Belum. Dia menunggu kelengahan kita. Tapi aku akan
memanggil pelakunya dari sini.”
“Apa bisa, Lala?”
“Mudah-mudahan bisa. Aku sudah menemukan unsur gaibnya
Aku akan manfaatkan amarahnya untuk menarik dia kemari.”
“Hancurkan saja dia nanti Jangan kasih kesempatan untuk minta
maaf atau yang lainnya. Hancurkan saja dia!” kata Joddi dengan
berapi-api.
Oom Harry keluar dari ruang tamu menemui Kumala.
“Bagaimana, Zus? Masih belum aman?”
“Masih, Oom. Jangan ada yang melintas halaman seperti Poppy
tadi.”
“Apakah Lennia yang jädi incaran santet itu?”
“Mungkin begitu. Maka, sebaiknya Lennia tetap di dalam dan,
ooo ya.. suruh dia menggenggam garam atau taruh garam di
sakunya.”
“Buat penangkal santet, maksudnya,” sambung Rayo kepada
Oom Harry. Kemudian, Rayo berkata kepada Kumala, “Tapi garam
yang tadi sudah habis.”
“Hmmm, ambil sejumput aja dan yang masih tersisa di wadah
garam.”
“Waduuuh, gue buang ke mana wadahnya tadi, ya?” gumam
Joddi, lalu ia pergi mencari Brama dan menanyakan wadah garam.
Mereka temukan wadah garam di serambi samping. Mereka keruk
sisa-sisa garam yang ada, lalu diberikan kepada Lennia.
Angin besar mulai berhembus lagi. Semua orang merinding
sekujur tubuhnya. Mereka mulai dicekam ketakutan. Hembusan
angin terasa panas, menyengat di permukaan kulit.
“Mengerikan sekali. . ?I” gumam sepupunya Shafina.
Dewi Ular merentangkan kedua tangannya. Ia berdiri di tengah
halaman depan yang tak berpohon, kecuali di bagian sampingnya.
Kedua tangan yang direntangkan ke atas itu memercikkan cahaya
hijau, dan telapak tangan kiri ke tangan kanan.
Seperti ada gelombang elektromagnetik yang sedang beraksi di
antara kedua tangan Kumala itu. Entah apa maksudnya dan apa
füngsinya, yang jelas tindakan itu membuat angin kencang
berangsur-angsur reda, hawa panas berangsur-angsur menjadi
sejuk.
Tiba-tiba tampak seberkas sinar biru menyerupai bintang
meluncur ke rumah tersebut.
Weeesss.... ! , Sinar itu bergerak lurus, hendak masuk melalui
balkon yang menghadap jalanan. Namun ketika melintas di atas
kepala Kumala, Sinar itu menukik turun, sepenti tersedot oleh
kekuatan sinar hijaunya Kumala. Begitu sinar biru itu sampa di
antara kedua tangannya, Kumala segera menangkapnya. Blaaab....!
Kedua tangan Kumala yang masih diangkat ke atas itu bergetar
hebat.
Tubuhnya terhuyung-huyung dengan tenaga dikerahkan.
Rupanya saat itu sedang terjadi tarik menarik dari kedua kekuatan
gaib yang hanya bisa membuat mereka menyaksikan dengan
tercengang-cengang.
Mereka melihat tubuh Kumala melayang di üdara, terombangambing,
lalu turun lagi menyentuh tanah, terangkat lagi, sampai
akhirnya tubuh itu terhempas ke belakang dan membentur dinding
teras.
Wuuut, bruuuukkk... ! .
Namun kejap berikutnya terjadi keanehan lain. Udara di atas
jalanan memancarkan cahaya redup. Seperti ada cermin dari
permukaan air. Udara itu akhirnya robek karena diterobos benda
keras.
Wuurrb, guubruuukk. . !
Aahk ... !
Ada suara terpekik lirih. Banyak orang yang melihat benda yang
menerobos dari lapisan udarà tadi jatuh tersungkur dijalanan.
Mereka ingin melihat lebih jelas lagi, sehingga sebagian berlari ke
teras, termasuk Joddi dan Brama. Tapi begitu mereka melihat benda
yang jatuh itu adalah sosok manusia, mereka segera mundur dan
bergegas masuk kembali ke ruang tamu yang sudah tidak berpintu
lagi.
Pintunya dilepas sejak kematian Lennia tadi, sementara dinding
kacanya pun sudah hancur akibat angin kencang yang pertama.
“Pasti dia pelakunya! Kumala berhasil menyedot pelakunya!” ujar
Joddi dengan menggeram penuh dendam.
Dugaan Joddi memang benar. Kumala berhasil menarik
pelakunya dari tempat persembunyian si pelaku. Kini orang itu
bangkit pelan-pelan dalam keremangan cahaya lampu jalanan yang
tadi sempat padam, namun kini menyala lagi akibat gelombang
elektromagnetik dari tangan Kumala.
Semakin tegak semakin jelas sosok dan wajah orang itu.
Ternyata seorang perempuan berhidung mancung, berambut
pirang. Joddi tersentak kaget.
“Hahh.. ??! Tante Lusna..??!”
Joddi hampir tak mempercayai penglihatannya sendiri. Ia sama
sekali tak menyangka kalau pelaku santet iblis itu adalah perempuan
yang dikenalnya di pesawat dan pernah bercumbu dengannya di
apartemen. Ia berkata kepada Brama dan Rayo dengan suara
gagapnya.
“Gua.. ggguue... kenal... ya, kenal sama perempuan itu. Dii ...
dia... diaa dalah... adalah Tante....., Tante Lusna ...! Gua kenal,
Bram! Gue..,”
“Iya, iya... tapi lu diem dulu Lihat tuh, Kumala sedang
berhadapan dengan si dukun santet iblis! Diem dulu...!” Brama
membentak tegang.
“Iiy, iiyaa... gue Diem..,” Joddi terengah-engah sendiri.
Kumala Dewi menghampiri Tante Lusna. Dalam jarak sepuluh
langkah ia berhenti dan menatapnya dengan tajam.
“Keparat kau, Dewi Ular. . . !“ suara Tante Lusna menjadi serak
dan tua. Tapi wajahnya tetap memancarkan kecantikan yahg
sedang dihiasi kerutan amarah. Kumala dewi tetap tenang
menghadapinya.
“Aku tak tahu siapa dirimu. Tapi aku tahu siapa yang ada di
belakang dirimu,” kata Kumala. “Kau pasti kaki tangannya si
Lokapura!”.
“Siapa diriku itu tak penting buatmu. Yang jelas, kau telah
merusak pekerjaankul Kau telah membuat kecewa muridku, Dewi
Ular!”
“Muridmu?! Siapa muridmu?”
“Poppy.!”
“Ooo, jadi kau menggunakan santet iblis atas suruhan dari
Poppy?!”
Tante Lusna hanya menggeram sebagai jawabannya, Tiba-tiba
semua jari tañgannya mengeluarkan kuku yang panjang dan tajam.
Zraaaakkh.. Dengan cepat ia melompat menerjang Kumala Dewi.
Dengan cepat pula Kumala Dewi menghindar ke samping.
Wuuusst...!
Tante Lusna terkecoh. Ia menabrak tembok pintu pagar.
Gumbraaaang...!!.
“Haaaagggrrr. !!”
Tante Lusna bangkit semakin marah, Seringainya amat
mengerikan, karena dari gigi depannya tampak ada sepasang taring
yang terjulur keluar. Ia segera berbalik dengan tangan dikibaskan,
dari ujung kukunya terpancar sinar merah lima larik.
Kelima sinar merah itu menyabet tubuh Dewi Ular. Hal itu tidak
diduga-duga, sehingga Dewi Ular menangkisnya dengan sinar hijau
dari telapak tangannya.
Blaaaggrrrrrr...!
Kumala terlempar, jatuh terbanting di aspalan.
Namun dalam sekejap mata Kumala telah melambung ke atas
bertepatan dengan datangnya sinar biru berbentuk bintang yang
keluar dari tengah dahi Tante Lusna.
Jegaaarr...!
Sinar biru itu menghantam tempat kosong. Sebongkah tanah
beraspal terangkat naik, dan pecah di udara menjadi berbongkahbongkah.
Kumala Dewi yang selamat dari hantaman sinar biru itu rnasih
melambung di udara.
Dan sana ia lepaskan sinar hijau lumut berasal dari sodokan
tangan kanannya.
Wuuustt, claaap.. !
Langsung menghantam perut Tante Lusna yang hendak bergerak
maju.
Bleeegggeeerrr.. !!!
"Aaaakkkhhhhhhh .... !!
Ia memekik keras suara pekikkannya menggema ke mana-mana.
Tubuh sexy itu melambung di udara, kemudian pecah menjadi sinar
merah yang berbias-bias.
Membuat alam sekitarnya menjadi terang, namun berwarna
merah. Seperti warna darah. Daun, batu, tanah, pohon, semuanya
menjadi berwarna merah. Seakan terkena percikan darah misterius.
Bahkan beberapa mobil yang ada di situ bisa berubah menjadi
berwarna merah darah. Meski pun cahaya merah itu telah padam,
semua yang sudah terlanjur berwarna merah tak bisa berubah ke
warna aslinya.
Kumala Dewi menghajar lawannya secara beruntun, sampai
wujud Tante Lusña akhirnya hilang. Berubah menjadi gumpalan
asap. Gumpalan asap itu membentuk bayangan samar-samar dan
bersuara menggema .
Bayangan itu adalah bayangan makhluk t inggi, besar, dan
mengerikan. Raksasa betina itu tampak kesakitan, walau pun masih
berusaha untuk berkoar-koar dengan suara menyeramkan.
“Ooo, jelek sekali wujudmu, Kawan? Siapa kau sebenarnya?”
“Kau memang dewi biadab, Kumalaaaa... Pantas kalau kakakku
Zeona, tak sanggup berhadapan denganmu.”
“Ooh, jadi kau adiknya Zeona?!”
“Hhggggmrhh. . ! Aku Zeova, ingin menuntut balas atas
kekalahan kàkakku, Zeona. Tapi belum sempat kubina müridku, kau
sudah menghancurkan pekerjaanku, aaahhhkkkkknr.. !!"
Ia mengerang kesakitan. bayang-bayang Zeova semakin tipis
rupanya ia terluka sangat parah akibat pertarungannya dengan
Dewi Ular tadi. Akhirnya ia tak sanggup berhadapan dengan Dewi
Ular yang menguasai seluruh kehidupan gaib di muka bumi ini.
“Sekarang kau boleh bangga dengan kemenanganmu, tapi ingat.
. .! Aku belum kalah, Dewi Ular. .! Kuhadang kau di alamku... Hatihati
kau, Kumala. ... Kutunggu kau di alamkuuuuu. . !!”
Gemanya memanjang. Gemanya makin hilang. Kemudian fajar
pagi mu!ai menyingsing. Kumala Dewi menenangkan diri sesaat,
baru menghampiri orang-orang yang sudah berkerumun di teras.
Ia sama sekali tak menduga akan kedatangan adik Zeona, yaitu
kaki tangannya Dewa Kegelapan yang pernah ia kalahkan beberapa
waktu yang lalu, (Baca serial Dewi Ular dalam episode : “Misteri
Pembunuh Hantu”).
“Ia datang kebumi dengan menyamar sebagai perempuan cantik
yang menurut keterangan Joddi tadi adalah orang yang bernarna
Tante Lusna " kata Kumala setelah mereka berkumpul di ruang
tengah rumah Lennia.
Joddi sendiri tadi sempat memberi tahu bahwa orang yang
dilawan Kumala tadi adalah Tante Lusna. Tapi dia tak tahu kenapa
bisa berubah begitu menyeramkan.
“Aku yakin, ia sedang menghimpun kekuatan di bumi, antara lain
dengan cara mengambil murid kepada siapa saja yang mau
dijadikan muridnya. Tentu saja untuk membuat seseorang mau
menjadi muridnya, Zeova memberi iming-iming hadiah. Salah
satunya adalah menunjukkan kesakt iannya dalám membantu apa
yang diinginkan muridnya.”
“Kematian Lennia apakah salah satu keinginan muridnya?” sela
Bram .
“Mestinya begitu.”
“Tapi kenapa Poppy menginginkan kematian kakakku??” sela
Shafina. “Bukankah dia teman baik Kak Nia. Begitu kan, Kak?!”
Lennia mengangguk sedih. “Entahlah, kenapa dia jadi begitu tega
padaku. Mungkin dia kecewa atas rencana pernikahanku dengan
William.”
Kumala angkat pundak. “Mungkin. Atau mungkin juga alasan
lain."
“Pantas dia tadi kalang kabut sendiri begtu Lennia hidup lagi,”
geramOom Harry memancarkan kebencian kepada Poppy.
“Yang penting, sekarang Lennia sudah bebas dari ancaman
santet iblis. Tak perlu ada dendam dan kebencian kepada Poppy.
Kalau masih ada yang berminat untuk balas dendam, saya mohon
tolong batalkan dan hilangkan dendam itu. Nanti tidak akan ada
habisnya.”
Mereka mengangguk-anggukkan kepala, tanda memahami
maksud kata-kata Kumala itu.
“Sekarang izinkañ saya pulang, karena di rumah masih ada tamu
yang menunggu saya.”
“Astaga, hampir lupa aku pada perutku,” pikir Rayo Pasca mulai
diliputi kecemasan.
Terbayang wajah Dewa Bahakara yang telah menaruh benih
kandungan dalamperutnya itu.
Kumala Dewi segera pulang bersama Rayo Pasca. Ia diantar oleh
Brama dan Joddi.
Namun di mobil Brama sekarang ada satu penumpang lagi yang
duduk bersebelahan dengan Brama di jok belakang, sedangkan
Joddy yang menjadi pengemudinya. Orang tersebut adalah Shafina.
Ia menyandarkan kepalanya di pundak Brama, sebagai lambang
kasih yang semakin bertaut di hati keduanya.
Baru saja mereka turun dari mobil dan memasuki halaman rumah
Kumala, handphone Shafina pun berdering. la terkejut setelah
mengetahui nomor telepon yang muncul adalah nomor teleponnya
Poppy .
“Terima saja,” kata Brama. “Aku pengen tahu apa yang mau dia
katakan setelah kedoknya terbongkar.”
Ketika Shafina menyambut telepon itu, terdengar suara Poppy
berbaur dengan isak tangis.
“Bilang sama kakakmu, maafkan aku, kepada keluargamu juga,
máafkan aku. Jujur saja, aku yang menyuruh seseorang untuk
mengirimkan santet iblis kepada Lennia, karena. karena Lennia telah
menghalangiku. Dia membuat William tak mau mencintaiku, justru
menetapkan untuk mengawini kakakmu. Maafkan aku selamat
tinggal....! "
“Hallo. . .?? Hallooo. . ? Kak Poppy..... ??!"
“Kenapa?” tanya Jöddi.
“Dia matikan teleponnya setelah bilang ‘selamat tinggal’. Apa
maksudnya? Dia akui perbuatannya karena sakit hati atas rencana
perkawinan Kak Nia dengan William, tapi kenapa dia bilang ‘selamat
tinggal’ segala?”
“Wah, jangan-jangan dia bunuh diri. . ?“ ujar Brama dengan
cemas.
Kumala berkata, “Coba cari tahu ke rumahnya, sekarang juga.”
Mereka pun pergi ke rumah Poppy tanpa Kumala dan Rayo.
Sampai di sana, suasana di rumah Poppy sudah ramai orang.
Ternyata dugaan itu benar. Poppy gantung diri di kamar mandi. Ia
tewas dengan lidah terjulur. Di saku celananya terdapat surat
singkat yang menyatakan rasa malu dan penyesalan atas upayanya
membunuh Lennia, namun gagal.
Brama segra menelepon Ráyo. Kabar itu disampaikan kepada
Kumala. Namun, agaknya Kumala sudah tak dapat berbuat apa-apa
lagi, karena Dewa Bahakara sudah menanti dengan jemputannya.
Kumala harus pergi ke Kahyangan sesuai janjinya. Andai ia tak
mau pergi, maka tak dapat dibayangkan lagi seberapa besar rasa
malu yang akan disandang Rayo Pasca sebagai laki-laki yang hamil
dan akan melahirkan itu.
“Sebenarnya ada apa sih kok aku harus ke Kahyangan, Paman?”
tanya Kumala pada Dewa Jenaka itu .
“Yang jelas bukan karena ada kendurian. Pasti ada keperluan
yang amat penting. Kita berangkat sekarang, okey?”
Kumala Dewi menatap Rayo dengan lembut, seakan masih ragu
meninggalkan kekasihnya dalam ancaman kehamilan.
S E L E S A l
Serial Lanjutan …..
LORONG TEMBUS KUBUR