Kegemparan terjadi di Desa Kranggan, ketika salah seorang anak gembala melihat
sebuah kuburan terbongkar pagi ini. Itu adalah kuburan seorang gadis yang baru
meninggal kemarin. Dan ini, berarti sudah dua kuburan terbongkar. Rangga dan
Pandan Wangi yang berada di rumah Kadik, juga mendengar berita itu. Mereka
bergegas ke tanah kuburan yang berada di sebelah Timur di luar Desa Kranggan.
"Pasti dia akan menciptakan pasukan dari mayat yang dibangkitkan dari
kuburnya," desis Kadik menggumam perlahan, seakan bicara pada diri sendiri.
Rangga yang mendengar gumaman kecil itu langsung memandanginya tajam-tajam.
Sementara, Pandan Wangi yang tidak mendengar terus mengamati kuburan yang
menganga cukup besar. Tidak ada lagi orang lain di sekitar tanah kuburan ini,
selain mereka bertiga.
"Siapa dia, Kadik?" Tanya Rangga ingin tahu.
Kadik tidak langsung menjawab. Ditariknya napas dalam-dalam dan dihembuskannya
kuat-kuat. Lalu, kepalanya bergerak berpaling menatap Pendekar Rajawali Sakti
yang berdiri tepat di sebelah kanannya. sedangkan Rangga sendiri terus
memandangi tanpa berkedip.
"Iblis Penggali Kubur," terdengar pelan sekali suara Kadik.
"Siapa dia?" Tanya Rangga lagi.
"Aku tidak tahu. Aku juga hanya mendengar namanya saja dari Ki Jungut. Tapi,
dia sudah tewas oleh...," Kadik tidak meneruskan.
Rangga juga tidak mendesak lagi. Dia tahu, siapa Ki Jungut itu. Kadik sudah
menceritakannya ketika sadar dari pingsannya dan ditolong Pendekar Rajawali
Sakti. Tapi dari cerita Kadik, belum ditemukan cahaya terang setitik pun.
Rangga juga belum bisa menduga maksud si Iblis Penggali Kubur yang mengambil
mayat-mayat dari dalam kubur. Entah, untuk apa mayat-mayat itu dikumpulkan.
Tapi ada satu keanehan yang menjadi beban pikiran Rangga saat ini. Si Iblis
Penggali Kubur hanya mengambil mayat-mayat gadis yang baru satu hari meninggal
dan dikuburkan. Untuk apa mayat-mayat gadis yang baru meninggal itu...?
Pertanyaan ini yang terus mengganggu benak Pendekar Rajawali Sakti. Sementara,
Pandan Wangi sudah selesai memeriksa sekitar kuburan yang berlubang menganga
cukup besar itu. Gadis berbaju biru muda yang berjuluk si Kipas Maut itu
menghampiri Rangga yang berada di sebelah kanan Kadik, pemuda dari Desa
Kranggan yang ternyata putra bekas seorang panglima perang kerajaan.
"Bagaimana...? Ada yang kau temukan, Pandan?" Tanya Rangga langsung.
Pandan Wangi menggelengkan kepala perlahan. Sedikit nafasnya ditarik, kemudian
dihembuskannya pelan sekali. Pandangannya langsung tertuju pada Kadik yang
juga tengah memandanginya, kemudian beralih pada Pendekar Rajawali Sakti.
"Dia bukan penggali kubur biasa, Kakang," duga Pandan Wangi perlahan.
"Maksudmu...?" Rangga tidak mengerti.
"Kau lihat saja sendiri. Sedikit pun tidak ada bekas galiannya. Tanah di
sekitar lubang seperti hangus terbakar," sahut Pandan Wangi menjelaskan
pengamatannya.
Rangga bergegas mendekati lubang kuburan itu. Pendekar Rajawali Sakti
berjongkok sebentar mengamati, kemudian kembali mendekati Pandan Wangi dan
Kadik. Saat itu, tiba-tiba saja bertiup angin kencang disertai suara
menggemuruh bagai terjadi badai. Dan saat itu juga, langit jadi gelap tersapu
awan hitam yang berrgulung-gulung menutupi seluruh angkasa. Rangga cepat
melompat ke depan Kadik. Pandan Wangi juga segera menggeser kakinya mendekati
Pendekar Rajawali Sakti. Mendadak....
Crlark! Glarrr...!
Secercah cahaya kilat membersit terang di angkasa, disertai ledakan guntur
yang menggelegar dahsyat menggetarkan jantung. Bahkan, sampai-sampai
mengejutkan tiga orang yang ada di tengah-tengah tanah pekuburan ini. Dan
belum lagi keterkejutan itu lenyap, kembali mereka dikejutkan oleh bergetarnya
bumi yang dipijak.
Saat itu, terlihat asap tebal berwarna kemerahan mengepul bergulung-gulung
dari dalam kuburan yang terbongkar. Tak berapa lama kemudian, tanah kuburan
itu bergerak merapat. Dan asap kemerahan yang mengepul pun menghilang tersapu
angin. Mendadak, langit kembali cerah. Angin pun tidak lagi berhembus kencang.
Kemurkaan alam hanya terjadi sesaat, namun sudah membuat Rangga dan Pandan
Wangi sempat berjaga-jaga untuk melindungi Kadik.
"Pertanda apa ini, Kakang?" Tanya Pandan Wangi setengah bergumam, seperti
untuk diri sendiri.
"Hmmm...," namun Rangga hanya menggumam perlahan saja.
Sedangkan wajah Kadik sudah terlihat memucat. Dia teringat peristiwa yang
pernah dialaminya kuburan ini, sebelum jatuh pingsan dan ditolong kedua
pendekar muda dari Karang Setra itu. Kejadian yang hampir sama, tapi kali ini
lebih dahsyat lagi. Hanya saja, sekarang tidak muncul mayat wanita seperti
yang terjadi pada jasad kekasihnya.
Namun demikian, Kadik jadi cemas juga. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri
dengan wajah pucat pasi dan tubuh gemetar. Tapi setelah beberapa saat keadaan
tenang, ternyata tidak seorang pun yang terlihat muncul di kuburan ini.
Sedangkan Rangga tetap berdiri tegak dengan kepala bergerak-gerak perlahan
seperti tengah mengerahkan ilmu 'Pembeda Gerak dan Suara'.
Namun juga Pendekar Rajawali Sakti belum mendapatkan sesuatu. Sekitar kuburan
ini begitu sunyi. Hanya desir angin lembut saja yang terdengar mengusik
gendang telinga. Namun tiba-tiba saja...
"Kau merasakan sesuatu, Pandan...?" pelan sekali suara Rangga.
Pandan Wangi terdiam. Kepalanya dimiringkan sedikit, mempertajam
pendengarannya. Sebentar kemudian wajahnya berpaling menatap Pendekar Rajawali
Sakti yang masih diam dengan sikap seperti hendak menghadapi musuh tangguh dan
berbahaya.
"Aku tidak mendengar apa-apa," kata Pandan Wangi perlahan setengah berbisik.
"Pusatkan seluruh perasaanmu pada telapak kaki," ujar Rangga tanpa berpaling
sedikit pun juga.
Tapi belum juga Pandan Wangi mengikuti kata-kata Pendekar Rajawali Sakti,
mendadak....
Brul! Blar...!
"Heh...?!"
"Ohhh...!"
Pandan Wangi dan Kadik langsung berlompatan mundur dengan terkejut, begitu
tiba-tiba saja didepan mereka menyembul dua sosok tubuh dari dalam tanah.
Sedangkan Rangga tetap berdiri tegak pada kedua kakinya.
"Oh, makhluk apa ini...?!" Desis Pandan Wangi mendesah.
Hampir Pandan Wangi tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Ternyata dari
dalam tanah muncul dua sosok makhluk yang sulit untuk bisa dikenali lagi. Dua
sosok makhluk berbentuk mayat yang seluruh wajah dan tubuhnya sudah rusak.
Kedua mayat hidup itu bergerak lamban, mendekati Pendekar Rajawali Sakti yang
masih tetap berdiri tegak tak bergeming sedikit pun.
Sorot mata Pendekar Rajawali Sakti begitu ta-jam tak berkedip sedikit pun saat
mengamati dua sosok makhluk mayat hidup yang sudah rusak keadaannya. Bau busuk
yang memualkan langsung menyebar menyengat hidung. Ulat-ulat kecil memenuhi
hampir seluruh tubuh kedua makhluk itu yang sudah mengelupas daging-dagingnya.
"Hmm.... Sekali pun datang dari dasar neraka, tidak pantas kau ada di atas
permukaan bumi ini," desis Rangga dingin menggetarkan.
Tiba-tiba saja, salah satu dari makhluk mayat hidup itu melompat menerjang
Rangga begitu cepat. Kedua tangannya terulur ke depan, mengarah langsung ke
leher Pendekar Rajawali Sakti.
"Hap!" Cepat-cepat Rangga memiringkan tubuhnya menghindari terjangan makhluk
mayat hidup yang menyebarkan bau busuk memualkan perut itu. Tapi belum juga
tubuhnya sempat ditarik tegak kembali, satu makhluk mayat hidup lainnya sudah
memberikan serangan dengan kibasan tangan kanan yang berkuku runcing mengarah
ke lambung kanan.
"Uts!" Rangga segera mengegoskan tubuhnya menghindari sambaran tangan rusak
berkuku runcing dan hitam itu. Cepat-cepat kakinya ditarik ke belakang
beberapa langkah. Dan pada saat itu, tiba-tiba saja dari dalam tanah menyembul
sebuah tangan rusak dan kotor berlumpur. Langsung dicengkeramnya pergelangan
kaki Pendekar Rajawali Sakti. Dan pada saat yang bersamaan, mendadak Kadik
menjerit keras.
"Heh...?!" Pandan Wangi yang berada dekat dengan pemuda desa itu jadi
terkejut. Cepat Kipas Mautnya ditarik keluar, dan langsung dikebutkan ke
tangan rusak yang menyembul dari dalam tanah yang mencengkeram pergelangan
kaki Kadik.
Cras!
Tangan yang hampir tidak berdaging itu langsung buntung terbabat kipas baja
putih yang terkenal maut Itu. Pada saat yang bersamaan, Rangga sudah berhasil
melepaskan cengkeraman tangan rusak dan pergelangan kakinya. Cepat-cepat
tubuhnya melenting, dan langsung mendarat dekat di samping Pandan Wangi.
Begitu ringan gerakannya, hingga tidak menimbulkan suara sedikit pun saat
menjejak tanah yang berumput agak basah ini.
"Tinggalkan tempat ini, cepat...!" seru Rangga.
"Kau sendiri...?" Pandan Wangi ingin protes.
"Jauhkan Kadik dari sini. Nanti aku menyusul," potong Rangga cepat.
Pandan Wangi tidak membantah lagi. Cepat-cepat disambarnya tangan Kadik, dan
diajaknya berlari meninggalkan tanah kuburan itu.
Sementara, Rangga sudah kembali sibuk menghadapi dua makhluk mayat hidup yang
menyerangnya dengan cepat dan bergantian. Saat itu, tangan-tangan rusak dan
kotor berlumpur semakin banyak bersembulan dari tanah, seakan-akan siap
menerima Pendekar Rajawali Sakti. Akibatnya, pemuda berbaju rompi putih itu
harus berjumpalitan di udara.
"Hup! Yeaaah...!"
Begitu memiliki kesempatan, Rangga cepat-cepat melenting ke udara, lalu manis
sekali hinggap di atas dahan pohon. Lalu tubuhnya kembali melenting ke pohon
lainnya. Beberapa kali Pendekar Rajawali Sakti berlompatan dari satu pohon ke
pohon lain. Dan dengan gerakan indah kakinya mendarat di tanah, agak jauh dari
tanah kuburan itu.
"Phuihhh...!" Rangga menghembuskan napas panjang. Tampak mayat-mayat hidup dan
tangan-tangan rusak yang bersembulan dari dalam tanah itu tidak berusaha
mengejar. Bahkan kembali melesak masuk ke dalam tanah.
Sementara itu Rangga berdiri tegak memperhatikan. Pendekar Rajawali Sakti
belum juga beranjak pergi, meskipun tidak ada lagi makhluk mayat hidup dan
tangan-tangan rusak di sekitar tanah pekuburan itu. Beberapa saat lamanya,
Rangga masih berdiri mematung memandangi tanah pekuburan. Kemudian tubuhnya
berputar berbalik, dan melangkah pergi. Tapi baru saja berjalan beberapa
langkah, mendadak saja berkelebat sebuah bayangan hitam memotong di depannya.
"Hup!" Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat ke belakang sambil
berputaran di udara dua kali. Begitu sempurnanya ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki, sedikit pun tidak terdengar suara saat kakinya menjejak tanah
kembali.
"Hmmm...." Pendekar Rajawali Sakti bergumam kecil saat melihat di depannya
sudah berdiri sesosok berbaju Jubah panjang warna hitam pekat. Sulit untuk
bi-sa melihat wajahnya, karena tertutup kerudung hitam berbentuk kerucut yang
menyelubungi seluruh kepala.
"Hmmm...," kembali Rangga menggumam perlahan.
"Tinggalkan desa ini. Pendekar Rajawali Sakti. Jangan coba-coba mencampuri
urusanku," terasa dingin sekali nada suara orang itu.
"Heh...?! Kau tahu namaku?! Siapa kau?!" Rangga jadi terperanjat.
"Aku biasa dipanggil Iblis Penggali Kubur. Dan kuharap, kau cepat tinggalkan
desa ini. Jangan coba-coba mencampuri urusanku di sini. Dan kalau kau keras
kepala, kau akan menghadapi pasukan mayatku," desis orang aneh berbaju jubah
hitam yang mengenalkan diri sebagai si Iblis Penggali Kubur.
Dari nada suaranya, jelas kalau orang itu laki-laki. Dan Rangga tahu kalau
ancaman itu tidak bisa dianggap main-main. Tapi, apakah Pendekar Rajawali
Sakti akan mengikuti begitu saja hanya karena ancaman? Rangga kini malah
melangkah beberapa tindak, mendekati. Sikapnya begitu tenang. Bahkan senyuman
tipis terukir di bibirnya. Dan kini, jarak mereka tinggal sekitar tujuh
langkah lagi.
"Kau yang mencuri mayat-mayat di sini?" Tanya Rangga agak datar nada suaranya.
"Itu bukan urusanmu, Pendekar Rajawali Sakti!" Sahut si Iblis Penggali Kubur
ketus.
"Untuk apa kau mencuri mayat?" Tanya Rangga lagi, tidak mempedulikan jawaban
yang begitu ketus dan tidak bersahabat.
"Sudah kukatakan, itu bukan urusanmu!" Bentak Iblis Penggali Kubur lagi. "Kau
tinggalkan desa ini secepatnya, atau mati di sini oleh pasukanku, Pendekar
Rajawali Sakti!"
"Hmmm. Kau mengancamku, Kisanak," desis Rangga agak menggumam.
"Semua penduduk Desa Kranggan akan kujadikan mayat kalau kau masih terlihat
besok pagi, Pendekar Rajawali Sakti. Dan, ingat! Aku tidak pernah main-main.
Kalau kau tetap keras kepala, aku tidak segan-segan menghancurkan kerajaan mu
dengan pasukan mayatku!" semakin dingin saja nada suara si Iblis Penggali
Kubur.
Belum juga Rangga bisa membuka suara, si Iblis Penggali Kubur sudah melesat
pergi cepat sekali. Begitu cepatnya, hingga dalam sekejapan mata saja sudah
tidak terlihat lagi bayangannya. Sementara, Rangga masih tetap berdiri tegak
memandang ke arah kepergian laki-laki aneh yang mengaku berjuluk Iblis
Penggali Kubur.
"Hmmm, siapa dia? Dan, dari mana dia tahu diriku...?' gumam Rangga perlahan,
bertanya-tanya pada diri sendiri.
Memang sulit menjawab pertanyaan Pendekar Rajawali Sakti sekarang ini. Dan
bukan hanya itu saja pertanyaan yang muncul di kepala Rangga. Begitu banyak
pertanyaan yang bermunculan, tapi tak satu pun yang bisa terjawab. Dan Rangga
sen-diri belum bisa menduga apa-apa, karena semuanya masih belum jelas. Bahkan
Pendekar Rajawali Sakti tidak tahu, untuk apa si Iblis Pengali Kubur itu
membentuk pasukan dari mayat-mayat yang dicurinya dari dalam kubur.
"Apa pun ancamannya, aku tidak bisa tinggal diam begitu saja. Perbuatannya
sudah menyalahi kodrat alam. Bagaimanapun caranya, semua ini harus bisa
kuhentikan," desis Rangga bertekad.
Pendekar Rajawali Sakti terus melangkah pergi dengan ayunan kaki yang begitu
ringan. Seakan-akan, telapak kakinya tidak menyentuh tanah. Dan sebentar saja,
Pendekar Rajawali Sakti sudah jauh meninggalkan kuburan itu. Bahkan kini sudah
kembali bertemu Pandan Wangi dan Kadik di perbatasan sebelah Timur Desa
Kranggan.
"Ayo kita ke rumahmu, Kadik," ajak Rangga langsung, sebelum Pandan Wangi
melontarkan Pertanyaan.
Dan memang, mulut Pandan Wangi sudah terbuka ingin bertanya. Tapi, pertanyaan
itu hanya tertinggal di tenggorokan saja, karena Rangga sudah melangkah
mendahului. Sedangkan Kadik mengikuti dari belakang. Maka Pandan Wangi pun
bergegas melangkah mengikuti kalau tidak ingin tertinggal. Sebentar saja
mereka sudah berjalan berdampingan, memasuki Desa Kranggan yang tampak masih
tetap sunyi.
***
LIMA
Satu pekan sudah berlalu, setelah kejadian yang mengerikan yang dialami Kadik,
Pandan Wangi dan Pendekar Rajawali Sakti. Dan kini setiap hari selalu saja ada
yang meninggal di Desa Kranggan. Mereka yang meninggal adalah gadis-gadis
muda, di bawah usia sembilan belas tahun. Dan setiap kali ada penguburan, esok
harinya kuburan itu selalu ditemukan sudah terbongkar. Bahkan mayat yang
dikuburkan lenyap entah ke mana.
Peristiwa ini tentu saja membuat seluruh penduduk Desa Kranggan jadi gempar.
Mereka langsung dicekam kengerian yang menggelisahkan. Bahkan kini, tak ada
seorang pun yang berani lagi keluar dari rumah kalau malam sudah menjelang.
Sudah beberapa orang peronda melihat, gadis-gadis yang sudah meninggal waktu
itu berkeliaran di desa ini. Namun, sampai saat ini belum ada korban. Tapi,
hampir setiap hari ada saja gadis desa yang meninggal mendadak.
Rangga yang masih berada di desa itu juga teringat ancaman si Iblis Penggali
Kubur. Maka kecemasan pun tidak dapat lagi disembunyikan. Hatinya benar-benar
cemas kalau Iblis Penggali Kubur sampai benar-benar melaksanakan ancamannya.
Iblis itu memang ingin membuat seluruh penduduk Desa Kranggan menjadi pasukan
mayatnya, dan untuk menghancurkan Kerajaan Karang Setra. Dan kini sudah lebih
dari sepuluh orang gadis meninggal dalam waktu kurang dari dua pekan saja.
"Ada yang meninggal lagi, Kakang."
Rangga mengangkat kepalanya sedikit, langsung menatap wajah Pandan Wangi yang
kelihatan begitu cantik pagi ini. Tapi sinar matanya kelihatan begitu lelah.
Pandan Wangi memang sudah lelah, karena sampai saat ini belum juga bisa
memergoki si pencuri mayat.
"Gadis...?" Tanya Rangga terdengar pelan sekali suaranya.
Pandan Wangi mengangguk.
"Hhh...!" Rangga menghembuskan napas panjang.
Saat itu, terlihat Kadik datang menghampiri dari samping rumah. Pemuda
keturunan bangsawan yang hidup di desa sejak masih kecil itu langsung
menghempaskan tubuhnya di samping Rangga. Tampak keringat mengucur membasahi
seluruh wajah, leher, dan tubuhnya. Nafasnya pun terdengar memburu. Bahkan
seperti tidak peduli dengan pandangan mata Rangga dan Pandan Wangi yang
menyorot begitu tajam.
"Dari mana pagi-pagi begini, Kadik?" Tanya Rangga tetap menatap pemuda desa
itu.
"Mencari si Iblis Penggali Kubur," sahut Kadik datar.
"Untuk apa?"
"Iblis keparat itu telah menyandera emak ku, Rangga. Aku harus membunuhnya!"
dengus Kadik bernada geram.
Rangga diam memandangi dengan sinar mata agak tajam, tak berkedip sedikit pun
juga. Sementara, Pandan Wangi yang sudah duduk di sebelah Pendekar Rajawali
Sakti juga memandangi Kadik yang masih sibuk mengatur jalan nafasnya. Sesekali
punggung tangannya menyeka keringat di leher.
"Dia juga telah membuat kekasihku sengsara dalam kematiannya. Iblis itu akan
membuat seluruh penduduk Desa Kranggan ini jadi mayat hidup!" sambung Kadik
masih dengan nada suara menggeram berang.
"Dari mana kau tahu itu?" Tanya Rangga agak tersentak kaget.
"Semalam dia menemuiku, dan mengancam akan membuat seluruh penduduk desa ini
menjadi mayat hidup kalau aku tidak segera menyerahkan Cupu Batu Mustika Biru.
Dia juga meminta agar aku tidak mengizinkan kalian berdua tinggal di sini,"
sahut Kadik seraya berpaling menatap Rangga begitu dalam.
"Kau menghendaki begitu?" Tanya Rangga.
"Tidak. Biar kau tetap di sini, Rangga. Kita hadapi iblis keparat itu
bersama-sama," tegas Kadik.
"Aku memang akan menghentikannya. Tapi, tidak dengan cara gegabah," kata
Rangga juga tegas nada suaranya.
"Kau punya rencana, Rangga?" Tanya Kadik.
Rangga tidak langsung menjawab, dan jadi terdiam mendengar pertanyaan Kadik
barusan. Sebenarnya, tidak terlalu sulit menjawab pertanyaan itu. Tapi, Rangga
memang tidak pernah mengatakan setiap rencana yang ada dalam kepalanya.
Karena, dia tidak pernah percaya penuh pada keberhasilan sebuah rencana.
Pendiriannya, sematang apa pun rencana yang sudah disiapkan, tidak akan
mencapai hasil sepenuh yang diinginkan.
Dan semua itu tergantung pelaksanaannya. Itu sebabnya, kenapa Rangga tidak
pernah mengatakan setiap rencana yang ada di kepalanya. Perlahan Pendekar
Rajawali Sakti berdiri, dan melangkah menghampiri kudanya yang tertambat di
pohon kenanga, tepat di sudut sebelah kiri halaman rumah ini. Dielus-elusnya
leher kuda hitam yang tinggi tegap dan bernama Dewa Bayu itu. Kuda hitam Dewa
Bayu tampak kesenangan mendapat elusan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hup!" Dengan gerakan indah sekali, Pendekar Rajawali Sakti melompat naik ke
punggung Dewa Bayu. Kemudian, dihentakkan tali kekang kudanya yang terbuat
dari perak. Kuda itu pun berjalan perlahan-lahan, keluar dari halaman rumah
Kadik yang cukup luas ini
Sementara, Pandan Wangi dan Kadik hanya memandangi saja kepergian Pendekar
Rajawali Sakti dengan kuda tunggangannya.
"Mau ke mana dia?" Tanya Kadik.
Pandan Wangi hanya mengangkat bahunya sedikit saja. Dia sendiri tidak tahu, ke
mana Rangga akan pergi. Gadis yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu tidak
lagi merasa heran atas sikap Rangga yang pergi begitu saja tanpa berkata
apa-apa. Dia tahu, persoalan yang sedang dihadapi Pendekar Rajawali Sakti
dianggap berat. Dan biasanya, Rangga akan melakukan sesuatu tanpa ada satu
rencana pun di kepalanya.
"Aku pergi dulu, Kadik," pamit Pandan Wangi seraya bangkit berdiri.
"Mau ke mana?" Tanya Kadik.
"Ke rumah kepala desa," sahut Pandan Wangi. Si Kipas Maut itu langsung saja
berjalan menghampiri kudanya sebelum Kadik melontarkan pertanyaan lagi. Gadis
itu langsung melompat naik ke punggung kuda putihnya.
Sementara, Kadik hanya bisa memandangi tanpa dapat berbuat apa-apa. Dia terus
memandangi Pandan Wangi yang menuju ke rumah Kepala Desa Kranggan.
***
Sementara itu, Rangga yang tengah menunggangi Dewa Bayu perlahan-lahan, tanpa
disadari sudah tiba di kuburan yang terletak di sebelah Timur, di luar Desa
Kranggan. Pendekar Rajawali Sakti melompat turun dari punggung kudanya,
kemudian berjalan melewati beberapa gundukan tanah kuburan. Sepi sekali
keadaan di tempat ini, sehingga tak seorang pun terlihat. Bahkan binatang pun
seakan-akan enggan menginjakkan kakinya di sini.
Rangga terus melangkah perlahan-lahan. Sementara, matanya tidak berkedip
merayapi sekitarnya. Pendengarannya pun dipasang tajam-tajam, tapi hanya desir
angin saja yang terdengar mengusik gendang telinganya. Dia terus melangkah
semakin ke tengah pekuburan ini, dan baru berhenti setelah tiba di sebuah
kuburan yang tampaknya masih baru. Dia tahu, kuburan ini baru saja dibuat. Di
dalamnya, terbujur seorang gadis berusia sekitar delapan belas tahun, yang
baru saja meninggal pagi tadi.
"Ehm...! Ehm...!"
"Oh...?!" Rangga tersentak kaget ketika tiba-tiba saja terdengar suara orang
mendehem dari belakang. Segera tubuhnya diputar berbalik.
Entah dari mana, tahu-tahu di belakang Pendekar Rajawali Sakti sudah berdiri
seorang gadis muda berparas cantik. Baju merah yang dikenakannya begitu ketat,
sehingga membentuk tubuhnya yang ramping dan indah. Gagang sebilah pedang
tampak menyembul dari balik punggungnya.
"Iblis...! Kukira kau sudah tua bangka. Ternyata, kau masih muda dan tampan,"
dingin sekali nada suara gadis cantik berbaju merah menyala ini.
Sorot mata gadis itu begitu tajam, menembus langsung ke bola mata pemuda
tampan berbaju rompi putih di depannya. Wajahnya pun kelihatan kaku. Sedangkan
kedua tangannya sudah terkepal erat, membuat urat-uratnya bersembulan.
Sementara, Rangga Jadi terperanjat mendengar kata-kata yang begitu ketus dari
gadis ini. Sungguh tidak dimengerti, bahkan baru sekali ini melihat gadis itu.
Tapi, dia sudah memakinya begitu pedas!
"Sudah lama aku mencarimu, Iblis Keparat. Ternyata kau bersembunyi di sini,"
kata gadis itu lagi. Masih bernada dingin dan ketus.
"Maaf, siapa Nisanak ini? Dan ada urusan apa mencariku?" Tanya Rangga semakin
kebingungan tidak mengerti.
"Huh! Jangan pura-pura bodoh, Keparat! Sampai ke neraka pun aku akan tetap
mengejarmu!" dengus gadis cantik itu semakin ketus.
Rangga semakin kebingungan tidak mengerti. Sungguh tidak jelas maksud gadis
cantik yang tiba-tiba saja marah-marah padanya. Padahal, Rangga begitu yakin
kalau di antara mereka belum pernah berjumpa. Tapi, gadis cantik ini seperti
sudah menyimpan dendam yang begitu dalam dan lama, hingga kemarahannya
langsung meluap tak terbendung lagi. Rangga melangkah beberapa tindak
mendekati, dan masih mencoba bersikap tenang. Dia yakin gadis ini tentu salah
duga.
"Maaf, Nisanak...."
"Jangan banyak mulut, Keparat!" sentak gadis itu cepat memotong ucapan Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti langsung diam. Namun tiba-tiba saja....
"Saatnya kau mampus, Iblis Keparat! Hiyaaat...!"
Sret! Wuk!
"Heh...?!
Uts!"
Cepat Pendekar Rajawali Sakti menarik tubuhnya ke belakang, begitu tiba-tiba
saja gadis cantik berbaju merah menyala itu melompat cepat bagai kilat. Bahkan
pedangnya sudah tercabut, dan langsung dikebutkan ke arah dada Pendekar
Rajawali Sakti. Hanya sedikit saja ujung pedang yang berkilatan tajam itu
lewat didepan dada Pendekar Rajawali sakti. Namun, belum juga tubuhnya bisa
ditegakkan kembali, gadis cantik berbaju merah itu sudah kembali mengebutkan
pedangnya dengan kecepa-tan luar biasa.
"Hiyaaat...!"
Bet!
"Ikh...!"
Rangga jadi terkejut juga melihat gerakan pedang yang berputar begitu cepat,
dan langsung mengibas ke arah dadanya kembali. Cepat-cepat Pendekar Rajawali
Sakti melompat ke belakang sejauh dua langkah. Maka, ujung pedang itu kembali
lewat didepan dada Pendekar Rajawali Sakti. Rangga kembali melompat ke
belakang beberapa langkah, begitu kakinya menjejak tanah. Dicobanya untuk
menghindari serangan gadis cantik ini lagi.
"Cukup...!" sentak Rangga agak lantang.
"Siapa kau ini?! Dan kenapa menyerangku tanpa sebab...?!"
"Phuih! Masih juga berpura-pura terhadap perbuatan iblismu, Keparat!" dengus
gadis cantik itu ketus.
"Aku Rahayu yang akan memenggal kepalamu, Iblis Penggali Kubur!"
"Heh...?!" Rangga jadi tersentak begitu mendengar tuduhan gadis ini yang
menyangka dirinya adalah si Iblis Penggali Kubur. Tapi belum juga hilang
keterkejutannya, mendadak saja gadis cantik berbaju merah menyala yang mengaku
bernama Rahayu sudah kembali melompat secepat kilat.
"Mampus kau! Hiyaaat...!"
"Tunggu...! Uts!"
Rangga tidak dapat lagi mencegah. Cepat-cepat ia ditarik ke kanan, begitu
Rahayu menusukkan pedangnya dengan kecepatan luar biasa. Namun, pada saat mata
pedang berada di samping tubuh Pendekar Rajawali Sakti, mendadak saja
gerakannya berubah dengan kecepatan sukar diikuti mata biasa. Pedang Rahayu
berputar begitu cepat, langsung dibabatkan ke arah lambung Pendekar Rajawali
Sakti. Tapi, hanya dengan sedikit saja mengegoskan tubuhnya, pemuda berbaju
rompi putih itu bisa menghindarinya.
"Hup!" Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat ke belakang, setelah ujung
pedang gadis cantik berbaju merah menyala itu lewat di depan perutnya. Dua
kali Rangga berputaran di udara, lalu manis sekali menjejakkan kakinya kembali
di tanah berumput cukup tebal ini.
"Hhh! Tangguh juga kau, Iblis!" dengus Rahayu dingin.
"Tapi, coba hadapi jurus Tarian Dewi Pedangku ini."
Setelah berkata demikian, Rahayu langsung merubah jurusnya. Pedangnya
bergerak-gerak gemulai disertai liukan tubuh yang begitu indah. Seakan-akan,
dia tengah menyajikan sebuah tarian memikat Rangga sampai terpana beberapa
saat, melihat jurus yang begitu indah, dengan gerakan-gerakan lembut dan
gemulai.
"Uhhh...!" Saat itu juga, Rangga merasakan udara di sekitarnya jadi menipis.
Bahkan nafasnya pun mulai terasa sesak. Cepat-cepat jalan pernafasannya
dipindahkan ke perut Lalu, dilakukannya beberapa gerakan tangan. Hal ini untuk
mengatasi udara yang semakin menipis, akibat jurus Tarian Dewi Pedang yang
dimainkan Rahayu.
"Hiyaaat..!" Bagaikan kilat, tiba-tiba saja Rahayu melompat menyerang Pendekar
Rajawali Sakti. Begitu cepat serangannya, sehingga membuat Rangga jadi terpana
sesaat. Namun dengan gerakan tubuh yang manis sekali, Pendekar Rajawali sakti
berhasil menghindari sabetan pedang yang begitu cepat dan beruntun.
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"
Beberapa kali Rahayu melakukan serangan dengan pedangnya yang begitu dahsyat
dan cepat luar biasa. Dan hal ini membuat Rangga terpaksa harus berjumpalitan
sambil meliuk-liukkan tubuhnya, untuk menghindari serangan-serangan jurus
Tarian Dewi Pedang yang sangat dahsyat. Namun dengan pengerahan jurus Sembilan
Langkah Ajaib, rasanya masih terlalu sulit bagi Rahayu untuk mendesak Pendekar
Rajawali Sakti.
Jurus demi jurus berlalu cepat. Dan pertarungan itu masih terus berlangsung
semakin gesit. Jelas sekali terlihat kalau Rahayu begitu bernafsu ingin
menyudahi pertarungan. Tapi, tampaknya gadis itu benar-benar mendapat lawan
yang sangat tangguh, dan sukar untuk bisa cepat-cepat disudahi. Gadis itu
memang tidak tahu kalau saat ini berhadapan dengan Pendekar Rajawali Sakti,
yang namanya selalu menggetarkan tokoh-tokoh tingkat tinggi rimba persilatan.
Namun, dendam yang membakar sudah menutup mata hatinya. Hingga, mata hatinya
tidak dapat lagi melihat kalau tingkat kepandaian yang dimilikinya belum bisa
untuk menjatuhkan pemuda tampan berbaju rompi putih ini.
"Hup! Yeaaah...!" Tiba-tiba saja, Rangga melenting ke udara, tepat di saat
Rahayu membabatkan pedangnya mengarah ke kaki. Dan begitu pedang Rahayu lewat
di bawah telapak kakinya, cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti memutar
tubuhnya terbalik. Hingga, kepalanya cepat sekali berada di bawah. Pada saat
itu juga, dengan kecepatan luar biasa tangan kanannya dikebutkan ke arah mata
pedang gadis cantik berbaju merah menyala itu.
"Hap!"
Tap!
"Heh...?!"
Rahayu jadi terperanjat setengah mati, begitu tiba-tiba dua jari tangan kanan
Pendekar Rajawali Sakti sudah menggunting tepat di bagian tengah mata
pedangnya. Saat itu, dengan gerakan manis sekali Rangga memutar tubuhnya
berbalik kembali. Dan dengan indah sekali, kakinya menjejak tanah. Sementara
jari tangan kanannya masih tetap menjepit mata pedang gadis cantik berbaju
merah menyala ini.
"Hih!" Sambil mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya, Rahayu mencoba
menarik pedangnya dari jepitan dua jari tangan Pendekar Rajawali Sakti. Tapi,
pedangnya sedikit pun tidak bergerak, seakan-akan berada di dalam penjepit
baja yang teramat kuat.
"Setan! Lepaskan pedangku...!" bentak Rahayu geram.
"Baik. Akan kulepaskan. Hih...!"
"Ikh...!" Rahayu jadi terpekik tertahan begitu Rangga menghentakkan tangan
kanannya, dan melepaskan jepitan jarinya pada pedang. Hentakan yang disertai
pengerahan tenaga dalam sempurna membuat Rahayu jadi terpental ke belakang.
Mau tak mau gadis itu tidak dapat lagi menguasai tubuhnya.
"Akh...!" Pekikan tertahan terdengar begitu punggung Rahayu menghantam
sebongkah batu yang cukup besar. Begitu kerasnya, sampai batu itu sampai
retak. Sedangkan Rangga tetap berdiri tegak dengan bibir menyunggingkan
senyuman tipis. Lalu, kakinya melangkah beberapa tindak ke depan. Saat itu,
Rahayu sudah bisa bangkit berdiri lagi. Bibirnya meringis menahan sakit pada
seluruh tubuhnya.
"Maaf, aku tidak bermaksud menyakitimu," ucap Rangga lembut.
"Huh!" Rahayu hanya mendengus saja. Ditatapnya lurus kedua bola mata Pendekar
Rajawali Sakti dengan sinar mata begitu tajam, menyimpan dendam membara. Tapi,
yang ditatap kelihatan tenang. Bahkan senyumannya masih tetap terukir
menghiasi bibirnya yang sedikit kemerahan.
"Nisanak! Aku bukan Iblis Penggali Kubur yang kau cari," kata Rangga masih
tetap terdengar kalem nada suaranya.
"Hhh! Bagaimana aku bisa mempercayaimu?! Sedangkan kau berada di kuburan itu!"
dengus Rahayu sambil menujuk ke arah kuburan seorang gadis muda yang masih
baru pagi tadi.
Rangga hanya tersenyum saja. Kembali kakinya diayunkan beberapa langkah
mendekati gadis cantik berbaju merah menyala ini. Pedang masih tergenggam di
tangan kanan gadis itu. Sedangkan Rangga seperti tidak peduli pada pedang yang
sudah melintang didepan dada membentuk dua gundukan bukit indah itu.
Langkahnya berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar lima langkah lagi di
depan gadis cantik yang mengenakan baju merah menyala ini.
"Namaku Rangga. Aku juga punya urusan dengan Iblis Penggali Kubur. Tapi, bukan
untuk membalas dendam. Aku hanya ingin menghentikan perbuatannya saja. Bahkan
kalau mungkin menyadarkannya," kata Rangga lagi, masih terdengar tenang nada
suaranya.
"Hm...," gumam Rahayu perlahan.
Rangga membiarkan saja dirinya dijilati oleh tatapan mata yang memancarkan
sinar menyelidik. Bahkan sikapnya terlihat tenang, dengan senyum terus terukir
di bibir.
Sedangkan Rahayu kelihatan masih belum percaya pada keterangan Pendekar
Rajawali Sakti. Gadis itu seakan-akan masih menuduh pemuda tampan yang
mengenakan baju rompi putih itu adalah si Iblis Penggali Kubur.
Namun dengan ketenangan Pendekar Rajawali Sakti, Rahayu mulai kelihatan
melemah. Bahkan ketegangannya mulai mengendur. Perlahan tangannya yang
menggenggam pedang bergerak turun, lalu memasukkannya kembali ke warangkanya
di punggung. Tapi, sinar matanya masih terlihat menyorot tajam, menusuk
langsung ke bola mata pemuda tampan di depannya.
"Aku tadi hanya ingin melihat saja, apakah si Iblis Penggali Kubur sudah
mencuri mayat gadis itu di dalam kuburannya," kata Rangga setelah cukup lama
tidak ada yang bicara.
"Hm...," tapi Rahayu hanya menggumam perlahan saja. Gadis itu seakan-akan
tidak percaya terhadap pengakuan Pendekar Rajawali Sakti barusan. Sorot
matanya masih terlihat begitu tajam, mengamati pemuda tampan di depannya dari
ujung kepala hingga ujung kaki.
"Kau sendiri, kenapa ingin membunuh Iblis Penggali Kubur?" Tanya Rangga.
"Aku harus membalas dendam," sahut Rara Anting tegas, tapi masih terdengar
agak ketus nada suaranya.
"Dendam...?"
"Dia mencuri mayat adikku dari dalam kuburnya. Aku harus menemukan adikku, dan
membunuh si iblis keparat itu dengan tanganku sendiri."
"Kau berasal dari mana?"
"Desa Tampuksari. Tidak jauh di sebelah Barat Kranggan ini."
"Hm...."
"Hampir semua gadis di sana meninggal, dan semua mayatnya hilang dicuri si
Iblis Penggali Kubur. Termasuk mayat adikku," sambung Rahayu.
"Rupanya dia sudah lama melakukan ini...," gumam Rangga seperti bicara pada
diri sendiri.
"Kau sendiri, kenapa ingin mencari Iblis Penggali Kubur juga? Apa kau juga
menyimpan dendam?" Tanya Rahayu.
"Tidak. Tidak ada dendam maupun persoalan antara aku dengannya. Aku hanya
tidak bisa membiarkan kebiadaban terjadi di depan mataku. Perbuatan Iblis
Penggali Kubur tidak bisa didiamkan. Sudah beberapa gadis mati, dan mayatnya
hilang dari kuburnya di desa ini," sahut Rangga.
"Kebetulan, mayat kekasih sahabatku juga hilang. Jadi, aku tidak bisa tinggal
diam begitu saja."
"Hm. Jadi kau benar bukan si Iblis Penggali Kubur?" Rahayu seakan-akan ingin
meyakinkan diri, kalau pemuda tampan ini bukanlah orang yang sedang dicarinya.
Rangga tersenyum dan menggelengkan kepalanya beberapa kali. Kakinya melangkah
beberapa tindak mendekati gadis cantik berbaju merah yang sudah kelihatan
tidak berang lagi seperti tadi. Rupanya, Rahayu sudah percaya kalau Rangga
bukanlah si Iblis Penggali Kubur yang dicari-carinya selama ini.
"Sudah hampir sore. Apa kau akan menunggu di sini?" Tanya Rangga setelah
beberapa saat terdiam.
"Hanya ini kesempatan ku untuk menemukannya," tegas Rahayu.
"Aku pun demikian," sambung Rangga.
Rahayu memandangi Wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan yang
dipandangi malah mengarahkan pandangannya ke tempat lain.
Sementara, matahari terus menggelincir semakin jauh ke arah Barat. Sinarnya
yang semula terasa begitu terik, kini mulai meredup berwarna kemrahan. Memang,
sebentar lagi siang akan berganti senja. Dan di sekitar pekuburan ini
kelihatan begitu sunyi, tak ada seorang pun terlihat lagi selain mereka
berdua.
"Sebaiknya kita tidak menunggu di sini. Terlalu terbuka tempatnya," usul
Rangga.
"Hm," Rahayu hanya menggumam perlahan saja.
Rangga mengayunkan kakinya, mendekati sebuah gerumbulan semak tidak jauh dari
tempat itu. Beberapa bongkah batu berukuran besar seperti sebuah tempat untuk
bersembunyi yang sudah disiapkan, menjadi tempat persembunyian Rangga. Begitu
Pendekar Rajawali Sakti menghilang di balik bongkahan batu itu, Rahayu baru
mengayunkan kakinya menghampiri.
Kening Rahayu jadi sedikit berkerut begitu tiba di balik bongkahan batu.
Tampak Rangga sudah duduk bersandar di batu dengan sikap yang begitu enak,
seakan-akan tidak ada persoalan sedikit pun. Rangga hanya melirik sedikit pada
gadis cantik yang masih berdiri saja di dekatnya.
"Duduklah di sini. Kau bisa terlihat kalau terus berdiri di situ," kata Rangga
kalem.
Rahayu kelihatan ragu-ragu, tapi akhirnya duduk juga di samping Pendekar
Rajawali Sakti. Tidak ada lagi yang berbicara. Mereka terpaksa menunggu di
balik batu ini sampai hari gelap. Dan memang, ini merupakan kesempatan yang
teramat penting untuk bisa memergoki si Iblis Penggali Kubur yang telah
mencuri mayat-mayat dari dalam kubur.
Dan rupanya pula, si Iblis Penggali Kubur bukan hanya bertindak keji di Desa
Kranggan ini, tapi sudah di desa-desa lain. Hanya saja sampai saat ini, belum
ada yang bisa menghentikannya. Apakah Rangga dan Rahayu mampu menghentikan si
Iblis Penggali Kubur itu malam ini?
***
ENAM
Waktu seakan-akan berjalan begitu lambat. Rahayu sudah kelihatan gelisah tidak
sabar. Saat ini, matahari sudah benar-benar tenggelam di balik peraduannya.
Dan sekeliling tanah pekuburan sudah terselimut gelap. Kabut terlihat
menyelimuti sekitarnya. Sedikit pun tak terlihat cahaya bintang maupun bulan.
Langit tampak sangat kelam terselimut awan hitam yang menggumpal tebal.
Beberapa kali Rahayu menyembulkan kepalanya, tapi belum juga melihat adanya
tanda-tanda kalau Iblis Penggali Kubur bakal muncul. Sedangkan Rangga
kelihatan tenang, masih tetap duduk dengan punggung bersandar batu. Bibirnya
selalu mengukir senyuman bila melihat Rahayu kelihatan begitu gelisah tidak
sabar menunggu seperti ini.
"Tenang saja, Rahayu. Kalau malam ini dia tidak muncul, pasti malam
berikutnya," kata Rangga kalem, mencoba menenangkan kegelisahan gadis cantik
itu.
"Hhh...!" Sambil menghembuskan napas panjang, Rahayu menghempaskan tubuhnya di
samping Pendekar, Rajawali Sakti. Tubuhnya digeser sedikit, begitu pundaknya
terasa bersentuhan dengan pundak pemuda tampan berbaju rompi putih ini.
Sekilas matanya melirik wajah tampan di sampingnya. Entah kenapa, setelah
yakin kalau pemuda ini bukanlah si Iblis Penggali Kubur, dadanya selalu
bergetar bila melirik wajah tampan yang memiliki senyum sangat memikat
menggetarkan jantung ini.
"Lama sekali...," desah Rahayu. "Apa mungkin dia tidak muncul malam ini?"
"Tunggu saja dulu. Jangan banyak bicara," ujar Rangga memperingatkan.
Rahayu hanya mengeluh saja, dan kembali diam tidak bicara lagi. Sedangkan
Rangga beranjak bangkit berdiri. Dan baru saja kepalanya menyembul keluar,
kedua bola matanya langsung terbeliak lebar. Hampir gadis itu tidak percaya
dengan penglihatannya sendiri. Saat itu, Rahayu yang tengah memperhatikan jadi
berkerut keningnya. Bergegas dia berdiri, dan menyembulkan kepalanya keluar
dari batu tempat persembunyian.
"Apa itu...?" Desis Rahayu seperti bertanya pada diri sendiri.
"Ssst...," Rangga meminta gadis itu diam.
Mereka tidak membuka suara lagi. Sementara, pandangan mata mereka tertuju
lurus pada sesosok tubuh yang berjalan tergesa-gesa memasuki tanah pekuburan
ini. Sesosok tubuh yang mengenakan baju jubah panjang, dan berwarna hitam
pekat. Cukup sulit untuk bisa mengenali wajahnya, karena tertutup kerudung
kain hitam berbentuk kerucut pada bagian atasnya. Ditambah lagi keadaan malam
ini begitu gelap, tanpa ada cahaya sedikit pun.
Seluruh langit tersaput awan hitam yang begitu tebal bergulung-gulung, membuat
bulan dan bintang tidak mampu menembuskan cahayanya ke permukaan bumi. Sosok
tubuh berbaju serba hitam itu berhenti melangkah, tepat di dekat kuburan yang
masih baru.
Sementara Rangga dan Rahayu yang menyaksikan terpaksa harus menahan nafasnya,
dengan dada berdebar bergemuruh. Mereka menantikan, apa yang akan terjadi pada
malam gelap di kuburan ini. Terlihat jelas kalau orang itu mengangkat kedua
tangannya tinggi-tinggi, hingga melewati kepala yang bergerak menengadah ke
atas. Namun sebentar kemudian, kedua tangannya dirapatkan di samping tubuhnya.
Dan saat itu juga, dia melompat ke udara. Lalu, tubuhnya meluruk deras dengan
kedua kaki tetap merapat ke bawah. Seketika itu juga...
Brusss!
"Heh...?!"
"Hah...?!"
Bukan hanya Rangga yang terkejut. Bahkan Rahayu juga sampai terjingkat
setengah mati, begitu tiba-tiba orang yang diawasi melesak masuk ke dalam
kuburan yang masih baru tadi pagi itu. Mereka sampai berdiri tegak, keluar
dari tempat persembunyiannya. Seperti tidak sadar, mereka bergerak keluar dari
batu yang menjadi tempat berlindung. Sementara, orang berbaju serba hitam yang
diawasi masih belum juga kelihatan keluar dari dalam kuburan.
Wusss...!
Tiba-tiba saja dari dalam kuburan yang sudah menganga lebar mengepul segumpal
asap berwarna kemerahan. Asap itu semakin lama semakin bertambah banyak,
bergulung-gulung membumbung tinggi ke angkasa. Lalu, sosok tubuh berbaju jubah
serba hitam itu terlihat menyembul keluar dari dalam kuburan. Tubuhnya
bergerak melayang seperti sejumput kapas yang tertiup angin.
Sebentar kemudian, dia sudah terlihat di lubang kuburan. Tampak di dalam
pondongan orang itu terdapat sesosok tubuh yang terbungkus kain putih bernoda
tanah berlumpur. Namun begitu kakinya menjejak tepian tanah kuburan, mendadak
tubuhnya berputar berbalik. Hal ini membuat Rangga dan Rahayu seketika jadi
terperanjat setengah mati.
"Keparat...! Mau apa kalian di sini?!" Bentak orang itu lantang dan kasar nada
suaranya.
Sesaat Rangga dan Rahayu tidak bisa menjawab. Mereka masih diliputi
keterkejutan dan keheranan yang amat sangat oleh perbuatan orang aneh yang
tidak dikenal ini. Namun, tampaknya Rangga cepat bisa menghilangkan
keterpanaannya. Cepat kakinya melangkah ke depan beberapa tindak, meninggalkan
Rahayu di belakang sekitar lima langkah. Namun, gadis itu cepat mendekati
Pendekar Rajawali Sakti lagi, dan berdiri di sebelah kanannya.
Sementara orang berbaju serba hitam itu perlahan-lahan meletakkan mayat yang
diambil dari dalam kuburan itu.
"Kau yang bernama si Penggali Kubur?" Tanya Rangga membuka suara lebih dahulu.
"Phuih!" Tapi orang berjubah hitam itu menjawab hanya dengan semburan ludahnya
saja. Perlahan kakinya bergeser ke kanan, meninggalkan sosok tubuh terbungkus
kain putih yang tergeletak di tanah. Gerakan kakinya terhenti setelah berjarak
sekitar enam langkah lagi dari mayat yang diambil dari dalam kuburnya.
"Kalian harus membayar mahal, karena telah berani mengganggu pekerjaanku!"
desis orang berbaju serba hitam yang tak lain si Iblis Penggali Kubur.
"Terutama kau, Pendekar Rajawali Sakti!"
Tiba-tiba saja, Iblis Penggali Kubur itu mengebutkan tangan kanannya cepat
sekali ke arah Rangga dan Rahayu. Saat itu juga, terlihat secercah cahaya
merah meluruk deras bagai kilat, keluar dari telapak tangan kanan yang terbuka
lebar itu.
"Awas...!" seru Rangga.
"Hup!"
"Heh...?!"
Rangga cepat melompat ke samping, seraya mendorong tubuh Rahayu cepat sekali.
Akibatnya gadis itu tersentak kaget, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Dan saat
itu juga, cahaya merah yang meluncur secepat kilat dari telapak tangan si
Iblis Penggali Kubur, meluruk deras melewati tubuh kedua anak muda itu.
Glarrr...!
Ledakan begitu dahsyat seketika terdengar keras menggelegar, ketika cahaya
merah itu menghantam batang pohon beringin yang sangat besar. Seketika, pohon
itu hancur berkeping-keping, menimbulkan percikan bunga api yang menyebar ke
segala arah, disertai kepulan debu dan asap yang membumbung tinggi ke angkasa.
"Gila...!" desis Rangga kagum.
Sementara, Rahayu yang tadi didorong Rangga hingga jatuh bergulingan di tanah,
sudah bisa bangkit berdiri lagi. Gadis itu juga jadi terpana melihat pohon
beringin yang begitu besar bisa hancur berkeping-keping terkena cahaya merah
yang membersit dari telapak tangan kanan Iblis Penggali Kubur itu. Cepat-cepat
gadis itu melompat mendekati Rangga.
Srettt! Rahayu langsung mencabut pedangnya yang tersampir di punggung.
Sementara, Rangga tetap berdiri tegak menatap tajam si Iblis Penggali Kubur.
Hanya sekali saja matanya melirik sedikit pada sosok mayat terbungkus kain
putih, yang tergeletak di tanah, tidak jauh dari lubang kuburannya.
"Bagus! Rupanya kalian punya kepandaian juga," terasa begitu dingin nada suara
Iblis Penggali Kubur.
"Kau menyingkir dulu, Rahayu," pinta Rangga setengah berbisik.
"Hati-hati, dia sangat tangguh," Rahayu memperingatkan.
Gadis itu langsung melangkah ke belakang menjauhi Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara, Rangga sendiri melangkah ke depan mendekati si Iblis Penggali
Kubur. Sorot matanya masih terlihat sangat tajam, menusuk langsung bagai
hendak menembus selubung kain hitam yang menutupi seluruh kepala dan wajah
orang itu.
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, bagaikan kilat si Iblis Penggali Kubur
melompat cepat menerjang Pendekar Rajawali Sakti. Dua kali pukulan dahsyat
dilepaskan secara beruntun dengan kecepatan luar biasa. Namun, Rangga yang
memang sudah siap sejak tadi, cepat meliukkan tubuh menghindarinya.
"Yeaaah...!"
Namun belum juga Pendekar Rajawali Sakti bisa bersiap kembali, si Iblis
Penggali Kubur sudah menyerang lagi dengan kecepatan yang begitu tinggi.
Terpaksa Rangga harus melenting dan berputaran di udara, menghindari serangan
beruntun dari orang aneh berjubah hitam ini
"Utfs...!" Rangga sedikit melenguh begitu merasakan angin pukulan si Iblis
Penggali Kubur yang menebarkan hawa panas menyengat. Sehingga membuat
pernafasannya jadi terganggu. Tapi dengan cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti
memindahkan jalan pernafasannya melalui perut. Sehingga, gerakannya tidak
terganggu. Begitu indah dan manis sekali gerakan tubuh Pendekar Rajawali
Sakti, sehingga serangan-serangan cepat yang sangat berbahaya si Iblis
Penggali Kubur tidak ada yang mengenai sasaran.
"Hiyaaat...!"
Menyadari kalau pemuda berbaju rompi putih itu memiliki kepandaian yang sangat
tinggi, Iblis Penggali Kubur cepat meningkatkan serangan-serangan. Pukulannya
dilepaskan beruntun, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi sekali. Udara di
sekitar pertarungan itu pun semakin bertambah panas, menyesakkan dada. Tapi,
rupanya Rangga memang sulit didekati. Gerakan-gerakan tubuhnya begitu lentur
diimbangi gerakan kaki yang sangat cepat dan lincah. Sehingga si Iblis
Penggali Kubur semakin bertambah geram, karena tidak satu pun
serangan-serangannya yang berhasil mencapai sasaran.
"Hup!" Tiba-tiba saja Iblis Penggali Kubur melompat ke belakang, menghentikan
pertarungan.
Sementara, Rangga kembali berdiri tegak di tempatnya. Kedua tangannya terlipat
di depan dada. Begitu tenang sikap Pendekar Rajawali sakti. Dan ketenangannya
itu membuat si Iblis Penggali Kubur semakin bertambah geram. Jelas, dia merasa
diremehkan pemuda tampan berbaju rompi putih ini.
"Phuih!" Beberapa kali si Iblis Penggali Kubur menyumpah, sambil menyemburkan
ludah dengan geram. Perlahan kakinya bergerak menggeser ke samping mendekati
sosok mayat yang masih tergeletak di tanah. Dia kemudian berdiri tepat di
samping mayat yang terbungkus kain putih bernoda tanah berlumpur. Sementara,
Rangga masih tetap berdiri tegak di tempatnya, bersiap menerima serangan
kembali.
"Aku tidak punya banyak waktu melayanimu, Anak Muda," kata Iblis Penggali
Kubur dingin. Dan tiba-tiba saja, tangan kirinya mengebut cepat, lalu
menghentakkan ke bawah. Seketika itu juga....
Brusss!
"Heh...?!"
Rangga jadi tersentak kaget setengah mati, begitu tiba-tiba mengepul asap
tebal di depan orang aneh berjubah hitam yang dikenal berjuluk Iblis Penggali
Kubur. Hanya sebentar saja asap itu mengepul. Dan begitu menghilang tersapu
angin, si Iblis Penggali Kubur sudah lenyap tak terlihat lagi, bersama mayat
yang diambil dari dalam kuburannya.
"Keparat...!" geram Rangga merasa tertipu.
"Setan!" Rahayu juga ikut mengumpat geram.
Gadis itu bergegas menghampiri Rangga yang kini sudah berada di tempat si
Iblis Penggali Kubur menghilang, setelah mengeluarkan asap tebal yang menutupi
dirinya tadi. Sedikit pun tidak ada bekas, atau tanda-tanda ke mana perginya
Iblis Penggali Kubur itu. Dan ini tentu saja, hal ini membuat Rangga jadi
kebingungan juga. Pandangannya segera beredar berkeliling, tapi hanya
kegelapan saja yang terlihat di sekitarnya.
"Ke mana dia pergi...?" gumam Rahayu seperti bertanya pada dirinya sendiri.
Sedangkan Rangga tidak menjawab sedikit pun juga. Dia sendiri tidak tahu, ke
arah mana perginya si Iblis Penggali Kubur tadi. Suatu cara menghindar yang
belum pernah dilihatnya, selama Pendekar Rajawali Sakti mengembara menjelajahi
rimba persilatan. Dia tidak tahu, ilmu apa yang digunakan si Iblis Penggali
Kubur. Sedangkan saat bertarung tadi, jurus-jurusnya pun terasa sangat aneh.
Rangga mengakui kalau tadi sedikit kewalahan juga menghadapinya.
"Ha ha ha...!"
"Heh...?!"
Rahayu jadi tersentak kaget, begitu tiba-tiba terdengar suara tawa keras
menggelagar dan menggema, seakan-akan datang dari segala penjuru mata angin.
Sedangkan Rangga hanya menggumam saja perlahan.
"Tunggu saatnya nanti, Pendekar Rajawali Sakti. Kau akan menyesal! Ha ha
ha...!"
"Hmmm...." Kembali Rangga hanya menggumam saja mendengar ancaman itu.
Dikenalinya kalau betul itu suara si Iblis Penggali Kubur. Tapi, memang sulit
untuk menentukan arah datangnya suara, karena terdengar menggema seperti
datang dari segala penjuru mata angin.
Sementara, Rahayu langsung memandang pemuda tampan di sampingnya. Dan kini
suara itu pun tidak terdengar lagi. Keadaan pun kembali sunyi, hanya angin
saja yang terdengar menderu cukup kencang di sekitar tanah pekuburan ini.
"Kau Pendekar Rajawali Sakti...?" Desis Rahayu terus memandangi pemuda tampan
berbaju rompi putih ini.
Rangga hanya diam saja. Matanya hanya melirik sedikit pada gadis yang berdiri
di sebelahnya. Kemudian, kakinya terayun melangkah. Baginya, sudah tidak aneh
lagi kalau ada orang yang terkejut setelah mengetahui kalau dirinya adalah
Pendekar Rajawali Sakti yang namanya sudah kondang di seluruh rimba
persilatan.
Rahayu bergegas menyusul, dan mensejajarkan ayunan kakinya di sebelah kiri
Pendekar Rajawali Sakti. "Kenapa tidak bilang sejak tadi kalau kau Pendekar
Rajawali Sakti...?"
Rahayu terus mengejar meminta penjelasan. Nada suara gadis itu seakan-akan
menyesal, karena tidak bisa mengenali siapa pemuda tampan yang sangat digdaya
ini. Sungguh Rahayu tidak tahu kalau pemuda ini adalah Pendekar Rajawali sakti
yang nama maupun sepak terjangnya sudah seringkali terdengar dalam rimba
persilatan.
"Maaf, tadi aku telah berlaku buruk padamu," ucap Rahayu.
"Lupakan saja," ujar Rangga terus melangkah.
Rahayu tidak bicara lagi, dan terus berjalan mengikuti ayunan langkah kaki
Pendekar Rajawali Sakti di sampingnya. Mereka terus berjalan meninggalkan
kuburan di pinggiran Desa Kranggan ini. Sementara, malam terus merayap semakin
larut.
Rangga menghampiri kudanya yang ditinggalkan agak jauh dari kuburan. Kuda
hitam Dewa Bayu tidak dinaiki, tapi hanya dituntunnya sambil terus berjalan.
Sedangkan Rahayu terus mengikuti sambil sesekali melirik wajah tampan yang
tidak berpaling sedikit pun. Pendekar Rajawali Sakti terus memandang lurus ke
depan, tanpa menghentikan ayunan kakinya.
***
TUJUH
"Siapa dia?" bisik Pandan Wangi sambil melirik tajam pada Rahayu.
"Namanya Rahayu. Dia punya dendam pada si Iblis Penggali Kubur. Aku semalam
bertemu dengannya di kuburan," jelas Rangga singkat.
Pandan Wangi terus melirik tajam pada Rahayu. Sedangkan yang diperhatikan
seperti tidak peduli, dan terus saja menyantap makanannya yang terhidang
hampir penuh di meja. Sepertinya, gadis itu lapar sekali. Dan memang, baru
pagi ini dia bisa menikmati makanan yang enak, setelah berhari-hari berkelana
hanya untuk mencari si Iblis Penggali Kubur yang telah menculik mayat adiknya
dari dalam kubur.
Kedatangan Rahayu yang bersama Rangga, tentu saja membuat Pandan Wangi jadi
cemburu. Dan kecemburuan itu bisa dirasakan Rangga. Namun, Pendekar Rajawali
Sakti hanya diam saja. Dia tahu, Pandan Wangi pasti cemburu kalau belum
dijelaskan siapa Rahayu sebenarnya. Makanya Rangga langsung menjelaskan
panjang lebar. Sementara, Pandan Wangi mendengarkan sambil terus memperhatikan
gadis cantik yang mengenakan baju merah menyala itu.
"Ke mana Kadik? Sejak tadi aku tidak melihatnya," Tanya Rangga mengalihkan
pembicaraan.
"Dia selalu pergi tanpa pamit dulu. Entah, ke mana perginya," sahut Pandan
Wangi bernada kesal.
"Seharusnya kau selalu menjaganya, Pandan," kata Rangga.
"Dia bukan anak kecil lagi!" rungut Pandan Wangi.
"Keselamatannya terancam. Sedangkan dia tidak memiliki kepandaian sedikit pun
juga. Anak itu bisa nekat demi menyelamatkan ibunya dari cengkeraman si Iblis
Penggali Kubur, Pandan," kata Rangga lagi, seperti menyesali sikap Pandan
Wangi yang tidak peduli terhadap keselamatan jiwa Kadik.
"Lalu, aku harus bagaimana...?" Tanya Pandan Wangi seperti mengeluh.
"Kau cari dia! Iblis Penggali Kubur bukan hanya berbuat di sini saja, tapi
sudah beberapa desa didatangi. Dia benar-benar ingin membuat pasukan yang
tercipta dari mayat-mayat," kata Rangga yang tanpa disadari mencemaskan Kadik.
Pandan Wangi terdiam, tidak berkata sedikit pun juga. Sambil menghembuskan
napas panjang, gadis berjuluk si Kipas Maut itu bangkit berdiri dari kursi
kayu yang didudukinya, kemudian melangkah keluar. Sedikit matanya masih sempat
melirik Rahayu sebelum menghilang di balik pintu depan rumah Kadik yang cukup
besar ini.
Tak berapa lama kemudian, terdengar suara kaki kuda dipacu cepat meninggalkan
halaman rumah ini. Sedangkan Rangga masih tetap duduk di kursinya, memandangi
kepergian Pandan Wangi, sampai tidak terlihat lagi. Rangga baru beranjak
bangkit setelah Pandan Wangi benar-benar tidak terlihat lagi. Lalu, kakinya
melangkah menghampiri Rahayu yang tampaknya sudah selesai makan.
Gadis itu hanya mengangkat kepalanya sedikit, menatap Pendekar Rajawali Sakti.
Seulas senyuman tipis terukir di bibirnya yang merah. Rangga membalasnya
dengan senyuman yang manis pula, kemudian duduk di seberang meja berbentuk
lingkaran dan beralaskan baru pualam putih ini.
"Mau ke mana temanmu?" Tanya Rahayu.
"Ada urusan," sahut Rangga seenaknya.
"Sudah makannya?" Rahayu mengangguk.
"Ayo kita pergi," ajak Rangga seraya bangkit berdiri.
"Ke mana?" Tanya Rahayu juga ikut berdiri.
"Kita harus temukan tempat persembunyian si Penggali Kubur itu. Aku tidak
ingin ada jatuh korban lagi," sahut Rangga.
"Dia tidak akan bisa berbuat banyak sebelum...," Rahayu tidak meneruskan.
"Sebelum apa, Rara?" desak Rangga ingin tahu.
"Mayat-mayat itu tidak akan hidup sempurna sebelum dimandikan air rendaman
Batu Mustika Biru yang tersimpan dalam cupu emas berukir sepasang naga
kembar," sambung Rahayu.
"Maksudmu, Cupu Batu Mustika Biru...?" Rangga tampak terperanjat.
"Benar," sahut Rahayu. "Kau sudah mendengarnya?"
Rangga terdiam, dan langsung ingat surat ancaman yang ditujukan Kadik. Surat
ancaman itu meminta agar Kadik menyerahkan Cupu Batu Mustika Biru, jika ibunya
ingin kembali dengan selamat. Kini, Pendekar Rajawali Sakti baru tahu kalau
benda itu justru sangat dibutuhkan si Iblis Penggali Kubur untuk
menyempurnakan pekerjaannya dalam menghidupkan kembali mayat-mayat yang dicuri
dari dalam kubur.
"Lalu, selama ini dia terus mengumpulkan mayat-mayat?" ujar Rangga lagi
bernada bertanya.
"Benar. Dan semuanya belum bisa sempurna tanpa Cupu Batu Mustika Biru," sahut
Rahayu.
"Kau tahu, di mana benda itu berada?" Tanya Rangga.
"Guruku pernah bercerita kalau benda itu di simpan seorang panglima perang.
Tapi, panglima itu sudah tidak ada lagi. Dan sampai sekarang, benda itu tidak
ketahuan lagi di mana adanya," jelas Rahayu.
Rangga mengangguk-anggukkan kepala perlahan beberapa kali. Dia tahu, panglima
yang dimaksudkan adalah ayahnya Kadik. Tapi, tidak mungkin hal ini
diberitahukan pada Rahayu. Yang jelas Cupu Batu Mustika Biru yang diinginkan
si Iblis Penggali Kubur tidak ada lagi. Dan ini merupakan satu kesempatan
besar baginya untuk menghentikan sepak terjang si Iblis Penggali Kubur,
sebelum bisa menyempurnakan kehidupan mayat-mayat yang dicuri dari dalam
kubur.
"Kau tahu, siapa panglima itu?" Tanya Rangga memancing.
"Sayang sekali, guruku belum sempat mengatakannya lebih jauh lagi. Beliau
tewas di tangan Iblis Penggali Kubur, ketika hendak menyelamatkan mayat adikku
dari tangannya," sahut Rahayu perlahan suaranya.
Kembali Rangga mengangguk-anggukkan kepala. Kemudian, Pendekar Rajawali Sakti
mengajak gadis itu keluar. Rahayu tidak menolak. Dan sebentar kemudian, mereka
sudah meninggalkan rumah ini dengan menunggang kuda. Saat itu, matahari sudah
jauh tinggi, tepat di atas kepala. Dua ekor kuda yang ditunggangi Rangga dan
Rahayu terus berpacu cepat, menuju sebelah Barat Desa Kranggan.
***
Sementara itu, Pandan Wangi sudah sampai di pinggiran hutan sebelah Timur Desa
Kranggan. Gadis cantik berbaju biru muda yang dikenal berjuluk si Kipas Maut
itu memperlambat lari kudanya. Dan begitu sampai di dalam hutan, lari kudanya
dihentikan.
"Hup!" Dengan gerakan yang begitu indah dan ringan, Pandan Wangi melompat
turun dari punggung kuda putihnya. Sebentar pandangannya beredar berkeliling,
merayapi sekitarnya. Kemudian kakinya melangkah beberapa tindak meninggalkan
kudanya yang langsung merumput di antara pepohonan yang cukup rapat ini.
Pandan Wangi terus mengayunkan kakinya perlahan-lahan semakin jauh
meninggalkan kudanya. Dia terus berjalan perlahan-lahan, memasuki hutan yang
cukup lebat ini.
"Hm. Apa mungkin Kadik datang lagi ke sini?" Gumam Pandan Wangi bertanya pada
diri sendiri.
Pandan Wangi menghentikan ayunan langkahnya. Kembali pandangannya beredar
berkeliling. Begitu sunyi sekali hutan ini. Bahkan sedikit pun tak terdengar
suara binatang. Seakan-akan, seluruh binatang di hutan ini sudah pindah entah
ke mana. Hanya desir angin saja yang terdengar mengusik telinga. Tanpa
disadari, gadis itu sudah begitu jauh masuk ke dalam hutan.
"Hutan ini cocok sekali untuk tempat persembunyian. Hmmm...," gumam Pandan
Wangi lagi. Kaki gadis itu kembali terayun melangkah. Dan pandangannya terus
beredar tajam, mengamati keadaan sekitarnya. Tapi baru saja berjalan beberapa
langkah, mendadak....
Wusss!
"Heh?! Utfs...!"
Cepat-cepat Pandan Wangi mengegoskan tubuhnya, begitu tiba-tiba mendengar
desir angin halus dari arah sebelah kanan. Saat itu juga, terlihat sebatang
anak panah meluncur deras melewati depan dadanya.
"Hup!" Bergegas Pandan Wangi melompat ke belakang sambil berputaran beberapa
kali di udara. Begitu indah dan ringan gerakannya, karena ilmu meringankan
tubuh yang dimiliki memang sudah mencapai tingkat sangat tinggi.
"Hap!" Tanpa menimbulkan suara sedikit pun, gadis cantik berbaju biru muda
yang dikenal berjuluk si Kipas Maut itu menjejakkan kakinya di tanah yang
tertutup dedaunan kering. Langsung mata dan telinganya dipasang tajam. Dan
pandangannya pun segera tertuju ke arah anak panah yang menancap begitu dalam
di batang pohon. Jelas sekali kalau panah itu dilepaskan lewat pengerahan
tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat tinggi.
"Hmmm...," Pandan Wangi menggumam perlahan.
Srak!
"Hup!" Pandan Wangi langsung melompat ke belakang beberapa langkah, begitu
tiba-tiba bermunculan orang-orang dari balik semak dan pepohonan yang begitu
rapat di dalam hutan ini. Sebentar saja, didepan si Kipas Maut sudah berdiri
tidak kurang dari sepuluh orang gadis cantik yang semuanya mengenakan baju
warna putih yang kotor bernoda tanah berlumpur.
"Oh...?!" Pandan Wangi jadi terkesiap begitu me-ngamati wajah gadis-gadis itu
tampak pucat pasi bagai tidak teralirkan darah. Bahkan sikap mereka juga amat
kaku. Pandan Wangi langsung menutup hidungnya begitu tercium bau bangkai yang
sangat menyengat.
"Ugkh...!" Cepat-cepat si Kipas Maut melangkah ke belakang beberapa tindak.
Perutnya mendadak saja jadi mual, saat mencium bau busuk yang begitu menyengat
hidung. Disadarinya kalau sepuluh gadis di depannya ini adalah mayat-mayat
hidup yang dibangkitkan dari dalam kubur. Dan mereka mulai bergerak kaku,
mendekati si Kipas Maut.
Sementara, gadis-gadis mayat hidup itu terus bergerak mendekati dengan sikap
kaku sekali. Sorot matanya begitu kosong, dan wajahnya yang pucat juga
terlihat kaku. Benar-benar tidak ada kehidupan di dalam diri mereka, walaupun
bisa bergerak.
"Mau apa kalian?!" Bentak Pandan Wangi sambil menahan rasa mual diperutnya.
Tapi tak ada satu pun dari mayat-mayat hidup itu yang menjawab. Mereka terus
saja melangkah dengan gerakan kaku mendekati si Kipas Maut. Sedangkan Pandan
Wangi sudah bersiap menghadapi segala kemungkinan yang bisa saja terjadi.
Tangan kanannya sudah meraba senjata kipas mautnya yang terselip di balik ikat
pinggang ber-warna kuning keemasan.
"Yeaaah...!" Tiba-tiba saja salah satu dari gadis mayat hidup itu berteriak
keras sekali. Dan saat itu juga, mereka semua berlompatan cepat menyerang
Pandan Wangi. Begitu cepatnya, hingga membuat si Kipas Maut jadi terperangah
sesaat. Sungguh tidak disangka kalau mayat-mayat hidup ini bisa bergerak
begitu cepat Padahal, tadi ayunan langkahnya sangat kaku.
"Hup! Yeaaah...!" Cepat-cepat Pandan Wangi melenting ke udara, menghindari
terjangan sepuluh gadis mayat hidup yang bergerak serempak dan cepat. Beberapa
kali Pandan Wangi berputaran di udara, lalu manis sekali kembali menjejakkan
kakinya di tanah. Namun belum juga berdiri tegak, mendadak satu mayat hidup
sudah berputar cepat sambil mengibaskan tangannya.
Bet! "Hait..!"
Dengan gerakan begitu manis, Pandan Wangi bisa menghindari serangan gadis
mayat hidup ini. Cepat kakinya bergeser ke kanan, dan langsung senjata kipas
maut andalannya dicabut. Kipas berwarna keperakan itu sudah terkembang di
depan dada. Sementara, gadis-gadis mayat hidup sudah kembali bergerak
merangsek si Kipas Maut.
"Majulah, kalau kalian ingin kembali tidur di dalam kubur!" dengus Pandan
Wangi dingin.
Sepuluh orang gadis yang seharusnya sudah menghuni lubang kubur itu
berlompatan cepat menyerang si Kipas Maut. Begitu cepat sekali gerakan mereka,
sehingga membuat Pandan Wangi terpaksa harus berjumpalitan menghindari.
"Hiya! Hiya! Hiyaaah...!"
Beberapa kali Pandan Wangi membalas menyerang dengan kebutan kipasnya yang
mengandung pengerahan tenaga dalam tingkat tinggi. Setiap kebutan kipasnya
menimbulkan deru angin dahsyat. Namun, gadis-gadis mayat hidup itu bisa
menghindar dengan gerakan begitu manis dan lentur sekali.
"Hiyaaat..!" Pandan Wangi terus berlompatan sambil mengebutkan kipasnya dengan
kecepatan luar biasa sekali. Beberapa pukulan dan tendangan bertenaga dalam
tinggi pun cepat dilepaskan, menyertai serangan kebutan kipas mautnya. Pandan
Wangi memang sengaja melakukan serangan lebih dulu, sebelum mayat-mayat hidup
ini membuatnya repot. Tapi beberapa jurus berlalu, dia belum juga berhasil
memasukkan satu serangan pun pada mayat-mayat hidup ini.
"Edan...! Phuih!" dengus Pandan Wangi sambil menyemburkan ludahnya. Sebentar
saja Pandan Wangi sudah menghabiskan lima jurus dahsyat, tapi belum juga mampu
menundukkan mayat-mayat hidup ini. Bahkan tak satu pun dari
serangan-serangannya yang bisa tepat mencapai sasaran. Dan ini membuat Pandan
Wangi jadi berpikir juga untuk terus bertarung seperti ini. Bisa-bisa,
tenaganya terkuras habis. Jelas, gadis itu tidak sudi mati konyol di dalam
hutan ini. Terlebih lagi, jika harus mati di tangan mayat-mayat ini.
"Hup! Hiyaaa...!" Sambil berteriak nyaring melengking, Pandan Wangi melenting
tinggi-tinggi ke udara. Lalu cepat sekali kipas mautnya dipindahkan ke tangan
kiri. Dan sambil meluruk turun, tangan kanannya mencabut Pedang Naga Geni yang
tersampir di punggung. Cahaya merah bagai api langsung membersit begitu Pedang
Naga Geni tercabut.
"Hiyaaat...!" Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pandan Wangi langsung
membabatkan pedangnya ke salah satu mayat gadis yang berada di dekatnya.
Begitu cepat sekali kebutan Pedang Naga Geni, sehingga mayat hidup itu tidak
sempat lagi menghindar. Dan....
Cras!
"Aaakh...!"
Satu jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar menyayat, memecah
kesunyian di dalam hutan ini. Tampak gadis mayat hidup itu terhuyung-huyung
begitu lehernya terbabat Pedang Naga Geni di tangan kanan Pandan Wangi. Tapi,
tak ada setetes darah pun keluar dari lehernya yang terbabat hampir buntung.
"Hiyaaa...!" Pandan Wangi tidak sudi lagi membuang-buang kesempatan. Begitu
satu mayat hidup ambruk tergeletak di tanah, dia langsung berlompatan sambil
mengebutkan Pedang Naga Geni yang begitu dahsyat. Pandan Wangi memang jarang
sekali menggunakan pedangnya kalau tidak terpaksa. Dan kini keadaan memang
memaksanya harus menggunakan Pedang Naga Geni.
Bet!
Wuk!
Cras!
Bret!
Dua kali kebutan Pedang Naga Geni, membuat dua gadis mayat hidup terbanting
keras ke tanah dengan dada dan leher terbelah lebar. Begitu cepatnya gerakan
jurus yang dilakukan, sehingga membuat mayat-mayat hidup ini tidak dapat lagi
mengikutinya. Sementara pedang yang memancarkan sinar merah bagai api itu
terus berkelebatan begitu cepat tanpa dapat dibendung lagi.
Crab!
"Aaah...!
Jeritan-jeritan panjang melengking tinggi terus terdengar semakin sering dan
menyayat, diikuti tubuh-tubuh bergelimpangan terbabat Pedang Naga Geni. Tapi
setetes pun tak ada darah yang terlihat keluar dari tubuh gadis-gadis mayat
hidup ini.
"Hiya! Hiyaaa...!" Pandan Wangi benar-benar mengamuk, berlompatan ke segala
arah sambil mengebutkan Kipas Mautnya di tangan kiri dan Pedang Naga Geni di
tangan kanan. Hingga dalam beberapa jurus saja, sepuluh gadis mayat hidup itu
sudah bergelimpangan tak mampu bangkit lagi. Pandan Wangi melompat menjauh,
hingga jaraknya jadi sekitar tiga batang tombak dari mayat-mayat gadis itu.
"Phuih...!" Dengan punggung tangannya, Pandan Wangi menyeka keringat yang
membanjiri wajah dan leher. Dadanya yang membusung indah bergerak cepat turun
naik. Nafasnya pun terdengar keras memburu. Perlahan, dimasukkannya kembali
Pedang Naga Geni ke dalam warangka di punggung. Kemudian, diselipkannya lagi
Kipas Mautnya di balik ikat pinggang.
"Mereka pasti mayat-mayat yang diculik si Iblis Penggali Kubur. Hmmm....
Berarti tempat persembunyian iblis itu tidak jauh di sekitar sini," gumam
Pandan Wangi berbicara sendiri.
Sebentar gadis itu mengamati keadaan sekitarnya, kemudian melangkah hendak
me-ninggalkan tempat ini. Tapi baru saja berjalan beberapa langkah, mendadak
saja....
"Ha ha ha...!"
"Oh...?!" Pandan Wangi jadi tersentak kaget setengah mati, begitu tiba-tiba
terdengar suara tawa yang sangat keras menggelegar menyakitkan telinga.
Langsung ayunan kakinya dihentikan. Dan belum juga bisa menghilangkan
keterkejutannya, tahu-tahu di depannya mengepul segumpal asap kemerahan dari
dalam tanah. Dan begitu asap itu menghilang, di depan si Kipas Maut ini sudah
berdiri seseorang berjubah hitam panjang. Kain berbentuk kerucut tampak
menutupi seluruh kepala, hingga sukar melihat jelas wajahnya.
"Iblis Penggali Kubur...," desis Pandan Wangi langsung mengenali. Pandan Wangi
cepat bisa tahu kalau orang itu adalah si Iblis Penggali Kubur, setelah
mendengar cerita Kadik. Begitu jelas Kadik menyebutkan ciri-cirinya, sehingga
Pandan Wangi mudah sekali langsung bisa menebak tepat.
"He he he...!"
"Hmmm..."
***
DELAPAN
"Kau benar-benar bernyali besar, sehingga berani datang sendiri ke sini, Cah
Ayu," terdengar besar dan berat sekali nada suara si Iblis Penggali Kubur ini.
Dari suaranya saja, sudah jelas kalau Iblis Penggali Kubur adalah laki-laki.
Tapi sulit untuk bisa menduga, apakah masih muda atau sudah tua. Karena,
wajahnya sukar dilihat. Sedangkan Pandan Wangi hanya menggumam saja perlahan.
Sementara, tangan kanannya sudah meraba Kipas Maut yang selalu terselip di
balik ikat pinggang.
Orang itu menggerakkan kepalanya, memandangi mayat-mayat gadis yang
bergelimpangan di sekitarnya. Kemudian, dia kembali menatap Pandan Wangi dari
balik kerudung kain hitam yang menutupi seluruh wajah dan kepala. Kalau saja
bisa terlihat, tentu sorot matanya sangat tajam. Tapi, Pandan Wangi kelihatan
tidak peduli. Bahkan malah menatap dengan sinar mata yang begitu tajam,
seakan-akan hendak menembus kerudung hitam yang menutupi seluruh kepala
laki-laki berjubah hitam ini.
"Kau yang membunuh mereka?" Tanya Iblis Penggali Kubur dingin.
"Kalau iya, kenapa...?" sahut Pandan Wangi sinis.
"Itu berarti kau harus menggantikan mereka," tegas Iblis Penggali Kubur.
"Jadi budak mayatmu...? Coba saja kalau memang mampu," tantang Pandan Wangi
langsung.
"Kau benar-benar anak pemberani, Bocah. Siapa namamu?"
"Pandan Wangi."
"Nama yang bagus. Tapi, aku tidak peduli dengan namamu. Kau harus menggantikan
kedudukan mereka menjaga hutan ini."
"Hm...," Pandan Wangi hanya menggumam kecil.
"Bersiaplah kau, Cah Ayu. Hiyaaa...!"
Cepat sekali Iblis Penggali Kubur melompat sambil melepaskan satu pukulan
keras yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi. Pukulannya terarah lurus
ke dada si Kipas Maut. Tapi, Pandan Wangi memang sudah siap sejak tadi. Dan
begitu tangan si Iblis Penggali Kubur dekat dengan dadanya, cepat sekali
kipasnya ditarik dan lan-sung dikebutkan ke depan dada.
"Hih!"
Bet!
"Heh...?!
Utfs!"
Iblis Penggali Kubur tampak terkejut atas tindakan yang dilakukan Pandan
Wangi. Gadis itu justru tidak berusaha menghindar, tapi malah memapak
serangannya dengan kipas baja putih keperakan. Buru-buru Iblis Penggali Kubur
menarik pulang tangannya yang sudah terulur ke arah dada. Dua kali tubuhnya
diputar ke belakang, lalu manis sekali kakinya kembali menjejak tanah.
"Hap! Hiyaaa...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Iblis Penggali Kubur langsung melompat
menyerang begitu kakinya menjejak tanah. Kali ini, serangannya lebih cepat dan
dahsyat luar biasa. Akibatnya Pandan Wangi terpaksa harus melenting ke atas,
menghindari terjangan laki-laki berjubah hitam ini.
"Hiyaaat...!" Tapi tanpa diduga sama sekali, Iblis Penggali Kubur bisa
melenting selagi tidak menyentuh tanah sedikit pun. Bahkan begitu cepat sekali
tangan kanannya mengibas ke punggung si Kipas Maut ini. Begitu cepat kebutan
tangannya, sehingga Pandan Wangi tidak sempat lagi menghindar. Dan....
Beghkh! "Akh...!"
Tak dapat dihindari lagi, Pandan Wangi jatuh tersungkur menghantam tanah
dengan keras. Pada saat itu juga, si Iblis Penggali Kubur meluruk deras sambil
melepaskan dua pukulan keras bertenaga dalam tinggi, secara beruntun dan cepat
bagai kilat.
"Hiyaaa...!"
"Hait...!"
Cepat-cepat Pandan Wangi menggulingkan tubuhnya ke samping, sehingga pukulan
Iblis Penggali Kubur hanya menghantam tanah kosong. Seketika tanah di sekitar
pertarungan bergetar bagai diguncang gempa. Pandan Wangi cepat-cepat melompat
bangkit berdiri. Tapi belum juga bisa berdiri tegak, si Iblis Penggali Kubur
sudah menyerang cepat sekali.
"Hiyaaa...!"
"Uts...!"
Cepat-cepat Pandan Wangi mengegoskan tubuhnya, menghindari tendangan
menggeledek yang dilepaskan si Iblis Penggali Kubur. Tapi pada saat yang
hampir bersamaan, si Iblis Penggali Kubur sudah melepaskan satu pukulan keras
mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi. Begitu cepat pukulannya, sehingga
Pandan Wangi tidak sempat lagi menghindar. Dan....
"Yeaaah...!"
Des!
"Akh...!"
Untuk kedua kalinya Pandan Wangi terpekik. Tubuhnya langsung terpental sejauh
tiga batang tombak ke belakang, begitu dadanya terhantam pukulan keras
menggeledek yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi. Sebatang pohon
yang cukup besar, seketika hancur berkeping-keping terlanda tubuhnya.
"Ugkh...!"
Segumpal darah kental agak kehitaman meloncat keluar dari mulutnya. Pandan
Wangi merasakan dadanya seperti remuk. Malah nafasnya jadi tertahan, bagai
disumbat sebongkah batu yang cukup besar di tenggorokannya. Pandangannya pun
jadi berkunang-kunang. Sebentar kepalanya digeleng-gelengkan, dan mencoba
bangkit berdiri. Namun baru saja bisa berdiri, tiba-tiba saja....
"Hiyaaat...!"
"Ohk...?!"
Des!
"Akh...!"
Pandan Wangi hanya bisa melenguh sedikit, begitu tahu-tahu satu tendangan
keras menggeledek telah mendarat telak di dadanya. Akibatnya, si Kipas Maut
itu kembali terpental deras ke belakang. Namun belum juga tubuhnya terbanting
ke tanah, tiba-tiba sebuah bayangan putih berkelebat begitu cepat menyambar
tubuh si Kipas Maut.
"Hei...?!" Iblis Penggali Kubur jadi tersentak kaget. Tapi belum juga rasa
keterkejutannya hilang, di depannya sudah berdiri seorang pemuda tampan
berbaju rompi putih tengah memondong tubuh Pandan Wangi.
"Pendekar Rajawali Sakti...," desis Iblis Penggali Kubur langsung mengenali
pemuda tampan berbaju rompi putih itu.
Dan pemuda itu memang Rangga yang lebih dikenal sebagai Pendekar Rajawali
Sakti. Saat itu, muncul Rahayu dari balik sebatang pohon. Gadis cantik berbaju
merah itu langsung menghampiri Rangga yang memondong Pandan Wangi. Tampak
kalau si Kipas Maut tengah tidak sadarkan diri setelah menerima tendangan
keras menggeledek di dadanya tadi. Untung saja, Rangga cepat menangkapnya
sebelum tubuhnya hancur terbanting ke tanah.
"Bawa ke tempat yang aman," pinta Rangga sambil menyerahkan Pandan Wangi pada
Rahayu.
Tanpa membantah sedikit pun, Rahayu menerima Pandan Wangi dari pondongan
Pendekar Rajawali Sakti. Lalu, Pandan Wangi dibawanya pergi ke tempat yang
lebih aman dan jauh dari jangkauan si Iblis Penggali Kubur. Sekilas Rangga
melirik Rahayu yang sudah membawa Pandan Wangi ke tempat yang lebih aman.
Kemudian, kakinya melangkah beberapa tindak mendekati Iblis Penggali Kubur.
Sorot matanya terlihat begitu tajam seakan-akan hendak menembus kerudung hitam
yang menutupi seluruh wajah dan kepala laki-laki berjubah hitam itu.
"Aku lawanmu, Iblis Penggali Kubur," Dingin sekali nada suara Rangga.
"Orang lain bisa terkencing-kencing mendengar namamu, Pendekar Rajawali Sakti.
Tapi jangan harap kau mampu menandingi ku!" dengus Iblis Penggali Kubur tidak
kalah dingin.
"Apa pun alasanmu, Dewa-dewa di Swargaloka mengutuk perbuatanmu," kata Rangga
masih tetap dingin nada suaranya.
"Ha ha ha...! Jangan coba-coba menggurui ku Bocah! Dewa pun tidak akan berani
menghentikan aku!" sambut Iblis Penggali Kubur pongah.
"Congkak sekali kau!" dengus Rangga jadi geram.
"Tidak perlu banyak omong, Bocah! Ayo, keluarkan semua kepandaianmu!" tantang
Iblis Penggali Kubur lantang.
"Hm...."
"Hiyaaat...!"
Bagaikan kilat, si Iblis Penggali Kubur melompat menyerang. Beberapa pukulan
bertenaga dalam tinggi dilepaskan beruntun dan cepat sekali. Sesaat Rangga
terhenyak melihat kecepatan serangan si Iblis Penggali Kubur. Tapi dengan
gerakan indah dan manis sekali, setiap pukulan yang datang mengancam tubuhnya
bisa dihindarinya. Dan rupanya, si Iblis Penggali Kubur tidak sudi memberi
kesempatan pada Pendekar Rajawali Sakti untuk membalas menyerang. Rangga
dicecar dengan pukulan-pukulan dahsyat, cepat, dan beruntun. Itu dilakukan si
Iblis Penggali Kubur sambil berlompatan mengitari tubuh Pendekar Rajawali
Sakti.
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"
"Haiiit...!"
Teriakan-teriakan keras menggelegar terdengar bagai hendak menghancurkan hutan
ini. Suara-suara ledakan pun terdengar saling susul, dari pukulan-pukulan
bertenaga dalam tinggi yang tidak mengenai sasaran. Sebentar saja, sudah
banyak pepohonan yang tumbang terkena hantaman pukulan yang dilepaskan si
Iblis Penggali Kubur.
Sedangkan Rangga belum sekali pun melakukan serangan, dan masih terus
berjumpalitan menghindar. Dan memang, Pendekar Rajawali Sakti tidak memiliki
kesempatan sedikit pun untuk membalas serangan-serangan beruntun ini.
"Phuih! Bisa habis tenagaku kalau begini terus," dengus Rangga dalam hati.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti melenting ke udara begitu satu tendangan
lurus dilepaskan si Iblis Penggali Kubur kearah perutnya. Begitu sempurnanya
ilmu meringankan tubuh yang dimiliki, sehingga manis sekali Pendekar Rajawali
Sakti berputaran di udara. Lalu dengan kecepatan luar biasa, tubuhnya meluruk
deras dengan kedua kaki berputaran cepat mengarah ke kepala lawan. Saat itu,
Rangga mengerahkan jurus Rajawali Menukik Menyambar Mangsa. Satu serangan
pertama yang bisa dilakukan.
"Yeaaah...!"
"Hap!"
Iblis Penggali Kubur jadi tersentak kaget setengah mati. Cepat-cepat tubuhnya
dibanting ke tanah, dan bergulingan beberapa kali. Maka, kedua kaki Pendekar
Rajawali Sakti hanya menghantam tanah kosong hingga menimbulkan ledakan
dahsyat menggelegar, menggetarkan seluruh tanah hutan ini.
"Hiyaaat...!"
Tanpa membuang-buang kesempatan lagi, Rangga cepat melompat ke arah kanan si
Iblis Penggali Kubur. Satu pukulan keras dari jurus 'Pukulan Maut Paruh
Rajawali' dilepaskan dengan kecepatan kilat. Akibatnya si Iblis Penggali Kubur
yang baru saja bisa berdiri jadi terpana sesaat. Tapi...
"Hait!"
Manis sekali si Iblis Penggali Kubur mengegoskan tubuhnya, menghindari pukulan
dahsyat itu. Dia cepat melompat ke belakang begitu pukulan Rangga lewat di
depan dadanya. Namun belum juga Iblis Penggali Kubur itu bisa memantapkan
kedua kakinya, Rangga sudah kembali melesat cepat sambil mengibaskan
tangannya.
"Yeaaah...!"
"Hap!"
Tidak ada lagi kesempatan bagi Iblis Penggali Kubur untuk menghindar. Dan dia
terpaksa menangkis kibasan tangan Pendekar Rajawali Sakti dengan tangannya.
Tak pelak lagi, dua tangan yang mengandung kekuatan tenaga dalam tingkat
tinggi beradu keras, tepat di depan dada si Iblis Penggali Kubur.
Plak!
"Akh...!"
Tampak si Iblis Penggali Kubur terpekik begitu tangannya beradu dengan tangan
Pendekar Rajawali Sakti. Cepat-cepat dia melompat ke belakang beberapa
langkah. Tapi pada saat itu terlihat sebuah bayangan merah berkelebat begitu
cepat, meluruk ke arah si Iblis Penggali Kubur.
"Hiyaaa...!"
Tanpa diduga sama sekali, si Iblis Penggali Kubur memutar cepat tubuhnya
sambil mengibaskan tangannya ke arah bayangan merah itu. Dan....
Des!
"Akh...!"
Suara pekikan tertahan terdengar. Tampak bayangan merah itu terpental balik ke
belakang.
Brak!
Sebatang pohon seketika hancur terlanda bayangan merah itu.
"Rahayu...," desis Rangga terkejut.
"Ohhh...." Bayangan merah yang ternyata Rahayu merintih lirih sambil
menggeliat di antara reruntuhan kayu pohon yang terlanda tubuhnya. Tampak
darah mengalir dari sudut bibir dan lubang hidungnya. Sungguh dahsyat kibasan
tangan Iblis Penggali Kubur, sehingga Rahayu tidak mampu lagi bangkit berdiri.
Dan dia hanya bisa merintih sambil menggeliat.
"Hiyaaa...!" Saat itu juga, Iblis Penggali Kubur sudah melompat begitu cepat
bagai kilat ke arah Rahayu yang masih menggeletak, menggeliat di antara
kepingan kayu pohon.
"Hup! Yeaaah...!"
Rangga yang melihat kecurangan ini, langsung saja melompat memotong arah si
Iblis Penggali Kubur itu. Satu pukulan keras yang disertai pengerahan tenaga
dalam tinggi dilepaskan dengan kecepatan luar biasa sekali. Akibatnya si Iblis
Penggali Kubur jadi terbeliak kaget tidak menyangka.
"Hap!"
Cepat-cepat si Iblis Penggali Kubur melenting kebelakang, menghindari
terjangan Pendekar Rajawali Sakti. Beberapa kali dia melakukan putaran di
udara, lalu mendarat kembali di tanah dengan manis sekali. Tapi begitu kakinya
menjejak tanah, Rangga sudah melepaskan satu pukulan keras dari jurus Pukulan
Maut Paruh Rajawali tingkat terakhir.
"Hiyaaa...!"
"Heh...?!"
Si Iblis Penggali Kubur hanya mampu terbeliak saja. Bahkan sepertinya tidak
sempat lagi menghindari. Akibatnya, dadanya yang dalam keadaan kosong itu
pasti terancam oleh pukulan maut Pendekar Rajawali Sakti!
Des!
"Aaakh...!"
Jeritan panjang melengking tinggi terdengar nyaring menyayat hati. Tampak
tubuh si Iblis Penggali Kubur terpental jauh ke belakang. Tiga batang pohon
yang terlanda tubuhnya seketika hancur berkeping-keping. Sementara itu, Rangga
sudah kembali melesat mengejar.
"Hiyaaat...!"
Bet!
Dengan jurus Sayap Rajawali Membelah Mega, tangan kanan Pendekar Rajawali
Sakti mengibas cepat dengan kekuatan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat
sempurna. Tubuh Iblis Penggali Kubur yang masih melayang di atas tanah, tidak
mampu lagi menghindari serangan yang begitu cepat dan dahsyat ini. Maka...
Plak!
"Aaa...!"
Bruk! Keras sekali kibasan tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga
kepala Iblis Penggali Kubur seketika pecah. Darah kontan menyembur deras dari
kepala yang hancur itu. Dan tubuh iblis itu langsung terbanting keras
menghantam tanah. Hanya sebentar saja Iblis Penggali Kubur menggeliat,
kemudian diam tak bergerak-gerak lagi. Mati!
Sementara, Rangga berdiri tegak memandangi beberapa saat, kemudian melangkah
mendekati. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti membungkuk, lalu membuka kain
kerudung hitam yang menyelubungi kepala Iblis Penggali Kubur. Hampir Rangga
terpekik begitu melihat kepala Iblis Penggali Kubur. Ternyata, wajahnya tidak
lagi memiliki daging, dan benar-benar merupakan wajah tengkorak.
"Kakang..."
Rangga cepat menarik tubuhnya tegak kembali, dan melangkah mundur beberapa
tindak. Kemudian, dia berbalik membelakangi si Iblis Penggali Kubur yang sudah
tidak bernyawa lagi dengan kepala hancur berlumur darah. Tampak Pandan Wangi
dan Rahayu saling berpapasan menghampiri. Kelihatannya, kedua gadis ini
mengalami luka dalam yang cukup parah juga.
Saat itu, Kadik muncul sambil memondong sesosok tubuh terbungkus kain putih
yang bernoda tanah berlumpur, didampingi seorang perempuan setengah baya.
Rangga menunggu mereka sampai dekat dengannya.
"Itu kekasihmu?" Tanya Rangga langsung, begitu Kadik dekat.
"Benar," sahut Kadik.
"Dan ini emak ku."
"Syukurlah kau bisa menyelamatkan semuanya," ucap Rangga lega.
"Ini semua berkat jasamu, Rangga. Aku tidak mungkin bisa menyelinap masuk ke
sarangnya, kalau kau tidak bertarung dengan iblis keparat itu," jelas Kadik.
"Oh...?! Jadi kau tahu semua kejadian di sini?" Tanya Rangga terkejut.
Kadik hanya tersenyum saja. Rangga menggeleng-gelengkan kepala, kemudian
menghampiri Pandan Wangi dan Rahayu. Sebentar diperiksa kedua gadis cantik
ini. Keningnya jadi sedikit berkerut, mendapati kedua gadis ini benar-benar
mengalami luka dalam yang cukup parah. Dan tentu saja mereka harus segera
diobati.
"Kalian terluka?" Tanya Kadik.
Pandan Wangi dan Rahayu hanya menganggukkan kepala saja berbarengan.
"Sebaiknya, kita cepat pulang. Aku tahu tempat tinggal tabib yang ahli
mengobati luka dalam akibat pertarungan," jelas Kadik lagi.
Terima kasih," ucap Pandan Wangi pelan.
"Oh ya, Kadik. Bagaimana tentang Cupu Batu Mustika Biru? Apakah iblis itu
sudah menemukan, dan menggunakannya?" Tanya Rangga.
"Kalau dia sudah menggunakannya, mayat-mayat yang dibangkitkannya itu pasti
akan hidup kembali. Jadi berarti batu itu belum ditemukan. Biarlah batu itu
menjadi rahasia rimba persilatan. Dan aku menyerahkan padamu untuk memilikinya
bila kau mampu mencarinya, Rangga," jelas Kadik yang memang telah menyatroni
tempat tinggal si Iblis Penggali Kubur.
Rangga hanya tersenyum. Dalam hatinya, sama sekali tak ada niatan mencari Cupu
Batu Mustika Biru. Baginya bila ada tokoh yang mencoba mencari batu itu dan
menggunakannya untuk kejahatan, maka inilah tanggung jawabnya! Dan Cupu Batu
Mustika Biru biar menjadi rahasia rimba persilatan.
TAMAT
EPISODE SELANJUTNYA:
MISTERI NAGA LAUT
Emoticon