TRIO DETEKTIF MISTERI
MANUSIA GUA Alihbahasa: Aryotomo Markam
Penerbit: PT Gramedia. Jakarta,
Oktober 1988
PESAN HECTOR SEBASTIAN
SELAMAT berjumpa, Para penggemar misteri!
Kalau di antara kalian ada yang sudah sangat mengenal
Trio Detektif, silakan lompati bagian ini dan langsung mulai dengan Bab 1.
Tetapi jika ada yang belum pernah berjumpa dengan Trio Detektif, dengan senang
hati saya akan memperkenalkan mereka.
Jupiter Jones, alias Jupe, yang sangat gemar membaca
dan memiliki otak cerdas serta ingatan yang amat kuat, adalah pimpinan Trio
Detektif. Ia bangga sekali dengan julukan Penyelidik Satu yang disandangnya.
Pete Crenshaw, Penyelidik Dua, memang tidak sepandai Jupe, tetapi ia memiliki
kelebihan lain. Ia pandai berolahraga. Tidak heran jika tubuhnya jangkung dan
kekar. Selain itu ia juga memiliki rasa setia kawan yang besar. Bob Andrews
menangani urusan Data dan Riset. Orangnya pendiam, dan walaupun tidak sehebat
Pete dalam olahraga, tapi ia seorang pemberani.
Kali ini Trio Detektif menghadapi persoalan yang tak
masuk akal. Mereka mencari makhluk yang telah mati berabad-abad yang lalu!
Makhluk itu pernah terlihat berjalan di malam hari, di suatu desa. Dalam
perburuan itu, mereka menjumpai tiga orang ilmuwan yang melakukan
eksperimen-eksperimen yang aneh dan menakutkan. Tanpa disadari mereka
terperangkap dalam suatu bangunan kuno, lalu...
Saya
tidak berani menceritakannya lagi. Pengalaman mereka membuat saya ngeri. Lebih
baik kalian membacanya sendiri. Saya hanya bisa mengucapkan selamat bertualang
dan bermisteri.
HECTOR SEBASTIAN
Bab 1
PENDATANG DARI BALIK KABUT
SUARA seorang wanita bernada prihatin terdengar
memecah kesunyian. Jupiter Jones tertegun dan memasang telinganya. Kabut tebal
menyelimuti Rocky Beach sore itu, menghalangi pemandangan dari Pangkalan Jones
ke rumah-rumah di seberangnya. Jupe berdiri seorang diri. Ke mana-mana ia
memandang, hanya kabut yang dilihatnya. Ia merasa kesepian. Namun suara itu
menggugahnya. Dan sekarang terdengar suara langkah yang mendekat.
Perlahan-lahan Jupe mendekati pintu gerbang.
Kini samar-samar terlihat bayang-bayang dua orang yang
sedang berjalan, makin lama makin jelas, seakan-akan muncul dari kabut itu
sendiri. Seorang laki-laki tua bungkuk berjalan tertatih-tatih di trotoar,
dipapah seorang wanita muda kurus dengan rambut panjang terurai.
"Ini ada tempat duduk," wanita itu berkata
sambil menuntun orang tua itu ke arah tempat duduk di samping kantor.
"Istirahatlah dulu. Anda tentu lelah sekali."
"Adakah yang dapat saya bantu?" Jupe
mendekati kedua orang itu.
Orang tua itu memandang dengan linglung, satu
tangannya ditempelkan di kepalanya. "Kami mencari... mencari..." Ia
menoleh kepada wanita itu. "Tolong ceritakan padanya. Kami ingin...
ingin..."
"Harborview Lane," wanita muda itu membantu
menjelaskan pada Jupe. "Kami harus pergi ke sana."
"Ikuti saja jalan besar terus ke barat,"
dengan sigap Jupe memberi petunjuk. "Tetapi kelihatannya teman Anda sakit.
Akan saya panggilkan dokter, segera, dan-"
"Jangan!" potong orang tua itu. "Nanti
kami terlambat!"
Jupe mengamat-amati orang itu dengan saksama. Wajah
orang itu pucat dan penuh keringat. "Aduh!" orang itu menggumam.
"Capek sekali!"
Kedua tangannya menekan kepalanya. "Mau pecah
rasanya kepalaku ini! Heran, belum pernah aku mengalami sakit kepala seperti
ini!"
"Saya panggilkan dokter, ya!" Jupe mendesak.
Tiba-tiba orang itu berdiri. "Tidak apa-apa,
sebentar lagi juga sembuh, tetapi sulit sekali untuk... untuk..." Ia jatuh
terduduk ke bangku itu, napasnya berat dan tersengal-sengal, berusaha menahan
sakitnya. "Aahhh," gumamnya. Lalu terdiam.
Jupe memegang tangan orang itu. Dingin!
Mata orang itu melotot, tidak berkedip dan...
pandangannya kosong! Suasana hening kembali menyelimuti Pangkalan Jones. Si
wanita muda memegang orang itu sambil terisak-isak. Terdengar derap langkah
yang sigap di trotoar. Bibi Mathilda muncul di gerbang dan segera menghampiri
mereka. Ia langsung melihat orang tua di bangku, si gadis, dan Jupiter yang
berlutut di hadapan orang tua itu.
"Jupiter, ada apa?" seru Bibi Mathilda
cemas. "Akan kupanggilkan dokter, segera!"
"Ya," Jupiter berkata. "Panggil saja...
tapi kukira tidak ada gunanya lagi. Ia sudah meninggal!"
Setelah itu ingatan Jupe kabur. Ada sirene, ambulans,
dan orang-orang yang sibuk dalam kepekatan kabut. Orang ramai berkumpul di
depan gerbang untuk mengetahui apa yang terjadi. Gadis berambut pirang itu
menangis tersedu-sedu dalam pelukan Bibi Mathilda. Jupe dan bibinya
bersama-sama dengan gadis pirang itu ikut ke rumah sakit, menyertai ambulans
yang membawa jenazah orang tua itu. Sirene ambulans meraung-raung dalam
perjalanan menuju rumah sakit. Semua itu bagaikan mimpi bagi Jupe. Tetapi setibanya
di rumah sakit, Jupe sadar bahwa itu benar-benar terjadi. Jupe, Bibi Mathilda,
dan si gadis menunggu tanpa berkata-kata di ruang tunggu yang penuh asap rokok.
Tegang. Akhirnya datang seorang dokter.
"Tabahkan dirimu," kata dokter pada si gadis
sambil menyalaminya. "Mungkin lebih baik begitu, daripada hidup menderita.
Apakah Anda saudaranya?"
Si gadis menggelengkan kepalanya.
"Akan dilakukan otopsi," kata dokter,
"untuk menyelidiki sebab-sebab kematiannya. Ini biasa dilakukan pada orang
yang meninggal tanpa sebab-sebab yang jelas. Tetapi kami memerlukan izin dari
salah seorang saudaranya sebelum kami dapat melakukannya. Bagaimanakah
menghubungi saudaranya?" Si gadis menggeleng lagi. "Saya tidak tahu.
Saya akan tanyakan pada yayasan."
Kembali ia tersedu-sedu. Seorang perawat datang
menenangkan, sambil menuntunnya meninggalkan tempat itu. Jupe dan Bibi Mathilda
menunggu dengan sabar. Tak lama kemudian gadis itu kembali. Ia telah menelepon
dari kantor. "Akan datang orang dari yayasan," ia menjelaskan pada Jupiter
dan Bibi Mathilda.
Yayasan apa, ya? Jupe bertanya dalam hati, tetapi ia
cukup maklum bahwa saat itu bukanlah saat yang tepat untuk menanyakan hal itu.
"Yuk, kita minum di kantin rumah sakit, sambil
menunggu," Bibi Mathilda mengajak. Ia menggamit lengan si gadis dan dengan
lemah-lembut menuntunnya menuju kantin. Mereka minum tanpa berkata-kata.
Akhirnya gadis itu memulai.
"Ia sangat baik hati," gadis itu berkata
lirih. "Namanya DR.
Kari Birkensteen, ahli genetika yang ternama. Ia
bekerja pada Yayasan Spicer, mempelajari berbagai macam hewan. Pada hewan-hewan
itu dilakukan eksperimen untuk menguji kecerdasan mereka-dan juga kecerdasan
keturunan mereka. Saya juga bekerja di sana, membantu memelihara hewan-hewan
itu."
"Aku pernah dengar tentang Yayasan Spicer,"
kata Jupe. "Bukankah letaknya di dekat pantai? Dekat San Diego?" Si
gadis mengangguk. "Ya, letaknya di kota kecil dekat daerah berbukit pada
jalan yang menuju padang pasir." "Aku tahu, kota itu bernama Citrus
Groove." Jupe melanjutkan.
Untuk pertama kalinya gadis itu tersenyum.
"Betul. Saya senang sekali. Maksud saya, biasanya orang tidak tahu nama
kota itu. Yayasan Spicer cukup dikenal, tetapi kota itu tidak."
"Jupiter banyak membaca, karena itu ia tahu," kata Bibi Mathilda, "dan
ingatannya kuat sekali. Apa yang dibacanya tentu diingatnya. Saya saja tidak
tahu tentang kota dan yayasan itu. Yayasan apa itu?"
"Yayasan itu adalah suatu lembaga yang melakukan
riset di bidang sains," Jupiter yang menjawab. Ia tiba-tiba merasa sebagai
seorang profesor yang sedang menerangkan suatu persoalan kecil.
Ia memang selalu begitu kalau sedang menerangkan
sesuatu yang ia kuasai. Bibi Mathilda telah terbiasa mendengarnya, jadi ia
tidak begitu peduli. Tetapi gadis pirang itu terheran-heran. "Almarhum
Abraham Spicer adalah pengusaha plastik," Jupe meneruskan.
"Perusahaannya memproduksi peralatan rumah tangga. Jutaan yang sudah
dihasilkannya semasa hidupnya. Namun, sesungguhnya ia tidak pernah mencapai
ambisinya, yaitu menjadi ahli fisika. Karena itu, ketika meninggal, ia mewariskan
seluruh kekayaannya pada suatu badan yang mengumpulkan dana untuk aktivitas
sosial. Dari situ dana disalurkan kepada yayasan tempat para saintis melakukan
riset-riset orisinal dan bahkan revolusioner -di bidang masing- masing."
Gadis itu melongo melihat cara Jupe berbicara.
Bibi Mathilda tersenyum. "Ia memang begitu.
Habis, bacaannya banyak sekali sih!"
"Ooo, pantas," gadis itu memaklumi.
"Oke. Maksud saya, itu baik sekali, yah begitulah. Oh ya, sampai lupa saya
memperkenalkan diri. Nama saya Hess. Lengkapnya Eleanor Hess, kalau kalian
ingin tahu." "Tentu saja kami ingin tahu," kata Bibi Mathilda.
"Tetapi, maksud saya, saya kan bukan orang terkenal."
"Tapi itu bukan
berarti aku tidak mau mengenal Anda," jawab Bibi Mathilda. "Aku
Nyonya Titus Jones, dan ini keponakanku, Jupiter Jones."
Eleanor Hess tersenyum. Tiba-tiba ia membuang muka,
seolah- olah takut orang lain tahu lebih banyak tentang dirinya.
"Ceritakan dong, apa saja yang Anda lakukan di Yayasan Spicer," pinta
Bibi Mathilda. "Hewan apa saja yang Anda pelihara?"
"Hewan-hewan untuk eksperimen," jawab
Eleanor seraya menoleh perlahan-lahan. "Ada tikus putih, ada simpanse, dan
ada seekor kuda."
"Kuda?" Bibi Mathilda kaget. "Ada kuda
dalam laboratorium?" "Oh, bukan. Blaze tinggal di kandangnya. Tetapi
ia juga hewan untuk eksperimen. DR. Birkensteen menyuntikkan isotop pada
induknya, sebelum Blaze dilahirkan. Katanya, itu berpengaruh pada kromosomnya.
Saya tidak paham betul, tetapi ia kuda yang amat pandai. Ia bisa
aritmatika."
Bibi Mathilda dan Jupiter melongo mendengarnya.
"Ah, cuma berhitung yang sederhana saja,"
tukas Eleanor.
"Jika diletakkan dua buah apel, lalu tiga buah
apel, Blaze tahu bahwa ada lima buah apel. Ia kemudian mengetuk lima kali
dengan kakinya. Saya kira itu tidak terlalu hebat, tetapi biasanya kuda kan
tidak bisa begitu. Yang benar-benar cerdas adalah simpanse-simpanse. Mereka itu
mengerti bahasa isyarat, bahkan bisa mengutarakan beberapa hal yang
sulit." "Aku mengerti sekarang," kata Bibi Mathilda. "Lalu
apa rencana DR. Birkensteen setelah mendidik hewan-hewan itu?"
"Sebenarnya bukan hewan-hewan itu yang menjadi tujuannya," kata
Eleanor pelan. "Ia tidak peduli dengan kuda yang pandai atau simpanse yang
cerdas. Ia sebenarnya ingin menolong manusia, dan itu dimulainya dengan melakukan
eksperimen pada hewan. Tidak boleh kan, melakukan eksperimen langsung pada bayi
manusia."
Bibi Mathilda merasa ngeri.
Eleanor kembali membuang muka. Ia menjadi tertutup
lagi. "Anda tidak perlu repot-repot menemani saya terus," katanya.
"Terima kasih atas bantuan Anda. Sebentar lagi DR. Terreano dan Mrs.
Coolinwood datang. Mereka akan mengurusnya dengan dokter di sini, dan...
dan..."
Ia menunduk. Air matanya mengalir lagi.
"Tenanglah," kata Bibi Mathilda dengan
lemah-lembut. "Kami tidak kerepotan menemani Anda."
Mereka tetap menunggu, sampai seorang laki-laki kurus,
jangkung, beruban, masuk ke kantin. Eleanor memperkenalkannya sebagai DR.
Terreano. Ia ditemani seorang wanita bertubuh gemuk, berumur sekitar
enam-puluhan, memakai bulu mata palsu hitam tebal yang amat lentik, dan wig
keriting berwarna merah menyala. Ia adalah Mrs. Coolinwood, yang lalu mengajak
Eleanor ke mobil, sementara DR. Terreano menghubungi dokter yang mengurus
jenazah DR. Birkensteen.
Bibi Mathilda
menggeleng-geleng ketika mereka sudah pergi. "Orang-orang aneh,"
katanya. "Tega benar melakukan percobaan pada hewan agar keturunannya
berubah. Si Terreano itu-menurutmu siapa dia?"
"Pasti
seorang peneliti, kalau ia bekerja di Yayasan Spicer," kata Jupe.
Bibi Mathilda berkerut dahinya.
"Benar-benar orang aneh," ulangnya lagi. "Ih, seram. Seenaknya
saja mengutak-atik makhluk-makhluk lain. Itu tidak alamiah! Mengerikan!"
Bab 2
UANG ATAU PENGETAHUAN?
MALAMNYA Bibi Mathilda menceritakan kepada Paman Titus
apa yang terjadi tadi sore di pangkalan mereka. Ia berusaha menghindarkan
pembicaraan mengenai Yayasan Spicer, dan jika Jupiter menyinggung-nyinggung
tentang itu, dengan cepat dialihkannya ke masalah lain. Eksperimen tentang
genetika membuatnya merasa ngeri. Tetapi meskipun sudah berusaha keras untuk
melupakan Yayasan Spicer, mau tak mau ia akan teringat kembali, karena berita
tentang yayasan itu sering muncul di koran-koran.
Mula-mula berita tentang kematian DR. Birkensteen.
Seperti yang sebelumnya telah diduga oleh para dokter di rumah sakit, ia
meninggal karena serangan jantung. Diceritakan pula apa yang telah
dikerjakannya selama hidupnya, apa yang ditelitinya, dan apa yang berhasil
ditemukannya di bidang genetika.
Sebagai penutup diberitakan bahwa jenazahnya akan
dikirim ke tempat asalnya di wilayah Amerika Timur untuk dikebumikan di sana.
Tidak sampai seminggu kemudian muncul kembali berita
tentang Yayasan Spicer, kali ini mengenai penemuan yang mengejutkan. Para
wartawan membanjiri kota kecil Citrus Groove untuk meliput peristiwa itu. Seorang
ahli arkeologi, James Brandon, yang juga bekerja di yayasan sebagai peneliti,
telah menemukan tulang-belulang makhluk zaman prasejarah dalam sebuah gua di
pinggir kota.
"Ini misteri besar!" Jupe berteriak. Waktu
itu sore hari di bulan Mei. Jupe dan kawan-kawannya sedang berada dalam karavan
yang merupakan kantor sekaligus laboratorium Trio Detektif di pangkalan barang
bekas yang dikelola oleh keluarga Jones. Jupe sedang membaca koran dengan
teliti. Bob Andrews mengatur berkas-berkas, sementara Pete Crenshaw
membersihkan peralatan dalam laboratorium kriminal mini itu. Pete menoleh.
"Misteri apa?" tanyanya.
"Manusia gua dari Citrus Groove," kata Jupe.
"Apakah ia sudah dapat dibilang manusia? Berapa ribu tahun umurnya
sekarang? James Brandon, ahli arkeologi yang menemukannya, menyebutnya hominid.
Itu dapat berarti manusia, dapat pula berarti hewan yang menyerupai manusia.
Semacam pramanusia begitulah."
"He, sore ini James Brandon akan muncul di
TV," kata Bob. "Ia akan menjadi bintang tamu dalam acara Bob Engel
Show. Jam 5 sore disiarkannya."
"Sekarang sudah jam 5. Mau nonton?" tanya
Pete sambil mengelap meja.
"Ya, pasti dong," jawab Jupiter Jones.
Kantor Trio Detektif memiliki sebuah TV hitam-putih
kecil yang diletakkan di rak buku dekat meja Jupiter. Paman Titus memperolehnya
dalam keadaan rusak ketika ia berburu barang bekas. Jupiter yang tangannya
gatal kalau melihat barang rusak, dengan cekatan memperbaiki TV itu sehingga
dapat dipakai kembali. TV itu langsung dinyalakan, dan muncullah wajah Bob
Engel, pembawa acara yang hangat dan murah senyum.
"Tamu kita kali ini
DR. James Brandon," kata Engel. "Ia adalah penemu sisa-sisa fosil
manusia prasejarah dalam sebuah gua di sini, di California Selatan."
Kamera diarahkan pada James Brandon yang kurus dengan raut
muka tegas dan rambut terpotong pendek. Di sebelahnya ada seorang laki-laki
pendek, berperut buncit dan memakai baju koboi lengkap dengan ikat pinggang
lebar dan sepatu bot bertumit tinggi.
"Hari ini DR. James Brandon ditemani Mr. Newt
McAfee. Mr. McAfee seorang pedagang di kota Citrus Groove, dan ia pemilik tanah
tempat manusia gua itu ditemukan."
"Betul!" kata manusia tembam itu. "Aku
McAfee. Ingat-ingat itu, karena mulai saat ini namaku akan sering
disebut-sebut." Bob Engel tersenyum pahit, lalu mengalihkan perhatiannya
pada DR. James Brandon.
"DR. Brandon," kata Bob Engel.
"Dapatkah Anda menceritakan bagaimana Anda sampai pada penemuan
fosil-fosil itu?"
"Itu terjadi secara kebetulan sekali," kata
James Brandon sambil membetulkan posisi duduknya. "Saya sedang berjalan-
jalan sekitar seminggu yang lalu. Waktu itu hujan baru saja berhenti, dan saya
tertarik pada tanah longsor di bukit, di atas padang rumput milik McAfee.
Longsornya tanah itu menyebabkan ada bagian yang terbuka di sisi bukit. Ketika
saya mendekat, saya melihat sebuah gua, dan seperti ada tengkorak di dalamnya.
Hanya tengkoraknya saja yang kelihatan, sisanya tertimbun dalam lumpur di dasar
gua itu. Mula-mula saya tidak tahu apa yang saya temukan itu, maka-"
"Bukan Anda yang menemukan, Sobat," McAfee
memotong. "Tapi aku!"
Brandon tidak mempedulikannya. "Saya kembali ke
Yayasan Spicer untuk mengambil senter," katanya.
"Dan ketika ia kembali ke tanahku, aku telah
menunggunya dengan senapan di tangan," kata McAfee. "Seenaknya saja
ia memasuki wilayahku tanpa permisi!"
Brandon menghela napas. Kelihatan sekali ia dengan
susah- payah menahan emosinya. "Saya jelaskan apa yang telah saya
lihat," katanya. "Kami melihat lebih dekat, dan saya yakin bahwa itu
memang tengkorak."
"Tengkorak tua!" seru McAfee.
"Beribu-ribu tahun umurnya!" "Sebagian besar kerangkanya masih
utuh. Saya belum sempat mempelajarinya, tetapi ada kesamaannya dengan fosil
yang amat tua yang ditemukan di Afrika." "Apakah ia seorang laki-
laki?" tanya Engel.
Brandon mengerutkan dahinya. "Belum tentu ia
manusia. Dilihat dari ciri-cirinya, ia termasuk hominid, tetapi tidak termasuk
golongan manusia modern. Saya hampir merasa pasti bahwa ia lebih tua dari
hominid-hominid yang pernah ditemukan di Amerika sampai saat ini."
Brandon semakin bersemangat. "Ada teori yang
mengatakan bahwa orang Indian adalah keturunan kaum pemburu Mongolia yang
bermigrasi dari Siberia ke Alaska selama zaman es terakhir. Itu terjadi
kira-kira delapan ribu tahun yang lalu. Saat itu banyak lautan yang membeku.
Selat di antara Siberia dan Alaska membeku seluruhnya, sehingga kaum pemburu
dari Asia dengan mudah melintasinya, lalu menetap di tempat yang baru itu.
Selanjutnya mereka menyebar ke berbagai daerah, sampai ada yang mencapai
Amerika Selatan.
"Sampai sekarang teori ini yang diterima. Anda
bisa menjumpainya dalam sebagian besar buku-buku sekolah. Tetapi kadang-kadang
muncul teori lain. Ada yang mengatakan bahwa sudah ada manusia di Amerika
sebelum kaum pengembara melintasi selat antara Siberia dan Alaska. Bahkan ada
pula yang mengatakan bahwa manusia modern berasal dari Amerika. Manusia
Amerikalah yang bermigrasi ke Asia dan Eropa."
"Fosil manusia gua di Citrus Groove itu mendukung
teori yang mana?" tanya Engel.
"Saya belum tahu," kata Brandon.
"Umurnya saja saya belum tahu pasti. Tetapi kerangka yang kami miliki akan
dapat-" "Kerangka itu milikku," potong Newt McAfee dengan
bernafsu sekali. "Pasti milikku itu seorang manusia, tidak salah lagi.
Jadi, jika ia telah di sana sejak dua atau tiga juta tahun yang lalu, maka-"
"Saya tidak bilang begitu!" protes Brandon.
"Anda sendiri yang mengatakan Anda tidak tahu
berapa umurnya!" McAfee mengotot. "Anda bilang lebih dari delapan
atau sepuluh ribu tahun. Aku tidak salah! Dua atau tiga juta kan lebih dari
delapan atau sepuluh ribu. Pasti manusia modern berasal dari Amerika, bukan
Asia atau Eropa. Manusia Amerika yang menyeberangi selat menuju Eropa dan Asia.
Bisa jadi makhluk di guaku itu merupakan nenek moyang kita semua!"
"Anda sembrono dalam mengambil kesimpulan," kata Brandon kesal.
"Kita akan lakukan penelitian dengan saksama untuk memastikan-"
"Tidak boleh ada penelitian terhadap makhluk
milikku!" kata McAfee dengan lantang.
Brandon menoleh pada McAfee dengan mata terbelalak.
"Makhluk itu terkubur dalam tanahku, jadi merupakan milikku, dan tak
seorang pun boleh menyentuhnya!" kata McAfee. "Makhluk itu harus
tetap berada di sana, karena akan kujadikan obyek wisata. Orang-orang pasti
akan membanjiri tempatku untuk melihat manusia gua itu."
"Fosil itu bukan barang tontonan!" tukas
Brandon. "Itu adalah benda yang sangat berharga bagi ilmu
pengetahuan!"
"Masa bodoh!" ujar McAfee tak peduli.
"Yang penting orang berminat untuk melihatnya. Aku tinggal mengaturnya
saja." "Anda ngaco! Bicaramu ngawur!" teriak Brandon.
"Sama sekali tidak," kata McAfee seraya
memandang lekat- lekat ke kamera TV. "Aku akan mempersiapkan tempatku, dan
segera kubuka gua itu bagi setiap pengunjung yang ingin menyaksikan keajaiban
terbesar saat ini. Saksikanlah nenek- moyang kita yang telah berumur jutaan tahun.
Aku jamin, tempatku tidak kalah dengan tempat-tempat hiburan yang indah-indah
di California, dan-"
"Kau sinting!" Brandon berteriak sambil
melompat dari tempat duduknya.
Kamera cepat-cepat dialihkan sehingga yang terlihat
hanyalah wajah Bob Engel. Terdengar teriakan-teriakan dan suara orang yang baku
hantam. Dengan tergesa-gesa Bob Engel berkata, "Sayang sekali, Para
pemirsa sekalian, waktu tidak mengizinkan kita untuk melanjutkan acara yang
menarik ini. Sampai jumpa dalam acara yang sama, minggu depan. Tamu kita minggu
depan ialah..."
Pete mematikan TV. "Wah!" katanya.
"Gawat sekali. Tampaknya Brandon akan memukul KO si McAfee!"
"Aku sendiri sebal pada McAfee," kata Jupe.
"Kalau ia tidak mengizinkan Brandon meneliti
tulang-belulang itu..." "Apakah ia berhak melarang Brandon?"
kata Bob.
"Aku kira begitu, sebab gua itu terletak dalam
tanah miliknya. Kasihan ahli arkeologi itu, ia menemukan sesuatu yang sangat
berharga, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa! Mungkin memang sudah ada
ketidakcocokan antara keduanya sejak awal pertemuan mereka. Bayangkan... McAfee
sambil membawa senjata memergoki Brandon di gua itu, lalu Brandon menjadi
emosi. Itu dapat berakhir dengan... dengan..."
"Pertumpahan darah?" kata Pete.
"Ya,
ya... pertumpahan darah!"
Bab 3
SAMBUTAN ANEH
SETELAH
wawancara itu, James Brandon tidak pernah muncul di TV lagi. Justru McAfee yang
sering tampil pada beberapa show, mengiklankan manusia gua Citrus Groove.
Sampai pertengahan Juli, hampir semua orang di California Selatan sudah tahu
tentang manusia gua itu. McAfee menyatakan bahwa gua itu akan dibuka untuk umum
mulai awal Agustus.
Di minggu terakhir bulan Juli, Jupiter bertemu dengan
tetangganya, Les Wolf.
Wolf bekerja sebagai kontraktor pemasangan peralatan
dapur restoran dan hotel. Ia menempati rumah besar, tidak jauh dari Pangkalan
Jones. Jupiter sedang bersepeda melewati rumah itu ketika ia melihat Mr. Wolf
yang sedang berusaha menangkap kucingnya yang bersembunyi di bawah pagar semak.
Jupe berhenti untuk membantu. Sambil berjingkat-jingkat didekatinya kucing itu
dari belakang. Tiba-tiba ia membuat gerakan mengejut. Kucing kecil itu melompat
ke arah yang berlawanan, tak sadar bahwa Mr. Wolf sudah menunggunya. Dengan
mudah Mr. Wolf menangkap kucing itu, lalu mengangkatnya dengan gemas.
"Kutangkap kau, Kucing nakal," kata Wolf
sambil tersenyum lebar pada Jupe. "Terima kasih, Jupe. Istriku pasti
marah- marah kalau kucing ini sampai hilang."
Wolf berjalan masuk ke rumahnya sambil menggendong
kucingnya. Namun di pintu ia berhenti lalu menoleh pada Jupiter. "Kau
tahu, ya, cerita tentang kota kecil dekat pantai itu? Kota tempat ditemukannya
manusia gua? Aku sedang melakukan pemasangan peralatan dapur di sebuah restoran
di sana. Bibimu menceritakan pada istriku bahwa kau mengikuti terus berita-berita
di koran tentang manusia gua itu."
"Tentu saja aku tahu!" kata Jupe
bersemangat. "Gua itu akan dibuka untuk umum Sabtu ini. Apakah Anda
membawa truk besar ke Citrus Groove nanti? Adakah yang bisa kubantu?"
"Sayang sekali tidak, kau terlalu muda dan bukan pegawai
perusahaanku," kata Mr. Wolf. "Hal Knight yang akan membantuku.
Tetapi kalau kau mau ikut boleh saja, kau dapat membonceng di belakang
bersama-sama dengan peralatanku...." "Aku mau!" sahut Jupe
cepat. "Boleh kan kuajak Bob dan Pete, teman-temanku itu?"
"Tentu. Hanya kalian harus mencari tempat
menginap sendiri. Pihak restoran menyediakan tempat untukku dan Hal, tetapi
tidak ada tempat buat kalian. Kira-kira pekerjaan itu akan selesai dalam tiga
hari." "Tidak apa-apa," kata Jupe. "Kami bisa berkemah di
suatu tempat."
Jupe bergegas pulang untuk memberi tahu teman-temannya
serta minta izin pada Bibi Mathilda dan Paman Titus. Jumat pagi mereka
berangkat dengan membonceng truk Mr. Wolf. Mereka berkendaraan ke arah selatan
selama dua jam, lalu membelok ke timur mengarah ke bukit-bukit. Jalan-jalannya
berkelok-kelok serta turun-naik. Selama perjalanan anak-anak itu menikmati
pemandangan yang indah. Pohon-pohon jeruk berbuah lebat banyak dijumpai di
kiri-kanan jalan, ada pula padang rumput yang luas dengan sapi-sapi yang sedang
merumput.
Setengah jam kemudian truk itu menurunkan
kecepatannya, yakni ketika melalui kota Centerdale. Akhirnya mereka menjumpai
papan bertuliskan: Anda memasuki wilayah Citrus Groove. Maksimal 60 km/jam.
Citrus Groove hanya sebuah desa kecil. Meskipun
demikian, desa kecil itu mempunyai fasilitas yang cukup lengkap. Ada sebuah
supermarket, dua pompa bensin, sebuah dealer mobil, dan sebuah motel kecil
bernama The Elms. Mereka melewati satu-satunya kolam renang di kota itu,
kemudian stasiun tua kereta api, yang sudah tidak dipakai lagi. Di tengah kota
terdapat pusat pertokoan yang berbaris memanjang, sebuah bank, toko besi,
apotek, dan perpustakaan umum. Meskipun kecil, kota itu ramai sekali. Papan
bertuliskan "Penuh" dipasang di depan Motel The Elms, dan orang-orang
membentuk antrian panjang untuk membeli makanan di Kantin Lazy Daze.
"Semua ini gara-gara iklan tentang manusia
gua," kata Jupe. Jupe geli melihat kerumunan orang-orang di stand
hamburger, di Kantin Lazy Daze yang menjual dinosaurus burger.
"Lihat, Jupe, mereka menjual dinosaurus burger.
Isinya daging dinosaurus, ya?" kata Pete. Jupe terbahak-bahak.
"Aduh, Pete! Kau terlalu! Mana ada dinosaurus
zaman sekarang?" katanya. "Paling-paling cuma ukuran hamburger-nya
saja yang besar."
"Macam-macam saja kau, Pete," kata Bob yang
turut geli mendengar kata-kata Pete.
Pete dongkol sekali mendengar tanggapan Jupe. Tetapi
ia diam saja, karena kesalahan memang terletak pada dirinya. Yang bisa ia
lakukan cuma berusaha menyembunyikan rasa malunya. Les Wolf menghentikan
truknya di pinggir jalan. Ia turun dan keluar untuk berbicara dengan anak-anak
itu.
"Restoran Happy Hunter tempat aku bekerja
terletak dijalan ini, setengah mil lagi ke arah sana," kata Wolf.
"Aku menelepon pemiliknya semalam dan ia bilang tempat berkemah dekat kota
penuh. Ia menganjurkan agar kalian menemui Newt McAfee. McAfee yang biasa
mencarikan penginapan bagi pendatang baru. Rumahnya abu-abu dan terletak di
ujung jalan utama itu." "Mudah-mudahan bukan McAfee yang di TV
itu!" seru Pete. "Kelihatannya memang yang itu," kata Jupe.
Anak-anak itu turun dari truk.
"Hubungi aku di Happy Hunter hari Senin,"
Wolf berpesan. Ia lalu melanjutkan perjalanannya.
Dari jauh rumah Newt McAfee kelihatan cukup
menyenangkan. Di depannya terdapat halaman rumput dan teras kecil. Tetapi
ketika didekati baru terlihat bahwa rumah itu kurang terawat. Catnya banyak
yang mengelupas, kain gordennya kumal, dan halamannya banyak ditumbuhi rumput
liar.
"Kok tidak terawat, ya?" kata Bob.
"Padahal McAfee pemilik toko besi dan dealer mobil."
"Mungkin tokonya kurang laku, kota ini kan
kecil," kata Jupe. Papan pengumuman yang tertempel di teras mempersilakan
para tamu yang ingin menanyakan tentang penginapan supaya pergi ke bagian
belakang rumah. Anak-anak mengitari rumah menuju ke belakang. Mereka melihat
padang rumput yang terbentang luas sampai ke sebuah hutan kecil di belakang.
Terdapat sebuah gudang tua tak jauh dari rumah itu. Di sisi yang berlawanan
dengan pusat kota, padang rumput itu dibatasi bukit-bukit dan jalan yang menuju
bukit itu. Di lereng bukit berdiri sebuah bangunan baru. Bangunan itu modern,
terbuat dari kayu merah, dan tak mempunyai jendela. Di atas pintunya tertulis:
Pintu Masuk Menuju Gua.
"Wah, wah!" kata Pete. "Rupanya tempat
ini benar-benar dikomersilkan."
"Kalian mencari apa?" terdengar suara lembut
di belakang anak-anak itu.
Mereka berbalik, dan Jupe melihat seorang gadis
berambut pirang dengan wajah pucat. Ia langsung teringat pada sore berkabut di
muka rumahnya, tatkala seorang laki-laki tua yang muncul dari balik kabut
meninggal dunia. "Oh!" kata Eleanor
Hess terkejut. "Kau di sini?"
"Hai!" Jupe mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Saya... ngngng... saya baru saja mau menulis
surat kepada bibimu," katanya sambil menjabat tangan Jupe. "Tapi saya
takut merepotkan."
"Ah, tidak, kami akan senang sekali menerima
surat Anda," kata Jupe, lalu memperkenalkan Bob dan Pete pada Eleanor.
Ketika itu pintu belakang terbuka, dan seorang wanita gemuk berambut pendek dan
kusut melongok ke luar. "Ellie, mau apa anak-anak itu?" ia berseru.
Ia berbicara dengan kasar, seolah- olah anak-anak itu tidak mendengarnya.
"Bibi Thalia, ini Jupiter Jones," kata
Eleanor. Ia kelihatan tidak enak. "Ia yang saya ceritakan waktu itu. Ia
dan bibinya yang menolong saya ketika DR. Birkensteen sakit di Rocky Beach. Dan
ini Pete Crenshaw dan Bob Andrews, teman-teman Jupiter. Mungkin mereka mau
melihat manusia gua itu. Bolehkah mereka menginap di rumah kita, Bibi
Thalia?" Tiba-tiba seorang laki-laki muncul dan berdiri di samping Bibi
Thalia. Wajahnya sudah sering terlihat dalam acara-acara TV. Eleanor Hess
kembali memperkenalkan teman-temannya pada orang itu. Jupe terbengong-bengong
ketika menyadari bahwa Bibi Thalia adalah istri Newt McAfee-dan itu berarti
bahwa Newt adalah paman Eleanor!
"Jadi kau yang telah berbaik hati pada
Ellie," kata Newt. "Well, kalian boleh menginap di sini. Rumah kami
kecil, tetapi kalian dapat menggelar kasur di loteng gudang itu. Kalian boleh
menggunakan kakus tua di belakangnya, di sampingnya ada keran air."
Mata McAfee yang kecil memandang dengan licik.
"Akan kuberi tarif yang murah, cuma sepuluh dolar semalam bagi kalian
bertiga."
"Paman Newt!" Eleanor Hess memprotes.
"Diam!" kata McAfee sambil memandang tajam
pada Eleanor. Eleanor langsung tertunduk. "Tidak ada tempat lain yang
semurah ini," katanya pada anak-anak itu.
"Kita cari tempat berkemah saja, mungkin ada
dekat hutan kecil itu," usul Bob. Ia menunjuk ke arah hutan kecil di
seberang padang rumput.
"Sekarang musim kering, hutan itu mudah terbakar,"
kata McAfee. "Berbahaya."
Jupe mengeluarkan dompetnya, menyerahkan uang sepuluh
dolar pada McAfee. "Ini," katanya. "Untuk malam ini."
"Bagus." McAfee mengantungi uang itu dengan perasaan penuh
kemenangan. "Ellie, antarkan mereka ke gudang." "Hati-hati di
sana, Anak-anak," Bibi Thalia mengingatkan. "Jangan mengotori tempat
itu, dan jangan menyalakan api."
"Kalian tidak merokok, bukan?" tanya McAfee.
"Kami tidak merokok," kata Pete merasa
tersinggung. "He, Jupe, kita pindah saja. Di kota tadi aku melihat taman,
mungkin..."
"Dilarang berkemah di taman," kata McAfee.
"Lagi pula ada alat penyiram otomatis yang setiap tengah malam
menyala." McAfee masuk ke dalam rumah, dan Eleanor mengantarkan anak-anak
ke gudang. Mukanya merah karena malu. "Maaf, ya," katanya.
"Kalau kalian masih tinggal di sini besok, tidak usah bayar. Saya punya
uang, biar saya yang mengurusnya."
"Tidak usah," kata Jupe. "Tidak
apa-apa." "Saya sebal kalau ia bersikap begitu," kata Eleanor
pahit. "Pendapat saya tidak pernah dianggap, karena... karena mereka
selalu bilang bahwa merekalah yang mengurus saya sejak saya berumur delapan
tahun. Orang tua saya meninggal karena kecelakaan mobil."
Anak-anak itu merasa kasihan melihat Eleanor.
"Bibi Thalia saudara kandung ibuku," katanya
melanjutkan. "Saya harus tinggal di rumah yatim-piatu jika Bibi Thalia
tidak mengurusi saya."
Mereka memasuki gudang yang penuh debu. Ternyata di
dalamnya terdapat sebuah pick-up baru yang masih mengkilat catnya, dan sebuah
mobil sedan besar yang berkilauan. Terdapat pula bertumpuk-tumpuk koran-koran
tua, kertas- kertas tidak terpakai, serta seonggok peralatan yang sudah
berkarat.
Sebuah tangga tersandar di dinding belakang. Anak-anak
itu menaikinya dan sampai di sebuah ruangan yang gelap dan pengap. Ada sebuah
jendela berlapis debu tebal, dan penuh sarang labah-labah. Jupe melap kaca
jendela itu. Dibukanya jendela itu lebar-lebar, udara segar menerobos masuk
memenuhi loteng itu.
"Kalian perlu handuk?" terdengar suara
Eleanor dari bawah. "Terima kasih," Pete menyahuti. "Kami sudah
bawa sendiri." Eleanor tetap menunggui di bawah tangga. Akhirnya ia
berkata, "Saya akan mengunjungi yayasan sebentar lagi. Mau ikut? Nanti
akan saya perlihatkan binatang-binatang peliharaan saya."
Ia berusaha sekali untuk bersikap ramah. Jupe melongok
ke bawah. "Kenalkah kau dengan ahli arkeologi penemu tulang- belulang
itu?" tanya Jupe.
"DR. Brandon? Kenal sekali! Kalian ingin
berkenalan? Saya dapat mengenalkannya kalau ia ada di rumah."
"Sejak pertama kali
aku mendengar tentang penemuan itu, aku sudah tak sabar ingin berjumpa
dengannya," kata Jupe.
"Apakah ia sudah merumuskan teorinya tentang
tulang-belulang itu? Tahukah ia asal-usul fosil-fosil itu?"
Eleanor mengernyit.
"Rupanya setiap orang jadi tertarik pada manusia gua itu. Padahal ia jelek
sekali. Seperti gorila, tetapi jauh lebih kecil."
Tiba-tiba ia ingat sesuatu. "Jangan pergi ke gua
itu kalau tidak ada orang di sana," ia memperingatkan. "Paman Newt
punya senjata. Ia bilang orang harus membayar untuk dapat melihat manusia gua.
Kalau ada yang berani-berani melanggarnya, ia tidak akan segan-segan
menembaknya."
"Pasti ia benci pada ahli arkeologi itu,"
tebak Jupe.
"Ya,
dan juga pada setiap orang yang mencoba mengusik-usik manusia gua itu. Saya
takut akan terjadi sesuatu- sesuatu yang mengerikan!"
Bab 4
ELEANOR BERBOHONG
YAYASAN SPICER
terletak di sebuah rumah di bukit dan berjarak setengah mil dari jalan yang
melalui rumah McAfee. Rumah itu dikelilingi kebun-kebun indah, tidak dibatasi
dengan pagar, tetapi hanya dengan tonggak-tonggak serta sebuah gerbang.
Anak-anak mengikuti Eleanor menuju rumah itu. Eleanor masuk tanpa mengetuk
pintu terlebih dulu.
Mereka langsung berada di ruang tamu besar. Ada James
Brandon di sana. Ia berjalan cepat dengan langkah-langkah panjang. Ketika
Eleanor memanggilnya, ia berhenti. Dengan kening dikerutkan ia berpaling pada
Eleanor dan anak-anak. "Ada apa, Eleanor?" tanya Brandon.
"Teman-teman saya ingin berkenalan dengan Anda,
mereka tertarik sekali pada manusia gua itu," kata Eleanor sambil memperkenalkan
anak-anak satu per satu.
"Kalian mau nonton sirkus di sini?" kata
Brandon dengan nada mengejek.
"Maksud Anda melihat manusia gua,
barangkali," kata Pete. "Kami ingin sekali melihatnya."
"Kalian semua sama saja," kata Brandon. Ia
mengernyit. "Mereka akan merusak segalanya. Kalau ada fosil-fosil lain di
sekitar bukit-bukit ini, pasti akan hancur. Untung aku tidak punya senjata,
kalau tidak..."
"Kau akan menembaki mereka semua," terdengar
suara bernada tenang.
Anak-anak berpaling. Seorang laki-laki tinggi berwajah
sayu memasuki ruangan. Segera Jupiter mengenalinya sebagai orang yang datang ke
rumah sakit di Rocky Beach, ketika Karl Birkensteen meninggal. Kalau waktu itu
ia mengenakan baju kelabu yang telah usang, sekarang ia memakai celana pendek
dan polo shirt-kaus olahraga berkerah. Ia duduk di kursi dekat perapian sambil
memandang ke bawah.
"DR. Terreano, ini Jupiter? Masih ingat?"
kata Eleanor Hess. "Oh, siapa ya?" Terreano keheranan.
"Itu, yang menolong saya waktu saya di Rocky
Beach bersama DR. Birkensteen," Eleanor menjelaskan. "Anda
menjumpainya di rumah sakit itu, ingat?"
"Oh ya, sekarang aku ingat. Halo, apa
kabar?" Terreano tersenyum. Tiba-tiba ia seperti muda kembali.
"DR. Terreano juga ahli arkeologi," kata
Eleanor. "Ia banyak menulis buku tentang arkeologi." Terreano
menyeringai. "Menulis memang merupakan salah satu pekerjaan kami."
"Ya, ya!" kata Jupe bersemangat. "Aku ingat! Anda yang menulis
buku Ancient Enemy, kan?" Alis mata Terreano terangkat. "Kau tahu?
Pernah baca?"
"Ya," jawab Jupe. "Aku membacanya di
perpustakaan. Bukunya menarik sekali, tetapi juga menyeramkan. Kalau manusia
selalu ingin memerangi sesamanya, dan kalau manusia selalu ingin..."
"Menyedihkan, bukan?" kata Terreano. "Sifat merusak memang
merupakan bawaan kita sejak lahir. Itulah yang membedakan manusia dari makhluk
lainnya, di samping akal dan kecerdasan." "Tidak!" seru Brandon.
"Manusia tidak dilahirkan dengan membawa sifat merusak. Anda salah
tafsir."
"Oh, ya?" balas Terreano sambil memandangi
Brandon. "Kita lihat saja almarhum Abraham Spicer. Spicer dikenang karena
jasa-jasanya dalam menolong umat manusia. Dialah pendiri yayasan ini. Mulia
sekali, bukan? Tetapi sebenarnya ia juga seorang pembunuh. Coba lihat, berapa
banyak hewan yang jadi korbannya."
Terreano menoleh ke arah rak di atas perapian. Di situ
terpajang kepala hewan-hewan buruan bertanduk yang biasa dijadikan hiasan. Di
atasnya terdapat juga kepala-kepala hewan lainnya-seekor macan, seekor puma,
dan seekor kuda nil. Kulit- kulit beruang, singa, dan macan tutul, tergelar di
lantai. "Sekarang dibolehkan membunuh hewan," kata Terreano,
"memotong kepalanya, serta mengambil kulitnya untuk dijadikan pajangan.
Suatu saat nanti, orang akan diperbolehkan pula untuk berbuat serupa terhadap
musuhnya, sesama manusia."
"Mustahil!" seru Brandon.
"Anda selalu
menjadi emosi kalau kita berdiskusi tentang hal ini," kata Terreano.
"Mungkin itu menunjukkan bahwa akulah yang benar."
Seorang laki-laki botak bertubuh pendek tiba-tiba
menyelonong masuk. "Kalian berdebat soal itu lagi?" katanya.
"Aku sudah bosan mendengarnya." Eleanor memperkenalkan DR. Elwood
Hoffer pada anak-anak.
"DR. Hoffer, ahli imunologi-ilmu yang mempelajari
kekebalan makhluk hidup terhadap penyakit," kata Eleanor pada anak- anak.
"Ia punya banyak tikus putih. Lucu-lucu, deh. Bolehkah saya memperlihatkan
tikus-tikus itu pada kawan-kawan saya?" "Boleh, tapi jangan sentuh
apa pun di laboratorium," pesan Hoffer.
"Baik, DR. Hoffer," jawab Eleanor.
Anak-anak mengikuti Eleanor ke luar, menuju sebuah
gedung panjang yang dibangun membentuk sudut siku-siku dengan rumah bagian
depan.
"Laboratorium-laboratorium terletak di dalam
gedung ini," kata Eleanor. "Tempat DR. Hoffer bekerja di sebelah
sini."
Mereka masuk ke ruangan kecil. Eleanor mengambil empat
buah kedok operasi. "Ini," katanya. "Pakai dulu." Ia
memakai kedoknya, lalu mengenakan sarung tangan karet.
Mereka masuk ke ruangan besar yang terang-benderang.
Di sana terdapat puluhan kandang kecil terbuat dari kaca. Seekor tikus berlari
mondar-mandir di kandang-kandang itu.
"Jangan dekat-dekat, dan jangan pegang-pegang,
ya," kata Eleanor. Ia memberi makan tikus-tikus itu satu per satu.
"Ini tikus-tikus istimewa," ia menjelaskan.
"Kau tahu kan, seperti manusia, tikus juga memiliki imunitas- kekebalan
tubuh. Gunanya untuk menahan penyakit. Nah, DR. Hoffer telah mengambil sebagian
imunitas mereka. Jadi harus dijaga agar mereka tidak terserang penyakit.
Beberapa di antara mereka ada yang tidak memiliki imunitas terhadap infeksi,
lho. Inilah gunanya kita memakai kedok. Bakteri-bakteri yang terdapat di mulut
kita akan tertahan oleh kedok ini."
"Kasihan!" komentar Bob. "Kalau mereka
tidak mempunyai imunitas, kan mereka akan mati."
"Saya kira beberapa di antaranya akan mati
juga," kata Eleanor. "Tetapi menurut DR. Hoffer, kadang-kadang orang
terserang penyakit justru karena imunitasnya sendiri.
Imunitas itu kan berupa sel-sel tertentu yang akan
memakan bakteri dan virus yang masuk ke tubuh. Tetapi sel-sel itu juga yang
kadang-kadang membuat kita sakit. Penyakit yang disebabkan sel-sel itu misalnya
saja penyakit encok, maag, atau bahkan beberapa jenis penyakit jiwa."
"Hiii!" Pete tampak ketakutan.
"Tapi kalau tidak ada imunitas, kita kan bisa
terserang cacar," kata Bob. "dan... dan campak, dan..."
"Memang," sahut Eleanor. "Apa yang diusahakan DR. Hoffer ialah
supaya kita dapat mengontrol imunitas kita. Imunitas itu harus melindungi kita,
jangan malahan membuat kita sakit." "Hebat!" kata Jupiter.
"Apakah hasilnya akan dimuat dalam buku karangan DR. Terreano yang
terbaru?"
"Tidak tahu, ya," jawab Eleanor.
"Soalnya DR. Brandon juga sedang menyusun buku barunya. Isinya tentang
manusia yang disimpan dalam sebuah lemari di kamarnya."
"Manusia disimpan dalam lemari?" tanya Pete
keheranan.
"Bukan manusia hidup," Eleanor menjelaskan,
"tetapi fosil manusia. DR. Brandon menemukan tulang-belulangnya di Afrika.
Ia tertarik sekali untuk mempelajari fosil itu. Kalau sedang meneliti fosil
itu, ia sampai lupa makan, bahkan kadang-kadang lupa tidur. Yang dipikirkannya
hanyalah fosil tadi."
"Busyet!" seru Pete. "Apa saja yang
dilakukannya?"
"O, banyak," jawab Eleanor. "Mula-mula
ia menyusun tulang- belulang itu sampai tersusun menjadi sebuah kerangka utuh.
Lucu deh, itu lho, seperti teka-teki menyusun potongan gambar. Lalu kerangka
itu difoto dan diukur. Dan selanjutnya DR. Brandon mempelajarinya dari
buku-buku."
"Aku paham sekarang," kata Jupiter.
"DR. Brandon pasti ingin sekali melakukan penelitian serupa terhadap
manusia Citrus Groove."
"Ya," Eleanor nampak murung. "Tapi
pamanku tidak mengizinkan."
Eleanor sudah selesai memberi makan tikus-tikus. Ia
dan anak- anak kembali ke kamar kecil tadi. Kedok-kedok operasi dilepaskan dan
diletakkan dalam sebuah tempat dekat bak cuci.
Eleanor juga melepas sarung tangan plastiknya.
Anak-anak mengikutinya.
"Sekarang kita ke tempat simpanse," kata
Eleanor. Laboratorium yang dulu digunakan DR. Birkensteen terletak di ujung
gedung. Laboratorium itu lebih besar dari laboratorium DR. Hoffer. Dua ekor
simpanse terkurung dalam sebuah kandang dekat jendela. Banyak mainan di kandang
itu, bahkan ada juga papan tulis dan kapur warna-warni.
Kedua simpanse itu menjerit-jerit kegirangan melihat
Eleanor. Simpanse yang besar menjulur-julurkan tangannya.
"Halo!" Eleanor menyapa. Ia membuka pintu
kandang. Simpanse besar keluar dan menjabat tangan Eleanor.
"Apa kabar?" tanya Eleanor. "Nyenyakkah
tidurmu semalam?" Simpanse itu memejamkan kedua matanya, dan memiringkan
kepalanya ke kiri. Lalu ia menunjuk ke arah jam dinding dan satu jarinya
diputar-putarkan membentuk lingkaran. "Wah, lama ya, kau tidurnya?"
tebak Eleanor.
Simpanse itu melompat-lompat kegirangan sambil
bertepuk- tepuk tangan.
Simpanse kedua keluar kandang. Ia langsung menaiki
sebuah rak yang penuh botol-botol berisi zat kimia.
"Jangan. Jangan! Jangan sentuh!" seru Eleanor.
"Ayo, turun! Duduk di sini!" Eleanor menoleh pada anak-anak sambil
tertawa. "Mereka memang nakal, seperti anak kecil. Apa saja ingin dipegang
dan dimainkan."
Simpanse itu segera turun, dan duduk dengan manisnya
di lantai, menghadap ke Eleanor. Simpanse besar duduk di sampingnya. Eleanor
mengambilkan susu, makanan, dan dua buah mangkuk dari lemari es.
"Ih, lucunya!" kata Jupiter. "Mereka
seperti orang saja." "Memang," kata Eleanor sambil menuang susu
dan makanan ke dalam mangkuk. "Mereka menggunakan bahasa isyarat.
Menurut DR. Birkensteen mereka dapat berkomunikasi
seperti anak-anak TK. Saya tidak mengerti bahasa isyarat, jadi cuma bisa
menebak-nebak saja. Tetapi mereka memang benar-benar lucu."
"Mereka akan diapakan?" tanya Bob.
Eleanor mendesah. "Tak tahu, ya. Bulan depan
pengurus inti yayasan ini akan rapat. Merekalah yang akan menentukan nasib
simpanse-simpanse ini. Dulu yayasan membeli mereka buat diteliti oleh DR.
Birkensteen. Ada banyak simpanse dulunya. Sekarang tinggal dua."
Eleanor meletakkan kedua mangkuk itu di sebuah meja
kecil. Kedua simpanse berlarian mengikuti Eleanor. Mereka duduk di kursi kecil
di samping meja tadi, lalu makan. Setelah mereka selesai, Eleanor membujuk
mereka untuk masuk ke kandang. Mereka menjerit-jerit protes sambil menggelantung
pada Eleanor.
"Iya deh," kata Eleanor menenangkan.
"Saya akan kembali secepatnya. Sabar, ya."
Anak-anak memperhatikan. Jupe merasa bahwa baru kali
ini ia melihat Eleanor begitu gembira dan percaya diri. Berbeda sekali dengan
keadaannya ketika di rumah McAfee.
"Mereka kehilangan DR. Birkensteen," kata
Eleanor. "Saya juga kehilangan dia. Ia sangat baik, sekalipun sedang
marah." "Pernahkah ia sakit sebelumnya?" tanya Jupe. "Aku
kira serangan jantung waktu itu terjadi secara mendadak." "Memang
mendadak," kata Eleanor, "tetapi ia agak lain beberapa saat sebelum
kejadian itu. Ia pernah tertidur di kursinya. Pernah juga ia terlelap ketika
simpanse-simpansenya sedang di luar kandangnya. Wah, semua jadi berantakan.
Saya temani dia pada hari... hari kematiannya itu, sebab saya takut terjadi
apa-apa padanya."
"Apa tujuannya ke Rocky Beach waktu itu?"
tanya Jupe.
Jupe bertanya tanpa maksud apa-apa. Ia hanya ingin
mengobrol saja. Tetapi tiba-tiba wajah Eleanor bersemu merah.
"Ia... ia... saya tidak tahu apa-apa."
Eleanor membuang muka. Ia lari meninggalkan anak-anak.
Pete dan Jupe berpandang-pandangan keheranan.
"Ada apa lagi ini?" Pete bingung.
"Kenapa ia lari meninggalkan kita?"
Jupe
mengernyit. "Ia berbohong. Kau tentu juga merasakan hal itu. Tetapi
kenapa? Apa yang disembunyikannya?"
Bab 5
KUNJUNGAN PERTAMA KE GUA
ANAK-ANAK kembali ke ruang tamu. Eleanor ada di situ.
Terlihat seorang wanita gemuk sedang merapikan tempat duduk, dan seorang
laki-laki muda berpakaian necis sedang membersihkan kaca. Melalui kaca terlihat
sebuah kolam renang.
"Selamat pagi, Eleanor," sapa wanita itu.
"Itu teman-temanmu, ya. Senang ya, kau punya teman sekarang."
Jupe segera mengenali suara itu. Ia Mrs. Coolinwood,
orang yang datang ke rumah sakit di Rocky Beach ketika DR.
Birkensteen meninggal. Wig yang dipakainya sekarang
berwarna kuning, namun bulu mata palsunya tetap yang dulu, hitam tebal dan amat
lentik. Bulu matanya dikedip-kedipkan dengan genit ketika Eleanor
memperkenalkan anak-anak.
"Oh," katanya ketika berjabat tangan dengan
Jupe. "Bukankah kau anak muda yang baik hati yang menolong Eleanor waktu
itu di Rocky Beach? Tahukah kau, kau mirip sekali dengan Charles, Charles
Coolinwood. Bahkan gemuknya pun serupa. Ia suamiku yang terakhir. Orangnya
sangat bertanggung jawab."
Jupe cemberut mendengar
komentar Mrs. Coolinwood tentang dirinya. Tetapi ia diam saja, karena Mrs.
Coolinwood nyerocos terus.
Mrs. Coolinwood gemar berbicara. Anak-anak segera
menyadari hal itu. Tapi tak bisa lain, anak-anak terpaksa mendengarkan
celotehnya.
Dengan bersemangat Mrs. Coolinwood menceritakan suami-
suaminya. Panjang-lebar diceritakannya tentang suami pertama yang memiliki
asuransi. Lalu dipaparkan pula tentang suami kedua yang berprofesi editor film.
Kemudian tentang Charles, yang paling disayanginya, yang bekerja sebagai dokter
hewan. "Mereka semua baik kepadaku," lanjutnya. "Namun mereka
mati muda. Sedih sekali. Setelah Charles meninggal, aku harus mencari pekerjaan
sendiri. Itulah latar belakang mengapa aku di sini sekarang. Aku menjadi
pembantu rumah tangga. Mula- mula seram juga melihat para ilmuwan itu. Muka
mereka selalu tegang. Tapi setelah mengenal mereka, aku menjadi tenang.
Laki-laki memang begitu. DR. Terreano yang baik hati itu selalu mengatakan
betapa kasarnya manusia itu. Tetapi ia sendiri tidak tega membunuh seekor lalat
sekalipun. Sebaliknya dengan
DR. Brandon. Menurutnya manusia itu baik. Namun ia
sendiri sering marah-marah. Ia tidak boleh dekat-dekat dengan pamanmu, Eleanor,
pasti mereka akan berantem."
"Memang," jawab Eleanor singkat.
Mrs. Coolinwood lalu pergi. Anak-anak merasa lega.
"Capek juga mendengarnya," kata Pete polos.
"Ia nyerocos terus."
Laki-laki muda yang membersihkan kaca tadi melempar
kain pelnya ke dalam ember. "Kau mengajak teman-temanmu keliling, ya?
Berapa ongkosnya? Sepuluh dolar?" tanyanya dengan nada mengejek. Eleanor
merasa tersinggung. Namun begitu, ia tetap bersikap ramah.
"Ini Frank," kata Eleanor memperkenalkan.
"Frank DiStefano. Pekerjaannya seperti saya juga, membantu yayasan
ini." DiStefano menyeringai. "Hai, Ellie. Maaf ya, semalam ban
mobilku bocor, sehingga... Well, kupikir kau pasti sudah tidak menungguku lagi.
Sudah terlalu malam."
"Yah, sudahlah," kata Eleanor. Ia lalu
mengajak anak-anak ke luar, mengunjungi kandang kuda yang terletak lima puluh
meter dari rumah itu. Sepanjang jalan Eleanor diam saja. Ketika bertemu Blaze,
kuda eksperimen DR. Birkensteen, ia kembali gembira. Ia menepuk-nepuk leher
kuda itu, membelai-belainya dengan penuh rasa sayang, dan mengajaknya bicara
seolah-olah kuda itu manusia. Dengan bangga ia mendemonstrasikan kepandaian
kuda itu. Diletakkannya empat buah apel di depan kandang.
"Berapa?" tanyanya.
Blaze menghentakkan kakinya empat kali.
"Bagus!" kata Eleanor memuji. Apel itu
diberikan pada Blaze.
Begitu asyiknya Eleanor dan anak-anak bermain-main
dengan kuda itu sehingga tak terasa hari sudah siang.
"Wah, perutku berbunyi," kata Jupe.
"Makan, yuk!"
"Usul yang bagus," sahut Bob. "Perutku
juga sudah keroncongan."
"Usulku," kata Pete, "kita makan
dinosaurus burger saja."
Jupe tertawa. "Rupanya kau masih penasaran, ya?
Tapi aku setuju usulmu itu."
Anak-anak pamit pada Eleanor. Bergegas-gegas mereka
kembali ke kota untuk makan siang, tak sabar ingin mencicipi dinosaurus burger.
Ternyata kota sudah semakin ramai, anak- anak baru memperoleh burger setelah
hampir satu jam antri di depan Kantin Lazy Daze.
Sambil menikmati dinosaurus burger, mereka
berjalan-jalan keliling kota, melihat-lihat keramaian serta toko-toko yang
berlomba-lomba memanfaatkan manusia gua sebagai sarana promosi. Sehari
menjelang pembukaan gua itu, terlihat kesibukan luar biasa para penjaja yang
berusaha keras untuk membuat dagangannya laku. Macam-macam upaya mereka. Ada
yang menempelkan reklame bergambar manusia gua mengenakan kulit binatang sambil
membawa busur dan anak panah, ada pula yang bergambar manusia gua dengan istri
manusia gua yang dilukiskan berambut panjang. Tentu ini hanya karang-karangan
saja. Di taman sedang dilakukan persiapan terakhir untuk merayakan hari
pembukaan gua, pita-pita warna-warni menjuntai dari pohon ke pohon, spanduk dan
balon-balon dijumpai di mana-mana. Meriah sekali suasananya. Banyak yang
menawarkan suvenir berupa gantungan kunci berbentuk manusia gua. Pedagang es
krim tak menyia-nyiakan kesempatan itu dengan menjual dagangannya dari sebuah
truk yang diparkir dekat stasiun kereta api.
Setelah puas melihat-lihat, anak-anak kembali ke
gudang di belakang rumah McAfee. Seorang laki-laki tinggi dengan wajah penuh
cambang dan berpakaian lusuh terlihat sibuk membersihkan sebuah karavan yang
diparkir di sana.
"Ini tidak boleh!" terdengar ia mengomel.
"Sama sekali tidak boleh. Mereka akan sadari ini nanti. Lihat saja."
Anak-anak mendekat. Ada peralatan makan, tungku kecil, dan sebuah lemari es di
dalam karavan. Sebuah tempat tidur terbujur di dalamnya.
"Apakah orang itu tinggal di dalam karavan?"
pikir Jupe.
Orang itu menoleh pada anak-anak. "Kalian akan
merasakannya kalau kalian menjadi dia." Saat itu terdengar seseorang
berteriak.
"Itu bukan kau punya," terdengar suara James
Brandon. Ia berdiri di luar bangunan dari kayu merah di sisi bukit. "Pergi
kau dari sini!" teriak McAfee dari pintu bangunan itu. Ia membidikkan
senjatanya.
Brandon surut ke belakang. Tinjunya dikepalkan.
"Awas kau!" ancamnya pada McAfee. "Kau tak berhak atas tulang-belulang
itu. Seenaknya kau membuatnya menjadi barang tontonan!" "Cepat angkat
kaki dari sini!" McAfee membalas. "Kalau memang mau melihat manusia
gua milikku, datang saja besok. Karcisnya lima dolar!"
"Dasar mata duitan!" Dengan geram Brandon
berbalik dan pergi dari situ.
McAfee menyeringai. "Ini cuma
kesalahpahaman," katanya pada anak-anak.
"Perbuatan ini salah!" gerutu orang dekat
karavan itu.
"Well, salah atau benar ini bukan urusanmu,"
tukas McAfee. "Kerjakan saja apa yang kuperintahkan! Mengerti?"
McAfee lalu menoleh pada anak-anak. "Anak-anak, kalian mau melihat- lihat
ke dalam? Karena kalian menginap di tempatku, kalian boleh melihat manusia
guaku dan museum yang kubangun untuknya."
Ia masuk, diikuti Trio Detektif dengan bersemangat.
Baru di bagian depan mereka sudah ternganga. binding museum penuh dengan
foto-foto besar: foto-foto tulang-belulang dan sebuah tengkorak dilihat dari
berbagai sudut. Di sana-sini disisipkan foto-foto pemandangan indah yang telah
banyak dikenal: semburan air panas di Lassen, air terjun di Yosemite, pantai
indah dekat Big Sur.
Di sebuah meja di tengah ruangan terdapat model
perkemahan Indian lengkap dengan api unggun dan kuda-kuda. Di sampingnya
didapati model manusia prasejarah sedang bertempur melawan mammoth raksasa.
"Unik, bukan?" kata McAfee. "Ini cuma
pembuka. Yang sesungguhnya terletak di sana."
Sebuah panggung berdiri di seberang pintu masuk. Mulut
gua terletak di balik panggung itu, disinari cahaya lampu sorot. Jupiter, Pete,
dan Bob menaiki panggung itu. Mereka melongok ke mulut gua. Dilihatnya
fosil-fosil itu. Jupe menghela napas. Bob mendesah.
Manusia gua itu terbaring di sana. Tulang-belulangnya
telah berwarna cokelat. Mengerikan. Rongga matanya seakan mengancam orang yang
melihatnya. Rahang atas menyeringai menakutkan. Beberapa tulang rusuk masih
ada, mencuat dari dasar gua. Tulang paha masih lengkap, tetapi tulang kaki
bagian bawah tidak ada. Tulang tangan kirinya dekat sekali dengan mulut gua,
terjulur, seolah ingin meraih sesuatu.
McAfee telah memasang lampu-lampu sorot pada
langit-langit gua. Di dasar gua, dekat fosil, telah dibuatnya api unggun
tiruan. Di sebelah fosil tergeletak keranjang anyaman Indian, dan sebuah
selimut Navajo.
Seketika itu juga anak-anak bersimpati pada DR.
Brandon. Pemandangan itu cukup menyedihkan. Tapi yang lebih parah lagi, banyak
bekas tapak kaki di sekitar fosil. Bahkan beberapa tulang telah rusak karena
terinjak-injak.
"Kalau kakinya masih lengkap, pasti kutambah
dengan sepasang moccasin-sepatu Indian," kata McAfee. "Pasti lebih
dramatis kelihatannya."
Anak-anak tidak mempedulikan. Mereka keluar dari gua.
Di salah satu sisi pintu masuk dipamerkan dan dijual gantungan kunci dengan
hiasan patung-patung plastik kecil berujud manusia gua, serta T-shirt
bertuliskan Citrus Groove. Awal Peradaban Manusia. Anak-anak tidak
mengacuhkannya, melirik pun tidak.
"Oke, sekarang kita bisa istirahat," kata
Newt McAfee. Ia mematikan lampu, dan mengunci pintu gua. "John the Gypsy
akan berjaga-jaga di luar malam ini. Tak seorang pun bisa masuk."
"John the Gypsy?" kata Jupe.
McAfee menoleh ke arah laki-laki kurus yang sekarang
duduk di dalam karavan.
"Itu dia. Kami menyebutnya John the Gypsy karena
ia tinggal di karavan itu, bukan di rumah biasa."
Ketika
McAfee berjalan menuju rumahnya, John the Gypsy keluar dari karavannya.
"Oke," katanya. "McAfee membayarku untuk berjaga-jaga. Tetapi
makhluk gua itu pasti tidak suka diawasi. Aku saja tidak senang kalau
tulang-tulangku diawasi." "Tapi, ia kan sudah mati," sahut Pete.
"Orang mati kan tidak bisa melihat." "Siapa bilang?" kata
John the Gypsy.
Bab 6
MANUSIA GUA GENTAYANGAN!
MENJELANG petang anak-anak menyikat hamburger lagi di
Kantin Lazy Daze. Setelah itu mereka mencicipi es krim yang dijual di truk
dekat stasiun. Hari sudah gelap ketika mereka tiba kembali di gudang tempat
menginap. Melalui jendela mereka memandang bulan yang mulai muncul, dikelilingi
bintang-bintang yang berkelap-kelip. Padang rumput mulai diselimuti kabut
tipis, namun pandangan belum terhalang. Dinginnya malam membuat anak-anak segera
tertidur.
Lewat tengah malam Jupe terbangun. Ia mendengar suara.
Ada orang masuk gudang. Orang itu terengah-engah seperti habis lari dikejar
hantu.
Jupe berdiri. Ia memasang telinga.
Suara itu hilang sebentar, lalu terdengar kembali.
Pete bangun dan berdiri. "Apa itu?"
bisiknya.
Jupe merangkak menuju tangga. Ia mengintip ke bawah.
Gelap. Tidak terlihat apa-apa.
"Anak-anak?" terdengar suara serak.
"Kaliankah itu?"
Itu suara John the Gypsy. Tiba-tiba terdengar suara
berdebam.
Bob berteriak kaget. Pete meraba-raba mencari senter
di ranselnya. Begitu menemukannya, ia segera lari ke tangga dan menyenter ke
bawah.
John the Gypsy jatuh tersandung barang rongsokan. Ia
lalu berdiri dan memandang ke arah datangnya sinar senter. "Siapa
itu?" ia berteriak dengan panik. "Siapa? Jawab!"
"Kami, John," kata Jupe. Ia, Bob, dan Pete
menuruni tangga. John the Gypsy bersandar pada sisi truk milik McAfee. Badannya
gemetar.
"Ada apa?" tanya Jupe.
"Makh... makhluk itu!" kata John the Gypsy.
"Apa kubilang?! Ia tidak suka diamat-amati." "Kenapa?" kata
Pete. "Apa yang terjadi?"
"Ia... ia ba...
bangun dan... gentayangan!" kata John the Gypsy terbata-bata. "Aku
lihat sendiri Pasti tulang-tulang itu telah hilang."
Melalui pintu gudang yang terbuka anak-anak melihat ke
arah museum. Dengan bantuan sinar bulan tampak pintu museum masih tertutup
rapat.
"Kau mimpi barangkali," kata Bob
menenangkan.
"Tidak mungkin." John the Gypsy menggeleng.
"Aku sedang di dalam karavan ketika ada suara pintu dibuka. Aku melihat ke
luar, dan kulihat manusia gua itu berjalan ke luar. Tubuhnya penuh bulu,
seperti gorila. Matanya menakutkan sekali. Seperti ada api memancar dari kedua
matanya. Dan rambutnya... rambutnya panjang dan acak-acakan. Ia melewati
karavanku, lalu berlari melintasi padang rumput."
John the Gypsy memejamkan matanya, seakan-akan
berusaha menghapus pengalaman menakutkan itu dari ingatannya.
"Mari kita cek," kata Jupe.
Mereka berjalan berdekatan dengan sikap waspada,
seolah takut disergap makhluk zaman prasejarah itu.
Tetapi ternyata pintu museum masih terkunci. Ketika
Jupe memeriksa pintu, Newt McAfee muncul di teras rumah.
"He, ada apa di sana?" seru McAfee.
"Sedang apa kalian?" "Cuma menyelidik," sahut Jupe.
"John the Gypsy melihat sesosok manusia keluar dari gua." Thalia
McAfee muncul di teras. Newt berlari-lari menghampiri mereka.
"Siapa?" tanyanya. "Si Brandon gila itu, ya?"
"Bukan," jawab John the Gypsy, "tapi
manusia gua itu. Ia melarikan diri."
"Mana mungkin?" McAfee tak percaya. Ia lalu
melambaikan tangannya sambil berteriak, "Thalia! Ambilkan kunciku!"
Thalia McAfee datang berlari membawa kunci. McAfee
bergegas membuka pintu museum dan menyalakan lampu. Ia segera menuju panggung.
Anak-anak mengikuti. Mereka melihat ke dalam gua. Manusia gua masih ada di
situ. Posisinya tidak berubah.
McAfee menoleh pada John the Gypsy. "Kau
mimpi!" serunya. "Buktinya, ia masih ada di sini." "Aku
melihatnya keluar gua," kata John the Gypsy bersikeras. "Ia memakai
bulu binatang berwarna gelap! Dan ada rambutnya! Panjang dan acak-acakan!"
"Diam kau!" bentak McAfee. "Kau mengigau!"
Ia mematikan lampu dan keluar dari museum. Yang lain
mengikuti.
"Mana mungkin?" gerutunya sambil mengunci
pintu museum. Ia lalu kembali ke rumah. Di teras Eleanor sedang menunggu.
"Masuk kau, Eleanor," perintah McAfee.
"Tidak ada apa-apa. John gila itu mengigau."
Ia berpaling. "John, kaujaga yang benar. Kau
kubayar untuk menjaga, bukan untuk mimpi, tahu!"
Ia dan Eleanor masuk. Sambil menggerutu John the Gypsy
mengeluarkan kursi lipatnya dari karavan. Diletakkannya kursi itu di tengah-tengah
-antara gua dengan karavan. Ia mengambil senapannya dan duduk sambil berjaga di
kursi.
Trio Detektif kembali ke loteng gudang.
"Pasti ia mimpi," kata Pete.
"Kelihatannya orang itu tidak terpelajar,"
kata Bob.
"Memang," Jupe menyetujui. "Tapi itu
tidak berarti ia salah lihat, kan? Mungkin saja memang ada seseorang yang
menyelinap."
"Iya, memang. Tapi kan orang bisa saja bermimpi
seolah-olah melihat sesuatu," kata Bob. "John nampaknya yakin
sekali," tukas Jupe.
"Tapi kan pintunya terkunci. Jadi tidak ada orang
keluar dari gua," Pete mengajukan pendapatnya.
"Mungkin seseorang punya kunci palsunya,"
kata Jupe. Ia duduk memandang ke seberang padang rumput melalui jendela. Hutan
kecil di seberang sana tampak hitam menyeramkan, namun embun yang turun membuat
rerumputan di padang rumput tampak berkilau. Samar-samar dilihatnya jejak-jejak
di rerumputan yang menuju hutan kecil.
Mungkinkah seseorang telah berjalan di sana,
merebahkan rerumputan yang dilaluinya dan menghapus embun di permukaannya?
Jupe berdiri mendekat ke jendela. Dilihatnya John the
Gypsy bangkit dari tempat duduknya dan memandang ke seberang padang rumput.
John mengepit senjatanya. Kepalanya dimiringkan ke kiri, seolah-olah hendak
mendengarkan sesuatu. Ia berjalan menuju karavannya, mengambil selimut dari
tempat tidur. Ia menyelimuti tubuhnya, lalu duduk kembali di kursinya dengan
sikap waspada.
"Mungkin memang mimpi," kata Jupe perlahan.
"Dan ia lalu ketakutan."
Pete
memandang dengan gugup ke luar jendela. "Kalau aku yang melihat manusia gua
gentayangan malam-malam," katanya, "aku akan lari ketakutan.
Hiii!"
Bab 7
MENJELANG PEMBUKAAN GUA
JUPE-LAH yang pertama kali bangun. Ia segera keluar
gudang menuju padang rumput. Sabtu pagi itu matahari bersinar cerah, menerangi
padang rumput dan hutan kecil di seberangnya. Hutan itu tidak terlihat
menyeramkan lagi sekarang. Jupe mulai berjalan perlahan-lahan menuju hutan.
Matanya mengamati rerumputan dengan cermat, namun tidak terlihat bekas tapak
kaki. Jejak-jejak yang ia lihat semalam telah hilang tersaput embun pagi.
Setelah kira-kira seratus meter melangkah, ia
menjumpai tempat yang rumputnya tipis. Di sana-sini terdapat tanah yang tidak
ditumbuhi rumput sama sekali. Ia berlutut. Matanya bersinar-sinar.
Pete muncul di sampingnya.
"Apa itu?" kata Pete. "Kau menemukan
sesuatu?"
"Bekas tapak kaki," kata Jupe.
"Seseorang telah berjalan di sini belum lama ini-ia bertelanjang
kaki." Pete membungkuk untuk melihat jejak itu lebih dekat. Tiba-tiba ia
berdiri tegak. Matanya melihat ke hutan. Wajahnya pucat.
"Bertelanjang kaki?" katanya. "Di... di
tanah yang kasar ini? Jadi John the Gypsy benar-benar melihat sesuatu?" Ia
memandang berkeliling.
Jupe diam saja. Ia malah berjalan mendekati hutan.
Dengan tergesa-gesa Pete mengikutinya. Dengan hati-hati mereka mengikuti jejak
itu. Tetapi sampai di suatu tempat, jejak itu menghilang.
"Rumputnya tebal di sini," kata Jupe,
"tapi di sebelah sana mungkin ada lagi." Sambil berkata begitu Jupe
terus berjalan makin mendekat ke hutan.
"He, tunggu dulu!" seru Pete. "Jangan
masuk ke sana! Mungkin... mungkin ada orang di dalamnya... dan..., dan kita
belum sarapan, kan? Di kantin pasti banyak orang. Nanti kita kehabisan,
lho!" "Pete, ini penting sekali!" kata Jupe.
"Apanya yang penting?" balas Pete.
"Ayolah, kita sarapan dulu. Nanti saja kita ke sini lagi."
Dengan enggan Jupe menurut. Ia dan Pete kembali ke
gudang. Bob muncul ketika mereka tiba. Saat itu pula Newt McAfee menampakkan
dirinya di teras.
"Pagi," sapa Newt pada anak-anak. "Pagi
yang ceria, bukan? Upacara pembukaan guaku pasti meriah." Ia tersenyum
puas. "He. John!" panggil Newt John the Gypsy keluar dari karavan
sambil memegang semangkuk makanan. "Kau ketemu manusia gua lagi
semalam?" Newt tertawa kecil, tetapi John menggerutu.
"Satu sudah cukup, aku tak mau ketemu yang lain
lagi," omel John sambil masuk kembali ke karavan.
Newt berseru lagi, "Jangan pergi dulu, John.
Setelah sarapan aku perlu bantuanmu. Museum itu harus dicek sekali lagi. Lalu
kau tetap berjaga di sini sementara aku mengikuti upacara pembukaan di taman."
Newt masuk kembali ke rumah, dan anak-anak menuju
pusat kota untuk sarapan. Lagi-lagi Kantin Lazy Daze penuh sesak. Ketika
akhirnya anak-anak mendapat tempat duduk, mereka sudah sangat lapar.
Ketika menunggu pesanan makanan, anak-anak mendengar
nada- nada meriah yang berasal dari marching band. Sebuah grup yang terdiri
dari pemusik-pemusik muda terlihat sedang melakukan pemanasan di taman,
dikerumuni orang-orang yang menontonnya.
"Itu pasti band dari SMA sini," Bob menebak.
Di balik kerumunan itu Jupe dan kawan-kawannya masih
dapat melihat seragam merah menyala yang dikenakan pemain marching band. Mereka
mengenakan topi tinggi berwarna kuning emas, serta selempang biru
berumbai-rumbai. Tidak jauh dari situ terlihat kendaraan dari beberapa stasiun
televisi sibuk mengatur peralatannya.
Ketika anak-anak baru saja mulai sarapan, DR. Terreano
masuk ke kantin. Ia ditemani Hoffer, ahli imunologi. Kedua orang itu
mencari-cari tempat duduk. DR. Terreano melihat Jupe, lalu tersenyum.
"Kita ajak mereka ke sini yuk," kata Jupe.
"Yuk," kata Pete.
Jupe menghampiri mereka dan mengajak mereka duduk
bersama. Kedua ilmuwan itu menerima tawaran Jupe dengan senang hati.
"Terima kasih," kata Terreano sambil duduk.
"Kota ini semrawut sekali. Selama para turis masih di sini, kota ini akan
tetap semrawut."
"Biasanya kami sarapan di yayasan, tapi kami
bosan mendengar omelan Jim Brandon di sana. Namun aku mengerti perasaannya.
Keadaan ini membuatnya sangat tertekan."
Elwood Hoffer bersin, lalu tersenyum. "Aku alergi
debu," ia menjelaskan pada anak-anak. Berpaling pada DR. Terreano, ia
berkata, "Aku senang kau bisa memahami keadaannya, Phil, tapi aku rasa
Brandon keterlaluan mengata-ngataimu seperti tadi." "Brandon memang
cepat naik darah," kata Terreano kalem. "Ia frustrasi memikirkan
fosil itu. Ia begitu bersemangat untuk melakukan penelitian lebih lanjut
sehingga putus asa ketika tidak dapat berbuat apa-apa sekarang ini, apalagi ia
sendiri yang menemukannya. Aku akan sangat marah juga, kukira, kalau menjadi
dia."
"Apa yang akan dilakukan DR. Brandon kalau ia
boleh meneliti tulang-belulang itu?" tanya Bob. "Aku dengar ia
memakai metode waktu karbon-14."
"Mungkin dalam kasus ini metode waktu karbon-14
tidak dapat digunakan," Terreano menjelaskan. "Metode ini bisa
dipakai untuk menghitung umur suatu makhluk. Caranya ialah dengan mengukur
jumlah karbon-14 yang dikandung makhluk itu. Kita tahu bahwa suatu makhluk yang
masih hidup mengandung karbon-14 dalam jumlah tertentu. Karbon-14 merupakan zat
radioaktif. Waktu paruh karbon-14 ialah lima ribu tujuh ratus tahun. Jadi
setelah lima ribu tujuh ratus tahun jumlah karbon- 14 yang dikandung suatu
makhluk tinggal setengah dari jumlah karbon-14 semula. Lalu lima ribu tujuh
ratus tahun kemudian, jadi setelah sebelas ribu empat ratus tahun, jumlah
karbon-14 yang
dikandung makhluk itu tinggal seperempat dari jumlah
karbon- 14 semula. Begitulah seterusnya. Dengan begini kita dapat menghitung
umur suatu makhluk yang telah mati beberapa ribu tahun yang lampau. Tetapi,
kukira fosil manusia gua itu sudah terlalu tua. Setelah lebih dari empat puluh
ribu tahun, jumlah karbon-14 yang tersisa terlalu kecil, sehingga tidak dapat
diukur lagi."
Bob memandang dengan takjub. "Anda pikir umur
manusia gua itu lebih dari empat puluh ribu tahun?"
"Aku berani bertaruh," kata Terreano.
"Namun, metode waktu karbon-14 bukan satu-satunya cara untuk menghitung
umur makhluk yang telah mati. Masih ada beberapa metode lain. Begitu pula
terdapat beberapa cara untuk menentukan apakah suatu makhluk dapat disebut manusia.
Itu bisa dilihat dari caranya berjalan, apakah sudah berdiri atau masih
merangkak. Bisa juga dilihat dari ukuran kepalanya, atau giginya..."
"Gigi?" seru Bob. "Apa hubungannya
dengan gigi?"
"Gigi manusia mempunyai susunan seperti setengah
lingkaran," jawab Terreano. "Sedangkan gigi hewan seperti monyet atau
kera susunannya seperti huruf U. Juga terdapat perbedaan dalam ukuran geraham,
pada..." "Ah, ini dia makanan kita datang," sela Hoffer.
"Maaf," kata Terreano. "Aku tak
bermaksud membuatmu bosan, Elwood."
"Menarik sekali," ujar Bob. "Sekarang
aku bisa mengerti mengapa DR. Brandon sangat marah. Kalau Newt McAfee sampai
merusak fosil manusia..."
"Ia sedang merusaknya," potong Terreano.
"Padahal kami belum sempat melakukan penelitian dengan saksama."
"Sudahlah, Phil," kata Hoffer. "Manfaat penelitian itu bagi
kemanusiaan juga tidak banyak."
Terreano menyeringai. "Mentang-mentang, ya,"
katanya pada Elwood. Ia lalu menoleh pada anak-anak. "Penelitian yang
dilakukan DR. Hoffer memang segera dapat dimanfaatkan. Ia sedang menyelidiki
mengapa tubuh kita panas saat kita demam."
"Aku yakin bahwa gangguan terhadap sistem
kekebalan tubuh kita akan menimbulkan berbagai penyakit," kata Hoffer.
"Cuma sedikit sekali penyakit yang merupakan bawaan sejak lahir. Ini
pendapatku. Kalau Kari Birkensteen berpendapat lain, itu terserah dia."
Terreano nampak sedih mendengar ucapan Hoffer yang
terakhir. "Manusia briliyan," ia berkata dengan serius. "Kita
kehilangan seorang manusia besar."
"Mungkin," kata Hoffer. "Tetapi
rekayasa genetika sama bahayanya dengan eksperimen nuklir. Bisa merusak umat
manusia."
"Apakah DR. Birkensteen ingin memperbaiki
manusia?" tanya Jupiter. "Kemarin Eleanor bercerita tentang simpanse
DR. Birkensteen. Apakah akan diciptakannya manusia super?"
Terreano kebingungan menjawabnya. "Kupikir tidak
sejauh itu, ia cuma ingin memperbaiki keadaan manusia. Menurutnya, pendidikan
sekarang terlalu bertele-tele. Manusia dilahirkan dengan otak yang cerdas.
Kemampuan otak manusia itulah yang ingin ia manfaatkan sepenuhnya."
"Tetapi aku tidak setuju dengan caranya!"
seru Elwood Hoffer. "Lihat saja hewan-hewan itu. Seenaknya saja ia
menyinari mereka dengan sinar yang mengandung radiasi, lalu menyuntikkan
berbagai zat kimia ke dalam tubuh mereka. Memang, kuda dan simpanse itu menjadi
lebih pandai, namun umurnya juga jadi lebih pendek!"
"Ya," kata Terreano. "Hewan-hewan itu
lebih cepat mati. Karena itu DR. Birkensteen mencoba memperlambat proses
penuaan. Ia menemukan formula yang bisa mengontrol otak. Dengan formula itu
kapan hewan harus tidur dan kapan harus bangun bisa diatur sesukanya."
"Penemuan itu sangat orisinal. DR. Birkensteen
dapat memperoleh penghargaan Spicer. Penghargaan itu diberikan setahun sekali
pada ilmuwan yang berjasa menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi umat manusia.
DR. Birkensteen dapat memperoleh lebih dari sejuta dolar."
"Lalu," tanya Pete, "sekarang siapa
yang bakal memperoleh uang sebanyak itu?"
Terreano mengangkat bahu. "Tak tahu, ya. Mungkin
DR.
Hoffer, mungkin pula Jim Brandon kalau saja ia
berhasil menemukan sesuatu, yang baru tentang asal-usul manusia, atau..."
"He, lihat!" seru Hoffer. "Itu Brandon."
Mereka melihat ke luar jendela. Brandon sedang
berjalan menembus kerumunan orang, menuju kantin. Terreano melambaikan
tangannya ketika Brandon masuk. Brandon mengambil sebuah kursi kosong, lalu
duduk di samping Jupe. "Beres!" ia berkata dengan tajam.
"Sacramento sudah kuhubungi. Nanti siang aku akan menelepon lagi. Aku akan
bicara langsung dengan gubernur."
"Apakah gubernur mau menolongmu mengeluarkan
hominid itu?" tanya Terreano.
Hoffer memandang Terreano dengan heran. "Kukira
kalian tidak saling menegur."
"Itu dulu," kata Terreano. "Jim,
menurutmu apakah gubernur mau turun tangan dalam kasus ini?"
"Mengapa tidak?" jawab Brandon.
"Penemuan bersejarah ini terjadi di wilayahnya. Ia tentu malu kalau tidak
membantu menyelamatkannya. Dan aku yakin ia mampu melindungi fosil itu.
Pemerintah mempunyai hak untuk menyita milik seseorang demi kepentingan rakyat
banyak."
Brandon berhenti. Di taman marching band mulai memainkan
lagu-lagu mars. Upacara pembukaan akan dimulai.
"Terlambat!" kata Hoffer. "Kau
terlambat, Brandon.
Pembukaan
sebentar lagi dimulai. Begitu selesai, orang akan berbondong-bondong
mengunjungi gua. Rusaklah fosil-fosil itu. Kau takkan dapat menahan mereka!"
Bab 8
KOTA CITRUS GROOVE TERBIUS
UPACARA
pembukaan agak terlambat dimulainya. Brandon, Terreano, Hoffer, dan anak-anak
mengambil tempat di taman, berdesak-desakan dengan penonton lainnya. Newt
McAfee telah duduk di panggung didampingi istrinya, Thalia, yang mengenakan
gaun panjang serba putih serta sarung tangan panjang yang juga putih. Di
sebelah McAfee duduk seorang laki-laki ramping memakai jaket bergaris-garis.
"Itu Harry Chenoweth," Terreano berbisik
pada Jupe. "Dialah walikota Citrus Groove, dan juga pemilik apotek. Ia
yang akan membawakan acara pembukaan ini, orangnya memang gemar
berpidato."
Seseorang yang mengenakan jubah berwarna gelap tampak
menyalami McAfee dan istrinya serta walikota.
"Yang baru datang itu pendeta dari Gereja
Komunita," Terreano melanjutkan.
Terreano tampaknya banyak mengenal tokoh-tokoh di kota
Citrus Groove. Mulai dari pemilik Restoran Happy Hunter dan Motel The Elms,
manajer supermarket, sampai pemilik Kantin Lazy Daze dikenalnya. Hampir semua
tokoh-tokoh kota berkumpul di situ. Mereka mengambil tempat duduk yang
disediakan di panggung.
"Tentu toko-toko tutup semua," kata
Terreano. "Semua orang berkumpul di sini. Bukan main! Manusia gua itu
membangkitkan gairah setiap penduduk di kota ini, belum pernah kulihat yang seperti
ini. Mereka berlomba-lomba memanfaatkan kesempatan emas ini. Tak seorang pun
melewatkannya."
Jupe memandang ke sekeliling taman dan melihat bahwa
kaum muda pun tak mau ketinggalan dalam mengikuti upacara itu. Banyak wakil
dari organisasi kemasyarakatan yang turut ambil bagian, dari kepanduan,
organisasi pecinta alam, kelompok pecinta musik, sampai perkumpulan keagamaan.
Penjaja es krim memindahkan tempat mangkal truknya ke
dekat kerumunan orang-orang. Es krimnya laris bagai kacang goreng. Di samping
truk itu tampak penjual balon gas memegang seikat besar balon gas dikerumuni
anak-anak kecil. Kerepotan sekali ia melayani para pembelinya.
Walikota bangkit dan menuju mikrofon, lalu mengangkat
kedua belah tangannya meminta hadirin untuk diam.
Jupiter sekilas melihat Eleanor Hess. Seperti
biasanya, mukanya tampak pucat.
"Hadirin sekalian!" walikota memulai.
"Selamat datang di kota Citrus Groove yang mungil tapi indah ini. Di pagi
yang cerah ini kita akan bersama-sama membuka suatu peristiwa yang akan dicatat
dunia. Sebentar lagi Anda akan bisa menyaksikan fosil manusia yang
menggemparkan. Bagaimanakah rupa manusia gua itu? Silakan Anda lihat sendiri
setelah upacara ini. Terlebih dulu pendeta dari Gereja Komunita akan memberi
sambutan. Lalu marching band dari SMA Centerdale akan memperlihatkan
kebolehannya. Mereka akan berparade dijalan menuju museum manusia gua. Dan
bintang kita. Miss Patty Ferguson-gadis teladan dari kota Citrus Groove-akan
melakukan pemotongan pita pertanda pembukaan museum manusia gua. Hadirin
sekalian, selamat menyaksikan!"
Para penonton bertepuk tangan riuh sambil bersorak
ketika walikota selesai berbicara.
Tiba-tiba terdengar suara berdesing. Alat penyiram
otomatis di taman menyala!
Semua terkejut. Mereka saling mendorong berusaha
menjauhi taman. Sia-sia. Massa terlalu padat. Kepanikan melanda taman.
Jupiter merasakan air dingin menerjang mukanya.
Sekujur tubuhnya basah. Ia berpaling pada Pete, tetapi tiba-tiba Pete ambruk ke
tanah.
Lutut Jupe terasa lemah. Ia tak dapat lagi berdiri.
Tubuhnya serasa mengambang. Bagai pohon diterjang topan, ia pun tumbang tak
sadarkan diri. Pandangannya menjadi gelap. Segalanya terasa dingin. Jupe
mencium bau tanah. Ia merasa sekujur tubuhnya kaku. Dengan susah-payah
dibukanya matanya. Ia tertelungkup di tanah. Mukanya mencium rumput. Alat
penyiram otomatis telah berhenti.
"Ooohhh..." terdengar suara yang dikenalnya.
Jupiter menopang tubuhnya dengan siku kanannya. Itu
Brandon. Kepala Pete tertindih tubuh Brandon. Kini terdengar desahan dan
tangisan. Orang-orang mencoba bangkit. Jam besar di Gereja Komunita mulai
berdentang.
Jupe tidak dapat melihat jam itu. Pandangannya masih
kabur. Ia menghitung dentang jam. Jam sebelas! Entah kenapa, ia dan seluruh
orang-orang di taman telah tak sadarkan diri. Selama empat puluh menit!
Otak Jupe mulai dapat bekerja. Alat penyiram otomatis
itu. Seseorang telah mencampurkan zat pembius ke dalamnya membuat seluruh
penduduk kota terbius.
Beberapa anak kecil menangis di pinggir taman. Si
penjual balon memandangi langit. Balon-balonnya hilang terbang, tidak ada yang
tersisa.
Jupe mencoba bangkit. Dari arah rumah McAfee terlihat
John the Gypsy berjalan sempoyongan mendekatinya.
"Manusia gua!" teriak John the Gypsy.
Suaranya parau. "Ia hilang! Dicuri orang!"
Bab 9
MENGAPA DICURI?
SELAMA beberapa jam petugas kepolisian setempat sibuk
meneliti daerah di sekitar rumah McAfee. Setiap sudut di museum difoto, dan
disebari serbuk pencari sidik jari. Mereka memasang pita kuning sebagai batas
daerah penyelidikan polisi. Orang-orang dilarang melanggar batas itu, jadi
hanya bisa berkerumun di luarnya. Reporter televisi tidak menyia-nyiakan
kesempatan untuk mewawancarai beberapa orang yang dianggap penting dalam kasus
itu. Mula-mula McAfee dan Thalia yang diwawancara sebagai pemilik museum
manusia gua. Seorang kru televisi sibuk mengabadikan wawancara itu. James
Brandon menyusul diwawancara, ia tampak sangat kesal terhadap peristiwa yang
baru saja terjadi. Reporter itu juga berhasil mewawancara walikota Citrus
Groove, dan beberapa tokoh lainnya. Terakhir mereka mewawancara John the Gypsy.
"Ada sesuatu di belakangku!" kata John the Gypsy pada reporter itu.
"Aku sedang berjaga-jaga, seperti yang diperintahkan oleh McAfee. Aku
mendengar sesuatu di belakangku, dan... dan... aku menoleh..."
Ia berkata begitu sambil memperagakan apa yang ia
perbuat. "Ada sesuatu yang menyeramkan!" katanya. "Matanya cuma
satu, besar membelalak, dan... dan ia mempunyai belalai seperti belalai gajah!
Ia bukan manusia! Tiba-tiba aku tak sadarkan diri, terbaring di tanah. Ketika sadar,
kulihat pintu museum terbuka. Aku lihat ke dalam. Makhluk gua itu telah
lenyap!" "Ia mabuk barangkali!" terdengar suara seseorang dari
kerumunan.
Tetapi John tidak mabuk. Dan manusia gua itu memang
telah lenyap.
Akhirnya reporter televisi merasa cukup, dan
meninggalkan tempat itu. Kepala polisi menempatkan dua polisi untuk menjaga
museum dan sekitarnya, lalu pergi. Orang-orang pun bubar. Sementara McAfee
berbincang-bincang dengan salah seorang polisi yang bertugas jaga, Trio
Detektif berjalan menuju museum.
"Maaf, Anak-anak," kata polisi yang menjaga
museum, "kalian tidak diperbolehkan masuk ke dalam."
Jupe mengamat-amati pintu museum yang setengah
terbuka.
"Si pencuri pasti punya kunci palsu, bukan?"
katanya.
Polisi itu tampak keheranan. Ia sendiri lalu
memandangi pintu itu.
"Pintu itu tidak rusak sedikit pun," Jupe
meneruskan. "Bingkai pintunya pun demikian. Kalau pencuri itu tidak punya
kunci, pasti ada bekasnya di pintu dan di bingkainya."
Polisi tadi menyeringai.
Ia memberi jalan, "Baiklah. Sherlock Holmes," katanya. "Silakan
masuk, dan meneliti di dalam Beri tahu hasilnya padaku."
Jupe masuk ke dalam museum bersama Pete dan Bob.
Tidak ada yang berubah di dalam, kecuali kini terdapat
bekas- bekas serbuk pencari sidik jari. Jupe memandang berkeliling, lalu menuju
panggung, dan mengamati gua. Tanah di dasar gua itu tampak rapi, kecuali di
tempat tulang-tulang itu berada sebelumnya.
Setelah beberapa saat. Jupe batu melihat ada sebuah
jejak di samping tempat tulang-belulang itu. "Jejak itu berasal dari alas
sepatu karet," kata Jupe. "Newt McAfee memakai sepatu koboi, John the
Gypsy memakai sepatu bot kulit. Aku berkesimpulan bahwa jejak itu berasal dari
si pencuri, karena hanya McAfee dan John the Gypsy yang memasuki museum ini
sejak tadi malam. Si pencuri memakai sepatu olahraga dengan motif bintang dekat
bagian tumit."
Polisi itu mengangguk, "Cocok dengan penelitian
kami. Juru foto kami telah mengambil fotonya. Kami tentu tidak dapat
menggeledah setiap rumah untuk mencari siapa orang yang memiliki sepatu itu.
Tetapi, paling tidak, ini bisa dijadikan bukti."
Jupe mengeluarkan alat pengukur dari kantungnya, lalu
mengukur jejak itu. Panjangnya dua belas inci. "Orangnya pasti cukup
besar," kata Jupe.
Si polisi menyeringai. "Hebat! Apakah kau ingin menjadi
detektif nanti?"
"Aku sudah menjadi detektif sekarang," tukas
Jupe. Ia begitu yakinnya sehingga tidak mempedulikan si polisi yang terheran-
heran. Sambil bergaya seolah-olah ia yang paling tahu, Jupe melanjutkan.
"Tetapi mengapa?" katanya. "Aku belum paham apa tujuan pencuri
itu. Seseorang telah mencampurkan zat kimia di alat penyiram otomatis itu
sehingga seluruh kota terbius, dan..."
"Persis dengan gambaran kami," kata polisi.
"Kami telah mengambil contoh air dari alat itu untuk diuji di laboratorium
kami. Kami akan menguji air di waduk juga, letaknya di bagian utara kota. Dari
situlah air disalurkan ke kota." "Ajaib," ujar Jupe.
"Seperti dalam cerita fiksi saja. Ketika seluruh kota terbius, si pencuri
mengendap-endap menuju museum. John the Gypsy berhasil dibiusnya, sehingga
dengan tenang ia dapat mengambil fosil itu."
"Tetapi, mengapa? Buat apa pencuri itu
capek-capek mencuri tulang-belulang. Itu kan tidak bisa dijual, tidak seperti
permata atau berlian. Tak seorang pun berminat membelinya. Hanya dua orang yang
paling ingin memiliki tulang itu, McAfee dan Brandon. Padahal kedua-duanya
pingsan saat pencurian itu terjadi. Jadi pertanyaanku belum terjawab: mengapa
fosil itu dicuri?"
"Memang ini perbuatan kriminal yang aneh,"
si polisi menyetujui.
"Apakah kalian dapat menangkap pencuri itu?"
tanya Bob. "Mungkin tidak," jawab polisi itu ragu-ragu. "Banyak
pencuri yang lebih cerdik dari polisi. Kami sering sekali menjumpai kasus-kasus
yang tidak dapat kami selesaikan. Tenaga di kepolisian terlalu sedikit,
sedangkan kasus yang dihadapi banyak sekali."
Anak-anak termenung.
Si polisi berjalan menuju pintu museum. "Oke,
Anak-anak. Museum akan ditutup sekarang."
Anak-anak keluar dengan patuh. Di luar mereka melihat
Newt, polisi yang satu lagi, Thalia, dan Eleanor sedang berkumpul. Eleanor baru
saja mengambil kiriman di kotak pos. Di tangannya tergenggam beberapa pucuk
surat dan sebuah majalah.
Newt McAfee tampak membuka sebuah amplop dan mengambil
surat di dalamnya dengan terburu-buru. Ketika Trio Detektif mendekat, mereka
melihat bahwa surat itu ditulis dengan tinta hijau menyala.
McAfee
pucat-pasi. Tangannya gemetar ketika ia membaca surat itu. Dengan gugup ia
melihat ke arah polisi dan istrinya berganti-ganti.
"Kurang ajar!" kata
McAfee. "Lihat ini!" Ia memegang surat itu sehingga yang lain dapat
membacanya. Surat itu bertuliskan: "MANUSIA GUA ITU ADA DI TANGANKU AKAN
KUTAHAN TERUS SAMPAI KUPEROIEH $10.000. KAIAU KAU TIDAK MEMBERIKU UANG, AKAN
KULUMATKAN TUIANG- TUIANG ITU. BERITA SELANJUTNYA MENYUSUL. " "Sekarang
kita tahu," kata Jupe, "mengapa orang itu mencurinya-untuk meminta
tebusan!"
Bab 10
JEJAK BERJARI EMPAT
"SEPULUH RIBU DOLAR!" seru Eleanor Hess.
"Banyak sekali!" Newt McAfee mendengus. "Kalau maling itu
berhasil kutangkap, kuhabisi dia!"
Polisi mengambil surat itu dari tangan McAfee. Ia
mengamat- amati cap perangkonya, kemudian melihat tulisan di suratnya.
"Tulisan tangannya jelek," kata polisi itu. "Tetapi si pencuri
bekerja dengan terencana. Surat ini dikirim kemarin dari kantor pos di Centerdale."
Sambil menyimpan surat itu di kantungnya, ia bertanya.
"McAfee, siapa saja yang memiliki kunci museum?"
Newt McAfee mengeluarkan serangkai kunci dari
kantungnya. "Aku punya selalu kubawa di sini," katanya. "Kunci
cadangannya kusimpan di dapur."
Eleanor bergegas masuk ke rumah. Dalam sekejap ia
kembali lagi. "Kunci itu tidak ada!" kata Eleanor. "Hilang! Tapi
beberapa kunci yang lain masih di tempat semula."
"Bagaimana pencurinya bisa tahu, ya?" tanya
Jupe.
"Ada labelnya," jawab Eleanor. "Kami
biasa memberi label pada tiap-tiap kunci."
"Kalian tidak mengunci pintu belakang, ya,"
kata si polisi. "Orang di kota ini memang tidak biasa mengunci pintu
belakang rumahnya. Pencuri sambil berlenggang-kangkung bisa memasuki rumahmu.
Dan kalaupun pintu belakang dikunci, tetap mudah baginya masuk ke dalam. Kunci
pintu belakang itu sudah kuno, dicongkel dengan kawat saja pasti terbuka."
Newt dan Thalia McAfee masuk ke rumah dengan lunglai.
Eleanor mengikuti. Trio Detektif naik ke loteng, dan duduk dekat jendela. Jupe
mengerutkan keningnya.
"Bagaimana pencurinya bisa tahu, ya," kata
Jupe, "bahwa kunci itu disimpan di dapur?"
"Jelas dong," sahut Pete. "Dapur kan
memang biasa dijadikan tempat menyimpan kunci cadangan." Sambil berkata
begitu hidung Pete kembang-kempis penuh rasa kemenangan. Ia selalu senang jika
dapat menerangkan sesuatu pada Jupe, sebab biasanya ia yang selalu bertanya
pada Jupe.
"Betul juga," kata Jupe. "Tapi ada
sesuatu yang mengganjal pikiranku. Jejak di gua itu."
Pete terheran-heran. "Kenapa memangnya?" ia
bertanya sambil berkerut dahi. "Kau sendiri yang menyimpulkan bahwa itu
jejak si pencuri yang bersepatu karet. Lalu kenapa?"
"Kau ingat, waktu pertama kali kita melihat
gua," ujar Jupe. "Ada jejak-jejak di sekitar fosil itu kan?" Bob
tersentak. Sementara Pete memandang kedua kawannya dengan pandangan tidak
mengerti. "Ya, ya Jupe," kata Bob. "Kau benar. Ada yang
aneh."
"Ada apa, sih?" Pete bertanya dengan
penasaran. "Kalian beri tahu aku dong."
"Begini, Pete," Jupe menjelaskan.
"Waktu pertama kali kita melihat gua itu, banyak terdapat jejak-jejak kaki
di sekitar tulang-tulang itu, bukan?" Jupe memejamkan matanya sambil
membayangkan kejadian malam itu. "Lalu John the Gypsy mengaku melihat
manusia gua itu berjalan keluar. Kemudian McAfee membuka museum, dan kita semua
masuk. Manusia gua itu masih di dalam, tetapi jejak-jejak itu hilang. Tanah di
dasar gua itu sudah rapi."
Kini Pete mengerti. "Oh, iya! Betul, betul!"
seru Pete. Dalam hati ia mengakui kejelian Jupiter. "Tetapi... barangkali
McAfee sendiri yang membersihkannya."
"Kita cek saja," kata Jupe sambil bangkit.
Ia turun dari loteng, dan segera berlari menuju rumah
McAfee. Diketuknya pintu belakang. Newt McAfee sendiri yang membukakan pintu.
Ia dan Jupe tampak berbincang- bincang sebentar. Jupe berbalik dan berlari
kembali ke gudang. "Kata McAfee ia tidak membersihkan jejak-jejak
itu," Jupe melapor pada kawan-kawannya, "dan John the Gypsy juga
tidak. McAfee tidak semenit pun pernah membiarkan John berada sendiri di dalam
gua."
"Berarti ada seseorang yang memasuki gua malam
itu," kata Bob. "Ia membersihkan dasar gua itu. Buat apa? Aneh!"
"Atau mungkin manusia gua itu sendiri yang
merapikannya," sahut Pete. "Tapi... itu tak mungkin, kan?"
"Well, jejak di padang rumput yang tadi pagi kutemukan mungkin
berguna," kata Jupe. "Aku akan pergi sebentar ke toko hobi. Ada yang
perlu kubeli. Kalian tunggu di sini. Pasang mata kalian."
Jupe segera menghilang. Setengah jam kemudian ia
kembali membawa sebuah bungkusan. "Kapur gips," katanya. "Aku
akan membuat cetakan dari jejak di padang rumput itu, sebelum jejak itu
hilang."
Tangannya yang cekatan mulai beraksi di gudang dengan
barang-barang rongsokan yang terdapat di situ. Tak lama kemudian ia memperoleh
sebuah kaleng kosong, dan beberapa potong kayu kecil dengan ukuran
berbeda-beda.
Jupe memasukkan kapur gips ke dalam kaleng, lalu
menuangkan air keran ke dalamnya. Diaduknya campuran itu sampai menjadi kental.
"Kalau cetakan itu sudah jadi, apakah kita akan
mencari orang yang kakinya seperti itu?" tanya Pete saat mereka melintasi
padang rumput.
"Tentu saja tidak, Pete," tukas Jupe tak
sabar. "Aku cuma ingin memperoleh suatu bukti. Barangkali saja ada gunanya
nanti."
Ketika mereka menemukan jejak itu. Jupe berlutut dan
menyemprotnya dengan penyemprot rambut yang ia beli di toko hobi.
"Buat apa itu?" tanya Pete.
"Untuk melapisi tanah agar tidak menempel pada
gips," jawab Jupe.
Setelah itu Jupe membentuk sebuah bingkai kecil dari
kayu- kayu yang diperolehnya di gudang. Dengan hati-hati diletakkannya bingkai
itu di sekeliling jejak tadi. Perlahan-lahan adonan gips dituangkan ke dalam
jejak. Mula- mula tipis saja. Untuk memperkuat cetakan, ditaruh beberapa
ranting kecil ke dalamnya. Lalu Jupe menunggu sampai lapisan itu mengeras, baru
menuangkan adonan gips lagi.
"Bagus sekali cara kerjamu, Jupe!" seru
Pete.
"Sayang ya, tidak ada klien kita," kata Bob.
"Apakah kaupikir Newt McAfee mau menyewa kita?"
"Apakah kaupikir Trio Detektif mau disewa
dia?" Jupe membalikkan pertanyaan Bob.
"Tidak, Sir! " sahut Pete dengan gaya
militer. "Ia suka curang, istrinya sama saja. Kasihan Eleanor."
Jupe mendesah. "Wanita penjaga toko hobi itu
kenal dengan mendiang ibunya Eleanor," ia mulai bercerita. "Mrs. Hess
cantik sekali sehingga membuat Thalia iri, menurut wanita itu. Karena itu
Thalia melampiaskan iri hatinya pada Eleanor. Kata wanita itu, Newt sangat
pelit. Eleanor harus membayar sewa kamar untuk tinggal di situ. Dan ini sudah
terjadi sejak orang tua Eleanor meninggal dunia."
"Bagaimana bisa? Waktu itu ia kan baru delapan
tahun?" tanya Bob dengan heran. "Dari mana uangnya? Apakah orang
tuanya memberi uang padanya?" "Orang tuanya memiliki rumah di
Hollywood," jawab Jupe. "McAfee mengontrakkan rumah itu, tetapi ia
sendiri yang mengambil uang kontraknya."
"Benar-benar tak tahu diri!" seru Bob kesal.
"Kok, kau bisa- bisanya membuat wanita penjaga toko itu mau bercerita?
Apalagi yang diceritakannya?"
"Well, aku cuma bilang bahwa aku menginap di
gudang McAfee. Lalu ia bertanya berapa ongkos sewanya. Ketika kuberi tahu, ia
langsung bercerita panjang-lebar. Ia juga bilang bahwa John the Gypsy buta
huruf, jadi John selalu mencari pekerjaan yang aneh-aneh yang tidak memerlukan
kemampuan membaca atau menulis. Menurutnya, Newt McAfee menipu John dalam soal
upah, karena John tidak bisa menghitung berapa jam ia telah bekerja."
"Malang juga nasib John the Gypsy," kata
Bob. "Tapi, kalau ia buta huruf berarti bukan ia yang mengirim surat
ancaman itu." "Aku mula-mula curiga bahwa John cuma bersandiwara saja
semalam," kata Jupe. "Tetapi setelah kejadian tadi pagi aku yakin ia
tidak terlibat. Ia sangat polos, dan benar-benar ketakutan waktu itu. Jadi ia
tidak perlu dicurigai. Kasus ini cukup rumit tanpa dia."
"Jadi kita akan menangani kasus ini," keluh
Pete. "Siapa klien kita? Masa Eleanor?"
"Memangnya kita harus selalu punya klien?"
seru Jupe. "Kasus ini kan sangat menarik. Fosil manusia, berumur ribuan
tahun, dicuri. Si pencuri menggunakan zat pembius yang ampuh sehingga bisa
membius seluruh kota. Sangat menantang, bukan?"
Bob menyeringai. "Itu gila! Tapi aku suka."
Ia duduk di tanah, mengeluarkan catatan dan penanya, lalu mulai menulis.
"Manusia gua hilang," katanya sambil
menulis. "Zat misterius membius kota. Surat ancaman dengan tulisan tangan
yang jelek. Tetapi itu tidak berarti apa-apa, mungkin tulisan itu sengaja
dibuat supaya jelek. Orang-orang yang dicurigai..."
Bob menoleh ke arah kawan-kawannya.
"Brandon?" katanya. "Ia sangat ingin menyelidiki fosil itu.
Dapatkah ia dicurigai?"
"Ia ikut pingsan di taman," sahut Pete.
"Aku tertindih olehnya. He, seluruh penduduk kota terbius. Tidak ada orang
yang bisa dicurigai!"
"Belum tentu," kata Jupe. "Kita tidak
tahu apakah setiap orang terbius waktu itu. Lagi pula mungkin saja pencuri itu
punya suatu cara supaya tidak ikut terbius. Jadi, justru setiap orang di kota
dapat dicurigai." "Ssstt," bisik Bob. "Eleanor
datang." Jupe menengok dan melihat Eleanor berjalan ke arah mereka. Dengan
cepat namun tak kentara, Jupe mengambil posisi sehingga Eleanor tak dapat
melihat cetakan jejak itu. "Hai," sapanya pada Eleanor. "Kami
sedang... sedang mengobrol soal kejadian-kejadian tadi pagi."
Eleanor mengangguk. Ia tampak bimbang, takut
kalau-kalau ia mengganggu acara mereka.
"Anu... saya mau ke yayasan sekarang. Kalian...
kalian mau ikut?" "Mau," kata Jupe, "tapi sekarang..."
"Kalau begitu tak usah," cepat-cepat Eleanor
memotong. "Tidak apa-apa, saya sendiri saja." Tiba-tiba ia mendesah,
"Sepuluh ribu dolar! Bukan main banyaknya! Paman Newt akan mengumpulkan
dana dari penduduk kota untuk menebus fosil itu."
Mata Eleanor berkaca-kaca.
"Tenanglah," kata Bob dengan lemah-lembut.
"Itu kan cuma sekumpulan tulang saja. Tidak ada nyawa yang
dipertaruhkan." "Tapi Paman Newt tidak mau tahu. Ia makin sering
marah- marah pada saya. Apalagi akhir-akhir ini tokonya kurang laku," isak
Eleanor.
"Kau bekerja di toko juga?" tanya Jupe.
Eleanor mengangguk. "Tetapi saya tidak betah. Saya
ingin di yayasan saja. Mereka semua baik, tidak ada yang suka marah-
marah." Tiba-tiba ia tersenyum lagi. "Paling-paling DR.
Brandon, tetapi ia sebenarnya baik. Ia menganjurkan
agar saya bersekolah di San Diego."
"Kenapa kau tidak menurutinya?" tanya Bob.
"Saya kan perlu biaya sekolah, tetapi Bibi Thalia
tidak mau memberi," kata Eleanor. "Ia selalu bilang bahwa
menyekolahkan seorang anak perempuan itu percuma, membuang-buang biaya saja.
Dan menurutnya, saya harus ingat dari mana saya berasal."
"Maksudnya apa itu?" tanya Pete.
"Saya kira yang ia maksud ialah saya akan jadi
sombong kalau saya bersekolah," kata Eleanor. "Bibi Thalia selalu
mengatakan ibu saya sombong, sehingga tidak mau tinggal di kota ini. Menurut
dia, karena kesombongannya itulah Ibu mengalami kecelakaan."
Eleanor diam sejenak. Bibirnya dikatupkan rapat-rapat.
"Saya sakit hati mendengarnya!" Suara Eleanor bergetar. "Ibu
orangnya baik, tak pernah mau menyakiti hati orang lain Hati saya sakit kalau
ada orang yang menjelek-jelekkan Ibu. Ayah juga orang baik. Ia pemain oboe di
Los Angeles Philharmonic.
Saya senang mendengarkan ia berlatih, suara oboe merdu
sekali. Saya sampai pernah bercita-citajadi pemain oboe, tetapi... hhh, mana
mungkin sekarang?"
Ia diam lagi. Tampak sekali ia berusaha menahan
gejolak hatinya. "Aku ingin pergi!" Eleanor meledak. "Akan
kutabung gajiku dari yayasan. Lalu aku pergi!"
"Sabar dulu," kata Jupe menenangkan.
"Kalau kau pergi kan mereka tak perlu membayar ongkos hidupmu. Lalu
bagaimana dengan uang kontrak rumahmu di Hollywood?"
Eleanor terkesima. "Oh iya, tetapi saya tidak
enak untuk menanyakannya pada mereka. Mereka akan tersinggung. Saya akan
diusirnya."
"Lho?" kata Pete. "Katanya kau mau
pergi."
"Ya, tetapi... ke mana?"
"Kenapa kau tidak ke Hollywood saja?" usul
Bob. "Kan kau punya rumah di sana." "Tidak bisa. Orang yang
mengontraknya kan tinggal di sana."
Eleanor menegakkan kepalanya. "Aku akan menabung.
Kalau sudah cukup, aku akan pergi," katanya tegas. "Sekarang aku ke
yayasan dulu. Mau ikut?"
"Nanti kami menyusul," kata Jupe.
"Sekarang kami masih ada beberapa urusan." Eleanor melangkah dengan
yakin menuju yayasan. "Kelihatannya ia sungguh-sungguh ingin pergi,"
kata Pete.
"Ya," Jupe menimpali, "aku senang
melihat sikapnya yang terakhir. Itu akan sangat membantunya untuk
mandiri." Anak- anak segera merubungi cetakan yang sedang dibuat Jupe.
Gips itu sudah mengeras. Dengan hati-hati Jupe mengangkatnya. Gips itu
membentuk cetakan tapak kaki. "Berhasil!" seru Pete.
"Lihat!" seru Jupe. "Cuma ada empat
jarinya. Satu yang besar, lalu kosong, lalu tiga kecil-kecil. Kelihatannya
seperti jari keduanya terangkat sehingga tidak meninggalkan bekas."
"Kaki siapa itu?" kata Bob. "Manusia gua?" Pete meneguk
ludah.
Jupe mengukur cetakan itu. Sembilan inci.
"Jejak pencuri di gua itu dua belas inci, yang
ini cuma sembilan inci," kata Jupe. "Ja... jadi itu jejak ma...
manusia gua?" Pete pucat.
"Manusia
gua itu sudah mati," kata Jupe. "Ia mati ribuan tahun yang lalu.
Makhluk yang sudah mati tidak dapat berjalan, apalagi meninggalkan jejak.
Pemilik jejak ini bisa siapa saja, tetapi pasti bukan orang mati!"
Bab 11
CATATAN YANG HILANG
ANAK-ANAK menjumpai Eleanor Hess sedang memberi makan
Blaze di kandangnya. DiStefano ada di situ juga, menyandar di dinding kandang
sambil memperhatikan mereka. Ia berpakaian necis seperti biasanya.
"Kudengar manusia gua itu hilang dicuri,"
kata DiStefano. "Untung aku tidak berada di taman waktu itu. Aku terkena
flu sehingga harus berbaring di rumah."
"Kau sudah sembuh sekarang?" tanya Jupe.
"Ya, lumayanlah. Biasanya juga cuma
sebentar."
"Kejadian di taman itu benar-benar aneh,"
kata Pete. "Semuanya terbius tak sadarkan diri."
"Masa!" DiStefano tercengang. "Kok,
bisa?" Dalam sekejap penampilannya biasa kembali. "Kukira cuma di
sini saja orang suka tidur siang," ejek DiStefano sambil memandang pada
Eleanor. Melihat Eleanor memasang muka masam, cepat-cepat ia berkata,
"Begitu saja kau marah, aku kan cuma bergurau." Tanpa menunggu
jawaban Eleanor ia nyelonong pergi.
Pete mengawasi kepergian DiStefano. "Eh, ia memakai
sepatu olahraga, ya?"
"Memangnya kenapa? Di kota ini hampir setiap
orang suka memakai sepatu olahraga," kata Eleanor. "Ah, tidak kenapa-
kenapa," buru-buru Pete menimpali.
Setelah selesai memberi makan Blaze. Eleanor pergi
menuju laboratorium tempat DR. Birkensteen dulu bekerja. Anak-anak menyusul di
belakangnya. Begitu mereka masuk, kedua simpanse langsung menjerit-jerit
kegirangan, tangan mereka menggapai-gapai ke luar kandang.
"Oke! Oke!" Eleanor tertawa sambil membuka
pintu kandang. Kedua simpanse melompat, dan bergelayutan di pundak Eleanor.
"Busyet!" seru Pete. "Mereka suka sekali padamu."
Eleanor tersenyum. "Memang. Saya juga suka sekali
pada mereka. Habis lucu-lucu sih, dan manjanya bukan main pada saya. Pada
mendiang DR. Birkensteen sama saja." "Tentu dong," kata Bob.
Jupe tidak berkomentar apa-apa. Perhatiannya
terpancing oleh buku catatan di meja almarhum DR. Birkensteen. Dibukanya buku
itu, lalu dibolak-baliknya halaman-halamannya. Tiba-tiba dilihatnya sesuatu
yang mencurigakan. Dibalik halaman bertanggal 28 April langsung didapati
halaman bertanggal 19 Mei.
"He, ke mana catatan pada awal-awal Mei?"
Jupe bertanya.
Alis matanya berkerut. "Menarik sekali! Dia
meninggal pada awal Mei, bukan? Aku ingat betul."
Eleanor diam membisu. Mukanya dipalingkan dari
Jupiter. "Kenapa ia menyobek halaman-halaman ini?" Jupiter bertanya
lagi tanpa melihat pada Eleanor. Ia terlalu tertarik pada catatan itu.
"Saya... saya tidak tahu kenapa. Benar-benar
tidak tahu," kali ini Eleanor menjawab dengan suara yang hampir tak
terdengar. Simpanse kecil ditimang-timangnya bagai seorang bayi. Bob dan Pete
mengamat-amati dengan saksama dan curiga.
"Kau kan menemani DR. Birkensteen pergi ke Rocky
Beach waktu itu," ujar Jupe. "Mungkinkah halaman yang hilang ini ada
hubungannya dengan kematiannya?"
"Tidak," kata Eleanor. "Saya... saya
kira tidak mungkin."
"Atau mungkin ada hubungannya dengan
simpanse-simpanse itu?" desak Jupe.
"Mungkin. Bisa saja. Tapi saya tidak tahu
apa-apa. Sungguh. Saya hanya membantu mengurus hewan-hewan. Saya menemaninya
karena... karena ia baik padaku dan kondisinya kurang sehat saat itu."
"Di mana tepatnya tujuan yang kaucari di
Harborview Lane? Siapa yang tinggal di sana?" Jupe terus mendesak.
Eleanor tampak gugup. Ia meneguk ludah. Kepalanya
tertunduk. Air mata mulai mengalir di pipinya.
"Saya merasa kurang enak badan hari ini,"
katanya. "Terima kasih ya, kalian mau menemani saya."
Anak-anak mengerti maksud Eleanor Mereka pergi
meninggalkan Eleanor di ruangan itu. Di luar mereka berpapasan dengan Mrs. Coolinwood.
Kali ini ia mengenakan rok merah dan wig coklat tua yang ikal.
"Halo!" sapanya sambil tersenyum lebar.
"Mana Eleanor?" Tiba-tiba terlintas dalam benak Jupe bahwa Mrs.
Coolinwood mungkin tahu sesuatu. Jupe lalu memasang tampang sedih. "Kami
membuat Eleanor sedih," katanya dengan nada memelas. "Kami bertanya
tentang DR. Birkensteen padanya. Lalu ia menangis."
Mrs. Coolinwood menghela napas panjang. "Ia
memang suka sekali pada DR. Birkensteen. Almarhum merupakan orang yang paling
ramah di sini."
"Tahukah Anda, mengapa ia pergi ke Los Angeles
waktu itu?" tanya Jupe. "Adakah temannya di sana?"
"Aku tak tahu. Ia jarang bercerita tentang hal
itu. Mungkin saja ada urusan dengan hewan-hewannya. Akhir-akhir ini ia sibuk
sekali mengurusi piaraannya itu. Simpanse-simpansenya dirawatnya seperti
merawat anak-anaknya sendiri. Ketika satu demi satu simpanse-simpanse itu mati,
ia sedih sekali, seperti orang yang ditinggal sahabat karibnya."
"Berapa yang sudah mati?" tanya Pete.
"Banyak. Dan ia melakukan otopsi untuk
menyelidiki penyebab kematian itu. Bahkan kadang-kadang ia mengoperasi simpanse
yang masih hidup untuk memeriksa keadaan kesehatan simpanse itu. Bukan main
memang, perhatiannya pada hewan- hewan itu."
Sekonyong-konyong terdengar bunyi benda jatuh dari ruang
sebelah.
"Apa itu?" seru Mrs. Coolinwood sambil
berlari ke pintu. "Hati- hati dong, Frank!"
Frank DiStefano muncul. Ia membawa ember dan kain lap.
"Tidak ada apa-apa," katanya tanpa rasa bersalah. "Ember ini
kosong, kok."
"Lain kali kau harus lebih berhati-hati!"
kata Mrs. Coolinwood. DiStefano tidak mengacuhkannya, malahan ia tertawa-tawa
sambil melihat pada anak-anak.
"Kenapa kau masih di sini?" Mrs. Coolinwood
berseru dengan tak sabar. "Kan sudah dari tadi kau kusuruh pergi ke
toko." "Iya, iya!" balas DiStefano. "Itu kan cuma urusan
kecil."
Mrs. Coolinwood menggeram ketika DiStefano menghilang
di balik pintu menuju ke luar gedung.
Sewaktu anak-anak
keluar, mereka melihat DiStefano menaiki sebuah sedan tua yang sedang diparkir.
Setelah menghidupkan mesinnya, ia menunggu anak-anak.
"Gara-gara wanita cerewet itu aku harus buru-buru
pergi ke toko," kata DiStefano sambil menyeringai. "Kalian mau
numpang?"
Anak-anak melihat ke kursi belakang mobil. Di sana
terdapat setumpuk majalah, sepasang sepatu bot kotor berlumpur, sekotak tisu,
masker, dan pakaian selam basah.
"Trims, tidak usah deh," kata Jupe.
"Penginapan kami dekat, kok." Tanpa menoleh lagi DiStefano langsung
tancap gas.
"Sebal aku," kata Pete. "Mulutnya besar
sekali."
Jupe hanya menyahut, "Hmm!" Ia sedang
memusatkan pikirannya pada percakapan mereka dengan Mrs. Coolinwood tadi.
"Sayang sekali DR. Birkensteen tidak banyak
bercerita tentang perjalanannya ke Rocky Beach," kata Jupe akhirnya.
"Kalau saja dia bercerita pada Mrs. Coolinwood, pasti misteri ini cepat
terungkap. Mrs. Coolinwood orangnya sangat terbuka, ia tidak akan
menyembunyikan hal-hal yang sekecil apa pun pada kita. Berbeda sekali dengan
Eleanor Hess. Aku yakin Eleanor menyembunyikan sesuatu pada kita. Tetapi
mengapa? Apa yang disembunyikannya?"
"Barangkali ada hubungannya dengan manusia
gua," tebak Bob. "Mana aku tahu?" Jupe menghela napas.
Trio Detektif baru saja hendak memasuki gudang McAfee,
ketika Thalia keluar dari pintu belakang. "Kalian lihat Eleanor?"
kata Thalia.
"Ia ada di yayasan," Bob menyahuti.
"Dasar!" kata Thalia. "Bisanya main
dengan binatang saja! Tidak pernah ia mau membantu di rumah! Masa ia pernah mau
membawa binatang itu ke rumahku. Kubilang saja padanya, 'Boleh asal kau sanggup
membayar sewanya!"' "Ngomong-ngomong," kata Jupiter mengalihkan
pembicaraan, "polisi waktu itu mengatakan hendak memeriksa air dari sistem
alat penyiram otomatis. Bagaimana hasilnya?"
"Nol
besar!" kata Thalia. "Salah seorang polisi barusan mengabari kami.
Mereka tidak menemukan apa-apa dalam air dari alat penyiram otomatis, dan dari
tempat penyimpanan air. Polisi itu menduga bahwa kota ini dihipnotis!"
Bab 12
MISTERI BANGUNAN TUA
JUPE mendesah saat Thalia McAfee masuk ke rumah.
"Aku tak percaya kota ini dihipnotis," katanya pada kedua temannya. "Aku
masih penasaran pada ilmuwan yang telah meninggal itu." "Memang,
orang mati selalu membuat orang lain penasaran," kata Pete dengan gaya sok
yakin.
"Bukan itu maksudku," tukas Jupe.
"Maksudku adalah halaman- halaman yang hilang pada catatannya. Itu penting
sekali artinya bagi penyelidikan kita. Ah, kalau saja aku dapat membaca
catatan-catatan DR. Birkensteen yang lain, pasti banyak hal dapat
terungkap."
"Aku berani bertaruh bahwa itu tidak mungkin,
Jupe," Bob memperkirakan. "Pekerjaannya sangatlah penting, pasti
catatan-catatannya disimpan di tempat yang aman."
"Hm," kata Jupe. Wajahnya terlihat muram.
Tetapi sesaat kemudian matanya bersinar-sinar. "He, Frank DiStefano tidak
berada di taman tadi pagi," serunya dengan bersemangat.
Bob tersentak. "Ya, ya," gumamnya.
"Semua orang yang kita kenal berada di taman, kecuali Frank DiStefano
dan... John the Gypsy."
Pete melotot. "He!" serunya. "John the
Gypsy! Kita tidak boleh meremehkan dia. Mungkin saja dia cuma berpura-pura
bodoh supaya tidak dicurigai. Mungkin saja dia sesungguhnya pintar
sekali."
"Itu tidak masuk akal," kata Bob. "Ia
telah bertahun-tahun di sini. Kalau ia memang pintar, tentunya ia akan
melakukan pekerjaan yang lebih baik."
"Ini baru masuk akal," kata Jupe.
"Tetapi mari kita lakukan penyelidikan dengan lebih sistematis. Tadi malam
John the Gypsy mengaku melihat manusia gua gentayangan. Tadi pagi kita
menemukan jejak, yang sudah kita buat cetakannya itu, di padang rumput. Ke mana
arah jejak itu?"
"O, iya, mari kita cek ke sana sebelum
gelap," ajak Bob.
Pete memandang ke arah hutan kecil di seberang padang
rumput.
Trio Detektif menuju tempat ditemukannya jejak berjari
empat di padang rumput. Perlahan-lahan mereka berjalan menuju hutan kecil. Jupe
memimpin di depan. Dengan saksama diamatinya tanah yang dilalui. Bob paling
belakang. Seperti Jupe, ia asyik mencari jejak selanjutnya. Pete di tengah.
Dengan gelisah ia memandang sekelilingnya.
Persis di pinggir hutan mereka baru menemukan jejak
itu kembali. Rumput tidak tumbuh di situ, sehingga jejak jelas sekali terlihat.
Dengan hati-hati Trio Detektif memasuki hutan, mengikuti arah jejak tanpa
bersuara. Mereka mengendap-endap seperti kucing mengintai mangsa.
Di tengah hutan mereka menjumpai sebuah tempat terbuka
ditumbuhi alang-alang yang tinggi. Dari sela-sela alang-alang itu berdiri
sebuah bangunan tua yang hampir runtuh. Temboknya yang terbuat dari bata telah
hancur di sana-sini. Atapnya berlubang-lubang, sehingga rangka atapnya terlihat
jelas. Dan catnya yang telah mengelupas membuat penampilan bangunan itu suram
dan menyeramkan.
"Kuduga dulunya itu gereja," Bob
memperkirakan.
Anak-anak menghampiri gereja tua itu.
Ada dua pintu masuk. Salah satunya telah ambruk karena
engselnya patah. Pintu yang ambruk itu tergeletak di lantai. Anak-anak
melangkah masuk melaluinya.
"Apakah makhluk itu masuk ke sini tadi
malam?" kata Pete. Ia memandang ke sekelilingnya dengan gelisah.
"Mungkin ya, mungkin tidak," sahut Jupe.
"Lantai ini keras, tidak mungkin meninggalkan jejak."
Dengan ragu-ragu Bob melangkah ke bagian depan gereja.
Di depan terdapat sebuah tempat yang lebih tinggi.
"Itu altar
gereja," kata Bob. "Lihat. Ada sebuah pintu di sana. Pasti menuju
ruangan lain. Kelihatannya seperti ruang tempat menyimpan jubah."
Trio Detektif saling menunggu. Masing-masing tidak
berani memulai mendekati altar itu. Tetapi masing-masing ingin sekali tahu apa
isi ruangan tersembunyi itu.
Tiba-tiba ada suara.
Ada seseorang di balik pintu yang tertutup itu!
Terdengar suara gemertak dan gemerisik. Sesaat hening kembali. Pete meneguk ludah.
Bob bergerak mendekati pintu itu. Pete menahannya.
"Jangan!" bisik Pete. "Jangan-jangan itu... dia!"
Pete tidak menjelaskan lebih lanjut. Itu sudah cukup
jelas. Bob dan Jupe segera mengerti maksudnya. Jangan-jangan manusia gua itu
memang gentayangan ke sini. Jangan-jangan makhluk zaman prasejarah melarikan
diri dari si pencuri. Lantas bersembunyi di ruangan itu. Bersenjata!
Bersenjata? Senjata apa?
"Tidak mungkin!" seru Jupe. Dengan berani ia
berlari mendekati pintu, lalu menaiki altar. Ketika itu terdengar lagi suara.
Seolah-olah ada sesuatu yang menyentuh pintu itu.
Jupe memegang gagang pintu itu. Tiba-tiba ia pucat.
Bulu kuduknya berdiri.
Gagang
pintu itu bergerak sendiri! Engsel-engsel yang sudah berkarat berbunyi
berderak-derak. Pintu itu membuka!
Bab 13
PENCURIAN LAGI
"OH!" kata DR. Hoffer terkejut. Tangannya
memegang gagang pintu ruangan tempat menyimpan jubah di gereja tua itu.
"Aku tak menyangka kalian ada di sini. Tetapi kenapa kau memandangiku
seperti itu?"
Jupiter masih gemetar, tetapi dipaksakannya untuk
tersenyum. "Kami sedang menyelidik," katanya.
Hoffer melangkah keluar ruangan penyimpanan. Anak-anak
dapat melihat bahwa ruang itu kecil dan ada pintu lagi yang menuju ke luar
bangunan.
"Kalian harus hati-hati di sini," kata
Hoffer. "Tempat ini milik keluarga Lewison. Mereka memiliki rumah besar di
balik bukit ini. Aku dapat izin untuk masuk ke sini, tetapi kalian tidak.
Mereka tidak suka kalau orang asing masuk-masuk ke tanah mereka tanpa
izin."
Ia duduk di suatu tempat di pinggir altar.
"Melihat kalian ini aku seperti melihat diriku sendiri," katanya.
"Kalau aku jadi kalian, pasti aku juga akan masuk ke bangunan tua ini
untuk menyelidik. Sejak kecil aku paling hobi bertualang. Ketika seumur kalian,
aku pernah berlibur ke suatu tempat di Milwaukee. Di sana aku dan kawan-kawanku
menjumpai rumah kosong. Melalui sebuah jendela yang tak terkunci kami masuk
lalu menemukan sebuah ruangan di bawah tanah. Asyik sekali!" DR. Hoffer
bersin. Ia mengambil sapu tangan yang selalu tersedia di kantungnya.
"Ini sudah jadi langganan," katanya.
"Alergi debu. Aku memang tak tahan terhadap debu. Mungkin karena itu aku
tertarik pada imunologi." "Oke, Anak-anak," lanjutnya sambil
berdiri, "aku harus pulang sekarang. Kalian pulang juga, kan? Jangan
lama-lama di sini. Edward Lewison terkenal suka mengancam akan menembak
orang-orang yang melanggar wilayahnya." "Persis dengan seseorang yang
kita kenal," kata Jupe. "Newt McAfee." "Kita pulang saja,
yuk," ajak Pete.
Anak-anak mengikuti DR. Hoffer melalui ruangan penyimpanan.
"Lucu, ya," kata Jupe sambil berjalan. "Anda alergi, tetapi Anda
mempelajari imunologi. Kenapa Anda tidak mempelajari alergi itu sendiri?"
"Kau keliru," tukas Hoffer, "justru aku
mempelajari alergi. Alergi termasuk reaksi imunitas, jadi termasuk dalam
imunologi."
"Oh, ya?" ujar Bob.
Hoffer mengangguk. "Tubuh kita memiliki beragam
cara untuk mempertahankan diri dan menolak penyakit. Di antaranya ialah dengan
antibodi. Antibodi dihasilkan oleh tubuh untuk menghancurkan virus dan bakteri,
atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Kalau kau terkena cacar air,
tubuhmu akan membuat antibodi yang akan melawan cacar air itu. Lalu untuk
seterusnya kau tidak akan terkena cacar air lagi, karena antibodi tadi menetap
dalam tubuhmu. Dalam hal ini dikatakan kau telah imun-kebal -terhadap cacar
air."
Anak-anak mendengarkan uraian itu dengan penuh
perhatian. "Nah, kadang-kadang ada orang yang menghasilkan antibodi yang
tidak dihasilkan orang lain," kata Hoffer melanjutkan. "Contohnya aku
ini. Aku alergi debu, kalian tidak. Ini disebabkan tubuhku menghasilkan
antibodi untuk melawan debu, sedangkan tubuh kalian tidak. Dalam tubuhku,
antibodi itu bereaksi dengan debu. Hasil reaksi itu menyebabkan hidungku pilek
dan mataku berair.
"Jadi sistem imunitas kita dapat menyelamatkan
kita dari penyakit, tetapi dapat juga menyusahkan kita. Aku yakin bahwa banyak
penyakit lain yang justru disebabkan oleh sistem imunitas tubuh kita sendiri.
"Sebagai contoh, menurut teoriku, kanker
disebabkan oleh sistem imunitas tubuh kita yang tidak terkendali. Coba kalian
bayangkan orang-orang yang berbuat kriminal."
"Kriminal?" Pete terkejut.
"Perbuatan kriminal merupakan reaksi dari suatu
ancaman," lanjut DR. Hoffer. "Bayangkan seseorang yang dibesarkan di
daerah yang penuh bahaya. Untuk mempertahankan hidupnya, ia harus bereaksi
terhadap setiap orang asing. Reaksinya bisa sangat merusak. Tanpa berpikir
panjang lagi, ia akan melawan si orang asing itu dengan membabi buta. Nah,
kalian lihat bukan. Cara orang itu bertahan menjadi tidak terkendali.
Berbahaya. Demikian pula halnya dengan kanker."
Pete cemas.
"Aku sedang mengembangkan teoriku dengan
melakukan serangkaian eksperimen terhadap tikus-tikus," kata DR.
Hoffer meneruskan. "Aku berusaha mengatur sistem
imunitas mereka. Kalau aku berhasil, mereka akan dapat hidup lebih lama dan
lebih tahan terhadap penyakit.
"Ini akan besar artinya bagi kepentingan umat
manusia. Jauh lebih besar dari penelitian yang dilakukan Birkensteen dan
Brandon. Kalau aku berhasil dunia akan lebih bebas dari penyakit."
Mereka telah sampai di padang rumput McAfee. Hoffer
berhenti untuk bersalaman dengan anak-anak. Lalu ia langsung menuju yayasan.
Sambil memandangi DR. Hoffer, Pete berkata, "Luar
biasa. Aku pilih dia untuk menjadi pemenang penghargaan Spicer."
Jupe mengangguk kecil. Anak-anak berjalan menuju
kantin.
Kota tidak lagi seramai sebelumnya, sehingga anak-anak
segera mendapatkan tempat duduk di kantin. Mereka makan sambil mendiskusikan
kejadian-kejadian hari itu.
"Kasus aneh," Pete memulai. "Seluruh
kota terbius. Manusia gua gentayangan. Benar-benar aneh."
"Kita mempunyai
cetakan jejak berjari empat itu," ujar Jupe. "Mungkin dapat
dimanfaatkan. Hmm," Jupe berpikir sebentar. "Bagaimana kalau kita
tanyakan pada DR. Brandon. Ia kan ahli arkeologi. Pasti ia dapat mengenali
jejak apa yang kita peroleh itu."
"Tapi, mana mau DR. Brandon mengurusi jejak di
padang rumput," kata Bob. "Ia kan orang sibuk." "Kita coba
saja.
Kukira dia akan tertarik. Apalagi jejak ini kita
temukan setelah malamnya John the Gypsy mengaku melihat manusia gua
gentayangan."
"Oke," sahut Bob menyetujui. "Tidak ada
salahnya dicoba." Dengan terburu-buru anak-anak menghabiskan makan malam
mereka, lalu kembali ke gudang McAfee untuk mengambil cetakan jejak berjari
empat. Mereka segera menuju Yayasan Spicer. James Brandon sedang berada di
ruang kerjanya. Brandon sedang duduk di mejanya yang penuh dengan tumpukan
kertas dan buku. Ia melotot melihat anak-anak datang ke ruang kerjanya.
Anak-anak masuk dengan perasaan waswas. Tetapi ketika melihat DR. Brandon
menutup bukunya, mereka lega karena ternyata DR. Brandon tidak marah. Ia cuma
sedang asyik mempelajari buku-bukunya. "Well?" kata Brandon.
"Ada apa?"
"Kami ingin minta saran," kata Jupiter,
"dan mungkin informasi. DR. Brandon, kami tinggal di loteng gudang McAfee.
Dari sana kami dapat melihat museum manusia gua dengan jelas. Tadi malam ada
suatu peristiwa yang cukup mengejutkan."
Jupiter lalu menceritakan pengalaman John the Gypsy,
dan penemuan jejak berjari empat di padang rumput keesokan paginya.
"Tentu saja jejak
itu mustahil berasal dari manusia gua," kata Jupe. "Tetapi kalau
begitu itu jejak siapa? Dengan pengalaman dan keahlian Anda, mungkin Anda bisa
menolong kami."
Brandon tersenyum. "Kalian bicara seperti
detektif saja. Well, kalau kalian mau tahu," lanjutnya sambil memandang
sekilas pada cetakan jejak itu, "ini bukan jejak manusia prasejarah.
Ini jejak manusia biasa. Ia pasti biasa memakai
sepatu. Kalau orang tidak biasa memakai sepatu atau sandal, kakinya akan
melebar dan jarak jari-jarinya merenggang. Tapi kaki ini tidak melebar, dan
jarak jari-jarinya rapat, bahkan ada yang terdorong ke atas. Pasti orang ini
sering memakai sepatu." "Lalu, apa yang dilihat John the Gypsy kalau
begitu?" tanya Bob. "Ia bilang makhluk itu berambut panjang acak-acakan
dan menyeramkan."
James Brandon mengerutkan keningnya. "Manusia gua
itu tidak mempunyai rambut lagi. Aku tak tahu apa persisnya yang dilihat oleh
John the Gypsy, tetapi yang jelas jejak itu bukan jejak manusia gua. Jejak itu
terlalu kurus dan besar." "Terlalu besar?" Pete nampak bingung.
"Jejak itu kecil! Cuma sembilan inci!"
"Manusia primitif itu sangat kecil," Brandon
menjelaskan. "Aku sempat mengukur fosil di gua itu. Dari ukuran tulangnya,
aku taksir tingginya tak lebih dari sembilan puluh lima sentimeter. Itu tak
lebih dari tiga kaki. Sedangkan orang yang membuat jejak ini paling sedikit
lima kaki tiga inci tingginya."
Brandon mendekati sebuah lemari yang menempel di
dinding. "Waktu aku di Afrika," katanya, "aku sangat beruntung
dapat menemukan sebuah fosil yang masih cukup lengkap. Umurnya hampir dua juta
tahun. Yang itu lebih kecil sedikit dari ukuran manusia gua. Akan kutunjukkan
pada kalian."
Brandon membuka pintu lemari itu lebar-lebar.
Lalu ia berdiri terpaku. Mulutnya ternganga.
"Hilang!" bisiknya.
Ia
menarik napas dalam-dalam beberapa kali. Lalu berteriak. "Hilang! Dicuri!
Hominid-ku dicuri orang!"
Bab 14
CATATAN DR. BIRKENSTEEN
JUPITER berhasil membalas mengerjai Newt McAfee malam
itu. Ia bilang kota Citrus Groove tidak lagi sangat ramai sehingga tempat
perkemahan lebih kosong. Mereka bertiga akan berkemah saja. Dengan terpaksa
McAfee menurunkan tarif menginap di gudangnya dari sepuluh dolar menjadi tiga
dolar per malam. Anak-anak membayar tiga dolar malam itu, lalu mereka masuk ke
gudang sambil tertawa geli.
Sambil berbaring, mereka merenungkan kembali peristiwa
hari itu. Akhirnya Pete memulai. "Semakin tak masuk akal saja. Sepertinya
sekarang ini lagi musim pencurian tulang-belulang." "Belum tentu
fosil milik DR. Brandon dicuri dalam beberapa hari belakangan ini," kata
Bob. "Ia sedang sibuk sekali. Sudah sekitar dua atau tiga bulan lemari itu
tidak pernah dibukanya." "Jadi kira-kira sejak saat kematian DR.
Birkensteen," ujar Jupe.
Pete protes. "Itu lagi. DR. Birkensteen kan sudah
meninggal. Kenapa orang mati dibawa-bawa? Dia kan tak punya urusan apa- apa
dengan fosil-fosil itu."
"Siapa bilang ia tak punya urusan apa-apa?"
tukas Jupe. "Kalau memang begitu, mengapa Eleanor Hess seolah-olah
menyembunyikan sesuatu pada kita. Mestinya kan ia tahu pasti alamat yang dituju
DR. Birkensteen di Jalan Harborview Lane itu."
"Tepat!" sahut Bob. "Ada yang
disembunyikan Eleanor. Ia tak pernah berani memandangmu langsung ketika
berbicara mengenai masalah ini."
"Dan mengapa sebagian catatan harian DR. Birkensteen
hilang?" Jupe penasaran. "Apa isi catatan itu? Apakah dia menyobeknya
sendiri? Tapi buat apa? Atau orang lain yang menyobeknya? Mengapa?"
"He!" seru Pete seraya berdiri.
"Mungkin DR. Birkensteen hendak menghubungi seseorang di Rocky Beach. Lalu
ia mengatakan sesuatu tentang manusia gua pada orang itu. Lalu timbul ide untuk
mencurinya di benak orang itu. Mungkin sekali, kan? Kenapa kita selalu curiga
pada penduduk kota Citrus
Groove? Padahal kan banyak pendatang dari kota lain
akhir- akhir ini?!"
"Itu memang mungkin," kata Jupe.
"Tetapi ingat, DR. Brandon mengumumkan penemuan manusia gua itu setelah
DR. Birkensteen meninggal."
"Oh, iya," Pete terduduk menyadari
kekeliruannya.
"Namun mungkin masih ada hubungannya," kata
Jupe. "Kita saja yang belum tahu. Ah, kalau saja kita tahu apa isi catatan
yang hilang itu. Dan aku jadi ingin sekali mengetahui catatan- catatannya yang
lain. Mungkin itu bisa memberi petunjuk." "Atau mungkin ada petunjuk
dari Rocky Beach," Bob melanjutkan dengan bergairah. "Aku tahu Jalan
Harborview Lane. Aku punya akal untuk menanyai orang-orang yang tinggal di
jalan itu. Akan kutanyakan apakah tas milik almarhum DR. Birkensteen tertinggal
di sana. Tas itu hilang saat ia ke sini di bulan Mei yang lalu. Padahal sih,
DR. Birkensteen tidak sempat mengunjungi siapa-siapa di Rocky Beach. Tapi
mudah-mudahan saja ada orang yang kenal dengannya. Oke, kalau begitu aku akan
kembali ke Rocky Beach besok pagi dengan bis."
"Bagus sekali," seru Jupe. "Aku sendiri
akan ke yayasan untuk mencoba menyelidiki catatan kerja DR. Birkensteen. Semoga
DR. Brandon mau membantu."
"Dan aku akan ke Centerdale!" seru Pete.
"Ada apa di Centerdale?" tanya Bob.
"Tak tahu, ya," jawab Pete. "Tapi kan
surat ancaman itu dikirim dari sana. Mungkin ada petunjuk yang bisa kuperoleh
di sana." "Bagus, besok pagi kita akan menyebar untuk mencari
petunjuk," kata Jupe. Ia lalu memejamkan matanya sambil menghitung dentang
jam di menara gereja yang baru saja berbunyi. Belum selesai menghitung, ia
sudah terlelap. Pulas sekali. Rasanya baru semenit ia tidur, ketika Pete
mengguncang-guncang badannya.
"Bangun! Bangun!" kata Pete. "Sudah
hampir jam delapan!"
Bob sudah bangun lebih dulu. Jupe dan Pete
menggabungkan diri dengannya di keran air di bawah. Ketiganya mencuci muka
sambil menggigil di pagi yang dingin itu.
Anak-anak sarapan di kantin dengan tergesa-gesa.
Begitu selesai, mereka langsung berpisah. Jupe segera pergi ke Yayasan Spicer.
Pintu depan sedang terbuka. Ia dapat mendengar suara
Mrs. Coolinwood di dalam.
"Aku yakin barang ini tidak berada di sini
kemarin," kata Mrs. Coolinwood. "Aku kan selalu mengeceknya."
Jupe melongok.
Mrs. Coolinwood sedang di ruang tamu. Pagi ini ia
mengenakan wig coklat tua yang panjangnya sampai ke bahu.
"Sudah kubilang kau jangan teledor menaruh
barang," kata seorang wanita lain. Ia mengenakan seragam biru dan rok
kerja putih. Sambil memandangi Mrs. Coolinwood bercermin dan membenahi wignya,
ia berkata lagi, "Lagi-lagi kau teledor menaruh wigmu di ruang tamu
ini."
"Tidak mungkin!" seru Mrs. Coolinwood bersikeras.
"Masa wig saja lupa menaruhnya."
Wanita itu melanjutkan mengelap barang-barang. Saat
itu Mrs. Coolinwood baru menyadari kehadiran Jupe di depan pintu. "Eleanor
belum datang," kata Mrs. Coolinwood.
"Aku mencari DR. Brandon, Ma'am, "Jupe mengoreksi.
"Ada?" "Kau sudah tahu kamarnya, kan?" kata Mrs.
Coolinwood. "Datangi saja kalau kau berani."
Jupe mengucapkan terima kasih padanya, dan menuju
kamar kerja DR. Brandon. Belum sampai di sana, Jupe sudah dapat mendengar suara
DR. Brandon. Ahli arkeologi itu sedang berteriak-teriak. Terdengar pula suara
berdebam dari arah kamarnya, seakan-akan ia sedang melempari barang-barangnya.
Jupe ragu-ragu di depan kamar itu. Ia bimbang untuk mengetuk pintunya.
Tahu-tahu pintu terbuka. "Ada apa?" bentak
Brandon ketika melihat Jupe. "Mau apa kau di sini?" Jupe gelagapan
menghadapi bentakan Brandon.
"Kau jangan membuat anak itu gemetaran
dong," kata seseorang dari dalam kamar Brandon. Terreano nampak duduk
dengan tenangnya di kursi dekat meja Brandon.
Brandon menarik napas dengan cepat seperti hendak
berteriak lagi, tetapi tiba-tiba ia tersenyum. "Maaf," katanya.
"Mari masuk."
Jupe masuk. "Untung ada DR. Terreano,"
pikirnya.
Di lantai berserakan buku dan kertas. Meja mesin tik
terbalik. Kamar itu seperti kapal pecah. DR. Terreano tersenyum pada Jupe.
"Maklum saja. Beginilah cara DR. Brandon melampiaskan rasa marahnya."
Muka Brandon memerah. Ia mengangkat meja mesin tik dan membetulkan posisinya
dekat meja kerjanya. Lalu ia mengambil mesin tik dari lantai. Tutupnya jatuh
ketika diangkat. "Brengsek!" umpat Brandon.
"DR. Brandon tak pernah melukai orang," kata
Terreano, "tapi sering berlaku kasar terhadap barang-barang
miliknya."
"Siapa yang tidak keki?" Brandon mengumpat
lagi. "Si McAfee gendut itu sembarangan menuduhku. Aku dituduhnya mencuri
manusia guanya, lalu mengirim surat ancaman dengan tulisan yang sengaja
dijelek-jelekkan. Lalu ia menuduh aku sengaja menyembunyikan fosil milikku agar
orang terkecoh mengira dicuri orang lain. Seenaknya saja si Gendut itu."
Mata Brandon memerah. "McAfee baru saja
meneleponku dan bilang begitu. Akan kuhajar dia!" "Jim, tak seorang
pun percaya bahwa kau pencurinya," kata Terreano. "McAfee memang lagi
sewot karena manusia guanya lenyap."
"DR. Brandon, mencurigakan ya, fosil milik Anda
itu dicuri juga," ujar Jupe. "Bukan mencurigakan," seru Brandon.
"Itu perbuatan busuk!"
"Mungkinkah ada pencuri lain yang terlibat?"
tanya Jupe.
"Siapa saja yang tahu tentang fosil milik Anda
itu?" Brandon tersentak. "Astaga! Kau benar! Aku tidak mengumumkan
fosil milikku pada siapa-siapa di kota ini. Well, beberapa orang di yayasan
tahu. Mrs. Coolinwood. DR. Terreano ini." "Eleanor Hess?" tanya
Jupe.
"Gadis kecil serba tertutup itu?!" kata
Brandon. "Ia tak punya nyali untuk mencuri seandainya ia tahu bahwa aku
punya hominid. Tapi, tapi... sebentar... aku ingat ia pernah memperhatikanku.
Ya, ya, betul. Ia memperhatikanku dari balik lemari. Aneh sekali
pandangannya."
Terreano tertawa. "Kau tak tahu, ya?"
ujarnya. "Ia takut sekali padamu. Kalau kau berada di dekatnya, ia pasti
jadi gugup. Ia kan masih muda sekali."
"Aku baru tahu," Brandon merasa tidak enak.
"Begitu, ya?" Mukanya makin memerah.
"Eleanor Hess berada dalam posisi yang tidak
menguntungkan," kata Jupe. "Ia tahu banyak tentang yayasan ini, dan ia
juga tahu tentang kediaman McAfee."
Brandon memandang Jupe sambil memicingkan matanya.
"Kelihatannya kau tertarik sekali pada kasus ini. Mengapa?" tanyanya.
"Karena kami detektif," jawab Jupe dengan
wajah bangga. "Detektif?" Brandon tersenyum mengejek.
"Ya," jawab Jupe sambil mengeluarkan kartu
kecil dari kantungnya. "Ini," katanya sambil menyerahkan kartu itu
pada Brandon. Di situ tertulis:
TRIO DETEKTIF "Kami Menyelidiki Apa Saja" ?
? ?
Penyelidik Satu - Jupiter Jones Penyelidik Dua - Peter
Crenshaw Data dan Riset - Bob Andrews "Hm. Mengesankan sekali!" kata
Brandon. Ia memperlihatkan kartu itu pada Terreano sambil mengedipkan sebelah
matanya. "Kami bukan amatiran, Mr. Brandon," kata Jupe dengan wajah
serius. "Kami telah memecahkan kasus-kasus yang membingungkan orang-orang
yang lebih tua dari kami. Biasanya kami bertindak atas nama klien kami. Tapi
kali ini kami tidak punya klien. Meskipun demikian, karena kasus ini unik
sekali, kami beranggapan kasus ini perlu kami selesaikan."
"Kita dapat bekerja sama kalau begitu," kata
Brandon dengan tulus. "Baiklah, Kawan muda, aku sependapat denganmu bahwa
Eleanor patut dicurigai karena posisinya. Ia bekerja di yayasan ini, dan
sekaligus keponakan McAfee. Tapi ia tak punya cukup keberanian untuk mencuri."
"Ia bersahabat dengan DR. Birkensteen," kata
Jupe. "Mungkinkah ada kaitan antara pencurian manusia gua dan kunjungan
DR. Birkensteen ke Rocky Beach?"
"Itu terjadi hampir tiga bulan yang lalu!"
tukas Terreano.
"Saat itu manusia gua belum ditemukan!"
"Meskipun begitu," lanjut Jupe, "tahukah Anda mengapa DR.
Birkensteen berkunjung ke Rocky Beach?"
Brandon mengernyit. "Tidak. Dia tak pernah bicara
soal itu." "Aku kira Eleanor tahu," kata Jupe, "tapi ia
juga tak pernah mau bicara soal itu. Dan ada beberapa halaman yang hilang dari
catatan harian DR. Birkensteen. Catatan pada akhir April sampai awal Mei. Aku
sangat ingin tahu catatan-catatannya yang lain. Bolehkah aku melihatnya?
Mungkin ada yang dapat dijadikan petunjuk."
Brandon memandang Terreano. Ia lalu mengangguk. "Semuanya
masih tersimpan di kamar almarhum," katanya pada Jupiter. "Belum ada
yang dipindahkan."
Mereka meninggalkan kamar kerja Brandon menuju
laboratorium mendiang DR. Birkensteen.
Terdapat catatan yang tersusun rapi. Dengan apik
catatan itu disimpan dalam map-map yang diberi tanda bertuliskan "Waktu
Reaksi", "Latihan Ketangkasan", dan "Kecakapan
Berkomunikasi". Ada buku-buku catatan berisi laporan eksperimen dengan
reaksi kimia, sinar-X, dan banyak lagi yang judulnya saja tidak dimengerti oleh
Jupe.
"Kita harus memanggil seorang ahli genetika untuk
menerangkan arti catatan-catatan ini," kata Terreano.
Jupe mengangguk sambil membolak-balik catatan-catatan
itu. Beberapa saat kemudian Jupe berkata. "Aneh, tidak ada catatan sama
sekali tentang eksperimen setelah tanggal 1 April."
Brandon memperhatikan buku yang dipegangnya.
"Benar," ujarnya. "Catatan terakhir di buku ini bertanggal 25
Maret."
Mereka memeriksa buku demi buku yang terdapat di sana.
Tidak ada satu pun yang dibuat setelah tanggal 1 April.
"Padahal ia tak pernah berhenti
bereksperimen," kata Brandon keheranan. "Ia bekerja tiap hari. Dan ia
selalu bekerja dengan rapi. Tidak pernah ada yang luput dari catatannya. Ke
mana catatan-catatan itu?" "Ya, ke mana?" sahut Jupe. "Catatan
hariannya pun demikian."
Di meja kerja terdapat setumpuk majalah. Jupe
mengambil satu lalu mulai membukanya halaman demi halaman. Ada kertas pembatas
yang diselipkan di antara halaman majalah itu. Majalah itu bercap "Milik
Perpustakaan Negara Bagian California".
"DR. Birkensteen mempelajari pengaruh Natrium
Pentothal pada fungsi otak," kata Jupe.
"Natrium Pentothal adalah zat anestesi-pemati
rasa," kata Terreano. "Kalau terhirup akan menyebabkan orang tak
sadarkan diri."
Jupe mengambil majalah lainnya. Di dalamnya terdapat
artikel tentang oksida nitrogen. "Anestesi lagi," kata Brandon.
"Ini memang banyak d^una^n dalam pembedahan."
Selalu dijumpai artikel tentang anestesi dalam tumpukan majalah itu.
"Lumrah saja," kata Terreano. "Ia mengoperasi
simpanse-simpansenya. Ia butuh anestesi." "Dan kemarin seluruh kota
terbius," gumam Jupe perlahan.
Mereka melanjutkan pemeriksaan dalam laboratorium itu.
Tidak dijumpai setitik pun zat yang dapat digunakan
sebagai anestesi. Tidak ada ether, tidak ada Natrium Pentothal.
Bahkan tidak ada Novocain.
Ketika Jupe
meninggalkan laboratorium, pikirannya dipusatkan pada Eleanor. Diakah yang
mengambil catatan-catatan itu? Kalau ya, apa sebabnya? Ia sangat tertutup dan
kelihatan lemah, tak mungkin terlibat dalam kasus pencurian.
Tetapi, benarkah ia memang lemah
dan tertutup?
Bab 15
PERSOALAN SEMAKIN RUNYAM
SAMPAI tengah hari Pete Crenshaw tidak memperoleh
hasil apa-apa. Centerdale sedikit lebih besar dari Citrus Groove, tetapi tidak
banyak perbedaannya. Ada dua supermarket dan empat pompa bensin di kota itu,
sedikit lebih banyak dari yang terdapat di Citrus Groove. Bis yang dinaiki Pete
berhenti di depan Hotel Centerdale. Tidak ada hal-hal yang mencurigakan. Dan
sesungguhnya, Pete sendiri tak tahu persis apa yang hendak dilakukannya.
"Tahu begini aku lebih baik menemani Jupe ke
Yayasan Spicer," pikir Pete sambil menghela napas.
Baru saja berpikir begitu sebuah mobil tua penuh debu
melewatinya di jalan. Mobil itu membelok di sebuah tikungan, tak jauh dari
lokasi Pete berdiri.
Frank DiStefano yang mengendarainya.
Pete berlari cepat ke tikungan itu. Ia melihat
DiStefano meminggirkan mobilnya di depan sebuah rumah yang kotor tak terawat.
DiStefano masuk ke rumah itu membawa bungkusan berwarna coklat.
Pete menunggu. Tak lama kemudian DiStefano keluar dan
langsung menuju mobilnya. Ia memutar mobilnya, dan mengendarainya ke arah Pete.
Pete cepat-cepat membuang muka ketika DiStefano
melewatinya. Setelah mobil DiStefano jauh, Pete berjalan mendekati rumah yang
dihampiri DiStefano itu. Di depannya Pete berdiri memandanginya. Ia bingung apa
yang harus dilakukannya. Tahu-tahu seorang wanita bertubuh montok berambut
pendek muncul di pintu.
"Kau perlu sesuatu?" tanya wanita itu.
"Tidak, Ma 'am, " kata Pete. Ia bengong
sebentar. Lalu nyengir. "Saya cuma ingin ikut dengan DiStefano kalau dia
ke Citrus Groove. Itu kalau ia kembali lagi ke sini. Barusan saya melihatnya
mengendarai mobil."
"Oh, harusnya kaupanggil saja dia tadi,"
kata wanita itu. "Kelihatannya ia tak kembali lagi hari ini."
Wanita itu melihat dengan rasa kasihan pada Pete.
"Kau bisa naik bis ke Citrus Groove. Kau punya uang?" kata wanita itu
dengan iba.
"Aku punya uang," sahut Pete. "Tapi
kalau ada teman ke sana kan lebih enak."
"Oke, kalau begitu." Wanita itu lalu membuka
atap terpal yang menutupi mobilnya, lalu mengangkat sebuah kardus berisi
bahan-bahan makanan. Dengan sigap Pete membantu.
"Terima kasih," kata wanita itu sambil
menunjukkan jalan ke dalam rumah. "Anda Mrs. DiStefano?" tanya Pete.
"Ibunya Frank? Oh, bukan. Aku ibu kostnya,
pemilik rumah ini. Ia menyewa kamar padaku." Pete meletakkan kardus di
meja dapur.
"Kau tinggal di Citrus Groove?" tanya wanita
itu. Tanpa menunggu jawaban dari Pete ia langsung bertanya lagi, "Kau ikut
mengalami kejadian aneh kemarin di sana, ketika seluruh kota terbius? Aku
yakin, pasti ada sesuatu yang mencemari sumber air itu. Yang berwajib harus
segera menyelidikinya." "Sudah," sahut Pete. "Mereka
menyelidiki air itu di laboratorium kriminal mereka. Tapi tak ada apa-apa dalam
air itu."
Wanita itu menggeleng. "Aneh tapi nyata. Tapi si
Frank itu keterlaluan. Masa kemarin ia sakit. Seperti tidak ada hari lain saja
untuk sakit. Ia jadi tidak ikut mengalami peristiwa langka itu. Sepanjang pagi
ia tidur saja di rumah, bersin melulu kerjanya. Kalau ia tidak sakit kan aku
bisa dengar cerita tentang kejadian itu darinya. Di sini ia cuma tidur saja tak
tergerak sambil menyelimuti tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Tadinya aku ingin ke Citrus Groove sendiri untuk melihat manusia gua itu, tapi
tidak jadi. Habis semua tempat penginapan penuh sih."
"Memang, kami saja menginap di loteng
gudang," kata Pete sambil keluar dari dapur.
"Siapa namamu?" tanya wanita itu.
"Barangkali saja Frank akan menanyakan siapa tamunya, biasanya sih
tidak." "Pete," jawab Pete. "Mungkin ia sudah lupa pada
saya." "Tidak apa-apa, akan tetap kukatakan padanya," janji
wanita itu.
Setelah permisi, dengan gesit Pete menuju jalan utama.
Di depan Hotel Centerdale ia naik bis menuju Citrus Groove.
Pete menjumpai Jupe sedang duduk di ayunan tua di
halaman belakang rumah McAfee. Jupe mendengarkan laporan dari Pete tentang
Centerdale.
"Jadi Frank DiStefano memang sakit kemarin
pagi," kata Jupe sambil menghela napas. "Kalau begitu ia tidak bisa
dicurigai sebagai pencuri manusia gua itu. Ia tidak berada di taman kemarin
pagi, tetapi ternyata ia mempunyai alibi lain." Jupe mengangkat bahunya.
"Lenyaplah satu kemungkinan."
Pete duduk berselonjor di rumput. Jupe berpikir sambil
mengerut-ngerutkan keningnya. Alis mata Jupe nampak naik turun kalau ia sedang
berkonsentrasi. Jam empat sore Bob baru kembali. "Bagaimana?" kata
Jupe ketika Bob mendekat. "Birkensteen mempunyai janji dengan DR. Henry
Childers waktu itu," ujar Bob dengan penuh kebanggaan. "Childers
tinggal di Harborview Lane. Ia ahli anestesi dan praktek di Rumah Sakit Brendan
di Santa Monica. Waktu aku tanyakan apakah tas DR. Birkensteen tertinggal di
sana, ia terkejut setengah mati seperti tersengat tawon. Ia telah menunggu
Birkensteen sepanjang hari itu, namun Birkensteen tak kunjung datang.
Belakangan baru ia tahu bahwa Birkensteen telah meninggal."
"Ahli anestesi?" tanya Jupe. "Ia
temannya Birkensteen?" "Bukan. Ia dan Birkensteen punya seorang teman
di Universitas California Los Angeles. Orang itu yang menceritakan pada
Birkensteen tentang DR. Childers. DR. Childers dan orang itu sama-sama tidak
tahu keinginan Birkensteen yang sebenarnya. Menurut DR. Childers, tampaknya
Birkensteen sangat menggebu-gebu ketika membuat janji untuk menemuinya di
Harborview Lane. Ini super menarik bahwa ia ahli anestesi. Kutanyakan apakah ia
tahu suatu zat yang dapat membius seluruh kota seperti yang terjadi di Citrus
Groove."
"Ah!" seru Jupe sambil bangkit. "Apa
katanya?"
"Tidak ada. Ia telah mendengar berita tentang
kejadian di Citrus Groove, tapi ia bilang tidak ada zat yang mempunyai efek
seperti itu." "Hhh!" Jupe terduduk kembali.
Saat itu Eleanor keluar
dari pintu belakang menuju gudang. Ia masih sempat mengangguk pada anak-anak.
Pamannya menyusul keluar.
"Ellie, mau ke mana kau?" seru Newt.
"Dorris Clayton mengajak saya makan malam,"
kata Eleanor. "Well, jangan malam-malam pulangnya," Newt
mengingatkan. Pick-up berderung. Eleanor keluar dari gudang mengendarainya.
Newt masih mengawasinya dari teras belakang. Jupe bangkit meninggalkan ayunan
itu. Ia berdehem sehingga McAfee menoleh. "Aku ingin tahu," kata
Jupe, "apakah si pencuri sudah mengirim berita lagi?"
"Belum!" McAfee sewot. "Sekalipun
sudah, kau tidak akan kuberi tahu." Ia masuk sambil membanting pintu.
Anak-anak menghabiskan
waktu dengan makan di Kantin Lazy Daze dan berjalan-jalan keliling kota.
Anestesi menjadi topik pembicaraan yang hangat malam itu.
Eleanor baru pulang lewat tengah malam. Di loteng
gudang anak-anak mendengar dengan jelas derungan truk masuk gudang. Ia disambut
teriakan McAfee yang menanyakan ke mana saja gadis itu pergi. Setelah Eleanor
masuk, terdengar suara pintu dibanting. Sayup-sayup terdengar bentakan McAfee
dan tangisan Eleanor.
"Astaga!" kata Pete. "Berapa sih
umurnya? Masa masih diperlakukan seperti anak kecil begitu?"
"Sebenarnya ia sudah cukup umur untuk hidup mandiri," kata Bob.
Akhirnya suara-suara ribut dari rumah berhenti.
Anak-anak baru bisa tidur setelah itu. Senin pagi-pagi sekali mereka sudah
bangun dan keluar. Sehabis sarapan mereka menelepon Les Wolf menanyakan
kepastian rencana kembali ke Rocky Beach. Untung Les Wolf menunda kepulangannya
sehari, masih ada yang harus diselesaikannya di Citrus Groove.
Anak-anak sedang menyusuri jalan utama ketika Eleanor
melewatinya dengan naik pick-up. Ia berhenti di pompa bensin. "Pasti jauh
juga ia berkeliling dengan teman wanitanya semalam," kata Bob. "Aku
melihat McAfee baru kemarin mengisi bensin mobil itu, dan jika sekarang
bensinnya telah kosong lagi berarti..."
Bob terdiam. Bel di pompa bensin telah berbunyi untuk
kedua kalinya. Eleanor mematikan selang pompa dan meletakkannya pada mesin
pompa. Setelah membayar ongkos, Eleanor bergegas pergi.
"Sepuluh liter lebih," ujar Jupe sambil
memperhatikan Eleanor pergi. "Itu cukup untuk empat puluh kilometer dengan
mobil seperti itu. Jarak ke Centerdale pulang-pergi."
"Barangkali teman wanitanya tinggal di
Centerdale," kata Pete. "Atau ia pergi menemui temannya yang lain. Ia
mengisi tangki bensin penuh-penuh supaya tidak ketahuan oleh pamannya."
Jupe meringis. "Tidak ada alasan untuk curiga seperti itu," katanya.
"Sama sekali tidak ada alasan untuk mencurigainya. Kita jangan
berspekulasi. Mungkin lebih bijaksana, dan lebih efisien, untuk menanyainya
langsung secara terbuka dari hati ke hati." "Percuma," kata Bob,
"kita pernah mencobanya, kan? Waktu itu saja ia berbohong. Ia bilang tidak
tahu apa-apa tentang perjalanan ke Rocky Beach."
"Mungkin waktu itu ia malu menceritakannya pada
kita bertiga. Aku yakin ia tidak dapat menyimpan rahasia itu selamanya. Ia
perlu orang yang dapat dijadikan tempat mencurahkan isi hatinya. Tidak ada
salahnya untuk mencoba lagi, kan?"
"Memang tidak salah," kata Bob, "tapi
kali ini kau sendiri sajalah yang menanyainya. Paling-paling ia menangis lagi.
Aku tak tahan melihatnya menangis. Dan aku tak ingin kita terlihat seperti berkomplot
dengannya." "Sepakat!" kata Jupe singkat. Eleanor sudah pergi ke
yayasan ketika anak-anak sampai di rumah McAfee. Sesuai dengan kesepakatan,
Jupe seorang diri yang menyusul ke yayasan untuk menanyai Eleanor. Baru saja
hendak memijit bel, ia mendengar Eleanor berteriak.
"Apa? Terlambat?" seru Eleanor. "Tidak
mungkin terlambat!" Jendela ruang tamu itu terbuka. Jupe mendekat dan
mengintip. Tidak ada siapa-siapa. Cuma ada kepala-kepala hewan buruan yang
diawetkan saja yang memandang dengan tatapan kosong. "Aku tak peduli sudah
berapa kali ia kauhubungi," seru Eleanor. "Hubungi lagi dia. Katakan
padanya ini cuma main-main!"
Jupe ingat bahwa ada telepon di lorong di samping
laboratorium. Eleanor tentu menggunakan telepon itu. "Kau pembohong!"
teriak Eleanor. "Kau bohong. Kau tidak peduli apa yang terjadi
padaku!" Sepi sejenak. Lalu Eleanor berkata lagi, "Baik kalau begitu,
tunggu saja balasanku." Telepon itu dibanting.
Jupe menjauh dari jendela. Sedetik kemudian pintu
depan terbuka. Eleanor keluar. Tangannya mengepal dan bibirnya dikatupkan
rapat-rapat. Tanpa menengok ke kanan-kiri ia melangkah menuju pintu gerbang.
Jupe mengikuti dari belakang dengan jarak yang cukup
jauh. Setengah jalan, ia melihat Eleanor membuka pintu gudang McAfee. Pete dan
Bob muncul di jendela loteng sewaktu pickup mundur keluar. Eleanor memutar,
lalu mengebut menuju kota.
Pete dan Bob keluar gudang ketika Jupe sampai di sana.
"Ke mana dia?" tanya Pete.
"Aku tak tahu," sahut Jupe. "Ia sedang
marah. Nampaknya ia nekat mau melakukan sesuatu."
"Bukan
hanya dia yang nekat," kata Bob. "Newt McAfee juga. Sepuluh menit
yang lalu ia keluar dengan wajah tegang. Istrinya marah-marah padanya. Ia
bilang sudah cukup banyak uang yang dikeluarkan untuk membiayai museum itu.
McAfee seolah tak mendengarnya. Ia berjalan terus menuju kota."
"Tebusan," ujar Jupe setelah terdiam sejenak. "Ia akan membayar
tebusan itu! Si pencuri menang juga akhirnya!"
Bab 16
KEJUTAN BESAR
"CEPAT!"
seru Jupe. "Kita lihat bagaimana McAfee menyerahkan uang tebusan
itu!" Ia berlari-lari menuju kota. "Bagaimana caranya?" tanya
Pete sewaktu berhasil menyusul Jupe. "Ia tak bawa mobil."
"Itulah yang ingin kita lihat," jawab Jupe sambil terengah-engah.
"Kita harus cepat!"
Anak-anak sedang
menyeberangi taman ketika mereka melihat McAfee keluar dari Kantin Lazy Daze.
Mr. Carlson, pemilik
kantin, menemaninya. Juga dua orang lagi. Jupe
mengenali salah satunya sebagai pemilik apotek. Keempat orang itu bergegas
menuju bank. Seseorang dari motel tampak datang bergabung dengan tergopoh-gopoh.
"Tepat seperti dugaanku," ujar Jupe.
"Seluruh pengusaha di kota ini bergabung untuk membayar tebusan demi
manusia gua itu."
Jupe duduk di salah satu tempat duduk di taman.
Melalui kaca bank, Jupe masih dapat melihat manajer bank itu berbicara dengan
serius kepada kelima orang itu. Manajer itu berjabat tangan dengan Newt, lalu
mereka segera masuk ke sebuah ruangan di dalam bank itu.
"Apa yang kita lakukan sekarang?" tanya Bob.
"Menunggu saja," sahut Jupe. "Tidak
akan lama kita menunggu." Lima menit kemudian, saat jam gereja berdentang
sepuluh kali, Newt McAfee keluar dari bank. Ia membawa sekantung uang. Pemilik
kantin mendampinginya. "Aha!" seru Jupe.
McAfee dan pemilik
kantin menuju pojok taman dekat kantin. Mereka masuk ke sebuah mobil VW yang
diparkir di situ, lalu pergi.
"Firasatku mengatakan bahwa mereka tak akan lama
pergi," kata Jupe. Ia memberi isyarat ke arah bank. Dua orang yang
menemani McAfee tadi keluar ditemani manajer bank. Mereka menunggu di trotoar
dengan gelisah. Lalu mereka masuk ke Kantin Lazy Daze, dan duduk di dekat
kasir.
Jam berdentang lagi. Jam sepuluh lima belas. Lalu jam
sepuluh tiga puluh. Saat itu Newt dan pemilik kantin kembali dengan kendaraan
yang sama. Mereka langsung masuk ke kantin. McAfee sudah tidak lagi membawa
kantung uang.
Jupe ragu-ragu untuk menemui mereka. Ia hanya mondar-
mandir di taman sambil sesekali melirik ke kantin. Bob dan Pete hanya
memandangi tingkah laku Jupe, menunggu apa yang hendak dilakukannya.
"Percuma kita capek-capek kalau menemui mereka
saja tidak berani," seru Jupe sambil melangkah tegap ke arah kantin. Kedua
temannya segera menyusul.
Kecuali McAfee dan rekan-rekannya, hanya ada seorang
kasir dan seorang pelayan di kantin, ketika anak-anak masuk.
McAfee melihat anak-anak, lalu membuang muka. Jupe,
Pete, dan Bob mengambil meja di seberang meja McAfee. Sambil tersenyum Jupe
mengangguk ke arah McAfee.
"Anda sedang menunggu telepon dari si
pencuri?" tanya Jupe dengan yakin tapi sopan.
McAfee ternganga.
"Anda baru membayar tebusan itu, bukan?"
Jupe melanjutkan. McAfee melompat dari kursinya. Dengan kedua tangannya
dipegangnya kerah baju Jupe. "Dari mana kau tahu?" serunya dengan
nada mengancam. "Kau... kau pasti berkomplot dengan pencuri itu! Kau
memata-mataiku selama ini!" Jupe tidak melawan. Dengan tenang ia berkata,
"Aku tidak berkomplot dengan siapa pun." "He, Newt,
tenanglah," kata pemilik kantin. McAfee menggeram, tetapi Jupe
dilepaskannya juga.
"Perkara kriminal itu kegemaranku, dan juga
kawan-kawanku," ujar Jupe kalem. "Bahkan lebih dari sekadar
kegemaran. Ini pekerjaan kami. Kami tidak pernah menyetujui perbuatan kriminal.
Malah kami mencoba memecahkannya. Sering kali kami berhasil."
"Anak ingusan!" umpat McAfee.
"Apakah pencuri itu akan memberi tahu di mana
tulang- belulang itu diletakkan?" lanjut Jupe tanpa memperhatikan umpatan
McAfee.
McAfee diam saja, tetapi pemilik kantin menjawab.
"Kami... kami tidak yakin. Kami cuma bisa berharap."
Jupe mengangguk-angguk. Ia mondar-mandir sambil
memandang ke bawah. Sesekali dipegangnya bibirnya. Memang selalu begitu jika ia
sedang berkonsentrasi.
"Andaikan seseorang
menemukan uang itu," akhirnya manajer bank itu berkata. "Andaikan
seseorang yang sedang berpiknik secara kebetulan menemukan uang itu
dan..."
"Diam!" teriak McAfee. Ia tegang sekali.
Keringat dingin mulai mengucur dari wajahnya.
Sambil bertopang dagu Bob berpikir di mana kira-kira
orang menyembunyikan manusia gua. "Dalam bioskop," katanya.
"Penjahat selalu menyimpan barang curiannya justru di tempat yang umum,
seperti di terminal bis. Tidak akan ada orang yang curiga. Tetapi di sini tidak
ada terminal bis, ya."
"Ada stasiun kereta api!" seru Jupiter.
Untuk sesaat mereka tercengang. McAfee dan pemilik
kantin bergegas keluar dan melihat ke arah stasiun di salah satu ujung taman.
Tidak ada yang istimewa, stasiun begitu-begitu saja penampilannya-kotor dan
berdebu. "Astaga!" tiba-tiba pemilik kantin berseru.
Yang di dalam kantin semua menyerbu keluar. Dipimpin
McAfee mereka berjalan menuju stasiun. Anak-anak mengikuti dari belakang.
Begitu sampai, McAfee melongok melalui jendela yang dilapisi debu tebal.
"Jangan!" seru Jupe. "Mungkin ada sidik j ari!"
McAfee surut ke belakang. Ia menuju pintu stasiun yang
sudah lama tidak pernah dibuka. Dicobanya membuka pintu kayu itu. Sia-sia.
Ditekannya gagang pintu dengan seluruh badannya. Gagang pintu itu malah patah.
Dalam sekejap orang datang berduyun-duyun. Para
pelayan supermarket, orang-orang di taman berlarian menuju stasiun. James
Brandon dan Philip Terreano yang kebetulan sedang lewat segera memarkir mobilnya,
lalu turun untuk melihat apa yang terjadi. Elwood Hoffer hanya berdiri di depan
apotek, memperhatikan kerumunan orang di stasiun.
McAfee mendobrak pintu itu. Berulang kali. Akhirnya
terdengar suara berderak. Pintu itu terdobrak dan McAfee tersuruk ke dalam.
Orang-orang menyerbu ke dalam stasiun.
"Diam di tempat!" teriak McAfee dengan suara
menggelegar. "Jangan sentuh apa-apa!" Semua terdiam.
Hanya ada sebuah kopor lusuh di dalam, tergeletak di
lantai di tengah-tengah ruangan. Di sekitarnya ada bekas-bekas yang menunjukkan
bahwa pembawa kopor itu masuk melalui jendela. Pemilik kantin perlahan-lahan
mendekati kopor. Dengan cepat dibukanya kopor itu. "Ahh!" serunya
tertahan.
James Brandon menyeruak di antara kerumunan. Ia
melihat isi kopor itu; tulang-tulang berserakan dan sebuah tengkorak memandang
ke atap stasiun.
Brandon terkejut. Mukanya pucat, lalu merah padam. Ia
mendorong McAfee. "Apa-apaan ini?" bentaknya.
McAfee mundur terdorong. Wajahnya memancarkan
kebingungan.
Philip Terreano menggamit lengan Brandon.
"Tenanglah, Jim," katanya, "biar aku yang mengurusnya." Ia
menoleh pada McAfee. "Ada suatu... kekeliruan fatal," katanya.
"Sepanjang pengetahuanku, tulang-tulang ini adalah hominid Afrika yang
dibawa Jim Brandon ke sini, dan..." "Kau mencoba menipuku!"
teriak McAfee. "Ini manusia guaku!"
Brandon menahan dirinya. Dengan geram ia berkata,
"Ada buktinya. Aku menempelkan label untuk menunjukkan tanggal dan lokasi
penemuannya."
"Mr. Carlson!" teriak seseorang dari luar.
"Mr. McAfee!" Orang-orang memberi jalan pada kasir kantin.
"Seseorang telah menelepon," lapornya. "Ia bilang Anda dapat
menemukan tulang-belulang itu di kopor yang" -ia tergagap melihat isi
kopor itu- "yang Anda temukan itu!"
"Benar, kan?" seru McAfee.
"Tulang-belulang ini berasal dari guaku. Tidak salah lagi. Pencurinya saja
bilang begitu. Dari mana lagi kalau bukan dari guaku. Kecuali... kecuali kalau
semua ini penipuan belaka!"
McAfee melotot dengan marah. "Penipuan!"
teriaknya. "Dari semula ini cuma penipuan! Semuanya!"
McAfee menerjang Brandon dan mencoba mencekiknya.
"Kau menaruh tulang-tulang itu di guaku!" jeritnya. "Kau cuma
berpura-pura menemukannya! Kau cuma ingin dikenal orang. Kau
memperalatku!"
Terreano melerai kedua orang itu. "Stop,
stop!" serunya sambil memegangi McAfee.
Kepala polisi masuk. Saat itu sekilas Jupe dapat
melihat DR. Hoffer di antara kerumunan orang. Hoffer sedang mengamati
Brandon. Matanya yang kecil dan
hitam tampak bersinar-sinar. Senyum tersungging di bibirnya.
Bab 17
JUPE MEMECAHKAN PERSOALAN
"JAMES BRANDON telah mempunyai reputasi
baik," ujar Terreano. "Ia tidak perlu melakukan penipuan untuk
membuatnya terkenal. Ia sudah terkenal."
"Masa bodoh dengan
tetek-bengek itu," kata McAfee dengan sengit. "Siapa lagi selain
pencuri itu yang tahu bahwa tulang- belulang ini ada di sini?"
Jupiter melangkah maju. "Si pencuri memang yang
meletakkan tulang-tulang ini," katanya dengan tenang.
Brandon membelalak. "Jangan turut campur kau,
Anak muda...." "Dengar!" seru Jupe. "Dengar dulu! Ini jelas
sekali! Ada dua set fosil di kota ini. Benar?" "Benar," kata
Brandon.
"Pada malam sebelum hari pembukaan museum, Mr.
McAfee menyewa seseorang yang biasa disebut John the Gypsy untuk mengawasi
museum. John the Gypsy berjaga-jaga di dekat pintu masuk museum. Malam itu ia
mengaku melihat manusia gua gentayangan. Ia ketakutan setengah mati sehingga
membangunkan kami. Ia bilang manusia gua itu mengenakan rambut yang
acak-acakan.
"Apa pun yang dilihat John the Gypsy, itu pasti
bukan manusia gua. Aku yakin bahwa John the Gypsy salah lihat. Ia melihat
seseorang keluar dari gua, dan itu dikiranya manusia gua.
Orang itu pasti mempunyai kunci museum, mungkin
dicurinya pula dari dapur McAfee. Orang itu mengambil manusia gua dan
menukarnya dengan fosil hominid Afrika milik DR. Brandon yang disimpan di
kantor DR. Brandon. Orang itu mengunci pintu kembali, lalu menghilang di hutan
kecil di belakang rumah McAfee sambil membawa manusia gua."
"Gila!" seru Newt McAfee. "Buat apa dia
capek-capek berbuat begitu?"
"Untuk mencemarkan DR. Brandon," sahut Jupe.
"Cepat atau lambat tulang-tulang itu akan diselidiki oleh para ahli.
Mereka akan segera menemukan bahwa tanda-tanda yang dibuat DR.
Brandon-menunjukkan bahwa itu adalah hominid Afrika. Dan itu akan sangat
mempermalukan DR. Brandon."
Terreano menggeleng-geleng. "Tapi Brandon telah
memotret manusia gua itu. Akan jelas terlihat bahwa memang ada dua set
tulang-tulang purbakala. Satu yang disimpan Brandon, dan satu lagi yang
dipotretnya di gua McAfee."
"Dapatkah foto-foto itu dijadikan bukti?"
ujar Jupe. "Tengkorak manusia gua itu sebagian masih terkubur. Foto yang
dihasilkan tidak akan jelas. Orang dapat saja mengatakan DR. Brandon telah
menaruh hominid Afrika-nya di sana."
"Dan itulah yang dilakukannya!" seru McAfee.
"Ia menaruh hominid-nya agar orang lain menemukannya. Aku dan kawan-
kawanku yang akhirnya kena getahnya-sepuluh ribu dolar amblas begitu
saja!"
Ia berpaling pada Brandon. "Akan kuseret kau ke
pengadilan!" ancamnya. Lalu pergi.
Brandon menatap tajam. Lalu ia berlutut untuk
mengambil tulang-tulang itu dari dalam kopor.
"Maaf, DR. Brandon," kata kepala polisi.
"Anda tidak dapat membawa tulang-tulang itu. Kami harus menahannya untuk
sementara, berikut dengan kopornya untuk dijadikan barang bukti."
Brandon menjadi masam mukanya. Dengan kesal ia
berbalik, lalu pergi. Kerumunan orang mulai bubar. Trio Detektif juga keluar
dan berkumpul dijalan utama. Pete nyengir.
"Kau berhasil memecahkan problem ini!"
serunya.
"Belum tuntas," kata Jupe. "Aku baru
menyajikan satu penjelasan. Masih banyak teka-teki yang harus dipecahkan. Siapa
yang menukar fosil itu? Siapa yang membius kota? Siapa yang mengirim surat
ancaman? Dan di mana fosil manusia gua itu saat ini berada? Sebelum masalah itu
terjawab, tugas kita belum selesai."
Anak-anak berjalan pulang. Baru beberapa meter, mereka
dipanggil oleh Frank DiStefano. Ia sedang memarkir kendaraannya di pinggir
jalan sambil memandangi orang-orang yang baru keluar dari stasiun.
"He, apa yang terjadi?" tanya DiStefano dari
dalam mobil. "Apakah mereka berhasil menangkap pencuri itu? Apakah McAfee
dan rekan-rekannya sudah membayar tebusan?" "Tebusan sudah
dibayar," kata Jupe, "pagi tadi."
DiStefano mengangguk. "Bagus," ujarnya.
"Sekarang semua pihak puas, kan?" "Tidak juga," sahut Jupe.
"Ada beberapa permasalahan baru yang timbul." Tiba-tiba Jupe mendapat
ilham. "Kau lihat Eleanor Hess?" tanyanya. DiStefano menggeleng.
"Tidak. Kenapa?"
"Ada yang ingin kutanyakan padanya," kata
Jupe. "Mungkin ia pergi ke Centerdale. Kau akan ke sana?" "Ya.
Mau ikut?"
DiStefano membukakan pintu dari dalam. Pete dan Bob
meminggirkan peralatan selam yang terdapat di bangku belakang, lalu duduk di
sana. Jupe duduk di samping DiStefano. DiStefano menghidupkan mesinnya, lalu
mulai berjalan perlahan-lahan menghindari penyeberang jalan yang keluar dari
stasiun. Setelah stasiun dilewati, ia mempercepat laju kendaraannya. Mereka
melewati toko-toko, lalu sebuah kolam renang. Di menara luncur terlihat
anak-anak kecil sedang menunggu giliran meluncur dengan tak sabar.
"Senang sekali mereka," kata DiStefano.
"Aku iri melihat mereka pandai berenang, aku sendiri tak bisa
berenang." Sampai di batas kota DiStefano makin mempercepat kendaraannya.
Jupe menengok ke belakang. Pete sedang memegang
peralatan selam dengan heran. Ketika mengangkat kepala, ia bertemu pandang
dengan Jupe. Jupe memberi kode dengan alisnya. Pete meletakkan kembali
peralatan selam itu, lalu menyandar di bangkunya.
Jupe menoleh pada DiStefano. Orang itu seperti
tersenyum pada dirinya sendiri sembari mengemudi. Kadang-kadang ia bersiul
perlahan.
Ada beberapa benda di antara bangku Jupe dan
DiStefano- bungkus permen karet, kotak plastik tanpa tutup, kaleng kosong, dan
amplop terbuka dengan tulisan hijau menyala di bagian belakang.
Jupe mengambil amplop itu. Isinya daftar pekerjaan
yang harus dilakukan DiStefano. "Pompa bensin" tercantum dalam daftar
itu. Juga "A & J Suplai, siap hari Selasa" dan "Servis
Lab, Wadlee Road". Jupe meletakkan amplop itu
kembali. "Kau tidak bisa berenang," katanya pada DiStefano.
"Tidak."
"Tapi kau punya peralatan selam, buat apa?"
tanya Jupe lebih lanjut. "Oh, itu. Itu bukan punyaku. Temanku
menitipkannya padaku."
"Oh, ya?" kata Jupe. Ada sesuatu dalam
suaranya yang membuat DiStefano menoleh padanya. Mereka sudah cukup jauh dari
kota. Di kiri-kanan jalan pohon-pohon besar berbaris. DiStefano menginjak rem.
Dengan perlahan dikuranginya kecepatan. Kepalanya dimiringkan sedikit seperti
hendak mendengarkan sesuatu. "Suara apa itu?" katanya.
"Apa?" tanya Jupe.
"Suara mesin mobilku aneh," kata DiStefano.
"Kau tak mendengarnya?"
Ia meminggirkan kendaraannya, lalu berhenti. Setelah
menarik rem tangan, ia keluar.
Di belakang, Pete berkerut dahinya. "Aku tidak
dengar apa- apa," katanya.
"Mungkin kau tidak memperhatikan tadi," ujar
DiStefano. Ia berdiri di samping mobil. Sambil membungkuk melihat ke dalam ia
tersenyum sinis.
Jupe menghela napas. "Peralatan selam itu,"
desahnya. "Aku paham sekarang. Ada zat anestesi di laboratorium DR.
Birkensteen-yang bereaksi cepat dan kuat sehingga dapat membius seluruh kota.
Zat itu mudah menguap sehingga tidak meninggalkan bekas sama sekali. Orang
tidak akan ikut terbius jika ia mengenakan masker dan pakaian selam. Dia tidak
menghirup udara luar, dan kulitnya terlindung. John the Gypsy mengira ia
melihat monster bermata satu dan berbelalai.
Sebenarnya apa yang dilihatnya sekilas itu adalah
masker selam dan selang udara."
DiStefano memandang Jupe. Tatapannya dingin tanpa
ekspresi. "Eleanor mencari Anda tadi pagi," kata Jupe. "Di mana
dia sekarang?"
Tahu-tahu ada botol semprot plastik di tangan DiStefano.
Jupe menyadarinya. Namun terlambat. DiStefano telah
menyemprotkannya pada Jupe.
Pete berteriak. Ia segera bergerak meraih pegangan
pintu di sisinya.
DiStefano tak memberi ampun. Disemprotkannya isi botol
itu ke wajah ketiga anak itu.
DiStefano membanting pintu mobil, lalu melangkah
mundur menjauh. Lutut Jupe terasa lemas. Lalu ia roboh ke samping. Kegelapan
menyelimuti pandangannya, seperti kabut tebal. Makin lama makin tebal. Makin
gelap, dan gelap, dan gelap. Namun ada sesuatu yang menggembirakannya.
Sekarang
ia tahu jawabannya!
Bab 18
TERPERANGKAP-LALU MENANGKAP!
JUPE tersadar. Tercium bau lumpur. Di dekatnya ada
sesuatu yang bergerak. Bernapas. Namun sekelilingnya tetap gelap! Tangan Jupe
meraba-raba tanah di sekitarnya. Lembab. Tiba- tiba ia menyentuh sesuatu yang
bergerak. "Siapa itu?" kata Jupe. Ia mencoba memegangnya. Terdengar
suara teriakan. "Eleanor?" panggil Jupe. "Eleanor Hess?"
"Jangan!" seru Eleanor dengan ketakutan. "Jangan ganggu saya!"
Terdengar erangan Pete dan gumaman Bob.
"Tenanglah, Eleanor," kata Jupe dengan
kalem. "Aku temanmu- Jupiter Jones. Pete, di mana kau? Bob?"
"Aku... aku di sini," sahut Pete. "Di mana kita?"
"Bob?" panggil Jupe. "Oke," sahut Bob.
"Eleanor, kau tahu di mana kita berada?"
tanya Jupe.
"Di ruang bawah tanah gereja kuno," jawab
Eleanor. "Tempat ini sudah lama tidak didatangi orang. Bangunannya sudah
rapuh, bisa rubuh sewaktu-waktu. Dan ruang bawah tanah ini biasa digunakan
untuk menyimpan... menyimpan mayat-mayat!"
Ia mulai menangis. Tangisnya menyedihkan dan menyayat.
"Kita tak bisa keluar! Tidak ada yang akan menolong kita!"
"Aduh, gawat!" seru Pete.
"Ruang bawah tanah," kata Jupe, "di
gereja kuno. Tapi... tapi lewat mana kita masuk sini, Eleanor?"
"Ruang ini mempunyai tingkap, di atas jalan tangga itu," kata Eleanor
sambil terisak. "Tapi dikunci. Aku melihatnya sebentar sewaktu Frank
membukanya. Tapi ia membuatku pingsan lagi." "Dengan botol semprot
itu," kata Jupe.
Eleanor berusaha menghentikan tangisnya. Ia menarik
napas panjang beberapa kali.
"Aku marah sekali pada Frank," katanya.
"Aku mencarinya tadi pagi. Kuancam dia. Kubilang padanya akan kutelepon
polisi bila ia tidak mengembalikan manusia gua itu. Ia akan dipenjara. Lalu dia
bilang, aku akan ikut dipenjara bila ia dipenjara. Tapi aku tak peduli!"
"Oo, karena itu kau dibiusnya dengan semprotan
itu?" tanya Pete.
"Ya. Dan ketika sadar, aku sudah berada di sini.
Aku takut sekali. Aku berteriak-teriak. Tapi tidak ada yang datang. Aku ngeri.
Bergerak pun aku tak berani. Takut kalau-kalau ada lubang perangkap atau ular.
Semuanya gelap. Beberapa lama kemudian Frank datang dan membuka tingkap itu.
Saat itu aku baru sadar di mana aku berada. Aku menaiki jalan tangga itu. Tapi
Frank membiusku lagi. Kukira saat itu ia hendak menjebloskan kalian
kemari."
"Formula yang digunakan Frank ditemukan oleh DR.
Birkensteen, kan?" tanya Jupe.
"Ya. Ia menyebutnya 4-23 karena pertama kali ia
memakainya pada bulan April tanggal 23. Ia bilang simpanse-simpansenya terlalu
pendek umurnya. DR. Birkensteen berharap formula itu dapat memperpanjang umur
mereka. Tetapi kenyataannya itu cuma membuat simpanse-simpanse itu pingsan. Ia
kecewa. Lalu ia berniat menghubungi seorang ahli di Rocky Beach. Katanya
mungkin formula yang ditemukannya dapat berguna bagi suatu operasi bedah,
karena efek sampingannya tidak ada."
"Jadi itulah tujuannya menemui ahli anestesi di
Rocky Beach," kata Jupe. "Kasihan, dia telah meninggal sebelum
keinginannya tercapai. Selebihnya kami sudah dapat menduga. Kau memberi tahu
DiStefano tentang formula itu. Dan salah satu di antara kalian punya ide untuk
membius seluruh kota dengan formula itu, lalu mencuri manusia gua."
Jupe mengira Eleanor akan menangis lagi, namun
ternyata ia keliru.
"Tadinya aku cuma ingin memperoleh uang
secukupnya saja," kata Eleanor. "Aku cuma perlu beberapa ratus dolar
untuk membiayai hidupku sendiri sampai aku mendapat pekerjaan yang memadai.
Tapi Frank menipuku. Sejak awal harusnya aku sudah tahu itu. Ia memang curang.
Aku mendapat banyak pelajaran dari pengalamanku ini. Aku memang salah. Tapi
kalau ada yang berani-berani mempermainkanku lagi, tak akan kuberi ampun!"
"Hebat kau, Eleanor!" kata Pete.
"Sekarang yang penting adalah bagaimana kita keluar dari sini."
Ia bangkit. Dengan hati-hati ia melangkah. Baru
beberapa langkah ia sudah tersandung. Untung tidak terjatuh.
"Jalan tangga!" katanya.
"Tunggu aku," kata Bob. Ia lalu meraba-raba
mencari posisi Pete. "Bob, kau di depan, ya!" pinta Pete.
Bob meletakkan tangan Pete di pundaknya. Kedua anak
itu menaiki tangga perlahan-lahan. Tangan kanan Bob memegangi dinding ruang
bawah tanah itu, sedang tangan kirinya meraba- raba ke depan. Pete mengikuti
dari belakang sambil memegang pundak Bob erat-erat. Tiba-tiba kepala Bob
terbentur.
"Aduh!" seru Bob seraya terjongkok.
"Ini pasti tingkapnya." Ia lalu mencoba mendorongnya ke atas. Tingkap
itu tidak bergeming sedikit pun. "Pete, bantu aku!" katanya.
Pete segera membantu. Mereka berjongkok dengan kedua
tangan ke atas mendorong tingkap. "Satu, dua, tiga!" Pete memberi
aba-aba. "Uuhh!" erang Pete sambil mengerahkan tenaganya. Beberapa
kali mereka melakukan itu, namun sia-sia. Tingkap itu tetap tak bergerak.
"Percuma," kata Bob. "Kita cari jalan
lain saja."
"Tidak ada jalan lain," kata Eleanor dengan
nada putus asa. Ia tidak menangis, tetapi suaranya bergetar. "Kita akan
terkurung terus. Kalau Frank tidak kembali pasti kita akan... akan..."
"Jangan takut," kata Jupe, "ia pasti kembali." Jupe berkata
begitu hanya untuk menghibur Eleanor. Ia sendiri tak yakin apakah DiStefano
akan kembali.
"Mana mungkin ia kembali!" seru Pete.
Rupanya Pete tak menangkap maksud Jupe itu. "Kalau ia kembali untuk
membebaskan kita kan seluruh rahasianya akan terbongkar." "He,
Pete!" ujar Bob. "Kau pegang ini. Ada bagian tembok yang sudah
rapuh."
Pete tidak menyahuti. Tapi kedua anak itu segera
meraba-raba tembok itu. Memang, di suatu bagian ada tembok yang sudah rapuh.
Semen pelapisnya telah lepas sehingga mereka bisa merasakan bata di dalamnya.
Mereka memukul-mukul tembok itu. Semen di sekitarnya mulai berjatuhan.
Bob makin bersemangat. Ia mencakar-cakar tembok itu
dengan kedua tangannya. Pete, yang bertenaga lebih besar dari Bob, menggunakan
sisi tangannya untuk mengkarate tembok itu. Kemudian, "Bata ini mulai
longgar!" seru Bob sambil mempercepat cakaran-cakarannya. "Ayo,
sedikit lagi!"
Bob mencakari semen di pinggir-pinggir batu bata itu
sampai didapat pegangan yang cukup kuat. Lalu dengan sekuat tenaga ditariknya
bata itu.
"Berhasil!" teriaknya.
Semen di sekeliling bata itu ambrol dan sebagian
meluncur ke bawah. Dari bawah Jupe berteriak, "Aduh, hati-hati dong!"
"Maaf," kata Bob. Ia mencengkeram bata berikutnya, mengorek semen di
sekitarnya dan menariknya sampai terlepas. Pete tak mau ketinggalan. Dengan
meniru cara Bob, ia berhasil mencopot dua buah bata. Pekerjaan selanjutnya lebih
mudah, karena sudah terdapat bagian yang bolong.
Kini Pete mulai menggunakan kakinya.
"Ciaaat!" serunya menirukan gaya karateka. Dengan sekali tendang dua
bata ambrol.
Eleanor dan anak-anak mulai melihat sinar matahari!
Beberapa bata lagi berhasil dicopot oleh Bob dan Pete.
Mereka terus bekerja sampai didapat lubang yang cukup untuk Bob.
Bob menyusup keluar melalui lubang itu. Wajahnya
tampak kotor dan jari-jarinya berdarah.
Tak lama kemudian terdengar suara di atas tingkap. Bob
sedang menggeser batu-batu yang diletakkan DiStefano di atas tingkap. Seraya
menunggu Bob membuka tingkap, Jupe memperhatikan keadaan ruang bawah tanah
dengan bantuan sinar yang menerobos melalui lubang tadi. Ruang itu panjang
sempit dan tidak terlalu besar. Sepanjang dinding bagian dalam, terdapat
lekukan-lekukan yang tentunya bekas tempat menyimpan peti mayat. Ia merinding
ketika membayangkan bahwa mereka sendiri hampir menjadi mayat di sana.
Akhirnya Bob berhasil membuka tingkap. Ketiga temannya
keluar dari ruang bawah tanah.
Wajah Eleanor kotor dan matanya sembab. Celana panjang
yang dikenakannya sobek di bagian lututnya. Namun ia tampak yakin dan dapat
menguasai diri. Baru kali ini anak-anak melihat rasa percaya diri Eleanor
begitu besar.
"Oke," kata Eleanor seraya berjalan ke luar
gereja kuno. "Kita harus menangkap Frank sebelum ia melarikan diri. Kalau
sampai lolos, ia berbahaya. Ia mencuri catatan DR. Birkensteen. Dan ia punya
formula 4-23!"
"Maksudmu ia dapat membuat sendiri zat pembius
itu?" kata Pete.
"Tentu. Kalau kau tahu caranya tak akan ada
masalah. Lebih- lebih lagi Frank pernah mempelajari kimia sebelum ia
dikeluarkan dari college. " "Wah, gawat!" seru Pete.
Mereka berlari menembus hutan kecil dan melalui padang
rumput. Sesampainya di gudang McAfee, mereka melihat mobil McAfee di dalam
dengan kunci tergantung di tempat kontak. Rupanya Thalia McAfee baru kembali
dari berbelanja, karena masih terdapat beberapa bungkus bahan makanan di dalam
mobil.
Eleanor masuk ke kursi pengemudi, dan menghidupkan
mesin. "He, tunggu!" teriak Pete. Ia membuka pintu belakang lalu
melompat masuk. Bob menyusulnya di belakang. Sementara Jupe berlari mengitari
mobil dan mengambil tempat di samping Eleanor.
Thalia McAfee muncul di teras belakang. Ia
berteriak-teriak ketika melihat Eleanor berada di balik kemudi mobil. Eleanor
tidak mengacuhkannya. Ia menekan pedal gas dalam-dalam. Ban berdecit-decit
ketika Eleanor menjalankan mobil itu. Ia ngebut menuju kota.
"Ke mana kita?" tanya Jupe.
Kali itu Eleanor tampak bingung. Ia mengurangi
kecepatan dan memandang Jupe dengan panik. "Aku... aku pikir sebaiknya ke
Centerdale," katanya kemudian.
Jupe ragu-ragu. "Frank mungkin sudah kabur dari
sana," katanya. "Ia tentu takut kalau-kalau kita berhasil meloloskan
diri."
"Tidak!" tukas Eleanor. "Justru ia tidak
akan terburu-buru. Ia tidak menyangka bahwa kita bisa lolos secepat ini. Tapi
kita harus cepat. Ia dapat memproduksi zat pembius itu secara
besar-besaran."
Eleanor berhenti di tempat parkir dekat kantin.
"Aku akan menghubungi polisi," katanya. "Aku harus
memperingatkan polisi agar berhati-hati."
"Sebentar," kata Jupe. Ia memejamkan
matanya, mencoba mengingat apa yang dilihatnya di amplop dalam mobil DiStefano.
"Apa lagi?" tanya Eleanor tak sabar.
"Cepat, jangan membuang- buang waktu!" serunya sambil mengguncang-guncang
lengan Jupe.
"Jangan ganggu dia!" Pete memperingati.
"Jupe sedang berusaha mengingat sesuatu." "Wadlee Road,"
kata Jupe. "Di mana Wadlee Road?" "Itu daerah industri kecil di
Centerdale." "Itu dia!" seru Jupe. "Ada tulisan itu di
amplopnya Servis Lab. Mungkin itu berarti Servis Laboratorium. Mestinya itu
nama sebuah perusahaan yang menjual zat-zat kimia. DiStefano akan membeli
zat-zat untuk memproduksi formula itu."
"Oh!" kata Eleanor. Bergegas ia keluar mobil
sambil merogoh- rogoh kantungnya mencari uang logam. "Ini!" Bob
berdiri di sampingnya seraya menyodorkan beberapa keping uang logam. Sekeping
uang logam dicemplungkan ke dalam telepon umum, lalu Eleanor memutar nomor
telepon polisi. Ketika diangkat Eleanor berkata, "Saya Eleanor Hess,
keponakan McAfee. Pencuri manusia gua Citrus Groove ialah Frank DiStefano.
Sekarang mungkin ia berada di Servis Lab di Wadlee Road Centerdale. Ia akan
membeli zat-zat kimia yang dapat dijadikan formula pembius. Hati-hati! Pembius
itu sangat ampuh!"
Eleanor menggantung telepon. Ia dan Bob berlari masuk
ke mobil. Kembali Eleanor menancap gas menuju Centerdale. "Mudah-mudahan
polisi itu tidak terkecoh oleh Frank," kata Eleanor dengan waswas.
"Ya, ya," Jupe mengiyakan.
Mereka berada di luar kota sekarang. Pedal gas diinjak
habis oleh Eleanor. Pohon-pohon di kiri-kanan jalan tampak berkelebat ketika
mobil melewatinya. Ketika melalui tikungan tajam ban mendecit-decit. Anak-anak
menahan napas sambil menyandar erat ke kursi.
Tidak seorang pun berkata-kata sampai di batas kota
Centerdale. Eleanor mendadak menginjak rem membuat anak- anak terhenyak ke
depan. Kecepatan mobil dikurangi sampai batas yang diizinkan.
"Pasang mata baik-baik," kata Eleanor.
"Barangkali saja kita berpapasan dijalan dengan Frank."
Mereka membelok setelah melewati supermarket. Tak lama
kemudian mereka melihat suatu kompleks industri. Eleanor membelok lagi.
"Ini Wadlee Road," kata Eleanor. "Tapi
mana mobil polisinya?" "Itu dia!" kata Jupe sambil menunjuk ke
suatu gedung. Di depan gedung itu ada sebuah mobil polisi. Mobil DiStefano
diparkir tak jauh dari situ. DiStefano sedang berdiri di samping mobil polisi
sambil memegang botol semprot.
Ketika melihat mereka, DiStefano terkejut. Ia lari
menuju mobilnya.
Eleanor membelok masuk ke jalan yang menuju gedung.
Anak- anak sempat melihat bahwa si polisi terkulai lemas pada kemudi mobilnya.
Sementara DiStefano sedang berusaha menghidupkan mesin mobilnya. Wajahnya
tampak gugup. Berkali-kali dikontakkan kuncinya. Mesin tidak mau hidup.
Akhirnya DiStefano berhasil. Mobilnya melompat mendecit- decit ketika ia
menginjak gas dalam-dalam. Asap mengepul dari ban yang bergesekan dengan aspal.
Eleanor nekat mengarahkan kemudinya ke mobil DiStefano
dengan kecepatan penuh.
Kedua mobil itu bertabrakan. Logam-logam yang berbenturan
dan kaca-kaca yang pecah menimbulkan bunyi yang memekakkan. Eleanor berhasil
menubruk sisi kiri mobil DiStefano. DiStefano terlonjak ke samping.
DiStefano menyumpah-nyumpah sambil keluar dari
mobilnya. Ia lari menyerbu ke arah Eleanor. Di tangannya tergenggam botol
semprot.
Secepat kilat Pete keluar dari kursi belakang.
Tangannya meraih suatu benda yang keras dan bundar. Ia melemparnya sekuat
tenaga. Tepat mengenai kepala DiStefano.
DiStefano terhuyung-huyung. Botol semprot di tangannya
terlepas. Ia sendiri menggeloyor jatuh.
Sirene polisi meraung-raung dari kejauhan. Dalam
sekejap polisi tiba di tempat kejadian. Mobilnya direm mendadak, beberapa meter
saja dari tempat DiStefano tergeletak.
Dengan
sigap mereka keluar dengan senjata di tangan. Mereka melihat DiStefano, lalu
menoleh pada Eleanor dan anak-anak. "Ada barang-barang belanjaan di kursi
belakang mobil," kata Pete sambil nyengir. "Aku timpuk saja ia dengan
keju Belanda!"
Bab 19
MUSUH DALAM
SELIMUT
KEPALA POLISI duduk di
teras, di belakang Yayasan Spicer sambil memandang ke arah kolam renang yang
berkilau-kilau ditimpa sinar mentari pada Selasa pagi.
"Kami memiliki bukti-bukti yang memberatkan
DiStefano," katanya. "Kami menemukan sidik jarinya pada kopor yang
kalian temukan di stasiun tua. Dan, kopor itu ternyata milik yang empunya rumah
di Centerdale. DiStefano menyewa kamar padanya."
Polisi itu memandangi orang-orang yang duduk
mengelilinginya. Newt dan Thalia hadir setelah ditelepon Terreano. Eleanor Hess
duduk dekat Mrs. Coolinwood. Semalam ia menginap di rumah Mrs. Coolinwood.
Jupiter, Pete, dan Bob sempat berbicara panjang-lebar
dengan polisi di Centerdale tadi malam. Mereka kembali ke Citrus Groove bersama
Eleanor.
Phillip Terreano dan James Brandon menyempatkan diri
untuk meninggalkan kantornya pagi itu. Dan DR. Hoffer, yang sedang berenang
ketika kepala polisi datang, segera naik dan menyelimuti tubuhnya dengan kimono
handuk. Ia bergabung dengan tamu-tamu lainnya di teras.
"Mana manusia guaku?" kata McAfee.
"Kapan aku bisa memperolehnya kembali?"
"Tulang-tulang di kopor itu bukan kau
punya!" bentak Brandon. "Itu tulang-tulang hominid Afrika!"
"Memang ada dua fosil hominid, Mr. McAfee,"
kata Terreano. "Dan yang telah ditemukan bukan manusia gua Citrus
Groove." "Kalau begitu kausembunyikan di mana manusia guaku,
Ellie?" tanya McAfee sambil melotot pada Eleanor. "Kau yang
bertanggung jawab atas pencurian ini!"
Eleanor mengangkat
dagunya. "Tidak!" katanya dengan garang. "Aku tidak tahu apa-apa
lagi. Semuanya sudah kukatakan pada kalian."
"Kalau memang bukan kau pencurinya, mengapa kau
dipenjara sekarang?" sindir Thalia. Ia berpaling pada kepala polisi.
"Kau harus memberi hukuman berat. Ia telah berkomplot dengan bajingan
DiStefano itu." "Miss Hess sekarang bebas dengan jaminan," kata
kepala polisi.
"Jaminan?" gerutu McAfee. "Siapa yang
mau menjamin dia?
Aku sendiri amit-amit! Buat apa?" "Aku yang
menjamin dia," kata James Brandon dengan suara dingin. McAfee tergagap.
"Kau? Kau menjamin dia? Kenapa?"
"Karena aku mau," jawab Brandon singkat.
"Penderitaan yang dialaminya selama tinggal di rumahmu sudah cukup
banyak." Thalia McAfee bergetar karena marah. "Enak saja kau
bicara!" jeritnya. "Kami tidak melakukan kesalahan apa-apa. Dia yang
bersalah! Padahal kami telah susah-payah mengurusnya!" Eleanor balas
memandang Thalia dengan tajam. "Aku cuma ingin mengambil apa yang jadi
milikku! Aku akan meninggalkan tempat ini untuk bekerja di San Diego dan
melanjutkan sekolah di sana. Selama ini kalian merampas apa-apa yang jadi
milikku. Aku tak punya apa-apa, semuanya kalian makan sendiri!"
Thalia McAfee mendengarkan dengan perasaan kecut.
"Tadinya tak banyak yang kuinginkan," kata
Eleanor. "Cuma sekitar lima ratus dolar. Well, sekarang aku sudah lebih
mengerti. Aku akan meminta pengacara untuk mengurus apa yang sebenarnya
kumiliki." "Memangnya kau punya apa?" seru Thalia. "Kau tak
punya apa-apa!"
"Mendiang ayahku mendapat asuransi kecelakaan,
bukan?" kata Eleanor sambil bangkit mendekati Thalia. Thalia membuang
muka, tak berani membalas tatapan tajam Eleanor "Dan rumah di Hollywood
itu sebenarnya warisan dari orang tuaku," lanjut Eleanor. "Itu juga
milikku, bukan? Ke mana larinya uang sewanya selama bertahun-tahun? Aku tak
pernah menerima sepeser pun!"
Newt McAfee berdehem. "Baik, baik, Ellie,"
katanya. "Kita selesaikan urusan ini sendiri saja. Kita kan masih
bersaudara, mengapa harus pakai pengacara segala? Kalau kau mau bersekolah di
San Diego, atau di Oceanside, akan kami carikan apartemen. Kau akan kami beri
beberapa ratus dolar. Beres, kan?"
"Beberapa ratus?" seru Eleanor. "Kalian
pikir aku bodoh mau ditipu begitu saja?"
"Iya deh, seribu," kata Thalia. "Dua
ribu. Dua ribu."
Eleanor membelalak pada Thalia.
"Lima ribu?" kata Thalia.
"Sepuluh!" kata Eleanor dengan tegas.
"Baik, baik, Ellie," kata Newt.
"Sepuluh ribu. Kau akan menerimanya. Nah, sebenarnya kami baik hati,
kan?" Eleanor duduk kembali. "Seharusnya sudah lama aku lakukan
ini," katanya. "Cuma dulu aku masih takut-takut dan pemalu."
"Bagus, Eleanor," kata Terreano. "Kau
harus berani. Tak seorang pun akan berani mempermainkanmu lagi."
"Sekarang bagaimana dengan tulang-tulang itu," kata Newt McAfee,
"kapan aku bisa membawanya pulang. Aku ingin..." "Untuk
sementara ini tulang-tulang dalam kopor itu akan kami tahan untuk
diperiksa," kata kepala polisi. "Baik kau maupun Mr. Brandon tidak
bisa membawanya pulang sampai kasus ini dituntaskan."
"Apakah Anda ingin memeriksa fosil yang satu
lagi?" tanya Jupiter pada kepala polisi. "Fosil manusia gua Citrus
Groove?" Semua orang menoleh pada Jupe.
"Itu ada di ruang bawah tanah di gereja tua,
bukankah demikian, DR. Hoffer?" kata Jupe. Hoffer terdiam seribu bahasa.
"Anda ingin mencemarkan nama DR. Brandon,"
Jupe melanjutkan. "Anda ingin mendapat penghargaan Spicer. Namun Anda
bersaing dengan tidak sehat. Anda berusaha menyingkirkan saingan Anda-DR.
Brandon-dengan cara mencemarkan namanya. Andalah yang memasuki museum pada
malam menjelang hari pembukaannya. Anda merencanakannya dengan baik sekali.
Anda tak lupa untuk mengambil kunci pintu museum dari dapur McAfee dan membuat
tiruannya. Lalu Anda menukar manusia gua dengan hominid Afrika milik DR.
Brandon. Anda dengan teliti menghapus jejak-jejak yang terdapat di gua.
"Sewaktu Anda keluar membawa manusia gua, John
the Gypsy terbangun dan melihat Anda. Perhitungan Anda tidak meleset. Dengan
cerdik Anda sudah mempersiapkan mantel dari bulu binatang dan wig panjang. John
the Gypsy lalu menyangka ia melihat manusia gua gentayangan."
Hoffer menyeringai. "Tak masuk akal!"
cemoohnya.
"Mula-mula aku tak mencurigai Anda," Jupe
meneruskan. "Namun ketika yang ditemukan di stasiun itu ternyata hominid
Afrika, aku sekilas melihat Anda tersenyum penuh
kepuasan. Itu sudah cukup buatku untuk mencurigai Anda.
"Aku ingat bahwa terdapat lusinan bulu binatang
di yayasan. Begitu pula, pada hari dicurinya manusia gua, wig panjang milik
Mrs. Coolinwood hilang dan siangnya ditemukan lagi. Itu menunjukkan pelakunya
adalah orang yayasan.
"Sewaktu Pete, Bob, dan aku melintasi padang
rumput mengikuti jejak sampai di gereja tua itu, Anda melihat kami. Anda kuatir
kalau-kalau rahasia Anda terbongkar. Jadi Anda mengikuti kami, dan pura-pura
kaget. Lalu Anda duduk tepat di atas tingkap agar kami tak menyangka bahwa ada
ruang bawah tanah di situ."
Hoffer tersenyum kecut. "Siapa yang mau percaya dongengan
anak-anak ingusan ini?" katanya sambil melihat berkeliling. "Anak
muda, kalau kau tak ingin berurusan denganku, berhentilah berkhayal. Aku sama
sekali tidak punya urusan dengan manusia gua."
"Sebagian dari cerita itu memanghasil imajinasi
kami," tukas Jupe. "Namun kami juga punya barang bukti. Anda bekerja
dengan teliti sekali Mr. Hoffer, tetapi justru itu kelemahan Anda. Manusia gua
bertelanjang kaki, jadi Anda malam itu juga bertelanjang kaki. Dengan kaki
telanjang Anda berjalan melalui padang rumput McAfee. Jejak Anda ada yang
tertinggal di sana. Aku sudah membuat cetakannya. Aku jadi tahu bahwa si
pencuri memiliki kaki kecil, dan salah satu jarinya terangkat." Semua mata
melihat ke kaki Hoffer yang tak bersepatu. Tanpa disadarinya Hoffer berusaha
menyembunyikan kakinya di bawah kursi. Tetapi ia lalu menyadari bahwa percuma
ia berbuat begitu. Ia bangkit seraya mengangkat kaki kanannya, memperlihatkan
jari-jarinya. "Silakan lihat kakiku ini, indah bukan?" tantangnya.
"Aku akan panggil pengacaraku."
"Hoffer, tega benar kau," kata Terreano.
Suaranya tegas, tetapi wajahnya sedih.
Hoffer menghindari pandangan Terreano. Ia langsung
masuk ke dalam, diikuti kepala polisi.
Brandon menyeringai riang. "Aku juga akan panggil
pengacaraku," ujarnya. "Mungkin saja aku akan diberi kesempatan untuk
menyelidiki manusia gua itu sebelum kau memamerkannya lagi, McAfee."
Brandon bangkit. Ia masuk ke ruang tamu sambil tersenyum puas. "Kau tak
mempunyai hak secuil pun!" seru McAfee. "Itu milik-ku!"
"Belum
tentu, McAfee," kata Terreano. "Kecuali kalau kau dan manusia gua itu
bersaudara!"
Bab 20
MR. SEBASTIAN TERKESAN
BEBERAPA hari setelah Trio Detektif kembali ke Rocky
Beach, mereka mengunjungi suatu tempat di Cypress Canyon Drive di Malibu.
Tempat itu dulunya sebuah restoran bernama Charlie's Place. Kini Hector
Sebastian yang memilikinya dan menyulapnya menjadi rumah yang nyaman.
Sebelum menjadi penulis cerita misteri, Mr. Sebastian
bekerja sebagai detektif. Sejak kecelakaan yang membuat kakinya luka parah, ia
berganti profesi menjadi penulis. Trio Detektif senang berkunjung ke sana untuk
mendengar pengalamannya selama menjadi detektif. Tak jarang pula mereka yang
bercerita mengenai kasus-kasus yang berhasil mereka pecahkan. Meskipun sibuk,
Mr. Sebastian selalu bersedia meluangkan waktunya untuk mereka.
Jupe, Pete, dan Bob memasuki ruangan besar yang
dulunya adalah ruang makan utama Charlie's Place. Mereka diantar Hoang Van Don,
pelayan berkebangsaan Vietnam. Mr.
Sebastian tidak nampak di sana, tetapi anak-anak
mendengar suara halus seperti suara mesin tik.
"Hai, Anak-anak! Mari ke sini!" sapa Mr.
Sebastian dari balik rak buku pemisah ruangan.
Di meja Mr. Sebastian, mereka melihat sebuah mesin
berukuran sebesar tas kantor yang kelihatan seperti setengah mesin tik dan
setengah televisi. Ia dengan asyik mengetik. Di layar muncul huruf-huruf yang
diketiknya. "Komputer!" seru Jupe. "Kecil sekali
ukurannya?"
"Hebat ya!" kata Mr. Sebastian. "Ini
komputer portable-mudah dibawa-bawa. Sebenarnya sudah lama aku ingin membeli
komputer, tetapi aku masih sayang dengan mesin tik tuaku. Akhirnya ketika mesin
tik itu bolak-balik rusak, aku beli juga komputer. Aku cukup beruntung, karena
model ini baru keluar dan amat cocok dengan kebutuhanku. Keyboard-bagian yang
seperti mesin tik itu-dan layarnya dapat dilipat ke dalam sehingga membentuk
tas kecil. Beratnya cuma empat kilogram! Mudah dibawa ke mana-mana, padahal
kemampuannya sama dengan komputer biasa. Selain itu praktis sekali, dapat
menggunakan baterai atau listrik di rumah."
"Wah!" seru Peter kagum.
"Komputer ini amat membantu dalam penyusunan
naskah cerita-cerita yang kubuat. Aku dapat mengubah-ubah formatnya sesuai
dengan kebutuhan, dapat memperbaiki kesalahan dengan mudah, dapat memindahkan
satu kalimat atau paragraf dengan cepat semuanya tanpa harus mengetik ulang
secara keseluruhan. Naskahku cukup disimpan dalam disket penyimpan data
berbentuk piringan tipis dan kecil. Praktis sekali!"
"Lalu bagaimana orang lain dapat membaca naskah
itu kalau ia tidak punya komputer?" tanya Jupe.
"Ooo, mudah," sahut Mr. Sebastian dengan
tersenyum. "Kalau naskahku sudah beres, aku dapat mencetaknya di kertas
biasa. Perhatikan ini."
Ada sebuah mesin lain di samping komputer. Mr.
Sebastian mengetikkan sesuatu pada keyboard. Dan... hup! Mesin itu mulai bekerja.
Dengan gerakan bolak-balik yang cepat mesin itu mencetak apa yang telah diketik
Mr. Sebastian pada komputernya.
"Hiii, lucu!" kata Bob. "Mesin itu juga
dapat mencetak dari kanan ke kiri!"
"Itulah bedanya," kata Mr. Sebastian.
"Mesin tik biasa umumnya digunakan untuk mencetak dari kiri ke kanan,
bukan?" "Ck ck ck!" Pete hanya bisa berdecak kagum.
"Baik, sekarang giliran kalian menceritakan
pengalaman kalian," Mr. Sebastian melanjutkan. "Bagaimana kisah
kalian dengan manusia gua Citrus Groove itu?"
Bob menyerahkan catatan yang sudah dilengkapinya dalam
dua hari belakangan ini. Mr. Sebastian membaca dengan penuh perhatian.
"Bukan main!" katanya begitu selesai
membaca. "Menyeramkan juga! Hampir saja DiStefano lolos!"
Jupiter mengangguk. "Meskipun ceroboh, hampir
saja ia berhasil lolos. Mungkin ia menganggap dirinya cerdik dengan menyobek
catatan harian DR. Birkensteen, padahal justru itu yang membuatku curiga.
Ketika kutanyakan pada Eleanor, ia menjawab tidak tahu-menahu tentang catatan
itu. Tetapi aku yakin ia sebenarnya tahu."
"Kasihan Eleanor," kata Mr. Sebastian.
"Menurutmu apakah DiStefano berniat membebaskan kalian dari ruang bawah
tanah itu?"
"Entah, ya," sahut Jupe sambil mengangkat
bahu. "Kelihatannya ia sudah tak peduli lagi dengan nasib kami."
"Cara kerja DiStefano acak-acakan," kata
Pete. "Ia amat ceroboh. Masa peralatan selamnya dibawa-bawa terus di
mobilnya, padahal ia tidak bisa berenang. Begitu juga penanya yang bertinta
hijau menyala."
"Dialah yang mengambil uang tebusan dari suatu
tempat di antara Citrus Groove dan Centerdale," kata Bob. "Kantung
uang itu digeletakkan begitu saja dalam bagasi mobilnya. Sepatu olahraganya
ditemukan polisi di kolong tempat tidurnya di Centerdale. Tapaknya cocok dengan
foto jejak yang diambil polisi di gua."
"Sebenarnya apa yang membuat kalian mencurigai
dia?" tanya Mr. Sebastian.
"Banyak alasan yang memberatkan dia," Jupe
menyahuti. "Siang hari itu ia tiba-tiba muncul di yayasan, padahal katanya
paginya ia baru sakit. Tak nampak tanda-tanda ia baru sakit waktu itu. Dan pada
saat orang-orang meributkan penemuan tulang-tulang itu di stasiun tua, ia
tenang-tenang saja melihatnya dari jauh.
Wajarnya kan orang akan tertarik dan ikut berkerumun
di stasiun.
"Lalu ia kenal dengan Eleanor sehingga ia bisa
tahu banyak tentang zat pembius yang ditemukan DR. Birkensteen. Dan dengan
mudah ia dapat mencuri kunci gua dari dapur McAfee karena mendapat informasi
dari Eleanor."
"Kalau begitu bagaimana DR. Hoffer bisa masuk ke
gua malam sebelumnya?" tanya Mr. Sebastian.
"DR. Hoffer jauh lebih cerdik dari
DiStefano," kata Jupe. "Jauh-jauh hari ia sudah mencurinya. Setelah
membuat tiruannya ia lalu mengembalikan kunci itu ke tempat semula. Ia begitu
cepat kerjanya sehingga tidak ada orang yang sadar bahwa kunci itu pernah dicuri."
"Lalu bagaimana dengan kesaksian ibu kost
DiStefano di Centerdale?" tanya Mr. Sebastian lebih lanjut. "Ia kan
melihat DiStefano terbaring sakit."
"Aku sempat bingung ketika mendengar berita itu
dari Pete," kata Jupe. "Tapi ibu kost itu kan tidak melihat DiStefano
secara langsung. Ia mengatakan bahwa DiStefano menyelimuti tubuhnya dari ujung
rambut sampai ke ujung kaki. Itu tipuan yang mudah sekali dibuat. Yang lebih
membingungkan ialah suara bersinnya DiStefano. Ternyata itu pun tidak terlalu
sulit. DiStefano membuat rekaman suara bersinnya sendiri. Ia menyalakannya pagi
itu untuk mengelabui ibu kostnya, lalu menyelinap keluar lewat jendela.
"Ia lalu pergi ke waduk di bagian utara Citrus
Groove. Mungkin ia mengambil jalan memutar supaya tak terlihat. Dicampurnya air
waduk dengan anestesi itu. Ia menyetel alat penyiram otomatis agar menyala pada
pukul sepuluh lewat dua puluh.
"Segera setelah alat penyiram otomatis itu
menyala ia pergi ke museum gua sambil mengenakan perlengkapan selam. Dibiusnya
John the Gypsy, diambilnya kunci museum dari dapur, dan dicurinya tulang-tulang
yang ada di sana. Ia tak sadar bahwa tulang-tulang itu telah ditukar oleh DR.
Hoffer malam sebelumnya. Dimasukkannya tulang-tulang itu ke dalam kopor tua
yang dibawanya, lalu ditaruhnya di stasiun. Ia telah keluar lagi dari stasiun
melalui jendela, sebelum orang-orang tersadar.
"Ini semua merupakan kesimpulan kami. Walaupun
DiStefano sama sekali tidak mau buka mulut, ada beberapa fakta yang mendukung
kesimpulan kami ini. Pertama, ada orang yang melihat mobil DiStefano diparkir
dekat waduk pada pagi hari itu. Dan kedua, Eleanor melihatnya membawa
perlengkapan selam sore-sore, sehari sebelum pencurian itu.
"Eleanor sangat terkejut dan ketakutan ketika
mendengar bahwa DiStefano meminta uang tebusan sebanyak itu. Tapi ia juga takut
untuk memperingatkan DiStefano."
"Kasihan gadis itu!" kata Mr. Sebastian
lagi. "Bagaimana nasibnya?"
"Ia akan menjadi saksi utama di pengadilan,"
sahut Pete. "Ia menjalani masa percobaan sekarang ini, tetapi tidak
dipenjara." "Ia juga sudah berani mengungkapkan seluruh isi hatinya
tentang perlakuan McAfee padanya," tambah Jupe. "Sebenarnya ia amat
menghormati paman dan bibinya itu, tapi ia benci diperlakukan semena-mena oleh
mereka. Ia tak berani melawan selama ini. Dan yang paling menyedihkan ialah, ia
tak diperkenankan bersekolah lagi sejak umur delapan tahun!"
Mr. Sebastian menggeleng-geleng. "Orang tua macam
apa itu?" gumamnya. "Mereka seharusnya dipenjara juga seperti
DiStefano."
"Memang," sahut Bob menimpali, "mereka
juga patut mendapat hukuman. Tapi Ibu bilang orang semacam itu tidak tenang
hidupnya."
"Siapa yang mempunyai ide mencuri fosil
itu?" kata Mr. Sebastian. "Eleanor atau DiStefano? Mungkinkah Eleanor
ingin membalas dendam terhadap perlakuan pamannya?"
"Eleanor tidak ingat siapa yang mula-mula
mengusulkan ide itu," kata Jupiter. "Ketika ia memberi tahu DiStefano
tentang penemuan DR. Birkensteen, DiStefano sambil bercanda mengatakan anestesi
itu dapat dimanfaatkan untuk mencari uang.
"Eleanor menyangka DiStefano memang bergurau
waktu itu. Ia ingat ia sendiri pernah berkata, 'Kita bius Paman Newt, lalu kita
curi manusia guanya. Kalau kita jual ke suatu museum, kita bisa dapat uang.'
Eleanor benar-benar bercanda sewaktu mengatakan hal itu. DiStefano menimpali
dengan berkata, 'Tak usah dijual, cukup kita sandera saja untuk dimintai uang
tebusan.'
"Eleanor masih menganggapnya main-main kala itu.
Namun lama-kelamaan pembicaraan menjadi serius. Eleanor menjadi takut. Ia tahu
bahwa perbuatan itu salah, dan ia sendiri sebenarnya tidak suka dengan
DiStefano yang tidak simpatik itu. Tetapi DiStefano nyerocos saja dengan
idenya. Malah ia memanas-manasi Eleanor agar memberontak melawan pamannya.
'Kapan lagi kau bisa balas dendam terhadap Paman Newt?' katanya pada Eleanor.
Akhirnya Eleanor terpengaruh
juga sehingga menyetujui rencana DiStefano. Meskipun
demikian ia sama sekali tidak menyangka bahwa DiStefano akan meminta tebusan
sebesar itu."
"DiStefano pantas diganjar hukuman berat,"
kata Bob. "Ia melakukan beberapa kejahatan sekaligus. Pencurian,
pemerasan, dan penculikan. Tidak ada kata ampun baginya."
"Ya, dia memang pantas dihukum berat," Mr.
Sebastian mengiyakan. "Bagaimana dengan DR. Hoffer? Di mana dia?"
"Ia keluar dari Yayasan Spicer-dipecat dengan
tidak hormat," ujar Jupe. "Mungkin ia hanya dikenakan denda saja,
namun reputasinya telah jatuh. Yang jelas, ia tak bakal meraih penghargaan
Spicer. Pengurus yayasan memutuskan tak ada yang memperoleh penghargaan itu
tahun ini."
"Ironisnya, kalau saja ia tidak berbuat begitu,
ia berpeluang besar untuk meraih penghargaan itu. Penelitiannya sangat
berharga."
"Fosil-fosil itu diapakan sekarang?" tanya
Mr. Sebastian. "Dua-duanya ditahan polisi sampai kasus ini
dituntaskan," jawab Jupe. "McAfee menjadi berang karena tidak dapat
memamerkan manusia guanya. Sementara itu DR. Brandon pergi ke Sacramento
menemui gubernur untuk meminta agar diperkenankan meneliti manusia gua itu dan
menyelidiki kalau- kalau ada fosil lain di sekitar bukit itu.
"Eleanor Hess pindah ke rumahnya di Hollywood. Kebetulan
sekali rumah itu sudah selesai masa kontraknya. Eleanor menjadikan rumah itu
sebagai penginapan bagi wanita yang ingin tinggal di kota itu. Ia akan mendapat
uang dan sekaligus teman di sana." "Hm, tentunya ia akan menjalani
hidup yang lebih menyenangkan di sana," ujar Mr. Sebastian. "Lalu
siapa sekarang yang menyimpan formula anestesi itu?"
"Formula itu berada dalam perut DiStefano
sekarang!" kata Bob. "Ketika borgolnya dilepas di sel penjara, ia
menelan catatan DR. Birkensteen. Kelihatannya itu catatan tentang formula
anestesi DR. Birkensteen. Lenyaplah sudah karya ilmiah yang menakjubkan
itu!"
"Ia datang bagai angin, dan hilang bagai
asap," kata Mr. Sebastian berdeklamasi.
"Sayang, ya," kata Jupe. "Padahal
manfaatnya bagi kemanusiaan belum diketahui."
"Dua pertanyaan lagi, Jupe," kata Mr.
Sebastian. "Dari mana kau tahu tempat Hoffer menyembunyikan manusia
gua?"
"Dari sini," kata Jupe sambil menunjuk
kepalanya. "Ia tidak mungkin menyembunyikannya di yayasan, dan tidak
mungkin pula menguburkannya di suatu tempat di tengah malam itu. Dengan
menggunakan logika aku menyimpulkan bahwa manusia gua itu disembunyikan di
ruang bawah tanah gereja kuno itu." "Kesimpulanku ternyata
tepat," lanjutnya. "Polisi menemukan fosil manusia gua itu di salah
satu lekukan di ruang bawah tanah gereja kuno. Lekukan itu dulunya tempat
menyimpan peti mati. Sewaktu gereja itu ditinggalkan, mayat-mayat dikuburkan di
Centerdale."
"Mr. Sebastian," kata Jupe kemudian,
"sebelum Anda mengajukan pertanyaan yang terakhir, aku ingin meminta
sesuatu. Maukah Anda menuliskan kata pengantar untuk kisah misteri kami kali
ini?"
Mr. Sebastian
tersenyum. "Dengan segala senang hati, Trio Detektif. Apalagi kini aku
punya komputer. Ingat! Lain kali tak usah pakai tanya segala, aku bangga bisa
menulis kata pengantar itu.
"Dan
sekarang giliranku lagi. Pertanyaanku yang terakhir adalah," kata Mr.
Sebastian lambat-lambat, "maukah kalian kutraktir Marvin Marvellous
Burger?"
"Mau! Mau!" seru
anak-anak kegirangan.
TAMAT
Emoticon