KETEGARAN JIWA YANG RELA MATI MEMPERTAHANKAN IMAN

Dalam suatu peperangan yang  terjadi  antara kaum Muslimin dengan  tentara Romawi, Abdullah bin Hizafah, bekas seorang budak yang kini ikut memperkuat barisan Islam, telah tertawan bersama 80 prajurit Islam lainnya.
Heraclius, Raja Romawi itu memaksa para tawanan untuk memeluk agama Nasrani, sebagai jaminan untuk  kebebasannya. Namun  Abdullah bin Hizafah tetap pada pendirian imannya. Lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup menjual aqidah. Itulah pendirian  Abdullah.
Gagal tekanan dan kekerasan, Abdullah  dibujuk  dengan  tawaran  yang  menggiurkan,  ia  diberi  janji akan dijadikan panglima perang tentara Romawi, bahkan ditawari kedudukan sebagai menteri. Namun segala janji dan rayuan itu ditolaknya.
“Tidak!”jawab Abdullah tegas.
Sampailah  pada  puncaknya  kesabaran r aja  Heraclius,  Abdullah  diancam  akan  dibunuh secara hina dan  keji. Namun Abdullah  tetap bersiteguh  pada pendiriannya. Tetapi ketika datang seorang algojo yang menjemputnya dari kamar tahanan  untuk  dieksekusi,  tiba-tiba  Abdullah  menangis, air  mata  meleleh membasahi pipinya. Hal itu membuat algojo itu terheran-heran dan kemudian dilaporkan kepada raja Heraclius.
“Abdullah menangis,” tanya raja Heraclius.
“Ya, agaknya dia takut menghadapi kematiannya,” jawabpengawal yang melaporkannya.
“Bawa dia ke hadapanku!”
“Baik,  Baginda,” jawab  pengawal  itu yang kemudian menghadapkan Abdullah kepada raja Heraclius.
“Hai Abdullah, kudengar engkau menangis saat mengahadapi kematianmu, tanya raja Heraclius.
“Benar,” sahut Abdullah.
“Aku  akan  membatalkan  eksekusi  itu asal kau bersedia memeluk agama Nasrani. Karena itu, hentikan tangismu.”
“Paduka salah duga,” jawab Abdullah.
"Aku menangis bukan karena takut menghadapi kematian yang paduka timpakan terhadap diri hamba."
“Lalu apa yang menyebabkan kau menangis?”
“Paduka puas jika telah merenggut nyawaku bukan?”
“Tentu saja. Aku puas karena telah menghukum mati orang yang menentang kehendakku.”
                       “Itulah yang menyebabkanku menangis. Aku bersedih, mengapa nyawaku hanya satu."
“Seandainya nyawaku sebanyak helai rambut dikepalaku, paduka akan memperoleh banyak kepuasan dengan beru langkali mencabut nyawaku. Aku menangis karena tak bisa memberi banyak kepuasan kepada paduka,” jawab Abdullah.
Tertegunlah  raja  Heraclius mendengär jawaban tawanannya. Dia tak menduga Abdullah begitu tegar jiwanya menghadapi kematiannya. Ketegaran jiwa yang rela mati beribu kali mempertahankan imannya.

Saat kematian Abdullah telah berada di depannya, datanglah surat Umar bin Khathab kepada raja Heraclius yang meminta agar 80 tawanan Muslim dilepaskan dan ditukar dengan tentara Romawi yang tertawan tentara Islam, termasuk Abdullah bin Hizafah.