SATU
Kucuran air dingin perlahan berjatuhan membasahi sepasang tangan renta
milik Ki Tanu Mangir. "SubhanAllah" ucap sang kakek kala merasakan
kesegaran yang mengalir dari kucuran air dari bedeng bambu yang terletak
di samping Surau. Suasana subuh yang hening dan senyap terasa demikian
damai kala terdengar suara gemericik air yang berbunyi saat kakek
penjaga Surau tersebut terlihat mengambil wudhu dan bersuci diri.
Setelah selesai bersuci, Ki Tanu Mangir pun berjalan memasuki Surau
dengan langkah ringan. Kala itu suasana Surau masih terlihat lengang,
tidak terlihat seorang jamaahpun berada di dalam Surau. namun saat sang
kakek memalingkan wajahnya ke salah satu sudut ruangan, dilihatnya
seorang bocah tertidur pulas sembari meringkuk didalam kemulan sehelai
kain sarung kumal. Sang kakek mengerutkan kening karena merasa tidak
mengenali bocah yang sedang tertidur lelap ini. Ki Tanu Mangir kemudian
memperhatikan si bocah lebih seksama, Yang menjadi perhatian pertama Ki
Tanu Mangir adalah Rambut Si
Bocah yang panjang dan berdiri kaku keatas
serta sebagian besar sudah berwarna putih. anak ini masih kecil namun
hampir seluruh rambutnya sudah memutih gumam Ki Tanu Mangir masih
menatap rambut sang bocah yang nampak diikat secarik kain Lurik. Tubuh
bocah kecil ini terlihat kurus dan ringkih, namun begitu tubuhnya
terlihat bersih dan tidak berbau pertanda sang bocah pandai mengurus
diri. Bocah cilik ini tidak memakai baju atasan sehingga tulang dada dan
rusuknya terlihat dengan jelas. Satu-satunya pakaian yang dikenakan
bocah ini selain kain sarung adalah sehelai celana pangsi sebatas lutut.
“kasihan anak ini…”ucap Ki Tanu Mangir sembari mengusap rambut sang
bocah. Kakek penjaga Surau ini kemudian beranjak bangkit untuk
Melaksanakan Shalat Subuh. Setelah menyelesaikan panggilan Illahi, Sang
Kakek kemudian berjalan mendekati si bocah yang masih tertidur pulas.
“Bangun Nduk… Sudah Pagi…” ucap Ki Tanu sambil menepuk bahu si bocah.
Bocah yang ditepuk bahunya kemudian terlihat membuka mata lalu perlahan
bangkit duduk sembari mengusap-usap wajahnya. “Assalamualaikum, Kyai…
maaf saya numpang tidur di Surau tanpa permisi dulu sama Kyai…” ucap
bocah cilik ini sembari mencium tangan Ki Tanu Mangir. Sang Kakek
terlihat tertegun melihat kesopanan dan tutur kata si bocah yang
terdengar halus dan terpelajar. “Waalaikumsalam, anak baik… jangan
panggil saya Kyai… saya hanya penjaga Surau Kecil ini saja. saya malu
kalau dipanggil Kyai, saya ini belum pernah naik Haji… panggil saja saya
Ki Tanu Mangir…” ucap Ki Tanu Mangir sembari menatap bocah dihadapannya
dengan seksama. “Namamu siapa Nduk? Aki rasanya belum pernah melihat
wajahmu di daerah ini…” Tanya sang kakek.
“Saya memang bukan orang asli sini Ki, Nama saya Sakti Wanara, tapi
banyak orang sering memanggil saya dengan panggilan Jabrik atau Uban…”
ucap sang bocah lugu sembari mengusap-usap rambutnya yang berdiri kaku
tegak. “saya tidak punya tempat tinggal Ki, saya hanya singgah sebentar
karena lelah semalaman berjalan. Saat saya melihat surau ini saya
langsung memutuskan untuk beristirahat sebentar…” ucap si bocah sembari
terpekur menatap lantai surau. “aki tidak marah kan?”ucap si bocah
perlahan. Ki Tanu Mangir tertawa lepas mendengar pertanyaan si bocah
cilik. “Semua orang itu diterima di rumah Allah Nduk, selama beritikad
baik dan memiliki hati yang suci bersih…” ucap sang kakek sembari
mengusap kepala bocah yang bernama Sakti Wanara ini. “kau sudah makan
Nduk?” lanjut sang kakek. Bocah cilik ini tidak menjawab pertanyaan si
kakek melainkan memandang berkeliling. “belum ada yang datang Shalat
Ki?” ucap si bocah tanpa disangka oleh Ki Tanu Mangir. Wajah si kakek
terlihat berubah sedih. “belum cah bagus, orang-orang di desa sekitar
nampaknya mulai enggan pergi ke surau… “ ucap Ki Tanu Mangir sembari
menghela nafas berat. Tiba-tiba si bocah jabrik bangkit berdiri lalu
kembali mencium tangan ki tanu mangir “saya permisi ambil wudhu dulu
Ki…”ucap si bocah sambil berlari menuju keluar Surau. Ki Tanu Mangir
yang melihat tingkah laku si bocah hanya bisa mengelengkan kepala.
“dasar anak-anak…”batin sang kakek sembari berjalan kearah rak buku di
sudut Surau. Beberapa saat kemudian mulai terdengar bunyi gemerisik air
mengalir dari tempat wudhu di samping surau. Ki Tanu Mangir baru mulai
hendak membaca Kitab Kuning saat tiba-tiba telinga tuanya mendengar
alunan suara yang membuatnya terhenyak. “Astaghfirullah… apakah tidak
salah pendengaranku ini…?” ucap Ki Tanu Mangir seraya beranjak bangkit
dan berjalan mendekati pintu Surau. Disana tepat di depan jalan turunan
yang mengarah ke perkampungan dilihatnya bocah tak berbaju yang tadi
tertidur di dalam Surau nampak berdiri menengadah dengan kedua tangan di
telinga sembari mengumandangkan suara Adzan! “SubhanAllah…! Maha Besar
Allah…!” seru sang kakek takjub! Air mata sang kakek mulai terlihat
menitik disudut matanya Apalagi kala dilihatnya beberapa orang mulai
nampak di berjalan diujung jalan menuju keatas bukit tempat Surau kecil
itu berdiri.
Memang sudah sejak lama Kalam Penyejuk Kalbu tersebut tak terdengar di
Surau Kecil tersebut semenjak penyakit paru-paru menyerang dan
mengerogoti tubuh renta Ki Tanu Mangir. Sementara itu bocah bernama
Jabrik Sakti Wanara tersebut setelah selesai mengumandangkan adzan
langsung berjalan kedalam masjid dengan tidak lupa kembali mencium
tangan sang kakek. “saya mau Shalat dulu ya Ki… tapi maaf saya tidak
punya pakaian… apa kira-kira Allah bakalan Marah ya Ki…?” ucap si bocah
dengan polos. Sang Kakek langsung memeluk si bocah erat. “tidak Nduk…
Allah tidak akan marah… Allah tidak pernah memandang rupa maupun apa
yang disandang manusia, Allah hanya memandang keikhlasan hati dan amal
ibadat kita…” ucap Ki Tanu Mangir sembari mengusap airmatanya.
“Shalatlah dulu dan jangan kemana-mana setelah itu, Aki akan carikan
baju untukmu di pasar…” ucap sang kakek seraya melepaskan pelukannya.
“benaran ya Ki? Janji ya?” ucap sang bocah riang. Ki Tanu Mangir
terlihat mengangguk dan tersenyum sembari membelai rambut jabrik sang
bocah. Sang bocah pun kemudian terlihat mulai melakukan Shalat Subuh
diikuti pandangan takzim Sang Kakek. “Sungguh besar kuasa Allah… anak
sekecil ini sudah bisa menunjukan akidah yang lebih dari pada orang
dewasa… sikap ruku dan bacaannya juga benar-benar sempurna… apakah
memang Gusti Allah yang mengantarkan sepasang kaki mungilnya ke mari?
SubhanAllah…” ucap Ki Tanu Mangir tak henti-hentinya memuji kebesaran
Yang Maha Kuasa. Sementara itu beberapa orang pun mulai terlihat
berdatangan untuk menunaikan kewajiban mereka yang seakan mulai
terlupakan sampai bergaungnya kembali suara adzan yang keluar dari bibir
mungil bocah kecil bernama Jabrik Sakti Wanara.
***
DUA
Sudah terlalu lama kita meninggalkan dua orang konyol sahabat pendekar
kita yaitu Setan Ngompol dan Naga Kuning. Dalam episode Si Pengumpul
Bangkai diceritakan mengenai pertemuan Setan Ngompol dan Naga Kuning
dengan Dewi Dua Musim. dalam pertemuan singkat tersebut Dewi Dua Musim
dan Setan Ngompol serta Naga Kuning berjanji untuk bertemu pada sore
harinya di hilir sebelah barat Kaliprogo. Pada saat yang hampir
bersamaan pula, Kedua orang ini juga bertemu dan berkenalan dengan
Mahesa Edan Si Pendekar Dari Liang Kubur dan bersama-sama dengan
pendekar yang selalu menghisap rokok ini, mereka berhasil menyelamatkan
seorang pemuda yang dikejar-kejar oleh beberapa orang prajurit dan
seorang tokoh sakti. tokoh sakti yang dipanggil dengan sebutan Pangeran
Banowo tersebut terus menyerang dengan serangan bertubi-tubi hingga
membuat sang pemuda malang tersebut jatuh hanyut di tengah Kaliprogo dan
akhirnya ditolong oleh Setan Ngompol. Setan Ngompol sendiri setelah
berhasil menenangkan nafasnya yang memburu, perlahan nampak mengusap
mukanya yang pucat pasi. Saat sang kakek memandang ke tepian sungai,
dirinya menghembuskan nafas lega karena melihat rombongan prajurit yang
dipimpin oleh lelaki yang menghujaninya dengan pukulan sakti tersebut
sudah tidak menampakkan diri. Sementara itu terlihat Naga Kuning sedang
berlutut di tepi sungai sembari mengurut dada Pemuda yang diselamatkan
oleh Setan Ngompol tersebut. “Bagaimana Keadaannya Ning…?” seru setan
ngompol. “dia sudah tidak apa-apa kek…! Hanya kebanyakan minum air…”ujar
si bocah sembari berusaha mendudukan pemuda yang bukan lain adalah
Panji Ateleng ini. Sementara itu Mahesa Edang sembari mengisap Rokok
Kawungnya menatap tajam kearah Panji Ateleng. “siapa namamu Kisanak…
Mengapa orang-orang kerajaan mengejarmu sedemikian rupa? Panji Ateleng
mengusap wajahnya yang basah kuyup dengan kedua tangannya sebelum
membalas pertanyaan Mahesa Edan. “Terima kasih sebelumnya atas
pertolongan kalian, kalau kalian tidak menolongku dari kali tersebut aku
pasti sudah hanyut terbawa arus air…” naga kuning yang berada paling
dekat dengan Panji Ateleng kemudian menyahut “ berterima kasihlah pada
kakek bau pesing di sebelah sana itu! Dia yang tadi mati-matian
menarikmu keluar dari dalam kali!” Panji Ateleng palingkan wajah kearah
Setan Ngompol lalu memegang tangan si kakek erat “Kek budi
pertolonganmu sungguh tak dapat kubalas… tak dapat kubayangkan apa yang
akan terjadi jika kau tadi tidak menarikku keluar dari dalam air…” setan
ngompol yang tangannya di genggam tersenyum malu. “sudahlah anak muda..
saling tolong menolong di dunia itu sudah jamak lumrah! Jadi jangan
berterima kasih padaku, Berterima kasihlah pada Gusti Allah, …”
sementara itu Mahesa Edan nampak kembali menghisap rokoknya dan kali ini
dihembuskan kearah Naga Kuning yang sontak mengomel panjang-pendek.
“kau belum menjawab pertanyaanku Kisanak, Siapa namamu dan mengapa
orang-orang kerajaan tadi mengejar dan ingin menghabisimu?” Panji
Ateleng menarik nafas berat lalu memandang kearah Mahesa Edan “maafkan
ketidak sopananku kisanak, Namaku adalah Panji Ateleng, aku berasal dari
satu desa kecil di timur Kuto gede.
Orang yang menyerangku tadi adalah Pangeran Banowo, orang yang tidak
lain dan tidak bukan adalah kakak iparku sendiri…” Naga Kuning dan Setan
Ngompol saling berpandangan manakala mendengar penuturan Panji Ateleng.
“waladalah…!! Bagaimana ceritanya sampai ada kakak ipar yang mau
menghabisi nyawa adik iparnya sendiri?” ucap si kakek sambil pelototkan
m,ata jerengnya kearah Panji Ateleng. Panji ateleng yang ditatap
sedemikian rupa hanya bisa menghela nafas berat. “ceritanya panjang kek,
tapi yang jelas pangeran itu sudah bukan lagi kakak iparku.
Pangeran keparat itu sudah membunuh kakakku… cemani kakakku
satu-satunya…” desis Panji Ateleng dengan rahang menggembung pertanda
menahan amarah. Mahesa Edan yang sedari tadi nampak berdiam diri sembari
menghisap rokok kawungnya nampak berjalan mendekat kearah Panji Ateleng
dan menepuk pundak si pemuda perlahan. “tenangkan hatimu sahabat, kami
semua yang ada disini punya banyak waktu untuk mendengar ceritamu.
Mungkin dengan mendengar ceritamu kami yang ada disini dapat memberikan
bantuan atau setidaknya memikirkan pemecahan bagi masalahmu itu…” ucap
Mahesa Edan sembari kembali menghembuskan asap rokoknya kearah Naga
Kuning yang kembali langsung dibalas dengan umpatan oleh sang bocah!
“Pemecahan sontoloyo...! kalau ngerokok kira-kira dong! Asapnya jangan
disemburin ke saya melulu! Tuh semburin ke kakek Setan Ngompol biar
baunya komplit…!” sembur si bocah sembari mengebut-ngebutkan asap rokok
kawung yang memenuhi wajahnya. Panji ateleng yang melihat tingkah si
bocah mau tak mau akhirnya tersenyum geli. Sang pemuda kemudian terlihat
berdiri perlahan lalu sesaat kemudian Panji Ateleng nampak memejamkan
mata dan menahan nafasnya. “Alhamdulilah, akhirnya terlepas juga…” ucap
sang pemuda seraya membuka kedua matanya dan menghembuskan nafas
panjang. Lalu secara tiba-tiba pemuda murid eyang toh bagus kamandipa
ini terlihat menggetarkan seluruh tubuhnya dengan keras! Terdengar bunyi
berkerotokan dari seluruh ruas tulang di tubuh pemuda ini! Tidak hanya
sampai disitu kehebatan yang ditunjukan oleh Panji Ateleng, bersamaan
dengan terdengarnya bunyi ruas tulang si pemuda bersamaan itu pula
basahan air dan Lumpur yang mengotori tubuhnya mengering dan sirna! “wah
luar biasa! Kau ternyata orang hebat kak! Tolong ajari aku ilmu
mengeringkan badan seperti itu kak… ya kak ya…?” Rengek Naga Kuning
sembari menguncang-guncangkan tangan Panji Ateleng. Setan Ngompol yang
melihat ini terlihat mencibirkan bibirnya.
“walaaah…! Kalo itu mah ilmu kacangan ning! Aku juga kalo Cuma yang
seperti itu mah kecil…” ucap si Kakek seraya menjentikkan jari
kelingkingnya. Naga Kuning dan Mahesa Edan yang tahu gelagat buruk
berusaha untuk mencegah tindakan si kakek. Namun Mereka terlambat! Si
kakek sudah keburu menggetarkan badan seperti yang dilakukan oleh Panji
Ateleng! Alhasil muncratan basahan air kali ditambah air kencing si
kakek yang menempel di tubuhnya akhirnya bertebaran kemana-mana! Ini
masih ditambah lagi dengan berhamburannya robekan dedaunan yang menutupi
aurat terlarang si kakek! si kakek rupanya lupa kalau dia saat itu
hanya mengenakan dedaunan seadanya untuk menutup bagian bawah tubuhnya!
Akhirnya bukan hanya tubuh si kakek yang bergetar, perabotan milik si
kakek turut bergetar gundal-gandil kemana-mana! Caci maki dan sumpah
serapah terdengar keluar dari mulut naga kuning dan Mahesa Edan yang
kecipratan air kencing si kakek. Sementara Panji Ateleng yang juga turut
kecipratan hanya mengerutkan kening untuk kemudian akhirnya terlihat
tertawa terpingkal-pingkal! Setan Ngompol yang baru tersadar akan
keadaannya buru-buru mendekap bagian bawah tubuhnya dan meloncat kedalam
kali. Naga Kuning yang masih jengkel dengan perbuatan si kakek
langsung menimpuk kepala botak si kakek yang menyembul di permukaan kali
dengan bungkus sisa nasi timbel! Semua hal ini tentu saja tidak lepas
dari amatan Panji Ateleng yang tidak henti-hentinya tertawa melihat
Tingkah kedua sahabat pendekar dua satu dua ini. Akhirnya Setelah
beberapa saat berlalu nampak Panji Ateleng duduk diatas sebuah batu kali
dikelilingi oleh Mahesa Edan, Naga Kuning dan Setan Ngompol yang kali
ini sudah mengenakan pakaian dan celananya yang sebelumnya dijemur di
pinggir kali. Panji ateleng nampak menjura hormat kearah ketiga orang
yang duduk di sekelilingnya. “sungguh aku benar-benar merasa terhormat
bisa berkenalan dengan kalian bertiga, khususnya anda saudara Mahesa,
Sudah semenjak lama aku mendengar kebesaran nama Pendekar Dari Liang
Kubur dari Pegunungan Iyang. Tak disangka hari ini bisa berjumpa disini,
Sungguh ini benar-benar merupakan satu kehormatan bagi ku.” Mahesa Edan
yang mulutnya tak henti-hentinya menghisap rokok terlihat terkekeh geli
“segala nama kosong apalah artinya? Cuma jadi isapan jempol jika tidak
dibarengi dengan akhlak dan perbuatan yang baik. Saya ini siapa? Belum
pantas dikasih kehormatan segala, kalau dikasih rokok klobot saya sih
akur saja!” ucap si pendekar sembari mengebulkan asapnya tinggi-tinggi
keudara, “ada baiknya jika kau ceritakan saja kenapa sampai Pangeran
yang kau sebut tadi sampai tega membunuh istrinya sendiri dan hendak
mencelakakan dirimu..” sambung sang pendekar. Panji Ateleng menatap
langit sejenak sebelum mulai berucap.
“seperti yang kubilang tadi, namaku adalah Panji Ateleng. Saat masih
kecil aku bersama kakakku yang bernama cemani terpisah dengan adik dan
kedua orang tuaku saat terjadi banjir bandang di desa kami. Aku dan
kakakku kemudian di tolong oleh Guru yakni Eyang Toh Bagus Kamandipa dan
diangkat sebagai murid serta bersama-sama guru menetap di pantai
selatan. Waktu berlalu begitu cepat, dan akhirnya tanpa terasa delapan
tahun sudah aku dan kakak menimba ilmu di tempat tetirahan guru di
pantai selatan. kakakku cemani yang kala itu genap berumur delapan belas
tahun akhirnya di beri ijin oleh guru untuk turun ke dunia luas untuk
memperdalam pengetahuan dan pengalaman sekaligus mencari kabar mengenai
jejak adik dan orang tua kami yang terseret arus banjir delapan tahun
yang lalu. Tanpa terasa Waktu kembali berputar, Suatu hari setelah
mengembara selama dua tahun lamanya kak Cemani akhirnya pulang kembali
ke tetirahan guru bersama seorang pria dandiiringi oleh sepasukan
prajurit kerajaan. Pria tersebut kemudian diketahui sebagai utusan dari
Pangeran Banowo yang masih bertalian darah dengan baginda raja.
Kedatangan utusan pangeran tersebut kemudian diketahui bertujuan untuk
menghantar lamaran kepada Guru atas diri Kak Cemani. Kami saat itu
benar-benar gembira dan bahagia apalagi saat tiga hari kemudian sang
pangeran sendiri datang secara pribadi untuk meminta restu memboyong kak
cemani ke tempat kediaman sang Pangeran di Magelang. Hari itu juga
kemudian dilaksanakan acara akad nikah yang dilangsungkan secara
sederhana di tempat kediaman kami di Pantai selatan. Keesokan harinya
dengan alasan banyak tugas dan pekerjaan yang harus diselesaikan
Pangeran Banowo langsung memboyong Kak cemani ke tempat kediamannya di
magelang..” Panji ateleng sesaat menghentikan ceritanya dengan pandangan
mata menerawang. Sementara itu sembari mendengarkan cerita Panji
ateleng, Mahesa Edan nampak sibuk menggulung daun jagung kering berisi
tembakau dan batang cengkeh untuk kemudian disulutnya dan dihisap dalam
dalam sebelum kembali asyik mendengarkan penuturan Lanjutan Panji
Ateleng. “beberapa bulan sejak peristiwa perkawinan antara Kak cemani
dan pangeran banowo aku dan guru beberapa kali datang menjenguk kediaman
sang pangeran di magelang. Kami pada saat itu mendapat sambutan yang
cukup baik oleh sang pangeran dan kak cemani walaupun pada saat itu kami
melihat ada sesuatu yang tidak wajar pada raut muka kakakku tersebut.
Aku pernah menanyakan perihal tersebut kepada Guru namun guru hanya
tertawa dan mengatakan bahwa hal itu kemungkinan besar karena Kakakku
cemani saat itu mungkin sedang mengandung sehingga terlihat pucat. Aku
saat itu pun berpikiran sama dan tidak pernah lagi memikirkannya. Namun
dua bulan setelah kedatangan kami yang terakhir, kami mendapatkan
berita yang mengejutkan yang dibawa oleh seorang Prajurit utusan
Pangeran Banowo…” Panji ateleng kembali terdiam untuk beberapa saat.
“prajurit itu menyampaikan kabar bahwa kak Cemani meninggal akibat sakit
keras… aku dan guru benarbenar terkejut dengan berita itu. Namun yang
paling terpukul adalah guru. Beliau sampai menderita sakit dan terpaksa
harus beristirahat di pembaringan. Aku pun kemudian diutus guru untuk
menemui Pangeran Banowo di tempat kediamannya. Walaupun berat karena
harus meninggalkan guru yang sedang sakit, namum aku pun kemudian pergi
juga untuk menemui pangeran banowo di magelang namun alih-alih mendapat
penjelasan mengenai perihal kematian kak cemani, pangeran keparat
tersebut tiba-tiba dengan secara pengecutnya menangkap diriku dan
menjebloskan diriku kedalam penjara…” ucap panji ateleng dengan suara
bergetar sebelum kemudian kembali melanjutkan ceritanya. “pada saat
dirikuberada dalam penjara itulah baru aku mengetahui bahwa kakakku
bukanlah meninggal akibat sakit keras melainkan dibunuh oleh pangeran
keparat tersebut… Laknat…!” seru sang pemuda dengan tidak dapat
mengendalikan amarahnya. “maafkan aku memotong penjelasanmu sobat, tapi
apa tujuan sebenarnya dari pangeran tersebut dengan membunuh kakak
perempuanmu dan menjebloskanmu ke dalam penjara?” Potong Mahesa Edan
sembari menatap tajam kearah murid eyang toh bagus kamandipa ini.
“tujuan pangeran keparat tersebut mendekati dan menikahi kak cemani
rupanya hanya untuk mendapatkan sepasang mutiara merah yang tertanam
dalam tubuh kami berdua…” mendengar apa yang diucapkan panji ateleng,
naga kuning dan setan ngompol serta mahesa edan nampak saling
berpandangan. “apa yang kau maksud dengan mutiara merah kak? Dan apa
khasiat mutiara tersebut sehingga pangeran itu sampai begitu tega
membunuh istrinya sendiri?” kali ini naga kuning yang mengajukan
pertanyaan.
Panji ateleng nampak menggelengkan kepala sembari menghembuskan nafas
berat. “aku juga tidak tahu apa kegunaan sepasang mutiara merah
tersebut. Guruku eyang toh bagus kamandipa yang menanamnya kedalam
tubuh kami masing-masing saat kami berdua masih kecil…” ucap si pemuda
“lalu bagaimana kau bisa tahu kalau sepasang mutiara itulah yang menjadi
pangkal musabab malapetaka yang menimpa kalian berdua kakak beradik?”
Tanya setan ngompol sembari memperbaiki letak duduknya. “selama dalam
penjara tersebut pangeran gila dengandua orang anak buahnya yakni Lor
randuwali dan Seno Kalimurti itu tidak henti-hentinya menyiksa diriku
baik secara halus maupun dengan cara kasar agar aku mau menyerahkan
mutiara merah yang kumiliki kepadanya. Dari situlah aku mengetahui bahwa
mustika milik kak cemani pasti telah jatuh ke tangannya… dari bibir
mereka berdua juga aku mengetahui bahwa nyawa kakakkucemani dihabisi
oleh dua keparat tersebut atas perintah Pangeran Banowo…” tutup sang
pemuda. “lalu bagaimana dengan mustikamu sendiri kak? Masih adakan?
Tidak kau serahkan kepada pangeran itu kan?” Tanya naga kuning.
Panji ateleng nampak tersenyum sembari menggeleng kepalanya pelan.
“mutiara itu sudah kuberikan kepada orang lain adik kecil…” setan
ngompol yang mendengar apa yang dikatakan oleh panji ateleng sampai
terlonjak kaget dan menepuk kedua pahanya. ‘walah…! Kamu kasih mutiara
itu ke orang lain? Kamu sudah gila ? barang yang jadi penyebab
meninggalnya kakak perempuanmu itu kau beri begitu saja kepada orang
lain? Alamak! Pasti orang itu gadis cantik..!!! iya toh…? Kalau tidak
aku tidak percaya kau mau memberikannya begitu saja…” Panji Ateleng
nampak menundukkan kepalanya dan memandang kearah air yang mengalir di
hadapannya.
* * *
TIGA
Betapapun kerasnya Panji Ateleng mencoba untuk bertahan untuk tidak
tersenyum namun akhirnya sang pemuda tersenyum juga. “kau benar kek,
orang yangkuberikan mutiara merah itu memang seorang gadis cantik,
tapi…” belum sempat panji ateleng meneruskan ucapannya Sang Kakekkembali
memotong ucapannya. “nah… kan? Betulkan apa yang ku bilang…? Kalau
begini, ceritanya jadilain lagi….betul tidak ning..?” ucap si kakek
sembari terkekeh sementara Naga Kuning nampak mengiyakan apa yang
diucapkan oleh Sang Kakek. “semuanya tidak seperti yang kau bayangkan
kek…! Aku memberikan mutiara itu kepada Gadis itu karena dia
membebaskanku saat seluruh Tubuhku dipantek oleh seorang Warok dari
Hutan Roban yang ternyata adalah saudara seperguruan Pangeran Banowo…”
mahesa edan yang sebelumnya nampak hanya diam mendengarkan tiba-tiba
memotong ucapan Panji ateleng. “apakah yang kau maksud dengan warok
hutan roban itu adalah seorang pria tinggi besar bersenjatakan paku dan
martil besar dan menyebut dirinya dengan panggilan Suro Gledek…?” Panji
Ateleng nampak terhenyak dan memandang kearah Mahesa Edan. “Apakah
kerabatMahesa mengenal manusia sesat itu…?” Tanya Panji Ateleng, namun
mahesa nampak menggeleng lemah. “sejujurnya aku tidak begitu mengenal
atau pernah bertemu muka dengan manusia bernama Suro Gledek itu, namun
aku sangat mengenal dan punya urusan yang cukup runyam dengan gurunya Si
Jenazah Kubur Batu Watu Selirang, Ki Buyut Pocong Mayit…” Panji Ateleng
Nampak terhenyak mendengar penuturan Mahesa Edan “astaga…! Apakah yang
kau maksud dengan ki buyut pocong mayit itu adalah kakek bungkuk
berpakaian layaknya pocong dengan kalung tiga buah pocongan kecil
dilehernya itu sobat Mahesa…?” Mahesa Edan nampak mengangguk mengiyakan.
“Orang itu adalah Guru Pangeran Banowo…! Dia adalah orang yang mengunci
ilmu dan tenaga dalamku dengan ilmu tatapannya yang aneh sehingga aku
terpaksa harus lari dan dikejar-kejar Pangeran Banowo hingga sampai ke
kali ini…! kakek aneh itu Pula yang kemudian kuketahui belakangan secara
mati-matian berusaha untuk mendapatkan sepasang mutiara merah pemberian
guru…” tutup Panji Ateleng sambil menatapkearah Pendekar dari liang
kubur ini. mahesa edan nampak kembali menyalakan api pada rokoknya.
“kakek itu adalah seorang yang amat berbahaya…! Aku ditugaskan oleh
guruku untuk mengambil kembali suatu barang milik guru yang pernah
dicuri oleh makhluk celaka tersebut namun aku tidak pernah mendengar
kabarnya lagi setelah peristiwa pencurian itu sampai pada hari ini…”
ucap si pemuda.
“apakah barang yang kau maksud adalah milik gurumu si Kunti Kendil…?’
Tanya Setan Ngompol. Mahesa edan sembari mengebulkan asap rokoknya
kembali nampak menggeleng. “bukan, barang yang dicuri oleh Kakek setan
itu adalah milik guruku yang satunya, Suko Ingil…” setan ngompol kembali
terlonjak kaget. “apa yang kau maksud gurumu yang satunya itu Suko
Ingil, Si Pendekar Muka Tengkorak…?” kini gantian Mahesa yang memandang
heran kearah Setan Ngompol. “kau juga mengenal guruku yang itu kek?”
Setan Ngompol baru hendak berucap membalas pertanyaan Mahesa Edan
manakala mendadak dari seberang sungai nampak berkelebat puluhan
bayangan hitam yang secara ganas menyambar kearah mereka! “Paku Kayu
iblis Jati Roban…! Awas…! semua menghindar…!” teriak Panji Ateleng kala
melihat jelas wujud puluhan bayangan yang menderu deras kearah mereka
berempat!
Keempat orang yang duduk diatas batu masingmasing bergerak secepat kilat
begitu menyadari adanya bahaya yang datang. Satu gerakan yang amat
indah ditunjukan oleh Sang Pendekar dariliang kubur manakala menghadapi
ratusan pasak kayu yang turun dari langit. Dengan menggunakan jurus
silat Diatas Kubur Badai Mengamuk sang pendekar terlihat dengan begitu
lincahnya mengelak serangan pasak yang datang bertubi-tubi. Sembari
bergerak kesana-kemari memainkan jurus silat hebat pemberian eyang kunti
kendil ini, kedua tangan mahesa juga tidak hanya diam terpaku, tangan
kanan sang pendekar yang memegang senjata andalannya yaitu papan nisan
kayu hitam ini nampak mengebutkan papan sakti tersebut berulang kali
hingga menimbulkan hembusan angin serangan yang menggebubu laksana
badai! Sementara tangan kiri sang pendekar nampak berulangkali
mengeluarkan pukulan sakti andalannya yakni Api Geledek Menggusur Makam
dan Pukulan Makam Sakti Meletus! Apa yang dilakukan oleh murid pendekar
muka tengkorak ini benar-benarmengagumkan! Angin serangan yang keluar
dari papan nisan kayu hitam dan jalur-jalur pukulan sakti yang
dilepaskannya ini terbukti mampu meluluhlantakkan puluhan pasak kayu
yang datang bagaikan hujan tercurah! Sementara itu Panji ateleng dan
Naga Kuning juga nampak sedang sibuk mengeluarkan pukulan sakti
masing-masing untuk menghadapi hujan serangan pasak kayu. Hanya setan
ngompol yang nampak adem ayem duduk mendekam di balik sebuah batu besar.
Memang saat terjadi hujan serangan kebetulan tempat duduk si kakek tepat
berada dekat sebuah batu besar yang memiliki cerukan cukup dalam
sehingga sang kakek tinggal melompat kedalam cerukan tersebut kala Panji
ateleng berteriak keras. namun si kakek tidak bisa lama-lama
bersembunyi, satu hempasan angin kerasdibarengi lesatan cahaya merah
memaksa sang kakek pontang-panting keluar dari persembunyiannya. Dengan
nafas terengah-engah setan ngompol berpaling kearah batu besar tempat
dimana semula dirinya bersembunyi. Sang kakek langsung menenggak
ludahnya manakala melihatbatu besar tersebut nampak sudah hancur
berkeping-keping! “bukan main…! Kalau saja aku lebih lama mendekam di
balik batu itu bukan mustahil aku juga bakalan bernasib sama seperti
batu itu…” desis setan ngompol sembari menyeka keringat didahinya. Sang
kakek kemudian memalingkan wajahnya kearah depan dan melihat
dihadapannya telah berdiri seorang pemuda berbaju dan berdestar hitam
berdiri dengan angkuhnya sembari berpangku tangan. “cepat Juga kau
kek…” desis sang Pemuda dengan senyum pongah. “anak muda…! Siapa kau
sebenarnya? Aku merasa tidak memiliki silang sengketa dengan dirimu
hingga kau menyerangkusedemikian rupa…?” ucap si kakek sembari
mengerutkan kening. Naga kuning setelah berhasil menyampok jatuh
serangan paku yang menyerang dirinya kemudian terlihat melompat kearah
Setan Ngompol. “kau kenal pemuda berdestar hitam itu kek? Serangannya
sangat mematikan…! Kau pernah apakan dia kek sampai nampaknya dia begitu
mendendamnya pada dirimu…?” Tanya naga kuning. Setan ngompol nampak
berpikir serius. “seingatku aku tidak pernah memiliki silang sengketa
dengan anak ini… memang aku punya banyak musuh karena semua perbuatanku
dalam menegakkan kebenaran, tapi aku benar-benar tidak ingat kalau
pernah berurusan dengan pemuda ini…” ucap si kakek rada-rada sombong!
“jangan takabur kek…! Coba kau Tanya baik-baik kepada pemuda itu kenapa
kau dijadikan sasaran serangannya barusan…”ucap nagakuning sembari
menepuk pundak si kakek. “aku memang tidak punya silang sengketa apa-apa
dengan dirimu kek…” ucap si pemuda sembari mengeluarkan sebuah bumbung
bambu kecil. Begitu bumbung bambu kecil tersebut dibuka sumbatnya oleh
si pemuda maka tersiarlah bau harum luar biasa! “aku juga tidak punya
dendam yang harus kutagih atas dirimu…. aku menyerangmu semata-mata
hanya karena dari semua yang ada disini kaulah orang yang paling bau…”
ucap santai si pemuda sembari menuangkan isi bambu yang ternyata adalah
minyak wangi ini ke seluruh badannya! Mendengar apa yang di ucapkan
oleh sang pemuda, wajah sang kakek langsung berubah merah sementara Naga
Kuning tidak bisa lagi menahan ledakan tawanya! “akuur..! setuju…! Kau
betul kak! Kalau mau bunuh orang, memang harus cari yang paling bau…!”
tawa naga kuning.
Setan ngompol dengan muka masam langsung mencoba menjitak kepala naga
kuning. “setan kau ning…! Teman mau di pateni kau malah enakenakan
tertawa…” sungutsetan ngompol. Naga Kuning yang kepalanya hendak dijitak
cepat mengelak dan kembali tertawa terbahak bahak.namun Tawa sang
bocah tiba-tiba hilang layaknya direnggut setan manakala tiba-tiba satu
angin panas bersiur kencang kearah dirinya! “Naga Kuning…!Awas
Serangan…!” teriak setan ngompol kala melihat pemuda yang
beradadidepannya secara tiba-tiba bergerak dengan dengan cakar
terpentang! Kita tinggalkan dahulu Naga Kuning yang saat itu sedang
menghadapi bahaya besar,Sementara itu ada baiknya jika Kita untuk
sejenak menengok keadaan Mahesa Edan dan Panji Ateleng. Bagitu hujan
serangan pasak paku mulai mereda, anak murid pendekar wanita gunung
iyang ini langsung melompat kearah PanjiAteleng. Disitu telah nampak
berdiri satu sosok tinggi besar yang menyeramkan yang mengenakan sebuah
jubah hitam menutupi hampir sebagian besar tubuhnya. Pria yang nampak
memegangi sebuah martil raksasa ini nampak mengeram gusar kearah Panji
Ateleng. “Pemuda keparat…! sekarang kau tidak akan bisa lari lagi…!
Cepat serahkan Mutiara merah itu sekarang atau kucabut nyawamu saat ini
juga…!” bentak si pria yang memiliki wajah dipenuhi cambang dan kumis
yang meranggas ini. Panji ateleng baru hendak berucap manakala secara
tiba-tiba Mahesa edan menepuk pundaknya dan langsung berdiri menghadapi
Si tinggi besar yang sedangmemegang martil raksasa ini. Sebelum
berbicara pemuda edan satu ini masih sempat sempatnya menyalakan rokok
dan menghembuskan asap rokoknya kearah lelaki tinggi besar ini. “Numpang
Tanya…kecepatan luar biasa meluruk deras kearah naga kuning apa
sampeyan yang tadimelempar paku-paku pedati ini kearah kami…?”
mendengar pertanyaan Mahesa Edan yang terkesan begitu merendahkannya
kemarahan Pria inipun meledak tak terhingga! Dengan diiringi teriakan
keras pria ini dengan sekuat tenaga menghantamkan martil di tangannya
kearah Kepala Mahesa! “hati-hati Sobat! Orang inilah Suro Gledek murid
Ki Buyut Pocong Mayit orang yang kau cari itu…” teriak Panji ateleng
memperingatkan. “sangat menarik…! Aku ingin melihat bagaimana cara
Pocong Pencuri itu mengajar muridnya bermain silat…!” ejek Mahesa Edan
membuat Suro Gledek semakin bertambah murka! Kali ini bukan hanya
martil besar yang mengayun deras kearah Mahesa Edan, Sebuah Paku besar
yang digenggam di tangan kirinya juga dihujamkan dengan keras kearah
tenggorokan murid eyang kunti kendil ini! Benar-benar satu serangan yang
amat dahsyat! Namun tidak percuma pendekar kita ini digodok selama
delapan belas tahun lamanya di Pegunungan Iyang, hanya sekejapan mata
lagi martil besar dan paku raksasa akan menghujam dan meluluhlantakkan
tubuhnya, tiba-tiba pendekar kita ini melakukan satu gerakan aneh,
tubuhnya nampak terhuyung kebelakang seakan hendak terjatuh sehingga
serangan kedua senjata maut yang dilancarkan oleh warok dari hutan roban
ini hanya meleset beberapa jengkal dari kulit muka Sang Pendekar!
Tidak hanya sampai disitu, dalam keadaan terhuyung, Sang pendekar dari
liang kubur ini masih sempat melakukan aksi yang mencengangkan! Tangan
kirinya dengan cepat bergerak menggapai dan meremas jakun Warok bertubuh
tinggi besar ini dan melemparnya kearah belakang! Akibat gaya
serangannya sendiri yang teramat dahsyat ditambah cengkraman dan
hempasan tiba-tiba yang dilancarkan Mahesa, Tubuh tinggi Besar Suro
Gledek sontak melesat jauh dan jatuh berdebam laksana pohon Rubuh!
Inilah Jurus Si Buta Terjatuh Menggapai Karang dan jurus Si Buta
Mencengkram Langit yang merupakan salah Satu dari beberapa jurus
dahsyat yang terdapat dalam ilmu Silat Orang Buta yang didapat sang
pendekar dari seorang tokoh silat sakti bergelar Gembel Cengeng Sakti
Mata Buta! (untuk lebih mengenal Kisah perjalanan Mahesa Edan dan
ilmu-ilmu yang dimilikinya, Silahkan baca Serial Mahesa Edan, Pendekar
Dari Liang Kubur karangan Bastian Tito) Mahesa edan kembali berjalan
mendapati Panji Ateleng dengan Santainya.
“ternyata warok satu ini tidak ada apa-apanya… yang hanya bisa
dilakukannya hanya melempar paku dan menakuti anak kecil… sayang sekali
Pocong Keparat itu ternyata tidak pandai mendidik murid…” ucap Pendekar
satu ini sembari menghembuskan asap rokoknya. “apa benar begitu…? Kau
rupanya benar-benar memandang remeh padaku anak muda…” ucap satu suara
berat secara tiba-tiba ditelinga Mahesa! Sungguh kejutbukan kepalang
Pendekar kita satu ini hingga dia dengan refleksnya membalikkan
mukanya. “Tidak…! Jangan berbalik…! Bahaya…!” teriak Panji Ateleng
mengingatkan namun terlambat! Nampak Mahesa Edan Sang Pendekar Dari
Liang kubur terlihat berdiri terpaku dengan mata membeliak dan mulut
terbuka lebar memandang satu sosok mengerikan yang berdiri diatas batu
tidak jauh dari tempat dirinya berdiri. “Tu… Tubuhku…! Aku tak mampu
menggerakkan tubuhku…!”desis Sang Pendekar panik, Sementara di depannya
nampak berdiri sosok seorang kakek bungkuk yang memakai pakaian layaknya
seorang pocong bangkit dari kubur! Kain kafan kotor berselimut debu dan
Lumpur nampak melilit tubuhnya Sementara tiga buah kain berbentuk
pocongan kecil nampak tergantung di leher kakek yang bahkan di hidungnya
ini masih terlihat kapas penyumbat! Bau busuk menghantar keluar dari
tubuh sang kakek kala kakek ini berjalan perlahan mendapati Mahesa dan
Panji Ateleng yang berdiri kaku akibat tatapan yang dilepas oleh Kakek
sesat ini!
* * *
EMPAT
Kakek berdandan aneh menyerupai pocong ini sebenarnya merupakan salah
satu dari sekian banyak tokoh sesat yang selama ini mengasingkan diri
dan tidak pernah keluar untuk membuat kekacauan dalam dunia persilatan.
Terakhir kali kakek ini terdengar kabarnya kala Si Kakek yang bertempat
tinggal dalam sebuah kubur batu di Watu Selirang ini mencuri sebuah
Bokor Emas sakti Milik Pendekar Muka Tengkorak yang juga merupakan guru
dari Mahesa Edan belasan tahun yang lalu. Setelah peristiwa itu sang
kakek sudah tidak pernah lagi terdengar kabar beritanya. jika hari ini
kakek satu ini sampai menampakkan dirinya di tanah jawa tentu akan ada
satu kejadian luar biasa yang akan terjadi! Sang kakek berjalan namun
tubuh Pendekar Dari liang kubur nampak dilewatinya, Sang kakek berjalan
terus dan berhenti dihadapan Panji Ateleng! “anak muda, kali ini kau
tidak akan bisa lagi lolos dengan mudahnya seperti tempo hari… Ilmu
Tatapan Penggetar Sukmaku kali ini tidak akan ada lagi yang akan
menghalangi…” sang kakek kemudian nampak membuka matanya lebar-lebar
menatap kearah Panji Ateleng apa yang dilakukan oleh sang kakek ternyata
benar membuat Pemuda murid Eyang toh bagus kamandipa ini benar
tersiksa! Sekujur tubuhnya yang tak mampu bergerak terasa seakan ditusuk
ribuan jarum panas kala sinar mata sang kakek yang memancarkan cahaya
biru masuk kedalam mata dan terus menjalar keseluruh sel dalam tubuhnya!
Inilah salah satu ilmu sesat yang hampir punah pada masa itu yakni
Ilmu Tatapan Penggetar Sukma! Konon dengan ilmu ini seseorang dapat
membunuh orang dengan hanya mengunakan tatapan mata! Benar-benar ilmu
yang sangat menakutkan! “hemm… ternyata mutiara itu memang sudah tidak
berada lagi dalam tubuhmu… “ desis sang kakek seraya memicingkan
matanya.
“cepat atau lambat dengan bantuan bokor emas sakti milik si keparat Suko
ingil itu aku pasti dapat menemukan mutiara merah satunya itu… kau
sudah tidak berguna lagi bagiku… jadi lebih baik kau mati saja…!” jengek
sang kakek secara tiba-tiba sembari menghantamkan cakarnya kearah dada
si pemuda guna membetot keluar jantung pemuda murid Toh Bagus Kamandipa
ini! Sesaat lagi pemuda ini akan meregang nyawa tanpa berbuat apa-apa,
tiba-tiba saja dari dalam dada pemuda bernama panji ateleng ini keluar
satu tangan yang dengan cepat dan tidak masuk akal menghantam cakar yang
dilepas oleh Ki Buyut Pocong Mayit…! “AAargh…..!” sang Pocong berteriak
keras dalam keadaan terjengkang hebat mana kala hempasan tenaga dalam
maha kuat menghantam cakar dan seakan meremukkan tangannya dari tangan
yang secara ajaib keluar dari dada pemuda dari kuto gede ini!
Berulangkali kakek ini mengibaskan tangannya menahan sakit. Saat sang
kakek menengadahkan kepalanya di situ dilihatnya di samping Panji
Ateleng berdiri seorang kakek yang memakai sorban hitam yang dililit
sehelai kain sutra putih. Wajah si kakek terlihat menyeramkan manakala
sepasang kuping yang seharusnya berada di samping kiri kanan kini nampak
bertengger di dahi! Dan bukan itu saja, bibir yang seharusnya berada
di bawah hidung kini nampak terlihat menempel di leher. “Iblis Hitam
Kepala Putih…!” desis ki buyut pocong mayit kala melihat sosok kakek
yang tadi menolong panji ateleng dengan cara yang menakjubkan itu.
Kakek yang bukan lain adalah Ajengan manggala Waneng pati itu terlihat
menggeleng lemah. “kau terus saja berbuat dosa dan tidak mau bertobat
Jayengrana… tidak cukupkah kau sesatkan bekas muridku itu hingga kini
kau hendak lagi mencabut nyawa pemuda tidak berdosa ini… berbaliklah
jayengrana… umur manusia tidaklah abadi… kita sudah sama-sama tua… sudah
saatnya buat kita untuk bersiap menghadap Sang Khalik…” ucap Manggala
wanengpati seraya mengusap ubun-ubun Panji Ateleng dan Mahesa edan
hingga kedua pemuda ini pulih dari sirapan yang dilepas oleh si kakek
pocong. Kakek berpakaian layaknya pocong ini memandang dengan penuh
kebencian kearah Ajengan Manggala Wanengpati namun begitu nampak jelas
tersirat kalau kakek satu ini sangat jerih memandang Ajengan Manggala
Wanengpati.
“sesukamulah Wanengpati…! Anggap saja aku yang sial bertemu denganmu hari ini…” dengus sang kakek sembari berjalan kearah suro gledek dan dengan entengnya menaruh pria tinggi besar itu ke pundaknya yang bungkuk. Sebelum berlalu dari tempat itu sang kakek masih sempat berbalik dan mengeluarkan sumpah serapah. “ingat baik-baik Wanengpati…! Suatu hari akulah yang akan berbalik mencarimu dan membalaskan semua sakit hati yang pernah kau berikan padaku… camkan hal ini baik-baik dan tunggu hari itu tiba…!” ucap sang kakek sembari membuang ludahnya ketanah dan melesat cepat kearah barat. Panji ateleng yang sudah bisa menggerakkan tubuhnya berjalan mendapati sang kakek dan mengucapkan terima kasih. Sementara Mahesa nampak bersungut-sungut. “mengapa kau melepaskan Manusia Satu itu Kek…? Dia akan menjadi momok yang berbahaya dan menakutkan dalam dunia persilatan, disamping itu aku masih harus merampas bokor mas milik guru yang dirampasnya…” Ajengan MAnggala wanengpati tersenyum dan menatap Mahesa. “kakek satu itu sangat sakti…! Apakah kau merasa mampu mengalahkan Tatapan Penggetar sukmanya…?” Mahesa Nampak terdiam sesaat. “sudahlah… ayo kita lihat kedua sahabat kalian disana… hemm… nampaknya orang yang kutunggu-tunggu sudah datang di tempat ini membantu kedua temanmu itu…” ucap Sang ajengan membuat Mahesa dan Panji Ateleng Sontak sama memandang kearah jurusan dimana Setan Ngompol dan Naga Kuningberada. Dan disana tidak jauh dari tempat mereka berdiri terlihat Setan Ngompol dan Naga Kuning berdiri sembari sesekali berjingkrak kegirangan memperhatikan pertarungan yang terjadi antara pemuda berdestar hitam dan seorang gadis berbaju biru. “Dewi…!” seru Panji Ateleng dengan girang kala melihat siapa yang menjadi lawan pemuda berdestar hitam itu. Sebenarnya apa yang terjadi? Seperti di ceritakan sebelumnya Naga Kuning yang sedang menertawai Setan Ngompol menjadi tidak waspada dan tidak menyadari manakala pemuda yang sebelumnya berniat membunuh Setan Ngompol secara tibatiba menyerangnya dengan ganas dan dengan kecepatan yang luar biasa! Hanya dalam hitungan sepersekian detik cakar panjang sang pemuda yang tidak dikenal ini sudah akan sampai ke leher si bocah! “air adalah sumber kehidupan, hapuskan dahaga hilangkan angkara…” satu suara merdu tiba-tiba terdengar di barengi hempasan air laksana gelombang yang menghantam dengan tepat tubuh Pemuda yang berkelebat cepat hendak menghantam Naga Kuning ini! Akibatnya sungguh diluar dugaan! Bukan saja serangan berupa hempasan air laksana gelombang ini dapat menyelamatkan Naga Kuning, namun juga hempasan ini mengakibatkan tubuh pemuda berdestar hitam ini terhempas keras menghantam bebatuan yang ada di pinggir kaliprogo!
“sesukamulah Wanengpati…! Anggap saja aku yang sial bertemu denganmu hari ini…” dengus sang kakek sembari berjalan kearah suro gledek dan dengan entengnya menaruh pria tinggi besar itu ke pundaknya yang bungkuk. Sebelum berlalu dari tempat itu sang kakek masih sempat berbalik dan mengeluarkan sumpah serapah. “ingat baik-baik Wanengpati…! Suatu hari akulah yang akan berbalik mencarimu dan membalaskan semua sakit hati yang pernah kau berikan padaku… camkan hal ini baik-baik dan tunggu hari itu tiba…!” ucap sang kakek sembari membuang ludahnya ketanah dan melesat cepat kearah barat. Panji ateleng yang sudah bisa menggerakkan tubuhnya berjalan mendapati sang kakek dan mengucapkan terima kasih. Sementara Mahesa nampak bersungut-sungut. “mengapa kau melepaskan Manusia Satu itu Kek…? Dia akan menjadi momok yang berbahaya dan menakutkan dalam dunia persilatan, disamping itu aku masih harus merampas bokor mas milik guru yang dirampasnya…” Ajengan MAnggala wanengpati tersenyum dan menatap Mahesa. “kakek satu itu sangat sakti…! Apakah kau merasa mampu mengalahkan Tatapan Penggetar sukmanya…?” Mahesa Nampak terdiam sesaat. “sudahlah… ayo kita lihat kedua sahabat kalian disana… hemm… nampaknya orang yang kutunggu-tunggu sudah datang di tempat ini membantu kedua temanmu itu…” ucap Sang ajengan membuat Mahesa dan Panji Ateleng Sontak sama memandang kearah jurusan dimana Setan Ngompol dan Naga Kuningberada. Dan disana tidak jauh dari tempat mereka berdiri terlihat Setan Ngompol dan Naga Kuning berdiri sembari sesekali berjingkrak kegirangan memperhatikan pertarungan yang terjadi antara pemuda berdestar hitam dan seorang gadis berbaju biru. “Dewi…!” seru Panji Ateleng dengan girang kala melihat siapa yang menjadi lawan pemuda berdestar hitam itu. Sebenarnya apa yang terjadi? Seperti di ceritakan sebelumnya Naga Kuning yang sedang menertawai Setan Ngompol menjadi tidak waspada dan tidak menyadari manakala pemuda yang sebelumnya berniat membunuh Setan Ngompol secara tibatiba menyerangnya dengan ganas dan dengan kecepatan yang luar biasa! Hanya dalam hitungan sepersekian detik cakar panjang sang pemuda yang tidak dikenal ini sudah akan sampai ke leher si bocah! “air adalah sumber kehidupan, hapuskan dahaga hilangkan angkara…” satu suara merdu tiba-tiba terdengar di barengi hempasan air laksana gelombang yang menghantam dengan tepat tubuh Pemuda yang berkelebat cepat hendak menghantam Naga Kuning ini! Akibatnya sungguh diluar dugaan! Bukan saja serangan berupa hempasan air laksana gelombang ini dapat menyelamatkan Naga Kuning, namun juga hempasan ini mengakibatkan tubuh pemuda berdestar hitam ini terhempas keras menghantam bebatuan yang ada di pinggir kaliprogo!
“Dewi Dua Musim…!” girang Setan Ngompol saat melihat sosok seorang gadis
sedang berdiri berpangku tangan diatas sebuah sampan kecil di tengah
kali yang mengalir pelan. Sang gdis nampak tersenyum kearah Setan
Ngompol sebelum kemudian melesat dariats sampan dan berdiri tegak di
samping Naga Kuning. “kakak Cantik…! Terima kasih kau sudah
menyelamatkan ku…!” ucap Naga Kuning sembari memegang tangan Dewi Dua
Musim dan melompat-lompat kegirangan. Dewi dua musim tertawa kecil
melihat tingkah naga kuning. “adik kecil kau menyingkirlah dahulu biar
kakak bereskan dulu orang dimuka ini…” ucap Dewi dua Musim seraya
berjalan perlahan kearah Pemuda yang tegak diantara bebatuan dengan
mata merah menahan amarah.
“Dasar Wanita keparat…! Lagi-lagi kau menghalangiku…! Apa maumu
sebenarnya…?” bentak sang pemuda dengan berapiapi. ”Maafkan aku Merak
Jingga… aku tidak bisa membiarkanmu begitu saja menyakiti orang yang
tidak berdosa… apalagi kedua orang ini adalah sahabat sahabatku… tidak…!
Aku tidak bisa membiarkan hal itu terjadi…!” ucap gadis berbaju biru
ini dengan tegas.
“nampaknya aku memang tidak bisa berpanjang cakap dengan orang seperti
dirimu… biarlah hari ini aku melupakan semua budi yang kau tanam atas
diriku dan guruku…!
Jangan salahkan aku yang akan bertindak kejam…!” Dewi dua Musim nampak
menghela nafas berat. “aku menolong dirimu dan gurumu Sang Penyesat
Iman bukan karena ingin menanam budi, tapi memang itu meru pakan
kewajibanku saat itu untuk menolong siapapun yang membutuhkan
pertolongan… buat aku budi dan dendam itu sama saja… tidak berarti dan
berwujud jadi sudah seharusnya jika kau tidak mengungkit-ungkit masalah
itu lagi…” mendengar apa yang dikatakan oleh gadis ini pemuda bernama
Merak Jingga ini perdengarkan suara tawa keras. “baguslah kalau begitu…1
aku jadi tidak perlu sungkan-sungkan lagi…!” ucap si pemuda sembari
melesat dengan sepasang cakar terkembang kearah dada dewi dua musim!
Gadis berbaju biru yang diserang dengan secara kurang ajar ini nampak
mengerutkan keningnya. “ nampaknya kau memang jenis orang yang harus
diberi pelajaran terlebih dahulu…!” ucap sang gadis sembari
menggerakkan tangan kirinya menepis serangan sang pemuda. gerakan tangan
si gadis sebenarnya hanya biasa saja, namun dari tangan kiri tersebut
nampak menyala redup sebuah tanda seperti tanda air mengalir dan begitu
tangan itu bergerak maka arus air kali progo seakan bergolak tanpa henti
dan satu gelombang kecil nampak melesat kearah Merak Jingga seakan
mengikuti gerak tangan si Gadis berbaju biru! Sang Gadis dengan cara
yang amat mustahil dan menganggumkan menunjukan kepandaiannya menguasai
air dan mengendalikan air sebagai senjatanya! Namun pemuda yang
menyerang gadis ini rupanya juga bukanlah lawan yang enteng. Dengan
melesat keatas Sang pemuda berhasil menghindari serangan ombak dan
membalas dengan menggunakan serangan jarak jauh berupa lesatan sinar
berwarna merah yang keluar dari sepasang cakarnya Inilah jurus
SepasangCakar Mengeruk Bumi yang kekuatan serangannya juga cukup
mematikan. Orang yang terkena serangan ini dapat dipastikan akan hancur
lebur tak berbentuk. Namun sebagaimana Pemuda ini, gadis berbaju biru
ini juga bukanlah lawan yang dianggap enteng. Dengan kembali
menggerakkan tangan kirinya keatas dan kebawah dengan satu alur yang
terlihat sangat indah sang gadis kembali menarik satu gulungan air dari
kaliprogo dan menggunakannya sebagai satu perisai dalam menahan arus
serangan jarak jauh yang dilepaskan oleh sang pemuda! Satu pertarungan
yang dahsyat dan indah benar-benar dipertunjukkan oleh gadis ini membuat
semua yang ada sampai berdecak kagum. “benar-benar kemampuan yang amat
hebat… Mungkin selain dirinya hanya nenek gurunya yaitu Sekar Kedaton
Ratu Randang yang mampu menunjukkan kemahiran mempermainkan dan
mengendalikan air sedemikian rupa…” ujar Ajengan Manggala Wanengpati
yang saat itu sudah bergabung bersama-sama dengan PAnji Ateleng dan
MAhesa Edan berjalan bersamasama mendapati Setan Ngompol dan Naga
Kuning. Begitu melihat kedatangan orang tua ini Setan Ngompol dan Naga
Kuning nampak melengak Kaget. “astaga Ning Coba Lihat…! Orang tua ini
punya wajah yang aneh…! Lihat kupingnya dua-duanya ada di jidat…!” bisik
Setan Ngompol yang langsung dibalas bisikan juga oleh naga kuning. “iya
kek…! Benar…! Dan bukan hanya itu saja… coba lihat kakek itu tidak
punya mulut…! eh ada kek… tapi ya ampun…! Mulut si kakek ada tapi adanya
dileher…!” ucap Naga Kuning Pelan. Naga Kuning kemudian menjawil pundak
si kakek. “apa yang kau pikirkan sama dengan jalan pikiranku kek..?”
Tanya si bocah kepada setan ngompol yang langsung dibalas anggukan sang
kakek. “sama ning…! lain kali kita jangan makan lagi di tempatnya yu
Pinem, coba lain kali kita ngutangnya ke mbok Tukijem yang pasti nasi
timbelnya enak juga…” belum selesai si kakek menyerocos Naga Kuning
sudah lebih dahulu menendang pantat si kakek. “sialan kau ning…! Biar
begini aku ini orqang tua! Hormat sedikit kenapa…?” sungut Setan
Ngompol sembari mengusap pantatnya yang kena tending. “pikiranmu Cuma
makanan melulu kek…! Yang kumaksudkan wajah kakek satu itu jadi begitu
jangan-jangan hasil kerjaannya Wiro…! Ingat…! Cuma dia di tanah jawa ini
yang bisa mengacak-acak barang orang seenak udelnya! Ingat apa yang
diperbuat pada telingamu kek?” tanga naga kuning yang sontak membuat
setan ngompol meraba telinganya yang terbalik sebelah. “bisa jadi ning…
bisa jadi begitu…!” ucap lirih si kakek.
“kalian tidak usah berbisik-bisik segala… aku bisa mendengar semua yang
kalian ucapkan. Wajahku ini begini sejak lahir jadi bukan pekerjaan
siapa-siapa…” ucap ajengan manggala wanengpati membuat wajah Setan
Ngompol dan naga kuning memerah.
“maafkan kakek temanku ini kek…! Dia kalo ngomong suka kurang ajar…!
Maklum sudah tua jadi agak pikun sedikit…”ucap Naga Kuning sembari
tersenyum malu.“sialan kau ning! Kau yang mulai duluan baru kau
limpahkan salahnya ke aku…” omel setan ngompol sembari mencucuk pantat
si bocah dengan jempolkakinya. Kontan si bocah menyumpah panjang pendek
sembari mendekap pantatnya erat-erat. Sementara itu pertarungan yang
berlangsung antara Dewi Dua Musim semakin berjalan seru. Merak Jingga
yang terus dicecar oleh serangan air yang tidak berkeputusan oleh sang
Dewi akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan pertempuran ini lebih
lama lagi. “sialan…! Perempuan satu ini benar-benar tangguh…! Si pocong
keparat itu juga tampaknya sudah duluan merat…! Tidak ada gunanya lagi
aku berada disini…” sungut sang pemuda dalam hati.
“Dewi…! Pertarungan hari ini kita sudahi saja sampai disini… lain kali
kita lanjutkan lagi…! Tapi ingat! lain kali aku tidak akan melepaskanmu
begitu saja…” ucap si pemuda sembari melompat terjun kedalam kali
diikuti pandangan dewi dua musim. “pemuda itu sangat kuat…! Entah apa
lain kali aku masih bisa mengimbanginya atau tidak…” keluh dewi dua
musim dalam hati.
* * *
LIMA
Gadis berbaju biru ini kemudian berjalan kearah Setan Ngompol dan
kawan-kawan. Sang gadis nampak kemudian menjura hormat kearah Ajengan
Manggala Wanengpati. ”Salam hormatku Ajengan…” ucap si gadis seraya
menundukan mukanya.
“hormatmu kuterima Dewi… bagaimana keadaan gurumu…?” dewi dua musim
nampak tersenyum mendengar pertanyaan kakek ini. “guru baik-baik
saja ajengan, beliau juga menitipkan salam kepadamu…” ajengan Manggala
Wanengpati terlihat menganggukkan kepalanya. “ aku sebelumnya menyangka
bahwa kita tidak akan bertemu sesuai perjanjian kita sebelumnya dewi,
Aku bahkan telah terlebih dahulu menyuruh dua muridku yang bodoh itu
untuk pulang dahulu ke sumenep… aku tidak menyangka kita akhirnya bisa
juga bertemu di tempat ini. Dan amat kebetulan disini juga kita bertemu
dengan sahabatsahabat ini. ini benar-benar merupakan satu anugerah…”
ucap ajengan Manggala wanengpati “maaf kek sebelumnya kalau boleh tahu
kakek ini siapa yah? Dan juga mengenai perihal teman kami pendekar dua
satu dua yang sedang kami cari itu yang katanya akan kakak dewi
bicarakan dengan kami itu bagaimana…?” ucap Naga Kuning seraya menatap
bolak-balik kearah Dewi dua Musim dan Ajengan Manggala Wanengpati.
Mendengar pertanyaan ini dewi Dua Musim nampak tersenyum kecil sementara
Ajengan manggala Wanengpati nampak terkekeh. “hei bocah yang bukan
bocah, mengenai siapa diriku sesungguhnya bukanlah merupakan sesuatu
yang penting untuk ditanyakan. Namun mengenai perihal Pendekar Dua Satu Dua
sahabatmu itulah menjadi alasan kehadiran kami di tempat ini…” Naga
Kuning dan Setan Ngompol saling berpandangan dengan pandangan bingung.
“maksudmu apa kek? Jangan berputar-putar…!” kami tidak mengerti dengan
apa yang kau maksudkan…?” ucap setan ngompol yang langsung diiyakan oleh
naga kuning. “apa kalian saat ini sedang mencari keberadaan pendekar
dua satu dua..?” setan ngompol dan naga kuning nampak mengangguk kompak.
“dan apa kalian sudah menemukan keberadaan pendekar itu…” mereka
berdua kembali menggelengkan kepalanya. Ajengan Manggala Wanengpati
kemudian saling memandang kearah Dewi Dua musim dan mengeluarkan sebuah
benda di tangannya. Dewi dua musim juga nampaknya mengeluarkan benda
yang nyaris serupa dalam genggaman tangannya. “bencana besar sebentar
lagi akan turun dan meluluhlantakkan tanah jawa jika kita tidak mampu
menemukan pendekar dua satu dua! Dan satu satunya petunjuk mengenai
keberadaan pendekar itu hanya ada pada sepasang batu segitiga ini…” ucap
si kakek seraya menunjukkan barang yang dipegangnya yang ternyata
adalah sebuah batu putih berbentuk segitiga yang tertuliskan angka dua
dan sebuah garis di pinggirnya. Batu yang sama juga nampak ditunjukkan
oleh dewi Dua Musim. “batu ini merupakan batu amanat yang diturunkan
secara turun temurun oleh guru kami…” ucap dewi dua musim yang dibalas
dengan anggukan oleh Ajengan Manggala wanengpati. “kau bilang tadi
bencana besar dan keberadaan wiro hanya tergantung pada batu ini
bagaimana bisa begitu kek?” Tanya Naga Kuning penasaran. “baiklah untuk
membuktikannya kita coba saja menyatukan batu ini… kau siap dewi…?” ucap
ajengan manggala wanengpati yang langsung dibalas anggukan oleh dewi
dua musim. Ajengan Manggala Wanengpati kemudian bergerak bersama-sama
dengan dewi dua musim untuk menyatukan batu putih berbentuk segitiga
yang diatas nya terukir deretan angka dua satu dua tersebut, Beberapa
saat berlalu namun tidak nampak sesuatu terjadi atas sepasang batu yang
dipegang oleh kakek bersorbanselendang putih dan gadis berbaju biru yang
dipanggil dengan dewi dua musim ini. Setan ngompol yang penasaran
beranjak mendekat untuk mengamati batu yang dipegang oleh Ajengan
Manggala Wanengpati dan dewi dua musim ini, namun baru saja sang kakek
hendak pentangkan mata jerengnya dan berkomentar, tiba-tiba dari angka
satu yang berada ditengah-tengah batu yang terbelah ini mendadak keluar
satu sinar berupa lingkaran putih yang berputar kencang diatas batu!
“Lihat sinar itu berputar dan mengambang diatas batu…!” teriak Naga
Kuning sembari menunjuk kearah sinar putih berbentuk lingkaran yang
berputar di depan Ajengan Manggala Waneng Pati dan Dewi dua musim ini.
“diam sedikit! Kita lihat dulu apa yang akan terjadi…” ucap Mahesa Edan
sembari menarik tangan Naga Kuning agar tidak menghalangi pandangannya.
Semua orang kemudian menahan nafas dengan tegang sembari tak lepas
memperhatikan putaran sinar yang berputar bergeredepan diatas batu putih
berbentuk segitiga ini. Namun setelah beberapa saat menunggu dalam
kesunyian, tidak ada lagi sesuatu yang terjadi atas sinar yang masih
berputar kencang itu. “ini maksudnya apaan? Kok yang ada Cuma sinar
putih ini melulu…? Sebenarnya kita ini sedang menunggu apa” gerutu setan
ngompol. Sementara itu kakek dengan mulut dileher yang sedang memegang
batu kini juga nampak menggumam pelan. “aneh, kenapa jadinya begini?
Seharusnya batu ini menjadi satu-satunya petunjuk mengenai keberadaan
Pendekar Dua Satu Dua dan perihal bencana dahsyat yang akan melanda
Seluruh Negeri! Tidak mungkin Kiai Manding Saroka salah berucap!” ucap
ajengan manggala wanengpati dengan kening berkerut. sementara itu Mahesa
Edan si pendekar dari liang kubur nampak berjalan mendekat kearah
Ajengan Manggala wanengpati dan dewi dua musim yang memegang batu dimana
diatasnya berpendar sinar putih yang berputar kencang. Setelah
memperhatikan sekilas, Pendekar satu ini nampak menghembuskan asap
rokoknya sembari berujar kecewa. “tidak ada yang istimewa pada batu dan
sinar ini! Mungkin batu ini hanyalah semacam lelucon kurang kerjaan dari
orang pandai pada masa lalu…” ucap Sang Pendekar sembari kembali
menghembuskan asap rokoknya yang kali ini tanpa disengaja mengarah pada
lingkaran sinar yang berputar diatas batu putih dua satu dua. “Astaga!
Coba Lihat! Sesuatu nampak didalam sinar putih itu…! coba Mahesa kau
hembuskan lagi asap rokokmu itu…!” ucap Setan Ngompol dengan mata
jerengnya sembari terus memperhatikan cahaya bulat yang berputar
kencang. “matamu kek yang mungkin lamur… salah liat…!” ucap si pemuda
asal-asalan sembari kembali menghirup rokok kawung di bibirnya. “sudah
lakukan saja! Jangan banyak ngomong!” ucap Setan Ngompol sembari
delikkan mata jerengnya kearah Mahesa Edan. “saudara Mahesa, ada baiknya
saudara lakukan saja apa yang dikatakan oleh Kakek Setan Ngompol, aku
juga tadi sekilas melihat sesuatu dalam gulungan sinar ini..” ucap dewi
Dua musim sembari tersenyum kearah Sang Pendekar. Mahesa Edan kemudian
sembari mengangkat bahu kembali mengisap rokoknya dalam-dalam lalu
menghembuskan kearah lingkaran sinar yang berputar. “Astaga…! Coba Lihat
disana…! bukankah itu Wiro yang sedang naik kuda lumping sambil melesat
diangkasa! ada seorang anak kecil lagi! dan… Buseet… kenapa Juga Nenek
Bau Pesing itu ikut Gelantungan…?" teriak Setan Ngompol kala melihat
dalam lingkaran sinar tibatiba nampak bayangan berpendar membentuk
bayangan jelas Wiro, Ni Gatri dan Sinto Gendeng yang melesat diangkasa
dengan menggunakan sebuah Kuda Lumping. (untuk lebih jelas silahkan baca
episode: Ksatria Panggilan) mendengar apa yang dikatakan oleh setan
ngompol, semua yang ada di tempat itu sontak maju dan memperhatikan
dengan seksama kedalam sinar yang berputar diatas batu dan benar saja!
Di dalam sinar yang dihembusi oleh asap rokok oleh mahesa edan nampak
terbayang sosok orang yang mereka semua sama kenali sebagai Wiro Sableng
Sang Pendekar dua satu dua dan gurunya Sinto Gendeng! rupanya dalam
batu tersebut tersimpan sebuah pesan tersembunyi berupa bayangan yang
hanya bisa dilihat jika sinar putih yang keluar dari dalam batu tersebut
diberi asap! “astaga! Mau kemana Wiro dan Nenek Gendeng itu Pergi? Tapi
anak kecil di belakangnya itu cantik montok! Hik hik hik mau aku kalau
bisa main kuda lumpingan juga sama dia…!” kekeh naga kuning yang
langsung disambut jitakan Setan Ngompol.
“dasar Bocah Mesum…! tidak Lihat apa kalau mereka terbang menembus
angkasa? Sebenarnya mau kemana mereka pergi?” ucap Setan Ngompol
penasaran. saat semuanya menjadi tegang karena memperhatikan dengan
serius, bayangan didalam sinar tiba-tiba menghilang! Rupanya asap rokok
yang dihembuskan oleh Mahesa Edan sudah pupus tertiup angin “yaaaa….
Bagaimana sih? Cepat hembuskan lagi asap rokoknya Mahesa…!” ucap Naga
Kuning penasaran. Mahesa Edan buru-buru menyulut kembali rokok Kawungnya
sebatang lalu menghembuskan asapnya ke tengah Lingkaran Cahaya diatas
Batu. Lalu kemudian nampak bagaimana sebuah bayangan kembali terbentuk
dalam lingkaran cahaya. Kali ini terlihat bagaimana nampak banjir air
berwarna merah pekat meluluh lantakkan areal persawahan dan pemukiman.
Nampak juga mayat-mayat bergelimpangan dan orang-orang yang terbujur
merintih dengan benjolan-benjolan besar diatas kepala. “astaga! baru
seumur-umur ini aku melihat ada yang namanya banjir darah! Benar-benar
mengerikan! Dan itu juga apa? Kenapa semua orang punya benjolan diatas
keningnya? Apa yang sebenarnya terjadi?” ucap Panji Ateleng dengan
kening berkerut. Naga Kuning yang berada paling dekat dengan Setan
Ngompol nampak beringsut kearah telinga si kakek “kek, mungkin seperti
saat kita terpesat ke latanahsilam tempo hari, wiro kembali terpesat
lagi ke negeri aneh! Ke negeri dimana orang-orang bijinya tumbuh di
jidat!” bisik naga kuning kurang ajar. Setan Ngompol langsung menyikut
si bocah namun tidak urung terkekeh juga.
“pendekar sahabatmu itu dikirim ke Tanah Mataram Kuna delapan ratus
Tahun yang lalu oleh orang-orang sakti atas suruhan Raja Mataram kala
itu yakni sri maharaja Rakai Kayuwangi dyah Lokapala…” ucap Ajengan
Manggala wanengpati tiba-tiba membuat semua orang langsung menatap si
kakek dengan pandangan heran. “darimana kau tahu semua itu kek?” ucap
Naga Kuning penasaran. Si kakek nampak terkekeh sembari tetap memegang
batu bercahaya.
“soal itu nanti bisa dijelaskan, sekarang ada baiknya kita perhatikan
kembali apa yang akan ditunjukkan oleh batu mustika ini atau mungkin
kau mau bijimu itu dipindahkan ke jidat seperti orang-orang yang kau
bilang tadi?…” ucap si kakek yang sontak membuat Naga Kuning beringsut
mundur ke belakang setan ngompol. “Kakek itu bisa mendengar bisikanku
kek! Pendengarannya sangat tajam…!” bisik naga kuning sembari melirik
ajengan manggala waneng pati dari balik punggung setan ngompol.
“makanya jadi orang jangan suka ngomong yang aneh-aneh! Sudah…! Lebih
baik kamu diam saja …!” balas setan ngompol. semua orang kemudian
kembali menatap kearah cahaya putih diatas batu yang kembali berpendar
saat mahesa edan kembali meniupkan asap rokoknya. “astaga Ning, Lihat..!
Bukankah pemuda yang bertarung melawan Wiro itu pangeran Matahari! Tapi
bukankah bangsat satu itu sudah menemui ajal di tangan Sinto Gendeng
tempo hari? Bagaimana bisa dajal satu itu bisa terpesat juga bersama
dengan wiro…?” teriak Setan Ngompol keras membuat asap di tengah sinar
terpencar akibat udara yang keluar dari mulut dan hidung si kakek.
“dasar kakek sialan! Lihat asapnya jadi buyar kan? Bikin susah orang
saja…!” umpat naga kuning sembari menarik tangan setan ngompol agar
menjauh. Mahesa kemudian
kembali menghembuskan asap rokoknya. Beberapa saat kemudian nampak
bayangan sesosok makhluk berupa jerangkong hitam membara nampak berdiri
mencuat keluar
dari tubuh satu makhluk tinggi besar yang memiliki mata mencuat dari
kedua rongganya! Makhluk ini nampak memberi perintah pada ratusan anak
buahnya yang mengendarai satu makhluk berwujud jin putih untuk menyerang
wiro dan beberapa orang yang nampak bertempur mati-matian di samping
wiro! Semua orang yang menyaksikan nampak terpaku dengan tegang manakala
melihat adegan demi adegan yang terpampang di atas batu putih yang
bercahaya tersebut. “Astaga kek! Lihat…! bukankah itu Lakasipo…! Demi
Tuhan…! Lihat apa yang dilakukannya terhadap Wiro…!” teriak naga Kuning
keras sembari meremas tangan Setan Ngompol manakala melihat orang yang
dikenalinya Sebagai Lakasipo alias Hantu Kaki Batu saudara angkat mereka
di latanah silam ini nampak menikam Wiro dari belakang! Sementara itu
Setan Ngompol yang diremas tangannya oleh si bocah hanya bisa terdiam
dengan mata membeliak besar! bulir air mata tanpa disadari menetes dari
sudut mata sang kakek!
***
***
ENAM
Beberapa saat kemudian bayangan diatas sinar nampak kembali berpendar
dan berganti menjadi bayangan dimana Sosok Wiro tiba-tiba terlihat
berada di belakang Lakasipo sembari mengarah telapak tangannya kearah
pundak hantu kaki batu ini. “Lihat kek…! Coba kau Lihat…! Wiro tidak
mati kek..! kau lihat bukan…!” girang naga kuning bukan kepalang.
Sementara Setan ngompol nampak mengusap air matanya yang tadi nampak
menetes di pipi sang kakek. “Dasar Anak Sableng…” ucap sang kakek lirih.
Sementara pemandangan diatas batu kembali berputar silih berganti.
disatu saat terlihat bagaimana Wiro nampak bertarung keras melawan sosok
tengkorak berapi di dalam lamunan badai di empat penjuru! Gambar
bergerak diatas batu kembali berganti, kemudian terlihat bagaimana
sebuah cahaya laksana bintang jatuh meluruk dengan dahsyatnya mengantam
tubuh manusia jerangkong! “bukan main…!” desis mereka yang melihat
peristiwa ini dengan berdecak kagum. Bersamaan dengan desisan mereka
asap diatas batu kembali sirna! “yaaaa… mahesa…! Bagaimana ini…? Ini
lagi seru-serunya jadi tolong asapnya jangan sampai putus…! Penonton
kecewa nih…!” sembur Naga Kuning. “ya benar…! Balikin cepat karcisnya…!”
sambung Setan Ngompol kumat gilanya “anak Setan! Gendeng semuanya!
Kalian pikir ini nonton ludruk apa…? Tidak lihat kalau bibir sudah
jontor dari tadi! Nih! Bantuin isap! Jangan Cuma bisa enak-enakan
perintah orang…!” sembur Mahesa Edan sembari mengusap matanya yang merah
berair akibat terlalu lama terkena asap rokok. Sang Pendekar kemudian
melemparkan bungkusan Kain Hitam berisi daun jagung kering dan tembakau
kearah Setan Ngompol dan Naga Kuning. Setan Ngompol kemudian membuka
bungkusan yang berisi lintingan rokok kawung milik sang pendekar dari
pegunungan iyang ini lalu membaginya dengan Naga Kuning dan mulai
menyulut rokok kawung pemberian sang pendekar dengan gayanya! akan
halnya Naga Kuning yang baru hendak menyulut rokok yang baru
dilintingnya dikejutkan manakala dengan cepat Panji Ateleng mengambil
rokok yang terselip dibibirnya! “anak Keciltidak boleh Merokok! Tidak
baik untuk kesehatan!” ucap Sang Pemuda yang langsung menyulut rokok dan
bersama-sama dengan Setan Ngompol dan Mahesa Edan bergantian
Menghembuskan Asap Rokok Kawung yang berbau menyengat tersebut kearah
Lingkaran Cahaya Putih. Setelah asap rokok yang terkumpul cukup banyak
maka kemudian kembali terlihat deretan gambar-gambar peristiwa
terpampang di atas sinar yang berpendar. Nampak bagaimana sebuah
beringin raksasa melayang dan jatuh tepat dimana bintang bercahaya
sebelumnya jatuh. Lalu dari dalam pohon beringin tersebut keluar seorang
pemuda berpakaian hitam bersulam kain tanjung. “Astaga kek! Itu Suma
Mahendra…” desis Naga Kuning kepada Setan Ngompol yang sedang sibuk
menghirup hembus asap rokok. “suma Mahendra Siapa…? Aku tidak kenal…!”
sambung si kakek. “Suma Mahendra… Penjaga Pohon beringin di dasar kawah
Gunung Bromo… dia, ah sudahlah… di bilangin juga kakek gak bakalan
ngerti…”Lanjut si bocah membuat setan ngompol delikkan matanya
besar-besar. (mengenai perihal Suma Mahendra silahkan baca episode: TOPAN GURUN TENGGER)
gambar kembali berganti, kali ini nampak diatas batu bercahaya bayangan
seorang gadis yang bergerak cepat laksana angin membopong tubuh
pendekar dua satu dua yang berwarna merah bagaikan bara. “kecepatan
Gadis itu benar-benar luar biasa…” ujar Dewi Dua Musim memecah
kesunyian. “iya, kecepatan gadis itu memang luar biasa, tapi kenapa dia
harus berlari secepat itu? Apa ada seseorang yang mengejarnya? Lalu
kenapa anak sableng itu tubuhnya berwarna merah seperti kepiting rebus
begitu…?” ucap setan ngompol. “aku menduga sahabatmu pendekar dua satu
dua itu terkena racun yang amat ganas kek, wanita yang berlari laksana
kilat itu tampaknya sedang berusaha untuk menyelamatkan sahabatmu itu
kek…” sambung Panji ateleng seraya menyeka matanya yang berair akibat
asap rokok. Setan Ngompol hanya bisa mengangguk mendengar apa yang
diucapkan oleh PanjiAteleng. Selayaknya mahesa dan panji, mata kakek ini
juga bengkak merah berair akibat terkena asap rokok terlalu lama. Namun
sang kakek terlihat yang paling parah keadaanya. Mulut berasap
sementara mata atas bawah bercucuran! “bertahanlah kek…!” ucap mahesa
edan sembari menepuk punggung sang kakek, Kontan si kakek terbatuk
kepayahan! “ Sialan kau mahesa…! Aku sudah tidak kuat…!” keluh si kakek
sembari menyeka air matanya.
“bersabarlah kek…! Kita harus mengetahui rahasia yang tersimpan dalam
batu ini sampai akhir…! Ini aku tambahkan lagi rokoknya…! Satu orang
satu batang lagi…” seru Mahesa Edan seraya mengangsurkan tiga batang
rokok yang terselip di balik telinganya! Ternyata banyak tempat simpanan
juga Pendekar kita yang satu ini! “Tobaat…! Biyung…!” keluh Setan
ngompol namun toh tangannya tetap menerima rokok pemberian Mahesa dan
kembali menyulutnya walau dengan kepayahan! Alhasil kemudian nampak
ketiga orang ini kembali dengan masing-masing dua batang rokok kawung
dibibir saling bahu membahu mengebulkan asap rokok kearah batu
berpendar! walaupun sudah sangat kepayahan namun ketiganya terus
berjuang untuk menjaga agar asap rokok yang mengebul tidak jadi padam,
Sungguh perjuangan yang benar-benar layak dipuji… Sementara itu melihat
Mahesa edan, setan Ngompol dan Panji Ateleng yang nampak begitu tersiksa
dengan nafas yang kembang kempis dan mata merah bercucuran akibat asap
rokok, Ajengan Manggala Wanengpati beberapa saatkemudian nampak
menggunakan tangan kirinya merogoh saku jubahnya dan mengeluarkan
sesuatu dalam genggaman tangannya. Barang dalam genggaman tangannya
ternyata adalah segenggam bijih kemenyan dan kulit kering Kayu Gaharu.
Begitu sang kakek meremas kemenyan dan kayu gaharu tersebut maka
nampaklah asap tebal mengepul dari tangan kakek sakti tersebut. ”Huuh…!
Dari Tadi Keek…!!!!” sembur Mahesa Edan, Setan Ngompol dan Panji
Ateleng Kompak. Setan Ngompol yang paling kepayahan langsung duduk
merosot di tanah “Kenapa nggak dari kemaren-kemaren saja sekalian
Keluarin asapnya? Bibir atas bawah udah jontor kayak gini…! Baru
dikeluarin…! Coba dari tadi, kan kita-kita gak harus termonyong-monyong
isap rokok bulukan kayak gini…!” omel setan ngompol sambil membanting
rokok yang terselip di jarinya! Sambil mengomel panjang pendek, bibir
“bawah” sang kakek juga mengucur panjang pendek! “Kampret Sialan…!
Bibirmu itu yang bulukan kek! Jangan salahin rokokku…!” sembur Mahesa
Edan menimpali ucapan si kakek bau pesing. Melihat hal ini Naga Kuning
dan dewi dua Musim nampak terkikik geli. “kakek ini lucu ya kak? Yang
lainnya sudah mau semaput baru turun tangan buat asap… Hik.hik.hik” tawa
geli si bocah sembari memegang perutnya. Sementara itu Ajengan manggala
Wanengpati tanpa merasa salah dan berdosa terlihat meniup kepulan asap
yang keluar
dari genggaman tangan kirinya kearah batu bersinar di tangan kanannya.
Begitukepulan asap kembali mengenai cahaya diatas batu maka kembali
nampak sebuah pemandangan didalam bayang-bayang sinar putih. “astaga…!
Bukankah yang ada di dalam sinar itu adalah gambar Candi Prambanan…?
Kalian semua Lihat…? Ada awan merah berbentuk naga bergulung diatas
kepundan candi…!” seru Panji Ateleng membuat semua yang ada terperangah!
“betul… itu candi prambanan kak! Gadis itu membawa wiro kedalam telah
terjadi di dalam Candi…” desah Ajengan Manggala wanengpati dengan kening
berkerut membuat sepasang telinga yang menempel di dahi sang kakek
nampak bergerak aneh. Baru saja sang gambaran diatas batu berubah dan
memancarkan cahaya terang! Dengan memicingkan mata semua yang ada
berusaha melihat menerobos cahaya untuk melihat apa yang sesungguhnya
terjadi, maka kemudian nampaklah bagaimana cahaya diatas batu yang
berpendar menampakkan bagaimana sosok wiro yang duduk bersila diatas
lantai candi perlahan berubah menjadi batu manakala tubuhnya dikelilingi
oleh sosok melayang seseorangyang memancarkan cahaya putih dan sebuah
patung yang juga memancarkan cahaya terang!“Demi Tuhan…! Apa yang mereka
lakukan…? Lihat Ning? Orang dan patung itu merubah Wiro menjadi
batu…!”panik Setan ngompol sambil menjambak dan meremas rambut jabrik
Naga Kuning. Naga Kuning yang juga sebenarnya terkejut akhirnya jengkel
juga dan menendang tulang kering si Kakek. “Dasar kakek sialan…”sungut
si bocah. Sementara itu empat orang lainnya yang ada disitu nampak
menunjukkan raut muka terkejut manakala melihat apa yang terjadi “Sabda
Pandita Ratu…!” Ujar Ajengan Manggala Wanengpati, Panji Ateleng dan
Mahesa Edan secara bersamaan. “Apa sih yang kalian maksud dengan Sabda
Pandita Ratu…? Lalu apahubungannya dengan Tubuh Wiro yang menjadi
batu…?” Tanya setan ngompol sembari meringis memegangi tulang keringnya
yang ditendang naga kuning.
Dewi Dua Musim yang kebetulan berada di samping Setan Ngompol nampak
tersenyum mendengar pertanyaan si kakek. “Kau pernah mendengar cerita
tentang Legenda Patung Loro Jonggrang dan candi prambanan kek?” Tanya si
gadis membuat sikakek cengengesan. “ya jelas tahu cah ayu… Loro
jonggrang itu kan putri cantik yang dikutuk jadi batu oleh Bandung
bondowoso kan? He.he.he kalau cerita itu yang pasti semua orang juga
tahu…! Tapi yang paling tahu ya aku ini…!” ucap si kakek sembari
membusungkan dada kerempengnya. “nah patung yang kau sebutkan itu
adalahpatung yang tadi terlihat di dalam gambaran tadi kek…!
Sementara orang yang satunya pasti adalah Sri Raja Mataram yang sedang
mengeluarkan Sabda Pandita Ratu untuk membuat sahabatmu itu menjadi
Batu… sabdayang sama yang juga jatuh atas diri Nyi Loro Jonggrang…”
sambung Sang Dewi. “jadi…? Maksudnya Wiro sudah…?” Setan Ngompol tak
kuasa melanjutkan ucapannya. “sabarlah kek…kita perhatikan saja terus
perkembangannya seperti apa… “ ucap Mahesa edan enteng sembari kembali
menyalakan rokok kawungnya! “semuanya diam…! Lihat sesuatu terjadi pada
batu ini…!” ujar Ajengan Manggala Waneng Pati tiba-tiba seraya
melepaskan pegangannya pada batu itu manakala merasakan batu yang
dipegangnya bergetar keras. Dewi dua musim juga nampak melepaskan
pegangannya atas batu yang seharusnya jatuh ke tanah saat dilepaskan
dari genggaman kini nampak melayang diudara! Sinar benderang semakin
berputar kencang lalu didalamnya terlihat satu pemandangan yang amat
mengerikan! Terlihat bagaimana ratusan bahkan ribuan orang
bergelimpangan dimana-mana! Api dan petir menyambar-nyambar dari angkasa
sementara gulungankabut pekat nampak menyebar laksana air bah
menghempas semua yang terlihat dalam pandangan mata…! “demi Tuhan…!
Inikah bencana yang akan menimpa Tanah Jawa seperti yang di sebut oleh
Kiai Manding Saroka…?” desis Ajengan Manengpati dengan suara dihadapan
mereka. “apakah ini masa depan yang akan terjadi di tanah jawa dwipa…
Tuhan Beri Hambamu ini Petunjuk…” sambung sang kakek sembari memejamkan
mata. “Hey ning…! Lihat…! Ada seorang bocah yang mirip dengan dirimu
dalam pendaran cahaya…” ucap setan ngompol tiba-tiba sembari menunjuk
kearah lingkaran cahaya. Mendengar apa yang dikatakan oleh Setan Ngompol
semua kembali memperhatikan dengan seksama kejadian yang terjadi di
dalam lingkaran cahaya. Didalam lingkaran cahaya tersebut terlihat
seorang bocah bertelanjang dada dengan rambut jabrik berwarna putih
sedang menangkupkan kedua tangannya di telinga berdiri gagah didepan
sebuah surau dengan gaya layaknya seorang yang sedang mengumandangkan
adzan! ”hei…! Aku kenal surau kecil itu…! Letaknya tidak jauh dari
sini…! Aku beberapa hari yang lalu masih sempat singgah sebentar di
surau kecil itu untuk Sholat dan melepas lelah…” ucap Mahesa Edan
tiba-tiba. Baru saja sang pendekar hendak kembali membuka suara
tiba-tiba saja lingkaran sinar yang berputar diatas batu meredup dan
akhirnya hilang sama sekali. Bersamaan dengan hilangnya sinar diatas
batu, maka batu yang sebelumnya melayang diudara kontan jatuh terhempas
keatas tanah! Ajengan Manggala Wanengpati kemudian memungut batu yang
terjatuh dan memasukkannya kedalam saku bajunya. Sang kakek kemudian
langsung memandang kearah Mahesa Edan. “anak muda, seperti turut apa
yang kau sebutkan barusan, apakah kau benar-benar mengetahui letak surau
yang ditunjukan oleh sinar dalam batu tadi?” Tanya Sang kakek yang
langsung dibalas dengan anggukan oleh sang pendekar. Ajengan manggala
wanengpati kemudian nampak menganggukan kepalanya berulangkali. “turut
apa yang disampaikan oleh guruku kiai manding saroka sebelumnya,
kekacauan besar dan musibah yang tak terelakkan akan menimpa seluruh
tanah Jawa dwipa hingga jauh keseberang hingga tanah bali dan pulau
Andalas. Masih menurut penuturan sang kiai, Satu-satunya orang yang bisa
mencegah semua itu terjadi adalah Pendekar Dua Satu Dua Wiro Sableng, oleh
karenanya mau tidak mau dan dengan cara apapun! kita harus menemukan
pendekar tersebut…! “ucap sang kakek dengan nafas berat. “kalau bencana
itu memang benar akan terjadi bagaimana cara si anak sableng itu dalam
menghadapinya? Terlebih kita tidak tahu keberadaan anak setan itu dan
apa benar dia kini betul-betul menjadi batu seperti yang tadi
ditunjukkan dalam lingkaran cahaya tersebut…” ucap Setan Ngompol yang
dibalas oleh Dewi Musim. “satu-satunya petunjuk yang mungkin bisa kita
dapatkan dan kita peroleh mungkin hanya ada di dua tempat…” ucap si
gadis sambil mengacungkan dua jarinya sembari tersenyum. yaitu Istana
Mataram sambung Mahesa Edan. dan Candi Prambanan sambung pula Panji
Ateleng. Tepat ucap Dewi dua Musim sembari melemparkan senyumnya kepada
kedua orang tersebut. “dan jangan kalian lupakan bocah kecil dan surau
diatas bukit…” sambung setan ngompol sambil membetulkan letak celananya.
“tumben hari ini kau pintar kek…?” goda naga kuning. Sementara itu dewi
dua musim dan ajengan manggala wanengpati nampak saling pandang dan
mengaggukkan kepala. “para sahabat, bencana besar sudah ada di depan
mata… aku membutuhkan pertolongan kalian semua untuk menemukan Pendekar
Dua Satu dua dan mencegah sebisa mungkin agar bencana ini jangan sampai
terjadi… aku dan dewi dua musim masih ada satu masalah yang harus
diselesaikan di satu tempat… jikalau tidak keberatan baiklah kita
saling berbagi tugas, biarlah urusan mengenai kerajaan mataram menjadi
bagianku dengan dewi dua musim, sementara urusan bocah kecil disurau dan
masalah candi prambanan ku serahkan kepada kalian… apakah kalian
setuju…?” naga kuning, Setan Ngompol serta Mahesa Edan saling
berpandangan. “kami berdua tidak merasa keberatan untuk menjalankan
tugas ini kek disamping kami memang diutus oleh Kiai Gede tapa Pamungkas
untuk menemukan Anak sableng itu… entah bagaimana dengan Sobat Mahesa
dan Sobat Panji…” ucap Setan Ngompol. “aku sih ikut ramenya saja…!” ucap
Mahesa edan sembari memainkan rokok di bibirnya. Sementara itu Panji
Ateleng juga terlihat menganggukkan kepalanya, namun pandangan matanya
tak lepas dari sosok dewi dua musim dihadapannya. ”baiklah kalau
begitu. Satu purnama kemudian kita kembali bertemu di tempat ini untuk
membahas perkembangan yang terjadi... selamat jalan…!” ucap Ajengan
Manggala Wanengpati sembari melesat kearah utara diikuti oleh Dewi Dua
Musim yang sempat melirik dan melepaskan senyumnya kearah Panji Ateleng.
“ahh…” desis Panji Ateleng sedih.“Surau yang tadi terlihat dalam
penampakan cahaya letaknya tidak terlalu jauh dari sini… bagaimana kalau
kita kesana dahulu melihat situasi baru kita beranjak menuju
Prambanan?” Tanya Mahesa Edan yang dibalas anggukan oleh yang lainnya.
Maka kemudian keempat orang inipun mulaiberanjak meninggalkan kaliprogo
dengan pikiran masing-masing. Setan ngompol dan naga kuning memikirkan
nasib sahabat mereka Wiro Sableng si pendekar dua Satu dua, Panji
Ateleng memikirkan Dewi dua Musim, sementara Mahesa nampak sibuk
memikirkan dimana warung terdekat. Tangannya kiri kanan nampak sibuk
menggeledah sekujur tubuhnya hingga mengucak-ngucak kedalam rambut
gondrongnya Memeriksa kalau-kalau masih ada sebatang rokok yang
terselip! Rupanya persediaan rokok sang pendekar sudah habis! “anak
setan….!” Maki sang pemuda panjang pendek dengan bibir gatal! sementara
itu sepeninggalnya mereka, tanpa disadari oleh keempatnya satu bayangan
putih dan bayangan hitam nampak melesat kencang mengejar dan kemudian
memotong arah menuju ketempat dimana surau kecil yang menjadi tujuan
keempat pendekar kita ini melangkah!
* * *
TUJUH
Ki Tanu Mangir menyeka lelehan keringat yang bercucuran didahi dengan
ujung baju luriknya. Baju lurik tersebut nampak sudah basah dengan
keringat dan
nampak kotor oleh debu dan Lumpur sawah. Sang kakek kemudian beranjak
dari dalam petak sawah dan berjalan menuju ke sebuah bale-bale kecil
yang sering dipergunakannya untuk beristirahat sembari memperhatikan
petak sawah kecil miliknya tersebut. Udara sore yang berhembus saat itu
cukup menyegarkan tubuh renta yang kala itu baru saja selesai
mencangkuli petak sawah kecil yang terletak tidak jauh dari Surau
kecil tempat tinggalnya selama ini. Sang kakek terlihat tersenyum, mana
kala melihat seorang bocah kecil yang terlihat sedang berlari-lari
sembari tertawa ditegalan sawah miliknya. Bocah ini hanya bertelanjang
dada, namun di kepalanya terlihat sebuah mahkota terbuat dari untaian
daun jati dan daun pisang yang dijalin sedemikan rupa. Saat itu si
bocah tidak sedang sendirian, ada dua orang anak lelaki sebayanya yang
juga sedang bermain bersama sama dengan bocah berambut jabrik ini. “Nah
Jenar…! Kau tertangkap…! Giliran kamu sekarang yang jadi kucing ayo…!”
ucap si bocah berambut jabrik sembari melepas mahkota daun jatinya dan
memasangkan ke kepala bocah bernama jenar yang berhasil di tangkapnya.
“ah kau curang Jabrik! Tubuhmu kan kecil, sedangkan aku gemuk begini! Ya
pasti gampang kamu tangkap! Mana bisa aku menangkap kalian berdua!
Tidak mau ah! Aku tidak mau jadi kucing! ” sungut si bocah bernama jenar
yang memang bertubuh gempal ini. Sementara itu seorang lagi bocah
nampak berjalan mendekat dan mendorong bahu jenar. “tidak bisa begitu
jenar! Kan aturannya siapa yang tertangkap harus jadi kucing, nah aku
dan jabrik kan sudah giliran jadi kucing, sekarang kan giliran kamu
apalagi kamu yang duluan tertangkap. Kamu tuh yang curang! Pokoknya
sekarang kamu harus jadi kucing! Titik…!” ucap si bocah dengan sengit.
Sementara itu Bocah yang tidak lain adalah Jabrik Sakti Wanara ini
nampak mengambil kembali mahkota pelepah daun jati dari kepala jenar.
“sudahlah Wirat, biar saja… tidak mengapa kalau aku jadi kucing lagi,
asal kalian jangan berantem ya? Ayo kita mulai, awas ya aku pasti bisa
menangkap kalian…!” ucap Si bocah sembari tertawa lepas. Namun tawa
sang bocah mendadak lenyap manakala dilihatnya dua orang temannya
tersebut tidak mendengar apa yang diucapkannya melainkan nampak berdiri
kaku dengan mata membeliak memandang kearah belakang Jabrik Sakti.
“Wirat…? Jenar…? Ada apa dengan kalian? Ayo kita main lagi… aku…” sang
bocah berucap sembari menyentuh bahu kedua sahabatnya tersebut namun
betapa kagetnya manakala begitu kedua tangannya memegang kedua bahu
sahabatnya tersebut, tubuh kedua bocah kecil itu langsung jatuh ambruk
ketanah! Tubuh kedua bocah malang tersebut nampak berubah kebiruan
sementara darah nampak merembes dari sudut mata, telinga serta hidung
dan mulut kedua anak malang tersebut. “Astaga! Wirat… Jenar…! Kalian
kenapa?” ucap Jabrik Sakti seraya mengguncang-guncang kedua pundak kedua
sahabatnya tersebut bergantian. “Kalau mereka berdua tidak mau jadi
kucing, bagaimana kalau Aki saja yang jadi kucingnya? He.he.he dan kau
yang jadi tikusnya… he.he.he…” ucap satu suara berat dari balik punggung
Jabrik Sakti yang tentu saja mengagetkan si bocah.
Si bocah kontan berbalik untuk mencari tahu siapa yang berbicara di
belakangnya dan itu merupakan satu kesalahan fatal! Begitu sang bocah
menatap sosok yang berdiri di
belakangnya tubuh sang bocah sontak menegang kaku! Kedua mata si bocah
nampak membeliak besar sementara mulutnya terbuka lebar! Dihadapan
Jabrik Sakti Wanara berdiri seorang kakek bungkuk mengerikan yang
mengenakan kain berbentuk pocongan! Kain kafan yang dikenakan oleh kakek
ini penuh dengan robekan dan kotoran tanah sementara itu nampak seutas
tali yang terbuat dari sebangsa usus kering tergantung di lehernya. di
kalung tersebut terlihat tiga buah kain putih yang juga berupa pocongan
dan menebar bau busuk yang amat sangat! Siapa lagi kalau bukan Ki Buyut
Pocong Mayit, Guru Pangeran Banowo! kakek sesat ini kala itu Kembali
mengeluarkan ilmu Tatapan Penggetar Sukma miliknya yang pernah di
keluarkannya pada Panji Ateleng untuk melumpuhkan Jabrik Sakti Wanara
dan kedua sahabatnya tersebut sehingga Betapa kerasnya Jabrik Sakti
berusaha untuk menggerakkan badannya, tetap saja kedua kaki dan tangan
serta seluruh tubuhnya terbujur kaku. “Orang Jahat…! Lepaskan anak
itu…!” teriak ki tanu mangir sembari mengangkat cangkulnya tinggi-tinggi
dan berlari memburu kearah dimana Jabrik sakti
Wanara berdiri terpaku akibat sirapan Ki buyut Pocong Mayit.
namun baru beberapa langkah berlari tubuh kakek tua ini tiba-tiba
tersungkur deras ke tanah berlumpur! Dengan tubuh bergetar kakek tua
penjaga surau ini berusaha beranjak bangkit namun tubuh rentanya
kembali terbanting rubuh manakala sang kakek malang baru menyadari bahwa
dia sudah tidak memiliki sepasang kaki lagi! “Ki Tanu…! “ seru Jabrik
Sakti Wanara kala melihat apa yang menimpa Kakek Penjaga surau yang baik
hati ini. Air mata menetes deras di pipi bocah polos ini kala melihat
bagaimana seorang Pemuda berpakaian dan berdestar hitam berjalan sembari
menyeret sepasang kaki yang di kenali si bocah Sebagai Kaki milik si
Penjaga Surau! Sang pemuda nampak berhenti dan menatap Tubuh Ki Tanu
Mangir yang nampak masih terus berusaha merangkak kearah tempat Jabrik
Sakti berada.
“Lari ki…! Cepat pergi dari situ…!” teriak si bocah keras dengan air
mata berlinang. Bocah kecil ini seakan-akan tidak menyadari kalau kakek
penjaga Surau yang dikasihinya ini sudah tidak lagi memiliki kaki untuk
beranjak kemana-mana!
“kakek keparat…! cepat lepaskan tubuhku…!” teriak Jabrik Sakti dengan
kalap sembari memandang dengan penuh kemarahan kearah Ki Buyut Pocong
Mayit. Sementara itu pria yang bukan lain adalah Merak Jingga yang
sebelumnya bertarung dengan Dewi Dua Musim ini kemudian dengan secara
kejamnya menendang tubuh sang kakek yang kontan terhempas kedalam sawah
dengan keadaan mengenaskan dan putus nyawanya saat itu juga! “ kakek…!”
teriak Jabrik Sakti Wanara kencang entah dengan kekuatan apa tiba tiba
si bocah mampu menggerakkan tubuhnya dan berlari kencang kearah tempat
Ki Tanu mangir terhempas. Ki Buyut Pocong Mayit bahkan sampai terkejut
dengan apa yang bocah itu lakukan. “Menakjubkan! Anak ini mampu lepas
dari belenggu tatapan penggetar sukma…? Benar-benar bocah ajaib!” ucap
sang kakek tertegun. Sementara itu Sang Bocah sudah berdiri di samping
jenazah kakek malang penjaga Surau kala satu tangan terasa membetot
tangannya.”ayo kau ikut aku anak kecil…” ucap Merak Jingga seraya
meanrik tangan si bocah keras. Namun sibocah tidak bergerak rupanya di
tangan satunya nampak Ki buyut Pocong mayit juga sudah menggengam
tangan sang bocah keras. “he.he.he, aku menemukan anak ini duluan jadi
dia harus ikut aku dulu…” kekeh si kakek. “kakek keparat…” maki Merak
jingga sembari berusaha menarik tangan sang bocah. Sementara itu hampir
bersamaan dengan kedatangan kedua tokoh sesat itu, rombongan naga
kuning juga sudah sampai di tempat itu dan melihat apa yang dilakukan
oleh kedua tokoh sesat itu.
“celaka…! Keduaorang jahat itu sudah menemukan bocah itu terlebih dahulu
bagaimana mereka bisa tahu…?” ucap naga kuning heran. “selamatkan
dahulu bocah itu, lihat dia begitu tersiksa atas perlakuan mereka
berdua…” ucap mahesa yang dibals angukan oleh yang lainnya. Namun baru
saja hendak bergerak tiba-tiba ki buyut pocong mayit nampak membentak
sembari mendelikkan matanya.”jangan ikut campur…!” teriak sang kakek.
“jangan lihat matanya! Seru PAnji Ateleng dan Mahesa bersamaan. Namun
mereka terlambat! “celaka ning! Aku… aku tidak bisa menggerakkan
kakiku…!’keluh setan ngompol. “sama kek…! Aku juga tidak bisa
kemana-mana…!” panik naga kuning. Sementara itu Tubuh bocah cilik
tersebut mulai bergetar keras akibat betotan tangan Ki Buyut Pocong
Mayit dan Merak Jingga yang saling berebut menarik kedua tangannya.
Kedua tokoh tersebut tidak mempedulikan keadaan sang bocah yang
mengenaskan. mereka baru tersadar kala satu kekuatan dahsyat yang
dibarengi auman harimau dikejauhan melempar keduanya masuk kedalam
tegalan sawah! Mata kedua tokoh hitam ini terbeliak tak percaya kala
melihat bocah yang diperebutkan tersebut nampak melayang diudara dengan
sepasang mata tampak memutih menakutkan sementara di dada sang bocah
yang kurus telanjang tampak bercahaya tiga guratan angka, angka dua satu
dua! “astaga! Apa tidak salah mataku ini? Apa benar itu Wiro? Tapi
kenapa…” seru Setan Ngompol sembari delikkan kedua mata kearah sosok
bayangan yang berdiri mengambang di punggung bocah kurus berambut jabrik
yang dipanggil dengan sebutan Jabrik Sakti Wanara itu, apa yang dilihat
oleh Setan Ngompol juga dilihat oleh Mahesa Edan, Naga Kuning dan Panji
Ateleng.
Dibalik sosok melayang Jabrik Sakti Wanara berdiri mengambang satu sosok
seorang kakek berbaju dan berdestar putih. Rambut dan janggutnya
terlihat melambai berwarna putih keperakan sementara ditangan sang kakek
tergenggam sebuah senjata yang amat ditakuti oleh para tokoh golongan
hitam.
Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua!
Kapak Maut Naga Geni Dua Satu Dua!
“astaga…! Benar itu kapak milik Wiro…! Tapi kenapa orangnya bisa jadi
tua begitu…? Alamak…! Pusing aku! Tidak mungkin…! Aku tak percaya kalau
kakek itu benaran Wiro…!” seru setan Ngompol sembari mencengkeram
bagian bawah perutnya yang kembali bocor! Sementara itu Ki Buyut Pocong
Mayit yang sebelumnya terlempar jatuh kedalam Tegalan Sawah terlihat
merutuk habis-habisan. Kakek satu ini kemudian setelah tersadar dari
keterkejutannya akibat hempasan kekuatan dahsyat yang keluar dari dalam
tubuh Jabrik sakti lalu kemudian nampak menggenggam seonggok Lumpur
sawah dan mengoleskannya ke kedua matanya sembari mengucapkan sebuah
rapalan, Hal yang sama juga nampak dilakukan oleh Merak jingga. Begitu
kedua orang ini membuka matanya maka nampaklah bagaimana sepasang mata
kedua tokoh ini telah berubah menjadi merah semerah darah! Ki buyut
pocong mayit dan merak jingga sama pentangkan mata lebar-lebar kearah
tubuh Jabrik Sakti Wanara, kedua tokoh ini kemudian sama melihat bahwa
selain sosok kakek berdestar putih yang memegang kapak nampak pula
sosok seorang Nenek yang memakai kain tanjung putih memegang sebuah
pedang tipis berkepala naga menyatu dalam diri si bocah! Namun bukan
Nenek dan pedang yang dipegang olehnya yang menjadi perhatian dua orang
tokoh sesat ini melainkan sebuah bayangan samar berbentuk sebuah keris
berlekuk delapan yang nampak bersemayam di dekat jantung si bocah kecil!
“ternyata benar apa yang dikatakan Nyai ratu junjungan tempo hari!
Bocah berambut jabrik itu kemungkinan besar merupakan perwujudan kasar
dari Keris Naga Sanjaya Dua Satu Dua yang ada dalam legenda! Sebuah
keris hasil perkawinan sepasang senjata sakti Kapak Maut Naga Geni dan
Pedang Naga Suci Dua Satu Dua!
Keparat…! aku harus merebut Keris itu sebelum kedahuluan Yang Lainnya…!”
sehabis berpikir begitu Kakek berdandan layaknya Pocong ini melesat
secepat kilat dengan tangan terpentang mengarah ke dada sang Bocah! Hal
yang sama kembali juga dilakukan oleh Merak Jingga, melihat Ki buyut
Pocong Mayit bergerak melabrak Jabrik Sakti yang saat itu masih dalam
keadaan melayang diudara, Pemuda ini juga bergerak secepat kilat dengan
cakar terpentang mengarah kedada sang Bocah yang didalam tubuhnya
tersimpan tiga buah senjata sakti ini! “anak itu dalam bahaya…!” teriak
naga kuning yang akhirnya bisa membebaskan diri dari sirapan si kakek
pocong sambil melesat sembari melepaskan satu pukulan tangan kosong
kearah Merak Jingga yang berada paling dekat dengan dirinya. Seolah-olah
sejalan dengan pemikiran sang bocah, setan ngompol yang saat itu sudah
bisa membebaskan diri dari sirapan ilmu Tatapan Penggetar sukma yang
sebelumnya dilepas oleh Ki Buyut Pocong Mayit saat itu juga nampak
sedang berjibaku melancarkan jurus andalannya yaitu Setan Ngompol
Mengencingi Pusara kearah kepala Ki Buyut Pocong Mayit! Kakek Penghuni
Kubur Batu Watu Selirang ini keluarkan suara tercekik kala angin
tendangan yang dibarengi titik-titik air berbau pesing menghantam
wajahnya.
“jahanam…!” rutuk sang kakek seraya memutar cakarnya menyambut tendangan
dua kaki setan ngompol. Hebatnya sembari membalas serangan setan
ngompol, kakek ini masih sempat melancarkan serangan jarak jauh berupa
satu sinar pukulan berwarna kuning kearah dada jabrik sakti wanara!
Setan ngompol terjengkang keras manakala kibasan cakar Ki buyut pocong
mayit melabrak kedua kakinya. Tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi
pada diri Naga Kuning, serangan tangan kosong si bocah ini di mentahkan
dengan begitu mudahnya dengan satu kibasan tangan merak jingga yang
dilembari aji kesaktian Watu Cadas andalannya.
kemudian Begitu berhasil menjatuhkan naga kuning, Merak jingga kembali
melanjutkan serangannya. Kedua telapak tangannya yang berbentuk cakar
dihantamkan kedepan kearah tubuh Jabrik Sakti dengan menggunakan salah
satu ilmu ajaran gurunya Sang Penyesat Iman yaitu ilmu Sepasang Cakar
Mengeruk Samudera. akhirnya kemudian nampaklah bagaimana Dua jalur ilmu
pukulan mematikan yang dilepaskan oleh Ki Buyut Pocong Mayit dan Merak
Jingga bergerak dengan kecepatan luar biasa saling berkejaran hendak
meluluh lantakkan tubuh Jabrik Sakti! Panji Ateleng dan Mahesa Edan yang
melihat keadaan yang berbahaya ini berseru keras sembari melesat hendak
memapaki dua serangan ilmu kesaktian yang berbahaya ini, Nampak Mahesa
Edan bergerak hendak memutar Papan Kayu Hitam senjatanya kearah kedua
sinar yang hendak melabrak tubuh sang bocah! Begitu juga dengan Panji
Ateleng, sepasang telapaknya yang berwarna kebiruan baru saja hendak
melepaskan pukulan Membalik Puncak Menyingkap Mega yang di dapatnya
dari Eyang Toh Bagus Kamandipa namun kedua pemuda ini akhirnya urung
bertindak manakala nampak dua bayangan lain melesat secepat kilat dari
balik tubuh sang bocah secara tiba-tiba melabrak langsung serangan Ki
Buyut Pocong Mayit dan Merak Jingga! Bayangan pertama adalah bayangan
kakek berbaju putih yang memegang kapak maut naga geni dua satu dua yang
sedari tadi berdiri menggantung di balik pungung sang bocah, sementara
bayangan lainnya adalah bayangan seorang Nenek berkain tanjung yang juga
berwarna Putih.
Namun beda dengan kakek yang memegang kapak, Nenek satu ini nampak
melesat dari dalam dada si bocah kurus sembari mengacungkan sebilah
pedang! Pedang Naga Suci Dua Satu Dua! suara ledakan keras terdengar
membahana manakala pukulan Sepasang Cakar Mengeruk Samudera yang
dilepas oleh Merak Jingga dan pukulan Wisa Kuning yang dilepas oleh Ki
Buyut Pocong Mayit dipunahkan oleh sepasang senjata sakti Kapak Maut
Naga Geni dan Pedang Naga Suci Dua Satu Dua! Naga Kuning dan Setan
Ngompol yang saat itu sama-sama rebah ditanah akibat hantaman merak
jingga dan ki buyut pocong mayit perdengarkan sorak kegirangan mana kala
melihat bagaimana dua serangan yang dilancarkan oleh dua orang tokoh
sesat ini bisa dipunahkan oleh dua orang kakek dan nenek penjaga Bocah
aneh berambut jabrik dihadapan mereka dengan menggunakan senjata yang
mereka kenali sebagai kapak maut naga geni dan pedang naga suci dua satu
dua ini. Namun kegirangan mereka sontak berubah mana kala tiba-tiba
terlihat segulungan asap berbentuk kabut pekat bergulung membuntal
secara cepat melibat tubuh dan tangan Nenek yang memegang Pedang naga
suci dua satu dua! Tidak hanya sampai disitu, kabut tebal yang entah
datang darimana itu dengan kecepatan luar biasa juga melibat dan
membungkus erat tubuh semua orang yang ada di tempat itu dengan tidak
terkecuali! “kakek setan ngompol! Tolong aku! Aku tidak bisa bergerak!”
teriak naga kuning panik seraya berusaha membebaskan diri dari libatan
kabut yang mengikat erat tubuhnya. “sama ning! Aku juga tak bisa
bergerak! Celaka! Kabut apaan nih buset! Pakai masuk dalam celana
segala! Aduh… aduuhh” teriak setan ngompol tak kalah paniknya!
“Arya Segoro! selamatkan Jabrik Sakti! Jangan sampai Naga Sanjaya
direbut oleh mereka!” teriak sang nenek pemegang pedang naga Suci dua
satu dua keras kearah kakek berambut perak yang serta merta meloncat
mundur kearah tubuh jabrik sakti wanara manakala melihat hal yang
terjadi pada si Nenek.
“Kintani Saraswati…!” seru si kakek yang dipanggil dengan sebutan Arya
Segoro ini sembari berusaha menghalau kabut yang hendak menyelimuti
dirinya dan jabrik sakti dengan mengebutkan Kapak Maut Naga Geni kearah
kabut yang menjalar dengan cepat. terdengar suara laksana ribuan tawon
mengamuk manakala kapak maut naga geni berputar kencang menyelubungi
tubuh sang kakek dan jabrik sakti wanara yang masih dalam keadaan tak
sadarkan diri mengambang diudara! Sementara itu dalam keadaan sedemikian
rupa mendadak dari langit turun sebuah cahaya kemerahan melesat dengan
kecepatan tinggi kearah Tubuh sang Kakek dan Jabrik Sakti Wanara!
“Astagfirullah! Jangan Kau sesat wahai Putera Langit! Yang kau ingin
bunuh itu adikmu sendiri Naga Sanjaya!” teriak Si nenek keras kala
melihat cahaya merah yang meluncur dengan derasnya dari atas langit
tersebut! sosok yang meluncur deras tersebut ternyata adalah sosok
seorang kakek yang memegang sebuah pedang merah yang bercahaya terang!
Pedang tersebut bergetar keras dalam genggaman kakek yang tidak jelas
terlihat akibat cahaya silau yang menebar dari dalam badan pedang.
Dengan kecepatan yang luar biasa Pedang merah ini menukik dengan
derasnya dengan sasaran yaitu bayangan keris berlekuk delapan yang
membayang samar di dada Jabrik Sakti Wanara! “Demi Allah! Naga Geni,
Naga Suci! Selamatkan Putera Kalian…!” teriak Nenek yang dipanggil
dengan sebutan Kintani Saraswati ini seraya melemparkan pedang naga suci
dua satu dua ke udara! Mendengar teriakan sang nenek, Sang Kakek
berdestar putih yang bernama Arya Segoro ini juga langsung melemparkan
Kapak yang di genggamnya kearah cahaya merah laksana mega yang datang
menyongsong dari langit! “astaga…! Ning…! Lihat…! Bukankah kakek yang
memegang pedang itu Kiai Gede Tapa Pamungkas…! atau apa mataku yang
salah ya…?” teriak setan ngompol dengan pandangan melotot kearah kakek
pemegang pedang merah yang menukik deras ke bawah. “iya kek…! matamu
tidak salah! Biar jereng tapi benar tidak salah! Itu benaran Sang Kiai…!
Itu guru kek…!” ucap Naga Kuning dengan mata sama melotot! Sementara
itu kejadian luar biasa kembali terjadi manakala sepasang senjata yang
ditakuti di seluruh penjuru negeri ini dilemparkan keudara menyongsong
datangnya cahaya merah! Sosok pedang dan kapak tiba-tiba saja sirna
berganti wujud menjadi sepasang naga raksasa! Yang satu adalah seekor
naga jantan berwarna putih dengan sebuah batu permata besar berwarna
merah melekat dikeningnya sementara satunya lagi adalah seekor naga
betina yang juga memiliki sebuah permata berwarna hijau yang melekat
diatas kening sang naga. Dua ekor naga raksasa ini nampak mengaum gusar
menyambut datangnya cahaya merah yang mereka kenali sebagai cahaya buah
hati mereka, Buah hati tak berdosa yang terlahir akibat cinta
terlarang, buah hati Yang kini datang dengan dendam membara hendak
membunuh adiknya sendiri Keris Naga Sanjaya Dua Satu Dua! Dialah Pedang
Naga Merah Dua Satu Dua, Sang Putera Langit!
***
T A M A T
Episode Berikut:
Keris Naga Sanjaya 212
Cuplikan episode berikutnya:
Naga Dewantara semakin mempererat dekapan Pedang Naga Merah yang
perlahan namun pasti mulai menembus dada bidangnya yang dipenuhi sisik
kuning ini. Tubuh pemuda berambut panjang menjulai yang lebih dikenal
dengan sebutan Naga Hantu dari Langit Ketujuh ini mulai bergetar keras!
Sepasang matanya yang juga berwarna Kuning nampak membeliak besar kala
merasakan bagaimana panasnya hawa pedang yang mulai memasuki tubuhnya
sedikit demi sedikit!
sungguh sukar nian dibayangkan penderitaan yang dialami oleh pemuda
perwujudan naga pelindung bocah Naga Kuning ini. bahkan Kiai Gede Tapa
Pamungkas seorang yang dianggap manusia setengah dewa pun sampai
meneteskan air matanya melihat penderitaan Sang Naga! Sang Kiai nampak
perlahan membisikkan kalimat suci yang dengan susah payah diikuti oleh
Sang Pemuda, Begitu Selesai berucap maka menggelegarlah teriakan dari
mulut Sang Raja Naga Tanah Jawa! Tubuh sang pemuda mulai dari dada
hingga ke ujung rambutnya dilamun kobaran api yang sangat besar! Inilah
akhir hidup dari Tetua Para Naga Tanah Jawa yang selama hidupnya
diabdikan untuk menjaga kelangsungan hidup seorang Bocah dan harus
mengakhiri hidupnya guna melindungi hidup bocah lainnya. Hanya dia
seorang yang mampu melakukan semua itu, Dialah Sang Naga Dewantara,
alias Naga Hantu Langit ke Tujuh
Emoticon