Istri-Istri Teladan Mujahidah
Seorang
isteri bukanlah semata-mata orang kedua. Dia adalah satu pribadi. Satu
pribadi yang memiliki level kepentingannya sendiri di dalam apa yang
kita sebut keluarga. Sama halnya dengan anak, adik, kakak, ayah, dan
suami. Itu makanya, tulisan ini tidak diberi judul “Isteri-isteri Nabi”,
misalnya. Sebab mereka bukanlah sekadar “serombongan wanita” yang
menjadi isteri seorang Nabi. Maksudnya, sebagai individu, masing-masing
wanita ini memang punya mutu. Soal kemudian mereka diperisteri oleh Nabi
Nabi Muhammad SAW SAW, tokoh paling bermutu sepanjang sejarah manusia,
itu soal kedua. Nah, soal kedua inilah yang lantas memahatkan nama
mereka di hati ummat Islam hingga jaman yang akan datang. Selamat
menikmati profil-profil ringkas wanita-wanita bermutu ini.
SITI KHADIJAH. (Ummul Mukminin pertama).
Lahir
di Mekkah tahun 556, Khadijah adalah wanita pertama pemeluk Islam.
Ketika disunting RasuluLlah SAW, ia seorang janda berusia 40 tahun.
Berasal dari keluarga terpandang dan ia sendiri menjadi orang terkaya di
kotanya. Sedangkan RasuluLlah SAW masih muda, berusia sekitar 25 tahun
dan dari keluarga miskin. Keinginan perkawinan itu datang dari pihak
Khadijah.
Setelah menikah, semua kekayaan Khadijah
dipergunakan sepenuhnya untuk mendukung dakwah RasuluLlah SAW. Juga,
karena kewibawaannya di hadapan suku Quraisy, ia pun menjadi pelindung
RasuluLlah SAW dari ancaman orang-orang Quraisy.
Rasulullah
SAW sangat mencintai Khadijah. Meskipun Khadijah sudah meninggal
beberapa tahun, RasuluLlah SAW masih tetap mengenang. Sehingga pernah
isterinya yang lain –Aisyah– memprotes cemburu. “Demi Allah, tidak ada
ganti yang lebih baik dari dia, yang beriman padaku saat semua orang
ingkar, yang percaya padaku ketika semua mendustakan, yang mengorbankan
hartanya saat semua berusaha mempertahankannya;… dan darinyalah aku
mendapatkan keturunan,” kata RasuluLlah SAW di hadapan Aisyah.
Dari
Khadijah, Nabi mendapat kurnia 7 anak: 3 putra dan 4 putri. Yang putra
bernama al-Qasim, Abdullah, dan (Thaher, meninggal ketika masih bayi).
Sedangkan yang putri: Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum dan Fatimah. Sebelum
dengan Nabi, Khadijah pernah menikah dengan Abu Halal an-Nabbasy bin
Zurarah. Dari Abu Halal, Khadijah mendapat seorang anak.Setelah Abu
Halal meninggal, Khadijah menikah lagi dengan Atiq bin Abid al-Makhzumi.
Sampai Atiq meninggal, mereka tidak dikurnia anak. Ummul mukminin
al-Kubra (Ibu Kaum Mukminin yang Agung) ini sendiri meninggal pada 619
H.
SAUDAH BINTI ZUM’AH (Ummul Mukminin kedua).
Setelah
Khadijah meninggal, Nabi baru bersedia menikah lagi. Saudah juga
seorang janda. Suaminya, as-Sakran bin Amru al-Amiri, meninggal ketika
hijrah ke Habsyi (Ethiopia).
Saudah sangat berduka ditinggal
suaminya itu. Untuk mengobati duka itu, atas saran seorang wanita
Khaulah binti Hakim As, RasuluLlah SAW lantas meminang Saudah. Meskipun
RasuluLlah SAW juga menyayangi Saudah, tetapi ternyata hatinya tidak
mampu mencintai wanita ini. Karena merasa berdosa, RasuluLlah SAW lantas
ingin menceraikan Saudah. Tapi apa kata Saudah, “Biarlah RasuluLlah SAW
aku begini. Aku rela malamku untuk Aisyah (Ummul Mukminin ke tiga
Nabi). Aku sudah tidak membutuhkan lagi.”
Saudah wafat dimasa kekhalifahan Umar bin Khaththab hampir berakhir.
‘AISYAH BINTI ABU BAKAR (Ummul Mukminin ketiga).
Satu-satunya
isteri Nabi yang masih gadis, ketika dinikahi Nabi. Putri sahabat Nabi,
Abu Bakar ash-Shiddiq ini dilahirkan 8 atau 9 tahun sebelum Hijrah.
Menikah berumur 6 tahun, namun baru 3 kemudian hidup serumah dengan
Nabi. Budaya Arab, seorang laki-laki berumur menikahi seorang gadis
belia, hal yang biasa. Salah satu sebabnya, wanita Arab fisiknya
cenderung bongsor dibanding usianya.
Setelah Khadijah,
Aisyahlah isteri yang paling dekat dengan Nabi. Cantik dan cerdas,
begitu penampilannya. Karena kedekatan dan kecerdasannya itu, setelah
Nabi wafat, banyak hadith yang ia riwayatkan. Terutama soal wanita dan
keluarga. Ada 1.210 hadith yang diriwayatkan Aisyah, di antaranya 228
terdapat dalam hadith shahih Bukhari.
Selama mendampingi Nabi,
Aisyah pernah dilanda fitnah hebat. Ceritanya, pada peperangan melawan
Bani Mustaliq, berdasarkan undian di antara isteri-isteri Nabi, Aisyah
terpilih mendampingi Nabi. Dalam perjalanan pulang, rombongan istirahat
pada suatu tempat Aisyah turun dari sekedupnya (sejenis pelana yang
beratap di atas punuk unta), karena ada keperluan. Kemudian kembali.
Tetapi ada yang ketinggalan, ia kembali lagi untuk mencarinya. Sementara
itu, rombongan berangkat dengan perkiraan bahwa Aisyah sudah ada di
sekedupnya. Aisyah tertinggal.
Ketika sahabat Nabi, Safwan
bin Buattal menemuinya, Aisyah sudah tertidur. Akhirnya, ia pergi
diantar Safwan. Peristiwa ini kemudian dimanfaatkan orang-orang kafir
untuk menghantam Nabi. Disebarkan fitnah, Aisyah telah serong. Fitnah
ini benar-benar meresahkan ummat. Bahkan Nabi sendiri sempat goyah
kepercayaannya pada Aisyah. Sehingga turunlah wahyu surat An Nuur ayat
11. Inti wahyu itu, menegur Nabi dan membenarkan Aisyah.
Aisyah
wafat pada malam Selasa, 17 Ramadhan 57 H, dalam usia 66 tahun. Shalat
jenazahnya diimami oleh Abu Hurairah dan dimakamkan di Ummahat
al-Mukminin di Baqi (sebelah Masjid Madinah) bersama Ummul Mukminin
lainnya.
Aisyah adalah putri Abdullah bin Quhafah bin
Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Tamim bin Marrah bin Ka’ab bin
Luay, yang lebih dikenal dengan nama Abu Bakar ash-Shiddiq dan
berasal dari suku Quraisy at-Taimiyah al-Makkiyah. Ayahnya adalah
ash-Shiddiq dan orang pertama yang mempercayai Rasulullah ketika
terjadi Isra’ Mi’raj, saat orang-orang tidak mempercayainya.
Menurut
riwayat, ibunya bernama Ummu Ruman. Akan tetapi, riwayat-riwayat lain
mengatakan bahwa ibunya adalah Zainab atau Wa’id binti Amir bin
Uwaimir bin Abdi Syams. Aisyah pun digolongkan sebagai wanita pertama
yang masuk Islam, sebagaimana perkataannya, “Sebelum aku berakal,
kedua orang tuaku sudah menganut Islam.”
Ummu Ruman memberikan
dua orang anak kepada Abu Bakar, yaitu Abdurrahman dan Aisyah. Anak
Iainnya, yaitu Abdullah dan Asma, berasal dan Qatlah binti Abdul Uzza,
istri pertama yang dia nikahi pada masa jahiliyah. Ketika masuk
Islam, Abu Bakar menikahi Asma binti Umais yang kemudian melahirkan
Muhammad, juga menikahi Habibah binti Kharijah yang melahirkan Ummu
Kultsum. Aisyah dilabirkan empat tahun sesudah Nabi diutus menjadi
Rasulullah. Ketika dakwah Islam dihambat oleh orang-orang musyrik,
Aisyah melihat bahwa ayahnya menanggung beban yang sangat besar.
Semasa kecil dia bermain- main dengan lincah, dan ketika dinikahi
Rasulullah usianya belum genap sepuluh tahun. Dalam sebagian besar
riwayat disebutkan bahwâ Rasulullah membiarkannya bermain-main dengan
teman-temannya.
B. Pernikahan yang Penuh Berkah
Dua
tahun setelah wafatnya Khadijah r.a, datang wahyu kepada Nabi
Shallallahu alaihi wassalam. untuk menikahi Aisyah . Setelah itu
Rasulullah berkata kepada Aisyah, “Aku melihatmu dalam tidurku tiga
malam berturut-turut. Malaikat mendatangiku dengan membawa gambarmu pada
selembar sutera seraya berkata, ‘Ini adalah istrimu.’ Ketika aku
membuka tabirnya, tampaklah wajahmu. Kemudian aku berkata kepadanya,
‘Jika ini benar dari Allah, niscaya akan terlaksana.” Mendengar kabar
itu, Abu Bakar dan istrinya sangat senang, terlebih lagi ketika
Rasulullah setuju menikahi putri mereka, Aisyah. Beliau mendatangi rumah
mereka dan berlangsunglah pertunangan yang penuh berkah itu. Setelah
pertunangan itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. hijrah ke
Madinah bersama para sahabat, sementara istri-istri beliau ditinggalkan
di Mekah. Setelah beliau menetap di Madinah, beliau mengutus orang
untuk menjemput mereka, termasuk di dalamnya Aisyah . Karena cuaca
buruk yang melanda Madinah, Aisyah sakit keras dan badannya menyusut
seperti juga dialami orang-orang Muhajirin. Menyaksikan hal itu,
Rasulullah berdoa, “Ya Allah, jadikanlah karni sebagai orang yang
mencintai Madinah sebagaimana cinta kami kepada Mekah, atau bahkan
lebih lagi. Sembuhkanlah penghuninya dan penyakit. Berikanlah
keberkahan kepada kami dalam timbangan dan takarannya. Lindungilah kami
dan penyakit, dan alihkanlah penyakit itu ke Juhfah.” Allah
mengabulkan doa Rasulullah, dan cuaca berangsur membaik, sehingga
hilanglah penyakit yang melanda kaum muhajirin. Aisyah pun sembuh dan
bersiap-siap menghadapi hari pernikahan dengan Rasuhillah Shallallahu
alaihi wassalam.
Dengan izin Allah menikahlah Aisyah
dengan maskawin lima ratus dirham. Ketika ditanya oleh Abu Salamah bin
Abdurrahman tentang jumlah mahar yang diberikan Rasulullah:
“Aisyab
menjawab, Mahar Rasulullah kepada istri-irstrinya adalah dua belas
uqiyah dan satu nasy. Tahukah kamu satu nasy itu? Dijawab, Tidak.
Kemudian lanjut Aisyah. Satu nasy itu sama dengan setengah uqiyah,
yaitu lima ratus dirham. Maka inilah mahar Rasulullah terhadap
istri-istri beliau.“ (HR. Muslim)
C. Istri Kecintaan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.
Aisyah
tinggal di kamar yang berdampingan dengan Masjid Nabawi. Di kamar
itulah wahyu banyak turun, sehingga kamar itu disebut juga sebagai
tempat turunnya wahyu. Di hati Rasulullah, kedudukan Aisyah sangat
istimewa, dan itu tidak dialami oleh istri-istri beliau yang lain. Di
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dikatakan, “Cinta
pertama yang terjadi di dalam Islam adalah cintanya Rasulullah kepada
Aisyah .”
Di dalam riwayat Tirmidzi dikisahkan, “Bahwa ada
seseorang yang menghina Aisyah di hadapan Ammar bin Yasir sehingga
Ammar berseru kepadanya, ‘Sungguh celaka kamu. Kamu telab menyakiti
istri kecintaan Rasulullah’.”
Selain itu ada juga kisah
lain yang menunjukkan besarnya cinta Nabi kepada Aisyah, dan itu sudah
diketahui oleh kaurn muslimin saat itu. Oleh karena itu, kaum
muslimin senantiasa menanti-nanti datangnya hari giliran Rasulullah
pada Aisyah sebagai hari untuk menghadiahkan sesuatu kepada Nabi
Shallallahu alaihi wassalam. Keadaan seperti itu menimbulkan
kecemburuan di kalangan istri Rasulullah lainnya. Tentang hal itu
Aisyah pernah berkata:
“Orang-orang
berbondong-bondong memberi hadiah pada hari giliran Rasulullah padaku.
Karena itu, teman-temanku (istri Nabi yang lainnya) berkumpul di
tempat Ummu Salamah. Mereka berkata, ‘Hai Ummu Salamah, demi Allah,
orang-orang berbondong-bondong mernberikan hadiah pada hari
giliranRasulullah di rumah Aisyah, sedangkan kita juga ingin
rnemperoleh kebaikan sebagaimana yang diinginkan oleh Aisyah.’ Melihat
reaksi seperti itu, Rasulullah meminta kaum muslimin untuk memberikan
hadiah kepada beliau pada hari giliran istri Rasulullah yang mana
saja. Ummu Salamah pun telah menyatakan keberatan kepada Rasulullah.
Dia berkata, “Rasulullah berpaling dariiku. Ketika beliau mendatangi
aku, akupun kernbali mernperingatkan hal itu, tetapi beliau berbuat
hal yang serupa. Ketika aku rnenginatkan beliau untuk yang ketiga
kalinya, beliau tetap berpaling dariku, sehingga akhirnya beliau
bersabda, ‘Demi Allah, wahyu tidak turun kepadaku selama aku berada di
dekat kalian, kecuali ketika aku dalam satu selimut bersama Aisyah.”
(HR. Muslim)
Sekalipun perasaan cemburu istri-istri
Rasulullah terhadap Aisyah sangat besar, mereka tetap menghargai
kedudukan Aisyah yang sangat terhormat. Bahkan ketika Aisyah wafat,
Ummu Salamah berkata, ”Demi Allah, dia adalah manusia yang paling
beliau cintai setelah ayahnya (Abu Bakar).”
Suatu waktu, Rasulullah ditanya oleh Amru bin ‘Aash, “Siapakah
manusia yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab, “Aisyah!” Amru
bertanya lagi, “Dan dari kalangan laki-laki?” Beliau menjawab,
“Ayahnya!” (Hadits muttafaqirn ‘alaihi)
Di antar
istri-istri Rasulullah, Saudah binti Zum’ah sangat memahami keutamaan-
keutamaan Aisyah, sehingga dia merelakan seluruh malam bagiannya
untuk Aisyah.
Suatu hari Shafiyah bin Huyay meminta kerelaan
Rasulullah melalui Aisyah, yaitu sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dari Aisyah.
“Suatu ketika Rasulullah enggan
mendekati Shafiyah binti Huyay bin Ahthab. Karena itu Shafyyah berkata
kepada Aisyah, ‘Hai Aisyah, apakah engkau dapat merelakan Rasulullah
kepadaku? Dan engkau akan mendapatkan hari bagianku. ‘Aisyab menjawab,
‘Ya!’ Kernudian Aisyah mengambil kerudung yang ditetesi za’faran dan
disiram dengan air agar lebih harum. Setelah itu dia duduk di sebelah
Rasulullah, narnun beliau bersabda, ‘Ya Aisyah, menjauhlah engkau
dariku. Hari ini bukan hari bagianmu. ‘Aisyab berkata, ‘Ini adalah
keutamaan yang diberiikan Allah kepada dia yang dikehendaki-Nya.’
Aisyah kemudian menceritakan duduk permasalahannya dan Rasulullah pun
rela kepada Shafyyah.”
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Aisyah sangat memperhatikan sesuatu yang menjadikan Rasulullah rela.
Dia menjaga agar jangan sampai beliau menemukan sesuatu yang tidak
menyenangkan darinya. Karena itu, salah satunya, dia senantiasa
mengenakan pakaian yang bagus dan selalu berhias untuk Rasulullah.
Menjelang wafat, Rasulullah meminta izin kepada istri-istrinya untuk
beristirahat di rumah Aisyah selama sakitnya hingga wafatnya. Dalam
hal ini Aisyah berkata, “Merupakan kenikmatan bagiku karena Rasulullah
wafat di pangkuanku.”
D. Fitnah Terhadapnya
Aisyah
pernah mengalami fitnah yang mengotori lembaran sejarah kehidupan
sucinya, hingga turun ayat Al-Q ur’an yang menerangkan kesucian
dirinya. Kisahnya bermula dari sini. Seperti biasanya, sebelum
berangkat perang, Rasulullah mengundi istrinya yang akan menyertainya
berperang. Ternyata undian jatuh kepada Aisyah, sehingga Aisyah yang
menyertai beliau dalam Perang Bani al-Musthaliq. Saat itu bertepatan
dengan turunnya perintah memakai hijab. Setelah perang selesai dan kaum
muslimin memetik kemenangan, Rasulullah kembali ke Madinah. Ketika
tentara Islam tengah beristirahat di sebuah pelataran, Aisyah masih
berada di dalam sekedup untanya. Pada malam harinya, Rasulullah
mengizinkan rombongan berangkat pulang. Ketika itu Aisyah pergi untuk
hajatnya, dan kembali. Ternyata, kalung di lehernya jatuh dan hilang,
sehingga dia keluar dan sekedup dan mencari-cari kalungnya yang hilang.
Ketika pasukan siap berangkat, sekedup yang mereka angkat ternyata
kosong. Mereka mengira Aisyah berada di dalam sekedup. Setelah
kalungnya ditemukan, Aisyah kembali ke pasukan, namun alangkah kagetnya
karena tidak ada seorang pun yang dia temukan. Aisyah tidak
meninggalkan tempat itu, dan mengira bahwa penuntun unta akan tahu
bahwa dirinya tidak berada di dalamnya, sehingga mereka pun akan
kembali ke tempat semula. Ketika Aisyah tertidur, lewatlah Shafwan bin
Mu’thil yang terheran-heran melihat Aisyah tidur. Dia pun
mempersilakan Aisyah menunggangi untanya dan dia menuntun di depannya.
Berawal dari kejadian itulah fitnah tersebar, yang disulut oleh
Abdullah bin Ubay bin Salul.
Ketika tuduhan itu sarnpai
ke telinga Nabi, beliau mengumpulkan para sahabat dan meminta pendapat
mereka. Usamah bin Zaid berkata, “Ya Rasulullah, dia adalah
keluargamu … yang kau ketahui hanyalah kebaikan semata.“ Ali juga
berpendapat, “Ya Rasulullah, Allah tidak pernah mempersulit engkau.
Banyak wanita selain dia.” Dari perkataan Ali, ada pihak yang
memperuncing masalah sehingga terjadilah pertentangan berkelanjutan
antara Aisyah dan Ali. Mendengar pendapat-pendapat dari para sahabat
Nabi, bentambah sedihlah Aisyah, terlebih setelah dia melihat adanya
perubahan sikap pada diri Nabi.
Ketika Aisyah sedang duduk-duduk bersarna orang tuanya, Rasulullah menghampirinya dan bersabda:
“Wahai
Aisyah aku mendengar berita bahwa kau telah begini dan begitu. Jika
engkau benar-benar suci, niscaya Allah akan menyucikanmu. Akan tetapi,
jika engkau telah berbuat dosa, bertobatlah dengan penuh penyesalan,
niscaya Allah akan mengampuni dosamu.” Aisyah menjawab, “Demi Allah,
aku tahu bahwa engkau telah mendengar kabar inmi, dan ternyata engkau
mempercayainya. Seandainya aku katakan bahwa aku tetap suci pun,
niscaya hanya Allahlah yang mengetahui kesucianku, dan tentunya engkau
tak akan mempercayaiku. Akan tetapi, jika aku mengakui perbuatan itu,
sedangkan Allah mengetahui bahwa aku tetap suci, maka kau akan
mempercayai perkataanku. Aku hanya dapat mengatakan apa yang dikatakan
Nabi Yusuf, ‘Maka bersabar itu lebih baik’. Dan Allah pula yang akan
menolong atas apa yang engkau gambarkan.”
Aisyah
sangat mengharapkan Allah menurunkan wahyu berkaitan dengan
masalahnya, namun wahyu itu tidak kunjung turun. Baru setelah beberapa
saat, sebelum seorang pun meninggalkan rumah Rasulullah, wahyu yang
menerangkan kesucian Aisyah pun turun kepada beliau. Rasulullah segera
menemui Aisyah dan berkata, “Hai Aisyah, Allah telah menyucikanmu
dengan firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang yang
membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah
kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah
baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan dari
dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil
bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab
yang besar.” (QS. An-Nuur:11)
Demikianlah kemulian yang disandang Aisyah, sehingga bertambahlah kemuliaan dan keagungannya di hati Rasulullah.
HAFSAH BINTI UMAR (Ummul Mukminin keempat).
Hafsah
adalah janda Khunais bin Huzafah, sahabat RasuluLlah SAW yang meninggal
ketika perang Uhud. RasuluLlah SAW menikahi Hafsah, kerena kasihan
kepada Umar bin Khattab –ayah Hafsah. Hafsah sedih ditinggal suaminya,
apalagi usianya baru 18 tahun. Melihat kesedihan itu, Umar berniat
mencarikan suami lagi.
Pilihannya jatuh kepada sahabatnya yang
juga orang kepercayaan RasuluLlah SAW, yakni Abu Bakar. Tapi ternyata
Abu Bakar hanya diam saja. Dengan perasaan kecewa atas sikap Abu Bakar
itu, Umar menemui Usman bin Affan, dengan maksud yang sama. Ternyata
Usman juga menolak, karena dukanya atas kematian isterinya, belum
hilang. Isteri Usman adalah putri RasuluLlah SAW sendiri, Ruqayyah.
Lalu
Umar mengadu kepada RasuluLlah SAW. Melihat sahabatnya yang marah dan
sedih itu, RasuluLlah SAW ingin menyenangkannya, lantas berkata “Hafsah
akan menikah dengan orang yang lebih baik daripada Usman, dan Usman akan
menikah dengan orang yang lebih baik dari Hafsah.” Tak lama kemudian,
Hafsah dinikahi RasuluLlah SAW, sedang Usman dengan Ummu Kalsum, putri
RasuluLlah SAW juga.
Suatu malam di kamar Hafsah,
RasuluLlah SAW sedang berdua dengan isterinya yang lain, Maria. Hafsah
cemburu berat, lantas menceritakan kepada Aisyah. Aisyah kemudian
memimpin isteri-isteri yang lain, protes kepada RasuluLlah SAW.
RasuluLlah
SAW sangat marah dengan ulah isteri-isterinya itu. Saking marahnya,
beliau tinggalkan mereka selama satu bulan. Terhadap kasus ini, kemudian
Allah menurunkan wahyu surat at-Tahrim ayat 1-5.
Sejarah
mencatat, Hafsahlah yang dipilih di antara isteri-isteri RasuluLlah SAW
untuk menyimpan naskah pertama al-Qur’an. Hafsah wafat pada awal
pemerintahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, dimakamkan di Ummahat al-Mu’minin
di Baqi.
ZAINAB BINTI KHUZAIMAH (Ummul Mukminin kelima).
Di
antara isteri-isteri RasuluLlah SAW, Zainablah yang wafat lebih dulu,
setelah Khadijah. Para sejarawan tidak banyak tahu tentang Zainab,
termasuk latar belakangnya. Tapi yang jelas ia juga seorang janda saat
dinikahi RasuluLlah SAW.
Hidupnya bersama RasuluLlah SAW, hanya
singkat. Antara 4 sampai 8 bulan. Zainab terkenal dengan julukan Ummul
Masaakiin, karena kedermawanannya terhadap kaum miskin. Zainab
meninggal, ketika RasuluLlah SAW masih hidup. Dan RasuluLlah SAW sendiri
menshalati jenazahnya. Zainablah yang pertama kali dimakamkan di Baqi.
UMMU SALAMAH (Ummul Mukminin keenam).
Nama
aslinya, Hindun binti Abu Umayah bin Mughirah. Suaminya bernama
Abdullah bin Abdul Asad. Abdullah atau dipanggil Abu Salamah, meninggal
ketika perang melawan Bani As’ad yang akan menyerang Madinah. Sebelum
meninggal Abu Salamah berwasiat, agar isterinya ada yang menikahi dan
orang itu harus lebih baik dari dirinya.
Abu Bakar ingin
melaksanakan wasiat itu, dengan meminang Ummu Salamah tapi ditolak.
Demikian pula Umar bin Khattab, juga ditolak. Tiada lain, RasuluLlah SAW
sendiri akhirnya yang maju. Dan diterima. Ketika itu umur Ummu Salamah
hanya beberapa tahun dibawah RasuluLlah SAW dan sudah beranak empat.
Sejarah
mencatat, surat at-Taubah 102 turun tatkala RasuluLlah SAW sedang
berbaring di kamarnya Ummu Salamah. Dalam perjanjian Hudaibiyah, Umum
Salamah punya peranan penting.
Banyak sahabat RasuluLlah
SAW yang protes terhadap perjanjian itu, termasuk Umar. Usai perjanjian
ditandatangani, RasuluLlah SAW memerintahkan para sahabat agar
menyembelih ternak dan memotong rambut. Namun tidak ada yang melakukan
seruan itu. RasuluLlah SAW mengulangnya sampai tiga kali, tapi tetap
tidak ada yang menyahut. Dengan kesal dan marah kembali ke kemahnya.
Ummu
Salamah lantas usul, agar RasuluLlah SAW jangan hanya bicara, langsung
saja contoh. Benar juga, RasuluLlah SAW lantas keluar menyembelih ternak
dan menyuruh pembantu memotong rambut beliau. Kaum muslimin kemudian
banyak yang mengikuti rindakan RasuluLlah SAW ini, karena takut
dikatakan tidak mengikuti sunnah RasuluLlah SAW. Ummu Salamah banyak
mengikuti peperangan. Ia hidup sampai usia lanjut. Ia wafat setelah
peristiwa Karbala, yakni terbunuhnya Husein, cucu RasuluLlah SAW. Ummu
Salamah adalah Ummahatul Mukminin yang paling akhir wafatnya.
ZAINAB BINTI JAHSY (Ummul Mukminin ketujuh).
Zainab
adalah bekas isteri Zaid bin Haritsah yang telah bercerai. Sedang Zaid
adalah anak angkat RasuluLlah SAW. Zainab sendiri dengan RasuluLlah SAW
juga masih bersaudara. Karena wanita ini adalah cucu Abdul Muthalib,
kakek RasuluLlah SAW (baca Sejarah, Sahid, April l997).
Meski
perkawinan Zainab dengan Nabi jelas-jelas perintah Allah, tapi gosip
menyelimuti perkawinan mereka. Wahyu yang memerintah Nabi agar menikahi
Zainab itu ada pada al-Ahzab 37. Dari perkawinan inilah kemudian turun
hukum-hukum pernikahan, termasuk perintah hijab (al-Ahzab 53).
JUWAIRIAH BINTI HARITS (Ummul Mukminin kelapan).
Nama
sebenarnya adalah Barrah binti Harits bin Abi Dhirar, putri pimpinan
pemberontak dari suku Bani Musthalaq, Harits bin Dhirar. Setelah menikah
dengan Nabi berganti nama Juwairiah. Sebelumnya, Juwairiah adalah
tawanan perang.
Riwayat selanjutnya tak banyak diketahui oleh para
sejarawan. Hanya ia meninggal dalam usia 65 tahun, di Madinah, pada
masa Muawiyah. Dishalatkan dengan Imam Amir Madinah yaitu Marwan bin
Hakam.
SOFIYAH BINTI HUYAI (Ummul Mukminin kesembilan).
Satu-satunya
isteri Nabi dari golongan Yahudi ya Sofiyah ini. Sofiyah masih
keturunan Nabi Harun dan ibunya Barrah binti Samual. Meski usianya baru
17 tahun, tapi ia sudah dua kali menikah. Pertama dengan Salam bin
Masyham, dan kedua dengan Kinanah bin Rabi bin Abil Haqiq, pemimpin
benteng Qumus, benteng terkuat di Khaibar, markasnya kaum Yahudi.
Dikawininya
Sofiyah itu, Nabi sebenarnya berharap agar kebencian kaum Yahudi kepada
kaum muslimin dapat diredam. Sofiyah wafat tahun 50 Hijriah, pada zaman
Mua’wiyah. Dimakamkan di Baqi.
UMMU HABIBAH BINTI SOFYAN (Ummul Mukminin kesepuluh).
Nama
sebenarnya Ramlah binti Abi Sofyan. Ia memang putri pemimpin Quraisy,
Abu Sofyan, musuh bebuyutan Islam itu. Habibah adalah nama putri Ramlah
hasil perkawinan dengan Ubaidillah, saudara Ummul Mukminin Zainab ra.
Tentu saja Ramlah telah masuk Islam.Berdua dengan suaminya, ia kemudian
hijrah ke Habsyi (Afrika). Celakanya, sesampai di Habsyi suaminya
murtad, masuk Nasrani. Selanjutnya, Ramlah dinikahi RasuluLlah SAW.
Mendengar ini, betapa marahnya Abu Sofyan, putrinya sendiri masuk Islam
dan sekarang kawin dengan musuh besarnya, Nabi Muhammad SAW.Sampai akhir
hayatnya, Ramlah tetap membela Islam dan suaminya. Ia wafat pada usia
60 tahun. Juga dimakamkan di Baqi.
MARIAH AL QIBTIYAH (Ummul Mukminin kesebelas).
Mariah
sebelumnya adalah budak kiriman dari raja Mesir. Kemudian diangkat
derajatnya dengan dijadikan isteri Nabi. Setelah Khadijah, Mariah
satu-satunya isteri Nabi yang melahirkan anak. Namanya Ibrahim bin Nabi
Muhammad SAW. Cuma, sayangnya Ibrahim meninggal. RasuluLlah SAW sangat
sedih dengan kematian putranya itu.
Mariah wafat pada tahun 16 hijriah. Dishalatkan oleh Amir Mukminin Umar bin Khattab.
MAIMUNAH BINTI AL HARITS (Ummul Mukminin kedua belas).
Nama
aslinya adalah Barrah binti Harits. Setelah menikah dengan Nabi,
diganti dengan Maimunah. Perkawinan ini –Barrah ketika itu janda berumur
26 tahun– sesungguhnya atas permintaan paman Nabi, yakni Abbas bin
Abdul Muthalib. Barrah sendiri adalah adik dari isteri Abbas. Tidak
banyak yang diketahui sejarah Barrah. Yang jelas ia wafat pada tahun 51
hijriah..
Ummu Hamzah
Segala
puji bagi Alloh robb semesta alam, sholawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada nabi dan rosul yang paling mulia. Amma ba’du:
Adapun menjawab pertanyaan tentang Ummu Hamzah
[semoga Alloh memberikan rahmat yang luas kepadanya, menempatkannya di
dalam syurgaNya yang luas, dan semoga Alloh mengumpulkan saya bersamanya
di syurga `Adn di sisi Allah Raja Yang Maha Kuasa] Sungguh menjadikan
air mata akan berlinang dan hati akan pilu atas kepergian orang-orang
yang dicintai. Dan sungguh kami rela menerima ketentuan Alloh baik yang
pahit maupun yang manis.
Kata-kata ini kutuliskan untuk
mengkisahkan sejarah seorang wanita yang agung, supaya dapat menjadi
tauladan bagi kaum wanita pada zaman ini. Kutuliskan sejarahnya supaya
musuh-musuh Alloh tahu bahwasanya ada wanita yang tegar di atas jalan
kebenaran, yang tidak terpengaruh oleh tipudaya musuh. Saya tulis
sejarah ini supaya kaum laki-laki betul-betul mengetahui bahwa ada
wanita yang tidak bersikap pengecut dan tidak enggan untuk beramal
dengan sungguh-sungguh.
Ummu Hamzah dan harta
Ummu Hamzah
menginfaqkan semua apa yang dia miliki berupa emas dan harta pada
pintu-pintu kebaikan, dalam rangka membela kaum muslimin yang tertindas.
Ketika Ummu Hamzah
mengetahui ada sebuah program yang baik yaitu pertemuan mingguan di
sebuah Villa yang diadakan oleh seorang da’i atau seorang santri dia
sampaikan ceramah di villa tersebut, Ummu Hamzah tahu bahwa villa tersebut membutuhkan mesin pembangkit listrik, maka Ummu Hamzah
pun menjual emas yang dia miliki untuk membeli mesin pembangkit listrik
supaya Alloh menyebut namanya di dalam majlis itu. Dan ketika Ummu
Hamzah mengetahui bahwa mujahidin membutuhkan harta, ia serahkan semua
hartanya untuk membela mujahidin dan dia mengumpulkan sumbangan dari
wanita-wanita kerabatnya dan wanita-wanita yang baik.
Ya Alloh, alangkah baiknya engkau wahai Ummu Hamzah. Sungguh ia wafat sedangkan dia tidak memiliki emas kecuali dua cincin, setahu saya.
Ummu Hamzah dan pembelaannya terhadap mujahidin
Ummu Hamzah
telah memberikan tempat tinggal kepada mujahidin, ketika kaum laki-laki
ketakutan dan mereka enggan menolong saudara-saudara mereka. Dia telah
menyediakan tempat untuk mujahidin di rumahnya bersama suaminya, dan dia
memasakkan dan mencucikan dan dia tidak pernah merasa malas, akan
tetapi dia sabar dan mengharapkan pahala disisi Alloh dalam melakukan
itu semua. Ya Alloh alangkah baiknya engkau wahai Ummu Hamzah.
Ummu Hamzah dan hijroh
Ketika Ummu Hamzah
mulai memahami benar bahwa penguasa Nejd dan Hijaz (Saudi) adalah
thoghut yang murtad dari agama Islam, ia mengkafirkan penguasa tersebut,
berbaro’ dari mereka dan membenci mereka, dan meminta kepadaku untuk
berhijroh ke Afghanistan, yang disana terdapat pemerintah Islam Tholiban
namun aku menolaknya karena aku belum jelas betul tentang keadaan
Tholiban yang ketika itu tahun 1420 H.
Keadaannya di rumahnya
Dia
adalah wanita yang taat kepada suaminya. Pernah satu tahun dia tidak
pernah meminta sesuatu pun dari pasar. Dia sangat jarang keluar rumah.
Dia tidak mengunjungi keluarganya kecuali sebulan sekali. Dia selalu
mengulang-ulang ayat:
“Dan tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian.” (QS. Al Ahzab : 33).
Dia
mengatakan: “Sesungguhnya wanita itu jika dia banyak keluar rumah
berarti dia tidak melaksanakan ayat tersebut “. Dia tidak pergi
mengikuti pertemuan-pertemuan umum dan pesta-pesta karena pada
tempat-tempat tersebut banyak terjadi kemaksiyatan dan banyak wanita
berhias.
Wahai Ummu Hamzah, sungguh sangat
sedikit wanita yang sepertimu. Dia kadang pergi mengikuti dauroh
(training) wanita untuk ikut mendengarkan ceramah.
Ummu Hamzah dan kelantangannya dalam menyampaikan kebenaran
Ummu Hamzah
dengan lantang menyampaikan ajaran agama dan kebenaran ketika para
ulama’ diam. Dia menyebarkan buku-buku agama ketika kaum laki-laki mulai
pengecut. Dan di antara buku-buku yang dia sebarkan adalah buku Syaikh
kita Abu Muhammad Al-Maqdisi yang berjudul Al-Kawasyif Al-Jaliyah (Buku
yang menyingkap kekafiran negara Saudi), Millah Ibrohim dan Imta’un
Nadz-ri Fii Kasyfi Murji’atil `Ash-ri.
Ummu Hamzah dan mati syahid fii sabiilillah
Dia
sangat bahagia ketika mendengar sebuah amaliyah istisyhadiyah yang
dilakukan oleh seorang wanita, baik di Palestina maupun di Cechnya. Dan
demi Alloh dia menangis dan ingin untuk melakukan amaliyah istisyhadiyah
melawan kaum salibis di Jazirah Arab.
Ya Alloh alangkan baiknya engkau wahai Ummu Hamzah
Ummu Hamzah pada saat-saat menjelang kematiannya
Kira-kira
sepuluh hari sebelum meninggalnya dia menulis ayat-ayat Al-Qur’an pada
sebuah pisau, seolah-olah dia mengatakan: “Pisau” pisau”
Dia
menulisnya pada secarik kertas dan diletakkannya di dekat kepalanya, dan
saya tidak memperhatikan ayat-ayat tersebut kecuali setelah
kematiannya.
Dia melihat ke atas dan mengatakan kepada keluarganya
sebelum kematiannya: “Sungguh aku melihat (Surga) `Illiyyiin.” Dan dia
juga mengatakan sedangkan dia melihat ke langit dan tersenyum: “Saya
melihat tempat tinggalku di Firdaus yang paling tinggi.” Dan dia
mengatakan kepada ibunya: “Jangan bersedih, saya akan melihatmu di
syurga.” Dan di antara yang terakhir dia katakan adalah: “Bejihadlah
kalian melawan orang-orang kafir.” Lalu dia mengucapkan syahadat
kemudian keluarlah ruhnya menuju penciptanya dalam keadaan tersenyum
berseri-seri.
Semoga Alloh merahmatimu dan mengampunimu wahai Ummu Hamzah.
Alangkah baiknya kehidupanmu dan alangkah baiknya kematianmu. Ya Alloh
sungguh aku ridlo kepadanya maka ridloilah dia wahai Yang Maha
Penyayang.”
Ayat-ayat yang ditulis oleh Ummu Hamzah dalam kertas sebelum meninggal :
”
Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan
menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat
ketengan dari Rabbmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan
keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman “. (QS.
Al-Baqoroh:248)
” Kemudian Allah memberi ketenangan
kepada Rasul-Nya dan kepada oang-orang yang beriman, dan Allah telah
menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan
bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikian pembalasan kepada
orang-orang yang kafir “. (QS. At-Taubah:26)
“Jikalau
tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya
(yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari
Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang ketika keduanya berada
dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah berduka
cita, sesungguhya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan
kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak
melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang
rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana “. (QS. At-Taubah:40)
” Dia-lah yang telah
menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu’min supaya keimanan
mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).Dan
kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana “, (QS. Al-FAth:4)
” Sesungguhnya
Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji
setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di
dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi
balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya) “. (QS.
Al-Fath:18)
Emoticon