Pendekar Rajawali Sakti 90 - Rajawali Murka(2)

LIMA
Rangga tersentak. Langsung dia melompat bangun dari pembaringan, ketika telinganya mendengar derap kaki kuda yang dipacu cepat sekali. Bergegas Pendekar Rajawali Sakti berlari keluar dari dalam kamarnya. Dan begitu sampai di luar rumah Ki Andak, matanya sempat melihat seekor kuda yang dipacu cepat menembus kegelapan malam.

"Ki Andak...," desis Rangga langsung mengenali, walaupun hanya melihat sesaat saja.

Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti keluar menyeberangi beranda depan. Dan baru saja kakinya menginjak tanah, dari dalam muncul Rara Ayu Ningrum. Gadis itu berteriak memanggil, sehingga Rangga terpaksa menghentikan langkahnya.

"Tunggu aku, Kakang. Aku ikut!" ujar Rara Ayu Ningrum, bergegas melangkah menghampiri Pendekar Rajawali Sakti.

"Ayolah cepat. Jangan sampai kehilangan jejak," kata Rangga tidak mungkin lagi menolak.

"Masih ada kuda di belakang, Kakang," kata Rara Ayu Ningrum. "Aku sudah siapkan pelananya sejak sore tadi."

Belum juga Rangga menjawab, Rara Ayu Ningrum sudah berlari ke belakang rumah melalui samping. Dan tak lama kemudian, gadis itu sudah datang lagi menunggang kuda. Seekor kuda lain mengikuti dari belakang. Gadis itu menyerahkan tali kekang kuda satunya lagi. Rangga tidak bisa lagi menolak, dan segera melompat naik ke punggung kuda ini.

"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"

Tanpa banyak bicara lagi, mereka segera cepat menggebah kudanya mengejar Ki Andak yang sudah jauh pergi dengan menunggang kuda. Malam yang teramat pekat, bukan merupakan halangan bagi mereka untuk memacu cepat kudanya. Terlebih lagi, Rangga pun sudah terbiasa menunggang kuda Dewa Bayu. Baginya, kuda biasa seperti ini tidak ada artinya bila dibanding kecepatan lari Dewa Bayu.

"Hiya!"
"Hiyaaa...!"

Kedua anak muda itu terus menggebah kudanya, menembus kegelapan malam. Mereka mengikuti jejak-jejak kaki kuda yang tertinggal cukup jelas di tanah. Begitu cepatnya kuda itu digebah, hingga tidak lama saja sudah begitu jauh meninggalkan rumah. Namun baru saja melewati sebuah tikungan yang cukup tajam, mendadak saja....

"Awas..!" seru Rangga tiba-tiba.
"Hup!"

Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melompat dari punggung kudanya yang masih berlari kencang. Dan dengan kecepatan kilat, tangannya dikibaskan untuk menyampok sebuah benda yang tiba-tiba saja melayang deras ke arah Rara Ayu Ningrum.

Plak!
"Hap!"

Setelah beberapa kali berputaran, manis sekali Pendekar Rajawali Sakti menjejakkan kakinya di tanah. Sementara, Rara Ayu Ningrum terus memacu kudanya untuk mengejar kuda Rangga yang terus berlari tanpa penunggangnya lagi.

"Hm...," gumam Rangga perlahan. Sekilas Pendekar Rajawali Sakti masih sempat melihat Rara Ayu Ningrum yang sudah berhasil meraih tali kekang kuda yang ditunggangi Rangga tadi. Kakinya langsung bergerak terayun melangkah. Tapi baru saja berjalan beberapa langkah, muncul dua orang laki-laki separuh baya. Tubuh mereka tinggi tegap, terbalut baju serba hitam. Dan di tangan mereka masing-masing terhunus sebilah golok yang berukuran cukup besar dan berkilatan tajam. Mereka beriompatan keluar dari balik pohon, dan langsung menghadang langkah Pendekar Rajawali Sakti.

"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Hup!"

Tanpa bicara sedikit pun, dua orang laki-laki itu langsung saja berlompatan menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Golok-golok mereka yang berukuran sangat besar berkelebat cepat mengincar bagian tubuh Rangga yang mematikan. Tapi, tangkas sekali Pendekar Rajawali Sakti berkelit menghindari serangan-serangan cepat yang datang dari dua arah ini.

Bet!
"Uts...!"

Manis sekali Rangga mengegoskan kepalanya, menghindari sabetan golok salah seorang penyerangnya. Dan belum juga bisa menarik kepalanya kembali, satu serangan dari arah lain sudah datang begitu cepat mengarah ke lambung

"Haiiit..!"

Rangga segera menarik tubuhnya ke belakang, menghindari sambaran golok yang mengarah ke lambung. Dan tanpa dapat diduga sama sekali, Pendekar Rajawali Sakti cepat melenting sambil berputar ke belakang. Lalu dengan kecepatan bagai kilat, dilepaskannya satu tendangan keras menggeledek ke arah penyerang di depannya. Begitu cepat serangan balasan yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga orang ini tidak sempat lagi menghindar. Dan....

Diegkh!
"Akh...!"

Tendangan yang dilepaskan Rangga, tepat sekali menghantam dada. Begitu kerasnya, hingga orang itu terpental ke belakang sambil memekik keras agak tertahan. Rangga cepat berputar, begitu kakinya menjejak tanah lagi. Dan dengan kecepatan tinggi, dilepaskannya satu pukulan dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat pertama ke arah satu orang penyerangnya lagi. Maka orang itu cepat-cepat melompat ke belakang, menghindari serangan Pendekar Rajawali Sakti sambil mengibaskan goloknya ke depan.

Wuk!
"Hap!"

Rangga cepat-cepat menarik pulang pukulannya. Dan secepat itu pula tubuhnya dimiringkan. Lalu cepat sekali dilepaskannya satu tendangan menggeledek sambil melesat bagai kilat

"Yeaaah...!"

Begitu dahsyat serangan yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga lawan yang baru saja bisa menjejakkan kaki di tanah hanya bisa terlongong. Dan....

Desss!
"Akh...!"

Kembali satu lawan Pendekar Rajawali Sakti terjungkal mencium tanah, setelah dadanya mendapat tendangan yang begitu cepat. Begitu keras tendangan Rangga tadi, sampai-sampai lawannya terpental sejauh dua batang tombak. Dan begitu jatuh menghantam tanah dengan keras, orang itu bergulingan beberapa kali. Sedangkan goloknya seketika terpental entah ke mana.

"Hup!"

Rangga cepat melompat, hendak menghampiri. Tapi begitu tubuhnya berada di udara, mendadak saja terlihat secercah cahaya merah bagai bola api meluruk deras ke arahnya.

"Hup! Yeaaah...!"

Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti memutar tubuhnya di udara, menghindari serangan gelap yang mengancamnya. Dan tubuhnya kembali melesat ke belakang, lalu mendarat ringan sekali bagai kapas. Tapi baru juga kakinya menyentuh tanah, kembali terlihat bulatan cahaya merah bagai bola api meluncur cepat bagai kilat ke arahnya.

"Hap!"

Sedikit saja, Rangga memiringkan tubuhnya ke kanan. Dan bulatan bola api itu lewat di samping tubuhnya, terus meluncur hingga menghantam sebatang pohon.

Glarrr!

Sebuah ledakan terjadi begitu dahsyat, saat bulatan bola api itu menghantam pohon yang langsung hancur berkeping-keping. Sementara, Rangga cepat menarik tubuhnya tegak kembali. Saat itu, terlihat sebuah bayangan bergerak sedikit dari balik sebatang pohon yang tidak seberapa jauh darinya. Saat itu juga...

"Hooop... Yeaaah...!"

Tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga segera mengerahkan 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Dan begitu kedua tangannya yang sudah berubah merah membara terhentak ke depan, seketika itu juga melesat cahaya merah bagai lidah api, dan langsung menghantam pohon yang tadi terlihat ada orang bergerak.

Glarrr!

Kembali terdengar ledakan yang begitu dahsyat, hingga bumi yang dipijak jadi bergetar bagaikan diguncang gempa. Tampak pohon yang sangat besar itu hancur berkeping-keping seketika itu juga, disertai percikan bunga api dan asap kemerahan yang begitu tebal di antara pecahan pohon. Dan dari reruntuhan pohon, terlihat sebuah bayangan melesat begitu cepat

"Hup! Yeaaah...!"

Rangga segera saja melesat mengejar, lalu cepat sekali melepaskan satu pukulan dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Namun sayang, pukulannya tidak tepat mengenai sasaran, karena orang itu masih bisa cepat berkelit menghindar.

Namun di saat yang sama, Rangga juga sudah mendarat di depan orang yang ternyata seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluh lima tahun. Dia berbaju hijau tua yang agak gelap. Wajahnya pun cukup tampan. Hanya bekas luka codet memanjang di pipi kanannya saja yang membuat ketampanannya hilang.

Dua orang yang menyerang Rangga pertama kali tadi, kini sudah bisa bangun lagi. Dan memang, Rangga tadi tidak sepenuhnya mengerahkan kekuatan tenaga dalam, walaupun serangannya tadi terlihat begitu dahsyat. Tapi, itu sudah cukup membuat mereka harus mengatur pernapasannya. Dan dari sudut bibir serta hidung mereka tampak mengeluarkan darah. Mereka segera menghampiri pemuda bermuka codet yang berdiri sekitar satu batang tombak di depan Rangga.

Saat itu, Rara Ayu Ningrum sudah kembali dari mengejar kuda yang ditunggangi Rangga tadi. Gadis itu melompat turun dari punggung kuda dengan gerakan indah dan cukup ringan. Dihampirinya Rangga, dan berdiri di sebelah kanan. Sementara kuda-kudanya dibiarkan melenggang menjauh. Pada saat ini untuk beberapa saat, tidak ada seorang pun yang membuka suara lebih dahulu.

"Kau sudah terlalu banyak ikut campur dalam persoalan ini, Pendekar Rajawali Sakti. Maka sudah sepantasnya kau menyusul kekasihmu ke neraka," terasa dingin sekali nada suara pemuda bermuka codet itu.

"Apa yang kau lakukan pada Pandan Wangi?!" sentak Rangga lantang.

"Kami tidak melakukan apa-apa terhadap kekasihmu, Pendekar Rajawali Sakti. Dia memilih jalannya sendiri. Padahal, kami ingin memberinya kesenangan. Tapi dia ..."

"Keparat...!" geram Rangga, langsung mendidih darahnya.

Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa lagi membayangkan, apa yang telah terjadi terhadap Pandan Wangi. Tapi dari kata-kata pemuda bermuka codet itu, nasib Pandan Wangi sudah bisa diduga. Dan itu membuat darah Pendekar Rajawali Sakti mendidih seketika. Seluruh wajahnya langsung memerah, menahan amarah yang sudah meluap, bagai gunung berapi yang hampir memuntahkan laharnya. Kedua bola matanya bersinar tajam, bagai sepasang bola api yang hendak membakar pemuda berwajah codet ini.

"Dengar, Keparat! Kalau sampai terjadi sesuatu pada Pandan Wangi, ke mana pun kalian semua pergi, tidak akan terlepas dari tanganku!" desis Rangga mengancam.

"Ha ha ha...! Sebentar lagi kau juga akan mampus, Pendekar Rajawali Sakti."

Trek!

Pemuda bermuka codet itu menjentikkan dua ujung jarinya. Dan seketika itu juga, dari balik pepohonan dan semak belukar bermunculan orang-orang dengan senjata golok terhunus. Maka sebentar saja tempat itu sudah terkepung rapat. Melihat keadaan yang sangat tidak menguntungkan ini, Rangga jadi menggeram. Gerahamnya terdengar menggeretak menahan marah. Sedikit matanya melirik Rara Ayu Ningrum yang berada di sebelahnya. Lalu, perlahan kakinya bergerak mendekati, dan berhenti tepat di depan gadis itu.

"Kau jangan melangkah setindak pun juga, Ningrum," ujar Rangga, agak mendesis dingin nada suaranya.

"Baik," sahut Rara Ayu Ningrum.

Perlahan Pendekar Rajawali Sakti menarik kedua tangannya yang sudah terkepal sejak tadi, hingga sejajar pinggang. Sorot matanya begitu tajam, menusuk langsung ke bola mata pemuda bermuka codet yang berdiri tepat di depannya. Suasana pun menjadi hening. Dan tiba-tiba saja....

"Aji 'Bayu Bajra'.... Yeaaah...!"

Sambil berteriak lantang menggelegar, cepat sekali Rangga merentangkan kedua tangannya ke samping. Dan seketika itu juga, tiba-tiba saja terjadi badai topan yang sangat dahsyat. Angin bertiup amat keras, disertai suara gemuruh menggetarkan jantung. Saat itu, Rangga memang mengerahkan ilmu kesaktiannya yang sangat dahsyat Aji 'Bayu Bajra' memang sebuah ilmu yang jarang digunakan, karena akibat yang ditimbulkan begitu dahsyat. Dari kedua tangannya yang terentang, mengeluarkan hembusan angin badai begitu dahsyat.

Akibatnya, orang-orang yang mengepung rapat jadi berpentalan. Bahkan bebatuan pun berhamburan diterjang hempasan angin badai yang diciptakan Pendekar Rajawali Sakti. Sebentar saja, tidak sedikit pepohonan yang bertumbangan, tidak sanggup menahan gempuran badai dahsyat ini. Sementara itu, pemuda bermuka codet tampak berusaha mengimbangi kekuatan aji 'Bayu Bajra'. Tampak kedua telapak tangannya menyatu rapat di depan dada. Tapi sedikit demi sedikit, kakinya mulai tergeser.

"Hiyaaa...!"

Tiba-tiba saja, Rangga berteriak keras menggelegar. Dan seketika itu juga, tubuhnya melesat begitu cepat. Lalu dengan kecepatan kilat, Pendekar Rajawali Sakti mencabut pedang pusaka dari warangka di punggung. Dan secepat kilat pula pedang yang memancarkan cahaya biru terang itu dibabatkan ke leher pemuda bermuka codet itu.

Begitu cepatnya sabetan pedang bercahaya biru berkilauan milik Pendekar Rajawali Sakti, sehingga pemuda bermuka codet itu tidak sempat lagi menghindar. Terlebih lagi, saat itu seluruh kekuatannya tengah dikerahkan untuk menahan gempuran angin badai ciptaan Pendekar Rajawali Sakti. Dan..

Cras!
"Aaa...!"

Jeritan panjang dan melengking tinggi pun seketika terdengar begitu menyayat. Tampak pemuda bermuka codet itu ambruk dengan kepala terpisah dari leher. Darah langsung menyembur deras dari leher yang sudah buntung tak berkepala lagi!

Sementara, sambil melompat ke belakang Rangga mencabut aji kesaktiannya. Dan pada saat badai topan itu berhenti, sekeliling hutan ini sudah hancur porak-poranda bagaikan baru saja dilanda gempa dahsyat sekali. Tampak tubuh-tubuh tak bernyawa bergelimpangan tertindih batu dan pohon. Bau anyir darah pun seketika menyebar, menyeruak mengusik hidung.

Cring!

Rangga memasukkan kembali Pedang Rajawali Sakti ke dalam warangkanya di punggung. Maka cahaya terang yang memancar dari pedang itu pun langsung lenyap seketika. Kini Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan pandangan ke sekeliling. Lalu, pandangannya terus terpaku pada Rara Ayu Ningrum yang juga tengah memandanginya. Rangga menghampiri gadis itu, dan berhenti melangkah setelah jaraknya tinggal sekitar tiga langkah lagi.

"Ayo kita tinggalkan tempat ini," ajak Rangga.

Tanpa menunggu jawaban lagi, Pendekar Rajawali Sakti melangkah menghampiri dua ekor kuda yang tali kekangnya tersangkut pada ranting pohon tumbang. Sementara, Rara Ayu Ningrum masih tetap berdiri di tempatnya sambil memandangi pemuda tampan berbaju rompi putih itu tanpa berkedip sedikit pun juga.

"Ayo, Ningrum," ajak Rangga lagi.

Tapi, Rara Ayu Ningrum tidak bergeming sedikit pun juga. Dia hanya memandangi Pendekar Rajawali Sakti, seakan-akan tengah memandangi orang asing yang sama sekali tidak dikenalnya. Entah apa yang ada dalam benak gadis itu. Tapi, sorot matanya memancarkan segudang pertanyaan yang terasa sulit dijawab.

Rangga menghampiri gadis itu sambil menuntun kuda-kuda mereka. Lalu diserahkannya satu tali kekang kuda pada Rara Ayu Ningrum. Gadis itu menerima tali kekang seperti tidak sadar akan diri dan sekelilingnya. Dia seperti masih terpana oleh ilmu kesaktian yang tadi dilihatnya. Sebuah ilmu kesaktian yang sangat dahsyat, hingga tidak seorang pun yang masih bisa bernapas lagi.

"Hup!"

Rangga melompat naik ke punggung kudanya, diikuti Rara Ayu Ningrum yang juga melompat naik ke punggung kudanya sendiri. Tak berapa lama kemudian, mereka sudah kembali berkuda dengan cepat sekali, menyusul Ki Andak yang kini entah sudah sampai di mana. Dan malam pun terus merayap semakin larut. Udara kian bertambah dingin. Tapi, kedua anak muda itu tidak peduli dan terus memacu cepat kudanya.

Semalaman penuh, Rangga dan Rara Ayu Ningrum berada di punggung kuda tanpa sedikit pun beristirahat. Mereka terus memacu kudanya, mengikuti jejak-jejak kaki kuda yang ditunggangi Ki Andak. Sampai matahari menampakkan diri, mereka baru berhenti. Dan kebetulan sekali, mereka menemukan sebuah sungai kecil yang berair jemih. Sehingga, kuda-kuda yang ditunggangi semalaman penuh bisa diistirahatkan.

Dan selama dalam perjalanan, Rangga menceritakan dirinya yang sebenarnya. Itu juga setelah Rara Ayu Ningrum menanyakannya. Gadis itu benar-benar penasaran pada pemuda tampan ini. Terlebih lagi, setelah kejadian semalam. Dan Rangga sendiri kini mengatakan apa adanya. Juga diakui kalau Pandan Wangi sebenarnya bukanlah adiknya, melainkan kekasih yang selalu setia menemaninya ke mana pun dirinya mengembara. Hanya saja Rangga tetap tidak mengatakan kalau dirinya sebenarnya adalah Raja Kerajaan Karang Setra. Namun, penjelasan Pendekar Rajawali Sakti membuat Rara Ayu Ningrum sudah bisa memahami. Maka rasa hormatnya pun semakin tumbuh tebal dalam hatinya.

"Kenapa kau tidak mengatakan dirimu yang sebenarnya, sejak pertama kali datang, Kakang?" tanya Rara Ayu Ningrum.

Rangga tidak menjawab, dan hanya tersenyum saja. Kudanya terus dikendalikan sambil memperhatikan aliran sungai yang sangat besar dan deras. Sementara Rara Ayu Ningrum sudah melompat dari punggung kudanya, dan mendarat di samping kanan Pendekar Rajawali Sakti yang sudah melompat lebih dulu.

"Putus...," ujar Rangga agak mendesak, sambil mengangkat sedikit pundaknya.

"Maksudmu...?" tanya Rara Ayu Ningrum meminta penjelasan.

"Aku tidak tahu, apakah Ki Andak menyeberangi sungai ini atau tidak. Tapi yang jelas, jejaknya berakhir sampai di sini," sahut Rangga.

Rangga berjongkok, meneliti tanah yang lembab di sekitar tepian sungai ini. Kepalanya bergerak menggeleng beberapa kali. Dan beberapa kali pula terdengar suara mendecak dari bibirnya. Sambil menghembuskan napas panjang, Pendekar Rajawali Sakti bangkit berdiri. Dan pandangannya langsung tertuju ke seberang sungai.

Sungai ini memang sangat besar dan alirannya pun sangat deras. Tidak mungkin bagi orang biasa menyeberangi sungai ini, walaupun menggunakan perahu, karena pasti akan terbawa arus yang sangat kuat ini. Tapi bagi orang berkepandaian tinggi, tak akan terlalu sulit untuk menyeberanginya. Terlebih lagi kalau sudah memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi. Rangga kemudian melirik Rara Ayu Ningrum. Hatinya menyangsikan, apakah gadis ini mampu menyeberangi sungai itu...? Pendekar Rajawali Sakti belum pemah melihat Rara Ayu Ningrum menggunakan kepandaiannya. Jadi, dia tidak tahu apakah gadis itu bisa ilmu olah kanuragan atau tidak.

"Kenapa kau memandangiku, Kakang?" tegur Rara Ayu Ningrum merasa jengah, walaupun Rangga memandangi hanya dengan lirikan saja.

"Kau sanggup menyeberangi sungai ini, Ningrum?" Rangga malah balik bertanya.

"Kenapa tidak...?" tantang Rara Ayu Ningrum.

"Tidak ada satu perahu pun yang terlihat. Dan kita harus menyeberanginya hanya dengan sepotong ranting saja. Hm... Kau sanggup?" tanya Rangga lagi.

"Jangan mengecilkan aku, Kakang Lihat saja...," ujar Rara Ayu Ningrum.

Gadis itu menjumput sepotong ranting kering sepanjang tiga jengkal. Lalu, dilemparkannya ranting itu ke sungai. Dan saat itu juga, cepat sekali tubuhnya melesat

"Hup...!"
Tap!

Sungguh ringan tubuhnya, saat sebelah kaki kanan gadis itu menjejak ranting kering yang terapung di permukaan sungai ini. Hebat..! Ranting itu tidak bergerak sedikit pun juga. Rara Ayu Ningrum berdiri hanya menggunakan sebelah kaki saja, bagaikan seekor burung bangau berada di tengah kolam. Wajahnya berpaling, dan tersenyum melihat Pendekar Rajawali Sakti terlongong kagum.

"Ayo, Kakang. Kau ingin menyeberang atau tidak...?" seru Rara Ayu Ningrum.

Tukkk!

Tanpa berkata apa apa lagi, Rangga menjentikkan sepotong ranting kering dengan ujung jari kakinya. Bersamaan dengan itu, tubuhnya melesat sangat ringan. Dan begitu ranting kering itu menyentuh permukaan air sungai, kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti langsung menjejaknya.

Kini, kedua anak muda itu segera meluncur di atas permukaan air, hanya menggunakan sepotong ranting kering saja. Sedikit pun mereka tidak terpengaruh oleh derasnya aliran air sungai ini. Tubuh-tubuh mereka bagaikan segumpal kapas yang terapung di permukaan air. Begitu ringan dan cepat mereka meluncur di atas sepotong ranting. Dan sebentar saja, mereka sudah sampai di tepi seberang sungai

"Hup!"
"Hap!"

Secara bersamaan, kedua anak muda itu berlompatan ke tepi. Tapi baru saja menjejakkan kaki di tanah lembab agak berlumpur ini, mendadak saja dari balik semak belukar dan pepohonan yang tumbuh subur di sepanjang tepian sungai ini, ber-munculan orang-orang berpakaian serba hitam. Di tangan kanan mereka semua tergenggam sebilah golok yang cukup besar ukurannya. Mereka langsung berlompatan, dan mengepung kedua anak muda itu.

"Hm.... Hati-hati, Ningrum," gumam Rangga pelan, memperingati gadis di sebelahnya.

"Baik," sahut Rara Ayu Ningrum.

Ada sekitar dua puluh orang laki-laki bersenjata golok, telah mengepung rapat kedua anak muda itu. Mereka bergerak perlahan lahan memutari. Sementara, Rangga dan Rara Ayu Ningrum belum bertindak apa apa Mereka hanya bisa mem-perhatikan setiap gerak para pengepungnya. Kedua anak muda itu memang hanya bisa menunggu, sampai ada yang menyerang lebih dahulu.

***
ENAM
"Mau apa kalian?! Mengapa mengepung kami...?!" tanya Rangga, lantang.

Tak ada seorang pun yang menjawab pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti. Mereka semua menutup mulut, dan terus bergerak memutari dengan golok melintang di depan dada. Sorot mata mereka begitu tajam, seakan-akan memancarkan hawa nafsu membunuh. Sementara Rangga sudah bergerak memunggungi Rara Ayu Ningrum. Sehingga, mereka saling beradu punggung.

"Kau kenal mereka, Ningrum?" tanya Rangga setengah berbisik.

"Lihat gambar pada dada mereka, Kakang," sahut Rara Ayu Ningrum.

Rangga seperti baru tersadar. Jelas sekali kalau pada baju baglan dada mereka tergambar seekor kelelawar. Dan itu sudah menandakan kalau mereka adalah para pengikut Jaka Anabrang. Dan tanpa ditanya lagi, tentu sudah bisa diketahui maksud mereka menghadang di tepi sungai ini. Dan mereka tentu sudah diperintahkan menghadang siapa saja yang mengikuti Ki Andak, yang pergi dari kediamannya untuk memenuhi tantangan Jaka Anabrang

"Aku tahu siapa dan apa maksud kalian menghadangku di sini. Ayo, serang aku...!" terdengar lantang sekali nada suara Rangga.

Tapi, tak ada seorang pun yang bergerak menyerang. Mereka masih tetap mengepung dan bergerak perlahan-lahan memutari Pendekar Rajawali Sakti dan Rara Ayu Ningrum. Golok-golok mereka yang berukuran sangat besar berkilatan tertimpa cahaya matahari. Seakan-akan, mereka sudah tidak sabar lagi untuk menyerang. Dan di saat tidak ada seorang pun yang berbicara, terdengar siulan panjang dan melengking tinggi. Dan begitu siulan itu berhenti, seketika itu juga kedua puluh orang ini langsung berlompatan menyerang.

"Hiyaaa...!"

"Yeaaah...!"

"Pertahankan dirimu, Ningrum. Hiyaaa...!"

"Baik, Kakang! Hiyaaat..!"

Pertarungan memang tidak dapat dihindari lagi. Orang-orang berpakaian serba hitam itu begitu ganas menyerang, seperti binatang-binatang liar melihat mangsa. Tapi yang dihadapi kali ini bukanlah tokoh sembarangan. Gerakan-gerakan yang dilakukan Rangga dan Rara Ayu Ningrum begitu cepat dan tidak dapat diduga. Sehingga, para pengikut Jaka Anabrang itu jadi kaget setengah mati.

Buktinya, baru beberapa gebrakan saja, sudah enam orang yang terjungkal tak bernyawa lagi. Jeritan-jeritan melengking dan menyayat pun terus terdengar bersahutan, disertai teriakan-teriakan pertarungan yang sangat keras menggelegar. Satu persatu orang-orang berpakaian serba hitam itu jatuh terjungkal tanpa nyawa melekat di tubuhnya lagi.

Tapi, kelihatannya mereka tidak gentar sedikit pun juga. Orang-orang berseragam hitam itu terus merangsek, tanpa menghiraukan teman-temannya yang terus berpelantingan, ambruk tak bernyawa lagi. Seakan-akan tidak dipedulikan lagi jumlah yang semakin berkurang. Mereka terus saja menyerang ganas sekali.

"Menyingkir kau, Ningrum! Hiyaaa...!"

Melihat kenekatan orang-orang itu, Rangga Jadi gusar. Sambil berteriak keras menggelegar menyuruh Rara Ayu Ningrum menyingkir, dengan kecepatan kilat Pendekar Rajawali Sakti melompat sambil mengebutkan kedua tangannya yang terentang lebar ke samping. Saat itu, Rangga mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' tingkat terakhir.

"Hiya! Hiyaaa...!"

Begitu cepat gerakan kedua tangan Rangga dalam Jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Akibatnya, tahu-tahu terdengar jeritan-jeritan menyayat melengking tinggi, disusul ambruknya tubuh-tubuh berlumuran darah.

Memang sungguh dahsyat jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' tingkat terakhir milik Pendekar Rajawali Sakti. Setiap lawan yang terkena sabetan tangan yang terentang lebar bagai sayap burung itu, tidak akan mampu lagi bergerak. Mereka langsung tewas seketika dengan tubuh terbelah. Kedua tangan Rangga bagaikan sepasang mata pedang saja, sanggup membelah tubuh manusia hanya sekali sabetan. Hingga dalam waktu sebentar saja, tidak ada seorang pun yang bisa bangkit berdiri lagi.

Rara Ayu Ningrum sampai terlongong bengong melihat akibat dari jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Begitu terpananya, sampai tidak disadari kalau Rangga sudah berada di sampingnya lagi. Gadis itu baru tersadar saat tangan Pendekar Rajawali Sakti terasa menepuk pundaknya.

"Ayo, tinggalkan tempat ini," ajak Rangga.

Tanpa bicara sedikit pun juga, mereka kembali melanjutkan perjalanan, mengikuti Ki Andak yang kini entah sudah sampai di mana. Tapi sepanjang jalan yang dilalui, selalu saja ada rintangan yang tidak bisa dianggap enteng. Para pengikut Jaka Anabrang ternyata memiliki kepandaian lumayan. Mereka cukup berbahaya, dan tidak mengenal rasa gentar sedikit pun.

Rangga kembali menemukan jejak-jejak Ki Andak. Terus diikutinya jejak itu. Sementara, Rara Ayu Ningrum mengikuti saja dari belakang tanpa sedikit pun membuka suara. Bibirnya terkatup rapat, dan sesekali matanya melirik pemuda tampan yang mengenakan baju rompi putih itu.

***

Pendekar Rajawali Sakti kembali berhenti melangkah setelah sampai di sebuah lembah, tepat di tengah-tengah hutan. Kening pemuda itu jadi berkerut Dan kelopak matanya pun terlihat menyipit saat memandangi daerah sekitarnya. Hampir penglihatannya sendiri tidak dipercayai. Seakan-akan, sedang bermimpi rasanya. Matanya lalu melirik sedikit pada Rara Ayu Ningrum yang berdiri di sebelah kanannya. Gadis itu juga menatap wajah Rangga, sehingga pandangan mata mereka bertemu langsung pada satu titik.

"Aku jadi tidak mengerti, kenapa Ki Andak justru memilih jalan berputar...? Bukankah ini Lembah Mayat...?" Rangga seperti bertanya pada diri sendiri.

Tapi Rara Ayu Ningrum hanya diam saja. Pandangannya diedarkan ke sekeliling. Entah apa yang ada dalam kepala gadis ini. Sedangkan Rangga mulai merasakan adanya keanehan. Rasanya sulit dipercaya kalau Ki Andak menuju Lembah Mayat dengan jalan memutar yang tentu saja lebih jauh, dia juga tidak tahu, untuk apa laki-laki tua itu da tang ke Lembah Mayat ini. Apakah Jaka Anabrang memang menantangnya dan memilih tempat ini untuk bertarung? Rasanya di dalam surat yang dikirim Jaka Anabrang, Rangga tidak melihat adanya tempat pertemuan yang ditentukan.

Belum juga semua pertanyaan yang berkecamuk dalam benak Pendekar Rajawali Sakti bisa terjawab, tiba-tiba saja terlihat sebuah bayangan berkelebat begitu cepat di depannya. Dan saat itu juga, terlihat sebuah benda berwarna putih keperakan berbentuk bulat pipih meluncur deras ke arahnya.

"Awas! Hup...!"

Sambil mendorong tubuh Rara Ayu Ningrum, Rangga cepat sekah melompat menghindari sambaran benda bulat pipih berwarna putih keperakan itu. Dua kali tubuhnya berputaran di udara, lalu manis sekali kembali menjejak tanah, setelah benda bulat pipih keperakan itu lewat tanpa sedikit pun menyentuh tubuhnya. Sementara itu, Rara Ayu Ningrum juga sudah bangkit berdiri, setelah terjatuh akibat dorongan tangan Rangga tadi. Gadis itu segera menghampiri Pendekar Rajawali Sakti, dan berdiri kembali di sebelah kanan. Belum juga ada yang membuka suara, tiba-tiba saja....

"Ha ha ha...!"

Terdengar suara tawa yang begitu keras menggelegar. Jelas terdengar kalau tawa itu dikeluarkan lewat pengerahan tenaga dalam tinggi. Sehingga bisa menggema, dan sukar ditentukan arahnya. Tapi Rangga hanya sedikit menggumam kecil. Kepalanya bergerak menggeleng ke kanan dan kiri, mencoba mencari sumber suara tawa itu.

"Hm...." Tanpa bicara sedikit pun juga, tahu-tahu Rangga memutar tubuhnya ke kiri. Dan saat itu juga....

"Hiyaaa...!"

Sambil berteriak keras menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya ke depan. Saat itu juga, dari kedua telapak tangannya memancar cahaya merah bagai lidah api yang meluncur deras ke arah sebatang pohon besar, sekitar tiga batang tombak darinya. Cahaya merah itu langsung menghantam pohon, hingga hancur berkeping-keping. Seketika terdengarlah ledakan sangat dahsyat dan menggelegar yang memekakkan telinga.

Api langsung membakar pepohonan itu. Dan pada saat itu juga, terlihat sebuah bayangan berkelebat begitu cepat. Tanpa membuang-buang waktu sedikit pun juga, Rangga langsung melesat mengejar sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat sempurna. Secepat kilat, Pendekar Rajawali Sakti melepaskan satu pukulan keras menggeledek dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.

"Hiyaaa...!"

Glarrr...!

Tapi pukulan Pendekar Rajawali Sakti hanya menghantam pohon hingga hancur berkeping-keping. Sementara, bayangan itu berputaran indah sekali di udara, lalu meluruk deras ke bawah. Dan dengan ringan sekali kakinya menjejak tanah, tepat di saat Rangga juga menjejakkan kakinya di tanah.

"Setan Perak Lembah Mayat..," desis Rangga langsung mengenali.

Dan memang, orang itu adalah Setan Perak Lembah Mayat yang pernah bertemu dan sempat bertarung melawan Pendekar Rajawali Sakti. Setan Perak Lembah Mayat tertawa terkekeh, tapi lebih mirip sebuah seringai yang mengerikan. Sorot matanya terlihat begitu tajam, menusuk langsung bola mata Pendekar Rajawali Sakti.

"Sudah kuduga, kau pasti akan sampai juga ke sini, Pendekar Rajawali Sakti. Bersiaplah untuk mampus!" terasa dingin dan kering sekali nada suara Setan Perak Lembah Mayat

Rangga melangkah ke belakang beberapa tindak, mendekati Rara Ayu Ningrum. Matanya melirik sedikit pada gadis itu, namun tetap memperhatikan Setan Perak Lembah Mayat dengan tajam.

"Kau menyingkir dulu, Ningrum. Dia bukan lawanmu," pinta Rangga.

"Kau tidak apa-apa menghadapinya sendiri, Kakang?" tanya Rara Ayu Ningrum seperti khawatir.

"Aku memang akan menghadapinya sendiri," sahut Rangga seraya tersenyum kecil.

Rara Ayu Ningrum menatap Setan Perak Lembah Mayat sebentar, kemudian menarik kakinya ke belakang. Diikutinya permintaan Rangga tadi. Dan gadis itu baru berhenti setelah jaraknya dirasakan sudah cukup jauh dari Pendekar Rajawali Sakti. Sementara, Rangga kembali melangkah mendekati Setan Perak Lembah Mayat. Ayunan kakinya tampak berhenti, setelah jaraknya tinggal sekitar lima langkah lagi di depan Setan Perak Lembah Mayat

Mereka tidak bicara sedikit pun juga dengan mata saling beradu pandang begitu tajam. Seakan-akan, satu sama lain sedang mengukur tingkat kepandaian masing-masing. Terlihat Setan Perak Lembah Mayat mengeluarkan senjata berupa lempengan baja putih berkilat keperakan, seperti sebuah tameng. Senjata yang bergerigi pada sisinya itu terpasang pada lengan kanan, seperti melindungi dadanya dari serangan.

"Hm...," Rangga hanya menggumam saja melihat senjata lawannya.

"Keluarkan senjatamu, Pendekar Rajawali Sakti!" dengus Setan Perak Lembah Mayat

"Aku merasa belum perlu menggunakan senjata, Setan Perak," sahut Rangga kalem. Tapi suaranya terdengar sangat dingin.

"Sombong...!" dengus Setan Perak Lembah Mayat kesal mendengar penolakan Rangga.

Pendekar Rajawali Sakti hanya tersenyum saja. Terasa begitu tipis senyumnya. Dan itu membuat Setan Perak Lembah Mayat jadi semakin bertambah geram. Dia merasakan kalau Pendekar Rajawali Sakti sudah meremehkannya.

"Jangan menyesal kau mati tanpa senjata di tangan, Pendekar Rajawali Sakti!" desis Setan Perak Lembah Mayat geram.

"Silakan...," ujar Rangga tenang sekali.

"Keparat! Hiyaaat..!"

Sambil menggeram dan berteriak lantang menggelegar, Setan Perak Lembah Mayat melompat menyerang. Langsung diberikannya satu pukulan keras menggeledek dengan tangan kiri. Tapi hanya sedikit saja Rangga mengegos, pukulan Setan Perak Lembah Mayat yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi itu lewat menyambar angin kosong.

"Hih!"
Wuk!

Melihat serangannya dapat mudah digagalkan, Setan Perak Lembah Mayat segera menghantamkan tameng peraknya ke arah kepala Pendekar Rajawali Sakti. Maka kembali pemuda berbaju rompi putih itu menggerakkan kepala sediki, membuat keprukan tameng keperakan yang semua sisiir bergerigi itu tidak mengenai sasaran lagi.

"Keparat! Yeaaah...!"

Setan Perak Lembah Mayat semakin bertambah berang saja. Sambil berteriak keras menggelegar, serangannya ditingkatkan disertai pengerahan seluruh kekuatan tenaga dalam. Pertarungannya yang terdahulu dengan Pendekar Rajawali Sakti, membuatnya tidak lagi tanggung-tanggung melancarkan serangan. Pukulan-pukulan serta sambaran tamengnya begitu cepat dan dahsyat, sehingga menimbulkan hempasan angin menderu yang menyakitkan telinga. Dan Rangga pun terpaksa harus berjumpalitan, menghindari gempuran Setan Perak Lembah Mayat yang sangat cepat, dahsyat dan beruntun.

***
TUJUH
Pertarungan pun berlangsung sengit, dalam kecepatan yang sukar diikuti mata biasa. Rangga juga tidak hanya bisa berkelit menghindar. Sudah beberapa kali dilancarkan serangan balasan, tapi Setan Perak Lembah Mayat memang bukan lawan enteng. Gerakan-gerakan yang dilakukan Setan Perak Lembah Mayat memang sangat cepat. Bahkan setiap serangannya pun sangat berbahaya. Sedikit saja kelengahan, akan berakibat parah bagi mereka.

Jurus demi jurus cepat berlalu. Tanpa terasa, Setan Perak Lembah Mayat sudah mengeluarkan lebih dari sepuluh jurus. Tapi, di pihak Rangga hanya keluar jurus-jurus dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti'. Dan Pendekar Rajawali Sakti selalu memadukan antara satu jurus dengan jurus lain. Sehingga setiap kali menyerang, membuat Setan Perak Lembah Mayat jadi kelabakan. Tapi sampai sejauh ini, setiap serangan yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti masih dapat dihindari. Bahkan masih bisa melakukan serangan gencar dan sangat berbahaya.

"Awas kepala..!" seru Rangga tiba-tiba.

Seketika itu juga, Rangga melepaskan satu pukulan keras yang diarahkan ke kepala. Tentu saja serangan itu membuat Setan Perak Lembah Mayat jadi tersentak kaget. Terlebih lagi sebelum melancarkan serangan, Rangga memberi peringatan terlebih dahulu.

"Haittt..!"

Cepat-cepat Setan Perak Lembah Mayat menarik kepalanya, menghindari sabetan tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti. Tapi tanpa diduga sama sekali, tepat di saat kepala Setan Perak Lembah Mayat tertarik ke belakang, Rangga cepat melesat sedikit ke atas. Dan langsung dilepaskannya satu tendangan keras meng-geledek, dari jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Begitu cepat serangan susulannya, sehingga Setan Perak Lembah Mayat tidak sempat lagi menghindar. Dan...

Diegkh...!

"Akh...!" Setan Perak Lembah Mayat terpekik agak tertahan.

Tendangan yang dilepaskan Rangga keras sekali, tepat menghantam dadanya. Akibatnya, tubuh Setan Perak Lembah Mayat terpental ke belakang sejauh dua batang tombak. Keras sekali tubuhnya menghantam tanah, hingga keluar pekikan tertahan.

Dan pada saat itu juga, Rangga melesat bagai kilat sambil melepaskan satu pukulan dahsyat dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Begitu sempurna jurus itu dikuasainya, sehingga kedua kepalan tangannya jadi berwarna merah membara bagai besi terbakar

"Yeaaah...!"
"Uts...!"
Glarrr...!

Begitu dahsyatnya pukulan yang dilepaskan Rangga. Akibatnya tanah yang terkena langsung bergetar dan terbelah, membuat jurang kecil. Sementara, Setan Perak Lembah Mayat sudah bergelimpangan beberapa kali menghindarinya. Dan dia cepat melompat bangkit berdiri, sebelum Rangga bisa melancarkan serangan kembali.

"Hiyaaa...!"
Bet!
Wukkk...!

Setan Perak Lembah Mayat melemparkan tameng peraknya, disertai pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat tinggi. Tameng bergerigi di seluruh sisinya itu meluncur deras sekali ke arah kepala Pendekar Rajawali Sakti.

"Hap!"

Namun hanya sedikit saja merundukkan kepala, Pendekar Rajawali Sakti berhasil menghindari terjangan tameng perak itu. Tapi tanpa diduga sama sekali, tameng itu meluncur balik dan terus berputar ke arahnya. Seperti memiliki mata saja, tameng itu bisa mengetahui di mana lawan berada.

"Hup!"

Cepat-cepat Rangga melenting ke udara, menghindari terjangan tameng perak. Beberapa kali tubuhnya harus berjumpalitan di udara. Dan Pendekar Rajawali Sakti kini jadi menggeram dalam hati, melihat tameng itu bisa melayang sendiri menyerang-nya tanpa henti.

"Hih!"
Cring!

Tidak ada lagi pilihan bagi Pendekar Rajawali Sakti. Maka dengan cepat sekali Pedang Rajawali Sakti dicabut dari warangka di punggung. Dan seketika itu juga, cahaya biru terang menyilaukan mata menyemburat, bagai hendak menyelubungi seluruh tubuh pemuda itu. Dan tepat di saat tameng Setan Perak Lembah Mayat meluncur deras ke arahnya, cepat sekali pedangnya dikebutkan untuk menyambut senjata yang bagaikan memiliki mata itu. Sehingga ...

"Hiyaaa...!"
Bet!
Trang!
Glarrr...!

Ledakan keras menggelegar kembali terdengar, begitu Pedang Rajawali Sakti beradu dengan tameng bulat Setan Perak Lembah Mayat. Tampak tameng itu terpental balik ke belakang. Sementara, Rangga hanya terdorong sejauh dua langkah saja. Dan dari ledakan itu, memercik bunga api yang menyebar ke segala arah.

"Hup! Hiyaaa..!"

Setan Perak Lembah Mayat melompat, mengejar senjata tamengnya. Langsung dijumputnya senjata itu, dan kembali mendarat manis sekali. Tapi begitu kakinya menjejak tanah

"Heh...?!"

Kedua bola mata Setan Perak Lembah Mayat jadi terbeliak lebar dengan mulut ternganga. Dia seakan tidak percaya kalau tameng yang tadi kelihatan masih utuh, kini sudah terbelah menjadi dua bagian! Dan satu belahan lagi, telah jatuh menggeletak di ujung jari kakinya. Sedangkan satunya lagi, berada di tangannya.

"Keparat! Kubunuh kau..! Hiyaaat..!" Setan Perak Lembah Mayat benar-benar marah setengah mati, melihat senjata andalannya terbelah jadi dua bagian oleh pedang milik Pendekar Rajawali Sakti. Sambll berteriak keras menggelegar, dia melompat. Langsung potongan senjatanya dikebutkan ke kepala pemuda berbaju rompi putih itu.

"Haiiit..!"

Tapi dengan gerakan manis sekali, Rangga mengegoskan kepala. Dihindarinya terjangan potongan tameng perak itu. Dan begitu tameng yang tinggal sepotong itu lewat di atas kepalanya, cepat bagai kilat pedangnya dikebutkan.

"Yeaaah...!"
Bet!
"Uts!"

Setan Perak Lembah Mayat cepat-cepat menarik tubuhnya ke belakang, menghindari sabetan pedang yang memancarkan cahaya biru berkilauan itu. Dan pada saat tubuhnya agak terbungkuk, tanpa diduga sama sekali Pendekar Rajawali Sakti melepaskan satu pukulan keras menggeledek dengan tangan kiri ke arah wajah. Begitu cepat pukulannya, sehingga Setan Perak Lembah Mayat tidak sempat lagi menghindar.

Desss!
"Akh...!"

Untuk kedua kalinya Setan Perak Lembah Mayat terpekik, begitu pukulan tangan kiri Rangga yang mengandung pengerahan tenaga dalam mendarat telak di wajahnya. Dan saat kepalanya terdongak ke atas, cepat sekali Rangga kembali mengebutkan pedangnya.

"Hiyaaa...!"
Wukkk!

Setan Perak Lembah Mayat yang sama sekali tidak menyangka akan mendapat serangan begitu gencar dan cepat, benar-benar tidak dapat lagi berkutik. Dan...

Bret!
"Aaa...!"

Jeritan panjang melengking tinggi yang sangat menyayat pun terdengar membelah alam ini. Tampak darah seketika muncrat dari dada Setan Perak Lembah Mayat

"Mampus kau! Yeaaah...!"

Baru saja Rangga mengangkat pedangnya dan hendak menebas leher Setan Perak Lembah Mayat, tiba-tiba saja....

"Kakang, jangan...!"

Rangga cepat menghentikan gerakan tangannya yang hampir terayun membabatkan pedang ke leher Setan Perak Lembah Mayat, begitu tiba-tiba terdengar teriakan mencegah dari Rara Ayu Ningrum. Gadis itu cepat berlari menghampiri Pendekar Rajawali Sakti, dan berdiri di depannya seperti menghadang. Sementara itu, Setan Perak Lembah Mayat sudah menggeletak dengan dada terbelah lebar mengucurkan darah. Gerakan tarikan napas pada dada dan perutnya, menandakan kalau dia masih hidup.

"Kita membutuhkannya, Kakang. Jangan cepat-cepat dibunuh," kata Rara Ayu Ningrum.

"Hm...," Rangga menggumam kecil.
Cring!

Pendekar Rajawali Sakti memasukkan pedang pusakanya ke dalam warangka di punggung. Dan seketika itu juga, cahaya biru yang memancar dari pedangnya lenyap, begitu tenggelam ke dalam warangka. Sementara, Rara Ayu Ningrum sudah memutar tubuhnya berbalik. Gadis itu menghampiri Setan Perak Lembah Mayat yang masih terbaring lemah menjelang ajal. Darah terus mengucur deras dari dadanya yang terbelah sangat dalam dan lebar, akibat terbabat pedang pusaka Pendekar Rajawali Sakti tadi.

"Ugkh...! Kenapa kau tidak jadi membunuhku, Pendekar Rajawali Sakti...?!" dengus Setan Perak Lembah Mayat, lemah dan terputus-putus suaranya.

"Terlalu enak kalau kau langsung mati, Setan Perak," Rara Ayu Ningrum yang menyahuti dengan nada suara dingin dan ketus.

Setan Perak Lembah Mayat menatap wajah cantik gadis itu. Tapi, sinar matanya kini tidak lagi memancar tajam. Darah yang terus mengucur dari dadanya, membuat sinar matanya meredup. Bahkan tarikan napasnya pun sudah mulai melemah.

"Katakan, di mana Jaka Anabrang tinggal!" tanya Rara Ayu Ningrum masih terdengar dingin sekali nada suaranya.

"Aku tidak kenal Jaka Anabrang!" sahut Setan Perak Lembah Mayat tidak kalah ketusnya.

"Jangan coba-coba berdusta, Setan Perak. Aku tahu kalau kau dan Jaka Anabrang sekongkol! Katakan, dimana Jaka Anabrang sekarang berada...?!" sentak Rara Ayu Ningrum.

Setan Perak Lembah Mayat tidak langsung menjawab. Ditatapnya gadis itu dengan bola mata terbuka lebar. Bibirnya terkatup rapat. Dan tiba-tiba saja tangannya bergerak cepat sekali. Lalu...

Crab!
"Hegkh...!"
"Heh?!"

Rara Ayu Ningrum terkejut setengah mati, begitu tiba-tiba Setan Perak Lembah Mayat menikam dirinya sendiri dengan sebilah pisau yang diambil dari balik ikat pinggangnya. Begitu cepat gerakan tangannya, sehingga tidak sempat dicegah lagi. Dan pisau berwarna keperakan itu menancap sangat dalam di dada Setan Perak Lembah Mayat

"Keparat..!" dengus Rara Ayu Ningrum kesal. Gadis itu berpaling, menatap Rangga yang sejak tadi berada di samping kirinya. Pendekar Rajawali Sakti hanya diam saja melihat tindakan yang dilakukan Setan Perak Lembah Mayat

"Huh! Kenapa dia lakukan itu...?" dengus Rara Ayu Ningrum, seperti bertanya pada diri sendiri

Dan Rangga masih saja tetap membisu, tidak membuka suara sedikit pun. Hanya dipandanginya Setan Perak Lembah Mayat yang tergeletak tak bernyawa lagi, dengan sebilah pisau tertanam dalam dada.

Rara Ayu Ningrum melangkah mundur beberapa tindak. Tubuhnya lalu dihempaskan di atas akar pohon yang menyembul dari dalam tanah. Sementara, Pendekar Rajawali Sakti masih tetap berdiri tegak dekat mayat Setan Perak Lembah Mayat. Kedua anak muda itu saling bertatapan, seakan-akan ada yang hendak dikatakan. Tapi mereka hanya diam saja, dan hanya saling berpan-dangan satu sama lain. Sementara, suasana di dalam lembah itu begitu sunyi. Bahkan sedikit pun tidak terdengar suara binatang. Angin pun seakan-akan enggan bertiup.

"Ayo, tinggalkan tempat ini," ajak Rangga.

"Ke mana lagi kita pergi, Kakang?" tanya Rara Ayu Ningrum.

Rangga tidak langsung menjawab. Malah, ditatapnya gadis itu dengan sinar mata cukup tajam. Pertanyaan Rara Ayu Ningrum barusan seakan-akan menyiratkan keputusasaan. Seperti tidak punya harapan lagi menemui kakeknya, Ki Andak. Rangga melangkah menghampiri. Diambilnya tangan gadis itu, lalu digenggamnya erat-erat. Perlahan Rara Ayu Ningrum bangkit berdiri. Matanya terus memandangi wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti dalam-dalam, seakan-akan ada yang hendak dikatakan.

"Kau seperti putus asa, Ningrum. Kenapa...?" tanya Rangga, mendahului sesuatu yang ingin dikatakan Rara Ayu Ningrum.

"Kau tahu, Kakang. Tidak ada seorang pun yang bisa keluar lagi dalam keadaan hidup, kalau sudah masuk ke dalam Lembah Mayat ini," kata Rara Ayu Ningrum pelan

"Tapi kakekmu pernah datang ke sini, dan bisa kembali lagi dalam keadaan hidup, Ningrum," balas Rangga.

Padahal, Rangga juga pernah datang ke sini beberapa hari yang lalu. Bahkan sempat pula bertarung melawan Setan Perak Lembah Mayat. Hanya saja, Pendekar Rajawali Sakti tidak menceritakannya pada gadis ini. Dan diyakini betul kalau tidak ada satu tempat pun di jagat raya ini yang sangat berbahaya. Rangga yakin, semua ini akan berakhir. Dan mereka semua akan keluar dari lembah ini dalam keadaan hidup.

"Kakek tidak pernah masuk ke lembah ini, Kakang. Kakek hanya berbohong Kakek tidak pernah sampai ke lembah ini. Dia hanya berada di pinggir saja, menunggu teman-temannya yang masuk ke dalam lembah ini. Dan tak seorang pun dari mereka yang kembali lagi," kata Rara Ayu Ningrum menjelaskan. "Aku tahu semua itu, karena waktu itu aku ada."

"Kenapa Ki Andak melakukan hal itu?" tanya Rangga, ingin tahu.

"Agar semua orang memandang dan menganggapnya berilmu tinggi. Dan memang, tidak ada seorang pun yang melecehkannya lagi. Semua orang di desa jadi menghormatinya. Bahkan kakek memanfaatkannya untuk mengambil pengaruh, sampai akhirnya sempat menjadi kepala desa dulu. Tapi sekarang ini tidak ada seorang pun yang memandangnya lagi. Itu setelah jabatan kepala desa digantikan orang lain, dan sudah banyak orang yang lupa akan peristiwa itu. Kakek sendiri terpukul, hingga sering mengurung diri dalam kamar. Bahkan sering bepergian tanpa diketahui ke mana arahnya. Dan belakangan ini, kakek seringkali pergi sampai berhari-hari. Aku tidak tahu, ke mana perginya," kata Rara Ayu Ningrum menceritakan yang sebenarnya.

Sedangkan Rangga terdiam. Dipandanginya gadis itu dengan kelopak mata agak menyipit. Dan keningnya pun kelihatan berkerut, seperti ada sesuatu yang sedang dipiklrkannya. Rara Ayu Ningrum juga tidak bertanya lagi. Hanya dipandanginya wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti dengan sinar mata bening.

"Ayo...," ajak Rangga.

Tanpa menunggu jawaban lagi, Pendekar Rajawali Sakti langsung memutar tubuhnya berbalik. Kakinya kini melangkah pergi, meninggalkan tempat ini. Sedangkan Rara Ayu Ningrum masih berdiri tegak, memandangi Rangga yang sudah melangkah menuju kuda yang tertambat agak jauh di pohon. Gadis itu baru mengayunkan kakinya, setelah Rangga berjalan cukup jauh. Dengan ayu dan kaki lebar dan cepat, sebentar saja gadis itu sudah menjajarkan dirinya di samping Pendekar Rajawali Sakti. Belum ada yang membuka suara. Mereka terus berjalan dengan bibir terkatup rapat. 

***

Sudah seluruh sudut Lembah Mayat ini dijelajahi. Tapi, tidak juga bisa ditemukan tempat tinggal Jaka Anabrang yang menyekap Pandan Wangi. Bahkan Rangga dan Rara Ayu Ningrum juga tidak lagi menemukan jejak Ki Andak. Sementara, matahari sudah condong ke arah barat. Sinarnya tidak lagi terasa menyengat

"Rasanya tidak ada lagi tempat tersembunyi di Lembah Mayat ini. Sudah semua sudut dan pelosok dijelajahi. Aku tidak percaya kalau dia bertempat tinggal di dalam tanah," ujar Rangga terdengar bergumam, seperti bicara pada dirinya sendiri

"Pasti ada tempat yang sangat rahasia dan tersembunyi di sini, Kakang," balas Rara Ayu Ningrum.

"Tempat macam apa...?" tanya Rangga seraya menatap gadis itu.

Rara Ayu Ningrum hanya mengangkat bahu saja. Dia sendiri tidak tahu, apa yang harus dilakukan lagi untuk menemukan tempat persembunyian Jaka Anabrang. Terlebih lagi, kakeknya saat ini mungkin sudah berhadapan dengan Jaka Anabrang. Hatinya benar-benar mencemaskan orang tua itu. Tapi, Rangga sudah benar-benar kehilangan jejak. Dan sejak tadi, mereka hanya berputar-putar saja tanpa arah dan tujuan pasti. Namun dalam hati, mereka merasa sangat yakin kalau Ki Andak berada di sekitar Lembah Mayat ini.

"Kau benar, Ningrum. Ada satu tempat yang sangat rahasia di sekitar Lembah Mayat ini. Hm...," gumam Rangga pelan, seperti bicara pada diri sendiri.

"Kita cari lagi, Kakang," ajak Rara Ayu Ningrum.

Rangga mendongakkan kepala ke atas. Tampak seekor Rajawali berbulu putih keperakan tengah melayang-layang tepat di atas kepalanya. Kelihatan kecil sekali, dan beberapa kali menghilang tertutup awan. Dia tahu, Rajawali Putih masih terus mengawasinya dari udara.

Diam-diam, Rangga menggunakan tenaga batin untuk berbicara dengan Rajawali Putih. Pendekar Rajawali Sakti ingin tahu, apakah Rajawali Putih sudah melihat tanda-tanda tempat persembunyian Jaka Anabrang. Cukup lama juga Rangga menunggu jawaban dari burung Rajawali raksasa itu.

"Ayo, Ningrum..," ajak Rangga.

Tanpa menunggu jawaban lagi, Pendekar Rajawali Sakti melangkah. Ayunan kakinya lebar dan cepat, sehingga membuat Rara Ayu Ningrum agak kewalahan mengikutinya. Dan gadis itu kini telah mensejajarkan ayunan langkahnya di samping kiri pemuda itu. Mereka terus berjalan tanpa bicara lagi sedikit pun. Sesaat Rara Ayu Ningrum merasa aneh melihat Rangga seperti sudah yakin akan arah yang dituju kali ini. Pendekar Rajawali Sakti berjalan dengan ayunan kaki begitu mantap.

Rara Ayu Ningrum memang tidak tahu kalau Rangga sudah mendapatkan petunjuk dari Rajawali Putih yang terus-menerus mengikuti dari angkasa. Rupanya burung rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu sudah tahu tempat persembunyian Jaka Anabrang. Dan dengan kekuatan tenaga batin, diberitahunya kepada Rangga tadi.

Setelah cukup lama mereka berjalan, tiba-tiba saja Rangga menghentikan ayunan kakinya. Disertai gumaman kecil, Rara Ayu Ningrum ikut berhenti melangkah. Dipandanginya wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti dengan sinar mata memancarkan satu pertanyaan dan keheranan.

"Ada apa, Kakang...?" tanya Rara Ayu Ningrum, tidak dapat lagi menahan rasa keingintahuannya.

"Kau di sini dulu, Ningrum. Jangan melangkah setindak pun," kata Rangga, agak dalam nada suaranya.

Rara Ayu Ningrum hanya menganggukkan kepala saja. Memang tidak ada lagi yang bisa dilakukan, selain mengikuti Pendekar Rajawali Sakti, walaupun dalam kepalanya penuh segudang pertanyaan.

Sementara, Pendekar Rajawali Sakti mengayunkan kakinya perlahan-lahan. Sorot matanya terlihat begitu tajam, menatap lurus tak berkedip ke depan. Telinganya dipasang tajam-tajam, mendengar suara sekecil apa pun yang dapat ditangkap. Kakinya terus melangkah hati-hati sekali, sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai kesempurnaan. Hingga, sedikit pun tak terdengar suara walau kakinya tetap menjejak tanah. Dan begitu sudah berjalan sekitar lima batang tombak jauhnya, mendadak...

Wusss!
"Haiiit..!"

Cepat Rangga melenting ke udara, ketika tiba-tiba saja dari depan meluncur dua batang tombak. Dan tombak-tombak yang melesat lewat di bawah telapak kakinya langsung menancap pada sebatang pohon di belakang Pendekar Rajawali Sakti tadi. Sementara, Rangga sendiri beberapa kali berputaran di udara, lalu sekali menjejak kembali di tanah. Tapi pada saat kaki Pendekar Rajawali Sakti menjejak....

Srak!
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah..!"

Betapa terkejutnya Pendekar Rajawali Sakti ketika tiba-tiba saja dari dalam tanah di sekitarnya bersembulan makhluk-makhluk aneh bagai mayat hidup. Tak ada satu pun dari mereka yang bentuk tubuhnya masih utuh. Mereka benar-benar sosok mayat yang hidup kembali, setelah terkubur di dalam tanah. Jumlahnya tidak kurang dari sepuluh orang, dan langsung bergerak mengepung Pendekar Rajawali Sakti.

***
DELAPAN
Dan belum lagi hilang rasa terkejutnya, kembali Pendekar Rajawali Sakti dikejutkan oleh terdengarnya tawa yang sangat keras dan menggelegar. Dan belum lagi hilang suara tawa itu, terlihat sebuah bayangan berkelebat begitu cepat. Hingga tahu-tahu, di depan Pendekar Rajawali Sakti sudah berdiri seorang pemuda dengan sebilah pedang yang masih tersimpan dalam warangkanya.

"Jaka Anabrang...," dcsis Rangga langsung mengenali.

"Sudah kuduga, kau pasti akan datang ke sini, Pendekar Rajawali Sakti," ujar Jaka Anabrang dingin.

"Mana Pandan Wangi?!" sentak Rangga langsung.

"Ha ha ha...!" Jaka Anabrang masih tertawa terbahak-bahak, mendengar pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti.

Dan begitu suara tawanya terhenti, Jaka Anabrang bersiul nyaring melengking tinggi. Begitu siulannya hilang, muncul empat orang laki-laki bersama seorang perempuan tua sambil menggiring Pandan Wangi dan Ki Andak yang seluruh tubuhnya terikat rantai.

"Dengar, Pendekar Rajawali Sakti. Kalau pedang pusakamu tidak kau serahkan, jangan menyesal kalau kepala mereka terpisah," ancam Jaka Anabrang dingin.

"Jangan pedulikan omongannya, Kakang!" seru Pandan Wangi menyentak.

Tapi begitu suaranya menghilang dari pendengaran, perempuan tua yang berdiri di sebelahnya langsung mengebutkan tangannya, menghantam dada gadis itu.

Buk!

"Akh...!" Pandan Wangi terpekik agak tertahan.

"Keparat..!" geram Rangga berang, melihat kekejaman itu.

"Serahkan saja pedangmu, Pendekar Rajawali Sakti. Atau memang ingin melihat kepala mereka pisah dari leher...?" desis Jaka Anabrang semakin dingin terdengar suaranya.

"Phuih...!" Rangga menyemburkan ludahnya dengan sengit.

Di saat ketegangan sudah sampai pada puncaknya, tiba-tiba saja Rara Ayu Ningrum yang sejak tadi tidak mendapat perhatian, melesat begitu cepat menerjang Jaka Anabrang.

"Mampus kau, Setan Keparat! Hiyaaat..!"

Teriakan Rara Ayu Ningrum, sempat membuat Jaka Anabrang tersentak kaget. Cepat tubuhnya diputar sambil mencabut Pedang Halilintar. Dan seketika itu juga, pedangnya dikebutkan ke arah Rara Ayu Ningrum yang tengah melayang di udara.

Wuk!
"Hiyaaa...!"

Melihat keselamatan Rara Ayu Ningrum terancam, Rangga langsung menghentakkan tangan kanannya dalam pengerahan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir, disertai tenaga dalam tingkat sempurna .

"Hih!"

Jaka Anabrang jadi tersentak kaget setengah mati. Cepat-cepat tangannya ditarik pulang, sebelum pedangnya yang berkilatan memancarkan cahaya menyilaukan itu sempat menyentuh tubuh Rara Ayu Ningrum.

"Hiyaaa...!"

Saat itu juga, Rangga melompat cepat bagai kilat menerjang pemuda yang memegang Pedang Halilintar. Menyadari akan kedahsyatan pedang di tangan Jaka Anabrang, Rangga tidak mau tanggung-tanggung lagi. Sambil melompat, pedang pusakanya dicabut dan langsung dikebutkan ke leher lawan.

Wukkk!
"Hih! Yeaaah...!"

Tidak ada lagi kesempatan bagi Jaka Anabrang untuk menghindari serangan Pendekar Rajawali Sakti. Cepat pedangnya dikebutkan, untuk menangkis sabetan Pedang Rajawali Sakti yang memancarkan cahaya biru terang menyilaukan mata. Hingga tak pelak lagi, dua pedang yang berpamor sangat dahsyat pun bertemu di udara.

Trang!
Glarrr...!

Ledakan keras dan menggelegar pun terjadi, begitu dua mata pedang berpamor dahsyat beradu. Tampak kilatan bunga api memercik menyebar ke segala arah. Sementara, terlihat kedua pemuda itu terpental ke belakang sejauh beberapa langkah. Mereka sama-sama jatuh bergulingan, lalu secara bersamaan pula kembali bangkit berdiri.

"Phuih! Serang dia...!" teriak Jaka Anabrang memberi perintah.

"Biar manusia-manusia busuk ini kuhadapi, Kakang!" seru Rara Ayu Ningrum cepat

"Hiyaaat..!"

Rara Ayu Ningrum langsung saja melompat menerjang mayat-mayat hidup dengan kebutan pedangnya yang begitu cepat, hingga sukar diikuti mata biasa. Sengaja mayat-mayat hidup ini dihadapi agar Rangga bisa leluasa menghadapi Jaka Anabrang.

"Setan keparat! Phuih...!"

Jaka Anabrang jadi geram setengah mati melihat Rara Ayu Ningrum menggempur mayat-mayat hidup suruhannya. Dan saat itu Rangga sudah melangkah menghampiri, dengan Pedang Rajawali Sakti tersilang di depan dada.

"Hiyaaat..!"

Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti melompat menyerang, sambil mengebutkan pedangnya dengan kecepatan bagai kilat Akibatnya, Jaka Anabrang harus berjumpalitan menghindarinya.

Pertarungan antara Rangga dan Jaka Anabrang tidak dapat lagi dihindari. Pertarungan berjalan dengan jurus-jurus tingkat tinggi yang sangat dahsyat luar biasa. Kilatan-kilatan cahaya pedang bagaikan kabut yang menyelubungi seluruh tubuh mereka.

Begitu cepat gerakan-gerakan yang dilakukan, sehingga sulit sekali dipandang mata. Dan bentuk tubuh mereka pun jadi hilang, tertutup kilatan-kilatan cahaya pedang yang berkelebatan begitu cepat, mengincar tiap-tiap bagian tubuh yang mematikan.

Suara-suara ledakan keras menggelegar pun seringkali terdengar, setiap dua pedang itu beradu. Percikan bunga api terus berhamburan menyebar ke segala arah. Sementara itu, Rara Ayu Ningrum terus menggempur mayat-mayat hidup tanpa mengenal lelah. Pedangnya pun berkelebatan ke sana kemari, membabat makhluk-makhluk yang seharusnya sudah menghuni tanah bersama cacing-cacing. Teriakan-teriakannya begitu keras, mengikuti setiap gerakannya.

Sementara itu, diam-diam Pandan Wangi mencari kesempatan untuk melepaskan diri, karena mereka yang menawannya kelihatan begitu terpukau menyaksikan pertarungan antara Rangga dengan Jaka Anabrang. Dan memang, pertarungan itu sungguh dahsyat, hingga tidak ada satu mata pun yang berkedip memperhatikannya. Bahkan Ki Andak juga begitu seksama memperhatikan, hingga sepasang bola matanya tidak berkedip sedikit pun juga. Dia seperti lupa kalau seluruh tubuhnya terbelenggu rantai baja.

"Hih!"
Trig!
Begkh!
"Akh...!"

Pandan Wangi benar-benar memanfaatkan kesempatan ini. Begitu cepat kedua tangannya yang terikat rantai dikebutkan, dan langsung menghantam dada perempuan tua yang berdiri dekat sekali di sebelahnya. Begitu keras kebutan kedua tangannya yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Akibatnya perempuan tua yang berada di sebelahnya terpental sampai sejauh dua batang tombak.

"Hiyaaat...!"

Belum juga ada yang bisa menyadari, Pandan Wangi sudah melesat begitu cepat menerjang ke arah perempuan tua yang masih sejajar di tanah. Dan bagaikan kilat, rantai yang membelenggu kedua tangannya menjadi satu dikebutkan. Rantai baja itu melesat begitu cepat, sehingga perempuan tua itu tidak sempat lagi menghindari. Dan....

Cring!
Prak!
"Aaa...!"

Jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar begitu menyayat sekali. Tampak kepala perempuan tua itu pecah berantakan tersambar rantai baja yang mengikat kedua tangan Pandan Wangi. Darah pun seketika berhamburan deras. Hanya sebentar saja perempuan tua itu masih bisa menggeliat, kemudian mengejang kaku dan diam tak bergerak-gerak lagi. Seketika, nyawanya melayang dari badan dengan kepala pecah berhamburan!

Jeritan kematian perempuan tua itu mengejutkan yang lain. Dan begitu tersadar, mereka langsung saja berlompatan hendak menyerang Pandan Wangi. Tapi, Ki Andak sudah lebih cepat bertindak. Disertai pengerahan tenaga dalam, rantai yang membelenggu kedua tangannya dikibaskan cepat.

Cring!
Plak!
"Akh...!"
"Aaa...!"

Jeritan-jeritan panjang melengking tinggi seketika itu juga terdengar menyayat saling susul. Pandan Wangi cepat berpaling, dan tersenyum melihat Ki Andak merobohkan anak buah Jaka Anabrang. Dan kini mereka tidak lagi dijaga. Pandan Wangi bergegas menghampiri laki-laki tua itu.

"Bagaimana dengan rantai ini, Ki?" tanya Pandan Wangi sambil mengulurkan kedua tangannya yang terbelenggu.

"Dengan rantai ini pun, kita masih bisa membantu Rara Ayu Ningrum," sahut Ki Andak

Pandan Wangi cepat menatap Rara Ayu Ningrum yang masih kerepotan menghadapi makhluk-makhluk mayat hidup suruhan Jaka Anabrang.

"Ayo, Ki. Tampaknya cucumu perlu bantuan juga," ajak Pandan Wangi.

"Baiklah. Ayo cepat," sambut Ki Andak.
"Hiyaaat...!"
"Yeaaat..!"

Mereka segera saja beriompatan menghajar mayat-mayat hidup yang mengeroyok Rara Ayu Ningrum. Walaupun ada rantai yang membelenggu kedua tangan, gerakan Pandan Wangi dan Ki Andak masih sangat tangguh dan gesit. Hingga dalam waktu tidak berapa lama saja, mereka sudah merobohkan tidak sedikit mayat-mayat hidup itu.

Sementara di tempat yang terpisah, Rangga dan Jaka Anabrang masih bertarung sengit sekali. Dan tampaknya, mereka sudah mengerahkan jurus-jurus andalan yang sangat dahsyat dan berbahaya. Bahkan sesekali sama-sama melontarkan aji kesaktian, hingga beberapa kali pula terdengar ledakan-ledakan keras menggelegar, menggetarkan bumi.

Dan saat itu, Pandan Wangi, Ki Andak, dan Rara Ayu Ningrum sudah menyelesaikan pertarungannya. Tidak ada satu pun lagi mayat-mayat hidup itu yang bisa bangkit berdiri. Mereka semua menggeletak, menyebarkan aroma busuk yang memualkan perut. Hingga, membuat ketiga pendekar itu bergegas menjauh. Dan perhatian mereka langsung tertumpah pada Pendekar Rajawali Sakti yang masih bertarung ketat melawan Jaka Anabrang.

Saat itu, Rangga sudah mengerahkan jurus 'Pedang Pemecah Sukma'. Satu jurus andalan yang jarang sekali digunakan kalau tidak menghadapi lawan tangguh. Tapi, tampaknya Jaka Anabrang tidak begitu terpengaruh oleh jurus ini. Serangan-serangan balasannya pun semakin berbahaya saja. Sama sekali jiwanya tidak terpengaruh oleh jurus yang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti.

"Edan...! Dia benar-benar tangguh. Sedikit pun tidak terpengaruh oleh jurus 'Pedang Pemecah Sukma'," dengus Rangga pelan.

Menyadari kalau jurus andalannya tidak akan bisa menyudahi pertarungan, bergegas Rangga melompat mundur sejauh setengah batang tombak. Sementara pedangnya yang selalu memancarkan sinar biru, langsung tersilang di depan dada. Sorot matanya begitu tajam, menembus langsung ke bola mata Jaka Anabrang yang juga segera menghentikan pertarungan begitu Rangga melompat mundur.

"Hm... Terpaksa aji 'Cakra Buana Sukma' harus kugunakan," gumam Rangga lagi.

Rangga segera menempelkan telapak tangan kirinya ke mata pedang. Sementara sorot matanya masih terlihat tajam menembus langsung ke bola mata Jaka Anabrang. Dan perlahan-lahan, tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti bergerak menggosok mata pedangnya. Begitu mencapai pangkal tangkai, tampak sinar biru yang memancar dari pedang meng-gumpal di ujung, membentuk bulatan sebesar kepala.

"Aji 'Cakra Buana Sukma'. Yeaaah...!"
Bettt!
"Hiyaaa...!"

Sambil mengebutkan pedang ke depan, Rangga mengerahkan aji 'Cakra Buana Sukma'. Dan pada saat yang bersamaan, Jaka Anabrang juga menghentakkan pedangnya ke depan. Dan begitu sinar biru dari ujung pedang Pendekar Rajawali Sakti meluruk, dari ujung Pedang Halilintar di tangan Jaka Anabrang juga memancar cahaya keperakan yang menyilaukan mata.

Dan kini dua cahaya dari ujung pedang yang berlawanan itu pun bertemu di tengah-tengah. Seketika itu juga, terdengar ledakan dahsyat menggelegar. Tampak Jaka Anabrang terdorong beberapa langkah ke balakang.

Sementara, tubuh Rangga hanya goyah sedikit saja. Sedangkan, sinar biru yang memancar dari pedang Pendekar Rajawali Sakti terus meluruk deras ke depan. Sementara cahaya keperakan dari pedang Jaka Anabrang seketika menyebar, begitu membentur sinar biru dari pedang Rangga.

"Akh...!"

Jaka Anabrang tiba-tiba saja terpekik, begitu tubuhnya tersentuh sinar biru yang memancar dari pedang Rangga. Sedangkan sinar biru langsung saja menyelubungi seluruh tubuh Jaka Anabrang. Begitu cepat gerakannya, sehingga dalam waktu singkat seluruh tubuh Jaka Anabrang sudah terselimut cahaya biru yang begitu terang menyilaukan mata.

"Ugkh! Akh...!"

Tampak Jaka Anabrang menggeliat-geliat, berusaha melepaskan diri dari selubung sinar biru itu. Tapi hatinya jadi terkejut setengah mati. Karena semakin kuat mengerahkan tenaga, semakin besar pula tenaganya yang terhambur keluar. Sama sekali tidak disadari kalau aji 'Cakra Buana Sukma' yang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti mampu menyedot tenaganya. Akibatnya bisa dipastikan kalau Jaka Anabrang tidak akan memiliki kekuatan sedikit pun.

Jaka Anabrang semakin kuat berusaha melepaskan diri. Tapi, semakin besar pula tenaganya terhambur keluar. Dan keringat semakin deras mengucur di seluruh tubuhnya. Sementara, Rangga perlahan-lahan mulai melangkah mendekati. Dan begitu jaraknya tinggal sekitar tiga langkah lagi....

"Hiyaaa...!"
Bet!
Wuk!

Begitu cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti mengebutkan pedangnya. Sehingga....

Cras!
"Aaakh...!" Jaka Anabrang menjerit keras melengking tinggi, begitu mata pedang Pendekar Rajawali Sakti mem-babat lehernya. Tapi hanya itu saja suara yang keluar dari mulutnya.

Sementara, Rangga sudah cepat melompat ke belakang, sambil menyarungkan kembali Pedang Rajawali Sakti ke dalam warangka di punggung.

Sedangkan Jaka Anabrang terlihat berdiri tegak dengan kedua bola mata terbuka dan mulut menganga lebar. Dan tak lama kemudian, tubuh pemuda itu jadi limbung, lalu langsung ambruk dengan kepala terpisah dari leher. Darah seketika muncrat berhamburan keluar dari leher yang buntung tak berkepala lagi!

"Kakang...!" Pandan Wangi bergegas menghampiri Rangga yang masih berdiri tegak memandangi tubuh Jaka Anabrang yang sudah tergeletak kaku tak bernyawa lagi.

Sementara, Ki Andak mengambil Pedang Halilintar dan warangkanya dari tangan Jaka Anabrang. Dimasukkannya pedang itu ke dalam warangkanya, lalu melangkah menghampiri Pendekar Rajawali Sakti. Rara Ayu Ningrum mengikuti ayunan langkah kaki kakeknya ini. Mereka baru berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar lima langkah lagi dari Pendekar Rajawali Sakti.

"Aku tidak tahu, harus bagaimana mengucapkan terima kasih padamu, Rangga. Kau telah mengembalikan pedang pusaka ini pada tangan yang sah," ucap Ki Andak.

"Ah! Sudahlah, Ki. Semua ini berkat kerjasama kita semua," sambut Rangga tidak ingin mendapatkan apa pun juga dari apa yang telah dilakukan.

"Tapi...."

"Sebaiknya kita pergi saja dari sini, Ki. Sudah hampir senja. Mudah-mudahan saja tidak sampai malam di jalan," serobot Rangga cepat, memutuskan ucapan Ki Andak.

Pendekar Rajawali Sakti terus saja melangkah diikuti Pandan Wangi. Ki Andak dan Rara Ayu Ningrum memperhatikan beberapa saat, kemudian melangkah mengikuti ayunan kaki pendekar muda itu dari belakang. Mereka terus berjalan tanpa bicara lagi sedikit pun. Dan ditengah perjalanan, dengan kekuatan pedangnya Rangga melepaskan rantai yang membelenggu Pandan Wangi dan Ki Andak, hingga bisa leluasa berjalan pulang.

TAMAT
EPISODE BERIKUTNYA: