"Kenapa berhenti, Siluman Muka Kodok?! Kau takut menghadapiku...?" ejek Rangga
sinis.
"Ghrrrk...!"
Siluman Muka Kodok mengkirik perlahan. Air liur mulai terlihat menetes dari
sela-sela bibirnya yang merah dan tipis. Kembali tubuhnya di-rendahkan
perlahan-lahan, sampai kedua telapak tangannya menyentuh tanah. Sementara
sorot matanya tetap menatap tajam Pendekar Rajawali Sakti yang berada sekitar
dua batang tombak jauhnya.
"Ghrokh...!"
Siluman Muka Kodok tidak mempedulikan ejekan Rangga. Dia tahu, Pendekar
Rajawali Sakti hanya ingin memanasi saja. Kalau sampai terpancing, maka akan
sukar mengendalikan dirinya lagi. Hal itu tentu saja selalu dihindari
orang-orang persilatan yang sudah sampai pada batas tingkat tinggi. Dan
rupanya, Rangga juga menyadari kalau pancingannya tidak berhasil. Dalam hati,
dipujinya ketangguhan hati orang bermuka seperti kodok ini
"Ghrogkh! Kau memang tangguh Pendekar Rajawali Sakti! Tidak heran kalau
julukanmu begitu terkenal dan dikagumi. Tapi, seluruh rimba persilatan akan
tahu. Hari ini, kau akan kubuat bertekuk lutut dan mohon pengampunanku,"
terasa dingin dan berat sekali nada suara Siluman Muka Kodok.
"Aku khawatir malah sebaliknya, Siluman Muka Kodok," sambut Rangga tidak kalah
dinginnya.
"Ghrooogkh...!"
Bet!
"Hait..!"
Cepat Rangga memiringkan tubuhnya ke kanan, begitu cepat sekali Siluman Muka
Kodok mengebutkan tongkatnya. Dan dari ujung tongkat yang berbentuk bulat
sebesar kepalan tangan, meluncur secercah cahaya kuning kemerahan. Sinar itu
meluruk deras, lewat sedikit saja di samping tubuh Pendekar Rajawali Sakti.
"Groaaagkh...!"
Sambil menggerung dahsyat, Siluman Muka Kodok melompat. Kecepatannya luar
biasa, dan gerakannya sangat mirip seekor kodok yang tengah melompat menyambar
nyamuk. Dan begitu dekat dengan Pendekar Rajawali Sakti, cepat sekali
tongkatnya dikebutkan, terarah langsung ke kepala pemuda tampan berbaju rompi
putih ini.
Wuk!
"Ups...!"
Manis sekali Rangga menundukkan kepala. Dan begitu tongkat Siluman Muka Kodok
lewat di atas kepala, cepat-cepat kakinya ditarik ke belakang. Dan pada saat
itu, Siluman Muka Kodok melepaskan satu pukulan keras menggeledek dengan
tangan kiri ke arah dada.
"Hait!"
Kembali Rangga meliuk, menghindari pukulan yang mengandung pengerahan tenaga
dalam tinggi. Tapi mendadak saja hatinya jadi tersentak kaget. Maka
cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat ke belakang sambil berputaran dua
kali di udara. Kemudian, manis sekali kakinya menjejak tanah lagi, setelah
jaraknya dengan Siluman Muka Kodok sekitar satu batang tombak.
"Gila...!" desis Rangga dalam hati.
Sungguh Pendekar Rajawali Sakti jadi terkejut setengah mati. Tidak disangka
kalau pukulan Siluman Muka Kodok begitu dahsyat. Bukan hanya mengandung
hempasan hawa panas yang sangat menyengat, tapi juga angin pukulannya
menyebarkan hawa racun sangat dahsyat dan mematikan. Untung saja, saat itu
Rangga sudah memindahkan jalan pemapasannya melalui perut. Sehingga, racun
yang tersebar dari angin pukulan Siluman Muka Kodok tidak sampai
mempengaruhinya. Dan lagi, tubuh Pendekar Rajawali Sakti memang kebal terhadap
segala macam jenis racun yang sangat dahsyat sekalipun.
"Ghrooogkh...!"
Siluman Muka Kodok kembali melompat cepat. Beberapa kali tongkatnya
dikebutkan. Seketika sinar-sinar kuning kemerahan meluruk deras di sekitar
tubuh Rangga. Dan Pendekar Rajawali Sakti terpaksa harus berjumpalitan,
meliuk-liukkan tubuhnya menghindari serangan sinar-sinar kuning kemerahan yang
sangat berbahaya itu. Dengan mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib',
membuat serangan-serangan gencar yang dilancarkan Siluman Muka Kodok tidak
mendapatkan hasil.
Ledakan-ledakan keras menggelegar terdengar saling susul. Sinar-sinar kuning
kemerahan yang tidak tepat mengenai sasaran, menghantam bangunan dan pepohonan
yang ada di sekitar pertarungan. Apa saja yang terkena sinar kuning keemasan
itu langsung hancur mengeluarkan ledakan keras menggelegar dan memekakkan
telinga.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat sekali Rangga melenting ke udara, tepat di saat Siluman Muka Kodok
mengibaskan tongkatnya ke arah kaki. Dan begitu berada di udara, cepat sekali
Pendekar Rajawali Sakti meluruk dengan kedua kaki bergerak cepat mengarah ke
kepala. Saat itu, Rangga mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar
Mangsa'. Begitu cepat serangan balasan Rangga, sehingga membuat Siluman Muka
Kodok jadi terperangah dengan mata terbeliak lebar.
"Ghroaaagkh...!"
Sambil memperdengarkan raungan yang sangat keras, Siluman Muka Kodok
mengebutkan tongkatnya ke atas untuk melindungi kepala dari sepakan kaki
Rangga yang berputar cepat luar biasa.
Bet!
"Haaaits...!"
Tapi dengan gerakan berputar yang sangat manis, tubuh Pendekar Rajawali Sakti
jadi terbalik. Dan begitu kepalanya berada di bawah, dengan kecepatan tinggi
tangan kanannya segera dikibaskan disertai pengerahan jurus 'Sayap Rajawali
Membelah Mega'.
"Aikh...!" Lagi-lagi Siluman Muka Kodok terpekik kaget, lalu cepat melompat ke
belakang. Langsung dihindarinya serangan susulan Rangga yang sangat cepat luar
biasa itu.
Sementara, Rangga kembali memutar tubuhnya. Dan begitu kakinya menjejak tanah,
langsung dilepaskannya satu pukulan keras mempergunakan jurus 'Pukulan Maut
Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Begitu dahsyatnya, sehingga dari kepalan
tangannya yang memerah, meluruk sinar merah bagai api yang meluncur deras
mengancam dada Siluman Muka Kodok.
"Ghroaaagkh...!"
***
LIMA
Sambil memperdengarkan raungan keras, Siluman Muka Kodok cepat melompat ke
atas untuk menghindari pukulan dahsyat yang dilepaskan Pendekar Rajawali
Sakti. Beberapa kali tubuhnya berputaran di udara. Dan pada saat itu, Rangga
sudah melesat begitu cepat mengejar. Langsung kedua tangannya yang terkembang
dikebutkan beberapa kali dengan kecepatan sangat tinggi. Tak salah lagi,
Rangga kembali mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.
"Ghrooogkh...!"
Siluman Muka Kodok jadi kalang-kabut meng-hindari serangan-serangan Rangga
yang begitu gencar. Pendekar Rajawali Sakti memang mempergunakan rangkaian
beberapa jurus dahsyat yang begitu cepat, sehingga sukar sekali bagi Siluman
Muka Kodok untuk membedakan antara jurus yang satu dengan jurus lainnya.
Cepat-cepat Siluman Muka Kodok melenting ke belakang, sambil melakukan putaran
di udara beberapa kali. Hal ini dilakukan untuk menghindari pukulan jarak jauh
yang memancarkan sinar merah dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' yang
dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti.
"Ghrrrk...!"
"Hm...." Rangga menghentikan serangan setelah Siluman Muka Kodok berhasil
membuat jarak sekitar dua batang tombak darinya. Memang sangat dahsyat
serangan-serangan dari rangkaian tiga jurus maut yang dilancarkan Rangga.
Akibatnya, napas Siluman Muka Kodok jadi mendengus-dengus, memperdengarkan
suara menggorok yang sangat keras dan menyebarkan bau busuk.
Menyerang secara terus-menerus dan beruntun, ternyata juga membuat Pendekar
Rajawali Sakti harus mengatur jalan pernapasannya. Secara jujur, diakui kalau
lawannya kali ini benar-benar tangguh. Rangga sudah mencoba menggabungkan tiga
jurus dari rangkaian lima jurus 'Rajawali Sakti' sekaligus, tapi Siluman Muka
Kodok masih bisa menandingi. Bahkan tidak satu pun serangannya mencapai
sasaran.
Gerakan-gerakan yang dilakukan Siluman Muka Kodok memang cepat luar biasa.
Apalagi, Rangga memang belum pernah bertemu lawan yang jurus-jurusnya sangat
aneh seperti itu. Tapi, seluruh kemampuan yang dimilikinya memang belum
dikeluarkan. Malah Pendekar Rajawali Sakti juga belum menggunakan pedang
pusaka yang sudah terkenal keampuhannya.
Trek!
Cring...!
Rangga langsung melompat mundur tiga langkah ke belakang ketika Siluman Muka
Kodok mematahkan tongkatnya jadi dua bagian. Dan dari ujung patahan tongkat
itu keluar rantai hitam dengan bandulan bulat berduri, juga berwarna hitam
pekat.
Wuk!
Bet!
Siluman Muka Kodok mengebutkan senjatanya yang kini menjadi dua bagian. Rantai
dan bandulan berduri di ujungnya tampak mengeluarkan api berkobar-kobar,
memancarkan hawa panas luar biasa. Begitu panasnya, sampai-sampai Rangga
menarik kakinya ke belakang beberapa langkah lagi.
"Ghrogk...!"
Wuk!
Cepat sekali Siluman Muka Kodok mengebutkan senjatanya. Dan seketika itu juga,
dari rantai berbandul bola besar berduri memancar api yang meluruk deras ke
arah Rangga.
"Hup!"
Cepat Rangga melenting ke atas, sehingga pijaran api yang sangat panas
membakar itu lewat di bawah telapak kakinya. Tapi pada saat yang bersamaan,
Siluman Muka Kodok sudah mengebutkan ke atas satu senjatanya lagi yang berada
di tangan kiri. Maka, api kembali meluruk sangat cepat ke arah Pendekar
Rajawali Sakti yang berada di udara.
"Hat!" Sret! "Yeaaah...!"
Memang tidak ada pilihan lagi bagi Rangga, kecuali cepat-cepat mencabut Pedang
Pusaka Rajawali Sakti dari warangka di punggung. Dan secepat itu pula,
pedangnya dikebutkan ke depan untuk menyampok ujung lidah api yang meluruk
begitu cepat ke arahnya.
Glarrr...!
Satu ledakan keras menggelegar seketika terjadi, begitu pedang di tangan
Rangga yang memancarkan cahaya biru berkilau berbenturan dengan ujung lidah
api yang keluar dari senjata Siluman Muka Kodok. Tampak Rangga terpental ke
belakang sejauh tiga batang tombak. Tapi, keseimbangan tubuhnya cepat bisa
dikuasai dengan berputaran beberapa kali di udara. Lalu, manis sekali kakinya
kembali menjejak tanah.
Sementara, Siluman Muka Kodok juga terpental ke belakang sejauh dua batang
tombak. Dan keseimbangan tubuhnya juga cepat bisa dikuasai. Dia lalu melakukan
beberapa gerakan dengan kedua senjatanya yang tergenggam di tangan kiri dan
kanan. Keras sekali Siluman Muka Kodok mendengus, sampai mengeluarkan suara
menggorok yang dapat menggetarkan jantung siapa saja yang mendengarnya.
"Hap!"
Rangga cepat menyilangkan pedangnya di depan dada. Sedangkan telapak tangan
kirinya sudah menempel pada mata pedang yang memancarkan cahaya biru
berkilauan, tepat di bagian ujung dekat gagang. Tapi, Pendekar Rajawali Sakti
tidak jadi menggosok untuk mengerahkan aji 'Cakra Buana Sukma'nya. Hal itu
terjadi begitu melihat Siluman Muka Kodok menyatukan lagi senjatanya, hingga
kembali berbentuk sebatang tongkat dengan dua bandulan pada kedua ujungnya.
Sedangkan kedua bulatan di ujung tongkat itu kembali berwarna merah bagai besi
yang terbakar di dalam sebuah tungku.
"Aku akan kembali lagi, Pendekar Rajawali Sakti. Ghrooogkh...!"
Setelah berkata demikian, Siluman Muka Kodok langsung memutar tubuhnya cepat
sekali. Dan seketika itu juga, seluruh tubuhnya terselimut asap tebal. Sesaat
Rangga tersentak. Dia tahu, Siluman Muka Kodok akan menghilang dengan cara
yang sama, ketika berhadapan dengannya di depan.Istana Ringgading.
"Hei, tunggu...!"
Wusss!
Belum juga Rangga bisa bergerak mencegah, asap tebal itu sudah menghilang
begitu cepat. Dan Siluman Muka Kodok seketika lenyap tak terlihat lagi, tanpa
meninggalkan bekas sedikit pun. Sementara, Rangga sudah melompat hendak
mencegah, tapi benar-benar sudah terlambat. Kini Siluman Muka Kodok sudah
lenyap tak berbekas lagi.
"Keparat..!" maki Rangga kesal.
Begitu geramnya, sampai-sampai Pendekar Rajawali Sakti menghentak tanah, tepat
tempat Siluman Muka Kodok tadi menghilang. Saat itu, dari atas tembok benteng
Pandan Wangi meluncur turun. Begitu indah dan ringan gerakannya. Tanpa
menimbulkan suara sedikit pun, kakinya menjejak tanah dengan manis sekali.
Tapi Rangga sempat mendengar dan berpaling sedikit.
Pandan Wangi melangkah menghampiri, lalu berhenti tepat di samping kanan
Pendekar Rajawali Sakti. Sementara, Rangga masih bersungut-sungut kesal sambil
menghentakkan kakinya beberapa kali. Dipandanginya tanah tempat Siluman Muka
Kodok tadi menghilang. Bahkan sama sekali tidak bisa diketahui lagi, ke mana
arah perginya. Inilah yang membuat Pendekar Rajawali Sakti jadi kesal dan
terus menggerutu dalam hati.
"Kau gagal lagi, Kakang...," kata Pandan Wangi.
"Hhh! Aku tidak tahu, ilmu apa yang digunakan sampai bisa menghilang
begitu...!" dengus Rangga, masih merasa kesal.
"Dia pasti akan datang lagi, Kakang. Dan pasti akan semakin bertambah
kekuatannya," duga Pandan Wangi.
"Ya! Dia memang berkata seperti tadi sebelum menghilang," sahut Rangga, agak
perlahan suaranya.
"Tampaknya dia sangat mendendam padamu, Kakang," kata Pandan Wangi lagi.
Rangga hanya tersenyum saja. Jelas sekali dari nada suara Pandan Wangi tadi,
kalau begitu mencemaskan ancaman yang diberikan Siluman Muka Kodok. Walaupun
tidak ikut bertarung, tapi Pandan Wangi sudah bisa mengetahui kalau orang itu
tidak bisa dianggap main-main. Tingkat kepandaiannya sangat tinggi. Bahkan
Pendekar Rajawali Sakti sendiri sampai saat ini belum mampu menundukkannya.
Pandan Wangi juga tahu, Rangga tadi sudah hampir menguras habis seluruh
kepandaiannya. Dan Siluman Muka Kodok sepertinya bisa cepat meraba kalau
dirinya sudah terdesak, dan tidak mampu lagi menghadapi Pendekar Rajawali
Sakti. Maka diambilnya langkah menghilang, sebelum Pendekar Rajawali Sakti
berbuat lebih banyak lagi. Ilmu yang bisa menghilang itulah yang kini selalu
mengganggu pikiran Rangga.
"Kalau bertemu lagi, apakah kau akan kembali membiarkannya pergi, Kakang?"
tanya Pandan Wangi.
"Tidak," tegas Rangga.
"Lalu, dengan apa kau akan menghadapi ilmu menghilangnya nanti?" tanya Pandan
Wangi lagi, seakan-akan ingin tahu cara Pendekar Rajawali Sakti dalam
menghadapi ilmu langka Siluman Muka Kodok.
Rangga hanya mendengus kesal saja. Sedikit kakinya dihentakkan ke tanah. Saat
itu, pintu gerbang istana terbuka. Tak lama, muncul Danupaksi yang disusul
Cempaka. Sekitar sepuluh orang prajurit berpangkat punggawa menjaga di kiri
dan kanan pintu yang dibiarkan terbuka sedikit. Kedua adik tiri Rangga itu
melangkah cepat menghampiri Rangga dan Pandan Wangi. Sedangkan Pendekar
Rajawali Sakti sudah memutar tubuhnya berbalik, menghadap ke arah Danupaksi
dan Cempaka.
"Apa yang terjadi, Kakang?" Danupaksi langsung melontarkan pertanyaan begitu
dekat di depan Pendekar Rajawali Sakti.
"Tidak ada apa-apa," sahut Rangga masih terdengar mendengus kesal.
Pendekar Rajawali Sakti langsung saja mengayunkan kakinya menuju ke pintu
gerbang yang masih terbuka sedikit, dijaga sekitar sepuluh orang prajurit
berpangkat punggawa. Sementara, Danupaksi dan Cempaka memandangi Pandan Wangi.
Si Kipas Maut itu tahu, kedua adik tiri Pendekar Rajawali Sakti ini meminta
penjelasan padanya. Karena, memang dia tadi melihat jelas semua yang terjadi
di luar benteng istana ini.
"Kenapa Kakang Rangga kelihatan begitu kesal, Kak Pandan?" tanya Cempaka,
tidak sabar ingin tahu.
"Nanti kuceritakan," sahut Pandan Wangi.
"Sebaiknya kita segera masuk."
Tanpa menunggu jawaban lagi, gadis cantik berjuluk si Kipas Maut itu langsung
saja melangkah menuju pintu gerbang benteng istana yang masih terbuka sedikit.
Sementara, Rangga sudah tidak terlihat lagi, setelah melewati pintu gerbang
itu. Danupaksi dan Cempaka saling melempar pandang sebentar, lalu sama-sama
mengangkat pundaknya sedikit. Kini, mereka melangkah mengikuti Pandan Wangi
yang sudah berjalan lebih dulu mendekati pintu gerbang benteng Istana Karang
Setra.
***
Tiga hari sudah berlalu. Tapi tidak ada satu peristiwa pun yang terjadi. Para
prajurit dan semua penduduk kota yang mengungsi ke dalam benteng istana pun
sudah kelihatan jemu. Mereka sudah mulai gelisah, karena sudah beberapa hari
hidup terkurung. Sedangkan, belum ada sedikit pun ada tanda-tanda orang-orang
Tujuh Mata Dewa sudah dihalau pergi dari kerajaan tempat kelahiran Pendekar
Rajawali Sakti.
Sedangkan Siluman Muka Kodok sendiri tidak lagi terdengar namanya.
Seakan-akan, orang yang berwajah mirip kodok itu sudah pergi jauh entah ke
mana. Dan Rangga yang masih tetap berada di istana, juga sudah mulai jemu.
Tapi, istana tidak bisa ditinggalkan dalam keadaan seperti ini. Bagaimanapun
juga, persoalan ini harus bisa diselesaikan secepat-cepatnya. Pendekar
Rajawali Sakti tentu saja tidak ingin istananya jadi tempat pengungsian yang
berlarut-larut.
Pagi ini, udara di atas bumi Karang Setra kelihatan cerah sekali. Langit
tampak bening, tanpa awan sedikit pun menggantung di langit. Dan matahari
bersinar penuh, memancarkan cahayanya yang hangat. Dan sepagi itu Rangga sudah
berada di depan kandang kuda. Dielus-elusnya leher kuda hitam Dewa Bayu.
Sedikit matanya melirik saat telinganya mendengar langkah kaki menghampiri.
Tampak Pandan Wangi, Danupaksi, dan Cempaka datang menghampiri Pendekar
Rajawali Sakti.
"Kau jadi pergi, Kakang?" tanya Danupaksi begitu dekat dengan Pendekar
Rajawali Sakti.
"Tentu! Aku harus bisa mengenyahkan mereka dari negeri ini," tegas Rangga,
walaupun suaranya terdengar agak mendesah.
"Sebaiknya, bawalah sejumlah prajurit, Kakang," saran Cempaka bernada
khawatir.
Rangga hanya menggelengkan kepala saja. Dan bibirnya juga terlihat
menyunggingkan senyuman. Sebentar ditatapnya Cempaka, lalu berpindah pada
Danupaksi. Dan terakhir, dipandangnya Pandan Wangi yang berdiri di sebelah
kiri Cempaka. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti menarik napas, lalu
menghembuskannya kuat-kuat. Disadari kalau persoalan yang sedang dihadapi
sekarang ini terasa sangat berat. Dan semua ini harus segera diselesaikan.
Sementara, penduduk yang mengungsi ke dalam benteng istana ini sudah mulai
terserang kejemuan. Dan tentu saja itu bisa menimbulkan persoalan baru kalau
orang-orang Tujuh Mata Dewa tidak segera dienyahkan. Tapi yang paling penting,
adalah Siluman Muka Kodok itu. Mengingat orang berwajah mirip kodok itu,
geraham Rangga jadi bergemeletuk. Kedua tangannya terkepal erat, hingga
urat-uratnya yang membiru terlihat bersembulan keluar, bagai hendak merobek
kulit yang berkeringat dan berkilat.
"Kau tidak apa-apa, Kakang...?" tegur Pandan Wangi agak cemas nada suaranya,
melihat raut wajah Pendekar Rajawali Sakti menegang.
"Tidak.... Aku tidak apa-apa," sahut Rangga sambil mencoba memberi senyum.
Tanpa bicara lagi, Pendekar Rajawali Sakti melompat naik ke punggung Dewa
Bayu. Sebentar diamatinya wajah Pandan Wangi dan kedua adik tirinya. Kemudian
dihentakkannya tali kekang kudanya sedikit. Maka, kuda hitam bernama Dewa Bayu
itu mulai melangkah perlahan-lahan, menuju pintu rahasia yang terletak di
bagian belakang istana ini.
Sementara itu, dua orang prajurit bersenjata tombak dan pedang yang menjaga
pintu rahasia bergegas membuka pintu, begitu melihat Rangga akan melewati
bersama kuda hitamnya. Pendekar Rajawali Sakti hanya menganggukkan kepala
sedikit saat kedua prajurit membungkuk, memberi hormat. Tali kekang kudanya
terus saja dihentakkan, agar Dewa Bayu terus berjalan perlahan-lahan.
Pintu rahasia di bagian belakang istana itu kembali tertutup rapat, setelah
Rangga melewatinya. Dan Pendekar Rajawali Sakti terus menjalankan kudanya
perlahan-lahan. Sesekali kepalanya bergerak ke kanan dan ke kiri, mengamati
keadaan sekitarnya yang begitu sunyi tanpa terlihat seorang pun.
"Hiyaaa! Hiyaaa...!"
Dewa Bayu meringkik keras begitu Rangga menghentakkan tali kekangnya
kuat-kuat, sambil berteriak keras beberapa kali. Kemudian, kuda hitam bertubuh
tegap itu melesat cepat bagaikan kilat, membuat debu membumbung tinggi ke
angkasa. Begitu cepatnya kuda itu berpacu, sehingga dalam waktu sebentar saja
sudah tidak terlihat lagi bentuk tubuhnya. Hanya kepulan debu saja yang
terlihat membubung tinggi ke angkasa.
Sementara itu, Pandan Wangi, Danupaksi, dan Cempaka masih tetap berdiri diam
di depan kandang kuda istana yang terletak tidak jauh dari pintu rahasia.
Mereka seperti tengah bermimpi, membiarkan Pendekar Rajawali Sakti pergi
seorang diri menghadapi Siluman Muka Kodok dan Tujuh Mata Dewa yang begitu
banyak pengikutnya.
"Aku khawatir akan terjadi sesuatu pada diri Kakang Rangga...," desah Cempaka.
Jelas sekali, nada suaranya mengandung kecemasan yang tidak bisa ditutupi.
"Seharusnya, kita bisa mencegahnya. Paling tidak, harus ada yang
mendampinginya," sahut Danupaksi, juga terdengar pelan suaranya.
"Sulit," sahut Pandan Wangi. "Kakang Rangga berwatak keras. Apa yang menjadi
keputusannya, pasti sudah dipikirkan matang-matang. Aku yakin, Kakang Rangga
bisa mengatasi mereka semua."
"Kelihatannya kau begitu yakin, Kak Pandan...," ujar Cempaka seraya menatap si
Kipas Maut dalam-dalam.
"Aku sudah bersama-sama sebelum bertemu kalian. Dan aku tahu betul wataknya.
Aku tidak pernah menyangsikan kemampuan Kakang Rangga sedikit pun juga. Dan
yang pasti, mereka semua bisa diatasi," sahut Pandan Wangi kalem.
Memang di antara mereka bertiga, hanya Pandan Wangi saja yang kelihatan begitu
tenang. Sedikit pun tidak tersirat kecemasan pada raut wajahnya. Seakan-akan
dia begitu yakin kalau Rangga pasti bisa menghadapi Siluman Muka Kodok dan
Tujuh Mata Dewa serta para pengikutnya yang berjumlah sangat besar. Meskipun
sudah dua kali Rangga bertemu, dan sudah dua kali pula Siluman Muka Kodok itu
berhasil lolos, tapi bukan berarti Rangga tidak bisa menandingi kepandaiannya.
Dan Pandan Wangi begitu yakin kalau Pendekar Rajawali Sakti sudah memiliki
satu rencana untuk mengenyahkan mereka semua dari Kerajaan Karang Setra.
"Bagaimana, Kakang...?" tanya Cempaka menatap Danupaksi.
"Aku percaya, kalau Kak Pandan sudah berkata demikian," sahut Danupaksi.
Pandan Wangi tersenyum. Sedangkan Cempaka mengangkat bahunya sedikit. Mereka
memang tidak pernah menyangsikan kemampuan Pendekar Rajawali Sakti dalam
menghadapi lawan yang bagaimanapun tangguhnya. Namun, tetap saja di hati
mereka masih terselip rasa khawatir. Dan semua kecemasan itu bisa terusir oleh
kepercayaan yang sangat besar dan men-dalam pada diri Pendekar Rajawali Sakti.
***
ENAM
Sementara itu, Pendekar Rajawali Sakti yang menunggang Dewa Bayu sudah sampai
di kaki Gunung Lanjaran. Dugaannya, di kaki gunung inilah pusat dari semua
peristiwa yang terjadi di Karang Setra. Pertama kali gerombolan Tujuh Mata
Dewa terlihat memang di kaki Gunung Lanjaran ini. Tapi waktu itu, Pendekar
Rajawali Sakti memang belum tahu kalau mereka adalah para gerombolan Tujuh
Mata Dewa.
"Hup!"
Begitu ringan gerakan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga tidak menimbulkan
suara sedikit pun ketika melompat turun dari punggung kudanya. Sebentar
pandangannya beredar ke sekeliling. Namun, sedikit pun tak terlihat adanya
tanda kehidupan. Bahkan sepertinya tidak terdengar suara binatang. Seakan-akan
semua kehidupan yang ada di sekitar kaki Gunung Lanjaran ini sudah musnah.
Begitu sunyi, hingga desir angin yang sangat halus terdengar jelas mengusik
telinga.
"Hm...." Sambil menggumam perlahan, kaki Pendekar Rajawali Sakti terayun
pelan-pelan meninggalkan kudanya. Mata dan pendengarannya terus dipasang
tajam-tajam. Tapi, belum juga didapatkan satu suara sedikit pun juga. Bahkan
keadaan didalam hutan kaki Gunung Lanjaran ini begitu sunyi. Rangga terus
berjalan perlahan-lahan, dan mulai mendaki lereng gunung yang sunyi ini.
Sementara, Dewa Bayu tetap menunggu di kaki gunung. Seperti tidak peduli pada
keadaan sekitarnya, kuda hitam itu menikmati rerumputan segar yang banyak
tumbuh di sekitarnya. Ayunan kaki Pendekar Rajawali Sakti baru berhenti,
setelah sampai di lereng gunung yang berbatu. Sebentar kepalanya mendongak ke
atas. Seketika bibirnya terlihat menyunggingkan senyum saat melihat seekor
burung rajawali berbulu putih keperakan melayang-layang berputar di atas
kepalanya. Begitu tinggi burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu
terbang, sehingga bagaikan terlihat seperti seekor merpati biasa. Dan baru
saja Rangga menurunkan kepalanya kembali, mendadak saja....
Srak!
"Hap...!" Cepat Rangga melompat ke belakang, begitu tiba-tiba muncul dua orang
berpakaian serba hitam yang telah menghunus pedang. Tanpa bicara lagi, kedua
orang berpakaian serba hitam yang seluruh wajah dan kepalanya terselubung kain
hitam itu, langsung saja menyerang Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup! Hiyaaa...!"
Namun, cepat sekali Rangga melesat sambil mengibaskan kedua tangannya yang
terentang lebar ke samping. Begitu cepat gerakannya sehingga sulit sekali
diikuti pandangan mata biasa. Dan belum juga kedua orang berpakaian serba
hitam itu bisa berbuat lebih banyak lagi, tahu-tahu sudah terdengar jeritan
panjang yang sangat menyayat dan saling sambung.
Tepat di saat kaki Pendekar Rajawali Sakti menjejak tanah, kedua orang
berpakaian serba hitam itu sudah ambruk menggelepar dengan dada robek
mengucurkan darah. Sedikit pun tak ada gerakan lagi. Kedua orang berpakaian
serba hitam itu langsung tewas seketika. Memang sangat dahsyat gerakan dari
jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Gerakannya pun terlalu sulit dilihat
mata biasa. Dan bagi mereka yang memiliki kepandaian tanggung, rasanya tidak
akan mampu bisa berbuat banyak.
Sementara, Rangga hanya melirik sedikit pada dua orang penyerangnya ini.
Kemudian kembali kakinya terayun mendaki lereng Gunung Lanjaran ini. Rangga
terus melangkah mantap dan sangat tenang. Pandangan matanya tertuju lurus tak
berkedip ke depan. Sedangkan telinganya tetap dipasang tajam-tajam,
mempergunakan ilmu 'Pembeda Gerak dan Suara'. Hingga suara yang kecil
sekalipun dapat ditangkap jelas.
"Hup!" Baru saja Rangga berjalan beberapa langkah, kembali sudah harus melesat
ke atas. Karena tiba-tiba saja, dari arah depan meluncur sebatang tombak
berwarna hitam pekat. Tombak itu meluncur deras, lewat di bawah telapak kaki
pemuda yang selalu berbaju rompi putih ini. Beberapa kali Rangga berputaran di
udara. Dan dengan gerakan manis sekali, kembali kakinya dijejakkan di tanah
berumput tebal ini. Begitu sempurna ilmu meringankan tubuhnya, sehingga
sedikit pun tidak menimbulkan suara saat mendarat di tanah.
"Hhh...!" Namun baru saja Pendekar Rajawali Sakti menghembuskan napas panjang,
dari arah depannya sudah berlompatan sekitar delapan orang berpakaian serba
hitam. Dan mereka semua menggenggam senjata pedang, masing-masing di tangan
kanan. Seketika itu juga pemuda tampan berbaju rompi putih ini sudah terkepung
oleh delapan orang dengan pedang terhunus. Rupanya, orang-orang Tujuh Mata
Dewa semuanya menggunakan senjata pedang. Namun, Pendekar Rajawali Sakti tidak
menghiraukan sama sekali, kendati pedang-pedang mereka yang berkilatan tajam
sudah tersilang di depan dada. Hanya dengan sorot mata tajam, diamatinya
setiap gerakan kaki kedelapan orang pengepungnya.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Hup! Hiyaaa...!"
Begitu kedelapan orang ini berlompatan menyerang, dengan cepat sekali Pendekar
Rajawali Sakti melenting ke udara. Dan kedua tangannya langsung dikembangkan
ke samping, mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.
"Hiyaaat..!"
Bet!
Wuk!
"Akh!"
"Aaakh...!"
Dua kali Rangga mengebutkan tangannya. Maka seketika itu juga terdengar
jeritan panjang, disusul ambruknya dua orang penyerang berbaju serba hitam itu
dengan dada terbelah lebar mengeluarkan darah.
"Hap! Yeaaah...!"
Sedikit pun Rangga tidak berhenti. Tubuhnya langsung kembali melompat, begitu
kakinya menjejak tanah. Dan seketika itu juga, dilepaskannya satu pukulan
dahsyat menggeledek menggunakan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' yang
terarah pada seorang penyerang terdepan. Begitu cepat serangannya, sehingga
orang berbaju serba hitam itu tidak sempat berkelit lagi. Maka, pukulan yang
dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti itu tepat dan telak menghantam dadanya.
Desss!
"Aaakh...!"
Seketika, orang itu terpental jauh ke belakang sambil menjerit melengking.
Sebatang pohon yang terlanda tubuhnya, seketika tumbang. Kemudian orang
berbaju serba hitam itu ambruk di tanah. Hanya sedikit saja dia mampu
menggeliat, lalu diam tidak bergerak-gerak lagi. Dadanya tampak remuk melesak
ke dalam.
"Hih!" Rangga cepat berbalik, membuat dua orang yang hendak membokongnya dari
belakang langsung berhenti melangkah. Kini tinggal lima orang lagi yang
mengepung. Dan tampaknya, mereka mulai diliputi kegentaran menghadapi Pendekar
Rajawali Sakti yang gerakannya begitu cepat. Sehingga dalam dua kali gebrakan
saja, tiga orang sudah menggeletak jadi mayat.
Dan Rangga kali ini memang sudah tidak tanggung-tanggung lagi. Kemarahannya
sudah memuncak, melihat keadaan tanah kelahirannya jadi seperti neraka.
Akibatnya, seluruh rakyatnya tidak ada lagi yang berani keluar dari dalam
lingkungan benteng istana. Dan memang, baru kali ini Karang Setra mendapat
serangan dari luar. Hal itu membuat kemarahan Pendekar Rajawali Sakti jadi
memuncak.
"Ayo, maju kalian semua, Keparat..!" bentak Rangga geram.
Tapi, tak ada seorang pun dari mereka yang berani mendekat. Dan kelima orang
itu hanya bisa mengepung sambil bergerak. Berputar, seperti tengah mencari
kelemahan Pendekar Rajawali Sakti. Pedang mereka semua melintang di depan
dada. Matahari yang bersinar penuh siang ini, membuat pedang-pedang kelima
orang berpakaian serba hitam itu berkilatan menunjukkan ketajamannya. Namun,
sedikit pun tidak membuat Rangga gentar.
"Mundur kalian semua...!"
Tiba-tiba terdengar bentakan yang sangat keras dan menggelegar. Dan begitu
kelima orang berpakaian serba hitam itu berlompatan mundur, dari balik semak
belukar bermunculan tujuh orang yang juga berbaju warna hitam pekat yang cukup
ketat.
"Hm...," Rangga menggumam sedikit. Pendekar Rajawali Sakti pernah melihat
tujuh orang laki-laki berpakaian serba hitam ini, ketika belum bisa masuk ke
dalam Istana Karang Setra. Dan dari keterangan Danupaksi, Pendekar Rajawali
Sakti tahu kalau ketujuh orang inilah yang dijuluki Tujuh Mata Dewa. Meskipun
sama-sama mengenakan baju warna hitam, tapi ketujuh orang ini tidak mengenakan
tutup kepala. Sehingga, wajah mereka bisa terlihat jelas. Mereka rata-rata
sudah mencapai usia separuh baya. Dan di pinggang masing-masing, tergantung
sebilah pedang berukuran cukup panjang, lebih panjang dari pedang biasa.
"Kaliankah yang dijuluki Tujuh Mata Dewa?" tanya Rangga dengan nada suara yang
sangat dingin.
"Benar. Kami adalah Tujuh Mata Dewa," sahut salah seorang yang berdiri paling
kanan.
"Dan aku adalah si Mata Dewa Kesatu."
"Hm...," lagi-lagi Rangga hanya menggumam perlahan. Pendekar Rajawali Sakti
langsung bisa menebak, kalau keenam orang lainnya tentu disebut menurut
urutannya. Dan mungkin saja urutan itu digunakan dari perbedaan usia, atau
dari tingkatan kepandaian. Tapi yang jelas, mereka menggunakan nama Tujuh Mata
Dewa.
"Kau siapa, Anak Muda?" tanya si Mata Dewa Keenam.
"Namaku Rangga," sahut Rangga tegas.
Tujuh Mata Dewa mengamati Pendekar Rajawali Sakti dalam-dalam, dari ujung
kepala hingga ke ujung kaki. Sedangkan yang diamati tetap berdiri tenang,
namun tidak mengurangi kewaspadaannya. Dan pada saat pandangannya diedarkan ke
sekeliling, hatinya jadi terkesiap. Sungguh tidak diketahuinya kalau di
sekelilingnya sekarang sudah dikepung oleh puluhan orang berpakaian serba
hitam yang seluruhnya mengenakan tutup kepala dan wajah dari kain hitam.
Hanya bagian mata dan mulut saja yang terlihat. Bahkan mereka semua sudah
menghunus pedang di tangan kanan masing-masing. Rangga mendongakkan kepala
sedikit ke atas. Di angkasa masih terlihat burung rajawali raksasa yang saat
ini kelihatan kecil, seperti burung biasa. Memang, Rajawali Putih terbang
begitu tinggi, hingga berada di atas awan. Pandangan Pendekar Rajawali Sakti
kembali tertuju pada tujuh orang berpakaian serba hitam yang dijuluki Tujuh
Mata Dewa.
"Anak muda! Kaukah yang dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti?" tanya si
Mata Dewa Kelima.
Rangga tidak menjawab, tapi malah tersenyum saja. Sementara sorot matanya
tertuju langsung ke arah si Mata Dewa Kelima yang menatapnya dengan sinar mata
tajam sekali.
"Kau pasti Raja Karang Setra," kata si Mata Dewa Kelima lagi. Kali ini nada
suaranya terdengar sangat dingin. Dan jelas suara itu dikeluarkannya agak
ditahan.
Sedangkan Rangga tetap tersenyum, seperti tidak menghiraukan kata-kata si Mata
Dewa Kelima barusan.
Sret! Wuk!
Seketika itu juga, Tujuh Mata Dewa mencabut pedang masing-masing. Gerakan yang
dilakukan begitu indah dan bersamaan waktunya. Seakan-akan, ada yang memberi
perintah sebelumnya. Dan mereka juga secara bersamaan mengebutkan pedang
hingga menyilang di depan dada.
Sementara, Rangga tetap berdiri tenang dengan senyum masih tersungging di
bibir. Sebenarnya, dalam hati Rangga memuji keindahan gerakan Tujuh Mata Dewa
dalam mencabut senjata tadi.
"Kau tulang punggung Kerajaan Karang Setra. Maka, kau harus mati sekarang
juga, Pendekar Rajawali Sakti!" desis si Mata Dewa Kesatu.
"Kedatanganku ke sini memang ingin bertemu kalian semua. Dan perlu diketahui,
tidak akan mudah kalian bisa menguasai Karang Setra," balas Rangga dengan
suara tidak kalah dingin.
"Ha ha ha...!"
Tujuh orang berpakaian hitam yang dijuluki Tujuh Mata Dewa itu tertawa
terbahak-bahak mendengar kata-kata Rangga yang begitu tenang tadi. Sedangkan
Rangga hanya diam saja dengan sikap sangat tenang. Sedikit kepalanya mendongak
ke atas. Sedangkan bibirnya terus menyunggingkan senyum saat melihat Rajawali
Putih masih melayang-layang berputaran di atas kepalanya. Burung rajawali itu
memang tidak ingin meninggalkan Rangga dalam menghadapi Tujuh Mata Dewa dan
para pengikutnya yang berjumlah sangat besar ini.
"Seraaang...!"
"Bunuh dia!"
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Hup! Hiyaaa...!"
Cepat sekali Rangga melenting ke udara, begitu si Mata Dewa Ketujuh dan si
Mata Dewa Keenam memberi perintah dengan suara lantang menggelegar. Saat itu
juga, para pengikut ketujuh orang itu langsung berlompatan sambil
berteriak-teriak dan mengangkat pedang tinggi-tinggi ke atas kepala. Mereka
langsung meluruk, merangsek Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiyaaat..!"
Menghadapi keroyokan yang begitu banyak, Pendekar Rajawali Sakti tidak mau
main-main lagi. Terlebih lagi, hatinya memang sudah begitu geram melihat
mereka yang mengacau ketenangan Kotaraja Karang Setra. Begitu kakinya menjejak
tanah, cepat sekali kedua telapak tangannya dirapatkan di depan dada. Dan
sambil cepat memutar kaki, kedua tangannya dihentakkan hingga melebar ke
samping sambil berseru lantang menggelegar.
"Aji Bayu Bajra. Yeaaah...!"
Wusss...!
Seketika itu juga, dan kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti keluar
hembusan angin yang sangat keras. Begitu keras hembusannya, sehingga
menimbulkan suara menderu bagai terjadi badai yang sangat dahsyat. Dan mereka
yang sudah berlompatan menyerang, seketika berpentalan terhempas angin badai
yang diciptakan Pendekar Rajawali Sakti. Jeritan-jeritan panjang melengking
tinggi, seketika terdengar saling susul. Tubuh-tubuh beterbangan bagai
daun-daun kering tertiup angin. Begitu dahsyatnya aji 'Bayu Bajra' yang
dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti, sampai-sampai banyak pepohonan
bertumbangan, dan batu-batu berhamburan bagai segumpal kapas tertiup angin.
Sementara, Tujuh Mata Dewa segera mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya untuk
menahan gempuran aji 'Bayu Bajra' yang dikeluarkan Pendekar Rajawali Sakti.
Namun, sedikit demi sedikit kaki mereka mulai terdorong ke belakang. Dan para
pengikutnya yang hanya memiliki kepandaian rendah, tidak ada yang sanggup
menghadapi gempuran angin badai topan ini.
"Hap!"
Begitu Rangga merapatkan kembali kedua telapak tangan di depan dada, seketika
itu juga angin badai yang terjadi karena ciptaannya berhenti. Deru angin badai
pun tidak terdengar lagi. Tapi, sudah tidak ada seorang pun pengikut Tujuh
Mata Dewa yang terlihat berdiri.
"Hhh...!" Panjang sekali Rangga menghembuskan napasnya, begitu pandangannya
beredar ke sekeliling. Hutan di lereng Gunung Lanjaran yang semula terlihat
indah, Kini sudah porak-poranda bagai diamuk ribuan ekor gajah. Tidak
terhitung lagi, berapa banyak pepohonan yang tumbang tercabut sampai ke
akar-akarnya. Dan mayat-mayat terlihat bergelimpangan di mana-mana. Tidak
sedikit mayat yang tertindih pohon maupun bebatuan. Juga, tidak sedikit pun
yang tubuhnya tertancap kayu, atau kepalanya pecah terbentur batu.
Pandangan Pendekar Rajawali Sakti kemudian tertuju pada tujuh orang berpakaian
serba hitam yang dikenal sebagai Tujuh Mata Dewa. Mereka juga seakan-akan
masih terpana melihat kedahsyatan ilmu kesaktian yang diperlihatkan Pendekar
Rajawali Sakti. Begitu banyak jumlah pengikutnya tadi, tapi sekarang tak ada
seorang pun yang terlihat lagi. Mereka semua musnah hanya dengan satu
pengerahan ilmu saja.
Perlahan Rangga mengayunkan kakinya, menghampiri Tujuh Mata Dewa yang masih
terpana. Dan ayunan kaki pemuda berbaju rompi putih ini berhenti setelah
jaraknya tinggal sekitar satu batang tombak lagi. Jelas terlihat pada sorot
mata, kalau Pendekar Rajawali Sakti mengagumi ilmu tenaga dalam yang dimiliki
tujuh orang yang dijuluki Tujuh Mata Dewa dalam menghadapi aji 'Bayu Bajra'
tadi. Meskipun tempatnya berdiri tergeser sampai sejauh tiga batang tombak,
namun itu sudah menjadi pegangan.
"Sebenarnya bukan kalian yang menjadi sasaranku, Kisanak. Tapi perbuatan
kalian pada rakyat Karang Setra sudah memancing kemarahanku," kata Rangga
dengan suara ter-dengar dingin sekali.
"Kau sudah menghancurkan seluruh pengikut kami, Pendekar Rajawali Sakti. Kau
harus membayar semua nyawa mereka!" dengus si Mata Dewa Kesatu, geram.
"Kalau kau tidak memerintahkan mereka menyerang, tidak bakalan aku bertindak,
Kisanak," sahut Rangga membela diri.
"Setan! Kau harus membayar nyawa mereka! Hiyaaat..!"
Si Mata Dewa Kesatu rupanya tidak bisa lagi menahan kemarahan melihat
orang-orangnya sudah musnah terkena aji kesaktian yang dikerahkan Pendekar
Rajawali Sakti tadi. Dengan kecepatan bagai kilat, dia melompat menyerang.
Langsung pedangnya dikebutkan, tepat terarah ke leher pemuda yang selalu
mengenakan baju rompi putih ini.
Wuk!
"Hait..!"
Namun dengan hanya sedikit mengegoskan kepala saja, tebasan pedang si Mata
Dewa Kesatu berhasil dielakkan Rangga dengan manis sekali. Tapi, si Mata Dewa
Kesatu tidak berhenti sampai di situ saja. Begitu pedangnya tidak mengenai
sasaran, cepat sekali pedangnya di-putar berbalik, dan langsung dibabatkan ke
arah perut.
"Ups...!" Cepat Rangga menarik perutnya ke belakang, hingga tubuhnya agak
terbungkuk. Dan ujung pedang si Mata Dewa Kesatu lewat sedikit saja di depan
perut Pendekar Rajawali Sakti. Cepat-cepat Rangga menarik kakinya ke belakang
tiga langkah, dan langsung menarik tubuhnya agar tegak kembali.
Namun pada saat itu, si Mata Dewa Kesatu sudah melepaskan satu tendangan keras
menggeledek yang begitu cepat. Sehingga membuat Pendekar Rajawali Sakti jadi
terbeliak sesaat.
"Hap!" Tidak ada lagi kesempatan bagi Rangga untuk menghindari tendangan itu.
Maka terpaksa tangan kanannya diayunkan, menangkis tendangan yang sudah
melayang mengarah cepat ke kepalanya. Hingga tak pelak lagi, bagian ujung kaki
si Mata Dewa Kesatu berbenturan keras dengan tangan Pendekar Rajawali Sakti
yang mengandung pengerahan kekuatan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat
kesempurnaan. Terdengar benturan keras ketika ujung kaki si Mata Dewa Kesatu
berbenturan dengan tangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Plak!
"Akh...!"
Si Mata Dewa Kesatu cepat melompat ke belakang sambil memekik keras agak
tertahan. Namun tubuhnya jadi terhuyung begitu menjejakkan kakinya di tanah.
Hampir saja dia jatuh menggelimpang, kalau saja si Mata Dewa Keempat tidak
segera menangkapnya.
"Ukh...!" Si Mata Dewa Kesatu jadi mengeluh pendek. Dirasakan kalau tulang
kakinya saat itu pasti remuk, akibat berbenturan dengan tangan Pendekar
Rajawali Sakti. Sedangkan Rangga terlihat berdiri tegak dengan kedua tangan
terlipat di depan dada. Saat itu, Mata Dewa Keenam dan Mata Dewa Kelima sudah
melompat maju dengan pedang tersilang di depan dada. Sorot mata mereka begitu
tajam, tertuju langsung ke wajah tampan Rangga.
"Kubunuh kau, Bocah! Hiyaaat...!" “Yeaaah...!"
***
TUJUH
Cepat sekali dua orang dari Tujuh Mata Dewa itu melompat menyerang Pendekar
Rajawali Sakti. Namun begitu pedang mereka berkelebat, tanpa dapat dilihat
oleh mata biasa, tahu-tahu pemuda tampan yang selalu mengenakan baju rompi
putih itu sudah melesat tinggi ke angkasa. Dan hal ini membuat dua orang
berpakaian serba hitam itu jadi kebingungan, karena Rangga tahu-tahu sudah
berada di atas sebongkah batu sebesar kerbau.
"Keparat..!" geram si Mata Dewa Keenam sengit. "Hiyaaat..!"
Si Mata Dewa Kelima sudah langsung melompat lagi mengejar Pendekar Rajawali
Sakti. Sambil mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalam, pedangnya dibabatkan
ke arah kaki. Tapi begitu mata pedang hampir saja membabat kaki, dengan
kecepatan bagai kilat Rangga melompat ke atas. Dan pada saat itu juga, kaki
kanannya dihentakkan. Langsung diberikannya satu tendangan keras menggeledek
yang disertai pengerahan tenaga dalam.
"Yeaaah...!"
Begitu cepat sekali tendangan yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti,
sehingga membuat si Mata Dewa Kelima tidak sempat lagi menghindar. Terlebih
lagi, saat itu tengah melakukan serangan. Hingga....
Plak!
"Akh...!"
Laki-laki berusia separuh baya berbaju warna hitam pekat agak ketat itu
berteriak keras, begitu wajahnya terkena tendangan menggeledek yang mengandung
pengerahan tenaga dalam sempurna dari Pendekar Rajawali Sakti. Begitu keras
tendangan itu, sampai membuat si Mata Dewa Kelima terpental ke belakang sejauh
tiga batang tombak.
Bruk!
Keras sekali tubuh si Mata Dewa Kelima terbanting ke tanah, dan bergulingan
beberapa kali. Tubuhnya menggeliat sambil menutupi wajah dengan kedua
tangannya. Tampak darah merembes keluar dari sela-sela jari tangannya. Tapi,
tidak berapa lama kemudian seluruh tubuh si Mata Dewa Kelima sudah mengejang
kaku dan diam tak bergerak-gerak lagi, begitu kedua tangannya terentang ke
samping. Tampak seluruh wajahnya sudah hancur berlumur darah, akibat mendapat
tendangan sangat keras dari Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara, Rangga sudah berdiri tegak di tanah dengan kedua tangan terlipat di
depan dada. Kematian si Mata Dewa Kelima, tentu saja membuat enam orang
lainnya jadi geram. Terlebih lagi, si Mata Dewa Kesatu yang tadi sempat
merasakan tingginya tenaga dalam yang dimiliki Pendekar Rajawali Sakti.
Meskipun kakinya masih terasa sakit, dia langsung saja melompat sambil
membabatkan pedangnya beberapa kali, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Hiyaaa...!"
Bet!
Wuk!
"Hup! Yeaaah...!"
Namun tebasan-tebasan pedang itu manis sekali dapat dielakkan Pendekar
Rajawali Sakti dengan meliuk-liukkan tubuh sambil berlompatan beberapa kali.
Dan melihat si Mata Dewa Kesatu sudah kembali menyerang, lima orang lainnya
yang semuanya mengenakan baju warna hitam pekat langsung saja ikut berlompatan
mengeroyok pemuda berbaju rompi putih ini.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Bet!
Wuk!
Pedang-pedang yang berkilat tajam berkelebatan begitu cepat di sekeliling
tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Begitu cepatnya serangan-serangan yang
dilakukan Tujuh Mata Dewa yang kini jumlahnya tinggal enam orang, sehingga
membuat Pendekar Rajawali Sakti terpaksa harus berjumpalitan.
Serangan-serangan yang datang begitu cepat dan gencar ini, tidak memberi
kesempatan sedikit pun pada Pendekar Rajawali Sakti untuk menyerang.
Bahkan untuk mencabut pedang saja sama sekali tidak ada kesempatan. Dan ini
membuat pemuda itu terpaksa harus berjumpalitan menghindar. Beberapa kali
tebasan pedang Tujuh Mata Dewa hampir menyambar tubuhnya, tapi masih bisa
dihindari dengan gerakan tubuh manis sekali.
Di saat mendapat serangan yang begitu gencar, Rangga sempat melihat ke atas
begitu merasakan adanya bayangan melewati tubuhnya. Tampak Rajawali Putih
sudah lebih dekat lagi, hingga tubuhnya yang besar bagai bukit bisa terlihat
jelas. Dan tanpa diminta lagi, burung raksasa itu langsung menukik begitu
melihat Rangga mulai agak kewalahan menghadapi serangan lawan-lawannya.
"Khraaagkh...!"
Suara Rajawali Putih yang sangat keras memekakkan telinga itu membuat enam
orang berpakaian serba hitam yang tengah mengeroyok Pendekar Rajawali Sakti
jadi terkejut setengah mati. Begitu terkejutnya, sampai sampai mereka
terlompat ke belakang beberapa langkah.
Sementara, Rangga langsung mendongakkan kepala ke atas. Dan bibirnya langsung
tersenyum begitu melihat Rajawali Putih berada tidak jauh di atas kepalanya.
Sementara, Tujuh Mata Dewa yang kini tinggal enam orang lagi jadi terlongong.
Mulut mereka ternganga dan mata tidak berkedip memandang burung rajawali
raksasa berbulu putih keperakan di atas kepala pemuda berbaju rompi putih ini.
"Kau datang tepat pada waktunya, Rajawali," ujar Rangga senang.
"Khraaagkh...!"
Rajawali Putih menjulurkan kepala ke arah enam orang berpakaian serba hitam.
Sementara, Rangga melangkah menghampiri mereka. Kedua tangannya terlipat di
depan dada, setelah berhenti dalam jarak sekitar empat langkah lagi di depan
Tujuh Mata Dewa yang kini tinggal enam orang lagi.
"Aku akan mengampuni, kalau kalian bisa menunjukkan di mana Siluman Muka Kodok
sekarang berada," desis Rangga dingin.
Enam orang yang dijuluki Tujuh Mata Dewa itu tidak langsung menjawab. Mereka
saling berpandangan satu sama lain, kemudian sama-sama mengarahkan pandangan
pada Rajawali Putih yang masih melayang tidak jauh dari tanah. Sayapnya yang
lebar, terus bergerak mengepak. Sehingga, menimbulkan hempasan angin kencang
menderu bagai badai. Seumur hidup, belum pernah mereka melihat seekor burung
raksasa sebesar ini. Bahkan kelihatan sangat jinak pada Rangga, sehingga
membuat hati mereka langsung bergetar. Saat ini, mereka seakan-akan berhadapan
dengan dewa yang turun dari kahyangan dan menjelma menjadi manusia. Tidak akan
mungkin mereka bisa melawan dewa, meski memakai julukan dewa sekalipun.
"Katakan, dimana Siluman Muka Kodok berada...?" desis Rangga bertanya lagi,
dengan suara dibuat sangat dingin.
"Untuk apa kau tanyakan dia?" si Mata Dewa Kesatu malah balik bertanya.
Suaranya terdengar agak bergetar. Dan matanya sedikit melirik pada Rajawali
Putih yang kini sudah mendarat, mendekam tidak jauh di belakang Rangga. Agak
bergetar juga hatinya saat pandangannya bertemu sorot mata burung rajawali
raksasa itu. Maka cepat-cepat pandangannya dialihkan pada Rangga.
"Aku punya urusan dengannya," tegas Rangga.
Kembali Tujuh Mata Dewa yang kini tinggal enam orang itu saling berpandangan.
"Dengar! Kalian boleh meninggalkan tempat ini. Keselamatan kalian kujamin,
jika mau menunjukkan tempat persembunyian Siluman Muka Kodok," kata Rangga
lebih menekan.
"Kau tidak akan bisa menandingi kesaktiannya, Pendekar Rajawali Sakti," ujar
si Mata Dewa Ketujuh.
Rangga hanya tersenyum saja mendengar kata-kata itu. Matanya melirik sedikit
ke belakang pada Rajawali Putih. Dan burung rajawali raksasa itu mengkirik
perlahan, sambil menyorongkan kepalanya ke depan sampai melewati bahu kanan
Rangga. Dan pemuda tampan yang selalu mengenakan baju rompi putih itu segera
memeluk kepala burung ini sambil memperhatikan enam orang di depannya. Mereka
jadi terlongong bengong melihat burung rajawali raksasa yang kelihatan
menyeramkan itu sangat manja pada pemuda ini.
"Mungkin saja aku tidak bisa menandingi kesaktiannya. Tapi rajawaliku ini
tidak ada tandingannya. Dan kalau aku menghendaki, kalian bisa dibuat bubur
olehnya," kata Rangga sedikit mengancam.
Jelas sekali, terlihat enam orang berbaju serba hitam itu jadi bergidik
mendengar ancaman Pendekar Rajawali Sakti barusan. Melihat bentuk tubuhnya
saja, burung rajawali raksasa itu sudah mengerikan sekali. Apalagi kalau
sampai bertindak. Sulit dibayangkan, kalau sampai terkena sabetan sayapnya
yang besar itu. Keenam orang yang berjuluk Tujuh Mata Dewa itu menarik kaki ke
belakang beberapa langkah. Tapi, Rangga terus mendekatinya, diikuti Rajawali
Putih. Hingga, jarak mereka tetap berada sekitar empat langkah saja.
"Apa yang akan kau lakukan pada Siluman Muka Kodok, Pendekar Rajawali Sakti?"
tanya si Mata Dewa Ketujuh ingin tahu.
"Itu urusanku," sahut Rangga tegas, seraya tersenyum.
"Baiklah, Pendekar Rajawali Sakti. Kami akan menunjukkan tempatnya. Tapi
dengan satu syarat..." kata si Mata Dewa Ketujuh, terdengar terputus suaranya.
"Katakan," sahut Rangga kalem.
"Izinkan kami melihat pertarunganmu dengannya. Dan kami tidak akan ikut campur
nanti," pinta si Mata Dewa Ketujuh, mengajukan syarat.
Tanpa berpikir lagi, Rangga menganggukkan kepalanya, menyetujui usul yang
diajukan si Mata Dewa Ketujuh, "Aku mengizinkan kalian. Tapi jika ada yang
main curang, Rajawali Putih akan mengambil tindakan. Dan aku tidak akan
bertanggung jawab kalau tubuh kalian hancur olehnya," kata Rangga memberi
ancaman lagi.
"Kami hanya ingin melihat pertarunganmu saja, Pendekar Rajawali Sakti," kata
si Mata Dewa Ketujuh menegaskan.
"Baik. Dan setelah itu, kalian semua harus meninggalkan Gunung Lanjaran ini.
Terserah akan pergi ke mana, asal aku tidak lagi mendengar nama kalian semua,"
tegas Rangga.
Tujuh Mata Dewa yang kini tinggal enam orang itu mengangguk berbarengan,
menyetujui permintaan Pendekar Rajawali Sakti. Memang, tidak ada pilihan lain
lagi bagi mereka. Dan tentunya, ancaman itu disetujui karena di belakang
pemuda itu ada seekor burung rajawali raksasa yang membuat hati langsung
bergetar.
"Hup!" Dengan gerakan ringan sekali, Rangga melompat naik ke punggung Rajawali
Putih. Perbuatan pemuda berbaju rompi putih itu tentu saja membuat keenam
orang yang dikenal berjuluk Tujuh Mata Dewa itu jadi terbeliak.
"Cepat kalian jalan!" seru Rangga.
Begitu menepuk leher Rajawali Putih tiga kali, burung raksasa itu langsung
melesat ke angkasa. Begitu cepatnya, hingga dalam sekejapan mata saja sudah
melambung tinggi sekali. Bahkan sampai tidak terlihat lagi. Sementara enam
orang berpakaian serba hitam itu bergegas meninggalkan tempat yang sudah
porak-poranda. Mereka terus bergerak cepat mendaki lereng gunung ini.
Sementara, Rangga terus memperhatikan dari angkasa.
***
Tujuh Mata Dewa yang tinggal enam orang itu baru berhenti setelah tiba di
puncak Gunung Lanjaran yang ternyata merupakan sebuah padang rumput yang cukup
luas dan berselimut kabut. Dan begitu mereka mendongakkan kepala ke atas,
Rajawali Putih tampak meluncur turun dengan kecepatan bagai kilat. Sebentar
saja, burung raksasa itu sudah mendarat tidak jauh dari enam orang yang
mengenakan baju serba hitam ini.
"Hup!" Rangga segera melompat turun dari punggung Rajawali Putih. Begitu
sempurna ilmu meringankan tubuhnya, sehingga tidak menimbulkan suara sedikit
pun saat kakinya menjejak tanah.
"Awasi aku dari atas, Rajawali," pinta Rangga sambil menepuk leher burung
rajawali raksasa itu.
"Khraaagkh...!" Wusss...!
Hanya sekali saja Rajawali Putih mengepakkan sayap, maka sudah terbang
melambung tinggi sampai menembus awan. Sementara, Rangga sudah melangkah
menghampiri enam orang berpakaian serba hitam yang terus memandangi Rajawali
Piitih di angkasa. Mereka baru memandang Rangga, setelah pemuda itu berada
sekitar lima langkah lagi di depan.
"Di mana tempat tinggalnya?" tanya Rangga langsung.
"Di balik batu itu," sahut si Mata Dewa Kesatu sambil menunjuk dua buah batu
besar yang bentuk dan ukurannya sama.
Rangga berpaling menatap batu yang ditunjukkan si Mata Dewa Kesatu, lalu
perlahan tubuhnya berbalik. Keningnya agak berkerut melihat batu yang berdiri
bagai sebuah pintu gerbang itu. Kemudian wajahnya berpaling lagi, dan menatap
enam orang berbaju serba hitam yang masih berada di belakangnya.
"Tadinya, itu tempat tinggal kami. Tapi, sekarang telah dikuasai Siluman Muka
Kodok," jelas si Mata Dewa Ketiga, tanpa diminta. “Terus terang, sebenarnya
kami juga tidak suka padanya. Tapi dia terlalu sakti, dan sulit dilawan. Kami
dibiarkan tetap hidup, asalkan selalu menyediakan makanannya," sambung si Mata
Dewa Kedua.
"Hm...," Rangga hanya menggumam saja. Pendekar Rajawali Sakti tahu, makanan
Siluman Muka Kodok adalah manusia. Dan kini juga baru diketahuinya kalau Tujuh
Mata Dewa dan orang-orangnya berada dalam cengkeraman Siluman Muka Kodok.
Tapi, memang gerombolan Tujuh Mata Dewa sudah terkenal kebiadabannya. Seluruh
daerah Gunung Lanjaran ini dikuasai. Dan siapa saja yang melewati, tidak akan
pernah terdengar beritanya lagi. Meskipun Gunung Lanjaran letaknya tidak
berapa jauh dari Karang Setra, tapi selama ini kerajaan itu belum pernah
dijamah. Dan baru sekarang ini mereka membuat kekacauan di sana, karena
desakan Siluman Muka Kodok yang memang menaruh dendam pada Pendekar Rajawali
Sakti.
"Kalian menyingkirlah," kata Rangga sambil berpaling lagi.
Tanpa diminta dua kali, enam orang yang dikenal berjuluk Tujuh Mata Dewa
bergegas menjauhi Pendekar Rajawali Sakti. Mereka mencari tempat aman untuk
bersembunyi, tapi juga cukup leluasa untuk melihat semua yang akan terjadi
nanti di puncak Gunung Lanjaran ini. Perlahan Rangga mengayunkan kakinya
menghampiri dua batu kembar itu. Sebentar kepalanya mendongak ke atas, melihat
Rajawali Putih masih terbang berputaran di atas puncak gunung ini.
Kabut yang turun agak tebal di sekitar puncak gunung ini membuat pandangan
Pendekar Rajawali Sakti agak terhalang. Tapi, kakinya terus saja melangkah
perlahan-lahan mendekati dua batu kembar yang ditunjuk si Mata Dewa Kesatu
sebagai tempat tinggal Siluman Muka Kodok. Rangga baru berhenti melangkah
setelah dekat dengan dua batu kembar itu. Kini, jaraknya tinggal sekitar dua
batang tombak lagi. Sebentar diamatinya kedua batu yang bentuk dan ukurannya
persis itu. Seakan, memang sengaja dibuat seperti sebuah gerbang masuk. Tapi,
sebenarnya kedua batu itu memang dibentuk oleh alam.
"Siluman Muka Kodok! Keluar kau...!" seru Rangga lantang menggelegar. Suara
yang dikeluarkan Pendekar Rajawali Sakti dengan disertai pengerahan tenaga itu
menggema bagai hendak meruntuhkan puncak gunung ini. Sebentar Pendekar
Rajawali Sakti ter-diam menunggu, namun tak terdengar sahutan sedikit pun. Dan
hanya terdengar gema suaranya saja yang memantul.
"Hm..., Aku harus memancingnya keluar," gumam Rangga dalam hati. Pendekar
Rajawali Sakti menarik kakinya ke belakang tiga langkah, kemudian merapatkan
kedua telapak tangannya di depan dada. Lalu kakinya ditarik hingga terpentang
lebar ke samping, dan perlahan-lahan merendahkan tubuhnya. Kini, kedua
lututnya sudah tertekuk.
Saat itu, Rangga telah menyiapkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat
terakhir. Dan tampaknya, pukulan itu hendak dilancarkan dari jarak jauh.
Tampak kedua tangannya yang sudah terkepal, mulai kelihatan merah bagai besi
terbakar di dalam tungku. Sebentar kemudian....
"Hup...! Yeaaah...!"
Tepat ketika kedua tangan Pendekar Rajawali Sakti terhentak ke depan dengan
telapak terbuka, seketika itu juga meluncur sinar merah bagai api Sinar merah
yang keluar dari telapak tangan itu meluruk deras ke arah dua batu kembar.
Sinar merah itu meluncur cepat, melewati rongga di antara kedua batu yang
berbentuk bagai gerbang perbatasan itu. Dan sesaat kemudian....
Glarrr...!
Seketika ledakan dahsyat terdengar menggelegar, membuat seluruh puncak gunung
ini jadi bergetar bagai diguncang gempa. Tampak api menyemburat tinggi ke
angkasa dari balik batu kembar itu, disusul kepulan asap hitam yang sangat
tebal. Belum lagi hilang asap hitam itu dari angkasa, tiba-tiba terdengar
raungan sangat keras. Hingga menggetarkan seluruh puncak Gunung Lanjaran ini.
"Ghraaaugkh...!"
"Hup!"
Rangga melompat ke belakang sejauh lima langkah. Dan begitu kakinya menjejak
tanah, dari balik batu kembar itu terlihat sebuah bayangan berkelebat cepat
bagai kilat. Dan bayangan hitam itu langsung meluruk deras ke arah Pendekar
Rajawali Sakti.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat-cepat Rangga melenting ke udara, sehingga bayangan hitam itu terus
meluruk lewat di bawah kakinya. Tapi belum juga Pendekar Rajawali Sakti bisa
menjejak tanah kembali, bayangan hitam itu sudah cepat berbalik, dan langsung
meluruk secepat kilat ke arahnya.
"Hap!"
Tidak ada pilihan lain lagi bagi Rangga, kecuali menjejakkan kakinya di tanah
dan menghentakkan kedua tangannya dengan telapak tangan terbuka. Dan begitu
kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti sudah berwarna merah membara,
bayangan hitam itu sudah menabrak dengan kecepatan luar biasa sekali. Seketika
itu juga, terdengar ledakan yang sangat keras menggelegar.
"Hup!"
Begitu kerasnya benturan yang terjadi, sehingga membuat Rangga terpental ke
belakang. Tapi Pendekar Rajawali Sakti cepat dapat menguasai keseimbangan
tubuhnya. Dan dengan ringan sekali kakinya berhasil menjejak tanah kembali.
Sementara, bayangan hitam itu terpental sejauh dua batang tombak ke belakang.
Tampak beberapa kali tubuhnya bergulingan di tanah.
"Ghrogkh...!"
Bersamaan terdengarnya suara menggorok keras, tampak bayangan hitam itu
melesat ke udara dan berputaran beberapa kali. Lalu manis sekali kakinya
mendarat di tanah, tepat sekitar empat batang tombak dari Pendekar Rajawali
Sakti.
"Hm...." Rangga menggumam sedikit saat melihat di depannya kini sudah berdiri
Siluman Muka Kodok. Laki-laki berwajah mirip seekor kodok dan berbaju warna
hitam pekat yang ketat. Bukan hanya wajahnya saja yang mirip kodok, tapi
seluruh kulit tubuhnya juga tidak beda jauh dengan kodok. Begitu miripnya,
sampai dengusan napasnya pun terdengar bagaikan kodok di malam hari.
"Akhirnya kau keluar juga, Siluman Muka Kodok," desis Rangga dingin.
"Ghrooogkh...!"
Siluman Muka Kodok kelihatan tidak senang melihat Rangga berada di puncak
Gunung Lanjaran ini. Manusia aneh ini mendengus-dengus memperdengarkan suara
menggorok yang menyakitkan telinga.
Sementara, Rangga sudah mengayunkan kakinya mendekati laki-laki bermuka kodok
ini. Ayunan kakinya baru berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar tujuh
langkah lagi.
"Hari ini aku menantangmu, Siluman Muka Kodok. Kita bertarung sampai salah
satu di antara kita masuk lubang kubur," kata Rangga lagi, dengan suara
terdengar sangat dingin.
"Ghrogkh...!"
***
DELAPAN
Tantangan yang dibuka Rangga, membuat Siluman Muka Kodok jadi berang setengah
mati. Wajahnya yang memang sudah hitam, semakin kelihatan kelam dan
mengerikan. Kedua bola matanya terlihat semakin nyalang dan merah, bagai
sepasang bola api yang akan menghanguskan Pendekar Rajawali Sakti.
"Ghrooogkh...!"
Sambil memperdengarkan suara menggorok keras, Siluman Muka Kodok merendahkan
tubuhnya sampai kedua tangannya menyentuh tanah. Wajahnya terangkat naik.
Langsung ditatapnya Rangga dengan sinar mata memerah tajam. Mulutnya terus
mendengus-dengus memperdengarkan suara menggorok menyakitkan telinga.
"Ghraaaugkh...!"
Tiba-tiba saja Siluman Muka Kodok melompat sambil meraung keras bagai guntur.
Begitu cepat lompatannya, sehingga membuat Rangga jadi terkesiap sesaat.
Sungguh tidak disangka kalau orang berwajah seperti kodok itu melakukan
serangan begitu cepat bagai kilat.
"Hait..!" Cepat-cepat Rangga melompat ke samping, menghindari terjangan
Siluman Muka Kodok. Dan pada saat yang bersamaan, kakinya dihentakkan.
Langsung diberikannya satu tendangan tanpa disertai pengerahan tenaga dalam.
Namun tanpa diduga sama sekali, Siluman Muka Kodok tidak berusaha menghindar.
Bahkan tangan kirinya dihentakkan untuk menyambut kaki Pendekar Rajawali
Sakti. Tentu saja tindakan Siluman Muka Kodok itu membuat Rangga jadi
terseritak kaget.
"Hap...!" Cepat-cepat Rangga menarik pulang kakinya, tidak mau mengambil
akibat menyakitkan. Hal ini karena tendangannya tadi tanpa disertai pengerahan
tenaga dalam. Padahal, tadi maksudnya hanya untuk mengejutkan Siluman Muka
Kodok. Tapi kenyataannya, orang berwajah mirip kodok itu malah menyambutnya.
Seakan, dia tahu kalau serangan balasan Pendekar Rajawali Sakti hanya tipuan
belaka.
"Hap!" Beberapa kali Rangga berputar di udara, lalu manis sekali kembali
menjejakkan kakinya di tanah. Pada saat yang bersamaan, Siluman Muka Kodok
sudah kembali bersiap hendak menyerang lagi. Kedua tangannya sudah menyentuh
tanah, dengan tubuh terbungkuk. Tatapan matanya begitu tajam, terarah ke bola
mata Pendekar Rajawali Sakti. Seakan-akan tingkat kepandaian yang dimiliki
pemuda itu ingin diukurnya.
"Ghrooogkh...!"
Dengan kecepatan lebih dahsyat dari pertama, Siluman Muka Kodok kembali
menyerang Rangga. Dan saat itu juga, tongkatnya diambil dari balik ikat
pinggang. Langsung tongkat yang kedua ujungnya bulat sebesar kepalan tangan
itu dikebutkan ke arah kepala Pendekar Rajawali Sakti. Maka, dari kedua
bulatan pada ujung tongkat itu langsung memancarkan cahaya kuning kemerahan.
"Hup! Hiyaaa...!"
Dengan kecepatan yang tidak kalah dahsyat, Rangga segera melenting ke udara.
Sehingga, serangan Siluman Muka Kodok kembali tidak menemui sasaran. Beberapa
kali Pendekar Rajawali Sakti berputaran di udara, seraya mengerahkan jurus
'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Begitu cepat sekali tubuhnya meluruk
dengan kedua kaki bergerak sangat ecpat, sukar diikuti pandangan mata biasa.
"Ghrogkh...!" Siluman Muka Kodok segera menghentakkan tongkatnya ke atas
kepala.
Namun, Rangga sudah lebih dulu memutar tubuhnya hingga kepalanya berada di
atas. Dan pada saat itu juga, tangan kanannya dikibaskan disertai pengerahan
jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. "Yeaaah...!"
"Ghraaagkh...!" Bet!
Tapi tanpa diduga sama sekali, Siluman Muka Kodok bisa memutar tongkatnya.
Kecepatannya sulit sekali diikuti mata biasa. Langsung ditangkisnya kibasan
tangan Pendekar Rajawali Sakti yang mengarah ke dadanya.
"Hait..!" Cepat-cepat Rangga menarik tangannya pulang. Dan tubuhnya langsung
melenting ke belakang, lalu mendarat manis sekali sekitar satu batang tombak
jauhnya dari Siluman Muka Kodok.
"Ghrogkh...!" Baru saja Rangga menjejak tanah, Siluman Muka Kodok sudah
melompat lagi menyerang. Tongkat yang memancarkan cahaya kuning kemerahan pada
kedua ujungnya dikebutkan beberapa kali dengan cepat dan beruntun. Akibatnya,
Pendekar Rajawali Sakti terpaksa harus berjumpalitan menghindari.
Dan kali ini, rupanya Siluman Muka Kodok tidak ingin memberi kesempatan lagi
pada Pendekar Rajawali Sakti untuk balas menyerang. Lewat jurus-jurus yang
cepat dan dahsyat, tokoh berwajah aneh itu terus menyerang Pendekar Rajawali
Sakti. Begitu cepatnya, hingga tubuh-tubuh mereka jadi lenyap. Dan yang
terlihat kini hanya bayang-bayang berkelebatan di antara sinar-sinar kuning
kemerahan. Puluhan jurus sudah berlalu, tapi pertarungan masih terus
berlangsung sengit dan cepat.
Sementara, enam orang berjuluk Tujuh Mata Dewa yang memperhatikan pertarungan
dari balik tempat persembunyian, jadi terlongong bengong. Mereka benar-benar
kagum melihat pertarungan tingkat tinggi yang sangat dahsyat luar biasa itu.
Kalau saja tidak mengerti ilmu-ilmu kedigdayaan, pasti mata mereka sudah
berkunang-kunang. Dan tampaknya, pertarungan masih akan terus berlangsung
sengit. Sedikit pun belum ada tanda-tanda kalau pertarungan bakal berakhir.
Sementara, baik Rangga maupun Siluman Muka Kodok sudah mengerahkan jurus-jurus
dahsyatnya. Kendati demikian, Pendekar Rajawali Sakti belum juga mencabut
pedang pusaka yang sudah terkenal kedahsyatannya. Bukan hanya jurus-jurus yang
sudah dikeluarkan. Tapi ilmu-ilmu kesaktian juga sudah dikerahkan. Namun belum
bisa dipastikan, kapan pertarungan ini bakal berakhir. Mereka masih sama-sama
tanggguh.
Sementara, matahari sudah mulai tergelincir ke arah barat. Dari angkasa,
terlihat Rajawali Putih sudah mulai gelisah saat melihat pertarungan belum
juga ada tanda-tanda akan berakhir. Beberapa kali Rajawali Putih, berkaokan
dengan suara serak dan keras menggelegar. Seakan-akan, dia tengah memberikan
petunjuk pada Rangga. Tapi, tampaknya pemuda itu seperti tidak mendengar.
Dan memang, suara Rajawali Putih tertelan teriakan-teriakan pertarungan yang
sesekali diseling ledakan keras, setiap kali mereka beradu pukulan yang
mengandung pengerahan tenaga dalam. Rupanya, tingkat tenaga dalam yang
dimiliki seimbang. Sehingga, beberapa kali mereka beradu tenaga dalam, masih
tetap bisa melanjutkan pertarungan.
"Ghrogkh...!"
"Hup!"
Hingga pada satu saat, mereka sama-sama berlompatan ke belakang. Dan secara
bersamaan pula, menjejakkan kaki di tanah. Sesaat mereka berdiri saling
berhadapan berjarak sekitar satu batang tombak. Sorot mata masing-masing
terlihat begitu tajam, menembus ke bola mata satu sama lain.
Sret!
Perlahan Rangga mencabut Pedang Rajawali Sakti dari dalam warangka di
punggung. Seketika itu juga, sekeliling puncak Gunung Lanjaran ini jadi
bermandikan cahaya biru berkilauan yang menyilaukan mata.
Siluman Muka Kodok menutup matanya dengan punggung tangan kiri, seakan tidak
sanggup menentang cahaya yang memancar dari pedang di tangan Pendekar Rajawali
Sakti.
Wut!
Manis sekali gerakan Rangga saat mengebutkan pedangnya, hingga tersilang di
depan dada. Lalu telapak tangan kirinya ditempelkan tepat pada pangkal mata
pedang dekat tangkainya. Sedangkan kedua kakinya sudah dipentang lebar ke
samping, dengan lutut sedikit tertekuk kedepan.
"Ghrogkh!" Siluman Muka Kodok perlahan-lahan menggeser kakinya ke samping,
tepat disaat Rangga mulai menggosok mata pedang dengan telapak tangan kiri.
Dan begitu telapak tangan kirinya kembali bergerak sampai ke pangkal pedang,
cahaya biru yang menyebar di seluruh mata pedang itu langsung membentuk
bulatan tepat di ujungnya.
"Hap!"
Bet!
Cepat sekali Rangga mengebutkan pedangnya ke depan. Dan seketika itu juga,
bulatan sinar biru di ujung pedangnya meluncur cepat bagai kilat ke arah
Siluman Muka Kodok.
"Ghrogkh!"
Wuk!
Siluman Muka Kodok langsung mengebutkan tongkatnya, menyambut sinar biru yang
meluncur deras ke arahnya. Hingga, ujung tongkatnya yang memancarkan cahaya
merah bagai api itu membentur bulatan biru yang memancar dari pedang Pendekar
Rajawali Sakti.
Glarrr...!
Seketika satu ledakan dahsyat terjadi, begitu ujung tongkat Siluman Muka Kodok
menghantam bulatan sinar biru yang memancar dari ujung pedang Pendekar
Rajawali Sakti.
"Argkh...!" Siluman Muka Kodok tampak terkejut, karena bulatan sinar biru itu
tidak menghilang sedikit pun juga. Bahkan malah menyelubungi seluruh tongkat
yang tergenggam di tangan kanannya.
"Ghrrrk!" Sambil mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya, tokoh berwajah
aneh itu berusaha menghentakkan tangannya ke belakang.
Tapi pada saat yang sama, Rangga sudah mengerahkan seluruh kekuatannya. Maka
sinar biru yang memancar dari pedangnya mengikuti arah tarikan tangan Siluman
Muka Kodok. Dan tentu saja, ini membuat orang berwajah seperti kodok itu jadi
terperanjat setengah mati. Sementara, sinar biru yang memancar dari Pedang
Rajawali Sakti itu semakin jauh menyelubungi tangan Siluman Muka Kodok. Bahkan
sudah mulai merayap ke tubuhnya. Tampak Siluman Muka Kodok berusaha melepaskan
diri dari belenggu cahaya biru terang yang tampaknya seperti hidup itu.
"Ghroaaagkh...!" Sambil meraung dahsyat, Siluman Muka Kodok melenting ke atas.
Dan bersamaan dengan itu, Rangga menghentakkan pedangnya ke atas. Sehingga,
cahaya biru yang memancar dari ujung pedangnya tidak terputus, dan terus
merayap menyelubungi tubuh Siluman Muka Kodok. Berkali-kali Siluman Muka Kodok
berusaha melepaskan diri dari selubung cahaya biru yang semakin banyak
menyelimuti tubuhnya. Tapi setiap kali kekuatannya dikerahkan, setiap kali
pula dirasakan adanya kekuatan yang sangat dahsyat menarik keluar tenaganya
lebih banyak lagi.
"Ghraaagkh...!" Siluman Muka Kodok mulai menggerung-gerung sambil menggeliat
di dalam selubung sinar biru yang semakin banyak memancar dari ujung pedang
Pendekar Rajawali Sakti. Namun akhirnya, Siluman Muka Kodok diam tak bergerak
sedikit pun juga, seperti sudah pasrah. Bahkan sedikit pun tidak mengerahkan
tenaga.
"Gila! Apa yang dilakukannya...?" desis Rangga tersentak kaget. Pendekar
Rajawali Sakti berusaha mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menyedot habis
tenaga yang dimiliki Siluman Muka Kodok. Tapi karena Siluman Muka Kodok tidak
mengadakan perlawanan, sangat sulit bagi Pendekar Rajawali Sakti untuk
melumpuhkannya.
"Ugkh! Dia tahu kelemahan aji 'Cakra Buana Sukma'. Edan...! Aku tidak boleh
mengikuti kemauannya," dengus Rangga dalam hati. Cepat Pendekar Rajawali Sakti
mencabut kembali aji 'Cakra Buana Sukma'. Dan seketika itu juga, cahaya biru
terlepas dari tubuh Siluman Muka Kodok.
Tampak Siluman Muka Kodok jadi limbung. Begitu Rangga mencabut aji 'Cakra
Buana Sukma'. Tapi, keseimbangan tubuhnya cepat dikuasai. Tampak dari lubang
hidung dan sudut bibirnya mengalirkan darah.
"Ghrogkh...!"
"Hei...?!" Rangga jadi tersentak kaget, begitu tiba-tiba Siluman Muka Kodok
cepat memutar tubuhnya. Dia tahu, orang berwajah seperti kodok itu hendak
kabur dengan cara menghilang. Dan....
"Hiyaaat..!" Sambil berteriak keras, Rangga melompat cepat bagai kilat. Dan
secepat itu pula, pedangnya dibabatkan, tepat di saat seluruh tubuh Siluman
Muka Kodok diselubungi asap hitam tebal.
Bet!
"Grrooogkh...!"
"Heh...?!"
Rangga jadi tersentak kaget setengah mati. Ternyata sama sekali tidak
dirasakannya ada benturan pada mata pedangnya. Padahal tadi jelas sekali
pedangnya membabat, hingga masuk dalam ke asap hitam yang menggumpal
menyelimuti seluruh tubuh Siluman Muka Kodok. Belum juga Pendekar Rajawali
Sakti bisa berbuat sesuatu, asap hitam itu sudah lenyap dengan cepat. Padahal,
sedikit pun tidak terasa adanya tiupan angin. Dan, kening Rangga jadi
berkerut, begitu melihat adanya tetesan darah di atas rerumputan, di tempat
Siluman Muka Kodok tadi berada.
"Hm...." Jelas sekali kalau tebasan pedang Rangga tadi menyabet tubuh Siluman
Muka Kodok. Tapi memang, Siluman Muka Kodok sudah cepat menghilang. Sehingga,
Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa memastikan, apakah laki-laki berwajah
seperti seekor kodok itu sudah tewas atau masih hidup. Sedangkan untuk
mengejar, sudah tidak mungkin lagi. Dia tidak tahu, ke mana arah perginya
Siluman Muka Kodok tadi.
Cring!
Rangga memasukkan Pedang Pusaka Rajawali Sakti ke dalam warangka di punggung,
kemudian mendongakkan kepalanya ke atas. Saat itu, Rajawali Putih menukik
turun dari angkasa. Begitu cepat burung rajawali raksasa itu bergerak,
sehingga dalam waktu sebentar saja sudah mendarat di depan pemuda ini.
Sementara dari balik persembunyian, enam orang yang berjuluk Tujuh Mata Dewa
sudah melarikan diri, sebelum Pendekar Rajawali Sakti menyadari.
"Kau lihat ke mana perginya Siluman Muka Kodok, Rajawali?" tanya Rangga.
"Khrrrk...!" Rajawali Putih menggelengkan kepala sambil mengkirik pelan.
Meskipun terus memperhatikan dari angkasa, tapi burung rajawali raksasa itu
sama sekali tidak melihat arah menghilangnya Siluman Muka Kodok, kecuali hanya
bisa melihat gumpalan asap hitam saja.
"Pedang Rajawali Sakti sudah berhasil melukainya. Pasti membutuhkan waktu lama
untuk menyembuhkannya," gumam Rangga seperti bicara pada diri sendiri.
"Khrrrk...!"
"Ayo, rajawali. Kita kembali ke istana," ajak Rangga.
"Khragkh...!"
"Heh...?! Apa...?"
Rangga langsung memutar tubuhnya berbalik. Saat itu sempat terlihat enam tubuh
berpakaian serba hitam berlarian cepat menuruni lereng Gunung Lanjaran ini.
Dia tahu, itu adalah enam orang yang berjuluk Tujuh Mata Dewa.
"Biarkan saja mereka pergi, Rajawali," kata Rangga sambil tersenyum.
Entah apa arti senyuman Pendekar Rajawali Sakti kali ini. Mungkin merasa geli
melihat Tujuh Mata Dewa yang tinggal enam orang itu melarikan diri
menghindarinya. Kemudian dengan gerakan ringan sekali, Pendekar Rajawali Sakti
melompat naik ke punggung Rajawali Putih.
"Ke istana, Rajawali," pinta Rangga.
Khraaagkh...!
TAMAT
EPISODE SELANJUTNYA:
PENGHIANATAN DANUPAKSI
Emoticon