Bolehkah membuat makan-makan untuk panitia qurban? Atau panitia
qurban dapat jatah khusus dari daging qurban berbeda dengan lainnya?
Tulisan kali ini adalah sekaligus koleksi dari artikel Muslim.Or.Id
sebelumnya dengan judul artikel yang sama. Koreksi ini dibuat setelah
mendapat masukkan berharga dari Ustadz Dr. Arifin Baderi dan Ustadz
Kholid Syamhudi, Lc -semoga Allah menjaga dan memberkahi umur mereka
berdua- di milis PM-Fatwa Komunitas Penguasaha Muslim Indonesia (KPMI).
Dibolehkan Mewakilkan Kurban pada Suatu Kepanitian
وَعَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ – رضي الله
عنه – قَالَ: – أَمَرَنِي اَلنَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ
أَقْوَمَ عَلَى بُدْنِهِ, وَأَنْ أُقَسِّمَ لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا
وَجِلَالَهَا عَلَى اَلْمَسَاكِينِ, وَلَا أُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا
مِنْهَا شَيْئاً – مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Dari ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammemerintahkan
padaku untuk mengurus unta (unta hadyu yang berjumlah 100 ekor, -pen)
milik beliau, lalu beliau memerintahkan untuk membagi semua daging
kurban, kulit dan jilalnya (kulit yang ditaruh di punggung unta untuk
melindungi diri dari dingin) untuk orang-orang miskin. Dan aku tidak
boleh memberikan bagian apa pun dari hasil kurban kepada tukang jagal
(sebagai upah).” Muttafaqun ‘alaih. (HR. Bukhari no. 1707 dan Muslim no. 1317).
Hal penting yang bisa disimpulkan dari hadits di atas, “Boleh mewakilkan dalam pengurusan kurban, pembagian daging kurban, juga dalam menyedekahkan.” (Minhatul ‘Allam fii Syarhi Bulughil Marom,
9: 299). Cara mewakilkan misalnya diserahkan pengurusan kurban tersebut
kepada suatu kepanitiaan di masjid terdekat, bahkan tidak ada masalah jika mewakilkan ke daerah yang membutuhkan yang berbeda kota dengan cukup mentransfer uang.
Upah untuk Jagal dari Hasil Kurban
Hadits ‘Ali di atas juga menunjukkan, “Bolehnya mengupah orang lain
untuk menyembelih kurban asalkan upahnya tidak diambil dari hasil
sembelihan kurban. Tidak boleh memberi tukang jagal sedikit pun dari
daging kurban. Karena kalau memberi dari hasil kurban pada tukang jagal,
itu sama saja menjual bagian kurban.” (Minhatul ‘Allam, 9: 299).
Dari hadits tersebut, Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,
“Tidak boleh memberi tukang jagal sebagian hasil sembelihan kurban
sebagai upah baginya. Inilah pendapat ulama-ulama Syafi’iyah, juga
menjadi pendapat Atho’, An Nakho’i, Imam Malik, Imam Ahmad dan Ishaq.” (Syarh Shahih Muslim, 4: 453)
Dalam Kifayatul Akhyar (hal. 489) karya Abu Bakr bin
Muhammad Al Husayinniy Al Hushniy Asy Syafi’i disebutkan, “Yang namanya
hasil kurban adalah dimanfaatkan secara cuma-cuma, tidak boleh
diperjualbelikan. Termasuk pula tidak boleh menjual kulit hasil kurban.
Begitu pula tidak boleh menjadikan kulit kurban tersebut sebagai upah
untuk jagal, walau kurbannya adalah kurban yang hukumnya sunnah.” Hal
yang serupa disebutkan pula dalam Al Iqna’ fii Halli Alfazhi Abi Syuja’
karya Muhammad bin Muhammad Al Khotib (2: 452).
Kalau hasil kurban diserahkan kepada jagal karena alasan status
sosialnya yaitu dia miskin atau sebagai hadiah, maka tidaklah mengapa.
Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah (5: 105)
disebutkan, “Ulama Syafi’iyah dan Hambali berpendapat: Haram memberikan
tukang jagal upah dari hasil kurban dengan alasan hadits ‘Ali radhiyallahu ‘anhu yang
telah disebutkan. Namun kalau diserahkan kepada tukang jagal tersebut
karena statusnya miskin atau dalam rangka memberi hadiah, maka tidaklah
mengapa. Tukang jagal tersebut boleh saja memanfaatkan kulitnya. Namun
tidak boleh kulit dan bagian hasil kurban lainnya dijual.”
Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan mengatakan, “Namun jika hasil kurban
diberikan kepada tukang jagal karena statusnya yang miskin, atau sebagai
status hadiah (jika dia orang kaya, pent), maka tidaklah mengapa. Ia
berhak untuk mengambil jatah tersebut karena posisinya sama dengan yang
lain, bahkan ia lebih pantas karena dia yang mengurus langsung proses
penyembelihan dst sehingga hatinya ingin ikut mendapatkannya. Akan
tetapi lebih tepat, jika upah kerjanya sebagai jagal dibayarkan utuh
terlebih dahulu, baru diberi hasil kurban (dengan status sedekah jika
dia miskin atau hadiah jika dia kaya, pent). Upah jagal itu lebih baik
diberikan utuh terlebih sebelum diberi bagian dari hasil hewan kurban
dengan pertimbangan supaya upah sebagai jagal tidak dikurangi dengan
alasan sudah diberi jatah dari hewan kurban. Pertimbangan dan alasan
semacam ini menyebabkan status bagian dari hewan kurban yang diberikan
kepada jagal tersebut adalah upah kerjanya sebagai jagal (padahal
menjadikan daging hewan kurban untuk upah jagal adalah tindakan
terlarang, pent)” (Minhatul ‘Allam, 9: 299)
Tidak Tepat Menyamakan Panitia dengan Jagal
Sebagaimana kata Ibnu Mulaqqin Asy Syafi’i dalam Al I’lam bi Fawaid Umdah Al Ahkam (6:
286), “Yang dimaksud jagal itu sudah diketahui bersama yaitu orang yang
menangani pengulitan dan memotong daging hewan yang disembelih.”
Adapun menyamakan antara panitia kurban dengan jagal tidaklah tepat. Alasannya:
1- Panitia lebih tepat dianggap sebagai wakil dari shohibul kurban.
Kalau panitia kurban itu sebagai wakil, maka sah-sah saja jika wakil
memakan dari hasil kurban sebagaimana shohibul kurban boleh demikian.
2- Jagal sebagaimana dijelaskan di atas bertugas untuk memotong dan
menguliti hewan kurban. Sedangkan panitia kurban saat ini bukan terbatas
pada itu saja. Panitia kurban bertugas lebih kompleks, mereka mencari
siapa yang akan berkurban, mengurus penyembelihan bahkan sampai pada
pendistribusian daging kurban kepada yang berhak atau sebagai hadiah.
Pendapat yang tepat
sah-sah saja atau boleh panitia kurban mendapatkan jatah khusus dari
hasil kurban, itu tidaklah masalah. Alasannya, karena hasil kurban boleh
pula dinikmati oleh shohibul kurban dan sisanya ia bagikan untuk fakir
miskin atau sebagai hadiah bagi yang mampu. Jika boleh demikian, maka
demikian pula berlaku pada wakil shohibul kurban. Begitu juga tidak
mengapa panitia mendapat jatah khusus berupa makan-makan bersama dengan
alasan akadnya adalah kerja sosial. Wallahu a’lam.
Hanya Allah yang memberi taufik.
—
Diselesaikan di Cilegon, Banten, 29 Dzulqo’dah 1434 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Emoticon